POTENSI CADANGAN AIRTANAH DI DAS CILIWUNG
PENGKI IRAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
1
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis dengan judul Potensi Cadangan Airtanah di DAS Ciliwung adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2012
Pengki Irawan F451100031
i
ABSTRACT PENGKI IRAWAN. Groundwater Potential at Ciliwung River Basin. Supervised by ROH SANTOSO BUDI WASPODO and SUTOYO Water is one of the human primary necessity. Development of water resources basically is the way to give an equal access to everyone to get water, so that they can live healthily and cleanly. Naturally Indonesia faces problem to fulfil water demand because of uneven distribution. Water availability is not in accordance with water demand in terms of both quality and quantity. Water are controlled and arranged for a lot of purposes, such as flood control and water supply. The research objectives were : (1) Identify characteristic of aquifer in Ciliwung river basin. (2) To analyze the ground water potential at Ciliwung river basin. In the upstream of Ciliwung river basin an aquifer was formed by sand, sand stones and sands brections In the middle Ciliwung river basin was formed by sandy-clay and sandy-brections and in the downstream was formed by sand and sandy-clay. The thickness of unconfined aquifer in the upstream was 10 – 45 m, in the middle was 10 – 41 m and in the downstream was 5 – 10 m. The confined in the upstream was 30 – 60 m, in the middle was 20 – 40 m and in the downstream was 20 – 40 m. Hydraulic gradient at upstream was between 0.0709 – 0.101, in the middle was 0.007 - 0.0709 and downstream was 0.004. Hydrauic conductivity in the upstream was 12 - 45 m/day, while in the middle and downstream was 0.08 – 12 m/day. The analysis result showed that in the unconfined aquifer groundwater potential in zone 1 (Gunung Mas – Cibinong) was 584,211.29 m3/day or 6.76 m3/sec and in zone 2 (Depok – Jakarta) was 131,208.55 m3/day or 1.52 m3/sec. Groundwater potential of the confined aquifer was in zone 1 (Gunung Mas – Cibinong) was 2,028,514.23 m3/day or 23.48 m3/sec ground water potention and in zone 2 (Depok – Jakarta) was 369,985.73 m3/day or 4.28 m3/sec. Keyword : aquifers, Ciliwung river basin, groundwater potential, Darcy equation, geoelectric.
i
RINGKASAN
PENGKI IRAWAN. Potensi Cadangan Airtanah di DAS Ciliwung. Dibimbing oleh ROH SANTOSO BUDI WASPODO dan SUTOYO. Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pemanfaatan sumber daya air pada dasarnya adalah upaya untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat agar dapat hidup dengan sehat, bersih dan produktif. Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup. Namun secara alamiah Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi yang tidak merata, sehingga air yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Air dikendalikan dan diatur untuk berbagai tujuan yang luas, seperti pengendalian banjir dan penyediaan air bersih. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi karakteristik akuifer di DAS Ciliwung (2) Menganalisis potensi cadangan airtanah di DAS Ciliwung. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor skala 1 : 100.000, DAS Ciliwung hulu terdiri dari formasi batuan diantaranya satuan breksi dan lava (Qvk), satuan batuan endapan lebih tua (Qvpo), satuan aliran lava basal gunung gegerbentang (Qvba), batuan tufa batuapung pasir (Qvst), breksi tufaan dan lapii (Qvsb), kipas aluvial (Qav) dan batuan aliran lava (Qvsl). Batuan penyusun akuifer bagian hulu DAS Ciliwung adalah pasir, batupasir dan breksi pasiran. Tebal akuifer bebas di bagian hulu DAS (titik pengukuran Gunung Mas, Cisarua, Megamendung dan Ciawi) bervariasi antara 10 – 45 m, di tengah (titik pengukuran Cimahpar, Cibinong dan Depok) antara 10 – 41 m dan di hilir (titik pengukuran KLH, Jakarta) antara 5 – 10 m. Tebal akuifer dalam di hulu DAS antara 30 – 60 m, di tengah antara 20 – 40 m dan di hilir (titik pengukuran KLH, Jakarta) antara 20 – 40 m. Gradien hidrolik pada hulu DAS antara 0.0709 – 0.101, di tengah antara 0.007 - 0.0709, dan di hilir sebesar 0.004. Konduktivitas hidrolik di hulu DAS antara 12 - 45 m/hari dan di tengah hingga hilir antara 0.08 – 12 m/hari. Ketebalan akuifer bebas adalah 10 - 45 m. Lebar akuifer dibatasi oleh lapisan kedap yang berjarak 2.29 – 5 km, konduktivitas hidrolik antara 12 – 45 m/hari. Kemiringan hidrolik bervariasi antara 0.004 – 0.101 sehingga didapatkan potensi airtanah bebas di zona 1 (Gunung Mas – Cibinong) adalah 584,211.29 m3/hari atau 6.76 m3/detik, sedangkan di zona 2 (Depok – Jakarta) adalah : 131,208.55 m3/hari atau sebesar 1.52 m3/detik. Ketebalan akuifer mencapai 30 - 60 m. Akuifer dibatasi oleh satuan batuan nir akuifer dengan jarak 8.9 km, konduktivitas hidrolik antara 12 – 45 m/hari. Gradien hidrolik daerah studi antara 0.004 – 0.101 sehingga didapatkan potensi airtanah dalam di zona 1 (Gunung Mas – Cibinong) adalah 2,028,514.23 m3/hari atau 23.48 m3/detik, sedangkan di zona 2 (Depok – Jakarta) adalah 369,985.73 m3/hari atau 4.28 m3/detik.
i
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ii
POTENSI CADANGAN AIRTANAH DI DAS CILIWUNG
PENGKI IRAWAN
TESIS Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i
Judul tesis
: Potensi Cadangan Airtanah di DAS Ciliwung
Nama
: Pengki Irawan
NIM
: F451100031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT. Ketua
Sutoyo, S.TP., M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA
Prof. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal ujian : 26 Juli 2012
Tanggal lulus: i
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang maha kaya akan ilmu dan pengetahuannya, shalawat dan salam semoga tercurah pada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabat sehingga penelitian yang berjudul “Potensi Cadangan Airtanah di DAS Ciliwung” dapat diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati, diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Roh Santoso B.W., M.T selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi. 2. Sutoyo, S.TP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, masukan dan motivasi yang diberikan. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen penguji ujian tesis. 4. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan DEA selaku ketua Program Studi Pascasarjana SIL atas masukan yang diberikan. 5. Istri dan anakku Jauzaa tercinta yang telah banyak memberikan motivasi dalam menyelesaikan tulisan ini. 6. Alm. Bapak, Ibu beserta kakak-kakak dan adik-adik tercinta atas motivasi dan kepercayaan yang diberikan. 7. Rekan-rekan Pascasarjana SIL 2010 : Novyana, Wiranto, Wahyu Gendam P. dan Rokhman Rosyid yang terus memberikan semangat dan masukan Disadari tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penulisan selanjutnya. Semoga penelitian ini bermanfaat. Bogor, Juli 2012
Penulis
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Amp. Kuranji (Sumatera Barat) 16 November 1986. Anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Suhaili (alm) dan Zermawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 18 Amp. Kuranji pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 4 Koto Baru dan lulus pada tahun 2002. Setelah itu melanjutkan ke SMA Negeri 1 Koto Baru dan lulus pada tahun 2005. Tahun 2005, masuk ke IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan kemudian pada tahun 2006 melalui seleksi sistem Mayor-Minor IPB diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada semester lima, penulis masuk Teknik Pengolahan Pangan dengan dosen pembimbing akademik Prof. Dr. Ir. Atjeng M. Syarief, M.SAE. dan Ir. Djajeng Sumangat, M.Sc. dengan skripsi berjudul Rancangan dan Uji Teknis Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder. Penulis melanjutkan studi di Pascasarjana IPB pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan dari tahun 2010 sampai 2012 dan menyelesaikan tesis berjudul Potensi Cadangan Airtanah di DAS Ciliwung. Penulis dibimbing oleh Dr. Ir. Roh Santoso B.W., M.T. dan Sutoyo, S.TP., M.Si. Penulis aktif di beberapa intansi dan beberapa penelitian diantaranya adalah : AMDAL PT. Ina Touna Mining ( penambangan bijih besi), AMDAL PT. Bumi Citra Resources, AMDAL PT. Timor Generasi, AMDAL PT. Asia Traco (pertambangan mangan). Selain itu juga aktif di beberapa penelitian di bidang hidrogeologi diantaranya : Hidrogeologi PT. Hokkan Indonesia (Ciawi), Kajian Hidrogeologi PT. Bangun Berkat Anugerah (Parung), Hidrogeologi Kec. Megamendung, Hidrogeologi di Kp. Citeko Cisarua dan Hidrogeologi di Kec Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
ii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL ............................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... iv BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 2 1.3. Tujuan..................................................................................................... 3 1.4. Lingkup Penelitian .................................................................................. 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4 2.1. Sumber Daya Air .................................................................................... 4 2.2. Siklus Hidrologi ...................................................................................... 6 2.3. Zona Hidrologi dan Zona Hidrogeologi ................................................... 8 2.4. Daerah Aliran Sungai .............................................................................. 9 2.5. Airtanah ................................................................................................ 12 2.6. Kajian Geolistrik ................................................................................... 35 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 39 3.1. Lokasi dan Waktu ................................................................................. 39 3.2. Bahan dan Alat ...................................................................................... 39 3.3. Metodologi............................................................................................ 40 3.4. Batasan Penelitian ................................................................................. 46 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 47 4.1. Keadaan Umum DAS Ciliwung............................................................. 47 4.2. Pengolahan dan Interpretasi Data .......................................................... 67 4.3. Karakteristik Akuifer DAS Ciliwung..................................................... 70 4.4. Penampang Melintang Akuifer ............................................................ 105 4.5. Potensi Cadangan Airtanah ................................................................. 106 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 109 5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 109 5.2. Saran .................................................................................................... 110 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 111 LAMPIRAN .................................................................................................... 114
i
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perkiraan Jumlah Sumberdaya Air di Bumi ............................................ 5 Tabel 2. Karakteristik air bebas dan air tertekan ................................................ 18 Tabel 3. Karakteristik Air Lapisan dan Air Celah ............................................... 19 Tabel 4. Nilai Konduktivitas Batuan .................................................................. 28 Tabel 5. Nilai Spesific Yield Batuan ................................................................... 30 Tabel 6. Kecepatan Airtanah di Berbagai Jenis Batuan ....................................... 33 Tabel 7. Porositas dan Permeabilitas Lapisan ..................................................... 33 Tabel 8. Metode Pengumpulan dan Analisis Data............................................... 40 Tabel 9. Nilai Tahanan Jenis Batuan .................................................................. 42 Tabel 10. Pola Penggunaan Lahan di Wilayah DAS Ciliwung ............................ 53 Tabel 11. Perubahan Tipe Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung ........................ 55 Tabel 12. Tinggi Muka Airtanah Bebas di Sekitar DAS Ciliwung ...................... 59 Tabel 13. Interpretasi Litologi di Gunung Mas – Ciawi ...................................... 71 Tabel 14. Susunan Batuan Berdasarkan Tahanan Jenis di Cisarua ...................... 82 Tabel 15. Susunan Batuan Berdasarkan Tahanan Jenis di Megamendung ........... 83 Tabel 16. Susunan Batuan Berdasarkan Tahanan Jenis di Ciawi (ST1-ST5) ....... 92 Tabel 17. Susunan Batuan di Ciawi (G1-G5 dan Ciawi.1) .................................. 93 Tabel 18. Identifikasi Litologi di Cimahpar dan Cibinong .................................. 94 Tabel 19. Interpretasi Litologi di Sukaraja dan Cibinong .................................... 97 Tabel 20. Interpretasi Litologi di Cimanggis, Depok .......................................... 97 Tabel 21. Susunan Batuan Perumahan Taman Duta, Cimanggis Depok ............ 100 Tabel 22. Identifikasi Jenis Litogi di (KLH), Jakarta ........................................ 101 Tabel 23. Susunan Batuan Berdasarkan Tahanan Jenis di KLH, Jakarta ........... 103 Tabel 24. Potensi Cadangan Airtanah di Das Ciliwung Zona Bogor ................. 107 Tabel 25. Potensi Cadangan Airtanah di DAS Ciliwung Zona Jakarta .............. 108
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Siklus Hidrologi.................................................................................. 6 Gambar 2. Kondisi Cekungan dan Akuifer Airtanah .......................................... 24 Gambar 3. Konfigurasi Elektroda dengan Metode Schlumberger ....................... 36 Gambar 4. Konfigurasi Elektroda dengan Metode Wenner ................................. 37 Gambar 5. Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole Sounding.............................. 38 Gambar 6. Nilai Tahanan Jenis Batuan............................................................... 41 Gambar 7. Diagram Alir Penelitian .................................................................... 43 Gambar 8. Diagram alir Pengukuran Geolistrik .................................................. 44 Gambar 9. Diagram Alir Pengolahan Data ......................................................... 44 Gambar 10. Konsep Perhitungan Airtanah ......................................................... 45 Gambar 11. Keadaan Penutupan Lahan di DAS Ciliwung Tahun 2009............... 47 Gambar 12. Distribusi Curah hujan bulanan di DAS Ciliwung .......................... 49 Gambar 13. Rata-rata Debit Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa ................ 49 Gambar 14. Distribusi Curah Hujan Bulanan di DAS Ciliwung Tengah ............. 50 Gambar 15. Distribusi Curah Hujan Bulanan di DAS Ciliwung Hilir ................. 51 Gambar 16. Peta Sebaran Jenis Tanah di DAS Ciliwung .................................... 57 Gambar 17. Kedalaman Airtanah di Sekitar DAS Ciliwung ............................... 60 Gambar 18. Jejaring Aliran (Flownet) di DAS Ciliwung .................................... 61 Gambar 19. Geologi DAS Ciliwung ................................................................... 63 Gambar 20. Peta Hidrogeologi DAS Ciliwung ................................................... 65 Gambar 21. Proses Pemasukan Data Progress Version 3.0 ................................. 67 Gambar 22. Proses estimasi Model Param pada Progress Version 3.0 ............... 68 Gambar 23. Proses Iterasi Progress Version 3.0 ................................................. 69 Gambar 24. Visualisasi Interpreted Data ........................................................... 70 Gambar 25. Cross-section Akuifer Selatan – Utara di DAS Ciliwung............... 105 Gambar 26. Cekungan Airtanah di DAS Ciliwung ........................................... 106
iii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta DAS Ciliwung (Lokasi Penelitian)........................................ 113 Lampiran 2. Titik Pengukuran Geolistrik ......................................................... 114 Lampiran 3. Lisensi Software Progress 3.0 ...................................................... 115 Lampiran 4. Data Pengukuran Geolistrik di Gunung Mas................................. 116 Lampiran 5. Data Pengukuran Geolistrik di Pasir Muncang, Megamendung .... 117 Lampiran 6. Data Pengukuran Geolistrik di Ciawi ........................................... 118 Lampiran 7. Data Pengukuran Geolistrik di Cimahpar ..................................... 119 Lampiran 8. Data Geolistrik di UI Depok......................................................... 120 Lampiran 9. Data Pengukuran Geolistrik di Cimanggis Depok ......................... 121 Lampiran 10. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Gunug Mas .......... 124 Lampiran 11. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Cisarua................. 125 Lampiran 12. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Megamendung ..... 126 Lampiran 13. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Ciawi ................... 127 Lampiran 14. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Cimahpar ............. 128 Lampiran 15. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Cibinong .............. 129 Lampiran 16. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Depok .................. 130 Lampiran 17. Bore Log Batuan di Gunung Mas dan Cisarua ............................ 133 Lampiran 18. Bore log Batuan di Cisarua (GL6 – GL9) ................................... 134 Lampiran 19. Bore log Batuan di Pasir Muncang, Megamendung .................... 135 Lampiran 20. Bore log Batuan di Ciawi (ST1 – ST5) ....................................... 136 Lampiran 21. Bore log Batuan di Ciawi (G1 – G5) .......................................... 137 Lampiran 22. Bore log Batuan di Cimahpar dan Cibinong (GL1 – GL3) .......... 138 Lampiran 23. Bore log Batuan di Cimanggis, Depok........................................ 139 Lampiran 24. Bore log Batuan di Kementerian Lingkungan Hidup Jakarta....... 140
iv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya vital yang sekaligus paling berlimpah di muka bumi. Sekitar 71 % dari permukaan bumi tertutupi oleh air. Dari seluruh air yang ada di bumi, 97,2 % nya adalah air laut. Dan hanya 2,8 % yang berupa air baku (fresh water). Sebanyak 70 % dari air baku tersebut berbentuk benua dan gunung es di kutub bumi. Sisa yang 30 % dari air baku tersebut berada di tanah sebagai kelengasan tanah dan sebagian lagi berada jauh di dalam akifer di perut bumi. Air baku yang siap untuk didayagunakan manusia hanya tersedia kurang dari 1 % (0,01 % dari seluruh air yang ada di bumi). Air itu tersedia di danau, sungai, dan di sumur dangkal. Ini menunjukkan bahwa air merupakan sumberdaya yang melimpah di muka bumi sekaligus sangat terbatas untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia. Ketersediaan sumberdaya air baku tersedia dalam distribusi tidak merata di permukaan bumi. Ditinjau dari curah hujan, maka distribusinya bervariasi dari kondisi sangat berlimpah sampai sama sekali tanpa hujan, seperti di daerah gersang dan padang pasir. Luas wilayah dengan iklim kering dan setengah gersang meliputi 40 % permukaan bumi. Namun,wilayah tersebut hanya memperoleh 2 % dari total air baku. Curah hujan yang turun di daratan sekitar 110.000 km3, sebagian besar akan menguap lagi ke udara, dan sebagian lagi terserap oleh tanaman yang terserap bumi dan mengalir menjadi sungai dan danau jumlahnya sekitar 42.700 km3. Ketimpangan distribusi air ini juga dapat dilihat dari jumlah aliran di sungai-sungai dunia. Lebih dari 98 % dari semua air di daratan berada di bawah permukaan tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran yang disebut airtanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka airtanah. Dua persen berada diatas permukaan tanah sebagai air di sungai, danau, dan reservoir. Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup. Namun secara alamiah Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi yang tidak merata, 1
sehingga air yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Air dikendalikan dan diatur untuk berbagai tujuan yang luas, seperti pengendalian banjir dan penyediaan air bersih (Linsey dan Franzini, 1985). Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi hajat hidup manusia. Jenis air yang paling aman untuk dikonsumsi adalah airtanah (Kirch, 2006 dalam Waspodo). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan air minum juga semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan air tersebut tidak diiringi dengan ketersedian air baku yang memadai. Keterbatasan air baku yang bersumber dari air permukaan menyebabkan peningkatan ekplorasi airtanah secara berlebihan. Peningkatan ekplorasi airtanah juga di skala DAS terutama DAS Ciliwung yang pertumbuhan industri maupun domestik yang terus meningkat. Untuk itu, perlu adanya suatu studi perhitungan potensi cadangan airtanah di DAS Ciliwung. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan admnistrasi, DAS Ciliwung (hulu sampai hilir) melingkupi Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kota Administratif Depok, dan Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan susunan geologinya, DAS Ciliwung Bagian Hulu dibangun oleh formasi geologi vulkanik yaitu komplek utama Gunung Salak dan komplek Gunung Pangrango. Detesis litologi kawasan DAS Ciliwung bagian Hulu adalah tufa glas lhitnik kristal, tufa fumice dan batu pasiran tufa, sedangkan kondisi fisiografi daerah kawasan DAS Ciliwung Bagian Hulu merupakan daerah pegunungan dan berbukit. Elevasi umumnya diatas 150 m dpl dan terdiri atas daerah vulkanik tua dan muda. Bahan induk tanah yang terdapat di DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah berupa tufa vulkanik dan derivatifnya merupakan bahan dasar pembentuk tanah jenis tanah latosol coklat kemerahan adalah jenis tanah yang dominan. Ekplorasi airtanah baik airtanah dangkal maupun dalam di DAS Ciliwung terus meningkat. Ketersediaan data airtanah di DAS Ciliwung sangat perlu dilakukan melalui kajian potensi cadangan airtanah di DAS Ciliwung. Berdasarkan pemahaman akan kondisi akuifer, karakteristik akuifer, kondisi topografi DAS Ciliwung, dapat dianalisis potensi cadangan airtanah di DAS Ciliwung berdasarkan pendekatan statis dan dinamis.
2
1.3. Tujuan Tujuan penelitian adalah : 1. Mengetahui kondisi karakteristik akuifer di DAS Ciliwung 2. Menganalisis potensi cadangan airtanah di DAS Ciliwung 1.4. Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi DAS Ciliwung berdasarkan peta geologi, hidrogeologi, jenis tanah dan peta topografi 2. Menganalisis satuan geologi di DAS Ciliwung 3. Penentuan titik pengukuruan geolistrik 4. Menganalisis data geolistrik 5. Menganalisis akuifer dengan inverse modelling data geolistrik 6. Menganalisis akuifer secara cross section (potongan) melintang dan memanjang di DAS Ciliwung 7. Menentukan satuan tebal dan luas masing-masing satuan akuifer 8. Menentukan konduktivitas hidrolik masing-masing akuifer 9. Menganalisis potensi cadangan airtanah.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Daya Air Air merupakan sumberdaya vital yang sekaligus paling berlimpah di muka bumi. Sekitar 71 % dari permukaan bumi tertutupi oleh air. Dari seluruh air yang ada di bumi, 97,2 % nya adalah air laut. Dan hanya 2,8 % yang berupa air baku (fresh water). Sebanyak 70 % dari air baku tersebut berbentuk benua dan gunung es di kutub bumi. Sisa yang 30 % dari air baku tersebut berada di tanah sebagai kelengasan tanah dan sebagian lagi berada jauh di dalam akifer di perut bumi. Air baku yang siap untuk didayagunakan manusia hanya tersedia kurang dari 1 % (0,01 % dari seluruh air yang ada di bumi). Air itu tersedia di danau, sungai, dan di sumur dangkal. Ini menunjukkan bahwa air merupakan sumberdaya yang melimpah di muka bumi sekaligus sangat terbatas untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya air baku di permukaan bumi tersedia dalam distribusi yang tidak merata. Ditinjau dari curah hujan, maka distribusinya bervariasi dari kondisi sangat berlimpah sampai tidak ada hujan, seperti di daerah gersang dan padang pasir. Luas wilayah dengan iklim kering dan setengah gersang meliputi 40 % permukaan bumi. Namun wilayah ini hanya memperoleh 2 % dari total air baku. Curah hujan yang turun di daratan sekitar 110.000 km3, sebagian besar akan menguap lagi ke udara, sebagian lagi terserap oleh tanaman dan masuk ke dalam tanah. Curah hujan yang terserap ke dalam tanah mengalir menjadi sungai dan danau jumlahnya sekitar 42.700 km3. Ketimpangan distribusi air ini juga dapat dilihat dari jumlah aliran di sungai-sungai dunia. Sungai Amazon misalnya, mengangkangi tidak kurang dari 16 % aliran dunia. Lebih dari 98 % dari semua air di daratan berada di bawah permukaan tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen sisanya terlihat sebagai air di sungai, danau, dan reservoir. Setengah dari dua persen ini disimpan di reservoir buatan dan 98% dari air di bawah permukaan disebut airtanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka airtanah. Dua persen sisanya adalah kelembaban tanah.
4
Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya. Tabel 1 berikut menyajikan perkiraan jumlah sumberdaya air di bumi. Tabel 1. Perkiraan Jumlah Sumberdaya Air di Bumi Lokasi
Volume Air (km ) Persentase 37800.00 2.8000 125.00 0.0090 104.00 0.0080 1.25 0.0001 67.00 0.0050 3
Air di daratan Danau air tawar Danau air asin dan laut daratan Sungai Kelembaban tanah dan air vadose Airtanah sampai kedalaman 4000 m Es dan glaciers Air di atmosfir Air di Lautan Total Air di Dunia
8350.00 29200.00 13.00 1320000.00 1360000.00
0.6100 2.1400 0.0010 97.200 100.000
Sumber : Fetter, 1994 Ketersediaan air baku di muka bumi rata-rata sebesar 7.300 m3/kapita/tahun pada tahun 1995. Dibanding tahun 1970, kondisi ini merosot sebesar 37 %. Kondisi terjadi sebagai akibat terus meningkatnya jumlah penduduk. Ketersediaan diprediksi akan merosot lagi pada 2025 menjadi antara 40 % sampai 60 %. Pada saat itu diperkirakan bahwa 35 % penduduk dunia akan mengalami krisis air. Meningkatnya jumlah penduduk, meskipun Benua Asia memiliki sumberdaya air baku yang terbesar dibanding benua lain, tetapi ketersediaan air per kapitanya tergolong yang terendah. Secara keseluruhan, Indonesia termasuk wilayah yang kaya sumberdaya air. Distribusi sumberdaya air Indonesia per kapita per tahun tidak kurang dari 15.000 m3. Tetapi kalau dicermati lebih dalam, maka kita akan dikejutkan oleh ketimpangan distribusi ini. Seperti halnya dengan Benua Asia, maka Pulau Jawa misalnya, meskipun mendapat karunia hujan yang berlimpah tetapi ketersediaannya per kapita sangatlah rendah. Penduduk Jabotabek yang bermukim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung, hanya memperoleh distribusi 200 m3/kapita/tahun. Suatu angka yang sangat rendah. Bertambahnya kebutuhan air untuk kegiatan manusia dan juga peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat, kelangkaan air merupakan masalah yang sangat penting. Air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi
5
air di udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul mengalir ke tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian mengalir ke laut. 2.2. Siklus Hidrologi Membahas tentang daerah resapan air, sumber daya air, maka tidak akan lepas dari siklus hidrologi. Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Sumber : Todd, 1995 Gambar 1. Siklus Hidrologi Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda :
Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu 6
akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit poripori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan bagian dari daerah resapan air dan zona resapan air. Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya. Akan tetapi sangat banyak manusia tidak menyadari bahwa bumi ini memiliki air, kurang lebih 1.4 Milyar Km3, tetapi 97.5% dari seluruh air di bumi adalah air asin, dan hanya 2.5% berupa air tawar. Sebagian besar air tawar terdistribusi berupa es. Es terdistribusi sebanyak 68.9% berupa es di kutub utara dan selatan serta di puncak-puncak pegunungan tinggi es abadi sehingga tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia. Sebanyak 29.9% adalah air tawar lainnya tersimpan di bawah permukaan tanah hingga 5 Km. sisanya 0.9% berupa air tawar yang tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia karena berada di tanaman, uap air dan awan. Menurut penelitian hanya 0.3% air tawar saja yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia karena berada di permukaan bumi seperti danau, telaga, waduk, dan sungai. Sehingga penurunan kualitas dan kuantitas air permukaan akan 7
mengakibatkan permasalahan yang sangat serius karena menyangkut kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 2.3. Zona Hidrologi dan Zona Hidrogeologi Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air bumi, yang meliputi proses terjadinya air bumi, peredaran, distribusi, sifat-sifat kimia maupun sifat fisiknya, serta reaksi antara air dengan lingkungan sekitarnya, termasuk hubungannya dengan makhluk hidup. Sosrodarsono dan Takeda (1999) menggambarkan hidrologi sebagai ilmu yang digunakan untuk mempelajari presipitasi, evaporasi, transpirasi, aliran permukaan dan airtanah. Hidrogeologi dapat diartikan sebagai geologi air (the geology of water), adalah suatu studi mengenai interaksi antara kerangka batuan dan airtanah. Studi ini menyangkut aspek-aspek fisika dan kimia yang terjadi di dekat atau di bawah permukaan tanah, termasuk transportasi massa, material, reaksi kimia, perubahan temperature dan lain sebagainya (Kodotie, 1996) Kajian airtanah pada suatu wilayah mengenal adanya zona hidrologi dan zona hidrogeologi. Suatu wilayah kajian dapat dibatasi secara hidrologi dengan menelaah keseragaman karakteristik hidrologi yang dimilikinya. Zona hidrologi yang digunakan dalam kajian airtanah adalah Daerah Aliran Sungai (DAS). Pembatasan wilayah kajian secara hidrogeologi dilakukan dengan menelaah keseragaman dari karektiristik hidrogeologi suatu wilayah. Pada awal abad ke 20, ahli hidrogeologi menetapkan struktur geologi sebagai dasar dari pembentukan zona hidrogeologi. Perkembangan bidang hidrogeologi menjadikan struktur geologi hanya sebagian kecil dari banyak karakteristik hidrogeologi dari suatu wilayah, seperti fluktuasi muka airtanah, konduktivitas hidrolik dan lain sebagainya. Pendekatan hidrologi yang digunakan dalam kajian-kajian hidrogeologi, menjadikan proses pengembalian air ke dalam tanah (resapan) sebagai factor penting dalam pembentukan zona hidrogeologi. Faktor resapan ini melahirkan suatu konsep daerah tangkapan (recharge area) dan daerah buangan (discharge area) dalam kajian hidrogeologi suatu wilayah. Ahli geologi mendapati bahwa kajian airtanah lebih mudah dilakukan pada suatu wilayah yang dibatasi secara hidrologi (zona hidrologi). Pada zona ini, 8
persamaan neraca air yang merupakan konsep dasar dari kajian-kajian mengenai siklus air dapat dijelaskan secara spesifik. Hal ini sulit dilakukan pada zona hidrogeologi yang banyak memilki masukan (inlet) dan keluaran outlet (outlet) dipermukaan dan di bawah permukaan tanah. 2.4. Daerah Aliran Sungai DAS diberi batasan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, dengan fungsi untuk menampung air yang bersal dari curah hujan dan sumber lainnya. Sifat dan karakteristik respon dari setiap DAS akan berbedabeda. Karakteristik respon suatu DAS dicerminkan oleh sifat dan aliran sungai dan fluktuasi muka airtanah (groundwater table). Hal ini tergantung dari sifat fisik dari DAS, antara lain penggunaan lahan, sifat fisik tanah, iklim dan topografi dari setiap DAS. Linsley dan Franzini (1991) mendefenisikan DAS sebagai suatu wilayah dari suatu titik tertentu pada sutau sungai yang dipisahkan dari DAS-DAS disebelahnya oleh pembagi atau punggung /gunung. Wilayah ini dapat ditelusuri pada peta topografi. Semua air permukaan yang berasal dari dari wilayah yang dikelilingi oleh pembagi tersebut dalirkan melalui titikk terendah pembagi, yaitu tepat dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan. DAS dan amosfer diatasnya, menjadi tempat kelansungan daur hidrologi. Hubungan antara tata air dan tubuh bumi dapat berjalan secara lansung melalui peranan DAS. Pendekatan hidrologi dalam studi airtanah suatu DAS melahirkan konsep dareah tangkapan dan daerah buangan. Daerah tangkapan didefenisikan sebagai suatu daerah aliran, dimana aliran airtanah (yang jenuh) bergerak menjahui muka airtanah. Daerah buangan didefenisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran. Aliran tersebut bergerak mendekati muka airtanah. Pada umumnya muka airtanah pada daerah tangkapan terletak pada kedalaman tertentu, sedangkan pada daerah buangan mendekati permukaan tanah. Daerah buangan dapat berupa pantai atau lembah dengan system aliran sungai (Kodoatie, 1996). Sebagai tempat pendauran air, DAS merupakan satuan fisik yang cocok bagi penelahaan proses-proses hidrologi. Di dalam suatu DAS, besara iklim dapat diukur dan bentuk lahan, penggunaan serta pengololaannya dapat dipelajari. 9
Pemasukan dan pemgeluaran yang terjadi daur hidrologi dapat dihitung dan dipelajari dengan lebih muda dengan batasan DAS. Proses-proses yang berlansung pada DAS dapat dikaji berdasarkan interaksi antara komponenkomponen yang terdapat dalam DAS. 2.4.1. Interaksi Komponen-Komponen DAS Di dalam sustu system hidrologi DAS dijumpai komponen-komponen system (subsistem) yang berperan dalam neraca air. Komponen tersebut adalah tanah, Vegetasi, sungai dan iklim sebagai infrastruktur. Identifikasi sebagai komponen DAS merupakan kunci dalam pengelolaan aliran DAS, yaitu dalam upaya menghimpun informasi dari sifat masing-masing DAS. Komponen-komponen DAS tersebut adalah topografi, tanah, iklim, dan vegetasi. Unsur seperti iklim, curah hujan, radiasi surya, suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin merupakan unsur-unsur masukan bagi suatu DAS yang berpangaruh terhadap keluaran air dari ekosistem DAS tersebut. Unsur-unsur iklim dan tanah berpengaruh terhadap penyebaran vegetasi yang tumbuh pada DAS, mulai dari jenis tumbuhan hutan, rumput, semak belukar dan tumbuhantumbuhan yang dibudidayakan manusia. Sifat-sifat iklim, topografi wilayah, jenis tanah dan sifat tanaman yang tumbuh, mempengaruhi jumlah air hujan yang jatuh sampai ke permukaan tanah dan air yang tersimpan di dalam tanah, jumlah air yang lansung mengalir di atas permukaan tanah sebagai limpasan permukaan dan masuk ke sungai, jumlah air yang dialirkan secara perlahan-lahan dari simpanan di bawah tanah berupa mata air, serta jumlah air yang diuapkan kembali melalui proses evapotranspirasi. Linsley, et al. (1991) menjelaskan peranan geologi pada suatu DAS, yaitu sebagai pengendali relief, pematangan tanah dan penentu keadaan air dalam tanah dan aliran permukaan. Kondisi geologi atau material tanah akan menentukan besarnya laju infiltras, kelembaban tanah, drainase dan aliran permukaan. Kondisi geologi juga mempengaruhi bagian limpasan yang menjadi limpasan di bawah tanah, kondisi airtanah, dan berperan dalam proses terjadinya sungai. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa iklim, tanah, geologi, topografi, dan tumbuhan mempengaruhi keseimbangan air atau neraca air pada suatu DAS. 10
Semua komponen DAS tersususun dalam suatu daur yang dinamakan daur hidrologi. Karakteristik DAS yang berkaitan dengan neraca air disebut karakteristik hidrologi DAS. Manusia sebagai subjek pelaku pendayagunaan komponen-komponen DAS, tidak hanya memandang DAS sebagai bertempat tinggal, tetapi juga sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhannya. Aktivitas manusia yang berkaitan dengan tata guna lahan dan pengelolaan suatu DAS sering mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan karakteristik hidrologi DAS tersebut, baik perubahan positif maupun negatif. 2.4.2. Bentuk dan ukuran (morfometri) DAS Semakin besar ukuran suatu DAS maka semakin besar air limpasan yang dihasilkannya. Tetapi, baik laju maupun volume air limpasan per satuan wilayah dalam DAS tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air (catchment area) bertambah besar. Semakin besar luas DAS, ada kecenderungan semakin besar jumlah curah hujan yang diterima. Tetapi beda waktu (time lag) antara puncak curah hujan dan puncak hidrograf aliran menjadi lebih lama. Demikian pula waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak hidrograf dan lama waktu untuk keseluruhan hidrograf aliran juga menjadi lebih panjang. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju air limpasan daripada DAS berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari kedua DAS tersebut sama. Adapun kerapatan drainase, yaitu jumlah dari panjang seluruh aliran air/sungai (km) dibagi luas DAS (km2), sangat berpengaruh terhadap kecepatan air limpasan. Semakin tinggi kerapatan drainase maka semakin besar kecepatan air limpasan untuk curah hujan yang sama, sehingga debit puncak akan tercapai dalam waktu yang lebih cepat. 2.4.3. Topografi dan Jenis Tanah DAS Bentuk topografi seperti kemiringan lereng, keadaan parit dan bentuk-bentuk cekungan permukaan tanah lainnya akan mempengaruhi laju dan volume air limpasan. Kemiringan lereng DAS mempengaruhi perilaku hidrograf dalam hal timing. Semakin besar kemiringan lereng suatu DAS maka semakin cepat laju air limpasan, dan mempercepat respon DAS oleh adanya hujan. DAS dengan sebagian besar bentang lahan datar atau pada daerah dengan cekungan-cekungan 11
tanah tanpa saluran pembuangan (outlet) akan menghasilkan air limpasan yang lebih kecil dibandingkan suatu DAS yang lerengnya lebih curam serta pola pengairan yang dirancang dengan baik. Karakteristik limpasan suatu DAS sangat dipengaruhi oleh jenis tanahnya, dikarenakan bentuk butir-butir tanah, coraknya dan cara mengendapnya merupakan faktor-faktor yang menentukan kapasitas infiltrasi. Bahan-bahan koloidal juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi karena bahan-bahan ini mengembang dan menyusut sesuai dengan variasi kadar kelembaban tanah. 2.4.4. Tata guna lahan (land use) Hidrograf sebuah sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan dalam DAS tersebut. Vegetasi dapat memperlambat jalannya air limpasan dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah (surface detention) sehingga menurunkan laju air limpasan. Jika areal hutan dibuka dan dijadikan kawasan budidaya (pembangunan) maka kapasitas infiltrasi akan turun karena pemampatan permukaan tanah. Air hujan akan mudah terkumpul ke sungai-sungai dengan kecepatan tinggi sehingga debit puncak akan tercapai dalam waktu yang lebih cepat. Besarnya laju air limpasan dapat didekati dengan persamaan rasional (Arsyad, S., 2000), secara matematis dapat dituliskan sebagai barikut: Q = C.I.A Dimana,
Q = laju air limpasan ( m3/detik) I = Intensitas hujan rata-rata (m/detik) A = luas daerah limpasan (m2) C = koefisien limpasan
2.5. Airtanah 2.5.1. Pengertian Airtanah Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruangruang antara butir-butir tanah yang membentuknya dan di dalam retak-retak batuan dasar. Yang pertama disebut air lapisan dan terakhir disebut air celah (fissure water). Dengan kata lain, airtanah adalah air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah yang merupakan bagian dari air bawah permukaan. Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di planet bumi, lebih dari 97 12
% terdiri atas air bawah permukaan. Sembilan puluh delapan persen dari air di bawah permukaan (98 dari 100 persen air total) disebut airtanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka airtanah. Dua persen sisanya adalah berupa lengas tanah pada zona tidak jenuh di atas muka airtanah. Airtanah dapat dijumpai di hampir semua tempat di bumi. Airtanah dapat ditemukan di bawah gurun pasir yang paling kering sekalipun, demikian juga di bawah tanah yang membeku karena tertutup lapisan salju atau es. Sumbangan airtanah berasal dari daerah arid dan semi-arid serta daerah lain yang mempunyai formasi geologi yang paling sesuai untuk penampungan airtanah. Pengetahuan yang menyeluruh tentang sistem penampungan air (water storage) dan gerakan airtanah dianggap penting untuk suatu pemahaman yang lebih baik tentang proses dan mekanisme daur hirologi. Air permukaan (aliran air sungai, air danau/waduk dan genangan permukaan air yang lainnya) dan airtanah pada prinsipnya mempunyai keterkaitan yang erat serta keduanya mengalami proses pertukaran yang terus menerus. Selama musim kemarau (tidak ada hujan) kebanyakan sungai masih mengalirkan air. Air sungai tersebut sebagian besar berasal dari dalam tanah, terutama dari daerah hulu sungai yang umunya merupakan daerah resapan yang didominasi oleh daerah bervegetasi (hutan). Selain faktor-faktor di atas permukaan tanah, proses terbentuknya airtanah juga sangat dipengaruhi oleh faktor formasi geologi. Berkaitan dengan hal ini, terdapat beberapa istilah penting, yakni: a) Akuifer (akuifer), adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidrolik (K) yang berfungsi menyimpan airtanah dalam jumlah besar sehingga dapat membawa air (air dapat diambil) dalam jumlah yang ekonomis. Dengan demikian, akuifer pada dasarnya adalah kantong air yang berada di dalam tanah. b) Aquiclude (impermeable layer), adalah suatu lapisan-lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang impermeabel dengan nilai 13
konduktivitas hidrolik yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air melewatinya. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu confined akuifer. c) Aquitard (semi impervious layer), adalah suatu lapisan-lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel dengan nilai konduktivitas hidrolik yang kecil. Namun, masih memungkinkan air melewati lapisan ini walaupun dengan gerakan yang lambat. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu semi confined akuifer. d) Confined Akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan aquilude dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfer. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir (non-flux). e) Semi Confined (leaky) Akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas berupa aquitard dan lapisan bawahnya merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas dibagian atasnya. Karena bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx) walaupun hidrolik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan hidrolik konduktivitas akuifer. Tekanan air pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfer. f) Unconfined Akuifer, merupakan akuifer jenuh air (saturated). Lapisan pembatasnya merupakan aquitard. Namun hanya pada bagian bawahnya, sedangkan pada lapisan atasnya tidak ada pembatas aquitard. Batas di lapisan atas merupakan muka airtanah. Dengan kata lain merupakan akuifer yang mempunyai muka airtanah. g) Semi Unconfined akuifer, merupakan akuifer yang jenuh air (saturated) yang lapisan bawahnya dibatasi merupakan aquitard. Pada bagian atasnya ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil daripada konduktivitas hidrolik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka airtanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut. h) Artesian Akuifer, merupakan confined akuifer di mana ketinggian hidroliknya (potentiometric surface) lebih tinggi daripada muka tanah. 14
Oleh karena itu, apabila pada akuifer ini dilakukan pengeboran, maka akan timbul pancaran air (spring) karena air yang keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai ketinggian hidrolik tersebut. 2.5.2. Asal Mula Airtanah Jumlah airtanah yang besar yang disimpan di bawah permukaan bumi dapat digambarkan oleh penaksiran Shimer (1968) yang menggambarkan bahwa jika semua airtanah di Amerika Utara dibawa ke permukaan, ia akan menutupi lahan sampai kedalaman 2,5 m lebih, yang setara dengan beberapa kali presipitasi tahunan. Air ini tentunya harus berasal dari suatu tempat. Secara praktis semua air bawah permukaan berasal dari presipitasi. Akan tetapi, jumlah airtanah yang secara relatif kecil, berasal dari sumber-sumber lain. Waktu rata-rata yang diperkirakan oleh suatu tetes hujan untuk berjalan dari hujan ke laut kurang lebih adalah sekitar 400 tahun (Gelhar, 1972). Asal muasal airtanah juga dipergunakan sebagai konsep dalam menggolongkan airtanah ke dalam 4 tipe yang jelas (Todd, 1995), yaitu: 1) Air meteorik: air ini berasal dari atmosfer dan mencapai zona kejenuhan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan: (a) secara langsung oleh infiltrasi pada permukaan tanah (b) secara tidak langsung oleh perembesan influen (dimana kemiringan muka airtanah menyusup di bawah aras air permukaan – kebalikan dari efluen) dari danau, sungai, saluran buatan, dan lautan (c) secara langsung dengan cara kondensasi uap air (dapat diabaikan). 2) Air juvenil: air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada zona kejenuhan dari kerak bumi yang dalam. Selanjutnya, air ini dibagi lagi menurut sumber spesifikasinya ke dalam: (a) air magmatic (b) air gunung api dan air kosmik (yang dibawa oleh meteor). 3) Air diremajakan (rejuvenated): air yang untuk sementara waktu telah dikeluarkan dari siklus hidrologi oleh pelapukan, maupun oleh sebab-sebab lain, kembali ke siklus lagi dengan proses-proses metamorfisme, pemadatan, atau proses-proses yang serupa 4) Air konat: air yang dijebak pada beberapa batuan sedimen atau gunung pada asal mulanya. Air tersebut biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai salinitas yang lebih tinggi dari pada air laut. 15
Untuk lebih memahami proses terbentuknya airtanah, pertama kali harus diketahui tentang gaya-gaya yang mengakibatkan terjadinya gerakan air di dalam tanah. Uraian tentang infiltrasi telah secara lengkap menunjukkan proses dan mekanisme perjalanan air dalam tanah. Juga telah disebutkan bahwa semakin dalam, jumlah dan ukuran pori-pori tanah menjadi semakin kecil. Lebih lanjut, ketika air tersebut mencapai tempat yang lebih dalam, air tersebut sudah tidak berperan dalam proses evaporasi atau transpirasi. Keadaan tersebut menyebabkan terbentuknya wilayah jenuh di bawah permukaan tanah yang kemudian dikenal sebagai airtanah. 2.5.3. Distribusi Vertikal Airtanah Untuk usaha-usaha pengisian kembali airtanah melaui peningkatan proses infiltrasi tanah serta usaha-usaha reklamasi air airtanah, maka kedudukan akuifer dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda: 1. Zona akuifer tidak jenuh: adalah suatu zona penampung air di dalam tanah yang terletak di atas permukaan airtanah (water table) baik dalam keadaan alamiah
(permanen)
atau
sesaat
setelah
berlangsungnya
periode
pengambilan airtanah. 2. Zona akuifer jenuh: adalah suatu zona penampung airtanah yang terletak di bawah permukaan airtanah kecuali zona penampung airtanah yang sementara jenuh dan berada di bawah daerah yang sedang mengalami pengisian airtanah. Zona akuifer tidak jenuh merupakan zona penyimpan airtanah yang paling berperan dalam mengurangi kadar pencemaran airtanah. Oleh karena itu, zona ini sangat penting untuk usaha-usaha reklamasi dan sekaligus pengisian kembali airtanah. Sedang kan zona akuifer jenuh seperti telah diuraikan di muka lebih berfungsi sebagai pemasok airtanah yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan zona akuifer tidak jenuh. Dalam hal akuifer yang pertama tersebut mampu memasok airtanah dalam jumlah yang lebih besar serta mempunyai kualitas air yang lebih baik. Akuifer ini dibedakan menjadi akuifer bebas (unconfined akuifer) dan akuifer tertekan (confined akuifer). Akuifer bebas terbentuk ketika tinggi permukaan airtanah (water table) menjadi batas antara zona tanah jenuh. Tinggi permukaan 16
airtanah berfluktuasi tergantung pada jumlah dan kecepatan air (hujan) masuk ke dalam tanah, pengambilan airtanah, dan permeabilitas tanah. Akuifer tertekan juga dikenal sebagai artesis, terbentuk ketika airtanah dalam dibatasi oleh lapisan kedap air sehingga tekanan di bawah lapisan kedap air tersebut lebih besar daripada tekanan atmosfer. Penyebaran airtanah dapat dibedakan berdasarkan daerah penyebarannya menjadi zona aerasi (zona akuifer tidak jenuh) dan zona jenuh (zona akuifer jenuh). Pada zona akuifer jenuh, semua pori-pori tanah terisi oleh air di bawah tekanan hidrostatik. zona ini dikenal sebagai zona airtanah. Zona aerasi dapat dibagi menjadi beberapa bagian wilayah penampung airtanah seperti tersebut di bawah ini (Todd, 1995): 1) Zona airtanah (soil water zone). zona airtanah bermula dari permukaan tanah dan berkembang ke dalam tanah melalui akar tanaman. Kedalaman yang dicapai airtanah ini bervariasi tergantung pada tipe tanah dan vegetasi. zona airtanah ini dapat diklasifikasikan menjadi: zona air higroskopis, yaitu air yang diserap langsung dari udara di atas permukaan tanah; air kapiler; dan air gravitasi, yaitu air yang bergerak ke dalam tanah karena gaya gravitasi bumi. 2) Zona pertengahan (intermediate zone). zona ini umumnya terletak antara permukaan tanah dan permukaan airtanah dan merupakan daerah infiltrasi. 3) Zona kapiler (capilary zone). zona kapiler terbentang dari permukaan airtanah ke atas sampai ketinggian yang dapat dicapai oleh gerakan air kapiler. 4) Zona jenuh (saturated zone). Pada zona jenuh ini semua pori-pori tanah terisi oleh air. 2.5.4. Keadaan Airtanah 2.5.4.1.Lapisan Permeabel dan Lapisan Impermeabel Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh airtanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilalui airtanah seperti lapisan lempung atau lapisan silt disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan (rock) disebut lapisan kebal air 17
(aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel. Lapisan permeabel yang jenuh dengan airtanah disebut juga akuifer (lapisan pengandung air). 2.5.4.2.Air Bebas dan Air Tertekan Airtanah dalam akuifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel mendapat tekanan dan disebut air tertekan. Airtanah dalam akuifer yang tidak tertutup dengan lapisan impermeabel disebut airtanah bebas atau air tak tertekan. Permukaan airtanah di sumur dari airtanah bebas adalah permukaan air bebas dan permukaan airtanah dari akuifer adalah permukaan air tertekan. Jadi permukaaan air bebas adalah batas antara zona yang jenuh dengan airtanah dan zona aerasi (tak jenuh) dari atas zona yang jenuh. Air bebas mempunyai suatu keadaan yang pelik di dalam tanah yang disebabkan oleh kapilaritas. Sebaliknya, permukaan airtanah tertekan itu ditentukan oleh gradien antara titik pemasukan dan titik pengeluaran dan oleh karakteristik dari akuifer. Karakteristik-karakteristik air bebas dan air tertekan dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik air bebas dan air tertekan Zona Air Akuifer Permukaan airtanah Permukaan air di sumur
Jari-jari pengaruh
Air Bebas Mempunyai hubungan dengan zona aerasi Batas antara zona aerasi dan zona jenuh adalah permukaan airtanah bebas. Permukaan air bebas berubah-ubah perlahanlahan oleh pemompaan atau berhenti. Permukaan itu dipengaruhi dengan pekak oleh curah hujan dan kondisi aliran sungai, tetapi tidak dipengaruhi oleh tekanan udara dan pasang surut. 150-500 m, terbesar 1.000 m.
Air Tertekan Ditutup dengan lapisan impermeabel Permukaan air tertekan (dengan tekanan) Variasi permukaan air tertekan menyebar secepat kecepatan suara. Permukaan itu berubah sedikit peka terhadap tekanan udara dan pasang surut. Akan tetapi, dipengaruhi banyak oleh curah hujan dan kondisi aliran sungai. 500-1000 m, untuk jarijari beberapa km.
Sumber : Todd, 1995
18
2.5.4.3.Karakteristik air lapisan dan air celah Karakteristik air lapisan dan air celah disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Air Lapisan dan Air Celah Keterdapatan Air Kondisi kadar air Theori airtanah Keadaan akuifer
Jenis akuifer
Air Lapisan Air terdapat dalam ruang antara butir-butir tanah dari lapisan. Umumnya dapat diekplorasi Akuifer dibentuk dan didistribusi secara teratur menurut kondisi sedimentasi. Air diisi terutama melalui akuifer Pasir, kerikil, lapisanlapisan pasir, dan kerikil dalam alluvium atau dilluvium
Daerah tempat Dataran, terras terjadinya Cara Sumur, kolam pengumpul, pengambilan air saluran pengumpul Sumber : Todd, 1995
Air Celah Air terdapat dalam ruang celah sekunder atau zona retakan. Dalam banyak hal tidak dapat diekplorasi Akuifer khusus tidak dibentuk dan didistribusi secara tidak teratur. Air diisi terutama melaui zona celah dan retakan Zona retakan yang terbentuk dalam batuan daras (dalam lapisan sebelum tersier atau batuan fragmen gunung api) Daerah bergunung-gunung, kaki gunung api Pemboran horizontal, terowongan
2.5.5. Jenis Kondisi Airtanah Airtanah berpengaruh pada pengembangan air. Pengembangan airtanah diklasifikasikan dalam lima jenis keadaan sesuai dengan kondisi airtanah yaitu airtanah dalam dataran alluvial, airtanah dalam kipas detrital, airtanah dalam terras dilluvial, airtanah di kaki gunung api, dan airtanah dalam zona batuan retak. 2.5.5.1.Airtanah Dataran Alluvial Volume airtanah dataran alluvial ditentukan oleh tebal, penyebaran, dan permeabilitas dari akuifer yang terbentuk dalam alluvium dan dilluvium yang mengendap dalam dataran. Air susupan, airtanah yang dalam, dan airtanah sepanjang pantai mempunyai sfat-sifat sebagai berikut: (1) Air susupan (influent water) Airtanah dalam lapisan yang mengendap di dataran banjir ditambah langsung dari peresapan air sungai disebut air susupan. Titik permulaan peresapan air sungai dapat diperkirakan dari garis kontur permukaan airtanah. Makin panjang jarak dari titik asal, maka makin kecil tahanan listriknya. Karena makin panjang 19
penyusupan, makin banyak bahan-bahan listrik yang larut dalam airtanah. Jadi kondisi air susupan dapat diketahui dengan garis tahanan iso-listrik dari airtanah. Koefisien permeabilitas dari lapisan yang diendapkan di dataran alluvial yang sebagian besar terdiri dari pasir dan kerikil adalah kira-kira 10-1 cm/det. Mengingat gradien hidroliknya hampir sama dengan gradien sungai, maka kecepatan alirannya juga besar. Jadi suhu air dan kualitasnya adalah lebih menyamai suhu dan kualitas air sungai dari pada airtanah. Dalam periode kurang air, volume air susupan sangat berkurang. Arah aliran air berubah dan airtanahpun keluar ke sungai, sehingga memerlukan penyelidikan yang cukup untuk menentukan cara pengambilan air. Untuk meningkatkan efisiensi pengambilan air, maka arah letak drainase pengumpul harus tegak lurus pada garis kontur permukaan air. (2) Airtanah di lapisan yang dalam Alluvium dan dilluvium yang diendapkan setebal seratus sampai beberapa m di dataran alluvium terdiri dari lapisan pasir dan lapisan kerikil, lapisan loam dan lapisan lempung. Airtanah di lapisan yang dalam selalu tertekan dan seringkali permukaan air yang tertekan itu terdapat di dekat permukaan tanah. a.
Permeabilitas dari akuifer adalah kira-kira 10-2 sampai 10-3 cm/det dan mengingat permukaan air hidrolik itu dalam, maka pengambilan air dilakukan dengan sumur dalam.
b.
Untuk pipa 300 mm, kapasitas pompa 1000 sampai 3000 m3/hari.
c.
Penurunan permukaan airtanah dapat terjadi oleh konsolidasi lapisan lempung yang disebabkan oleh penurunan permukaan airtanah.
d.
Jika pemompaan diadakan pada lapisan yang dalam, maka penurunan permukaan air tertekan itu besar dan jari-jari lingkaran pengaruh dapat mencapai beberapa kilom.
(3) Airtanah sepanjang pantai Mengingat sumur di tepi pantai itu tidak dapat dipergunakan kembali setelah dimasuki air asin, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
Untuk airtanah bebas: Jika batas antara air asin dan air tawar berada dalam keseimbangan yang statis, maka untuk zona 20
airtanah bebas di pantai dengan permeabilitas yang kira-kira merata, berlaku (Todd, 1995): = =
( + ℎ) −
ℎ
dimana:
0 : kerapatan air tawar
: kerapatan air asin
h
: tinggi dari permukaan air asin ke permukaan air tawar
H
: dalam dari permukaan air laut ke batas (antara air asin dan air tawar). Untuk 0 = 1000, = 1.024 didapat H = 42 h
Hubungan di atas disebut hukum Herzberg. Percampuran air asin dan air tawar dalam sebuah sumur dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
Dasar sumur terletak di bawah perbatasan antara air asin dan air tawar.
Permukaan air dalam sumur selama pemompaan menjadi lebih rendah dari permukaan air laut, sehingga daerah pengaruhnya mencapai tepi pantai.
Keseimbangan perbatasan antara air asin dan air tawar tidak dapat dipertahankan. Perbatasan itu dapat naik secara abnormal yang disebabkan oleh penurunan permukaan air di dalam sumur selama pemompaan.
b. Untuk airtanah tertekan : Perbatasan antara air asin dan air tawar dalam akuifer tertekan ditentukan oleh dalamnya akuifer, permeabilitas, besar tekanan, dan lain-lain. Jadi terkadang, meskipun sumur dalam dan di tepi pantai, tidak akan terdapat percampuran air asin. Tetapi kadang-kadang percampuran itu akan terjadi walaupun sumur dangkal dan cukup jauh dari tepi pantai. c. Alluvium di atas lembah yang tenggelam : Jika lapisan pasir dan kerikil dengan permeabilitas yang tinggi diendapkan di atas dasar lembah yang tenggelam dan mempunyai daerah pengaliran yang 21
kecil dibandingkan dengan luas lembah, maka sering juga air asin dapat menyusup agak jauh ke dalam daratan melalui pasir dan kerikil. 2.5.5.2.Airtanah di Dalam Kipas Detrital Endapan kipas detrital dibagi atas endapan di atas kipas, dan endapan di bagian ujung bawah kipas. Kesemuanya memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.
Endapan di atas kipas terdiri dari lapisan pasir dan kerikil yang tidak terpilih. Zona penambahan dimana airtanah sulit ditampung, terbentuk pada bagian hulu endapan. Permeabilitas endapan pada bagian atas kipas adalah sekitar 10-1 sampai 10-2 cm/det.
2.
Endapan dibagian tengah kipas terdiri dari lapisan pasir dan permeabilitasnya 10-2 sampai 10-3 cm/det. Permukaan airtanah bebas umunya dalam.
3.
Endapan loam pada ujung bawah kipas umumnya berbentuk lensa. Akuifer yang terdapat di bawah endapan ini adalah airtanah tertekan.
4.
Makin dekat ke ujung batas kipas, permukaan airtanah makin dangkal dan seringkali akan keluar di ujung bawah kipas. Tetapi pada bagian ini dapat terbentuk juga zona airtanah tertekan yang dangkal mengingat bagian ini tertutup dengan lapisan lempung
2.5.5.3. Airtanah di Dalam Terras Diluvial Airtanah terras diluvial yang tertutup dengan endapan terras yang agak tebal ditentukan oleh keadaan bahan dasar dan daerah pengaliran dari terras. Kondisikondisinya adalah sebagai berikut: 1.
Airtanah pada lembah, bagian dari batuan dasar terdapat akuifer yang tebal dan mata air akan keluar pada bagian dimana batuan dasar itu letaknya dangkal.
2.
Terras bersambungan dengan kaki gunung api dan endapan lapisannya juga bersambungan dengan endapan kasar gunung api, maka pengisian airtanah akan menjadi besar meskipun daerah aliran terras itu kecil.
2.5.5.4. Airtanah di Kaki Gunung Api Mengingat kaki dari gunung api mempunyai topografi yang aneh, maka airtanahnya mempunyai karakteristik sebagai berikut: 22
1. Kaki gunung api mempunyai latar belakang yang tinggi, sehingga bagian ini mempunyai curah hujan yang lebih banyak dari pada daerah sekelilingnya. Pengisian airtanah tentu lebih banyak. 2. Fragmen-fragmen gunung api mempunyai ruang-ruang yang banyak dn dapat dengan mudah menyalurkan airtanah. Pada ujung terras akan terbentuk akuifer yang besar dengan mata air yang banyak. 3. Mengingat pada bagian dasar aliran lava itu terdapat banyak retakan dan ruang-ruang, maka airtanah dengan mudah dapat melalui dasar sepanjang lembah itu. Airtanah mempunyai sifat seperi air celah. 2.5.5.5. Airtanah di zona Retakan Mengingat lapisan-lapisasn di zaman Tersier mempunyai kepadatan yang besar, porositas efektif antara butir tanah adalah kecil. Koefisien permeabilitasnya 10-4 sampai 10-6 cm/det dan tidak terbentuk akuifer. Akan tetapi jika terdapat zona retakan yang memotong lapisan-lapisan ini, maka di dalamnya terisi air celah. Sesar tegak (ortho-fault) dengan lapisan teratas yang turun mempunyai banyak ruan-ruang (rongga-rongga), dan dapat dengan mudah mengandung air celah. Selanjutnya, mengingat airtanah yang terkumpul pada zona sesar sedemikian malampaui topografi dan geologi daerah aliran, maka dapat diambil berlimpahlimpah airtanah yang kualitasnya baik secara terus menerus jika pengambilannya dilakukan dengan penggalian terowongan pada titik yang cukup dalam. Sebaliknya, sesar balik dimana lapisan bawahnya yang turun, kebanyakan mempunyai ruang-ruang yang sedikit yang disebabkan oleh pembentukan sesar airtanah liat. Airtanah itu terbendung oleh dasar, sehingga permukaan airtanah naik. Pengambilan airtanah dapat diusahakan dengan penggalian sumur horisontal. 2.5.6. Sistem Akuifer dan Geologi 2.5.6.1. Lithologi, Stratigraphi, dan Struktur Kondisi alami dan distribusi akuifer, aquiclude, dan aquitard dalam sistem geologi dikendalikan oleh lithologi, stratigraphi, dan struktur dari material simpanan geologi dan formasi (Freeze dan Cheery, 1979). Selanjutnya dijelaskan bahwa geologi merupakan susunan fisik dari simpanan geologi. Susunan ini termasuk komposisi mineral, ukuran butiran dan kumpulan butiran (grain 23
packing) yang terbentuk dari sedimentasi atau batuan yang menampilkan sistem geologi. Stratigraphi menjelaskan hubungan geometris dan umur antara macammacam lensa, dasar, dan formasi dalam geologi sistem dari asal terjadinya sedimentasi. Bentuk struktur seperti: pecahan (cleavages), retakan (fractures), lipatan (folds), dan patahan (faults), merupakan sifat-sifat geometrik dari sistem geologi yang dihasilkan oleh perubahan bentuk (deformation) akibat adanya proses penyimpanan (deposition) dan proses kristalisasi (crytallization) dari batuan. Pada simpanan yang belum terkonsolidasi (unconsolidated deposits), lithologi dan stratigraphi merupakan pengendali yang paling penting.
Sumber : Todd, 1995 Gambar 2. Kondisi Cekungan dan Akuifer Airtanah 2.5.6.2. Beberapa Macam Akuifer Tak-Tertekan Akuifer tak-tertekan merupakan akuifer dengan hanya satu lapisan pembatas yang kedap air (di bagian bawahnya). Ketinggian hidrolik sama dengan ketinggian muka airnya. Dari sistem terbentuknya dan lokasinya jenis akuifer ini ada beberapa macam yaitu: (a) Akuifer Lembah (Valley Akuifer) Akuifer lembah merupakan akuifer yang ada pada suatu lembah dengan sungai sebagai batas (inlet atau outletnya). Jenis ini dapat dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu, di daerah yang banyak curah hujannya (humid zona) seperti di Indonesia. Pengisian air terjadi pada seluruh areal dari akuifer melalui infiltrasi. 24
Sungai-sungai yang ada di akuifer, airnya diisi (recharge) melalui daerah-daerah yang mempunyai ketinggian yang sama dengan ketinggian sungai. Pada ilmu hidrologi, pengisian yang menimbulkan aliran ini dikenal dengan sebutan aliran dasar (base flow). Hal ini merupakan indikator bahwa walupun dalam keadaan tidak ada hujan (musim kemarau), pada sungai-sungai tertentu masih ada aliran airnya. Disamping itu akibat adanya recharge juga merupakan salah satu penyebab suatu sungai berkembang dari penampang yang kecil disebelah hulunya menjadi penampang yang besar disebelah hilirnya (mendekati laut). Airtanah di daerah gersang (arid zona), curah hujannya sedikit (kurang dari 500 mm/tahun) dan lebih kecil dari penguapan/evapotranspirasi, fenomenanya merupakan kebalikan dari daerah humid. Karena pengisian (infliltrasi) ke akuifer tidak ada akibat dari sedikitnya curah hujan, maka pengisian adalah dari sungai ke akuifer. Pada umumnya, aliran pada akuifer adalah pada arah yang sama dengan aliran sungai. Masalah yang terjadi umumnya antara lain:
Permeabilitas besar dari sungai terutama di bagian dasarnya, semakin besar permeabilitasnya aliran sungai semakin kecil karena aliran akan meresap ke dalam tanah.
Pada daerah rendah timbul masalah salinitas yang cukup besar, karena aliran airtanah mengubah komposisi kimia makin ke hilir mendekati unsur kimia air laut (NaCI).
(b) Perched Akuifers Merupakan akuifer yang terletak di atas suatu lapisan formasi geologi kedap air. Biasanya terletak bebas di suatu struktur tanah dan tidak berhubungan dengan sungai. Kadang-kadang bilamana lapisan di bawahnya tidak murni kedap air namun berupa aquitard bisa memberikan distribusi air pada akuifer di bawahnya. Kapasitasnya tergantung dari pengisian air dari sekitarnya dan juga luasnya lapisan geologi yang kedap air tersebut. (c) Alluvial Akuifers Alluvial deposits merupakan material yang terjadi akibat proses fisik di sepanjang daerah aliran sungai atau daerah genangan (flood plains). Akibat pergeseran sungai dan perubahan kecepatan penyimpanan yang sebelumnya pernah terjadi, maka simpanan ini berisi material tanah yang beragam dan 25
heterogen dalam distribusi sifat-sifat hidroliknya. Dalam klasifikasi tanah sering disebut well graded. Akibatnya kapasitas air di akuifer ini menjadi besar dan pada umunya volume airtanahnya seimbang (aquillibrium) dengan air yang ada di sungai. Akuifer ini membantu pengaturan rezim aliran sungai. Sehingga boleh dikatakan di setiap daerah dengan akuifer jenis ini, akuifer ini merupakan sumber yang penting untuk suplai air. Di daerah hulu aliran sungai umumnya air sungai meresap ke tanah (infiltrasi) dan mengisi akuifer (recharge) ini. Hal ini terjadi karena ketinggian dasar sungai relatif di atas ketinggian muka airtanah pada akuifer. Namun semakin ke hilir aliran sungai, akuifer memberikan pengisian ke aliran sungai (recharge). Karena muka airtanah di akuifer relatif lebih tinggi di bandingkan dengan dasar sungai. Pengisian ini menimbulkan aliran dasar (base flow) di sungai sepanjang tahun, walaupun pada musim kemarau tidak terjadi hujan di daerah aliran sungai (DAS). Ditinjau dari kuantitas dan kandungan air yang dimilikinya, maka akuifer ini merupakan akuifer yang paling baik dibandingkan dengan akuifer jenis lain. Menurut Freeze dan Cherry (1979), dilihat dari terbentuknya sedimen, maka ada dua jenis sungai, yaitu sungai-sungai berbentuk selampit (braided rivers) dan sungai-sungai bermeander. Sengai-sungai berbentuk selampit umumnya terjadi di bagian hulu daerah aliran sungai, dimana sedimen yang terbawa aliran air berupa butiran pasir kasar dan kerikil serta kecepatan arusnya tinggi karena kemiringan dasar sungainya yang curam. Pergeseran posisi saluran dan perubahah kecepatan sungai mengakibatkan simpanan material dasar sungai (bed load) berupa pasir dan kerikil dengan lanau dan lempung yang relatif sedikit. Sedangkan sungai-sungai yang bermeander yaitu sungai yang berlekuk-lekuk, yang biasanya terletak di bagian hilir daerah aliran sungai juga mempunyai simpanan pasir halus dan kerikil, tetapi kuantitasnya jauh lebih sedikit. Pada tipe sungai-sungai ini kandungan sedimennya didominasi oleh lanau dan lempung. Kemiringan dasarnya relatif datar dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan sungaisungai berselampit. Kadang-kadang karena lambatnya kecepatan di suatu tempat aliran sungai terjadi perpotongan sungai (cut-off channel).
26
2.5.7. Param-Param Aliran Airtanah 2.5.7.1.Konduktivitas Hidrolik dan Permeabilitas Nilai konduktivitas hidrolik K merujuk pada sifat-sifat fluida dan batuan, atau dengan kata lain K merupakan fungsi dari sifat fluida dan tanah dan dinyatakan dengan bentuk matematis K = f (fluida dan sifat-sifat tanah) dengan persamaan (Fetter, 1994): K
cd 2 g kg
dimana: k
= cd2 merupakan permeabilitas dengan dimensi m2
= centipoise = 10-3 Pascal.detik = 10-3 Newton/m2 detik
1 N = 1 kg m/detik2
= kg/m3
g
= m/detik2
K
= m/detik
Sedangkan param permeabilitas K (the specific or intrinsic permeability) merujuk hanya pada sifat-sifat batuan dan merupakan param yang menunjukkan berapa besar luas area batuan yang dilalui oleh fluida. Param ini umumnya digunakan untuk kepentingan geologi perminyakan karena keberadaan gas, minyak, dan air di dalam sistem aliran yang berdimensi multiphase membuat param fluida bebas konduksi (hantaran) lebih atraktif. Dimensi dari k seperti sudah disebutkan di atas adalah L2 dan ini bisa cm2 atau m2. karena bila dipakai dimensi cm2 atau m2 nilai k adalah sangat kecil maka umumnya dalam geologi perminyakan memakai satuan Darcy yang didefinisikan sebagai permeabilitas yang akan menghasilkan debit spesifik sebesar satu cm/detik untuk suatu fluida dengan viskositas satu centipoise dengan gradien hidrolik yang membuat terminologi g dh/dl sama dengan satu atm/cm. Nilai k dan K mempunyai beda jangkauan (range) yang cukup besar, misal untuk jenis tanah pasir nilai k berkisar dari 10-1 sampai dengan 10-3 Darcy, sedangkan nilai K berkisar antara 10-4 sampai 1 cm/detik. Angka desimal ketiga dan seterusnya baik untuk k maupun K tidak berpengaruh banyak terhadap hasil analisis perhitungannya, karena analisis ini pada prinsipnya merupakan konsep 27
pemilahan dari pemisahan antara nilai yang berdekatan dengan nilai–nilai yang sangat berbeda dari param-param yang mempengaruhi perhitungan. Dengan mengetahui nilai-nilai yang berdekatan dan penting (signifikan), param lainnya yang nilainya jauh berbeda dapat diabaikan dan tidak perlu diperhitungkan sehingga analisisnya menjadi jauh lebih mudah.
Tabel 4. Nilai Konduktivitas Batuan Material
Gravel, coarse Gravel, medium Gravel, fine Sand, coarse Sand, medium Sand, fine Silt Clay Sandstone, fine-grained Sandstone, medium-grained Limestone Dolomite Dune Sand Loess Peat Schist Slate Till, predominantly sand Till, predominantly gravel Tuff Basalt Gabbro, weathered Granite, weathered Sumber : Todd, 1995
Hydraulic Conductivity, m/day 150.00000 270.00000 450.00000 45.00000 12.00000 2.50000 0.08000 0.00020 0.20000 3.10000 0.94000 0.00100 20.00000 0.08000 5.70000 0.20000 0.00008 0.49000 30.00000 0.20000 0.01000 0.20000 1.40000
Type of Measurement R R R R R R H H V V V V V V V V V R R V V V V
2.5.7.2. Tampungan Spesifik (Specific Storage, So) Definisi tampungan spesifik So (specific storage) ialah isi (volume) air yang keluar dari tampungan oleh satuan isi akuifer akibat satu unit penurunan dari ketinggian hidrolik (hydraulic head). Dalam hal ini diasumsikan akuifer
28
merupakan suatu tampungan yang elatis. Bila tidak ada pemadatan (compaction) akuifer, maka penambahan air akan menyebabkan aliran air masuk ke akuifer. Tampungan spesifik So merupakan kumulatif dari perubahan isi air akibat kompresibilitas dari akuifer () dan kompresibilitas akibat dari air itu sendiri (). Dengan adanya pemompaan sebesar Q terhadap isi air akuifer, maka akan mengurangi pori dari butiran tanah di dalam akuifer dan hal ini akan menurunkan potentiometric surface yaitu tingginya kemampuan air di dalam akuifer yang terletak di luar batas akuifer. Karena akuifernya merupakan lapisan yang dibatasi oleh dua permukaan (layer) yang impermeabel. Pada kondisi ini akuifer (diasumsikan) elastis sehingga dengan adanya pemompaan akan memadatkan akuifer (akuifer compaction) tersebut (fetter, 1995). 2.5.7.3. Storativitas (S) Storativitas diformulasikan sebagai: S = gb ( + n) Storativitas merupakan angka tak berdimensi dengan melihat bahwa umumnya tebal akuifer antara 5 sampai 100 m, maka nilai storativitas berkisar antara 0,005 sampai 0,00005. 2.5.7.4. Transmisivitas (T) Transmisivitas didefinisikan sebagai besarnya konduktivitas hidrolik K dikalikan dengan tebal akuifer b, sehingga rumusnya ditulis: T = K b Dimensi dari T adalah L2/T. Bila untuk pasir K = 10-3 m/detik dengan tebal akuifer 50 m, maka besarnya T = 0,05 m2/detik. 2.5.7.5. Difusivitas Formula untuk difusifitas D adalah:
D
T K S So
Transmisivitas T dan storativitas S khususnya dipakai untuk analisis aliran airtanah 2 dimensi pada akuifer tertekan. Bila persoalan airtanah lebih dominan dalam bentuk 3 dimensi, maka disarankan untuk memakai hidrolik konduktivitas
29
K, tampungan spesifik So atau pemakaian param porositas n, permeabilitas k, dan kompresibilitas akuifer . 2.5.7.6. Specific Yield (Sy) Param tampungan spesifik So digunakan untuk akuifer yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air, seperti yang terjadi pada akuifer tertekan. Pada kondisi dimana lapisan kedap airnya hanya satu, yaitu pada akuifer tidak tertekan, param tampungan dikenal dengan sebutan specific yield (Sy). Definisinya ialah isi (volume ) air yang keluar dari tampungan oleh satuan luas dari akuifer tak tertekan akibat satu unit penurunan dari muka air (water table). Pengertian specific yield dapat juga dijelaskan seperti berikut ini. Pada akuifer tak tertekan, muka airtanah berfungsi sebagai batas daerah jenuh air dan daerah tak jenuh air. Di daerah tak jenuh air, kadar air merupakan perbandingan isi air dengan total isi material tanah dan selalu lebih kecil dari porositas n ( n). Pada muka airtanah dan di daerah jenuh air besarnya = n. Nilai Sy jauh lebih besar dibandingkan S yaitu berkisar antara 0,01 – 0,03. nilai Sy yang besar menunjukkan bahwa keluarnya air dari tampungan di akuifer tak tertekan merupakan dewatering langsung dari pori-pori tanah, sedangkan keluarnya air dari tampungan di akuifer tertekan merupakan efek sekunder dari ekspansi air dan pemadatan akuifer yang disebabkan karena adanya perubahan tekanan fluida (g). Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa akuifer tak tertekan lebih efisien sebagai sumber air dibandingkan dengan akuifer tertekan. Untuk nilai debit yang sama, hanya dibutuhkan ketinggian hidrolik yang lebih kecil. Tabel 5. Nilai Spesific Yield Batuan Material Kerikil kasar Kerikil sedang Kerikil halus Pasir kasar Pasir sedang Pasir halus debu lempung Batu pasir halus Batupasir sedang
Spesific Yield (Sy) % 23 24 25 27 28 23 8 3 21 27
30
Batu gamping Gemuk pasir gambut sekis Batu debu Tuf Sumber : Todd, 1995
14 38 26 26 12 21
2.5.7.7. Gerakan Airtanah Sebagai hasil dari cara bahan-bahan diendapkan semula, sistem-sistem akuifer hampir tidak pernah seragam dalam ciri-ciri hidroliknya. Bahkan bila struktur geologi sistem akuifer diketahui, maka detil gerakan air di dalamnya sulit untuk diketahui. Banyak detil gerakan airtanah masih belum dipahami dengan jelas. Tetapi, proses umum gerakan airtanah sangatlah sederhana. Suatu gerakan yang didorong oleh gaya berat dan ditahan oleh gesekan cairan pada medium yang porous. Bila kita bawa prinsip yang sederhana itu pada perlakuan matematis dari aliran airtanah, maka asumsi-asumsi dan generalisasi tertentu harus dilakukan. Beberapa dari asumsi-asumsi itu (Dam, 1966) adalah: 1. Akuifer haruslah homogen dan isotropik (permeabilitas dalam arah x, y, dan z adalah sama). 2. Lapisan-lapisan semi-tembus mempunyai ketahanan hidrolik yang seragam. 3. Koefisien permeabilitas merupakan invarian waktu (tak tergantung waktu). 4. Transmisibilitas suatu akuifer bebas adalah konstan. 5. Koefisien cadangan/simpanan adalah konstan. 6. Pelepasan air dari cadangan adalah seketika. 7. Zona kapiler dapat diabaikan. Dengan menggunakan kriteria ini, aliran airtanah untuk keadaan lunak (nilainilai konstan dengan waktu pada titik yang berbeda pada akuifer-stasioner) tak tertekan (kerapatan air tetap konstan) diperlakukan secara matematik. Persamaanpersamaan dasar yang menjelaskan perlakuan ini didasarkan atas 2 hukum, yaitu hukum Darcy dan hukum Kontinuitas. Hukum Darcy Kombinasi gaya gravitasi bumi (Z) dengan tekanan potensial (P) disebut tinggi-energi hidrolik (hydraulic head). Perbedaan tinggi energi hidrolik H antara 31
dua tempat sering disebut dH. Apabila nilai perbedaan tersebut diwujudkan dalam satuan panjang, maka ia akan ditulis dH/L dan disebut gradien hidrolik (hydraulic gradient). Gradien hidrolik merupakan tenaga pendorong gerakan air dalam tanah. Jika permukaan airtanah bebas itu mempunyai gradien, maka airtanah akan bergerak ke arah tersebut. Oleh adanya hujan yang terputus, evaporasi, dan buangan air di lapangan, maka akan selalu ada tenaga pendorong gerakan airtanah. Untuk dapat memperkirakan laju gerakan air dalam tanah, diperlukan tambahan informasi luas penampang melintang (A) daerah yang akan dilalui airtanah serta faktor konduktivitas hidrolik (K) yang merupakan karakteristik airtanah. Menurut hukum Darcy, kecepatan semu aliran adalah sebanding dengan gradien hidrolik (∂h/∂l) adalah : =
×
ℎ
K adalah konduktivitas hidrolik (L/T). Bila kedua sisi persamaan masingmasing dikalikan luas penampang melintang A, maka volume per satuan waktu (q) menjadi: = =
× ×
×
ℎ
Dimensi q adalah L3/T dan persamaan di atas berlaku untuk tanah jenuh. Hukum Darcy dapat juga digunakan untuk menghitung besarnya aliran air dalam tanah tidak jenuh. Proses perhitungan aliran air pada tanah tidak jenuh lebih rumit karena nilai K tidak hanya tergantung pada ukuran pori-pori tanah, tapi juga pada keadaan kelembaban tanah. nilai K (0v) bervariasi dari 50 cm/hari pada tanah basah sampai 0,001 cm/hari pada keadaan permanent wilting point (PWP). Tabel 6 berikut ini memperlihatkan kecepatan aliran airtanah yang diukur di lapangan.
32
Tabel 6. Kecepatan Airtanah di Berbagai Jenis Batuan Karakteristik Tanah Dalam Akuifer Silt, pasir halus Pasir sedang Pasir kasar, kerikil halus Kerikil Kecepatan maksimum dalam kerikil Sumber : Todd, 1995
Kecepatan Rata-Rata Aliran (m/hari) Gradien Gradien Hidrolik 1 % Hidrolik 100 % 0.02 2.0 0.35 35.0 1.92 192.0 9.09 909.0 33.33 3,333.0
Ukuran Butir (mm)
0,005-0,25 0,25-0,5 0,5-2,0 2,0-10,0 18,5 (ukuran butir efektif)
Porositas yang lebih besar tidak selalu disertai oleh permeabilitas yang lebih baik (porositas adalah kadar ruang antara butir-butir yang membentuk lapisanlapisan). Sebagai contoh adalah lempung. Porositas lapisan lempung adalah sangat besar, tetapi permeabilitasnya adalah kecil karena ruang-ruangnya sangat kecil. Permeabilitas ditentukan oleh porositas efektif. Tabel 7 memperlihatkan porositas efektif dan koefisien permeabilitas dari suatu lapisan. Tabel 7. Porositas dan Permeabilitas Lapisan Jenis Lapisan Alluvium
Dilluvium
NeoTersier
Lapisan lempung Lapisan silt Lapisan pasir Lapisan pasir dan kerikil Lapisan lempung Lapisan silt Lapisan pasir Lapisan pasir dan kerikil Lapisan lumpur Lapisan batu pasir Lapisan tufa
Porositas (%) 45-50 35-45 30-35 25-30
Porositas Efektif (%) 5-10 5-8 20-25 15-20
Koefisien Permeabilitas 10-4-10-5
50-60 40-50 35-40 30-35
3-5 5-10 15-20 10-20
10-5-10-6 10-2-10-3
55-65 40-50 30-65
3-5 5-10 3-10
10-5-10-6 10-3-10-4 10-3-10-6
10-1-10-2
Sumber : Todd, 1995 Keterbatasan umum Hukum Darcy adalah (Seyhan, 1990): 1. Berlaku untuk aliran laminer pada media porous, yang berarti bahwa ini berlaku untuk bilangan Reynolds hingga 10. 2. Untuk maksud-maksud rekayasa, hukum ini mempunyai ketelitian dengan kesalahan 1 – 2 %.
33
Hukum Kontinuitas Hukum ini yang digunakan bersama-sama hukum Darcy dalam memecahkan permasalahan airtanah yang dapat dituliskan untuk keadaan lunak (invarian waktu) dan tak dapat ditekan (kerapatan air yang konstan) sebagai:
qx qy qz 0 x y z yang hanya mendefinisikan kenyataan bahwa air yang meninggalkan suatu tubuh harus berasal dari suatu tempat. Untuk akuifer semi tertekan, persamaan ini menjadi sama dengan kebocoran dari akuifer. Sehingga,
qx qy qz 1 2 x y z C 1H C2H dimana: C1 = ketahanan hidrolik lapisan semi tembus yang membatasi di bagian atas = d1 / k1 C2 = ketahanan hidrolik lapisan semi tembus yang membatasi di bagian bawah = d2 / k2 H = ketebalan akuifer. Dengan menggunakan 2 hukum ini, dalam batas-batas asumsi yang disajikan pada awal sub-bahasan ini banyak permasalahan airtanah dapat dipecahkan secara matematik. 2.5.8. Sifat-Sifat Akuifer dan Batuan Dasar Dalam hal-hal tertentu, corak batuan dasar dan akuifer dapat diketahui dari corak airtanah. Jika lapisan akuifer yang permeabel terletak di atas batuan dasar yang mempunyai titik perubahan gradien yang besar, maka gradien airtanah juga berubah menjadi curam pada titik perubahan tersebut di atas. Akan tetapi, jika batuan dasar mempunyai gradien yang berlawanan terhadap gradien airtanah, maka aliran airtanah pada bagian batuan dasar akan menjadi tidak normal dan permukaan airtanah seolah-olah akan berbentuk garis lurus. Jadi dalam hal ini, bentuk batuan dasar yang cekung tidak tercermin pada gradien airtanah. Juga keadaan permukaan airtanah dapat berubah karena variasi sifat akuifer tersebut. Airtanah yang datang dari bagian-bagian butir kasar dinaikkan oleh 34
airtanah yang datang dari bagian butir halus, sehingga gradien permukaan airtanah diperkecil, lalu pada batas antara bagian-bagian butir halus dan bagian-bagian butir kasar gradiennya menjadi curam. 2.5.9. Gradien Permukaan Air Tertekan Jika penampang permeabel melintang adalah sama, maka meskipun keadaan akuifer itu berubah-ubah, gradien permukaan air tertekan akan berhimpitan dengan gradien dari penampang antara titik pemasukan airtanah dengan titik akhirnya. Sebaliknya, jika penampang permeabel berubah-ubah, maka permukaan air tertekan juga berubah pada titik perubahan tersebut. Perubahan permukaan air disebabkan oleh perubahan kelapisan butir-butir kasar dengan porositas efektif yang besar dan kelapisan butir-butir halus dengan porositas efektif yang kecil. Perubahan tersebut disebabkan oleh perubahan tebalnya akuifer. 2.5.10. Hubungan Airtanah dan Air Sungai Hubungan airtanah dan air sungai dapat ditentukan dengan garis kontur permukaan airtanah. Airtanah dapat bertambah karena adanya peresapan air sungai. Airtanah juga dapat mengalir ke sungai atau airtanah dan air sungai samasama netral. Selanjutnya terdapat juga keadaan dimana pada sisi yang satu air sungai bertambah oleh airtanah dan pada sisi yang lain air sungi itu meresap ke dalam tanah, sehingga arah aliran berbalik dan tergantung dari musim. Keadaankeadaan ini terdapat antara airtanah dan air sungai dalam bekas sungai yang lama atau di dataran banjir (flood plain). 2.6. Kajian Geolistrik Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi
pengukuran potensial, arus dan medan
elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. 2.6.1. Konfigurasi Tahanan Jenis Schlumberger Konfigurasi metode geolistrik (resistivity) Schlumberger bertujuan untuk mengidentifikasi
diskontinuitas
lateral
(anomali
konduktif
lokal).
Arus
diinjeksikan melalui elektroda AB, dan pengukuran beda potensial dilakukan pada elektroda MN, dimana jarak elektroda arus (AB) jauh lebih besar dari jarak 35
elektroda tegangan (MN). Persamaan yang digunakan dalam konfigurasi ini adalah :
=
×
Dimana
−
2
×
2
×
∆
∆
= Tahanan jenis (Ohm-M) AB = Spasi antara dua elektroda arus MN = Spasi antara dua elektroda tegangan ∆V = Tegangan listrik (Volt) I
= Kuat aru listrik (ampere)
Skema Pemasangan elektroda arus dan potensial konfigurasi Schlumberger disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Konfigurasi Elektroda dengan Metode Schlumberger 2.6.2. Konfigurasi Tahanan Jenis Wenner Pada konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial diletakkan seperti pada Gambar 4.
36
Gambar 4. Konfigurasi Elektroda dengan Metode Wenner 2.6.3. Konfigurasi Tahanan Jenis Dipole Sounding Selain konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger, konfigurasi yang dapat digunakan adalah Pole-pole, Pole-dipole dan Dipole-dipole. Pada konfigurasi Pole-pole, hanya digunakan satu elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk potensial. Sedangkan elektrode yang lain ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 20 kali spasi terpanjang C1-P1 terhadap lintasan pengukuran. Sedangkan untuk konfigurasi Pole-dipole digunakan satu elektrode arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode arus C2 ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi terpanjang C1-P1. Sehingga untuk penelitian skala laboratorium yang mungkin digunakan adalah konfigurasi Dipole-dipole. Pada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan dua elektrode potensial ditempatkan terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masing-masing elektrode a. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektrode potensial pada suatu penampang dengan elektrode arus tetap, kemudian pemindahan elektrode arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode potensial sepanjang lintasan seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di lintasan. Konfigurasi Dipole-dipole disajikan pada Gambar 5.
37
Gambar 5. Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole Sounding 2.6.4. Penelitan Potensi Airtanah Penelitian airtanah telah banyak dilakukan. Setyawan Purnama, Suyono, dan Budi Sulaswono (2007), menganilisis sistem akuifer dan potensi airtanah di DAS Opak. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan metode statis dan metode dinamis.
38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung mulai dari Hulu sampai hilir. Lokasi Penelitian meliputi wilayah Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor dan Kota Administratif Depok dan DKI Jakarta. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder dan alat bantu hitung serta software progress 3, Mapinfo dan ArcView 3.0 dan IP2WIN. Alat ukur Geolistrik yang terdiri dari :
Geolistrik Earth Restivity Metre type SAZ 3000 G100, model BD 1000, Serial Number M422002 dengan impedansi sebesar 10 Mohm
Separangkat komputer beserta perlengkapannya dan software Progress Version 3.0, IP2WIN, Surfer 9.0
Kabel sepanjang 500 m sebanyak 200 unit untuk elektroda arus
Kabel sepanjang 300 m untuk elektoda potensial
AVO m 1 unit
Kompas geologi 1 unit
Rol m sepanjang 50 m sebanyak 4 unti
Palu sebanyak 4 unit
Handy Talky sebanyak 3 unit
GPS
Peta topografi, peta geologi, peta hidrogeologi, peta tanah, peta RBI, dan Peta DAS Ciliwung
Alat yang digunakan adalah alat bantu hitung dan seperangkat computer yang mendukung untuk mengoperasikan software progress 3.0 dengan spesifikasi yang sesuai.
39
3.3. Metodologi 3.3.1. Pengumpulan Data 3.3.1.1. Metode Pengukuran Primer Pengumpulan data primer yang dibutuhkan adalah pengukuran jenis akuifer, tebal akuifer di DAS Ciliwung dengan menggunakan peralatan Geolistrik. Pengukuran resistivitas secara umum adalah dengan cara menginjeksikan arus ke dalam tanah melalui 2 elektroda arus (A dan B), dan mengukur hasil beda potensial yang ditimbulkannya pada 2 elektroda potensial (M dan N). Dari data harga arus (I) dan potensial (V) dapat dihitung nilai resistivitas semu menggunakan rumus konfigurasi Schlumberger. 3.3.1.2. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder yang dibutuhkan antara lain adalah : data tinggi muka air, data iklim, data tata guna lahan, peta topografi, peta tanah, peta geologi, peta hidrogeologi Tabel 8. Metode Pengumpulan dan Analisis Data No 1 2 3
Param
Data
Luas DAS Kemiringan Lahan (slope) Daya tampung airtanah
Sumber Bakosurtanal Geologi Tata Lingkungan Geologi Tata Lingkungan
Peta Topografi Peta Geologi, Hidrogeologi
Metode Digitasi Digitasi Digitasi
3.3.2. Analisis Data 3.3.2.1.Metode Analisis Data Geolistrik Analsis data meliputi analisis penentuan faktor geometri dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: =
×
2
−
2
×
∆
Dimana. AM, AN, BM dan BN adalah jarak elektroda dalam konfigurasi Wenner-Schlumberger dengan satuan panjang (m). Dari param yang telah didapatkan tersebut dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) yang memiliki satuan m. Nilai resistivitas yang dihitung bukanlah nilai resistivitas bawah permukaan yang sebenarnya, namun merupakan nilai semu (apparent) yang 40
merupakan resistivitas dari bumi yang dianggap homogen yang memberikan nilai resistensi yang sama untuk susunan elektroda yang sama. Untuk menentukan nilai resistivitas bawah permukaan yang sebenarnya diperlukan proses perhitungan secara inversi maupun forward dengan menggunakan bantuan komputer (software progress version 3.0).
Sumber : Todd, 1995
Gambar 6. Nilai Tahanan Jenis Batuan Setelah nilai resistivitas dihitung, maka dapat diketahui lapisan batuan tersebut. Penentuan tersebut didasarkan pada Gambar 6. Akuisisi data geolistrik pada penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner-Schlumberger dengan fixedelectrode potensial dan electrode arus berjalan untuk mendapatkan variasi ke arah kedalaman (sounding). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan matching curve/ fitting curve model inversi dari software (progress version 3.0) untuk pendekatan harga resistivitas antara kurva lapangan dan kurva teori yang paling cocok. Airtanah terdapat pada lapisan akuifer yang memiliki ciri-ciri tersusun atas batuan pasir. Dengan mengetahui litologi lapisan tanah maka dapat diduga sebaran dan ketebalan lapisan akuifer di lokasi penelitian. Pengolahan data menggunakan bantuan perangkat lunak komputer (progress version 3.0).
41
Tabel 9. Nilai Tahanan Jenis Batuan Jenis Batuan Batuan Beku Batuan Ubahan Lempung Serpih Lunak Serpih Keras Pasir Batupasir Gamping Poros Gamping Padat Sumber: Anonim, 2008
Nilai Resistivitas 100 - 1,000,000 15 - 1,000.,000 1 - 11 0.8 - 12 2 - 500 13 - 1,000 50 - 2,000 50 - 2,000 5,500 - 1,000,000
Pendugaan lapisan akuifer didapatkan dengan metode tahanan jenis, maka untuk menganalisa kebenaran hasil pendugaan tersebut dibandingkan dengan data hasil pengeboran. Dengan membandingkan data-data tersebut akan diketahui sebaran akuifer dangkal dan dalamnya. Secara umum, diagram alir penelitian menggunakan peralatan geolistrik pada penelitian ini dapat ilihat pada Gambar 7. Pengumpulan data sekunder umumnya berupa peta-peta yang dibutuhkan. Peta topografi, geologi, hidrogeologi, dan peta DAS Ciliwung di overlay dengan menggunakan software Mapinfo untuk digitasi. Digitasi dan overlay peta tersebut dapat diketahui batas DAS Cilwung secara geologi, hidrogeologi. Input data hasil pengukuran geolistrik berupa karakteristik akuifer pada DAS Ciliwung, maka didapatkan nilai konduktivitas hidrolik, gradien hidrolik, tebal dan sebaran akuifer. Perhitungan potensi airtanah menggunakan persamaan Darcy. Pengukuran geolistirik menggunakan konfigurasi Schlumberger. Penentuan titik pengukuran berdasarkan kondisi geologi dan hidrogeologi DAS. Pengukuran geolistrik mengorientasikan kondisi topografi di lapangan. Pemilihan konfigurasi didasarkan kebutuhan data. Untuk mendapatkan tahanan jenis secara vertikal, biasanya dilakukan dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger. Keuntungan lain dari konfigurasi ini adalah tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit dan lebih efisien waktu. Pengukuran geolistrik adalah pengukuran besarnya arus listrik antara dua elektroda arus yang terpisah sejauh AB dan tegangan listrik antara dua elektroda potensial yang terpisah sejauh MN. Nalai tahanan semu dapat dihitung dengan menggunakan hasil pembagian antara tegangan dan arus listrik dikalikan dengan faktor geometri yang dibentuk antara jarak elektroda arus dan elektroda potensial. Diagram alir pengukuran geolistrik disajikan pada Gambar 8. 42
Peta Geologi
Mulai
Peta Hidrgeologi Peta Jenis Tanah Peta RBI
Digitasi
Batas, Luas DAS
Data Geolistrik
Peta DAS Ciliwung Karakteristik Akuifer dan Sebaran Akuifer : - Jenis Akuifer - Tebal Akuifer - Sebaran Akuifer - Batuan Penyusun Akuifer - Konduktivitas Hidrolik - Gradient Hidrolik
Pers Darcy
Potensi Cadangan Airtanah
Selesai
Gambar 7. Diagram Alir Penelitian Analsis data geolistrik dilakukan dengan mengunakan software Progress Version 3.0 dengan memperhatikan nilai tahanan jenis, jarak antara elektroda kemudian di inverse modelling untuk mendapat nilai erorr atau RMSmin yang bernilai kecil. Secara umum diagram alir analisis dapat dilihat pada Gambar 9.
43
Gambar 8. Diagram alir Pengukuran Geolistrik
Gambar 9. Diagram Alir Pengolahan Data
44
3.3.3.2. Metode Penentuan Ketebalan Akuifer Ketebalan akuifer didapatkan dari kajian geolistrik. Setelah mendapatkan data titik pengukuran, tebal dan jenis akuifer, kemudian akan dibuatkan potongan melintang dan memanjang dari akuifer di DAS Ciliwung, sehingga didapatkan ketebalan akuifer. 3.3.3.3. Metode Perhitungan airtanah Metode Dinamis Airtanah dalam akuifer berasal dari air infiltrasi dan aliran airtanah dari akuifer di bagian hulu. Airtanah besifat dinamis, aliran airtanah dipengaruhi oleh konduktivitas hidrolik dan gradien hidrolik. Konsep pehitungan airtanah ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Konsep Perhitungan Airtanah dengan Q adalah aliran airtanah yang keluar dari akuifer, K adalah konduktivitas batuan penyusun akuifer, A adalah luasan akuifer, ∂h adalah perubahan elevasi akuifer, ∂l adalah panjang akuifer, b adalah tebal akuifer dan w adalah lebar akuifer. Selanjutnya debit airtanah dapat dihitung dengan rumus Darcy (Fetter, 1994) : =
×
×
45
dengan Q adalah debit atau jumlah aliran airtanah, K adalah permeabilitas akuifer, A adalah luas penampang akuifer dan dh/dl adalah gradien hidrolik atau kemiringan permukaan airtanah. 3.4. Batasan Penelitian Batasan fisik dalam Penelitian Potensi Cadangan Airtanah di DAS Ciliwung antara lain : 1. Perhitungan cadangan airtanah hanya memperhitungankan faktor konduktivitas hidrolik (K), lebar akuifer (w), tebal akuifer (b) dan gradien hidrolik (∂h/∂l) 2. Perhitungan cadangan airtanah bebas di asumsikan resapan aiertanah berasal dari daerah atas DAS Ciliwung.
46
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum DAS Ciliwung 4.1.1. Bentuk dan Wilayah Daerah Aliran Sungai Ciliwung DAS Ciliwung membentang dari kaki Gunung Pangrango sampai Teluk Jakarta meliputi areal seluas 347 km2, dengan panjang sungai utamanya 117 km. Menurut toposekuensnya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: hulu, tengah dan hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa Bogor, Ratujaya Depok, dan Pintu Air Manggarai Jakarta Selatan.
Masing-masing
bagian
tersebut
mempunyai
karakteristik
fisik,
penggunaan lahan, dan sosial ekonomi masyarakat yang sedikit banyak berbeda. Distribusi penutupan lahan di DAS Ciliwung dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Keadaan Penutupan Lahan di DAS Ciliwung Tahun 2009 Berdasarkan wilayah administrasi, DAS Ciliwung (dari hulu sampai hilir) melingkupi Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Propinsi DKI Jakarta dengan deliniasi wilayah sebagai berikut : a. Bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi) 47
dan sebagian kecil Kota Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan). b. Bagian tengah DAS Ciliwung termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Sukaraja, Cibinong, Bojonggede dan Cimanggis), Kota Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor Tengah, Kota Bogor Utara, dan Tanah Sareal) dan Kota Administratif Depok (Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji). c. Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai termasuk wilayah administrasi pemerintahan Kota Madya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, lebih ke hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Barat, Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah Kota Madya Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. 4.1.2. Topografi dan Curah Hujan 4.1.2.1. Bagian Hulu Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km2 yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl. Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kemiringan lereng yang tinggi, dengan kemiringan lereng 2-15% (70,5 km2 ), 15-45% (52,9 km2), dan sisanya lebih dari 45%. Di bagian hulu masih banyak dijumpai mata air yang bergantung pada komposisi litografi dan porositas batuan. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 3.636 mm dengan rata-rata hujan bulanan 303 mm. Sebaran waktu (time distribution) hujan di bagian hulu disajikan dalam Gambar 12. Batas musim kemarau dengan musim penghujan di bagian hulu tidak jelas, kecuali daerah Citeko dimana musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai dengan September, dan musim penghujan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Mei (Antoro dan Fahmiza, 2002). Debit sungai rata-rata selama periode 1989-2001 di Bendung Katulampa disajikan dalam Gambar 13.
48
700 600
CH (mm)
500 400 G. Mas 300
Katulampa
200
Depok
100 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan
Gambar 12. Distribusi Curah hujan bulanan di DAS Ciliwung Grafik Hubungan Debit Katulampa terhadap Waktu Periode Tahun 1992 - 2002 60
De bit (m 3/de tik)
50 40 30 20 10
7 93 1 9 - 01 93 19 0 7 94 -0 19 1 94 1 9 - 07 95 1 9 - 01 95 19 - 07 96 19 - 0 1 96 1 9 07 97 19 - 01 97 19 - 07 98 19 - 0 1 98 19 07 99 19 01 99 20 07 00 20 - 01 00 20 07 01 20 01 01 20 07 02 -0 1
19
92
19
19
92
-0
-0
1
0
Bulan Debit
Gambar 13. Rata-rata Debit Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa 4.1.2.2. Bagian Tengah Bagian tengah Bagian tengah mencakup areal seluas 94 km2 merupakan daerah bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi elevasi antara 100 m sampai 300 m dpl. Di bagian Tengah terdapat dua anak sungai, yaitu: Cikumpay dan Ciluar, yang keduanya bermuara di sungai Ciliwung. Bagian tengah Ciliwung didominasi area dengan kemiringan lereng 2-15%. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 3.910 mm dengan rata-rata hujan bulanan 326 mm.
49
Sebaran waktu (time distribution) hujan di beberapa stasiun pengamatan DAS Ciliwung disajikan dalam Gambar 14.
Sumber : diolah dari Antoro dan Fahmiza (2002)
Gambar 14. Distribusi Curah Hujan Bulanan di DAS Ciliwung Tengah 4.1.2.3. Bagian Hilir Bagian Bagian hilir sampai stasiun pengamatan Kebon Baru/Manggarai pada elevasi 8 m dpl mencakup areal seluas 82 km2 merupakan dataran rendah bertopografi landai dengan elevasi antara 0 m sampai 100 m dpl. Bagian hilir didominasi area dengan kemiringan lereng 0-2 %, dengan arus sungai yang tenang. Bagian lebih hilir dari Manggarai dicirikan oleh jaringan drainase, yang sudah dilengkapi dengan Kanal Barat yang berupa saluran kolektor. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 2.126 mm dengan rata-rata hujan bulanan 177 mm. Sebaran waktu (time distribution) hujan di bagian hilir disajikan dalam Gambar 15. Daerah hilir yang umumnya berada di Jakarta dan Tangerang batas antara musim kemarau dan musim penghujan tampak jelas. Musim penghujan mulai jatuh pada bulan Desember dan berakhir pada bulan Maret. Secara umum hujan di bagian hilir ini paling kering dibandingkan dengan hujan di bagian tengah dan hulu DAS.
50
Sumber : diolah dari Antoro dan Fahmiza (2002)
Gambar 15. Distribusi Curah Hujan Bulanan di DAS Ciliwung Hilir 4.1.3. Karakteristik Lahan dan Tata Ruang Wilayah DAS Ciliwung 4.1.3.1. Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan Penguasaan lahan di bagian hulu dapat dikelompokkan menjadi lahan negara, hak milik dan hak guna usaha. Lahan negara dalam bentuk kawasan hutan dikelola oleh pemerintah c.q Balai Taman Nasional Gede-Pangrango (Kawasan Taman Nasional), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (Kawasan Hutan Cagar Alam Telaga Warna) Departemen Kehutanan, dan Perum Perhutani (Kawasan Lindung dan Produksi). Lahan dalam bentuk situ dan badan sungai dikelola oleh Pemda dan pemerintah c.q Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Lahan milik umumnya digunakan untuk kebun, sawah tadah hujan dan teknis, tegalan/ladang, pemukiman dan tempat rekreasi. Sedangkan lahan dalam bentuk hak guna usaha digunakan sebagai kebun (PT. Gunung Mas dan PT. Ciliwung). Lahan milik umumnya dimiliki oleh orang yang bertempat tinggal di luar lahan milik tersebut. Penguasaan lahan di bagian tengah seperti halnya di bagian hulu dapat dikelompokkan menjadi lahan negara, hak milik dan hak guna usaha. Lahan negara dalam bentuk kawasan hutan dikelola oleh pemerintah c.q. Perum Perhutani (Kawasan Lindung dan Produksi). Lahan dalam bentuk situ dan badan sungai dikelola oleh Pemda dan pemerintah c.q Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Lahan milik umumnya digunakan untuk kebun, sawah tadah hujan, dan teknis, tegalan/ladang, pemukiman dan tempat rekreasi. Sedangkan lahan dalam bentuk hak guna usaha 51
digunakan sebagai kebun. Penggunaan lahan di bagian hilir didominasi oleh lahan hunian (build up areas), jaringan jalan, badan sungai dan saluran drainase lainnya, sedikit lahan hijau dalam bentuk taman. Kondisi penggunaan lahan, dalam hal ini tingkat penutupan lahan (land cover)merupakan indikator penting dalam mengenali kondisi keseluruhan DAS. Hal ini berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air, pengurangan aliran permukaan serta pengendalian erosi saat musim penghujan dan mencegah kekeringan saat musim kemarau. 4.1.3.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan tata Ruang Wilayah DAS Ciliwung Berdasarkan hasil kajian Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, Ditjen RRL, Dephut (1997), pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung bagian hulu dan bagian tengah secara garis besar dibedakan menjadi 4 (empat) jenis pemanfaatan lahan yaitu hutan, pertanian, pemukiman (termasuk diantaranya industri, perdagangan, dll), dan lain-lain (termasuk situ). Baik DAS bagian hulu maupun bagian tengah masih didominasi oleh kawasan pertanian yaitu masingmasing sebesar 63,9% dan 72,2%. Akan tetapi, DAS bagian hulu masih terdapat kawasan hutan sekitar 25 % sedangkan DAS bagian tengah sudah tidak mempunyai kawasan hutan sama sekali. Kawasan hutan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu sebagian besar merupakan hutan lindung yang berstatus hutan negara.
Kawasan hutan ini
didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami dan menurut data pada BPDAS Citarum Ciliwung (2012), kerapatan vegetasi pada hutan lindung tersebut makin lama makin berkurang. Pada wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya tidak merata, sehingga terdapat daerah gundul (tanah kosong) yang perlu segera direhabilitasi. Sekitar 28 % kawasan hutan di DAS bagian hulu merupakan hutan produksi yang didominasi oleh tanaman Pinus sp. yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan tanpa pengelolaan yang baik sehingga keberadaan tanaman Pinus makin berkurang, penutupan hutan tersebut sebesar 25 % dari total DAS bagian hulu. Kawasan pertanian di DAS Ciliwung bagian hulu, didominasi oleh persawahan (25,4 %) yang hampir seluruhnya menggunakan sistem pengairan (baik teknis, maupun pengairan sederhana) dan hanya sekitar 5 % yang 52
menggunakan sistem tadah hujan. Perkebunan yang ada di wilayah ini (16,2 %) didominasi oleh perkebunan teh dan cengkeh. Untuk DAS Ciliwung bagian tengah, lahan pertanian yang paling banyak dijumpai adalah kebun campuran (31 %) yang merupakan kebun yang dimiliki oleh perorangan yang fungsinya selain untuk pertanian juga sebagai tempat hunian. Meskipun demikian, lahan pertanian untuk persawahan juga masih cukup luas (24,8 %). Data pemilikan/penguasaan tanah pertanian di Ciliwung menunjukkan adanya kecenderungan ke arah menyempitnya luas lahan yang dikuasai oleh petani. Perubahan yang paling mencolok dalam hal penggunaan lahan di wilayah hulu dan tengah adalah pada proporsi lahan yang digunakan untuk kawasan pemukiman. Areal pemukiman di wilayah tengah mencapai luasan sebesar 29,6 % sedangkan di DAS Ciliwung bagian hulu hanya sekitar 7,4 %. Pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung hulu dan tengah disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Pola Penggunaan Lahan di Wilayah DAS Ciliwung Jenis Pemanfaatan Lahan Hulu Kawasan Hutan Kawasan Pertanian Perkebunan Kebun campuran Tegalan / ladang Sawah Kawasan Pemukiman Lain-lain Jumlah Tengah Kawasan Hutan Kawasan Pertanian Perkebunan Kebun campuran Tegalan / ladang Sawah Alang-alang/semak Kawasan non Pertanian Pemukiman Komplek Real estate Industri Lain-lain (situ) Jumlah Sumber : BPDAS Citarum Ciliwung, 2012 Sub DAS
Luas ha 4,274 9,503 2,407 1,775 1,543 3,777 1,099 0 14,876 0 9,923 0 5,560 2,070 2,244 49 3,701 2,796 214 636 58 135 13,763
% 28.8 63.9 16.2 11.9 10.4 25.4 7.4 0 100 0 72.1 0 40.4 15.0 16.3 0.4 26.9 20.3 1.6 4.6 0.4 0.8 100
53
Pola pemukiman di wilayah hulu berbeda dengan pola yang ada di kawasan tengah. Pola pemukiman di DAS Ciliwung bagian tengah membentuk akumulasiakumulasi hunian yang cenderung terpusat di Kotamadya Bogor, di Cibinong (sebagai ibukota Kabupaten Tk. II Bogor) dan di Kota Administratif Depok (sebagai pusat kota baru terdekat dengan Jakarta). Pemukiman di kawasan tengah jauh lebih tertata dan memang berfungsi sebagai tempat tinggal. Selain untuk hunian, penggunaan lahan pemukiman di wilayah DAS Ciliwung bagian tengah juga banyak berubah fungsi menjadi kawasan industri dan kawasan perdagangan maupun perkantoran. Di wilayah DAS bagian tengah ini terdapat akumulasi industri yang terletak di sepanjang jalan Raya Bogor dan di sebagian pinggir Sungai Ciliwung. Berbeda dengan DAS Ciliwung bagian tengah, pemukiman di bagian hulu cenderung menyebar meskipun ada juga kecenderungan memusat ke arah sepanjang jalan raya Ciawi - Cisarua.
Kawasan pemukiman di daerah hulu ini
cenderung meningkat pesat dari tahun ke tahun baik jumlah maupun jenisnya, akan tetapi kecenderungan tersebut mengarah pada berkembangnya daerah ini menjadi kawasan wisata. Kawasan pemukiman di wilayah DAS Ciliwung bagian hulu tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal (hunian) tapi juga berfungsi sebagai tempat peristirahatan yang hanya dihuni pada saat-saat tertentu saja. Selain itu, sebagian pemukiman penduduk setempat masih mencerminkan tipe pemukiman pedesaan yaitu tempat tinggal yang digabung dengan kebun. Dari pola penggunaan lahannya, dapat dikatakan bahwa DAS Ciliwung tengah sudah lebih mengalami proses urbanisasi dibandingkan dengan DAS Ciliwung hulu. Pola penggunaan lahan di Ciliwung hulu masih dapat dikatagorikan wilayah pertanian dengan fungsi khusus sebagai daerah pariwisata dan konservasi. Perkembangan ini dapat terjadi karena adanya pengaruh urbanisasi dari Jakarta ke arah Bogor yang dipercepat oleh jalan tol Jagorawi (hingga Gadok). Selain itu, adanya akumulasi industri di Ciliwung bagian tengah ini juga mempercepat terjadinya urbanisasi.
54
Tabel 11. Perubahan Tipe Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Tipe Penggunaan Lahan Hlb (hutan lebat belukar) Hb (hutan belukar) Hs (semak) Kc (kebun campuran) Kt (kebun teh) Kr (kebun karet) Pk (pemukiman) Lt (lahan tebuka) Tg (tegalan)
1981 – 1985 Lt, Hs, Kt, Kc Lt Kr, Kc, Lt, Sw, Pk, Kt Hlb Sw, Pk, Kr, Lt Hlb, Hs Hlb, Sw, Hs Hs, Kc Sw, Kc, Tg, Hs Hs, Kc, Hlb, Hb, Tg Pk, Lt, Sw
Sw (sawah)
Pk, Kt, Tg Hs, Kc
1985 – 1990 Kt Lt, Kc Kr Kr, Lt Tg, Hb, Kt Hlb, Kc, Lt Pk Kc, Hs, Kt Sw, Tg, Kc, Kt, Kr Hb, Kc, Kt Sw, Kc Pk Tg, Pk
Sumber : Anonim (1997) Ket : Luasan areal berkurang, terkonversi menjadi Luasan areal bertambah, berasal dari Berdasarkan data pada Tabel 11 dan Tabel 12 dapat dikemukakan bahwa pada kurun waktu 1981-1985 telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup cepat, yaitu meningkatnya areal pemukiman dan lahan terbuka serta berkurangnya areal tegalan, hutan lebat belukar, semak dan hutan belukar. Luas areal pemukiman meningkat sebesar 943 ha dalam DAS Ciliwung bagian hulu. Areal pemukiman mencakup kampung dan penggunaan non-pertanian lainnya seperti sarana dan prasarana daerah wisata. Perubahan ini terutama terjadi pada daerah-daerah dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi atau mempunyai sarana perhubungan yang baik.
Sebelum menjadi areal pemukiman, daerah
tersebut merupakan sawah, kebun campuran, tegalan, semak dan hutan. Lahan terbuka juga menunjukan peningkatan luas yaitu 534 ha dalam DAS Ciliwung hulu yang sebelumnya merupakan hutan semak, kebun campuran, hutan lebat belukar, hutan belukar dan tegalan. Hutan lebat belukar memiliki struktur vegetasi yang baik dan penutupan yang tinggi hingga sangat tinggi. Hutan belukar memiliki struktur penutupan vegetasi yang kurang baik dibandingkan dengan hutan lebat belukar. Kebun campuran umumnya terdiri dari kombinasi tanaman semusim dan tanaman keras/kayu. Tegalan umumnya diusahakan untuk tanaman semusim. Perubahan dari hutan lebat belukar menjadi hutan belukar atau bahkan menjadi kebun campuran
55
maupun tegalan akan sangat mempengaruhi sistim tata air (hidrologi) DAS Ciliwung. Selama 1985-1990, perubahan penggunaan lahan yang cukup cepat adalah berkurangnya areal persawahan, hutan lebat belukar dan lahan terbuka serta bertambahnya areal kebun teh, hutan belukar dan tegalan. Areal persawahan berkurang seluas 1.734 ha terkonversi menjadi tegalan dan pemukiman, sedangkan hutan lebat belukar berkurang seluas 654 ha terkonversi seluruhnya menjadi kebun teh, dan lahan terbuka berkurang seluas 458 ha terkonversi menjadi hutan belukar, kebun campuran dan kebun teh. Hal ini merupakan indikasi adanya desakan penduduk terhadap lahan di kawasan hutan, disamping indikasi dari upaya-upaya reboisasi yang masih belum berjalan optimal. Dalam kurun waktu 1985-1990, kebun teh menunjukan perluasan areal yang sangat cepat yaitu seluas 1.338 ha, berasal dari areal yang sebelumnya merupakan hutan belukar, kebun campuran dan lahan terbuka.
Di sisi lain, areal kebun teh
juga sedikit terkonversi menjadi pemukiman. Kebun teh ini meliputi areal dengan tanaman yang lebih produktif maupun areal yang masih baru ditanami. Perubahan yang menarik dalam kurun waktu 1985-1990 adalah konversi seluruh areal kebun karet seluas 200 ha menjadi pola penggunaan kebun campuran, hutan dan pemukiman, karena umur karet sudah tidak produktif. Penebangan pohon karet diikuti oleh perubahan ke pola penggunaan lainnya. Kenaikan areal pemukiman dalam kurun waktu 1985-1990 sebesar 269 ha jauh lebih kecil dibandingkan kurun waktu 1981-1985. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa perubahan pola penggunaan lahan yang terjadi di DAS Ciliwung bagian hulu mempunyai kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun kearah penggunaan yang karakteristik resapannya lebih kecil dan mengakibatkan berkurangnya fungsi konservasi dari areal Ciliwung bagian hulu. Berkurangnya luasan hutan menjadi areal lain terutama lahan terbuka, pemukiman dan penggunaan lain menyebabkan fungsi hidrologis terganggu. 4.1.4. Jenis Tanah di DAS Ciliwung Jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Sub DAS Ciliwung Bagian Hulu meliputi jenis komplek Aluvial Kelabu, Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol 56
Coklat, Latosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat. Hal ini didasarkan atas Peta Tanah Tinjau untuk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor skala 1 : 20.000.000 dari Pusat Penelitian Tanah Bogor. Dari jenis-jenis tanah diatas, jenis tanah yang tersebar luas di DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat sebesar 32,89 % dari total luas areal DAS Ciliwung Bagian Hulu. Jenis tanah Latosol dan asosiasinya memiliki sifat tanah yang baik yaitu tekstur liat berdebu hingga lempung berliat, struktur granular dan remah, kedalaman efektif umumnya > 90 dan agak tahan terhadap erosi serta sifat kimia tanah pada dasarnya tergolong baik dengan PH tanah agak netral serta kandungan bahan organik biasanya rendah atau sedang.
Sumber : Pusat Penelitian Tanah Bogor, 2002
Gambar 16. Peta Sebaran Jenis Tanah di DAS Ciliwung 4.1.5. Tinggi Muka Airtanah dan Jejaring Aliran Airtanah (Flownet) di DAS Ciliwung Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensial di semua titik pada garis tersebut adalah sama. Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan jejaring aliran (flow net). Seperti
57
telah disebutkan sebelumnya bahwa jejaring aliran dibuat untuk menghitung aliran air tanah. Garis kontur permukaan air (garis aliran) sangat mirip dengan garis topografi yang ada pada peta. Garis topografi ini sangat penting untuk mewakili elevasi di bawah permukaan tanah. Elevasi tersebut adalah kedalaman hidrolik. Garis kontur permukaan air dapat digunakan untuk mengetahui arah dari aliran airtanah pada wilayah yang diberikan. Peta dari garis kontur permukaan air ini disebut dengan flownet (jejaring aliran). Airtanah selalu bergerak dari area yang memiliki kedalaman hidrolik yang tinggi ke area yang memiliki kedalaman hidrolik yang rendah. Sebaran kedalaman airtanah bebas di sekitar DAS Ciliwung sangat bervariasi. Kedalaman airtanah di sumur DAS Ciliwung Hulu berkisar antara 1 – 7 m bawah muka tanah setempat (bmt). Kedalaman yang paling besar adalah di Tugu Selatan mencapai 7 m bmt. Kedalaman airtanah semakin besar ke arah tengah DAS Ciliwung yaitu di daerah Cimahpar dan Sukaraja yang mencapai 11.9 m bmt. Sebaran muka airtanah disajikan pada Tabel 12. Kedalaman muka airtanah mengikuti kedalaman akuifer bebas (dangkal). Kedalaman akuifer bebas di DAS Ciliwung Hulu berkisar antara 0 – 16 m bmt, sedangkan di DAS Ciliwung bagian tengah berkisar antara kedalaman 6 – 20 m bmt. Muka airtanah semakin dalam dari Hulu ke Tengah DAS Ciliwung. Hal ini selain disebabkan oleh kedalaman akuifer bebas juga disebabkan oleh pemakaian airtanah yang lebih banyak di daerah Tengah DAS Ciliwung. Pemakain ini yang semakin besar ini berbanding lurus dengan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Pola kedalaman muka airtanah di DAS Ciliwung disajikan pada Gambar 17.
58
Tabel 12. Tinggi Muka Airtanah Bebas di Sekitar DAS Ciliwung No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Lokasi Sumur
Tugu Selatan Tugu Selatan Tugu Selatan Tugu Utara Batu Layang Batu Layang Batu Layang Kopo Megamendung Cipayung Gadog Sindangsari Ciheuleut Sukaraja Kedunghalang Cimahpar Selaawi Cilebut Cilebut Kedungbadak Sempur Cimande Hilir Girangsari Ciburuy Rancamaya Cmandala 1 Cimandala 2
Kedalaman Sumur (bmt) 7.0 6.0 6.0 5.5 1.9 5.7 1.0 12.0 5.0 3.5 9.4 10.5 11.0 11.9 8.0 3.5 11.0 6.4 6.0 5.3 5.0 3.5 4.0 3.0 9.0 8.0 6.0
Tebal Air (m) 1.7 7.8 8.0 3.5 1.3 1.0 1.2 1.2 1.0 2.5 0.6 3.3 2.0 0.3 1.0 2.0 1.0 2.3 1.5 1.0 1.0 4.2 3.5 3.7 1.7 3.5 2.0
Elevasi Tanah (m dpl) 1015 980 930 990 840 780 810 720 650 610 510 410 345 435 250 250 259 200 221 253 291 435 450 500 440 156 146
Elevasi Muka Airtanah (m dpl) 1,008.0 974.0 924.0 984.5 838.1 774.3 809.0 708.0 645.0 606.5 500.6 399.5 334.0 423.1 242.0 246.5 248.0 193.6 215.0 247.7 286.0 431.5 446.0 497.0 431.0 148.0 140.0
Koordinat BT 106.9648 106.9575 106.9496 106.9636 106.9498 106.9426 106.9421 106.9172 106.9118 106.8935 106.8632 106.8418 106.8136 106.8350 106.8395 106.8259 106.8222 106.7980 106.7995 106.8015 106.7985 106.8246 106.8451 106.8371 106.8317 106.8296 106.8240
LS -6.7008 -6.6907 -6.6876 -6.6938 -6.6791 -6.6701 -6.6773 -6.6620 -6.6442 -6.6529 -6.6560 -6.6446 -6.6022 -6.6168 -6.5899 -6.5894 -6.5697 -6.5314 -6.5348 -6.5583 -6.5889 -6.7038 -6.6607 -6.6932 -6.6732 -6.5307 -6.5364
Sumber : Anonim (1999) Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensial di semua titik pada garis tersebut adalah sama. Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan jejaring aliran (flow net). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa jejaring aliran dibuat untuk menghitung aliran air tanah. Garis kontur permukaan air (garis aliran) sangat mirip dengan garis topografi yang ada pada peta. Garis topografi ini sangat penting untuk mewakili elevasi di bawah permukaan tanah. Elevasi tersebut adalah kedalaman hidrolik. Garis kontur permukaan air dapat digunakan untuk mengetahui arah dari aliran airtanah pada wilayah yang diberikan. Peta dari garis kontur permukaan air ini disebut dengan flownet. Airtanah selalu bergerak dari area yang memiliki kedalaman hidrolik yang tinggi ke area yang memiliki kedalaman hidrolik yang rendah.
59
Gambar 17. Kedalaman Airtanah di Sekitar DAS Ciliwung Jejaring aliran airtanah (flownet) dianalisis menggunakan perangkat lunak Surfer 9.0. jejaring aliran airtanah Hasil analsis flownet memperihatkan arah aliran airtanah berasal dari arah selatan ke utara DAS Ciliwung. Kedalaman airtanah mengikuti kontur tanah setempat. Garis aliran yang didapatkan terbatas hanya untuk daerah Bogor. Hal ini disebabkan keterbatas data pengukuran. Garis aliran yang didapatkan bahwa aliran airtanah tidak mengarah ke badan sungai dan adanya pola aliran airtanah yang keluar dari DAS Ciliwung yaitu di daerah DAS Ciliwung bagian Tengah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor 60
keterbatasan data. Selain faktor tersebut, juga disebabkan oleh adanya kemungkinan ekplorasi airtanah yang berlebih didaerah tersebut. Airtanah akan mengisi air sungan dalam bentuk baseflow (aliran dasar) dan sebaliknya air sungai juga akan dapat mengisi airtanah apabila adanya pemakaian airtanah dangkal dengan jumlah yang besar.
Gambar 18. Jejaring Aliran (Flownet) di DAS Ciliwung 4.1.6. Geologi DAS Ciliwung 4.1.6.1. Geologi DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor Skala 1 : 100.000, DAS Ciliwung hulu terdiri dari formasi batuan diantaranya Satuan Breksi dan Lava (Qvk), Satuan Batuan Endapan Lebih Tua (Qvpo), Saruan Aliran Lava Basal Gunung Gegerbentang (Qvba), Batuan Tufa Batuapung Pasir (Qvst), Breksi Tufaan dan Lapii (Qvsb), Kipas Aluvial (Qav) dan Batuan Aliran Lava (Qvsl). 61
1. Satuan Breksi dan Lava dari G. Kencana dan G. Limo (Qvk). Pada umumnya tersingkap di bagian timur DAS Ciliwung hulu. Satuan ini terdiri dari bongka-bongkah tufa andesit dan breksi andesit dengan banyak sekali fenokris piroksen dan lava basal 2. Satuan Batuan Endapan Lebih Tua (Qvpo). Satuan batuan ini membentuk DAS Ciliwung hulu. Penyebarannya dari Gunung Gede Pangrango bagian selatan hulu DAS Ciliwung. Formasi batuan ini tersusun dari lahar, lava basal andesit, dengan oligoklas-andesitla, bradorit, olivin, piroksen dan horenbrenda. 3. Satuan Batuan Tufa Batuapung Pasir (Qvst). Satuan ini terbentuk sebelah barat laut DAS Ciliwung. Satauan ini merupakan batuan yang tersusun oleh tufa batu apung. 4. Breksi Tufaan dan Lapii (Qvsb). Merupakan satuan batuan yang sebelah barat DAS Ciliwung dan dibatasi oleh DAS Cisadane. Batuan ini terdiri dari lahar, breksi tufaan, da lapii bersusun andesit bersusun andesit basal yang kebanyakan lapuk. 5. Satuan Batuan Aliran Lava (Qvsl), terbentuk sebelah barat laut DAS Ciliwung hulu. Formasi batuan terdiri dari aliran lava, andesit basal dengan piroksen. 6. Kipas Aluvium (Qav), terbentuk dibagian bawah DAS Ciliwung hulu. Formasi batuan ini mendominasi bagian Kodya Bogor sampai ke daerah Cibinong dan Depok. Formasi batuan terdiri dari lanau,batu pasir dan kerakal dari batuan gunungapi kuarter, diendapkan kembali sebagai kipas aluvium.
62
Gambar 19. Geologi DAS Ciliwung 4.1.6.2. Geologi DAS Ciliwung Tengah dan Hilir DAS Ciliwung tengah meliputi wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Sukaraja, Cibinong, Bojonggede dan Cimanggis), Kota Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor Tengah, Kota Bogor Utara, dan Tanah Sareal) dan Kota Administratif Depok (Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji). Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor dan Lembar Jakarta, daearah ini didominasi oleh Kipas Aluvial (Qav) dan Aluvium (Qa). Formasi ini secara rinci terdiri dari batuan sbb: 1. Kipas Aluvial (Qav). Merupakan jenis batuan yang mendominasi DAS Ciliwung bagian tengah sampai hilir. Formasi batuan ini terdiri dari dari lanau,batu pasir dan kerakal dari batuan gunungapi kuarter, diendapkan kembali sebagai kipas alluvium 63
2. Alluvium (Qa). Batuan ini sebagian besar terdapat di sepanjang aliran Sungai Ciliwung dan berselang seling dengan formasi Kipas Alluvium. Formasi batuan ini terdiri dari lempung, lanau, kerikil dan kerakal. 4.1.7. Hidrogeologi DAS Ciliwung 4.1.7.1. Hidrogeologi DAS Ciliwung Hulu Airtanah dipisahkan menjadi airtanah tertekan dan airtanah tidak tertekan. Airtanah tidak tertekan adalah airtanah yang terdapat pada akuifer tidak tertekan (unconfined akuifer) yang di bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air dan bagian atasnya tidak ditutupi lapisan kedap air melainkan oleh muka preatik bertekanan satu atmosfir (sama dengan tekanan udara). Sementara itu, airtanah tertekan adalah airtanah yang terdapat pada akuifer tertekan (confined akuifer) yang bagian bawah dan atasnya dibatasi oleh lapisan kedap air. Berdasarkan Peta Hidrogeologi Lembar Bogor, Jenis batuan penyusun akuifer DAS Ciliwung Hulu dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok sbb: 1. Batuan vulkanik muda tak terpisahkan, terdiri dari tufa batuapung pasiran, lahar breksi tufaan dan basal andesit. Konduktivitas hidrolik batuan penyusun akuifer berkisar antara 0.8 – 36.4 m/hari. 2. Batuan vulkanik tua tak terpisahkan, terdiri dari breksi bersusun andesit-basal, lava-basal, tufa dan aglomerat. Konduktivitas hidrolik batuan penyusun akuifer berkisar antara 0.001-10 m/hari Berdasarkan debit (luah) sumur, sistem akuifer dapat dibedakan menjadi : 1. Luah sumur daerah pada jenis batuan ini kurang dari 5 liter/detik. Kondisi akuifer melalui ruang antar butiran antar tanah melalu rengkahan saluran pelarutan yang terdiri dari endapan vulkanik muda berupa batu pasir dan breksi pada batuan tersier berupa batu gamping, koral dan batu gamoing pasiran. Aliran airtanah diduga bersaal dari G. pangarango sebagai daerah imbuhan airtanah. Ketebalan akuifer berkisar antara 1 – 10 m, konduktivitas hidroliknya berkisar antara 0.08 sampai 94 m/hari. Kedalaman sumur 70 – 150 bmt. dengan kapasitas jenis 6.91 – 26.78 m2/hari.
64
Muka Airtanah Statis (MAS) berkisar antara 28 m bmt. sampai 0.9 atas muka tanah setempat (ams).
Gambar 20. Peta Hidrogeologi DAS Ciliwung 2. Luah sumur antara 5 – 25 liter/detik. Kondisi akuifer melalui ruang antar butiran antar tanah melalu rengkahan saluran pelarutan yang terdiri dari endapan vulkanik muda. Aliran airtanah diduga bersaal dari G. Gede-pangrango dan kaki G. Salak sebagai daerah imbuhan airtanah. Umumnya terdapat endapan gunung api muda, terdiri dari beberapa lapisan akuifer dengan ketebalan beragam antara 2 – 77 m. Kedalaman sumur antara 70 – 120 m bawah muka tanah (bmt.) setempat. Kapasitas sumur dapat mencapai 329.18 m2/hari. Keterusan dapat mencapai lebih dari 659 m2/hari. Muka Airtanah 65
Statis (MAS) bervariasi mulai dari 40 di bmt. sampai 1.3 di Atas muka tanah setempat (ams). 3. Lapisan Nir Akuifer. Lapisan ini tidak ada artinya karena tidak dapat meloloskan airtanah. Jenis batuan ini menyebar di sebelah timur DAS Ciliwung Hulu mulai dari G. Pangrango. Param utama pembentuk airtanah tersebut adalah air hujan yang meresap ke dalam tanah di daerah imbuhan (recharge area) yang sebagian tersimpan di dalam akuifer sebagai airtanah dan sebagian lagi ke luar secara alami di daerah lepasan (discharge area) sebagai mata air. Airtanah sejak terbentuk di daerah imbuhan dan mengalir ke daerah lepasan, melalui ruang antara batuan penyusun akuifer. Perjalanannya tersebut airtanah melarutkan mineral batuan serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Oleh sebab itu, sifat fisika dan kimia airtanah dari satu tempat ke tempat lain sangat beragam tergantung dari jenis batuan di mana airtanah tersebut meresap, mengalir, dan berakumulasi, serta kondisi lingkungannya. 4.1.7.2. Hidrogeologi DAS Ciliwung Tengah dan Hilir Berdasarkan Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1 : 250.000, dari Direktorat Geologi
dan Tata Lingkungan 1986, wilayah Sungai Ciliwung Bagian Tengah
berada pada Kelompok Air Tanah dan Produktivitas Akuifer. Menurut potongan melintang dapat diketahui bahwa : •
Akuifer air tanah dangkal terdapat pada kedalaman 0-20 m dari permukaan tanah, bersifat preatik. Kedalaman air tanah yang terbesar mengandung air tanah ini merupakan air tanah semi tak tertekan sampai tertekan.
•
Pada kedalaman 0 – 250 m, akuifer dengan aliran melalui antar butir, merupakan akuifer dengan produktivitas sedang dan sebarannya luas. Debit air tanah < 5 ltr/detik.
•
Pada kedalaman > 250 m, akuifer (bercelah atau bersarang) produktif kecil, daerah air tanah langka dan merupakan akuifer dengan produktivitas kecil serta setempat. Debit air tanah < 1 Ltr/ detik.
•
Arah aliran air tanah adalah ke utara sesuai dengan arah umum sistem drainase. 66
4.2. Pengolahan dan Interpretasi Data Pengukuran tahanan jenis batuan menggunakan geolistrik. Data pengukuran diolah dengan menggunakan perangkat lunak Progress version 3.0. Proses pengolahan data dimulai dengan memasukkan data dalam lembar observed data, melakukan estimasi model param pada lembar forward modeling, melakukan proses iterasi pada lembar invers modeling sampai dihasilkan nilai RMS terkecil dan menginterpretasikan data yang sudah diiterasi. Pendugaan lapisan akuifer dilakukan berdasarkan nilai tahanan jenis batuan hasil pengukuran, yakni terletak pada lapisan batuan yang mengandung pasir. 4.2.1. Pemasukkan Data Pemasukkan data dilakukan di lembar observed data pada Software Progress Version 3.0. Data hasil pengukuran diketik pada ruang tersedia. Data yang dimasukkan berupa AB/2 pada kolom spacing dan nilai tahanan jenis batuan dalam kolom observed data. Proses pemasukkan data disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21. Proses Pemasukan Data Progress Version 3.0 4.2.2. Estimasi Model Param Estimasi model param dilakukan untuk menduga lapisan batuan beserta ketebalannya. Estimasi ini dilakukan pada lembar forward modelling pada Software Progress 3.0. Cara melakukan estimasi adalah dengan memasukkan kedalaman batuan dalam kolom depth dan nilai tahanan jenisnya dalam kolom resistivity. Nilai kedalaman batuan dan resistivitasnya dimasukkan dengan cara 67
mendekati titik-titik yang terplotkan pada input data pada lembar observed data. Banyak lapisan dipilih sebanyak enam lapisan. Setelah data dimasukkan, tombol panah di samping tombol forward modelling diklik, kemudian nilai RMS akan terlihat. Nilai kedalaman dan tahanan jenis dirubah sampai didapatkan nilai RMS yang terkecil.
Gambar 22. Proses estimasi Model Param pada Progress Version 3.0 Pengolahan data dalam lembar forward modelling dilakukan dengan konfigurasi Schlumberger secara terpisah. Sehingga masing-masing titik pengukuran akan menghasilkan model param yang berbeda-beda. 4.2.3. Proses iterasi Proses iterasi Dikerjakan pada lembar invers modelling pada Software Progress Version 3.0. Cara melakukan proses iterasi dengan mengubah nilai max.iteration dan RMS cut off
sampai didapatkan nilai RMS terkecil. Nilai
max.iteration dan RMS cut off dapat diatur dengan cara mengklik tanda panah kebawah di samping tombol max.iteration maupun melalui tombol Option, kemudian mengatur kolom pada max.iteration dan RMS cut off.
68
Gambar 23. Proses Iterasi Progress Version 3.0 4.2.4. Interpretasi Data Interpretasi data atau penerjemaahan data dan hasil pengukuran dilakukan pada lembar interpreted data pada Software Progress Version 3.0. Setelah data diiterasi dalam lembar invers modelling, interpreted data (Gambar 24) ditampilkan pada kurva hubungan resistivity dan spacing, tabel hasil interpretasi data, dan legenda yang berisi titik pengukuran, konfigurasi yang digunakan, nilai RMS, detesis simbol dalam grafik dan penampang vertikal titik pengukuran/resistivity log. Grafik ini juga menggambarkan batas kedalaman berdasarkan nilai tanahan jenis batuan.
69
Gambar 24. Visualisasi Interpreted Data 4.3. Karakteristik Akuifer DAS Ciliwung 4.3.1. Identifikasi Akuifer dan Jenis Batuan DAS Ciliwung Hulu Pengukuran geolistrik di DAS Ciliwung Hulu dilakukan di titik pengukuran Gunung Mas (GN1), Cisarua (9 titik pengukuran), Megamendung (2 titik pengukuran) dan Ciawi (11 titik pengkuran). Interpretasi pendugaan geolistrik dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat. DAS Ciliwung Hulu memilki tahanan jenis 1 - 1185 Ωm. Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis pada Tabel 14.
70
Tabel 13. Interpretasi Litologi di Gunung Mas – Ciawi Tahana Jenis (Ωm) 80 11 – 20 1 – 11 60 120 – 200 200 - 300
Perkiraan Litologi Tanah penutup Lempung Pasiran Lempung/tuf Pasir Breksi pasir Breksi vulkanik
Sifat Hidrogeologi Permeabitas rendah Akuifer Nir Akuifer Akuifer Akuifer
4.3.1.1. Titik Pengukuran Gunung Mas (GN1) Penampang Tegak Tahanan Jenis GN1 Gunung Mas Pengukuran geolistrik di Gunung Mas dilakukan pada koordinat 106⁰ 58’ 15.57” BT 6⁰ 42’ 11.84” LS dengan elevasi 1350 m dpl. Pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling dengan iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 49 – 380 Ωm dengan Root Main Square (RMS) atau eroor sebesar 6.45%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 4 (empat) jenis lapisan batuan. Bore log tahanan jenis dan jenis batuan disajikan pada lampiran 17. Keempat kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 81 - 689 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.66 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 49 – 112.46 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir yang diduga sebagai akuifer bebas dengan ketebalan lapisan ini mencapai 15 m. Kedalaman batas atas akuifer ini diperkirakan mencapai 16.45 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 138.91 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan breksi pasir (batu pasir) yang diduga akuifer bebas. Lapisan breksi pasir memilki ketebalan mencapai 12.26 m dengan kedalaman batas bawah lapisan mencapai 28.71 m bmt. 71
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis sebesar 140 – 290.52 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai lapisan breksi vulkanik. Kedalaman lapisan atas breksi vulkanik ini diduga mencapai kedalaman 28.71 m bmt.
4.3.1.2. Titik Pengukuran Cisarua Penampang Tegak Tahanan Jenis GL1 Cisarua Titik pengukuran GL1 dilakukan di Desa Citeko Kecamatan Cisarua. Titik pengukuran GL1 berada dekat mata air Desa Citeko. Koordinat pengukuran 106⁰56’13.89” BT dan 6⁰42’19.26” dengan elavasi 1065 m dpl.
Hasil
pengukuran geolistrik yang didapatkan relatif kecil yaitu mendekati nilai lempung. Hal ini disebabkan oleh daerah tersebut merupakan berupa mata air yang banyak terdapat aliran airtanah yang menyebabkab nilai tahanan jenis menjadi kecil. Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 1 – 89.9 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 8.762%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 9 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan batuan. Bore log tahanan jenis dan jenis batuan disajikan pada lampiran 18. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 11 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.45 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 15.71 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung pasiran yang diduga sebagai akuifer dangkal dengan ketebalan mencapai 2 m dengan batas bawah 2.35 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 1 – 8.16 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung yang diduga
nir
72
akuifer. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 24 m dengan batas bawah lapisan mencapai 26.37 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 138.91 Ωm yang ditafsir sebagai breksi pasiran dengan ketebalan 67 m bmt. Kedalaman batas bawah lapisan mencapai 93.37 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 11.18 – 14.37 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai lapisan lempung pasiran dan lempung.
Penampang Tegak Tahanan Jenis GL2 Cisarua Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 2.69 – 78.91 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) sebesar 8.85%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan batuan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 12.91 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.8 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 2.69 – 4.87 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung. Ketebalan lapisan lempung mencapai 7 m.
Kedalaman batas bawah lapisan lempung
diperkirakan mencapai 8.95 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 15.83 – 18.3 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung pasiran yang diduga akuifer dangkal. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 12.26 m dengan kedalaman batas bawah lapisan lempung pasiran mencapai 21.83 m bmt.
73
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 23 – 24.05 Ωm yang ditafsir sebagai pasir dengan ketebalan 50 m bmt. Kedalaman batas bawah lapisan mencapai 75.95 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 78.91 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai lapisan breksi vulkanik. Kedalaman batas atas ini diduga mencapai kedalaman 78 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis GL3 Cisarua Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 2 – 14.14 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 7.404%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 4 (empat) jenis lapisan batuan. Keempat kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 7.43 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.71 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 3.29 – 10.74 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung dengan ketebalan mencapai 17 m. Kedalaman batas bawah lapisan lempung ini diperkirakan mencapai 18.15 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 14.14 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan pasir lempungan yang diduga akuifer dangkal. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 19 m dengan kedalaman batas bawah lapisan mencapai 37.54 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 2.43 – 9.01 Ωm yang ditafsir sebagai lempung dengan kedalaman batas atas 37.54 m bmt. Lapisan ini diperkirakan mencapai lapisan induk.
Penampang Tegak Tahanan Jenis GL4 Cisarua Pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang 74
tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 1 – 89.9 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 7.79%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 4 (empat) jenis lapisan batuan. Keempat kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 6.26 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.81 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 2.38 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung dengan ketebalan mencapai 6 m. Kedalaman batas bawah lapisan akuifer ini diperkirakan mencapai 6.36 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 17.22 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan pasir lempungan yang diduga akuifer. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 8 m dengan kedalaman batas bawah lapisan ini mencapai 16.63 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 2.01 – 10.18 Ωm yang ditafsir sebagai lempung yang sangat tebal. Lapisan ini diperkirakan sangat dalam dan mencapai lapisan batuan induk.
Penampang Tegak Tahanan Jenis GL5 Cisarua Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 1 – 122 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 4.78%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan batuan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 21.97 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.01 m. 75
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 1.35 – 11.33 Ωm, ditafsir sebagai lapisan tuf/lempung dengan ketebalan mencapai 6 m. Kedalaman batas bawah lapisan tuf/lempung ini diperkirakan mencapai 7.99 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 37.04 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan pasir yang diduga akuifer bebas. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 16 m dengan kedalaman batas bawah lapisan mencapai 23.95 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 11.06 Ωm yang ditafsir sebagai lapisan tuf/lemung dengan ketebalan 23 m bmt. Kedalaman batas bawah lapisan mencapai 46.61m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 24.60 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai lapisan pasir yang diduga akuifer dalam. Kedalaman batas bawah lapisan akuifer diduga mencapai kedalaman 67.32 m bmt.
Kontras tahanan Jenis keenam : bertahanan jenis 122 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai breksi pasir. Batas atas lapisan mulai dari 67.32 m bmt. dan mencapai lapisan induk.
Penampang Tegak Tahanan Jenis GL6 Cisarua Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 3.61 – 19.13 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 4.53%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 4 (empat) jenis lapisan batuan. Keempat kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 20.96 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.8 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 3.85 – 8.65 Ωm, ditafsir sebagai lapisan tuf/lempung dengan ketebalan mencapai 13 76
m. Batas bawah lapisan lempung ini diperkirakan mencapai kedalaman 13.12 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 37.04 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan pasir yang diduga akuifer bebas. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 27 m dengan kedalaman batas bawah lapisan mencapai 40.91 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 3.61 – 6.81 Ωm yang ditafsir sebagai tuf/lempung. Lapisan ini diperkirakan mencapai lapiasan induk.
Penampang Tegak Tahanan Jenis GL7 Cisarua Pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 2.31 – 189.13 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 9.13%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan batuan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 13.60 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.9 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 16.7 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir lempungan yang diduga sebagai akuifer bebas dengan ketebalan lapisan ini mencapai 5 m. Kedalaman batas bawah akuifer ini diperkirakan mencapai 5.62 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 2.31 – 12.91 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan tuf/lempung. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 25 m dengan kedalaman batas bawah lapisan mencapai 30.27 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 33.03 – 49.21 Ωm yang ditafsir sebagai breksi pasir dengan ketebalan 34 m bmt. Kedalaman batas bawah lapisan mencapai 64.81 m bmt. 77
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 189.13 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai lapisan breksi vulkanik. Batas atas kedalaman ini diduga mencapai kedalaman 64.18 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis GL8 Cisarua Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 1 – 89.9 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 8.46%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan batuan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 48.33 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.2 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 44.64 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir yang diduga sebagai akuifer bebas dengan ketebalan mencapai 5 m. Kedalaman batas bawah akuifer ini diperkirakan mencapai 6.54 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 11.94 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan tuf/lempung. Lapisan ini memilki ketebalan lapisan ini mencapai 25 m dengan kedalaman batas bawah lapisan mencapai 23.91 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 36.24 Ωm yang ditafsir sebagai breksi pasir (akuifer bebas) dengan ketebalan 15 m bmt. Kedalaman batas bawah lapisan mencapai 38.75 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : lapisan batuan bertahanan jenis sebesar 7.57 – 11.1 Ωm. Lapisan ini diduga tuf/lempung. Batas atas kedalaman ini diduga mencapai kedalaman 57.53 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis sebesar 16.55 Ωm. Lapisan ini diduga lempung pasiran (diduga akuifer dalam). Batas bawah kedalaman ini diduga mencapai kedalaman 78.45 m bmt. 78
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis sebesar 50.65 Ωm. Lapisan ini diduga breksi pasiran (diduga akuifer dalam). Batas atas kedalaman ini diduga mencapai kedalaman 78.45 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis GL9 Cisarua Pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 1 – 89.9 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 13.16%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 7 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan batuan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 27.190 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.65 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 40.18 – 63.25 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir yang diduga sebagai akuifer bebas dengan ketebalan lapisan mencapai 11 m. Kedalaman batas bawah akuifer ini diperkirakan mencapai 11.27 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 2.6 – 9.85 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan tuf/lempung. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 20 m dengan kedalaman batas bawah lapisan mencapai 31.28 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 30.18 Ωm yang ditafsir sebagai pasir (akuifer bebas) dengan ketebalan 26 m bmt. Kedalaman batas bawah lapisan mencapai 57.31 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 17.72 Ωm. Lapisan ini diduga pasir lempungan (diduga akuifer dalam). Batas atas kedalaman ini diduga mencapai kedalaman 57.31 m bmt.
4.3.1.3. Titik Pengukuran Megamendung Pengukuran dilakukan sebanyak 2 titik pengukuran. Data yang didapatkan dari pengukura geolistrik memiliki tahanan jenis 14 - 1185 Ωm. Bore log tahanan jenis 79
dan jenis batuan disajikan pada lampiran 19. Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut : Penampang Tegak Tahanan Jenis Megamendung 1 Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 1 – 89.9 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 12.42%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 7 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan batuan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 29.36 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.2 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 275.92 Ωm, ditafsir sebagai lapisan boulder pasiran-breksi dengan ketebalan mencapai 5 m. Kedalaman batas bawah akuifer ini diperkirakan mencapai 5.25 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 41.27 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan pasir (diduga akuifer bebas). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 2 m dengan kedalaman batas bawah lapisan mencapai 7.52 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 395.45 Ωm yang ditafsir sebagai tuf boulder pasiran-breksi dengan ketebalan 20 m bmt. Kedalaman batas bawah lapisan mencapai 27.74 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 98.49 – 111.50 Ωm. Lapisan ini diduga pasir-breksi pasiran (diduga akuifer dalam) dengan ketebalan mencapai 50 m. Batas bawah kedalaman lapisan ini diduga mencapai kedalaman 74.75 m bmt.
80
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis sebesar 252.29 – 655.65 Ωm. Lapisan ini diduga tuf bolder pasiran-breksi. Batas bawah kedalaman ini diduga mencapai kedalaman 78.45 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis Megamendung 2 Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 1 – 89.9 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 12.42%. Penampang tegak tahanan jenis terdiri dari 7 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan batuan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 66 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.3 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 54.64 – 145.10 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir-breksi pasiran (diduga akuifer bebas) dengan ketebalan mencapai 18 m. Kedalaman batas bawah akuifer ini diperkirakan mencapai 20.55 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 384.64 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai tuf boulder pasiran-breksi dengan ketebalan lapisan
ini mencapai 18 m. Kedalaman batas bawah
lapisan mencapai 38.78 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 352.34 Ωm yang ditafsir sebagai breksi pasiran (diduga akuifer dalam) dengan ketebalan 8 m bmt. Kedalaman batas bawah lapisan breksi pasiran mencapai 46.72 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 392 - 1185 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai tuf boulder pasiran-breksi. Batas bawah kedalaman ini diduga mencapai kedalaman 46.72 m bmt.
81
Tabel 14. Susunan Batuan Berdasarkan Tahanan Jenis di Cisarua Titik Pendugaan Geolistrik GN1 (Gunung Mas)
GL1 (Citeko, Kec Cisarua)
GL2 (Citeko, Kec Cisarua)
GL3 (Citeko, Kec Cisarua) GL4 (Citeko, Kec Cisarua) GL5 (Citeko, Kec Cisarua)
GL6 (Citeko, Kec Cisarua) GL7 (Citeko, Kec Cisarua)
GL8 (Citeko, Kec Cisarua)
GL9 (Citeko, Kec Cisarua)
Kedalaman (m)
Tahanan Jenis (Ωm)
Penafsiran Litologi
0 – 0.66 0.66 – 16.45 16.45 – 28.71 28.71 - ∞ 0 – 0.45 1.27 – 2.32 2.32 – 26.37 26.37 – 93.39 93.39 - ∞ 0 – 1.88 1.88 – 8.95 8.95 – 21.23 21.23 – 75.95 75.95 - ∞ 0 – 0.71 0.71 – 18.15 18.15 – 37.54 37.54 – ∞ 0 – 0.81 0.81 – 6.36 6.36 – 16.63 16.63 – ∞
81 – 689 49 – 112.46 138.91 140 - 380 11 15.71 1 – 8.16 32.39 – 81.99 11.18 – 14.37 12.91 2.69 – 4.87 15.83 – 18.3 23-24.05 78.91 7.43 3.29 – 10.74 14.14 2.43 – 9.04 6.26 2.38 17.22 2.01 – 310.18
Tanah penutup Pasir (diduga akuifer bebas) Breksi pasir Breksi vulkanik padu Tanah penutup Pasir lempungan (diduga Akuifer bebas) Lempung/tuf Breksi pasiran (diduga akuifer dalam) Lempung pasiran Tanah penutup Lempung/tuf Lempung Pasiran (akuifer bebas) pasir (diduga akuifer bebas) Breksi vulkanik Tanah penutup Lempung Lempung Pasiran (diduga akuifer bebas) Tuf/lempung Tanah penutup Tuf/Lempung Lempung pasiran (diduga akuifer bebas) Tuf/lempung
0 – 1.01 1.01 – 7.99 7.99 – 23.95 23.95 – 46.61 46.61 – 67.32 67.32– ∞ 0 – 0.8 0.8 – 13.12 13.12 – 40.91 40.91 – ∞ 0 – 0.9 0.9 – 5.62 5.62 – 30.27 30.27 – 64.81 64.81 – ∞ 0 – 1.2 1.2 – 6.54 6.54 – 11.17 11.17 – 23.91 23.91 – 38.75 38.75 – 57.53 78.45 – ∞ 0 – 0.65 0.65 – 11.27 11.27 – 31.28 31.82 – 57.31 57.31 – ∞
21.97 1.35 – 11.33 37.04 11.06 24.60 122 20.96 3.85 – 8.65 37.04 3.61 – 6.81 13.60 16.7 2.31 – 12.91 33.03 – 49.21 189.13 48.33 44.64 11.94 36.24 7.57 – 11.01 16.55 50.65 27.19 40.18 – 63.25 2.6 – 9.85 30.18 17.72
Tanah penutup Tuf/lempung Pasir (diduga akuifer bebas) Lempung/tuf Pasir (akuifer dalam) Breksi vulkanik Tanah penutup Tuf/lempung Pasir (diduga akuifer bebas) Lempung/tuf Tanah penutup Pasir (diduga akuifer bebas) Tuf/Lempung Breksi pasir (diduga akuifer dalam) Breksi vulkanik Tanah penutup Pasir (diduga akuifer bebas) Tuf/lempung Pasir (diduga akuifer bebas) Tuf/lempung Pasir lempungan (diduga akuifer dalam) Pasir (diduga akuifer dalam) Tanah penutup Breksi pasir (diduga akuifer bebas) Tuf/lempung Breksi pasir (diduga akuifer dalam) Pasir lempungan (diduga akuifer dalam)
82
Tabel 15. Susunan Batuan Berdasarkan Tahanan Jenis di Megamendung Titik Pendugaan Geolistrik GL1 (Pasir Muncang, Kec. Megamendung)
GL2 (Pasir Muncang, Kec. Megamendung)
Kedalaman (m) 0 – 0.3 0.3 – 5.25 5.25 – 7.52 7.52 – 27.74 27.74 - 74.45 74.45 – ∞ 0 – 1.97 1.3 – 20.55 20.55 – 38.78 38.78 – 46.72 46.72 – ∞
Tahanan Jenis (Ωm) 29.36 275.92 41.27 395.45 98.49 – 111.50 252.29 – 655.65 66 54.64 – 145.10 384 352 392- 1185
Penafsiran Litologi Tanah penutup Breksi vulkanik Breksi pasir (diduga akuifer bebas) Breksi vulkanik Breksi pasir (diduga akuifer dalam) Breksi vulkanik Tanah penutup Breksi pasir (diduga akuifer bebas) Tuf bolder pasiran-breksi Breksi Pasiran (diduga akuifer dalam) Tuf bolder pasiran-breksi
4.3.1.4. Titik Pengukuran Ciawi Pengukuran dilakukan sebanyak 11 titik pengukuran. Data yang didapatkan dari pengukura geolistrik memiliki tahanan jenis 14 - 287 Ωm. Bore log tahanan jenis dan jenis batuan disajikan pada lampiran 20 dan lampiran 21. Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut : Penampang Tegak Tahanan Jenis ST1 PT. Hokkan, Ciawi Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 1 – 1105 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 14.65%. Penampang tegak tahanan jenis pada ST 1 terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 5 (lima) jenis lapisan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 70 - 360 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.22 m
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 25 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir yang diduga sebagai akuifer dangkal dengan ketebalan mencapai 3 m. Kedalaan akuifer ini diperkirakan mencapai 6 m bmt. 83
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 219 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan breksi pasir. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 7 m dengan kedalaman mencapai 14 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 62 Ωm yang ditafsir sebagai pasiran (diduga akuifer) dengan ketebalan 14.55 m.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 14 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai lapisan lempung. Kedalaman ini diduga mencapai kedalaman 48 m bmt. Lapisan ini juga diduga pada kedalaman lebih dari 70 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam adalah 18 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai laisan lempung pasiran (akuifer dalam). Keteblan lapisan diduga 20 m mencapai kedalaman 68 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis ST 2 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada ST 2 terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 71 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.27 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 29 - 90 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir yang diduga sebagai akuifer dangkal dengan ketebalan mencapai 17 m. Kedalaan akuifer ini diperkirakan mencapai 21.35 m bmt.
Kontras tahanan
jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 3 Ωm.
Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai lebih dari 2 m dengan kedalaman mencapai 23.36 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 72 Ωm yang ditafsir sebagai breksi pasiran dengan ketebalan 12 m (diduga akuifer). Kedalaman lapisan ini mencapai 44 m bmt.
84
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 144 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan breksi /lava (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 26 m dengan kedalaman mencapai 70 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis sebesar 30 - 70 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai breksi pasir yang dikategorikan sebagai akuifer dalam dengan kedalaman lebih dari 70 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis ST 3 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada ST 3 terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 2 - 250 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.88 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 3.61 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung yang diduga sebagai nir akuifer dengan ketebalan mencapai 2 m. Kedalaan akuifer ini diperkirakan mencapai 12 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 6.73 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung pasiran yang diduga akuifer dangkal dengan potensi yang rendah. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 20 m dengan kedalaman mencapai 38 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 34 – 76 Ωm yang ditafsir sebagai breksi pasir dengan ketebalan 30 m yang diduga merupakan akuifer dangkal. Lapisan breksi pasiran ini mencapai kedalaman 44 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis sebesar 16.22 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung pasiran (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 10.23 m dengan kedalaman mencapai 57.67 m bmt.
85
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis sebesar 3.50 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai laisan lempung yang dikategorikan sebagai akuifer dalam dengan kedalaman lebih dari 58 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis ST 4 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada ST 4 terdiri dari 7 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 33.75 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.35 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 105 - 252 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir yang diduga sebagai Breksi/lava dengan ketebalan lapisan ini mencapai 7.48 m. Kedalaman lapisan ini diperkirakan mencapai 8.34 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 9.19 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung (nir akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 4 m dengan kedalaman mencapai 12 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 156 - 265 Ωm yang ditafsir sebagai breksi/lava dengan ketebalan 21.4 m dengan kedalamanlapisan ini mencapai 37 m bmt.
Kontras jenis kelima : tahanan jenis sebesar 153 Ωm dengan ketebalan mencapai 13 m. Lapisan ini diduga sebagai breksi pasir akuifer pasiran - breksi yang mencapai kedalaman 50 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : lapisan batuan bertahanan jenis sebesar 70 – 116 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan breksi pasiran (diduga akuifer). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 100 m dengan kedalaman mencapai lebih dari 50 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis ST 5 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada ST 5 terdiri dari 7 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras 86
tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 63 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.7 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 64 - 95 Ωm, ditafsir sebagai lapisan breksi pasiran (diduga akuifer) dengan ketebalan mencapai 9.5 m. Kedalaman lapisan breksi pasiran ini diperkirakan mencapai 10 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 177 - 234 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan breksi/lava. Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 40 m dengan kedalaman mencapai 54 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 640 Ωm yang ditafsir sebagai breksi/lava sebagai akuifer dangkal dengan kedalaman lebih dari 74 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis G1 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada G1 terdiri dari 5 (lima) kontras tahanan jenis, Kelima kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 20 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.7 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 21 - 59 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir tufaan (diduga akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini diperkirakan mencapai 0.7 - 7 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 118 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan breksi/lava. Kedalaman lapisan ini ditemukan di kedalaman antara 7 – 16 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 22 - 65 Ωm yang ditafsir sebagai breksi/lava sebagai akuifer dalam dengan kedalaman dari 16 – 56.1 m bmt. 87
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 115 Ωm, ditafsir sebagai lapissan breksi/lava atau batupasir yang diduga akan ditemukan di bawah kedalaman mencapai 56.1 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis G2 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada G2 terdiri dari 7 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 49 - 52 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 3.1 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 340 Ωm, ditafsir sebagai lapisan breksi lava yang bersifat keras. Kedalaman lapisan ini diperkirakan mencapai 3.1 – 6.1 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 17 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan pasir tufaan dan breksi pasiran (diduga akuifer bebas). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 4 m dengan kedalaman mencapai 10.2 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 12 Ωm yang ditafsir sebagai tuf atau lempung dengan kedalaman mencapai 10.2 – 16.4 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis 63 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir dan breksi pasiran (diduga akuifer dalam) dengan ketebalan 22 m. Lapisan ini diduga berada pada kedalaman 16.4 – 38.9 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam: bertahan jenis 6 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung/tuf yang diduga akan ditemukan di bawah 38.9 m
Penampang Tegak Tahanan Jenis G3 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada G3 terdiri dari 7 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 4 (empat) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb: 88
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 25 - 44 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2.1 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 47 – 85.57 Ωm, ditafsir sebagai lapisan pasir dan breksi pasiran (diduga akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini diperkirakan mencapai 2.1 – 13.45 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 351.99 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lapisan breksi/lava). Lapisan ini memilki ketebalan mencapai 14 m dengan kedalaman mencapai 13.45 – 27.54 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 28 - 82 Ωm yang ditafsir sebagai pasir dan breksi pasiran (diduga akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini 27.54 – 57.90 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima : bertahanan jenis 2122 Ωm, ditafsir sebagai lapisan breksi lava padu. Lapisan ini diduga berada pada di bawah kedalaman 57.90 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis G4 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada G5 terdiri dari 10 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 105 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.7 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 91 - 738 Ωm, ditafsir sebagai lapisan tuf boulder dan breksi. Kedalaman lapisan ini diperkirakan mencapai 0.7 – 9.5 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 41 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai pasir dan breksi pasiran (diduga akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini dari 9.5 – 22.4 m bmt.
89
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 11 Ωm yang ditafsir sebagai tuf atau lempung yang diduga ditemukan pada kedalaman 22.4 – 31.77 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 131 Ωm, ditafsirkan sebagai lapisan breksi/lava dan batupasir. Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 31.7 – 77.3 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 34 Ωm, ditafsir sebagai lapisan
pasir tufaan dan breksi pasiran (diduga akuifer
dalam). Lapisan ini ditemukan di bawah 77.3 m bmt. Penampang Tegak Tahanan Jenis G5 PT. Hokkan, Ciawi Penampang tegak tahanan jenis pada G4 terdiri dari 7 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 27 - 148 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.8 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 13 - 54 Ωm, ditafsir sebagai tuf pasiran, pasir dan breksi pasir (diduga akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 1.8 – 20.6 m bmt
jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 9 Ωm.
Kontras tahanan
Lapisan ini ditafsir sebagai tuf lempung. Kedalaman lapisan ini dari 20.6 – 36.9 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 26 Ωm yang ditafsir sebagai pasir dan breksi pasir (diduga akuifer dalam) lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 36.9 – 95.7 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 11 Ωm, ditafsirkan sebagai lapisan tuf lempung. Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 95.7 - 132 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 43 Ωm, ditafsir sebagai lapisan
pasir tufaan dan breksi pasiran (diduga akuifer
dalam). Lapisan ini ditemukan di bawah 132 m bmt. 90
Penampang Tegak Tahanan Jenis Ciawi.1 Penampang tegak tahanan jenis pada Caiwi 1 terdiri dari 10 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 7 (tujuh) jenis lapisan. Ketujuh kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 64.78 – 102.18 Ωm. Lapisan tanah penutup ini diperkirakan setebal 1.8 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 63.56 Ωm, ditafsir sebagai tuf pasiran, pasir dan breksi pasir (diduga akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 1.8 – 15.79 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 14.10 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai tuf lempung pasiran. Kedalaman lapisan ini diperkirakan adalah 15.79 – 23.92 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 29.74 – 92.41 Ωm yang ditafsir sebagai pasir dan breksi pasir (diduga akuifer dalam) lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 23.92 – 67.16 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 8.30 Ωm, ditafsirkan sebagai lapisan tuf lempung. Lapisan tuf lempung ini diduga ditemukan pada kedalaman 67.16 – 83.18 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 28.78 Ωm, ditafsir sebagai lapisan
pasir tufaan dan breksi pasiran (diduga akuifer
dalam). Lapisan ini ditemukan di bawah 132 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 113 Ωm, ditafsir sebagai lapisan breksi/lava. Lapisan ini ditemukan di bawah 132 m bmt.
91
Tabel 16. Susunan Batuan Berdasarkan Tahanan Jenis di Ciawi (ST1-ST5) Titik Pendugaan Geolistrik ST 1 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia) ST 2 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia)
Kedalaman (m) 0 – 1.22 1.22 – 6 6 – 14.55 14. 55 – 70 70 - ∞ 0 – 1.27 1.27 – 21.35 21.35 – 23.36 21.36 – 35.01 35.01 – 44.16 44.16 – 70.12 70.12 - ∞
ST 3 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia)
0 – 1.88 1.88 – 8.94 8.94 – 35.27 35.27 - 43.55 43.55 - ∞
ST 4 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia)
0 – 2.1 2.1 – 5.38 5.38 – 11.7 11.7 – 28.36 28.36 – 50.21 50.21 - ∞ 0 – 1.3 1.3 – 3.81 3.81 – 10.32 10.32 – 11.79 11.79 – 55.13 55.13 – 85.2 85.2 - ∞
ST 5 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia)
Tahanan Jenis (Ωm) 70 – 360 25 291 62 18 71 29 -90 3 72.08 144.07 68 30.90 1.39 – 250 3.61 34 – 75 16.22 3.5 33 -251 105.83 9.19 264 115 – 156 70.59 55.16 17.15 64 – 75 9.61 46.71 101 – 113 111 - 138
Penafsiran Litologi Tanah penutup Pasir (diduga akuifer) Breksi/lava Breksi pasir (diduga akuifer) Lempung pasiran (diduga akuifer) Tanah penutup Pasir – breksi pasiran (diduga lap. Akuifer) Lempung / tuf Breksi pasiran (diduga akuifer) Breksi/lava Breksi pasiran (diduga akuifer) Pasir (diduga akuifer) Tanah penutup Lempung/tuf Pasir – breksi pasir (diduga akuifer) Lempung pasiran (diduga akuifer) Lempung/tuf Tanah penutup Breksi pasiran (diduga akuifer) Lempung Breksi/lava Breksi pasir (diduga akuifer) Breksi pasir (diduga akuifer) Tanah penutup Lempung pasiran (diduga akuifer) Breksi pasiran (diduga akuifer) Lempung/tuf Breksi pasiran (diduga akuifer) Breksi pasiran Breksi/lava
92
Tabel 17. Susunan Batuan di Ciawi (G1-G5 dan Ciawi.1) Titik Pendugaan Geolistrik G1 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia) G2 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia)
G3 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia)
G4 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia)
G5 Ciawi 2 (PT. Hokkan Indonesia)
Ciawi1 Kec. Ciawi
Kedalaman (m)
Tahanan Jenis (Ωm)
0 – 0.7 0.7 – 7 7 – 16 16 – 56.1 56.1 m - ∞ 0 – 3.1 3.1 – 6.1 6.1 – 10.2 10.2 – 16.4 16.4 – 38.9 38.9 m - ∞ 0 -2.1 2.1 – 13.45 13.45 -27.54 27.54 – 57.90 57.90 - ∞ 0 - 0.5 0.5 -9.5 9.5 – 22.4 22.4 – 31.7 31.7 – 77.3 77.3 - ∞ 0 -1.8 1.8 – 20.6 20.6 – 36.9 36.9 – 95.7 95.7 – 132 132 - ∞ 0 - 0.63 0.63 – 15.79 15.79 – 23.92 23.92 – 67.16 67.16 – 83.18 83.18 – 132.54 132 - ∞
20 21 – 59 22 – 65 115 49 – 52 340 35 12 63 6 25 – 44 47 – 85.57 351.99 28 - 82 2122 105 91 -738 41 11 131 34 27 – 128 13 – 54 9 26 11 43 64.78 – 102.18 63.56 14.10 29.74 – 92.41 8.30 28.78 113
Penafsiran Litologi Tanah penutup Lempung - pasir Tuf boulder pasiran - breksi breksi pasiran (diduga akuifer) Breksi/lava Tanah penutup Tuf boulder pasiran – breksi Pasir - breksi pasiran (diduga akuifer) Tuf lempung Pasir - breksi pasiran (diduga akuifer) Lempung/tuf Tanah penutup Breksi pasiran (diduga akuifer bebas) Tuf bouder psiran-breksi Pasir- breksi pasiran (diduga akuifer dalam) Breksi lava Tanah penutup Tuf bouder psiran-breksi Pasir – breksi pasiran (diduga akuifer) Tuf lempung Breksi/lava Pasir (diduga akuifer) Tanah penutup Tuf pasiran pasir (diduga akuifer) Lempung/tuf Pasir (diduga akuifer) Lempung/tuf Pasir – breksi pasiran (diduga akuifer) Tanah penutup Tuf pasiran pasir (diduga akuifer) Lempung pasiran (diduga akuifer) Breksi pasiran (diduga akuifer) Lempung/tuf Pasir – breksi pasiran (diduga akuifer) Breksi vulkanik
4.3.2. Identifikasi Akuifer dan Jenis Batuan DAS Ciliwung Tengah Pengukuran geolistrik di DAS Ciliwung Tengah dilakukan di beberapa ttitk, diantaranya adalah Desa Cimahpar (Kecamatan Sukaraja), Desa Sanja
93
(Kecamatan Cibinong) dan Perumahan Cimanggis (Depok). Hasil dan interpretasi data geolistrik dijelaskan sebagai berikut. 4.3.2.1. Titik Pengukuran Cimahpar Pengukuran dilakukan di Cimahpar sebanyak satu titik pengukuran. Data yang didapatkan dari pengukura geolistrik memiliki tahanan jenis 103 - 275 Ωm. Bore log tahanan jenis dan jenis batuan disajikan pada lampiran 22. Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis pada Tabel 18. Tabel 18. Identifikasi Litologi di Cimahpar dan Cibinong Tahana Jenis (Ωm) 80 -200 20 – 90 <10 >200
Perkiraan Litologi Tanah penutup Pasir Lempung Breksi vulkanik
Sifat Hidrogeologi Permeabitas rendah Akuifer Nir akuifer Nir Akuifer
Hasil pengolahan data dilakukan dengan software Progress 3.0 dengan cara Foward Modelling iterasi 10. Hasil foward modelling ini memperlihatkan penampang tegak tahan jenis batuan berdasarkan kedalaman. Lapisan tahanan jenis berkisar antara 27 – 959 Ωm dengan Root Mean Square (RMS) 7.27%. Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran Cimahpar Penampang tegak tahanan jenis pada Cimahpar terdiri dari 8 kontras tahanan jenis secara vertikal yang dapat ditafsir menjadi 6 (enam) jenis lapisan. Keenam kontras tahanan tersebut sebagai lima lapiasan batuan yang berbeda tahanan sifat fisiknya, dimana sifat fisiknya dapat diuraikan sbb:
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 27.59 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 0.7 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 390.31Ωm, ditafsir sebagai breksi pasir/tuf boulder. Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 0.71 – 8.80 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 67.89 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai breksi pasiran (diduga akuifer bebassemi tertekan). Kedalaman lapisan ini dari 8.80 – 18.92 m bmt. 94
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 175 Ωm yang ditafsir sebagai tuf boulder dan breksi pasiran. Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 18.92 – 48.04 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 57.31 Ωm, ditafsirkan sebagai breksi pasiran (diduga akuifer dalam). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 48.04 - 71.9 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : lapisan bertahanan jenis 284.29 – 959.69 Ωm, ditafsir sebagai lapisan tuf boulder dan breksi pasiran. Lapisan ini ditemukan di bawah 71.9 m bmt.
4.3.2.2. Titik Pengukuran Cibinong Pengukuran geolistrik dilakuka di Desa Sanja, Kecamatan Cibinong. Secara geografis derah peneltian terletak pada koordinat 106o 52’02” BT dan 6 o 30’07” LS dengan ketinggian 350 m di atas muka laut. Interpretasi pendugaan geolistrik sebanyak 3 (tiga) titik duga setelah dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat, didaeah penyelidikan pendugaan geolistrik ini bertahanan jenis 3 - 220 Ωm. Bore log tahanan jenis dan jenis batuan disajikan pada lampiran 22. Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL 1 Cibinong Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut :
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 188.91 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.2 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 16.87 Ωm, ditafsir sebagai Lempung pasiran (diduga akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 1.2 – 43.41 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 1.13 - 8.35 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai Lempung. Kedalaman lapisan ini dari 43.41 – 123.41 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 19.97 Ωm yang ditafsir sebagai Lempung pasiran (diduga akuifer dalam). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 123.41 – 137.85 m bmt. 95
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 3.68 – 9.64 Ωm, ditafsirkan sebagai tuf lempung. Lapisan ini ditemukan di bawah 137.85 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL 2 Cibinong Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut :
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 44.36 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.4 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 253 – 278.34 Ωm, ditafsir sebagai breksi pasir/tuf boulder. Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 1.4 – 11.1 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 27.9 – 33.99 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai breksi pasiran (diduga akuifer bebas- semi tertekan). Kedalaman lapisan ini dari 11.1 – 40.17 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 2.2 Ωm yang ditafsir sebagai tuf lempung. Lapisan ini diduga ditemukan pada di bawah kedalaman 40.17 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL 3 Cibinong Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut :
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 152.31 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 1.88 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 14.97 Ωm, ditafsir sebagai Lempung pasiran (akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 1.88 – 25.29 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 26.85 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai pasir (diduga akuifer bebas). Kedalaman lapisan ini dari 25.29 – 35.03 m bmt.
96
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 1.15 Ωm yang ditafsir sebagai lempung. Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 35.03 – 108.44 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 59.88 Ωm, ditafsirkan sebagai breksi pasiran (diduga akuifer dalam). Lapisan ini diduga ditemukan di bawah kedalaman 108.44 m bmt. Tabel 19. Interpretasi Litologi di Sukaraja dan Cibinong
Titik Pendugaan Geolistrik GL1 (Desa Sanja, Cibinong)
GL2 ( Desa Sanja, Cibinong ) GL3 ( Desa Sanja, Cibinong )
Cimahpar (Sukraja)
Kedalaman (m)
Tahanan Jenis (Ωm)
Penafsiran Litologi
0 – 1.2 1.2 – 43.41 43.41 – 123.41 123.41 – 137.85 137.85 - ∞ 0 – 1.4 1.4 – 11.1 11.1 – 40.17 40.17 – ∞
188.91 16.87 1.13 - 8.35 19.97 3.68 – 9.64 44.36 253 – 278.34 27.9 – 33.99 2.2
Tanah penutup Lempung pasiran (diduga akuifer bebas) Lempung Lempung pasiran (diduga akuifer dalam) Lempung Tanah penutup Breksi Pasir Pasir (diduga akuifer bebas) Lempung
0 – 1.88 1.88 – 25.29 25.29 – 35.03 35.03 – 108.44 108.44 - ∞ 0 – 0.71 0.71 – 8.80 8.80 – 18.92 18.92 – 48.04 48.04 - 71.9 71.9 – ∞
152.31 14.97 26.85 1.15 59.88 27.59 390.31 67.89 175 57.31 284.29 – 959.69
Tanah penutup Lempung pasiran (akuifer) Pasir (akuifer bebas) Lempung Pasir (akuifer dalam) Tanah penutup Breksi Pasiran Pasir (diduga akuifer bebas) Breksi batu pasir Pasir (diduga akuifer dalam) Breksi/lava
4.3.2.3. Titik Pengukuran Depok Berdasarkan hasil interpretasi pendugaan geolistrik di daerah Cimanggis Depok yang telah dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat, di daerah penyelidikan pendugaan geolistrik ini bertahanan jenis antara 10 – 150 Ohm-m. Secara geografis derah peneltian terletak pada koordinat 106⁰ 51’ 29.2” BT dan 6 o 30’07” LS dengan ketinggian 100 m di atas muka laut. Kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokkan dengan berdasarkan perbedaan kontras harga tahanan jenisnya pada Tabel 20. Bore log tahanan jenis dan jenis batuan disajikan pada lampiran 23. Tabel 20. Interpretasi Litologi di Cimanggis, Depok 97
Tahanan Jenis Perkiraan (Ωm) Litologi < 10 Lempung 10 – 20 Batu lempung >20 Pasir
Perkiraan Hidrogeologi
Lapisan Porous/Akuifer
Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL 1 Depok Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis hasil geolistrik dan dikorelasikan dengan tahanan jenis batuan, secara umum dapat dikelompokkan dengan berdasarkan perbedaan harga tahanan jenis sebagai berikut :
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 14.72 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2.50 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 45.39 Ωm, ditafsir sebagai pasir (diduga air permukaan). Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 2.50 – 5.97 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 9.50 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lempung. Kedalaman lapisan ini dari 5.97 – 20.12 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 37.84 Ωm yang ditafsir sebagai Lapisan pasir (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 20.12 – 32.14 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 48.33 Ωm, ditafsirkan sebagai Lapisan pasir (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 32.14 - 59.86 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 7.50 10.24 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung. Lapisan ini ditemukan di bawah 90.36 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL 2 Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis hasil geolistrik dan dikorelasikan dengan tahanan jenis batuan, secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut :
98
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 23.16 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2.50 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 39.74 Ωm, ditafsir sebagai pasir (diduga air permukaan). Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 2.50 – 7.28 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 9.50 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lempung. Kedalaman lapisan ini dari 2.50 – 24.73 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 35.10 Ωm yang ditafsir sebagai lapisan pasir (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 24.73 – 40.12 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 49.82 Ωm, ditafsirkan sebagai lapisan pasir (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 40.12 - 62.21 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 8.26 - 10.50 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung. Lapisan ini ditemukan di bawah 99.86 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL 3 Cimanggis, Depook Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis hasil geolistrik dan dikorelasikan dengan tahanan jenis batuan, secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut :
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 29.78 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 3.18 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 8.50 Ωm, ditafsir sebagai lapisan ini ditafsir sebagai lempung. Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 3.18 – 12.36 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 38.43 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan pasir (poros/akuifer). Kedalaman lapisan ini dari 12.36 – 17.50 m bmt. 99
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 35.10 Ωm yang ditafsir sebagai tufa pasiran. Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 17.50 – 30.18 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 19.23 Ωm, ditafsirkan sebagai Lapisan pasir lempungan (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 17.50 - 59.82 m bmt
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 6.50 - 9.79 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung. Lapisan ini ditemukan di bawah 59.82 m bmt.
Tabel 21. Susunan Batuan Perumahan Taman Duta, Cimanggis Depok Titik Duga
GL.1
GL.2
GL.3
Hasil Penafsiran Kedalaman Tahanan Jenis 0.00 2.50 14.72 2.50 5.97 45.39 5.97 20.12 9.50 20.12 32.14 37.84 32.14 59.86 48.33 59.86 90.36 10.24 90.36 ∞ 7.50 0.00 2.50 23.16 2.50 7.28 39.74 7.28 24.73 9.15 24.73 40.12 35.10 40.12 62.21 49.82 62.21 99.86 10.50 99.86 ∞ 8.26 0.00 3.18 29.78 3.18 12.36 8.50 12.36 17.50 38.43 17.50 30.18 60.14 30.18 59.82 19.23 59.82 120.29 9.79 120.29 ∞ 6.50
Perkiraan Litologi Tanah penutup Pasir Lempung Pasir lempungan Pasir Batu lempung Lempung Tanah penutup Pasir Lempung Pasir lempungan Pasir Batu lempung Lempung Tanah penutup Lempung Pasir Tufa pasiran Lempung pasiran Batu lempung Lempung
Perkiraan Hidrogeologi
Air permukaan Lapisan poros / Akuifer Lapisan poros / Akuifer
Air permukaan Lapisan poros / Akuifer Lapisan poros / Akuifer
Air permukaan Lapisan poros / Akuifer
4.3.3. Identifikasi Akuifer dan Jenis Batuan di DAS Ciliwung Hilir Berdasarkan hasil interpretasi pendugaan geolistrik di daerah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Jakarta Timur. Data pengukuran dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat, di daerah penyelidikan pendugaan geolistrik ini bertahanan jenis antara 10 – 150 Ohm-m. Bore log tahanan jenis dan jenis batuan disajikan pada lampiran 24. Kisaran harga tahanan jenis tersebut
100
secara umum dapat dikelompokkan dengan berdasarkan perbedaan kontras harga tahanan jenisnya, yaitu : Tabel 22. Identifikasi Jenis Litogi di (KLH), Jakarta Tahanan Jenis (Ωm) < 10 10 – 20 20 – 35 35 – 50 >50
Perkiraan Litologi Lempung Lempung pasiran Lempung tufaan Pasir Tufa
Perkiraan Hidrogeologi Lapisan poros / Akuifer I Lapisan poros / Akuifer II
Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL1 KLH Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis hasil geolistrik dan dikorelasikan dengan tahanan jenis batuan, secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut :
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 14.72 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2.50 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 45.39 Ωm, ditafsir sebagai pasir (diduga air permukaan). Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 2.50 – 5.97 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 9.50 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lempung. Kedalaman lapisan ini dari 5.97 – 20.12 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 37.84 Ωm yang ditafsir sebagai Lapisan pasir (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 20.12 – 32.14 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 48.33 Ωm, ditafsirkan sebagai Lapisan pasir (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 32.14 - 59.86 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 7.50 10.24 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung. Lapisan ini ditemukan di bawah 90.36 m bmt.
101
Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL2 KLH Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis hasil geolistrik dan dikorelasikan dengan tahanan jenis batuan, secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut :
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 23.16 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 2.50 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 39.74 Ωm, ditafsir sebagai pasir (diduga air permukaan). Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 2.50 – 7.28 m bmt.
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 9.50 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lempung. Kedalaman lapisan ini dari 2.50 – 24.73 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 35.10 Ωm yang ditafsir sebagai lapisan pasir (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 24.73 – 40.12 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 49.82 Ωm, ditafsirkan sebagai lapisan pasir (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 40.12 - 62.21 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 8.26 - 10.50 Ωm, ditafsir sebagai lapisan lempung. Lapisan ini ditemukan di bawah 99.86 m bmt.
Penampang Tegak Tahanan Jenis di Titik Pengukuran GL3 KLH Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis hasil geolistrik dan dikorelasikan dengan tahanan jenis batuan, secara umum dapat dikelompokan dengan berdasarkan perbedaan harga jenis sebagai berikut :
Kontras tahanan jenis pertama : merupakan tahanan jenis tanah penutup dengan tahanan jenis sebesar 40.29 Ωm. Lapisan tanah penutup ini setebal 3.24 m.
Kontras tahanan jenis kedua : bertahanan jenis 5.25 Ωm, ditafsir sebagai lapisan ini ditafsir sebagai lempung. Kedalaman lapisan ini diperkirakan berada pada 3.24 –14.97 m bmt. 102
Kontras tahanan jenis ketiga : bertahanan jenis sebesar 15.18 Ωm. Lapisan ini ditafsir sebagai lapisan lempung pasiran (poros/akuifer). Kedalaman lapisan ini dari 14.97 – 20.24 m bmt.
Kontras tahanan jenis keempat : bertahanan jenis 30.42 Ωm yang ditafsir sebagai tufa pasiran. Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 20.24 – 55.18 m bmt.
Kontras tahanan jenis kelima: bertahanan jenis 39.86 Ωm, ditafsirkan sebagai Lapisan pasir lempungan (poros/akuifer). Lapisan ini diduga ditemukan pada kedalaman 55.18 - 99.75 m bmt.
Kontras tahanan jenis keenam : bertahanan jenis 65.27 Ωm, ditafsir sebagai lapisan tufa pasiran. Lapisan tuf pasiran ini diduga ditemukan pada kedalaman 99.75 - 125.05 m bmt.
Tabel 23. Susunan Batuan Berdasarkan Tahanan Jenis di KLH, Jakarta Titik Duga GL.1
GL.2
GL.3
Hasil Penafsiran Tahanan Kedalaman Jenis 0.00 3.24 40.29 3.24 14.97 5.25 14.97 20.24 15.18 20.24 55.18 30.42 55.18 99.75 39.86 99.75 125.05 65.27 125.05 175.14 18.25 175.14 ∞ 9.50 0.00 3.50 29.74 3.50 11.82 4.50 11.82 20.36 13.50 20.36 39.78 28.48 39.78 70.24 37.50 70.24 89.62 59.68 89.62 120.32 15.45 120.32 ∞ 8.38 0.00 4.15 79.96 4.15 12.48 5.28 12.48 22.50 19.27 22.50 30.21 34.74 30.21 49.79 42.50 49.79 65.25 54.79 65.25 85.21 12.36 85.21 ∞ 8.50
Perkiraan Litologi Tanah penutup Lempung Lempung pasiran Lempung tufaan Pasir Tufa Lempung pasiran Lempung Tanah penutup Lempung Lempung pasiran Lempung tufaan Pasir Tufa Lempung pasiran Lempung Tanah penutup Lempung Lempung pasiran Lempung tufaan Pasir Tufa Lempung pasiran Lempung
Perkiraan Hidrogeologi
Air permukaan Lapisan poros/ Akuifer Lapisan poros/ Akuifer
Air permukaan Lapisan poros/ Akuifer Lapisan poros/ Akuifer
Air permukaan Lapisan poros/ Akuifer Lapisan poros/ Akuifer
103
4.3.4. Karakteristik Akuifer di DAS Ciliwung Karakteristik akuifer adalah sifat dasar dari hidraulik suatu akuifer, diantaranya nilai keterusan, nilai kelulusan, ketebalan akuifer, sebaran akuifer dan nilai koefisien simpanan. Kajian geolistrik dan interpretasi jenis batuan penyusun akuifer, karakteristik akuifer DAS Ciliwung Hulu, Tengah dan Hilir dapat dikelompokkan sebagai beikut : 1. Batuan penyusun akuifer bagian hulu DAS Ciliwung adalah pasir, batupasir dan breksi pasiran. Batuan penyusun akuifer bagian tengah adalah pasir, pasir lempungan dan sebagian breksi pasiran. Batuan penyusun akuifer bagian hilir umumnya adalah pasir dan pasir lempungan. 2. Tebal akuifer bebas di bagian DAS Ciliwung Hulu (titik pengukuran Gunung Mas, Cisarua, Megamendung dan Ciawi) bervariasi 10 – 45 m. Batas atas lapisan akuifer bebas terletak pada kedalaman antara 1 – 25 m bmt. Tebal akuifer bebas di DAS Ciliwung Tengah (titik pengukuran Cimahpar, Cibinong dan Depok) bervariasi antara kedalaman 10 – 41 m. Batas atas akuifer bebas terletak pada kedalaman 1 – 9 m bmt. Tebal akuifer bebas di DAS Cilwung Hilir (titik pengukuran KLH, Jakarta) 5 – 10 m. Batas atas akuifer terletak pada kedalaman 8 – 12 m bmt. 3. Tebal akuifer dalam di bagian DAS Ciliwung Hulu (titik pengukuran Gunung Mas, Cisarua, Megamendung dan Ciawi) bervariasi 30 – 60 m. Batas atas lapisan akuifer dalam terletak pada kedalaman lebih dari 40 m bmt. Tebal akuifer dalam di DAS Ciliwung Tengah (titik pengukuran Cimahpar, Cibinong dan Depok) bervariasi antara kedalaman 20 – 40 m. Batas atas akuifer dalam terletak pada kedalaman 50 – 100 m bmt. Tebal akuifer dalam di DAS Cilwung Hilir (titik pengukuran KLH, Jakarta) 20 – 40 m. Batas atas akuifer terletak pada kedalaman lebih dari 80 m bmt. 4. Berdasarkan topografi dan panjang lereng DAS ciliwung, maka dapat ditentukan besarnya gradien hidrolik. Gradien hidrolik pada DAS Ciliwung Hulu berkisar antara 0.0709 – 0.101. gardien hidrolik di DAS Ciliwung Tengah antara 0.007 sampai 0.0709, sedangkan di DAS Ciliwung Hilir sebesar 0.004.
104
5. Batuan penyusun akuifer di DAS Ciliwung Hulu umumnya adalah pasir dan batu pasir kasar. Kondisi ini memilki nilai konduktivitas yang cukup baik yaitu sebesar 12 - 45 m/hari. Batuan penyusun akuifer di DAS Ciliwung Tengah dan Hilir umumnya berupa lempung pasiran dan pasir. Jenis batuan ini memilki konduktivitas sebesar 0.08 – 12 m/hari. 4.4. Penampang Melintang Akuifer Penampang akuifer di DAS Ciliwung diperlukan untuk menganalisis sebaran akuifer secara melintang. Distribusi akuifer akan terlihat jelas berdasarkan sebaran tahanan semu batuan yang di korelasikan dengan tahanan jenis batuan. sebaran akuifer divisualisasaikan secara dua dimensi dengan gambar cross-section selatan – utara.
Gambar 25. Cross-section Akuifer Selatan – Utara di DAS Ciliwung Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa sebaran akuifer pada DAS Ciliwung bagian hulu didominasi oleh pasir – breksi pasiran. Bagian tengah dari pengukuran, ditemukan lapisan breksi padu-tuf boulder dengan tahanan jenis yang besar. Semakin ke hilir, tahanan jenis makin turun dan berarti juga lapisan akuifer diperkirakan menuju pasir - pasir lempungan. Cross-section yang didapatkan memperlihatkan cekungan airtanah di DAS Ciiwung dapat dibagi menjadi dua zona. Zona pertama adalah dari hulu DAS sampai titik pengukuran cibinong, zona
105
kedua dimulai dari cibinong sampai ke hilir DAS Ciliwung. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Naryanto, 1996 bahwa cekungan airtanah di DAS Ciliwung terbagi dua. Cekungan airtanah mengecil di daerah antara Cibinong da Depok. Cekungan airtanah di DAS Ciliwung disajikan pada gambar berikut:
Discharge Zone
Intermediete Zone
Recharge Zone
Sumber : Naryanto, 1996 Gambar 26. Cekungan Airtanah di DAS Ciliwung Cekungan airtanah dan sebaran akuifer yang didapatkan dari penelitian ini akan mempengaruhi cadangan airtanah di DAS Ciliwung. Cadangan airtanah dapat dikempokkan menjadi dua yaitu zona airtanah Bogor dan zona aitanah Jakarta. Zona airtanah Bogor meliputi kawasanPuncak Bogor sampai Cibinong. Zona airtanah Jakarta mulai dari Depok sampai Teluk Jakarta. 4.5. Potensi Cadangan Airtanah Potensi airtanah di DAS Ciliwung dihitung dengan menggunakan Persamaan Darcy yaitu : =
×
×
ℎ
Dimana Q
: volume airtanah
K
: Konduktivitas hidrolik (m/hari) 106
∂h/∂l : kemiringan hidrolik : luas akuifer (m2)
A
Airtanah di daerah studi diduga berasal dari arah selatan yaitu Kab. Bogor bagaian selatan ke utara yang mengalir secara gravitasi melalui akuifer tanah. Dengan menghitung faktor konduktivitas hidrolik, penampang akuifer dan kemiringan hidrolik dapat ditentukan potensi airtanah di daerah tersebut. 4.7.1. Potensi Cadangan Airtanah Zona Bogor Potensi Cadangan Airtanah Bebas Berdasarkan hasil geolistrik, airtanah bebas (airtanah dangkal) berada pada kedalaman 2 sampai 25 m bawah muka tanah setempat. Ketebalan akuifer bebas adalah 10 - 45 m. Lebar akuifer dibatasi oleh lapisan kedap yang berjarak 2.29 – 5 Km dengan jenis akuifer pasir - pasir kasar konduktivitas hidrolik antara 12 – 45 m/hari. Kemiringan hidrolik daerah studi
bervariasi antara
0.004 – 0.101
sehingga didapatkan potensi airtanah 584,211.29 m3/hari atau 6.76 m3/detik. Potensi Cadangan Airtanah Dalam Airtanah dalam terletak pada akuifer yang tertekan dengan kedalaman lebih dari 40 m bmt. Ketebalan akuifer mencapai 30 - 60 m. Akuifer dibatasi oleh satuan batuan nir akuifer dengan jarak 8.9 Km dengan jenis akuifer pasir, breksi pasir. Konduktivitas hidrolik antara 12 – 45 m/hari. Kemiringan hidrolik daerah studi
bervariasi antara
0.004 – 0.101 sehingga didapatkan potensi airtanah
3
2,028,514.23 m /hari atau 23.48 m3/detik. Tabel 24. Potensi Cadangan Airtanah di Das Ciliwung Zona Bogor No
Airtanah
1 2
Airtanah Bebas Airtanah Dalam
h (m) 45 50
Param K w (m) (m/hari) 5,142.85 25 8,928.57 45
∂h/∂l 0.1010 0.1010
Q (m3/hari)
Q (m3/dtk)
584,211.29 2,028,514.23
6.76 23.48
4.6.2. Potensi Cadangan Aitanah Zona Jakarta Potensi Cadangan Aitanah Bebas Berdasarkan hasil geolistrik, airtanah bebas (airtanah dangkal) berada pada kedalaman 2 sampai 25 m bawah muka tanah setempat. Ketebalan akuifer bebas adalah 20 - 30 m. Lebar akuifer dibatasi oleh lapisan kedap yang berjarak 2.29 – 4.5 Km dengan jenis akuifer pasir lempungan, pasir halus dan pasir. 107
Konduktivitas hidrolik antara 0.08 – 12 m/hari. Kemiringan hidrolik daerah studi bervariasi antara 0.004 – 0.027 sehingga didapatkan potensi airtanah 131,208.55 m3/hari atau 1.52 m3/detik. Potensi Cadangan Airtanah Dalam Airtanah dalam di DAS Ciliwung Tengah terletak pada akuifer yang tertekan dengan kedalaman lebih dari 25 m bmt. Ketebalan akuifer mencapai 45 m. Akuifer dibatasi oleh satuan batuan nir akuifer dengan jarak 34.3 Km dengan jenis akuifer pasir, pasir lempungan. Konduktivitas hidrolik antara 0.08 - 12 m/hari. Kemiringan hidrolik daerah studi bervariasi antara 0.004 – 0.101 sehingga didapatkan potensi airtanah 369,985.73 m3/hari atau 4.28 m3/detik. Tabel 25. Potensi Cadangan Airtanah di DAS Ciliwung Zona Jakarta Param No 1 2
Airtanah Airtanah Bebas Airtanah Dalam
h (m) 30 30
w (m) 4571.42 34,375.00
K (m/hari) 12 4.5
∂h/∂l 0.0797 0.0797
Q (m3/hari) 131,208.55 369,985.73
Q (m3/detik) 1.52 4.28
108
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan : 1. Batuan penyusun akuifer bagian hulu DAS Ciliwung adalah pasir, batupasir dan breksi pasiran. Batuan penyusun akuifer bagian tengah adalah pasir, pasir lempungan dan sebagian breksi pasiran. Batuan penyusun akuifer bagian hilir umumnya adalah pasir dan pasir lempungan. 2. Tebal akuifer bebas di bagian DAS Ciliwung Hulu (titik pengukuran Gunung Mas, Cisarua, Megamendung dan Ciawi) bervariasi 10 – 45 m. Batas atas lapisan akuifer bebas terletak pada kedalaman antara 1 – 25 m bmt. Tebal akuifer bebas di DAS Ciliwung Tengah (titik pengukuran Cimahpar, Cibinong dan Depok) bervariasi antara 10 – 41 m. Batas atas akuifer bebas terletak pada kedalaman 1 – 9 m bmt. Tebal akuifer bebas di DAS Cilwung Hilir (titik pengukuran KLH, Jakarta) 5 – 10 m. Batas atas akuifer terletak pada kedalaman 8 – 12 m bmt. 3. Tebal akuifer dalam di bagian DAS Ciliwung Hulu (titik pengukuran Gunung Mas, Cisarua, Megamendung dan Ciawi) bervariasi 30 – 60 m. Batas atas lapisan akuifer dalam terletak pada kedalaman lebih dari 40 m bmt. Tebal akuifer dalam di DAS Ciliwung Tengah (titik pengukuran Cimahpar, Cibinong dan Depok) bervariasi antara 20 – 40 m. Batas atas akuifer dalam terletak pada kedalaman 50 – 100 m bmt. Tebal akuifer dalam di DAS Cilwung Hilir (titik pengukuran KLH, Jakarta) 20 – 40 m. Batas atas akuifer terletak pada kedalaman lebih dari 80 m bmt. 4. Berdasarkan topografi dan panjang lereng DAS ciliwung, maka dapat ditentukan besarnya gradien hidrolik. Gradien hidrolik pada DAS Ciliwung Hulu berkisar antara 0.0709 – 0.101. gardien hidrolik di DAS Ciliwung Tengah antara 0.007 sampai 0.0709, sedangkan di DAS Ciliwung Hilir sebesar 0.004. 5. Batuan penyusun akuifer di DAS Ciliwung Hulu umumnya adalah pasir dan batu pasir kasar. Kondisi ini memilki nilai konduktivitas yang cukup 109
baik yaitu sebesar 12 - 45 m/hari. Batuan penyusun akuifer di DAS Ciliwung Tengah dan Hilir umumnya berupa lempung pasiran dan pasir. Jenis batuan ini memilki konduktivitas sebesar 0.08 – 12 m/hari. 6. Potensi airtanah bebas (dangkal) di DAS Ciliwung zona Bogor adalah 584,211.29 m3/hari atau 6.76 m3/detik. sedangkan di DAS Ciliwung Zona Jakarta 131,208.55 m3/hari atau 1.52 m3/detik. 7. Potensi airtanah dalam di DAS Ciliwung Zona Bogor 2,028,514.23 m3/hari atau 23.48 m3/detik, sedangkan di DAS Ciliwung Zona Jakarta 341,689.56 m3/hari atau 3.95 m3/detik. 5.2. Saran Saran dari penelitian ini adalah : 1. Perlu adanya kajian lebih mendalam konduktivitas hidrolik di DAS Ciliwung. 2. Apabila akan diadakan ekplorasi airtanah disuatu daerah di DAS Ciliwung, maka perlu adanya kajian yang lebih hidrogeologi mendalam di daerah tersebut. 3. Perlu adanya kajian penentuan daerah resapan (recharge area) di DAS Ciliwung untuk menjaga keberansungan airtanah.
110
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1996. Konstruksi Pengembangan Inderaja untuk Sumber Daya Air di Kabupaten Bogor. Laporan Penelitian. Badan Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta. 1999. Pola pemanfaatan sumberdaya alam/air Kabupaten Bogor. BPPT dan Bappeda Kabupaten Dati II Bogor, Bogor. . 2001. Rencana Terperinci Tata Ruang Kawasan BOPUNJUR. Pemerintah Kabupaten Bogor, Bogor. . 2002. Ciliwung integrated urban and river management. Makalah pada Rapat Kerja Tim Koordinasi Pengelolaan Sungai Ciliwung, 17 April 2002, Departemen Kimpraswil, Jakarta. . 2007. Pengendalian Banjir Daerah Aliran Sungai Citarum – Ciliwung. Departemen Kehutanan. Bogor . 2008. Pengukuran Geolistrik Untuk Menunjang Sumur Resapan KLH. Coreewell. Jakarta. Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor Asdak C. 1995. Hidrologi dan pengolahan air sungai. Gajah Mada Univesity Press, Yogyakarta Balek, J. 1989. Groundwater Resource Assessment. Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam Bowen, R. 1986. Groundwater. Elsevier Applied Science Publishers. London and New York Chow, V.T. 1964. Handbook of Applied Hydrology. Mc Graw Hill, New York Dawson, K.J. Istok, J.D. 1991. Aquifer Testing: Design and Analysis of Pumping and Slug Tests. Lewis Publishers: Michigan. Dobrin, M.B. 1998. Introduction to Geophysical Prospecting, 4rd edition. Mc Graw Hill Book. Co.Singapore. Fetter, C. W. 1994. Applied Hydrogeology. 3rd ED. Merrill Publishing Company, Ohio Kashef, A.A.I.1987.Ground waterEngineering, Me Graw – Hill Book Co, Singapore. Kodoatie, R.J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Kusnaedi. 1996. Sumur Resapanuntuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan. Penebar Swadaya, Jakarta Landon, J.R. 1984. Booker Tropical Soil Manual, Booker Agriculturen International Limited, New York. Lee, T.R. 1999. Water Management in the 21st Century. Edward Elgar Publishing: Cheltenham 111
Linsley, R.K. dan Franzini, J.B. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga, Jakarta Loke, M.H. 2004. 2-D and 3-D Electrical Imaging Survey. 62nd EAGE Conference&Technical Exhibition Extended Abstrack, D-2. Diakses 11 Januari 2012 di http://www.geoelctrical.com Loke, M.H. and Barker, R.D. 1996. Rapid Least-squares Inversion of Apparent. Resistivity Pseudosection by Quasi-Newton Method. Geophysics Prospecting 44,131-152. Mays, L.W. dan Tung, Y.K. 1992. Hydrosystem Engineering & Management, Mc Graw-Hill, Singapore Mays, L.W. 2005. Water Resources Engineering. Second Edition. John Wiley & Sons, New York Nemec, J. 1972. Engineering Hydrology. Mc Graw-Hill, London Pawitan, H. 2002. Hidrologi DAS Ciliwung dan Andilnya terhadap Banjir Jakarta. Makalah untuk Lokakarya Pengelolaan DAS Terpadu di Era Otonomi Daerah: Peningkatan Kapasitas Multipihak Dalam Pengendalian Banjir DKI Jakarta, 8 Mei 2002. Jakarta Pujianto, H. 1997. Kondisi Tata Air dan Penutupan Lahan di DAS Ciliwung, Jawa Barat. Tesis. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor. Quener, E.P. 2001. The Effect of Human Interventions on Groundwater Recharge. Paper in Impact of Human Activity on Groundwater Dinamics. Proceeding of Sixth IAHS Scientific Assembly, July 2001, Maastrict, Netherland. IAHS Publ. 269 : 59-56. Robinson, C. 1988. Basics Exploration Geophysics, John Willey And Son Inc., Canada. Schwab, G.O. Frevert R.K. and Barnes T. 1968. Soil and Water Conservation Engineering. 3rd edition. Jihn Willey & Sons Inc. New York. Seyhan, E. 1977. Fundamentals of Hydrology. Geografisch Instituut der Rijksuniversiteit te Utrecht, Utrecht. Shimer, A.J. 1968. An Introuction to Geology. Appleton Century Crofts, New York Soemarto, C.D. 1995. Hidrologi Untuk teknik: Erlangga. Jakarta Sorodarsono, S dan Takeda, K. 1999. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta Srijatno. 1980. Geofisika Terapan. Departemen Fisika ITB, Bandung. Telford L.W. Geldart L.P. and Sheriff R.E. 1976. Applied Geophysics. 2nd edition, Cambridge University Press, New York. Todd, D. K. 1995. Groundwater Hydrology. Second Edition. John Wiley & Sons, Singapore.
112
Vingoe, P. 1972. Electrical Resistivity Surveying. Geophysical Memorandum. New York Wagner, J.M. Shamir U. and Nemati H.R. 1992. Groundwater quality management under urcertainty : stochastic programming approach and the value of Information. Water Resources Research 28 (5) : 1511-1530. Walton, W.C. 1970. Groundwater Resources Evaluation. John Wiley and Sons Inc., New York. Ward, A.D. dan Elliot W.J. 1995. Enviromental Hydrology. CRC Press Inch., Florida Waspodo, R.S.B. 2006. Manajemen Pengendalian Banjir. Disampaikan dalam Lokalatih Manajemen DAS Tingkat Dasar Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta, 20 April 2006
113
LAMPIRAN
114
Lampiran 1. Peta DAS Ciliwung (Lokasi Penelitian)
113
Lampiran 2. Titik Pengukuran Geolistrik
114
Lampiran 3. Lisensi Software Progress 3.0
115
Lampiran 4. Data Pengukuran Geolistrik di Gunung Mas Titik Pengukuran : Gunung Mas Elevasi : 1098 m
No
MN/2
AB/2
K1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
0.25 0.25 0.25 0.25 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
1.0 1.5 2.5 3.0 3.0 4.0 5.0 6.5 8.0 10.0 10.0 12.5 16.0 20.0 25.0 30.0 30.0 40.0 50.0 65.0 80.0 100.0 100.0 125.0 160.0 200.0 250.0 300.0
5.89 13.74 38.86 56.13 17.66 32.32 51.16 87.27
Koordinat
K2
K3
K4
132.80 208.16 58.88 94.20 156.84 247.28 388.58 561.28 176.63 323.16 511.56 872.66 1,327.96 2,081.56 588.75 942.00 1,568.43 2,472.75 3,885.75 5,612.75
6⁰ 42’ 11.84” LS 106⁰ 58’ 15.57” BT
V (mV) 80.755 22.670 4.372 3.510 11.240 6.486 3.769 5.057 3.475 4.563 8.127 5.278 3.231 4.099 5.035 3.368 6.306 3.250 4.253 6.805 5.195 4.270 6.295 3.566 6.186 4.580 2.594 2.025
I (mA) 0.999 0.999 0.999 1.999 1.999 1.998 1.998 4.998 4.997 9.994 4.997 4.997 4.996 9.993 19.980 19.980 9.992 19.980 49.940 49.940 49.945 19.980 19.980 19.940 49.940 49.940 44.385 49.965
ρ (rho) Ωm 475.92 311.74 170.06 98.55 99.31 104.91 96.50 88.30 92.35 95.04 95.75 99.50 101.43 101.43 97.92 94.61 111.47 52.57 43.57 118.91 138.13 444.86 185.49 168.46 194.28 226.78 227.10 227.48
116
Lampiran 5. Data Pengukuran Geolistrik di Pasir Muncang, Megamendung Titik Pengukuran : GL1 Megamendung Elevasi : 677 m
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
MN/2 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 5 5 5 5 5 5 5 5 25 25 25 25 25 25
AB/2 1.5 2.5 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 15.0 15.0 20.0 25.0 30.0 40.0 50.0 60.0 75.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0
K1
Koordinat
K2
K3
K4
6.28 18.84 49.46 112.26 200.18 313.22 451.38 705.72 62.80 117.75 188.40 274.75 494.55 777.15 1,122.55 1,758.40 314.00 588.75 942.00 1,373.75 1,884.00 2,472.75
6⁰ 37’ 43.12” LS 106⁰ 54’ 17.49” BT
V (mV) 1754.0 1128.0 700.0 279.0 219.0 174.0 105.0 74.0 730.0 384.0 273.0 224.0 106.0 39.0 43.0 41.0 147.0 85.0 22.0 22.0 15.6 32.0
I (mA) 129 176 208 156 196 251 242 255 260 268 278 303 187 162 165 229 231 239 98 191 130 345
ρ (rho) Ωm 85.39 120.75 166.44 200.76 223.66 217.13 195.84 204.80 176.32 168.72 185.01 203.12 280.33 187.09 292.54 314.82 199.82 209.39 211.47 158.23 226.08 229.36
117
Lampiran 6. Data Pengukuran Geolistrik di Ciawi Titik Pengukuran : PT. Hokkan Elevasi : 630 m
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
MN/2 0.25 0.25 0.25 0.25 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
AB/2
K1
1.0 1.5 2.5 3.0 3.0 4.0 5.0 6.5 8.0 10.0 10.0 12.5 16.0 20.0 25.0 30.0 30.0 40.0 50.0 65.0 80.0 100.0 100.0 125.0 160.0 200.0 250.0 300.0
5.89 13.74 38.86 56.13 17.66 32.32 51.16 87.27
Koordinat
K2
K3
K4
132.80 208.16 58.88 94.20 156.84 247.28 388.58 561.28 176.63 323.16 511.56 872.66 1,327.96 2,081.56 588.75 942.00 1,568.43 2,472.75 3,885.75 5,612.75
6⁰ 42’ 11.84” LS 106⁰ 58’ 15.57” BT
V (mV) 284.90 115.10 52.70 160.90 105.40 62.30 52.80 25.00 14.00 7.40 21.70 15.20 9.80 5.40 5.70 4.30 11.90 5.90 3.80 2.90 2.20 1.50 6.90 3.80 1.90 0.80 0.70 0.50
I (mA)
ρ (rho) Ωm
23.30 20.40 23.60 23.40 22.10 23.50 32.60 26.00 23.60 22.80 22.90 27.40 27.50 26.40 50.00 58.70 58.80 60.80 67.10 87.80 100.60 102.10 102.00 87.30 78.30 87.50 96.30 100.30
72.05 77.58 86.85 386.29 84.31 85.75 82.93 83.99 78.85 67.62 55.84 52.30 55.94 50.63 44.34 41.15 35.78 31.39 29.00 28.85 29.07 30.61 39.86 41.04 38.09 22.63 28.27 28.01
118
Lampiran 7. Data Pengukuran Geolistrik di Cimahpar Titik Pengukuran : Cimahpar Elevasi : 1098 m
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
MN/2 0.25 0.25 0.25 0.25 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
Koordinat :
AB/2
K1
1.0 1.5 2.5 3.0 3.0 4.0 5.0 6.5 8.0 10.0 10.0 12.5 16.0 20.0 25.0 30.0 30.0 40.0 50.0 65.0 80.0 100.0 100.0 125.0 160.0 200.0 250.0 300.0
5.89 13.74 38.86 56.13 17.66 32.32 51.16 87.27
K2
K3
K4
132.80 208.16 58.88 94.20 156.84 247.28 388.58 561.28 176.63 323.16 511.56 872.66 1,327.96 2,081.56 588.75 942.00 1,568.43 2,472.75 3,885.75 5,612.75
6⁰ 42’ 11.84” LS 106⁰ 58’ 15.57” BT
V (mV) 826.3 282.4 150.7 117.3 318.8 164.8 120.1 95.8 61.2 36.4 119.7 63.8 36.8 19.1 11.3 6.3 19.7 8.5 5.8 3.9 4.5 2.6 11.3 10.1 2.5 4.7 4.3 2.6
I (mA) 46.9 24.1 24.9 25.1 25.1 25.1 24.3 31.8 29.5 27.4 27.3 24.9 25.7 23.6 28.0 23.1 23.1 25.8 27.1 20.6 45.0 46.8 47.2 63.0 66.1 47.6 62.3 57.1
ρ (rho) Ωm 72.05 77.58 86.85 386.29 84.31 85.75 82.93 83.99 78.85 67.62 55.84 52.30 55.94 50.63 44.34 41.15 35.78 31.39 29.00 28.85 29.07 30.61 39.86 41.04 38.09 22.63 28.27 28.01
119
Lampiran 8. Data Geolistrik di UI Depok Titik Pengukuran : UI Depok Elevasi : 48 m
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
MN/2 0.25 0.25 0.25 0.25 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
Koordinat :
AB/2
K1
1.0 1.5 2.5 3.0 3.0 4.0 5.0 6.5 8.0 10.0 10.0 12.5 16.0 20.0 25.0 30.0 30.0 40.0 50.0 65.0 80.0 100.0 100.0 125.0 160.0 200.0 250.0 300.0
5.89 13.74 38.86 56.13 17.66 32.32 51.16 87.27
K2
K3
K4
132.80 208.16 58.88 94.20 156.84 247.28 388.58 561.28 176.63 323.16 511.56 872.66 1,327.96 2,081.56 588.75 942.00 1,568.43 2,472.75 3,885.75 5,612.75
6⁰ 42’ 11.84” LS 106⁰ 58’ 15.57” BT
V (mV) 15.24 6.64 3.01 3.85 3.46 4.78 3.14 5.19 4.71 5.92 9.76 5.72 6.12 3.87 5.86 4.02 4.88 5.92 3.41 3.60 4.47 2.65 9.54 5.19 2.57 1.21 0.52 0.27
I (mA)
ρ (rho) Ωm
1.00 1.00 2.00 5.00 2.00 4.99 4.99 9.99 9.98 19.96 9.99 9.99 19.97 19.97 49.92 49.92 19.97 49.92 49.92 99.80 199.40 199.40 199.40 199.35 99.83 99.82 92.90 199.45
89.87 91.32 58.55 43.30 30.60 30.93 32.21 45.39 62.76 61.84 57.59 53.97 48.10 47.90 45.62 45.25 43.24 38.34 34.99 31.51 29.77 27.69 28.20 24.53 40.40 29.90 21.69 7.49
120
Lampiran 9. Data Pengukuran Geolistrik di Cimanggis Depok Titik Pengukuran : Cimanggis, Depok Elevasi : 48 m
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
MN/2 0.25 0.25 0.25 0.25 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00 25.00
AB/2
K1
1.0 1.5 2.5 3.0 3.0 4.0 5.0 6.5 8.0 10.0 10.0 12.5 16.0 20.0 25.0 30.0 30.0 40.0 50.0 65.0 80.0 100.0 100.0 125.0 160.0 200.0 250.0 300.0
5.89 13.74 38.86 56.13 17.66 32.32 51.16 87.27
Koordinat :
K2
K3
K4
132.80 208.16 58.88 94.20 156.84 247.28 388.58 561.28 176.63 323.16 511.56 872.66 1,327.96 2,081.56 588.75 942.00 1,568.43 2,472.75 3,885.75 5,612.75
6⁰ 42’ 11.84” LS 106⁰ 58’ 15.57” BT
V (mV)
I (mA)
ρ (rho) Ωm
265.0 245.4 174.0 40.0 35.6 32.6 19.4 13.6 117.0 66.8 53.0 47.4 4.4 4.4 6.6
116.0 263.0 418.0 205.0 311.0 420.0 377.0 420.0 422.0 602.0 645.0 794.0 117.0 177.0 451.0
14.36 17.60 20.61 21.92 22.93 24.33 23.25 22.87 17.43 13.08 15.50 16.42 18.62 19.34 16.44
9.2 5.9
441.0 484.0
19.67 16.81
3.4 3.6
580.0 641.0
14.56 21.84
265.0 245.4 174.0
116.0 263.0 418.0
14.36 17.60 20.61 21.92
121
Lanjutan Lampiran 9. Titik Pengukuran : Elevasi : 48
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
MN/2 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 5.0 5.0 5.0 5.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0
Cimanggis, Depok
AB/2 1.5 2.5 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 15.0 15.0 20.0 25.0 30.0 30.0 40.0 50.0 60.0 75.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0 250.0 300.0
K1
Koordinat :
K2
K3
K4
6.3 18.8 49.5 112.3 200.2 313.2 451.4 705.7 62.8 117.8 188.4 274.8 125.6 235.5 376.8 549.5 867.4 314.0 588.8 942.0 1,373.8 1,884.0 2,472.8 3,885.8 5,612.8
6˚40'57,510" LS 106˚51'11,315" BT
V (mV)
I (mA)
ρ (rho) Ωm
1220.0 583.0 319.6 168.6 103.6 72.0 29.2 50.4 210.6 122.2 77.7 53.5
313.0 445.0 563.0 621.0 643.0 708.0 437.0 434.0 438.0 528.0 602.0 724.0
24.50 24.70 28.10 30.50 32.28 31.88 30.19 82.03 30.22 27.28 24.34 20.32
20.6
821.0
19.52
27.3 16.4 7.8
779.0 875.0 724.0
20.65 17.67 14.81
122
Lanjutan Lampiran 9.
Titik pengukuran : Cimanggis, Depok Elevasi : 48
No
MN/2
AB/2
K1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 5.0 5.0 5.0 5.0 10.0 10.0 10.0 10.0 10.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0
1.5 2.5 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 15.0 15.0 20.0 25.0 30.0 30.0 40.0 50.0 60.0 75.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0 250.0 300.0
6.3 18.8 49.5 112.3 200.2 313.2 451.4 705.7
Koordinat :
K2
K3
K4
62.8 117.8 188.4 274.8 125.6 235.5 376.8 549.5 867.4 314.0 588.8 942.0 1,373.8 1,884.0 2,472.8 3,885.8 5,612.8
6˚40'57,510" LS 106˚51'11,315" BT
V (mV)
I (mA)
2944.0 234.7 68.8 26.0 41.4 23.6 28.1 14.9 123.5 91.2 65.9 48.2 27.6 17.6
546.0 161.0 147.0 153.0 454.0 155.0 251.0 377.0 382.0 484.0 521.0 543.0 562.0 602.0
16.4 9.6 6.3
630.0 724.0 632.0
ρ (rho) Ωm 33.89 27.49 23.17 19.09 18.27 47.73 50.58 27.92 20.32 22.21 23.85 24.41 24.31 22.74
15.34 12.50 13.71 11.04 10.31 33.89
123
Lampiran 10. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Gunug Mas
124
Lampiran 11. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Cisarua
125
Lampiran 12. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Megamendung
126
Lampiran 13. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Ciawi
127
Lampiran 14. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Cimahpar
128
Lampiran 15. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Cibinong
129
Lampiran 16. Kurva VES (Vertical Electrical Sounding) di Depok
130
Lanjutan Lampiran 16.
131
Lanjutan Lampiran 16.
132
Lampiran 17. Bore Log Batuan di Gunung Mas dan Cisarua
133
Lampiran 18. Bore log Batuan di Cisarua (GL6 – GL9)
134
Lampiran 19. Bore log Batuan di Pasir Muncang, Megamendung
135
Lampiran 20. Bore log Batuan di Ciawi (ST1 – ST5)
136
Lampiran 21. Bore log Batuan di Ciawi (G1 – G5)
137
Lampiran 22. Bore log Batuan di Cimahpar dan Cibinong (GL1 – GL3)
138
Lampiran 23. Bore log Batuan di Cimanggis, Depok
139
Lampiran 24. Bore log Batuan di Kementerian Lingkungan Hidup Jakarta
140