SISTEM AGRIBISNIS JERUK BESAR PANGKEP MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA DI SULAWESI SELATAN NURJANANI, dkk
I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Struktur kehidupan masyarakat Indonesia masih bertumpu pada sektor pertanian
tanaman
pangan
dan
hortikultura.
Pengembangan
komoditas
hortikultura yang potensial di suatu wilayah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing wilayah. Untuk menciptakan kegiatan ekonomi yang efektif dan efisien dan berdampak bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat membutuhkan intensitas, kuantitas dan kualitas kegiatan yang memadai berbasis pada kesamaan kondisi agroekosistem. Untuk itu diperlukan sinergisme agar berdampak pada ekonomi yang nyata dan terukur, melalui efisiensi dan efektivitas pelayanan dan fasilitasi yang dikenal dengan pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Pengembangan hortikultura dalam kawasan akan menggiring pemahaman dan penghayatan yang proporsional terhadap makna dan fungsi ekosistem, infrastruktur, dan pasar selain makna dan fungsi wilayah administratif bagi para petugas pemerintah dalam melayani masyarakat agribisnis yang cenderung tidak terikat kepada batas-batas wilayah administratif. Pelayanan terhadap kawasan akan menjadi suatu bentuk implementasi yang prima dari fungsi pemerintahan Pusat,
Provinsi
dan
Kabupaten/Kota
dalam
kerangka
desentralisasi
pemerintahan. Pengembangan kawasan juga diharapkan dapat menggiring pelayanan pembangunan yang lebih bersifat partisipasi. Penetapan kawasan hortikultura ini diperlukan untuk memudahkan dalam penumbuhan dan pengembangan kawasan berbasis agribisnis mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasaran
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1
serta kegiatan pendukungnya secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Mengingat
begitu
pentingnya
kawasan
hortikultura
dalam
menyokong
pembangunan pertanian, diperlukan suatu pedoman pengembangan kawasan hortikultura yang terintegrasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi adalah tanaman jeruk besar atau jeruk pamelo.
Jenis jeruk ini telah
menjadi salah satu komoditi perdagangan Internasional dengan eksportir utama antara lain Thailand dan Vietnam.
Indonesia termasuk negara urutan ke 13
produsen jeruk Dunia (Syamsinar, 2009). Salah satu sentra produksi jeruk besar di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten Pangkep, pada awalnya tanaman ini dibudidayakan masyarakat di Kabupaten Pangkep merupakan tanaman pekarangan.
Namun setelah buah
dengan rasa asem manis ini laris manis dipasaran, maka petani kemudian mengembangkannya menjadi usahatani
komersial (Dinas Pertanian
Kab.
Pangkep, 2010). 2. Tujuan dan Keluaran Tujuan 1.
Mengidentifikasi masalah dalam agribisnis jeruk besar mendukung pengembangan kawasan hortikultura di Sulawesi Selatan
2.
Merumuskan Strategi pengembangan agribisnis jeruk besar mendukung pengembangan kawasan hortikultura di Sulawesi Selatan
3.
Merancang model agribisnis jeruk besar mendukung pengembangan kawasan hortikultura di Sulawesi Selatan
Keluaran 1.
Masalah-masalah
dalam
agribisnis
jeruk
besar
mendukung
pengembangan kawasan hortikultura di Sulawesi Selatan 2.
Strategi
pengembangan
agribisnis
jeruk
besar
mendukung
pengembangan kawasan hortikultura di Sulawesi Selatan 3.
Merancang model agribisnis jeruk besar mendukung pengembangan kawasan hortikultura di Sulawesi Selatan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2
3. Manfaat Agribisnis jeruk besar dalam mendukung pengembangan kawasan hortikultura akan memberikan manfaat sebagai berikut : a.
Memungkinkan penanganan komoditas jeruk besar secara terpadu;
b.
Memberikan peluang komoditas jeruk besar untuk ditangani secara proporsional;
c.
Merupakan
wadah
dan
wahana
pelaksanaan
desentralisasi
pembangunan secara nyata, sinergis dan harmonis antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, mengingat kawasan bersifat lintas wilayah administratif; d.
Membedakan secara jelas karakter dan pengukuran kinerja antara pengembangan
dan
perbaikan,
sehingga
daerah
terpacu
untuk
melakukan upaya perbaikan (pengutuhan) kawasan; II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kawasan Hortikultura Konsep pengembangan kawasan merupakan konsep yang sangat tepat dalam rangka mengintegrasikan beberapa kegiatan dengan Eselon I terkait lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian. Pengembangan kawasan hortikultura dengan pendampingan intensif pada tahun 2009 berada pada 11 provinsi, 48 kabupaten/kota dan pada tahun 2010 berada pada 21 provinsi, 91 kabupaten/kota. Sedangkan pengembangan kawasan inisiasi hortikultura pada tahun 2010 sebanyak 31 provinsi, 77 kabupaten/ kota. Menurut
Permentan
No:
41 Tahun
2009,
berdasarkan
dominasi
komoditasnya, tipe kawasan agribisnis hortikultura dapat dibedakan atas: 1.
Kawasan dengan dominasi komoditas hortikultura dengan sedikit atau tanpa tambahan/sisipan komoditas lainnya;
2.
Kawasan budidaya hortikultura yang seimbang atau hampir seimbang antara komoditas hortikultura dan komoditas lainnya;
3.
Kawasan dengan dominasi komoditas nonhortikultura dengan sedikit atau banyak tambahan/ sisipan komoditas hortikultura di dalamnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3
Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan budidaya hortikultura menurut Permentan No: 41 Tahun 2009 adalah: 1.
Mempunyai kesesuaian lahan yang didukung adanya sarana dan prasarana budidaya, panen dan pasca panen;
2.
Memiliki potensi untuk pengembangan sistem dan usaha agribisnis hortikultura;
3.
Mempunyai akses dan prasarana transportasi jalan dan pengangkutan yang mudah, dekat dengan pusat pemasaran dan pengumpulan produksi. Melalui pendekatan kawasan, karakteristik hortikultura yang spesifik
dengan keragaman komoditas yang ada serta dengan nilai ekonomi yang tinggi dan waktu panen yang berbeda akan saling melengkapi dan merupakan potensi ekonomi yang dapat dijadikan sandaran dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hortikultura
masyarakat
dikelola
diwilayah
secara
tersebut.
terintegrasi,
mulai
Pengembangan
kawasan
dari
grading,
produksi,
pengepakan, hingga distribusi. B. Strategi Pengembangan Kawasan Hortikultura Strategi dasar pengembangan kawasan diawali dari optimalisasi potensi komoditas unggulan yang telah berkembang di wilayah tertentu dan kemudian secara terfokus dan terarah dikembangkan dengan basis pendekatan agribisnis dengan
memperhatikan
keterkaitan
hulu-hilir
secara
berkesinambungan.
Pengembangan kawasan hortikultura ini tidak berdiri sendiri, namun lebih merupakan keterpaduan dari berbagai program dan kegiatan pengembangan antar sektor/subsektor, antar institusi, dan antar pelaku yang telah ada di daerah, yang terfokus di kawasan. Pada hakekatnya pengembangan kawasan merupakan kerjasama dari setiap pelaku, termasuk di dalamnya adalah kontribusi dari berbagai sektor terkait, seperti
perindustrian, perdagangan,
koperasi dan UKM, PU dan lainnya, pusat penelitian, perguruan tinggi, swasta, asosiasi, perbankan, dan lainnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
Dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, strategi dasar yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1. Kawasan sebagai pusat pertumbuhan pengembangan produk hortikultura unggulan (dapat lebih dari 1 komoditas) yang menjadi komoditas unggulan dan spesifik di kawasan tersebut. Keluaran dari pengembangan kawasan difokuskan pada pengembangan produk berdaya saing dengan orientasi pada pasar regional, nasional atau internasional melalui penerapan GAP 2. Pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat untuk berinvestasi dalam mengembangkan agribisnis hortikultura di kawasan 3. Kawasan memiliki keterkaitan dengan sektor industri hulu-hilir (backward
and forward linkages), yang merupakan stimulan kegiatan ekonomi, sehingga akan mampu meningkatkan daya saing. 4. Pengembangan kawasan mempunyai keterkaitan antar kabupaten/kota ataupun antar provinsi, oleh karena itu keterpaduan menjadi dasar keberhasilan dalam pengembangan kawasan. C. Pengembangan Agribisnis Jeruk Besar Pada
dasarnya
suatu
pengembangan
sistem
agribisnis
dalam
pembangunan pertanian diharapkan mampu mengatasi segala ancaman, tantangan dan hambatan yang akan terjadi agar dapat menjadi leading sector, selain itu strategi pengembangan agribisnis memerlukan pendekatan yang komprehensif mulai dari sektor hulu sampai ke sektor hilir (Nasution, Z,A,. 2012). Dalam konsep pembangunan ekonomi, sektor agribisnis dibagi menjadi empat sektor yaitu subsektor agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yakni seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi pertanian primer beserta kegiatan perdagangan/distribusi, yang termasuk ke dalam subsektor ini adalah industri agro-otomotif (mesin dan peralatan pertanian), industri agrokimia (pupuk, pestisida dan lain-lain) dan industri pembibitan/pembenihan. Kedua adalah subsektor agribisnis usaha tani (on farm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan dari subsektor agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas primer. www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5
Ketiga adalah subsektor agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik dalam bentuk antara (intermediate product) maupun dalam bentuk produk akhir (finished product) beserta kegiatan perdagangan/distribusinya. Keempat adalah subsektor jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis dan lain-lain (Dermoredjo, 2003). Kawasan agribisnis hortikultura adalah suatu ruang geografis yang didelinasi
oleh
batas
imaginer
ekosistem
dan
disatukan
oleh
fasilitas
insfrastruktur ekonomi yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran serta berbagai kegiatan pendukungnya. Peningkatan daya saing memerlukan inovasi dari masyarakat maupun pemerintah untuk memperbaiki kinerja sistem yang membutuhkan fasilitasi berbagai pihak sesuai dengan fungsi, kompetensi dan kewenangannya. Untuk meningkatkan efektivitasnya perlu dikoordinasikan agar fungsi pelayanan dalam berbagai aspek faktor penentu keberhasilan investasi (kebijakan, prasarana, sarana, modal dan teknologi, kelembagaan, SDM, sistem informasi dan lain-lain). Menurut Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB dalam Huzairin (2000) pola manajemen yang mendukung pengembangan komoditas pertanian berbasis agribisnis harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1.
Dikelola secara professional dengan menggunakan sumberdaya manusia yang berkualitas.
2.
Menerapkan manajemen yang handal, menjamin efisiensi dan produktivitas, produksi yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.
3.
Memanfaatkan pertanian yang berdasarkan ilmu pengetahuan, ekonomi dan teknologi.
4. Memenuhi skala usaha yang komersial. 5.
Merupakan satu kesatuan atau keterpaduan dari suatu sistem agribisnis yang utuh.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6
Menurut Saliem (2002) bahwa pengembangan agribisnis bertujuan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan tercapainya pemerataan dalam mewujudkan stabilitas pembangunan. Beberapa komoditas agribisnis yang dapat dijadikan basis sumber pertumbuhan ekonomi pada pertanian tanaman pangan yaitu komoditas buah-buahan, sayur-sayuran, bunga dan tanaman hias, sedangkan komoditas agribisnis yang dapat dijadikan basis sumber pemerataan ekonomi pada pertanian tanaman pangan adalah komoditas palawija yang terdiri dari jagung, ubi kayu, kedelai dan kacang tanah. III. METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Pengkajian Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive di sentra produksi jeruk besar di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Pangkep. Pengkajian di lakukan mulai bulan Februari – September 2012. B. Tahapan Pelaksanaan Kajian Kegiatan ini akan ditempuh melalui beberapa tahapan sebagai berikut : Persiapan Koordinasi dan apresiasi dengan pemangku kepentingan Pembuatan Kuesioner Pengumpulan data eksisting sistem agribisnis jeruk besar Focus group discussion (FGD) dengan petani, dan petani penangkar, pedagang pengumpul dan pedagang antar pulau Identifikasi masalah dalam sistem agribisnis jeruk besar Penyusunan model sistem agribisnis jeruk besar C. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan metode purposive
sampling yang meliputi : petani, petani penangkar, pedagang pengumpul, pedagang antar pulau, dan pedagang kios (Tabel 1)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7
Tabel 1. Jumlah Responden No. 1. 2. 3. 4. 5.
Sampel
Jumlah (org) 20 5 3 1 1 30
Petani Petani Penangkar Pedagang Pengumpul Pedagang Antar Pulau Pedagang Kios Jumlah
D. Jenis Data Data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputi data primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan alat bantu daftar pertanyaan atau kuesioner di samping itu dilakukan juga pengamatan langsung dan didukung oleh data sekunder, yang terdiri atas hasil kajian pustaka, laporan-laporan yang ada pada berbagai instansi yang relevan dengan materi pengkajian. E.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara
untuk memperoleh pemahaman mendalam menyangkut responden.
perilaku dan sikap
Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan
sebagai pedoman di lapangan.
Selain itu juga dilakukan diskusi melalui Focus
discussion group. F.
Teknik Analisis Data Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang digunakan untuk
mendeskripsikan perilaku petani dan pedagang di lokasi penelitian.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Karakteristik responden perlu mendapat prioritas untuk dijadikan bahan informasi dalam melakukan suatu kajian atau pun pendampingan. Kondisi internal sangat berperan pada berbagai proses yang dilalui seseorang dalam berinteraksi dengan hal-hal yang inovatif. 1) Petani Penangkar Untuk mendukung pengembangan kawasan hortikultura perlu upaya meningkatkan sinergi sistem agribisnis jeruk besar yang efektif dan diharapkan mampu mengatasi segala ancaman, tantangan dan hambatan yang akan terjadi agar dapat menjadi leading sector, selain itu strategi pengembangan agribisnis memerlukan pendekatan yang komprehensif harmonis dan berkelanjutan mulai dari sektor hulu sampai ke sektor hilir. Dalam kaitan pengembangan agribisnis jeruk besar responden
petani
penangkar merupakan salah satu bagian dari sub sistem agribisnis hulu yang menghasilkan barang-barang modal bagi usahatani jeruk besar dalam arti luas meliputi penyediaan benih bagi petani yang mengelolan usahatani jeruk besar. Karakteristik petani penangkar dalam usaha pembibitan jeruk besar meliputi umur, pendidikan formal, nama usaha pembibitan yang dikelola, pengalaman dalam pembibitan
dan luas lahan yang digunakan dalam usaha
pembibitan. Rata-rata umur responden pada usaha pembibitan adalah 50 tahun dan dari hasil pengamatan responden masih sangat produktif dalam melakukan berbagai tahapan dalam memproduksi bibit untuk memenuhi kebutuhan bibit jeruk besar bagi petani di Kabupaten Pangkep maupun daerah lain di Sulawesi Selatan. Pendidikan
formal yang dimiliki responden rata-rata tingkat sarjana
dengan bidang keilmuan yang sangat relevan dengan usaha yang dikelolanya, meskipun demikian masih membutuhkan intervensi teknologi pembibitan yang terus berkembang.
Keahlian yang dimiliki berdasarkan pendidikan formal
tersebut tidak cukup memadai untuk digunakan dalam mengembangkan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
9
usahanya.
Oleh karena itu perlu pembimbingan dan pelatihan yang relevan
dengan perkembangan teknologi pembibitan. Usaha pembibitan yang dikelola responden bernaung di bawah badan usaha yaitu PB. Padang Lampe Agro yang sudah beroperasi sejak tahun 2006, sehingga telah berpengalaman memproduksi bibit selama 6 tahun dan telah resmi terdaftar pada BPSB, dan telah memasok kebutuhan bibit dinas terkait dan petani di Kabupaten Pangkep maupun petani jeruk besar di Sulawesi Selatan. Bibit diproduksi pada masing-masing lahan seluas 0.1 ha/petani dan mampu memberikan produksi bibit sebanyak 1000-2000 pohon/tahun. 2) Petani Sub-sistem usaha tani (on-farm agribusiness) merupakan salah satu kegiatan yang menggunakan barang-barang modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian primer.
Sub sistem ini sepenuhnya
dikendalikan oleh petani, adapun karakteristik petani responden dalam kajian ini meliputi berbagai informasi tentang kondisi internalnya antara lain umur, tingkat pendidikan formal, luas pemilikan lahan dan pengalaman dalam berusahatani jeruk. Pada umumnya petani jeruk besar di Kabupaten Pangkep rata-rata berumur 48 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih berada pada usia produktif, sehingga secara fisik masih
memiliki kemampuan yang cukup baik
untuk melakukan aktivitas usahatani termasuk dalam menerapkan
berbagai
teknologi yang tersedia untuk meningkatkan kinerja usahataninya. Namun masih membutuhkan bimbingan untuk meningkatkan ketrampilannya secara teknis. Tingkat pendidikan petani responden menunjukkan kapasitasnya dan kemampuan berpikirnya secara rasional yang dapat digunakan untuk memahami fenomena yang ada dalam usahataninya, sebagai bentuk respon terhadap suatu inovasi teknologi. Hasil survey menunjukkan bahwa tiongkat pendidikan petani responden yang relatif rendah, karena mayoritas masih pada tingkat pendidikan dasar sehingga memberikan
gambaran kapasitas yang masih kurang optimal
untuk melakukan interaksi dengan dunia luar, antara lain
kemampuan
mengakses informasi dan teknologi. Luas lahan yang dikelola petani merupakan salah satu indikator yang perlu diperhatikan dalam pengembangan agribisnis, karena merupakan potensi www.sulsel.litbang.deptan.go.id
10
yang dapat dikelola dengan
intervensi teknologi agar dapat meningkatkan
produktivitas usahataninya. Rata-rata kepemilikan lahan petani responden adalah 0,5 ha yang dimungkinkan menggunakan teknologi produksi yang potensial dalam mengembangkan usahataninya antara lain teknologi perbenihan, teknologi budidaya, teknologi pemupukan, teknologi pengendalaian hama dan penyakit, dan teknologi pasca panen. Pengetahuan
yang diperoleh seseorang
pengembangan usahataninya ke depan. menggambarkan
pengalaman
karena
akan menjadi referensi bagi
Oleh sebab itu sangatlah penting merupakan
penggambaran
tingkat
ketrampilan teknis yang dimiliki, pemikiran rasional dan kemampuan untuk melakukan inovasi usahatani-ternaknya yang dapat memberikan nilai tambah. Pengalaman berusahatani petani responden rata-rata 25 tahun dan cukup punya banyak pengalaman dalam mengelola usahatani jeruk
dan
cukup memiliki
kekayaan pengetahuan tentang usahatani jeruk besar yang memang telah menjadi usahatani turun temurun petani dilokasi kajian. 3) Pedagang Pengumpul, Pedagang Besar dan Pedagang Kios Salah satu sub sistem dalam agribisnis adalah sub sistem hilir yang kegiatan-kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas pertanian baik segar maupun olahan termasuk di dalamnya adalah kegiatan distribusi untuk memperlancar arus komoditas dari sentra produksi ke sentra konsumsi, promosi, dan informasi pasar. Dalam sub sistem ini terdapat berbagai pelaku usaha yang berjenjang sesuai dengan kapasitasnya dalam mendistribusikan produksi komoditas antara lain pedagang pengumpul yang berperan sebagai pelaku yang mengumpulkan produksi jeruk besar petani dan bekerja pada wilayah tertentu seperti desa atau kelurahan.
Kemudian dari pedagang pengumpul kemudian disalurkan lagi ke
pedagang besar yang siap mengantar pulaukan produk segar maupun olahan yang telah dikumpulkan. Pedagang besar ini bekerja dalam wilayah yang lebih luas
yaitu
kecamatan
ataupun
kabupaten.
Sementara
pedagang
yang
mendistribusikan komoditas jeruk besar langsung ke konsumen adalah yang menjajakan produk tersebut di pinggir jalan poros dekat dengan sentra produksi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
11
Umur responden pelaku usaha dalam sub sistem hilir berkisar antara 35 – 60 tahun yang menunjukkan bahwa masih produktif dalam melakoni perannya sebagai pelaku pasar yang memiliki tingkat mobilitas tinggi.
Potensi energik
yang dimiliki ditunjang dengan tingkat pendidikan formal yang cukup dan relevan dengan
perannya
masing-masing.
Pengalaman
dalam
mendistribusikan
komoditas jeruk besar dari produsen ke pedagang besar maupun ke konsumen berkisar 3 -5 tahun, dengan waktu yang relatif
mampu memberikan
pembelajaran yang baik khususnya dalam berinteraksi dengan berbagai karakter manusia dan lingkungannya. Kemampuan
mendistribusikan
komoditas
jeruk
besar
ini
sangat
dipengaruhi oleh luas wilayah yang menjadi basis perdagangan, antara lain pedagang pengumpul mampu mengumpulkan jeruk besar sebanyak 12 kontainer/tahun, dimana dalam 1 kontainer berisi
7.500 buah jeruk besar,
pedagang besar mampu mengirim 99 kontainer/tahun sementara pedagang kios mampu menjual rata-rata sebanyak 30 buah/hari. Pasokan jeruk diperoleh pedagang dari petani melalui kelompoktani B. Identifikasi Masalah dalam Agribisnis Jeruk Besar 1) Subsistem Hulu Agribisnis Jeruk Besar Sub sistem hulu dalam agribisnis jeruk besar yang meliputi penyediaan bibit untuk pertanaman jeruk besar, baik yang berskala kecil maupun besar (berorientasi
agribisnis),
harus
diawali
dengan
pembibitan.
Keberhasilan
pengusahaan tanaman jeruk besar ditentukan oleh tersedianya bibit bermutu, yaitu bibit yang bebas penyakit, murni, identik dengan induknya, tidak cacat serta penangkarannya telah dilakukan dengan benar dan tepat melalui program sertifikasi bibit. Bibit yang baik adalah bibit yang berasal dari okulasi dan sambung pucuk. Bibit tersebut merupakan gabungan bibit semai dan cabang entris dari varietas unggul, yang produksi dan mutu buahnya baik. Dengan bibit asal okulasi dan sambung pucuk akan diperoleh tanaman yang berakar kuat, tumbuhnya subur, buahnya banyak dan mutu buahnya tinggi. Dalam agribisnis jeruk besar di lokasi kajian menunjukkan bahwa usaha pembibitan yang dikelola belum menggunakan teknologi secara optimal, namun
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
12
lebih kepada pemenuhan kebutuhan pasar. Sementara pasar bibit jeruk besar di lokasi kajian belum menuntut kualitas yang tinggi namun lebih pada pemenuhan kuantitas dan keberlanjutan produksi. Terdapat beberapa varietas yang diproduksi sebagai bibit antara lain varietas merah, varietas putih dan varietas gula-gula, permintaan pasar bibit masih bervariasi.
Untuk memenuhi permintaan dinas terkait produksi bibit
mayoritas varietas merah, namun untuk permintaan petani tingkat lokal didominasi varietas merah, disusul varietas gula-gula dan varietas putih. Pada lahan pembibitan digunakan teknologi menyambung (grating) yang merupakan salah satu pembiakan vegetatif, yang menggabungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman berbeda, sehingga tercapai persenyawaan dan kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman baru. Teknik penyambungan ini biasa kita terapkan untuk beberapa keperluan yaitu membuat bibit tanaman unggul, memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan juga untuk membantu pertumbuhan tanaman.
Dengan mengadakan
penyambungan kita mengharapkan agar bibit yang kita hasilkan akan lebih unggul dari tanaman asalnya (Batang bawah dan batang atas). Untuk perbanyakan bibit, dimana batang bawah diambil dari varietas lokal yang diambil dari kurang lebih 50 pohon induk yang dikembangkan sejak beberapa puluh tahun yang lalu, sementara entris terdiri dari varietas merah, varietas gula-gula dan varietas putih. Adapun masalah yang dihadapi pada sub sistem hulu dalam agribisnis jeruk besar meliputi : Kurangnya minat petani dalam melakukan usaha penangkaran Kurangnya dukungan teknologi dalam melakukan pembibitan Kelangkaan
kualitas
sumberdaya
manusia yang
memiliki
kemampuan
memadai dalam menerapkan teknologi serta pengetahuan manajemen mutu. Serangan penyakit yang dapat mempengaruhi proses produksi Musim yang tidak menentu, yang akan menurunkan tingkat produksi benih. Perlu dukungan pelatihan teknis pembibitan yang secara periodik Belum maksimalnya dukungan pihak perbankan terhadap usaha pembibitan sehingga menyulitkan menerapkan teknologi biaya tinggi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
13
Kurangnya kegiatan dan pengetahuan untuk menyiasati pasar (market intelligence) 2) Subsistem On Farm Agribisnis Jeruk Besar Subsistem produksi/usahatani (on-farm agribusiness), kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hulu untuk menghasilkan produk pertanian primer. Termasuk ke dalam subsistem usahatani ini adalah usahatani jeruk besar. Dalam sub sistem on farm ini petani merupakan pelaku utama memiliki peran yang sangat besar meliputi kegiatan budidaya mulai dari persiapan lahan sampai pada kegiatan panen. Hasil survey yang dilakukan dalam agribisnis jeruk besar menunjukkan bahwa petani dalam mengelola usahataninya sudah mulai menerapkan teknologi yang di anjurkan meskipun masih belum maksimal. Oleh karena itu masih perlu dilakukan pendampingan dalam menerapkan teknologi agar bisa mencapai hasil yang maksimal. Varietas yang digunakan petani pada umumnya adalah varietas merah gula-gula dengan karakteristik antara lain : (1) daya simpan yang cukup lama; (2) kulitnya tipis; (3) rasanya manis; (4) buahnya kecil.
Jarak tanam yang
digunakan pada umumnya 7 x 7 m dengan kedalaman lubang tanam 50 x 50 cm dan aplikasi pupuk kandang.
Teknologi pemeliharaan yang dilakukan antara
lain pemupukan urea dan pengendalian hama dan penyakit. Sementara teknologi panen cukup maksimal dilaksanakan dengan memperhatikan syarat-syarat panen antara lain buah tidak boleh jatuh dan tidak boleh basah karena akan mempengaruhi kualitas dan daya simpan buah jeruk besar. Hasil produksi jeruk besar yang diperoleh petani rata-rata 100 – 150 buah per pohon, sehingga dengan jarak tanam tersebut petani responden memperoleh produksi 20.000 – 30.000 buah per hektar. Adapun masalah yang dihadapi responden dalam pengelolaan usahatani jeruk besar adalah sebagai berikut : Kurangnya informasi teknologi yang dapat diakses selain dari penyuluh lapangan Kurang intensifnya pendampingan dalam penerapan teknologi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
14
Terbatasnya pengetahuan tentang diversifikasi produk Tidak melakukan pengendalian dan pemberantasan hama dan penyakit Kualitas produk masih relatif rendah Harga jeruk besar yang diterima petani masih relatif rendah 3) Subsistem Hilir Agribisnis Jeruk Besar Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Permasalahan utama yang terjadi pada subsistem ini adalah mengenai pemasaran dan keterbatasan modal. Dalam memasarkan jeruk besar biasanya kemampuan petani terbatas, petani memiliki akses yang terbatas terhadap informasi pasar terutama mengenai permintaan dan harga, hal ini dikarenakan banyaknya pihak yang terlibat dalam proses pemasaran, misalnya pedagang pengumpul di hulu lebih banyak jika dibandingkan dengan pedagang menengah dan besar sehingga kecenderungan untuk menekan harga sangat tinggi, sehingga pemasaran jeruk besar lebih cocok dikatakan pasar monopsoni, yaitu pasar yang dikuasai oleh pembeli baik dalam menentukan harga maupun kualitas jeruk besar, posisi tawar petani dalam hal ini sangatlah rendah. Mutu produk yang dihasilkan petani pun di bawah standar pasar dan jumlah yang dihasilkan sangat berfluktuasi. Petani belum sadar akan spesifikasi mutu produk dan jarang melakukan pengolahan dan pemilahan hasil untuk meningkatkan kualitas hasil. Sehingga dilapangan sangat sulit utuk menentukan jenis jeruk besar, standar dan kualitas serta harga yang layak sehingga menguntungkan kedua belah pihak yaitu konsumen dan produsen. Uraian tentang permasalahan dalam sub sistem hilir agribisnis jerukl besar adalah sebagai berikut : Petani berada di posisi yang lemah dalam menentukan harga Petani menjual jeruk besar dalam bentuk segar dan tidak melakukan grading Petani tidak mengetahui spesifikasi mutu produk yang di minta oleh pasar Petani tidak mengetahui standar, kualitas dan harga yang layak
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
15
4) Subsistem Penunjang Agribisnis Jeruk Besar Subsistem
lembaga
penunjang
(off-farm),
seluruh
kegiatan
yang
menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya). Subsistem pendukung dalam hal ini mencakup kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah terhadap jeruk besar saat ini masih terkait dengan budidaya tanaman secara umum belum dibuat secara spesifik. Peraturanperaturan tersebut masih sebatas membahas ketentuan-ketentuan bagaimana melakukan budidaya dan penjualan skala besar, tapi belum ada yang mengarahkan kepada skala kecil. Kebijakan terkait jeruk besar ini harus didukung oleh semua pihak tidak hanya kementrian pertanian melainkan pihak lain seperti kementrian
perkoperasian
Perekonomian
terkait
(terkait
dengan
kebijakan
pengusahaan
perkoperasian), dan
perkreditan
Kementrian termasuk
didalamnya melibatkan perbankan, Kementerian Perdagangan dan Pemerintah Daerah penghasil jeruk besar. Beberapa masalah terkait dengan sub sistem penunjang agribisnis jeruk besar adalah sebagai berikut : Kelembagaan petani yang ada masih sangat lemah secara administratif karena tidak ada legalitas hukum Kapasitas penyuluh sebagai sumber teknologi dan merupakan sasaran antara dalam transfer teknologi masih perlu ditingkatkan Dukungan kelembagaan penelitian yang masih kurang dalam pengembangan agribisnis jeruk besar Dukungan kelembagaan informasi teknologi yang masih kurang dalam berbagai bentuk media komunikasi Dukungan kelembagaan permodalan yang masih sangat kurang dari perbankan untuk meningkatkan kinerja usahatani jeruk besar Dukungan kelembagaan pemerintah dalam menyiapkan dan memfasilitasi prasarana petani penangkar, petani produsen, pedagang pengumpul dan pedagang besar dalam pengembangan agribisnis jeruk besar www.sulsel.litbang.deptan.go.id
16
C. Strategi Pengembangan Agribisnis Jeruk Besar 1) Pengembangan Kapasitas Sumberdaya Pengembangan sumberdaya pelaku utama dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan terhadap para pihak terkait antara lain: Pelatihan, dapat dilakukan secara swadaya atau mengirimkan peserta ke lembaga penyelenggara formal Magang yaitu belajar sambil bekerja pada suatu lembaga usaha yang lebih maju Studi banding yaitu melakukan kunjungan lapangan pada wilayah lain yang terdapat kegiatan semacam Penyuluhan yaitu upaya merubah perilaku masyarakat agar tahu, mau dan mampu melaksanakan usaha budidaya sesuai kaidah-kaidah. Pendampingan adalah proses belajar bersama antara pendamping dengan petani untuk memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Sasaran pengembangan sumberdaya petani meliputi berbagai pihak yang terkait melalui pengembangan kapasitas yang meliputi : Untuk meningkatkan kemampuan petani dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam hal teknis budidaya dan pasca panen, manajemen usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk meningkatkan kemampuan penyuluh dilakukan melalui pelatihan, studi banding, kursus penyegaran, penerbitan buku pedoman-pedoman, sosialiasi kebijakan dan program dan lain-lain. Upaya tersebut diharapkan dapat
mengubah
perilaku
penyuluh
yang
bersifat
menggurui
dan
memberikan rekomendasi kearah perilaku untuk siap belajar bersama, memfasilitasi dan memandirikan petani/kelompok tani. Para peneliti didorong untuk melakukan penelitian dan ujicoba tentang halhal yang bersifat terapan utamanya dalam rangka pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para petani. Pelaku bisnis/pedagang perlu didorong untuk melakukan kemitraan dengan kelompoktani dengan prinsip keterkaitan dalam kebutuhan yang saling
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
17
memerlukan, saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Dalam hal ini dapat dilakukan sosialisasi kebijakan dan program dan pola-pola kemitraan yang mungkin diterapkan. Birokrasi
perlu melakukan upaya pemberdayaan melalui peningkatan
pembinaan agar bertindak sesuai kewenangannya dalam hal regulasi, supervisi dan fasilitasi. Pemberdayaan
LSM sebagai mitra sejajar pemerintah, agar memberikan
masukan yang bersifat membangun dan secara konstruktif dapat bekerjama dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan untuk kemandirian petani. 2) Pengembangan Kelembagaan Pendukung Pengembangan
Kelembagaan
untuk
menjamin
keberhasilan
dan
keberlanjutan agribisnis jeruk besar mendukung pengembangan kawasan hortikultura perlu dilakukan pengembangan kelembagaan petani melalui langkahlangkah sebagai berikut : Mendorong petani untuk membentuk kelompok. Pembentukan kelompok ini berdasarkan atas kepentingan dan kebutuhan bersama anggota kelompok yang saling percaya sehingga petani dapat bekerjasama secara berkelompok untuk tumbuh menjadi kelompok swadaya. Menumbuhkan gabungan kelompok atau asosiasi Kelompok-kelompok yang sudah tumbuh didorong agar bekerjasama dengan kelompok lain dalam bentuk organisasi yang lebih besar yang disebut gabungan kelompok atau asosiasi. Terbentuknya gabungan kelompok/ asosiasi atas dasar kebutuhan atau kepentingan kelompok itu sendiri. biaya produksi. Menumbuhkan lembaga ekonomi formal Gabungan kelompok/asosiasi didorong agar mau dan mampu menjadi satu lembaga ekonomi yang formal dan yang paling tepat adalah koperasi. Agar tumbuh keswadayaan petani dan mampu berusaha dalam sistem pasar maka tabungan kelompok perlu ditingkatkan. Pengembangan kemitraan dalam rangka memperkuat usaha diperlukan adanya kemitraan antara usaha ekonomi skala usaha kecil dan menengah dengan usaha besar.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
18
Peningkatan daya saing dengan memperkuat daya saing produksi harus dibangun melalui pendekatan sistem agribisnis yang efisien. Ciri usaha agribisnis yang efisien adalah usaha yang mampu memproduksi barang atau jasa yang bermutu tinggi, dalam jumlah besar, terjamin kontinuitas produksi dengan biaya produksi yang relatif rendah. Pengembangan pasar dapat dilakukan melalui penyelenggaraan beberapa kegiatan antara lain pameran, temu usaha, promosi, pembangunan jejaring kerja antar stakeholders D. Model Agribisnis Jeruk Besar Pengembangan agribisnis jeruk besar dipersyaratkan dengan daya saing kuat yang indikasikan oleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, dan mampu menghasilkan produk dengan jumlah dan ragam sesuai dengan kebutuhan pasar.
Untuk
mewujudkan
hal
tersebut
perlu
peningkatan
efektivitas pengelolaan kebun jeruk besar melalui perbaikan kualitas bibit, perbaikan manajemen pengelolaan usahatani dan perbaikan manajemen produksi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk. pengembangan agribisnis jeruk besar, sangat terkait dengan masyarakat (community development) lokal,
melalui
Orientasi pembangunan
pendekatan terpadu,
untuk menggerakkan sumberdaya sebagai kekuatan utama untuk mewujudkan pengembangan agribisnis jeruk besar yang berkelanjutan. Pengembangan agribisnis jeruk besar perlu memperkenalkan pikiranpikiran lebih rasional, metode-metode yang lebih baik, inovasi teknologi, dan lain sebagainya.
Kreativitas pikiran harus menjawab berbagai hal yang dapat
diperbuat oleh masyarakat. Para perencana, pemikir dan pelaksana harus dapat membantu petani untuk mandiri.
Pendekatan
sosial budaya diarahkan pada
studi dan pemahaman mengenai cara hidup masyarakat berdasarkan latar belakang dimensi kulturalnya. Dengan demikian akan diketahui keterkaitan berbagai sektor terhadap tingkat kesejahteraan, misalnya tingkat pendapatan. Pemerintah diharapkan dapat menciptakan kondisi sosial politik yang stabil serta pengaturan fasilitas finansial dan fsilitasi permodalan untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan pengembangan agribisnis
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
19
jeruk besar.
Pengembangan
agribisnis jeruk besar dilaksanakan berdasarkan
pada peningkatan kualitas dan perspektif masyarakat yang hidup dari usahatani jeruk besar, dan mentransformasi nilai-nilai rasional yang dibutuhkan melalui penggunaan
teknologi
tetap memfungsikan keunggulan keterampilan dan
pengetahuan masyarakat. Adapun model agribisnis bibit jeruk besar asal kultur jaringan dapat digambarkan sebagai berikut : Subsistem Hulu
Subsistem On Farm
Subsistem Hilir
MANAJEMEN PRODUKSI Ketrampilan Teknis Market Intellingence Permodalan
MANAJEMEN PRODUKSI Perbaikan Kualitas Pengawalan intensif PHP
MANAJEMEN PRODUKSI Grading Preferensi Konsumen Spesifikasi Mutu Produk
Petani
Petani Penangkar
Pedagang
PENUNJANG : Penelitian, Penyuluhan dan Asosiasi Dukungan teknologi Dukungan informasi teknologi Fasilitasi Pemasaran
Gambar 1. Model Agribisnis Jeruk Besar
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
20
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Masalah dalam agribisnis jeruk besar untuk mendukung pengembangan kawasan hortikultura pada beberapa subsistem hulu, on farm dan hilir dapat diidentifikasi antara lain : (1) belum maksimalnya dukungan teknologi; (2) perlu peningkatan keterampilan teknis petani; (3) dukungan informasi teknologi relatif rendah; (4) pendampingan yang masih kurang intensif; (5) masih rendahnya bargaining position; (6) belum dilakukan grading; (7) kelembagaan petani yang belum memiliki legalitas hukum; dan (8) kurangnya pengetahuan tentang spesifikasi mutu produk dan (9) market intelligence rendah. Strategi
pengembangan
agribisnis
jeruk
besar
yaitu
pertama
pengembangan kapasitas sumberdaya yang meliputi (1) pelatihan; (2) magang; (3) studi banding; (4) penyuluhan; (5) pendampingan dan kedua pengembangan kelembagaan pendukung yang meliputi (1) pembentukan kelompok; (2) menumbuhkan gabungan kelompok atau asosiasi Kelompok-kelompok; (3) menumbuhkan lembaga ekonomi formal; (4) pengembangan kemitraan; (5) peningkatan daya saing; (6) pengembangan pasar. Model pengembangan
agribisnis jeruk besar dipersyaratkan dengan
daya saing kuat yang indikasikan oleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, dan mampu menghasilkan produk dengan jumlah dan ragam sesuai dengan kebutuhan pasar.
Untuk
mewujudkan
hal
tersebut
perlu peningkatan efektivitas pengelolaan kebun jeruk besar melalui perbaikan kualitas bibit, perbaikan manajemen pengelolaan usahatani dan perbaikan manajemen produksi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
21
VI. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Kementerian Pertanian. Jakarta Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2005. Road Map Program Pengembangan Agroindustri Perdesaan Jeruk (Citrus Sp). Kementerian Pertanian. Jakarta Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011. Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura Tahun 2012 : Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Pada Direktorat Jenderal Hortikultura. Kementerian Pertanian. Jakarta Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012. Keterpaduan Program dan Kegiatan Pengembangan Kawasan Hortikultura Di Kabupaten/Kota Tahun 2013. Disampaikan pada Musrenbangtan Nasional Jakarta, 23-24 Mei 2012. Kementerian Pertanian. Jakarta Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012. Pedoman Penyusunan Rancang Bangun Pengembangan Kawasan Hortikultura. Kementerian Pertanian. Jakarta Pemda Pangkep, 2010. Laporan tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pangkep. Pangkajene. Sulawesi Selatan. Rahardi, F. 1993. Agribisnis Tanaman Buah. Penerbit PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Setiawan, 1995. Usaha Pembudidayaan Jeruk Besar. PT.Penebar Swadaya. Jakarta. Syamsinar, 2009. Analisa Tingkat Kelayakan Usahatani Jeruk Pamelo Di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Maros. Sutopo, 2010. Lingkungan Ideal Kunci Masuk Meraih Sukses Usahatani Jeruk. Tersedia pada
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
22