73
KESIAPAN TEKNOLOGI, KELAYAKAN EKONOMI DAN ADMINISTRASI IKM MAINAN DI YOGYAKARTA Technology Readiness, Economic Feasibility and Administration of SMI’s of Toys in Yogyakarta Joni Setiawan1, Alva Edy Tontowi2, Anna Maria Sri Asih2 1 Balai Besar Kerajinan dan Batik 2 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected] Tanggal Masuk Naskah: 10 September 2015 Tanggal Revisi Naskah: 2 Desember 2015 Tanggal Disetujui: 7 Desember 2015
ABSTRAK Mainan anak mempunyai pangsa pasar yang besar, dengan populasi anak usia sampai 14 tahun sebesar 28,7 % dari proyeksi penduduk Indonesia tahun 2015 mencapai 73,2 juta jiwa. Dalam berbagai penelitian menunjukkan baik mainan lokal maupun impor terdapat hal-hal yang mengancam kesehatan dan keselamatan anak. Sehingga pemerintah menerbitkan Permenperin No 24 Tahun 2013 tentang pemberlakuan wajib SNI Mainan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai profil IKM mainan di Yogyakarta. Penilaian melalui 3 pendekatan yaitu kesiapan teknologi dianalisis menggunakan metode teknometrik, kelayakan ekonomi diperhitungkan dengan analisis benefit to cost ratio dan kesiapan adminsitrasi. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jumlah IKM di Yogyakarta yang memenuhi persyaratan ijin industri sebesar 44,4%, persyaratan merek sebesar 22,2% dan kombinasi keduanya sebesar 16,7% dari total IKM. Untuk kesiapan teknologi 16,7% IKM mempunyai TCC kurang dari 0,3 (teknologi tradisional), 77,8% IKM mempunyai TCC antara 0,3 hingga 0,7 (teknologi semi modern) dan 5,5% IKM mempunyai TCC lebih dari 0,7 (teknologi modern). Kelayakan ekonomi persentase IKM yang memenuhi kelayakan ekonomi sebesar 61%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa IKM di DIY siap secara teknologi dan ekonomi, namun belum siap secara administrasi. Kata Kunci: SNI, mainan, IKM, sertifikasi, teknometrik ABSTRACT The toys have a large market share, with a population of children aged up to 14 years 28.7% of the projected population of Indonesia in 2015 reached 73.2 million people. On various studies indicate both local and imported toys are threatening the health and safety of children. So the government published Permenperin No. 24/2013 concerning the implementation of mandatory Indonesian National Standard (SNI) for Toys. This study aims to assess the readiness of SMIs toys in Yogyakarta. Readiness assessment through three approaches are, readiness of technology using technometric, the calculated economic feasibility analysis of benefit to cost ratio and administration assessed. The results obtained showed that the number of SMIs in Yogyakarta which meet the requirements of industry license by 50 %, brand requirements by 22,2% and the combination of 16.7% of the total SMI. For technology readiness 16.7% of SMIs have TCC less than 0.3 (traditional technologies), 77.8% of SMIs have a TCC between 0.3 to 0.7 (semi modern technology) and 5.5% of SMIs have TCC is more than 0.7 (modern technology). Economic feasibility percentage of SMIs that meet the economic feasibility of 61%. It can be concluded that SMIs in DIY are technologically and economically ready, but not administratively. Keywords: SNI, toys, SMIs, technometric, sertification
PENDAHULUAN Industri telah lama menjadikan anak sebagai target pasar. Indonesia merupakan
target pasar yang besar dengan populasi anak usia 0 hingga 14 tahun sebesar 28,7% (73,2 juta jiwa) dari proyeksi populasi
74 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 32, No. 2, Desember 2015, 73-84
pada tahun 2015 yang mencapai 255 juta jiwa. Data impor mainan Indonesia terus mengalami kenaikan dengan nilai USD 106,157 juta pada tahun 2011 dan naik pada tahun 2012 sebesar USD 114,213 juta, kemudian naik lagi pada tahun 2013 sebesar USD 116,503 juta. Sementara proporsi mainan impor di Indonesia didominasi mainan dari China mencapai 65% dari total impor mainan dari seluruh dunia (www.trademap, 2015). Mainan sangat lekat dengan anakanak. Namun dibalik tampilan fisiknya yang menarik ternyata terdapat potensi yang membahayakan kesehatan dan keselamatan anak. Berdasarkan penelitian dari Consumer Council yang menemukan phthalate pada konsentrasi hingga 300 kali standar di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga telah melakukan penelitian terhadap 21 sampel mainan lokal dan impor. Hasilnya menunjukkan bahwa semua mainan tersebut mengandung logam berat yang didalamnya terdapat unsur zat kimia, diantaranya Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Krom (Cr) dan Cadmium (Cd) (BSN, 2013). Menurut Kao dari 27 sampel mainan yang diuji, 16 mengandung phthalate dan 4 diantaranya memiliki konsentrasi 28-38 % (Kao, 2013). Oleh karena alasan keselamatan dan keamanan maka pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 24 Tahun 2013 memberlakukan secara wajib SNI Mainan. Adapun standar yang diberlakukan wajib pada peraturan tersebut meliputi: 1. SNI ISO 8124-1:2010 Keamanan Mainan – Bagian 1: Aspek keamanan yang berhubungan sifat fisis dan mekanis.
2. SNI ISO 8124-1:2010 Keamanan Mainan – Bagian 2: Sifat mudah terbakar. 3. SNI ISO 8124-3:2010 Keamanan Mainan – Bagian 3: Migrasi unsur tertentu. 4. SNI 8124-4:2010 Keamanan Mainan – Bagian 4: Ayunan, seluncuran dan mainan aktivitas sejenis untuk pemakaian di dalam dan di luar lingkungan tempat tinggal. 5. SNI IEC 62115:2011 Mainan elektrik – Keamanan. 6. BS-EN 71-5. Sebagian parameter dari persyaratan kandungan phthalate kurang dari 0,1%. 7. SNI 7612:2010 untuk parameter Non Azo. 8. SNI 7612:2010 untuk parameter kandungan formaldehida maksimum 20 ppm. Sejak pemberlakuan wajib SNI Mainan, produk mainan baik dari produsen dalam negeri maupun importir, diwajibkan memenuhi peryaratan mutu yang ada pada SNI Mainan. Sementara itu industri mainan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) dan Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) yang pada dasarnya adalah industri menengah dan besar menyatakan tidak mengalami kendala yang berarti terhadap pemberlakuan SNI ini, namun berbeda halnya dengan industri kecil, masih membutuhkan pembinaan (Herjanto dan Rahmi, 2010). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. Penelitian ini melakukan penilaian kesiapan adminsitrasi, kesiapan teknologi dan kelayakan ekonomi industri kecil dan menengah mainan yang berada di DIY terkait dengan penerapan SNI Mainan.
K e s i a p a n T e k n o l o g i . K e l a y a k a n . . . , S e t i a w a n | 75
METODOLOGI Sumber data Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa data umum perusahaan, data penilaian hasil kuesioner yang dibutuhkan dalam metode teknometrik dan data penjualan tahunan industri. Populasi IKM Mainan di Yogyakarta berjumlah 21 perusahaan, dan untuk memenuhi ketercukupan data menurut Slovin dalam Sangaji dan Sopiah, 2010:
Photoshop). Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh melalui angket atau kuesioner (studi lapangan) dan bahan yang diperoleh dari studi pustaka. Alur proses penelitian mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
(1)
Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = tingkat kesalahan Sehingga untuk jumlah N = 21 dan kesalahan e = 10% atau 0,1 didapatkan : = 18
Sementara untuk data sekunder diperoleh dari dokumen SNI, majalah standar, jurnal, skripsi atau tesis, buku, berita, artikel termasuk website yang mengandung informasi yang dibutuhkan. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner, kamera dan perangkat komputer termasuk software (Microsoft Office, SPSS 16.0, Adobe
Gambar 1. Alur penelitian. Metode Teknometrik Metode teknometrik adalah suatu metode yang dikembangkan oleh UNESCAP yang digunakan untuk mengukur kontribusi gabungan empat komponen teknologi (technoware, humanware, infoware dan orgaware) dalam suatu tranformasi produksi. (Basir, 2013). Berikut ini langkah-langkahnya: 1. Penilaian derajat kecanggihan teknologi (Sophistication): Penentuan nilai derajat kecanggihan teknologi ini melalui kuesioner. Berikut ini adalah gambaran derajat kecanggihan komponen teknologi:
76 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 32, No. 2, Desember 2015, 73-84
Gambar 2. Derajat kecanggihan teknologi. Tabel 1. Skor penilaian derajat kecanggihan komponen teknologi Derajat Kecanggihan Komponen Teknologi Technoware Humanware Infoware Orgaware Fasilitas Kemampuan Informasi yang memberikan Perusahaan kecil yang manual menjalankan pemahaman umum dalam dipimpin sendiri, modal fasilitas menggunakan fasilitas kecil, tenaga kerja sedikit Fasilitas Kemampuan Informasi yang memberikan Perusahaan kecil yang telah elektrik memasang pemahaman dasar dalam mampu meningkatkan fasilitas menggunakan dan kapabilitas daqn menjadi memperagakan fasilitas subkontrak institusi besar Fasilitas untuk Kemampuan Informasi yang Beberapa perusahaan penggunaan merawat memungkinkan untuk bekerja sama dalam umum fasilitas menyeleksi dan memasang memasarkan secara fasilitas independen Fasilitas untuk Kemampuan Informasi yang Beberapa perusahaan penggunaan berproduksi memungkinkan bekerja sama mampu khusus penggunaan fasilitas secara mengidentifikasi produk efektif dan pasar baru melalui channel yang telah ada Fasilitas Kemampuan Informasi yang Perusahaan mampu otomatis mengadopsi memungkinkan menjaga persaingan melalui meningkatnya pengetahuan peningkatan pangsa pasar tentang mendesain dan dan kualitas secara mengoperasikan fasilitas berkesinambungan Fasilitas Kemampuan Informasi yang Perusahaan dapat dengan komputerisasi memperbaiki memungkinkan terjadinya cepat membangun perbaikan terhadap desain kesuksesan yang tsabil dan penggunaan fasilitas melelui pencarian pasar
Skor 123
234
345
456
567
789
K e s i a p a n T e k n o l o g i . K e l a y a k a n . . . , S e t i a w a n | 77
Technoware
Fasilitas terintegrasi
Derajat Kecanggihan Komponen Teknologi Humanware Infoware Orgaware baru secara kontinyu dan pengujian respon terhadap perubahan lingkungan usaha Kemampuan Informasi yang memberikan Beberapa perusahaan inovasi penilaian terhadap fasilitas mampu menjadi pemimpin untuk tujuan spesifik terkemuka dalam spesialisasi usaha tertentu
Skor
789
Pada kolom skor terdapat nilai batas bawah dan batas atas tiap-tiap komponen teknologi. Nilai batas bawah dan batas atas ini akan digunakan untuk menghitung nilai kontribusi masing-masing komponen teknologi. Nilai batas bawah dan batas atas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Tabel 2.
Rating state of the art humanware :
Tabel 2. Penilaian batas bawah dan batas atas komponen teknologi Limit Komponen Lower Upper Technoware LT: UT: Humanware LH: UH: Infoware LI: UI: Orgaware LO: UO: Keterangan: LT = batas bawah technoware UT = batas atas technoware LH = batas bawah humanware UH = batas atas humanware LI = batas bawah infoware UI = batas atas infoware LO = batas bawah orgaware UO = batas atas orgaware
m = 1,2,....,mf Di mana fm adalah skor kriteria kem untuk infoware pada level perusahaan. Rating state of the art orgaware:
2.
Penilaian State of The Art Rating state of the art technoware: [
∑
]
[
∑
]
(3)
i = 1,2,....,ih Dimana hj adalah skor kriteria ke–j untuk humanware pada level perusahaan. Rating state of the art infoware : [
[
∑
∑
]
(4)
]
(5)
n = 1,2,....,no Di mana on adalah skor kriteria ken untuk infoware pada level perusahaan. 3. Penilaian Kontribusi Komponen (T, H, I, O) Berdasarkan batas-batas tingkat derajat kecanggihan (sofistikasi) yang telah dinilai dan hasil rating state of the art, maka kontribusi komponen teknologi dapat dihitung dengan persamaan– persamaan berikut ini:
(2)
k = 1,2,....,kt Di mana tk adalah skor kriteria ke– k untuk technoware pada level perusahaan.
[
(
[ [
)] (
(
)] )]
(6) (7) (8)
78 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 32, No. 2, Desember 2015, 73-84
[
(
)]
(9)
Di mana: LT, LH, LI, dan LO adalah batas bawah untuk komponen THIO UT, UH, UI, dan UO adalah batas atas untuk komponen THIO ST, SH, SI, dan SO adalah rating state of the art untuk komponen THIO 4. Penilaian Intensitas Kontribusi Komponen Menurut Nazarudin (2008) untuk mengestimasi intensitas kontribusi komponen teknologi, dapat dilakukan dengan pendekatan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix) dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Nilai βt, βh, βi, dan βo merupakan normalized weight. Sementara Consistency Ratio (CR) merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah penilaian kepentingan oleh pemilik usaha dilakukan dengan konsisten atau tidak, dengan ketentuan sebagai berikut: CR ≤ 10 %: konsisten CR > 10 %: tidak konsisten 5. Perhitungan Technology Contribution Coefficient (TCC): Koefisien kontribusi teknologi atau Technology Contribution Coefficient (TCC) menunjukkan kontribusi teknologi dari total transformasi input menuju output. Dengan menggunakan nilai T, H, I, O, βt, βh, βi, dan βo maka TCC dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: (10) Keterangan : TCC=Technology Contribution Coefficient T = nilai kontribusi komponen technoware
Βt= nilai intensitas kontribusi komponen technoware H = nilai kontribusi komponen humanware βh = nilai intensitas kontribusi komponen humanware I = nilai kontribusi komponen infoware βi = nilai intensitas kontribusi komponen infoware O = nilai kontribusi komponen orgaware βo = nilai intensitas kontribusi komponen orgaware Menurut Wiratmaja dan Ma’ruf (2004) dalam Aprilianto (2013) mengklasifikasikan tingkat kecanggihan teknologi sebagai berikut : Tabel 3. Penilaian kualitatif berdasarkan selang nilai TCC Nilai TCC Klasifikasi 0 < TCC ≤ 0,1 Sangat rendah 0,1 < TCC ≤ 0,3 Rendah 0,3 < TCC ≤ 0,5 Cukup 0,5 < TCC ≤ 0,7 Baik 0,7 < TCC ≤ 0,9 Sangat baik 0,9 < TCC ≤ 1,0 Kecanggihan modern Tabel 4. Klasifikasi tingkat teknologi berdasarkan nilai TCC Nilai TCC Tingkat Teknologi 0 < TCC ≤ 0,3 Tradisional 0,3 < TCC ≤ 0,7 Semi Modern 0,7 < TCC ≤ 1 Modern
Benefit to cost ratio Untuk kelayakan ekonomi metode analisis yang digunakan adalah benefit cost ratio (BCR). Analisis BCR ini dilakukan pada semua IKM untuk menilai kelayakan menerapkan SNI. Jika nilai BCR < 1 penerapan SNI Mainan ini tidak layak bagi IKM. Jika nilai BCR ≥ 1 penerapan SNI Mainan ini layak bagi IKM (Kahraman, 2001).
K e s i a p a n T e k n o l o g i . K e l a y a k a n . . . , S e t i a w a n | 79
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil IKM Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2015, klasifikasi IKM di DIY didapatkan 49% termasuk dalam kategori industri mikro dengan penjualan per tahun di bawah Rp300 juta dan 51% termasuk dalam kategori industri kecil dengan penjualan per tahun antara Rp300 juta hingga Rp2 milyar. Gambar 4. menunjukkan klasifikasi IKM berdasarkan jenis produk dimana terdapat 52% IKM yang memproduksi jenis mainan edukatif, 24% IKM memproduksi jenis mainan outdoor, 10% IKM mempoduksi jenis mainan tradisional, 9% IKM memproduksi jenis mainan dengan bahan baku kain, dan 5% IKM memproduksi jenis mainan dengan bahan baku kayu.
disebarkan di IKM mainan didapatkan jumlah industri yang telah memiliki TDI adalah 50% atau 9 industri, artinya setengah industri mainan di Yogyakarta telah memenuhi salah satu persyaratan utama. Persentase jumlah industri yang telah memiliki merek adalah 22 % atau 4 industri. Jumlah industri yang mempunyai kelengkapan administrasi keduanya baik TDI maupun merek hanya 16,7 % atau 3 industri. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara administrasi IKM mainan di DIY belum siap.
Gambar 3. Persentase IKM mainan berdasarkan jenis produk.
Kesiapan teknologi Dalam mendapatkan nilai TCC ini terdiri dari serangkaian penilaian– penilaian. Dalam prosesnya mengandung pernyataan/pertanyaan mengenai persyaratan pada SNI, sehingga nilai TCC yang muncul akan merepresentasikan kecanggihan teknologi dan juga kesiapan teknologi. Pada Tabel 5. menunjukkan bahwa IKM yang mempunyai nilai diatas 0,5 atau kriteria baik yang mempunyai kesiapan teknologi ada 8 IKM atau 44,4 %. Sementara 55,6% mempunyai TCC di bawah 0,5. Ini menunjukkan bahwa kesiapan teknologi IKM di Yogyakarta sudah mampu untuk mencapai SNI, dan sebagian besar masih perlu ditingkatkan.
Kesiapan administrasi Berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan kepada IKM mainan
Kelayakan Ekonomi Kelayakan ekonomi dianalisis menggunakan metode benefit to cost ratio.
Mainan Tradisio nal 10%
Mainan Bahan Kayu Lainnya 5% Mainan Bahan kain 9%
Mainan Outdoor 24%
Mainan Edukatif 52%
Tabel 5. Hasil perhitungan nilai TCC No 1 2 3 4 5 6
Nama Perusahaan Mekarsari ABATA Kampung Dolanan Sugiyono MainanTK Jogja.com Menara Logam
Nilai TCC 0,288 0,288 0,296 0,307 0,362 0,368
Klasifikasi Rendah Rendah Rendah Cukup Cukup Cukup
Tingkat Teknologi Tradisional Tradisional Tradisional Semi Modern Semi Modern Semi Modern
80 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 32, No. 2, Desember 2015, 73-84 No 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Perusahaan HATO Edutoys Kajeng Craft Bale Karya Puzzle IQ YPCM Talenta Toys Mataram Indah CV.OTODA Sanggar Kerja Mandiri ALEA Cotton Yungki Toys ABC Toys
Nilai TCC 0,446 0,451 0,452 0,477 0,504 0,515 0,527 0,566 0,566 0,620 0,667 0,747
Klasifikasi Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik
Tabel 6. Hasil perhitungan BCR ABC Toys Item Jenis Biaya Benefit (Keuntungan) 1 Nilai Penjualan per bulan 25 juta x 6 Perkiraan keuntungan bersih tiap 6 bulan (35%) Cost (Biaya) 1 Sertifikasi 2 Pengujian Produk untuk 3 family product SNI ISO 8124 – 1 (Sifat fisis dan mekanis) SNI ISO 8124 – 2 (Sifat mudah terbakar) SNI ISO 8124 – 3 (Migrasi unsur tertentu) : 3 buah x 2 komposit warna x Rp 800.000 SNI ISO 8124 – 4 (Seluncuran dan ayunan) SNI IEC 62115:2011 (Elektrik) SNI 7612:2010 (Parameter non-azo) SNI 7612:2010 (Parameter Formaldehida < 20 ppm) BS-EN 71:5 Kandungan phtalate < 0,1 % 3 Sample Uji (30 Sample) x @ Rp 50.000,4 Lain-lain Jumlah Biaya Benefit to Cost Ratio
Pada Tabel 6. ditunjukkan komponen biaya yang diperhitungkan dalam analisis BCR. Sementara pada Tabel 7. menunjukkan hasil perhitungan BCR untuk seluruh IKM. Jumlah IKM dengan nilai BCR < 1 ada 4 IKM. Jumlah IKM yang mempunyai nilai BCR ≥ 1 ada 14 IKM. Persentase IKM yang memenuhi kelayakan ekonomi sebesar 77,8%
Tingkat Teknologi Semi Modern Semi Modern Semi Modern Semi Modern Semi Modern Semi Modern Semi Modern Semi Modern Semi Modern Semi Modern Semi Modern Modern
Nominal (Rp) 150.000.000 52.500.000 5.250.000 3.000.000 4.800.000 1.500.000 14.550.000 3,61
sehingga dapat dikatakan bahwa IKM di DIY cukup siap dalam penerapan SNI Mainan. Untuk IKM dengan BCR < 1 adalah IKM mainan tradisional dan mainan edukatif, dimana nilai penjualan mereka tidak mencukupi untuk membiayai proses sertifikasi. Sehingga yang dibutuhkan adalah peningkatan pasar yang
K e s i a p a n T e k n o l o g i . K e l a y a k a n . . . , S e t i a w a n | 81
lebih luas untuk menambah pangsa pasar yang sudah ada. 1. Tabel 7. Hasil perhitungan BCR seluruh IKM No Nama Perusahaan Nilai BCR 1 Sanggar Kerja Mandiri 0,09 2 Sugiyono 0,12 3 Kampung Dolanan 0,14 4 YPCM 0,86 5 Talenta Toys 1,03 6 Puzzle IQ 1,12 7 Alea Cotton 1,15 8 Menara Logam 1,75 9 Hato Edutoys 2,14 10 Mainan TK Jogja 2,33 11 Mekarsari 2,42 12 Abata Toys 2,83 13 CV.OTODA 2,91 14 Bale Karya 2,91 15 ABC Toys 3,61 16 Mataram Indah Toys 3,61 17 Yungki Edutoys 8,66 18 Kajeng Craft 16,80
Untuk biaya lain-lain adalah pengurusan ijin industri dan merek. IKM yang belum memiliki ijin industri dan merek akan mengeluarkan biaya yang lebih besar. Karena untuk mendapatkan ijin industri dibutuhkan persyaratanpersyaratan yang membutuhkan biaya. Persyaratan untuk mendapatkan ijin industri antara lain adalah IMB, ijin gangguan, NPWP, pendirian usaha. Total pengeluaran untuk mengurus ijin industri dan merek sebesar Rp10.000.000,-. Solusi bagi IKM yang belum mempunyai persyaratan administrasi adalah dapat berkolaborasi dengan IKM yang telah memenuhi persyaratan dengan beberapa konsekuensinya. Kualitas produk melalui pengawasan kualitas (quality control) sesuai IKM yang diikuti. Dan menggunakan merek IKM yang diikuti.
2.
3.
4.
1.
2.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kategori IKM mainan di DIY berdasarkan skala industri 49% masuk kategori skala mikro dan 51% kategori skala kecil. Kesiapan administrasi, jumlah IKM yang telah memiliki ijin industri sebanyak 44,4% dan merek sebanyak 22,2%, sementara IKM yang mempunyai syarat keduanya baik ijin industri maupun merek sebanyak 16,7%. Kesiapan teknologi, jumlah IKM yang masuk kategori baik (nilai TCC di atas 0,5) sebanyak 44,4%, sementara 55,6% berada pada klasifikasi rendah dan cukup. Kelayakan ekonomi, jumlah IKM yang mempunyai nilai BCR ≥1 sebanyak 77,8% (layak) sementara 22,2% (tidak layak) mempunyai nilai BCR < 1. Saran: Untuk mengatasi permasalahan administrasi berupa ijin industri dan merek perlu dilakukan reformasi birokrasi pada pengurusan perijinan, dapat dilakukan dengan membuat ijin dalam satu paket yaitu TDI/TDP/SIUP. Tempat pengurusan juga menggunakan sistem satu atap. Persyaratan untuk mengurus ijin juga perlu diperingan. Pengurusan merek juga dipercepat dengan biaya yang ringan. Untuk meningkatkan nilai TCC bagi IKM yang mempunyai nilai TCC kurang dari 0,5 melalui peningkatan pada semua komponen teknologi baik technoware, humanware, infoware dan orgaware.
82 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 32, No. 2, Desember 2015, 73-84
3.
Sinergi antara academic, business dan government (ABG) perlu ditingkatkan guna memperkuat daya saing IKM mainan dalam menghadapi pasar CAFTA ataupun MEA 2015. DAFTAR PUSTAKA
Aprilianto, H.C., Santoso, I., dan Astuti, R. 2013. Analisis Tingkat Kontribusi Teknologi dalam Produksi Kripik Buah Menggunakan Metode Technology Coefficient Contribution (TCC) di Kabupaten Malang. Malang: Universitas Brawijaya. Badan Standardisasi Nasional. 2013. Standar Mainan Menjamin Keselamatan Anak. Jakarta: BSN. Basir, A. 2013. Analisis Teknometrik dan Kepuasan Pelanggan pada Industri Kerajinan Tenun. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Herjanto, E. dan Rahmi, D. 2010. Kajian Kesiapan Pemberlakuan Secara Wajib Standar Mainan Anak-Anak. Jurnal Riset Industri Vol. IV No. 1. International Trade Centre. 2015. http://www.trademap.org/Bilateral_TS
.aspx?AspxAutoDetectCookieSupport =1, diakses tanggal 1 Maret 2015. Nazarudin. 2008. Manajemen Teknologi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kahraman, C. 2001. Fuzzy Versus Probabilistic Benefit/Cost Ratio Analysis, for Public Work Projects. Int. J. Appl. Math.Comput. Sci., Vol 11. Kao, E. 2013. Toxic plastic toys may pose health hazard to young children: Consumer Council (http://www.scmp.com/news/hongkong/article/1355864/toxic-plastictoys-may-pose-heal-hazard-youngchildren-consumer, diakses tanggal 4 Maret 2015). Kementerian Perindustrian. 2013. Permenperin Nomor 24/MIND/PER/4/2013 Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib. Jakarta: Kementerian Perindustrian. Sangadji, E.M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dalam Penelitian Edisi I. Yogyakarta: ANDI. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Jakarta: Sekretariat Negara.
K e s i a p a n T e k n o l o g i . K e l a y a k a n . . . , S e t i a w a n | 83
Lampiran 1: Perhitungan lengkap metode teknometrik No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Perusahaan
Derajat Kecanggihan
SOTA
Kontribusi Komponen
Intensitas Komponen
H 2 2 2 3 6
I 1 1 1 1 1
O 1 2 2 1 3
ST 0,438 0,656 0,406 0,438 0,250
SH 0,563 0,469 0,375 0,438 0,406
SI 0,275 0,500 0,275 0,275 0,125
SO 0,600 0,475 0,400 0,300 0,400
T 0,319 0,368 0,313 0,319 0,389
H 0,347 0,326 0,306 0,431 0,757
I 0,172 0,222 0,172 0,172 0,139
O 0,244 0,328 0,311 0,178 0,422
βt 0,047 0,232 0,238 0,578 0,250
βh 0,548 0,305 0,631 0,238 0,250
βi 0,114 0,402 0,066 0,121 0,250
βo 0,291 0,061 0,066 0,064 0,250
CR
Nilai TCC
Mekarsari ABATA Kampung Dolanan Sugiyono Mainan TK Jogja.com
T 2 2 2 2 3
0,14 0,06 0,08 0,05 0,00
Menara Logam HATO Edutoys Kajeng Craft Bale Karya Puzzle IQ YPCM
2 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 7
1 1 2 3 1 5
1 3 3 3 1 1
0,375 0,656 0,500 0,438 0,594 0,656
0,500 0,438 0,500 0,469 0,531 0,531
0,175 0,425 0,225 0,375 0,475 0,550
0,225 0,375 0,550 0,500 0,550 0,500
0,306 0,479 0,444 0,431 0,465 0,479
0,556 0,542 0,556 0,549 0,563 0,896
0,150 0,206 0,272 0,417 0,217 0,550
0,161 0,417 0,456 0,444 0,233 0,500
0,081 0,567 0,595 0,650 0,238 0,250
0,630 0,223 0,234 0,199 0,631 0,250
0,088 0,098 0,080 0,068 0,066 0,250
0,201 0,111 0,090 0,083 0,066 0,250
0,04 0,10 0,10 0,12 0,08 0,00
0,288 0,288 0,296 0,307 0,362 0,368
Talenta Toys Mataram Indah CV.OTODA Sanggar Kerja Mandiri ALEA Cotton Yungki Toys
4 3 3 3 1 4
2 6 7 7 7 5
5 1 2 2 4 2
3 1 1 1 2 5
0,719 0,656 0,719 0,344 0,563 0,906
0,563 0,438 0,906 0,313 0,375 0,656
0,625 0,525 0,375 0,300 0,575 0,725
0,675 0,525 0,600 0,325 0,500 0,825
0,604 0,479 0,493 0,410 0,236 0,646
0,347 0,764 0,979 0,847 0,861 0,701
0,694 0,339 0,375 0,289 0,572 0,383
0,483 0,228 0,306 0,325 0,333 0,739
0,250 0,092 0,429 0,173 0,050 0,122
0,250 0,606 0,378 0,629 0,517 0,612
0,250 0,092 0,065 0,059 0,274 0,082
0,250 0,210 0,128 0,140 0,158 0,183
0,00 0,06 0,04 0,12 0,08 0,12
ABC Toys Rata-rata : Nilai Terendah Nilai Tertinggi
3
6
6
5
0,813 0,563 0,250 0,906
0,750 0,512 0,313 0,906
0,700 0,417 0,125 0,725
0,825 0,508 0,225 0,825
0,604 0,432 0,236 0,646
0,833 0,620 0,306 0,979
0,822 0,342 0,139 0,822
0,739 0,380 0,161 0,739
0,307
0,532
0,081
0,081
0,06
0,446 0,451 0,452 0,477 0,504 0,515 0,527 0,566 0,566 0,620 0,667 0,747 0,469 0,288 0,747
84 | D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 32, No. 2, Desember 2015, 73-84