KLASIFIKASI PENUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA Dr. Ir. Agustinus Kastanya MS* dan Philipus Y. Kastanya S.Hut** *Staf Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon **Staf agroforestri Politeknik Perdamaian Halmahera Tobelo
ABSTRACT Changes in land use can result from population increase, economic growth and technological development necessary for land preparation in accordance with the needs of people’s livelihoods. At the same time land area is very limited and cannot be increased which occasionally means maximal land use even though the physical conditions and the environment do not allow it. Therefore data and information about changes in land use, rate of change, area and direction of change and influencing factors must exist to provide useful information for development planning. Detailed information can be ascertained by using specific satellite images and scales. Using analysis of the satellite images recorded at different times and the geographical information system means obtaining data about changes in land usage is faster, more accurate and economical. Keywords: land use changes, satellite images PENDAHULUAN Pengembangan Penggunaan Lahan saat ini masih berdasar pada pemahaman secara sempit sehingga memberi dampak yang sangat besar pada pulau-pulau kecil. Karakteristik pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap gangguan atau mudah mengalami kerusakan, memiliki daya dukung yang rendah, mudah terjadi kekeringan dan banjir, tingkat erosi tinggi, kekurangan air bersih, mudah terjadi kehancuran ekosistem dan kepunahan keanekaragaman hayati, penurunan produktivitas, timbul kemiskinan, dan ancaman iklim global.. Penggunaan Lahan/Tata Guna Lahan merupakan pengaturan/penataan penggunaan lahan sebagai sumber daya alam (tanah, air, iklim, hewan, vegetasi, mineral, dan sebagainya) melalui pemberdayaan sumber daya manusia, dengan berdasar pada data geografis maupun data biofisik yang ada. Penggunaan lahan dapat terjadi setiap saat baik secara alamiah maupun oleh kegiatan manusia. Adanya tekanan untuk penyediaan kebutuhan pokok (lahan pertanian dan industri) dan pemukiman bagi penduduk yang selalu ber-
tambah, telah menyebabkan perubahan kondisi lahan secara signifikan. Kondisi ini akan berdampak pada kelestarian ekosistem alami, misalnya hutan yang mengalami degradasi, terjadi erosi tanah, terjadi banjir pada musim hujan karena daerah tangkapan air yang kritis, rawa dikonversi menjadi pemukiman dan atau jalan. Proses perubahan penggunaan lahan merupakan suatu rentetan peristiwa yang dialami oleh bentuk penggunaan lahan tertentu sehingga menghasilkan bentuk penggunaan lahan yang berbeda. Apabila dalam kurun waktu tertentu suatu bentuk penggunaan lahan menjadi bentuk penggunaan lahan yang berbeda dapat dikatakan bahwa bentuk penggunaan lahan tersebut mengalami proses perubahan, dan sebaliknya bila pada kurun waktu tertentu suatu bentuk penggunaan lahan tetap sama, maka dapat dikatakan bahwa bentuk penggunaan lahan tersebut tidak mengalami perubahan (Yunus, 2001). Prosesproses perubahan tersebut pada akhirnya akan turut mempengaruhi kondisi DAS dimana bentuk-bentuk tata guna lahan tersebut dibuat. Penggunaan lahan adalah wujud yang menggambarkan hasil kegiatan campur tangan
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006
manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya yang meliputi seluruh kenampakan pada permukaan bumi, baik yang sudah maupun yang belum digunakan oleh manusia. Penggunaan lahan saat ini merupakan hasil keputusan penggunaan lahan masa lampau dari kebijakan penduduk dalam memanfaatkan sumberdaya lahannya untuk mencukupi kebutuhan hidup dengan atau tanpa pertimbangan kelestarian sumberdaya lahan tersebut. Oleh karena itu penggunaan lahan akan selalu mengalami perubahan setiap saat sesuai dengan kebijakan dan tingkat penguasaan teknologi penduduk setempat. Perubahan penggunaan lahan dapat diakibatkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi yang membutuhkan ketersediaan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sementara itu lahan yang ada sangat terbatas dan tidak mungkin bertambah, sehingga terkadang dapat memaksa banyak orang untuk menggunakan lahan semaksimal mungkin walaupun persyaratan fisik dan lingkungan tidak memungkinkan. Penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek tanpa kontak langsung dengan obyek nya, telah berkembang pesat seiring dengan peningkatan kebutuhan akan informasi. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin pentingnya penggunaan penginderaan jauh bagi penyediaan informasi sumberdaya alam dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya serta dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat pengelolaan dewasa ini. Penyadapan data penggunaan lahan dapat dilakukan secara terestrial tetapi cara ini kurang efisien untuk wilayah yang kompleks dan luas. Adapun alternatif untuk mengatasi masalah pengumpulan data tersebut adalah dengan menggunakan teknik penginderaan jauh. Citra Landsat 5 dengan sensor TM dan Landsat 7 dengan sensor ETM+ memiliki resolusi temporal yang baik yakni 16 hari artinya satelit Landsat melintas dan merekam daerah yang sama pada tiap 16 hari sekali. Sehingga adanya data dengan frekuensi ulang yang pendek, memungkinkan untuk memantau adanya perubahan penggunaan lahan. Deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan cara membandingkan citra hasil perekaman pada
beberapa waktu berbeda atau membandingkan citra penginderaan jauh waktu tertentu dengan peta penggunaan lahan yang telah dibuat pada waktu sebelumnya. Penggunaan citra satelit untuk deteksi perubahan penggunaan lahan selanjutnya cukup banyak digunakan karena memiliki resolusi temporal yang baik dan cakupan wilayahnya yang luas. Kegiatan perekaman yang dilakukan secara terus menerus pada setiap interval waktu tertentu, memungkinkan citra satelit dapat digunakan untuk pemantauan perubahan dari waktu ke waktu tidak terbatas hanya untuk dua waktu perekaman berbeda. Oleh karena itu, penggunaan citra satelit cukup besar manfaatnya dalam melakukan prediksi perubahan berdasarkan pengamatan terhadap kecenderungan perubahan yang telah terjadi. Ketersediaan data dan informasi tentang perubahan penggunaan lahan, kecepatan perubahan, luas dan arah perubahan serta pengenalan faktor-faktor yang mempengaruhi nya memberikan informasi yang berguna bagi perencanaan pembangunan. Kerincian informasi akan ditentukan oleh jenis citra yang digunakan dan skala yang diinginkan. Dengan analisis data penginderaan jauh pada perekaman beberapa waktu berbeda dan sistem informasi geografis memungkinkan perolehan data perubahan penggunaan lahan menjadi lebih cepat, akurat dan lebih ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk klasifikasi penutupan/penggunaan lahan dan perubahannya melalui data citra satelit, menguji penerapan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam pemetaan kondisi penggunaan lahan berbasis pada Daerah Aliran Sungai (DAS) pulau kecil. Menghasilkan data base yang bermanfaat bagi perencanaan pengelolaan dan perencanaan penggunaan lahan selanjutnya, sehingga dapat diantisipasi kemungkinan terjadinya kerusakan dan bencana lingkungan pada kawasan pulau kecil. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam 4 (empat) tahap, yaitu : pengumpulan data, kerja lapangan, analisis data, dan penyusunan laporan. Bahan yang digunakan adalah Data digital Landsat TM
Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Menggunakan Data Citra Satelit Di Kabupaten Halmahera Utara
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006
tahun 1994 path/row 110/059, data digital Landsat ETM+ tahun 2001 path/row 110/059, peta Rupa Bumi (Peta Topografi) skala 1 : 250.000 daerah penelitian, dan data-data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan program ER Mapper 6.4, yang dapat digunakan untuk menganalisis data citra satelit, yang dikembangkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) – Jakarta. Selain itu, dikombinasikan dengan programprogram pengolah gambar lainnya untuk menghasilkan peta ukuran mini. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Melalui pengolahan data citra satelit dengan menggunakan program ER Mapper, maka dapat dihasilkan Peta Tentatif Penggunaan Lahan tahun 1994 skala 1 : 100.000 (Hardcopy), Peta Tentatif Penggunaan Lahan tahun 2001 skala 1 : 100.000 (Hardcopy), preview Citra Tahun 1994 dan 2001, Data Karakteristik DAS, Data kekritisan DAS dan Data Kriteria Indikator Kinerja DAS sebagian Kabupaten Halmahera Utara 2001.
Gambar 1. Citra Satelit Landsat 5 TM Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 1994
1. Sub DAS Mamuya 2. Sub DAS Tobelo 3. Sub DAS Mawea - Paca 4. Sub DAS Kao - Malifut Gambar 2. Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 2001
Berdasarkan hasil analisis peta Tentatif 1994 dan 2001 (pada gambar.1 dan gambar.2), maka dapat dilihat adanya perubahan luas penutupan/penggunaan lahan yang cukup signifikan. Pada Gambar 2, dilakukan identifikasi dan delineasi DAS dan sub DAS pada bagian Utara Pulau Halmahera (Kabupaten Halmahera Utara dan Halmahera Barat). Hasil identifikasi dan delineasi DAS pada Gambar 2, terdapat 5 sub DAS. Hal ini sangat berbeda dengan pembagian DAS yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan yang membagi daerah tersebut atas 2 DAS. Atas dasar kenyataan tersebut maka pengambil kebijakan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus lebih arif dan bijaksana, untuk mengembangkan penelitian dan memanfaatkan hasil-hasil penelitian dalam berbagai aspek, sehingga kebijakan yang diterapkan di daerah ini tidak sampai membawa dampak yang membahayakan. Pemberian nama DAS atau sub DAS pada pulau-pulau kecil, perlu dikaji dan didiskusikan secara ilmiah dan mendasar. Karena secara teknis kencenderungan untuk menetapkan DAS dalam skala yang luas, sehingga peranan DAS terutama sebagai unit terkecil untuk menjaga kelestarian pulau-pulau kecil, menjadi menyimpang. Dalam
Dr. Ir. Agustinus Kastanya, MS dan Philipus Y. Kastanya, S.Hut
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006
tulisan ini, penulis menggunakan istilah sub DAS, namun hal ini dapat dipandang sebagai suatu DAS pada pulau kecil.
Tabel 1. Data luas Pengunaan lahan Sub Das Galela
Hasil perhitungan perubahan luas penutupan/penggunaan lahan, pada masing-masing sub DAS dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut ini:
Gambar 3. Peta Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 1994
Gambar 5. Grafik Perubahan Luas Penutupan/ Penggunaan Lahan Sub DAS Galela, Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 1994-2001 Tabel 2. Data luas Pengunaan lahan Sub Das Tobelo
Gambar 4. Peta Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 2001 Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Menggunakan Data Citra Satelit Di Kabupaten Halmahera Utara
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006
Tabel 4. Data luas Pengunaan lahan Sub Das Kao - Malifut
Gambar 6. Grafik Perubahan Luas Penutupan/ Penggunaan Lahan Sub DAS Tobelo, Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 1994-2001 Tabel 3. Data luas Pengunaan lahan Sub Das Mawea - Paca
Gambar 8. Grafik Perubahan Luas Penutupan/ Penggunaan Lahan Sub Kao_Malifut, Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 1994-2001
Gambar 7. Tabel & Grafik Perubahan Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Sub Mawea-Paca, Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 1994-2001
Gambar 9. Grafik Rekap Perubahan Luas Penutupan/Penggunaan Lahan 4 Sub DAS, Sebagian Kab. Halmahera Utara Tahun 1994-2001
Dr. Ir. Agustinus Kastanya, MS dan Philipus Y. Kastanya, S.Hut
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006
Perubahan Penggunaan Lahan (Klasifikasi secara visual/on screen) Dari tabel perubahan luas kelas penggunaan lahan Kab. Halmahera Utara 1994 ke tahun 2001, maka kelas yang mengalami perubahan rata-rata (%) dapat diuraikan sebagai berikut : a. Sub DAS Galela Luas Hutan pada tahun 1994 – 2001 mengalami penurunan luas sebesar 4.074,99 Ha (5,00 %) atau (0,70 %/Thn). Berdasarkan hasil penelitian, penurunan luas hutan disebabkan karena adanya penebangan kawasan hutan untuk pembukaan lahan baru pemukiman, untuk perkebunan kelapa dan ladang. Hal ini bukan saja berpengaruh terhadap peningkatan produksi hasil kayu melainkan juga berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi dan kerusakan Sub DAS. Jika penurunan luas ini terus berlangsung tiap tahun, maka dapat diperkirakan luas hutan saat ini (tahun 2004) hanya akan tinggal 52.107,27 Ha (61,06 %). Di dalam areal hutan yang masih tersisa, terus mengalami penebangan oleh masyarakat sekitar maupun penebang liar. Karena itu sisa hutan yang ada telah mengurangi kerusakan berat dan sangat membahayakan sub DAS tersebut, kalau tidak dikendalikan dengan cepat. Luas Mangrove mengalami penambahan luas dari tahun 1994 - 2001 sebesar 225,27 Ha (0,26 %) atau (0,0004 %/Thn). Penambahan luas mangrove ini disebabkan karena adanya kegiatan penanaman mangrove pada beberapa desa di Kecamatan Galela. Kelas Perkebunan Kelapa mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001sebesar 4.019,04 Ha (4,71 %) atau (0,67 %/Thn). Penambahan luas ini disebabkan karena adanya pembukaan lahan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa maupun pemanfaatan lahanlahan terbuka yang ada. Hal ini juga yang membuat Kab. Halmahera Utara merupakan salah satu daerah penghasil kopra sehingga mendorong sebagian besar masyarakat untuk berusaha melalui bidang ini dalam meningkatkan taraf hidupnya. Kelas Perkebunan Pisang memiliki luas 2.583,90 Ha baru diusahakan pada tahun 1998 Usaha ini sangat ditantang oleh sebagian masyarakat dan para pemerhati lingkungan karena dikembangkan di sekitar sungai Tiabo,
bahkan menutup aliran sungai di sekitar tempat usaha untuk dijadikan pemukiman. Kegiatan ini mengakibatkan berubahnya pola aliran sungai Tiabo dan menimbulkan banjir di areal pemukiman perkebunan pada saat musim hujan. Kelas Lahan Terbuka mengalami penurunan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 419,58 Ha (0,49 %) atau (0,07 %/Thn). Penurunan luas disebabkan karena hampir seluruh lahan-lahan terbuka dikonversi menjadi perkebunan/ladang dan pemukiman. Kelas Pemukiman mengalami penurunan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 1.695,87 Ha (2,00 %) atau (0,28 %/Thn). Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh kerusuhan pada beberapa tempat dan juga disebabkan oleh kegiatan jual beli tanah/rumah yang kemudian dikonversi menjadi lahan-lahan perkebunan/ladang. Kelas Danau masing-masing mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebagai berikut : - Danau Duma, mengalami penambahan luas sebesar 94,32 Ha (0,11 %) atau (0,02 %/Thn). - Danau Makete, mengalami penambahan luas sebesar 20,16 Ha (0,02 %) atau (0,0034 %/Thn). - Danau Gamkonora, mengalami penambahan luas sebesar 5,40 Ha (0,01 %) atau (0,0009 %/Thn). - Danau X, mengalami penambahan luas sebesar 0,33 Ha (0,00039 %). Penambahan luas ini sebagian besar disebabkan karena adanya penebangan vegetasi sekitar danau, dan pada waktu perekaman citra satelit terjadi musim hujan. b. Sub DAS Tobelo Luas Hutan pada tahun 1994 – 2001 mengalami penurunan luas sebesar 2.098,98 Ha (19 %) atau (2,64 %/Thn). Berdasarkan hasil penelitian, penurunan luas hutan disebabkan karena adanya penebangan kawasan hutan untuk pembukaan lahan baru pemukiman, untuk perkebunan kelapa dan ladang. Hal ini bukan saja berpengaruh terhadap peningkatan produksi hasil kayu melainkan juga berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi dan kerusakan Sub DAS. Jika penurunan luas ini terus berlangsung tiap
Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Menggunakan Data Citra Satelit Di Kabupaten Halmahera Utara
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006 tahun, maka dapat diperkirakan luas hutan saat ini (tahun 2004) hanya akan tinggal 1.797,56 Ha (16 %). Sebagai mana telah dijelaskan di atas bahwa hutan yang masih tersisa juga mengalami kerusakan berat karena terjadi penebangan terus menerus dalam hutan tersebut. Dengan demikian terlihat bahwa sub DAS Tobelo sudah sangat kritis, ditandai juga dengan sungai-sungai yang dahulu airnya masih mengalir sekarang sudah mengalami kekeringan pada musim kemarau. Luas Mangrove di Sub DAS Tobelo agak sulit untuk di tetapkan batasnya pada citra karena rata-rata jaraknya ke daratan antara 5 – 20 m dengan panjang antara 50 – 100 m, dan ada pada beberapa tempat yaitu Desa Gura, Desa Pitu dan Desa Upa. Kelas Perkebunan Kelapa mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 1.397,88 Ha (12,30 %) atau (1,76 %/Thn). Penambahan luas ini disebabkan karena adanya pembukaan lahan hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa maupun pemanfaatan lahanlahan terbuka yang ada. Kelas Ladang mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 669,42 Ha (5,90 %) atau (0,84 %/Thn). Penambahan luas ini disebabkan karena adanya pembukaan lahan hutan untuk dijadikan ladang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelas Pemukiman mengalami penam bahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 31,68 Ha (0,30 %). Penambahan ini sebagian besar disebabkan oleh dampak kerusuhan pada beberapa tempat yaitu adanya lokasi penampungan pengungsi. c. Sub DAS Mawea - Paca Luas Hutan pada tahun 1994 – 2001 mengalami penurunan luas sebesar 530,10 Ha (1,03 %) atau (0,15 %/Thn). Berdasarkan hasil penelitian, penurunan luas hutan disebabkan karena adanya penebangan kawasan hutan untuk pembukaan lahan baru pemukiman, untuk perkebunan kelapa dan ladang, serta adanya operasi HPH Widuri. Hal ini bukan saja berpengaruh terhadap peningkatan produksi hasil kayu melainkan juga berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi dan kerusakan Sub DAS. Jika penurunan luas ini terus berlangsung tiap tahun, maka dapat diperki-
rakan luas hutan saat ini (tahun 2004) hanya akan tinggal 21.006,33 Ha (40,64 %). Sebagai mana telah dijelaskan di atas semua sisa hutan adalah areal-areal bekas tebangan, dan setiap tahun mengalami penebangan ulang, kecuali pada areal-areal yang sangat terjal yang sulit dijangkau. Karena itu apabila kerusakan hutan tidak dicegah maka dapat dipastikan dalam waktu yang tidak terlalu lama sub DAS tersebut akan kritis dan timbul berbagai bencana lingkungan Luas Mangrove mengalami penambahan luas dari tahun 1994 - 2001 sebesar 0,36 Ha. Penambahan luas mangrove ini disebabkan karena adanya kegiatan penanaman mangrove pada beberapa areal pada beberapa desa di Kecamatan Tobelo Selatan. kelas Perkebunan Kelapa mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001sebesar 13.069,98 Ha (25,29 %) atau (3,61 %/Thn). Penambahan luas ini disebabkan karena adanya pembukaan lahan hutan dan pemanfaatan lahanlahan terbuka dan alang-alang untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa. Kelas Lahan Terbuka mengalami penurunan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 12.879,99 Ha (24,92 %) atau (3,56 %/Thn). Penurunan luas disebabkan karena hampir seluruh lahan-lahan terbuka dikonversi menjadi perkebunan/ladang dan pemukiman. Kelas Pemukiman mengalami penurunan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 675,63 Ha (1,31 %) atau (0,19 %/Thn). Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh kerusuhan pada beberapa tempat dan juga disebabkan oleh kegiatan jual beli tanah/rumah yang kemudian dikonversi menjadi lahan-lahan perkebunan/ladang. Kelas Danau (Danau Paca) mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 25,92 Ha (0,05 %) atau (0,007 %/Thn). Penambahan luas ini sebagian besar disebabkan karena adanya penebangan vegetasi sekitar danau dan pengembangan perkebunan kelapa. Selain itu pada saat perekaman citra satelit terjadi pada musim hujan. d. Sub DAS Kao-Malifut Luas Hutan pada tahun 1994 – 2001 mengalami penurunan luas sebesar 11.221,92 Ha (7,80 %) atau (1,11 %/Thn). Berdasarkan
Dr. Ir. Agustinus Kastanya, MS dan Philipus Y. Kastanya, S.Hut
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006
hasil penelitian, penurunan luas hutan disebabkan karena adanya penebangan kawasan hutan untuk pembukaan lahan baru pemukiman, untuk perkebunan kelapa dan ladang, serta adanya operasi Pertambangan emas yang hingga saat ini semakin luas, dan adanya areal transmigrasi yang terus mengembangkan areal pertaniannya. Hal ini bukan saja berpengaruh terhadap peningkatan produksi hasil kayu sesaat, melainkan juga berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi dan kerusakan Sub DAS. Jika penurunan luas ini terus berlangsung tiap tahun, maka dapat diperkirakan luas hutan saat ini (tahun 2004) hanya akan tinggal 82.004,07 Ha (57,02 %). Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa hutan-hutan yang tersisa adalah areal bekas tebangan dan terus mengalami penebangan ulang dari tahun ke tahun. Luas Mangrove mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 529,59 Ha (0,37 %) atau (0,05 %/Thn). Penambahan luas mangrove ini disebabkan karena adanya kegiatan penanaman mangrove pada beberapa areal seperti desa Doro, dan beberapa desa di Kecamatan Kao. Kelas Perkebunan Kelapa mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 38.461,59 Ha (26,74 %) atau (3,82 %/Thn). Penambahan luas ini disebabkan karena adanya pembukaan lahan hutan dan pemanfaatan lahanlahan terbuka dan alang-alang untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa. Kelas Lahan Terbuka mengalami penu runan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 15.884,82 Ha (11,04 %) atau (1,58 %/Thn). Penurunan luas disebabkan karena hampir seluruh lahan-lahan terbuka dikonversi menjadi perkebunan/ladang dan pemukiman. Kelas Pemukiman mengalami penam bahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar 400,14 Ha (0,28 %) atau (0,04 %/Thn). Penambahan ini sebagian besar disebabkan oleh dampak kerusuhan pada beberapa tempat (pengungsian). Kelas Danau (Danau Lina) mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001 sebesar
10,53 Ha. Penambahan luas ini sebagian besar disebabkan karena adanya penebangan vegetasi sekitar danau. Hal ini dilakukan oleh perusahan kayu yang beroperasi di areal tersebut, pada hal areal sekitar danau (sumber air) merupakan areal hutan lindung. Kelas Rawa mengalami penambahan luas dari tahun 1994 – 2001sebesar 1.195,38 Ha (0,83 %) atau (0,12 %/Thn). Kelas Sawah mengalami penurunan luas dari tahun 1994 – 2001sebesar 581,76 Ha (0,41 %) atau (0,06 %/Thn). KESIMPULAN Perubahan dari penggunaan lahan Kab. Halmahera Utara yang paling memprihatinkan dari tahun 1994 ke tahun 2001 adalah Luas Hutan pada tahun 1994 sebesar 272.728,26 Ha (62,21 %) berkurang menjadi 257.268,60 Ha (58,68 %), dengan demikian mengalami penurunan luas sebesar 15.459,66 Ha (3.35 %) atau rata-rata (0,50 %/Thn). Sisa Hutan tidak memiliki kondisi yang baik, tetapi telah mengalami kerusakan berat. Penyebaran sisa hutan pada masing-masing sub DAS tidak dapat menjamin kelestarian Sub DAS tersebut. Karena itu perlu perhatian semua pihak. Akibat perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali akan berpotensi terhadap timbulnya bencana lingkungan. Pemerintah daerah perlu secara intensif melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait, untuk mengevaluasi ulang seluruh infrastruktur perencanaan seperti Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dengan memperhatikan kondisi DAS, kemudian menyesuaikan rencana sektoral yang dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi ekologis dari masing-masing unit lahan. Program Agroforestri sangat potensial dikembangkan untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan dan kemiskinan, namun diperlukan suatu pendidikan latihan yang lebih intensif kepada masyarakat, sehingga tercipta masyarakat yang memiliki ketrampilan, etos kerja, dan disiplin yang tinggi.
Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Menggunakan Data Citra Satelit Di Kabupaten Halmahera Utara
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 2 September 2006
DAFTAR PUSTAKA Danoedoro Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi. UGM. Yogyakarta. Kushardono, D. 1999. Klasifikasi Penutup/Penggunaan Lahan Dari Data Inderaja, Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-8 (MAPIN), Jakarta. Kusumawidagdo, M. 1998. Perkembangan IPTEK Penginderaan Jauh Dan Pemanfaatannya di Indonesia. Liilesand, T.M, and Kiefer, R.W, 1990, Remote Sensing and Image Interpretation. (Terjemahan Dulbahri dkk., 1990, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Purwadhi, S.H.1998, 2001. Sistem Informasi Geografi. LAPAN.Jakarta. Sitanggang, G. 1998, Pengenalan Teknologi Penginderaan Jauh dan Aplikasinya, LAPAN. Jakarta. Sutanto. 1979. Pengetahuan Dasar Interpretasi Citra. Fakultas Geografi, UGM. Yogyakarta. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh. Jilid I dan II (cetakan kedua). Gadjah Mada University Press.
Dr. Ir. Agustinus Kastanya, MS dan Philipus Y. Kastanya, S.Hut