P U T U S A N Nomor 12/Pdt.G/2016/PTA Plg.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Palembang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara cerai gugat antara : PEMBANDING, umur 53 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, tempat tinggal di Kota Palembang. Dalam hal ini memberi kuasa kepada Antonius Jimmy, S.H., M.H. dan Bunyamin, S.H., Advokat, Pengacara dan Konsultan Hukum, berkantor di HDR Hotel Sukarami, Jalan Suka Karya No. 1612 KM. 8, Kota Palembang, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 17 Februari 2016, dahulu disebut sebagai Tergugat, sekarang
Pembanding,
untuk
selanjutnya
disebut
Pembanding/ Tergugat; melawan TERBANDING, umur 48 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, tempat tinggal di Kota Palembang. Dalam hal ini memberi kuasa kepada Aya Sofia, S.H., M.H., Jon Ericka, S.H., Ahmad Nadjmi, S.H., Sherly Ariandini, S.H. dan Ahmad Julian,S.H., Advokat dari Kantor
Advokat Aya Sofia
and Partners, beralamat di Jalan AKBP H. Umar No.95, RT.19,
Kelurahan
Ario
Kemuning,
Kecamatan
Kemuning, Kota Palembang, berdasarkian surat kuasa khusus tanggal 22 Juni 2015, dahulu disebut sebagai Penggugat, sekarang Terbanding, untuk selanjutnya disebut Terbanding/Penggugat; Pengadilan Tinggi Agama tersebut;
Telah membaca
dan mempelajari berkas perkara dan semua surat yang
berhubungan dengan perkara ini; DUDUK PERKARA Mengutip segala uraian sebagaimana termuat dalam putusan sela Pengadilan Tinggi Agama Palembang Nomor 12/Pdt.G/2016/PTA Plg., tanggal 28 April 2016 Masehi, bertepatan tanggal 20 Rajab 1437 Hijriah yang amarnya sebagai berikut : Menyatakan permohonan banding yang diajukan oleh Pembanding / Tergugat dapat diterima; Sebelum menjatuhkan putusan akhir : 1. Memerintahkan kepada Pengadilan Agama Palembang untuk membuka kembali persidangan dalam perkara yang dimohonkan banding ini untuk melakukan pemeriksaan tambahan sebagaimana dimaksud dalam putusan sela ini; 2. Memerintahkan kepada Pengadilan Agama Palembang untuk segera mengirimkan kembali berkas perkara ini ke Pengadilan Tinggi Agama Palembang untuk diperiksa lebih lanjut dan diputus dalam tingkat banding; 3. Menangguhkan biaya yang timbul dalam perkara ini sampai dengan putusan akhir; Menimbang, bahwa untuk melaksanakan maksud putusan Pengadilan Tinggi Agama Palembang tersebut, hakim Pengadilan Agama Palembang telah membuka persidangan pada tanggal 26 Mei 2016, tanggal 9 Juni 2016 dan tanggal 23 Juni 2016, dan para pihak telah dipanggil dan diperintahkan untuk hadir pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditentukan itu; Menimbang, bahwa pada hari sidang tanggal 26 Mei 2016, Terbanding/Penggugat hadir di persidangan dengan didampingi kuasa hukumnya, sedangkan Pembanding/Tergugat maupun kuasanya tidak hadir di persidangan meskipun Pembanding/Tergugat secara sah dan patut sesuai relaas panggilan tanggal 13 Mei 2016, dan tidak ternyata ketidak hadiran Pembanding/Tergugat tersebut disebabkan oleh suatu alasan yang sah
menurut hukum, kemudian pemeriksaan perkara ditunda hingga hari Kamis, tanggal 9 Juni 2016 untuk memanggil Pembanding/Tergugat; Menimbang, bahwa pada hari sidang tanggal 9 Juni 2016 yang dihadiri
oleh
Terbanding/Penggugat
dan
Pembanding/Tergugat
dengan
didampingi oleh kuasa hukum masing-masing pihak yang berperkara, kemudian dilanjutkan pada hari sidang tanggal 23 Juni 2016 yang dihadiri oleh Pembanding/Tergugat dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, sedangkan Terbanding/Penggugat maupun kuasanya tidak hadir di persidangan meskipun Terbanding/Penggugat telah diperintahkan hadir di persidangan tersebut pada persidangan sebelumnya, dan hakim Pengadilan Agama Palembang telah melakukan
pemeriksaan
tambahan
terhadap
perkara
ini
sebagaimana
dimaksud dalam Putusan Sela Pengadilan Tinggi Agama Palembang Nomor 12/Pdt.G/2016/PTA Plg., tanggal 28 April 2016 Masehi, bertepatan tanggal 20 Rajab 1437 Hijriah; PERTIMBANGAN HUKUM Menimbang, bahwa tentang pertimbangan hukum mengenai syarat formil untuk permohonan banding ini telah dipertimbangkan dan telah diputus dalam putusan sela Pengadilan Tinggi Agama tersebut di atas; Menimbang, bahwa berdasarkan putusan sela Pengadilan Tinggi Agama Palembang Nomor 12/Pdt.G/2016/PTA Plg., tanggal 28 April 2016 Masehi, bertepatan tanggal 20 Rajab 1437 Hijriah, Pengadilan Agama Palembang telah membuka persidangan untuk pemeriksaan tambahan; Menimbang, bahwa berdasarkan Berita Acara Sidang tanggal 9 Juni 2016 yang dihadiri oleh Terbanding/Penggugat dan Pembanding/Tergugat dengan didampingi oleh kuasa hukum masing-masing pihak yang berperkara, kemudian ketua majelis mengupayakan perdamaian namun tidak berhasil, selanjutnya para pihak materiil diperintahkan untuk melakukan mediasi ulang sesuai perintah putusan sela, dan sidang ditunda hingga tanggal 23 Juni 2016 untuk proses mediasi. Dan sesuai laporan mediator tanggal 23 Juni 2016 yang dibacakan pada sidang tanggal 23 Juni 2016, menyatakan mediasi gagal karena pada sidang mediasi yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2016 dan
tanggal 23 Juni 2016 ternyata para pihak materiil tidak berhasil mencapai kesepakatan. Selain itu, Pembanding/ Tergugat tidak dapat menghadirkan pihak keluarga/orang tuanya untuk didengar keterangannya di depan sidang meskipun telah diperintahkan oleh hakim tingkat pertama sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, sesuai putusan sela Pengadilan Tinggi Agama Palembang tersebut, dalam hal ini hakim tingkat banding menilai bahwa hakim tingkat pertama dalam perkara a quo telah melaksanakan upaya perdamaian di depan sidang maupun upaya perdamaian melalui mediasi secara optimal
terhadap pihak-pihak sesuai
ketentuan Pasal 154 ayat (1) jo. Pasal 65 dan 82 ayat (1) dan (2) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, serta telah memenuhi pula ketentuan Pasal 1 butir 8 dan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, maupun upaya untuk menghadirkan keluarga atau orang-orang yang dekat dengan pihak Pembanding/Tergugat guna didengar keterangannya di depan sidang sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi tidak berhasil; Menimbang, bahwa meskipun Pembanding/Tergugat tidak menyampai kan memori banding sebagai keberatan atas putusan hakim tingkat pertama, tidak menyebabkan perkara a quo tidak bisa diperiksa pada tingkat banding, karena Pengadilan tingkat banding adalah judex factie, dan dengan dibuatnya memori banding akan diketahui secara pasti apa yang menjadi keberatan Pembanding/Tergugat atas putusan perkara a quo; Menimbang, bahwa setelah hakim tingkat banding mempelajari dan meneliti dengan seksama berkas perkara yang terdiri dari Berita Acara Sidang pengadilan tingkat pertama in casu Berita Acara Sidang tanggal 26 Mei 2016, tanggal 9 Juni 2016 dan tanggal 23 Juni 2016 untuk pemeriksaan tambahan, surat-surat bukti dan surat-surat lainnya yang berhubungan dengan perkara ini,
serta keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Terbanding/Penggugat, salinan resmi putusan Pengadilan Agama Palembang Nomor 1122/Pdt.G/2015/ PA Plg., tanggal 4 Februari 2016 Masehi, bertepatan tanggal 22 Rabiulakhir 1437 Hijriah, dan setelah pula memperhatikan pertimbangan hukum hakim tingkat pertama, maka hakim tingkat banding mempertimbangkan sebagai berikut : Menimbang, bahwa Terbanding/Penggugat mengajukan gugatan cerai terhadap Pembanding/Tergugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terjadi terus menerus dalam rumah tangga keduanya sehingga tidak mungkin lagi hidup rukun sebagai suami istri, sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam; Menimbang, bahwa dalam perkara a quo diajukan pula gugatan hadhanah dan nafkah anak, hal mana telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama dalam putusannya (hlm.17 alinea keenam), yang menyatakan bahwa kumulasi yang demikian ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 66 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, namun hakim tingkat banding menilai penerapan ketentuan Pasal tersebut dalam perkara ini kurang tepat, karena kumulasi gugatan dimaksud dalam Pasal tersebut adalah kumulasi gugatan dalam perkara cerai talak; Menimbang, bahwa perkara ini adalah gugatan cerai maka kumulasi gugatan dimaksud dalam perkara a quo adalah sesuai ketentuan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, yang menegaskan bahwa gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau pun sesudah keputusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap maka gugatan Terbanding/
Penggugat tersebut berdasarkan hukum dan karenanya patut dipertimbangkan, dengan terlebih dahulu mempertimbangkan gugatan cerai a quo; Menimbang, bahwa dalam perkara a quo Terbanding/Penggugat mendalilkan bahwa Terbanding/Penggugat dan Pembanding/Tergugat menikah pada tanggal 17 Desember 1994 dan telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri dengan dikaruniai 2 (dua) orang anak, dan mulai terjadi perselisihan dan
perengkaran
dalam
rumah
tangga
pada
tahun
1995
setelah
Terbanding/Penggugat melahirkan anak yang pertama kemudian salah satu indung telur harus diangkat sehingga Terbanding/ Penggugat sudah sulit memperoleh anak lagi menurut hasil pemeriksaan dokter; lalu Pembanding/ Tergugat meminta kepada Terbanding/Penggugat
agar diizinkan menikah lagi
dengan perempuan lain sehingga Terbanding/ Penggugat sangat kecewa, dan ternyata pada tahun 2003 tanpa izin dari Terbanding/Penggugat, Pembanding/ Tergugat telah menikah lagi dengan perempuan lain bernama ISTRI KE 2 kemudian keduanya tinggal bersama sebagai suami istri di Kabupaten Banyuasin dan dari perkawinan keduanya telah dikaruniai beberapa orang anak; Menimbang, bahwa selanjutnya Terbanding/Penggugat mendalilkan bahwa sejak awal pernikahan tahun 1994 dan terlebih lagi setelah Pembanding/ Tergugat menikah lagi dengan ISTRI KE 2 pada tahun 2003, Terbanding/ Penggugat tidak pernah diberi nafkah oleh Pembanding/ Tergugat sehingga Terbanding/Penggugat mencari nafkah sendiri dengan berjualan pempek yang saat ini sudah makin berkembang dengan menggunakan beberapa orang karyawan, kemudian perselisihan dan pertengkaran itu berlanjut pada tanggal 1 Mei 2015 ketika Pembanding/Tergugat telah ikut campur dalam managemen usaha Terbanding/Penggugat dan mengancam akan meninggalkan rumah, dan mencapai puncaknya pada tanggal 21 Mei 2015 ketika Pembanding/ Tergugat menuduh Terbanding/Penggugat telah berselingkuh dengan laki-laki lain bernama PIHAK KE 3 (Manager dari usaha Terbanding/Penggugat), yang sejak itu pula Pembanding/Tergugat tidak pernah lagi berkunjung dan menemui Terbanding/Penggugat, sehingga Terbanding/Penggugat tidak dapat lagi mempertahankan keutuhan rumah tangganya dengan Pembanding/Tergugat,
dan memohon agar dinyatakan putusnya perkawinan Terbanding/Penggugat dengan Pembanding/Tergugat karena perceraian; Menimbang, bahwa sesuai Berita Acara Sidang tanggal 22 Oktober 2015, dalil-dalil gugatan Terbanding/Penggugat sebagaimana terurai dalam posita angka 1 s.d. 3 serta posita angka 9, 10 dan 12 telah diakui oleh Pembanding/Tergugat. Adapun posita angka 4 dan 7 ternyata Pembanding/ Tergugat sebagaimana tersebut dalam jawabannya yang disampaikan secara tertulis di depan sidang, tidak membantah secara tegas atas kebenaran dalildalil gugatan tersebut dan atau bagian-bagian tertentu dari gugatan itu tidak dijawab oleh Pembanding/Tergugat, berdasarkan pendekatan analog dengan ketentuan Pasal 1927 KUH Perdata, bahwa bentuk pengakuan dapat berupa tertulis dan lisan di depan persidangan dengan cara tegas (expressis verbis), diam-diam dengan tidak mengajukan bantahan atau sangkalan dan atau mengajukan bantahan tanpa alasan dan dasar hukum, maka hakim tingkat banding menilai gugatan Terbanding/Penggugat pada angka 4 dan 7 tersebut diakui secara diam-diam kebenarannya oleh Pembanding/Tergugat; Menimbang,
bahwa
mengenai
dalil-dalil
gugatan
Pembanding/
Tergugat pada posita angka 5, 6, 8 dan 11 serta posita angka 13 s.d. 18 dibantah dengan tegas oleh Pembanding/Tergugat dengan alasan bahwa pernikahannya dengan ISTRI KE 2 pada tahun 2003 adalah atas kemauan/ diizinkan/disuruh oleh Terbanding/Penggugat dan telah rela/pasrah untuk dimadu, dan setelah pernikahan itu Pembanding/Tergugat masih tinggal bersama dengan Terbanding/Penggugat, tetap memberi nafkah lahir dan batin serta bersama-sama membuka usaha berjualan pempek; sehingga alasan Terbanding/Penggugat untuk mengajukan gugatan cerai ini mengada-ada karena tidak terjadi perselisihan dan pertengkaran di dalam rumah tangga Pembanding/Tergugat dengan Terbanding/Penggugat; berdasarkan alasan tersebut maka Pembanding/Tergugat
memohon kepada majelis
hakim
pemeriksa perkara agar menolak gugatan Terbanding/Penggugat seluruhnya dan atau dinyatakan tidak dapat diterima; Menimbang, bahwa sesuai Berita Acara Sidang tanggal 29 Oktober 2015 dan Berita Acara Sidang tanggal 12 November 2015, Terbanding/
Penggugat dalam repliknya menyatakan tetap pada dalil-dalil gugatan semula, demikian pula Pembanding/Tergugat dalam dupliknya menyatakan tetap pada dalil-dalil jawaban dan bantahan semula; Menimbang, bahwa dari jawab menjawab antara Terbanding/ Penggugat dengan Pembanding/Tergugat, telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama mengenai dalil-dalil gugatan Terbanding/ Penggugat yang telah diakui dan atau tidak dibantah secara tegas oleh Pembanding/Tergugat sebagaimana terurai dalam putusannya (hlm. 23 alinea ke 4 s.d. hlm. 25 alinea ke 2), dan hakim tingkat banding menilai pertimbangan hukum tersebut sudah tepat dan benar sehingga dapat dipertahankan, selanjutnya akan dipertimbang kan hal-hal yang berkaitan dengan dalil-dalil bantahan Pembanding/Tergugat dalam perkara a quo; Menimbang, bahwa oleh karena sebagian dari dalil-dalil gugatan Terbanding/Penggugat tersebut dibantah oleh Pembanding/Tergugat, hakim tingkat pertama telah memberikan beban pembuktian kepada para pihak dengan memberi kesempatan terlebih dahulu kepada Terbanding/ Penggugat untuk membuktikan kebenaran dalil-dalil bantahannya, dalam hal ini hakim tingkat banding menilai pertimbangan dan pembebanan pembuktian tersebut sudah tepat dan benar, sesuai Pasal 283 RBg. jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 549 K/Sip/1971 tanggal 15 Maret 1972, yang menegaskan bahwa berdasarkan yurisprudensi Hakim bebas untuk memberikan beban pembuktian, lebih tepat jika pembuktian dibebankan kepada yang lebih mampu untuk membuktikannya (vide Putusan Mahkamah Agung RI ,tanggal 12 April 1972 No. 988 K/Sip/1971 dan Putusan Mahkamah Agung RI,tanggal 15 April 1972,No. 1121 K/Sip/1971); Menimbang, bahwa Terbanding/Penggugat dalam membuktikan dalildalil gugatannya telah mengajukan bukti surat P.1 sampai dengan bukti P.4 serta dua orang saksi, yaitu saksi pertama bernama SAKSI 1 (umur 43 tahun, adik kandung penggugat) dan saksi kedua bernama SAKSI 2 (umur 41 tahun, mantan pembantu rumah tangga Penggugat), sedangkan Pembanding/ Tergugat dalam membuktikan dalil-dalil jawaban dan atau bantahannya telah
mengajukan pula bukti surat T.1 dan tidak dapat mengajukan saksi-saksinya dalam perkara a quo untuk didengar keterangan nya di depan sidang; Menimbang, bahwa bukti-bukti surat tersebut (selain bukti P.4) berupa fotokopi yang telah dinazegelen serta telah dicocokkan dan sesuai aslinya sedangkan bukti P.4 tidak dapat dicocokkan dengan aslinya namun diakui kebenarannya oleh Pembanding/Tergugat di depan sidang, sehingga buktibukti surat a quo memenuhi syarat formil pembuktian, serta para saksi Terbanding/Penggugat tersebut telah dewasa dan masing-masing telah memberikan keterangan di depan sidang setelah berjanji/bersumpah menurut agamanya, selanjutnya hakim tingkat banding memberikan pertimbangan sebagai berikut : Menimbang, bahwa bukti P.1 dan T.1, masing-masing berupa fotokopi kartu tanda penduduk atas nama Terbanding/Penggugat dan atas nama Pembanding/Tergugat telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama dalam putusannya (hlm.26 alinea keempat dan hlm.28 alinea ketiga s.d. hlm.29 alinea kesatu), dalam hal ini hakim tingkat banding menilai sudah tepat dan benar, dan oleh karenanya pertimbangan hukum tersebut dapat dipertahankan; Menimbang, bahwa mengenai bukti P.2 berupa fotokopi kutipan akta nikah atas nama Terbanding/Penggugat dengan Pembanding/Tergugat, telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama dalam putusannya (hlm.26 alinea ketiga dan keempat), dalam hal ini hakim tingkat banding menilai pertimbangan hukum tersebut sudah tepat dan benar, dan pula berdasarkan pengakuan Pembanding/Tergugat di dalam persidangan atas dalil gugatan Terbanding/ Penggugat pada posita angka 1 yang menyatakan Terbanding/ Penggugat dan Pembanding/Tergugat adalah suami istri yang sah menikah pada tanggal 17 Desember 1994, telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri; Menimbang, bahwa mengenai bukti P.3 berupa fotokopi kutipan akta kelahiran anak atas nama ANAK PEMBANDING dan TERBANDING, anak kedua
dari
Terbanding/Penggugat
dan
Pembanding/Tergugat,
lahir
di
Palembang pada tanggal 26 Maret 2006, telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama dalam putusannya (hlm.26 alinea ketiga dan kelima), dalam hal ini hakim tingkat banding menilai pertimbangan hukum tersebut sudah tepat
dan benar, dan pula berdasarkan pengakuan Pembanding/Tergugat di dalam persidangan atas dalil gugatan Terbanding/Penggugat pada posita angka 2 dan 9 yang menyatakan Terbanding/Penggugat dan Pembanding/Tergugat telah dikaruniai dua orang anak, masing-masing bernama ANAK PEMBANDING dan TERBANDING 1, lahir pada tanggal 28 Mei 1995, dan ANAK PEMBANDING dan TERBANDING 2, lahir pada tanggal 26 Maret 2006; Menimbang, bahwa mengenai bukti P.4 berupa fotokopi kutipan akta nikah atas nama Pembanding/Tergugat dengan ISTERI KE 2, telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama dalam putusannya (hlm.27 alinea kesatu), dalam hal ini hakim tingkat banding menilai pertimbangan hukum tersebut
sudah
tepat
dan
benar,
dan
pula
berdasarkan
pengakuan
Pembanding/Tergugat di dalam persidangan atas dalil gugatan Terbanding/ Penggugat pada posita angka 6 yang menyatakan Pembanding/ Tergugat telah menikah lagi dengan perempuan bernama ISTERI KE 2, pada tanggal 30 September 2003 di Kota Palembang; keduanya telah tinggal bersama sebagaimana layaknya suami istri; Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 311 R.Bg. jo. Pasal 1925 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “pengakuan yang dilakukan di depan hakim merupakan bukti lengkap yang mengemukakannya secara pribadi, maupun lewat seorang kuasa khusus”, maka secara yuridis formil dalildalil gugatan a quo sebagaimana yang dipertimbangkan di atas telah dapat dibuktikan kebenarannya di depan sidang sebagai fakta tetap, dan oleh karenanya pertimbangan hukum tersebut dapat dipertahankan; Menimbang,
bahwa
meskipun
Pembanding/Tergugat
dalam
jawabannya membantah keretakan rumah tangganya dengan Terbanding/ Penggugat karena tidak ada perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga sebagaimana yang didalilkan oleh Terbanding/Penggugat dalam gugatannya, namun ternyata Pembanding/Tergugat mengakui telah menikah lagi dengan perempuan lain dengan ISTERI KE 2 pada tanggal 30 September 2003 yang mengakibatkan keduanya pisah tempat tinggal sejak tanggal 21 Mei 2015
ketika
Pembanding/Tergugat
pergi
dan
meninggalkan
kediaman
bersamanya dengan Terbanding/Penggugat, karena sejak saat itu Pembanding
/Tergugat
telah tinggal bersama dengan ISTERI KE 2 sebagaimana yang
didalilkan oleh Terbanding/Penggugat dalam gugatannya; Menimbang, bahwa sesuai Pasal 306, 308 dan 309 RBg. jo Pasal 1905, 1907 dan 1908 KUH Perdata, pembuktian saksi dapat diterima sebagai alat bukti yang sah bila terpenuhi syarat formil dan syarat materil secara kumulatif sehingga mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk mendukung kebenaran yang didalilkan, atau paling sedikit satu orang saksi yang memenuhi syarat formil dan syarat materil, dianggap sah dan dapat diterima sebagai alat bukti permulaan (begin van bewijs); Menimbang, bahwa terkait dengan adanya alat bukti permulaan dimaksud, sesuai penerapan hukum dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 3405 K/Pdt/1983 tanggal 12 Februari 1983 bahwa untuk mencapai batas minimal pembuktian maka harus ditambah dengan salah satu alat bukti lainnya di depan sidang, oleh karena itu hakim tingkat banding mempertimbangkan pula hal-hal yang berkaitan dengan syarat formil saksi, dan setelah itu akan menilai
keterangan
para
saksi
berdasar
kesamaan
dan
atau
saling
berhubungan antara saksi yang satu dengan saksi yang lainnya serta hubungannya dengan alat bukti lain; Menimbang, bahwa berdasarkan Berita Acara Sidang tanggal 10
Desember
2015,
saksi
pertama
Terbanding/Penggugat
(SAKSI
I)
menerangkan bahwa sejak tanggal 21 Mei 2015 Pembanding/Tergugat telah berpisah dengan Terbanding/Penggugat, kemudian Pembanding/Tergugat tinggal bersama dengan ISTERI KE 2 yang telah dinikahinya tanpa seizin Terbanding/Penggugat, dan sejak itu Pembanding/ Tergugat tidak pernah lagi menemui Terbanding/Penggugat, dan saksi pernah menasehati Terbanding/ Penggugat agar hidup rukun kembali dengan Pembanding/ Tergugat namun tidak berhasil; dan saksi kedua Terbanding/ Penggugat (SAKSI 2), yang menerangkan bahwa saksi pernah datang ke rumah Terbanding/ Penggugat pada tanggal 9 Desember 2015 dan menginap selama satu minggu dan saat itu Pembanding/Tergugat sudah tidak berada di rumah dan telah pisah tempat tinggal dengan Terbanding/Penggugat, dan saksi telah memberi saran kepada
Terbanding/Penggugat agar hidup rukun kembali dengan Pembanding/ Tergugat namun tidak berhasil; Menimbang, bahwa ternyata keterangan saksi-saksi tersebut bersifat saling berhubungan dan bersesuaian yang pada pokoknya menerangkan bahwa sejak tanggal 21 Mei 2015 hingga pemeriksaan perkara ini di pengadilan, Pembanding/Tergugat telah meninggalkan kediaman bersama dengan Terbanding / Penggugat di Kota Palembang, kemudian Pembanding / Tergugat tinggal bersama dengan ISTERI KE 2 sebagai suami istri di Kabupaten Banyuasin; Menimbang, atas dasar pertimbangan di atas, hakim tingkat banding berpendapat bahwa oleh karena keterangan kedua orang saksi penggugat tersebut bersesuaian dan saling berhubungan sebagaimana dimaksud Pasal 309 RBg. jo Pasal 1908 KUH Perdata dan pula berdasarkan alasan dan sumber pengetahuan sebagaimana dimaksud Pasal 308 ayat (1) dan (2) RBg. dan Pasal 1907 ayat (1) dan (2) KUH Perdata, dihubungkan pula dengan bukti P.1 dan bukti T.1 serta bukti P.2 dan P.4, serta pengakuan Pembanding/Tergugat dalam
dalil-dalil
jawabannya,
maka
terbukti
adanya
perselisihan
dan
pertengkaran yang terjadi antara keduanya yang mengakibatkan tidak terpenuhi lagi kewajiban masing-masing sebagai suami istri untuk saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, saling setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain sehingga dalam kondisi demikian maka sudah sulit untuk membentuk rumah tangga bahagia dan kekal yang sakinah, mawaddah dan
rahmah sebagaimana dimaksud Pasal 1 dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 77 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam; Menimbang, bahwa meskipun para saksi Terbanding/Penggugat tersebut tidak melihat secara langsung terjadinya pertengkaran antara Terbanding/Penggugat dengan Pembanding/Tergugat sejak rumah tangganya tidak harmonis pada tahun 1995 hingga mencapai puncaknya ketika berpisah tempat tinggal pada tanggal 21 Mei 2015, akan tetapi kesaksian mengenai dampak dan akibatnya yang diketahui dan dilihat oleh para saksi tersebut bersesuaian dan saling berhubungan sebagaimana dimaksud Pasal 309 RBg.
jo Pasal 1908 KUH Perdata, sehingga merupakan fakta bahwa keduanya telah berpisah tempat tinggal dan tidak hidup bersama sebagaimana layaknya suami isteri yang masih hidup rukun dalam suatu rumah tangga, sejalan dengan kaidah hukum dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 299 K/AG/2003 tanggal 8 Juni 2005 yang menegaskan bahwa “keterangan dua orang saksi dalam sengketa perceraian yang hanya menerangkan suatu akibat hukum (Rechts Bevolg) mempunyai kekuatan hukum sebagai dalil pembuktian” dan pula ternyata hal itu didukung dengan pengakuan Pembanding/Tergugat dalam jawabannya sebagaimana yang telah dipertimbangkan di atas; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka terbukti bahwa dalam rumah tangga Terbanding/ Penggugat dan Pembanding/Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus sejak tahun 1995 dan berlanjut pada tahun 2003 yang mengakibatkan keduanya telah pisah tempat tinggal selama 8 (delapan) bulan lebih, yaitu sejak tanggal 21 Mei 2015 ketika Pembanding/Tergugat pergi dari kediaman bersama lalu Pembanding/ Tergugat tinggal bersama dengan ISTERI KE 2 di Kabupaten Banyuasin, hingga perkara ini diputus di pengadilan tingkat pertama, atau selama satu tahun lebih hingga perkara ini diputus di tingkat banding; dan selama itu pula tidak ada lagi komunikasi atau hubungan yang baik antara keduanya, sehingga rumah tangga Terbanding/Penggugat dan Pembanding/ Tergugat telah retak dan pecah, dan keduanya telah sulit didamaikan untuk hidup rukun kembali sebagai suami istri dalam rumah tangga, sejalan dengan kaidah hukum dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 379 K/AG/1995, tanggal 26 Maret 1997 yang menyatakan bahwa “suami istri yang tidak berdiam serumah lagi dan tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali, maka rumah tangga tersebut telah terbukti retak dan pecah dan telah memenuhi Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975”; Menimbang, bahwa dari pembuktian tersebut di atas maka ditemukan fakta bahwa Terbanding/Penggugat dan Pembanding/Tergugat telah berpisah tempat tinggal dan tidak hidup bersama lagi dalam satu rumah tangga sebagaimana layaknya suami istri yang masih rukun, dan selama pemeriksaan perkara ini di persidangan pengadilan tingkat pertama Terbanding/Penggugat
menyatakan tetap pada pendiriannya untuk bercerai dengan Pembanding/ Tergugat, sejalan dengan kaidah hukum dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 273 K/AG/1998 tanggal 17 Maret 1999, yang menegaskan bahwa “cekcok, hidup berpisah tidak dalam satu tempat kediaman bersama, salah satu pihak tidak berniat untuk meneruskan kehidupan bersama dengan pihak lain, merupakan fakta yang cukup sesuai alasan perceraian Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah
Nomor
9
Tahun
1975
tentang
Pelaksanaan
Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 1974”; Menimbang, bahwa upaya perdamaian yang telah dilakukan melalui mediasi ternyata tidak berhasil, dan pula upaya perdamaian itu tetap dilakukan selama dalam proses persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, demikian pula upaya damai atau nasehat yang telah dilakukan oleh saksi-saksi Terbanding/Penggugat namun tetap tidak berhasil untuk mendamaikan keduanya agar hidup rukun kembali dalam rumah tangga sebagai suami istri. Menimbang, bahwa mempertahankan rumah tangga yang sudah sedemikian rupa bentuknya akan menimbulkan kemadharatan bagi para pihak maka untuk menghindari kemadharatan yang lebih besar lagi, perceraian merupakan jalan keluar untuk mengatasi permasalahan rumah tangga Terbanding/Penggugat dan Pembanding/Tergugat, sejalan dengan pendapat pakar hukum Islam sebagaimana tersebut dalam Kitab Al-Mar’atu Baina Al Fiqh wa Al-Qonuni, halaman 100, yang diambil alih sebagai pendapat hakim tingkat banding, yang menyatakan bahwa “… tidak ada pula manfaat yang dapat diharapkan dalam mengumpulkan dua manusia yang saling membenci, terlepas dari masalah apakah sebab terjadinya pertengkaran ini besar atau kecil, namun kebaikan hanya dapat diharapkan dengan mengakhiri kehidupan rumah tangga antara suami istri”; Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan tersebut di atas maka Terbanding/Penggugat telah dapat membuktikan dalil-dalil gugatan a quo, dan sementara itu Pembanding/Tergugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil
jawaban dan atau dalil-dalil bantahannya yang diajukan di depan sidang tanpa alasan dan dasar hukum, dengan demikian hakim tingkat banding berpendapat bahwa alasan perceraian a quo telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, maka terhadap petitum gugatan angka 1 dan 2 dapat dikabulkan; Menimbang, bahwa terhadap petitum gugatan angka 2 yang memohon
agar
Pengadilan
Agama
menyatakan
putusnya
perkawinan
Terbanding/ Penggugat dengan Pembanding/Tergugat karena perceraian, hakim tingkat pertama dalam putusannya telah menjatuhkan talak satu ba’in shughra Pembanding/Tergugat terhadap Terbanding/Penggugat, dalam hal ini hakim tingkat banding menilai sudah tepat dan sudah benar; Oleh karena selama pernikahan keduanya bakda dukhul dan belum pernah bercerai maka talak yang dijatuhkan oleh pengadilan agama adalah talak satu ba’in shughra Pembanding/Tergugat terhadap Terbanding/Penggugat, sesuai maksud Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) huruf c Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian, amar putusan pada angka 2 dapat dipertahankan dan dikuatkan; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka hakim tingkat banding berpendapat bahwa putusan Pengadilan Agama yang mengabulkan gugatan cerai penggugat atas dasar apa yang telah dipertimbang kan dan disebutkan di dalam amar putusannya adalah tepat dan benar, oleh karenanya diambil alih sebagai pertimbangan dan pendapat sendiri dalam mengadili dan memutus perkara ini. Dengan demikian amar putusan Pengadilan Agama yang telah menjatuhkan talak satu ba’in shughra Pembanding/Tergugat terhadap Terbanding/Penggugat dapat dipertahankan sehingga amar putusan perkara a quo dapat dikuatkan; Menimbang, bahwa, sesuai ketentuan Pasal 84 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama maka diperintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Palembang untuk mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Sukarami, Kota Palembang, Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Kecamatan Sako, Kota Palembang dan Pegawai
Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama Kecamatan Ilir Timur II, Kota
Palembang untuk didaftarkan dalam daftar yang.disediakan untuk itu; oleh karenanya amar putusan pada angka 5 perlu diperbaiki dengan tidak mencantumkan perintah pengiriman salinan putusan a quo kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kemuning, yang merupakan domisili kuasa hukum Terbanding/Penggugat pada saat perkara ini diputus dalam tingkat pertama; Menimbang,
bahwa
selanjutnya
hakim
tingkat
banding
mempertimbangkan kumulasi gugatan dalam perkara a quo berupa gugatan hadhanah dan nafkah anak yang diajukan oleh Terbanding/Penggugat dengan pertimbangan sebagai berikut : Menimbang, bahwa petitum gugatan angka 3 mengenai gugatan hadhanah agar anak perempuan dari perkawinan Pembanding/Tergugat dengan Terbanding/Penggugat, yang bernama ANAK PEMBANDING dan TERBANDING 2, umur 9 tahun, ditetapkan berada dalam asuhan dan pemeilharaan Terbanding/Penggugat, serta tuntutan Terbanding/Penggugat agar Pembanding/Tergugat dihukum memberikan nafkah anak sampai anak tersebut dewasa, dengan alasan bahwa anak tersebut belum mumayyiz sehingga hak asuhnya berada pada Terbanding/Penggugat selaku ibu kandungnya; hal mana telah dibantah oleh Pembanding/Tergugat karena khawatir Terbanding/Penggugat akan kembali ke agamanya semula sebelum menikah
dengan
Pembanding/Tergugat,
sehingga
Pembanding/Tergugat
menginginkan anak tersebut berada di bawah pengasuhan Pembanding/ Tergugat; Menimbang, bahwa terhadap dalil gugatan Terbanding/Penggugat dan dalil bantahan Pembanding/Tergugat terkait dengan petitum gugatan angka 3 mengenai gugatan hadhanah tersebut, telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama sebagaimana terurai dalam putusannya (hlm.40 alinea ketiga dan hlm.41 alinea kedua s.d. alinea ketiga), dalam hal ini hakim tingkat banding menilai pertimbangan hukum tersebut sudah tepat dan benar. Namun demikian, hakim tingkat pertama dalam pertimbangan lainnya tidak tepat dan telah keliru sebagaimana terurai dalam putusan (hlm.40 alinea keempat s.d. hlm.41 alinea
kesatu) bahwa Pembanding/Tergugat dalam jawabannya tidak menuntut agar anak tersebut berada di bawah hadhanah Pembanding/Tergugat; Menimbang, bahwa berdasarkan Berita Acara Sidang tanggal 22 Oktober 2015, ternyata Pembanding/Tergugat dalam jawabannya secara tegas menyatakan menolak dalil gugatan Terbanding/Penggugat pada angka 20 yang menuntut agar anak perempuan dari perkawinan Pembanding/ Tergugat dengan Terbanding/Penggugat, yang bernama ANAK PEMBANDING dan TERBANDING 2, umur 9 tahun, ditetapkan berada dalam asuhan dan pemeliharaan Terbanding/Penggugat, kemudian menuntut agar anak tersebut berada
dalam
pengasuhan
Pembanding/Tergugat
karena
khawatir
Terbanding/Penggugat akan kembali ke agamanya semula sebelum menikah dengan Pembanding/Tergugat; hal mana tidak dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama dalam putusannya, dan untuk itu hakim tingkat banding memberikan pertimbangan sebagai berikut : Menimbang, bahwa dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditegaskan bahwa perkawinan dapat putus karena : a) kematian, b) perceraian, dan c) atas keputusan Pengadilan. Kemudian dalam Pasal 41 huruf (a) disebutkan bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya. Ditegaskan pula dalam Pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: 1) wanitawanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; 2) ayah; 3) wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah; 4) saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; 5) wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah; Menimbang, bahwa akibat hukum setelah terjadinya perceraian terkait pemeliharaan anak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagaimana diuraikan di atas. Oleh karena permasalahan hak hadhanah paska terjadinya perceraian
maupun setelah kematian orang tuanya/ibunya adalah sangat berkaitan dengan kemaslahatan dan kepentingan anak maka gugatan pemeliharaan anak dalam gugatan a quo harus didasarkan pada prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interest of the child) berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; Menimbang, bahwa dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 3 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan
hak-haknya
agar
dapat
hidup,
tumbuh,
berkembang,
dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Kemudian dalam Pasal 2 ditegaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi : a) non diskriminasi; b) kepentingan yang terbaik bagi anak; c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d) penghargaan terhadap pendapat anak; Menimbang, bahwa ternyata dasar gugatan pemeliharaan anak yang diajukan oleh Terbanding/Penggugat berikut alasan-alasannya sebagaimana yang telah diuraikan di atas adalah didasarkan kepada kepentingan terbaik bagi anak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 2, Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sedangkan kekhawatiran Pembanding/Tergugat bilamana anak tersebut tetap berada pada Terbanding/Penggugat, hanya bersifat asumsi, bersifat kecurigaan dan bukan fakta, mendahulukan kepentingan dan keselamatan anak adalah yang paling utama (vide Putusan Mahkamah Agung RI No. 03 PK/AG/2010, tanggal 11 Juni 2010 dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 199 K/Ag/2014, tanggal 17 Juni 2014);
Menimbang, bahwa pertimbangan hukum tersebut sejalan pula dengan pendapat ahli Fiqh Islam, Wahbah al Zuhaili, yang selanjutnya diambil alih sebagai pendapat hakim tingkat banding, bahwa “hadhanah adalah merupakan hak bersama antara kedua orang tua serta anak-anak, sehingga apabila nantinya timbul permasalahan dalam hadhanah maka yang diutamakan adalah hak anak” (Wahbah Zuhaili : al Fiqh al Islam wa Adillatuhu Juz VII, Damaskus, Daar al Fikr, 1984, h. 279); Menimbang, bahwa sesuai pertimbangan di atas maka gugatan hadhanah atas anak Terbanding/Penggugat dan Pembanding/Tergugat yang bernama ANAK PEMBANDING dan TERBANDING 2, lahir pada tanggal 26 Maret 2006, yang pada saat perkara ini diputus dalam tingkat pertama, anak tersebut masih berusia 9 tahun 10 bulan (belum mumayyiz), telah memenuhi ketentuan Pasal 41 huruf (a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 1 angka 2, Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan ketentuan Pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam, maka terhadap petitum gugatan angka 3 mengenai gugatan hadhanah tersebut dapat dikabulkan, dan oleh karena itu amar putusan pada angka 3 dapat dipertahankan dan dikuatkan; Menimbang, bahwa petitum gugatan angka 3 mengenai gugatan nafkah anak agar Pembanding/Tergugat dihukum memberikan nafkah anak sampai anak tersebut dewasa, dan sementara itu tidak ada bantahan atau tanggapan yang tegas dari Pembanding/Tergugat di dalam jawaban maupun repliknya, kemudian pertimbangan hakim tingkat pertama dalam putusannya (hlm.43
alinea
kesatu)
yang
menyatakan
bahwa
cukup
adil
jika
Pembanding/Tergugat dihukum untuk membayar nafkah anak yang bernama ANAK PEMBANDING dan TERBANDING 2, umur 9 tahun 10 bulan, sebesar Rp1.000.000,00
(satu
Pembanding/Tergugat
juta
rupiah),
sebagai
dihubungkan
karyawan
dengan
(Pengawas
penghasilan
Lapangan)
pada
perusahaan SWASTA sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) setiap bulannya,
dan
pula
tidak
ada
bantahan
dan
atau
tanggapan
dari
Pembanding/Tergugat pada saat pemeriksaan tambahan (vide Berita Acara
Sidang tanggal 9 Juni 2016), dalam hal ini hakim tingkat banding menilai pertimbangan hukum tersebut
sudah
tepat dan benar, namun perlu
dipertimbangkan penambahan 10 % per tahun dari jumlah yang ditetapkan, oleh karena itu amar putusan angka 4 dalam perkara a quo dapat dipertahankan dengan penambahan persentase pembebanan nafkah anak tersebut setiap tahun; Menimbang, bahwa petitum gugatan dalam perkara a quo dapat dikabulkan seluruhnya sehingga redaksi amar putusan angka 1 perlu diperbaiki dan hal-hal yang telah dipertimbangkan oleh hakim tingkat pertama dalam putusannya, yang tidak dipertimbangkan lagi oleh hakim tingkat banding atau tidak bertentangan dengan pertimbangan hakim tingkat banding dalam putusannya, maka dapat disetujui dan diambil alih sebagai pendapat dan pertimbangan sendiri dalam putusan ini; Menimbang, bahwa dengan tambahan dan perbaikan pertimbangan tersebut di atas, maka putusan Pengadilan Agama Palembang Nomor 1122/Pdt.G/2015/PA Plg., tanggal 4 Februari 2016 Masehi, bertepatan tanggal 22 Rabiulakhir 1437 Hijriah, dapat dikuatkan dengan perbaikan amar putusan sehingga selengkapnya berbunyi sebagaimana tersebut di bawah ini; Menimbang, bahwa oleh perkara ini mengenai sengketa di bidang perkawinan, sesuai Pasal 89 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara dalam tingkat pertama dibebankan kepada Terbanding/Penggugat sedangkan biaya perkara dalam tingkat banding dibebankan kepada Pembanding/Tergugat; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan; MENGADILI
-
Menguatkan
putusan
Pengadilan
Agama
Palembang
Nomor
1122/Pdt.G/2015/PA Plg., tanggal 4 Februari 2016 Masehi, bertepatan tanggal 22 Rabiulakhir 1437 Hijriah dengan perbaikan amar putusan yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya; 2. Menjatuhkan talak satu ba’in shughra Tergugat, PEMBANDING terhadap Penggugat, TERBANDING. 3. Menetapkan anak Penggugat dan Tergugat yang bernama ANAK PEMBANDING dan TERBANDING 2, umur 9 tahun 10 bulan, berada dibawah hadhanah Penggugat; 4. Menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah anak yang tersebut pada
diktum
angka
3
di
atas
kepada
Penggugat
sejumlah
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap bulan dengan penambahan 10 % per tahun dari jumlah tersebut di luar biaya pendidikan dan kesehatan, terhitung sejak putusan ini diucapkan sampai anak tersebut dewasa atau mandiri; 5. Memerintahkan kepada Panitera Pengadian Agama Palembang untuk mengirimkan salinan putusan ini setelah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Sukarami, Kota Palembang, Pegawai Pencatat Nikah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Sako, Kota Palembang, dan Pegawai Pencatat Nikah, Kantor Urusan Agama Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, untuk didaftarkan dalam daftar yang disediakan untuk itu; 6. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat pertama, sejumlah Rp.431.000,00 (empat ratus tiga puluh satu ribu rupiah); -
Membebankan kepada Pembanding/Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding, sejumlah Rp.150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); Demikian putusan ini dijatuhkan dalam sidang musyawarah majelis
hakim Pengadilan Tinggi Agama Palembang pada hari Rabu, tanggal 13 Juli 2016 Masehi, bertepatan tanggal 8 Syawal 1437 Hijriah, yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Drs. H. Abdurrahman HAR,
S.H., sebagai Ketua Majelis, Drs. H. Baizar Burhan dan Drs. Masrur, S.H., M.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota yang ditunjuk berdasarkan Penetapan
Ketua
Pengadilan
Tinggi
Agama
Palembang
Nomor
12/Pdt.G/2016/PTA Plg., tanggal 13 April 2016, dibantu oleh Hj. Maimunah, S.H., Panitera Pengganti, tanpa dihadiri oleh para pihak yang berperkara; Ketua Majelis
Drs. H. Abdurrahman HAR, S.H. Hakim Anggota
Drs. H. Baizar Burhan
Drs. Masrur, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,
Hj. Maimunah, S.H.
Perincian biaya : 1. Redaksi 2. Materai 3. Proses penyelesaian perkara Jumlah
: Rp 5.000,00 : Rp 6.000,00 : Rp139.000,00 : Rp150.000,00 (Seratus lima puluh ribu rupiah)