Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
INTEGRASI MATERIAL FLOW ANALYSIS, LIFE CYCLE ASSESSMENT, DAN LIFE CYCLE COSTING UNTUK EVALUASI PROSES PENYAMAKAN NABATI DI INDUSTRI KULIT (STUDI KASUS: PT. XYZ) Salman Alfarisi1) dan Udisubakti Ciptomulyono2) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail: 1)
[email protected]
1,2)
ABSTRAK Pada kegiatan produksi penyamakan kulit, penggunaan material menjadi salah satu input yang perlu dipertimbangkan. Selain itu, penyamakan kulit yang termasuk sebagai salah satu perusahaan yang memberikan polutan terbesar di dunia harus juga memperhitungkan dampak terhadap lingkungan. Penggunaan material dan bahan kimia menjadi hal harus di evaluasi. Di Indonesia, permasalahan tidak hanya pada limbah cair, permasalahan yang cukup penting adalah kulit sisa dari penyamakan kulit biasa digunakan untuk membuat krecek dan kerupuk kulit yang biasa dikonsumsi masyarakat. Sehingga, penyamakan industri juga memberikan dampak negatif pada kesehatan manusia. Untuk memperoleh dampak negatif yag kecil pada lingkungan dn kesehatan manusia, kendala yang muncul adalah biaya yang lebih tinggi. Pada penelitian ini, kondisi eksisting dari perusahaan adalah menggunakan mimosa sebagai agen penyamakan nabati. Penelitian ini akan memberikan usulan untuk perbaikan terhadap penggunaan agen penyamakan nabati. Usulan berupa penggantian mimosa dengan dengan indusol, gambir, dan dulcotan. Penelitian ini berusaha untuk melakukan evaluasi terhadap penyamakan nabati dari beberapa aspek dengan menggunakan pendekatan material flow analysis, life cycle assessment, serta life cycle costing. Evaluasi perbaikan dengan life cycle assessment akan mengacu pada database inventory pada Openlca. Hasil yang diperoleh dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, kesehatan manusia serta aspek biaya, maka usulan perbaikan yang terpilih adalah dengan menggunakan dulcotan. Kata kunci: Material Flow Analysis, Life Cycle Assessment, Life Cycle Costing, Openlca, Penyamakan Nabati, Mimosa, Indusol, Gambir, Dulcotan. PENDAHULUAN Industri penyamakan kulit sendiri telah menjadi industri yang berada secara luas hampir di seluruh bagian dunia. Bahkan di negara-negara mediterania, industri penyamakan dikenal sebagai salah satu industri yang paling penting (Insel et al, 2009). Diperkirakan bahwa sekitar 1,67 x 109 m2 dari kulit sedang dibuat setiap tahun di dunia (FAO, 2001). Industri penyamakan kulit, menyediakan berbagai macam barang-barang konsumsi seperti sepatu, pakaian, tas dan produk lainnya dengan mengolah produk limbah industri makanan menjadi sesuatu yang diinginkan, berguna dan berkelanjutan untuk menjadi berbagai produk akhir (Aloy et al, 1976). Diperkirakan bahwa sekitar 1,67 x 109 m2 dari kulit sedang dibuat setiap tahun di dunia (FAO, 2001). Indonesia termasuk negara unggulan supplier kulit yang bersaing dengan Pakistan, India, dan China. Industri kulit di indonesia masih kebanyakan terkonsentrasi di Pulau Jawa. Di Pulau Jawa sendiri ada lima daerah yaitu, Jabodetabek, Garut, Jawa Tengah-Jogjakarta, Jawa Timur, dan Magetan. Kebutuhan kulit sapi dibutuhkan ISBN: 978-602-70604-2-5 A-2-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
kira-kira 20 juta lembar per tahunnya. Untuk kulit kambing dan domba kira-kira dibutuhkan 15 juta lembar per tahun. Untuk ekspor sendiri, ada juga dalam bentuk produk jadi, seperti alas kaki/sepatu. Kurang lebih secara garis besar pada tahun 2014 ekspor sepatu senilai 2,5 hingga 2,6 miliar USD, sedangkan ekspor kulit finish sekitar 200 juta USD setahun (Haryono, 2014). Tingginya nilai tersebut menunjukkan bahwa industri penyamakaan kulit memberikan kontribusi yang cukup penting dalam membantu meningkatkan perekonomian, investasi, dan ketenagakerjaan di Indonesia. Akan tetapi, kegiatan industri penyamakan kulit memiliki masalah utama yaitu limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia. Secara umum, limbah yang sering menjadi perhatian adalah limbah cair karena mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Mannucci et al. (2010) menyebutkan bahwa sejak transformasi bahan baku menjadi produk yang terjadi pada air (misalnya rata-rata konsumsi air pada proses penyamakan adalah antara 25 hingga 80 m3 per ton bahan baku) terbukti bahwa beban utama polutan berada dalam air limbah. Akan tetapi, permasalahan tidak hanya pada limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan penyamakan kulit, akan tetapi, ada permasalahan penggunaan limbah hasil pemisahan daging untuk dijadikan makanan yang biasa disebut krecek dan kerupuk kulit. Makanan tersebut sudah tidak asing lagi di tengah masyarakat Indonesia. Untuk lebih mendalami kedua permasalahan yang telah disebutkan, maka dipilih salah satu industri penyamakan kulit, yaitu PT. XYZ. Dalam kegiatan produksinya, PT. XYZ mengunakan metode penyamakan krom dan penyamakan nabati. Pada tahapan proses penyamakan nabati, PT. XYZ menggunakan bubuk mimosa sebagai agen utama. Mimosa (mimosa ekstrak) adalah sari kulit kayu akasia (Acasia deoureus) yang sudah diproses dengan bahan-bahan kimia. Kulit kayu akasia merupakan salah satu bahan penyamak nabati yang mengandung 35% tannin dalam bentuk babakan kulit, sedangkan dalam bentuk ekstrak padat mengandung 63% tannin (Purnomo 2001). Pada penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap proses penyamakan nabati dengan menggunakan mimosa serta kaitannya pada kontribusi pada dampak terhadap lingkungan dengan beberapa faktor yang harus dipertimbangkang seperti fresh water aquatic dan human toxicity, karena di Indonesia, permasalahan limbah cair serta penggunaan sisa kulit untuk dijadikan krecek dan kerupuk kulit cukup memprihatinkan, sehingga dengan ini, dapat diketahui apakah penyamakan nabati yang selama ini telah berjalan, dapat benar-benar memberikan kontribusi positif bagi perusahaan dan lingkungan. Untuk menganalisa diagram aliran material yang terjadi selama proses produksi, maka digunakan akan digunakan pendekatan material flow analysis (MFA). Untuk mengetahui dan mengevaluasi dampak terhadap lingkungan maka digunakan pendekatan life cycle assessment (LCA). Dampak ekonomi yang muncul baik dari kegiatan penyamakan nabati dengan menggunakan mimosa akan dihitung dengan menggunakan metode life cycle costing (LCC). Alternatif usulan perbaikan pada penelitian ini adalah dengan melakukan penggantian agen penyamakan nabati yang telah digunakan dengan agen penyamakan nabati yang lain. Agen penyamakan nabati yang akan diusulkan untuk usulan alternatif perbaikan adalah indusol, gambir, dan dulcotan. Pemilihan ketiga usulan alternatif tersebut berkaitan dengan pertimbangan bahan tanin yang terkandung didalamya. Dalam usulan perbaikan tersebut tetntunya akan ada beberapa kriteria yang perlu untuk dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan. Untuk membantu para pengambil keputusan untuk menentukan solusi yang paling baik, maka diusulkan konsep fuzzy multi attribute decision making (FMADM) karena menurut Atassanov (1997) dan Bustice et al (2007) fuzzy telah terbukti sangat berguna untuk menghadapi ketidakpastian dan ketidakjelasan. Ketidakpastian dan ketidakjelasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kurangnya informasi terkait dampak lingkungan penerapan metode penyamakan nabati di ISBN: 978-602-70604-2-5 A-2-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Indonesia dan belum adanya referensi yang dapat dijadikan rujukan kriteria yang perlu dijadikan faktor terpenting dalam pemilihan alternatif agen penyamakan nabati terbaik. Menurut Klir (2006), dalam banyak masalah pengambilan keputusan yang kompleks, informasi pengambilan keputusan seringkali tidak tepat atau tidak pasti karena tekanan waktu, kurangnya data, atau terbatasnya perhatian dan kemampuan pembuat keputusan dalam memproses informasi. Sedangkan konsep multi attribute decision making merupakan tambahan untuk pengembangan dari konsep fuzzy yang digunakan. Sehingga dengan pendekatan fuzzy multi attribute decision making, keputusan dapat diambil dengan memilih alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang tersedia. Dengan demikian, fuzzy multi attribute decision making (FMADM) adalah pendekatan yang sangat cocok digunakan untuk menggambarkan ketidak tepatan dan ketidak pastian informasi serta melakukan pengambilan keputusan dengan memilih alternatif terbaik dari alternatif yang tersedia. METODE Pada penelitian ini, metode pengerjaan yang dilakukan terdiri dari empat tahapan, yaitu pergitungan material flow analysis, perhitungan life cycle impact assessment dengan menggunakan openlca versi 1.4.1, perhitungan life cycle costing terhadap masing-masing agen penyamakan nabati yang akan diusulkan dan agen penyamakan nabati yang sedang digunakan, pemilihan alternatif keputusan terbaik dengan pendekatan FMADM. Tahap Perhitungan Material Flow Analysis Tahap perhitungan material flow analysis disini adalah dengan membuat diagram alir proses aliran material yang bertujuan untuk menghitung jumlah konsumsi material pendukung yang dibutuhkan mulai dari awal hingga akhir proses produksi. Formulasi matematis yang digunakan adalah: (1) Dengan i= proses ke (1,2,..n). Tahap Perhitungan Nilai Life Cycle Assessment Pada tahap ini, dilakukan dengan membuat alur proses, memasukkan nilai input konsumsi material yang telah didapat dari hasil perhitungan material flow analysis dan nilai output yang dihasilkan, serta menentukan jenis proses yang terjadi pada software openlca versi 1.4.1. Hasil dari perhitungan ini berupa nilai dampak yang dihasilkan dari masingmasing agen penyamakan nabati berdasarkan kategori dampak. Kategori dampak yang digunakan adalah acidification potential, climate change, eutrophication potential, freshwater aquatic ecotoxicity, human toxicity, marine aquatic ecotoxicity, stratospheric ozone depletion, terrestrial ecotoxicity. Tahap Perhitungan Life Cycle Costing Tahap perhitungan life cycle costing adalah dengan melakukan perhitungan biaya penggunaan agen penyamakan nabati, baik agen penyamakan nabati yang sedang digunakan maupun agen penyamakan nabati yang menjadi usulan alternatif perbaikan. Tahapan ini menjadi penting untuk mengetahui seberapa besar biaya yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam memenuhi konsumsi agen penyamakan nabati karena penggunaan biaya akan berpengaruh pada profit perusahaan. Tahap Pengambilan Keputusan
ISBN: 978-602-70604-2-5 A-2-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Dalam penelitian ini, masalah pengambilan keputusan yang ada adalah FMADM. Dengan demikian, untuk membantu proses pengambilan keputusan, digunakan metode simple additive weighting (SAW). Untuk analisi kebutuhan input pada pembobotan dilakukan dengan membagikan kuisioner pada 11 stake holder yang ada pada PT. XYZ. Dalam Penelitian ini kriteria yang dibutuhkan adalah: harga, fresh water aquatic, human toxicity, climate change, marine aquatic. Sedangkan formula matematis yang digunakan untuk perhitungan dengan metode simple additive weighting adalah: (2)
Dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut C i ; i=1,2,3,...,m dan j=1,2,3,...,m. Nilai preferensi alternatif (Vi) diberikan sebagai: Nilai V yang lebih besar, mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan nilai total material flow analysis terhadap material pendukung yang dibutuhkan dalam satu kali proses produksi adalah sebagai berikut: Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Total Jumlah Konsumsi Material Pendukung Total Konsumsi Material Pendukung Air Antiseptik NaOH Teepol Kapur Na2S Natrium Formiat Asam Sulfat Asam Formiat Mimosa Sandrolik GS Cat Obat Anti Luntur Pengkilap
Jumlah (kg) 47170 15 15 277 345 345 165 70 14 285 144 29 14 22
Kemudian, setelah data total jumlah konsumsi material pendukung didapatkan, maka data tersebut akan menjadi input pada proses pengolahan data dengan menggunakan software openlca versi 1.4.1. Pada pengolahan data, dihitung nilai dampak yang dihasilkan dari mimosa yang saat ini digunakan oleh PT. XYZ. Selain itu, ketiga agen penyamakan nabati yang akan diusulkan untuk menjadi alternatif solusi juga dihitung nilai dampak yang dihasilkan, sehingga dapat dibuat perbandingan untuk mengetahui nilai dampak yang dihasilkan oleh masing-masing agen penyamakan nabati. Perbandingan nilai dampak dari keempat agen penyamakan nabati tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Nilai Impact Assessment Dari Kegiatan Produksi Kulit Mentah Dengan Menggunakan Mimosa, Indusol, Gambir, dan Dulcotan. Impact category
Value Mimosa
Indusol
Gambir
Dulcotan
Reference unit
Acidification potential - average European
0.0192744
0.0125826
0.2177469
0.0119826
kg SO2-Eq
Climate change - GWP 100a
2.1664170
1.5310727
2.7453746
1.1482479
kg CO2-Eq
Eutrophication potential - average European
0.0186965
0.0119583
0.0267752
0.0098255
kg NOx-Eq
ISBN: 978-602-70604-2-5 A-2-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015 18.002164
11.123219
12.974219
9.695573
kg 1,4-DCB-Eq
Human toxicity - HTP 100a
11.701786
2.487250
9.446153
3.637487
kg 1,4-DCB-Eq
Marine aquatic ecotoxicity - MAETP 100a
5.1550137
3.2252620
4.296142
3.462984
kg 1,4-DCB-Eq
Stratospheric ozone depletion - ODP 40a
3.612E-10
1.409E-09
4.17E-09
2.26E-09
kg CFC-11-Eq
Terrestrial ecotoxicity - TAETP 100a
7.356E-10
6.859E-05
7.24E-05
2.44E-05
kg 1,4-DCB-Eq
Freshwater aquatic ecotoxicity - FAETP 100a
Berdasarkan nilai dan unit referensi dari masing-masing agen penyamakan yang telah didapatkan, maka akan dibuat diagram perbandingan terhadap keempat agen penyamakan tersebut. Perbandingan diagram tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram Perbandingan Impact Assessment Dari Kegiatan Kulit Mentah dengan Menggunakan Mimosa, Indusol, Gambir, dan Dulcotan.
Berdasarkan hasil penilaian dampak terhadap lingkungan pada penggunaan agen penyamakan nabati, dapat dilihat bahwa secara penilai dampak dengan parameter LCA, pengunaan Indusol lebih baik pada faktor fresh water aquatic, human toxicity, dan marine aquatic. Sedangkan pada faktor climate change, dulcotan lebih baik daripada agen penyamakan nabati yang lain. Kemudian, setelah didapatkan nilai dampak yang ditimbulkan, maka perlu dilakukan perhitungan biaya dari masing-masing agen penyamakan nabati sebagai pertimbangan dari segi ekonomi. Nilai biaya yang muncul akan dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Biaya yang dibutuhkan dari masing-masing agen penyamakan nabati dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Biaya Pada Masing-masing Agen Penyamakan Nabati Bulan
Biaya Pembelian
Biaya Pembelian
Biaya Pembelian
Biaya Pembelian
Mimosa (Rp)
Indusol (Rp)
Gambir (Rp)
Dulcotan (Rp)
Januari
331,315,716
401,349,992
395,389,492
460,385,098
Fabruari
323,885,748
392,349,460
386,522,628
450,060,666
Maret
269,809,440
326,842,378
321,988,400
374,918,060
April
248,721,648
301,297,000
296,822,400
345,615,178
Mei
278,155,584
336,952,749
331,948,621
386,515,579
Juni
358,681,440
434,500,345
428,047,525
498,411,581
Juli
252,627,732
306,028,761
301,483,889
351,042,940
Agustus
307,572,384
372,587,740
367,054,392
427,392,168
September
273,375,912
331,162,739
326,244,599
379,873,909
Oktober
286,832,400
347,463,691
342,303,463
398,572,589
November
349,251,228
423,076,754
416,793,586
485,307,678
ISBN: 978-602-70604-2-5 A-2-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015 Desember
310,783,476
376,477,600
370,886,483
431,854,193
Jumlah
3,591,012,708
4,350,089,211
4,285,485,477
4,989,949,639
Rata-rata
299,251,059
362,507,434
357,123,790
415,829,137
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa dulcotan merupakan agen penyamakan nabati yang membutuhkan biaya pertahun terbesar yaitu Rp 4,989,949,639 dengan biaya rata-rata perbulan adalah sebesar Rp. 415,829,137 sedangkan biaya terkecil adalah penggunaan mimosa dengan biaya pertahun sebesar Rp. 3,591,012,708 dengan rata-rata biaya perbulan adalah sebesar Rp. 299,251,059. Setelah nilai dampak dan nilai ekonomi didapatkan, maka dilakukan proses pengambilan keputusan dengan menggunakan metode simple additive weighting (SAW). Pembobotan didapat dari kuisioner. Kemudian dilakukan proses normalisasi dengan menggunakan formula 2 Selanjutnya menghitung nilai vektor dengan mengalikan hasil dari normalisasi dengan bobot, seperti ditunjukkan Tabel 4 Tabel 4. Hasil Perhitungan Vektor 0.75
Bobot (W)
Vektor
0.75
0.75
0.5
0.5
Mimosa
0.75
0.25
0.25
0.5
0.25
Indusol
0.75
0.375
0.75
0.5
0.5
Gambir
0.75
0.375
0.375
0.5
0.5
Dulcotan
0.5625
0.75
0.75
0.5
0.5
Dari hasil diatas, dapat dilakukan perangkingan untuk mengetahui alternatif yang akan terpilih dengan cara menjumlahkan nilai vektor dari masing-masing alternatif, sehingga didapatkan hasil seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Perangkingan Alternatif
Nilai
Rangking
Mimosa
2
4
Indusol
2.875
2
Gambir
2.5
3
Dulcotam
3.0625
1
Berdasarkan hasil diatas, maka alternatif yang terpilih untuk menjadi agen penyamakan nabati dalam proses produksi dengan mempertimbangkan harga, fresh water aquatic, human toxicity, climate change, dan marine quatic ecotoxicity adalah Dulcotan. Kemudian dilakukan analisa sensitivitas. Analisa sentitivitas disini didasarkan pada hasil pengolahan data dan perhitungan penilai yang telah dilakukan. Analisa sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan bobot dalam pemilihan usulan perbaikan memberikan pengaruh akibat perubahan penilai kepentingan relatif yang diberikan oleh pembuat keputusan. Pada penelitian kali ini, uji sensitifitas dimulai dengan melakukan penambahan dan pengurangan sejumlah 5% hingga 30% pada bobot untuk mengetahui apakah ada perubahan terhadap pilihan solusi perbaikan. Hasil dari analisa sensitivitas adalah tidak terjadi perubahan rangking alternatif pada penambahan dan pengurangan bobot mulai dari 5% hingga 30%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: ISBN: 978-602-70604-2-5 A-2-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
1. Dampak lingkungan yang dihasilkan oleh penyamakan nabati dengan menggunakan mimosa, faktor yang memiliki nilai cukup tinggi diantaranya adalah fresh water aquatic dengan dengan jumlah 18.00216429 kg PO4-Eq, human toxicity sebesar 11.70178588 kg 1,4-DCB-Eq, marine aquatic toxicity sebesar 5.155013731 kg 1,4-DCB-Eq, dan climate change 2.166417028 kg CO2-Eq. Sedangkan untuk faktor biaya, pengeluaran rata-rata perbulan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli mimosa adalah sebesar Rp. 299.251.059,00. 2. Pada penelitian ini terdapat beberapa usulan perbaikan untuk penggantian agen penyamakan nabati, diantaranya adalah indusol, gambir, dan dulcotan. Dengan mempertimbangkan aspek dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan beserta aspek biaya yang muncul, maka usulan perbaikan yang terpilih adalah dengan menggunakan dulcotan. Dulcotan memiliki nilai dampak terhadap lingkungan yang paling rendah diantara yang lain. Akan tetapi, dulcotan merupakan agen penyamakan nabati yang membutuhkan biaya paling tinggi diantara ketiga alternatif yang lain. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah: 1. Hendaknya tingkat konsumsi terhadap air dalam proses penyamakan nabati dapat dijadikan salah satu pertimbangan mengingat sangat tingginya tingkat konsumsi air. 2. Hendaknya ketersediaan dari agen penyamakan nabati yang diusulkan yang dalam penelitian ini adalah indusol, gambir, dan dulcotan perlu untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 3. Hendaknya dilakukan pengamatan yang lebih mendalam mengenai perubahan bahan kimia tersebut apakah akan menimbulkan perubahan proses maupun peralatan yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Aloy, M., Aloy, M., Folachier, A., Vulliermet, B., 1976. Tannery & Pollution. Centre Technique Du Cuir, Lyon, France. Atassanov, K. 1999. Intuitionistic Fuzzy Sets, Theory and Applications, Physica-Verlag, Heidelberg. Bustice, H., Herrera, F., Montero, J., 2007 Fuzzy Sets and Their Extensions: Representation, Aggregation and Models, Physica-Verlag, Heidelberg FAO., 2001. World Statistical Compendium for Raw Hides and Skins, Leather and Leather Footwear 1982-2000. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Haryono, Sutanto. 2014. Industri Kulit Masih Terkendala Bahan http://www.agrofarm.co.id/m/imperium/761/sutanto-haryono-ketua-asosiasipenyamakan-kulit-indonesia-apki/#.VSUox2Z4K1s, diakses 3 maret 2015.
Baku,
Insel GH, Görgün E, Artan N, Orhon D. Model based optimization of nitrogen removal in a full scale activated sludge plant. Environment Engineering Science 26 (2009) 471–80 Klir, G. J., 2006 Uncertainty and Information: Foundations of Generalized Information Theory, Wiley-Interscience, Hoboken, NJ. Mannucci, Alberto., et al., 2010. Anaerobic Treatment of Vegetable Tannery Wastewaters: A Review. Desalination, 264 (2010) 1-8Brown, P., & Gibson, D. (1972). A Quantified Model for Facility Site Selection Application to Multi-Plant Location Problem. AIIE Trans, 4, 1-10.
Purnomo, E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit. Yogyakarta. ISBN: 978-602-70604-2-5 A-2-7