RENCANA BISNIS PRODUK TEMULAWAK BUBUK BERORIENTASI EKSPOR MELALUI PENDEKATAN COPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR
ANISSA KHAIRINA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Anissa Khairina NIM H3410013
ABSTRAK ANISSA KHAIRINA. Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki khasiat obat dan berpontensi untuk dikembangkan di Jawa Barat. Tujuan penelitian ini ialah untuk merancang rencana bisnis pengolahan rimpang temulawak melalui pendekatan Cooperative Entrepreneurship dengan lokasi usaha di Bogor. Pengolahan yang dilakukan ialah mengubah temulawak segar menjadi temulawak bubuk dengan teknologi modern dan dikemas menggunakan kemasan vakum. Target pasar dari produk ini ialah industri obat herbal dan fitofarmaka di negara Amerika. Produk ini dijual dengan harga Rp244 000 per kg atau USD21.4. Analisis finansial usaha menunjukkan usaha ini memiliki prospek yang sangat bagus. Keuntungan bersih yang diperoleh di tahun pertama sebesar Rp556 501 000, tahun kedua dan ketiga sebesar Rp535 503 000, dan tahun keempat selanjutnya sebesar Rp562 785 000. Melalui pendekatan wirakoperasi petani dapat memperoleh harga yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Kata Kunci : rencana bisnis, temulawak, wirakoperasi.
ABSTRACT ANISSA KHAIRINA. Business Plan of Export Oriented Grain Temulawak Product through Cooperative Entrepreneur Approach in Bogor. Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) is one of biopharmaceutical plant that has a potency to be developed in West Java. This research aims to design the business plan of the processing fresh java turmeric through Cooperative Entrepreneur approach. The business will be located in Bogor. The production processing is converting fresh java turmeric into granule using modern technology, and packed using vacuum packing. The market target of this product is herbal medicine industries and phyto-pharmacy in America. The product is sold at the price of Rp 244 000 per kg or USD 21.4. Financial analysis shows that the business is highly prospective and can be implemented. Net profit in the first year is Rp556 501 000, second until third year is Rp535 503 000, and the next year is Rp562 785 000. Through cooperative entrepreneur approach, farmers can obtain the higher price so it can increase the wealthiness of the farmers. Keywords : business plans, cooperative entrepreneur, java turmeric.
RENCANA BISNIS PRODUK TEMULAWAK BUBUK BERORIENTASI EKSPOR MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR
ANISSA KHAIRINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’alla atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2003 ini ialah rencana bisnis, dengan judul Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M. Baga, MAEc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, staf Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, serta para petani dan pihak-pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada mama, papa, Mas Ryan, Mas Adit, teman-teman sebimbingan skripsi (Rosalin Nur Ajani, Prawitia Widhyarini, Ricko Marpaung, Kamil Saragih, Dani Yoga Nugraha, dan Wuri Tri Handayani), teman-teman agribisnis 47, Inestha Naldi, Yuliana Mafiroh, dan Angga Cahyo Utomo atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Anissa Khairina
vi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup
6
TINJAUAN PUSTAKA
7
Temulawak
7
Penelitian Terdahulu
8
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN
9 9 18 20
Waktu dan Lokasi Penelitian
20
Jenis dan Sumber Data
20
Metode Pengumpulan Data
20
Metode Analisis Data
20
GAMBARAN UMUM LOKASI USAHA
24
RENCANA BISNIS
25
Rencana Produk
25
Strategi dan Rencana Pemasaran
26
Rencana Produksi (Operasional)
28
Rencana Manajemen
39
Rencana Keuangan
48
Prospek Pengembangan Bisnis Temulawak Berorientasi Ekspor
55
SIMPULAN DAN SARAN
55
vii
Simpulan
55
Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
56
RIWAYAT HIDUP
69
viii
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan produksi tanaman obat di indonesia periode 2010-2012 2 2 Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011 3 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di indonesia tahun 2012 4 4 Kebutuhan bahan baku per bulan 33 5 Rincian kebutuhan tenaga kerja berdasarkan deskripsi kerja 37 6 Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan produk temulawak bubuk 38 7 Rincian upah karyawan per bulan 43 9 Hasil pendekatan wirakoperasi dalam usaha pengolahan rimpang temulawak 46 10 Biaya investasi awal usaha 50 11 Rincian biaya operasional tahun pertama 51 12 Rincian biaya operasional tahun selanjutnya 52 13 Modal awal usaha 52
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tanaman temulawak Rimpang temulawak Kerangka pemikiran operasional penelitian Temulawak bubuk Mesin perajang Mesin vacuum cabinet dryer Mesin diskmill Mesin vacuum packager Kemasan plastik vakum Mesin conveyor pendeteksi logam Diagram manajemen pengumpulan bahan baku Tata letak bangun Diagram alir pengolahan temulawak bubuk Diagram skema pembentukan usaha Struktur organisasi usaha pengolahan rimpang temulawak Diagram hubungan antara petani, koperasi, wirakoperasi, dan industri
7 7 19 26 28 30 30 31 31 32 34 35 37 39 40 45
DAFTAR LAMPIRAN 1 Alur proses produksi temulawak bubuk bulan pertama
59
ix
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Asumsi komponen biaya investasi Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan alat produksi Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur Rincian biaya penyusutan Asumsi komponen biaya tetap Rincian biaya tetap komponen biaya tenaga kerja Rincian biaya tetap komponen biaya utilitas Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran Asumsi komponen biaya variabel Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun selanjutnya Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin Penjualan perusahaan Harga rimpang temulawak segar yang diterima petani Arus kas proyeksi lima tahun (dalam Rp000) Laporan laba rugi proyeksi lima tahun (dalam Rp000) Laporan arus kas per bulan tahun pertama (dalam Rp000) Laporan laba rugi per bulan tahun pertama (dalam Rp000)
61 61 62 62 63 64 64 64 65 65 65 65 66 66 66 67 68 68 69
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sangat besar dalam industri tanaman obat atau biofarmaka. Biofarmaka merupakan tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar, atau fitofarmaka. Perbedaan ketiga golongan obat dari bahan alami tersebut terletak pada proses pembuatan serta tingkat pembuktian khasiat produknya. Jamu merupakan obat berbahan alami yang terdiri dari campuran lima hingga sepuluh jenis bahan dan diolah secara sederhana. Khasiat dan keamanannya terbukti berdasarkan pengalaman turun temurun atau sesuai dengan proses pengolahan yang telah disetujui serta telah memenuhi syarat mutu. Obat herbal terstandar merupakan obat berbahan alami yang berbentuk ekstrak dengan bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Obat jenis ini harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis, farmakodinamik (manfaat), dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Fitofarmaka merupakan peningkatan kelas dari obat herbal terstandar. Obat jenis ini harus melewati dua jenis pengujian yaitu uji praklinis dan uji klinis. Klaim khasiat dari obat jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia1. Adanya kecenderungan gaya hidup back to nature dengan keyakinan bahwa mengkomsumsi obat herbal relatif lebih aman dibanding dengan obat kimiawi berdampak terhadap meningkatnya pertumbuhan industri obat herbal baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2006 pasar obat herbal di Indonesia mencapai lima triliun rupiah dan meningkat menjadi enam triliun rupaiah pada tahun 2007. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan kembali menjadi Rp7.2 triliun dan pada tahun 2012 mencapai tiga belas triliun rupiah2. Penggunaan obat herbal secara global diprediksi mencapai 107 miliar dollar AS pada tahun 20173. Hal ini menunjukkan suatu peluang pasar yang sangat besar pada industri obat herbal. Tanaman temulawak merupakan salah satu biofarmaka yang banyak dibutuhkan oleh industri obat herbal dikarenakan khasiat yang dimiliki. Temulawak dapat bermanfaat untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, antioksidan, dan membantu menghambat pembekuan darah. Kandungan minyak atsiri pada temulawak atau xanthorrizol dapat bermanfaat sebagai anti kanker, terutama kanker payudara4. Dibeberapa negara Asia rimpang temulawak tidak hanya digunakan sebagai obat tetapi juga 1
http://ikmfstikesmadani.blogspot.com/2013/02/perbedaan-jamu-herbal-terstandar-dan.html (Diacu 13 Mei 2014) 2 http://health.kompas.com/read/2013/08/20/2026487/Pasar.Obat.Herbal.Diharapkan.Terus.Mening kat (Diacu 14 Mei 2014) 3 http://www.prweb.com/releases/herbal_supplements/herbal_remedies/prweb9260421.htm (Diacu 14 Mei 2014) 4 http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/InfoPOM/0605.pdf (Diacu 11 Oktober 2013)
2
digunakan sebagai rempah, merangsang air susu (laktagoga), tonik bagi ibu yang melahirkan (Melayu), perawatan kulit (India), bahan dasar jamu (Indonesia), senyawa anti oksidan, dan anti hepatotoksik (Suksamrarn et al. 1994). Air rebusan temulawak yang dicampur dengan biji moste dapat digunakan untuk mengurangi kegemukan. Di Philipina, temulawak digunakan untuk mewarnai makanan dan beberapa jenis kain, sedangkan di Sudan digunakan untuk campuran kosmetika (Kristianti 1981). Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai obat dan diklaim dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sebagai upaya menuju pola hidup alami yang lebih aman, pemerintah melalui Badan POM mensosialisasikan khasiat temulawak kepada masyarakat melalui ”Gerakan Nasional Minum Temulawak” pada tahun 2007. Program ini telah berhasil membawa pemanfatan temulawak mendunia baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di Eropa, Amerika, dan Asia5. Mendunianya khasiat temulawak mengakibatkan pertumbuhan produksi temulawak berkembang dengan sangat cepat. Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010 sampai 2012 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010-2012a No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. a
Produksi (Kg)
Komoditas Jahe Lengkuas Kencur Kunyit Lempuyang Temulawak Temuireng Temukunci Dringo Rimpang
2010 107 734 608 58 961 844 29 638 827 107 375 347 8 520 161 26 671 149 7 140 926 4 358 236 754 551 351 154 949
2011 94 743 139 57 701 484 34 016 850 84 803 466 8 717 497 24 105 870 7 920 573 3 951 932 611 608 316 572 419
b
2012 109 448 310 48 959 625 39 687 597 89 580 450 7 645 828 43 229 709 8 123 842 4 456 541 1 045 790 352 177 692
Pertumbuhan 2011-2012 15.52% -15.15% 16.67% 5.63% -12.29% 79.33% 2.57% 12.77% 70.99% 11.25%
Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2013) Angka Prognosa
b
Tabel 1 menunjukkan temulawak memiliki nilai pertumbuhan pertumbuhan produksi yang paling besar dibandingkan tanaman rimpang lainnya yaitu 79.33%. Tingginya nilai pertumbuhan produksi ini mengindikasikan bahwa permintaan atau kebutuhan akan temulawak semakin meningkat. Oleh sebab itu, tanaman temulawak memiliki prospek untuk dikembangkan mengingat jumlah produksinya yang cukup tinggi. Tanaman temulawak dibutuhkan oleh banyak industri obat herbal berskala besar ataupun menengah, seperti PT Sidomuncul, Soho Group, PT Air Mancur, PT Indo Farma, Dayang Sumbi, CV Temu Kencono, Indotraco, PT Nyonya Meneer, Herba Agronusa, dan Jamu Jenggot. Rata-rata kebutuhan perusahaan 5
http://abaherbal.com/gerakan-nasional-minum-temulawak/ (Diacu 25 Juni 2014)
3
tersebut dapat mencapai 3000 ton per tahun6. Selain pasar dalam negeri tanaman ini juga dibutuhkan oleh pasar luar negeri seperti yang tertera pada tabel volume ekspor tanaman temulawak (Kemendag 2011). Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011c Negara Tujuan Volume (Kg) Harga (USD) India 1 269 517 2 463 976 Other Asia 294 802 216 351 Amerika 253 753 412 294 Thailand 219 687 75 200 Malaysia 171 213 132 916 Vietnam 84 465 125 080 Argentina 66 979 140 537 United Arab Emirates 62 380 50 847 Belanda 54 116 151 971 Singapura 43 401 386 880 c
Sumber : Kementrian Perdagangan (2011)
Tabel 2 menunjukkan bahwa negara India merupakan negara tujuan ekspor temulawak dengan volume terbesar yaitu 1 269 517 Kg dengan total nilai ekspor sebesar USD2 463 976 pada tahun 2011. Selanjutnya, diikuti oleh negara asia lain sebesar 294 802 Kg dan Amerika sebesar 253 753. Tingginya nilai ekspor ini menunjukkan besarnya permintaan dari luar negeri untuk produk temulawak. Berdasarkan klaim khasiat yang dimiliki, jumlah serapan industri obat herbal baik di dalam maupun luar negeri, serta perkembangan produksi temulawak yang cukup besar, temulawak merupakan salah satu tanaman potensial dalam pengembangan agribisnis tanaman obat unggulan. Tanaman temulawak dapat dijual dalam bentuk segar atau olahan berupa produk setengah jadi (simplisia, pati, minyak atsiri, ekstrak) dan produk jadi (sirup, jamu instan, tablet, dan kapsul), namun petani temulawak di Indonesia umumnya menjual dalam bentuk segar. Penjualan temulawak dalam bentuk segar tidak memberikan pendapatan yang cukup besar hanya sebesar Rp87 638 per bulan per 1 000 m2 luas panen dengan harga jual sebesar Rp1 500 per Kg (Ermiati 2011). Hal ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Pengolahan produk menjadi bentuk setengah jadi (simplisia atau bubuk) dapat memberikan nilai tambah sebesar 7 sampai 15 kali (Badan Litbang Pertanian 2007). Diversifikasi produk menjadi sirup dan temulawak instan dapat memberikan keuntungan dengan nilai B/C rasio sebesar 1.6 sampai 1.65 (Yuhono 2007). Sentra budidaya tanaman temulawak di Indonesia tersebar di beberapa propinsi di Pulau Jawa, yaitu propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Propinsi Jawa Barat menempati posisi keempat 6
http://www.docstoc.com/docs/44729526/PASAR-DOMESTIK-DAN-EKSPOR-PRODUKTANAMAN-OBAT-%28BIOFARMA-KA%29 (Diacu 15 Oktober 2013)
4
setelah Propinsi Jawa Tengah yang diikuti oleh Propinsi Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Data produksi temulawak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di Indonesia tahun 2012d Produktivitas Propinsi Luas Panen (m2) Produksi (Kg) (Kg/m2) Jawa Tengah 8 671 783 28 707 216 3.28 Jawa Timur 6 203 118 8 316 896 1.32 DI Yogyakarta 1 582 606 3 441 605 2.17 Jawa Barat 471 346 831 112 1.75 Banten 143 057 49 337 2.21 DKI Jakarta 2 280 8 418 2.16 d
Sumber : Kementerian Pertanian (2013)
Tabel 3 menunjukkan bahwa Jawa Barat menduduki posisi keempat luas panen terbesar setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Hal ini menunjukkan Jawa Barat memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan tanaman biofarmaka dikarenakan untuk propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta mayoritas petani sudah melakukan kerjasama dengan industri jamu nasional. Pada saat ini, 97% Industri Obat Tradisional (IOT) berada di Pulau Jawa dan mayoritas industri tersebut berada di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Industri Obat Tradisional (IOT) tersebut rata-rata sudah melakukan kerjasama dengan petani temulawak (Badan Litbang Pertanian 2007). Oleh karena itu, Jawa Barat memiliki potensi untuk pengembangan temulawak dikarenakan masih banyaknya petani yang bekerja secara individual. Terbukanya pasar serta potensi besar yang dimiliki Indonesia menciptakan suatu peluang usaha pengembangan industri pengolahan tanaman temulawak di Indonesia. Pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneurship) sangat cocok untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada pada agribisnis temulawak. Hal ini dikarenakan pendekatan wirakoperasi lebih mementingkan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadi, sehingga kesuksesan yang diperoleh merupakan kesuksesan bersama. Sama seperti usaha lainnya, untuk memulai usaha melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) membutuhkan modal dan rencana bisnis yang baik. Rencana bisnis dapat berguna sebagai pedoman dalam menjalankan bisnis ataupun sebagai alat untuk keperluan investasi.
Rumusan Masalah Temulawak merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang banyak dibutuhkan oleh industri obat herbal atau fitofarmaka. Peluang pasar serta potensi besar yang dimiliki Indonesia tidak menjadikan agribisnis tanaman biofarmaka khususnya temulawak berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan antara petani
5
dan pelaku usaha tidak terbentuk suatu integrasi vertikal yang baik. Selain itu, skala usaha petani temulawak yang kecil serta tidak adanya pengolahan yang dilakukan petani mengakibatkan petani tidak memiliki posisi tawar yang baik terhadap para pelaku usaha. Pemasaran temulawak oleh petani umumnya dilakukan melalui kegiatan kemitraan kepada perusahaan obat herbal ataupun melalui tengkulak. Namun, kedua hal ini tidak memberikan keuntungan yang besar kepada petani. Harga temulawak segar di tingkat petani umumnya berada pada kisaran Rp1 500 sampai Rp2 000 per Kg. Harga ini belum terlalu menguntungkan bagi petani yang umumnya berskala kecil (Ermiati 2011). Selain itu, sistem kemitraan yang terjalin antara perusahaan dan petani juga tidak memberikan keuntungan yang besar dikarenakan harga yang dipatok perusahaan sangat rendah hanya sebesar Rp600 per Kg untuk temulawak segar dan Rp5 500 untuk simplisia7. Petani sebagai pelaku usaha budidaya yang memiliki lahan tidak memiliki posisi tawar yang baik sehingga harga yang diterima petani rendah. Hal ini dikarenakan petani memiliki keterbatasan dalam hal teknologi serta informasi. Rendahnya harga yang diterima petani mengakibatkan rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan temulawak dan agribisnis temulawak menjadi tidak berkembang. Wirakoperasi ialah seorang pelaku usaha yang memiliki sebuah inovasi, ide kreatif, dan teknologi namun tidak memiliki lahan yang cukup untuk melakukan budidaya. Wirakoperasi berbeda dengan wirausaha pada umumnya. Wirakoperasi tidak hanya berorientasi kepada keuntungan tetapi juga berorientasi kepada manfaat atau kesejahteraan anggotanya. Berdasarkan keterbatasan serta kelebihan yang dimiliki oleh petani dan wirakoperasi, diperlukan pengembangan usaha melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) agar tingkat kesejahteraan petani meningkat dan agribisnis temulawak menjadi berkembang. Jawa Barat sebagai daerah sentra penghasil temulawak terbesar keempat di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat daerah Jawa Barat masih sedikit petani yang melakukan kemitraan. Rendahnya harga yang diterima petani di pasar lokal mengharuskan adanya pengalihan pasar dari pasar lokal ke pasar luar negeri agar petani dapat memperoleh harga yang lebih baik. Pengolahan temulawak segar menjadi produk setengah jadi dalam hal ini simplisia dapat menjadi pilihan karena dapat memberikan keuntungan sebesar 7 sampai 15 kali (Badan Litbang Pertanian 2007). Pengembangan usaha komoditas temulawak ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam maupun luar negeri. Selain itu, peranan seorang wirakoperasi diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan petani di Indonesia. Pengembangan usaha sosial melaui peranan wirakoperasi belum banyak digunakan dalam dunia bisnis sehingga menarik untuk dikaji mengenai : 1. Bagaimana rencana bisnis yang harus dirumuskan agar bisnis pengolahan temulawak dapat memberikan keuntungan secara finansial dan sosial?
7
http://sains.kompas.com/read/2011/05/21/14453617/Berempat.Kompak.demi.Temulawak (Diacu 28 Juni 2014)
6
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Merancang rencana bisnis pengolahan rimpang temulawak melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur)
Manfaat Penelitian Peneletian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi dalam hal wirakoperasi (cooperative entrepreneur) dan potensi bisnis pengolahan rimpang temulawak dalam bentuk rencana bisnis. Manfaat bagi mahasiswa dan perguruan tinggi yaitu dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan usaha pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) juga sebagai bahan acuan dalam hal perencanaan bisnis. Bagi pemerintah terutama Kementrian Koperasi dan UKM, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam mengembangkan model bisnis dengan pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Bagi petani dan pelaku bisnis penelitian ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan dana untuk usaha pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak dari investor atau lembaga keuangan serta acuan dalam menjalankan usaha. Bagi investor atau lembaga keuangan penelitian ini dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai prospek tanaman biofarmaka sebagai acuan dalam proses pengambilan keputusan investasi dan alokasi modal yang akan digunakan. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis produk berupa temulawak bubuk melalui pendekatan wirakoperasi. Aspek perencanaan bisnis yang dianalisis terdiri dari aspek non finansial dan aspek finansial. Pada aspek non finansial akan dibahas mengenai rencana produk, strategi dan rencana pemasaran, rencana operasional, dan rencana manajemen. Pada aspek finansial akan dibahas mengenai rencana keuangan yang terdiri dari proyeksi laporan arus kas, proyeksi laporan laba rugi, dan kriteria investasi. Perencanaan bisnis yang dilakukan ialah mengolah barang mentah menjadi produk setengah jadi (intermediate product) berupa temulaswak bubuk.Informasi mengenai harga dan jumlah produksi ditentukan berdasarkan data sekunder berupa permintaan pasar tanaman temulawak di negara tujuan ekspor. Mekanisme ekspor dibatasi kepada sistem FOB (Free On Board). Hal lainnya, seperti analisa perilaku konsumen di negara tujuan, kondisi persaingan industri di negara tujuan, regulasi di negara tujuan ekspor merupakan hal-hal diluar batasan dan ruang lingkup penelitian sehingga hal tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada penelitian ini.
7
TINJAUAN PUSTAKA Temulawak Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) termasuk keluarga Zingiberaceae bersama dengan jahe. Di daerah Jawa Barat, temulawak sering disebut sebagai „Koneng Gede‟ sedangkan di Madura disebut „Temu Lobak‟. Bagian tanaman temulawak yang umumnya digunakan ialah bagian rimpang. Rimpang ini dapat digunakan dalam bentuk segar, rimpang kering, atau rimpang yang telah diserbukkan (BPOM 2005). Tanaman temulawak dan rimpang temulawak dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2
Gambar 1 Tanaman temulawak
Gambar 2 Rimpang temulawak
Temulawak dipercaya memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Penelitian Fitriani (2013) menunjukkan bahwa temulawak terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Selain itu, Sidik (2006) membuktikan bahwa kandungan kurkuminoid secara klini berkhasiat mencegah penyakit jantung koroner, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mencegah penggumpalan darah. Penelitian Kurnia (2006) menunjukkan bahwa kandungan kurkumin pada temulawak dapat bermanfaat sebagai acnevulgaris, anti inflamasi (anti radang), antioksidan, anti hepopotoksik (anti keracunan empedu). Banyaknya khasiat yang dimiliki menjadikan temulawak digunakan dalam hampir semua produk obat tradisional (Badan Litbang Pertanian 2007). Sentra produksi budidaya temulawak tersebar di beberapa provinsi di Pulau Jawa, terutama provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Peningkatan produktivitas untuk tanaman temulawak mencapai 11% per tahun, sedangkan serapan yang terdiri atas Industri Obat Tradisional (IOT) atau Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan farmasi mencapai rata-rata 63%, ekspor 14%, serta untuk konsumsi rumah tangga 23%. Dalam kurun waktu 6 tahun diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari komoditas temulawak (Badan Litbang Pertanian 2007). Hal ini disebabkan oleh rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan tanaman temulawak. Penelitian Purnaningsih (2008) menunjukkan bahwa para petani umumnya menjual hasil panennya dalam bentuk segar tanpa pengolahan. Sistem pemasaran umumnya disalurkan kepada pedagang pengumpul yang kemudian dari pedagang pengumpul dilanjutkan kepada Industri Obat Tradisional (IOT). Harga yang
8
diberikan oleh pedagang pengumpul cukup rendah yaitu Rp1 200 hingga Rp1 500 per kg. Berdasarkan penelitian Ermiati (2011) harga ini memberikan nilai pendapatan yang tidak terlalu besar. Hal ini yang mengakibatkan rendahnya motivasi petani dalam melakukan budidaya temulawak.
Penelitian Terdahulu Keberhasilan peranan wirakoperasi dibuktikan melalui penelitian Baga dan Firdaus (2009) pada kasus belimbing dewa di Kota Depok serta penelitian Fajrian (2013) pada CV. Bunga Indah Farm di Kabupaten Sukabumi. Kedua penelitian ini menunjukkan penerapan sistem kewirausahaan sosial mampu memajukan usaha tidak hanya secara keuntungan pribadi tetapi juga usaha anggotanya. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya pendapatan petani setelah melakukan kemitraan serta meningkatnya skala usaha petani. Keberhasilan usaha ini tidak lepas dari adanya peran seorang pemimpin yang memiliki jiwa wirakoperasi. Penelitian Baga (2011) Profil dan Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis menunjukkan bahwa karakter seorang wirakoperasi digambarkan dengan locus of control yang sangat internal, mempunyai need for achievment yang tinggi, sikap altruisme yang tinggi, serta perilaku kepemimpinan yang efektif dengan orientasi tugas dan manusia secara seimbang. Hal ini sesuai dengan penelitian Effendi (2005) pada Koperasi Simpan Pinjam Etam Mandiri Sejahtera menunjukkan untuk meningkatkan dinamika organisasi maka diperlukan keefektifan gaya kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi kepada tugas tetapi dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada hubungan baik anggota. Selain itu penelitian Nurlina (2009) menunjukkan kepemimpinan orientasi prestasi secara simultan signifikan berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha anggota koperasi. Penelitian Effendi (2005) dan Nurlina (2009) menunjukkan peran seorang pemimpin berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisasi. Oleh sebab itu peran seorang pemimpin yang memiliki jiwa wirakoperasi akan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Sesuai dengan Selain peranan seorang wirakoperasi agar usaha dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan sebuah perencanaan bisnis. Perencanaan bisnis yang sistematis diperlukan untuk mengurangi kegagalan pada pendirian suatu proyek bisnis. Menurut Pinson (2003) ada tiga tujuan menulis rencana bisnis, yaitu sebagai panduan yang dapat diikuti sepanjang usia bisnis, sebagai dokumentasi pendanaan, dan sebagai alat standart untuk mengevaluasi potensi bisnis keluar negeri. Wibowo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Rencana Bisnis Industri Manisas Stroberi menyusun sebuah rencana bisnis yang menganalisis aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial terdiri dari analisis pasar, analisis teknik dan teknologi, analisis manajemen dan organisasi, dan analisis lingkungan. Pada analisis pasar, penulis menggunakan sistem bauran pemasaran yang terdiri dari Product, Price, Promotion, dan Place. Product menggambarkan jenis produk yang akan dijual. Price menjelaskan tentang tingkat harga yang akan diberlakukan. Promotion menjelaskan tentang strategi promosi yang akan digunakan. Place menjelaskan tentang lokasi tempat usaha yang akan didirikan.
9
Analisis teknik dan teknologi terdiri dari aspek bahan baku, mesin dan peralatan, aspek teknologi, dan proses produksi, penentuan tata letak dan ruang pabrik, serta perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik. Analisis bahan baku yang dilakukan terdiri dari perencanaan bahan baku dn perencanaan mesin dan peralatan. Aspek selanjutnya yang dianalisis adalah aspek teknologi dan proses produksi. Aspek ini berisi penjelasan tentang jenis teknologi yag akan digunakan serta tahapan-tahapan proses produksi yang akan dilakukan. Setelah menganalisis aspek teknologi dan proses produksi, aspek selanjutnya adalah penentuan tata letak dan ruang pabrik. Penentuan tata letak dan ruang pabrik sangat penting dilakukan untuk meningkatkan tingkat efisiensi dari kegiatan produksi. Usaha yang didirikan lebih baik dilakukan pada lokasi yang dekat dengan bahan baku dengan harapan dapat memperkecil biaya transportasi, ketersediaan sumberdaya yang cukup, infrastruktur yang mendukung, serta dekat dengan target pasar. Analisis manajemen dan organisasi terdiri dari aspek legalitas, kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan. Pada aspek legalitas akan ditentukan bentuk badan usaha yang akan digunakan. Kebutuhan tenaga kerja menjelaskan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang akan digunakan pada kegiatan usahanya. Struktur organisasi menggambarkan hierarki manajemen dari organisasi bisnisnya dan bagaimana hubungan antar setiap karyawan dalam organisasi tersebut. Deskripsi pekerjaan menjelaskan tugas-tugas serta tanggung jawab setiap personil yang ada dalam organisasi bisnis. Aspek lingkungan mengaji apakah usaha yang akan didirikan dapat dilaksanakan dengan layak dilihat dari kondisi lingkungan. Hal ini mencakup pengolahan limbah yang dihasilkan usaha yang didirikan sehingga perlu dilakuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Analisis ini dilakukan agar kualitas lingkungan tidak terganggu akibat kegiatan usaha. Berdasarkan penelitian Wibowo (2011), maka penelitian ini akan menggunakan konsep rencana bisnis dengan mengkaji beberapa aspek yaitu, rencana produk, strategi dan rencana pemasaran, rencana operasional, rencana manajemen. Selain itu, pendekatan wirakoperasi yang digunakan sangat sesuai untuk mengatasi masalah sosial yang ada pada agribisnis temulawak, sehingga pada rencana manajemen akan dipaparkan sistem manajemen melalui pendekatan cooperative entrepreneur. Berdasarkan keseluruhan penelitian maka akan dirancang sebuah rencana bisnis untuk produk simplisia temulawak melalui pendekatan cooperative entrepreneur.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasarkan pada permasalahan yang dihadapi. Dasar kerangka pemikiran teoritis ini adalah potensi dari sebuah bisnis pengeringan dan pengemasan tanaman biofarmaka khususnya tanaman temulawak dengan menggunakan peran dan fungsi seorang wirakoperasi (cooperative entrepreneur) didalamnya. Penelitian ini menggunakan sebuah
10
rencana bisnis untuk melihat potensi usaha pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak. Wirakoperasi (Cooperative Entrepreneur) Menurut Hendar dan Kusnadi (2009) dalam Fajrian (2013) wirakoperasi atau cooperative entrepreneur adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatif dengan mengambil sikap inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam memenuhi kebutuhan serta peningkatan kesejahteraan bersama. Menurut Baga (2009) wirakoperasi adalah orang-orang yang mampu membawa atau menemukan peluang koperasi yaitu berupa efek koperasi kemudian melakukan upaya persusasif meyakinkan para petani untuk bersama-sama mengembangkan koperasi. Efek koperasi merupakan hal apapun yang menjadikan sesuatu lebih mudah, lebih murah, dan lebih menguntungkan jika dilakukan bersama-sama dibandingkan dilakukan secara sendiri-sendiri. Peran seorang wirakoperasi adalah menemukan peluang berkoperasi dan mewujudkannya dalam bentuk usaha yang menguntungkan bagi para anggotanya (Baga 2011). Wirakoperasi menggabungkan antara jiwa kewirausahaan dengan sikap kooperatif pada diri seorang pemimpin. Seorang wirakoperasi tidak hanya mementingkan keberhasilan usahanya tetapi juga bertanggung jawab dalam meningkatkan kesejahteraan para anggota dan para petani. Tugas utama seorang wirakoperasi adalah menciptakan inovasi yang dapat memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha. Keberhasilan inovasi sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan dari wirakoperasi tersebut. Tugas wirakoperasi akan berjalan dengan baik apabila seorang wirakoperasi memiliki tingkat kemampuan dan motivasi yang tinggi, serta kebebasan dalam bertindak (sepanjang tidak merugikan orang lain) dari wirausaha (Fajrian 2013). Seorang wirakoperasi dikatakan berhasil apabila dia mampu untuk mengembangkan usahanya juga meningkatkan kesejahteraan petani atau anggotanya. Orientasi peningkatan kesejahteraan tersebut dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan pendapatan petani atau anggota dan perubahan skala usaha kecil menjadi skala usaha yang lebih besar bagi petani. Konsep cooperative entrepreneur dapat diterapkan pada suatu rancangan bisnis dengan melakukan kerjasama dengan petani untuk memasok bahan baku yang akan digunakan. Penerapan konsep ini akan menciptakan suatu multiplier effect bagi usaha yang dijalankan juga meningkatnya tingkat efisiensi rantai pasokan karena terintegrasinya rantai pasok mulai dari on-farm hingga off-farm. Rencana Bisnis Rencana bisnis merupakan dokumen tertulis yang menjelaskan rencana perusahaan atau pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang usaha (business opportunities) yang terdapat di lingkungan eksternal perusahaan, menjelaskan keunggulan bersaing (competitive advantage) usaha, serta menjelaskan berbagai langkah yang harus dilakukan untuk menjadikan peluang usaha tersebut menjadi suatu bentuk usaha yang nyata (Solihin 2007).
11
Perencanaan bisnis mencakup uraian tentang gambaran umum rencana, kondisi perusahaan, produk/jasa yang akan diberikan oleh perusahaan, kondisi pasar, kondisi manajemen, kondisi keuangan, kondisi operasional, strategi untuk pengembangan di masa yang akan datang, informasi keuangan yang dibutuhkan dan lampiran-lampiran. Perencanaan bisnis dapat digunakan sebagai alat untuk mencari pinjaman dari pihak ketiga, seperti pihak perbankan, investor, lembaga keuangan, dan sebagainya (Rangkuti 2005). Rencana Produk Perencanaan produk adalah proses penciptaan suatu produk hingga produk tersebut diperkenalkan di pasar. Proses perencanaan produk diawali dengan pengenalan terhadap kebutuhan pasar. Produk yang dijual dapat berupa fresh product, intermediate product, atau final product. Fresh product adalah produk segar yang belum dilakukan pemrosesan terlebih dahulu. Fresh product umumnya tidak menghasilkan margin yang tinggi bagi pelakunya, karena tidak memiliki nilai tambah. Intermediate product adalah produk yang telah diproses namum memerlukan proses selanjutnya untuk kemudian dijual kepada konsumen akhir. Intermediate product umumnya dipasarkan pada industri manufaktur produk akhir. Final product adalah produk yang langsung dapat dikonsumsi atau digunakan langsung oleh konsumen akhir. Produk yang akan dihasilkan pada rencana bisnis ini adalah intermediate product yaitu berupa simplisia temulawak dan temulawak bubuk. Produk dihasilkan dengan mengolah rimpang temulawak segar menjadi simplisia kering yang dapat meningkatkan umur simpan produk. Nilai tambah pada produk ini diharapkan dapa memberikan keuntungan lebih bagi pelaku usaha.
Strategi dan Rencana Pemasaran Persaingan pasar yang semakin ketat menuntut para pelaku usaha untuk mempunyai suatu strategi dan perencanaan pemasaran yang matang agar dapat bertahan dalam suatu idustri. Keinginan pengusaha besar adalah mampu menerobos pasar dunia dan tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri di dalam negeri. Pasar yang berubah dengan sangat cepat, selera konsumen yang mudah berubah, dan keinginan konsumen untuk mencoba produk baru menjadikan loyalitas konsumen sangat labil. Oleh karena itu, hal ini yang menjadi tantangan bagi kegiatan pemasaran, mencari, memelihara konsumen yang sudah ada. Strategi pemasaran harus menjawab tantangan ini dengan berbagai taktik. Setelah mengetahui keseluruhan kondisi pasar dari industri tersebut, hal yang harus dilakukan selanjutnya ialah menentukan usaha-usaha atau strategi pemasarannya. Menurut Kotler dan Keller (2009) semua strategi pemasaran dibuat berdasarkan STP (Segmentation, Targetting, Positioning) dan kemudian disesuaikan dengan bauran pemasaran (Product,Price, Place, Promotion) 1. Segmenting Segmenting adalah proses mengelompokkan pasar yang luas dan heterogen menjadi kelompok yang homogen dan memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan,
12
keiginan, prilaku, dan respon terhadap program-program pemasaran spesifik. Program-program pemasaran yang sesuai dengan segmentasi pasar akan meningkatkan jumlah penjualan pada perusahaan. Segmentasi pasar harus dapat diidentifikasi dan diukur terlebih dahulu sehingga akan memudah untuk menentukan strategi yang efektif pada segmen tersebut. Segmen pasar harus dapat terukur dengan baik tidak hanya berdasarkan besar pasar potensial tetapi juga prilaku membeli konsumen (Zehle 2004). 2. Targetting Targetting adalah proses memilih target pasar produk yang dituju dari setiap segmen-segmen pasar yang telah ditentukan. Segmen pasar yang memberikan keuntungan menjadi target potensial bisnis. Sebuah bisnis dapat berkonsentrasi pada satu, beberapa, atau seluruh target. Salah satu hal penting dalam target pasar adalah komunikasi pasar, yaitu menempatkan produk sesuai dengan posisi produk tersebut (Zehle 2004). 3. Positioning Positioning adalah proses menempatkan produk pada suatu posisi khusus sehingga konsumen dapat dengan mudah membedakan produk kita dengan produk perusahaan pesaing. Positioning penting dilakukan untuk menciptakan suatu citra produk pada konsumen. Bauran pemasaran ialah suatu kombinasi yang memberikan hasil maksimal dari unsur-unsur product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan process keempat P pertama disebut 4 P tradisional dan 3 P terakhir dikatakan unsur bauran pemasaran untuk pemasaran produk jasa (Alma 2010). Bauran pemasaran digunakan sebagai suatu strategi agar proses pemasaran dapat memberikan hasil yang maksimal. 1. Product (Produk) Aspek ini terdiri dari spesifikasi produk yang ditawarkan oleh perusahaan, seperti bentuk produk, merek produk, kemasan, serta hal lain terkait produk yang akan dijual. Selain itu, pengembangan jenis-jenis atau variasi produk juga dapat dianalisis pada aspek ini. 2. Price (Harga) Aspek ini menjelaskan tentang harga yang diberlakukan kepada konsumen untuk setiap jenis produk yang ditawarkan. 3. Place (Tempat) Aspek ini mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan lokasi penjualan produk maupun pendistribusian produk, serta ketersediaan fasilitas yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen dari sisi tempat. 4. Promotion (Promosi) Aspek ini mencakup strategi-strategi promosi yang dilakukan perusahaan untuk memasarkan produknya. Dalam aspek ini akan dikaji mengenai pemilihan media promosi serta pemilihan cara penjualan. Rencana Operasional (Produksi) Teknis dan produksi merupakan kegiatan utama dalam suatu usaha yang terdiri dari proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiaan maupun kegiatan produksi yang dilakukan. Pemilihan lokasi dan tata ruang menjadi langkah awal dalam analisis teknis dan produksi. Pemilihan lokasi dan tata ruang
13
yang tepat akan meningkatkan tingkat efisiensi dari perusahaan tersebut. Pada perencanaan operasional atau produksi juga dirancang suatu SOP (Standart Operational Procedure) dari kegiatan bisnis pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak. Selain itu, perencanaan jumlah produksi dan pemilihan teknologi yang tepat guna juga harus dilakukan sebelum melakukan bisnis. Hal ini berguna untuk menghitung modal yang akan dibutuhkan. a. Perencanaan Lokasi dan Tata Letak Perencanaan lokasi dan tata letak menjadi hal awal yang harus dipertimbangkan, karena pemilihan lokasi yang tepat dapat meningkatkan efisiensi kegiatan usaha. Pemilihan lokasi usaha dapat ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan bahan baku atau pasar potensial, tenaga kerja, serta ketersediaan infrastruktur yang baik yang dapat menunjang kegiatan usaha. Perancangan tata letak bangunan usaha terdiri dari ruang produksi, ruang penyimpanan atau gudang, ruang administrasi, serta ruangan lain yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang akan dibutuhkan. b. Teknologi Teknologi pengeringan rimpang temulawak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara tradisional dengan menggunakan panas matahari dan menggunakan oven. Namun, pengeringan dengan cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki risiko yang cukup tinggi terkontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Proses pengeringan lebih baik dilakukan menggunakan oven dengan suhu o ±60 C. Hal ini akan mempercepat proses pengeringan dan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari segi tampilan fisik (Cahyono, dkk 2011). Lebih jauh lagi, penelitian Cahyono, dkk (2011) juga menunjukkan bahwa proses pengeringan ini berpengaruh terhadap kandungan kurkuminoid temulawak. Kadar total kurkuminoid yang diekstrak dari simplisia kering memiliki kuantitas lebih banyak daripada temulawak segar. Selain proses pengeringan, penggunaan teknologi juga dilakukan pada proses pengemasan. Pengemasan simplisia kering ataupun rimpang segara temulawak dilakukan dengan menggunakan alat Vacuum Packaging. Alat ini memiliki prinsip kerja dengan cara menyedot udara yang ada dalam kemasan dan kemudian dlakukan penyegelan kemasan. Pengemasan dengan teknologi ini dipilih karena memiliki keunggulan tidak merusak kandungan gizi, bentuk, tekstur, dan dapat menekan pertumbuhan mikroba karena terbentuknya hampa udara pada sisi dalam kemasan tersebut sehingga dapat memperpanjang umur penyimpanan produk juga memperkecil ruang simpan. c. Perencanaan Bahan Baku Bahan baku merupakan input atau bahan dasar pada kegiatan produksi untuk menghasilkan suatu produk yang akan ditawarkan oleh perusahaan. Untuk menghasilkan suatu produk yang memiliki standar mutu tertentu maka bahan baku yang digunakan juga harus memiliki standar mutu yang telah ditetapkan. Pemilihan bahan baku harus diperhatikan dengan baik. Beberapa hal yang termasuk kedalam perencanaan bahan baku, yaitu: (1) Jenis bahan baku, (2)
14
Kuantitas bahan baku, (3) Kualitas bahan baku, (4) Persediaan bahan baku, dan (5) Kemungkinan penggunaan jenis bahan baku lain. Rencana Manajemen Aspek manajemen dalam perencanaan bisnis berisi gambaran tentang bisnis/proyek dalam masa pembangunan dan bisnis/proyek sudah berjalan. Bisnis/proyek dalam masa pembangunan, berisi kajian lama waktu yang dibutuhkan unrtuk penyiapan proyek sampai proyek siap beroperasi dan biaya yang dibutuhkan untuk bisnis tersebut. Sedangkan bisnis/proyek sudah berjalan berisi kajian bentuk badan hukum organisasi, struktur organisasi, jumlah karyawan yang dibutuhkan, persyaratan karyawan, proses rekruitment, sistem upah, dan sebagainya (Supriyanto 2011). a. Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Koperasi Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseoragan atau badan hukum koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi (UU No. 17 tahun 2012). Koperasi terdiri atas dua jenis, yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh orang perseorangan, sedangkan koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum koperasi. Koperasi primer didrikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi. Koperasi sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) koperasi primer. Koperasi dalam pelaksanaannya harus menerapkan tujuh prinsip dasar koperasi. UU No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian menyebutkan tujuh prinsip dasar koperasi adalah sebagai berikut: 1. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka 2. Pengawasan oleh anggota dilaksanakan secara demokratis 3. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi 4. Koperasi merupakan badan usaha yang swadaya dan otonom 5. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengawas, pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan koperasi 6. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan 7. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota. b. Persyaratan Perusahaan untuk Mengekspor Perusahaan yang ingin meluaskan pasarnya ke luar negeri atau ekspor, harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya (Kemendag 2013): 1. Memiliki badan hukum dalam bentuk: a. CV (Commanditaire Vennotschap) b. Firma
15
c. PT (Perseroan Terbatas) d. Persero (Perusahaan Perseroan) e. Perum (Perusahaan Umum) f. Perjan (Perusahaan Jawatan) g. Koperasi 2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 3. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan pemerintah seperti: a. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas Perdagangan b. Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian c. Izin Usaha PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) atau PMA (Penanaman Modal Asing) yang dikeluarkan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) 4. Memiliki Angka Pegenal Ekspor (APE) Pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan untuk koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Fotokopi Akta Pendirian Koperasi 2. Fotokopi KTP Pimpinan/Penanggung jawab koperasi 3. Fotokopi NPWP Koperasi 4. Neraca terakhir koperasi bermaterai Rp 6 000,5. Susunan Pengurus 6. Surat keterangan domisili usaha dari kelurahan atau kantor desa, diketahui kecamatan 7. Pasfoto warna ukuran 4x6 dua lembar. Ijin usaha perdagangan ini masuk kedalam ijin usaha perdagangan dan berlaku selama lima tahun dan setiap tahun dilakukan registrasi ulang. c. Struktur Organisasi Struktur organisasi menggambarkan tentang hierarki kepengurusan dari organisasi bisnis. Struktur organisasi terdiri dari susunan bagian-bagian yang diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi bisnis tersebut. Pada struktur organisasi akan digambarkan hubungan kerja antara orang yang satu dengan yang lainnya dengan memperhatikan aturan bentuk badan hukum dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. d. Deskripsi Kerja Bagian-bagian yang dicantumkan pada struktur organisasi akan mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Penggambaran tugas dan tanggung jawab masing-masing tenaga kerja atau pegurus dipaparkan dalam bentuk deskripsi kerja. Deskripsi kerja bagi tenaga kerja dan pengurus perusahaan berbeda-beda sesuai dengan jabatan dan bagiannya. e. Upah dan Gaji Gaji dan upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji merupakan imbalan yang diberikan dengan jumlah yang tetap setiap bulannya, sedangkan upah merupakan imblan yang diberikan per jam kerja sehingga besaran upah tergantung kepada banyaknya jam kerja. Besarnya pemberian gaji dan upah berbeda-beda sesuai dengan besar tanggung jawab yang dibebankan. Pemberian upah dipengaruhi oleh masalah persaingan di pasar tenaga kerja, pendidikan, keterampilan, perilaku
16
karyawan, dan pengalamannya. Penetapan upah tidak dapat ditentukan oleh satu formula, karena penetapan besarnya upah juga melihat kepada tingkat produktivitas, biaya hidup, dan laba yang diperoleh pengusaha. Berdasarkan ketetapan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.1636bangsos/2013 upah minimum regional (UMR) untuk Kabupaten Bogor untuk industri ini adalah sebesar Rp2 578 576. Upah ini termasuk dengan gaji pokok serta tunjangan. f. Manajemen Risiko Jalannya sebuah bisnis tidak akan terlepas dari sebuah risiko. Menurut Siahaan (2007) risiko adalah kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya. Darmawi (2007) mendefinisikan risiko adalah penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Menurut Muslich (2007) risiko adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian. Secara umum risiko dapat didefinisikan sebagai penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan yang dapat menimbulkan suatu kerugian. Risiko dapat dikategorikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang dilakukan, dan aktivitas yang dilakukan. (Kountur 2008). -
Risiko dari Sudut Pandang Penyebab Timbulnya Risiko Sofyan (2004) menyebutkan penyebab timbulnya risiko pada umumnya berasal dari dua sumber, yakni sumber intern dan sumber ekstern. Sumber intern umumnya memiliki risiko yang lebih kebih kecil dikarenakan masalah intern umumnya lebih mudah dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber ekstern berasal dari luar organisasi dan umumnya jauh diluar kendali si pembuat keputusan, antara lain muncul dari pasar, ekonomi dan politik, perkembangan teknologi, perubahan sosial budaya, kondisi suplai atau pemasok, kondisi geografi dan kependudukan, serta perubahan lingkungan dimana perusahaan itu didirikan. -
Risiko dari Sudut Pandang Akibat Risiko dari sudut pandang akibat dibagi menjadi risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni terjadi apabila suatu ketidakpastian yang terjadi menghasilkan kerugian. Tidak ada kemungkinan menghasilkan keuntungan. Contoh dari risiko ini yaitu adanya barang yang hilang karena kemalingan, kehancuran gedung, dan kebakaran gedung. Sebaliknya, risiko spekulatif yaitu risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan (Hanafi 2006). Kerugian akibat risiko spekulatif akan merugikan individu tertentu, tetapi akan menguntungkan individu lainnya. Contohnya adalah usaha bisnis. -
Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas Jenis risiko pada kategori ini timbul dari aktivitas yang dilakukan. Aktivitas yang dapat menimbulkan risiko ada berbagai macam, misalnya risiko kredit timbul akibat adanya aktivitas pemberian kredit dan risiko produksi timbul akibat adanya aktivitas produksi. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas ini sebanyak jumlah aktivitas yang ada. Rencana Keuangan
17
Aspek finansial dapat digambarkan melalui proyeksi arus kas pada saat bisnis tersebut dijalankan. Proyeksi arus kas dibutuhkan agar para investor dapat melihat tingkat keuntungan yang akan didapatkan. Arus kas (cash flow) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan/pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode. Laporan arus kas memiliki dua macam arus, yaitu cash inflow dan cash outflow. Cash Inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas), terdiri dari: (1) Hasil penjualan produk atau jasa, (2) Penagihan piutang dari penjualan kredit, (3) Penjualan aktiva tetap yang ada, (4) Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas, (5) Pinjaman/hutang dari pihak lain, dan (6) Penerimaan sewa dan pendapatan lain. Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas, terdiri dari: (1) Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain, (2) Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan, (3) Pembelian aktiva tetap, (4) Pembayaran hutang-hutang perusahaan, (5) Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan, dan (6) Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan pengeluaran lain-lain Ada beberapa hal yang perlu dianalisis lebih lanjut untuk menyusun suatu perencanaan bisnis yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP) (Nurmalina et al. 2009). Selain itu, tingkat Break Even Point (BEP) juga harus dianalisis untuk melihat titik impas dari kegiatan penjualan. 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total Present value penerimaan (benefit) dengan total Present Valure pengeluaran (cost) atau jumlah Present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0 (NPV>0). 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak atau dapat berjalan apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga yang berlaku. 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C Rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1). Hal ini berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada kerugian yang dialami. 4. Payback Period (PP) Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis finansial. Merode perhitungan ini dilakukan untuk menghitung seberapa cepat tingkat pengembalian modal dari bisnis tersebut. Semakin cepat tingkat
18
pengembalian modal, maka para investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada bisnis tersebut. 5. Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik impas yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan (P = ATC minimum). Dengan kata lain pada kondisi ini kerugian dan keuntungan sama denga nol. Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran operasional digunakan sebagai landasan yang berkaitan dengan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian. Kerangka pemikiran operasional penelitian dimulai dari menganalisis potensi tanaman temulawak. Tanaman temulawak memiliki banyak khasiat untuk kesehatan dan permintaan tanaman temulawak sangat tinggi baik pada pasar domestik maupun luar negeri. Namun, pada kenyataan di lapang para petani memiliki keterbatasan dalm hal informasi pasar, sehingga petani tidak mengetahui kebutuhan industri yang membutuhkan dalam bentuk olahan kering atau bubuk. Petani umumnya menjual produk dalam bentuk segar sehingga harga yang diberikan kepada petani sangat rendah. Harga di tingkat petani yang rendah mengakibatkan rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan temulawak. Selain itu, skala usaha petani temulawak umumnya berukuran kecil dan lokasi budidayanya tersebar sehingga jumlah produksi yang dihasilkan umumnya sedikit. Hal ini menyebabkan kebutuhan atau permintaan pasar untuk produk temulawak ini menjadi tidak terpenuhi dan agribisnis temulawak menjadi tidak berkembang. Ditinjau dari potensi serta kondisi atau kenyataan di lapang maka untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu usaha komersialisasi tanaman temulawak. Komersialisasi ini dilakukan dengan memberikan nilai tambah pada tanaman temulawak melalui kegiatan pengolahan dan pengemasan. Agar usaha dapat berkembang dengan baik, maka diperlukan suatu kegiatan usaha bersama dengan menggabungkan sumber daya yang kecil menjadi suatu usaha yang besar. Pada kegiatan usaha bersama ini diperlukan peranan seorang wirakoperasi yang berfungsi sebagai penggerak agar usaha dapat berjalan sesuai dengan prinsipprinsip koperasi. Agar usaha komersialisasi tanaman temulawak dapat direalisasikan, maka diperlukan suatu perencanaan bisnis. Rencana bisnis ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan usaha atau sebagai alat untuk memperoleh pendanaan. Alur pemikiran kerangka operasional secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.
19
- Temulawak memiliki banyak khasiat untuk kesehatan -Permintaan industri untuk produk temulawak baik dalam maupun luar negeri sangat tinggi - Pulau Jawa merupakan sentra penghasil temulawak
- Kurangnya pengetahuan petani akan kebutuhan pasar temulawak - Harga ditingkat petani yang rendah karena tidak adanya nilai tambah sehingga rendahnya motivasi petani untuk membudidayakan temulawak - Skala usaha yang kecil dan lokasi usaha yang tersebar
Tidak terpenuhinya permintaan pasar sehingga agribisnis temulawak menjadi tidak berkembang
Wirakoperasi sebagai penggerak Komersialisasi tanaman temulawak
Membuat kerjasama melakukan usaha kolektif dengan petani skala kecil
Rencana Produk
Strategi dan Rencana Pemasaran
Memberikan nilai tambah pada produk
Rencana Operasional
Rencana Manajemen
Rencana Keuangan
Rencana Bisnis Produk Simplisia Temulawak Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor
Gambar 3. Kerangka pemikiran operasional penelitian
20
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pada analisis produksi penelitian dilakukan pada salah satu industri obat tradisional dan beberapa petani yang ada di Kecamatan Cipaku, Tegal Waru, Cimanggu, Gunung Leutik, dan Kecamatan Rancabungur. Untuk analisis pasar penelitian dilakukan pada beberapa industri obat tradisional. Pemilihan lokasi industri dilakukan dengan metode Purpossive sampling dengan pertimbangan tempat tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangan dan lokasi yang strategis untuk kelancaran penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013-Februari 2014.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari keterangan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani terutama mengenai jumlah produksi atau potensi jumlah produksi. Selain itu, data kualitatif juga diperoleh dari industri obat tradisional mengenai keadaan serta kondisi pasar. Data kuantitatif diperoleh dari hasil produksi, jumlah penjualan, harga produk, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian. Data yang digunakan pada penelitian ini, merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lokasi penelitian serta wawancara dengan petani ataupun pihak pelaku industri. Sedangkan data sekunder, diperoleh dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, perpustakaan, penelitian atau riset yang telah dilakukan, serta penelusuran dari literatur yang relevan dengan penelitian. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode observasi serta wawancara di lapang. Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi terkait harga di tingkat petani, harga di tingkat pengusaha, proses pengolahan, serta Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi literatur melalui buku ataupun melalui penelusuran internet.
Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah menggunakan dua jenis analisis yaitu Analisis Non Finansial dan Analisis Finansial. A. Analisis Non Finansial 1. Rencana Produk
21
Produk yang akan dijual pada bisnis pengolahan rimpang temulawak ialah produk setengah jadi (Intermediate product). Produk yang dihasilkan berupa simplisia temulawak yang kemudian digiling menjadi bentuk bubuk. Produk ini kemudian akan dikemas menggunakan vacuum packaging untuk memperpanjang umur simpan serta memperkecil ruang simpan produk. 2. Strategi dan Rencana Pemasaran Analisis strategi dan rencana pemasaran menggambarkan mengenai bagaimana strategi pemasaran yang dilakukan agar dapat bersaing dalam pasar. Penentuan strategi dan rencana pemasaran didasarkan pada kondisi persaingan pasar yang dihadapi. Pada analisis strategi dan rencana pemasaran menggunakan analisis STP (Segmenting, Targetting, dan Positioning) serta bauran pemasaran 4 P (Product, Price, Place, dan Promotion). a. Segmentasi Pasar Segmentasi pasar merupakan proses pengarahan pasar yang bersifat heterogen kedalam kelompok pasar yang bersifat homogen. Dalam prosesnya aspek utama yang menjadi variabel dalam pengelompokan pasar adalah aspek geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. b. Target Pasar Setelah menganalisis segmentasi pasar, hal selanjutnya yang dilakukan adalah pemilihan segmen pasar yang akan dijadikan target pasar. Pada penentuan target pasar, kriteria yang harus diperhatikan adalah target pasar yang dituju harus responsif terhadap produk atau program pemasaran yang dilakukan, produk yang ditawarkan memiliki potensi penjualan yang cukup luas, pasar memiliki pertumbuhan pasar yang baik, serta pasar dapat dijangkau oleh media pemasaran. c. Posisi Pasar Penentuan posisi pasar merupakan langkah terakhir yang harus dilakukan pada analisis strategi pemasaran. Penentuan posisi pasar dilakukan agar konsumen dapat membedakan antara produk yang ditawarkan perusahaan dengan produk pesaing. Penentuan posisi pasar dilakukan dengan cara mengidentifikasi keunggulan kompetitif produk dibandingkan dengan perusahaan pesaing. 3. Rencana Operasional (Produksi) Rencana operasional merupakan keseluruhan kegiatan operasional yang akan dilakukan pada bisnis yang akan mempengaruhi kebutuhan biaya. Rencana operasional mencakup penentuan lokasi usaha, skala operasi, kriteria pemilihan mesin atau equipment, proses produksi, perumusan standar mutu input dan output, serta layout perusahaan. 4. Tim Manajemen Perencanaan tim manajemen mencakup mengenai bagaimana bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur organisasi, deskripsi masing-masing jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, penentuan anggota dan tenaga kerja inti, serta sistem gaji dan upah.
22
B. Analisis Finansial 1.
Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total Present value penerimaan (benefit) dengan total Present Valure pengeluaran (cost) atau jumlah Present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0 (NPV>0).
Keterangan : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnist ( t = 0,1,2,3,........, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Discount rate (%) 2.
Internal Rate Return (IRR) Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak atau dapat berjalan apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga yang berlaku.
Keterangan : = Nilai percobaan pertama untuk discount rate positif i1 i2 = Nilai percobaan kedua untuk discount rate negatif NPV1 = Nilai percobaan pertama untuk NPV NPV2 = Nilai percobaan kedua untuk NPV Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C Rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1). Hal ini berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada kerugian yang dialami.
3.
23
Keterangan: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnist ( t = 0,1,2,3,........, n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Discount rate (%) 4.
Payback Period (PP) Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis finansial. Merode perhitungan ini dilakukan untuk menghitung seberapa cepat tingkat pengembalian modal dari bisnis tersebut. Semakin cepat tingkat pengembalian modal, maka para investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada bisnis tersebut.
Keterangan : I = besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik impas yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan (P = ATC minimum). Dengan kata lain pada kondisi ini kerugian dan keuntungan sama denga nol.
5.
6. Cash Flow Laporan arus kas memiliki dua macam arus, yaitu cash inflow dan cash outflow. Cash Inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas), terdiri dari: (1) Hasil penjualan produk atau jasa, (2) Penagihan piutang dari penjualan kredit, (3) Penjualan aktiva tetap yang ada, (4) Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas, (5) Pinjaman/hutang dari pihak lain, dan (6) Penerimaan sewa dan pendapatan lain.
24
Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas, terdiri dari: (1) Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya pabrik lain-lain, (2) Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan, (3) Pembelian aktiva tetap, (4) Pembayaran hutang-hutang perusahaan, (5) Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan, dan (6) Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan pengeluaran lain-lain. Contoh tabel proyeksi arus kas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Contoh tabel proyeksi arus kas No Uraian Komponen 1 2 ... Inflow I 1. Nilai Produksi 1. Pinjaman 2. Nilai Sewa 3. Grants 4. Salvage Value Total Inflow II Outflow 1. Biaya Investasi 2. Biaya Operasional 2.1 Biaya Variabel 2.2 Biaya Tetap 3. Pembayaran Bunga Pinjaman 4. Pajak 5. Biaya Lainnya Total Outflow III Net Benefit IV Dengan i=DR (%) V PV Net Benefit (NPV)=(III)(IV)
n
GAMBARAN UMUM LOKASI USAHA Bogor terletak di bagian barat Pulau Jawa. Bogor dibagi menjadi dua wilayah administratif, yaitu Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 1060480 BT dan 60260 LS. Kedudukan geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dekat dengan ibukota negara sehingga memiliki potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan 330 m dari permukaan laut. Kota Bogor memiliki suhu ratarata tiap bulan 26 0C dengan suhu terendah 21.8 0C dan suhu tertinggi 30.4 0C. Curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3 500 sampai 4 000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan ibukota dan secara geografis terletak pada posisi 60190 sampai 60470 LS
25
dan 106010 sampai 10701030 BT. Batas-batas wilayah Kabupaten Bogor sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kota Depok - Sebelah Barat : Kabupaten Lebak - Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang - Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta - Sebelah Timur Laut : Kabupaten Sukabumi - Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi - Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur Kabupaten Bogor memiliki suhu rata-rata antara 20 0C sampai 30 0C. Curah hujan tahunan antara 2 500 mm sampai dengan 5 000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang, dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2 500 mm per tahun. Ketinggian rata-rata Kabupaten Bogor berkisar antara 15 sampai 2 500 m diatas permukaan laut. Penyebaran ketinggian yaitu daratan bergelombang (100 sampai 500 m) di bagian tengah, pegunungan (500 sampai 1000 m), pegunungan tinggi dan daerah puncak (2 000 sampai 2 500 m). Kondisi topografi yang dimiliki Kota Bogor dan Kabupaten Bogor sesuai dengan kondisi dan syarat tumbuh tanaman temulawak. Tanaman temulawak secara alami tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19 sampai 30 0C. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1 000 sampai 4 000 mm/tahun. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5 sampai 1 000 m diatas permukaan laut dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m diatas permukaan laut. Kandungan pati tertinggi didalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m diatas permukaan laut. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang. Pertumbuhan yang baik pada komoditas temulawak didukung oleh karakteristik topografi dan iklim wilayah Bogor yang sesuai dengan kondisi dan syarat tumbuh bagi tanaman itu sendiri. Karakteristik topografi dan iklim yang sesuai menjadikan wilayah Bogor berpotensi untuk pengembangan budidaya temulawak.
RENCANA BISNIS Rencana Produk Produk yang akan dihasilkan dalam rencana bisnis ini ialah intermediate product dalam bentuk temulawak bubuk. Perencanaan produk ditentukan berdasarkan permintaan pasar. Industri obat herbal atau fitofarmaka lebih banyak membutuhkan bahan baku berupa olahan bubuk kering dibandingkan bentuk segar. Hal ini dikarenakan bahan kering lebih tahan lama dibandingkan bahan segar. Temulawak bubuk yang dihasilkan memiliki kadar air maksimum 10 persen dan murni tanpa campuran bahan lainnya. Selain kandungan zat didalamnya hal yang harus diperhatikan adalah penampilan produk. Produk yang dihasilkan berwarna kuning-jingga hingga coklat kuning-jingga. Produk yang
26
sudah digiling kemudian akan dikemas dalam kemasan plastik vakum dengan berat 10 kg dan kemasan sekunder berupa kardus berukuran netto 50 kg atau isi lima kemasan plastik. Pengemasan dengan cara vakum dipilih untuk memperpanjang umur produk dan juga mengecilkan ruang simpan.
Gambar 4 Temulawak bubuk Perumusan Standar Mutu Input dan Output Perumusan standar mutu input dan output diperlukan untuk meghasilkan produk, sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Mutu input berupa spesifikasi dari seluruh bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi. Mutu output berupa spesifikasi dari produk yang akan dijual. Mutu input dan output yang digunakan disesuaikan dengan permintaan pasar atau dalam hal ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh standar ekspor dari Kementerian Pertanian (Kementan 2012). Namun, mutu output ini juga dapat disesuaikan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan pembeli. - Standar mutu input Input yang digunakan adalah rimpang temulawak segar yang diperoleh dari petani mitra. Standar mutu bahan baku yang ditetapkan adalah rimpang temulawak berumur 9 sampai 10 bulan dengan warna kuning-jingga. Selain itu rimpang yang digunakan merupakan rimpang dengan kondisi yang baik, tidak rusak, berjamur, ataupun cacat - Standar mutu output Output yang dihasilkan berupa temulawak bubuk. Standar mutu output untuk produk temulawak bubuk ialah temulawak yang sudah digiling berwarna coklat kuning-jingga dengan kehalusan 40 sampai 60 mesh dan kadar air 10 persen. Strategi dan Rencana Pemasaran Strategi Pemasaran 1. Segmenting Pengelompokan segmen pasar untuk produk simplisia dan bubuk temulawak ini didasarkan pada aspek tingkat penggunaan dan juga geografis. Berdasarkan aspek tingkat penggunaan segmen pasar untuk produk ini mencakup industri fitofarmaka, industri jamu atau obat herbal, industri makanan dan minuman, dan perusahaan distributor bahan baku herbal atau rempah. Berdasarkan aspek geografis segmen pasar produk ini
27
mencakup Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Thailand, Singapura, Piliphina, Malaysia, Vietnam, Arab Saudi, India, Jordania, Arab Syria, Uni Emirat Arab, Algeria, Australia, Amerika, Suriname, Argentina, Belanda, Jerman, dan Ukraina. 2. Targetting Target pasar yang dipilih dari segmen pasar yang telah ditentukan adalah industri fitofarmaka yang membutuhkan simplisia ataupun bubuk kering temulawak sebagai bahan baku produknya di negara Amerika. Negara ini dipilih karena Amerika termasuk ke dalam tiga besar importir terbesar untuk tanaman temulawak di Indonesia dan bukan negara penghasil temulawak. 3. Positioning Usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan menawarkan sebuah produk yang diolah dari tanaman eksotis Indonesia dengan kualitas premium. Temulawak bubuk yang dihasilkan memiliki kadar air 8 persen. Selain itu, produk temulawak bubuk ini juga diolah dari bahan baku yang berkualitas dengan proses yang higienis. Produk ini akan dikemas menggunakan teknologi pengemasan vakum sehingga dapat meningkatkan daya simpan dan mempertahankan kualitas didalamnya. Bauran Pemasaran 1. Product (Produk) Produk yang akan dihasilkan oleh usaha ini ialah berupa intermediate product dalam temulawak bubuk.. Temulawak bubuk yang dihasilkan memiliki kadar air 10 persen. Produk yang sudah dikeringkan ataupun digiling menjadi bubuk kemudian dikemas dengan menggunakan kemasan plastik vakum dengan berat 10 kg per kemasan lalu Pada kemasan produk akan dicantumkan produk asal Indonesia, nama atau kode perusahaan eksportir, nama barang, negara tujuan, berat kotor, berat bersih, dan nama pembeli. Produk yang dijual tidak menggunakan merek ataupun label produk hanya mencantumkan label perusahaan. 2. Price (Harga) Harga jual dari produk yang dihasilkan adalah sebesar Rp244 000 per Kg atau setara dengan USD21.4 per kg. Harga ini ditetapkan berdasarkan data dari International Trade Centre (2013) untuk produk temulawak bubuk. (1 USD = Rp11 400) 3. Place (Tempat) Lokasi penjualan produk temulawak bubuk ini adalah negara Amerika. Saluran distributor dari produk ini adalah dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang mengekspor produk dengan tujuan yang sama yaitu Amerika. Cara ini dilakukan karena skala usaha pengolahan yang akan didirikan ini masih kecil. Pendistribusian produk dilakukan melalui portal ekspor terdekat, dalam hal ini adalah pelabuhan Tanjung Priok. Tempat usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan didirikan di Jalan KH Sholeh Iskandar atau Jalan Baru, Bogor. Lokasi ini dipilih karena letaknya yang strategis, dekat dengan pintu tol sentul atau Jagorawi, dan akses kendaraan yang mudah. 4. Promotion (Promosi)
28
Strategi promosi dari produk yang dihasilkan dilakukan dengan cara langsung (direct selling) kepada negara-negara importir rimpang temulawak dalam bentuk simplisia ataupun bubuk. Strategi promosi produk dilakukan menggunakan media internet dengan cara mengikuti bursa penjualan ekspor impor yang ada di internet atau melakukan penawaran kerjasama secara langsung kepada industri yang membutuhkan produk ini. Selain itu, strategi promosi juga dapat menggunakan kerjasama antara pengusaha dengan dinas terkait, dalam hal ini Kementerian Perdagangan sebagai mediator antara eksportir dan importir.
Rencana Produksi (Operasional) Rencana Jumlah Produksi Kegiatan usaha pengolahan rimpang temulawak ini terdiri dari proses pengeringan dan penggilingan produk kering serta pengemasan. Produk yang dihasilkan ditujukan kepada industri manufaktur fitofarmaka ataupun biofarmaka luar negeri yang menggunakan temulawak bubuk sebagai bahan baku produknya. Rencana jumlah produksi ini adalah sebesar 1.7 ton per bulan pada tahun pertama dan 2 ton per bulan pada tahun selanjutnya. Penentuan ini didasarkan kepada hasil wawancara lapang disesuaikan dengan kemampuan petani. Teknologi Teknologi yang digunakan dalam usaha pengolahan rimpang temulawak ini adalah dengan menggunakan mesin untuk pengeringan, penggilingan, serta pengemasan rimpang temulawak. Mesin yang digunakan dalam kegiatan pengeringan rimpang temulawak adalah mesin perajang, Vacuum Cabinet Dryer dengan output yang dihasilkan berupa simplisia temulawak serta mesin penggiling Diskmill dengan output yang dihasilkan berupa temulawak bubuk. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan Vacuum Packaging untuk mengemas produk berupa simplisia ataupun bubuk temulawak. 1. Mesin Perajang
Gambar 5 Mesin perajang Sumber: http://www.kiosmesin.blogspot.com
29
Temulawak yang sudah lolos tahap penyortiran dan pencucian dan penirisan kemudian akan dirajang menggunakan mesin perajang. Prinsip kerja mesin ini ialah memotong rimpang sesuai dengan ketebalan tertentu. Tingkat ketebalan dapat disesuaikan dalam hal ini tingkat ketebalan yang digunakan adalah 3-5 mm. Teknologi ini dipilih untuk menghasilkan irisan rimpang dengan tingkat ketebalan yang seragam dan meningkatkan efisiensi waktu produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penjual mesin, kapasitas mesin perajang adalah 150 kg per jam, maka untuk merajang 1 000 kg rimpang basah dibutuhkan dua unit mesin perajang yang masing-masing beroperasi selama 3.5 jam. Spesifikasi mesin: a. Tipe : Vertikal Blade b. Dimensi : Tergantung Tipe c. Material rangka : Siku Besi atau UNP d. Material badan mesin : Stainless Steel e. Material pisau : Baja f. Penggerak : Diesel atau Motor Bensin g. Kapasitas : 150 kg/jam 2. Vacuum Cabinet Dryer Teknologi pengeringan dengan menggunakan Vacuum Cabinet Dryer dipilih karena mesin ini dapat mengeringkan rimpang temulawak lebih cepat dibandingkan dengan oven biasa. Proses kerja mesin ini tidak hanya mengeringkan produk, tetapi juga menyedot sisa air yang terbentuk pada saat pengeringan sehingga produk yang dihasilkan menjadi kering sempurna dan memiliki penampilan yang lebih bagus dibandingkan dengan pengeringan secara tradisional. Sumber panas yang digunakan berasal dari listrik. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penjual mesin, mesin pengeringan ini memiliki kapasitas 40 rak atau setara dengan 150 kg rimpang basah, sehingga untuk mengeringkan 1 000 kg rimpang basah dalam satu kali produksi dibutuhkan alat pengering sebanyak tujuh unit. Waktu yang dibutuhan untuk mengeringkan rimpang temulawak basah menggunakan vacuum cabinet dryer adalah delapan jam dengan suhu 50 hingga 60 oC8.
8
Ofosi Harefa “TPL-IKM 2008” PTKI MEDAN (Desember 2010). (Diacu 26 Maret 2014)
30
Gambar 6 Mesin vacuum cabinet dryer Sumber: www.mesinpertanian.com Spesifikasi mesin: a. Tipe : OVG-40 b. Kapasitas : 40 rak / loyang atau setara dengan 150 Kg temulawak basah c. Dimensi : 240x55x165 cm d. Bahan : stainless stell e. Listrik blower: 300 watt f. Sumber panas : Gas LPG 3. Mesin Diskmill
Gambar 7 Mesin diskmill Sumber : www.mesinpertanian.com Temulawak yang sudah dikeringkan kemudian digiling menggunakan mesin diskmill untuk menghasilkan temulawak bubuk. Prinsip kerja mesin ini ialah dengan menggiling bahan baku kasar menjadi bentuk yang lebih halus atau bubuk dengan tingkat kehalusan yang dapat disesuaikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penjual mesin pengolahan, mesin penggiling kering diskmill memiliki kapasitas 300 kg per jam, sehingga untuk menggiling 100 kg
31
temulawak kering maka dibutuhkan mesin penggiling sebanyak satu unit. Waktu kerja mesin selama 0.3 jam. Spesifikasi mesin: a. Tipe : AGC 23 b. Kapasitas : 300 kg/jam c. Kecepatan rotasi : 5800 rpm d. Kekuatan motor : 3 kw e. Dimensi : 800x500x1000 mm f. Bahan : Stainless steel g. Berat (tidak termasuk motor) :75 kg
4. Mesin Vacuum Packager
Gambar 8 Mesin vacuum packager Sumber: www.tokomesin .com
Gambar 9 Kemasan plastik vakum Sumber: www.kaskus.co.id
Temulawak yang sudah diolah dalam bentuk bubuk kemudian dikemasmenggunakan kemasan vakum dengan mesin Vacuum Packager. Prinsip kerja mesin ini ialah dengan mengeluarkan udara dalam kemasan sehingga menciptakan ruang hampa kemudian dilakukan penyegelan. Teknologi pengemasan ini dipilih karena dapat meningkatkan umur simpan produk serta meminimalisir ruang penyimpanan produk. Plastik kemas vakum yang digunakan memiliki kapasitas sebesar 10 Kg, maka dalam satu bulan produksi akan dihasilkan 200 kemasan. Mesin akan beroperasi selama ±2 jam. Berdasarkan syarat ketentuan ekspor yang berlaku untuk bahan makanan, jenis plastik kemasan yang digunakan merupakan plastik kemasan vakum yang merupakan campuran dari bahan plastik LDPE (Low Density Polyethylene), PET (Poly Ethylene Terephthalate) dan Nylon. Plastik kemasan tersebut memiliki ketebalan dan
32
kerapatan pori yang lebih tinggi dibandingkan dengan plastik kemasan biasa (Kemendag 2013). Spesifikasi mesin: a. Tipe : DZ600 W b. Listrik : 380 V, 50 Hz c. Tenaga Sealing : 800 watt d. Tenaga vakum : 750 watt e. Lebar seal : 600 mm x 10 mm f. Ukuran meja kerja : 600x400 mm g. Kecepatan pengemasan : 1-3 kali / menit h. Dimensi Mesin : 670x500x1000 mm i. Berat : 80 kg
5. Mesin Conveyor Pendeteksi Logam
Gambar 10 Mesin conveyor pendeteksi logam Sumber: www.indotrading.com Temulawak bubuk yang sudah dikemas kemudian akan melewati tahap pengujian kandungan logam melalui mesin conveyor pendeteksi logam. Mesin ini digunakan untuk mendeteksi kandungan logam pada makanan dengan sensitivitas deteksi yang tinggi. Mesin ini dapat mendeteksi logam besi dan stainless steel, seperti kawat atau timah, tembaga, alumunium, timah, dan logam lainnya. Pengujian kandungan logam ini perlu dilakukan untuk menjaga mutu atau kualitas produk. a. Spesifikasi mesin: b. Tipe : F500 c. Metode mendeteksi : Magnetic induksi d. Lebar pendeteksian : 600 mm e. Tinggi pendeteksian : 160 mm f. Kemampuan mendeteksi : Ф1.0 bola besi g. Metode alarm : Buzzer
33
h. i. j.
Kecepatan belt : 40 m/min Tegangan listrik : 230 V, 50-60 Hz Ukuran dimensi : 1 620 x 1 000 x 1 100 mm
Bahan Baku Bahan baku dari usaha pengolahan rimpang temulawak ini berupa rimpang temulawak segar yang diperoleh dari petani yang berada di wilayah Bogor dan sekitarnya. Petani-petani yang memasok bahan baku merupakan petani yang bermitra dengan usaha ini sebagai pemasok tetap bahan baku produksi. Bahan baku dipasok setiap hari dengan jumlah pasokan per hari sebesar 1 053 kg. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pihak pelaku usaha dalam hal ini Taman Sringganis, tingkat penyusutan bahan baku pada tahap penyortiran awal yaitu sebesar 5%. Kebutuhan bahan baku per bulan dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil wawancara dan turun lapang kepada para petani, ratarata kepemilikan lahan oleh petani sebesar 1 000 m2 dengan jumlah produksi 1 750 Kg per panen. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku per bulan diperlukan ±11 orang petani mitra dengan kepemilikan lahan sebesar 1 000 m2. Agar produksi dapat berjalan lancar selama setahun maka diperlukan ±100 petani mitra dengan kepemilikan lahan sebesar 1 000 m2.
Tabel 5 Kebutuhan bahan baku per bulan Satuan Input Rimpang temulawak segar Penyusutan bahan baku (sortasi) 5% Plastik kemasan Kemasan sekunder (kardus) Output Temulawak bubuk
Kg Kg Lembar Lembar Kg
Jumlah pada Tahun 1
Jumlah pada Tahun Selanjutnya
21 053 1 053
21 053 1 053
170 34
200 40
1 700
2 000
Manajemen Pengumpulan Bahan Baku Kegiatan usaha ini menggunakan pendekatan wirakoperasi dimana para petani dan koperasi bekerja secara bersama-sama. Petani akan menjual produknya berupa temulawak segar melalui koperasi. Koperai sebagai badan usaha yang melakukan pengolahan akan mengolah temulawak segar menjadi temulawak bubuk. Agar usaha pengolahan ini dapat berlangsung secara lancar maka, diperlukan manajemen pengumpulan bahan baku yang baik. Manajemen pengumpulan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 11
34
Wirakoperasi Petani
Petani
GAPOKTAN
Koperasi
Petani
Keterangan : Aliran Produk (Temulawak segar) Aliran Informasi Aliran Uang Gambar 11 Diagram manajemen pengumpulan bahan baku Temulawak segar dari petani akan dikumpulkan oleh Gapoktan atau kelompok tani yang kemudian akan disalurkan ke koperasi. Agar bahan baku yang dipasok dapat memenuhi kebutuhan usaha setiap bulannya harus ada minimal 11 orang petani dengan kepemilikan lahan sebesar 1 000 m2. Wirakoperasi akan memberikan arahan atau informasi kepada Gapoktan mengenai pengaturan masa tanam, teknik budidaya yang baik dan benar ataupun informasi lainnya yang dibutuhkan oleh petani. Sistem pembayaran akan dilakukan pada saat bahan baku diterima oleh koperasi. Perencanaan Lokasi dan Tata Letak Bangunan usaha berdiri di atas lahan seluas 3 000 m2 yang terdiri dari tiga ruang utama yaitu ruang kantor, ruang produksi, dan ruang gudang penyimpanan. Lokasi bangunan usaha yang akan didirikan adalah di sekitar Jl KH Sholeh Iskandar atau biasa disebut Jalan Baru Bogor. Alasan pemilihan lokasi Lokasi ini dipilih karena letaknya yang strategis, dekat dengan pintu tol sentul atau Jagorawi sehingga memudahkan akses menuju pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu infrastruktur yang memadai seperti jalan dan jembatan. Tata letak dan layout bangunan usaha dapat dilihat pada Gambar 12.
35
Area Bongkar Muat
Sortasi dan Grading
Area Penyucian
4
5
Area Penirisan Musha lla
3 1
Gudang Penyimpanan
Ruang Produksi
Toilet
1
2 2
2
2
2
2
2
Ruang Kantor Koperasi
Gambar 12 Tata letak bangun Keterangan : 1 = Mesin Perajang 2 = Mesin vacuum dryer 3 = Mesin Penggilingan 4 = Mesin vacuum packager 5 = Mesin conveyor pendeteksi logam Proses Produksi Proses produksi pada pengolahan rimpang temulawak melalui tahapan sebagai berikut: 1. Penyortiran dan pencucian temulawak Rimpang temulawak yang datang dari petani akan disortir. Tujuan penyortiran ini ialah untuk memisahkan rimpang temulawak yang bagus dengan rimpang temulawak yang busuk atau rusak atau dari cemaran bahan asing lainnya. Rimpang yang baik adalah rimpang yang tidak berjamur dan tidak busuk. Pencucian sebaiknya menggunakan air bersih dan bertekanan tinggi dan disikat secara berhati-hati. Setelah rimpang temulawak dicuci, kemudian ditiriskan. 2. Penimbangan bahan Rimpang yang terseleksi kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot bersih yang akan diproses. 3. Perajangan rimpang Rimpang temulawak yang telah bersih kemudian dirajang dengan ketebalan 3 sampai 5 mm. Proses perajangan dilakukan dengan menggunakan mesin perajang 4. Pengeringan Rimpang temulawak yang sudah dirajang kemudian dikeringkan dengan menggunakan mesin vacuum cabinet dryer dengan suhu 50 sampai 600C selama 8 jam. 5. Penggilingan kering
36
Rimpang temulawak yang sudah dikeringkan kemudian digiling menggunakan alat diskmill untuk menghasilkan produk berupa temulawak bubuk. 6. Penyortiran Akhir Pada tahap penyortiran akhir, temulawak kering yang sudah digiling menjadi bubuk disortir kembali. Hal ini dilakukan untuk memisahkan temulawak bubuk dari cemaran bahan asing lainnya. Setelah produk disortir, kemudian ditimbang kembali untuk menghitung rendemen hasil dari pemrosesan. 7. Pengemasan Rimpang temulawak yang sudah melalui tahap pengolahan menjadi temulawak bubuk kemudian dikemas menggunakan kemasan vakum. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan mesin vacuum packager untuk menghasilkan kemasan yang kedap udara. 8. Penyimpanan Penyimpanan dilakukan di ruang atau gudang usaha yang bersih dan sirkulasi udaranya baik dan tidak lembab. Suhu ruangan tidak melebihi 30 oC dan jauh dari bahan lain penyebab kontaminasi. Gudang harus bebas dari hama atau penyakit. Diagram alir pengolahan temulawak bubuk dapat dilihat pada Gambar 13. Proses produksi dilakukan selama 3 hari dengan proses produksi bergulir. Satu bulan produksi terdiri dari 20 hari kerja. Alur proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 1.
37
Penyortiran Awal (Temulawak Segar)
Pencucian, penirisan, dan penimbangan selama 1 hari
Penggilingan simplisia menggunakan mesin diskmill selama 0.3 jam
Penyortiran Akhir
Temulawak bubuk kemasan 10 kg
Perajangan menggunakan mesin perajang selama 3.5 jam
Pengeringan menggunakan mesin vacuum cabinet dryer selama 8 jam
Temulawak Bubuk
Pengemasan menggunakan mesin vacuum packager selama 2 jam
Deteksi kandungan logam menggunakan mesin conveyor pendeteksi logam
Gambar 13 Diagram alir pengolahan temulawak bubuk Tenaga Teknis Produksi Tenaga teknis produksi terdiri dari staf atau supervisor bagian produksi dan tenaga kerja lepas harian untuk proses produksi langsung, mulai dari penyortiran, pencucian, pengeringan, penggilingan, dan pengemasan. Staf atau supervisor bagian produksi bertugas untuk membagi tugas kepada setiap tenaga kerja. Berikut ini adalah rincian tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha pengolahan rimpang temulawak:
Tabel 6 Rincian kebutuhan tenaga kerja berdasarkan deskripsi kerja Jenis Pekerjaan Jumlah Staf atau supervisor bagian produksi 1 orang Staf ahli 1 orang Tenaga kerja produksi 11 orang
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 13 orang dengan 1 orang sebagai supervisor bagian produksi, 1 orang sebagai staf ahli dan 11 orang sebagai tenaga kerja produksi. Staf atau supervisor bagian produksi bertugas
38
untuk mengontrol dan mengatur pembagian tugas pada tenaga kerja bagian produksi.
Perumusan Standard Operating Procedure (SOP) Perumusan Standard Operating Procedure (SOP) sangat diperlukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Penyusunan Standar Operating Procedure (SOP) pada rencana bisnis produk temulawak bubuk disesuaikan dengan penelitian (Fahma, dkk 2012) yang dilakukan pada klaster biofarmaka di Karanganyar. Standard Operating Procedure (SOP) produk temulawak bubuk dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 7 Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan produk temulawak bubuk Tahapan Pembuatan Temulawak Bubuk Pengumpulan bahan baku Tahap penyortiran awal Tahap pencucian rimpan
Tahap pengirisan rimpang Tahap pengeringan rimpang Tahap penggilingan
Tahap penyortiran akhir Tahap pengemasan dan pelabelan
Tahap penyimpanan
Prosedur Pembuatan Temulawak Bubuk Rimpang temulawak dikumpulkan dari hasil panen lahan milik petani, apabila ada petani yang ingin menjual keluar koperasi harus lapor terlebih dahulu. 1. Memilih rimpang yang cukup umur panennya, tidak rusak atau berjamur. 2. Membersihkan rimpang dari tanah, daun, dan akar 3. Kulit rimpang tidak dikupas 1. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan dari sisa tanah yang masih menempel kemudian dibilas pada bak air. 2. Rimpang kemudian ditiriskan pada rak penirisan. Hindari kontaminasi langsung dengan tanah. 3. Menimbang rimpang untuk mengetahui berat rimpang basah. 1. Rimpang diiris dengan ketebalan 3 sampai 5 mm dengan menggunakan mesin perajang. 2. Menampung irisan ke dalam tempat yang telah disediakan 1. Rimpang yang telah diiris disusun pada rak-rak oven pengeringan. 2. Penyusunan rimpang tidak boleh bertumpuk 3. Rimpang dikeringkan dengan menggunakan mesin vacuum cabinet dryer selama 8 jam. 1. Rimpang yang telah dikeringkan kemudian digiling menggunakan mesin diskmill 2. Temulawak bubuk kemudian ditampung kedalam tempat yang telah disediakan. Memisahkan temulawak bubuk dengan benda asing selain temulawak bubuk, seperti kerikil atau benda asing lainnya. 1. Menyiapkan bahan pengemas berupa plastik kedap udara 2. Menimbang berat bersih untuk setiap kemasan 3. Memberi label produk dan menutup kemasan dengan menggunakan mesin vacuum packager. 4. Memasukkan kemasan plastk kedalam kardus dan diberikan silica gel Produk temulawak bubuk disimpang kedalam gudang yang bersih, tidak lembab, dan tidak dicampur dengan bahan lain.
39
Rencana Manajemen Skema Pembentukan Usaha Skema pembentukan usaha berisikan urutan langkah yang dilakukan untuk mendirikan usaha pengolahan rimpang temulawak melalui pendekatan social entrepreneurship. Urutan langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Perumusan ide usaha Pembentukan usaha ini harus diawali dengan perumusan ide usaha. Perumusan ide usaha ini dimulai oleh seorang wirakoperasi. Seorang wirakoperasi dituntut untuk membuat suatu ide usaha yang kreatif yang dapat memberikan keuntungan finansial bagi badan usaha dan keuntungan sosial bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya dalam hal ini adalah petani temulawak. 2. Sosialisasi ide usaha kepada petani dan BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Sosialisasi kepada petani ditujukan untuk membuka wawasan petani terkait potensi pasar dari tanaman temulawak. Selain itu, proses sosialisasi ini juga bertujuan menarik minat para petani untuk bergabung kedalam usaha sebagai mitra usaha. Sosialisasi kepada BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) ditujukan untuk memperoleh dana yang nantinya akan digunakan sebagai modal usaha. 3. Pembentukan badan usaha Setelah tahap sosialisasi dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah pembentukan badan usaha yang sah secara hukum. Badan usaha yang digunakan pada perencanaan bisnis ini ialah koperasi. Skema pembentukan usaha produk temulawak bubuk dapat dilihat pada Gambar 14. Ide Usaha (Wirakoperasi)
Sosialisasi Petani
Sosialisasi BAPPEDA
Pembentukan Koperasi Gambar 14 Diagram skema pembentukan usaha Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Bentuk badan usaha yang dipilih pada kegiatan usaha ini ialah koperasi. Koperasi dipilih sebagai bentuk usaha karena proses pendiriannya tidak rumit dan tidak memerlukan biaya yang besar. Selain itu, bentuk usaha koperasi ini akan menciptakan suatu ikatan kekeluargaan yang kuat antar setiap anggota dan menimbulkan rasa saling memiliki antar tiap anggotanya, hal ini dikarenakan
40
pelaksanaannya yang berdasarkan asas kekeluargaan. UU No 17 tahun 2012 menyebutkan bahwa tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan. Oleh sebab itu, bentuk usaha ini sangat cocok digunakan oleh seorang wirakoperasi dalam menjalankan usahanya. Struktur Organisasi Struktur organisasi kepengurusan usaha pengolahan rimpang temulawak ini, terdiri dari rapat umum anggota (RUA), pengurus (ketua, sekretaris, bendahara), pengawas, manajer usaha, staf administrasi, staf keuangan, dan supervisor produksi. Pengurus koperasi berasal dari anggota koperasi yang terdiri dari para petani mitra, sedangkan manajer usaha serta para staf dan supervisor dapat berasal dari dalam maupun luar anggota. Struktur organisasi usaha pengolahan rimpang temulawak dapat dilihat pada Gambar 15. RUA (Rapat Umum Anggota) Pengurus
Pengawas
Manajer Usaha
Staff Keuangan
Supervisor Produksi
Staf Ahli
Staff Tata Usaha
Karyawan Produksi
Ket : = Koordinasi langsung = Koordinasi tidak langsung Gambar 15 Struktur organisasi usaha pengolahan rimpang temulawak Jumlah pengurus koperasi yang direncanakan terdiri dari empat orang yang terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan pengawas. Karyawan yang direncanakan terdiri dari lima belas orang terdiri dari manajer usaha, staf keuangan, supervisor produksi, staf tata usaha, staf ahli, dan sebelas orang karyawan produksi.
41
Deskripsi, Wewenang dan Batasan Kerja 1. Rapat Umum Anggota - Deskripsi : pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi dalam pengambilan keputusan 2. Pengurus (Ketua, Sekertaris, dan Bendahara) - Deskripsi Kerja : memimpin dan mengontrol jalannya organisasi dan perusahaan koperasi - Wewenang dan Batasan Kerja Ketua Koperasi: a. Memimpin, mengkoordinir dan mengontrol jalannya aktivitas koperasi. b. Memimpin Rapat Umum Anggota tahunan dan menyampaikan pertanggungjawaban kepada anggota. c. Mengambil keputusan atas hal-hal yang dianggap penting bagi kelancaran kegiatan koperasi. - Wewenang dan Batasan Kerja Sekretaris Koperasi: a. Melakukan kegiatan korespondensi (surat-menyurat) dan ketatausahaan koperasi. b. Melakukan pencatatan tentang kemajuan yang terjadi pada koperasi. c. Membuat pendataan koperasi. - Wewenang dan Batasan Kerja Bendahara Koperasi: a. Merencanakan anggaran belanja dan pendapatan koperasi. b. Memelihara semua harta kekayaan koperasi. c. Melakukan pembukuan transaksi koperasi. 3. Pengawas Koperasi - Deskripsi Kerja: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. - Wewenang dan Batasan Kerja: a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan pengurus menyangkut pengelolaan koperasi, baik yang menyangkut aspek organisasi idiil maupun aspek usaha. b. Meneliti catatan yang ada pada koperasi. c. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan. 4. Manajer Usaha - Deskripsi Kerja: melakukan pengawasan terhadap kegiatan bidang usaha - Wewenang dan Batasan Kerja: a. Melakukan perencanaan produksi, keuangan, penetapan organisasi usaha serta melaksanakan pengawasan terhadap seluruh aktivitas usaha. b. Melakukan kegiatan penjualan dan promosi produk c. Melaksanakan kegiatan perekrutan karyawan. 5. Staf Tata Usaha - Deskripsi Kerja: bertanggungjawab atas kegiatan administrasi perusahaan. - Wewenang dan Batasan Kerja: a. Merancang SOP (Standard Operating Procedure) rangkaian kegiatan produksi. b. Mencatat segala biaya yang timbul akibat proses produksi c. Membuat kontrak kemitraan dengan petani pemasok
42
6. -
7. -
8. -
9. -
d. Menyusun kontrak kerjasama dengan industri. e. Menyusun dan mengurus perijinan usaha. f. Menyusun kebutuhan perlengkapan perusahaan. Staf Keuangan Deskripsi Kerja: bertanggungjawab terhadap fungsi keuangan perusahaan. Spesifikasi Kerja: a. Mengelola fungsi akuntasi dalam memproses data dan informasi keuangan perusahaan. b. Mengkoordinasikan dan mengontrol perencanaan, pelaporan dan pembayaran kewajiban pajak perusahaan. c. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengontrol arus kas perusahaan terutama pengelolaan piutang dan hutang. d. Merencanakan dan mengkoordinasikan penyusun anggaran perusahaan. e. Menyusun penetapan gaji dan upah bagi seluruh karyawan perusahaan. Staff atau Supervisor Produksi Deskripsi Kerja: bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan produksi Wewenang dan Batasan Kerja: a. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penerimaan bahan baku. b. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pengolahan, mulai dari pencucian hingga pengemasan. c. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyimpanan produk. d. Melakukan kegiatan pendistribusian produk e. Melakukan pembagian tugas kepada tenaga kerja produksi Staf Ahli Deskripsi kerja: melakukan pengawasan mutu pada produk jadi berupa temulawak bubuk. Wewenang dan batasan kerja: a. Melakukan pengontrolan mutu pada produk jadi berupa temulawak bubuk b. Mengoperasikan mesin atau alat uji mutu c. Melakukan perawatan pada mesin uji mutu. Tenaga Kerja Produksi Deskripsi kerja: melakukan pengolahan bahan baku mulai dari penyortiran hingga pengemasan Wewenang dan Batasan Kerja: a. Melakukan penyortiran dan grading bahan baku. b. Melakukan pencucian dan penirisan bahan baku yang telah lulus tahap penyortiran dan grading. c. Melakukan perajangan dan pengiringan bahan baku d. Melakukan penggilingan temulawak kering e. Melakukan pengemasan temulawak bubuk f. Melakukan kegiatan penyimpanan
43
Upah dan Gaji Berdasarkan tingkat upah minimum regional (UMR) yang berlaku untuk daerah Jawa Barat, maka rincian upah yang diberikan kepada masing karyawan adalah sebagai berikut:
Tabel 8 Rincian upah karyawan per bulan Uraian Manajer Usaha - Gaji Pokok - Uang Makan (@Rp30 000x20 hari) - Uang Transport (@Rp30 000x20 hari) Staf Keuangan - Gaji Pokok - Uang Makan (@Rp30 000x20 hari) - Uang Transport (@Rp20 000x20 hari) Staf Tata Usaha - Gaji Pokok - Uang Makan (@Rp30 000x20 hari) - Uang Transport (@Rp20 000x20 hari) Staf Produksi - Gaji Pokok - Uang Makan (@Rp30 000x20 hari) - Uang Transport (@Rp20 000x20 hari) Staf Ahli - Gaji Pokok -Uang Makan (@Rp30 000x20 hari) -Uang Transport (@Rp20 000x20 hari) Tenaga Kerja Produksi - Upah per hari @Rp50 000
Gaji per Bulan (Rp)
Total Upah (Rp)
2 500 000 600 000 3 700 000 600 000
1 700 000 500 000 2 700 000 400.000
1 700 000 600 000 2 700 000 400 000
1 850 000 600 000 2 850 000 400.000
2 000 000 600 000
3 000 000
400 000 1 000 000
1 000 000
Manajemen Kemitraan Usaha yang akan dijalankan atau didirikan akan menjalin kerjasama dengan petani temulawak yang berada di wilayah Bogor dan sekitarnya sebagai petani pemasok. Bentuk kerjasama yang akan dilakukan merupakan kerjasama vertikal kebelakang dalam hal penyediaan bahan baku. Petani akan memasok bahan baku berupa temulawak segar yang kemudian akan diolah dengan menggunakan teknologi pengeringan, penggilingan, serta pengemasan.
44
Kerjasama dilakukan untuk menjamin kontinuitas bahan baku berupa temulawak segar juga mempertahankan kualitas dari bahan baku yang akan dipasok. Selain itu, tujuan dari kerjasama ini ialah meningkatkan kesejahteraan petani temulawak melalui peningkatan pendapatan. Konsep kerjasama yang akan dilakukan berupa penentuan ketetapan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh perusahaan koperasi atas penjualan produk. Ketetapan bagi hasil keuntungan diperoleh berdasarkan kesepakatan antara petani dengan perusahaan koperasi. Selain itu, untuk menjaga kualitas bahan baku temulawak segar, koperasi akan memberikan pelatihan terkait budidaya yang baik dan benar agar petani dapat menghasilkan temulawak dengan jumlah produksi optimal dan berkualitas. Usaha yang akan didirikan ini tidak hanya berorientasi kepada keuntungan koperasi tetapi juga kepada kesejahteraan para petani. Bentuk kerjasama yang dijalin antara koperasi dan petani merupakan kerjasama kooperatif yang diikat atas dasar keanggotaan koperasi. Agar kerjasama ini dapat berjalan dengan baik dalam pelaksanaannya baik anggota ataupun manajemen koperasi harus menjunjung nilai etis koperasi. Adapun nilai etis koperasi yaitu sebagai berikut: 1. Kejujuran (Honesty) Kejujuran manajemen koperasi kepada anggotanya akan menumbuhkan kepercayaan anggota kepada koperasi. Kepercayaan anggota kepada koperasi akan menningkatkan rasa ikut memiliki sehingga pasrtisipasi anggota dalam mengembangkan koperasi juga akan meningkat. Pada penerapannya, tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan antara apa yang dijanjikan dengan kenyataan yang terjadi. 2. Keterbukaan (Openess) Koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela dan terbuka bagi semua orang tanpa pandang bulu, yang bersedia menggunakan jasa-jasa koperasi dan bersedia menerima tanggung jawab sebagai anggota. Anggota sebagai koperasi berhak untuk mengetahui keadaan koperasi setiap saat. Di sisi lain, pengurus juga memiliki kewajiban untuk memberi tahu secara transparan keadaan koperasi kepada anggota. 3. Tanggung jawab sosial (Social responsibility) Nilai ini berkaitan dengan watak sosial koperasi sebagai organisasi yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Semangat peningkatan kesejahteraan perlu diupayakan koperasi agar dapat meperbaiki kehidupan anggota dan masyarakat lingkungannya. Hal ini dicerminkan melalui pembinaan atau pelatihan yang dilakukan kepada anggota serta adanya sebagian surplus koperasi yang dialokasikan untuk pembangunan sosial dan hak-hak sosial. 4. Kepedulian terhadap orang lain (Care for others) Pada pelaksanaannya, koperasi harus menggunakan pandangan dasar kerja altruisme. Altruisme adalah pandangan dasar kerja dimana koperasi tidak hanya mementingkan dirinya sendiri, tetapi koperasi juga memiliki kepedulian terhadap orang lain. Altruisme berkaitan dengan semangat yang kuat dari orang-orang tertentu untuk membantu meningkatkan standar hidup. Altruisme akan menghasilkan loyalitas dan dedikasi yang besar pada setiap anggota koperasi.
45
Sistem kerjasama yang dilakukan menggunakan sistem kerjasama kooperatif. Pelaku usaha dalam hal ini koperasi, akan memberikan pelatihan kepada petani mitranya terkait budidaya yang baik dan benar. Pelatihan dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan dengan sistem bergiliran pada tiap desa. Topik yang akan dibahas disesuaikan dengan hasil diskusi dari anggota kelompok tan berdasarkan kebutuhan para petani. Agar pelatihan dapat dilakukan dengan mudah, maka diperlukan pembentukan kelompok tani atau Gapoktan pada desa. Berdasarkan hasil observasi lapang, daerah yang dapat dikembangkan untuk pembentukan kelompok tani temulawak bersada di daerah Rancabungur dan Tegal Waru. Hal ini dikarenakan daerah tersebut masih banyak warga yang menanam tanaman temulawak namun belum dimanfaatkan dengan baik. Kerjasama yang terjalin pada usaha atau bisnis akan membentuk suatu hubungan antar tiap individu dan institusi yang terlibat dalam hal ini, petani, koperasi wirakoperasi, dan industri. Matriks hubungan antara petani, koperasi, wirakoperasi, dan industri dapat dilihat pada Gambar 16. Wirakoperasi 2 1 3 6
Petani
4
5
Koperasi
7
11
8 10
12
Industri
9 Desa
Gambar 16 Diagram hubungan antara petani, koperasi, wirakoperasi, dan industri Keterangan : 1 = Wirakoperasi sebagai mitra kerja petani perlu untuk membentuk kepercayaan 2 = Wirakoperasi sebagai mediator antara petani dan industri 3 = Wirakoperasi sebagai pembuka pasar dari petani ke industri luar negeri 4 = Koperasi sebagai penyedia sarana bagi wirakoperasi dan menciptakan lapangan pekerjaan 5 = Industri sebagai klien bisnis 6 = Petani sebagai pemasok bahan baku berupa temulawak segar. 7 = Koperasi sebagai badan yang menyuplai bahan baku setengah jadi berupa temulawak bubuk ke industri 8 = Industri Sebagai mitra usaha (hasil penjualan produk)
46
9 = Koperasi sebagai sumber dana pembangunan desa dan unit usaha yang dimiliki desa. 10 = Desa sebagai penyedia sarana dan prasarana berdirinya koperasi 11 = Koperasi sebagai badan yang melakukan pengolahan bahan baku berupa temulawak segar menjadi temulawak bubuk 12 = Desa sebagai pendukung sarana dan prasarana program yang akan dijalankan Wirakoperasi diibaratkan sebagai sebuah motor penggerak dalam sebuah usaha. Usaha yang dilakukan merupakan sebuah usaha bersama yang menerapkan prinsip-prinsip koperasi. Adanya peranan wirakoperasi tidak hanya berefek terhadap keberhasilan usaha, tetapi juga terhadap keberhasilan anggota. Perbandingan hasil pendekatan wirakoperasi dan non-wirakoperasi dalam usaha pengolahan rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9
Hasil pendekatan wirakoperasi dalam usaha pengolahan rimpang temulawak Uraian
Sistem Jual
Sistem budidaya
Kualitas bahan baku
Pelatihan dan pengawasan
Pasar Harga temulawak segar di tingkat petani Dana pengembangan desa
Tanpa Wirakoperasi Dengan Wirakoperasi Petani menjual kepada Petani menjual melalui tengkulak koperasi ke Industri fitofarmaka diluar negeri Umumnya dilakukan Penerapan sistem budidaya dengan caara berburu hanya sesuai dengan Standard sedikit yang melakukan Operational Procedure yang budidaya. sudah dirancang. Bervariasi, tidak ada standar Seragam, sesuai dengan tertentu. standar kualitas yang telah ditentukan. Tidak ada pelatihan dan Ada pelatihan dan pengawasan yang dilakukan pengawasan terhadap sistem kepada petani budidaya petani Tidak ada kepasatian pasar, Ada kepastian pasar melalui karen tidak ada kontrak kerjasama kooperatif antar antar petani dan pengusaha petani dan koperasi. Harga yang diterima petani Harga yang diterima petani rendah meningkat hingga dua hingga tiga kali lipat Tidak ada dana yang Ada dana yang dialokasikan dialokasikan guna guna pembangunan desa. pengembangan desa
Manajemen Risiko Risiko Produksi Risiko produksi terjadi akibat adanya aktivitas pada proses produksi. Beberapa hal yang termasuk kedalam risiko produksi diantaranya adalah: a. Biaya produksi yang tinggi (inefisien)
47
Pada aktivitas produksi ada kemungkinan terjadinya inefisiensi sehingga biaya produksi menjadi tinggi. Hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi risiko tersebut yaitu dengan cara menggunakan teknologi tepat guna. Cara ini dapat meningkatkan efisiensi perusahaan sehinnga biaya produksi dapat diminimalisir. b. Pasokan bahan baku terhambat Usaha pengolahan rimpang temulawak menggunakan bahan baku yang berasal dari petani mitra sehingga ada kemungkinan terjadinya keterlambatan pada saat pemasokan bahan baku disebabkan oleh hambatan yang terjadi pada saat pengambilan bahan baku. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi risiko tersebut yaitu dengan cara memperluas cakupan penyediaan bahan baku atau menambah jumlah petani mitra di daerah lainnya. Selain itu, penanggulangan juga dapat dilakukan melalui penambahan armada untuk pengangkutan bahan baku. c. Terjadinya pencurian Pada aktivitas produksi ada ketidakpastian terjadinya pencurian. Kejadian pencurian merupakan risiko yang tidak dapat dihitung probabilitasnya namun memiliki kemungkinan untuk terjadi. Hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya pencurian dengan cara memperketat sistem pengamanan pabrik dan bekerjasama dengan aparat desa untuk menjaga keamanan pabrik. d. Terjadinya kebakaran Kebakaran merupakan salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi pada aktivitas produksi. Kebakaran termasuk kedalam risiko murni, apabila terjadi akan menimbulkan kerugian. Untuk mengantisipasi atau meminimalisir kerugian yang ditimbulkan dapat dilakukan dengan menggunakan asuransi dan membeli tabung pemadam kebakaran. e. Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas input Usaha ini menggunakan pendekatan wirakoperasi dalam pelaksanaannya sehingga adanya ketidakseragaman kualitas mungkin untuk terjadi. Untuk meminimalisir ketidakseragaman kualitas maka dapat dilakukan pelatihan atau pembinaan kepada petani mengenai cara budidaya yang baik dan benar. Selain itu, waktu tanam yang berbeda-beda akan memunculkan risiko pada keberlangsungan pasokan bahan baku. Sebab itu, untuk menanggulanginya dilakukan pengontrolan masa tanam. f. Produk ditolak Produk yang sudah diproduksi dan siap untuk dipasarkan memiliki kemungkinan untuk ditolak atau dikembalikan kembali saat dipasarkan dikarenakan ketidaksesuaian kualitas. Untuk mengantsipasi hal tersebut maka dapat dilakukan pengontrolan pada kualitas produk atau produk dialihkan ke industri dalam negeri yang memberikan harga yang bersahabat. Risiko Pasar Risiko pasar terjadi akibat adanya aktivitas pemasaran. Sumber risiko dari risiko pasar umumnya berasal dari faktor eksternal perusahaan. Beberapa hal yang mungkin terjadi dan termasuk kedalam risiko pasar adalah sebagai berikut: a. Menurunnya permintaan luar negeri Pada aktivitas pemasaran akan terjadi kemungkinan menurunnya permintaan akibat adanya inflasi di negara tujuan ekspor. Inflasi ini menyebabkan
48
menurunnya daya beli masyarakat terhadap produk impor sehingga produk tidak terlalu diminati dan penjualan menurun. Sebab itu, untuk mengantisipasi risiko tersebut, perlu adanya alternatif pasar di berbagai negara sehingga apabila di salah satu negara terjadi penurunan maka dapat dialihkan ke negara lain. b. Pemutusan kontrak pembelian Pemutusan kontrak pembelian merupakan salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi dalam memasarkan produk. Untuk mengantisipasi hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dan menjaga kepercayaan pelanggan. Namun untuk menanggulangi risiko tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat tujuan pasar lebih dari satu. Risiko harga Risiko harga merupakan salah satu risiko yang bersumber dari faktor eksternal. Risiko ini terjadi akibat adanya fluktuasi harga pada harga jual produk. Untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat adanya fluktuasi harga dapat dilakukan dengan cara membuat kontrak harga dengan industri sehingga naik turunnya harga di pasar tidak akan mempengaruhi harga jual produk. Risiko nilai tukar mata uang (valas) Risiko nilai tukar mata uang (valas) merupakan jenis risiko yang bersumber dari faktor eksternal. Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik dengan nilai tukar mata uang negara lainnya. Usaha ini merupakan usaha yang berorientasi ekspor sehingga apa bila nilai mata uang domestik menguat akan menimbulkan kerugian. Hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian akibat nilai tukar mata uang yaitu melakukan tindakan hedging. Hedging merupakan kegiatan lindung nilai, apabila diprediksi dimasa yang akan datang akan terjadi penguatan nilai mata uang maka perusahaan harus menjual produk dengan harga diatas harga yang diprediksi. Risiko keuangan atau permodalan Risiko keuangan muncul dari aktivitas pendanaan. Hal yang termasuk kedalam risiko pendanaan yaitu tidak ada dana hibah yang diberikan. Untuk menanggulangi hal tersebut maka langkah yang dapat dilakukan dengan cara mencari sumber pendanaan lain melalui modal ventura atau pinjaman kredit syariah.
Rencana Keuangan Asumsi Rencana Keuangan Berdasarkan produk yang dihasilkan yaitu berupa temulawak bubuk, maka produk ini tidak dikenakan bea keluar sesuai ketetapan Menteri Keuangan No 2369/KM.4/2013 tentang penetapan harga ekspor untuk perhitungan bea keluar bahwa bea keluar hanya dikenakan pada CPO dan produk turunannya, karet, serta kulit. Selain itu, mekanisme ekspor dibatasi pada sistem penjualan FOB (Free On Board) sehingga biaya yang dikeluarkan hanya terbatas hingga biaya angkut ke pelabuhan. Pajak yang diberlakukan adalah 25% sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 2a tentang perpajakan. Asumsi ini digunakan karena
49
omset yang dihasilkan diatas 4.8 miliar. Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas ekspor barang kena pajak adalah 0%. Tingkat Discount Factor yang digunakan adalah 7.5% mengacu kepada tingkat suku bunga Bank Indonesia. Asumsi ini digunakan karena sumber pendanaan tidak berasal dari kredit dan pelaku usaha diasumsikan tidak melakukan deposito. Rencana Investasi Biaya investasi awal yang diperlukan bisnis ini adalah Rp2 874 870 000. Barang-barang yang menjadi investasi awal pada bisnis ini merupakan barangbarang yang diperlukan untuk memulai suatu kegiatan usaha. Sumber pembiayaan berasal dari dana investor dengan sistem pengembalian berupa bagi hasil sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Sistem bagi hasil yang dilakukan sama dengan sistem pembiayaan syariah dengan akad mudharrabah. Jenis pembiayaan ini dipilih dikarenakan sistem pembiayaan dengan akad ini tidak terlalu memberatkan bagi pelaku usaha dibandingkan pembiayaan melalui kredit bank konvensional. Namun, sistem pembiayaan ini harus disertai oleh sikap kejujuran dari pengelola modal (mudharrib) dan kepercayaan dari pemberi modal (shahibul mal) (Tsabita 2013). Rincian biaya investasi awal usaha pengolahan dan pengemasan rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 10. Biaya investasi yang dikeluarkan pada awal pendirian usaha akan mengalami penyusutan setiap tahunnya. Besarnya biaya penyusutan dipengaruhi oleh berapa lama umur ekonomis dari barang tersebut. Penghitungan nilai penyusutan setiap tahunnya menggunakan metode garis lurus. Metode garis lurus dihitung dengan cara harga beli aset dikurangi dengan nilai sisa hasil pengurangan kedua nilai tersebut lalu dibagi dengan umur teknis, nilai sisa ditentukan dengan proporsi lima persen dari nilai awal pembelian barang. Nilai sisa adalah nilai yang timbul akibat belum habisnya nilai ekonomis suatu aset diakhir masa proyeksi arus kas. Nilai sisa merupakan salah satu komponen dari perhitungan laba rugi dan nilai sisa merupakan salah satu komponen penerimaan kegiatan proyek. Total nilai atau biaya penyusutan dari investasi awal usaha pengolahan rimpang temulawak di akhir tahun proyeksi adalah Rp146 865 000 dan nilai sisa sebesar Rp1 123 540 000. Rincian biaya penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 2.
50
Tabel 10 Biaya investasi awal usaha No 1 2 3 4 5 6 7
Komponen Biaya
Satuan
Alat Produksi unit Alat dan Furnitur unit Perkantoran Bangunan dan unit infrastruktur Kendaraan (mobil pick unit up) Biaya Promosi (pengadaan petani) Biaya sertifikasi Biaya pembentukan koperasi Total Investasi
Jumlah
Biaya (Rp 000) Satuan Jumlah 470 510 31 760 2 116 000
2
105 000 10 000
210 000
30 000 6 600
30 000 6 600
10 000
2 874 870
Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang diperlukan atau dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Biaya operasional mencakup biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung kepada jumlah produksi, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang berubah tergantung kepada jumlah produksi yang dihasilkan. Pada rencana bisnis produk temulawak bubuk terdapat perbedaan jumlah produksi. Pada tahun pertama jumlah produksi sebanyak 20 400 Kg temulawak bubuk. Rincian biaya operasional pada tahun pertama dapat dilihat pada Tabel 11. Pada tahun kedua dan selanjutnya terjadi peningkatan produksi menjadi 24 000 Kg. Rincian biaya operasional tahun kedua dan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 12.
51
Tabel 11 Rincian biaya operasional tahun pertama No
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
Biaya (Rp 000) Per Per Satuan Bulan Tahun
BIAYA VARIABEL 1
orang
2
Biaya tenaga supir dan kuli angkut Biaya pengemasan
4
Biaya gas
tabung
5
Biaya transportasi (@Rp 200 000/hari)
6
Biaya solar mesin
liter
7
Biaya rupa-rupa
8
Tenaga kerja produksi
orang
2
50
2 000
24 000
-
-
1 598
19 176
35
130
4 550
54 600
-
200
4 000
48 000
580
11
6 380
76 560
-
-
200
2 400
11
50
11 000
132 000
29 728
356 736
14 950
179 400
Total Biaya Variabel BIAYA TETAP 1
Tenaga kerja
2
orang
-
-
Online (sewa host)
-
-
8
100
3
Biaya utilitas
4 5 6
Biaya pemasaran Biaya pemeliharaan dan perawatan Administrasi perkantoran
1
5 800 3 000 350 265
69 600 36 000 4 200 3 180
7
Jasa profesional
8 9
Transportasi (sewa angkutan) Biaya pelatihan karyawan
1 000 900 500
12 000 10 800 6 000
10
Uang keamanan dan kebersihan
100
1 200
Total Biaya Tetap
28 873
346 480
Total Biaya Operasional
58 601
703 216
unit
-
1 050 -
unit -
1 -
900 -
-
-
-
52
Tabel 12 Rincian biaya operasional tahun selanjutnya No
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
Biaya (Rp 000) Per Per Satuan Bulan Tahun
BIAYA VARIABEL 1
orang
2
Biaya tenaga supir dan kuli angkut Biaya pengemasan
4
Biaya gas
tabung
5
Biaya transportasi (@Rp 200 000/hari)
6
Biaya solar mesin
liter
7
Biaya rupa-rupa
8
Tenaga kerja produksi
orang
2
50
2 000
24 000
-
-
1 880
22 560
35
130
4 550
54 600
-
200
4 000
48 000
580
11
6 380
76 560
-
-
200
2 400
11
50
11 000
Total Biaya Variabel
132 000
30 010
360 120
14 950
179 400
BIAYA TETAP 1
Tenaga kerja
2
-
-
Online (sewa host)
-
-
8
100
3
Biaya utilitas
4 5 6
Biaya pemasaran Biaya pemeliharaan dan perawatan Administrasi perkantoran
1
5 800 1 050 350 265
69 600 12 600 4 200 3 180
7
Jasa profesional
8 9
Transportasi (sewa angkutan) Biaya pelatihan karyawan
1 000 900 500
12 000 10 800 6 000
10
Uang keamanan dan kebersihan
100
1 200
11
orang
Insentif tempat pengumpulan
unit
-
1 050 -
unit -
1 -
900 -
-
-
-
-
100
2 000
24 000
Total Biaya Tetap
28 873
346 480
Total Biaya Operasional
58 883
706 600
Modal Awal Modal awal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha pengolahan rimpang temulawak ini terdiri dari biaya investasi awal, biaya tetap, dan biaya variabel pada bulan pertama persiapan usaha. Modal awal yang diperlukan untuk menjalankan usaha pengolahan rimpang temulawak ini sebesar Rp717 048 000. Tabel 13 Modal awal usaha Jumlah (Rp 000)
Uraian Biaya Investasi Biaya Variabel Biaya Tetap Biaya bagi hasil petani bulan pertama Total
2 874 870 29 728 28 873 128 820 3 062 291
53
Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi dari produk yang akan dijual diperoleh dengan cara membagi biaya total dengan jumlah produksi.
1. Harga Pokok Produksi Tahun Pertama
2. Harga Pokok Produksi Tahun Selanjutnya
Harga pokok produksi temulawak bubuk ini adalah sebesar Rp110 247 per Kg pada tahun pertama dan Rp128 609 per Kg pada tahun selanjutnya. Penerimaan dan Hasil Produksi Manfaat merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh dari usaha pengolahan rimpang temulawak ini tiap periodenya. Manfaat yang diperoleh dari hasil penjualan pada tahun pertama sebesar Rp4 977 600 000. Jumlah ini terdiri dari penerimaan dengan jumlah penjualan 1.7 ton per bulan. Hal ini diasumsikan karena usaha pengolahan rimpang temulawak ini masih dalam proses pengenalan sehingga tingkat penyusutan bahan baku lebih besar. Penerimaan yang diperoleh usaha ini tahun-tahun berikutnya adalah sebesar Rp5 856 000 000 yang terdiri dari penerimaan 12 bulan produksi dengan jumlah penjualan sesuai target yaitu dua ton per bulan. Komposisi hasil penerimaan usaha pengolahan rimpang kunyit ini dapat dilihat pada lampiran 14. Break Even Point Break Even Point temulawak bubuk tahun ke-1:
54
Break Even Point temulawak bubuk tahun selanjutnya:
Pada tahun pertama, BEP unit dari produk temulawak bubuk bernilai 2 280 dengan BEP Harga sebesar Rp1 188 826 447. Dari angka tersebut memiliki arti bahwa usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan mencapai titik impas pada tahun pertama bila terjual sebayak 2 280 Kg temulawak bubuk atau memperoleh penerimaan sebesar Rp1 188 826 447 Pada tahun selanjutnya BEP unit dari produk temulawak bubuk bernilai 2 643 unit dengan BEP harga sebesar Rp1 750 225 038. Angka tersebut memiliki arti usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan mencapai titik impas per tahun bila terjual sebanyak 2 643 Kg temulawak bubuk atau memperoleh penerimaan sebesar Rp1 750 225 038. Proyeksi Kriteria Investasi Proyeksi kriteria investasi dilakukan untuk melihat seberapa besar keuntungan yang dapat diperoleh dari sejumlah investasi yang dilakukan. Modal yang dikeluarkan untuk usaha pengolahan rimpang temulawak ini akan kembali dalam jangka waktu 1.29 tahun dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia yaitu sebesar 7.5%. Penentuan tingkat suku bunga ini dikarenakan sumber pembiayaan pada bisnis ini tidak berasal dari kredit bank dan tidak menggunakan deposito. Pada proyeksi cash flow diperoleh NPV sebesar Rp2 229 875 000, IRR sebesar 30%, nilai Net B/C sebesar 1.78 yang memiliki arti bahwa setiap Rp1 kerugian yang diterima maka akan mendapatkan manfaat bersih yang menguntungkan sebesar Rp1.78. Berdasarkan hasil proyeksi kriteria investasi tersebut maka usaha pengolahan temulawak melalui pendekatan cooperative entrepreneur ini layak untuk dijalankan. Perhitungan laporan arus kas (cash flow) dapat dilihat pada Lampiran 15. Proyeksi Laporan Laba Rugi Pada proyeksi laba rugi, usaha ini sudah mengalami keuntungan bersih di tahun pertama yaitu sebesar Rp556 501 000. Pada tahun kedua dan ketiga keuntungan bersih yang diperoleh adalah sebesar Rp 535 503 000. Pada tahun
55
keempat dan selanjutnya keuntungan meningkat kembali menjadi Rp562 785 000. Keuntungan ini merupakan keuntungan bersih setelah bagi hasil kepada petani mitra, wirakoperasi, desa, dan investor serta pembayaran pajak. Persentase bagi hasil petani sebesar 50% pada tahun pertama, 60% pada tahun kedua dan ketiga, serta 70% pada tahun keempat dan selanjutnya. Sedangkan wirakoperasi sebesar 5% pada tahun pertama hingga ketiga dan meningkat menjadi 10% pada tahun keempat dan selanjutnya.. Persentase bagi hasil desa sebesar 5%. Sisa persentase merupakan keuntungan yang diterima koperasi yang akan dikurangin oleh pajak sebesar 25%. Penetapan persentase pajak sebesar 25% berdasarkan UU PPh Pajak Pasal 17. Perhitungan laporan laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 16.
Prospek Pengembangan Bisnis Temulawak Berorientasi Ekspor Bisnis produk temulawak bubuk ini merupakan bisnis yang sangat prospektif dan potensial untuk dijalankan. Berdasarkan analisis kriteria investasi menunjukkan bahwa bisnis ini sangat layak untuk dijalankan. Waktu pengembalian investasi yang cukup cepat dan tingkat pengembalian modal yang tinggi menjadi potensi pada pengembangan usaha komoditas temulawak. Pendekatan wirakoperasi dapat menjadi motor penggerak pada kegiatan ekonomi pedesaan. Pendekatan ini tidak hanya menguntungkan pelaku usaha tetapi juga petani dan desa. Melalui pendekatan ini petani dapat memperoleh harga yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan motivasi petani untuk melakukan budidaya temulawak sesuai dengan proses budidaya yang baik. Hal ini akan meningkatkan kualitas serta kuantitas temulawak yang dihasilkan oleh petani.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Temulawak memiliki potensi serta peluang yang sangat besar untuk dikembangkan dilihat dari tingginya permintaan pasar luar negeri terhadap produk ini. Produk temulawak bubuk merupakan produk dengan nilai ekonomis tinggi dan dibutuhkan oleh pasar luar negeri. Hal ini dapat dilihat dari harga jual produk temulawak bubuk yang sangat tinggi di pasar luar negeri yaitu sebesar USD21.4 atau setara dengan Rp244 000 per kg. 2. Bisnis pengolahan rimpang temulawak merupakan bisnis yang prospektif. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengembalian modal yang cepat yaitu selama 1.29 tahun. Selain itu, pada tahun pertama bisnis ini sudah memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp556 501 000, tahun kedua dan ketiga sebesar Rp535 503 000, dan tahun keempat selanjutnya sebesar Rp562 785 000. Pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) yang digunakan dapat meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan harga jual di tingkat petani. Harga temulawak segar melalui bisnis konvensional adalah Rp1 800 sampai Rp2 000 per Kg. Namun, melalui pendekatan wirakoperasi petani
56
mampu memperoleh harga pada tahun pertama sebesar Rp6 100 dan pada tahun kedua dan ketiga sebesar Rp9 400 per kg, serta tahun keempat dan selanjutnya sebesar Rp14 000. Tingginya harga yang diberikan akan meningkatkan motivasi petani atau masyarakat untuk membudidayakan tanaman temulawak dengan baik dan benar. Hal ini akan mendorong berkembangnya agribisnis tanaman biofarmaka khususnya tanaman temulawak di Indonesia.
Saran Saran yang dapat diberikan setelah dilakukan penelitian rencana bisnis pengolahan rimpang temulawak melalui pendekatan social entrepreneurship di Jawa Barat adalah: 1. Agar rencana bisnis ini dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan seorang pelaku usaha yang memiliki jiwa sosial yang baik dan sikap altruisme. 2. Untuk penelitian dengan topik yang sama dapat dilakukan dengan melakukan penelitian pada komoditas serta produk yang berbeda. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya dapat dilengkapi dengan analisis persaingan serta kekuatan dan kelemahan produk yang diusulkan.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Laporan Expor-Import Indonesia [Internet]. [Diunduh 10 Okt 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id [ITC] International Trade Centre. 2013. Market News Service Report: Natural Ingredients and Finished Products Focus on 30 Countries and Regions Prioritized by The Government Malaysia [Internet]. {Diunduh 6 Maret 2014]. Tersedia di: http://s3.amazonaws.com/zanran_storage/www.globinmed.com/ContentPag es/2465374194.pdf [KEMENDAG] Kementerian Perdagangan. 2011. Laporan Ekspor Indonesia Tahun 2011. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan Republik Indonesia [KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2013. Basis Data Statistik Pertanian [Internet]. [Diunduh 15 Okt 2013]. Tersedia pada: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp. Alma, B. 2008. Pengantar Bisnis. Bandung (ID): Alfabeta Baga LM dan M. Firdaus. 2009. Peran Co-operative Entrepreneur Dalam Pengembangan Program OVOP dan Pembiayaan Pertanian Berbasis Tanaman, Kasus Belimbing di Kota Depok, di dalam Baga LM, Fariyanti A, Jahri S. Kewirausahaan dan Daya Saing Agribisnis. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Baga LM. 2011. Profil dan Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis [Laporan Akhir]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
57
Cahyono, Bambang, dkk. 2011. Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Terhadap Kandungan dan Komposisi Kurkuminoid. Jurnal Reaktor. 13(3): 167-171 Darmawi, H. 2007. Manajemen risiko. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Departemen Hortikultura Kementrian Pertanian. 2013. Produksi Tanaman Obat Tahun 2008-2012 [Internet]. [Diunduh 20 Sept 2013]. Tersedia pada: http://hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=320:tanobat-th2008-1012&catid=63:perkembangan&Itemid=454 Effendi, M. 2005. Analisis Dinamika Organisasi dan Kepemimpinan Koperasi Simpan Pinjam Etam Mandiri Sejahtera [Internet]. EPP. 2(2):14-23 Ermiati. 2011. Analisa Kelayakan, Kendala Penegembangan Usahatani dan Solusi Diversifikasi Produk Akhir Temulawak di Kabupaten Bogor (Studi Kasus Kecamatan Cileungsi). Bogor (ID): Buletin Littro. 22(1):97-114 Fahma, Fakhrina, Wahid A. Jauhari, dan Pungky Nor Kusumawardhani. 2012. Perancangan Standard Operating Procedures (SOP) Pengolahan Pasca Panen Rimpang Tanaman Obat dan Identifikasi Good Manufacturing Practice (GMP) di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Prosiding SNST ke-3 Tahun 2012. Semarang (ID): Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang. Fitriani, Dwi Tias. 2013. Efektifitas Temulawak dalam Menurunkan Tekanan Darah pada Lansia di UPT Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya [Skripsi]. Pontianak (ID): Proram Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura. Fajrian H. 2013. Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV. Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Hanafi, MM. 2006. Manajemen Risiko. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN. Kountur, R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta (ID): PPM. Kristianti. 1981. Budidaya Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan Pengusahaan Jamu. PT. Air Mancur. Wonogiri Surakarta. Dep. Agronomi IPB. Bogor. hlm. 10-11. Muslich, M. 2007. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara Nurlina L. 2009. Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Orientasi Prestasi terhadap Keberlanjuta Usaha Anggota Koperasi [Skripsi]. Bandung (ID): Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi, A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID): Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Pinson, L. 2003. Anatomy Of A Business Plan. Jakarta (ID): Canary Prana, MS. 1985. Beberapa Aspek Biologi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Prosiding Simposium Nasional Temulawak [Internet]. Bandung 1718 September 1985, hlm. 42-48 Rangkuti F. 2005. Business Plan: Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis Kasus. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama Santosa, S.P. 2007. Peran socio entreprenurship dalam pembangunan. Makalah dipaparkan dalam acara dialog “ Membangun Sinergisitas Bangsa Menuju Indonesia yang Inovatif, Inventif dan Kompetitif” diselenggarakan oleh Himpunan IESPFE-Universitas Brawijaya Malang, 14 Mei 2007.
58
Siahaan, H. 2007. Manajemen Risiko. Jakarta (ID): PT Elex Media Computindo Sofyan, I. 2004. Manajemen Risiko. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Solihin, I. 2007. Memahami Business Plan. Jakarta (ID): Salemba Empat Suksamrarn, A., S. Eiamong, P. Piyachaturawat dan J. Charoenpiboonsin. 1994. Phenolic Diarylheptanoids from Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry [Internet]. 36 : 1505-1508. Supriyanto. 2009. Bussiness Plan sebagai Langkah Awal Memulai Usaha. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan Vol. 6, No.1, April 2009: 78-79 Tsabita, Khonsa. 2013. Analisis Risiko Pembiayaan Syariah pada Sektor Pertanian Kasus: BPRS Amanah Ummah, Leuwiliang, Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Wibowo, MIA. 2011. Rencana Bisnis Industri Manisan Stroberi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yuhono, J T. 2007. Potensi Ekonomi Budidaya Temu-temuam di Lahan Pasang Surut Sumtera Selatan. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pengembangan Teknologi Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor 6 September 2007, hlm. 681-690 Zehle, Stefan dan Graham Friend. 2004. Guide to Business Planning Second Edition. London: Profile Books Ltd.
59
LAMPIRAN Lampiran 1 Alur proses produksi temulawak bubuk bulan pertama Hari Waktu Proses Produksi 1 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan 2 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan siang -sore perajang bahan baku hari 1 3 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 1 siang - sore perajangan bahan baku hari 2 4 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 2 siang - sore perajangan bahan baku hari 3 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 1 5 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 3 siang - sore perajangan bahan baku hari 4 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 2 6 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 4 siang - sore perajangan bahan baku hari 5 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 3 7 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 5 siang - sore perajangan bahan baku hari 6 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 4 8 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 6 siang - sore perajangan bahan baku hari 7 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 5 9 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 7 siang - sore perajangan bahan baku hari 8 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 6 10 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 8 siang - sore perajangan bahan baku hari 9 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 7 11 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 9 siang - sore perajangan bahan baku hari 10 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 8 12 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 10
60
Hari
Waktu siang - sore
13
pagi - siang siang - sore
14
pagi - siang siang - sore
15
pagi - siang siang - sore
16
pagi - siang siang - sore
17
pagi - siang siang - sore
18
pagi - siang siang - sore
19
pagi - siang siang - sore
20
pagi - siang siang - sore
Proses Produksi perajangan bahan baku hari 11 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 9 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 11 perajangan bahan baku hari 12 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 10 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 12 perajangan bahan baku hari 13 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 11 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 13 perajangan bahan baku hari 14 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 12 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 14 perajangan bahan baku hari 15 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 13 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 15 perajangan bahan baku hari 16 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 14 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 16 perajangan bahan baku hari 17 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 15 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 17 perajangan bahan baku hari 18 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 16 bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 18 perajangan bahan baku hari 19 penggilingan dan pengemasan bahan baku hari 17
61
Lampiran 2 Asumsi komponen biaya investasi Asumsi 1. Mesin pengeringan kapasitas 150 kg terdiri dari 40 rak/tray, tipe cabinet dengan blower bertenaga utama listrik dan sumber panas LPG, lama pengeringan 8 jam 2. Kapasitas mesin penggilingan 300kg/jam, dengan tenaga utama solar 3. Kapasitas mesin perajang 150kg/jam, dengan tenaga utama solar 4. Kapasitas timbangan digital 50 Kg 5. Kapasitas timbangan mekanik gantung 500 Kg 6. Pembelian tabung gas LPG ukuran 12 Kg 7. Kapasitas tampah 20 Kg 8. Kapasitas baskom 100 Kg 9. Pembelian bak sampah ukuran 1 100 liter bahan PVC 10. Kapasitas mobil pick up 2 Ton 11. Kapasitas timbangan digital 15 Kg 12. Kapasitas timbangan mekanik gantung 500 Kg 13. Pembelian sofa kantor satu set dengan meja 14. Pembelian jenis besi arsip dengan pintu kaca geser 15. Pembelian lampu neon panjang 40 watt beserta rumah lampu 16. Pembelian AC ukuran 1 PK 17. Pembelian kursi lipat merk Chitose 18. Biaya sertifikasi terdiri dari sertifikasi ISO 22000 Lampiran 3 Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan alat produksi Komponen Biaya
Satuan
a. mesin pengering b. mesin pengemas vakum c. mesin penggilingan d. mesin perajang e. pompa steam f. timbangan duduk digital g. Timbangan mekanik gantung h. Tabung gas i. Selang dan regulator j. Tampah k. Sikat l. Baskom m. Tempat sampah n. Sepatu boots o. Sarung tangan kain p. Mesin pendeteksi logam q. Kipas blower (untuk ruang produksi) Total
unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit
Jumlah 7 1 1 2 1 1 1 7 7 100 7 20 1 11 11 1 2
Biaya (Rp 000) Harga Per Jumlah satuan Biaya 45 000 315 000 34 000 34 000 14 500 14 500 5 000 10 000 1 800 1 800 2 000 2 000 5 000 5 000 500 3 500 200 1 400 25 2 500 10 70 35 700 1 500 1 500 70 770 30 330 74 800 74 800 1 300 2 600 470 470
62
Lampiran 4 Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran Komponen Biaya a. Meja Komputer b. Kursi Kantor c. Sofa kantor d. Papan tulis (90x120 cm) e. Komputer PC f. Printer (Print, Scan, Copy) g. Lemari besi arsip h. Laci besi arsip (4 laci) i. Faximile j. Telepon k. Lampu l. Air Conditioner m. Kursi Tamu
Biaya (Rp 000) Satuan Jumlah Harga Per Jumlah Satuan Biaya 1 1 200 1 200 unit unit 1 1 000 1 000 set 1 8 300 8 300 unit 1 300 300 unit 1 5 000 5 000 unit 1 1 400 1 400 unit 1 2 800 2 800 unit 2 2 000 4 000 unit 1 1 800 1 800 unit 1 310 310 4 100 400 unit unit 1 4 000 4 000 unit 5 250 1 250 31 760 Total
Lampiran 5 Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur Komponen Biaya
Satuan
a. Layout manufaktur b. Rak Besi Pengeringan c. Kanopi d. Tanah e. Bangunan Pabrik
set set m2 Total
Jumlah 1 1 1 3 000
Biaya (Rp 000) Harga Jumlah Per Biaya Satuan 1 000 1 000 5 000 5 000 10 000 10 000 200 600 000 1 500 000 1 500 000 2 116 000
63
Lampiran 6 Rincian biaya penyusutan No 1
2
3
Komponen Biaya Alat Produksi a. mesin pengering b. mesin pengemas vakum c. mesin penggilingan d. mesin perajang e. pompa steam f. timbangan duduk digital g. Timbangan mekanik gantung h. Selang dan regulator i. Tampah j. Sikat k. Baskom l. Tempat sampah m. Sepatu boots n. Sarung tangan kain o. Mesin pendeteksi logam p. Kipas blower Alat dan Furnitur Perkantoran a. Meja Komputer b. Kursi Kantor c. Sofa kantor d. Papan tulis (90x120 cm) e. Komputer PC f. Printer (Print, Scan, Copy) h. Lemari besi arsip i. Laci besi arsip (4 laci) j. Faximile k. Telepon l. Lampu m. Air Conditioner n. Kursi Tamu Bangunan dan infrastruktur a. Rak besi pengeringan b. Kanopi c. Tanah d. Bangunan pabrik Kendaraan (mobil pick up)
Satuan
Umur Ekonomis (Tahun)
Jumlah Fisik
Jumlah Biaya (Rp000)
Biaya Penyusutan (Rp000)
Nilai sisa (Rp000)
unit unit
7 1
10 5
315 000 34 000
157 500 -
15 750 6 800
unit unit unit unit
1 2 1 1
10 5 5 5
14 500 10 000 1 800 2 000
7 250 -
725 2 000 360 400
unit
1
10
5 000
2 500
250
unit unit unit unit unit unit unit unit
7 100 7 20 1 11 11 1
5 1 1 5 5 2 1 10
1 400 2 500 70 700 1 500 770 330 74 800
385 37 400
280 2 500 70 140 300 193 330 3 740
unit
2
5
2 600
-
520
unit unit set unit
1 1 1 1
10 10 10 5
1 200 1 000 8 300 300
600 500 4 150 -
60 50 415 60
unit unit
1 1
5 5
5 000 1 400
-
1 000 280
unit unit unit unit unit unit unit
1 2 1 1 4 1 5
10 10 5 10 10 10 5
2 800 4 000 1 800 310 400 4 000 1 250
1 400 2 000 155 200 2 000 -
140 200 360 16 20 200 250
set set m2
1 1 3 000
unit
2
10 5 10 15 10
5 000 10 000 600 000 1 500 000 210 000
2 500 300 000 500 000 105 000
250 2 000 30 000 66 667 10 500
1 123 540
146 865
Total
64
Lampiran 7 Asumsi komponen biaya tetap 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Asumsi Tarif listrik prabayar untuk pemakaian diatas 3 500 VA dikenakan biaya Rp 1 145/Kwh. Kebutuhan listrik mesin blower pengering: 300 watt x 7 unit x 8 jam x 18 hari kerja = 302.4 Kwh Kebutuhan listrik mesin pengemas: 400 watt x 1 unit x 10 jam x 17 hari kerja = 68 Kwh Kebutuhan listrik lampu: 50 watt x 10 buah x 10 jam x 20 hari kerja = 100 Kwh Kebutuhan listrik kipas blower: 140 watt x 2 unit x 20 hari kerja = 96 Kwh Biaya pemasaran ekspor ke negara tujuan, asumsi produksi 2 ton/bulan dengan harga Rp12 600 000 Bangunan terdiri dari ruang produksi, gudang penyimpanan, dan ruang kantor dengan luas bangunan 3.000 m2 Biaya jasa profesional terdiri dari jasa penyuluh pertanian, notaris, analis atau laboran penngujian produk Biaya transportasi terdiri dari biaya sewa mobil box untuk keperluan pengangkutan produk dari tempat produksi menuju pelabuhan peti kemas Tanjung Priok Lampiran 8 Rincian biaya tetap komponen biaya tenaga kerja Komponen Biaya
a. Manager usaha b. Staf Keuangan c. Staf Administrasi d. Supervisor Produksi e. Staf Ahli (operator mesin metal detector) Total
Satuan Jumlah orang orang orang orang
1 1 1 1
orang
1
Jumlah Biaya (Rp 000) Satuan Per Bulan Per Tahun 3 700 3 700 44 400 2 700 2 700 32 400 2 700 2 700 32 400 2 850 2 850 34 200 3 000
3 000
36 000
14 950
14 950
179 400
Lampiran 9 Rincian biaya tetap komponen biaya utilitas Komponen Biaya a. Manager usaha b. Staf Keuangan c. Staf Administrasi d. Supervisor Produksi e. Staf Ahli (operator mesin metal detector) Total
Satuan Jumlah orang orang orang orang
1 1 1 1
orang
1
Jumlah Biaya (Rp 000) Satuan Per Bulan Per Tahun 3 700 3 700 44 400 2 700 2 700 32 400 2 700 2 700 32 400 2 850 2 850 34 200 2 850
2 850
34 200
14 800
14 800
177 600
65
Lampiran 10 Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran Komponen Biaya a. Kertas b. Tinta printer (infus) c. Alat tulis
Satuan Jumlah rim unit set Total
3 2 1
Jumlah Biaya (Rp 000) Satuan Per Bulan Per Tahun 30 90 1 080 37.5 75 900 100 1 200 265 3 180
Lampiran 11 Asumsi komponen biaya variabel Asumsi 1. Biaya tenaga supir dan kuli angkut terdiri dari biaya tenaga kerja untuk mengambil dan mengangkut bahan baku dari petani ke tempat produksi 2. Biaya kemasan primer (plastik vakum) kapasitas 10 Kg dgn harga Rp4 000 per lembar [sumber: kaskus] 3. Biaya kemasan sekunder (kardus) kapasitas 50 Kg dgn harga Rp15 000 per lembar [sumber: toko] 4. Mesin perajang 5,5 PK membutuhkan 0,7 liter solar per jam, diasumsikan penggunaan 2 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 280 liter (harga solar per liter Rp11 000) 5. Mesin penggiling 12 pk membutukan 1,5 liter per jam, diasumsikan penggunaan 1 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 300 liter (harga solar per liter Rp11 000) 6. Asumsi tiap mesin pengering membutuhkan 3 Kg gas per hari, sehingga kebutuhkan tiap mesin per bulan adalah 5 tabung ukuran 12kg 7. Biaya transportasi meliputi: bensin, tol, pak ogah, pungli, parkir 8. Biaya rupa-rupa terdiri dari biaya cadangan yang digunaka jika terdapat kekurangan biaya variabel tiap bulan 9. Tenaga kerja produksi terdiri dari tenaga kerja langsung untuk melakukan proses produksi selama dua hari yang terdiri dari pencucian, perajangan, pengeringan, penggilingan, dan pengemasan per volume produksi Lampiran 12 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
a. Kemasan primer (plastik 10 Kg) b. Kemasan sekunder (kardus 50 Kg) c. Label Total
lembar lembar lembar
170 34 204
Jumlah Biaya (Rp 000) Per Per Satuan Bulan Tahun 4 680 8 160 15 510 6 120 2 408 4 896 1 598 19 176
Lampiran 13 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun selanjutnya Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
a. Kemasan primer (plastik 10 Kg) b. Kemasan sekunder (kardus 50 Kg) c. Label Total
lembar lembar lembar
200 40 240
Jumlah Biaya (Rp 000) Per Per Satuan Bulan Tahun 4 800 9 600 15 600 7 200 2 480 5 760 1 880 22 560
66
Lampiran 14 Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin Komponen Biaya
Satuan
a. Mesin perajang (2 unit) b. Mesin penggiling (1 unit)
liter liter
Jumlah 280 300
Total
Jumlah Biaya (Rp 000) Per Per Satuan Bulan Tahun 11 3 080 36 960 11 3 300 39 600 6 380 76 560
Lampiran 15 Penjualan perusahaan Harga Jual per Kg (Rp 000)
Jumlah per bulan (Kg)
Pendapatan (Rp 000) Per Bulan Pe Tahun
1 7 00
414 800
4 977 600
2 000
488 000
5 856 000
244
Keterangan Asumsi penjualan tahun pertama sebesar 1.7 Ton per Bulan Asumsi penjualan tahun berikutnya sebesar 2 Ton per Bulan
Lampiran 16 Harga rimpang temulawak segar yang diterima petani Jumlah Bahan Tahun Uraian Jumlah (Rp000) baku (Kg) 1 545 837 Biaya bahan baku Tahun Pertama Harga bahan baku 6.1 per Kg Biaya bahan baku 2 380 014 Tahun Kedua dan 252 636 Harga bahan baku Ketiga 9.4 per Kg Biaya bahan baku 3 501 775 Tahun Harga bahan baku Selanjutnya 14 per Kg
67
Lampiran 17 Arus kas proyeksi lima tahun (dalam Rp000) No I
II
Uraian Komponen
-
1
2
3
4
5
Inflow 1. Penjualan
-
4 977 600
5 856 000
5 856 000
5 856 000
5 856 000
2. Nilai sisa
-
-
-
-
-
1 123 540
Total Inflow
-
4 977 600
5 856 000
5 856 000
5 856 000
6 979 540
2 874 870
2 940
3 710
2 940
3 710
76 690
2 874 870
2 940
3 710
2 940
3 710
76 690
-
346 480
346 480
346 480
346 480
346 480
Biaya variabel
-
356 736
360 120
360 120
360 120
360 120
Total Biaya Operasional 3. Biaya Non Operasional Cicilan Pinjaman Total Biaya Non Operasional Biaya Bagi Hasil Petani
-
703 216
706 600
706 600
706 600
706 600
-
1 035 845
1 035 845
1 035 845
-
-
-
1 035 845
1 035 845
1 035 845 -
-
-
1 545 837
2 380 014
2 380 014
3 501 775
3 501 775
Wirakoperasi
-
154 584
198 335
198 335
198 335
198 335
Desa
-
154 584
198 335
198 335
198 335
198 335
Investor
-
371 001
357 002
357 002
-
-
-
2 226 006
3 133 685
3 133 685
2 874 870
3 968 007
4 879 840
4 879 070
4 608 754
4 681 734
(2 874 870)
1 009 593
976 160
976 930
1 247 246
2 297 806
1 009 593
1 985 753
2 962 683
4 209 929
6 507 735
1
0.930
0.865
0.805
0.749
0.697
(2 874 870)
939 157
844 703
786 390
933 939
1 600 557
-
4 630 326
5 067 388
4 713 849
4 384 976
4 861 659
2 874 870
3 691 169
4 222 685
3 927 459
3 451 037
3 261 102
Outflow 1. Biaya Investasi Total Biaya Investasi 2. Biaya Operasional Biaya Tetap
Total Bagi Hasil Total Outflow III
Tahun
Saldo Koperasi Akumulasi Saldo Koperasi Discount Factor 7.5% PV Net Benefit PV Benefit untuk Gross B/C PV Biaya untuk Gross B/C PV (+) PV (-)
5 104 745 (2 874 870)
IV
NPV
V
Gross B/C
2 229 875 1.10
VI
Net B/C
1.78
VII
IRR
30%
VIII
Payback Period
1.29
3 3 898 444
68
Lampiran 18 Laporan laba rugi proyeksi lima tahun (dalam Rp000) No I
Uraian Komponen
1
2
3
4
5
Penerimaan Temulawak Bubuk
4 977 600
5 856 000
5 856 000
5 856 000
5 856 000
Total Penerimaan
4 977 600
5 856 000
5 856 000
5 856 000
5 856 000
1. Biaya tetap
493 345
493 345
493 345
493 345
493 345
2. Biaya variabel
356 736
360 120
360 120
360 120
360 120
Total Biaya Operasional
850 081
853 465
853 465
853 465
853 465
1. Cicilan Pinjaman
1 035 845
1 035 845
1 035 845
1 035 845
1 035 845
1 035 845
-
-
III
Total Biaya Non Operasional Laba sebelum bagi hasil
3 091 674
3 966 690
3 966 690
5 002 535
IV
Bagi hasil 1 545 837
2 380 014
2 380 014
Wirakoperasi (5%,10%)
154 584
198 335
198 335
500 254
500 254
Desa (5%)
154 584
198 335
198 335
250 127
250 127
Total bagi hasil
1 855 005
2 776 683
2 776 683
4 252 155
4 252 155
V
laba sebelum pajak (EBT)
1 236 670
1 190 007
1 190 007
750 380
750 380
VI
Pajak 25%
309 167
297 502
297 502
187 595
187 595
0
0
0
0
0
II
III
Biaya Operasional
Biaya Non Operasional
Petani (50%,60%,70)
pajak 0% (PPn)
5 002 535
3
3 501 775
VII
laba bersih (EAT)
927 502
892 505
892 505
562 785
562 785
VIII
Bagi hasil investor (40%)
371 001
357 002
357 002
-
-
IX
Laba bersih setelah bagi hasil
556 501
535 503
535 503
562 785
562 785
Lampiran 19 Laporan arus kas per bulan tahun pertama (dalam Rp000) No I
II
Inflow 1. Penjualan 3. Nilai sisa Total Inflow Outflow 1. Biaya Investasi Total Biaya Investasi 2. Biaya Operasional Biaya Tetap Biaya Variabel Total Biaya Operasional 3. Biaya Non Operasional Cicilan Pinjaman Total Biaya Non Operasional 3. Biaya Bagi Hasil Petani (50%) Wirakoperasi (5%) Desa (5%) Investor Total Bagi Hasil Total Outflow Saldo Koperasi Akumulasi Saldo Koperasi
Bulan -
1
2
3
4
-
414 800 414 800
414 800 414 800
414 800 414 800
2 874 870
-
-
-
2 874 870
-
-
28 873 29 728 58 601
-
28 873 29 728 58 601
5
6
7
8
9
10
11
12 414 800 414 800
414 800 414 800
414 800 414 800
414 800 414 800
414 800 414 800
414 800 414 800
414 800 414 800
414 800 414 800
414 800 414 800
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
28 873 29 728 58 601
28 873 29 728 58 601
28 873 29 728 58 601
28 873 29 728 58 601
28 873 29 728 58 601
28 873 29 728 58 601
28 873 29 728 58 601
28 873 29 728
2 940
-
28 873 29 728 58.601
2 940
28 873 29 728 58 601
58 601
-
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
-
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
-
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
128 820 12 882
2 874 870 (2 874 870)
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 84 378
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 168 756
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 253 134
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 337 512
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 421 890
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 506 267
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 590 645
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 675 023
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 759 401
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 843 779
12 882 30 917 185 501 330 422 84 378 928 157
12 882 30 917 185 501 333 362 81 438 1 009 595
69
III IV
Uraian Komponen
70
Lampiran 20 Laporan laba rugi per bulan tahun pertama (dalam Rp000) No I
Uraian Komponen
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Penerimaan 414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800 414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
414 800
41 112
41 112
41 112
41 112
41 112
41 112
41 112
41 112
41 112
41 112
41 112
29 728
29 728
29 728
29 728
29 728
29 728
29 728
29 728
29 728
29 728
29 728
70 840
70 840
70 840
70 840
70 840
70 840
70 840
70 840
70 840
70 840
70 840
70 840
1. Cicilan Pinjaman
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
86 320
III
Total Biaya Non Operasional Laba sebelum bagi hasil
257 640
257 640
257 640
257 640
257 640
257 640
257 640
257 640
257 640
257 640
257 640
257 640
IV
Bagi hasil 128 820
128 820
128 820
128 820
128 820
128 820
128 820
128 820
128 820
128 820
128 820
128 820
Wirakoperasi (5%)
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
Desa (5%)
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
12 882
103 056
103 056
103 056
103 056
103 056
103 056
103 056
103 056
103 056
103 056
103 056
103 056
25.764
25.764
25.764
25.764
25.764
25.764
25.764
25.764
25.764
25.764
25.764
25.764
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Laba Bersih (EAT)
77b292
77 292
77 292
77 292
77 292
77 292
77 292
77 292
77 292
77 292
77 292
77 292
Bagi hasil investor (40%)
30 917
30 917
30 917
30 917
30 917
30 917
30 917
30 917
30 917
30 917
30 917
30 917
Laba bersih setelah bagi hasil
46 375
46 375
46 375
46 375
46 375
46 375
46 375
46 375
46 375
46 375
46 375
46 375
II
III
1. Temulawak bubuk
414 800
414 800
414 800
Total Penerimaan
414 800
414 800
1. Biaya Tetap
41 112
2. Biaya variabel
29 728
Total biaya operasional
Biaya Operasional
Biaya Non Operasional
Petani (50%)
V
Laba Sebelum Pajak (EBT)
VI
Pajak 25% pajak 0% (PPn)
VI I VI II IX
71
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, 6 Desember 1992. Penulis adalah putri dari drh. Seno Adji Nugroho dan Ema Amalia, dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak pertama bernama Aditya Irawan Wibisono dan kakak kedua bernama Ryan Satria Nugroho. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1999 di SD IKAL Medan sampai tahun 2004. Pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Ar-Rahman Full Day School. Tahun 2007 sampai 2010, penulis melanjutkan ke SMA Negeri 3 Medan. Pada tahun 2010, penulis diterima dan melanjutkan studi sebagai mahasiswi di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama mengikuti perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis berpartisipasi dalam organisasi kegiatan kampus IPB. Pada tahun 2011, penulis menjadi pengurus organisasi mahasiswa daerah asal Medan dan menjadi anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) periode 2011-2012 dan 2012-2013. Selain aktif pada organisasi kegiatan kampus, penulis juga aktif pada berbagai kepanitian acara intra kampus.