TESIS
PRINSIP-PRINSIP KEPEMILIKAN SAHAM PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN MILIK NEGARA (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN SINGAPURA)
NI WAYAN DESI ARYANTI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
TESIS
PRINSIP-PRINSIP KEPEMILIKAN SAHAM PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN MILIK NEGARA (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN SINGAPURA)
NI WAYAN DESI ARYANTI NIM : 0990561056
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
PRINSIP-PRINSIP KEPEMILIKAN SAHAM PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN MILIK NEGARA (STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN SINGAPURA) Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI WAYAN DESI ARYANTI NIM : 0990561056
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 6 November 2013
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. I Pt. Sudarma Sumadi, SH. SU.
Dr. Pt. Tuni Cakabawa L, SH. MHum.
NIP. 19560419198331003
NIP. 195803211986021001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Universitas Udayana
Dr. NK. Supasti D, SH., M.Hum., LLM
Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 196111011986012001
NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 16 Oktober 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor 1902/UN14.4/HK/2013 Tanggal 1 Oktober 2013
Ketua
: Prof. Dr. Putu Sudarma Sumadi. SH., SU.
Sekretaris
: Dr. Putu Tuni Cakabawa, S.H., M.H.
Anggota
: 1. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., MHum., LLM. 2. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.H. 3. Dr. Ketut Westra, S.H., M.H.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ni Wayan Desi Aryanti
Program Studi : Ilmu Hukum Judul Tesis
:
Prinsip-Prinsip
Kepemilikan
Saham
Pemerintah
Dalam
Perusahaan Milik Negara (Studi Perbandingan Antara Indonesia dan Singapura)
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 02 Desember 2013 Yang Menyatakan
(Ni Wayan Desi Aryanti)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dengan judul ”Prinsip-Prinsip Kepemilikan Saham Pemerintah Dalam Perusahaan Milik Negara (Studi Perbandingan Antara Indonesia dan Singapura)” ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar magister pada Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai tanpa dukungan, doa, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika SpPD KEMD. 2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) beserta jajarannya. 3. Ketua Program Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Ibu Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LL.M beserta staf jajarannya serta tenaga kependidikan atas berbagai dukungan administratif dan moral yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana. 4. Bapak Prof. Dr. I Putu Sudarma Sumadi, SH, SU sebagai dosen pembimbing pertama, Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa L., SH., MHum.,
dan Bapak Dewa Gede Rudy, SH., MHum., sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan semangat serta saran kepada penulis. 5. Keluarga tercinta, Bapak, Mamak, Tante, Pakman, Bunda, Dedek, Adit, Koming, Arya, Dedi, Winda, Tia yang selalu mendukung saya (I can’t make it without you). 6. Teman-teman seperjuangan di kampus, Bunga, Anita, Gustu, Vian, yang selalu membantu dan mendukung saya (you make it possible). 7. Prima dan Chrisna,atas dukungannya dalam susah dan senang. 8. Teman-teman di PT Pertamina (Persero), Rika, Nurchus, Nana, Tika, Febri, Doman, Marsha, Icha dan BPS Legal 2011 yang tidak bosanbosannya mengingatkan saya agar menyelesaikan kuliah, 9. Atasan-atasan di kantor, Ibu Tina dan Mas Jarrod yang selalu mendukung saya dengan memberikan cuti dan dukungan moral. 10. Rekan-rekan di kantor Robert Khuana & Partners, Mbok Gek, Pak Ketut, Pak Robert, Pak Agung, Sudi, Rudy, Hara dan Putu. 11. Serta pihak lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Hormat Saya ,
Ni Wayan Desi Aryanti
ABSTRAK Tesis ini berjudul “Prinsip-Prinsip Kepemilikan Saham Pemerintah Dalam Perusahaan Milik Negara (Studi Perbandingan Antara Indonesia dan Singapura)”. Rumusan masalah dalam tesis ini adalah yang pertama: bagaimanakah kedudukan harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero dalam perspektif hukum perseroan dan perbandingannya dengan hukum perseroan Singapura? Sedangkan rumusan permasalahan yang kedua: bagaimanakah akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero? Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan jenis pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan komparatif (Comparative Approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier, dengan teknik analisa dilakukan dengan cara deskriptif, evaluatif, interpretatif, analisis dan argumentatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hukum perseroan Indonesia, kekayaan Negara yang disertakan dalam Persero adalah kekayaan Persero itu sendiri dan berdasarkan hukum Singapura, kekayaan yang disertakan dalam Temasek sebagai Government Linked Company adalah kekayaan perusahaan itu sendiri. Akibat hukum ditempatkannya kekayaan negara pada Persero adalah: pengelolaan kekayaan yang ditempatkan tersebut tidak lagi tunduk pada prinsip APBN, melainkan prinsip good corporate governance; kontrakkontrak yang dibuat oleh Persero berlaku mengikat bagi Persero, bukan Negara, sehingga ketaatan terhadap ketentuan kontrak dan tanggung jawab yang muncul akibat kontrak menjadi tanggung jawab Persero, oleh karenanya piutang yang muncul akibat pelaksanaan kontrak tersebut menjadi piutang Persero, bukan piutang negara. Namun demikian, dalam pelaksanaannya seringkali terjadi inkonsistensi perlakuan terhadap Persero (misalnya dalam audit finansial dan Persero tidak bisa menjadi penjamin bagi perusahaan lainnya). Di sisi lain, kekayaan pemerintah Singapura yang ditempatkan di Temasek, dikelola dengan mekanisme korporasi dan hampir tanpa intervensi pemerintah (kecuali terhadap past reserves). Dengan demikian, Temasek dapat dengan leluasa berkontrak dengan pihak ketiga dan bisa bertindak sebagai penjamin bagi anak perusahaannya. Kata Kunci: Kekayaan Negara, Persero, Government Linked Company, Temasek.
ABSTRACT This thesis entitled “The Principles of Government’s Shares in State Owned Enterprise (A Comparative Study Between Indonesia and Singapore)”. Problems being research in this thesis are, first: the legal standing of the state’s equity in Persero according to Indonesian state owned enterprise law and its comparison to Singapore corporate law. The second problem, what are legal implications of the government’s shares in Persero. The method being used is a normative legal research methods with legislation and regulation approach (Statute Approach) and comparative approach. Legal materials used are of primary legal materials, legal materials and secondary and tertiary legal materials, the engineering analysis done by descriptive, evaluative, interpretative, analytical and argumentative. This research shows that according to Indonesian corporate law, the state’s equity being placed in Persero belongs to Persero and according to Singapore Law, the government’s equity being placed in Persero as the Government Linked Company belongs to the said company. Legal consequences of the government equity in Persero are: the management of the said equity is no longer subject to state budget’s principals but to good corporate governance principals; contracts made by Persero binds Persero and not the government, hence compliance and liability arising from the said contracts are Persero’s liability only and therefore Persero’s claim arising from contracts belong to the said Persero. However, in practical level, there is still some inconsistency in Persero’s equity treatment (i.e. financial audit and Persero’s inability to act as the guarantor to another company). On the other side, the Government of Singapore’s equity in Temasek is managed by corporate mechanism and almost without government intervention (except for past reserves). Therefore Temasek is free to make any contract with third parties and can act as the guarantor for its subsidiary. Key Words: State’s Equity, Persero, Government Linked Company, Temasek.
RINGKASAN
Karya tulis tesis ini membahas tentang ” Prinsip-Prinsip Kepemilikan Saham Pemerintah Dalam Perusahaan Milik Negara (Studi Perbandingan Antara Indonesia dan Singapura)”, yang pembahasannya terbagi dalam 5 (lima) bab. Bab I yang merupakan pendahuluan, diawali dengan penguraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis, kerangka berpikir dan metode penelitian. Pada latar belakang masalah menggambarkan fakta hukum mengenai tidak efektifnya pengelolaan Persero yang mungkin disebabkan oleh dualisme pengaturan penyertaan kekayaan Negara yang disertakan dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Persero di Indonesia. UU No. 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Kekayaan Negara dan UU No. 40 tahun 2007 menyebutkan bahwa kekayaan Negara yang disertakan dalam Persero adalah kekayaan Negara yang dipisahkan, sedangkan UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa kekayaan Negara yang disertakan dalam Persero merupakan keuangan Negara. Jika dibandingkan dengan Temasek yang merupakan salah satu Government Linked Company di Singapura, maka Temasek dikelola dengan sangat efektif dengan portofolio pada tahun 2013 sebesar S$ 215 milyar. Maka diperlukan pembahasan mengenai kedudukan kekayaan Negara yang dimasukkan dalam persero dalam perspektif hukum perseroan Indonesia dan perbandingannya dengan hukum perseroan Singapura
serta pembahasan mengenai akiat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero. Bab II
membahas mengenai tinjauan umum tentang badan usaha milik
Negara di Indonesia dan di Singapura, yang antara lain membahas tentang konsep-konsep usaha milik Negara, prinsip umum Perseroan Terbatas yang meliputi pengertian, kepemilikan saham dan kekayaan perseroan, tanggung jawab dan tata kelola perseroan. Secara umum perusahaan milik Negara di dunia dikenal sebagai government-owned corporation, state-owned company, state-owned entity, state enterprise, publicly owned corporation, government business enterprise, atau parastatal dengan unsur badan hukum; kepemilikannya dikuasai seluruhnya atau sebagian besar oleh Negara; dibidang privat atau komersial; bukan merupakan lembaga Negara. Di Indonesia, diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 dan berbentuk Perum dan Persero. Di Singapura, Government Linked Company diatur diatur dalam the Companies Act Chapter 50 of
1967 dan
berbentuk Limited Liability Company. Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseran Terbatas sehingga tuduk pada ketentuan UU No. 40 tahun 2007 dan oleh karenanya merupakan badan hukum yang memiliki kekayaan yang terpisah dengan pemegang sahamnya. Bab III membahas tentang Permodalan dalam Persero dan State Owned Enterprise yang meliputi 1) peranan negara dalam perekonomian, 2) harta kekayaan negara yang dimasukkan dalam persero dalam perspektif hukum Indonesia dan 3) perspektif hukum Singapura mengenai harta kekayaan negara yang dimasukkan dalam Government Linked Company. Negara berperan serta
dalam perekonomian nasional melalui pembentukan BUMN yang dilakukan melalui penyertaan modal dalam BUMN utamanya Persero, begitu pula di Singapura, negara juga turut serta dalam perekonomian nasional melalui penyertaan modal dalam Government Linked Company. Di Indonesia, kekayaan negara yang disertakan dalam Persero adalah kekayaan yang dipisahkan. Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah kekayaan tersebut tidak lagi dikelola dengan prinsip APBN, melainkan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Persero adalah Perseran Terbatas yang tunduk pada ketentuan UU No. 40 Tahun 2007, dimana Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang memiliki kekayaan terpisah dari pemegang sahamnya dan memiliki pertanggungjawaban terbatas. Dengan demikian berdasarkan hukum perseroan, kekayaan negara yang disertakan dalam Persero adalah kekayaan Persero itu sendiri dan tidak lagi merupakan kekayaan negara. Adapun berdasarkan the Singapore Companies Act chapter 50, Temasek yang merupakan Limited Liability Company memiliki kekayaan yang terpisah dengan pemegang sahamnya. Sehingga berdasarkan hukum Singapura, kekayaan negara yang disertakan dalam Government Linked Company (dalam hal ini Temasek) adalah kekayaan Government Linked Company itu sendiri. Bab IV membahas tentang akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero yang dibagi dalam dua sub-bab yaitu 1) pengelolaan harta kekayaan Persero dan 2) Kontrak-kontrak yang dibuat Persero. Pengelolaan harta kekayaan Persero tunduk pada prinsip-prinsip Good Corporate Governance, Persero dapat melakukan restrukturisasi piutangnya dengan mekanisme korporasi tanpa melalui Panitia Urusan Piutang Negara (karena piutang Persero bukanlah
piutang negara), pengadaan barang dan jasa Persero tidak tunduk pada Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan diaudit oleh komite audit internal, independen auditor serta BPK. Kontrak-kontrak yang dibuat oleh Persero berlaku mengikat bagi Persero, bukan Negara, sehingga ketaatan terhadap ketentuan kontrak dan tanggung jawab yang muncul akibat kontrak menjadi tanggung jawab Persero, oleh karenanya piutang yang muncul akibat pelaksanaan kontrak tersebut menjadi piutang Persero, bukan piutang negara. Kekayaan pemerintah Singapura yang ditempatkan di Temasek, dikelola dengan mekanisme korporasi dan hampir tanpa intervensi pemerintah (kecuali terhadap past reserves). Dengan demikian, Temasek dapat dengan leluasa berkontrak dengan pihak ketiga dan bisa bertindak sebagai penjamin bagi anak perusahaannya. Bab V merupakan bagian penutup. Bagian penutup merupakan simpulan dari pembahasan atas permasalahan penelitian serta saran dan rekomendasi agar dilakukan amandemen terhadap Pasal 2 huruf g UU No. 17 tahun 2003 dan Pasal 1 angka 1 UU No. 1 tahun 2004, sehingga tidak lagi terdapat perbedaan interpretasi dalam memandang kekayaan Negara yang disertakan dalam Persero. Sleain itu pemerintah Indonesia dapat menjadikan Temasek sebagai role model dalam pengelolaan Persero, sehingga Persero dapat menjadi tulang punggung perekonomian bangsa.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Depan ………………………………………………………
i
Halaman Sampul Dalam ………………………………………………………
ii
Lembar Persetujuan Pembimbing …………………………………………….
iii
Pernyataan Bebas Plagiat ..................................................................................
iv
Abstrak ..............................................................................................................
viii
Abstract ..............................................................................................................
ix
Ringkasan …………………………………………………………………….
x
Daftar Isi ……………………………………………………………………..
xiv
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………
1
1.1 Latar belakang masalah …………………………………………………..
1
1.2 Rumusan masalah .......................................................................................
9
1.3 Ruang lingkup masalah ..............................................................................
10
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................
10
1.4.1 Tujuan umum ……………………………………………………….
10
1.4.2 Tujuan khusus ....................................................................................
11
1.5 Manfaat …………………………………………………………………..
11
1.5.1 Manfaat teoritis …………………………………………………….
11
1.5.2 Manfaat praktis ……………………………………………………
11
1.6 Orisinalitas Penelitian ……………………………………………………
11
1.7 Landasan Teoritis …………………………………………………….….
13
1.7.1 Landasan Teoritis ..............................................................................
13
1.7.2 Kerangka berpikir ………………………………………………….
31
1.8 Metode Penelitian .......................................................................................
32
1.8.1 Jenis Penelitian ……………………………………………………..
32
1.8.2 Jenis Pendekatan …………………………………………………...
33
1.8.3 Sumber Bahan Hukum …………………………………………... ..
34
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................................
36
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum ............................................................
36
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DI INDONESIA DAN SINGAPURA ..........................................
37
2.1 Konsep-konsep Usaha Milik Negara .........................................................
37
2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum ...........................................................
37
2.1.2 Bentuk ………………………………………………………….…..
46
2.2 Prinsip Umum Perseroan Terbatas .............................................................
48
2.2.1 Pengertian ..........................................................................................
48
2.2.2 Kepemilikan Saham dan Kekayaan Perseroan ..................................
54
2.2.3 Tanggung Jawab ……………………………………………………
58
2.2.4 Tata Kelola …………………………………………………………
61
2.2.5 Prinsip Perseroan Terbatas Singapura ...............................................
67
BAB III PERMODALAN DALAM PERSERO DAN STATE OWNED ENTERPRISE ..................................................................................................
70 70
3.1 Peranan Negara Dalam Perekonomian ....................................................... 3.1.1 Badan Usaha Milik Negara ............................................................... 3.1.2 Penyertaan Modal ……………………………………………….....
81 92
3.2 Harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero dalam perspektif hukum Indonesia ......................................................................................
106
3.3 Perspektif hukum Singapura mengenai Harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Government Linked Company ...................................
117
BAB IV AKIBAT HUKUM KEPEMILIKAN SAHAM PEMERINTAH DALAM PERSERO ………………………………………………………….. 4.1 Pengelolaan Harta Kekayaan Persero ........................................................ 4.1.1 Restrukturisasi Piutang Persero ......................................................... 4.1.2 Pengadaan Barang dan Jasa ...............................................................
122 122 125 131
4.2 Kontrak-kontrak yang Dibuat Persero …………………………………… 140 BAB V SIMPULAN DAN SARAN …………………………………….…. 159 5.1 Simpulan ………………………………………………………………… 159 5.2 Saran ……………………………………………………………………… 159 Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah Pada saat sekarang ini, dapat dikatakan bahwa hampir sebagian besar masyarakat diseluruh dunia mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan di masa lampau. Investasi ekonomi yang bersifat lintas batas Negara telah menciptakan jutaan lapangan kerja baru sehingga turut berperan dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dunia. Adalah Adam Smith, yang pada tahun 1776 melalui karya monumental The Wealth of Nation memperkenalkan ideologi liberalisme ekonomi yang memungkinkan seluruh masyarakat mencapai kesejahteraan. Dalam arti, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sejahtera. Paham liberalisme ekonomi bertentangan dengan paham sosialisme. Sosialisme adalah sistem ekonomi dengan karakterstik berupa kepemilikan bersama atas sumber daya produksi dan sentralisasi industri-industri utama.1 In a socialist economic system, production is carried out by a free association of workers to directly maximise use-values (instead of indirectly producing use-value through maximising exchange-values), through coordinated planning of investment decisions, distribution of surplus, and the means of production. Socialism is a set of social and economic arrangements based on a post-monetary system of calculation, such as labour time, energy units or calculation-in-kind; at least for the factors of production.2
1
2
Anonim, Socialism, Available at: http://www.redletterpress.org/socialism101.html. Accessed at 18 September 2013. Terjemahan bebas penulis. Anonim, Socialism and Calculation, Available at: http://www.worldsocialism.org/spgb/overview/calculation.pdf. Accessed at: 10 Oktober 2010,
Semua sumber daya ekonomi dikuasai begara, industri digerakkan oleh Negara. Tidak ada kepemilikan individu.
Sehingga semua warga Negara
mendapatkan kemanfaatan yang sama terhadap aset-aset ekonomi yang dikuasai dan dikelola oleh Negara.3 Indonesia tidak secara tegas menganut prinsip liberalisme ataupun sosialisme. Apabila dilihat dari ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka Indonesia dalam beberapa segi menganut paham sosialisme namun disisi lain juga mengadopsi paham liberalisme. Disatu sisi Negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, disisi lain Negara memberikan kesempatan kepada swasta untuk berperan aktif dalam perekonomian Negara. Hal ini sangat jelas diatur dalam UU No. 8 tahun 1999 Tentang Pasar Modal, UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas. Peran aktif
negara dalam kegiatan perekonomian dapat dilihat dari
keikusertaan Negara sebagai pelaku ekonomi.
Dalam sistem perekonomian
nasional terdapat tiga pelaku ekonomi yang berperan, yaitu Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN), swasta, dan koperasi di mana ketiganya memiliki peran yang saling mendukung. BUMN di sini merupakan wujud dari penguasaan pemerintah terhadap sumber-sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi masyarakat banyak sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3
Mark Skousen, 2006, Teori-teori Ekonomi Modern, Prenada Media, Jakarta, h. 186 – 190.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Terdapat dua bentuk BUMN, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 19 Tahun 2003, Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Contoh Persero antara lain, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pindad (Persero). Adapun Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Contoh Perum antara lain Perum Perhutani dan Perum Bulog. BUMN berperan dalam berbagai kegiatan usaha dan bidang perekonomian, seperti dalam bidang pertanian, pertambangan, pos dan telekomunikasi, manufaktur, kelistrikan, dan lain sebagainya. Dengan peran yang sedemikian besar, BUMN seharusnya tumbuh menjadi agen pembangunan yang kokoh dan tangguh serta dinamis. Namun, pada kenyataannya kinerja BUMN hingga hari ini belum optimal dan profesional bahkan tidak jarang BUMN justru mengalami
kerugian. Pada tahun 2009, terdapat 20 BUMN yang mengalami kerugian dengan jumlah total kerugian mencapai Rp 1,17 trilyun rupiah.4 Ketidakefisienan dalam pengelolaan BUMN utamanya yang berbentuk Persero bisa jadi disebabkan oleh masuknya kekayaan Negara dalam Persero. Prinsip-prinsip kepemilikan saham pemerintah dalam BUMN ini utamanya menyangkut kedudukan harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero serta akibat hukum masuknya harta kekayaan Negara dalam Persero. Masalah penanaman modal atau kekayaan Negara di dalam Persero sangat erat kaitannya dengan kebijakan Keuangan Negara. Selain itu Persero adalah suatu PT. Karena berbentuk PT, maka ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap PT umumnya berlaku untuk Persero.5 Dengan demikian sebagai suatu Perseroan Terbatas maka seharusnya Persero tunduk pada ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan sebagai konsekuensi dari pemilihan bentuk Perseroan Terbatas maka terdapat pemisahan kekayaan antara Negara sebagai pemegang saham dengan Persero itu sendiri. Namun demikian, ketentuan Pasal 2 huruf g UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa “kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah”. Berdasarkan ketentuan ini maka kekayaan Persero adalah
4
Anindityo Wicaksono, Pemerintahkan Turunkan Jumlah BUMN Rugi, Available at: http://www.mediaindonesia.com/read/2010/01/12/116656/4/2/Pemerintahkan-TurunkanJumlah-BUMN-Rugi-. Accessed 17 Oktober 2010, 5 IG Rai Widjaja, 1994, Pedoman Dasar Perseroan terbatas (PT), Pradnya Paramita, Jakarta, h.72.
juga merupakan kekayaan Negara sehingga tidak terdapat pemisahan kekayaan antara Negara selaku pemegang saham dengan Persero. Sebagai akibat adanya perbedaan pengertian keuangan Negara yang menyangkut penyertaan modal pemerintah pada Persero, membawa akibat hukum yang berbeda bagi Persero. Akibat tersebut antara lain pada tata kelola kekayaan Negara yang dipisahkan tersebut, apakah pengelolaannya tunduk pada mekanisme korporasi sebagaimana prinsip good corporate governance atau tunduk pada mekanisme APBN sehingga dalam pelaksanaannya juga dapat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana diatur Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam hal penagihan piutang Persero misalnya, PP No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Pasal 19 menyatakan bahwa penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang Perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya Pasal 20 menyatakan bahwa tata cara dan penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak atas piutang Perusahaan Negara/Daerah yang pengurusan piutang diserahkan kepada PUPN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Sehingga peraturan ini tidak memisahkan kekayaan BUMN Persero dan kekayaan negara sebagai pemegang saham. Pada tanggal 16 Agustus 2006, Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan fatwa yang didalamnya MA mengutip pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menyebutkan modal BUMN merupakan dan
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sesuai bagian penjelasan, yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk
selanjutnya
pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, melainkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.6 Fatwa tersebut membawa implikasi hukum terutama dalam penagihan kredit macet di BUMN. Berdasarkan fatwa, bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, BTN dan BRI, bisa menyelesaikan sendiri piutangnya melalui mekanisme korporasi. Fatwa MA juga mengesampingkan aturan kewajiban membayar piutang kepada negara yang terdapat pada pasal 8 UU No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.7 PP No. 14 Tahun 2005 kemudian diubah dengan PP No. 33 Tahun 2006 yang menghapus Pasal 19 dan Pasal 20 PP 14 Tahun 2005. Pasal 2 ayat (1) huruf a PP No. 33 Tahun 2006 menentukan pada saat berlakunya PP ini: a. Pengurusan Piutang Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya; Contoh lain yang juga menarik untuk dicermati adalah dalam kasus kepailitan PT Dirgantara Indonesia. PT Dirgantara Indonesia dinyatakan pailit
6
Anonim, Fatwa MA yang Menjadi Kontroversi, Available at http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15556/fatwa-ma-yang-menjadi-kontroversi, Accessed 17 Agustus 2010.
7
Ibid.
sebagai akibat adanya permohonan pailit dari karyawan PT Dirgantara Indonesia, pada tanggal 4 September 2007 berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.8 Putusan Pengadilan Niaga ini kemudian dibatalkan dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tanggal 22 Oktober 2007 dengan pertimbangan karena permohonan pailit untuk perusahaan BUMN hanya bisa diajukan oleh menteri keuangan sebagai bendahara umum Negara sesuai dengan Undang-Undang Perbendaharaan Negara.9 Dengan adanya ketidakseragaman aturan mengenai kedudukan harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero, maka akan menimbulkan ketidakpastian terhadap akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero. Karena ada tidaknya pemisahan kekayaan akan membawa akibat hukum yang berbeda terhadap tanggung jawab pemegang saham Persero dalam hal ini Pemerintah Negara Republik Indonesia. Sebenarnya masuknya kekayaan Negara pada perusahaan milik Negara adalah hal yang umum di Negara-negara di dunia. Berdasarkan OECD Guidelines on Corporate Governance of State-owned Enterprises,“ the term State Owned Enterprises refers to enterprises where the state has significant control, through full, majority, or significant minority ownership.“10
8
9
10
Bayu Pamungkas WP, PT Dirgantara Indonesia Dinyatakan Pailit, Available at http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/09/04/brk,20070904-106849,id.html. Accessed 17 Oktober 2010. Anonim, MA Batalkan Putusan Pailit PT Dirgantara Indonesia, Available at http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/10/24/brk,20071024-110033,id.html. Accessed 17 Oktober 2010. Organisation For Economic Co-Operation and Development, 2005, OECD Guidelines on Corporate Governance of State-owned Enterprises, OECD, France.h. 11.
Di Singapura BUMN dikenal dengan nama Government Linked Company (seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah) misalnya Temasek Pte. Ltd.11 Di Selandia Baru dikenal dengan nama State-owned Enterprise misalnya, Airways Corporation of New Zealand Ltd., Asure Quality Ltd. Genesis Power Ltd., Kordia Group Ltd., Landcorp Farming Ltd., Meridian Energy Ltd.12 DiAustralia dikenal dengan nama Government Business Enterprise, misalnya ASC Pty Limited, Australian Postal Corporation, Australian Rail Track Corporation Limited, Defence Housing Australia, Medibank Private Limited, NBN Co Limited.13 Singapura adalah salah satu Negara yang sukses mengelola BUMNnya. Salah satunya adalah Temasek Holdings. Temasek adalah salah satu diantara sedikit perusahaan yang mendapat rating Aaa dari Moody’s “The Aaa rating reflects Temasek's strong fundamental credit profile as a holding company. This strength is supported by its steady and recurring dividend income as well as its large and high-quality investment portfolio. Temasek's largest investee companies and major dividend contributors have strong investment grade credit profiles.”14 Adapun Standard and Poor’s Rating Service memberkan credit rating AAA bagi Temasek. Diberikannya credit rating AAA dengan dasar bahwa Temasek memiliki excellent business risk. 11
Temasek memiliki portfolio investasi yang
Carlos D Ramirez dan Ling Hui Tan, 2003, Singapore Inc. Versus the Private Sector: Are Government-Linked Company Different?. IMF Working Paper, IMF Institute h.1. 12 Anonim, State Owned Enterprise, Available at http://www.dpmc.govt.nz/cabinet/portfolios/state-owned-enterprises. Accessed 18 September 2013. 13 Australian Government Department of Finance, Government Business Enterprises, Available at http://www.finance.gov.au/property/gbe/. Accessed 18 September 2013. 14 Moody’s Investor Service, Credit Opinion: Temasek Holdings (Private) Limited, Available at. http://www.temasek.com.sg/Documents/userfiles/files/Moody's_Ratings_Update_5_Dec_12 .pdf, Accessed 18 September 2013.
beragam baik secara geografis maupun jenis industi, konsisten dalam menghasilkan keuntungan dari investasi yang bersifat liquid dan memiliki investasi di perusahaan-perusahaan dengan rating A atau lebih tinggi15. Dengan diberikannya rating AAA oleh Standard & Poor's serta Aaa dari Moody's kepada Temasek Holdings maka hal tersebut menunjukkan kesuksesan pemerintah Singapura mengelola BUMNnya. Jika dibandingkan dengan Indonesia yang kebanyakan BUMN mengalami kerugian (salah satunya mungkin sebagai akibat ketidakjelasan kedudukan harta kekayaan Negara pada Persero), maka menarik untuk membandingkan prinsip-prinsip kepemilikan saham pemerintah dalam Persero dengan State Owned Enterprise di Singapura.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kedudukan harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero dalam perspektif hukum perseroan dan perbandingannya dengan hukum perseroan Singapura? 2. Bagaimanakah akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Untuk pokok permasalahan yang pertama, akan dibahas mengenai
kedudukan harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero dalam perspektif hukum perseroan Indonesia dan kedudukan harta kekayaan Negara 15
Standard and Poor’s Rating Service, Rating Direct, Summary Temasek Holding (Private) Limited, Available at http://www.temasek.com.sg/Documents/userfiles/files/SP_Temasek_SA_2013_Jun_28.pdf, accessed at 18 September 2013.
yang dimasukkan dalam State Owned Enterprise dalam perspektif hukum perusahaan Singapura. Apakah berdasarkan hukum perseroan, penyertaan modal Negara pada persero merupakan kekayaan Negara atau kekayaan perseroan. Untuk rumusan masalah kedua akan dibahas mengenai akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero terhadap pengelolaan harta kekayaan Persero, apakah dikelola berdasarkan prinsip Good Corporate Governance atau berdasarkan prinsip pengelolaan APBN. Selain itu juga akan dibahas mengenai akibat hukum terhadap kontrak-kontrak yang dibuat Persero. harta kekayaan Negara.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan prinsip-prinsip kepemilikan saham pemerintah dalam Persero.
1.4.2 Tujuan khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kedudukan harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero dalam perspektif hukum perseroan dan perbandingannya dengan hukum perseroan Singapura. 2. Untuk mengetahui akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero.
1.5 Manfaat 1.5.1 Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca dan penulis tentang perbandingan tentang prinsipprinsip kepemilikan saham pemerintah dalam BUMN khususnya yang berbentuk Persero. 1.5.2 Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dalam penanganan kasus terkait akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero. 1.6 Orisinalitas Penelitian Sejak beberapa tahun terakhir banyak kajian mengenai pemisahan kekayaan negara dalam BUMN. Namun kajian tersebut umumnya lebih memfokuskan pada dampak pemisahan kekayaan negara tersebut dengan kerugian negara dan tindak pidana korupsi. Misalnya Ridwan Khairandy dalam tulisannya yang berjudul “Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Di Badan Usaha Milik Negara, Khususnya Perusahaan Perseroan Dan Kaitannya Tindak Pidana Di Korupsi”. Berdasarkan penelusuran lebih lanjut terdapat beberapa penelitian yang juga membahas mengenai pemisahan kekayaan dalam BUMN atau BUMN pada umumnya: 1. Skripsi, Eko Setyono Saputro, Universitas Islam Indonesia, dengan judul “Konsep Pemisahan Kekayaan Negara Dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-L/2004),” yang
membahas mengenai konsep pemisahan kekayaan negara dalam BUMN dengan fokus pada pandangan Hakim-hakim yang memutus kasus divestasi VLCC; 2. Tesis, Siti Mariyam, SH, Universitas Diponegoro, dengan judul “Pergeseran Kebijakan Dalam Pelayanan Publik Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Dalam Perspektif Hukum dan Kebijaksanaan Publik).” Rumusan masalah pada tesis ini adalah: a. Mengapa kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menyebabkan terjadinya pergeseran kebijakan dalam sektor pelayanan publik yang menyimpang dari ketentuan Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945? b. Bagaimana dampak pergeseran kebijakan dalam sektor pelayanan publik pada privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap kesejahteraan masyarakat? 3. Tesis, Dian Yustisia Anggraini, dengan judul “Tinjauan Yuridis Penerapan Undang-Undang
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Korupsi
Dalam
Menangani Tindak Pidana Di Bidang Perbankan Pada Bank BUMN.” Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah mengenai penerapan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam menangani tindak pidana di bidang perbankan pada bank BUMN. 4. Tesis, Tri Murti Lubis, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul Analisis Hukum Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Melalui Pasar Modal: Studi Mengenai Go Public
PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah mengapa BUMN perlu diprivatisasi, bagaimana proses privatisasi BUMN melalui initial public offering, serta apakah privatisasi PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk telah memenuhi ketentuan perundangundangan. Belum ada penelitian yang membahas mengenai perbandingan tentang prinsip-prinsip kepemilikan saham pemerintah dalam perusahaan milik negara dengan perbandingan Singapura sebagaimana dalam penelitian ini.
1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir 1.7.1 Landasan Teoritis Negara adalah suatu organisasi kekuasaan. Organisasi tersebut merupakan tata kerja dari alat-alat perlengkapan negara yang menggambarkan hubungan, pembagian tugas, dan kewajiban alat-alat perlengkapan negara sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan negara. Agar pelaksanaan tugas tersebut berjalan lancar maka negara harus memiliki kekuasaan.16 Dengan adanya kekuasaaan, negara memiliki kekuatan (power) untuk mengatur masyarakat serta alat-alat perlengkapan negara demi tercapainya tujuan negara. Untuk mencapai tujuan Negara, khususnya di Indonesia, Negara tidak hanya berfungsi untuk mengatur aktivitas masyarakat dalam Negara tersebut. Negara juga berpartisipasi dalam aktivitas masyarakat, misalnya dalam aktivitas perekonomian. Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa berdasarkan ketentuan 16
Max Bolisabon et.al, 1992, Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.111.
Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, partisipasi Negara dalam kegiatan perekonomian dimungkinkan apabila menyangkut hajat hidup orang banyak. Partisipasi tersebut dapat dilakukan Negara baik dalam bentuk Perusahaan Umum (Perum)
maupun Perusahaan
Perseroan (Persero). Ketentuan mengenai Perum diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Perusahaan Umum (Perum). Adapun mengenai Persero maka tunduk pada ketentuan peraturan perundangan mengenai Perseroan Terbatas, yakni Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Manakala suatu perusahaan tidak berbentuk badan hukum, maka tidak ada harta terpisah yang merupakan harta perseroan tersebut. Sehingga secara hukum tanggungjawab hukumnya juga tidak terpisah antara tanggungjawab perseroan dengan tanggungjawab pribadi pemilik perusahaan. Namun pada perseroan yang berbentuk badan hukum, maka secara hukum pada prinsipnya harta benda terpisah dari harta benda pemiliknya sehingga tanggungjawab secara hukum juga dipisahkan antara harta pribadi pemilik dan harta perseroan.17 Pada Perseroan Terbatas, kata ‘persero’ menunjukkan kepada modal yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata ‘terbatas’ menunjuk kepada tanggung jawab pemegang
17
Munir Fuady, 2002, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.2-3.
saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya.18 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka Perseroan Terbatas merupakan Badan Hukum. Dalam ilmu hukum dikenal adanya dua pihak yang dapat bertindak sebagai subyek hukum, yaitu sebagai berikut. a. Manusia sebagai natuurlijk persoon, yaitu subyek hukum alamiah dan bukan hasil kreasi manusia tetapi ada karena kodrat. b. Badan Hukum sebagai rechtspersoon, yaitu subyek hukum yang merupakan hasil kreasi hukum atau hasil kreasi manusia.19 Menurut ketentuan Pasal 1653 BW terdapat tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu sebagai berikut. a. Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, yaitu badan hukum yang sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara. Badan hukum ini dapat berbentuk lembaga-lembaga negara maupun perusahaanperusahaan milik negara.
18
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 2000, Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.1. 19 Jono, 2008. Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, h.51.
b. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah, yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan pribadi pembentuknya sendiri di mana badan hukum tersebut mendapat pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang. Pengakuan tersebut diberikan karena isi anggaran dasarnya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan badan hukum tersebut tidak akan melanggar undangundang di mana pengakuan tersebut diberikan melalui pengesahan anggaran dasarnya. c. Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk tujuan tertentu yang bersifat ideal, yaitu badan hukum yang tidak dibentuk oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang karena tujuannya yang bersifat ideal di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan keagamaan. Badan hukum ini selalu berupa yayasan. 20 Badan hukum dalam Black’s Law Dictionary disebut juga sebagai Legal Entity yang dipersamakan dengan Artificial Person. Legal Entity adalah “a body. Other than a natural person, that can function legally, sue or be sued, and make decision, through agents.”21 Adapun Artificial Person adalah “an entity such as a corporation, created by law and given a certain legal rights and duties of human
20
21
Abdulkadir Muhammad, 1993, Hukum Perdata Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.29. Bryan A Garner, 2009, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, St Paul, West, United States of America, h.976.
being; a being real or imaginary, who for the purpose of legal reasoning is treated more or less as human being.”22 Para ahli memberikan pandangan yang berbeda-beda mengenai badan hukum. Meijers mengemukakan bahwa badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Menurut Logemann, badan hukum adalah suatu personifikasi, yaitu suatu perwujudan, penjelmaan hak dan kewajiban. Hukum organisasi menentukan struktur intern dari personifikasi tersebut.23 Badan hukum menjamin kontinuitas. Artinya badan hukum tetap ada sekalipun pengurusnya sebagai perwujudan kontinuitas diganti.24 “Menurut R Soebekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.”25 Menurut R. Rochmat Soemitro “badan hukum ialah suatu badan yang mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.”26 Dari pendapat-pendapat tersebut, maka pengertian badan hukum sebagai subjek hukum mencakup hal-hal sebagai berikut: 27 1. 2. 3. 4. 5. 22
Perkumpulan orang (organisasi) Dapat melakukan perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum; Mempunyai harta kekayaan sendiri; Mempunyai pengurus; Mempunyai hak dan kewajiban;
Ibid, h.1258. Chidir Ali, 1999, Badan Hukum, Alumni, Bandung, h.18. 24 Ibid. h.19. 25 Ibid 26 R. Rochmat Soemitro, 1976, Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan. PT Erseco Jakarta, Bandung, h.10. 27 Chidir Ali, Op. Cit. h.21. 23
6. Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan. Terdapat beberapa teori tentang Badan hukum. Teori-teori tersebut antara lain: a. Teori Fiksi Teori fiksi dipelopori oleh sarjana Jerman, Friederich Carl von Savigny (1779-1861) yang merupakan tokoh utama aliran/mahzab sejarah pada permulaan abad 19.28 Von Savigny berpendapat bahwa hanya manusia yang mempunyai kehendak. Badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan sesuatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abstraksi, maka tidak mungkin menjadi suatu subjek dari hubungan hukum, sebab hukum memberi hak-hak kepada yang bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa.29 Teori fiktif dari von Savigny mengemukakan bahwa badan hukum sematamata buatan Negara saja. Sebetulnya menurut hukum alam hanya manusia sajalah sebagai subjek hukum, badan hukum itu hanya suatu fiksi, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) sebagai subjek hukum diperhitungkan sama sebagai manusia. 30 Dengan demikian orang bersikap seolah-olah ada subjek hukum yang lain, tetapi wujud yang tidak nyata tersebut tidak dapat melaksanakan perbuatanperbuatan, sehingga dilakukan oleh manusia sebagai wakilnya.31
28
Ibid. h.31. Chidir Ali, Op. Cit. h.32. 30 R Ali Rido, Op. Cit. h.7-8. 29
b. Teori Orgaan Sebagai reaksi terhadap teori fiksi muncul teori organ. Teori ini dikemukakan oleh sarjana Jerman, Otto van Gierke, pengikut aliran sejarah dan di Belanda dianut oleh L.G. Polano. Ajarannya disebut sebagai leer der volledige realiteit atau ajaran realitas yang sempurna.32 Menurut Otto von Gierke, badan hukum merupakan realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum. Hal tersebut adalah suatu leiblichgeistige Lebenseinheit die woollen und das Gewollte in Tat umsetzen kam. Badan hukum dianggap memiliki kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggotaanggotanya). Apa yang mereka putuskan, adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum.33 Menurut teori organ, badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukan suatu suatu kekayaan yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang nyata, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Tujuan badan menjadi tujuan bersama, badan hukum adalah suatu Verband personlichkeit yang memiliki Gesamwille. Berfungsinya badan hukum disamakan dengan fungsi manusia.34 Kualitas badan hukum sebagai subjek hukum adalah riil, seperti orang sebagai subjek hukum. Sebab kualitas subjek hukum pada manusia juga tidak
31
Chidir Ali, Loc. Cit. Chidir Ali, Loc. Cit. 33 R. Ali Ridho 2001, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Korporasi, Yayasan , Wakaf, Alumni, Bandung, h.8. 32
34
Chidir Ali, Op. Cit. h.33
dapat ditangkap dengan panca indra dan bertindaknya tidak dengan kesatuan wujud orang, tetapi organ dari orang tersebutlah yang bertindak. Begitu pula badan hukum sebagai wujud kesatuan tidak bertindak sendiri melainkan organnya (pengurusnya). Perbuatan organ tersebut bukanlah perbuatannya sebagai individu melainkan untuk dan atas nama badan hukum sehingga apabila dilakukan perbuatan huku, maka perbuatan tersebut bukanlah bukanlah perbuatan organ sebagai individu, melainkan badan hukum tersebut.35 c. Teori kekayaan bersama Teori ini dikemukakan oleh Robert von Jhering. Teori ini dianut oleh Marcel Planiol dari Prancis dan Molengraff, dari Belanda serta Star Busmann, Kranenburg, Paul Scholten dan Apeldoorn.36 Teori ini juga disebut sebagai properiete collective theorie oleh Planiol, gezemenlijke vermogenstheorie oleh Molengraff, gezamenlijke eigendomstheorie, teori kepunyaan kolektif oleh Utrecht.37 Teori properiete collective oleh Planiol atau gezemenlijke vermogenstheorie oleh Molengraff menyebutkan bahwa hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Di samping hak milik pribadi hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dimiliki, tetapi juga sebagai pemilik secara bersama-sama untuk keseluruhan, sehingga mereka secara pribadi tidak bersama-sama semuanya menjadi pemilik. Orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu 35
Chidir Ali, Loc. Cit. Chidir Ali, Op. Cit. h.34. 37 Chidir Ali, Loc. Cit. 36
kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Dengan demikian, badan hukum suatu konstruksi yuridis saja.38 d. Teori kekayaan bertujuan Teori ini muncul dari teori kekayaan bersama. Teori kekayaan bertujuan dikemukakan oleh sarjana Jerman A. Brinz dan diikuti oleh Van der Heyden dalam karangannya “ Het Schijnbeeld van de rechtspersoon”.39 Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun tidak dapat dibantah tentang adanya hak-hak atas suatu kekayaan sedangkan tiada satu orang pun yang menjadi pendukung hak-hak tersebut. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan.40 Teori kekayaan bertujuan mengemukakan bahwa kekayaan badan hukum tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya (ada yang menjadi pendukung hak-hak tersebut, yakni orang). Kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari yang memegangnya (onpersoonlijk/subjectloos). Disini yang terpenting bukan siapakah badan hukum itu, melainkan kekayaan tersebut dirurus dengan tujuan tertentu. Karena itu, menurut teori ini tidak perduli manusia atau bukan, kekayaan
38
W.L.P.A Molengraff, Leidraad bij de boefening van het Nedelanse handelsrecht, 1948, I, par. 28 dalam R. Ali Ridho, Op. Cit. h.9. 39 R. Ali Ridho, Op. Cit. h.8. 40 R. Ali Ridho, Loc. Cit.
tersebut merupakan hak yang normal atau tidak, yang terpenting adalah tujuan dari kekayaan tersebut.41 “Singkatnya, apa yang disebut hak-hak badan hukum sebenarnya adalah hakhak tanpa subjek hukum, karena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.”42 Sekalipun teori fiksi dan teori organ terlihat seperti kebalikan dari teori kekayaan bertujuan, sebenarnya dapat dilihat dari sisi yang sama. Maksudnya bahwa
badan
hukum
dapat
diakui sebagai
subyek
hukum
sebagai rechtspersoon atau menselijk persoon yang merupakan lawan kata dan sekaligus pasangan bagi konsep orang sebagai subyek hukum atau natuurlijke persoon. Badan hukum tidak mempunyai kehendak sendiri. Badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan melalui perantaraan orang atau orang-orang yang duduk sebagai pengurus.43 e. Teori kenyataan yuridis Dari teori organ timbullah suatu teori yang merupakan penghalusan dari teori tersebut, yakni teori kenyataan yuridis. Teori ini dikemukakan oleh Sarjana Belanda E.M. Meijers dan dianut oleh Paul Scholten, serta sudah merupakan de heersende leer. 44 Meijers – badan hukum itu merupakan suatu realitas, konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayalan, namun merupakan suatu kenyataan yuridis.
41
Chidir Ali, Loc. Cit. Chidir Ali, Op. Cit. h.35. 43 Jimly Asshidiqqie, Badan Hukum, Available at http://www.jimly.com/pemikiran/view/14. Accessed 22 Agustus 2010. 44 Chidir Ali, Op. Cit. h.35. 42
Meijers menyebutnya sebagai teori kenyataan yang sederhana karena menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan orang hanya sebatas pada bidang hukum saja.45 Mengenai bertindaknya badan hukum, sama saja seperti orang bisa bertindak tidak dengan sendirinya, yaitu dengan perantara orang lain (seperti pada naturlijk person) dengan perantara wakil. Namun jika Badan Hukum tidak dapat bertindak sendiri, tentu dengan perantaraan orang. Hal tersebut adalah satu-satunya kemungkinan karena hanya orang yang dapat bertindak atau berbuat. Sehingga semuanya riil dan sederhana. Menurut Paul Scholten, semua persoalan yang timbul dalam badan hukum dikembalikan pada perwakilan.46 Dari teori-teori tersebut diatas, pembahasan terhadap rumusan masalah pada tesis ini menggunakan teori fiksi dan kekayaan bertujuan serta doktrin pertanggungjawaban terbatas sebagaimana diuraikan di bawah. Korporasi sebagai badan hukum memiliki beberapa ciri substantif yang melekat pada dirinya, yaitu sebagai berikut.47 1. Terbatasnya tanggung jawab. Pada dasarnya, para pendiri atau pemegang saham atau anggota suatu korporasi tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian atau utang korporasi. Jika badan usaha itu berbentuk perseroan terbatas, maka tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah maksimum nominal saham yang ia kuasai. Doktrin ini dikenal dengan doktrin pertanggungjawaban terbatas.
45
Chidir Ali, Loc. Cit. Chidir Ali, Op. Cit. h.37-38. 47 Ridwan Khairandy, Konsepsi Kekayaan Negara Dipisahkan dalam Perusahaan Perseroan, Jurnal Hukum Bisnis, Vo.26-No.1, 2007, (selanjutnya disebut Ridwan Khairandy I), h.33. 46
Doktrin Limited Liability atau pertanggungjawaban terbatas adalah doktrin yang menganggap bahwa secara umum pemegang saham kebal terhadap pertanggungjawaban pribadi atas utang-utang dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan di luar jumlah investasi yang mereka setorkan dalam bentuk saham. Pertanggungjawaban terbatas, pada intinya merupakan metode untuk melindungi pemegang saham dari tuntutan terhadap perseoran dimana
pemegang
saham
tersebut
berinvestasi.
Secara
teoritis,
pertanggungjawaban terbatas melindungi pemegang saham baik dalam perseroan terbuka maupun perseroan tertutup.48 Pertanggungjawaban terbatas hanya melindungi aset pemegang saham. Pertanggungjawaban terbatas tidak melindungi asset perseroan yang menjadi subjek klaim oleh kreditor. Namun apabila pemegang saham melakukan perbuatan melawan hukum atau berutang dalam kapasitasnya sebagai individu, maka konsep pertanggungjawaban terbatas tidaklah tepat.49 2. Perpetual succession. Sebagai sebuah korporasi yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya. Bahkan, dalam konteks perseroan terbatas, pemegang saham dapat mengalihkan saham yang dia miliki kepada pihak ketiga. Pengalihan tersebut tidak menimbulkan masalah terhadap kelangsungan perseroan yang bersangkutan. Jika perseroan terbatas yang bersangkutan adalah Perseroan Terbatas (PT) Terbuka dan sahamnya sudah
48
Daniel R. Kahan, Shareholder Liability for Corporate Torts: A Historical Perspective, Georgetown University Journal, Available at http://georgetownlawjournal.org/files/pdf/974/Kahan.PDF, Accessed 1 Mei 2012. 49 Ibid.
terdaftar di bursa efek (listed), maka terdapat kebebasan untuk mengalihkan saham tersebut. 3. Memiliki kekayaan sendiri. Semua kekayaan yang dimiliki oleh badan itu sendiri, tidak oleh pemilik ataupun anggota dan pemegang saham, adalah kelebihan utama badan hukum. Kepemilikan badan hukum atas harta kekayaan tertentu pada pokoknya bersumber dari harta kekayaan yang dipisahkan oleh orang perorangan secara khusus, yang diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan maksud dan tujuan badan hukum tersebut. Dengan dipisahkannya harta kekayaan tersebut oleh pemiliknya, yang dalam hal ini adalah orang perorangan, maka kepemilikan benda atau harta kekayaan yang dipisahkan tersebut beralih dari orang perorangan kepada badan hukum.50 Pada hakekatnya suatu Perseroan Terbatas terdiri dari kumpulan atau asosiasi modal. Semua tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas senantiasa dipertanggungjawabkan dengan harta kumpulan modal yang tercermin dalam harta kekayaan perseroan terbatas tersebut, tanpa perlu memperhatikan siapa yang merupakan pihak yang menyisihkan modal atau yang mengambil bagian dari modal perseroan.51 4. Memiliki kewenangan kontraktual serta dapat menuntut dan dituntut atas nama dirinya sendiri.
50
51
Gunawan Widjaja, 2008, Resiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta, h.2-3. (Selanjutnya disebut Gunawan Widjaja 1) Gunawan Widjaja, 2008, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Forum Sahabat, Jakarta, h.2. (Selanjutnya disebut Gunawan Widjaja 2)
Badan hukum sebagai subjek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual. Badan itu dapat mengadakan hubungan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subjek hukum, badan hukum tersebut dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan. Dengan demikian sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum, yakni sebagai pendukung hak dan kewajiban. Terkait dengan hal tersebut maka Perseroan Terbatas termasuk Persero memiliki kekayaan terpisah dari pemegang sahamnya sebagai syarat badan hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”. Ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 19 Tahun 2003 mengatur bahwa “ Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.” Kemudian ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 menyatakan “Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.” Penjelasan Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.52 Hal ini dipertegas pula dalam ketentuan PP No. 33 Tahun 2006 yang menghapus Pasal 19 dan Pasal 20 PP 14 Tahun 2005. Pasal 2 ayat (1) huruf a PP No. 33 Tahun 2006 menentukan pada saat berlakunya PP ini: Pengurusan Piutang Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya. Ketentuan tersebut mempertegas pemisahan kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero sebagai kekayaan Persero. Kekayaan negara dalam arti luas dan fleksibel dapat mencakup semua barang serta kekayaan alam, baik bergerak/tidak bergerak ataupun berwujud/tidak berwujud yang dimiliki atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BUMN/BUMD yang terbatas pada nilai jumlah penyertaan modal negara. Sedangkan dalam arti yang lebih sempit, kekayaan negara dapat dipersepsikan sebagai segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang yang dimiliki oleh negara baik di tingkat pusat maupun daerah dan BUMN/BUMD.53 Sementara itu, dalam arti yang lebih sempit lagi dimana mengacu pada pengertian yang dirumuskan dalam pasal 1 angka (10) dan (11) UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, kekayaan negara dibatasi sebagai Barang Milik Negara/Daerah. Barang Milik Negara/ Daerah adalah semua barang yang dibeli
53
Machfud Sidik, 2011, Revitalisasi Organisasi Pengelola Kekayaan Negara Sebagai Wujud Good Governance Manajemen Keuangan, Available at http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008040865/jurnal-keuangan-publik/revitalisasiorganisasi-pengelola-kekayaan-negara.html. Accessed 22 Februari 2011.
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Dalam hal ini terbatas pada barang yang bersifat berwujud (tangible) yang meliputi barang persediaan dan aset tetap (fixed assets).54 Adapun yang dimaksud sebagai kekayaan Negara yang dipisahkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No. 19 Tahun 2003 adalah “kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya” Hukum tidak otomatis berperanan dalam pembangunan ekonomi. Untuk dapat mendorong pembangunan ekonomi hukum harus dapat menciptakan tiga kualitas yakni predictability, stability, dan fairness. Tidak adanya keseragaman, adanya kerancuan dan salah pemahaman mengenai keuangan negara dan kerugian negara telah mendatangkan ketidakpastian hukum dan akhirnya menghambat pembangunan ekonomi.55 Di samping itu perbedaan pemahaman mengenai keuangan Negara terkait dengan penyertaan modal Negara dalam Persero mengakibatkan adanya akibat hukum yang berbeda. Pasal 23 C Bab VIII UUD 1945 menentukan bahwa keuangan negara harus diatur dalam undang-undang terkait dengan pengelolaan hak dan kewajiban negara. Amanat ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
54 55
Ibid. Erman Rajagukguk, 2006, Pengertian Keuangan Negara, makalah disampaikan pada Diskusi Publik “Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi” Komisi Hukum Nasional (KHN) RI, Jakarta 26 Juli 2006.
Ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan keuangan Negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Perumusan keuangan Negara tersebut menggunakan beberapa pendekatan yaitu:56 1. Pendekatan dari sisi objek; 2. Pendekatan dari sisi subjek; 3. Pendekatan dari sisi proses; dan 4. Pendekatan dari sisi tujuan. Berdasarkan penjelasan umum UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
56
Adrian Sutedi, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, h.11.
Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan
kebijakan
dan
pengambilan
keputusan
sampai
dengan
pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, ruang lingkup keuangan Negara meliputi: a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah; g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.57 Ruang lingkup keuangan Negara tersebut diatas dikelompokkan dalam tiga bidang pengelolaan yang bertujuan untuk memberi pengklasifikasian terhadap pengelolaan keuangan Negara. Adapun pengelompokan pengelolaan keuangan Negara adalah58: 1. bidang pengelolaan pajak; 2. bidang pengelolaan moneter; 57 58
Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 Muhammad Djafar Saidi, 2008, Hukum Keuangan Negara, Rajawali Pers, Jakarta, h.5.
3. bidang pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan. Selanjutnya berdasarkan penjelasan umum UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menjadi asas-asas umum keuangan Negara adalah: a. b. c. d. e.
akuntabilitas berorientasi pada hasil; profesionalitas; proporsionalitas; keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
1.7.2 Kerangka berpikir
Kekayaan negara yang disertakan dalam Persero atau GLC
Pemerintah Indonesia
Hukum Perseroan Indonesia
UU Keuangan Negara dan praktek di lapangan
• • •
Teori Fiksi Teori Kekayaan Bertujuan Doktrin pertanggungjawaban Terbatas
Pemerintah Singapura
Hukum Perseroan Singapura
kedudukan kekayaan negara dalam Akibat hukum kepemilikan saham Persero atau GLC pemerintah dalam Persero
1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Pengkajian mengenai masalah akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero termasuk kedalam penelitian Yuridis Normatif yakni merupakan suatu pendekatan dalam pemecahan masalah dengan cara “pendekatan menggunakan legislasi dan regulasi (the statute approach)”59. 1.8.2 Jenis Pendekatan Pengkajian mengenai masalah akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero adalah mempergunakan pendekatan legislasi dan regulasi (the statute approach) serta mengutip pandangan-pandangan atau pendapat para ahli yang terdapat pada buku-buku atau literatur yang relevan dengan permasalahan yang diteliti (analytical and conceptual approach) atau bahan hukum sekunder. Oleh karena tesis ini membahas mengenai perbandingan prinsip kepemilikan saham pemerintah pada perusahaan perseroan antara Indonesia dengan Singapura, maka
digunakan
pula
pendekatan
komparatif
(comparative
approach).
Comparative law is the study of the similarities and differences between the laws of two or more countries, or between two or more legal systems. Comparative law
59
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.97.
is not itself a system of law or a body of rules, but rather a method or approach to legal inquiry.60 Pendekatan komparatif dibagi menjadi dua, yakni macrocomparison dan microcomparison. Macrocomparison is the comparison of the spirit and style of diferrent legal systems, the methods of thought and procedures they use.61 Sedangkan Microcomparison is a comparison that has to do with specific legal institutions or problems, that is, with the rules used to solve actual problems or particular conflict of interest.62 1.8.3 Sumber Bahan Hukum Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji menyatakan bahwa suatu penelitian hukum normatif mengandalkan pada penggunaan bahan hukum primer (bahanbahan hukum yang bersifat mengikat), bahan hukum sekunder (bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer) dan bahan hukum tertier (bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder).63 Dalam penelitian hukum, ketiga bahan hukum tersebut disebut data sekunder yang memiliki kekuatan mengikat ke dalam.64 Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Burgerlijk Wetboek 2. UUD Negara Republik Indonesia 1945 60
George Town Library, Foreign and Comparative Law Research Guide, Available at: http://www.law.georgetown.edu/library/research/guides/ForeignandComparativeLaw.cfm. Accessed 18 September 2013. 61 K. Zweigert dan H. Kotz, An Introduction to Comparative Law, Third Edition, Clarendon Press, Oxford, 1998, h.4. 62 Ibid. h.5. 63 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Nornatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, h.13. 64 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, h.113.
3. UU No 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara 4. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 5. UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal 6. UU No. 19 tahun 2000 jo. UU No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 7. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. 8. UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. 9. UU No. 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara 10. UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 11. UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 12. PP Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) 13. PP Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum) 14. PP Nomor 31 tahun 2003 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) 15. PP 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara 16. PP Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
17. PP No. 33 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah 18. Putusan mahkamah Konstitusi Nomor MK 77/PUU-IX/2011 tanggal 25 September 2013 Sedangkan bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini yaitu buku-buku ataupun literatur-literatur yang memuat teori dan pandangan dari para ahli yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, kamus, ensiklopedia dan internet yang diuraikan pada halaman akhir penulisan thesis ini. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan. Setelah dilakukan studi kepustakaan, kemudian dilanjutkan dengan kualifikasi fakta dan kualifikasi hukum. Kualifikasi fakta dan kualifikasi hukum ini dilakukan dengan cara mengutip kepustakaan yang berhubungan dengan prinsip-prinsip kepemilikan saham pemerintah dalam Persero. 1.8.5
Teknik Analisis Bahan Hukum Analisis terhadap bahan-bahan hukum dilakukan dengan cara deskriptif,
analisis, evaluatif, interpretatif dan argumentatif. Deskripsi dapat berupa penggambaran bahan-bahan hukum sebagaimana adanya. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi berupa penilaian terhadap bahan-bahan hukum yang diperoleh. Bahan-bahan hukum yang diolah tersebut kemudian di interpretasikan dengan metode interpretasi hukum. Hasil dari analisis ini kemudian ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan
hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain. Terakhir diberikan pendapatpendapat atas interpretasi dari bahan-bahan hukum tersebut.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DI INDONESIA DAN SINGAPURA
2.1
Konsep-konsep Usaha Milik Negara
2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Sebagaimana dipaparkan dalam Bab I, secara umum usaha milik Negara dikenal sebagai
“government-owned corporation, state-owned company, state
enterprise, government business enterprise, or parastatal,” yang mana berdasarkan OECD Guidelines on Corporate Governance of State-owned Enterprises,“ the term State Owned Enterprises refers to enterprises where the state has significant control, through full, majority, or significant minority ownership.“65 Berdasarkan Queensland Government Owned Corporations Act 1993 section 5, Government Owned Corporation (GOC) adalah “a government entity that is: a) established as a body corporate under an Act or the Corporations Act; and b) declared by regulation to be a GOC”66 Investopedia, mendefinisikan State Owned Enterprise sebagai: “A legal entity that is created by the government in order to partake in commercial
65
66
Organisation For Economic Co-Operation and Development, 2005, OECD Guidelines on Corporate Governance of State-owned Enterprises, OECD, France.h. 11. Queensland Government Department of the Premier and Cabinet, Government Owned Corporation, Available at: http://www.premiers.qld.gov.au/publications/categories/policiesand-codes/handbooks/welcome-aboard/gov-owned-corps.aspx, Accessed at 18 September 2013
activities on the government's behalf. A state-owned enterprise (SOE) can be either wholly or partially owned by a government and is typically earmarked to participate in commercial activities.”67 Menurut The Treasury New Zealand, State-Owned Enterprises (SOEs) are owned by the Crown but operate as commercial businesses. They were set up by the State-Owned Enterprises Act 1986, are registered as public companies and are bound by the provisions of the Companies Act. SOEs are distinguished from other kinds of Crown entities and structured as companies because they provide services directly to the public through market transactions.68 Di Amerika Serikat dikenal dengan Quasi Public Corporation, yakni “A type of corporation in the private sector that is backed by a branch of government that has a public mandate to provide a given service. Most quasi-public corporations began as government agencies, but have since become separate entities.”69 Salah satu contoh Quasi Public Corporation adalah the Federal National Mortgage Association (Fannie Mae) yang beroperasi sebagai perusahaan yang mandiri. Perusahaan ini beroperasi berdasarkan Charter Congress yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan dan
keterjangkauan kepemilikan
rumah, namun demikian tidak dianggap dan diperlakukan sebagai bagian dari pemerintahan dan status pekerjanya bukanlah pegawai pemerintah.70
67
Anonim, State Owned Enterprise, Available at http://www.investopedia.com/terms/s/soe.asp#axzz1sAZaj7w8. Accessed 16 April 2012. 68 Anonim, State Owned Enterprise, Available at: http://www.treasury.govt.nz/statesector/soes. Accessed 16 April 2012. 69 Anonim, Quasi Public Corporation, Available at: http://www.investopedia.com/terms/q/quasi_public_corporation.asp, Accessed 16 April 2012. 70 Ibid.
Selain itu dikenal juga istilah Government Linked Company (GLC) di Singapura dan Malaysia, “By definition, GLCs are companies in which some shares are owned by the government. Like all commercial entities, GLCs also produce and sell goods and services in a competitive market environment. Most of these companies were established in the 1960s and 1970s, primarily to facilitate Singapore’s economic development in specific sectors”71 “GLCs are defined as companies that have a primary commercial objective and in which the Malaysian Government has a direct controlling stake. Controlling stake refers to the Government’s ability (not just percentage ownership) to appoint BOD members, senior management, make major decisions for GLCs either directly or through GLICs”72 Parastatal adalah “A company or agency owned or controlled wholly or partly by the government”73. A parastatal is an organisation formed or controlled by the Government. They perform specific roles in a country and their activities are found in such areas as transport, communication, financial and management, production and marketing.Parastatals are formed to provide services that are generally in public interest that private sector may not provide on grounds of heavy capital investment needed at initial stages.74 Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsurunsur usaha milik Negara adalah: 71
Fang Feng., et.al., Do Government Linked Companies Undererformed?, Available at: https://umdrive.memphis.edu/ekuvvet1/public/Corruption%20Papers/jbf2.pdf. Accessed 18 September 2013. 72 Khazanah Nasional, Frequently Asked Question, Available at: http://www.khazanah.com.my/faq.htm, accessed at 18 September 2013. 73 Anonim, Parastatal, Available at: http://www.thefreedictionary.com/parastatal 74 Anonim, Parastatals, Accessed 16 April 2012, Available at: http://www.shvoong.com/businessmanagement/management/2052603-parastatals/#ixzz1sBdM0xaU. Accessed 16 April 2012.
1. Badan hukum; 2. Kepemilikannya dikuasai seluruhnya atau sebagian besar oleh Negara. 3. Bergerak dibidang privat atau komersial; 4. Bukan merupakan lembaga Negara; Di Indonesia, ketentuan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Untuk mewujudkan amanat konstusi tersebut pemerintah membentuk BUMN. Dalam perkembangannya, pembentukan BUMN atau Perusahaan Negara tidak melulu hanya untuk bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan yang penting bagi Negara. Namun juga untuk bidang usaha yang tidak diminati oleh swasta. Dalam hal ini, Perusahaan Negara berperan sebagai agent of development. Perusahaan Negara atau BUMN juga melakukan kegiatan yang ditugaskan oleh Pemerintah (public service obligation) dengan memperoleh imbalan atau subsidi dari Pemerintah.75 BUMN pada awalnya diatur dalam Indonesische Berdrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419). Aturan tersebut mengalami beberapa kali perubahan hingga kemudian ditetapkan tiga peraturan mengenai BUMN, yaitu UndangUndang No. 12 Tahun 1955 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No. 3 Tahun 1954 tentang Mengubah "Indonesische Comptabilteitswet" (Staatsblad 1925 No. 448) dan "Indonesische Bedrijvenwet" (Staatsblad 1927 No. 419)
75
Tio S. Siahaan, 2007, Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan, Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Keuangan Umum, Jakarta, h. 2.
sebagai Undang-Undang, Undang-Undang No. 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, dan Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang. Namun,
berbagai
peraturan
perundang-undangan
tersebut
seiring
perkembangan jaman dirasa masih belum memberikan landasan hukum yang kuat dalam hal pengembangan BUMN sejalan dengan perkembangan dunia korporasi terutama yang berkaitan dengan upaya privatisasi dan pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Berdasarkan hal tersebut munculah keinginan untuk menetapkan suatu peraturan perundangundangan yang baru yang diharapkan dapat mengatur BUMN secara menyeluruh dan sejalan dengan perkembangan dunia usaha. Kemudian, pada tanggal 19 Juni 2003 diundangkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang secara otomatis mengganti ketiga peraturan tersebut di atas. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, ada beberapa unsur yang menjadi suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN: 1. Badan usaha atau perusahaan76;
76
Ridwan Khairandy, 2006, Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press, Jogjakarta (selanjutnya disebut Ridwan Khairandy II), h. 66.
2. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN, maka negara minimum menguasai 51 % modal tersebut. 3. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung; 4. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan Mengingat di sini ada penyertaan langsung, maka negara terlibat dalam menanggung risiko untung dan ruginya perusahaan. Menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (3) UU No. 19 tahun 2003, pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke BUMN, sehingga setiap penyertaan tersebut harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Adapun yang dimaksud dengan kekayaan Negara yang dipisahkan, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No. 19 Tahun 2003, “Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya”. Pasal 2 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 menentukan bahwa maksud dan tujuan didirikannya BUMN adalah: 1. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan konstribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.77 2. Mengejar keuntungan; Berdasarkan penjelasan Pasal 1 ayat (1) huruf a, meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan
demikian,
penugasan
pemerintah
harus
disertai
dengan
pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsipprinsip pengelolaan perusahaan yang baik. 3. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap usaha BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.78 4. menjadi perintis kegiatan-kegiatan yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; dan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
77 78
Ridwan Khairandy II, Op. Cit., h.16. Ibid.
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 ayat (1) huruf d, kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.79 Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003, Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN menurut Pasal 4 jo Penjelasan Pasal 4 ayat (2) Huruf b UU No. 19 Tahun 2003, bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
79
Ridwan Khairandy, Loc.Cit.
Termasuk dalam APBN yaitu meliputi proyek-proyek APBN yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal. b. Kapitalisasi cadangan; Kapitalisasi cadangan ini adalah penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan. c. Sumber lainnya Termasuk dalam kategori sumber lainnya ini antara lain keuntungan revaluasi aset. Di Singapura, usaha milik Negara dikenal dengan Government Linked Company. “Government Linked Companies (GLCs) have significant presence in Singapore’s corporate sector. Unlike parastatals in many other countries, these companies are run on competitive, commercial basis, ostensibly without government privileges.”80 “GLCs are companies in which some shares are owned by the government. Like all commercial entities, GLCs also produce and sell goods and services in a competitive market environment. Most of these companies were established in the 1960s and 1970s, primarily to facilitate Singapore’s economic development in specific sectors”81 Usaha milik Negara di Singapura didirikan berdasarkan the Companies Act Chapter 50 tahun 1994.82 Singapore Telecommunications Limited, Media Corporation of Singapore, Neptune Orient Lines Limited, Singapore Airlines
80
Carlos D Ramirez dan Ling Hui Tan, Loc. Cit. Fang Feng., et.al., Do Government Linked Companies Undererformed?, Available at: https://umdrive.memphis.edu/ekuvvet1/public/Corruption%20Papers/jbf2.pdf. Accessed 18 September 2013. 82 Anonim, Chapter 19, Singapore Profile Public Enterprise, Available at: http://www.asosai.org/asosai_old/R_P_accountability_control/chapter_19_singapore.htm. Accessed 7 September 2011. 81
Limited dan Singapore Power adalah Usaha Milik Negara Singapura yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Temasek Holding.83 2.1.2
Bentuk
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2003, bentuk BUMN terdiri dari Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan. a. Perusahaan Umum Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, Perum adalah adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Status badan hukum Perum diperoleh sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya. Adapun maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Pada Perum, Menteri BUMN memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas sepanjang sesuai
83
Fang Feng., et.al., Loc. Cit.
dengan maksud dan tujuan Perum. Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri: a. baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi; b. terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau c. langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perum. b. Persero Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Kemudian, Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 menentukan bahwa terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (sekarang UU No. 40 Tahun 2007). Organ Persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris. Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh Negara dan bertindak selaku pemegang saham dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara. Dengan demikian Persero tunduk pada UU Perseroan Terbatas dan pada prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
Namun demikian, hal yang perlu dicatat adalaj bahwa pendirian BUMN berbeda dengan pendirian usaha swasta. Hal ini dikarenakan dalam pendirian BUMN “pemerintah memiliki peranan yang sangat besar dalam hal penetapan anggaran dasar perusahaan, tujuan, status keuangan, metode operasional, manajemen, dan sebagainya.”84 Sehingga, apabila Perseroan Terbatas hanya tunduk pada undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, maka Persero tundu pula pada UU No. 19 tahun 2003.
2.2
Prinsip Umum Perseroan Terbatas
2.2.1
Pengertian
Corporation is a creature of law – a legal artifice. The corporation’s existence and attributes arise from state-enabling statutes, which give parties significant freedom to choose their own customized structure.85 Pengertian perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yakni “perseroan” dan “terbatas”. Perseroan merujuk kepada modal perseroan terbatas yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk kepada pemegang yang luasnya hanya sebatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.86
84
Abdulkadir Muhammad, 1991, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 120-121.
85
Lewis D Solomon dan Alan R Palmiter, Corporations, Example and Explanations, Third Edition, Aspen Law and Business, New York, 1999, h.3. Munawar Kholil, Hukum Perseroan Terbatas, Available at: kholil.staff.uns.ac.id/files/2010/03/hukum-pt-uu-40_2007_versi-akhir.ppt. Accessed 23 April 2012.
86
Pengertian perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40 tahun 2007 adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Prinsip-prinsip Perseroan terbatas pada umumnya, yakni: 1. Badan Hukum Menurut ketentuan Pasal 1653 BW terdapat tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu sebagai berikut.87 a. Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, yaitu badan hukum yang sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara. Badan hukum ini dapat berbentuk lembaga-lembaga negara maupun perusahaanperusahaan milik negara. b. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah, yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan pribadi pembentuknya sendiri di mana badan hukum tersebut mendapat pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang. Pengakuan tersebut diberikan karena isi anggaran dasarnya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan badan hukum tersebut tidak akan melanggar undangundang di mana pengakuan tersebut diberikan melalui pengesahan anggaran dasarnya. 87
Abdulkadir Muhammad, 1993, Hukum Perdata Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.29.
c. Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk tujuan tertentu yang bersifat ideal, yaitu badan hukum yang tidak dibentuk oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang karena tujuannya yang bersifat ideal di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan keagamaan. Badan hukum ini selalu berupa yayasan. Badan hukum dalam Black’s Law Dictionary disebut juga sebagai Legal Entity yang dipersamakan dengan Artificial Person. Legal Entity adalah “a body. Other than a natural person, that can function legally, sue or be sued, and make decision, and make decision through agents.”88 Adapun Artificial Person adalah “an entity such as a corporation, created by law and given a certain legal rights and duties of human being; a being real or imaginary, who for the purpose of legal reasoning is treated more or less as human being.”89 Para ahli memberikan pandangan yang berbeda-beda mengenai badan hukum. Meijers mengemukakan bahwa badan hukum meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Menurut Logemann, badan hukum adalah suatu personifikasi, yaitu suatu perwujudan, penjelmaan hak dan kewajiban. Hukum organisasi menentukan struktur intern dari personifikasi tersebut.90 Badan hukum menjamin kontinuitas. Artinya badan hukum tetap ada sekalipun pengurusnya sebagai perwujudan kontinuitas diganti.91
88
Bryan A Garner, Loc.Cit. Op. Cit. h.1258. 90 Chidir Ali, Op Cit., h.18. 91 Ibid. h.19. 89
“Menurut R Soebekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.”92 Menurut R. Rochmat Soemitro “badan hukum ialah suatu badan yang mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.”93 Dari pendapat-pendapat tersebut, maka pengertian badan hukum sebagai subjek hukum mencakup hal-hal sebagai berikut: 94 1. Perkumpulan orang (organisasi) 2. Dapat melakukan perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum; 3. Mempunyai harta kekayaan sendiri; 4. Mempunyai pengurus; 5. Mempunyai hak dan kewajiban; 6. Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007, Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
92
Ibid R. Rochmat Soemitro, 1976, Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan. PT Erseco Jakarta, Bandung, h.10. 94 Chidir Ali, Op. Cit. h.21. 93
Dengan demikian elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum, harus memenuhi syarat berikut95: 1. Merupakan Persekutuan Modal Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki modal dasar yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam Akta Pendirian atau AD Perseroan. Modal dasar tersebut tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. Berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, terdiri atas seluruh nilai nominal saham. 2. Didirikan berdasarkan perjanjian Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasarkan perjanjian. Dengan demikian pendirian Perseroan sebagai persekutuan modal di antara pendiri dan/atau pemegang saham harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku Ketiga BW. Sehingga apabila ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian Perseroan sebagai badan hukum, bersifat kontraktual (contractual, by contract) yakni berdirinya Perseroan merupakan akibat yang lahir dari perjanjian. Selain bersifat kontraktual juga bersifat konsensual berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian
mendirikan Perseroan. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. 3. Melakukan kegiatan usaha
95
M. Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, h.33.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UU No. 40 tahun 2007 suatu perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Berdasarkan Penjelasan Pasal 18 UU PT, maksud dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan. Sedangkan kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan. 4. Lahirnya Perseroan Melalui Proses Hukum Dalam Bentuk Pengesahan Pemerintah Kelahiran Perseroan sebagai badan hukum karena dicipta atau diwujudkan melalui proses hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kelahiran manusia sebagai badan hukum, melalui proses alamiah, sebaliknya Perseroan lahir sebagai badan hukum, tercipta melalui proses hukum. Oleh karenanya Perseroan disebut sebagai badan hukum yang berwujud artifisial, yang dicipta Negara melalui proses hukum: a. untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan; b. apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada Perseroan yang bersangkutan tidak diberikan keputusan Pengesahan untuk berstatus sebagai badan hukum oleh Pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.” Keberadaan Perseroan sebagai badan hukum dibuktikan berdasarkan Akta Pendirian yang didalamnya tercantum Anggaran Dasar Perseroan. Apabila
Anggaran Dasar telah mendapat pengesahan Menteri, Perseroan menjadi subjek hukum korporasi. Perseroan sebagai makhluk atau subjek hukum artifisial disahkan oleh Negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan tidak dapat diraba. Akan tetapi eksistensinya riil ada sebagai subjek hukum yang terpisah dan bebas dari pemiliknya atau pemegang sahamnya maupun dari pengurus dalam hal ini Direksi perseroan. Secara terpisah dan independen Perseroan melalui Pengurus dapat melakukan perbuatan hukum, seperti melakukan kegiatan untuk dan atas nama perseroan membuat perjanjian, transaksi, menjual asset dan menggugat atau digugat selama jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar belum berakhir. 2.2.2 Kepemilikan saham dan kekayaan perseroan Sebagaimana definisi Perseroan Terbatas yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 40 tahun 2007, modal dasar Perseroan seluruhnya terbagi atas saham. Saham adalah bukti telah dilakukan penyetoran penuh modal yang diambil bagian oleh para pemegang saham dalam Perseroan Terbatas. Pasal 7 ayat (1) UU No. 40 tahun 2007 menentukan “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia” kemudian ayat (2) menentukan “Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.” Berdasarkan ketentuan tersebut, Perseroan minimal didirikan oleh 2 orang yang mana merupakan pemegang saham Perseroan. Merujuk pada penjelasan Pasal 7 ayat (1), yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik
warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Ketentuan dalam ayat ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan UndangUndang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham. Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 menentukan bahwa subjek hukum yang dapat mendirikan perseroan yang juga berarti pemegang saham perseroan adalah orang perorangan baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing serta Badan Hukum Indonesia maupun asing. Di Indonesia, yang diakui sebagai badan hukum yang memiliki personalitas sebagai subjek hukum sebagaimana layaknya manusia perorangan adalah: a. Perseroan Terbatas berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. Koperasi, berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; c. Yayasan, berdasarkan UU No. 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU No. 28 tahun 2004 tentang Yayasan. Pada dasarnya pemegang saham Perseroan diberikan sertifikat saham sebagai bukti bahwa yang bersangkutan adalah pemilik sebagian dari Perseroan tersebut. Akan tetapi, oleh karena Perseroan merupakan wujud yang terpisah (separate entity) dari pemegang saham sebagai pemilik, maka pemegang saham tidak boleh menuntut asset Perseroan. Kekayaan Perseroan tetap merupakan milik Perseroan,
sehingga pemegang saham tidak mempunyai hak untuk mengalihkan kekayaan Perseroan kepada dirinya maupun orang lain.96 Saham yang dimiliki pemegang saham sebagai bukti kepemilikannya atas sebagian Perseroan umumnya hanya memberikan hak kepada pemegang saham untuk mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima deviden, menerima persentase asset Perseroan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki apabila Perseroan dilikuidasi. Pemegang saham sebagai pemilik Perseroan hanya memiliki hak kontrol tidak langsung atas operasional sehari-hari perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi.97 Saham dalam Perseroan Terbatas tersebut dikelompokan berdasarkan karateristik yang sama, yang disebut klasifikasi saham. Pasal 53 ayat (1) UUPT menyebutkan, Anggaran Dasar Perseroan menetapkan lebih dari satu klasifikasi saham.98 Klasifikasi Perseroan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7 adalah99: 1. Perseroan Tertutup Ciri khusus pada Perseroan tertutup antara lain: a. Biasanya pemegang sahamnya terbatas dan tertutup. Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenal mengenal atau pemegang sahamnya hanya
96
Yahya Harahap, Op. Cit., h. 73. Yahya Harahap, Loc. Cit. 98 Anonim, Klasifikasi Saham Dalam Perseroan Terbatas, Available at: http://www.hukumperseroanterbatas.com/tag/saham-perusahaan/, Accessed 30 April 2012. 99 M. Yahya Harahap, Op. Cit. h. 38 97
terbatas diantara mereka yang masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi orang luar. b. Saham perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran dasar, hanya sedikit jumlahnya dan dalam Anggaran Dasar sudah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham; c. Sahamnya juga hanya atas nama atas orang-orang tertentu secara terbatas. Perseroan Tertutup pada dasarnya tidak berbeda dengan Perseroan “perorangan”, bahkan mirip dengan perusahaan perdagangan yang dikenal dalam kehidupan masyarakat dengan bentuk Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) yang benar-benar perusahaan perorangan. Perusahaan yang dipimpin, diurus dan dioperasikan sendiri oleh pemilik.
2. Perseroan Publik Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 UU No. 40 Tahun 2007 “Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.” Dalam hal ini ketentuan yang dimaksid adalah Pasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Berdasarkan ketentuan pasal ini, agar Perseroan menjadi Perseroan Publik harus memenuhi kriteria berikut: a. Sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham;
b. Memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Apabila Perseroan telah memenuhi kriteria tersebut, Perseroan harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UU PT 2007: a. wajib mengubah anggaran dasarnya menjadi Perseroan Terbuka dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi criteria tersebut. b. Direksi Perseroan wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 3. Perseroan Terbuka Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 UU PT 2007, “Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal” Jadi yang dimaksud dengan Perseroan Terbuka berdasarkan Pasal 1 angka 22 UU No. 40 tahun 2007 adalah: 1. Perseroan Publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1995 yakni sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah); 2. Perseroan yang telah melakukan penawaran umum (public offering) saham di Bursa Efek.
2.2.3 Tanggung Jawab Pereroan Terbatas sebagai badan hokum memiliki ciri berupa pemisahan kekayaan antara pemilik (pemegang saham) dengan perseroan. Adanya pemisahan kekayaan ini dimaksudkan agar terjadi pemisahan tanggungjawab antara pemegang saham dengan perseroan. Dalam hal terdapat pemisahan kekayaan, maka tanggungjawab pemilik sebagai pemegang saham adalah terbatas pada jumlah atau nilai sahamnya saja. Pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap utang-utang perseroan. Dokrin Limited Liability atau pertanggungjawaban terbatas adalah doktrin yang menganggap bahwa secara umum pemegang saham kebal terhadap pertanggungjawaban pribadi atas utang-utang dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan di luar jumlah investasi yang mereka setorkan dalam bentuk saham. Pertanggungjawaban terbatas, pada intinya merupakan metode untuk melindungi pemegang saham dari tuntutan terhadap perseoran dimana
pemegang
saham
tersebut
berinvestasi.
Secara
teoritis,
pertanggungjawaban terbatas melindungi pemegang saham baik dalam perseroan terbuka maupun perseroan tertutup.100 Pertanggungjawaban terbatas hanya melindungi asset pemegang saham. Pertanggungjawaban terbatas tidak melindungi asset perseroan yang menjadi subjek klaim oleh kreditor. Namun apabila pemegang saham melakukan
100
Daniel R. Kahan, Shareholder Liability for Corporate Torts: A Historical Perspective, Georgetown University Journal, Available at http://georgetownlawjournal.org/files/pdf/974/Kahan.PDF, Accessed 1 Mei 2012.
perbuatan melawan hukum atau berutang dalam kapasitasnya sebagai individu, maka konsep pertanggungjawaban terbatas tidaklah tepat.101 Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 tahun 2007 yang menentukan bahwa “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.” Ketentuan tersebut mempertegas ciri Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Sehingga bertolak dari konsep dan prinsip separate entity dan corporate entity yang melahirkan tanggung jawab terbatas pemegang saham, dapat disimpulkan102: 1. Perseroan sebagai badan hukum merupakan unit hukum dengan kewenangan dan kapasitas yang terpisah dari pemegang saham untuk menguasai kekayaan, membuat kontrak, menggugat dan digugat, melanjutkan hidup dan eksistensi meskipun pemegang saham berubah dan Direksi diberhentikan atau diganti; 2. Harta kekayaan, hak dan kepentngan serta tanggung jawab perseroan terpisah dari pemegang saham; 3. Selanjutnya pemegang saham menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 tahun 2007 mempunyai imunitas dari
101 102
Ibid. Yahya Harahap, Op. Cit., h. 74-75.
kewajiban dan tanggungjawab perseroan, karena antara pemegang saham dengan Perseroan terdapat perbedaan dan pemisahan personalitas hukum. Namun demikian, terdapat pengecualian terhadap ketentuan tersebut. Tanggung jawab terbatas Perseroan dapat disimpangi dalam hal: a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan
hukum
menggunakan
kekayaan
Perseroan,
yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan. Pengecualian terhadap pertanggungjawaban terbatas dikenal sebagai doktrin piercing the corporate veil, yakni “…in certain situations, courts can ignore the limited liability status of a corporation or LLC and hold its officers, directors, and shareholders or members personally liable for its debts”103 2.2.4 Tata Kelola Pada dasarnya perusahaan adalah lembaga ekonomi yang didirikan oleh pemilik untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu kepentingan
pokok
pemegang saham (shareholder) adalah bahwa perusahaan harus memupuk
103
Craig T. Matthews, Piercing the Corporate: When LLC’s and Corporation May Be at Risk, Available at: http://www.nolo.com/legal-encyclopedia/personal-liability-piercing-corporateveil-33006.html, Accessed 16 Mei 2012.
keuntungan (profit motive) sehingga untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan bagi keuntungan
para pemegang saham. Dalam menjalankan aktivitasnya,
perusahaan melakukan interaksi secara kelembagaan dengan pihak-pihak yang lain yang terkait dengan perusahaan. Dalam interaksi tersebut terdapat berbagai kepentingan yang mungkin dan seringkali tidak sejalan dengan kepentingan pokok pemegang saham, termasuk di antaranya kepentingan yang dimiliki karyawan, pemasok, pelanggan, distributor, pesaing, Pemerintah serta masyarakat yang ikut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan perusahaan dan yang ikut pula menanggung dampak dari kegiatan operasional perusahaan. Mereka adalah stakeholders yang mempunyai kepentingan dalam kemakmuran perusahaan tersebut. Oleh karena itu perusahaan harus mengupayakan keseimbangan dengan memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholder saja tetapi juga stakeholder untuk mempertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh entitas masyarakat.104 Dalam kerangka itulah corporate governance mengatur aspek-aspek yang terkait dengan: a. keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan - RUPS, Komisaris dan Direksi - yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut (keseimbangan internal).
104
Sofyan A. Djalil, Good Corporate Governance, Makalah Disampaikan Pada Seminar Corporate Governance di Universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2000.
b. pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder,
yang mencakup hal-hal yang
terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan dengan seluruh stakeholder (keseimbangan eksternal) untuk mewujudkan perusahaan sebagai good corporate citizen.105 Corporate governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan untuk meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.106 OECD mendefinisikan corporate governance sebagai the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders and other stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing so, it also provides the structure through which the company objectives and the means of attaining those objectives and monitoring performance are set.107 International Chamber of Commerce mendefinisikan corporate governance sebagai the relationship between corporate managers, directors and the providers of equity, people and institutions who save and invest their capital to earn a 105 106 107
Ibid. Ibid. OECD Principles of Corporate Governance, Available at http://www.oecd.org/corporate/ca/corporategovernanceprinciples/31557724.pdf, Accessed 10 Januari 2012,
return. It ensures that the Board of Directors is accountable for the pursuit of corporate objectives and that the corporation itself conforms to the law and regulations.108 Centre for European Policy Studies mendefinisikan corporate governance sebagai seluruh sistem dari hak-hak (rights), proses, dan pengendalian yang dibentuk di dalam dan di luar manajemen secara menyeluruh dengan tujuan untuk melindungi kepentingan stakeholder. Hak-hak adalah wewenang yang dimiliki oleh stakeholder untuk mempengaruhi manajemen. Proses merupakan mekanisme dari implementasi hak-hak tersebut. Sedangkan pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholder untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas perusahaan, misalnya mengenai laporan audit.109 Hukum nasional suatu negara adalah hukum utama yang mempengaruhi tata kelola perusahaan. Setiap perusahaan dibentuk berdasarkan hukum nasional suatu negara dan hukum nasional tersebut merupakan sumber dari tata kelola perusahaan yang misalnya mengatur tentang tata cara pengambilan keputusan, bagaimana rapat – rapat direksi dilaksanakan, hal-hal apa saja yang bisa diatur dalam anggaran dasar suatu perusahaan, serta hal-hal apa saja yang harus dipertimbangkan ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan suatu transaksi besar seperti akuisisi.110
108
at:
110
Jeffrey T Demerath et.al. 2008, Updating Your Company’s Corporate Governance Policies, Aspatore, United States of America, h.19-20, terjemahan bebas penulis.
International Chamber of Commerce, Corporate Governance, Available http://www.iccwbo.org/CorpGov/whycorpgov.asp, Accessed 10 Januari 2012, 109 Sofyan A. Djalil, Loc. Cit.
Suatu tata kelola perusahaan yang baik membentuk kerangka transparansi. Transparansi kemudian akan membuat hasil finansial dan operasional suatu perusahaan lebih mudah dimengerti. Tata kelola perusahaan yang baik menunjukkan bahwa manajemen bekerja secara proaktif dan agresif dalam mengelola perusahaan.111 Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, corporate governance atau tata kelola perusahaan adalah suatu sistem yang mengatur dan mengontrol perusahaan. Sistem ini mengatur hubungan, peran, tugas dan tanggungjawab antar organ-organ perusahaan termasuk stakeholders perusahaan. Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu112: 1. Transparency
(keterbukaan
informasi),
yaitu
keterbukaan
dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
111 112
Ibid., h.37. Thomas S. Kaihatu, Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia, Available at: http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/MAN/MAN060801/MAN06080101.pdf Accessed 29 Januari 2013.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara
profesional
tanpa
benturan
kepentingan
dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Penerapan GCG perlu di dukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk. Prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing – masing pilar adalah113: 1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang – undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan. Melaksanakan peraturan perundang – undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement). 2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman pasar pelaksanaan usaha. 3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukan kepedulian dan melakukan kontrol sosial secara obyektif dan bertanggung jawab. 113
Moh. Wahyudin Zarkasyi. 2008, Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya, Alfabeta, Bandung, h.36.
Terdapat beberapa teori mengenai corporate governance, antara lain114: 1. Agency Theory Agency theory menjelaskan bahwa corporate governance mengatur tentang hubungan antar organ perusahaan dimana satu pihak (principal) menentukan pekerjaan atau hal-hal yang harus dikerjakan oleh pihak lainnya (agent). Berdasarkan agency theory, hubungan antara direktur dan stakeholders (termasuk shareholders) adalah suatu kontrak. Sehingga, direksi sebagai agen dari stakeholders akan membuat keputusan untuk kepentingan stakeholders. 2. Stewardship Theory Asumsi dasar Stewardship Theory adalah bahwa manajer merupakan pelayan (steward) yang baik dari perusahaan. Berdasarkan teori ini, prinsip dasar corporate governance adalah para manajer atas nama shareholders pada dasarnya ingin melakukan pekerjaan dengan baik, misalnya tidak memiliki conflict of interest, menjaga dan mengelola aset-aset perusahaan dengan baik.
3. Stakeholder Theory Teori ini menyebutkan bahwa terdapat keterkaitan antara elemen-elemen dalam masyarakat. Korporasi adalah institusi yang terlibat dalam mobilisasi sumber daya untuk kepentingan produksi guna menciptakan kesejahteraan bagi para stakeholdernya.
114
Agung Wicaksono, 2008, Corporate Governance Of State-Owned Enterprises: Investment Holding Structure Of Government-Linked Companies In Singapore And Malaysia And Applicability For Indonesian State-Owned Enterprises, Dissertation of the University of St. Gallen Graduate School of Business Administration, Economics, Law and Social Sciences HSG, h.18-20.
2.2.5 Prinsip Perseroan Terbatas Singapura Ketentuan mengenai hukum perusahaan di Singapura diatur dalam Companies Act Chapter 50, Original Enactment: Act 42 of 1967 revised on October 31st, 2006 (“Companies Act”). Berdasarkan Companies Act, perusahaan adalah entitas bisnis dengan identitas terpisah dari orang yang memiliki atau mengendalikannya. Perseroan Terbatas di Singapura dikenal sebagai Limited Liability Company (“LLC”). LLC ini ada yang dibatasi oleh saham dan ada pula yang dibatasi oleh guarantee
atau
jaminan.
LLC
yang
dibatasi
oleh
saham,
maka
pertanggungjawaban pemegang sahamnya terbatas pada saham yang ia setorkan. Sedangkan LLC yang dibatasi oleh jaminan, maka pertanggungjawabannya terbatas pada jumlah yang ia jaminkan untuk diberikan kepada perusahaan, jika perusahaan dilikuidasi. LLC yang dibatasi oleh jaminan, tidak memiliki modal dalam bentuk saham dan anggotanya bertindak sebagai penjamin. LLC yang dibatasi oleh jaminan ini biasanya bukan perusahaan yang ditujukan untuk kepentingan bisnis, melainkan kegiatan non-profit atau sosial. LLC yang dibatasi oleh jaminan ini, ditandai dengan tidak adanya kata Limited atau Berhad dibelakang nama LLC tersebut.115 LLC yang dibatasi dengan jaminan ini, di Indonesia lebih dikenal dengan yayasan. Sebagaimana disebutkan di atas, LLC yang dibatasi dengan saham selanjutnya disebut LLC, memiliki identitas hukumnya sendiri yang terpisah dari pemegang saham dan pengurusnya. Hal penting dari pemisahan ini adalah: 115
Anonim, The Legal Nature of the Companies, Available http://www.acra.gov.sg/NR/rdonlyres/EA3B81CA-B14B-4B1F-A8FD00A9609DD5CD/0/LegalNatureofCompanies.pdf, Accessed 17 November 2012.
at:
1. memiliki harta bendanya sendiri; 2. bisa digugat atau menggugat atas namanya sendiri; 3. jangka waktu yang tak terbatas, identitas perusahaan sebagai badan hukum sendiri akan tetap berlangsung terlepas dari pergantian kepemilikan saham; 4. dapat melakukan kontrak dengan pemegang saham, direksi maupun pekerjanya maupun pihak ketiga lainnya; 5. kewajiban perusahaan adalah kewajiban perusahaan itu sendiri dan bukan merupakan kewajiban pemegang saham 6. hak perusahaan adalah milik perusahaan itu sendiri, bukan hak pemegang saham. Lebih lanjut, pertanggungjawaban terbatas dalam LLC berarti pemegang saham tidak bertanggungjawab atas utang-utang perusahaan dan dilindungi dari pertanggungjawaban pribadi, kecuali pemegang saham lalai atau memberikan jaminan pribadi. Namun demikian, sekalipun aturan umum yang berlaku adalah perusahaan dan pemegang saham harus diperlakukan sebagai entitas hukum yang terpisah, terdapat beberapa keadaan dimana pengadilan akan menghilangkan pertanggungjawaban terbatas tersebut atau piercing the corporate veil. Hilangnya pertanggungjawaban terbatas LLC dapat diakibatkan oleh hal-hal berikut: 1. Perusahaan digunakan sebagai alat untuk menghindari kewajiban hukum; 2. Perusahaan digunakan sebagai alat untuk melakukan penipuan; 3. Perusahaan bertindak sebagai agen atau partner dari pemegang saham;
4. Hal-hal lain yang oleh pengadilan dianggap dapat menghilangkan pertanggungjawaban terbatas perusahaan.
BAB III PERMODALAN DALAM PERSERO DAN GOVERNMENT LINKED COMPANIES
3.1 Peranan Negara Dalam Perekonomian Negara adalah suatu organisasi kekuasaan. Organisasi tersebut merupakan tata kerja dari alat-alat perlengkapan negara yang menggambarkan hubungan, pembagian tugas, dan kewajiban alat-alat perlengkapan negara sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan negara. Agar pelaksanaan tugas tersebut berjalan lancar maka negara harus memiliki kekuasaan.116 Dengan adanya kekuasaaan, negara memiliki kekuatan (power) untuk mengatur masyarakat serta alat-alat perlengkapan negara demi tercapainya tujuan negara. Ketika negara sudah mendapatkan bentuknya dalam sebuah organisasi, terjadi berbagai macam proses dari proses sosiologis negara, ada interaksi antar individu dalam suatu komunitas, proses hukum sampai proses politis terdapat keputusan-keputusan tentang pengelolaan negara. Dalam proses-proses itu muncul kaidah-kaidah tentang fungsi negara yang pada akhirnya menjadi tata aturan yang telah disepakati dan harus ditaati bersama. Adapun kewajiban bagi negara, yang merupakan fungsi penting dari negara ialah memberi perlindungan kepada para warganya sebagai konsekuensi logis dari proses terbentuknya negara. 117
116
Max Bolisabon et.al, 1992, Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 111.
Menurut Montesquieu, fungsi negara terbagi menjadi tiga yang masingmasing memiliki organ pelaksana. Pertama adalah fungsi legislatif, yaitu fungsi untuk menetapkan hukum dan organ pelaksananya adalah parlemen. Kedua adalah fungsi eksekutif, yaitu fungsi untuk mengatur pelaksanaan hukum serta menetapkan haluan dalam rangka hukum tersebut dan organ pelaksananya adalah pemerintah dan ketiga adalah fungsi yudicial, yaitu kekuasaan menafsirkan hukum yang telah ditetapkan oleh kekuasaan legislatif, dan organ pelaksananya badan-badan peradilan.118 Sedangkan Van Vollenhoven, mengkategorikan fungsi negara menjadi 4 (empat) yaitu fungsi regeling, bestuur, rechtspraak dan politie.119 Dalam konteks pemikiran yang mutakhir, fungsi negara dikategorikan menjadi beberapa kategori yaitu fungsi entrepreneurial, fungsi pembangun dan fungsi pengaturan.120 Konsep tentang pengorganisasian kekuasaan, atau pelembagaan negara mengalami perkembangan yang cukup pesat. Gejala perkembangan konsep kelembagaan negara itu disebabkan, baik karena tuntutan keadaaan, maupun faktor kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini dapat ditinjau dari pencermatan dua pertarungan besar yaitu antara globalisasi versus lokalisasi. Sebenarnya, semua corak, bentuk, bangunan, dan struktur organisasi yang ada merupakan pencerminan dari respons negara dan para pengambil keputusan (decision maker)
117
Duto Sosialismanto, 2001, Hegemoni Negara, Ekonomi Politik Penguasa Jawa, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, h.27-28. 118 Soerjono Soekanto, 1985, Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali Press, Jakarta, h.8. 119 Moh. Koesnardi dan Bintan Saragih, 1994, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, h.221222. 120 Rusli Karim, 1996, Negara: Suatu Analisis tentang Pengertian, Asal Usul dan Fungsi, Tiara Wacana, Yogyakarta, h.24-25.
dalam suatu negara dalam mengorganisasikan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat negara yang bersangkutan.121 Sejak sebelum abad ke-19 sebagai reaksi terhadap kuatnya cengkeraman kekuasaan para raja di Eropa, timbul revolusi di berbagai negara yang menuntut kebebasan lebih bebas bagi rakyat dalam menghadapi penguasa negara. Saat itu, berkembang luas pengertian bahwa “the least government is the best government” menurut doktrin nachwachterstaat. Konsep nachwachterstaat ini membatasi tugas negara seminimal mungkin.122 Muncul kemudian paham sosialisme yang mengidealkan peran dan tanggungjawab negara yang lebih besar untuk mengurusi kemiskinan, dan terutama untuk memperhatikan kesejahteraan rakyat. Konsep ini disebut juga konsep welfare state atau negara kesejahteraan, yang mengimpikan kesejahteraan rakyat dengan cara dominasi atau peran yang sangat besar dari negara. Hingga pada pertengahan abad ke-20, berlangsung kecenderungan meluasnya peran dan fungsi negara dalam setiap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian terjadi pembenaran-pembenaran gejala intervensi negara terhadap urusan-urusan masyarakat luas (intervensionist state).123 Akibatnya corak kelembagaan negara yang berkembang di seluruh dunia mencerminkan gejala intervensionis negara. Bahkan, dalam bentuknya yang
121
Lukman Hakim, Rekonstuksi Peran Negara Dalam Penyelenggaraan Negara Secara Konstitusional, dalam Masalah-Masalah Hukum, Jilid 40, Nomor 2, April 2011, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, h..9. 122 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, (selanjutnya disebut Jimly Asshidqie I) h..2. 123 Ibid.
paling ekstrim, banyak negara mengadopsi ideologi sosialisme yang paling ekstrim, yaitu komunisme. Paham komunisme ini memberikan pembenaran terhadap intervensi ekstrim negara ke dalam sendi-sendi kehidupan pribadi masyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial dan budaya. Ciriciri dari komunisme yang mudah dibedakan adalah, pusat penentu kebijakan atau pusat pengambil keputusan yang bersifat terkonsentrasi dan tersentralisasi. Kelembagaan negara yang diterapkan oleh komunisme itu dikenal sangat rigid atau kaku, tetapi menjangkau obyek dan subyek yang sangat luas ke semua lini dan sektor.124 Sebagai kritik dan gugatan terhadap konsep negara kesejahteraan (welfare state), yang berkembang sangat meluas. Maka usulan yang paling moderat mengenai hal ini, adalah ditawarkan konsep corporatist state (integrated welfare state) yang mengintegrasikan semua kepentingan (interest organs) sebagai perkembangan lanjutan dari ide welfare state yang konvensional.125 Yang berarti konsep kelembagaan negara welfare state yang sebelumnya mengidealkan perluasan tanggung jawab negara ke dalam urusan-urusan masyarakat dan pasar, pada masa kini dituntut untuk melakukan liberalisasi dengan mengurangi peran untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan umum yang lebih memenuhi harapan rakyat.126 Semakin demokratis dan berorientasi pasar dari suatu negara, maka organ kelembagaan negara harus semakin mengurangi perannya dan membatasi diri
124
Lukman Hakim, Op.Cit., h.10. Jimly Asshidqie II, Loc. Cit. 126 Jimly Asshidqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jilid II), Konstitusi Press, Jakarta, (selanjutnya disebut Jimly Asshidiqie II), h.67-68. 125
untuk tidak mencampuri dinamika urusan masyarakat dan pasar yang mempunyai mekanisme kerjanya sendiri.127 Ciri-ciri sistem ekonomi liberal antara lain128: 1. Semua sumber produksi adalah milik masyarakat individu; 2. Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi; 3. Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi; 4. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh); 5. Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan; 6. Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar; 7. Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonomi; 8. Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi. Dari ciri-ciri tersebut, campur tangan pemerintah dalam perekonomian negara yang menganut prinsip liberalisme terbatas. Pemerintah hanya membuat aturan agar suatu sistem dapat berjalan, namun selebihnya dikendalikan oleh masyarakat dan pasar itu sendiri. Pada negara-negara penganut sistem ekonomi sosialis, peran negara dalam perekonomian sangatlah besar. Negara tidak hanya sebagai regulator, namun negara juga sebagai pelaku ekonomi dimana negara menjadi pemilik dari seluruh sarana-sarana produksi. Semua sumber daya ekonomi dikuasai negara, industri digerakkan oleh Negara. Tidak ada kepemilikan individu. Sehingga semua warga 127 128
Ibid. Ibid.
Negara mendapatkan kemanfaatan yang sama terhadap asset-aset ekonomi yang dikuasai dan dikelola oleh Negara.129 Menurut Prof. Dr. Sri Edi Swasono, dalam sistem ekonomi Indonesia, kepentingan masyarakat adalah hal yang utama bukan orang-perseorangan. Dalam demokrasi Pancasila berlaku “daulat rakyat”. Peran rakyat/manusia dalam demokrasi Pancasila adalah sentral-substansial, bukan marginal residual, seperti yang tergambar jelas dalam Pasal 27 Ayat 2, Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945. Pasal 33 Ayat 1 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia “disusun” sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dalam artian perekonomian Indonesia “tidak dibiarkan tersusun sendiri secara bebas oleh kehendak/kekuatan pasar semata”, tetapi negara perlu menyusun, menata dan merencana.130 Dengan demikian, Indonesia tidak secara tegas menganut prinsip liberalisme ataupun sosialisme. Apabila dilihat dari ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
129
130
Mark Skousen, Loc. Cit. Anonim, Ekonomi Pancasila Beda dengan Ekonomi Liberal, Available at: http://bappenas.go.id/node/116/3652/ekonomi-pancasila-beda-dengan-ekonomi-liberal/, Accessed 30 Januari 2013.
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undangundang. Maka Indonesia dalam beberapa segi menganut paham sosialisme namun disisi lain juga mengadopsi paham liberalisme. Disatu sisi Negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, disisi lain Negara memberikan kesempatan kepada swasta untuk berperan aktif dalam perekonomian Negara. Hal ini sangat jelas diatur dalam UU No. 8 tahun 1999 Tentang Pasar Modal, UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas. Disatu sisi Negara mengatur perekonomian melalui Peraturan Perundang-undangan yang relevan, disisi lain Negara juga berperan aktif dalam kegiatan perekonomian. Peran aktif Negara dalam kegiatan perekonomian dapat dilihat dari keikusertaan Negara sebagai pelaku ekonomi.
Dalam sistem perekonomian
nasional terdapat tiga pelaku ekonomi yang berperan, yaitu Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN), swasta, dan koperasi di mana ketiganya memiliki peran yang saling mendukung. BUMN di sini merupakan wujud dari penguasaan pemerintah terhadap sumber-sumber daya alam dan cabang-cabang produksi yang penting bagi masyarakat banyak sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun di Singapura, pemerintahnya melakukan intervensi yang sangat besar pada berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pemerintah Singapura, melakukan intervensi terhadap hal-hal yang dianggap penting untuk menjaga
stabilitas ekonomi dan sosial, tidak hanya untuk jangka pendek, melainkan juga untuk jangka panjang. Dalam hal ini, pemerintah Singapura mengadopsi pendekatan pragmatis. Pemerintah Singapura melakukan intervensi terhadap halhal yang dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan apabila pemerintah tidak turut campur. Cara pemerintah Singapura untuk melakukan intervensi tersebut adalah dengan menempatkan pegawai negeri sipil pada lemabagalembaga yang melayani pelayanan publik, statutory board dan perusahaan milik negara atau semi perusahaan milik negara.131 Pada periode 1960an Singapura dianggap sebagai negara dunia ketiga. Saat itu infrastruktur sangat terbatas dan modal dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri sangat kecil. Hanya terdapat sedikit industri dan industri tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada periode ini, tujuan utama pemerintah adalah untuk menciptakan lapangan kerja dengan melakukan industrialisasi secara intensif.132 Selain menciptakan sumber daya dari dalam, Singapura menarik investasi asing melalui intervensi besar pemerintah di bidang ketenagakerjaan.133
131
132
133
The Singapore Economic Development Board (“EDB”)
Sam Choon Yin, The Role of Government in Singapore, http://choonyin.tripod.com/government, Accesed 15 April 2013.
Available
at
Thompson S H Teo dan James S K Ang, Role of government, Singapore’s manufacturing sector as engine for economic growth: past, present and future, Science and Public Policy, volume 28, number 5, October 2001, pages 361 –370, Beech Tree Publishing, 10 Watford Close, Guildford, Surrey GU1 2EP, England, dalam http://bschool.nus.edu/staff/bizteosh/TeoAngSPP2001SingaporeManufacturing.pdf Accessed 31 Januari 2013. Newman M. K. Lam, Government Intervention In The Economy:A Comparative Analysis Of Singapore and Hong Kong, Public Administration and Development Public Admin., Avsilsble at cedar.olemiss.edu/courses/pol387/lam00.pdf, Accessed 31 Januari 2013.
dibentuk pada bulan Agustus 1961 untuk mengembangkan program investasi guna membawa insdustri padat karya.134 Pada tahun 1970an, masalah ketenagakerjaan sudah dapat diatasi. Pemerintah Singapura kemudian fokus pada riset dan pengembangan. EDB membantu industri di Singapura untuk mengembangkan kemampuan teknologinya, karena Singapura terus mengembangkan industrinya. Sebagai hasilnya, beberapa Multi National Company memilih Singapura sebagai basis pengembangan risetnya. Sejak 1971 to 1976, cabang-cabang EDB baru didirikan di Zurich, Paris, Osaka dan Houston.135 Pada tahun 1980an, Singapura lebih lanjut mengembangkan aktifitas riset dan pengembangan serta industri berbasis teknologi. Selain itu, pemerintah Singapura juga membantu pengembangan industri kecil dengan membentuk the Small Enterprise Bureau (SEB) pada tahun 1986 dan memperkenalkan Local Industry Upgrading Program (LIUP) untuk meningkatkan efisiensi dan kemampuan industri dalam negeri dengan meningkatkan kerjasama antara industri dalam negeri dengan Multi National Company.136 Pada periode 1980an pula, Singapura mengalami resesi, walaupun untuk jangka waktu yang singkat sebagai akibat tingginya upah pekerja karena aturan yang terlalu ketat, tingginya pajak perusahaan serta meningkatnya biaya-biaya dalam pengembangan industri. Pemerintah merespon keadaan ini dengan membuat kebijakan untuk mengurangi keterlibatan langsung dalam ekonomi dan melakukan pendekatan baru dengan kerjasama dengan pihak swasta. Pemerintah 134
Thompson S H Teo dan James S K Ang, Loc. Cit. Ibid. 136 Ibid. 135
Singapura membentuk Investment Corporation (GIC) pada tahun 1981 yang melakukan penanaman modal besar-besaran di sektor swasta. Perubahan kebijakan ini meningkatkan produktifitas dan menurunkan biaya produksi hingga 30%.137 Kesuksesan Singapura di bidang ekonomi disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: perencanaan yang baik dan dibuatnya kebijakan-kebijakan strategis oleh berbagai instansi pemerintah, investasi asing, infrastruktur yang baik dan tersedianya fasilitas industri yang lebih baik dari yang diinginkan pasar. Pemerintah Singapura membentuk lembaga kerjasama pemerintah yang bersifat lintas negara sehingga dapat segera merespon tantangan dan kebtuhan industri. Hal ini membantu Singapura untuk mengevaluasi kebijakannya dan beradaptasi dengan cepat terhadap rencana dan kebijakan baru, sehingga Singapura tetap bertahan sebagai lokasi investasi yang strategis di Asia Pasifik.138 Dari paparan tersebut, dapat dilihat bahwa intervensi pemerintah dalam perekonomian suatu negara tetap diperlukan. Perekonomian suatu negara tidak dapat dibiarkan begitu saja tergantung pada mekanisme pasar yang ada. Perekonomian yang dibiarkan terlalu bebas akan mengakibatkan penguasaan modal oleh sekelompok orang sehingga kelompok masyarakat yang tidak memiliki cukup modal akan tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Namun demikian intervensi pemerintah yang berlebihan terhadap perekonomian negara juga berdampat tidak baik. Intervensi berlebihan disertai dengan penguasaan seluruh sumber-sumber ekonomi dan modal oleh negara akan emngakibatkan 137 138
Newman M. K. Lam, Loc. Cit. Thompson S H Teo dan James S K Ang, Loc. Cit.
hilangnya kreatifitas masyarakat dalam menghidupkan perekonomian negara tersebyut. Akibatnya perekonomian negara tidak berkembang. Peran pemerintah dalam perekonomian suatu negara yang ideal dapat dilihat dalam kasus Singapura sebagaimana dipaparkan di atas. Ketika masyarakat Singapura memerlukan banyak lapangan kerja di awal masa kemerdekaan, Pemerintah Singapura melakukan intervensi ketenagakerjaan dengan mengundang investasi asing dan melakukan industrialisasi besar-besaran. Saat industri tumbuh, pemerintah Singapura membangun infrastruktur yang lebih baik dari negaranegara sekitarnya, sehingga investor memilih Singapura sebagai tempat investasi. Pemerintah Singapura juga tidak hanya aktif menarik investasi asing dan membangun industri dalam negeri, melainkan turut menciptakan investasi dengan membangun perusahaan milik negara. Perusahaa milik negara ini kemudian menjadi motor industri Singapura baik di dalam negeri maupun dalam melakukan investasi di luar Singapura. Sebagaimana yang dapat kita lihat sekarang ini, Temasek Holdings yang merupakan perusahaan investasi yang dimiliki oleh pemerintah Singapura mengelola portofolio US$161 miliar pada periode Maret 2012. Temasek Holdings berinvestasi di bidang jasa finansial, telekomunikasi dan media, transportasi, sains, property maupun energy dan sumber daya alam.139
139
Anonim, Temasek Holdings, Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Temasek_Holdings, Accessed 4 Februari 2013.
3.1.1 Badan Usaha Milik Negara Terlepas dari persepsi umum bahwa swasta lebih efisien dan BUMN tidak, ada beberapa contoh dimana BUMN bisa melaksanakan kegiatan usahanya secara efisien dan baik. Singapore Airlines yang 57% sahamnya dimiliki oleh Temasek Holdings misalnya, seringkali dipilih sebagai maskapai penerbangan terbaik. Perusahaan manufaktur pesawat regional Brazil yakni EMBRAER, perusahaan manufaktur mobil dari Prancis Renault dan perusahaan manufaktur baja Korea, POSCO awalnya adalah BUMN dimana sampai saat ini negara masih memiliki pengaruh penting dalam kasus EMBRAER dan Renault.140 Ada beberapa justifikasi teoritis mengenai pendirian BUMN ini141: 1. State Monopoly: Pada industri-industri dimana kondisi teknologinya mengharuskan hanya ada satu suplier. Dalam keadaan tersebut, apabila suplier diserahkan kepada swasta maka bisa terjadi suatu kondisi dimana perusahaan swasta pemegang monopoli memproduksi kurang dari yang dibutuhkan masyarakat sehingga harganya semakin mahal. Sehingga apabila terjadi situasi seperti ini, maka diperlukan monopoli negara untuk menyediakan barang dan atau jasa tersebut. Misalnya dalam industri kereta api, air maupun listrik. 2. Ketidakmampuan pasar untuk membiayai suatu industri Investor swasta tidak mau membiayai proyek yang akan memberikan keuntungan yang besar dalam jangka panjang namun beresiko besar dalam jangka pendek. Misalnya industri yang memerlukan modal sangat besar, industri dengan 140
Ha Joon Chang, 2007, State Owned Enterprise Reform, United Nation Department For Economic And Social Affair, h.8 141 Ibid. h.12
teknologi tinggi di negara berkembang seperti industri pesawat terbang di Brazil atau baja di Korea Selatan. 3. Externalities Swasta tidak memiliki insentif untuk berinvestasi pada industri yang memberikan manfaat bagi industri lain, namun tidak dibayar atas jasa yang diberikan. Misalnya, bahan baku industri seperti baja dan chemical. 4. Keadilan Perusahaan swasta yang bergerak di bidang penyediaan kebutuhan barang dan jasa pokok masyarakat dapat menolak konsumen yang kurang menguntungkan seperti masyarakat miskin atau masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil. Misalnya: penyediaan air, jasa pos, kendaraan umum dan pendidikan dasar. Justifikasi pendirian BUMN sebagaimana disebut di atas, tidak hanya berlaku bagi perusahaan milik Negara yang dimiliki oleh pemerintah negara-negara lain. Hal yang sama juga berlaku di Indonesia. Guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat atas listrik misalnya, didirikan PT PLN (Persero), untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dibidang telekomunikasi didirikan PT Telkomsel (Pesero), untuk memenuhi kebutuhan di bidang bahan bakar dibentuk PT Pertamina (Persero). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Pendirian BUMN berbeda dengan pendirian usaha swasta. Hal ini dikarenakan dalam pendirian BUMN “pemerintah memiliki peranan yang sangat besar dalam hal penetapan anggaran dasar perusahaan, tujuan, status keuangan, metode operasional, manajemen, dan sebagainya.”142 Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan,
kehutanan,
manufaktur,
pertambangan,
keuangan,
pos
dan
telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi. Terdapat dua bentuk BUMN, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 19 Tahun 2003, Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh
142
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. h.120-121.
satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, ada beberapa unsur yang menjadi suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN143: 1. Badan usaha atau perusahaan144; 2. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN, maka negara minimum menguasai 51 % modal tersebut. 3. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung; Mengingat di sini ada penyertaan langsung, maka negara terlibat dalam menanggung risiko untung dan ruginya perusahaan. Menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (3) UU No. 19 tahun 2003, pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke BUMN, sehingga setiap penyertaan tersebut harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). 4. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Berdasarkan pengertian tersebut, hanya badan usaha yang modalnya sebagian besar atau seluruhnya berasal dari penyertaan langsung Negara yang dapat dikategorikan sebagai Badan Usaha Milik Negara. Jika modal suatu badan usaha sebagian besar atau seluruhnya tidak berasal dari penyertaan langsung Negara, maka badan usaha tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Badan usaha Milik Negara. Misalnya, PT Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik negara yang
143
Ridwan Khairandy, Korupsi di Badan Usaha Milik Negara Khususnya Perusahaan Perseroan: Suatu Kajian atas Makna Kekayaan Negara yang Dipisahkan dan Keuangan Negara, Available at http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/Ridwan%20Khairandy.pdf, Accessed at 20 April 2012. 144 Ridwan Khairandy II, Op. Cit. h. 66.
seluruh sahamnya dimiliki negara yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana diatur dalam pembentukannya dalam PP Nomor 31 tahun 2003. Namun demikian, PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) bukanlah Badan Usaha Milik Negara, karena modalnya sebagian besar berasal dari PT Pertamina (Persero), bukan dari penyertaan langsung Negara. Begitu pula dengan PT PLN (Persero) merupakan badan usaha milik negara yang modalnya berasal dari penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan kekayaan negara ini dilakukan dalam bentuk saham. Namun demikian, anak perusahaan PT PLN (Persero) yakni PT PJB atau PT Indonesia Power bukanlah Badan Usaha Milik Negara, karena sebagian besar modalnya berasal dari PT PLN (Persero) dan tidak ada penyertaan modal negara secara langsung. Dengan demikian, yang membedakan antara suatu perseroan terbatas dapat disebut sebagai BUMN atau tidak, terletak pada ada tidaknya penyertaan langsung Negara. Lebih khusus lagi, penyertaan langsung negara tersebut merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan dalam bentuk saham. Dengan dipilihnya penyertaan langsung Negara dalam bentuk saham, maka BUMN tersebut merupakan perseroan terbatas yang tunduk pada rezim hukum perseroan. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 11 UU BUMN yang menyebutkan bahwa “Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas” adapun Undang-undang
Perseroan terbatas saat ini adalah Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 2 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 menentukan bahwa maksud dan tujuan didirikannya BUMN adalah: 1. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; Di sini BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat
sekaligus
memberikan
konstribusi
dalam
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara. 2. mengejar keuntungan; Menurut Penjelasan Pasal 1 ayat (1) huruf a, meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan
demikian,
penugasan
pemerintah
harus
disertai
dengan
pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsipprinsip pengelolaan perusahaan yang baik. 3. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap usaha BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. 4. menjadi perintis kegiatan-kegiatan yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; dan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Menurut Penjelasan Pasal 1 ayat (1) huruf d, kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa yang
dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Adanya tujuan-tujuan tersebut di atas membedakan perseroan yang merupakan BUMN dengan perseroan terbatas lainnya yang bukan BUMN. Jika perseroan terbatas yang bukan BUMN dapat secara murni menjalankan bisnisnya guna mengejar keuntungan sebesar-besarnya, tidak demikian halnya dengan BUMN. Ada tugas-tugas khusus yang diberikan kepada perseroan sebagai BUMN misalnya menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Sebenarnya, dalam penjelasan UU No. 19 tahun 2003, ditegaskan bahwa memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk memupuk keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, maka BUMN disederhanakan menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) yang bertujuan memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta Perusahaan Umum (Perum) yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, sudah jelas amanat UU No. 19 tahun 2003, bahwa BUMN yang berbentuk Persero adalah badan usaha yang didirikan untuk mengejar keuntungan. Adapun BUMN yang ditujukan untuk kemanfaatan umum adalah Perum. Namun demikian, dalam pelaksanaannya seringkali Persero dituntut untuk
melaksanakan fungsi kemanfaatan umum sehingga tujuan utama yakni mengejar keuntungan sedikit terabaikan. PT Pertamina (Persero) misalnya, sekalipun dituntut untuk menyumbangkan deviden bagi Negara, PT Pertamina (Persero) juga diminta untuk melaksanakan Public Service Obligation (“PSO”). Misalnya dalam hal penyediaan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi maupun konversi minyak ke LPG. Landasan pelaksanaan Bahan Bakar Minyak (“BBM”) PSO adalah UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yakni ketentuan Pasal 2 ayat (1). Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah : a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; b. mengejar keuntungan; c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Ketentuan Pasal 66 ayat 1 menentukan ”Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.” Atas dasar
tersebutlah, PT Pertamina (Persero) melaksanakan tugas untuk memproduksi dan mendistribusikan BBM PSO. Adapun yang menjadi sasaran penggunaan BBM PSO berdasarkan Perpres No. 55/Tahun 2005 yang disempurnakan Perpres No.09/Tahun 2006 adalah sektor transportasi, sektor rumah tangga dan sektor usaha kecil, sektor pelayanan umum dan perikanan. Mengingat BBM PSO sampai tahun 2011 menyumbang 51% volume penjualan PT Pertamina (Persero) dan lebih dari 50% kebutuhan BBM Nasional disubsidi, maka BBM PSO menjadi isu penting terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, baik secara ekonomi maupun politik. Oleh karenanya PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang bergerak di bidang migas memegang peran strategis sebagai produsen dan distributor BBM PSO. Tahun 2006 sampai sekarang, pendekatan perhitungan BBM PSO (harga yang dibayarkan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) menggunakan pendekatan Metode MOPS + Alpha. MOPS adalah Mean Oil Platts Singapore, yakni harga publikasi yang dikeluarkan oleh Platts berisi harga spot produk-produk minyak di pasar Singapura. Sedangkan Alpha adalah besaran konstanta untuk memperhitungkan biaya material, distribusi yang mencakup biaya transportasi laut, darat, biaya storage & handling, margin dealer, biaya Kantor Pusat, dan margin Pertamina. Dengan pendekatan ini, PT Pertamina (Persero) bertindak sebagai produsen dan distributor BBM PSO. Minyak mentah yang diolah di kilang merupakan minyak mentah PT Pertamina (Persero), produk hasil pengolahan merupakan
milik PT Pertamina (Persero). Beban Pemerintah untuk BBM bersubsidi berdasarkan pasar (MOPS + Alpha), sehingga baik keuntungan maupun kerugian menjadi tanggung jawab PT Pertamina (Persero). Lebih lanjut, dalam distribusi BBM PSO, setiap tahunnya pemerintah menetapkan kuota BBM PSO yang didistribusikan kepada masyarakat. Jika kuota tersebut habis, Pertamina tidak dapat menghentikan penjualan BBM PSO karena sifatnya yang satregis. Sehingga apabila penjualannya melebihi kuota yang ditetapkan oleh pemerintah, maka kelebihan penjualan tersebut menjadi tanggungan Pertamina. Selisih antara ongkos produksi dan distribusi dengan harga jual menjadi tanggung jawab Pertamina apabila usulan kenaikan kuota BBM PSO tidak disetujui pemerintah. Selain BBM PSO, PT Pertamina (Persero) juga harus mensubsidi LPG 12kg. LPG 12kg yang saat ini dijual di pasar, ongkos produksinya lebih besar daripada harga jualnya, sehingga sebenarnya tidak ekonomis bagi bisnis PT Pertamina (Persero). Namun karena pemerintah sebagai pemegang saham PT Pertamina (Persero) tidak mengijinkan kenaikan harga LPG 12kg maka PT Pertamina (Persero) yang harus menanggung kerugian tersebut. Dari kedua contoh kasus tersebut, dapat dilihat bahwa peran Persero sebagai suatu badan hukum tidaklah semata-mata untuk mencari keuntungan sebagaimana Perseroan Terbatas pada umumnya. BUMN memiliki fungsi sosial yang dibebankan oleh pemerintah kepadanya. Hal ini sejalan dengan apa yang digariskan dalam UU BUMN, bahwa selain mencari keuntungan BUMN juga memiliki fungsi sosial.
Adanya fungsi sosial yang harus diemban oleh BUMN ini yang menyebabkan BUMN tidak dapat segesit perusahaan swasta dalam mengejar keuntungan. Perusahaan swasta yang bergerak di sektor yang sama dengan PT Pertamina (Persero) misalnya, tidak dibebani dengan kewajiban BBM PSO maupun kewajiban untuk tetap menjual LPG dengan harga di bawah harga pasar. Di Singapura, perusahaan milik negara terdiri dari dua komponen utama, yakni Government Linked Company (“GLC”) dan Government Statutory Boards. GLC adalah suatu badan hukum yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Temasek Holdings atau dimana Temasek Holdings secara langsung memiliki saham pengendali. 145 Statutory Boards adalah badan hukum yang didirikan oleh pemerintah Singapura untuk mengatur aspek tertentu di Singapura. Masing-masing Statutory Board melapor kepada kementerian tertentu.146 Adapun yang termasuk dalam Statutory Board antara lain The Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) yang didirikan pada 1 April 2004 dan berada di bawah Ministry of Finance Singara ACRA didirikan untuk menyediakan peraturan yang responsif dan bersahabat bagi dunia usaha di Singapura.147 Casino Regulatory Authority f Singapore yang berada di bawah Ministry of Home Affairs.148 Contoh Statutory Board yang lain adalah Public Utilities Board, Economic Development Board,
145
Ha Joon Chang, Op. Cit. h.9. Anonim, About Singapore Government, Available at: https://home-insingapore.sg/Default.aspx?tabid=2437, Accessed t 18 September 2013. 147 Ministry of finance Singapore, Statutory Board and Departments, Available at: http://app.mof.gov.sg/statutory_boards_departments.aspx, Accessed at: 18 September 2013. 148 Anonim, Ministry of Home Affairs, Available at: http://app.sgdi.gov.sg/listing.asp?agency_subtype=stat&agency_id=0000000008#dept_anchor , Accessed at 18 September 213. 146
Housing and Development Board. Dari waktu ke waktu, pemerintah Singapura telah mengubah banyak Statutory Board menjadi GLC. 149 Temasek Holdings secara langsung menguasai majority shares di Singapore Power (100%), PSA International Port (100%), Neptune Orient Lines (67%) Chartered Semiconductor Manufacturing (60%), SingTel (56%), SMRT (55%), Singapore Technologies Engineering (55%) dan SemCorp Industries (51%). Temasek juga secara langsung menguasai saham pengendali di SembCorp Marine (32%) dan DBS (28%).150
3.1.2 Penyertaan Modal Penyertaan Modal Negara adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lainnya.151 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan, ada beberapa unsur yang menjadi suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN: 149
Ha Joon Chang, Loc. Cit. Ibid. 151 Tio S. Siahaan, 2007, Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan, Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Keuangan Umum, h.12. 150
1. Badan usaha atau perusahaan152; 2. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN, maka negara minimum menguasai 51 % modal tersebut. 3. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung; 4. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Tujuan dilakukannya penyertaan modal Negara dari Pemerintah Republik Indonesia kepada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yaitu153: 1. Optimalisasi Barang Milik Negara; 2. Mendirikan, mengembangkan/meningkatkan kinerja BUMN, BUMD, dan Badan Hukum lainnya. Sedangkan pertimbangan dilakukannya penyertaan modal Negara dari Pemerintah Republik Indonesia kepada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yaitu:
152 153
Ridwan Khairandy II, Loc. Cit. Tio S. Siahaan, Loc. Cit.
1. Dalam rangka pendirian dan/atau mengembangkan/meningkatkan kinerja BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya; 2. Dalam rangka mendukung BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya untuk menjalankan tugas Kewajiban Pelayanan Umum yang diberikan oleh Pemerintah; 3. Yang diusulkan merupakan proyek selesai kementerian/lembaga yang dari awal pengadaannya telah diprogramkan untuk diserahkan pengelolaannya pada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya; 4. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan tersebut menjadi lebih optimal apabila dikelola oleh BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya.154 Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 2 UU No. 19 tahun 2003, penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kapitalisasi cadangan maupun sumber lainnya. Menurut Penjelasan Pasal 4 ayat (3) UU No. 19 tahun 2003, pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke BUMN, sehingga setiap penyertaan tersebut harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Dalam hal terdapat penambahan penyertaan dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya cukup dilakukan dengan Keputusan RUPS/Menteri dan
154
Ibid.
dilaporkan kepada Menteri Keuangan karena pada prinsipnya kekayaan negara tersebut telah terpisah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebagai contoh, PT Pertamina (Persero) sebagai salah satu BUMN, pendiriannya didasarkan pada PP No. 31 Tahun 2003 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), dalam PP tersebut dijelaskan bahwa modal dasar PT Pertamina (Persero) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil perhitungan bersama yang dilakukan oleh Departemen Keuangan dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Hal tersebut kemudian dituangkan dalam Anggaran Dasar PT Pertamina (Persero) yang berbunyi “... 100% dari nilai nominal
setiap
saham
yang
ditempatkan,
yang
seluruhnya
berjumlah
Rp. 83.090.697.000.000,00 telah disetor penuh oleh Negara Republik Indonesia (Pemegang Saham).” Jumlah yang disetorkan oleh pemerintah sebagai modal disetor pada PT Pertamina (Persero) adalah jumlah yang dikeluarkan dari APBN, sehingga modal PT Pertamina (Persero) dikeluarkan dari APBN dan pembukuan keuangan negara. UU No. 19 tahun 2003 menentukan bahwa kekayaan Negara yang disertakan dalam BUMN merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan pengelolaannya tunduk pada tata kelola perusahaan yang baik. Sehingga kekayaan negara yang sudah dipisahkan tersebut merupakan penyertaan modal negara pada BUMN yang yang tidak tunduk pada ketentuan APBN. Lebih lanjut, jika dikaitkan dengan Persero, hal ini tidak lepas dari hakikat Persero yang merupakan Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas merupakan
badan hukum, persekutuan modal dan wadah kerjasama pemegang saham.155 Sehingga penyertaan modal negara dalam Persero dalam bentuk saham ini menegaskan hakikat Persero sebagai suatu Perseroan Terbatas yang tunduk pada ketentuan UU No. 40 tahun 2007. Sebagai suatu Perseroan Terbatas, Persero mendapat pengecualian terkait persekutuan modal ini. Jika Perseroan pada umumnya wajib didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih (pelanggaran terhadap ketentuan ini berakibat pada hilangnya pertanggungjawaban terbatas yang melekat pada perseroan), maka untuk Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, ketentuan minimal 2 (dua) orang atau lebih pemegang saham ini dapat disimpangi. Dengan demikian, penyertaan modal negara (dalam bentuk saham) dalam Persero adalah perwujudan dari hakikat Persero sebagai suatu Perseroan terbatas yang
merupakan
persekutuan
modal
dan
badan
hukum
dengan
pertanggungjawaban terbatas. Sehingga, penyertaan modal negara tersebut selanjutnya menjadi modal Persero yang dikelola dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Mengenai penyertaan modal pemerintah dalam GLC Singapura, hanya sedikit sekali dokumen mengenai GLC yang dibuka oleh pemerintah Singapura untuk diakses publik. Departemen Statistik Singapura mendefinisikan GLC sebagai
155
Fred B.G. Tumbuan, Mencermati Tugas, Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Berdasarkan UU PT Dan UU BUMN, Seminar ILUNI FHUI Kriminalisasi Tindakan & Kebijakan Korporasi Jakarta, 8 Mei 2013
perusahaan dimana kepemilikan efektif saham dengan hak suara oleh pemerintah adalah sebesar 20 persen atau lebih. 156 Pembahasan GLC dalam tesis ini akan difokuskan pada Temasek, sebagai holding company yang sahamnya seratus persen dimiliki oleh pemerintah Singapura. Temasek didirikan pada tanggal 25 Juni 1974 dan bertanggungjawab langsung kepada Menteri Keuangan Singapura sebagai pemegang saham mewakili pemerintah. Minister of Finance Act 1959 memberikan kewenangan kepada
Menteri
Keuangan
untuk
mengakuisisi,
membeli,
menguasai,
mengalihkan, menjual atau melakukan transaksi atas aset yang nyata. Temasek merupakan perusahaan
terdaftar
yang mendapatkan pengecualian
untuk
mendaftarkan pembukuan keuangan perusahaannya, namun tunduk pada seluruh peraturan yang berlaku dalam Singapore Company Act sebagaimana perusahaanperusahaan swasta. 157 Temasek didirikan berdasarkan berdasarkan Singapore Companies Act pada tahun 1974 untuk menguasai dan mengelola investasi dan asset yang sebelumnya dikuasasi oleh pemerintah Singapura. Investasi-investasi ini dilakukan pada dekade awal kemerdekaan Singapura, tahun 1965. Tujuan dari pengalihan asetaset tersebut dari pemerintah Singapura kepada perusahaan komersial adalah agar
156
157
Carlos D Ramirez dan Ling Hui Tan, 2003, Singapore Inc. Versus the Private Sector: Are Government-Linked Company Different?. IMF Working Paper, IMF Institute h.6. Anthony Shome, Singapore’s State Guided Entrepreneurship: A Model For Transnational Economies?, New Zealand Journal of Asian Studies 11, June 2009 h.318-336, Available at: http://www.nzasia.org.nz/downloads/NZJAS-June09/23_Shome_3.pdf, Accessed at 31 Januari 2013.
Menteri Keuangan dapat memfokuskan diri pada tugas utamanya sebagai pembuat kebijakan dan aturan-aturan, sementara Temasek yang memiliki dan mengelola investasi-investasi tersebut dengan prinsip komersial.158 Sebagai perusahaan komersial yang dimiliki oleh pemerintah Singapura, didirikan di Singapura dan melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Singapore Companies Act, Temasek bukanlah lembaga Negara ataupun statutory board. Sebagaimana perusahaan komersial lainnya, Temasek memiliki dewan direksi dan tim manajemen professional. Temasek juga wajib membayar pajak dan membagikan deviden kepada pemegang saham. 159 Sebagai institusi utama di Singapura, Temasek juga ditunjuk kepada Fifth Schedule Entity berdasarkan konstitusi Singapura. Berdasarkan Konstitusi Singapura, Fifth Schedule Entity memerlukan persetujuan dari Presiden Singapura atas beberapa hal terkait pengelolaan entitas tersebut. Penunjukan dan pemberhentian anggota dewan direksi dan Chief Executive Officer serta pengambilalihan Past Reserves. (Past Reserves adalah aset-aset yang terakumulasi selama masa pemerintahan sebelumnya. Untuk melindungi pengeluaran berlebihan dari pemerintah yang dapat berakibat pada ditariknya Past Reserves, konstitusi Singapura melindungi Past Reserves pemerintah dan Fifth Schedule Entity. Reserves dari masing – masing entitas ini dilindungi secara terpisah untuk kejelasan akuntabilitas).160
158
Temasek, Frequently Asked Questions, Available at: http://www.temasek.com.sg/abouttemasek/faqs, Accessed 1 Juni 2013. 159 Ibid. 160 Ministry of Finance Singapore, Section I: What comprises the reserves and who manages them?, Available at: http://app.mof.gov.sg/reserves_sectionone.aspx, Accessed 1 Juni 2013.
Ditunjuknya Temasek sebagai Fifth Schedule Entity berdasarkan konstitusi Singapura adalah untuk melindungi past reserves. Misalnya, segala transaksi bisnis yang mungkin berakibat ditariknya Past Reserves hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Presiden. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, penunjukan, pemberhentian maupun pergantian dewan direksi harus mendapatkan persetujuan Presiden Singapura. Namun selain terhadap kedua hal tersebut di atas, Temasek tetap beroperasi secara penuh dan independen sebagai perusahaan investasi komersial. 161 Menteri Keuangan Singapura sebagai perwakilan pemerintah adalah pemegang 100 persen saham Temasek. Dimilikinya 100 persen saham Temasek oleh pemerintah Singapura tidak menyebabkan dilakukannya intervensi oleh pemerintah atas keputusan-keputusan bisnis Temasek. Presiden Singapura misalnya tidak terlibat dalam keputusan-keputusan bisnis yang diambil Temasek terkait investasi, divestasi atau keputusan bisnis atau manajemen lainnya. Peran Presiden Singapura hanya sebatas pada custodial role untuk melindungi Past Reserves mengingat status Temasek sebagai Fifth Schedule Entity berdasarkan konstitusi Singapura. Hal yang sama juga berlaku bagi pemerintah Singapura. Pemerintah Singapura tidak terlibat dalam keputusan bisnis, manajemen maupun operasional Temasek.162 Peran pemerintah Singapura sebagai satu-satunya pemegang saham Temasek dalam penunjukan, pemberhentian maupun pergantian dewan direksi tetap tunduk pada persetujuan Presiden Singapura untuk melidungi integritas dewan direksi 161
Temasek, Frequently Asked Questions, Available http://www.temasek.com.sg/abouttemasek/faqs, Accessed 1 Juni 2013. 162 Ibid
at:
Temasek sebagai Fifth Schedule Entity. Lebih lanjut, dewan direksi bertanggung jawab kepada Presiden untuk menjamin bahwa setiap investasi dilakukan pada harga yang wajar.163 Temasek terlibat dalam berbagai jenis investasi, seperti manufaktur, jual beli, perbankan dan sebagainya serta mengumpulkan pendanaan di pasar uang komersial. Pemerintah Singapura sebagai pemegang saham Temasek tidak terlibat dalam keputusan-keputusan investasi dan operasional perusahaan. Seluruh keputusan bisnis dan investasi diambil secara independen oleh board of Temasek’s Senior Managing Director of Investment berdasarkan pertimbangan komersial.164 Pada awal pendiriannya, Temasek memiliki nilai investasi sebesar USD 345 juta yang tersebar dalam 36 perusahaan. Tugas Temasek adalah memonitor perkembangan investasinya dan memberi informasi kepada Menteri Keuangan dan kabinet sebagai pemegang saham. Pada tahun 2005, nilai investasi Temasek berkembang menjadi USD 103 miliar yang tersebar dalam 200 perusahaan. Temasek memiliki lebih dari 20 persen saham pada 68 persen anak-anak perusahaannya (GLC), sehingga memberikan hak pengendalian bagi Temasek.165 Adapun net portfolio Temasek adalah sebesar S$215 miliar pada tanggal 31 Maret 2013.166
163
Ibid. Anthony Shome, Op. Cit.. h.324. 165 Anthony Shome, Op. Cit., h.325. 166 Anonim, Temasek Review, Available at http://www.temasekreview.com.sg/#overviewfromOurChairman, Accessed at 13 Agustus 2013 164
Menteri Keuangan Singapura (melalui Temasek) memiliki hak voting istimewa pada GLC yang memberikan hak veto atas segala keputusan direksi. Menteri Keuangan sebagai satu-satunya pemegang saham Temasek memiliki hak veto utama.167 Pemerintah tidak memiliki peran dalam setiap keputusan investasi individual Temasek. Pemerintah bahkan tidak memiliki perwakilan dalam manajemen Temasek, sehingga keputusan-keputusan investasi sepenuhnya bebas dari pengaruh pemerintah.168 Peran pemerintah pada Temasek maupun Government of Singapore Investment Corporation (GIC) dan the Monetary Authority of Singapore (MAS) adalah sebagai berikut:169 Pertama, Pemerintah menetapkan keseluruhan mandat dan tujuan dari GIC, MAS dan Temasek. Kedua, pemerintah memastikan bahwa masing-masing entitas tersebut dewan direksi yang kompeten untuk melaksanakan manajemen dan memastikan bahwa mandat yang diamanatkan kepada mereka dapat dilaksanakan dengan baik. Ketiga, pemerintah secara sistematis mereview keseluruhan resiko seluruh portfolio atas aset-aset yang diinvestasikan oleh ketiga entitas tersebut. Hal ini termasuk memonitor apakah telah dilakukan diversifikasi sektor, kelas dan geografis investasi. Pemerintah juga melakukan penilaian atas dampak skenario global yang dapat membahayakan portfolio aset dalam jangka waktu menengah maupun dalam jangka waktu panjang dan memastikan bahwa hal ini
167
Anthony Shome, Ibid. Ministry of Finance Singapore, Section I: What comprises the reserves and who manages them?, Available at: http://app.mof.gov.sg/reserves_sectionone.aspx, Accessed 1 Juni 2013. 169 Ibid. 168
tidak memberikan dampak buruk yang berlebihan. Keempat, berdasarkan profil keseluruhan, pemerintah menentukan bagaimana penyertaan modal pemerintah harus dialokasikan diantara ketiga entitas tersebut. Pemikiran dasar dari keterlibatan pemerintah Singapura dalam bisnis adalah bahwa negara negara turut serta terlibat secara finansial dan operasional di bawah kontrol holding company yakni Temasek. Walaupun Temasek sering disebutkan di berbagai media dan dihubungkan dengan beberapa akuisisi, sebenarnya akuisisi tersebut dilaksanakan oleh salah satu GLC, seperti Keppel Corporation, the Development Bank of Singapore atau Singtel. Menurut Ho Ching, mantan Chief Executive Officer Temasek, peran Temasek dalam menentukan strategi dan oversight dan tidak terlibat manajemen operasional GLC. Selanjutnya, menurut mantan Menteri Keuangan Richard Hu, GLC beroperasi berdasarkan prinsip komersial. GLC tidak menerima subsidi atau perlakuan istimewa dari pemerintah dan tunduk pada peraturan dan keadaan pasar yang sama dengan perusahaan swasta.170 Dengan demikian, peran pemerintah (melalui Temasek) dalam GLC adalah melakukan monitoring investasi dan membantu strategi pengembangan bisnis GLC. Hal ini sangat berbeda dengan di Indonesia. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara merupakan wakil pemerintah dalam kepemilikan saham dalam hal ini BUMN/PT, namun dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003, kewenangan RUPS tersebut didelegasikan kepada Menteri Negara BUMN. Dengan pendelegasian ini, maka dalam pengelolaan penyertaan modal negara
170
Anthony Shone, Op. Cit. h.326.
yang dilakukan dalam mekanisme korporasi, kewenangan Menteri Negara BUMN lebih kepada pengusulan kebijakan restrukturisasi perusahaan yang dapat berdampak pada penyediaan anggaran di APBN, sedangkan posisi Menteri Keuangan lebih kepada usul pengajuan penyertaan modal negara kepada Presiden.171 Pada Persero, pemerintah melalui menteri BUMN sebagai pemegang saham mayoritas memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kebjakan perusahaan. Hal ini karena hampir seluruh kebijakan strategis yang diambil perusahaan, mulai dari struktur organisasi, pengembangan investasi dan divestasi harus mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Pada PT Pertamina (Persero) misalnya, banyak tindakan-tindakan direksi yang memerlukan persetujuan RUPS, dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang saham. Tindakan-tindakan direksi yang memerlukan persetujuan RUPS antara lain: a. Tidak menagih lagi piutang macet yang telah dihapusbukukan. b. Melepaskan dan menghapuskan aktiva tetap bergerak Perseroan, kecuali aktiva tetap bergerak dengan umur ekonomis yang lazim berlaku dalam industri pada umumnya sampai dengan 5 (lima) tahun. c. Melakukan tindakan-tindakan yang belum ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
171
Tio S. Siahaan, Op. Cit., h.9.
d. Perubahan penggunaan anggaran investasi untuk rekening investasi yang berbeda, yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. e. Melakukan penyertaan modal pada perseroan lainnya, mendirikan anak perusahaan atau perusahaan patungan, mengambil sebagian atau seluruh Participating Interest wilayah kerja migas,
melepaskan sebagian atau
seluruh penyertaan perseroan pada Participating Interest, melepaskan penyertaan modal pada perseroan lain, penggabungan, peleburan, pengambilalihan,
pemisahan
dan
pembubaran
anak
perusahaan,
mengadakan kerjasama lisensi, kontrak manajemen, menyewakan aset, kerjasama operasi yang memenuhi satu dari dua hal berikut (angka yang paling kecil): 1. sama dengan atau lebih dari 2,5 % (dua setengah persen) dari pendapatan (revenue) perseroan; 2. sama dengan atau lebih dari 5% (lima persen) dari modal sendiri (total equity). Dengan demikian, setiap keputusan strategis bisnis yang diambil PT Pertamina (Persero) haruslah mendapat persetujuan pemerintah sebagai RUPS. Banyaknya hal-hal yang perlu mendapatkan persetujuan RUPS menunjukkan besarnya pengaruh pemerintah dalam kegiatan bisnis yang dilakukan oleh Pertamina. Penempatan komisaris yang dipilih oleh pemerintah juga merupakan bagian dari kontrol pemerintah sebagai pemegang saham terhadap perseroan.
Terkait dengan akuntabilitas, The Singapore Companies Act memberikan status
Exempt Private Company bagi Temasek, yang memberikan tiga
keistimewaan
yang
tidak
dinikmati
oleh
perusahaan-perusahaan
lain.
Keistimewaan tersebut adalah: Temasek tidak perlu mendaftarkan neraca keuangannya; Temasek dapat meminjamkan uang kepada direktur dan perusahaannya, bahkan dimana direktur tersebut memiliki saham; dan Temasek mendapatkan keistimewaan berupa pengecualian dari kewajiban pembukaan data.172 Dengan minimalnya intervensi pemerintah pada Temasek dan leluasanya Temasek dalam mengembangkan investasinya sebagai perusahaan yang berbasis komersial disertai beberapa keistimewaan dan dukungan pemerintah kepada Temasek sebagai GLC maka tidak heran jika portfolio Temasek terus berkembang dengan pesat. Pada tanggal 31 Maret 2013, net portfolio Temasek adalah senilai 215 miliar dolar Singapura. Investasi tersebut sebanyak 42% tersebar di Asia (selain Singapura), 30% di Singapura, 25% di Australia dan New Zealand, Amerika Utara & Eropa, sedangkan 3% investasi tersebar di Amerika Latin, Afrika, Asia Tengah dan Timur Tengah. Investasi-investasi tersebut meliputi investasi di bidang telekomunikasi, media dan teknologi; transportasi dan industri, life science, konsumen dan real estate, serta energi dan sumber daya alam.173
172
173
Anonim, Temasek Frequently Asked Questions, Available at: http://www.temasek.com.sg/faqs, Accessed 15 Juni 2013. Temasek, Portfolio Highlight, Available at: http://www.temasekreview.com.sg/portfolio/portfolio_highlights.aspx, Accessed 1 Juni 2013.
3.2 Harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero dalam perspektif hukum Indonesia Pasal 4 ayat 1 UU No. 19 tahun 2003 menentukan bahwa ”Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penjelasan dari ketentuan ini menyebutkan bahwa: yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan UU No. 19 tahun 2003, penyertaan modal negara dalam Persero adalah kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga merupakan kekayaan Persero. Hal ini konsisten dengan ketentuan Pasal 11 UU No. 19 tahun 2003 ” Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsipprinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas” (sekarang UU No. 40 tahun 2007). Apabila Persero tunduk pada ketentuan dalam UU No. 40 tahun 2007, maka sebagai Perseroan Terbatas, kekayaan Persero adalah terpisah dengan kekayaan pemegang sahamnya (dalam hal ini pemerintah). Hal ini juga sejalan dengan teori mengenai badan hukum sebagaimana dibahas lebih lanjut di bawah. Kedudukan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum tidak bisa dilepaskan dari teori fiksi (fictie theorie) yang dikenal dalam ilmu hukum. Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Von Savigny. Menurut teori ini, badan hukum itu dianggap sebagai hal yang abstrak, tidak nyata, karena tidak mempunyai
kekuasaan untuk menyatakan kehendak. Badan Hukum dianggap seolah-olah manusia. Oleh karena itu, tindakan badan hukum dianggap juga sebagai tindakan manusia. Jika manusia dalam tindakannya mempunyai tanggung jawab, badan hukum juga bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.174 Sebagai badan hukum Perseroan Terbatas merupakan pendukung hak dan kewajiban, yang dapat mengadakan perbuatan hukum dengan pihak lain. Perseroan Terbatas memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi dari kekayaan yang dimilikinya itu.175 Menurut asasnya apabila kekayaan perseroan tidak mencukupi untuk menutupi kewajibannya, maka hal tersebut bukan berarti tanggung jawab pendiri atau pengurus untuk menutup kekurangan tersebut. Walaupun kekayaan awal perseroan terbatas berasal dari pemasukan (inbreng) para pesero (pemegang saham), namun harta kekayaan itu terpisah sama sekali dengan harta kekayaan masing-masing pribadi para pesero dan alat perlengkapan perseroan terbatas lainnya. Hal ini salah satu yang membedakan sifat perseroan terbatas sebagai badan usaha berbadan hukum dengan misalnya Perseroan Komanditer dan Firma (Fa). Menurut Agus Budiarto adanya kekayaan perseroan yang terpisah dari kekayaan pendiri membawa akibat hukum sebagai berikut176 :
174
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. h. 103.
175
Ibid. Agus Budiarto, 2002, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, h..30.
176
1. Kreditur pribadi dari para pesero dan atau para pengurus tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu; 2. para pesero dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak dapat menagih piutang badan hukum dari pihak ketiga; 3. kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum itu tidak diperkenankan; 4. hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses antara para pesero dan atau para pengurusnya dengan badan hukum dapat sajacterjadi seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga; 5. pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum itu saja yang dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah itu. 6. harta kekayaan oleh pemegang saham dinamakan penyertaan pemegang saham. 7. Pemisahan kekayaan perseroan dengan kekayaan pemegang saham perseroan dan 8. hubungannya dengan penyertaan modal pemegang saham menghasilkan konsekuensi yuridis pada terbatasnya tanggung jawab pemegang saham. Hal ini dinyatakan tegas dalam pasal 3 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas yang berbunyi “pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah dimilikinya.”
Kemudian berdasarkan teori kekayaan bertujuan yang dikemukakan oleh A. Brinz dan Van der Heyden dalam karangannya “Het Schijnbeeld van de rechtspersoon”.177 Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun tidak dapat dibantah tentang adanya hak-hak atas suatu kekayaan sedangkan tiada satu orang pun yang menjadi pendukung hak-hak tersebut. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan.178
177 178
R. Ali Ridho, Op. Cit. h.8. Ibid.
Teori kekayaan bertujuan mengemukakan bahwa kekayaan badan hukum tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya (ada yang menjadi pendukung hak-hak tersebut, yakni orang). Kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari yang memegangnya (onpersoonlijk/subjectloos). Disini yang terpenting bukan siapakah badan hukum itu, melainkan kekayaan tersebut diurus dengan tujuan tertentu. Karena itu, menurut teori ini tidak perduli manusia atau bukan, kekayaan tersebut merupakan hak yang normal atau tidak, yang terpenting adalah tujuan dari kekayaan tersebut.179 “Singkatnya, apa yang disebut hak-hak badan hukum sebenarnya adalah hak-hak tanpa subjek hukum, karena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.”180 Dari teori-teori tersebut, korporasi sebagai badan hukum memiliki beberapa ciri substantif yang melekat pada dirinya, yaitu sebagai berikut.181 1. Terbatasnya tanggung jawab. Pada dasarnya, para pendiri atau pemegang saham atau anggota suatu korporasi tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian atau utang korporasi. Jika badan usaha itu berbentuk perseroan terbatas, maka tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah maksimum nominal saham yang ia kuasai. 2. Perpetual succession. Sebagai sebuah korporasi yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya. Bahkan, dalam
179
Chidir Ali, Loc. Cit. Chidir Ali, Op. Cit. h.35. 181 Ridwan Khairandy I, Op. Cit., h.33. 180
konteks perseroan terbatas, pemegang saham dapat mengalihkan saham yang dia miliki kepada pihak ketiga. Pengalihan tersebut tidak menimbulkan masalah terhadap kelangsungan perseroan yang bersangkutan. Jika perseroan terbatas yang bersangkutan adalah Perseroan Terbatas (PT) Terbuka dan sahamnya sudah terdaftar di bursa efek (listed), maka terdapat kebebasan untuk mengalihkan saham tersebut. 3. Memiliki kekayaan sendiri. Semua kekayaan yang dimiliki oleh badan itu sendiri, tidak oleh pemilik ataupun anggota dan pemegang saham, adalah kelebihan utama badan hukum. Kepemilikan badan hukum atas harta kekayaan tertentu pada pokoknya bersumber dari harta kekayaan yang dipisahkan oleh orang perorangan secara khusus, yang diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan maksud dan tujuan badan hukum tersebut. Dengan dipisahkannya harta kekayaan tersebut oleh pemiliknya, yang dalam hal ini adalah orang perorangan, maka kepemilikan benda atau harta kekayaan yang dipisahkan tersebut beralih dari orang perorangan kepada badan hukum.182 Pada hakekatnya suatu Perseroan Terbatas terdiri dari kumpulan atau asosiasi modal. Semua tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas senantiasa dipertanggungjawabkan dengan harta kumpulan modal yang tercermin dalam harta kekayaan perseroan terbatas tersebut, tanpa
182
Gunawan Widjaja, 2008, Resiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta, (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja 1), h.2-3.
perlu memperhatikan siapa yang merupakan pihak yang menyisihkan modal atau yang mengambil bagian dari modal perseroan.183 4. Memiliki kewenangan kontraktual serta dapat menuntut dan dituntut atas nama dirinya sendiri. Badan hukum sebagai subjek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual. Badan itu dapat mengadakan hubungan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subjek hukum, badan hukum tersebut dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan. Dengan demikian sebagai badan hukum Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum, yakni sebagai pendukung hak dan kewajiban. Terkait dengan hal tersebut maka Perseroan Terbatas termasuk Persero memiliki kekayaan terpisah dari pemegang sahamnya sebagai syarat badan hukum. Persero sebagai Perseroan Terbatas juga merupakan badan hukum. Sebagai konsekuensi badan hukum, Persero memiliki kekayaan yang terpisah dari pemegang sahamnya, yakni negara Republik Indonesia. Kekayaan yang terpisah ini berarti kekayaan tersebut bukan lagi termasuk dalam keuangan negara, melainkan merupakan kekayaan Persero yang pengelolaannya tunduk pada tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Kekayaan yang terpisah ini juga mengandung konsekuensi bahwa perikatan yang dibuat oleh Persero hanyalah mengikat Persero dan tidak mengikat Negara sebagai pemegang saham, begitu pula dengan utang piutang maupun segala tindakan hukum yang dilakukan oleh Persero hanya mengikat Persero. 183
Gunawan Widjaja, 2008, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Forum Sahabat, Jakarta, (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja 2), h.2.
Di mata hukum, suatu korporasi adalah rechtpersoon, yaitu orang yang cakap menjunjung hak dan kewajibannya, memiliki kekayaan sendiri, memiliki kewenangan kontraktual serta dapat menuntut dan dituntut atas nama dirinya sendiri (persona standi in judicio). Tujuan pemisahan badan hukum perdata dari institusi negara adalah sangat jelas untuk membatasi tanggungjawab badan hukum manakala terjadi eksposure bisnis dari keputusan bisnis yang dilaksanakannya, untuk tidak menyentuh kekayaan negara yang lain.184 Pemahaman kedudukan keuangan negara berdasarkan ketentuan itu menurutnya terbatas pada kekayaan yang dipisahkan, yaitu sebesar modal yang disetor atau perubahannya. Hekinus menambahkan pemahaman yang keliru terjadi saat keuangan negara ditafsirkan sebagai seluruh aset BUMN/BUMD merupakan aset pemerintah. Jika demikian berarti seluruh piutang maupun utang BUMN/BUMD juga piutang pemerintah dan mestinya seluruh utang utang BUMN/D adalah utang pemerintah. Padahal, ketika suatu bagian kekayaan negara masuk pada BUMN/BUMD maka bagian kekayaan pemerintah yang disertakan di dalamnya tunduk pada ketentuan rezim korporasi.185 Fatwa MA No. WKMA/Yud/20/VIII/2006 , mengutip pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menyebutkan modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sesuai bagian penjelasan, yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN
184
Sampe L. Purba, Konsepsi Kerugian Negara pada Bisnis di Lingkungan Badan Hukum dengan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan, http://maspurba.wordpress.com/2009/07/18/konsepsikerugian-negara-pada-bisnis-di-lingkungan-badan-hukum-dengan-kekayaan-negara-yangdipisahkan/, Accessed 18 Agustus 2010. 185 Ibid.
untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, melainkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Dengan kata lain, modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN.186 Hal ini dipertegas pula dalam ketentuan PP No. 33 Tahun 2006 yang menghapus Pasal 19 dan Pasal 20 PP 14 Tahun 2005. Pasal 2 ayat (1) huruf a PP No. 33 Tahun 2006 menentukan pada saat berlakunya PP ini: Pengurusan Piutang Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya. Ketentuan tersebut mempertegas pemisahan kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Persero sebagai kekayaan Persero. Ketentuan UU No. 19 tahun 2003, UU No. 40 tahun 2007 dan teori-teori mengenai badan hukum telah begitu jelas menentukan bahwa kekayaan negara yang disertakan dalam Persero adalah kekayaan Persero itu sendiri yang terpisah dari keuangan negara. Sehingga berdasarkan hukum perseroan, jelas bahwa kekayaan negara yang disertakan pada Persero bukan lagi merupakan kekayaan negara, melainkan kekayaan Persero itu sendiri. Namun demikian, masih terdapat kerancuan mengenai status penyertaan kekayaan negara ini jika ditinjau dari UU Keuangan Negara.
186
Anonim, Fatwa MA yang Menjadi Kontroversi, Available at: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15556/fatwa-ma-yang-menjadi-kontroversi, Accessed 17 Agustus 2010.
Ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan keuangan Negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Perumusan keuangan Negara tersebut menggunakan beberapa pendekatan yaitu:187 1. Pendekatan dari sisi objek; 2. Pendekatan dari sisi subjek; 3. Pendekatan dari sisi proses; dan 4. Pendekatan dari sisi tujuan. Berdasarkan penjelasan umum UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
187
Adrian Sutedi, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, h.11.
Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan
kebijakan
dan
pengambilan
keputusan
sampai
dengan
pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, ruang lingkup keuangan Negara meliputi: a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah; g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Ruang lingkup keuangan Negara tersebut diatas dikelompokkan dalam tiga bidang pengelolaan yang bertujuan untuk memberi pengklasifikasian terhadap pengelolaan keuangan Negara. Adapun pengelompokan pengelolaan keuangan Negara adalah188: 1. bidang pengelolaan pajak; 2. bidang pengelolaan moneter;
188
Muhammad Djafar Saidi, 2008, Hukum Keuangan Negara, Rajawali Pers, Jakarta, h.5.
3. bidang pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan. Selanjutnya berdasarkan penjelasan umum UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menjadi asas-asas umum keuangan Negara adalah: a. b. c. d. e.
akuntabilitas berorientasi pada hasil; profesionalitas; proporsionalitas; keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 1 tahun 2004, Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sesuai dengan pengertian tersebut, maka kekayaan negara yang dipisahkan dalam Persero merupakan perbendaharaan negara yang tunduk pada prinsip-prinsip perbendaharaan negara. Dengan demikian, UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara telah mengaburkan batas tegas kekayaan negara yang disertakan dalam persero. Padahal berdasarkan hukum perseroan, secara tegas menentukan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan tersebut bukan lagi kekayaan negara, melainkan merupakan kekayaan Persero. Hal inilah yang kemudian membawa implikasi atas tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh Persero, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada BAB IV.
3.3 Perspektif hukum Singapura mengenai Harta kekayaan Negara yang dimasukkan dalam Government Linked Company Perusahaan berdasarkan ketentuan the Singapore Companies Act adalah entitas bisnis yang didaftarkan berdasarkan ketentuan the Singapore Companies Act. Berdasarkan ketentuan Pasal 4, perusahaan adalah badan hukum yang memiliki identitas terpisah dengan pemilik mapun pengurusnya. Sehingga perusahaan dianggap sebagai artificial person yang diciptakan oleh hukum.189 Temasek Holdings (Private) Limited (Temasek) adalah perusahan yang mengelola kekayaan
pemerintah Singapura
yang memiliki fokus pada
pengembangan modal, restrukturisasi dan divestasi.190 Temasek didirikan berdasarkan the Singapore Companies Act pada tahun1974 untuk menguasai dan mengelola investasi dan asset-aset yang sebelum dikuasai oleh pemerintah Singapura. Tujuan pengalihan asset-aset tersebut kepada perusahaan komersial adalah
untuk membebaskan Kementerian Keuangan dari tugas pengelolaan
investasi dan fokus pada peran utamanya sebagai pembuat kebijakan dan aturan, sementara Temasek menguasai dan mengeloala investasi tersebut dengan prinsipprinsip komersial.191 Oleh karena Temasek didirikan berdasarkan the Singapore Company Act, maka Temasek tunduk pada ketentuan the Singapore Company Act tersebut. 189
190
191
Accounting and Corporate Regulatory Authority, Legal Nature of Companies, Available at: http://www.acra.gov.sg/NR/rdonlyres/EA3B81CA-B14B-4B1F-A8FD00A9609DD5CD/0/LegalNatureofCompanies.pdf, Accessed 15 Juni 2013. Bloomberg Business Week, Company Overview of Temasek Holdings (Private) Limited, Available at: http://investing.businessweek.com/research/stocks/private/snapshot.asp?privcapId=107637, Accessed 15 Juni 2013. Anonim, Temasek Frequently Asked Questions, Available at: http://www.temasek.com.sg/faqs, Accessed 16 Juni 2013.
Temasek merupakan exempt private company. Exempt private company merupakan private limited company yang memiliki tidak lebih dari 20 pemegang saham dan tidak satupun dari pemegang sahamnya adalah perusahaan atau yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah dan dan dinyatakan oleh menteri dinyatakan sebagai exempt private company dalam lembaran negara.192 Sebagai exempt private company, pada dasarnya Temasek merupakan private limited company dengan beberapa pengecualian sebagaimana disebut di atas. Berdasarkan ketentuan Pasal 18.1 the Singapore Company Act, sebuah perusahaan yang memiliki modal dalam bentuk saham dapat dinyatakan sebagai private limited company apabila dalam anggaran dasarnya
membatasi hak
pengalihan saham; membatasi jumlah pemegang saham tidak lebih dari 50 dan melarang adanya public offer atas saham atau obligasi. Private limited company merupakan badan hukum mandiri yang terpisah dari pemiliknya, bisa dituntut maupun menuntut atas namanya sendiri, dan direksi serta pemegang saham perusahaan tidak bertanggungjawab atas utang perusahaan. Pembatasan tanggung jawab ini bukan berarti bahwa terbatasnya tanggung jawab perusahaan terhadap kreditur, melainkan tanggung jawab pemegang saham atau pengurusnyalah yang terbatas. Sepanjang penyertaan modal dalam bentuk saham dibayar lunas, pemegang saham tidak memiliki kewajiban lainnya terhadap
192
Accounting and Corporate Regulatory Authority, Private Company Limited by Shares, Available at: http://www.acra.gov.sg/Company/Starting_a_Company/Types+of+Companies.htm, Accessed 15 Juni 2013.
kreditur perusahaan dan harta pribadinya dilindungi dari kreditur-kreditur tersebut.193 Private limited company sebagaimana disebut dalam paragraf di atas memiliki pertanggungjawaban terbatas. Pertanggungjawaban terbatas dalam konteks ini berarti bahwa utang perusahaan adalah merupakan utang perusahan itu sendiri dan pengurus dilindungi dari pertanggungjawaban pribadi, kecuali mereka melakukan kelalaian dalam pengurusan perusahaan atau memberikan personal guarantee.194 Pertanggungjawaban pemegang saham adalah terbatas pada jumlah modal yang disetujui untuk disetor kepada perusahaan. Jika jumlah tersebut telah dibayarkan secara penuh, maka pemegang saham tidak perlu lagi memberikan kontribusi apapun atas utang perusahaan. Jika jumlah tersebut belum dibayarkan secara penuh, maka tanggung jawab pemegang saham adalah sebatas jumlah yang belum disetorkan tersebut.195 Sehubungan dengan konsep pertanggungjawaban terbatas sebuah perusahaan, hukum memperlakukan perusahaan sebagai orang yang terpisah dengan pemegang saham dan pengurusnya. Doktrin ini disebut sebagai doktrin separate
193
194
Rikvin, Singapore Private Limited Company Guide, Available http://www.rikvin.com/incorporation/singapore-private-limited-company/, Accessed Juni 2013.
at: 15
Accounting and Corporate Regulatory Authority, Legal Nature of Companies, Available at: http://www.acra.gov.sg/NR/rdonlyres/EA3B81CA-B14B-4B1F-A8FD00A9609DD5CD/0/LegalNatureofCompanies.pdf, Accessed 15 Juni 2013 195 Ibid.
legal personality. Perusahaan sebagai badan hukum memiliki karakteristik berikut196: a. Berhak untuk memiliki properti; b. Bisa dituntut atau menuntut atas namanya sendiri; c. Perpetual succession, perusahaan sebagai badan hukum sendiri akan terus ada dan berlanjut terlepas dari perubahan para pemegang sahamnya; d. Dapat
berkontrak
dengan
pemegang
saham,
dikreksi
maupun
karyawannya; e. Dapat berkontrak dengan supplier dan konsumennya; f. Kewajiban dan tanggung jawab perusahaan merupakan tanggungjawabnya perusahan dan bukan merupakan tanggung jawab pribadi pemegang saham; g. Hak yang dimiliki perusahaan merupakan hak perusahaan dan bukan hak pemegang saham. Sebagaimana halnya prinsip Perseroan Terbatas di Indonesia, private limited company di Singapura adalah badan hukum yang memiliki kekayaan yang terpisah antara pemegang saham dengan perusahaan. Modal yang telah disetorkan oleh pemegang saham kepada perusahaan tidak lagi menjadi kekayaan pemegang saham melainkan milik perusahaan. Temasek keistimewaan
sebagai yang
exempt
tidak
private
dinikmati
company oleh
memang
mendapatkan
perusahaan-perusahaan
lain.
Keistimewaan tersebut adalah: Temasek tidak perlu mendaftarkan neraca
196
Ibid.
keuangannya,
temasek
dapat
meminjamkan
uang kepada direktur dan
perusahaannya, bahkan dimana direktur tersebut memiliki saham; dan Temasek mendapatkan keistimewaan berupa pengecualian dari kewajiban pembukaan data.197 Keistimewaan yang diterima Temasek, berupa tidak mendaftarkan laporan neraca keuangan sesungguhnya bertentangan dengan prinsip Good Corporate Governance, utamanya prinsip transparansi. Tidak dibukanya neraca keuangan Temasek memiliki potensi tidak dikelolanya keuangan perusahaan dengan prinsip bisnis profesional. Namun demikian, sejak tahun 2004, Temasek secara sukarela telah mempublikasikan laporan keuangannya. Hal ini menunjukkan bahwa Temasek menyadari pentingnya prinsip Good Corporate Governance dalam pelaksanaan dan pengembangan bisnis perusahaan. Keistimewaan yang diterima Temasek ini tidak melepaskan status Temasek sebagai private company yang tunduk pada the Singapore Companies Act. Temasek juga wajib membayar pajak dan menyetorkan deviden kepada pemegang saham (pemerintah Singapura). Dengan tidak adanya pengecualian yang diberikan terhadap Temasek terkait dengan penyertaan modal pemerintah Singapura kepada Temasek, maka berarti kekayaan pemerintah Singapura yang disertakan pada Temasek dalam bentuk saham merupakan kekayaan Temasek. Kewajiban Temasek adalah membayarkan deviden (apabila mendapatkan keuntungan) kepada pemerintah Singapura sebagai pemegang saham. Hal ini sejalan dengan ketentuan the Singapore Companies Act mengenai private limited company sebagaimana telah dijelaskan di atas. Namun, 197
Anonim, Temasek Frequently Asked Questions, Available at: http://www.temasek.com.sg/faqs, Accessed 15 Juni 2013.
oleh karena Temasek juga ditunjuk sebagai Fifth Schedule Entity berdasarkan konstitusi Singapura, maka Temasek memerlukan persetujuan dari Presiden Singapura terkait pengambilalihan Past Reserves. Hal inilah yang juga membedakan Temasek dengan private limited company pada umumnya. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan hukum Singapura, harta kekayaan negara yang disertakan dalam private limited company atau Persero merupakan kekayaan perusahaan itu sendiri.
BAB IV AKIBAT HUKUM KEPEMILIKAN SAHAM PEMERINTAH DALAM PERSERO
4.1 Pengelolaan Harta Kekayaan Persero Berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 Pasal 6 ayat (1) dan (2) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, di mana kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Dalam pengelolaan BUMN, Menteri
Keuangan
bertindak
sebagai Ultimate
Shareholder yaitu
sebagai
pemegang saham utama atas BUMN. Sedangkan menteri BUMN sesuai dengan PP 41 Tahun 2003 bertindak sebagai Kuasa Pemegang Saham/ RUPS dan sebagai pembina BUMN.198 Selanjutnya, berdasarkan PP 41 tahun 2003, sebagian kedudukan, tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan di bidang pembinaan dan pengawasan BUMN dilimpahkan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Namun, pelimpahan kedudukan, tugas dan kewenangan Menteri Keuangan tersebut tidak meliputi penatausahaan setiap penyertaan modal Negara berikut perubahannya pada BUMN, pengusulan penyertaan modal Negara dan pemanfaatan kekayaan Negara pada BUMN, serta pendirian BUMN.199
198
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, FAQ Kekayaan Negara Yang Dipisahkan, Available at: http://www.djkn.depkeu.go.id/pages/faq-knd1.html, Accessed 30 Juni 2013 199 Ibid.
Namun demikian, sebagaimana dipaparkan dalam Bab III, harta kekayaan negara yang dimasukkan ke dalam Persero berdasarkan ketentuan hukum perseroan adalah merupakan kekayaan Persero. Sehingga kedudukan Menteri Keuangan dalam pengelolaan kekayaan Persero terbatas pada Ultimate Shareholder, adapun Menteri BUMN bertindak sebagai Kuasa Pemegang Saham/ RUPS dan sebagai pembina BUMN. Kekayaan Negara Dipisahkan adalah kekayaan negara yang pengelolaannya dipisahkan dari mekanisme pengelolaan APBN dan dilakukan berdasarkan praktik pengelolaan perusahaan/badan hukum lainnya yang sehat. Hal ini sesuai ketentuan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN pada penjelasan pasal 4 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Sebagai konsekuensi bahwa harta kekayaan negara yang disertakan dalam Persero adalah kekayaan Persero itu sendiri, maka pengelolaan harta kekayaan tersebut dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan didirikannya perseroan dengan berdasarkan good corporate governance. Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu200:
200
Thomas S. Kaihatu, Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia, Available at: http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/MAN/MAN060801/MAN06080101.pdf, Accessed 29 Januari 2013.
1. Transparency
(keterbukaan
informasi),
yaitu
keterbukaan
dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara
profesional
tanpa
benturan
kepentingan
dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
4.1.1 Restrukturisasi Piutang Persero Sebagai kekayaan Persero, maka Persero wajib mengelola kekayaan Negara yang dipisahkan tersebut dengan prinsip good corporate governance untuk keuntungan Persero. Hal yang perlu diingat, adalah bahwa pengelolaan Persero
tidak lepas dari keputusan-keputusan bisnis yang memiliki resiko menimbulkan kerugian bagi Persero, namun harus tetap dilakukan untuk mencegah kerugian lebih lanjut. Misalnya dalam hal kebijakan pengurangan pokok utang atau bunga (hair cut) kredit perbankan atau divestasi aset perusahaan. Dalam kasus kredit macet misalnya, apabila bank tetap menginginkan agar debitur yang kesulitan financial membayar kredit beserta bunganya, maka besar kemungkinan debitur tidak sanggup memenuhi kewajiban tersebut. Sehingga seringkali bank mengambil kebijakan untuk melakukan restrukturisasi utang, baik berupa keringanan cicilan maupun pengurangan bunga. Hal ini memang berakibat berkurangnya pendapatan yang seharusnya diterima bank, namun kebijakan tersebut dapat menghindarkan bank dari menumpuknya non performing loan yang dapat mengakibatkan kesulitan cash flow bank. Bank-bank yang berstatus Persero, oleh karena status kekayaannya adalah sama dengan bank-bank lain yang berbentuk Perseroan Terbatas, maka dapat pula mengambil kebijakan hair cut sebagaimana di atas. Namun sebelum tahun 2006, kebijakan hair cut tersebut sulit dilakukan oleh bank-bank Persero. Kerancuan definisi keuangan Negara dan kewajiban BUMN untuk menyelesaikan piutangnya melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) sebagaimana diatur UndangUndang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Penyelesaian piutang melalui PUPN ini menyulitkan bank-bank Persero untuk mengurangi non performing loan yang menumpuk, sehingga tidak bisa bergerak sebebas bank-bank swasta. Oleh karenanya, pemerintah melalui Menteri Keuangan meminta fatwa Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Fatwa Mahkamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 yang menyatakan antara lain :
1. Bahwa dalam berdasarkan ketentuan dalam UU No. 19 tahun 2003 yang merupakan undang-undang khusus tentang BUMN, jelas dikatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. 2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, piutang BUMN bukanlah piutang Negara. 3. Bahwa ketentuan Pasal 8dan pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara tidak lagi mengikat secara hukum dengan adanya Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang merupakan undang-undang khusus (lex specialis) dan lebih baru dari Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960; 4. Bahwa Pasal 2 huruf g Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah termasuk dalam lingkup keuangan Negara, dengan adanya UndangUndang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN maka ketentuan dalam Pasal 2 huruf g khusus mengenai “kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah” juga tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum; 5. Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dapat dilakukan perubahan seperlunya atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Sebagai tindak lanjut Fatwa Mahkamah Agung tersebut Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2006, tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Peraturan Pemerintah tersebut menghapuskan Pasal 19 dan Pasal 20 dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005. Berdasarkan penjelasan Peraturan Pemerintah tersebut, pertimbangan untuk meninjau kembali pengaturan penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 dilandaskan pada pemikiran
bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagai hukum positif yang mengatur BUMN, secara tegas dalam Pasal 4 menyatakan bahwa kekayaan negara yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut juga ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan ”dipisahkan” adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.201 Namun demikian, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2006 masih menentukan bahwa Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara c.q. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan usul penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara tetap dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah beserta peraturan pelaksanaannya. Hal inilah yang kemudian mendasari diajukannya diajukannya uji materiil terhadap Pasal 4,
201
Erman Rajagukguk, PP 33 Tahun 2006 Dan Implikasinya Bagi Penyelesaian Utang Piutang BUMN, Available at: http://www.ermanhukum.com/Makalah%20ER%20pdf/PP%2033%20Tahun%202006%20 Dan%20Implikasinya%20BUMN.pdf, Accessed 6 Juli 2013.
Pasal 8 dan pasal 12 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon uji materiil sebagai debitur PT. Bank Negara Indonesia Tbk., pada saat terjadi suatu keadaan yang merupakan peristiwa diluar kekuasaan (force majeure) yaitu terjadinya krisis moneter, tidak mendapatkan bantuan berupa pemberian keringanan kewajiban pembayaran termasuk pemotongan hutang (hair cut). Sedangkan faktanya debitur-debitur bermasalah yang tidak kooperatif yang menyelesaikan kreditnya melalui Lembaga BPPN, telah menikmati pengurangan hutang pokok hingga mencapai diatas 50% dari hutang pokoknya, sedangkan para Pemohon yang direstrukturisasi kreditnya melalui Panitia Urusan Piutang Negara ternyata hutang pokoknya semakin bertambah besar. Adanya perbedaan perlakuan sebagaimana diuraikan diatas, karena masih berlakukannya ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Bank BUMN (termasuk PT. BNI Tbk.) yang hanya dapat menyelesaikan utang tidak tertagih melalui PUPN yang telah mengakibatkan adanya restrukturisasi utang ataupun penundaan utang. 202 Majelis
Mahkamah
Konstitusi
mengabulkan
sebagian
permohonan
pengujian Pasal 4, Pasal 8, dan Pasal 12 ayat (1) UU No 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Mahkamah membatalkan frasa “badanbadan negara“ dalam pasal-pasal itu. Artinya, secara tersirat Mahkamah
202
Mahkamah Konstitusi, Risalah Sidang Perkara Nomor 77/PUU-IX/2011, Perkara Nomor 9/PUU-X/2012 dan Perkara Nomor 34/PUU-X/2012 tanggal 25 September 2012, Available at: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_putusan%2077%20PUU%20 2011%20,%209%20PUU%202012%20dan%2034%20PUU%202012.pdf, Accessed at 10 Juli 2013.
Konstitusi menyatakan piutang badan usaha yang dikuasai negara (bank BUMN) tidak perlu menyerahkan piutang (tagihan) kepada PUPN lagi.203 Menurut Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, piutang-piutang bank BUMN yang ada dan jumlahnya telah pasti dilimpahkan penyelesaiannya kepada PUPN, yang tidak memiliki kebebasan melakukan restrukturisasi utang termasuk pemberian hair cut. Di sisi lain, kenyataannya debitur pada Bank non-BUMN mendapatkan fasilitas restrukturisasi utang termasuk pemberian hair cut kepada debiturnya oleh masing-masing manajemen bank yang bersangkutan.204 Mengacu Pasal 1 angka 6 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, piutang negara hanyalah tagihan sejumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. Jadi, tidak termasuk piutang badan-badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara termasuk dalam hal ini piutang Bank BUMN. Hal ini sejalan dengan pendapat ahli pemerintah, Mariam Darus yang berpendapat dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 2004 telah terjadi perubahan pengertian tentang piutang negara yang intinya piutang badan atau BUMN telah dikeluarkan dari lingkup piutang negara. Menurut ahli lainnya, Darminto Hartono piutang BUMN yang dalam hal ini BNI adalah piutang perseroan terbatas, sehingga mekanisme penyelesaian dapat melakukan restrukturisasi baik dalam bentuk hair cut, konversi, maupun rescheduling.205
203
Hukum Online, MK Rombak Aturan Piutang BUMN, Available at: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5061a7c18afe5/mk-rombak-aturan-piutangbumn, Accessed 9 Juli 2013. 204 Ibid 205
Ibid
Menurut Mahkamah penyelesaian piutang Bank BUMN masih terdapat dua aturan yang berlaku yakni UU PUPN dan UU Perbendaharaan Negara jo UU BUMN, UU Perseroan Terbatas, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi. “Ini menimbulkan perlakuan yang berbeda antara debitur bank BUMN dan bank swasta, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.206 Karena itu, piutang bank BUMN setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 2004, UU BUMN, dan serta UU Perseroan Terbatas bukan lagi piutang negara yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke PUPN. Piutang bank-bank BUMN dapat diselesaikan sendiri oleh manajemen masing-masing bank BUMN berdasarkan prinsip-prinsip yang sehat. Dengan demikian, kebijakan hair cut pada bank-bank Persero dapat dilakukan sebagaimana pada bank-bank lainnya. Namun demikian, sesuai dengan prinsip good corporate governance, kebijakan tersebut harus dibuat dan dilaksanakan dengan transparan, akuntabel dan bertanggungjawab. Artinya hair cut harus dilakukan sesuai dengan pedoman perusahaan, dalam hal ini adalah Anggaran Dasar Persero. Seluruh persyaratan mengenai hair cut atau pemotongan utang harus dipeunhi terlebih dahulu. Jika untuk dapat dilakukan pemotongan utang diperlukan persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS, maka seluruh persetujuan tersebut harus dipenuhi.
206
Ibid
4.1.2 Pengadaan Barang dan Jasa Selanjutnya, dalam pengelolaan Persero, tidak dapat lepas dari pengadaan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan Persero. Pengadaan barang dan jasa di lingkungan Persero tidaklah tunduk pada ketentuan pengadaan barang dan jasa sebagaimana ditentukan dalam APBN, melainkan tunduk pada ketentuan pengadaan barang dan jasa yang di lingkungan Persero itu sendiri. Hal ini menegaskan prinsip bahwa kekayaan negara yang disertakan dalam Persero, bukan lagi merupakan kekayaan negara, melainkan kekayaan Persero itu sendiri yang pengelolaannya dilakukan oleh persero dengan prinsip good corporate governance. Berdasarkan Surat Edaran Kementerian Negara BUMN nomor S298/S.MBU/2007, tanggal 25 Juni 2007 perihal Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa BUMN, Bagi pengadaan barang dan jasa BUMN yang dananya berasal dari dana BUMN, tidak berlaku Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (termasuk perubahannya). Tidak berlakunya Keppres Nomor 80 Tahun 2003 bagi pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh BUMN adalah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keppres tersebut. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa: a. Maksud diberlakukannya Keppres ini adalah untuk mengatur pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari APBN/APBD (Pasal 2 ayat 1). b. Ruang lingkup berlakunya Keppres ini adalah untuk: (i) pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD; dan (ii) pengadaan barang/jasa investasi di lingkungan BI, BHMN, BUMN, BUMD, yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD (Pasal 7 ayat 1 huruf a dan huruf c).
c. Pengaturan pengadaan barang/jasa Pemerintah yang dibiayai dari dana APBN/APBD, apabila ditindaklanjuti dengan keputusan Pengguna Anggaran/Direksi BUMN, harus tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Keppres ini (Pasal 7 ayat 2). Jauh sebelum UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan PP Nomor 45 Tahun 2005, sejak tahun 1998, BUMN tidak tunduk kepada ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh instansi Pemerintah. Hal tersebut diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan PP Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum). Pasal 37 PP Nomor 12 Tahun 1998 menyatakan bahwa Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN tidak berlaku bagi Perusahaan Perseroan (Persero). Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa untuk memberikan keleluasaan kepada Persero dan Persero Terbuka dalam melaksanakan usahanya, maka ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan APBN, pengadaan barang dan jasa, penjualan dan pengalihan barang-barang yang dimiliki/dikuasai Negara, dinyatakan tidak berlaku bagi Persero dan Persero Terbuka. Dengan tidak berlakunya ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Persero yang pengadaannya tidak berasal dari dana APBN, maka Persero wajib memiliki pedoman pengadaan barang dan jasa. Pedoman ini penting untuk menjamin bahwa pengadaan barang dan jasa di lingkungan Persero dilakukan secara transparan, akuntabel dan fair untuk keuntungan Persero semata-mata serta menjamin bahwa barang dan jasa yang diterima Persero adalah sesuai dengan yang dibutuhkan Persero dengan harga yang paling kompetitif.
Surat Edaran Kementerian Negara BUMN nomor S- 298/S.MBU/2007 tanggal 25 Juni 2007 lebih lanjut memberikan kesimpulan antara lain: 1. Tidak diberlakukannya ketentuan pengadaan barang dan jasa instansi Pemerintah bagi BUMN didasarkan pada pertimbangan filosofis mengingat bahwa BUMN merupakan entitas bisnis/badan hukum privat, bukan instansi Pemerintah/lembaga Negara/badan hukum publik, BUMN modalnya berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan dari APBN. Konsekuensi dari pemisahan kekayaan Negara tersebut, dan konsekuensi dari Pemerintah membentuk badan usaha Persero yang berbentuk Perseroan Terbatas (bukan membentuk Unit Pelaksana Teknis), adalah merelakan BUMN dalam melakukan kegiatan operasionalnya, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa, menggunakan kaidah-kaidah hukum korporasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dengan demikian, maka BUMN dapat mengimbangi atau bersaing dengan perusahaan swasta. 2. Sesuai dengan UU Keuangan Negara dan UU BUMN, maka kekayaan Negara yang ada pada BUMN hanya sebatas modal/saham, untuk selanjutnya dikelola secara korporasi sesuai dengan kaidah-kaidah hukum korporasi, tidak lagi dikelola berdasarkan kaidah-kaidah hukum kekayaan Negara. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, mengingat ruang lingkup Keuangan Negara terdiri dari kekayaan Negara yang tidak dipisahkan dan kekayaan Negara yang dipisahkan, maka dalam pengelolaan keuangan Negara berlaku dua kaidah atau rezim hukum, yaitu
kaidah hukum Keuangan Negara yang mengatur pengelolaan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan (APBN/APBD), dan kaidah hukum Korporasi yang mengatur pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan (BUMN/BUMD). Bagi BUMN memang berlaku kedua rezim hukum tersebut, namun rezim hukum Keuangan Negara hanya berlaku bagi BUMN sebatas yang terkait dengan permodalan dan eksistensi BUMN. Misalnya, di dalam UU BUMN diatur bahwa pendirian, penggabungan, peleburan,
pengambilalihan,
perubahan
modal,
privatisasi,
dan
pembubaran BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dan bahkan dalam prosesnya melibatkan Menteri Teknis, Menteri Keuangan, Presiden, dan DPR. Sedangkan tindakan-tindakan operasional (di luar permodalan dan eksistensi BUMN), tunduk sepenuhnya kepada rezim hukum Korporasi. Hal tersebut jelas dinyatakan dalam Pasal 11 UU BUMN yang menyatakan bahwa terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsipprinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 3. Pengertian “dibiayai dari APBN/APBD” berdasarkan Keppres 80 Tahun 2003 adalah suatu pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari dana yang berasal
dari
DIPA
APBN/APBD.
Dana
yang dikeluarkan
oleh
perusahaan/BUMN untuk membiayai pengadaan barang dan jasa, tidak termasuk dalam kategori dana dari APBN, walaupun modal/saham BUMN dimiliki
oleh
Negara,
karena
setelah
dipisahkan
pengelolaannya diserahkan kepada rezim hukum korporasi.
dari
APBN,
Terkait dengan kewajiban audit dan pemeriksaan laporan keuangan Persero, Pasal 70 dan 71 UU No. 19 tahun 2003 menentukan bahwa Pasal 70: (1) Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya. (2) Komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada Komisaris atau Dewan Pengawas. (3) Selain komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komisaris atau Dewan Pengawas dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai komite audit dan komite lain diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 71: (1) Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum. (2) Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Komite Audit diperlukan dalam rangka mewujudkan pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan tugas Komisaris dan Dewan Pengawas. Komite Audit bertugas menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh satuan pengawasan intern maupun auditor eksternal, memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen serta pelaksanaannya, memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan BUMN, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris dan Dewan Pengawas serta tugas-tugas Komisaris dan Dewan Pengawas lainnya. Komite audit ini bersifat mandiri dalam pelaksanaan
tugas dan tanggung jawabnya serta bertanggung jwab kepada Komisaris/Dewan Pengawas. Lebih lanjut, ketentuan mengenai komite audit ini diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2006 tentang Komite Audit Bagi Badan Usaha Milik Negara. Sedangkan mengenai pemeriksaan laporan keuangan Persero, pemeriksaan laporan keuangan (financial audit) perusahaan dimaksudkan untuk memperoleh opini auditor atas kewajaran laporan keuangan dan perhitungan tahunan perusahaan yang bersangkutan. Opini auditor atas laporan keuangan dan perhitungan tahunan dimaksud diperlukan oleh pemegang saham/Menteri antara lain dalam rangka pemberian acquit et decharge Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas perusahaan. Pemeriksaan laporan keuangan dan perhitungan tahunan Persero dilakukan oleh akuntan publik. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 68 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 68 menentukan bahwa: (1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila: a. kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat; c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka; d. Perseroan merupakan persero; e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau f. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS. (3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
Dengan demikian, pemeriksaan laporan keuangan Persero wajib dilakukan oleh akuntan publik, yang mana jika ketentuan ini tidak dilaksanakan maka laporan keuangan tersebut tidak disahkan oleh RUPS. Pemeriksaan laporan keuangan Persero oleh akuntan publik ini konsisten dengan ketentuan Pasal 11 UU No. 19 tahun 2003 ” Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas” (sekarang UU No. 40 tahun 2007). Namun demikian, laporan keuangan Persero juga dapat diperiksa oleh BPK, hal mana tidak berlaku untuk Perseroan Terbatas pada umumnya. Dasar hukum bagi BPK untuk memeriksa Persero adalah Pasal 71 ayat (2) UU No. 19 tahun 2003 ”Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”. Diberikannya kewenangan bagi BPK untuk memeriksa laporan keuangan Persero merupakan inkonsistensi atas prinsip pemisahan kekayaan negara dalam Persero. Kekayaan negara yang telah disertakan dalam Persero tidaklah lagi merupakan kekayaan negara, sehingga seharusnya tidak menjadi domain BPK. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara lebih lanjut menyatakan, BPK melaksanakan pemeriksaan keuangan negara yang meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggungjawab keuangan negara. Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan
oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU No.17 Tahun 2003, yaitu: a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara; d. Pengeluaran Negara; e. Penerimaan Daerah; f. Pengeluaran Daerah; g. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib di sampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. Ketentuan-ketentuan tersebut, menggambarkan inkonsistensi perlakuan terhadap Persero dan prinsip pemisahan kekayaan negara dalam Persero. Di satu
sisi Persero adalah badan hukum yang memiliki kekayaan sendiri sehingga kekayaan negara yang disertakan dalam Persero bukan lagi merupakan keuangan negara melainkan merupakan kekayaan Persero yang dikelola secara korporasi berdasarkan prinsip-prinsip good corporate gorvernance. Hal ini juga ditegaskan dalam UU No. 19 tahun 2003 bahwa Persero tunduk pada ketentuan UndangUndang Perseroan Terbatas. Namun di sisi lain, ketentuan bahwa BPK dapat memeriksa Persero dengan dasar UU No. 15 tahun 2004 dan UU No. 17 tahun 2003 menunjukkan bahwa Persero tidak sepenuhnya diperlakukan sebagai Perseroan Terbatas. Disini pembuat Undang-Undang beranggapan bahwa kekayaan negara yang disertakan dalam persero adalah merupakan bagian dari keuangan negara. Jika dibandingkan dengan Temasek, maka sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III, Temasek diperlakukan sebagaimana Limited Liability Company pada umumnya, dimana direksi Temasek leluasa mengelola perusahaan untuk sebesar-besarnya keuntungan Temasek. Lebih jauh, pemerintah Singapura memberikan status exempt private company bagi Temasek sehingga Temasek tidak diwajibkan untuk membuka laporan keuangannya. Keistimewaan yang diterima Temasek, berupa tidak mendaftarkan laporan neraca keuangan sesungguhnya bertentangan dengan prinsip Good Corporate Governance, utamanya prinsip transparansi. Tidak dibukanya neraca keuangan Temasek memiliki potensi tidak dikelolanya keuangan perusahaan dengan prinsip bisnis profesional. Namun demikian, sejak tahun 2004, Temasek secara sukarela telah mempublikasikan laporan keuangannya. Hal tersebut merupakan bagian dari
komitmen perusahaan dan strategi bisnis Temasek dimana pada saat ini prinsip Good Corporate Governance merupakan hal yang sangat penting dan menjadi pertimbangan bagi perusahaan lain yang akan bermitra dengan Temasek. Satu-satunya intervensi pemerintah Singapura (melalui Presiden Singapura) dalam pengelolaan kekayaan Temasek adalah dalam hal Temasek menggunakan past reserves. Jika Temasek menggunakan kekayaan yang dikumpulkan pada masa pemerintahan sebelumnya, maka hal tersebut memerlukan persetujuan Presiden
Singapura.
Namun
sepanjang kebijakan
bisnis
tersebut
tidak
menggunakan past reserves, maka ijin dari Presiden Singapura tidak diperlukan. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa status Temasek sebagai GLC tidak menghambat
Temasek
dalam
melakukan
pengelolaan
perusahaan
yang
semaksimal mungkin untuk keuntungan perusahaan. Bahkan status Temasek sebagai GLC dan exempt private company memberikan Temasek beberapa keuntungan yang tidak dinikmati perusahaan swasta lainnya. Hal ini memudahkan Temasek untuk berkembang hingga sampai pada posisinya sekarang. Sebaliknya dengan Persero, kedudukan Persero sebagai perseroan terbatas yang seluruh atau sebagian besar modalnya dikuasai negara justru menyebabkan Persero kurang kompetitif. Pengelolaan kekayaan Persero seharusnya bisa lebih leluasa mengingat semangat dasar dari dibentukanya perseroan terbatas adalah untuk melindungi pemegang saham sebatas modal yang disetor. Namun akibat inkonsistensi peraturan perundang-undangan dalam memandang penyertaan kekayaan negara dalam Persero mengakibatkan Persero tidak segesit perusahaan swasta dalam mengejar keuntungan.
4.2 Kontrak-kontrak yang Dibuat Persero Perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1313 Burgerlik Wetboek adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1233 Burgerlik Wetboek menegaskan bahwa perikatan lahir dari perjanjian dan undang-undang. Dari definisi tersebut, perjanjian dibuat oleh minimal dua orang atau dengan kata lain seseorang tidak dapat membuat perjanjian dengan dirinya sendiri. Untuk itulah, pemisahan kekayaan negara dalam Persero memungkinkan Persero satu dengan Persero lainnya untuk berkontrak. Dengan adanya pemisahan kekayaan, maka Persero adalah suatu badan hukum terpisah yang dapat melakukan perbuatan hukum secara mandiri. Jika kekayaan negara negara yang disertakan dalam Persero masih dianggap sebagai kekayaan negara, maka tidaklah mungkin antara BUMN satu dengan yang lain dapat berkontrak,
karena dianggap
melakuakn kontrak dengan dirinya sendiri. Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Adapun definisi perseroan terbatas berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 40 tahun 2007 adalah ” ... badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” Sebagai perseroan terbatas, Persero adalah badan hukum dan pemegang saham Persero (dalam hal ini negara), bertanggung jawab hanya sebatas modal yang disetorkan dalam Persero. Hal ini merupakan esensi dasar dibentuknya perseroan terbatas, yakni pertanggungjawaban pemegang saham hanya sebesar saham yang dimiliki di perseroan tersebut dan tidak meliputi kekayaan pribadinya. Pertanggungjawaban terbatas pada perseroan terbatas, ditegaskan dalam Pasal 3 UU No. 40 tahun 2007: (1) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila: a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setiap kontrak yang dibuat oleh Persero hanyalah mengikat Persero tersebut dan tidak mengikat negara. Hal ini tidak lepas dari konsep bahwa Persero sebagai perseroan terbatas adalah badan hukum. Dengan demikian, kontrak yang dibuat pihak ketiga dengan Persero adalah kontrak oleh dan diantara pihak ketiga dan Persero sebagai suatu badan hukum, bukan kontrak antara pihak ketiga dengan negara.
Sebagai contoh, apabila PT Pertamina (Persero) mengadakan kontrak pengadaan barang dan jasa dengan penyedia barang dan jasa, maka kontrak tersebut hanyalah berlaku diantara PT Pertamina (Persero) dengan penyedia barang dan jasa. Sehingga apabila muncul sengketa diantara para pihak terkait pelaksanaan kontrak, maka pihak ketiga hanya berhak meminta penyelesaiaannya kepada PT Pertamina (Persero) dan bukan kepada negara sebagai poemegang saham. Begitu pula sebaliknya, apabila Persero menuntut pemenuhan hak terhadap pihak ketiga, maka itu tuntutan dari Persero sebagai badan hukum kepada pihak ketiga, bukan negara. Dengan demikian, perlakuan terhadap Persero pun sama dengan perlakuan terhadap perseroan terbatas lainnya. Hal ini menjadi jelas ketika Persero menjadi kreditur dalam perkara kepailitan. Piutang Persero akan diberlakukan sama seperti perseroan terbatas pada umumnya, kecuali terhadap piutang Persero tersebut melekat hak-hak istimewa sehingga Persero dapat memperoleh pelunasan piutang terlebih dahulu (misalnya hak tanggungan, fidusia). Selebihnya, Persero tidak dapat meminta agar piutangnya diperlakukan sebagai piutang negara yang wajib mendapatkan prioritas pelunasan. Sesuai ketentuan Pasal 55 UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sebagai kreditur dalam perkara kepailitan atau penundaan kewajiban pembayaran utang (”PKPU”), keistimewaan atas pemenuhan piutang Persero hanya dapat dilakukan apabila Persero merupakan pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Dalam keadaan tersebut, Persero dapat
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak ada kepailitan. Namun apabila Persero tidak memegang hak tersebut, maka Persero akan diperlakukan sebagai kreditur konkuren. Sebagai contoh, dalam kasus kepailitan PT Adam Sky Connection Airlines dan PT Metro Batavia yang mengelola Batavia Airlines, kedudukan PT Pertamina (Persero) adalah sebagai kreditur konkuren. Hal ini karena PT Pertamina (Persero) tidak memiliki hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UU No. 37 tahun 2004, sehingga pembayaran piutang PT Pertamina (Persero) tidak dapat didahulukan dibandingkan kreditur lainnya. Berbeda halnya dengan piutang negara, sebagaimana diatur dalam UU No 49 Prp Tahun 1960, Penjelasan pasal 10 UU No 49 Prp tahun 1960 menjelaskan bahwa: Cara menyelesaikan piutang-piutang Negara dalam Peraturan ini adalah berupa mengadakan sesuatu pernyataan bersama antara Ketua Panitya dan Penanggung Hutang, yang memuat kata sepakat antara mereka tentang jumlah hutang yang masih harus dibayar dan memuat pula kewajiban penanggung hutang untuk melunasi hutangnya. Kepada surat pernyataan diberi kekuatan pelaksanaan seperti suatu putusan Hakim dalam perkara perdata dan pelaksanaannya dijalankan dengan pengeluaran surat paksa seperti dalam hal memungut pajak. Oleh karena itu surat pernyataan bersama itu adalah merupakan surat pernyataan pengakuan hutang yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijs) dan kekuatan memaksa (dwingend bewijs). Dengan adanya sarat kata sepakat antara Ketua Panitya dan penanggung hutang maka Peraturan ini tidak menjalani hakekat bahwa segala sengketa perdata harus diputuskan oleh Pengadilan. Pemakaian sistim surat paksa seperti dalam hal pajak dapat dipertanggungjawabkan oleh karena kinipun Negaralah yang merupakan pihak berpiutang Lebih lanjut, pasal 11 UU No 49 Prp Tahun 1960 mengatur bahwa “...ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini, pasal 1, pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal 23 Undang-undang Penagih Pajak Negara Dengan Surat Paksa
(Lembaran Negara tahun 1959 No. 63 ) dilakukan terhadap pengurusan piutang Negara” Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, penyelesaian terhadap piutang negara dilakukan melalui PUPN. Penyelesaian piutang negara dilakukan dengan membuat kesepakatan antara ketua PUPN dengan penanggung utang. Kesepakan ini memiliki kekuatan eksekutorial dan pelaksanaannya dijalankan dengan pengeluaran surat paksa seperti dalam hal memungut pajak, sehingga untuk dapat dilakukan eksekusi terhadap aset-aset penanggung utang atau pemilik utang, tidak diperlukan lagi suatu penyelesaian melalui pengadilan perdata. Oleh karena penyelesaian piutang negara dijalankan dengan pengeluaran surat paksa seperti dalam hal memungut pajak, sebagaimana diatur UU No. 19 tahun 2000 jo. UU No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, maka apabila terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan, jurusita melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. Selain itu, dalam hal terjadi kepailitan, maka piutang negara tersebut akan disamakan dengan piutang pajak, yang mana pembayarannya harus didahulukan. Merujuk pada Pasal 1131-1134 KUH Perdata, pajak termasuk kreditor yang harus didahulukan. Biasa disebut hak istimewa. Pasal 1134 menyebutkan hak istimewa adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata berdasarkan sifat piutangnya. Selain itu, yursiprudensi berupa Putusan MA No. 017K/N/2005 pada intinya menyatakan utang pajak adalah utang berdasarkan
hukum publik dan harus dibayar lebih dahulu dibanding utang lainnya. Rujukan hakim adalah UU No. 19 Tahun 1997, sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.207 Namun demikian, sebagaimana telah disebut di atas, keistimewaan atas penyelesaian piutang negara ini tidak berlaku untuk piutang BUMN. Mahkamah Konstitusi dalam judicial review atas beberapa pasal dalam UU. 49 Prp/1960 (Panitia Urusan Piutang Negara) (Keputusan No. 77/PUUIX/2011) pada intinya menyatakan bahwa keuangan badan-badan usaha negara adalah bukan keuangan negara. Sehingga piutang BUMN bukanlah piutang negara. Hal ini berarti bahwa kontrak-kontrak yang dibuat oleh Persero dengan pihak ketiga hanya berlaku dan mengikat Persero dan pihak ketiga tersebut. Kontrak dimaksud tidaklah mengikat negara. Apabila pihak ketiga wanprestasi, Persero tidak dapat serta merta melakukan eksekusi terhadap aset pihak ketiga melalui surat paksa (sebagaimana dalam piutang negara). Dalam hal terjadi kepailitan pun, pembayaran atas piutang Persero tunduk pada UU No.37 tahun 2004 . Bagaimana jika Persero yang tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam kontrak? Dalam hal demikian, pihak ketiga yang haknya tidak dipenuhi oleh Persero dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan atau permohonan arbitrase. Apabila ada tuntutan hukum terhadap Persero dan pengadilan memerintahkan dilakukan penyitaan terhadap kekayaan Persero, maka Persero tidak bisa meminta agar pengadilan mencabut sita dengan berlindung pada alasan
207
Hukum Online, Bedah Kasus Kantor Pajak Sebagai Kreditor Kepailitan, Available at: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51bece237c41d/bedah-kasus-kantor-pajaksebagai-kreditor-kepailitan, Accessed 10 Juli 2013.
bahwa kekayaan tersebut adalah kekayaan negara yang tidak bisa disita sebagaimana diatur dalam UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Ketentuan Pasal 50 UU No. 1 tahun 2004 berbunyi: Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap: a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah; c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga; d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah; e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan. Berdasarkan ketentuan di atas, pihak manapun tidak dapat melakukan penyitaan terhadap kekayaan milik negara/daerah, sehingga dalam hal terjadi sengketa, maka kekayaan negara tidak dapat menjadi objek sita. Namun hal ini tidak berlaku bagi kekayaan Persero, karena kekayaan negara yang disertakan ke Persero adalah kekayaan yang dipisahkan sehingga tidak lagi menjadi kekayaan negara. Namun apabila kekayaan tersebut adalah kekayaan negara atau barang milik negara yang pengelolaannya dititipkan kepada Persero, maka ketentuan Pasal 50 UU No. 1 tahun 2004 berlaku dan terhadap barang milik negara tersebut tidak dapat dilakukan penyitaan. Dapat disitanya kekayaan Persero ini dipertegas oleh hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung tanggal 14 Oktober 2010 di Balikpapan, Kalimantan Timur (Rakernas MA). Rakernas MA menyimpulkan bahwa terhadap keuangan negara yang disertakan inbreng (penyertaan modal) dalam BUMN atau BUMD persero dapat disita.208
Lebih lanjut, Rakernas MA menyimpulkan bahwa tak sembarangan harta kekayaan BUMN atau BUMD yang bisa disita. Intinya, kekayaan negara yang sudah disertakan sebagai modal BUMN atau BUMD yang bisa disita. Karena, kekayaan itu bukan lagi milik negara melainkan sudah menjadi harta miliki BUMN atau BUMD. Status harta ini tunduk pada Undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan dikelola oleh perseroan berdasarkan prinsipprinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Sementara, uang atau barang milik negara yang bukan penyertaan modal tetapi dikelola oleh BUMN atau BUMD tak dapat dilakukan sita jaminan atau sita eksekusi. Hal ini mengacu kepada pada Pasal 50 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan harta kekayaan milik negara tak bisa disita oleh pengadilan.209 Dengan demikian Mahkamah Agung menyamakan status BUMN atau BUMD dengan Perseroan Terbatas lainnya. Sehingga, kekayaan BUMN atau BUMD bisa disita oleh pengadilan dan Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah tak bisa melakukan derden verzet (perlawanan pihak ketiga) karena yang disita pengadilan bukan lagi kekayaan milik negara, melainkan milik BUMN atau BUMD.210 Selama ini sita jaminan terhadap harta kekayaan BUMN sudah kerap terjadi. Salah satu contohnya adalah sita jaminan dua kapal milik PT Djakarta Lloyd (Persero) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada awal Februari
208
209 210
Hukum Online, Pengadilan Boleh Sita Harta BUMN, Available at: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbc1bcd43fa9/pengadilan-boleh-sita-hartabumn, Accessed 6 Juli 2013. Ibid. Ibid.
2009. Dalil pihak PT Djakarta Llyod (tergugat) yang menyatakan sita jaminan bertentangan dengan Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara yang melarang penyitaan
aset
milik
negara
dibantah
oleh
majelis
hakim.
Dalam
pertimbangannya, majelis berpendapat harta kekayaan BUMN tidak termasuk barang milik negara. Pasalnya, BUMN sebagai badan hukum perdata keberadaannya di luar struktur organsiasi lembaga negara atau pemerintah.211 Apabila pihak ketiga (sebagai kreditur) merasa
bahwa Persero dapat
dimohonkan PKPU atau pailit, maka kreditur dapat mengajukan permohonan PKPU atau pailit ke pengadilan niaga. Kecuali apabila Persero adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi atau dana pensiun, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Terkait kepalitan BUMN, Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 tahun 2004 menentukan bahwa “Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.” Penjelasan atas Pasal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik" adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. Persero, sebagai BUMN yang sahamnya terbagi atas saham jelas tidak tunduk pada ketentuan ini. Permohonan pailit terhadap Persero tidak harus diajukan oleh Menteri Keuangan.
211
Ibid.
Kasus kepailitan PT Dirgantara Indonesia (Persero) menunjukkan hal yang berbeda. PT Dirgantara Indonesia (Persero) adalah Persero yang bergerak dibidang industri pesawat terbang. PT Dirgantara Indonesia (Persero) dimohonkan pailit oleh mantan karyawannya. Pada tanggal 4 September 2007 Majelis Hakim Pengadilan Niaga memutuskan bahwa PT Dirgantara Indonesia (Persero) sebagai BUMN yang bergerak dibidang kedirgantaraan di Indonesia pailit. Dalam putusannya Majelis Hakim juga menilai PT Dirgantara Indonesia (Persero) belum melaksanakan butir ketiga putusan P4P tanggal 29 Januari 2004, yaitu membayarkan kompensasi dana pensiun dan tunjangan hari tua sesuai perhitungan gaji pokok terakhir senilai Rp 200 miliar kepada 6.561 mantan karyawan PT Dirgantara Indonesia (Persero). Majelis Hakim menilai PT Dirgantara Indonesia (Persero) bukan kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU. Oleh karena itu, Menteri Keuangan bukan satu-satunya pihak yang dapat menggugat pailit PT Dirgantara Indonesia (Persero) karena 6.561 mantan karyawan PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang belum mendapatkan hak kompensasi pesangon juga memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan pailit terhadap PT Dirgantara Indonesia (Persero). Terhadap putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut, PT Dirgantara Indonesia (Persero) kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan pailit terhadap PT DI yang diajukan oleh mantan karyawannya.
Dalam putusannya MA berkesimpulan bahwa BUMN, baik berbentuk Perum atau Persero, hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menteri Keuangan. Meski mengacu pada ketentuan yang sama dengan yang digunakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga, yaitu Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU, MA mengenyampingkan kata-kata “tidak terbagi atas saham” dalam penjelasan pasal tersebut. Pertimbangan hukum majelis hakim kasasi antara lain adalah sebagai berikut: a. Bahwa Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam hal Debitur adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan ; b. Bahwa yang dimaksud dengan “Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik”, sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang No.37 Tahun 2004, adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki Negara dan tidak terbagi atas saham; c. Bahwa Pemohon Kasasi I / PT. Dirgantara Indonesia (Persero) adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang keseluruhan modalnya dimiliki oleh Negara, yang pemegang sahamnya adalah Menteri Negara BUMN qq Negara Republik Indonesia dan Menteri Keuangan RI qq Negara Republik Indonesia (bukti T1); d. Bahwa Perusahaan Perseroan / Persero, menurut Pasal 1 angka 2 UndangUndang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah badan usaha milik negara berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya dimiliki oleh Negara RI, atau badan usaha milik negara berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang paling sedikit 51 % sahamnya dimiliki oleh Negara RI ; e. Bahwa terbaginya modal Pemohon Kasasi I / Termohon atas saham yang pemegangnya adalah Menteri Negara BUMN qq Negara RI dan Menteri Keuangan RI qq Negara RI adalah untuk memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang mewajibkan pemegang saham suatu perseroan sekurangkurangnya dua orang, karena itu terbaginya modal atas saham yang seluruhnya dimiliki oleh Negara tidak membuktikan bahwa Pemohon Kasasi I / Termohon adalah badan usaha milik negara yang tidak bergerak di bidang kepentingan publik ; f. Bahwa dalam Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI No.03/MIND/PER/4/2005 (bukti T33) disebutkan bahwa PT. Dirgantara Indonesia adalah objek vital industri, dan yang dimaksud dengan objek vital industri adalah kawasan lokasi, bangunan / instalasi dan atau usaha industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan Negara dan / atau sumber
pendapatan Negara yang bersifat strategis ( Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Perindustrian RI No.03 / M – IND / PER / 4 / 2005 tanggal 19 April 2005 ) ; g. Bahwa oleh karena itu Pemohon Kasasi I / Termohon sebagai badan usaha milik negara yang keseluruhan modalnya dimiliki oleh Negara dan merupakan objek vital industri, adalah badan usaha milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik yang hanya dapat dimohonkan pailit oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang No.37 Tahun 2004; h. Bahwa lagi pula Pasal 50 Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara melarang pihak manapun untuk melakukan penyitaan terhadap antara lain uang atau surat berharga, barang bergerak dan barang tidak bergerak milik Negara, sehingga kepailitan yang menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU merupakan sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit, apabila kekayaan Debitur Pailit tersebut adalah kekayaan Negara tentunya tidak dapat diletakkan sita, kecuali permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dan bendahara umum negara (Pasal 6 ayat (2)a jo Pasal 8 UndangUndang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara).212 Pertimbangan majelis hakim kasasi tersebut menunjukkan inkosistensi Mahkamah Agung dalam memandang kekayaan negara yang dipisahkan dalam Persero. Fatwa Mahkamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 menyatakan bahwa modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sesuai bagian penjelasan, yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, melainkan pada prinsipprinsip perusahaan yang sehat. Dengan kata lain, modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN. Fatwa Mahkamah Agung tersebut secara tegas menyatakan bahwa kekayaan Persero bukanlah kekayaan negara. Ketentuan Pasal 50 Undang-Undang No.1
212
Dikutip dari putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung Nomor: 075 K/Pdt.Sus/2007 tanggal 22 Oktober 2007.
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara sebagaimana dijadikan pertimbangan hukum oleh majelis hakim kasasi tidak berlaku bagi Persero. Majelis hakim kasasi juga mengabaikan ketentuan Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa "Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik" adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. BUMN yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (5) UU No. 37 tahun 2004 adalah Perum, bukan Persero. Modal perum tidak terbagi atas saham, sedangkan modal Persero terbagi atas saham. Selain itu, Pasal 11 UU No. 19 tahun 2003 menyebutkan bahwa terhadap Persero berlaku ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (sekarang UU No. 40 tahun 2007). Dengan demikian, ketentuan mengenai kepailitan dan PKPU yang berlaku bagi Perseroan Terbatas, berlaku pula bagi Persero. Permohonan pailit maupun PKPU terhadap Persero tidak hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Sepanjang memenuhi ketentuan dalam UU No. 37 tahun 2004, kreditur Persero dapat mengajukan permohonan pailit atau PKPU terhdap Persero. Dalam hal Persero terlibat dalam bisnis dengan resiko tinggi dan modal yang sangat besar, seperti bisnis minyak dan gas bumi, atau pembangunan infrastuktur seperti jalan tol, perusahaan akan membentuk anak bahkan cucu perusahaan sebagai bentuk ring fencing guna meminimalkan resiko pada induk perusahaan. Dalam proyek yang memerlukan modal sangat besar, anak perusahaan tersebut dapat menggunakan instrumen project finance untuk membiayai proyek tersebut.
Pilihan untuk menggunakan skema project finance untuk membiayai proyek didasari oleh lebih kecilnya resiko yang harus ditanggung oleh induk perusahaan Project Finance adalah a type of limited recourse financing whereby debt is incurred by a project developer (known as the project company, which is formed by a sponsor), and in combination with equity and in combination with equity contributed by the sponsor is used to finance the development and construction of a capital-intensive project, typically by means of construction loans that later convert to term loans upon completion of the project. A primary feature of project finance is that the lenders advance debt on the basis of their evaluation of the projected revenue-generating capability of the project, rather than the credit quality of the project sponsor. The equity of the project company and the project assets, including the project documents and other cash flows, are pledged as collateral for the debt.213 Pada skema pembiayaan dengan project finance, jaminan terhadap kredit yang diberikan oleh kreditur tidak berasal dari aset perusahaan induk. Jaminan atas kredit berasal dari aset project company (yang dibentuk khusus untuk melaksanakan project tersebut), aset proyek, dokumen-dokumen proyek dan cash flow proyek. Dengan demikian, proyek dapat dilaksanakan dengan pinjaman dari kreditur namun resiko yang ditanggung perusahaan induk sangat kecil (terbatas pada jumlah jumlah modal yang disertakan dalam project company). Oleh karenanya project finance menjadi alternatif pembiayaan yang menarik bagi
213
Latham & Watkins, The Book of Project Finance Jargon, The Latham & Watkins Glossary of Project Development, Acquisition and Finance Slang and Terminology, First Edition, h.74.
perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang memerlukan modal tinggi dengan resiko yang tinggi. Seringkali karena proyek yang dikerjakan oleh project company memiliki resiko sangat tinggi dan memerlukan biaya yang sangat besar, maka kreditur yang merupakan bank luar negeri atau sindikasi bank luar negeri meminta limited guarantee kepada perusahaan induk. Dalam kasus seperti ini Persero tidak bisa bertindak sebagai penjamin project company. Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (2) keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1972 Tentang Penerimaan Kredit Luar Negeri yaitu: Badan Usaha Negara dan Badan Usaha Daerah tidak dibenarkan untuk memberikan jaminan atau bertindak selaku penjamin dalam pembayaran kembali kredit luar negeri yang diterima oleh Badan Usaha Negara, Badan Usaha Daerah, dan Perusahaan Swasta. Dengan demikian, Persero tidak dapat menjadi penjamin bagi anak perusahaannya maupun project company dalam project finance apabila krediturnya adalah bank asing atau sindikasi bank asing. Hal lain yang menjadi kendala bagi Persero untuk menjadi penjamin bagi anak perusahaan adalah ketentuan World Bank negative pledge. Negara yang menerima pembiayaan dari World Bank akan tunduk pada negative pledge restriction.214 It is the policy of the Bank, in making loans to, or with the guarantee of, its members not to seek, in normal circumstances, special security from the member concerned but to ensure that no other External Debt shall have priority over its loans in the allocation, realization or distribution of foreign exchange held under the control or for the benefit of such member. To that end, if any Lien is created on any Public Assets as security for any External Debt, which will or might result in a priority for the benefit of the creditor of such External Debt in the allocation, realization or distribution of foreign exchange, such Lien shall, unless the Bank shall otherwise agree, ipso facto and at no cost to the Bank, equally and ratably secure all Loan Payments, and 214
Norton Rose, Infrastructure updater: New opportunities and challenges for 2012, Available at: http://www.nortonrosefulbright.com/knowledge/publications/61755/infrastructure-updaternew-opportunities-and-challenges-for-2012, Accessed 9 Juli 2013.
the Member Country, in creating or permitting the creation of such Lien, shall make express provision to that effect; provided, however, that if for any constitutional or other legal reason such provision cannot be made with respect to any Lien created on assets of any of its political or administrative subdivisions, the Member Country shall promptly and at no cost to the Bank secure all Loan Payments by an equivalent Lien on other Public Assets satisfactory to the Bank.215 Berdasarkan ketentuan negative pledge tersebut, negara debitur World Bank tidak dapat menjaminkan aset publiknya kepada kreditur lain, kecuali atas persetujuan World Bank. Indonesia sebagai debitur World Bank terikat pada ketentuan tersebut, sehingga pemerintah tidak dapat menjaminkan aset publiknya, kecuali telah mendapat persetujuan dari World Bank. Yang menjadi perdebatan adalah definisi dari aset publik itu sendiri. Apakah aset publik yang dimaksud adalah hanya barang milik negara atau juga mencakup kekayaan BUMN. UU No. 19 tahun 2003 tegas mengatur bahwa kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan
yang sehat.
Berdasarkan ketentuan tersebut, kekayaan Persero bukanlah aset publik. Sehingga, Persero dapat menjadi penjamin utang bagi anak perusahaan atau project company. Namun demikian, oleh karena ketentuan UU No. 17 tahun 2003 masih menyebutkan bahwa kekayaan Negara yang dipisahkan dalam BUMN adalah merupakan keuangan Negara, maka disini terdapat konflik norma. Jika
215
International Bank for Reconstruction and Development, 2010, General Conditions for Loans, Section 6.02 a,, h.17.
berdasarkan UU No. 19 tahun 2003, aset Persero bukanlah aset publik maka berdasarkan ketentuan UU No. 17 tahun 2003, aset Persero adalah aset publik yang tunduk pada ketentuan World Bank negative pledge. Hal ini tentu saja akan menyulitkan Persero untuk mengembangkan usahanya. Apalagi juka Persero bergerak di bidang usaha yang sarat modal dan resiko.
Hal
ini
menyulitkan
Persero
untuk
bergerak
secara
agresif
mengembangkan bisnisnya. Pada akhirnya Persero pun kesulitan untuk mewujudkan tujuan dibentuknya Persero itu sendiri, yakni untuk mengejar keuntungan. Kekayaan negara yang disertakan dalam Persero adalah kekayaan yang terpisah
dan
merupakan
kekayaan
Persero
itu
sendiri,
maka sebagai
konsekuensinya pengelolaan kekayaan Persero dilakukan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagaimana perseroan terbatas lainnya. Namun masih terdapatnya inkonsistensi dalam peraturan perundangan menyebabkan beberapa aspek dalam pengelolaan kekayaan Persero, misalnya audit, masih tunduk pada ketentuan pengelolaan keuangan negara. Begitu pula dalam kontrak-kontrak yang dibuat oleh Persero. Kontrak yang dibuat oleh Persero hanya berlaku dan mengikat Persero, tidak mengikat pemerintah. Tuntutan terhadap pemenuhan prestasi yang dibuat oleh Persero dengan pihak ketika terjadi wanprestasi dilaksanakan sebagaimana perseroan terbatas pada umumnya. Namun demikian, terdapat inkonsistensi dalam memandang kekayaan negara yang disertakan dalam Persero. Persero tidak dapat menjadi penjamin utang bagi perusahaan lainnya.
Berbeda dengan Temasek. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III, Temasek didirikan berdasarkan the Singapore Companies Act. sebagai LLC yang beroperasi dengan basis komersial. Dengan demikian, Temasek diperlakukan sama seperti LLC lainnya, dimana Temasek leluasa untuk berkontrak dengan pihak manapun untuk mencapai tujuan perusahaan. Temasek juga dapat menjadi penjamin bagi anak perusahaannya. Sebagai contoh, pada tanggal 14 September 2005, salah satu anak perusahaan Temasek, yakni Temasek Financial (I) Limited mengeluarkan US$10,000,000,000 Guaranteed Global Medium Term Note Program yang dijamin sepenuhnya oleh Temasek. Dengan keleluasaan yang dimiliki tersebut dan pengelolaan yang efisien tidak heran jika Temasek menjadi salah satu contoh perusahaan milik negara yang paling sukses. Beberapa inkonsistensi dalam memandang dan memperlakukan kekayaan negara yang disertakan dalam Persero mengakibatkan Persero sulit untuk berkompetisi dengan perusahaan – perusahaan swasta. Terlebih apabila Persero tersebut bergerak di bidang usaha yang sarat resiko dan modal. Sehingga diperlukan sinkronisasi peraturan perundangan terkait kekayaan negara yang disertakan dalam Persero agar kedepannya Persero bisa lebih kompetitif dan menjadi tulang punggung ekonomi bangsa.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Berdasarkan hukum perseroan di Indonesia, harta kekayaan negara yang dijadikan sebagai penyertaan modal dalam Persero merupakan kekayaan Persero yang terpisah dari keuangan negara. Adapun menurut hukum perseroan Singapura, kekayaan negara yang disertakan dalam GLC adalah kekayaan GLC itu sendiri. 5.1.2 Akibat hukum kepemilikan saham pemerintah dalam Persero adalah, pengelolaannya tunduk pada prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan kontrak-kontrak yang dibuat Persero hanya mengikat Persero dan bukan negara. Namun demikian, dalam prakteknya, beberapa aspek pengelolaan kekayaan Persero masih tunduk pada ketentuan pengelolaan keuangan negara, bahkan Persero tidak dapat menjadi penjamin bagi anak perusahaannya. Kepemilikan saham pemerintah Singapura pada Temasek mengakibatkan kekayaan Temasek dikelola dengan mekanisme korporasi sehingga Temasek leluasa untuk berkontrak dengan pihak lain dan bisa menjadi penjamin bagi anak perusahaannya.
5.2 Saran 5.2.1 Berdasarkan ketentuan hukum perseroan, kekayaan negara yang disertakan dalam Persero adalah kekayaan negara yang dipisahkan. Namun demikian,
ketentuan dalam UU No. 17 tahun 2003 dan UU No. 1 tahun 2004 masih menganggap bahwa
kekayaan negara yang disertakan dalam Persero
adalah kekayaan negara. Untuk konsistensi peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan prinsip Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan Pasal 2 huruf g UU No. 17 tahun 2003 dan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 71 ayat (2) UU No. 1 tahun 2004 sehingga tidak lagi muncul perbedaaan interpretasi dalam memandang kedudukan kekayaan negara yang disertakan dalam Persero. 5.2.2 Dalam prakteknya, beberapa aspek terkait pengelolaan kekayaan negara yang disertakan dalam Persero (misalnya audit) masih tunduk pada ketentuan mengenai keuangan negara Persero pun masih tidak bisa menjadi penjamin bagi anak-anak perusahaannya. Dari segi kepailitan, Mahkamah Agung masih memandang bahwa kepailitan bagi Persero hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Sehingga diperlukan kesepahaman dan konsisten diantara pemerintah maupun penegak hukum dalam perlakuan terhadap Persero. Pemerintah Indonesia dapat meniru prinsip-prinsip kepemilikan saham pemerintah Singapura pada Temasek dan pengelolaan Temasek (Temasek sebagai role model pengembangan dan pengelolaan Persero), sehingga Persero dapat berkembang dengan lebih optimal dan mampu menjadi tulang punggung ekonomi bangsa.
Daftar Pustaka
1.
Buku
Ali, Chidir, 1999, Badan Hukum, Alumni, Bandung. Asshiddiqie,
Jimly, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara
Pasca Reformasi, Jakarta, Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Asshidqie, Jimly, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jilid II), Jakarta, Konstitusi
Press
Bolisabon,
Max
et.al,
1992,
Ilmu
Negara
BukuPanduanMahasiswa, PT GramediaPustaka Utama, Jakarta. Budiarto, Agus,2002, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta, Ghalia Indonesia. Demerath et.al., Jeffrey T, 2008,Updating Your Company’s Corporate Governance Policies, Aspatore, United States of America. Fuady, Munir, 2002, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Garner, Bryan A, 2009, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, St Paul, West, United States of America Ha Joon Chang, 2007, State Owned Enterprise Reform, United Nation Department For Economic And Social Affair. Harahap, M. Yahya, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta. International Bank for Reconstruction and Development, 2010, General Conditions for Loans.
Karim,Rusli, 1996, Negara: Suatu Analisis tentang Pengertian, Asal Usul dan Fungsi, Tiara Wacana, Yogyakarta. Khairandy, Ridwan, 2006, Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press, Jogjakarta Koesnardi, Moh. dan Saragih,Bintan, 1994, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta. Latham & Watkins, The Book of Project Finance Jargon, The Latham & Watkins Glossary of Project Development, Acquisition and Finance Slang and Terminology, First Edition. Marzuki, Peter Mahmud, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 1991, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung. Muhammad, Abdulkadir, 1993, Hukum Perdata Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Ramirez,Carlos D, dan Tan,Ling Hui, 2003, Singapore Inc. Versus the Private Sector: Are Government-Linked Company Different?. IMF Working Paper, IMF Institute. Rido, R Ali, 2001, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Korporasi, Yayasan , Wakaf, Alumni, Bandung. Saidi, Muhammad Djafar, 2008, Hukum Keuangan Negara, Rajawali Pers, Jakarta.
Siahaan, Tio S., 2007, Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan, Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Keuangan Umum, Jakarta. Skousen, Mark, 2006, Teori-teori Ekonomi Modern, Prenada Media, Jakarta. Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, 2001, Penelitian Hukum Nornatif Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1985, Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali Press, Jakarta. Soemitro, R. Rochmat, 1976, Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan. PT Erseco Jakarta, Bandung. Solomon, Lewis D dan Palmiter,Alan R, 1999, Corporations, Example and Explanations, Third Edition, Aspen Law and Business, New York. Sosialismanto, Duto, 2001, Hegemoni Negara, Ekonomi Politik Penguasa Jawa, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. Sunggono, Bambang, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta. Widjaja, Gunawan, 2008, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Forum Sahabat, Jakarta. Widjaja, Gunawan, 2008, Resiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta. Widjaja,IG Rai,1994, PedomanDasar Perseroan terbatas (PT), PradnyaParamita, Jakarta.
Yani,Ahmad dan Widjaja, Gunawan, 2000, Perseroan terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Zarkasyi,
Moh. Wahyudin,
2008, Good Corporate Governance Pada Badan
Usaha Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya,
Alfabeta.
Bandung. Zweigert, K. danKotz, H. An Introduction to Comparative Law, Third Edition, Clarendon Press, Oxford, 1998.
2.
Artikel
Anindityo Wicaksono, Pemerintahkan Turunkan Jumlah BUMN Rugi, Available at: http://www.mediaindonesia.com/read/2010/01/12/116656/4/2/Pemerintahka n-Turunkan-Jumlah-BUMN-Rugi-. Accessed 17 Oktober 2010. Anonim, Accounting and Corporate Regulatory Authority, Legal Nature of Companies,
Available
at:
http://www.acra.gov.sg/NR/rdonlyres/EA3B81CA-B14B-4B1F-A8FD00A9609DD5CD/0/LegalNatureofCompanies.pdf. Accessed 15 Juni 2013. Anonim,
Chapter
19,
Available
at
http://www.asosai.org/asosai_old/R_P_accountability_control/chapter_19_si ngapore.htm. Accessed 26 Maret 2011. Anonim, Ekonomi Pancasila Beda dengan Ekonomi Liberal, Available at: http://bappenas.go.id/node/116/3652/ekonomi-pancasila-beda-denganekonomi-liberal/. Accessed 30 Januari 2013.
Anonim,
Fatwa
MA
yang
Menjadi
Kontroversi,
Available
at
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15556/fatwa-ma-yangmenjadi-kontroversi, Accessed 17 Agustus 2010. Anonim,
Klasifikasi
Saham
Dalam
Perseroan
Terbatas,
Available
at:
http://www.hukumperseroanterbatas.com/tag/saham-perusahaan/, Accessed 30 April 2012. Anonim, Korupsi BUMN, KPK Geledah PT Barata Indonesia, Available at: http://gresnews.com/ch/National/cl/KPK/id/1932290/. Accessed
4 April
2011. Anonim, MA Batalkan Putusan Pailit PT Dirgantara Indonesia, Available at http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/10/24/brk,20071024110033,id.html. Accessed 17 Oktober 2010. Anonim,
Parastatals,
Accessed
16
April
2012,
Available
at:
http://www.shvoong.com/business-management/management/2052603parastatals/#ixzz1sBdM0xaU. Accessed 16 April 2012. Anonim,
Quasi
Public
Corporation,
Available
at:
http://www.investopedia.com/terms/q/quasi_public_corporation.asp, Accessed 16 April 2012. Anonim, Sistem Ekonomi Liberal dan Sistem Ekonomi Campuran, Available at: http://saktyotoerhutomo.blogspot.com/2012/03/sistem-ekonomi-liberal-dansistem.html, Accessed 27 Januari 2013.
Anonim,
Socialism,
Available
at:
http://www.redletterpress.org/socialism101.html. Accessed at 18 September 2013.
Anonim,
Socialism
and
Calculation,
Available
at:
http://www.worldsocialism.org/spgb/overview/calculation.pdf. Accessed at: 10 Oktober 2010. Anonim,
State
Owned
Enterprise,
Available
at
http://www.dpmc.govt.nz/cabinet/portfolios/state-owned-enterprises. Accessed 18 September 2013. Anonim,
State
Owned
Enterprise,
Available
at:
http://www.treasury.govt.nz/statesector/soes. Accessed 16 April 2012. Anonim,
Temasek
Frequently
Asked
Questions,
Available
at:
http://www.temasek.com.sg/faqs. Accessed 15 Juni 2013. Anonim,
The
Legal
Nature
of
the
Companies,
Available
at
http://www.acra.gov.sg/NR/rdonlyres/EA3B81CA-B14B-4B1F-A8FD00A9609DD5CD/0/LegalNatureofCompanies.pdf. Accessed 17 November 2012. Anthony Shome, Singapore’s State Guided Entrepreneurship: A Model For Transnational Economies?, New Zealand Journal of Asian Studies 11, June 2009 h.318-336, Available at http://www.nzasia.org.nz/downloads/NZJASJune09/23_Shome_3.pdf
Australian
Government
Department
of
Finance,
Government
Business
Enterprises, Available at http://www.finance.gov.au/property/gbe/. Accessed 18 September 2013.
Bayu Pamungkas WP, PT Dirgantara Indonesia Dinyatakan Pailit, Available at http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/09/04/brk,20070904106849,id.html. Accessed 17 Oktober 2010. Bloomberg Business Week, Company Overview of Temasek Holdings (Private) Limited,
Available
at:
http://investing.businessweek.com/research/stocks/private/snapshot.asp?priv capId=107637. Accessed 15 Juni 2013. Craig T. Matthews, Piercing the Corporate: When LLC’s and Corporation May Be at Risk, Available at: http://www.nolo.com/legal-encyclopedia/personalliability-piercing-corporate-veil-33006.html, Accessed 16 Mei 2012. Dadang
Sukandar,
Pengertian
Perseroan
Terbatas,
Available
at:
http://dadangsukandar.wordpress.com/2011/01/29/pengertian-perseroanterbatas/ Accessed 1 Mei 2012. Daniel R. Kahan, Shareholder Liability for Corporate Torts: A Historical Perspective,
Georgetown
University
Journal,
Available
at
http://georgetownlawjournal.org/files/pdf/97-4/Kahan.PDF, Accessed 1 Mei 2012.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, FAQ Kekayaan Negara Yang Dipisahkan, Available at: http://www.djkn.depkeu.go.id/pages/faq-knd1.html. Accessed 30 Juni 2013, Erman Rajagukguk, 2006, Pengertian Keuangan Negara, makalah disampaikan pada Diskusi Publik “Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi” Komisi Hukum Nasional (KHN) RI, Jakarta 26 Juli 2006. Erman Rajagukguk, PP 33 Tahun 2006 Dan Implikasinya Bagi Penyelesaian Utang
Piutang
BUMN,
Available
at:
http://www.ermanhukum.com/Makalah%20ER%20pdf/PP%2033%20Tahun %202006%20Dan%20Implikasinya%20BUMN.pdf. Accessed 6 Juli 2013. Fang Feng., et.al., Do Government Linked Companies Undererperformed?, Available
at:
https://umdrive.memphis.edu/ekuvvet1/public/Corruption%20Papers/jbf2.pd f. Accessed 18 September 2013. Fred B.G. Tumbuan, Mencermati Tugas, Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Berdasarkan UU PT Dan UU BUMN, Seminar ILUNI FHUI Kriminalisasi Tindakan & Kebijakan Korporasi Jakarta, 8 Mei 2013. George Town Library, Foreign and Comparative Law Research Guide, Available at: http://www.law.georgetown.edu/library/research/guides/ForeignandCompar ativeLaw.cfm. Accessed 18 September 2013.
Hariyadi B. Sukamdani, Definisi Keuangan Negara Kembali Diperdebatkan, Available at: http://sikad.bpk.go.id/nw_detail.php?n_id=22. Accessed
17
Agustus 2010. Hukum Online, Bedah Kasus Kantor Pajak Sebagai Kreditor Kepailitan, Available at: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51bece237c41d/bedah-kasuskantor-pajak-sebagai-kreditor-kepailitan. Accessed 10 Juli 2013. Hukum
Online,
MK
Rombak
Aturan
Piutang
BUMN,
Available
at:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5061a7c18afe5/mk-rombakaturan-piutang-bumn. Accessed 9 Juli 2013. Hukum
Online,
Pengadilan
Boleh
Sita
Harta
BUMN,
Available
at:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbc1bcd43fa9/pengadilanboleh-sita-harta-bumn. Accessed 6 Juli 2013. International Chamber of Commerce, Corporate Governance, Available at: http://www.iccwbo.org/CorpGov/whycorpgov.asp, Accessed 10 Januari 2012. Jimly
Asshidiqqie,
Badan
Hukum,
Available
at
http://www.jimly.com/pemikiran/view/14. Accessed 22 Agustus 2010. Khazanah
Nasional,
Frequently
Asked
Question,
Available
at:
http://www.khazanah.com.my/faq.htm, accessed at 18 September 2013. Lukman Hakim, Rekonstuksi Peran Negara Dalam Penyelenggaraan Negara Secara Konstitusional, dalam Masalah-Masalah Hukum, Jilid 40, Nomor 2, April 2011, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang.
Mahkamah Konstitusi, Risalah Sidang Perkara Nomor 77/PUU-IX/2011, Perkara Nomor 9/PUU-X/2012 dan Perkara Nomor 34/PUU-X/2012 tanggal 25 September
2013,
Available
at:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_putusan%207 7%20PUU%202011%20,%209%20PUU%202012%20dan%2034%20PUU %202012.pdf. Machfud Sidik, 2011, Revitalisasi Organisasi Pengelola Kekayaan Negara Sebagai Wujud Good Governance Manajemen Keuangan, Available at http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008040865/jurnal-keuanganpublik/revitalisasi-organisasi-pengelola-kekayaan-negara.html. Accessed 22 Februari 2011. Mahkamah Konstitusi, Risalah Sidang Perkara Nomor 77/PUU-IX/2011, Perkara Nomor 9/PUU-X/2012 dan Perkara Nomor 34/PUU-X/2012 tanggal 25 September 2013. Ministry of Finance Singapore, Section I: What comprises the reserves and who manages
them?,
Available
at:
http://app.mof.gov.sg/reserves_sectionone.aspx. Accessed 1 Juni 2013. Moody’s Investor Service, Credit Opinion: Temasek Holdings (Private) Limited, Available
at.
http://www.temasek.com.sg/Documents/userfiles/files/Moody's_Ratings_Up date_5_Dec_12.pdf, Accessed 18 September 2013. Newman M. K. Lam, Government Intervention In The Economy:A Comparative Analysis Of Singapore and Hong Kong, Public Administration and
Development Public Admin. Dev. 20, 397±421 (2000) available at cedar.olemiss.edu/courses/pol387/lam00.pdf, Accessed 31 Januari 2013. Norton Rose, Infrastructure updater: New opportunities and challenges for 2012, Available
at:
http://www.nortonrosefulbright.com/knowledge/publications/61755/infrastr ucture-updater-new-opportunities-and-challenges-for-2012, Accessed 9 Juli 2013. OECD
Principles
of
Corporate
Governance,
Available
at
http://www.oecd.org/corporate/ca/corporategovernanceprinciples/31557724. pdf, Accessed 10 Januari 2012. Organisation For Economic Co-Operation and Development, 2005, OECD Guidelines on Corporate Governance of State-owned Enterprises, OECD, FranceRidwan Khairandy, Konsepsi Kekayaan Negara Dipisahkan dalam Perusahaan Perseroan, Jurnal Hukum Bisnis, Vo.26-No.1, 2007. Ridwan Khairandy, Korupsi di Badan Usaha Milik Negara Khususnya Perusahaan Perseroan: Suatu Kajian atas Makna Kekayaan Negara yang Dipisahkan dan Keuangan
Negara,
Available
at
http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/Ridwan%20Khairandy. pdf, Accessed at 20 April 2012. Rikvin,
Singapore
Private
Limited
Company
Guide,
Available
http://www.rikvin.com/incorporation/singapore-private-limited-company/. Accessed 15 Juni 2013.
at:
Riza Aditya, 2010, Hubungan antar Keuangan Negara dengan Hukum, Available at
http://rizaaditya.com/hukum-keuangan-negara.html. Accessed
19
Oktober 2010. Sam Choon Yin, The Role of Government in Singapore, Available at http://choonyin.tripod.com/government, Accesed 15 April 2013. Soepomo,
2007,
Pemahaman
Keuangan Negara,
Available
at
http://korup5170.wordpress.com/opiniartikel-pakar-hukum/pemahamankeuangan-negara/. Accessed 19 Oktober 2010. Sofyan A. Djalil, Good Corporate Governance, disampaikan pada Seminar Corporate Governance di Universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2000. Temasek,
Portfolio
Highlight,
Available
at:
http://www.temasekreview.com.sg/portfolio/portfolio_highlights.aspx. Accessed 1 Juni 2013. Tempo Interaktif, Mantan Direktur Utama Bank Mandiri ECW Neloe Dihukum 10 Tahun,
Available
at:
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/09/14/brk,20070914107590,id.html. Accessed 4 April 2011. Standard and Poor’s Rating Service, Rating Direct, Summary Temasek Holding (Private)
Limited,
Available
at
http://www.temasek.com.sg/Documents/userfiles/files/SP_Temasek_SA_20 13_Jun_28.pdf, accessed at 18 September 2013.
Thomas S. Kaihatu, Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia, Available
at:
http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/MAN/MAN060801/MAN06 080101.pdfAccessed 29 Januari 2013.
3. Undang-undang Burgerlijk Wetboek UUD Negara Republik Indonesia 1945 UU No 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal UU No. 19 tahun 2000 jo. UU No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. UU No. 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas PP Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) PP Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum)
PP Nomor 31 tahun 2003 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PP 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara PP Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. PP No. 33 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah Putusan mahkamah Konstitusi Nomor MK 77/PUU-IX/2011 tanggal 25 September 2013
4.
Disertasi
Agung Wicaksono, (disertasi), 2008, Corporate Governance Of State-Owned Enterprises:
Investment
Holding
Structure
Of
Government-Linked
Companies In Singapore And Malaysia And Applicability For Indonesian State-Owned Enterprises, Dissertation of the University of St. Gallen Graduate School of Business Administration, Economics, Law and Social Sciences HSG