F. Analisa Kritikal Bab Analisa Kritikal memberikan kesempatan untuk melihat hal-hal yang telah berjalan dengan baik pada saat tahap-tahap perencanaan dan pelaksanaan dan di bagian mana perbaikan-perbaikan dapat dilakukan Bab ini dirancang untuk kebutuhan lembaga yang telah bergerak ke tahap “tindak lanjut” proyek, namun juga dapat dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman dan pembelajaran berharga dengan manajer-manajer kampanye lain yang kemungkinan mengerjakan tema yang sama.
87
1. Tinjauan Kritikal Bab ini diharapkan akan menjadi sumber yang berharga untuk Manajer-Manajer Kampanye lain yang menjalankan kampanye bertema sama, serta Balai Besar KSDA Sumatera Utara sendiri yang dapat menggunakan proses Pride untuk mengatasi isu-isu lain di kawasan/resort lainnya, terutama untuk mengembangkan pengelolaan bersama kawasan konservasi yang melibatkan masyarakat. Bab ini akan meninjau: (i) proses perencanaan dan (ii) proses pelaksanaan dengan membingkainya dalam 3K (3C) Rare. Bab ini juga akan melihat beberapa kendaraan yang digunakan untuk menyampaikan pesan, menyoroti kendaraan-kendaraan yang efektif dan yang tidak efektif, serta pelaksanaan BROP.
2. Tinjauan terhadap Proses Perencanaan Proyek, yang memuncak dalam Rencana Proyek Kampanye Bangga SM Dolok Surungan dimulai dengan proses perencanaan yang memakan waktu 20 minggu. Fase ini dikerjakan setelah saya menjalani masa (fase pertama) pelatihan 9 minggu di Bogor. Acara Pertemuan Para Pemangku Kepentingan di SM Dolok Surungan merupakan kegiatan workshop stakeholder yang digelar untuk mengkaji permasalahan di SM Dolok Surungan secara menyeluruh dan melibatkan banyak pihak. Sebanyak 40 pemangku kepentingan utama dari kelompok masyarakat Meranti, masyarakat Lobu Rappa, aparat desa, BBKSDA SU, Dinas Kehutanan Kabupaten Toba Samosir, dan pengusaha perambah datang dalam acara ini. Acara ini dilaksanakan di Madrasah Nurul Falah, Salipotpot, Desa Lobu Rappa. Pemilihan lokasi ini karena jaraknya yang berdekatan dengan lokasi pos resort SM Dolok Surungan I selain juga karena alasan ketersediaan relawan untuk menjadi panitia acara. Resort SM Dolok Surungan sudah sejak tahun 1980-an akhir bekerja dengan masyarakat Salipotpot, Lobu Rappa sebagai mitra dan pendukung. Atas pemilihan lokasi ini muncul penolakan dari beberapa masyarakat Meranti yang menilai tidak layak ‘membuka sejarah kampung di kampung orang’. Menurut kelompok ini, SM Dolok Surungan yang memang berada di wilayah administratif Tapanuli, Toba Samosir, seharusnya dibicarakan di daerah Tapanuli juga. Sedangkan Desa Lobu Rappa, meskipun juga merupakan desa etnis Batak, berada di wilayah administratif Kabupaten Asahan. Belakangan baru diketahui bahwa ada sejarah perebutan tanah antara masyarakat Adian Baja (Meranti Timur) dengan masyarakat Lobu Rappa di masa lalu. Namun, memilih atau memindahkan lokasi workshop di Meranti Timur juga bukan pilihan yang baik. Selain ketiadaan relawan yang bisa benar-benar bekerja dengan sukarela, acara di Meranti Timur memiliki peluang chaos. Masyarakat Meranti Timur merupakan desa asal perambah terbesar di SM Dolok Surungan. Bertentangan dengan tujuan acara untuk mengupas permasalahan di SM Dolok Surungan secara jernih dan setara oleh semua pihak (bahkan yang bertentangan sama sekali), acara ini bisa dijadikan ajang pembenaran atau penyalahan pengelolaan lahan SM Dolok Surungan oleh masyarakat bila diadakan di Meranti. Sebab, hal yang paling sulit diyakinkan kepada para undangan (baik masyarakat perambah, masyarakat pro kawasan, maupun petugas kehutanan) selama persiapan acara adalah bahwa acara ini bukan forum untuk menemukan siapa yang benar dan siapa yang salah atas permasalahan terbesar di SM Dolok Surungan : Perambahan. Bila direnungkan saat ini, dengan jaringan konstituen yang berbeda saat ini. Sebenarnya bisa saja acara dilaksanakan di Meranti Timur dengan dukungan Forum Guru maupun Pam Swakarsa Kehutanan yang ada saat ini. Tetapi bila harus kembali kepada saat itu, rasanya memang pilihan yang dibuat masih sangat rasional. Sebab, ekspektasi masyarakat Meranti yang akan berbondong-bondong mendatangi lokasi acara. tidak akan dapat diakomodir jika acara dilaksanakan di Adian Baja atau Lobu Jiur.
88
Acara workshop dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2009 dengan hasil sebuah Model Konsep permasalahan SM Dolok Surungan. Beberapa alasan teknis menjadikan Workshop Stakeholder SM Dolok Surungan lebih diarahkan ke pencarian faktor penyebab ancaman utama ‘Perambahan’, dari pada mengidentifikasi ancaman terhadap cakupan konservasi itu sendiri. Ancaman Perambahan sendiri dihasilkan dari diskusi-diskusi gerilya sebelumnya dengan beberapa stakeholder kunci dan rekan-rekan di dalam lembaga (Balai Besar KSDA Sumatera UtaraMeskipun tidak umum (mungkin) menggelar workshop hanya untuk mencari faktor sekunder dari faktor primer yang ‘sudah diketahui’, tetapi bagi kami hal ini sangat menguntungkan dalam penyusunan model konsep. Sebab, dari pengalaman yang ada (2 kali simulasi di kelas Bogor, dan 1 kali simulasi di lapangan bersama volunteer) pencarian faktor sekunder biasanya akan terburu-buru di akhir acara workshop karena waktu tersita saat mengidentifikasi ancaman. Pada model konsep yang dikembangkan di Dolok Surungan, faktor-faktor sekunder didiskusikan dan diperdebatkan secara mendalam oleh para peserta. Faktor-faktor pendukung lainnyalah (tersier) yang kemudian dibahas secara cepat. Memang, resiko tidak menemukan ancaman yang laten dan tidak terdeteksi dengan cara gerilya menjadi resiko menerapkan metode ini. Namun, untuk Dolok Surungan, sampai saat ini saya masih cukup yakin bahwa pilihan memperdalam permasalahan perambahan di awal kampanye adalah pilihan tepat. Sebab, jika harus menggali ancaman lainnya maka energi akan terbuang sementara ancaman perambahan tidak bisa dikupas lebih dalam. Aksi boikot yang sempat dijadikan ancaman oleh masyarakat Adian Baja dan Lobu Jiur (keduanya di Meranti Timur) tidak terjadi. Beberapa anggota masyarakat, termasuk masyarakat yang aktif, hadir dalam acara tersebut karena berpandangan jalan dialog adalah solusi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan. Satu rombongan masyarakat Meranti Timur lainnya yang memilih tidak masuk ke dalam ruangan tetapi menyimak jalannya acara dari luar juga menjadi bukti bahwa mereka penasaran dengan acara ini. Aksi boikot dapat diredam karena, masyarakat yang menolak juga dijanjikan untuk dapat menjadi tuan rumah pertemuan lain di masa mendatang. Pada akhir tahun 2009 Desa Meranti Timur menjadi tuan rumah beberapa pertemuan untuk membahas program Model Desa Konservasi di sekitar SM Dolok Surungan dan akhirnya desa ini memang ditabalkan, yaitu diresmikan, dilekatkan status/namanya) menjadi Model Desa Konservasi dengan penghijauan sebagai program pertama. Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor penyebab (penyumbang), ancaman Perambahan sebenarnya dapat dipilah menjadi beberapa faktor yang kemudian dapat diberi pemeringkatan. Pemilahan ini dilaksanakan pada pertemuan validasi dan penajaman model konsep di Medan dengan mengundang staf maupun unsur pimpinan (teknis) Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Mahasiswa Kehutanan USU dan Mahasiswa Pasca Sarjana USU juga diundang untuk memeperkaya sudut pandang pengembangan model konsep ini. Dengan demikian pada akhirnya dapat dipilah karakteristik dari beberapa permasalahan (ancaman) tersebut sehingga pemilahan strategi untuk pemecahannya juga dapat difokuskan sesuai dengan sumberdaya yang tersedia. Para Pemangku Kepentingan dan beberapa mitra yang diajak berbicara dalam sebuah forum pertemuan menyetujui kedua sasaran konservasi (Hutan Dolok Surungan dan Satwa Liar-nya) memiliki peringkat tinggi dengan menggunakan kriteria-kriteria di atas. Dari ancaman-ancaman yang ada, peserta menyetujui Perambahan Skala Kecil dan Perambahan Skala Besar sebagai ancaman dengan peringkat Tinggi (High). Khusus ancaman Perambahan Skala Kecil pada sasaran Hutan Dolok Surungan diperoleh nilai Sangat Tinggi (Very High). Keberadaan Jalan di dalam Kawasan memang merupakan ancaman yang tinggi untuk Hutan Dolok Surungan tetapi hanya menjadi ancaman Menengah (Medium) untuk satwa. Secara akumulatif, Jalan di Dalam Kawasan dinilai hanya menjadi ancaman pada skala Menengah. Pemilihan strategi dan BRAVO didasarkan pada pengetahuan-pengetahuan kondisi di lapangan dan model konsep yang ada. Prioritas strategi diarahkan pada ancaman tertinggi (perambahan skala kecil < 10 ha) dan akar permasalahannya. Ada lima strategi yang dihasilkan untuk mengatasi ancaman utama perambahan skala kecil : 1. Program awareness mengenai pentingnya kawasan 2. Menjalankan proses hukum 3. Pembentukan dan pendampingan Pam Swakarsa
89
4. Pengembangan program intensifikasi lahan dengan teknologi agroforestry atau usaha ekonomi alternatif 5. Pengembangan Model Desa Konservasi dan pengembangan usaha ekonomi Strategi Awareness (1) dilaksanakan dengan menggunakan Kampanye Pride sebagai tool. Dalam rumus teori perubahan, strategi ini akan menyasar komponen Pengetahuan (K), Sikap (A), dan Komunikasi Interpersonal (IC). Komponen Penyingkiran Halangan (BR) awalnya akan dilaksanakan dengan strategi 4 dan 5 yang berkaitan dengan intensifikasi lahan, pengembangan ekonomi alternatif dan Model Desa Konservasi. Namun belakangan, dengan diskusi panjang bersama Pride Program Manager akhirnya diputuskan bahwa ketiadaan penegakan hukum merupakan rintangan terbesar bagi masyarakat untuk keluar dari lokasi perambahan. Sebagaimana juga dipahami bahwa pembiaran merupakan alasan utama masyarakat masuk merambah. Oleh karena itu, strategi Menjalankan Proses Hukum (2) akhirnya menjadi pilihan utama strategi Barrier Removal (BR). Kajian BR merinci beberapa kunci penting pelaksanaan strategi ini termasuk menggerakkan partisipasi masyarakat untuk pemusnahan sawit dan reboisasi dan menjalankan proses hukum terhadap pengusaha perambah. Survey tentang Pengetahuan (K), Sikap (A), dan Perilaku (P) masyarakat yang dilaksanakan kemudian memberikan landasan-landasan ilmiah untuk menjalankan strategi. Data yang dihasilkan dari survey menjadi ukuran dasar penetapan sasaran-sasaran kampanye dan strategi Penyingkiran Halangan (BR). Dari survey juga diketahui sumber-sumber informasi terpercaya, hiburan yang disukai, saluran media, dan penggunaan bahasa yang sangat berguna untuk merancang media kampanye. Enumerator survey pra dan pasca kampanye adalah mahasiswa Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Memakai grup ini untuk survey juga berguna untuk mengenalkan kawasan SM Dolok Surungan (dan permasalahannya) kepada kalangan yang lebih luas (mahasiswa) dalam rangka menjaring konstituen. Pada akhir kampanye terbukti peran mahasiswa ini bisa bermanfaat sebagai panitia yang mengorganisir Semiloka SM Dolok Surungan yang dilaksanakan di Kampus Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jumlah sampel yang dihitung dari jumlah populasi jangkauan kampanye, tingkat kepercayaan 95 %, dan margin error 95 % menghasilkan jumlah sampel mencapai 400 responden untuk wilayah target saja. Ditambah dengan survey di wilayah pembanding maka total responden yang harus diwawancarai dalam satu masa survey mencapati 800 responden. Hal ini tetnulah sebuah pembelajaran yang sangat berharga bagi CM dan lembaga. Mengorganisir dan menempatkan prioritas riset sosial ini secara baik menjadi satu hal yang dapat dikatakan pengalaman berharga dan akan sangat mendukung pelaksanaan survey-survey lain di masa mendatang. Kepentingan membuat survey sebelum melakasanakan kegiatan juga menjadi pelajran terutama dalam hal menentukan ukuran-ukuran keberhasilan sebuah proyek. Langkah selanjutnya setelah survey adalah menentukan sasaran-sasaran SMART (Specific, Measurable, Action Oriented, Realistic, and Timebound) kampanye. Sasaran ini terkait dengan komponen-komponen Teori Perubahan (Theory of Change) K, A, dan IC pada kampanye; sasaran BR pada penyingkiran halangan, sampai pada sasaran-sasaran perubahan perilaku (BC). Sasaran pengurangan ancaman (TR) dan capaian konservasi (CR) diukur dengan cara berbeda yang meliputi analisa spasial, dokumentasi pembentukan organisasi masyarakat, dan surat-surat pernyataan. Pada masa pembahasan hasil akhir, sasaran SMART diulas kembali dengan membandingkan data survey pra kegiatan dengan pasca kegiatan. Hasil-hasil ini dijadikan dasar pembahasan keberhasilan/atau kegagalan kampanye dalam kerangak Teori Perubahan. Di sini, beberapa kesalahan penentuan indiaktor SMART ditemukan. Misalnya menempatkan pertanyaan yang salah untuk sebuah sasaran SMART. Atau dalam kasus lain tidak tercatatnya sistem penghitungan sasaran SMART (atau filter dalam Survey Pro) untuk sebuah target. Hal ini bisa terjadi pada sebuah sasaran SMART yang dihidtung berdasarkan hasil kumulatif perubahan beberapa desa (misalnya) untuk sebuah variabel.
90
3. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan kampanye (dan strategi BR) dimulai sejak bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Juni 2010. Fase ini dijalankan setelah dokumen Rencana Proyek diselesaikan pada fase universitas kedua. Ukuran-ukuran keberhasilan (sasaran SMART), ringkasan kreatif, dan rancangan bauran pemasaran sudah dimiliki pada fase ini sehingga pelaksanaan kegiatan mengacu pada hal-hal ini. Selain itu, konsep model dengan rantai faktor, jaringan relawan, daftar pemangku kepentingan, hasil survey, dan dokumen Barrier Removal Operation Plan (BROP) juga menjadi pegangan untuk melaksanakan program. Bagian ini akan dibahas dengan acuan capaian 3 C/K Rare :
Kapasitas (Capacity) Peningkatan kapasitas yang dicapai selama perjalanan Kampanye Bangga (Pride) di SM Dolok Surungan mencakup pada relawan, kelompok masyarakat, lembaga, dan manajer kampanye sendiri. Dua orang relawan utama : Pak Siddik (Fasilitator Forum Guru), dan Pak Mariadi (Kader Konservasi), keduanya kepala dusun, mengalami peningkatan kapasitas selama kampanye. Keduanya merupakan kepala dusun, masing-masing di Dusun Sigalapang, Desa Meranti Timur (Pak Siddik) dan Dusun Salipotpot, Desa Lobu Rappa (Pak Mariadi). Profil keduanya sebagai local leader yang membantu kerja di SM Dolok 3 Surungan sejak lama sudah pernah saya unggah di RarePlanet pada tahun 2009 lalu . Dalam masa kampanye, sebenarnya kepercayaan diri untuk mengorganisir relawan lainnya dan keahlian mengelola kegiatanlah yang berkembang dari kedua relawan ini. Pengetahuan tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam mengelola kawasan dan beberapa teknik penguatan kelembagaan mereka peroleh saat membantu pelaksanaan kampanye. Saat ini, Pak Mariadi memimpin KSM Lestari Dongan dengan tiga divisi yang memiliki program kerja saling terkait. Pengembangan kelembagaan lokal dan personal Pak Mariad sedang dikembangkan untuk fund raising guna mendukung operasional kegiatan. Yayasan PETAI dan staf Balai Besar KSDA Sumatera Utara terus mendampingi proses ini sampai saat ini. 4
Pak Siddik , dengan profesinya sebagai guru, saat ini sedang mengambangkan konsep pengembangan karakter cinta lingkungan di sekolahnya dan di sekolah-sekolah jaringan Forum Guru. Di SD Sikopi-kopi tempatnya mengajar, beliau berhasil meyakinkan kepala sekolah untuk membuat ruang kelas konservasi yang khusus disetting untuk menjadi ruang pendidikan lingkungan siswa. Di MTs Nurul Falah, beliau berhasil meyakinkan kepala sekolah untuk mengembangkan program pohon asuh dan pembibitan siswa yang saat ini mengelola lahan reboisasi SM Dolok Surungan seluas 2 ha. Sampai dengan hari ini (19 Agustus 2010), meskipun program kampanye telah selesai, Pak Mariadi dan Pak Siddik tetap menggerakkan pemuda dan masyarakat menjalankan kampanye. Kunjungan malam ke desa-desa untuk memutar film konservasi dan berbagi informasi sampai dengan minggu lalu masih mereka jalankan. Mulai hari Selasa, 17 Agustus 2010, tim Safari Ramadhan SM Dolok Surungan yang sudah dilatih oleh mereka akan mulai berjalan mengunjungi masjid-masjid dan musholla sekitar SM Dolok Surungan I dengan membawa pesan : Selamatkan Dolok Surungan, Dongan !. Selain itu, keduanya juga mulai melaksanakan lobi-lobi untuk mengembangkan ekonomi alternatif masyarakat. Tim kampanye dan mereka berdua meyakini bahwa pengambangan usaha ekonomi tetap menjadi keharusan untuk pengembangan pengelolaan hutan partisipatif. Masyarakat harus ‘melihat’ manfaat 3
http://www.rareplanet.org/en/blog-post/pak-maryadi-inovator-dusun-salipotpot http://www.rareplanet.org/en/blog-post/pak-sidik-guru-dengan-dalil-man-ro-minkum-munkaron 4 Pak Sidik juga aktif sebagai anggota RarePlanet -- http://www.rareplanet.org/en/users/asiddik/blog
91
ekonomi dari energi yang dikeluarkannya mendukung kawasan SM Dolok Surungan. Usaha ternak kambing domba, pengembangan kerajinan anyaman (tas, topi, dan tikar), dan pembuatan kebun bibit vegetatif karet unggul saat ini menjadi konsentrasi KSM, Kader Konservasi dan Forum Guru. Kunci dari peningkatan kapasitas ini adalah pengenalan karakter dan tingkat inovasi dari seorang relawan dalam teori digfusi inovasi. Interaksi awal sebelum masa kampanye dengan kedua tokoh ini cukup untuk menilai bahwa keduanya merupakan inovator. Dalam papernya yang berjudul Diffusion of Innovations, Kategori-kategori pengadopsi, klasifikasi anggota sebuah sistem sosial berdasarkan keinovatifannya adalah: (1) inovator (pembaharu), (2) pengadopsi awal (early adopter), (3) mayoritas awal (early majority), (4) mayoritas kemudian (late majority), dan (5) mereka yang tertinggal atau terlambat (laggard). Inovator giat mencari informasi mengenai gagasan-gagasan baru. Paparan media massa mereka luas, mencapai ke luar sistem lokalnya. Inovator mampu menangani ketidak-pastian tingkat tingggi inovasi dibandingkan kategori-kategori pengadopsi lain. Sebagai pengadopsi pertama sebuah gagasan baru dalam sistemnya, mereka tidak dapat bergantung pada evaluasi subyektif sebuah inovasi dari anggota-anggota lain sistemnya (Rogers, 2008). Karakter inilah yang dimiliki oleh keduanya. Bekerja terus menerus dengan memasukkan komitmen dari Balai terhadap usaha mereka (disertai insentif-insentif non kapital) telah mendorong mereka sampai pada titik kepercayaan diri maupun aktivitas seperti sekarang ini. Bagi Balai Besar KSDA Sumatera Utara, melaksanakan proyek/kegiatan dengan ukuran-ukuran keberhasilan yang SMART adalah pengalaman berharga yang sangat layak direplikasikan dalam pengelolaan banyak resort di bawahnya. Pola-pola pengelolaan partisipatif yang melibatkan masyarakat dengan pendekatan yang tidak instant (sistem honor) juga akan menajdi peluang menajwab tantangan permasalahan minimnya staf di lapangan di banyak resort bila dapat direlikasikan pada sistem manajemen berbasis resort. Bagi CM, selama masa kampanye ini pembelajaran tentang manajemen proyek dan penerapan metode Pride di lapangan menjadi pelengkap dar pengetahuan dan pemahaman teoretis selama ini. Logika penyelesaian permasalahan yang dibawa metode Pride yang dimulai dari pengembangan model konsep, analisis ancaman, pengembangan strategi, dan penentuan sasaran SMART benar-benar bisa diterapkan dan menjadi semacam ‘praktikum’ yang sangat riil dan teruji bagi saya. Selain itu pendampingan intensif PPM di Bogor, dukungan emosional Rare dengan kiriman-kiriman paket, video dari ketua pramuka Inggris, surat dari Paul dan lain-lain juga menjadi pembelajaran berharga bagi saya. Saya tidka akan mengatakan saya sudah menguasai semua hal tersebut. Namun, menyaksikan sebuah manajemen konservasi berjalan (dan ada di dalamnya) tentu tidak akan dapat dilupakan sebagai sebuah fase pengembangan diri. Materi tentang pendampingan, komunikasi publik, negosiasi, dan pemasaran sosial juga dialami secara teretik dan praktis selama mas kampanye ini. Lebih daripada sensasi membaca buku, mempelajari hal ini dengan metode Pride membuat lebih banyak hal dapat tersangkut di kepala sebagai sebuah pengetahuan dan juga pengalaman. Ini sangat berharga. à Manajemen Proyek, Pengembangan Model KonsepàAncamanàstrategiàSurveyàsasaran SMART (pride method), Jaringan Kerja, Pemasaran Sosial, dll
Konstituen (Constituency) Peningkatan konstituen selama kampanye Pride di SM Dolok Surungan dapat dikatakan cukup menggembirakan. Relawan-relawan yang terlibat dalam banyak item kegiatan kampanye terus bertambah. Dari kelompok guru terbentuk Badan Kepengurusan Koordinasi Guru SM Dolok Surungan yang sering disebut Forum Guru. Forum dibentuk dengan anggota inti perwakilan guru dari 11 sekolah sekitar SM Dolok Surungan I dan mengorganisir program sekolah. Forum ini berkembang dan melibatkan banyak guru-guru lain di masing-masing sekolah dalam rangka pengembangan mandiri program sekolah. Akhirnya Forum memang benar-benar menjadi wadah koordinasi dan berbagi informasi antar sekolah mengenai program yang dijalankan di sekolah masing-masing. Dari kelompok masyarakat, Kader Konservasi SM Dolok Surungan, Pak Mariadi, membentuk wadah Kelompok Swadaya Masyarakat Salipotpot Indah pada tahun 2007 lalu dengan program unggulan Tabungan Pohon dan Reboisasi Berbasis Masyarakat. KSM ini sangat membantu pelaksanaan kampanye selain dengan program pembibitan dan penanamannya, terutama dalam acara-acara perkumpulan warga, pre testing media, kenduri Hari Bumi, dan penyebaran
92
lembar informasi. Belakangan, karena ingin memperluas jangkauan anggota, KSM Salipotpot Indah berganti nama menjadi KSM Lestari Dongan dengan 5 penambahan divisi sekaligus program kerja menjadi tiga : Pembibitan Swadaya, Penanaman (reboisasi dan penghijauan), dan Regu Pamswakarsa . Satuan Pamswakarsa yang dibentuk ini merupakan capaian konstituen tersendiri. Sebab, sebenarnya kelompok ini pada awalnya terbentuk atas insisiatif beberapa warga yang tidak terkait sama sekali dengan KSM Salipotpot Indah atau kegiatan pembibitan. Mereka menginginkan wadah untuk menyalurkan kepedulian dan peran untuk perlindungan SM Dolok Surungan. Satuan Pamswakarsa yang sudah pernah ada sebelumnya di desa-desa sekitar SM Dolok Surungan menjadi pilihan mereka sebagai wadah. Namun, program pembentukan PamSwakarsa yang biasanya diinisiasi oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara sudah terbentuk dan memiliki kuota tertentu (per desa, per kawasan). Dari kelompok pemuda pendekatan awal yang dilakukakan adalah membuatkan kaos tim sepakbola dengan kualitas yang baik. Dengan logo kampanye tersablon, kaos ini menjadi pilihan utama tim PERSSAP (nama tim sepakbola lokal) berlaga tandang. Frekuensi pertandingan bola dalam rangka persahabatan maupun turnamen yang cukup tinggi (satu tahun 3-4 kali) membuat pesan yang terselip di kaos cukup sering terlihat di wilayah ini. Dari sekedar sebagai ‘pembawa pesan’ dalam kaos tim, beberapa pemuda belakangan menjadi bagian aktif tim kampanye yang menjadi tim mobile dalam kegiatan festival, kunjungan sekolah, panggung boneka, Grebeg Pekan, Kunjungan Malam, sampai survey pasca kampanye. Bukti lain bahwa kampanye menciptakan konstituen bagi SM Dolok Surungan dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan lainnya. Pada program Safari Ramadhan Dolok Surungan 1430 H (2009) pengurus 3 masjid dan 3 musholla menyediakan tajilan dan makan malam berbuka untuk tim kampanye. Padahal, sebelumnya tim kampanye sudah meminta untuk tidak usah disediakan konsumsi karena akan membawa dari rumah masing-masing. Hal ini menunjukkan respon positif dan dukungan terhadap (tim) kampanye. Menjelang Ramadhan 1431 H (2010) ini, beberapa musholla dan masjid (3 unit) lainnya yang tidak terjangkau oleh tim Safari Ramadhan sebelumnya meminta untuk didatangi. Ini juga menunjukkan penyebaran informasi antar pengurus masjid/musholla mengenai program Safari Ramadhan SM Dolok Surungan. Dalam kegiatan Festival Hari Bumi, relawan mengusulkan dan meminta pimpinan gereja HKBP tingkat ranting membacakan doa. Hal ini menunjukkan keinginan relawan yang beragama Ksristen agar simbol agamanya juga dimunculkan dalam kegiatan terkait SM Dolok Surungan. Pangatua HKBP Ranting Pintu Pohan Meranti datang dan bersedia membacakan doa pada acara tersebut. Kelompok agama Parmalim juga meminta disediakan waktu bagi salah satu ketua adat mereka membacakan doa secara tradisional dalam bahasa batak. Kebanggaan mereka tentang pemujaan terhadap salah satu Oppung yang mereka percayai menjaga Dolok Surungan mereka tunjukkan dalam doa tersebut. Pada masa akhir kampanye, sebuah kabar mengejutkan sampai kepada CM. Salah seorang warga Lobu Rappa mengalami penolakan aplikasi pinjaman di bank karena lahannya diduga masuk di dalam kawasan hutan. Asumsi yang terbentuk di masyarakat tentu saja hutan yang dimaksud adalah SM Dolok Surungan. Sebab, aktivitas kehutanan yang marak belakangan ini adalah kampanye menyelamatkan ‘hutan’ Dolok Surungan. Isi ini berkembang menjadi isu bahwa peringatan Hari Bumi di Dolok Surungan adalah simbolis penyerahan kawasan desa menajdi kawasan SM Dolok Surungan. Meskipunsudah dicounter dengan memberi penjelasan teknis dan pembagian kawasan hutan produsi dan konservasi, beberapa tetap menganggap sistem kehutanan adalah satu, dan kampanye SM Dolok Surungan adalah penyebab lahan mereka dimasukkan ke dalam kawasan. Setelah ditelusuri sampai ke Dinas Kehutanan Kabupaten Asahan, ternyata hal ini terkait dengan kawasan hutan produksi terbatas yang dikelola oleh dinas kehutanan. Sampai saat ini hal ini masih menjadi perhatian tim kampanye (yang tidak mau dinyatakan selesai setelah program Pride berakhir) dan pilihan mengadvokasi masayarakat menjadi pilihan terbaik di antara pilihan sulit ‘membersihkan nama’ Dolok Surungan. Seharusnya, hal ini tidak perlu terjadi bila 5
Regu Pamhut Swakarsa yang dimaksud di sini berbeda dengan regu Pamhut Swakarsa yang diinisiasi oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara yang sudah terbentuk sebelumnya.
93
ada sistem komunikasi yang lebih mudah dari masyarakat kepada pengambil kebijakan SM Dolok Surungan. Sebab, meskipun dukungan meningkat (sebelum muncul isu ini) dan aktivitas masyarakat bertambah tetapa saja ada hambatan untuk menciptakan komunikasi yang hangat dan tidak birokratis antara masyarakat dan pengambil kebijakan (Kepala Resort, Kepala Seksi, Kepala Bidang, maupun Kepala Balai).
Konservasi (Conservation) Capaian konservasi yang diharapkan dari kampanye Pride dan program penyingkiran halangan adalah berhentinya laju perambahan SM Dolok Surungan dan bertambahnya area SM Dolok Surungan yang direhabilitasi. Program rehabilitasi lahan merupakan langkah BR yang pertama kali dapat berjalan selain menjalankan proses hukum terhadap para pengusaha perambah. Program ini dijalankan oleh Kader Konservasi dan KSM Salipotpot Indah (kemudian menjadi KSM Lestari Dongan). Sampai saat ini (Agustus 2010), dari target penanaman seluas 20 ha untuk pitching action, baru bisa dilaksanakan penanaman seluas 10 ha. --- analisa kritis mengapa hal ini bisa terjadi? Tantangan apa yang muncul? Apa saja strategi yang dilakukan? Adakah teori mobilitas komunitas bisa menjelaskan mengapa muncul tantangan dalam proses ini. Penanaman dilaksanakan secara swadaya oleh kelompok masyarakat yang menyediakan bibit siap tanam di pembibitan swadawa dan tenaga kerja yang tidak dibayar. Pupuk dan konsumsi sewaktu penanaman diambil dari dana BR. Dari kerja voluntary ini 5000 bibit ditanam dengan komposisi 500 bibit per ha. Jenis yang ditanam adalah meranti, durian, cempedak, aren, rambe, petai, dan jengkol. Meskipun proses penyediaan bibit tidak mengalami hambatan selama masa kampanye, penyiapan lahan tanam sangat menyulitkan bagi relawan. Dibutuhkan kerja keras berminggu-minggu untuk menyiapkan 10 ha yang berhasil ditanami. Target 20 ha tidak dapat tercapai karena kelompok pemuda tidak cukup antusias membantu setelah target 10 ha dicapai. Masing-masing mempunyai alasan yang bisa dimaklumi yaitu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan pribadi yang tidak bisa ditinggalkan. Sedangkan pekerjaan reboisasi ditak dibayar upahnya (voluntary). Sebelum kampanye Pride, telah ada program reboisasi seluas 200 ha di SM Dolok Surungan. Kelompok pelajar dari MTs Nurul Falah dengan program sekolahnya yang digerakkan Forum Guru melaksanakan kegiatan pemeliharaan tanaman reboisasi ini. Sebutan untuk kegiatan ini adalah ‘Pohon Asuh’. Setiap siswa diwajibkan memelihara minimal lima (5) pohon tanaman reboisasi. Tanpa perawatan ini praktis tanaman reboisasi tidak mendapat perhatian yang cukup. Keberadaannya di bawah tanaman sawit pengusaha juga sangat rentan musnah oleh pembabatan, tertimpa buah, atau tertimpa pelepah. Dalam kurun waktu 2005 – 2007, 3 Laporan Kepolisian dibuat oleh Resort Konservasi Wilayah SM Dolok Surungan I terkait perusakan tanaman reboisasi ini yang mencakup luas lebih dari 20 ha. Maka, pemeliharaan pohon oleh siswa pada lingkup 2 ha (dan akan bertambah) merupakan sumbangan yang sangat besar bagi vegetasi kawasan. Dari proses analisis spasial ditemukan data yang menarik terkait dengan luas rambahan yang diyakini selama ini oleh Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Sebelumnya, data luas lahan yang dirambah diperoleh dari data-data hasil operasi dan patroli polhut di lapangan. Luas kawasan SM Dolok Surungan yang dirambah berdasarkan data akumulatif tersebut mencapai luas 3.500 ha pada tahun 2008. Hasil penafsiran citra Landsat-5 TM Tahun 2009 dan Landsat-7 ETM Tahun 2010 secara digital (on the screen) menunjukkan data yang berbeda untuk kelas tutupan lahan sawit dan terbuka yaitu 1.455,14 ha Perbedaan data ini dapat dinilai dari dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang positif akan menilai kawasan SM Dolok Surungan yang dirambah ternyata tidak seluas ‘perkiraan’ sebelumnya. Perbedaan metode pengumpulan data manual bertahun-tahun yang tidak mempertimbangkan kemungkinan overlapping area dan pemulihan kawasan rambahan yang tidak diolah lagi oleh perambah karena berbagai alasan dapat menjadi analisis kasus ini. Akan tetapi, kemungkinan bahwa sebenarnya lahan yang dirambah ternyata lebih luas karena ditemukan kelas penutupan lahan hutan sekunder seluas 5.131,79 ha selain kelas sawit bisa jadi menunjukkan sebenarnya banyak lahan yang sudah ‘diklaim’ perambah tetapi belum ditanami. Analisis terakhir ini, jika benar, malah menunjukkan bahwa luas lahan yang dirambah sebenarnya mencapai angka 6.586,93 ha. Sebab, dalam laporannya, tim analisa spasial menyebutkan bahwa Kelas Hutan Sekunder meliputi: “Seluruh kenampakan hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas tebang)”.
94