PREDIKSI POTENSI CADANGAN AIRTANAH MENGGUNAKAN PERSAMAAN DARCY DI KOTA TANGERANG SELATAN, PROVINSI BANTEN
SKRIPSI
HUSNA KUSNANDAR F44080026
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PREDICTION OF GROUNDWATER STORAGE POTENTIAL BY DARCY‟S LAW IN SOUTH TANGERANG CITY, BANTEN PROVINCE Husna Kusnandar Department of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor 16002 Indonesia Phone +6285271149710, email:
[email protected]
ABSTRACT Water is very important for human beings. Sources of freshwater that can be used is only 3% of the total water availability on earth. One of fresh water’s sources that can be used is groundwater. The objective of this study was to determine the capacity of groundwater storages (discharge) in aquifers at South Tangerang city using the Darcy equation. The method of research was include several stages, such as the preparation phase, data collection, data processing, data analysis, and presentation of results. Data were obtained from geoelectric measurements using Schlumberger software, and were used to analyse the type and depth of rock layers. Beside, the data were also used to determined the position of confined and unconfined aquifer. The flownet of confined and unconfined aquifer indicated the scheme of groundwater’s flow and was used to decide the cross section of the flow. Darcy equation required another parameter called hydraulic conductivity. In this research, the aquifer was dominated by sand, so the hydraulic conductivity for sand (12 m/day) was used in calculation. As the result groundwater storages on unconfined aquifer was 3551,50 m3/day, while on confined aquifer was 16864.11 m3/day. Key words: confined aquifer, unconfined aquifer, hydraulic conductivity, discharge, flownet.
HUSNA KUSNANDAR. F44080026. Prediksi Potensi Cadangan Airtanah Menggunakan Persamaan Darcy Di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Di bawah bimbingan Roh Santoso Budi Waspodo. 2012
RINGKASAN Ketersediaan air dalam tubuh makhluk hidup sangatlah penting, terutama dalam tubuh manusia. Air tawar yang dapat digunakan untuk kehidupan makhluk hidup hanya 3 % dari seluruh ketersediaan air di muka bumi. Salah satu sumber air tawar yang dapat digunakan tersebut adalah airtanah (groundwater). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah cadangan airtanah yang terdapat pada akuifer di kota Tangerang Selatan dengan menggunakan persamaan Darcy. Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap, seperti tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan penyajian hasil. Tahap persiapan dan pengumpulan data dimulai dengan pengukuran geolistrik di tujuh lokasi di Tangerang Selatan. Tujuh lokasi pengukuran geolistrik ini merupakan kecamatan-kecamatan yang berada di Tangerang Selatan, sehingga akan mewakili kondisi airtanah pada kota Tangerang Selatan. Untuk memperoleh prediksi cadangan airtanah digunakan persamaan Darcy. Data yang diperoleh dari pengukuran geolistrik diolah menggunakan software schlumberger, sehingga diperoleh jenis batuan serta kedalamannya dari permukaan tanah. Dari data tersebut dapat diketahui posisi akuifer dangkal dan akuifer dalam di wilayah Tangerang Selatan. Selain itu juga dapat diketahui pola jejaring aliran (flownet) dari akuifer dalam dan akuifer dangkal. Hal ini untuk mengetahui bagian penampang akuifer dari arah aliran air tersebut. Dari pengolahan data menggunakan software surfer 9, dapat dilihat bahwa aliran airtanah mengalir dari Selatan ke Utara baik pada akuifer dalam maupun pada akuifer dangkal. Data lain yang diperlukan untuk melakukan perhitungan potensi cadangan airtanah diantaranya adalah bar log posisi akuifer, penampang melintang akuifer, peta topografi Tangerang Selatan, serta elevasi muka airtanah. Setelah memperoleh data tersebut dengan menggunakan software Surfer 9 dapat dibuat gambar kontur muka airtanah baik yang dangkal maupun yang dalam. Bar log posisi akuifer dapat digunakan untuk menghitung nilai gradien hidrolik (kemiringan muka airtanah). Nilai gradien hidrolik yang diperoleh menunjukkan bahwa kemiringan muka artanah untuk akuifer dangkal lebih kecil dibandingkan akuifer dalam. Elevasi muka airtanah digunakan untuk menghitung ketebalan akuifer di tiap titik, sehingga diperoleh nilai ketebalan akuifer rata-rata untuk wilayah Tangerang Selatan baik pada akuifer dangkal maupun pada akuifer dalam. Ketebalan akuifer kemudian dapat digunakan pada perhitungan rumus Darcy. Salah satu parameter perhitungan Darcy lainnya yaitu nilai konduktivitas hidrolik, yang menunjukkan mudah atau tidaknya aliran air mengalir dalam suatu batuan. Pada penelitian ini, digunakan nilai konduktivitas sebesar 12 m/hari yang merupakan nilai konduktivitas hidrolik jenis batuan pasir. Setelah melakukan perhitungan, diperoleh cadangan air tanah pada akuifer dangkal sebesar 3551,50 m3/hari, sedangkan pada akuifer dalam sebesar 16864.11 m3/hari.
.
PREDIKSI POTENSI CADANGAN AIRTANAH MENGGUNAKAN PERSAMAAN DARCY DI KOTA TANGERANG SELATAN, PROVINSI BANTEN
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar SARJANA TEKNIK di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : HUSNA KUSNANDAR F44080026
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Prediksi Potensi Cadangan Airtanah Menggunakan Persamaan Darcy di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten : Husna Kusnandar : F44080026
Menyetujui, Pembimbing Akademik,
(Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT) NIP 19620714 198703 1 004
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS) NIP 19561025 198003 1 003
Tanggal ujian
: 25 Juni 2012
Tanggal lulus
:
ii
PERNYATAAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Prediksi Potensi Cadangan Airtanah Menggunakan Persamaan Darcy di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012 Yang membuat pernyataan
Husna Kusnandar F44080026
iii
© Hak cipta milik Husna Kusnandar, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dumai, Riau pada tanggal 04 Oktober 1990 dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Alfa Fauzan dan Ibu Ede Wisna. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan SD 03 YKPP, Dumai. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 (SMPN 2) Mandau Duri, Riau dan lulus tahun 2005. Tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMAN 1) di Kota Dumai dan lulus tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut pertanian Bogor melalui SNMPTN pada Departemen Teknik Sipil & Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian dan menyelesaikan studi sarjananya pada tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota BEM-F periode 2009-2010, dan pengurus HIMATESIL periode 2010-2011. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mekanika Fluida pada semester 5. Penulis melakukan kegiatan Praktik Lapangan di Kilang Minyak RU (Refinery Unit) II Dumai, Riau dengan topik “Penanganan Limbah Cair Di PT Pertamina (Persero) RU II Dumai Dengan Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)”. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di bidang sumberdaya air dengan judul “Prediksi Potensi Cadangan Airtanah Menggunakan Persamaan Darcy di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten” di bawah bimbingan Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT.
v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tidak lupa dihanturkan kepada Nabi Muhammad SAW atas segala suritauladan yang telah diberikan. Laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Laporan ini ditulis berdasarkan kegiatan penelitian yang dilaksanakan di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten dari bulan November 2011 sampai bulan Juni 2012. Pada kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan pada penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Dr. Ir. Yuli Suharnoto, MEng sebagai dosen penguji atas segala masukannya untuk kelengkapan skripsi ini. 3. Bapak, ibu dan keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan secara moral maupun spiritual dalam penyusunan skripsi ini. 4. Teman-teman senasib seperjuangan di Teknik Sipil dan Lingkungan ‟45 dan tim BLH serta bang Pengki Irawan, STP, atas bantuan dan semangatnya selama pelaksanaan dan penyusunan skripsi. 5. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu terlaksananya penelitian hingga tersusunnya laporan ini. Disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan saran dan kritikan sebagai bahan perbaikan laporan ini. Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juli 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................................vi DAFTAR ISI.......................................................................................................................... vii DAFTAR TABEL................................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. x I.
PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 1.1 1.2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
III.
Waktu Dan Tempat ......................................................................................... 14 Bahan dan Alat ................................................................................................ 14 Metode Penelitian ............................................................................................ 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 18 4.1 4.2 4.3
V.
Sumber Daya Air ............................................................................................... 3 Airtanah ............................................................................................................. 6 Jejaring Aliran (Flownet) .................................................................................. 9 Konduktivitas Hidrolik ...................................................................................... 9 Geolistrik ......................................................................................................... 10 Hukum Darcy .................................................................................................. 12
METODOLOGI ....................................................................................................... 14 3.1 3.2 3.3
IV.
Latar Belakang .................................................................................................. 1 Tujuan Penelitian............................................................................................... 2
Keadaan Umum Lokasi Penelitian .................................................................. 18 Pengukuran Geolistrik ..................................................................................... 23 Pengolahan Data .............................................................................................. 25
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 36 5.1 5.2
Kesimpulan ..................................................................................................... 36 Saran................................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 37 LAMPIRAN............................................................................................................................ 39
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Perkiraan jumlah sumber daya air di dunia (Fetter, 1994) ....................................................... 4 Tabel 2. Nilai Konduktivitas Hidrolik (Todd, 1995) ............................................................................ 10 Tabel 3. Keunggulan Geolistrik ........................................................................................................... 11 Tabel 4. Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan .................................................................................. 18 Tabel 5. Data pada excel berupa kedalaman muka airtanah dangkal dan airtanah dalam .................... 26 Tabel 6. Ketebalan akuifer dalam dan dangkal pada tiap titik ............................................................. 27 Tabel 7. Hasil Perhitungan Prediksi Potensi Cadangan Airtanah ......................................................... 35 Tabel 8. Ketentuan Konservasi Airtanah ............................................................................................. 35 Tabel 9. Hasil perhitungan Eksploitasi kategori Zona aman ................................................................ 35
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pembagian dari air bawah permukaan (Todd dan Mays, 2005) ........................................... 6 Gambar 2. Kondisi akuifer secara ideal (Todd, 1995) ........................................................................... 7 Gambar 3. Percobaan Darcy (Bear, 1987)............................................................................................ 13 Gambar 4. Keterangan parameter dalam perhitungan Darcy ............................................................... 16 Gambar 5. Bagan alir metode penelitian .............................................................................................. 17 Gambar 6. Lokasi titik-titik pengukuran geolistrik .............................................................................. 19 Gambar 7. Penampang melintang akuifer dari Selatan ke Utara .......................................................... 24 Gambar 8. Penampang melintang akuifer dari Barat ke Timur ............................................................ 25 Gambar 9. Penjelasan notasi pada excel............................................................................................... 26 Gambar 10. Kontur 2 dimensi muka airtanah dalam ............................................................................ 27 Gambar 11. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dalam ......................................................... 28 Gambar 12. Kontur 2 Dimensi muka airtanah dalam beserta topografi wilayahnya ............................ 28 Gambar 13. Kontur 3 dimensi muka airtanah dalam beserta topografi wilayahnya ............................ 29 Gambar 14. Kontur 2 dimensi muka airtanah dangkal ......................................................................... 29 Gambar 15. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dangkal ...................................................... 30 Gambar 16. Kontur 2 Dimensi muka airtanah dangkal beserta topografi wilayahnya ......................... 30 Gambar 17. Kontur 3 dimensi muka airtanah dangkal beserta topografi wilayahnya ......................... 31 Gambar 18. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dalam beserta legenda ............................... 31 Gambar 19. Penampang akuifer dalam dan penjelasannya. ................................................................. 32 Gambar 20. Bar log posisi akuifer dalam sesuai kedalamannya. ......................................................... 32 Gambar 21. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dangkal beserta legenda ............................ 33 Gambar 22. Penampang akuifer dangkal dan penjelasannya. .............................................................. 34 Gambar 23. Bar log posisi akuifer dangkal sesuai kedalamannya ....................................................... 34
ix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil interpretasi data geolistrik (ST.1-ST.7) ................................................................... 40 Lampiran 2. Hasil interpretasi data geolistrik (ST.8-ST.14) ................................................................. 41 Lampiran 3. Data pada excel berupa topografi titik pengukuran .......................................................... 42 Lampiran 4. Peta administrasi Kota Tangerang Selatan ........................................................................ 43 Lampiran 5. Peta topografi Kota Tangerang Selatan ............................................................................ 44 Lampiran 6. Peta geologi Kota Tangerang Selatan ............................................................................... 45 Lampiran 7. Peta satuan batuan Kota Tangerang Selatan ..................................................................... 46 Lampiran 8. Peta hidrologi airtanah Kota Tangerang Selatan ............................................................... 47 Lampiran 9. Metode penggunaan surfer ................................................................................................ 48
x
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan air dalam tubuh makhluk hidup sangatlah penting, terutama dalam tubuh manusia. Namun, seiring berjalannya waktu, ketersediaan air di muka bumi semakin terasa kelangkaannya. Air tawar yang dapat digunakan untuk kehidupan makhluk hidup hanya 3 % dari seluruh ketersediaan air di muka bumi. Salah satu sumber air tawar yang dapat digunakan dari 3 % tersebut adalah airtanah (groundwater). Airtanah memiliki kapasitas yang lebih banyak dibandingkan jenis air tawar lainnya. Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi hajat hidup manusia. Jenis air yang paling aman untuk dikonsumsi manusia adalah airtanah (Kirsch, 2006). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan air minum juga semakin meningkat. Namun, semakin meningkatnya kebutuhan air minum diiringi dengan menurunnya ketersediaan air baku yang memadai. Hal ini akan menimbulkan krisis air yang merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Faktor utama krisis air ini adalah perilaku manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal. Kerusakan lingkungan yang secara implisit menambah lajunya krisis air semakin dipercepat oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi, baik secara alami maupun migrasi (Kodoatie, 2005). Masyarakat Indonesia telah banyak memanfaatkan airtanah yang biasanya diperoleh dengan membuat sumur-sumur. Hal ini tidak akan menimbulkan kelangkaan airtanah yang signifikan jika terdapat daerah penangkapan air (catchment area) yang cukup untuk mengisi kekurangan airtanah akibat di eksploitasi terus-menerus. Namun, di era saat ini terjadi peningkatan penduduk yang sangat tinggi, sehingga lahan yang seharusnya dijadikan tempat penangkapan air (catchment area) malah ditutupi dengan banyaknya pemukiman penduduk. Dampak dari hal tersebut diantaranya, berkurangnya ketersediaan airtanah, serta banjir di daerah yang lebih rendah. Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota yang saat ini menuju kepada profile kota metropolitan dimana pertumbuhan jasa dan perdagangan menunjukkan trend positif dan ini bagian dari visi Kota Tangerang Selatan, yaitu perdagangan dan jasa. Suatu kota yang menuju kepada Kota Metropolitan, aktivitas dari sektor swasta yang tampak menonjol adalah semaraknya bidang usaha property yaitu pembangunan gedung-gedung perkantoran, pertokoan, apartemen dan perumahan perumahan. Dengan memperhatikan dinamika pertumbuhan pembangunan Kota Tangerang Selatan dewasa ini, maka dipandang perlu untuk melakukan Kajian Geohidrologi Kota Tangerang Selatan yang akan menjadi referensi bagi semua pihak dalam membuat program/kegiatan pembangunan fisik di kota ini. Salah satunya melakukan pengkajian potensi cadangan airtanah di kota tangerang Selatan. Ada banyak metode untuk menentukan potensi cadangan airtanah, salah satunya menggunakan hukum darcy.
1
1.2
1. 2. 3. 4. 5.
Tujuan Penelitian Berikut ini merupakan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan: Mengidentifikasi jaringan aliran (flow net) airtanah dengan menggunakan software surfer Menganalisis luas penampang aliran yang mengalir dalam airtanah Menentukan gradien hidrolik dari airtanah Menentukan nilai konduktivitas hidrolik airtanah Menduga ketersediaan airtanah di kota Tangerang Selatan.
2
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber Daya Air
Air merupakan sumberdaya vital yang sekaligus paling berlimpah di muka bumi. Sekitar 71% dari permukaan bumi tertutupi oleh air. Dari seluruh air yang ada di bumi, 97,2 % nya adalah air laut dapat dilihat pada gambar 1. Dan hanya 2,8 % yang berupa air baku (fresh water). Sebanyak 70 % dari air baku tersebut berbentuk benua dan gunung es di kutub bumi. Sisa yang 30 % dari air baku tersebut berada di tanah sebagai kelengasan tanah dan sebagian lagi berada jauh di dalam akifer di perut bumi. Air baku yang siap untuk didayagunakan manusia hanya tersedia kurang dari 1 % atau 0,01 % dari seluruh air yang ada di bumi. Air itu tersedia di danau, sungai, dan di sumur dangkal. Ini menunjukkan bahwa air merupakan sumberdaya yang melimpah di muka bumi sekaligus sangat terbatas untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia. Air adalah satu-satunya diatas bumi yang dalam kondisi sehari-hari dapat ditemui dalam 3 wujud sekaligus, yaitu cair (air), gas (uap air) dan padat (es). Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan asal-muasal kehidupan itu berdiri di planet ini. Air ada di mana-mana baik di samudra, padang es, danau dan sungai. Air meliputi hamper tiga perempat permukaan bumi dan diperkirakan mencapai 1.350 juta kilometer kubik air. Di bawah tanah terdapat sekitar 8,3 juta kilometer kubik air lagi dalam bentuk air tanah. Di dalam atsmofer bumi juga terdapat 12.900 kilometer kubik air yang kebanyakan dalam bentuk uap. Air adalah material yang paling berlimpah di bumi ini, menutupi sekitar 71 % dari muka bumi ini. Makluk hidup hampir seluruhnya tersusun atas air, 50 sampai 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan hidup dan sekitarnya 70 % dari berat tubuh manusia. Manusia dapat hidup sebulan tanpa makanan, tapi hanya bisa bertahan 3 hari saja tanpa air (Kashef , 1987). Di permukaan bumi, sumberdaya air baku tersedia dalam distribusi yang sangat tidak merata. Dalam ukuran curah hujan, maka distribusinya bervariasi dari kondisi sangat berlimpah sampai sama sekali tanpa hujan, seperti di daerah gersang dan padang pasir. Luas wilayah dengan iklim kering dan setengah gersang meliputi 40 % permukaan bumi. Namun wilayah ini hanya memperoleh 2 % dari total air baku. Dari curah hujan yang turun di daratan sekitar 110.000 km3, sebagian besar akan menguap lagi ke udara. Dan sebagian lagi terserap oleh tanaman. Yang terserap bumi dan mengalir menjadi sungai dan danau jumlahnya sekitar 42.700 km3. Ketimpangan distribusi air ini juga dapat dilihat dari jumlah aliran di sungai-sungai dunia. Sungai Amazon misalnya, mengangkangi tidak kurang dari 16 % aliran dunia. Sedang Sungai Congo-Zaire mengambil sepertiga dari aliran benua Afrika. Air seperti halnya energi, adalah hal yang esensial bagi pertanian, industri, dan hampir semua sisi kehidupan manusia. Secara filosofis, air merupakan sumber kehidupan dan sekaligus bermakna bahwa air merupakan zat yang sangat diperlukan bagi kehidupan setiap umat manusia dan seluruh makluk hidup yang diciptakan allah SWT. Air bergerak diatas permukaan tanah dengan aliran utama dan danau semakin landai lahan semakin sedikit pori – pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai – sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan di sekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Jumlah pasokan air wilayah yang berasal dari hujan relatif tetap, tetapi mulai dirasakan tidak mengimbangi tingkat kebutuhan. Kelimpahan sumberdaya air yang dimiliki Indonesia tidak menjamin
3
melimpahnya ketersediaan air di wilayah pada dimensi tepat dan dimensi waktu. Variasi iklim serta kerentanan sistim sumberdaya air terhadap perubahan iklim akan memperparah status krisis air yaitu dengan meningkatnya frekwensi banjir dan panjangnya kekeringan, sehingga ketersediaan air semakin tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan air untuk berbagai penggunaan. Di samping itu dengan dipacunya pertumbuhan ekonomi, permintaan akan sumberdaya air baik kuantitas maupun kualitasnya semakin meningkat pula dan di tempat-tempat tertentu melebihi ketersediaannya. Hal ini menyebabkan sumberdaya air dapat menjadi barang yang langka. Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya. Air akan selalu ada karena air tidak pernah berhenti bersikulasi dari atsmofer ke bumi dan kembali lagi ke atsmofer mengikuti siklus hidrologi. Ketika jumlah penduduk masih terbatas dan alam masih belum banyak terekspoitasi, air terasa berlimpah sepanjang waktu dengan kualitas yang cukup baik, dan ketika itu pula air serasa belum memiliki nilai yang berarti. Ketika keberadaan air dirasakan semakin terbatas, baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya, dan kebutuhan manusia akan air terasa semakin meningkat untuk memenuhi berbagai keperluan, serta kualitas lingkungan dan ekosistem mulai terganggu, pada waktu itu nilai air mulai diperhitungkan. Air tidak hanya berfungsi sosial dan lingkungan tetapi juga memiliki nilai ekonomis (Sosrodarso dan Takeda, 1993). Menurut Arsyad (2000), konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ketanah untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia seefesien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Setiap perlakuan manusia di bumi terhadap pemanfaatan tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat tersebut. Oleh karena itu pemamfaatan sumberdaya air harus dilakukan dengan teratur dan terencana dengan baik. Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya. Tabel 1 menyajikan perkiraan jumlah sumberdaya air di bumi. Tabel 1. Perkiraan jumlah sumber daya air di dunia (Fetter, 1994) Lokasi Volume Air (km3) Persen Air di daratan 37800 2,8 Danau air tawar 125 0,009 Danau air asin dan laut daratan 104 0,008 Sungai 1.25 0,0001 Kelembaban tanah dan air vadase 67 0,005 Airtanah sampai kedalaman 4000m 8350 0,61 Es dan glaciers 29200 2,14 Air di atmosfir 12 0,001 Air di lautan 1.320.000 97,2 Total Air di Dunia
1.360.000
100
Lebih dari 98 % dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam poripori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen sisanya terlihat sebagai air di sungai, danau, dan reservoir. Setengah dari dua persen ini disimpan di reservoir buatan. Sembilan puluh delapan persen dari air di bawah permukaan disebut airtanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka airtanah. Dua persen sisanya adalah kelembaban tanah. Pada tahun 1995, ketersediaan air baku di muka bumi rata-rata sebesar 7.300 m3/kapita/tahun. Dibanding tahun 1970, kondisi ini merosot sebesar 37 %. Ini terjadi sebagai akibat terus
4
meningkatnya jumlah penduduk. Angka ini akan merosot lagi pada 2025 menjadi antara 40 % sampai 60 %. Pada saat itu diperkirakan bahwa 35 % penduduk dunia akan mengalami krisis air. Dalam kaitan dengan meningkatnya jumlah penduduk, Benua Asia meskipun memiliki sumberdaya air baku yang terbesar dibanding benua lain, tetapi ketersediaan air per kapitanya tergolong yang terendah. Bahkan lebih rendah dari Australia/Oceania, benua yang beriklim kering dan rendah curah hujannya. Secara nasional, Indonesia termasuk wilayah yang kaya sumberdaya air. Distribusi sumberdaya air Indonesia per kapita per tahun tidak kurang dari 15.000 m 3. Tetapi kalau dicermati lebih dalam, maka kita akan dikejutkan oleh ketimpangan distribusi ini. Seperti halnya dengan benua Asia, maka Pulau Jawa misalnya, meskipun mendapat karunia hujan yang berlimpah tetapi ketersediaannya per kapita sangatlah rendah. Penduduk Jabotabek yang bermukim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung, hanya memperoleh distribusi 200 m3/kapita/tahun. Suatu angka yang sangat rendah. Dengan bertambahnya kebutuhan air untuk kegiatan manusia dan juga peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat, kelangkaan air merupakan hal yang ada di hadapan kita. Air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi air di udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul mengalir ke tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian mengalir ke laut. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km3 air: 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0.001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi yaitu, penguapan, presipitasi, dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerahdaerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan airtanah). Jadi sungai itu mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (Interflow) dan limpasan airtanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut. Singkatnya ialah: uap dari laut dihembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan. Bagian yang lain mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut. (Mori, 2006)
5
2.2
Airtanah
Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari batuan. (Sosrodarso dan Takeda, 1993). Menurut Todd (1995), airtanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap kedalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut aquifer. Airtanah berasal dari hasil infiltrasi, air sungai, rembesan dari reservoir, rembesan buatan, proses kondensasi, rembesan dari laut, air yang terjebak dalam batuan sedimentasi (air bawaan), dan peremajaan air (volkanik, magmatik, dan kosmik) (Mays, 2005). Kuantitas yang signifikan dari air bawah permukaan dikumpulkan pada formasi batuan air bawah permukaan yang disebut dengan akuifer. Akuifer dapat disebut sebagai formasi batuan yang terdiri dari beberapa material permeable yang cukup jenuh untuk menghasilkan air dalam kuantitas yang signifikan dalam sumur (Lohman et al. 1972).
Gambar 1. Pembagian dari air bawah permukaan (Todd dan Mays, 2005) Lapisan yang mudah dilalui oleh airtanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang terdapat pada pasir dan kerikil, sedangkan lapisan yang sulit air tanah disebut lapisan impermeabel, seperti lapisan lempung atau geluh. Lapisan impermiabel terdiri dari dua jenis yakni lapisan kedap air dan lapisan kebal air (aquifuge), sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lapisan lempung disebut lapisan kedap air (aquiclude). Akuifer (aquifer) adalah salah satu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel baik yang terkonsolidasi (misalnya lepung) maupun yang terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air yang dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidrolik (K) yang berfungsi menyimpan air tanah dalam jumlah besar sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah ekonomis. Dengan demikian, akuifer pada dasarnya adalah kantong air yang berada di dalam tanah. Secara ideal, air pada akuifer akan terisi melalui aliran air yang berasal dari daerah resapan air (recharge area) dapat dilihat pada Gambar 3. Air pada daerah resapan berasal dari air hujan yang mengalir ke dalam lapisan tanah.
6
Gambar 2. Kondisi akuifer secara ideal (Todd, 1995) Aquiclude (impermeabel layer), adalah suatu lapisan-lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang impermeabel dengan nilai konduktivitas hidrolik yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air melewatinya. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu confined aquifer. Aquitard (Semi impervious layer), adalah suatu lapisan-lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel dengan nilai konduktivitas hidrolik yang kecil namun masih memungkinkan air melewati lapisan ini walaupun dengan gerakan yang lambat. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu semi confined aquifer. Confined aquifer, merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan aquiclude dan tekanan airnya lebih besar dari tekanan atmosfer. Pada lapisan pembatasnya tidak ada air yang mengalir (non-flux). Semi confined (leaky aquifer), merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas berupa aquitard dan lapisan bawahnya merupakan aquiclude. Pada lapisan pembatas dibagian atasnya karena bersifat aquitard masih ada air yang mengalir ke akuifer tersebut (influx) walaupun hidrolik konduktivitasnya jauh lebih kecil dibandingkan hidrolik konduktivitas akuifer. Tekanan airnya pada akuifer lebih besar dari tekanan atmosfer. Unconfined aquifer , merupakan akuifer jenuh air (saturated). Lapisan pembatasnya, yang merupakan aquitard hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya. Pembatas di lapisan atas berupa muka air tanah. Dengan kata lain merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah. Semi unconfined aquifer, merupakan akuifer yang jenuh air (saturated) yang dibatasi hanya lapisan bawahnya yang merupakan aquitard . Pada bagian atasnya ada lapisan pembatas yang mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil dari pada konduktivitas hidrolik dari akuifer. Akuifer ini juga mempunyai muka air tanah yang terletak pada lapisan pembatas tersebut. Artesian aquifer, merupakan confined aquifer di mana ketinggian hidroliknya (potentiometrik surface) lebih tinggi dari pada mka air tanah. Oleh karena itu apabila pada akuifer ini dilakukan pengeboran maka akan timbul pancaran air (spring), karena air keluar dari pengeboran ini berusaha mencapai ketinggian hidrolik tersebut. Asal muasal air tanah digolongkan kedalam 4 tipe yang jelas (Todd, 1995), yaitu air meteorik, air juvenil, air rejuvenated dan air konat. Air meteorik adalah air tanah yang berasal dari atmosfer mencapai zona kejenuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung oleh infiltrasi pada permukaan tanah dan secara tidak langsung oleh permukaan influen (dimana kemiringan muka air tanah menyusup di bawah aras air permukaan-kebalikan dari efluen) dari danau, sungai, saluran buatan dan lautan. Secara langsung dengan cara kondensasi uap air (dapat diabaikan). Air juvenil adalah air tanah yang merupakan air baru yang ditambahkan pada zona kejenuhan dari kerak bumi yang dalam. Selanjutnya air ini dibagi lagi menurut sumber spesifikasinya kedalam air magnetik, air gunung api dan air kosmik (yang dibawa oleh meteor). Air diremajakan
7
(rejuvenated) adalah air yang untuk sementara waktu telah dikeluarkan dari siklus hidrologi oleh pelapukan, maupun oleh sebab-sebab lain, kembali ke siklus lagi dengan proses-proses metamoforsisme, pemadatan atau proses-proses yang serupa (Todd, 1995). Air konat adalah air yang dijebak pada beberapa batuan sendimen atau gunung pada asal mulanya. Air tersebut biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai salinitas yang lebih tinggi dari pada air laut. Untuk lebih memahami proses terbentuknya air tanah, pertama kali harus diketahui tentang gaya-gaya yang mengakibatkan terjadinya gerakan air di dalam tanah. Uraian tentang infiltrasi telah secara lengkap menunjukkan proses dan mekanisme perjalanan air dalam tanah. Juga telah disebutkan bahwa semakin dalam, jumlah dan ukuran pori-pori tanah menjadi semakin kecil. Lebih lanjut, ketika air tersebut mencapai tempat yang lebih dalam, air tersebut sudah tidak berperan dalam proses evaporasi atau transpirasi. Keadaan tersebut menyebabkan terbentuknya wilayah jenuh di bawah permukaan tanah yang kemudian dikenal sebagai air tanah. Untuk usaha-usaha pengisian kembali air tanah melalui peningkatan proses infiltrasi tanah serta usaha- usaha reklamasi air tanah, maka kedudukan akuifer dapat dipandang dari dua sisi yang berbeda, yakni zona akuifer tidak jenuh dan zona akuifer jenuh. Zona akuifer tidak jenuh adalah suatu zona penampung air di dalam tanah yang terletak di atas permukaan air tanah (water table) baik dalam keadaan alamiah (permanen) atau sesaat setelah berlangsungnya periode pengambilan air tanah. Zona akuifer jenuh adalah suatu zona penampung air tanah yang terletak di bawah permukaan air tanah kecuali zona penampung air tanah yang sementara jenuh dan berada di bawah daerah yang sedang mengalami pengisian air tanah. Zona akuifer tidak jenuh merupakan zona penyimpanan air tanah yang paling berperan dalam mengurangi kadar pencemaran air tanah dan oleh karenanya zona ini sangat penting untuk usahausaha reklamasi dan sekaligus pengisian kembali air tanah, sedang zona akuifer jenuh seperti telah diuraikan di muka lebih berfungsi sebagai pemasok air tanah yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan zona akuifer tidak jenuh dalam hal akuifer yang pertama tersebut mampu memasok air tanah dalam jumlah yang lebih besar serta mempunyai kualitas air yang lebih baik. Akuifer ini dibedakan menjadi akuiifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer). Akuifer bebas terbentuk ketika tinggi permukaan air tanah (water table) menjadi batas antara zona tanah jenuh. Tinggi permukaan air tanah berfluktuasi tergantung pada jumlah dan kecepatan air (hujan) masuk ke dalam tanah, pengambilan air tanah dan permeabilitas tanah. Akuifer tertekan juga dikenal sebagai artesis, terbentuk ketika air tanah dalam dibatasi oleh lapisan kedap air sehingga tekanan di bawah lapisan kedap air tersebut lebih besar dari pada tekanan atmosfer. Lebih lanjut, penyebaran air tanah dapat dibedakan berdasarkan daerah penyebarannya menjadi zona aerasi (zona akuifer tidak jenuh) dan zona jenuh (zona akuifer jenuh). Pada zona akuifer jenuh, semua pori-pori tanah terisi oleh air di bawah tekanan hidrostatik. Zona ini dikenal sebagai zona air tanah. Menurut Todd (1995), zona aerasi dapat dibagi menjadi beberapa bagian wilayah penampungan air tanah, zona pertengahan, zona kapiler dan zona jenuh. Zona air tanah (soil water zone). Zona air tanah bermula dari permukaan tanah dan berkembang kedalam melalui akar tanaman. Kedalaman yang dicapai air tanah ini bervariasi tergantung pada tipe tanah dan vegetasi. Zona air tanah ini dapat diklasifikasikan menjadi zona air higroskopis, yaitu air yang diserap langsung dari udara di atas permukaan tanah; air kapiler; dan air gravitasi, yaitu air yang bergerak ke dalam tanah karena gaya gravitasi bumi. Zona pertengahan (intermediate zone). Zona ini umumnya terletak antara permukaan tanah dan permukaan air tanah dan merupakan daerah infiltrasi. Zona kapiler (capillary zone). Zona kapiler
8
terbentang dari permukaan air tanah ke atas sampai ketinggian yang dapat dicapai oleh gerakan air kapiler. Zona jenuh (saturated zone). Pada zona jenuh ini semua pori-pori tanah terisi oleh air.
2.3
Jejaring Aliran (Flownet)
Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensial di semua titik pada garis tersebut adalah sama. Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan jejaring aliran (flow net). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa jejaring aliran dibuat untuk menghitung aliran air tanah. (Das, 1993) Garis kontur permukaan air (garis aliran) sangat mirip dengan garis topografi yang ada pada peta. Garis topografi ini sangat penting untuk mewakili elevasi di bawah permukaan tanah. Elevasi tersebut adalah kedalaman hidrolik. Garis kontur permukaan air dapat digunakan untuk mengetahui arah dari aliran airtanah pada wilayah yang diberikan. Peta dari garis kontur permukaan air ini disebut dengan flownet (jejaring aliran). Airtanah selalu bergerak dari area yang memiliki kedalaman hidrolik yang tinggi ke area yang memiliki kedalaman hidrolik yang rendah. Jejaring aliran penting untuk diketahui, agar diketahui arah pergerakan airtanah. Dengan mengetahui arah pergerakan airtanah, maka dapat diketahui area penampang akuifer dari pergerakan airtanah tersebut. Area penampang akuifer ini merupakan salah satu parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan prediksi potensi cadangan airtanah menggunakan persamaan Darcy.
2.4
Konduktivitas Hidrolik
Konduktivitas hidrolik, K, (sering juga disebut sebagai permeabilitas atau koefisien permeabilitas) merupakan tingkat di mana airtanah mengalir melalui satuan luas akuifer atau akuitar di bawah gradien unit hidrolik. Konduktivitas hidrolik memiliki dimens kecepatan (LT -1) dengan tipikal unit seperti ft/hari, gal/(hari.ft2), m/detik, cm/detik, atau m/hari. Jika nilai konduktivitas hidrolik dan gradient hidrolik telah diketahui, besar kecepatan airtanah, v, dapat dihitung menggunakan hukum darcy. (Dawson and Istok, 1991) Parameter hidrogeologi dasar, seperti konduktivitas hidrolik atau porositas, dapat diukur dengan menggunakan beberapa contoh kecil yang dikumpulkan selama kegiatan pengeboran di daerah tertentu. Perlu dicatat bahwa jika sampel yang digunakan tidak terganggu, hasil pengukuran akan dapat mewakili nilai konduktivitas hidrolik di titik tersebut. Konduktivitas hidrolik di zona jenuh dapat diukur dengan dua jenis peralatan laboratorium: constant head permeameter dan falling head permeameter. Constant head permeameter digunakan untuk mengukur konduktivitas hidrolik untuk sedimen nonkohesif, seperti untuk tanah pasir misalnya. Dalam hal ini, hukum Darcy diterapkan pada sampel tanah dengan panjang L dan luas penampang A yang mengalirkan aliran konstan Q dihasilkan oleh perbedaan constant head. Nilai konduktivitas hidrolik ditampilkan dalam Tabel 2.
9
Tabel 2. Nilai Konduktivitas Hidrolik (Todd, 1995) Hydraulic Conductivity, Type of m/day Measurement* Gravel, coarse 150 R Gravel, medium 270 R Gravel, fine 450 R Sand, coarse 45 R Sand, medium 12 R Sand, fine 2.5 R Silt 0.08 H Clay 0.0002 H Sandstone, fine-grained 0.2 V Sandstone, medium-grained 3.1 V Limestone 0.94 V Dolomite 0.001 V Dune Sand 20 V Loess 0.08 V Peat 5.7 V Schist 0.2 V Slate 0.00008 V Till, predominantly sand 0.49 R Till, predominantly gravel 30 R Tuff 0.2 V Basalt 0.01 V Gabbro, weathered 0.2 V Granite, weathered 1.4 V *H merupakan konduktivitas hidrolik horizontal, R merupakan sampel kemasan (repacked sample), dan V merupakan konduktivitas hidrolik vertikal Material
2.5
Geolistrik
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912 (Damtoro, 2007). Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC („Direct Current‟) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan kedalam tanah dengan jaraktertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah elektroda tegangan M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar. Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang bisa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2. Umumnya metode geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan empat buah elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu dua buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan dua buah elektroda tegangan (MN) di bagian dalam.
10
Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (Apparent Resistivity). Disebut tahan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tesebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik. Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu X dan tahan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan. Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akuifer yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah Confined aquifer yaitu lapisan akuifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. Confined aquifer ini mempunyai recharge yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat (Damtoro, 2007). Geolistrik ini bisa untuk mendekteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui perkiraan kedalaman bedrock untuk fondasi banguna. Metode geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah permukaan. Hanya saja metode ini merupakan salah satu metode bantu dari metode geofisika yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan. Penentuan besaran akuifer dan pola aliran tanah dengan metode tahanan jenis memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode yang lain (Damtoro, 2007). Keunggulan pengukuran tahanan jenis dengan alat geolistrik memiliki keunggulan baik di bidang teknik pengukuran, pengolahan data maupun secara ekonomi. Metode geolistrik dapat digunakan untuk mendeteksi perlapisan batuan sampai kedalaman sekitar 500 m.
Item Harga peralatan Biaya Survei Waktu yang dibutuhkan Beban pekerjaan Kebutuhan personal Analisis data
Tabel 3. Keunggulan Geolistrik Keunggulan Relatif murah Relatif murah Relatif sangat cepat, bisa mencapai 4 titik, pengukuran atau lebih perhari. Peralatan yang kecil dan ringan sehingga mudah untuk mobilisasi. Sekitar 5 orang, terutama dibutuhkan untuk konfigurasi Schlumberger. Secara global bisa langsung diprediksi saat dilapangan dan kesalahan pengukuran dapat segera diketahui.
Sumber: Damtoro, 2007 Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam suatu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger (Damtoro, 2007). Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan.
11
Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survey yang relatif murah. Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisap pada lapisan, faktor ketidak seragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpisahan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik , pagar kawat yang terhubung ketanah dan sebagainya. Spontaneus Potensial yaitu tengangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidakhomogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang relative pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang besar. Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.
2.6
Hukum Darcy
Lebih dari satu abad yang lalu Henry Darcy, seorang insinyur hidrolik Prancis, menyelidiki aliran air melalui lapisan horizontal pasir yang akan digunakan untuk penyaringan air. Ia melaporkan pada tahun 1856: Saya telah berusaha dengan percobaan yang tepat untuk menentukan hukum aliran air melalui filter. Percobaan menunjukkan hasil yang positif bahwa volume air yang melewati hamparan pasir yang diujikan sebanding dengan tekanan dan berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan yang dilalui, yang disebut dengan luas permukaan dari saringan, dengan K yang besarnya bergantung dari jenis lapisan pasir yang diujikan, e merupakan ketebalan dari lapisan pasir, P-H0 adalah tekanan di bawah lapisan penyaring, P+H adalah tekanan atmosfer yang masuk hingga kedalaman dari air pada saringan. (Todd, 1995) Hukum Darcy dikenal secara luas dikalangan ahli hidrologi dan biasa digunakan untuk menentukan debit airtanah. Dalam percobaannya (Gambar 3) yang mengumpamakan akuifer sebagai suatu tabung yang berisi pasir, Darcy menemukan bahwa kecepatan airtanah berbanding lurus dengan beda tinggi (head) antara dua titik dalam tabung dibagi dengan panjang tabung yang dikenal sebagai kemiringan airtanah, dan juga berbanding lurus terhadap koefisien yang dikenal sebagai nilai konduktivitas hidraulik (K). Sehingga untuk menghitung debit airtanah tinggal kalikan kecepatan airtanah dengan luas penampang tabung. Jika dinotasikan maka Hukum Darcy adalah sebagai berikut:
𝑄 = −𝐴𝐾𝑖 𝛿ℎ 𝑖= 𝛿𝐿
12
Sehingga:
𝑄 = −𝐴𝐾
𝛿ℎ 𝛿𝐿
dimana : A = luas penampang tabung ( akuifer) K = konduktivitas hidraulik ∂h/∂L = kemiringan muka airtanah (gradien hidrolik)
∆h= h2 -h1
h1 h2
Gambar 3. Percobaan Darcy (Bear, 1987)
13
III. 3.1
METODOLOGI
Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2011 sampai bulan Juni 2012 di kota Tangerang selatan, Provinsi Banten. Kota Tangerang Selatan terletak di bagian Timur Propinsi Banten yaitu pada titik koordinat 106˚38‟ - 106˚47‟ Bujur Timur dan 06˚13‟30” - 06˚22‟30” Lintang Selatan. Pengukuran titik dilakukan di 7 kecamatan yaitu: a) Kecamatan Setu; b) Kecamatan Serpong; c) Kecamatan Serpong Utara; d) Kecamatan Pondok Aren; e) Kecamatan Pamulang; f) Kecamatan Ciputat; dan g) Kecamatan Ciputat Timur.
3.2
Bahan dan Alat Beberapa peralatan lapangan yang diperlukan pada suatu survei geolistrik antara lain ; 1. Alat pengukur Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Earth Resistivity Meter tipe AZ 3000 G100. Alat ini menggunakan input power dari accu 12V, 45A dengan output yang dihasilkan mulai dari 5-500 A. Alat ini digunakan untuk mengukur nilai tahanan jenis batuan pada akuifer. 2. Elektroda Elektroda yang di pergunakan dapat dibuat dari logam alumunium, tembaga, ataupun baja tahan karat. Elektroda tersebut ditancapkan ke dalam tanah dengan kedalaman beberapa senti hingga 40 cm sesuai kebutuhan. Elektroda yang di pergunakan terdiri dari dua buah elektroda arus dan dua buah elektroda potensial. 3. Kabel penghubung Untuk menghubungkan elektroda dengan alat pengukur diperlukan kabel yang memiliki hambatan rendah dan terisolasi dengan baik. Kabel yang dibutuhkan sepanjang 500 m sebanyak dua unit untuk elektroda arus dan kabel sepanjang 300 m sebanyak dua unit untuk elektroda potensial. 4. Ohmmeter Alat ini dipergunakan untuk mengecek apakah sambungan antara kabel dengan elektroda sudah baik atau belum. Pengecekkan harus selalu dikerjakan sebelum dilakukan pengukuran. 5. Kompas geologi Dipergunakan untuk mengetahui posisi pengukuran (jika tidak terdapat alat ukur GPS) dan azimuth lintasan yang dibuat terhadap arah utara geografis. Selain itu, penggunaan beberapa peta untuk menentukan letak titik-titik pengamatan, arah bentangan/lintasan, profil topografi lintasan, dan rencana sayatan yang hendak dilakukan. Peta yang digunakan terdiri dari peta topografi, geologi, hidrogeologi, serta peta administrasi dengan skala 1 : 75.000.
3.3
Metode Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni : pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data. Lalu melakukan penyusunan laporan dan presentasi hasil penelitian. Setelah melakukan pengumpulan data, lalu tahap selanjutnya melakukan
14
pengolahan data. Dengan bantuan software surfer 9, dari data muka airtanah diperoleh tampilan flownet dan penampang melintang akuifer dalam 2 dimensi dan 3 dimensi. Selain itu, dengan bantuan Microsoft excel diperoleh ketebalan akuifer. Kemudian, tahap selanjutnya melakukan analisis data dengan menggunakan persamaan darcy untuk memperoleh prediksi potensi cadangan airtanah di kota Tangerang Selatan. Tahapan metode penelitian yang ditampilkan dalam bagan alir dapat dilihat pada Gambar 5.
3.3.1. Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data hasil dari pengukuran menggunakan geolistrik dengan seperangkat perlengkapannya. Sedangkan data sekunder berupa informasi-informasi yang terdapat pada peta topografi, geologi, dan hidrogeologi. Untuk melakukan pembahasan diperlukan pengumpulan data melalui studi literatur baik melalui buku-buku, laporan-laporan hasil penelitian sebelumnya serta melalui internet. Pengukuran menggunakan geolistrik dimulai dengan penentuan titik-titik pengukuran. Untuk mendapatkan gambaran sebaran akuifer di Kota Tanggerang Selatan, Provinsi Banten maka pengukuran dilakukan disetiap Kecamatan yang berada di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten yang terdiri dari Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur. Masing-masing kecamatan diwakili oleh dua titik pengukuran geolistrik. 3.3.2. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel dan Surfer 9. Data yang diolah menggunakan Microsoft Excel berupa data nama wilayah beserta koordinat titik pengukurannya, kedalaman akuifer dangkal, kedalaman akuifer dalam, serta ketebalan rata-rata masing-masing akuifer tersebut. Sedangkan software Surfer menampilkan gambar penampang dari kedudukan akuifer tersebut di kota Tangerang Selatan disajikan dalam format 2 dimensi dan 3 dimensi. Persaman Darcy digunakan dalam proses analisis data ini untuk menduka cadangan airtanah baik dalam akuifer dangkal maupun akuifer dalam. Dengan rumus sebagai berikut:
𝑄 = −𝐴 × 𝑘 × 𝑖 dengan
𝛿ℎ 𝛿𝐿 𝐴 = 𝑊 × 𝑏𝑎𝑘𝑢𝑖𝑓𝑒𝑟 𝑖=
sehingga,
𝑄 = −𝑊 × 𝑏𝑎𝑘𝑢𝑖𝑓𝑒𝑟 × 𝑘 ×
𝛿ℎ 𝛿𝐿
Keterangan: Q = Debit, m3/hari k = Konduktivitas Hidrolik, m/hari i = Gradien hidrolik δh = Beda kedalaman muka airtanah, m
15
δL A W bakuifer
= Panjang lintasan airtanah, m = Luas penampang akuifer, m2 = Panjang penampang akuifer, m = ketebalan akuifer, m
Gambar 4. Keterangan parameter dalam perhitungan Darcy Pada Gambar 4 terlihat jika aliran mengalir dari Selatan ke Utara (arah aliran x) maka penampang akuifernya adalah penampang abcd, sedangkan jika aliran mengalir dari Barat ke Timur (arah aliran y) maka penampang akuifernya adalah penampang cdef. Besarnya nilai konduktivitas hidrolik bergantung dari jenis batuan pada akuifer. Semakin mudah aliran mengalir dalam batuan tersebut maka semakin besar nilai konduktivitas hidroliknya. Tabel 2 menunjukkan nilai konduktivitas hidrolik untuk tiap jenis batuan. Untuk nilai gradien hidrolik (i), tergantung pada topografi wilayah atau kontur muka airtanah. Nilai gradien hidrolik berbanding lurus dengan beda kedalaman muka airtanah, dan berbanding terbalik dengan panjang lintasan airtanahnya. Untuk memperoleh data beda kedalaman airtanah perlu diketahui topografi atau kontur muka airtanahnya. Dalam persamaan darcy juga dibutuhkan luas penampang akufer. Luas penampang akuifer berbanding lurus dengan panjang penampang akuifer, dan tebal dari akuifer tersebut. Untuk mengetahui bagian dari penampang akuifer, perlu diketahui jejaring aliran akuifer (flownet). Untuk kota Tangerang Selatan, diketahui aliran mengalir cenderung dari selatan ke utara. Sehingga penampang akuifer adalah penampang yang berada pada bagian utara kota Tangerang Selatan.
16
Peta Hidrogeologi
Pengukuran muka airtanah
Mulai
Peta Geologi
Geolistrik Input Data
Peta Topografi
Peta Adminstrasi
Karakteristik Akuifer
Flownet Persamaan Darcy Prediksi potensi cadangan airtanah
Selesai Gambar 5. Bagan alir metode penelitian
17
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak, Luas dan Batas wilayah Secara administratif, wilayah Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan adalah seluas 147, 19 Km2 atau 14.719 ha. Namun berdasarkan hasil digitasi atas peta rupa bumi bakosurtanal luas wilayah adalah 16.506,8 ha. Untuk kepentingan akurasi pemetaan dan kajian dalam RTRW ini maka selanjutnya luas ini yang akan digunakan dalam proses analisa hingga rencana. Batas administrasi wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Wilayah Kota Tangerang Selatan dilintasi oleh Kali Angke, Kali Pasanggrahan dan Sungai Cisadane sebagai batas administrasi kota di sebelah barat. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah penyangga provinsi DKI Jakarta. Selain itu, wilayah ini juga menjadi daerah perlintasan yang menghubungkan Provinsi Banten dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.
Tabel 4. Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan
No
Kecamatan
1.
Serpong
2.836,90
2.
Serpong Utara
2.228,60
3.
Ciputat
2.106,00
4.
Ciputat Timur
1.775,80
5.
Pamulang
2.869,10
6.
Pondok Aren
2.993,50
7.
Setu
1.696,90
Jumlah
Luas Daerah (Ha)
16.506,80
Sumber : BPS Tangerang Selatan Kecamatan dengan wilayah paling besar di Kota Tangerang Selatan terdapat di Kecamatan Pondok Aren dengan luas 2.993 ha atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Kecamatan Setu dengan luas 1.696,9 ha atau 10,06%. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 4.
18
Gambar 6. Lokasi titik-titik pengukuran geolistrik 4.1.2 Keadaan Klimatologi dan Topografi Cuaca dan iklim adalah proses interaktif alami (kimia, biologis dan fisis) di alam, khususnya di atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya sumber energi, yaitu Matahari dan gerakan rotasi Bumi pada poros (kurang 24 jam) serta revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Dalam peristiwa ini, pendekatan fisis lebih dominan daripada kimia dan biologis. Cuaca sebagai kondisi udara sesaat dan iklim sebagai kondisi udara rata-rata dalam kurun waktu tertentu merupakan hasil interaksi proses fisis. Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Trenberth, Houghton and Filho (1995) dalam Hidayati (2001) mendefinisikan Perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang . Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tanaman, oleh karena itu iklim merupakan salah satu data yang sangat diperlukan dalam perencanaan wilayah terutama keperluan pertanian. Sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah, dimana sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0 – 3% sedangkan ketinggian wilayah antara 0 – 25 m dpl. Untuk kemiringan pada garis besarnya terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Kemiringan antara 0 – 3% meliputi Kecamatan Ciputat, kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Serpong Utara. 2. Kemiringan antara 3 – 8% meliputi Kecamatan Pondok Aren dan Kecamatan Setu.
19
4.1.3 Keadaan Geologi dan Geomorfologi Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan dan Energi, kondisi geologi Kota Tangerang Selatan pada umumnya terbentuk oleh dua formasi batuan yaitu : a. Batuan Aluvium (Qa) yang terdiri dari aluvial ungai dan rawa yang berbentuk pasir, lempung, lanau, kerikil, kerakal dan sisa tumbuhan. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan lapisan yang subur bagi tanaman pertanian. b. Batuan Gunung Api yang berupa material lepas yang terdiri dari lava andesit, dasit, breksi tuf dan tuf. Secara fisik Lava Andesit berwarna kelabu-hitam dengan ukuran sangat halus, afanitik dan menunjukkan struktur aliran, dan Breksi Tuf dan Tuf pada umumnya telah lapuk, mengandung komponen Andesit dan Desit. Pada umumnya tanah jenis ini digunakan sebagai kebun campuran, permukiman dan tegalan. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar. Adapun pada beberapa Kecamatan terdapat lahan yang bergelombang seperti di perbatasan antara Kecamatan Setu dan kecamatan Pamulang serta sebagian di kecamatan Ciputat Timur. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah batuan alluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Berdasarkan klasifikasi dari United Soil Classification System, batuan ini mempunyai kemudahan dikerjakan atau workability yang baik sampai sedang, unsur ketahanan terhadap erosi cukup baik oleh karena itu wilayah Kota Tangerang Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan. Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 maka Kota Tangerang Selatan termasuk satuan morfologi dataran pantai dan kipas gunung api Bogor. Dataran pantai yang dicirikan oleh permukaannya yang nisbi datar drngan ketinggian antara 0 – 15 m di atas permukaan laut. Dataran ini termasuk dataran rendah Jakarta (Bemmelen, 1949). Sedangkan kipas gunung api bogor yang menyebar dari selatan ke utara dengan Bogor sebagai puncaknya. Satuan ini ditempati oleh rempah-rempah gunung api berupa tuf, konglomerat dan breksi yang sebagian telah mengalami pelapukan kuat, berwarna merah kecoklatan.
4.1.4 Hidrogeologi 4.1.6.1 Mandala Airtanah Di daerah pemetaan air dapat air tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 Mandala berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh seperti yang telar disebutkan di atas, yaitu: 1. Mandala Air tanah Perbukitan Bergelombang Lemah Litologi penyusunan dari mandala air tanah perbukitanbergelombang lemah terdiri endapan Tersier dan endapan Kuarter. Endapan Tersier berupa batu lempung, tufa dan sisipan batu gamping. Endapan kuarter terdiri dari batuan volkanik muda dan batuan volkanik tua terdiri dari breksi, lahar, tufa batu apung di daerah landai. Penyebaran mata air mandala ini sedikit dijumpai dengan debit umum kurang dari 10 Liter/detik. Akuifer pada satuan mandala ini umumnya dikelompokkan dalam akuifer produktifitas rendah terutama pada daerah-daerah dengan lereng tajam yang merupakan pencerminan tingkat kelulusan batuan yang rendah, sehingga aliran permukaan semakin menonjol dibandingkan dengan tingkat peresapannya. tata guna lahan di mandala ini berupa ladang, belukar, sawah, pemukiman, kebun karet.
20
2.
Mandala Air Tanah Dataran Litologi penyusun satuan mandala air tanah dataran adalah adalah material bersifat lepas berupa endapan aluvial pantai dan rawa topografinya berupa dataran pantai yang tersusun oleh material, pasir, lanau, lempung dan lumpur. Sistem akuifer pada mandala air tanah dataran ini adalah sistem aliran antar butir tipologi akuifer batuan sedimen dan endapan aluvial. Tipologi air tanah ini dijumpai di P. Adijaya, Distrik Karas, Desa Nusa Ulan, dan Kaimana. Pada umumnya masyarakat mendapatkan air bersih dengan membuat sumur dangkal pada mandala air tanah dataran tersebut.
4.1.6.2 Tipologi Akuifer Tipologi akuifer di wilayah studi merupakan sistem akuifer endapan aluvial atau endapan permukaan, dan endapan sedimen, dengan sistem aliran air tanah pada akuifer ini adalah melalui ruang antar butir, aliran air tanah dangkal mengikuti bentuk umum topografi yaitu mengalir ke arah utara. Menurut peta hidrogeologi regional lembar Jakarta, Pusat Geologi Lingkungan tahun 1993, memetakan hidrogeologi berdasarkan lapisan akuifer endapan permukaan dan lapisan akuifer batuan dasar. Sistem akuifer endapan permukaan didasarkan pada telaah penyebaran aluvial sungai, kipas alivial, ketebalan endpan permukaan diperoleh dari pengamatan pada sumur gali dengan kedalaman mencapai sekitar 15m. Pada umumnya sistem akuifer endapan permukaan dijumpai pada endapan kuarter dan dibeberapa bagian dijumpai di daerah pelapukan batuan Tersier. Dari peta geohidrogeologi regional Jakarta untuk endapan permukaan di wilayah studi kisarannya antara 15-20 m.
4.1.6.3 Akuifer Endapan Permukaan Akuifer endapan permukaan pada umumnya menempati daerah dataran aluvial sungai dan endapan vulkanik muda. Berdasarkan pada telaah morfologi dan geologi secara ringkas hidrogeologi endapan permukaan di wilayah studi terbagi menjadi dua yaitu luah sumur 1-5 lt/det dan luah sumur < 1 lt/det. Wilayah luah sumur 1 5- lt/det persebarannya cukup luas, berada di wilayah utara dan timur wilayah serpong yaitu mulai dari Rawa Mekarjaya dan Cilenggang, sedangkan yang diselatan yaitu di Rawakalo dan Pengasinan. Batuan penyususn wilayah tersebut adalah batuan endapan permukaan berupa kerikil dan lempung pasiran dengan ketebalan kurang dari 10 m. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai < 5 lt/detik. Wilayah luah sumur < 1 lt/det persebarannya di bagian tengah wilayah studi memanjang ke arah utara di sepanjang sungai Cisadane, terutama pada daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang. Sebarannya berada di sebelah barat serpong sampai wilayah Bogor. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah batuan endapan permukaan berupa lempung pasiran dan sedikit kerikil dengan ketebalan kurang dari 7 m dan tidak menerus. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai 0,2 lt/detik, dengan kedalaman muka airtanah 10 m di bawah muka tanah Sistem aliran airtanah pada akuifer ini melalui ruang antar butir, umumnya dimanfaatkan melalui sumur gali dengan diameter kurang dari 2 m dengan kedalaman sumur sampai 15 m. Akuifer umumnya terdiri dari beberapa lapisan, ketebalannya kurang dari 4 m dengan selingan lapisan lempung.
21
4.1.6.4 Akuifer Batuan Dasar Berdasarkan pembagian lapisan akuifer endapan batuan dasar, wilayah Jakarta terbagi menjadi 3 satuan dengan luah sumur yaitu 1) luah sumur lebih dari 25 lt/detik, 2) luah sumur 525 lt/det, 3) luah sumur < 5 lt/det, persebaran masing-masing satuan seperti pada Lampiran 8 (peta hidrogeologi batuan dasar). Wilayah luah sumur > 25 lt/det persebarannya tidak luas setempat-setempat, berada di wilayah Utara Jakarta sepanjang pantai, yaitu antara muara Ancol dan muara Angke, dan dari pantai Dadap sampai Kosambi wilayah Barat Pantai Jakarta berbatasan dengan Tangerang. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah dengan batuan berupa batu gamping koral dan batu gamping pasiran. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer aliran melalui celah, rekahan dan saluran pelarutan persebarannya setempat melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai 10 lt/detik Wilayah luah sumur 5-25 lt/det persebarannya sangat luas hampir seluruh wilayah berada pada wilayah dengan luah sumur 5–25 l/det. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah batuan sedimen kuarter belum termampatkan sehingga sangat poros, berupa batu pasir dengan ketebalan antara 3-18 m, dijumpai sisipan lempung sehingga di beberapa tempat bisa ditemukan sumur artesis pada kedalaman antara 3-21 m di bawah muka tanah. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), dan akuifer tertekan (confined) sistem akuifer aliran melalui ruang antar butir, dan setempat dijumpai melalui rekahan. Berdasarkan pembagian lapisan akuifer endapan batuan dasar, wilayah studi yaitu daerah Serpong dan sekitarnya sebesar hanya terdiri dari 1 kelompok luah sumur yaitu luah sumur < 5 lt/det, persebaran masing-masing satuan seperti pada Lampiran 8. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah sebagian kecil batuan sedimen kuarter belum termampatkan sehingga sangat poros, berupa batu pasir dan breksi, dan sebagian berupa batuan tersier berupa breksi, batu gamping pasiran dengan ketebalan antara 3-20 m, kedalaman antara 60-250 m di bawah muka tanah. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), dan akuifer tertekan (confined) sistem akuifer aliran melalui ruang antar butir, dan setempat dijumpai melalui rekahan dan saluran pelarutan. 4.1.5 Kondisi Airtanah Secara umum kondisi airtanah di wilayah studi atau di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 3 jenis (Sukardi dkk, 1986), yaitu: 1. Air Tanah Dangkal Air tanah dangkal mempunyai kedalaman < 40 meter, bersifat tidak tertekan dan terdapat pada lapisan akuifer terbuka (unconfined aquifer), preatik air tanah kurang lebih mengikuti bentuk permukaan tanah setempat. Air tanah dangkal ini berasal dari daerah Parung, Depok dan sekitarnya, serta telah dieksploitasi secara intensif untuk keperluan domestik dengan menggunakan sumur pompa, baik listrik maupun tangan, dan sumur gali biasa. Pada musim kemarau panjang terjadi penurunan muka preatik air tanah dangkal yang cukup besar, dan akan kembali naik setelah musim hujan tiba. Dari pengamatan lapangan diperoleh data bahwa di daerah Serpong pada musim hujan kedalaman air tanah dangkal mencapai 5 – 10 meter, namun pada musim kemarau dapat mencapai 10 – 12 meter. 2. Air Tanah Kedalaman Sedang Air tanah kedalaman sedang mempunyai kedalaman antara 40-140 meter dan bersifat tertekan, terletak pada lapisan akuifer yang tertekan (confined aquifer). Air tanah ini berasal dari daerah Bogor dan areal di upstreamnya, dan telah dieksploitasi secara
22
intensif untuk berbagai keperluan industri, perkantoran, hotel, rumah sakit, apartemen dan pusat-pusat perbelanjaan, dengan dengan volume yang cukup besar. 3. Air Tanah Dalam Air tanah dalam mempunyai kedalaman > 140 meter dan bersifat tertekan, terletak pada akuifer yang tertekan (confined aquifer). Air tanah ini berasal dari daerah Bogor dan areal di upstreamnya, juga telah dieksploitasi secara intensif untuk keperluan industri, perkantoran, hotel, rumah sakit dan pusat-pusat perbelanjaan, dengan dengan volume yang besar. Air tanah kedalaman sedang dan dalam, selain kualitasnya memenuhi kriteria kualitas air bersih, potensinya memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam jumlah besar.
4.1.6 Jenis Tanah Secara umum penyebaran dan sifat-sifat tanah berkaitan erat dengan keadaan landformnya. Hal ini terjadi karena hubungannya dengan proses genetis dan sifat batuan atau bahan induk serta pengaruh sifat fisik lingkungan. Landform sebagai komponen lahan dan tanah sebagai elemennya sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut. Dilihat dari data jenis tanah berdasarkan keadaan geologi, di wilayah Kota Tangerang Selatan sebagian besar terdiri dari batuan endapan hasil gunung api muda dengan jenis batuan kipas aluvium dan aluvium/aluvial. Sedangkan dilihat dari sebaran jenis tanahnya, pada umumnya di Kota Tangerang Selatan berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan. Oleh karena itu secara umum lahan cocok untuk pertanian/perkebunan. Jenis tanah yang sangat sesuai dengan kegiatan pertanian tersebut makin lama makin berubah penggunaannya untuk kegiatan lainnya yang bersifat non-pertanian. Sedangkan untuk sebagian wilayah seperti di Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu jenis tanahnya ada yang mengandung pasir khususnya untuk daerah yang dekat dengan Sungai Cisadane.
4.2 Pengukuran Geolistrik 4.2.1. Data dari bahan pustaka Data yang diperlukan dalam perhitungan menggunakan rumus darcy salah satunya adalah nilai konduktivitas hidrolik tanah. Dalam penelitian kali ini, diasumsikan lapisan yang paling mendominasi pada akuifer dangkal dan akuifer dalam adalah lapisan pasir medium (sand medium). Berdasarkan nilai konduktivitas hidrolik yang ditampilkan dalam Tabel 2, lapisan pasir memiliki konduktivitas hidrolik sebesar 12 m/hari. Oleh sebab itu, digunakan nilai konduktivitas hidrolik sebesar 12 m/hari. 4.2.2. Data yang diperoleh dari pengolahan geolistrik 1.
Jenis Akuifer Berdasarkan Peta Hidrogeologi, Kota Tangerang Selatan mempunyai 2 jenis akuifer, yaitu: a. Akuifer dengan aliran ruang antar butir, setempat melalui rekahan, umumnya terdapat batuan sedimen kuarter terdiri dari beberapa akuifer batu pasir dengan ketebalan 3 – 18 m, keterusan 125 – 260 m2/hari, kapasitas jenis 0.5 – 1.5 liter/det/m, muka airtanah statis 3 – 21 m. b. Akuifer dengan aliran ruang antar butir setempat melalui rekahan, umumnya terdapat batuan sedimen kuarter terdiri dari beberapa akuifer batu pasir dengan ketebalan 3 – 18 m, keterusan 125 – 260 m2/hari, kapasitas jenis 0.5 – 1.5 liter/det/m, muka airtanah statis 3 – 21 m.
23
2.
Sebaran Akuifer Akuifer yang berkembang di daerah penelitian kota Tanggerang Selatan, Provinsi Banten berlitologi lempung, lempung pasiran, pasir tufaan ,pasir konglomeratan dan dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya menjadi akuifer dangkal dan akuifer dalam. Akuifer dangkal di sini dibatasi hanya untuk akuifer – akuifer yang terdapat hingga kedalaman sampai 50 m di bawah permukaan tanah (bmt), dan akuifer dalam adalah akuifer yang terdapat pada kedalaman lebih dari 50 m bmt. Kedalaman akuifer di kota Tanggerang Selatan Provinsi Banten ini beragam mulai dari 8 m – 50 m untuk akuifer dangkal, hingga kedalaman 65 m – 130 m untuk akuifer dangkal. Akuifer dangkal adalah akuifer tak tertekan dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Akuifer dalam merupakan akuifer tetekan yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas bawahnya. Penampang Vertikal pada gambar 10 merupakan suatu contoh sebaran vertikal dalam kaitannya dengan sifat dan ketebalan akuifer di daerah kota Tanggerang Selatan provinsi Banten.
3.
Penampang melintang akuifer
Elevasi (m)
Gambar 7. Penampang melintang akuifer dari Selatan ke Utara
24
Akuifer yang berkembang di titik GL.1 berupa litologi lempung pasiran dan pasir tufaan. Adapun ketebalan akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) memiliki ketebalan 19 m dan akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) memiliki ketebalan 47 m. Akuifer dangkal adalah akifer bebas tak tertekan dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Sedangkan akuifer dalam merupakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan bawahnya. Akuifer yang berkembang di titik GL.2 berupa litologi lempung pasiran, pasir tufaan dan pasir konlomeratan. Adapun ketebalan akuifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) memiliki ketebalan 19 m dan akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) memiliki ketebalan 47 m. Akuifer dangkal adalah akifer bebas tak tertekan dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Sedangkan akuifer dalam merupakan akuifer tertekan. Penampang melintang akuifer dari Selatan ke Utara dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan penampang melintang akuifer dari Barat ke Timur dapat dilihat pada Gambar 8. Elevasi (m)
Gambar 8. Penampang melintang akuifer dari Barat ke Timur
4.3
Pengolahan Data
Setelah melakukan pengumpulan data, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel. Data yang diolah menggunakan Microsoft excel merupakan data kedalaman muka airtanah dangkal dan airtanah dalam yang disajikan pada Tabel 5. Data tersebut diperoleh dari hasil pengolahan geolistrik yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Dangkal atas (Z1) merupakan lapisan teratas dari airtanah dangkal yang berada pada akuifer bebas, sedangkan dangkal bawah (Z2) merupakan lapisan paling bawah dari airtanah dangkal yang berada pada akuifer bebas. Sehingga, selisih dari Z1 dan Z2 akan menghasilkan ketebalan dari akuifer dangkal tersebut.
25
Dalam atas (Z3) merupakan lapisan teratas dari airtanah dalam yang berada pada akuifer tertekan, sedangkan dalam bawah (Z4) merupakan lapisan paling bawah dari airtanah dalam yang berada pada akuifer tertekan. Sehingga selisih dari Z3 dan Z4 akan menghasilkan ketebalan dari akuifer dalam tersebut. Tabel 5. Data pada excel berupa kedalaman muka airtanah dangkal dan airtanah dalam dangkal atas
dangkal bawah
dalam atas
dalam bawah
Z1 (m)
Z2 (m)
Z3 (m)
Z4 (m)
Titik
GL1
14
33
33
80
GL2
8
14
27
47
GL3
8
25
45
108
GL4
3
19
24
50
GL5
6
12
28
63
GL6
3
6
74
120
GL7
1
5
35
55
GL8
1
6
38
81
GL9
1
7
72
93
GL10
6
10
64
97
GL11
1
3
78
120
GL12
4
8
112
120
GL13
1
5
70
85
GL14
9
17
68
120
Topografi Z1 Z2
Akuifer dangkal
Z3
Akuifer dalam
Z4
Gambar 9. Penjelasan notasi pada excel Keterangan posisi akuifer bebas dan akuifer tertekan dapat dilihat pada Gambar 9. Ketebalan akuifer yang diperoleh dari mencari selisih lapisan atas dan lapisan bawah untuk masing-masing akuifer dalam dan dangkal dapat dilihat pada Tabel 6. Sehingga dari tabel 6 diperoleh bs = 7,43 m dan bd = 33,64 m
26
Tabel 6. Ketebalan akuifer dalam dan dangkal pada tiap titik Ketebalan Ketebalan Titik akuifer dangkal akuifer dalam (m) (m) GL1 19 47 GL2
6
20
GL3
17
63
GL4
16
26
GL5
6
35
GL6
3
46
GL7
4
20
GL8
5
43
GL9
6
21
GL10
4
33
GL11
2
42
GL12
4
8
GL13
4
15
GL14
8 7,43
52 33,64
Rata-rata 4.3.1.
Hasil pengolahan pada Surfer9
Pengolahan data dengan bantuan Surfer 9 terbagi menjadi dua jenis pengolahan yaitu pengolahan untuk akuifer dalam (confined aquifer) dan akuifer dangkal (unconfined aquifer). Untuk masing-masing jenis akuifer akan diperoleh penampang kontur muka airtanah dalam 2 dimensi dan 3 dimensi serta pola aliran airtanahnya. a. Akuifer dalam LS (0)-6.24 -6.25
-6.26
-6.27
-6.28
-6.29
-6.3
-6.31
-6.32
-6.33
-6.34
-6.35 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76
BT (0)
Gambar 10. Kontur 2 dimensi muka airtanah dalam
27
Pengolahan data akuifer dengan surfer9 dapat digambarkan dalam kontur 2 dimensi muka airtanah seperti terlihat pada Gambar 10, sedangkan untuk pola aliran muka airtanah dalam dapat dilihat pada Gambar 11. Pada Gambar 11 terlihat pergerakan air menuju beberapa cekungan, Hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan tanah pada beberapa titik di Tangerang Selatan akibat dari penggunaan airtanah yang berlebihan. LS (0)-6.24 -6.25
-6.26
-6.27
-6.28
-6.29
-6.3
-6.31
-6.32
-6.33
-6.34
-6.35
BT (0) Gambar 11. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dalam 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76
LS (0)
Legenda
-6.24
U -6.26
-6.28
-6.3
-6.32
-6.34
-6.36 106.64 106.65 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 106.77
BT (0)
35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25 -30 -35 -40 -45 -50 -55 -60
Gambar 12. Kontur 2 Dimensi muka airtanah dalam beserta topografi wilayahnya Penampang kontur 2 dimensi muka airtanah dalam beserta topografi wilayah Tangerang Selatan dapat dilihat pada Gambar 12. Pada Gambar 12 terlihat
28
bahwa kontur tertinggi cenderung berada pada bagian selatan, sehingga pola aliran airtanah dalam cenderung dari selatan menuju ke utara. Untuk penampang kontur 3 dimensi muka airtanah dalam dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Kontur 3 dimensi muka airtanah dalam beserta topografi wilayahnya b.
Akuifer dangkal Pengolahan data akuifer dengan surfer9 dapat digambarkan dalam kontur 2 dimensi muka airtanah seperti terlihat pada Gambar 14, sedangkan untuk pola aliran muka airtanah dangkal dapat dilihat pada Gambar 15. Pada Gambar 15 terlihat pergerakan air menuju beberapa cekungan, Hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan tanah pada beberapa titik di Tangerang Selatan akibat dari penggunaan airtanah yang berlebihan. LS (0)-6.24 -6.25
-6.26
-6.27
-6.28
-6.29
-6.3
-6.31
-6.32
-6.33
-6.34
-6.35 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76
BT (0)
Gambar 14. Kontur 2 dimensi muka airtanah dangkal
29
LS (0)
-6.24
-6.25
-6.26
-6.27
-6.28
-6.29
-6.3
-6.31
-6.32
-6.33
-6.34
-6.35
BT (0) Gambar 15. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dangkal 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76
Penampang kontur 2 dimensi muka airtanah dangkal beserta topografi wilayah Tangerang Selatan dapat dilihat pada Gambar 16. Pada Gambar 16 terlihat bahwa kontur tertinggi cenderung berada pada bagian selatan sama seperti pada akuifer dalam, sehingga pola aliran airtanah dangkal cenderung dari selatan menuju ke utara. Untuk penampang kontur 3 dimensi muka airtanah dangkal dapat dilihat pada Gambar 17. LS (0)
Legenda
-6.24
54
U
52 50
-6.26
48 46 44
-6.28
42 40 38
-6.3
36 34 32
-6.32
30 28 26
-6.34
24 22 -6.36 106.64 106.65 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76 106.77
BT (0)
20 18
Gambar 16. Kontur 2 Dimensi muka airtanah dangkal beserta topografi wilayahnya
30
Gambar 17. Kontur 3 dimensi muka airtanah dangkal beserta topografi wilayahnya
4.3.2. Perhitungan cadangan airtanah a. Akuifer dalam LS (0)
-6.24
-6.25
Legenda U
-6.26
-6.27
-6.28
-6.29
-6.3
-6.31
-6.32
-6.33
-6.34
-6.35
BT (0) Gambar 18. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dalam beserta legenda 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76
35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25 -30 -35 -40 -45 -50 -55 -60
Dari pola aliran airtanah pada Gambar 18, diketahui airtanah mengalir cenderung dari Selatan ke Utara, karena topografi terendah berada pada bagian Utara kota Tangerang Selatan. Pada Gambar 19 terlihat penampang 3 dimensi muka airtanah dalam beserta dimensi masing-masing parameter perhitungan darcy, diantaranya ketebalan akuifer (b), lebar penampang akuifer (W), dan panjang aliran akuifer (δL).
31
Gambar 19. Penampang akuifer dalam dan penjelasannya. Pada Gambar 19, dapat terlihat bahwa nilai b sebesar 33,64 m, sedangkan untuk nilai W dan δL berturut-turut sebesar 10,58 km dan 10,89 km. Perbedaan kedalaman akuifer dari titik terendah hingga titik tertinggi dapat dilihat pada Gambar 20.
30
10
0
-10
-13
Gambar 20. Bar log posisi akuifer dalam sesuai kedalamannya.
32
Diperoleh: W 𝛿𝐿 bakuifer δhd k 𝑖
= 10,58 km (dari pengukuran menggunakan peta) = 10,89 km (dari pengukuran menggunakan peta) = 33,64 m (rata-rata ketebalan akuifer dalam) = -13- 30 = -43 m = 12 (konduktivitas hidrolik pasir) 𝛿ℎ −13𝑚 − 30𝑚 = = 𝛿𝐿 10890𝑚
A
= 10580 m x 33,64 m = 355.911,2 m2
𝑄
= −𝐴 × 𝑘 × 𝑖 = 10580𝑚 × 33,64𝑚 × −12 × = 16864,11 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖
b. LS (0)
−13𝑚 − 30𝑚 10890𝑚
Akuifer dangkal Legenda
-6.24
-6.25
U 54 52
-6.26
50 48
-6.27
46 44
-6.28
42 -6.29
40 38
-6.3
36 34
-6.31
32 30
-6.32
28 -6.33
26 24
-6.34
22 20
-6.35
18
BT (0) Gambar 21. Pola aliran airtanah (flownet) muka airtanah dangkal beserta legenda 106.66 106.67 106.68 106.69 106.7 106.71 106.72 106.73 106.74 106.75 106.76
Dari pola aliran airtanah pada Gambar 21, diketahui airtanah dangkal mengalir cenderung dari Selatan ke Utara, karena topografi terendah berada pada bagian Utara kota Tangerang Selatan. Pada Gambar 22 terlihat penampang 3 dimensi muka airtanah dangkal beserta dimensi masing-masing parameter perhitungan darcy, diantaranya ketebalan akuifer (b), lebar penampang akuifer (W), dan panjang aliran akuifer (δL).
33
Gambar 22. Penampang akuifer dangkal dan penjelasannya. Pada Gambar 22, dapat terlihat bahwa nilai b sebesar 7,43 m, sedangkan untuk nilai W dan δL berturut-turut sebesar 10,58 km dan 10,89 km. Perbedaan kedalaman akuifer dari titik terendah hingga titik tertinggi dapat dilihat pada Gambar 23.
56
15 10
0
-10
Gambar 23. Bar log posisi akuifer dangkal sesuai kedalamannya
34
Diperoleh: W 𝛿𝐿 bakuifer δhs k 𝑖 A 𝑄
= 10,58 km (dari pengukuran menggunakan peta) = 10,89 km (dari pengukuran menggunakan peta) = 7,43 m (rata-rata ketebalan akuifer dangkal) = 15-56 = -41 m = 12 (konduktivitas hidrolik pasir) 𝛿ℎ 15𝑚 − 56𝑚 = = 𝛿𝐿 10890𝑚 = 10580 m x 7,43 m = 78.609,4 m2 = −𝐴 × 𝑘 × 𝑖 = 10580𝑚 × 7,43𝑚 × −12 × = 3551,50 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖
15𝑚 − 56𝑚 10890𝑚
Setelah melakukan perhitungan, diperoleh pada akuifer dangkal cadangan air tanah sebesar 3551.50 m3/hari. Pada akuifer dalam cadangan air tanah sebesar 16864.11 m3/hari. Pada akuifer dangkal, daerah yang bagus untuk dimanfaatkan airtanah nya merupakan daerah yang berada pada bagian Utara kota Tangerang Selatan karena pada bagian Utara elevasi muka airtanah nya lebih rendah. Daerah tersebut diantaranya Serpong, Serpong Utara, dan Pondok Aren. Begitu juga pada akuifer dalam, daerah Serpong, Serpong Utara, dan Pondok Aren merupakan daerah yang bagus untuk dimanfaatkan airtanahnya. Dari hasil perhitungan, diperoleh prediksi potensi cadangan airtanah dangkal dan airtanah dalam di kota Tangerang Selatan, untuk lebih jelasnya ditampilkan pada tabel 7.
Jenis airtanah Dangkal Dalam
Tabel 7. Hasil Perhitungan Prediksi Potensi Cadangan Airtanah Prediksi potensi cadangan airtanah (m3/hari) 3551,50 16864,11
Terdapat ketentuan batasan pengambilan (eksploitasi) airtanah di Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 43 Tahun 2008 tentang Airtanah. Secara garis besarnya dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Ketentuan Konservasi Airtanah Penurunan muka airtanah Kategori <40% Aman 40-60% Rawan 60-80% Kritis >80% Rusak Maka, dari ketentuan peraturan tersebut dapat dihitung maksimal airtanah yang dapat dieksploitasi di kota Tangerang Selatan untuk dapat masuk dalam kategori aman. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 9.
Jenis airtanah Dangkal Dalam
Tabel 9. Hasil perhitungan Eksploitasi kategori Zona aman Prediksi potensi cadangan Jumlah eksploitasi kategori zona airtanah (m3/hari) aman (m3/hari) 3551,50 40%*3551,50 = 1420.060 16864.11 40%*16864.11 = 6745.64
35
V. 5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian “Prediksi Potensi Cadangan Airtanah Menggunakan Persamaan Darcy di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten”, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Akuifer dalam memiliki Gradien Hidrolik (kemiringan muka airtanah) yang lebih besar dibandingkan akuifer dangkal di wilayah Tangerang Selatan. 2. Pada akuifer dalam, flownet tertinggi rata-rata sebesar 15-20 m di atas permukaan laut berada pada kecamatan Serpong dan Pamulang, sedangkan flownet terendah rata-rata sebesar 55-60 m di bawah permukaan laut berada di kecamatan Pondok Aren dan Serpong Utara. Pada akuifer dangkal, flownet tertinggi rata-rata sebesar 38-50m di atas permukaan laut berada pada kecamatan Serpong dan Pamulang , sedangkan flownet terendah rata-rata sebesar 28-18 m di atas permukaan laut berada di kecamatan Pondok Aren dan Serpong Utara. Kontur topografi di bagian Selatan kota Tangerang Selatan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bagian utaranya, sehingga pola aliran airtanah (flownet) di kota Tangerang Selatan mengalir dari Selatan ke Utara, baik untuk jenis airtanah dangkal maupun airtanah dalam. 3. Luas penampang akuifer di kota Tangerang Selatan untuk akuifer dangkal (unconfined aquifer) dan akuifer dalam (confined aquifer) berturut-turut sebesar 78.609,4 m2 dan 355.911,2 m2. 4. Batuan yang mendominasi pada akuifer baik akuifer dalam maupun akuifer dangkal diantaranya pasir tufaan, lempung pasiran, dan pasir konglomeratan. Oleh sebab itu, diambil nilai konduktivitas hidrolik sebesar 12 m/hari, yang merupakan nilai konduktivitas jenis batuan pasir. 5. Prediksi potensi cadangan airtanah untuk akuifer dalam sebesar 16864.11 m3/hari, sedangkan prediksi potensi cadangan airtanah untuk akuifer dangkal sebesar 3551,50 m3/hari.
5.2
Saran 1.
2.
Untuk mempertahankan kondisi tanah di daerah eksploitasi maka harus ada batasan jumlah airtanah yang akan dieksploitasi agar tidak terjadi cekungan airtanah yang signifikan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 43 Tahun 2008 tentang Airtanah, maka kegiatan eksploitasi airtanah agar tetap masuk dalam kategori zona aman hanya dapat dieksploitasi sebesar 40% dari total jumlah airtanah yang ada. Untuk dapat masuk dalam kategori zona aman, maka airtanah dapat dieksploitasi di kota Tangerang Selatan adalah sebesar 1420.060 m3/hari untuk airtanah dangkal dan 6745.64 m3/hari untuk airtanah dalam.
36
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012a. Kabupaten Tangerang Dalam Angka tahun 2012. Biro Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. -----------. 2012b. Kota Tangerang Selatan. (Terhubung berkala http://www.tangerangselatankota. go.id/) (26 Februari 2012). -----------. 2012c. BPS Kota Tangerang Selatan. (Terhubung berkala http://tangselkota.bps.go.id/) (26 Februari 2012). Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Asdak C. 1995. Hidrologi dan pengolahan air sungai. Gajah Mada Univesity Press, Yogyakarta. Batmanghelidj MD. 2007. Air Untuk Kesehatan, Penyembuhan, dan Kehidupan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Bammelen RW Van. 1949. The Geology of Indonesia. The Hague: Martinus Nijhoff. Bear J, Verruijt A. 1987. Modeling Groundwater Flow and Pollution. Reidel Publishing Company. Holland. Bowen R. 1986. Groundwater. Elsevier Applied science Publishers. London and New York. Damtoro J.1999. Perbedaan Penggunaan Beberapa Filter Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Pada Program Komputer. Teknologi Indonesia Jilid XXII, No 1-2. Bandung. Das BM. 1993. Mekanika Tanah (diterjemahkan dari : Prinsiples Of Geotechnical Engineering, penerjemah : N. Endah dan I.B. Mochtar). Penerbit Erlangga: Jakarta. Dawson K.J, Istok JD. 1991. Aquifer Testing: Design and Analysis of Pumping and Slug Tests. Lewis Publishers: Michigan. Emch PG, Yeh WWG. 1998. Management Model For Conjunctive Use of Coastal Surface Water and Groundwater. Journal of Water Resource Planning and Management, American Society of Civil Engineers,124 (3), 129 Fetter CW. 1994. Applied Hydrogeology. 3rd Ed. Merrill Publishing Company, Ohio, USA. Haryono E, Adji TN. 2004. Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Bahan Ajar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta Hidayati R. 2001. Masalah Perubahan Iklim di Indonesia Beberapa Contoh Kasus [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Kashef AAI.1987.Ground waterEngineering, Me Graw – Hill Book Co, Singapore. Lee T R. 1999. Water Management in the 21st Century. Edward Elgar Publishing: Cheltenham UK. Lohman SW, et al. 1972. Definitions of Selected Groundwater Term-Revision and Conceptual Refinements. Geol. Surv. Water Supply Paper 1988, USA. Mays LW. 2005. Water Resources Engineering. Second Edition. John Wiley & Sons, United States of America. Mori K. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan (diterjemahan dari : Manual on Hydrology, penerjemah : L. Taulu). Paradnya Paramita: Jakarta.
37
Sukardi P. 1986. Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1:250.000 Lembar Jakarta. Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung. Sosrodarso S, Takeda K. 1993. Hidrologi untuk pengairan . Pradnya Paramita, Jakarta. Tangerang Selatan. 2011. Kajian Hidrogeologi Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Tangerang Selatan: Badan Lingkungan Hidup (BLH) Tangerang Selatan. Todd DK. 1995. Groundwater Hydrology. Second Edition. John Wiley & Sons, Singapore. Todd DK, Mays LW. 2005. Groundwater Hydrology. Third Edition. John Wiley & Sons, Singapore.
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 1. Hasil interpretasi data geolistrik (ST.1-ST.7) Titik Pendugaan Geolistrik
ST.1
ST.2
ST.3
ST.4
ST.5
ST.6
ST.7
Kedalaman (m)
Tahanan Jenis (Ohm meter)
0 – 1.3 1.3 – 5.3 5.3 – 13.7 13.7 – 31.5 31.5 – 80 80 - ∞ 0 – 1.25 1.25 – 5.25 5.25 – 15.75 15.75 – 28.25 28.25 - ∞ 0 – 1.5 1.5 – 26.27 26.27 – 44.73 44.73 -∞ 0 – 1.6 1.6 – 21.6 21.6 – 24.4 24.4 – ∞ 0 – 1.1 1.1 – 2.6 2.6 – 11.79 11.79 – 15.11 15.11 – 62.55 62.55 – ∞
3.16 2.25 1.37 2.57 6.56 12.53 0.01 – 18.65 8.27 19.93 4.8 29.38 5.59 0.51 4.5 7.51 14.66 78.68 4.82 25.99–78.68 1.52 2.15 7.92 1.52 9.9 2.07
Tanah penutup Lempung pasiran (diduga akuifer) Lempung Lempung pasiran (diduga akuifer) Pasir Tufaan Pasir konlomeratan (diduga akuifer) Tanah penutup Pasir tufaan (diduga akuifer) Pasir konglomeratan Lempung pasiran (diduga akuifer) Pasir konglomeratan (diduga akuifer) Tanah penutup Lempung Lempung pasiran (diduga akuifer) Pasir tufaan (diduga akuifer) Tanah penutup Pasir konglomeratan (diduga akuifer) Lempung Pasir konglomeratan (diduga akuifer)
0 – 1.25 1.25 – 1.8 1.8 – 6.2 6.2 – 73.8 73.8 - ∞ 0 – 1.3 1.3 – 5.7 5.7 – 33.33 33.33 – 75 75 - ∞
0.64 1.7 3.38 1.73 6.13 63.10 17.56 2.28 8.52 4.62
Tanah penutup Lempung/tuf Lempung pasiran (diduga akuifer) Lempung/tuf pasir tufaan (diduga akuifer) Tanah penutup Pasir konglomeratan (diduga akuifer) Lempung pasiran Pasir tufaan (diduga akuifer) Lempung pasiran
Penafsiran
Tanah penutup Lempung pasiran (diduga akuifer) Pasir tufaan (diduga akuifer) Lempung Pasir tufaan (diduga akuifer) Lempung pasiran (diduga akuifer)
40
Lampiran 2. Hasil interpretasi data geolistrik (ST.8-ST.14) Titik Pendugaan Geolistrik
Kedalaman (m)
Tahanan Jenis (Ohm meter)
Penafsiran
ST.8
0 – 1.7 1.7 – 8.3 8.3 – 12.7 12.7 – 35.3 35.3 – ∞
198.13 6.14 3.38 0.9 7.53
Tanah penutup Pasir tufaan (diduga akuifer) Lempung pasiran (diduga akuifer) Lempung Pasir Tufaan (diduga akuifer)
ST.9
0 – 1.7 1.7 – 6.3 6.3 – 72.6 72.6 – ∞
3.84 4.64 1.22 8.81
Tanah penutup Lempung pasiran (diduga akuifer) Lempung Pasir tufaan (diduga akuifer)
0 – 1.5 1.5 – 6.6 6.6 – 10.4 10.4 – 15.6 15.6 – 65.4 65.4 - ∞ 0 – 1.6 1.6 – 10.4 10.4 – 42.6 42.6 – 78.4 78.4 - ∞ 0 – 1.3 1.3 – 3.7 3.7 – 10.3 10.3 – 40.7 40.7 – 74.3 74.3 – ∞ 0 – 1.2 1.2 – 4.8 4.8 – 8.2 8.2 – 70.8 70.8 - ∞ 0 – 1.2 1.2 – 8.8 8.8 – 33.2 33.2 – 68.8 68.8 - ∞
15.57 2.74 7.32 1.12 3.22 7.8 14.66 2.1 0.73 4.25 8.3 2.26 5.4 8.95 4.4 1.13 53.33 22.08 9.75 4.41 1.16 5.25 2.04 1.5 3.30 – 5.5 1.19 8.39
Tanah penutup Lempung pasiran (diduga akuifer) Pasir tufaan (diduga akuifer) lempung Lempung pasiran (diduga akuifer) Pasir tufaan (diduga akuifer) Tanah penutup Lempung pasiran (diduga akuifer) Lempung Lempung pasiran (diduga akuifer) Pasir tufaan (diduga akuifer) Tanah penutup Lempung pasiran (diduga akuifer) Pasir tufaan (diduga akuifer) Lempung pasiran lempung Pasir tufaan (diduga akuifer) Tanah penutup Pasir tufaan (diduga akuifer) Lempung pasiran (diduga akuifer) Lempung Lempung pasiran (diduga akuifer) Tanah penutup lempung Lempung pasiran (diduga akuifer) Lempung Pasir tufaan (diduga akuifer)
ST.10
ST.11
ST.12
ST.13
ST.14
41
Lampiran 3. Data pada excel berupa topografi titik pengukuran Koordinat Titik
Lokasi
Topografi LS
BT
GL1
Pondok cabe, rawa lindung Pamulang
06° 21‟ 17.5‟‟
-6.35
106°45‟ 1.4‟‟
106.75
65
GL2
Pondok cabe, hilir Pamulang
06° 20‟ 45.3‟‟
-6.35
106°46‟ 8.5‟‟
106.77
50
GL3
Situ gintung, Ciputat Timur
06° 18‟ 00.0‟‟
106°45‟ 56.6‟‟
106.77
45
GL4
Setu rempoa, Ciputat Timur
06° 17‟ 13.8‟‟
-6.30 -6.29
106°45‟ 13.4‟‟
106.75
45
GL5
Kerangan, setu
06° 20‟ 44.4‟‟
-6.35
106°39‟ 19.4‟‟
106.66
55
GL6
Kademangan, setu
06° 19‟ 34.7‟‟
-6.33
106°39‟ 42.2‟‟
106.66
30
GL7
BSD serpong
06° 17‟ 54.9‟‟
-6.30
106°39‟ 49.7‟‟
106.66
40
GL8
Paku alam, serpong utara
06° 14‟ 15.4‟‟
-6.24
106°39‟ 5.6‟‟
106.65
25
GL9
Jelupang, serpong utara
06° 15‟ 22.9‟‟
-6.26
106°40‟ 22.0‟‟
106.67
20
GL10
Pondok aren
06° 15‟ 51.3‟‟
-6.26
106°41‟ 16.6‟‟
106.69
25
GL11
Jombang, Ciputat
06° 17‟ 45.4‟‟
-6.30
106°42‟ 50.9‟‟
106.71
45
GL12
Ciputat
06° 19‟ 22.5‟‟
-6.32
106°42‟ 27.9‟‟
106.71
55
GL13
Pondok pucung, Pondok Aren
06° 15‟ 53.9‟‟
-6.26
106°44‟ 20.5‟‟
106.74
35
GL14
Rawa buntu, Serpong
06° 18‟ 33.1‟‟
-6.31
106°41‟ 25.0‟‟
106.69
50
42
Lampiran 4. Peta administrasi Kota Tangerang Selatan
Sumber: BLH Tangerang Selatan, 2011 43 43
Lampiran 5. Peta topografi Kota Tangerang Selatan
Sumber: BLH Tangerang Selatan, 2011 44 44
Lampiran 6. Peta geologi Kota Tangerang Selatan
Sumber: BLH Tangerang Selatan, 2011 45 45
Lampiran 7. Peta satuan batuan Kota Tangerang Selatan
Sumber: BLH Tangerang Selatan, 2011 46 46
Lampiran 8.Peta hidrologi airtanah Kota Tangerang Selatan
Sumber: BLH Tangerang Selatan, 2011 47 47
Lampiran 9. Metode penggunaan surfer
48
Lampiran 9. Lanjutan Langkah-langkah pengolahan data pada surfer9: 1. Input Data Excel ke dalam surfer dengan memilih option Grid-Data
2.
Lalu pada kotak „Open Data‟ pilih data excel yang telah terdapat data kontur di dalamnya.
49
Lampiran 9. Lanjutan 3.
Pilih Sheet yang akan diolah.
4.
Pilih data input untuk koordinat x,y, dan z. Lalu OK dan save.
Dalam studi kali ini, input data untuk koordinat X dan Y berturut-turut adalah BT (bujur timur) dan LS (lintang selatan). Sedangkan untuk koordinat Z dapat berupa kontur muka airtanah dangkal dan kontur muka airtanah dalam. 5.
Untuk memunculkan hasilnya dalam 2 dimensi, pilih option „New Contour Map‟ pada menu „Map‟ dan klik pada nama file yang telah disimpan sebelumnya.. Sedangkan untuk memunculkan hasilnya dalam 3 dimensi pilih option „3D Surface‟.
50
6.
Berikut contoh hasil dalam 2 Dimensi dan 3 Dimensi
51
7.
Cara menggabungkan 2 buah plot data 3D: pilih dua data 3D yang ingin digabungkan.
Lalu pada „Object Manager‟ di sebelah kiri tampilan, tarik salah satu gambar „3D Surface‟ ke bagian „3D Surface‟ lainnya.
52
Sehingga hasil gabungan dari dua plot 3D tersebut sebagai berikut. Untuk mengubah warna dari gambar tersebut dengan cara klik kanan pada gambar lalu pilih „properties‟
53