PREDIKSI LAJU ABRASI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN
ARDI HERDIAN PURWADINATA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prediksi Laju Abrasi Dengan Menggunakan Citra Satelit Di Kabupaten Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Ardi Herdian Purwadinata NIM F44090020
ABSTRAK ARDI HERDIAN PURWADINATA.Prediksi Laju Abrasi dengan Menggunakan Citra Satelit di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Dibimbing oleh Dr.Ir. Roh Santoso B.W. MT. Perubahan garis pantai merupakan hasil gabungan dari proses alam (gelombang, pasang surut, arus dan sedimentasi) dan manusia . Kabupaten Tangerang, sebagai salah satu kabupaten yang memiliki panjang pantai hingga 51 km tidak lepas dari kerusakan lingkungan yang terjadi karena abrasi pantai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan garis pantai yang terjadi di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Tangerang dengan memanfaatkan citra satelit, Sistem Informasi Geografis, dan memprediksi laju abrasi di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Tangerang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi wilayah pesisir kabupaten Tangerang terhadap ancaman abrasi. Berdasarkan hasil análisis, telah di prediksi Kecamatan Kronjo memiliki rata-rata laju abrasi sebesar 16.3 m/tahun, lalu Kecamatan Kemiri memiliki laju rata- rata abrasi sebesar 9.2 m/tahun, Kecamatan Mauk laju abrasi rata rata sebesar 20.9 m/tahun, Kecamatan Sukadiri dengan laju abrasi rata rata 5.2 m/tahun, Kecamatan Paku Haji laju abrasi rata rata sebesar 14.3 m/tahun, Kecamatan Teluknaga laju abrasi rata rata sebesar 19.67 m/tahun dan kecepatan abrasi rata rata pada kecamatan Kosambi sebesar 3.2 m/tahun. Berdasarkan hasil tersebut diindikasikan telah terjadi kerusakan hutan mangrove, sehingga perlu diupayakan penanganan dalam melindungi daerah pesisir baik secara buatan dengan bangunan pelindung pantai atau dengan cara alami dengan penanaman hutan mangrove.
Kata kunci: abrasi , pantai , sistem informasi geografis
ABSTRACT ARDI HERDIAN PURWADINATA. Prediction Of Abrasion Rate Using Satellite Image In The District Tangerang Of Province Banten . Supervised by Dr.Ir. Roh Santoso B.W.MT. Shoreline change is the result of a combination of natural processes (waves, tides, currents and sedimentation) and humans. Tangerang regency, as one district that has a long coast until 51 km can not be separated from environmental damage that occurs due to coastal erosion. purpose of this study was to identify the changes that occur in the shoreline along the coastal areas of Tangerang regency by utilizing satellite imagery, Geographic Information Systems. and predict the rate of erosion along coastal areas of Tangerang regency. This study is expected to provide an overview of the condition of coastal areas against the threat of Tangerang regency abrasi. Depend on the result, predictive analysis of Kronjo district has an average erosion rate of 16.3 m / year, abrasion rate of the kemiri is 9,295 m / year, Mauk abrasion average rate of 20.9 m / year, Sukadiri with an average erosion rate of 5.2 m / year, Paku Haji abrasion average rate of 14.3 m / year, in Teluk Naga district average erosion rate of 19.67 m / year and average speed of abrasion on Kosambi is 3.2 m / year. Based on these results indicated mangrove forest damage has occurred, so it is necessary to protect coastal areas handling both made by building a protective beach or in a natural way by planting mangroves.
Keywords: abrasion, beach,geographic information systems
PREDIKSI LAJU ABRASI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN
ARDI HERDIAN PURWADINATA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil Dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
: Prediksi Laju Abrasi Dengan Menggunakan Citra Satelit di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten : Ardi Herdian Purwadinata : F44090020
Nama NIM
Disetujui oleh
Dr.Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr.Yudi Chadirin, STP, MAgr Plh.Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah abrasi, dengan judul Prediksi Laju Abrasi Dengan Menggunakan Citra Satelit di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT selaku dosen pembimbing, serta Eko, Hifdi, Penky Irawan, dan Ilham yang telah banyak memberi saran kepada penulis. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orang tua terutama Ibu atas segala kasih sayang dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, serta seluruh keluarga, kerabat, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013 Ardi Herdian Purwadinata
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE
7
Bahan
8
Alat
8
Prosedur Analisis Data
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR TABEL 1 Prediksi Laju Abrasi
17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Peta batas administrasi Kabupaten Tangerang Diagram alir penelitian Peta abrasi pantai di Kecamatan Kronjo Peta abrasi pantai di Kecamatan Kemiri Peta abrasi pantai di Kecamatan Mauk. Peta abrasi pantai di Kecamatan Sukadiri Peta abrasi pantai di Kecamatan Paku Haji Peta abrasi pantai di Kecamatan Teluknaga Peta abrasi pantai di Kecamatan Kosambi. Kondisi pantai di Kecamatan Mauk Kondisi umum wilayah pesisir Kabupaten Tangerang
3 7 10 11 11 12 12 13 13 14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis garis pantai yang tidak mengalami abrasi 2 Peta Tutupan Lahan Kabupaten Tangerang
21 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang Di Indonesia umumnya perubahan morfologi pantai diakibatkan oleh abrasi pantai yang disebabkan oleh sirkulasi arus, dinamika gelombang dan interaksi faktor-faktor tersebut dengan sedimen serta faktor manusia (Diposaptono, 2004). Menurut Direktorat Bina Pesisir, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Dirjen P3K) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tercatat pada tahun 2001 lalu terdapat 122 daerah pantai di 15 provinsi yang terkena erosi pantai parah dan memerlukan perhatian serta penanganan segera. Mengacu dari apa yang disampaikan diatas, ternyata permasalahanpermasalahan pantai khususnya perubahan garis pantai harus mendapat perhatian serius, sebab apa yang terjadi dirasakan akan memengaruhi rencana dan aktivitas pembangunan serta kesejahteraan masyarakat. Salah satu kegiatan yang dirasakan masih perlu dilakukan adalah evaluasi terhadap morfologi pantai (garis pantai) yang harus dilakukan dari waktu ke waktu untuk mengatahui sejauh mana perubahan yang terjadi, apakah masih pada batas-batas yang dapat ditoleransi bila suatu kondisi tertentu akan dipertahankan ataukah perubahan yang terjadi memiliki dampak yang signifikan. Hal inilah yang menjadi catatan untuk mengetahui bagaimana perubahan morfologi pantai khususnya garis pantai yang terjadi di Utara Pulau Jawa khususnya pesisir pantai Kabupaten Tangerang. Survey yang dilakukan didasarkan pada citra satelit dan survey lapang. Melalui penelitian ini diharapkan ada informasi perubahan morfologi pantai sebagai dampak dari abrasi yang terjadi. Perubahan garis pantai baik maju atau mundur menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya pemanfaatan lahan; bertambah atau berkurangnya luas daratan; terancamnya aktivitas manusia dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor manusia yang menyebabkan perubahan, faktor lain yang sangat berpengaruh adalah faktor alam (Hermanto, 1986). Kabupaten Tangerang, sebagai salah satu kabupaten yang memiliki daerah pantai yang cukup besar juga tak luput dari kerusakan lingkungan yang terjadi karena abrasi pantai. Hal ini disebabkan oleh arus pantai yang cukup deras, tanggul penahan air yang lemah, kurangnya lahan hutan bakau, serta sisa-sisa eksplorasi pasir laut liar yang terjadi. Pada tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Tangerang telah melakukan penanaman pohon bakau sebanyak 165.000 di beberapa tempat sebagai upaya pengurangan tingkat pengikisan pantai atau abrasi di sepanjang pantai laut utara, terutama di Kecamatan Sukadiri dan Kecamatan Mauk yang sudah sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 2010 abrasi melanda pesisir Kabupaten Tangerang sekitar 30 km. Dari paparan diatas diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi perubahan garis pantai di Kabupaten Tangerang.
2 Perumusan Masalah Abrasi pantai yang terjadi di Kabupaten Tangerang terjadi karena hempasan gelombang pasang. Adanya abrasi di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang mengakibatkan dampak antara lain berkurangnya wilayah daratan dan mengganggu kegiatan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian prediksi laju abrasi guna mengetahui kisaran laju abrasi di Kabupaten Tangerang guna memberikan solusi untuk penanganannya. Pendekatan yang dilakukan dalam mengetahui perubahan garis pantai dapat dilihat dengan memanfaatkan teknologi citra satelit dengan menggunakan Google Earth yang ditampilkan dengan perangkat lunak Arc Gis 9.3 dan menggunakan persamaan laju abrasi.
Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengidentifikasi perubahan garis pantai yang terjadi di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Tangerang dengan memanfaatkan citra satelit dan memprediksi laju abrasi di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Tangerang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi wilayah pesisir kabupaten Tangerang terhadap ancaman abrasi.
Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini diantaranya, dapat mengetahui kisaran laju abrasi di Kabupaten Tangerang dengan menggunakan citra satelit dan mengetahui pola perubahan garis pantai di Kabupaten Tangerang.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian diakukan pada bulan Maret hingga Mei 2013 dengan ruang lingkup mengetahui perubahan garis pantai dan Laju Abrasi di Kabupaten Tangerang. Lokasi penelitian yaitu di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang yang terdiri dari 7 kecamatan pesisir (Gambar 1). Secara geografis, wilayah studi terletak pada 106°20’-106°44’ Bujur Timur dan 5°58’-6°21’ Lintang Selatan hingga 106°43'28.877" Bujur Timur dan 6°5'16.6385" Lintang Selatan. Kabupaten Tangerang termasuk salah satu daerah yang menjadi bagian dari wilayah Provinsi Banten. Terletak pada posisi geografis dengan batas-batas: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, dengan panjang garis pantai ± 51 km. 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerangdan DKI Jakarta.
3 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat) dan Kabupaten Lebak. 4. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Lebak.
Sumber : Pemerintah Kabupaten Tangerang Gambar 1. Peta batas administrasi Kabupaten Tangerang
TINJAUAN PUSTAKA Pantai Pantai disebut sebagai daerah tepi perairan yang berada diantara surut terendah dan pasang tertinggi. Daerah sekitarnya itu disebut sebagai daerah pesisir pantai yang ditandai dengan pengaruh dari darat dan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Bagian yang memisahkan laut dan darat memiliki pola yang berbentuk garis berliku atau lurus, bagian itu kenal sebagai garis pantai (Horikawa, 1988). Menurut Sastroprawiro (1991) ada tiga bagian utama pantai, yakni : a) Beach (daerah pantai). Daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang surut. b) Shoreline (garis pantai). Jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan relatif merupakan batas antara daerah yang dapat dicapai air laut dan yang tidak bisa. c) Coast (pantai, pesisir). Daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh dari air laut.
4 Selanjutnya dikatakan juga bahwa pantai selalu mengalami perubahan bentuk secara kontinu, perubahan yang terjadi berada dalam satuan skala waktu atau time scale (kisaran perubahan dari waktu geologi untuk periode tunggal dari gelombang yang disebabkan oleh angin atau perubahan dalam kisaran musim tertentu) dan skala ruang atau spatial scale (pada kisaran pantai atau kawasan tertentu dengan panjang yang berbeda atau bisa juga dalam sebuah region). Menurut Triatmodjo (1999) perubahan bentuk dan garis pantai merupakan respons dinamis alami pantai terhadap laut. Apabila proses ini berlangsung secara terusmenerus tanpa ada faktor penghambat, maka proses pengikisan akan berlanjut. Dalam skala waktu, luas daratan, besaran energi eksternal dan daya tahan material penyusun pantai akan menentukan apakah pantai tersebut akan hilang atau tenggelam (Diposaptono, 2004). Hantoro (2006) menyatakan bahwa perubahan garis pantai bergeser seiring perubahan paras muka laut, pergeseran tersebut dapat terjadi oleh susutnya permukaan air laut atau gerak vertikal dari darat (proses tektonik, dan sebagainya ). Sementara itu, perubahan paras laut disebabkan oleh berubahnya volume air atau berubahnya volume cekungan samudera.Ada banyak bentuk pantai. Pembagainnya dapat didasarkan pada berbagai komponen. a. Berdasarkan materi penyusun pantai (Triatmodjo, 1999 dan Diposaptono, 2004), diantaranya :
Pantai berbatu. Dinding pantainya terjal yang langsung berhubungandengan laut dan sangat dipangaruhi oleh serangan gelombang. Biasanya tidak mudah tererosi akibat adanya arus atau gempuran gelombang. Kalaupun ada lebih banyak disebabkan oleh pelapukan batuan atau proses geologi lain dalam waktu yang relatif lama. Erosi pada material masif (seperti batu atau karang) ini lebih dikenal dengan nama abrasi.
Pantai berpasir. Pantai tipe ini terbentuk oleh proses di laut akibat erosi gelombang, pengendapan sedimen, dan material organik. Material penyusun terdiri atas pasir bercampur batu yang berasal dari daratan yang terbawa aliran sungai atau berasal dari daratan di belakang pantai tersebut. Di samping berasal dari daratan, material penyusun pantai ini juga dapat berasal dari berbagai jenis biota laut yang ada di daerah pantai itu sendiri.
Pantai berlumpur. Pantai berlumpur yang banyak dijumpai di muara sungai yang ditumbuhi oleh hutan mangrove, energi gelombang terdisipasi oleh hutan mangrove dan lumpur. Pantai tipe ini relatif mudah berubah bentuk, mengalami deformasi, dan tererosi.
5
Arus Arus merupakan gerakan horisontal atau vertikal dari massa air sehinggamassa air tersebut mencapai kestabilan. Gerakan arus di laut disebabkan dua yakni gaya primer dan gaya sekunder. Gaya primer berperan dalam menggerakkan arus dan menentukan kecepatannya (gesekan angin, pasang surut, gravitasi, gradient tekanan, perbedaan densitas, gaya dorong keatas/bawah dan tekanan atmosfer), sedangkan gaya sekunder meliputi gaya Coriollis dan gesekan air laut itu sendiri ( Pond and Pickard, 1983 ). Untuk daerah pantai, arus yang timbul dalam zona tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu arus laut yang bergerak ke arah offshore, arus pasang surut dan arus sejajar pantai yang ditimbulkan oleh gelombang ( Prasetya, 1993 ). Hal senada dikatakan oleh Komar (1983) bahwa arus yang dominan pada dekat pantai adalah arus yang tegak lurus garis pantai mengarah ke laut (rip current), namun karena adanya gelombang pecah seiring dengan pembentukan sudut gelombang mengakibatkan arus bergerak sejajar garis pantai atau longshore current. Dikatakan lebih lanjut bahwa variasi kecepatan longshore current sangat bergantung pada tinggi gelombang pecah yang tiba di pantai dan pola kemiringan pantai. Dampak yang ditimbukan dari pergerakan arus di pantai (longshore current atau rip current) adalah transpor sedimen yang mengakibatkan terjadinya perubahan profil pantai, serta penyebaran polutan sepanjang pantai dan beberapa kejadian lainnya.
Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem berdasarkan computer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geogafis yang mencakup pemasukan, managemen data (penyimpanan data dan pemanggilan data), manipulasi dan analisis, dan pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989). Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu system basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Sistem informasi geografis berdasarkan operasinya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : (1) SIG secara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog, dan (2) SIG secara komputer atau sering disebut SIG otomatis dimana datanya adalah data digital ( Barus dan Wiradisastra,2000 ). SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembar material transparansi untuk tumpang-tindih, foto udara dan foto lapangan, laporan-laporaan statistik, dan laporan-laporan survei lapang. Dalam SIG terdapat dua macam data, yaitu data spasial dan data atribut (tabulasi). Data spasial disajikan dalam bentuk titik, garis dan area. Sedangkan data atribut sering dikategorikan sebagai data non spasial, karena peranannya tidak menunjukkan posisinya, akan tetapi lebih menunjukkan penjelasan mengenai objek atau identitas. Data atribut dapat dinyatakan menjadi empat bentuk yaitu nominal, ordinal, interval, dan ratio. Aplikasi SIG saat ini telah
6 banyak digunakan di Indonesia baik untuk perencanaan pertanian maupun penggunaan lahan. Sebagai contoh SIG dapat digunakan untuk menentukan luas efektif tanaman perkebunan pada suatu luasan tertentu, aplikasi SIG juga digunakan untuk analisis perkembangan pemukiman dan banyak lagi aplikasi SIG yang telah diterapkan dalam berbagai kegiatan antara lain untuk pemetaan kawasan rawan banjir dan lain-lain. Dalam aplikasinya Sistem Informasi Geografis menggunakan suatu software tertentu. Software yang sering digunakan di Indonesia saat ini adalah ArcView (ArcView versi 3.3), selain itu masih ada lagi beberapa jenis software lain yang sering digunakan seperti ArcGIS dan lainlain.
7
METODE Mulai -
Pengambilan data primer Pengambilan data sekunder Kajian literatur Pengecekan lapangan
Persamaan laju abrasi : V = m ( A ρ t )-1
Analisis hasil
Validasi
tidak
Selesai Gambar 2. Diagram alir penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian secara umum terdiri dari empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pengolahan dan interpretasi data, pengecekan lapang, dan analisis hasil. pada tahap persiapan dilakukan tahap pengumpulan literatur dan data lain baik data primer maupun data sekunder yang jumlah dan jenisnya sesuai dengan kebutuhan untuk analisis abrasi yang terjadi di Kabupaten Tangerang. Pada tahap pengolahan dan interpretasi data dilakukan olah data dari data seknder dan primer hingga menghasilkan output peta abrasi pantai dan prediksi laju abrasi. Selanjutnya pada tahap pengecekan lapang dilakukan pengecekan lokasi dari darat dan laut. Kemudian dilakukan analisis hasil dan didapatkan kesimpulan.
8 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain : a. Data sekunder Peta Kabupaten Tangerang tahun 2008 dalam bentuk soft file .shp b.Citra Satelit Kabupaten Tangerang tahun 2005, 2009,2011, dan 2012 dari software Google Earth. c. Peta Kabupaten Tangerang tahun 1998 dari BAKOSURTANAL.
Alat Alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu : 1. Perangkat keras ( Hardware ) a) Notebook Compaq 510 Core2 Duo, memori 2 Gb, Hard Disk 220 GB b) Printer Canon IP 1880i c) Seperangkat GPS d) Digital Camera. e) Calculator 2. Perangkat lunak ( Software )
a) Google Earth b) ArcGIS 9.3 c) Global Mapper 13 Prosedur Analisis Data Pengolahan Data dengan perangkat lunak Google Earth Pada tahap ini , digunakan perangkat lunak google earth, hal pertama yang dilakukan adalah menjalankan program. Setelah itu dikeluarkan tools yang menunjukan keterangan waktu, dimana fungsi tools ini untuk memundurkan waktu. Kemudian dipilih tahun pengambila garis pantai yaitu tahun 2005, 2009, 2011, dan 2012. Langkah berikutnya yaitu dengan menandai garis pantai, yaitu perbatasan antara daratan dan laut dengan tools line. Langkah selanjutnya adalah dengan meyimpan data garis yang nantinya akan diolah pada perangkat lunak global mapper. Pengolahan Data dengan perangkat lunak Global Mapper Pada tahap ini data olahan dari google earth akan diolah sehingga data tersebut bisa ditampilkan pada penampilan hasil yaitu ArcGis 9.3. Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan memasukkan data google earth, kemudian setelah data dimasukkan, data tersebut dilakukan tahap digitasi, georeferencing, dan overlay.
9 Pengolahan data dengan perangkat lunak ArcGis 9.3 Pada tahap ini, ArcGis digunakan untuk penampilan data yang telah dibuat. Tahap awal pada pengolahan ArcGis dengan menambahkan file dari kabupaten Tangerang, kemudian ditambahkan garis pantai secara time series, dan dimasukkan semua data penunjang dalam komponen penyusun peta. Setelah semua data dimasukkan, dapat dilihat pola perubahan garis Pantai di Kabupaten Tangerang. Dengan ArcGis, dapat diketahui jarak perubahan garis pantai dari setiap tahun, sehingga dengan jarak tersebut dapat dilakukan perhitungan manual untuk menghitung laju abrasi dari setiap desa yang terdapat di 7 kecamatan daerah wilayah pesisir. Pengecekan lapangan Pada tahap ini dilakukan survey lapangan dengan 2 cara, yaitu penyusuran garis pantai dari darat dan penyusuran garis pantai dari laut menggunakan kapal. Pada tahap ini diperoleh titik titik dengan menggunakan GPS untuk mencatat titik yang ingin dilakukan. Pada tahap survey ini dilakukan wawancara informal terhadap warga mengenai kondisi lingkungan setempat yang berkaitan dengan abrasi. Pada saat survey lapang dilakukan koreksi terhadap olahan data sebelumnya sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat. Analisis Abrasi Pantai Perhitungan kecepatan abrasi dilakukan pada setiap segmen Pantai Kabupaten Tangerang yang terabrasi dengan beberapa indikator seperti mengukur panjang pantai terabrasi; tinggi Pantai Kabupaten Tangerang dari permukaan laut; lebar pantai berpasir; menginventaris jenis batuan; vegetasi tumbuhan; dan kondisi batu karang;, dan mengukur posisi segmen dengan GPS. Menurut Junaidi F, kecepatan abrasi dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : V = m ( A ρ t )-1 dengan : V = kecepatan abrasi (m/tahun) m = massa tanah atau batuan yang terabrasi (Kg) A = luas permukaan tebing yang terkena benturan gelombang laut (m2) = densitas batuan (Kg/m3) t = waktu (tahun)
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Garis pantai Berdasarkan hasil olahan gambar, didapat peta abasi pada 7 Kecamatan wilayah pesisir Kabupaten Tangerang yang disajikan dengan perubahan garis pantai pada tahun 2005 yang ditandai dengan warna ungu, garis pantai tahun 2009 yang ditandai dengan warna hijau, garis pantai tahun 2011 yang ditandai dengan warna kuning, dan garis pantai tahun 2012 yang ditandai dengan warna merah yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3. Peta abrasi pantai di Kecamatan Kronjo
11
Gambar 4. Peta abrasi Pantai di Kecamatan Kemiri
Gambar 5. Peta abrasi Pantai di Kecamatan Mauk.
12
Gambar 6. Peta abrasi Pantai di Kecamatan Sukadiri
Gambar 7. Peta abrasi Pantai di Kecamatan Paku Haji
13
Gambar 8. Peta abrasi Pantai di Kecamatan Teluknaga
Gambar 9. Peta abrasi Pantai di Kecamatan Kosambi.
14 Dari peta abrasi yang telah didapatkan, pada umumnya dapat dilihat pola perubahan garis pantai sedikit demi sedikit mengalami perubahan dalam pengurangan daratan yang dipengaruhi oleh abrasi yang berbanding lurus dengan waktu. Perubahan garis pantai yang terjadi di Kabupaten tangerang tidak lepas dari faktor – faktor yang memengaruhi abrasi yaitu keberadaan bangunan pantai dan keberadaan mangrove sebagai ekosistem di wilayah pesisir pantai. Dari hasil peta yang ada dapat dilihat tidak semua daerah pesisir mengalami abrasi. Secara umum pantai Kabupaten Tangerang termasuk pada tipe pantai berpasir. Pantai tipe ini terbentuk oleh proses di laut akibat erosi gelombang, pengendapan sedimen, dan material organik. Material penyusun terdiri atas pasir bercampur batu yang berasal dari daratan yang terbawa aliran sungai atau berasal dari daratan di belakang pantai tersebut. Di samping berasal dari daratan, material penyusun pantai ini juga dapat berasal dari berbagai jenis biota laut yang ada di daerah pantai itu sendiri. Bentuk pantai ini dipengaruhi oleh energi gelombang yang menghempas pantai, dimana dengan mengetahui besarnya energi gelombang bisa digunakan dalam permodelan bangunan pelindung pantai. persamaan energi gelombang ini bisa didapatkan dengan mengetahui nilai dari densitas air laut, percepatan gravitasi, dan tinggi air laut.
Gambar 10. Kondisi pantai di Kecamatan Mauk Pada gambar 10, dapat dilihat kondisi wilayah pantai di Kecamatan Mauk, dimana kecamatan ini memiliki tingkat laju abrasi yang paling besar. Pada gambar dapat dilihat terdapat tiang listrik yang seharusnya tiang listrik berada di atas tanah, namun karena abrasi yang yang terjadi di Kecamatan Mauk mengakibatkan pengurangan daratan yang besar.
15
Gambar 11. Kondisi umum wilayah pesisir Kabupaten Tangerang Gambar 11. Merupakan kondisi secara umum yang ada di seluruh wilayah pesisir Kabupaten Tangerang dimana hampir secara keseluruhan wilayah pesisir Tangerang banyak yang beralih fungsi menjadi lahan tambak ikan. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya dampak abrasi yang terjadi. Selain itu dengan adanya kegiatan tambak ini akan mengurangi luasan hutan mangrove sehingga secara otomatis akan berakibat meningkatnya laju abrasi yang terjadi di Kabupaten Tangerang. Kondisi Bangunan Pantai Berdasarkan hasil tinjauan lapang kondisi breakwater di Kabupaten Tangerang, secara garis besar memiliki kondisi sedang. Dua dari tujuh kecamatan tidak memiliki bangunan breakwater yaitu pada Kecamatan Kemiri dan Kecamatan Sukadiri . Kondisi break water pada masing masing kecamatan memiliki keragaman, seperti pada kecamatan Mauk. Berdasarkan hasil analisis pada Kecamatan Mauk terdapat bangunan breakwater yang secara tegak lurus mengarah ke laut sebanyak ±16 buah dengan panjang yang berbeda, hal ini dikarenakan laju abrasi pada Kecamatan Mauk adalah laju yang terbesar dari ke tujuh kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang wilayah. Karena terdapat radar TNI di Kecamatan Mauk, maka dari itu perhatian terhadap kerentanan daerah pesisir pantai lebih diutamakan jika dibandingkan dengan kecamatan lain. Bangunan pantai yang terdapat di Kabupaten Tangerang yaitu Bangunan bronjongan, bangunan tumpukan batuan yang terdapat pada wilayah pesisir pantai dengan posisi sejajar pantai. berdasarkan hasil analisis dan tinjauan lapangan di Kabupaten Tangerang, hanya terdapat 5 lokasi yang telah dibangun bronjong, yaitu pada kecamatan Mauk, Sukadiri, Teluknaga dan Kosambi. Dari semua bronjong yang ada, Kecamatan Mauk adalah yang terbaik, karena keberadaan bangunan pelindung pantai tersebut lebih terfokus untuk melindungi daerah Radar TNI dari hempasan gelombang pasang. Secara garis besar total dari panjang pantai Kabupaten Tangerang sebesar 50.51 km, namun hanya 1.72 km atau 3.4 % yang sudah terbangun bagunan
16 penahan gelombang guna menjaga kestabilan garis pantai Kabupaten Tangerang. Berdasarkan peta abrasi pantai di Kabupaten Tangerang dapat dilihat kurangnya bangunan – bangunan penjaga pantai guna mempertahankan wilayah daratan di pesisir pantai Kabupaten Tangerang. Penyebab kurangnya bangunan pantai di Kabupaten Tangerang yang utama adalah tidak semua wilayah pesisir di Kabupaten Tangerang memiliki akses jalan menuju wilayah pesisir, oleh karena itu kegiatan pembangunan dalam upaya menurunkan kerusakan wilayah pesisir terhambat. Berdasarkan hasil penelitian, perlu dilakukan upaya pemerintah dalam menjaga daerah pesisir Kabupaten Tangerang dengan membangun bangunan penjaga pantai seperti groin di sepanjang kecamatan Kosambi, bangunan penahan gelombang di kecamatan Kronjo sampai kecamatan Paku Haji, bangunan jetty di kecamatan Teluknaga dan penambahan daratan di Kecamatan Mauk. Abrasi yang terjadi terus menerus akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Kerusakan akibat abrasi itu menyebabkan terkikisnya daratan dan semakin luas lautan oleh gerusan air. Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat dari abrasi yang terjadi dapat ditanggulangi lebih lanjut dengan memberi penahan ombak dan memperbaiki biodiversity daerah pesisir tersebut dengan penahan ombak alami berupa hutan mangrove. Penanaman kembali hutan mangrove (bibit mangrove) yang baru, perlu disertai dengan perlindungan dan tindak lanjut yang baik.
17 Prediksi Laju Abrasi Tabel 3. Prediksi Laju Abrasi Posisi Desa Awal Kecamatan Kronjo
Klutuk Kronjo Pagedangan ilir Lontar
Kecamatan Kemiri
Karang Anyar Patra Manggala Mauk barat
Kecamatan Mauk
Kecamatan Sukadiri
Ketapang Marga Mulya Tanjung Anom Karang Serang Surya bahari Sukawali
Kecamatan Paku Haji
Kramat Kohod Tanjung Burung
Kecamatan Teluk Naga
Tanjung Pasir Muara Lemo
Kecamatan Kosambi
Salembaran Jaya Kosambi Barat Kosambi Timur Dadap
Akhir
106°24'44.0227"E 6°1'28.0254"S 106°25'39.4186"E 6°1'54.6814"S 106°26'45.4744"E 6°2'2.5471"S 106°27'35.4821"E 6°2'15.8136"S 106°28'2.2889"E 6°2'29.1414"S 106°28'14.8109"E 6°2'39.8275"S 106°29'0.3409"E 6°2'46.8503"S 106°29'48.5087"E 6°2'39.5716"S 106°30'20.5816"E 6°2'20.7235"S 106°31'10.4754"E 6°1'52.8922"S 106°33'14.0945"E 6°1'32.891"S 106°33'45.3505"E 6°1'41.7345"S 106°34'40.7091"E 6°1'54.0809"S
106°25'39.4186"E 6°1'54.6814"S 106°26'45.4744"E 6°2'2.5471"S 106°27'35.4821"E 6°2'15.8136"S 106°28'2.2889"E 6°2'29.1414"S 106°28'14.8109"E 6°2'39.8275"S 106°29'0.3409"E 6°2'46.8503"S 106°29'48.5087"E 6°2'39.5716"S 106°30'20.5816"E 6°2'20.7235"S 106°31'10.4754"E 6°1'52.8922"S 106°33'14.0945"E 6°1'32.891"S 106°33'45.3505"E 6°1'41.7345"S 106°34'40.7091"E 6°1'54.0809"S 106°35'24.4161"E 6°1'48.5941"S
106°35'24.4161"E 6°1'48.5941"S
106°36'38.4179"E 6°1'28.7248"S
106°36'38.4179"E 6°1'28.7248"S 106°38'17.4536"E 6°0'23.222"S 106°39'15.5725"E 6°1'4.1364"S 106°41'20.5213"E 6°1'15.3657"S 106°42'17.7606"E 6°1'58.9557"S 106°42'48.2316"E 6°2'41.7347"S 106°42'35.8691"E 6°3'22.8619"S 106°42'39.5565"E 6°4'0.3656"S 106°42'53.9236"E 6°4'28.9032"S
106°38'17.4536"E 6°0'23.222"S 106°39'15.5725"E 6°1'4.1364"S 106°41'20.5213"E 6°1'15.3657"S 106°42'17.7606"E 6°1'58.9557"S 106°42'48.2316"E 6°2'41.7347"S 106°42'35.8691"E 6°3'22.8619"S 106°42'39.5565"E 6°4'0.3656"S 106°42'53.9236"E 6°4'28.9032"S 106°43'28.883"E 6°5'18.812"S
Laju abrasi
( m/tahun )
Perubahan Garis Pantai 3.423 – 21.254
V =m(Aρ t )-1
3.6- 1 7.84 15-33,85 4.42- 11.2 4.01- 12.22 4.28- 5.66 1.521-6.59 4.28- 7.51 30.36-49.92 2.946- 6.874 2.42- 5.59 3.57- 5.154 6.59- 10.89
2.704-23.19 3.06-16.93 3.3-24.71 3.4-24.03 2.28-3.6 1.98-6.11 3.66-14.67 1.66-4.46 3.7-5.95 2.39-11.69 4.57-8.96 3.14-15.51 2.354-6.35 0.674-11.712
10.27- 17.14 4.71- 11.71 9.9-53.12 11.42- 12.57 4.84- 17 10.84-20.81 1.28- 10 0.54- 1.08 3.5- 10.6 1.02- 2.42
3.156-4.965 6.62-39.18 4.77-5.24 2.03-5.77 1.235-5.86 3.34-22.84 5.24-17.04 4.6-16.18 4.134- 7.033
18
Penentuan Laju Abrasi ditentukan dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari citra satelit dan pendekatan matematis. Berdasarkan hasil dari perhitungan dan data yang telah diperoleh, wilayah Kabupaten Tangerang secara keseluruhan sangat berpotensial mengalami abrasi seperti pada Tabel 3. Pada bagian kolom prediksi laju abrasi berdasarkan perubahan garis pantai, data garis pantai dalam peta yang dibuat telah dikoreksi berdasarkan pengecekan lapang untuk titik kontrol dan dilakukan wawancara langsung kepada setiap warga dan nelayan yang tinggal di daerah pesisir. Sedangkan pada bagian prediksi laju abrasi dengan menggunakan persamaan laju abrasi, tingkat keakuratannya hanya bisa mencapai 65 % jika dibandingkan dengan peta yang telah dibuat dan dikoreksi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan persamaan tersebut tidak menggunakan parameter penting dalam prediksi laju abrasi yaitu arus dan kecepatan angin . Kecamatan Kronjo memiliki rata rata laju abrasi sebesar 16.3 m/tahun, kemudian pada Kecamatan Kemiri laju rata rata abrasi sebesar 9.295 m/tahun, lalu di Kecamatan Mauk laju abrasi rata rata sebesar 20.9 m/tahun, Kecamatan Sukadiri dengan laju abrasi rata rata 5.2 m/tahun, kemudian pada Kecamatan Paku Haji laju abrasi rata rata sebesar 14.3 m/tahun, lalu di Kecamatan Teluknaga laju abrasi rata rata sebesar 19.67 m/tahun dan kecepatan abrasi rata rata pada Kecamatan Kosambi sebesar 3.2 m/tahun. Berdasarkan tingkat laju rata rata abrasi pada masing masing kecamatan , hal ini mengindikasikan kerusakan penahan ombak alami (hutan mangrove). Kerusakan ini terjadi akibat proses penebangan liar hutan meangrove yang dilakukan oleh penduduk sekitar, yang selanjutnya kayu-kayu tersebut digunakan sebagai bahan bakar untuk kegiatan rumah tangga dan sejenisnya, selain itu dengan adanya penambangan pasir liar sebagai faktor awal terjadinya abrasi oleh tangan manusia.
19
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan, pada umumnya abrasi akan terjadi pada wilayah pesisir yang tidak memiliki hutan bakau dan telah mengalami penambangan pasir. Dari total panjang pantai Kabupaten Tangerang sebesar ± 51 km, telah terjadi abrasi sebesar 40.3 % dari tahun 2009 hingga 2012 yaitu ± 20.6 km. Kecamatan Kronjo mengalami abrasi sepanjang 2.7 km dengan rata-rata laju abrasi sebesar 16.3 m/tahun, lalu Kecamatan Kemiri mengalami abrasi sepanjang 1.5 km dengan laju rata- rata abrasi sebesar 9.2 m/tahun, Kecamatan Mauk mengalami abrasi sepanjang 8.2 km dengan laju abrasi rata rata sebesar 20.9 m/tahun, Kecamatan Sukadiri mengalami abrasi sepanjang 1.2 km dengan laju abrasi rata rata 5.2 m/tahun, Kecamatan Paku Haji mengalami abrasi sepanjang 1.6 km dengan laju abrasi rata rata sebesar 14.3 m/tahun, Kecamatan Teluknaga mengalami abrasi sepanjang 3.1 km denga laju abrasi rata rata sebesar 19.67 m/tahun, dan Kecamatan Kosambi mengalami abrasi sepanjang 2.3 km dengan laju abrasi rata rata 3.2 m/tahun. Hutan mangrove adalah salah satu tindakan dalam penangan dari dampak abrasi. Laju abrasi pada suatu wilayah memiliki rentang yang berbeda karena abrasi dikondisikan pada kondisi wilayah setempat. Penggunaan citra satelit google earth adalah salah satu cara yang efisien dalam pembuatan peta. Saran Melihat pada hasil prediksi abrasi di Kabupaten Tangerang dengan menggunakan citra satelit dan persamaan laju abrasi, perlu dilakukan penentuan massa jenis tanah / batuan dengan pengujian lab yang digunakan pada persamaan prediksi laju abrasi agar tingkat keakuratan bertambah. Berdasarkan jenis materi penyusun pantai, pantai berlumpur cocok untuk ditanami hutan bakau yang pada umumnya berada dekat dengan muara sungai. Untuk pantai berpasir cocok untuk dibangun bangunan pelindung pantai. Dari 7 kecamatan wilayah Pesisir Kabupaten Tangerang, Kecamatan Mauk merupakan lokasi wilayah pesisir yang tergolong rusak. Maka dari itu perlu adanya perhatian dari pihak Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam menjaga keberlanjutan wilayah pesisir dengan membuat bangunan pelindung pantai untuk wilayah Kecamatan Kronjo hingga Kecamatan Teluknaga, hal ini lebih efektif dibandingkan dengan penanaman hutan bakau karena pada umumnya hasil penanaman pohon akan kembali dirusak oleh hempasan gelombang pasang laut, dan membangun groin di sepanjang kecamatan Kosambi .
20
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff S. 1989. Geographic Information Systems : A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa. Barus, Baba dan U.S. Wiradisastra. 1996. Sistem Informasi Geografi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Diposaptono, s. 2004. Penambangan Pasir dan Ekologi Laut. Kasubdit Mitigasi Lingkungan Pesisir Pada Direktorat Jendral Peesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan Dan Perikanan F. Junaidi F, 1999. Skripsi Sarjana, Pendidikan Fisika FKIP Universitas Bengkulu. Indonesia. Hantoro W. S, 2006. Pengaruh Karakteristik Laut Dan Pantai Terhadap Perkembangan Kawasan Kota Pantai. Pusat Penelitian Geoteknologi Lipi. Proceeding – Kerugian Pada Bangunan Dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota-Kota Pantai Di Indonesia. Hermanto, B. dan A. Suwartana.1986. Perubahan garis pantai pulau Ambon dari tahun 1892 - 1982. Oseanologi di Indonesia No. 21 : 21 — 36 Horikawa K, 1988. Nearshore Dynamics and Coastal Procesess Komar P. D, 1983. Beach Proses And Erosion – An introduction. CRC Hanbook ofCoastal Processes and Erosion. CRC Press, Inc. boca Raton, Florida. Chapter I : 1-33 Pond, S. and G.L. Pickard. 1983. Intoduction Dynamical Oceanography. Pergamon Press. Tokyo. Prasetya G. S, D. C. Itiyanto dan R. H. Ishak, 1993. Sistem Informasi Pantai. MakalahSeminar Teknik Pantai ’93 Tentang Masalah Pantai Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Penanganan Inter-Institusi Yang Pernah Dan Perlu Dilakukan. Laboratorium Pengkajian Teknik Pantai Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknolohgi (LPTP-BPP) Teknologi, Yagyakarta, April 1994. Hal 91-100. Romimohtarto, K. Dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta. Sasatroprawiro H. S, A. Sungkowo, H. Purnomo dan Supomo, 1992. Geomorfologi.Diktat kuliah. Universitas Pembangunan Nasional ‘veteran” Yogyakarta Triastmodjo B, 1999. Teknik Pantai.Beta offset, Jogjakarta.
21 Lampiran 1 Analisis garis pantai yang tidak mengalami abrasi
Lampiran 2 . Peta Tutupan Lahan Kabupaten Tangerang
Sumber : Pemerintah Kabupaten Tangerang
22
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 24 Maret 1991 dari ayah Herman Purwadinata dan Ibu Ate Sarah, SH. Penulis adalah anak bungsu dari 2 bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor ( IPB ) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Gambar Teknik pada tahun ajaran 2012. Selain di bidang akademik, penulis sudah aktif mengikuti kegiatan karate sejak duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar ( SD ) hingga saat ini, beberapa penghargaan dari tingkat kota hingga Se- Jawa Bali pernah diraih oleh penulis Penulis juga aktif mengikuti lomba desain rumah ramah lingkungan tingkat Nasional dan Penulis aktif dalam mengikuti seminar nasional dalam bidang infrastruktur dan Lingkungan.