IDENTIFIKASI PENUTUP LAHAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT SPOT 4 Hasbi Fariz1, Rudie R Atmawidjaja2, Diah Kirana Kresnawati3. Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Jl. Pakuan, Bogor 16143 e-mail :
[email protected] ABSTRAK Kabupaten Indragiri Hulu merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, yang memiliki beragam sumber daya alam cukup banyak diantaranya sumber daya hutan, perkebunan, perairan, dan lain sebagainya. Dalam konteks pemeliharaannya dan pelestarian sumber daya alam diperlukan identifikasi penutup/penggunaan lahan untuk mengetahui jenis-jenis tutupan/penggunaan lahan dan luas tutupan lahan dari daerah tersebut. Identifikas informasi mengenai tutupan lahan dapat ditempuh dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, yaitu menggunakan citra SPOT 4. Interpretasi visual citra SPOT 4 menghasilkan Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Total luas wilayah Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau 795.569 Ha. Jenis Penggunaan Lahan didominasi oleh Hutan (hutan tanaman industri, land clearing dan semak belukar) 54.11%, Perkebunan (sawit, campuran dan karet) 41.88%, Lahan Terbangun 2.06%, Lahan Terbuka 1.20%, Tubuh Air 0.73%. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk Peta Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, dibuat dengan skala 1:50.000 dan dicetak dengan kertas A4 skala 1:750.000. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Indragiri Hulu merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, yang memiliki beragam sumber daya alam cukup banyak diantaranya sumber daya hutan, perkebunan, perairan, dan lain sebagainya, merupakan salah satu aset yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan sumber daya alam harus diikuti oleh pemeliharaan dan pelestarian karena sumber daya alam bersifat terbatas. Dalam konteks pemeliharaannya dan pelestarian lingkungan, permasalahan yang muncul di Kabupaten Indragiri Hulu pada dasarnya adalah jenis dan luas. Oleh karena itu diperlukan identifikasi penutup/penggunaan lahan untuk mengetahui jenis-jenis tutupan/penggunaan lahan dan luas tutupan lahan dari daerah tersebut, agar modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan lebih lanjut di masa mendatang.
Untuk mengetahui penutup / penggunaan lahan wilayah Indragiri Hulu diperlukan data-data yang akurat, sementara dengan cakupan daerah yang luas tentu memerlukan waktu, tenaga dan biaya cukup besar. Seiring perkembangan zaman dan teknologi identifikasi suatu wilayah bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Salah satunya ialah dengan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh. Pemanfaatan teknik tersebut membantu memperoleh data cepat dalam waktu bersamaan dalam areal yang luas, data satelit tersebut dapat diproses sesuai dengan faktor yang akan ditampilkan, dalam hal ini menggunakan cita SPOT 4 untuk informasi penutup/penggunaan lahan. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud tugas akhir ini adalah mengidentifikasi jenis penutup / penggunaanlahan di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Tujuan tugas akhir ini adalah Menyajikan Informasi Jenis Penutup/Penggunaan Lahan di
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 1
Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Membuat Peta Jenis Penutup / Penggunaan Lahan dari citra SPOT 4. 2. LANDASAN TEORI 2.1 Lahan Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktorfaktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep lahan ini (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). 2.2 Penutup Lahan Penutup/tutupan lahan adalah vegetasi dan konstruksi artifisial yang mentup permukaan lahan (Lindgren,1985). Penutup/tutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan di permukaan bumi seperti bangunan, danau, vegetasi (Lillesand/Kiefer, 1994). 2.3 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah suatu cara dimana informasi tentang suatu obyek dideteksi, direkam dan diprotes tanpa melakukan kontak fisik antara pengamat dengan obyek tersebut (Handoyo, Y.S.1998). Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1979). 2.4 Satelit Penginderaan Jauh Saat ini banyak sekali satelit penginderaan jauh yang beredar, masing-masing jenis satelit seperti landsat (1-7), NOAA, SPOT, Envisat, Ikonos, Quickbird, dan lain-lain mempunyai karakteristik dan tujuan
masing-masing. Satelit penginderaan jauh menghasilkan citra penginderaan jauh. 2.5 Citra Penginderaan Jauh Data penginderaan jauh dapat berupa citra maupun non citra. Secara definisi citra adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik atau elektrik. Data non citra dapat berupa grafik, diagram, dan numerik. Citra pengindraan jauh merupakan gambaran yang mirip dengan wujud aslinya. Sehingga citra merupakan keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optic, analog, dan digital (Purwadhi, 2001). Citra SPOT 4 Tabel 2. Karakteristik dan kemampuan SPOT-4 (SPOT Images, 2002)
Tabel 3. Karakteristik tambahan SPOT4
2.6 Pengolahan Citra Dalam pemrosesan citra melalui beberapa tahapan yaitu Koreksi Radiometrik, Koreksi Geometrik,
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 2
Penajaman Citra, Pemotongan Citra dan lainnya. 2.7 Interpretasi Citra Menurut Estes dan Simonett (1986), disebutkan bahwa interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Dalam interpretasi citra terdapat tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas adanya suatu obyek. Identifikasi adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Sedangkan analisis berarti penentuan ada atau tidaknya suatu obyek pada citra. 2.8 Interpretasi Visual (Manual) Interpretasi citra secara manual (visual) adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri (karakteristik) obyek secara keruangan (spasial). Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dapat dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi. Interpretasi ini dilakukan pada citra yang dikonversi dalam bentuk fotoatau dilakukan pada citra hardcopy atau citra yang tertayang pada monitor komputer. Interpreter memerlukan beberapa unsurunsur interpretasi untuk dapat melakukan interpretasi. Unsur-unsur ini mampu mempermudah interpreter ke arah analisa yang tepat. Unsur – unsur tersebut diantaranya rona, bentuk, ukuran, pola, bayangan, tekstur, situs, asosiasi. 2.9 Kartografi Kartografi adalah seni, ilmu dan teknik dalam membuat peta, termasuk pengertian-pengertian peta sebagai suatu dokumen yang bersifat ilmiah maupun peta sebagai karya seni (Aziz, 1986). Informasi pada suatu peta harus mencakup segala hal yang diperlukan, terutama untuk dapat mengetahui isi peta tersebut. Pengaturan letak informasi tepi sangat penting. Informasi tepi yang bersipat standar
dan tidak berubah untuk seluruh lembar peta dalam satu seri :
- Skala numeris dan grafis - Nomor dan judul lembar peta - Interval kontur - Sistem proyeksi yang digunakan - Arah Utara yang digunakan Isi informasi tepi pada peta :
Gambar 2. Bagian-bagian pada peta 2.10 Sistem Koordinat Sistem koordinat merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menyatakan posisi titik secara relatif terhadap suatu sistem sumbu tertentu. Ada dua macam sistem yang sering digunakan yaitu sistem koordinat dua dimensi dan sistem koordinat tiga dimensi. 2.11 Sistem Koordinat Geodetis Sistem koordinat ini dibangun oleh dua parameter geodetis, yaitu lintang dan bujur. Yang dimaksud dengan lintang suatu titik adalah sudut yang dibentuk oleh garis normal yang melalui tititk tersebut dengan bidang ekuator (positif ke utara dan negatif ke selatan). Garis normal adalah garis yang ditarik melalui suatu titik dan tegak lurus terhadap bidang elipsoid. Sedangkan yang dimaksud dengan bujur adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh bidang meridian Greenwich dengan bidang meridian melalui titik termaksud (positif ke timur dan negatif ke barat). Hubungan sistem koordinat kartesian 3D geosentrik dengan koordinat geodetis adalah sebagai berikut : X = (RN + h) . Cos L . Cos B Y = (RN + h) . Cos L . Sin B Z = ((1 - e²) . RN + h) . Sin B Dimana RN dan e adalah jenis-jenis kelengkungan vertikal dan eksentrisitas ellipsoid referensi, yang keduanya dapat dihitung sebagai berikut :
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 3
RN =
, e² =
Dimana a dan b adalah setengah sumbu panjang dan setengah sumbu pendek dari ellipsoid referensi yang digunakan. Hubungan sistem koordinat geodetis dengan koordinat kartesian 3D geosentrik adalah sebagai berikut (metode Bowg) :
ellipsoid referensi WGS 84 adalah sebagai berikut : a = 6378137 m f = 1/298,257223563 Dimana : a : panjang jari – jari ekuator f : penggepengan ellipsoid 3. PELAKSANAAN PENELITIAN
L= B= h=
N
dimana : P= ɵ = arc tan e² = f (2f – f) 2.12 Sistem Koordinat Kartesian 3D (Geosentrik) Koordinat kartesian 3D merupakan sistem koordinat siku-siku ruang dimana titik pangkal dari sistem koordinat terletak pada pusat bumi dan posisi titik dinyatakan dalam besaran X, Y, dan Z dengan arah-arah dari sumbu-sumbu koordinat didefinisikan sebagai berikut : Sumbu Z berhimpit dengan sumbu rotasi bumi (CTP) Sumbu X mengarah dari pusat bumi ke meridian Greenwich di bidang ekuator Sumbu Y mengarah dari pusat bumi tegak lurus sumbu X dan Z. 2.12 Datum Datum adalah sejumlah parameter yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk dan ukuran ellipsoid referensi yang digunakan untuk pendefinisian koordinat geodetik, serta kedudukan dan orientasinya dalam ruang terhadap fisik bumi. (Umaryono Purworaharjo, 1986) 2.13 Datum World Geodetic Sistem 1984 (WGS 84) Ellipsoid referensi WGS 84 pada dasarnya mirip IUGG Geodetic Reference Sistem 1980 (GRS 80) dengan sedikit perubahan. Besaran
Gambar 3. Diagram Pelaksanaan Penelitian 3.1 Alat dan Bahan
Perangkat Keras, terdiri dari : - 1 Unit Komputer dengan Processor Intel Core i3-370M - Printer Canon PIXMA iP1000 Perangkat Lunak, terdiri dari : - software Er Mapper 7.0 - software ArcGIS 10.1 Citra SPOT 4 Peta citra SPOT 5 Peta Batas Administrasi 3.2 Koreksi Geometrik a. Step ke-1 ada tampilan menu
buka software Er Mapper, klik process, kemudian klik geocording wizard. b. Klik polynominal, isikan input file dengan citra (Scene.tif), klik step ke-2. c. Step ke-3 isikan peta dasar yang menjadi acuan dalam proses rektifikasi, pada pelaksanaan tugas
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 4
akhir ini peta dasar yang menjadi acuan adalah Peta Citra tahun 2012 skala 1:50.000 (yang sudah terkoreksi sebelumnya). d. Step ke-4 pilih beberapa titik-titik GCP minimal empat titik GCP sebagai referensi dalam melakukan transformasi koordinat dari koordinat citra (raw data) ke koordinat citra (sudah terkoreksi). Pada pemilihan titik-titik GCP dapat dilakukan pada pojok bangunan, sungai, jalan, atau daerah yang mudah dikenali. e. Pada pelaksanaan tugas akhir pemilihan GCP dilakukan setiap layer citra. Jumlah titik GCP sebanyak 16 titik. Step ke-5 simpan hasil pekerjaan rektifikasi koreksi geometrik di output info. 3.3 Koreksi Radiometrik a. Buka software Er Mapper, buka data Scene.ers (Indragiri Hulu, Provinsi Riau). b. Klik algorithm window, buat duplicat layer (Red, Green, Blue) dan isi setiap layer dengan satu band mulai dari band 1 sampai band 4 satu persatu. c. Pada algorithm window, klik icon
d.
e.
f.
g.
histogram , maka akan muncul edit transform limits. Hitung DN (Digital Number Value) bagi setiap band pada transform limit editor. Klik formula editor , kemudian masukkan rumus input1minimumvalue pada setiap band, klik apply changes untuk melakukan proses pengurangan nilai digital number value. Klik histogram icon untuk menampilkan transform dialog box, selanjutnya ulangi langkah tersebut untuk semua Scene citra SPOT 4. Klik save untuk menyimpan hasil dari koreksi radiometrik setiap layer citra SPOT 4. Hasil dari koreksi radiometrik menghasilkan nilai digital value pada Low DN Value menjadi nol.
3.4 Komposit Warna a. Buka software Er Mapper lalu masukkan data citra SPOT 4 (Scene.ers) b. Klik algorithm, muncul tampilan layer RGB (Red, Green, Blue). c. Lakukan komposit warna dengan menggunakan band seperti RGB 214. Pada layer red memakai band 2, layer green memakai band 1, dan layer blue memakai band 4. Penggunaan band 2 menunjukan daerah perairan atau yang tergenang air, band 1 menunjukkan daerah tanah, band 4 menunjukkan daerah vegetasi. 3.5 Penajaman Citra a. Buka software Er Mapper, klik algorithm window b. Klik edit transform limits, maka akan muncul dialog tranform. Untuk meningkatkan kekontrasan citra, klik create autoclip transform atau bisa dengan mengkilk histogram equalize kemudian lakukan stretching sampai mendapatkan hasil yang diinginkan. c. Simpan hasil dari proses penajaman dengan nama spot.alg 3.6 Mozaik Citra a. Buka software Er Mapper, klik file spot.alg b. Klik algorithm window, muncul tampilan RBG (Red, Green, Blue) dari setiap layer citra SPOT 4. Kemudian klik layer tersebut dengan cara tekan kursor pindahkan semua layer sehingga menjadi satu layer. c. Simpan hasil mozaik citra dengan nama mozaik.ers dan gabungan.tif 3.7 Pemotongan Citra a. Klik arc toolbox b. Klik data managemen tool c. Klik raster d. Klik raster processing e. Klik clip Input raster : peta citra SPOT 4
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 5
Output Extent : peta batas administrasi Output raster dataset : masukkan nama “CroppingCitra” Klik use input Klik oke f. Tunggubeberapa menit, maka akan muncul hasil pemotongan citra. 3.8 Interpretasi Visual (Manual) a. Klik add data, masukkan Peta Citra SPOT 4 ke Arcgis 7.0 b. Mengamati Peta Citra SPOT 4 berdasarkan berdasarkan unsur unsur interpretasi yaitu warna/ rona, bentuk, pola, tekstur, situs dan asosiasi. Unsur interpretasi yang digunakan selain warna adalah rona, pola, tekstur dan asosiasi. Tabel 4. Pengenalan Jenis Penggunaan dari Citra SPOT 4 RGB 214
c. Melakukan digitasi pembuatan garis polygon pada daerah yang diidentifikasi sebagai jenis penutupan lahan. d. Hasil dari interpretasi visual yaitu Jenis Penggunaan Lahan dari citra SPOT 4 di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. 3.9 Kartografi A. Mengatur Dan Layout Peta
Menampilkan
1. Pada menu utama software ArcGIS, tekan Layout View untuk menampilkan semua data (layer) yang akan di tampilkan pada layout, baik raster maupun data vektor. 2. Tekan File → Page and Print Setup untuk mengatur ukuran dan orientasi kertas peta. B. Mengatur Dan Menampilkan Aksesoris Pada Layout Peta Agar sebuah peta disajikan menjadi lebih inofatif, maka diperlukan penambahan aksesoris peta, seperti arah mata angin, batang skala, legenda peta, dan judul peta. Tekan Insert pada menu Buka software ArcGIS, pilih aksesoris yang akan ditampilkan pada layout peta. Maka aksesoris yang dipilih akan ditampilkan pada layout peta, seperti contoh berikut ini: Pemilihan desain simbol, seperti simbol titik, garis, dan luasan. Pemilihan desain warna, seperti biru, merah, hijau, dan lain sebagainya. C. Menampilkan Garis Koordinat Pada Layout Peta Keberadaan informasi koordinat pada sebuah peta merupakan hal yang sangat penting, karena informasi tersebut menunjukkan lokasi dari sebuah wilayah yang dipetakan. 1. Tekan View → Data frame Properties pada meneu ArcGIS, tekan Grid untuk melakukan pengaturan garis koordinat peta. 2. Tekan New Grid untuk memulai pengaturan garis koordinat. 3. Garis koordinat akan ditampilkan pada layout peta. D. Pencetakkan Peta Pencetakkan peta merupakan proses untuk menyajikan peta dalam bentuk hardcopy yang diperlukan dalam laporan tugas akhir ini. 4. PEMBAHASAN HASIL 4.1 Koreksi Geometrik Pada proses pekerjaan koreksi geometrik dilakukan di software Er Mapper, metoda yang digunakan rektifikasi yaitu
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 6
menggunakan Rectify dataset using groud control point (GCP). Peta yang menjadi acuannya yaitu Peta Citra 1:50.000 tahun 2012. Pemilihan GCP sebagai referensi dalam melakukan transformasi koordinat dari koordinat citra (raw data) ke koordinat citra (sudah terkoreksi). Pada pemilihian titik-titik GCP dapat dilakukan pada obyek-obyek seperti vegetasi, sungai, rawa, atau pada daerah yang mudah dikenali. Proses koreksi geometrik dalam penelitian tugas akhir ini yaitu dengan meletakkan 16 titik ikat dan distribusi penyebarannya ke seluruh citra (tidak mengelompok). Hasil dari pemilihan titik-titik kontrol tanah tersebut akan disajikan nilai RMS pada setiap titik kontrol tanah, dimana nilai RMS pada setiap titik-titik kontrol tanah tidak boleh lebih dari 0,05 apabila terdapat nilai RMS yang melebihi 0,05 hal ini dikarenakan ketidak tepatan pada saat meletakkan kursor pada derah yang dipilih. Apabila hasil dari pemilihan titik kontrol tanah tersebut melebihi dari yang telah ditentukan maka sebaiknya di ulangi. Tabel 5. Nilai RMS (Scene 1)
Tebel 6. Nilai RMS (Scene 2)
Gambar 4. Grafik Koreksi Geometrik Citra Spot 4 4.2 Koreksi Radiometrik Dalam penelitian Tugas Akhir koreksi radiometrik dilakukan di software Er Mapper dengan menggunakan metode Histogram Adjustment Technique, pada metode Histogram Adjustment Technique diasumsikan bahwa nilai piksel terendah pada suatu kerangka liputan (scene) seharusnya nol, sesuai dengan bit-coding sensor. Dengan dilandasi atas dasar bit-coding sensor, maka obyek yang memberikan respon spektral paling lemah atau tidak sama sekali yang seharusnya nol. Apabila nilai spektral >0, maka nilai tersebut dihitung sebagai offset, dan koreksi dilakukan dengan mengurangi nilai low digital number value sehingga menjadi nol. Hasil dari koreksi radiometrik menghasilkan nilai digital number value pada Low DN Value menjadi nol, seperti tabel berikut ini. Tabel 9. Contoh Layer Citra Sesudah Di Koreksi Radiometrik
Tabel 7. Nilai RMS (Scene 3)
Tabel 8. Nilai RMS (Scene 4)
4.3 Komposit Warna Pada Tugas Akhir ini dilakukan komposit warna dengan menggunakan band seperti RGB 214. Pada algorithm
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 7
jika layer red memakai band 2, layer green memakai band 1, dan layer blue memakai band 4. Penggunaan band 2 menunjukan daerah perairan atau yang tergenang air, band 1 menunjukkan daerah tanah, band 4 menunjukkan daerah vegetasi. Dengan menggunakan pola pewarnaan yang dihasilkan pada proses citra komposit warna dapat menginterpretasi kenampakkan obyek yang terdapat pada citra. 4.4 Penajaman Citra Pada pelaksanaan tugas akhir proses penajaman citra menggunakan metoda teknik peregangan kontras atau stretching, hal ini dikarenakan lebih mudah dalam melakukan pekerjaanya yaitu dengan cara memanipulasi nilai BV pada histogram citra tersebut sehinggga menghasilkan citra dengan nilai maksimum baru yang lebih tinggi. Sedangkan secara visual akan menghasilkan citra baru yang variasi hitam putihnya lebih menonjol sehingga memudahkan untuk dilakukkan interpretasi. 4.5 Mozaik Citra Mozaik citra dilakukan di software Er Mapper. Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, menggabungkan setiap scene citra sehingga diperoleh data citra yang bagus atau kontinyu, data citra tidak ada yang tumpang tindih atau (overlapping). Mosaik citra merupakan proses menggabungkan/menempelkan dua atau lebih citra yang tumpang tindih (overlapping) sehingga menghasilkan citra yang representatif dan kontinyu.
Gambar 5. Hasil mozaik citra SPOT 4 4.6 Pemotongan Citra Untuk membatasi daerah yang menjadi area dari penelitian tugas akhir perlu dilakukan proses pemotongan citra. Agar proses pemotongan citra yang
dilakukan sesuai dengan batas daerah atau wilayah dari pelaksanaan penelitian tugas akhir maka diperlukan data pendukung dalam hal ini Batas Administrasi Kabupaten Indragiri Hulu skala 1:50.000 tahun 2012 yang diterbitkan oleh BAPPEDA Kabupaten
Indragiri Hulu Provinsi Riau. 4.7 Interpretasi Visual Interpretasi Visual dilakukan di software ArcGIS. Interpretasi yaitu mengidentifikasi obyek data/citra dengan keterangan yang cukup. Metode interpretasi citra pada Tugas Akhir ini adalah metode interpretasi secara visual. Interpretasi menggunakan Peta Citra SPOT 4. Interpretasi citra dilakukan berdasarkan unsur - unsur interpretasi yaitu warna/ rona, bentuk, pola, tekstur, situs dan asosiasi. Unsur interpretasi yang digunakan selain warna/rona adalah pola, tekstur dan asosiasi. 4.8 Luas Penutup Lahan Tabel 10. Luas Jenis Penggunaan Lahan dari Peta Citra SPOT 4 RGB 214
Dari tabel diatas menunjukkan komposisi Jenis Dan Luasan Penggunaan Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Jenis Penggunaan Lahan didominasi oleh Hutan (hutan tanaman industri, land clearing dan semak belukar) 54.11%, Perkebunan (sawit, campuran dan karet) 41.88%, Lahan Terbangun 2.06%, Lahan Terbuka 1.20%, Tubuh Air 0.73%. 4.9 Kartografi (Layout Peta) Penyajian akhir dari pelaksanaan tugas akhir ini adalah berupa Peta Jenis
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 8
Penggunaan Lahan dalam format citra. Proses layout peta ini meliputi desain : Isi Peta, Judul, Arah Mata Angin, Skala, Skala Batang, Legenda Peta, Insert, Informasi Sumber Data (Proyeksi Peta Dan Datum Yang Digunakan, Tahun dibuat Peta dan Grid. Layout peta dilakukan menggunakan perangkat lunak software ArcGIS. Sistem koordinat: UTM, datum: WGS 84, zona: 48S, dibuat dengan skala 1:50.000, dicetak dengan kertas A4 skala 1:750.000, tahun 2014 dengan interval grid 40.000 meter.
Gambar 6. Peta Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau
Gambar 7. Susunan Pembuatan Peta
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan a. Metode Interpretasi visual dapat digunakan untuk mengetahui jenis tutupan lahan. Interpretasi citra dilakukan berdasarkan unsur - unsur interpretasi yaitu warna/ rona, bentuk, pola, tekstur, situs dan asosiasi. Untuk tutupan lahan derah kabupaten Indragiri Hulu dengan luas wilayah 795.569 Ha, pemakaian kunci interpretasi dapat diidentifikasi dan dideliniasi langsung pada citra SPOT 4. Kelas penutup lahan seperti hutan, lahan terbangun, tubuh air, perkebunan, lebih mudah diidentifikasi secara visual berdasarkan pola/bentuk yang teratur/tidak teratur, warna serta situs/asosiai. Dibandingkan dengan kelas terbuka, identifikasi masih mengalami kesulitan secara visual. b. Hasil interpretasi visual jenis penggunaan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau dari citra SPOT 4 tahun 2011/2012, didominasi oleh Hutan (hutan tanaman industri, land clearing dan semak belukar) 54.11%, Perkebunan (sawit, campuran dan karet) 41.88%, Lahan Terbangun 2.06%, Lahan Terbuka 1.20%, Tubuh Air 0.73%. c. Hasil dari tugas akhir ini menggunakan citra SPOT 4 menunjukan bahwa kelas penutup lahan dapat diidentifikasi dan dideliniasi secara visual pada Citra SPOT-4. d. Penyajian desain simbol dalam penelitian ini menggunakan simbol garis untuk menyajikan batas kecamatan dan kabupaten, serta batas penutup lahan.Untuk desain warna dalam penelitian ini disesuaikan dengan kenyataan isi peta, seperti : warna biru untuk tubuh air, hijau tua untuk hutan, hijau muda untuk perkebunan, merah muda untuk lahan terbangun, magenta untuk lahan terbuka. e. Peta Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau dibuat dengan skala 1:50.000
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 9
dan dicetak dengan kertas A4 skala 1: 750.000. f. Manfaat dari penelitian ini, dapat digunakan untuk melihat penutup lahan Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk pelestarian, pemanfaatan, perencanaan, pembangunan kawasan tersebut di kemudian hari. 5.2 Saran a. Mengingat wilayah Indonesia sering tertutup awan serta prosedur dan proses pengadaan data penginderaan jauh itu cukup rumit, maka perlu dipersiapkan dengan waktu yang cukup. b. Pada pemetaan penutup lahan yang kompleks sebaiknya digunakan data citra dengan resolusi tinggi, untuk meningkatkan tingkat ketelitian hasil perlu dilakukan pengamatan lapangan. DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah. 2005. Pembuatan Peta Digital Informasi Kebumian (Patahan dan Kelurusan) dengan SRTM, Bogor. Universitas Pakuan. Bahtiar Dede. 2005. Pembuatan Peta Penutupan Lahan Dari Citra Landsat Menggunakan Metoda Klasifikasi Supervise Dan Klasifikasi Unsupervise, Bogor. Universitas Pakuan. Bakosurtanal. 2000. Spesifikasi Pemetaan Rupabumi Indonesia Skala 1:50.000. Handoyo, Y.S. 1998. Penginderaan Jauh Dasar, Institut Teknologi Nasional Malang. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Heru Yudo, S. 2005. Pembuatan Peta Citra Kota Bogor Menggunakan Citra Digital Satelit Landsat
ETM-7, Bogor.Universitas Pakuan. Lillesand, T.M & Kiefer, R.W., 1979, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (terjemahan), Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM. Nuniek Agustina, k. 2006. Analisa pembuatan peta neraca sumberdaya hutan propinsi Banten, Bogor. Universitas Pakuan. Pamungkas, A. 2014. Pemantauan Perubahan Penutup Lahan Wilayah Pesisir Pantai Banten, Bogor. Universitas Pakuan. Purwadhi. 2001. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Lapan. Rustadi. 2011. Integrasi Teknologi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi Sebagai Bagian Materi Pengetahuan Umum, Artikel. Tersedia di : http://rustadi14newsartikel.blogspot.com/2011/12 /integrasi-teknologipenginderaan-jauh.html. [17 Mei 2014] Sumaryono dan Nurwadjedi. 1999. Spesifikasi Pemetaan Liputan Lahan. Bakosurtanal. Sutanto. 1998. Penginderaan Jauh, Jilid 1, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wahyuddin. 2013. Identifikasi Pertanian Lahan Kering Di Kabupaten Jeneponto Dengan Menggunakan Citra Satelit Resolusi Menengah (Citra Spot 4), Makasar. Universitas Hasanuddin. PENULIS 1. Hasbi Fariz, ST. Alumni (2014) Program Studi Teknik Geodesi FTUNPAK. 2. Ir. Rudie R Atmawidjaja. Staf Dosen Program Studi Teknik Geodesi FT-Unpak 3. Dra. Diah Kirana Kresnawati, M.Sc. Staf Dosen Program Studi Teknik Geodesi FT-Unpak .
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 10
Program Study Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Page 11