Dari Redaksi
Dari Redaksi Pembaca setia Media HKI, Dalam rangka memperingati World Intellectual Property Day (Hari Kekayaan Intelektual Sedunia) ke-10 yang jatuh pada tanggal 26 April 2010, World Intellectual Property Organization (WIPO) mengangkat tema “Innovation - Linking the World”. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-10 diperingati oleh WIPO dan negara-negara angotanya dengan beragam program dan kegiatan. Indonesia termasuk negara yang secara rutin memanfaatkan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ini sebagai momen/forum untuk lebih meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pemanfaatan sistem HKI oleh berbagai pemangku kepentingan HKI di tanah air. Mengingat bahwa Hari Kekayaan Intelektual Sedunia merupakan salah satu agenda penting dalam sistem HKI global yang senantiasa menjadi acuan bagi negera-negara anggota WIPO, edisi April 2010 akan menyajikan tema khusus berkaitan dengan peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-10 yang diselenggarakan di tingkat nasional. Rubrik Kolom diisi dengan tulisan dari Toeti Heraty N. Rooseno yang berjudul “Selayang Pandang Hak Kekayaan Intelektual”. Tulisan kedua untuk rubrik Kolom ini diisi oleh Lista Widyastuti yang menulis mengenai Ide dan Kekayaan Intelektual. Sementara itu, rubrik Bincang-Bincang menyajikan hasil wawancara dengan Ansori Sinungan, mantan Direktur Kerja Sama dan Pengembangan pada Direktorat Jenderal HKI. Rubrik Fokus membahas tiga ulasan yang terkait dengan perayaan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-10. Ulasan yang pertama adalah “Peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia di Indonesia”. Selanjutnya, Iswi Hariyani, dosen Fakultas Hukum Universitas Jember mengulas tentang “Hari Kekayaan Intelektual Sedunia Ke-10 (26 April 2010): Menemukan Kembali Jati Diri Bangsa”. Ulasan terakhir ditulis oleh Lily Evelina Sitorus dengan judul “Refleksi Hari Kekayaan Intelektual: Happy Anniversary – Innovation linking the World”. Selain rubrik-rubrik di atas, rubrik tetap kami yang lainnya yakni Ragam HKI seperti biasa akan menyuguhkan beragam informasi dan kegiatan seputar HKI. Selamat memeriahkan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-10. Semoga kemeriahan acara tidak hanya bersifat euforia/seketika, namun bisa lebih menguatkan arti pentingnya HKI bagi kehidupan masyarakat di tanah air.
Ii
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
Susunan Redaksi Penasehat Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Pengarah Sekretaris Direktorat Jenderal HKI Direktur Hak Cipta, DI, DTLST&RD Direktur Paten Direktur Merek Direktur Kerja Sama dan Pengembangan Direktur Teknologi Informasi Pemimpin Redaksi Yasmon Redaktur Nila Manilawati Editor Agus Dwiyanto Netri Nasrul Hastuti Sri Kandini Desain Grafis Tomy Kurniawan Fotografer Tb. Apriza Mulqi Sekretariat Wiliayu Penerbit & Redaksi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Jl. Daan Mogot Km. 24 Tangerang-15119 Banten, Indonesia T. 021 551 7921 F. 021 551 7921 E.
[email protected] www.dgip.go.id
Dicetak oleh CV. Berkah Darhana Jaya Jl. Tanah Tinggi X11 No. 12 Jakarta Pusat
ISSN 1693-8208
Daftar Isi
Dari Redaksi Daftar Isi Fokus
I ii
Peringatan Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia Di Indonesia - - Agus Dwiyanto, Netri Nasrul, Hastuti Sri Kandini - -
1
Hari Kekayaan Intelektual Sedunia Ke -10 (26 April 2010) Menemukan Kembali Jati Diri Bangsa - - Iswi Hariyani - -
7
Refleksi Hari Kekayaan Intelektual : Happy Anniversarry! Innovation - Linking The World (2010) - - Lily Evelina Sitorus - -
9
Kolom HKI SELAYANG PANDANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL - - Toeti Heraty N. Roosseno - -
13
IDE DAN KEKAYAAN INTELEKTUAL - - Lista Widyastuti - -
16
Bincang-Bincang
20
- - Ansori Sinungan - -
Ragam HKI
27
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
iiI
Fokus
PERINGATAN HARI KEKAYAAN INTELEKTUAL SEDUNIA DI INDONESIA Sosialisasi merupakan proses komunikasi guna meningkatkan pemahaman terhadap obyek tertentu. Untuk bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya di Indonesia sosialisasi perlu dilakukan secara berkesinambungan kepada berbagai kalangan masyarakat mengingat masih terbatasnya pengetahuan masyarakat kita mengenai HKI sejauh ini. Informasi HKI dapat disampaikan melalui berbagai bentuk dan cara, seperti kegiatan seminar, workshop, talkshow, simulasi atau pun melalui penyebaran buku, leaflet, brosur, CD interaktif serta bentuk sebaran lainnya. Peran pihak-pihak seperti penyedia jasa media cetak (surat kabar, majalah, pamflet, brosur dan sebagainya) dan elektronik (televisi, radio, internet dan sebagainya) dalam kegiatan sosialisasi HKI ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Demikian pula halnya dengan pihakpihak seperti kehumasan inter-nal, kehumasan eksternal, agen periklanan, bahkan pihak yang menjadi sponsor suatu kegiatan. B e r b a ga i p i h a k tersebut memiliki peran yang sangat penting supaya sosialisasi HKI tersebut berjalan dengan maksimal dan menyentuh target audience. Peringatan hari kekayaan intelektual (KI) sedunia yang diperingati setiap tanggal 26 Suasana pelepasan balon udara sebagai tanda April selalu mengdimulainya jalan sehat hari KI inspirasi banyak
1
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
pihak untuk berbuat sesuatu demi terciptanya pemahaman masyarakat yang benar mengenai sistem HKI. Bukan saja pemahaman yang terkait dengan sistem hukumnya, di mana hukum itu harus ditaati dan bagi yang melanggar dikenakan sanksi, akan tetapi juga pemahaman bahwa HKI itu tidak dapat lepas dari kepentingan ekonomi nasional. Kegiatan sosialisasi HKI melalui ajang perayaan hari KI sedunia juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal HKI (DJHKI) dalam rangka penyebaran informasi HKI kepada masyarakat. Untuk peringatan hari KI tahun 2010 ini berbagai kegiatan diselenggarakan DJHKI untuk memeriahkannya. Untuk kegiatan tahun ini diawali dengan pelaksanaan Jalan Sehat di Agrowisata Gunung Mas, Puncak, Bogor pada hari Minggu tanggal 25 April 2010 yang berlokasi yang dibuka oleh Direktur Jenderal HKI, Andy N. Sommeng. Kegiatan ini diikuti lebih dari 1.500 peserta terdiri dari para pegawai DJHKI beserta keluarga, pensiunan pegawai beserta keluarga serta beberapa undangan. Jalan sehat ini menempuh jarak sekitar empat kilometer menyusuri bukit-bukit kebun teh yang hijau dan berhawa sejuk. Setelah lelah berjalan menyusuri bukit, para peserta dihibur dengan berbagai kegiatan dan lomba seperti HKI Stars (pelantun lagu terbaik DJHKI), lagulagu dari para pejabat dan mantan pejabat DJHKI, senam poco-poco, hiburan lagu-lagu dari T-Koes Band, lomba layang-layang, lomba tarik tambang, lomba balap karung, lomba futsal dan lain-lain. Acara tersebut di samping untuk keakraban, sekaligus juga untuk menyosialisasikan HKI kepada para peserta jalan sehat yang merupakan keluarga para pegawai DJHKI. Hal
FOKUS
Lomba tarik tambang kategori anak keluarga besar DJHKI
ini penting mengingat belum tentu semua anggota keluarga para pegawai DJHKI sadar betul akan pentingnya HKI. Pada kesempatan tersebut seharusnya DJHKI dapat menyampaikan pesan-pesan khusus kepada para peserta mengenai pentingnya kreativitas dan menghargai karya orang lain dengan tidak mengenakan pakaian bermerek palsu, tidak membeli barang bajakan dan sebagainya. Dengan demikian acara tersebut dapat semakin efektif sebagai pembelajaran semua yang mengikuti kegiatan tersebut mengenai sistem HKI. Untuk lomba inovasi yang diperuntukkan bagi perguruan tinggi dan lembaga litbang dijadwalkan pelaksanaannya dimulai pada bulan April s.d. Mei 2010. Kegiatan ini dibagi dalam tiga bidang yakni kimia, elektro dan mekanik. Proses seleksi dilakukan terhadap 143 peserta lomba yang telah masuk. Sementara itu untuk kegiatan Seminar HKI akan diselenggarakan pada tanggal 27 Mei 2010 yang mengangkat tema mengenai “Peran
Suasana senam poco-poco seusai acara jalan sehat hari KI
Lomba balap karung kategori bapak-bapak keluarga besar DJHKI
HKI dalam Menghadapi Perdagangan Bebas ASEAN Cina (CAFTA)”. Selain itu juga akan diselenggarakan Pameran Industri Berbasis HKI yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 s.d. 29 Mei 2010. Kegiatan sosialisasi HKI melalui rangkaian kegiatan seperti tersebut di atas merupakan kegiatan ekstra yang khusus diadakan dalam rangka memperingati hari KI sedunia. Di samping itu, kegiatan sosialisasi HKI secara rutin dilakukan sepanjang tahun dan sebisa mungkin untuk selalu ditingkatkan baik dari segi kuantitasnya dan jenisnya maupun capaiannya. Untuk dapat terus meningkatkan jangkauan dan efektivitas dari kegiatan sosialisasi HKI selama ini, DJHKI membutuhkan masukan dari berbagai pihak terutama mereka yang secara langsung terkait dalam proses penyebaran informasi HKI seperti para akademisi, praktisi, pejabat pemerintah sampai mahasiswa. Dengan adanya masukan dari berbagai pihak
Dirjen HKI, kedua dari kanan, memimpin acara jalan sehat hari KI
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
2
FOKUS
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Lebih lanjut menurut konsultan HKI senior ini sebaiknya dibuat program-program siaran radio yang bermuatan KI dan HKI yang disebarluaskan melalui RRI maupun Radio Siaran Swasta. Jika memungkinkan sebaiknya DJHKI mempunyai siaran radio sendiri dengan format 2.0 yang terkait dengan situs (www.dgip.go.id).
Lomba tarik tambang kategori ibu-ibu keluarga besar DJHKI
tersebut diharapkan DJHKI akan lebih maksimal dalam merencanakan berbagai kegiatan dalam rangka sosialisasi dan penyebaran informasi HKI kepada masyarakat. Berikut ini adalah sekilas kegiatan peringatan hari KI sedunia yang telah dilaksanakan oleh DJHKI sampai dengan bulan April 2010 yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai komentar oleh berbagai kalangan masyarakat mengenai pelaksanaan hari KI sedunia selama ini. Berbagai komentar dan penilaian terhadap peringatan hari KI sedunia di Indonesia kali ini menjadi masukan yang sangat berharga untuk penyelenggaraan kegiatan serupa di tahuntahun berikutnya. Menurut salah satu konsultan HKI terkenal Gunawan Suryomurcito, peringatan hari kekayaan intelektual sedunia pada masa-masa mendatang sebaiknya dirancang sebagai kegiatan tahunan yang berkelanjutan dengan persiapan pada tahun fiskal sebelumnya. Tema lokal perlu dirumuskan juga dalam rangka mendukung tema yang dipilih oleh WIPO. Fokus kegiatan sebaiknya mengenai peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai kekayaan intelektual dan HKI, dengan titik berat pada peningkatan kreativitas masyarakat dan kesadaran bahwa kreativitas yang menghasilkan kekayaan intelektual itu akan mampu meningkatkan
3
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
Sementara itu Konsultan HKI lain, Andrew Conduit menilai pelaksanaan peringatan hari KI sedunia selama ini sudah bagus seperti jalan sehat yang sudah pernah diselenggarakan pada tahun 2008 dan kegiatan lainnya. Tujuan diadakannya peringatan hari KI tentunya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekayaan intelektual, Andrew sangat menyayangkan kegiatan tersebut tidak terlaksana pada tahun 2009. Untuk itu seharusnya diselenggarakan berbagai kegiatan yang besar dan meriah. Untuk masalah dana pasti banyak pihak yang mau memberikan bantuan. Zain Adnan, Konsultan Hki pada kantor hukum terkemuka memiliki pandangan bahwa pelaksanaan peringatan hari KI sedunia selama ini kurang dipublikasikan melalui halaman utama surat kabar terkemuka sehingga terkesan kurang penting. Tujuan diadakannya peringatan hari KI secara umum tentunya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya HKI dan secara khusus adalah pesan untuk DJHKI bahwa tujuan sosialisasi HKI selama ini belum terlaksana secara maksimal. Untuk selanjutnya Adnan berharap adanya penyelenggaraan pameran teknologi yang dapat menjembatani antara inovator dan kalangan bisnis yang akan membeli invensi tersebut. Konsultan HKI lain Adrianus Budiyanto berpendapat bahwa peringatan hari KI sedunia mutlak diperlukan untuk mengingatkan kita semua mengenai pentingnya HKI. D a l a m p e l a k s a n a a n ny a , peringatan hari KI sedunia seharusnya tidak sekedar
FOKUS
diperingati secara seremonial melainkan harus dilakukan usaha-usaha yang berkesinambungan terkait dengan sosialisasi HKI kepada masyarakat luas. Banyaknya pejabat negara yang salah menyebut istilah HKI, sebagai contoh: “Mematenkan Merek”, harus menjadi tanggung jawab kita bersama, terutama DJHKI sebagai lembaga yang paling berkepentingan. Lebih lanjut menurut Adrianus sosialisasi HKI melalui seminar, lokakarya dan sejenisnya hanya menjangkau kalangan tertentu dan daerah tertentu. Untuk itu diperlukan sosialisasi HKI yang menyeluruh, terutama bagi kalangan Usaha Kecil Menengah (UKM). Kalangan UKM ini memerlukan perhatian dan perlakuan khusus baik dalam pengenalan HKI maupun dalam hal proses permohonannya. UKM ini tidak bisa dilepas begitu saja karena merupakan ujung tombak perekonomian bangsa. Mereka juga yang kita harapkan dapat bersaing dengan produk-pruduk murah dari Cina yang selama ini dianggap sangat mendominasi dan mengancam kalangan UKM.
keterbatasan SDM yang ada menjadikan sosialisasi HKI selama ini belum terlaksana secara maksimal. Untuk itu DJHKI harus bekerja sama dengan pihak lain, misalnya konsultan HKI yang didorong untuk membantu melakukan sosialisasi HKI karena mereka ini yang sering berhubungan dengan masyarakat pemohon HKI dari berbagai kalangan. Ucapan selamat atas perayaan hari KI d i s a m p a i ka n o l e h D e ka n Fakultas Desain Universitas Paramadina, Noel Febry Ardian. Noel berharap sosialisasi HKI ke depan lebih bagus lagi dan lebih menjangkau semua kalangan, lebih diekspos dan lebih diarahkan ke tempat-tempat yang banyak dilakukannya pelanggaran atau kepada mereka yang tanpa sadar melakukan pelanggaran, mengingat negara kita kan sudah dicap sebagai negara yang banyak melakukan pelanggaran HKI. Budaya itu harus dibalik dulu menjadi budaya sadar HKI dan budaya membuat produk-produk yang inovatif dan yang baru.
Konsultan HKI lainnya Asti Wasiska berpendapat bahwa apa yang dilakukan DJHKI dalam rangka memperingati hari KI sedunia yang jatuh pada tanggal 26 April merupakan suatu bentuk usaha yang cukup bagus sebagai upaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya HKI. Sekarang yang harus menjadi prioritas adalah menyadarkan kalangan UKM karena mereka sering menjadi korban karena ketidaktahuan mengenai HKI. Banyak UKM yang karena ketidaktahuannya tersebut mendapatkan somasi dari pemilik merek karena mereka meniru merek yang sudah ada. Hal ini juga sering terjadi di bidang desain industri.
Menurut Noel, HKI ini bisa menjadi batasan dan mengarahkan membuat sesuatu yang baru bukan sebagai hambatan yang kemudian dicari jalan pintasnya. Pada dasarnya batasan itu memang dapat membuat kita menjadi kreatif, seperti Negara Jepang yang sering terjadi gempa sehingga membuat mereka menguasai teknologi dalam membuat rumah atau membuat desain mobil-mobil kecil (city car), Rusia yang memiliki alam yang keras ternyata lebih banyak inovasi teknologinya. Itu semua karena keterbatasan-keterbatasan. Karena keterbatasan HKI yang tidak boleh mencontek, tidak boleh membajak menyebabkan terjadinya kreativitas. Dengan pengertian bahwa masyarakat harus tahu benar bahwa kalau mereka tidak membajak dapat menghasilkan sesuatu yang lebih bagus.
Memang tidak bisa dipungkiri kalau DJHKI masih menemui banyak kendala dalam melakukan sosialisasi HKI. Dana yang terbatas, wilayah Indonesia yang begitu luas serta
Jadi komunikasi dan pesan mengenai HKI ini disampaikan kepada masyarakat secara persuasif, tidak semata-mata dengan larangan “jangan begini dan jangan begitu”. Larangan
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
4
FOKUS
seperti ini kemungkinan hanya akan ditanggapi oleh masyarakat dengan dua pilihan, yakni mereka melanggar secara sembunyi-sembunyi atau tidak melakukannya sama sekali. Penyadaran tentang pentingnya inovasi dan kreativitas menjadi sangat penting dalam hal ini. Kita sebagai bangsa Indonesia harus yakin bahwa kita mempunyai semua sumber daya yang dibutuhkan untuk maju dengan tidak melanggar HKI. Dalam sosialisasi kita juga bisa memberikan contoh keberhasilan negaranegara maju yang justru merupakan akibat dari keterbatasan sumber daya alam. Untuk bentuk sosialisasinya sendiri kita harus terarah dulu kepada para pemimpin baik di pemerintahan maupun di instansi swasta. Ketika pemimpin tertingginya sudah sadar, maka mereka dapat secara efektif mengajak bawahannya dan masyarakat juga dapat melihat dan mengikuti apa yang dilakukan oleh pemimpinnya. Selain itu HKI ini kan erat hubungannya dengan orang yang berkarya, ada artis, bintang film, sutradara, pengusaha, ada desainer dan sebagainya. Beberapa dari mereka dapat digunakan sebagai motivator bagi masyarakat untuk menyadarkan HKI sesuai bidangnya. Selain itu yang penting juga untuk disosialisasikan adalah batasan-batasan mengenai pelanggaran HKI karena ini sering menjadi kendala bagi kalangan tertentu yang berusaha kreatif dengan sedikit meniru ide yang sudah ada tetapi masih ragu mengenai batasan yang boleh ditiru dan yang tidak. Putri Fitrisia Wijayanti, seorang mahasiswi Desain Komunikasi Visual Universitas Paramadina menilai sejauh ini pema-haman HKI di kalangan mahasiswa masih kurang namun demikian belakangan terlihat ada kemajuan dalam hal tersebut. Di beberapa kampus HKI sudah menjadi mata kuliah inti dan telah menjadi isu penting karena memang sangat berguna terutama bagi mahasiswa desain sendiri. Mengenai kegiatan dalam rangka hari KI
5
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
sedunia, banyak dari kalangan mahasiswa yang belum tahu kegiatan apa saja yang selama ini telah dilakukan. Walaupun demikian sebagai seorang mahasiswi Putri sangat mendukung apa yang telah dilakukan DJHKI selama ini. Sebagai contoh, lomba inovasi bagi kalangan mahasiswa dan umum itu sangat bagus dan dapat mendorong mahasiswa untuk lebih semangat dan lebih kreatif. Untuk selanjutnya mungkin dapat melibatkan mahasiswa dalam penyelenggaraan kegiatan sosialisasi HKI sehingga bisa terlibat langsung dan tahu bagaimana cara mempromosikan HKI yang efektif dengan kemasan yang menarik sehingga mahasiswa juga bisa merasakan bahwa acara HKI ini merupakan acara yang penting dan bergengsi. Selain itu masyarakat daerah yang penuh dengan budaya seperti Yogyakarta yang mungkin saja banyak dari mereka yang tidak kuliah dan belum tahu HKI tetapi mereka sangat berpotensi untuk kreatif karena kondisi lingkungan mereka. Mahasiswa Jurusan Desain Universitas Paramadina lain, Aicu Supriatna menganggap kegiatan dalam rangka hari KI sudah cukup bagus, seperti pameran akan melibatkan pihak-pihak yang berkarya seperti desainer. Selama ini orang Indonesia sendiri kurang mengenal desainer lokal yang membuat kecintaan terhadap produk lokal menjadi kurang. Padalah saat ini sudah banyak desainer lokal yang tidak kalah bahkan lebih bagus dari desainer asing. Bahkan ada desainer lokal yang justru dikenal di luar negeri tetapi di negeri sendiri kurang dikenal. Hal ini harus menjadi motivator dalam melakukan sosialisasi HKI. Sosialisasi harus dilakukan terus menerus oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun pihak-pihak lain termasuk dukungan dari pihak-pihak yang berpotensi menghasilkan karya intelektual. Budaya masyarakat yang belum sadar akan HKI serta penegakan hukumnya juga harus sama-sama
FOKUS
diperhatikan. Pengertian dan kesadaran akan menghargai karya intelektual orang lain mestinya dimulai dari sekolah dasar (SD) mengingat banyak anak SD yang sudah menggunakan produk-produk berbasis teknologi informasi yang canggih sehingga dengan mudah melakukan pelanggaran seperti mengunduh lagu dan sebagainya. Konsultan HKI terkemuka lainnya Rizky Abdurrachman Adiwilaga secara umum menilai pelaksanaan peringatan Hari KI sedunia tidak banyak berbeda dari tahun ke tahun sehingga tidak ada sesuatu yang berbeda. Namun khusus untuk peringatan Hari KI sedunia yang ke-4 pada tahun 2004, menurut hemat saya DJHKI telah melaksanakan Hari KI sedunia yang sedikit berbeda. Perbedaan yang dimaksud yaitu dengan melaksanakan sebuah acara/kegiatan berupa “Pemilihan Desain Industri Terdaftar Unggulan Tahun 2004”. Acara ini menurut dosen HKI bidang desain ITB ini sangat baik untuk menguji dan menilai dari jumlah sekitar 3800 (tiga ribu delapan ratus) permohonan desain industri yang masuk, apakah desain industri tersebut masuk kategori desain industri yang berkualitas dan merupakan hasil dari proses mendesain yang benar atau tidak. Karena ternyata dalam proses penjurian dapat diketahui bahwa desain industri yang terdaftar tersebut tidak serta merta merupakan sebuah karya desain melalui tahapan proses mendesain, tetapi sebagian besar merupakan barang impor dari Cina, yang oleh pengimpor didaftarkan ke DJHKI dan diklaim sebagai miliknya. Menurut Rizky acara tersebut bagus sebagai cara untuk mengetahui kualitas dari desain yang masuk dan apakah desain industri yang diajukan permohonannya tersebut sah miliknya atau bukan. Peringatan hari KI sedunia ini tujuan utamanya adalah untuk menyoroti peran dan kontribusi dari HKI pada sisi ekonomi, budaya pengembangan sosial dari semua negara dan
juga untuk meningkatkan kepedulian masyarakat serta pemahaman dalam bidang usaha atau jerih payah karya manusia. Secara umum tujuan peringatan hari KI sudah terpenuhi, namun secara khusus untuk memberikan pemahaman dari manfaat ekonomi dari HKI belum begitu menonjol sehingga masyarakat luas tetap belum melihat hubungan antar HKI dan ekonomi. Sebaiknya pelaksanaan hari KI sedunia di Indonesia lebih menekankan pada aspekaspek ekonomi dari HKI itu sendiri sehingga masyarakat luas tidak melihat persoalan HKI semata-mata hanya berbicara perlindungan. Melalui peringatan hari KI sedunia inilah persoalan ekonomi dan HKI ini dapat dijabarkan dalam berbagai jenis kegiatan. Salah satunya adalah bagaimana persoalan HKI ini dapat memberikan cerita orang-orang Indonesia yang sukses dalam wirausahanya berbasis HKI sehingga dapat menghasilkan atau meraih sukses tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Cerita sukses ini penting bagi masyarakat Indonesia untuk membangkitkan semangatnya atau menginspirasi pemanfaatan sistem HKI dalam membangun ekonomi Indonesia. Nus Nuzulia Ishak, Kepala Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia juga beranggapan bahwa HKI sangat penting bagi siapa saja yang memiliki usaha atau inovasi. Untuk para eksportir Nus Nuzulia Ishak selaku penyelenggara pendidikan dan pelatihan selalu memberi masukan tentang apa itu HKI dan bagaimana cara pendaftarannya dan juga perlindungan apa saja yang diberikan oleh HKI. Walaupun memang di dalam UU HKI mengatur tentang waktunya namun sering para eksportir mengeluhkan tentang lamanya mendapatkan sertifikat HKI hingga bertahun-tahun padahal para eksportir terbentur oleh waktu. Untuk itu secara pribadi maupun institusi Nus Nuzulia Ishak berharap adanya pelayanan yang lebih cepat dan tepat sehingga tidak merugikan kalangan industri seperti para eksportir. Kontributor : Agus Dwiyanto, Netri Nasrul, Hastuti Sri Kandini
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
6
Fokus HARI KEKAYAAN INTELEKTUAL SEDUNIA KE-10 (26 APRIL 2010): MENEMUKAN KEMBALI JATI DIRI BANGSA ISWI HARIYANI *
Pada 26 April 2010, untuk ke-10 kalinya, Indonesia sebagai salah satu anggota World Intellectual Property Right (WIPO) memperingati Hari Kekayaan Intelektual (KI) sedunia. Hari KI sedunia biasanya diperingati dengan berbagai acara seperti seminar, pameran, lomba inovasi, kuis, talkshow, jalan sehat, dan sebagainya. Pada Hari KI ke-10 tahun ini, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) berencana menerbitkan tiga sertifikat indikasi geografis dari Indonesia. Ketiga produk lokal yang ditargetkan mendapat sertifikat indikasi geografis tersebut, adalah Kopi Gayo dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Lada Putih Muntok dari Bangka Belitung dan Kacang Oven Jepara dari Jawa Tengah. Seperti diketahui, DJHKI hingga kini baru menerbitkan satu sertifikat indikasi geografis yaitu Kopi Arabika dari Kintamani, Bali. Padahal kita tahu, sangat banyak produk lokal dari berbagai daerah di Indonesia yang layak untuk didaftarkan sebagai indikasi geografis. Peringatan Hari KI sedunia semestinya dijadikan momentum kembali ke jati diri bangsa. Stigma negatif bangsa kita sebagai
* Penulis adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Jember
7
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
salah satu pelanggar berat HKI di dunia, sudah seharusnya kita tinggalkan. Bangsa Indonesia sesungguhnya adalah bangsa yang sejak jaman dulu memiliki kreativitas yang tinggi. Sayang kreativitas tersebut saat ini lebih difokuskan untuk hal-hal negatif seperti pembajakan KI. Padahal nenek moyang kita telah berhasil mengadopsi budaya luar dan meleburnya bersama budaya lokal menjadi karya budaya bernilai tinggi. Mereka berhasil menciptakan Wayang Kulit khas Indonesia, meskipun ceritanya banyak disadur dari kisah Mahabarata dan Ramayana dari India. Mereka juga berhasil menciptakan Keris, Batik, Candi Borobudur, Kapal Pinisi khas Bugis-Makassar, Kapal Jung dari Jawa, Pertanian Subak dari Bali, pembuatan jamu dan kosmetika tradisional, dan lain-lain. Kesadaran kolektif bangsa kita harus disegarkan kembali, agar mereka tidak terus tenggelam dalam kejahatan korupsi, kolusi, nepotisme, pembajakan KI, perusakan lingkungan, dan lain-lain. Pendidikan di Indonesia yang hanya menonjolkan pikiran (Intellegence Quotient (IQ)) harus direformasi dan diganti dengan model Pendidikan Berimbang yang mementingkan keseimbangan pikiran (IQ), perasaan (Emotional Quotient (EQ)) dan hati nurani (Social Quotient (SQ)). Melalui Pendidikan Berimbang, anak didik sejak usia dini dilatih menumbuhkan kemandirian dan kreativitas sehingga kelak diharapkan mereka memiliki
FOKUS daya kreasi yang berguna bagi kemajuan bangsa. Pendidikan saat ini yang menonjolkan pikiran (IQ) hanya akan melahirkan generasi yang pandai tetapi egois, manja, hedonis, materialistik, tidak suka bekerja keras, tidak jujur, senang jalan pintas, tidak kreatif, dan tidak suka menghargai karya cipta orang lain. Semua bangsa pada awalnya pastilah suka "meniru" budaya asing. Sebagai contoh: Jepang. Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II, banyak meniru produk unggulan dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa Barat. Namun mereka kemudian berhasil memodifikasi produk asing tersebut menjadi produk khas Jepang seperti produk-produk elektronik, sepeda motor, dan mobil made in Jepang. Sayang energi bangsa kita sejak era reformasi, lebih senang meniru dan membajak KI hanya untuk tujuan mencari keuntungan pribadi semata, bukan untuk pengembangan teknologi lebih lanjut. Hasilnya, selama era reformasi, kita banyak dibanjiri dengan produk-produk VCD bajakan dan VCD porno yang justru dapat menghancurkan moral bangsa. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka saya mengusulkan agar dalam peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia tahun b e r i k u t n y a l e b i h d i fo k u s k a n u n t u k menumbuhkan kembali kesadaran bangsa bahwa kreativitas adalah salah satu sifat asli dan jati diri bangsa Indonesia. Peringatan Hari KI sedunia dengan demikian harus diarahkan untuk melakukan sosialisasi dan peningkatan kesadaran tentang pentingnya kreativitas dan HKI, terutama pada kalangan generasi muda (siswa/mahasiswa), misalnya dengan membuat lomba karya tulis bertema kreativitas dan HKI, lomba membuat opini hukum tentang kasus HKI, lomba pembuatan merek, lomba membuat desain sederhana, lomba kliping berita HKI, lomba cerdas cermat
HKI, lomba poster HKI, dan lain-lain. Sosialisasi HKI juga harus diarahkan kepada pelaku usaha, khususnya usaha mikro dan usaha kecil. Selama ini mereka telah berhasil menunjukkan kreativitas, namun belum memiliki kepercayaan diri, sehingga banyak produk mereka yang dibeli dengan harga murah oleh para perantara, untuk kemudian diekspor dan diberi merek terkenal, dan kemudian dijual kembali dengan harga tinggi. Mereka pun tanpa sadar hanya bekerja keras layaknya kuli bagi kemakmuran orang-orang asing pemilik HKI. DJHKI juga perlu mulai merancang sosialisasi penggunaan HKI sebagai jaminan atau agunan kredit di bank. Sebagai sebuah hak milik yang bernilai ekonomis, HKI secara hukum sebenarnya dapat dijadikan agunan kredit melalui skema Jaminan Fidusia. UU HKI dan UU Jaminan Fidusia memungkinkan hal ini, namun sayang hingga kini Peraturan Bank Indonesia (PBI 9/ 2007) belum memungkinkan penggunaan HKI sebagai agunan kredit. DJHKI dengan para pelaku HKI harus memperjuangkan penggunaan HKI sebagai agunan kredit agar para pengusaha mendapatkan alternatif baru sumber pendanaan usahanya. Semoga DJHKI dapat menjadi pelopor pemberdayaan bangsa Indonesia dalam bidang HKI. Semoga semua UU dan peraturan HKI, tidak hanya melindungi kepentingan asing, namun yang lebih utama adalah melindungi kepentingan bangsa Indonesia. Semoga industri berbasis HKI semakin berkembang, sehingga dapat menjadi andalan utama ekspor Indonesia. Selamat Hari Kekayaan Intelektual Sedunia Ke10 !
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
8
Fokus REFLEKSI HARI KEKAYAAN INTELEKTUAL: HAPPY ANNIVERSARY! Innovation – Linking the World (2010) LILY EVELINA SITORUS*
Pendahuluan Indonesia sebagai anggota World Intellectual Property Organization (WIPO) memperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia (Hari KI) pada 26 April, serangkaian acara seminar dan pameran digelar untuk memperingatinya, namun di sisi lain pemahaman HKI bagi kebanyakan usahawan nasional masih di tingkat pengenalan karena HKI belum menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kegiatan usaha. Namun demikian, keikutsertaan memperingati H a r i K I d e n g a n b e r b a g a i ke g i a t a n sesungguhnya memiliki satu tujuan yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya HKI dalam kehidupan. Setiap aspek kehidupan manusia pada hakikatnya tidak terpisahkan dari HKI. Misalnya ketika kita melihat sebotol minuman ringan, jika diperhatikan lebih jauh berbagai unsur HKI dapat ditemukan seperti merek dagang, desain industri untuk kemasannya, dan juga rahasia dagang serta paten untuk proses pembuatan minuman yang terdapat di dalamnya. Makna Hari Kekayaan Intelektual Hari KI sedunia ini hendaknya bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mendorong dan membangkitkan semangat untuk berkreasi dan berinovasi di kalangan
masyarakat agar muncul karya intelektual yang bernilai ekonomi. Bagi pengusaha yang selama ini lebih suka mendompleng merek dagang terkenal dalam perdagangan produk hendaknya sudah harus mulai meninggalkan cara seperti itu dalam persaingan. Pemerintah juga hendaknya mulai membangkitkan dan mendorong semangat pengusaha untuk menciptakan merek dagang sendiri yang siap menuju pasar global, tidak hanya berkutat di pasar lokal. Era globalisasi yang sudah di depan mata, seharusnya menjadi tantangan dalam memberikan ruang persaingan yang sehat bagi kreativitas anak negeri. Refleksi Hari Kekayaan Intelektual Penempatan Indonesia kembali pada posisi priority watch list oleh United States Trade Representative (USTR) merupakan kado buruk bagi Indonesia pada peringatan ke-9 hari kekayaan intelektual sedunia. Posisi tersebut mencerminkan bahwa perlindungan dan penegakan hukum berkaitan dengan HKI seperti hak cipta, merek, paten, desain industri dan lain-lain di dalam negeri masih buruk. Sementara itu, jumlah permohonan paten tak pernah mencapai 5.000 invensi per tahun sejak UU Paten No. 6 Tahun 1989 diefektifkan 1 Agustus 1991. Dari jumlah itu, lebih dari 95% adalah permohonan dari luar negeri. Jika jumlah permohonan paten dari dalam negeri tak mencapai 20%, berarti pasar teknologi paten di Indonesia tidak kompetitif. Hal ini disebabkan karena anggaran untuk penelitian
* Fungsional Umum Seksi Klasifikasi Merek pada Direktorat Merek DJHKI
9
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
FOKUS berbasis teknologi paten masih sangat minim.1 Pada tahun 2006 permohonan merek yang diajukan ke Direktorat Jenderal HKI (DJHKI) lebih dari 40.000 merek dan hampir mencapai 200.000 permohonan menjelang pertengahan tahun 2010 (sumber: www.dgip.go.id). Hal ini berarti pemerintah menerima lebih kurang 120 milyar jika biaya satu permohonan merek sebesar Rp600.000 (PP No. 38 tahun 2009). Jika 50% dari total permohonan merek merupakan permohonan domestik maka dapat disimpulkan bahwa betapa tingginya kesadaran pengusaha lokal terhadap urgensi perlindungan merek untuk kepentingan bisnis mereka. Jumlah ini bisa melebihi angka tersebut jika sosialisasi dan pelayanan DJHKI ditingkatkan. Melihat kondisi di atas, menjadi sebuah renungan tersendiri apakah masih perlu merayakan Hari Kekayaan Intelektual jika keadaan tersebut masih belum banyak mengalami perubahan? Refleksi HKI di Berbagai Negara Pelanggaran HKI kini sudah menjadi isu global dan terjadi di banyak negara di dunia, tidak saja monopoli negara berkembang, tapi juga ada di negara maju. Isu pelanggaran terhadap HKI sering dijadikan senjata bagi negara maju seperti Amerika Serikat (AS) untuk menekan negara mitra dagangnya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa pelanggaran HKI begitu marak di dalam negeri. Di sentra perdagangan dan mal Jakarta dengan mudah ditemukan produk aksesori seperti tas kulit, ikat pinggang yang menggunakan merek dagang terkenal. Padahal, produk itu adalah palsu alias barang bajakan. Itulah salah satu alasan mengapa AS memasukkan Indonesia dalam daftar priority
watch list. Alasan lainnya adalah laporan International Intellectual Property Alliance (IIPA) yang mengklaim bahwa potensi kerugian industri berbasis hak cipta AS di Indonesia pada tahun lalu yang mencapai US$ 205 juta. Selain itu, dalam laporan tahunan IIPA juga disebutkan tingkat pembajakan hak cipta baik film, musik, perangkat lunak dan buku di Indonesia masih relatif tinggi yaitu rata-rata 86,3% dengan rincian film (92%), musik (80%) dan perangkat lunak (87%).2 Namun, seharusnya upaya AS itu tidak menyurutkan langkah pemerintah dalam rangka memberdayakan HKI di tanah air. Sebagian besar negara Asia telah berhasil membuktikan hal tersebut, bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Thailand misalnya, jumlah permohonan paten di negara tersebut tidak jauh berbeda dengan Indonesia, sedangkan di Singapura lebih dari 5.000, dan 8% diantaranya dari dalam negeri. Ini patut menjadi renungan, apalagi populasi Singapura tak melebihi populasi Jakarta, sehingga pasar teknologi paten di negara itu bisa dianggap sangat kompetitif. Cina baru saja masuk menjadi anggota organisasi perdagangan dunia (WTO). Namun, sebelum bergabung negeri tirai bambu tersebut telah mengambil kesempatan yang bagus dengan menunda menjadi anggota WTO dengan menyiapkan visi dan misi di bidang pengembangan teknologi dan perdagangannya. Hasilnya, jumlah permohonan paten domestik pada kantor paten Cina mampu berkompetisi dengan permohonan dari luar negeri. Bahkan, permohonan yang diajukan melalui European Patent Office meningkat pesat yakni mencapai ribuan paten sejak beberapa tahun terakhir. Dilema dan Tantangan Beberapa upaya dapat dilakukan pemerintah
Maulana, Insan Budi. Masih Perlukah Memperingati Hari HaKI?. Bisnis Indonesia, 26 April 2006, diunduh dari: http://els.bappenas.go.id/upload/other/Masih%20perlukah%20memperingati-BI.htm 2 Oemar, Suwantin. Hari HaKI, Momentum Mendorong Kreativitas dan Inovasi, 2 5 April 2 0 0 7diunduh , dari: http://web.bisnis.com/kolom/2id95.html 1
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
10
FOKUS dalam rangka memperingati Hari KI sekaligus juga sosialisasi. Indonesia selaku anggota WIPO yang telah memiliki UU HKI sudah tentu perlu bersikap cerdas dan cerdik dalam memanfaatkan keanggotaan di WIPO ini untuk memaksimalkan kepentingan nasional bangsa dan negara Indonesia. Jangan sampai keanggotaan Indonesia di WIPO ini malah menyebabkan kerugian besar dalam bidang perekonomian dan perdagangan internasional, serta memberikan kesengsaraan bagi masyarakat Indonesia sendiri. Misalnya, banyaknya kepemilikan intelektual bangsa Indonesia berupa hasil karya seni dan budaya asli Indonesia malah terlepas dari tangan kita dan menjadi milik negara asing. HKI bagi masyarakat Barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi juga dipakai sebagai alat strategi usaha. Alasannya adalah karena suatu ciptaan atau invensi yang dikomersilkan memungkinkan pencipta atau inventor tersebut untuk mengeksploitasi ciptaan atau invensinya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi karya intelektual tersebut juga membuka kesempatan bagi pencipta atau inventor karya intelektual tersebut untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi individu atau pihak lain, sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk juga dapat berkarya dengan lebih baik sehingga pada akhirnya timbul kompetisi. Namun demikian, untuk kondisi masyarakat Indonesia yang komunal, hal itu masih jauh panggang dari api. Maraknya tingkat pembajakan terhadap karya cipta di dalam negeri mematikan kreativitas seniman dan membuat orang malas untuk menghasilkan karya seni yang bermutu. Hal ini merupakan tantangan berat bagi pemerintah yaitu memulai sosialisasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat tentang bagaimana dampak HKI bagi kehidupan sehari-hari serta
3
menghargai karya intelektual orang lain. Dalam hal ini pemerintah bukan berarti berlepas tangan melihat fenomena yang terjadi. Berbagai upaya telah dilakukan, diantaranya: 1. Pemerintah sudah mencanangkan sejak tahun 2009 sebagai tahun industri kreatif. Sehingga perlindungan terhadap HKI menjadi sangat penting terutama terhadap sumber daya manusia. Dalam 4 tahun terakhir, industri kreatif termasuk industri perangkat lunak telah memberikan peran signifikan terhadap ekonomi nasional, dengan sumbangan 6,5% terhadap produk domestifk bruto (PDB). Dari pertumbuhan tersebut diperkirakan ada 2.500 lulusan sarjana baru yang diserap di sektor ini. Tahun ini pajak dari industri perangkat lunak 3 diperkirakan mencapai US$ 8 juta. 2. Saat ini Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (TIMNAS PPHKI) telah melakukan kerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) guna menekan tingkat pembajakan produk perangkat lunak ilegal di Indonesia. Salah satu bentuk kerja sama yang dilakukan adalah dalam bentuk seminar dan workshop 4 kali dalam setahun untuk para aparat penegak hukum dan perguruan tinggi atau lembaga 4 riset. 3. Direktur Jenderal HKI, Andy Noorsaman Sommeng mengatakan penerapan sistem HKI berbasis teknologi informasi perlu dipercepat untuk mendukung otonomi dan daya saing daerah. Manfaat teknologi informasi bagi masyarakat adalah untuk memberikan pelayanan dan akses informasi tentang HKI, mengurangi dan efisien dalam pembiayaan.5 4. Pemerintah telah menyediakan perangkat lunak legal yaitu open source yang dapat digunakan dengan gratis. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih tegas
http://www.batamtoday.com/news/_media/_downloads/Siaran%20Pers-09041622.pdf ibid. 5 http://www.haki.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1103303719&2 4
11
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
FOKUS lagi menindak para pelaku yang terbiasa memakai perangkat lunak bajakan. Akan tetapi, perlu juga dicermati bahwa tidak semua yang memakai produk bajakan menggunakan hal itu untuk menarik keuntungan. Ada baiknya pemerintah memberi kelonggaran bagi para pihak yang tidak mampu membeli produk asli atau mereka yang masih membutuhkan informasi tanpa perlu takut melanggar aturan yang ada. Penutup Hari KI sedunia pertama kali diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan peran HKI dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga untuk merayakan kontribusi yang dibuat oleh para pelaku inovasi dan sumbangannya yang cukup besar bagi masyarakat dunia. Berikut adalah pernyataan yang pertama kali diutarakan dalam Sidang Anggota WIPO pada bulan September 1998 dimana direktur jenderal National Algerian
Institute for Industrial Property (INAPI) menyatakan bahwa tujuan diadakannya Hari KI sedunia adalah: "[setting up] a framework for broader mobilization and awareness, [opening up] access to the promotional aspect of innovation and [recognizing] the achievements of promoters of intellectual property throughout the world." Tujuan itu tentu tidak akan tercapai tanpa usaha yang jelas dari semua pihak yang terlibat dalam bidang HKI. Akhirnya, bagi Indonesia sendiri jika memperingati Hari KI tanpa didasarkan pada suatu visi, dan sasaran yang jelas serta tindakan evaluasi terhadap pengembangan dan implementasi sistem HKI yang sudah dilakukan pada waktu sebelumnya, maka memperingati Hari KI hanya menjadi sekedar rutinitas dan tidak memberikan manfaat berarti, dan peringatan seperti itu bisa dianggap hanya pemborosan saja.
“HKI bagi masyarakat Barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi juga dipakai sebagai alat strategi usaha.”
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
12
Kolom HKI
SELAYANG PANDANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Toeti Heraty N. Roosseno* I. PENDAHULUAN
dengan nilai dasar kehidupan, yaitu lingkungan, kesehatan atau keadilan. Teorinya, yaitu "Fairness is not in the lexicon of trade negotiations" (keadilan tidak terdapat dalam kamus negosiasi perdagangan).
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat berhubungan dengan kreativitas. Berdasarkan pemikiran Arthur Koestler, di dalam bukunya yang berjudul "The Art of Creation" (1964) kemudian disebut Teori Koestler – kreativitas Kepentingan perusahaan menyangkut mencakup tiga komponen, yaitu Humor, Ilmu negosiasi dalam berbisnis, dimana hal ini dapat Pengetahuan dan Seni. Ketiga bentuk ini membuka akses terhadap perdagangan. Di memiliki dua dimensi, yaitu logika dan emosi. dalam perdagangan tersebut, tentunya unsur Dari segi logika, humor mengandung HKI harus diperkuat. Sebagai contoh, pada benturan/kontradiksi, dan dari segi emosi tahun 1994, di dalam Pertemuan Uruguay sifatnya agresif. Pada Ilmu Pengetahuan, (Uruguay Round) telah dihasilkan suatu dimensi logis adalah integratif, dimana hukum perjanjian internasional dengan nama Trade lama diintegrasikan pada hukum alam yang Related Aspects of Intellectual Property Rights baru. Sementara segi emosi adalah mengambil (TRIPs) yang tujuannya menjamin penetapan jarak/distansi sehingga masalah dihadapi harga terhadap obat-obat yang telah dengan obyektif dan netral. Pada Seni, dimensi dilindungi paten. logis ialah lewat empati, dimana setiap unsur menunjang intensitas1994 Uruguay Round intensitas, sedangkan segi Designed to ensure higher price April 1994 agreement on TRIPs emosi pada seni adalah empati, medicines dimana pencipta melebur dengan empat pada obyek (lihat diagram). Desire of inventors to Protect their discoveries Corporate interest Monopoly power Lose - lose situation Higher prices of monopoly
Selain itu, HKI juga terkait dengan unsur kepentingan. Menurut Joseph E. Stiglitz, Ekonom Amerika yang menerima Nobel pada tahun 2001, di dalam bukunya yang berjudul "Making Globalization Work" (2006), bahwa kepentingan perusahaan bertentangan Komponen
HumorI
Logika EmosiA
Kontradiksi gresi
innovation lowered
Perjanjian TRIPs tersebut telah menimbulkan konflik kepentingan, diantaranya kepentingan para inventor untuk lmu Pengetahuan Seni melindungi invenIntegrasi sinya dimana hal ini Distansi Empati akan menciptakan harga yang mahal
Diagram Komponen Kreativitas Sesuai Teori Koestler untuk Tiga Wilayah Kreativitas
* Konsultan HKI Terdaftar
13
Wider access to knowledge lower prices through competition Academia, consumers increased innovation, faster economy
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
FOKUS untuk suatu obat yang ditemukannya dengan kepentingan akan kebutuhan masyarakat yang berdaya beli rendah terhadap obat dimaksud. Selain itu menimbulkan konflik di antara perusahaan dengan peneliti dan konsumen. Paten sebagai bentuk monopoli diharapkan meningkatkan inovasi dan ekonomi, tetapi tingginya harga suatu monopoli untuk m e n g i m b a n g i b i aya i nve sta s i d a p at meneruskan motivasi inovasi yang telah dihadang oleh invensi lama. Kemudian pertemuan di Maroko pada bulan Januari 2004 maupun di Thailand pada bulan April 2004 dihadang oleh para aktivis yang menolak menggugat produksi obat-obatan. Pertemuan ini dihadiri oleh banyak perusahaan farmasi besar dan terkenal, diantaranya Bristol Myers, Squibb, Pfizer, Abbot Lab dan Roche Groups. Masalah yang mencuat di dalam pertemuan ini adalah konflik antara 'hidup' dan 'keuntungan'. Dapat diambil kesimpulan bahwa sejak rezim HKI, dirasa perlu untuk memiliki keseimbangan antara monopoli (industri farmasi dan entertainment) dan inovasi serta mengambil langkah-langkah yang nyata dalam menyelesaikan masalah tersebut, contohnya penjualan obat-obatan dengan harga terjangkau di negara-negara berkembang, pemerintah melakukan lisensi wajib terhadap o b a t - o b a t a n ya n g d i b u t u h ka n o l e h masyarakatnya, meningkatkan dana untuk penelitian dan menghentikan bio-piracy terhadap pengetahuan tradisional yang seharusnya dilindungi oleh negara. Contoh konkrit di Indonesia adalah Pemerintah Indonesia cq. Kementerian Kesehatan telah melarang seluruh rumah sakit di Indonesia untuk memberikan contoh virus atau bibit penyakit kepada laboratorium kesehatan milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Naval Medical Research Unit two/NAMRU2) sebagai akibat berakhirnya kontrak kerja sama diantara keduanya (Sumber: www.eramuslim.com). Hal ini bertujuan untuk menghindari eksploitasi virus dari negara pembuat vaksin. Pengiriman virus telah diatur di dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor
39 Tahun 1995 yang mensyaratkan bahwa pengiriman semua spesimen penyakit dari Indonesia perlu adanya persetujuan dari Menteri Kesehatan. Kerja sama dua negara ini baru dapat dilanjutkan apabila material transfer agreement (MTA) disetujui kembali. Siti Fadilah Supari pernah menegaskan perlunya bantuan dari negara-negara maju kepada negara berkembang dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga tidak melulu menguntungkan negara-negara maju. II.
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
Pembaharuan dibidang paten juga terjadi sesudah runtuhnya gedung WTC di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dimana rakyat Amerika Serikat berada dalam keadaan krisis kekurangan vaksin Anthrax, yang mungkin sekali karena diserang dengan senjata-senjata biologi oleh para teroris. Dalam keadaan krisis ini, Pemerintah Amerika Serikat telah memutuskan untuk menerapkan lisensi wajib (compulsory license) agar obat Anthrax (obat yang telah memperoleh paten yang diproduksi oleh Bayer, Jerman) dapat diproduksi oleh industri farmasi di Amerika Serikat. Hal ini memberikan keuntungan karena para industri farmasi tidak perlu membayar biaya lisensi paten. Namun setelah kejadian ini, timbul pertanyaan dan pemikiran di masyarakat yaitu bagaimana dengan negara-negara berkembang di daerah tropika/khatulistiwa yang sejak lama mengalami semacam krisis obat Anthrax (atau penyakit tropis lainnya), apakah mereka diberikan kesempatan yang sama seperti Amerika Serikat dengan menerapkan lisensi wajib (compulsory license) terhadap obat-obat tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini tentunya harus mengandung keseimbangan sehingga dapat memperkecil kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang. III. PENUTUP Kekayaan Intelektual lahir dari karya, karsa, cipta manusia berdasarkan kemampuan intelektualitas manusia dan merupakan hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia dalam berbagai bentuk, yang
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
14
Kolom HKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia. Kekayaan alam dan intelektual dalam daya saing harus mendapat perlindungan hukum yang sesuai mengingat: Sumber Daya Alam; Sumber Daya Genetik yang menyangkut biosphere kehidupan: biodiversity penemuan tanaman dan hewan langka; Contoh flu burung, misalnya pembuatan serum (WHO). Dirasa perlu untuk terus meningkatkan kesadaran akan pentingnya HKI sehingga dapat ikut berperan dalam meningkatkan citra Indonesia di forum internasional, merangsang kualitas dan kreativitas masyarakat dalam menghasilkan invensi diberbagai bidang serta mendorong alih teknologi dan ilmu pengetahuan. Perlindungan hukum yang efektif terhadap HKI perlu didukung dengan adanya perangkat perundang-undangan yang lengkap dan m e m b e r i ka n ke s e i m b a n ga n a nta ra kepentingan khusus pemilik HKI yang harus dilindungi dan kepentingan umum yang lebih luas serta koordinasi yang baik antara instansiinstansi terkait. Di samping itu perlu dilakukan upaya menginventarisasi, mendokumentasi dan mengembangkan potensi kekayaan intelektual berbasis pengetahuan tradisional dan budaya tradisional yang ada di lingkungan komunal masyarakat asli sebagai upaya melindungi pemanfaatan kekayaan intelektual tersebut secara komersial oleh pihak asing dan dalam rangka pelestarian tradisi budaya. Agar mampu bertahan dalam era perdagangan bebas, Indonesia perlu meningkatkan kemampuan inovasi teknologi, dimana personil yang terlibat dalam penelitian dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi harus memiliki daya cipta yang tinggi didukung dengan penelitian dan pengembangan yang handal dan berkesinambungan.
15
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
DAFTAR KEPUSTAKAAN 1.
2. 3.
4. 5.
6.
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Tamotsu Hozumi, "Asian Copyright Handbook; Buku panduan Hak Cipta Asia", Jakarta: Asia/Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU) dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), 2006. H. OK. Saidin, "Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2003. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, "Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual", 2007. Yasmon (Rangkayo Sati), "Indonesian Intellectual Property Directory", 2007. Ir. Arry Ardanta Sigit, M.Sc., Makalah dengan judul "Rancangan UndangUndang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional", Juli 2008. Iskandar Alisjahbana, Makalah dengan judul "Copy-left Movement dari M.I.T, yang Mampu Mengecilkan Kesenjangan Kaya-Miskin di Dunia???" Undang-Undang No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Undang-Undang No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Undang-Undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten. Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Draft Rancangan Undang-Undang Merek. Draft Rancangan Undang-Undang Paten. Draft Rancangan Undang-Undang Desain Industri. http://ipdl.dgip.go.id http://www.dinasperkebunanbali.info www.eramuslim.com
Kolom HKI
IDE DAN KEKAYAAN INTELEKTUAL Lista Widyastuti*
Pendahuluan Semua kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan intelektual manusia bermula dengan adanya "ide". Ide merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses kehidupan manusia. Ide adalah rencana yang terbentuk dalam pikiran; buah pikiran; gagasan.1 Selama ide belum dituangkan menjadi suatu konsep dengan tulisan maupun gambar yang nyata, maka ide masih berada di dalam pikiran. Ide yang sudah dinyatakan menjadi suatu perbuatan adalah karya cipta. Untuk mengubah ide menjadi karya cipta dilakukan serangkaian proses berpikir yang logis dan seringkali realisasinya memerlukan usaha yang terus menerus sehingga antara ide awal yang muncul di pikiran dan karya cipta satu sama lain saling bersesuaian sebagai kenyataan.2 Semua karya cipta yang dilahirkan atau dihasilkan atas kemampuan intelektual manusia tersebut memerlukan curahan waktu, tenaga, pikiran, daya cipta, rasa dan karsa. Pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan memiliki nilai tambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, sehingga nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan terhadap karya-karya intelektual.3
Kekayaan intelektual merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property yang biasa kita singkat "IP". Kata intellectual berkenaan dengan karya yang berasal dari intelektual manusia dengan menggunakan daya cipta dan daya pikirnya di bidang sastra, seni dan ilmu pengetahuan serta invensi (invention) di bidang teknologi yang diwujudkan dalam bentuk benda immateriil.4 Jadi, kekayaan intelektual merupakan segala sesuatu hasil olah pikir atau kemampuan intelektualitas manusia yang dapat berupa invensi, karya seni atau karya sastra, simbol-simbol, nama, gambar dan desain. Ide dan Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual (HKI) oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) disebut "creation of the mind" yang berarti suatu karya manusia yang lahir dengan curahan tenaga, karsa, cipta, waktu dan biaya. Ditinjau dari substansinya, HKI adalah "product of mind". Oleh karena itu, setiap karya intelektual patut diakui, dihormati, dilindungi dan dihargai baik secara moral maupun secara hukum. Menurut pandangan David I. Bainbridge, "there are several different forms of rights or areas of law giving rise to rights that together make up intellectual property. They are: Copyright; Rights in performances; The law of confidence; Patents; Registered designs; Design right; Trade marks; Passing off and 5 Trade libel.”
Kepala Seksi Pengkajian dan Pengembangan pada Direktorat Kerja Sama dan Pengembangan DJHKI. Peter Salim, Yenny Salim, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English Press, Jakarta, hlm. 547. 2 Wikipedia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/IDE, pencarian pada tanggal 28 April 2010. 3 Konsep Perangkat Lunak Bebas, diambil dari http://bebas.vlsm.org/v06/Kuliah/ SistemOperasi/2005/82/82-4-textbook.txt, pencarian tanggal 19 Maret 2007. 4 Gordon V. Smith and Russell L. Parr, Intellectual Property: Valuation, Exploitation, and Infringement Damages, John Wiley and Sons Inc., New Jersey, 2005, hlm. 21. 5 David I. Bainbridge, 1995, Cases & Materials in Intellectual Property Law, Pitman Publishing, London, hlm. 3. *
1
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
16
Kolom HKI Justifikasi perlindungan HKI menurut David I. Bainbridge dapat digambarkan dengan ungkapan bahwa setiap orang harus diakui dan berhak memiliki apa yang dihasilkannya. Bila hak itu diambil darinya, ia tak lebih dari seorang budak.6 Thomas Aquinas sebagai salah satu pelopor hukum alam dari negara-negara yang menganut sistem hukum civil law menjelaskan bahwa hukum alam merupakan akal budi yang hanya diperuntukkan bagi makhluk yang rasional, sehingga manusia merupakan bagian dari hukum yang kekal tersebut. Berdasarkan pendapat Thomas Aquinas, maka John Locke, f ils u f I n g g r is ter ke m u ka a b a d X V I I I menjelaskan bahwa hukum hak cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya cipta seorang pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi karya-karyanya dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.7 Perkembangan selanjutnya, perlindungan terhadap ciptaan manusia mendapatkan tempat dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Pasal 27 ayat (2)8 yang menetapkan: " Everyone has the right to the protection of the moral and material interests resulting from any scientific, literary or artistic production of which he is the author." Dalam Deklarasi tersebut ditekankan bahwa
setiap individu berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat serta menikmati kesenian dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mendapatkan manfaatnya.9 Dasar pemikiran diberikannya perlindungan hukum terhadap ciptaan bermula dari sebuah teori yang tidak lepas dari dominasi pemikiran Mazhab atau Doktrin Hukum Alam yang dianut oleh Hugo Grotius. Prinsip tersebut menjadi tiang dari seluruh sistem hukum alam yang salah satunya berbunyi "Prinsip kupunya dan kau punya. Milik orang lain harus ,dijaga."10 Pengaruh Mazhab Hukum Alam ini sangat berpengaruh terhadap individu yang menciptakan pelbagai ciptaan yang kemudian memperoleh perlindungan hukum atas ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual. Hal tersebut sesuai dengan pengaruh dari Immanuel Kant tentang manusia sebagai subjek yang berdaya cipta.11 Bahkan Hugo de Groot dalam bukunya "De re Belli ac Pacis" (Tentang Hukum Perang dan Damai) berpendapat bahwa sumber Hukum Alam 12 ialah pikiran atau akal manusia. Salah satu bidang HKI yang secara konseptual hanya melindungi ekspresi adalah hak cipta. Terdapat permasalahan idea/expression dichotomy dalam wacana akademis. Pokok persoalannya menyangkut dikotomi konsepsi perlindungan hak cipta yang ternyata tidak hanya melindungi ekspresi, tetapi juga 13 melindungi ide.
Ibid., hlm. 7. Afrillyanna Purba dan Gazalba Saleh, TRIPs-WTO & Hukum HKI Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 3. Periksa pula dalam Copyright in Historical Perspective oleh Lyman Ray Patterson, dari Vanderbilt University Press, Nashville US, 1968, hlm. 143, yang menyebutkan bahwa hukum hak cipta pertama kali dikenal di Inggris dengan dikeluarkannya The Statute of Queen Anne yang dikeluarkan oleh Parlemen Inggris pada tahun 1710. 8 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, diambil dari http://www.un.org/ overview/rights.html pencarian pada tanggal 28 April 2010. 9 Pasal 27 of Universal Declaration of Human Rights, adopted and proclaimed by General Assembly resolution 217 A (III) of 10 December 1948. (1) Everyone has the right freely to participate in the cultural life of the community, to enjoy the arts and to share in scientific advancement and its benefits. (2) Everyone has the right to the protection of the moral and material interests resulting from any scientific, literary or artistic production of which he is the author. 10 Imran Nating, Perkembangan Pemikiran Hukum Dari Berbagai Mazhab / Aliran, diambil dari http://www.solusihukum.com/artikel/artikel18.php, pencarian pada tanggal 20 Maret 2007. 11 Asep Warlan Yusuf, Masalah Hukum dan Kekuasaan dalam Perspektif Filsafat, dalam Filsafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya, Remaja Rosdakarya, Bandung. 1994. hlm 170. 12 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 1989, hlm. 60. 13 Margareth Barret, 2000, The Professor Serries: Intellectual Property – Patents, Trademarks, and Copyrights, Emmanuel, New York, hlm. 180. 6 7
17
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
Kolom HKI Hal ini merupakan konsepsi yang merujuk pada fiksasi ide. Menurut Stephen M. McJohn, "Copyright protect an original work of authorship as soon as the work has been fixed in a tangible medium of expressions. Without fixation in tangible form, there is no copyright.”14 Dalam konsep hak cipta, ide yang dilindungi adalah yang telah berbentuk ekspresi. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang telah diatur pada Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Perjanjian TRIPs) Pasal 9 (2) yang berbunyi sebagai berikut: "Perlindungan hak cipta berlaku untuk ekspresi dan tidak untuk ide-ide....." Hal itu merupakan pengertian dasar yang tertua dan yang paling penting dalam hukum hak cipta.15 Sebagaimana pendapat Stephen M. McJohn, "Copyright only grants monopoly rights in one particular way of expressing an idea". Berbeda dengan hak cipta yang melindungi kreasi di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan, paten melindungi invensi di bidang teknologi. Invensi merupakan ide yang dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dalam bidang teknologi, yang dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Inventor adalah seorang secara sendiri atau beberapa orang secara bersamasama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.16 Invensi yang dilindungi paten adalah invensi yang asli dan belum pernah diungkapkan sebelumnya. Jika suatu saat ditemukan bahwa sudah ada yang menemukan proses, produk tersebut sebelumnya, maka hak paten tersebut dapat dibatalkan.
Lain lagi dengan merek yang mengidentifikasi sebuah produk atau layanan dalam wujud simbol, logo serta gambar yang menyertai produk atau layanan tersebut. Ide dalam membuat sebuah merek perlu didasari informasi dasar mengenai produk tersebut. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam membuat nama sebuah merek, antara lain: Memberi penjelasan mengenai nama produk, menguraikan keistimewaanke i st i m ewa a n d a n h a l l a i n ya n g membedakan perusahaan, produk dan jasa layanan. Meringkas nama yang menguraikan karateristik produk tersebut. Menjelaskan siapa yang akan menjadi sasaran dengan nama tersebut. Mengenali sasaran dan karateristik gaya hidup/demografis sasaran. Mencatat beberapa nama dalam dua kategori, yaitu nama baru yang bermakna baru dan nama-nama pesaing. Membuat sebuah daftar dengan ide-ide baru. Mengkombinasi bagian nama-nama dan kata-kata. Mengambil kata-kata, suku kata dan bagian nama-nama yang ada dan mengkombinasikan ke dalam bentuk nama-nama baru.17 Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa manusia adalah makhluk berakal yang berbeda dengan makhluk lain, karenanya manusia dapat menghasilkan suatu kreasi berupa benda-benda, ilmu pengetahuan dan juga seni. Kreasi tersebut seringkali dicapai melalui jerih payah, perjuangan serta pengorbanan yang tidak sedikit. Hasil kreasi tersebut juga seringkali bermanfaat dan memberikan keuntungan bagi masyarakat
Stephen M. McJohn, 2006, Copyright, Examples & Explanations, Aspen Publisher, New York, hlm. 180. Copyright protection is not only available for abstract ideas, processes, methods of operation or facts, even if they are original. Only the manner in which an idea is expressed can be protected under the copyright laws, dalam Unfair Trade Practices & Intellectual Property oleh Roger E. Schechter, Black Letter Series West Publishing Co. ST. Paul, Minn. 1993, hlm. 93. Lihat juga Stephen Fishman, The Public Domain: How to Find & Use Copyright-free Writings, Music, Art & More, Nolo, USA, 2006, hlm. 23, yang menyebutkan syarat utama untuk mendapatkan perlindungan hak cipta yaitu orisinalitas dan bukan dalam bentuk ide. 16 Dimensi Hukum vs Dimensi Etik Hak Cipta, Adrianus Meliala, hhtp://webcache. googleusercontent.com /search?q=cache:diyhjjUslEcJ:student.eepis-its.edu/-onishuya/data/etik, pencarian pada tanggal 28 April 2010 17 Membuat Nama Merek, http://ramakertamukti.wordpress.com/2009/03/22membuat nama merek/, pencarian tanggal 28 April 2010 14
15
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
18
Kolom HKI secara keseluruhan.18 Dan sewajarnya hal tersebut diakui dan dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum masing-masing negara.19 Daftar Pustaka Afrillyanna Purba dan Gazalba Saleh, TRIPsWTO & Hukum HKI Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005 Asep Warlan Yusuf, Masalah Hukum dan Kekuasaan dalam Perspektif Filsafat, dalam Filsafat Hukum, Mazhab dan Refleksinya, Remaja Rosdakarya, Bandung. 1994 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 1989 Desain Industri, http://www.trademark indonesia.com/id/desain.html, pencarian pada tanggal 2 Mei 2010 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, diambil dari http://www.un.org/Overview/ rights.html pencarian pada tanggal 28 April 2010 Dimensi Hukum vs Dimensi Etik Hak Cipta, Adrianus Meliala, http://webcache. googleusercontent.com/search?q=cache:d i y h j j U s l Ec J : st u d e nt . e e p i s - i t s . e d u / onishuya/ data/etik, pencarian pada tanggal 28 April 2010 David I. Bainbridge, 1995, Cases & Materials in Intellectual Property Law, Pitman Publishing, London Gordon V. Smith and Russell L. Parr, Intellectual Property: Valuation, Exploitation, and Infringement Damages, John Wiley and Sons Inc., New Jersey, 2005 Hak Cipta, http://www.trademarkindonesia. com/id/hakcipta.html, pencarian pada tanggal 2 Mei 2010 Imran Nating, Perkembangan Pemikiran Hukum Dari Berbagai Mazhab / Aliran, d i a m b i l d a r i http://www.solusihukum.com/artikel/ artikel18.php, pencarian pada tanggal 20 Maret 2007 Konsep Perangkat Lunak Bebas, diambil dari
2005/82/82-4-text-
book.txt, pencarian tanggal 19 Maret 2007 Kamus Besar Bahasa Indonesia Lyman Ray Patterson, Copyright in Historical Perspective, Vanderbilt University Press, Nashville US, 1968 Paul Goldstein, Copyright, Principles, Law, and Practice Volume 1, Little, Brown and Company, Canada, 1989 Paul L.C. Torremans (ed), Copyright and Human Rights, Freedom of Expression-Intellectual Property – Privacy, Kluwer Law International, Netherlands, 2004 Roger E. Schechter, Unfair Trade Practices & Intellectual Property oleh, Black Letter Series West Publishing Co. ST. Paul, Minn. 1993 Stephen Fishman, The Public Domain: How to Find & Use Copyright-free Writings, Music, Art & More, Nolo, USA, 2006 Wikipedia, ensiklopedia bebas, Ide, h t t p : / / i d .w i k i p e d i a . o r g / w i k i / I D E , pencarian pada tanggal 28 April 2010 Wikipedia, Ekuitas Merek, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Ekuitas_merk , pencarian pada tanggal 29 April 2010 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Paten, http://www.trademarkindonesia.com/ id/paten.html, pencarian pada tanggal 2 Mei 2010 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, pada Pasal 1 angka (1) Membuat Nama Merek, , pencarian tanggal 28 April 2010 Stephen M. McJohn, Copyright, Examples & Explanations, Aspen Publisher, New York, 2006 Venantia Hadiarianti, Artikel Desain Industri Sebagai Ilmu Terapan Dilindungi Hak Kekayaan Intelektual, pencarian pada tanggal 2 April 2010
Paul Goldstein, Copyright, Principles, Law, and Practice Volume 1, Little, Brown and Company, Canada, 1989, hlm. 4. Paul L.C. Torremans (ed), Copyright and Human Rights, Freedom of Expression-Intellectual Property – Privacy, Kluwer Law International, Netherlands, 2004, hlm. 5. 18
19
19
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
BINCANG-bINCANG
ANSORI SINUNGAN Sejak Maret 2010, Dr. Ansori Sinungan S.H., LL.M., pria yang lahir di Metro, Lampung, 12 Februari 1950 memasuki masa purnabakti sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Kerja Sama dan Pengembangan. Lulusan Magister Ilmu Hukum Universitas Illinois, Amerika Serikat dan Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia ini memulai karirnya di Departemen Perindustrian pada 1990, kemudian karirnya terus menanjak di Kementerian Hukum dan HAM dengan menduduki jabatan sebagai Kasubdit Pelayanan Hukum Direktorat Paten, Kasubdit Pelayanan Hukum Direktorat Hak Cipta, DI, DTLST dan RD dan terakhir mengemban jabatan sebagai Direktur Kerja Sama dan Pengembangan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI). Selama mengabdi sebagai PNS, banyak pengalaman yang telah diperoleh mulai dari pekerjaan rutin hingga turut berpartisipasi baik sebagai peserta maupun delegasi pada pertemuan tingkat internasional di berbagai negara. Saat ini ia merupakan dosen pada beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta. Berikut petikan wawancara tim Media HKI (MH) dengan Ansori Sinungan (AS) seputar pendapatnya mengenai berbagai isu yang menarik dalam perkembangan sumber daya genetika, pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional (SDGPT dan EBT). Berkaitan dengan Kelompok Kerja Sumber Daya Genetika, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, bagaimana pendapat anda mengenai perlindungan hal tersebut di Indonesia saat ini? Kalau kita perhatikan singkatan dari GRTKF (Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore) dapat diartikan dalam Bahasa Indonesia sebagai Sumber Daya Genetika, Pengetahuan Tradisional dan Ekpresi Budaya Tradisional atau yang dikenal dengan singkatan SDGPT dan EBT. Sejak rezim HKI diperkenalkan maka muncullah pemikiranpemikiran bagaimana bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang agar dapat memberikan perlindungan terhadap SDGPT dan EBT tersebut. Secara jujur diakui
bahwa rezim HKI yang diperkenalkan di Indonesia dan negara-negara lain tersebut adalah merupakan produk Barat. Untuk negara berkembang sendiri seperti Indonesia masalah HKI jika dilihat dari faktor budaya sedikit m e n ga l a m i r e s i s t e n s i artinya suatu ciptaan atau karya itu kalau dilihat dari konsep budaya kita bersifat komunal padahal HKI itu pada hakikatnya bersifat individual. Tetapi sejak rezim HKI diperkenalkan dan telah menjadi kebijakan pemerintah maka pergeseran nilai tersebut mulai muncul. Mulai saat itulah baru masalah tempe, b atik d an s eb againya menjadi marak dibicarakan walaupun sifatnya masih komunal atau masih milik bersama tetapi sudah mulai ada perasaan tidak senang kalau orang lain menggunakan karya atau ciptaan mereka apalagi kalau sudah untuk tujuan komersil dan tanpa izin. Itu hal pertama, yang kedua, dengan diperkenalkannya rezim HKI yang notabene berasal dari Barat. Ditambah lagi, kita sudah menjadi anggota ketentuan TRIPS tersebut. Hal tersebut berarti kita harus memberikan perlindungan yang memadai terhadap semua karya intelektual yang ada. Itu artinya, kalau ada pelanggaran-pelanggaran HKI di Indonesia kita harus bisa mengambil suatu sikap dan tindakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Jadi inti dari pernyataan saya tersebut adalah kita harus mematuhi TRIPS. Tetapi yang banyak kita lindungi saat ini punya siapa? Untuk merek kita sudah memiliki banyak,
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
20
BINCANG-BINCANG ciptaan juga apalagi sifatnya automatic progressif tetapi di bidang teknologi itu mayoritas adalah asing. Statistik terakhir memperlihatkan 82% itu adalah milik asing dan 8% saja lokal. Hal tersebut berarti semua produk HKI seperti paten, merek, desain, hak cipta dan lain-lainnya yang dimiliki oleh pihak lain juga harus kita berikan perlindungan kalau kita memanfaatkannya, menggunakannya, memakai atau apapun yang merupakan hak eksklusif. Terhadap pemegang hak tersebut kita harus minta izin terlebih dahulu dan lebih jauh lagi kita harus mendapatkan lisensi dan termasuk juga membayar royalti. Azas resiprositas? Ada yang resiprositas, ada yang tidak. Resiprositas itu khususnya untuk hak cipta saja tapi yang lain itu kembali kepada bagaimana hukum positif yang ada di Indonesia. Artinya kalau selama ini kita banyak membayar, kita banyak membeli dan lain sebagainya terhadap HKI-HKI orang lain, sekarang bagaimana counterbacknya? Apa yang kita punya? Milik kita adalah GRTKF tadi yang menurut indikasi banyak juga dimanfaatkan, diexpertasi secara komersil oleh pihak-pihak lain atau pihakpihak asing. Oleh sebab itu, pemerintah sejalan dengan apa yg diperjuangkan di tingkat internasional melalui forum International Government Committee on Genetic Resources Traditional Knowledge and Folklore (IGC GRTKF). Dalam forum tersebut GRTKF tadi juga bisa mendapatkan perlindungan di masingm a s i n g n e ga ra te r u ta m a d i n e ga ra berkembang. Hal ini banyak ditentang oleh negara maju, karena mereka tidak bisa lagi mengakses yang selama ini bebas mereka akses sekarang ini. Untuk itu terdapat sejumlah biaya yang harus dibayarkan. Bagaimana dengan perkembangan rencana International Legally Binding? Perjuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia supaya lahir instrumen tadi (red: international legally binding) kelihatannya memang dibuat sedemikian rupa oleh negara-negara maju supaya tidak jadi dan berhasil. Setengah hati begitu? Bukan, betul-betul perjuangan di sana itu.
21
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
Maksudnya negara maju tidak ada? Kalau bicara soal HKI itu bicara soal politik dan selain itu kita juga bicara mengenai ekonomi juga. Singkatnya kita bicara strategi politik di bidang perekonomian kalau kita berbicara mengenai HKI. Lebih jauh kalau diperhatikan lagi rata-rata traktat internasional di bidang HKI dibuat oleh negara maju. Terdapat lebih kurang 23 traktat tetapi kita baru mulai satu. Tra k t a t u n t u k p e r l i n d u n g a n G R T K F pembahasannya sangat tersendat-sendat. Gara-gara hal tersebut kita jadi berpikir untuk mengambil new track. New track itu kalau tidak selesai di tingkat multilateral di forum IGC Jenewa maka kita akan mencoba membuat di luar WIPO seperti halnya yang pernah kita lakukan. Tentu itu memerlukan perjuangan diplomasi? Perjuangan diplomasi? Pengertian diplomasi itu kan bagaimana kita membawa misi untuk kepentingan nasional dan internasional yaitu dengan cara diplomasi. Tetapi bagaimana kita memperjuangkan itu adalah melalui negosiasi. Negosiasi secara multilateral. Nah, yang dimaksud dengan new track tadi membuat semacam event internasional kepada negaranegara yang memang memiliki keinginan untuk melahirkan traktat-traktat. Jadi kalau misalnya dia punya keinginan silahkan bergabung, kalau tidak itu haknya. Jadi segala yang terjadi misalnya dengan lahirnya traktat kita di bidang Zona Ekonomi Eksklusif, ZPD (Zone of Proximal Development) dan banyak lagi yang hanya berkepentingan saja. Nah, traktat ini nanti harapannya bersifat resiprosikal, perlindungan secara timbal balik artinya siapa penandatangan dari traktat ini harus saling memberikan perlindungan pada GRTKF. Misalnya, pelanggaran GRTKF milik Indonesia terjadi di negara lain misalnya di Afrika Selatan atau di Meksiko. Kebetulan mereka ini juga anggota traktat maka dia wajib juga memberikan perlindungan terhadap produk-produk kita yang dilanggar tersebut. Sebaliknya kalau ada milik mereka yang dilanggar di Indonesia maka kita juga wajib menegakkan perlindungan. Jadi bersifat resiprosikal seperti halnya yang ada di Bern Convention. Apakah langkah ini sudah dimulai? Kalau kita bicara mengenai langkah, kita sudah
BINCANG-BINCANG melakukan sebanyak 15 kali pertemuan di tingkat ini. Tapi pada pertemuan yang ke-14 terjadi deadlock. Kemudian masalah tersebut dibawa lagi pada perundingan berikutnya, dengan keputusan pada saat itu akan diteruskan. Mau diteruskan sampai kapan? Kalau hal tersebut terus dilakukan maka tidak akan ada perubahan dan hanya membuang waktu dan biaya saja. Kenyataannya tetap tidak ada hasil. Kemudian muncul ide jika beberapa tahun lagi, misalnya dua tahun tidak juga ada hasilnya, saya rasa Indonesia perlu mengambil langkah-langkah tersebut. Indonesia, saya rasa cukup mendominasi dalam negosiasi GRTKF ini, yaitu dengan ideide yang kita sampaikan. Misalnya dengan deklarasi di lingkungan GRTKF agar segera ada instrumen yang mengikat hal tersebut seperti konferensi Asia Afrika. Dapat juga diperluas lagi dengan tambahan negara-negara Amerika Latin, Afrika dan lain sebagainya. Hal ini adalah contoh upaya pemerintah. Di tingkat nasional kita harus sejalan dengan perjuangan di tingkat internasional. Kondisi secara nasional saat ini adalah kita sedang menyusun Rancangan Undang-Undang yang disebut dengan R a n ca n ga n U n d a n g - U n d a n g te n ta n g Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Itu sudah kita usulkan untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) tetapi belum masuk dalam pembahasan tahun 2010. RUU ini harus sejalan dengan pembahasan yang ada di forum internasional, maksudnya apa? Bahwa yang di tingkat internasional itu adalah perlindungan dari segala bentuk eksploitasi secara komersil. Oleh sebab itu semuanya menjadi kewenangan WIPO. Tapi kalau untuk pelestarian dan reservasi itu adalah untuk tujuan perlindungan dari hal-hal seperti kepunahan. Bagaimana caranya agar warisan-warisan tersebut tetap terpelihara sehingga tidak hanya menjadi National Heritage tapi lebih jauh lagi menjadi World Heritage. Tempatnya itu adalah di United Nation Educational, Scientific Cultural Organization (UNESCO). Kebetulan di UNESCO itu baru ada tiga produk dari Indonesia yaitu, keris, wayang dan batik. Dibandingkan negara lain, jumlah produk GRTKF kita yang terdaftar masih sangat sedikit. Negara lain yang tidak sekaya Indonesia saja sudah melindungi banyak sekali produk GRTKFnya. Kondisi ini adalah tantangan buat negara kita untuk dapat mendaftarkan lebih banyak lagi produk GRTKF. Pengajuan dilakukan dari Depbudpar yang merupakan focal point untuk masalah itu. Jadi
Hal ini pembahasannya lebih banyak di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Undang-Undangnya untuk sementara sudah ada, yaitu Undang-Undang Cagar Budaya. Kemudian sekarang ada lagi yang namanya Rancangan Undang-Undang tentang UU kebudayaan. Yang penting antara UU yang satu dengan UU yang lain jangan sampai tumpang tindih. Di tingkat internasional pun itu sudah ada konvensinya untuk perlindungan produkproduk budaya tersebut, tetapi di bawah koordinasi UNESCO. Jadi maksud saya itu, RUU kita juga harus sejalan dengan perjuangan kita yang berkaitan dengan lahirnya traktat tersebut. Intinya adalah bagaimana memberikan perlindungan dari setiap pemanfaatan yang bersifat komersil, kalau pelestarian sudah ada. Terdapat kondisi dilematis dalam perlindungan produk budaya. Di mana letak dilematisnya? Di satu sisi kita menginginkan adanya promosi, supaya budaya kita dikenal di luar negeri, yaitu dengan adanya promosi-promosi dan pengumumanpengumuman. Tetapi di sisi lain kita menginginkan adanya perlindungan dari setiap eksploitasi itu tadi. Oleh karena itu perlu kita pilah. Untuk sementara konsep perlindungan HKI kita yang berdasarkan RUU hanya diperlakukan sebagai pemeliharaan custodian PTEBT tadi guna melakukan perjanjian dan kesepakatan. Tapi bagaimana dengan peranan Pemerintah Daerah? Tentunya nanti perjanjian itu akan dicatatkan, didata. Baik itu hak paten maupun hak provisi. Apakah diatur juga mengenai Benefit Sharing? Tentunya dalam perjanjian itu tadi, antara masyarakat sebagai pemelihara dengan si pengguna itu tadi terdapat kesepakatan bersama dalam rangka untuk mendapatkan benefit sharing. Yang jadi masalah bahwa mereka itu nanti perlu adanya semacam pendampingan. Pendampingan itu nanti kalau mereka bisa menunjuk sendiri silahkan. Kalau tidak, Pemda setempat wajib melakukan pendampingan terhadap masyarakat tersebut. Terhadap sesama bangsa Indonesia itu tidak diperlukan. Cuma karena selama ini kita dalam rangka program pengembangan budaya Bhinneka Tunggal Ika untuk menghindari ko n f l i k h o r i zo n t a l m a k a k i t a t i d a k memperlakukan itu sesama bangsa, jadi kita bebas. Bagaimana dengan pemanfaatan dan
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
22
BINCANG-BINCANG komersialisasi PTEBT di luar negeri tanpa sepengetahuan dan seizin kita? Di situlah manfaat traktat yang ada, kalau traktat tersebut ada dan sifatnya harus memberikan perlindungan secara timbal balik sesama anggota. Itulah yang disebut bersifat resiprokal. Jadi kalau ada orang asing yang memanfaatkan milik kita yang merupakan anggota traktat maka dia bisa dikenai dengan UU nasional negara bersangkutan yang berlaku. Apakah sementara ini belum ada peraturan yang jelas mengenai hal ini? Untuk sementara ini memang belum ada peraturan mengenai hal ini terutama untuk pelanggaran oleh pihak asing tersebut. Tetapi untuk bidang Genetic Resources sudah ada yang namanya izin akses. Untuk izin penelitian itu sudah harus melalui Ristek (red: Kementerian Negara Riset dan Teknologi). Kemudian di ZPD juga ada masalah benefit sharing yang kebetulan belum diatur juga. Nanti semacam undang-undang yang berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup untuk mengatur masalah benefit sharing tersebut. Itu kalau terjadi eksploitasi secara komersil di luar negeri. Tapi kalau seperti kasus tari Pendet itu kita belum bisa melakukan apaapa. Tetapi masih ada satu mekanisme kalau kita memang mau mencoba bisa dilakukan dengan memanfaatkan keanggotaan kita pada WIPO Performance and Phonogram Treaty (WPPT). Tetapi yang bisa melakukan tersebut adalah si pelaku seni tersebut, jadi ya si penari tersebut. Karena di dalam traktat tersebut para penari, pelaku seni atau performer. Mereka bisa melarang pihak lain untuk memotret, merekam, mengumumkan, menyebarluaskan dan menyiarkan sebuah karya tanpa izin. Ini menurut konvensi WIPO Performance and Phonogram Treaty. Yang menjadi masalah sekarang adalah sejauh mana mereka mengetahui bahwa karya tersebut dipergunakan untuk tujuan komersil? Seperti iklan dan lain sebagainya? Itu kalau mau melakukan uji coba. Pertanyaan berikutnya adalah apakah mereka mampu untuk menuntut hal tersebut di luar negeri? Karena proses tersebut membutuhkan biaya yang sangat mahal. Seperti untuk membayar pengacara dan sebagainya. Tentunya dalam hal ini pemerintah yang harus bisa mengambil inisiatif. Tetapi perlu dipikirkan juga secara
23
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
matang dan secara cermat tentang legal standing-nya. Apakah cukup kuat legal standing–nya untuk melakukan penyelidikan di sana? Berarti kasus kemarin tidak termasuk? Bagaimana akhir dari kasus tari Pendet? Hal tersebut sudah diselesaikan secara diplomatis. Menurut saya hanya menyangkut hak moral saja karena kebetulan tidak disebutkan sumbernya bahwa asal tari Pendet tersebut adalah dari Bali tetapi hanya menyebutkan ”Truly Indonesia“ berarti berasal dari Indonesia dan “Truly Asia“, berasal dari Asia. Harapan selanjutnya terkait dengan GRTKF? Harapan saya terkait dengan hal tersebut adalah adanya sarana perlindungan yang bisa memberikan manfaat untuk kepentingan masyarakat terutama masyarakat yang memelihara. Memberikan perlindungan terhadap produk-produk budaya kita dari segala bentuk pemanfaatan secara komersil. Kalaupun ada pemanfaatan secara komersial masyarakat sendiri juga bisa menilai apa yang mereka lakukan. Apa saja gebrakan yang sudah dilakukan Timnas (red: Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual)? Saya rasa informasi tentang Timnas ini kan sudah cukup banyak. Pembentukan Timnas oleh Presiden ini adalah dalam rangka penanggulangan pelanggaran-pelanggaran HKI, yang pada saat itu sudah mencapai tahapan yang cukup serius dan memprihatinkan karena banyaknya pelanggaran. Untuk itulah dibentuk Timnas yang intinya adalah penegakan hukum. Karena sudah terlanjur dibentuk maka keanggotaannya juga tidak hanya terbatas kepada instansi pemerintah di bidang penegakan hukum tetapi juga instansi di luar instansi penegakan hukum yang masih ada kaitan erat dengan masalah strategi pembangunan di Indonesia seperti organisasi pertanian, perdagangan, kemudian Diknas dan lain sebagainya. Jadi dalam Timnas tersebut kerja sama yang dilakukan lebih banyak bersifat koordinatif. Sedangkan pelaksanaan tugasnya di lapangan itu kembali ke tupoksi masing-masing. Sudah banyak yang kita
BINCANG-BINCANG
lakukan selama ini yaitu, sosialisasi baik kepada instansi pemerintah, instansi penegak hukum dan masyarakat. Timnas juga menjadi semacam wadah untuk merespon pihak-pihak internasional baik secara bilateral, regional maupun multilateral terhadap masalahmasalah HKI. Kemudian Timnas juga melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti yang terakhir di Bali yaitu workshop tentang penyamaan persepsi dalam penegakan hukum. Alasan penyelenggaraan kegiatan ini adalah kelemahan penegakan hukum dalam HKI seperti besarnya perbedaan persepsi antara aparat penegak hukum dalam melakukan penegakan. Dalam kegiatan tersebut terdapat 19 butir yang sudah disepakati dan mudah-mudahan dapat menjadi acuan atau pedoman bagi aparat penegak hukum dalam melakukan tugastugasnya. Intinya adalah dengan adanya koordinasi dan persamaan persepsi maka kasus-kasus yang memiliki bukti-bukti yang cukup kuat maka harus segera dituntaskan sampai mendapatkan keputusan pengadilan sehingga mempunyai kekuatan hukum yang Jelas. Itulah tujuan dari program penyamaan persepsi tersebut. Selama ini sepertinya terlihat lebih fokus ke penegakan hukum Hak Cipta seperti pembajakan? Ya karena dari pelanggaran-pelanggaran yang cukup menonjol adalah di bidang Hak Cipta. Hak Cipta itu yang paling banyak memiliki obyek perlindungan. Obyeknya adalah karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Di bidang ini cukup signifikan pelanggaran yang terjadi, sehingga dianggap paling banyak merugikan seperti di bidang perangkat lunak, lagu-lagu, buku-buku dan lain sebagainya. Terlepas dari adanya keluhan yang memang harus kita respon dengan adanya pelanggaran tersebut, pemerintah memang sudah bertekad sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku untuk terus melakukan penegakan hukum di bidang HKI. Tetapi penegakan hukum ini juga tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah saja tetapi kesadaran masyarakat juga sangat diperlukan. Oleh sebab itu untuk menimbulkan kesadaran masyarakat di bidang HKI ini maka harus dilakukan mulai dari awal, dalam arti perlu dilakukan perubahan budaya HKI itu tadi atau yang disebut kultur HKI. Itu bisa kita mulai dari Taman Kanak-kanak, SD, SMP dan seterusnya.
Ansori pada acara Seminar Sub-Regional WIPO tentang Manajemen Hak Cipta dan HKI Lainnya di Bidang Industri Periklanan di Bandung.
Budaya HKI itu dalam arti sempit misalnya tidak mencontek dalam ujian sehingga mereka jadi menghargai karya teman-temannya dan mereka juga jadi lebih kreatif dan bangga dengan karyanya sendiri. Program seperti ini tidak bisa selesai dalam waktu yang singkat namun merupakan program jangka panjang. Bisa dalam waktu 10 tahun atau 20 tahunan. Barulah kita mulai terbiasa dan bisa menjadi budaya. Tapi untuk generasi yang sekarang rasanya agak sulit karena terjadi kondisi dilematis dalam penegakan hukum. Apakah ada kaitannya dengan ekonomi? Keterjangkauan produk-produk? Keterjangkauan masyarakat untuk membeli produk asli kurang karena harganya yang mahal. Secara ekonomi itu memperlihatkan kondisi yang sangat realistis. Kalau ada harga yang lebih murah kenapa harus membeli produk yang mahal? Kan begitu logikanya. Masyarakat kelas menengah ke bawah atau menengah ke atas pun pasti akan melakukan hal yang sama karena kontennya sama? Buktinya sudah banyak orang asing yang membeli produk-produk bajakan tersebut. Apakah ada juga koordinasi atau kerja sama dengan pihak-pihak swasta untuk perangkat lunak yang resmi dan murah? Kita juga ada kerja sama dengan pihak-pihak yang memang memiliki hak-hak tersebut. Tentunya mereka juga mengeluh karena sudah merasa dirugikan. Jadi menurut mereka yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
24
BINCANG-BINCANG tindakan pemerintah dalam hal ini. Ata u m e n g u r a n g i p a j a k d a r i p i h a k Departemen Keuangan? Sudah jelas pembajakan itu banyak menimbulkan dampak. Antara lain terhadap citra bangsa di tingkat internasional terhadap tingkat pembayaran pajak. Sudah dapat dipastikan bahwa para pembajak tersebut tidak membayar pajak dan akan mematikan kreativitas. Kemudian investor juga akan enggan untuk melakukan investasi di Indonesia karena mereka tidak nyaman atas adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut juga atas kondisi penegakan hukum yang ada. Itu beberapa dampak yang mungkin secara nyata bisa kita lihat kalau masalah pembajakan ini tidak kita tangani secara memadai. Adakah kesan tersendiri dalam menjalankan tugas sebagai Direktur Kerja Sama dan Pengembangan? Ada yang mengatakan bahwa jika ditempatkan di Direktorat Kerja Sama dan Pengembangan itu akan agak santai. Ternyata setelah saya m e n j a b at D i re k t u r Ke r j a S a m a d a n Pengembangan, saya hampir tidak menemui dugaan tersebut. Bahkan waktu luang saya menjadi sangat sedikit karena banyaknya kegiatan. Saya tidak bisa selalu datang dan berada di kantor. Di sinilah pentingnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi sehingga saya dapat memantau dan melakukan tugas dari luar kantor. Dalam hal ini tentunya teknologi informasi sangat difungsikan? Dalam manajemen moderen fungsi teknologi informasi harus berjalan sesuai fungsinya. Untuk itu kualitas staf yang merupakan faktor penunjang lancarnya pelaksanaan tugas dan perintah jarak jauh. Dan saya beruntung teman-teman di Direktorat Kerja Sama dan Pengembangan ini cukup bisa diandalkan. Dalam arti cepat tanggap mengenai apa yang harus dilakukan, sudah saling mengerti. Mudah-mudahan Direktorat Kerja Sama dan Pengembangan tidak dilikuidasi, karena volume kerjanya yang begitu besar. Justru pengembangan HKI ini sangat banyak mendapat dukungan dalam kegiatan-kegiatan kerja sama baik yang sifatnya bilateral, regional ataupun multilateral. Di situ bisa terlihat
25
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
besarnya peranan Direktorat Kerja Sama dan Pengembangan. Bagaimana kesan-kesan ketika menjabat sebagai Direktur Hak Cipta, DI, DTLST dan RD sebelum menjadi Direktur Kerja sama dan Pengembangan? Posisi itu kan juga berat? Kalau kita lihat strukturnya memang sudah (red: sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat). Artinya, bagaimana membentuk suatu struktur organisasi, kita lihat dari apa yang sebenarnya harus kita lakukan dan apa yang harus kita bentuk sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Kalau unit teknis akan lebih banyak bersifat teknis. Saya juga pernah di Direktorat Paten kemudian di Direktorat Hak Cipta, DI, DTLST dan RD dan terakhir di Direktorat Kerja Sama dan Pengembangan. Saya kira semua direktorat itu secara umum sama beratnya cuma berbeda fokusnya. Bisa dijelaskan secara singkat mengenai disertasi Anda yang mengangkat topik mengenai Perlindungan Desain Industri, Tantangan dan Hambatan dalam Prakteknya di Indonesia? Pada saat saya menjabat sebagai Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, saya menemui banyak sekali permasalahan-permasalahan dalam implementasi undang-undang terutama Undang-Undang Desain Industri, sehingga saya sangat tertarik sekali untuk menulis disertasi di bidang perlindungan desain industri dan permasalahannya. Permasalahan yang terjadi di Undang-Undang Desain Industri kita adalah sistemnya yang merupakan kombinasi dari pendekatan hak cipta dan paten. Pendekatan hak cipta tanpa pemeriksaan, pendekatan paten melalui pemeriksaan. Di Undang-undang Desain Industri tersebut dikatakan bahwa apabila permohonan tidak mendapatkan oposisi maka langsung diberi. Dulu kenapa dibuat sedemikian rupa Undang-undang Desain Industri tersebut itu, alasannya adalah dalam rangka memberikan kesempatan yang seluasluasnya terhadap usaha kecil dan menengah. Artinya desain-desain mereka bisa masuk kalau tidak ada oposisi. Ternyata sistem ini yaitu yang menggunakan pendekatan hak cipta banyak dimanfaatkan oleh para pemohon yang memiliki pikiran tidak baik, yang notabene
BINCANG-BINCANG
bukan dari UKM tapi dari pengusaha menengah, kalau pengusaha atas mereka sudah lepas. Mereka banyak mendaftarkan desain-desain yang sebenarnya sudah tidak baru, tetapi karena undang-undangnya seperti itu dan kalau tidak ada oposisi maka mereka granted. Kemudian waktu pengumumannya juga sangat singkat, hanya tiga bulan di Tangerang. Kalau kondisinya seperti itu orang tidak sempat untuk melihat. Celakanya begitu mereka sudah mendapatkan sertifikat desain industri mereka melaporkan pesaingpesaingnya ke polisi. Apakah itu yang akhirnya menimbulkan banyak kasus? Dan kasusnya selalu sama modusnya seperti itu. Sudah dapat sertifikat, lapor polisi, yang dilaporkan merasa ini sudah tidak baru dan sudah membuat sejak lama dan akhirnya mereka menggugat ke mahkamah (red: pengadilan). Di lain pihak putusan pengadilan pun karena sifatnya yang sangat teknis banyak yang belum memenuhi rasa keadilan sehingga banyak menimbulkan permasalahanpermasalahan di lapangan. Oleh sebab itu, kalau menurut pendapat saya, itu kita lakukan melalui sistem pemeriksaan. Tetapi dalam revisi ini sepertinya dua sistem tersebut masih dilaksanakan, baik pendekatan hak cipta maupun pendekatan paten. Kalau saya perhatikan akan terjadi lagi hal-hal seperti pada permasalahan tersebut. Jadi kesimpulannya adalah bagaimana kita menciptakan suatu undang-undang yang bisa efektif dalam implementasinya dan tidak menimbulkan banyak masalah. Kalau permasalahan pasti akan selalu ada dan tentunya kita menyadari juga bahwa Undangundang Desain Industri kita ini adalah undangundang yang pertama kali. Kalau paten sudah beberapa kali berubah begitu juga dengan UU Hak Cipta sudah beberapa kali diubah. Untuk desain kan masih baru jadi saya pikir merupakan suatu hal yang wajar kalau kita banyak mengalami permasalahan.
Ya bisa saja. Sudah dilakukan revisi, tetapi belum menganut pemeriksaan penuh, tetapi masih ada kombinasi dengan sistem yang lama. Tetapi kita juga belum jadi meratifikasi Hague Agreement atau Geneva Act? Kita belum meratifikasi Geneva Act, tapi kita sudah ada dalam persiapan menuju ratifikasi London Act. Kita sekarang sudah dalam proses untuk.menarik dari keanggotaan itu karena sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kita saat ini termasuk dalam rangka penyesuaian dengan revisi undang-undang kita tadi. Revisi undang-undang kita tadi harus mengacu kepada hukum internasional. Setelah masa tugas di Kemenkumham, apa harapan dan rencana ke depan? Dalam falsafah hidup saya, kita mengabdi kepada bangsa dan negara itu kan tidak harus sebagai pegawai negeri. Di luar itu pun kita juga bisa mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara dalam rangka pembangunan. Di luar pun kita bisa berkiprah di mana-mana seperti mengajar. Banyaklah kegiatan-kegiatan lain yang bisa kita lakukan.
“we finished something to start something”
Apakah mungkin solusinya perubahan UU atau bagaimana?
Mungkin aktifitas dan hobi bermain musik bisa berkembang lagi? Kalau musik itu hobi ya, sampai kapanpun. Itu yang membuat kita bersemangat dan panjang umur juga. Salah satu falsafah saya yang juga saya dapat dari teman adalah “we finished something to start something” maksudnya kita mengakhiri sesuatu untuk memulai sesuatu yang baru, tidak pernah putus. Walaupun saya tidak lagi secara struktural di Ditjen HKI (red: DJHKI) tetapi saya akan tetap menjalin hubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan rezim HKI di Indonesia. Apa yang sudah saya berikan mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk kemajuan HKI dan tentunya juga tidak terlepas dari semua kelemahan yang ada pada diri saya. Saya harapkan HKI ke depan akan lebih maju dan pengganti saya juga bisa melanjutkan bahkan lebih baik dari yang sudah saya lakukan.
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
26
Ragam HKI Workshop Perencanaan Anggaran Reformasi perencanaan dan penganggaran mengakibatkan adanya perubahan struktur program dan kegiatan yang selama ini dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, termasuk Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI). Kondisi inilah yang melatarbelakangi DJHKI u n t u k m e nye l e n g ga ra ka n Wo r k s h o p Perencanaan Anggaran pada tanggal 3 s.d. 5 Maret 2010 di Hotel Permata, Bogor. Kegiatan workshop ini dihadiri oleh beberapa peserta, panitia dan narasumber dari DJHKI, BAPPENAS, Direktorat Anggaran III, Direktorat PNBP, Direktorat Pelaksanaan Anggaran Ke m e nte r i a n Ke u a n ga n R I d a n B i ro Perencanaan serta Biro Keuangan Kementerian Hukum dan HAM RI. Workshop ini diakhiri dengan pembahasan usulan kegiatan DJHKI tahun 2011.
Pelaksanaan Workshop Perencanaan Anggaran di Hotel Permata Bogor.
Beberapa materi yang disampaikan antara lain mengenai: (1) Reformasi Perencanaan dan Penganggaran yang disampaikan oleh Mardiharto TJ dari BAPPENAS; (2) Peranan PNBP dalam APBN yang disampaikan oleh Sumihar dari Direktorat Jenderal PNBP Kementerian Keuangan; (3) Peraturan Kebijakan Pemerintah dalam Pelaksanaan Anggaran Tahun 2010 yang disampaikan oleh Purdwiyanto dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan; (4) Kebijakan Perencanaan dan Penganggaran Kementerian Hukum dan HAM RI yang disampaikan oleh Budi Wihardja dari Biro Perencanaan; (5) Penganggaran Berbasis
27
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
Kinerja yang disampaikan oleh Sudarto MA dari Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Seminar Keliling Peningkatan Pemahaman Tentang Perlindungan HKI Bagi Penegak Hukum Dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang perlindungan HKI bagi para penegak hukum, DJHKI bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelenggarakan roving seminar (seminar kelilin g) dengan tema “Peningkatan Pemahaman Tentang Perlindungan HKI Bagi Penegak Hukum” yang dilaksanakan di dua kota yaitu di Samarinda tanggal 8 s.d. 9 Maret 2010 dan di Surabaya tanggal 11 s.d. 12 Maret 2010. Acara yang diselenggarakan untuk memberikan informasi tentang konsepsi perlindungan hukum di bidang HKI bukan lagi sekedar kepentingan negara tertentu, m e l a i n ka n te l a h m e n j a d i ko m i t m e n internasional untuk mewujudkan sistem proteksi yang berkeadilan, berkepastian hukum, serta bermanfaat bagi masyarakat dunia khususnya dalam sistem perdagangan dan perekonomian internasional. Menyikapi p e r ke m b a n g a n d u n i a s a a t i n i d a n menyongsong era globalisasi, maka masingmasing negara melakukan berbagai upaya yang dinilai dapat mempertahankan stabilitas perekonomian nasionalnya. Demikian pula dengan Pemerintah Indonesia yang telah memiliki peraturan perundang-undangan nasional di bidang HKI.
Peserta JICA Roving Seminar berfoto bersama dengan para pembicara di Swiss-Belhotel Borneo, Samarinda.
RAGAM HKI Direktur Jenderal (Dirjen) HKI dalam sambutannya mengatakan ”Sebagaimana halnya dengan sistem perlindungan yang sudah dikenal dan diterapkan, HKI juga memerlukan sistem perlindungan hukum yang memadai dan memungkinkan seseorang pemilik kekayaan intelektual yang dapat digunakan sendiri dan/atau untuk dapat mencegah pihak-pihak lainnya yang tidak berhak telah menggunakan, memanfaatkan/mengeksploitasi kekayaan intelektual dimaksud”.
Dirjen HKI (paling kiri) sedang menyampaikan sambutan dalam acara pembukaan seminar di Surabaya.
Seminar dihadiri oleh para peserta dari kejaksaan, pengadilan dan kepolisian. Beberapa narasumber dari DJHKI antara lain: Adi Supanto, Maman Kusmana, Johno Supriyanto, Parlagutan Lubis, Lahindah, Ig. Mangantar T. Silalahi, Ronald Hutahaean, Razilu, Sri Lastami, dan T. Didiek Taryadi. Sementara narasumber dari Bareskrim Polri ialah Tatok Sudjiarto serta satu orang narasumber dari JICA yaitu Kato Hiroshi. Seminar Sub-Regional WIPO tentang Manajemen Hak Cipta dan HKI Lainnya di Bidang Industri Periklanan Salah satu industri kreatif yang berkaitan dengan HKI adalah industri periklanan. Para pelaku industri periklanan perlu memahami pentingnya HKI, khususnya hak cipta. Manajemen yang tepat dari hak cipta yang mereka miliki dapat menjadi kunci sukses berkembangnya kreativitas dan imajinasi para pelaku industri periklanan. Iklan-iklan yang ditayangkan di televisi, diperdengarkan di radio atau dimuat dalam tabloid, surat kabar serta internet berkaitan erat dengan HKI, khususnya hak cipta yang
Peserta seminar berfoto bersama dengan Dirjen HKI dan para pembicara di Hotel Aston Tropicana Bandung.
secara otomatis langsung melindungi karyakarya kreatif para pelaku industri periklanan. Pengetahuan dasar mengenai penanganan HKI terkait karya-karya kreatif tersebut sangat perlu untuk dimiliki para pelaku industri periklanan, sehingga mereka dapat berkarya dan memahami perlindungan HKI yang tercakup di dalamnya. Alasan inilah yang melatarbelakangi DJHKI bekerja sama dengan WIPO dan Japan Copyright Office (JCO) untuk menyelenggarakan seminar Sub-Regional WIPO tentang Manajemen Hak Cipta dan HKI Lainnya di Bidang Industri Periklanan. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 17 s.d. 18 Maret 2010 di Hotel Aston Tropicana Bandung. Seminar diikuti oleh peserta asing dan lokal yang seluruhnya berjumlah 100 orang. Peserta asing berasal dari Bangladesh, Kamboja, India, Malaysia, Pakistan, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, dan Viet Nam. Peserta asing dimaksud merupakan staf kantor HKI dan juga
Suasana Seminar Sub-Regional WIPO tentang Manajemen Hak Cipta dan HKI Lainnya di Bidang Industri Periklanan di Hotel Aston Tropicana Bandung.
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
28
RAGAM HKI perwakilan dari perusahaan periklanan dan pertelevisian di negaranya. Peserta lokal juga merupakan perwakilan dari perusahaan periklanan dan pertelevisian. Selain itu peserta lokal yang hadir berasal dari kalangan perguruan tinggi, instansi pemerintah terkait, asosiasi dan para konsultan HKI. Pejabat JCO, Harumi Watanabe turut hadir dalam seminar ini. Selain itu hadir pula pejabat WIPO, Dimiter Gantchev yang dalam kesempatan ini memberikan paparan tentang peranan dan tantangan industri periklanan dalam ekonomi kreatif global. Candra Darusman, pejabat dari Kantor WIPO di Singapura menyampaikan tentang situasi industri periklanan di Asia Pasifik saat ini. Sementara Dirjen HKI yang membuka acara seminar ini juga bertindak selaku narasumber membawakan materi tentang hak cipta dan hak-hak terkait dalam industri periklanan. Pembicara dari Kuala Lumpur, Michael C.M. Soo memaparkan tentang perlindungan merek dan model kontrak dalam industri periklanan. Tomoyuki Aosaki, produser Dentsu Inc. Tokyo pada kesempatan kali ini menyampaikan tentang pemanfaatan hak cipta dalam industri periklanan. Selain pembicara tersebut, ada Sumardi Partoredjo, Direktur Hak Cipta, DI, DTLST dan RD, Ricky Pesik, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Periklanan Indonesia, dan Gordon Smith, pimpinan Franklin Pierce Law Center New Jersey Amerika Serikat.
Komisaris KIPO, Jung Sikh Koh (kiri) dan Dirjen HKI, Andy N. Sommeng (kanan) sedang menandatangani Kesepakatan Bersama antara DJHKI dengan KIPO tentang Proyek Otomasi Kantor Kekayaan Intelektual.
Jung Sikh Koh, bertempat di DJHKI, Tangerang. Tujuan dari Kesepakatan Bersama ini untuk menciptakan cakupan kerja sama teknis yang fleksibel dan luas di bidang pengembangan serta manajemen sistem otomasi di DJHKI (dalam hal ini disebut juga “Sistem Jaringan DJHKI“).Para pihak bekerjasama secara strategis dalam jangka waktu lama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas informasi Kekayaan Intelektual di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Kerja sama tersebut mencakup antara lain tentang pengembangan dan operasional dari sistem otomasi, penjabaran administrasi, kreasi, penggunaan dan perlindungan dari HKI serta kerja sama lainnya yang disepakati oleh para pihak.
Semoga melalui seminar ini dapat semakin meningkatkan pemahaman para pelaku industri periklanan tentang manajemen HKI yang tepat dalam industri periklanan. Penandatanganan Kesepakatan Bersama Pada tanggal 13 April 2010, telah dilaksanakan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara DJHKI dengan Korea Intellectual Property Office (KIPO) tentang Proyek Otomasi Kantor Kekayaan Intelektual. Penandatanganan dilakukan oleh Dirjen HKI Andy Noorsaman Sommeng dan Komisaris KIPO
29
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
Foto bersama para pejabat DJHKI dan KIPO yang hadir dalam acara penandatanganan Kesepakatan Bersama, 13 April 2010 di DJHKI Tangerang.
Pameran Adiwastra Nusantara Ke-3 Himpunan Pecinta Kain Wastraprema dan PT Fortune Adwicipta telah menyelenggarakan Pameran Adiwastra Nusantara Ke-3 pada
RAGAM HKI tanggal 14 s.d. 18 April 2010 di Jakarta Convention Centre (JCC). Pameran pada kali ini mengambil tema Wastra Adati, Cermin Citra Bangsa. Ibu Ani Bambang Yudhoyono didampingi oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik dan Wakil Gubernur Jakarta Prijanto berkesempatan membuka pameran. Dalam sambutannya, Ibu Ani mengajak masyarakat untuk menyambut pameran ini sebagai arena untuk menampilkan produk-produk pilihan yang mutakhir dari para perajin serta desainer terkemuka bangsa kita. Pada penyelenggaraan kali ini, Adiwastra Nusantara menampilkan pameran koleksi gendongan Nusantara dan koleksi wastra unggulan dari para kolektor, museum tekstil Jakarta, museum Purna Bhakti Pertiwi dan masih banyak lagi. Selain beragam kain Nusantara yang dipamerkan, hadir juga puluhan desainer dan perajin nasional dari berbagai daerah dan negara-negara sahabat sebagai perserta pameran, diantaranya dari Cina, Jepang, Belgia, Bosnia, dan Austria. Pada pameran ini, DJHKI turut serta dalam menyosialisasikan HKI kepada peserta pameran maupun pengunjung yang hadir pada pameran tersebut. Di dalam kehidupan masyarakat tradisional, kain memiliki fungsi sentral dalam setiap tahap kehidupan. Gendongan yang menjadi subyek topik pameran tahun 2010 merupakan alat sederhana yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Nusantara. Ditampilkan juga pameran koleksi batik empat keraton Yogya – Solo yaitu Keraton Kasultanan Hamengku Buwono, Puro Paku Alaman, Keraton Kasunanan Paku Buwono, dan Puro Mangkunegaran yang merupakan koleksi turun temurun dan sebagian besar merupakan karya kerabat keraton. Koleksi yang ditampilkan bermotif langka dan rata-rata berusia 25 hingga 150 tahun.
Media HKI Vol. VII/No.2/April 2010
30
MEDIA HKI Buletin Informasi dan Keragaman HKI Majalah Dwiwulan Redaksi memberikan kesempatan kepada setiap orang yang mempunyai bakat dan minat menulis, membuat karikatur, kartun, dan humor seputar HKI dan hukum untuk mengisi rubrik di MEDIA HKI. Redaksi akan menyeleksi dan menyunting setiap karya yang akan dimuat. Bagi yang karyanya dimuat akan mendapatkan honorarium. Syarat karya tulis: 1. Diketik dengan huruf arial 12, spasi 1,5 dalam format doc, txt, atau rtf 2. Panjang tulisan minimal 5 halaman kertas kuarto (tanpa gambar) 3. Apabila ada kutipan, harus dicantumkan sumber kutipan dan literatur yang digunakan 4. Belum pernah dipublikasikan 5. Sertakan alamat lengkap, nomor telepon, pos-el, dan biodata singkat penulis 6. Foto penulis ukuran 3R dalam format JPEG Untuk pengiriman melalui pos-el ditujukan ke: [email protected] dan [email protected]. Untuk pengiriman melalui pos ditujukan ke: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI, Jalan Daan Mogot Km. 24, Tangerang 15119, Banten. Redaksi