SKRIPSI
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR LIKOPEN BUAH TOMAT DAN PENGARUH PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION) TERHADAP MUTU PRODUK OLAHAN TOMAT
RISNA YUNITA GINTING F24102119
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Risna Yunita Ginting. F24102119. Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Likopen Buah Tomat dan Pengaruh Penyimpanan pada Suhu Dingin (Refrigeration) terhadap Mutu Produk Olahan Tomat. Di bawah Bimbingan : Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MS. 2008. RINGKASAN Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh pengolahan terhadap kadar likopen buah tomat dan mengevaluasi pengaruh penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) terhadap mutu produk olahan tomat. Produk olahan tomat yang dihasilkan, yaitu sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dari buah tomat Martha (Lycopersicum esculentum varietas Mutiara), serta saus tomat dan dan selai tomat dari buah tomat Permata (Lycopersicum esculentum varietas Berlian). Mutu yang diamati selama penyimpanan adalah kadar likopen, total asam tertitrasi, nilai pH, nilai aw, kadar air, dan total mikroba. Sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng diamati setiap hari selama enam hari, sedangkan saus tomat dan selai tomat diamati setiap minggu selama enam minggu. Sementara pengukuran rendemen dan uji hedonik dari keempat produk olahan tomat tersebut diamati pada hari ke-0 saja. Meskipun buah tomat Permata (30.45 mg/kg likopen b.b.) tampak lebih merah daripada buah tomat Martha (28.39 mg/kg likopen b.b.), namun tidak terdapat perbedaan kadar likopen (p>0.05) antara keduanya. Kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada hari ke-0 (31.79 mg/kg b.b.) lebih tinggi daripada kadar likopen sari buah tomat pada hari ke-0 (26.24 mg/kg b.b.), namun tidak terdapat perbedaan kadar likopen (p>0.05) antara keduanya. Ternyata pengukusan dan penambahan minyak goreng dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) berpengaruh secara linier terhadap penurunan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (22.06-31.79 mg/kg basis basah) (p<0.05) dan kadar likopen saus tomat (21.75-35.20 mg/kg basis basah) (p<0.05), dan berpengaruh nyata secara linier terhadap penurunan kadar likopen sari buah tomat (21.97-26.24 mg/kg basis basah) (p<0.05). Namun, lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar likopen selai tomat (1.41-2.90 mg/kg basis basah) (p>0.05). Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai pH sari buah tomat (4.34-4.37) (p>0.05), nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (4.43-4.52) (p>0.05), nilai pH saus tomat (3.62-3.86) (p>0.05), dan nilai pH selai tomat (3.63-4.03) (p>0.05). Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total asam tertitrasi sari buah tomat (56.55-65.69 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05), total asam tertitrasi sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (55.58-64.99 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05), dan total asam tertitrasi selai tomat (113.66-133.57 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05). Tetapi, lama penyimpanan pada
suhu dingin (refrigeration) berpengaruh nyata secara linier terhadap penurunan total asam tertitrasi saus tomat (139.14-160.36 NaOH 0.1 N /100 gr) (p<0.05). Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar air sari buah tomat (86.28-88.28%) (p>0.05), kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (85.85-87.25%) (p>0.05), kadar air saus tomat (64.86-68.33%) (p>0.05), dan kadar air selai tomat (26.534.65%) (p>0.05). Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai aw sari buah tomat (0.930-0.946) (p>0.05), nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.920-0.946) (p>0.05), nilai aw saus tomat (0.880-0.907) (p>0.05), dan nilai aw selai tomat (0.795-0.837) (p>0.05). Sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, saus tomat, dan selai tomat pada hari ke-0 dalam penelitian ini memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk produk masing-masing menurut SNI, tetapi sari buah tomat pada hari ke-0 dalam penelitian ini tidak memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk minuman sari buah menurut SNI. Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total mikroba sari buah tomat (2.46-2.72 log koloni/g) (p>0.05), total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (2.24-2.88 log koloni/g) (p>0.05), total mikroba saus tomat (0.00-1.18 log koloni/g) (p>0.05), dan total mikroba selai tomat (0.00-2.94 log koloni/g) (p>0.05). Sari buah tomat, sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, saus tomat, dan selai tomat secara berurutan memiliki rendemen 19.68 g produk basis kering/g tomat basis kering, 19.17 g produk basis kering/g tomat basis kering, 6.28 g produk basis kering/g tomat basis kering, dan 4.37 g produk basis kering/g tomat basis kering. Secara keseluruhan (overall) diamati dari segi warna, rasa, dan aroma maka sari buah tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka), sedangkan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dinilai agak disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.4 (biasa-suka), saus tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka), dan selai tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 4.1 (suka-sangat suka). Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu pengukusan dan penambahan sejumlah minyak goreng tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng; dan penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dapat mempertahankan mutu keempat produk olahan tomat.
SKRIPSI
PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR LIKOPEN BUAH TOMAT DAN PENGARUH PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION) TERHADAP MUTU PRODUK OLAHAN TOMAT
Oleh: Risna Yunita Ginting F24102119 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR LIKOPEN BUAH TOMAT DAN PENGARUH PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION) TERHADAP MUTU PRODUK OLAHAN TOMAT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: Risna Yunita Ginting F24102119 Dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1984 Di Medan Tanggal lulus : 7 Desember 2007 Menyetujui, Bogor,
Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS.
Januari 2008
Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MS.
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Juni 1984. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari Bapak Sastra Budaya Ginting dan Ibu Megawati Sembiring. Penulis menempuh pendidikan taman kanak-kanak di TK Dharmawanita Medan (1989-1990), sekolah dasar di SD Maranatha Medan (1990-1996), pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTPN 30 Medan (19961999), dan pendidikan lanjutan atas di SMUN 4 Medan (1999-2002). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten kuliah Agama Kristen Protestan (2003) dan tim pemerhati Komisi Kesenian PMK IPB (2004-2005). Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan akademis, seperti pelatihan Good Laboratory Practices (2005) dan pelatihan Standardize Test of Microbiology and Chemistry Laboratory (2005). Selain itu, penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan non akademis, seperti seminar National Student`s Paper Competition on Food Issue 2nd-4th (2003-2005) dan National Student`s Paper Competition on Food Issue 6th (2007), seminar nasional Teknologi Perisa dan Aplikasinya pada Produk Pangan (2005), seminar dan pelatihan HACCP (2005), serta seminar HACCP dan ISO 22000 (2006). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Likopen Buah Tomat dan Pengaruh Penyimpanan pada Suhu Dingin (Refrigeration) terhadap Mutu Produk Olahan Tomat” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MS.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih setia dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Likopen Buah Tomat dan Pengaruh Penyimpanan pada Suhu Dingin (Refrigeration) terhadap Mutu Produk Olahan Tomat” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MS. selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, nasehat, serta semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dias Indrasti, STP atas kesediaannya menjadi dosen penguji. 3. Pak Andri di Sukabumi atas kesiapannya menyediakan tomat-tomat segar. 4. Kedua orang tua penulis (Sastra Budaya Ginting dan Megawati Sembiring) atas semua kasih sayang, dukungan doa, semangat, dan materi yang diberikan. 5. Adik-adikku tersayang: Mayrina Sari, Ririn Puspita, Andi Pranata, dan Onesi Forus. 6. Semua
TPG’ers
39
dengan
khususnya Golongan D: Stut,
NRP
F24102001
sampai
F2402135
, Dian, Arvi, Inggrid, Tante, Shinta, Tissa,
Mel, Dikres, Qnoy, Pretty, Ina, Hansib, Yeye, Nene’, Inal, Nuy, Dora, Nya’, Vero, Tux, Nanda, dan Randy. 7. Sahabat gadis tomat selama di laboratorium: teman satu PA (Nuy, Tina, Gugum), Spice Noodles Girls (Mel, Pretty, Elvina, Dhenok), sahabat Spice Noodles Girls (Karen dan Inggrid), Tim mie jagung (Rohana, Ari, Ansor, Bobby), Tim prebiotik (Mbak Nani, Bu Rini, Hana, Kiki), 3 srikandi (Julia, Nisvi, Evrin), tim ubi-ubian (Rebek, Nanda, Manggi), tim jinten-mesoyi (Eva dan Dora), tukang susu (Tina), tukang jamu (Herold), tukang dendeng (Manto), dan tukang biskuit (Anita).
8. Semua teknisi laboratorium, khususnya Pak Gatot, Pak Wahid, Pak Koko, Pak Rojak, Pak Sobirin, Bu Rubiyah, Pak Yahya, Teh Ida, dan Mas Edi. 9. Sahabat terbaikku dan seperjuangan di IPB: Emma (my ever best friend). 10. Teman-teman KOMKES 39: Eva, Ruth, Siera, Sri, Salem, Enrico, Julian, Benjamin, Rosida, Perdana, Julia, Wink, Jimmy, Adi, Surya, dan Arnold. 11. Keluarga besar Perwira 43, khususnya Ibeth (the tough girl), Grace (thanks atas pinjaman komputernya), dan semua adik-adik kosanku yang kusayangi. 12. Teman-teman terbaikku di dunia maya: Prof. Baiano, Sven, Shuhaimi, Lio, Roni Rozori, dan Jenni. 13. Pihak-pihak lain yang sangat membantu dan mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi awal bagi penelitian selanjutnya. Saran dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan bagi kemajuan yang akan datang. Terima kasih. Bogor, Januari 2008
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
v
DAFTAR TABEL ......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
ix
I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ...............................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
3
A. TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) ...................................
3
B. RADIKAL BEBAS DAN ANTIOKSIDAN .................................
5
C. LIKOPEN .......................................................................................
8
D. SARI BUAH TOMAT ....................................................................
13
E. SAUS TOMAT ................................................................................
15
F. SELAI TOMAT ..............................................................................
16
G. GULA ..............................................................................................
18
H. LESITIN .........................................................................................
19
I. ASAM SITRAT ..............................................................................
20
J. NATRIUM BENZOAT .................................................................
21
K. WADAH GELAS ...........................................................................
22
L. BLANSIR ........................................................................................
23
M. PASTEURISASI ............................................................................
23
N. PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION)
24
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................
26
A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN ...........................................
26
1. Bahan-bahan Penelitian ...............................................................
26
2. Alat-alat Penelitian .......................................................................
27
B. METODE PENELITIAN ..............................................................
27
1. Pembuatan Sari Buah Tomat .....................................................
27
2. Pembuatan Sari Buah Tomat yang Ditambahkan Minyak Goreng 28
3. Pembuatan Saus Tomat ..............................................................
29
4. Pembuatan Selai Tomat .............................................................
31
5. Penyimpanan dan Analisis Produk Olahan Tomat ....................
32
C. PROSEDUR ANALISIS.................................................................
32
1. Kadar Likopen ...........................................................................
32
2. Derajat Keasaman (pH)...............................................................
33
3. Total Asam Tertitrasi (TAT) ......................................................
34
4. Kadar Air ...................................................................................
34
5. Aktivitas Air (aw) ......................................................................
35
6. Total Mikroba Metode Total Plate Count ................................
35
7. Rendemen .................................................................................
36
8. Uji Hedonik ................................................................................
36
9. Uji Statistik ................................................................................
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
39
A. BUAH TOMAT DAN PRODUK OLAHANNYA .......................
39
B. KADAR LIKOPEN .......................................................................
43
C. DERAJAT KEASAMAN (pH) .....................................................
50
D. TOTAL ASAM TERTITRASI (TAT) .........................................
53
E. KADAR AIR ...................................................................................
56
F. AKTIVITAS AIR (aw) ...................................................................
59
G. TOTAL MIKROBA .......................................................................
63
H. RENDEMEN ..................................................................................
67
I. UJI HEDONIK ...............................................................................
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
72
A. KESIMPULAN ...............................................................................
72
B. SARAN ............................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
75
LAMPIRAN ................................................................................................
82
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Komposisi bahan penyusun buah tomat ....................................
4
Tabel 2.
Syarat mutu minuman sari buah berdasarkan SNI 01-3719-1995
14
Tabel 3.
Syarat mutu saus tomat berdasarkan SNI 01-3546-1994 ...........
15
Tabel 4.
Syarat mutu selai buah berdasarkan SNI 01-3746-1995 ............
17
Tabel 5.
Kadar likopen buah tomat dan produk olahannya pada hari ke-0
50
Tabel 6.
Rendemen produk olahan tomat..................................................
67
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis, dan efeknya terhadap saraf motorik ............................................................................
6
Gambar 2. Struktur molekul likopen .........................................................
8
Gambar 3. Sel tumbuhan ...........................................................................
10
Gambar 4. Kloroplas .................................................................................
11
Gambar 5. Tilakoid....................................................................................
11
Gambar 6. Tahap pembuatan sari buah tomat ...........................................
28
Gambar 7. Tahap pembuatan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ......................................................................................
29
Gambar 8. Tahap pembuatan saus tomat ..................................................
30
Gambar 9. Tahap pembuatan selai tomat ..................................................
31
Gambar 10. Tahap pengukuran kadar likopen ...........................................
32
Gambar 11. Buah tomat Martha (a) dan tomat Permata (b) .......................
39
Gambar 12. Produk olahan buat tomat Martha antara lain: sari buah tomat (A), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.3%) dan lesitin (0.3%) (B), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.3%) dan lesitin (0.1%) (C), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (1%) dan lesitin (0.1%) (D) .......................................................... ...........
41
Gambar 13. Produk olahan buah tomat Martha dan buah tomat Permata: Sari buah tomat (A), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (B), saus tomat (C), dan selai tomat (D) .........
43
Gambar 14. Kadar likopen sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). .....................................................
44
Gambar 15. Kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration)
45
Gambar 16. Kadar likopen saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..............................................................
47
Gambar 17. Kadar likopen selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..............................................................
49
Gambar 18. Nilai pH sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ...............................................................
50
Gambar 19. Nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ...........
51
Gambar 20. Nilai pH saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..........................................................................
52
Gambar 21. Nilai pH selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..........................................................................
53
Gambar 22. Total asam tertitrasi sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) .............................................
53
Gambar 23. Total asam tertitrasi sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..........................................................................
54
Gambar 24. Total asam tertitrasi saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ......................................................
55
Gambar 25. Total asam tertitrasi selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ......................................................
56
Gambar 26. Kadar air sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ...............................................................
57
Gambar 27. Kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ...........
57
Gambar 28. Kadar air saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..........................................................................
58
Gambar 29. Kadar air selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..........................................................................
59
Gambar 30. Nilai aw sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ...............................................................
60
Gambar 31. Nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ...........
61
Gambar 32. Nilai aw saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..........................................................................
61
Gambar 33. Nilai aw selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ..........................................................................
62
Gambar 34. Total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) .....................................................
63
Gambar 35. Total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration)
64
Gambar 36. Total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ...............................................................
65
Gambar 37. Total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ...............................................................
66
Gambar 38. Tingkat kesukaan sari buah tomat............................................
68
Gambar 39. Tingkat kesukaan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ......................................................................................
68
Gambar 40. Tingkat kesukaan saus tomat ..................................................
69
Gambar 41. Tingkat kesukaan selai tomat ..................................................
70
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Interpretasi terhadap nilai r hasil analisis korelasi ...............
79
Lampiran 2. Hasil Independent Sample T-test pada kadar likopen buah tomat Martha dan tomat Permata ..........................................
80
Lampiran 3. Hasil Paired Sample T-test pada kadar likopen sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ....................................................................................
81
Lampiran 4. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .........................
82
Lampiran 5. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ...........................................................
83
Lampiran 6. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
84
Lampiran 7. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
85
Lampiran 8. Hasil uji regresi korelasi nilai pH sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
86
Lampiran 9. Hasil uji regresi korelasi nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ....................................................................
87
Lampiran 10. Hasil uji regresi korelasi nilai pH saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
88
Lampiran 11. Hasil uji regresi korelasi nilai pH selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
89
Lampiran 12. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ...............
90
Lampiran 13. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi sari buah tomat
yang
ditambahkan
minyak
goreng
selama
penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
91
Lampiran 14. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .........................
92
Lampiran 15. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .........................
93
Lampiran 16. Hasil uji regresi korelasi kadar air sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .........................
94
Lampiran 17. Hasil uji regresi korelasi kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ...........................................................
95
Lampiran 18. Hasil uji regresi korelasi kadar air saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
96
Lampiran 19.Hasil uji regresi korelasi kadar air selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
97
Lampiran 20. Hasil uji regresi korelasi nilai aw sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .....................................
98
Lampiran 21. Hasil uji regresi korelasi nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ....................................................................
99
Lampiran 22. Hasil uji regresi korelasi nilai aw saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ..................................... 100 Lampiran 23. Hasil uji regresi korelasi nilai aw selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ..................................... 101 Lampiran 24. Nilai total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ........................................................... 102 Lampiran 25. Hasil uji regresi korelasi total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ......................... 103 Lampiran 26. Nilai total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator
104
Lampiran 27. Hasil uji regresi korelasi total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator .................................................................... 105
Lampiran 28. Nilai total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .................................................................... 106 Lampiran 29. Hasil uji regresi korelasi total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ..................................... 107 Lampiran 30. Nilai total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator .................................................................... 108 Lampiran 31.Hasil uji regresi korelasi total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ..................................... 109 Lampiran 32. Formulir uji Hedonik sari buah tomat .................................. 110 Lampiran 33. Formulir uji Hedonik sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ...................................................................... 111 Lampiran 34. Formulir uji Hedonik saus tomat........................................... 112 Lampiran 35. Formulir uji Hedonik selai tomat .........................................
113
Lampiran 36. Hasil uji Hedonik sari buah tomat ........................................ 114 Lampiran 37. Hasil uji Hedonik sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ...................................................................... 115 Lampiran 38. Hasil uji Hedonik saus tomat................................................
116
Lampiran 39. Hasil uji Hedonik selai tomat................................................ 117
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dekade terakhir ini, oksidan dan antioksidan merupakan topik penting dalam berbagai disiplin ilmu, khususnya dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan. Senyawa radikal yang terdapat di dalam tubuh bukan hanya berasal dari luar tubuh (eksogen), tetapi juga terbentuk di dalam tubuh (endogen) dari hasil metabolisme zat gizi secara normal. Reaksi-reaksi yang melibatkan senyawa radikal telah diketahui merupakan asal dari berbagai macam penyakit. Namun dalam proses fisiologis, timbulnya senyawa radikal dalam tubuh (pro-oksidan) akan diimbangi oleh mekanisme pertahanan endogen menggunakan zat (senyawa) yang mempunyai kemampuan sebagai anti radikal bebas, yang disebut sebagai antioksidan. Oleh karena itu, penting sekali meningkatkan kadar antioksidan di dalam tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi antioksidan. Kekuatan likopen sebagai penangkap singlet oksigen (antioksidan) adalah dua kali lipat dari -karoten (Bohm et al., 2002) dan sepuluh kali lipat dari -tokoferol (Shi dan Maguer, 2000). Menurut Gerster (1997) dan Clinton (1998), terdapat hubungan yang erat antara konsumsi likopen atau nilai serum likopen dengan pencegahan kanker prostat, kanker pankreas, kanker usus besar, serta erythema akibat radiasi sinar ultraviolet (Stahl et al., 2001). Konsumsi likopen terbesar berasal dari tomat segar dan produk olahan tomat seperti jus, pasta, pure, dan saus tomat (Beecher, 1998). Mengolah tomat dengan berbagai cara mempengaruhi ketersediaan likopen pada produk olahan tomat. Tomat yang diolah memiliki kandungan likopen yang lebih mudah diserap oleh jaringan tubuh. Pengolahan mengubah komposisi dan struktur makanan, sehingga meningkatkan pelepasan likopen dari matriks jaringan tomat (Shi dan Maguer, 2000). Menurut Agarwal (2001), tomat yang diolah dan dimasak menghasilkan isomer cis- yang dinilai memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk alami trans- yang banyak terdapat pada buah tomat segar.
Tomat yang sudah diolah menjadi produk pangan selanjutnya dikemas dan disimpan. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), semakin rendah suhu penyimpanan yang digunakan, semakin lambat pula terjadinya reaksi-reaksi kimia, aktifitas enzim, dan pertumbuhan mikroba. Salah satu metode penyimpanan suhu rendah yang sering digunakan untuk menghasilkan produk pangan dengan daya simpan yang lebih lama adalah penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Tujuan penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah memperpanjang daya simpan dan mempertahankan mutu produk sampai jangka waktu tertentu pada saat produk akan dikonsumsi atau dipasarkan. Namun, produk olahan tomat tersebut perlu dievaluasi karena perubahan mutu dapat saja terjadi selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). B. TUJUAN PENELITIAN •
Mengevaluasi pengaruh pengolahan terhadap kadar likopen buah tomat
•
Mengevaluasi pengaruh penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) terhadap mutu produk olahan tomat.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) Tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Semua varietas tomat baik yang ditanam di Eropa maupun di asia berasal dari biji yang dibawa dari Amerika Latin oleh pedagang Spanyol dan Portugis pada abad keenam belas (Duriat, 1997). Sistematika tanaman tomat menurut para ahli botani adalah sebagai berikut: divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, klas
Dicotyledoneae,
ordo
Tubiflorae,
famili
Solanaceae,
genus
Lycopersicum, spesies Lycopersicum esculentum Mill. (Jaya, 1997). Tanaman ini berbentuk perdu atau semak dengan tinggi dapat mencapai dua meter. Tanaman tomat dapat tumbuh baik pada dataran tinggi maupun dataran rendah yang tidak terlalu basah. Tanah yang dibutuhkan adalah tanah yang gembur dengan pH sekitar 5-6 serta didapat cukup pengairan dan teratur. Suhu yang baik bagi tanaman ini adalah 23°C pada siang hari dan 17°C pada malam hari. Waktu tanam yang baik adalah dua bulan sebelum musim hujan berakhir. Buah tomat dapat dipanen pada umur sekitar dua sampai tiga bulan setelah waktu penanaman. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim, yaitu umur tanaman hanya untuk satu kali periode panen dan kemudian mati (Tugiyono, 1986). Varietas tomat yang ada di Indonesia adalah varietas Intan, Ratna, Berlian, Mutiara, Moneymaker, Precious F1 hybrid (TW-375), varietas Farmers 209 F1 hybrid (TW-369), dan varietas Sugar Pearl F1 hybrid (TW373). Penamaan tersebut merupakan penamaan yang resmi dikeluarkan pemerintah, sedangkan nama-nama lain yang sering dipakai dalam perdagangan diantaranya adalah tomat biasa, tomat apel, tomat kentang, dan tomat keriting (Setiawan, 1994). Definisi tomat segar menurut SNI 01-3162-1992 adalah buah dari tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) dalam keadaan utuh, segar dan bersih. Kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila terdapat keseragaman dalam bentuk tomat normal (bulat, bulat lonjong, bulat pipih, lonjong dan beralur) dan warna kulit buah. Buah tomat dinyatakan tua apabila
buah tomat telah mencapai tingkat perkembangan fisiologi yang menjamin proses pematangan yang sempurna, dan isi dari dua atau lebih rongga buah telah berisi bahan yang mempunyai konsistensi/kekentalan serupa jeli dan bijibiji telah mencapai tingkat perkembangan yang sempurna. Buah tomat dinyatakan terlalu matang dan lunak apabila buah tomat telah mencapai kematangan penuh dengan tekstur daging yang lunak dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya. Menurut beratnya, tomat digolongkan besar (jika beratnya lebih dari 150 g/buah), sedang (jika beratnya 100 g-150 g/buah), dan kecil (jika beratnya kurang dari 100 g/buah). Komposisi dan kandungan nutrisi tomat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi bahan penyusun buah tomat. Bahan penyusun Kandungan zat gizi per b.d.d Protein (g) 1 Lemak (g) 0.3 Karbohidrat (g) 4.2 Kalsium (mg) 5 Fosfor (mg) 57 Zat besi (mg) 0.5 Vitamin A (SI) 1500 Vitamin B1 (mg) 0.06 Vitamin C (mg) 40 Air (g) 94 Kalori (kal) 20 Bagian yang dapat dimakan (%) 95 Sumber : Departemen Kesehatan R. I. (1981). Tomat termasuk pada jenis buah klimakterik, yaitu buah yang masih dapat mengalami proses respirasi selama penyimpanan. Tomat termasuk jenis sayuran buah yang mudah rusak dan kerusakannya dapat disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi, dan hayati. Selain dibuat sebagai sayuran, tomat juga sering digunakan dalam industri pengalengan tomat dan pembuatan saus tomat (Tugiyono, 1986). Tomat merupakan sayuran yang kaya akan berbagai senyawa antioksidan seperti likopen, alfa-karoten, beta-karoten, lutein, vitamin C, flavonoid, dan vitamin E (Willcox et al., 2003). Menurut Clinton (1998), lebih dari 80% asupan likopen penduduk Amerika Serikat berasal dari tomat.
B. RADIKAL BEBAS DAN ANTIOKSIDAN Radikal bebas adalah molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit terluarnya. Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah (Sauriasari, 2006). Sistem pertahanan tubuh manusia dapat dibentuk dari zat-zat gizi, enzim-enzim dan komponen non gizi lainnya, yang kemudian dikenal sebagai antioksidan. Menurut Halliwell dan Gutteridge (1991), antioksidan adalah zat yang dalam konsentrasi kecil dapat mencegah atau memperlambat oksidasi radikal bebas. Oksigen yang dihirup dapat berubah menjadi senyawa yang sangat reaktif, dikenal sebagai senyawa oksigen reaktif yang diterjemahkan dari Reactive Oxygen Species (ROS). Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesis energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. ROS yang terbentuk akibat proses fisiologis ini disebut sebagai ROS endogen. Selain ROS endogen, juga terdapat ROS eksogen yang berasal dari berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asap rokok, dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi (Sauriasari, 2006). Pada Gambar 1 dapat dilihat contoh produksi ROS pada proses sintesis energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis, dan efeknya terhadap saraf motorik. Sistem defensif terdapat pada setiap sel berupa perangkat antioksidan enzimatis (glutathione peroxidase, catalase, dan superoxide dismutase). Antioksidan enzimatis pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I. Fridovich (ilmuwan Amerika pada tahun 1968) yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutnya ditemukan enzim-enzim antioksidan lainnya seperti glutation
peroksidase dan katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen (Sauriasari, 2006).
Tulisan dalam kotak di atas: ROS of free radicals are generated as a result of metabolic processes. These free radicals have at least one unpaired electron which tenders them chemically unstable and highly reactive with other molecules in the body. Mitocondrial DNA (mDNA) is located near the inner mitochondrial membrane and lacks advanced DNA repair mechanism making mDNA particularly susceptible to damage from ROS. Cells respond to oxidative damage by neutralizing free radicals through antioxidant enzymes such as superoxide dismutase and katalase. Eventually, damage accumulates due to the inability of cells to repair damage as quickly as it arises. Gambar 1. Produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis, dan efeknya terhadap saraf motorik (Eisen, 2004). ROS yang dikenal sebagai radikal bebas dihasilkan sebagai akibat proses metabolik. Radikal-radikal bebas tersebut memiliki sedikitnya satu elektron tidak berpasangan, sehingga cenderung tidak stabil secara kimia dan
sangat reaktif terhadap molekul lain dalam tubuh. DNA mitokondria (mDNA) terletak dekat dengan membran bagian dalam mitokondria dan tidak mempunyai mekanisme perbaikan DNA, sehingga mDNA dapat dengan mudah dirusak oleh ROS. Sel merespon kerusakan oksidatif dengan menetralkan
radikal-radikal
bebas
tersebut
menggunakan
antioksidan
enzimatis seperti superoksida dismutase (SOD) dan katalase. Akan tetapi, kerusakan akan tetap terakumulasi karena sel tidak mampu memperbaiki kerusakan tersebut secepat peningkatan kerusakan yang terjadi (Eisen, 2004). Meskipun demikian, radikal bebas (termasuk ROS) penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka radikal bebas akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah akan mengubah fungsinya dan mengarah pada proses munculnya penyakit. Stres oksidatif (oxidative stress) adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas (pro-oksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum, yaitu kurangnya antioksidan dan kelebihan produksi radikal bebas. Keadaan stres oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit (Sauriasari, 2006). Secara teoritis, senyawa radikal di dalam tubuh dapat dihilangkan bila terdapat antioksidan. Namun demikian, efisiensi penghilangan senyawa radikal ini tidak pernah mencapai 100%. Senyawa radikal yang masih terdapat di dalam tubuh secara perlahan tetapi pasti akan merusak sel-sel jaringan tubuh, sehingga terjadi proses penuaan yang tidak dapat dihindarkan. Senyawa radikal juga dapat menimbulkan penyakit autoimun. Pada kondisi demikian, fungsi dan struktur jaringan tubuh menjadi berubah. Reaksi-reaksi yang melibatkan senyawa radikal telah diketahui merupakan asal dari berbagai macam penyakit (Sauriasari, 2006). Oleh karena itu, penting sekali untuk meningkatkan kadar antioksidan di dalam tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi antioksidan.
C. LIKOPEN Likopen adalah hidrokarbon alifatik yang mengandung tiga belas ikatan rangkap dengan formula C40H56 (Thompson et al., 2000). Menurut Conn et al. (1991), fungsi likopen pada tanaman adalah menyerap cahaya matahari dan melindungi tanaman dari kerusakan fotooksidatif akibat efek toksik dari cahaya dan oksigen. Likopen dapat berfungsi sebagai antioksidan karena memiliki sebelas ikatan rangkap terkonjugasi yang dapat menahan serangan radikal bebas membentuk produk inaktif, sehingga radikal bebas menjadi stabil (Chew, 1995). Struktur molekul likopen dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur molekul likopen. Struktur molekul likopen sekilas mirip dengan struktur molekul karoten. Namun, hal yang membedakannya adalah -karoten memiliki cincin -ionone pada kedua ujung molekulnya, sedangkan likopen tidak memiliki cincin -ionone pada ujung molekulnya (semua gugusnya berbentuk alifatik). Hal itu pula yang menyebabkan -karoten memiliki fungsi sebagai prekursor vitamin A, sedangkan likopen tidak memiliki fungsi sebagai prekusor vitamin A, karena
-karoten akan diubah menjadi retinol bila melalui usus halus.
Vitamin A adalah molekul yang tersusun dari satu inti -ionone dan rantai lemak tidak jenuh dengan dua unit isopren dan satu gugus alkohol tambahan (Makfoeld et al., 2002). Menurut Di Mascio et al. (1989) dan Sies (1992), tidak semua karotenoid memiliki keefektifan yang sama sebagai pelindung fotokimia. Likopen dikenal secara khusus relatif lebih efisien sebagai penangkap singlet oksigen daripada karotenoid lainnya (lebih tinggi daripada -karoten dan tokoferol). Kekuatan antioksidan likopen sebagai penangkap singlet oksigen
(ROS non-radikal) adalah dua kali lipat dari -karoten (Bohm et al., 2002) dan sepuluh kali lipat dari -tokoferol (Shi dan Maguer, 2000). Menurut Scott dan Hart (1995), Tonnuci et al. (1995), dan Rao dan Agarwal (1999), sedikitnya 85% dari sumber konsumsi likopen manusia berasal dari buah tomat dan produk olahan tomat, sedangkan sisanya berasal dari semangka, jambu biji merah, dan pepaya. Menurut Sadler et al. (1990) serta Hakala dan Heinonen (1994), likopen memiliki peranan penting memberikan warna merah pada buah tomat. Salah satu fungsi likopen dan pigmen lainnya adalah menyerap cahaya selama fotosintesis dan melindungi tanaman melawan fotosensitisasi (Shi et al., 2002). Menurut Klaüi dan Bauernfeind (1981), likopen dan -karoten adalah karotenoid yang terdapat dalam jumlah paling besar pada tomat (90-95%) dan juga dari produk-produk olahan tomat, sehingga merupakan sumber utama likopen dalam makanan sehari-hari. Tomat memenuhi kebutuhan likopen manusia, terutama dalam bentuk saus tomat dan jus tomat, sedangkan likopen untuk suplemen makanan diekstrak dari limbah pengalengan tomat (pada umumnya dari kulit, sebab merupakan tempat utama likopen pada buah tomat). Menurut George et al. (2004), kandungan likopen di dalam tomat bervariasi (umumnya akibat pengaruh genetik), kematangan buah saat dipanen, juga pengaruh agronomis dan kondisi lingkungan selama penanaman. Kuantitas likopen di dalam tomat sangat dipengaruhi oleh kematangan buah saat dipanen. Peningkatan karotenoid dapat dilihat dari perubahan pigmennya. Perubahan pigmen tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi likopen di dalam plasmid. Likopen pada tomat yang masih hijau dan belum matang (warna permukaannya hijau dan tidak ada bahan seperti jelly di lokusnya) adalah 25µg/100g, hijau matang (warna permukaannya semua hijau dan terdapat matriks jelly di semua lokus) adalah 10µg/100g, agak matang (tidak lebih dari 10% warna permukaannya merah muda atau merah) adalah 370µg/100g, merah matang (lebih dari 90% warna permukaannya adalah merah) adalah 4600µg/100g, terlalu matang (busuk) adalah 7050µg/100g (Thompson et al., 2000).
Likopen dalam buah atau sayur terletak dalam matriks pada kloroplas atau kromoplas. Efisiensi penyerapan likopen dari tomat akan rendah jika likopen masih terikat kuat dengan matriks. Likopen akan terdegradasi selama pengolahan karena terjadi proses isomerisasi dan oksidasi. Proses ini akan menghasilkan likopen yang lebih mudah diserap oleh tubuh. Memanaskan atau memasak tomat dan produk olahan tomat dapat meningkatkan bioavailabilitas likopen karena panas akan mengkonversi isomer transmenjadi isomer cis-. Likopen dalam bentuk cis- memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi daripada likopen dalam bentuk trans- (Agarwal, 2001). Menurut Stahl dan Sies (1992), mengkonsumsi tomat yang tidak dimasak tidak akan meningkatkan konsentrasi serum likopen. Sel tumbuhan memiliki sejumlah kloroplas, yang tersusun dari tilakoid-tilakoid, untuk proses fotosintesis. Tilakoid mempunyai tiga jenis pigmen (klorofil, karotenoid, fikobilin), dimana likopen merupakan salah satu jenis pigmen dari kelompok karotenoid (Watson, 2004). Sel tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3, kloroplas pada Gambar 4, dan tilakoid pada Gambar 5.
Gambar 3. Sel tumbuhan (Anonim, 2003)
Gambar 4. Kloroplas (Anonim a, 2004)
Gambar 5. Tilakoid (Watson, 2004) Bioavailabilitas likopen pada produk olahan tomat lebih tinggi daripada tomat segar yang tidak diproses (Shi dan Maguer, 2000). Selama proses pengolahan, suhu pengolahan dan pengaruh mekanis akan melemahkan kekuatan ikatan antara likopen dan matriks jaringan, serta mempermudah pemecahan dinding sel sehingga pelepasan likopen akan meningkatkan kandungan likopen di dalam produk olahan tomat (Stahl dan Sies, 1992). Ketersediaan biologi (bioavailability) likopen dipengaruhi oleh bentuk molekul, jumlah likopen dalam makanan, kandungan matriks bahan makanan,
medium lemak atau minyak, efek serat makanan dan interaksi dengan karotenoid lain. Metabolisme likopen terjadi bersamaan dengan metabolisme lemak. Di dalam duodenum setelah dicerna oleh lipase pankreas dan diemulsi garam empedu, misel yang mengandung likopen masuk ke dalam mukosa sel usus melalui difusi pasif. Selanjutnya dibawa ke dalam aliran darah melalui sistem limfatik. Likopen didistribusikan ke jaringan terutama melalui lowdensity lipoprotein (LDL). Likopen paling banyak kandungannya pada beberapa jaringan antara lain testis, kelenjar adrenal, hati dan prostat (Anonim b, 2004). Menurut Mortensen et al. (2001), likopen adalah karotenoid yang paling mudah teroksidasi. Meskipun terbukti paling kuat diantara sesama karotenoid, likopen tidak bekerja sendiri dalam menjalankan fungsinya. Secara alami metabolisme dan aktivitas likopen juga memerlukan faktor lain pada makanan, seperti zat-zat gizi dan fitokimia lainnya. Oleh karena itu, mengkonsumsi berbagai jenis buah dan sayuran jauh lebih baik dibandingkan langsung dari suplemen. Menurut Clinton (2005), suplementasi likopen pada tikus percobaan hanya meningkatkan kadar likopen darah tetapi tidak mengurangi resiko kanker prostat, sehingga disimpulkan bahwa produk olahan tomat mungkin memiliki komponen beragam lainnya yang mendukung aktivitasnya sebagai antikanker. Likopen dalam tomat juga mampu mengurangi risiko terjadinya bercak-bercak kulit karena usia (age related macular degeneration atau ARMD), aterosklerosis, dan multiple sclerosis dengan cara mencegah peroksidasi lipid (Mortensen et al., 2001). Menurut Rao dan Agarwal (1998), berdasarkan uji in vivo konsumsi likopen berhubungan dengan penurunan tingkat peroksidasi lipid serum dan peroksidasi LDL. Likopen memiliki sifat larut dalam minyak karena bersifat lipofilik, sehingga penambahan minyak sayur atau minyak zaitun dalam makanan yang mengandung tomat dapat meningkatkan penyerapan likopen. Makanan yang tinggi akan likopen sebaiknya disimpan pada kemasan yang sesuai untuk menjaga kestabilan likopen selama penyimpanan. Menurut Baiano et al.
(2005), kadar likopen akan menurun drastis jika disimpan pada kemasan berbahan PET dan PP dibandingkan dalam kemasan berbahan gelas. Menurut Sadler et al. (1990), likopen memiliki sifat larut dalam lemak sehingga dapat diekstrak dengan pelarut organik seperti etanol, aseton, petroleum eter, heksan, benzen, kloroform, dan lain-lain. Campuran heksan dengan aseton dan etanol atau metanol sering digunakan untuk analisis likopen (Shi dan Maguer, 2000). Taungbodhitham et al. (1998) menyatakan bahwa ekstraksi likopen dengan heksan dan aseton atau heksan dan etanol memiliki kestabilan yang lebih tinggi daripada ekstraksi pelarut organik lain seperti kloroform, metanol, atau diklorometan. Metode pengukuran kadar likopen yang didasarkan pada metode ekstraksi menggunakan heksan dengan volume rendah (Low Volume Hexane Extraction Method) dapat mengurangi penggunaan pelarut organik hingga 80% (Fish et al., 2002). Menurut Klaüi dan Bauernfeind (1981), likopen di dalam pelarut heksan memiliki absorbansi maksimum pada 503-504 nm, dimana pada panjang gelombang tersebut
-karoten hanya memiliki
absorbansi yang kecil, sehingga tidak mempengaruhi absorbansi likopen. D. SARI BUAH TOMAT Sari buah disukai karena merupakan minuman bergizi yang banyak mengandung vitamin dan mineral. Menurut Standar Industri Indonesia (1979), sari buah didefinisikan sebagai cairan yang diperoleh dengan pemerasan buah, disaring atau tidak, tidak diperoleh dari hasil peragian (fermentasi) dan dimaksudkan untuk minuman segar yang langsung dapat diminum. Definisi yang relatif sama dikeluarkan oleh Standar Nasional Indonesia (1995), bahwa minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Syarat mutu minuman sari buah berdasarkan SNI 01-37191995 dapat dilihat pada Tabel 2. Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pada dasarnya sari buah dibuat dengan cara penghancuran daging buah dan kemudian ditekan. Gula
ditambahkan untuk mendapatkan rasa manis. Untuk memperpanjang daya simpan ditambahkan bahan pengawet. Selanjutnya cairan disaring, dibotolkan dan kemudian dipasteurisasi supaya tahan lama (Muchtadi, 1979). Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah berdasarkan SNI 01-3719-1995. No. Uraian Satuan Syarat mutu 1 Keadaan 1.1 Aroma Normal 1.2 Rasa Normal 2 Bilangan formol ml N NaOH/100 ml Min. 15 Bahan tambahan 3 makanan 3.1 Pemanis buatan Tidak boleh ada Sesuai dengan SNI Sesuai dengan SNI 3.2 Pewarna tambahan 01-0222-1995 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI Sesuai dengan SNI 3.3 Pengawet 01-0222-1995 01-0222-1995 4 Cemaran logam 4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0.3 4.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 5.0 4.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 5.0 4.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40/250.0* 4.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.03 5 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0.2 6 Cemaran mikroba 6.1 Angka lempeng total koloni/gram Maks. 2x102 6.2 Bakteri koliform APM/ml Maks. 20 6.3 E. coli APM/ml <3 6.4 Salmonella koloni/25 ml Negatif 6.5 S. aureus koloni/ml 0 6.6 Vibrio sp koloni/ml Negatif 6.7 Kapang koloni/ml Maks. 50 6.8 Khamir koloni/ml Maks. 50 *) khusus dikemas dalam kaleng Untuk buah-buahan tertentu dapat dilakukan modifikasi terhadap proses pengolahan tersebut, tergantung dari sifat buah dan sari buah yang diinginkan. Sari buah tomat perlu mengalami penyaringan karena biji dan kulit tomat relatif sulit dihancurkan, sehingga pada produk akhir tidak akan terbentuk serpihan-serpihan yang mengurangi kestabilan sari buah. Sari buah tomat merupakan sari buah yang biasa diminum tanpa dilakukan penjernihan.
E. SAUS TOMAT Definisi saus tomat menurut SNI 01-3546-1994 adalah saus yang diperoleh dari buah segar, bubur tomat, pasta tomat atau padatan tomat yang dimasak dengan baik dan bersih, yang dicampur dengan gula, asam cuka, garam dan dengan atau tanpa bahan makanan lain, dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Syarat mutu saus tomat berdasarkan SNI 01-35461994 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Syarat mutu saus tomat berdasarkan SNI 01-3546-1994. No. Uraian Satuan Syarat mutu 1. Keadaan 1.1 Bau Khas 1.2 Rasa Khas 1.3 Warna Khas 2. Jumlah padatan (% b/b) 24-40 3. Pengawet benzoat mg/kg Maks 1000 4. pH 3-4 Zat warna Sesuai dengan 5. makanan tambahan SNI 01-0222-1995 *) 6. Identifikasi tomat Positif 7. Cemaran logam 7.1 Cu mg/kg Maks 50.0 7.2 Pb mg/kg Maks 1.0 7.3 Hg mg/kg Maks 0.03 7.4 Zn mg/kg Maks 40.0 7.5 Sn mg/kg Maks 40.0 (250.0) **) 8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 1.0 9. Cemaran mikroba koloni/ 9.1 Angka lempeng total 102 gram Kapang % koloni/ 9.2 Maks 50 (Lapang Pandang) gram Catatan : *) SNI 01-0222-1995, Bahan Tambahan Makanan dan revisinya **) Jika dikemas dalam gelas, maks 400 mg/kg dan jika dikemas dalam kaleng maks 250.0 mg/kg Menurut Satuhu (1994), penampilan saus dari bahan baku buah umumnya kental. Pada pembuatan saus tomat dilakukan penguapan sebagian air buahnya hingga diperoleh kekentalan yang diinginkan. Menurut Anonim (1990), total padatan yang disyaratkan untuk mendapatkan kekentalan saus
yang baik berkisar antara 20-40%. Saus tomat dengan kekentalan yang baik dapat diperoleh dengan menambahkan bahan pengisi. Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain tepung jagung, tapioka, dan tepung ubi jalar. Bahan-bahan yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan saus tomat adalah bawang putih, lada, bahan pengawet, dan pengasam. Selain sebagai bumbu masak, bawang putih memiliki khasiat terhadap kesehatan. Allicin adalah komponen utama yang berperan memberikan aroma pada bawang putih dan merupakan salah satu komponen antibiotik. Lada biasa digunakan sebagai bumbu yang memberikan rasa pedas dan flavor yang khas jika dicampur ke dalam makanan. Menurut Susanti (2005), pada pembuatan saus tomat sering juga digunakan pengasam untuk menurunkan pH menjadi 3.8-4.4. Pada pH rendah, pertumbuhan kebanyakan bakteri akan tertekan, dengan demikian proses sterilisasi bahan yang ber-pH rendah dapat dilakukan pada suhu mendidih (100ºC), tidak perlu dengan suhu tinggi (121ºC). Pengasam juga dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menutupi after taste yang tidak disukai konsumen. Pengawet yang digunakan dalam pembuatan saus adalah senyawa benzoat dalam bentuk asam benzoat (C6H5COOH) atau garamnya (sodium benzoat dan kalsium benzoat). Na-benzoat tergolong pengawet organik. Pengawet organik lebih banyak digunakan dibandingkan pengawet alami karena lebih mudah dibuat, stabil, serta lebih murah. F. SELAI TOMAT Definisi selai buah menurut SNI 01-3746-1995 adalah produk makanan semi basah, dibuat dari pengolahan bubur buah-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan makanan yang diijinkan. Syarat mutu selai buah berdasarkan SNI 01-3746-1995 dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut Muchtadi (1997), selai pada umumnya dibuat dari daging atau sari buah yang diproses menyerupai gel dan mengandung gula, asam, dan pektin. Sifat daya tahan selai ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: kandungan gula yang tinggi (biasanya 65-75% bahan terlarut), keasaman tinggi dengan pH sekitar 3.1-3.5, nilai aw sekitar 0.75-0.83, suhu tinggi
sewaktu pemanasan atau pemasakan (105-106ºC), dan pengisian panas ke dalam wadah kedap udara (hot filling).
No. 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 2. 3. 4. 4.1 4.2 4.3 5. 5.1 5.2 5.3 5.4 6. 7. 7.1 7.2 7.3
Tabel 4. Syarat mutu selai buah berdasarkan SNI 01-3746-1995. Kriteria uji Satuan Persyaratan Keadaan Bau Normal Rasa Normal Warna Normal Tekstur Normal Padatan terlarut % b/b min. 65 Identifikasi buah sesuai label (secara mikroskopis) Bahan tambahan makanan Pewarna tambahan sesuai SNI Pengawet 01-0222-1995 Pemanis buatan (sakarin, siklamat) Negatif Cemaran logam Timbal (Pb) mg/kg maks. 1.5 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 10.0 Seng (Zn) mg/kg maks. 40.0 Timah (Sn) mg/kg maks. 40.0 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 1.0 Cemaran mikroba Angka lempeng total koloni/gram maks. 5.102 Bakteri bentuk coli APM <3 Kapang dan khamir koloni maks. 30 Menurut Winarno (1997), gula yang ditambahkan tidak boleh lebih
dari 65% agar kristal-kristal yang terbentuk di permukaan gel dapat dicegah. Bila keasaman buah tinggi, kandungan gula tinggi, dan kematangan buah optimum maka penambahan gula lebih rendah dari 55 bagian, sebab buahnya sendiri telah mengandung sejumlah gula yang perlu diperhitungkan (Woodroof dan Luh, 1975). Asam sitrat digunakan untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur gel hanya terbentuk pada pH rendah, juga untuk menghindari terjadinya pengkristalan gula. Bila tingkat keasaman buah rendah, penambahan asam dapat meningkatkan jumlah gula yang mengalami inversi. Jumlah gula yang mengalami inversi selama pendidihan sangat penting untuk
menghindari terjadinya pengkristalan gula. Asam juga digunakan untuk memberikan flavor dalam selai (Arthey dan Ashurst, 1996). Proses pengolahan selai terdiri dari tiga tahap yaitu persiapan bahan, pemasakan, dan pengisian air sehingga diperoleh struktur gel. Pemanasan biasa dilakukan sampai suhu 105ºC, tetapi titik akhir pemanasan tergantung pada varietas buah, perbandingan gula dan pektin serta faktor lainnya. Pemanasan diakhiri bila total padatan terlarut telah mencapai 65-68% yang dapat diukur dengan refraktometer. Proses pemasakan memerlukan kontrol yang baik karena pemasakan berlebihan menyebabkan tekstur selai keras dan kental, sedangkan pemasakan yang kurang akan menghasilkan selai yang encer (Cruess, 1958). G. GULA Gula merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok karbohidrat, yang mempunyai rasa manis dan larut dalam air. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Secara umum gula pasir tersusun dari oligosakarida, yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan oligosakarida yang penting dalam pengolahan pangan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Pembentukan citarasa, aroma, dan warna dari berbagai bahan pangan yang dimasak dan diolah tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dengan berbagai kelompok asam amino yang menghasilkan zat warna coklat dan berbagai komponen citarasa (Buckle et al., 1987). Sukrosa merupakan senyawa kimia yang memiliki rasa manis, berwarna putih, dan larut dalam air. Sukrosa mempunyai peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam yaitu sebagai pemanis, pembentuk citarasa, bahan pengisi, pengawet dan pelarut (Nicole, 1979). Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dengan menutupi citarasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni dan tidak memiliki aftertaste. Sukrosa dikatakan mampu membentuk
citarasa yang baik karena kemampuannya menyeimbangkan rasa asam, pahit, dan asin melalui pembentukan karamelisasi (Winarno et al., 1980). Sukrosa
dapat
digunakan
sebagai
pengawet
dikarenakan
kemampuannya untuk menurunkan nilai keseimbangan kelembaban relatif dan meningkatkan tekanan osmotik dengan cara mengikat air bebas sehingga tidak dapat digunakan mikroba. Sukrosa dapat menghambat daya kerja enzim, yaitu pada konsentrasi 30% akan menghambat aktivitas enzim asam askorbat, dan pada konsentrasi 50% akan menghambat katalase (Nicole, 1979). Penambahan sukrosa ke dalam minuman ringan disesuaikan dengan penerimaan konsumen. Pada umumnya penambahan sukrosa ke dalam minuman ringan ±10-13% (Woodroof dan Phillips, 1981). Sukrosa bisa digunakan dalam bentuk kristal halus atau kasar dan paling banyak dalam bentuk cairan sukrosa /sirup (Winarno, 1997). H. LESITIN Lesitin merupakan senyawa kimia yang mempunyai struktur seperti lemak yang mengandung gliserol, asam lemak, asam fosfat dan kolin. Lesitin tersebar luas di dalam sel tubuh. Selain itu, senyawa kimia ini juga dikenal sebagai emulsifier yang berikatan antara air dan minyak. Lesitin merupakan zat padat elastis hingga cairan, berwarna kuning muda hingga coklat, tidak berbau atau berbau khas mirip pala dan rasanya lemah. Lesitin banyak terdapat pada biji-bijian dan digunakan untuk jenis emulsi minyak dalam air atau oil in water (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Lesitin merupakan zat pengemulsi alamiah yang sangat populer dan banyak digunakan dalam industri pangan modern. Lesitin diperoleh dari kedelai dengan cara diekstrak, dihilangkan minyaknya, difraksionasi dan dimodifikasi sesuai keperluan, maka jadilah lesitin yang dikenal di dunia industri pangan. Jadi lesitin yang dihasilkan tersebut bukanlah lesitin murni biokimia, tetapi lesitin pengemulsi. Mekanisme kerja lesitin adalah saat dimasukkan ke dalam sistem emulsi maka lesitin tersebut akan mengikat air yang bersifat polar dan mengikat minyak yang bersifat non polar, sehingga akan terbentuk emulsi yang stabil dimana minyak akan terdispersi dalam air.
Semakin kecil ukuran partikel fasa terdispersi dalam sistem emulsi, maka emulsi tersebut semakin stabil. Harga lesitin di pasaran adalah Rp 8000,-/100 gram. Lesitin sebagai emulsifier dapat diaplikasikan untuk pembuatan margarin, es krim, coklat, roti, susu dan lain-lain (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). I. ASAM SITRAT Asidulan merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Salah satu tujuan utama penambahan asam pada makanan adalah untuk memberikan rasa asam. Asam juga dapat mengintensifkan penerimaan rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H+ atau ion hidrogenium H3O+. Asam kadang-kadang ditambahkan pada produk yang mempunyai pH sedang dengan tujuan menurunkan pH sampai di bawah 4.5. Dengan penurunan pH ini maka suhu sterilisasi yang dibutuhkan akan lebih rendah dan kemungkinan tumbuhnya mikroba patogen akan lebih kecil (Winarno, 1997). Tujuan penambahan asam selain untuk menurunkan pH minimum, juga dilakukan untuk menghindari terjadinya pengkristalan gula. Penambahan asam dapat meningkatkan jumlah gula yang mengalami inversi. Jumlah gula yang mengalami inversi selama pendidihan penting untuk menghindari pembentukan kristal gula. Semakin banyak gula yang mengalami inversi, maka semakin sedikit molekul glukosa yang tidak larut. Molekul glukosa yang tidak larut dapat menyebabkan terbentuknya kristal (Arthey dan Ashurst, 1996). Salah satu asidulan yaitu asam sitrat atau asam hidroksitrikarbonat (2hidroksi-1,2,3-propana trikarbonat) dikenal sebagai rasa asam alamiah yang terdapat dalam buah-buahan. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat, yaitu tiap molekulnya mengandung tiga gugus karboksil. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang ada di tengah (Gaman dan Sherrington, 1981). Asam sitrat merupakan pemberi derajat keasaman yang cukup baik karena kelarutannya dalam air yang cukup tinggi. Asam sitrat
biasanya ditambahkan pada sirup, minuman, selai, dan jeli untuk menambah cita rasa dan juga berfungsi sebagai pengawet (Frazier dan Westhoff, 1978). J. NATRIUM BENZOAT Salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan menambahkan zat pengawet ke dalam makanan tersebut. Pengawet merupakan zat yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan tujuan meningkatkan umur simpan. Kemampuan suatu zat pengawet dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi zat pengawet, jenis, jumlah, umur dan keadaan mikroba, suhu, waktu, dan sifat-sifat kimia serta fisik dari makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan komponen yang ada di dalamnya (Fardiaz, 1982). Na-benzoat merupakan garam natrium dari asam benzoat yang sering digunakan pada bahan makanan. Natrium benzoat memiliki karakteristik stabil, tanpa bau, berbentuk kristal putih, larut air dan etanol (Kabara dan Eklund, 1991). Di dalam bahan pangan, natrium benzoat akan terurai menjadi bentuk aktifnya yaitu asam benzoat (DeMan, 1997). Penambahan benzoat dalam minuman ringan dengan konsentrasi tidak lebih dari 0.1% tidak membahayakan tubuh (Splittoesser, 1981). Tubuh manusia mampu melakukan proses detoksifikasi terhadap asam benzoat. Melalui reaksi antara asam benzoat dengan asam amino glisin, maka akan terbentuk asam hipurat. Asam hipurat akan dibuang oleh tubuh misalnya melalui urin (Winarno, 1997). Na-benzoat efektif digunakan pada pH 2.5 sampai 4. Daya awetnya akan menurun dengan meningkatnya pH, karena keefektifan dan mekanisme anti mikroba berada dalam bentuk molekul yang tidak terdisosiasi (Winarno et al., 1980). Mekanisme kerja asam benzoat atau garamnya berdasarkan pada permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba mempunyai pH yang selalu netral. Bila pH sitoplasma mikroba menjadi asam atau basa, maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme terhambat dan akhirnya sel mati.
Membran sel mikroba hanya permeabel terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi, maka untuk mendapatkan efektivitas yang tinggi sebaiknya asamasam tersebut digunakan dalam lingkungan asam. Hal ini juga disebabkan pada pH netral dan basa, asam-asam organik terurai menjadi ion-ionnya (Winarno dan Sri Laksmi, 1974). K. WADAH GELAS Menurut Syarief et al. (1989), fungsi utama dari bahan kemasan adalah menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain, melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya), mempunyai fungsi yang baik, efesien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan, mempunyai ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang, mudah dibentuk dan dicetak, menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas. Wadah gelas umumnya terbuat dari silika dioksida (SiO2), CaO, pasir, soda abu dan alumina. Menurut Muchtadi (1995), keuntungan pemakaian gelas untuk mengkemas berbagai jenis bahan pangan (pembotolan) adalah: 1) gelas bersifat inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan pangan, 2) gelas bersifat kedap dan tidak berpori-pori (porous), 3) tidak berbau dan bersih, 4) bersifat transparan sehingga memungkinkan produk di dalamnya dapat diperiksa oleh produsen maupun konsumen, 5) wadah gelas mempunyai kekuatan yang lebih tinggi, dan kemajuan teknologi telah menghasilkan gelas yang lebih kuat, tetapi lebih tipis dan ringan, 6) wadah gelas mudah dibuka dan ditutup kembali dan selain itu wadah bekasnya dapat digunakan kembali, 7) wadah gelas dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk, ukuran, dan warna, 8) dengan wadah gelas dapat dilakukan pengisian secara vakum, serta 9) pada umumnya umur simpan bahan pangan yang dikemas dalam wadah gelas lebih lama dibanding dengan kaleng.
L. BLANSIR Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan pada suhu mendidih atau hampir mendidih pada waktu yang singkat. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik enzim oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba yang hidup pada bahan. Blansir dapat mencegah atau menghambat perubahan warna yang tidak dikehendaki, memperbaiki flavor atau aroma, melunakkan atau melayukan jaringan bahan, mengeluarkan udara dari jaringan bahan, serta menghilangkan getah atau kotoran. Tergantung dari macam bahan dan enzimnya, blansir biasanya dilakukan pada suhu 82-93°C selama 3-5 menit (Fardiaz et al., 1980). Besarnya kerusakan pada saat blansir sangat tergantung pada variates, tingkat kematangan, metode penanganan, penggunaan medium pemanas dan pendingin, suhu dan lama pemanasan, serta rasio air dan bahan yang diblansir. Berdasarkan pada medium pemanasnya, peralatan blansir dibagi menjadi dua, yaitu steam blancher dan hot-water blancher. Masing-masing jenis tersebut memiliki keuntungan dan kerugiannya. Steam blancher mempunyai keuntungan produksi limbah lebih rendah dan lebih mudah dibersihkan. Namun, mempunyai kerugian memerlukan biaya modal yang cukup tinggi dan penggunaan energi panas kurang efesien. Sedangkan hot-water blancher mempunyai keuntungan biaya modal lebih rendah dan penggunaan panas lebih lebih efesien. Namun mempunyai kerugian produksi limbah dan resiko kontaminasi tinggi (Fellow, 1992). M. PASTEURISASI Pasteurisasi adalah proses termal yang menggunakan suhu kurang dari 100°C. Pasteurisasi digunakan untuk mempertahankan keawetan pangan dan menginaktivasi enzim dan mendestruksi mikroba yang sensitif terhadap panas seperti bakteri non-spora, kapang, dan khamir. Proses ini dimaksudkan pula untuk membunuh semua mikroba patogen dalam pangan, namun masih memungkinkan tumbuhnya mikroba pembusuk, sehingga produk pasteurisasi memiliki umur simpan yang relatif lebih singkat dibandingkan produk
sterilisasi. Bahan pangan asam (pH<4.5) yang dipasteurisasi mempunyai daya awet beberapa bulan (Fellow, 1992). Secara umum, tujuan pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembentuk toksik, maupun pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi diantaranya adalah: bakteri penyebab penyakit seperti Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TBC, Salmonella penyebab penyakit kolera dan tifus, serta Shigella dysentriae penyebab penyakit disentri. Disamping itu, pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri-bakteri pembusuk yang tidak berspora seperti Pseudomonas, Achromobacter, Lactobacillus, Proteus, Micrococcus, Aerobacter, serta kapang dan khamir (Budijanto et al., 2002). Menurut Budijanto et al. (2002), peralatan pasteurisasi yang paling sederhana hanya berupa bak air panas yang telah ditentukan suhunya, lalu bahan pangan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas tersebut selama selang waktu yang ditentukan pula. Pasteurisasi adalah perlakukan panas pada suhu yang lebih rendah daripada suhu sterilisasi, dan biasanya disertai dengan cara pengawetan yang lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi kemudian disimpan dengan cara pendinginan agar lebih tahan lama. Menurut Fardiaz (1995), keawetan produk yang dipasteurisasi tergantung dari jenis bahan, oleh karena itu biasanya pasteurisasi dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah. N. PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION) Menurut Syarief et al. (1989), metode-metode untuk pengawetan pangan adalah pendinginan, refrigerasi, pembekuan, pengawetan kimia, dan pemanasan. Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis atau mikrobiologis. Penggunaan suhu rendah dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penyimpanan sejuk, pendinginan, dan penyimpanan beku. Penyimpanan sejuk biasanya dilakukan pada suhu sedikit di bawah suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15°C. Pendinginan atau refrigerasi adalah penyimpanan produk pangan pada suhu 0°C sampai 10°C. Pendinginan yang biasa dilakukan
sehari-hari dalam lemari es pada umumnya mencapai suhu 5-8°C (Winarno et al., 1980). Pendinginan dapat memperlambat atau menghambat pertumbuhan mikroba karena mikroorganisme mempunyai suhu maksimum dan minimum sebagai batas suhu untuk pertumbuhannya. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroorganisme disebabkan karena suhu mempengaruhi aktifitas enzim yang mengkatalisis reaksi-reaksi biokimia dalam sel mikroorganisme. Di bawah suhu optimum, keaktifan enzim dalam sel menurun dengan semakin rendahnya suhu, akibatnya pertumbuhan sel juga terhambat. Pada suhu pembekuan, semua keaktifan metabolisme terhenti. Enzim juga terhenti karena semua sel kekurangan cairan di sekelilingnya, yang digunakan untuk menyerap zat-zat makanan dan mengeluarkan sisa metabolisme, sehingga mengakibatkan pertumbuhan sel terhenti sama sekali (Fardiaz, 1982). Walaupun suhu pendingin dapat menghambat pertumbuhan atau aktifitas mikroba, atau mungkin membunuh beberapa bakteri, tetapi pendinginan maupun pembekuan tidak dapat digunakan untuk membunuh semua bakteri mesofilik maupun termofilik. Jika bahan pangan yang disimpan dalam suhu rendah dikeluarkan dan dibiarkan pada suhu kamar, maka mikroba dapat dengan cepat tumbuh kembali dan menyebabkan kerusakan bahan makanan (Winarno et al., 1980).
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Bahan-bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahanbahan untuk membuat produk olahan tomat (sari buah tomat, sari buah tomat yang ditambahkan minyak kelapa sawit komersil (minyak goreng), saus tomat, dan selai tomat) dan bahan-bahan untuk analisis. Bahan baku utama yang digunakan pada pembuatan sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng adalah buah tomat Martha (Lycopersicum esculentum varietas Mutiara) dengan umur panen 140 hari setelah semai, sedangkan bahan baku utama yang digunakan pada pembuatan saus tomat dan selai tomat adalah buah tomat Permata (Lycopersicum esculentum varietas Berlian) dengan umur panen 140 hari setelah semai. Kedua jenis tomat tersebut diperoleh dari petani di Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan sari buah tomat adalah buah tomat Martha dan gula pasir. Sedangkan pada pembuatan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng digunakan buah tomat Martha, gula pasir, lesitin, dan minyak goreng. Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan saus tomat adalah buah tomat Permata, gula, garam, maizena, bubuk lada, bubuk cengkeh, bubuk kayu manis, bubuk bawang putih, cuka 25%, dan Na-benzoat. Sedangkan pada pembuatan selai tomat digunakan buah tomat Permata, asam sitrat, pektin, gula, dan Na-benzoat. Gula pasir, minyak goreng, maizena, bubuk lada, bubuk cengkeh, bubuk kayu manis, bubuk bawang putih, cuka 25%, lesitin, natrium benzoat, asam sitrat, dan pektin diperoleh dari pasar di sekitar daerah Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain: aseton, butil hidroksi toluen (BHT), etanol 95%, n-heksan, kristal NaCl jenuh, asam oksalat, kertas saring Whatman No.1, kristal NaOH, media Plate Count Agar (PCA), spiritus, dan alkohol 70% diperoleh dari Ruang Stok
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) IPB; plastik tahan panas dan tisu diperoleh dari Hero Supermarket; kapas dan alumunium foil diperoleh dari toko bahan kimia Setia Guna; akuades diperoleh dari Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) IPB; indikator fenolftalein 1% diperoleh dari Laboratorium Biokimia Pangan ITP IPB; buffer pH 4 dan buffer pH 7 diperoleh dari Laboratorium Pengolahan ITP IPB. 2. Alat-alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat untuk membuat sari buah tomat, saus tomat, dan selai tomat serta alat-alat untuk analisis. Alat-alat yang digunakan untuk membuat sari buah tomat, saus tomat, dan selai tomat adalah pisau, blender, kukusan, baskom, saringan santan yang terbuat dari bahan plastik, sendok makan, neraca analitik, kain saring, kompor gas, wajan, sendok penggorengan, gelas ukur, pipet Mohr, bulb, refraktometer, dan water bath. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah neraca analitik, erlenmeyer, sudip, pipet Mohr, bulb, shaker water bath, tabung reaksi tanpa tutup, pipet tetes, kuvet, spektrofotometer, cawan alumunium, oven suhu 100ºC, desikator, aw-meter, pH-meter, pompa vakum, penyaring vakum, buret, cawan petri, tabung reaksi bertutup, rak tabung reaksi, stomacher, tips ukuran 1 ml, mikropipet, masker, bunsen, gelas piala, gelas ukur, inkubator suhu 370C, dan autoklaf. B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Sari Buah Tomat Buah tomat Martha dicuci hingga bersih untuk menghilangkan kotoran yang dapat merusak warna dan flavor sari buah tomat, juga untuk mengurangi total mikroba awal yang dapat membuat sari buah tomat cepat rusak jika ingin disimpan. Tomat yang sudah bersih kemudian dipotongpotong dan dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan gula pasir, lalu dihancurkan di dalam blender selama 5 menit. Setelah itu disaring dengan saringan santan yang terbuat dari bahan plastik sambil ditekan-
tekan dengan sendok makan untuk mendapatkan sari buah tomat. Tahap pembuatan sari buah tomat dapat dilihat pada Gambar 6. 500 g buah tomat Martha dicuci hingga bersih dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam blender ditambahkan 50 g gula pasir (10%) dihancurkan di dalam blender selama 5 menit disaring dengan saringan santan yang terbuat dari bahan plastik dikemas ke dalam jar bening steril dipasteurisasi pada suhu 80ºC selama 30 menit di dalam water bath Sari Buah Tomat Gambar 6. Tahap pembuatan sari buah tomat. 2. Pembuatan Sari Buah Tomat yang Ditambahkan Minyak Goreng Buah tomat Martha yang sudah bersih dikukus selama 2 menit pada suhu 90ºC hingga kulit luarnya terkelupas, lalu dipotong-potong ke dalam blender, ditambahkan gula pasir, lesitin dan minyak goreng, kemudian dihancurkan di dalam blender selama 5 menit. Pengukusan dilakukan untuk melunakkan dinding sel, sehingga pelepasan likopen menjadi lebih mudah. Setelah itu, disaring dengan saringan santan yang terbuat dari bahan plastik sambil ditekan-tekan dengan sendok makan untuk mendapatkan sari buah tomat. Likopen memiliki sifat larut dalam minyak, sehingga pada pembuatan sari buah tomat ini ditambahkan sedikit minyak goreng supaya likopen yang terlarut lebih banyak jumlahnya. Selain itu, ditambahkan juga lesitin sebagai emulsifier agar minyak goreng yang ditambahkan tidak terpisah dari sari buah tomat selama penyimpanan. Tahap pembuatan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dapat dilihat pada Gambar 7.
500 g buah tomat Martha dicuci hingga bersih dikukus pada suhu 90ºC selama 2 menit dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam blender ditambahkan 50 g gula pasir (10%), 1.5 g minyak goreng (0.3%), dan 0.5 g lesitin (0.1%) dihancurkan di dalam blender selama 5 menit disaring dengan saringan santan yang terbuat dari bahan plastik dikemas ke dalam jar bening steril dipasteurisasi pada suhu 80ºC selama 30 menit di dalam water bath Sari Buah Tomat yang Ditambahkan Minyak Goreng Gambar 7. Tahap pembuatan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. 3. Pembuatan Saus Tomat Buah tomat Permata yang sudah dicuci bersih lalu dikukus pada suhu 90ºC selama 2 menit. Setelah agak dingin, tomat tersebut dikuliti serta dibuang bijinya. Daging tomat yang telah bersih dari kulit dan biji lalu dihancurkan di dalam blender selama 3 menit hingga dihasilkan bubur tomat. Kemudian ditambahkan gula, garam, maizena, dan rempah-rempah (dalam bentuk bubuk). Maizena, yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dan pengental pada pembuatan saus tomat, diencerkan terlebih dahulu dengan sedikit air agar tidak menggumpal akibat suhu tinggi saat pemasakan. Bubuk rempah-rempah yang digunakan pada pembuatan saus tomat dibungkus dalam kain saring agar saus tomat yang dihasilkan tidak bertekstur kasar akibat bercampurnya bubuk rempah-rempah yang kasar dengan bubur tomat yang halus. Kain saring yang telah berisi bubuk rempah-rempah tersebut dicelup-celupkan ke dalam bubur tomat selama pemasakan (tidak sambil ditekan-tekan) hingga dihasilkan rasa dan aroma
saus tomat yang sesuai. Jika kain saring yang berisi rempah-rempah tersebut dicelup-celupkan sambil ditekan-tekan selama pemasakan, maka akan dihasilkan rasa dan aroma saus tomat yang berlebihan, serta after taste yang tidak sesuai dengan rasa dan aroma saus tomat komersil pada umumnya. Pengadukan harus dilakukan secara merata sesering mungkin untuk menghindari kegosongan pada dasar wajan, serta supaya rempahrempah dan semua bahan-bahan yang ditambahkan pada pembuatan saus tomat dapat bercampur merata. Setelah proses pemasakan selesai, maka pada tahap akhir pengolahan ditambahkan asam cuka 25% untuk memberi rasa asam yang khas seperti pada saus tomat komersil pada umumnya. Tahap pembuatan saus tomat dapat dilihat pada Gambar 8. 1600 g buah tomat Permata dicuci hingga bersih dikukus pada suhu 90ºC selama 2 menit dibuang kulit dan bijinya dihancurkan di dalam blender selama 3 menit ditimbang 1000 g bubur tomat ditambahkan 120 g gula, 12 g garam, 20 g maizena, dan 1 g Na-benzoat ditambahkan 2.5 g lada, 0.25 g cengkeh, 0.25 g kayu manis, dan 1 g bawang putih dimasak pada suhu 90°C selama ± 20-25 menit dan diaduk merata hingga TPT 30-33º Brix ditambahkan 10 ml cuka 25% dikemas ke dalam jar bening steril dipasteurisasi pada suhu 80ºC selama 30 menit di dalam water bath Saus Tomat Gambar 8. Tahap pembuatan saus tomat (modifikasi Waluyati, 1998).
4. Pembuatan Selai Tomat Buah tomat Permata yang akan diolah menjadi selai tomat dibuat menjadi bubur tomat terlebih dahulu, lalu ditambahkan asam sitrat, pektin, dan gula. Buah tomat matang yang digunakan rendah akan pektin, sehingga perlu ditambahkan pektin untuk mencapai struktur gel. Pektin dilarutkan dengan sedikit air panas sebelum dimasukkan ke dalam bubur tomat. Gula dimasukkan sedikit demi sedikit untuk menghindari kegosongan dan off flavor, yang dapat terbentuk jika gula dimasukkan sekaligus dalam jumlah besar. Asam sitrat sebaiknya tidak ditambahkan bersamaan dengan pektin untuk menghindari kerusakan struktur gel. Tahap pembuatan selai tomat dapat dilihat pada Gambar 9. 1600 g buah tomat Permata dicuci hingga bersih dikukus pada suhu 90ºC selama 2 menit hingga kulit luarnya terkelupas dibuang kulit dan bijinya dihancurkan di dalam blender selama 3 menit ditimbang 1000 g bubur tomat ditambahkan 1.4 g asam sitrat dan 1 g Na-benzoat ditambahkan 5 g pektin yang dilarutkan dalam sedikit air panas dimasak pada suhu 90°C dan diaduk merata hingga total padatan terlarut (TPT) mencapai 10-12ºBrix ditambahkan 380 g gula pasir sedikit demi sedikit dimasak lagi hingga TPT mencapai 65-66ºBrix dikemas ke dalam jar bening steril dipasteurisasi pada suhu 80ºC selama 30 menit di dalam water bath Selai Tomat Gambar 9. Tahap pembuatan selai tomat (modifikasi Wulandari et al., 2005).
5. Penyimpanan dan Analisis Produk Olahan Tomat Keempat produk olahan tomat di atas kemudian disimpan dalam kulkas (refrigerator) bersuhu 5-10ºC. Sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng disimpan selama 6 hari dan analisis dilakukan setiap hari (dua kali ulangan dan duplo), sedangkan saus tomat dan selai tomat disimpan selama 6 minggu dan analisis dilakukan setiap minggu (dua kali ulangan dan duplo). C. PROSEDUR ANALISIS 1. Kadar Likopen (Fish et al., 2002) Metode pengukuran kadar likopen didasarkan pada metode ekstraksi menggunakan heksan dengan volume rendah (Low Volume Hexane Extraction Method). Tahap ekstraksi likopen dapat dilihat pada Gambar 10. produk olahan tomat ditimbang 0.6 g ke dalam erlenmeyer 100 ml ditambahkan 5 ml BHT 0.05% (w/v) dalam aseton ditambahkan 5 ml etanol 95% ditambahkan 10 ml n-heksan diaduk pada 150 rpm dalam shaker water bath pada suhu ± 1-10°C selama 15 menit (diselimuti es) ditambahkan 3 ml akuades diaduk pada 150 rpm dalam shaker water bath pada suhu ± 1-10°C selama 5 menit (diselimuti es) didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit (untuk pemisahan lapisan cairan) diambil lapisan atas yang larut n-heksan (non-polar) diukur absorbansinya pada =503 nm (n-heksan murni digunakan sebagai blanko) Gambar 10. Tahap ekstraksi likopen (modifikasi Fish et al., 2002).
Tahap ekstraksi likopen buah tomat Martha dan Permata tidak berbeda dengan tahap ekstraksi likopen produk olahan tomat lainnya. Hanya saja, sampel yang diukur adalah buah tomat segar yang telah dihancurkan di dalam blender selama 5 menit dan tidak disaring. Likopen memiliki absorbansi maksimum pada 503-504 nm di dalam pelarut heksan, dimana pada panjang gelombang tersebut -karoten hanya memiliki absorbansi yang kecil, sehingga tidak mempengaruhi absorbansi likopen sebab
-karoten memiliki panjang gelombang
maksimum pada 450 nm (Klaüi dan Bauernfeind, 1981). Absorbansi maksimum pada panjang gelombang 503 nm digunakan untuk meminimalkan pengaruh bias akibat sejumlah kecil karotenoid lain yang terdapat dalam sampel, sekitar <4% di dalam tomat matang segar. Setelah ekstraksi, total likopen setiap sampel diukur dalam spektrofotometer pada panjang gelombang 503 nm menggunakan pelarut heksan sebagai blanko (Fish et al., 2002). Pengukuran total likopen tidak menggunakan larutan standar likopen, melainkan suatu rumus yang menghubungkan nilai absorbansi dan berat sampel dengan total likopen. Angka 0.0312 adalah konstanta yang diperoleh dari pembagian koefisien ekstensi molar likopen (17.2x104
/M/cm) dengan berat molekul likopen (536.9 g/mol) (Baiano et al.,
2005). Likopen (mg/kg b.b.) =
A503 x 0.0312 kg sampel b.b.
2. Derajat Keasaman (pH) (AOAC, 1984) Nilai pH diukur menggunakan pH-meter yang telah dikalibrasi dengan buffer pH 4.0 dan buffer pH 7.0. Semua sampel diencerkan terlebih dahulu dengan menambahkan akuades sebanyak 50 ml ke dalam 5 gram produk lalu dihomogenkan dan pengukuran pH dapat dilakukan. Suhu sampel disesuaikan dengan suhu kamar atau pada 25ºC. Kemudian elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tisu.
Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam sampel beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil (terdengar bunyi bip). 3. Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1984) Total asam ditentukan dengan metode titrasi. Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan dilarutkan sampai tanda tera dengan akuades, lalu disaring vakum dengan kertas Whatman No.1. Filtrat yang diperoleh sebanyak 25 ml ditetesi dengan indikator fenolftalein (PP 1%) sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Standarisasi NaOH menggunakan asam oksalat sebagai larutan baku. Total asam tertitrasi dihitung dengan menggunakan rumus: Total Asam Tertitrasi (ml NaOH 0.1 N/100 g) = V x N x FP x 100 0.1 x A Keterangan : V = volume NaOH yang digunakan (ml) N = normalitas NaOH yang sesungguhnya (N) FP = faktor pengenceran A = berat sampel (g) 4. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode oven, dimana jumlah air ditentukan dari selisih berat bahan sebelum dan sesudah pengeringan dengan asumsi seluruh bahan yang menguap adalah air. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan alumunium berisi sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga diperoleh berat yang konstan. Sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar air basis basah (%) = A – B x 100% C
Keterangan : A = bobot cawan alumunium dan sampel sebelum dikeringkan (g) B = bobot cawan alumunium dan sampel setelah dikeringkan (g) C = bobot sampel awal (g) 5. Aktivitas Air (aw) Aktivitas air diukur dengan menggunakan aw-meter (Shinabaura WA-360). Kalibrasi aw-meter menggunakan NaCl jenuh dengan aw 0.75. Pengukuran dimulai dengan memasukkan sampel ke dalam cawan sensor. Kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor aw-meter dan ditekan tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai aw dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete. 6. Total Mikroba Metode Total Plate Count (Fardiaz, 1992) Perhitungan nilai TPC dilakukan dengan menggunakan metode tuang. Media agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba dibuat dengan cara melarutkan 47 gram PCA (Plate Count Agar) merek Difco dalam 2 liter akuades di dalam erlenmeyer. Larutan tersebut disterilisasi dalam autoklaf selama ±15 menit pada suhu 121ºC. Setelah disterilisasi, suhu media dipertahankan antara 45-55ºC supaya media PCA tidak membeku saat akan dituang ke dalam cawan petri. Saus tomat dan selai tomat ditimbang masing-masing 10 gram ke dalam plastik steril lalu ditambahkan 90 ml larutan pengencer steril dan dihomogenkan dengan stomacher, sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Hal tersebut tidak perlu dilakukan pada sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, karena pengenceran 10-1 dapat diperoleh langsung dengan memipet 1 ml cairan sampel dari dalam jar ke 9 ml larutan pengencer steril pada tabung reaksi bertutup. Campuran sampel tersebut diambil 1 ml menggunakan tips steril dan mikropipet berukuran 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 9 ml larutan garam fisiologis steril untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Demikian seterusnya sampai diperoleh pengenceran 10-4. Lalu dari masing-masing pengenceran dipipet 1 ml dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril. Setiap pengenceran dipindahkan
ke dalam 2 cawan petri steril (duplo). Kemudian ke dalam setiap cawan petri yang sudah berisi larutan sampel ditambahkan ±10 ml media PCA secara merata. Setelah media PCA membeku, maka cawan petri disimpan dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 37ºC selama 48 jam. Penghitungan koloni mikroba dilakukan setelah masa inkubasi selesai menggunakan metode Standar Plate Count (SPC) dengan rumus sebagai berikut: N=
C [ (1 x n1 + 0.1 x n2) d ]
Keterangan: N = jumlah koloni per gram sampel (koloni/g) C = jumlah semua koloni pada cawan yang dihitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung n2 d = pengenceran pertama yang dihitung 7. Rendemen Perhitungan rendemen keempat produk olahan tomat hanya dilakukan pada hari ke-0 saja (sesaat setelah selesai diolah/dimasak). Rendemen dihitung berdasarkan bobot produk yang dihasilkan (basis kering) dibandingkan dengan bobot tomat segar yang digunakan (basis kering). Perhitungan rendemen menggunakan rumus: Rendemen
=
Bobot produk basis kering (g) Bobot tomat basis kering (g)
8. Uji Hedonik Uji hedonik dilakukan hanya pada hari ke-0 saja untuk semua produk olahan tomat. Sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng disajikan dalam gelas kecil transparan. Saus tomat disajikan di dalam cup kecil berbahan plastik bersama dengan kentang goreng di atas piring kecil di sebelahnya. Sedangkan selai tomat
yang telah dioleskan di atas roti tawar disajikan di atas piring kecil. Keempat produk tersebut disajikan secara bersamaan di depan panelis, kemudian diuji tingkat kesukaannya dengan mengisi formulir uji hedonik yang telah disediakan. Pada uji hedonik, panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Tingkatan-tingkatannya disebut sebagai skala hedonik, yang dalam analisisnya ditransformasikan menjadi skala numerik, dengan angka meningkat menurut tingkat kesukaannya. Pada penelitian ini digunakan lima skala hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan, yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (biasa), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Pada uji organoleptik ini dilakukan pembobotan terhadap empat parameter, yaitu warna, aroma, rasa, dan overall (secara keseluruhan). Panelis yang digunakan adalah mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan sebanyak 30 orang. Menurut Soekarto (1985), kelompok mahasiswa termasuk kategori panelis agak terlatih, dimana jumlah 30 orang digunakan untuk uji kesukaan. Jumlah tersebut termasuk dalam kategori panel konsumen, sehingga hasil uji kesukaan tersebut diharapkan dapat mewakili penerimaan produk olahan tomat oleh konsumen sebenarnya, yaitu masyarakat. 9. Uji Statistik (Budi, 2006) Uji statistik dilakukan untuk memastikan hasil uji yang dilakukan dengan menggunakan alat. Uji statistik yang digunakan adalah program komputer statistik SPSS 13.0, yaitu Independent Sample T-test, Simple Paired T-test, dan Regresi Korelasi Sederhana. Pengujian statistik akibat perbedaan jenis buah tomat segar (Martha dan Permata) terhadap kadar likopen menggunakan Independent Sample T-test. Independent Sample T-test adalah pengujian menggunakan distribusi t terhadap signifikansi perbedaan nilai rata-rata tertentu dari dua kelompok sampel yang tidak berhubungan.
Pengujian statistik akibat perbedaan jenis pengolahan buah tomat Martha, yaitu menjadi sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng terhadap kadar likopen menggunakan Paired Sample T-test. Paired Sample T-test adalah pengujian yang dilakukan terhadap dua sampel yang berpasangan. Sampel yang berpasangan dapat diartikan sebagai sampel dengan subyek yang sama namun mengalami dua treatment atau perlakuan berbeda. Kadar likopen yang dimasukkan pada pengolahan data statistik ini menggunakan kadar likopen pada hari ke-0 saja. Pengujian statistik akibat lama penyimpanan terhadap mutu produk olahan tomat menggunakan Regresi Korelasi Sederhana. Tujuan analisis regresi secara umum adalah menentukan persamaan garis regresi berdasarkan nilai konstanta dan koefisien regresi yang dihasilkan, mencari korelasi bersama-sama antara variabel bebas dengan variabel terikat (nilai R), dan menguji signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat melalui uji F (ANOVA).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. BUAH TOMAT DAN PRODUK OLAHANNYA Buah tomat Martha (±80 gram/buah) memiliki ukuran dan bobot yang lebih besar daripada buah tomat Permata (±42 gram/buah). Buah tomat Martha lebih dikenal di pasaran dengan nama tomat buah, sedangkan buah tomat Permata lebih dikenal dengan nama tomat sayur. Tampilan buah tomat Martha dan buah tomat Permata dapat dilihat pada Gambar 11.
(a)
(b)
Gambar 11. Buah tomat Martha (a) dan buah tomat Permata (b) Buah tomat Martha digunakan pada pembuatan sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng karena rasanya lebih manis daripada buah tomat Permata. Buah tomat Permata memiliki tingkat keasaman yang lebih tinggi (pH ±4.17) daripada buah tomat Martha (pH ±4.52), sehingga cocok digunakan pada pembuatan saus tomat dan selai tomat yang membutuhkan rasa asam yang tinggi. Buah tomat Permata memiliki total padatan terlarut yang lebih tinggi (4.5ºBrix) daripada total padatan terlarut buah tomat Martha (4.0ºBrix), sehingga cocok digunakan pada pembuatan saus dan selai yang membutuhkan
total padatan terlarut yang tinggi. Selain itu, buah tomat Permata memiliki warna yang lebih merah daripada buah tomat Martha, sehingga buah tomat Permata cocok digunakan pada pembuatan saus tomat dan selai tomat yang membutuhkan warna produk akhir yang merah. Pengamatan warna buah tomat segar di atas hanya dilakukan secara subjektif, sebaiknya dilakukan juga pengamatan warna secara objektif menggunakan chromameter. Menurut Villareal (1980), kriteria tomat olahan adalah tinggi kandungan bahan padat (±4.5ºBrix), pH rendah (±4.4), dan warnanya merah menarik. Pengolahan buah tomat Martha menjadi sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng memerlukan bahan-bahan lain untuk meningkatkan citarasanya antara lain gula, minyak goreng, dan lesitin. Banyaknya jumlah gula, minyak goreng, dan lesitin yang ditambahkan pada sari buah tomat maupun sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng berdasarkan uji trial and error. Jumlah gula sebanyak 10% dinilai sudah cukup manis untuk sari buah tomat maupun sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Pada pembuatan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, jumlah lesitin yang digunakan adalah 0.1% dengan jumlah minyak goreng yang digunakan adalah 0.3% (Gambar 12 (C)). Kombinasi tersebut dinilai sudah cukup memenuhi fungsi lesitin sebagai emulsifier hingga minyak goreng tidak terpisah dari air yang terdapat dalam sari buah tomat. Jika jumlah lesitin yang ditambahkan lebih banyak (0.3% lesitin dan 0.3% minyak goreng), maka sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng tersebut menjadi buram dan kusam. Jika jumlah minyak goreng yang ditambahkan lebih banyak (1% minyak goreng dan 0.1% lesitin, dengan harapan dapat meningkatkan likopen yang terlarut dalam minyak), maka sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng tersebut terkesan grease serta berbau apek, sehingga kedua kombinasi tersebut tidak digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan lesitin sebagai emulsifier, dan minyak kelapa sawit komersil sebagai minyak goreng karena mudah didapat dan harganya murah. Tampilan dari produk olahan buah tomat Martha seperti sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng beserta trial and error-nya dapat dilihat pada Gambar 12.
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 12. Produk olahan buah tomat Martha: sari buah tomat (A), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.3%) dan lesitin (0.3%) (B), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.3%) dan lesitin (0.1%) (C), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (1%) dan lesitin (0.1%) (D). Buah tomat Martha yang digunakan pada pembuatan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng maupun buah tomat Permata yang digunakan pada pembuatan bubur tomat (bahan dasar pembuatan saus tomat dan selai tomat) mengalami pengukusan sebagai proses blansir pada suhu 90°C selama 2 menit. Menurut Iskandar (2001), blansir yang baik dilakukan pada suhu 90°C selama 2.5 menit, sebab blansir yang dilakukan selama 5 menit pada suhu yang sama menyebabkan perubahan warna, demikian pula jika dilakukan selama 7 menit. Buah tomat Martha dikukus hingga sebagian kulitnya terkelupas dengan tujuan memecah dinding sel buah tomat, sehingga likopen dapat lebih mudah terlepas dari kromoplas sel saat dihancurkan dalam blender, dan akhirnya dapat larut dalam minyak goreng yang ditambahkan. Selain itu, blansir dilakukan untuk mengubah isomer likopen dari bentuk trans- menjadi bentuk cis-. Menurut Agarwal (2001), tomat yang diolah dan dimasak menghasilkan isomer cis- yang dinilai memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk alami trans- yang banyak terdapat pada buah tomat segar. Selain itu, blansir juga dilakukan untuk menginaktivasi enzim oksidasi, seperti polifenoloksidase (PPO). Pengukusan pada buah tomat Permata memiliki tujuan lain yang membantu proses pengolahan. Buah tomat Permata dikukus hingga sebagian kulitnya terkelupas dengan tujuan agar kulit ari buah
tomat Permata, yang sangat tipis namun sulit untuk dilumatkan tersebut, mudah untuk dikuliti dan dibuang sebelum daging buahnya siap diolah menjadi bubur tomat. Likopen berada di dalam kromoplas di bawah kulit ari, sehingga likopen tidak ikut terbuang saat kulit ari dipisahkan dari daging buah. Pengolahan bubur tomat Permata menjadi saus tomat dan selai tomat memerlukan bahan-bahan tambahan lain. Bubur tomat untuk membuat saus tomat ditambahkan dengan gula, garam, maizena, Na-benzoat, dan rempahrempah kemudian dimasak pada suhu 90ºC selama 20-25 menit hingga mencapai total padatan terlarut sekitar 30-33º Brix. Asam cuka 25% ditambahkan pada akhir proses pengolahan untuk menurunkan nilai pH saus tomat, sehingga diperoleh rasa asam yang sesuai dengan saus tomat produk komersil. Sedangkan bubur untuk membuat selai tomat ditambahkan asam sitrat, pektin, Na-benzoat, dan gula. Kemudian dimasak pada suhu 90ºC selama 33-37 menit hingga mencapai total padatan terlarut sekitar 65-66º Brix. Penambahan asam sitrat bersamaan dengan pektin saat proses pemasakan dalam penelitian ini mengakibatkan selai tomat yang dihasilkan tidak membentuk gel. Asam sitrat sebaiknya ditambahkan sesaat setelah proses pemasakan, sehingga tidak mengganggu kekuatan gel pektin yang terbentuk selama proses pemasakan. Selai adalah produk yang digunakan dengan cara dioleskan pada roti tawar, sehingga sebaiknya dilakukan juga uji daya oles terhadap selai tomat. Bahan pengawet ditambahkan pada saus tomat dan selai tomat untuk meningkatkan umur simpannya. Na-benzoat tergolong pengawet organik. Pengawet organik lebih banyak digunakan dibandingkan pengawet alami karena lebih mudah dibuat, stabil, serta lebih murah (Damayanti dan Mudjajanto, 1995). Menurut Winarno et al. (1980), Na-benzoat efektif digunakan pada pH 2.5-4.0. Saus tomat dan selai tomat memiliki pH lebih rendah dari 3.5, sehingga Na-benzoat cocok digunakan sebagai bahan pengawet pada kedua produk tersebut. Pembuatan bubur tomat dengan memisahkan kulit ari dan biji tomat dari daging buahnya menyebabkan kontak yang cukup lama antara tangan,
pisau dan udara dengan daging buah tomat. Jumlah mikroba awal akibat kontak tersebut diperkirakan tinggi sehingga konsentrasi Na-benzoat yang digunakan adalah 0.1%. Hal tersebut disesuaikan dengan batas penggunaan Na-benzoat menurut SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan, yaitu maksimum 0.1%. Menurut Moyer dan Aitken (1971), Na-benzoat murni pada konsentrasi 0.05-0.1 persen tidak mempengaruhi rasa dan aroma. Tampilan dari keempat produk olahan tomat dari buah tomat Martha dan buah tomat Permata dapat dilihat pada Gambar 13.
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 13. Produk olahan buah tomat Martha dan buah tomat Permata: Sari buah tomat (A), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (B), saus tomat (C), dan selai tomat (D). B. KADAR LIKOPEN Kadar likopen buah tomat Permata (Lycopersicum esculentum varietas Berlian) adalah 30.45 mg/kg basis basah dan kadar likopen buah tomat Martha (Lycopersicum esculentum varietas Mutiara) adalah 28.39 mg/kg basis basah. Meskipun pada Gambar 8 buah tomat Permata tampak lebih merah daripada buah tomat Martha, namun tidak terdapat perbedaan kadar likopen (p>0.05) antara keduanya (Lampiran 2). Likopen merupakan pigmen karotenoid utama yang menyebabkan warna merah pada buah tomat. Namun, terdapat pigmen lain seperti -karoten, -karoten, dan lutein yang berjumlah sekitar 20% dari total karotenoid dalam buah tomat segar (Holden et al., 1999). Perbedaan warna merah tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan kadar -karoten, karoten, dan lutein dari kedua buah tomat segar di atas.
Likopen sari buah tomat
mg/kg basis basah
27 26.24
26
R2 = 0.9037
24.96
25
24.04
24
y = -0.6411x + 25.726 23.14
23.73
23
22.54
22
21.97
21 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 14. Kadar likopen sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Kadar likopen sari buah tomat pada hari ke-0 sebesar 26.24 mg/kg basis basah. Sebagai pembanding, menurut Scott dan Hart (1995), Tonnuci et al. (1995), dan Rao dan Agarwal (1999), kadar likopen jus tomat adalah 50.0116.0 mg/kg basis basah. Rendahnya kadar likopen sari buah tomat yang terukur pada penelitian ini mungkin terjadi karena sebagian besar likopen ikut terbuang bersama dengan kulit tomat yang dibuang setelah penyaringan hancuran buah tomat menjadi sari buah tomat. Penyaringan dilakukan untuk menghindari terjadinya pengendapan kulit dan biji jika sari buah telah dibotolkan, yang dapat mengurangi penerimaan konsumen. Menurut Klaüi dan Bauernfeind (1981), tomat memenuhi kebutuhan likopen manusia terutama dalam bentuk saus tomat dan jus tomat, sedangkan likopen untuk suplemen makanan diekstrak dari limbah pengalengan tomat (pada umumnya dari kulit, sebab merupakan tempat utama likopen pada buah tomat). Rentang kadar likopen sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 21.97-26.24 mg/kg basis basah. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.951, yang menunjukkan korelasi yang sangat kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan kadar likopen sari buah tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.904, yang menunjukkan bahwa 0.904 atau 90.4 persen variasi kadar likopen sari buah tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada
ANOVA, nilai p= 0.001 (p<0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) berpengaruh nyata secara linier terhadap penurunan kadar likopen sari buah tomat pada taraf kepercayaan 95%. Di dalam jar sari buah tomat terdapat sejumlah udara sebab sebelumnya tidak ada usaha untuk mengeluarkannya (membuat jadi vakum), sehingga besar kemungkinan degradasi likopen selama penyimpanan terjadi akibat proses oksidasi. Selain itu, jar-jar bening yang digunakan tidak ditutupi dengan alumunium foil sehingga memperbesar kemungkinan proses oksidasi likopen akibat cahaya (fotooksidasi). Sebaiknya sari buah tomat disimpan vakum dengan menambahkan sejumlah gas N2 pada head space yang tersedia. Selain itu, sebaiknya digunakan jar yang gelap (tidak bening) atau ditutupi dengan alumunium foil jika jar yang digunakan tidak gelap (bening). Penyimpanan suhu rendah, kandungan oksigen yang rendah, dan menghindari paparan cahaya selama penyimpanan dapat mengurangi jumlah likopen yang teroksidasi. Selain itu, penggunaan antioksidan yang sesuai (misalnya asam askorbat) dan dalam jumlah yang tepat juga dapat membantu mengurangi degradasi likopen (Shi et al., 2002). Likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng
mg/kg basis basah
33
31.79
31 29
R2 = 0.6172
27
y = -1.1821x + 28.219
25
24.56
23
24.06
24.12
21 0
1
2
3
23.15 22.06
22.97 4
5
6
hari ke-
Gambar 15. Kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada hari ke-0 (31.79 mg/kg b.b.) lebih tinggi daripada kadar likopen sari buah tomat pada hari ke-0 (26.24 mg/kg b.b.), namun tidak terdapat perbedaan
kadar likopen (p>0.05) antara keduanya (Lampiran 3). Ternyata pengukusan dan penambahan sejumlah minyak goreng dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Untuk meningkatkan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, sebaiknya pengukusan dilakukan lebih dari 2 menit. Hal tersebut dilakukan supaya ikatan antara likopen dengan tilakoid menjadi lebih lemah, sehingga likopen dapat diekstrak dengan lebih mudah dan lebih banyak sewaktu dihancurkan di dalam blender. Menurut Stahl dan Sies (1992), selama proses pengolahan, suhu pengolahan dan pengaruh mekanis akan melemahkan kekuatan ikatan antara likopen dan matriks jaringan, serta mempermudah pemecahan dinding sel sehingga pelepasan likopen akan meningkatkan kandungan likopen di dalam produk olahan tomat. Rentang kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 22.0631.79 mg/kg basis basah. Pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.786, yang menunjukkan korelasi yang kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.617, yang menunjukkan bahwa 0.617 atau 61.7 persen variasi kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebabsebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.036 (p<0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) berpengaruh secara linier terhadap penurunan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada taraf kepercayaan 95%. Di dalam jar sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng terdapat sejumlah udara sebab sebelumnya tidak ada usaha untuk mengeluarkannya (membuat jadi vakum), sehingga besar kemungkinan degradasi likopen selama penyimpanan terjadi akibat proses oksidasi. Selain itu, jar-jar bening yang digunakan tidak ditutupi dengan alumunium foil sehingga memperbesar kemungkinan proses oksidasi likopen akibat cahaya
(fotooksidasi). Sebaiknya sari buah tomat disimpan vakum dengan menambahkan sejumlah gas N2 pada head space yang tersedia. Selain itu, sebaiknya digunakan jar yang gelap (tidak bening) atau ditutupi dengan alumunium foil jika jar yang digunakan tidak gelap (bening). Minyak goreng yang ditambahkan dalam sari buah tomat juga mudah teroksidasi oleh oksigen dan cahaya, sehingga memperbesar degradasi likopen seperti yang terlihat pada hari pertama penyimpanan. Menurut Shi et al. (2002), penyimpanan suhu rendah, kandungan oksigen yang rendah, menghindari paparan cahaya selama penyimpanan, dan penggunaan antioksidan yang sesuai (misalnya asam askorbat) dengan jumlah tepat dapat membantu mengurangi degradasi likopen.
Likopen saus tomat
mg/kg basis basah
38 35.20
35 32
R2 = 0.747
29
28.21
26.77
26
y = -1.8793x + 31.584 23.97
23.30
23
21.75
20 0
1
2
3
4
5
22.42 6
minggu ke-
Gambar 16. Kadar likopen saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Kadar likopen saus tomat pada hari ke-0 sebesar 35.20 mg/kg basis basah. Sebagai pembanding, menurut Scott dan Hart (1995), Tonnuci et al. (1995), dan Rao dan Agarwal (1999), kadar likopen saus tomat berkisar antara 99.0-134.4 mg/kg basis basah. Rendahnya kadar likopen saus tomat pada penelitian ini mungkin karena lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai total padatan terlarut saus tomat, sehingga semakin banyak likopen yang teroksidasi akibat panas dan oksigen selama pemasakan. Menurut Takeoka et al. (2001), kadar likopen akan semakin menurun selama pengolahan jika waktu yang dibutuhkan untuk mencapai total padatan terlarut
suatu produk semakin lama. Selain itu, menurut Shi et al. (2002), lama pemasakan merupakan faktor yang lebih kritis pengaruhnya dibandingkan suhu pemasakan terhadap degradasi likopen. Rentang kadar likopen saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 21.75-35.20 mg/kg basis basah. Pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.865, yang menunjukkan korelasi yang sangat kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan kadar likopen saus tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.749, yang menunjukkan bahwa 0.749 atau 74.9 persen variasi kadar likopen saus tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.012 (p<0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) berpengaruh secara linier terhadap penurunan kadar likopen saus tomat pada taraf kepercayaan 95%. Di dalam jar saus tomat terdapat sejumlah udara sebab sebelumnya tidak ada usaha untuk mengeluarkannya (membuat jadi vakum). Besar kemungkinan degradasi likopen selama penyimpanan terjadi akibat proses oksidasi. Selain itu, jar-jar bening yang digunakan tidak ditutupi dengan alumunium foil sehingga memperbesar kemungkinan proses oksidasi likopen akibat cahaya (fotooksidasi). Sebaiknya sari buah tomat disimpan vakum dengan menambahkan sejumlah gas N2 pada head space yang tersedia. Selain itu, sebaiknya digunakan jar yang gelap (tidak bening) atau ditutupi dengan alumunium foil jika jar yang digunakan tidak gelap (bening). Penyimpanan suhu rendah, kandungan oksigen yang rendah, dan menghindari paparan cahaya selama penyimpanan dapat mengurangi jumlah likopen yang teroksidasi. Selain itu, penggunaan antioksidan yang sesuai (misalnya asam askorbat) dan dalam jumlah yang tepat juga dapat membantu mengurangi degradasi likopen (Shi et al., 2002). Menurut Sharma dan Maguer (1996), penyimpanan suhu rendah dengan kondisi tidak ada oksigen mungkin dapat memperlambat kecepatan degradasi likopen, tetapi tidak akan mampu menghentikan degradasi likopen. Pulp tomat yang disimpan dalam lingkungan gelap dan vakum bersuhu -20°C
tetap kehilangan likopen satu setengah kali lebih lambat dibandingkan pulp tomat yang tidak disimpan vakum. Dan menurut Henry et al. (2000), sekitar 16% likopen dari pulp tomat hilang setelah disimpan selama 60 hari pada suhu -20°C dalam kondisi tidak ada oksigen. Dalam model sistem cairan, sekitar 60% likopen rusak setelah disimpan selama 7 jam pada suhu 30°C dalam atmosfir N2.
Likopen selai tomat
mg/kg basis basah
4 R2 = 0.1828
3
2.90
y = 0.1196x + 1.6111
2.66
2 1.78
1.55
1.41
2.08
1.41
1 0 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 17. Kadar likopen selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang kadar likopen selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 1.41-2.90 mg/kg basis basah. Pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.428, yang menunjukkan korelasi yang cukup kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan kadar likopen. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.183, yang menunjukkan bahwa 0.183 atau 18.3 persen variasi kadar likopen dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.339 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar likopen selai tomat pada taraf kepercayaan 95%. Gula pasir yang ditambahkan dalam pembuatan selai tomat berjumlah cukup banyak. Menurut Moss (2002), gula yang terdapat pada permukaan bahan mampu mencegah oksigen masuk dan mengoksidasi likopen.
Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat dilihat bahwa buah tomat Martha dan buah tomat Permata serta produk olahannya pada hari ke-0 memiliki kadar likopen yang berbeda-beda. Kadar likopen buah tomat dan produk olahannya pada hari ke-0 dapat dilihat dengan lebih jelas pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar likopen buah tomat dan produk olahannya pada hari ke-0. Sampel Kadar likopen (mg/kg basis basah) Buah tomat Martha 28.39 Sari buah tomat 26.24 Sari buah tomat yang 31.79 ditambahkan minyak goreng Buah tomat Permata 30.45 Saus tomat 35.20 Selai tomat 1.55 C. DERAJAT KEASAMAN (pH) Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Nilai pH merupakan parameter yang sangat penting untuk diketahui di dalam pengolahan maupun pengawetan bahan pangan karena perubahan nilai pH yang signifikan dapat merubah rasa dari suatu produk. pH sari buah tomat 4.4
R2 = 0.0952
4.38 4.37
pH
4.36 4.35
4.34
y = -0.0014x + 4.3543 4.35
4.35
4.35 4.34
4.34
4.32 4.3 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 18. Nilai pH sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang nilai pH sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 4.34-4.37. Menurut Woodroof dan Luh (1975), jus tomat umumnya memiliki pH 4.25-4.55. Pada Lampiran 8 dapat dilihat
bahwa nilai r = 0.309, yang menunjukkan korelasi yang lemah (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan nilai pH sari buah tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.095, yang menunjukkan bahwa 0.095 atau 9.5 persen variasi nilai pH sari buah tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.501 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai pH sari buah tomat pada taraf kepercayaan 95%. pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng 4.6
R2 = 0.3172
pH
4.56
y = -0.0086x + 4.4943
4.52
4.52
4.50
4.48
4.48 4.46
4.45
4.44
4.44
4.4 0
1
2
3
4
5
4.43 6
hari ke-
Gambar 19. Nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 4.43-4.52. Pada Lampiran 9 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.563, yang menunjukkan korelasi yang cukup kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.317, yang menunjukkan bahwa 0.317 atau 31.7 persen variasi nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.118 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu
dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada taraf kepercayaan 95%. pH saus tomat 4 3.9 pH
3.86 3.8
3.84 3.81
3.86
3.81
3.85
y = -0.0054x + 3.8232
3.7
R2 = 0.0185 3.62
3.6 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 20. Nilai pH saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang nilai pH saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 3.62-3.86. Menurut SNI 01-3546-1994, nilai pH saus tomat yang disyaratkan adalah 3-4. Pada Lampiran 10 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.136, yang menunjukkan korelasi yang sangat lemah (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan nilai pH saus tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.018, yang menunjukkan bahwa 0.018 atau 1.8 persen variasi nilai pH saus tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.771 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai pH saus tomat pada taraf kepercayaan 95%. Rentang nilai pH selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 3.63-4.03 (Gambar 21). Pada Lampiran 11 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.099, yang menunjukkan korelasi yang sangat lemah (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan nilai pH selai tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.010, yang menunjukkan bahwa 0.010 atau 1.0 persen variasi nilai pH selai tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p=
0.832 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai pH selai tomat pada taraf kepercayaan 95%. pH selai tomat 4.1 4.03
4 3.92
pH
3.9
3.89
3.87
3.92
3.95
y = -0.0057x + 3.9043
3.8
R2 = 0.0098
3.7
3.63
3.6 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 21. Nilai pH selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). D. TOTAL ASAM TERTITRASI (TAT) Total asam tertitrasi (TAT) menunjukkan banyaknya asam pada sampel yang dapat dinetralkan oleh basa (NaOH). Menurut Habson dan Davis (1971), asam organik utama pada buah tomat adalah asam malat dan asam sitrat. Total asam tertitrasi sari buah tomat
ml NaOH 0.1 N/100 g
68 66
65.69
R2 = 0.0282
64
y = 0.2246x + 60.343
61.96
62
62.60 60.59 60.88
60
58.85
58
56.55
56 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 22. Total asam tertitrasi sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Rentang TAT sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 56.55-65.69 NaOH 0.1 N /100 gr. Pada Lampiran 12 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.168, yang menunjukkan korelasi yang sangat lemah (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu
dingin
(refrigeration) dengan TAT sari buah tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.028, yang menunjukkan bahwa 0.028 atau 2.8 persen variasi TAT sari buah tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.719 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap TAT sari buah tomat pada taraf kepercayaan 95%. Total asam tertitrasi sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng
ml NaOH 0.1 N/100 g
66
64.99
64 62
60.90
60
R2 = 0.0129 y = 0.15x + 59.389
59.01
60.62 59.00
58.77
58 56
55.58
54 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 23. Total asam tertitrasi sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang TAT sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 55.58-64.99 NaOH 0.1 N /100 gr. Pada Lampiran 13 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.113, yang menunjukkan korelasi yang sangat lemah (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan TAT sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.013, yang menunjukkan bahwa 0.013 atau 1.3 persen variasi TAT sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab
lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.809 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap TAT sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada taraf kepercayaan 95%. Total asam tertitrasi saus tomat
ml NaOH 0.1 N/100 g
170 R2 = 0.9240
160.36
160
160.08
159.10
y = -4.1704x + 162.9
150 148.65 140
144.89
139.14 140.49
130 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 24. Total asam tertitrasi saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang TAT saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 139.14-160.36 NaOH 0.1 N /100 gr. Pada Lampiran 14 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.961, yang menunjukkan korelasi yang sangat kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan TAT saus tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.924, yang menunjukkan bahwa 0.924 atau 92.4 persen variasi TAT saus tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.001 (p<0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) berpengaruh nyata secara linier terhadap penurunan TAT saus tomat pada taraf kepercayaan 95%. Pembuatan saus tomat menggunakan sejumlah asam cuka untuk menurunkan nilai pH, sehingga diperoleh citarasa saus tomat yang diinginkan. Asam cuka (asam asetat) merupakan salah satu jenis asam lemah yang bersifat mudah menguap (volatil). Penurunan TAT saus tomat dalam penelitian ini dapat terjadi mungkin karena terdapat sejumlah asam cuka yang menguap selama penyimpanan.
Total asam tertitrasi selai tomat
ml NaOH 0.1 N/100 g
135
133.57
132.17
130
129.67
129.50
127.51
125
y = -2.5243x + 133.93
120
R2 = 0.5378
118.45
115
113.66
110 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 25. Total asam tertitrasi selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang TAT selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 113.66-133.57 NaOH 0.1 N /100 gr. Pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.733, yang menunjukkan korelasi yang kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan TAT selai tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.538, yang menunjukkan bahwa 0.538 atau 53.8 persen variasi TAT selai tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.061 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap TAT selai tomat pada taraf kepercayaan 95%. E. KADAR AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa dari produk makanan yang dihasilkan (Syarief dan Halid, 1991) serta ikut menentukan penerimaan, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, 1997). Rentang kadar air sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 86.28-88.28% (Gambar 26). Pada Lampiran 16 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.503, yang menunjukkan korelasi yang cukup
kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan kadar air sari buah tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.253, yang menunjukkan bahwa 0.253 atau 25.3 persen variasi kadar air sari buah tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.250 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar air sari buah tomat pada taraf kepercayaan 95%. Kadar air sari buah tomat 89 88.28
%
88
R2 = 0.2525 y = 0.1618x + 86.365
87.12
87
86.45
86.40
86
86.88
86.54
86.28
85 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 26. Kadar air sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng 89 R2 = 0.3683
88
%
y = 0.1482x + 86.257 87
86.83
87.25
86.68
86.53
86.37
86
87.40
85.85
85 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 27. Kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Rentang kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 85.85-87.25%. Pada Lampiran 17 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.607, yang menunjukkan korelasi yang kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.368, yang menunjukkan bahwa 0.368 atau 36.8 persen variasi kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.148 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada taraf kepercayaan 95%. Kadar air saus tomat 69 R2 = 0.5591
68
68.33
y = 0.4025x + 65.368 67 66.54
%
67.58
66.80 66.33
66
65.59
65
64.86
64 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 28. Kadar air saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang kadar air saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 64.86-68.33%. Menurut SNI 01-3546-1994, kadar air saus tomat yang disyaratkan adalah 60-76%. Pada Lampiran 18 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.748, yang menunjukkan korelasi yang kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan kadar air saus tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.559, yang menunjukkan bahwa 0.559 atau 55.9 persen variasi kadar air saus tomat dipengaruhi oleh lama
penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.053 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar air saus tomat pada taraf kepercayaan 95%. Kadar air selai tomat 36
33.81
y = 0.7218x + 28.618
32
%
34.65
R2 = 0.3118
34 31.11
30.65
30
29.74
29.02
28
26.50
26 24 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 29. Kadar air selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang kadar air selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 26.5-34.65%. Pada Lampiran 19 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.558, yang menunjukkan korelasi yang cukup kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan kadar air selai tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.312, yang menunjukkan bahwa 0.312 atau 31.2 persen variasi kadar air selai tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.193 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar air selai tomat pada taraf kepercayaan 95%. F. AKTIVITAS AIR (aw) Aktivitas air (aw) merupakan jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya serta reaksi degradasi lainnya (Fennema, 1996). Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air, maka akan lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis. Semakin tinggi nilai aw suatu bahan, semakin
tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik dalam bahan pangan tersebut (Syarief dan Halid, 1991). Hampir semua mikroba terhambat aktivitasnya di bawah aw 0.6, kebanyakan kapang terhambat aktivitasnya pada aw dibawah 0.7, kebanyakan khamir terhambat aktivitasnya pada aw di bawah 0.8, dan kebanyakan bakteri terhambat aktivitasnya pada aw dibawah 0.9 (Karel, 1975). Aw sari buah tomat 0.96 R2 = 0.0608
Aw
0.95 0.942
0.94
y = 0.0007x + 0.9357
0.939
0.943
0.934
0.931
0.93
0.946
0.930
0.92 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 30. Nilai aw sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang nilai aw sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 0.930-0.946. Pada Lampiran 20 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.247, yang menunjukkan korelasi yang lemah (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan nilai aw sari buah tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.061, yang menunjukkan bahwa 0.061 atau 6.1 persen variasi nilai aw sari buah tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.594 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai aw sari buah tomat pada taraf kepercayaan 95%. Rentang nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 0.920-0.946 (Gambar 31). Pada Lampiran 21 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.632, yang menunjukkan korelasi yang kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan
minyak goreng. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.399, yang menunjukkan bahwa 0.399 atau 39.9 persen variasi nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.128 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada taraf kepercayaan 95%. Aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng 0.96
Aw
0.95
0.946
0.944
0.94
0.944
0.937
0.940
0.938
0.93
y = -0.0026x + 0.9461
0.92
0.920
R2 = 0.3993
0.91 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 31. Nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Aw saus tomat 0.92
Aw
0.91
0.907
R2 = 0.3212
0.9
0.893
y = 0.0027x + 0.8833
0.89
0.885
0.88
0.903
0.884
0.887 0.880
0.87 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 32. Nilai aw saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Rentang nilai aw saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 0.880-0.907. Pada Lampiran 22 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.567, yang menunjukkan korelasi yang cukup kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan nilai aw saus tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.321, yang menunjukkan bahwa 0.321 atau 32.1 persen variasi nilai aw saus tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.185 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai aw saus tomat pada taraf kepercayaan 95%. Aw selai tomat 0.86 0.837
Aw
0.84
R2 = 0.4282
0.834
y = 0.0052x + 0.7978
0.82
0.821 0.806
0.798
0.8
0.803
0.795
0.78 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 33. Nilai aw selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Rentang nilai aw selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 0.795-0.837. Pada Lampiran 23 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.654, yang menunjukkan korelasi yang kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan nilai aw selai tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.428, yang menunjukkan bahwa 0.428 atau 42.8 persen variasi nilai aw selai tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.111 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai aw selai tomat pada taraf kepercayaan 95%.
G. TOTAL MIKROBA Uji total mikroba pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri dan kapang-khamir selama penyimpanan. Menurut Harrigan dan Park (1991), metode hitungan cawan dapat digunakan sebagai indikator dari standar higienis secara umum dan menunjukkan kondisi selama distribusi serta penyimpanan pada makanan. Total mikroba sari buah tomat
log koloni/g
2.8 R2 = 0.5171
2.7 2.60
2.6
2.72
y = 0.0286x + 2.5143
2.67
2.62 2.60
2.53
2.5
2.46
2.4 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 34. Total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Total mikroba sari buah tomat pada hari ke-0 adalah sebesar 2.60 log koloni/g (4.00x102 koloni/g) (Lampiran 24). Menurut SNI 01-3719-1995, angka lempeng total minuman sari buah yang disyaratkan adalah maksimal 2.00x102 koloni/g (Tabel 2). Sari buah tomat pada penelitian ini tidak memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk minuman sari buah menurut SNI. Hal ini dapat terjadi mungkin karena air laboratorium yang digunakan untuk mencuci buah tomat tidak terlalu bersih atau kontaminasi dari pisau dan blender yang digunakan sewaktu pengolahan sari buah tomat. Rentang total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 2.46-2.72 log koloni/g (2.88x102–5.23x102 koloni/g) (Lampiran 24). Pada Lampiran 25 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.719, yang menunjukkan korelasi yang kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan total mikroba sari buah tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.517, yang menunjukkan bahwa 0.517
atau 51.7 persen variasi total mikroba sari buah tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.069 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total mikroba sari buah tomat pada taraf kepercayaan 95%. Meskipun menurut uji statistik total mikroba sari buah tomat tidak berbeda selama penyimpanan, namun jumlah mikroba awal yang sudah melebihi syarat jumlah mikroba maksimal untuk minuman sari buah menurut SNI membuat sari buah tomat ini tidak aman untuk dikonsumsi. Total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng
log koloni/g
3.5 R2 = 0.1423
3
2.88
y = 0.0464x + 2.2436
2.5 2
2.28
2.23
2.18
2.24
2.24
2.63
1.5 0
1
2
3
4
5
6
hari ke-
Gambar 35. Total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada hari ke-0 adalah sebesar 2.24 log koloni/g (1.75x102 koloni/g) (Lampiran 26). Jika dibandingkan dengan SNI 01-3719-1995 pada Tabel 2 (angka lempeng total minuman sari buah yang disyaratkan adalah maksimal 2.00x102 koloni/g), maka sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada penelitian ini memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk minuman sari buah. Rentang total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 2.24-2.88 log koloni/g (1.50x102–4.30x102 koloni/g) (Lampiran 26). Pada Lampiran 27
dapat dilihat bahwa nilai r = 0.377, yang menunjukkan korelasi yang lemah (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.142, yang menunjukkan bahwa 0.142 atau 14.2 persen variasi total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.404 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada taraf kepercayaan 95%.
total mikroba saus tomat
log koloni/g
1.6 1.18
1.2 1.00
1.00
1.00
0.8
1.00
1.00
y = -0.0779x + 1.1164 0.4
R2 = 0.1813
0
0.00 0
1
2
3
4
5
6
minggu ke-
Gambar 36. Total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Total mikroba saus tomat pada hari ke-0 adalah sebesar 1.00 log koloni/g (1.00x101 koloni/g) (Lampiran 28). Menurut SNI 01-3546-1994, angka lempeng total saus tomat yang disyaratkan adalah maksimal 1.00x102 koloni/g (Tabel 3). Saus tomat pada penelitian ini memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk saus tomat menurut SNI. Rentang total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 0.00-1.18 log koloni/g (0.00–1.50x101 koloni/g) (Lampiran 28). Pada Lampiran 29 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.426, yang menunjukkan korelasi yang cukup kuat (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan total mikroba saus
tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.181, yang menunjukkan bahwa 0.181 atau 18.1 persen variasi total mikroba saus tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.341 (p>0.05), yang berarti lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total mikroba saus tomat pada taraf kepercayaan 95%. total mikroba selai tomat
log koloni/g
4 3 R2 = 0.0430
2
2.94
2.60
2.30
y = 0.1271x + 0.8814
1
1.00
0
0.00 0
1
0.00 2
3
0.00 4
5
6
minggu ke-
Gambar 37. Total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). Total mikroba selai tomat pada hari ke-0 adalah sebesar 1.00 log koloni/g (1.00x101 koloni/g) (Lampiran 30). Menurut SNI 01-3746-1995, angka lempeng total selai buah yang disyaratkan adalah maksimal 5.00x102 koloni/g (Tabel 4). Selai tomat pada penelitian ini memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk selai buah menurut SNI. Rentang total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah 0.00-2.94 log koloni/g (0.00–8.80x102 koloni/g) (Lampiran 30). Pada Lampiran 31 dapat dilihat bahwa nilai r = 0.207, yang menunjukkan korelasi yang lemah (Lampiran 1) antara lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dengan total mikroba selai tomat. Hal ini didukung oleh nilai R2= 0.043, yang menunjukkan bahwa 0.043 atau 4.3 persen variasi total mikroba selai tomat dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration), sementara sisanya dipengaruhi oleh sebabsebab lain. Pada ANOVA, nilai p= 0.656 (p>0.05), yang berarti lama
penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total mikroba selai tomat pada taraf kepercayaan 95%. H. RENDEMEN Tomat yang diolah menjadi sari buah tomat, sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, saus tomat, dan selai tomat masing-masing memiliki rendemen yang berbeda. Rendemen produk olahan tomat (dalam basis kering) dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 6. Tabel 6. Rendemen produk olahan tomat. Rendemen Produk olahan tomat (g produk basis kering/g tomat basis kering) Ulangan I Ulangan II Rata-rata ulangan Sari buah tomat 19.9004 19.4647 19.68 Sari buah tomat yang ditambahkan minyak 18.9232 19.4191 19.17 goreng Saus tomat 6.3756 6.1818 6.28 Selai tomat 4.4569 4.2871 4.37
I. UJI HEDONIK Tujuan uji hedonik adalah mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap keempat produk olahan tomat hasil penelitian, yaitu sari buah tomat, sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, saus tomat, dan selai tomat. Uji hedonik menggunakan 30 orang panelis semi terlatih dengan formulir pengujian yang berisi lima skala hedonik, yaitu: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = biasa, 4 = suka, 5 = sangat suka. Tampilan keempat produk olahan tomat dapat dilihat pada Gambar 13. Sari buah tomat memiliki warna yang disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 4.0 (suka-sangat suka) (Gambar 38). Warna yang dimiliki sari buah tomat adalah merah, sesuai dengan warna alami buah tomat. Syarat suatu produk tercium aromanya adalah adanya sejumlah komponen volatil yang berasal dari produk tersebut yang dapat terdeteksi oleh indra pembau. Aroma yang ditimbulkan oleh sari buah tomat ini disukai oleh panelis, yaitu aroma segar buah tomat dengan skor kesukaan 4.0 (suka-sangat suka). Rasa sari buah
tomat memiliki skor kesukaan yang lebih rendah, yaitu 3.7 (biasa-suka), karena sari buah tomat yang dihasilkan terlalu asam dan terlalu manis. Secara keseluruhan (overall) dinilai dari segi warna, rasa, dan aroma maka sari buah tomat disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka).
Tingkat kesukaan sari buah tomat
skor uji hedonik
5 4
4.0
4.0
warna
aroma
3.9
3.7
3 2 1 rasa
overall
Gambar 38. Tingkat kesukaan sari buah tomat.
skor uji hedonik
Tingkat kesukaan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng 5 4 3
2.7
3.3
3.6
3.4
2 1 warna
aroma
rasa
overall
Gambar 39. Tingkat kesukaan sari buah ditambahkan minyak goreng.
tomat
yang
Warna sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng kurang disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 2.7 (tidak suka-biasa). Hal tersebut terjadi karena minyak goreng dan lesitin yang ditambahkan dalam proses pengolahan menyebabkan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng berwarna jingga (oranye). Warna tersebut kurang disukai oleh panelis karena
tidak sesuai dengan persepsi panelis, yaitu bahwa warna sari buah tomat umumnya adalah merah bukan jingga (oranye). Aroma sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng agak disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.3 (biasa-suka). Aroma khas buah tomat segar sudah hilang karena tomat mengalami proses blansir, sehingga aroma yang tercium berupa aroma buah tomat yang sudah matang akibat dikukus. Meskipun warna dan aroma sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng memiliki skor kesukaan yang rendah, namun rasa sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng memiliki skor kesukaan yang sedikit lebih tinggi dibandingkan warna dan aromanya, yaitu 3.6 (biasa-suka). Secara keseluruhan (overall) dilihat dari segi warna, rasa, dan aroma maka sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dinilai agak disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.4 (biasa-suka). Warna sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng yang menyimpang (oranye) membuat panelis menilai secara keseluruhan bahwa sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng kurang layak untuk dikonsumsi, sehingga skor kesukaannya secara keseluruhan (overall) menjadi rendah.
Tingkat kesukaan saus tomat
skor uji hedonik
5 4
3.9
3.8
3.9
3.4
3 2 1 warna
aroma
rasa
overall
Gambar 40. Tingkat kesukaan saus tomat. Saus tomat memiliki warna yang disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.8 (biasa-suka), meskipun warna saus tomat yang dihasilkan tidak terlalu merah seperti produk saus tomat pada umumnya. Hal tersebut dapat
terjadi akibat proses oksidasi pada sebagian karotenoid dalam saus tomat karena lamanya waktu pemasakan selama pengolahan. Saus tomat memiliki rasa yang disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka). Rasa saus tomat yang dihasilkan pada penelitian sama seperti saus tomat pada umumnya hanya saja rempah-rempah yang ditambahkan terasa sedikit berlebihan oleh panelis. Aroma saus tomat agak disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.4 (biasa-suka) karena aroma rempah-rempah dalam saus tomat penelitian ini dinilai terlalu tajam, sehingga menurunkan tingkat kesukaan panelis. Secara keseluruhan (overall) dilihat dari segi warna, rasa, dan aroma maka saus tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka).
Tingkat kesukaan selai tomat skor uji hedonik
5 3.8
4
4.3
4.1
3.5
3 2 1 warna
aroma
rasa
overall
Gambar 41. Tingkat kesukaan selai tomat. Warna selai tomat disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.8 (biasa-suka). Warna selai tomat yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah merah tua, yang terjadi akibat karamelisasi gula (pencoklatan non-enzimatis) pada saat pengolahan. Selai tomat memiliki aroma yang agak disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.5 (biasa-suka). Rendahnya nilai kesukaan terhadap aroma selai tomat saat uji organoleptik disebabkan oleh hilangnya sebagian komponen volatil buah tomat pada saat pemasakan. Selain itu, aroma buah tomat pada selai tomat tidak dapat lagi terdeteksi karena tertutup oleh aroma karamel gula. Penambahan gula pasir dalam jumlah yang banyak dan dimasak pada suhu yang tinggi dalam waktu cukup lama mengakibatkan terjadinya karamelisasi.
Selai tomat memiliki rasa yang disukai oleh panelis dengan skor kesukaan yang paling tinggi, yaitu 4.3 (suka-sangat suka). Kombinasi rasa asam dan manis pada selai tomat menyerupai rasa selai stroberi. Hal tersebut mempengaruhi tingginya nilai kesukaan panelis terhadap selai tomat. Secara keseluruhan (overall) dilihat dari segi warna, rasa, dan aroma maka selai tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 4.1 (suka-sangat suka).
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Meskipun buah tomat Permata (30.45 mg/kg likopen b.b.) tampak lebih merah daripada buah tomat Martha (28.39 mg/kg likopen b.b.), namun tidak terdapat perbedaan kadar likopen (p>0.05) antara keduanya. Kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada hari ke-0 (31.79 mg/kg b.b.) lebih tinggi daripada kadar likopen sari buah tomat pada hari ke-0 (26.24 mg/kg b.b.), namun tidak terdapat perbedaan kadar likopen (p>0.05) antara keduanya. Ternyata pengukusan dan penambahan minyak goreng dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) berpengaruh secara linier terhadap penurunan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (22.06-31.79 mg/kg basis basah) (p<0.05) dan kadar likopen saus tomat (21.75-35.20 mg/kg basis basah) (p<0.05), dan berpengaruh nyata secara linier terhadap penurunan kadar likopen sari buah tomat (21.97-26.24 mg/kg basis basah) (p<0.05). Namun, lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar likopen selai tomat (1.41-2.90 mg/kg basis basah) (p>0.05). Lama
penyimpanan
pada
suhu
dingin
(refrigeration)
tidak
berpengaruh secara linier terhadap nilai pH sari buah tomat (4.34-4.37) (p>0.05), nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (4.434.52) (p>0.05), nilai pH saus tomat (3.62-3.86) (p>0.05), dan nilai pH selai tomat
(3.63-4.03) (p>0.05).
Lama penyimpanan
pada suhu
dingin
(refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total asam tertitrasi sari buah tomat (56.55-65.69 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05), total asam tertitrasi sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (55.58-64.99 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05), dan total asam tertitrasi selai tomat (113.66133.57 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05). Tetapi, lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) berpengaruh nyata secara linier terhadap penurunan total asam tertitrasi saus tomat (139.14-160.36 NaOH 0.1 N /100 gr) (p<0.05).
Lama
penyimpanan
pada
suhu
dingin
(refrigeration)
tidak
berpengaruh secara linier terhadap kadar air sari buah tomat (86.28-88.28%) (p>0.05), kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (85.8587.25%) (p>0.05), kadar air saus tomat (64.86-68.33%) (p>0.05), dan kadar air selai tomat (26.5-34.65%) (p>0.05). Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai aw sari buah tomat (0.930-0.946) (p>0.05), nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.920-0.946) (p>0.05), nilai aw saus tomat (0.880-0.907) (p>0.05), dan nilai aw selai tomat (0.795-0.837) (p>0.05). Sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, saus tomat, dan selai tomat pada hari ke-0 dalam penelitian ini memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk produk masing-masing menurut SNI, tetapi sari buah tomat pada hari ke-0 dalam penelitian ini tidak memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk minuman sari buah menurut SNI. Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total mikroba sari buah tomat (2.46-2.72 log koloni/g) (p>0.05), total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (2.24-2.88 log koloni/g) (p>0.05), total mikroba saus tomat (0.00-1.18 log koloni/g) (p>0.05), dan total mikroba selai tomat (0.00-2.94 log koloni/g) (p>0.05). Sari buah tomat, sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, saus tomat, dan selai tomat secara berurutan memiliki rendemen 19.68 g produk basis kering/g tomat basis kering, 19.17 g produk basis kering/g tomat basis kering, 6.28 g produk basis kering/g tomat basis kering, dan 4.37 g produk basis kering/g tomat basis kering. Secara keseluruhan (overall) diamati dari segi warna, rasa, dan aroma maka sari buah tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka), sedangkan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dinilai agak disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.4 (biasa-suka), saus tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka), dan selai tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 4.1 (suka-sangat suka). Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu pengukusan dan penambahan sejumlah minyak goreng tidak berpengaruh terhadap
peningkatan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng; dan penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dapat mempertahankan mutu keempat produk olahan tomat. B. SARAN Pengukuran total likopen sebaiknya menggunakan suhu rendah yang konstan untuk mengurangi kerusakan likopen yang terekstrak akibat semakin tingginya suhu saat analisis. Cahaya dalam ruangan juga sebaiknya dikurangi untuk menghindari kerusakan likopen yang terekstrak akibat fotooksidasi. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai total likopen menggunakan metode analisis lain yang lebih akurat, misalnya HPLC. Perlu juga dilakukan uji in vivo terhadap bioavailabilitas trans- likopen dari buah tomat segar dan cis- likopen dari produk olahan tomat. Produk olahan tomat sebaiknya disimpan menggunakan botol gelap atau dilapisi alumunium foil dan ditambahkan sejumlah antioksidan untuk menghindari kerusakan likopen akibat oksidasi selama penyimpanan. Selain itu, diperlukan modifikasi formulasi produk olahan tomat yang lebih tepat untuk meningkatkan nilai kesukaan panelis. Pengujian hedonik sebaiknya dilakukan juga selama penyimpanan (tidak hanya pada awal penyimpanan saja) untuk melihat perubahan mutu organoleptik produk olahan tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
DAFTAR PUSTAKA Agarwal, A., H. Shen, dan A. V. Rao. 2001. Lycopene content of tomato products: its stability, bioavailability and in vivo antioxidant properties. J. Med. Food. 4: 9-15. Anonim. 1990. Mutu dan Cara Uji Saos Cabe (SII). Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Jakarta. Anonim.
2003. Cells: The Building Blocks of Life. http://staff.tuhsd.k12.az.us/gfoster/standard/bcell1.htm [16 Januari 2008].
Anonim
a. 2004. Plant Cells: Plastids. http://www2.mcdaniel.edu/Biology/botf99/cellstructure/chloroplast..jpg. [ 16 Januari 2008].
Anonim
b. 2004. Likopen Sebagai Senyawa Fitonutrien. http://eternalmovement.blogspot.com/2004/08/likopen-sebagai-senyawafitonutrien.html. [27 Agustus 2007].
AOAC. 1984. Methodes of Analysis. Association of Official Analytical Chemist. Washington D. C. Arthey, D. dan P. R. Ashurst. 1996. Fruit Processing. Blackie Academic and Professionals. London. Baiano, A., P. Tamagnone, V. Marchitelli, dan M. A. D. Nobile. 2005. Quality decay kinetics of semi-preserved sauce as affected by packaging. Journal of Food Science. Vol 70. No. 2: 92-97. Beecher, G. R. 1998. Nutrient content of tomato products. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 218:98-100. Bohm, V., N. L. Puspitasari-Nienaber, M. G. Ferruzi, dan S. J. Schwartz. 2002. Trolox equivalent antioxidant capacity of different geometrical isomer of -carotene, -carotene, lycopene, and zeaxanthin. J. Agric. Food Chem. 50: 221-226. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Food Science. Terjemahan: Purnomo, H. dan Adiono. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Budi, T. P. 2006. SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Penerbit Andi. Yogyakarta. Budijanto, S., Suliantari, P. Hariyadi, L. Nuraida, A. Hartoyo, D. Herawati. 2002. Pengawetan Dengan Suhu Tinggi: Modul Praktikum Terpadu. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Chew, B. P. 1995. Antioxidant vitamins affect food animal immunity and health. J. Nutr. 125: 1804-1808. Clinton, S. K. 1998. Lycopene: chemistry, biology and implication for human health and disease. Nutr. Rev. 56: 35-51. Clinton, S. K. 2005. Tomatoes or lycopene: a role in prostate carcinogenesis?. American Society for Nutritional Sciences. J. Nutr. 135: 2057S-2059S. Conn, P. F., W. Schalch, dan T. G. Truscott. 1991. The singlet oxygen and carotenoid interaction. J. Photochem. Photobiol. Biol. 11: 41-47. Cruess, W. V. 1958. Commercial Fruit and Vegetable Products 4th Edition. McGraw-Hill Book Co. Inc. New York. Damayanti, E. dan E. S. Mudjajanto. 1995. Teknologi Makanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah, Pendidikan Kejuruan, Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II. Jakarta. DeMan, J. M. 1997. Food Chemistry. Terjemahan: K. Padmawinata. Kimia Makanan Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung. Departemen Kesehatan R. I. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi. Departemen Kesehatan R. I. Bhratara. Jakarta. Di Mascio, P., S. Kaiser, dan H. Sies. 1989. Lycopene as the most efficient biological carotenoid singlet oxygen quencher. Arch. Biochem. Biophys. 274: 532-538. Duriat, A. S. 1997. Tomat: Komoditas Andalan yang Prospektif. Di Dalam: Duriat, A. S., W. W. Hadisoeganda, A. H. Permadani, R. M. Sinaga, Y. Hilman, dan R. S. Basuki (penyunting). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Eisen, A. 2004. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS): The Diagnosis and Treatment of This Debilitating Disease. www.als.ca/if_you_have_als/als_introduction_diagnosis.aspx. [24 Februari 2006]. Fardiaz, D., S. Fardiaz, dan F. G. Winarno. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia. Jakarta. Fardiaz, S. 1982. Mikrobiologi Pangan: Penuntun Praktikum. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fardiaz, S. 1995. Teknik Pengalengan Produk Hortikultura dan Perikanan. Prosiding Pelatihan Singkat ”Production Engineering Supervisor”. 17-26 Oktober 1995. Fellow, P. 1992. Food Processing Technology: Principles and Practices Second Edition. CRC Press. New York. Fennema, O. R. 1996. Water and Ice. Di Dalam: Fennema, O. R. (ed.). Food Chemistry 3rd Edition. Marcel Dekker Inc. Basel. New York. Fish, W. W., P. P. Veazie, dan J. K. Collins. 2002. A quantitative assay for lycopene that utilizes reduced volumes of organic solvents. J. Food Comp. Anal. 15: 309-317. Frazier, W. C. dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1981. The Science of Food: An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology 2nd Edition. Pergamon Press Plc. England. George, B., C. Kaur, D. S. Khurdiya, dan H. C. Kapoor. 2004. Antioxidant in tomato (Lycopersicum esculentum) as a function of genotype. Food Chem. 84: 45-51. Gerster, H. 1997. The potential role of lycopene for human health. J. Am. Collage Nutr. 16: 109-126. Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry. Academic Press. New York. Habson, G. E. dan J. N. Davis. 1971. The Tomato. Di Dalam: Hulne, A. C. (ed.). The Biochemistry of Fruit and Their Products Volume II. Academic Press. New York. Hakala, S. H., dan I. M. Heinonen. 1994. Chromatographic purification of natural lycopene. J. Agric. Food Chem. 42:1314-1316. Halliwell, B. dan J. M. C. Gutteridge. 1991. Free Radical in Biology and Medicine. Clarandon Press. Oxford. Harrigan, W. F. dan Park. 1991. Making Safe Food: A Management Guide for Microbiological Quality. Academic Press. London. Hartomo, A. J. dan M. C. Widiatmoko. 1993. Emulsi dan Pangan Instant BerLesitin. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.
Henry, L. K., Puspitasari-Nienaber, N. L., Jaren-Galan, M., van Breemen, R. B., Catignani, G. L., Schwartz, S. J. 2000. Effects of ozone and oxygen on the degradations of carotenoids in an aqueous model system. J. Agric. Food Chem. 48: 5008-5013. Holden, J. M., A. L. Elridge, G. R. Beecher, I. M. Buzzard, S. A. Bhagwat, C. S. Davis, L. W. Douglass, S. E. Gebhardt, D. B. Haytowitz, S. Schakel. 1999. Carotenoid content of US foods: an up date of database. J. Food Comp. Anal. 12: 169-196. Hubeis, M., Ratih D. H., dan Elly L. W. 1997. Kajian Aspek Teknologi Produkproduk Olahan Cabe Merah (Capsicum annum var longum). Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8: No 1. Iskandar, A. 2001. Kajian Teknologi Produksi Pasta Tomat Menggunakan Evaporator Vakum. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jaya, B. 1997. Tomat: Komoditas Andalan yang Prospektif. Di Dalam: Duriat, A. S., W. W. Hadisoeganda, A. H. Permadani, R. M. Sinaga, Y. Hilman, dan R. S. Basuki (penyunting). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kabara, J. J. dan T. Eklund. 1991. Organic Acids dan Esters. Di dalam: N. J. Russel dan G. W. Gould. Food Preservatives. Van Nostrand Reinhold. New York. Karel, M. 1975. Water Activity and Food Preservation. Di Dalam: O. R. Fennema (ed.). Principles of Food Science Part 2. Marcel Dekker. New York. Klaüi, H. dan Bauernfeind, J. C. 1981. Carotenoids as Food Colors. Di Dalam: Bauernfeind, J. C. (ed.). Carotenoid as Colorants and Vitamin A Precursors. Academic Press. New York. Makfoeld, D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Penerbit Agritech. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta. Makfoeld, D., D. W. Marseno, P. Hastuti, S. Anggrahini, S. Raharjo, S. Sastrosuwignyo, Suhardi, S. Martoharsono, S. Hadiwiyoto, dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Mortensen, A., L. H. Skibsted, dan T. G. Truscott. 2001. The interaction of dietary carotenoids with radical species. Archives of Biochemistry and Biophysics. Vol. 385. No. 1: 13-19.
Moss, B. W. 2002. The chemistry of food colour. Di Dalam: Macdougall (ed.). Colour in Food. CRC Press. Washington D. C. Moyer, J. C. dan H. C. Aitken. 1971. Apple Juice. Di Dalam: D. K. Tressler dan M. A. Joslyn. Fruit and Vegetables Juices Processing Technology. The AVI Publ. Co. Inc. Westport. Connecticut. Muchtadi, D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan: Petunjuk Laboratorium. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan: Petunjuk Laboratorium. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nicole, W. M. 1979. Sucrose and Food Technology. Di Dalam: G. G. Birch dan K. J. Parker (eds.). Sugar: Science of Technology. Applied Science Publ. London. Rao, A. V. dan S. Agarwal. 1998. Bioavailability and in vivo antioxidant properties of lycopene from tomato products and their possible role in the prevention of cancer. Nutr. Cancer. 31: 199-203. Sadler, G., I. Davis, dan D. Dezman. 1990. Rapid extraction of lycopene and ßcarotene from reconstituted tomato paste and pink grapefruit homogenates. J. Food Sci. 55: 1460-1461. Sauriasari, R. 2006. Mengenal dan Menangkal Radikal Bebas. http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-22-Mengenaldan-Menangkal-Radikal-Bebas.shtml. [24 Februari 2006]. Setiawan, A. I. 1994. Tomat: Pembudidayaan Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta. Sharma S. K. dan L. M. Maguer. 1996. Kinetics of lycopene degredation in tomato pulp solid under different processing and storage conditions. Food Res. Int. 29: 309-315. Shi, J. dan M. L. Maguer. 2000. Lycopene in tomatoes: chemical and physical properties affected by food processing. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 40: 142. Shi, J., M. L. Maguer, dan M. Bryan. 2002. Lycopene from tomatoes. Di Dalam: Shi, J., G. Mazza, dan M. L Maguer (eds.). Functional Foods: Biochemical dan Processing Aspects. CRC Press. Washington D. C.
Sies, H. 1992. Antioxidant functions of vitamins: vitamins E and C, -carotene and other carotenoids. Ann. N Y Acad. Ci. 69: 7-20. SNI 01-0222-1995. Standar Nasional Indonesia (SNI). Bahan Tambahan Makanan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. SNI 01-2891-1992. Standar Nasional Indonesia (SNI). Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. SNI 01-3162-1992. Standar Nasional Indonesia (SNI). Tomat Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. SNI 01-3546-1994. Standar Nasional Indonesia (SNI). Saus Tomat. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. SNI 01-3719-1995. Standar Nasional Indonesia (SNI). Minuman Sari Buah. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. SNI 01-3746-1995. Standar Nasional Indonesia (SNI). Selai Buah. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharatara Karya Aksara. Jakarta. Splittoesser, D. F. S. 1981. Fruit and Fruit Product. Di Dalam: L. R. Beuchat (ed.). Food and Beverage Mycology 2nd Edition. Van Nostrand Reinhold. New York. Stahl, W., dan H. Sies. 1992. Uptake of lycopene and its geometrical isomers is greater from heat-processed than from unprocessed tomato juice in humans. J. Nutrit.122: 2161-2166. Stahl, W., U. Heinrich, S. Wiseman, O. Eicher, H. Sies, dan H. Tronnier. 2001. Dietary tomatoes paste protecs against ultraviolet light-induced erythema in humans. J. Nutr. 131: 1449-1451. Standar Industri Indonesia. 1979. Sari Buah. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Susanti, A. 2005. Penggunaan Kappa Karagenan sebagai Bahan Penstabil Saus Tomat. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syarief, R., S. Santausa, St. Isyana. B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syarief, R. dan H. Halid. 1991. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Bogor. Takeoka, G. R., L. Dao, S. Flessa, D. M. Gillespie, W. T. Jewell, B. Huebner, D. Bertow, dan S. E. Ebeler. 2001. Processing effects on lycopene content
and antioxidant activity of tomatoes. J. Agric. Food Chem. Vol. 49: 3713-3717. Taungbodhitham, A. K., G. P. Jones, M. L Wahlqvist, dan D. R. Briggs. 1998. Evaluation of extraction methode for the analysis of carotenoids in fruits and vegetables. Food Chem. 63: 577-584. Thompson, K. A., M. R Marshall, C. A. Sims, S. A. Sargent, dan J. W. Scott. 2000. Cultivar, maturity, and heat treatment on lycopene content in tomatoes. Journal of Food Sci. Vol. 65. No. 5: 791-795. Tugiyono, H. 1986. Bertanam Tomat. PT Penebar Swadaya, Anggota IKAPI. Jakarta. Villareal, R. L. 1980. Tomatoes in The Tropics. Westview Press. Boulder. Colorado. Waluyati, S. 1998. Mempelajari Pengaruh Perubahan Suhu Terhadap Sifat Reologi Jus dan Saus Tomat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Watson,
D. E. 2004. The Busy http://www.ftexploring.com/photosyn/chloroplast.html#pigments. Januari 2008].
Leaf. [16
Willcox, J. K., G. L. Catignani, dan S. Lazarus. 2003. Tomatoes and cardiovascular health. Critical Rev. in Food Sci. and Nut. 43(1): 1-18. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F. G. dan J. Sri Laksmi. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi, dan Keracunan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Winarno, F. G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia. Jakarta. Woodroof, J. G. dan B. S. Luh. 1975. Commercial Fruit Processing. The AVI Publ. Co. Inc. Wesport, Connecticut. Woodroof, J. G. dan G. F. Phillips. 1981. Beverages: Carbonated and Non Carbonated. AVI Publishing Co. Inc. Wesport, Connecticut. Wulandari, N., E. Syamsir, Subarna, dan K. Yuniar. 2005. Modul Praktikum: Teknologi Pengolahan Pangan. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Interpretasi terhadap nilai r hasil analisis korelasi (Budi, 2006).
Interval nilai r *) Interpretasi 0.001 – 0.200 Korelasi sangat lemah 0.201 – 0.400 Korelasi lemah 0.401 – 0.600 Korelasi cukup kuat 0.601 – 0.800 Korelasi kuat 0.801 – 1.000 Korelasi sangat kuat *) Interpretasi berlaku untuk nilai r positif maupun negatif
Lampiran 2. Hasil Independent Sample T-test pada kadar likopen buah tomat Martha dan buah tomat Permata.
T-Test Group Statistics
kadar likopen
jenis tomat tomat jensi Martha tomat jenis Permata
N
Mean 28,3900 30,4450
2 2
Std. Deviation ,36770 2,53851
Std. Error Mean ,26000 1,79500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
kadar likopen Equal variances assumed Equal variances not assumed
F 2E+017
Sig. ,000
t-test for Equality of Means
t
Mean Sig. (2-tailed) Difference
df
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-1,133
2
,375
-2,05500
1,81373
-9,85886
5,74886
-1,133
1,042
,454
-2,05500
1,81373 -23,01998 18,90998
Lampiran 3. Hasil Paired Sample T-test pada kadar likopen sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng.
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
sari_buah_tomat sari_buah_tomat_ ditambah_ minyak_goreng
Mean 26.2400
2
Std. Deviation .00000
Std. Error Mean .00000
2
2.66579
1.88500
N
31.7850
Paired Samples Correlations Pair 1
sari_buah_tomat & sari_ buah_tomat_ditambah_ minyak_goreng
N
Correlation 2
Sig.
.
.
Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
sari_buah_tomat - sari_ buah_tomat_ditambah_ minyak_goreng
Mean -5.54500
Std. Deviation 2.66579
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
1.88500 -29.49620
18.40620
t -2.942
df
Sig. (2-tailed) 1
.209
Lampiran 4. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: kadar likopen
Model Summary Model 1
R .951a
Adjusted R Square .884
R Square .904
Std. Error of the Estimate .49528
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 11.507 1.227 12.734
df 1 5 6
Mean Square 11.507 .245
F 46.910
Sig. .001a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: kadar likopen
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 25.726 .337 -.641 .094
a. Dependent Variable: kadar likopen
Standardized Coefficients Beta -.951
t 76.231 -6.849
Sig. .000 .001
Lampiran 5. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered lama penyimpan a an
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: kadar likopen
Model Summary Model 1
R .786a
Adjusted R Square .541
R Square .617
Std. Error of the Estimate 2.20294
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 39.129 24.265 63.394
df 1 5 6
Mean Square 39.129 4.853
F 8.063
Sig. .036a
t 18.800 -2.840
Sig. .000 .036
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: kadar likopen
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 28.219 1.501 -1.182 .416
a. Dependent Variable: kadar likopen
Standardized Coefficients Beta -.786
Lampiran 6. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: kadar likopen
Model Summary Model 1
R .865a
Adjusted R Square .698
R Square .749
Std. Error of the Estimate 2.59533
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 100.246 33.679 133.924
df 1 5 6
Mean Square 100.246 6.736
F 14.883
Sig. .012a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: kadar likopen
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 31.596 1.768 -1.892 .490
a. Dependent Variable: kadar likopen
Standardized Coefficients Beta -.865
t 17.867 -3.858
Sig. .000 .012
Lampiran 7. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered lama penyimpan a an
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: kadar likopen
Model Summary Model 1
R .428a
Adjusted R Square .019
R Square .183
Std. Error of the Estimate .59866
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .401 1.792 2.193
df 1 5 6
Mean Square .401 .358
F 1.118
Sig. .339a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: kadar likopen
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.611 .408 .120 .113
a. Dependent Variable: kadar likopen
Standardized Coefficients Beta .428
t 3.949 1.058
Sig. .011 .339
Lampiran 8. Hasil uji regresi korelasi nilai pH sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai pH
Model Summaryb Model 1
R .309a
Adjusted R Square -.086
R Square .095
Std. Error of the Estimate .01042
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai pH
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .000 .001 .001
df 1 5 6
Mean Square .000 .000
F .526
Sig. .501a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai pH
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai pH
Unstandardized Coefficients B Std. Error 4.354 .007 -.001 .002
Standardized Coefficients Beta -.309
t 613.291 -.725
Sig. .000 .501
Lampiran 9. Hasil uji regresi korelasi nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai pH
Model Summaryb Model 1
R .563a
Adjusted R Square .181
R Square .317
Std. Error of the Estimate .02976
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai pH
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .002 .004 .006
df 1 5 6
Mean Square .002 .001
F 2.323
Sig. .188a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai pH
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai pH
Unstandardized Coefficients B Std. Error 4.494 .020 -.009 .006
Standardized Coefficients Beta -.563
t 221.626 -1.524
Sig. .000 .188
Lampiran 10. Hasil uji regresi korelasi nilai pH saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered lama penyimpan a an
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai pH
Model Summaryb Model 1
R .136a
Adjusted R Square -.178
R Square .018
Std. Error of the Estimate .09245
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai pH
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .001 .043 .044
df 1 5 6
Mean Square .001 .009
F .094
Sig. .771a
t 60.689 -.307
Sig. .000 .771
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai pH
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai pH
Unstandardized Coefficients B Std. Error 3.823 .063 -.005 .017
Standardized Coefficients Beta -.136
Lampiran 11. Hasil uji regresi korelasi nilai pH selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai pH
Model Summaryb Model 1
R .099a
Adjusted R Square -.188
R Square .010
Std. Error of the Estimate .13567
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai pH
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .001 .092 .093
df 1 5 6
Mean Square .001 .018
F .050
Sig. .832a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai pH
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai pH
Unstandardized Coefficients B Std. Error 3.904 .092 -.006 .026
Standardized Coefficients Beta -.099
t 42.235 -.223
Sig. .000 .832
Lampiran 12. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered lama penyimpan a an
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai TAT
Model Summaryb Model 1
R .168a
Adjusted R Square -.166
R Square .028
Std. Error of the Estimate 3.11994
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai TAT
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 1.413 48.670 50.083
df 1 5 6
Mean Square 1.413 9.734
F .145
Sig. .719a
t 28.385 .381
Sig. .000 .719
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai TAT
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 60.343 2.126 .225 .590
a. Dependent Variable: nilai TAT
Standardized Coefficients Beta .168
Lampiran 13. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai TAT
Model Summaryb Model 1
R .113a
Adjusted R Square -.185
R Square .013
Std. Error of the Estimate 3.10842
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai TAT
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .630 48.311 48.941
df 1 5 6
Mean Square .630 9.662
F .065
Sig. .809a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai TAT
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 59.389 2.118 .150 .587
a. Dependent Variable: nilai TAT
Standardized Coefficients Beta .113
t 28.039 .255
Sig. .000 .809
Lampiran 14. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai TAT
Model Summaryb Model 1
R .961a
Adjusted R Square .909
R Square .924
Std. Error of the Estimate 2.82979
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai TAT
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 486.973 40.039 527.011
df 1 5 6
Mean Square 486.973 8.008
F 60.813
Sig. .001a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai TAT
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 162.898 1.928 -4.170 .535
a. Dependent Variable: nilai TAT
Standardized Coefficients Beta -.961
t 84.483 -7.798
Sig. .000 .001
Lampiran 15. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered lama penyimpan a an
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai TAT
Model Summary Model 1
R .733a
Adjusted R Square .445
R Square .538
Std. Error of the Estimate 5.53751
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 178.417 153.320 331.736
df 1 5 6
Mean Square 178.417 30.664
F 5.818
Sig. .061a
t 35.496 -2.412
Sig. .000 .061
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai TAT
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 133.934 3.773 -2.524 1.046
a. Dependent Variable: nilai TAT
Standardized Coefficients Beta -.733
Lampiran 16. Hasil uji regresi korelasi kadar air sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered lama penyimpan a an
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai KA
Model Summary Model 1
R .503a
Adjusted R Square .103
R Square .253
Std. Error of the Estimate .65868
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .733 2.169 2.902
df 1 5 6
Mean Square .733 .434
F 1.689
Sig. .250a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai KA
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai KA
Unstandardized Coefficients B Std. Error 86.365 .449 .162 .124
Standardized Coefficients Beta .503
t 192.428 1.300
Sig. .000 .250
Lampiran 17. Hasil uji regresi korelasi kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai KA
Model Summaryb Model 1
R .607a
Adjusted R Square .242
R Square .368
Std. Error of the Estimate .45935
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai KA
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .615 1.055 1.670
df 1 5 6
Mean Square .615 .211
F 2.915
Sig. .148a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai KA
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai KA
Unstandardized Coefficients B Std. Error 86.257 .313 .148 .087
Standardized Coefficients Beta .607
t 275.588 1.707
Sig. .000 .148
Lampiran 18. Hasil uji regresi korelasi kadar air saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered lama penyimpan a an
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai KA
Model Summary Model 1
R .748a
Adjusted R Square .471
R Square .559
Std. Error of the Estimate .84584
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 4.536 3.577 8.113
df 1 5 6
Mean Square 4.536 .715
F 6.340
Sig. .053a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai KA
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai KA
Unstandardized Coefficients B Std. Error 65.368 .576 .403 .160
Standardized Coefficients Beta .748
t 113.419 2.518
Sig. .000 .053
Lampiran 19. Hasil uji regresi korelasi kadar air selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered lama penyimpan a an
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai KA
Model Summaryb Model 1
R .558a
Adjusted R Square .174
R Square .312
Std. Error of the Estimate 2.53747
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai KA
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 14.587 32.194 46.781
df 1 5 6
Mean Square 14.587 6.439
F 2.266
Sig. .193a
t 16.552 1.505
Sig. .000 .193
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai KA
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai KA
Unstandardized Coefficients B Std. Error 28.618 1.729 .722 .480
Standardized Coefficients Beta .558
Lampiran 20. Hasil uji regresi korelasi nilai aw sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai Aw
Model Summaryb Model 1
R .247a
Adjusted R Square -.127
R Square .061
Std. Error of the Estimate .006642
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai Aw
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .000 .000 .000
df 1 5 6
Mean Square .000 .000
F .324
Sig. .594a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai Aw
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai Aw
Unstandardized Coefficients B Std. Error .936 .005 .001 .001
Standardized Coefficients Beta .247
t 206.757 .569
Sig. .000 .594
Lampiran 21. Hasil uji regresi korelasi nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai Aw
Model Summaryb Model 1
R .632a
Adjusted R Square .279
R Square .399
Std. Error of the Estimate .007464
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai Aw
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .000 .000 .000
df 1 5 6
Mean Square .000 .000
F 3.323
Sig. .128a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai Aw
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai Aw
Unstandardized Coefficients B Std. Error .946 .005 -.003 .001
Standardized Coefficients Beta -.632
t 186.029 -1.823
Sig. .000 .128
Lampiran 22. Hasil uji regresi korelasi nilai aw saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai Aw
Model Summaryb Model 1
R .567a
Adjusted R Square .185
R Square .321
Std. Error of the Estimate .009215
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai Aw
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .000 .000 .001
df 1 5 6
Mean Square .000 .000
F 2.366
Sig. .185a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai Aw
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai Aw
Unstandardized Coefficients B Std. Error .883 .006 .003 .002
Standardized Coefficients Beta .567
t 140.676 1.538
Sig. .000 .185
Lampiran 23. Hasil uji regresi korelasi nilai aw selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: nilai Aw
Model Summaryb Model 1
R .654a
Adjusted R Square .314
R Square .428
Std. Error of the Estimate .014258
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai Aw
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .001 .001 .002
df 1 5 6
Mean Square .001 .000
F 3.745
Sig. .111a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: nilai Aw
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
a. Dependent Variable: nilai Aw
Unstandardized Coefficients B Std. Error .798 .010 .005 .003
Standardized Coefficients Beta .654
t 82.118 1.935
Sig. .000 .111
Lampiran 24. Total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
No.
Sampel
koloni/ml
log koloni/ml
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
J1H0 I J1H0 II J1H1 I J1H1 II J1H2 I J1H2 II J1H3 I J1H3 II J1H4 I J1H4 II J1H5 I J1H5 II J1H6 I J1H6 II
34x101 46x101 16x101 41.5x101 42x101 26x101 39.5x101 43x101 46x101 33x101 76.5x101 28x101 38.5x101 56x101
2.5315 2.6628 2.2041 2.6180 2.6232 2.4150 2.5966 2.6335 2.6628 2.5185 2.8837 2.4472 2.5855 2.7482
rata-rata koloni/ml
rata-rata log koloni/ml
4.00x102
2.60
2.88x102
2.46
3.40x102
2.53
4.13x102
2.62
3.95x102
2.60
5.23x102
2.72
4.73x102
2.67
Lampiran 25. Hasil uji regresi korelasi total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Model Summaryb Model 1
R .719a
Adjusted R Square .421
R Square .517
Std. Error of the Estimate .06533
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .023 .021 .044
df 1 5 6
Mean Square .023 .004
F 5.355
Sig. .069a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 2.514 .045 .029 .012
a. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Standardized Coefficients Beta .719
t 56.478 2.314
Sig. .000 .069
Lampiran 26. Total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
No.
Sampel
koloni/ml
log koloni/ml
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
J2H0 I J2H0 II J2H1 I J2H1 II J2H2 I J2H2 II J2H3 I J2H3 II J2H4 I J2H4 II J2H5 I J2H5 II J2H6 I J2H6 II
12x101 23x101 16x101 19x101 14x101 16x101 16x101 137x101 25x101 9x101 21.5x101 17x101 47x101 39x101
2.0792 2.3617 2.2041 2.2788 2.1461 2.2041 2.2041 3.1367 2.3979 1.9542 2.3324 2.2304 2.6721 2.5911
rata-rata koloni/ml
rata-rata log koloni/ml
1.75x102
2.24
1.75x102
2.24
1.50x102
2.18
7.65x102
2.88
1.70x102
2.23
1.93x102
2.28
4.30x102
2.63
Lampiran 27. Hasil uji regresi korelasi total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: jumlah log mikroba Model Summaryb Model 1
R .377a
Adjusted R Square -.029
R Square .142
Std. Error of the Estimate .26974
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .060 .364 .424
df 1 5 6
Mean Square .060 .073
F .830
Sig. .404a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 2.244 .184 .046 .051
a. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Standardized Coefficients Beta .377
t 12.207 .911
Sig. .000 .404
Lampiran 28. Total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
No.
Sampel
koloni/g
log koloni/g
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
SsM0 I SsM0 II SsM1 I SsM1 II SsM2 I SsM2 II SsM3 I SsM3 II SsM4 I SsM4 II SsM5 I SsM5 II SsM6 I SsM6 II
1x101 0 1x101 0 2x101 1x101 0 1x101 0 1x101 0 0 1x101 1x101
1.0000 0.0000 1.0000 0.0000 1.3010 1.0000 0.0000 1.0000 0.0000 1.0000 0.0000 0.0000 1.0000 1.0000
rata-rata koloni/g
rata-rata log koloni/g
1.00x101
1.00
1.00x101
1.00
1.50x101
1.18
1.00x101
1.00
1.00x101
1.00
0
0.00
1.00x101
1.00
Lampiran 29. Hasil uji regresi korelasi total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Model Summaryb Model 1
R .426a
Adjusted R Square .018
R Square .181
Std. Error of the Estimate .39156
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .170 .767 .936
df 1 5 6
Mean Square .170 .153
F 1.107
Sig. .341a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.116 .267 -.078 .074
a. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Standardized Coefficients Beta -.426
t 4.184 -1.052
Sig. .009 .341
Lampiran 30. Total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
No.
Sampel
koloni/g
log koloni/g
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
SlM0 I SlM0 II SlM1 I SlM1 II SlM2 I SlM2 II SlM3 I SlM3 II SlM4 I SlM4 II SlM5 I SlM5 II SlM6 I SlM6 II
1x101 0 0 0 0 88x101 0 0 39x101 41.5x101 0 0 20x101 0
1.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 2.9445 0.0000 0.0000 2.5911 2.6181 0.0000 0.0000 2.3010 0.0000
rata-rata koloni/g
rata-rata log koloni/g
1.00x101
1.00
0
0.00
8.80x102
2.94
0
0.00
4.03x102
2.60
0
0.00
2.00x102
2.30
Lampiran 31. Hasil uji regresi korelasi total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).
Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered lama penyimpan a an
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Model Summaryb Model 1
R .207a
Adjusted R Square -.148
R Square .043
Std. Error of the Estimate 1.41967
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares .453 10.077 10.530
df 1 5 6
Mean Square .453 2.015
F .225
Sig. .656a
a. Predictors: (Constant), lama penyimpanan b. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Coefficientsa
Model 1
(Constant) lama penyimpanan
Unstandardized Coefficients B Std. Error .881 .967 .127 .268
a. Dependent Variable: jumlah log mikroba
Standardized Coefficients Beta .207
t .911 .474
Sig. .404 .656
Lampiran 32. Formulir uji Hedonik sari buah tomat.
FORMULIR UJI HEDONIK Nama : Jenis produk : Sari buah tomat
Tanggal :
Instruksi : 1. Netralkan lidah anda dengan air putih yang disediakan (sebelum mulai dan setelah mencicipi sampel) 2. Cicipi sampel (diamkan selama 10 detik). Kemudian berikan penilaian terhadap sari buah tomat. 3. Berikan tanda ( ) pada pernyataan yang sesuai dengan pilihan anda untuk setiap parameter. 4. Jangan membandingkan antar sampel. Penilaian Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka
Warna
Parameter sampel Aroma Rasa
Overall
Komentar : __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________
Lampiran 33. Formulir uji Hedonik sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng.
FORMULIR UJI HEDONIK Nama : Tanggal : Jenis produk : Sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng Instruksi : 5. Netralkan lidah anda dengan air putih yang disediakan (sebelum mulai dan setelah mencicipi sampel) 6. Cicipi sampel (diamkan selama 10 detik). Kemudian berikan penilaian terhadap sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng. 7. Berikan tanda ( ) pada pernyataan yang sesuai dengan pilihan anda untuk setiap parameter. 8. Jangan membandingkan antar sampel. Penilaian Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka
Warna
Parameter sampel Aroma Rasa
Overall
Komentar : __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________
Lampiran 34. Formulir uji Hedonik saus tomat.
FORMULIR UJI HEDONIK Nama : Jenis produk : Saus tomat
Tanggal :
Instruksi : 1. Netralkan lidah anda dengan air putih yang disediakan (sebelum mulai dan setelah mencicipi sampel) 2. Celupkan kentang pada saus tomat yang telah disediakan. 3. Cicipi sampel (kunyah minimal selama 10 detik). Kemudian berikan penilaian terhadap saus tomat (penilaian bukan diberikan terhadap kentang gorengnya). 4. Berikan tanda ( ) pada pernyataan yang sesuai dengan pilihan anda untuk setiap parameter. Penilaian Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka
Warna
Parameter sampel Aroma Rasa
Overall
Komentar : __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________
Lampiran 35. Formulir uji Hedonik selai tomat.
FORMULIR UJI HEDONIK Nama : Jenis produk : Selai tomat
Tanggal :
Instruksi : 1. Netralkan lidah anda dengan air putih yang disediakan (sebelum mulai dan setelah mencicipi sampel) 2. Cicipi sampel (diamkan selama 10 detik). Kemudian berikan penilaian terhadap selai tomat (penilaian bukan diberikan terhadap rotinya) 3. Berikan tanda ( ) pada pernyataan yang sesuai dengan pilihan anda untuk setiap parameter. Penilaian Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka
Warna
Parameter sampel Aroma Rasa
Overall
Komentar : __________________________________________________________________ __________________________________________________________________ __________________________________________________________________
Lampiran 36. Hasil uji Hedonik sari buah tomat.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Nama panelis Gading Noor Anissa Aji Hana Steisi Inggrid Benjamin Teddy Purwono Arti Hendy Maya Mardiati Lasty Angelia Dadik Randy Ina Alex Manto Rizki Pretty Vivi Shinta Desi Listyawati Agnes Erick Eneng Skor rata-rata
Warna 4 5 4 5 5 4 4 4 4 3 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 3 4.03
Parameter Aroma Rasa 3 2 2 2 4 4 3 3 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 2 4 2 5 3 5 4 4 2 5 4 4 4 3 5 5 4 5 4 3 3 5 5 4 4 4 5 5 4 5 3 3 4 4 4 4 4 4.03 3.70
Overall 3 2 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 2 4 5 4 4 4 5 4 4 3 4 4 5 4 3 4 4 4 3.87
Lampiran 37. Hasil uji Hedonik sari buah tomat.yang ditambahkan minyak goreng.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Nama panelis
Gading Noor Anissa Aji Hana Steisi Inggrid Benjamin Teddy Purwono Arti Hendy Maya Mardiati Lasty Angelia Dadik Randy Ina Alex Manto Rizki Pretty Vivi Shinta Desi Listyawati Agnes Erick Eneng Skor rata-rata
Warna 2 2 2 2 4 2 3 3 2 4 2 2 4 2 2 2 3 5 2 5 2 3 3 3 2 4 2 2 2 2 2.67
Parameter Aroma Rasa 3 2 2 2 4 5 3 4 4 5 4 3 4 2 4 4 2 2 4 4 2 2 3 2 4 4 3 4 4 5 2 3 3 5 3 4 3 2 4 5 2 5 3 3 4 4 4 4 2 3 5 5 4 4 2 4 4 4 4 2 3.30 3.57
Overall 3 2 4 2 4 3 3 4 2 4 2 3 4 4 4 2 4 5 2 5 4 3 4 4 3 4 4 3 4 2 3.37
Lampiran 38. Hasil uji Hedonik saus tomat.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Nama panelis Gading Noor Anissa Aji Hana Steisi Inggrid Benjamin Teddy Purwono Arti Hendy Maya Mardiati Lasty Angelia Dadik Randy Ina Alex Manto Rizki Pretty Vivi Shinta Desi Listyawati Agnes Erick Eneng Skor rata-rata
Warna 4 4 4 4 5 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 2 4 3 5 5 4 4 3 4 4 4 2 4 4 3.80
Parameter Aroma Rasa 2 4 4 3 4 5 2 4 5 5 2 3 2 2 3 4 3 4 2 3 3 3 4 4 2 2 3 3 5 4 2 3 3 4 5 5 4 5 3 5 5 4 3 4 3 4 4 4 4 5 5 5 4 5 2 3 4 4 4 5 3.37 3.93
Overall 4 3 4 4 5 3 2 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 2 4 5 3.87
Lampiran 39. Hasil uji Hedonik selai tomat.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Nama panelis Gading Noor Anissa Aji Hana Steisi Inggrid Benjamin Teddy Purwono Arti Hendy Maya Mardiati Lasty Angelia Dadik Randy Ina Alex Manto Rizki Pretty Vivi Shinta Desi Listyawati Agnes Erick Eneng Skor rata-rata
Warna 2 5 5 4 5 3 4 4 2 4 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 4 3 3 4 4 5 4 3 4 4 3.77
Parameter Aroma Rasa 3 2 5 5 5 5 4 4 5 5 3 4 3 5 4 5 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 2 4 3 5 3 2 4 5 4 5 3 4 3 4 4 4 3 4 3 5 3 5 3 5 4 4 4 5 3 4 3 4 3 4 3.47 4.27
Overall 2 5 5 4 5 3 4 4 3 4 4 4 4 4 5 3 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4.10