Transparansi E-Newsletter TI-Indonesia
Edisi III - Volume VIII - Juni 2012
Salam Redaksi hal..2 Special Section PLN dan TII Jalin Kerjasama Penerapan GCG hal..3 Rilis Media Diambang Ketidakpastian Hukum, DPR Harus Segera Uji Kelayakan Calon Hakim hal..4 Forestry 20 Wartawan Pekanbaru Kupas Potensi Korupsi REDD+ hal..5 Berita Kegiatan Kejar Efisiensi, Pegawai PLN Disodori Film Antikorupsi hal..6 Daerah Bentuk Lembaga Pemantau Independen hal..7 Berita Kegiatan KPK Harus Gunakan UU TPPU hal..8 Berita Kegiatan DPR Didesak Gelar Fit and Proper Test hal..9 Opini Memantau Pemilu, Belajar dari Filipina hal.10 Agenda Kegiatan Hal.11 Album Kegiatan Hal.11 Tribute Hal.12
Dok. TI-Indonesia 2012
febridiansyah.wordpress.com Dok. TI-Indonesia
Salam Redaksi
Salam Redaksi Para pembaca setia e-Newsletter Transparansi, Transparansi kembali hadir menyapa anda di bulan keenam tahun 2012 ini. Pada edisi kali ini, Transparansi menurunkan beberapa berita tentang kerjasama antara Transparency International Indonesia (TII) dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) terkait dengan upaya keterbukaan dan reformasi di tubuh PLN guna menciptakan tata kelola perusahaan yang baik. Sebagai bagian dari masyarakat sipil TII memandang sangat perlu untuk mendukung inisiatif tersebut. Salah satu upaya tersebut nampak dari antusiasme PLN untuk aktif berkampanye melalui beberapa kali pemutaran film “Kita Versus Korupsi”.
Transparency International Indonesia (TII) merupakan salah satu chapter Transparency International, sebuah jaringan global NGO antikorupsi yang mempromosikan transparansi dan akuntabilitas kepada lembaga-lembaga negara, partai politik, bisnis, dan masyarakat sipil. Bersama lebih dari 90 chapter lainnya, TII berjuang membangun dunia yang bersih dari praktik dan dampak korupsi di seluruh dunia.
Di bulan Juni ini TII yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) juga membuat satu konferensi pers yang mengangkat tema seputar calon hakim agung. Dalam rilisnya, KPP mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk tidak melengkapi kuota yang berasal dari caloncalon yang tidak diloloskan KY pada tahapan seleksi sebelumnya. KPP juga mengecam tindakan Komisi III DPR yang menunda proses fit and proper test calon hakim agung.
TII memadukan kerja-kerja think-tank dan gerakan sosial. Sebagai think-tank TII melakukan analisis kebijakan, mendorong reformasi lembaga penegak hukum, dan secara konsisten melakukan pengukuran korupsi melalui Indeks Persepsi Korupsi, Crinis project, dan berbagai publikasi riset lainnya. Di samping itu TII mengembangkan Pakta Integritas sebagai sistem pencegahan korupsi di birokrasi pemerintah.
Sebelumnya, pada medio Mei, TII juga membuat kegiatan press briefing yang mengangkat isu seputar pencucian uang. Press briefing tersebut menghadirkan nara sumber Yenti Garnasih, pakar pencucian uang dari Universitas Trisakti dan Chaerul Imam, mantan Direktur Penyelidikan Kejaksaan Agung RI. Dalam press briefing ini baik Yenti, Chaerul, dan TII sepakat untuk mendorong KPK menggunakan UU Pencucian Uang dalam kasus Angelina Sondakh dan kasus-kasus serupa. Dari daerah, sebanyak 20 wartawan di Pekanbaru, Riau mengadakan diskusi tentang potensi korupsi REDD+. Acara diskusi digelar hasil kerjasama antara TII Local Unit Riau dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Riau. Diskusi mengupas tentang upaya preventif anti korupsi dan penilaian resiko korupsi dalam REDD+. Hasil diskusi ini memberi gambaran tentang pentingnya media (jurnalis, -red) untuk tahu dan mempelajari isu-isu seputar REDD+. Selain dari Riau, TII di Pontianak, Kalimantan Barat mendorong Pemerintah Kota Pontianak untuk segera membentuk Lembaga pemantau Independen Pengadaan Barang dan Jasa (LPI – PBJ). Hal ini sebagai tindak lanjut penandatanganan nota kesepahaman antara TII dan Pemkot Pontianak pada bulan Desember tahun lalu. Tulisan opini Deputi TII, Luky Djani menjadi sebuah analisis yang layak untuk dibaca selanjutnya. Opini mengangkat fokus pada pemilu. Sebuah analisis dan pembelajaran yang menarik tentang gerakan sosial di Filipina untuk memantau pemilu. Pada halaman terakhir, e-newsletter mengangkat sebuah inisiatif gerakan anti korupsi untuk senantiasa melawan lupa terhadap tindak kejahatan korupsi. Inisiatif tersebut adalah Korupedia, sebuah ensiklopedia korupsi di Indonesia. Secara online website ini sudah diluncurkan pada 12 Juni lalu, dan bisa diakses di http://www.korupedia.org Akhir kata tim redaksi e-newsletter Transparansi mengucapkan selamat membaca dan semoga bermanfaat. Terimakasih.
Redaksi
2
2012 - 06
Sebagai gerakan sosial, TII aktif terlibat dalam berbagai koalisi dan inisiatif gerakan antikorupsi di Indonesia. TII juga merangkul mitra lembaga lokal dalam melaksanakan berbagai program di daerah. Jaringan kerja ini juga diperluas dengan advokasi bahaya korupsi kepada anak-anak muda di Jakarta. Staf TII terdiri dari beragam latar belakang, mulai dari hukum, ekonomi, komunikasi, ilmu politik, ilmu pemerintahan, antropologi, hingga sains, masingmasing dengan keahliannya yang saling bersinergi untuk mendorong kemajuan kerja-kerja advokasi TII.
Special Section
PLN dan TII Jalin Kerjasama Penerapan GCG
Dok. TI-Indonesia
menambahkan. Upaya untuk memperbaiki sistem di dalam tubuh PLN, menurut Natalia merupakan langkah yang sangat strategis. Sebab membangun sistem memang tidak mudah. Tantangan tersulit adalah mendapatkan by in dari kalangan internal. Semua level harus terlibat, bahkan Serikat Pekerja juga harus diajak karena ini merupakan bagian dari sistim di dalam tubuh PLN.
Dok. TI-Indonesia 2012
Ditulis oleh Sunandar PS - PME Indonesia JAKARTA - Sejalan dengan praktek penyelenggaraan korporasi yang bersih dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta keinginan yang kuat dari PT PLN (Persero) untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik, maka PLN menjalin kerjasama dengan jaringan organisasi global anti korupsi Transparency International Indonesia (TII).
Sementara itu pada kesempatan penandatangan naskah kerjasama, Dirut PLN Nur Pamudji menyatakan, PLN ingin membangun sistem yang baik dan bisa menangkal praktek korupsi. “Kami yakin sistem yang baik itu bisa dibangun dan dengan sistem yang baik pula akan bisa menangkal praktek-praktek korupsi ,“ tegas Nur Pamudji.
Kerjasama ini bertujuan untuk memastikan, bahwa PLN dalam menjalankan usahanya menyediakan listrik bagi masyarakat luas, sungguh-sungguh menerapkan praktek GCG dan anti korupsi.
4
2012 - 06
Dengan demikian, publik semakin mengetahui bila kondisi PLN semakin baik “, ujarnya menjelaskan. Diharapkan dengan adanya kerjasama ini, baik PLN maupun pelanggan, vendor/mitra kerja dan stake holder lainnya sama-sama dapat terhindar dari kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan korupsi. Dengan demikian, masing-masing pihak – pelanggan, vendor dan stake holder lainnya – bisa ikut juga mengawasi PLN dalam proses pengadaan barang dan jasa serta pelayanan pelanggan. Vendor penyedia barang/jasa bagi PLN juga diharuskan untuk membuat pernyataan tertulis yang menyatakan kesediaan mereka untuk menjalankan praktek GCG dan tidak akan melakukan praktek-praktek korupsi dan kolusi.
Naskah kesepakatan kerjasama antar keduanya, ditandatangani oleh Direktur Utama PLN Nur Pamudji dengan Ketua Dewan Pengurus TII Natalia Subagio, Selasa (6/3) di Kantor PLN Pusat.
Ruang lingkup kerjasama ini meliputi reformasi dalam Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta reformasi di sisi pelayanan pelanggan. Nantinya dalam pelaksanaan kerjasama ini, selain akan dilakukan studi pemetaan dalam tahapan/proses PBJ dan administrasi proses pelayanan pelanggan, juga akan dilakukan perbaikan dan penyempurnaan kebijakan terkait dengan PBJ dan pelayanan pelanggan.
“Kami gembira direksi PLN memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk membangun dan membentuk sistem yang sustainable yang sejalan dengan penerapan GCG dan prinsip anti korupsi. Hal ini menunjukkan keseriusan PLN dalam upaya pemberantasan korupsi.
Dok. TI-Indonesia 2012
Senada dengan Nur Pamudji, Ketua Dewan Pengurus TII Natalia Subagio mengungkapkan kegembiraannya, PLN bisa menjadi BUMN yang pertama menjalin kerjasama dengan TII. “Harapan kami sangat tinggi atas keberhasilan kerjasama ini. Kami berharap, apabila PLN bisa menjadi pelopor maka BUMN lain akan mengikuti langkah PLN”, katanya
Adanya kerjasama ini, juga diharapkan dapat memberikan nuansa yang lebih baik di mata publik/masyarakat terkait dengan praktek penyelenggaraan korporasi PLN yang didasarkan pada tata kelola perusahaan yang baik dan benar, transparan dan anti korupsi.
Sumber: PME Indonesia http://pmeindonesia.com/berita-energi/424pln-dan-tii-jalin-kerjasama-penerapan-gcg
Rilis Media
Diambang Ketidakpastian Hukum, DPR Harus Segera Uji Kelayakan Calon Hakim Komisi III DPR RI berniat menunda proses uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 12 calon hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial. Alasannya, KY tidak memenuhi permintaan Mahkamah Agung untuk mengisi kekosongan 5 orang hakim agung, yang berarti KY harus mengajukan 15 calon hakim agung ke DPR (3 kali jumlah lowongan). DPR bersikap hanya akan melakukan seleksi semua calon hakim agung secara bersamaan, setelah KY memberikan 3 orang tambahan calon hakim agung yang bisa diambil dari calon-calon yang tidak lolos namun memiliki integritas. Pada sisi lain, KY menanggapi permintaan DPR untuk melengkapi kekurangan kuota calon hakim agung tersebut dengan cara menggelar kembali seleksi untuk menutup kekurangan 3 calon hakim agung pada seleksi periode sebelumnya, sekaligus mencari pengganti empat hakim agung yang akan pensiun pada semester kedua 2012 (Kompas.com 31/5), bukan menambah jumlah calon hakim agung yang telah dieleminir KY pada proses seleksi sebelumnya seperti permintaan DPR. Penundaan proses uji kelayakan dan kepatutan ini terkesan hanya didasari pada argumentasi yang dibuat-buat. Padahal tahun 2011 lalu, kondisi serupa pernah pula dilakukan oleh KY yang pada saat itu hanya mengirimkan 18 dari yang seharusnya 30 orang calon hakim agung ke DPR. Namun mengapa pada saat itu DPR tidak mempersoalkannya? Mengapa DPR pada saat itu lebih memilih kemanfaatan ketimbang mempermasalahkan soal kuota? Dan yang lebih menggelikan, kenapa DPR ngotot meminta KY untuk mencukupi jumlah kuota dengan mengambil calon hakim yang tidak lulus seleksi. Patut diduga, sikap menunda proses uji kelayakan dan kepatutan ini bisa saja dilakukan karena ada “calon DPR” yang mungkin tidak diloloskan oleh KY. Adapun persoalan seputar penundaan proses uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung adalah: 1. Menunda uji kelayakan calon hakim agung, pada prinsipnya juga akan menunda penetapan hakim agung yang diharapkan akan segera melaksanakan tugas-tugas Judicialnya di MA. Tabiat DPR yang menonjolkan arogansi kekuasaan semacam ini tidak sekali ini saja terjadi. Beberapa waktu lalu, Komisi III DPR juga pernah menundanunda proses seleksi pimpinan KPK tanpa alasan yang jelas atau prinsipil. Sedangkan dalam konteks seleksi calon hakim agung, alasan DPR untuk menunda proses uji kelayakan dan kepatutan karena MA yang masih kekurangan hakim agung, dan anggaran yang telah dialokasikan kepada KY untuk menyeleksi calon hakim agung adalah untuk 15 orang bukan 12 orang (hukumonline.com, 30/5). Pertanyaannya, apakah pilihan DPR untuk menunda proses uji kelayakan tersebut akan menyelesaikan persoalan kebutuhan hakim agung pada saat ini? Atau justru sebaliknya. 2. DPR seharusnya memahami bahwa pilihan KY untuk tidak memenuhi kuota 15 orang calon hakim agung ini, dimaknai untuk menjaga integritas Mahkamah Agung. Sebagai puncak dari lembaga Kekuasaan Kehakiman di Republik ini, Mahkamah Agung harus betulbetul diisi oleh orang-orang yang berintegritas dan dapat mendekatkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Maka, tidak ada yang salah jika KY melalui proses yang cukup ketat hanya memilih orang-orang yang dianggap layak untuk diusulkan menjadi hakim agung. Hal ini didasarkan pada setiap aspek yang memang mutlak harus dimiliki oleh seorang hakim agung, yakni integritas dan
3
2012 - 02
kualitas. Tatkala nantinya yang terpilih nanti jauh dari kualifikasi tersebut, dapat dibayangkan seperti apa Mahkamah Agung ke depan. Dari catatan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), beberapa orang dari calon hakim agung yang tidak lolos tersebut pernah mengalami hukuman disiplin, membiarkan praktek suap, kedekatan dengan pihakpihak dari partai politik tertentu. Pada sisi lain, banyak juga dari calon tersebut yang tidak memahami jenis putusan pengadilan, putusan yang bersifat ultra petita, jenis sumpah dalam acara perdata, dan class action, masalah praperadilan, dan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan yang lebih parah lagi, terdapat pula calon hakim agung yang sulit membedakan pengetahuan hukum yang sangat mendasar, seperti beda antara uang pengganti dengan pidana denda. 3. Proses fit and proper test di DPR bukan tanpa limitasi waktu. Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang KY dengan tegas menyebutkan bahwa “DPR telah menetapkan calon hakim agung untuk diajukan kepada Presiden paling lama 30 (tiga puluh) hari sidang sejak diserahkan oleh KY”. Jika dihitung sejak tanggal diajukannya nama-nama calon hakim agung tersebut oleh KY, yakni pada tanggal 14 Mei 2012, maka DPR paling tidak hanya memiliki sisa waktu kurang lebih 16 hari sidang. Padahal pada tanggal 27 Juni 2012, DPR sudah harus menyerahkan nama-nama calon hakim agung ke Presiden untuk ditetapkan sebagai hakim agung terpilih. DPR harus mengingat, bahwa apabila jangka waktu tersebut terlampaui, maka Presiden berwenang mengangkat hakim agung dari calon yang diajukan oleh Komisi Yudisial (Pasal 19 ayat 3). Berangkat dari kondisi demikian, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut: 1. Mengecam sikap Komisi III DPR yang menunda proses fit and proper test dengan alasan jumlah calon yang dikirimkan KY yang tidak memenuhi kuota sebanyak 15 orang (3 orang untuk 1 lowongan); 2. Mengingatkan Komisi III DPR agar segera menggunakan kewenangannya menyelenggarakan tahapan uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung tanpa menunggu tambahan calon hakim dari KY, karena kewenangan DPR untuk menetapkan calon hakim agung terpilih hanya 30 hari sidang semenjak diterimanya nama calon hakim agung dari KY yakni pada tanggal 14 Mei 2012 (DPR hanya meliliki sisa waktu sampai dengan tanggal 27 Juni 2012); 3. Mengingatkan Komisi III DPR apabila jangka waktu yang telah ditentukan tersebut terlampaui, maka Presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan hakim agung yang direkomendasikan oleh KY (Pasal 19 Ayat 3). 4. Meminta KY agar tidak melengkapi kuota yang berasal dari caloncalon yang tidak diloloskan KY pada tahapan seleksi sebelumnya. Jakarta, 5 Juni 2012 Koalisi Pemantau Peradilan Indonesia Corruption Watch | Masyarakat Pemantau Peradilan FHUI | Indonesian Legal Roundtable | Pusat Studi Hukum dan Kebijakan | Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan | Masyarakat Transparansi Indonesia | Transparency International Indonesia | Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
Berita Kegiatan
20 Wartawan Pekanbaru Kupas Potensi Korupsi REDD+
Dok. RiauTerkini.com 2012
Riauterkini-PEKANBARU- Aliansi Jurnalis
kebijakan saat ini, di mana hutan masih
diberikan penguatan pemahaman terhadap
Independen (AJI) Pekanbaru bekerjasama
dikuasai sepenuhnya oleh negara/pemerintah,
REDD ini. Pemahaman yang kurang memadai,
dengan Transparency International Indonesia
tujuan dari REDD yang diperuntukkan kepada
bisa mengakibatkan pemberian informasi
(TII) Local Unit Riau menggelar Forum Group
masyarakat di sekitar hutan tidak akan tepat
melalui pemberitaan menjadi keliru.
Discussion (FGD), Senin (21/5) kemarin.
sasaran.
Diskusi yang diikuti 20 jurnalis dari berbagai
“Forum-forum diskusi seperti ini akan
media memfokuskan pada “Preventif Anti
“Kebijakan kehutanan, terutama dalam
memperkaya pemahaman rekan-rekan jurnalis.
Korupsi; Penilaian Risiko Korupsi Dalam
pemberian izin masih dipenuhi dengan praktik
REDD sebenarnya bukanlah hal yang asing, tapi
REDD+” digelar di Omah Ilmu, Jalan Tuanku
korup, maka jika REDD ini benar-benar
jika rekan-rekan jurnalis sendiri juga tak mau
Tambusai No 285, Pekanbaru.
diimplementasikan, yang akan mendapatkan
ambil tahu, maka fungsi peran pers sebagai
keuntungan adalah pihak-pihak yang selama
pengawas juga menjadi sia-sia,” ujar dosen
Menurut Ketua TII Local Unit Riau, Raflis, jika
ini diuntungkan oleh kebijakan yang ada,
Hukum dan Etika Pers ini.
REDD (Reducing Emission from Deforestation
“imbuh Raflis.
and Forest Degradation) ini
Intinya, kata Ilham, harus ada keinginan dan
diimplementasikan oleh negara tanpa
Untuk itu, Raflis mengusulkan harus ada
kesadaran dari jurnalis itu sendiri untuk
adanya kebijakan yang jelas, maka berbagai
perubahan kebijakan yang ada. Nah, rekan-
memahami secara mendalam terhadap suatu
kemungkinan bisa terjadi yang mengancam
rekan jurnalis punya andil yang sangat besar
masalah. “Isu REDD, sudah menjadi isu global,
lingkungan dan keselamatan manusia
sebagai pengawas dan pengawal kebijakan
karenanya jurnalis harus mahu menguasai dan
dikemudian hari.
pemerintah dalam menyusun strategi jual-beli
mempelajari masalah tersebut, “pungkas
karbon itu nantinya. “Sehingga sasarannya
Ilham.***(rls/put)
“Lalu, jika REDD ini diimplementasikan siapa
benar-benar tepat, yaitu kepada masyarakat di
pihak yang diungtungkan? Pemerintah,
sekitar hutan yang terkena dampak langsung
Sumber: Riau Terkini
perusahaan swasta, kelompok tertentu atau
dari kerusakan hutan tersebut,” ungkapnya.
Link: http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=47170
masyarakat di sekitar hutan?” papar Raflis. Sementara itu Ketua AJI Pekanbaru, Ilham Karena menurut Raflis dengan desain
5
2012 - 06
Muhammad Yasir menyebutkan, jurnalis perlu
Berita Kegiatan
Kejar Efisiensi, Pegawai PLN Disodori Film Antikorupsi
Dok. TI-Indonesia 2012
JAKARTA - Jajaran karyawan PT PLN yang
mudah dicerna dan diharapkan dapat
perilaku pegawai. Segenap insan di PLN dipilih
sedang mengikuti Rapat Kordinasi Operasi
mendorong penanaman nilai-nilai anti korupsi
melalui mekanisme yang ketat demikian
Indonesia Barat di Brastagi Sumatra Utara
ke seluruh karyawan PLN," jelas Bambang.
halnya dengan reward dan punishment. "Jadi
Kamis (5/4), ramai-ramai nonton bareng film Kita versus Korupsi. "Pemutaran film K vs K ini
jangan coba-coba bermain-main dengan Sedangkan Harry Jaya Pahlawan mengatakan,
proyek di PLN. Akibatnya fatal, tidak hanya
merupakan bagian kerjasama antara PLN
bagi perusahaan tetapi juga
dengan jaringan organisasi global
masyarakat," kata Harry
anti korupsi Transparency
menegaskan.
International Indonesia (TII)," kata Manajer Senior Komunikasi Korporat
Melalui kerjasama jaringan
PLN, Bambang Dwiyanto kepada
organisasi global anti korupsi TII
JPNN Jumat (6/4).
ini, PLN ingin memperbaiki dua hal, yaitu bidang pengadaan dan
Film garapan para sineas muda hasil
Dok. TI-Indonesia 2012
kerjasama KPK dan Transparency International Indonesia (TII) ini terdiri dari empat film pendek, yang mengangkat tema antikorupsi di berbagai kehidupan sehari-hari. Hadir dalam nobar tersebut Direktur Operasi PLN Indonesia Barat Moch. Harry Jaya Pahlawan beserta para kepala divisi di direktorat operasi Indonesia Barat, para GM, manajer bidang dan manajer cabang di
6
perusahaan bisa efisien jika mengedepankan transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa. "PLN sebagai perusahaan besar harus terbuka dalam setiap kegiatan pengadaan barang dan jasa. Apalagi PLN langsung bersentuhan dengan masyarakat dan aset yang dimiliki notabene punya pemerintah," kata Harry.
wilayah Indonesia Barat. "Pemutaran film
Bagi PLN, perang terhadap korupsi bukan
tentang antikorupsi ini dianggap media yang
sekedar jargon, namun dipertegas dengan
2012 - 06
pelayanan pelanggan agar tidak terjadi korupsi. "PLN ingin
membangun sistem yang baik. Karena dengan sistem yang baik itu bisa dibangun prosedur yang baik pula," katanya lagi.(Fat/jpnn) Sumber JPNN.com http://www.jpnn.com/read/2012/04/06/123392/ Kejar-Efisiensi,-Pegawai-PLN-Disodori-FilmAntikorupsi-#
Daerah
Bentuk Lembaga Pemantau Independen PONTIANAK – Transparansi Internasional
terutama wali kota dapat merespon keinginan
Studi Arus Informasi Regional (LPS AIR) sangat
Indonesia (TII) mendorong Pemerintah Kota
tersebut dengan segera mengeluarkan perwa
mendukung rencana TII tersebut. Menurutnya,
Pontianak membentuk lembaga pemantau
pembentukan LPI tersebut. “Mudah-mudahan di
pengadaan barang dan jasa memang harus
independen (LPI) pengadaan barang dan jasa.
Kota Pontianak secepatnya LPI barang dan jasa
transparan dan dapat dipantau langsung oleh
Pembentukan lembaga itu untuk
terbentuk,” harapnya.
masyarakat. Hasil pengadaan barang dan jasa
menindaklanjuti nota kesepahaman Wali Kota
akan bermanfaat maksimal jika masyarakat
Pontianak dengan TII beberapa bulan lalu.
Sekretaris Daerah Kota Pontianak M Akip
pun turut mengawasi prosesnya. “Tanpa
“Sesuai MoU dengan wali kota, kami (TII)
mengatakan, Pemkot menyambut baik
pengawasan masyarakat hasil dari pengadaan
menindaklanjuti pembentukan LPI barang
dorongan serta permintaan TII untuk membentu
barang dan jasa tidak akan optimal,” ujarnya.
dan jasa di Kota Pontianak,” kata perwakilan TII LPI itu. Lembaga apa pun yang dibentuk, kata M. Affan, beberapa hari lalu di Pontianak
dia, tidak masalah selama untuk kebaikan
Deman menegaskan, Pemkot harus merespon
pemerintah dan masyarakat Kota Pontianak.
permintaan TII tersebut. Pasalnya, uang
Menurutnya tidak ada pelarangan
“Bentuk lembaga apa pun silakan, termasuk LPI
pembangunan termasuk pengadaan barang
membentuk LPI barang dan jasa di daerah
barang dan jasa. Kalau memang harus dibentuk
dan jasa dari masyarakat. Sewajarnya
termasuk di Kota Pontianak. Apalagi di Kota
dengan perda atau perwa akan kita kaji
masyarakat pula yang mengawasi karena
Pontianak tidak ada komisi ombudsman
bersama,” ungkapnya.
nantinya mereka lah yang menikmatinya.
sebagai pemantau penyelenggara pelayanan publik. Dengan adanya LPI barang dan jasa,
“Uangnya dari masyarakat sudah seharusnya Menurutnya wacana pembentukan LPI barang
sebagian fungsi ombudsman dapat dilakukan. dan jasa baik, sejalan dengan keinginan Pemkot “LPI barang dan jasa dapat memantau
mereka juga yang mengawasi pengelolaannya,” tegasnya.(hen)
Pontianak untuk transparansi. Pemkot, tegasnya,
pelayanan publik secara independen,” ungkap
sepakat sepanjang tujuannya sama, yakni
Sumber: Pontianak Pos
Affan.
mempercepat pembangunan, pelayanan yang
http://www.pontianakpost.com/index.php?mib
baik, aman, cepat, lancar dan murah. “Lebih
=berita.detail&id=109178
Di daerah lain, lanjutnya, LPI barang dan jasa
lanjut silakan berkoordinasi dengan kesbang pol
dibentuk dengan peraturan wali kota.
linmas untuk pembentukan organisasi,” katanya.
Karenanya TII berharap Pemkot Pontianak
Deman Huri Gustira dari Lembaga Pengkajian
Dok. Inilah.com
Dok. Inilah.com
7
2012 - 06
Press Briefing
KPK Harus Gunakan UU TPPU
Dok. TI-Indonesia 2012
JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk fokus pada pelacakan bentuk transaksi mencurigakan yang dilakukan tersangka Angelina Sondakh dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan bagi KPK selain menggunakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU) untuk mengungkap tuntas kasus tersebut. "Sayangnya, hingga saat ini KPK tampak gamang menggunakan Undang-Undang TPPU dalam kasus Angie. Akibatnya, timbul pertanyaan, apa yang menjadi kendala sehingga sampai sekarang KPK belum bisa memastikan apakah akan menggunakan UU TPPU atau hanya menggunakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi," ujar ahli pidana pencucian uang dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, saat menjadi pembicara dalam diskusi "Penerapan UU Pencucian Uang dalam Kasus Korupsi Angie", di kantor Transparency International Indonesia (TII), Jakarta, Kamis (10/5). "Penerapan UUTPPU menjadi sebuah langkah baru untuk membuka kejahatan-kejahatan keuangan. Tetapi selama ini, KPK belum yakin menerapkannya dalam kasus Angie. KPK masih memandang undang-undang pencucian uang ini sebagai new crimes. Ini sesuatu yang aneh," imbuh Yenti lagi. Menurut dia, kejahatan pencucian uang adalah kejahatan yang melibatkan banyak pihak. Karenanya, bila KPK mempunyai bukti cukup bahwa Angie telah melakukan korupsi -- dalam hal ini melakukan suap atau gratifikasi, maka KPK seharusnya telah bisa menelusuri aliran uang hasil korupsi tersebut. "Seharusnya KPK mengembangkan ke Tindak Pidana Pencucian Uang. Agak sulit menerima alasan KPK belum memastikan menggunakan TPPU, karena secara logis, orang korupsi pasti akan menggunakan hasil korupsinya," ujar Yenti.
8
2012 - 06
Ia meyakini akan efektif dalam menjerat pelaku jika penggunaan UU TPPU, khususnya yang terdapat dalam Pasal 5 UU tersebut. Penggunaan UU tersebut, menurut Yenti, akan membongkar siapa yang terlibat dalam kasus wisma atlet.Pernyataan yang sama dikemukakan pengamat kajian analisa korupsi, Chaerul Imam. Ia menyayangkan sikap keraguraguan KPK dalam mengungkap kasus tersebut. KPK, kata dia, seharusnya berkonsultasi dengan ahli di bidang pencucian uang bila memiiki komitmen yang tinggi dalam memberantas korupsi. "Kenapa KPK tidak menanyakan hal itu pada ahlinya. Seharusnya, KPK menggunakan laporan hasil investigasi PPATK dalam melakukan penyidikan agar aliran dana bisa terungkap," ujarnya. Pengungkapan transaksi mencurigakan bermodus korupsi, ujar Chaerul, bisa dilacak dengan adanya keikutsertaan para pelaku dalam sejumlah kegiatan. Misalnya terkait aliran dana yang masuk lewat pemberian club member golf ataupun pemberian mobil. Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) TII Teten Masduki menilai, akan menjadi suatu kemajuan apabila KPK menggunakan UU TPPU dalam mengungkap kasus Angie, kasus Nazarruddin, dan kasus korupsi lainnya. Namun demikian, ujar Teten, penggunaan UU itu diakui mengalami tantangan, karena transaksi di Indonesia selama ini sering dilakukan dengan uang tunai. "Kalau KPK tetap ragu, maka KPK dapat dituding melidungi orang-orang besar. Jadi untuk menepis tudingan itu, KPK harus menggunakan UU TPPU dalam menangani proses hukum yang melibatkan Angie, Nazarudin, dan sebentar lagi Anas," ujar Teten. (Sugandi) Sumber: Suara Karya http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=303082
Analisis
DPR Didesak Gelar Fit and Proper
Dok. TI-Indonesia 2012
JAKARTA (Suara Karya): Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mendesak Komisi III DPR untuk segera menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 12 calon hakim agung yang diserahkan Komisi Yudisial (KY), beberapa waktu lalu. Sebab, saat ini nyaris terjadi ketidakpastian hukum karena menyangkut keterbatasan waktu sebagaimana diatur dalam undangundang, yakni 30 hari sidang sejak diserahkan oleh Komisi Yudisial. Anggota KPP perwakilan Transparency International Indonesia (TII), Dwi Photo Kusumo, Selasa (5/6), wacana untuk menunda proses uji kelayakan dan kepatutan karena tidak terpenuhinya kuota calon sebagaimana permintaan Mahkamah Agung, didasari pada argumentasi yang dibuat-buat. Pada 2011 lalu, kondisi serupa pernah pula dilakukan oleh Komisi Yudisial yang pada saat itu hanya mengirimkan 18 dari yang seharusnya 30 orang calon hakim agung ke DPR. "Mengapa pada saat itu DPR tidak mempersoalkannya? Mengapa DPR pada saat itu lebih memilih kemanfaatan ketimbang mempermasalahkan soal kuota? Dan yang lebih menggelikan, kenapa DPR ngotot meminta Komisi Yudisial untuk mencukupi jumlah kuota dengan mengambil calon
9
2012 - 06
hakim yang tidak lulus seleksi. Karena itu patut diduga bahwa sikap menunda proses uji kelayakan dan kepatutan ini, bisa saja dilakukan karena ada 'calon DPR' yang mungkin tidak diloloskan oleh Komisi Yudisial," ujarnya. Jamil Mubarok dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) mengatakan, sebagai puncak dari lembaga kekuasaan kehakiman di republik ini, Mahkamah Agung harus betul-betul diisi oleh orang-orang yang berintegritas dan dapat mendekatkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu, tidak ada yang salah jika Komisi Yudisial melalui proses yang cukup ketat, hanya memilih orang-orang yang dianggap layak untuk diusulkan menjadi hakim agung. Hal ini didasarkan pada setiap aspek yang memang mutlak harus dimiliki oleh seorang hakim agung, yakni integritas dan kualitas. "Tatkala nantinya yang terpilih jauh dari kualifikasi tersebut, dapat dibayangkan seperti apa Mahkamah Agung ke depan. Dari catatan kami, beberapa orang dari calon hakim agung yang tidak lolos tersebut, pernah mengalami hukuman disiplin, membiarkan praktik suap, kedekatan dengan pihak-pihak dari partai politik tertentu," ujar Jamil. Pada sisi lain, ujarnya, banyak juga dari calon tersebut yang tidak memahami jenis putusan pengadilan, putusan yang bersifat ultra petita, jenis sumpah dalam acara perdata, dan class
action, masalah praperadilan, dan UndangUndang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan yang lebih parah lagi, katanya, terdapat pula calon hakim agung yang sulit membedakan pengetahuan hukum yang sangat mendasar, seperti beda antara uang pengganti dengan pidana denda. "Proses fit and proper test di DPR bukan tanpa limitasi waktu. Pasal 19 Ayat (1) UndangUndang KY, dengan tegas menyebutkan bahwa DPR telah menetapkan calon hakim agung untuk diajukan kepada presiden paling lama 30 hari sidang sejak diserahkan oleh KY. Jika dihitung sejak tanggal diajukannya nama-nama calon hakim agung tersebut oleh KY, yakni pada tanggal 14 Mei 2012, maka DPR paling tidak hanya memiliki sisa waktu kurang lebih 16 hari sidang," ujarnya. Padahal, pada 27 Juni 2012, DPR sudah harus menyerahkan nama-nama calon hakim agung ke presiden untuk ditetapkan sebagai hakim agung terpilih. DPR harus mengingat, bahwa apabila jangka waktu tersebut terlampaui, maka presiden berwenang mengangkat hakim agung dari calon yang diajukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 3 UU KY. (Sugandi) Sumber: Suara Karya Online http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=304785
Opini
Memantau Pemilu, Belajar dari Filipina Oleh Luky Djani Kecurangan pemilu, terutama berkaitan dengan manipulasi penghitungan suara (vote-counting manipulation), marak terjadi. Dalam pemilu 2009, kasus-kasus rekayasa penghitungan beberapa dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu. Mahkamah Konstitusi juga menerima seabrek gugatan sengketa penghitungan suara pemilukada. Beberapa kasus manipulasi penghitungan dan rekapitulasi suara, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, dinyatakan terbukti mengandung pelanggaran secara sistematis, terstruktur, dan masif.
perlawanan politik terhadap Marcos. Cory Aquino, istri Ninoy, kemudian menjadi figur perlawanan dan menantang Marcos dalam pemilihan presiden 1986. Dalam pemilu Congress pada 1984, rezim Marcos menggunakan segala cara guna memenangi pemilu, termasuk melakukan intimidasi, pembelian suara, hingga melakukan manipulasi penghitungan suara. Beragam kecaman muncul atas kecurangan-kecurangan tersebut. Tetapi, karena ketiadaan data akurat soal kecurangan tersebut, pihak oposisi tak mampu mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu.
Sengketa penghitungan suara terjadi karena peserta pemilu bekerja sama dengan penyelenggara pemilu melakukan manipulasi penghitungan suara, dari tempat pemungutan suara (TPS) hingga level lanjutan. Langgam korupsi pemilu ini sering disebut sebagai wholesale vote-buying (Fabrice 2007, Schaffer 2007), di mana peserta “membeli” suara secara kulakan atau partai besar. Secara manajemen pemenangan, praktek korupsi pemilu dengan memanipulasi perolehan suara ini lebih mudah dilakukan serta lebih memberi kepastian hasil akhir.
Barulah pada pemilu 1986, kecurangan rezim Marcos dapat dipatahkan. Namfrel melancarkan operasi “Parallel Vote Tabulation” (mereka menyebutnya “Quick Count”) dengan melakukan tabulasi penghitungan suara paralel secara cepat, menandingi penghitungan suara yang dilakukan oleh Comelec (KPU-nya Filipina). Dengan melibatkan 500 ribu relawan, ditopang oleh jaringan masyarakat sipil, jaringan gereja, serta akademisi, puluhan ribu TPS di seantero Filipina dimonitor. Tugas relawan sederhana: mencatat perolehan suara di TPS dan mengirimnya ke pusat tabulasi Namfrel.
Bagaimana meredam manipulasi penghitungan suara? Kita bisa menerapkan strategi jitu National Citizens' Movement for Free Elections (Namfrel) sewaktu mematahkan kecurangan terorganisasi rezim Marcos. Pembuktian manipulasi suara dilakukan dengan metode sederhana tetapi bonafide, yakni Tabulasi Penghitungan Suara Paralel (Parallel Vote Tabulation/PVT). Ketika cara ini dilakukan, Namfrel membuka pintu keruntuhan rezim Marcos. Jika PVT diterapkan di Indonesia, kita dapat mencegah kecurangan pemilu, mengurangi sengketa hasil pemilu di pengadilan, serta dapat mengurangi biaya pemilu yang harus ditanggung oleh peserta pemilu. Pada akhirnya, integritas pemilu akan terjamin.
Berdasarkan tabulasi Comelec yang manipulatif, Marcos dinyatakan menang. Sedangkan hasil PVT Namfrel dengan jelas menunjukkan kemenangan di pihak Cory. Namfrel lalu membuka data tabulasi PVT serta memaparkan kecurangan-kecurangan rezim Marcos. Karena kredibilitas Namfrel, PVT yang mereka lakukan dijadikan patokan oleh pemilih dan publik menolak hasil Comelec. Kisruh penghitungan suara berujung pada konflik politik dengan memicu People Power yang akhirnya menjungkalkan Marcos dari singgasananya. Pengalaman Filipina mengilustrasikan kesuksesan PVT dalam menangkal manipulasi penghitungan suara. PVT di Indonesia
Pengalaman Filipina Rezim otoritarian Ferdinand Marcos berakhir secara dramatis pada 1986. Salah satu “orang kuat” di Asia Tenggara yang telah berkuasa sejak 1965 ini akhirnya tumbang setelah praktek kecurangan dan manipulasi pemilu yang dilakukan terungkap secara benderang. Adalah Namfrel, organisasi pemantau pemilu, yang dengan gamblang membeberkan kecurangan dan manipulasi pada pemilu 1986. Pembuktian yang dilakukan Namfrel lantas memicu gelombang aksi besar-besaran atau lebih dikenal dengan sebutan People Power. Pada 1973, Diktator Ferdinand Marcos memenjarakan musuh bebuyutannya, Senator Benigno Aquino. Ninoy--panggilan akrab Benigno--menderita serangan jantung dan akhirnya diasingkan ke Amerika untuk menjalani pengobatan. Setelah pulih, Ninoy berniat kembali ke Filipina dan maju dalam pemilihan presiden. Dalam perjalanan pulang dari pengasingan, pada 21 Agustus 1983, Ninoy dieksekusi sewaktu mendarat di bandara internasional Manila. Kematian Ninoy sontak menggelorakan
10
2012 - 06
Kerap terjadinya manipulasi penghitungan suara menunjukkan adanya permainan antara peserta pemilu dan penyelenggara pemilu. Korupsi pemilu yang demikian jelas mengubah hasil akhir dan mendustai pilihan pemilih serta mencederai integritas pemilu. Bagaimana cara mengatasinya? Pengalaman Filipina mengajari kita, perlu ada tabulasi penghitungan suara yang kredibel dan tepercaya sebagai pembanding dari tabulasi yang dilakukan oleh KPU. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat membuat PVT. Tentu akan muncul pertanyaan, apakah menjalankan PVT menjadi wewenang Bawaslu? Jika PVT ditujukan guna mencegah manipulasi penghitungan suara, hal itu sudah sesuai dengan mandat Bawaslu. Apakah tabulasi penghitungan suara paralel ini memiliki kekuatan hukum dan hasilnya kredibel? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, Pasal 180 ayat 2, pengawas lapangan di tingkat TPS berhak mendapatkan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPPS. Salinan sertifikat yang memiliki kekuatan hukum kemudian dikirim ke pusat tabulasi Bawaslu.
Dengan adanya tabulasi pembanding, keinginan peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu untuk memanipulasi penghitungan suara akan dapat ditangkal, karena dapat dengan mudah diverifikasi. Peserta pemilu (calon legislator dari parpol, juga perseorangan) tidak perlu khawatir suara mereka akan “disulap” oleh pesaingnya. Dengan demikian, PVT menjadi instrumen preventif guna mencegah potensi manipulasi penghitungan dan rekapitulasi suara. Selain sebagai upaya preventif di atas, PVT menawarkan dua manfaat lain. Pertama, menjadi back-up dari tabulasi suara nasional yang dilakukan oleh KPU. Jika tabulasi suara KPU secara komputasi mengalami problem seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya, kita masih mempunyai cadangan untuk merekapitulasi penghitungan suara dari tingkat TPS. Sistem kepemiluan sepatutnya mempunyai back-up system, terutama untuk penghitungan suara. Tentu harus dipikirkan bagaimana membangun database PVT dengan menggunakan teknologi tepat guna secara murah, akurat, dan relatif cepat. Manfaat lainnya adalah untuk menekan biaya pemilu yang harus ditanggung peserta pemilu. Dengan jumlah TPS (dalam negeri) pemilu 2009 sebanyak sekitar 519 ribu TPS, 6.487 kecamatan, serta biaya uang lelah yang harus dikeluarkan peserta pemilu bagi saksi sebesar Rp 100 ribu, maka ongkos operasional mencapai kurang-lebih Rp 52,5 miliar. Jika ada 10 parpol peserta pemilu, total biaya menjadi Rp 0,5 triliun. Dengan adanya PVT, peserta pemilu tidak wajib menempatkan saksi di tiap tingkatan guna mengamati penghitungan dan rekapitulasi suara, karena kemungkinan melakukan manipulasi menjadi sangat sulit. Dengan demikian, dapat dilakukan penghematan biaya politik yang jumlahnya tidak sedikit. Tabulasi penghitungan suara paralel merupakan terobosan dalam fungsi pengawasan, karena secara efektif dapat mencegah kecurangan dalam penghitungan suara. Dengan adanya PVT yang kredibel dan akurat, peserta pemilu maupun penyelenggara akan berpikir ulang untuk mencoba memanipulasi proses penghitungan suara, sehingga hasil pemilu sesuai dengan pilihan rakyat dan proses pemilu berjalan dengan jujur, adil, serta berintegritas. * Bagaimana meredam manipulasi penghitungan suara? Kita bisa menerapkan strategi jitu National Citizens' Movement for Free Elections (Namfrel) sewaktu mematahkan kecurangan terorganisasi rezim Marcos. Pembuktian manipulasi suara dilakukan dengan metode sederhana tetapi bonafide, yakni Tabulasi Penghitungan Suara Paralel (Parallel Vote Tabulation/PVT). Luky Djani, Deputy Sekjen Transparency International Indonesia Sumber: Koran Tempo http://koran.tempo.co/konten/2012/03/24/268944/ Memantau-Pemilu-Belajar-dari-Filipina
Agenda Kegiatan
12 Juni 2012 Peluncuran website korupedia Restoran Warung Daun Jakarta 12 Juni 2012 Sosialisasi Metode Transparansi Dana Parpol Hotel Haris Jakarta 15 Juni 2012 FGD Colletive Action Melawan Suap Ruang Auditorium Gedung PLN Jakarta 21-22 Juni 2012 Worksop Penyusunan Modul Pendidikan Antikorupsi melalui Film “KvsK” Puri Anandita, Cisarua, Bogor 23 Juni 2012 Lanjutan FGD Colletive Action Melawan Suap Ruang Auditorium Gedung PLN Jakarta
Album Kegiatan
5 1
3
Dok.Dok. TI-Indonesia 20112012 TI-Indonesia
Dok. TI-Indonesia 2012
Dok. TI-Indonesia 2012
Dok. Omah Tani 2012
5
Dok. TI-Indonesia 2012
1. Press Briefing “Penerapan UU Pencucian Dalam Kasus Korupsi Angie” Sekretariat TI-Indonesia 10/05/2012 2. Konferensi Pers KPP “DPR harus Segera Uji Kelayakan Calon Hakim Agung. Sekretariat TI-Indonesia 05/06/2012 3. Workshop “Refleksi dan Penyusunan Konsep Program Good Governance dan Anticorruption di Kabupaten Batang” Hotel Santika Jakarta 10-11/05/2012 4. Pertemuan bersama SKPD dan Bupati Batang. Pendopo Kabupaten Batang 5. Pertemuan Koalisi untuk Keterbukaan Informasi Publik Kalbar. Kantor Lembaga Gemawan Pontianak 12/05/2012 6. Peluncuran Website www.korupedia.org Restoran Warung Daun Jakarta 12/06,2012
6 11
4
2
Dok. TI-Indonesia 2012
2012 - 06
Tribute
Korupedia: Ketika Pencuri Berbangga Diri Korupedia, dari namanya Anda pasti teringat dengan Wikipedia. Sebuah ensiklopedia bebas yang sangat populer di dunia. Sama dengan semangat Wikipedia, Korupedia juga didedikasikan sebagai sebuah ensiklopedia terbuka tentang korupsi di Indonesia. Atau tepatnya, sebuah ensiklopedia tentang koruptor. Ensiklopedia tentang pencuri uang negara, penjarah uang rakyat, yang sampai hari ini tak kunjung hilang dari negeri ini. Bahkan hebatnya, para para pencuri dan penjarah itu acap berbangga diri, muncul dan bicara di berbagai media. Mereka tak malu tampil di radio, koran dan televisi, mempermainkan logika dan hukum. Juga menjungkirbalikkan akal sehat. Sadar atau tidak, sebagian media massa memang telah memberi panggung "pencucian dosa" bagi para koruptor itu. Karena itulah, penting bagi kita untuk melakukan perlawanan bersama. Salah satunya dengan membuat "monumen abadi", “tugu peringatan”, berupa situs online yang berisi daftar para koruptor, yang bisa diakses siapa saja. Agar kita, anak-anak kita, cucu-cucu kita, bisa belajar bahwa korupsi, apa pun dalihnya, sudah membuat rakyat di negeri ini menderita. Kami menyebutkan Korupedia. Bagaimana Korupedia Bekerja Fokus data di Korupedia adalah profil para koruptor dan kasus-kasus korupsi yang mereka lakukan. Seluruh data koruptor yang kami tampilkan bersumber dari putusan peradilan yang sudah incraht, atau sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Data koruptor yang masuk, kami verifikasi secara teliti sebelum mempublikasikannya di Korupedia. Verifikasi yang kami lakukan meliputi keputusan hukum, status koruptor dan kategori kasus. Korupedia juga dilengkapi tautan berita terkait isu korupsi di Indonesia. Setelah seluruh data kami verifikasi, lengkap dengan tautan berita yang mendukung, baru kami publikasikan di Korupedia. Lisensi Ensiklopedia Koruptsi Indonesia (Korupedia) menggunakan lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License.
E-NEWSLETTER TRANSPARANSI diterbitkan oleh Transparency International Indonesia atas dukungan Danish International Development Agency (DANIDA) PENANGGUNG JAWAB: Teten Masduki. REDAKTUR PELAKSANA: Wawan H. Suyatmiko. Co-REDAKTUR PELAKSANA: Nur Fajrin. REDAKSI: Lia Toriana, Retha Dungga, Putut A. Saputro, Utami Nurul H, Agus Sarwono, Ilham B. Saenong, Dwipoto Kusumo, Soraya Aiman, Ratnaningsih Dasahasta, M. Affan, Heni Yulianto, Jonni Oeyoen, Rivan Praharsya, Teguh Setiono, Frenky Simanjuntak, Wahyudi, Vidya Dyasanti, Luky Djani. ALAMAT REDAKSI: Jl. Senayan Bawah No.17, Blok S, Rawa Barat, Jakarta 12180. Tel: 6221 7208515, Fax: 6221 7267815 Email:
[email protected], Web: www.ti.or.id REDAKSI MENERIMA ARTIKEL ATAU TULISAN DARI PIHAK LUAR SECARA SUKARELA, YANG BERKAITAN DENGAN ISU GERAKAN ANTIKORUPSI DI INDONESIA DAN LUAR NEGERI, PANJANG ARTIKEL ATAU TULISAN 500 KARAKTER
12
2012 - 06