6. ANALISA KRITIS
Bab Analisa Kritikal memberikan kesempatan untuk melihat hal-hal yang telah berjalan dengan baik pada saat tahap-tahap perencanaan dan pelaksanaan dan di bagian mana perbaikan-perbaikan dapat dilakukan. Bab ini dirancang untuk kebutuhan lembaga yang telah bergerak ke tahap “tindak lanjut” proyek, namun juga dapat dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman dan pembelajaran berharga dengan manajer-manajer kampanye lain yang kemungkinan mengerjakan tema yang sama.
6.1.
Tinjauan Kritikal
Bab laporan akhir ini merefleksikan hal-hal yang telah berjalan dengan baik dan halhal yang mungkin dilakukan lebih baik. Bab ini diharapkan akan menjadi sumber yang berharga untuk Manajer-Manajer Kampanye lain yang menjalankan kampanye bertema sama, serta buat lembaga saya sendiri saat kami bergerak maju dengan menggunakan proses Pride untuk mengatasi isu-isu lain, termasuk perlindungan yang berpotensi menguat terhadap Hutan Batang Toru di Tapanuli Selatan dan pengelolaan bersama yang melibatkan masyarakat yang hidup berdekatan dengannya. Bab ini akan meninjau: (i) proses perencanaan dan (ii) proses pelaksanaan dengan membingkainya dalam 3K (3C) Rare. Bab ini juga akan melihat beberapa kendaraan yang digunakan untuk menyampaikan pesan, menyoroti kendaraan-kendaraan yang efektif dan yang tidak efektif, serta pelaksanaan BROP.
Foto 17 Staff Yayasan Pekat memfasilitator acara Pertemuan Parapihak
6.1.1. Tinjauan terhadap Proses Perencanaan Proyek Proses Perencanaan Proyek dimulai segera setelah fase universitas pertama dan mencakup periode dua puluh minggu pada Juli s/d Desember 2008. Proses multi-langkah tersebut melelahkan dan kadang-kadang berat, tapi akhirnya menghasilkan rencana langkah demi langkah yang berfungsi sebagai landasan untuk kampanye. Beberapa pelajaran penting yang bisa dipelajari: Sebanyak 50 orang pemangku kepentingan berpartisipasi dalam pertemuan pemangku kepentingan pertama dan membantu untuk mengembangkan model konsep awal untuk situs ini. Mereka berasal dari beragam bagian dari masyarakat luas, termasuk perwakilan dari lembaga mitra, masyarakat, pemerintah setempat, khalayak-khalayak sasaran yang potensial dan anggota-anggota masyarakat yang terpercaya. Karena Kabupaten Tapanuli
Foto 18 Acara Pertemuan Parapihak dibuka oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan
Selatan, khususnya Kecamatan Marancar sangat memiliki tingkat strata social sama, sebagian besar orang saling tahu satu sama lain dan dinamika kelompok tidak menjadi masalah. Sepanjang sesi itu sama sekali tidak muncul konflik dan hampir seluruhnya positif. Saya dan seluruh komponen Yayasan Pekat berusaha keras untuk menjadi fasilitator yang netral dan tidak bersikap menghakimi. Ketika dimintai pendapat, para peserta menyukai proses pemodelan aktual dan penggunaan “dinding lekat”. Bagi sebagian peserta, pertemuan itu adalah kali pertama pertama mereka dimintai masukan dan ada perasaan umum pada saat itu bahwa sebuah proyek yang tidak terlalu sentralis sebagaimana biasanya proyek-proyek atau program-program yang dilakukan di Kawasan Hutan Batang Toru, tengah dijalankan. Rasa kepemilikan untuk Model Konsep dan proyek diyakini tumbuh, yang kemudian muncul dalam kesediaan mayoritas peserta untuk bergabung dalam kelompok-kelompok kerja kecil. Terkait dengan Model Konsep awal, para penggerak konservasi di sekitar kawasan Hutan Batang Toru yang kemudian memvalidasinya, setelah sebelumnya dikembangkan bersama para pemangku kepentingan melihat Model Konsep awal itu mewakili secara meluas bagaimana mereka “melihat” situasi yang ada dan sejumlah kecil perubahan yang mereka ajukan dengan mudah dapat diintegrasikan ke dalam model yang direvisi. Mungkin masalah terbesar dengan model awal adalah bahwa ia tidak memiliki beberapa kekhususan yang harus kami tambahkan kemudian. Proses analisa Peringkat Ancaman yang dibangun di atas Model Konsep berlangsung dengan sempurna. Piranti lunak Miradi mudah digunakan. Pembukaan hutan untuk lahan perkebunan adalah satu-satunya ancaman dengan peringkat "tinggi" dalam ringkasan analisa dan satu-satunya yang menempati peringkat "sangat tinggi" untuk target keanekaragaman hayati adalah Orangutan Sumatera (Pongo Abelii). Piranti lunak Miradi tak hanya membuat Penjajakan Peringkat Ancaman dapat dibuat dengan mudah, tetapi juga sangat visual sehingga beberapa peserta bersemangat untuk menggunakannya pada proyek-proyek mereka sendiri. Perangkat lunak Miradi juga memudahkan untuk mengisolasi rantai-rantai faktor yang bersangkutan dan untuk mengeditnya kembali dengan penambahan wawasan yang diperoleh dari percakapan terarah (wawancara mendalam) yang kami laksanakan untuk memvalidasi langkah-langkah awal proses perencanaan. Pilihan pengelolaan dan proses BRAVO juga berjalan lancar. Satu masalah adalah untuk menilai secara akurat apa yang mungkin memotivasi Pemerintah Kecamatan Marancar untuk secara langsung ikut aktif didalamnya. Kami tidak bisa memintanya secara langsung, dan harus bergantung pada sumber-sumber informasi sekunder. Apa lagi saat itu Kabupaten Tapanuli Selatan dalam masa-masa pemilihan kepala daerah yang baru (Pilkada), begitu juga di seluruh desa di Kecamatan Marancar bersamaan berlangsung pemilihan kepada Desa (Pilkades) dan pemilihan Kepala Dusun (Pilkadus) suasana politik sangat kental dalam bulan Desember 2009 s/d Juni 2010. Di Kecamatan Marancar juga diramaikan dengan penggabungan beberapa desa seperti desa Aek Nabara dan Janji Manaon disatukan menjadi desa Aek Nabara, begitu juga desa Sugi Jae, Sugi Tongah menjadi desa Pasar Marancar. Bila dipikirkan, strategi yang kami adopsi mungkin lebih berisiko tinggi daripada pilihan-pilihan yang disarankan BRAVO / Pengelolaan. Tentunya keberhasilan keseluruhan strategi bergantung pada:
Bahwa program diskusi radio dan pemasangan spanduk kedai dengan foto tokoh-tokoh pengurus kelompok UBSP yang dilaksanakan berhasil mengubah sikap dan pengetahuan petani perambah. Dalam hal ini kami benar atau beruntung dalam hal tersebut. Jika petani perambah tidak berubah pikiran maka pelestarian Hutan disekitar CA Dolok Sibualbuali dan SA Dolok Lubuk Raya tidak akan dimungkinkan dan kami mungkin harus menunggu untuk perubahan dalam beberapa tahun kedepan atau mencoba strategi lain. Survei menggunakan kuesioner membutuhkan banyak upaya dan mencari pewawancara terbukti memakan waktu dan kompleks. Semua pewawancara adalah relawan dan karena itu, semuanya tidak terlatih kecuali untuk pelatihan 1-hari yang saya berikan tentang cara untuk mengidentifikasi rumah tangga untuk disampel dan siapa yang harus mengelola kuesioner survei. Sepanjang komponen program yang diajarkan, staf Rare menekankan perlunya pembanding untuk membantu menunjukkan kontribusi kesuksesan. Karena materi-materi kampanye kami menargetkan petani perambah. Instrumen-instrumen survei pra dan pasca ditinjau oleh Rare. Hal ini sangat berguna karena rancangan awal memiliki sejumlah pertanyaan yang memerlukan perumusan kata-kata dengan baik supaya mudah dipahami, baik oleh pewawancara ataupun responden. Proses pemeriksaan berulang memakan waktu, tetapi membantu saya untuk belajar dalam membuat pertanyaan yang baik. Survey Pro terbukti mudah digunakan. Hasil survei, dilengkapi oleh percakapan satu-satu yang kami dilakukan dengan anggota-anggota khalayak sasaran (petani perambah dan masyarakat petani lainnya). Hal ini sangat membantu kami untuk membangun sebuah gambar komposit tentang kedua kelompok dan memancing keluar manfaat dan hambatan yang mungkin kami perlu lakukan promosikan atau menghilangkan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan perilaku yang kami inginkan. Akhirnya, semua waktu yang saya habiskan untuk bekerja sama dengan relawan dan tim kerja kampanye bangga Yayasan Pekat untuk merencanakan dan melaksanakan survei benar-benar terbayar. Informasi yang kami dapatkan dari survei tersebut berguna bukan hanya untuk kampanye ini, tapi kelak akan digunakan oleh beberapa lembaga dalam proyek-proyek lain. Kampanye Pride di CA Dolok Sibualbuali dan SA Dolok Lubuk Raya di kawasan Hutan Batang Toru di Tapanuli Selatan, saya rasa, beruntung. Kami telah mengidentifikasi mitra "penyingkiran halangan" Khatib dan Wakil Khatib Jumat di setiap Mesjid di desa target, Yayasan Paras, Bamus Harajaon Luat Marancar, Lembaga Sipirok Lestari, Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan Marancar, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan BBKSDA Sumatera Utara. Dengan demikian, pelaksanaan BROP bisa langsung lurus ke depan. Setelah melakukan BROP (Rencana Operasi Penyingkiran Halangan), salah satu tugas akhir adalah menetapkan Sasaran-sasaran SMART. Kami menghadapi sejumlah masalah dalam melakukan hal ini:
1. Menurut struktur program Pride ada Survei Pengetahuan-Sikap-Perilaku Pra Kampanye yang menetapkan data dasar dan Survei Pasca pada akhir kampanye. Ini adalah survei-survei bersampel besar yang membantu menilai perubahan Pengetahuan-Sikap-Perilaku. Survei Pasca Kampanye dijadwalkan pada bulan sebelum tahap universitas kedua - dalam kasus kami Juni 2009. Karenanya sasaran-sasaran terkait dengan Pengetahuan dan Sikap dirancang untuk dibaca "pada bulan Juni 2009". Namun pada kenyataannya kami memerlukan perubahan-perubahan pada Pengetahuan dan Sikap untuk benar-benar telah terjadi sebelum itu, tetapi kami tidak memiliki cara nyata untuk memeriksanya. Mungkin akan lebih bijaksana untuk melaksanakan survei tengah waktu dalam skala lebih kecil. 2. Ketika diajarkan di kelas, teori tahap-tahap perubahan tampaknya sangat mudah. Orang-orang berpindah dari satu tahap ke tahap lainnya dan bahwa satu kelompok dalam suatu tahap. Pada kenyataannya, sementara sebagian besar petani masih dalam tahap pra-kontemplasi, tidak semua berada dalam tahap tersebut. Beberapa sudah tahu tentang isu-isu yang ada. Dengan demikian sulit untuk mengatakan kita hanya perlu materi untuk jenis pesan tertentu, ketika kami harus mendapatkan kepatuhan 100%. Untuk itu kami cenderung harus memproduksi materi untuk semua tahap. 3. Teori difusi inovasi ' yang diajarkan juga menimbulkan masalah dalam konteks. Kami belajar bahwa sementara beberapa individu dalam suatu populasi adalah pengadopsi awal dan akan mengambil gagasan atau konsep baru dengan cepat, individu-individu lain akan lambat, membutuhkan waktu lama untuk mengadopsi perilaku baru. Mengharapkan kepatuhan 100% dalam waktu pendek adalah tantangan. Meskipun demikian, saya pikir hal ini bisa dipenuhi dengan membuat manfaat-manfaat besar. Akhirnya, artikulasi jadwal dan anggaran (khususnya yang terinci) dalam Rencana Proyek tampaknya sia-sia, karena kami masih belum jelas berpikir dalam hal bauran pemasaran (dan hal ini juga berkaitan dengan pembiayaan materi-materi). Hal ini baru muncul kemudian di Modul 3 dan selanjutnya anggaran secara penuh baru dapat dikembangkan. Secara umum proses perencanaan berjalan lancar. Dalam konteks kampanye ini, prosesnya difasilitasi oleh lembaga mitra yang kuat, mitra penyingkir halangan dan pendanaan, staff lapangan Yayasan Pekat yang melibatkan diri yang memberikan umpan balik secara cepat dan terinci.
6.1.2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan dimulai pada tanggal 25 Juni 2009 dan berjalan hingga saya kembali untuk tahap universitas ketiga pada tanggal 1 Juni 2009. Saya akan meninjau tahap ini dalam konteks yang diacu Rare sebagai 3K (3C). a. Kapasitas (Capacity) Kapasitas dapat dibagi menjadi peningkatan dalam kemampuan saya sendiri dan kemampuan lembaga tempat saya bekerja.
Dalam kaitannya dengan yang pertama, sebelum bergabung dengan Program Pride, saya sudah bekerja di Yayasan Pekat selama 9 tahun. Selama saya bekerja di Lembaga, saya mengerjakan isu-isu penjangkauan. Selain beberapa kursus singkat, saya tidak pernah benar-benar berhadapan dengan dasar-dasar teori akademik di balik segmentasi khalayak, desain materi, penetapan sasaran, dan lain-lain. Secara pribadi saya melihat dua fase universitas pertama sangat baik tetapi memerlukan kerja yang sangat, sangat keras. Hanya ada sedikit waktu untuk refleksi dan terlalu banyak tugas, namun teori-teori yang diberikan telah berhasil membantu saya untuk menyelesaikan kampanye. Beberapa contoh: Saya telah membuat poster di masa lalu, tapi tidak pernah berpikir tentang segmentasi penonton atau pengujian pesan. Saya cenderung merancang poster sendiri, menunjukkannya kepada rekan-rekan di lembaga dan kemudian mengirimkannya ke percetakan. Sekarang saya mengerti perlunya menguji dan telah melihat betapa pentingnya pengiriman pesan yang efektif. Saya juga selalu membuat sebuah pertemuan desa di masa lalu, tidak pernah memikirkan tentang persiapan serius terhadap sebuah pertemuan-pertemuan, saya cenderung merancang pertemuan sendiri, memperlihatkan kepada rekan-rekan di lembaga kemudian menjalankannya dengan banyak kendala dilapangan. Sekarang saya mengerti perlunya TOR, Kalesdeskop, Budget dan logistic yang tepat dan memudahkan bagi saya dan lembaga untuk mengukur kemajuan lembaga dan kelompok yang didampingi.
Foto 19 Salah satu lembar Evaluasi yang selalu kami minta kepada Anggota Kelompok Menilai
Selama dua tahun berjalannya program, saya telah diminta untuk melacak dan mengevaluasi kemajuan saya sendiri dengan menggunakan Rencana Perkembangan Pribadi (Personal Development Plan) seputar tema-tema seperti teori dan aplikasi praktis pemasaran sosial, kemampuan dan metode riset, pengelolaan proyek, kepemimpinan, penggunaan tekhnologi, dan lain-lain. Saya diminta untuk mendaftar tiga bidang khusus yang saya harapkan akan berkembang seiring dengan berjalannya program: 1. Pemasaran sosial: Ketika memulai sesi Universitas saya memberi diri saya peringkat “2” untuk kemampuan memahami dan mengartikulasikan konsep-konsep dasar pemasaran sosial, peringkat “1” untuk kemampuan saya melakukan segmentasi khalayak. Skor “1” didefinisikan sebagai “tidak menyadari kemampuan” dan “2” adalah “menyadari kemampuan tetapi tidak berkompetensi untuk melaksanakan”. Setelah melaksanakan kampanye dengan memperhatikan segmentasi khalayak sasaran, berhasil memberdayakan medium Radio yang menggerakkan para petani perambah untuk bergabung dalam kelompok UBSP/CU dan berhenti membuka hutan untuk usaha kebun, saya meyakini bahwa tahap kemampuan saya telah meningkat menjadi “4” (memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sendiri) dan mungkin bahkan “5” (benar-benar memiliki kemampuan dan mampu mengajarkannya kepada yang lain).
2. Penyingkiran hambatan: Ketika memulai sesi Univeristas saya menilai diri saya pada peringkat “1” untuk kemampuan menilai secara kritis kelayakan strategi penyingkiran hambatan, dan “2” untuk kemampuan saya mengintegrasikan pesan-pesan penyingkiran hambatan ke dalam materi-materi kampanye. Setelah berpartisipasi secara aktif dalam proses BRAVO dan BROP dan melihat pelaksanaan program penghentian pembukaan hutan untuk usaha kebun yang didukung masyarakat petani, saya meyakini bahwa kemampuan saya telah meningkat menjadi “4” (memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sendiri). 3. Membuat rencana yang meyakinkan: Ketika memulai sesi Universitas, saya memberi diri saya peringkat “2” untuk kemampuan membuat Rencana Proyek yang meyakinkan. Setelah menyelesaikan rencana yang mendapatkan nilai sebagai unit akademik dan yang telah dijalankan dengan sejumlah kesuksesan, saya meyakini bahwa kemampuan saya telah meningkat menjadi “4” (memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sendiri).
Terkait dengan membangun kapasitas kelembagaan: Sejauh dimungkinkan saya telah berbagi pengalaman dengan para staf anggota yang lain. Saya telah menyelenggarakan sesi-sesi pembentukan Model Konsep, pembuatan Sasaran-sasaran SMART dan desain materi. Saya telah secara aktif melibatkan para staf anggota dalam pertemuan para pemangku kepentingan dan kampanye. Saya menggunakan RarePlanet secara kontinyu dan mengajak pembimbing/supervisor saya seperti Bapak Ir. H. Jaya Arjuna, M.Sc. dan Muslim Sipayung untuk menggunakannya juga.
b. Konstituen (Constituent) Bukti bahwa kampanye menciptakan konstituen pendukung diilustrasikan dengan jumlah anggota kelompok UBSP dan pemandu desa yang membantu dalam proyek tersebut. Lebih dari 150 individu yang berbeda membantu; mulai dari melakukan survei pra dan pasca kampanye, membagi-bagikan poster, memasang spanduk kedai, bendera kecil, mengurus papan informasi desa, Kunjungan sekolah (membentuk kelompok pencinta alam) dan stiker. Ini tidak termasuk orang-orang lain yang menyumbangkan karya seni (Iboy Sutoyo, dari Studio 45 dan Rudi Arfian Samsuri dari Dhila Advertising), dan pembuatan lagu-lagu konservasi (Muhammad Ibrahim Lubis dkk) atau pembuatan ILM Radio (Muhammad Hidayatsah dan Tohap Simamora). Kahtib dan Wakil Khatib Jumat di 4 desa target, kepala desa, sekretaris kecamatan Marancar, dan 4 kelompok UBSP/CU terbentuk di 4 desa dengan jumlah anggota 137 orang.
Perubahan pengetahuan dan sikap telah dilaporkan pada bagian Hasil Kampanye pada Laporan Final ini. Saya pikir pantas untuk mengatakan bahwa kampanye ini adalah penyebab perubahan perilaku di kalangan petani. Sementara kami bisa yakin bahwa pengetahuan dan sikap telah berubah dan konstituen telah dibangun, kami mungkin bertanya apakah semua materi kampanye yang digunakan memang diperlukan, kecuali spanduk kedai dan bendera kecil yang masuk dalam materi kampanye dipertengahan proyek, sehingga tidak masuk dalam penilaian kami. Sekali lagi kita dapat melihat ke survey pasca kampanye untuk mendapatkan beberapa jawaban. Tabel 6.1 Media yang Berhasil dan Tidak Berhasil
Kegiatan Radio Acara Radio Yang Didengar Lagu Jenis Musik Pogram Radio Poster Sticker Brosur/Lembar Fakta Program Sekolah Pertemuan Pin/Lencana Spanduk Kedai Bendera Kecil
Suvei Pasca
Survei Awal
Perubahan
88.60% 81.0% 9.40% 68.20% 97.30% 100.00% 63.80% 95.30% 69.10% 97.30% 75.20% NA NA
35.30% 0.0% 4.30% 69.30% 9.30% 5.70% 5.00% 0.00% 50.00% 100.00% 0.70% NA NA
53.30% 81% 5.10% 1.10% 88% 94.30% 58.80% 95.30% 19.10% 2.70% 74.50% NA NA
Dari tabel di atas kita dapat melihat materi kampanye yang paling berhasil untuk masing-masing khalayak dan yang paling tidak berhasil. Untuk tujuan belajar dan berbagi pelajaran, saya akan memilih satu dari masing-masing untuk ditinjau lebih lanjut: Petani: Petani perambah diketahui curiga terhadap masyarakat petani lainnya, khususnya bila terkait dengan sesuatu yang mungkin mempengaruhi mata pencaharian mereka. Data menunjukkan bahwa materi kampanye yang paling efektif untuk menjangkau petani perambah
adalah poster, lembar fakta, spanduk kedai/warung, dan ILM radio dan pertemuan kelompok. Semua menjangkau lebih dari 90% khalayak sasaran. Ini tidak mengherankan karena poster dan spanduk kedai/warung ditempatkan tempat strategis dan selalu terlihat oleh petani, seperti di kedai kopi, warung, rumah makan, dan tempat fasilitas umum yang ada di desa. Poster-poster ditempelkan, kedai-kedai kopi dan lokasi-lokasi lain yang sering dikunjungi petani. Melihat ke belakang, kami merasa benar-benar beruntung telah mengidentifikasi para tokoh agama, adat, pemuda di lokasi kerja kami, sehingga keterlibatan mereka benar-benar efektif dalam menyebarkan pesan-pesan kampanye kami. Yayasan Pekat dan RARE membuat sebuah program diskusi melalui Radio, masyarakat petani secara berkala dalam setiap bulan melakukan pertemuan khusus. Mendengar siaran Radio, yang sebelumnya telah dilakukan wawancara khusus dengan salah seorang narasumber. Wawancara dengan Narasumber dilakukan oleh Staff Lapangan di ruang atau di lokasi kerja Narasumber, dengan tema yang sebelumnya sudah di sampaikan terlebih dahulu kepada calon narasumber, termasuk hasil rekaman wawancara dengan petani terhadap permasalahan mereka, sesuai dengan hari yang telah disepakati, maka tim mengunjungi narasumber dan melakukan wawancara. Umumnya hasil wawancara membutuhkan waktu 20-30 menit, dan hasil wawancara ini akan di edit terlebih dahulu untuk memasukkan hasil wawancara tim terhadap masyarakat petani mengenai tanggapan mereka terhadap tema atau topic yang dibicarakan narasumber. Total masa siar membutuhkan waktu 90 menit, termasuk wawancara dengan narasumber, masyarakat petani dan selingan lagu-lagu. Disamping itu juga, Staff Lapangan dibantu pengurus kelompok UBSP menyebarkan kupon Pendapat/Kesan pendengar. Kupon ini dibuat untuk menjaring aspirasi masyarakat petani yang mendengar di desa target maupun desa lainnya. Penyebaran kupon dilakukan oleh anggota kelompok UBSP atau melalui jasa sukarela pemilik kedai kopi di desa. Kupon ini dibeli oleh petani sebesar Rp. 500,- per kupon, dan hasil penjualan kupon masuk kedalam kas kelompok UBSP. Dan kupon telah di isi dapat dikembalikan kepada penjaga kedai kopi atau langsung ke ketua-ketua kelompok di desa, kupon-kupon yang telah diisi akan diserahkan kepada staff lapangan dibantu pemandu desa yang terlatih untuk dibacakan oleh penyiar radio dan di siarkan dalam acara Radio selanjutnya. Pekerjaan ini kelihatan sangat sederhana, tetapi sesungguhnya membutuhkan energy yang tinggi. Bayangkan staff lapangan mendatangi Narasumber sesuai dengan hari dan waktu yang telah disepakati, tetapi hasilnya bisa molor, atau di tunda beberapa hari kemudian. Waktu dan ketepatan jadwal siar sangat ketat, karena materi atau tema satu sama lain saling berkaitan, bila Tim gagal melakukan wawancara dengan narasumber dengan tema yang sesuai dengan jadwal maka bisa dibayangkan bakal mengganggu jadwal diskusi dengan kelompok dan masyarakat petani di desa. Untuk mengantisipasi persoalan ini terpaksa Tim melakukan pemberitahuan segera ke kelompok untuk merubah tema selanjutnya, dan bergegas mengontak narasumber lainnya. Dengan catatan narasumber yang tertunda tersebut akan dilanjutkan pada minggu depannya. Kupon pesan atau pendapat yang disebar merupakan alat komunikasi alternative, umumnya desa-desa sekitar program tidak memiliki jaringan telekomunikasi, dan masyarakat petani sangat sedikit dan terbatas memiliki alat komunikasi seperti telepon dan HP. Kupon mampu mejawab
kebutuhan komunikasi ini, dan Tim mampu mengumpulkan aspirasi masyarakat petani dan kelompok terhadap permasalahan konservasi, pertanian, perkebunan dan Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP/CU). Dan Alhamdullilah pihak manajemen Radio siara Swasta FM Burhanuddin sangat kooperatif terhadap program ini, bahkan meluangkan waktu siar untuk Tim. Pihak manajemen Radio setiap minggu menerima kepingan VCD yang telah diisi oleh Tim dan Jaringan Radio Komunitas Sumatera Utara (Jarkomsu) yang menyediakan alat dan perangkat lunak untuk merekam atau mengedit hasil wawancara. Beginilah bekerja untuk sebuah Radio, Tim setiap minggu disibukkan dengan menyusun lembar pertanyaan untuk narasumber, pertanyaan ini benar-benar harus bisa menjawab seluruh pertanyaan dari masyarakat petani melalui Kupon Radio Mandiri yang disebar. Kekhawatiran Tim adalah susunan pertanyaan bisa-bisa tidak menjawab atau memuaskan kepentingan atau kebutuhan informasi masyarakat petani dan kelompok yang mendengar acara program ini. Mendengar acara radio ini dilakukan 2 kali dalam sebulan, dan dilaksanakan disetiap kelompok secara paralel, kebutuhan personil sebagai mediator dalam diskusi di Yayasan Pekat terbatas, hanya 2 orang, maka beberapa kelompok digabung, seperti kelompok di Desa Janji Manaon dan Aek Nabara di gabungkan menjadi bersama, dengan lokasi diskusi dirotasi sesuai jadwal diskusi. Begitu juga desa Sugi Jae dan Sugi Julu digabung menjadi satu dan dengan lokasi bergiliran di dua desa tersebut sesuai dengan kesepakatan anggota kelompok. Kehadiran anggota kelompok sangat memuaskan 70-80% anggota hadir, bahkan dalam minggu-minggu diakhir ini hadir juga beberapa masyarakat petani yang bukan anggota sebagai peserta diskusi. Dan waktu siar juga disesuaikan dengan waktu aktivitas masyarakat petani di desa, yaitu jam 20ͼͼ - 21 ͼͼ WIB, dan pertemuan ini diselingi dengan suguhan kopi atau teh hangat dan penganan goreng yang disediakan pemilik rumah tempat lokasi diskusi terselenggara.
Foto 20 Staff Lapangan Yayasan Pekat, coba memutar Radio Baharuddin FM Stereo Padang Sidempuan.
Hal lain yang menjadi kendala dilapangan, adalah ketertarikan masyarakat petani di desa terhadap radio saat ini menurun, disebabkan tayangan film sinetron yang disiarkan banyak televisi swasta. Sehingga masyarakat petani yang haus akan hiburan terbius oleh suguhan film-film dari televisi. Akhirnya pesawat radio di rumah warga banyak tidak difungsikan sebagaimana mestinya, terkadang sampai rusak, mereka tidak berminat lagi untuk memperbaikinya. Apa lagi kedai kopi yang seluruhnya menyediakan fasilitas nonton TV tersebut juga memutar film-film dari VCD yang menarik para petani untuk duduk dan menonton serta memesan secangkir kopi panas. Tim lapangan dan anggota kelompok, mensiasati hal ini dengan melakukan sosialiasi terlebih dahulu kepada masyarakat petani bahwa tanggal, hari dan waktu tertentu akan disiarkan tentang pengetahuan perkebunan, pertanian dan lainnya. Kemudian mengajak masyarakat petani untuk datang dan menghadiri diskusi tersebut. Alhamdullilah, metode ini praktis dan sedikit demi sedikit mulai menarik minat masyarakat petani lainnya yang belum bergabung dalam kelompok untuk hadir mendengarkan siara yang diputar, kemudian kehadiran Kupon juga menarik minat
masyarakat petani, awalnya mereka bertanya ini kupon untuk apa? Setelah mengetahui fungsi kupon tersebut, mereka tertarik untuk mendengar radio, pertanyaan di benak mereka ‘ada apa siaran tersebut?’ akhirnya mereka memberikan pesan dan pendapat mereka, dan mau menghadiri diskusi kelompok. Ada rasa bangga setiap orang yang kuponnya dibacakan dan didengar oleh banyak orang, seakan-akan suara dan pendapatnya di terima dan didengar banyak orang, beginilah kami mengajak petani untuk bergabung dalam diskusi kelompok radio. c. Konservasi (Conservation) Kampanye Pride ini cukup unik dalam hal kami mengukur jumlah yang lebih besar dalam sasaran perubahan perilaku kami daripada dalam sasaran pengetahuan dan sasaran sikap kami. Dalam sebagian besar kampanye, jumlah perubahan terbesar adalah dalam sasaran pengetahuan, disusul dengan perubahan dalam sasaran sikap, dan akhirnya perubahan terkecil biasanya diamati dalam perilaku. Saya kira kunci sukses ini adalah bahwa (1) jumlah petani perambah relatif sedikit, sehingga kami bisa menjangkau mereka semua dengan pesan-pesan kami, dan (2) kami memiliki mitra penyingkiran hambatan bagus sekali, yaitu Kahtib dan Wakil Khatib Jumat disetiap Mesjid di 4 desa Target, KetuaKetua Kelompok UBSP, Yayasan Paras, PT. Radio Baharuddin FM Stereo Padang Sidempuan, Bamus Harajaon Luat Marancar, BBKSDA Sumatera Utara dan Pemerintah Desa serta Kecamatan Marancar yang tidak hanya mengerti bagaimana menghentikan pembukaan hutan untuk usaha kebun, tapi sangat baik dalam memotivasi dan mengajarkan kepada orang bagaimana memanfaatkan lahan yang sudah ada untuk lebih produktif. Ada beberapa hal yang akan saya lakukan berbeda jika saya harus melakukan kampanye ini lagi, terutama berhubungan dengan sejumlah sasaran SMART yang saya tetapkan. Sebagai contoh, dalam jangka panjang kami ingin menjadikan CA dan SA di Kawasan Hutan Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan ini benar-benar sebagai kawasan lindung, tetapi hal tersebut hanya benar-benar dapat terjadi setelah kelompok UBSP yang berdiri sekarang mampu berdiri secara sehat secara organisasi, manajemen dan keuangan lembaga-lembaga UBSP tersebut; jadi waktu yang saya habiskan untuk merencanakan dan mengerjakan sasaran tersebut mestinya disimpan untuk kampanye di masa mendatang. Juga, sasaran SMART untuk membuat petani memahami bahwa membuka hutan untuk lahan usaha kebun atau pengambilan kayu merupakan ancaman bagi tumbuhan dan hewan yang hidup di desa mereka dan menguntungkan sesaat atau keuntungan bagi seorang saja dan merugikan seluruh desa. Sedangkan pesan kami seputar ancaman ekonomi dan ancaman kesehatan lingkungan dari pembukaan hutan sangat kuat. Meskipun akan bagus untuk membuat petani menilai tinggi dan menghargai hidupan liar di CA dan SA di kawasan Hutan Batang Toru sebagai prioritas, yang sebenarnya kami perlukan untuk dicapai adalah membuat Petani tidak lagi membuka hutan, dan pesan-pesan lain yang lebih menarik untuk dilakukan. Saya seharusnya hanya memfokuskan pada pesan-pesan tersebut.
Pada saat memasuki tahap Universitas terakhir di Juli 2010, saya dan staff lapangan melakukan identifikasi lapangan langsung ke lokasi-lokasi hutan yang dirusak oleh petani, dengan membawa peralatan GPS (Global Positition Satelit) kami melakukan pengambilan titik-titik koordinat lokasi tersebut, terutama pada titik-titik yang telah dirusak dan oleh kelompok UBSP secara sadar dan semangat gotongroyongnya menanami kembali lahan rusak tersebut dengan pohon cemara (10.000 batang) yang merupakan tanaman endemic di CA dan SA ini. Dari 35 Ha hutan yang dijadikan lahan kebun oleh petani kini telah ditanami dan hutankan kembali seluas 17 Ha. Kami dibantu oleh sebuah Lembaga penelitian local yang telah banyak bekerja di CA dan SA ini dalam pemetaan. Lembaga Sipirok Lestari (LSL) Bapak Ikhsan Simanjuntak (Direktur Lembaga) membantu kami membuat peta tutupan lahan, berdasarkan titik-titik koordinat yang kami berikan. 18 Ha lagi yang belum ditanami kembali oleh Kelompok-kelompok UBSP disebabkan menunggu pertumbuhan bibit pohon cemara yang masih belum cukup usia untuk ditanam. Selain itu juga, kelompok-kelompok UBSP membuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang sifatnya mengikat bagi anggotanya untuk tidak meminjam dan memakai uang dari kelompok untuk usaha-usaha yang tidak konservasi. Serta program kerja jangka pendek, menengah dan panjang yang mengupayakan usaha-usaha ekonomi berbasis konservasi, seperti pembibitan pohon durian unggul di desa, pohon karet, coklat, cemara atau pinus, budidaya ikan air tawar, dan merencanakan mengembangkan cagar budaya yang mulai hilang, seperti makanan tradisional yang memiliki puluhan rempah-rempah dari hutan. Ke depan, kami menyadari bahwa pekerjaan kami belum selesai. Menjauhkan perilaku merusak hutan selamanya merupakan tantangan utama. Kami tahu bahwa kami harus selalu mengingatkan petani dan pihak-pihak lain yang mengunjungi CA dan SA ini bahwa mereka harus tetap menjaga hutan mereka. Untuk itu, kami memiliki rencana supaya kampanye dapat terus berkesinambungan, terus bekerja dengan khalayakkhalayak sasaran ini karena petani-petani baru memulai karir mereka dan para generasi muda di desa sekitar CA dan SA ini mulai memainkan peran orangua mereka nantinya. Tentu saja masih terlalu dini untuk mengetahui apakah populasi Orangutan Sumatera akan kembali meningkat. Penghitungan akan dimulai pada bulan Desember dan kami mestinya mendapatkan kejelasannya setelah setahun atau lebih. Semua ilmuwan yang diwawancarai menyatakan bahwa degradasi hutan adalah ancaman terbesar bagi populasi Orangutan Sumatera. Jadi jika ancaman tersebut dihilangkan, kita mestinya akan melihat keberhasilan.
6.1.3. Teori Perubahan (Theory of Change = ToC) Kampanye Bangga di CA dan SA di Kawasan Hutan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan dibangun di atas asumsi bahwa jika kita menginformasikan kepada petani perambah dan masyarakat petani lainnya tentang masalah-masalah lingkungan, ekonomi dan kesehatan lingkungan yang disebabkan oleh membuka hutan untuk lahan usaha kebun merupakan peran mereka dalam membuat ekonomi mereka menurun dan nyaris hilangnya satwa endemic Orangutan Sumatera yang selama ini mereka bangga kan sebagai daya tarik desa mereka, sikap mereka
terhadap pembukaan hutan akan menurun. Jika kami pada saat yang bersamaan menyingkirkan hambatan untuk membuat perubahan dengan membentuk Kelompok-Kelompok UBSP, memberikan pelatihan dalam memberikan pengetahuan tentang pengelolaan pertanian yang konservasi dan produktif. Terbentuknya Kelompok UBSP dan berjalannya pendidan konservasi melalui diskusi terfokus melalui radio, menunjukkan bahwa asumsi kami benar dan Teori Perubahan yang diusulkan dalam proses perencanaan memang benar. Namun sejak mengingat pembukaan hutan masih terus berlangsung dan populasi Orangutan Sumatera belum menanggapi penyingkir perilaku pembukaan hutan, hasil akhir (dan pencapaian hasil-hasil konservasi lain) tidak akan diketahui hingga beberapa bulan mendatang. Sementara saya awalnya skeptis bahwa kami bisa memprediksi pengaruh kampanye ini secara keseluruhan hingga berpengaruh dalam capaian konservasi, tampaknya kami telah mampu menunjukkan perubahan pada setiap bagian dari Teori Perubahan. Karena kami tidak menjalankan kawasan kontrol (perbandingan), kami tidak bisa memastikan bahwa perubahan ini disebabkan oleh kampanye Pride, tapi pasti ada kemungkinan bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan pengaruh kampanye karena tidak ada program konservasi besar lainnya terjadi di CA dan SA di kawasan Hutan Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan di waktu yang bersamaan dengan kampanye kami. Tapi kami harus waspada, sehingga pekerjaan kita tidak berakhir. Tingkat Kepatuhan perlu dipertahankan, pemantauan pembukaan hutan dan populasi Orangutan Sumatera harus terus berlangsung, sehingga program tindak lanjut diperlukan.