Recent Monetary & Fiscal Policy Amid the Global Financial Crisis Prof. MUDRAJAD KUNCORO, Ph.D Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika & Bisnis UGM E-Mail :
[email protected]
HP : 0811 – 25 – 4255
Visit my site: http://www.mudrajad.com
Sektor Industri dalam Dinamika Kebijakan Makro dan Perekonomian Indonesia OTONOMI DAERAH
GEJOLAK EKSTERNAL
FAKTOR INTERNAL
Grand strategy?
Volatilitas harga minyak Menurunnya harga komoditas ekspor utama Resesi global
Struktur perekonomian yang rentan terhadap gejolak Ketimpangan antar gol pendapatan & daerah meningkat Dominasi “hot money” Infrastruktur lemah Bencana alam
SEKTOR INDUSTRI
Deindustrialisasi Daya beli menurun Daya saing ekonomi dan efisiensi menurun Problem ketenagakerjaan Permasalahan struktural
KEBIJAKAN FISKAL
Sustainabilitas fiskal Stimulus fiskal
KEBIJAKAN MONETER & PERBANKAN Kebijakan uang longgar Kebijakan stabilisasi rupiah Prudensial & risk based (Basel II) Relaksasi peraturan
KEBIJAKAN INDUSTRI & PERDAGANGAN Menggerakkan sektor industri Harmonisasi dan Penurunan Tarif Fasilitasi Perdagangan (ASEAN Single Window) 2
Risiko Fiskal masih membayangmembayang-bayangi ekonomi Indonesia karena harga minyak dunia masih bergejolak 160 H a 140 r 120 g a 100 80 M 60 i n 40 y 20 a 0 k
137.11 121.36
93.38
58.66 34.8
Ja n
05
,2
00 8
00 7 05 ,2
20 0
De c
No v
05 ,
,2
7
00 7
00 7
05 Oc t
Se p
05 ,2
20 0
7
00 7
05 ,
5, 2
Au g
Ju l0
00 7
7
05 ,2
20 0
Ju n
00 7
y0 5,
Ma
05
,2
5, 2
Ap r
00 7
r0
Ma
05 ,2
00 7
43.12
00 7 ,2
106.41
98.39
88.71
Fe b
05 Ja n
121.29
110.21 98.01
Oil Price (US$/Barrel)
Source: http://tonto.eia.doe.gov/dnav/pet/hist/wtotworldw.htm
Harga minyak dunia pada tahun 2008 terus melambung dan sempat mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah, yaitu di level 137.11 US$/barel pada Juli 2008. Harga minyak dunia kembali turun sebagai imbas adanya krisis keuangan global yang menyebabkan ancaman resesi di beberapa negara maju dan negara berkembang. Pada minggu pertama Januari 2009, harga minyak dunia menyentuh titik 34.8 US$/barel.
Global Change & Outlook 2009 Negara-negara maju diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif pada 2009, tetapi untuk negara-negara berkembang (China, India, dan Asean) akan terus tetap positif. 2006
2007
2008
World GDP growth, %
Description
5.1
5.0
3.4
2009 0.5
Advanced Economies, %
3.0
2.6
1.0
-2.0
-United States
2.8
2.0
1.1
-1.6
-Euro Area
2.8
2.6
1.0
-2.0
-Japan
2.4
2.1
-0.3
-2.6
-Newly industrialized Asian economies
5.6
5.6
2.1
-3.9
-Developing Countries, %
7.9
8.0
6.3
3.3
-China, %
11.6
11.9
9.0
6.7
-India, %
9.8
9.3
7.3
5.1
-ASEAN-5, %
5.7
6.3
5.4
2.7
World Trade growth (Volume), %
9.4
7.2
4.1
-2.8
CPI Inflation–Advanced economies, %
2.4
2.2
3.5
0.3
Oil Prices, US$/barrel
20.5
10.7
36.4
48.5
Non-oil Commodity Prices, % change
23.2
14.1
7.4
29.1
Sumber: IMF (2009) ; World Economic Outlook Update Januari 2009
THINK GLOBALLY BUT ACT LOCALLY Tiru
Modifikasi
Positioning Targeting
Segmenting
Pasar Modal dan Pasar Valas Terimbas Krisis Global
Source: Bank Indonesia (2008) and Indonesia Stock Exchange (2008)
IHSG sempat anjlok dari angka 2.830 menjadi 1.111, atau turun lebih dari 60%. Nilai rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi cukup dramatis dari Rp 9.076 hingga sempat hampir menembus Rp13.000, atau mengalami depresiasi lebih dari 34% selama Januari hingga Desember2008.
INDIKATOR EKONOMI MAKRO MEGAWATI VS SBY Indikator Ekonomi Makro Pertumbuhan PDB (%) Pertumbuhan Investasi Tetap Pertumbuhan Ekspor (Nilai, %) Laju inflasi (%) Suku bunga SBI-1 bulan (%) Nilai tukar (Rp/US$) Kemiskinan (%) Pengangguran (%)
Megawati
SBY
2002-04 4.8 6.7 8.5 8.2 10.9 8,941 17.2 9.62
2005-08 5.9 9.3 16.5 10.75 10.2 9,745 16.5 9.77
Sumber: BI;BPS
Kinerja ekonomi pada masa SBY relatif lebih baik dari Megawati, seperti terlihat dari pertumbuhan ekonomi, investasi, ekspor, suku bunga SBI, dan kemiskinan. Namun laju inflasi, nilai tukar, dan pengangguran lebih berhasil diredam oleh Megawati. Kendati demikian, kinerja ini harus diakui masih jauh dari harapan masyarakat dan sasaran pemerintah SBY yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.
Sasaran Program Ekonomi Nasional Visi Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu (2004-09) Perekonomian yang Mampu Menyediakan Kesempatan Kerja dan Penghidupan yang Layak dengan Pondasi bagi Pembangunan yang Berkelanjutan
Misi Kabinet Indonesia Bersatu: ¾Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai ¾Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis ¾Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera
Sasaran Program Ekonomi Nasional (2005-09)
Sumber: Dokumen Visi & Misi Calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Realisasi setelah 4 tahun SBY-JK?
9
Pertumbuhan ekonomi sebesar 7,6% pada 2009
9
Mengurangi angka pengangguran terbuka ke 5,1% di 2009 dari 10,1% di 2003
9
Menurunkan angka kemiskinan ke 8,2% di 2009 dari 17,4% di 2003
9
Peningkatan daya saing ekonomi nasional & pengurangan biaya transaksi
9
Peningkatan investasi khususnya untuk infrastruktur
CONSUMPTION DRIVEN GROWTH Source of Growth
Domestic Demand Consumption Government Expenditure Investment Export
Consumption Government Expenditure Investment Net Export
9
2003
2001
3
1
1
2
Astra Int
6.06
10 Besar Perusahaan Terbaik di Indonesia yang masuk “Top 200 best Companies in Asia” Menurut Far Eastern
1
2
2
3
Indofood
5.90
6
3
3
6
Sampoerna
5.72
4
4
4
1
Gudang Garam
5.55
7
5
5
5
Indosat
5.42
(25/12/20035/1/2004)
8
6
8
7
Djarum
5.10
Sumber:
9
7
9
(-)
Telkomsel
5.03
http://www.feer.com/artic les/2003/0312_25/free/p06 4.html, accessed 25 Dec 2003
-
8
(-)
(-)
Satelindo
4.97
10
9
7
(-)
Sosro
4.95
-
10
10
(-)
SCTV
4.94
Economic Review
2000 1999
Perusahaan
Tidak semua industri mengalami krisis. Perilaku konsumtif rakyat Indonesia: tetap beli mobil/sepeda motor, makan mie instant, ngrokokan untuk penghilang stress, ke mana-mana nenteng ponsel, nonton TV terus, sambil minum teh botol. Inilah perilaku gol menengah dan kaya di @www.mudrajad.com Indonesia.
Skor
10
Pro-Growth: UNBALANCED GROWTH Pertumbuhan Indonesia belum berada pada jalur yang benar, karena “Kue Nasional” dinikmati oleh 40% dari golongan pendapatan menengah dan 20% oleh golongan pendapatan teratas. Sementara itu, 40% dari golongan pendapatan terendah mengalami penurunan selama periode 2002-2006
Kelompok Penduduk
2002
2003
40% terendah
20.92
20.57
40% menengah
36.89
20% teratas Gini Ratio
2004
2005
2006
20.8
20.25
19.75
19.10
37.1
37.13
35.05
38.10
36.11
42.19
42.33
42.07
44.7
42.15
44.79
0.29
0.32
0.32
0.374
0.33
0.37
Sumber: Diolah dari BI, Laporan Perekonomian Indonesia 2007
2007
ECONOMIC STABILIZATION PROGRAM 20012001-2004: “VIRTUOUS CYCLE” CYCLE” Concept via Restoring Confidence (Boediono, Boediono, 2005) Confidence restored
Stable forex
Reduce Inflation
Interest rate declined Fiscal consolidation Build financial sector
Investment increase
Ec growth increased Poverty decline
Employment
13
KEY CHARACTERISTICS OF FINANCIAL SECTOR Let me discuss the three key aspects: The transformation of BI to become an independent central bank y With the Central Bank Act 1999 and its amendment in 2004 BI legally became an independent central bank with well defined, specific objective to achieve and manage the stability of rupiah y After a lengthy debate our system awards BI the right to independently decide in choosing instrument (s) to achieve the inflation target. y Certain features of the new law have important consequences in the conduct of monetary policy, that includes; Clearly states that the sole objective of monetary policy is to pursue and maintain the stability of rupiah, rupiah, in contrast to the multiple objectives before The development of banking industry: API (Arsitektur (Arsitektur Perbankan Indonesia) The construction of integrated financial supervision agency
14
Monetary policy Visit http://www.bi.go.id Single objective: y Under Act No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia, as amended by Act No. 3 of 2004, the ultimate goal of Bank Indonesia is to achieve and maintain stability in the rupiah (Article 7). This mandate clearly defines the role of the central bank in the economy, enabling Bank Indonesia to focus more closely on achievement of its single objective y Stability in the rupiah is reflected in the inflation rate and exchange rate. Inflation is reflected in the overall increase in prices for goods. The factors influencing inflation can be grouped into two broad categories: pressure from demand-pull inflation and cost-push inflation. Concerning this, BI is only able to influence pressure from demand-pull inflation, while pressures from cost-push inflation (related to natural disasters, droughts, distribution bottlenecks, etc.) are entirely outside BI's control. Policy: Easy money vs tight money policy
15
Forex Demand and Supply
Pergerakan Kurs Harian Rp/USD Imbas Krisis Keuangan Global Habibie 01/01/9919/10/99
Gus Dur 20/10/9920/07/01
Megawati 21/07/0119/10/04
SBY 20/10/0427/01/09
Sumber: Bank Indonesia (2009); Diolah
Pada Masa Habibie Kurs Sempat terdepresiasi hingga Rp15.700/USD, tetapi kemudian berhasil diredam kembali. Pada masa Gus Dur Rupiah terus terdepresiasi hingga sempat mencapai Rp12.000/USD dan dapat distabilkan kembali pada masa Megawati di level Rp 9000/USD. Pada masa SBY kurs cenderung stabil di Rp 9.000/USD dan mulai terdepresiasi tajam hingga sempat menyentuh level Rp 12.900 di akhir 2008 karena imbas krisis keuangan global di AS. @www.mudrajad.com 17
Anatomi Inflasi Anatomi Inflasi Konsumsi Permintaan Output Gap Ekspor Inflasi Dunia Investasi Eksternal
INFLASI INTI
Nilai Tukar Produksi
Penawaran
Inersia
Impor
Kebijakan Pemerintah
Supply Shocks
Ekspektasi
INFLASI IHK
Administered Price
Impor Makanan Produksi Makanan
Populasi
INFLASI NON-INTI
Penawaran Volatile Food Price Permintaan
Sumber: BI (2008)
What is inflation?
Inflation is the tendency for price levels to climb steadily on a broad scale. Price increases for one or two products alone cannot be termed inflation unless the increase spreads to (or leads to price increases in) other goods. The opposite of inflation is deflation. Inflation Indicators: y The Consumer Price Index (CPI) is based on a monthly survey conducted in
traditional markets and modern retail centers in 45 cities. The survey is conducted for 283-397 goods and services in each city, or a total of 742 items. y The Wholesale Price Index (WPI) is an indicator of price movements for commodities traded within a region
Disaggregation of inflation: y Core Inflation, which is influenced by fundamentals: ○ Supply-demand interaction ○ The external environment: exchange rate, international commodity prices, inflation in trading partners ○ Inflation expectations among traders and consumers. y Non-core Inflation, which influenced by factors other than fundamentals, as
follows:
○ Volatile Foods Inflation: Inflation influenced by shocks in the foodstuffs category, such
as harvests, natural disasters, and crop disease.
○ Inflation in Administered Prices: Inflation influenced by shocks resulting from
Government actions in administered prices, e.g., fuel prices, electricity billing rates, 19 transport fares, etc.
Inflation Determinants
Inflation occurs because of pressures on the supply side (cost push inflation), pressures on the demand side (demand pull inflation), and from expectations of inflation. Cost push inflation can arise from depreciation in the exchange rate, the impact of exchange rate pass-through, especially from trading partner countries, increases in administered prices1, and negative supply shocks2 caused by natural disasters and distribution bottlenecks. Factors bringing on demand push inflation include high demand for goods and services relative to their availability. Within the macroeconomic context, this condition is illustrated by real output exceeding potential output, or with total aggregate demand surpassing economic capacity. Expectations of inflation are influenced by the behavior of the public and economic actors, depending on whether this behavior tends to be adaptive or forward looking. This is reflected in price setting behavior at the producer and trader level, especially during times immediately preceding major religious festivities (Eid-ul-Fitr, Christmas, and New Year) and changes in the regional minimum wage.
20
Inflation targeting framework (ITF) BI has decided to adopt inflation targeting framework (ITF) as the regime to follow in its monetary policy ITF is a framework of monetary policy whereby an inflation target is announced and the monetary policy is transparently and consistently aimed at the inflation target announce before. Characteristics of ITF implementation y Inflation target is the overriding objective for the nominal anchor of monetary policy y A forward looking strategy whereby monetary policy response is directed toward achieving medium term inflation target y A complete and thorough analysis, forecast and policy rules employed in monetary policy response (constrained discretion) y Good policy governance for enhancing transparency, consistency, and accountability
21
Perkembangan BI Rate dan Inflasi, Juli 2005-Februari 2009 20.00
BI Rate & Inflasi (%)
18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00
Se pt Ju em li 2 N ov ber 00 em 20 5 be 05 Ja r 2 nu 00 5 ar M i 20 ar 06 et 2 M 006 ei Se 20 pt J 0 em uli 6 2 N ov ber 00 em 20 6 be 06 Ja r 2 nu 00 6 ar M i 20 ar 0 7 et 2 M 007 ei Se 2 pt J 007 em uli 2 N ov ber 00 em 20 7 be 07 Ja r 2 nu 00 7 ar M i 20 ar et 08 2 M 008 ei Se 20 pt J 0 em uli 8 N b 2 ov er 00 em 20 8 08 b Ja er 2 nu 00 8 ar i2 00 9
0.00
Sumber: Diolah dari Bank Indonesia (2009)
Periode BI Rate
Inflasi
Inflation and Contribution to Inflation by Category, Goods and Services Q3/2008 (q-t-q)
Monetary Policy Role
Bank Indonesia cannot control inflation all on its own, and is particularly unable to control cost push inflation. y Bank Indonesia is able to apply monetary policy to influence demand pull inflation,
such as investment and private consumption. For example, a decision to increase interest rates can put the brakes on public and government spending and thus ease overall demand, which in turn can reduce inflation. Furthermore, higher interest rates could boost the fortunes of the rupiah through a positive interest rate differential.
Likewise, Bank Indonesia is able to influence public expectations through consistent and credible policies. The expectation is for the Bank Indonesia inflation target to become a point of reference for the public and economic actors, and thus the inflation that occurs will match or come close to the inflation target. If this happens, the costs of monetary control can be reduced to a minimum. In theory, monetary policy can be transmitted through a number of channels: y y y y y y
the interest rate channel the bank credit channel the corporate balance sheet channel the exchange rate channel the asset price channel the expectations channel.
In passing through these channels, monetary policy is transmitted to and exercises influence over the financial and real sectors after a certain interval known as the monetary policy lag (ranges from 4 through 6 quarters). 24
Monetary instruments & control
Monetary control y In contrast to the previous practice of relying on base money, the operational target in monetary control is now the BI Rate. With the use of the BI Rate, monetary policy signals are expected to be more easily discernable and provide greater certainty for market players and the public. For this reason, the BI Rate is also expected to improve effectiveness in the operation of monetary policy. y The BI Rate is the signaling interest rate instrument for Bank Indonesia and is determined in the quarterly Board of Governors' Meeting for the coming quarter, unless decided otherwise in a monthly Board of Governors' Meeting within the same quarter. Accordingly, the weighted average SBI rate formed in the SBI auction is no longer interpreted by stakeholders as a signal of Bank Indonesia monetary policy. Instruments: y open market operations: SBI, FASBI y setting discount rate: fasilitas diskonto y setting minimum reserve requirement: GWM y regulation of credit or financing
Suku Bunga
NovNov-05
BI Rate
12,3
12,8
DesDes-05 12,8
JanJan-06 12,8
FebFeb-06 12,8
MarMar-06 12,8
AprApr-06 12,5
MeiMei-06
Dep 1 WA
11,5
12,0
12,0
11,9
11,8
11,7
n.a
Dep 1 CR*
10,1
10,2
10,6
10,4
10,4
10,5
11,2
Penjaminan Dep 1
13,0
13,0
12,8
12,8
12,5
12,5
13,0
Base Lending Rate
15,9
16,2
16,1
16,1
16,0
16,0
16,0
Kredit Kons. Kons.
16,6
16,8
17,1
17,3
17,5
17,7
n.a
25
Perbandingan Suku Bunga Kredit Rupiah Bank Umum dengan BI Rate, Tahun 2007Q1-2009Q1 (%) 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00
20 08 :Q 20 4 09 :Q 1 -J an 20 * 09 :Q 1 -F eb *
20 08 :Q 3
20 08 :Q 2
20 08 :Q 1
20 07 :Q 4
20 07 :Q 3
20 07 :Q 2
0.00
20 07 :Q 1
Suku Bunga Kredit &BI Rate
20.00
Periode Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
BI rate
* Angka estimasi Sumber: Diolah dari Bank Indonesia (2009)
Reserve Requirement
As stipulated in PBI NO.10/19/PBI/2008 dated 14th October 2008, the Rupiah Reserve Requirement will be imposed at 7.5% of Deposits. Furthermore, through a scheme to provide greater flexibility to banks in terms of their liquidity management, Bank Indonesia has amended the terms of the Rupiah Reserve Requirement as follows: The Rupiah Reserve Requirement of 7.5% is composed of statutory reserves and secondary reserves, specified as follows: y 5% statutory reserves consisting of a current account held at Bank
Indonesia (commencing as of 24 October 2008).
y 2.5% secondary reserves in the form of BI Certificates and/or
Government Bonds and/or a current account held at Bank Indonesia.
The transitional period for the Rupiah Reserve Requirement is fixed at one year following the promulgation of said regulation or no later than 24 October 2009. Banks failing to meet the secondary reserve requirement within the transitional period will face sanctions. Bank Indonesia will not provide any remuneration on current accounts held at Bank Indonesia or secondary reserves.
Monetary Policy Role
28
Interest Rate Outlook Suku bunga Indonesia dalam beberapa bulan terakhir ini meningkat karena kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan BI rate menjadi 12,75 persen, lebih tinggi dari tingkat bunga SBI 1 bulan tahun sebelumnya yang mencapai 7,43 persen. Sementara itu inflasi pada tahun 2005 meningkat hingga mencapai angka 17,11 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai 6,18 persen. Pada bulan Januari dan Februari tahun ini inflasi mulai terkendali pada angka 1,36 persen dan 0,58 persen. Perkembangan Suku Bunga SBI dan Inflasi, 2000-2005 (%) 35 30 25
12,55 9,35
20 15
17,11 10,03
17,62 13,62
12,99
10
5,06
6,18
8,31
7,43
5
12,75
0 2000
2001
2002 SBI
2003
2004
2005
Inflas i
29
Sumber: BPS Pusat, diolah
Development Of Various Interest Rates
In Q3/2008, the 75 bps increase in the BI Rate to 9.25% at end-September 2008 was reflected in stable movement in overnight money market rates at around the level of the BI Rate Rate. The decisions to raise the BI Rate were followed by increases in bank time deposit rates. The rise in the BI was also increasingly transmitted to loan interest rates.
Impacts on Credit Pertumbuhan Kredit Konsumsi, 2001-5 60 50
48.02 38.80
40
37.38 37.45
30
36.38
20 10 0 2001
2002
2003
2004
2005
Perkembangan Kredit di Indonesia, 2001-2005 (%)
Jenis Penggunaan
2001 Share
2002 Growt h
Shar e
2003
Growt h
2004
Share
Growt h
2005
Share
Growt h
Share
Growt h 22,93
Modal Kerja
57,45
3,48
54,66
9,16
53,01
17,83
51,67
23,52
50,97
Investasi
24,00
10,22
23,28
11,27
21,74
13,50
21,27
23,96
19,32
13,20
Konsumsi
18,54
45,55
22,06
36,50
25,25
39,05
27,06
35,84
29,71
36,81
100
59,25
100
Sumber: Statistik Perbankan100 Indonesia (2005), diolah 56,93 100 70,38 83,32 100
72,94
Total
31
6 PILLARS OF INDONESIAN BANKING ARCHITECTURE
32
Main Indicators of Banking System
Conditions in the banking system again reflected stable performance in July 2008. The bank intermediary function again showed strong results with credit expanding to Rp 1,210.9 trillion, representing annual expansion of 32.3% with NPLs in decline. Similarly, total bank assets climbed to Rp 2,057.1 trillion with annual growth at 14.2%. Other banking indicators pointed to stable conditions overall. Net Interest Income (NII) was relatively stable as in the preceding month at Rp 9.6 trillion. Non-Performing Loans (NPLs) ratios were down slightly from the previous month at 4.0% (gross) and 1.6% (net) in July 2008. In regard to capital, the capital adequacy ratio (CAR) dropped somewhat from the previous month to 16.2% as banks expanded their lending, while return on assets (ROA) climbed to 2.7%.
INDONESIA’S FISCAL POLICY Visit: http://www.depkeu.go.id
RPJMN
Macro economic Stability
Increase revenue
Macro Policy
1. Economic Growth 2. Financing development
Structural reformation
Fiscal & monetary policy
Fiscal sustainability
Effectiveness & efficiency of expenditure
Optimalising debt management & deficit financing
Markets (capital/ money, labor, goods/service s, others) Financial sector dev’t
Budgeting, securing state assets & accountability 34
Kebijakan Melanjutkan Konsolidasi Fiskal Target Defisit : 0,8 % PDB
Rasio Utang/PDB : 54,9%
0
Utang Pemerintah thd PDB -0,8
-1
-1,3
-1,2
120
-1,8
-1,6
-2
100
-1,9 -2,5 -2,8
-3
-4
80
% thd PDB
-3,7 -4,0
-4,9
60
-5
40
-6
20 -6,8
-7
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 APBN
2000
Realisasi
2001
Utang LN Pemerintah
2002
2003
2004
2005
Utang DN Pemerintah
35
FISCAL POLICY Pemerintah Pusat
kewenangan
Pemerintah Daerah
sumber pendanaan
Pelaksanaan Kewenangan
APBD PAD Desentralisasi
Dana Perimbangan
Dekonsentrasi
Lain -lain Pendapatan
Tugas Pembantuan Pemerintah Pusat kepada Daerah/Desa
BHP dan BP DAU DAK
Belanja Surplus / Defisit
Penerimaan Pembiayaan
SILPA Dana Cadangan
APBN
Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
APBN
Pinjaman Daerah
2
PAJAK
uang/iuran yang dibayarkan rakyat kepada negara; tidak ada imbalan langsung; berdasarkan UU; dapat dipaksakan. RETRIBUSI ada kontraprestasi langsung (parkir, keamanan, kebersihan, dll.) melalui Perda persetujuan Pusat. SUMBANGAN untuk golongan tertentu (Dompet Peduli dll.). PEMUNGUTAN PAJAK PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH DAERAH PROPINSI PAJAK PENGHASILAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI/PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH BEA METERAI PAJAK BUMI & BANGUNAN/ BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH & BANGUNAN
1. PKB & BBN Kendaraan bermotor dan Kendaraan di atas air 2. Pajak Bhn Bakar Ranmor 3. Pajak Pengambilan dan 4. Pemanfaatan Air Bawah Tanah & Air Permukaan
KABUPATEN/KOTA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan BahanGalian Golongan C 7. Pajak Parkir
Cakupan dan Sasaran dari Reformasi Pajak
Pajak Penghasilan y y y
VAT Penghapusan PPN Barang Pertanian Primer y Pendefinisian yang jelas ttg obyek pajak y Pembatasan cakupan PPN_BM Administrasi Perpajakan y Penyederhaan Pengisian SPT y Penyederhaan Prosedur y Right balance tax payer and official Pajak Daerah y Perubahan dari sistem terbuka menjadi sistem tertutup y Penalti bagi daerah yang tidak disiplin y Perluasan Basis Pajak y Perbaikan sistem monitoring Pajak Daerah y
Penurunan tax rate (individual, perusahaan, dividend); Perluasan basis pajak Penambahan tax deductible items
Sasaran: •Peningkatan compliance •Peningkatan jumlah pembayar pajak •Perluasan basis pajak •Peningkatan daya saing •Tersedianya Fiscal Space untuk pembiayaan social spending dan infrastruk tur.
Reformasi Pajak dan Bea Cukai Memoderenisasi Kantor Pusat Menambah Kantor Pajak Untuk meningkatkan pelayanan Meningkatkan kecepatan VAT refund untuk mendorong aktifiitas ekspor Meningkatkan audit Meningkatkan data base dan tautan kepada kepaberanan
Instruksi Presiden untuk of New DGT structure telah dikeluarkan Rancangan Undang-undang pajak telah dikumpulkan ke Parlemen dan sedang didiskusikan Peningkatan Administrasi sedang berlangsung (VAT refund, audit) Kurangnya support dari parlemen
Undang-Undang Kepabeanan sudah disetujui oleh Perlemen pada tanggal 18 oktober tahun 2006 Dua peraturan telah dikeluarkan dalam mempersingkat proses kepabenaan dan dan merevisi peraturan yang sebelumnya berjalan.
Mempersingakat waktu proses Mengimplementasikan sistem EDI
Untuk meningkatkan efisiensi Prioritas dan Green Lane Meningkatkan pemenuhan cukai Mendirikan Kantor Pusat Kepabeanan (KPU) Penambahan
PROGRAM DAN KEBIJAKAN DJBC DI BIDANG KEPABEANAN ¾ ¾ ¾ ¾
Pemberian Jalur Prioritas Pengembangan Sistim Otomasi Kepabeanan Sistim Pembayaran Elektronik/ Online Penyempurnaan Website DJBC
Industrial Assistance
¾ ¾ ¾ ¾
Kawasan Berikat, Gudang Berikat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) Fasilitas impor Mesin,Brg Modal,Bahan Baku Fasilitas Pembebasan BM Industri Tertentu
Revenue Collector
¾ Optimalisasi Penerimaan Negara ¾ Optimalisasi Penagihan Tunggakan ¾ Penyempurnaan Administrasi Penerimaan
Trade Facilitator
Program Dan Kebijakan Di Bidang Kepabeanan
Community Protector
¾ Penanggulangan Penyelundupan Rehabilitasi & Reposisi Kapal Patroli Pengawasan Penyeldpn. Modus Antar Pulau Koordinasi dengan Instansi lain Operasi/ Patroli bersama ¾ Penanggulangan Pelanggaran Kepabeanan Registrasi Importir Risk Management & Selectivity Pengembangan Database Harga Database Intelijen dan CIS Optimalisasi Post Clearance Audit Penyempurnaan Sistim Verifikasi Dokumen Optimalisasi Penggunaan Hi-Co Scan X-Ray
STIMULUS KEBIJAKAN Pemerintah mengumumkan akan menggunakan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) APBN 2008 sebesar Rp 51,3 triliun untuk memberi stimulus mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengerem gelombang PHK tahun ini. Masalahnya, apakah ekonomi Indonesia sudah memiliki fondasi yang kuat dalam jangka menengah menghadapi krisis global? y Sektor riil masih "terseok-seok", dengan laju pertumbuhan rendah dan pangsa pasar yang menurun. Prioritas stimulus perlu diberikan kepada industri yang padat tenaga kerja, berorientasi ekspor, dan sunset industry.Diturunkannya pajak ekspor dan bea masuk untuk bahan baku dan penolong yang masih diimpor dari luar negeri akan sangat membantu industri di tanah air. y Stimulus bagi UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) layak untuk diperhatikan. Beberapa stimulus yang mendesak adalah diturunkannya Pajak Pertambahan Nilai Impor Kapas maupun kapas dalam negeri dan semua bahan baku utama produk UMKM (misalnya perak, kedelai), diturunkannya suku bunga untuk mendorong investasi, dan mempercepat restitusi pajak. y Perubahan harga minyak mentah dunia mengandung risiko tambahan defisit APBN. y Di tengah lesunya permintaan luar negeri, sudah saatnya menggarap pasar domestik lebih intensif. y Stimulus ekonomi baik fiskal maupun moneter harus dimulai pada awal semester 1 tahun ini. Akselerasi implementasi kebijakan makro, sektoral, dan daerah yang merespon krisis global perlu dijadikan agenda dan kegiatan utama.
41
Stimulus Fiskal APBN 2009 80% tidak memiliki multiplier effect yang besar No
Uraian
1
Penghematan Pembayaran Pajak (Tax Saving)
2
Subsidi Pajak-BM/DTP Kepada Dunia Usaha/RTS
Tarif PPh Badan + Orang Pribadi + PTKP
3
Jumlah (Triliun)
%Terhadap PDB
43
0,8%
PPN eksplorasi migas, minyak goreng
3,5
0,07%
Bea masuk bahan baku dan barang modal
2,5
0,05%
PPh Karyawan
6,5
0,12%
PPh Panas Bumi
0,8
0,02%
Penurunan harga solar (subsidi solar)
2,8
0,05%
Diskon beban puncak listrik industri
1,4
0,03%
Tambahan belanja infrastruktur
12,2
0,2%
Perluasan PNPM
0,6
0,01%
73,3
1,4%
Subsidi + Belanja Negara kepada Dunia Usaha/Lapangan Kerja
TOTAL
Sumber: Depkeu dalam Kompas (2009)
Stimulus Ekonomi di Beberapa Negara Tahun 2009 • Malaysia
:US$ 2 milyar
• Korea Selatan
:US$ 4,1 milyar
• Thailand
:US$ 8,6 milyar
• Indonesia :Rp 50 triliun Æ Rp 27,5 triliun Æ Rp 71,3 triliun Sumber: Saparini (2009)
Berbagai Subsidi 2006-2009 Stimulus Ala Tim Ekonomi KIB 2006
2007
Uraian
2008
% thd PDB
Perk. Real
2009
% thd PDB
Realisasi
% thd PDB
Realisasi
Realisasi
% thd PDB
I. Subsidi Energi
94.6
2.8
116.9
3
268.7
1.Subsidi BBM
64.2
1.9
83.8
2.1
180.3
5.7
103.5
1.9
3.9
57.6
2. Subsidi Listrik
30.4
0.9
33.1
0.8
1.1
88.4
1.9
45.9
II. Subsidi Non energi
0.9
12.8
0.4
33.3
0.8
59.1
1.3
63.4
1.2
1. Subsidi Pangan
5.3
0.2
6.6
0.2
12
0.3
12.9
0.2
2. Subsidi Pupuk
3.2
0.1
6.3
0.2
15.2
0.3
17.5
0.3
3. Subsidi Benih
0.1
0
0.5
0
1
0
1.3
0
4. PSO
1.8
0.1
1
0
1.7
0
1.4
0
5. Kredit Program
0.3
0
0.3
0
3.2
0.1
4.7
0.1
0
0
0.5
0
6. Subsidi Minyak Goreng 7. Subsidi Kedele 8. Subsidi Pajak
1.9
0.1
17.1
0.4
9. Subsidi Lainnya
0.3
0
1.5
0
107.4
3.2
150.2
3.8
Jumlah
Sumber: Saparini (2009)
0.5
0
25
0.5
25.3
0.5
327.8
7
166.7
3.1
Sektor Penerima Fasilitas BM DTP Nilai BM DTP sebesar Rp 2,4 triliun 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Ballpoint Bahan baku dan komponen untuk industri alat berat Bahan baku dan komponen untuk pembuatan PLTU kapasitas kecil Bahan baku susu (skim milk powder dan full cream) Bahan penolong methyltin mercaptide Bahan baku dan komponen industri otomotif Komponen elektronika Telematika (fiber optic dan komponen telekomunikasi) Bahan baku dan komponen untuk kapal Bahan penolong industri sorbitol Bahan baku dan peralatan untuk produksi film Listrik Alat Kesehatan Pesawat Terbang.
Sunrise industry and sunset industry % to Manufacturing industry, 2004-8 • High • Growth 2004-7 • Low
•
High Fertilizer, chemical & rubber goods Transportation, machinery & apparatus Food, beverage& tobacco Textile, Leather & Shoes
Low • Paper & printing • Cement & non-metal • Basic metal, iron & steel • Wood & forestry products Oh
Prioritas Produk & Industri Indonesia Nilai Ekspor 2006 & 2007
• AGRO-BASED INDUSTRY – CPO (#1 terluas di dunia) – Perikanan (#1 terluas di dunia) – Kelapa (#1 terluas di dunia) – Kakao (#2 terluas di dunia) – Hasil hutan – Karet & produk karet
10.4
Tekstil
9.6
Karet & Produk Karet
9.4
5.9 8.3
Elektronika 7.4
Produk Hasil Hutan
6.8 5.6
Sawit/CPO Alas Kaki Komponen KBM Udang Kakao Kopi
0.0
8.1
4.8 1.8 1.6 1.5 1.3 1.3 1.1 1.0 0.8 0.7 0.6
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
USD Miliar
Industri manufaktur telah menggantikan sektor pertanian sebagai leading sector dalam ekonomi Indonesia. Persentase PDB Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1968-2008* Lapangan Usaha
1968
1978
1988
1998
2000
*2008
Pertanian
51,0
30,5
24,1
17,4
15,6
14,58
Pertambangan & Penggalian
4,2
17,6
12,1
8,3
12,1
10,93
Industri Manufaktur
8,5
10,0
18,5
23,9
27,8
27,10
Lainnya**)
36,3
41,9
45,2
50,3
44,5
47,39
PDB
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
Catatan: *) Sampai dengan triwulan pertama tahun 2008 **) Lainnya terdiri atas sektor listrik, gas dan air minum, konstruksi, perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan, sewa rumah, pemerintah, dan jasa-jasa Sumber: BPS dalam KPIN (2009)
Masalah Manajemen Fiskal: Hilangnya Potensi Belanja Modal Sebagai Stimulus
100%
89% 82.40%
58.20%
57.00% 50%
47.60%
50%
20.60%
17.70%
16.80%
8.30% 0% Realisasi Realisasi Realisasi Semester-I Akhir Tahun Semester-I 2005
Realisasi sampai Nov.
Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Akhir Tahun Semester-I sampai Okt Akhir Tahun Semester-I sampai Okt
2006
2007
2008
Sumber: Dirjen Perbendaharaan DEPKEU (2009)
ECONIT Advisory Group
Transfer Dana Ke Daerah Meningkat Tajam (Rp Triliun) 350 293.6
300
303.8
253.3
Jumlah
250
226.2
200 150.5 150
129.7
100 50 0 2004
2005
2006
2007
Tahun
Sumber: Saparini (2009)
2008
2009
ECONOMIC STABILISATION: OUTSTANDING PROBLEMS AND INSTITUTIONS IN IMPLEMENTING PROGRAM
Institution problems
IMF
APBN
Privatisation Program
X
X
X
Cabinet
FiscalFiscalMonetary coordination
Bureacratic coordination
X
BI
X
DPR
X
X
X
X
Public
X
X
X
X
X
Bureaucracy
X
Market
X
X
Donors
X
X51
Declining public satisfaction towards SBY-JK due to lingering problems of increasing costs of living, high unemployment and high poverty level Public satisfaction towards President Yudhoyono (SBY) and VP Jusuf Kalla (JK) Cukup puas/Sangat puas dengan kerja SBY
Perolehan suara SBY-Kalla pada Pemilu Presiden Putaran II (60.6%)
80.0% 69.0% 65.0%
71.0% 64.7%
67.0%
63.0% 52.4%
56.0% 56.0%
64.0%
67.0%
58.0%
55.0%
54.2%
37.9%
NOV JAN APR 2004 2005 2005
JULI AGT SEPT OKT DES JAN 2005 2005 2005 2005 2005 2006
Source: Lembaga Survei Indonesia
MAR APR JULI AGT OKT NOV DES 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006
44.0%
49.7%
35.3%
FEB MAR SEPT 2007 2007 2007
Dari Soeharto ke Susilo: Apa yang beda?
@www.mudrajad.com
TUGAS Coba
anda cermati arah kebijakan fiskal dan arah kebijakan moneter. Analisislah seberapa jauh dampak kebijakan fiskal dan atau kebijakan moneter terhadap suatu industri? Deadline of paper submission: SATU BULAN SETELAH KULIAH HARI INI.
53
…akhirnya… Sejarah kebangkitan dan perubahan Indonesia, dari 1908, 1928, 1945, sampai 1998, semuanya diukir oleh pejuang-pejuang yang bermental Harus Bisa! Apapun masalahnya, kapanpun masanya, seberapapun keterbatasannya, kalau kita bermental BISA, kita semua BISA, dan Indonesia pasti BISA!
Lebih Kurang Mohon Dimaafkan Lain Kali Mohon Diundang
IQRO: BACALAH…!
WHO IS MUDRAJAD KUNCORO?
z Pendidikan: {Guru besar termuda FEB UGM (1 Okt 2006)
{PhD in Business & Regional Development: University of Melbourne, Australia (2000) {M.Soc.Sc in International Finance: University of Birmingham, UK (1993) {SE with cum laude: FE UGM z Konsultan bisnis dan pemda z Jabatan: Ketua Jurusan ilmu ekonomi UGM, Tim ahli ekonomi Kadin z Buku yang ditulis: 17; ratusan artikel ilmiah di berbagai media massa & jurnal z Visit http://www.mudrajad.com @Mudrajad/FEB UGM 57