perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI PERBANDINGAN PENGATURAN TENTANG RAHASIA BANK DI INDONESIA, SWISS DAN SINGAPURA DALAM UPAYA PENINGKATAN CADANGAN DEVISA NEGARA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama : Hukum Bisnis
Oleh: ABDUL LUKY SHOFI’UL AZMI S NIM. S. 320610001
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI PERBANDINGAN PENGATURAN TENTANG RAHASIA BANK DI INDONESIA, SWISS DAN SINGAPURA DALAM UPAYA PENINGKATAN CADANGAN DEVISA NEGARA
DISUSUN OLEH : ABDUL LUKY SHOFI’UL AZMI S NIM : S. 320610001
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing : Dewan Pembimbing
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. NIP. 19440505 196902 1 001
………………
……….
Pembimbing II
Endang Mintorowati, SH, MH NIP. 19490505 198003 2 001
……………….
………..
Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS. NIP. 19440505 196902 1 001 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI PERBANDINGAN PENGATURAN TENTANG RAHASIA BANK DI INDONESIA, SWISS DAN SINGAPURA DALAM UPAYA PENINGKATAN CADANGAN DEVISA NEGARA
DISUSUN OLEH : ABDUL LUKY SHOFI’UL AZMI S NIM : S. 320610001
Telah Disetujui Oleh Tim Penguji
Jabatan Ketua Penguji
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum. NIP. 196011071986011001
……………….. …………
Sekretaris Penguji Burhanudin H, S.H, M.H, M.SI., Ph.D. NIP. 196007161985031004 Anggota Penguji
………………..
…………
………………..
…………
………………..
…………
1. Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. NIP. 194405051969021001 2. Endang Mintorowati, S.H., M.H. NIP. 194905051980032001
Mengetahui
Ketua
Program Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S.
Studi Ilmu Hukum Direktur
NIP. 194405051969021001
……………….. ……………
Program Prof.Dr. Suranto, M.Sc, PhD.
Pascasarjana
NIP. 195708201985031004 commit to user
………………..
……………
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : ABDUL LUKY SHOFI’UL AZMI S NIM : S. 320610001
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul ―STUDI PERBANDINGAN
PENGATURAN
TENTANG
RAHASIA
BANK
DI
INDONESIA, SWISS DAN SINGAPURA DALAM UPAYA PENINGKATAN CADANGAN DEVISA NEGARA”, adalah benar-benar karya saya. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya di atas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Oktober 2011 Yang Membuat Pernyataan,
Abdul Luky Shofi’ul Aami S
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Pada kesempatan ini ijinkan penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada berbagai pihak yang telah sangat banyak membantu baik selama penyusunan penelitian tesis ini, maupun selama penulis menuntut ilmu di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, diantaranya; 1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Prof. Dr. Suranto, M.Sc, Ph. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum dan pembimbing I yang banyak memberikan dorongan
dan
kesempatan
kepada
penulis
untuk
mengembangkan
pengetahuan mengenai hukum bisnis. 5. Ibu Endang Mintorowati, S.H.,M.H selaku pembimbing II penelitian tesis yang memberikan bimbingan, arahan dan kemerdekaan berpikir bagi penulis dalam proses penyusunan hingga penyelesaian penelitian tesis ini. 6. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H, M.Hum selaku Ketua Penguji dan Bapak Burhanudin H, S.H, M.H, M.SI, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum dan Sekretaris Penguji yang telah bersedia menjadi penguji dalam sidang pendadaran untuk tesis ini, dan memberikan banyak masukan yang sangat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi penulisan tesis ini sendiri. 7. Segenap dosen pengajar Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 8. Istri tercinta Dyah Lusiana Prabandari, S. Psi. dan anak pertama kami Itzhak IYLU atas segala dukungan dan bantuannya. commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Ayahanda Drs. H. Sunarto dan Ibunda Hj. Asfi’ah, B.A. yang telah mendidik penulis untuk dapat menjadi insan yang bertaqwa dan berguna dalam kehidupan ini. 10. Bapak Mertua Ngudi Nor Hadi Cahyo, S.Pd dan Ibu Mertua Painah, S.Pd. yang telah memberikan kasih sayang tulus dan kepercayaan penuh kepada penulis sehingga membuat penulis percaya diri dalam mengarungi kehidupan ini. 11. Adik-adik ku tercinta serta keluarga besar atas segala doa dan bantuannya. 12. Mr. Sang Jin Bae, Bos Andre Adriansyah Nasution, Bos Awing Hardiansyah, Pak Indra Aggriyana, Pak Mhd Athiahnada, Pak Ade Rizki, Pak I Dewa Gede, dan seluruh rekan kerja di PT. Samsung Electronics Indonesia yang telah banyak memberikan izin dan membantu panulis untuk menyelesaikan studi di S2 ini. 13. Special thanks pada Pak Guru Om Taufik&keluarga atas tumpangannya dan berbagai pelajaran kehidupannya serta Bu Guru Lik Mami&keluarga atas pelajaran ketulusannya. 14. Rekan-rekan seangkatan dan sekelas pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala kebersamaannya. 15. Semua pihak yang belum penulis sebutkan dalam kesempatan ini, terima kasih atas segala bantuannya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kehidupan berbangsa yang lebih baik.
Surakarta, 24 November 2011
Penulis
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 10 BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................................11 A. Bank dan Rahasia Bank ................................................................... 11 1. Bank ............................................................................................ 11 a. Fungsi Bank Sebagai Lembaga Intermediasi ......................... 11 b. Fungsi Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan ........................ 16 2. Rahasia Bank ............................................................................... 24 a. Alasan Bank Menjaga Kerahasiaan Bank .............................. 24 b. Pengertian Rahasia Bank ........................................................ 28 c. Latar Belakang Rahasia Bank ................................................ 31 d. Sifat Rahasia Bank ................................................................. 33 B. Cadangan Devisa ............................................................................. 36 C. Perbandingan Hukum ...................................................................... 42 D. Politik Hukum dan Harmonisasi Hukum ......................................... 49 E. Teori Kontraktual ............................................................................. 51 1. Pengertian Kontrak...................................................................... 51 commit to user 2. Asas-asas Hukum Kontrak .......................................................... 53
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract) ............. 54 b. Asas Konsensualisme (Concensualism) ................................. 55 c. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) ..................... 56 d. Asas Itikad Baik (Good Faith) ............................................... 56 e. Asas Kepribadian (Personality) ............................................. 57 f. Asas Kepercayaan .................................................................. 58 g. Asas Persamaan Hukum ......................................................... 58 h. Asas Kesimbangan ................................................................. 58 i. Asas Kepastian Hukum .......................................................... 59 j. Asas Moralitas ........................................................................ 59 k. Asas Kepatutan ....................................................................... 59 l. Asas Kebiasaan....................................................................... 59 m. Asas Perlindungan .................................................................. 59 F. Teori Stakeholders dan Teori Legitimasi......................................... 60 1. Teori Stakeholders ...................................................................... 60 a. Stakeholders Internal dan Stakeholders Eksternal ................. 60 b. Stakeholders Primer, Stakeholders Sekunder dan Stakeholders Marjinal............................................................ 61 c. Stakeholders Tradisonal dan Stakeholders Masa Depan ..... 61 d. Proponents, Opponents, dan Uncommitted (Pendukung, Penentang, dan yang Tidak Peduli) .......................................... 61 e. Silent Majority dan Vocal Minority (Pasif dan Aktif) ............... 61 2. Teori Legitimasi .......................................................................... 62 G. Teori Hukum Responsif ................................................................... 65 H. Teori Prinsip Legalitas Lon L Fuller ............................................... 69 I. Penelitian yang Relevan................................................................... 72 J. Kerangka Berfikir ............................................................................ 72 BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................74 A. Jenis Penelitian ................................................................................ 75 B. Jenis Data dan Sumber Data ............................................................ 77 C. Tehnik Pengumpulan Data............................................................... 79 D. Tehnik Analisis Data ....................................................................... 80 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................83 commit to user A. Hasil Penelitian ................................................................................ 83
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia Berkaitan dengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara ....................................... 83 a. Dasar Hukum Berlakunya Rahasia Bank ............................... 83 b. Batasan Rahasia Bank ............................................................ 91 c. Pihak-pihak yang Berkaitan dengan Rahasia Bank ................ 93 d. Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank ........................... 97 e. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank ....................... 111 2. Pengaturan Rahasia Bank di Swiss Berkaitan dengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara ..................................... 115 a. Dasar Hukum Berlakunya Rahasia Bank ............................. 118 b. Batasan Rahasia Bank .......................................................... 119 c. Pihak-pihak yang Berkaitan dengan Rahasia Bank .............. 120 d. Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank ......................... 121 e. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank ....................... 123 3. Pengaturan Rahasia Bank di Singapura Berkaitan dengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara ..................................... 124 a. Dasar Hukum Berlakunya Rahasia Bank ............................. 128 b. Batasan Rahasia Bank .......................................................... 129 c. Pihak-pihak yang Berkaitan dengan Rahasia Bank .............. 131 d. Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank ......................... 132 e. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank ....................... 136 B. Pembahasan ................................................................................... 137 1. Kesesuaian Antara Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia, Swiss dan Singapura Berkaitan dengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara ........................................................................... 137 a. Kaitan Antara Pengaturan Rahasia Bank Indonesia, Swiss dan Singapuradengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara .................................................................................. 137 b. Perbandingan Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia, Swiss dan Singapura ....................................................................... 141 1) Sistem Hukum .................................................................. 162 2) Bentuk Pelanggaran ......................................................... 162 3) Sifat Rahasia Bank ........................................................... 162 4) Batasan Rahasia Bank ...................................................... 162 5) Pihak-pihak yang Berkaitan dengan Rahasia Bank ......... 162 6) Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank ..................... 162 7) Sanksi terhadap Peanggaran Rahasia Bank ..................... 162 2. Kelebihan dan Kekurangan dalam Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia dalam Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara160 a. Sistem Hukum Dipresentasikan dalam Aturan-aturan Hukum .............................................................................................. 162 commit to user b. Publikasi Peraturan ............................................................... 163
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. d. e. f.
Kejelasan Perumusan Peraturan ........................................... 163 Pemberlakuan Peraturan yang Non-retroaktif ...................... 171 Tidak Ada Pertentangan dalam Peraturan ............................ 171 Tidak Ada Tuntutan atau Kewajiban yang Mustahil dalam Peraturan ............................................................................... 172 g. Peraturan Harus Relative Konstan ....................................... 175 h. Berbagai Pihak Berpegang Teguh pada Aturan-aturan Hukum. .............................................................................................. 177 BAB V PENUTUP..............................................................................................183 A. Kesimpulan .................................................................................... 183 B. Implikasi ........................................................................................ 187 C. Saran .............................................................................................. 188 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................189 LAMPIRAN .........................................................................................................197 Lampiran 1. Swiss Federal Act on Banking and Saving Banks 1934 (status as of 1 January 2009) ......................................................... 197 Lampiran 2. Singapore Banking Act (Cap 19, 2008 Rev Ed) ............. 220
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Abdul Luky Shofi’ul Azmi S, S320610001, 2011, Studi Perbandingan Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia, Swiss dan Singapura dalam Upaya Peningkatan Cadangan Devida Negara. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis perbandingan hukum tentang pengaturan rahasia bank di Negara Indonesia, Swiss, dan Singapura terhadap upaya peningkatan cadangan devisa negara. Tujuan tersebut juga mengkerucut pada kelebihan dan kekurangan dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Berdasarkan sifatnya, penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yakni penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang diteliti seteliti mungkin baik tentang manusia, keadaan ataupun gejala-gejala lainnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dalam penulisan ini menggunakan logika deduksi yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permsalahan konkret yang dihadapi. Analisis dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan juga pendekatan perbandingan. Hasil penelitian dan pembahasan yaitu dalam pola pengaturan mengenai rahasia bank dari setiap negara memang berbeda termasuk Indonesia, Swiss, dan Singapura baik dari sisi batasan rahasia bank itu sendiri, pihak yang berkaitan dengan rahasia bank, pengecualian pengungkapan rahasia bank, maupun sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank. Kepastian hukum mengenai pengaturan rahasia bank dapat menjadi daya tarik bagi calon nasabah untuk menyimpan dananya serta menjalin hubungan dengan pihak bank setempat. Oleh karena itu, baik Indonesia, Swiss dan bahkan Singapura yang menganut sistem common law pun mengkodifikasikan pengaturan rahasia bank di dalam Undang-Undang Perbankan masing-masing. Negara-negara tersebut menganut teori relatif dalam pengaturan rahasia bank dan menganggap pelanggaran terhadap rahasia bank sebagai pelanggaran pidana. Dibandingkan Indonesia dan Swiss, Singapura memiliki pengaturan rahasia bank yang lebih baik dan telah menunjukkan peningkatan jumlah cadangan devisa yang sangat signifikan dari sumber jasa keuangan perbankan. Prinsip Legalitas Fuller digunakan untuk menilai peraturan rahasia bank di Indonesia termasuk kelebihan dan kekurangannya. Perbedaan yang ada dibandingkan dengan Swiss dan Singapura tidak serta merta menjadi kekurangan di Indonesia, karena diperlukan harmonisasi hukum agar masukan yang diberikan sesuai dengan situasi Indonesia. Indonesia telah memiliki UndangUndang Perbankan yang telah memenuhi delapan Prinsip Legalitas Fuller. Meskipun demikian, masih diperlukan beberapa penambahan terutama dalam kaitannya dengan kejelasan, non-kontradiksi, tuntutan yang mustahil, konsistensi dan upaya persamaan antara pelaksanaan dan peraturan. commit to user Kata kunci: Rahasia Bank, Perbandingan Hukum, Cadangan Devisa Negara.
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Abdul Luky Shofi’ul Azmi S, S320610001, 2011, Comparative Study on Banking Secrecy Regulation of Indonesia, Switzerland and Singapore in order to Increase Foreign Exchange Reserve. Thesis: Post-graduate Program, University of Sebelas Maret Surakarta. This study aims to investigate and analize bank secrecy regulation in Indonesia, Switzerland and Singapore in order to increase foreign exchange reserve. Such objective will be narrowed into investigating advantage and disadvantage of Indonesian regulation on banking secrecy in order to increase Indonesian foreign exchange reserve’s number. This reseach is a normative legal research which use secondary data as its source. This reseach is also called as a descriptive reseach, since it describe about human, condition or other phenomena. Data collection process is done by literary study, collecting and arranging some relevant data. The writing of this thesis is using deductive logics, that is, taking conclusion from general problems into narrower one. Statute approach, conceptual approach and comparative approach are used for analysing the available data in this reseach. Result of this study and discussion shows that regulation on banking secrecy in each nations differs in their identification border, parties relating to bank secrecy, banking secrecy’s disclosure exceptions as well as penalties for violation to banking secrecy regulations. Legal certainty on banking secrecy regulation would be big attraction for prospective customers to save their funds and foster relationship with bank. Therefore, Indonesia, Switzerland and even Singapore which use common law system codify its regulation in a Banking Act. Indonesia, Switzerland and Singapore adopt relative theory in their banking secrecy regulation and identifying its violation as criminal. Compared to Indonesia and Switzerland, Singapore has better banking secrecy regulation and shows significant increase in the number of its foreign exchange reserve which comes from banking services. Lon L Fuller’s legality principles are used to assess Indonesian banking secrecy regulation including to identify its advantages and disadvantages. The available differences between Indonesian regulation with Switzerland and Singapore cannot be directly seen as Indonesia’s disadvantage, since law harmonization need to be applied in order to get suitable regulation for Indonesian unique condition. Indonesia has had a banking act which is stated as Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan which has fulfill the Eight Fuller Legality Principles. Nevertheless, some addition is still needed for Indonesian banking secrecy regulation, especially related to clarity, noncontradiction, impossible demand and consistency between adjudication/ administration and legislation principle. Keyword: Banking Secrecy, Comparative Law, Foreign Exchange Reserve.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan oleh bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa.1 Masalah cadangan devisa adalah masalah yang amat penting karena cadangan devisa suatu negara dapat menopang kestabilan ekonomi nasional. Kondisi cadangan devisa harus dipelihara supaya transaksi internasional dapat berlangsung dengan stabil. Tujuan pengelolaan devisa merupakan bagian yang tak terpisahkan juga dari upaya menjaga nilai tukar. Menipisnya cadangan devisa akan mengundang spekulasi rupiah dari para spekulator yang akan menyebabkan tergoncangnya stabilitas nilai tukar rupiah. Saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997 Indonesia memutuskan untuk meminta bantuan pada IMF untuk mengatasi defisit neraca pembayaran dan menanggulangi nilai tukar yang melemah. Pinjaman IMF diberikan dalam bentuk Balance of Payments Support atau pinjaman yang dipergunakan untuk memperkuat cadangan devisa suatu negara. Pinjaman ini dimaksudkan agar tercipta kepercayaan yang lebih besar kepada kemampuan negara tersebut dalam menghadapi berbagai kewajiban pembayaran ke luar negeri, termasuk untuk impor, dengan memunculkan angka yang lebih baik pada cadangan devisa negara peminjamnya. Karena itu, tujuannya memang bukan untuk dipergunakan oleh Pemerintah untuk menutupi defisit APBN. 2 Aliran dana asing yang masuk (capital inflow) dapat menambah cadangan devisa. Aliran dana ini selain berasal dari pengiriman dana sebagai penanaman modal asing
1
Penjelasan atas UU RI No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
2
Cyrillus Harinowo, Utang Pemerintah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm. 63
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serta pemasukan dari para tenaga kerja indonesia (TKI), dapat juga berasal dari dana masyarakat luar negeri yang disimpan dalam perbankan dalam negeri. Perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat memegang peranan yang penting dalam sistem perekonomian suatu negara, sehingga sering dikatakan bahwa bank merupakan jantung sistem keuangan. Perbankan menerima simpanan dari jutaan orang, pemerintah, badan usaha milik negara maupun dari badan usaha milik swasta. Selain menyimpan dana dari masyarakat, perbankan juga menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Perbankan merupakan pokok dari sistem keuangan setiap negara, karena perbankan merupakan salah satu motor penggerak pembangunan seluruh bangsa. Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran yang sangat strategi dalam pembangunan Indonesia. Peran yang sangat strategis dari bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat.3 Keberadaan bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara, karena itu aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk mencegah terjadinya bank runs and panic. 4 Oleh karena itu perbankan harus dapat bekerja secara profesional, mampu membaca, menelaah, dan menganalisis semua kegiatan dunia usaha serta perekonomian nasional. Mempunyai entrepreneurship dan kemampuan
3
4
Teguh Pudjomuljono, Analisis Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Jambatan, Bandung, 1992, hlm. 9
commit to user
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Books Terrace, Bandung, 2005, hlm. 1
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membaca pasar agar dapat menjalankan fungsi intermediasi dengan baik, sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Perbankan.5 Untuk mencapai tujuan tersebut badan pengawas bank perlu memiliki kewenangan luas untuk mengatur dan mengawasi industri perbankan. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan menetapkan besarnya modal yang harus dimiliki, besarnya kredit yang boleh diberikan kepada suatu perusahaan, siapa yang boleh menjadi pengurus bank dan sebagainya. Kewenangan mengawasi diberikan dengan tujuan untuk memonitor apakah bank tersebut melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlu dikaji untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada badan pengawas. Kewenangan tersebut bertujuan untuk melindungi nasabah, melindungi perekonomian dan menjaga agar tidak terjadi konsentrasi bisnis. Perlindungan terhadap nasabah merupakan alasan paling dasar untuk mengawasi bank karena nasabah merupakan target yang mudah bagi pencurian oleh pengurus bank.6 Mengingat peranan dari lembaga perbankan tersebut, maka dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional tidak berlebihan apabila lembaga perbankan ditempatkan begitu strategis dan mendapat perhatian pemerintah melalui pembinaan yang intensif. Semuanya itu didasari oleh landasan pemikiran agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar dan mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.7
5
Pasal 1 Angka 2 mengatakan Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran., lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
6
Zulkarnain Sitompul, op cit., hlm. 3
7
Menurut Soedradjat J, dalam tulisannya ―Menuju Sistim Perbankan Untuk mendukung Pembangunan Nasional‖ (selasa, 23 Maret 2004), http//kolom.pasific.net.id/ind. Bahwa: commitPertama, to userbank-bank dalam arti mikro harus sehat ―Perbankan yang sehat disini menyangkut: dalam aspek yang menyangkut permodalan, manajemen, dan kegiatan, sesuai dengan peraturan
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bank sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihakpihak yang dapat merugikan nasabah. Sebaliknya, masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila semua data hubungan masyarakat dengan bank tersebut dapat tersimpan secara rapi atau dirahasiakan.8 Hal demikian membawa konsekuensi kepada bank, yaitu bank memikul kewajiban untuk menjaga kerahasiaan tersebut, sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bank selaku lembaga keuangan atau sumber dana masyarakat. Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengan ―keadaan keuangan nasabah‖ yang lazim dinamakan dengan ―Kerahasiaan Bank‖. Kerahasiaan bank sangat penting karena bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Nasabah hanya mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank memberikan jaminan
dan pengawasan perbankan yang berlaku. Kedua, adanya pengaturan dan pengawasan yang efektif yang dilakukan oleh lembaga yang secara independent bertanggung jawab untuk itu. Ketiga, adanya kelembagaan yang mendukung bekerjannya perbankan, selain lembaga pengawasan dan pengaturannya, termasuk pula hukum dan peradilan. Keempat, adanya kerjasama serta koordinasi internasional yang menjalankan surveillance secara efektif. Dengan demikian, perbankan yang sehat, bukan hanya dalam arti mikro yang meliputi kondisi internal dan operasi bank, tetapi juga pengawasan dan pengaturan bank serta kelembangaan penunjangnya, baik nasional maupun internasional harus tersedia dan berjalan efektif. Mengenai kondisi sehatnya bank secara mikro, sebagaimana bank harus sehat dalam arti tidak mengalami masalah likuiditas, artinya kalau dalam operasi hariannya mengalami mismatch likuiditas dapat segera mengatasinya dengan mekanisme dan sarana yangs sesuai ketentuan. Selain itu, bank harus sehat dalam arti solvable, artinya memenuhi ketentuan kecukupan modal yang berlaku‖ 8
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan commitdi toIndonesia, user Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.161
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan.9 Masyarakat dari berbagai negara lebih memilih untuk menyimpan dana mereka di Negara-negara seperti Swiss, Liechtenstein, Cayman dan Panama karena bank-bank di negara tersebut sangat menjaga aturan Rahasia Bank mereka 10 , demikian juga yang terjadi di bank-bank Singapura. 11 Banyak sekali dana masyarakat Indonesia yang dilarikan ke bank-bank negara tersebut. OECD
12
melaporkan jumlah uang yang disimpan individu dan
korporasi di negara atau wilayah-wilayah tersebut berkisar antara US$ 5 triliun-US$ 7 triliun.13 Saat ini Swiss mengelola setidaknya satu pertiga dari aset likuid swasta yang ada di seluruh dunia, hal ini menjadikan Swiss sebagai pemimpin pasar dalam perbankan swasta internasional. Negara yang akan menjadi pesaing utama untuk pusat keuangan Swiss adalah Singapura dengan 19%, Inggris dengan 15% dan Dubai dengan 8%.14
9
Racmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama , Jakarta, 2001, hlm.153
10
Fritz Kaiser, Switzerland is an island in ailing Europe 2008, wawancara dengan Peter Hossli dan Roman Seiler. Sonntagsblick, 18-07-2010
11
Lihat James Chia, Bank Secrecy Law, Money Laundering and Tax Evasions, 2007, terdapat dalam http://singaporesundry.blogspot.com/2007/10/bank-secrecy-law-money-launderingand.html.
12
OECD singkatan dari Organisation for Economic Co-operation and Development (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas, bekerjasama dalam bidang ekonomi dan sosial. OECD juga telah menguji kebijakan dari tiaptiap bidang yang ada pada masing-masing negara anggota yang di analisis sehingga berbagai kebijakan tersebut bisa saling berhubungan satu sama lain yaitu antara negara anggota dan nonanggota OECD. Hal ini tampak pada isu-isu global yang dikerjakan, seperti pembangunan berkelanjutan, perhatian-perhatian terhadap lingkungan dan juga pemahaman yang lebih baik mengenai sosial dan ekonomi.
13
Indonesia Masuk Daftar Korban Tax Havens, terdapat http://www.rumahpajak.com/index.php?option=com_content&task=view&id=10959
14
The Swiss Banking Industry in the Year 2010,toAccenture commit user and University of St. Gallen, 2010, hlm. 12
5
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pertimbangan utama para pemilik dana memilih menyimpan uangnya di negara-negara tersebut adalah faktor keamanan15. Faktor keamanan tersebut dilakukan oleh pemerintahan setempat dengan bentuk prinsip ―kerahasiaan bank‖ yang terjamin dalam industri keuangan di sana.16 Kerahasiaan perbankan sendiri berasal dari negara-negara Anglo Saxon yang menganut sistem hukum Anglo Saxon (Common Law), yang berakar pada putusan hakim. Lewat putusannya yang kemudian menjadi Leading Case Law, Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Tournier vs. National Provincial and Union Bank of England, di mana terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain.17 Secara umum mengenai rahasia bank di Indonesia diatur di dalam Bab VII yaitu Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Menurut Pasal 1 angka 28 yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, di mana menurut Pasal 40 Ayat (1) dan (2), bank dan pihak terafiliasi mempunyai kewajiban menjaga hal tersebut. Sistem hukum yang digunakan di Swiss sama dengan yang digunakan di Indonesia, yakni Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law System). Rahasia bank di Swiss diperkenalkan pada 1930-an dengan tujuan untuk melindungi privasi deposan bank. Menurut Besson 18 , hukum ini dibuat sebagai respon atas upaya-upaya pemerintahan Perancis untuk memperoleh
15
Ji Nan Lie, terdapat dalam http://www.epochtimes.co.id/internasional.php?id=796
16
Rizal Malik, Sekjen TI Indonesia, Jakarta, 27 April 2007, Perjanjian Ekstradisi IndonesiaSingapura, terdapat dalam http://www.ti.or.id/news/8/tahun/2007/bulan/04/tanggal/27/id/932/
17
Sejarah Rahasia Bank, terdapat http://www.hukumperbankan.blogspot.com/2008/12/sejarah-rahasia-bank.html
18
Besson, Sylvain, Le Secret Bancaire,commit Polytechniques to user et Universitaires Romandes, Lausanne, 2004, hlm. 26-27
6
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
informasi tentang deposito di Swiss yang dimiliki oleh warga Perancis. Pemerintah Swiss sangat menyadari pentingnya dana asing yang disimpan di bank-bank Swiss. Swiss tidak memiliki kepentingan kerjasama dengan lembaga Perancis yang memiliki konsekuensi merugikan bisnis deposito warga asing yang diletakkan di bank-bank Swiss 19 . Tiga perempat abad kemudian, hukum Swiss menghukum pelanggaran rahasia bank dengan denda hingga 50.000 CHF20 dan kurungan penjara hingga 6 bulan. Sedangkan Singapura yang merupakan negara tetangga Indonesia, menganut sistem hukum Common Law dan juga sangat sukses dengan jasa keuangannya. Berdasarkan penelitian dari Merril Lynch dan Capgemini beberapa tahun lalu, dapat diketahui hampir 33% dari orang kaya (high networth individual) yang ada di Singapura berasal dari Indonesia. Kekayaan yang ditanamkan di Singapura diperkirakan sekitar US$ 70 miliar.21 Pengaturan rahasia bank merupakan sumber ketertarikan para nasabah untuk mempercayakan kekayaannya kepada bank-bank Swiss dan Singapura. Karena ketertarikan masyarakat yang sudah sangat besar ini sehingga bankbank Swiss dan Singapura dapat menerapkan biaya lebih besar dari kebanyakan bank 22 dan memberikan bunga deposito yang lebih rendah dari kebanyakan bank lainnya23. Pendidikan Hukum di Fakultas Hukum dalam jenjang Strata 2 (S2) direfleksikan pada penguasaan terhadap teori hukum. Karena karakter interdisipliner teori hukum yang memiliki dimensi praktis dan dimensi empiris, maka penelitian hukum dalam jenjang Strata 2 (S2) dapat 19
Ibid; hlm. 24
20
CHF = Franc Swiss, 1 CHF= 10.031 IDR (kurs per 22 Oktober 2011)
21
Indonesia Masuk Daftar Korban Tax Havens, terdapat http://www.rumahpajak.com/index.php?option=com_content&task=view&id=10959
22
Besson, op.cit¸ hlm. 64
23
English, Mary, and Wassim Shahin, ―Investigating the Interest Rate Impact of Changing Secret Bank Deposit Laws: Switzerland‖, dalam Journal of Banking and Finance 18, 1994, hlm. 461commit to user 475.
7
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan metode normatif atau metode empiris. Jika menggunakan metode normatif, maka penelitian normatif di jenjang pendidikan Strata 2 harus memanfaatkan teori-teori ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain sebagai ilmu bantu (hulp wetenschap) terhadap eksplanasi hukum secara maksimal, tanpa harus kehilangan karakter khasnya sebagai ilmu normatif. Untuk itu, diperlukan pemahaman terhadap teknik dan cara-cara pendekatan (approach) terhadap permasalahan hukum yang dihadapi dan yang ingin diteliti sehingga tidak kehilangan orientasi dasar sebagai ilmu normatif.24 Perkembangan hukum positif di Indonesia senantiasa sarat dengan terjadinya proses impor sistem hukum sejak zaman penjajahan, kemerdekaan hingga era globalisasi yang terjadi saat ini. Setidaknya ditandai oleh berkembangnya tradisi hukum Eropa di Indonesia sampai saat ini, sementara tumbuh desakan untuk mengakomodasi nilai dan norma-norma lokal maupun pengaruh hukum yang berkarakter Common Law (Anglo- American Law) sistem tidak dapat dipungkiri. Kegiatan perbandingan hukum bermanfaat bagi penyingkapan latar belakang terjadinya ketentuan hukum tertentu untuk masalah yang sama dari dua negara atau lebih. Penyingkapan ini dapat dijadikan rekomendasi bagi penyusunan atau perubahan perundangundangan.25 Guna didapatkannya tatanan hukum yang lebih baik, harmonisasi hukum perlu diperhatikan karena adanya perbedaan politik hukum di masingmasing negara. Harmonisasi dalam hukum mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan peningkatan kesatuan hukum, kepastian hukum, keadilan dan kesebandingan, kegunaan dan kejelasan hukum, tanpa
24
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2010, hlm 295.
25
Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hal 351
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
mengaburkan
digilib.uns.ac.id
dan
mengorbankan
pluralisme
hukum.
26
Pelaksanaan
harmonisasi hukum sangat erat kaitannya dengan berbagai prinsip kontraktual. Untuk itu penulis tertarik untuk menulis tesis yang berjudul ‖STUDI PERBANDINGAN PENGATURAN TENTANG RAHASIA BANK DI INDONESIA,
SWISS
DAN
SINGAPURA
DALAM
UPAYA
PENINGKATAN CADANGAN DEVISA NEGARA‖ B. Perumusan Masalah 1.
Bagaimanakah pengaturan tentang rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura berkaitan dengan upaya peningkatan cadangan devisa negara?
2.
Antara pengaturan rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura, manakah yang paling sesuai dengan upaya peningkatan cadangan devisa negara?
3.
Apakah kelebihan dan kekurangan dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara?
C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Dari sudut tujuan penelitian ini adalah untuk : 1.
Untuk mengetahui perbandingan hukum tentang pengaturan rahasia Bank di Indonesia, Swiss dan Singapura dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara.
2.
Untuk mengetahui kesesuaian pengaturan rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura dengan upaya peningkatan cadangan devisa negara.
3.
Untuk mengkaji kelebihan dan kekurangan yang ada dalam pengaturan rahasia di Indonesia dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara.
26
L.M. Gandhi, ―Harmonisasi Hukum Menuju Hukum yang Responsif‖, Makalah, yang commit to user disampaikan pada Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap FH-UI, 1995, hlm.2
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan aspek ilmu hukum pada umumnya di mana di dalamnya terdapat perbandingan hukum, teori hukum, model dan sebagainya, pada khususnya dalam hukum bisnis tentang Pengaturan Rahasia Bank dalam Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara. 2. Menambah perbendaharaan khasanah kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian di bidang hukum dan merupakan aspek pemahaman pengaturan rahasia bank sehingga dapat membantu peningkatan cadangan devisa negara.
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank dan Rahasia Bank 1. Bank a. Fungsi Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Sebelum penguraian fungsi bank sebagai lembaga intermediasi, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian bank. Sebagai gambaran umum, berikut ini dikutip beberapa pendapat tentang bank. 1) Menurut O.P. Simorangkir, bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit tersebut dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran yang berupa uang giral.27 2) Di dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan diuraikan oleh A.Abdurrachman bahwa bank adalah jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa seperti pemberian pinjaman, pengedaran mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda - benda berharga, membiayai usaha perusahaan, dan lain-lain.28 3) Hart sebagaimana dikutip oleh J. Milnes Holden menguraikan : A banker or bank as a person or company carrying on the business of receiving moneys, collecting drafts, for customers subject to obligation of honouring cheques drawn upon them from
27
O. P. Simorangkir. Dasar - Dasar dan Mekanisme Perbankan, Cetakan ke 4, Yograt, Jakarta, 1983, hlm. 18
28
A.Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Pradnya Paramita, Jakarta, commit to user 1982.
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
time by the customers to extent of the available on their current accounts.29 4) Menurut Pasal 1 butir 2 Undang - Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa bank merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum bergerak di bidang jasa keuangan. Bank sebagai badan hukum berarti secara yuridis formal merupakan subjek hukum, yang dapat mengikatkan diri dengan pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya bank diwakili oleh para pengurusnya. Definisi bank seperti dimaksudkan dalam Pasal 1 butir 2 diatas harus dikaitkan dengan Pasal 3, yaitu tentang tugas utama perbankan di Indonesia. Pada dasarnya tugas pokok bank terdiri dari tiga hal: 1) Menerima simpanan atau dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank. 2) Upaya pengerahan dana (raising funds) masyarakat. 3) Sebagai
perantara
(intermediary
institution)
antara
nasabah
penyimpan dana dan nasabah dalam perkreditan.30 Karena keberadaan bank diperlukan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Untuk itu, dirasakan pentingnya lembaga perbankan khususnya bank umum yang merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan- badan pemerintah dan swasta maupun perorangan untuk menyimpan dana-dananya. Sebaliknya, bank menyalurkan kredit dan berbagai jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan melayani 29
30
J. Milnes Holden, The Law and Practice of Banking Vol. Banker and Customer.London: Pitmen Publishing, 1991, hlm. 2.
commit to user
Lihat dan bandingkan Simorangkir, op.cit., hlm. 3
12
perpustakaan.uns.ac.id
kebutuhan
digilib.uns.ac.id
pembiayaan
serta
melancarkan
pembayaran bagi semua sektor perekonomian.
mekanisme
sistem
31
Dengan demikian, keberadaan bank semakin penting jika dikaitkan dengan transaksi bisnis yang dilakukan oleh masyarakat modern saat ini. Sebagai contoh, sistem pembayaran yang dilakukan telah menggunakan pembayaran secara giral. Yang dimaksud dengan pembayaran secara giral adalah pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan instrumen surat berharga seperti cek, giro bilyet dan surat - surat berharga lain yang dapat digunakan dalam kebiasaan dunia perbankan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kontrak bisnis selalu ditemukan klausul seperti Document Against Payment (DP) atau Document Against Acceptance (DA), yang berarti pembayaran baru dapat dilakukan apabila dokumen telah diserahkan atau diakseptasi oleh penjual kepada pembeli. Selanjutnya, pembayaran tidak dilakukan dengan uang tunai, me1ainkan menggunakan instrumen surat berharga. Ini berarti keterlibatan lembaga perbankan dalam pembayaran harus diikutsertakan karena bank yang memiliki instrumen tersebut. Dalam ketentuan Undang - Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah dirumuskan fungsi bank dalam Pasal 3 bahwa fungsi utama perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Jika diperhatikan ketentuan Pasal 3 tersebut, dapat diketahui bahwa fungsi utama bank sebagai berikut: 1) Sebagai sarana penghimpun dana masyarakat. Untuk merealisasikan fungsi ini, bank harus menjalankan usahanya secara profesional sehingga masyarakat percaya untuk menyimpan dana di bank akan aman.
Selain
itu
dengan
menggunakan
jasa
mempermudah aktivitas masyarakat penyimpan dana.
31
Suyatno, dkk. op.cit., hlm. xi
commit to user
13
perbankan
perpustakaan.uns.ac.id
2) Sebagai
digilib.uns.ac.id
sarana
penyalur
dana
kepada
masyarakat,
bank
mengumpulkan dana tersebut. Selanjutnya dana disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Oleh karena itu bank mempunyai kewajiban untuk membayar bunga kepada penyimpan dana. Untuk itu, bank dalam memberikan kredit menetapkan bunga kredit yang lebih besar dari bunga dana simpanan masyarakat. Di lain pihak, bank membutuhkan biaya-biaya dalam melaksanakan kegiatannya. Dilihat dari sudut pandang ini, bank berfungsi sebagai tempat mencari dana bagi masyarakat. Dengan kata lain, adalah tempat menjual kredit (bank is a shop for sale of credit).32 Selain kedua fungsi tersebut di atas, lembaga perbankan di Indonesia mempunyai misi tersendiri seperti yang dimaksud dalam Pasal 4 Undang - Undang No. 10 Tahun 1998. Dalam pasal ini dinyatakan, Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dengan demikian, suatu bank sebagai badan usaha yang tidak semata-mata bertujuan bisnis, tetapi mempunyai misi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, suatu bank sebagai badan usaha yang tidak semata-mata bertujuan bisnis, tetapi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Karena bank adalah sebagai lembaga intermediasi yang bekerja dengan menggunakan dana milik masyarakat, mengerahkan dana simpanan masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit, bank bukan suatu perusahaan biasa. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Dilihat dari segi ini, jika suatu bank berdiri dan memperoleh izin usaha untuk beroperasi, bank tersebut bukan hanya milik para 32
Suyatno, dkk., op.cit., hlm. 20
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemegang saham bank saja, tetapi juga telah menjadi milik masyarakat.33 Untuk itu, eksistensi suatu bank tergantung atas kesediaan masyarakat untuk menyimpan uangnya di suatu bank yang bersangkutan. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dalam garis besarnya dapat dibedakan atas pengawasan langsung (on-site examination) dan pengawasan tidak langsung (on-site supervision). Namun, dalam praktek yang berlangsung selama ini walaupun kadangkala Bank Indonesia melakukan pemeriksaan langsung terhadap pemberian kredit oleh sebuah bank, Bank Indonesia cenderung lebih menekankan perhatiannya pada pe1aksanaan pengawasan tidak langsung dalam bentuk post audit, artinya Bank Indonesia cenderung memusatkan perhatiannya pada pemantauan pemenuhan asas pemberian kredit oleh tiap-tiap bank. Apabila diperhatikan uraian tersebut di atas, di lain pihak besar sekali kepentingan masyarakat penyimpan dana terhadap terjaminnya eksistensi suatu bank. Bubarnya suatu bank tidak sekedar menyangkut kepentingan pemegang saham bank saja, tetapi juga kepentingan sistem keuangan dan pembayaran suatu negara serta kepentingan masyarakat penyimpan dana. Kepentingan nasabah jauh lebih besar daripada sekedar kepentingan para pemegang saham bank tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan kesediaan masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank yang bersangkutan. Kesediaan itu akan diperoleh oleh bank apabila masyarakat mempunyai kepercayaan kepada suatu bank. Untuk itu, lembaga perbankan dikenal sebagai lembaga kepercayaan. Mengingat hal yang demikian itu, jika suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang bersangkutan, bank tersebut telah menjadi "milik" masyarakat oleh karena eksistensinya bukan hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu, tetapi juga harus dijaga oleh masyarakat. Kepentingan masyarakat 33
Remy Sjahdeini, Likuidasi dan Tanggung Jawab Pengurus dan Pemegang Saham terhadap commit to user Pihak Ketiga, Jakarta 30 Maret 1998, hlm. 3
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting jika diingat bahwa domino effect, yaitu : menular kepada bank-bank yang lain pada ambruknya suatu bank, akan mempunyai akibat rantai atau gilirannya tidak mustahil dapat menganggu fungsi sistem keuangan dan fungsi pembayaran dari negara yang bersangkutan. Hal ini pernah terjadi pada tahun 1929 - 1933 ketika kurang lebih 9000 bank di Amerika Serikat, atau kurang lebih setengah dari jumlah bank yang ada ambruk secara berantai ketika terjadi Great Depression.34 Oleh karena itu, diperlukan informasi untuk nasabah penyimpan dana yaitu informasi mengenai tingkat bonafiditas bank tersebut dari kegiatan yang menjadi sasaran penggunaan dan penempatan dana. Apabila informasi telah disediakan, bank dianggap telah melaksanakan kewajibannya. Hal tersebut perlu dilaksanakan oleh bank, dalam hal bertindak sebagai perantara dalam penempatan dana nasabah atau membeli/ menjual surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabah. Peranan lembaga perbankan yang demikian strategis sebagai lembaga intermediasi dan menunjang sistem pembayaran merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses penyesuaian saat ini guna mencapai tingkat penyempurnaan terhadap sistem perbankan nasional. Dengan demikian, bank diharapkan mampu menghadapi persaingan yang bersifat global, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepada suatu bank, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional. b. Fungsi Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan Bank merupakan lembaga keuangan, dalam kegiatannya dapat membantu kepentingan setiap perusahaan ataupun perorangan yang akan memanfaatkankan jasanya. Dalam hal ini, arus barang dan jasa 34
commit to user
Sutan Remy Sjahdeini, Rahasia Bank Suatu Dilema, Jakarta 15 September 1997, hlm. 1
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat dilaksanakan dengan lancar karena lalu lintas pembayaran dapat berjalan lebih efisien. Meskipun demikian, bagi suatu bank cara dan mutu pemberian pelayanan jasa bank adalah penting. Untuk itu, bank harus beroperasi secara sehat dan memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada nasabahnya. Dengan demikian, kepentingan semua pihak dapat dilayani. Laporan bank dunia menunjukkan bahwa bobroknya sistem perbankan, bahkan jauh sebe1um krisis terjadi merupakan munculnya bank sakit akibat terlalu dibebani ekspansi kredit yang pesat, terus mengucurkan kredit untuk kelompoknya sendiri. Standar kelayakan pemberian kredit dilanggar tanpa terkena sanksi. Banyak bank yang modalnya tidak mencukupi, beberapa diantaranya sudah insolven sebelum masa krisis. Saat rupiah mulai melemah, portofolio bank sakit tidak mampu menghadapi keadaan yang memburuk. Dalam keadaan demikian, Keputusan Pemerintah yang te1ah melikuidasi bank menunjukkan adanya perubahan sikap Pemerintah tentang doktrin "too big to fail'. Doktrin itu memandang bahwa bank sebagai institusi keuangan tidak boleh bangkrut. Karena eksistensi bank menyangkut masalah kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan nasional, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk membantu dengan segala cara dan dengan biaya berapa saja untuk menyelamatkan bank yang sedang mengalami kesulitan. Jadi doktrin "too big to fail‖ telah menjadi dasar bagi pelembagaan penyelamatan bank atau dalam kalangan perbankan internasional dikenal dengan konsep "jaring penye1amat" (safety net). Hal tersebut sebagai jaminan dari pemerintah untuk membantu mengurangi kerugian yang diderita nasabah penyimpan dana atau nasabah kreditur bank, bila suatu bank yang bersangkutan bangkrut. Akhir-akhir ini dapat terwujud kesediaan dari bank sentral untuk commitatau to user memberikan kredit likuiditas mengambil alih sebagian saham dan
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
manajemen suatu bank. Hanya saja belum sampai pada pembentukan lembaga asuransi deposit, seperti Federal Deposit Insurence Corporation di Amerika Serikat. Dengan demikian, jaring penyelamat akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap perbankan karena nasabah dan kreditur bank dapat merasa tenang. Adanya jaminan pemerintah menyebabkan nasabah tidak terburu-buru menarik depositonya dari bank yang sudah bermasalah. Jika diperhatikan, pelayanan bank di Indonesia tidak hanya bagi para pihak pengusaha besar atau masyarakat berada, tetapi bagi semua lapisan masyarakat. Bank di Indonesia mempunyai tugas membantu pemerintah dalam pelaksanaan dan bertujuan untuk mensukseskan pembangunan dalam mencapai cita-cita bangsa yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan pemerataan pelayanan bank sampai ke pelosok desa, perbankan Indonesia menyediakan sarana bank umum dan bank perkreditan rakyat.35 Berkaitan dengan hal tersebut, Undang- Undang No.10 Tahun 1998 menentukan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksanakan usahanya
wajib
menggunakan
prinsip
kehati-hatian.
Dengan
ditentukannya prinsip kehati-hatian dalam Pasal 2 tersebut, perbankan Indonesia hanya melaksanakan hal yang dinyatakan sebagai prinsip kehati hatian atau prudential banking. Maksud diberlakukannya prinsip kehati - hatian supaya bank selalu dalam keadaan sehat sehingga selalu dalam keadaan likuid dan solvent. Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian, diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan se1alu tinggi. Akhimya, masyarakat bersedia dengan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. Walaupun prinsip kehati-hatian dan rambu-rambu kesehatan bank telah ditentukan agar dibina dan diawasi oleh Bank Indonesia, masih tetap banyak bank yang tidak dikelola dengan sehat dan melanggar 35
Djuhendah Hasan. Transparansi Tingkat Kesehatan Bank, Badan Pembinaan Hukum Nasional, commit to user 1996.
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
prinsip kehati-hatian, rambu-rambu dan kesehatan bank. Selanjutnya Pemerintah dan Bank Indonesia menyadari tidak cukup hanya menetapkan prinsip kehati-hatian dan rambu-rambu kesehatan saja. Kemudian, ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang yang akan menjadi pemegang saham dan pengurus suatu bank. Syarat-syarat tersebut belum ditetapkan di dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992. Sehubungan dengan hal itu, Direksi Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.27/118/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 di dalam Pasal 2 dijelaskan mengenai kriteria perbuatan tercela. Dengan melalui surat keputusan tersebut mereka yang melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan dilarang menjadi pemegang saham bank atau pengurus suatu bank. Selain itu, beroperasinya suatu bank ditentukan juga oleh faktor modal, ini merupakan hal yang sangat vital. Modal bank dapat terdiri dari modal sendiri atau dan modal pihak ketiga. Yang dimaksud pihak ketiga adalah pihak-pihak yang memperoleh manfaat dana simpanan nasabah. Apabila pihak ketiga menanamkan modal dalam jumlah besar, maka pihak bank dapat beroperasi dengan baik. Penanaman modal oleh para investor sangat membantu kelancaran operasional bank. Makin besar modal disetor oleh para investor, makin sedikit kesulitan yang dialami oleh pihak bank dalam memenuhi tagihan para krediturnya. Dengan penggunaan modal pihak ketiga, dapat diharapkan jalannya perusahaan akan dapat terlaksana dan tentu memperoleh keuntungan. Sebagai lembaga keuangan, suatu bank dalam hal ini menjual kepercayaan dan jasa untuk memperoleh bunga, komisi atau provisi dari penjualan kredit dan jasa tersebut. 36 Selanjutnya, dengan penggunaan modal pihak ketiga terdapat kesempatan yang leluasa pada bank untuk memberikan kredit dengan harapan dapat memperoleh keuntungan dari
36
commit to user
Simorangkir. Seluk Beluk Bank Komersial. PT Aksara Persada, Jakarta, 1986, hlm. 39
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bunga (trading on equity). Trading on equity ini mengandung resiko besar karena makin kecil modal sendiri, makin kecil pula margin of safety, margin merupakan tulang punggung dari resiko kerugian.37 Karena ada kaitan antara kepentingan nasabah penyimpan dana dan bank, para penyimpan dana perlu mengetahui jumlah simpanannya di bank dari waktu ke waktu. Hal tersebut antara lain dapat diketahui melalui neraca dan perhitungan laba atau rugi dari bank tersebut. Sebenarnya, kewajiban memenuhi untuk mengumumkan neraca dan perhitungan laba/ rugi tahunan tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Hal ini diperlukan masyarakat mengingat tingkat kesehatan masing-masing bank. Namun, pe1aksanaan kewajiban pernyataan banktersebut bersifat rahasia dan tidak dapat diketahui oleh umum, sebagai contoh neraca yang diumumkan oleh suatu bank tidak dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai keadaan keuangan suatu bank. Selain itu, masyarakat tidak mengerti untuk membaca neraca suatu bank. Seperti diuraikan oleh Remy Sjahdeini, neraca yang diumumkan oleh suatu bank hanya terbatas menyangkut keadaan keuangan, sedangkan kesehatan suatu bank tidak hanya dinilai berdasarkan keuangan saja, masih terdapat faktor-faktor lain: Menurut ketentuan Bank Indonesia, penilaian terhadap manajemen suatu bank meliputi 100 (seratus) faktor, aspek manajemen tersebut tidak terungkap di dalam neraca yang diumumkan oleh bank.38 Tidak diperolehnya informasi mengenai tingkat kesehatan dan keadaan keuangan yang sesungguhnya dari suatu bank akan mengakibatkan timbulnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan apabila ada bank yang dilikuidasi. Hal tersebut terjadi ketika
37
Simorangkir. op.cit. hlm. 76
38
Remy Sjahdeini, Bank...op.cit. hlm. 9
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemerintah RI mengambil tindakan pencabutan izin usaha terhadap 16 (enam belas) bank pada tanggal 1 November 1997 yang setelah itu disusul pencabutan izin usaha kembali terhadap beberapa bank pada tahun berikutnya.39 Dalam uraian tersebut di atas, sebenarnya fungsi modal adalah sebagai faktor untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat. Fungsi esensial modal bank adalah untuk menjaga agar bank tetap dapat beroperasi sehingga penghasilan bank dapat menutupi kerugian yang diderita. Hal ini semua untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap bank. Kepercayaan masyarakat terhadap bank merupakan unsur yang vital untuk menentukan berhasilnya usaha suatu bank. Apabila kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank hilang akan membawa akibat buruk, masyarakat tidak akan menyimpan dananya lagi pada bank. Mengingat bank adalah suatu lembaga kepercayaan, maka eksistensi suatu bank sangat tergantung kepada kepercayaan masyarakat. Makin tinggi kepercayaan masyarakat kepada bank, makin banyak masyarakat menyimpan dana dan menggunakan jasa-jasa bank tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu dalam keadaan sehat. Dalam rangka memperoleh kebenaran atas laporan yang disampaikan oleh bank, Bank Indonesia diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan buku-buku dan berkasberkas yang ada pada bank. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 31 Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Bank sebagai lembaga kepercayaan memberikan keyakinan dalam hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabah penyimpan dana
39
Ibid
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(fiduciary relationship). Menurut pendapat Edwar L. Symons, Jr dan James J. White seperti diuraikan oleh Remy Sjahdeini, hubungan antara bank dan nasabah bukanlah hanya sekedar hubungan debitur dan kreditur semata, tetapi lebih dari itu. Transaksi kredit dan penyimpan dana adalah hubungan debitur dan kreditur. Bank adalah a place of special safety and probity, fungsi bank tersebut merupakan suatu fungsi fiduciary.40 Selanjutnya, Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan tersebut memberikan sugesti tentang penetapan kewajiban yang sangat sempit. Istilah tersebut berkonotasi pada suatu janji yang tak bersyarat oleh debitur untuk membayar sejumlah uang yang pasti jumlahnya pada suatu waktu tertentu kepada kreditur yang telah menyediakan uang tersebut. Hal ini lebih lanjut memberikan konotasi tegas, khususnya yang menyangkut penggunaan dana yang dipinjam tersebut. Sebagai contoh adalah deposito bank, bank dapat menggunakan uang tersebut dengan bebas menurut kehendaknya, namun hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana tidak semata-mata hubungan debitur dan kreditur saja, tetapi merupakan suatu fiduciary relationship.41 Remy Sjahdeini menguraikan pendapat Ogilvie dalam bukunya Canadian Banking Law. Dia berpendapat serupa dengan Symons, Jr. Fiduciary Relationship itu menimbulkan fiduciary obligations. Unsur-unsur kunci formulasi dari kewajiban yang disebut fiduciary obligations, sebagaimana telah disetujui pengadilan-pengadilan Canada adalah trust (kepercayaan), relience (pengandalan) dan resulting loss (kerugian). Ogilvie mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan suatu fiduciary relationships adalah suatu hubungan bahwa pihak yang satu meletakan kepercayaan (confidence or trust) kepada yang lain sedemikian rupa, sehingga pihak yang satu mengandalkan tindakan dan nasehat yang lain dan
40
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, ctk Pertama, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 162
41
Ibid
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam me1akukan hal yang demikian itu pihak yang bersangkutan berkemungkinan menderita kerugian.42 Berikut ini unsur kepercayaan akan dikaitkan dengan kedudukan nasabah penyimpan dana dalam perjanjian penyimpanan dana bahwa hubungan antara bank dengan deposan diikat oleh suatu perjanjian pembukaan simpanan deposito. Sebagaimana diketahui dalam hukum perjanjian berlaku asas kesepakatan (asas konsensualisme).43 Dengan adanya kesepakatan akan muncul hak dan kewajiban antara para pihak. Lalu, apakah asas ini berlaku sepenuhnya dalam perjanjian pembukaan simpanan nasabah penyimpan dana ataukah asas ini dapat disimpangi. Untuk itu, perlu disimak hal yang dikemukakan oleh Remy Sjahdeini 44, sebagai berikut. Menurut hemat penulis, sebagai pengaruh dari persepsi pengadilanpengadilan di manca negara dan kalangan bisnis perbankan internasional bahwa hubungan antara bank dan nasabah, baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur, mempunyai sifatsifat sebagai hubungan kepercayaan atau fiduciary relation yang membebankan kewajiban kepercayaan : fiduciary obligation kepada bank terhadap nasabahnya, maka masyarakat bisnis dan perbankan Indonesia telah melihat pula bahwa hubungan antara bank nasabah adalah hubungan kepercayaan. Di dalam praktek, memang nasabah selalu percaya apa yang dikemukakan oleh pejabat bank (informasi) sebagai terpercaya kebenarannya dan dapat diandalkan. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, hal ini tidak ditentukan secara jelas. Hanya dalam Pasal 1 butir 5 dinyatakan, "Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana... ." Penjelasan Pasal 29 bahwa"... bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan...... " 42
Remy Sjahdeini, ―Beberapa Pokok Pikiran Mengenai Reformasi Hukum Perbankan Indonesia‖, dalam Seminar Reformasi Hukum Perbankan, 1997.
43
Perhatikan Pasal 1320 KUHPerdata tentang Syarat - syarat sahnya suatu perjanjian, salah satu diantaranya harus ada kata sepakat.
44
Remy Sjahdeini, Kebebasan..., op.cit. hlm. 167
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal ini berarti hubungan antara nasabah penyimpan dana dan pihak bank dilandasi atas kepercayaan. Sebaliknya, bank mempunyai kewajiban untuk membayarkan kembali simpanan nasabah penyimpan dana tersebut pada saat diperlukan. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengakui hubungan hukum antara pihak-pihak tersebut adalah hubungan kepercayaan (fiduciary relation). 2. Rahasia Bank a. Alasan Bank Menjaga Kerahasiaan Bank Kegiatan usaha utama bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana. Penyaluran dana yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan apabila dana telah dihimpun dari masyarakat dalam hal ini nasabah. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan dengan cara-cara tertentu sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana tersebut. Keberhasilan suatu bank dalam memenuhi tujuan itu dipengaruhi salah satunya oleh kepercayaan masyarakat dalam hal ini nasabah kepada bank yang bersangkutan. Gambaran sebuah bank secara umum di mata masyarakat sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran sebuah bank di mata masyarakat seperti berita-berita di mass media tentang bank tersebut, laporan-laporan Bank Indonesia tentang bank tersebut, pengalaman masyarakat dalam hal ini nasabah berhubungan dengan bank tersebut, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat pada suatu bank, semakin tinggi pula kemungkinan bank tersebut menghimpun dana dari masyarakat secara efisien dan sesuai rencana penggunaan dananya. 45 Hal ini sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang
45
Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok BuditoSantoso, commit user Bank dan Lembaga Keuangan lain, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2000, hlm. 61
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Demikian juga halnya dengan pelayanan yang diberikan oleh bank kepada penyimpan dana. Pelayanan yang baik akan membuat penyimpan dana merasa dihargai, diperhatikan, dan dihormati, sehingga nasabah merasa senang untuk bertransaksi keuangan dengan bank tersebut. Selain faktor kepercayaan yang diberikan masyarakat dalam hal ini nasabah bank dan juga pelayanan yang baik diberikan bank kepada nasabah sehingga nasabah bersedia menyimpankan dananya ke bank tersebut, faktor kerahasiaan bank juga mempengaruhi nasabah untuk bersedia menyimpan/ menyalurkan dananya untuk dikelola oleh bank. Nasabah tidak ingin bank membocorkan atau memberitahukan simpanannya (nasabah) kepada orang lain sehingga orang mengetahui simpanan nasabah tersebut. Kerahasiaan bank merupakan hal yang mutlak diharapkan masyarakat dalam hal ini nasabah agar bank menerapkan
dan
menjaga
informasi-informasi
tentang
keadaan
keuangan nasabah sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 khususnya dalam Pasal 1 ayat 28 yang mengatakan bahwa rahasia bank adalah segala suatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Dari ketentuan di dalam Pasal 1 ayat 28 tadi jelaslah bahwa bank mempunyai kewajiban untuk menjaga keterangan atau informasi tentang nasabah penyimpan dan simpanannya. Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Court of Appeal Inggris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Tournier v. National Provincial and Union Bank of England tahun 1942, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi leading commit to rahasia user bank di Inggeris dan kemudian case yang menyangkut ketentuan
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menjadi acuan oleh pengadilan-pengadilan negara-negara lain yang menganut commond law system. Bahkan 80 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Foster v. The Bank of London tahun 1862, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain, namun pada waktu itu, pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi dari putusan-putusan pengadilan berikutnya.
46
Timbulnya pemikiran untuk perlunya merahasiakan
keadaan keuangan nasabah bank sehingga melahirkan ketentuan hukum mengenai kewajiban rahasia bank, semula bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual.47 Dalam hubungan ini, alasan yang dapat dikemukakan mengapa ketentuan rahasia bank perlu ada dalam menjaga kerahasiaan sebagai wujud perlindungan nasabah, yaitu: 1) Untuk
meyakinkan
dan
menenangkan
nasabah
ketika
ia
menyerahkan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank
yang
mempunyai
hubungan
kontraktual
dengannya.
Penyerahan keterangan dan dokumen yang bersifat rahasia ini sudah tentu untuk keuntungan kedua belah pihak. Bank tidak dapat menjalankan dan usahanya apabila nasabah tidak memberikan dan menyediakan berbagai keterangan yang diperlukan. Hubungan antara bank dan nasabah tersebut dapat dibandingkan dengan hubungan antara pengacara dan kliennya, serta hubungan antara dokter dan pasiennya. Pengacara dan dokter memerlukan segala macam keterangan yang bersifat rahasia dari klien dan pasiennya dalam rangka pelaksanaan tugas dengan lebih baik dan sempurna. Oleh
46
47
Sutan Remi Sjahdeni, ―Rahasia Bank dan berbagai masalah di sekitarnya‖, dalam Jurnal Hukum Bisnis , Vol 8, 1999. hlm. 8. Makalah ini disajikan pada seminar tentang Kerahasiaan bank yang diselenggarakan oleh O.C Kaligis & Associates – Advocates and Legal Consultans, pada tanggal 11 Agustus 1999 di Sahid Jaya Hotel Jakarta. Ibid.
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena itu keterangan yang diberikan klien dan pasien itu harus dirahasiakan untuk mendorong mereka agar mau memberikan keterangan selengkapnya. 2) Agar nasabah mau menyimpan uangnya di bank, maka rahasia pribadi tentang penyimpan dan simpanannya harus dirahasiakan. 3) Pengaturan rahasia bank di dalam undang-undang suatu negara biasanya didasarkan pada pola berfikir dikotomis, yaitu adanya negara/pemerintah yang berkuasa di satu pihak dan adanya rakyat yang tunduk pada pemerintah atau negara tersebut. Pengaturan tersebut terutama dimaksudkan untuk membatasi campur tangan negara/ pemerintah pada kehidupan pribadi (privacy) masyakat/ rakyat.48 Hubungan antara bank dengan nasabah, khususnya mengenai kerahasiaan bank merupakan suatu keharusan untuk disusun secara lebih baik dan komprehensif mengingat perbankan, selain sebagai suatu lembaga ekonomi tertua, juga memegang peranan penting dalam kehidupan rakyat modern. Tanpa adanya industri perbankan yang sehat, membuat industri-industri lain akan tidak bisa hidup dan berkembang secara baik. Rentannya keadaan perbankan ini dapat dilihat ketika Indonesia mengalami krisis perbankan pada tahun 1997, yang ditandai dengan: 1) Kepercayaan masyarakat terhadap bank sangat rendah, sehingga likuiditas perbankan merosot drastis dan banyak bank mengalami saldo negatif pada rekening gironya di bank Indonesia. 2) Industri perbankan menawarkan tingkat suku bunga simpanan yang sangat tinggi, bahkan pernah mencapai 65-70% pertahun, sementara bank tidak dapat menawarkan dana tersebut kepada masyarakat dengan bunga setinggi atau lebih tinggi dari bunga simpanan tersebut. Akibatnya, bank mengalami negative spread yang akhirnya 48
Yunus Husein. Rahasia Bank Privasi VersustoKepentingan Umum, Program Pasca Sarjana commit user Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 20-21
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengerogoti permodalan bank itu sendiri sehingga menjadi negatif (negative net worth). 3) Tingkat bunga yang relatif tinggi mengakibatkan turunnya kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada bank, sehingga pinjaman bermasalah (non performing loan) menjadi semakin besar dan bahkan pernah mencapai 50% dari total portofolio perkreditan pada tahun 1998. 4) Bank-bank yang memiliki kewajiban dalam valuta asing di pasar uang
internasional
mengalami
kesulitan
untuk
memenuhi
kewajibannya, karena sejak Juli 1997 nilai Rupiah merosot drastis terhadap mata uang asing, misalnya terhadap US Dollar. b. Pengertian Rahasia Bank Yang dimaksud dengan rahasia bank yaitu : 1) Menurut Munir Fuady. Hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa. Akan tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang–undangan yang berlaku. Hal ini dinamakan rahasia bank. Dengan demikian, istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya.49 2) Menurut Kasmir. Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola uang masyarakat, maka bank wajib menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjaga keamanan uang tersebut agar benar–benar aman. Agar keamanan uang nasabahnya terjamin, pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal–hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi.50
49
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 87
50
Kasmir, Dasar – Dasar Perbankan, PT Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 57
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Menurut Sutan Remy Syahdeni. Untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya adalah ‖dapat tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya dan atau menggunakan jasa – jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain‖. Dalam hal ini prinsip kerahasiaan bank sangat penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat. 51 Pada dasarnya bank menjalankan prinsip kepercayaan yang diberikan oleh penyimpan dana dengan menjaga kerahasiaan rekening nasabahnya. Oleh karena hubungan bank dan nasabah bersifat kerahasiaan, hal ini sering disebut dengan rahasia bank (bank secrecy). Istilah rahasia bank ini mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan interaksi antara bank dengan nasabahnya. Nasabah tentu tidak mengharapkan bank untuk memberitahu pihak ketiga tentang keadaan keuangan nasabah tersebut. Kerahasiaan informasi yang lahir dalam kegiatan perbankan ini pada dasarnya lebih banyak untuk kepentingan bank itu sendiri sebagai lembaga keuangan, kepercayaan adalah keutamaan dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk menjamin hal itu, pemerintah telah menjamin hakhak nasabah dengan undang-undang, yaitu Undang-Undang Perbankan. Pada mulanya Bank muncul dan berkembang dari kegiatan tukarmenukar yang dikenal sejak zaman purbakala di Athena, dan Romawi. Pada zaman itu, di Athena orang yang menjalankan tugas tukarmenukar uang dinamakan trapezites (orang dihadapan meja) atau argentarius di Romawi. Selain melakukan tugas tukar-menukar uang mereka juga menjalankan tugas menyimpan serta meminjamkan uang bagi mereka yang memerlukan. Usaha tukar-menukar dan simpanpinjam ini menjadi lebih berkembang pada akhir abad pertengahan. Hal ini disebabkan karena perkembangan usaha-usaha perdagangan di Eropa
51
commit to user
Sutan Remy Syahdeni, ―Rahasia...‖, op.cit., hlm. 5
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serta timbulnya berbagai mata uang yang dimiliki oleh beberapa negara. Tugas peminjaman uang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, kemudian diikuti oleh orang-orang Italia yang berasal dari Lombardia.52 Sejak 4000 tahun yang lalu di Babylonia, kerahasiaan bank sebagai suatu kelaziman telah dipraktekkan sebagaimana tercantum dalam Code of Hamourabi. Begitu juga pada Kerajaan Romawi Kuno, hal yang menyangkut hubungan antara nasabah dan perbankan sudah diatur, termasuk di dalamnya kerahasiaan bank. Sejarah mencatat pula aturan tentang pelarangan-pelarangan yang berkaitan tentang bank termaktum dalam ketentuan Banco Ambrosiano di Milano-Italia pada tahun 1593. Bank-bank yang melanggar ketentuan rahasia bank, ijin usahanya dapat dicabut.53 Di Indonesia pengaturan rahasia bank untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960 dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. Pengaturan rahasia bank selanjutnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian:54 1) Pengertian rahasia bank meliputi keterangan-keterangan mengenai keadaan keuangan dan lain-lain dari segala macam nasabah yang hanya menggunakan jasa bank. Pengertian ini sangat luas meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan nasabah dan diterapkan dalam ketentuan yang berlaku dari tahun 1960 sampai tanggal 10 November 1998 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
52
C.S.T Kansil dan Christine Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Penerbit Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2002, hlm. 245
53
Yunus Husein, op.cit, hlm. 133
54
Ibid; hlm. 193
commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Pengertian rahasia bank yang hanya meliputi keterangan mengenai nasabah penyimpan dana dan simpanannya saja. Pengertian ini sangat terbatas dan berlaku sejak 10 November 1998 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pengertian rahasia bank dalam Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 yang dimuat Pasal 1 ayat 16 mengatakan bahwa Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Pengertian ini kemudian diubah dengan pengertian baru oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mengatakan bahwa Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ketentuan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. c. Latar Belakang Rahasia Bank Pada dasarnya setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai pengusaha tidak menginginkan keadaan mengenai pribadinya termasuk keadaan keuangannya diketahui oleh orang lain. Tiap – tiap kepentingan dari setiap orang itu harus mendapat perhatian dan dihormati sepenuhnya oleh siapapun juga termasuk negara. Bagi seorang pengusaha kerahasiaan ini sangatlah penting artinya demi menunjang kelancaran perusahaannya, karena tanpa hal ini setiap orang atau pengusaha akan dengan mudah mempelajari keuangan perusahaan lain yang nantinya akan dapat dipergunakan untuk mempersulit atau menjatuhkan usahanya. Keadaan ini benar – benar disadari oleh dunia perbankan sehingga bank merasa perlu untuk merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya yang dipercayakan kepadanya. Tindakan ini dalam dunia perbankan dikenal dengan sebutan ‖Rahasia Bank‖. Guna melindungi suatu informasi dikenal adanya hukum kerahasiaan. Hukum kerahasiaan adalah hukum yang berisikan kaidah– kaidah yang berkaitancommit dengan perlindungan rahasia bank yang to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyangkut rahasia perdagangan, rahasia yang sifatnya pribadi atau mengenai rahasia pemerintahan. Objek dari hukum kerahasiaan ini meliputi informasi yang terjadi karena suatu tugas dan fungsi jabatan seseorang, dan atau karena suatu kegiatan. Informasi yang harus dirahasiakan karena tugas dan jabatan misalnya informasi dalam hubungan pasien dengan dokter, klien dengan pengacaranya, notaris atau rohaniawan. Sedangkan informasi yang harus dirahasiakan karena kegiatannya, misalnya informasi bisnis mengenai data tentang desain, dan proses – proses teknik; prosedur kendali mutu; daftar pelanggan; rencana bisnis dan sebagainya atau seorang wartawan yang harus merahasiakan sumber beritanya.55 Kewajiban untuk menyimpan rahasia sebuah informasi bersumber kepada kewajiban moral serta tuntutan kepentingan masyarakat untuk terbentuknya suatu hubungan berdasarkan rasa saling percaya. Semua itu merupakan azas terpenting dan berhubungan secara intrinsik dengan tugas dan fungsi suatu jabatan/ pekerjaan. Informasi mengenai kegiatan bank terutama mengenai hubungan antara nasabah dengan bank merupakan bagian dari rahasia bank dan hal itu merupakan salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum kerahasiaan. Dasar yang melandasi hukum kerahasiaan ini adalah bahwa hukum tersebut dapat mencegah seseorang untuk membuka atau membocorkan
informasi
yang
diberikan
kepadanya
atau
menyalahgunakan informasi yang diketahuinya tersebut. Dengan demikian bila terjadi pembocoran atau pembukaan informasi secara melawan hukum atau menyalahgunakan informasi tersebut maka ketentuan hukum dapat dikenakan kepada si pelaku pembocoran atau penyalahgunaan informasi tersebut.
55
Muhamad Djumhana. Rahasia Bankcommit (Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia), PT Citra to user Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 129
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelanggaran atas hukum kerahasiaan terjadi, bila56 1) Informasi itu dapat dikategorikan mempunyai nilai rahasia atau untuk dirahasiakan, maksudnya informasi tersebut bukan merupakan hal yang lumrah atau telah menjadi pengetahuan umum; 2) Informasi tersebut diberikan kepada pihak tertentu (seperti bank) dalam
kondisi
si
penerima
mempunyai
kewajiban
untuk
merahasiakannya; 3) Adanya penggunaan atau pembukaan informasi secara tidak sah. Oleh karena itu agar terhindar dari adanya penyelewangan– penyelewengan ini, maka bank harus melindungi kerahasiaan mengenai nasabah dan simpanannya. Rahasia bank mutlak diperlukan bukan hanya untuk nasabah saja, melainkan juga mutlak diperlukan bagi kepentingan bank itu sendiri yakni untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat yang menyimpankan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan dananya pada bank apabila ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. d. Sifat Rahasia Bank Mengenai sifat rahasia bank, ada dua teori yang dapat dikemukakan, yaitu teori yang mengatakan rahasia bank yang bersifat mutlak (absolute theory) dan yang mengatakan bersifat relatif (relative theory). Kedua teori ini berpegang pada alasan atau argumentasinya masing-masing. Adapun dua teori mengenai kekuatan berlakunya asas rahasia bank, yaitu57:
56
57
Ibid; hlm. 132 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, commit to user Jakarta, 2001, hlm. 155
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Teori Mutlak (Absolute Theory) Menurut teori ini, Rahasia Bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan alasan apa pun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan keuangannya tidak boleh dibuka (diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasiaan tersebut, bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkannya. Keberatan terhadap teori mutlak adalah terlalu individulis, artinya hanya mementingkan hak Individu (perseorangan). Di samping itu, teori mutlak juga bertentangan dengan kepentingan negara atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan Negara atau masyarakat banyak. Teori mutlak ini terutama dianut di Negara Swiss sejak tahun 1934. 58 Sifat mutlak rahasia bank tidak dapat diterobos dengan alasan apapun. Hal ini dapat dilihat di dalam Undang-Undang Pemerintah Swiss No. 47 mengenai ―Perbankan dan bank Tabungan‖ November 1934.
59
Dengan demikian, para koruptor atau pedagang narkotika kelas kakap
58
Abdulkadir Muhamad dan Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 77
59
Undang-Undang Pemerintah Swiss Nomor 47 mengenai ―Perbankan dan Bank Tabungan‖ November 1934, menyatakan bahwa: 1. Barang siapa sebagai badan, pegawai, pelaksana, likuidator, atau komisi sebuah bank, sebagai pengawat komisi bank, sebagai organ, atau pegawai dari bagian revisi yang diakui atau yang menerima tugas ini membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya atau barang siapa yang melanggar rahasia pekerjaan/ profesi, akan didenda hukuman kurungan selama enam bulan atau denda sampai 50.000 franc. 2. Jika itu merupakan kecerobohan si pelaku, maka ia dikenakan denda sebesar 30.000 franc 3. Pelaku pelanggaran rahasia bank akan dikenakan hukuman juga, meskipun masa jabatannya atau masa dinasnya telah berakhir. 4. Keterangan hanya dapat diberikan berdasarkan ketetapan Kanton (Negara bagian) dan dibawah sumpah mengenai kewajiban memberikan keterangan kepda yang berwajib.
commit to user
Muhamad Djumhana. Op.Cit, hlm. 116
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di dunia merasa aman menyimpan uang hasil kejahatannya di bankbank Swiss. Salah satu contoh pelaku yang memanfaatkan teori mutlak tentang kerahasiaan bank di bank-bank Swiss adalah mantan Presiden Ferdinand Marcos dari Filipina, dan gembong narkotika Dennis Levine. Ketatnya rahasia bank dilaksanakan di Swiss, mengakibatkan beberapa negara tidak dapat menjangkau uang hasil kejahatan warga negaranya yang merugikan Negara atau masyarakat banyak, yang disimpan di bank-bank Swiss. Oleh karena itu, teori mutlak yang dianut oleh Negara Swiss mendapat reaksi keras dari beberapa negara yang kepentingannya dirugikan. Sebagai contoh adalah kasus gugatan pemerintah Amerika Serikat melalui Stock Exchange Commission (SEC) kepada sejumlah bank di Swiss sehubungan dengan penampungan dana hasil insider trading yang disimpan di beberapa bank di Swiss, Agar bank-bank yang bersangkutan membuka rahasia keuangan nasabahnya. Ternyata rahasia bank yang bersifat mutlak itu dapat dikompromikan. Sifat mutlak ini ditinggalkan oleh bank-bank di Swiss sejak tahun 1991 dengan menghapuskan nama samaran dari kode rekening nasabah yang terkenal dengan ―Formulir B‖, yang harus diganti dengan nama aslinya melalui pendaftaran ulang. Jika para nasabah yang bersangkutan tidak mendaftar ulang, mereka harus menutup rekeningnya.60 2) Teori Relatif (Relative Theory) Menurut teori ini, rahasia bank bersifat relatif (terbatas). Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, rahasia bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang 60
commit to user
Abdulkadir Muhamad dan Rilda Murniati, op.cit., hlm. 77-78
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berwenang, misalnya pejabat perpajakan, serta pejabat penyidik tindak pidana ekonomi. Keberatan terhadap teori mutlak adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum (law enforcer) karena tidak terkena penyidikan. Dengan demikian, dana tetap aman. Tetapi teori relatif sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice), artinya kepentingan negara atau kepentingan masyarakat tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan dan sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah boleh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian, teori relatif melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat, ataupun negara. Teori relatif dianut oleh negara-negara pada umumnya antara lain Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Singapura, Indonesia. Rahasia bank yang berdasarkan teori relatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah oleh UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.61 B. Cadangan Devisa Devisa adalah alat pembayaran luar negeri yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri.
62
Sedangkan cadangan devisa (Foreign Exchange
Reserves) merupakan posisi bersih aktiva luar negeri yakni simpanan oleh bank sentral dan otoritas moneter Pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Simpanan ini merupakan (asset/ aktiva) bank sentral yang tersimpan dalam beberapa (mata uang cadangan) (Reserve Currency) seperti dolar, euro, yen dan digunakan
61
Abdulkadir Muhamad dan Rilda Murniati, op.cit., hlm. 78
62
Rachbini, Didik.J dan Suwidi Tono commit dkk. BanktoIndonesia user menuju Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta, 2000, hlm. 113
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk menjamin (kewajibannya) yaitu mata uang lokal yang diterbitkan dan cadangan berbagai (bank) yang disimpan oleh bank sentral (Pemerintah). Cadangan devisa banyak disimpan dalam mata uang asing dalam hal ini Amerika Serikat dengan mata uangnya US Dolar, Jepang-Yen, InggrisPoundsterling, Perancis-Franc, Switzertland-Franc, Germany-DM (Deutsche Mark),
Canada-Dollar
dan
European-Euro
yang merupakan
―Hard
Currencies‖ mata uang keras di perdagangan internasional. Cadangan devisa tidak hanya disimpan dalam bentuk mata uang asing melainkan dalam bentuk surat-surat berharga ataupun logam mulia. Namun demikian dalam proses perdagangan internasional semua mata uang negara-negara barat dan negara-negara Asia bebas dipertukarkan di Indonesia
(Freely
Convertible),
dan
Dana
Moneter
Internasional
(International Monetary Fund/ IMF) telah menyatakan mata uang rupiah, sebagai mata uang yang ‗convertible‘ (dapat dipertukarkan dengan mata uang asing). Transfer valuta asing ke dalam negeri, begitupun sebaliknya transfer dari luar ke dalam negeri juga bebas.63 Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar hutang luar negeri. Bank Indonesia sebagai bank sentral negara Indonesia bertanggung jawab atas pengaturan lalu lintas devisa. Sistem cadangan devisa 1970 menerapkan sistem devisa bebas. Peraturan tentang devisa bebas tertuang dalam UU No. 24 Tahun 1999. Tentang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar menggantikan UU lama yaitu UU No. 32 Tahun 1964. Pengelolaan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan dengan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli dan atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa didasarkan pada prinsip keamanan dan kesiagaan memenuhi memperoleh
63
Ibid; hlm. 60
kewajiban
segera
pendapatan
yang
tanpa
mengabaikan
optimal.
commit to user
37
Tujuan
prinsip pengelolaan
untuk dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemeliharaan cadangan devisa ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menjaga nilai tukar, di mana menipisnya cadangan devisa akan mengundang spekulasi rupiah dari para spekulator. Menurut Bank Dunia, peranan cadangan devisa adalah:
64
1) Untuk melindungi negara dari guncangan eksternal. Krisis keuangan pada akhir 1990-an membuat para pembuat kebijakan memperbaiki pandangannya atas nilai dari cadangan devisa sebagai proteksi dalam melindungi dari krisis mata uang. 2) Tingkat cadangan devisa merupakan faktor penting dalam penilaian kelayakan kredit dan kredibilitas kebijakan secara umum, sehingga negara dengan tingkat cadangan devisa yang cukup dapat mencari pinjaman dengan kondisi yang lebih nyaman. 3) Kebutuhan likuiditas untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar. Sedangkan kegunaan valuta asing secara langsung adalah: 1) Mengimpor barang konsumsi, bahan baku industri dan sektor produksi lainnya, peralatan dan perlengkapan (barang modal), perlengkapan pertahanan, keamanan, dsb. 2) Melunasi jasa pihak asing, seperti jasa perbankan, asuransi, pelayaran, penerbangan, perekayasaan, wisatawan Indonesia dan sektor jasa lainnya. 3) Membiayai kantor perwakilan pemerintah Indonesia (Kedutaan dan Konsulat) di luar negeri. 4) Melunasi hutang luar negeri Untuk meningkatkan cadangan devisa, sejak tahun 1970 pemerintah telah menerapkan sistem devisa bebas. Peraturan tentang sistem devisa bebas tersebut dituangkan dalam UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar menggantikan UU lama yaitu UU No. 32 tahun 1964. Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada
64
commit to user
Peranan Cadangan Devisa Negara, terdapat dalam www.pikiran-rakyat.com
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai
dalam
salah satu mata uang dapat
dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik. Posisi cadangan devisa resmi yang dikuasai Bank Indonesia perlu dipertahankan pada tingkat yang wajar. Hal ini terutama untuk menjaga kestabilan ekonomi dan moneter serta untuk menghindarkan terjadinya gejolak kurs mata uang asing dan pelarian modal ke luar negeri. Dalam hubungan ini sebagai ukuran yang lazim digunakan adalah rasio cadangan resmi terhadap impor. Jika cadangan devisa itu cukup untuk menutup impor selama tiga bulan pada lazimnya dipandang sebagai tingkat yang aman dan jika hanya untuk dua bulan atau kurang, maka akan menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran. 65 Faktor utama sumber cadangan devisa Indonesia yang paling diandalkan adalah dari hasil ekspor komoditas perdagangan internasional yang mana sumber pemasukannya sangat besar menambah cadangan devisa. Ekspor-Impor share pendapatan nasional sebesar 30%. Dan ini akan menambah surplus devisa yang merupakan kas pemerintah dalam melakukan pembiayaan dan pembangunan. Posisi cadangan devisa Indonesia 1985 senilai US$ 5,846 Miliar. Tahun 1991 cadangan devisa US$ 9,868 Miliar. Pada tahun 1998 cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 28,004 Miliar dan terus meningkat sampai tahun 2004 menjadi US$ 36,320 Miliar. Tahun 2005 cadangan devisa Indonesia menurun pada nilai US$ 34,724 Miliar dan Tahun 2007 meningkat kembali sebesar US$ 56,920 Miliar, dan data per-September 65
Rusdian Kamaluddin, Pengantar commit Ekonomi toPembangunan. Penerbit Fakultas Ekonomi user Universitas Indonesia, Jakarta, 1999, hlm. 187
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2011 menunjukan posisi cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 114,5 Milliar66. Cadangan devisa bertambah atau berkurang akan tampak dalam neraca lalu lintas moneter. Jika tandanya negatif (-) berarti cadangan devisa bertambah dan bila positif (+) berarti cadangan devisa berkurang. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa cadangan devisa mengambil peranan penting dalam perdagangan internasional suatu negara maka tanpa ditopang cadangan devisa yang kuat, perekonomian suatu negara dapat runtuh dalam seketika. Seperti masa krisis yang dialami Indonesia. Karena pengaruh pembiayaan cadangan devisa guna keperluan impor, pembayaran utang serta serangan dari para spekulan mampu menggoncang perekonomian negara kita. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan cadangan devisa yang tinggi dalam kaitannya dengan krisis bersifat positif. 67 Menurut Tjahjono, cadangan devisa suatu negara dipengaruhi oleh transaksi berjalan dan ekspor. Perkembangan transaksi berjalan suatu negara perlu diwaspadai dengan cermat, karena defisit transaksi berjalan yang berlangsung dalam jangka panjang dapat menekan cadangan devisa. Oleh karena itu defisit transaksi berjalan sering kali dipandang sebagai signal ketidakseimbangan makro ekonomi yang memerlukan penyesuaian nilai tukar atau kebijakan makro ekonomi yang lebih ketat. Laju ekspor yang tinggi akan menghasilkan hard currency yang dapat memperkuat cadangan devisa, namun mengakibatkan apresiasi domestic currency, yang kemudian menambah jumlah uang beredar melalui NFA (Net foreign asset) pada akhirnya dapat mendorong inflasi. Ini merupakan suatu siklus ekonomi yang berkesinambungan dan erat kaitannya dalam proses pertahanan pengolahan cadangan devisa.
66
Dewi Indriastuti, Cadangan Devisa Setara 6,5 Bulan Impor, Koran Kompas edisi Selasa 11 Oktober 2011
67
Dwi Tjahjono Endi, Sulistiowaty commit Hendy, to ―Kebijakan Pengendalian Aliran Masuk Di user Indonesia‖ dalam Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, UREM, 1998, hlm. 2
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Amir. M.S dalam Teori & Penerapan Ekspor Impor68 sumber cadangan devisa suatu negara pada umumnya terdiri dari banyak sumber. Sumber-sumber tersebut, di antaranya berasal dari: 1) Kegiatan ekspor; Untuk negara yang menganut sistem ekonomi terbuka kegiatan ekspor merupakan salah satu andalan bagi negara untuk memperoleh devisa. Semakin banyak ekspor barang atau jasa semakin besar pemasukan devisa bagi negara. 2) Perdagangan jasa; Negara-negara yang tidak kaya akan sumber daya alam, biasanya akan mengandalkan sumber devisanya dari sektor jasa. Hal ini sebagaimana dilakukan Singapura dan Swiss yang mengandalkan jasa perdagangan dan perbankan sebagai sumber utama devisa. 3) Kegiatan pariwisata; Salah satu sumber devisa adalah dari jasa pariwisata yang diperoleh dari kunjungan turis mancanegara maupun domestik. Semakin banyak turis yang berkunjung semakin banyak devisa yang mengalir ke dalam negara tersebut. 4) Pinjaman luar negeri (bantuan luar negeri) Pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber devisa suatu negara, terutama negara-negara dunia ketiga/ berkembang. Negaranegara ini biasanya sangat bergantung dari bantuan luar negeri selain sumber-sumber lain. 5) Hibah dan hadiah dari luar negeri. Hibah atau hadiah merupakan sumber devisa bagi suatu negara yang sifatnya tidak mengikat. Hibah atau hadiah dapat bersumber dari dalam negeri ataupun luar negeri. 6) Warga negara yang bekerja di luar negeri.
68
commit to user
Amir MS, Ekspor impor: Teori dan Penerapannya , Penerbit PPM, Jakarta, 2003, hlm. 55
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sumber devisa yang lain adalah dana yang berasal dari warga negara yang bekerja di luar negeri, seperti TKI atau TKW. Para pekerja ini akan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap devisa suatu negara melalui uang yang ditransfer dari asal negara dia bekerja. Dari data di atas tidaklah mengherankan jika negara-negara berkembang seperti Indonesia rentan akan intervensi pihak luar dalam perekonomiannya bahkan politiknya karena melakukan usaha peningkatan cadangan devisa negara dengan cara mencari pinjaman maupun hibah dari luar negeri. Dan meskipun pada awalnya sumber devisa yang berasal dari perdagangan jasa, yang termasuk di dalamnya jasa perbankan, merupakan usaha yang terpaksa dilakukan karena terbatasnya sumber daya alam negara setempat, namun sekarang sumber devisa ini terbukti lebih baik dibandingkan yang berasal dari kegiatan non-jasa baik dari segi jumlah maupun ketahanan sumber devisa ini sendiri. C. Perbandingan Hukum Pengertian perbandingan hukum sendiri banyak dijumpai pendapat dari beberapa ahli antara lain : 1) Rudolf D. Schlessinger.69 Dalam bukunya Comparative Law (1959) mengemukakan : a. Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. b. Comparative Law bukanlah suatu perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukan suatu cabang hukum. c. Comparative Law adalah tehnik atau cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum.
69
commit to user
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana,Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm 6.
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Dr. G. Guitens Bourgois70 Perbandingan hukum adalah metode perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum. Perbandingan hukum bukanlah ilmu hukum, melainkan hanya suatu metode studi, suatu metode untuk meneliti sesuatu, suatu cara kerja, yakni perbandingan. Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung arti, bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu objek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu sering digunakan istilah metode perbandingan hukum. 3) Sunaryati Hartono71 Perbandingan hukum bukanlah suatu bidang hukum tertentu seperti misalnya hukum tanah, hukum perburuhan atau hukum acara, akan tetapi sekedar merupakan cara penyelidikan suatu metode untuk membahas suatu persoalan hukum dalam bidang manapun juga. 4) Van Apeldoorn72 Objek ilmu hukum adalah hukum sebagai gejala kemasyarakatan. Untuk mencapai tujuannya maka digunakan : a. Metode Sosiologis Dimaksud untuk meneliti hubungan antara hukum dengan gejalagejala sosial lainnya. b. Metode Sejarah, untuk meneliti perkembangan hukum. c. Metode perbandingan hukum, untuk membandingkan berbagai tertib hukum dan bermacam-macam masyarakat 5) Soerjono Soekanto73 Mengemukakan ketiga metode yang disampaikan oleh Van Apeldoorn saling berkaitan dan hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipishkan antara lain : 70
Ibid, hlm. 7
71
Munir Fuady, Perbandingan Ilmu Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2007, hal 4
72
Soerjono Soekanto, Perbandingan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm.26
73
Ibid.
commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Metode Sosiologis Tidak dapat diterapkan tanpa metode sejarah, karena hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan hasil dari suatu perkembangan (dari zaman dahulu), metode perbandingan hukum juga tidak boleh diabaikan, karena hukum merupakan gejala dunia. b. Metode Sejarah Memerlukan bantuan dari metode sosiologis, karena perlu diteliti faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan hukum. c. Metode Perbandingan Tidak akan membatasi diri pada perbandingan yang bersifat deskriptif, tetapi juga diperlukan data tentang berfungsinya atau efektifitas hukum, sehingga diperlukan metode sosiologis, juga diperlukan metode sejarah untuk mengetahui perkembangan dari hukum yang diperbandingkan. Dari beberapa pendapat sarjana di atas dapat diperoleh gambaran bahwa : 1) Perbandingan hukum bukanlah suatu cabang hukum, bukan suatu perangkat peraturan. 2) Perbandingan hukum merupakan cabang ilmu hukum. 3) Perbandingan hukum merupakan metode penelitian hukum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmatullah Khan dan Susshil Kumar dalam Introduction to the Study of Comparative Law, yang menyatakan, ―It is self evident that comparative law is not a subject but a method.‖74 E. Lambert mengetengahkan 3 (tiga) bagian yang bisa dimasukkan dalam terminologi perbandingan hukum, yakni 75:
74
Erman Radjagukguk, Perbandingan Sistem Hukum (Civil Law – Common Law), Fakultas Hukum UI Program Pasca Sarjana, 2000, hlm. 1
75
Sunarmi, Perbandingan Sistem Hukumcommit Kepailitan antara Indonesia (Civil Law System) dengan to user Amerika Serikat (Common Law System), Universitas Sumatera Utara Repository, 2004, hlm. 6
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Descriptive comparative law. Descriptive comparative law ini berkenaan dengan inventarisasi sistem pada masa lalu dan kini sebagai suatu keseluruhan, seperti aturan-aturan individual yang mana sistem ini ditegakkan untuk beberapa kategori hubungan-hubungan hukum. 2) Comparative history of law. Comparative history of law secara tertutup berkaitan dengan ilmu hukum etnologis (ethnological jurisprudence), folklore, sosiologi hukum, dan filsafat hukum. 3) Comparative legislation (atau tepatnya comparative jurisprudence). Comparative legislation mempresentasikan usaha untuk mendefinisikan ruang umum yang menjadi doktrin hukum nasional, sebagai hasil pembangunan
studi
hukum
sebagai
suatu
ilmu
dan
usaha
membangunkan kesadaran hukum internasional. J.H. Wigmore juga membagi perbandingan hukum ke dalam 3 (tiga) bagian76: comparative nomoscopy, yang menggambarkan sistem-sistem hukum, comparative nomothetics, yang menganalisis kebaikan-kebaikan sistem, dan comparative nomogenetics, yang melakukan studi pembangunan ide-ide dan sistem-sistem hukum dunia. Dengan demikian maka perbandingan hukum sebagai disiplin akademis tidaklah berdiri sendiri, artinya bukan hanya merupakan studi tentang satu sistem hukum asing atau bagian dari sistem asing itu. Sedangkan Munir Fuady membagi pendekatan yang dipergunakan dalam perbandingan hukum sebagai berikut:77 1. Pendekatan perbandingan hukum substantif. 2. Pendekatan perbandingan infrastruktir hukum. Perbandingan
hukum
substantif
yang dimaksudkan di
sini
adalah
perbandingan hukum yang memperbandingkan antara dua atau lebih dari
76
77
Sunarmi, op.cit, hlm. 7 Munir Fuady, op.cit., hal 15
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hukum substantif, seperti perbandingan tentang hukum pidana, kontrak, hukum tata negara, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan perbandingan infra struktur hukum, justru yang diperbandingkan adalah infra struktur dari hukum. Dalam hal ini, yang diperbandingkan antara lain adalah kultur hukum, sejarah hukum, metode pembagian hukum, sumber hukum, dan lain-lain. Umumnya,
pendekatan
perbandingan
yang
dilakukan
dengan
menggunakan komparasi mikro, yaitu memperbandingkan isi aturan hukum negara lain yang spesifik dengan aturan hukum yang diteliti, atau dapat juga dalam rangka mengisi kekosongan dalam hukum positif. Penelitian seperti itu hanya dilakukan terhadap unsur-unsur yang dapat diperbandingkan (tertium comparationis) dengan bahan hukum yang menjadi fokus penelitian. Sekali lagi Meuwissen mengingatkan bahwa, ―Perbandingan hukum dapat berfungsi sebagai
ilmu
bantu
terhadap
dogmatik
hukum,
dalam
arti
ia
mempertimbangkan pengaturan dan penyelesaian-penyelesaian tertentu dari tatanan hukum lain dan menilai keadekuatan mereka untuk hukum sendiri‖.78 Peter mahmud menekankan bahwa dengan menggunakan pendekatan komparatif, penulis harus mengumpulkan ketentuan perundang-undangan ataupun putusan-putusan pengadilan negara lain mengenai isu hukum yang hendak dipecahkan. Dalam hal ini disarankan untuk melakukan perbandingan dengan negara-negara yang mempunyai sistem hukum yang sama, misalnya Belanda atau Jepang atau negara Eropa dan Amerika Latin. Akan tetapi hal itu bergantung dengan isu hukum yang diajukan. Apabila memang isu hukum yang diajukan bersifat universal misalnya tentang Hak Kekayaan Intelektual, dapat saja dilakukan perbandingan dengan negara dengan sistem hukum yang berbeda. Hanya saja kuncinya, bahwa harus ada reasoning mengapa harus membandingkan dengan negara tersebut.79
78
79
D. H. M. Meuwissen, Rechtswetenschap dikutip dari Johny Ibrahim, op.cit., hal 316 Peter Mahmud, op.cit., hlm 195
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peter Mahmud juga menyatakan bahwa melakukan perbandingan harus mengungkapkan persamaan dan perbedaan. 80 Di samping itu, Munir Fuady menjabarkan bahwa untuk dapat mempelajari ilmu perbandingan hukum dengan baik, diperlukan beberapa prasyarat bagi pihak yang akan mempelajari ilmu perbandingan hukum, yaitu sebagai berikut81: 1. Asumsi bahwa semua sistem hukum dari satu negara dengan negara lain secara umum mempunyai derajat yang sama. 2. Asumsi bahwa semua tradisi hukum secara umum mempunyai derajat yang sama. 3. Asumsi bahwa tidak ada dua sistem hukum yang persis sama. Ketidaksamaan tersebut disebabkan oleh perbedaan sejarah, nilai sosial, agama, kebudayaan, perkembangan ekonomi, dan lain-lain. 4. Menghindari sikap suka atau tidak suka (like or dislike) terhadap berbagai sistem hukum yang diperbandingkan. 5. Mempelajari perbandingan hukum bukan untuk memuji atau menghina hukum dalam sistem hukum tertentu, tetapi hanya untuk mengetahui mengapa negara tertentu mempunyai sistem hukum seperti itu. 6. Menggunakan pendekatan dialektikal, sehingga harus diasumsikan bahwa tidak ada sistem hukum yang benar-benar buruk atau benarbenar bagus. Kegiatan perbandingan hukum bermanfaat bagi penyingkapan latar belakang terjadinya ketentuan hukum tertentu untuk masalah yang sama dari dua negara atau lebih. Penyingkapan ini dapat dijadikan rekomendasi bagi
80
Ibid; hlm 135
81
Munir Fuady, op.cit., hlm 18
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyusunan atau perubahan perundang-undangan.
82
Menurut Soerjono
Soekanto, kegunaan perbandingan hukum adalah sebagai berikut83: 1. Memberikan pemahaman tentang persamaan dan perbedaan di antara pengertian dasar dari berbagai bidang tata hukum 2. Mempermudah untuk mengadakan keseragaman hukum (unifikasi). Kepastian hukum, dan kesederhanaan hukum. 3. Memberikan pegangan atau pedoman tentang keanekawarnaan hukum yang harus diterapkan. 4. Memberikan bahan-bahan tentang faktor-faktor hukum apakah yang perlu dikembangkan atau dihapuskan berangsur-angsur demi integrasi masyarakat. 5. Memberikan bahan tentang hal-hal apa yang diperlukan untuk mengembangkan hukum antar tata hukum pada bidang-bidang di mana kodifikasi dan unifikasi terlalu sulit untuk diwujudkan. 6. Untuk memecahkan masalah-masalah hukum secara adil dan tepat, jadi bukan
hanya
sekedar
menemukan
persamaan
atau
dan/atau
perbedaannya saja. 7. Memberikan kemungkinan untuk mengadakan pendekatan fungsional. Yakni pendekatan dari sudut masalah hukum yang dihadapi dengan terlebih dahulu menemukan hakikatnya. 8. Mendapatkan bahan untuk dianalisis tentang motif-motif politis, ekonomis, sosial dadnpsikologis yang menjadi latar belakang suatu aturan, traktat, kebiasaan atau yurisprudensi. 9. Berguna bagi pelaksanaan pembaharuan hukum 10. Untuk mempertajam dan mengarahkan proses penelitian hukum. 11. Memperluas kemampuan untuk memahami sistem hukum yang ada serta penegakan hukum yang adil dan tepat.
82
Peter Mahmud, op.cit., hal 133
83
Munir Fuady, op.cit., hlm 21
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Politik Hukum dan Harmonisasi Hukum Salah satu tugas utama politik hukum nasional adalah selalu mengawal dan mengalirkan hukum-hukum yang sesuai dengan dan dalam rangka menegakkan konstitusi. Pembangunan politik hukum nasional harus selalu dijaga agar tidak menyimpang dari aliran konstitusi dan sumber nilai yang mendasarinya. Hukum atau sistem legal nasional harus dipandang sebagai sistem yang holistik dan mencakup hubungan antara sistem sosial, sistem politik dan sistem ekonomi dengan sistem hukum.84 Harmonisasi hukum adalah upaya mencari titik temu dari prinsip yang bersifat fundamental dari berbagai sistem hukum yang ada. Usaha untuk melakukan harmonisasi sistem hukum berkenaan dengan terjadinya ketidakseimbangan dan perbedaan unsur-unsur sistem hukum, dilakukan dengan cara menghilangkan ketidakseimbangan dan melakukan penyesuaian terhadap unsur-unsur sistem hukum yang berbeda itu. Harmonisasi bukanlah unifikasi hukum yang memberlakukan satu macam hukum tertentu kepada semua rakyat di negara tertentu.85 Harmonisasi
dalam
hukum
mencakup
penyesuaian
peraturan
perundang-undangan, keputusan pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan peningkatan kesatuan hukum, kepastian hukum, keadilan dan kesebandingan, kegunaan dan kejelasan hukum, tanpa mengaburkan dan mengorbankan pluralisme hukum.
86
Tanpa adanya
harmonisasi hukum dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan bermasyarakat, ketidaktertiban dan rasa tidak dilindungi, sehingga kepastian hukum akan dirasakan sebagai kebutuhan yang hanya dapat terwujud melalui
84
Sofian Efendi, Politik Hukum atau Kebijakan Hukum, makalah, Yogyakarta 7 Agustus 2006
85
Muhammad Bakri, Unifikasi dalam Pluralisme Hukum Tanah di Indonesia (Rekonstruksi Konsep Unifikasi dalam UUPA), Kerta Prathika, Malang, 2008, hlm. 2
86
L.M. Gandhi, loc.cit.
commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harmonisasi hukum. 87 Di sisi lain, dengan menempuh langkah harmonisasi hukum demikian, norma-norma hukum yang dihasilkan lebih mempunyai nilai-nilai yang bersifat transnasional.88 Secara teoritis dikenal tiga model harmonisasi hukum, yaitu tinkering harmonization,
following
harmonization
dan
leading
harmonization.
Tinkering harmonization merupakan harmonisasi hukum melalui optimalisasi penerapan hukum yang ada (existing law) dengan beberapa penyesuaian, dengan pertimbangan efisiensi. Following harmonization, menunjuk pada harmonisasi hukum bidang-bidang tertentu yang ditujukan untuk penyesuaian hukum yang ada (existing law) dengan perubahan-perubahan sosial. Leading harmonization, menunjuk pada penerapan atau penggunaan hukum untuk melakukan perubahan-perubahan sosial. Langkah ideal yang dapat ditempuh dalam harmonisasi hukum, sebagaimana dikemukakan oleh L. Friedman, adalah melakukan penyesuaian unsur-unsur tatanan hukum yang berlaku dalam kerangka sistem hukum nasional (legal system) yang mencakup komponen materi hukum (legal substance), komponen struktur hukum beserta kelembagaannya (legal structure) dan komponen budaya hukum (legal culture).89 Dengan demikian harmonisasi sistem hukum nasional melibatkan mata rantai hubungan ketiga komponen sistem hukum tersebut dalam kerangka sistem hukum nasional. Selanjutnya memperhatikan sistem hukum nasional sebagai masukan, yaitu memperhitungkan keberadaan sistem hukum nasional yang sedang berjalan (existing legal system), yang menyangkut unsur-unsur substansi hukum, tata hukum yang terdiri tatanan hukum eksternal yaitu peraturan perundang-undangan, hukum tidak tertulis termasuk hukum adat dan yurisprudensi serta tatanan hukum internal yaitu asas-asas hukum yang
87
Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum dalam Perspektif Perundang-undangan: Lex Specialis Suatu Masalah, JP Book, Surabaya, 2006, hlm. 100
88
Ibid
89
L.M. Gandhi, op.cit., hlm. 84-85
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melandasinya, struktur hukum beserta kelembagaannya (legal structure), yang terdiri atas berbagai institusional atau kelembagaan publik dengan para pejabatnya.90 E. Teori Kontraktual Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 melihat hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan sebagai suatu hubungan kontraktual yang ditunjukkan pada Pasal 1 yang berbunyi ―simpanan adalah dana yang dipercayakan
oleh
masyarakat
kepada
bank
berdasarkan
perjanjian
penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.‖ 1. Pengertian Kontrak Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomsrecht.91 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.92 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Pengaturan umum tentang kontrak diatur dalam KUHPerdata buku III. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
90
Ibid.
91
Salim H.S, ―Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,‖ Cet. II, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 3
92
Subekti , Hukum Perjanjian, ctk. XII, PT. Intermasa, Jakarta, 1990, hlm. 1.
commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, di mana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Di samping perjanjian dan kontrak, masih dikenal istilah persetujuan atau dalam bahasa Inggris disebut agreement. Sama seperti yang dimaksud oleh perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian agreement dalam pengertian luas dapat berarti sebagai kesepakatan yang mempunyai konsekuensi hukum dan juga kesepakatan yang tidak mempunyai konsekuensi hukum. Agreement akan mempunyai kualitas atau pengertian perjanjian atau kontrak apabila ada akibat hukum yang dikenakan terhadap pelanggaran janji (breach of contract) dalam agreement tersebut. Dalam pengertian kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat, maka agreement sama artinya dengan perjanjian. Dari uraian ini dapat disimpulkan istilah kontrak juga merupakan agreement karena agreement dalam bahasa Indonesia merupakan perjanjian, sedangkan sebuah perjanjian merupakan persetujuan yang melahirkan perikatan, maka istilah perjanjian, kontrak, ataupun agreement memiliki pengertian yang sama. Dalam paparan tulisan ini, penggunaan ketiga istilah itu merujuk kepada hal yang sama. Sekalipun dalam KUHPerdata definisi dari perikatan tidak dipaparkan secara tegas, akan tetapi dalam Pasal 1233 KUHPerdata ditegaskan bahwa perikatan selain dari Undang-undang, perikatan dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan dengan maksud dari pasal 1233 KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari commit to user perjanjian itu sendiri.
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagai bahan perbandingan untuk membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Prof Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut: Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.‖93 Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut: ―Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.‖94 Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum antara pihak-pihak yang diikat di dalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan. Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak, jadi sumbernya benar-benar kebebasan pihakpihak yang ada untuk diikat dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan perikatan selain mengikat karena adanya kesepakatan juga mengikat karena diwajibkan oleh undang undang, contohnya perikatan antara orangtua dengan anaknya muncul bukan karena adanya kesepakatan dalam perjanjian diantara ayah dan anak tetapi karena perintah undang-undang. 2. Asas-asas Hukum Kontrak Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain 93
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003, hlm.87
94
Ibid; hlm 123
commit to user
53
perpustakaan.uns.ac.id
adalah:
asas
digilib.uns.ac.id
kebebasan
berkontrak
(freedom
of
contract),
asas
konsensualisme (concensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud: a. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract) Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: ―Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.‖ Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: 1) membuat atau tidak membuat perjanjian; 2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun; 3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta 4) menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. 95 Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam ―kebebasan berkontrak‖. Teori ini menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan
sosial
ekonomi
masyarakat.
Paham
individualisme
memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. 95
Salim HS, op.cit, hlm. 9
commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini kemudian tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan. 96 Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah maka terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Oleh karena itu, melalui intervensi pemerintah inilah terjadi pemasyarakatan hukum kontrak/ perjanjian. b. Asas Konsensualisme (Concensualism) Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis 96
Ibid
commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian adalah apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian. c. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. d. Asas Itikad Baik (Good Faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: ―Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.‖ Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.97 e. Asas Kepribadian (Personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: ―Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.‖ Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: ―Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.‖ Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: ―Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.‖ Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya
97
JM.Van Dunne dan Van der Burght,Gr. Perbuatan Melawan Hukum, Dewan Kerja sama Ilmu commit to user Hukum Belanda dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujung Pandang, 1988, hlm 15
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas. Di samping kelima asas yang telah diuraikan diatas, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman RI pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskannya delapan asas hukum perikatan nasional. 98 Kedelapan asas tersebut sebagai pelengkap dari kelima asas sebelumnya adalah sebagai berikut: f. Asas Kepercayaan Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka dibelakang hari. g. Asas Persamaan Hukum Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibedabedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras. h. Asas Kesimbangan Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
98
Tim Naskah Akademis BPHN, Naskah commitAkademis to user Lokakarya Hukum Perikatan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1985
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
i. Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. j. Asas Moralitas Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya. k. Asas Kepatutan Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Awsas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. l. Asas Kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. m. Asas Perlindungan Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah. Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/ perjanjian commit to user dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa keseluruhan asas di atas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak. F. Teori Stakeholders dan Teori Legitimasi 1. Teori Stakeholders Stakeholders yang biasa diartikan sebagai pemangku kepentingan adalah pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, dan karenanya kelompok tersebut mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh perusahaan 99 , yang dalam hal ini adalah Bank. Definisi lain dilontarkan oleh Rhenald Kasali sebagaimana dikutip oleh Yusuf Wibisono, yang menyatakan bahwa yang dimaksud para pihak adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Dalam hal ini Rhenald Kasali membagi stakeholders menjadi sebagai berikut100: a. Stakeholders Internal dan Stakeholders Eksternal Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer, dan pemegang saham (shareholder), sedangkan stakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada di luar lingkungan organisasi seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers, dsb.
99
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Grafika, Surakarta, 2007, hal. 96
100
Ibid; hlm. 96-98
commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Stakeholders Primer, Stakeholders Sekunder dan Stakeholders Marjinal Dalam hal ini stakeholders yang paling penting disebut stakehoders primer dan stakeholders yang kurang penting disebut stakeholders sekunder, sedangkan yang biasa diabaikan disebut stakeholders marjinal. Urutan prioritas ini bagi setiap perusahaan berbeda-beda, meskipun produk atau jasanya sama dan bisa berubahubah dari waktu ke waktu. c. Stakeholders Tradisonal dan Stakeholders Masa Depan Karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholders tradisional. Karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi, sedangkan stakeholders masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti, dan konsumen potensial. d. Proponents, Opponents, dan Uncommitted (Pendukung, Penentang, dan yang Tidak Peduli) Di antara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents) dan yang tidak peduli atau abai (uncommitted). Dalam hal ini, organisasi perlu untuk mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini, agar dengan jernih dapat melihat permasalahan, menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proporsional. e. Silent Majority dan Vocal Minority (Pasif dan Aktif) Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan penentangan atau dukungannya secara vokal (aktif) namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif). commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Teori Legitimasi Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat. Teori tersebut dibutuhkan oleh institusi-institusi untuk mencapai tujuan agar kongruen dengan masyarakat luas. Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. 101 Teori legitimasi menganjurkan perusahaan (bank) untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Dengan adanya penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dapat mendorong atau membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan investasi. Seperti diindikasikan di atas, salah satu faktor yang banyak dibahas oleh peneliti dalam dunia perbankan mengenai pengaturan rahasia bank adalah untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat khususnya atas kelangsungan
organisasi
dan
peningkatan
devisa
negara
dengan
meningkatnya jumlah dana simpanan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pandangan ini dicakup dalam teori legitimasi. Teori legitimasi, sama seperti teori lain, yaitu teori political ekonomi dan teori stakeholder dipandang sebagai teori orientasi sistem. Menurut Gray et al; ―..a systems-oriented view of the organisation and society ...permits us to focus on the role of information and disclosure in the relationship(s) between organisations, the State, individuals and groups.‖102 Teori legitimasi menyarankan organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat di mana mereka berada. 101
Tri Juniati Andayani, Corporate Social Responsibility (Csr) Disclosure Alternatif Pengambilan Keputusan Bagi Investor, terdapat dalam www.wordpress.com
102
Meutia, 2008, Menyibak Kepentingan Dibalik Pengungkapan Tanggungjawab Sosial, commit to user mymeutia.blogspot.com., 1 November 2010, 15.20
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995). 103 Lindblom (1993) dan Dowling dan Pfefer (1975) mengatakan bahwa terdapat empat strategi legitimasi yang dapat diadopsi organisasi ketika mereka dihadapkan pada gangguan atas legitimasinya atau jika dipandang terdapat gap legitimasi. Gap legitimasi terjadi jika kinerja perusahaan tidak sesuai dengan harapan dari masyarakat yang relevan atau stakeholder. Dalam hal ini suatu organisasi dapat :104 1) Merubah outputnya, metode atau tujuan agar sesuai dengan harapan dari masyarakat yang relevan dan kemudian mereka menginformasikan perubahan ini kepada kelompok masyarakat tersebut. 2) Tidak
mengubah
output,
metode
ataupun
tujuan,
tapi
mendemonstrasikan kesesuaian dari output, metode dan tujuan melalui pendidikan dan informasi. 3) Mencoba
untuk
mengubah
persepsi
dari
masyarakat
dengan
menghubungkan organisasi dengan simbol-simbol yang memiliki status legitimasi yang tinggi dan 4) Mencoba untuk mengubah harapan masyarakat dengan menyesuaikan harapan mereka dengan output, tujuan dan metode organisasi. Legitimasi berkaitan dengan keterterimaan dan penerimaan, masuk akal, kesesuaian dan kesamaan. Suchman memperkenalkan definisi yang mengaitkan kesemuanya, legitimasi adalah persepsi atau asumsi yang menerangkan bahwa suatu perilaku pada sebuah lingkungan sosial diharapkan, tepat dan sesuai dengan banyak sistem sosial.105 Oleh karena 103
Ibid.
104
Ibid
105
David l. Deephouse and Suzanne M, An Examination Of Differences Between Organizational Legitimacy And Organizational Reputation, dalam Journal of Management commit to user Studies, 42:2 March 2005, Blackwell Publishing Ltd, USA, 2005.
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu, terlihat bahwa unsur pusat dari legitimasi adalah pertemuan dan ikatan pada apa yang masyarakat harapkan dari sistem sosial yang terbangun dari norma, nilai dan kepercayaan. Sebagai contoh, Lawrence menyarankan bahwa legitimasi mengindikasikan bahwa seseorang tepat untuk profesi tertentu.106 Yakni karena dia memiliki pengetahuan, bakat dan kompetensi untuk menjadi bagian dari profesi itu. Teori legitimasi mengandung pengertian bahwa aktivitas berupa tanggung jawab sosial perusahaan, dalam hal ini perbankan, merupakan suatu usaha yang berkenaan dengan tekanan dari lingkungan sekitar, misalnya tekanan politis, sosial ataupun ekonomi. Pihak manajemen berusaha untuk mencari kesepahaman diantara sudut pandang orang lain terhadap nilai sosial yang dimilikinya serta apa yang dianggap oleh masyarakat sebagai dorongan sosial yang paling sesuai (Mathews, 1993)107. Jika suatu perusahaan tidak memperlihatkan kepada masyarakat bahwa mereka menggunakan apa yang menjadi bahan pertimbangan masyarakat maka hal itu akan sangat sesuai daripada menggunakan usahanya sendiri untuk melanjutkan proses pelaksanaan yang sangat mungkin memiliki pengaruh yang merugikan. Teori legitimasi sangatlah berkaitan dengan konsep kontak sosial. Teori ini mengandung pengertian bahwa bisnis yang berkait erat dengan kontrak sosial di mana pihak perusahaan telah setuju untuk menyediakan berbagai aksi dari kebutuhan masyarakat sekitar untuk memperoleh persetujuan untuk tujuannya atau pemberiannya tersebut, dan hal ini secara penuh juga menjamin keberlangsungan dari perusahaan tersebut di masyarakat. Berkaitan dengan konteks hubungan organisatoris didalam masyarakat, teori legitimasi muncul untuk menekankan keberlangsungan perusahaan dalam memastikan bahwa mereka bekerja sesuai dengan ikatan 106
107
Ibid. Andre Kah Hin KHOR, ‖ Social Contract Theory, Legitimacy Theory and Corporate Social and Environmental Disclosurecommit Policies:toConstructing a Theoretical Framework‖. Dala user Jurnal Social Science Research Network. Nottingham University Business School.
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan norma dari masyarakat sekitar yang sangat mereka hormati itu sehingga mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktivitas yang mereka lakukan diperlukan oleh pihak lain di luar keduanya bahwa usaha yang mereka lakukan ―legitimate‖ (benar atau valid). G. Teori Hukum Responsif Sebagai penggagas teori hukum responsif, Philippe Nonet dan Philip Selznick memberikan sebuah konsepsi yang cukup mendalam tentang apa itu hukum responsif. Menurut keduanya, hukum yang baik seharusnya memberikan sesuatu yang lebih daripada sekedar prosedur hukum. Hukum tersebut harus berkompeten adil dan juga harus mampu mengenali keinginan publik dan punya komitmen terhadap tercapainya keadilan substantif.108 Menurutnya pencarian hukum responsif merupakan upaya terusmenerus yang dilakukan oleh teori hukum modern. Hukum responsif berusaha mengatasi dilema antara integritas dan keterbukaan, suatu institusi responsif mempertahankan secara kuat hal-hal yang esensial bagi integritasnya sembari tetap memperhatikan atau memperhitungkan keberadaan kekuatan-kekuatan baru di dalam lingkungannya. Untuk melakukan ini hukum responsif memperkuat cara-cara di mana keterbukaan dan integritas dapat saling menopang walaupun terdapat benturan di antara keduanya. Hukum responsif menganggap tekanan-tekanan sosial sebagai sumber pengetahuan dan kesempatan untuk mengoreksi diri. Oleh karena itu diperlukan panduan berupa tujuan, tujuan-tujuan ini menetapkan standar untuk mengkritisi tindakan yang mapan dan karenanya membuka kesempatan untuk terjadinya perubahan. Pada saat yang bersamaan, jika benar-benar dijadikan pedoman tujuan dapat mengontrol diskresi administratif, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya penyerahan
108
commit to user
Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, Nusa Media, Bandung, 2008, hlm. 6
65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
institusional. Sebaliknya ketiadaan tujuan berakar pada kekakuan serta oportunisme. Hukum responsif beranggapan bahwa tujuan dapat dibuat cukup obyektif dan cukup berkuasa untuk mengontrol pembuatan peraturan yang adaptif. Ciri khas hukum responsif adalah mencari nilai-nilai tersirat yang terdapat dalam peraturan dan kebijakan. Suatu contoh yang lazim untuk hal ini adalah doktrin "due process". Sebagai doktrin kontitusional "due process" mungkin hanya dipahami sebagai nama untuk serangkaian peraturan, yang dipaparkan secara historis, yang melindungi hak-hak atas pemberitahuan (right of notice), untuk didengar dalam persidangan, peradilan dengan sistem juri, dan hal lain semacam itu. Secara lebih spesifik hukum responsif mendorong dan mengembangkan kesopanan dalam dua cara pokok yaitu: 1) Mengatasi kondisi sempitnya pandangan dalam moralitas komunal. Otoritas tujuan yang tumbuh cenderung mengurangi preskripsi dan simbolisme. Hukum responsif menuntut bahwa kebiasaan dan moralitas, sejauh moralitas dan kebiasaan ini mengklaim otoritas hukum, harus dijustifikasi oleh suatu penilaian rasional mengenai pengorbanan dan manfaat. Salah satu akibatnya adalah tekanan untuk mendeskriminilisasi
pelanggaran-pelanggaran
terhadap
nilai-nilai
moral yang berlaku. Tatanan hukum lalu lebih beradab, atau tepatnya bahwa tatanan tersebut menjadi lebih santun, lebih menerima keragaman budaya, tidak terlalu mudah menjadi kejam terhadap halhal yang menyimpang dan eksentrik. Hal ini tidak lantas berarti bahwa hukum melepaskan diri dan konsensus moral masyarakat. Ia hanya lebih menemukan konsensus di dalam aspirasi-aspirasi yang umum daripada di dalam norma perilaku yang spesifik, ia berusaha mengklarifikasi nilai-nilai yang dipertaruhkan dalam tatanan moral, sehingga akan membebaskan budaya dan tafsiran-tafsiran sempitnya. 2) Mendorong suatu pendekatan baru terhadap krisis-krisis ketertiban commit to userberpusat pada masalah (problem umum yaitu suatu pendekatan yang
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
centered) dan yang integratif secara sosial. Menurut hukum responsif rekontruksi hubungan sosial dianggap sebagai sumber utama untuk mencapai ketertiban umum. Dengan kata lain, hukum responsif dapat lebih siap mengadopsi "paradigma politik" dalam meninterpretasikan ketidakpatuhan dan ketidaktertiban. Paradigma tersebut menggunakan suatu model pluralistik dari struktur kelompok di dalam masyarakat, dan karenanya menekankan realitas dan meneguhkan legitimasi konflik sosial. Ketidakpatuhan mungkin dapat dilihat sebagai perbedaan pendapat, dan penyimpangan sebagai munculnya suatu gaya hidup baru, kerusuhan tidak dianggap sebagai aksi massa yang tidak masuk akal atau sekedar merusak namun dipuji karena relevansinya sebagai proses sosial. Dengan jalan ini, seni negosiasi, diskusi, dan kompromi secara politis dan juga sopan ikut dilibatkan. Aliran hukum ini juga mengatakan bahwa "ideal pokok" hukum resposif adalah legalitas. Bahwa kontinuitas dipertahankan, namun ideal mengenai legalitas seharusnya tidak dikacaukan dengan pernak-pernik "legalisasi", pengembangan peraturan dan formalitas prosedural. Pola-pola birokratis yang diterima sebagai due process (dipahami sebagai "bidang rintangan") atau sebagai akuntabilitas (dipahami sebagai dipenuhinya peraturan-peraturan jabatan) merupakan hal yang asing bagi hukum responsif. Ideal mengenai legalitas perlu dipahami secara lebih umum dan dibebaskan dari formalisme. Berikut bagan tiga tipe hukum menurut Nonet dan Selznick109:
Tabel 1. 3 Tipe Hukum Menurut Nonet dan Selznick Hukum Represif Tujuan Hukum Legitimasi
109
Ibid; hlm.19
Hukum Otonom
Ketertiban Legitimasi Ketahanan sosial dan Keadilan tujuan Negara prosedural
commit to user
67
Hukum Responsif Kompetensi Keadilan subtantif
perpustakaan.uns.ac.id
Peraturan
digilib.uns.ac.id
Keras dan rinci namun berlaku lemah terhadap pembuat hukum Ad hoc; memudahkan pencapaian tujuan dan bersifat partikular
Luas dan rinci; mengikat penguasa maupun yang dikuasai Sangat melekat pada otoritas legal; rentan terhadap formalisme dan legalisme
Subordinat dari prinsip dan kebijakan
Diskresi
Sangat luas;oportunistik
Dibatasi oleh peraturan;delegasi yang sempit
Luas tetapi sesuai dengan tujuan
Paksaan
Ekstensif; dibatasi secara lemah
Dikontrol oleh batasan-batasan hukum
Moralitas
Moralitas komunal; moralisme hukum; moralitas pembatasan Hukum subordinat terhadap politik kekuasaan
Moralitas kelembagaan yakni dipenuhi dengan integritas proses hukum Hukum independen dari politik; pemisahan kekuasaan Penyimpangan peraturan yang dibenarkan, misalnya, untuk menguji validitas undang-undang atau perintah Akses dibatasi oleh prosedur baku muncul kritik atas hukum
Pencarian positif bagi berbagai alternatif, seperti insentif, sistem kewajiban yang mampu bertahan sendiri Moralitas sipil; moralitas kerjasama
Pertimbangan
Politik
Harapan akan Ketaatan
Tanpa syarat; ketidaktaatan dihukum sebagai pembangkangan
Partisipasi
Pasif; kritik dilihat sebagai ketidaksetiaan
commit to user
68
Purposif (berorientasikan tujuan); perluasan kompetensi kognitif
Terintegrasinya aspirasi hukum dan politik, keberpaduan kekuasaan Pembangkangan dilihat dari aspek bahaya subtantif dipandang sebagai gugatan terhadap legitimasi Aspek diperbesar dengan integrasi advokasi hukum dan sosial
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H. Teori Prinsip Legalitas Lon L Fuller Lon L. Fuller (1902-1978) berpandangan bahwa peran utama manusia bukan akalnya dan juga bukan kemauannya, tetapi kemampuannya berkomunikasi dengan orang lain110. Dengan demikian tingkah laku manusia dapat diarahkan dan apakah hal itu akan berhasil tergantung dari ketrampilan mengarahkan dari orang yang menyusun peraturan. Bertolak dari teori Fuller yang mengatakan bahwa hukum itu adalah suatu ketrampilan, yaitu suatu seni111. Dengan demikian dianalogikan dengan seorang juru gambar maka seorang ―pembentuk hukum‖ haruslah seorang ahli. Aturan hukum Fuller dapat dibandingkan dengan undang-undang ―alamiah‖ yang berlaku bagi arsitek, yang mengharapkan rumah yang harus dibangun itu konstruksinya baik dan tepat untuk tujuannya seperti yang direncanakan. Rumah tersebut harus menjadi rumah yang ―nyaman‖ bagi para penghuninya, sehingga mereka dapat tinggal dengan senang. Dengan pemikiran yang sama, pembuat peraturan harus menjaga bahwa stelsel hukum yang dikonstruksikannya benfungsi dengan baik dan hal yang tidak boleh dilupakan bahwa hukum haruslah tersedia untuk komunikasi yang lancar dan menyenangkan bagi para warga negara112. Lon L. Fuller membedakan antara ―morality of duty‖ (eksternal) dan ―morality of aspiration‖ (internal) 113 . Dengan demikian, menurut Fuller, hukum memiliki arti ganda, yaitu ke luar hukum adalah suatu kewajiban, sedangkan ke dalam, hukum itu adalah ―pekerjaan mencipta‖. Menurut Fuller, untuk mengukur dan memberikan kualifikasi terhadap hukum sebagai
110
Thomas W. Strahan, The Natural Law Philosophy of Lon L. Fuller in Contrast to Roe v. Wadw and Its Progeny, University Faculty for Life, Nebraska, 2007, hlm. 94
111
Kusnu Goesniadhie, Harmonization of http://kgsc.wordpress.com/harmonization-of-law/
112
Colleen Murphy, Lon Fuller and The Moral Value of The Rule of Law, dalam Journal of Law and Philisiphy (2005), Edisi 24, accepted on 15 january 2004, hlm. 254
113
Barry Macleod, Lon L. Fuller and The Enterprise of Law, Libertarian Alliance, London, 1995, commit to user hlm. 2
69
Law,
1009,
terdapat
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sistem hukum harus mengandung moralitas tertentu yang diletakkan pada ‗eight negative criteria‘sebagai ‗principles of legality‘. Moralitas tertentu
yang
dapat
memungkinkan
terjadinya
hukum,
disebutnya
sebagai ―internal morality‖hukum, ―…set out by Fuller as ‗eight ways to fail to make law‘…‖. Disebutnya sebagai ―internal‖ sebab, ―… they are implicit in the concept of law‖, dan sebagai ―morality‖ sebab, ―… they set up standards for evaluating official conduct‖114. Eight negative criteria yang berfungsi sebagai principles of legality (prinsip legalitas) Fuller yang diperlukan dalam suatu sistem hukum yang baik adalah sebagai berikut: 1) The lack of rules or law, which leads to ad-hoc and inconsistent adjudication. Suatu sistem hukum harus berupa aturan umum, mengandung suatu peraturan-peraturan, tidak boleh sekadar keputusan-keputusan yang bersifat ad-hoc. Dalam hal ini akan ada aturan-aturan sebagai pedoman dalam pembuatan keputusan. Perlunya sifat tentang persyaratan sifat keumuman, artinya memberikan bentuk hukum kepada otoritas berarti bahwa keputusan-keputusan otoritatif tidak dibuat atas suatu dasar ad hoc dan atas dasar kebijakan yang bebas, melainkan atas dasar aturan-aturan yang umum. 2) Failure to publicize or make known the rules of law. Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus dipublikasikan kepada masyarakat luas. Aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi otoritas tidak boleh dirahasiakan melainkan harus diumumkan. Seringkali otoritas-otoritas cenderung untuk tidak mengumumkan aturan-aturan dengan tujuan mencegah orang mendasarkan klaim-klaimnya atas aturanaturan tersebut, sehingga aturan-aturan tadi mengikat otoritas-otoritasnya sendiri;
114
commit to user
Lon L Fuller, The Morality of Law, dikutip dari Kusnu Goesniadhie, Loc Cit.
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Unclear or obscure legislation that is impossible to understand; Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang mudah dimengerti. Hal ini sangat diperlukan sehingga tidak ada multi tafsir terhadap suatu peraturan yang dikarenakan tidak jelasnya isi peraturan itu sendiri. 4) Retroactive legislation; (aturan tak boleh berlaku surut) Aturan-aturan harus dibuat untuk menjadi pedoman bagi kegiatankegiatan di kemudian hari, artinya, hukum tidak boleh berlaku surut. Peraturan yang berlaku surut akan merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang. 5) Contradictions in the law; Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain. 6) Demands that are beyond the power of the subjects and the ruled; Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkaitan dengannya. Dengan kata lain, hukum tidak boleh memerintahkan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan; 7) Unstable legislation; Dalam hukum harus ada ketegasan. Tidak boleh ada kebiasaan untuk mengubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi. Hukum tidak boleh diubah sewaktu-waktu. 8) Divergence between adjudication/administration and legislation Harus ada konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-harinya. Dalam hal ini termasuk tindakan pejabat juga harus konsisten dengan hukum yang berlaku. commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id
I.
digilib.uns.ac.id
Penelitian yang Relevan Hasil-hasil penelitian antara lain : 1. Penulisan Tesis, 2003 oleh Rita Susanti yang berjudul Pelaksanaan Peraturan Rahasia Bank Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 di Indonesia. 2. Penulisan Tesis, 2005 oleh Hartono yang berjudul Ketentuan Rahasia Bank dan Tindak Pidana Pencucian Uang: Suatu Analisis Yuridis. Kedua penelitian ini membahas terkait implementasi Rahasia Bank yang ada di Indonesia dengan studi kasus bank-bank serta kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang. Perbedaan dengan penulisan ini bahwa penulisan ini berkaitan dengan perbandingan pengaturan rahasia bank yang ada di Indonesia dengan di Negara Swiss dan Singapura dengan kaitannya pada usaha peningkatan cadangan devisa negara. Selain itu juga membahas kelebihan dan kekurangan pengaturan rahasia bank yang ada di Indonesia dikaitkan dengan teori-teori yang ada.
J.
Kerangka Berfikir Kerangka pemikiran ini dibuat berdasarkan fenomena pentingnya pengaturan Rahasia Bank dalam upaya peningkatan jumlah simpanan dari luar negeri sehingga cadangan devisa negara dapat meningkat. Dalam menjawab permasalahan menggunakan teori
Stakeholder dan Teori
Legitimasi yang nantinya akan dikaitkan dengan teori Hukum Responsif. Teori bermaksud meningkatkan cadangan devisa negara dengan menciptakan pengaturan rahasia bank yang sesuai dengan melihat kelebihan dan kekurangan pengaturan rahasia bank itu sendiri. Kerangka Pemikiran itu dapat terlihat pada bagan sebagai berikut :
commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN Bank Lembaga Intermediasi
Lembaga Kepercayaan
Upaya Peningkatan Devisa Negara Melalui Pengaturan Rahasia Bank Teori Mutlak (Absolute Theory) dan Teori Relatif (Relative Theory) Rahasia Bank Teori Stakeholder Teori Legitimasi Teori Hukum Responsif dari Philippe Nonet dan Philip Selznick Teori Prinsip Legalitas Lon L Fuller Teori Kontraktual Harmonisasi Hukum Rahasia Bank
INDONESIA
SWISS
UU No. 14 Tahun 1967 jo. UU No.7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan UU No. 15 Tahun 2002 jo. UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi UU No. 30 Tahun 2002 tantang Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks of 1934; Status as of 1 January 2009 Swiss Civil Code of 1907 Swiss Federal Act on Labour 1911
SINGAPURA Singapore Banking Act Cap 19, 2008 Rev Ed Third Schedule of Singapore Banking Act, 2008 Rev Ed Singapore Monetary Authority Act Cap 186, 1999 Rev Ed
Upaya peningkatan cadangan devisa negara
Kelebihan dan kekurangan Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia
commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah alat untuk mencari jawab dari suatu permasalahan115. Agar dapat dipercaya kebenarannya suatu penelitian ilmiah harus disusun dengan menggunakan suatu metode yang tepat. Kata metode berasal dari Bahasa Inggris ―method‖, Bahasa Latin ―methodus‖, Bahasa Yunani ―methodos‖, dengan asal kata ―meta‖ yang berarti sesudah atau di atas, dan ―hodos‖ yang berarti suatu jalan atau suatu cara. Van Peursen menerjemahkan pengertian metode secara harfiah, mula-mula metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi: penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.116 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan penelitian merupakan terjemahan dari research – artinya mencari; mencari jawaban
117
, yakni suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologi dan sistematis. Metodologi berarti cara ilmiah untuk mencari kebenaran, sedangkan sistematis berarti sesuai pedoman/ aturan penelitian yang berlaku untuk karya ilmiah. Sedangkan Morris L. Cohen mendefinisikan penelitian hukum sebagai berikut, ―Legal Research is the process of finding the law that governs activities in human society. Selanjutnya Cohen menyatakan bahwa, ―It involces locating both the rules which are enforced by the states and commentaries which explain or analyze these rules.‖118 115
Setiono, Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana UNS, Surakarta, 2005, hlm. 19
116
Johny Ibrahim, op.cit., hlm 25
117
Setiono, Loc. Cit.
118
Morris L. Cohen & Kent C. Olson, Legal Research, dikutip dari Peter Mahmud, op cit, hal 29
commit to user
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Jenis Penelitian Soetandyo Wignyosoebroto mengemukakan lima konsep hukum, sebagimana yang dikutip oleh Setiono, konsep hukum tersebut yaitu:119 1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal. 2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundangundangan. 3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto dan tersistematis sebagai judge made law. 4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial yang empirik. 5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagimana tampak dalam interaksi antar mereka. Penelitian dalam penulisan tesis ini dilakukan dengan mengikuti pendapat Soetandyo Wignyosoebroto tentang lima konsep hukum di atas dan sesuai dengan konsep hukum kedua yaitu hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Dalam konsep normatif, hukum adalah norma yang diidentikkan dengan keadilan yang harus diwujudkan (ius constituendum), ataupun norma yang telah terwujudkan sebagai perintah yang eksplisit dan secara positif telah terumus jelas (ius constitutum) untuk menjamin kepastiannya. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif yaitu ilmu hukum yang obyeknya hukum itu sendiri120. Menurut
119
Setiono, op.cit., hlm. 30
120
Johny Ibrahim, op.cit., hlm. 57
commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Soerjono Soekanto, penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan121. Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundangundangan (statute-approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Pendekatan perundangundangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan pengaturan rahasia bank. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep rahasia bank sehingga diharapkan penormaan dalam aturan hukum tidak lagi memungkinkan ada pemahaman yang ambigu sehingga dapat lebih meningkatkan devisa negara melalui jasa keuangan. Sedangkan, pendekatan perbandingan dilakukan untuk melihat bagaimana negara lain mengatur rahasia bank tersebut, terutama dari negara-negara yang telah terbukti sukses melakukan pengaturan rahasia bank sehingga bisa memberikan sumbangan yang cukup signifikan kepada peningkatan devisa negara. Masukan dari badan hukum negara lain akan menjadi bahan analisis terhadap apa yang sama dan apa yang mungkin berbeda dalam penormaan aturan rahasia bank. Penelitian normatif yang dilakukan juga disebut dengan penelitian doktrinal yang dijelaskan oleh Terry Hutchinson sebagai berikut, ―Doctrinal Research- Research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship between rules,
explains
development.‖
122
areas
of
difficulty
and,
perhaps,
predicts
future
Dalam uraiannya tentang penelitian hukum doktrinal
(doctrinal research), Hutchinson menjelaskan bagaimana tipe dan cakupan penelitian itu dilaksanakan sebagai berikut, ―Doctrinal research is library based, focusing on reading and analysis of the primary and secondary
121
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , UI-Press, Jakarta, 2001, hlm. 13-14
122
Terry Hutchinson, Researching and Writing in Law, dikutip dari Johny Ibrahim, op cit, hlm 44
commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
materials. The primary materials are the actual sources of the lawlegislation and case law. The secondary materias include the commentary of law found in textbook and legal journals. Often, reference source such as legal encyclopedias, case digest and case citators are needed to index and access the primary sources.‖ Jika dilihat dari sifatnya, penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya123. Sedangkan menurut bentuknya penelitian ini merupakan penelitian diagnostik yakni penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan mengenai sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala124, yang dalam hal ini gejala tentang munculnya pengaturan tentang rahasia bank dan mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia dengan menganalisa pengaturan rahasia negara yang ada di Indonesia, Swiss dan Singapura dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara. B. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal ataupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas. Mengacu pendapat Soerjono Soekanto dalam menggunakan data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), maka penulis menggunakan data sebagai berikut:125
123
Ibid; hlm. 10
124
Setiono, op.cit., hlm. 5
125
Ibid; hlm. 19
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang berkaitan langsung dengan problematika penelitian, yang dalam hal ini adalah rahasia bank dan devisa negara baik peraturan Indonesia, Swiss maupun Singapura. Bahan hukum primer terdiri atas: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, UU No. 14 Tahun 1967 jo. UU No.7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan UU No. 15 Tahun 2002 jo. UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002 tantang Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor
23
Tahun
1960,
Surat
Edaran
Bank
Indonesia
No.2/377/UPPB/Pb.B tanggal 11-9-1969, Surat Menteri Keuangan Nomor R-29/MK/IV/1969 tertanggal 3-9-1969, Surat Menteri Keuangan Nomor R-25/MK/IV/7/1969 tertanggal 24-7-1969, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.27/118/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995, Surat Edaran Nomor Direktur Jenderal Pajak SE-31/PJ.7/1990 tertanggal 7 Desember 1990, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor2/337/UPPB/PbB, tanggal 11 September 1969, Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks of 1934; Status as of 1 January 2009, Swiss Civil Code of 1907, Swiss Federal Act on Labour 1911, Singapore Banking Act Cap 19, 2008 Rev Ed, Third Schedule of Singapore Banking Act, 2008 Rev Ed, dan Singapore Monetary Authority Act Cap 186, 1999 Rev Ed. 2. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri atas: buku-buku teks (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), berbagai hasil penelitian, hasil penemuan ilmiah, dan artikel yang berkaitan dengan pengaturan Rahasia Bank. 3. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, dalam tesis ini penulis menggunakan commit to userbahan dari media internet, kamus
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Black‘s Law Dictionary, kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam penulisan tesis ini penulis meneliti dengan studi kepustakaan, adapun studi kepustakaan merupakan studi terhadap bahan-bahan hukum. Secara singkat, studi kepustakaan dapat membantu penulis dalam berbagai keperluan misalnya:126 1. Mendapatkan gambaran atau informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Mendapatkan metode, tehnik, atau cara pendekatan pemecahan permasalahan yang digunakan sebagai sumber data sekunder. 3. Mengetahui historis dan perspektif dari permasalahan penelitiannnya. 4. Mengetahui informasi tentang cara evaluasi dan analisis data yang digunakan. 5. Memperkaya ide-ide baru. 6. Mengetahui siapa saja peneliti lain di bidang yang sama dan siapa pemakai hasilnya C. Tehnik Pengumpulan Data Sehubungan dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh data yang mendukung, kegiatan pengumpulan dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
126
Rorry Hartono, Penerapan Informed commit Consent Pada Pelayanan Medik DL Rumah Sakit Umum to user Daerah Dr. Moewardi Surakarta, Tesis Pasca Sarjana UNS, 2007, hlm. 38
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Tehnik Analisis Data Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, yang dalam hal ini analisis dilakukan secara logis, sistematis dan yuridis normatif dalam kaitannya dengan masalah yang diteliti. Adapun yang dimaksud dengan logis adalah pemahaman data dengan menggunakan prinsip logika baik deduksi maupun induksi. Dalam penulisan ini menggunakan prinsip logika deduksi yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Dalam hal ini permasalahan yang bersifat makro atau umum yaitu tentang perbandingan pengaturan Rahasia Bank di Indonesia, Swiss, dan Singapura, sedangkan permasalahan yang bersifat mikro atau khusus yaitu kekurangan dan kelebihan pengaturan Rahasia Bank di Indonesia. Data yang diperoleh dalam penulisan ini bersifat kualitatif, maka analisis dalam penulisan ini adalah analisis data kualitatif dengan pendekatan masalah yaitu Statute Approach (Pendekatan Perundang-undangan). Dalam hal ini suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundangundangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Dalam pendekatan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut127 : 1. Comprehensive Norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait antara satu dengan yang lain secara logis. 2. All-inclusive Kumpulan
norma
hukum
tersebut
cukup
mampu
menampung
permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak ada kekurangan hukum.
127
Johnny Ibrahim, op.cit., hlm. 303
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Systematic Di samping bertautan antara satu dengan yang lain, norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis. Selain itu untuk mendapatkan analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum yang normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, akan lebih akurat bila dibantu dengan pendekatan perbandingan (Comparative Approach) 128 . Munculnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang dalam pasal 40 mengatur terkait Rahasia Bank diperlukan adanya konsep hukum pelaksanaan yang mengatur Rahasia Bank. Hal tersebut juga muncul dikarenakan kebutuhan dari pemerintah dan masyarakat agar jumlah dana yang disimpan baik dari dalam maupun luar negeri di bank-bank dalam negeri meningkat sehingga dapat membantu meningkatkan jumlah cadangan devisa negara. Selain itu penulis juga menggunakan Comparative Approach yang menurut Van Apeldorn (dalam Peter Mahmud) bahwa perbandingan hukum merupakan suatu ilmu bantu bagi ilmu hukum dogmatik dalam arti untuk menimbang dan
menilai aturan-aturan hukum
dan putusan-putusan
pengadilan yang ada dengan sistem hukum lain. 129 Disamping itu studi perbandingan hukum merupakan kegiatan untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain dari suatu waktu tertentu dengan hukum waktu yang lain130. Sehingga berkaitan dengan Pasal 40 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, maka dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia perlu adanya perbandingan dengan pengaturan hukum yang ada di negara lain karena hal tersebut dapat digunakan untuk rekomendasi penyusunan hukum yang lebih sempurna. Perbandingan yang dilakukan adalah berbagai peraturan yang mengatur mengenai rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura. Peraturan 128
Ibid., hlm. 305
129
Peter Mahmud, op.cit., hlm. 133
130
Ibid; hlm. 133
commit to user
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia yang diperbandingkan adalah UU No. 14 Tahun 1967 jo. UU No.7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan UU No. 15 Tahun 2002 jo. UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 30 Tahun 2002 tantang Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi. Peraturan berkaitan dengan rahasia bank di Swiss yang diperbandingkan adalah Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks of 1934; Status as of 1 January 2009, Swiss Civil Code of 1907 dan Swiss Federal Act on Labour 1911. Sedangkan peraturan mengenai rahasia bank di Singapura yang diperbandingkan adalah Singapore Banking Act Cap 19, 2008 Rev Ed, Third Schedule of Singapore Banking Act, 2008 Rev Ed, dan Singapore Monetary Authority Act Cap 186, 1999 Rev Ed.
commit to user
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian 1. Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia Berkaitan dengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara a. Dasar Hukum Berlakunya Rahasia Bank Berdasarkan penelitian kepustakaan tidak ditemui adanya peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur masalah rahasia bank sebelum tahun 1960. Walaupun demikian terdapat pendapat yang menyatakan bahwa sesuai dengan prinsip konkordansi, maka ketentuan rahasia bank yang ada di negeri Belanda sebagai negeri yang menjajah Indonesia dapat diberlakukan di Indonesia sebagai negeri jajahannya. Setelah merdeka, peraturan dari negeri Belanda tersebut berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undangundang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa masih berlaku sampai diadakannya ketentuan mengenai masalah rahasia bank ini. Sebelum tahun 1964 diketahui bahwa di Negeri Belanda tidak memiliki undang-undang atau ketentuan tertulis lainnya yang mengatur tentang kewajiban bank untuk merahasiakan keterangan tentang nasabahnya, Tetapi ditahun 1964 Asosiasi Perbankan Belanda membuat suatu ketentuan mengenai rahasia bank ini di mana bank memiliki kewajiban bank untuk merahasiakan itu didasarkan pada ―General Conditions‖ yang disusun oleh Asosiasi Perbankan Belanda.131 Sebelum tahun 1960 jumlah bank tidak banyak dan kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa bank (bank mindedness) dan usaha bank belum begitu maju, lagi pula masalah rahasia bank ini belum
131
Yunus Husein, op.cit., hlm. 191
commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menonjol, sehingga belum memerlukan pengaturan secara tertulis. Kekosongan pengaturan rahasia bank tersebut diisi dengan kelaziman yang berlaku, dan demikian pula halnya dengan perjanjian antara bank dan nasabah. Pada priode sebelum tahun 1960 ini ditemukan adanya masalah rahasia bank antara tahun 1857-1858. Pada waktu itu, Kantor besar jawatan pajak (sebelum bernama Direktorat Jenderal Pajak) mengeluarkan ketentuan mengenai keharusan setiap bank untuk melaporkan kegiatan bank dengan nasabahnya kepada Kantor Inspeksi Keuangan (nama kantor daerah sebagai pelaksana dari instansi perpajakan pusat yang sejak tahun 1970 bernama Inspeksi Pajak). Kewajiban tersebut menggoyahkan usaha perbankan karena banyaknya penarikan dana dari bank oleh nasabah. Sebagian dari nasabah bank tersebut ketakutan karena dengan adanya ketentuan tersebut maka semua simpanan mereka akan diketahui oleh petugas pajak (fiskus).132 Oleh sebab itulah maka di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 Tahun 1960 dibuat ketentuan berikut: Bank tidak boleh memberikan keterangan tentang keadaan keuangan langganannya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal yang ditentukan pada Pasal 3 yang mengatakan bahwa : 1. Menteri Keuangan atas permintaan tertulis dari Kepala Jawatan Pajak berwenang untuk memerintahkan kepada bank, supaya memberikan keterangan-keterangan dan memperlihatkan bukubuku, bukti-bukti tertulis atau surat-surat kepada pejabat pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Ordonansi Pajak Pendapatan 1944, Pasal 54a Ordonansi Pajak Kekayaan 1932, Pasal 43a Ordonansi Pajak Perseroan 1925, Pasal 16 Peraturan Pajak Deviden 1959. Permintaan tersebut di atas harus menyebutkan wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. 2. Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. 3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara tindak pidana Menteri Pertama dapat member izin kepada Jaksa/ Hakim untuk 132
Ibid; hlm. 191-192
commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meminta kepada bank keterangan tentang keadaan keuangan tersangka/ terdakwa. Izin diberikan secara tertulis atas permintaan Jaksa Agung apabila yang memerlukan keterangan adalah jaksa, dan atas permintaan Ketua Mahkamah Agung apabila hakim yang memerlukan keterangan-keterangan itu. Apabila yang memerlukan keterangan adalah jaksa, maka harus disebutkan nama tersangka sebab-sebab keterangan diminta dan hubungan antara pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diminta oleh peraturan ini.133 Ketentuan rahasia bank yang berlaku di Indonesia sekarang ini, merupakan bagian dari ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun1992 sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, begitu juga pada Undang-undang Perbankan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, pada bab VII, yaitu dalam Pasal 36 dan Pasal 37 134 . Ketentuan rahasia bank tersebut pada masa Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 ini dilengkapi dengan penafsiran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor2/337/UPPB/PbB, tanggal 11 September 1969 Penafsiran tentang pengertian rahasia bank yang mengatakan sebagai berikut: 1) Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanan yang tercantum dalam semua pos-pos pasiva, dan segala pos-pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam pelbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan. 2) Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, ialah segala keterangan orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya sebagaimana
133
Lihat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 tahun 1960
134
Thomas Suyatno,dkk Kelembagaan Perbankan. commit to cetakan user ketiga, PT.SUN, Jakarta, 2005, hlm. 104
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimaksud dalam Pasal 23 Undang-Undang No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan.135 Pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak lembaga keuangan tidak dapat dilakukan secara tuntas, hal ini disebabkan karena penegasan Direktur Jenderal Pajak dengan Surat Edaran Nomor SE-31/PJ.7/1990 tertanggal 7 Desember 1990 perihal pemeriksaan terhadap bank. Surat ini pada intinya mengatakan bahwa ketentuan pemeriksaan terhadap bank sebagai wajib pajak, di mana di dalam pemeriksaan pajak tidak diperkenankan untuk memeriksa catatan dan dokumen mengenai rekening para nasabah bank yang bersangkutan, khusus mengenai: 1) Perkembangan Deposito, tabungan, rekening giro, dan rekening lainnya dari para nasabah; 2) Rincian bunga yang diterima dan atau yang dibayarkan oleh bank. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi, begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketentuan mengenai rahasia bank pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merupakan penyempurnaan, meskipun kenyataannya masih belum terwujud dengan baik. Dari ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ternyata dirasakan belum jelas dan rinci, apa dan bagaimana kerahasiaan bank yang sesuai dengan kondisi hukum dan perkembangan perbankan Indonesia. Hal tersebut dirasakan karena belum adanya peraturan pelaksana lainnya seperti peraturan pemerintah mengenai kerahasiaan bank. Adanya keadaan belum lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kerahasiaan 135
Muhamad Djumhana. 2, Rahasia Bank Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia, PT. Citra commit to user Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 137
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bank serta belum jelasnya ketentuan rahasia bank pada perundangundangan ada, lebih memungkinkan lagi digunakannya cara penafsiran perundang-undangan. Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan masalah kerahasiaan bank dianggap telah lebih baik dan jelas dari pada ketentuan yang terdapat didalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.136 Pada kurun waktu tahun 1969 pemerintah telah tiga kali mengeluarkan penafsiran resmi tentang Rahasia Bank seperti yang tertuang dalam: 1) Surat Menteri Keuangan Nomor R-25/MK/IV/7/1969 tertanggal 24-7-1969; 2) Surat Menteri Keuangan Nomor R-29/MK/IV/1969 tertanggal 3-91969; 3) Surat Edaran Bank Indonesia No.2/377/UPPB/Pb.B tanggal 11-91969; Dalam surat-surat tersebut pada dasarnya menjelaskan kata-kata ―hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh Bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan‖ antara lain: 1) Pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri; 2) Mendiskontokan dan jual-beli surat-surat berharga; 3) Pemberian kredit.137 Ketentuan mengenai rahasia bank dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur pada Bab VII dari Pasal 40 sampai dengan Pasal 45, sedangkan di dalam undang-undang perbankan yang berlaku saat ini yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan terhadap Undang-undang tentang perbankan 136
Ibid; hlm. 137-138
137
Rasjim Wiraatmaja, ―Ketentuan Baru Rahasia Bank Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 serta dampaknya terhadap perbankan di Indonesia commit to user dan kejahatan ekonomi‖, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 8, 1999, hlm. 18
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebelumnya yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 45. Adapun Pasal yang mengatur tentang rahasia bank dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah Pasal 40 yang berbunyi: 1. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal lain-lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Di dalam penjelasan Pasal 40 khususnya pada ayat (1) dikatakan bahwa dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal lain-lain dari orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan
masyarakat
yang
menyimpan
uangnya
di
bank.
Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Walaupun demikian pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan, yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.138 Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai perubahan dari Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790), maka secara otomatis Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 ini tidak berlaku 138
commit to user
Lihat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, khususnya Pasal 40
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lagi, dimana undang-undang perbankan yang baru yakni Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan penambahan-penambahan pasal tentang rahasia bank. Pasal 40 berbunyi: (1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi Pihak yang terafiliasi. Pasal 41 berbunyi: (1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. (2) Perintah tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Pasal 42A berbunyi: (1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas`permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. (3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan. Pasal 42 berbunyi: (1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai commit to user simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. (3) Permintaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka/ terdakwa, alasan yang diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Pasal 42A berbunyi: ―Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42A dan Pasal 42‖ Pasal 43 berbunyi: ―Dalam perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.‖ Pasal 44 berbunyi: (1) Dalam tukar-menukar informasi antar bank, Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. (2) Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pasal 44A berbunyi: (1) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut. (2) Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut. Pasal 45 berbunyi: ―Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.‖ b. Batasan Rahasia Bank Pengaturan rahasia bank di Indonesia untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960 dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank, 139 yang dilanjutkan dengan dikeluarkannya UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Adapun prinsip atau teori yang mendasari ketentuan rahasia bank di Indonesia adalah prinsip atau teori nisbi, dimana di dalam prinsip atau teori nisbi ini memungkinkan pemberian data dan informasi yang menyangkut tentang kerahasiaan bank kepada pihak lain. Pasal 1 angka 28 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa: ‖rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya‖. Sedangkan menurut pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, ‖rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.‖ Undang-undang ini dapat dikatakan menganut kerahasiaan bank yang lebih luas dibanding dengan yang dianut oleh Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, sebab yang dilindungi bukan hanya keterangan dan keadaan keuangan nasabah penyimpan dana dan simpanannya saja melainkan juga keterangan dan keadaan keuangan nasabah debitur atau pinjamannya.
139
Yunus Husein. 1, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum, Program Pasca Sarjana commit to user Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 193
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasar ketentuan di atas, maka kita bisa mengetahui bahwa ruang lingkup rahasia bank dipersempit atau dibatasi, yakni menyangkut:140 1. Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ini tidak termasuk keterangan mengenai nasabah debitor dan pinjamannya; 2. Kewajiban pihak bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangan tersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undangundang; 3. Situasi tertentu dalam mana informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanan boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan jika informasi tersebut tergolong pada informasi yang dikecualikan atau informasi nasabah penyimpan dan simpanan yang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank. Berkaitan dengan lingkup yang wajib dirahasiakan berkenaan dengan berlakunya ketentuan rahasia bank mengenai perahasiaan indentititas nasabah bank oleh bank, rumusan Pasal 40 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, secara eksplisit menyebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga (identitas) Nasabah Penyimpan yang memiliki simpanan itu. Bahkan dalam rumusan Pasal 40 itu, ―Nasabah Penyimpan‖ disebut lebih dahulu daripada ―Simpanannya‖. Nampaknya dalam pikiran pembuat Undang-Undang, justru identitas Nasabah Penyimpannya lebih penting daripada Simpanannya. Atau mungkin pula dalam pikiran pembuat Undang-Undang, ―Nasabah Penyimpan‖ sengaja disebut lebih dahulu
daripada
―Simpanannya‖,
untuk
menekankan
bahwa
merahasiakan identitas Nasabah Penyimpannya sama pentingnya dengan merahasiakan Simpanannya.
140
Rachmadi Usman, opcit, hlm. 154
commit to user
92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Pihak-pihak yang Berkaitan dengan Rahasia Bank Menyangkut rahasia bank terkait pula pihak-pihak yang berhubungan dengan bank tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung, pihak yang secara langsung yaitu mereka yang bekerja atau mempunyai hubungan erat dengan bank seperti anggota komisaris. Adapun pihak yang secara tidak langsung yaitu mereka yang mempunyai keterikatan dengan kegiatan bank seperti konsultan hukumnya, akuntan publiknya dan pihak jasa penilai (appraisal). Mereka semua terikat pada rahasia jabatannya. Menurut ketentuan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, pihak-pihak yang berkewajiban merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya me1iputi: anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafilasi lainnya dari bank. Untuk
mengetahui
pemikiran
pembentuk
undang-undang
mengenai pasal tersebut, perlu diperhatikan penjelasan Pasal 40 ayat (1) dinyatakan, "Apabila nasabah bank merupakan nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Apabila keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank". Mengenai
siapa
yang
dimaksudkan
sebagai
pihak
yang
terafiliasinya ditentukan di dalam Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 1 ayat (22) tersebut yang dimaksudkan dengan ―pihak terafiliasi‖ ialah: 1. anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank; 2. anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, Pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang commit to user berlaku;
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya; 4. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus. Jadi yang dimaksudkan oleh Pasal 47 dengan pihak terafiliasi lainnya ialah selain anggota dewan komisaris, direksi dan pegawai bank yakni siapapun yang memberikan jasanya kepada bank (seperti akuntan publik dan konsultan dan pemegang saham dan keluarganya serta keluarga pengurus bank) dengan penjelasan sebagai berikut: a) Pemegang Saham Para pemegang saham bank adalah pemilik bank dan sebagai pengurus bank. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 ditentukan para pemegang saham bank sebagai pihak terafiliasi dari bank yang berkewajiban memegang rahasia bank. Ini berarti mereka sebagai pemilik dan pengurus bank dapat memperoleh keterangan dari pihak bank mengenai nasabah penyimpan dana. Menurut Pasal 47 ayat 2 jo. Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dihubungkan dengan Pasal 1 ayat (22), para pemegang saham bank menurut penilaian Bank Indonesia merupakan salah satu pihak yang turut serta mempengaruhi pengelolaan suatu bank. Dalam hal ini mereka terlibat sebagai pihak terafiliasi bagi suatu bank dan berlaku kewajiban untuk merahasiakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan rahasia bank. Ini berarti, menurut penilaian Bank Indonesia para pemegang saham turut serta mempengaruhi dalam pengelolaan bank sehingga pemegang saham bank dapat mengetahui secara rinci nasabah penyimpan dan simpanannya. Menurut ketentuan Anggaran Dasar Bank, Rapat Umum Pemegang Saham commit to user sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mempunyai kekuasaan untuk
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meminta kepada direksi atau dewan komisaris bank yang bersangkutan agar mengungkapkan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Semua keterangan yang berkaitan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya bersifat rahasia dan tidak dapat diungkapkan oleh para pemegang saham bank tersebut kepada pihak lain. Hal itu berarti pemegang saham bank termasuk sebagai pihak yang mempunyai kewajiban memegang teguh rahasia bank. b) Pihak Pemberi Jasa Bagi Bank Seperti diuraikan dalam Pasal 1 ayat (22), salah satu pihak terafiliasi diantaranya pihak yang memberikan jasanya kepada bank yang meliputi akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya. Sebagai contoh, pernyataan pendapat akuntan publik mengenai wajar atau tidaknya suatu laporan keuangan untuk menentukan tingkat kepercayaan dari pembaca atas data yang disajikan dalam laporan keuangan, dalam hal ini perusahaan sebagai nasabah penyimpan dana. 141 Akuntan publik yang ditunjuk oleh Badan Pembinaan dan Pengawasan Pasar Modal melakukan pemeriksaan atas simpanan nasabah penyimpan yang terdapat pada bank-bank tertentu. Selain itu, ketentuan Pasal 31 dan Pasal 31A Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyatakan Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank baik secara berkala maupun setiap waktu jika diperlukan. Hal ini berarti bahwa Bank Indonesia dapat menugasi akuntan publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank. Selanjutnya, dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (1) bahwa laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A bersifat rahasia.
141
Dengan
demikian akuntan tidak
berwenang untuk
Sumartoro. Pengantar tentang Pasar commit Modal di to Indonesia. user Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 100
95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengumumkan hasil audit kepada masyarakat. Akuntan pun tidak berwenang untuk menilai hasil auditnya benar atau salah. Berikutnya peranan konsultan hukum diperlukan jika terdapat masalah sengketa hukum atau harus diselesaikan di pengadilan. Peranan konsultan hukum sangat menentukan dalam kegiatan pasar modal karena konsultan hukum juga sebagai lembaga penunjang pasar
modal.
Peranan
tersebut
diperlukan
dalam
rangka
mempersiapkan emisi saham dan obligasinya, diantaranya meneliti dokumen-dokumen yang melindungi harta kekayaan perusahaan termasuk dana nasabah penyimpan. Sebagai contoh, kerja sarna perolehan pinjaman, perdagangan, royalti, dan termasuk perjanjian antara perusahaan dengan lembaga perbankan. Pihak
terafiliasi
berikutnya
adalah
penilai.
Kebijakan
pemerintah di bidang pasar modal telah menuntut peranan perusahaan penilai makin lama makin menonjol manfaatnya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jasa penilai diperlukan dalam lingkup kepentingan yang luas. Penilaian dilakukan tidak saja terhadap aktiva tetap, tetapi juga aktiva tidak tetap. Penilai sebagai suatu keahlian bersifat bebas dan objektif jasanya banyak diminta oleh berbagai perusahaan. 142 Perusahaan melakukan penilaian atas kekayaannya, termasuk kenaikan nilai kekayaan perusahaan tersebut, seperti nilai simpanan perusahaan pada suatu bank tertentu. c) Keluarga pengelola Bank Dalam Pasal 1 ayat 22d pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi bank adalah pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, pengawas, direksi dan pengurus termasuk sebagai pihak terafiliasi untuk memegang teguh rahasia bank. Rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat 142
Ibid; hlm. 104
commit to user
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang mengelola dana masyarakat walaupun tidak seluruh aspek yang ditatausahakan bank merupakan hal-hal yang dirahasiakan. Keluarga pengelola bank termasuk pihak terafiliasi karena keluarga sebagai pihak yang terdekat dalam berkomunikasi, kemungkinan terjadi kebocoran informasi mengenai rahasia bank termasuk nama dan alamat nasabah. d. Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank 1) Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank dalam Undang-undang Perbankan Pengecualian dalam hal rahasia bank secara perundangundangan tercantum dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 tentang
Perbankan,
yang
menyebutkan
bahwa
bank
wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal 41, Pasal 42A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A sebagaimana berikut ini: a) Untuk kepentingan perpajakan (Pasal 41) Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatakan bahwa untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Dalam pasal 41 ayat (1) unsur-unsur yang wajib dipenuhi untuk pembukaan atau pengungkapan rahasia bank adalah sebagai berikut: a. Pembukaan Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pembukaan Rahasia Bank itu atas permintaan tertulis Menteri Keuangan c. Pembukaan Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia d. Pembukaan Rahasia Bank itu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan yang namanya disebutkan dalam permintaan tertulis Menteri Keuangan e. Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertuils Pimpinan Bank Indonesia. Pengecualian untuk kepentingan perpajakan bagi kerahasiaan bank yang diatur dalam pasal 41 ayat (1) tersebut merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum, yaitu kepentingan negara serta kepentingan masyarakat. Pembukaan rahasia bank ini dilakukan untuk keperluaan pemerikasaan dan penyidikan perpajakan, maka pembukaannya harus ada permintaan tertulis dari Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 40 ayat (1). Adapun mengenai keperluan untuk menjalankan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan lainnya maka tidak diperlukan permintaan. Hal demikian didasarkan kepada ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan (2) berikut penjelasannya dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, yaitu untuk kepentingan menjalankan peraturan perundangundangan pajak, pihak pajak dapat langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan keuangan nasabahnya sepanjang mengenai perpajakannya.
143
commit to user
143
Ketentuan tersebut
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, op.cit., hlm. 169
98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan landasan kepada pihak pajak untuk lebih bertindak cepat, namun kemudian pihak pajak tetap harus lebih bijaksana karena menyangkut area yang sangat dekat dengan kerahasiaan bank. Pengaturan rahasia bank di Indonesia tidak menganut konsep rahasia bank yang bersifat mutlak, artinya keterangan tentang nasabah dan keadaan keuangannya harus dirahasiakan dalam segala situasi dan kondisi tanpa kecuali. Tetapi yang dianut adalah sebaliknya, yaitu konsep rahasia bank bersifat relatif, dimana keterangan tentang nasabah dan keadaan keuangan harus dirahasiakan
dalam
batas-batas
tertentu
dan
terdapat
kemungkinan untuk menerobosnya dengan alasan tertentu, misalnya untuk kepentingan umum. Artinya, konsep rahasia bank di Indonesia kemungkinan dapat diterobos dengan alasan kepentingan
umum,
disini
termasuk
untuk
kepentingan
perpajakan. b) Untuk Penyelesaian Piutang Bank (Pasal 42A) Di dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Izin tersebut diberikan: a. Atas permintaan tertulis dari Kepala BUPLN/ Ketua PUPN dengan menyebutkan: 1. Nama dan jabatan pejabat BUPLN/ PUPN yang meminta keterangan; commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Nama nasabah debitor yang bersangkutan yang diperlukan keterangannya; dan 3. Alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitor tersebut. b. Izin tersebut dengan sendirinya: 1. Diberikan secara tertulis; 2. Menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN/ PUPN yang meminta keterangan; 3. Menyebutkan nama nasabah debitor yang akan dimintai keterangan berkaitan dengan hutang bank yang diserahkan kepada BPUPLN/ PUPN; 4. Mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan urusan penyelesaian piutang bank. c) Untuk Kepentingan Peradilan Pidana (Pasal 42) Di dalam Pasal 42 ayat (1) disebutkan bahwa untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. Izin tersebut diperoleh dengan cara seperti diatur pada ayat (2) dan (3) dari Pasal 42. a. Atas permintaan tertulis dari: 1. Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan; 2. Jaksa Agung dalam tahap penuntutan; 3. Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan dimuka Pengadilan. b. Pemberian izin Pimpinan Bank Indonesia tersebut: 1. Dibuat secara tertulis; 2. Menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim yang meminta; commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Nama tersangka atau terdakwa ; 4. Alasan diperlukannya keterangan; dan 5. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan tersebut. Dalam
penjelasan
Pasal
42
menyebutkan
kata
―dapat‖
memberikan izin dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa izin oleh Pimpinan Bank Indonesia akan diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi syarat dan tata cara seperti yang disebutkan dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3).144 d) Untuk Kepentingan Pemeriksaan Peradilan Perdata (Pasal 43) Di dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan yang relevan dengan perkara tersebut. Undang-Undang menentukan bahwa bank dapat mengungkap keadaan keuangan dalam hal bersengketa dalam perkara perdata dengan nasabah. Tetapi dalam kasus tersebut bank
bukan
menghadapi
nasabah
sebagai
lawan,
tetapi
menghadapi pihak ketiga yang bukan nasabah. e) Untuk Kepentingan Tukar-Menukar Informasi Antar Bank (Pasal 44) Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatakan bahwa dalam tukar-menukar informasi antar bank, direksi dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tujuan tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap 144
commit to user
Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 59
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian, bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau bank lain. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia pada Pasal 32.145 Informasi antar bank tersebut dapat berupa: a. Informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank; b. Informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitor bank guna mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan; c. Informasi pasar uang untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/6/UPB tanggal 25 Januari 1995 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tukar-menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitor tertentu dan keadaan serta status suatu bank. Informasi antar bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukkan sebagaimana diatur oleh ketentuan internal masing-masing.
145
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004 mengatakan: 1. Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank. 2. Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. 3. Penyelengaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank commit to user Indonesia
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam tukar menukar informasi antar bank ini, ada 2 bentuk permintaan informasi antar bank yaitu:146 a. Permintaan informasi kepada bank lain Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor tertentu secara tertulis dari Direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta. Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh : 1. Bank Umum kepada Bank Umum 2. BPR kepada BPR. Bank yang dimintai informasi wajib memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah yang dimaksud adalah debitor bank yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasabah tidak aktif) informasinya dapat meliputi : 1. data debitor; 2. data pengurus; 3. data agunan; 4. data jumlah fasilitas kredit yang diberikan; 5. data keadaan kolektibilitas terakhir. Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebutkan dalam surat permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.
146
Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 162
commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Permintaan informasi melalui Bank Indonesia Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitor kepada Bank Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui Bank Indonesia secara tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta. Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia tersebut meliputi : 1. nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha; 2. status / jenis usaha; 3. tempat kedudukan; 4. susunan pengurus; 5. permodalan; 6. neraca yang telah diumumkan; 7. pengikutsertaan dalam kliring; dan 8. jumlah kantor bank. f) Untuk Kepentingan Pihak Lain yang ditunjuk Nasabah (Pasal 44A ayat 1) Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dimana ayat (1) tersebut mengatakan: Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asalkan ada permintaan atau persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasihat hukum yang menanggani perkara nasabah penyimpan. commit to user
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g) Untuk Kepentingan Penyelesaian Kewarisan (Pasal 44A ayat 2) Pasal 44A ayat (2) yang merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam undang – undang perbankan yang diubah. Pasal ini mengatakan: Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. Dalam ayat ini ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan bahwa dia/mereka adalah ahli waris yang sah dari almarhum.147 Sehubungan dengan pengecualian yang bersifat limitatif itu, apabila pihak-pihak lain (selain yang telah ditentukan sebagai pihakpihak yang boleh memperoleh pengecualian) meminta penjelasan mengenai keadaan keuangan suatu nasabah dari suatu bank, jelas jawabannya adalah "tidak boleh". Misalnya saja, apabila Dewan Perwakilan Rakyat (yang notabene adalah lembaga tinggi negara yang mewakili rakyat atau kepentingan umum, dengan demikian segala tindakannya tentu dilandasi oleh kepentingan umum) menghendaki agar bank dalam suatu sidang dengar pendapat mengungkapkan tentang nasabah penyimpan atau simpanannya, maka bank tidak boleh memberikan keterangan yang demikian itu. Hal itu tidak pula dapat diterobos dengan cara DPR meminta ijin dari Pimpinan Bank Indonesia. Demikian pula tidak dimungkinkan bagi Penguasa Darurat Militer, Oditur Jenderal Angkatan Bersenjara Republik Indonesia, dan instansi-instansi lain sekalipun dalam pelaksanaan tugasnya berkaitan dengan kepentingan umum, untuk
147
commit to user
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit., hlm.82
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memperoleh keterangan mengenai identitas dan simpanan nasabah dari suatu bank sekalipun dengan cara meminta ijin dari Pimpinan Bank Indonesia. 2) Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank di luar Undang-undang Perbankan Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa pengecualian atas berlakunya kewajiban rahasia bank ditentukan oleh UndangUndang No. 10 Tahun 1998 hanya untuk 7 (tujuh) hal secara limitatif. Namun, sesuai dengan asas hukum, tidaklah berarti bahwa jumlah pengecualian itu tidak dapat ditambah. Hanya saja penambahan pengecualian itu harus ditentukan dengan undangundang pula. Beberapa pengecualian tambahan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut; a) Pengecualian Rahasia Bank Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Salah satu faktor penghalang bagi penegak hukum untuk dapat berhasil mengungkapkan tindak pidana pencucian uang adalah ketentuan rahasia bank yang terlalu ketat di negara yang bersangkutan. Menyadari hal yang demikian itu, maka tim yang merancang Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana kemudian telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 memberikan pengecualian kepada penyidik, penuntut umun, dan hakim untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya dengan cara menyimpang dari ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana commit to user Pencucian Uang, untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tindak pidana pencucian uang, penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai Harta Kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tersangka, atau terdakwa. Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang tersebut menentukan bahwa dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap penyidik, penuntut umum atau hakim tidak berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya. Yang dimaksud dengan Penyedia Jasa Keuangan di dalam Pasal 33 ayat (1) tersebut adalah Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu: Setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksadana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan kantor pos. Sedangkan yang dimaksud dengan Harta Kekayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) tersebut adalah Harta Kekayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu ―Semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.‖ Dengan demikian ketentuan Pasal 33 ayat (1) UndangUndang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut merupakan tambahan pengecualian dari pengecualian-pengecualian terhadap berlakunya ketentuan rahasia bank yang telah ditentukan di dalam Undang-Undang Perbankan. commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Agar penggunaan fasilitas pengecualian yang diberikan oleh Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak digunakan secara serampangan atau disalahgunakan, maka Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) dari Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut memberikan rambu-rambu bagi penyidik, penuntut umum atau hakim dalam mengajukan permintaan keterangan kepada penyedia jasa keuangan. Ditentukan oleh Pasal 33 ayat (3): Permintaan keterangan harus diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai: 1. nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim; 2. identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa; 3. tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan; dan 4. tempat harta kekayaan berada. Sementara itu Pasal 33 ayat (4) menentukan: Surat permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus ditandatangani oleh: 1. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik; 2. Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi dalam hal permintaan diajukan oleh penuntut umum; 3. Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara yang bersangkutan. Dari ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut dapat disimpulkan bahwa pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam rangka pemberantasan dan penindakan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang telah memasuki tahap penyidikan. Artinya, nasabah penyimpan harus telah menjadi tersangka. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, karena nasabah penyimpan belum menjadi tersangka, maka keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya tidak commit to user boleh diungkapkan oleh bank.
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Rahasia Bank Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana kemudian telah diubah dengan UndangUndang No. 20 Tahun 2001, menentukan bahwa penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana korupsi, dalam memperoleh keterangan dari bank mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya yang telah menjadi tersangka harus memenuhi ketentuan Pasal 42 UndangUndang Perbankan. Artinya, sekalipun kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana korupsi dapat memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya dari bank, namun dalam memperoleh keterangan itu harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Dengan kata lain, dalam perkara tindak pidana korupsi tidak diatur secara khusus bagi penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk dapat memperoleh keterangan dari bank mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, yang menyimpang dari ketentuan bagi penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara-perkara tindak pidana selain tindak pidana korupsi.
Namun
tidak
demikian
halnya
bagi
Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menentukan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam memeriksa tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan
Korupsi
berwenang
antara
lain
meminta
keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. Namun, Pasal 12 maupun pasal-pasal lain dari UndangUndang No. 30 Tahun 2002 tersebut tidak memberikan ketentuan commit KPK to user atau keterangan apakah untuk meminta keterangan kepada
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Karena tidak ada keterangan apapun, maka di kalangan perbankan telah simpang siur penafsirannya yaitu apakah dalam hal KPK memperoleh keterangan tersebut KPK tidak perlu terlebih dahulu meminta ijin dari Pimpinan Bank Indonesia. Untuk
menghilangkan
keragu-raguan
di
kalangan
perbankan mengenai perlu atau tidaknya KPK terlebih dahulu memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia, maka Bank Indonesia
dengan
surat
No.6/2/GBI/DHk/Rahasia
perihal
pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan ketentuan rahasia bank telah meminta pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan rahasia bank kepada Ketua Mahkamah Agung. Surat tersebut telah memperoleh jawaban dari Ketua Mahkamah Agung dengan suratnya No.KMA/694/RHS/XII/2004 tanggal 3 Desember 2004 perihal pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan ketentuan rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 2 Desember 2004.148 Menurut Ketua Mahkamah Agung dalam suratnya itu bahwa: Ketentuan undang-undang yang baru (Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 mengenai KPK) ―mengesampingkan undangundang yang lebih lama, maka perosedur ijin membuka rahasia bank sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 42 UndangUndang Perbankan tidak berlaku bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
148
MA: KPK Diberi Akses Buka commit to userRahasia http://antikorupsi.org/indo/content/view/3138/2/
110
Bank,
terdapat
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berkenaan dengan pendapat Ketua Mahkamah Agung tersebut di atas, maka bagi KPK untuk dapat memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah pada bank yang
nasabahnya
telah
menjadi
tersangka,
tidak
perlu
memperoleh ijin terlebih dahulu dari Pimpinan Bank Indonesia. e. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank Apabila ada perjanjian antara bank dengan nasabah, maka rahasia bank bersifat kontraktual. Sehingga apabila bank memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya, bank dapat digugat oleh nasabahnya berdasarkan alasan wanprestasi (cidera janji). Sebaliknya, meskipun tidak ada perjanjian antara bank dan nasabah, namun bank tetap berkewajiban untuk mempertahankan rahasia bank berdasarkan pada peraturan perundang – undangan atau konsep hukum lainnya, seperti konsep ‖perbuatan melawan hukum‖. Artinya dalam hal bank memberikan keterangan tentang nasabahnya yang merugikan nasabah, bank dapat dituntut oleh nasabahnya dengan alasan perbuatan melawan hukum. Untuk hal ini nasabah harus dapat membuktikan bahwa kerugian yang dialaminya sebagai akibat dari pembocoran rahasia bank tersebut. Menurut sistem Undang – Undang Perbankan, sanksi pidana atas pelanggaran prinsip kerahasiaan bank bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam hal sanksi pidana terhadap pelanggaran rahasia bank dalam Undang – Undang Perbankan ini, sebagaimana juga terhadap sanksi – sanksi pidana lainnya dalam Undang–undang Perbankan yang bersangkutan. Ciri khas dari sanksi pidana terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank, yaitu sebagai berikut:149 1) Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman hukuman maksimal;
149
Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 164
commit to user
111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan alternatif; 3) Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda. Dalam kaitannya dengan pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank ini, membawa konsekuensinya kepada bank untuk wajib memberikan keterangan yang diminta. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 42A Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42A, dan Pasal 42. Ini berarti bank wajib memberikan keterangan yang diminta demi hukum dalam rangka pemeriksaan perpajakan, penyelesaian piutang bank, dan pemeriksaan peradilan pidana. Ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang – Undang Perbankan dapat dibagi dalam 3 kategori sebagai berikut: 1) Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 10 milyar rupiah dan maksimal 200 milyar rupiah. (Pasal 47 ayat (1)) Hukuman diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Undang – undang Perbankan. 2) Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 8 milyar rupiah. (Pasal 47 ayat (2)) Hukuman ini diancam terhadap para anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan commit to user
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40 Undang – undang Perbankan. 3) Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 15 milyar rupiah. (Pasal 47A) Hukuman tersebut diancam kepada anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A undang – undang Perbankan. Berdasarkan uraian tersebut, yang menjadi unsur-unsur delik (tindak pidana) rahasia bank, jika dihubungkan antara Pasal 40 dengan Paal 47 ayat (2) yang merupakan unsur-unsur tindak pidana rahasia bank sebagai berikut : (1) Pelakunya adalah anggota dewan komisaris, anggota direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya. (2) Unsur kesalahannya adalah kesengajaan. (3) Perbuatan yang dilarang adalah memberikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. (4) Keterangan
yang
diberikan
tersebut
menyangkut
nasabah
penyimpan dan simpanannya. Dari segi perdata, pelaku dapat dituntut ganti rugi atas alasan perbuatan melawan hukum (tort of law) karena telah melanggar Pasal 40. Atas pelanggarannya, pelaku diancam dengan tuntutan ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang – undang Hukum Perdata. Meskipun atas pelanggaran Pasal 40 pelaku telah dijatuhi hukuman pidana, namun hal tersebut tidak mengurangi hak bagi pihak korban untuk menuntut ganti rugi perdata. Pembukaan rahasia bank seseorang selain melanggar Undang – Undang (violation a statutory) juga to user melanggar hak nasabahcommit (violation of a right) yang dapat mendatangkan
113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kerugian kepada nasabah. Penerapannya dapat disetujui sepanjang pelanggaran dilakukan terhadap kepentingan nasabah atau debitur yang beritikad baik.150. Berkaitan dengan sanksi pelanggaran rahasia bank ini, UU Perbankan juga dilengkapi dengan aturan sanksi administratif yang dapat diterapkan oleh Bank Indonesia dalam Pasal 52 sebagai berikut: (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah: a. denda uang; b. teguran tertulis; c. penurunan tingkat kesehatan bank; d. larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; f. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; g. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan. (3) Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dan untuk sanksi administratif yang dapat ditetapkan kepada Pihak Terafiliasi yang melanggar UU ini tercantum pada Pasal 53 sebagai berikut. Dengan tidak dalam Pasal administratif kewajibannya
150
mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud 50, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi kepada Pihak Terafiliasi yang tidak memenuhi sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini
Rimsky K. Judisseno, Sistem Monetercommit dan Perbankan to user di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm. 127.
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau menyampaikan pertimbangan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut izin yang bersangkutan. 2. Pengaturan Rahasia Bank di Swiss Berkaitan dengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara Konfederasi Swiss (Schweiz, Suisse, Svizzera, Svizra) atau dalam bahasa Latin Confoederatio Helvetica, adalah sebuah negara yang terdiri dari keberagaman warga negaranya baik dari segi etnis, bahasan maupun agama. Sejak 1848, Swiss telah menjadi negara federal, salah satu dari 23 negara di dunia dan kedua tertua setelah amerika serikat.151 Swiss berada di Eropa Tengah yang berbatasan dengan Jerman, Perancis, Italia, Liechtenstein dan Austria. Swiss adalah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari Pegunungan Alpen. Swiss merupakan sebuah negara federal gabungan dari 26 kanton dan juga semi-kanton (negara bagian/ states), yakni Aargau (AG), Appenzell Ausserrhoden (AR), Appenzell Innerrhoden (AI), BaselLandschaft (BL), Basel-Stadt (BS), Bern (BE), Fribourg (FR), Genève (GE), Glarus (GL), Graubünden (GR), Jura (JU), Luzern (LU), Neuchâtel (NE), Nidwalden (NW), Obwalden (OW), St. Gallen (SG), Schaffhausen (SH), Schwyz (SZ), Solothurn (SO), Thurgau (TG), Ticino (TI), Uri (UR), Valais (VS), Vaud (VD), Zug (ZG), and Zürich (ZH). Enam di antara kanton di atas kadang-kadang dianggap sebagai "separuh kanton" karena berawal dari pemisahan tiga kanton dan dampaknya hanya ada satu wakil dalam Dewan Negara. Ibukota negara ini adalah Bern. Kota-kota penting lainnya adalah Zurich, kota terbesar di Swiss, dan Jenewa, yang menjadi lokasi berbagai badan internasional seperti PBB, WHO, ILO, dan UNHCR.152 Sebagai negara federal, demokrasinya bersifat langsung, namun diwakili oleh Majelis Federal. Parlemen ini memilih tujuh orang untuk 151
"Switzerland: a brief guide", Official website of the Swiss Federal Authorities, terdapat dalam http://www.admin.ch/ch/e/schweiz/index.html
152
Europe, terdapat dalam http://www.citymayors.com/features/quality_survey.html
commit to user
115
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi
digilib.uns.ac.id
pemerintah.
Ketujuhnya
berstatus
menteri,
mengepalai
departemen, dan salah satunya menjadi presiden selama satu tahun secara bergiliran. Swiss memiliki struktur federal dengan tiga tingkatan politik yang berbeda: 1. Konfederasi (Federal State/ Negara Federal), 2. Kanton (States/ Negara bagian), dan 3. Municipalities/kabupaten (Pemerintah Daerah), yang berada di bawah Kanton, meskipun mereka juga memiliki otonomi sendiri di bidang tertentu. Swiss memiliki tiga bahasa resmi: Jerman, Perancis dan Italia. Sehingga Peraturan federal diterbitkan dalam tiga bahasa tersebut (yang dianggap sejajar dalam pemerintahan). Selain itu, bahasa Romanche merupakan bahasa nasional yang digunakan oleh Konferderasi dalam hubungannya dengan suku etnis Romanche. Dalam tingkat kanton, legislatif yang berasal dari Cantons of Vaud, Neuchâtel, Genève dan Jura diterbitkan dalam bahasa Perancis. Di Kanton Fribourg dan Valais, diterbitkan dalam bahasa Perancis dan Jerman. Peraturan dari Ticino diterbitkan dalam bahasa Italia. Peraturan dari kanton lain diterbitkan dalam bahasa Jerman (juga dalam bahasa Romanche dan Italia untuk Kanton Graubünden). Swiss menganut sistem hukum civil law. Oleh karena itu, sumber utama aturan pengadilannya adalah hukum yang tertulis dan terundangkan. Seperti di negara yang menganut civil law lainnya, hukum Swiss dibagi menjadi hukum publik dan hukum private.153 Hukum publik mengatur tentang manajemen State, termasuk hubungan antara State dan individu (atau badan hukum lainnya seperti perusahaan). Hukum konstitusi, hukum administrasi, hukum pajak, hukum pidana, prosedur pidana, hukum publik internasional, prosedur sipil, hukum piutang dan kepailitan merupakan bagian dari hukum publik. 153
Gregory M. Bovey, The Swiss Legal System published November 2006, terdapat commitand to Research, user dalam http://www.nyulawglobal.org/globalex/switzerland.htm
116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hukum private mengatur hubungan antar individu. Hukum perdata swiss sebagian besar terdapat dalam Swiss Civil Code/ KUHPerdata Swiss (yang mengatur Status of Individuals, Family Law, Inheritance Law, dan Property Law) serta dalam the Swiss Code of Obligations (yang mencakup Contracts, Torts, Commercial Law, Company Law, Law of checks and other payment instruments). Hukum kekayaan intelektual (copyright, patents, trademarks, dsb.) termasuk juga dalam wilayah hukum private (perdata). Hukum ketenagakerjaan diatur dalam hukum pidana dan perdata. Hukum Swiss secara berurutan diatur oleh peraturan di bawah ini: a) hukum federal merupakan panduan bagi konstitusi dan hukum kanton, b) aturan konstitusi berlaku di atas undang-undang umum, dan c) Undang-undang legislatif lebih diutamakan dibandingkan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah lainnya. Secara umum, kodifikasi civil law tidak mengalami perubahan penting sejak Kitab Undang-undang Swiss diundangkan pada tahun 1912, mensipun beberapa bab mengalami amandemen menyesuaikan dengan perubahan pada masyarakat (misal pada hukum keluarga). Namun secara mendasar, hanya ada beberapa perubahan kecil pada the Code of Obligations. Mahkamah Agung Swiss telah berperan penting dalam modernisasi hukum swiss. Peraturan di Swiss diterbitkan oleh konselir federal maupun kantonal. Hukum federal diterbitkan dalam dua buku utama: (i) "Official Collection of Federal Laws/ kumpulan hukum federal resmi" ("Amtliche Sammlung des Bundesrechts (AS)"/"Recueil officiel des lois fédérales (RO)" yang ditulis berdasarkan urutan kronologis) dan (ii) "Systematic Collection of Federal Law/ kumpulan hukum federal sistematis" ("Systematische Sammlung des Bundesrechts (SR)"/"Recueil systématique du droit fédéral (RS)" yang ditulis berdasarkan isi peraturan). Pihak commit to user Kanton juga menerbitkan buku yang sejenis untuk aturan tingkat Kanton.
117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Dasar Hukum Berlakunya Rahasia Bank Pengaturan rahasia bank di Swiss telah ada lebih dari 300 tahun. Sekitar tahun 1700, Bank Swiss merupakan tempat penyimpanan kekayaan kerajaan Perancis. Mereka seringkali berhubungan keuangan dengan raja-raja Perancis, kegiatan ini memiliki dua manfaat utama yakni resiko yang sangat rendah dan permintaan yang konstan. Namun, banyak dari para bankir Swiss merupakan penganut Protestan yang meninggalkan Perancis setelah pencabutan Edict of Nantes pada Oktober, 1685 oleh Louis XIV. Oleh karena itu, fakta penting ini mengungkapkan bahwa raja Perancis meminjam uang pada orang yang sama yang telah dinyatakan sesat dan diusir dari negerinya sendiri. Hal ini mendorong Dewan Besar Jenewa pada tahun 1713 mengadopsi aturan perbankan dan peraturan yang secara tegas melarang bankir membocorkan informasi apapun yang berkaitan dengan nasabahnya kecuali kepada nasabah itu sendiri. Dengan demikian, peraturan tersebut adalah bukti tertulis pertama dari peraturan rahasia bank di dunia.154 Sebelum tahun 1934, pelanggaran rahasia bank adalah murni pelanggaran perdata dimana sang penuntut dapat meminta ganti rugi. Hal ini tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Swiss 1907 dan Undang-undang Tenaga Kerja 1911. Pada tahun 1934 UU Perbankan Federal (Federal Act on Banks and Savings Banks) dirumuskan dengan seperangkat peraturan yang mengatur Bank Swiss yang disahkan pada 8 November 1934. Pasal 47 dalam aturan ini memperketat aturan rahasia bank dan juga mengategorikan pelanggarannya sebagai pelanggaran kriminal/ pidana. Sejak diperkenalkannya UU Perbankan tahun 1934, Pasal 47 telah menjadi subjek kritik secara terus menerus di dunia. Sebagian besar 154
Ankur Poddar, Swati Aggarwal and Peevush Razdan, The Future of Bank Secrecy and commit to user Switzerland, Switzerland, 2009, hlm. 24
118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serangan ini ditargetkan pada kenyataan bahwa Bank Swiss membantu terorisme, korupsi dan penggelapan pajak155. Selama bertahun-tahun, beberapa perubahan kecil telah dibuat dalam undang-undang perbankan Swiss untuk mengakomodasi permintaan internasional dan juga untuk meningkatkan citra Bank Swiss di luar negeri sehingga untuk menarik bisnis yang lebih besar. Perubahan terakhir terhadap Federal Act on Banks and Savings Banks ini dilakukan pada tanggal 1 Januari 2009. b. Batasan Rahasia Bank Batasan cakupan rahasia bank di Swiss tidak dijelaskan secara langsung, namun secara impisit tertulis dalam Pasal 36 Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks yang menyatakan, The creditors can consult the schedule of claims to the extent that it is necessary for the protection of their creditor rights; in doing so, professional secrecy pursuant to Article 47 is to be preserved as far as possible. Pasal tersebut menyatakan bahwa para kreditor dapat mengajukan tuntutan berkaitan dengan perlindungan hak mereka sebagai kreditor yang dalam hal ini dapat diterapkan kerahasiaan profesi (rahasia bank) sesuai dengan Pasal 47. Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang termasuk dalam lindungan rahasia bank di Swiss hanyalah nasabah kreditor saja dan tidak mencakup nasabah debitor. Dan hal ini mencakup semua hal yang berkaitan antara nasabah dengan pihak bank ketika membuka rekening, bahkan termasuk jika rekening tersebut tidak jadi dibuka, dan hal ini tidak berhenti meskipun rekening sudah ditutup.
155
Sebuah laporan Senat AS mengklaim bahwa AS kehilangan $ 100.000.000.000 per tahun dalam pendapatan pajak karena undang-undang kerahasiaan commit to userbank di berbagai negara, terutama Swiss terdapat dalam http://www.wealth-bulletin.com/wealthbusiness/ content/2451268592/
119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Pihak-pihak yang Berkaitan dengan Rahasia Bank Undang-undang Swiss menggunakan istilah Rahasia Jabatan/ Rahasia Profesi (Professional Secrecy) untuk berbagai pelanggaran Rahasia Bank. Dalam peraturan negara Swiss, pihak yang diwajibkan menjaga rahasia bank disebutkan dalam Pasal 47 ayat (1) Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks yakni, Imprisonment of up to three years or fine will be awarded to persons who deliberately: a. disclose a secret that is entrusted to him in his capacity as body, employee, appointee, or liquidator of a bank, as body or employee of an audit company or that he has observed in this capacity; b. attempts to induce such an infraction of the professional secrecy. Ayat tersebut menunjukkan bahwa yang termasuk pihak yang berkewajiban menjaga rahasia bank dan dapat dikenakan hukuman kurungan penjara atau denda dibagi menjadi tiga golongan utama dengan besar ancaman hukuman yang sama. Ketiga golongan tersebut adalah 1. Golongan yang memang diberikan kepercayaan mengenai berbagai hal berkaitan dengan informasi rahasia bank ini, dalam hal ini yang termasuk di dalamnya adalah sebagai: a) Badan hukum b) Karyawan c) Orang kepercayaan d) Juru likuidasi 2. Golongan yang tidak diberikan kepercayaan dari nasabah langsung untuk mengetahui informasi rahasia bank, namun memiliki kapasitas untuk mengetahui rahasia tersebut. Hal ini berlaku bagi pihak baik sebagai badan hukum maupun karyawan perusahaan yang bertugas mengaudit suatu bank, ataupun pihak yang memiliki kapasitas untuk mengetahui rahasia bank tersebut. commit to user
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Golongan yang melakukan usaha pembujukan kepada orang lain untuk melakukan pelanggaran rahasia jabatan ini. Selain ketiga golongan di atas yang disebutkan dalam pasal 47 ayat (1), pada UU yang sama (Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks) Pasal 4 terutama ayat (1) juga menunjukkan pihak yang terikat dengan rahasia bank. Pasal 4 ayat 1b menunjukkan bahwa induk perusahaan dan otoritas pengawas bank juga ikut terikat dalam aturan rahasia bank Swiss ini. Pasal 4 ayat 1 selengkapnya berbunyi, Banks, whose parent companies are supervised by banking or financial market supervisory authorities, may transmit information or documents not publicly available to their parent companies which are necessary for the purpose of consolidated supervision, in so far as: a. such information is used exclusively for internal control or direct supervision of banks or other financial intermediaries subject to license; b. the parent company and the supervisory authorities responsible for consolidated supervision are bound by official or professional secrecy; c. this information may not be transmitted to third parties without the prior permission of the bank or on the basis of a blanket permission in a state treaty. Ayat (4) pasal 47 menyatakan bahwa beban penjagaan rahasia bank masih akan tetap dikenakan meskipun pihak yang bersangkutan telah keluar dari bank tempat ia bekerja, atau tugas profesional yang berkaitan dengan rahasia bank telah selesai dikerjakan. Dengan kata lain, berbagai pihak yang berkaitan dengan rahasia bank berkewajiban untuk menjaga rahasia bank seumur hidupnya. d. Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank Rahasia bank di Swiss diperbolehkan dibuka untuk beberapa kasus tertentu baik kasus pidana maupun perdata. Kasus pidana yang termasuk di dalamnya adalah: 1) perdagangan narkotika commit to user 2) pemerasan
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) terorisme 4) pencucian uang 5) suap kepada oknum pemerintahan 6) kasus pajak. Sebelumnya hukum Swiss membedakan antara penghindaran pajak (tidak melaporkan pajak) dan penipuan pajak. Salah satu contoh kasus penipuan pajak adalah ketika sang wajib pajak menggunakan dokumen palsu ataupun menggunakan dokumen resmi untuk menipu otoritas pajak sehingga dapat menghindari pajak. Sedangkan contoh sederhana
kasus
penghindaran
pajak
adalah
kesalahan
dalam
menuliskan pendapatan ataupun menyembunyikan aset dengan sengaja. Kasus penghindaran pajak tidak dianggap sebagai tindak pidana oleh hukum Swiss. Perbedaan pengertian dalam hal kasus pajak di atas berbeda dan seringkali berbenturan dengan hukum dan pemerintah asing. Perbedaan ini menjadi perkara penting karena Swiss hanya memberikan bantuan hukum pembukaan rahasia bank untuk nasabah individu ataupun pihak asing dengan syarat bahwa tindakan kriminal tersebut juga dinyatakan bersalah oleh hukum Swiss. Setelah berkali-kali ditekan oleh OECD dan G20, akhirnya pada Maret 2009 pemerintah Swiss memutuskan untuk menghapuskan perbedaan antara penghindaran dan penipuan pajak untuk klien dari luar negeri. Swiss mengikuti standar internasional OECD dalam hal bantuan hukum internasional berkaitan dengan kasus pajak (keputusan mengambil Konvensi Model Pajak OECD terdapat pada keterangan tambahan Pasal 26).156 Berkaitan dengan kasus perdata, kasus-kasus yang menjadi pengecualian dalam rahasia bank ini adalah:
156
Switzerland to adopt OECD standard on administrative assistance in fiscal matters, Federal Department of Finance, terdapat dalam commit to user http://www.efd.admin.ch/00468/index.html?lang=en&msg-id=25863
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) perceraian 2) warisan 3) hutang 4) kepailitan pengecualian terhadap kasus perdata ini disyaratkan bahwa harus ada pihak ketiga yang mengklaim atas simpanan tersebut terlebih dahulu. Dalam prakteknya, sangat sulit untuk membukan rahasia bank ini dalam kasus apapun, karena Pengadilan Swiss harus membuktikan terlebih dahulu bahwa rekening yang dimaksud memang benar-benar ada di Swiss. Pembuktian keberadaan rekening ini merupakan proses yang sangat sulit. e. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank Swiss membedakan jenis sanksi berdasarkan apakah tindakan tersebut dilakukan dengan sengaja ataukan atas faktor kelaian yang diatur dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2) Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks. Undang-undang ini mulai diberlakukan tanggal 8 November 1934 dan telah mengalami beberapa kali revisi dengan revisi terakhir dilakukan pada tanggal 1 Januari 2009. Berkaitan dengan sanksi yang dijatuhkan, revisi yang dilakukan adalah dalam besarnya jumlah denda yang diberikan. Dalam UU revisi terakhir tersebut Pasal 47 ayat (1) dan (2) menyatakan: (1) Imprisonment of up to three years or fine will be awarded to persons who deliberately: a. disclose a secret that is entrusted to him in his capacity as body, employee, appointee, or liquidator of a bank, as body or employee of an audit company or that he has observed in this capacity; b. attempts to induce such an infraction of the professional secrecy. (2) Persons acting with negligence will be penalized with a fine of up to 250'000 francs. Sesuai dengan pasal di atas, besar sanksi yang dapat dijatuhkan commit to user terhadap pelanggar aturan rahasia bank adalah:
123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Bagi pihak yang dengan sengaja melakukan pelanggaran rahasia bank termasuk di dalamnya pihak yang melakukan pembujukan atas pelanggaran ini, diancam dengan kurungan penjara hingga 3 tahun atau denda. 2) Bagi pihak yang melakukan pelanggaran rahasia bank atas dasar kelalaian diancam sanksi denda hingga 250.000 Swiss Franc. Nasabah tidak perlu membuat laporan supaya kasus ini dapat diproses,
karena
pengacara
negeri
Swiss
berkewajiban
untuk
mengajukan kasus ini segera setelah diketahuinya kejadian. Nasabah juga dapat menuntut pihak bank berkaitan dengan kerugian yang diakibatkan oleh bocornya informasi rahasia bank dan hal ini juga akan diproseskan secara pidana oleh pengacara negeri. Pihak federal dan kanton berkewajiban untuk mengumpulkan bukti dan berkewajiban memberikan informasi kepada pihak yang berwenang (Pasal 47 ayat (5)). Dan dalam ayat (6) pasal yang sama menyatakan bahwa pihak yang berwenang untuk melakukan tuntutan dan mengambil putusan adalah pengadilan tingkat kanton. Pasal tersebut juga menyatakan bahwa untuk kasus ini, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss (Swiss Penal Code) diberlakukan. 3. Pengaturan Rahasia Bank di Singapura Berkaitan dengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara Singapura, nama resminya Republik Singapura, adalah sebuah negara pulau di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya, 137 kilometer (85 mil) di utara khatulistiwa di Asia Tenggara. Negara ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor di utara, dan dari Kepulauan Riau, Indonesia oleh Selat Singapura di selatan. Singapura adalah pusat keuangan terdepan keempat di dunia157 dan sebuah kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan dan keuangan internasional. Singapura terdiri dari 63 pulau, termasuk daratan Singapura. 157
commit to user
―Global Financial Centres 7", City of London, March 2010, hlm 3.
124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Singapura memiliki sejarah imigrasi yang panjang. Penduduknya yang beragam berjumlah 5 juta jiwa, terdiri dari Cina, Melayu, India, berbagai keturunan Asia, dan Kaukasoid. 158 Negara ini adalah yang terpadat kedua di dunia setelah Monako. A.T. Kearney menyebut Singapura sebagai negara paling terglobalisasi di dunia dalam Indeks Globalisasi tahun 2006. 159 Economist Intelligence Unit dalam "Indeks Kualitas Hidup" menempatkan Singapura pada peringkat satu kualitas hidup terbaik di Asia dan kesebelas di dunia. 160 Singapura memiliki cadangan devisa terbesar kesembilan di dunia.
161
Setelah PDB-nya
berkurang -6.8% pada kuartal ke-4 tahun 2009,162 Singapura mendapatkan gelar pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, dengan pertumbuhan PDB 17.9% pada pertengahan pertama 2010. 163 Mata uang Singapura adalah dolar Singapura yang ditandai dengan simbol S$ atau singkatan ISO SGD. Bank sentralnya adalah Monetary Authority of Singapore yang bertugas mengeluarkan mata uang. Singapura mendirikan Board of Commissioners of Currency pada tahun 1967164 dan mengeluarkan uang logam dan uang kertas pertamanya.
158
"Statistics SingaporeLatest Data". http://www.singstat.gov.sg/stats/latestdata.html
159
"Measuring Globalization", Foreign Policy, terdapat dalam http://www.atkearney.de/content/misc/wrapper.php/name/file_globalization_index_s_10539627 0846de.pdf
160
"The Economist Intelligence Unit's quality-of-life index", http://www.economist.com/media/pdf/QUALITY_OF_LIFE.pdf
161
―Top 10 countries with Largest Foreign Exchange Reserves‖, Shine, 8 Juni 2011. terdapat dalam http://shine.yahoo.com/channel/life/forex-reserve-of-india-top-10-countries-with-largestforeign-exchange-reserves-509751/
162
"Singapore GDP Contracts By 6.8% In The Fourth Quarter". Gov Monitor. 3 April 2011. terdapat dalam http://www.thegovmonitor.com/world_news/asia/singapore-gdp-contracts-by-68-in-the-fourth-quarter-20156.html
163
Ramesh, S., "Govt's goal is to ensure all S'poreans enjoy fruits of growth: PM Lee", Channel News Asia, 8 Agustus 2010.
164
Singstat.gov.sg.
2005.
terdapat
terdapat
dalam
dalam
commit to user Low Siang Kok, Director (Quality), Board of Commissioners of Currency, Singapore (22 Juni 2002). "Chapter 6: Singapore Electronic Legal Tender (SELT) – A Proposed Concept". The
125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Singapura membuat undang-undang dasar pertama atas rekomendasi komisi undang-undang dasar yang diketuai Sir Geroge Rendel dan memiliki majelis legislatif pertama dan kabinet pertama dengan sebuah dewan menteri. Pada tahun 1958, pemerintahan Inggris mengumumkan secara resmi undang-undang dasar yang baru bagi Singapura, yang memberikan pemerintahan sendiri secara penuh dengan majelis legislasi yang terpilih secara penuh, namun urusan berkaitan dengan pertahanan, urusan luar negeri, dan sebagian kekuasaan untuk keamanan internal tetap dipegang Inggris dengan kekuasaan untuk menunda undang-undang dasar sampai dengan proklamasi. Pemerintahan terpilih pada tahun 1959, dengan ketua menteri dan kepala konstitusi, gubernur Inggris, didapatkan dari partai mayoritas, Peoples Action Party, yang tetap merupakan partai yang berkuasa hingga saat ini. Pembicaraan mengenai undang-undang dasar yang melibatkan pemerintahan Inggris, negeri Melayu, Singapura dan wilayah Kalimantan (Sabah dan Sarawak) menghasilkan sebuah Federasi Malaysia yang diberikan pemerintahan Inggris pada September, 1963. Namun perbedaan antara
pemerintahan
Singapura
dengan
pemerintahan
Federasi,
mengakibatkan Singapura melepaskan diri dari Federasi sehingga menjadi negara mandiri dan berdaulat pada 9 Agustus 1965. Singapura adalah sebuah republik parlementer dengan sistem pemerintahan parlementer unikameral Westminster yang mewakili berbagai konstituensi. Konstitusi Singapura menetapkan demokrasi perwakilan sebagai sistem politik negara ini.165 Partai Aksi Rakyat (PAP) mendominasi proses politik dan telah memenangkan kekuasaan atas
Future of Money / Organisation for Economic Co-operation and Development. Paris: OECD. hlm. 147. ISBN 92-64-19672-2. http://www.oecd.org/dataoecd/40/31/35391062.pdf. Diakses pada 28 Desember 2007. "The Board of Commissioners of Currency, Singapore (BCCS) was established on 7 April 1967 by the enactment of the Currency Act (Chapter 69). It has the sole right to issue currency notes and coins as legal tender in Singapore." 165
"CIA – The World Factbook – Singapore". Central Intelligence Agency. terdapat dalam commitU.S. to user https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/sn.html
126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Parlemen di setiap pemilihan sejak menjadi pemerintahan sendiri tahun 1959.166 Singapura memiliki sistem hukum Common Law dengan undangundang dasar tertulis yang dianggap sebagai hukum tertinggi Republik (Pasal 4 UUD). Terdapat juga perjanjian hak asasi manusia, yang berisi hak-hak dasar seperti hak seseorang untuk memiliki pengacara, dan mengetahui alasan penahanan, perlindungan atas bahaya dan hukum pidana retrospektif, persamaan dalam perlindungan, dan hak warga negara untuk berpendapat, berkumpul dan berserikat. Kebanyakan hak dibatasi dan dapat dikurangi dengan alasan-alasan tertentu. Namun terdapat dua hak absolut yaitu: kebebasan dari perbudakan dan kebebasan warga negara dari pembuangan. Meski hukum di Singapura merupakan warisan dari hukum Inggris dan India Britania, dan meliputi banyak elemen common law Inggris, namun dalam beberapa kasus sudah ada beberapa bagian yang keluar dari warisan tersebut sejak kemerdekaan, contohnya adalah pengadilan oleh juri dihapuskan. Undang-Undang Dasar Singapura didasarkan atas undang-undang dasar asli negara pada tahun 1963, dengan beberapa konsep yang diturunkan dari undang-undang dasar Malaysia, yang ditarik dari pengalaman Amerika Serikat dan India. Negara ini merupakan negara uniter, dengan pemerintahan pusat yang kuat, yang tidak memiliki pemerintahan lokal karena ukuran negaranya yang kecil, kecuali majelis kota yang memiliki kewenangan terbatas (di bawah undang-undang majelis kota) untuk mengelola kota atau daerah tempat tinggal. Dengan pasal 4, undang-undang dasar merupakan hukum tertinggi Singapura dan setiap hukum yang dikeluarkan badan pembuat undang-undang yang tidak konsisten dengan undang-undang dasar akan dibatalkan atas dasar tidak konsisten.
166
"Country Report: Singapore". House. terdapat commit to Freedom user http://www.freedomhouse.org/template.cfm?page=22&country=7269&year=2007
127
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Parlemen mengeluarkan undang-undang, yang akan menjadi hukum ketika mendapat persetujuan dari presiden (Pasal 58). Namun dalam proses pembuatan hukum, setiap undang-undang (dengan beberapa pengecualian) ketika penelaahan terakhir harus dikirim ke Dewan Presidensial untuk Hak Minoritas, yang memilki hak untuk meneliti undang-undang dan melaporkan pada parlemen jika undang-undang tersebut mengandung unsur pembedaan, yang berdampak merugikan atau memihak pada suatu kelompok agama atau ras. Ketentuan ini dibuat untuk menjamin persamaan perlindungan dalam urusan agama atau ras. Jika tidak terdapat laporan tersebut dalam batas waktu 30 hari, maka undang-undang tersebut mendapatkan persetujuan presiden untuk dijadikan hukum. a. Dasar Hukum Berlakunya Rahasia Bank Di Singapura, hubungan antara nasabah bank dan bankir diatur oleh hukum common law. Namun, dalam hal tertentu, terutama mengenai aturan rahasia bank, diatur dalam Singapore Banking Act (Cap 19, 2008 Rev Ed) yang berlaku. 167 Undang-undang ini pertama kali diundangkan pada tanggal 1 Januari 1971 dan beberapa kali mengalami perubahan revisi pada tahun 1985, 1994, 1999, 2003 dan terakhir adalah edisi revisi 2008 yang ditetapkan pada tanggal 6 Februari 2008. Pengaturan hubungan antara bank dan pelanggan sangat penting karena menimbulkan hak dan kewajiban seorang bankir. Dalam skenario yang paling umum, hubungan bank dan pelanggan mulai terjadi pada pembukaan rekening oleh nasabah bank. Selain edisi revisi pada Singapore Banking Act, UU ini juga mengalami beberapa kali amandemen. Salah satu amandemen yang berkaitan dengan pengaturan rahasia bank adalah yang terjadi pada tahun 2001. UU Perbankan (Amandemen) 2001 mencabut Pasal 47 dan kembali diundangkan dalam bentuk yang berbeda secara substansial.
167
Perbankan dan Keuangan, 2011, Singapore commit to userAcademy of Law, http://www.singaporelaw.sg/content/BankingandFinanceIndo.html#section3
128
terdapat
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Langkah legislatif tersebut menandai perubahan kebijakan dalam pengaturan rahasia bank Singapura, Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/ MAS) merasa bahwa ketentuan sebelumnya menghalangi bank dalam usaha pengambilan keuntungan operasional dan juga uang tabungan yang ada. Misal, di bawah rezim sebelumnya, bank mengalami kesulitan pinjaman hipotek sekuritas atau pengolahan data outsourcing oleh pihak ketiga. Pasal 47 yang sekarang memperluas kondisi pengungkapan informasi pelanggan. Pasal 47 ayat (1) menyatakan: ―Customer information shall not, in any way, be disclosed by a bank in Singapore or any of its officers to any other person except as expressly provided in this Act.‖ Hal mengenai rahasia bank di atas ditujukan bagi bank yang didirikan di Singapura atau cabang-cabang dan kantor yang berlokasi di Singapura dari bank yang didirikan di luar Singapura, dan berkaitan dengan pejabat, maupun orang lain kecuali yang secara tegas diberikan dalam Banking Act (Cap 19, 2008 Rev Ed). b. Batasan Rahasia Bank Larangan pengungkapan rahasia bank di Singapura yang dijelaskan dalam pasal 47 Singapore Banking Act (Cap 19, 2008 Rev Ed) menggunakan istilah customer information. Penjelasan mengenai istilah customer information secara jelas dituliskan dalam pasal 40A undang-undang yang sama dengan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ―informasi pelanggan‖ (customer information) adalah: (a) any information relating to, or any particulars of, an account of a customer of the bank, whether the account is in respect of a loan, investment or any other type of transaction, but does not include any information that is not referable to any named customer or group of named customers. (b) deposit information; commit to user
129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan istilah ―deposit information‖ yang juga termasuk dalam kategori customer information juga telah didefinisikan dengan jelas dalam pasal yang sama, yakni: "Deposit information‖, in relation to a bank, means any information relating to — (a) any deposit of a customer of the bank; (b) funds of a customer under management by the bank; or (c) any safe deposit box maintained by, or any safe custody arrangements made by, a customer with the bank, but does not include any information that is not referable to any named person or group of named persons Kemudian pasal ini juga menjelaskan penggunaan istilah ―funds of a customer under management‖ yang digunakan dalam deposit information sebagai berikut, "Funds of a customer under management" means any funds or assets of a customer (whether of the bank or any financial institution) placed with that bank for the purpose of management or investment. Dari pasal tersebut tampak bahwa yang termasuk dalam batasan rahasia bank adalah: 1. Berbagai informasi yang berkaitan dengan, atau berasal dari, rekening nasabah bank, berkaitan dengan pinjaman, investasi atau transaksi lainnya, namun tidak termasuk informasi yang tidak berkaitan dengan nama nasabah atau kelompok nasabah tertentu. 2. Berbagai informasi yang berkaitan dengan simpanan nasabah bank, dana nasabah yang dikelola oleh bank, atau safe deposit yang dipelihara oleh bank, atau berbagai bentuk simpanan di bank, namun tidak termasuk informasi yang tidak berkaitan dengan nama nasabah atau kelompok nasabah tertentu. Dengan arti lain, batasan rahasia bank untuk nasabah penyimpan ialah menyangkut informasi mengenai rekening nasabah tersebut lengkap dengan informasi mengenai simpanannya. Sedangkan untuk nasabah debitur, yang commit termasuk dalam aturan rahasia bank hanyalah to user
130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
informasi mengenai rekeningnya saja, tidak termasuk informasi mengenai dana yang dipinjamnya. Pasal 47 ayat (10) menyatakan bahwa
Undang-Undang
Perbankan (Cap 19, 2008 Rev Ed) berlaku tidak hanya untuk bank tetapi juga untuk bank dagang yang disetujui sebagai lembaga keuangan di Singapura di bawah UU Otoritas Moneter Singapura (Cap 186, 1999 Rev ed). Pasal 47 ayat (10) selengkapnya menyatakan: This section and the Third Schedule shall apply, with such modifications as may be prescribed by the Authority, to a merchant bank approved as a financial institution under section 28 of the Monetary Authority of Singapore Act (Cap. 186) as if the reference to a bank in this section were a reference to such merchant bank. Penguasa ataupun pihak bank tidak berhak membuat standar yang lebih tinggi dari yang ditentukan oleh peraturan. Hal ini diatur dalam pasal 47 (8). Hukum juga tidak dikenakan pada orang di luar kategori yang dimasukkan dalam peraturan. Pasal 47 ayat (8) selengkapnya menyatakan: For the avoidance of doubt, nothing in this section shall be construed to prevent a bank from entering into an express agreement with a customer of that bank for a higher degree of confidentiality than that prescribed in this section and in the Third Schedule. c. Pihak-pihak yang Berkaitan dengan Rahasia Bank Berkaitan dengan pihak yang diwajibkan menjaga rahasia bank atau yang lebih sering dinyatakan sebagai rahasia jabatan, Pasal 47 ayat (5) Singapore Banking Act (Cap 19, 2008 Rev Ed) menyatakan: Any person (including, where the person is a body corporate, an officer of the body corporate) who receives customer information referred to in Part II of the Third Schedule shall not, at any time, disclose the customer information or any part thereof to any other person, except as authorised under that Schedule or if required to do so by an order of court. Di dalam ayat tersebut, disebutkan bahwa yang termasuk berkewajiban menjaga rahasia bank adalah body corporate serta officer yang tergabung dalam commit body corporate to user tersebut. Istilah officer sendiri
131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
telah dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang yang sama yakni termasuk; (a) Direktur, sekretaris atau karyawan bank (b) Kurator, manager dari perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola suatu bank atas alasan tertentu; dan (c) Likuidator dari bank yang bersangkutan. Selain pihak-pihak di atas yang disebutkan dalam Pasal 47 ayat (5) dan dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1), terdapat pihak lain yang juga diwajibkan menjaga rahasia bank seperti yang dijelaskan dalam Pasal 47 ayat (9) sebagai berikut: Where, in the course of an inspection under section 43 or an investigation under section 44 or the carrying out of the Authority‘s function of supervising the financial condition of any bank, the Authority incidentally obtains customer information and such information is not necessary for the supervision or regulation of the bank by the Authority, then, such information shall be treated as secret by the Authority. Dan istilah ―Authority‖ yang digunakan dalam pasal ini dijelaskan oleh Pasal 2 ayat (1) UU yang sama sebagai berikut: ―"Authority" means the Monetary Authority of Singapore established under the Monetary Authority of Singapore Act (Cap. 186).‖ Masa berlakunya kewajiban penjagaan rahasia bank dijelaskan dalam Pasal 47 ayat (7) poin (b). Ayat tersebut menyatakan bahwa kewajiban penjagaan rahasia bank masih tetap berlaku meskipun tugas pihak yang berkaitan telah selesai atau sudah tidak bekerja lagi di bank tersebut, ataupun sudah tidak berhubungan lagi dengan pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, bahwa berbagai pihak yang disebutkan dalam UU tersebut diwajibkan menjaga rahasia bank seumur hidup. d. Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank Hukum Singapura mendiskripsikan pengecualian dalam rahasia bank dengan sangat lengkap, bahkan dipisahkan mana penerima commit tountuk user menyebarkan informasi yang ia informasi yang tidak dilarang
132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat (Bagian I Third Schedule Singapore Banking Act) dan penerima informasi yang dilarang menyebarkan informasi rahasia bank kepada orang lain kecuali telah ditentukan dalam undang-undang atau dengan perintah dari pengadilan. Pengungkapan informasi nasabah yang diizinkan yang termasuk dalam Bagian I Third Schedule Singapore Banking Act di mana informasi boleh disebarkan ke pihak lain lagi adalah: 1. pengungkapan diizinkan secara tertulis oleh nasabah atau, jika sang nasabah meninggal, kepada wakil yang ditunjuk; 2. pengungkapan yang berkaitan dengan hibah wasiat atau suratsurat administrasi harta almarhum nasabah; 3. pengungkapan yang berkaitan dengan kepailitan nasabah baik perorangan maupun perusahaan; 4. Pengungkapan yang sifatnya hanya institusional saja yang berkaitan dengan transaksi perbankan nasabah; 5. pengungkapan oleh polisi atau petugas publik atau pengadilan dengan alasan penyidikan atau penuntutan; 6. pengungkapan yang dilakukan berkaitan dengan perintah sitaan yang berkaitan dengan uang di rekening pelanggan; 7. pengungkapan yang sesuai dengan perintah Mahkamah Agung atau hakim sesuai dengan Bagian IV Undang-undang mengenai Bukti/ Evidence Act (Cap 97, 1997 Rev Ed); 8. (Untuk bank yang merupakan cabang dari suatu bank yang didirikan di luar Singapura) pengungkapan sangat diperlukan untuk
memenuhi
pengawasan
bank
permintaan pusat
dan
yang
dibuat
ditujukan
oleh
otoritas
dengan
maksud
pengawasan bank. Namun, tidak ada informasi deposit yang boleh diberikan kepada otoritas pengawasan bank pusat, dan 9. Pengungkapan yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perbankan (Cap 19, 2008 Rev Ed), atau pemberitahuan atau commit to user
133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
instruksi yang dikeluarkan oleh Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/ MAS) kepada bank-bank. Sedangkan pengungkapan informasi nasabah yang diizinkan yang termasuk dalam Bagian II Third Schedule Singapore Banking Act dalam hal ini informasi tidak boleh disebarkan ke pihak lain lagi adalah : 1. Pengungkapan yang dilakukan sehubungan dengan kinerja tugas sebagai pejabat, atau penasihat profesional bank; 2. Pengungkapan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit internal bank
atau
pelaksanaan
manajemen
risiko.
Dalam
kasus
pengungkapan oleh bank cabang dari suatu bank yang didirikan di luar Singapura, dapat dilakukan ke kantor pusatnya atau bank induknya atau setiap cabang atau perusahaan terkait yang ditunjuk secara tertulis oleh bank pusatnya. Untuk bank yang didirikan di Singapura, pengungkapan tersebut dapat dilakukan kepada bank induk atau perusahaan terkait dari bank yang ditunjuk secara tertulis oleh bank pusatnya; 3. Pengungkapan berkaitan dengan outsourcing fungsi operasional, termasuk kantor pusat bank atau cabang di luar Singapura. Jika fungsi outsourcing harus dilakukan di luar Singapura, referensi harus dibuat oleh MAS 'Rahasia bank - Kondisi Outsourcing' berjudul ('MAS 634'); 4. Pengungkapan berkaitan dengan (i) merger atau merger dari bank atau perusahaan pemegang sahamnya dengan perusahaan lain, atau (ii) akuisis dari setiap modal saham bank atau perusahaan keuangan induknya; 5. Pengungkapan berkaitan dengan transfer, restrukturisasi atau penjualan, atau usulan restrukturisasi, transfer atau penjualan, dari fasilitas kredit. Dalam hal ini, informasi dapat diungkapkan ke pihak tujuan transfer, pembeli atau orang lain yang berpartisipasi atau terlibat dalam transfer, restrukturisasi atau penjualan, to user pengalihan atau penjualan, ataupun usulan commit restrukturisasi,
134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
termasuk pengacara atau penasihat profesional lainnya. Namun, hanya informasi yang berkaitan dengan fasilitas kredit yang relevan saja yang dapat diungkapkan; 6. Pengungkapan oleh bank di Singapura yang telah menerbitkan kartu kredit kepada seorang pelanggan, dimana bank lain di Singapura menyatakan bahwa ia memiliki masalah kartu kredit atau penangguhan atau pembatalan kartu dengan alasan permasalahan pembayaran. Informasi yang dapat diungkapkan adalah nama dan identitas pelanggan, jumlah hutang pada kartu kredit atau biaya, dan tanggal penghentian atau pembatalan kartu; 7. Pengungkapan informasi nasabah (tidak termasuk informasi deposito) yang sangat diperlukan (i) untuk sintesis, pengumpulan atau pengolahan informasi pelanggan oleh biro kredit untuk menilai kelayakan kredit dari nasabah bank, atau (ii) untuk penilaian, oleh anggota tertentu tertentu biro kredit, kelayakan kredit dari nasabah bank, dan tunduk pada kondisi yang ditentukan oleh MAS; 8. Pengungkapan informasi yang bersifat umum (tidak terkait dengan rincian rekening pelanggan) dibuat untuk bank lain atau bank dagang di Singapura yang sangat memerlukannya untuk penilaian kelayakan kredit pelanggan; 9. Pengungkapan kepada lembaga keuangan di Singapura yang diatur oleh MAS untuk tujuan promosi, produk keuangan dan jasa yang disediakan di Singapura oleh lembaga keuangan tersebut. Pengecualian ini hanya terbatas pada nama pelanggan, identitas, alamat dan nomor kontak. Berbagai pelarangan di atas masih tetap berlaku meskipun sang penerima informasi tersebut sudah tidak bekerja lagi untuk urusan yang berkaitan dengan rahasia bank itu (Pasal 47 ayat (7) poin (b) Singapore Banking Act). commit to user
135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank Hukum Singapura dalam Singapore Banking Act Pasal 47 ayat (6) menyatakan bahwa pengungkapan rahasia bank di luar Pasal 47 dianggap sebagai pelanggaran. Hukuman yang dikenakan dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut: Any person who contravenes subsection (1) or (5) shall be guilty of an offence and shall be liable on conviction — (a) in the case of an individual, to a fine not exceeding $125,000 or to imprisonment for a term not exceeding 3 years or to both; or (b) in any other case, to a fine not exceeding $250,000. Pasal tersebut menyatakan bahwa sanksi yang diberikan pada pelanggaran rahasia bank dikenakan denda maksimal SGD168 125.000, atau kurungan penjara maksimal tiga tahun, atau keduanya. Dalam kasus korporasi, denda maksimal SGD 250.000 dapat dijatuhkan. Sedangkan pihak yang setelah diperintahkan oleh pengadilan untuk membuka rahasia bank, namun tidak bersedia melakukannya akan dikenakan sanksi denda tidak lebih dari SGD 125,000 sebagaimana diterangkan dalam Pasal 47 ayat (4): Where an order has been made by a court under subsection (3), any person who, contrary to such an order, publishes any information that is likely to lead to the identification of any party to the proceedings shall be guilty of an offence and shall be liable on conviction to a fine not exceeding $125,000.
168
commit to user
SGD = Dolar Singapura, 1 SGD = 6.953 IDR (kurs per 22 Oktober 2011)
136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pembahasan 1. Kesesuaian Antara Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia, Swiss dan Singapura Berkaitan dengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara a. Kaitan Antara Pengaturan Rahasia Bank Indonesia, Swiss dan Singapuradengan Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar menyatakan bahwa Pembangunan nasional dilaksanakan oleh bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Penjelasan tersebut juga menyatakan bahwa devisa sebagai salah satu alat dan sumber pembiayaan memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional. Kondisi cadangan devisa harus dipelihara agar transaksi internasional dapat berlangsung dengan stabil, dalam hal ini terutama digunakan secara langsung untuk membiayai kegiatan impor dan membayar hutang
luar
meningkatkan
negeri.
Kuatnya
kepercayaan
cadangan
akan
devisa
kemampuan
negara
negara
akan
tersebut
menghadapi berbagai kewajiban pembayaran ke luar negeri yang akan berdampak bagi kelancaran berbagai aktifitas internasional negara terkait. Menipisnya cadangan devisa akan mengundang spekulasi rupiah dari para spekulator yang akan menyebabkan tergoncangnya stabilitas nilai tukar. Cadangan devisa yang merupakan stok untuk alat pembayaran luar negeri (transaksi internasional) dapat berasal dari pemasukan jasa keuangan dan juga aliran dana masuk (capital inflow) yang berasal dari dana masyarakat luar negeri yang disimpan di perbankan dalam negeri. Posisi cadangan devisa Indonesia September 2011 senilai US$ 114,5 Milliar masih berada jauh di bawah Swiss yakni US$ 288,6 Milliar dan Singapura US$ 242,3 milliar. Faktor utama sumber cadangan devisa commit to user Indonesia yang paling diandalkan adalah dari hasil ekspor komoditas
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perdagangan internasional yang mana sumber pemasukannya sangat besar menambah cadangan devisa yakni sebesar 30% dan setelah itu adalah dari tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri baik sebagai tenaga ahli maupun sebagai pembantu rumah tangga. Selain itu, pemerintah Indonesia juga sering melakukan peminjaman hutang luar negeri untuk memperkuat posisi devisa negara Indonesia. Penambahan devisa Indonesia dari ekspor didominasi oleh komoditi minyak dan gas mentah yang mana hal ini tentu kurang profitable dan memiliki batas waktu tertentu hingga cadangan minyak dan gas di bumi Indonesia habis. Sedangkan pemasukan yang berasal dari TKI yang bekerja di luar negeri bukanlah pilihan yang tepat untuk diperjuangkan menutupi berbagai kekurangan devisa Indonesia, dikarenakan sumber ini berkaitan dengan rasa kemanusiaan. Sedangkan sumber penambahan devisa dari hutang luar negeri akan berakibat pada rentannya intervensi pihak luar sebagai pemberi pinjaman maupun hibah dari luar negeri. Di sisi lain, Swiss dan Singapura yang terbukti memiliki cadangan devisa lebih dari dua kali lipat cadangan devisa Indonesia, lebih mengandalkan penambahan devisa dari kegiatan jasa, termasuk di dalamnya jasa keuangan terutama yang dilaksanakan oleh pihak perbankan. Meskipun pada awalnya sumber devisa yang berasal dari kegiatan ini merupakan usaha yang terpaksa dilakukan karena terbatasnya sumber daya alam negara setempat, namun sekarang sumber devisa ini terbukti lebih baik dibandingkan yang berasal dari kegiatan non-jasa baik dari segi jumlah maupun ketahanannya. Laporan OECD yakni jumlah uang yang disimpan individu dan korporasi di negara-negara yang memperhatikan pemasukan nasabah internasional berkisar antara US$ 5 triliun – US$ 7 triliun. Hal ini membuktikan bahwa aliran dana nasabah internasional merupakan sumber cadangan devisa negara yang potensinya sangat besar. Data commit to userAccenture dan University of St. hasil survey yang dilakukan oleh
138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gallen pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sepertiga aset likuid swasta yang ada di seluruh dunia dikelola oleh Swiss sedangkan Singapura menjadi pesaing utama Swiss dengan mengelola 19% dari total aset dunia. 169 Angka yang dimiliki Singapura tergolong sangat besar mengingat Singapura termasuk negara baru dalam dunia perbankan internasional. Data lain yang dikeluarkan oleh Economic Review Committee Sub-Committee on Services Industries Financial Services Working Group menunjukkan bahwa peningkatan sumbangan devisa yang berasal dari jasa perbankan di Singapura meningkat drastis dari tahun 1980 yang hanya 8% menjadi 12,8% pada tahun 1994. 170 Terlebih lagi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Merrill Lynch dan Capgemini beberapa tahun lalu dapat diketahui hampir 33% dari orang kaya (high networth individual) yang ada di Singapura berasal dari Indonesia dan jumlah kekayaan yang ditanamkan di Singapura diperkirakan sekitar US$ 70 miliar.171 Berbagai bukti di atas cukup meyakinkan bahwa kegiatan jasa keuangan memiliki potensi sangat besar bagi upaya peningkatan cadangan devisa suatu negara. Untuk menjadikan kegiatan jasa keuangan memberikan sumbangan cadangan devisa, maka diperlukan peningkatan jumlah nasabah maupun dana nasabah yang dikelola oleh bank dalam negeri. Teori stakeholder mengingatkan bahwa pihak yang mempunyai peran terhadap eksistensi dan keberhasilan perusahaan (bank) tidak hanya pihak yang telah berhubungan dengan perusahaan itu saja, namun juga pihak lain yang pada masa akan datang diperkirakan
akan
memberikan
pengaruhnya
pada
perusahaan
(stakeholder masa depan) baik itu dalam hal ini konsumen potensial 169
The Swiss Banking Industry..., loc. Cit..
170
Financial Services Working Group Report, Positioning Singapore as a Pre-eminent Financial Centre in Asia, September 2002, hlm. 3
171
Indonesia Masuk Daftar commit Korban Havens, terdapat to userTax http://www.rumahpajak.com/index.php?option=com_content&task=view&id=10959
139
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(calon nasabah). Selain itu, teori ini juga mengingatkan bahwa selain stakeholder internal yakni pihak yang berada di dalam bank misalnya karyawan, manajer, dan pemegang saham, juga perlu diperhatikan pihak yang berada di luar lingkungan bank itu sendiri sebagai stake holder eksternal. Teori legitimasi menekankan bahwa supaya suatu organisasi (bank) bisa mendapatkan legitimasi dari masyarakat luas, dalam hal ini nasabah potensial, maka dibutuhkan sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh bank merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem, norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dimiliki oleh masyarakat. Teori ini menganjurkan bank untuk meyakinkan bahwa aktifitasnya dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Usaha meyakinkan masyarakat ini sangat penting dimana mereka lah yang memiliki potensi untuk menjadi nasabah bank di masa yang akan datang. Nasabah hanya akan mempercayakan dananya untuk disimpan di suatu bank hanya jika nasabah percaya kepada bank tersebut yang dapat bersumber dari berbagai hal. Salah satu sumber kepercayaan yang diperhatikan nasabah untuk mempercayakan dananya adalah bahwa tidak akan ada akibat buruk yang bersumber dari tersimpannya dana nasabah di bank tersebut, hal inilah yang menjadikan pentingnya adanya rahasia bank. Seiringan dengan hal ini, berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantara oleh Fritz Kaiser dan James Chia, bahwa masyarakat dari berbagai negara lebih memilih untuk menyimpan dana mereka di negara-negara seperti Swiss dan Singapura dikarenakan bank-bank di negara tersebut sangat menjaga rahasia bank mereka. Sesuai dengan upaya pertama yang disarankan oleh teori legitimasi dalam upaya mengurangi gap legitimasi antara pihak to useruntuk tujuan upaya peningkatan perbankan dan pihak commit masyarakat,
140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cadangan devisa, maka diperlukan peninjauan kembali berbagai hal berkaitan dengan rahasia bank yang ada. Berkaitan dengan pentingnya rahasia bank, bank sebagai lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak yang dapat merugikan nasabah. Selain itu, masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan termasuk dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara bahwa bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat internasional dan kepercayaan tersebut akan lahir apabila semua data nasabah tersimpan secara rapi dan dirahasiakan, sehingga hal awal yang sangat perlu diperhatikan adalah pengaturan rahasia bank di negara bank berasal. Pengaturan rahasia bank sangat bergantung pada aturan rahasia bank yang berlaku di negara bank berasal. Teori hukum responsif menekankan bahwa hukum harus berkompeten, adil dan juga harus mampu mengenali keinginan publik dan punya komitmen terhadap tercapainya keadilan substantif. Selain itu, tatanan hukum juga harus lebih beradab, atau bahwa tatanan tersebut harus lebih santun, lebih menerima keberagaman budaya, dan tidak terlalu mudah menjadi kejam terhadap hal-hal yang menyimpang dan eksentrik. Sehingga, dalam upaya perbaikan kegiatan rahasia bank, maka yang paling utama perlu ditinjau ulang adalah aturan yang berkaitan dengan rahasia hukum itu sendiri. b. Perbandingan Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia, Swiss dan Singapura Pendekatan
perbandingan
hukum
digunakan
untuk
lebih
mengoptimalkan pembahasan pengaturan rahasia bank ini. Pendekatan perbandingan dilakukan dengan pendekatan yang disebut oleh E. commit to user
141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lambert sebagai descriptive comparative law, yaitu dengan cara menginventarisasi sistem aturan tertentu sebagaimana sistem ini ditegakkan untuk beberapa kategori hubungan-hubungan hukum. Sedangkan dengan meminjam pembagian perbandingan hukum yang dilakukan oleh J.H. Wigmore, maka perbandingan yang digunakan adalah comparative
nomoscopy,
yakni
perbandingan
hukum
yang
menggambarkan sistem-sistem hukum. Sedangkan jenis pendekatan sesuai pembagian yang dilakukan Munir Fuady, maka perbandingan hukum yang dilakukan termasuk pada pendekatan perbandingan hukum substantif, yaitu perbandingan hukum di mana yang diperbandingkan antara dua atau lebih dari hukum substantive yang dalam hal ini adalah perbandingan tentang peraturan rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura. Pembahasan mengenai pengaturan rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura akan dikelompokkan ke dalam beberapa topik utama dengan tujuan supaya didapatkannya pembahasan yang lebih terstruktur dan mendalam. Pengelompokan ini akan diawali dengan kemungkinan adanya pengaruh dari digunakannya sistem hukum civil law ataupun common law, mengingat bahwa Indonesia dan Swiss menganut civil law system dan Singapura menganut common law system. Selain itu, akan dibahas apakah pengaturan di Indonesia, Swiss dan Singapura termasuk dalam Hukum Pidana ataukah Perdata serta sifat rahasia bank yang dianut apakah menganut teori absolut ataukah teori relatif. Pembahasan selanjutnya berkaitan langsung dengan isi aturan yang berlaku saat ini di masing-masing negara dengan dikelompokkan dalam empat topik utama pengaturan rahasia bank, yakni batasan yang termasuk dalam rahasia bank, pihak yang berkaitan dengan rahasia bank, pengecualian pengungkapan rahasia bank, serta sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank. commit to user
142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Sistem Hukum Berkaitan dengan sistem hukum yang digunakan yakni Civil Law ataupun Common Law, penulis berpendapat bahwa sistem hukum yang digunakan diantara ketiga negara yakni Indonesia, Swiss dan Singapura tidak memiliki pengaruh yang cukup besar. Swiss menganut sistem hukum Civil Law seperti halnya Indonesia yakni menggunakan undang-undang tertulis dalam memutuskan suatu perkara. Sedangkan Singapura yang menganut sistem hukum Common Law memiliki undang-undang dasar tertulis yang dianggap sebagai hukum tertinggi republiknya dan dilengkapi dengan berbagai undang-undang yang mencakup berbagai bidang sehingga sebagian besar kasus telah tercakup dalam undang-undang yang dimilikinya, termasuk berbagai aturan mengenai perbankan beserta pengaturan rahasia bank. Dalam hal pengaturan rahasia bank, Indonesia mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Sedangkan perundang-undangan yang berkaitan dengan rahasia bank di Swiss mulai ditetapkan pada tahun 1713, dan mulai tertata dengan baik pada tahun 1934 dengan ditetapkannya UU Perbankan
Federal (Federal Act on Banks and Savings Banks). UU Perbankan Federal Swiss ini mulai disahkan pada tanggal 8 November 1934 dan telah dilakukan perubahan kecil beberapa kali dengan perubahan terakhir dilakukan pada tanggal 1 Januari 2009. Meskipun pada dasarnya menganut sistem common law, namun Singapura juga menggunakan undang-undang serupa dengan yang digunakan oleh negara-negara penganut civil law yakni dengan digunakannya Singapore Banking Act. UU Perbankan Singapura ini mulai disahkan pada tanggal 1 Januari 1971 yang juga mengalami beberapa kali revisi dengan revisi terakhir adalah Edisi Revisi 2008 yang commit2008. to user digunakan mulai 6 februari
143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Bentuk Pelanggaran Bentuk pelanggaran yang dimaksudkan di sini adalah apakah pelanggaran terhadap rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura termasuk dalam pelanggaran hukum pidana ataukah pelanggaran
hukum
perdata.
Hukum
perdata disebut
pula
hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakantindakan yang bersifat perdata lainnya.
Soerjono Soekanto
menerangkan dalam bukunya Penelitian Hukum Normatif, bahwa di dalam setiap bidang tata hukum terdapat aspek pidana, apabila dirumuskan sanksi-sanksi negatif yang merupakan ancaman hukum terhadap pelanggar.172 Sejak awal ditetapkannya peraturan yang berkaitan dengan rahasia bank di Indonesia yakni dengan ditetapkannya UU No. 14 Tahun 1967, bentuk pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank telah ditetapkan sebagai pelanggaran pidana. Bentuk ini masih dipertahankan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 juga dalam Undang-undang penggantinya yakni UU No. 10 Tahun 1998. Bentuk sanksi negatif dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia terletak pada Pasal 47, 47A, 52 dan 53 UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Sedangkan Swiss, sebelum tahun 1934, pelanggaran rahasia bank adalah murni pelanggaran perdata dimana sang penuntut dapat meminta ganti rugi. Hal ini tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Swiss 1907 dan Undang-undang Tenaga Kerja 1911. 172
commit to user
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, op.cit., hlm 6.
144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Namun sejak ditetapkannya Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks, pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank berubah menjadi pelanggaran pidana. Sanksi terhadap pelanggaran ini dijabarkan pada Pasal 47 ayat (2) dan (3). Singapura sejak awal melakukan pengaturan rahasia bank menggunakan peraturan Singapore Banking Act. UU Perbankan yang telah disahkan sejak tanggal 1 Januari 1971 ini selalu memasukkan pelanggaran terhadap aturan rahasia bank pada hukum pidana dan tidak berubah hingga revisi terakhir, yakni Edisi Revisi 2008. Ketentuan sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank Singapura terjabarkan dalam Pasal 47 ayat (4) dan ayat (6). 3) Sifat Rahasia Bank Terdapat dua teori berkaitan dengan sifat rahasia bank yakni teori yang mengatakan rahasia bank bersifat mutlak (absolute theory) dan yang mengatakan bahwa rahasia bank bersifat relatif (relative theory). Bersifat mutlak di sini berarti bahwa semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan dengan alasan apa pun dan oleh siapapun. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasiaan tersebut, bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkannya. Sedangkan relatif berarti bahwa semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank tetap wajib dirahasiakan, namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, rahasia bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang berwenang, misalnya pejabat perpajakan, serta pejabat penyidik tindak pidana ekonomi. Bank merupakan bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara commitdimana to user bank berfungsi sebagai lembaga
145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
intermediasi yang bekerja dengan menggunakan dana milik masyarakat,
mengerahkan
dana
simpanan
masyarakat
dan
menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Ketika suatu bank berdiri dan memperoleh izin usaha untuk beroperasi, maka bank tersebut bukan hanya milik para pemegang saham bank saja, tetapi juga telah menjadi milik masyarakat. Teori mutlak bertentangan dengan kepentingan negara atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan negara serta masyarakat banyak. Perlunya pengutamaan kepentingan masyarakat banyak dan negara juga sesuai dengan Penjelasan atas UU RI No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, bahwa pembangunan nasional dilaksanakan oleh bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sejalan dengan itu, Pasal 4 Undang - Undang No. 10 Tahun 1998 juga menyatakan bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Di sini, teori relatif sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice), artinya kepentingan negara atau kepentingan masyarakat tidak dikesampingkan begitu saja. Teori relatif melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat, ataupun negara. Pembedaan sifat pengaturan rahasia bank yang dipakai oleh suatu negara merupakan penganut teori mutlak atau relatif dapat dilihat apakah terdapat pengecualian dalam pengaturannya terhadap kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negara maupun masyarakat atau tidak. Jika dilihat ke dalam peraturan pada ketiga negara yang dibahas, yakni Indonesia, Swiss dan Singapura, maka tampak bahwa ketiga negara ini memberikan pengecualian to user beberapa kasus yang berkaitan pembukaan rahasia commit bank untuk
146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan kepentingan keadilan masyarakat dan negara. Dengan demikian, maka dapat dinyatakan bahwa Indonesia, Swiss dan Singapura dalam pengaturan rahasia bank bersifat relatif, sesuai dengan teori relatif (relative theory) dan telah memenuhi rasa keadilan (sense of justice). 4) Batasan Rahasia Bank Batasan berlakunya rahasia bank di Indonesia telah berubah dari PERPU Nomor 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank yang sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yakni mencakup informasi nasabah penyimpan dan juga nasabah debitur menjadi sesuai dengan Pasal 1 angka 28 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa, ―Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya‖. Pasal 1 angka 28 UU No.10 Tahun 1998 ini menegaskan bahwa peraturan Indonesia menetapkan bahwa yang mencakup rahasia bank hanyalah informasi mengenai nasabah penyimpan dan informasi mengenai simpanannya saja, tidak termasuk di dalamnya informasi mengenai nasabah debitur. Batasan cakupan rahasia bank di Swiss tidak dijelaskan secara langsung seperti yang dinyatakan pada UU RI No.10 Tahun 1998 namun diringkas dalam Pasal 36 Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks yang menyatakan bahwa, ―The creditors can consult the schedule of claims to the extent that it is necessary for the protection of their creditor rights; in doing so, professional secrecy pursuant to Article 47 is to be preserved as far as possible.‖ Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang termasuk dalam lindungan rahasia bank di Swiss hanyalah nasabah kreditor saja dan tidak mencakup nasabah debitor, sehingga batasan yang ada di Swiss sama dengan yang berlaku commitditoIndonesia. user
147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan peraturan Singapura jauh lebih jelas menerangkan batasan cakupan rahasia bank yang berlaku di negaranya. Larangan pengungkapan rahasia bank di Singapura yang dijelaskan dalam pasal 47 Singapore Banking Act (Cap 19, 2008 Rev Ed) menggunakan istilah customer information. Penjelasan mengenai istilah customer information secara jelas dituliskan dalam pasal 40A undang-undang yang sama. Pasal ini sangat detail menjelaskan mengenai customer information, bahkan penjelasan yang diberikan hingga tiga tahap penjelasan yakni menjelaskan pula istilah ―deposit information‖ yang terdapat dalam kategori customer information, serta istilah ―funds of a customer under management‖ yang digunakan dalam deposit information. Aturan rahasia bank Singapura menetapkan batasan rahasia bank untuk nasabah penyimpan ialah menyangkut informasi mengenai rekening nasabah tersebut
lengkap
dengan
informasi
mengenai
simpanannya.
Sedangkan untuk nasabah debitur, yang termasuk dalam aturan rahasia bank hanyalah informasi mengenai rekeningnya saja, tidak termasuk informasi mengenai dana yang dipinjamnya. Sebagai tambahan, Pasal 47 ayat (10) UU yang sama menegaskan bahwa batasan ini juga berlaku bagi bank dagang yang disetujui sebagai lembaga keuangan di Singapura di bawah UU Otoritas Moneter Singapura (Cap 186, 1999 Rev ed). Selain itu, UU Perbankan ini juga menekankan bahwa penguasa ataupun pihak bank tidak berhak membuat standar (batasan) yang lebih tinggi dari yang ditentukan oleh peraturan dan Hukum juga tidak dikenakan pada orang di luar kategori yang dimasukkan dalam peraturan. Hal ini diatur dalam pasal 47 ayat (8). 5) Pihak-pihak yang Berkaitan dengan Rahasia Bank Mengenai pihak yang diwajibkan menjaga rahasia bank dimasukkan dalam Pasal 47 toayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun commit user
148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1998 yakni pihak-pihak yang berkewajiban merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya me1iputi: anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafilasi lainnya dari bank. Mengenai siapa yang dimaksudkan sebagai pihak yang terafiliasinya ditentukan di dalam Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yakni: 1. anggota dewan komisaris, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank; 2. anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, Pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perUndangUndangan yang berlaku; 3. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya; 4. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus. Undang-undang Swiss menggunakan istilah Rahasia Jabatan/ Rahasia Profesi (Professional Secrecy) untuk berbagai pelanggaran Rahasia Bank. Dalam peraturan negara Swiss, pihak yang diwajibkan menjaga rahasia bank disebutkan dalam Pasal 47 ayat (1) Swiss Act on Banks and Savings Banks yang dibaginya ke dalam tiga golongan sebagai berikut: 1) Golongan yang memang diberikan kepercayaan mengenai berbagai hal berkaitan dengan informasi rahasia bank ini, dalam hal ini yang termasuk di dalamnya adalah sebagai: a) Badan hukum b) Karyawan c) Orang kepercayaan d) Juru likuidasi 2) Golongan yang tidak diberikan kepercayaan dari nasabah langsung untuk mengetahui informasi rahasia bank, namun commit to user memiliki kapasitas untuk mengetahui rahasia tersebut. Hal ini
149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berlaku bagi pihak baik sebagai badan hukum maupun karyawan perusahaan yang bertugas mengaudit suatu bank, ataupun pihak yang memiliki kapasitas untuk mengetahui rahasia bank tersebut. 3) Golongan yang melakukan usaha pembujukan kepada orang lain untuk melakukan pelanggaran rahasia jabatan ini. Selain ketiga golongan di atas yang disebutkan dalam pasal 47 ayat (1), pada UU yang sama (Swiss Federal Act on Banks and Savings Banks) Pasal 4 terutama ayat (1) juga menunjukkan pihak yang terikat dengan rahasia bank. Pasal 4 ayat 1b menunjukkan bahwa induk perusahaan dan otoritas pengawas bank juga ikut terikat dalam aturan rahasia bank Swiss ini. Ayat (4) pasal 47 menyatakan bahwa beban penjagaan rahasia bank masih akan tetap dikenakan meskipun pihak yang bersangkutan telah keluar dari bank tempat ia bekerja, atau tugas profesional yang berkaitan dengan rahasia bank telah selesai dikerjakan. Dengan kata lain, berbagai pihak yang berkaitan dengan rahasia bank berkewajiban untuk menjaga rahasia bank seumur hidupnya. Berkaitan dengan pihak yang diwajibkan menjaga rahasia bank atau yang lebih sering dinyatakan sebagai rahasia jabatan di Singapura, Pasal 47 ayat (5) Singapore Banking Act (Cap 19, 2008 Rev Ed) menyebutkan bahwa yang termasuk berkewajiban menjaga rahasia bank adalah body corporate serta officer yang tergabung dalam body corporate tersebut. Istilah officer sendiri telah dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang yang sama yakni termasuk; 1) Direktur, sekretaris atau karyawan bank 2) Kurator, manager dari perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola suatu bank atas alasan tertentu; dan 3) Likuidator dari bank yang bersangkutan. Selain pihak-pihak di atas terdapat pihak lain yang juga user seperti yang dijelaskan dalam diwajibkan menjagacommit rahasiato bank
150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pasal 47 ayat (9) yakni ―the Authority‖. Istilah ―the Authority‖ yang digunakan dalam pasal ini dijelaskan oleh Pasal 2 ayat (1) sebagai Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/ MAS) yang diatur dengan the Monetary Authority of Singapore Act (Cap. 186). Sedangkan masa berlakunya kewajiban penjagaan rahasia bank di Singapura dijelaskan dalam Pasal 47 ayat (7) poin (b) yang menyatakan bahwa kewajiban penjagaan rahasia bank masih tetap berlaku meskipun tugas pihak yang berkaitan telah selesai atau sudah tidak bekerja lagi di bank tersebut, ataupun sudah tidak berhubungan lagi dengan pekerjaan tersebut. Dari perbandingan peraturan beberapa negara di atas, tampak bahwa peraturan Indonesia lebih lengkap menerangkan detail siapa saja yang terbebani rahasia jabatan. Kelebihan dari cakupan Swiss adalah
bahwa
pihak
yang
melakukan
pembujukan
kepada
pengemban rahasia jabatan juga telah secara jelas diatur dalam Undang-Undang. Di sisi lain, aturan di Swiss dan Singapura telah mencakup batas waktu sampai kapan pihak-pihak yang bersangkutan tersebut harus menjaga informasi rahasia bank. 6) Pengecualian Pengungkapan Rahasia Bank Rahasia bank di Indonesia diperbolehkan dibuka untuk beberapa kasus tertentu diantaranya yang dijelaskan dalam Undangundang No.10 Tahun 1998 yakni untuk kepentingan perpajakan (Pasal 41), untuk penyelesaian piutang bank (Pasal 41A), untuk peradilan pidana (Pasal 42), untuk kepentingan pemeriksaan peradilan perdata (Pasal 43), untuk kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44), untuk kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah (Pasal 44A ayat 1) dan untuk kepentingan penyelesaian kewarisan (Pasal 44A ayat 2). Pasal-pasal ini juga menjelaskan mengenai prosedur yang dapat ditempuh untuk pengecualian pengungkapan commit torahasia user bank beserta syarat-syarat yang
151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harus dipenuhi dalam prosedur ini. Di luar kasus yang telah diterangkan dalam UU Perbankan di atas, terdapat pula beberapa pengecualian lain yang menjadikan rahasia bank boleh diungkapkan yakni untuk kasus yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 33 ayat (2) dan juga untuk kasus yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 12. Di
Swiss,
undang-undang
rahasia
bank
memberikan
pengecualian terhadap kasus kriminal perdagangan narkotika, pemerasan, terorisme, pencucian uang, suap kepada oknum pemerintahan, dan penipuan pajak. Dan pada bulan Maret 2009 khusus bagi nasabah asing, kasus kriminal yang bisa dilakukan pembukaan rahasia bank ditambah dengan penghindaran pajak. Selain itu, beberapa kasus perdata juga bisa dijadikan alasan untuk pembukaan rahasia bank yakni perceraian, warisan, hutang dan kepailitan dengan pihak ketiga yang mengklaim atas simpanan tersebut terlebih dahulu. Dalam prakteknya, sangat sulit untuk membukan rahasia bank ini dalam kasus apapun, karena Pengadilan Swiss harus membuktikan terlebih dahulu bahwa rekening yang dimaksud memang benar-benar ada di Swiss, dan pembuktian ini merupakan proses yang sangat sulit. Selain itu, Swiss hanya memberikan bantuan hukum pembukaan rahasia bank untuk nasabah individu ataupun pihak asing dengan syarat bahwa tindakan tersebut juga dinyatakan bersalah oleh hukum Swiss. Hukum Singapura mendiskripsikan pengecualian dalam rahasia bank dengan sangat lengkap, bahkan dipisahkan mana penerima informasi yang tidak dilarang untuk menyebarkan informasi yang ia dapat (Bagian I Third Schedule Singapore Banking commit toyang user dilarang menyebarkan informasi Act) dan penerima informasi
152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rahasia bank kepada orang lain kecuali telah ditentukan dalam undang-undang atau dengan perintah dari pengadilan. Pengungkapan informasi nasabah yang diizinkan yang termasuk dalam Bagian I Third Schedue Singapore Banking Act di mana informasi boleh disebarkan ke pihak lain lagi adalah: 1. pengungkapan diizinkan secara tertulis oleh nasabah atau, jika sang nasabah meninggal, kepada wakil yang ditunjuk; 2. pengungkapan yang berkaitan dengan hibah wasiat atau suratsurat administrasi harta almarhum nasabah; 3. pengungkapan yang berkaitan dengan kepailitan nasabah baik perorangan maupun perusahaan; 4. Pengungkapan yang sifatnya hanya institusional saja yang berkaitan dengan transaksi perbankan nasabah; 5. pengungkapan oleh polisi atau petugas publik atau pengadilan dengan alasan penyidikan atau penuntutan; 6. pengungkapan yang dilakukan berkaitan dengan perintah sitaan yang berkaitan dengan uang di rekening pelanggan; 7. pengungkapan yang sesuai dengan perintah Mahkamah Agung atau hakim sesuai dengan Bagian IV Undang-undang mengenai Bukti/ Evidence Act (Cap 97, 1997 Rev Ed); 8. (Untuk bank yang merupakan cabang dari suatu bank yang didirikan di luar Singapura) pengungkapan sangat diperlukan untuk memenuhi permintaan yang dibuat oleh otoritas pengawasan bank pusat dan ditujukan dengan maksud pengawasan bank. Namun, tidak ada informasi deposit yang boleh diberikan kepada otoritas pengawasan bank pusat, dan 9. Pengungkapan yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perbankan (Cap 19, 2008 Rev Ed), atau pemberitahuan atau instruksi yang dikeluarkan oleh Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/ MAS) kepada bank-bank. commit to user
153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan pengungkapan informasi nasabah yang diizinkan yang termasuk dalam Bagian II Third Schedule Singapore Banking Act di mana informasi tidak boleh disebarkan ke pihak lain lagi adalah : 1. Pengungkapan yang dilakukan sehubungan dengan kinerja tugas sebagai pejabat, atau penasihat profesional bank; 2. Pengungkapan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit internal bank atau pelaksanaan manajemen risiko. Dalam kasus pengungkapan oleh bank cabang dari suatu bank yang didirikan di luar Singapura, dapat dilakukan ke kantor pusatnya atau bank induknya atau setiap cabang atau perusahaan terkait yang ditunjuk secara tertulis oleh bank pusatnya. Untuk bank yang didirikan di Singapura, pengungkapan tersebut dapat dilakukan kepada bank induk atau perusahaan terkait dari bank yang ditunjuk secara tertulis oleh bank pusatnya; 3. Pengungkapan berkaitan dengan outsourcing fungsi operasional, termasuk kantor pusat bank atau cabang di luar Singapura. Jika fungsi outsourcing harus dilakukan di luar Singapura, referensi harus dibuat oleh MAS 'Rahasia bank - Kondisi Outsourcing' berjudul ('MAS 634'); 4. Pengungkapan berkaitan dengan (i) merger atau merger dari bank atau perusahaan pemegang sahamnya dengan perusahaan lain, atau (ii) akuisis dari setiap modal saham bank atau perusahaan keuangan induknya; 5. Pengungkapan berkaitan dengan transfer, restrukturisasi atau penjualan, atau usulan restrukturisasi, transfer atau penjualan, dari fasilitas kredit. Dalam hal ini, informasi dapat diungkapkan ke pihak tujuan transfer, pembeli atau orang lain yang berpartisipasi atau terlibat dalam transfer, restrukturisasi atau penjualan, ataupun usulan restrukturisasi, pengalihan atau penjualan, termasuk pengacara atau penasihat profesional commit to user
154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lainnya. Namun, hanya informasi yang berkaitan dengan fasilitas kredit yang relevan saja yang dapat diungkapkan; 6. Pengungkapan oleh bank di Singapura yang telah menerbitkan kartu kredit kepada seorang pelanggan, dimana bank lain di Singapura menyatakan bahwa ia memiliki masalah kartu kredit atau penangguhan atau pembatalan kartu dengan alasan permasalahan pembayaran. Informasi yang dapat diungkapkan adalah nama dan identitas pelanggan, jumlah hutang pada kartu kredit atau biaya, dan tanggal penghentian atau pembatalan kartu; 7. Pengungkapan informasi nasabah (tidak termasuk informasi deposito)
yang
sangat
diperlukan
(i)
untuk
sintesis,
pengumpulan atau pengolahan informasi pelanggan oleh biro kredit untuk menilai kelayakan kredit dari nasabah bank, atau (ii) untuk penilaian, oleh anggota tertentu tertentu biro kredit, kelayakan kredit dari nasabah bank, dan tunduk pada kondisi yang ditentukan oleh MAS; 8. Pengungkapan informasi yang bersifat umum (tidak terkait dengan rincian rekening pelanggan) dibuat untuk bank lain atau bank dagang di Singapura yang sangat memerlukannya untuk penilaian kelayakan kredit pelanggan; 9. Pengungkapan kepada lembaga keuangan di Singapura yang diatur oleh MAS untuk tujuan promosi, produk keuangan dan jasa yang disediakan di Singapura oleh lembaga keuangan tersebut. Pengecualian ini hanya terbatas pada nama pelanggan, identitas, alamat dan nomor kontak. Pelarangan penyebaran informasi rahasia bank ke pihak lain lagi ini masih tetap berlaku meskipun sang penerima informasi tersebut sudah tidak bekerja lagi untuk urusan yang berkaitan dengan rahasia bank itu. commit to user
155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari penjabaran di atas terlihat bahwa Swiss tampak memberikan pengecualian pengungkapan rahasia bank hanyalah untuk memenuhi tuntutan internasional bahwa aturan mengenai pengecualian ini haruslah ada. Namun aturan yang diberikan tidak menjelaskan dengan rinci jenis pengecualian yang diberikan dan juga langkah prosedural yang harus dijalani untuk melakukan pembukaan rahasia bank ini. Di sisi lain, Singapura memberikan penjelasan rinci terhadap jenis kasus yang diberikan pengecualian untuk dibukanya rahasia bank. Bahkan aturan ini jauh lebih maju dibandingkan aturan Indonesia dan Swiss yakni mengatur pula batasan yang diberikan kepada penerima informasi rahasia bank sehingga informasi yang dibuka tidak akan digunakan secara tidak bertanggung jawab oleh sang penerima informasi. 7) Sanksi Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank Di Indonesia, ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana di bidang perbankan berkaitan dengan rahasia bank menurut Undang – Undang Perbankan dapat dibagi dalam 3 kategori sebagai berikut: 1) Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 10 milyar rupiah dan maksimal 200 milyar rupiah (Pasal 47 ayat (1)). Hukuman diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Undang– undang Perbankan. 2) Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 8 milyar rupiah (Pasal 47 ayat (2)). commit to user
156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hukuman ini diancam terhadap para anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40 Undang– undang Perbankan. 3) Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal 4 milyar rupiah dan maksimal 15 milyar rupiah (Pasal 47A). Hukuman tersebut diancam kepada anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A Undang – undang Perbankan. Berkaitan dengan sanksi pelanggaran rahasia bank ini, UU Perbankan juga dilengkapi dengan aturan sanksi administratif yang dapat diterapkan oleh Bank Indonesia dalam Pasal 52 sebagai berikut: (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah: a. denda uang; b. teguran tertulis; c. penurunan tingkat kesehatan bank; d. larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan; f. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; g. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang Perbankan. (3) Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia. commit to user
157
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dan untuk sanksi administratif yang dapat ditetapkan kepada Pihak Terafiliasi yang melanggar UU ini tercantum pada Pasal 53 sebagai berikut. Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada Pihak Terafiliasi yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini atau menyampaikan pertimbangan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut izin yang bersangkutan. Swiss membedakan jenis sanksi berdasarkan apakah tindakan tersebut dilakukan dengan sengaja ataukah atas faktor kelaian yang diatur dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2) Swiss Act on Banks and Savings Banks. Undang-undang ini mulai diberlakukan tanggal 8 November 1934 dan telah mengalami beberapa kali revisi dengan revisi terakhir dilakukan pada tanggal 1 Januari 2009. Berkaitan dengan sanksi yang dijatuhkan, revisi yang dilakukan adalah dalam besarnya jumlah denda yang diberikan. Dalam UU revisi terakhir tersebut Pasal 47 ayat (1) dan (2) menyatakan besar sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggar aturan rahasia bank adalah: 1) Bagi pihak yang dengan sengaja melakukan pelanggaran rahasia bank termasuk di dalamnya pihak yang melakukan pembujukan atas pelanggaran ini, diancam dengan kurungan penjara hingga 3 tahun atau denda. 2) Bagi pihak yang melakukan pelanggaran rahasia bank atas dasar kelalaian diancam sanksi denda hingga 250.000 Swiss Franc. Aturan ini juga menyatakan bahwa pihak federal dan kanton berkewajiban
untuk
mengumpulkan
bukti
dan
berkewajiban
memberikan informasi kepada pihak yang berwenang (Pasal 47 ayat (5)). Dan dalam ayat (6) pasal yang sama menyatakan bahwa pihak yang berwenang untuk melakukan tuntutan dan mengambil putusan adalah pengadilan tingkat kanton. Pasal tersebut juga menyatakan commit to user
158
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa untuk kasus ini, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss (Swiss Penal Code) juga diberlakukan. Singapura dalam Singapore Banking Act Pasal 47 ayat (6) menyatakan bahwa pengungkapan rahasia bank di luar Pasal 47 dianggap sebagai pelanggaran pidana. Hukuman yang dikenakan adalah denda maksimal SGD 125.000, atau kurungan penjara maksimal tiga tahun, atau keduanya. Dalam kasus korporasi, denda maksimal SGD 250.000 dapat dijatuhkan. Sedangkan pihak yang setelah diperintahkan oleh pengadilan untuk membuka rahasia bank, namun tidak bersedia melakukannya akan dikenakan sanksi denda tidak lebih dari SGD 125,000 sebagaimana dituliskan dalam Pasal 47 ayat (4). Aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank di Indonesia dilengkapi dengan sanksi administratif yang dikenakan bagi pihak yang melanggar baik itu pihak bank maupun pihak terafiliasi. Sanksi ini diperlukan mengingat detail aturan kegiatan harian perusahaan dan kedisiplinan harian perusahaan diatur oleh perusahaan itu sendiri. Sehingga dengan adanya aturan ini, maka perusahaan akan memiliki komitmen lebih untuk menjaga kerahasiaan bank. Sedangkan peraturan Swiss melengkapi diri dengan pemberian sanksi bagi pihak yang melakukan pembujukan pembocoran rahasia bank. Selain itu, peraturan Swiss juga dilengkapi dengan prosedur dan pihak yang harus bekerja untuk mengusut kasus pembocoran rahasia bank. Beberapa peraturan unik Swiss ini termasuk di dalamnya kejelasan prosedur pengusutan akan memperkecil celah tidak terungkapnya kasus pelanggaran rahasia bank. Di sisi lain, aturan sanksi pelanggaran rahasia bank di Singapura tampak sangat sederhana. Namun karena didukung oleh komponen batasan aturan yang sudah sangat lengkap mengenai rahasia bank, maka batasan sanksi tidak perlu dibuat terlalu rinci kembali yang bisa jadi akan menjadi bias. Penetapan sanksi tentu akan lebih melihat jenis kasusnya dan pernyataan salah yang commit to user
159
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dibandingkan dengan berbagai batasan dalam peraturan negara setempat. 2. Kelebihan dan Kekurangan dalam Pengaturan Rahasia Bank di Indonesia dalam Upaya Peningkatan Cadangan Devisa Negara Perbandingan pengaturan rahasia bank Indonesia dengan negara lain, dalam hal ini Swiss dan Singapura, dilakukan untuk mencari rekomendasi penyusunan hukum yang lebih sempurna. Hal ini dilakukan dengan melihat keanekawarnaan hukum yang ada di negara-negara tersebut sehingga dapat memberikan masukan ide tentang faktor-faktor hukum apa yang perlu dikembangkan atau mungkin dihapuskan demi terpenuhinya tatanan hukum yang lebih baik. Selain itu, pendekatan ini juga memberikan bahan tentang hal-hal apa yang diperlukan untuk mengembangkan hukum antar tata hukum pada bidang-bidang di mana kodifikasi dan unifikasi terlalu sulit untuk diwujudkan. Guna didapatkannya tatanan hukum yang lebih baik, harmonisasi hukum perlu diperhatikan karena adanya perbedaan politik hukum di masing-masing negara. Pembangunan politik hukum nasional harus selalu dijaga agar tidak menyimpang dari aliran konstitusi dan sumber nilai yang mendasarinya. Usaha untuk melakukan harmonisasi sistem hukum berkenaan dengan terjadinya ketidakseimbangan dan perbedaan unsurunsur
sistem
hukum,
dilakukan
dengan
cara
menghilangkan
ketidakseimbangan dan melakukan penyesuaian terhadap unsur-unsur sistem hukum yang berbeda itu. Dalam tesis ini, harmonisasi dilakukan untuk memilah-milah dan melakukankan penyesesuaian terhadap masukan yang telah didapatkan dari metode perbandingan hukum yang dilakukan. Jika dilihat dari tiga model harmonisasi hukum yang telah dijelaskan dalam landasan teori, maka pembahasan pengaturan rahasia bank dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara ini akan kurang strategis apabila ditempuh jalur tinkering harmonization atau following harmonization. Dalam upaya peningkatan cadangan commit to userdevisa negara, maka diperlukan
160
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
harmonisasi hukum yang bersifat leading harmonization, dimana produk hukum yang tercipta akan lebih antisipatif terhadap liberalisasi perbankan di masa yang akan datang. Dengan menempuh langkah harmonisasi hukum demikian, norma-norma hukum yang dihasilkan diharapkan akan lebih mempunyai nilai-nilai yang bersifat transnasional. Pelaksanaan harmonisasi hukum sangat erat kaitannya dengan berbagai prinsip kontraktual. Asas-asas hukum kontrak dapat dijadikan acuan dasar untuk menjamin dilakukannya proses harmonisasi hukum yang baik. Beberapa asas-asas hukum kontrak yang penting diperhatikan adalah asas kebebasan berkontrak, persamaan hukum, moralitas, kepatutan dan asas perlindungan. Asas kebebasan berkontrak dalam kaitan bahwa Indonesia sebagai sebuah negara bebas membuat peraturan yang akan diberlakukan di Indonesia sendiri, dalam hal ini terhadap bank-bank Indonesia. Asas persamaan hukum dalam proses harmonisasi hukum berarti bahwa negara satu dengan negara lain dianggap mempunyai kedudukan dan derajat yang sama, tidak ada anggapan bahwa suatu negara lebih unggul dibanding lainnya, terlebih berkaitan dengan hal subjektif seperti warna kulit, agama dan ras. Asas moralitas memiliki artian bahwa dalam pemikiran harmonisasi hukum haruslah selalu didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nurani. Sedangkan asas kepatutan memiliki makna bahwa harmonisasi hukum harus sejalan dengan yang diharuskan oleh kepatutan yang ada di masyarakatnya. Dan asas kebiasaan bermakna bahwa harmonisasi hukum yang dilakukan tidak hanya mengikat pada hal-hal yang menjadi bahan kajiannya saja, namun juga terbuka pada hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. Untuk menentukan kelebihan dan kekurangan peraturan Indonesia berkaitan dengan rahasia bank, digunakanlah teori mengenai prinsip legalitas Lon L. Fuller. Hal ini merupakan cara fundamental untuk
commit to user
161
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menentukan baik buruknya aturan hukum atau sistem hukum, yakni analisis moral.173
Aspek internal moralitas hukum, menunjuk pada aturan-aturan teknikal dari perwujudan hukum dalam aturan-aturan atau kaidah-kaidah hukum sebagai sarana yang memungkinkan aspek eksternal moralitas hukum dapat diwujudkan. Sedangkan Aspek eksternal menunjuk pada tuntutan moral terhadap hukum yang harus dipenuhi agar hukum berfungsi dengan baik yaitu dapat mengantarkan nilai keadilan sebagai muatan citahukum bagi masyarakat pelaku bisnis. Titik tolaknya adalah asas tunggal pengakuan dan penghormatan atas martabat manusia (human dignity), yang merupakan induk dari asas-asas hukum lainnya. Asas ini mengimplikasikan hak tiap individu untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh. Hak ini merupakan hak yang sangat fundamental. Aspek internal moralitas hukum adalah aturan-aturan atau kaidahkaidah hukum sebagai sarana yang memungkinkan aspek eksternal moralitas hukum dapat diwujudkan. Asas-asas ini juga dipandang sebagai landasan dan syarat-syarat legitimitas bagi implementasi asas legalitas (kepastian hukum). Dalam aspek inilah, yang di dalamnya merupakan delapan prinsip legalitas kaidah hukum, pembahasan mengenai kelebihan dan kekurangan pengaturan rahasia bank di Indonesia akan dilakukan. Pembahasan ini dilakukan dengan beberapa masukan dari hasil pendekatan perbandingan hukum terhadap pengaturan di Swiss dan Singapura, dan akan selalu dikawal oleh harmonisasi hukum dengan didasarkan pada beberapa asas kontrak sebagaimana telah dijelaskan di atas dalam tujuan upaya peningkatan cadangan devisa negara. a. Sistem Hukum Dipresentasikan dalam Aturan-aturan Hukum
173
B. Arief Sidharta, op.cit., hlm.3
commit to user
162
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dihubungkan dengan Hukum Perbankan yang berlaku sekarang, yang di dalamnya mengatur juga tentang rahasia bank, yakni UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790, maka hukum yang mengatur rahasia bank tersebut dipresentasikan dalam aturan-aturan umum. Artinya berlaku secara universal terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa hal yang belum diatur dalam bentuk aturan umum menyangkut pengaturan rahasia bank ini. Detail mengenai beberapa hal penting yang dalam peraturan Indonesia belum tercakup akan dibahas dengan lebih jelas dalam prinsip-prinsip legalitas selanjutnya. b. Publikasi Peraturan Peraturan-peraturan yang telah dibuat harus dipublikasikan kepada masyarakat luas. Aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi otoritas tidak boleh dirahasiakan melainkan harus diumumkan. Dihubungkan dengan pengaturan rahasia bank di Indonesia yang sekarang berlaku yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka karena Undang-undang ini sudah dipublikasikan dengan diumumkan dalam Lembar Negara dan Tambahan Lembaran Negara, dengan demikian telah memenuhi syarat formal untuk berlakunya suatu peraturan perundang-undangan. Artinya bagi pihak yang berkaitan dengan rahasia bank, memiliki hak dan kewajiban berkaitan dengan penjagaan informasi tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang ini. c. Kejelasan Perumusan Peraturan Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang mudah dimengerti. Hal ini sangat diperlukan sehingga tidak ada multi-tafsir commit to user terhadap suatu peraturan yang dikarenakan tidak jelasnya isi peraturan
163
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu sendiri. Perumusan yang jelas dan mudah dimengerti ini mencakup penggunaan kalimat yang mudah dimengerti, penjelasan mengenai istilah yang digunakan, pembatasan mengenai objek yang dibahas, serta berbagai kejelasan batasan lain yang diperlukan berkaitan dengan isi aturan itu sendiri. Prinsip legalitas kejelasan perumusan peraturan ini sangat penting untuk diperhatikan karena ini lah yang seringkali menjadi sumber permasalahan dalam penerapan kaidah hukum itu sendiri. Beberapa bentuk kejelasan beserta hubungannya dengan pengaturan rahasia bank yang sedang berlaku di Indonesia akan dijabarkan sebagai berikut. 1) Penggunaan Kalimat yang Mudah Dimengerti Berkaitan dengan penggunaan kalimat yang mudah dimengerti, aturan Indonesia yang diterbitkan sebagai lembaran negara selalu dilengkapi dengan tambahan lembaran negara yang berisikan penjelasan atas undang-undang yang telah tertera dalam lembaran negara yang didampinginya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dilengkapi dengan penjelasan atas undang-undang ini yang terdapat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790. 2) Kejelasan Mengenai Istilah yang Digunakan Mengenai kejelasan istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Perbankan, telah dijelaskan dalam Pasal 1 undang-undang ini. Dalam pasal 1 yang berkaitan dengan pengaturan rahasia bank, telah dijelaskan istilah perbankan, bank, simpanan, tabungan, nasabah, pihak terafiliasi dan rahasia bank. Namun, terdapat istilah sangat penting yang terlewat dijelaskan, yakni istilah ―pegawai bank‖. Istilah ―pegawai bank‖ terdapat dalam beberapa pasal UU No. 10 Tahun 1998 yang dalam hal ini termasuk pihak yang diwajibkan menjaga rahasia bank dan dapat dikenakan ancaman pidana penjara commit to user hingga 7 (tujuh) tahun serta denda hingga Rp. 100.000.000.000,00
164
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(seratus miliar rupiah). Menurut penjelasan dari Pasal 47 ayat (2) yang dimaksudkan dengan ―pegawai bank‖ adalah "semua pejabat dan karyawan bank". Lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank ini terlalu luas dan tidak realistis. Dengan pengertian bahwa ―pegawai bank‖ adalah "semua pejabat dan karyawan bank ", maka berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai akses sama sekali terhadap atau tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan simpanannya, misalnya para pelayan, satpam, pengemudi, juru ketik di unit logistik, para pegawai di unit yang mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi contoh yang dapat dikemukakan. 3) Pembatasan Mengenai Objek yang Dibahas Objek yang perlu dibatasi di sini adalah objek yang menjadi pembahasan peraturan itu. Dalam hal pengaturan rahasia bank, maka objek yang dimaksud adalah rahasia bank itu sendiri, bank serta pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Beberapa pembatasan berkaitan dengan rahasia bank telah tercantumkan di dalam UU Perbankan Indonesia, seperti batasan kondisi rahasia bank dapat dibuka. Namun ada dua hal penting yang belum dibahas oleh pengaturan rahasia bank di Indonesia ini. Kedua hal tersebut adalah dalam hal mengenai aturan pembukaan rahasia bank dalam hal terdapat kepentingan umum serta kondisi rahasia bank bagi bank dalam proses likuidasi. a) Rahasia Bank dalam Hal Terdapat Kepentingan Umum Pengecualian-pengecualian yang telah ditetapkan dalam UndangUndang No. 10 Tahun 1998 bersifat limitatif. Dalam hal ini, apabila dalam suatu kasus tertentu yang di dalamnya terdapat commit to user kepentingan umum dengan skala prioritas tinggi membutuhkan
165
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengungkapan data yang menurut ketentuan rahasia bank harus dirahasiakan oleh bank yang bersangkutan. Berkaitan dengan perlu tidaknya ketentuan rahasia bank tetap harus dipegang teguh, penulis sependapat dengan para pakar hukum yang berpendapat bahwa ―kepentingan umum‖ (public interest) merupakan ―alasan pembenar‖ bagi pelanggaran ketentuan rahasia bank oleh bank. Penulis sependapat bahwa ―alasan demi kepentingan umum‖ menghilangkan sifat melawan hukum dari tindak pidana rahasia bank tersebut. Kemudian mengenai boleh tidaknya menentukan sendiri bahwa pada suatu kasus tertentu terdapat unsur ―kepentingan umum, penulis setuju dengan banyak pakar hokum yang menyatakan bahwa ada atau tidak adanya ―kepentingan umum‖ tidak dapat ditentukan sendiri oleh bank, tetapi harus ditentukan oleh pengadilan secara kasuistis. Berkaitan dengan mendapatkan pendapat pengadilan, terdapat beberapa
hal
yang
masih
menjadi
sumber
perdebatan,
diantaranya: (1) prosedur cara meminta fatwa kepada Ketua Pengadilan Negeri atau kepada Ketua Mahkamah Agung (2) dasar hukum untuk menempuh prosedur itu (3) Sampai sejauh mana kekuatan hukum dari fatwa itu untuk dipatuhi oleh para hakim yang lain. Belum dijelaskan pula apakah hal ini baru dapat diproses setelah pejabat bank yang bersangkutan dituntut secara pidana oleh kejaksaan atau tidak. Kondisi pemrosesan yang menunggu tuntutan pidana tersebut akan berakibat pada resiko yang dihadapi oleh pihak bank yakni pengadilan tidak sependapat dengan pejabat bank yang bersangkutan bahwa terdapat unsur ―kepentingan umum‖ dalam kasus tersebut. Apabila ternyata kemudian pengadilan tidak sependapat bahwa dalam kasus yang to user sedang diperiksacommit itu terdapat unsur ―kepentingan umum‖, maka
166
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pejabat bank tersebut terpaksa harus dijatuhi pidana karena telah melakukan pelanggaran rahasia bank. Seyogianya apabila Undang-Undang menetapkan unsur atau unsur-unsur apa saja yang harus dipenuhi agar dapat ditentukan bahwa dalam suatu kasus terdapat ―kepentingan umum‖. b) Rahasia Bank bagi Bank dalam Proses Likuidasi Likuidasi suatu perusahaan merupakan hulu dari dua hal, yaitu yang pertama karena perusahaan bubar atau yang kedua karena perusahaan diputuskan pailit oleh pengadilan. Perusahaan bubar adalah karena dua hal pula, yaitu bubar demi hukum, misalnya karena masa usianya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasarnya
telah
berakhir,
atau
karena
dibubarkan,
yaitu
dibubarkan oleh para pemegang sahamnya secara sukarela atau atas perintah otoritas yang berwenang (misalnya pembubaran bank oleh RUPS atas perintah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Perbankan), atau dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan. Bagi bank yang dilikuidasi sebagai konsekuensi putusan pailit pengadilan, sedangkan ijin usaha bank tidak dicabut oleh Bank Indonesia, sudah barang tentu rahasia bank masih berlaku bagi para anggota direksi, komisaris, dan pegawai bank tesebut. Namun bagi bank yang dilikuidasi sebagai akibat ijin usahanya dicabut oleh Bank Indonesia dan kemudian bank itu dibubarkan dan dilikuidasi, baik pembubaran dan likuidasi itu dilakukan secara sukarela oleh RUPS (Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Perbankan) atau berdasarkan putusan pengadilan atas permintaan Bank Indonesia (Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Perbankan), menurut penulis, ketentuan rahasia bank masih tetap berlaku selama
proses
likuidasi
belum
selesai.
Namun
untuk
menghindarkan commit ketidakpastian to user hukum bagi semua pihak,
167
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seyogianya hal ini ditentukan secara tegas di dalam UndangUndang Perbankan. 4) Kejelasan Batasan Lain yang Diperlukan Berkaitan dengan Aturan Terkait Batasan lain yang dimaksudkan di sini adalah berbagai batasan lain di luar batasan-batasan yang telah dibahas sebelumnya namun juga sangat diperlukan guna didapatkan kejelasan perumusan peraturan itu sendiri. Dalam kaitannya dengan pengaturan rahasia bank di Indonesia yang dalam tesis ini tentu dirumuskan dalam rangka upaya peningkatan cadangan devisa negara, masih diperlukan beberapa batasan tambahan, yakni berkaitan dengan kewajiban merahasiakan rahasia bank bagi mantan pegawai bank, batasan tindak pidana yang menyangkut rahasia bank, serta batasan bagi penerima informasi rahasia bank. a) Kewajiban Merahasiakan bagi Mantan Pegawai Bank Seorang pegawai bank tidak selamanya menjadi pegawai dari bank yang bersangkutan. Yang bersangkutan akan (1) menjalani pensiun setelah masanya tiba, atau (2) berhenti atas permintaan sendiri atau (3) diberhentikan oleh bank tempatnya bekerja. Dalam hal ini diperlukan aturan mengenai kewajiban rahasia bank bagi mantan pegawai bank sebagaimana diwajibkan kepadanya ketika masih menjadi pegawai aktif bank. UndangUndang No. 7 Tahun 1992 maupun Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tidak mengatur mengenai hal di atas. Undang-Undang Perbankan Indonesia seyogyanya menentukan secara tegas bahwa kewajiban merahasiakan itu berlaku terus sekalipun seseorang telah tidak lagi menjadi pengurus atau pegawai
bank. Hanya
saja perlu diperdebatkan apakah
keterikatannya pada kewajiban itu perlu ditentukan batas waktunya ataukah sebaiknya commit to userdiberlakukan terus seumur hidup.
168
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebaiknya diberlakukan untuk jangka waktu tertentu saja sejak yang bersangkutan tidak lagi menjadi pegawai, misalnya untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tidak lagi menjadi pegawai. b) Percobaan Tindak Pidana yang Menyangkut Rahasia Bank Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan rahasia bank. (1) Tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafiliasi untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Hal itu ditentukan oleh Pasal 47 ayat (1). (2) Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Tindak pidana tersebut ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2). Sehubungan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (1) tersebut di atas, yang perlu dipermasalahkan apakah pihak yang memaksa dapat dituntut telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 47 ayat (1) itu sekalipun pihak yang memaksa tidak sampai berhasil membuat pihak bank atau pihak terafiliasi memberikan keterangan yang diminta secara paksa itu. Ataukah pihak yang memaksa dapat dikenai pidana karena melakukan percobaan tindak pidana Pasal 47 ayat (1) tersebut. Karena tindak pidana Pasal 47 ayat (1) itu merupakan tindak pidana formal, maka pihak yang memaksa tersebut tetap saja dapat dituntut dan dikenai pidana sekalipun tidak sampai berhasil membuat pihak bank atau pihak terafiliasi memberikan keterangan yang diminta itu. commit to user c) Batasan bagi Penerima Informasi Rahasia Bank
169
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengaturan rahasia bank di Indonesia menganut asas teori relatif dimana informasi yang termasuk dalam rahasia bank dapat dibuka untuk kepentingan umum sesuai aturan yang tertulis dalam undang-undang. Pembukaan rahasia bank selain harus memenuhi alasan yang tertulis dalam Undang-undang, cara pembukaannya juga telah diatur dalam undang-undang. Informasi yang telah dibuka pada pihak yang telah diberikan ijin memiliki dua kemungkinan lanjutan, yakni informasi tersebut hanya boleh diketahui oleh pihak yang diberikan ijin atau pihak penerima ijin boleh menyebarkan informasi yang termasuk dalam rahasia bank ini kepada pihak lain lagi. Hal ini belum diatur oleh Undang- Undang No. 10 Tahun 1998. Artinya, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tidak menentukan sebagai hal yang dilarang, tetapi juga tidak menentukan sebagai yang diperbolehkan. Penggunaan keterangan yang diperoleh dalam rangka
pengecualian
itu
hanya
terbatas
kepada
tujuan
diperolehnya keterangan itu. (1) Misalnya pihak Kejaksaan yang memperoleh keterangan tersebut dalam rangka pengusutan tindak pidana hanyalah boleh menggunakan keterangan itu terbatas kepada keperluan untuk melakukan penuntutan tindak pidana
yang
akan
dituduhkan
kepada
nasabah
yang
bersangkutan. (2) Misalnya pula bank yang memperoleh keterangan dari bank lain dalam rangka informasi antar bank hanyalah boleh menggunakan keterangan yang diperolehnya itu terbatas dalam rangka tujuan bank untuk memperoleh informasi tersebut, yaitu misalnya untuk bahan mempertimbangkan permohonan kredit yang dimohon oleh nasabah tersebut. Dengan kata lain, adalah hanya untuk kepentingan bank yang meminta informasi itu. Perundang-undangan Indonesia berkaitan dengan pengaturan commit to user rahasia bank sangat perlu menentukan secara tegas berbagai
170
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
batasan antara dalam kasus apa penerima informasi tidak dilarang untuk menyebarkan informasi yang ia dapat dan dalam kasus apa penerima informasi dilarang menyebarkan informasi rahasia
bank
kepada
orang
lain
ataupun
hanya
boleh
menyebarkan informasi pada orang maupun pihak tertentu dengan ijin khusus. d. Pemberlakuan Peraturan yang Non-retroaktif Prinsip ini menekankan bahwa aturan-aturan harus dibuat untuk menjadi pedoman bagi kegiatan-kegiatan di kemudian hari, yakni tidak boleh berlaku surut. Dihubungkan dengan pengaturan rahasia bank yang sekarang diberlakukan di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Pasal II ayat (2) menyatakan, ―Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.‖ Undang-undang ini diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Nopember 1998. Dengan demikian, maka Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ini mulai berlaku sejak tanggal 10 November 1998 tersebut. Kata ―mulai‖ yang digunakan menunjukkan bahwa pengaturan rahasia bank yang ikut terkandung di dalam undangundang ini telah sesuai dengan prinsip non-retrokatif yang dipaparkan oleh Lon L. Fuller. e. Tidak Ada Pertentangan dalam Peraturan Suatu sistem hukum tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain. Di dalam aturan mengenai rahasia bank di Indonesia yang berlaku saat ini terdapat satu aturan yang bertentangan dengan UUD 1945 yakni pengaturan mengenai rahasia bank terhadap hakim dalam perkara pidana. Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun commit to user 1998 menentukan bahwa untuk kepentingan peradilan dalam perkara
171
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pidana, hakim melalui Ketua Mahkamah Agung harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Pimpinan Bank Indonesia untuk dapat memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan terdakwa yang menjadi nasabah bank itu. Hakim dalam menjalankan tugasnya memeriksa suatu perkara, bukan saja perkara perdata tetapi juga perkara pidana, tidak seyogianya perlu mendapat izin terlebih dahulu dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana menurut Pasal 42 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 itu. Justru di negara-negara lain izin pengecualian diberikan oleh pengadilan. Ketentuan Pasal 42 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 itu bertentangan dengan Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945. Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 mengemukakan: ―Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh pemerintah.‖ Mengenai kekuasaan kehakiman yang merdeka ini lebih lanjut ditentukan dan dijamin oleh TAP MPR No. III/MPR/1978 yang mengemukakan: ―Mahkamah Agung adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.‖ Ketentuan Pasal 42 No. 10 Tahun 1998 yang menentukan bahwa hakim harus memperoleh izin terlebih dahulu Pimpinan Bank Indonesia yang melalui Ketua Mahkamah Agung untuk dapat memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan terdakwa yang menjadi nasabah
bank,
berarti
kekuasaan
kehakiman
telah
dicampuri
pemerintah. Jelas bahwa karena Pasal 42 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, seharusnya diubah. f. Tidak Ada Tuntutan atau Kewajiban yang Mustahil dalam Peraturan commit to user
172
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkaitan dengannya. Dengan kata lain, hukum yang dalam tesis ini adalah Undang-Undang Perbankan tidak boleh memerintahkan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan berkaitan dengan rahasia bank. Berkaitan dengan hal ini, terdapat dua hal yang perlu dibahas yakni mengenai jangka waktu penyimpanan informasi mengenai mantan nasabah yang mampu dilakukan oleh bank, serta pengaturan mengenai kewajiban penyimpanan rahasia bank bagi bank yang telah dicabut ijin usahanya. 1) Penyimpanan Informasi Rahasia Bank Berkaitan dengan Mantan Nasabah Kegiatan seorang nasabah berpindah-pindah atau berganti-ganti bank merupakan hal yang lazim terjadi di dalam praktik perbankan, seperti halnya lazim bahwa seorang nasabah memiliki rekening di beberapa bank. Sehubungan dengan kelaziman itu, belum diatur oleh Undang-Undang baik oleh Undang-Undang No. 7 tahun 1992 maupun oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengenai keterikatan
bank
terhadap
kewajiban
rahasia
bank
setelah
nasabahnya tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan. Mengingat tujuan dari diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, seyogianya apabila Undang-Undang Perbankan Indonesia menentukan bahwa kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun nasabah yang bersangkutan telah tidak lagi menjadi nasabah bank yang bersangkutan (telah menjadi mantan nasabah).
Sekalipun
Undang-Undang
Perbankan
Indonesia
hendaknya menetapkan agar bank merahasiakan identitas dan keadaan keuangan mantan nasabah bank, namun perlu diberikan pembatasan jangka waktu, misalnya selama jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat tidak menjadi nasabah lagi. commit to user 2) Rahasia Bank bagi Bank yang Telah Dicabut Ijin Usahanya
173
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Perbankan, Bank Indonesia dapat mencabut ijin usaha bank. Berkaitan dengan hal itu, belum diatur mengenai kewajiban nagi pegawai dari bank yang telah dicabut ijin usahanya untuk merahasiakan keadaan keuangan nasabah dari bank tersebut. Hal ini terkait dengan persepsi hukum apakah suatu bank yang telah dicabut ijin usahanya masih secara yuridis dapat diklasifikasikan sebagai bank. Apabila bank yang
telah
dicabut
ijin
usahanya
secara
yuridis
masih
diklasifikasikan sebagai bank, maka sudah barang tentu bank yang telah dicabut ijin usahanya itu masih terikat pada ketentuan rahasia bank. Sedangkan apabila bank yang telah dicabut ijin usahanya tidak lagi diklasifikasikan sebagai bank, maka bank yang telah dicabut ijin usahanya itu tidak lagi terikat pada ketentuan rahasia bank. Akan
menjadi
perdebatan
yang
bertele-tele
untuk
mempermasalahkan secara yuridis apakah bank yang telah dicabut ijin usahanya masih atau tidak lagi diklasifikasikan sebagai bank. Oleh karena itu, akan menjadi perdebatan panjang pula untuk mempermasalahkan secara yuridis apakah bank yang telah dicabut ijin usahanya itu masih terikat pada ketentuan rahasia bank. Oleh karena itu, seyogianya Undang-Undang Perbankan menegaskan mengenai masih atau tidak lagi berlakunya rahasia bank bagi anggota direksi, komisaris, dan pegawai bank yang telah dicabut ijin usahanya dan setelah mereka tidak lagi terikat dengan bank yang telah dicabut ijin usahanya itu. Nasabah dari bank yang telah dicabut ijin usahanya harus tetap dilindungi kepentingannya. Pada waktu para nasabah tersebut berhubungan untuk pertama kalinya dengan bank tersebut, adalah dilandasi oleh persepsi yuridis bahwa identitas dan keadaan keuangannya akan dirahasiakan. Apabila kemudian hari ternyata bank tersebut dicabut ijin usahanya, seyogianya para nasabah itu to user tidak menjadi korbancommit kesalahan dari manajemen bank tersebut yang
174
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
telah mengakibatkan bank itu dicabut ijin usahanya. Mereka bukan pihak yang ikut bersalah. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Perbankan harus ada ketentuan bahwa anggota direksi, komisaris, dan pegawai bank yang telah dicabut ijin usahanya dan beberapa tahun (misalnya dalam jangka waktu sepuluh tahun) sejak tidak lagi menjadi anggota direksi, komisaris, dan pegawai bank yang telah dicabut ijin usahanya itu tetap terikat oleh ketentuan rahasia bank. Ketentuan yang serupa hendaknya pula ditentukan bagi bank yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan. Harus dipahami bahwa menurut Undang-Undang Kepailitan, debitor yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan, tidak bubar. Ketentuan ini berlaku pula bagi bank yang diputuskan pailit. Ijin usaha dari bank yang diputuskan pailit oleh pengadilan tidak ditentukan dicabut ijin usahanya oleh Bank Indonesia. Pencabutan ijin usaha bank oleh Bank Indonesia hanyalah apabila Bank Indonesia melakukan tindakan Sedangkan
berdasarkan menurut
Pasal
37
Undang-Undang
Undang-Undang
Kepailitan,
Perbankan. sekalipun
permohonan pailit terhadap bank hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, namun Undang-Undang Kepailitan tidak menentukan tentang keharusan Bank Indonesia mencabut ijin usaha bank. g. Peraturan Harus Relative Konstan Dalam hukum harus ada ketegasan. Tidak boleh ada kebiasaan untuk mengubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi. Hukum dalam hal ini pengaturan mengenai rahasia bank tidak boleh diubah sewaktu-waktu. Dalam pengaturan mengenai rahasia bank terutama dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara, terdapat dua hal penting yang tampaknya luput dari pandangan pembuat undang-undang yang sekarang berlaku, yakni kemungkinan adanya pihak yang membuat standar rahasia bank lebih tinggi dibandingkan commit yang ditetapkan oleh undang-undang, serta to user
175
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
persyaratan yang perlu ditetapkan berkaitan dengan bantuan hukum pembukaan rahasia bank bagi rekening nasabah asing. 1) Kemungkinan Adanya Pihak yang Membuat Standar Rahasia Bank Lebih Tinggi Dibandingkan yang Ditetapkan oleh Undang-Undang. Guna menarik minat calon nasabah, sangat dimungkinkan bank membuat standar rahasia bank yang lebih tinggi dibandingkan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Perbankan. Hal ini dapat dilakukan dengan memperluas cakupan informasi rahasia bank, serta memperketat batasan dan proses pembukaan rahasia bank. Kegiatan ini dilakukan untuk membuat calon nasabah merasa lebih nyaman dibandingkan
jika
nasabah
meletakkan
dananya
ataupun
berhubungan dengan bank lain. Kegiatan pembuatan standar rahasia bank yang lebih tinggi dibandingkan UU selain akan rusaknya orientasi terhadap peraturan suatu negara, hal ini juga akan merugikan berbagai kepentingan orang lain, terutama kepentingan negara dan masyarakat luas. Oleh karena itu, diperlukan tambahan aturan yang melarang tentang pembuatan standar yang lebih tinggi dari yang ditentukan oleh peraturan, termasuk di dalamnya larangan pembatasan yang lebih luas baik dari segi cakupan rahasia bank, maupun pihak yang berkaitan dengan rahasia bank. 2) Persyaratan yang Perlu Ditetapkan Berkaitan dengan Bantuan Hukum Pembukaan Rahasia Bank bagi Rekening Nasabah Asing. Peningkatan cadangan devisa negara yang berasal dari perbankan akan terjadi jika terdapat aliran dana dari luar negeri yang dipercayakan kepada bank lokal. Hal ini berarti bahwa berbagai hal yang mengatur di dalamnya sangat perlu memperhatikan aspek hukum negara lain. Permintaan pembukaan rahasia bank berkaitan dengan nasabah commit to user asing tentu akan lebih sering terjadi dari pengadilan negara di mana
176
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nasabah tersebut berasal. Permintaan ini sebagaimana permintaan lainnya tentu akan sangat beragam caranya terutama berkaitan dengan politik luar negeri. Politik internasional berjalan dengan melihat berbagai aspek yang berhubungan dengan negara-negara yang bersangkutan. Dikarenakan tidak adanya peraturan pasti yang mengatur
hubungan
internasional,
maka
seringkali
terjadi
penekanan politik oleh negara besar (negara maju) kepada negara kecil (negara berkembang). Hal ini sangat mungkin terjadi kepada Indonesia yang posisi internasionalnya masih lemah dibandingkan banyak negara maju lainnya. Kerawanan ini sangat mungkin memicu ketidakpercayaan nasabah asing bahwa meskipun Indonesia telah memiliki aturan rahasia bank yang cukup bagus, namun dapat dengan mudah dibuka dengan tekanan dari pemerintahan asal nasabah dengan berbagai alasan yang mungkin sebenarnya tidak dibenarkan oleh aturan rahasia bank di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan aturan tambahan yang menerangkan bahwa bantuan proses pembukaan rahasia bank di Indonesia terhadap nasabah asing hanya akan diproses jika kasus yang dialami juga menjadi kasus yang termasuk dalam pengecualian pengungkaan rahasia bank di Indonesia dan juga perlu diperjelas proses perijinan pembukaan rahasia bank yang harus dijalani oleh rekening milik nasabah asing. h. Berbagai Pihak Berpegang Teguh pada Aturan-aturan Hukum. Harus ada konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-harinya. Untuk menjamin berjalannya konsistensi antara peraturan yang diundangkan dengan yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten, Undang-Undang Perbankan yang sedang berlaku di Indonesia memberikan hak kepada pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank, dalam hal ini termasuk nasabah pemilik rekening, untukcommit mengetahui to userisi keterangan rahasia bank yang
177
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
telah dibuka dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Aturan ini terdapat dalam Pasal 45 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Selain itu, agar berbagai pihak dapat berpegang teguh pada aturan hukum yang dibuat, maka aturan yang dibuat perlu dilengkapi dengan beberapa hal yang dapat menghindarkan kekurangteguhan para pihak yang terkait pada aturan-aturan hukum yang berlaku. Untuk tujuan ini, aturan harus mencakup berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dalam dunia nyata. Dalam hal ini, pengaturan Indonesia dibandingkan dengan pengaturan rahasia bank di Swiss dan Singapura memiliki kelebihan yakni penetapan sanksi bagi pihak yang sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi berkaitan dengan rahasia bank. Aturan ini penting dicantumkan dalam pengaturan rahasia bank untuk menjamin bahwa dalam pelaksanaan tidak akan terjadi penyimpangan bahkan dalam hal ketidakmauan pihak terkait dalam memberikan keterangan yang seharusnya wajib diberikan sesuai dengan UndangUndang Perbankan yang berlaku. Hal ini juga dibutuhkan untuk kelancaran proses peradilan yang membutuhkan dibukanya rahasia bank dan telah diputuskan bahwa rahasia bank tersebut boleh dibuka. Aturan mengenai hal ini dijabarkan dalam Pasal 47A UU No.10 Tahun 1998 yang merupakan pasal tambahan dari undang-undang sebelumnya. Namun demikian, ada beberapa hal yang belum tercakup dalam Undang-Undang Perbankan yang dapat berpotensi pada ketidakteguhan pihak terkait pada aturan yang berlaku. Beberapa hal tersebut adalah pengaturan mengenai rahasia bank dalam perkara perdata antara bank dan pihak ketiga bukan nasabah, aturan mengenai pencurian informasi rahasia bank oleh pihak bukan orang dalam bank, serta aturan mengenai penggunaan informasi rahasia bank yang illegal. commit to user
178
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Rahasia Bank dalam Perkara Perdata antara Bank dan Pihak Ketiga Bukan Nasabah. Sebagaimana ditentukan oleh Pasal 43 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 bahwa dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,
Direksi
Bank
dapat
menginformasikan
kepada
pengadilan tentang simpanan nasabah yang relevan dengan perkara tersebut. Namun bagi bank tidak jelas pengaturannya apakah untuk menghadapi keadaan itu bank boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah. Misalnya dalam kasus pertama yaitu dalam hal kasus gugatan dimana pihak ketiga menggugat nasabah sebagai Tergugat I dan bank sebagai Tergugat II. Kasus kedua adalah pihak ketiga yang bukan nasabah yang bersengketa dengan nasabah, telah menggugat nasabah. Untuk jaminan bagi gugatannya itu, pihak ketiga
telah
mengajukan
permohonan
sita
jaminan
kepada
pengadilan atas simpanan nasabah (giro, deposito atau tabungan) di bank tersebut. Atas permohonan tersebut, pengadilan telah mengabulkan dan melalui juru sita, pengadilan memerintahkan kepada bank untuk memblokir simpanan nasabah sebagai jaminan. Undang-Undang menentukan bahwa bank dapat mengungkapkan simpanan nasabah jika dalam hal bersengketa dalam perkara perdata dengan nasabah. Tetapi dalam kedua kasus tersebut, bank bukan menghadapi nasabah sebagai lawan, tetapi menghadapi pihak ketiga yang bukan nasabah. Undang-Undang Perbankan tidak mengatur sama sekali mengenai sikap yang dapat diambil oleh bank dalam hal bank berlawanan dengan pihak ketiga yang bukan nasabah. Dalam kasus yang pertama, apakah bank (Tergugat II) harus meminta izin dari Pimpinan Bank Indonesia apabila untuk membela diri menghadapi gugatan pihak ketiga yang bukan nasabah itu harus terpaksa mengungkapkan data mengenai dana simpanan nasabah (Tergugat I). commit to user
179
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Undang-Undang tidak memberikan aturan sama sekali mengenai kemungkinan bagi bank untuk dapat mengungkapkan simpanan nasabah sekalipun dengan cara meminta izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Dalam hal ini, jalan satu-satunya yang dapat ditempuh oleh bank adalah meminta persetujuan dari nasabah. Namun akan timbul masalah apabila nasabah ternyata menolak memberikan persetujuan kepada bank untuk dapat mengungkapkan keadaan dana simpanannya itu, yaitu karena nasabah berpendirian bahwa pengungkapan
keadaan
dana
simpanannya
itu
justru
akan
memperlemah posisi hukum nasabah dalam upaya pembelaannya. Apabila bank didatangi oleh juru sita dalam rangka pelaksanaan peletakan sita jaminan sebagaimana pada kasus kedua tersebut diatas, bank juga tidak dimungkinkan oleh Undang-Undang untuk mengungkapkan ada atau tidak adanya dana nasabah di bank tersebut. Apabila permintaan sita jaminan itu dipenuhi oleh bank dengan cara memblokir dana simpanan nasabah itu, maka bank melanggar ketentuan rahasia bank. Dalam hal ini jalan yang dapat ditempuh oleh nasabah adalah meminta persetujuan nasabah. Tetapi seperti pada kasus yang pertama, belum tentu nasabah bersedia memberikan persetujuannya. Hal yang telah dicontohkan tersebut tidak ditentukan oleh UndangUndang No. 10 Tahun 1998 sebagai hal yang dikecualikan. Dengan demikian menjadi pertanyaan, apakah dalam menghadapi situasi seperti itu bank boleh mengungkapkan identitas nasabah dan simpanannya untuk kepentingan bank apabila hal yang demikian itu perlu dilakukan. Oleh karena hal itu tidak dikecualikan sebagai yang diperbolehkan, maka bank selalu menghadapi kesulitan bila menghadapi keadaan yang demikian itu. 2) Pencurian Informasi Rahasia Bank oleh Bukan Oknum Bank commit to user
180
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Yang dimaksudkan dengan ―informasi rahasia bank‖ ialah data atau informasi bank mengenai identitas nasabah penyimpan dan simpanannya yang merupakan obyek ketentuan kewajiban rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UndangUndang No. 10 Tahun 1998. Sedangkan yang penulis maksudkan dengan ―pencurian informasi rahasia bank‖ ialah pengambilan informasi rahasia bank oleh bukan orang dalam bank. Misalnya (1) pengambilan informasi rahasia bank oleh para hackers yang berhasil mengakses data bank tersebut melalui komputer atau (2) oleh seseorang yang berhasil secara fisik memasuki bank, baik dengan cara bertamu dengan baik-baik atau dengan cara menyelinap ke dalam bank seperti laiknya seorang pencuri. Dalam hal ini, data tersebut keluar dari bank bukan karena adanya orang dalam bank yang membocorkan rahasia bank. Mengenai hal ini, Undang-Undang Perbankan juga belum mengatur sanksi bagi pelaku pencurian informasi rahasia bank tersebut. Sanksi bagi pelaku yang melakukan pencurian informasi rahasia bank harus ditentukan pula secara khusus dan tegas. Memang tidak mustahil untuk menerapkan sanksi pidana dari tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam KUH Pidana. Namun demi tercapainya tujuan diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, maka pengaturan secara khusus dan tegas mengenai sanksi pencurian informasi rahasi bank perlu dilakukan. 3) Penggunaan Informasi Rahasia Bank yang Illegal Sanksi bagi pegawai bank yang memberikan atau menyerahkan informasi
mengenai
identitas
nasabah
penyimpan
maupun
simpanannya kepada pihak yang tidak berhak telah diatur oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Namun ternyata UndangUndang belum mengatur apa sanksi bagi pihak yang menggunakan informasi rahasia bank yang perolehan informasi itu dilakukan commit to user
181
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
secara ilegal. Mungkin saja pengguna informasi rahasia bank itu tidak memperoleh informasi itu dengan paksa atau dengan cara ilegal, dengan kata lain diberi secara baik-baik oleh pihak pemberi informasi. Bahkan dapat diperoleh sebagai hasil laporan masyarakat kepada pihak pengguna informasi rahasia bank itu dalam rangka pemberantasan KKN di Indonesia. Tetapi yang jelas, (1) tidak mungkin informasi rahasia bank dapat diperoleh apabila tidak dibocorkan oleh orang dalam bank (termasuk pihak-pihak terafiliasi lainnya, seperti misalnya auditor yang melakukan pemeriksaan terhadap bank) atau (2) sebagai hasil pencurian atas informasi tersebut oleh bukan orang dalam. Misalnya, apabila ada suatu LSM atau media cetak atau media elektronik yang menggunakan atau menyiarkan informasi mengenai identitas atau simpanan suatu nasabah bank yang dilindungi oleh ketentuan rahasia bank yang diperoleh oleh LSM atau media cetak atau media elektronik itu dari sumber orang dalam. Bagi orang dalam tersebut jelas dapat dikenai sanksi pidana karena telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank. Seyogianya dibuat aturan sanksi secara khusus dan tegas mengenai penggunaan informasi rahasia bank yang ilegal sebagaimana contoh di atas, dan bukan menjatuhkan sanksi dengan cara mencari-cari terlebih dahulu apa pasal yang tepat dalam KUH Pidana untuk kasus tersebut. Kriminalisasi pelanggaran terhadap penggunaan informasi rahasia bank yang ilegal itu sangat diperlukan sebagai kelengkapan dari pengaturan kewajiban rahasia bank. Tidak diaturnya secara khusus dan tegas mengenai sanksi pidana atas penggunaan informasi rahasia bank yang ilegal itu akan dapat menghambat tercapainya tujuan diadakannya ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank.
commit to user
182
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Berkaitan dengan pengaturan tentang rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura dalam kaitannya dengan upaya peningkatan cadangan devisa negara, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Baik Indonesia, Swiss yang menganut Civil Law System, maupun Singapura yang menganut Common Law System mengkodifikasikan pengaturan rahasia bank di dalam undang-undang perbankan masingmasing. Pengaturan rahasia bank di Indonesia terangkum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Swiss menggunakan Swiss Federal Law on Banks and Saving Banks of 1934 dan Singapura menggunakan Singapore Banking Act (Cap 19, 2008 Rev Ed).
b. Indonesia, Swiss dan Singapura menganut teori relatif dalam pengaturan rahasia bank dan menganggap pelanggaran terhadap rahasia bank sebagai pelanggaran pidana dengan sanksi yang telah ditetapkan dalam masing-masing undang-undang di atas. c. Terdapat empat bahasan pokok dalam pengaturan rahasia bank di ketiga negara tersebut yakni batasan rahasia bank, pihak yang berkaitan dengan rahasia bank, pengecualian pengungkapan rahasia bank, dan sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank. Meskipun memiliki kesamaan dalam pokok isi peraturan yang ada, namun isi dari peraturan tersebut berbeda antara Indonesia, Swiss dan Singapura. 2.
Kesesuaian antara pengaturan rahasia bank dan upaya peningkatan cadangan devisa negara dapat dilihat dari peningkatan cadangan devisa negara itu sendiri dikaitkan dengan adanya pengaturan rahasia bank yang commit to user
183
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
baik. Meskipun Singapura relatif baru masuk dalam usaha jasa keuangan perbankan dibandingkan dengan Swiss, namun Singapura menunjukkan peningkatan jumlah cadangan devisa yang sangat signifikan yang bersumber dari jasa keuangan perbankan. Sedangkan, berkaitan dengan pengaturan rahasia bank yang baik dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari perbandingan pengaturan rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura sebagai berikut: a. Berkaitan dengan batasan cakupan rahasia bank, yang merupakan dasar dari rincian pengaturan rahasia bank selanjutnya, Singapura menjelaskan dengan lebih jelas mengenai batasan ini dibandingkan Indonesia dan Swiss. b. Dalam pengaturan mengenai pihak yang berkaitan dengan rahasia bank, Indonesia lebih lengkap menerangkan detail pihak tersebut, namun Swiss memiliki kelebihan dalam hal cakupan bahwa pihak yang melakukan pembujukan juga ikut diatur dalam undang-undang, dan juga Swiss memiliki kelebihan yang juga dimiliki oleh peraturan Singapura yakni batas waktu penjagaan rahasia bank telah diatur dalam undang-undang. c. Mengenai pengecualian pengungkapan rahasia bank, Singapura telah jauh melebihi Indonesia dan Swiss yakni memberikan penjelasan rinci terhadap jenis kasus yang diberikan pengecualian, serta mengatur pula batasan yang diberikan kepada penerima informasi rahasia bank sehingga informasi yang dibuka tidak akan digunakan secara tidak bertanggung jawab oleh sang penerima informasi. d. Berkaitan dengan sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank, Indonesia dilengkapi dengan sanksi administratif, dan Swiss dilengkapi dengan pemberian sanksi bagi pihak yang melakukan pembujukan pembukaan rahasia bank. Sedangkan Singapura, relatif sederhana dalam penjabaran sanksi terhadap pelanggaran rahasia commitperaturan to user Singapura ini telah dilengkapi bank di negaranya, namun
184
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
oleh batasan aturan yang lengkap dan jelas sehingga tidak diperlukan lagi perincian detail mengenai sanksi terhadap pelanggaran rahasia bank. Dari beberapa perbedaan mengenai pengaturan rahasia bank di Indonesia, Swiss dan Singapura di atas, dan peningkatan cadangan devisa negara yang bersumber pada jasa keuangan perbankan, maka dapat disimpulkan bahwa Singapura memiliki pengaturan rahasia bank yang paling sesuai dengan upaya peningkatan cadangan devisa negara dibandingkan dengan Indonesia dan Swiss. 3.
Kelebihan dan kekurangan dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara didasarkan pada prinsip-prinsip legalitas Lon L Fuller yang dianggap sebagai acuan terhadap penilaian suatu kaidah hukum. Kelengkapan yang ada pada pengaturan rahasia bank di Swiss dan Singapura yang tidak ada di Indonesia tidak dapat langsung diterapkan di Indonesia, akan tetapi haruslah diharmonisasikan terlebih dahulu sehingga rekomendasi yang diberikan memang tepat dengan situasi Indonesia. Kelebihan dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara adalah: a. Pengaturan rahasia bank di Indonesia telah dipresentasikan dalam aturan hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. b. UU Perbankan tersebut telah dipublikasikan dengan diumumkan dalam Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790. c. Undang-undang ini juga dilengkapi bagian Penjelasan yang terletak dalam Tambahan Lembar negara untuk menjelaskan maksud dari pasal-pasal
terkait,
sedangkan
penjelasan
istilah-istilah
yang
digunakan dalam UU ini terdapat dalam Pasal 1, termasuk di dalamnya berbagai istilah yang dengan rahasia bank. commit to berkaitan user
185
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Berkaitan dengan prinsip non-retroaktif, Pasal II ayat (2) UU ini menyatakan, ―Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.‖ e. Kelebihan lain yang dimiliki oleh peraturan mengenai rahasia bank di Indonesia adalah bahwa UU ini telah mengatur mengenai pemberian hak kepada korban pembukaan rahasia bank untuk mengkonfirmasi dan mengoreksi keterangan yang diberikan f. UU Indonesia juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan UU Swiss dan Singapura yakni bahwa UU ini telah mengatur penetapan sanksi bagi pihak yang sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi berkaitan dengan rahasia bank. Sedangkan kekurangan dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara adalah: a. Berkaitan dengan kejelasan perumusan peraturan, perlu lebih diperjelas batasan istilah ―pegawai bank‖ yang digunakan. Sedangkan kejelasan pembatasan mengenai objek yang dibahas, perlu diperjelas lagi mengenai rahasia bank dalam hal terdapat kepentingan umum, dan rahasia bank bagi bank dalam proses likuidasi. Selain itu, perlu diperjelas pula batasan kewajiban merahasiakan rahasia bank bagi mantan pegawai bank, percobaan tindak pidana menyangkut rahasia bank, dan batasan bagi penerima informasi rahasia bank. b. UU Perbankan ini juga mengandung unsur pertentangan dengan UUD 1945 berkaitan dengan kewenangan hakim kasus rahasia bank dalam perkara pidana yang harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pimpinan Bank Indonesia. c. Pengaturan rahasia bank Indonesia juga masih mengandung tuntutan atau kewajiban yang mustahil yakni dalam aturan penyimpanan informasi rahasia bank berkaitan dengan mantan nasabah, dan rahasia bank bagi bank yang telah dicabut ijin usahanya. d. Konsistensi pengaturan rahasia bank di Indonesia dapat terganggu user yang membuat standar rahasia dengan kemungkinancommit adanyato pihak
186
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bank lebih tinggi dibandingkan yang ditetapkan oleh undang-undang, dan juga perlu pengaturan rahasia bank ini perlu dilengkapi dengan persyaratan yang perlu ditetapkan berkaitan dengan bantuan hukum pembukaan rahasia bank bagi rekening nasabah asing. e. Untuk membantu berbagai pihak agar berpegang teguh pada aturan rahasia bank yang ada, pengaturan rahasia bank Indonesia perlu dilengkapi dengan aturan pembukaan rahasia bank dalam perkara perdata antara bank dan pihak ketiga bukan nasabah, pencurian informasi rahasia bank oleh bukan oknum bank, dan juga pengaturan mengenai penggunaan informasi rahasia bank yang illegal. B. Implikasi Konsekuensi logis dari kesimpulan yang diperoleh khususnya menyangkut pengaturan rahasia bank maka mengandung implikasi, yaitu : 1. Masing-masing negara memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengatur rahasia bank dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara. Perbedaan dan persamaan yang ada dalam pengaturan ini memberikan masukan yang sangat berharga bagi terciptanya bentuk aturan yang lebih baik untuk Indonesia. 2. Kesuksesan Singapura dalam melakukan pengaturan rahasia bank dan telah terbukti mampu memberikan peningkatan cadangan devisa negara yang cukup signifikan dapat dijadikan contoh nyata bagi Indonesia. Contoh nyata yang dimaksudkan adalah dari sisi bagaimana pengaturan rahasia bank yang lebih baik, serta bukti bahwa pengaturan rahasia bank yang baik dapat membawa dampak positif bagi masyarakat luas terutama dari sisi peningkatan cadangan devisa negara. 3. Kelebihan pengaturan rahasia bank di Indonesia merupakan modal awal yang sangat baik dalam upaya peningkatan cadangan devisa negara. Sedangkan kekurangan commit dalam to pengaturan rahasia bank di Indonesia user
187
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat dijadikan rekomendasi dalam perbaikan ke depan guna didapatkannya peningkatan cadangan devisa negara. C. Saran 1. Perlu adanya kesatuan pengaturan terkait rahasia bank di tingkat internasional dan memperjelas pengaturan di tingkat nasional khususnya Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah dan pembuat undang-undang agar kewajiban dan hak dari pihak perbankan terhadap nasabah dan masyarakat terperinci dengan jelas. 2. Diharapkan beberapa kekurangan yang ada di dalam pengaturan rahasia bank di Indonesia yang telah dipaparkan dalam tesis ini dapat menjadi rekomendasi bagi terwujudnya pengaturan rahasia bank yang lebih baik serta berdampak pada peningkatan cadangan devisa negara yang membawa manfaat bagi kemakmuran dan kesejahteraan sosial bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. 3. Penelitian lanjutan terhadap penelitian ini dapat dilakukan secara empiris yakni diadakan survey lapangan terhadap para nasabah potensial sehingga dapat diketahui dengan lebih pasti detail kekurangan yang dimiliki oleh perbankan Indonesia baik dari sisi kaidah hukum maupun penerapannya. Berkaitan dengan perbandingan hukum dalam pengaturan rahasia bank, penelitian selanjutnya dapat dilakukan selain dengan penambahan negara yang diperbandingkan, juga dapat dibandingkan dengan berbagai traktat maupun hasil konvensi internasional berkaitan dengan rahasia bank ini.
commit to user
188