PROPOSAL PENELITIAN TESIS (KOLOKIUM)
NAMA
: MOHANDAS SHERIVIDYA
NIM
: 067011056
PROGRAM
: MAGISTER KENOTARIATAN/MKn
JUDUL TESIS
: PENGAWASAN TERHADAP NOTARIS DAN TUGAS JABATANNYA GUNA MENJAMIN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KEPENTINGAN UMUM
PEMBIMBING : Prof.Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S., C.N Chairani Bustami, S.H., SpN., M.Kn Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
PENGAWASAN TERHADAP NOTARIS DAN TUGAS JABATANNYA GUNA MENJAMIN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KEPENTINGAN UMUM
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
MOHANDAS SHERIVIDYA 067011056/MKN
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
:
PENGAWASAN TERHADAP NOTARIS DAN TUGAS JABATANNYA GUNA MENJAMIN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KEPENTINGAN UMUM
Nama
:
MOHANDAS SHERIVIDYA
Nomor Pokok
:
067011056
Program Studi
:
MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Ketua
Chadijah Dalimunte, SH, M.Hum Anggota
Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum Anggota
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Jabatan notaris adalah jabatan publik namun lingkup kerja mereka berada dalam konstruksi hukum privat. Dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum untuk membuat akta otentik diawasi oleh Komisi Majelis Pengawas yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat dengan tujuan agar Peraturan Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris dapat dilaksanakan dengan baik dan notaris dalam menjalankan tugasnya selalu memperhatikan syarat-syatat atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Undangundang demi terjaminnya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. Pengawasan yang dilakukan terhadap notaris sangat beralasan karena notaris merupakan pejabat yang memberikan jasanya kepada masyarakat dan memberikan penjelasan mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode penelitian dilakukan secara deskriptif . Sedangkan metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang dikumpulkan melalui wawancara yang informannya yaitu : Notaris sebanyak 15 (lima belas) orang dan Majelis Pengawas Notaris. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan secara kualitatif. Dari hasil penelitian Kewenangan notaris dalam jabatan melaksanakan tugasnya sebagai notaris, dapat dilihat UUJN yaitu notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut. Kewenangan notaris itu diperluas lagi dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yaitu kewenangan membuat akta sehubungan dengan pertanahan dan Kewenangan dalam pembuatan akta Risalah Lelang yang dulunya dan sampai sekarang menjadi kewenangan juru lelang BUPLN berdasarkan UU Prp 1960. Akan tetapi perluasan kewenangan ini belum dapat diterapkan sampai hari ini, oleh karena belum diterbitkannya peraturan pelaksana bagi perluasan kewenangan notaris ini. Majelis Pengawas Notaris berkedudukan sebagai pihak yang melakukan pengawasan tidak hanya ditujukan dalam pentaatan terhadap kode etik tetapi juga bertujuan yang lebih luas yaitu agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan demi perlindungan atas kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Sedangkan Dewan Kehormatan Notaris berkedudukan sebagai pengawas dari para notaris atas pelaksanaan Kode Etik Notaris. Pelaksanaan pengawasan terhadap notaris oleh majelis pengawas notaris belum memadai, karena terlalu sibuk dengan jabatannya yang telah ada, sehingga banyak notaris yang dipanggil yang berwajib karena kurangnya pengawasan ini. Disarankan agar Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan sebagai pihak-pihak yang melakukan pengawasan terhadap notaris, disarankan agar menjadi pihak yang memiliki integritas yang tinggi dengan melakukan pengawasan optimal bagi para notaris sehingga kedua lembaga ini bukan
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
menjadi pelindung bagi para notaris tetapi sebagai pihak yang menegakkan hukum dan keadilan bagi notaris-notaris “nakal” sehingga juga akan melindungi masyarakat pengguna jasa notaris. Fungsi pengawasan dari Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris lebih ditingkatkan untuk melindungi para notaris ini secara lebih optimal. Untuk melakukan pengawasan tersebut secara berkala, tentu dibutuhkan dana, untuk itu Ikatan Notaris Indonesia diharapkan berperan untuk menghimpun iuran dari anggota INI secara berkesinambungan namun tidak memberatkan para anggotanya
Kata kunci : - Notaris - Pengawasan - Majelis Pengawas Notaris
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRACT Notary official is a public position but their work areas are in the private law construction. In doing their jobs as public functionary to make an authentic documents is watched by Supervision Council Committee which are depend on Area Supervision Council, Region Supervision Council, and Centre Supervision Council, with the purpose that the Notaries’ Duty Regulation and Notary Ethics Code could be done well and fulfilled by the law to guaranteed the law certainty for the parties who made an agreements. The Supervision which are done to those notaries are very excusable because notaries are the official who gave their services to the people and gave the explanation about the rule of prevails law. The research methodology was done descriptively. The approach method which was used in this research was empiric juridical. The data in this research was got by collecting primary and secondary data. Primary data in this research was collected by interviewed the informants such as 15 notaries and notary Supervision Committee. Data was collected by library research and field research. Data analyse for primary and secondary was done qualitatively. From the research, it was found that notaries as a public official has an authority in his duty as notary that can be seen in Section 1 Notary Duty Law, said “Notary as public official who has authority to make an authentic document and other authorities as named in this law”. Notary’s authority was expanded in Section 15 article (2) which said : authority in making document which is related with land; authority in making document of Auction Report which had been the authority of auction workers of BUPLN as had been established on Law Number 49 Prp 1960. But the expanded of these authorities can not be applied yet till today. Notary Supreme Committee is the party who is doing the supervision not only purpose in obedience of ethics code but also wider than that, it is in order to the notaries in doing their duties should full fill the condition which is determined by the law to protect of people who they served. Meanwhile the Notaries Honour Council is the supervision of the notaries in doing Notary Ethic Code by founding, counsellor, supervision, mending of the notaries in revering highly the Ethic Code, checking and taking the decision based on assumption of violation of internal ethics code rules before it reached the authority party. It is suggested that Notaries Supervision Committee and Honour Council as the parties who did the supervision, to be the party who has high integrity by doing the supervision to the notaries so these both parties is not the protector of “naughty” notaries but also protect the people who used notary’s services. Supervisions function of Supervisions Committee and Notary Honours Council should increased to protect the notaries optimally. The supervisions is doing continuously, it need fund, so for that purpose Indonesia Notary League hopefully collect the fund the members continuously but not make it as problem for them. Key Words :
-
Notary Supervision Notary Supervision Committee
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ....................................................................................................
i
ABSTRACT ..................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR...……………………………………………….............
v
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………............. viii DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
PENDAHULUAN ……………………………………….......
1
A. Latar Belakang ……………………………………………..
1
B. Perumusan Permasalahan …...……………………………..
5
C. Tujuan Penelitian …………………………………………..
6
D. Manfaat Penelitian ……………………………………….
6
E. Keaslian Penelitian ………………………………………..
7
F. Kerangka Teori dan Konsepsional ………………………..
8
G. Metode Penelitian …………………………………………
34
KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA …………………...……………………… A. Kewenangan Notaris ……………………………………...
36 36
B. Kewajiban Notaris ..............................................................
44
C. Larangan Bagi Notaris ........................................................
56
KEDUDUKAN MEJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN NOTARIS DIBANDINGKAN DENGAN DEWAN KEHORMATAN NOTARIS..................................................................................
62
A. Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Majelis Pengawas Notaris ...................................................
62
B. Tugas Majelis Pengawas Notaris .........................................
70
C. Tata Cara Pemeriksaan Terhadap Notaris ..........................
82
BAB
BAB
I
II
BAB III
:
:
:
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
D. Pengawasan Notaris Oleh Dewan Kehormatan Notaris..... E. Kedudukan Majelis Pengawas Notaris Dalam Melakukan Pengawasan Notaris ........................................................... BAB IV
BAB
V
:
:
PENGAWASAN TERHADAP NOTARIS DAN TUGAS JABATANNYA GUNA MENJAMIN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KEPENTINGAN UMUM............................
85
92
95
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 115 A. Kesimpulan ..........................................................................
115
B. Saran ..................................................................................
116
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
122
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1.
Pelaksanaan Pengawasan Notaris di Kota Medan ..............................
101
2.
Pengaruh Pengawasan Notaris Terhadap Kinerja Notaris di Kota Medan .........................................................................................
108
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi notaris adalah profesi yang semi publik. Dikatakan sebagai profesi semi publik oleh karena jabatan publik namun lingkup kerja mereka berada dalam konstruksi hukum privat. 1 Selain itu tindak tanduk notaris dibatasi dengan undangundang, diawasi oleh Majelis Pengawas, 2 honorariumnya ditanggung sendiri, 3 dan pensiun pada saat berumur 65 tahun 4 tetapi tidak menerima tunjangan pensiun. Dalam menjalankan jabatannya, notaris harus dapat bersikap profesional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan Undang-undang sekaligus menjunjung tinggi kode etik profesinya yaitu Kode Etik Notaris. Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum untuk membuat akta otentik diawasi oleh Komisi Majelis Pengawas yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat dengan tujuan agar Peraturan Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris dapat dilaksanakan dengan baik dan notaris dalam menjalankan tugasnya selalu memperhatikan syarat-syatat atau ketentuanketentuan yang ditetapkan oleh Undang-undang demi terjaminnya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. ”Pengawasan yang dilakukan terhadap notaris sangat beralasan karena notaris merupakan pejabat yang memberikan jasanya kepada masyarakat dan memberikan penjelasan mengenai peraturan perundangundangan yang berlaku”. 5 Mengingat peranan dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga lembaga pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris perlu diefektifkan. 6 Ketentuan yang mengatur Majelis Pengawasan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi kelemahan dan kekurangan dalam sistem pengawasan terhadap Notaris, sehingga diharapkan dalam menjalankan profesi jabatannya, Notaris dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pasal 1 ayat (1) Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : KMK/006/SKB/VIII/1987 Nomor : M.04-PR.08.05 Tahun 1987 Tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, menyebutkan bahwa “Pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat preventif dan represif oleh Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman yang bertujuan untuk menjaga agar para notaris dalam menjalankan profesinya tidak mengabaikan keluhuran martabat atau tugas 1
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 127 Pasal 67 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 3 Pasal 36 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 4 Pasal 8 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 5 Shidarta, Op cit, hal. 128 6 Keputusan Menteri Hukum dan HakAsasi Manusia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris 2
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
jabatannya, tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, tidak melanggar sumpah jabatan dan tidak melanggar norma kode etik profesinya”. Pembentukan Majelis Pengawas merupakan amanat Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris khususnya Pasal 67, yang menyatakan bahwa pengawasan atas notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam melakukan pengawasan tersebut menteri membentuk Majelis Pengawas. Dengan diberlakukannya Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pembinaan dan pengawasan notaris merupakan wewenang Menteri Hukum dan HAM dengan membentuk Majelis Pengawas. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut : 1. Sejauh mana kewenangan Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta ? 2. Bagaimana kedudukan Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris dibandingkan dengan tugas Dewan Kehormatan Notaris ? 3. Apakah pengawasan terhadap Notaris dan tugas jabatannya telah menjamin perlindungan hukum bagi kepentingan umum ? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kewenangan Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta. 2. Untuk mengetahui kedudukan Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris dibandingkan dengan tugas Dewan Kehormatan Notaris. 3. Untuk mengetahui apakah pengawasan terhadap Notaris dan tugas jabatannya telah menjamin perlindungan hukum bagi kepentingan umum. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang kenotariatan serta menambah khasanah perpustakaan. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari pengawasan terhadap notaris dan tugas jabatannya, khususnya bagi para notaris, demikian juga bagi para akademisi, pengacara, mahasiswa dan masyarakat umum. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara belum ada
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
penelitian yang menyangkut masalah “Pengawasan Terhadap Notaris dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum”. Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 memberikan definisi Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Walaupun menurut definisi di atas ditegaskan bahwa notaris adalah pejabat umum (openbare ambtenaar), namun notaris bukanlah pegawai menurut undang-undang kepegawaian negeri. Notaris tidak menerima gaji, bukan bezoldigd staatsmabt, tetapi menerima honorarium dari kliennya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 7 Notaris adalah pejabat umum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang berbunyi : ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya”. 8 Dalam melaksanakan tugasnya, Notaris tunduk serta terikat dengan aturanaturan yang ada yakni Undang-undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan peraturan hukum lainnya pada umumnya. Perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris atau dibuat dengan akta otentik itu mengikat para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak, sehingga Notaris dalam melaksanakan jabatannya berfungsi membantu terbentuknya hukum perjanjian antara para pihak. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004, seorang Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Mengingat peranan dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga lembaga pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris perlu diefektifkan. Ketentuan yang mengatur Majelis Pengawasan dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi 7
Komar Andasasmita, Notaris I : Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/Notariat, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung, 1991, hal. 94 8 R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cetakan ke-25, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, hal. 397
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
kelemahan dan kekurangan dalam sistem pengawasan terhadap Notaris, sehingga diharapkan dalam menjalankan profesi jabatannya, Notaris dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri dengan membentuk Majelis Pengawas yang berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur: a. pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang; b. organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan c. ahli/akademi sebanyak 3 (tiga) orang. 9 Majelis Pengawas Notaris yang merupakan kepanjangan tangan dari Menteri Hukum dan HAM, 10 terdiri atas Majelis Pengawas Daerah; Majelis Pengawas Wilayah; dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) dan dibentuk di kabupaten atau kota, dengan kewenangan : a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksaan jabatan Notaris. b. Melakukan pemeriksaan berkala terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu. c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan; d. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan. e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih. f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (4). g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini, dan h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah. 11 Sedangkan kewajiban Majelis Pengawas Daerah adalah : a. Mencatat pada buku daftar yang termaksud dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir. b. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat. 9
Pasal 67 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Majelis Pengawas Notaris Akan Dibenahi, http://hukumonline.com/detail.asp?id=17731&cl=Berita, dipublikasikan tanggal 31 Oktober 2007, diakses tanggal 28 Februari 2008 11 Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 10
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
c. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan. d. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan merahasiakannya. e. Memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pemgawas Pusat, dan Organisasi Notaris. f. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti. 12 Adapun Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) dibentuk dan berkedudukan di ibukota propinsi yang berwenang untuk : a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah. b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Memberikan izin cuti lebih dari 6(enam) bulan sampai1 (satu)tahun. d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor. e. Memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis. f. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa: 1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan, atau 2) Pemberhentian dengan tidak hormat. g. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf. 13 Keputusan Majelis Pengawas Wilayah bersifat final dan setiap keputusan penjatuhan sanksi dibuatkan berita acara. Sedangkan kewajiban Majelis Pengawas Wilayah diatur dalam Pasal 75 UU Jabatan Notaris sebagai berikut : a. Menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f kepada Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris, dan b. Menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti. Sedangkan Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota Negara yang keanggotaannnya terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3), dengan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris:
12 13
Pasal 71 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 73 UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti. b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara, dan d. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri 2.
Kerangka Konsepsional Dalam penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti maka harus diberikan beberapa definisi beberapa konsep dasar sehingga akan diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut : a. Notaris Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 UU jabatan Notaris didefiniskan sebagai “Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaskud dalam undang-undang ini”. Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 UU Jabatan Notaris ini merupakan pengertian Notaris yang umum. Apabila dikaitkan Pasal 1 angka 1 dengan Pasal 15 ayat 1 UU Jabatan Notaris, maka terciptalah definisi Notaris yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang utuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undangundang. 14 b. Pengawasan, berarti memperhatikan (tingkah laku orang), mengamati dan menjaga baik-baik, mengontrol. 15 c. Kepentingan umum, berarti kepentingan orang banyak. 16 G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Sedangkan metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Penelitian hukum empiris atau disebut juga penelitian hukum sosiologis adalah penelitian hukum yang memperoleh data dari data primer. 17 14 15
Sutrisno, Komentar Atas UU Jabatan Notaris, Medan, Tanpa Penerbit, 2007, hal. 118 W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1983,
hal.67 16
Ibid, hal. 1126 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1990, hal. 11 17
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
2. Sumber Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang dikumpulkan melalui wawancara yang informannya yaitu Notaris sebanyak 15 (lima belas) orang dan Majelis Pengawas Notaris. Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan. 3. Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library research) dan studi lapangan (Field Research). 4. Analisis Data Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan secara kualitatif. II. KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA A. Kewenangan Notaris Notaris sebagai pejabat umum diberikan oleh peraturan perundang-undangan kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004. Dari ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004, dengan jelas digambarkan bahwa tugas pokok notaris adalah membuat akta-akta otentik yang menurut ketentuan Pasal 1870 KUH Perdata berfungsi sebagai alat pembuktian yang mutlak. Hal ini dapat diartikan bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik adalah dianggap benar. ”Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab atas bentuk formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang”. 18 Dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l ditentukan bahwa notaris berkewajiban membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. Selanjutnya dalam Pasal 16 ayat (7) ditentukan bahwa pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris. “Apabila salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) huruf l dan ayat (7) tidak dipenuhi, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan”. 19 Selain itu Notaris berwenang pula untuk: a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 18 19
Wawancara dengan Sartono Simbolon, Notaris di Kota Medan, tanggal 2 April 2008 Pasal 16 ayat (8) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
c. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta berkaitan dengan pertanahan, atau membuat akta risalah lelang.20 Sejak berlakunya Undang-undang Jabatan Notaris yang baru, telah melahirkan perkembangan hukum yang berkaitan langsung dengan dunia kenotariatan saat ini. Hal ini dapat dilihat dari adanya “perluasan kewenangan Notaris”, yaitu kewenangan yang dinyatakan dalam Pasal 15 ayat (2) butir f, yakni: “kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan”. Kewenangan selanjutnya adalah kewenangan untuk membuat akta risalah lelang. Akta risalah lelang ini sebelum lahirnya Undangundang tentang Jabatan Notaris menjadi kewenangan juru lelang dalam Badan Urusan Utang Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960. Kewenangan lainnya adalah memberikan kewenangan lainnya yang diatur dalam peraturan-perundang-undangan. “Kewenangan lainnya yang diatur dalam peraturan-perundang-undangan ini merupakan kewenangan yang perlu dicermati, dicari dan ditemukan oleh Notaris, karena kewenangan ini bisa jadi sudah ada dalam dalam peraturan perundang-undangan, dan juga kewenangan yang baru akan lahir setelah lahirnya peraturan-perundangundangan yang baru”. 21 Kewenangan membuat akta-akta tentang pertanahan oleh notaris sesuai amanat Pasal 15 (2) huruf f UUJN mengalami benturan pasang surut pemikiran dan memerlukan penyesuaian serta pemahaman dari banyak pihak yang terlibat. Dalam hal ini perlu diketahui batasan tentang akta pertanahan yang dikenal dalam UUJN. Kelemahan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN ini terlihat tidak adanya ketentuan peralihan yang menjembatani pelaksanaan pendaftaran tanah yang selama ini dilakukan oleh pejabat pembuat akta tanah yang didasarkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 22 B. Kewajiban Notaris Notaris selaku pejabat pembuat akta otentik dalam tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhinya, karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004, yang menentukan bahwa ”Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: 1. bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan hukum; 20
Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Ibid 22 Direktur Perdata: Kalau Ada, Silahkan Bawa Alasan Penolakan BPN ke PTUN, http://hukumonline.com/detail.asp?id=14702&cl=Berita, dipublikasikan tanggal 12 April 2006, diakses tanggal 14 April 2008 21
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
2. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; 3. mengeluarkan Grosse Akta 23 , Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; 4. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada ”alasan untuk menolaknya” 24 ; 5. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah / janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; 6. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; 7. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; 8. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; 9. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam angka 8 atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugasdan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; 10. mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; 11. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; 12. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; 13. menerima magang calon Notaris. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 UU Nomor 30 Tahun 2004 di atas, maka notaris dalam menjalankan profesinya, selain memiliki kewajiban yang harus dipatuhinya, juga memiliki larangan-larangan yang harus dihindari dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 2 Kode Etik Notaris dinyatakan bahwa anggota wajib :
23
Grosse Akta yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan ini adalah Grosse pertama , sedang berikutnya hanya dikeluarkan atas perintah pengadilan. 24 Yang dimaksud dengan “alasan untuk menolaknya” adalah alasan yang mengakibatkan Notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau dengan suami/isterinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang.
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Memberi penyuluhan kepada klien, sejauh mungkin sehingga klien itu dapat menangkap/memahami penyuluhan tersebut walaupun dengan diberikannya penyuluhan, orang itu urung membuat akta atau urung menjadi klien dari anggota yang bersangkutan. b. Memberi isyarat kepada rekan yang membuat kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8). c. Menjaga agar kliennya tidak makin terjerumus dalam kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8). d. Menyelesaikan akta PT, CV, Firma, Yayasan, Perkumpulan, sampai tahap pendaftaran pada Pengadilan Negeri dan Pengumuman dalam Berita Negara, apabila klien yang bersangkutan dengan tegas-tegas menyatakan akan menyerahkan pengurusannya kepada anggota yang bersangkutan telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Pasal 3 Kode Etik Notaris menentukan bahwa Notaris mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik. Seorang Notaris harus mempunyai moral, akhlak serta kepribadian yang baik, karena Notaris menjalankan sebagian kekuasaan Negara di bidang Hukum Privat, merupakan jabatan kepercayaan dan jabatan terhormat. 2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris. a. Notaris harus menyadari bahwa perilaku diri dapat mempengaruhi jabatan yang diembannya. b. Harkat dan martabat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jabatan. 3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan. a. Sebagai anggota yang merupakan bagian dari perkumpulan, maka seorang Notaris harus dapat menjaga kehormatan perkumpulan. b. Kehormatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkumpulan. 4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris. a. Jujur terhadap diri sendiri, terhadap klien dan terhadap profesi. b. Mandiri dalam arti dapat menyelenggarakan kantor sendiri, tidak bergantung pada orang atau pihak lain serta tidak menggunakan jasa pihak lain yang dapat mengganggu kemandiriannya. c. Tidak berpihak berarti tidak membela/menguntungkan salah satu pihak dan selalu bertindak untuk kebenaran dan keadilan. d. Penuh rasa tanggung jawab dalam arti selalu dapat mempertanggungjawabkan semua tindakannya, akta yang dibuatnya dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diembannya. 5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan. a. Menyadari Ilmu selalu berkembang. b. Hukum tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat.
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara. Notaris diangkat bukan untuk kepentingan individu Notaris, jabatan Notaris adalah jabatan pengabdian, oleh karena itu Notaris harus selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara. 7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian (rasa sosial) Notaris terhadap lingkungannya dan merupakan bentuk pengabdian Notaris terhadap masyarakat, bangsa dan Negara. 8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari. a. Notaris tidak boleh membuka kantor cabang, kantor tersebut harus benarbenar menjadi tempat ia menyelenggarakan kantornya. b. Kantor Notaris dan PPAT harus berada di satu kantor. 9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat: a. Nama lengkap dan gelar yang sah; b. Tanggal dan Nomor Surat Keputusan; c. Tempat kedudukan; d. Alamat kantor dan Nomor telepon/fax. Papan nama bagi kantor Notaris adalah papan jabatan yang dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa di tempat tersebut ada Kantor Notaris, bukan tempat promosi. Papan jabatan tidak boleh bertendensi promosi seperti jumlah lebih dari satu atau ukuran tidak sesuai dengan standar. 10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan. a. Aktivitas dalam berorganisasi dianggap dapat menumbuhkembangkan rasa persaudaraan profesi. b. Mematuhi dan melaksanakan keputusan organisasi adalah keharusan yang merupakan tindak lanjut dari kesadaran dan kemauan untuk bersatu dan bersama. 11. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib. Memenuhi kewajiban finansial adalah bagian dari kebersamaan untuk menanggung biaya organisasi secara bersama dan tidak membebankan pada salah seorang atau sebagian orang. 12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia. Meringankan beban ahli waris rekan seprofesi merupakan wujud kepedulian dan rasa kasih antar rekan.
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan. Hal tersebut adalah untuk menghindari persaingan tidak sehat, menciptakan peluang yang sama dan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh Notaris. 14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah. a. Akta dibuat dan diselesaikan di Kantor Notaris, diluar kantor pada dasarnya merupakan pengecualian. b. Di luar kantor harus dilakukan dengan tetap mengingat Notaris hanya boleh mempunyai satu kantor. 15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi. a. Dalam berhubungan antar sesama rekan dilakukan dengan sikap dan perilaku yang baik dengan saling menghormati dan menghargai atas dasar saling bantu membantu. b. Tidak boleh saling menjelekkan apalagi dihadapan klien. 16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya. Memperlakukan dengan baik harus diartikan tidak saja Notaris bersikap baik tetapi juga tidak membuat pembedaan atas dasar suku, ras, agama serta status sosial dan keuangan. 17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam UUJN, Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, Isi Sumpah Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah tangga Ikatan Notaris Indonesia. Selain itu juga, notaris berkewajiban untuk berhimpun dalam satu wadah organisasi terdapat dalam Pasal 82 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam Pasal 82 ayat (1) Bab X tentang Organisasi Notaris disebutkan dengan tegas bahwa, "Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris". Keharusan para notaris berhimpun dalam satu wadah merupakan satu tantangan tersendiri bagi kalangan notaris. ”Hal ini disebabkan hingga saat ini ada sejumlah organisasi notaris yang eksis di Indonesia seperti Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai organisasi notaris yang diakui oleh pemerintah. Selain itu, ada pula Himpunan Notaris Indonesia (HNI), Asosiasi Notaris Indonesia (ANI), dan Organisasi Perhimpunan Notaris untuk Reformasi”. 25
25
RUU Jabatan Notaris : Notaris Wajib Berhimpun Dalam Satu Wadah, http://hukumonline.com/detail.asp?id=10407&cl=Berita, dipublikasikan tanggal 21 April 2008, diakses tanggal 21 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
C. Larangan Bagi Notaris Dalam Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Notaris dilarang : a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; c. merangkap sebagai pegawai negeri; d. merangkap jabatan sebagai pejabat Negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat; f. merangkap jabatan sebagai pimpinan atau pegawai badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta di luar wilayah jabatan Notaris; h. menjadi Notaris Pengganti; atau i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan. Dalam salah satu rumusan mengenai kode etik notaris, dicantumkan laranganlarangan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota notaris sebagai berikut : 1. Melakukan tindakan-tindakan yang pada hakikatnya mengiklankan diri tetapi tidak terbatas pada tindakan berupa memasang iklan untuk keperluan pemasaran atau propaganda, antara lain: a. Memasang iklan dalam surat kabar, majalah berkala, terbitan perdana suatu kantor, perusahaan, biro jasa, biro iklan, baik berupa pemuatan nama, alamat, nomor telepon, mau pun berupa ucapan selamat, dukungan, sumbangan uang atau apa pun. Pemuatan dalam buku-buku yang disediakan untuk pemasangan iklan dan/atau promosi; b. Mengirim karangan bunga atas kejadian apa pun kepada siapa pun yang dengan itu nama anggota terpampang kepada umum, baik umum terbatas maupun tak terbatas; c. Mengirim orang-orang selaku salesman ke berbagai tempat/lokasi untuk mengumpulkan klien atau akta. 2. Memasang papan nama yang besarnya/ukurannya melewati batas kewajaran atau memasang papan nama di beberapa tempat di luar lingkungan kantor anggota yang bersangkutan. 3. Mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada instansi-instansi, perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga untuk ditetapkan menjadi notaris dari instansi, perusahaan, atau lembaga tersebut, baik tanpa apalagi disertai penurunan tarif yang jumlahnya/besarnya tidak rendah dari tarif yang dibayar oleh instansi tersebut kepada notarisnya. 4. Menerima/memenuhi permintaan dari seseorang untuk membuat akte rancangan yang rancangannya telah disiapkan oleh notaris lain. Dalam hal demikian anggota yang bersangkutan wajib menolak permintaan atau, anggota boleh memenuhi permintaan itu setelah mendapat izin dari notaris pembuat rancangan.
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
5. Dengan jalan apapun berusaha atau berupaya agar seseorang berpindah dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditunjuk langsung kepada klien yang bersangkutan, maupun melalui perantaraan orang lain. 6. Menempatkan pegawai atau pegawai-pegawai/asisten di satu atau di beberapa tempat di luar kantor anggota yang bersangkjutan, baik di kantor cabang yang sengaja dan khusus dibuka untuk keperluan itu, maupun di dalam kantor atau instansi lembaga/klien anggota yang bersangkutan, dimana pegawai/asisten tersebut bertugas utnuk menerima klien-klein yang akan membuat akte baik klien itu dari dalam atau dari luar instansi itu, kemudian pegawai/asisten tersebut membuat akte-akte itu, membacakannya atau tidak membacakannya kepada klien, dan menyuruh klien yang bersangkutan menandatanganinya di tempat pegawai/asisten itu di kantor di instansi atau lembaga tersebut. Akte-akte yang dibuat oleh (para) pegawai/asisten tersebut kemudian dikumpulkan untuk ditandatangani oleh anggota (notaris majikan) di kantornya atau di rumahnya. 7. Mengirim minta kepada klien atau klien untuk ditandatangani oleh klien-klien. 8. Menjelek-jelekkan rekan notaris atau menjelek-jelekkan atau mempersalahkan akta yang dibuat oleh rekan notaris: a. Apabila seseorang anggota menghadapi suatu akte buatan rekannya yang ternyata terdapat kesalahan-kesalahan yang serius atau yang membahayakan klien, maka ia wajib memberitahukan rekan yang membuat kesalahan itu akan kesalahan ulang dibuatnya, tidak dengan nada/suara untuk mengurui rekan itu, melainkan untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa rekan tersebut. b. Apabila dijumpai keadaan termaksud dalam ayat (8) di atas, maka setelah berhubungan dengan rekan notaris yang bersangkutan, kepada klien yang bersangkutan dapat dan hendaknya dijelaskan apa yang merupakan kesalahan dan bagaimana memperbaikinya. 9. Menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang itu agar membuat akta pada notaris yang menahan berkas tersebut. 10. Membiarkan orang lain membuat atau menyuruh orang lain membuat akte dan menandatangani akte itu sebagai aktenya sendiri, tanpa ia mengetahui/memahami isi akte itu, apalagi kalau ia menuruti permintaan orang lain itu untuk tidak mengadakan perubahan sedikit pun pada akte yang dibuat orang lain tetapi ditandatangani anggota tersebut, dengan lain perkataan anggota ini dilarang menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata menandatangani akte buatan orang lain sebagai akte anggota itu. 11. Membujuk-bujuk atau dengan cara lain apa pun memaksa klien membuat akte padanya atau membujuk-bujuk seseorang agar pindah dari notaris lain. 12. Dilarang membentuk kelompok di dalam Ikatan Notaris Indonesia (yang tidak merupakan salah satu seksi dari organisasi INI) dengan tujuan untuk melayani
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus eksekutif, apalagi menutup kemungkinan bagi anggota lain untuk berpartisipasi. 26 Dalam Pasal 4 Kode Etik notaris diatur mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dapat dilakukan oleh anggota, selain yang disebut dalam Pasal 1, dan yang pada umumnya dapat dikenakan sanksi, pelanggaran yang secara umum disebut pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, yang antara lain meliputi pelanggaran terhadap: 1. Ketentuan-ketentuan dalam jabatan Notaris; 2. Apa yang oleh setiap anggota diucapkan pada waktu mengangkat sumpah jabatan; 3. Hal-hal yang menurut ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus/wajib dilakukan oleh anggota, antara lain membayar iuran dan lain sebagainya, dan/atau hal-hal yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga INI (Ikatan Notaris Indonesia) tidak boleh dilakukan; 4. Kewajiban membayar uang dukadalam hal meninggalnya notaris/mantan notaris dan kewajiban menaati ketentuan-ketentuan tentang tarif minimum. Sejalan dengan uraian di atas, maka dalam Pasal 5 Kode Etik Notaris dinyatakan bahwa tanpa mengurangi tata cara maupun pengenaan tingkatan sanksisanksi berupa peringatan dan teguran, maka pelanggaran-pelanggaran yang oleh pengurus Pusat secara mutlak harus dikenakan sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota INI, disertai usul Pengurus Pusat kepada kongres untuk memecat anggota yang bersangkutan sebagai anggota INI. III. KEDUDUKAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN NOTARIS DIBANDINGKAN DENGAN DEWAN KEHORMATAN NOTARIS A. Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Majelis Pengawas Notaris Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris. Majelis Pengawas terdiri atas: a. Majelis Pengawas Daerah, dibentuk di kabupaten atau kota yang keanggotaannya terdiri atas unsur-unsur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 67 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2004. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh anggotanya. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
26
Liliana Tedjosaputra, Op cit, hal. 87-88
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
b. Majelis Pengawas Wilayah, dibentuk dan berkedudukan di ibukota propinsi yang keanggotaannya terdiri atas unsur-unsur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 67 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2004. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih dari dan oleh anggotanya. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. c. Majelis Pengawas Pusat, dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara. Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh anggotanya. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Pusat adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. Syarat-syarat untuk diangkat menjadi anggota Majelis Pengawas Notaris ditentukan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris sebagai berikut : a. Warga Negara Indonesia; b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Pendidikan paling rendah sarjana hukum; d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; e. Tidak dalam keadaan pailit; f. Sehat jasmani dan rohani; g. Berpengalaman dalam bidangnya paling rendah 3 (tiga) tahun. B. Tugas Majelis Pengawas Notaris Tugas Majelis Pengawas Notaris ini diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.39-PW.07.10 TAHUN 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris. 1. Majelis Pengawas Daerah Dalam Pasal 66 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan : (1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan; b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. (2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan. Ketentuan Pasal 66 UUJN ini mutlak kewenangan MPD yang tidak dimiliki oleh MPW maupun MPP. Substansi Pasal 66 ini dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim, dengan batasan sepanjang berkaitan dengan tugas jabatan notaris
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
dan sesuai dengan kewenangan notaris sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 UUJN. Ketentuan tersebut hanya berlaku dalam perkara pidana, karena Pasal 66 UUJN berkaitan dengan tugas penyidik dan penuntut umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seorang notaris digugat perdata, maka izin dari MPD tidak diperlukan, karena setiap orang berhak mengajukan gugatan apabila hak-haknya ada yang dilanggar oleh akta notaris. Tugas Majelis Pengawas Daerah juga diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M 39-PW.07.10 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris yang menyatakan bahwa Majelis Pengawas Daerah bertugas untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalai Pasal 70 dan Pasal 71 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Pasal 13 (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. 2. Majelis Pengawas Wilayah Dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.39-PW.07.10 TAHUN 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris ditentukan bahwa Majelis Pengawas Wilayah melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, dan Pasal 75 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. 3. Majelis Pengawas Pusat Tugas Mejelis Pengawas Pusat dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.39-PW.07.10 TAHUN 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris adalah : 1) Memberikan izin cuti lebih dari 1 (satu) tahun dan mencatat izin cuti dalam sertifikat cuti; 2) Mengusulkan kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian sementara, 3) Mengusulkan kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat; 4) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil putusan dalai tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi, kecuali berupa teguran lisan atau tertulis,dan 5) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil putusan dalai tingkat banding terhadap penolakan cuti dan putusan tersebut bersifat final. C. Tata Cara Pemeriksaan Terhadap Notaris Majelis Pengawas Daerah sebelum melakukan pemeriksaan berkala atau pemeriksaan setiap waktu yang dianggap perlu, dengan terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis kepada Notaris yang bersangkutan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, sebelum pemeriksaan dilakukan. Surat pemberitahuan
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
mencantumkan jam, hari, tanggal dan nama anggota Majelis Pengawas Daerah yang akan melakukan pemeriksaan. Pada waktu yang ditentukan untuk dilakukan pemeriksaan, Notaris yang bersangkutan harus berada di kantornya dan menyiapkan semua Protokol Notaris. Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa dituangkan dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Ketua Tim Pemeriksa dan Notaris yang diperiksa. Berita Acara Pemeriksaan disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia, dan Majelis Pengawas Pusat. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris, Ketua Majelis Pengawas Notaris membentuk Majelis Pemeriksa Daerah, Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat dari masing-masing unsur yang terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang anggota Majelis Pemeriksa. Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat berwenang memeriksa dan memutus laporan yang diterima. Majelis Pemeriksa dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris. Pembentukan Majelis Pemeriksa dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah laporan diterima. Majelis Pemeriksa wajib menolak untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis lurus ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris. Dalam hal Majelis Pemeriksa mempunyai, Ketua Majelis Pengawas Notaris menunjuk penggantinya. Sesungguhnya kewenangan Majelis Pengawas Notaris tidak sama dengan kewenangan peradilan. Artinya Majelis Pengawas Notaris tidak bisa masuk kepada materi sebagaimana pemeriksaan di muka pengadilan. 27 D. Pengawasan Notaris Oleh Dewan Kehormatan Notaris Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan Perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masingmasing. 28 Apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya dalam waktu tujuh (7) hari kerja Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran tersebut. Apabila menurut hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah, ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu tujuh (7) hari kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi, 27 28
Wawancara dengan Sartono Simbolon, Notaris di Kota Medan, tanggal 2 April 2008 Pasal 8 Kode Etik Notaris
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri. Dewan Kehormatan Daerah baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti), setelah mendengar keterangan dan pembelaan diri dari anggota yang bersangkutan dalam sidang Dewan Kehormatan Daerah yang diadakan untuk keperluan itu, dengan perkecualian sebagaimana yang diatur dalam ayat (6) dan ayat (7) Pasal 10 Kode Etik Notaris. E. Kedudukan Majelis Pengawas Notaris Dalam Melakukan Pengawasan Notaris Pada dasarnya yang berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Menteri sebagai kepala Departemen Hukum dan HAM bertugas untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia. Kedudukan Menteri selaku Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang melakukan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku membawa konsekuensi terhdap Majelis Pengawas, yaitu Mejelis Pengawas berkedudukan pula sebagai Badan atau Jabatan TUN karena menerima delegasi dari badan atau jabatan yang berkedudukan sebagai Badan atau Jabatan TUN. 29 Dalam kedudukannya sebagai badan atau jabatan TUN, Majelis Pengawas berwenang untuk membuat atau mengeluarkan Surat Keputusan atau Ketetapan yang berhubungan dengan hasil pengawasan, pemeriksaan atau penjatuhan sanksi yang ditujukan kepada notaris yang bersangkutan. Dalam kedudukannya sebagai badan atau pejabat TUN maka Surat Keputusan atau Ketetapan Majelis Pengawas dapat dijadikan objek gugatan oleh Notaris ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai sengketa tata usaha negara, apabila notaris merasa keputusan itu tidak tepat atau memberatkan notaris yang bersangkutan atau tidak dilakukan secara transparan dan berimbang dalam pemeriksaannya. Peluang untuk mengajukan ke PTUN tetap terbuka setelah semua upaya administrasi yang disediakan baik keberatan administratif maupun banding administrasi taleh ditempuh. Upaya administratif, keberatan administratif ataupun banding administratif dapat dilakukan walaupun dalam aturan hukum yang bersangkutan telah menentukan bahwa putusan dari badan atau jabatan TUN bersifat final atau tidak dapat ditempuh upaya hukum lain karena pada dasarnya penggunaan upaya administratif dalam sengketa TUN bermula dari sikap tidak puas terhadap perbuatan tata usaha negara. 30 29
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung, Refika Aditama, 2008, hal. 133 30 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung, Refika Aditama, 2008, hal. 134
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
IV. PENGAWASAN TERHADAP NOTARIS DAN TUGAS JABATANNYA GUNA MENJAMIN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KEPENTINGAN UMUM Sebagai pejabat umum Notaris berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Mengingat peranan dan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan Notaris dalai menjalankan jabatan profesinya, rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga lembaga pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris perlu diefektifkan. Ketentuan yang mengatur Majelis Pengawasan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi kelemahan dan kekurangan dalam sistem pengawasan terhadap Notaris, sehingga diharapkan dalam menjalankan profesi jabatannya, Notaris dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Menurut Kadiv Yankum & HAM MPW Medan, Noor M. Aziz “Pengawasan terhadap notaris sangat beralasan mengingat dalam menjalankan fungsinya sebagai pejabat umum, yang meliputi bidang yang lebih luas daripada apa yang ditentukan dalam Pasal 1 UUJN. Masyarakat menuntut lebih luas daripada tugas jabatan notaris yang ditentukan dalam undang-undang”. 31 Menurut Enita salah satu notaris di kota Medan ”Fungsi Notaris di bidang pekerjaannya adalah berkewajiban dan bertanggung jawab terutama atas pembuatan akta otentik yang telah dipercayakan kepadanya, khususnya di bidang hukum perdata, menyimpan minuta aktanya, termasuk semua protokol Notaris dan memberi grosse, salinan dan petikan”. 32 Selain itu, Notaris berfungsi nelakukan pendaftaran atas akta-akta / surat di bawah tangan, membuat dan mensahkan salinan atau turunan berbagai dokumen, memberikan nasihat hukum. Dalam menjalankan kewenangannya perlu adanya pengawasan terhadap notaris. Pengawasan tidak hanya ditujukan dalam pentaatan terhadap kode etik tetapi juga bertujuan yang lebih luas yaitu agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan demi perlindungan atas kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pada prinsipnya yang didelegasikan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM). Kemudian kewenangan itu didelegasikan kepada Majelis Pengawas Notaris (MPN). Fungsi Majelis Pengawas Notaris di samping mengawasi tingkah laku dan perilaku notaris, juga mengawasi perbuatan hukum para notaris. Oleh karena itu apabila perbuatan notaris itu merupakan pelanggaran terhadap peraturan
31 32
Wawancara dengan Noor M. Aziz, Kadiv Yankum dan HAM, tanggal 15 April 2008 Wawancara dengan Enita R, notaris di kota Medan, tanggal 3 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
perundang-undangan, maka akan menjadi 2 (dua) kewenangan yaitu kewenangan penegak hukum dan kewenangan Majelis Pengawas Notaris. 33 Dari hasil penelitian di lapangan dengan jumlah respondenn sebanyak 15 (lima belas) notaris, pelaksanaan pengawasan terhadap notaris ini dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1. Pelaksanaan Pengawasan Notaris di Kota Medan Pengawasan Notaris Jumlah Persenatse (%)
No. 1. 2. 3. 4.
Sangat Baik Baik Tidak baik Buruk Jumlah
0 4 11 0 15
0 27 % 73 % 0 100 %
Dilihat dari hasil penelitian ini, sebagian besar responden menyatakan bahwa kinerja pengawasan notaris saat ini masih tidak baik, hanya sebagian kecil yang menyatakan baik. Hal ini berarti pengawasan notaris belum berhasil dilaksanakan oleh majelis pengawas notaris. Menurut para notaris lemahnya pelaksanaan pengawasan oleh MPN ini karena masih lemahnya lembaga Majelis Pengawas Notaris itu sendiri. 34 Lemahnya lembaga Majelis Pengawas Notaris ini dikarenakan dukungan sarana dan prasarana yang belum memadai sehingga mempengaruhi kinerja anggota MPN. 35 Menurut Andi Matalatta “ faktor-faktor yang menyebabkan mandulnya MPN yaitu : 1. Sosialisasi tugas dan MPN belum maksimal sehingga perlu ada sosialisasi kepada masyarakat dan instansi penegak hukum lain. 2. Kelembagaan MPN masih lemah, apalagi tidak didukung dengan sarana dan prasara plus anggaran yang memadai. 36 Menurut Bapak Noor M. Aziz, Kadiv Yankum & HAM MPW Medan bahwa belum optimalnya pelaksanaan fungsi pengawasan notaris ini karena undang-undang tentang jabatan notaris ini baru disahkan pada tahun 2004 sehingga masih perlu adanya sosialisasi dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut. Selanjutnya menurut beliau, kendala yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Notaris dalam melaksanakan fungsi pengawasannya adalah : 33
Zulkarnain Lubis, MPN Bukan Peradilan Umum Dilarang Berkantor di LP, Jurnal Renvoi, No. 5.42.IV, 2006, hal. 8 34 Hasil Wawancara dengan notaris di kota Medan 35 Wawancara dengan Noor M. Aziz, Kadiv Yankum dan HAM, tanggal 15 April 2008 36 Majelis Pengawas Notaris Pusat dan Wilayah Jilid II Resmi Dilantik, http://hukumonline.com/detail.asp?id=18495&cl=Berita, dipublikasikan tanggal 7 Februari 2008, diakses tanggal 19 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
a. Jumlah notaris yang sangat banyak; b. Kesibukan anggota MPD; c. Fasilitas sarana, dan prasarana pengawasan yang belum ada, khususnya anggaran yang belum memadai; d. Wilayah kerja notaris yang sangat luas di seluruh kabupaten atau kota di Sumatera Utara; e. Belum semua kabupaten/kota yang memiliki Majelis Pengawas Daerah sendiri.37 Banyaknya jumlah notaris di kota Medan, mengakibatkan terjadinya persaingan yang ketat di antara para notaris dalam mendapatkan klien. Hal ini berdampak buruk terhadap citra dan kualitas notaris sendiri. Salah satu contoh persaingan tidak sehat adalah dengan memasang harga di bawah harga standar pembuatan akte, dengan tujuan supaya klien banyak yang memakai jasanya. Jika hanya harga yang dijadikan modal untuk mendapatkan klien tanpa dibarengi dengan kualitas dan skill dalam pembuatan akta, maka hal ini akan merugikan masyarakat pemakai jasa notaris karena ada resiko akta tersebut mengandung sengketa di kemudian hari. Oleh karenanya untuk mengatasi hal ini harus dilakukan penempatan notaris sesuai dengan formasinya. Jika diperhatikan jumlah notaris di kota-kota besar lebih banyak dari pada di tingkat kabupaten. Hal ini karena daerah perkotaan merupakan pusat bisnis sehingga kemungkinan untuk pembuatan akta-akta lebih banyak. Namun hal ini mengakibatkan sedikitnya jumlah notaris yang bertugas di daerah kabupaten padahal masih banyak masyarakat yang membutuhkan jasa notaris di tingkat kabupaten. Banyaknya jumlah notaris di kota-kota besar mengakibatkan sulitnya Majelis Pengawas melakukan pengawasan karena tidak berimbangnya jumlah Majelis Pengawas Wilayah dengan jumlah notaris yang harus diawasi. Utuk mengatasi kesenjangan jumlah notaris di daerah perkotaan dan kabupaten, maka pihak Departemen Hukum dan HAM harus memperhatikan formasi jabatan notaris ini. Penyebaran daerah dan wilayah kerja notaris harus diperhatikan sehingga tidak menumpuk di kota-kota besar saja, tetapi juga di tingkat-tingkat kabupaten. Dengan adanya pemerataan formasi jabatan notaris ini, maka pengawasan terhadap notaris juga lebih mudah. Selain itu anggota MPD bukan hanya terdiri dari profesi notaris tetapi juga berasal dari bidang-bidang lain. Oleh karennya anggota MPD juga memiliki kegiatan dan kesibukan lainnya di samping sebagai pengawas notaris. Hal ini mengakibatkan perhatian dan pengawasan anggota MPD terhadap notaris menjadi berkurang. Sebaiknya selama menjadi anggota MPD, sitentukan tidak boleh untuk melakukan rangkap jabatan, sehingga perhatiannya fokus dalam hal pengawasan para notaris. Namun, setiap orang juga memiliki kebutuhan ekonomi. Anggaran yang belum memadai merupakan hal yang signifikan. Bagaimana mungkin seseorang dituntut kinerja yang baik apabila pendapatan yang dihasilkannya minim. Oleh karenanya anggaran untuk pelaksanaan pengawasan notaris ini juga diperhatikan 37
Wawancara dengan Noor M. Aziz, Kadiv Yankum dan HAM, tanggal 15 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
ataupun lebih ditingkatkan. Penyediaan anggaran ini dapat juga diadakan oleh para notaris, misalnya pada anggota INI memberikan iuran tiap bulan para notaris dan dari iuran tersebut digunakan untuk anggaran bagi perbaikan sarana dan prasarana pelaksanaan pengawasan ini, akan tetapi dengan catatan selama iuran tersebut tidak membebankan notaris. Selain itu, pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi MPN masih minim. Kendala ini menyebabkan fungsi MPN belum berjalan optimal. Begitu pula dengan kinerja Majelis Pengawas Daerah (MPD). Apalagi saat ini MPD belum terbentuk di semua daerah. Padahal saat ini jumlah notaris sebanyak 8.000 orang tersebar di 33 provinsi. 38 Selanjutnya, wilayah kerja notaris yang begitu luas juga menjadi salah satu faktor lemahnya pengawasan notaris. Pada umumnya Majelis Pengawas Daerah masih banyak yang belum tertentu. “Kendala pembentukan MPD, selain disebabkan anggaran, jumlah notarisnya sendiri terbatas. Misalnya di Kalimantan Tengah, tepatnya di Palangkaraya, jumlah notarisnya hanya 12 orang, sisanya tersebar dan hanya satu atau dua orang, dengan demikian tidak mungkin dibentuk MPD, jika yang diawasi hanya sedikit. Apalagi anggota MPD kan harus sembilan orang”. 39 Berkaitan dengan masalah kode etik dan masalah perilaku notaris menjadi kewenangan Majelis Pengawas Notaris. Sedangkan yang berkaitan dengan pelanggaran hukum menjadi kewenangan penegak hukum, yaitu pihak kepolisian. Dalam hal pengawasan notaris oleh Majelis Pengawasan Wilayah (MPW) di daerah-daerah, ukuran keseimbangan terletak pada sebuah pandangan realistis mengenai kodrat notaris sebagai pejabat publik.40 Berbicara tentang subjek, tentunya berhubungan dengan kelengkapan dan kewenangan dari orang yang bersangkutan. “Walaupun seorang pejabat pembuat berwenang hanya bertanggung jawab terhadap kebenaran formil, tetapi sesungguhnya juga bertanggungjawab terhadap kebenaran materil”. 41 Selama ini ada polemik sejauh mana kewenangan Majelis Pengawasan Notaris. Apakah Majelis Pengawas Notaris mempunyai kewenangan untuk memeriksa materi perkara. Di dalam putusan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah ternyata putusan tersebut susah memasuki yuridiksi dari perkara itu sendiri. Mengenai ini Sartono Simbolon mengatakan bahwa : “Harus dibedakan mana kewenangan majelis dan mana kewenangan peradilan. Apabila sudah memasuki area kewengan badan peradilan, materi perkara maupun pokok perkara, maka hal ini bukan kewenangan Majelis Pengawas Notaris lagi. Perlu diingat bahwa fungsi Majelis Pengawas Notaris adalah memeriksa apakah perilaku, perbuatan hukum dari para notaris bertentangan dengan UU Jabatan Notaris dan kode etik atau tidak”. 42 38
Majelis Pengawas Notaris Pusat dan Wilayah Jilid II Resmi Dilantik, Loc cit Ibid 40 Badar Baraba, Lakukan Tindakan Sesuai Prosedur, Jurnal Renvoi No. 1.37.IV, 2006, hal. 39
50 41 42
Wawancara dengan Sartono Simbolon, Notaris di Kota Medan, tanggal 2 April 2008 Wawancara dengan Sartono Simbolon, Notaris di Kota Medan, tanggal 2 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
Pada umumnya pengawasan terhadap notaris tidak berpengaruh terhadap jaminan hukum yang diperoleh notaris. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian sebagai berikut : Tabel 2. Pengaruh Pengawasan Notaris Terhadap Kinerja Notaris di Kota Medan No. 1. 2. 3.
Pengaruh Pengawasaan Notaris Tidak Ada Pengaruhnya Perlindungan Hukum Notaris Terlindungi Kinerja Notaris Meningkat
Jumlah
Persenatse (%)
10 5
64 % 33%
0
0%
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar notaris tidak merasakan adanya pengaruh pengawasan terhadap notaris ini terhadap perlindungan hukum ataun peningkatan kinerja bagi notaris. Menurut pendapat para notaris bahwa tidak berpengaruhnya pengawasan notaris terhadap kinerja mereka juga karena lemahnya pengawasan tersebut. Selain itu juga karena kesibukan para anggota MPN itu sendiri sehingga tidak fokus dalam melakukan pengawasan. 43 Dalam melakukan pengawasan terhdap notaris ini, menurut Noor M. Aziz pada umumnya notaris-notaris tersebut baik dalam bekerjasama. Namun banyak juga yang mengimpang misalnya memasukkan akta dengan alasan yang merugikan pihak lain sehingga tidak jarang pada notaris terlibat perkara pidana seperti penipuan, pemalsuan yang merugikan pihak lain. Untuk itulah diperlukan adanya pengawasan terhadap notaris sehingga kepentingan masyarakat dapat dilindungi. Majelis Pengawas Notaris merupakan kepanjangan tangan Menkum dan HAM untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pemegang jabatan notaris. 44 Namun yang penting dari dibentuknya Majelis Pengawas adalah menjaga kepercayaan masyarakat terhadap para notaris Majelis Pengawas akan bertindak independen dalam mengawasi kinerja dari para notaris, walaupun mereka diangkat oleh pemerintah. Wewenang MPD diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10Tahun 2004,dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39PW.07.10.Tahun 2004. Dalam Pasal 66 UUJN diatur mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan: (1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan surat-surat yang dilekatkan pada 43
Hasil wawancara dengan pada notaris di kota Medan Pelantikan Tujuh Anggota Majelis Pengawas Daerah, http://www.depkumham.go.id/xDepkumhamWeb/xBerita/xFoto/PELANTIKAN+TUJUH+ANGGOT A.htm, diakses tanggal 29 Mei, 2008 44
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam Penyimpanan Notaris; b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. (2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan. Ketentuan Pasal 66 UUJN ini mutlak kewenangan MPD yang tidak dipunyai oleh MPW maupun MPP. Substansi Pasal 66 UUJN imperatif dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim. Dengan batasan sepanjang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris dan sesuai dengan kewenangan Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN. Ketentuan tersebut berlaku hanya dalam perkara pidana, karena dalam pasal tersebut berkaitan dengan tugas penyidik dan penuntut umum dalam ruang lingkup perkara pidana. Jika seorang Notaris digugat perdata, maka izin dari MPD tidak diperlukan, karena hak setiap orang untuk mengajukan gugatan jika ada hak-haknya terlanggar oleh suatu akta Notaris. Dalam kaitan ini MPD harus objektif ketika melakukan pemeriksaan atau meminta keterangan dari Notaris untuk memenuhi permintaan peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim, artinya MPD harus menempatkan akta Notaris sebagai objek pemeriksaan yang berisi pernyataan atau keterangan para pihak, bukan menempatkan subjek Notaris sebagai objek pemeriksaan, sehingga tata cara atau prosedur pembuatan akta harus dijadikan ukuran dalam pemeriksaan tersebut. Dengan demikian diperlukan anggota MPD, baik dari unsur Notaris, pemerintahan, dan akademis yang memahami akta Notaris, baik dari prosedur maupun substansinya.Tanpa ada izin dari MPD penyidik, penuntut umum dan hakim tidak dapat memanggil atau meminta Notaris dalam suatu perkara pidana.45 MPD seharusnya tidak perlu diberi kewenangan untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Jabatan Notaris, karena organisasi jabatan Notaris secara internal sudah mempunya institusi sendiri, jika ada anggotanya melanggar kode etik jabatan Notaris. MPD mempunya kewenangan untuk melaksanakan pengawasan menurut UUJN, Dewan Kehormatan Notaris mempunyai kewenangan untuk melaksanakan ketentuan menurut Kode Etik Jabatan Notaris. Hal ini sesuai dengan isi Pasal 83 ayat (1) UUJN, bahwa Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris. 46 Pengawasan dilakukan dalam hal tindak tanduk atau perilaku notaris tidak mudah untuk diberi batasan. Sebagai contoh Pasal 9 ayat (1) hurf c UUJN menegaskan salah satu alasan notaris diberhentikan sementara dari jabatannya adalah melakukan perbuatan tercela. Penjelasan pasal in memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan tercela adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat. Pasal 12 huruf c UUJN menegaskan bahwa salah satu alasan notaris diberhentikan dengan 45 46
Habib Adjie, Op cit, hal. 136 Ibid, hal. 136
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat yaitu melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatam dan martabat jabatan notaris. Dalam penjelasan pasal tersebut memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat, misalnya berjudi, mabuk, menyalagunakan narkoba dan berzina. Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat Majelis Pengawas Daerah maka yang melakukan pengawasan terhadap Notaris adalah Majelis Pengawas Wilayah. Wewenang MPW selain diatur dalam UUJN, juga diatur dalam peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.39-PW.07.10 Tahun 2004. Dalam pasal 73 ayat (2) UUJN ditentukan bahwan Keputusan MPW bersifat final dan terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi dibuat berita acaranya. Dalam angka 2 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI no. M. 39PW.07.10 Tahun 2004 mengenai Tugas Majelis Pengawas menegaskan bahwa MPW berwenang untuk menjatuhkan sanksi yang tersebut dalam Pasal 73, 85 UUJN dan Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004, yaitu sebagai berikut : g. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah. h. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a. i. Memberikan izin cuti lebih dari 6(enam) bulan sampai1 (satu)tahun. j. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor. k. Memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis. l. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa: 1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan, atau 2) Pemberhentian dengan tidak hormat. g. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf. h. Memberikan sanksi berupa : teguran lisan; teguran tertulis; pemberhentian sementara; pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat, kepada Notaris yang melakukan pelanggaran. i. Mulai melakukan pemeriksaan terhadap hasil pemeriksaan Majelis Pengawas daerah dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima. Dalam UUJN, ada 2 (dua) bentuk sanksi, yaitu: 1. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN, yaitu jika Notaris melanggar (tidak melakukan) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52. Jika ketentuan sebagaimana dalam pasal tersebut di atas tidak dipenuhi, maka akta
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum, dan hal tersebut dapat dijadikan alasan bagi para pihak (para penghadap) yang tercantum dalam akta yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Tuntutan para pihak terhadap Notaris tersebut berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga merupakan akibat yang akan diterima Notaris jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Sanksi untuk memberikan ganti rugi, biaya, dan bunga seperti dalam Pasal 84 UUJN dapat dikategorikan sebagai Sanksi Perdata. 2. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 UUJN, yaitu jika Notaris melanggar ketentuan Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai dengan k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63 maka Notaris akan dijatuhi sanksi berupa: a. b. c. d. e.
Teguran lisan; Teguran tertulis; Pemberhentian sementara; Pemberhentian dengan hormat; dan Pemberhentian tidak hormat. Sanksi yang terdapat dalam Pasal 85 UUJN dapat dikategorikan sebagai sanksi Administratif. Sanksi yang terdapat dalam Pasal 84 dan 85 UUJN ini, merupakan sanksi terhadap Notaris yang berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapan dan Notaris. Artinya ada persyaratan tertentu atau tindakan tertentu yang dilakukan atau tidak dipenuhi oleh Notaris dalam menjalankan tugas-tugasnya, berupa kewajiban dan larangan yang tercantum dalam UUJN, Kode Etik Notaris, perilaku Notaris yang dapat merendahkan kehormatan martabat Notaris.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kewenangan notaris dalam jabatan melaksakanak tugasnya sebagai notaris, dapat dilihat dari pasal 1 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yaitu notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut. Kewenangan notaris itu diperluas lagi dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN sebagai berikut : a. kewenangan membuat akta sehubungan dengan pertanahan. b. Kewenangan dalam pembuatan akta Risalah Lelang yang dulunya dan sampai sekarang menjadi kewenangan juru lelang BUPLN berdasarkan UU Prp 1960.
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
Akan tetapi perluasan kewenangan ini belum dapat diterapkan sampai hari ini, oleh karena belum diterbitkannya peraturan pelaksana bagi perluasan kewenangan notaris ini. 2. Majelis Pengawas Notaris berkedudukan sebagai pihak yang melakukan pengawasan tidak hanya ditujukan dalam pentaatan terhadap kode etik tetapi juga bertujuan yang lebih luas yaitu agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan demi perlindungan atas kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Sedangkan Dewan Kehormatan Notaris berkedudukan sebagai pengawas dari para notaris atas pelaksanaan Kode Etik Notaris dengan melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan para anggota (notaris) dalam menjunjung tinggi kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal. 3. Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan terhadap notaris oleh majelis pengawas notaris belum memadai. Kurang sekali perhatian dari Majleis Pengawas Notaris dalam memberikan pengawasan, karena terlalu sibuk dengan jabatannya yang telah ada, sehingga banyak notaris yang dipanggil yang berwajib karena kurangnya pengawasan ini. B. Saran 1. Dalam menghadapi era global ini dimana lembaga notaris dipercaya untuk merumuskan isi dan maksud perjanjian para pihak, maka diperlukan figur-figur notaris yang professional. Untuk itu para notaris harus meningkatkan kualitas dan pengetahuannya sehingga sebagai pejabat pembuat akta akan dapat meminimalkan terjadinya sengketa akibat akta yang dibuatnya sehingga tercipta kepastian hukum dan perlindungan hukum baik bagi masyarakat maupun notaris itu sendiri. 2. Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan sebagai pihak-pihak yang melakukan pengawasan terhadap notaris, disarankan agar menjadi pihak yang memiliki integritas yang tinggi dengan melakukan pengawasan optimal bagi para notaris sehingga kedua lembaga ini bukan menjadi pelindung bagi para notaris tetapi sebagai pihak yang menegakkan hukum dan keadilan bagi notaris-notaris “nakal” sehingga juga akan melindungi masyarakat pengguna jasa notaris. 3. Fungsi pengawasan dari Majelis Pengawas Dewan Kehormatan Notaris lebih ditingkatkan untuk melindungi para notaris ini secara lebih optimal. Untuk melakukan pengasawan tersebut secara berkala, tentu dibutuhkan dana, untuk itu Ikatan Notaris Indonesia diharapkan berperan untuk menghimpun iuran dari anggota INI secara berkesinambungan namun tidak memberatkan para anggotanya.
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR KEPUSTAKAAN A. Buku-buku Adjie, Habib. Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandungm Refika Aditama, 2008, hal. 136 Andasasmita, Komar. Notaris I : Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/Notariat. Bandung. Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat. 1991. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Balai Pustaka. Jakarta. 1991. Keraf, A Sonny. Etika Lingkungan. Kompas. Jakarta. 2002. Kie, Tan Thong. Studi Notariat. PT. Ichtiar Bary Van Hoeve. Jakarta. 2000. Kamello, Tan. Perkembangan Lembaga Jaminan Fidussia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara. Disertasi. Medan. Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2002. Karmila. Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Notaris Koperasi Menuurt Kepmen No. 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 (Studi di Dinas Koperasi Kota Medan). Tesis. Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2006. Kohar, A. Notaris Dalam Praktek Hukum. Alumni.Bandung. 1983. . Notaris Dalam Praktek Hukum. Alumni. Bandung. 1983. Lubis, Suhrawardi K. Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. 1994. Lumban Tobing, G.H.S. Peraturan Jabatan Notaris. Erlangga. Jakarta. 1983. Muhammad, Abdul Kadir. Etika Profesi Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1997. Nico. Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum. CDSBL. Yoagyakarta. 2003 Poerwadaminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesi. Jakarta. alai Pustaka.1983.
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Dan Teori Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001. Rasyid, H. Rustam Effendi. Pendaftaran Tanah dan PPAT. Tanpa Penerbit. Kota dan Tahun. Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta. Institute Bankir Indonesia. 1983. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986. Soetanto, R. Tugas, Kewajiban dan Hak-hak Notaris, Wakil Notaris. Pradnya Paramita. Jakarta. 1982. Subekti, R. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Cetakan ke-25. Pradnya Paramita. Jakarta. PT. 1992. Supriadi. Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2006. Sutrisno. Komentas Atas UU Jabatan Notaris. Tanpa Penerbit. Medan. 2007. Tedjosaputra, Liliana. Etika Profesi dan Profesi Hukum. Aneka Ilmu. Semarang. 2003. Waluyo, Bambang. Metode Penelitian Hukum. PT.Ghalia Indonesia. Semarang. 1996. B. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Undang-undang tanggal 9 Juli 1842 (Ned Stb. No. 20) tentang Jabatan Notaris Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01.-HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan dan Pemberhentian Notaris Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M 39-PW.07.10 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : KMK/006/SKB/VIII/1987 Nomor : M.04-PR.08.05 Tahun 1987 Tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan Dan Pembelaan Diri Notaris Kode Etik Notaris C. Jurnal/Majalah Adjie, Habib. Penegakan Etika Profesi Notaris Dari Perspekti Pendakatan Sistem. Media Notariat. Edisi April-Juni. Jakarta. 2002 . Pendidikan Magister Kenotariatan : Pendidikan Berkelamin Ganda. Media Notariat. Edisi Mei-Juni (Th. XIX). Jakarta. 2004 .Tidak Ada Sengketa Antara ejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan Notaris Dalam Bidang Pertanahan. Jurnal Renvoi No. 1.37.IV. 2006 Astrosoemitro, Banurusman. Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Menurut Pandangan Penyidik. Media Notariat. Nomor 34-35-36-37 Janauri-AprilJuli-Oktober. Ikatan Notarisw Indonesia. Jakarta. 1995. Baraba, Badar. Lakukan Tindakan Sesuai Prosedur. Jurnal Renvoi No. 1.37.IV. 2006. Lubis, Zulkarnain. MPN Bukan Peradilan Umum Dilarang Berkantor di LP. Jurnal Renvoi. No. 5.42.IV. 2006. Setiawan, Wawan. Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis dan Otentik Menurut Hukum Positif di Indonesia. Media Notariat. Nomor 34-35-36-37 Januari-April-Juli-Oktober. Ikatan Notarisw Indonesia. Jakarta. 1995. D. Website Ar, Suhariyono. Implementasi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). www.legalitas.org/inclphp/buka.php?d=art+7&f=IMPLEMENTASI %20UU%20 NOTARIS.pdf, diakses tanggal 14 April 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008
Grace
Giovani, Notaris : Kedudukan, Fungsi dan Peranannya, http://notarisgracegiovani.com, dipublikasikan tanggal 23 Maret 2008, diakses tanggal 17 April 2008
Hasbullah, Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum, http://www.depkumham.go.id/templates/NewsComment.aspx?pm3nc=1&pa rams=Z3VpZD0lN2IzN0UwMUZGRi0zMDZFLTQwQUUtQTg3NS1EQz BBNzBFMjYwMjMlN2Q%3D, diakses tanggal 17 April 2008 http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s3-2007-kusumawati4963&PHPSESSID=d68fc4259f16e529510828eb88303bd0, Tanggung Jawab Jabatan Notaris, dipublikasikan tanggal 17 Januari 2007, diakses tanggal 14 April 2008. http://hukumonline.com/detail.asp?id=17731&cl=Berita, Majelis Pengawas Notaris Akan Dibenahi, dipublikasikan tanggal 31 Oktober 2007, diakses tanggal 28 Februari 2008 http://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=11797&cl=Berita, Menkum HAM Terbitkan Permen Soal Majelis Pengawas Notaris, dipublikasikan tanggal 21 Desember 2004, diakses tanggal 19 April 2008. http://hukumonline.com/detail.asp?id=14702&cl=Berita, Direktur Perdata: Kalau Ada, Silahkan Bawa Alasan Penolakan BPN ke PTUN, dipublikasikan tanggal 12 April 2006, diakses tanggal 14 April 2008 http://hukumonline.com/detail.asp?id=10407&cl=Berita, RUU Jabatan Notaris: Notaris Wajib Berhimpun Dalam Satu Wadah, dipublikasikan tanggal 21 April 2008, diakses tanggal 21 April 2008 http://hukumonline.com/detail.asp?id=9885&cl=Berita, Perpecahan Organisasi Notaris Masih Berlangsung, dipublikasikan tanggal 21 April 2008, diakses tanggal 21 April 2008 http://hukumonline.com/detail.asp?id=18495&cl=Berita, Majelis Pengawas Notaris Pusat dan Wilayah Jilid II Resmi Dilantik, dipublikasikan tanggal 7 Februari 2008, diakses tanggal 19 April 2008 http://www.depkumham.go.id/xDepkumhamWeb/xBerita/xFoto/ PELANTIKAN + TUJUH+ANGGOTA.htm, Pelantikan Tujuh Anggota Majelis Pengawas Daerah, diakses tanggal 29 Mei, 2008
Mohandas Sherividya: Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, 2008. USU e-Repository © 2008