ANALISIS YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI PELAYANAN MASYARAKAT DI KECAMATAN CIMAHI TENGAH BANDUNG BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 68 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAH YANG BAIK DAN BEBAS KKN (KOLUSI, KORUPSI, NEPOTISME)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh : Nama
: Putri Indah Caturi
NPM
: 051000237
Program Kekhususan : Kebijakan Hukum Dan Politik
Di Bawah Bimbingan : Hj. Sofi Sofiyah, S.H.,M.H.
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PASUNDAN 2010
ANALISIS YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI PELAYANAN MASYARAKAT DI KECAMATAN CIMAHI TENGAH BANDUNG BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 68 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAH YANG BAIK DAN BEBAS KKN (KOLUSI, KORUPSI, NEPOTISME)
SKRIPSI
Disusun Oleh : Putri Indah Caturi
Telah Dipertahankan Dalam Ujian Sidang Kesarjanaan Pada tanggal 29 Oktober 2010
Pembimbing
Hj. Sofi Sofiyah, S.H.,M.H. NIP. 131.469.548
Penguji Komprehensif
Penguji Materi
Prof. Dr. (EM). H.R. Otje Salman, S.,S.H.
Endang S. Komara, S.H.
NIP. 130.442.437
NIPY. 151.101.33
LEMBAR PENGESAHAN DEKAN
Skripsi Ini Telah Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Tanggal 29 0ktober 2010
DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
Dr. H. Jaja Ahmad Jayus, S.H.,M.Hum. NIPY. 151.101.32
LEMBAR PERNYATAAN
Yang Bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Putri Indah Caturi
NPM
: 051000237
Program Kekhususan
: Kebijakan Hukum dan Politik
Dengan ini menyatakan bahwa yang peneliti buat adalah : a. Asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik baik di UNPAS maupun perguruan tinggi lainnya; b. Murni gagasan, rumusan, dan hasil penelitian peneliti dengan arahan dosen pembimbing; c. Didalamnya tidak terdapat karya-karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang atau dicantumkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan peneliti bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Hukum UNPAS.
Bandung, September 2010 Pembuat Pernyataan,
Putri Indah Caturi
ABSTRAK Sinkronisasi antara aparatur pemerintahan selaku pelaksana kebijakan dan masyarakat selaku penerima kebijakan sangatlah dibutuhkan demi terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme). Untuk itu peran serta masyarakat sangatlah penting guna ikut serta mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999, sehingga aparatur pemerintahan selaku pelaksana kebijakan mampu mempertanggung jawabkan tugas, fungsi, dan wewenangnya kepada seluruh kalangan masyarakat. Pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung sangat diperlukan dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik serta mencari Kendala-kendala dan usaha-usaha yang dilakukan aparatur pemerintah untuk mengatasi fungsi pelayanan masyarakat di kecamatan Cimahi Tengah Bandung dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN. Untuk itu Penelitian yang digunakan penelitian Hukum Normatif, yaitu penelitian terhadap kaidah/hukumnya itu sendiri. Yaitu terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Pelaksanaan Pelayanan Masyarakat Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas KKN. penelitian ini bertujuan mengungkapkan sampai sejauh mana peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Pelaksanaan pelayanan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) Demi terciptanya penyelengaraan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat. Pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) sangatlah penting demi terciptanya sinergisitas antara aparatur pemerintahan selaku pelaksana kebijakan dan masyarakat sebagai penerima kebijakan. Dalam hal ini dibutuhkan kerja sama kedua belah pihak, antara aparatur pemerintah dan masyarakat.
Kata kunci: Fungsi pelayanan masyarakat pemerintah yang baik.
dalam
penyelenggaraan
ABSTRACT Synchronization between governmental officers as persons implementing policy and people whom the policy applied to is necessary to create a good governance as stated in Law No. 28, 1999 concerning Good Governance. For that matter, the role of people is very important in creating good governance according to Governmental Regulation No. 68, 1999 in order for the governmental officers to be able to be responsible for their task, function and authority to the society. The implementation of the function of the community service done by the governmental officers at District of Cimahi Tengah, Bandung is necessary in having good governance and in looking for obstacles and efforts done by the governmental officers in overcoming the function of community service at the district. This research is a normative legal research studying the principles/laws that is a research on applied regulations related to The Implementation of Community Service Concerning Good Governance. This research aims to reveal the regulations related to the implementation of community service in conducting good governance. To create a good governance as expected by the community, the implementation of the function of community service is important to create synergy between the governmental officers who implement the policy and the community whom the policy applied to. Therefore, it is necessary to have cooperation between the two parties.
Key words: the function of community service in good governance
Head of Legal Language Laboratory The Faculty of Law of Pasundan University
Haswar Wijanarto, S.S.
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala berkat dan Anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul : “Analisis Yuridis Tentang Pelaksanaan Fungsi Pelayanan Masyarakat Di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik Dan Bebas KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme)". Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan agar peneliti memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung. Skripsi ini penulis persembahkan untuk Ibu dan Ayah, yang mengabdikan seluruh hidupnya demi kebahagiaan anak-anaknya dan penulis berjanji akan membahagiakan kalian. Dalam menyusun skripsi ini peranan Hj. Sofi Sofiyah, S.H.,M.H sebagai dosen pembimbing sangat berarti, beliau bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, setiap bimbingan dengan beliau selalu ada hal baru yang dapat menginspirasi penulis untuk mengeksplorasi lebih dalam terhadap objek yang di teliti, atas kontribusinya penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa skiripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat bimbingan, bantuan serta dorongan baik moril maupun spirituil dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Dr. H. Jaja Ahmad Jayus, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung.
2.
Bapak Dr. Anthon
F. Susanto, S.H.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Bandung. 3.
Bapak Dedy Hernawan, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Bandung.
4.
Bapak Deden Soemantri, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Bandung.
5.
Ibu Hj. Nia Kania Winayati, S.H.,M.Hum., selaku Kepala Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Bandung.
6.
Bapak Endang S. Komara, S.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Tata Negara dan selaku penguji materi yang telah memberikan masukannya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Ibu Melani, S.H.,M.H., selaku Dosen wali yang telah memberikan dukungan serta membantu penulis untuk melakukan penulisan skripsi ini dengan baik dan benar.
8.
Ibu Dr. Elli Ruslina, S.H.,M.Hum, selaku penelaah Metode Penulisan Hukum, yang telah memberikan arahan kepada penulis untuk melakukan penelitian yang baik dan benar.
9.
Bapak Drs. Firman Turmantara E., S.H.,M.Hum, selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum Sukma Nusantara (LBH Sukmantara) yang telah memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan serta penyelesaian skripsi ini.
10. Seluruh Staff Dosen Fakultas Hukum Universitas Bandung, terima kasih atas ilmu dan bimbingannya, mereka semua yang membentuk pola pikir penulis dalam menyusun skripsi ini. 11. Ayahanda Surya Purnama dan Ibunda Yeti Sundari atas doa, dukungan baik moril maupun materil, serta jasa-jasanya yang tidak terhingga, yang diberikan kepada penulis. 12. Kakakku Awan Nurcahya, S.H.,M.H, Kakakku Eka Mersiana, Kakakku Dwi Ayu Fiatiwati, Kakakku Pipit Trilaksana, yang selalu memberikan doa, dorongan baik moril maupun materiil, dan semangat kepada penulis. 13. Calon suamiku Wijayanto Trinugroho, S.H, yang tak henti-hentinya memberikan doa, dukungan dan bantuan selama penyusunan skiripsi ini. 14. Alfred Elyas Daputra Siagian dan Keluarga, Harrys Gunawan Hutahaean (Gendut), Mario Pinondang Nadeak, Mega Siagian, S.Pd, terima kasih atas segala dukungan dan perhatian kalian. Semoga ikatan persahabatan kita tidak sampai disini saja.
Semoga segala amal dan budi baik serta kerja sama dari semua pihak tersebut diatas dapat menjadi amal baik yang mendapat limpahan ridho sehingga pahala yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa. Skripsi yang penulis susun ini masih banyak kekurangannya, segala kekurangan tersebut akibat kemampuan penulis yang terbatas. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat menambah informasi serta memperluas wawasan. Atas perhatian dan kerja samanya penulis mengcapkan terima kasih banyak.
Bandung, Oktober 2010
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN DEKAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI......................................................................................................... BAB I
i
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah.....................................................................
4
C. Tujuan Penelitian.......................................................................... 5 D. Kegunaan Penelitian.....................................................................
5
E. Kerangka Pemikiran.....................................................................
6
F. Metode Penelitian.........................................................................
14
1. Spesifikasi Penelitian...............................................................
15
2. Metode Pendekatan.................................................................
15
3. Tahap Penelitian......................................................................
15
4. Teknik Pengumpulan Data......................................................
16
5. Alat Pengumpulan Data..........................................................
17
i
BAB II
6. Analisis Data...........................................................................
18
7. Lokasi Penelitian.....................................................................
19
8. Jadwal Penelitian.....................................................................
19
TINJAUAN KEPUSTAKAAN TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI PELAYANAN MASYARAKAT DI KECAMATAN CIMAHI TENGAH BANDUNG
BAB III
A. Pelaksanaan Pelayanan Masyarakat.............................................
21
B. Penyelenggaraan Negara / Pemerintah.........................................
32
FAKTA-FAKTA
TENTANG
PELAKSANAAN
FUNGSI
PELAYANAN MASYARAKAT DI KECAMATAN CIMAHI TENGAH
BANDUNG
BERDASARKAN
PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 68 TAHUN 1999 A. Sekilas Sejarah Kota Cimahi Bandung........................................
49
B. Tugas Pokok Dan Fungsi Pemerintahan Pada Kecamatan Cimahi Tengah Untuk Melaksanakan Tugas Pokok Kecamatan..............
52
C. Mekanisme Fungsi Pelayanan Masyarakat di Kecamatan Cimahi Tengah
Dalam
Rangka
Mewujudkan
Penylenggaraan
Pemerintahan Yang Baik Dan Bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme)...................................................................................
55
BAB IV
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
DALAM
PELAKSANAAN
FUNGSI PELAYANAN MASYARAKAT DI KECAMATAN CIMAHI TENGAH BANDUNG A. Pelaksanaan Fungsi Pelayanan Masyarakat Yang Dilakukan Oleh Aparatur Pemerintah di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung....
71
B. Kendala-kendala, Usaha-usaha Yang Dilakukan Untuk Mengatasi kendala-kendala Fungsi Pelayanan Masyarakat di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung Dalam Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik Bebas KKN.........................................
BAB V
74
PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................... 79 B. Saran.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN
80
82
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka di bidang pemerintahan sekarang ini telah terjadi perubahan yang besar sekali. Salah satu perubahan itu ialah diwujudkannya tata pemerintahan yang demokratis dan baik (democratic and good governance), perwujudan tata pemerintahan yang demokratis dan baik pada dasarnya untuk perekonomian kita mencapai tujuan pemerintahan itu sendiri yakni, menciptakan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sejalan dengan pengertian (democratic and good governance), yaitu : Upaya mewujudkan sistem pemerintah yang demokratis, bersih, dan berwibawa selalu menjadi obsesi bagi rakyat dan pemerintahan di zaman modern sekarang ini. Peristiwa dramatis yang membuat perekonomian kita terpuruk sehingga agak sulit untuk bangkit kembali menata sistem pemerintahan yang baik. Salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan yang perlu memperoleh perhatian dalam upaya reformasi itu ialah penataan aparatur pemerintah yang meliputi penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem, dan penataan manajemen sumber daya pegawai.1
1
Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008, hlm 1.
1
2 Sinkronisasi antara aparatur pemerintah selaku pelaksana kebijakan dan masyarakat selaku penerima kebijakan sangatlah dibutuhkan demi terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan makna termuat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme). Untuk itu peran serta masyarakat sangatlah penting guna ikut serta mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999, sehingga aparatur pemerintah selaku pelaksana kebijakan mampu mempertanggung jawabkan tugas, fungsi, dan wewenangnya kepada seluruh kalangan masyarakat. Dalam perspektif sosiologis, masyarakat merupakan suatu komunitas yang berbudaya, terorganisasi dan memiliki kaidah normatif sebagai sarana interaksi sesama anggota masyarakat lainnya. Sebagai pembentuk tatanan sosial kemasyarakatan harus memiliki kepekaan dalam mengenali dan memahami setiap persoalan sosial kemasyarakatan sebagai tanggung jawab moral bagi setiap anggota masyarakat, karena sebagai subjek yang melakukan tindakan, maka perilaku-perilaku menyimpang yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
mesti
disikapi
oleh
anggota
masyarakat
sendiri
(self
organization), tanpa harus ada perintah yang sifatnya memaksa dari Negara. Segala tindakan masyarakat harus didorong oleh suatu kesadaran kritis agar keamanan dan ketertiban masyarakat diharapkan tetap stabil dan dinamis, disisi lain masyarakat pun memiliki kepekaan dalam memahami dan mendalami hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat seperti
3 yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas Kolusi, Korupsi, Nepotisme dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Peran Serta Tentang Penyelenggaraan Negara. Untuk itu peran aktif masyarakat dalam upaya mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN sangat diperlukan sekali. Peran aktif terwujud berupa pengadun masyarakat sebagai kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah. Di
dalam prakteknya
melihat
pelaksanaan
fungsi
pelayanan
masyarakat yang dilakukan oleh pihak aparatur pemerintahan di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung seperti halnya dalam pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), pembuatan Kartu Keluarga (KK) dan pelayanan masyarakat lainnya, di sini tergambar dengan nyata bagaimana peran serta masyarakat
Kecamatan
Cimahi
Tengah
dalam
upaya
mendukung
penyelenggaraan pemerintah yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan Kecamatan Cimahi Tengah Bandung. Berdasarkan hal ini Pemerintah Kecamatan Cimahi Tengah Bandung mempunyai andil besar dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik diwilayahnya dan tentunya juga harus didukung oleh peran serta masyarakat. Disini sangat dibutuhkan analisis yang cermat karena selain mengamati fenomena masyarakat selaku penerima kebijakan juga harus memperhatikan kinerja dari aparatur pemerintahan yang melaksanakan
4 tanggung jawabnya dalam membawa masyarakat ke arah yang lebih sejahtera. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme), sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul : “Analisis Yuridis Tentang Pelaksanaan Fungsi Pelayanan Masyarakat Di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik Dan Bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme)”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999?
2.
Usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam fungsi pelayanan masyarakat di kecamatan Cimahi Tengah Bandung dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 ?
5 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka pada hakikatnya penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui dan mengkaji tentang pelaksanaan pelayanan masyarakat di kecamatan Cimahi Tengah Bandung yang dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bebas KKN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999.
2.
Untuk mengetahui usaha-usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala Cimahi
Tengah
dalam fungsi pelayanan masyarakat di kecamatan Bandung
dalam
mewujudkan
penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bebas KKN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999.
D. Kegunaan Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1.
Secara teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pengetahuan, untuk memperluas pemahaman bagi pengembangan Ilmu Hukum Ketatanegaraan pada umumnya dan Ilmu Administrasi Negara pada khususnya.
6 2.
Secara praktis a.
Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk dijadikan sebagai informasi dan masukan bagi yang berwenang dan pengetahuan bagi penulis yang selama ini hanya memperoleh teori di bangku kuliah saja.
b.
Dijadikan bahan masukan bagi masyarakat mengenai ketentuanketentuan hukum dan masalah-masalah yang terkait dengan pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme).
E. Kerangka Pemikiran. Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Alenia ke 4 menyebutkan bahwa : “......Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyst Indonesia”.
Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
7 Suatu Negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum, ada tiga unsur dari pemerintahan yang berkonstitusi yaitu pertama, pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua, pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenangwenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; ketiga, pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-paksaan yang dilaksanakan pemerintah. Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik.2 Dalam kaitannya dengan konstitusi, Aritoteles mengatakan bahwa konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu Negara dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan dan apa akhir dari setiap masyarakat. Selain itu, konstitusi merupakan aturan-aturan dan penguasa harus mengatur negara menurut aturan-aturan tersebut. Konsep negara hukum (rule of law) mengemukakan unsur-unsur rule of law sebagai berikut:3 a.
Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), yaitu tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam artti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum,
2
David Beetham dan Kevin Boyle, Demokrasi, Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta,
3
Dudu Duswara, Otje Salman, Pengantar Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2000, hlm
2000, hlm 22. 32.
8 b.
Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law),
c.
Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di Negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.
Peranan Administrasi begitu besar, sehingga tidaklah mengherankan kalau dalam sistem Eropa Kontinental mulai pertama muncul cabang baru yang disebut “droit administratief” yang intinya adalah hubungan antara administrasi dengan rakyat. Dalam perkembangannya konsepsi negara hukum tersebut kemudian mengalami penyempurnaan yang secara umum, menurut Philipus M. Hadjon dapat dilihat diantaranya:4 a.
Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat;
b.
Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan;
c.
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia;
d.
Adanya pembagian kekuasaan negara;
e.
Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif;
f.
Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah;
4
Sri soemantri, Hukum tata Negara, Bunga rampai, Jakarta, 1978, hlm 49.
9 g.
Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara. Dengan demikian, dalam batas-batas minimal negara hukum identik
dengan negara yang berkonstitusi atau negara yang menjadiakan konstitusi sebagai
aturan
main
kehidupan
kenegaraan,
pemerintahan,
dan
kemasyarakatan. negara hukum merupakan negara yang akan mewujudkan harapan para warga negara akan kehidupan yang tertib, adil, sejahtera jika negara itu diselenggarakan berdasarkan hukum sebagai aturan main. Dalam sistem demokrasi, penyelenggaraan negara itu harus bertumpu pada partisipasi dan kepentingan rakyat, implementasi negara hukum itu harus ditopang dengan sistem demokrasi. Hubungan antara negara hukum dan demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Disebut Negara hukum demokratis karena di dalamnya mengakomodasi prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi tersebut sebagai berikut:5 a.
Prinsip-prinsip negara hukum: 1. Asas legalitas; 2. Perlindungan hak-hak asasi; 3. Pemerintah terikat pada hukum; 4. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum; 5. Pengawasan oleh hakim yang merdeka.
5
Ibid, hlm 7.
10 b.
Prinsip-prinsip demokrasi: 1. Perwakilan politik; 2. Pertanggung jawaban politik; 3. Pemencaran kewenangan; 4. Pengawasan dan kontrol( Penyelenggaraan) pemerintahan harus dapat dikontrol; 5. Kejujuran dan keterbukaan pemerintahan untuk umum; 6. Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan atau pengaduan baik buruknya dalam setiap pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan. Di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
tertuang penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelengaraan Negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa, mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta kebersamaan akan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan.Untuk itu peran serta masyarakat sangat penting guna ikut serta mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga aparatur pemerintahan pelaksana kebijakan mampu mempertanggung jawabkan tugas, fungsi, dan wewenangnya kepada seluruh kalangan masyarakat, karena dengan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara merupakan hak
dan
tanggung
jawab
masyarakat
untuk
ikut
mewujudkan
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme).
11 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa : “Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelengaraan yang bersih”.
Peran aktif masyarakat untuk ikut serta mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilaksanakan dengan mentaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara, menyebutkan bahwa : “Peran Serta Masyarakat adalah peran serta aktif masyarakat untuk ikut mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilaksanakan dengan mentaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat”. Untuk itu pengaduan masyarakat sebagai bentuk peran serta masyarakat sebagai kontrol sosial dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) tidak akan berjalan sebagaimana mestinya, kalau tidak didukung dengan konsep penanganan yang baik dan benar oleh aparatur pemerintahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pengaduan masyarakat yang dapat menghambat atau
mengurangi
efektifitas
pengawasan
masyarakat
terhadap
12 penyelenggaraan pemerintahan harus disikapi dengan cermat oleh aparatur pemerintahan untuk ditindak lanjuti dan dilakukan perbaikan ke arah yang lebih baik, agar supaya pelaksanaan peran serta masyarakat sebagai kontrol sosial dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN dapat direalisasikan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan apa yang dicitacitakan. Dalam usaha pemberdayaan partisipasi masyarakat khususnya di bidang pengawasan dan intensifikasi penanganan pengaduan masyarakat, diharapkan agar setiap instansi dan unit pelayanan masyarakat mempunyai tromol pos yakni tempat pengaduan masyarakat dan petugas khusus yang terdiri dari aparatur pemerintahan serta perwakilan dari masyarakat, untuk menangani secara administratif atas setiap pengaduan masyarakat, baik yang diterima langsung dari masyarakat maupun yang disalurkan dari instansi lainnya. Tugas-tugas
penyelesaian
pengaduan
masyarakat
diproses
berdasarkan jenjang/hirarki kewenangan serta tanggung jawab, dengan mempertimbangkan muatan objek terlapornya, yaitu:6 a.
Apabila permasalahan yang disampaikan mengenai penyimpangan atau pelanggaran oleh oknum aparatur pemerintah/Negara berupa dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang, indisipliner termasuk sifat arogansi aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, pemborosan/manipulasi keuangan
6 Sejarah Singkat Kecamatan Cimahi dan Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintahan.
13 negara dan atau sumber daya lainnya serta tindak penyimpangan lainnya yang dapat merugikan masyarakat dan Negara, maka penyalurannya diajukan kepada Aparat Pengawasan Fungsional instansi terlapor agar dapat segera ditangani dengan tembusan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan pimpinan instansi/unit kerja instansi terkait untuk mendapatkan perhatian b.
Apabila permasalahan melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara,mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan/atau menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,(satu miliyar rupiah), maka penyalurannya disampaikan kepada Aparat Pengawasan Fungsional instansi terlapor agar dapat segera ditangani dengan tembusan kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
c.
Apabila terjadi kesalahan tujuan penyaluran dan atau lampirn surat penyaluran yang tidak sesuai, maka instansi penerimanya wajib segera mengembalikan keseluruhan berkas penyaluran kepada instansi yang menyalurkan / mengirimkannya, agar dapat segera dilakukan langkah perbaikan sebagaimana mestinya. Dalam suatu sistem demokrasi, masing-masing warga negara
mempunyai cara-cara andalan untuk meminta ganti rugi dari pejabat-pejabat pemerintah jika terjadi kerugian atas kepentingan-kepentingan mereka akibat
14 keputusan-keputusan yang melanggar hukum atau mala-administrasi (sikap menyepelekan,
keterlambatan,
sikap
sewenang-wenang,
dsb).
Untuk
keputusan-keputusan yang diambil di luar batas kekuasaan pemerintah sebagaimana ditetapkan oleh aturan hukum, ada ganti rugi yang bisa dituntut melalui pengadilan. Dalam kasus-kasus mala-administrasi, ada kemungkinan pembenahan melalui seruan para wakil terpilih dari konstituen (pemilih) yang bersangkutan mempunyai tanggung jawab khusus untuk mengevaluasi validitas keluhan-keluhan individu terhadap keputusan-keputusan eksekutif. Dengan atau melalui lembaga ini orang-orang diberi kompensasi atas kegagalan-kegagalan tertentu dari pelayanan pemerintah dalam memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan. Semua ini bisa dipandang sebagai contoh-contoh yang inisiatifnya ada ditangan warga negara, dan yang dibedakan dari bentuk-bentuk pertanggung jawaban lain yang lebih bersifat kelembagaan. Semua itu dipandang sebagai peringatan penting bahwa pelaksanaan utama pelayanan-pelayanan pemerintah adalah masyarakat luas dan bahwa pada akhirnya fokus proses pertanggungjawaban legal, politis dan financial pemerintah adalah pada para warga negara atau masyarakat itu sendiri.7
F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang digunakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
7
Ibid, hlm 7.
15 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian Hukum Normatif, yaitu penelitian terhadap kaidah/hukumnya itu
sendiri.
Yaitu
terhadap
peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan Pelaksanaan Pelayanan Masyarakat Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas KKN.
2. Metode Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode Yuridis Normatif, yaitu Penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder. Ada dua pendekatan yang penulis lakukan, yaitu Penafsiran Gramatikal dan Penafsiran Sistematis.
3. Tahap Penelitian Pada tahap penelitian ini penulis, menekan pada penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian dengan cara mengambil dari bahan pustaka, yakni untuk mencapai konsep-konsep, teori-teori, pendapat para ahli ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan permasalahan, kepustakaan itu meliputi : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang sifatnya mengikat terhadap masalah-masalah yang akan diteliti seperti Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
16 KKN,serta Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Tata cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer. Penulis akan meneliti buku-buku ilmiah hasil tulisan para sarjana dibidangnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, Norma dasar Pancasila, Yurisprudensi, hasil-hasil penelitian, majalah, media masa dan internet. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan informasi tentang bahan primer dan bahan sekunder. Misalnya kamus bahasa hukum, ensiklopedia.
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dalam penelitin ini dikumpulkan dan teknik yang dipergunakan dalam pengolahan data sekunder dan data primer tergantung pada teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dalam penelitian ini, adapun untuk memperoleh data yang akurat, jelas, serta representative adalah:8 a. Studi Kepustakaan, yaitu dengan mempelajari materi-materi bacaan berupa literatur-literatur, catatan-catatan, peraturan perundang yang berlaku untuk memperoleh data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dibahas. 8
hlm 10.
Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994,
17 b. Penelitian lapangan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan wawancara pada instansi, serta pengumpulan bahanbahan yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Penelitian ini dilakukan dengan cara menginventarisasi Hukum Positif dengan mempelajari dan menganalisis bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan materi penelitian baik bahan hukum primer maupun sebagai bahan hukum sekunder, sehinggga dapat diketemukan norma hukum in concreto di masyarakat.9 Kemudian dilakukan pula penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan horizontal, penelitian ini bertujuan mengungkapkan sampai sejauh mana peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Pelaksanaan pelayanan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme), artinya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundanganyang diatasnya atau yang lebih tinggi tingkatannya dan yang dimaksud serasi secara horizontal adalah apabila peraturan perundangundangan tersebut adalah sederajat dan termasuk di bidang yang sama.10 Di dalam pendekatanYuridis-Normatif, teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelaahan data yang dapat diperoleh dalam peraturan perundang-undangan, teks jurnal, hasil penelitian dan lain9
Ibid, hlm 12. Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, cetakan ketiga, Rineka Cipta, Jakarta, 2001,
10
hlm 59.
18 lain. Pada dasarnya teknik pengumpulan data dengan pendekatan ini dilakukan terhadap berbagai literatur.
5. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data digunakan sangat bergantung pada teknik pengumpul data yang dilaksanakan. Adapun alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah mempelajari materi-materi bacaan berupa literatur, catatan perundang-undangan yang berlaku dan bahan lain dalam penulisan ini.
6. Analisis Data Analisis dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu, dimana analisis memiliki kaitan erat dengan pendekatan masalah yuridis normatif, maka analisis data yang digunakan adalah menggunakan metode analisis yuridis kualitatif dan analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu sebagai berikut:11 a. Peraturan Perundang-Undangan yang satu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain sesuai dengan asas hukum yang berlaku. b. Harus mengacu pada Hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak
11
Suryadi Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hlm 152.
19 boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang diatasnya atau lebih tinggi tingkatannya. c. Mengandung kepastian hukum yang berarti bahwa peraturan tersebut harus berlaku di masyarakat, sedangkan untuk data yang menunjukan karakteristik satuan angka atau besaran persentase dideskripsikan dan di interpretasikan dengan mengacu pada kalimat penafsiran data.
7. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jawa Barat, khususnya kota Bandung, hal ini dikarenakan banyaknya tempat-tempat pendidikan di kota Bandung sehingga di duga kebutuhan akan komputer juga semakin banyak, selain itu penelitian dilakukan di : a.
Perpustakaan : 1. Perpustakaan Pusat Universitas Pasundan Bandung, di Jl. Taman Sari No.6-8 Bandung. 2. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung, di Jl. Lengkong Dalam No.17 Bandung. 3. Perpustakaan Daerah Jawa Barat di Jl. Soekarno Hatta No.4 Bandung. 4. Perpustakaan Sekolah Tinggi Hukum Bandung Jl. Cihampelas No. 8 Bandung. 5. Perpustakaan Universitas Islam Bandung Jl. Taman Sari No.1 Bandung.
20 b.
Lembaga / instansi : 1. Kecamatan Cimahi Tengah Bandung di Jl. Terusan No.2 Kota Cimahi.
c.
8.
Warung internet (warnet).
Jadwal Penelitian
No.
KEGIATAN
TGL / BULAN / TAHUN 2010 05 Februari
1
Persiapan Penyusunan Proposal
2
Seminar Proposal
08 Mei
3
Persiapan Penelitian
14 Juni
4
Pengumpulan Data
19 Juni
5
Pengolahan Data
27 Juni
6
Analisis Data
30 Juli
7
Penyusunan Hasil Penelitian Ke Dalam Bentuk Penulisan Hukum
8
Sidang Komprehensif
29 Oktober
9
Perbaikan
November
10
Penjilidan
November
11
Pengesahan
November
15 Agustus
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI PELAYANAN MASYARAKAT DI KECAMATAN CIMAHI TENGAH BANDUNG
A. Pelaksanaan Pelayanan Masyarakat 1. Pengertian Masyarakat Dalam perspektif sosiologis masyarakat adalah komunitas yang berbudaya, terorganisasi dan memiliki kaidah normatif sebagai sarana interaksi sesama anggota masyarakat lainnya.12 Sebagai pembentuk tatanan sosial, tentu saja dalam hidup sosial kemasyarakatan harus memiliki kepekaan dalam mengenali dan memahami setiap persoalan sosial kemasyarakatan sebagai tanggung jawab moral bagi setiap anggota masyarakat, karena sebagai subjek yang melakukan tindakan, maka perilaku-perilaku menyimpang yang terjadi dalam kehidupan masyarakat mesti disikapi oleh anggota masyarakat sendiri (self organization), tanpa harus ada perintah yang sifatnya memaksa dari Negara. Segala tindakan masyarakat harus didorong oleh suatu kesadaran kritis agar keamanan dan ketertiban masyarakat diharapkan tetap stabil dan dinamis. Di sisi lain masyarakat pun memiliki kepekaan dalam memahami dan mendalami hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
12
Utrecht, Majalah Hukum dan Masyarakat, Tahun ke-1, Nomor 3, April 1956, hlm 14.
21
22 Nepotisme; serta Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. Untuk itu peran aktif masyarakat dalam upaya mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN sangat diperlukan sekali. Peran aktif tersebut berupa pelaksanaan masyarakat sebagai kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan. Dalam hal ini pemerintahan Kecamatan Cimahi Tengah mempunyai andil besar dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik di wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan tentunya juga harus didukung peran serta masyarakat. Peraturan-peraturan yang nantinya akan menata dan mengatur masyarakat untuk menuju ke arah yang lebih baik, apalagi aturan yang bentuknya tertulis, aturan itu disebut sebagai hukum. Hukum itu bukanlah suatu peraturan yang abadi yang ditentukan secara hasil pemikiran saja, hukum bukanlah puncak ratio yang berasal dari kodrat alam yang tak dapat diubah-ubah, tetapi hukum berasal dari keyakinan rakyat dalam tingkatan masyarakat tertentu. Bersifat hukum karena ada historis yang bergantung kepada tempat dan zaman suatu bangsa.13 Hukum itu tidak dibuat melainkan ada dan menjadi bersama-sama dengan rakyat, hukum itu tidak kekal sifatnya tetapi berubah menurut
13
Tahir Azhari, Negara Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hlm 63.
23 tempat dan zaman, isi hukum ditentukan oleh perkembangan adat-istiadat rakyat dalam sejarah, isi hukum ditentukan oleh sejarah masyarakat manusia dimana hukum itu berlaku.14 Jadi hukum itu sifatnya hidup, yaitu timbul, tumbuh, dan mati, sesuai dengan perubahan-perubahan keyakinan masyarakat, dan yang disebutkan hukum yaitu hukum yang berlaku dan sungguh-sungguh di dalam masyarakat. Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam Negara demokrasi yang mengharuskan Penyelenggaraan Negara membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai Penyelenggaraan Negara, maka dalam Peraturan Pemerintah diatur mengenai hak dan tanggung jawab serta kewajiban masyarakat dan Penyelenggaraan Negara, sehingga palaksanaan pelayanan terhadap masyarakat secara langsung akan terwujud sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kita semua.
2. Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara diwajibkan dalam bentuk antara lain, mencari, memperoleh, dan memberikan data atau mengenai informasi penyelenggara Negara, dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara Negara.15 Oleh karena itu, dalam rangka mengoptimalkan peran serta
14
Abu Daud Basroh, Intisari Perbandingan Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia,
1987, hlm 46. 15 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Tata cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraaan Negara.
24 masyarakat dalam penyelenggaraan Negara. Penyelenggaraan Negara diwajibkan untuk memberikan jawaban atau dengan keterangan sesuai dengan tugas fungsinya masing–masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan penyelenggara Negara menggunakan hak jawaban berupa bantahan terhadap informasi yang tidak benar dari masyarakat. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai tanggung jawab penyelenggara Negara atas setiap pemberian informasi dan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
Kesamaan hak, kesamaan kesempatan dan kesamaan kemampuan antara penguasa dan rakyat merupakan syarat yang mutlak terwujudnya tujuan yang berpihak terhadap masyarakat. Kesetaraan kedudukan tersebut dinyatakan dalam bentuk konkret melalui partisipasi masyarakat dalam proses politik. Proses politik merupakan bagian dari asas publik karena publik adalah sekelompok warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban, dan wujud nyata kesetaraan antara pemerintah dan rakyat di wujudkan dalam partisipasi mayarakat di dalam proses kebijakan yang dijamin oleh konstitusi yang mengikat warga.
Dalam era demokrasi dewasa ini proses partisipasi publik merupakan tolok ukur bagi pemerintah dalam pelaksanaan pemerintahan. Bahkan, issu partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik tersebut juga telah menjadi issu global hal tersebut ditandai dengan munculnya issu Good Governance dalam mengelola kebijakan sebuah negara. M.M Billah
25 menyatakan good governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu di dalam tindakan dan kehidupan keseharian. Kriteria pemerintahan yang baik, adalah sebagai berikut:16
1. Partisipasi, menunjuk pada keikutsertaan seluruh warga negara dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan. 2. Penegakan hukum atau peraturan, penegakan hukum harus diterapkan secara adil dan tegas. 3. Transparansi, seluruh proses pemerintahan dapat diakses dengan publik. 4. Responsif, lembaga pemerintah harus selalu tanggap terhadap kepentingan publik. 5. Konsensus,
Pemerintah
harus
dapat
menjembatani
perbedaan
kepentinggan demi tercapainya konsensus antar kelompok. 6. Keadilan, kesetaraan pelayanan bagi seluruh warga. 7. Efektifitas dan efisiensi, Merujuk pada proses pemerintahan yang dapat mencapai tujuan dan menggunakan dana seoptimal mungkin 8. Akuntabel,
seluruh
proses
pemerintah
harus
dapat
dipertanggungjawabkan.
16
Billah M.M., Eksistensi Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Layak Dalam Menjelmakan Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih di Indonesia, Universitas Padjadjaran, Bandung 2001, hlm 18.
26 9. Visi Strategis, pemerintah mempunyai visi jauh kedepan yang dapat mengantisipasi perubahan. Berdasarkan pendapat ahli dan 9 (sembilan) kriteria good governance tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi dan transparansi publik merupakan elemen yang penting bagi pencapaian tujuan pembangunan dan demokratisasi nasional. Pemerintah menanggapi berkembangannya issu tersebut dengan meluncurkan berbagai macam regulasi guna menjamin partisipasi masyarakat di dalam pembangunan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan. Regulasi tersebut antara lain : 1. Undang-undang
No.
9
Tahun
1998
tentang
Kemerdekaan
menyampaikan pendapat dimuka umum. 2. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 3. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bagian Kedelapan Hak turut serta dalam Pemerintahan. 4. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 5. Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2001 tentang Tata cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 6. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 7. Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
27 8. Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang Pembangunan merupakan sebuah proses yang terencana yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu proses yang paling penting adalah perencanaan pembangunan. Oleh karena itu di dalam proses perencanaan peran serta masyarakat mutlak diperlukan sebab didalam pembangunan masyarakat tidak hanya sebagai objek pembangunan saja tetapi juga subjek pembangunan. Di dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan tersebut di atas, telah dinyatakan di dalam Bab II Pasal 4 Huruf d yang menyatakan bahwa perencanaan pembangunan bertujuan untuk mengoptimalkan partipasi masyarakat. Dengan demikian, Undang-Undang tersebut telah menjamin bahwa dalam setiap langkah perencanaan pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah partisipasi masyarakat wajib untuk didengar dan dipertimbangkan oleh pemerintah. Jika dilihat lebih lanjut maka penyebab lemahnya aspirasi masyarakat tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu:17 a. Eksternal, yang dimaksud adalah kondisi diluar sistem birokrasi pemerintah yaitu masyarakat umum. b. Internal, yang dimaksud adalah kondisi didalam sistem birokrasi pemerintah.
17 Kusnardy Moh., Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Fakultas Hukum-Universitas Indonesia, Jakarta, 1983, hlm 42.
28 Seperti yang sudah dijelaskan di atas selain faktor internal juga terdapat faktor eksternal pemerintah yang menyebabkan partisipasi masyarakat belum efektif di dalam sistem perencanaan pembangunan, diantaranya sebagai berikut : Pertama, Sistem Perencanaan Pembangunan yang disusun dengan jadual yang ketat mengakibatkan masyarakat tidak mempunyai cukup waktu untuk menyampaikan seluruh aspirasinya. Sebagai contoh musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) provinsi yang menghadirkan aparatur pemerintahan yang berjumlah ratusan orang hanya dilaksanakan dalam satu hari. Kondisi tersebut tidak memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan seluruh aspirasinya. Kedua, Aparat birokrasi yang paling bawah di tingkat desa / kelurahan maupun kecamatan tidak memperoleh informasi yang cukup tentang program-program kabupaten / kota. Ada dua kemungkinan penyebab hal tersebut terjadi yaitu karena mereka tidak memperoleh informasi yang cukup dari kabupaten / kota atau mereka sendiri tidak ingin tahu perencanaan pembangunan daerah yang tertuang di dalam dokumendokumen perancanaan pembangunan. Ketiga, masih besarnya dominasi program-program pemerintah kabupaten, provinsi atau pemerintah pusat (top down) di dalam menentukan kebijakan, program dan kegiatan di dalam
perencanaan
pembangunan.
Besarnya
dominasi
tersebut
menyebabkan aspirasi-aspirasi masyarakat (Bottom up) mentah pada tahapan penentuan agenda dan usulan kebjakan.
29 Keempat,
terpisahnya
jalur
perencanaan
kegiatan
dan
keuangan
menyebabkan akses masyarakat untuk menentukan anggaran menjadi sangat terbatas. Masyarakat selama ini hanya mempunyai peran di dalam perencanaan
kegiatan,
melalui
jalur
musrenbang
(musyawarah
perencanaan pembangunan), namun tidak mempunyai akses yang cukup dalam perencanaan keuangan. Kelima, masyarakat tidak mempunyai mekanisme untuk memantau aspirasi mereka untuk sampai pada usulan rencana penganggaran. Selama ini tidak pernah ada prosentase yang jelas tentang jumlah program atau kegiatan yang berasal dari aspirasi masyarakat, program pemerintah maupun aspirasi melalui dewan. Masyarakat hanya pasrah menerima nasib mereka tanpa tahu alasannya mengapa usulan mereka tidak sampai pada penganggaran. Dengan tidak adanya penjelasan yang cukup kepada masyarakat tentang tidak jelasnya nasib dan aspirasi mereka dapat mengakibatkan hal-hal yang kontra produktif di dalam pelaksanaan pembangunan selajutnya. Gejala tersebut dapat dilihat dengan banyaknya gejolak di lingkungan masyarakat ketika saluran-saluran komunikasi baik dengan pemerintah maupun politisi tersumbat.
3. Hak-hak Yang Diperoleh Masyarakat Masyarakat memperoleh perlindungan hukum dalam menggunakan haknya untuk memperoleh dan menyampaikan informasi tentang Penyelenggaraan Negara. Kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah
30 disertai dengan tanggung jawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan mentaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak itu harus dilaksanakan sesuai dengan perundangundangan yang berlaku dan dengan mentaati norma agama dan norma sosial lainnya, sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk: a. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan Negara; b. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari Penyelenggara Negara; c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara Negara; dan d. Hak memperoleh perlindungan dalam hal: 1). Melaksanakan sebagai dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2). Meminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Tata Cara Pelaksanaan Dalam Peran serta Masyarakat Tata cara pelaksanaan dalam peran serta masyarakat dan pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme perlu diatur
31 dengan
peraturan
pemerintah.
Peran
serta
masyarakat
tersebut
dimaksudkan untuk mewujudkan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan KKN diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang KKN dan hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan KKN. Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam Negara demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh dan informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan KKN, maka dalam Peraturan Pemerintahan ini diatur mengenai hak dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan KKN. Oleh karena itu, kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah disertai dengan tanggung jawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan mentaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran, atau kritik tentang upaya pencegahan dan pemberantasan KKN yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengalaman dalam kehidupan sehari hari menunjukan bahwa keluhan, saran atau kritik masyarakat tersebut sering tidak ditanggapi dengan baik dan benar oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian dalam rangka mengoptimalkan
32 peran serta
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
KKN, pejabat yang berwenang diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan pejabat yang berwenang dengan menggunakan hak jawab berupa bantahan terhadap informasi yang tidak benar dari masyarakat.
B. Penyelenggaraan Negara / Pemerintahan 1. Pengertian Negara Secara teoritis dan praktik, terdapat perbedaan antara pemerintah dengan pemerintahan. Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan Negara. Dengan ungkapan lain, pemerintahan adalah bestuurvoering atau pelaksanaan tugas pemerintah, sedangkan pemerintah ialah organ / alat atau aparat yang menjalankan pemerintahan. Pemerintah sebagai alat kelengkapan Negara dapat diartikan secara luas (in the broad sense) dan dalam arti sempit (in the narrow sense). Pemerintah dalam arti luas itu mencakup semua alat kelengkapan negara, yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara lainnya yang bertindak untuk dan atas nama negara, sedangkan dalam pengertian sempit pemerintah adalah cabang kekuasaan eksekutif.
33 Pemerintah dalam arti sempit adalah organ / alat perlengkapan negara yang di berikan tugas pemerintahan atau melaksanakan undangundang sedangkan dalam arti luas mencakup semua badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan di dalam Negara baik eksekutif maupun legislatif dan yudikatif. Dalam kepustakaan, istilah pemerintahan disebut memiliki dua pengertian, yaitu sebagai fungsi dan sebagai organisasi, pemerintahan sebagai fungsi yakni aktivitas memerintah adalah melaksanakan tugas-tugas pemerintahan (penyelenggaraan kepentingan umum oleh dinas publik). Pemerintahan (umum) sebagai organ adalah kumpulan organ-organ dari organisasi pemerintahan yang dibebani dengan pelaksanaan tugas pemerintahan.
Negara merupakan suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain. Disamping itu juga ada beberapa pengertian negara menurut pendapat para ahli ketatanegaraan, diantaranya sebagai berikut:18
a. Pendapat Roger F. Soltau, Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat; 18
hlm 46.
Sri Soemantri, Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1971,
34 b. Pendapat George Jellinek, Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu;
c. Pendapat Prof. R. Djokosoetono, Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama;
d. Pendapat George Wilhelm Friedrich Hegel, Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal;
e. Pendapat R. Krannenburg, Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri;
e. Pendapat Prof. Mr. Soenarko, Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan;
f. Pendapat Aristoteles menyatakan,
35 Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan memiliki ratusan juta rakyat, wilayah darat, laut dan udara yang luas serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa. Negara merupakan suatu organisasi dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara tersebut. Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama. Selain memiliki cita-cita, suatu negara juga diharuskan memiliki fungsi-fungsi yang dapat memaksimalkan kinerja pemerintah.19 Adapun fungsi dari negara, yaitu:
a. Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat, Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan;
b. Melaksanakan ketertiban, untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damai diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat;
19
Ibid, hlm 25.
36 c. Pertahanan dan keamanan, Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar;
d. Menegakkan keadilan, Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
Adapun Fungsi-fungsi dari Negara di atas, maka dapat diketahui bahwa negara adalah : 1. Organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat; 2. Kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yg efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya untuk kepentingan yang lebih penting daripada kepentingan perseorangan, atau negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
37 atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada. Pengertian negara secara umum diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara suatu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu yang mempunyai pemerintah yang berdaulat. Beberapa abad sebelum Masehi, para filsuf Yunani: Socrates, Plato, dan Aristoteles sudah mengajarkan beberapa teori tentang negara. Telaah mereka tentang ilmu negara dan hukum masih berpengaruh hingga saat ini kendati sesungguhnya pengertian mereka tentang negara pada waktu itu hanya meliputi lingkungan kecil, yakni lingkungan kota atau negara kota yang disebut polis. Maka dapat dimaklumi jika Plato menamai bukunya Politeia (soal-soal negara kota) dan bukunya yang lain Politicos (ahli polis, ahli negara kota).20 Aristoteles menamai bukunya Politica (ilmu tentang negara kota). Dari kata itulah asal kata “politik” yang berarti hal-ihwal dan seluk beluk negara atau kebijakan dalam menghadapi selukbeluk negara. Pada waktu itu di Yunani digunakan kata polis untuk negara sedangkan di Romawi digunakan kata civitas dengan arti yang lebih kurang sama. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa negara merupakan:21
1.
Suatu organisasi kekuasaan yang teratur;
2.
Kekuasaannya bersifat memaksa dan monopoli;
20 21
Ibid, hlm 27. Ibid, hlm 27.
38 3.
Suatu organisasi yang bertugas mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat; dan
4.
Persekutuan yang memiliki wilayah tertentu dan dilengkapi alat perlengkapan negara.
Negara merupakan integrasi kekuasaan politik, organisasi pokok kekuatan politik, agency (alat) masyarakat yang memegang kekuasaan mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala kekuasaan di dalamnya. Dengan demikian negara mengintegrasikan dan membimbing berbagai kegiatan sosial penduduknya ke arah tujuan bersama. Selain itu juga negara juga memiliki tugas pokok, yaitu:
1.
Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial (saling bertentangan) agar tidak berkembang menjadi antagonisme yang berbahaya.
2.
Mengorganisasi
dan
mengintegrasikan
kegiatan
manusia
dan
golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan seluruh masyarakat.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh
39 rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya.
Dalam
perkembangannya
banyak
negara
memiliki
pelayanan yang berbeda bagi warganya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-undang.22 Pengambilan keputusan dalam proses
pembentukan
Undang-undang
haruslah
dilakukan
secara
demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.
2. Pengertian Penyelenggaraan Negara Penyelenggaraan Negara adalah pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait.23 Penyelengara
22
S. Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Cet. Ke-III, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hlm
68. 23 Tolchah Mansoer, Beberapa Aspek Kekuasaan-Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif di Indonesia, dari Disertasi Universitas Gadjah Mada, Paramita, Jakarta, 1995, hlm 68.
40 Negara yang bersih adalah penyelenggara Negara yang mentaati asas- asas umum penyelenggaraan Negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya. Penyelenggaraan
Negara
mempunyai
peranan
yang
sangat
menentukan dalam penyelenggaraan Negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantu dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, juga mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan Negara. Dalam prakteknya korupsi, kolusi, nepotisme tidak hanya dilakukan antar- penyelenggaraan Negara melainkan juga antara penyelenggaraan Negara dan pihak lain yang dapat merusak sendisendi
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa,
dan
bernegara
serta
membahayakan eksistensi Negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya. Asas-asas umum pemerintahan Negara yang baik adalah asas yang menjungjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dari korupsi, kolusi, nepotisme. Penyelenggara Negara meliputi; 1. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; 2. Pejabat Negara ; 3. Menteri; 4. Gubernur; 5. Hakim;
41 6. Pejabat Negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan 7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara meliputi : 1. Asas kepastian hukum, 2. Asas tertib penyelenggaraan Negara, 3. Asas kepentingan umum, 4. Asas keterbukaan, 5. Asas Proporsionalitas, 6. Asas Profesionalitas, 7. Asas Akuntabilitas.
3. Pengertian Kolusi, Korupsi, Dan Nepotisme Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan / atau negara. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.
42 Asas umum Pemerintahan Negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.24 Pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk menciptakan tata kepemerintahan yang baik atau good public governance. Komitmen tersebut diwujudkan melalui upaya membangun sistem penyelenggaraan negara
dan
pembangunan
pemerintahan untuk
yang
mampu
mendukung
pelaksanaan
mencapai
tujuan
nasional.
Keberhasilan
pembangunan nasional selama ini dicapai melalui berbagai cara yang sinergi antara pemerintah selaku pilar utama pembangunan dengan masyarakat dan dunia usaha serta stakeholder lainnya. Berbagai langkahlangkah yang ditempuh pemerintah selama ini dilakukan dalam kerangka reformasi birokrasi. Institusi birokrasi pemerintah sesuai kedudukannya dalam sistem administrasi negara, merupakan wahana bagi penyelenggaraan negara dan pemerintahan di berbagai bidang kehidupan bangsa dan hubungan antar bangsa. Secara umum birokrasi pemerintah memiliki tugas dalam pengelolaan
pelayanan
publik,
motor
penggerak
pembangunan,
menerjemahkan berbagai keputusan politik strategis ke dalam berbagai kebijakan publik yang operasional, dan menjadi faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan dan pembangunan
24
Ibid, hlm 25.
43 nasional. Dengan demikian, terdapat korelasi yang kuat antara perwujudan good public governance dengan keberhasilan pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang.
Untuk pelaksanaan pembangunan bidang penyelenggaraan negara, permasalahan yang diperkirakan masih terjadi pada Tahun 2009 diantaranya berbagai peraturan perundang-undangan sebagai landasan atau terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi belum dapat diundangkan atau masih dalam proses penyusunan dan pembahasan dengan DPR. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menimbulkan ketidakpastian kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi, sehingga inisiatif reformasi birokrasi masih berjalan secara parsial dan penerapannya di instansi pemerintah secara terbatas. Di samping itu,permasalahan lainnya adalah penerapan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan (governrnent) dan pelayanan publik (services) belum merata di seluruh intansi pemerintah,masih belum diterapkannya secara luas manajemen berbasis kinerja pada lingkungan birokrasi pemerintah sehingga berdampak kurangnya kontribusi dan dukungan dari birokrasi pada pencapaian keberhasilan pembangunan. Tantangan ke depan yang mesti dilakukan dalam bidang penyelenggaraan negara adalah secara bertahap terus mendorong institusi birokrasi pemerintah di berbagai tingkat pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, agar mampu memberikan kontribusi dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional di bidang lainnya, serta
44 memberikan dukungan pada peningkatan pelayanan publik. Secara lebih rinci, beberapa tantangan yang dihadapi adalah: l. Perlunya perbaikan manajemen pada instansi pemerintah termasuk bidang kearsipan agar dapat menyelenggarakan pelayanan public secara berkualitas khususnya pelayanan dasar; 2. Perlunya optimalisasi dan peningkatan kinerja instansi pemerintah dan kinerja aparatur negara sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, termasuk peningkatan kemampuan dalam melakukan kerjasama pemerintah dan swasta terkait dengan bidang tugasnya; 3. Terus dilanjutkannya upaya perbaikan tingkat kesejahteraan aparatur negara (PNS / TNI / POLRI); 4. Penerapan sistem manajemen berbasis kinerja pada lingkungan instansi pemerintah untuk mendorong peningkatan akuntabilitas kinerja; 5. Dilakukannya penajaman fungsi kelembagaan pada setiap instansi pemerintah sejalan dengan keharusan instansi pemerintah memiliki indikator kinerja utama (key performance indicator) yang jelas dan terukur; 6. Masih perlu dilanjutkannya upaya peningkatan efektifitas pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan untuk mendukung akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah merambah keseluruh lini kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam perkembangan akhirakhir ini, korupsi tidak hanya makin meluas, tetapi dilakukan secara
45 sistematis sehingga tidak saja semata-mata merugikan keuangan negara tetapi telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi maysrakat Bahkan jumlah kasus, kerugian negara maupun modus operandinya terus meningkat dari tahun ketahun pemberantasan tindak pidana korupsi seakan-akan berpacu dengan munculnya beragam modus operandi korupsi yang semakin canggih, karena itu diperlukan sinergi dan persamaan persepsi dari seluruh komponen bangsa. Tahun ini, khususnya berkaitan dengan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, mempunyai arti penting sebagai bagian dari strategi upaya menanggulangi tindak pidana korupsi baik dalam arti preventif maupun represif. Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi antara lain : a. Setiap orang; b. Secara melawan hukum; c. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; d. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
Sedangkan unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, antara lain: a. Setiap orang;
46 b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; c. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; d. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatanya, atau yang menurut pikiran orang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatanya.
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) : a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatanya, yang bertentangan dengan kewajibannya,
47 b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Tata cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat, penyampaian informasi, saran dan pendapat masyarakat harus disampaikan secara tertulis dan disertai : a. Data / identitas pelapor dengan melampirkan fotokopi KTP atau identitas lain. b. Dugaan pelaku TPK (Tindak Pidana Korupsi) dilengkapi dengan buktibukti permulaan-laporan diklarifikasi dengan gelar perkara oleh penegak hukum-penegak hukum dan KPK wajib memberikan jawaban tertulis / lisan atas informasi, saran, atau pendapat kepada pelapor selambat-lambatnya 30 hari sejak laporan diterima. Dalam hal tertentu penegak hukum / KPK berhak menolak memberikan isi informasi atau jawaban kepada pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-undang. Pelapor berhak mendapatkan perlindungan hukum dari Penegak hukum atau KPK wajib merahasiakan identitas pelapor ataupun isi laporannya. Tindak pidana korupsi pada umumnya dilakukan oleh pelaku yang mempunyai intelektualitas tinggi, dan telah merambah disegala lini kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena itu diperlukan sinergi dari semua pihak, termasuk didalamnya adalah masyarakat, untuk
48 memberantasnya. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi ini, tidak kalah pentingnya adalah upaya pencegahan / preventif disamping tindakan penindakan / represif. Tindakan preventif dilakukan dengan cara antara lain, reformasi birokrasi, memperbaiki manajemen pengelolaan keuangan negara dan mengoptimalkan lembaga pengawasan disemua lembaga yang ada. Meluasnya perilaku korupsi di negara kita tercinta ini, hampir tidak mungkin dapat diberantas apabila upaya penanggulangannya hanya mengandalkan pendekatan hukum pidana (TPK) semata. Peran serta seluruh lapisan masyarakat yang dimulai dari kesadaran diri masingmasing untuk mematuhi hukum dan menjauhi perbuatan korupsi, merupakan bagian penting dari upaya pemberantasan korupsi di segala bidang karena korupsi sudah menyangkut moral bangsa.
BAB III FAKTA-FAKTA TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI PELAYANAN MASYARAKAT DI KECAMATAN CIMAHI TENGAH BANDUNG BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 68 TAHUN 1999
A. Sekilas Sejarah Kota Cimahi Bandung
Cimahi mulai dikenal pada Tahun 1811, Gubernur Jenderal William Daendels membuat jalan Anyer - Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan (loji) di Alun-alun Cimahi sekarang. Tahun 1874 - 1893, dilaksanakan pembuatan jalan kereta api Bandung - Cianjur sekaligus pembuatan stasiun kereta api Cimahi.Tahun 1886 dimulainya pembangunan pusat pendidikan militer dan fasilitas lainnya (RS Dustira, rumah tahanan militer, dll). Tahun 1935, Cimahi menjadi kecamatan (lampiran Staat blad Tahun 1935). Tahun 1962 dibentuk setingkat kewedanaan, meliputi 4 kecamatan: Cimahi, Padalarang, Batujajar dan Cipatat. Tahun 1975, ditingkatkan menjadi kota administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1975, diresmikannya pada tanggal 29 Januari 1976, merupakan Kotip pertama 53 di Jawa Barat dan ketiga di Indonesia. Tahun 2001 ditingkatkan statusnya menjadi kota otonomi.
Cimahi yang berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya maka berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 49
50 29 Tahun 1975 tentang Pembentukan Kota Administratif, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan sekarang diganti lagi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (PEMDA), Cimahi dapat ditingkatkan statusnya dari Kecamatan menjadi Kota Administratif yang berada di wilayah Kabupaten Bandung yang dipimpin oleh Walikota Administratif yang bertanggung jawab kepada Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bandung. Kota Administratif Cimahi dengan luas wilayah keselurahan mencapai 4.025,73 Ha, yang merupakan bagian dari Kabupaten Bandung Utara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat.25
Cimahi telah menunjukkan perkembangan yang pesat, khususnya di bidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk, yang pada Tahun 1990 berjumlah 290.202 jiwa dan pada Tahun 2000 meningkat menjadi 352.005 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 2,12% per tahun. Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan Wewenang kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya peningkatan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Cimahi.Kota Administratif Cimahi,
25 http://www.kotacimahi.go.id/sekilas-sejarah-kota-cimahi.html, Sekilas Sejarah Tentang Kota Cimahi, 2010.
51 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1975 tentang Pembentukan Kota Administratif Cimahi.
Secara Geografis wilayah Kota Administratif Cimahi mempunyai kedudukan strategis, baik dari segi ekonomi maupun sosial budaya. Dari segi potensi, industri dan perdagangan, perhubungan serta pendidikan.
Kota
Administratif mempunyai prospek yang baik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, berdasarkan hal tersebut di atas dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang, wilayah Kota Administratif Cimahi yang meliputi Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan
Cimahi
Selatan, perlu dibentuk
menjadi Kota
Cimahi
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi. Maka pada tanggal 18 Oktober 2001 dibentuklah Kota Cimahi yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan melalui proses penelitian dari lima perguruan tinggi negeri dan swasta yaitu Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Tekhnologi Bandung (ITB), Sekolah Tinggi Pemerintah Dalam Negeri (STPDN), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Jend. Ahmad Yani (Unjani). Dimana proses tersebut meneliti tentang persyaratan Daerah Otonom yaitu luas wilayah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), jumlah penduduk serta kehidupan sosial politik ekonomi dan budaya, dengan demikian Kota Cimahi adalah Daerah Otonom yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan Peraturan
52 Perundang-undangan Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sekarang berubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Kewenangan Kota Cimahi sebagai Daerah Otonom mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan, termasuk kewenangan wajib yaitu pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, keuangan, agama serta kewenangan bidang lain sesuai dengan peraturan Perundang-undangan Nomor I tahun 2003 tentang Kewenangan Kota Cimahi sebagai Daerah Otonom.
B. Tugas Pokok Dan Fungsi Pemerintahan Pada Kecamatan Cimahi Tengah untuk melaksanakan tugas pokok kecamatan mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Pelaksanaan sebagian kewenangan pemerintah yang dilimpahkan oleh Bupati; b. Fasilitas tugas-tugas dinas dan badan/kantor yang dilaksanakan oleh wilayah kecamatan; c. Pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat; d. Pengelolaan keuangan, kepegawaian, dan administrasi umum; e. Penyelenggaraan tugas pembantuan.
53 Model kelembagaan di Kabupaten / Kota terdiri dari 4 (empat) jenis atau fungsi, yakni organisasi Lini (direpresentasikan oleh Dinas), Staf dan Auxiliary (sekretariat), Supporting Units (lembaga teknis), serta Kewilayahan atau Teritorial (kecamatan / kelurahan),26 oleh karena itu jenis dan fungsi, serta kewenanagn yang diemban pun juga berbeda. Dinas adalah organisasi yang
menjalankan
tugas-tugas
pokok
(kewenangan
substantif
atau
kewenangan material) daerah. Itulah sebabnya, bidang kewenangan dan nomenklatur dinas dibentuk berdasarkan pertimbangan sektoral (sektor pertanian, sektor kesehatan, dan sebagainya), sedangkan sekretariat adalah unit organisasi yang bertugas menjalankan fungsi-fungsi pembantuan untuk mendukung pelaksanaan fungsi ini yang dijalankan dinas, dengan kata lain unit-unit
dalam
sekretariat
berkewajiban
melaksanakan
tugas-tugas
ketatausahaan dalam rangka pengambilan kebijakan, seperti bagian umum, bagian kepegawaian, bagian keuangan, dan bagian bina pemerintahan. Lembaga teknis berbentuk badan atau kantor bertugas melaksanakan fungsi-fungsi strategis daerah yang belum terakomodasikan oleh pola kelembagaan yang lain. Fungsi-fungsi yang diemban oleh Lenbaga Teknis bukanlah kewenangan substantif daerah, namum memiliki peran yang sangat penting bagi daerah. Contohnya adalah badan penelitian dan pengembangan, badan pengawasan, dan badan perencanaan daerah. Adapun lembaga kewilayahan pada umumnya lebih diarahkan sebagai pelaksana tugas bidang
26 Tri widodo W, Utomo, Pendelegasian Kewenangan Pemda Kepada Kecamatan dan Kelurahan, Bandung, 2004, hlm 12.
54 pemerintahan umum seperti masalah ketentraman dan ketertiban (trantib), administrasi kependudukan, serta pembinaan kemasyarakatan. Pada masa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan Di Daerah, kecamatan adalah perangkat dekonsentrasi, yang bertugas menjalankan tugas pemeritahan umum dan kewenangan yang dilimpahkan oleh aparat dekonsentrasi yang lebih tinggi, yakni Bupati, Gubernur ataupun Menteri. Namun dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, kecamatan berubah menjadi perangkat daerah, sehingga secara tidak langsung berkewajiban untuk ikut menjalankan sebagian tugas / kewenangan kabupaten / kota.27 Ada 25 bidang kewenangan yaitu bidang pertanian, bidang pertambangan dan energi, bidang kehutanan dan perkebunan, bidang perindustrian dan bidang perdagangan, bidang perkoperasian, bidang penanaman
modal,
bidang
kepariwisataan
dan
kebudayaan,
bidang
ketenagakerjaan, bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang sosial, bidang penataan ruang, bidang pemukiman, bidang pekerjaan umum, bidang perhubungan, bidang lingkungan hidup, bidang politik dalam negeri dan administrasi
publik,
bidang
pengembangan
otonomi
daerah
bidang
perimbangan keuangan, bidang kependudukan, bidang pemuda dan olahraga, bidang kearsipan dan bidang keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera.28
27
Ibid, hlm 17. Burhanudin A Tayipnapsis, Administrasi Kepegawaian: Suatu Tinjauan Analitik, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1986, hlm 59. 28
55 C. Mekanisme fungsi Pelayanan Masyarakat di Kecamatan Cimahi Tengah Dalam Rangka Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik Dan Bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme).
Pemerintahan
merupakan
fungsi
aktivitas
memerintah
adalah
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Penyelenggaraan kepentingan umum oleh dinas publik, pemerintahan umum sebagai organ-organ dari organisasi
pemerintahan
yang
dibebani
dengan
pelaksanaan
tugas
pemerintahan. Pemerintahan sebagai organisasi yang mempelajari ketentuanketentuan susunan organisasi, termasuk di dalamnya fungsi, penugasan, kewenangan dan kewajiban masing-masing departemen pemerintahan, badanbadan, instansi serta dinas-dinas pemerintahan. Fungsi pemerintahan itu dapat ditentukan dengan menempatkannya dalam hubungan dengan fungsi perundang-undangan dan peradilan.
Setiap pelayanan masyarakat yang diterima, perlu dilakukan penatausahaan oleh unit kerja pada instansi masing-masing dengan tahapan sebagai berikut: 1. Pencatatan : Pencatatan
dilakukan
sesuai
dengan
prosedur
penatausahaan
/
pengadministrasian yang berlaku dilingkungan masing-masing instansi, dengan cara manual atau penggunaan sistem aplikasi komputer disesuaikan dengan prasarana yang dimiliki. Hal-hal yang perlu dicatat pada proses pencatatan pelayanan masyarakat yaitu:
56 a. Data surat pengaduan, meliputi: 1. Nomor agenda 2. Tanggal agenda 3. Tanggal surat pengaduan 4. Kategori surat 5. Perihal b. Identitas pelapor, meliputi: 1. Nama 2. Alamat 3. Kabupaten / Kota 4. Propinsi 5. Pekerjaan 6. Kategori pelapor c. Identitas terlapor, meliputi: 1. Nama 2. NIP / NRP 3. Alamat 4. Jabatan 5. Instansi Terlapor 6. Kategori Instansi d. Lokasi Kasus, meliputi: 1. Kabupaten / Kota 2. Propinsi
57 3. Negara.
2. Penelaahan : Pelayanan msyarakat dalam menangani pengaduaan yang telah dicatat kemudian ditelaah dan dikelompokkan berdasarkan kode jenis masalah, sebagai berikut: a.
Penyalahgunaan wewenang,
b.
Pelayanan masyarakat,
c.
Korupsi / Pungli,
d.
Kepegawaian / Ketenagakerjaan,
e.
Pertanahan / Perumahan,
f.
Hukum / Peradialn dan HAM,
g.
Kewaspadaan nasional,
h.
Terlaksana pemerintahan/birokrasi,
i.
Lingkungan Hidup, dan
j.
Lain-lain.
Langkah-langkah
pelayanan
dalam
penelaahan
materi
pengaduan
masyarakat setidak-tidaknya meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a.
Merumuskan inti masalah yang diadukan,
b.
Menghubungkan materi pengaduan dengan peraturan yang relevan,
c.
Memeriksa dokumen dan / atau informasi yang pernah ada dalam kaitannya dengan materi pengaduan yang baru diterima,
58 d.
Merumuskan rencana penanganan atau langkah-langkah yang diperlukan,
seperti:
klarifikasi,
konfirmasi,
penelitian
atau
pemeriksaan, investigasi untuk membuktikan kebenaran materi pengaduan. Hasil pelayanan dalam menelaah pengaduan masyarakat tersebut, dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu : 1.
Bertaraf Pengawasan Penanganan pengaduan masyarakat bertaraf pengawasan adalah sebagai berikut: a. Pengaduan masyarakat yang bertaraf pengawasan dengan identitas pelapor jelas dan substansi / materi laporan logis dan memadai harus segera dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan kebenaran informasinya b. Pengaduan masyarakat yang bertaraf pengawasan dengan identitas pelapor tidak jelas, namun substansi / materi laporan logis dan memadai harus segera dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan kebenaran informasinya c. Pengaduan masyarakat yang bertaraf pengawasan dengan identitas pelapor jelas, namun substansi / materi laporan tidak memadai perlu dilakukan klarifikasi sebelum dilakukan pemeriksaan d. Pengaduan
masyarakat
yang
bertaraf
pengawasan
tetapi
permasalahannya yang sama, sedang atau telah dilakukan
59 pemeriksaan
dijadikan
tambahan
informasi
bagi
proses
pembuktian. 2.
Tidak Bertaraf Pengawasan Pengaduan yang tidak bertaraf
pengawasan disampaikan kepada
pimpinan instansi yang berwenang untuk dijadikan bahan informasi atau untuk bahan pengambilan keputusan / kebijakan sesuai dengan materi yang dilaporkan. 3.
Lain-lain Pengaduan masyarakat yang identitas pelapor tidak jelas dan atau tidak ada data yang layak serta menunjang informasi yang diadukan dan atau pengaduan yang berupa keinginan pelapor yang secara normatif tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan pemerintah tidak mungkin memenuhinya, seperti pelaporan pelayanan masyarakat yang tidak jelas dan juga tidak ada data yang mendukung kebenaran laporan tersebut, untuk itu tidak perlu dilakukan penanganan lebih lanjut tetapi cukup dicatat sebagai bahan dokumentasi / arsip.
3. Penyaluran : Penyaluran adalah suatu kegiatan instansi penerima pengaduan masyarakat untuk meneruskan pengaduan tersebut kepada instansi yang berwenang melakuakn penanganan, tindakan korektif dan tindakan hukum lainnya
sesuai
dengan
kedudukan,
tugas
pokok,
fungsi
dan
60 kewenangannya berdsarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam usaha pemberdayaan partisipasi masyarakat khususnya dalam pelayanan di bidang pengawasan dan intensifikasi penanganan pengaduan masyarakat, diharapkan agar setiap instansi dan unit pelayanan masyarakat mempunyai tromol pos yakni pos tempat pengaduan masyarakat dan petugas khusus yang terdiri dari aparatur pemerintahan serta perwakilan dari masyarakat, untuk menangani secara administratif atas setiap pengaduan masyarakat, baik yang diterima langsung dari masyarakat maupun yang disalurkan dari instansi lainnya.29 Tugas-tugas penyelesaian penyelesaian pengaduan masyarakat diproses berdasarkan jenjang/hierarki
kewenangan
serta
tanggung
jawab
dengan
mempertimbangkan muatan objek terlapornya, yaitu: a.
Apabila permasalahan yang disampaikan mengenai penyimpangan atau pelanggaran oleh oknum aparatur pemerintah / negara berupa dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang, indisipliner termasuk sikap arogansi aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, Kolusi, Korupsi, Nepotisme, pemborosan / manipulasi keuangan Negara dan atau sumber daya lainnya serta tindak penyimpangan lainnya yang dapat merugikan masyarakat dan negara, maka penyalurannya ditujukan kepada aparat pengawasan fungsional instansi terlapor agar dapat segera ditangani dengan tembusan kepada
29
H.A.W. Widjaja, Etika Pemerintahan, Bumi Aksara, Jakarta, 1997, hlm 81.
61 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan pimpinan instansi / unit kerja terkait untuk mendapatkan perhatian. b.
Apabila
permasalahan
melibatan
aparat
penegak
hukum,
penyelenggara negara dan orang alin yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara
negara,
mendapat
perhatian
yang
meresahkan
masyarakat dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,-
(satu
milyar
rupiah),
maka
penyalurannya
disampaikan kepada Aparat Pengawasan Fungsional instansi terlapor agar dapat segera ditangani dengan tembusan kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Pimpinan Komisi Pemberantasan korupsi. c.
Apabila terjadi kesalahan tujuan penyaluran dan atau lampiran surat penyaluran yang tidak sesuai, maka instansi penerimanya wajib segera mengembalikan keseluruhan berkas penyaluran kepada instansi yang menyalurkan / mengirimkannya, agar dapat segera dilakukan langkah perbaikan sebagaimana mestinya.
4. Pengarsipan : Penataan dokumen atau pengarsipan yang baik dimaksudkan untuk mempermudah pencairan kembali dokumen pengaduan masyarakat yakni diatur berdasarkan klasifikasi jenis masalah, unit kerja terlapor dan urusan waktu pengaduan sehingga proses penanganan pengaduan masyarakat
62 lebih efektif dan efisien. Proses pembuktian dalam pelayanan pengaduan masyarakat yang telah dicatat dan diklasifikasi menurut masalah serta dikelompokkan
menurut
kategori
bertaraf
pengawasan.
Langkah
selanjutnya adalah mencari bukti mengenai kebenaran pengaduan masyarakat. Proses pembuktian dalam pelayanan masyarakat yang bertaraf pengawasan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagi berikut: 1. Konfirmasi dan Klarifikasi: a. Konfirmasi Tahap-tahap kegiatan konfirmasi dapat dilakukan sebagi berikut: 1). Mengidentifikasikan terlapor, 2). Melakukan komunikasi kepada pimpinan instansi terlapor, 3). Mencari informasi tambahan dari sumber lain atas permasalahan yang diadukan, 4). Mengumpulkan bukti-bukti awal sebagai bahan pendukung. Hasil dari konfirmasi pengaduan masyarakat berupa kesimpulan tentang keyakinan mengenai kenyataan keberadaan oknum yang teridentifikasi dalam pengaduan masyarakat, dan kesimpulan tentang perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan atau investigasi yang lebih mendalam atas permasalahan yang diadukan.30 Apabila kesimpulan hasil konfirmasi atas permasalahan menyatakan tidak perlu dilakukan pemeriksaan atau investigasi, maka instansi penerima pengaduan
30
Ibid, hlm 60
63 melaporkan hasil konfirmasi kepada sumber pengaduan dan pihakpihak terkait.
b. Klarifikasi Tahap-tahap kegiatan klarifikasi dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pengecekan permasalahan yang diadukan kepada sumber-sumber yang
dapat
dipertanggungjawabkan
berkaiatan
dengan
permasalahan yang diadukan, 2. Perumusan kondisi yang nyata terjadi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 3. Penjelasan dapat dilakukan melalui surat dinas, surat kabar atau media massa lainnya.
2. Penelitian / Pemeriksaan : Surat-surat pengaduan setelah melalui tahapan penelaahan dan konfirmasi dapat dilanjutkan dengan kegiatan penelitian / pemeriksaan untuk memperoleh bukti-bukti yang cukup, kompeten, relevan, dan berguna. Kegiatan penelitian/pemeriksaan ini mengacu kepada sistem, prosedur dan ketentuan serta arah dan kebijaksanaan intensifikasi penanganan pengaduan masyarakat pada setiap instansi penerima pengaduan untuk memperoleh bukti fisik, bukti documenter, bukti lisan, bukti perhitungan, bukti dari spesialis / ahli atau bukti-bukti lainnya mengenai kebenaran permasalahan.
64 Tahap-tahap proses pembuktian setidak-tidaknya mencakup kegiatan sebagai berikut: a. Penelitian / pemeriksaan dilakukan dengan cermat, cepat, mudah serta hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu dengan cara: 1. Menyusun/menentukan Tim Pemeriksa yang berkompeten, 2. Menyusun Program Kerja Pemeriksaan (PKP), 3. Menentukan waktu / lokasi yang diperlukan, 4. Menentukan pejabat-pejabat yang perlu diminta keterangan, 5. Merumuskan hasil penelitian / pemeriksaan. Selanjutnya hasil penelitian / pemeriksaan tersebut dituangkan dalam surat resmi dan instansi terkait yang dijadikan sebagai alat bukti untuk dilakukan tindak lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Hasil penelitian / pemeriksaan pengaduan masyarakat segera disampaikan oleh instansi Pemeriksa kepada: 1. Pimpinan instansi terlapor, 2. Pimpinan instansi penerima pengaduan, 3. Kementerian PAN / Tromol Pos 5000. c. Terhadap pengaduan masyarakat yang dinilai penting, stategis, berdampak nasional dan lintas sector, Tim Pemeriksa terdiri dari instansi terkait. d. Memberikan perlindungan hukum dan perlakuan ynng wajar kepada pelapor dan terlapor.
65 3. Pelaporan Hasil Penelitian / Pemeriksaan : a. Laporan hasil penanganan pengaduan masyarakat wajib dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau tim yang ditunjuk melakukan konfirmasi dan klarifikasi, penelitian / pemeriksaan terhadap terlapor sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditunjukan dalam bentuk surat resmi yang menyatakan indikasi terlapor bersalah atau tidak sesuai bukti yang diberikan kepada pimpinan instansi atau pejabat pengawasan intern yang berwenang di masing-masing instansi yang bersangkutan dengan tembusan pimpinan instansi terkait untuk dilakukan tindak lanjut. b. Laporan hasil pemeriksaan disusun secara sistematik, singkat, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serat memeuat kesimpulan dari hasil konfirmasi dan klarifikasi, pemeriksaan / penelitian dengan data pendukung serta saran tindak lanjut. c. Penanaganan atau pelaksanaan pengaduan masyarakat harus dapat diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah surat pengaduan diterima oleh instansi yang menangani, kecuali instansi yang menangani dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hasil dari observasi dilapangan dalam satu kasus yakni tentang pengaduan masyarakat terhadap lambatnya pelayanan dalam penyelesaian pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk), susdah teraelisasikan sebagaimana mestinya yakni
66 langsung ditindak lanjuti oleh aparatur pemerintah Kecamatan Cimahi Tengah yaitu tidak lebih dari 3 (tiga) bulan.
Beberapa tindak lanjut dan pemantauan pengaduan dalam pelaksanaan pelayanan masyarakat, meliputi : 1. Tindak Lanjut Hasil Penelitian / Pemeriksaan : a. Terhadap Pelapor : 1. Apabila hasil pemeriksaan pengaduan dari pelapor tidak terbukti kebenarannya, maka pimpinan instansi atau pejabat yang diberi wewenang, menyampaikan informasi tersebut kepada pelapor, 2. Apabila hasil pemeriksaan terbukti kebenarannya, maka pimpinan instansi atau pejabat yang wewenang menyampaikan surat kepada pelapor, 3. Selama pengaduan masih dalam proses penanganan, pimpinan instansi atau pejabat yang berwenang berkewajiban melindungi pelapor. b. Terhadap Terlapor : 1. Apabila hasil pemeriksaan tidak mengandung kebenaran, maka pimpinan instansi atau pejabat yang diberi wewenang segera menembalikan nama baik terlapor yakni dengan cara membuat surat pernyataan secara resmi yang menyatakan bahwa terlapor tidak melakukan tindakan seperti apa yang telah diadukan oleh pelapor.
67 2. Apabila hasil pemeriksaan mengandung kebenaran, maka pimpinan instansi atau pejabat yang diberi wewenang segera mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti peringatan, dicopot dari jabatan struktural dengan dimutasikan dan bahkan bisa diberhentikan dengan tidak hormat. c. Laporan hasil penanganan pengaduan masyarakat agarsegera ditindak lanjuti sesuai dengan sistem dan prosedur yang berlaku, yakni antara lain: 1. Tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 2. Tindakan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi, 3. Tindakan gugatan perdata, 4. Tindakan pengaduan perbuatan pidana, 5. Tindakan penyempurnaan manajemeninstansi yang bersangkutan.
2. Pemanfaatan Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat : Setiap pimpinan instansi pemerintah dapat memanfaatkan hasil tindak lanjut penanganan penagduan masyarakat, yakni antara lain : a. Menumbuhkan parisipasi masyarakat dalam membangun kontrol sosial yang sehat, sekaligus mencegah timbulnya kemungkinan tindakan anarkis dan main hakim sendiri oleh masyarakat,
68 b. Sebagai salah satu tolak ukur (barometer) untuk mengukur dan mengetahui
kepercayaan
masyarakat
terhadap
kinerja
aparatur
pemerintah, c. Membangun citra aparatur pemerintah yang etis, bermoral, profesional, transparan, bertanggung jawab dan jiwa karsa aparatur pemerintah penyelenggaraan
pemerintahan,
pembangunan
dan
pelayanan
masyarakat, d. Memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam pengorganisasian, metode kerja
dan
birokrasi
pemerintah,
khususnya
bidang
pelayanan
masyarakat dan pencegahan praktek Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, e. Membangun kepekaan dan mengefektifkan fungsi kepemimpinan terutama dalam memperbaiki perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan laporan pertanggungjawaban di semua jenjang birokrasi pemerintah, f. Mengefektifkan pelaksanaan pengawasan fungsional dan pengawasan melekat g. Menegakkan hukum dan keadilan secara tertib, proporsional dan demokratis.
3. Pemantauan dan Koordinasi Tindak Lanjut Penanganan Pengaduan Masyarakat : a. Pemantauan :
69 Dalam rangka mengefektifkan pemantauan tindak lanjut penanganan pelaksanaan pengaduan masyarakat dapat dilakukan : 1. Secara langsung : a. Pemutakhiran data, b. Rapat-rapat koordinasi teknis, c. Kunjungan ke lapangan / instansi yang menangani. 2. Secara tidak langsung : a. Melalui komunikasi elektronik, b. Melalui surat menyurat. b. Koordinasi Dalam mengefektifkan pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat dapat dilakukan koordinasi secara internal dan eksternal: 1. Koordinasi internal a. Antar pejabat / unit kerja dilingkungan instansi masing-masing, b. Antar pejabat / unit kerja yang menangani pengaduan masyarakat dengan pejabat / unit kerja lain dilingkungan instansi tertentu. 2. Koordinasi eksternal Aparat Pengawas intern pemerintah (APIP) a. Antar pejabat APIP dan atau yang menangani pengaduan masyarakat, b. Antar pejabat APIP dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, c. Antar
pejabat
kemasyarakatan.
APIP
dengan
masyarakat
dan
organisasi
70 Pelaksanaan koordinasi eksternal dapat dilakukan dengan membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) antara APIP, Aparat Penegak Hukum, pejabat negara yang terkait dan masyarakat.
4. Sanksi : Pimpinan instansi dan atau unit kerja yang menolak pemeriksaan oleh aparat
pengawasan
fungsional
yang
berwenang
dan
atau
tidak
menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan atas pengaduan masyarakat sebagaimana mestinya dan atau melindungi aparatur yang melanggar aturan dikenakan sanksi
administrasi dan atau sanksi lain
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi yang diberikan bisa berupa peringatan, dicopot dari jabatan, dimutasikan dan bisa diberhentikan dengan tidak hormat sesuai dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN DALAM PELAKSANAAN FUNGSI PELAYANAN MASYARAKAT DI KECAMATAN CIMAHI TENGAH BANDUNG
A. Pelaksanaan Fungsi Pelayanan Masyarakat Yang Dilakukan Oleh Aparatur Pemerintah Di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung Pada umumnya pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat selain yang dilakukan oleh aparatur pemerintah juga dari masyarakat itu sendiri. Aparatur pemerintah dan masyarakat saling berhubungan, karena itu mempunyai keterkaitan yang sangat erat guna untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan bebas KKN( Kolusi, korupsi, Nepotisme). Dalam perspektif sosiologis, masyarakat adalah suatu komunitas yang berbudaya, terorganisasi dan memiliki kaidah normatif sebagai sarana interaksi sesama anggota masyarakat lainnya. Sebagai pembentuk tatanan sosial, tentu saja dalam hidup sosial kemasyarakatan harus memiliki kepekaan dalam mengenali dan memahami setiap persoalan sosial kemasyarakatan sebagai tanggung jawab moral bagi setiap anggota masyarakat, karena sebagai subyek yang melakukan tindakan maka perilaku-perilaku menyimpang yang terjadi dalam kehidupan masyarakat harus disikapi oleh anggota masyarakat sendiri (self organization), tanpa harus ada perintah yang sifatnya memaksa dari negara. Segala tindakan masyarakat harus didorong oleh suatu kesadaran kritis agar keamanan dan ketertiban masyarakat diharapkan tetap stabil dan 71
72 dinamis. Di sisi lain, masyarakat juga harus memiliki kepekaan dalam memahami dan mendalami hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. Untuk itu Peran aktif masyarakat dalam upaya mendukung terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) sangat diperlukan sekali. Peran aktif tersebut berupa pengaduan masyarakat sebagai kontrol / pengawasan sosial dalam penyelengaraan pemerintahan yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan. Dalam hal ini Pemerintah Kecamatan Cimahi Tengah mempunyai andil besar dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik di wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan tentunya juga harus didukung peran serta masyarakat Kecamatan Cimahi Tengah. Salah satu proses yang paling penting adalah perencanaan pembangunan. Oleh karena itu didalam proses perencanaan peran serta masyarakat mutlak diperlukan sebab di dalam pembangunan, masyarakat tidak hanya sebagai objek pembangunan saja tetapi juga subjek pembangunan. Di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan dalam kalimat Bab II Pasal 4 Huruf d ditegaskan
bahwa
perencanaan
pembangunan
bertujuan
untuk
mengoptimalkan partipasi masyarakat. Dengan demikian, Undang-undang
73 tersebut telah menjamin bahwa dalam setiap langkah perencanaan pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah partisipasi masyarakat wajib untuk didengar dan dipertimbangkan oleh pemerintah. Jika dilihat lebih lanjut maka penyebab lemahnya aspirasi masyarakat tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu:31 1. Eksternal adalah kondisi di luar sistem birokrasi pemerintah yaitu masyarakat umum. 2. Internal adalah kondisi di dalam sistem birokrasi pemerintah.
Good governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu di dalam tindakan dan kehidupan keseharian. Kriteria pemerintahan yang baik, adalah sebagai berikut:32
1. Partisipasi, menunjuk pada keikutsertaan seluruh warga negara dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan.
2. Penegakan hukum atau peraturan, penegakan hukum harus diterapkan secara adil dan tegas. 3. Transparansi, seluruh proses pemerintahan dapat diakses dengan publik.
31 32
Ibid, hlm 27. Ibid, hlm 32.
74 4. Responsif, lembaga pemerintah harus selalu tanggap terhadap kepentingan publik. 5. Konsensus,
Pemerintah
harus
dapat
menjembatani
perbedaan
kepentinggan demi tercapainya konsensus antar kelompok. 6. Keadilan, kesetaraan pelayanan bagi seluruh warga. 7. Efektifitas dan efisiensi, Merujuk pada proses pemerintahan yang dapat mencapai tujuan dan menggunakan dana seoptimal mungkin 8. Akuntabel, seluruh proses pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan. 9. Visi Strategis, pemerintah mempunyai visi jauh kedepan yang dapat mengantisipasi perubahan.
B. Kendala-kendala dan Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Fungsi Pelayanan Masyarakat Di Kecamatan Cimahi Tengah Bandung Dalam Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik dan Bebas KKN Secara umum masalah yang paling banyak mendapat sorotan dari masyarakat, adalah : 1. Masalah penyalahgunaan wewenang, 2. Masalah kolusi,korupsi, nepotisme(KKN), 3. Masalah Pungutan liar, 4. Masalah kepegawaian, 5. Masalah pertanahan, 6. Masalah pelayanan hukum dan peradilan,
75 7. Masalah pelayanan umum dan masyarakat, 8. Masalah tindakan tidak terpuji, 9. Masalah-masalah lainnya. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, permasalahan yang menjadi sorotan utama dan dari masyarakat Kecamatan Cimahi Tengah adalah masalah
pelaksanaan
pelayanan
umum
pada
masyarakat
yang
diselenggarakan oleh aparatur pemerintahan Kecamatan Cimahi Tengah. Permasalahan itu tentang keterlambatan dalam penyelesaian pelayanan pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk), yaitu yang seharusnya pembuatan KTP bisa diselesaikan dalam tempo 2 (dua) hari, akan tetapi sering terjadi keterlambatan dalam penyelesaiannya. Keterlambatan dalam penyelesaian pembuatan KTP tersebut terjadi karena sistem komputerisasi yang sering bermasalah dan masih terbatasnya sarana dan prasarana dalam hal mendukung penyelenggaraan pelayanan terhadap masyarakat tersebut, bukan hanya pembuatan KTP saja dalam pembutan KK (Kartu Keluarga) juga. Tetapi permasalahan tersebut tidak ditanggapi dengan seksama oleh aparatur pemerintah Kecamatan Cimahi Tengah untuk ditindak lanjuti. Pengaduan masyarakat sebagai bentuk peran serta masyarakat juga sebagai kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) sangat dibutuhkan agar terjadi keeimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara aparatur pemerintahan selaku pelaksana kebijakan dan masyarakat sebagai penerima kebijakan. Untuk itu sangat diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak
76 dalam memainkan atau melaksanakan peranannya masing-masing yakni dalam hal melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya tersebut. Selanjutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan pengaduan dalam pelaksanaan masyarakat yang dapat menghambat atau mengurangi efektivitas pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan
dalam
pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat, yakni: 1. Luas dan kompleksnya cakupan kegiatan birokrasi pemerintah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, sehingga tidak mungkin ditangani secara sentralistik, contohnya dalam Pemilu (Pemilihan Umum) didaerah terpencil masyarakatnya tidak mendapatkan sosialisasi dari pemerintah (Pejabat Pemerintah yang berwenang atau birokrasi yang ditunjuk oleh pemerintah) mengenai cara memilih yang baik dan benar (Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden). 2. Proses penanganan pengaduan masyarakat sangat lambat dan berbelitbelit, sehingga sering mendorong masyarakat cenderung menempuh jalan pintas dalam menyelesaikan sendiri masalah yang dianggap merugikannya dan melanggar rasa keadilan masyarakat. hal ini perlu diantisispasi agar tidak terjadi gejolak sosial yang anarkis, contohnya dalam pembuatan KTP atau KK para petugas tidak optimal dalam melayani masyarakat. 3. Adanya kecenderungan pimpinan instansi pemerintah melindungi aparat di jajaran instansinya agar kelihatan bersih, sehingga laporannya tidak lugas dan kurang objektif, seperti para aparat pemerintah yang melakukan KKN, tetapi dilindungi oleh aparat yang lain.
77 4. Kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap arti, makna, urgensi, serta manfaat pengawasan masyarakat dari sebagian besar aparatur pemerintah, sehingga kurang peduli dan tidak peka terhadap aspirasi serta keluhan masyarakat. 5. Kurangnya konsistensi dan transparansi dalam penegakan hukum yang sering tidak tuntas, sehingga mengurangi kepercayaan masyarakat. 6. Kurangnya perlindungan hukum bagi pelapor dan atau kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang aparat pemeriksa terhadap pejabat terlapor dan pelapor. 7. Cara berfikir dan bertindak yang formalitas dan rutin, disertai arogansi kekuasaan, sehingga cenderung sering mempersonifikasikan dirinya sebagai penguasa dengan pertimbangan-pertimbangan subyektif dan berlindung pada wewenang administrasi yang tidak terukur. Setiap laporan hasil penanganan pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat agar segera ditindak lanjuti sesuai dengan sistem dan prosedur yang berlaku, yakni: 1. Tindakan administrasif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 2. Tindakan tuntutan pembendaharaan dan tuntutan ganti rugi, 3. Tindakan gugatan perdata, 4. Tindakan pengaduan perbuatan pidana, 5. Tindakan penyempurnaan manajemen instansi yang bersangkutan.
78 Untuk itu pengaduan masyarakat sebagai bentuk peran serta masyarakat sebagai kontrol dalam penyelengaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) juga dalam pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat tidak akan berjalan sebagaimana mestinya kalau tidak didukung dengan konsep penanganan yang baik dan oleh aparatur pemerintahan. Oleh karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pengaduan masyarakat yang dapat menghambat atau mengurangi efektifitas pengawasan masyarakat terhadap penyelengaraan pemerintahan harus disikapi dengan cermat oleh aparatur pemerintahan untuk ditindak lanjuti dan dilakukan perbaikan kearah yang lebih baik agar upaya pelaksanaan peran serta masyarakat sebagai kontrol dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) dapat direalisasikan sebagaimana mestnya dan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pemaparan yang telah dijelaskan pada Bab I sampai dengan Bab IV, maka penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan fungsi pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) sangatlah penting demi terciptanya sinergisitas antara aparatur pemerintahan selaku pelaksana kebijakan dan masyarakat sebagai penerima kebijakan. Dalam hal ini dibutuhkan kerja sama kedua belah pihak, antara aparatur pemerintah dan masyarakat karena kalau hal itu tidak terlaksana sebagaimana mestinya maka sangatlah sulit hal tersebut diatas akan terwujud. 2. Partisipasi masyarakat di wilayah kecamatan Cimahi Tengah sangat dibutuhkan demi terciptanya penyelengaraan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat. Dari hasil observasi di lapangan, permasalahan yang banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat kecamatan Cimahi Tengah adalah tentang pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah kecamatan Cimahi Tengah, seperti pelayanan pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk), pembuatan KK (Kartu Keluarga), pembuatan surat-surat resmi dan lain-lain. Tentunya selain mengharapkan peran aktif dari masyarakat, aparatur pemerintah kecamatan Cimahi Tengah juga dapat lebih meningkatkan intensitas dan 79
80 kualitas pelaksanaan pelayanan masyarakat sehingga keseimbangan itu benar-benar terjadi antara pelaksana kebijakan dan penerima kebijakan, sehingga bukan mustahil penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) dapat direalisasikan.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan penulis diatas, maka penulis mempunyai saran-saran sebagai berikut : 1. Diharapkan untuk mendukung kinerja pegawai di kecamatan Cimahi Tengah, harus diberikan perlengkapan kantor yang standar sesuai dengan jaman, seperti komputer yang online internet agar memudahkan untuk melakukan publikasi maupun mudah untuk melakukan pengiriman data. 2. Mengingat peran Kecamatan Cimahi sangatlah penting terutama dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka sebaiknya taraf kesejahteraan para pegawai harus lebih ditingkatkan. Hal tersebut berguna untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan demi memenuhi kebutuhan hidup. 3. Diharapkan agar aparatur pemerintahan lebih melaksanakan tugasnya dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsi pelayanan masyarakat agar terciptanya penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme). 4. Peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bebas KKN (Kolusi, Korupsi,
81 Nepotisme) agar terciptanya sinergisitas antara aparatur pemerintahan selaku pelaksana kebijakan dan masyarakat sebagai penerima kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku Abu Daud Basroh, Intisari Perbandingan Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia, 1987. Billah M.M, Eksistensi Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Layak Dalam Menjelmakan Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih di Indonesia, Universitas Padjadjaran, Bandung 2001. Burhanudin A Tayipnapsis, Administrasi Kepegawaian: Suatu Tinjauan Analitik, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1986. David Beetham dan Kevin Boyle, Demokrasi, Kanisius (anggota Ikapi), Yogyakarta, 2000. Dimock, Administrasi Negara. Terjemahan Husni Thamrin Pane. Jakarta: Aksara Baru, 1978. Djenal Hoesen Koesoemahatmajda, Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara, II, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990. Dudu Duswara, Otje Salman, Pengantar Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2000. H.A.W. Widjaja, Etika Pemerintahan, Bumi Aksara, Jakarta, 1997. Kusnardy Moh, Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Fakultas Hukum-Universitas Indonesia, Jakarta, 1983. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah, Jakarta, MEN PAN RI, 2004. Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008. Otje salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum : Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2005. Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.
82
83 Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994. Soejono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001. Sri Soemantri, Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1971. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 2006. Suradji, Manajemen Kepegawaian Negara, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 1984. S. Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, Cet. Ke-III, Bumi Aksara, Jakarta, 1994. Tahir Azhari, Negara Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, 1992. Tolchah Mansoer, Beberapa Aspek Kekuasaan-Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif di Indonesia, dari Disertasi Universitas Gadjah Mada, Paramita, Jakarta, 1995. Tri widodo W, Utomo, Pendelegasian Kewenangan Pemda Kepada Kecamatan dan Kelurahan, Bandung, 2004.
B. Sumber Lain http://www.google.com/artikel_penyelenggaraan_negara.html, 15/5/2009 http://www.kotacimahi.go.id/sekilas-sejarah-kota-cimahi.html, Sejarah Tentang Kota Cimahi, Tanggal 14/04/2010.
Sekilas
Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta, PN Balai Pustaka, WJS. Poerwadarminta 1976. Kecamatan Cimahi Tengah, Profil Kecamatan Cimahi Tengah, Pemerintah Kota Cimahi, 2007. Keputusan Walikota Cimahi, Tentang Tugas Pokok dan Fungsi pada Kecamatan dan Kelurahan Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, 2003. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Hasil Amandemen ke IV.
84 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Utrecht, Majalah Hukum dan Masyarakat, Tahun Ke-I, Nomor 3, April 1956. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara.
LAMPIRAN