Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
STUDI KELAYAKAN ANALISA FAILURE ASSESSMENT DENGAN METODE EKSPERIMENTAL GALVANOSTATIK DAN METODE PEMODELAN FEM BERDASARKAN MODEL KERETAKAN SMEARED DAN XFEM CRACK I Ketut Hartana1, *), Wahyuniarsih Sutrisno1), dan Priyo Suprobo1) 1) Pascasarjana Tenik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indoensia e-mail:
[email protected] * Corresponding author
ABSTRAK Potensi kerusakan pada struktur beton bertulang salah satunya ditandai dengan terjadi keretakan pada elemen struktur. Keretakan pada elemen struktur dapat disebabkan karena terbentuknya produk korosi pada tulangan beton sehingga tejadinya retak. Fenomena tersebut dikenal sebagai corrosion induced crack. Terdapat dua metode analisa pada failure assessment yakni dengan metode eksperimental dan dengan pemodelan finite elemen method (FEM). Penelitian ini dilakukan untuk mengatahui metode dan parameter input pemodelan dan keunggulan analisa dengan program FEM dibandingkan dengan eksperimental. Analisis dilakukan dengan program finite element Abaqus dengan metode smeared dan metode XFEM crack. Beton bertulang dianalisa dalam 2D berdasarkan eksperimental Sutrisno (2015). Penentuan material properties tidak dilakukan secara eksperimental tetapi menggunakan pendekatan oleh Poltronieri et al. (2014). Beban diasumsikan sebagai expansive pressure yang diperoleh dari hasil analisa normalisasi volume korosi Sutrisno (2015). Propagasi retak yang dihasilkan pada analisa smeared dan XFEM crack menunjukan titik dan lokasi retak berkesesuaian dengan retak aktual pada eksperimental Sutrisno (2015). Dibandingkan dengan penggunaan metode eksperimental pada analisa assessment failure, biaya yang dibutuhkan dengan metode pemodelan 12.371% lebih rendah dengan waktu analisa yang lebih singkat. Kata kunci: Corrosion induced crack, Crack Propagation, Failure Assessment, Smeared crack, XFEM crack
PENDAHULUAN Korosi adalah salah satu penyebab dari terbatasnya ketahanan dari beton bertulang (Fu & Chung, 1997). Produk dari korosi tertinggal pada permukaan antara tulangan dan beton menggangu lekatan antara tulangan dan beton. Buruknya lekatan diakibatkan dari menumpuknya klorida pada permukaan interface yang disebut sebagai depassivation yang selanjutnya menghasilkan produk korosi yang disebut sebagai corrosion-filed paste (CP). Meningkatnya volume korosi secara konstan, menyebabkan volume korosi dapat melebihi dari volume tulangan awal yang akan menekan area permukaan beton dan menimbulkan tegangan pada permukaan beton. Retak akan terjadi pada titik tertentu seiring dengan meningkatnya produk korosi. Retak tersebut dapat terus tumbuh hingga mencapai permukaan beton sehingga dapat menyebabkan zat-zat agresif masuk dan mempercepat terjadi korosi yang menyebabkan keretakan (Zhao et al, 2013).
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-13-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Keretakan yang terjadi pada elemen struktur dapat mengakibatkan kegagalan sehingga pada akhirnya struktur tidak dapat digunakan karena mengalamai collapse. Keruntuhan pada struktur dapat mengakibatkan berbagai kerugian. Di Hong Kong, berdasarkan laporan Yeung (1999) disebutkan bahwa beberapa kanopi dari beton runtuh disebabkan oleh korosi pada tulanganya. Di United Kingdom, korosi merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh para engineer yang menyebabkan diperlukan dana sekitar £550M tiap tahunnya untuk masalah korosi pada beton bertulang (Webster, 2000) Sedangkan di Indonesia sendiri, kerusakan akibat korosi berdasarkan para ahli dapat mencapai 1.5% dari Gross National Product (GNP) (Darmawan, 2006 dalam Roberth, 2013). Maka dalam perencanaan dan selama masa layan suatu struktur perlu dilakukan analisa untuk mengetahui kemampuan struktur sehingga dapat mencegah terjadi keruntuhan struktur. Analisa tersebut dapat dilakukan dengan memprediksi prilaku propagasi retak dalam analisa failure assessment. Prediksi perilaku propagasi retak dilakukan dengan metode eksperimental atau pemodelan berbasis elemen hingga (FEM) sehingga didapatkan titik area keretakan yang dapat dianalisa. Prediksi dengan metode eksperimental dilakukan dengan beberapa metode. Sutrisno (2015) melakukan eksperimental untuk mempredisi keretakan dengan menggunakan metode galvanostatik. Metode tersebut bertujuan untuk mempercepat rekasi anoda dengan meningkatkan darajat katalisasi clorida. Zhao et al. (2011) melakukan eksperimental dengan metode wetting and drying cycle dengan tujuan mendapatkan prilaku beton yang sesuai dengan keadaan area lingkungan penyebab korosi pada elemen struktur. Pada analisa berbasis FEM, terdapat beberapa metode yang digunakan dalam memprediksi propagasi retak pada umumnya adalah metode Smeared Crack Model dan XFEM Crack Model. Smeared Crack Model merupakan suatu metode yang menganggap bahwa beton yang telah mengalami retak tetap ditinjau sebagai suatu yang kontinum (Yang, Chen, & Proverbs, 2013). Oleh karena itu metode ini tidak dapat merepresentasikan diskontinuitas regangan sebagaimana kondisi retak yang sesungguhnya. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan analisa metode assessment failure dalam memprediksi propagasi retak sehingga didapatkan metode yang paling optimal. Pada “Studi Kelayakan Analisa Assessment Failure dengan Metode Eksperimental Galvanostatik dan Metode Pemodelan FEM Berdasarkan Model Keretakan Smeared dan XFEM Crack” ini dilakukan perbandingan terhadap analisa Sutrisno (2015) yakni dengan analisa eksperimental metode galvanostatik terhadap pemodelan berbasis FEM dengan parameter nonunifrom corrosion dan deform steel rebar. Dari hasil perancangan analisa ini diharapkan dapat digunakan dalam menganalisa kasus atau permasalahan sehingga dapat direncanakan strategi dalam perbaikan dan pencegahan secara optimal untuk menghindari retak yang disebabkan oleh korosi pada tulangan beton bertulang. METODE Analisa dengan metode eksperimental mengacu kepada penelitian Sutrisno (2015). Pada eksperimental yang dilakukan oleh Sutrisno, laju korosi dipercepat dengan galvanostatik sehingga keretakan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Benda uji eksperimental direndam pada laurtan NaCl 5% dengan galvanostatik yang mengalir sebesar 0.2 A. Terdapat enam buat benda uji yang dianalisa dengan katoda eksternal yang berupa plat stainless steel. Setting eksperimental Sutrisno (2015) ditampilkan pada Gambar 1.
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-13-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Gambar 1. Setting Benda Uji Eksperimental Sutrisno (2015) dengan Metode Galvanostatik.
Pemodelan menggunakan progam finite elemen Abaqus 6.13 dengan menggunakan dua permodelan keretakan yaitu smeared crack method dan XFEM crack method. Pemodelan smeared crack dilakukan untuk mendapatkan arah stress dominan yang terjadi pada beton. Dari smeared model ini dapat ditentukan pula besar fracture tension stresses yang digunakan pada pemodelan XFEM crack method. Retak initial atau notch diletakan pada area elemen model yang mengalami konsentrasi tegangan terbesar. Dari hal tersebut didapatkan prilaku dan pola keretakan beton akibat korosi nonuniform. Analisa dilakukan untuk mendapatkan expansive stresses yang bekerja pada beton, kontrol lebar retak berdasarkan perhitungan empiris dan pertumbuhan volume produk korosi beserta waktu retak sebagai acuan data dan kontrol dalam permodelan selain dari hasil data pengujian. Analisa dihitung dengan menggunakan perumusan berdasarkan teori elastisitas untuk perhitungan expansive pressure yang terjadi, mengacu kepada perumusan (Liu, 1996) yaitu:
Dimana
ds merupakan parameter tebal korosi merata pada perumusan expansive stresses yang dalam analisa ini digantikan dengan menggunakan nilai persamaan tebal korosi tidak merata (nonuniform) berdasarkan hasil penelitian dari Zhao, Yu, & Jin, 2011, yakni:
Dimana
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-13-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Bila korosi hanya terdapat pada sebagian dari perimeter tulangan Bila korosi terdapat di sepanjang perimeter tulangan HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisa terhadap eskperimental Sutrisno (2015) didaptakan sifat keretakan berdasarkan parameter crack tip dan crack location yang terjadi selama masa eksperimental. Metode analisa dilakukan berdasarkan pengamatan visual terhadap potongan benda uji eksperimental pada umur enam, sepuluh, limabelas, dan duapuluh. Hasil pengamatan ditampilkan pada Gambar 2.
Crack tip Crack location
Gambar 2. Analisa Crack Tip dan Crack Location pada Benda Uji Sutrisno (2015)
Berdasarkan analisa yang dilakukan pada Gambar 2 terlihat lokasi dari retak yang terjadi dimulai pada umur eksperimental enam hari (kiri atas) hingga duapuluh hari (kanan bawah). Dari gambar tersebut terlihat bahwa keretakan terjadi pada area bawah perimeter tulangan atau area cover beton yang tercelup. Titik lokasi awal keretakan terjadi pada bagian sirip tulangan yang merupakan area pertumbuhan korosi tercepat. Reaksi anoda yakni terbentuknya produk korosi Fe2O3H2O dari reaksi elektrokimia. Dari reaksi yang terjadi terbentuk produk korosi dengan volume mencapai 2-4 kali dari volume tulangan yang bereaksi. Hal tersebut menyebabkan terjadi desakan pada beton sehingga timbul expansive stress. Ketika expansive stress telah mencapai kapasitas tarik beton pada kasus ini yakni bernilai ±3 MPa, maka terjadi keretakan beton initial pada area dengan konsentrasi tegangan tinggi hingga pada akhirnya keretakan terus tumbuh mencapai permukaan beton. Analisa failure assessment dengan metode pemodelan menggunakan model 2D planar dengan tipe deformable. Prilaku model berdasarkan tipe elemen shell dengan artian bahwa model memiliki 2 dof tiap nodalnya. Tipe model dianalisa dengan menggunakan konsep teori Thick walled cylinder. Dengan menggunakan teori ini, beban diletakan sepanjang perimeter area tulangan beton. Properties material yang digunakan pada pemodean Smeared crack dibagi atas Elastic properties dan Plasticity properties yang ditampilkan pada Tabel 1.
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-13-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Tabel 1. Parameter Input Propertis Material pada Model Abaqus
Elasticity Young's Modulus 33000 Poisson's ratio 0.2
Ratio 1 Ratio 2 Ratio 3 Ratio 4
Plasticity Concrete Smeared Cracking Failure Ratio Tens. Stiffening 1.16 σ/σc 1 0.092 ε-εc 0 1.28 Shear retention 0.333 ρ = 1
0 0.002 0.2
Tipe elemen model adalah CPS4R yang penggunaannya disebabkan \terdapatnya limitasi dari analisa XFEM yang hanya dapat menganalisa tipe elemen linier continum. Beban dimasukan pada area korosi berdasarkan persamaan polynomial yang ditampilkan sebagai berikut: y = -0.527x6 + 24.061x5 - 457.15x4 + 4627x3 - 26315x2 + 79740x - 100598
R2 0.99
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari permodelan dilakukan analisa terhadap persebaran konsentrasi tegangan von misses stress dan strain. Persebaran tegangan tersebut dibandingkan dengan hasil ekseperimental Sutrisno. (2015). Perbandingan tersebut ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram Perbandingan Persebaran Tegangan Hasil Pemodelan (Kiri) terhadap Pola Retak Hasil Eksperimental Sutrisno (Kanan).
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa konsentrasi tegangan terjadi pada bagian bawah area perimeter tulangan. Hal tersebut mengindikasikan potensi lokasi keretakan terjadi pada area tersebut. Pemodelan tersebut menunjukan hasil yang berkesesuaian dengan hasil ekperimen Sutrisno (2015) dengan nilai fracture tension model adalah sebesar 3.299 MPa. Nilai tersebut digunakan pada pemodelan XFEM sebagai parameter properties dari input material Pada input parameter sifat elastis beton digunakan properties material untuk mutu beton 30 MPa dengan type parameter isotropic. Maxps Damage parameter mendefinisikan nilai damage evolution yang mengacu kepada nilai parameter fracture energy. Berdasarkan penelitian Karihaloo et al, 2003 didapatkan nilai dari fracture energy untuk diameter maksimum agregat sebesar dmax ≈ 20 mm adalah sebesar Gf = 120 N/m. Nilai fracture energy yang didapatkan selain digunakan pada parameter Maxps Damage digunakan pula dalam menentukan panjang notch yang diaplikasikan pada analisa XFEM. Notch ditentukan berdasarkan hubungan antara Gf terhadap α. Nilai α merupakan ratio atau perbandingan kedalaman notch terhadap tinggi beton atau model. Penentuan initial crack atau notch dilakukan dengan menggunakan garfik hubungan ratio α terhadap Gf ISBN: 978-602-70604-2-5 B-13-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
berdasarkan hasil penelitian dari Karihaloo et al, 2003 didpatakan sebesar sebesar 0.27. Diketahui nilai W = 40 mm, maka didapatkan panjang notch (a) adalah sebesar 8.113 mm. Nilai yang didapatkan tersebut digunakan dalam pemodelan. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan mengaplikasikan notch pada titik retak primer. Sudut notch yang dibuat disesuaikan dengan arah propabilitas keretakan pada hasil analisa smeared crack. Letak notch pada pemodelan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Titik dan panjang notch pada model eksperimental Sutrsno dengan analisa Abaqus XFEM.
Boundary condition diletakan pada bagian bawah model penampang berdasarkan kondisi benda uji pada saat eksperimental. Keseluruhan parameter tersebut serupa dengan input pada pemodelan smeared crack. Hasil dari pemodelan XFEM dengan notch dibandingan dengan propagasi retak hasil eksperimental Sutrsino (2015). Perbandingan tersebut ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Perbandingan geometri retak berdasarkan hasil eksperimental Sutrisno (kiri), dan pemodelan dengan XFEM (kanan).
Berdasarkan Gambar 5 didapatkan hasil pemodelan yang menunjukan kesesuaian dengan eksperimen yang dilakukan oleh Sutrisno (2015). Retak pada pemodelan dan eksperimental terjadi pada bagian fins atau sirip tulangan. Berkaitan dengan arah rambat retak, terjadi perbedaan yang terlihat pada sudut retak. Pada hasil pemodelan, retak tumbuh dengan sudut kemiringan yang lebih besar dibandingkan dengan keretakan pada eksperimen. Hal tersebut dapat disebabkan kerena pengaruh dari agregat pada campuran beton eksperimetal sehingga memberikan dampak pada arah rambat retak pada eksperimental yang dapat dilihat pada Gambar 4.43. Sedangkan pada pemodelan yang dilakukan arah retak hanya dipengaruhi oleh panjang retak initial atau notch, mesh refinement, dan area dari interaction integral. Merujuk kepada hasil analisa yang dilakukan terhadap benda uji eksperimental Sutrsino, (2015) dan analisa dengan menggunakan pemodelan FEM maka dapat dinyatakan pemodelan dengan menggunakan metode smeared crack dan XFEM crack mampu menunjukan titik retak dan arah retak berkesesuaian dengan hasil eksperimental. Dengan
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-13-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
demikian model tersebut dapat diterapakan sebagai salah satu metode analisa pada assessment failure. Dengan kemampuan metode pemodelan FEM dalam menganalisa propagasi retak maka selanjutnya dilakukan analisa terhadap kemampuan metode analisa ini terhadap parameter waktu, biaya, dan kualitas sehingga dapat diketahui metode yang paling optimal dalam penerapannya pada analisa failure assessment. Hasil analisa ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Analisa Parameter Time, Cost, dan Quality pada Metode Analisa Failure Assessment
Parameter Waktu Biaya Kualitas
Eksperimental 14 – 316 hari Rp.5.820.000,Baik
Pemodelan 3 – 7 hari Rp.720.000,Baik
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa masing-masing parameter dapat menghasilkan kualitas analisa yang baik. Hal tersebut diindikasikan dengan propagasi keretakan yang dapat diperoleh dari kedua metode tersebut. Berdasarkan parameter biaya terlihat bahwa penggunaan metode pemodelan FEM memiliki biaya 12.371% lebih rendah dibandingkan dengan metode eksperimental. Terhadap parameter waktu, metode eksperimental membutuhkan waktu tersingkat yakni 21 hari hingga akhirnya beton mengalami failure sedangkan dengan metode pemodelan FEM dapat diselesaikan dalam kurun waktu 3 hari. Kelebihan lain untuk analisa failure assessment dengan metode pemodelan FEM adalah, dengan metode ini tidak dibutuhkan penciptaan environment khusus sepertihalnya pada eksperimental sehingga tidak dibutuhkannya area analisa yang besar. Selain itu, metode ini memungkinkan untuk menganalisa keretakan secara berulang sehingga error yang dihasilkan pada analisa dapat diperkecil tanpa membutuhkan waktu yang panjang. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisa pemodelan FEM didapatkan letak titik retak berdasarkan metode pemodelan smeared dan XFEM crack menunjukan area yang serupa dengan hasil eksperimental Sutrisno (2015). Penggunaan analisa dengan metode pemodelan FEM smeared dan XFEM crack menunjukan hasil yang memuaskan dengan penerapan yang sederhana dan mudah untuk diaplikasikan. Selain itu, penggunaan metode pemodelan FEM dapat mengurangi biaya dan waktu selama proses analisa dengan hasil analisa yang serupa dengan metode eksperimental. Kelebihan lain dari analisa dengan metode pemodelan FEM adalah tidak dibutuhkannya penciptaan environment khusus dan dimungkinnya dilakukan reanalysis tanpa membutuhkan penambahan waktu yang panjang. DAFTAR PUSTAKA Fu, X., & Chung, D. (1997). Effect of corrosion on the bond between concrete and steel rebar. Cement and Concrete Researc, 1811-1815. Karihaloo et al, B. (2003). A Simple Method for Determining the True Specific Fracture Energy of Concrete. Magazine of Concrete Research, 471-481. Liu, Y. (1996). Modeling the Time-to-Corrosion Cracking of the Cover Concrete in Chloride Contaminated Reinforced Concrete Structures. Blacksburg, Virginia: Virginia Polytechnic Institute and State University.
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-13-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015
Poltronieri et al, F. (2014). A Simple and Robust Elastoplatsic Constitutive Model for Concrete. Engineering Structures Volume 60, 81-84. Sutrisno, W., Hartana, K., & Suprobo, P. (2015). The experimental test of corrosion induced cracking in reinforced concrete using accelerated method. The 2nd Makassar International Conference on Civil Engineering (pp. 1-6). Makassar: Universitas Negeri Makasar. Yang, Z., Chen, J., & Proverbs, D. (2013). Finite element modelling of concrete cover separation failure in FRP plated RC beams. Construction and Building Materials, 313. Zhao, Y., Yu, J., & Jin, W. (2011). Damage analysis and cracking model of reinforced concrete structures with rebar corrosion. Corrosion Science 53, 3388–3397. Zhao, Y., Xu, H., & Jin, W. (2013). Concrete cracking process induced by steel corrosion- A review. Hokkaido University Collection of Scholarly and Academic Papers : HUSCAP (pp. 1-10). Hokkaido: Hokkaido University.
ISBN: 978-602-70604-2-5 B-13-8