PERENCANAAN PENATAAN LANSKAP KAWASAN WISATA DAN PENYUSUNAN ALTERNATIF PROGRAM WISATA DI GRAMA TIRTA JATILUHUR, KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT
PRITA INDAH PRATIWI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Penyusunan Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2010
Prita Indah Pratiwi NRP A44060754
RINGKASAN PRITA INDAH PRATIWI. Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Alternatif Penyusunan Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA. Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu wilayah dengan potensi alam berupa perbukitan dan objek wisata yang cukup terkenal yaitu Waduk Ir. H. Djuanda dimana kawasan sebelah Timur waduk telah dikembangkan menjadi Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur. Grama Tirta Jatiluhur (GTJ) memiliki sumberdaya lanskap dan potensi wisata dengan keragaman objek dan atraksi wisata, topografi yang bervariasi, vegetasi, dan akses yang mudah. Saat ini GTJ telah digunakan sebagai kawasan wisata dengan kegiatan wisata air di Waduk Ir. H. Djuanda. Banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke areal wisata tipe ini bila tidak disertai dengan perencanaan fisik lanskap yang baik serta pengelolaan yang tepat dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari volume tangkapan air waduk yang meningkat diakibatkan oleh degradasi lingkungan di daerah hulu, sedimentasi yang masuk ke dalam waduk, dan kegiatan wisata yang melebihi daya dukung di area sempadan waduk sehingga mengakibatkan tanah menjadi rusak. Kondisi fisik sumberdaya lahan di sempadan waduk yang menurun diperlukan tindakan yang dapat mendukung upaya konservasi terhadap tanahnya yang selanjutnya dapat menjaga kelestarian kawasan wisata. Agar kelestarian alam kawasan wisata dapat terjaga dan berkelanjutan serta dampak negatif dapat diminimalisasi, maka diperlukan perencanaan penataan lanskap dan penyusunan program wisata. Pada penelitian ini, potensi sumberdaya lanskap, potensi objek dan atraksi wisata (demand) serta persepsi pengunjung (supply) diidentifikasi dan dianalisis. Kesesuaian lahan dan nilai ekologis kawasan wisata dianalisis secara spasial dengan menggunakan metode GIS untuk merencanakan penataan lanskap kawasan wisata di GTJ. Untuk menghitung nilai ekologis digunakan perangkat lunak Arcview 3.2 dengan ekstensi CITYgreen 5.4. Karakteristik, persepsi, dan preferensi pengunjung dianalisis dari hasil kuesioner yang kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan lanskap. Selain itu, ditentukan pula touring plan berdasarkan keberadaan objek dan atraksi yang terdapat di GTJ. Berdasarkan analisis kesesuaian lahan sebagai kawasan wisata diperoleh hasil luas zona potensi tinggi adalah 176.06 ha (30.84%), zona potensi sedang seluas 206.89 ha (36.24%), dan zona potensi rendah seluas 187.9 ha (32.92%). Selanjutnya, zonasi tersebut dikembangkan ke dalam rencana blok yang digunakan sebagai dasar dalam perencanaan penataan lanskap kawasan wisata. Hasil analisis nilai ekologis pada kawasan eksisting menunjukkan total penghematan tahunan sebesar Rp 825.030.000,-, sedangkan pada kawasan perencanaan sebesar 3.141.144.000,-. Dengan pencitraan manfaat ekologis tersebut, kawasan hijau di GTJ perlu dipertahankan dan dijaga kelestariannya, yaitu dengan tidak melakukan pengembangan area terbangun melebihi 10.10 Ha (1.77% dari luas keseluruhan). Kawasan wisata alam yang dikembangkan di GTJ yaitu wisata alam yang terintegrasi dengan wisata penunjangnya didasarkan pada potensi sumberdaya lanskap serta objek dan atraksi wisata yang potensial untuk
menjaga kelestarian sumberdaya lanskap dan keberlanjutan kawasan wisata. Pembagian ruang dibagi menjadi lima ruang utama, yaitu (1) ruang penerimaan, (2) ruang pelayanan dan penunjang wisata, (3) ruang wisata inti, (4) ruang wisata penunjang, (5) ruang penyangga, dan (6) ruang konservasi. Aktivitas wisata pada ruang dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas wisata dengan tingkat tantangan tinggi (wisata alam), aktivitas wisata dengan tingkat tantangan sedang (wisata air dan teknologi), dan aktivitas wisata dengan tingkat tantangan rendah (agrowisata). Sarana dan fasilitas utama yang direncanakan di GTJ ini sebagai kawasan wisata alam, meliputi (1) sarana akomodasi, (2) fasilitas pelayanan umum dan kantor, (3) sarana rumah makan, (4) sarana wisata tirta, (5) sarana wisata alam, (6) sarana wisata pertanian. (7) sarana wisata teknologi, (8) sarana angkutan wisata, dan (9) sarana kios cinderamata. Selain itu, direncanakan pula dalam pengembangan fasilitas pelengkap wisata seperti papan interpretasi, bangku dan meja piknik, tempat ibadah, toilet, wartel, pasar tradisional pelelangan ikan, kantor pos, children playground, arena olahraga, kolam renang, dan fasilitas lainnya. Adapun rencana program penyelenggaraan wisata dibagi menjadi dua, yaitu program rutin dan insidental dimana pengembangan objek dan atraksi wisata yang telah ada dan penambahan objek bertujuan menarik minat wisatawan untuk mengekplorasi jenis kegiatan wisata tanpa mengurangi kualitas lingkungan.
.
©Hak Cipta Milik Prita Indah Pratiwi, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
PERENCANAAN PENATAAN LANSKAP KAWASAN WISATA DAN PENYUSUNAN ALTERNATIF PROGRAM WISATA DI GRAMA TIRTA JATILUHUR, KABUPATEN PURWAKARTA, PROVINSI JAWA BARAT
PRITA INDAH PRATIWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
i
Judul
: Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Penyusunan Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat
Nama
: Prita Indah Pratiwi
NRP
: A44060754
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr. NIP. 19601022 198601 1 001
Diketahui
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus:
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tulisan skripsi yang berjudul “Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Penyusunan Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi tersebut disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Keberhasilan studi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak dan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr. sebagai pembimbing skripsi atas bimbingannya selama kuliah dan selama penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS. sebagai pembimbing akademik selama kuliah. 3. Dr. Ir. Aris Munandar, MS. dan Dr. Ir. Alinda FM Zain, MSi. yang telah bersedia menjadi dosen penguji. 4. Dosen-dosen Departemen Arsitektur Lanskap lainnya yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 5. Ir. Eddy Soliyadi, Ir. Keni Kenranikanti, dan Miladio Rizky Prabowo yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan kasih sayang yang tidak tergantikan kepada penulis. 6. Pihak pengelola Grama Tirta Jatiluhur dan Perum Jasa Tirta II. 7. Noril Milantara, S. Hut. dan Ariev Budiman, SP. yang telah memberi banyak masukan, bantuan, dan semangat dalam penyusunan tulisan ini. 8. Teman-teman angkatan 43 yang telah menjadi teman baik penulis serta kakak dan adik angkatan 40, 41, 42, 44, 45, dan 46. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi berbagai pihak yang memerlukan. Dan semoga kita selalu dalam limpahan rahmat Allah SWT.
Bogor, September 2010
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 6 Oktober 1989, merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Sejak sekolah di Taman Kanak-Kanak Purnama pada tahun 1995, penulis tinggal di Kabupaten Purwakarta. Penulis sudah mulai mengikuti perlombaan seni, mulai dari lomba mewarnai dan melukis tingkat kabupaten dan nasional dan alhamdulillah hasilnya memuaskan. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Jenderal Sudirman 1 Kabupaten Purwakarta pada tahun 2001. Pada tingkat SD, penulis masih aktif mengikuti perlombaan seni dan kompetisi cerdas cermat di tingkat Kabupaten dan Provinsi Jawa Barat. Pendidikan menengah diselesaikan di SLTP Negeri 1 Kabupaten Purwakarta pada tahun 2004 dan SMAN 1 Purwakarta pada tahun 2006. Sejak masuk SLTP, penulis mulai mengikuti organisasi, yaitu OSIS sebagai Ketua Divisi Kesenian. Penulis termasuk siswa Kelas Akselerasi di SMAN 1 Purwakarta. Penulis juga aktif mengikuti perlombaan seni lukis, olimpiade Matematika, olimpiade IPS, cerdas cermat dan alhamdulillah mendapatkan hasil yang memuaskan. Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2006. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian pada tahun 2007. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam Klub Dekorasi dan Tanaman Hias yang berada di bawah Divisi INTEL dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap). Penulis juga aktif dalam organisasi dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh angkatan 43. Selain itu, penulis tergabung dalam organisasi mahasiswa Purwakarta Student Community (Puscom). Pada tahun 2009-2010 penulis mengikuti sayembara Planning and Design Taman Penjaringan Jakarta Utara, Bangka Belitung Eco-Park, dan Gedung Merdeka Museum Konferensi Asia Afrika. Di bidang akademik penulis pernah menjadi asisten untuk Mata Kuliah Teknik Studio pada Tahun Ajaran 2010-2011. Penulis juga tergabung dalam kepanitiaan acara Simposium Ilmiah Nasional Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia tahun 2010.
iv
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3 Kerangka Pikir Penelitian ....................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5 Wisata dan Pariwisata ............................................................................. 5 Pariwisata Berkelanjutan ......................................................................... 5 Kawasan Wisata ...................................................................................... 6 Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata ....................................................... 7 Konservasi Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata .................................... 8 Daya Dukung untuk Kegiatan Wisata ..................................................... 8 Dampak Kegiatan Wisata........................................................................ 10 Lanskap ................................................................................................... 11 Perencanaan Penataan Lanskap............................................................... 12 Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata ................................... 12 Sistem Informasi Geografis..................................................................... 13 Penggunaan SIG sebagai Alat dalam Perencanaan ................................. 14 METODOLOGI .................................................................................................. 16 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 16 Bahan dan Alat ........................................................................................ 18 Metode Penelitian .................................................................................. 18
v
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...................................................... 22 Aspek Biofisik......................................................................................... 22 Lokasi dan Aksesibilitas ......................................................... 22 Topografi ................................................................................ 25 Geologi dan Tanah .................................................................. 28 Iklim ........................................................................................ 31 Hidrologi ................................................................................. 33 Vegetasi dan Satwa ................................................................. 36 Aspek Wisata........................................................................................... 44 Potensi Pariwisata ................................................................... 44 Objek dan Daya Tarik Wisata................................................. 45 Fasilitas Pelayanan Wisata ..................................................... 50 Aktivitas Wisata...................................................................... 54 Hubungan dengan Objek Wisata Lain .................................... 55 Organisasi dan Kelembagaan ................................................. 56 Aspek Sosial ............................................................................................ 58 Sejarah dan Tujuan Pendirian Kawasan Wisata ..................... 58 Kependudukan Kawasan Sekitar ............................................ 59 Wisatawan............................................................................... 59 Aspek Teknis ........................................................................................... 60 Rencana Penggunaan Lahan ................................................... 60 Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang .................................... 61 Rencana Pariwisata di Kecamatan Jatiluhur ........................... 67 Pengembangan Pariwisata ...................................................... 68 Penyusunan Program Pariwisata............................................. 70 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 72 Analisis Penilaian Potensi Aspek Biofisik .............................................. 72 Lokasi Tapak .......................................................................... 72
vi
Aksesibilitas dan Sirkulasi ...................................................... 72 Topografi dan Drainase .......................................................... 73 Iklim ........................................................................................ 73 Geologi dan Tanah .................................................................. 79 Hidrologi ................................................................................. 80 Vegetasi dan Satwa ................................................................. 81 Kualitas Visual........................................................................ 83 Analisis Kesesuaian Lahan...................................................................... 86 Penilaian Potensi Sumberdaya Lanskap ................................. 86 Penilaian Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata ..................... 88 Zona Potensial Pengembangan Kawasan Wisata ................... 91 Analisis Nilai Ekologis............................................................................ 97 Hasil Analisis .......................................................................... 97 Pembahasan ............................................................................ 103 Analisis Karakteristik, Persepsi, dan Preferensi Wisatawan ................... 106 Konsep Perencanaan Lanskap ................................................................. 107 Konsep Dasar Perencanaan Lanskap ...................................... 107 Konsep Ruang Fungsional ...................................................... 109 Konsep Tata Hijau .................................................................. 111 Konsep Sirkulasi ..................................................................... 112 Konsep Aktivitas Wisata dan Pengembangannya .................. 113 Konsep Fasilitas Wisata dan Pengembangannya .................... 113 Daya Dukung Kawasan .......................................................... 113 Perencanaan Lanskap .............................................................................. 115 Rencana Ruang (Lanskap) ...................................................... 115 Rencana Tata Hijau................................................................. 118 Rencana Akses dan Sirkulasi .................................................. 119 Rencana Aktivitas ................................................................... 120
vii
Rencana Fasilitas .................................................................... 121 Rencana Lanskap .................................................................... 123 Rencana Penyelenggaraan Program Wisata ........................... 139 Rencana Perjalanan Wisata..................................................... 139 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 145 Kesimpulan.............................................................................................. 145 Saran ........................................................................................................ 145 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 146 LAMPIRAN ........................................................................................................ 150
viii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis data dan metode pengumpulannya ....................................................... 21 2. Karakteristik Iklim Kawasan Wisata GTJ Tahun 2005-2009 ....................... 32 3. Lokasi pengamatan suhu dan kelembaban secara langsung ......................... 32 4. Rata-rata volume dan ketinggian air Waduk Ir. H.Djuanda Tahun 2005-2009 ..................................................................................................... 34 5. Jumlah wisatawan Grama Tirta Jatiluhur Tahun 2005-2009 ........................ 60 6. Jumlah kamar hotel dan bungalow yang terjual Tahun 2005-2009 .............. 60 7. Penilaian potensi kemiringan lahan .............................................................. 86 8. Penilaian potensi tanah.................................................................................. 86 9. Penilaian potensi vegetasi ............................................................................. 87 10. Penilaian potensi penutupan lahan ................................................................ 87 11. Penilaian potensi tata guna lahan .................................................................. 88 12. Penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata eksisting ................................ 89 13. Tingkat kelayakan objek dan atraksi wisata………………………………...90 14. Daya dukung kawasan .................................................................................. 114 15. Rencana ruang, aktivitas, dan fasilitas .......................................................... 122 16. Rencana penyelenggaraan objek dan atraksi................................................. 139 17. Rencana perjalanan wisata berdasarkan lama wisata .................................... 140 18. Rencana perjalanan wisata berdasarkan tingkat tantangan ........................... 141
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pikir penelitian ............................................................................... 4 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur ..................... 16 3. Master Plan Grama Tirta Jatiluhur ................................................................. 17 4. Proses perencanaan ........................................................................................ 18 5. Peta orientasi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ................................ 24 6. Peta topografi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ............................... 26 7. Peta kemiringan lahan kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur .................. 27 8. Peta geologi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur .................................. 29 9. Peta tanah kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ..................................... 30 10. Grafik karakteristik iklim di Grama Tirta Jatiluhur ...................................... 33 11. Peta hidrologi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur .............................. 35 12. Lokasi transect 1 ........................................................................................... 37 13. Lokasi transect 2 ........................................................................................... 38 14. Lokasi transect 3 ........................................................................................... 39 15. Peta transect vegetasi 1 kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ............... 40 16. Peta transect vegetasi 2 kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ............... 41 17. Peta transect vegetasi 3 kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ............... 42 18. Peta vegetasi kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ................................ 43 19. Bendungan utama .......................................................................................... 46 20. Objek wisata air............................................................................................. 46 21. Objek wisata darat ......................................................................................... 47 22. Jatiluhur Water World ................................................................................... 47 23. Pemancingan ................................................................................................. 48 24. Pelelangan ikan ............................................................................................. 48 25. Budidaya ikan jaring terapung ...................................................................... 49 26. Bangunan operasional Perum Jasa Tirta II.................................................... 49
x
27. Fasilitas penunjang wisata yang ada di Grama Tirta Jatiluhur ..................... 50 28. Pompa air yang ada di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur.................... 51 29. Reservoir yang ada di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur .................... 52 30. Skematik jaringan perpipaan dan instalasi pompa air ................................... 53 31. Aktivitas wisata ............................................................................................. 54 32. Struktur organisasi Unit Kepariwisataan ...................................................... 57 33. Peta rencana penggunaan lahan kawasan Jatiluhur....................................... 64 34. Peta tata guna lahan kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ..................... 65 35. Peta penutupan lahan kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ................... 66 36. Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari ................................................... 75 37. Cara vegetasi mengontrol kelembaban udara ............................................... 77 38. Cara vegetasi mengontrol pengikisan tanah oleh air hujan........................... 77 39. Cara vegetasi mengontrol angin .................................................................... 78 40. Peta kualitas visual kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur ...................... 85 41. Teknik tumpang susun (overlay) peta tematik .............................................. 91 42. Peta zona pengembangan kawasan wisata berdasarkan potensi objek dan atraksi wisata ................................................................................................. 94 43. Peta kesesuaian lahan kawasan wisata di Grama Tirta Jatiluhur .................. 95 44. Rencana blok ................................................................................................. 96 45. Peta RTH kawasan eksisting Tahun 2007 hasil analisis GIS........................ 99 46. Peta RTH kawasan perencanaan Tahun 2007 hasil analisis GIS .................. 102 47. Diagram konsep pembagian ruang ................................................................ 111 48. Diagram konsep sirkulasi .............................................................................. 112 49. Rencana lanskap Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur ............................ 124 50. Detail 1 rencana lanskap (nursery) ............................................................... 125 51. Detail 2 rencana lanskap (museum teknologi) .............................................. 126 52. Detail 3 rencana lanskap (dermaga apung) ................................................... 127 53. Detail 4 rencana lanskap (budidaya ikan jaring terapung) ............................ 128
xi
54. Detail 5 rencana lanskap (sawah dan perkebunan) ....................................... 129 55. Detail 6 rencana lanskap (flying fox dan bungee jumping area) ................... 130 56. Detail 7 rencana lanskap (hiking trails) ........................................................ 131 57. Detail 8 rencana lanskap (picnic lawn dan camping ground ) ...................... 132 58. Gambar potongan 1 (potongan A-A’) ........................................................... 133 59. Gambar potongan 2 (potongan B-B’) ........................................................... 134 60. Perspektif nursery ......................................................................................... 135 61. Perspektif museum ........................................................................................ 135 62. Perspektif dermaga apung ............................................................................. 136 63. Perspektif dermaga budidaya ikan jaring terapung ....................................... 136 64. Perspektif farm guest center ......................................................................... 137 65. Perspektif flying fox area ............................................................................. 137 66. Perspektif bungee jumping area ................................................................... 138 67. Rencana perjalanan wisata (touring plan)..................................................... 144
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Jadwal pelaksanaan penelitian ...................................................................... 150 2. Report asli analisis CITYgreen 5.4 pada Kawasan Eksisting Grama Tirta Jatiluhur ................................................................................................ 151 3. Report asli analisis CITYgreen 5.4 pada Kawasan Perencanaan Grama Tirta Jatiluhur ................................................................................................ 154 4. Kuesioner penelitian ..................................................................................... 157 4. Hasil pengambilan kuesioner di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur mengenai persepsi dan keinginan terhadap lanskap ..................................... 160
1
PENDAHULUAN
Latar belakang Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu wilayah dengan potensi alam berupa perbukitan dan objek wisata yang cukup terkenal yaitu Waduk Ir. H. Djuanda dimana kawasan sebelah Timur waduk telah dikembangkan menjadi Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur. Grama Tirta Jatiluhur (GTJ) memiliki sumberdaya lanskap dan potensi wisata dengan keragaman objek dan atraksi wisata, topografi yang bervariasi, vegetasi, dan akses yang mudah. Menurut Gold (1980) sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah tempat tujuan bagi orang yang melakukan wisata yang merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Keberadaan sumberdaya lanskap yang memiliki keunikan dan keragaman objek dan atraksi di dalamnya menjadi komponen utama bagi wisatawan dalam menentukan daerah tujuan wisata dikarenakan berkembangnya trend wisata di Indonesia telah mengakibatkan semakin bertambah dan berkembangnya lokasi-lokasi wisata. Sebuah kawasan wisata, khususnya Grama Tirta Jatiluhur tidak terlepas dari dampak-dampak akibat dari pembangunan kawasan termasuk komponen wisata yang ada di dalamnya. Adapun dampak yang menyertai pembangunan kawasan wisata tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu dampak ekonomi, budaya, dan ekologi. Apabila ditinjau dari sisi ekonomi, GTJ memberikan pemasukan pendapatan bagi Kabupaten Purwakarta dan memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Keberadaan kawasan wisata dapat melestarikan kebudayaan setempat dengan menyajikan suatu bentuk atraksi yang bersifat tradisional. Namun, pembangunan kawasan wisata dapat pula menimbulkan perubahan pada ekosistem seperti penurunan kualitas air, tanah, udara, bahkan biota yang hidup di dalamnya. Hal ini dikarenakan penggunaan terhadap sumberdaya fisik dan alam yang melebihi daya dukung di tempat tujuan wisata yang sedang berkembang (Holden, 2000).
2
Saat ini GTJ telah digunakan sebagai kawasan wisata dengan kegiatan wisata air di Waduk Ir. H. Djuanda. Banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke areal wisata tipe ini bila tidak disertai dengan perencanaan fisik lanskap yang baik serta pengelolaan yang tepat dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari volume tangkapan air waduk yang meningkat diakibatkan oleh degradasi lingkungan di daerah hulu, sedimentasi yang masuk kedalam waduk, dan kegiatan wisata yang melebihi daya dukung di area sempadan waduk sehingga mengakibatkan tanah menjadi rusak. Kondisi fisik sumberdaya lahan di sempadan waduk yang menurun diperlukan tindakan yang dapat mendukung upaya konservasi terhadap tanahnya yang selanjutnya dapat menjaga kelestarian kawasan wisata. Agar kelestarian alam kawasan wisata dapat terjaga dan berkelanjutan serta dampak negatif dapat diminimalisasi, maka diperlukan perencanaan penataan lanskap dan penyusunan program wisata. Knudson (1980) menjelaskan bahwa program wisata, khususnya wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata. Perencanaan lanskap yang baik akan menghasilkan pengembangan kawasan disertai dengan program yang dapat menjadikan kawasan wisata yang berkelanjutan. Hal itulah yang mendasari dilakukan penelitian mengenai perencanaan penataan lanskap kawasan wisata dan program wisata ini.
3
Tujuan Penelitian Penulisan
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
dan
menganalisis
sumberdaya lanskap (demand) dan persepsi pengunjung (supply), menganalisis kesesuaian lahan dan nilai ekologis kawasan wisata, menentukan touring plan wisata alam berdasarkan keberadaan objek dan atraksi yang terdapat di GTJ, dan merencanakan penataan lanskap kawasan wisata di GTJ.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dalam pengembangan wisata di Kabupaten Purwakarta, khususnya bagi pengelola GTJ maupun kawasan wisata lainnya. Selain itu, rencana lanskap yang dihasilkan diharapkan dapat mendukung kegiatan konservasi water catchment area di sekitar waduk Ir. H. Djuanda.
Kerangka Pikir Penelitian Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur memiliki potensi sumberdaya fisikbiofisik, objek dan atraksi, dan wisatawan yang mengunjungi kawasan. Keberadaan ketiga aspek tersebut perlu dijaga dan dipertahankan agar kualitas lingkungan di kawasan tidak menurun. Untuk menjaga keberadaannya dan meminimalisasi dampak-dampak lingkungan yang dapat terjadi, perencanaan penataan lanskap yang baik diperlukan dalam mewujudkan wisata yang berkelanjutan, seperti yang terdapat pada Gambar 1.
4
Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur
Biofisik
Wisata
Sosial
Analisis Penilaian Potensi
Analisis Potensi Objek dan Atraksi Wisata
Analisis Karakteristik, Persepsi, dan Preferensi Wisatawan
Analisis Kesesuaian Lahan Analisis Nilai Ekologis
Zonasi Kawasan Konsep Wisata Alam Perencanaan Penataan Lanskap Grama Tirta Jatiluhur sebagai Kawasan Wisata Alam
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Aspek Teknis
5
TINJAUAN PUSTAKA Wisata dan Pariwisata Menurut UU No. 10 Tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan Pemerintah Daerah. Wisata merupakan pergerakan sementara dari manusia dengan jarak lebih dari 50-100 mil dari tempat tinggal atau pekerjaan rutinnya menuju suatu tempat tertentu, dimana aktivitas tersebut dilakukan pada saat mereka berada di tempat yang dituju dan ada fasilitas yang disediakan untuk mengakomodasi keinginan mereka (Gunn, 1994). Wisata tidak sekedar mengadakan perjalanan, tetapi juga berinteraksi dengan lingkungan dengan menggunakan sumberdaya yang ada (Holden, 2000). Bruun (1995) mengkategorikan wisata menjadi 3 jenis yaitu 1. ecotourism, green tourism, atau alternative tourism, merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan industri kepariwisataan dan perlindungan terhadap wisata alam atau lingkungan, 2. wisata budaya, merupakan kegiatan pariwisata dengan kekayaan budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan, 3. wisata alam, aktivitas wisata yang ditujukan pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
Pariwisata Berkelanjutan Menurut Damanik dan Weber (2006), pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang dengan mempertimbangkan daya dukung fisik dan budaya setempat. Perkembangan pariwisata berkelanjutan berkembang sejak tahun 1990, dimana wisatawan peduli dan merespon lingkungan. Pariwisata berkelanjutan dapat terwujud apabila adanya dukungan baik dari pemerintah, National Government Organization, pihak swasta, maupun akademik. Hal ini tidak hanya berhubungan dengan preservasi ataupun konservasi lingkungan fisik,
6
tetapi juga budaya, ekonomi, dan dimensi politik. Menurut Holden (2000), prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, yaitu 1. lingkungan memiliki nilai instrinsik sebagai aset wisata, 2. wisata sebagai faktor positif yang memberikan keuntungan kepada komunitas lokal, pengelola, dan wisatawan, 3. hubungan antara wisata dan lingkungan harus dikelola sehingga tercapai lingkungan yang berkelanjutan dalam jangka panjang, 4. aktivitas wisata dan pembangunan harus merespon skala, alam, dan karakter tapak, 5. keharmonisan antara kebutuhan pengunjung, tempat, dan masyarakat setempat, dan 6. dalam industri wisata, kebijakan lokal dan lembaga lingkungan bekerja sama dalam mewujudkan wisata berkelanjutan.
Kawasan Wisata Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), kawasan wisata
merupakan
suatu areal atau jalur pergerakan wisata yang memiliki obyek dan daya tarik wisata tentunya dapat dikunjungi, disaksikan, dan dinikmati wisatawan. Kawasan ini memiliki lanskap alam yang indah, budaya yang dipadukan dengan perubahan kondisi sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Holden (2000) menyatakan bahwa kawasan wisata berkaitan erat dengan karakteristik lanskap setempat, yaitu keindahan, kondisi lingkungan yang sehat dan bersih, iklim yang sesuai, memberi kenyamanan dan ketenangan, estetis, dan lingkungan sekitarnya mencirikan karakter yang kuat terhadap kawasan. Kawasan wisata alam (KWA) merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan, dengan mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistem. Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai KWA ini (Tim Penyusun, 1976), yaitu: (1) mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa, atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik, (2) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam, dan (3) kondisi lingkungan di
7
sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Prinsip-prinsip dalam pengembangan KWA, yaitu; (1) karakter kepariwisataan, (2) pemerintah sebagai fasilitator sekaligus regulator, (3) swasta sebagai operator, dan (4) masyarakat sebagai subyek pembangunan.
Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata Sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah tempat tujuan bagi orang yang melakukan wisata, yang merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Menurut Gold (1980), ketersediaan sumberdaya untuk aktivitas wisata dapat dilihat dari jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk mengetahui sumberdaya yang tersedia dapat dilakukan identifikasi dan inventarisasi, kemudian dianalisis potensi dan kendalanya. Klasifikasi sumberdaya menurut tujuannya dibagi tiga, yaitu tujuan komersil untuk kepuasan pengunjung dan direncanakan bagi kenyamanan pengunjung, untuk pelestarian sumberdaya, dan tujuan pertengahan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang seimbang dengan pengelolaan sumberdaya (Knudson, 1980). Suatu kawasan wisata memiliki dua macam sumberdaya utama yang dapat dijadikan potensi dari suatu kawasan wisata (Widada, 2008), yaitu 1. sumberdaya non-hayati, yaitu air dimana sangat berperan penting bagi kehidupan baik di dalam kawasan maupun kehidupan masyarakat di sekitar kawasan, dan 2. sumberdaya hayati, yaitu flora dan fauna yang terdapat di kawasan. Masalah mengenai penyebaran tanaman eksotis yang sangat tinggi dan keberadaan satwa endemik diperlukan pengendalian agar keberadaannya tetap terjamin. Menurut Simonds (1983), sebagai sebuah sumberdaya, badan air memiliki potensi penggunaan rekreasi baik di wilayah perairannya sendiri maupun di sepanjang tepiannya. Badan air memiliki nilai keindahan, dimana pemandangan dan suara air membangkitkan perasaan yang menyenangkan. Hasil studi mengenai kegiatan rekreasi di ruang terbuka menunjukkan bahwa elemen air merupakan daya tarik yang paling besar bagi pengunjung. Salah satu tempat rekreasi dengan elemen air adalah danau atau waduk dan sekitarnya. Waduk merupakan suatu
8
bentuk kolam buatan akibat adanya pembendungan aliran air sehingga memungkinkan terkumpulnya massa air dalam volume tertentu. Tujuan dari pembendungan ini didasarkan pada kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh masyarakat sekitarnya. Ada yang bertujuan untuk penyimpanan dan penyediaan air untuk umum sebagai alasan utama, pencegahan terhadap banjir, pengairan untuk pertanian, pemanfaatan rekreasi, dan dapat juga untuk kombinasi dari tujuan-tujuan di atas (Turner, 1986).
Konservasi Sumberdaya untuk Kegiatan Wisata Menurut Marsono (2004), konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana
untuk
menjamin
kesinambungan
persediaannya
dengan
tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Aspekaspek konservasi meliputi: (1) kawasan penyangga kehidupan yang perlu dilindungi agar terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam, dan (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, seperti pemanfaatan untuk kepentingan pariwisata alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan budaya, dan (4) biaya pelestarian suaka adalah sangat tinggi. Tindakan konservasi memastikan sumberdaya alam hayati tersedia untuk dimanfaatkan baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Terdapat dua pendekatan dasar untuk mengkonservasi menurut Melchias (2001), yaitu 1. konservasi insitu, menjaga dan melestarikan tumbuhan dan hewan dalam habitat aslinya, dan 2. konservasi ex-situ, menjaga dan melestarikan tumbuhan dan hewan di luar habitat asli, seperti di kebun raya dan kebun binatang.
Daya Dukung untuk Kegiatan Wisata Daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami, fisik, dan sosial dapat mendukung penggunaan aktivitas rekreasi dan dapat
9
memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan (Gold, 1980). Daya dukung optimal suatu aktivitas rekreasi merupakan jumlah aktivitas rekreasi yang dapat ditampung oleh suatu area selama jangka waktu tertentu serta dapat memberikan perlindungan terhadap sumberdaya dan kepuasan terhadap pengunjung. Soemarwoto (1991) menjelaskan daya dukung lingkungan rekreasi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tujuan wisatawan dan faktor biofisik kawasan rekreasi. Daya dukung lingkungan berkaitan dengan faktor psikologis tujuan rekreasi begitu pula dengan faktor lingkungan biofisik yang mempengaruhi kuat atau rapuhnya suatu ekosistem. Sedangkan, menurut Knudson (1980), daya dukung merupakan penggunaan secara lestari dan produktif dari suatu sumberdaya yang dapat diperbarui (renewable resources). Pendekatan yang dapat dilakukan dalam menduga daya dukung, menurut Tivy (1972) pendekatan yang dilakukan terhadap: (1) faktor pembatas dan evaluasi dampak (limiting factors and the evaluation impacts), (2) keawetan dan kerusakan areal (site deterioration and durability), dan (3) kepuasan pemakai (user satisfaction). Pendekatan (1) dan (2) merupakan pendekatan yang berorientasi terhadap potensi tapak atau ekosentris, sedangkan pendekatan (3) berorientasi terhadap manusia yang menggunakan tapak atau antroposentris. Menurut Bengen (2002), daya dukung adalah tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan. Daya dukung ekologis adalah tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume) pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasikan oleh suatu kawasan atau zona sebelum terjadi penurunan kualitas lingkungan ekologis. Daya dukung fisik adalah jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diadopsi oleh suatu kawasan atau zona tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas fisik. Daya dukung sosial adalah tingkat kenyamanan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan atau zona akibat adanya penggunaan lain dalam waktu bersamaan. Sedangkan daya dukung ekonomi adalah tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan.
10
Dampak Kegiatan Wisata Dampak adalah tingkat perusakan terhadap tata guna tanah lainnya yang ditimbulkan oleh suatu pemanfaatan lingkungan tertentu (Schreiber & Kias, 1988).
Pembangunan
kepariwisataan
memiliki
dampak-dampak
terhadap
lingkungan. Kondisi lingkungan merupakan atraksi utama bagi wisatawan. Maka, semakin luas wilayah yang digunakan, semakin banyak pula dampak yang ditimbulkan. Marpaung (2002) menyatakan bahwa jumlah wisayawan yang melebihi daya dukung akan menyebabkan lingkungan mengalami penurunan kegunaan, yaitu menurunnya nilai pada hutan lindung, nilai pada daerah wisata, serta nilai sejarah dan budaya. Menurut Marpaung (2002), dampak-dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan pariwisata, yaitu 1.
dampak ekonomi,
dampak ini memberikan pendapatan bagi daerah
setempat. Kepariwisataan dapat mengubah struktur perekonomian daerah tersebut. Perubahan besar terjadi ketika pariwisata berkembang akan menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, 2.
dampak sosial dan budaya, dampak ini dapat dilihat dari perubahan kondisi moral masyarakat setempat, timbulnya kriminalitas, dan perubahan sosial budaya, dan
3.
dampak lingkungan, dampak ini dapat dilihat dari terjadinya masalah pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran udara.
Perkembangan pariwisata juga dapat menyebabkan terdegradasinya tradisitradisi budaya lokal dan terjadinya eksploitasi masyarakat lokal tanpa mendapat manfaat ekonomi yang signifikan. Kesadaran akan dampak negatif dari perkembangan wisata tersebut membangkitkan kesadaran berbagai pihak (LSM, PT, dan pemerintah) akan sangat pentingnya membangun kawasan wisata yang berwawasan lingkungan (Widada, 2008).
11
Lanskap Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi unsur utama atau unsur mayor dan unsur penunjang atau unsur minor. Unsur mayor adalah unsur yang relatif sulit untuk diubah, sedangkan unsur minor adalah unsur yang realtif mudah untuk diubah. Lanskap atau wajah bumi apabila dipandang dari setiap tempat ternyata mempunyai karakter-karakter lanskap tertentu yang terbentuk secara alami. Karakter ini terbentuk karena adanya kesan harmoni dan kesatuan dari elemen yang ada di alam, seperti bentukan lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Karakter lanskap yang unik pada suatu kawasan wisata alam dapat menjadi unsur pendukung dalam pengembangan kawasan wisata alam (Simonds, 1983). Keragaman lanskap dapat dibentuk oleh perbedaan dua komunitas. Daerah ekoton adalah suatu zona peralihan atau pertemuan antara dua komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas. Daerah transisi antara komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan antara dua komunitas besar seperti komunitas akuatik dan komunitas terestrial merupakan contoh ekoton. Jadi, ekoton merupakan pagar komunitas (batas komunitas) yang biasanya berubah secara perlahan-lahan. Komunitas dapat berubah secara tiba-tiba sebagai akibat lingkungan yang tiba-tiba terputus atau karena interaksi tanaman, terutama kompetisi. Komunitas ekoton umumnya mempunyai banyak organisme dari dua komunitas yang saling bertautan dengan memperlihatkan ciri-ciri yang khas dan batas yang jelas antara ekoton dan tetangganya. Maka, ekoton memiliki spesies yang lebih banyak dan kepadatan populasi yang lebih besar daripada komunitas disampingnya. Kecenderungan meningkatnya variasi dan kepadatan pada komunitas peralihan dikenal sebagai efek pinggir tepi (edge effect). Organisme yang paling banyak atau paling lama dalam zone peralihan disebut jenis pinggir (edge species). Daerah ekoton ini perlu dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya karena sedikit gangguan pada daerah ini dapat mematikan beberapa jenis biota di dalamnya.
12
Perencanaan Penataan Lanskap Perencanaan
adalah
mengumpulkan
dan
menginterpretasikan
data,
memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut (Knudson,1980). Gold (1980) menyatakan bahwa proses perencanaan terdiri atas tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Sebagai suatu alat yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut, perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain: 1.
pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya,
2.
pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,
3. pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi, dan 4. pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia. Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata Menurut Booth dan Hiss (2004), lanskap yang mengelilingi suatu kawasan merupakan lingkungan yang paling penting. Lanskap ini menyediakan berbagai kebutuhan, estetika, dan kegunaan fungsi psikologi bagi yang pengunjung, pengelola, dan orang-orang yang melintasinya. Tim Penyusun (1980) menjelaskan bahwa kawasan wisata dicirikan dengan adanya bangunan hotel, restoran, convention hall, arena rekreasi keluarga, arena bermain anak-anak, kolam renang, maupun fasilitas lainnya yang bersifat perkerasan. Merencanakan penataan lanskap untuk kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat
13
diminimumkan, tetapi pada saat yang bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan. Hal ini terutama untuk menjaga keindahan alami dan keunikan yang dimiliki oleh lanskap atau bentang alam tersebut serta melindungi kelestarian ekosistemnya, terutama apabila direncanakan pada areal dengan ekosistem yang peka, langka atau unik (Nurisjah & Pramukanto, 2009). Perencanaan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas
rekreasi
manusia
yang
menunjang
keinginan,
kepuasan
dan
kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson, 1980). Adapun pendekatan perencanaan kawasan wisata di sekitar penggunaan area river-basin adalah dengan menghindari dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan air seperti rapid runoff, erosi, pengendapan air, banjir, kekeringan, dan pencemaran, serta memastikan bahwa kemungkinan-kemungkinan pengembangan area preservasi, konservasi, restorasi, dan lainnya dapat dilakukan. Seluruh area daratan yang berorientasi air harus direncanakan dalam suatu cara untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari keistimewaan air dengan tetap mempertahankan integritas atau keutuhannya (Simonds, 1983).
Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis merupakan suatu perangkat alat untuk mengumpulkan,
menyimpan,
menggali
kembali,
mentransformasi,
dan
menyajikan data spasial dari aspek-aspek permukaam bumi (Burrough 1986, diacu dalam Barus & Wiradisastra, 2008). Sedangkan Prasetyo (2003) mendefinisikan sistem informasi geografis (SIG) sebagai suatu sistem yang mencapture,
mengecek
mengintegrasikan,
memanipulasi,
menganalisa
dan
menampilkan data yang secara spasial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. SIG merupakan manajemen data spasial dan non-spasial yang berbasis
14
komputer dengan tiga karakteristik dasar, yaitu: (1) mempunyai fenomena aktual (variabel data non lokasi) yang berhubungan dengan topik permasalahan di lokasi bersangkutan, (2) merupakan suatu kejadian di suatu lokasi dan (3) mempunyai dimensi waktu. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisis statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi dan memprediksi apa yang akan terjadi. Komponen utama sistem informasi geografis dibagi ke dalam 4 komponen utama, yaitu perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen), dan pemakai. Komponen perangkat keras berfungsi sebagai pemasukan data, sedangkan komponen perangkat lunak berfungsi sebagai penyimpanan dan penggalian data, analisis data, dan pembuatan produk SIG. Komponen organisasi pengelola dan pemakai saling berkaitan. Susunan keahlian dan kemampuan pengelola SIG menentukan berjalannya fungsi SIG dengan baik (Barus & Wiradisastra, 2008).
Penggunaan SIG sebagai Alat dalam Perencanaan Kemampuan SIG dalam memanipulasi data spasial dan mengaitkannya dengan informasi atribut dan mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dalam suatu analisis juga dapat menganalisis secara spasial dan kompleks. Dalam SIG tidak hanya data yang berbeda dapat diintegrasikan, prosedur yang berbeda pun dapat dipadukan (Barus & Wiradisastra, 2008). Prosedur penanganan data seperti pengumpulan data, verifikasi data, dan pembaharuan data dapat diintegrasikan seperti pemisahan operasi menjadi berbagai tahap. Misalnya dalam kasus registrasi lahan maka dapat langsung melakukan pemantauan perubahan penggunaan lahan, yang dalam hal ini keduanya dilakukan secara bersamaan dalam SIG. Dalam hal ini SIG dipakai untuk mengecek keakuratan perubahan zona mana yang terkena dampak dan pada saat yang bersamaan memperbaiki peta dan data tabel yang relevan. Melalui cara ini lebih mudah mendapatkan lebih
15
banyak informasi terbaru dan memanipulasinya sesuai spesifikasi yang dibutuhkan. Terdapat dua keistimewaan analisis SIG menurut Rahmat (2003) yaitu: 1. analisis proximity suatu geografi yang berbasis pada jarak antar layer. Analisa proximity SIG menggunakan proses buffering yaitu membangun lapisan pendukung sekitar layer dalam jarak tertentu untuk menentukan dekatnya hubungan antara sifat bagian yang ada, dan 2. analisis overlay, yaitu proses integrasi data dari lapisan-lapisan layer yang berbeda yang disebut dengan . Secara analisis dibutuhkan lebih dari satu layer yang akan ditumpang susun secara fisik agar bisa dianalisis secara visual. Dengan demikian SIG diharapkan mampu memberikan kemudahankemudahan yang diinginkan yaitu: (1) penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format baku, (2) revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih mudah, (3) data geospasial informasi menjadi lebih mudah dicari, dianalisis dan direpresentasikan, (4) menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, (5) kemampuan menukar data geospasial, (6) penghematan waktu dan biaya dan (7) keputusan yang diambil menjadi lebih baik. Pada penelitian ini perangkat lunak SIG yang digunakan adalah ArcView 3.2 dimana perangkat lunak ini biasa digunakan untuk menganalis data spasial maupun non spasial dan pemetaan. Khusus untuk kebutuhan RTH diperlukan ekstensi CITYgreen 5.4 yang menganalisis kualitas udara, kemampuan menyimpan karbon, mengontrol aliran permukaan dan mengkonservasi energi. Kegunaan CITYgreen 5.4 dalam penelitian ini adalah mempertimbangkan bagaimana hasil analisis akan digunakan dalam perencanaan penataan lanskap kawasan wisata. Prinsip mendasar dari analisis CITYgreen 5.4 adalah pohon yang menjadi komponen RTH memberikan pelayanan ekosistem yang dapat diukur (American Forest, 2002).
16
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan 3). Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga Juni 2010.
Peta Jawa Barat
Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur
Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur
17
18
Gambar 3. Master Plan Grama Tirta Jatiluhur
Bahan dan Alat
Bahan dan Alat yang digunakan terdiri atas 1. citra satelit Google Earth Plus Tahun 2007, 2. software ArcView 3.2, AutoCAD 2006, Photoshop CS4, Google Sketchup 6 Pro, 3. extension CITYgreen 5.4, Xtool, Image Analyst, Spatial Analyst, 4. laptop Compaq Presario V3500, dan 5. Global Positioning System (GPS). Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan sistematis sebagaimana yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode terdiri atas tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Penelitian dilakukan sampai tahap-tahap perencanaan:
Persiapan
Tapak
Inventarisasi
Analisis
Sintesis
Sosial
Hambatan dan Kesempatan
Alternatif
FisikBiofisik
Potensi
Program Pengembangan
Gambar 4. Proses perencanaan (Gold, 1980)
Konsep Perencanaan
19
1. Persiapan Tahap ini meliputi penetapan tujuan perencanaan, pencarian informasi umum tentang kondisi eksisting, dan pengurusan perizinan untuk melakukan penelitian di GTJ. 2. Inventarisasi Pengambilan data meliputi aspek biofisik, sumberdaya wisata, sosial, dan teknis. Cara pengumpulan data meliputi survei lapang, penyebaran kuesioner, wawancara dengan pengunjung maupun pengelola, dan studi pustaka. Khusus untuk inventarisasi vegetasi, dilakukan dengan transect vegetasi sebanyak 3 area, yaitu di bagian Utara, tengah dan Selatan area rekreasi yang berbatasan dengan waduk. Studi pustaka diperoleh dari buku-buku acuan, laporan, serta pustaka lain yang berhubungan dengan studi perencanaan. Studi pustaka diperoleh dari bukubuku acuan, laporan, serta pustaka lain yang berhubungan dengan studi perencanaan. Survei dilakukan di lapang melalui perekaman, penyebaran kuesioner, dan wawancara. Perekaman terhadap aspek biofisik, objek dan atraksi wisata dengan pengamatan dan pemotretan. Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap wisatawan domestik yang mengunjungi kawasan. Wawancara dilakukan terhadap pihak Pemerintah Daerah dan pengelola kawasan. 3. Analisis Data aspek biofisik, sumberdaya wisata, sosial, dan teknis yang telah didapatkan kemudian dilakukan pengolahan dan penyusunan data. Analisis yang dilakukan yaitu: a.
Analisis penilaian potensi aspek biofisik. Potensi merupakan sesuatu yang bersifat menunjang dan dapat dikembangkan sesuai dengan tujuan perencanaan. Selain itu, hambatan dalam tapak juga diidentifikasi yang dinilai sebagai kendala perencanaan.
b.
Analisis kesesuaian lahan. Peubah yang dianalisis yaitu kemiringan lahan, tanah, vegetasi, tata guna lahan, dan penutupan lahan, selanjutnya kelima
20
peubah ini diberi scoring dan dianalisis secara spasial dengan metode GIS menggunakan teknik overlay berdasarkan standar menurut USDA (1968), Hardjowigeno
dan
Widiatmaka
(1968),
dan
Direktorat
Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam Mulyati (2007). c.
Analisis nilai ekologis. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi penutupan lahan, melihat karakter RTH kawasan secara spasial, mengetahui manfaat ekologis RTH (carbon storage, air pollution removal, stormwater control), dan mempertimbangkannya ke dalam perencanaan penataan lanskap dengan pengolahan GIS.
d.
Analisis penilaian potensi objek dan atraksi wisata.
Objek dan atraksi
wisata diberi scoring dan dianalisis secara spasial dengan metode GIS berdasarkan standar menurut Inskeep (1991). e.
Analisis karakteristik, persepsi pengunjung, dan preferensi pengunjung. Analisis dilakukan terhadap data hasil kuesioner yang disebarkan kepada wisatawan dimana dari hasil analisis didapatkan supply kawasan wisata sehingga dapat dirumuskan mengenai pengembangan wisata sesuai dengan tujuan perencanaan.
4.
Sintesis Hasil dari tahap ini yaitu zonasi tapak atau berdasarkan kesuaian lahan
untuk kawasan wisata. Pembagian ruang ini berbentuk rencana blok atau block plan sesuai dengan konsep wisata alam. 5.
Perencanaan. Pada tahap ini dihasilkan rencana lanskap kawasan wisata alam yang
mempertimbangkan konsep yang telah ditetapkan dan. Rencana lanskap ini termasuk di dalamnya
rencana ruang, rencana tata hijau, rencana perjalanan
wisata (touring plan), rencana aktivitas, dan rencana fasilitas.
21
Berikut ini adalah penjelasan serta rincian data-data yang diinventarisasi dalam bentuk tabel jenis, bentuk, sumber, dan interpretasi data. Tabel 1. Jenis data dan metode pengumpulannya. No.
Jenis Data
1.
Aspek Biofisik a. Lokasi Tapak (letak, luas, dan batas tapak) b.Aksesibilitas (jaringan jalan dan transportasi) c. Geologi dan Tanah
Satuan Data
Bentuk Data
Sumber Data
Luas (m2)
Primer dan sekunder
Observasi lapang, data pengelola Observasi lapang
Primer
d. Topografi dan Kemiringan Lahan e. Iklim
g. Vegetasi dan Satwa
2.
3.
Pohon
Deskriptif dan spasial
Sekunder
Data pengelola Observasi lapang dan data pengelola Observasi lapang dan data pengelola Observasi lapang dan data pengelola Observasi lapang dan data pengelola Observasi lapang dan data pengelola
Deskriptif dan spasial Deskriptif
Primer dan Sekunder
h. Kualitas visual
Primer dan Sekunder
i. Tata Guna Lahan
Primer dan Sekunder
Aspek Wisata a. Atraksi (Jenis dan Jumlah Atraksi)
Satuan angka
b. Penunjang (Fasilitas Pelayanan)
Jumlah dan jenis
Aspek Sosial a. Sejarah dan Tujuan Pendirian Kawasan Wisata
Deskriptif
Data pengelola
Primer dan Sekunder
Primer dan Sekunder Primer dan Sekunder
Primer dan Sekunder
Manfaat
Deskriptif
Sekunder
Primer dan Sekunder
f. Hidrologi dan Drainase
Metode Analisis
Zonasi Wisata
Deskriptif
Deskriptif dan spasial
Deskriptif dan spasial
Deskriptif dan spasial
Observasi lapang dan data pengelola Observasi lapang dan data pengelola
Deskriptif dan spasial
Wawancara dan Studi pustaka
Deskriptif
Deskriptif
Zonasi Wisata
Zonasi Wisata
4.
b.Karakteristik, Persepsi, dan Preferensi Wisatawan c.Kependudukan Masyarakat Sekitar Aspek Teknis a. Kebijakan Pemerintah
Primer
Observasi lapang
Deskriptif
Sekunder
Studi Pustaka
Deskriptif
Sekunder
Studi Pustaka
Deskriptif dan spasial
Zonasi Wisata
22
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Aspek Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur (GTJ) terletak di sebelah Barat Kabupaten Purwakarta, dimana terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Batas-batas tapak GTJ adalah sebagai berikut: 1.
Sebelah Utara
: Desa Kutamanah dan Desa Cikao Bandung.
2.
Sebelah Selatan
: Waduk Ir. H. Djuanda.
3.
Sebelah Timur
: Desa Jatimekar, Desa Jatiluhur, Desa Cilegong, dan Desa Kembang Kuning.
4.
Sebelah Barat
: Waduk Ir. H. Djuanda.
Kawasan Wisata GTJ berjarak 125 km dari Jakarta yang dapat diakses melalui jalan tol Jakarta - Cikampek dan 67 km dari Bandung melalui tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang). Kawasan ini berada di lereng bukit danau wisata Jatiluhur seluas 83 km2 yang berpadu dengan barisan pegunungan di sekelilingnya. Adapun pengembangan jaringan jalan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata di sekitar Waduk Ir. H. Djuanda yaitu: 1. Pembangunan jalan penghubung Desa Cigelam, Kecamatan Purwakarta ke Desa Cikao Bandung, Kecamatan Jatiluhur. Untuk menghubungkan pusat kegiatan pariwisata dengan jalan tol Cipularang. 2. Pembangunan jalan penghubung Desa Kutamanah, Kecamatan Jatiluhur ke rencana jalan tol Cipularang – Pangkalan. 3. Pembangunan jalan penghubung ke Desa Kutamanah ke Desa Gombong di Kabupaten Karawang, yang dimaksudkan pula untuk mengembangkan wilayah terisolasi di bagian Barat dan Barat Laut Kabupaten Purwakarta. 4. Perbaikan jalan penghubung Desa Cikao Bandung, Kecamatan Jatiluhur ke Desa Kembang Kuning, Kecamatan Jatiluhur, untuk meningkatkan aksesibilitas antar pusat kegiatan pariwisata.
23
5. Pembangunan jalan penghubung Desa Cibinong, Kecamatan Jatiluhur ke Desa Kembang Kuning Kecamatan Jatiluhur untuk menghubungkan kawasan pariwisata dengan zona industri. 6. Pembangunan jalan penghubung Desa Cibinong ke Jalan Tol Cipularang. 7. Pembangunan jalan penghubung Desa Cikao Bandung ke Desa Kutamanah dan Kertamanah, dimaksudkan pula untuk mendorong perkembangan wilayah yang tertinggal di Desa Kutamanah dan Kertamanah.
24
25
Topografi Kawasan Wisata GTJ merupakan daerah bergelombang dengan kemiringan lahan 3-70%. Elevasi tertinggi (271 m) berada di sebelah Selatan tapak yang berbatasan dengan Desa Cilegong. Elevasi terendah (100 m) berada di sebelah Barat Daya hingga Utara tapak yang berbatasan langsung dengan Waduk Ir. H . Djuanda. Daerah datar hingga sedang (0-15%) berada di sebagian kecil kawasan terletak di sebelah Tenggara kawasan yang berbatasan dengan Desa Cilegong. Daerah
sedang hingga agak curam (8-25%) hampir meliputi sebagian besar
kawasan sebelah Barat yang berbatasan langsung dengan Waduk Ir. H. Djuanda. Daerah sedang hingga curam (8-45%) berada di sebelah Utara kawasan. Daerah agak curam hingga curam (15-45%) berada di Selatan Kawasan yang berbatasan dengan Desa Kembang Kuning. Daerah curam (25-45%) mendominasi di pusat dan Utara kawasan. Daerah sangat curam (lebih dari 45%) berada di sebagian kecil kawasan terletak di Timur kawasan yang berbatasan dengan Desa Jatimekar.
26
27
28
Geologi dan Tanah Daerah Jatiluhur memiliki geologi yang kompleks, baik dilihat dari umur, formasi, susunan batuan, maupun penyebarannya. Berdasarkan Peta Geologi lembar Cianjur, yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi 1972 (Departemen Pekerjaan Umum, 1993), struktur batuan daerah Jatiluhur dijelaskan sebagai berikut: 1.
Batu berumur Miosin, yang terdiri dari formasi Jatiluhur yang tersusun dari anggota batu pasir kuarsa dan anggota batuan kapur yang cukup tebal dengan inti yang sangat keras (kedalaman 20 m), kemudian napal (marl), dan batuan kapur abu-abu gelap dengan tebal 2-3 m.
2.
Batu terobosan (intrinsip), yaitu anggota shoosonit seperti plagioklas, augit ortokhlas dan kuarsa seperti yang terdapat di Bukit Jatiluhur dan Bukit Tegal Buah.
3.
Batuan vulkanis tua, terdiri dari batu pasir, tuff, maupun konglomerat dengan ketebalan mencapai 60 m.
4.
Batu terobosan yang lain tersusun dari andesit, horn blende, porfodiorit, basal, dan gabro eseksit yang sering muncul dalam bentuk tengkuk mencuat dan menyebar secara terpencar pada perbukitan di sekeliling kawasan.
5.
Di antara terobosan-terobosan tersebut terdapat formasi batuan zaman Kuarter, yaitu formasi Citalang yang terdiri dari Konglomerat, batu pasir, breksi (pliosin), dan formasi Catayan serta Jatiluhur yang terdiri dari lempung napal, batu pasir, batu gamping, serpih breksi, dan batu pasir kuarsa.
6.
Batuan yang terjadi pada jaman Kuarter, antara lain breksi, lahan lava, batu pasir, tufa, konglomerat, hornblende dan eluvium tua, dan yang berupa aluvium dari gunung api tua. Daerah tujuan wisata di Jatiluhur tersusun atas beragam jenis tanah sesuai
dengan jenis batuan induknya yang kompleks, yaitu: (1) asosiasi grumosol kelabu kekuningan, regosol kelabu, dan mediteran kuning, (2) aluvial kelabu, dan (3) asosiasi latosol merah kekuningan dan litosol.
29
30
31
Iklim Grama Tirta Jatiluhur terletak di daerah pegunungan, sehingga penurunan temperatur setiap kenaikan permukaan bumi setinggi 100 m berkisar 0.5oC0.65oC. Kawasan ini mempunyai ketinggian rata-rata 265 m di atas permukaan air laut dengan temperatur rata-rata tahunan sebesar 26,3oC. Suhu terendah terdapat pada bulan Februari sebesar 25,9 oC dan suhu tertinggi terdapat pada bulan Juni sebesar 26.7oC. Kelembaban udara rata-rata sebesar 89.5%. Kelembaban tertinggi pada bulan Februari (90.1%) dan terendah pada bulan Juni (88.4%). Curah hujan rata-rata sebesar 20.2 mm/hari, dengan curah hujan tertinggi yaitu pada bulan November (24.17 mm/hari) dan terendah pada bulan Juli (14.35 mm). Kecepatan angin rata-rata pada siang hari sebesar 4.47 km/jam. Kecepatan angin rata-rata pada siang hari tertinggi yaitu pada bulan Januari (5.81 km/jam) dan terendah pada bulan Mei (3.02 km/jam). Kecepatan angin rata-rata pada malam hari sebesar 1.37 km/jam. Kecepatan angin rata-rata pada malam hari tertinggi yaitu pada bulan November (2.06 km/jam) dan terendah pada bulan April (0.72 km/jam). Tabel 2 adalah karakteristik iklim di Grama Tirta Jatiluhur tahun 2005 sampai dengan 2009. Selain data dari Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II, juga terdapat hasil pengukuran langsung di lapang. Unsur iklim yang diukur hanya suhu udara dan kelembaban. Pengukuran dilakukan selama tiga kali dalam sehari, yaitu pagi, siang, dan sore, dengan mengambil percontoh di sembilan titik yang menyebar dalam GTJ. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa suhu rata-rata kawasan di pagi, siang, dan sore hari masing-masing sebesar 32.8 oC, 33oC, dan 27.6 oC. Sehingga didapat suhu rata-rata sebesar 31.3 oC. Data kelembaban rata-rata pada pagi, siang, dan sore hari dari hasil pengamatan langsung, masing-masing sebesar 55%, 55,9%, dan 76%. Sehingga didapatkan data kelembaban rata-rata sebesar 62.3% (Tabel 3).
32
Tabel 2. Karakteristik iklim Kawasan Wisata GTJ tahun 2005-2009 Bulan
Suhu (oC)
Kelembaban Relatif (%)
Curah Hujan (mm/hari)
Januari 26.2 89.9 23.89 Februari 25.9 90.1 20.49 Maret 26.1 89.7 24.05 April 26.3 89.5 20.39 Mei 26.5 89.1 20.39 Juni 26.7 88.4 15.89 Juli 26.6 89.1 14.35 Agustus 26.4 89.3 12.87 September 26.5 89.3 21.97 Oktober 26.4 89.8 22.55 November 26.5 89.9 24.17 Desember 26.1 89.6 21.46 Rata-rata 26.4 89.5 20.2 Sumber: Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II, Tahun 2005-2009
Kecepatan Angin (km/jam) Siang Malam 5.81 5.20 4.57 3.16 3.02 3.21 4.05 4.51 5.30 5.37 4.75 4.72 4.5
1.63 1,38 1.39 0.72 0.91 0.93 0.94 1.27 1.44 1.94 2.06 1.86 1.4
Tabel 3. Lokasi pengamatan suhu dan kelembaban secara langsung Pagi (Pukul 10.00)
Siang (Pukul 13.00)
Sore (Pukul 10.00)
Lokasi Suhu (C)
RH (%)
Suhu (C)
RH (%)
Suhu (C)
RH (%)
31.8 32.5
57 57
33 32.1
54 64
27.9 27.1
69 81
Hotel dan Restoran Istora
33.8
54
35.3
50
27.6
79
Bendungan Utama 1(jarak 50 m dari tepi waduk)
33.2
56
34.2
53
27.4
80
Bendungan Utama 2(jarak 100 m dari tepi waduk)
33.7
51
33.9
56
27.3
79
JWW dan Panggung Terbuka
33.4
55
34.5
53
27.8
77
Dermaga Apung 1 (jarak 50 m dari tepi waduk)
32.1
54
34
54
27.7
77
Dermaga Apung 2 (jarak 100 m dari tepi waduk) Dermaga Kampung Air 1 (jarak 50 m dari tepi waduk)
32.3
56
32.9
56
27.7
77
32.2
56
32
58
27.6
73
32.6
55
31.8
59
27.8
72
33.1
54
31.5
59
27.8
72
Pemancingan darat
31.5
59
30.7
55
28.3
73
Pelelangan Ikan
33.7
51
3.9
56
27.3
79
Rata-Rata
32.8
55
33
55.9
27.6
76
Pintu Gerbang Bungalow dan Hotel Pesanggrahan
Dermaga Kampung Air 2 (jarak 50 m dari tepi waduk) Dermaga Kampung Air 3 (jarak 50 m dari tepi waduk)
33
a
b
c
d
Gambar 10. Grafik karakteristik iklim di GTJ (2005-2009): (a) suhu udara; (b) kelembaban relatif; (c) curah hujan; (d) kecepatan angin Hidrologi Kawasan Wisata GTJ terletak pada Wilayah Aliran Sungai Citarum dan Cikao. Kebutuhan air untuk kawasan wisata diperoleh dari Sungai Citarum yang kemudian dipompa menuju pompa Biki Baru untuk dijernihkan melalui tahapan penyaringan, pemberian kaporit, dan pengendapan, setelah itu dipompa ke Biki Lama. Dari Biki Lama, air dipompakan ke Reservoir Cimumput yang selanjutnya dialirkan menuju Jatiluhur Water World (JWW) dan konsumen. Selain itu, air dari Biki Lama dipompakan menuju Pos Gereja, kemudian dipompakan ke Reservoir Blok I ditujukan kepada konsumen dan Reservoir Blok K ditujukan untuk kawasan wisata. Sistem DAS Citarum dan Cikao terdiri dari aliran anak-anak sungai yang berpotensi untuk jaringan primer sistem pengeringan air hujan daerah perkotaan dan juga berpotensi untuk kegiatan irigasi pertanian. Kapasitas sistem Sungai
34
Citarum dengan beberapa sungai di sekitarnya adalah 12,3 M m3/tahun. Kapasitas tersebut dapat dicapai dengan pengembangan sumberdaya airnya seperti pembangunan
waduk
dan
bendungan.
Sungai
Citarum
dengan
Tiga
Bendungannya, yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur, dapat berfungsi sebagai regulator debit yang dapat membebaskan wilayah tersebut dari bahaya banjir. Pemanfaatan air Sungai Citarum selain untuk PLTA, juga untuk kepentingan pertanian di wilayah hilirnya, seperti Kabupaten Purwakarta, Karawang, Subang, Bekasi, Indramayu dan DKI untuk air baku pelayanan air bersih. Potensi air tanah kawasan wisata tergolong pada akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas. Kedudukan muka air tanah antara 9 – 20 meter dibawah permukaan tanah dengan debit kurang dari 5 liter/detik. Kawasan wisata ini menggunakan Waduk Ir.H. Djuanda sebagai objek wisata utamanya. Waduk ini memiliki volume rata-rata sebesar 1.825.400.000 m3. Volume waduk tertinggi dicapai pada bulan Mei (2.243.910.000 m3) dan terendah pada bulan November (1.459.430.000 m3). Ketinggian air waduk rata-rata sebesar 98,66 m. Ketinggian air tertinggi dicapai pada bulan Mei(104,35 m) dan terendah pada bulan November (93,55 m). Tabel 4. Rata-rata volume dan ketinggian air Waduk Ir. H.Djuanda Tahun 20052009 Volume Waduk (m3)
Ketinggian Air Waduk (m dpl)
Januari
1.577.790.000
95,09
Februari
1.694.930.000
96,63
Maret
1.975.960.000
100,64
April
2.173.390.000
103,34
Mei
2.243.910.000
104,35
Juni
2.163.990.000
103,32
Juli
2.031.790.000
100,96
Agustus
1.848.610.000
99,48
September
1.694.400.000
97,21
Oktober
1.495.650.000
94,42
November
1.459.430.000
93,55
Desember
1.544.923.000
94,91
Bulan
Rata-rata 1.825.400.000 Sumber: Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II, Tahun 2005-2009
98.66
35
36
Vegetasi dan Satwa Vegetasi yang terdapat di kawasan tumbuh secara alami maupun dibudidayakan oleh penduduk setempat. Pengelompokan jenis vegetasi, adalah sebagai berikut: 1.
Vegetasi hutan, berupa hutan campuran, hutan produksi, dan hutan lindung. Jenis vegetasi pada umumnya terdiri dari Tectonia grandis, Bambusa vulgaris,
Pinus
merkusii,
Paraserianthes
falcataria,
Swietenia
mahogani,dan Manglietia glauca. 2.
Vegetasi semak belukar, pada umumnya terdapat di antara zona antar lahan yang digarap, sela-sela padang rumput, tanah ladang di hutan, tanah penggembalaan dan tegalan yang ditinggalkan. Jenis vegetasi pada umumnya terdiri dari Melastoma malabatrim, Tetrocea sp, Lantana camara L.
3.
Vegetasi talun, kebun campuran, dan pekarangan. Talun adalah sebidang lahan milik penduduk dengan berbagai ukuran luas yang ditanami berbagai jenis tanaman keras, sedangkan kebun campuran ditanami kombinasi antara tanaman keras dan tanaman berumur pendek. Jenis vegetasi pada umumnya terdiri dari Albizzia falcataria backer, Albizzia procera bent, Sandoricum kutjape merr, Durio zibethinus merr, Lancium domesticum merr, Artocarpus integra merr, dan Nephelium lappaceum lour.
4.
Vegetasi perladangan. Di belakang rumah penduduk dijumpai vegetasi ladang atau kebun. Berbagai jenis vegetasi yang dijumpai di sini antara lain, berbagai jenis bambu, Arenga pinnata, Sacharum edule, Psidium guajava, Manglietia
glauca,
Litsea
cubeca,
Capsicum
frutescens,
Solanum
melongena, Etlingera elatior, Amomum ardamomum) 5.
Vegetasi daerah ekoton. Ekoton adalah daerah peralihan antara perairan dan daratan yang memiliki keanekaragaman biota dan sangat peka terhadap gangguan atau perubahan dari luar. Berdasarkan pengamatan dengan mengambil transect di 3 lokasi, jenis vegetasi daerah ekoton di lokasi transect 1 terdiri atas Alstonia scholaris, Acacia auriculiformis, Muntingia calabura, Swietenia mahogani, Lagerstromia speciosa, dan Dalbergia latifolia (Gambar 12). Jenis vegetasi daerah ekoton di lokasi transect 2
37
terdiri atas Lagerstromia speciosa, Muntingia calabura, Filicium decipiens, Pithecellobium dulce, Mimusoph elengi, dan Pinus merkusii (Gambar13) . Sedangkan jenis vegetasi daerah ekoton di lokasi transect 3 terdiri atas Syngonium sp, Bambusa vulgaris, Averrhoa bilimbi, Hibiscius tiliaceus, Dalbergia latifolia, Musa sp, Cocos nucifera, dan Swietenia mahogani (Gambar 14). Di daerah transect ini, biota yang ditemukan selain vegetasi yaitu kucing, serangga, ternak (kambing dan ayam) ular, dan kadal.
a
b
c
d
e
f
g
Gambar 12. Lokasi transect 1: (a) area rekreasi; (b) Alstonia scholaris; (c) Acacia auriculiformis; (d) Muntingia calabura; (e) Swietenia mahogani; (f) Lagerstromia speciosa; (g) Dalbergia latifolia
38
a
b
e
c
d
f
g
Gambar 13. Lokasi transect 2: (a) area rekreasi; (b) Lagerstromia speciosa; (c) Muntingia calabura; (d) Filicium decipiens; (e) Pithecellobium dulce; (f) Mimusoph elengi; (g) Pinus merkusii
39
a
b
f
c
g
d
h
e
i
Gambar 14. Lokasi transect 3: (a) jalan setapak; (b) Syngonium sp;(c) Bambusa vulgaris; (d) Averrhoa bilimbi; (e) Hibiscus tiliaceus; (f) Dalbergia latifolia; (g) Musa sp; (h) Cocos nucifera; (i) Swietenia mahogani
40
41
42
43
44
Aspek Wisata Potensi Pariwisata Adapun tujuan pengembangan kawasan pariwisata di Kabupaten Purwakarta adalah untuk mengembangkan kawasan yang memiliki objek wisata potensial, baik untuk wisatawan mancanegara maupun lokal. Pengembangan kawasan pariwisata dilakukan dengan pertimbangan: (1) kesesuaian dengan kebijaksanaan daerah, memiliki potensi pariwisata. Obyek atau kawasan wisata yang harus memperoleh perhatian adalah obyek atau kawasan wisata yang belum ataupun sedang berkembang, tetapi memiliki potensi yang sangat besar dalam menyumbang devisa bagi Pemerintah Daerah. Berdasarkan hasil studi Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Purwakarta Tahun 2001, potensi obyek dan daya tarik wisata di Kabupaten Purwakarta (Tim Penyusun, 2002), diantaranya : 1.
Kecamatan Wanayasa dan sekitarnya berupa Situ Wanayasa, Curug Cipurut, Sumber Air Panas Ciracas, Gua Garacina, Agro Wisata Manggis, Agro Wisata Melon, Agrowisata Perkebunan Teh,
2.
Pariwisata Jatiluhur dan Agrowisata Ubrug,
3.
Situ Buleud, Situ Cikumpay, Situ Kamojing, Perkebunan Cikumpay, dan
4.
Pariwisata Cirata, Agrowisata Maniis, Curug Gandasoli, Panorama Galumpit, Gunung Parang dan Gunung Cupu. Selain obyek dan daya tarik wisata alam seperti di atas, terdapat pula obyek
dan daya tarik wisata binaan (buatan atau hasil karya manusia) yang lokasinya tersebar. Dalam arahannya, RIPPDA Kabupaten Purwakarta membagi dua prioritas pembangunan pariwisata, yaitu : 1.
Prioritas I, meliputi : Sub Pengembangan Wisata (SPW) Sukasari, SPW Jatiluhur, SPW Wanayasa, dan SPW Plered.
2.
Prioritas II, meliputi : SPW Galumpit, SPW Bukit Indah Purwakarta, SPW Purwakarta, dan SPW Kiarapedes.
45
Agar tercapainya prioritas pembangunan yang direncanakan tersebut, maka pembangunan dilakukan secara bertahap melalui program : 1. Pengembangan potensi obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, usaha jasa pariwisata, pengusahaan minat khusus maupun atraksi wisata tahunan (event) baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 2. Pengembangan
sumberdaya
manusia
baik
di
lingkungan
aparatur
pemerintah maupun di kalangan dunia usaha kepariwisataan. 3. Pengembangan jaringan transportasi darat sebagai pendukung pariwisata.
Objek dan Daya Tarik Wisata GTJ memiliki beberapa objek wisata yang letaknya tersebar di kawasan, yaitu: 1. Bendungan Utama Bendungan utama (Gambar 19) terletak di bagian Utara Kawasan Wisata GTJ. Bendungan Jatiluhur merupakan bendungan yang terbesar di Indonesia, yang dibangun pada sungai Citarum terletak di kabupaten Purwakarta yang berjarak 9 km dari pusat kota Purwakarta. Bendungan Jatiluhur dibangun sejak tahun 1957 dan mulai dioperasikan pada tahun 1967, dimana merupakan proyek pengairan yang terbesar yang dikerjakan dan ditangani oleh teknisi-teknisi dari bangsa Indonesia, dengan konsultan dari Perancis yang telah berpengalaman dalam membangun bendungan besar. Bendungan ini dibuat menyerupai gaya bendungan yang terbesar di dunia, yaitu bendungan Aswan di Mesir. Bendungan Jatiluhur memiliki panjang 1.200 meter dan tinggi tower 114,5 m. Pemanfaatannya semula untuk pembangkit tenaga listrik, kemudian pemanfaatannya untuk segala kebutuhan yang berhubungan dengan air, yaitu sebagai sarana irigasi 242.000 Ha sawah untuk dua kali tanam dalam setahun, sebagai air baku air minum, budidaya perikanan, pengendali banjir, dan berfungsi pula sebagai tujuan wisata pendidikan dan wisata alam yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II. Bendungan utama merupakan tempat yang sangat menarik bagi berbagai kalangan pengunjung. Namun, saat ini bendungan utama tidak diperbolehkan dikunjungi oleh masyarakat umum, tetapi hanya untuk kalangan tertentu dan berkepentingan.
46
Gambar 19. Bendungan utama 2. Dermaga Apung dan Kampung Air Dermaga apung (Gambar 20. a) atau disebut juga dermaga kapal pesiar merupakan tempat berlabuhnya kapal dimana terdapat pula wahana air lainnya seperti jetsky, banana boat, dan kapal pesiar. Akses menuju dermaga apung ini dengan menggunakan rakit bambu yang mengapung di tepi waduk. Sebelum ketinggian air waduk mencapai 108.41 m dpl (saat air Sungai Citarum meluap dan volume waduk meningkat), daratan di sekitar dermaga apung belum terendam air, sedangkan kondisi di lapangan saat ini daratan terendam dan terbentuk pulau kecil di sisi waduk sekitar dermaga apung. Sekitar 150 m dari dermaga apung terdapat dermaga kampung air (Gambar 20. b) yang disebut juga dengan Pelabuhan Biru. Dermaga kampung air merupakan salah satu objek wisata dengan jumlah pengunjung yang cukup ramai. Keberadaan wahana monorel, boat, serta area yang cukup luas ini menarik pengunjung untuk datang. Selain itu, terdapat pula pedagang dari daerah sekitar kawasan yang berjualan di area tersebut.
a
b
Gambar 20. Objek wisata air: (a) dermaga apung; (b) dermaga kampung air
47
3. Objek Wisata Darat Berdasarkan Masterplan GTJ, area di sebelah Timur kawasan akan dikembangkan menjadi area wisata alam, seperti hiking, outbond, lintasan berkuda, dan mountain bike. Namun, hingga saat ini area tersebut belum dikembangkan lebih lanjut. Gambar 21 adalah beberapa contoh objek wisata darat.
a
b
Gambar 21. Objek wisata darat: (a) outbond information centre; (b)lokasi outbond
4. Jatiluhur Water World (JWW) JWW merupakan wahana air seluas 1.3 Ha yang terletak di tengah kawasan wisata (Gambar 22). Wahana air yang dilengkapi oleh permainan water sliding ini terdiri dari 5 buah kolam air, yaitu 2 buah kolam untuk dewasa dan 3 buah kolam untuk anak-anak. Selain itu, JWW menyediakan permainan unik yaitu giant bubble yang menjadi sarana untuk menyebrangi waduk. Harga tiket masuk JWW pada hari biasa yaitu Rp. 25.000,-, sedangkan pada hari libur yaitu Rp. 27.500,-. Untuk mengatasi jumlah pengunjung yang melebihi daya dukung, pihak pengelola telah menetapkan waktu kegiatan wisata, yaitu dengan menerapkan hari tutup kunjungan pada hari Sabtu dan Minggu.
a
b
Gambar 22. Jatiluhur Water World: (a) water sliding; (b) kolam renang untuk dewasa
48
5. Kolam Pemancingan Kolam pemancingan “Talaga Jatiluhur” ini terletak di antara Dermaga Kampung Air dan pelelangan ikan. Fasilitas yang terdapat di kolam pemancingan ini, yaitu shelter, dan rumah makan lesehan. Kolam pemancingan ini kurang dikenal oleh wisatawan dibandingkan atraksi wisata lainnya. Namun, setelah dibuat name sign dan pembukaan area, lokasi kolam pemancingan semakin jelas terlihat keberadaannya. Gambar 23 adalah situasi di lokasi pemancingan.
a
b
Gambar 23. Pemancingan: (a) name sign; (b) kolam
6. Area Pelelangan Ikan Area pelelangan ikan (Gambar 24) terletak di sebelah Selatan kawasan. Area ini didominasi oleh bangunan padat, berupa kios-kios, pasar, dan rumah. Ikan yang telah ditangkap, ada yang langsung dijual di servis dan ada pula yang diangkut untuk didistribusikan ke tempat lain.
a
b
Gambar 24. Pelelangan ikan: (a) lokasi 1; (b) lokasi 2
49
7. Area Budidaya Ikan Jaring Terapung Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kawasan Jatiluhur, kawasan wisata di Jatiluhur memiliki objek wisata potensial, salah satunya adalah budidaya ikan jaring terapung (Gambar 25). Area budidaya ikan ini termasuk lahan milik Perum Jasa Tirta II yang disewa dan dimiliki oleh masyarakat Desa Jatimekar, Kecamatan Jatiluhur. Jenis ikan yang terdapat di Waduk Ir. H. Djuanda ini terdiri dari 19 ekor ikan asli Sungai Citarum, dan 8 ekor ikan introduksi. Namun, kini jenis ikan endemik yang tertangkap semakin berkurang, yaitu hanya 9 ekor dikarenakan oleh faktor lingkungan, predasi, kompetisi, ruang dan pakan.
Gambar 25. Budidaya ikan jaring terapung
8. Bangunan operasional Areal ini terdiri atas bangunan Divisi PLTA, Divisi 4, Subdivisi Bendungan dan Loka Riset Pemacuan Stok Ikan. Lokasi ini seringkali menjadi tujuan wisata bagi lembaga-lembaga pendidikan yang akan melakukan study tour, pengamatan, maupun penelitian. Gambar 26 adalah beberapa bangunan operasional yang terdapat di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur.
a
b
c
Gambar 26. Bangunan operasional Perum Jasa Tirta II: (a) Divisi PLTA; (b) Loka Riset Pemacuan Stok Ikan; (c) Divisi 4
50
Fasilitas Pelayanan Wisata Fasilitas wisata yang terdapat di GTJ berupa sarana dan prasarana pelayanan wisata yang berfungsi untuk mengakomodasi kebutuhan wisatawan selama berada dalam kawasan wisata tanpa harus keluar kawasan. GTJ memiliki beberapa fasilitas penunjang wisata di antaranya penginapan yang berjumlah 2 unit hotel (Hotel Pesanggrahan dengan kapasitas 17 kamar dan Hotel Istora dengan kapasitas 6 kamar) dan 17 unit bungalow. Selain penginapan, fasilitas penunjang lainnya adalah 1 unit tempat penjualan tiket, 1 unit information center, 1 unit aula (Graha Vidya Convention Hall), 1 unit restoran, 1 unit bar (Poolside Bar), 1 unit Coffe Shop, 1 unit ruang karaoke (Dayang Sumbi Family Hall), 2 unit kolam renang, 1 unit tenis court, 2 unit children playground, 96 unit pondok ikan bakar yang dikelola oleh masyarakat, area parkir, mushala, dan toilet. Secara fisik kondisi eksisting fasilitas-fasilitas tersebut cukup baik, hanya saja fasilitas yang lebih dahulu dibangun kurang terkelola dengan baik seperti 1 unit kolam renang dan 1 unit children playground yang terdapat di dekat bungalow.
a
d
b
c
e
f
Gambar 27. Fasilitas penunjang wisata yang ada di GTJ: (a) information center; (b) Graha Vidya Convention Hall; (c) Hotel Pesanggrahan; (d) bungalow; (e) restoran; (f) pondok ikan bakar
51
Fasilitas penunjang wisata yang diperlukan oleh GTJ adalah toilet tambahan yang memadai di area rekreasi waduk, tempat pengolahan limbah domestik, sarana telekomunikasi, sarana olahraga, jasa transportasi dan fasilitas penunjang lainnya. Adapun fasilitas yang berkaitan dengan transportasi, GTJ belum memiliki sistem transportasi internal untuk memandu wisatawan dari objek wisata satu menuju objek wisata lainnya dalam kawasan wisata. Wisatawan sebagian besar menuju objek dan atraksi dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan khusus pariwisata. Hal ini menyebabkan rute perjalanan wisata yang tidak jelas, sehingga kurang didapatkan pengalaman wisata yang klimaks. Dilihat dari prasarana yang dimiliki seperti jalan menuju objek dan atraksi wisata sudah cukup memadai dan representatif, namun tidak terdapat batasan kepemilikan lahan kawasan wisata. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan fasilitas wisata seperti pembenahan dan penambahan fasilitas sesuai daya dukung kawasan untuk meningkatkan kepuasan wisatawan. Adapun bangunan utilitas yang telah dibangun di kawasan wisata meliputi Stasiun Pompa sejumlah 4 unit, yang terdiri atas Pompa Citarum, Stasiun Pompa Biki Lama, Biki Baru, dan Pos Gereja (Gambar 28), Reservoir sejumlah 3 unit yang terdiri atas Reservoir Blok I, Blok K, dan Cimumput (Gambar 29).
a
c
b
d
Gambar 28. Pompa air yang ada di Kawasan Wisata GTJ: (a) intake Citarum; (b) Biki Baru; (c) Biki Lama; (d) Pos Gereja
52
a
b
c
Gambar 29. Reservoir yang ada di Kawasan Wisata GTJ: (a) blok I; (b) blok K; dan (c) Cimumput
53
Gambar 30.Skematikjaringanperpipaandaninstalasipompa air
54
Aktivitas Wisata Secara umum, aktivitas wisatawan di GTJ berpusat di waduk Ir. H. Djuanda. Jenis wisata eksisting yang dikembangkan di GTJ sebatas wisata air dikarenakan potensi waduk yang besar dan menarik minat pengunjung. Adapun aktivitas wisatawan seperti memancing, berperahu, menimati pemandangan waduk, berjalan-jalan, dan berekreasi dengan wahana monorel di area sempadan waduk.
a
b
d
c
e
Gambar 31. Jenis aktivitas di Kawasan Wisata GTJ: (a) menikmati pemandangan waduk; (b) memancing; (c) berjalan-jalan di atas deck; (d) rekreasi monorel; (e) berperahu mengelilingi waduk Saat ini belum terdapat pembatasan terhadap pembangunan fasilitas wisata dan aktivitas sehingga seringkali ditemukan tumpukan sampah, tanah yang semakin terkikis bahkan beberapa pohon yang menaungi area sempadan waduk berkurang. Pembukaan area sempadan waduk untuk tempat berekreasi memberikan dampak yang semakin terlihat dari catchment area yang berkurang yang disebabkan oleh perubahan tata guna lahan. Kemampuan tanah dalam meresap air berkurang sehingga debit air semakin meningkat, sedangkan luas daratan di area sempadan semakin mengecil. Dengan demikian perencanaan tata ruang sangat diperlukan dalam menjaga keberlanjutan sumberdaya lanskap di kawasan wisata dari degradasi lingkungan baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia.
55
Hubungan dengan Objek Wisata Lain Berdasarkan sebaran potensi dan daya tarik obyek wisata, Kabupaten Jatiluhur memiliki potensi wisata alam, wisata budaya wisata budaya dan wisata minat khusus yang disajikan dalam peta sebaran obyek wisata di Kabupaten Purwakarta(Gambar). Wisata minat khusus seperti wisata religi hampir sebagian besar terdapat di setiap Kecamatan. Objek wisata religi yang terdapat di Kabupaten Purwakarta, antara lain Makam Baing Yusuf, Makam Wali Kuning, Makam Mbah Panyingkiran, Makam Mbah Guha Pangatikan, Makam Mbah Kota Kembang, Makam Panembahan Gunung Jatiwangi, Makam Cakrabuana, Makam Mbah Cakrayuda, Makam Mbah Parung, Makam Ibu Cikao, Makam Mbah Sumadhita Anggatuda, Makam Balung Tunggal, Makam Dalem Kuwa, Makam Mama Sempur, Makam Cotak, Makam Dalem Santri, Makam Serpong, Makam Eyang Parta Kusuma, dan Makam Mbah Garda. Adapun wisata pertanian tergolong jarang ditemukan dan hanya terdapat sebagian kecil antara lain Agro Wisata Maniis, Agro Wisata Manggis, Agro Wisata Golden Melon. Jenis wisata ini kurang berkembang dan belum mendapat perhatian dari masyarakat. Selain itu, Kabupaten Purwakarta memiliki potensi wisata budaya antara lain Gedung Negara, Gedung Karesidenan, Mesjid Agung, Rumah Kuno Citalang, Sanggar Seni, Sentra Keramik Plered, Sentra Kain Songket, dan Ranca Darah. Lokasi penyebaran jenis wisata ini sebagian besar terdapat di pusat kota dan sudah mengalami beberapa kali renovasi sehingga nilai sejarah dan budaya yang terdapat di dalamnya semakin menurun. Objek wisata alam yang terdapat di Kabupaten Purwakarta, antara lain Situ Buleud, Situ Cikumpay, Situ Kamojing, Curug Gandasoli, Waduk Cirata, Panorama Galumpit, Gunung Parang, Gunung Cupu, Situ Wanayasa, Curug Cipurut, Guha Garacina dan Air Panas Ciracas. Apabila melihat sebaran objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Purwakarta, jumlah objek wisata yang termasuk dalam wisata alam di Kabupaten Purwakarta memiliki jumlah yang sedikit dibandingkan wisata minat khusus. Begitu pula dengan objek dan daya tarik wisata yang memiliki potensi tinggi baik dilihat dari keragaman topografi, vegetasi, atraksi, dan aksesibilitas yang mudah, hanya terdapat di Waduk Ir. H. Djuanda dan kawasan di sebelah Timurnya (GTJ). Pengembangan kawasan wisata di GTJ memiliki potensi yang
56
besar karena keberadaan GTJ strategis untuk dikunjungi oleh wisatawan baik yang berasal dari arah Bandung maupun Jakarta. Selain itu, wisatawan dapat mengakses GTJ dengan sarana dan prasarana transportasi secara mudah. Objek wisata lain yang memiliki kedekatan jarak dengan GTJ adalah Bumi Satelit Indosat, Agrowisata Ubrug, dan Makam Wali Kuning. Ketiga objek wisata tersebut, tidak termasuk ke dalam kelompok wisata alam, sehingga GTJ menjadi objek wisata yang diunggulkan dan potensial di kawasan Barat Kabupaten Purwakarta.
Organisasi dan Kelembagaan Unit Kepariwisataan GTJ dipimpin oleh Kepala Unit Kepariwisataan, yang terdiri dari tiga seksi utama, yaitu Seksi Umum dan Keuangan, Seksi Hotel dan Pemasaran, dan Seksi Rekreasi (Gambar 32). Seksi Umum membawahi Urusan Umum dan Kepegawaian, Urusan Anggaran, Urusan Gudang dan Inventaris, Urusan Akuntansi, Bendahara, dan Urusan Pemeliharaan. Seksi Hotel dan Pemasaran membawahi Urusan Tata Boga, Urusan Tata Graha, dan Urusan Promosi dan Penjualan. Seksi Rekreasi membawahi Urusan Tiket dan Pemandu, dan Urusan Jatiluhur Water World dan Penataan Area. Adapun dalam menjalankan pengelolaan kawasan wisata, GTJ menggunakan sistem kontrak seperti pemeliharaan taman (CV Tunas Mekar), hotel dan bungalow (Koperasi), pemeliharaan lingkungan (PP Info), dan jasa parkir (Jati Mandiri). Secara umum, kepemilikan lahan kawasan dipegang oleh Perum Jasa Tirta II, yang di dalamnya terdapat unit-unit usaha meliputi Unit Usaha Pelistrikan, Unit Usaha Air baku, dan Unit Usaha Kepariwisataan. Adapun dalam pengelolaan area dan fasilitas, GTJ menyewakan lahan kepada masyarakat yang ingin membangun pondok-pondok ikan bakar, pelelangan ikan, ataupun pemukiman, sehingga area tersebut bukan merupakan wewenang GTJ untuk dikelola. Dalam mengkoordinasikan seksi-seksi kepariwisataan perlu dilakukan pembenahan dan pengembangan koordasi sampai dengan tugas-tugas terkecil untuk memberikan pelayanan yang representatif bagi wisatawan.
57
KepalaUnit Kepariwisataan
Seksi Umum dan Keuangan
Seksi Hotel dan Pemasaran
Seksi Rekreasi
Urusan Umum dan Kepegawaian
Urusan Tata Tata Boga
Urusan Tiket dan Pemandu
Urusan Anggaran
Urusan Tata Graha
Urusan Jatiluhur Water World dan Penataan Area
Urusan Gudang dan Inventaris
Urusan Promosi dan Penjualan
Urusan Akuntansi dan Verifikasi Bendahara
Urusan Pemeliharaan
Gambar 32. Struktur organisasi Unit Kepariwisataan
58
Aspek Sosial Sejarah dan Tujuan Pendirian Kawasan Wisata Lokasi perencanaan kawasan wisata Jatiluhur ini terletak di Kabupaten Purwakarta dengan luas proyek 13.000 Ha. Secara administratif pemerintahan lokasi kawasan wisata tersebut meliputi sebagian dari wilayah Kecamatan Jatiluhur yang meliputi Desa Kutamanah, Jatimekar, Cibinong, dan Tajur Sindang. Lokasi proyek pengembangan kawasan wisata Jatiluhur ini mengambil sebagian tanah milik penduduk, tanah Perum Otorita Jatiluhur, tanah perkebunan, dan tanah Perhutani yang luas keseluruhannya mencapai 4700 Ha dan sebagian danau Jatiluhur yg memiliki luas keseluruhan 8300 Ha. Bendungan Ir. H. Djuanda, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), serta sarana pengairannya ini selesai dibangun pada tahun 1967 merupakan obyek wisata utama yang mendorong pengembangan pariwisata. Waduk Ir H. Djuanda memiliki fungsi sebagai penyedia air bersih untuk irigasi, pembangkit listrik, sumber air bagi perkotaan, perikanan dan pariwisata. Kawasan di sekitar Waduk Ir. H. Djuanda ini pun berpotensi untuk dikembangan menjadi kawasan wisata karena memiliki kontur yang bervariasi, bentang alam yang indah dipadukan dengan karya teknik hidrolis (ilmiah) berupa bendungan dan PLTA, serta akses yang mudah dicapai oleh masyarakat setempat dan luar kota. Pengembangan kawasan Jatiluhur sebagai kawasan pariwisata juga mendapatkan prioritas yang tinggi dalam pembangunan pariwisata pada Provinsi Jawa Barat, sejalan dengan rencana pola pembangunan Kaskade Pariwisata untuk mengurangi tekanan pada daerah tujuan wisata Bopunjur. (Bogor, Puncak, dan Cianjur). Selain itu, kawasan Bopunjur juga memiliki akses yang baik dengan adanya jalan Tol Cipularang (Cikampek Purwakarta Padalarang) yang dapat ditempuh ± 1 jam dari Jakarta (125 km) dan ± 45 menit dari Bandung (67 km). Perusahaan Umum Jasa Tirta II sebagai pihak pengelola, khususnya dilaksanakan oleh Unit Kepariwisataan ini bertujuan untuk memanfaatkan fasilitas purna Proyek Serbaguna Jatiluhur yang berada di sekitar Waduk Ir. H. Djuanda untuk penginapan, pertemuan, olahraga, dan rekreasi air.
59
Kependudukan Kawasan Sekitar Kecamatan Jatiluhur memiliki luas wilayah 6.011 Ha yang terdiri dari lahan pertanian 725 Ha, perairan darat atau kolam 12 Ha, permukiman dan kebun 2.755 Ha, dan zona industri 478 Ha. Kecamatan Jatiluhur terdiri dari 10 desa, yaitu Desa Cikao Bandung seluas 656,626 Ha, Desa Jatimekar seluas 546 Ha, Desa Jatiluhur seluas 142,689 Ha, Desa Cilegong seluas 526,673 Ha, Desa KembangKuning seluas 1.158,081 ha, Desa Cibinong 201,245 Ha, Desa Bunder seluas 491,79 Ha, Desa Mekargalih seluas 635 Ha, Desa Cisalada seluas 527,473 Ha, dan Desa Parakanlima seluas 564,684 Ha. Kecamatan Jatiluhur berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan Kecamatan Sukasari Kabupaten Purwakarta di sebelah Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pasawahan, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sukatani, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Babakan Cikao dan Kecamatan Purwakarta. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2009, jumlah penduduk di Kecamatan Jatiluhur yaitu sebesar 63.847 jiwa yang terdiri dari laki-laki 31.989 jiwa dan perempuan 32.020 jiwa. Jumlah warga Negara asing sebesar 252 jiwa. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Jatiluhur mayoritas adalah karyawan atau buruh sebesar 10.508 jiwa, petani 4.515 jiwa, pedagang 2.836 jiwa, PNS 952 jiwa, home industry 376 jiwa, dan TNI POLRI 87 orang.
Wisatawan Berdasarkan data kunjungan lapang yang diperoleh dari pihak pengelola (Tabel) dapat diketahui jumlah kunjungan wisatawan selama lima tahun terakhir (Tahun 2005-2009) dengan rataan jumlah pengunjung 222.1.37 orang. Pengunjung didominasi oleh wisatawan domestik (212.859 orang) dibandingkan dengan wisatawan mancanegara (1607 orang). Wisatawan domestik yang berkunjung berasal dari daerah Jabodetabek dan Bandung, sedangkan wisatawan mancanegara banyak berasal dari Jepang, Korea, Belanda, Amerika, dan Autralia. Adapun rataan jumlah kamar hotel dan bungalow yang terjual selama lima tahun terakhir sebanyak 9088 kamar dimana terdapat penurunan dari tahun ke tahun.
60
Tabel 5. Jumlah wisatawan Grama Tirta Jatiluhur Tahun 2005-2009 Jumlah Wisatawan Mancanegara (orang) Domestik (orang) 2005 3107 234419 2006 2182 199668 2007 1490 237549 2008 521 171259 2009 737 221400 Rataan 1607 212859 Sumber: Unit Kepariwisataan Grama Tirta Jatiluhur Tahun 2005-2009 Tahun
Tabel 6. Jumlah kamar hotel dan bungalow yang terjual Tahun 2005-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Rataan
Jumlah Kamar yang Terjual (kamar) 11733 11533 9344 6416 6414 9088
Sumber: Unit Kepariwisataan Grama Tirta Jatiluhur Tahun 2005-2009 Aspek Teknis Rencana Penggunaan Lahan Adapun dalam Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta No. 8 Tahun 1991, tata ruang Kawasan Jatiluhur dibagi ke dalam empat kawasan, meliputi (1) kawasan lindung, yang terdiri atas hutan lindung dan jalur hijau pengaman sungai dan waduk, (2) kawasan penyangga, yang terdiri atas tanaman hutan wisata dan tanaman tahunan dan membatasai antara kawasan wisata dan pemukiman penduduk, (3) kawasan budidaya pertanian, yang terdiri atas perkebunan karet, tanaman tahunan, lahan kering, dan lahan basah dimana kawasan ini terdapat di luar GTJ, dan (4) kawasan budidaya non-pertanian, yang terdiri atas permukiman perkotaan, permukiman perkotaan, perindustrian, kampung nelayan, dan dermaga air.
61
Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Penjelasan mengenai rencana alokasi pemanfaatan ruang di Kawasan Jatiluhur dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khusus yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegahan dan erosi, serta pemeliharaan kesuburan tanah. Kawasan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologi tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan. Kriteria kawasan lindungan, yaitu: 1.
kawasan hutan dengan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi skor 175,
2.
kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih,
3.
kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut ±2000m atau lebih, dan
4.
mempertahankan hutan yang ada. Peraturan mengenai keberadaan kawasan hutan lindung, yaitu
1.
dalam hutan lindung tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya yang dapat mengganggu terselenggaranya fungsi lindung atau hidrologi, dan
2.
kerapatan tanaman sekurang-kurangnya 1600/Ha.
2. Kawasan Resapan Air atau Penyangga Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresap air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Kawasan ini dapat diisi peruntukkan tanaman tahunan yang banyak menyerap air dan tidak sering ditebang. Kawasan ini bertujuan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah resapan air hujan, pada daerah resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahnya maupun kawasan yang bersangkutan. Kriteria kawasan resapan air, yaitu: 1.
curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar,
62
2.
kemiringan lahan 25-40%. Peraturan mengenai keberadaan kawasan hutan lindung, yaitu
1.
dalam kawasan resapan air tidak diperkenankan adanya permukiman,
2.
bangunan di dalam kawasan sebagai penunjang, dan
3.
kerapatan tanaman minimal 300/Ha. Pada kawasan resapan air sebagai faktor pendukungnya dapat menjadi 2
bagian, yaitu: (1) tanaman hutan wisata dan (2) tanaman tahunan. 3. Kawasan Perlindungan Setempat Berdasakan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung membagi kawasan lindung menjadi : 1.
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya.
2.
Kawasan perlindungan setempat.
3.
Kawasan suaka alam dan cagar budaya,
4.
Kawasan rawan bencana Kawasan perlindungan setempat, terdiri atas
1.
Sempadan sungai, meliputi kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kriteria sempadan sungai adalah sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter di kiri-kanan anak sungai yang berada di luar permukiman. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter.
2.
Kawasan sekitar danau atau waduk, merupakan kawasan tertentu di sekeliling waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi waduk. Kawasan perlindungan di sekitar danau atau waduk adalah tertentu di sekeliling danau atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsinya. Kriteria kawasan danau atau waduk adalah daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk antara 50 – 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
3.
Kawasan sekitar mata air, merupakan kawasan tertentu di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
63
sumber air. Penetapan kawasan sekitar mata air adalah radius sejauh 200 meter dari sumber mata air. 4. Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan budidaya pertanian, terdiri dari 1. tanaman tahunan, 2. tanaman pangan lahan kering, dan 3. tanaman pangan lahan basah. 5. Kawasan Budidaya Non-Pertanian Kawasan budidaya non-pertanian, terdiri dari 1.
permukiman pedesaan,
2.
kampung nelayan,
3.
industri, dan
4.
pariwisata.
64
65
66
67
Rencana Pariwisata di Kecamatan Jatiluhur Pariwisata adalah ruang karena potensi keindahan fisik alamnya, diperuntukkan bagi kegiatan wisata terutama kegiatan-kegiatan yang berkaitan lansung ataupun tidak langsung dengan Waduk Ir. H. Djuanda. Hal ini bertujuan untuk memberi variasi bagi obyek wisata di Jawa Barat. Berdasarkan penjelasan di atas, aspek pariwisata dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Pariwisata Terbatas Pariwisata terbatas adalah ruang yang dikarenakan memiliki potensi keindahan fisik alamnya diperuntukkan bagi kegiatan wisata untuk golongan menengah dan golongan atas dan keadaan fisiknya perlu dibatasi jenis-jenis kegiatan wisatanya. Hal ini bertujuan untuk memanfaatkan keindahan Waduk Ir. H. Djuanda dan menampung kebutuhan pariwisata sekitar Waduk Ir. H. Djuanda. Kriteria pariwisata terbatas, yaitu 1. memperhatikan potensi keindahan fisik alam, 2. mempertimbangkan dan memperhatikan keterbatasan fisik karena faktor kemiringan sebagai daerah resapan, 3. memperhatikan jaringan jalan yang ada, dan 4. memperhatikan dan mempertahankan kawasan sebagai daerah resapan, sehingga perlu memperhatikan kepadatan lingkungan. Peraturan mengenai pariwisata terbatas perlu memperhatikan beberapa aspek teknis berikut, yaitu 1. kelestarian lingkungan dan waduk dengan mengurangi erosi, 2. kepadatan lingkungan, sehingga fungsi resapan tetap dapat dipertahankan, 3. termasuk di dalam peruntukan ruang kepariwisataan terbatas, antara lain pusat olah raga, pusat hiburan, bungalow, restoran, hotel, dan lain-lain. 2. Pariwisata Fasilitas Pariwisata fasilitas adalah ruang yang diperuntukkan sebagai lokasi penunjang atau fasilitas kegiatan-kegiatan wisata yang dikembangkan. Hal ini bertujuan untuk memanfaatkan fasilitas penunjang kegiatan wisata yang sudah ada, menampung kebutuhan pengembangan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata. Kriteria pariwisata fasilitas, yaitu 1.
mempertahankan lokasi fasilitas yang sudah ada,
68
2.
memperhatikan jaringan jalan yang sudah ada, dan
3.
memperhatikan
kebutuhan
pengembangan
fasilitas
sebagai
akibat
perkembangan kegiatan wisata. Peraturan mengenai pariwisata fasilitas, yaitu 1.
kepadatan lingkungan harus dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga kawasan ini juga dapat berfungsi sebagai daerah resapan
2.
harus memperhitungkan kebutuhan air, listrik, dan sistem drainase, dan
3.
memperhatikan kelestarian waduk
3. Pariwisata Tirta Pariwisata tirta adalah ruang yang dikarenakan keindahan alamnya diperuntukkan sebagai kegiatan wisata baik untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan waduk itu sendiri. Kriteria pariwisata tirta, yaitu 1.
memperhatikan jaringan jalan yang sudah ada,
2.
memperhatikan potensi keindahan fisik alam waduk, dan
3.
memperhatikan perkembangan kegiatan kepariwisataan sekitar tepi waduk dan pariwisata umum Peraturan pariwisata tirta, yaitu
1.
peraturan garis sempadan tepi waduk,
2.
kepadatan lingkungan harus dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga masyarakat umum dapat menikmati potensi alam Waduk Ir. H. Djuanda, dan
3.
memperhatikan kelestarian waduk.
Pengembangan Pariwisata Kawasan pariwisata Jatiluhur dapat dikembangkan ke arah “Multi Concept Resort” dimana berbagai spesifik resort dapat dikembangkan secara khusus, saling mendukung, dan saling melengkapi. Kondisi demikian akan mempunyai daya tarik yang sangat besar dan memenuhi motivasi kunjungan wisatawan yang bermacam-macam.
69
Kawasan pariwisata Jatiluhur dibangun sesuai dengan permintaan segmen pasar wisata masing-masing. Agar tidak terjadi overlapping sarana wisata khususnya atraksi yang dapat menimbulkan persaingan antar resort, maka jenis atraksi di setiap resort perlu ditentukan dalam master plan atraksi yang akan dikembangkan dalam kawasan pariwisata Jatiluhur. Kawasan pariwisata Jatiluhur meliputi kawasan Waduk Ir. H. Djuanda yang luasnya 4.000-5.000 Ha belum termasuk waduknya seluas 8.300 Ha, dapat direncanakan adanya berbagai macam segmen pasar pariwisata sebagai berikut: 1.
Resort A. Resort ini meliputi hotel, bungalow, restoran, ruang konvensi, lapangan tenis, kolam renang, dan fasilitas pendukung lainnya seluas ± 100 Ha (pengembangan yang telah ada).
2.
Resort B. Resort ini meliputi hotel dan restoran, marina, lapangan tenis, pondok remaja, kolam renang terapung, pusat kerajinan, desa wisata, arena pemancingan, arena berkuda, arena permainan, rekreasi air atau kolam terapung, bumi perkemahan, dan restoran terapung seluas ± 100 Ha.
3.
Resort C. Resort ini meliputi fancy resort, waterpark, resort, golf course & sport centre, residence, Aquaville Town Centre, dan conservation area seluas ± 3000 Ha.
4.
Resort D. Resort ini meliputi hotel, golf course, club house, kolam renang, lapangan tenis, restoran & cafe, marina, agrowisata, lapangan bermain anakanak, desa wisata, pelelangan ikan seluas ± 200 Ha.
5.
Resort E. Resort ini meliputi golf course, housing estate, tennis court, kolam renang, club house, hotel, jogging track seluas ± 250 Ha.
6.
Resort F. Resort ini meliputi hotel, sport club, villa, sanctuary, cagar alam, camping ground, fasilitas rekreasi seluas ± 100 Ha.
7.
Resort G. Resort ini meliputi hotel, convention centre, marina club, sport hall, shopping mall, amusement park, tennis club, golf club, villa, fasilitas rekreasi seluas ± 200 Ha.
70
Penyusunan Program Pariwisata Maksud
dan
tujuan
pengembangan
pariwisata
Jatiluhur
adalah
mengembangkan secara bertahap menuju ke arah pengembangan pariwisata terpadu yang dapat memenuhi segala jenis kebutuhan pasar dan dapat menyerap tenaga kerja serta menjadi primadona pariwisata di Jawa Barat. Pengembangan pariwisata Jatiluhur mengacu pada Rencana Tata Ruang Kawasan Jatiluhur, yang telah disusun oleh Ditjen. Cipta Karya yang telah tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta No. 8 Tahun 1991. Pengembangan kawasan industri pariwisata sampai saat ini masih dianggap beresiko besar, bagi penanam investasi para pengusaha di sektor ini. Kawasan ini harus mempunyai daya tarik yang kuat dan jumlah pengunjung yang stabil setiap bulan dan sepanjang tahun serta harus dapat memberikan pelayanan yang efisien. Terlalu banyak pengunjung juga dapat menurunkan mutu pelayanan. Data-data terakhir (2009) menunjukkan jumlah wisatawan yang datang ke Jatiluhur dalam setahun sekitar 222.137 orang, yang terdiri dari wisatawan domestik 221.400 orang dan wisatawan asing 737 orang. Jumlah kamar yang terjual di Hotel Istora, Hotel Pesanggrahan, dan bungalow yaitu sebanyak 6.414 kamar. Data tingkat hunian kamar (occupancy rate) adalah sekitar 42 %, dengan asumsi 2 orang tamu/kamar dan lama masa menginap di hotel/bungalow maksimum 2 hari, maka didapatkan jumlah kebutuhan kamar dalam 1 tahun sebagai berikut:
Keterangan: T = Jumlah wisatawan dalam satu tahun K = Kebutuhan kamar dalam satu tahun L = Lama masa menginap rata-rata TPK = Tingkat hunian kamar/occupancy rate = 42% Grp = Guest per room (2 orang/kamar)
71
Kebutuhan kamar berdasarkan data wisatawan tahun 2009 adalah ± 1449 kamar, dengan meningkatnya fasilitas rekreasi dan sarana wisata, maka pada periode 2009-2010 diperkirakan wisatawan akan meningkat. Mengingat perkembangan kawasan wisata Jatiluhur membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang cukup lama untuk menyusun rencana lebih rinci, maka perlu dilakukan secara lebih bertahap, yaitu: 1.
Tahap jangka pendek (sampai dengan 5 tahun). Tahap ini untuk memberikan fasilitas kepada golongan berpenghasilan menengah ke bawah dan bersifat massal dan tidak diperlukan investasi yang tidak terlalu besar.
2.
Tahap jangka menengah (5-10 tahun). Tahap ini untuk menyediakan fasilitas bagi golongan menengah ke atas dengan investasi yang cukup besar.
3.
Tahan jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Tahap ini lebih diarahkan untuk pengembangan secara idiil sesuai dengan program nasional jangka panjang.
72
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Penilaian Potensi Aspek Biofisik Lokasi Tapak GTJ adalah kawasan wisata yang terletak di sebelah Barat Kabupaten Purwakarta, dimana terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Lokasinya cukup strategis terletak di antara DKI Jakarta dan Kota Bandung dimana kedua kota tersebut termasuk daerah tujuan wisata yang potensial. Kawasan ini memiliki jarak 125 km dari Jakarta dan 67 km dari Bandung yang dapat diakses melalui Jalan Tol Cipularang. Hal tersebut memudahkan transportasi bagi calon pengunjung dan distribusi barang dan jasa penunjang kegiatan pariwisata ke pusat industri pariwisata di Jakarta, Bandung, serta daerah tujuan wisata potensial lainnya.
Aksesibilitas dan Sirkulasi Akses menuju GTJ cukup mudah karena berbatasan dengan Jalan Raya Jatiluhur dan Jalan Raya Purwakarta-Bandung. Selain itu, kawasan ini dapat ditempuh melalui tol Cipularang dan tol Cikampek-Jakarta. Hal ini menjadikan GTJ cukup strategis bagi pengunjung dari arah Jakarta atau Bandung untuk berwisata dan beristirahat sejenak dari rutinitas di kota asal yang begitu padat, arus keluar masuk transportasi barang dan jasa pariwisata, serta para karyawan yang berasal dari Jatiluhur dan daerah yang terlewati Jalan Tol Cipularang. Untuk mencapai GTJ, transportasi yang ada berupa ojek dan angkutan perkotaan. Transportasi yang diperbolehkan masuk kawasan adalah sepeda, ojek, sepeda motor, dan mobil pribadi. Pola sirkulasi lalu lintas di GTJ cukup teratur dengan jaringan jalan yang berbentuk gabungan antara pola grid dan linear. Terdapat jalan arteri dan jalan kolektor di dalam kawasan. Jalan arteri berfungsi untuk menghubungkan objekobjek area rekreasi dan hotel. Berdasarkan pengamatan di lapang, jalur hijau di GTJ belum memiliki manfaat fungsional untuk mengatasi masalah kenyamanan manusia. Tidak adanya
73
trotoar di sepanjang jalur hijau ini menyebabkan berkurangnya kenyamanan dan keamanan bagi sirkulasi pejalan kaki di GTJ. Maka, pembangunan trotoar beserta vegetasi di sepanjang tepi jalan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki dan pengguna jalan lainnya sebagai pembatas antara trotoar dengan jalan raya dalam kawasan. Selain itu, perlu dibangun jalur sepeda, agar pengguna sepeda yang biasa melakukan aktivitas di pagi hari dapat merasa nyaman dan aman dari kendaraan bermotor yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Topografi dan Drainase GTJ memiliki topografi yang bervariasi. Daerah yang tertinggi terletak di sebelah Timur Tapak. Daerah terendah berada di sebelah Barat berdekatan dengan Waduk Ir. H. Djuanda. Daerah relatif datar berada di sebelah Utara sehingga digunakan untuk pembangunan konstruksi dan perluasannya. Perbedaan topografi yang terdapat di beberapa tempat tetap dipertahankan untuk memberikan nilai kualitas visual lanskap yang menarik dari adanya variasi ketinggian. Sistem drainase yang digunakan adalah drainase terbuka. Limpasan dari ruang terbuka masuk ke sistem drainase terbuka, dialirkan ke waduk, dan masuk ke Sungai Citarum. Sedangkan, limbah domestik dari hotel dan bungalow masuk dialirkan ke Sungai Citarum. Untuk mengurangi bau yang tidak sedap akibat pembuangan limbah dan air buangan di saluran drainase, maka ditanam vegetasi penyerap bau. Kondisi umum saluran drainase masih baik, tidak terdapat penumpukkan sampah di dalamnya. Hal ini dikarenakan jumlah pengunjung menurun pada bulan April hingga Mei, sehingga pengunjung tidak terlalu banyak mengeluarkan banyak limbah domestik dan air buangan. Namun, perlu diperhatikan dalam pengembangan ke depan ketika jumlah pengunjung semakin banyak dan jumlah struktur bangunan semakin meluas.
Iklim Menurut Laurie (1896), iklim merupakan hasil dari sejumlah faktor tidak tetap (variabel) yang berhubungan timbal balik, meliputi suhu, uap air, angin, radiasi matahari, dan curah hujan. Penyesuaian terahadap kondisi iklim lebih baik
74
daripada menentangnya dalam merencanakan lanskap, dengan memanfaatkan aspek-aspek yang menguntungkan dan mengendalikan aspek-aspek yang merugikan.
Suhu Udara Berdasarkan pengamatan Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II, suhu rata-rata di GTJ adalah 26.4oC. Menurut Robinette (1983), kisaran suhu udara luar yang nyaman bagi manusia adalah 21-27 oC, sehingga secara umum suhu di GTJ masih tergolong nyaman bagi manusia. Berkaitan dengan tingkat kenyamanan manusia (Thermal Humidity Index), yang dilihat dari hubungan antara suhu dan kelembaban rata-rata kawasan, dengan THI berkisar 26-28 menunjukkan kawasan tersebut berada dalam kondisi yang nyaman bagi wisatawan. Namun, berdasarkan pengamatan langsung di tapak, suhu rata-rata di siang hari dapat mencapai 33oC. Suhu yang tinggi ini disebabkan oleh faktor peralihan angin pada musim pancaroba. Di Indonesia angin Monsun Australia (Juni-Juli-Agustus) yang kering membawa udara dingin dari arah Selatan yang sedang musim dingin, sehingga cenderung saat kemarau relatif lebih sejuk. Demikian juga saat angin Monsun Asia (Desember-Januari-Februari) yang basah membawa udara dingin dari arah Utara yang sedang musim dingin, sehingga musim hujan juga relatif dingin. Saat musim peralihan (Maret-Mei dan September -November) angin cenderung lemah (kecuali angin lokal saat terjadi puting beliung) dan bersifat lokal, sehingga tidak ada efek pendinginan. Radiasi panas (inframerah) dari permukaan yang terpanasi relatif tidak tersebar, sehingga efek urban heat island semakin terasa pada musim peralihan ini. Selain itu, belum memadainya Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan penataan lanskap yang baik ini menimbulkan ketidaknyamanan. Menurut Robinette (1983) pada dasarnya vegetasi dapat mengontrol pengaruh sinar matahari dengan cara: (1) menyaring radiasi matahari, (2) permukaan tanah mengalami perbedaan suhu setiap saat tergantung radiasi panas yang diterimanya pada permukaan yang berbeda, (3) menahan radiasi matahari secara keseluruhan, dan (4) memantulkan radiasi matahari. Dampak keteduhan dari keberadaan vegetasi ini akan berpengaruh terhadap manusia sehingga timbul efek kenyamanan (Gambar 36).
75
a
b Gambar 36. Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari: (a) 4 mekanisme vegetasi; (5) dampak keberadaan vegetasi terhadap manusia (Robinette, 1983)
76
Menurut Carpenter, et al (1975), keadaan permukaan tanah sangat ditentukan oleh seberapa banyak radiasi matahari yang diserap dan seberapa banyak juga yang dipantulkan. Hal ini menentukan suhu permukaan tanah dan udara di sekelilingnya. Ruang terbuka memberikan pantulan radiasi yang berbeda, seperti tajuk pohon, penutup tanah, semak, bahkan permukaan yang dilapisi aspal dan hard material lainnya akan lebih mengurangi pantulan dan menambah penyerapan. Widyastama dalam Budiman (2010) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurca), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (Ficus benjamina). Tanaman tersebut tergolong tanaman peneduh dalam kawasan wisata dan memberikan iklim mikro yang baik bagi kawasan. Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya terhadap RTH sangat dipengaruhi oleh: panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah mempunyai RTH lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman.
Kelembaban udara Menurut Laurie (1984), kelembaban udara yang ideal bagi kenyamanan manusia agar dapat melakukan aktivitasnya dengan baik adalah berkisar 40-75 %. Kelembaban udara di GTJ berdasarkan data dari Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II Tahun 2005-2009 adalah tidak ideal yaitu sebesar 89.5 %. Namun, berdasarkan pengamatan di lapang, kelembaban udara di sekitar GTJ sebesar 62.3 % dan tergolong cukup ideal. Kelembaban udara di GTJ cukup ideal karena di sepanjang jalan dalam kawasan terdapat jalur hijau dan koridor vegetasi sehingga aliran udara yang lembab tidak terhambat (mengalirkan dan mengurangi kelembaban udara yang tinggi). Cara vegetasi mengontrol kelembaban udara terdapat dalam Gambar 37.
77
Gambar 37. Cara vegetasi mengontrol kelembaban udara (Robinette, 1983)
Curah Hujan Curah hujan di GTJ berdasarkan data dari Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II Tahun 2005-2009 adalah sebesar 20.2 mm/hari. Curah hujan yang tidak terlalu besar ini kurang dapat dimanfaatkan untuk menjahga kesediaan air tanah. Oleh karena itu, pengelola air tanah tidak menggunakan air tanah sebagai sumber air bakunya, melainkan menggunakan air dari Sungai Citarum yang diproses melalui beberapa tahap penjernihan di WTP. Curah hujan yang tidak terlalu besar tidak akan menyebabkan banjir atau erosi yang hebat di kawasan. Namun, pada daerah dengan kemiringan tinggi dan rawan longsor perlu diperhatikan dan diupayakan dengan melakukan penanaman vegetasi dan penutup tanah pada daerah lereng atau yang memiliki perbedaan kontur tinggi untuk mengurangi pengikisan tanah oleh air hujan (Gambar 38).
Gambar 38. Cara vegetasi mengontrol pengikisan tanah oleh air hujan
78
Kecepatan Angin Kecepatan angin yang melewati GTJ, berdasarkan pengamatan Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II Tahun 2005-2009 berkisar 4.5 km/jam pada siang hari, tergolong pada kecepatan angin yang sedang. Kecepatan angin relatif stabil dan cukup menciptakan kenyamanan bagi manusia. Namun, keberadaan pabrik tekstil, PT. INDORAMA yang terletak di sebelah Selatan kawasan wisata ini berpotensi mengalirkan polusi udaranya masuk ke dalam kawasan wisata. Meskipun letaknya agak jauh dari kawasan, perlu diperhatikan dalam pengembangan ke depan dilakukan penanaman vegetasi pereduksi polutan di area yang berbatasan langsung dengan pabrik tersebut. Vegetasi penyerap polutan akan menyebabkan polutan dalam udara yang terbawa angin akan terserap oleh permukaan daun atau batang atau tanaman sehingga udara yang melewatinya menjadi bersih. Selain itu, penanaman vegetasi pereduksi pereduksi polutan juga hendaknya ditanam di daerah perbatasan GTJ dengan lingkungan sekitar agar dampak polutan dari kendaraan bermotor yang terbawa udara dapat direduksi. Menurut Robinette (1983) vegetasi dapat mengontrol angin dengan cara: (1) obstruction atau mematahkan aliran angin, (2) filtrasi atau
menyerap serta
melemahkan kecepatan angin, (3) membelokkan arah angin, dan (4) mengarahkan angin dengan membentuk koridor (Gambar 39). Vegetasi yang berfungsi sebagai penyerap polutan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bersifat evergreen, mempunyai tajuk yang rimbun dan rapat, kerapatan stomata yang tinggi, dan mempunyai trikoma (Agustini, 1994).
Gambar 39. Cara vegetasi mengontrol angin
79
Geologi dan Tanah Berdasarkan Studi Andal Pengembangan Kawasan Pariwisata Jatiluhur (Perum Otorita Jatiluhur, 1994) menyimpulkan bahwa sebagian besar kawasan tersusun atas formasi batu lempung, batu gamping, napal, batu pasir kuarsa, dan shosonit. Kawasan di sebelah Utara tersusun atas formasi batu pasir kuarsa, dimana lahan tidak sesuai untuk pertanian dan harus dibiarkan alami dikarenakan jenis tanah tersebut memiliki kapasitas menahan air yang rendah, salitnitas atau kandungan Na sangat tinggi, dan memiliki peluang erosi yang sangat berat. Kawasan di sebelah Selatan tersusun atas batu lempung, dimana lahan sesuai untuk segala jenis penggunaan, drainase baik, solumnya dalam, dan mudah diolah. Kawasan di sebelah Barat tersusun atas batu gamping, campuran napal dan batu pasir kuarsa. Sedangkan, di sebelah Timur dan sebagian Selatan kawasan tersusun atas formasi shosonit. Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat, kawasan tersusun atas tanah aluvial kelabu di sebelah Utara dan Barat, asosiasi latosol merah kekuningan dan litosol di sebelah Timur, serta asosiasi grumosol kelabu kekuningan regosol kelabu dan mediteran kuning. Tanah aluvial tergolong tanah muda yang belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH beragam, kesuburan sedang hingga tinggi, dan tidak peka terhadap erosi. Sedangkan, tanah latosol merupakan tanah yang telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga kuning, dan agak peka terhadap erosi. Tanah grumosol merupakan tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka terhadap erosi. Tanah grumosol ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan konservasi dan wisata yang semi intensif. Untuk meningkatkan kesuburan tanah dapat ditingkatkan dengan melakukan pemupukan. Tanah
80
mediteran kuning mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan kurang peka terhadap erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Kawasan yang tersusun atas tanah ini memiliki hara yang baik dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata pertanian dengan tingkat penggunaan yang intensif. Tanah regosol dengan bahan induk abu volkan dan bahan sedimen, memiliki solum dangkal hingga dalam, horizon A-C, tekstur pasir dan debu (lebih dari 60 %), konsistensi gembur hingga lepas, permeabilitas baik, peka terhadap erosi. Kawasan dengan struktur tanah regosol dengan kemiringan sedang cukup stabil dan dapat digunakan sebagai daerah wisata.
Hidrologi GTJ terletak berdekatan dengan Sungai Citarum yang mengalirkan air yang bersumber dari Waduk Ir. H Djuanda. Sungai Citarum merupakan sumber air baku bagi kawasan wisata. Sungai Citarum mempunyai maksimal kapasitas 12,3 M m3/tahun, sehingga kawasan ini mempunyai sumber air baku yang melimpah. Selain untuk menyuplai air irigasi pertanian, Sungai Citarum juga merupakan sumber bahan baku atau penunjang bagi industri strategis di daerah hilir. Air yang berasal dari Sungai Citarum kemudian diolah di WTP Biki Baru agar memenuhi kriteria kualitas air yang ditetapkan. Setelah itu air dipompa ke reservoir, kemudian dialirkan ke kawasan wisata dan konsumen. Pembuangan air limbah domestik dari kawasan wisata masuk ke pengolahan limbah di hilir Waduk dan selanjutnya dialirkan ke Sungai Citarum. Aliran hidrologi dari dan menuju Sungai Citarum tidak mengganggu aktivitas wisata dikarenakan memiliki jaringan perpipaan dan instalasi yang baik sehingga tidak ditemukan kebocoran yang dapat menyebabkan bau tidak sedap. Keberadaan Waduk Ir. H. Djuanda di kawasan wisata ini memberikan nilai utama bagi pengembangan wisata Jatiluhur. Waduk Ir. H. Djuanda yang dilengkapi dengan barisan perbukitan di sekelilingnya memberikan nilai estetika
81
bagi kawasan wisata ini dan menjadikannya sebagai objek wisata utama. Namun, diperlukan pembatasan wilayah perairan yang khusus digunakan untuk berwisata agar tidak mengganggu ekosistem yang ada di bawahnya.
Vegetasi dan Satwa Saat ini keberadaan vegetasi di GTJ sudah cukup baik dan tertata di sepanjang jalur hijau. Di welcome area ditanami oleh pohon-pohon peneduh, yaitu angsana (Pterocarpus indicus), mangga (Mangifera indica), mahoni (Swietenia mahogani), kerai payung (Filicium decipiens). Selain itu, terdapat pula vegetasi yang ditanam di daerah sempadan waduk dan Sungai Citarum, yaitu akasia (Acacia auriculiformis), ketapang (Terminalia catappa), sengon (Albizia falcataria), ki hujan (Samanea saman), angsana (Pterocarpus indicus, mahoni (Swietenia mahogani), kerai payung (Filicium decipiens). Namun, ada beberapa tempat di dalam kawasan yang jarang ditanami pohon peneduh seperti di area hotel, restoran, dan pelelangan ikan. Hal ini dikarenakan adanya pembersihan lahan untuk persiapan pembangunan, sehingga vegetasi yang pada mulanya terdapat di lahan tersebut juga dibersihkan. Saat ini lahan tersebut didominasi oleh permukaan keras, seperti bangunan, aspal, paving, dan bebatuan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di dalam kawasan. Setelah melewati gerbang utama terdapat jalur hijau yang cukup memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan, namun tidak bagi pejalan kaki karena belum terdapat trotoar, Untuk itu perlu dibangun trotoar dengan vegetasi peneduh di sepanjang jalurnya agar dapat mengakomodasi jalur bagi pejalan kaki yang nyaman. Vegetasi peneduh tersebut merupakan RTH penghubung antara welcome area dan service area yang perlu diperhatikan penataan serta pemilihan jenis tanamannya dengan gradasi ketinggian bervariasi mulai dari penutup tanah, semak, dan pohon agar memberikan nilai estetik dan fungsional. Keadaan lalu lintas di pintu masuk ini tidak selalu ramai dan tidak ditemukan spot-spot pengguna kawasan membentuk pola keramaian. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya ruang terbuka dimana manusia dapat berkumpul, seperti plaza, selasar, site furniture yang dibangun oleh pengelola. Aktivitas sosial dibentuk dari ruang yang ada, untuk itu perlu dibangun fasilitas seperti plaza, lawn atau ruang
82
transisi antara welcome area dan service area. Selain itu, letak kantor pengelola yang terdapat sebelum pintu gerbang ini kurang membentuk kesatuan dari ruang lingkup kepariwisataan. Hal ini menyulitkan pengelola mengontrol kegiatan wisata yang sedang berlangsung dan pengunjung dalam menggali informasi mengenai kepariwisataan. Sebaiknya setelah memasuki kawasan pengunjung mendapatkan informasi lengkap mengenai jenis wisata yang diminati dalam bentuk information centre yang sekaligus difungsikan sebagai kantor pengelola. Ruang terbuka hijau (RTH) di GTJ terdapat di sepanjang jalur jalan arteri dan kolektor di dalam kawasan membentuk jalur hijau. Sepanjang tepi jalan di kawasan ditanami pohon angsana (Pterocarpus indicus), kerai payung (Filicium decipiens), palem raja (Roystonea regia). Keberadaan vegetasi ini memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan dan mengantisipasi masalah lingkungan (polusi udara, debu, kebisingan, bau tidak sedap, estetika). Hal yang perlu ditambahkan adalah trotoar dan jenis vegetasi peneduh di sepanjang jalur agar memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan, baik pejalan kaki maupun pengemudi kendaraan. Di beberapa tempat di dalam kawasan terdapat kelompok pepohonan yang ditanam rapat dan tidak rapat. Kelompok pepohonan yang ditanam rapat ini membentuk kawasan hutan yang relatif alami terdapat di beberapa daerah penyangga yang membatasi kawasan dengan lingkungan sekitar. Pohon-pohon yang terdapat di dalamnya antara lain Tectona grandis, Swietenia mahogani, Albizia falcataria, Filicium decipiens, Alstonia scholaris, Acacia auriculiformis. Hutan alami di daerah penyangga ini berfungsi sebagai RTH penyangga yang akan memberikan dampak positif terhadap perbaikan lingkungan kawasan. Di antaranya, dalam hal meningkatkan produksi oksigen, mengurangi pencemaran udara, meningkatkan kualitas iklim mikro dan juga dapat bermanfaat bagi tempat kehidupan manusia dan satwa. Jenis pohon yang biasa digunakan untuk habitat satwa khususnya burung adalah yang menghasilkan bunga, buah, dan mengundang serangga. Sedangkan untuk burung-burung pemakan biji-bijian, sumber biji-bijian didapat dari berbagai jenis varietas rumput-rumputan. Pohon yang bertekstur daun halus (Pelthoporom pterocarpum), berbuah (Ficus benjamina), dan berbunga (Bauhinia acuminata) banyak mengundang serangga.
83
Kualitas Visual Kawasan Wisata GTJ memiliki topografi yang bervariasi dan terletak di antara perbukitan, wilayah aliran Sungai Citarum dan Cikao. Dua titik elevasi tertinggi (271 m) terletak di bagian tengah kawasan dan (222 m) terletak di bagian Selatan kawasan. Kedua titik tersebut merupakan vantage point yang memiliki kualitas visual yang baik (good view), dicirikan dengan pandangan bebas ke arah Waduk Ir. H. Djuanda dan barisan perbukitan yang terdapat di seberangnya. Good view ini berpotensi untuk dikembangkan atraksi wisata alam yang menjadi nilai utama bagi Kawasan Wisata GTJ. Selain itu, good view dapat pula ditemukan di titik-titik sepanjang sempadan Waduk Ir. H. Djuanda dan Sungai Citarum. Terkait dengan aspek teknis yang membatasi penggunaan area terbangun dan aktivitas di area sempadan sungai dan waduk, area tersebut lebih diutamakan untuk RTH dan jumlah wisatawan yang berkunjung dibatasi dengan penggunaan jalur sirkulasi deck. Area yang berbatasan langsung dengan hutan wisata berpotensi memberikan visual lanskap bagi wisatawan, sehingga view ke arah hutan sebaiknya tidak diblok oleh warungwarung makan. Oleh karena itu, diperlukan relokasi warung-warung makan ke lahan yang relatif datar dan dilakukan penataan struktur bangunan yang sesuai dengan budaya setempat. Good view ke arah lahan pertanian penduduk berpotensi dijadikan sebagai atraksi wisata, sehingga view tersebut lebih dibuka dan diarahkan dengan penanaman vegetasi pengarah dari arah jalan kawasan wisata menuju area tersebut. Selain itu, good view ditemukan pula pada bagian Selatan kawasan dimana terdapat aktivitas budidaya ikan jaring terapung, ini dapat dikembangkan sebagai atraksi yang cukup menarik karena selain memberikan nilai rekreatif bagi wisatawan, serta menambahkan nilai edukatif dari pengalaman yang didapatkan. Agar pengunjung dapat mudah mengakses area ini dapat diarahkan jalan masuknya yaitu melalui jalan kawasan dengan penanaman vegetasi pengarah. Kualitas visual yang buruk ke arah Utara kawasan yaitu pabrik benang dan tekstil yang sudah tidak berfungsi lagi dipandang sebagai kendala dalam pengembangan kawasan. Untuk mengaktifkan aktivitas di area tersebut, pemanfaatan bangunan sebagai objek dan atraksi wisata yang lebih tertata dan
84
didasarkan pada kesesuaian lahan kawasan dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas visual area tersebut. Selain itu, bad view ke arah permukiman penduduk sebaiknya ditata ulang yang didasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta No. 8 Tahun 1991, salah satu di antaranya yaitu permukiman penduduk berlokasi pada kemiringan lahan 0-8%. Area pelelangan ikan sebagai salah satu objek dan atraksi yang cukup potensial terletak di tengah-tengah pasar dan permukiman penduduk yang merupakan area yang padat bangunan dan kendaraan, tidak terdapat penutupan canopy, sehingga menurunkan kualitas visual yang ada. Oleh karena itu, sebaiknya area ditata ulang dengan menampilkan area pelelangan ikan sebagai vocal point dengan penyediaan area parkir yang nyaman dan penanaman pohon-pohon peneduh agar dapat mengurangi kepadatan aktivitas kendaraan yang melintas dan meningkatkan kenyamanan di area tersebut.
85
86
Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk melihat potensi sumberdaya lanskap, tata guna lahan, dan penutupan lahan kawasan. Hal ini bertujuan untuk menentukan zona potensial, yaitu zona yang sesuai dengan standar penilaian untuk dikembangkan sebagai kawasan pariwisata. Kemiringan Lahan Penilaian terhadap kemiringan lahan guna melihat kesesuaian kawasan tersebut sebagai ruang beraktivitas bagi wisatawan secara intensif maupun semiintensif, kawasan lindung, ataupun kawasan pertanian. Penilaian ini meliputi kemiringan lahan yang diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 7. Penilaian potensi kemiringan lahan Peubah Kemiringan Lahan
•
Kategori 0-8 %, tidak berpotensi longsor
• 8-15%, sedikit berpotensi longsor • >15%, berpotensi longsor Keterangan: Kelas (S1=sangat sesuai, S2=sesuai, S3=kurang sesuai) Sumber: USDA (1968); modifikasi.
Nilai 3 2
Kelas S1 S2
1
S3
Tanah Penilaian terhadap topografi guna melihat kesesuaian kawasan tersebut terkait dengan daya dukung tanah terhadap beban di atasnya, baik bangunan, manusia, maupun kendaraan. Selain itu, kesesuaian lahan untuk pertumbuhan tanaman pun perlu dipertimbangkan. Penilaian ini meliputi sifat-sifat tanah (drainase tanah, tekstur, bahaya banjir, dan permeabilitas) yang diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 8. Penilaian potensi tanah Peubah Tanah
Kategori Lempung, air tanah >75 cm, drainase baik, permeabilitas sedang-cepat, tanpa bahaya banjir • Pasir, air tanah >50 cm, drainase agak baik, permeabilitas agak lambat-lambat, tanpa bahaya banjir dalam musim kemah • Liat berdebu, air tanah <50 cm, drainase buruksangat buruk, permeabilitas sangat lambat, banjir dalam musim kemah Keterangan: Kelas (S1=sangat sesuai, S2=sesuai, S3=kurang sesuai) Sumber: USDA (1968); modifikasi. •
Nilai 3
Kelas S1
2
S2
1
S3
87
Vegetasi Penilaian terhadap vegetasi sebagai salah satu sumberdaya wisata yang dapat dikembangkan menjadi objek baru. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman yang dapdat dikembangkan sebagai objek wisata, misalnya kebun bunga, salak pondoh, dan sebagainya. Penilaian ini meliputi kondisi, heterogenitas, dan nilai kualitas visual yang diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 9. Penilaian potensi vegetasi Peubah Vegetasi
Kategori Nilai Tegakan pohon alami, kondisi dan 3 kualitas visual vegetasi baik, beragam • Persawahan, kondisi vegetasi cukup 2 baik, kualitas visual baik, cukup beragam 1 • Tegakan pohon perkebunan dan ladang, kondisi vegetasi baik, kualitas visual kurang baik, cukup beragam Keterangan: Kelas (S1=sangat sesuai, S2=sesuai, S3=kurang sesuai) Sumber: USDA (1968); modifikasi. •
Kelas S1 S2
S3
Penutupan Lahan (Landcover) Penilaian terhadap penutupan lahan dilakukan untuk dapat mengetahui alokasi RTH yang dapat dipertahankan, dibangun, serta diketahui dimana seharusnya area terbangun dikembangkan. Penilaian ini berdasarkan keberadaan eksisting RTH yang diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 10. Penilaian potensi penutupan lahan Peubah Penutupan Lahan
Kategori Nilai • Seluruh area tertutup RTH 3 • Sebagian area tertutup RTH dan 2 bangunan • Hampir seluruh area tertutup 1 bangunan Keterangan: Kelas (S1=sangat sesuai, S2=sesuai, S3=kurang sesuai)
Kelas S1 S2 S3
88
Tata Guna Lahan (Landuse) Penilaian terhadap tata guna lahan untuk mengetahui kombinasi penggunaan terbaik dari suatu lahan untuk pengembangan kawasan wisata. Penilaian ini berdasarkan
pengelokasian kawasan budidaya yang diklasifikasikan sebagai
berikut: Tabel 11. Penilaian potensi tata guna lahan Peubah Tata Guna Lahan
• •
Kategori Lahan pertanian sawah irigasi dan hutan produktif (penggunaan maksimal) Lahan perkebunan dan ladang (penggunaan cukup maksimal)
•
Permukiman penduduk (penggunaan tidak maksimal) Keterangan: Kelas (S1=sangat sesuai, S2=sesuai, S3=kurang sesuai) Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (1968), modifikasi.
Nilai 3
Kelas S1
2
S2
1
S3
Penghitungan klasifikasi potensi topografi, tanah, vegetasi, penutupan lahan, dan tata guna lahan dihitung dengan menggunakan persamaan berdasarkan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam Mulyati (2007):
Keterangan: S Smaks Smin K
= selang dalam penetapan klasifikasi penilaian = nilai tertinggi = nilai terendah = banyaknya klasifikasi penilaian
Tingkat kualitas tata guna lahan dalam kawasan wisata terbagi dalam S1 = sangat sesuai, nilai 11.67 - 15 S2 = sesuai, nilai 8.34 – 11.66 S3 = kurang sesuai, nilai 5 - 8.33 Penilaian Kelayakan Objek dan Atraksi Wisata Penilaian potensi objek dan atraksi wisata dilakukan untuk menilai kelayakan potensi objek dan atraksi wisata di setiap lokasi. Penilaian ini diklasifikasikan menggunakan lima kriteria berdasarkan Inskeep (1991). Penilaian dilakukan berdasarkan nilai suatu objek dan atraksi wisata, aksesibilitas yang
89
tersedia untuk mencapai objek dan atraksi, letak objek dan atraksi dari jalan utama, fasilitas wisata yang tersedia, dan dampak terhadap lingkungan (Tabel 12). Hasil penilaian yang ditunjukkan pada Tabel 13, memperlihatkan 9 objek dan atraksi wisata yang sangat potensial (SP) sebagai sumberdaya wisata alam dan satu objek cukup
berpotensi (S). Gambar 42 adalah zonasi pengembangan
kawasan wisata berdasarkan hasil penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata. Perhitungan penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata sebagai berikut: Klasifikasi kondisi kelayakan objek dan atraksi wisata adalah
Keterangan: Faks Ffoa Fjl Ffas Fdl
= faktor aksesibilitas = faktor obyek dan atraksi wisata = faktor letak dari jalan utama = faktor fasilitas wisata yang tersedia = faktor dampak terhadap lingkungan = lokasi objek ke-1 sampai 10
Tabel 12. Penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata eksisting Peubah Aksesibilitas
Bobot 20 %
Objek dan Atraksi Wisata
30%
Letak dari Jalan Utama
10 %
Fasilitas Wisata yang Tersedia
10 %
Dampak Kerusakan terhadap Lingkungan
30 %
Kategori • • • • • • • • • • • • • • • •
Jalan primer dekat, mudah dicapai, kondisi baik Jalan sekunder, kondisi sedang Jalan tersier, kondisi sedang Tidak ada akses Semua atraksi bernilai tinggi Atraksi sedang-tinggi Atraksi sedang-rendah Tidak terdapat objek dan atraksi Dekat (<1 km) Sedang (1-3 km) Cukup jauh (3-5 km) Jauh (>5 km) Tersedia, lengkap, kualitas baik, terawat Ada beberapa, cukup terawat Ada beberapa, kurang terawat Tidak tersedia
•
objek dan atraksi sangat
Keberadaan selaras • Keberadaan selaras • Keberadaan selaras • Keberadaan selaras Sumber: Inskeep (1991); Rosmalia (2008); modifikasi.
Nilai 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4
objek dan atraksi cukup 3 objek dan atraksi kurang 2 objek dan atraksi tidak
1
90
Hasil penilaian kelayakan objek dan atraksi wisata diklasifikasikan dalam tingkatan sebagai berikut : SP
: Sangat Potensial, dengan nilai 300-400 Objek dan atraksi wisata sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumberdaya wisata
P
: Potensial, dengan nilai 200-299 Objek dan atraksi wisata cukup potensial untuk dikembangkan sebagai sumberdaya wisata. Perlu perlakuan untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial.
TP
: Tidak Potensial, dengan nilai 100-199 Objek dan atraksi wisata yang tersedia tidak potensial dikembangkan sebagai sumberdaya wisata. Perlu perlakuan yang khusus dan mahal untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial.
Tabel 13. Tingkat kelayakan objek dan atraksi wisata Parameter Kelayakan Objek
1.Dermaga Apung 2. Dermaga Kampung Air 3. JWW 4. Panggung Terbuka
5. Pelelangan Ikan 6. Loka Riset Pemacuan Stok Ikan 7. Pemancingan dan Rumah Makan 8. Bangunan Operasional
Potensi Wisata Wisata Air Panorama Waduk Panorama Waduk Aktivitas Rekreasi Aktivitas Rekreasi Festival Budaya Area Bermain Wisata Belanja Wisata Pendidikan Aktivitas Rekreasi Arsitektur Sunda Aktivitas Pengelolaan Wisata Teknologi
N
K
S2
350
SP
60
S3
320
SP
S1
90
S2
370
S2
40
S1
60
S3
310
SP
S2
20
S3
60
S3
260
p
30
S2
40
S1
60
S3
300
SP
S2
30
S2
30
S2
90
S2
300
SP
S2
40
S1
30
S2
60
S3
300
SP
I
S
II
S
III
S
IV
S
V
S
80
S1
120
S1
40
S1
20
S3
90
80
S1
120
S1
30
S2
30
S2
80
S1
120
S1
40
S1
40
80
S1
90
S2
40
S1
60
S2
90
S2
30
80
S1
90
S2
60
S2
90
80
S1
90
91 9. Sawah dan Hutan
10. Budidaya Ikan
Panorama Alam Wisata Pertanian Budidaya Tanaman Wisata Pertanian Panorama Waduk
40
S3
120
S1
40
S1
10
S4
120
S1
330
SP
60
S2
120
S1
30
S2
30
S2
90
S2
330
SP
Keterangan: Parameter kelayakan (I = aksesibilitas, II = potensi objek dan atraksi wisata, III = jarak dari jalan utama, IV = fasilitas wisata, V = dampak terhadap kerusakan lingkungan) S = skor ( S1 = sangat baik, S2 = baik, S3 = buruk, S4 = sangat buruk) N = nilai (maks. = 400, min = 100) K = klasifikasi ( SP = sangat potensial, P = potensial, TP = tidak potensial
Zona Potensial Pengembangan Kawasan Wisata Tahap ini merupakan tahap sintesis, lanjutan dari tahap analisis, dimana peta komposit hasil analisis potensi sumberdaya lanskap, dan tata guna lahan diintegrasikan dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG). Setelah peta-peta tematik tersebut digabungkan dengan cara tumpang susun (overlay), hasilnya berupa zona potensial kawasan untuk pengembangan wisata. Proses sintesis ditunjukkan pada Gambar 41. Tata Guna Lahan Penutupan Lahan Vegetasi Tanah Objek dan Atraksi Wisata
Topografi
Potensi Objek dan Atraksi Wisata
Potensi Sumberdaya Lanskap
Peta Komposit Zonasi Potensial Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata
Gambar 41. Teknik tumpang susun (overlay) peta tematik
92
Proses tumpang susun (overlay) peta-peta komposit potensi sumberdaya lanskap dan potensi pengembangan lahan dengan peubah, yaitu topografi, tanah, vegetasi, penutupan lahan, dan tata guna lahan menghasilkan tiga zona potensial untuk pengembangan wisata, yaitu: T
: Zona berpotensi tinggi, sangat sesuai untuk pengembangan wisata. Seluruh aspek bernilai sangat sesuai atau paling tidak terdapat beberapa peubah yang termasuk dalam klasifikasi cukup sesuai, dan terdapat minimal satu peubah yang termasuk kategori kurang sesuai. Lahan sesuai untuk digunakan sebagai daerah piknik, tempat berkemah, jalan setapak bersyarat dan konstruksi. Sebagai ruang aktivitas wisata, lahan dapat dijadikan sebagai area aktivitas aktif (berjalan, berpetualang, dsb.) dan pasif (rekreasi, photo hunting, viewing, dsb). Adapun untuk fungsi penggunaan ruang, perlu dilakukan pembatasan jumlah pengunjung karena kondisi topografi yang beragam mulai dari 3-45% dan vegetasi alami yang perlu dijaga kelestariannya sebagai sumberdaya utama. Untuk fasilitas wisata dapat disediakan shelter dan menara pandang.
S
: Zona berpotensi sedang, cukup potensial untuk pengembangan wisata. Meskipun didominasi oleh peubah yang termasuk dalam kategori cukup sesuai, terdapat beberapa peubah yang merupakan kombinasi peubah sangat sesuai dan kurang sesuai. Lahan sesuai untuk digunakan sebagai area pertanian, perkebunan, dan konstruksi bersyarat. Adapun untuk fungsi konstruksi, perlu dilakukan pemadatan tanah karena kondisi tanah liat berpasir dengan permeabilitas yang buruk. Sebagai ruang aktivitas wisata, lahan dapat dijadikan sebagai area aktivitas aktif (beragam aktivitas pertanian, belanja di pelelangan ikan, outbond) dan pasif (rekreasi, pengamatan bendungan, viewing, photo hunting, penelitian, memancing dsb).
Adapun fungsi penggunaan ruang
dibedakan menjadi dua, yaitu semi intensif dan intensif. Area sempadan waduk dan sungai merupakan ruang wisata semi intensif karena terkait upaya konservasi area sempadan
dimana tingkat penggunaan perlu
dibatasi. Sedangkan untuk ruang wisata intensif berjarak sekitar 200 m
93
dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Untuk fasilitas utama disediakan dermaga dan shelter. R
:
Zona berpotensi rendah, tidak potensial untuk pengembangan wisata. Hampir seluruh peubah termasuk dalam kategori kurang sesuai dan sebagian kecil yang merupakan kombinasi peubah sangat sesuai dan kurang sesuai. Lahan digunakan sebagai area konservasi dan konstruksi bersyarat. Adapun untuk fungsi konstruksi, perlu pemadatan tanah karena kondisi tanah liat dengan permeabilitas yang buruk serta rekayasa retaining wall (lereng>15%). Ruang ini diarahkan pada ruang aktivitas sosial terkait dengan pelayanan wisatawan dimana ruang ini dapat dijadikan sebagai area aktivitas aktif
dan pasif (rekreasi,
bungalow, hotel, viewing, photo hunting, dsb). Untuk fasilitas disediakan bungalow, vantage point, dan fasilitas publik lainnya.
Tujuan klasifikasi zona potensial untuk pengembangan wisata, yaitu untuk menentukan pusat pengembangan kawasan wisata yang disesuaikan dengan karakter lanskapnya. Dari hasil klasifikasi yang diperlihatkan Gambar 43, menunjukkan bahwa sebagian besar zona kesesuaian lahan kawasan wisata merupakan zona berpotensi sedang seluas 206.89 ha (36.24%), diikuti dengan zona berpotensi rendah seluas 187.9 ha (32.92%), dan zona berpotensi tinggi seluas 176.06 ha (30.84%). Selanjutnya, berdasarkan kesesuaian lahan yang telah dianalisis, zonasi dikembangkan ke dalam
pembagian ruang yang berbentuk
rencana blok sesuai dengan konsep wisata alam (Gambar 44).
94
95
96
97
Analisis Nilai Ekologis Hasil Analisis Manfaat ekologis dan distribusi penutupan lahan Kawasan Eksisting GTJ pada Tahun 2007 (Google Earth Plus Tahun 2007) dapat diketahui dan dianalisis. Berdasarkan data kemiringan lahan dan tanah, kawasan dibagi ke dalam tiga poligon. Poligon 1 memiliki kemiringan lahan 28.13% dengan hydrologic soil group B, sedangkan poligon 2 dan 3 memiliki kemiringan lahan yang sama sebesar 23.6% dengan hydrologic soil group masing-masing A dan C. Dari data spasial dan data atribut yang dianalisis dengan metode GIS menggunakan ArcView 3.2 dengan ekstensi CITYgreen 5.4 didapat hasil sebagai berikut:
A. Statistik Tapak •
Area analisis : Grama Tirta Jatiluhur 2
•
Skenario : kondisi tertentu
•
Area : 0.64 mil2 = 409.85 acre = 165.86 ha
Distribusi Penutupan Lahan : •
Tanaman pangan atau pertanian : 0 % (0 ha)
•
Lahan kedap air : 16 % (26.54 ha)
•
Ruang terbuka atau padang rumput : 0% (0 ha)
•
Semak : 0 % (0 ha)
•
Kanopi pohon : 50 % (82.93 ha)
•
Lahan perkotaan : 84 % (139.32 ha)
•
Badan air : 0 % (0 ha)
B. Manfaat Ekologi 1. Polusi udara yang dapat diserap : •
Ozone : 2.908,88 kg atau senilai $19,679 setara dengan Rp 177.111.000,-
•
Sulfur Dioxide : 808,85 kg atau senilai $1,340 setara dengan Rp 12.060.000,-
•
Nitrogen Dioxide : 1.808,02 kg atau senilai $12,238 setara dengan Rp 110.142.000,-
98
•
Particulate Matter : 2211,71 kg atau senilai $9,990 setara dengan Rp 89.910.000,-
•
Carbon Monoxide : 276,24 kg atau senilai $265 setara dengan Rp 2.385.000,-
•
Total : 8.012,7 kg atau senilai $43,511 setara dengan Rp 391.599.000,-
2. Kapasitas karbon dan penyerapannya •
Distribusi umur pohon : hampir merata
•
Kapasitas penyimpanan karbon : 10.980 ton
•
Penyerapan karbon : 31 ton/tahun
3. Kontrol aliran permukaan •
Rata-rata 2 tahun, curah hujan per 24 jam : 0.8 inchi
•
Koefisien runoff : 82,3 (RTH) dan 92,00 (tidak ada RTH)
•
Aliran permukaan : 0,083 in (RTH) dan 0,27 in (tidak ada RTH)
•
Volume penyimpanan yang dibutuhkan untuk mitigasi perubahan aliran puncak 276.189,32 (cu.ft) Asumsi biaya : $ 2.00 per cu.ft
• Total $ 552,378.64 4. Efek dari penggunaan AC perumahan : tidak tersedia
C. Rangkuman Manfaat Ekonomi • Penghematan dari penyerapan polusi udara tahunan : $ 43,511 setara dengan Rp 391.599.000,• Penghematan energi tahunan : $ 0 • Penghematan dari aliran permukaan tahunan : $ 48,159 setara dengan Rp 433.431.000,•
Total penghematan tahunan : $ 91,670 setara dengan Rp 825.030.000,-
•
(1 $ = Rp 9.000,-)
99
100
Selain itu, manfaat ekologis dan penutupan lahan Kawasan Perencanaan GTJ pada Tahun 2007 (Google Earth Plus Tahun 2007) dapat diketahui dan dianalisis. Berdasarkan data kemiringan lahan dan tanah, kawasan dibagi ke dalam tiga poligon. Poligon 1 memiliki kemiringan lahan 22.9% dengan hydrologic soil group B, sedangkan poligon 2 dan 3 memiliki kemiringan lahan yang sama sebesar 20% dengan hydrologic soil group masing-masing A dan C. Dari data spasial dan data atribut yang dianalisis dengan metode GIS menggunakan ArcView 3.2 dengan ekstensi CITYgreen 5.4 didapat hasil sebagai berikut: A. Statistik Tapak •
Area analisis : Grama Tirta Jatiluhur 1
•
Skenario : kondisi tertentu
•
Area : 2.20 mil2 = 1,410.56 acre = 570.85 ha
Distribusi Penutupan Lahan : •
Tanaman pangan atau pertanian : 0 % (0 ha)
•
Lahan kedap air : 7 % (39.95 ha)
•
Ruang terbuka atau padang rumput : 0% (0 ha)
•
Semak : 0 % (0 ha)
•
Kanopi pohon : 57 % (325.38 ha)
•
Lahan perkotaan : 53 % (530.90 ha)
•
Badan air : 0 % (0 ha)
B. Manfaat Ekologi 1. Polusi udara yang dapat diserap : •
Ozone : 11.500,82 kg atau senilai $77,804 setara dengan Rp 700.236.000,-
•
Sulfur Dioxide : 3.194,65 kg atau senilai $5,296 setara dengan Rp 47.664.000,-
•
Nitrogen Dioxide :7.148,61 kg atau senilai $48,384 setara dengan Rp 435.456.000,-
•
Particulate Matter : 8.744,34 kg atau senilai $39,498 setara dengan Rp 355.482.000,-
101
•
Carbon Monoxide : 1.091,8 kg atau senilai $1,046 setara dengan Rp 9.414.000,-
•
Total : 31.680,22 kg atau senilai $172,029 setara dengan Rp 1.548.261.000,-
2. Kapasitas karbon dan penyerapannya •
Distribusi umur pohon : hampir merata
•
Kapasitas penyimpanan = karbon : 43.410 ton
•
Penyerapan karbon : 123 ton/tahun
3. Kontrol aliran permukaan •
Rata-rata 2 tahun, curah hujan per 24 jam : 0.8 inchi
•
Koefisien runoff : 80,3 (RTH) dan 92,00 (tidak ada RTH)
•
Aliran permukaan : 0,06 in (RTH) dan 0,26 in (tidak ada RTH)
•
Volume penyimpanan yang dibutuhkan untuk mitigasi perubahan aliran puncak 878,012.11 (cu.ft) Asumsi biaya : $ 2.00 per cu.ft
•
Total $ 2,030,024.22
4. Efek dari penggunaan AC perumahan : tidak tersedia
C. Rangkuman Manfaat Ekonomi •
Penghematan dari penyerapan polusi udara tahunan : $172,029 setara dengan Rp 1.548.261.000,-
•
Penghematan energi tahunan : $ 0
• •
Penghematan dari aliran permukaan tahunan : $ 176,987 setara dengan Rp 1.592.883.000,Total penghematan tahunan : $ 349,016 setara dengan Rp 3.141.144.000,-
•
(1 $ = Rp 9.000,-)
102
103
Pembahasan Menghitung Manfaat RTH Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur dengan Metode GIS Pada penelitian ini manfaat ekologis RTH Kawasan Wisata GTJ yang menjadi bahan perhitungan adalah kapasitas penyimpanan karbon, daya serap karbon dan kualitas udara, dan kontrol aliran permukaan melalui pendekatan daya serap RTH terhadap polutan di udara seperti NO2, SO2, O3, CO serta partikelpartikel lainnya (Pb, As, Cd dan Hg) dan daya reduksi RTH terhadap kedalaman aliran permukaan.
Kapasitas Penyimpanan Karbon dan Daya Serap Karbon Berdasarkan analisis GIS dengan menggunakan perangkat lunak Arcview 3.2 ekstensi CITYgreen 5.4 didapat kapasitas penyimpanan karbon RTH kawasan wisata eksisting adalah sebesar 10.980 ton, sedangkan kawasan perencanaan adalah sebesar 43.410 ton. Luas RTH yang didapatkan dari hasil analisis sebesar 82.93 ha (kawasan eksisting) dan 325.38 ha (kawasan perencanaan), maka kapasitas penampungan RTH GTJ untuk karbon sebesar 132.4 ton/ha (kawasan eksisting) dan 133.41 ton/ha. Daya serap RTH berdasarkan hasil analisis sebesar 31 ton/tahun (kawasan eksisting) dan 123 ton/tahun (kawasan perencanaan).
Daya Serap RTH terhadap Polutan di Udara Berdasarkan analisis GIS dengan menggunakan perangkat lunak Arcview 3.2 ekstensi CITYgreen 5.4 didapat hasil polusi udara yang dapat diserap untuk menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem kawasan wisata adalah sebagai berikut: Kawasan wisata eksisting •
Ozone : 2.908,88 kg atau senilai $19,679 setara dengan Rp 177.111.000,-
•
Sulfur Dioxide : 808,85 kg atau senilai $1,340 setara dengan Rp 12.060.000,-
•
Nitrogen Dioxide : 1.808,02 kg atau senilai $12,238 setara dengan Rp 110.142.000,-
104
•
Particulate Matter : 2211,71 kg atau senilai $9,990 setara dengan Rp 89.910.000,-
•
Carbon Monoxide : 276,24 kg atau senilai $265 setara dengan Rp 2.385.000,-
•
Total : 8.012,7 kg atau senilai $43,511 setara dengan Rp 391.599.000,-
Kawasan Perencanaan •
Ozone : 11.500,82 kg atau senilai $77,804 setara dengan Rp 700.236.000,-
•
Sulfur Dioxide : 3.194,65 kg atau senilai $5,296 setara dengan Rp 47.664.000,-
•
Nitrogen Dioxide :7.148,61 kg atau senilai $48,384 setara dengan Rp 435.456.000,-
•
Particulate Matter : 8.744,34 kg atau senilai $39,498 setara dengan Rp 355.482.000,-
•
Carbon Monoxide : 1.091,8 kg atau senilai $1,046 setara dengan Rp 9.414.000,-
•
Total : 31.680,22 kg atau senilai $172,029 setara dengan Rp 1.548.261.000,-
Jika rata-rata jumlah pengunjung kawasan wisata perencanaan sejumlah 214.466 orang, maka manfaat ekonomi yang diterima wisatawan secara tidak langsung sebesar Rp 7.219/orang/tahun. Manfaat ekonomi yang diterima oleh wisatawan ini menunjukan bahwa kawasan wisata dengan luas RTH sebesar 325.38 ha (57 % dari luas keseluruhan kawasan) memberikan kenyamanan berupa gas oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis dan penyerapan beragam polutan di udara. Melalui pendekatan fisiologis, yaitu pada proses translokasi, tranportasi air, dan transpirasi dimana pada saat proses ini banyak gas dan partikel padat kurang 10 mikron yang berupa polutan diserap dan digunakan untuk kebutuhan fisiologis, di antaranya yaitu NO2, SO2, CO, dan O3, serta partikel lainnya seperti Pb, As, Hg, debu. Oleh karena itu, kemampuan RTH dalam menyerap polutan memiliki peranan penting dalam menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem suatu kawasan wisata agar dapat berkelanjutan.
105
Kontrol Aliran Permukaan Dari hasil analisis GIS, kemampuan RTH mengontrol aliran permukaan adalah sebagai berikut: Kawasan Eksisting •
Rata-rata 2 tahun, curah hujan per 24 jam : 0.8 inchi
•
Koefisien runoff : 82,3 (RTH) dan 92,00 (tidak ada RTH)
•
Aliran permukaan : 0,083 in (RTH) dan 0,27 in (tidak ada RTH)
•
Volume penyimpanan yang dibutuhkan untuk mitigasi perubahan aliran puncak 276.189,32 (cu.ft) Asumsi biaya : $ 2.00 per cu.ft
• Total $ 552,378.64 Kawasan Perencanaan •
Rata-rata 2 tahun, curah hujan per 24 jam : 0.8 inchi
•
Koefisien runoff : 80,3 (RTH) dan 92,00 (tidak ada RTH)
•
Aliran permukaan : 0,06 in (RTH) dan 0,26 in (tidak ada RTH)
•
Volume penyimpanan yang dibutuhkan untuk mitigasi perubahan aliran puncak 878,012.11 (cu.ft) Asumsi biaya : $ 2.00 per cu.ft
•
Total $ 2,030,024.22 Jika ditinjau dari kondisi kemiringan lahan, kawasan eksisting memiliki
kemiringan lahan rata-rata sebesar 25,12 % dan kawasan perencanaan sebesar 20,97 %. Adapun perbandingan aliran permukaan pada kondisi real dan tanpa kanopi pohon pada kawasan perencanaan yaitu sebesar 0,06 inchi dan 0,26 inchi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kanopi pohon pada kawasan perencanaan sanggup mereduksi 70.92 % kedalaman aliran permukaan. Namun, pada kawasan eksisting kanopi pohon hanya mampu mereduksi 69.26 % kedalaman aliran permukaan. Keberadaan RTH dalam kawasan wisata ini khususnya, pada kawasan perencanaan sebagai areal yang akan dikembangkan memiliki manfaat ekologis yang cukup tinggi. RTH seluas 57 % (325.28 ha) dari luas keseluruhan yang terdapat di kawasan wisata ini perlu dipertahankan dan dijaga agar dapat berkelanjutan.
106
Analisis Karakteristik, Persepsi dan Preferensi Wisatawan Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, wisatawan domestik yang berkunjung ke kawasan wisata sebagian besar berasal dari daerah Jabodetabek dan Bandung, sedangkan wisatawan mancanegara banyak berasal dari Jepang, Korea, Belanda, Amerika, dan Autralia. Perbedaan karakter wisatawan (budaya, adat, kebiasaan, agama, dan sebagainya) dimana berasal dari tempat yang berbeda memiliki motivasi, keinginan, dan attitude berbeda pula. Oleh karena itu, pengenalan terhadap objek dan atraksi wisata diperlukan sebelum wisatawan memasuki lokasi objek dan atraksi wisata. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran objek wisata secara umum dan peraturan yang berlaku di kawasan wisata.
Hasil pengumpulan kuesioner pada wisatawan domestik yang berkunjung di GTJ (100 responden) terdapat pada lampiran, menggambarkan secara garis besar karakteristik, persepsi, dan preferensi wisatawan mengenai perencanaan penataan lanskap. Sebagian besar wisatawan adalah pegawai, baik pegawai negeri sipil maupun pegawai swasta (51 responden). Hasil pengumpulan kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar wisatawan berusia 20-30 tahun (46 responden). Kelompok wisatawan tersebut mengunjungi kawasan wisata untuk refreshing. Secara umum, mereka melepas lelah mereka dari rutinitas sehari-hari dengan melakukan kegiatan rekreasi pasif, seperti duduk-duduk dan menikmati alam di sekitar waduk. Objek wisata yang paling sering dikunjungi adalah Jatiluhur Water World yaitu sebanyak 32 responden dengan lama berkunjung 1-6 jam. Lama kunjungan wisatawan sangat berpengaruh dalam peningkatan pengalaman dan pendidikan dalam menginterpretasikan tapak. Keragaman lama berkunjung wisatawan dapat disebabkan oleh motivasi wisatawan seperti wisatawan yang menginginkan hiburan, mereka memilih objek dan atraksi wisata dengan tantangan yang rendah hingga sedang dengan lama waktu berwisata hanya satu hari. Wisatawan yang menginginkan sesuatu yang baru cenderung memilih objek dengan tingkat tantangan tinggi ataupun mengikuti serangkaian wisata selama dua hari untuk mendapatkan pengalaman yang lebih. Wisatawan merupakan objek pelaku dari industri kepariwisataan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap karakteristik wisatawan perencanaan perjalanan wisata
107
dengan paket-paket wisata yang mengakomodasi keinginan wisatawan diperlukan untuk merencanakan sebuah kawasan wisata. Persepsi mereka terhadap lanskap adalah cukup baik (62 responden) dan merasa nyaman terhadap lanskap (71 responden). Mereka menilai bahwa kondisi taman dan jalur hijau di dalam kawasan sudah cukup baik. Adapun mengenai preferensi wisatawan terhadap penataan lanskap yang akan direncanakan, hampir sebagian besar mereka menginginkan aktivitas wisata di ruang terbuka (98 responden) yang didukung fasilitas-fasilitas penunjang wisata seperti toilet, tempat ibadah, toilet, shelter, kios cinderamata, sistem transportasi internal, dan sarana pendidikan. Selain itu, sebagian besar dari responden menyetujui dibangunnya sarana olahraga (83 responden) dengan fasilitas olahraga yang beragam, seperti futsal, bulu tangkis, sepak bola, basket, dan tenis. Mereka juga menyetujui dibangunnya trotoar untuk jalur pedestrian (96 responden) dan jalur sepeda (57 responden). Mengingat akan kebutuhan ruang terhadap elemen lunak (softscape) memiliki peranan penting yaitu untuk memberikan iklim mikro yang nyaman, indah, aman, dan fungsional bagi user, wisatawan menginginkan pemilihan tanaman dengan tajuk rindang yang dapat menaungi dan memberi keteduhan di saat mereka melakukan aktivitas di bawahnya.
Konsep Perencanaan Lanskap Konsep Dasar Perencanaan Lanskap Penataan lanskap sebuah kawasan wisata menjadi kawasan wisata alam diperlukan konsep sebagai dasar perencanaan. Konsep perencanaan yang dikembangkan pada Kawasan Wisata GTJ ini adalah kawasan wisata alam yang terintegrasi dengan wisata penunjangnya di Timur Waduk Ir. H. Djuanda yang berkelanjutan.
Penerapan
konsep
pada
lanskap
berupa
model
rencana
pengembangan yang disesuaikan dengan karakter lanskap dan potensi wisata di kawasan tersebut. Dari hasil analisis penilaian potensi sumberdaya dan sumberdaya wisata, didapatkan zona potensi tinggi, sedang, dan rendah dimana dua zona di antaranya merupakan pusat pengembangan ruang wisata alam dengan model rencana pengembangan berikut ini.
108
1. Zona Wisata Utama (Wisata Alami) Adapun kawasan yang termasuk zona potensi tinggi ditetapkan sebagai zona wisata utama dimana terdapat atraksi wisata yang memiliki nilai tinggi. Ruang ini berada pada kawasan lanskap dengan vegetasi dominan hutan atau lanskap karakter alami, sehingga pengembangan menjadi kawasan wisata alami. Ruang wisata ini tergolong wisata semi intensif dikarenakan terdapat lereng yang relatif bervariasi mulai dari sedang hingga curam 8-45% sehingga perlu pembatasan terhadap aktivitas wisata dan struktur bangunan yang bersyarat.
2. Zona Wisata Penunjang (Wisata Semi Alami) Kawasan yang termasuk zona potensi sedang ditetapkan sebagai zona wisata penunjang yang berada pada kawasan lanskap dengan kombinasi karakter alami dan buatan (man made), sehingga pengembangan menjadi wisata semi alami. Ruang ini merupakan ruang yang mampu mengakomodasikan pengunjung ketika daya tampung pengunjung di zona wisata utama telah penuh. Ruang wisata ini tergolong wisata intensif dan semi intensif, namun tetap ada pembatasan aktivitas, terutama di sempadan waduk Ir. H. Djuanda dan Sungai Citarum. Aktivitas yang diizinkan adalah aktivitas yang tidak merusak alam.
3. Zona Pendukung Wisata Kawasan yang termasuk zona potensi rendah ditetapkan sebagai zona pendukung wisata. Ruang ini terletak pada area yang memiliki nilai sumberdaya wisata yang rendah dan memerlukan perlakuan untuk fungsi konstruksi dengan pemadatan tanah karena permeabilitas yang kurang baik. Selain itu, untuk lereng yang lebih dari 15% diperlukan rekayasa dengan retaining wall dan lereng yang lebih dari 40% diarahkan untuk fungsi konservasi. Fasilitas pendukung wisata pada ruang ini, yaitu information centre, hotel, bungalow, atm centre, kolam renang, restoran, taman bermain, kios souvenir, dan fasilitas lainnya.
109
Konsep Ruang Fungsional Konsep ruang dibuat dengan tujuan untuk menata dan mengalokasikan fungsi-fungsi yang akan dikembangkan pada tapak, yaitu sebagai kawasan wisata alam. Pembagian ruang dibagi menjadi enam ruang utama, yaitu (1) ruang penerimaan, (2) ruang pelayanan dan penunjang wisata, (3) ruang wisata inti, dimana ruang ini terbagi menjadi satu sub ruang, yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan tinggi, (4) ruang wisata penunjang, dimana ruang ini terbagi menjadi dua sub ruang, yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan sedang dan rendah, (5) ruang penyangga, dan (6) ruang konservasi (Gambar 47). 1 Ruang Penerimaan Ruang penerimaan ini merupakan pintu masuk utama bagi para wisatawan untuk memasuki Kawasan Wisata GTJ. Pemilihan pintu masuk ke dalam kawasan wisata berdasarkan potensi kawasan sebagai kawasan wisata alam yang ditunjang oleh aksesibilitas yang mudah dan fasilitas berupa gerbang utama, pos jaga, signage, dan fasilitas lainnya.
2 Ruang Pelayanan dan Penunjang Wisata Ruang pelayanan merupakan ruang pengenalan sebelum memasuki ruang inti. Ruang ini direncanakan agar para wisatawan mendapatkan informasi sekilas mengenai GTJ. Wisatawan dapat memilih paket wisata touring circuit atau longer stay. Untuk mendukung konsep ini direncanakan fasilitas berupa information centre, hotel, convention centre, restoran, kios, souvenir shop, kolam renang, atm centre, fitness centre, travel agency, money changer, laundry, mess karyawan, pemadam kebakaran, pos, klinik, children playground, dan fasilitas lainnya.
3. Ruang Wisata Inti Ruang inti merupakan ruang yang mengakomodasi aktivitas wisata alam. Berdasarkan potensi sumberdaya lanskap, khususnya kemiringan lahan dan vegetasi, terdapat sub ruang inti berdasarkan intensitas dan tingkat tantangannya, yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan yang tinggi. Ruang wisata dengan tingkat tantangan tinggi (wisata alam) merupakan ruang yang dikembangkan
110
sebagai ruang wisata semi intensif. Di ruang ini, wisatawan dapat melakukan hiking, tracking, camping, dan rekreasi pasif seperti photo hunting, dan birdwatching.
4. Ruang Wisata Penunjang Ruang ini merupakan ruang yang dapat mengkomodasikan wisatawan apabila daya dukung di ruang wisata inti telah penuh. Terdapat sub ruang berdasarkan intensitas dan tingkat tantangannya, yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan yang sedang dan rendah. Ruang wisata dengan tingkat tantangan sedang (wisata air) terdapat di area sempadan waduk (sekitar 70 m dari garis waduk) dan waduk yang dikembangkan sebagai wisata intensif dan semi intensif. Ruang wisata ini terdiri dari objek dan atraksi wisata, yaitu dermaga apung, dermaga kampung air, JWW, dan kolam pemancingan. Di ruang ini wisatawan dapat melakukan aktivitas ski air, berkano, polo air, water sliding, dan outbond. Wisata semi intensifnya digolongkan sebagai wisata teknologi, yaitu mengunjungi bendungan utama dan bangunan-bangunan operasional, dan museum teknologi. Ruang wisata dengan tingkat tantangan rendah (agrowisata) merupakan ruang budidaya ikan dengan jaring terapung dimana wisatawan dapat berkeliling area tersebut dengan perahu, belajar mengenai budidaya ikan, dan mengemas ikan untuk didistribusikan di pelelangan ikan. Selain itu wisatawan dapat turun ke sawah dan kebun milik penduduk sekitar, serta ke pembibitan tanaman hias (nursery) dimana wisatawan dapat mempraktikkan sendiri mengolah tanah, menanam benih, dan melakukan pengamatan terhadap tanaman yang terdapat di kebun, ladang, maupun rumah kaca.
5. Ruang Penyangga Ruang penyangga merupakan ruang yang berfungsi menyangga ruang-ruang wisata di dalam Kawasan Wisata GTJ dari gangguan yang berasal dari luar kawasan maupun aktivitas berlebih dari pengunjung. Ruang ini ditujukan untuk menjaga keberlanjutan wisata dan melindungi keseimbangan ekosistem di dalamnya. Aktivitas yang dapat dilakukan seperti duduk-duduk, memancing, berfoto, dan belanja ikan di pasar pelelangan ikan.
111
6. Ruang Konservasi Ruang konservasi merupakan ruang yang berfungsi melindungi kawasan wisata dari kerusakan. Ruang ini memiliki sumberdaya lanskap yang cukup rentan dengan kemiringan lahan 25-45% dan keberadaan vegetasi yang perlu dipertahankan untuk menjaga kestabilan tanah dan cadangan air tanah. Pada ruang ini aktivitas yang dapat dilakukan seperti berjalan, melakukan pengamatan, dan aktivitas lainnya yang bersifat konservasi.
Ruang Konservasi
Ruang Pelayanan dan Penunjang Wisata
Ruang Wisata Penunjang
Ruang Penerimaan
Ruang Wisata Inti
Ruang Penyangga
Ruang Konservasi
Gambar 47. Diagram konsep pembagian ruang
Konsep Tata Hijau Konsep tata hijau yang akan dikembangkan adalah penataan vegetasi sebagai sumberdaya lanskap yang disesuaikan dengan fungsi ruang dan jenis atraksi wisata yang dikembangkan. Konsep tata hijau ini dibagi menjadi empat zona yaitu (1) zona inti, sebagai pusat aktivitas wisata, (2) zona pengembangan, dimana terdapat fasilitas-fasilitas wisata, (3) zona penyangga, sebagai inviolate belt, (4) zona konservasi, sebagai pelindung kawasan dari kerusakan dimana sebagian besar terdiri atas tegakan pohon alami. Konsep vegetasi yang direncanakan di zona inti adalah zona tanaman kayu, zona tanaman perkebunan, dan zona tanaman pangan. Dalam zona pengembangan konsep vegetasi diarahkan pada fungsi arsitektural dan artistik, sedangkan dalam zona konservasi dan
112
penyangga konsep vegetasi diarahkan pada fungsi ekologis yang dapat merekayasa iklim serta mengontrol erosi tanah dan air.
Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi di kawasan wisata terbagi menjadi tiga, yaitu jalur sirkulasi primer, sekunder, dan tersier (Gambar 48). Jalur sirkulasi primer di kawasan wisata ini yaitu berupa jalan aspal yang biasa dilalui kendaraan roda dua, kendaraan roda empat, mobil wara-wiri, dan pejalan kaki yang berfungsi menghubungkan ruang-ruang utama. Selanjutya, jalur sirkulasi sekunder yang berfungsi menghubungkan kelompok-kelompok atraksi wisata dalam satu ruang wisata utama atau wisata penunjang berupa jalan yang dapat diakses oleh pejalan kaki, kendaraan roda dua, dan kendaraan roda empat. Jalur sirkulasi tersier berupa jalur pedestrian yang menghubungkan antara fasilitas satu dengan fasilitas lainnya dalam masing-masing kelompok atraksi tersebut.
Ruang Konservasi
Wisata Penunjang
Ruang Penyangga
Keterangan :
Ruang Penerimaan
Ruang Wisata Inti
Ruang Pelayanan dan Penunjang Wisata
Ruang Konservasi
Sirkulasi Primer Sirkulasi Sekunder Sirkulasi Tersier
Gambar 48. Diagram konsep sirkulasi
113
Konsep Aktivitas Wisata dan Pengembangannya Konsep aktivitas wisata yang akan dikembangkan adalah pengembangan aktivitas wisata yang melestarikan nilai alam sesuai dengan sumberdaya lanskap yang terdapat di Kawasan Wisata GTJ (vegetasi hutan, air, persawahan, ladang). Diharapkan sumberdaya yang terdapat di kawasan tetap terjaga dan wisata yang terdapat di dalamnya dapat berkelanjutan. Pemilihan bentuk wisata direncanakan beragam, mulai dari bentuk wisata dengan tingkat tantangan tinggi (wisata alam), wisata dengan tingkat tantangan sedang (wisata air), dan wisata dengan tingkat tantangan rendah (agrowisata). Bentuk wisata ini diklasifikasikan ke dalam paketpaket wisata, yaitu paket wisata perorangan dan berkelompok, sehingga dapat dipilih touring circuit sesuai dengan rute perjalanan yang diinginkan ataupun longer stay dengan pelayanan yang ingin didapatkan sebelum atau sesudah melakukan aktivitas wisata. Hal ini didasarkan pada segmentasi pasar wisata dengan pendekatan identitas, persepsi, preferensi wisatawan melalui kuesioner, yang dipengaruhi oleh tiga indikator yaitu geografis (asal wisatawan), sosioprofesional (umur, jenis kelamin, jumlah pendapatan, dan pekerjaan) dan motivasi wisata (menikmati alam, pendidikan). Konsep Fasilitas Wisata dan Pengembangannya Fasilitas yang direncanakan sesuai dengan kondisi lingkungan dan budaya lokal. Penataan tata letak fasilitas yang mendukung kegiatan wisata alam, wisata air, wisata teknologi, dan agrowisata, terutama dalam menginterpretasikan nilainilai alam dan teknologi yang terdapat pada kawasan wisata ini. Adapun fasilitas dibagi menjadi dua yaitu fasilitas utama dan fasilitas pelengkap. Fasilitas utama adalah fasilitas yang diperuntukkan bagi pariwisata alam, sedangkan fasilitas pelengkap adalah fasilitas umum, sign system, maupun site furniture. Daya Dukung Kawasan Daya dukung merupakan kemampuan kawasan untuk menerima sejumlah pengunjung dengan intensitas penggunaan maksimal terhadap sumber daya yang berlangsung terus-menerus tanpa merusak lingkungan. Daya dukung tersebut sangat menentukan keberlanjutan kawasan wisata. Dengan adanya daya dukung kawasan wisata alam tersebut dapat dilakukan pengendalian terhadap jumlah wisatawan yang
114
berkunjung. Daya dukung dapat dihitung dengan cara membagi luas area suatu kawasan dengan standar kebutuhan ruang per orang (Tabel 13 ).
Tabel 14. Daya dukung kawasan Aktivitas Luas atau Panjang Area (m2 atau m) Wisata Alam • Hiking • Picnicking • Camping • Flying fox • Bungee Jumping • Canopy Trail
Wisata Air dan Sempadan Waduk • Fishing • Speed boating • Canoeing • Photo hunting* • Outbond • Waterskiing • Swimming (JWW) • Panggung Terbuka • Kolam Pemancingan Wisata Teknologi • Melihat dan mencari informasi Wisata Pertanian • Aktivitas tani • Photo hunting* • Aktivitas budidaya ikan • Aktivitas perbanyakan tanaman • Aktivitas belanja di pelelangan Akomodasi dan Pelayanan • Menginap • Pelayanan
7.000 7.500 10.900 300 200 700
Standar Kebutuhan Ruang (m2 atau m/orang)
Daya Dukung (orang)
25 16.6 20 8 8 25
280 451 545 37 25 28
Subtotal
1.366
10 5.000 5.000 2 8 2.500 3 10 10
1.930 111 1.487 3.650 350 223 366 205 100
Subtotal
8.422
17.500
7
2500
225.850 15.300 1.743.500
8 2 600
2831 7.650 2.905
21.700
8
2.712
12.900
1.5
8.600
Subtotal
17.093
19.300 557.640 743.520 7.300 2.800 557.640 1.100 2.050 1.000
36.400 42.100
20 2 Subtotal Keterangan: * Kapasitas photo hunting untuk satu orang dengan tripod Sumber: Harris dan Dines (1998); Chiara dan Koppelman (1997); Gold (1980)
1.820 21.050 22.870
115
Perencanaan Lanskap Perencanaan lanskap ini didasarkan pada konsep wisata alam di Timur Waduk Ir. H. Djuanda, yaitu meningkatkan potensi alam sebagai wisata yang berkelanjutan yang harus memiliki prinsip (1) nilai edukatif, (2) nilai rekreatif, (3) memberikan keuntungan kepada komunitas lokal, pengelola, wisatawan, dan pemerintah, (4) meningkatkan peran serta komunitas lokal, dan (5) berorientasi pada kepentingan konservasi kawasan. Pendekatan yang dilakukan dalam perencanaan ini adalah pendekatan sumberdaya dan aktivitas pengunjung sehingga diperoleh kebutuhan ruang dan touring plan yang menghubungkan ruang-ruang wisata dengan tingkat penggunaan tertentu dan tipe kelompok pengunjung yang berbeda.
Rencana Ruang (Lanskap) Berdasarkan konsep perencanaan lanskap kawasan wisata GTJ dan data yang telah dianalisis secara spasial maupun dilihat dari potensi dan kendalanya diperoleh kawasan wisata alam dengan luas 3580.25 Ha, termasuk di dalamnya sebagian kecil waduk Ir. H. Djuanda dengan luas 3009.4 Ha yang dapat digunakan untuk wisata, yang dibagi menjadi lima ruang utama. Lima ruang tersebut meliputi (1) ruang penerimaan, (2) ruang pelayanan dan penunjang wisata, (3) ruang wisata inti, (4) ruang wisata penunjang, (5) ruang penyangga, dan (6) ruang konservasi. 1.
Ruang penerimaan memiliki luas 3 Ha (0.084% dari luas keseluruhan). Ruang penerimaan ini merupakan pintu masuk utama bagi para wisatawan untuk memasuki Kawasan Wisata GTJ. Penetapan ruang ini berdasarkan letaknya yang strategis dan aksesibilitas yang memadai. Ruang ini ditujukan untuk memberikan kesan dan identitas awal dari suatu kawasan wisata. Selain itu, ruang ini memberikan kemudahan bagi pengelola kawasan dalam mengidentifikasi jumlah dan identitas pengunjung yang datang ke kawasan.
2.
Ruang pelayanan dan penunjang wisata memiliki luas 50.97 Ha (1.42% dari luas keseluruhan). Ruang pelayanan merupakan ruang pengenalan sebelum memasuki ruang inti. Ruang ini direncanakan agar para wisatawan
116
mendapatkan informasi sekilas mengenai GTJ dan pelayanan yang disediakan pihak pengelola. Ruang ini memiliki sub ruang pelayanan yang di dalamnya terdapat akomodasi (hotel, bungalow, mess karyawan), restoran, jasa-jasa lain (kantor pos, fitness centre, souvenir shop, money changer, atm center klinik, travel agency, pemadam kebakaran, indosat) dan fasilitas-fasilitas lainnya (lapangan olahraga, kolam renang, sarana peribadatan). 3.
Ruang wisata inti memiliki luas 111.31 Ha (3.11% dari luas keseluruhan). Berdasarkan potensi lanskap, khususnya topografi dan vegetasi, terdapat sub ruang inti berdasarkan intensitas dan tingkat tantangannya, yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan yang tinggi. Ruang wisata dengan tingkat tantangan tinggi (wisata petualangan) merupakan ruang wisata utama yang dikembangkan sebagai ruang wisata semi intensif. Pada ruang ini terdapat objek wisata utama yaitu hutan wisata dengan atraksi beragam, yaitu trails (Gambar 56), flying fox (Gambar 55), camping ground, picnic lawn (Gambar 57), rumah pohon, dan menara pandang. Di ruang ini, wisatawan dapat melakukan hiking, tracking, camping, picnicking dan rekreasi pasif seperti fotografi, dan birdwatching.
4.
Ruang wisata penunjang terbagi atas bagian daratan dengan luas 133.8 Ha (3.74% dari luas keseluruhan) dan perairan dengan luas 3009.4 Ha (84.06% dari luas keseluruhan). Berdasarkan potensi lanskap, khususnya topografi dan vegetasi, terdapat dua sub ruang berdasarkan intensitas dan tingkat tantangannya, yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan yang sedang dan rendah. Subruang wisata dengan tingkat tantangan sedang terdapat di area sempadan waduk (sekitar 70 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat) sebagai wisata semi intensif dan waduk yang dikembangkan sebagai wisata intensif. Subruang wisata ini terdiri atas objek wisata air, yaitu waduk Ir. H. Djuanda yang dilengkapi dengan atraksi wisata, yaitu dermaga apung (Gambar 52), dermaga kampung air, dan kolam pemancingan. Di ruang ini wisatawan dapat melakukan aktivitas ski air, berkano, polo air, giant bubble, water sliding, dan outbond. Selain itu, di dalam subruang wisata dengan tingkat tantangan sedang terdapat bendungan utama sebagai objek
117
wisata utama dilengkapi dengan atraksi wisata, yaitu Museum Teknologi (Gambar 51). Subruang wisata ini digolongkan sebagai wisata semi-intensif karena terkait dengan pengendalian daya dukung terhadap fungsi sempadan sungai. Subruang wisata dengan tingkat tantangan rendah (agrowisata) terbagi menjadi (1) ruang budidaya ikan dengan jaring terapung, dimana wisatawan dapat berkeliling area tersebut dengan perahu, belajar mengenai budidaya ikan, dan mengemas ikan untuk didistribusikan di pelelangan ikan (Gambar 53), (2) ruang budidaya pertanian yang terdiri dari sawah, kebun milik penduduk sekitar (Gambar 54), serta ke pembibitan tanaman hias (nursery) dimana wisatawan dapat mempraktikkan sendiri mengolah tanah, menanam benih, dan melakukan pengamatan terhadap tanaman yang terdapat di kebun, ladang, maupun rumah kaca (Gambar 50). 5.
Ruang penyangga memiliki luas 129.01 Ha (22.60% dari luas daratan dan 3.60% dari luas keseluruhan). Ruang penyangga merupakan ruang yang berfungsi menyangga ruang-ruang wisata di dalam Kawasan Wisata GTJ dari gangguan yang berasal dari luar kawasan. Ruang ini direncanakan sebagai RTH (jalur hijau, koridor, dan taman) untuk memodifikasi iklim mikro sehingga lebih nyaman bagi pengunjung dan menjaga keberlanjutan wisata dan melindungi keseimbangan ekosistem di dalamnya.
6.
Ruang konservasi memiliki luas 142.67 Ha (24.99% dari luas daratan dan 3.98 % dari luas keseluruhan). Ruang konservasi merupakan ruang yang berfungsi melindungi kawasan wisata dari kerusakan, mengkonservasi tanah dan ketersediaan cadangan air tanah. Ruang ini direncanakan sebagai area vegetasi dengan tegakan pohon alami. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan merupakan kegiatan yang bersifat konservasi seperti pengamatan, pengelolaan, dan pendidikan.
118
Rencana Tata Hijau Dalam perencanaan dan pengembangan tata hijau di GTJ direncanakan pembagian ruang hijau menjadi empat zona, yaitu zona inti, zona pengembangan, zona penyangga, dan zona konservasi. Zona inti dibagi menjadi menjadi zona tanaman kayu, zona tanaman pangan, dan zona tanaman perkebunan. Keempat zona tersebut disesuaikan dengan kondisi eksisting dan aktivitas wisata terkait adengan atraksi yang akan dikembangkan. Tanaman kayu diarahkan untuk kegiatan wisata alam, seperti hiking, camping, dan tracking. Jenis tanaman kayu yang digunakan dalam zona tanaman kayu adalah vegetasi hutan dan vegetasi ekoton di antaranya yaitu Tectonia grandis, Bambusa vulgaris, Pinus merkusii, Paraserianthes falcataria, Swietenia mahogani, Manglietia glauca, Acacia auriculiformis, Muntingia calabura, Hibiscus tiliaceus, Alstonia scholaris, Lagerstromia speciosa, Dalbergia latifolia, Pithecellobium dulce, Filicium decipiens, Averrhoa bilimbi, Hibiscius tiliaceus, Musa
sp, Cocos nucifera,
Swietenia macrophylla, dan Dalbergia latifolia. Adapun tanaman pangan (padi) dan perkebunan (beragam buah-buahan) diarahkan untuk memperkuat karakter fisik kawasan sebagai kawasan pertanian. Tanaman buah-buahan yang digunakan dalam zona tanaman perkebunan adalah tanaman eksisting yang terdapat di kawasan di antaranya yaitu Durio zibethinus, Artocarpus integra, lancium domesticum, Nephelium lappaceum, Arenga pinnata, Sacharum edule, dan Psidium guajava. Zona inti diarahkan pada fungsi vegetasi sebagai sumberdaya tapak yang merupakan faktor penarik utama bagi wisatawan. Pembagian
ruang
tersebut
berdasarkan
kondisi
eksisting
dan
potensi
pengembangan sesuai dengan kesesuaian lahan pada tapak. Zona pengembangan diarahkan untuk pengembangan area terbangun untuk menunjang aktivitas wisatawan di ruang penerimaan, ruang pelayanan, dan ruang penunjang wisata. Rencana pengembangan pada area tersebut di antaranya adalah area parkir, hotel, restaurant, taman, sport area, recreation area, dan sebagainya. Dalam zona pengembangan ini, Jenis tanaman yang digunakan memiliki fungsi keindahan adalah tanaman yang memiki bentuk arsitektural yang baik dilihat dari bentuk tajuk, bunga, daun, batang, buah, maupun biji. Dalam pengembangan fungsinya diarahkan sebagai pengarah (direction), pemberi aksen (focal point),
119
pembatas view (border), penguat karakter (emphasys), pembingkai (vista) dan penyekat (border). Jenis tanaman yang digunakan dalam zona pengembangan di antaranya yaitu Bauhinia purpurea, Erythrina cristagalli, Filicium decipiens, Samanea saman, Delonix regia, Lagerstromia speciosa, dan sebagianya. Zona penyangga diarahkan pada fungsi ekologis yang dapat merekayasa iklim, dan melindungi kawasan dari gangguan di luar kawasan. Adapun fungsi rekayasa lingkungan digunakan tanaman yang berdaun jarum, berbulu, kasar, dan lengket untuk mereduksi polusi seperti asam keranji (Tamarindus indica), flamboyan (Delonix regia), bougenvil (Bougainvillea spectabilis), nusa inda (Mussaenda philipica) dan berbau harum untuk mereduksi bau seperti cempaka (Michelia champaca), kenanga (Cananga odorata), kayu putih (Eucaliptus alba), kemuning (Murraya paniculata), dan sebagainya. Zona pengembangan diarahkan untuk pengembangan area yang memiliki kemiringan lebih dari 25%, area sempadan Waduk Ir. H. Djuanda dan Sungai Citarum. Zona konservasi ditekankan untuk fungsi ekologis dengan jenis tanaman berakar papan untuk mengontrol erosi seperti flamboyan (Delonix regia), kapuk randu (Ceiba petandra), dan sebagainya. berakar serabut untuk sistem hidrologi seperti kirei (Nypa fruticans), bamboo (Bambusa multiplex), dan sebagainya.
Rencana Akses dan Sirkulasi Rencana sirkulasi di kawasan wisata ini adalah menghubungkan antara ruang satu dengan ruang lainnya dan atraksi-atraksi wisata di dalamnya. Terdapat perubahan pengembangan terhadap kondisi sirkulasi eksisting, yaitu dengan menetapkan batas sempadan waduk minimal 50 m dari titik pasang tertinggi sesuai dengan UU No. 32 Tahun 1990. Untuk mengatasi penggunaan intensif kawasan sempadan, lebar sempadan diperlebar menjadi 100 m ke arah darat. Jalur sirkulasi pada tapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Jalur sirkulasi primer. Jalur sirkulasi primer merupakan jalur yang menghubungkan antara ruang satu dengan ruang lainnya dalam tapak. Jalur ini dikembangkan dari jalan lokal yang dapat diakses oleh kendaraan roda dua, kendaraan roda empat, mobil wira-wiri, dengan penambahan lajur khusus untuk pengguna sepeda dan pejalan kaki.
120
2. Jalur sirkulasi sekunder. Jalur sirkulasi sekunder merupakan jalur yang menghubungkan antara kelompok atraksi satu dengan kelompok atraksi lainnya. Jalur ini dikembangkan dari kebutuhan ruang-ruang yang ada. Jalur ini dapat diakses oleh kendaraan roda dua, roda empat, dan pejalan kaki. 3. Jalur sirkulasi tersier. Jalur sirkulasi tersier merupakan jalur yang menghubungkan satu fasilitas ke fasilitas lainnya dalam masing-masing kelompok atraksi. Jalur ini dikembangkan dari hubungan antara fasilitasfasilitas yang ada. Jalur ini dapat berupa jalan setapak atau deck yang hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki.
Rencana Aktivitas Rencana aktivitas yang dikembangkan berdasar pada kondisi eksisting dan konsep pengembangan ruang. Masing-masing ruang memiliki jenis yang sifat aktivitas yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi ruang yang ada. Aktivitas pada ruang penerimaan cenderung bersifat pasif. Jenis aktivitas yang dapat dilakukan yaitu parkir, istirahat, duduk-duduk, sanitasi, melihat papan interpretasi, dan mencari informasi di information centre. Aktivitas pada ruang pelayanan juga bersifat pasif. Jenis aktivitas yang dapat dilakukan yaitu belanja souvenir, jalanjalan, transaksi uang, pengiriman jasa pos, pemesanan jasa angkutan, berolahraga ibadah, makan, dan menginap. Rencana aktivitas pada ruang wisata direncanakan berupa aktivitas aktif dan pasif. Aktivitas wisata pada ruang dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas wisata dengan tingkat tantangan tinggi (wisata alam), aktivitas wisata dengan tingkat tantangan sedang (wisata air dan teknologi), dan aktivitas wisata dengan tingkat tantangan rendah (agrowisata). Perbedaan jenis aktivitas di antara ketiga jenis wisata tersebut berdasarkan pada jarak tempuh, kondisi topografi eksisting, dan tingkat preferensi pengunjung terhadap tantangan. Jenis aktivitas wisata alam yang terdapat di hutan wisata yaitu hiking, picnicking, camping, tracking, meluncur, melihat-lihat, interpretasi alam, istirahat, penelitian, dan fotografi. Gambar 65 dan 66 adalah contoh gambar ilustrasi atraksi wisata alam. Jenis aktivitas wisata air yaitu berkano, outbond, melihat-lihat, interpretasi wisata,
121
duduk-duduk, dan memancing. Aktivitas wisata teknologi yang dikembangkan yaitu interpretasi wisata ke bendungan utama, bangunan operasional, dan museum teknologi (Gambar 61). Pengunjung dapat mengenal teknik pengoperasian bendungan dan alat-alat yang digunakan untuk
mengoperasikannya. Jenis
aktivitas wisata pertanian (agrowisata) yang direncanakan bersifat edukatif berupa pengenalan jenis tanaman pertanian, perkebunan, tanaman hias, dan ikan. Selain itu pengunjung dapat mempraktikkan langsung cara menanam benih, membudidaya tanaman dan ikan. Gambar 60, 62, dan 64 adalah beberapa contoh gambar ilustrasi aktivitas wisata pertanian.
Rencana Fasilitas Berdasarkan Pasal 6-10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994, jenis sarana pariwisata alam meliputi usaha (1) sarana akomodasi seperti pondok wisata, bumi perkemahan, caravan, (2) rumah makan dan minum; (3) sarana wisata tirta, (4) sarana wisata budaya, (5) sarana angkutan wisata, (6) cinderamata. Untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi wisatawan, maka penyediaan fasilitas, sarana, dan prasarana perlu direncanakan secara terpadu. Sarana dan fasilitas utama yang direncanakan di GTJ ini sebagai kawasan wisata alam, seperti (1) sarana akomodasi (penginapan, bungalow, ruang pertemuan, ruang makan dan minum, children playground, dan gudang), (2) fasilitas pelayanan
umum
dan
kantor
(information
center,
fasilitas
pelayanan
telekomunikasi, transportasi, money changer, laundry, telepon umum, mushola, klinik, menara pandang, tempat sampah, kantor pengelola, mess karyawan, dan pemadam kebakaran), (3) sarana rumah makan (restoran, kedai terapung, dan kios), (4) sarana wisata tirta (boat, perahu dayung atau kano, dan rakit), (5) sarana wisata alam (nature interpretation center), (6) sarana wisata pertanian (kantor admin atau farm guest center, plant research center, rumah kaca, gudang peralatan, dan lapangan jemur), (7) sarana wisata teknologi (museum teknologi), (8) sarana angkutan wisata (mobil wara-wiri), dan (9) sarana kios cinderamata. Gambar 62 adalah contoh gambar ilustratif sarana wisata tirta yang direncanakan. Selain itu, direncanakan pula dalam pengembangan fasilitas pelengkap wisata seperti papan interpretasi, bangku dan meja piknik, tempat ibadah, toilet,
122
wartel, pasar tradisional pelelangan ikan, kantor pos, children playground, arena olahraga, kolam renang, dan fasilitas lainnya. Dalam pengembangannya, baik fasilitas utama maupun fasilitas pelengkap wisata didesain dengan pola arsitektur lokal tradisional agar terlihat menyatu dengan lingkungan alam dan budaya setempat. Khusus untuk elemen keras (hardscape) terbatas pada elemen yang mencerminkan budaya setempat atau alam lingkungan setempat. Selain itu, penggunaan material pada sarana pariwisata alam diorientasikan pada konsep beraktivitas di alam terbuka. Bahan-bahan bangunan untuk pembuatan sarana, sejauh dimungkinkan menggunakan produk alamiah seperti kayu, bambu, dan sebagainya. Tabel 15. Rencana ruang, aktivitas, dan fasilitas Ruang
Fungsi
Aktivitas
Penerimaan
Penerimaan
Pelayanan
Pelayanan
Parkir, istirahat, dudukduduk, sanitasi, melihat papan interpretasi, mencari informasi di information centre Belanja souvenir, jalanjalan, transaksi uang, pengiriman jasa pos, pemesanan jasa angkutan, berolahraga ibadah, makan, dan menginap
Wisata Inti
Wisata alam
Wisata penunjang
Wisata air dan teknologi
Wisata pertanian
Penyangga
Penyangga
Konservasi
Konservasi
Hiking, picnicking, camping, tracking, meluncur, interpretasi alam, istirahat, penelitian, dan fotografi Berkano, outbond, melihat-lihat, interpretasi wisata, duduk-duduk, dan memancing Interpretasi wisata, mempraktikkan langsung cara menanam benih, membudidaya tanaman dan ikan Pengelolaan, pengamatan
Fasilitas Pintu gerbang, pos jaga, papan interpretasi, information centre, loket karcis, dan tempat parkir Hotel, bungalow, mess karyawan, restoran, kantor pos, fitness centre, souvenir shop, money changer, atm center klinik, travel agency, pemadam kebakaran, indosat, lapangan olahraga, kolam renang, dan sarana peribadatan Trails, flying fox, camping ground, picnic lawn, rumah pohon, dan menara pandang, shelter, mushola, kios makanan, dan toilet Dermaga wisata, dermaga kapal, deck, shelter, perahu wisata, bangunan operasional, museum Loka Riset , pelelangan ikan, shelter, gazebo, green house, pusat riset tanaman, pembibitan tanaman hias
Jalur hijau jalan, taman, koridor Jalur hijau waduk, jalur hijau sungai
Persentase Ruang 3 Ha/ 0.084%
50.97 Ha/ 1.42%
111.31 Ha/ 3.11%
3143.2 Ha, 87.80%
129.01 Ha/ 3.60% 142.67 Ha/ 3.98%
123
Rencana Lanskap Hasil analisis kesesuaian lahan berupa blockplan dikembangkan menjadi rencana tata ruang, rencana akses dan sirkulasi, rencana aktivitas, rencana fasilitas dalam satu kesatuan rencana lanskap dalam bentuk grafis (Gambar 49). Produk perencanaan lainnya yaitu gambar perspektif dan gambar potongan (Gambar 65 dan 66).
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
Gambar 60. Perspektif nursery
Gambar 61. Perspektif museum
136
Gambar 62. Perspektif dermaga apung
Gambar 63. Perspektif dermaga budidaya ikan jaring terapung
137
Gambar 64. Perspektif farm guest center
Gambar 65. Perspektif flying fox area
138
Gambar 66. Perspektif bungee jumping area
139
Rencana Penyelenggaraan Program Wisata Pengembangan objek dan atraksi wisata yang telah ada dan penambahan objek bertujuan menarik minat pengunjung untuk mengekplorasi jenis kegiatan wisata yang terdapat di Timur Waduk Ir. H. Djuanda. Penyelenggaraan objek dan atraksi tidak hanya dilaksanakan pada hari-hari biasa, tetapi akan direncanakan penambahan waktu penyelenggaraan atraksi. Waktu penyelenggaraan yang bersifat khusus diacu pada hari penting nasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan olahraga (Tabel 16). Tabel 16. Rencana penyelenggaraan objek dan atraksi Program Rutin
Objek dan Atraksi 1. Information Center 2. Hiking Trails, Canopy Trails, Camping Ground, Picnic Lawn (Wisata Alam)
3. Dermaga Apung, Dermaga Kampung Air, JWW, Pemancingan (Wisata Waduk) 4. Bendungan Utama, Museum Teknologi (Wisata Bendungan) 5. Nursery, Loka Riset Pemacuan Stok Ikan Pelelangan Ikan, Budidaya Ikan Jaring Terapung, Sawah, dan Perkebunan (Wisata Pertanian) Insidental 1. Lomba Mendayung Nasional 2. Festival Perahu Hias
Waktu Pelaksanaan Setiap Waktu 06.00-17.00 (Kecuali Camping Ground) 06.00-17.00 (Kecuali JWW, 09.00-17.00) 08.00-14.00
06.00-16.00
Hari Jadi PON Hari Jadi Porseni Hari Ulang Tahun 3. Pagelaran Budaya Purwakarta 4. Workshop Teknologi dan Lingkungan Hidup Hari Pendidikan Nasional 5. Penanaman 1000 Pohon di Area Sempadan Hari Bumi Waduk 6. Lomba Rakyat Hari Kemerdekaan RI Rencana Perjalanan Wisata
Adanya pengembangan sirkulasi pada kawasan wisata GTJ bertujuan untuk memudahkan pengunjung dalam menikmati objek dan atraksi wisata, membatasi kegiatan pengunjung yang mengarah pada tindakan merusak
140
lingkungan serta membatasi jumlah pengunjung agar tidak melebihi daya dukung kawasan. Rencana perjalanan wisata (Tabel 17 dan 18) dibuat berdasarkan akses dan jenis atraksi wisata sesuai dengan pilihan paket wisata, touring circuit, maupun longer stay. Rencana perjalanan wisata direncanakan dalam sebuah rencana jalur wisata (touring plan). Tabel 17. Rencana perjalanan wisata berdasarkan lama wisata Waktu Wisata Satu Hari
Dua Hari
Rute Ruang PenerimaanTempat IstirahatInformation CenterHotel Bendungan-Nursery Waduk- Budidaya Ikan Jaring TerapungRestoran Terapung
Ruang PenerimaanTempat IstirahatInformation CenterHotel Bendungan-Nursery Waduk- Budidaya
Objek 1. Information Center
2. Bendungan Utama 3. Museum 4. Nursery 5. Dermaga Apung 6. Dermaga Kampung Air 7. JWW 8. Pemancingan 9. Pelelangan Ikan 10.Budidaya Ikan Jaring Terapung 1. Information Center
Aktivitas 1. Mengenali Kawasan Wisata 2. Istirahat 3. Mencari Informasi 4. Menginap 5. Wisata Teknologi 6. Wisata Pertanian 7. Wisata Air 8. Rekreasi
9. Belanja 10.Wisata Pertanian 1. Mengenali Kawasan Wisata 2. Istirahat 3. Mencari Informasi
Ikan
4. Menginap
Jaring Terapung-
2. Bendungan Utama
Restoran Terapung-
3. Museum
PersawahanPerkebunanHutan WisataTempat Gelar Budaya
4. Nursery 5. Dermaga Apung 6. Dermaga Kampung Air 7. JWW
5. Wisata Teknologi 6. Wisata Pertanian 7. Wisata Air 8. Rekreasi
8. Pemancingan 9. Pelelangan Ikan 10.Budidaya Ikan Jaring Terapung 11.Persawahan 12.Perkebunan
9. Belanja 10.Wisata Pertanian
13.Hutan Wisata
11.Wisata Alam
14.Pergelaran
13.Fotografi,
Budaya
Menikmati Acara
141
Tabel 18. Rencana perjalanan wisata berdasarkan tingkat tantangan Tingkat Tantangan Tinggi
Sedang
Rute Ruang PenerimaanTempat Istirahat
Objek 1. Information Center
Aktivitas 1. Mengenali Kawasan Wisata
Information CenterHotel (Jika Memilih Longer Stay)*
2. Istirahat 3. Mencari Informasi
Nature Interpretation CenterHutan WisataTempat Gelar
4. Menginap 5 Menginterpretasi Kawasan Hutan
Budaya/
2. Hiking Trails
6. Hiking
Garden Festival
3. Canopy Trails
7. Canopy Walk
4. Menara Pandang
8. Bungee Jumping
5. Rumah Pohon
9. Fotografi
6. Picnic Lawn
10.Rekreasi
7. Camping Ground
11.Istirahat 12.Fotografi, Menikmati Acara 1. Mengenali Kawasan Wisata
Ruang PenerimaanTempat Istirahat-
8. Panggung Terbuka/ Taman 1. Information Center
Information CenterHotel (Jika Memilih Longer Stay)*
2. Istirahat 3. Mencari Informasi
Bendungan-Waduk
4. Menginap
RestoranFestival Perahu Hias/
2. Bendungan Utama 3. Museum dan bangunan operasional
5. Wisata Teknologi
Pertandingan
4. JWW
6. Rekreasi
Olahraga Air/
5. Dermaga Apung
7. Wisata Air
Workshop Teknologi
6. Dermaga Kampung
8. Rekreasi
Air 7. Pemancingan
Rendah
Ruang PenerimaanTempat Istirahat-
8.Waduk/Convention Hall 1. Information Center
Information CenterHotel (Jika Memilih Longer Stay)*
9. Fotografi, Menikmati Acara 1. Mengenali Kawasan Wisata 2. Istirahat 3. Mencari Informasi 4. Menginap
Nursery-
2. Nursery 3. Loka Riset Pemacuan Stok Ikan
Pelelangan IkanBudidaya Ikan Jaring Terapung-
4. Pelelangan Ikan 5. Budidaya Ikan Jaring Terapung
Restoran Terapung-
6. Lahan Tanaman
Farm Guest Center-
Pangan
5. Wisata Pertanian 6. Belanja 7. Wisata Pertanian
142 Persawahan-
7. Lahan Tanaman
Perkebunan-
Hortikultura
Festival Makanan Khas Sunda/
8. Saung/gazebo
8. Fotografi, Menikmati Acara
Mengikuti Panen Raya
Rencana perjalanan wisata ini dibagi berdasarkan lama berwisata dan tingkat tantangan. Perjalanan dua hari merupakan rencana perjalanan bagi wisatawan yang ingin menikmati semua objek dan atraksi wisata di GTJ. Wisatawan yang datang dapat memperoleh informasi dari pemutaran video di video presentation room di information center, setelah itu mereka menginap. Kemudian, pada pukul 08.00 pagi wisatawan diantar menuju Bendungan Utama dan Museum oleh guide dengan menggunakan mobil wara-wiri. Setelah dari Bendungan Utama wisatawan dapat menuju Bendungan Utama, nursery, Dermaga Apung, Dermaga Kampung Air, JWW, pemancingan, pelelangan ikan, dan budidaya ikan jaring terapung. Keesokan harinya pukul 06.00 wisatawan menunjungi area persawahan, perkebunan, kemudian hutan wisata. Untuk menambah pengalaman berwisata, wisatawan dapat mengikuti pergelaran budaya di panggung terbuka, kemudian mereka pulang ke tempat asalnya masing-masing. Perjalanan satu hari memiliki rute yang sama seperti halnya rute pada perjalanan wisata dua hari. Namun, memiliki perbedaan pada objek dan atraksi wisata yang dikunjungi. Pada perjalanan wisata satu hari, wisatawan tidak menginap dan tidak mengunjungi areal persawahan, perkebunan, hutan wisata, dan tidak mengikuti pergelaran budaya. Sehingga, pengalaman berwisata yang didapat lebih sedikit dibandingkan dengan rute perjalanan dua hari. Berbeda halnya pada perjalanan wisata berdasarkan tingkat tantangan, wisatawan dapat memilih jenis objek dan atraksi yang sesuai dengan minat mereka. Adapun perjalanan wisata dengan tantangan tinggi, wisatawan yang datang dapat memperoleh informasi dari pemutaran video di video presentation room di information center, setelah itu mereka menginap. Kemudian, pada pukul 06.00 pagi wisatawan diantar menuju area persawahan dan perkebunan oleh guide dengan menggunakan mobil wara-wiri. Setelah dari area persawahan dan
143
perkebunan itu, wisatawan dapat menuju hutan wisata dimana terdapat tantangan perjalanan dengan track yang cukup berat seperti hiking, canopy walk, bungee jumping. Kemudian wisatawan dapat melakukan scenic photography, rekreasi, dan istirahat di picnic lawn dan camping ground. Untuk menambah pengalaman berwisata, wisatawan dapat mengikuti pergelaran budaya di panggung terbuka ataupun garden festival, kemudian mereka pulang ke tempat asalnya masingmasing. Wisatawan yang tidak memilih rute perjalanan terakhir, mereka tidak menginap dan tidak mengikuti pergelaran budaya. Sehingga, pengalaman berwisata yang didapat lebih sedikit dibandingkan rute perjalanan yang dilengkapi dengan atraksi kebudayaan setempat. Perjalanan
wisata dengan tantangan tingkat sedang, pada pukul 08.00
wisatawan diantar menuju Bendungan Utama dan Museum oleh guide dengan menggunakan mobil wara-wiri. Setelah dari Bendungan Utama wisatawan dapat menuju nursery, Dermaga Apung, Dermaga Kampung Air, JWW, pemancingan, dan pelelangan ikan. Untuk menambah pengalaman berwisata, wisatawan dapat mengikuti festival perahu hias, pertandingan olahraga air di waduk, ataupun workshop teknologi di Convention Hall. Wisatawan yang tidak memilih rute perjalanan terakhir, mereka tidak menginap dan tidak mengikuti festival perahu hias, pertandingan olahraga air, ataupun workshop teknologi. Sehingga, pengalaman berwisata yang didapat lebih sedikit dibandingkan rute .perjalanan yang dilengkapi dengan atraksi kebudayaan dan kegiatan masyarakat setempat. Perjalanan
wisata dengan tantangan tingkat sedang, pada pukul 08.00
wisatawan diantar menuju nursery oleh guide dengan menggunakan mobil warawiri. Setelah dari nursery wisatawan dapat menuju Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, pelelangan ikan, budidaya ikan jaring terapung, area persawahan, dan perkebunan. Untuk menambah pengalaman berwisata, wisatawan dapat mengikuti festival makanan khas sunda, ataupun panen raya di saung-saung area persawahan. Wisatawan yang tidak memilih rute perjalanan terakhir, mereka tidak menginap dan tidak mengikuti makanan khas sunda, ataupun panen raya. Sehingga, pengalaman berwisata yang didapat lebih sedikit dibandingkan rute perjalanan yang dilengkapi dengan atraksi kebudayaan dan kegiatan masyarakat setempat.
144
145
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan aspek fisik-biofisik, potensi objek dan atraksi wisata, serta sosial, maka GTJ cukup berpotensi untuk pengembangan wisata dimana besar objek dan atraksi wisata memiliki nilai potensi yang tinggi. Zona potensi tinggi memiliki luas 176.06 ha (30.84 %), zona potensi sedang 206.89 ha (36.24 %), dan zona potensi rendah 187.9 ha (32.92%). Nilai ekologis pada kawasan eksisting yaitu dengan total penghematan tahunan sebesar Rp 825.030.000,-, sedangkan pada kawasan perencanaan sebesar 3.141.144.000,-. Konsep wisata yang dikembangkan yaitu wisata alam yang didasarkan pada potensi sumberdaya lanskap serta objek dan atraksi wisata yang potensial untuk menjaga kelestarian sumberdaya lanskap dan keberlanjutan kawasan wisata.
Saran Adapun saran untuk penelitian ini yaitu: 1. Perencanaan penataan lanskap yang telah dilakukan ini lebih kepada pendekatan sumberdaya lanskap. Selanjutnya penelitian dapat dilakukan dengan pendekatan sosial pada masyarakat sekitar agar masyarakat dapat lebih berperan serta dalam mewujudkan wisata yang berkelanjutan. 2. Strategi utama dalam perencanaan
lanskap yang digunakan adalah
maksimalisasi alokasi ruang terbuka hijau di sekitar objek wisata seperti penanaman jalur hijau, koridor, dan taman. Strategi ini dapat diterapkan oleh pemerintah daerah untuk menambah ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai rekreasi ataupun wisata.
146
DAFTAR PUSTAKA
Agustini M. 1994. Identifikasi Ciri Arsitektur dan Kerapatan Dua Puluh Lima Jenis Pohon Suku Leguminoceae untuk Elemen Lanskap Tepi Jalan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. American Forests. 2002. CITYgreen 5.0 :User Manual. Washington DC : American Forest.
Barus, Wiradisastra US. 1997. Sistem Informasi Geografis Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor: Lab. Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bengen DG. 2005. Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS). Di dalam: Setyawan WB et al., editor. Interaksi Daratan dan Lautan, Pengaruhnya terhadap Sumber Daya dan Lingkungan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Booth NK dan Hiss JE. 2005. Residential Landscape Architecture. New Jersey: Pearson Education, Inc. Budiman A. 2010. Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Meningkatkan Kualitas Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS sebagai Kawasan Ekowisata. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bruun M. 1995. Landscape as Resource for Leisure by Explotion or by Exclusion? Proceedings the 33rd IFLA World Congress; Bangkok, 21-24 Oktober 1995. Bangkok: IFLA. Carpenter et al. 1975. Plant in The Landscape. New York: McGraw-Hill Publishing Company. Chiara JD, Koppelman LE. 1989. Standar Perencanaan Tapak. Erlangga: Jakarta. Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: ANDI. Departemen Dalam Negeri. 1990. RTH Kota (Inmendagri No. 14 Tahun 1958 Makalah Seminar Pembinaan dan Aktualisasi RTH di Wilayah Perkotaaan. Jakarta: Pekan Seni Flora, Fauna, dan Lingkungan.
147
Departemen Pekerjaan Umum. 1993. Penyusunan Program
Pengembangan
Sektoral Terpadu dalam Rangka Rekayasa Teknik Tata Ruang Kawasan Jatiluhur. Jakarta: Bagian Proyek Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional Bidang Tata Perencanaan Daerah. [Depparpostel] Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata. Jakarta: Depparpostel. Gold, SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Gunn CA. 1994. Tourism Planning Basics, Concepts, Cases. Washington DC: Taylor & Francis. Hardjowigeno
S,
Widiatmaka.
1968.
Evaluasi
Kesesuaian
lahan
dan
Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hakim R, Utomo H. 2002. Komponen Perancangan Arsitektur Lanskap. Jakarta : Bumi Aksara. Harris CW, Dines NT. 1998. Time-Saver Standards for Landscape Architecture. New York: McGraw-Hill. Harsono. 2000. Kawasan Hutan sebagai Sumber Kehidupan dan Sumber Plasma Nutfah (Sumberdaya Genetik). Di dalam: Menuju Taman Nasional Gunung Lawu. Prosiding Semiloka Nasional Konservasi Biodiversitas untuk Perlindungan dan Penyelamatan Plasma Nutfah di Pulau Jawa. Prosiding Seminar Nasional dan Lokakarya; Surakarta, 17-20 Juli 2000. hlm 38. Holden A. 2000. Environment and Tourism. London: Routledge. Laurie M. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung: Intermatra Inskeep E. 1991. Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development Approach. VNR Tourism and Recreation Series. New York: Van Nostrad Reinhold. Knudson DM. 1980. Outdoor Recreation. New York: Mac Millan Publ. Co. Inc Marpaung H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta. Marsono. 2004. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: BIGRAF Publishing.
148
Melchias G. 2001. Biodiversity and Conservation. USA: Science Publisher, Inc. Mulyati T. 2007. Kajian Kondisi Gua untuk Pengembangan Wisata Minat Khusus di Kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Nurisjah S, Pramukanto Q. 2009. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan). Bogor. Perum Jasa Tirta II Jatiluhur. 2002. Company Profile. Purwakarta: Kantor Pusat Perum Jasa Tirta II Jatiluhur. Perum Otorita Jatiluhur. 1993. Studi Andal Pengembangan Kawasan Pariwisata Jatiluhur. Purwakarta: Perum Otorita Jatiluhur. Prasetyo DH. 2003. Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Tata Guna Lahan. Artikel Populer Ilmu Komputer. Rahmat H. 2003. Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (Geographics
Information System). Artikel Populer Ilmu Komputer. Robinette GO. 1983. Landscape Planning for Energy Conservation. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Rosmalia D. 2008. Rencana Pengembangan Koridor Sungai Ciliwung di Jakarta sebagai Kawasan Ekowisata. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Schreiber KF, Kias U. 1988. Konsep Penaksiran Dampak Lingkungan yang Ditimbulkan oleh Pembangunan Jalan. Di dalam: Espig G, Lubis M, Bittner A, editor. Ekologi. Ed ke-1. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm 138-154. Simonds, JO. 1983. Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Soemarwoto O. 1991. Ekologi, Lingkungan hidup dan Pembangunan Djembatan. Jakarta. Tim Penyusun. 1976. Kawasan Taman Wisata Alam. Di dalam: Lokakarya Perlindungan dan Pelestarian Alam; Bogor, 4-6 Februari 1976. Bogor: Panitia Program “Man and The Biosphere” Indonesia dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 85.
149
. 1980. Rencana Pengelolaan dan Perancangan Kawasan Taman Wisata “Gunung Selok” Cilacap Jawa Tengah. Bogor: Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. . 2002. Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Purwakarta. Purwakarta. Turner T. 1986. Landscape Planning. New York: Nichols Publishing. Tivy J. 1972. The Concept and Determination of Carrying Capacity of Recreational Land in the USA. Battlebay: Countryside Commision for Scotland. USDA. 1968. Soil Interpretation for Recreation: Soil Memorandum 69. Washington: SCS-USDA. Widada. 2008. Mendukung Pengelolaan Taman Nasional yang Efektif melalui Pengembangan Masyarakat Sadar Konservasi yang Sejahtera. Jakarta: JICA.
150
LAMPIRAN
151 150
LAMPIRAN Lampiran 1. Jadwal rencana penelitian Februari No
Maret
April
Mei
Juni
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 3 2 3 1 2 3 4 1 2 3 4 1.
Penyusunan Proposal
2.
Persiapan
3.
Inventarisasi Data
4.
Analisis dan Sintesis
5.
Perencanaan
6
Penyusunan Skripsi
152 151
Lampiran 2. Report asli analisis CITYgreen 5.4 pada kawasan eksisting Grama Tirta Jatiluhur: (a) poligon 1; (b) poligon 2; dan (c) poligon 3
a
153 152
b
154 153
c
155 154
Lampiran 3. Report asli analisis CITYgreen 5.0 pada Kawasan Perencanaan Grama Tirta Jatiluhur: (a) poligon 1; (b) poligon 2; dan (c) poligon 3
a
155 156
b
156 157
c
c
158 157
Lampiran 4. Kuesioner penelitian KUESIONER PENELITIAN (bagi pengunjung kawasan) Selamat siang Bapak/Ibu/Saudara, nama Saya Prita Indah Pratiwi, mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai perencanaan penataan lanskap kawasan wisata dan penyusunan alternatif program wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Studi ini untuk membuat perencanaan lanskap kawasan wisata alam yang terintegrasi dengan wisata penunjangnya dimana memiliki nilai edukatif sebagai aset wisata, memberikan keuntungan kepada komunitas lokal, pengelola, wisatawan, dan hubungan antara wisata dan lingkungan harus dikelola sehingga tercapai lingkungan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Untuk itu agar dapat mengetahui keinginan dari para pengunjung Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur maka dibuat kuesioner ini. Kuesioner ini mohon diisi dan atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. DAFTAR PERTANYAAN UNTUK RESPONDEN I . Identitas Responden 1.1 Pekerjaan
:
1.2 Umur : 1.3 Pendidikan :
a. pegawai e. pelajar a. 20-30 a. SD e. S1
b. pedagang c. petani f. ibu rumah tangga b. 31-40 c. 41-50 b. SLTP c. SLTA f. S2 atau S3
d. buruh g. lainnya d. >50 d. D3
II. Persepsi Kondisi Lanskap dan Objek Wisata Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dengan elemen penyusun lanskap alami seperti gunung, sungai, laut dan bentukan alam lainnya, serta elemen penyusun lanskap buatan seperti danau, taman, formasi batuan atau bangunan. 2.1 Anda sudah mempunyai pemahaman tentang lanskap : a. ya b. tidak 2.2 Anda sudah mempunyai pemahaman tentang penghijauan : a. ya b. tidak 2.3 Menurut Anda apakah penataan lanskap diperlukan dalam kawasan wisata? a. ya b. tidak 2.4 Menurut Anda bagaimana keadaan lanskap yang ada saat ini? a. baik sekali b. cukup baik c. kurang baik 2.5 Apakah Anda merasa nyaman dengan keadaan lanskap yang ada saat ini? a. ya b. tidak 2.6 Anda memfungsikan tanaman yang ada sekarang untuk : a. estetika b. berteduh c. berdiskusi d.meningkatkan kualitas lingkungan e. mengambil buah f. lain-lain 2.7 Menurut Anda apakah RTH (taman, jalur hijau, koridor, hutan, dsb.) diperlukan dalam kawasan wisata? a. ya b. tidak
159 158
2.8 Menurut Anda bagaimana keadaan taman yang ada saat ini? a. baik sekali b. cukup baik c. kurang baik 2.9 Apakah Anda merasa nyaman dengan keadaan taman yang ada saat ini? a. ya b. tidak 2.10 Menurut Anda bagaimana keadaan jalur hijau yang ada saat ini? a. baik sekali b. cukup baik c. kurang baik 2.11 Manfaat RTH dalam kawasan wisata yang penting : a. estetika b. mengurangi kebisingan c. mengurangi silau d. menghalau bau tidak sedap d. mengurangi polusi 2.12 Kapan biasanya Anda mengunjungi Kawasan Wisata GTJ ini? a. pagi b. siang c.sore 2.13 Berapa lama Anda berkunjung ke kawasan ini? a. 1-6 jam b. 6-12 jam c. 12-24 jam d. >24 jam 2.14 Lokasi objek wisata mana saja yang sering Anda kunjungi? a. bendungan utama b. JWW c. panggung terbuka d. dermaga apung e. dermaga kampung air f. pelelangan ikan 2.15 Aktivitas apa saja yang Anda di suatu objek dan atraksi wisata? a. melihat pemandangan b. bermain c. melepas lelah d. olahraga e. bertemu kerabat atau rekan kerja III. Keinginan akan lanskap yang akan direncanakan 3.1 Di bawah ini ada pilihan tempat melakukan aktivitas wisata. Mana yang menurut Anda lebih baik? a. ruang tertutup b. ruang terbuka 3.2 Jenis pohon yang diinginkan ditanam di taman? a. pohon besar rindang b. pohon berbunga indah c.pohon berbuah d. lainnya 3.3 Jenis pohon yang diinginkan ditanam di sepanjang jalur hijau? a. pohon besar rindang b.pohon berbunga indah c. pohon berbuah d. lainnya 3.4 Jenis tanaman semak yang diinginkan ditanam di sepanjang jalur hijau? a. semak berdaun indah b. semak yang dibentuk c. semak berbunga d. semak yang beraroma harum 3.5 Apakah diperlukan trotoar bagi pejalan kaki? a. perlu, alasan……............................................................................................ b. tidak perlu, alasan………….......................................................................... 3.6 Apakah diperlukan jalur bagi pengguna sepeda? a. perlu, alasan……..................................................................................…......... b.tidak perlu, alasan……......................................................................…….............. 3.7. Fasilitas penunjang wisata yang diinginkan: a. toilet b. shelter c. tempat sampah d. tempat ibadah e. kios cinderamata f. sistem transportasi internal g. sarana pendidikan 3.8 Bagaimana tanggapan anda jika dibangun sarana berolahraga? a. sangat setuju b. biasa saja c.tidak setuju (dengan alasan …………………………………………………………….……………….............)
160 159
3.9 Fasilitas atau arena olahraga apa saja yang Anda inginkan di sarana olahraga tersebut? a. sepak bola b. bulu tangkis c.tenis d.futsal e.basket f. lainnya Saran Anda untuk Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisatadan Alternati Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat:.......................................................................................................................... .............................................................................................................................
161 160
Lampiran 5. Hasil pengambilan kuesioner di Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur mengenai persepsi dan keinginan terhadap lanskap Pertanyaan Pemahaman tentang lanskap ya tidak Pemahaman tentang penghijauan ya tidak Pendapat mengenai perlunya penataan lanskap perlu tidak Keadaan lanskap saat ini baik sekali cukup baik kurang baik Pendapat mengenai kenyamanan terhadap lanskap nyaman tidak Fungsi tanaman yang ada estetika berteduh berdiskusi meningkatkan kualitas lingkungan mengambil buah lain-lain Pendapat mengenai perlunya RTH (taman, jalur hijau, koridor, hutan, dsb) dalam kawasan wisata perlu tidak Keadaan taman saat ini baik sekali cukup baik kurang baik Pendapat mengenai kenyamanan taman nyaman tidak Keadaan jalur hijau saat ini baik sekali cukup baik kurang baik Manfaat RTH dalam kawasan wisata estetika mengurangi kebisingan mengurangi silau
Jumlah
Persentase
52 48
52 48
80 20
80 20
98 2
98 2
16 62 26
16 62 26
71 29
71 29
22 22 6 36 5 9
22 22 6 36 5 9
100
0
10 62 28
10 62 28
64 36
64 36
10 67 23
10 67 23
23 8 7
23 8 7
162 161
menghalau bau tidak sedap mengurangi polusi Waktu kunjungan wisata pagi hari siang hari sore hari Lama kunjungan wisata 1-6 jam 6-12 jam 12-24 jam >24 jam Objek wisata yang sering dikunjungi bendungan utama Jatiluhur Water World panggung terbuka dermaga apung dermaga kampung air pelelangan ikan Aktivitas yang dilakukan di objek wisata melihat pemandangan bermain melepas lelah olahraga bertemu dengan kerabat atau rekan kerja Pilihan tempat melakukan aktivitas wisata ruang tertutup ruang terbuka Jenis pohon yang diinginkan untuk ditanam di taman pohon besar rindang pohon berbunga indah pohon berbuah lainnya Jenis pohon yang diinginkan untuk ditanam di jalur hijau pohon besar rindang pohon berbunga indah pohon berbuah lainnya Jenis semak yang diinginkan untuk ditanam di jalur hijau semak berdaun indah semak yang dibentuk semak berbunga semak beraroma harum
6 56
6 56
49 19 32
49 19 32
69 18 5 8
69 18 5 8
22 32 13 7 8 18
22 32 13 7 8 18
17 14 55 5 9
17 14 55 5 9
2 98
2 98
46 36 12 6
46 36 12 6
52 32 4 12
52 32 4 12
27 40 18 15
27 40 18 15
163 162
Perlunya trotoar bagi pejalan kaki perlu tidak Perlunya jalur sepeda bagi pengguna sepeda perlu tidak Fasilitas penunjang wisata yang diinginkan toilet shelter tempat sampah tempat ibadah kios cinderamata sistem transportasi internal sarana pendidikan Tanggapan jika dibangun sarana berolahraga sangat setuju biasa saja tidak setuju Fasilitas olahraga yang diinginkan sepakbola bulutangkis tenis futsal basket lainnya
96 4
96 4
57 43
57 43
15 11 34 25 9 4 2
15 11 34 25 9 4 2
83 15 2
83 15 2
15 17 11 23 13 21
15 17 11 23 13 21