PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS POLIETILEN GLIKOL 400, DIETILEN GLIKOL, DAN DIMETIL FTALAT TERHADAP PROSES BIODEGRADASI BIOPLASTIK POLI- -HIDROKSIALKANOAT PADA MEDIA CAIR DENGAN UDARA TERLIMITASI
Oleh AHMAD ARBAN KHOIRI F 34102122
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS POLIETILEN GLIKOL 400, DIETILEN GLIKOL, DAN DIMETIL FTALAT TERHADAP PROSES BIODEGRADASI BIOPLASTIK POLI- -HIDROKSIALKANOAT PADA MEDIA CAIR DENGAN UDARA TERLIMITASI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh AHMAD ARBAN KHOIRI F 34102122
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS POLIETILEN GLIKOL 400, DIETILEN GLIKOL, DAN DIMETIL FTALAT TERHADAP PROSES BIODEGRADASI BIOPLASTIK POLI- -HIDROKSIALKANOAT PADA MEDIA CAIR DENGAN UDARA TERLIMITASI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh AHMAD ARBAN KHOIRI F 34102122
Dilahirkan pada tanggal 4 April 1984, di Bogor Tanggal Lulus: 7 Maret 2007
Bogor, Maret 2007 Menyetujui,
Dr. Ir. Krisnani Setyowati Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc Dosen Pembimbing II iii
Ahmad Arban Khoiri. F 34102122. Pengaruh Penambahan Pemlastis Polietilen Glikol 400, Dietilen Glikol, dan Dimetil Ftalat terhadap Proses Biodegradasi Bioplastik Poli- -hidroksialkanoat pada Media Cair dengan Udara Terlimitasi. Di Bawah Bimbingan Krisnani Setyowati dan Khaswar Syamsu. 2007. RINGKASAN Saat ini, produksi berbagai jenis polimer sintetis berbahan dasar minyak bumi di seluruh dunia telah mencapai 140 juta ton/tahun. Jumlah tersebut meningkat hingga 20 kali lipat jika dibandingkan dengan produksi polimer sintetis berbahan dasar minyak bumi pada dekade 1950. Pertumbuhan penggunaan plastik yang signifikan ini dikarenakan oleh sifat plastik yang memiliki banyak keunggulan, seperti: (1) mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan; (2) bobot yang lebih ringan jika dibandingkan dengan bahan-bahan lain; (3) daya tahan yang sangat baik; (4) ketahanan terhadap bahan kimia, air, dan benturan; serta (5) biaya produksi yang tidak besar. Akan tetapi, sebagian besar polimer yang diproduksi dan dikonsumsi pada akhirnya akan menjadi limbah industri di lingkungan. Hal tersebut dikarenakan mayoritas polimer sintetis yang diproduksi merupakan polimer dengan ketahanan yang baik terhadap penguraian secara biologis. Poli- -hidroksialkanoat merupakan salah satu jenis biopolimer yang mampu terdegradasi secara biologis. Poli- -hidroksialkanoat merupakan biopolimer yang berpotensi besar menjadi alternatif pengganti polimer sintetis berbahan dasar minyak bumi. Salah satu karakteristik yang mengagumkan dari poli- -hidroksialkanoat adalah kemampuan terurainya pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat memiliki karakter yang kurang baik, seperti rapuh dan tidak elastis. Penambahan pemlastis merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanis bioplastik poli- hidroksialkanoat tersebut. Sebagai polimer yang dapat terdegradasi secara biologis, penambahan pemlastis akan mempengaruhi kemampuan bioplastik poli- -hidroksialkanoat untuk terdegradasi. Karena itu diperlukan suatu studi khusus untuk mengetahui proses biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat serta pengaruh penambahan pemlastis terhadap proses biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat terhadap kemampuan bioplastik poli- -hidroksialkanoat untuk terdegradasi pada media cair berupa air danau dengan penambahan inokulum pendegradasi berupa limbah cair nata de coco pada kondisi udara terlimitasi, dengan melakukan pengukuran akumulasi produksi CO2 dan laju produksi CO2 sebagai parameter biodegradasi. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat, mampu terdegradasi secara biologis pada media cair dengan udara terlimitasi. Hal tersebut dibuktikan dengan diproduksinya CO2 selama proses biodegradasi. Penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat memberikan pengaruh yang negatif bagi proses biodegradasi bioplastik. Akumulasi produksi CO2 lebih kecil dan laju produksi CO2 berlangsung lebih lambat jika dibandingkan dengan jumlah CO2 yang dihasilkan pada proses biodegradasi bioplastik tanpa pemlastis. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis sebagai pembanding memiliki akumulasi produksi CO2 terbesar dan laju produksi CO2 paling cepat dengan akumulasi produksi CO2 sebesar 27,28 mg CO2 dan laju produksi CO2 sebesar 0,55 mg CO2/hari. iv
Pada hari ke-50, bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 merupakan bioplastik dengan penambahan pemlastis yang paling cepat terdegradasi. Hal tersebut dibuktikan dengan akumulasi produksi CO2 tertinggi dan laju produksi CO2 tercepat jika dibandingkan dengan sampel bioplastik dengan penambahan pemlastis lainnya. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 memiliki akumulasi produksi CO2 sebesar 23,76 mg dan laju produksi CO2 sebesar 0,48 mg CO2/hari, diikuti oleh bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol dengan akumulasi produksi CO2 sebesar 18,92 mg dan laju produksi CO2 sebesar 0,38 mg CO2/hari. Bioplastik poli- hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat merupakan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis yang terdegradasi paling lambat. Hal tersebut dibuktikan dengan akumulasi produksi CO2 terkecil dan laju produksi CO2 paling lambat dibandingakan semua sampel. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat memiliki akumulasi produksi CO2 sebesar 16,72 mg, serta laju produksi CO2 sebesar 0,33 mg CO2/hari. Pasokan udara yang terbatas berpengaruh negatif terhadap proses biodegradasi. Pasokan udara yang terbatas pada proses biodegradasi akan berakibat pada akumulasi produksi CO2 yang lebih kecil dan laju produksi CO2 yang lebih lambat jika dibandingkan dengan proses biodegradasi yang dipasok udara secara terus menerus dengan menggunakan pompa aerasi.
v
Ahmad Arban Khoiri. F 34102122. Influence of Polyethylene Glycol 400, Diethylene Glycol, and Dimethyl Phthalate addition to Biodegradation Process of Poly- -hydrokxyalkanoates Bioplastic in Water Media with Air Limitation. Supervised by Krisnani Setyowati and Khaswar Syamsu. 2007. SUMMARY Nowadays, a wide variety of petroleum-based synthetic polymers are produced worldwide to the extent of approximately 140 million tones per year. It means that we produce and use 20 times more plastic today than we did in 1950s. The considerable growth in plastic use is due to the beneficial properties of plastics. These include: (1) extreme versatility and ability to be tailored to meet very specific technical needs; (2) lighter weight than competing materials; (3) extreme durability; (4) resistance to chemicals, water, and impact; (5) good safety and hygiene properties for food packaging; and (6) relatively inexpensive to produce. However, the majority of synthetic polymers are introduced in the ecosystem as industrial waste products. This problem occurred due to the majority of synthetic polymers are extremely resistant to microbial attack. Poly- -hydroxyalkanoates is one of various biopolymers which are able to degrade biologically. Poly- -hydroxyalkanoates are a biopolymer with a great potential to substitute the petroleum based synthetic polymers, due to its ability to degrade in various environments. But unfortunately, poly- -hydroxyalkanoates have a rigid and brittle characteristic. An addition of plasticizer is needed to improve the physical and mechanical properties of poly- -hydroxyalkanoates. As a biodegradable polymer, the addition of plasticizer will give an influence to the poly- -hydroxyalkanoates biodegradability. A study is needed to determine the biodegradation process of poly- -hydroxyalkanoates bioplastic and the influence of plasticizer addition to the biodegradation process of poly- -hydroxyalkanoates bioplastic. The objective of this study is to determine the influence of polyethylene glycol 400, diethylene glycol, and dimethyl phthalate addition towards biodegradability of poly- -hydroxyalkanoates bioplastic in lake water media with nata de coco waste as degradation inoculums in limited air condition, by measuring the CO2 production accumulation and the production rate of CO2 as the biodegradation parameter. The poly- -hydroxyalkanoates bioplastic plasticized with polyethylene glycol 400, diethylene glycol, and dimethyl phthalate, were able to degrade biologically in water media with air limitation. This conclusion was made based on the CO2 production during the biodegradation process was conducted. The addition of polyethylene glycol 400, diethylene glycol, and dimethyl phthalate has a negative influence to the poly- -hydroxyalkanoates bioplastic biodegradation process. The CO2 production accumulation has a smaller value and the CO2 production rate has became slower compared to CO2 production accumulation and CO2 production rate of non-plasticized poly- hydroxyalkanoates bioplastic. The non-plasticized poly- -hydroxyalkanoates bioplastic, has the biggest value of CO2 production accumulation of 27,28 mg and the fastest CO2 production rate of 0,55 mg CO2/day. After 50 days test, the poly- -hydroxyalkanoates bioplastic plasticized with polyethylene glycol 400 was the fastest to degrade plasticized bioplastic. The poly- -hydroxyalkanoates bioplastic plasticized with polyethylene glycol 400 has the value of CO2 production accumulation of 23,76 mg and CO2 production rate of 0,48 mg CO2/day, followed by poly- -hydroxyalkanoates bioplastic vi
plasticized with diethylene glycol with CO2 production accumulation of 18,92 mg and CO2 production rate of 0,38 mg CO2/day. The poly- -hydroxyalkanoates bioplastic plasticized with dimethyl phthalate was the slowest to degrade plasticized bioplastic, with CO2 production accumulation of 16,72 mg and CO2 production rate of 0,33 mg CO2/day. The air limitation during the biodegradation process has giving a negative influence to the biodegradation process. The air limitation during the biodegradation process has causing a smaller amount of CO2 production accumulation and a slower CO2 production rate compared to biodegradation process held with continuous air supply using the aeration pump.
vii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : “Pengaruh Penambahan Pemlastis Polietilen Glikol 400, Dietilen Glikol, dan Dimetil Ftalat terhadap Proses Biodegradasi Bioplastik Poli- -hidroksialkanoat pada Media Cair dengan Udara Terlimitasi” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor,
Maret 2007
Yang Membuat Pernyataan
Nama : Ahmad Arban Khoiri NRP
: F 34102122
viii
BIODATA RINGKAS
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 April 1984 dari pasangan H. M. Tamsur Marse dan Dida Djamilah. Penulis merupakan anak ke-2 dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasarnya di SD Negeri Panaragan 2 Kota Bogor pada tahun 1990 dan menyelesaikannya pada tahun 1996. penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 4 Bogor hingga tahun 1999, yang kemudian dilanjutkan ke SMU Negeri 5 Bogor hingga selesai pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan menyelesaikan studinya pada tahun 2007. Selama masa studinya di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis aktif terlibat dalam berbagai kegiatan. Penulis aktif menjadi asisten Mata Kuliah Laboratorium Bioproses dan Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen serta menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) periode 2003-2004 sebagai staf Departemen Kesekretariatan dan Sebagai Staf Departemen Sosial dan Kesejahteraan Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian periode 2004-2005. Pada tahun 2005, penulis melakukan praktek lapang di PT. Badranaya Putra Bandung dengan topik “Mempelajari Aspek Proses Produksi dan Pengemasan Produk Sosis di PT. Badranaya Putra Bandung”. Pada tahun 2006 penulis melakukan penelitian di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian dengan judul penelitian “Pengaruh Penambahan Pemlastis Polietilen Glikol 400, Dietilen Glikol, dan Dimetil Ftalat terhadap Proses Biodegradasi Bioplastik Poli- -hidroksialkanoat pada Media Cair dengan Udara Terlimitasi”. Penulis menyelesaikan studinya di Departemen Teknologi Industri Pertanian dan meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada bulan Maret 2007.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, karena atas berkat kekuasaan dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penulis yang berjudul “Pengaruh Penambahan Pemlastis Polietilen Glikol 400, Dietilen Glikol, dan
Dimetil
Ftalat
terhadap
Proses
Biodegradasi
Bioplastik
Poli- -
hidroksialkanoat pada Media Cair dengan Udara Terlimitasi”. Selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari banyak pihak. Karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Krisnani Setyowati, selaku dosen pembimbing I yang selama ini telah memberikan arahan, bimbingan dan juga kesabarannya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc, selaku dosen pembimbing II atas ide-ide, masukan, dan saran bagi penulis. 3. Prayoga Suryadarma, S.TP, MT, sebagai dosen penguji atas evaluasi dan saran yang diberikan demi perbaikan tugas akhir ini. 4. Ayah, ibu, serta seluruh keluarga penulis atas dukungan tanpa henti dan cinta tiada batas. 5. Staf pengajar Dept. Teknologi Industri Pertanian, atas semua ilmu yang diberikan selama penulis berada di Departemen Teknologi Industri Pertanian. 6. Rekan-rekan penelitian Riset Unggulan Terpadu Bioplastik 2006 atas kerjasama, bantuan, dan ikatan persahabatan yang erat. 7. Staf laboratorium Dept. Teknologi Industri Pertanian dan Pusat Antar Universitas IPB atas bantuan dan fasilitas yang diberikan selama penulis melakukan penelitian. 8. Rekan-rekan TIN kelas 2002 (TIN ’39). Terima kasih atas jalinan yang tercipta selama ini. 9. Semua pihak yang telah membantu proses penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu. Semoga karya kecil ini bisa bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi siapapun yang membacanya. Bogor, Maret 2007 Penulis x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................
iii
RINGKASAN ....................................................................................
iv
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................
viii
BIODATA RINGKAS ........................................................................
ix
KATA PENGANTAR .........................................................................
x
DAFTAR ISI ......................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xiv
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................
1
B. TUJUAN ......................................................................................
4
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN .................................................
4
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
5
A. POLI- -HIDROKSIALKANOAT (PHA) .........................................
5
B. PEMLASTIS ................................................................................
7
C. BIODEGRADASI .........................................................................
9
D. PENGUJIAN BIODEGRADASI ...................................................
12
III. METODE PENELITIAN .....................................................................
15
A. BAHAN DAN ALAT .....................................................................
15
B. METODE PENELITIAN ...............................................................
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
19
A. KARAKTERISASI MEDIA PENDEGRADASI ..............................
19
I.
B. UJI BIODEGRADASI BIOPLASTIK POLI- -HIDROKSIALKANOAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESPIROMETRI
22
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
33
A. KESIMPULAN .............................................................................
33
B. SARAN .......................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
35
LAMPIRAN .......................................................................................
38
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sifat fisik dan mekanis polipropilen (PP) dan poli- -hidroksibutirat (PHB) .............................................................................
6
Tabel 2. Mikroorganisme pendegradasi poli- -hidroksialkanoat ..............
9
Tabel 3. Ringkasan beberapa metode uji biodegradasi beserta beberapa faktor positif dan negatif untuk setiap jenis uji .......................
13
Tabel 4. Hasil kuantifikasi mikroorganisme hari ke-0 ...............................
19
Tabel 5. Hasil kuantifikasi mikroorganisme hari ke-50 .............................
19
Tabel 6. Pengukuran suhu dan pH media pada hari ke-0 .......................
21
Tabel 7. Pengukuran suhu dan pH media pada hari ke-50 .....................
21
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur dasar poli- -hidroksialkanoat ...................................
5
Gambar 2. Granula poli- -hidroksialkanoat di dalam sel .........................
6
Gambar 3. Struktur molekul polietilen glikol ............................................
8
Gambar 4. Struktur molekul dietilen glikol ...............................................
8
Gambar 5. Struktur molekul dimetil ftalat .................................................
8
Gambar 6. Dogma dasar biodegradasi polimer .......................................
10
Gambar 7. Reaksi umum pada tahapan mineralisasi ..............................
12
Gambar 8. Disain botol biometer .............................................................
14
Gambar 9. Disain botol biometer modifikasi.............................................
14
Gambar 10. Biometer ..............................................................................
15
Gambar 11. Reaksi pada tahapan mineralisasi .......................................
23
Gambar 12. Grafik akumulasi produksi CO2 selama proses biodegradasi
23
Gambar 13. Kurva regresi produksi CO2 .................................................
30
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir uji biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat ....................................................................................
39
Lampiran 2. Diagram alir evaluasi kadar CO2 .........................................
40
Lampiran 3. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 blanko (tanpa bioplastik poli- -hidroksialkanoat) ............................................
41
Lampiran 4. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis .....................................
42
Lampiran 5. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 ...
43
Lampiran 6. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol .............
44
Lampiran 7. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat ..............
45
Lampiran 8. Rekapitulasi gabungan pengukuran produksi CO2 ...............
46
Lampiran 9. Estimasi kurva regresi produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis .....................................
47
Lampiran 10. Estimasi kurva regresi produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 ..
48
Lampiran 11. Estimasi kurva regresi produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol ...........
49
Lampiran 12. Estimasi kurva regresi produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat ............
50
Lampiran 13. Data perbandingan produksi CO2 dan laju produksi CO2 pada kondisi udara terlimitasi dengan produksi CO2 dan laju produksi CO2 kondisi aerasi .......................................
51
Lampiran 14. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis (a) polietilen glikol 400; (b) dietilen glikol; dan (c) dimetil ftalat ..................................................................
52
xiv
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Saat ini, produksi dan konsumsi berbagai jenis polimer sintetis berbahan dasar minyak bumi di seluruh dunia telah mencapai 140 juta ton/tahun (Kim dan Rhee, 2003; Anonima, 2006). Jumlah tersebut meningkat hingga 20 kali lipat jika dibandingkan dengan produksi polimer sintetis berbahan dasar minyak bumi pada dekade 1950. Sebagian besar polimer yang diproduksi dan dikonsumsi tersebut pada akhirnya akan menjadi limbah industri di lingkungan. Hal ini dikarenakan mayoritas polimer sintetis yang diproduksi merupakan polimer yang memiliki ketahanan terhadap penguraian secara biologis. Hal tersebut disebabkan oleh bobot molekul yang sangat besar, jumlah cincin aromatik yang sangat tinggi, dan ikatan-ikatan yang kompleks. (Kim dan Rhee, 2003). Karena hal tersebut, maka akumulasi skala besar limbah plastik di lingkungan telah menimbulkan masalah polusi lingkungan yang tidak bisa disebut sebagai masalah ringan. Solusi dari permasalahan
ini dapat ditemukan pada polimer
biodegradabel, suatu jenis polimer yang dapat terurai secara biologis. Diantara berbagai jenis polimer biodegradabel, terdapat polimer yang dihasilkan oleh mikroorganisme dengan substrat yang diturunkan dari sumber daya yang dapat diperbaharui, seperti pati dan lemak, dan dapat terurai secara biologis pada tanah dan air. Poli- -hidroksialkanoat merupakan salah satu polimer yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai cadangan makanan akibat adanya keterbatasan nutrisi. Salah satu jenis poli- hidroksialkanoat adalah poli- -hidroksibutirat, yang termasuk ke dalam kelompok poli- -hidroksialkanoat rantai pendek (jumlah atom C berkisar antara 3 sampai 5 atom), dan memiliki sifat yang rapuh dan tidak elastis. Untuk
memperbaiki
sifat
dan
karakter
bioplastik
poli- -
hidroksialkanoat tersebut diperlukan penambahan bahan tertentu, seperti pemlastis. Penelitian mengenai pembuatan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis telah banyak dilakukan. Rais (2007), Delvia (2006), dan
Juari (2006) telah
melakukan studi tentang pengaruh
penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol dan dimetil ftalat terhadap sifat fisik dan mekanis bioplastik poli- -hidroksialkanoat (poli- -
hidroksibutirat) hasil kultivasi bakteri Ralstonia eutropha dengan substrat hidrolisat pati sagu. Untuk mengetahui kemampuan terdegradasi ketiga bioplastik tersebut, maka dilakukanlah uji biodegradasi bioplastik poli- hidroksialkanoat yang dihasilkan oleh studi tersebut. Proses degradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat bergantung pada aktivitas mikrobial di lingkungan dan pada permukaan polimer. Di sisi lain, kristalinitas, bobot molekul dari bahan, temperatur, hidrofilitas bahan merupakan
faktor-faktor
penting
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
mikroorganisme pada permukaan polimer. Polietilen glikol, dietilen glikol dan dimetil ftalat merupakan beberapa jenis pemlastis yang banyak digunakan pada industri plastik. Pemlastis dari kelompok etilen glikol banyak digunakan pada industri plastik terutama untuk pembuatan serat poliester dan resin, termasuk polyethylene terephtalate yang digunakan dalam produksi botol plastik untuk minuman ringan (botol PET). Dimetil ftalat sering digunakan sebagai pemlastis pada industri plastik polyvinyl chloride (PVC). Pemlastis dari kelompok etilen glikol telah digunakan sebagai bahan campuran pada beberapa jenis polimer biodegradabel, seperti poly(3caprolactone) (PCL) dan poly (L-lactide) (PLA). Pemlastis dari kelompok etilen glikol memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik, seperti kelarutan yang baik pada air dan pelarut organik, tingkat toksik yang rendah, dan sifat hidrofilik yang tinggi. Sedangkan dimetil ftalat merupakan pemlastis yang dapat larut pada pelarut organik tetapi tidak dapat larut di dalam air. Dimetil ftalat telah banyak digunakan pada industri plastik untuk menghasilkan plastik polyvinyl chloride (PVC) dengan karakter yang lebih fleksibel dan lentur. Pada studi ini, diamati pengaruh penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat terhadap proses biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat. Parameter yang diamati adalah akumulasi produksi CO2 dan laju produksi CO2 selama pengujian dilakukan. Gas CO2 merupakan gas yang dihasilkan pada tahapan mineralisasi pada proses biodegradasi. Beberapa studi mengenai biodegradasi bioplastik ataupun polimer sintetis telah dilakukan. Parra et al. (2006) melakukan pengujian biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 300 pada konsentrasi yang berbeda-beda. Pengujian dilakukan dengan 2
menggunakan metode enzyme assay atau pengujian dengan menggunakan enzim pada media agar. Parra et al. (2006) menyatakan, konsentrasi pemlastis polietilen glikol 300 yang berbeda-beda akan memberikan kemampuan terdegradasi yang berbeda. Semakin tinggi konsentrasi polietilen glikol 300, maka bioplastik poli- -hidroksialkanoat semakin mudah dan cepat terdegradasi. Studi biodegradasi yang dilakukan oleh Parra et al. (2006) tidak melakukan perbandingan antara berbagai macam jenis pemlastis dan perbandingan
dengan
bioplastik
PHA tanpa penambahan pemlastis.
Sehingga tidak didapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan pemlastis yang berbeda-beda terhadap proses biodegradasi. Maka pada studi biodegradasi kali ini digunakan tiga macam pemlastis yang berbeda, sehingga bisa diketahui pemlastis mana yang memberikan sifat fisik mekanis terbaik
bagi
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
dan
juga
memberikan
kemampuan terdegradasi mendekati bioplastik poli- -hidroksialkanoat tanpa pemlastis. Selain tidak adanya data perbandingan antara berbagai macam jenis pemlastis, studi biodegradasi yang dilakukan oleh Parra et al. (2006) tidak menggunakan media yang berasal dari alam. Sehingga studi yang dilakukan oleh Parra et al. (2006) tidak dapat memberikan informasi mengenai kemampuan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 300 untuk terdegradasi di alam. Karena itu pada studi ini digunakan media yang dapat mewakili/mendekati kondisi alam dari segi media yang digunakan. Pada studi ini digunakan media berupa air danau dan inokulum pendegradasi berupa limbah nata de coco yang tidak diberi perlakuan sebelum proses biodegradasi dilakukan. Media berupa air danau dipilih karena diduga mengandung beberapa jenis bakteri yang dapat mendegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat (Brandl et al., 1995). Sedangkan inokulum pendegradasi berupa limbah cair nata de coco merupakan limbah yang diduga mengandung bakteri penghasil biopolimer, selulosa, sehingga diduga mampu untuk mendegradasi jenis biopolimer yang lain.
3
B. TUJUAN Studi
ini bertujuan
untuk
mengetahui pengaruh
penambahan
pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat terhadap kemampuan bioplastik poli- -hidroksialkanoat untuk terdegradasi pada media cair berupa air danau dengan penambahan inokulum pendegradasi berupa limbah cair nata de coco pada kondisi udara terlimitasi, dengan melakukan pengukuran akumulasi produksi CO2 dan laju produksi CO2 sebagai parameter biodegradasi.
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN Melakukan
pengujian
biodegradasi
terhadap
bioplastik
poli- -
hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat dengan menggunakan metode respirometri untuk mengetahui jumlah CO2 hasil tahapan mineralisasi pada proses biodegradasi sebagai parameter biodegradasi. Sebagai data pelengkap penelitian utama dilakukan karakterisasi media berupa pengukuran pH media dan kuantifikasi mikroorganisme pada hari ke-0 dan hari ke-50 proses biodegradasi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. POLI- -HIDROKSIALKANOAT (PHA) Poli- -hidroksialkanoat mikrobial merupakan poliester alifatik atau kopolimer dari asam [R]- -hidroksialkanoat, yang terbentuk selama fase pertumbuhan dengan nutrisi terbatas pada berbagai jenis sumber karbon termasuk gula (Kaplan et al. dalam Ching et al., 1993). Sedangkan menurut Jendrossek
dan
Handrick
(2002),
poli- -hidroksialkanoat
merupakan
kumpulan simpanan karbon dan energi yang terakumulasi selama fase pertumbuhan tidak seimbang pada banyak jenis bakteri, sebagai contohnya pada keadaan dimana terjadi kelebihan karbon dan pertumbuhan terlimitasi oleh adanya nutrien lain (contohnya, nitrogen). Struktur dasar poli- hidroksialkanoat dapat dilihat pada Gambar 1.
n=1
R=
n=2 n=3
R= R=
Hydrogen Methyl Ethyl Propyl Pentyl Nonyl Hydrogen Hydrogen
Poly (-3-hydroxypropionate) Poly (-3-hydroxybutyrate) Poly (-3-hydroxyvalerate) Poly (-3-hydroxyhexanoate) Poly (-3-hydroxyoctanoate) Poly (-3-hydroxydecanoate) Poly (-4-hydroxybutyrate) Poly (-5-hydroxyvalerate)
Gambar 1. Struktur dasar poli- -hidroksialkanoat (Ojumu et al., 2004) Poli- -hidroksialkanoat disimpan di dalam sel (intraseluler) dalam bentuk granula yang terlihat sebagai globula-globula cemerlang berukuran 100-500 nm dan dapat mencapai bobot 90% dari bobot sel kering. Gambar 2 merupakan gambar granula poli- -hidroksialkanoat di dalam sel. Poli- -hidroksialkanoat terbagi menjadi tiga kelas, yaitu poli- hidroksialkanoat rantai pendek (sclPHA, C3 - C5), poli- -hidroksialkanoat rantai sedang (mclPHA, C6 - C14), dan poli- -hidroksialkanoat rantai panjang (lclPHA, > C14). (Zinn et al., 2001). Salah satu jenis poli- -hidroksialkanoat yang sering ditemukan dan digunakan adalah poli- -hidroksibutirat, yang termasuk ke dalam poli- -hidroksialkanoat rantai pendek.
Gambar 2. Granula poli- -hidroksialkanoat di dalam sel (Lenz dan Marchessault, 2005) Atifah (2006) telah melakukan penelitian untuk memproduksi poli- hidroksialkanoat melalui kultivasi batch dan fed-batch dengan bakteri Ralstonia eutropha. Pada penelitian tersebut digunakan sumber karbon dari hidrolisat pati sagu dengan nitrogen sebagai substrat pembatas. Atifah (2006) menyatakan bahwa kultivasi fed-batch dengan bakteri Ralstonia eutropha dan sumber karbon hidrolisat pati sagu akan menghasilkan poli- -hidroksialkanoat jenis poli- -hidroksibutirat. Poli- -hidroksibutirat memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik. Sifat fisik dan mekanis poli- -hidroksibutirat tersebut merupakan sifat yang dapat dibandingkan dengan polipropilen, plastik sintetis berbahan dasar minyak bumi. Sifat fisik dan mekanis polipropilen dan poli- -hidroksibutirat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisik dan mekanis polipropilen (PP) dan poli- -hidroksibutirat (PHB) (Timmins et al. dalam Ching et al., 1993). Parameter o Titik leleh, C Temperatur transisi gelas, oC Kristalinitas, % 3 Densitas, g/cm Bobot molekul rata-rata, x 10-5 Modulus kelenturan, Gpa Kuat tarik, Mpa Perpanjangan putus, % Ketahanan terhadap UV Ketahanan terhadap pelarut Permeabilitas oksigen, cm3/m2/atm/d Kemampuan terdegradasi
PP 171-186 -15 65-70 0,905-0,94 2.2-7.0 1,7 39 400 Buruk Baik 1700 -
PHB 171-182 5-10 65-80 1,23-1,25 1-8 3,5-4,0 40 6-8 Baik Buruk 45 +
6
B. PEMLASTIS Di
samping
sifat-sifatnya
yang
dapat
dibandingkan
dengan
polipropilen, poli- -hidroksibutirat memiliki derajat kristalinitas yang tinggi dan sifat yang kaku, sehingga membatasi aplikasinya pada berbagai bidang. (Choi dan Lee, 1999). Untuk dapat diaplikasikan secara luas, diperlukan penambahan bahan tertentu seperti pemlastis untuk memperbaiki sifat poli- hidroksibutirat tersebut. Pemlastis
adalah
bahan
kimia
yang
dapat
digunakan
untuk
mengurangi kekakuan resin termoplastik. Prinsip kerja pemlastis adalah membentuk interaksi molekuler rantai polimer untuk meningkatkan kecepatan respon viskoelastis pada polimer. Hal tersebut akan meningkatkan mobilitas molekuler rantai polimer dan akibatnya dapat menurunkan suhu transisi kaca (Tg) (Hammer, 1978). Ikatan-ikatan yang terbentuk antara polimer dengan pemlastis diduga merupakan ikatan hidrogen (Spink dan Waychoff, 1958). Polietilen glikol, dietilen glikol dan dimetil ftalat merupakan beberapa jenis pemlastis yang banyak digunakan pada industri plastik. Pemlastis dari kelompok etilen glikol banyak digunakan pada industri plastik terutama untuk pembuatan serat poliester dan resin, termasuk polyethylene terephtalate yang digunakan dalam produksi botol plastik untuk minuman ringan (botol PET) (Anonimb, 2006). Dimetil ftalat sering digunakan sebagai pemlastis pada industri plastik polyvinyl chloride (PVC) untuk menghasilkan plastik polyvinyl chloride yang lebih lentur dan fleksibel (Anonimc, 2006). Polietilen glikol merupakan golongan senyawa polieter dari etilen oksida. Rumus umum polietilen glikol adalah C2nH4n+2On+1 dengan bobot molekul rata-rata sesuai dengan angka yang tertera setelahnya. Polietilen glikol 400, memiliki bobot molekul rata-rata 400 g/mol atau berkisar antara 380-420 g/mol. Menurut Parra et al. (2006), polietilen glikol memiliki sifat-sifat yang baik, termasuk kelarutan yang baik di dalam air dan pelarut organik, sifat toksik yang rendah, tidak bersifat antigen dan imunogen, serta bersifat hidrofilik atau mudah berikatan dengan air. Polietilen glikol biasa digunakan sebagai emulsifier, bahan tambahan deterjen, pemlastis, humektan, dan pelumas larut air untuk melapisi tekstil (Anonimd, 2006). Bobot molekul polietilen glikol dapat dihitung dengan menggunakan rumus BM = 44n+18 g/mol. Dari rumus tersebut dapat diperkirakan berapa nilai n dari suatu molekul polietilen glikol. Nilai n dari polietilen glikol 400 7
dengan rumus tersebut dapat diketahui antara 8,23-9,14 atau n = 9. Sehingga rumus molekul polietilen glikol 400 adalah C18H38O10 dan bobot molekulnya 414 g/mol. Dengan n = 9 maka dapat dikatakan bahwa polietilen glikol 400 merupakan suatu oligomer dari etilen oksida. Struktur molekul polietilen glikol dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur molekul polietilen glikol (Anonimd, 2006) Dietilen glikol (HO-CH2-CH2-O-CH2-CH2-OH) merupakan senyawa yang tidak berwarna, hampir tidak berbau, higroskopis dan memiliki rasa manis yang tajam dengan titik didih 244-245
o
C. Dietilen glikol dapat
bercampur dengan air, alkohol, eter, aseton, etilen glikol dan tidak dapat bercampur dengan karbon tetraklorida, benzene dan toluen (Anonime, 1999). Dietilen glikol memiliki rumus molekul C4H10O3 dan bobot molekul 106,12 g/mol. Struktur molekul dietilen glikol dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur molekul dietilen glikol (Anonimb, 2006) Dimetil ftalat merupakan pemlastis yang bersifat dapat larut dalam alkohol, eter, dan kloroform, tetapi tidak dapat larut dalam air. Penampakan dimetil ftalat adalah tidak berwarna dan tidak berbau. Struktur kimia dimetil ftalat dapat dilihat pada Gambar 5. Dimetil ftalat memiliki rumus molekul C6H4(COOH)2 dengan bobot molekul 166,14 g/mol.
Gambar 5. Struktur molekul dimetil ftalat (Anonimc, 2006) 8
C. BIODEGRADASI Biodegradasi didefinisikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh sebuah sistem biologis (oleh bakteri atau fungi) dimana suatu rantai polimer diputus melalui aktivitas enzimatis (Kaplan et al. dalam Ching et al., 1993). Biodegradasi juga dapat didefinisikan sebagai penyederhanaan sebagian atau penghancuran total struktur molekul suatu bahan oleh suatu reaksi fisiologis yang dikatalis oleh mikroorganisme (Madsen dalam Hurst et al., 1997). Terdapat beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi biodegradasi suatu bahan. Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) aktivitas mikrobial pada lingkungan (media) dan pada permukaan bahan/sampel (aksesibilitas pada permukaan polimer); (2) kristalinitas; (3) bobot molekul bahan/sampel; (4) temperatur media (akan berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme); (5) pH; (6) komposisi monomerik; (7) titik leleh; dan (8) hidrofilitas pemlastis pada sampel (Jendrossek dan Handrick, 2002; Tokiwa dan Calabia, 2004; Parra et al., 2006). Mikroorganisme
memegang
peranan
penting
dalam
proses
biodegradasi. Menurut Brandl et al. (1995), terdapat berbagai jenis mikroorganisme pada berbagai macam ekosistem yang dapat mendegradasi poli- -hidroksialkanoat, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Mikroorganisme pendegradasi poli- -hidroksialkanoat (Brandl et al., 1995). Ekosistem Tanah dan Kompos
Lumpur Sedimen estuaria Air danau Air laut Laboratorium
Organisme Acidovorax delafieldii; Acremonium sp; Acidovorax facilis; Arthrobacter viscosus; Aspergilus fumigatus; Bacillus polymyxa; Cephalosporium sp; Cladosporium sp; Cytophaga johnsonae; Eupenicillium sp; Mucor sp; Paecilomyces marquandii; Penicillium adametzii; Penicillium chermisinum; Penicillium daleae; Penicillium funicolosum; Penicillium ochlochloron; Penicillium resrictum; Poliporus circinatus; Pseudomonas sp; Pseudomonas lemoignei; Pseudomonas syringae; Xanthomonas monophilia; Zooglea ramigera; Aspergillus sp; Bacillus megaterium; Penicillium simplicissimum; Streptomyces sp; Variovorax paradoxus; Verticillium leptobactrum. Alcaligenes faecialis. Ilyobacter delafieldii. Comamonas acidovorans; Pseudomonas cepacia; Pseudomonas stutzeri; Pseudomonas vesicularis. Comamonas testoteroni. Pseudomonas picketii.
9
Selain mikroorganisme, sifat pemlastis memberikan pengaruh yang signifikan pada proses biodegradasi. Pemlastis hidrofilik akan meningkatkan laju biodegradasi, dan penambahan konsentrasi pemlastis hidrofilik akan meningkatkan laju degradasi enzimatis (Parra et al., 2006). Polietilen glikol 400 dan dietilen glikol merupakan pemlastis hidrofilik akibat adanya gugus hidroksil (-OH) pada molekul-molekulnya. Selain dari gugus hidroksil (-OH) kemampuan mengikat air pada polietilen glikol 400 dan dietilen glikol diduga terjadi melalui ikatan hidrogen pada gugus O yang terdapat pada molekul polietilen glikol 400 dan dietilen glikol (Israelachvili, 1997). Dimetil ftalat merupakan pemlastis yang memiliki kelarutan yang buruk pada air karena sifatnya yang non-polar. Sehingga dapat dikatakan, dimetil ftalat merupakan pemlastis yang hidrofobik (Anonimc, 2006). Pada proses biodegradasi biopolimer, terdapat dua tahapan kunci yang
terjadi. Pertama,
tahapan
depolimerisasi dan
kedua, tahapan
mineralisasi. Gambar 6 menunjukkan dogma dasar biodegradasi sebuah polimer, dimana dua tahapan kunci terjadi pada proses tersebut.
$
%& "
' !"
!"#
"
Gambar 6. Dogma dasar biodegradasi polimer (Kaplan et al. dalam Ching et al., 1993). Proses depolimerisasi merupakan proses dimana rantai-rantai polimer diputus melalui reaksi enzimatis. Enzim ekstraseluler bertanggungjawab atas tahapan tersebut, bertindak secara endo (pemecahan secara acak unit monomer terminal pada rantai polimer utama) ataupun ekso (pemecahan 10
secara berurutan unit monomer terminal pada rantai polimer utama) (Kaplan et al. dalam Ching et al., 1993). Proses degradasi mikrobial poli- -hidroksialkanoat berlangsung akibat adanya erosi enzimatis pada permukaan polimer yang merubahnya menjadi monomer dan/atau oligomer yang larut air. Enzim yang berfungsi sebagai pemecah ikatan polimer poli- -hidroksialkanoat adalah PHA-depolimerase ekstraseluler. PHA-depolimerase dikenal dengan nama PHB-depolimerase pada tata nama dan klasifikasi enzim, serta memiliki nama sistematis poly[(R)-3hydroxybutyrate] hydrolase. Enzim tersebut memiliki nomor klasifikasi enzim EC 3.1.1.75. Pernyataan Komisi Enzim (Enzyme Comission) pada tahun 1961 di dalam Moss (2004) menyatakan, ada empat elemen dalam tata cara penamaan enzim, keempat elemen tersebut adalah tata cara penyusunan angka-angka dan maknanya dalam penamaan enzim dengan sistem EC. Keempat elemen tersebut adalah: 1. Nomor pertama menunjukkan nomor kelas dari enam kelas utama enzim, 2. Nomor kedua menunjukkan subkelas enzim tersebut, 3. Nomor ketiga menunjukkan sub-subkelas enzim tersebut, 4. Nomor keempat merupakan nomor seri dari enzim tersebut pada subsubkelas. Semua nama enzim dalam tata nama enzim Enzyme Comission, selalu diawali oleh EC sebelum angka-angka klasifikasinya. Merujuk pada tata cara penamaan enzim menurut Enzyme Comission tersebut, maka PHA-depolimerase/PHB-depolimerase berada pada kelas utama enzim hidrolase, subkelas enzim pemecah ikatan ester (esterase), sub-subkelas enzim penghidrolisis ester karboksilat (carboxylic ester hydrolases) (Anonimf, 2001). Tahapan kedua setelah proses depolimerisasi adalah mineralisasi. Setelah monomer dan oligomer yang berukuran lebih kecil terbentuk pada tahapan depolimerisasi, monomer dan oligomer-oligomer tersebut ditransfer ke
dalam
sel
dimana
oligomer tersebut
dimineralisasi.
Mineralisasi
merupakan proses konversi polimer menjadi biomassa, mineral dan garamgaraman, air, dan gas seperti CO2, CH4, dan N2 (Kaplan et al. dalam Ching et al., 1993). Proses mineralisasi pada kondisi aerobik melibatkan proses reaksi oksidasi dengan O2 bertindak sebagai oksidator (Fardiaz, 1992; Narayan, 11
2006). Reaksi yang terjadi pada tahapan mineralisasi dapat dilihat pada gambar 7:
Gambar 7. Reaksi umum pada tahapan mineralisasi (Narayan, 2006)
D. PENGUJIAN BIODEGRADASI Ada beberapa cara sederhana menurut Albertsson dalam Hamid (2000) untuk menguji dan mengamati kemampuan suatu bahan untuk terdegradasi, diantaranya: 1. Pengamatan visual pertumbuhan miselium pada permukaan polimer. 2. Estimasi kuantitatif pertumbuhan mikroorganisme. 3. Estimasi kuantitatif pengurangan bobot polimer. 4. Pengukuran dari perubahan sifat polimer, seperti perubahan bobot molekul, perubahan gugus fungsi, kristalinitas, kuat tarik, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Selain cara-cara sederhana tersebut, terdapat beberapa cara dan metode yang lebih baik serta lebih kompleks untuk melakukan uji biodegradasi. Beberapa cara dan metode tersebut dijabarkan pada Tabel 3, beserta kelebihan dan kekurangannya. Salah satu metode yang umum digunakan dalam uji biodegradasi adalah metode respirometri. Menurut Mayer dan Kaplan dalam Ching et al. (1993), metode respirometri, terutama dengan sistem yang terotomatisasi, memberikan pendekatan yang lebih praktis dan sensitif pada pengujian mineralisasi.
Andrady
dalam
Hamid
(2000),
menggunakan
metode
respirometri untuk melakukan pengujian biodegradasi polimer. Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan botol biometer (juga disebut biometer) yang berisi polimer yang diketahui massanya, media biotik (biasanya tanah yang diinokulasi dengan kultur mikroorganisme), dan larutan alkali untuk mengikat gas yang dihasilkan selama proses. Larutan alkali diganti secara periodik dan dititrasi dengan menggunakan larutan asam untuk memperkirakan jumlah CO2 yang diserap oleh larutan alkali tersebut. Perlu diperhatikan, bahwa evaluasi kadar CO2 perlu dilakukan sebelum larutan 12
alkali berubah menjadi netral. Karena itu, titrasi setiap hari diperlukan untuk mengetahui jumlah CO2 yang terserap larutan alkali. Tabel 3. Ringkasan beberapa metode uji biodegradasi beserta beberapa faktor positif dan negatif untuk setiap jenis uji (Mayer dan Kaplan dalam Ching et al., 1993). Metode Pengujian Enzim (Enzyme Assays)
Keuntungan • Pemasangan enzim-polimer yang spesifik • Cepat (menit, jam) • kuantitatif
Kekurangan • Penggunaan terbatas pada polimer termodifikasi • Inhibitor • Stabilitas enzim • Dibutuhkannya kofaktor
Uji Cawan (Plate Test)
• Pertumbuhan di permukaan • Relatif cepat (hari, minggu) • Objek dalam bentuk lembaran film ataupun bubuk dapat diuji
• Pertumbuhan pada bahan aditif • Kualitatif • Inhibitor
BOD
Cepat (jam, hari)
Tidak spesifik, pengukuran tidak langsung
Radiolabeled Polymers
• Sensitif • Kuantitatif • Kultur axenic atau campuran • Relatif cepat (hari, minggu) • Objek larut air ataupun tidak larut dapat diuji • Objek dalam bentuk lembaran film ataupun bubuk dapat diuji
• Membutuhkan alat spesifik • Skala uji relatif kecil • Kesulitan dalam persiapan polimer
Respirometri Terotomatisasi (Automated Respirometry)
• Sensitif • Relatif cepat (hari, minggu) • Objek larut air ataupun tidak larut dapat diuji • Objek dalam bentuk lembaran film ataupun bubuk dapat diuji
• Membutuhkan alat khusus • Evaluasi metana tidak dapat dilakukan secara otomatis
Sistem Simulasi Laboratorium Terkaselerasi (Accelerated Simulated Laboratory Systems)
• Meniru sistem alami • Relatif cepat (hari, minggu) • Kontrol terhadap perbedaan kondisi • Populasi mikrobial alami dapat digunakan
• Membutuhkan alat khusus • Objek larut air tidak dapat diuji • Objek dalam bentuk bubuk tidak dapat diuji
Uji Langsung di Alam (Field Exposures)
Kondisi alamiah
• Lambat (bulan/tahun) • Kondisi berbeda-beda
Gambar 8 merupakan botol biometer yang digunakan oleh Andrady dalam Hamid (2000) dalam melakukan pengujian biodegradasi.
13
"
(
)*+ (
Gambar 8. Disain botol biometer (Andrady dalam Hamid, 2000). Dari Gambar 8, dilakukan modifikasi biometer sehingga dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan perlakuan-perlakuan tertentu. Disain biometer tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Disain botol biometer modifikasi dari biometer Andrady dalam Hamid (2000).
14
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol, dan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil
ftalat.
Sebagai
pembanding,
digunakan
bioplastik
poli- -
hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis. Media cair yang digunakan merupakan air danau LSI – IPB dengan penambahan inokulum pendegradasi berupa limbah cair industri nata de coco. Bahan-bahan kimia yang digunakan, antara lain larutan NaOH 0,1 N, larutan HCl 0,1 N sebagai titran, indikator phenolphtalein (PP), indikator metil jingga, dan urea serta K2HPO4 sebagai sumber nitrogen dan sumber fosfor. Bahan lain yang digunakan adalah aquadest dan nutrient agar yang digunakan pada proses kuantifikasi mikroorganisme. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, biometer hasil modifikasi yang mengacu pada Andrary dalam Hamid (2000), peralatan gelas (gelas piala, erlenmeyer, pipet tetes, tabung ulir, cawan petri); peralatan ukur (pipet mohr, gelas ukur, buret, neraca, pH meter, dan colony counter). Peralatan lain yang digunakan adalah rotary shaker incubator. Biometer yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Biometer
Proses kuantifikasi grafik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 13 dan Microsoft Office Excel 2003.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap karakterisasi media dan tahap uji biodegradasi dengan menggunakan metode respirometri. a. Karakterisasi Media Karakterisasi mengetahui
media
karakter
media
pada yang
penelitian akan
ini
dilakukan
digunakan
pada
untuk proses
biodegradasi, dan perubahan apa yang terjadi setelah uji biodegradasi selesai dilakukan. Karakterisasi media yang dilakukan pada penelitian ini adalah kuantifikasi mikroorganisme dengan metode total plate count (TPC) dan pengukuran pH media. Karakterisasi dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-50 uji biodegradasi. i.
Total Plate Count Total Plate Count (TPC) dilakukan untuk mengetahui jumlah bakteri yang terdapat pada media biodegradasi. Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian nutrient agar dituangkan ke dalam cawan petri yang sudah berisi sampel. Proses inkubasi berlangsung selama 2 x 24 jam pada suhu 36,5 oC. Setelah proses inkubasi selesai dilakukan penghitungan jumlah koloni mikroorganisme.
ii. Pengukuran pH Sampel sebanyak 10 mL diukur dengan menggunakan pH meter, dengan terlebih dahulu dilakukan standarisasi dengan buffer pH 4,0 dan 7,0. pengukuran sampel dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter ke dalam sampel dan skala dibaca setelah angka konstan. b. Uji Biodegradasi dengan Menggunakan Metode Respirometri Pengujian
biodegradasi
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
dilakukan dengan menggunakan medium air danau LSI – IPB yang dicampur inokulum pendegradasi berupa limbah cair industri nata de coco dalam biometer yang dibuat dari botol yang dimodifikasi. Ke dalam media di botol pertama, ditambahkan urea dan K2HPO4 sebagai sumber nitrogen
16
dan fosfor dengan konsentrasi 0,1% dan 0,05% dari bobot bioplastik poli-hidroksialkanoat. Perbandingan antara bahan aktif berupa limbah nata de coco dengan air danau adalah 1:10 (10 mL:100 mL). Sampel bioplastik yang akan diuji masing-masing berbobot 0,1 g, diperkecil ukurannya kemudian dicampurkan secara merata ke dalam media yang sudah disiapkan. Digunakan blanko, berupa media pendegradasi tanpa bioplastik sebagai kontrol atau faktor koreksi dari media pendegradasi yang berisi sampel bioplastik poli- -hidroksialkanoat. Selama proses degradasi berlangsung, dilakukan pembatasan udara yang masuk ke dalam botol berisi media, sehingga udara yang tersedia hanyalah yang terdapat pada ruang kosong botol di atas permukaan
media.
Pengamatan
biodegradasi
bioplastik
poli- -
hidroksialkanoat dilakukan dengan mengukur gas CO2 yang diproduksi sebagai
hasil
mikroorganisme
mineralisasi dalam
polimer
proses
sebagai
salah
biodegradasi
satu
bioplastik
aktivitas poli- -
hidroksialkanoat. Larutan NaOH 0,1 N dengan volume 50 mL ditempatkan pada botol kedua. Selama proses biodegradasi berlangsung akan dihasilkan gas CO2 yang akan terlarut dalam NaOH. Jumlah gas CO2 yang bereaksi dapat ditentukan melalui titrasi dengan larutan asam klorida standar (HCl 0,1 N). Larutan NaOH yang telah mengandung CO2 terlarut ditetesi dengan indikator phenolphtalein (PP) dan dititrasi sampai larutan tidak berwarna. Titrasi ke dua dilanjutkan dengan menggunakan indikator metil jingga hingga larutan berwarna merah muda. Titrasi kedua berhubungan dengan jumlah CO2 yang terdapat dalam larutan NaOH. Jumlah CO2 yang dihasilkan dalam biometer dikoreksi terhadap blanko. Larutan NaOH pada botol kedua diganti secara berkala setiap 2 hari untuk pengujian kadar CO2 dengan lama waktu pengujian dilakukan selama periode 50 hari. Dari hasil tersebut diperoleh grafik hubungan antara mineralisasi dan waktu. Dilakukan kuantifikasi grafik untuk menjadi suatu persamaan matematik, sehingga perbandingan antara masing-masing nilai pada grafik tidak hanya dilakukan secara kualitatif namun juga secara kuantitatif. Proses pengkuantifikasian grafik dilakukan dengan cara 17
mencari persamaan regresi yang sesuai dengan masing-masing garis grafik produksi CO2. Persamaan regresi hanya berlaku untuk periode pengujian yang telah dilakukan, yaitu hingga hari ke-50. Penentuan
jenis
regresi
dilakukan
dengan
metode
curve
estimation/curve fit yang terdapat pada perangkat lunak SPSS 13 terhadap tiap-tiap jenis kurva yang mungkin dapat digunakan, seperti regresi logaritmik, power, growth, dan eksponensial, sehingga diketahui bahwa pola degradasi dari bahan yang diuji mengikuti persamaan kurva yang paling sesuai. Untuk menentukan kurva regresi mana yang paling sesuai dengan data yang disajikan, digunakan dua faktor yang dijadikan pertimbangan. Kedua faktor tersebut adalah (1) nilai R2 masing-masing kurva; (2) nilai standard error masing-masing kurva.
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISASI MEDIA PENDEGRADASI Di antara beberapa faktor yang mendukung proses biodegradasi adalah sifat fisik media pendegradasi dan kandungan mikroorganisme di dalam media pendegradasi. Karena itu perlu dilakukan karakterisasi media, yang di dalamnya meliputi kuantifikasi mikroorganisme yang terdapat pada media
dan
pengukuran
pH
serta
suhu
media.
Hasil
kuantifikasi
mikroorganisme pada hari ke-0 dan hari ke-50 proses biodegradasi dapat dilihat pada pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Hasil kuantifikasi mikroorganisme hari ke-0. Sampel Media mengandung bioplastik PHA tanpa penambahan pemlastis Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis dietilen glikol Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat
Total Koloni (koloni/mL) 51,25 x 106 51,25 x 106 51,25 x 106 51,25 x 106 51,25 x 106
Media blanko Tabel 5. Hasil kuantifikasi mikroorganisme hari ke-50. Sampel
Total Koloni (koloni/mL)
Media mengandung bioplastik PHA tanpa penambahan pemlastis Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis dietilen glikol Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat
116,05 x 106
Media blanko
161,4 x 106
55,55 x 106 56,95 x 106 63,60 x 106
Perhitungan mikroorganisme pada awal pengujian biodegradasi dilakukan untuk mengetahui bahwa di dalam media terdapat sejumlah mikroorganisme yang diduga dapat mendegradasi bioplastik yang terdapat dalam media. Dalam jangka waktu 50 hari pengujian biodegradasi berlangsung, dapat dilihat pada Tabel 5, telah terjadi pertumbuhan mikroorganisme.
Hal
menggunakan
ini
sumber
menandakan
nutrisi
yang
bahwa terdapat
mikroorganisme
telah
dalam
untuk
media
pertumbuhannya. Sumber nutrisi yang terdapat pada media antara lain urea sebagai sumber N, K2HPO4 sebagai sumber fosfor; dan bioplastik poli- hidroksialkanoat sebagai sumber karbon. Pertumbuhan mikroorganisme ini juga membuktikan bahwa proses biodegradasi telah terjadi. Bioplastik poli- hidroksialkanoat sebagai salah satu sumber nutrisi telah didegradasi untuk kemudian dikonversi menjadi sumber nutrisi berupa
karbon
bebas.
Pertumbuhan mikroorganisme ini juga bisa dikaitkan dengan produksi CO2. Dengan adanya pertumbuhan mikroorganisme ini, maka dapat dikatakan bahwa gas CO2 yang dihasilkan selama proses biodegradasi merupakan hasil dari metabolisme mikroorganisme. Tabel 5 menunjukkan bahwa, pada hari ke-50 proses biodegradasi jumlah mikroorganisme terbanyak terdapat pada media blanko, diikuti dengan media mengandung bioplastik poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis, media mengandung bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, media mengandung bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol, dan media mengandung bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat. Data ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan data produksi CO2, khususnya pada data bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan
pemlastis.
Bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
dengan
penambahan pemlastis polietilen glikol 400 memiliki akumulasi produksi CO2 tertinggi dan laju produksi CO2 tercepat, diikuti oleh bioplastik poli- hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol, dan bioplastik poli- -hidroksialkanoat
dengan
penambahan
pemlastis
dimetil
ftalat.
Ketidaksesuaian ini diduga karena tidak semua mikroorganisme di dalam media mampu/merupakan mikroorganisme pendegradasi bioplastik poli- hidroksialkanoat.
20
Media yang digunakan dalam uji biodegradasi bioplastik ini adalah media air danau dengan penambahan limbah cair industri nata de coco sebagai bahan aktif. Air danau mengandung beberapa jenis bakteri dari genus Comamonas dan Pseudomonas (famili Pseudomonadaceae) yang dapat mendegradasi secara biologis bioplastik poli- -hidroksialkanoat. Beberapa diantaranya adalah Comamonas acidovorans; Pseudomonas cepacia; Pseudomonas stutzeri; Pseudomonas vesicularis (Brandl et al., 1995). Terdapat kemungkinan bahwa masih ada jenis bakteri lain yang hidup di dalam media, tetapi bukan dari jenis yang mampu untuk mendegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat. Pada Tabel 6 dan Tabel 7 dapat dilihat bahwa pertumbuhan mikroorganisme selama proses biodegradasi berlangsung tidaklah signifikan. Pertumbuhan yang tidak signifikan ini diduga karena pembatasan udara pada media,
sehingga
menghambat
proses
metabolisme
mikroorganisme.
Mikroorganisme dari famili Pseudomonadaceae merupakan mikroorganisme aerobik yang membutuhkan O2 untuk metabolismenya (Fardiaz, 1992). Pembatasan
faktor
ini
memberikan
pengaruh
berupa
kecilnya
nilai
pertumbuhan mikroorganisme selama proses biodegradasi berlangsung. Selain melakukan kuantifikasi mikroorganisme, pengujian sifat fisik dan kimia media juga dilakukan. Pengujian tersebut meliputi pengukuran suhu dan pH media. Pengukuran suhu dan pH media dilakukan pada hari ke0 proses biodegradasi dan hari ke-50. Hasil pengukuran suhu dan pH disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Pengukuran suhu dan pH media pada hari ke-0. Parameter Air Danau Limbah o Suhu ( C) 28 27 pH 6,24 3,55
Campuran 28 3,24
Tabel 7. Pengukuran suhu dan pH media pada hari ke-50. Sampel Suhu (oC) Media mengandung bioplastik PHA tanpa penambahan pemlastis Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis dietilen glikol Media mengandung bioplastik PHA dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat
Media Blanko
pH
28
7,97
28
7,62
28
7,77
28
7,42
28
7,55 21
Pada Tabel 6 dan 7 dapat dilihat bahwa rentang suhu media berada pada kisaran 27-28 oC. Bakteri dari famili Pseudomonadaceae (termasuk di dalamnya genus Pseudomonas dan Acetobacter) memiliki kisaran suhu optimum pertumbuhan antara 20-30 oC. Suhu media pada awal dan akhir proses biodegradasi berada pada kisaran suhu yang baik bagi pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut, sehingga memungkinkan pertumbuhan bakteri secara optimum selama proses biodegradasi berlangsung (Fardiaz, 1992),. Selama
proses
biodegradasi,
terjadi
perubahan
pH
(derajat
keasaman) yang cukup signifikan. Pada Tabel 6 dan 7 dapat dilihat bahwa media berubah sifat dari asam menjadi basa. Pada awal proses biodegradasi (H0), pH media (campuran antara limbah dengan air danau) berada pada pH 3,24. Sifat asam media tersebut disebabkan oleh sifat asam limbah nata de coco yang menjadi bahan aktif dalam media. Sifat asam limbah cair industri nata de coco disebabkan oleh kandungan asam asetat dalam limbah yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum selama proses produksi nata de coco. Menurut Anonimg (2006), Acetobacter merupakan genus bakteri asam asetat yang terkarakterisasi oleh kemampuannya dalam mengkonversi alkohol (etanol) menjadi asam asetat secara aerobik. Pada akhir proses biodegradasi (H50) terjadi perubahan pH menjadi di atas pH netral (basa). Diduga perubahan pH terjadi karena asam organik (asam asetat) di dalam media digunakan oleh bakteri sebagai sumber karbon untuk memproduksi PHA-depolimerase. Sintesis enzim PHA-depolimerase pada bakteri biasanya terjadi jika sumber karbon terlarut yang cocok, seperti glukosa dan asam organik, tersedia (Jendrossek dan Handrick, 2002). Pada Tabel 7, terlihat pH akhir dari media berada pada kisaran 7,427,97. Hal tersebut dikarenakan enzim PHA-depolimerase bekerja pada pH optimum
alkali
antara
7,5-9,8,
sehingga
bakteri
mengkondisikan
lingkungannya agar sesuai dengan kondisi optimum PHA-depolimerase dalam melakukan proses biodegradasi bioplastik.
B. UJI
BIODEGRADASI
BIOPLASTIK
POLI- -HIDROKSIALKANOAT
DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESPIROMETRI Mineralisasi merupakan salah satu tahapan pada proses biodegradasi yang dapat dijadikan parameter biodegradasi. Penggunaan mineralisasi 22
sebagai parameter biodegradasi dilakukan dengan cara mengukur produksi gas CO2 selama proses biodegradasi berlangsung. Tahapan mineralisasi pada proses biodegradasi melibatkan reaksi oksidasi dengan oksigen bertindak sebagai oksidator. Pada proses biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat, khususnya dari golongan poli-hidroksibutirat, reaksi ini ditunjukkan pada gambar 11:
Gambar 11. Reaksi pada tahapan mineralisasi (Narayan, 2006) Metode respirometri merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengukur proses biodegradasi dengan melakukan pengamatan terhadap proses mineralisasi. Gambar 12 merupakan grafik akumulasi produksi CO2, hasil pengukuran produksi CO2 dengan menggunakan metode respirometri selama 50 hari pengujian.
30
25
CO2 (mg)
20
15
10
5
0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
42
44
46
48
50
Hari Ke-n
Gambar 12. Grafik akumulasi produksi CO2 selama proses biodegradasi [Bioplastik poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis ( ; akumulasi produksi CO2 = 27,28 mg); Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 ( ; akumulasi produksi CO2 = 23,76 mg); Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol ( ; akumulasi produksi CO2 = 18,92 mg); dan Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat ( ; akumulasi produksi CO2 = 16,72 mg)].
23
Pengukuran jumlah produksi CO2 dilakukan selama 50 hari dengan evaluasi dilakukan setiap 2 hari hingga hari ke-38. Evaluasi CO2 kembali dilakukan pada hari ke-50 untuk mengetahui jumlah produksi CO2 pada akhir periode biodegradasi. Pengujian per 2 hari dihentikan pada hari ke-38 karena pada hari ke-30 pengujian, produksi CO2 cenderung menurun. Jika pengujian per 2 hari tetap dilakukan, jumlah CO2 yang dihasilkan dirasa kurang signifikan sehingga pada grafik akumulasi pertambahan CO2 per titik pengujian kurang terlihat. Rekapitulasi data produksi CO2 dan akumulasi produksi CO2 selama proses biodegradasi berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 3-8. Dengan menggunakan metode respirometri, suatu bahan dapat dikatakan mampu terdegradasi secara biologis, jika terdapat gas CO2 mulai diproduksi oleh sistem biologis pada biometer. Gambar 12 menunjukkan grafik akumulasi produksi CO2 sebagai hasil mineralisasi proses biodegradasi bioplastik
poli- -hidroksialkanoat.
Merujuk
pada
Gambar
12,
dapat
disimpulkan bahwa bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat, mampu terdegradasi secara biologis. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya gas CO2 yang diproduksi selama proses biodegradasi berlangsung. Pada
pengujian
biodegradasi
ini
poli- -hidroksialkanoat
tanpa
pemlastis digunakan sebagai pembanding. Secara keseluruhan, bioplastik poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis terdegradasi dengan laju produksi CO2 paling cepat dan akumulasi produksi CO2 tertinggi dibandingkan dengan poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat. Hal tersebut didukung oleh data akumulasi produksi CO2 dan data laju produksi CO2 selama 50 hari pengujian. Pada hari ke-50, jumlah total CO2 yang dihasilkan oleh proses mineralisasi poli- -hidroksialkanoat tanpa pemlastis mencapai 27,28 mg, dengan laju produksi CO2 mencapai 0,55 mg/hari. Nilai laju produksi didapat dengan menggunakan perhitungan ,y/,t = (yi - yo) / (ti - to)., dengan yi = jumlah akumulasi produksi CO2 pada hari ke-i; yo = jumlah akumulasi produksi CO2 pada hari ke-0; ti = hari ke-i; dan to = hari ke-0. Fakta bahwa bioplastik poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis mampu terdegradasi lebih cepat dan menghasilkan CO2 lebih banyak, mendukung teori bahwa penambahan pemlastis akan mempengaruhi 24
proses biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat, dan pada studi biodegradasi ini pengaruh tersebut berupa perlambatan proses biodegradasi. Dibandingkan dengan poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis, poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis memiliki struktur kimia yang lebih sederhana, karena ikatan-ikatan yang terdapat pada bioplastik hanyalah ikatan antar monomer poli- -hidroksialkanoat sendiri. Sedangkan pada poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis terbentuk ikatanikatan antara molekul-molekul yang terdapat pada poli- -hidroksialkanoat dan pemlastis. Ikatan tersebut menyebabkan struktur kimia poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan struktur kimia poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis sehingga sampel poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis lebih sulit terdegradasi. Sampel yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah sampel dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat. Dari Gambar 12, bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 memiliki kemampuan terdegradasi paling cepat dibandingkan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan pemlastis dietilen glikol dan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan dimetil ftalat. Selama 50 hari pengujian, jumlah CO2 yang dihasilkan oleh proses mineralisasi sampel bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol, dan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat masing-masing adalah 23,76 mg, 18,92 mg, dan 16,72 mg, dengan laju produksi CO2 masing-masing 0,48 mg/hari, 0,38 mg/hari, dan 0,33 mg/hari. Data akumulasi produksi CO2 dapat dilihat pada Lampiran 8. Polietilen glikol 400 dan dietilen glikol merupakan pemlastis hidrofilik. Pemlastis hidrofilik akan meningkatkan laju biodegradasi, dan penambahan konsentrasi pemlastis hidrofilik akan meningkatkan laju degradasi enzimatis. Penambahan
jumlah
pemlastis
hidrofilik
yang
semakin
besar
akan
meningkatkan jumlah gugus polar (-OH) pada sampel, dan mengakibatkan adanya interaksi antara gugus polar tersebut dengan molekul air pada proses hidrolisis, proses yang menyebabkan terjadinya biodegradasi. Akibat adanya interaksi antara gugus polar yang terdapat pada pemlastis dengan molekul air, 25
mikroorganisme pendegradasi yang terdapat pada media pun akan lebih mudah berinteraksi dengan permukaan polimer dan memiliki akses yang lebih besar untuk melekat pada permukaan polimer, sehingga proses biodegradasi dapat berjalan lebih cepat. Sifat hidrofilik pemlastis juga memberikan kontribusi terhadap proses hidrolisis. Enzim yang bekerja pada proses biodegradasi ini diduga adalah enzim PHA-depolimerase. Enzim tersebut termasuk ke dalam kelas utama hidrolase. Enzim dari kelas hidrolase adalah enzim yang mengikat air ke dalam ikatan-ikatan kimia suatu bahan, dan menggunakan air tersebut untuk proses hidrolisis. Semakin mudah suatu bahan untuk berinteraksi dengan air, maka diduga terjadinya proses hidrolisis akan semakin besar. Proses hidrolisis ini terjadi pada tahapan depolimerisasi, tahapan dimana rantairantai
polimer
diputus
menjadi
monomer-monomer
untuk
kemudian
ditaransfer ke dalam sel mikoorganisme untuk dikonversi menjadi sumber nutrisi. Semakin banyak dan semakin cepat rantai diputus menjadi monomer, maka akan mengarah kepada proses biodegradasi yang lebih cepat dan jumlah CO2 yang dihasilkan akan lebih banyak. Pada gambar 12 dapat dilihat bahwa bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis etilen glikol 400 memiliki akumulasi produksi CO2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol. Hal ini diduga terjadi karena kemampuan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 dalam berinteraksi dengan molekul air, lebih tinggi jika dibandingkan dengan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol. Kemampuan mengikat air pada pemlastis polietilen glikol 400 dan dietilen glikol, selain dari gugus hidroksil (-OH), diduga terjadi melalui ikatan hidrogen antara molekul air dengan gugus eter (-O-) pada molekul polietilen glikol 400 dan dietilen glikol (Israelachvili, 1997). Pada polietilen glikol 400, setidaknya terdapat delapan gugus eter (-O-) yang dapat berikatan dengan molekul-molekul air melalui ikatan hidrogen, sedangkan pada molekul dietilen glikol hanya terdapat satu gugus eter (-O-) yang dapat berikatan dengan molekul air. Sifat pemlastis polietilen glikol 400 yang lebih hidrofilik dari pemlastis dietilen glikol inilah yang diduga menyebabkan proses biodegradasi pada bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 lebih cepat jika dibandingkan dengan proses 26
biodegradasi pada bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol. Selain dari jumlah
ikatan hidrogen yang mungkin terbentuk,
konsentrasi pemalstis yang berbeda juga memberikan pengaruh terhadap proses biodegradasi. Dibandingkan dengan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan
penambahan
pemlastis
dietilen
glikol,
bioplastik
poli- -
hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 yang digunakan pada uji biodegradasi ini menggunakan pemlastis dengan konsentrasi yang lebih besar. Konsentrasi polietilen glikol 400 yang ditambahkan
ke
dalam
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
pada
uji
biodegradasi ini mencapai 30% dari bobot bioplastik poli- -hidroksialkanoat, sedangkan konsentrasi dietilen glikol yang ditambahkan lebih kecil, yaitu 20% dari bobot bioplastik poli- -hidroksialkanoat (Delvia, 2006; Rais, 2007). Konsentrasi pemlastis hidrofilik yang lebih rendah mengakibatkan hidrofilitas bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol lebih rendah, karena jumlah gugus polar yang lebih sedikit, sehingga kemampuan mengikat air yang dimiliki lebih kecil jika dibandingkan dengan bahan yang memiliki gugus polar lebih banyak. Seperti terlihat pada Gambar 12, bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat merupakan bioplastik yang memiliki akumulasi produksi CO2 terkecil dan laju produksi CO2 paling lambat jika dibandingkan dengan bioplastik dengan penambahan pemlastis lainnya. Ada tiga hal yang diperkirakan yang mengakibatkan poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat memiliki akumulasi produksi CO2 terkecil dan laju produksi CO2 paling lambat. Pertama, sifat non polar pemlastis dimetil ftalat; kedua, kristalinitas bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat yang tinggi; dan ketiga, struktur molekul dimetil ftalat. Dimetil ftalat merupakan pemlastis yang bersifat dapat larut dalam alkohol, eter, dan kloroform akan tetapi tidak dapat larut dalam air. Dengan kata lain, dimetil ftalat merupakan pemlastis yang hidrofobik. Ketidaklarutan dimetil
ftalat
di
dalam
air,
mengakibatkan
rendahnya
aksesibilitas
mikroorganisme pada permukaan bioplastik. Selain itu, sifat hidrofobik dimetil ftalat mengakibatkan sulitnya enzim untuk mengikat air ke dalam ikatan-
27
ikatan yang terbentuk antara biopolimer dan pemlastis, yang mengakibatkan proses hidrolisis (pemutusan rantai) menjadi terhambat. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat yang digunakan pada uji biodegradasi ini memiliki tingkat kristalinitas tertinggi jika dibandingkan dengan dua sampel lainnya (bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 dan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol).
Derajat
kristalinitas
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
dengan
penambahan pemlastis dimetil ftalat yang digunakan sebagai sampel uji biodegradasi mencapai 51,62%, sedangkan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 dan bioplastik poli- hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol masing-masing memiliki derajat kristalinitas sebesar 44,58% dan 31,45% (Juari, 2006; Rais, 2007; Delvia, 2006). Pada polimer, terdapat satu fase yang memiliki susunan yang keteraturannya tinggi dan satu fase lainnya yang memiliki tingkat keteraturan yang rendah. Struktur molekul yang susunan keteraturannya tinggi disebut kristalin, sedangkan struktur molekul yang tingkat keteraturannya rendah disebut amorf (Knapczyk dan Simon dalam Kent, 1992). Mikroorganisme akan
mudah
menghidrolisis
ikatan-ikatan
yang
amorf.
Hal
tersebut
dikarenakan mudahnya mikroorganisme untuk masuk ke dalam matriks polimer dengan memanfaatkan bagian-bagian yang amorf. Semakin kecil bagian yang amorf, maka semakin sedikit bagian yang dapat diputus rantainya oleh mikroorganisme. Struktur molekul dimetil ftalat, yang memiliki satu cincin aromatik diduga memperlambat laju biodegradasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kim dan Rhee (2003), yang menyatakan bahwa adanya cincin aromatik dalam suatu polimer akan memperlambat proses biodegradasi suatu polimer. Hampir semua senyawa dengan cincin aromatik di dalamnya merupakan senyawaan yang toksik dan bersifat karsinogenik. Sifat toksik ini dapat menghambat
mikroorganisme
dalam
mengurai
bioplastik
poli- -
hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat. Selain sifat toksik tersebut, dimetil ftalat membentuk ikatan dengan kekuatan yang tinggi dengan
rantai-rantai poli- -hidroksialkanoat. Hal tersebut
mempersulit
pemutusan ikatan antara poli- -hidroksialkanoat dengan dimetil ftalat. Diduga, 28
hal-hal
tersebut
hidroksialkanoat
yang dengan
mengakibatkan penambahan
sulitnya
pemlastis
bioplastik dimetil
ftalat
poli- untuk
terdegradasi. Perlu dilakukan kuantifikasi grafik untuk menjadi suatu persamaan matematik, sehingga perbandingan antara masing-masing nilai pada grafik tidak hanya dilakukan secara kualitatif namun juga secara kuantitatif (Andrady dalam Hamid, 2000). Proses pengkuantifikasian grafik dilakukan dengan cara mencari persamaan regresi yang sesuai dengan masing-masing garis grafik produksi CO2. Persamaan regresi hanya berlaku untuk periode pengujian yang telah dilakukan, yaitu hingga hari ke-50. Penentuan
jenis
regresi
dilakukan
dengan
metode
curve
estimation/curve fit yang terdapat pada perangkat lunak SPSS 13 terhadap tiap-tiap jenis kurva yang mungkin dapat digunakan, seperti regresi logaritmik, power, growth, dan eksponensial, sehingga diketahui bahwa pola degradasi dari bahan yang diuji mengikuti persamaan kurva yang paling sesuai. Untuk menentukan kurva regresi mana yang paling sesuai dengan data yang disajikan, terdapat beberapa faktor yang dijadikan pertimbangan. Faktorfaktor tersebut adalah (1) nilai R2 masing-masing kurva; (2) nilai standard error masing-masing kurva. Kurva dan persamaan regresi yang cocok dengan data ditentukan berdasarkan nilai R2 terbesar dan nilai standard error terkecil pada masingmasing kurva. Hines dan Montgomery (1990), menyatakan nilai koefisien determinasi (R2) memberikan pemahaman sejauh mana jenis kurva yang dipilih sesuai dengan data yang diplotkan. Semakin tinggi nilai R2 mendekati satu, maka semakin kecil nilai penyimpangan yang terjadi antara persamaan kurva dengan data yang diplotkan. Nilai standard error digunakan, untuk menghindari kesalahan penggunaan nilai R2, karena nilai R2 akan bertambah besar apabila terjadi penambahan data. Nilai standard error yang semakin rendah menandakan penyimpangan data hasil persamaan regresi terhadap grafik produksi CO2 yang sesungguhnya, semakin kecil. Gambar 13 merupakan hasil estimasi kurva yang dilakukan dengan menggunakan metode curve estimation/curve fit perangkat lunak SPSS 13. Sampel poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis, memiliki pola kurva power dengan nilai R2 = 0,934; standard error = 0,173; dan persamaan kurva y = 1.8187x0.7655. Nilai R2 sebesar
0,934 menandakan 29
93,4 % jumlah produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis selama pengujian biodegradasi, dapat dijelaskan/terkait dengan variabel hari. Nilai R2 berkisar pada angka 0 sampai 1, dengan catatan semakin kecil nilai R2, maka semakin lemah hubungan kedua variabel (Santoso, 1999).
40 35 30 25
CO2
20 15 10 5 0 0
10
20
30
40
50
60
-5 -10 Hari Ke-n
Gambar 13. Kurva regresi produksi CO2 [Bioplastik poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis ( ; R2 = 0,934); Bioplastik poli- hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 ( ; R2 = 0,8928); Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol ( ; R2 = 0,8615); dan Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat ( ; R2 = 0,8947)].
Sampel
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
dengan
penambahan
pemlastis polietilen glikol 400, memiliki pola kurva logaritmik dengan nilai R2 = 0,8928; standard error = 2,445; dan persamaan kurva y = 8,3071Ln(x) – 7,0451. Nilai R2 sebesar 0,8928 menandakan 89,28 % jumlah produksi CO2 bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 selama pengujian biodegradasi, dapat dijelaskan/terkait dengan variabel hari. Sampel
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
dengan
penambahan
pemlastis dietilen glikol, memiliki pola kurva logaritmik dengan nilai R2 = 0,8615; standard error = 2,277; dan persamaan kurva y = 6,6851Ln(x) – 9,9931. Nilai R2 sebesar 0,8615 menandakan 86,15 % jumlah produksi CO2 bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol selama pengujian biodegradasi, dapat dijelaskan/terkait dengan 30
variabel hari. Proses kuantifikasi kurva dengan menggunakan metode curve fit, tidak bisa memberikan estimasi kurva untuk regresi power, growth dan eksponensial. Hal ini disebabkan oleh adanya variabel non-positif atau nilai nol pada grafik produksi CO2 bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol. Estimasi kurva bisa dilakukan jika nilai minimum pada grafik > 0. Sampel
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
dengan
penambahan
pemlastis dimetil ftalat, memiliki pola kurva logaritmik dengan nilai R2 = 0,8947; standard error = 1,701; dan persamaan kurva y = 5,837Ln(x) – 7,8866. Nilai R2 sebesar 0,8947 menandakan 89,47 % jumlah produksi CO2 bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat selama pengujian biodegradasi, dapat dijelaskan/terkait dengan variabel hari. Sama halnya dengan estimasi kurva bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol, estimasi kurva untuk regresi power, growth, dan
eksponensial pada bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan
penambahan pemlastis dimetil ftalat tidak dapat dilakukan, karena adanya variabel non-positif atau nilai nol pada grafik. Perhitungan nilai R2 dan standard error, serta prakiraan kurva dengan menggunakan metode curve estimation/curve fit dapat dilihat pada Lampiran 9-12. Pembatasan
udara
yang
masuk
ke
dalam
biometer,
nyata
memberikan pengaruh terhadap proses biodegradasi bioplastik. Pengaruh dari pembatasan udara ini adalah, akumulasi CO2 yang dihasilkan selama proses biodegradasi yang lebih kecil dan laju produksi CO2 yang lebih lambat jika dibandingkan dengan akumulasi CO2 dan laju produksi CO2 dari proses biodegradasi dengan perlakuan aerasi terus menerus. Media yang dipasok udara
secara
terus
menerus
dengan
menggunakan
pompa
aerasi
menghasilkan akumulasi produksi CO2 lebih banyak dan laju produksi CO2 yang lebih cepat jika dibandingkan dengan media yang udaranya terbatas hanya pada udara di atas permukaan media. Data perbandingan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh proses biodegradasi tanpa aerasi dan dengan aerasi, dapat dilihat pada Lampiran 13. Data produksi CO2 dan laju produksi CO2 proses biodegradasi dengan aerasi, merujuk pada penelitian Dinyati (2006). Akumulasi produksi CO2 yang lebih rendah serta laju produksi CO2 yang lebih lambat diduga dikarenakan oleh terhambatnya reaksi oksidasi pada tahapan mineralisasi. Reaksi oksidasi pada tahapan mineralisasi 31
membutuhkan oksigen sebagai oksidator. Terbatasnya jumlah oksigen akan menghambat proses oksidasi, sehingga CO2 yang dihasilkan oleh tahapan mineralisasi menjadi lebih
sedikit
jika dibandingkan
dengan proses
biodegradasi dengan menggunakan pompa aerasi. Selain hal tersebut, diduga sifat bakteri dari famili Pseudomonadaceae yang merupakan bakteri aerobik pun memberikan pengaruh terhadap proses biodegradasi. Walaupun pengujian biodegradasi yang dilakukan tidak dalam kondisi anaerobik, jumlah udara yang terbatas (hanya yang terdapat pada ruang kosong botol di atas permukaan media) akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme karena ada satu faktor pertumbuhan yang dibatasi. Jumlah mikroorganisme yang
mendegradasi
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
pada
proses
biodegradasi dengan udara terlimitasi akan lebih sedikit jika dibandingkan proses biodegradasi dengan menggunakan aerasi.
32
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat, mampu terdegradasi secara biologis pada media cair dengan udara terlimitasi. Kemampuan untuk terdegradasi ini ditandai dengan diproduksinya gas CO2. Penambahan pemlastis polietilen glikol 400, dietilen glikol, dan dimetil ftalat memberikan pengaruh yang negatif bagi proses biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat. Akumulasi produksi CO2 akan lebih kecil dan laju produksi CO2 berlangsung lebih lambat jika dibandingkan dengan jumlah CO2 yang dihasilkan bioplastik poli- -hidroksialkanoat tanpa pemlastis. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat
tanpa
pemlastis
sebagai
pembanding
memiliki
akumulasi produksi CO2 terbesar dan laju produksi CO2 paling cepat dengan akumulasi produksi CO2 sebesar 27,28 mg CO2 dan laju produksi CO2 sebesar 0,55 mg CO2/hari. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 merupakan bioplastik dengan penambahan pemlastis yang paling cepat terdegradasi dengan akumulasi produksi CO2 sebesar 23,76 mg dan laju produksi CO2 sebesar 0,48 mg CO2/hari, diikuti oleh bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol dengan akumulasi produksi CO2 sebesar 18,92 mg dan laju produksi CO2 sebesar 0,38 mg CO2/hari, dan bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat dengan akumulasi produksi CO2 sebesar 16,72 mg dan laju produksi CO2 sebesar 0,33 mg CO2/hari. Pasokan udara yang terbatas berpengaruh negatif terhadap proses biodegradasi. Pasokan udara yang terbatas pada proses biodegradasi akan berakibat pada akumulasi produksi CO2 yang lebih kecil dan laju produksi CO2 yang lebih lambat jika dibandingkan dengan proses biodegradasi yang dipasok udara secara terus menerus dengan menggunakan pompa aerasi.
B. SARAN Pengujian
biodegradasi
bioplastik
poli- -hidroksialkanoat
masih
memiliki peluang untuk dikembangkan. Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan adalah: 1. Digunakannya media cair lain yang diambil dari alam sebagai pembanding, karena perbedaan jenis air akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap akumulasi produksi CO2 dan laju produksi CO2 sebagai hasil tahapan mineralisasi pada proses biodegradasi. 2. Dilakukan pengukuran perubahan bobot dengan cara penimbangan sampel, untuk melengkapi data yang telah ada. 3. Dilakukannya konversi nilai akumulasi produksi CO2 selama proses biodegradasi
menjadi
persentase
biodegradasi,
sehingga
bisa
diperkirakan kehilangan bobot selama proses biodegradsi tanpa perlu melakukan penimbangan sampel.
34
DAFTAR PUSTAKA
Albertsson, A-C. 2000. Biodegradation of Polymers in Historical Perspective Versus Modern Polymer Chemistry. dalam Hamid, S. H. (ed). Handbook of Polymer Degradation. New York. Marcel Dekker, inc. Anas, I. 1989. Petunjuk Laboratorium Biologi Tanah Dalam Praktek. Bogor: Dirjen Perguruan Tinggi, Dept. P dan K dan PAU-IPB. Andrady, A. L. 2000. Assesment of Biodegradability in Organic Polymers. dalam Hamid, S. H. (ed). Handbook of Polymer Degradation. New York. Marcel Dekker, inc. Anonima. 2006. Plastics Recycling Information Sheet. http://www.wasteonline.org. uk/resources/InformationSheets/Plastics.htm#_What_you_can_do. [9 November 2006]. Anonimb. 2006. Diethylene Glycol. http://www.chemicalland21.com/petrochem ical/DEG.htm. [27 November 2006]. Anonimc. 2006. Dimethyl Phthalate. http://www.chemicalland21.com/industrial chem/plasticizer/DIMETHYL%20PHTHALATE.htm. [27 November 2006]. Anonimd. 2006. Polyethylene Glicol. http://www.chemicalland21.com/industrial chem/organic/POLYETHYLENE%20GLYCOL.htm. [27 November 2006]. Anonime. 1999. Chemical Reagents. Merck and Co., Inc. USA. Anonimf. 2001. IUBMB Enzyme Nomenclature: EC 3.1.1.75. http://www.chem. qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/. Anonimg. 2006. Acetobacter. http://www.en.wikipedia.org/Acetobacter. [6 Oktober 2006]. Atifah, N. 2006. Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu Sebagai Sumber Karbon Pada Produksi Bioplastik Poli-(3-Hidroksialkanoat) Secara Fed-Batch oleh Ralstonia eutropha. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Brandl, H., R. Bachofen, J. Mayer, E. Wintermantel. 1995. Degradation and Applications of Polyhydroxyalkanoates. Can. J. Microbiol. 41 [Suppl. 1]: 143–153 Choi, J. I. dan S. Y. Lee. 1999. High-Level Production of Poly(3-Hydroxybutyrateco-3-Hydroxyvalerate) by Fed-Batch Culture of Recombinant Escherichia coli. App. and Envir. Microbiology, Oct. 1999, p. 4363–4368 Vol. 65, No. 10. Companion, A. L., S. Achmadi (Penterjemah). 1991. Ikatan Kimia, Edisi Ke-2. Bandung: Penerbit ITB.
35
Delvia,
V. 2006. Proses Pembuatan Bioplastik dan Kajian Pengaruh Penambahan Dietilen Glikol sebagai Pemlastis pada Karakteristik Bioplastik dari Poli- -hidroksialkanoat (PHA). Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dinyati, S. 2007. Pengaruh Penambahan Pemlastis Dimetil Ftalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol dalam Proses Biodegradasi Poli- -hidroksialkanoat (PHA) pada Media Air Secara Aerobik. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hammer, C.F. 1978. Polymer Blends. vol.2, 17, 219, D. R. Paul and S. Newman, eds. New York, Academic Press. Hines, W. W., D. C. Montgomery, dan Rudiansyah (Penterjemah). 1990. Probabilita dan Statistik dalam Ilmu Rekayasa dan Manajemen, Edisi Ke2. Jakarta: UI Press. Israelachvili, J. 1997. The Different Faces of Poly(ethylene glycol) (Commentary). Proc. Natl. Acad. Sci. USA Vol. 94, pp. 8378-8379, August 1997. Jendrossek, D. dan R. Handrick. 2002. Microbial Degradation Polyhydroxyalkanoates. Annu. Rev. Microbiol. 2002. 56:403–32.
of
Juari. 2006. Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik dari Poli-3-hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstonia eutropha pada Hidrolisat Pati Sagu dengan Penambahan Dimetil Ftalat (DMF). Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kaplan, D. L., J. M. Mayer, D. Ball, J. McCassie, A. L. Allen, dan P. Stenhouse. 1993. Fundamentals of Biodegradable Polymers. dalam Ching, C., D. L. Kaplan, dan E. L. Thomas (eds). Biodegradable Polymers and Packaging. Lancaster: Technomics Publishing Co. Inc. Kim, D. Y. dan Y. H. Rhee. 2003. Biodegradation of Microbial and Synthetic Polyesters by Fungi. Appl Microbiol Biotechnol (2003) 61:300–308. Knapczyk, J. K. dan R. H. M. Simon. Synthetic Resins and Plastic. dalam. Kent, J. A. (ed). 1992. Riedel’s Handbook of Industrial Chemistry 9th Edition. New York: Van Nostrans Reinhold. Lenz, R. W. dan R. H. Marchessault. 2005. Bacterial Polyesters: Biosynthesis, Biodegradable Plastics and Biotechnology. The American Chemical Society Biomacromolecules, Vol. 6, No. 1. Madsen, E. L. 1997. Methods for Determining Biodegradability. dalam Hurst, C. J., G. R. Knudsen, M. J. McInerney, L. D. Stetzenbach, dan M. V. Walter. (eds). Manual of Environmental Microbiology. Washington D. C.: ASM Press. Mayer, J. M. dan D. l. Kaplan. 1993. Biodegradable Materials and PackagingEnvironmental Test Methods and Needs. dalam Ching, C., D. L. Kaplan, 36
dan E. L. Thomas (eds). Fundamentals of Biodegradable Polymers. In: Biodegradable Polymers and Packaging. Lancaster: Technomics Publishing Co. Inc. Moss,
G. P. 2004. Enzyme Nomenclature: Recommendations of the Nomenclature Committee of the International Union of Biochemistry and Molecular Biology on the Nomenclature and Classification of EnzymeCatalysed Reactions. Dept. of Chemistry, Queen Mary University of London, http://www.chem.qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/.
Narayan, R. 2006. Biobased and Biodegradable Plastic. East Lansing: Dept. of Chemical Engineering and Material Science, Michigan State University. Ojumu,
T.V., J. Yu dan B. O. Solomon. 2004. Production of Polyhydroxyalkanoates, A Bacterial Biodegradable Polymer. African Journal of Biotechnology Vol. 3 (1), pp. 18-24.
Parra, D. F., J. Fusaro, F. Gaboardi, dan D.S. Rosa. 2006. Influence of Poly (Ethylene Glycol) on The Thermal, Mechanical, Morphological, Physicalechemical and Biodegradation Properties of Poly (3Hydroxybutyrate). Poly. Deg. Stab. (2006) 1-6 (Uncorrected proof). Rais, D. 2007. Pengaruh Konsentrasi PEG 400 Terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan oleh Ralstonia eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Santoso, S. 1999. SPSS: Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Elex Media Komputindo. Spink, W. P dan W.F. Waychoff. 1958. Plasticizers. dalam Modern Plastic Encyclopedia Issue 1959. New York: Hildrent Press, Inc. Timmins, M. R., D. F. Gilmore, R. C. Fuller, dan R. W. Lenz. 1993. Bacterial Polyester and Their Biodegradation. dalam Ching, C., D. L. Kaplan, dan E. L. Thomas (eds). Biodegradable Polymers and Packaging. Lancaster: Technomics Publishing Co. Inc. Tokiwa, Y. dan B. P. Calabia. 2004. Review: Degradation of Microbial Polyesters. Biotechnology Letters 26: 1181–1189, 2004. Zinn, M., B. Witholtb, dan T. Eglia. 2001. Occurrence, Synthesis, and Medical Application of Bacterial Polyhydroxyalkanoate. Advanced Drug Delivery Reviews 53 (2001) 5–21.
37
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir uji biodegradasi bioplastik poli- -hidroksialkanoat.
39
Lampiran 2. Diagram alir evaluasi kadar CO2 (Anas, 1989).
40
Lampiran 3. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 blanko (tanpa bioplastik poli-hidroksialkanoat). Hari Ke-n 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50
Titrasi 1 (ml) 43,10 41,90 45,00 45,00 44,40 38,60 79,70 96,50 44,80 31,90 44,00 44,90 45,50 44,80 45,20 46,80 45,40 46,50 46,20 42,50
Titrasi 2 (ml) 2,50 4,40 4,60 3,90 3,60 3,10 2,40 2,30 1,60 1,20 1,90 1,60 2,00 1,90 1,70 1,70 1,30 1,50 1,50 3,70
Konversi (ml Titran 2 * 4,4) (mg) 11,00 19,36 20,24 17,16 15,84 13,64 10,56 10,12 7,04 5,28 8,36 7,04 8,80 8,36 7,48 7,48 5,72 6,60 6,60 16,28
41
Lampiran 4. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis. Hari Ke-n 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50
Titrasi 1 (ml) 43,00 42,30 44,60 44,10 43,10 45,00 76,70 96,20 44,80 32,50 44,50 45,20 45,20 45,80 45,20 46,60 45,20 46,30 47,20 43,00
Titrasi 2 (ml) 3,10 5,10 4,60 4,70 3,60 3,40 3,90 2,80 2,00 1,60 2,00 1,60 2,00 1,90 1,90 1,70 1,30 1,70 1,50 4,20
Konversi (ml Titran 2 * 4,4) (mg) 13,64 22,44 20,24 20,68 15,84 14,96 17,16 12,32 8,80 7,04 8,80 7,04 8,80 8,36 8,36 7,48 5,72 7,48 6,60 18,48
42
Lampiran 5. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400. Hari Ke-n 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50
Titrasi 1 (ml) 44,50 41,90 45,00 45,10 44,90 33,30 86,20 97,50 44,50 32,70 44,50 44,70 45,50 45,30 46,30 46,50 45,70 46,40 45,90 43,90
Titrasi 2 (ml) 2,60 6,10 4,60 3,90 3,60 3,10 3,40 2,80 2,30 1,90 1,90 1,90 2,00 1,90 1,70 1,70 1,40 1,60 1,50 3,90
Konversi (ml Titran 2 * 4,4) (mg) 11,44 26,84 20,24 17,16 15,84 13,64 14,96 12,32 10,12 8,36 8,36 8,36 8,80 8,36 7,48 7,48 6,16 7,04 6,60 17,16
43
Lampiran 6. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol. Hari Ke-n 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50
Titrasi 1 (ml) 44,20 42,00 37,20 46,30 43,90 31,40 81,50 96,20 44,00 39,90 43,50 44,50 45,60 45,30 47,10 46,20 46,20 46,20 46,60 41,20
Titrasi 2 (ml) 2,50 4,40 4,60 3,90 4,50 3,10 2,50 2,70 2,30 1,80 2,10 1,60 2,00 1,90 1,70 1,70 1,40 1,80 1,50 4,70
Konversi (ml Titran 2 * 4,4) (mg) 11,00 19,36 20,24 17,16 19,80 13,64 11,00 11,88 10,12 7,92 9,24 7,04 8,80 8,36 7,48 7,48 6,16 7,92 6,60 20,68
44
Lampiran 7. Rekapitulasi pengukuran produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat. Hari Ke-n 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50
Titrasi 1 (ml) 42,80 42,90 44,90 44,90 43,70 45,90 77,30 89,70 44,60 52,90 44,70 45,90 45,70 45,20 44,70 46,50 46,20 45,80 47,00 42,60
Titrasi 2 (ml) 2,50 4,70 4,60 4,00 4,00 3,10 3,10 2,30 2,10 1,60 1,90 1,90 2,00 1,90 1,70 1,70 1,30 2,10 1,50 4,20
Konversi (ml Titran 2 * 4,4) (mg) 11,00 20,68 20,24 17,60 17,60 13,64 13,64 10,12 9,24 7,04 8,36 8,36 8,80 8,36 7,48 7,48 5,72 9,24 6,60 18,48
45
Lampiran 8. Rekapitulasi gabungan pengukuran produksi CO2.
Hari Ke-n
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
2
11,00
13,64
11,44
11,00
11,00
2,64
0,44
0,00
0,00
2,64
0,00
0,00
0,44
4
19,36
22,44
26,84
19,36
20,68
3,08
7,48
0,00
1,32
5,72
1,32
0,00
7,92
6
20,24
20,24
20,24
20,24
20,24
0,00
0,00
0,00
0,00
5,72
1,32
0,00
7,92
8
17,16
20,68
17,16
17,16
17,60
3,52
0,00
0,00
0,44
9,24
1,76
0,00
7,92
10
15,84
15,84
15,84
19,80
17,60
0,00
0,00
3,96
1,76
9,24
3,52
3,96
7,92
12
13,64
14,96
13,64
13,64
13,64
1,32
0,00
0,00
0,00
10,56
3,52
3,96
7,92
14
10,56
17,16
14,96
11,00
13,64
6,60
4,40
0,44
3,08
17,16
6,60
4,40
12,32
16
10,12
12,32
12,32
11,88
10,12
2,20
2,20
1,76
0,00
19,36
6,60
6,16
14,52
18
7,04
8,80
10,12
10,12
9,24
1,76
3,08
3,08
2,20
21,12
8,80
9,24
17,60
20
5,28
7,04
8,36
7,92
7,04
1,76
3,08
2,64
1,76
22,88
10,56
11,88
20,68
22
8,36
8,80
8,36
9,24
8,36
0,44
0,00
0,88
0,00
23,32
10,56
12,76
20,68
24
7,04
7,04
8,36
7,04
8,36
0,00
1,32
0,00
1,32
23,32
11,88
12,76
22,00
26
8,80
8,80
8,80
8,80
8,80
0,00
0,00
0,00
0,00
23,32
11,88
12,76
22,00
28
8,36
8,36
8,36
8,36
8,36
0,00
0,00
0,00
0,00
23,32
11,88
12,76
22,00
30
7,48
8,36
7,48
7,48
7,48
0,88
0,00
0,00
0,00
24,20
11,88
12,76
22,00
32
7,48
7,48
7,48
7,48
7,48
0,00
0,00
0,00
0,00
24,20
11,88
12,76
22,00
34
5,72
5,72
6,16
6,16
5,72
0,00
0,44
0,44
0,00
24,20
11,88
13,20
22,44
36
6,60
7,48
7,04
7,92
9,24
0,88
0,44
1,32
2,64
25,08
14,52
14,52
22,88
38
6,60
6,60
6,60
6,60
6,60
0,00
0,00
0,00
0,00
25,08
14,52
14,52
22,88
40
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
42
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
44
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
46
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
48
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50
16,28
18,48
17,16
20,68
18,48
2,20
0,88
4,40
2,20
27,28
16,72
18,92
23,76
A = Bobot CO2 Blanko (mg) B = Bobot CO2 poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis (mg) C = Bobot CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400 (mg) D = Bobot CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol (mg) E = Bobot CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat (mg) F = Selisih (B - A) (mg) G = Selisih (C - A) (mg) H = Selisih (D - A) (mg) I = Selisih (E - A) (mg) J = Akumulasi F (mg) K = Akumulasi G (mg) L = Akumulasi H (mg) M = Akumulasi I (mg)
46
Lampiran 9. Estimasi kurva regresi produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat tanpa penambahan pemlastis. Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: PHA Equation Logarithmic Power Growth Exponential
R Square .917 .934 .673 .673
Model Summary F df1 198.323 1 254.860 1 37.026 1 37.026 1
df2 18 18 18 18
Sig. .000 .000 .000 .000
Parameter Estimates Constant b1 -7.560 9.184 1.819 .766 1.859 .042 6.414 .042
The independent variable is Hari Ke-n.
Model Summary Equation
Std. Error of the Estimate
Logarithmic
2.350
Power
0.173
Growth
0.385
Exponential
0.385
PHA Observed
30.00
Logarithmic Power Growth Exponential
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00 0
10
20
30
40
50
Hari Ke-n
47
Lampiran 10. Estimasi kurva regresi produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis polietilen glikol 400. Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: PEG Equation Logarithmic Power Growth Exponential
R Square .893 .782 .490 .490
F 149.943 64.722 17.315 17.315
Model Summary df1 1 1 1 1
df2 18 18 18 18
Sig. .000 .000 .001 .001
Parameter Estimates Constant b1 -7.045 8.307 .835 .979 1.509 .050 4.523 .050
The independent variable is Hari Ke-n.
Model Summary Equation
Std. Error of the Estimate
Logarithmic
2.445
Power
0.439
Growth
0.671
Exponential
0.671
PEG Observed
25.00
Logarithmic Power Growth Exponential
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00 0
10
20
30
40
50
Hari Ke-n
48
Lampiran 11. Estimasi kurva regresi produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dietilen glikol. Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: DEG Equation Logarithmic Power a Growth a Exponential a
Model Summary F df1 111.927 1 . . . . . .
R Square .861 . . .
df2 18 . . .
Sig. .000 . . .
Parameter Estimates Constant b1 -9.993 6.685 .000 .000 .000 .000 .000 .000
The independent variable is Hari Ke-n. a. The dependent variable (DEG) contains non-positive values. The minimum value is .00. Log transform cannot be applied. The Compound, Power, S, Growth, Exponential, and Logistic models cannot be calculated for this variable.
Model Summary Equation
Std. Error of the Estimate
Logarithmic
2.277
Power
-
Growth
-
Exponential
.
DEG Observed
20.00
Logarithmic
15.00
10.00
5.00
0.00 0
10
20
30
40
50
Hari Ke-n
49
Lampiran 12. Estimasi kurva regresi produksi CO2 poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis dimetil ftalat. Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: DMP Equation Logarithmic Power a Growth a Exponential a
Model Summary F df1 152.872 1 . . . . . .
R Square .895 . . .
df2 18 . . .
Sig. .000 . . .
Parameter Estimates Constant b1 -7.887 5.837 .000 .000 .000 .000 .000 .000
The independent variable is Hari Ke-n. a. The dependent variable (DMP) contains non-positive values. The minimum value is .00. Log transform cannot be applied. The Compound, Power, S, Growth, Exponential, and Logistic models cannot be calculated for this variable.
Model Summary Equation
Std. Error of the Estimate
Logarithmic
1.701
Power
-
Growth
-
Exponential
.
DMP Observed
20.00
Logarithmic
15.00
10.00
5.00
0.00 0
10
20
30
40
50
Hari Ke-n
50
Lampiran 13. Data perbandingan produksi CO2 dan laju produksi CO2 pada kondisi udara terlimitasi dengan produksi CO2 dan laju produksi CO2 kondisi aerasi. Sampel
Parameter Total CO2 Laju Produksi CO2 Total CO2 Laju Produksi CO2 Total CO2 Laju Produksi CO2 Total CO2 Laju Produksi CO2
PHA PHA/PEG 400 PHA/DEG PHA/DMF
Limitasi Udara 27,28 mg 0,55 mg/hari 23,76 mg 0,48 mg/hari 18,92 mg 0,38 mg/hari 16.72 mg 0,33 mg/hari
Aerasi 432,52 mg 8,65 mg/hari 246,62 mg 4,93 mg/hari 301,4 mg 6,03 mg/hari 368,06 mg 7,36 mg/hari
Perbandingan Akumulasi Produksi CO2 500
432.52
450 400
368.06
350
301.40
CO2 (mg)
300
246.62
250 200 150 100 50
27.28
23.76
18.92
16.72
0
PHA
PHA/PEG 400 Limitasi Udara
PHA/DEG
PHA/DMF
Aerasi
Perbandingan Laju Produksi CO2 10
8.65
9
Laju Produksi (mg CO2/hari)
8
7.36
7
6.03
6
4.93
5 4 3 2 1
0.55
0.48
0.38
0.33
0 PHA
PHA/PEG 400
Limitasi Udara
PHA/DEG
PHA/DMF
Aerasi
51
Lampiran 14. Bioplastik poli- -hidroksialkanoat dengan penambahan pemlastis (a) polietilen glikol 400; (b) dietilen glikol; dan (c) dimetil ftalat.
(a)
(b)
(c)
52