Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Bab 3 Klasifikasi tutupan lahan berbasis citra satelit
Oleh Sapta Ananda Proklamasi, Greenpeace Indonesia; Moe Myint, Mapping and Natural Resources Information Integration; Ihwan Rafina, TFT; dan Tri A. Sugiyanto, PT SMART/TFT. Para penulis sangat berterima kasih kepada Ario Bhriowo, TFT; Yves Laumonier, CIFOR; Arturo Sanchez-Asofeifa, University of Alberta; Chue Poh Tan, ETH-Zurich dan para kolega di World Resources Institute atas komentarnya yang bermanfaat dalam versi-versi awal bab ini. DAFTAR ISI BAB P29: Pendahuluan P30: Pemilihan citra satelit
P46: Statistik Nilai Khat
P31: P ra-pemrosesan dan perbaikan radiometrik terhadap citra satelit
P47: Kontrol kualitas, finalisasi klasifikasi tutupan lahan awal serta tahap berikutnya
P33: Indeks vegetasi
P48: Lampiran A: Gambaran umum opsi citra satelit
P34: Analisis komponen utama
P53: Lampiran B: Transformasi Tasseled Cap
P35: Pemilihan kombinasi saluran untuk klasifikasi P36: Penentuan jumlah dan tipe kelas P38: Pendekatan klasifikasi P39: Klasifikasi tak terbimbing P40: Klasifikasi terbimbing P43: Klasifikasi visual P44: Kajian akurasi terhadap citra terklasifikasi
28
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Pendahuluan
Tujuan dari Fase Pertama dalam kajian SKT adalah membuat suatu peta indikatif kawasan hutan SKT potensial dalam suatu konsesi dan lanskap yang mengelilinginya, menggunakan kombinasi citra satelit dan data di lapangan. Bab ini membahas tahap pertama dari Fase Pertama: penggunaan citra dan data set untuk mengklasifikasi vegetasi ke dalam kategori yang seragam. Kami akan mengajak para pembaca mendalami metodologi untuk tahap pertama ini, termasuk memilih basis data citra, menentukan jumlah kelas tutupan lahan dan melakukan klasifikasi.
FASE 1: DIAGRAM TAHAPAN
Metodologi yang dijelaskan dalam bab ini telah diuji dan disempurnakan melalui studi percobaan di kawasan konsesi di Indonesia, Liberia dan Papua Nugini. Metodologi ini diharapkan dapat diterapkan di semua hutan tropis lembab di tanah mineral . Karena itu kami telah mencantumkan rincian variasi dalam metodologi ini. Ini mungkin dibutuhkan untuk menanggapi isu-isu yang mungkin ada berkaitan dengan kualitas citra yang tersedia serta macam pemanfaatan lahan dan tutupan lahan di berbagai wilayah yang berbeda. Bab ini ditujukan untuk pakar teknis dengan pengalaman dalam analisis penginderaan jarak jauh yang mampu menggunakan dokumen ini untuk memandu pekerjaan mereka dan menyusun peta indikatif kawasan hutan SKT potensial tanpa memerlukan panduan lainnya. Dengan demikian kami berasumsi bahwa para pembaca memiliki pengetahuan tingkat lanjut mengenai teknik-teknik analisis dan normalisasi, namun kami telah menyediakan referensi sebagai panduan lebih detail yang bisa bermanfaat.
“Metodologi ini diharapkan dapat diterapkan di semua hutan tropis lembab di tanah mineral”
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
29
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Pemilahan citra satelit
Pemilahan citra satelit yang akan digunakan dalam proses klasifikasi vegetasi harus dipastikan bahwa citra tersebut sesuai dengan cakupan kawasan yang dikaji, serta memperhatikan resolusi yang tepat baik temporal maupun spasial berkaitan dengan kajian yang dilakukan. Secara khusus: • Citra tidak boleh berumur lebih dari 12 bulan dan harus memiliki resolusi setidaknya 30 meter. •D ata harus memiliki kualitas yang memadai untuk analisis, dengan penutupan awan kurang dari 5% dalam batas area kajian, tanpa atau dengan kabut yang sangat minimal dan terlokalisir. •K etersediaan saluran (band) spektra hijau, merah, inframerah dekat dan inframerah menengah yang berperan dalam penentuan tutupan vegetasi, kesehatan tutupan vegetasi dan kerapatan vegetasi di lapangan harus dipertimbangkan. Pengguna harus mengunduh dan mengevaluasi beberapa citra quick-look dengan geo-referensi beserta metadatanya dari beberapa baris (path) dan deretan (row) satelit. Ini akan membantu mendapatkan cara tepat untuk menyusun subset spasial dari citra tanpa awan. Untuk mencapai tujuan ini, pengguna harus mendapatkan satu citra satelit atau lebih dan kemudian menyusun katalog citra dari citra multi-temporal untuk mendapatkan serangkaian subset citra berkualitas baik untuk analisis dalam wilayah kajian. Disarankan untuk mendapatkan citra Landsat-8 multi-temporal dalam waktu berdekatan (dalam satu atau dua periode kunjungan satelit di lokasi yang sama). Untuk menghindari pengaruh sudut matahari atau kondisi atmosfer dari citra multi-temporal, setiap subset citra harus dianalisis dan diklasifikasi secara terpisah. Ada berbagai tipe dan penyedia citra satelit yang memiliki informasi spektral tampak, inframerah dan gelombang mikro yang sesuai. Tabel yang merangkum berbagai pilihan basis data serta biaya dan manfaatnya, serta peralatan baru seperti kendaraan udara tanpa awak, disajikan dalam Lampiran A. Pengguna perlu mengingat bahwa karena citra Landsat-7 bermasalah dengan Scan Line Corrector Off sejak Mei 2003, penggunaan citra Landsat 7 sejak tanggal tersebut tidak direkomendasikan untuk analisis dan klasifikasi citra karena striping. Walaupun Landsat 7 SLC OFF strip dapat diisi, hal ini sebaiknya hanya dilakukan untuk memperbaiki visualisasi dan interpretasi visual.
30
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Atas: Foto hak cipta USGS © Kiri: Corozal Sustainable Future Initiative, Belize ©
Setelah citra yang paling baik telah dipilih, citra tersebut dipotong agar mencakup hanya wilayah kajian saja. Untuk mengklasifikasi hutan yang dijumpai di dalam konsesi dengan cara terbaik, wilayah kajian sebaiknya mencakup lanskap seluas mungkin karena klasifikasi dilakukan menggunakan jumlah penutupan tajuk dan perhitungan stok karbon relatif dalam konteks lanskap. Seperti misalnya patch hutan dalam suatu konsesi yang sebagian besar terdegradasi dengan keberadaan SKT potensial yang kecil harus dibandingkan dengan lanskap hutan lain yang lebih luas untuk menempatkannya dalam konteksnya. Dibutuhkan setidaknya radius 1 km dari batas konsesi untuk memastikan dipertimbangkannya tutupan hutan dalam lanskap tersebut. Praktik terbaik adalah dengan memasukkan lebih banyak lagi dari lanskap yang mengelilinginya, seperti pada level daerah tangkapan air untuk daerah aliran sungai atau sungai dalam wilayah kajian. Bentuk persegi empat wilayah kajian dapat dibuat dan diunggah ke USGS Earth Explorer untuk memilih citra yang akan diunduh.
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Pra-pemrosesan dan koreksi radiometrik terhadap citra satelit
Salah satu tantangan terbesar dalam kegiatan klasifikasi tutupan lahan adalah proses standarisasi, yang dilakukan sebelum analisis untuk memastikan kualitas hasil yang baik. Standarisasi mengkonversikan berbagai sumber citra dengan tanggal dan kondisi atmosfer yang berbeda menjadi serangkaian citra dengan properti citra yang serupa yang dapat digunakan bersamaan; ini juga disebut sebagai Koreksi Radiometrik sebelum data diproses. Perlu dicatat bahwa bahkan dengan standarisasi, beberapa citra sumber akan masih memiliki keterbatasan, antara lain dengan masalah garis perekaman (striping) dengan citra Landsat setelah tahun 2003 sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Standarisasi dapat melibatkan beberapa tahap pra-pemrosesan citra. Beberapa fungsi pra-pemrosesan standar berdasarkan Erdas Imagine Image Processing System dijelaskan di bawah; sistem pemrosesan citra standar lainnya akan memiliki fungsi-fungsi yang serupa. Pra-pemrosesan citra, koreksi radiometrik atau prosedur standarisasi yang dijelaskan di sini belum tentu semuanya harus dilakukan atau diikuti. Analis harus mengevaluasi kualitas citra dan melakukan prosedur pra-pemrosesan hanya jika dibutuhkan untuk memperbaiki klasifikasi.. Rentang LUT: Mentransformasi nomer piksel citra melalui rentang lookup table (LUT) yang sudah ada. Pengaturan ulang skala: Atur ulang skala data dalam format bit apa pun sebagai input dan output. Pengaturan ulang skala menyesuaikan skala nilai bit agar mencakup semua nilai file data, menjaga nilai relatif dan mempertahankan bentuk histogram yang sama. Pengurangan kabut: Efek atmosfer dapat menyebabkan citra memiliki kisaran dinamis terbatas, tampak seperti kabut atau memiliki kontras rendah. Pengurangan kabut memungkinkan dilakukan penajaman citra menggunakan Tasseled Cap atau Point Spread Convolution. Untuk citra multispektral, metode ini didasari oleh transformasi Tasseled Cap, yang menghasilkan suatu komponen yang berkorelasi dengan kabut. Komponen ini dihilangkan dan citra ditransformasi kembali ke format RGB. Untuk citra pankromatik, digunakan kebalikan konvolusi sebaran titik (inverse point spread convolution).
“Salah satu tantangan terbesar dalam kegiatan klasifikasi tutupan lahan adalah proses standarisasi, yang dilakukan sebelum analisis untuk memastikan kualitas hasil yang baik”
Pengurangan Gangguan (Noise): Pengurangan tingkat gangguan dalam lapisan raster. Teknik ini mempertahankan detil halus dalam suatu citra, seperti garis-garis tipis, sambil menghilangkan gangguan sepanjang tepi dan wilayah datar. Penghapusan Gangguan Periodik: Apabila gangguan periodik berasal dari masalah non-sensor seperti kondisi atmosfer yang sesaat, noise tersebut bisa dihapus dari citra dengan meningkatkan transformasi Fourier citra secara otomatis. Pertama, citra input dibagikan menjadi blok-blok 128 x 128 piksel yang tumpang tindih. Transformasi Fourier dihitung untuk setiap blok dan nilai log dari setiap blok fast Fourier Transform (FFT) diambil nilai rata-ratanya. Perhitungan nilai rata-rata menghilangkan semua kuantitas domain frekuensi kecuali kuantitas yang ada di setiap blok (antara lain, interferensi periodik). Nilai rata-rata spektral kemudian digunakan sebagai filter untuk menyesuaikan FFT dari seluruh citra. Saat dilakukan kebalikan dari transformasi Fourier, hasilnya berupa citra dengan gangguan periodik yang telah dihapus atau dikurangi secara signifikan. Metode ini sebagian berdasarkan algoritma yang diuraikan dalam Cannon, Lehar, dan Preston (1983) serta Srinivasan, Cannon dan White (1988). Level minimal frekuensi yang terpengaruh harus ditetapkan setinggi mungkin untuk memperoleh hasil terbaik. Nilai yang rendah mempengaruhi frekuensi transformasi Fourier yang lebih rendah yang mewakili fitur global dari lembar (scene) tersebut seperti kecerahan dan kontras, sedangkan nilai yang sangat tinggi mempengaruhi frekuensi yang mewakili detil dalam citra. Penggantian garis/kolom yang rusak: Penghapusan garis/kolom yang rusak atau kolom dalam citra raster. Pencocokkan Histogram: Fungsi ini secara matematis menentukan lookup table yang mengkonversi histogram dari satu citra hingga menyerupai histogram citra lainnya. Konversi Kecerahan: Membalikkan kisaran intensitas linear dan nonlinear dari suatu citra, menghasilkan citra yang memiliki kontras berlawanan dengan citra yang original. Detil yang gelap menjadi terang dan detil yang terang menjadi gelap. Persamaan Histogram: Gunakan rentang kontras nonlinear (nonlinear contrast stretch) yang mendistribusikan ulang nilai piksel sehingga terdapat jumlah piksel yang kira-kira sama dengan setiap nilai dalam suatu kisaran. Normalisasi Topografik (Model Reflektan Lambertian): Gunakan model reflektan Lambertian untuk mengurangi efek topografik dalam citra digital. Efek topografik adalah perbedaan pencahayaan yang penyebabnya hanya karena kelerengan dan aspek kondisi medan berkaitan dengan ketinggian dan azimut matahari. Hasil akhirnya adalah citra kondisi medan dengan pencahayaan yang lebih seragam. Ketinggian dan azimut informasi matahari untuk normalisasi topografik setiap citra tersedia saat analis mengunduh metadata citra tersebut. Analis harus memilih Digital Elevation Model yang baik sebagai input data untuk normalisasi topografik.
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
31
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Indeks Vegetasi
Indeks vegetasi adalah penghitungan radiometrik tanpa dimensi yang mengindikasikan kelimpahan relatif dan bentuk vegetasi hijau. Ini mencakup indeksarea-daun (leaf-area-index atau LAI), persentase tutupan warna hijau, dan konten klorofil dalam biomassa hijau serta radiasi aktif fotosintesis terserap (absorbed photosynthetically active radiation atau APAR). Berdasarkan Running et al. (1994) dan Huete dan Justice (1999), indeks vegetasi seharusnya:
Normalisasi Perbedaan Indeks Vegetasi
Indeks vegetasi sebenarnya yang pertama adalah Rasio Sederhana (SR), yaitu rasio kekuatan pancaran gelombang merah (red reflected radiant flux atau Pred) sampai kekuatan pancaran gelombang inframerah dekat (near-infrared reflectance flux atau Pnir) sebagaimana dijelaskan dalam Birth dan McVey (1968): SR = Pred / Pnir
Indeks vegetasi adalah untuk digunakan sebagai indikatif tutupan vegetasi, untuk menunjukkan tutupan vegetasi dan non-vegetasi yang akan digunakan dengan kelas hutan dan tutupan lahan non-hutan tak terbimbing.
Rasio Sederhana (Simple Ratio or SR) menyampaikan informasi penting mengenai biomassa vegetasi atau Indeks Area Daun (LAI) (Schlerf et al., 2005). Rasio ini sangat sensitif terhadap variasi biomassa dan/atau LAI dalam vegetasi berbiomassa tinggi seperti hutan (Huete et al., 2002).
• Memaksimalkan sensitivitas terhadap parameter biofisik tumbuhan, lebih diutamakan yang memiliki respon linear agar terdapat sensitivitas untuk berbagai kondisi vegetasi yang beragam, dan untuk memfasilitasi validasi dan kalibrasi indeks;
Rouse et al. (1974) mengembangkan Normalised Difference Vegetation Index (NDVI) generik sebagai indikator grafik yang dapat digunakan untuk menganalisis tutupan vegetasi. NDVI dihitung sebagai rasio (inframerah dekat –saluran merah) dengan (saluran inframerah dekat + saluran merah):
• Normalisasi efek eksternal modal seperti sudut matahari, sudut penglihatan, dan atmosfer untuk perbandingan spasial dan temporal yang lebih konsisten;
NDVI = (Pnir – Pred) / (Pnir + Pred)
• Normalisasi efek internal seperti variasi latar belakang tajuk, termasuk topografi (kelerengan dan hadapan lereng), variasi tanah dan perbedaan pada tumbuhan tua atau berkayu (komponen tajuk non-fotosintetik); dan • Gabungkan dengan beberapa parameter biofisik terukur khusus seperti biomassa, LAI atau APAR sebagai bagian dari upaya validasi dan kontrol kualitas. Ada banyak indeks vegetasi yang dapat digunakan dalam analisis SKT. Toolkit SKT ini menitikberatkan NDVI dan transformasi Kauth-Thomas Tasseled Cap, yang merupakan indeks yang direkomendasikan untuk Pendekatan SKT.
Hasil NDVI akan berkisar antara -1 dan +1. NDVI secara fungsional adalah sama dengan SR. NDVI pada dasarnya adalah transformasi linear untuk Rasio Sederhana. Tidak ada persebaran dalam SR jika dibandingkan dengan plot NDVI, dan setiap nilai SR memiliki nilai NDVI tetap. NDVI adalah indeks vegetasi yang penting karena: •P erubahan musiman dan tahunan pada pertumbuhan dan aktivitas vegetasi bisa dimonitor. •N DVI menreduksi berbagai bentuk gangguan perbanyakan (perbedaan pencahayaan matahari, bayangan dari awan, beberapa penipisan atmosfer, dan beberapa variasi topografi) yang ada di berbagai saluran dari citra multi-temporal. Namun, ada beberapa kelemahan pada NDVI yang harus dipertimbangkan analis, termasuk:
“Indeks vegetasi adalah penghitungan radiometrik tanpa dimensi yang mengindikasikan kelimpahan relatif dan bentuk vegetasi hijau”
•R asio berdasarkan indeks bersifat nonlinear dan bisa dipengaruhi oleh efek gangguan tambahan seperti hamburan cahaya atmosferik (atmospheric path radiance). •N DVI berkorelasi erat dengan LAI. Namun hubungannya mungkin tidak terlalu kuat pada saat LAI maksimal, tampaknya karena saturasi NDVI saat LAI sangat tinggi (Wang et al. 2005). Kisaran dinamis NDVI direntangkan demi kondisi biomassa rendah dan terkompresi di kawasan berhutan dengan biomassa tinggi. Karena itu hutan kerapatan tinggi dan kerapatan menengah sulit dibedakan dalam NDVI. Hal yang sebaliknya berlaku untuk Rasio Sederhana, di mana sebagian besar kisaran dinamis meliputi hutan dengan biomassa tinggi dengan sedikit variasi yang berlaku untuk wilayah dengan biomassa rendah (contohnya padang rumput serta bioma kering dan semi-kering). •N DVI sangat sensitif terhadap variasi pada latar belakang tajuk, seperti apabila tanah terlihat melalui tajuk. Nilai NDVI akan sangat tinggi dengan latar belakang tajuk yang gelap.
32
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Transformasi Kauth-Thomas Tasseled Cap
Transformasi Tasseled Cap (TC) adalah indeks vegetasi global yang memisahkan nilai kecerahan tanah, vegetasi dan kandungan kelembaban dalam setiap satuan piksel. Dengan metode ini, setiap citra ditransformasi menggunakan koefisien TC yang spesifik untuk satelit tersebut untuk menciptakan indeks vegetasi. Nilai TC dihasilkan dengan mengkonversi saluran original menjadi serangkaian saluran baru dengan interpretasi terdefinisi yang bermanfaat dalam pemetaan vegetasi. Wilayah urban adalah salah satu yang paling terlihat dalam citra terang. Saluran TC yang kedua berkaitan dengan “kehijauan” dan biasanya digunakan sebagai indeks vegetasi aktif fotosintetis, yaitu semakin besar biomassa yang terdapat, maka semakin terang nilai piksel dalam citra kehijauan tersebut. Saluran TC yang ketiga sering kali diinterpretasikan sebagai indeks kelembaban (sebagai contoh, kelembaban tanah atau permukaan) atau kekuningan vegetasi (antara lain, jumlah vegetasi mati/kering). Parameter TC keempat adalah awan/ kabut. Perlu diperhatikan bahwa koefisien TC dapat dihitung berdasarkan kondisi setempat; Jackson (1983) menjelaskan algoritma dan prosedur matematika untuk tujuan ini. Persamaan dan koefisien yang dibutuhkan untuk menghasilkan Indeks Kecerahan, Kehijauan dan Kelembaban dari citra Landsat MSS, Landsat TM, Landsat 7 ETM + dan Landsat 8 terdapat di Lampiran B.
“Transformasi Tasseled Cap (TC) adalah indeks vegetasi global yang memisahkan nilai kecerahan tanah, vegetasi dan kandungan kelembaban dalam setiap satuan piksel”
Semua foto: hak cipta TFT©
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
33
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Analisis komponen utama
Analisis komponen utama (Principle Component Analysis atau PCA) adalah alat lain untuk mengidentifikasi data yang berulang dan menghasilkan serangkaian informasi baru yang menggabungkan data-data yang berkorelasi. Data set komponen utama yang dihasilkan umumnya lebih kecil daripada data set original, sehingga mempercepat waktu pemrosesan. Namun, berbeda dengan Tasseled Cap, aksis baru yang dihasilkan PCA tidak dispesifikasikan oleh definisi matriks transformasi analis yang sebelumnya, tetapi diperoleh dari varian-kovarian atau matriks korelasi yang dihitung dari analisis data. Korelasi antar pita saluran yang luas adalah suatu masalah yang sering dijumpai dalam analisis data citra multispektral, atau dengan kata lain, citra yang dihasilkan oleh data digital dari berbagai pita panjang gelombang sering terlihat serupa dan menyajikan data yang pada dasarnya sama. Transformasi komponen utama dan kanonikal merupakan dua teknik yang dirancang untuk mengurangi pengulangan seperti ini pada data multispektrum. Transformasi ini bisa diaplikasikan sebagai tindakan koreksi sebelum interpretasi visual data, atau sebagai prosedur pra-pemrosesan klasifikasi digital data. Jika teknik ini digunakan untuk konteks yang kedua, maka transformasi biasanya akan meningkatkan efisiensi komputasional proses klasifikasi karena reduksi dimensionalitas dari data set original. Tujuan prosedur ini adalah untuk mengompres semua informasi yang terkandung dalam data set saluran-n original menjadi kurang dari n saluran baru. Saluran baru digunakan untuk menggantikan data original. Prosedur umum PCA dapat dibagikan menjadi tiga tahap: 1. P erhitungan matriks varian-kovarian (atau korelasi) yang terdiri dari citra multi-saluran (multiband) (sebagai contoh pada citra enamsaluran, matriks varian-kovarian memiliki dimensi 6 x 6) 2. E kstraksi eigenvalue dan eigenvektor matriks, dan 3. T ransformasi fitur bentuk koordinat menggunakan eigenvektor tersebut Singkatnya, nilai data citra komponen utama pada dasarnya berupa kombinasi linear dari nilai data original dikalikan dengan koefisien transformasi yang tepat yang disebut eigenvektor. Dengan demikian, citra komponen utama dihasilkan dari kombinasi linier data original serta eigenvektor pada basis piksel kali piksel pada keseluruhan citra. Ciri penting dari citra komponen PCA adalah bahwa citra komponen utama yang pertama (PC1) mencakup persentase terbesar dari varian lembar total dan citra-citra komponen berikutnya (PC2, PC3, PC4, ... PCn) masing-masing memiliki varian lembar dengan persentase yang semakin menurun. Selain itu, karena komponen-komponen berikutnya dipilih untuk menjadi ortogonal terhadap semua komponen sebelumnya, maka data yang dimiliki tidak berkorelasi.
34
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Semua foto: hak cipta TFT©
Untuk Landsat MSS, dua komponen utama yang pertama (PC1 dan PC2) menjelaskan hampir semua varian dalam lembar tersebut. Dalam hal ini, dimensionalitas intrinsik dari data Landsat MSS disebutkan secara efektif sebagai 2. Serupa dengan ini, tiga komponen utama yang pertama (PC1, PC2, dan PC3) menjelaskan bahwa hampir semua varian dalam lembar dan dimensionalitas intrinsik Landsat TM adalah 3. Dengan demikian Landsat TM atau ETM+ atau Landsat 8 atau data satelit serupa lainnya sering kali dapat direduksi menjadi hanya tiga citra komponen utama untuk tujuan klasifikasi. Deskripsi rinci mengenai prosedur statistik yang digunakan untuk memperoleh transformasi komponen utama memang melebihi cakupan toolkit ini, namun dijelaskan dengan baik pada halaman 60-65 dalam Classification Methods for Remotely Sensed Data oleh Brandt Tso dan Paul M. Mather (2001). Hal yang terakhir, penting untuk dicatat bahwa PCA harus dihitung dari saluran biru, hijau, merah, inframerah dekat, inframerah I gelombang pendek, dan inframerah II gelombang pendek dengan resolusi spasial yang serupa (contohnya adalah Landsat 8), karena saluran tersebut memiliki informasi serupa yang diulangi berkaitan dengan tutupan vegetasi dan lahan.
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Pemilahan kombinasi saluran untuk klasifikasi
Beberapa opsi kombinasi saluran dapat dipilih dari saluran original, menggunakan berbagai hasil transformasi (NDVI, PCA dan Tasseled Cap) untuk menghasilkan data set saluran yang baru. Analis akan mencari atau memodifikasi kombinasi saluran yang sesuai berdasarkan wilayah kajian, ciri tutupan lahan dan sifat spektralnya. Sebagai contoh, suatu model elevasi digital bisa dimasukkan secara opsional dalam data set saluran yang baru untuk menyediakan informasi topografi. Hal ini dapat mencegah kesalahan klasifikasi lahan pertanian di atas pegunungan. Prosesor komputer modern (multicore) dapat memproses data multispektrum tanpa membutuhkan banyak waktu tambahan bahkan jika saluran tambahan dimasukkan dalam klasifikasi.
Opsi berikut ini memberikan beberapa gambaran umum bagi analis berkaitan dengan pilihan kombinasi saluran untuk klasifikasi. . Opsi 1 Saluran1 = Saluran Spektral Biru Saluran2 = Saluran Spektral Hijau Saluran3 = Saluran Spektral Merah Saluran4 = Saluran Spektral Inframerah Dekat Saluran5 = Saluran Spektral Inframerah Menengah Saluran6 = Saluran Spektral Inframerah Menengah II Saluran7 = Tasseled Cap Kecerahan Saluran8 = Tasseled Cap Kehijauan Saluran9 = Tasseled Cap Kelembaban Saluran10 = N DVI (Diatur ulang skalanya menjadi bit data dari saluran yang telah disebutkan) Saluran11 = S R (Diatur ulang skalanya menjadi bit data dari saluran spektral yang telah disebutkan – opsional)
Semua foto: hak cipta USGS ©
Saluran12 = Digital Elevation Model (opsional Opsi 2 Saluran1 = Komponen Utama 1 (PC1) Saluran2 = Komponen Utama 2 (PC2) Saluran3 = Komponen Utama 3 (PC3) Saluran4 = Nilai Kecerahan Tasseled Cap Saluran5 = Tasseled Cap Kehijauan Saluran6 = Tasseled Cap Kelembaban Saluran7 = N DVI (Diatur ulang skalanya menjadi bit data dari saluran yang telah disebutkan) Saluran8 = S R (Diatur ulang skalanya menjadi bit data dari saluran spektral yang telah disebutkan – opsional) Saluran9 = Digital Elevation Model (opsional) Opsi 3 Data gelombang mikro seperti data Sentinel-1 dapat dimasukkan sebagai saluran tambahan di opsi 1 dan opsi 2. Walaupun data opsi 1 dan 2 adalah sangat baik untuk pendeteksian berdasarkan ciri kimiawi obyek spasial, data gelombang mikro mungkin dapat menyediakan ciri fisik obyek spasial seperti seberapa kasar permukaan (struktur vegetasi), konstanta dielektrik (kandungan air) dan orientasi spasial dari obyek spasial relatif terhadap arah sensor. Data Sentinel-1 dapat diunduh gratis untuk penelitian ilmiah dan tujuan nirlaba.
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
35
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Penentuan jumlah dan tipe kelas
Saat citra telah dipilih dan distandarisasikan, tahap berikutnya adalah mengelompokkan tutupan lahan menjadi kelas-kelas homogen untuk mengindikasikan kawasan hutan SKT potensial. Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk membedakan: • Hutan kerapatan rendah, medium dan tinggi (HK1, HK2, HK3); • Hutan Regenerasi Muda (HRM); • Lahan bekas hutan yang telah dibuka atau terdegradasi termasuk Belukar (B) dan Lahan Terbuka (LT); dan • Kawasan non-SKT seperti jalan, badan air dan pemukiman. Seperti yang ditampilkan pada diagram berikut, batas penentuan hutan SKT potensial adalah antara kategori Belukar dan Hutan Regenerasi Muda, di mana HRM, HK1, HK2 dan HK3 dianggap sebagai hutan SKT potensial dan B serta LT tidak termasuk hutan SKT. Dalam Fase Dua dari metodologi ini akan ada penyesuaian terhadap HRM dan B setelah dilakukan analisis melalui Decision Tree Analisis Pe Patch tak SKT dan perencanaan konservasi.
Dalam tahap klasifikasi berbasis-citra ini, kawasan hutan non-SKT lainnya yang memiliki tutupan vegetasi signifikan juga dapat diidentifikasi, dengan contoh berupa kawasan yang digunakan masyarakat untuk kegiatan agroforestri yang mungkin terdiri dari campuran vegetasi alami; pohon buah; tanaman hasil bumi yang diperdagangkan seperti karet, kopi, kakao, atau sawit; dan tanaman pangan. Kawasan tersebut biasanya telah diidentifikasi melalui proses pemetaan partisipatif dan FPIC yang digarisbawahi dalam Bab 2. Jika kawasan tersebut terindikasi pada citra satelit tetapi tidak dimasukkan ke dalam kawasan yang peta kawasan masyarakat, maka kualitas pemetaan partisipatif pemanfaatan lahan perlu dipertanyakan, dan tahap tersebut mungkin perlu diulangi.
KLASIFIKASI SKT
“Proses akhir dari negosiasi dan pelepasan hak masyarakat untuk memanfaatkan hutan SKT terjadi setelah proses klasifikasi SKT diselesaikan”
36
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Kelas tutupan lahan yang didefinisikan dalam proses ini akan beragam berdasarkan lanskap dan tipe tutupan lahan dalam wilayah konsesi. Penjelasan mengenai klasifikasi yang umum digunakan disajikan dalam tabel di halaman berikut. Kategori yang termasuk dalam kategori SKT diindikasikan sebagai warna hijau. Perhatikan bahwa tabel ini turut menyajikan faktor kualitatif yang akan tampak jelas saat survey lapangan telah diselesaikan. Untuk mengingatkan, hutan SKT mungkin akan tumpang tindih dengan kawasan pemanfaatan masyarakat, seperti pada hutan yang dimanfaatkan untuk pengumpulan hasil hutan non-kayu atau untuk berburu. Proses akhir dari negosiasi dan pelepasan hak masyarakat untuk memanfaatkan hutan SKT terjadi setelah proses klasifikasi SKT diselesaikan.
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
TABEL: KATEGORI UMUM TUTUPAN LAHAN KATEGORI TUTUPAN DESKRIPSI VEGETASI HK3, HK2, HK1 Hutan Kerapatan Tinggi, Hutan Kerapatan Menengah, dan Hutan Kerapatan Rendah Hutan alam dengan tajuk tertutup beragam dari hutan kerapatan tinggi sampai rendah. Data inventarisasi menunjukkan keberadaan pohon dengan diameter >30 cm dan didominasi oleh spesies klimaks.
HRM: Hutan Regenerasi Muda Hutan yang sangat terganggu atau kawasan hutan dalam tahap regenerasi menuju struktur aslinya. Distribusi diameter didominasi oleh pohon dengan DBH 10-30 cm dengan frekuensi spesies pionir yang lebih
Di lokasi di mana tegakan hutan homogen atau hampir homogen dapat diidentifikasi dan dipetakan, contohnya hutan Gelam (Melaleuca spp.) di Indonesia, perlu dipertimbangkan apakah kawasan tersebut harus diberlakukan sebagai kelas vegetasi terpisah (non-standar). Jika keputusan yang dibuat adalah untuk memisahkan kawasan homogen, maka pendekatan SKT untuk menstratifikasi kawasan vegetasi ke dalam kelas stok karbon tinggi dan rendah masih berlaku. Perlu diingat bahwa kisaran dinamis Rasio Sederhana (SR) direntangkan untuk mendukung kondisi biomassa tinggi seperti kawasan berhutan dan dikompresi di kawasan dengan biomassa rendah, kawasan dengan vegetasi yang baru tumbuh dan hutan alami bisa dideteksi dengan metode ini. Selain itu, data Gelombang Mikro Sentinel-1 bisa dimasukkan untuk mendeteksi kawasan hutan alami dan kawasan pertumbuhan baru, karena struktur dinamis tegakan berbeda dan bisa disimpulkan dari kekasaran permukaan.
tinggi dibandingkan dengan HK1. Dalam kelas tutupan lahan ini mungkin terdapat kawasan-kawasan kecil yang berupa kawasan pertanian atau plasma. Catatan: Perkebunan yang ditelantarkan dengan kurang dari 50% luas bidang dasar terdiri dari tanaman pohon bisa termasuk dalam kategori ini atau kategori di atas. Tegakan dengan luas bidang dasar > 50% tidak dianggap sebagai hutan SKT melainkan lahan perkebunan dan harus diklasifikasi secara terpisah.
B:
Belukar Lahan yang dulunya berupa hutan tetapi telah dibuka dalam waktu yang belum terlalu lama. Didominasi oleh belukar rendah dengan penutupan tajuk yang terbatas. Mencakup lahan dengan rerumputan tinggi dan tumbuhan paku-pakuan dan spesies pohon pionir yang tersebar.
Beberapa patch hutan tua juga mungkin dijumpai dalam kategori lahan ini.
LT:
Lahan Terbuka Lahan yang baru dibuka dan sebagian besar terdiri dari rerumputan atau tanaman. Sedikit tumbuhan berkayu.
CONTOH KATEGORI NON-SKT LAINNYA HT:
Hutan Tanaman
Kawasan luas yang ditanami pohon (seperti karet, Akasia).
AGRI:
Sebagai contoh, perkebunan kelapa sawit skala besar yang tumpang
Semua foto: hak cipta TFT©
Perkebunan Pertanian tindih dengan wilayah konsesi.
TAMB:
Kawasan Pertambangan Kawasan ini bisa dibedakan lebih lanjut antara kawasan pertambangan legal/berizin dengan kawasan pertambangan ilegal/tidak sesuai aturan.
PL:
Petani Perkebunan Plasma dan Pemanfaatan Plasma Kawasan ini bisa dibedakan lebih lanjut sebagai sistem hutan tanaman/agroforestri campuran yang memiliki peran potensial sebagai koridor satwa liar, sistem pertanian berpindah untuk produksi pangan subsisten, dll.
(Lainnya)
Badan air seperti sungai dan danau.
Kawasan pembangunan, pemukiman, jalan, dll. TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
37
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Pendekatan klasifikasi
Saat citra telah dipilih dan disempurnakan, tutupan lahan dikelompokkan menjadi kelas-kelas yang relatif homogen seperti yang dijelaskan di atas untuk mendelineasi hutan SKT dari hutan non-SKT. Proses tersebut sebagian besar terdiri dari analisis citra satelit menggunaan Penginderaan Jarak Jauh dan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (GIS), yang menyediakan alat untuk interpretasi tutupan lahan. Beberapa paket perangkat lunak menyediakan alat untuk mendukung analisis tutupan lahan, seperti perangkat lunak Erdas Imagine, ENVI, ESRI Image Analysis dan OpenSource (Quantum GIS). Klasifikasi tutupan lahan diterapkan untuk beberapa alasan: 1. K lasifikasi tutupan lahan memungkinkan dilakukannya identifikasi kelas tutupan lahan yang berbeda dengan kondisi hutan dan non-hutan yang dapat digunakan dalam analisis citra (sebagai contoh, tutupan tajuk dan kekasaran lapisan tajuk). 2. K ondisi hutan sering kali (tetapi tidak selalu) berkorelasi dengan stok karbon hutan dan keanekaragaman hayati. Sebagai contoh, hutan dengan kerapatan baik biasanya berasosiasi dengan stok karbon tinggi (dan juga sering kali dengan keanekaragaman hayati yang lebih tinggi) dibandingkan hutan terdegradasi dengan kerapatan rendah. 3. P emisahan tutupan lahan menjadi beberapa kelas memungkinkan rancangan sampel yang lebih efisien untuk survey lapangan (lihat Bab 4), dan pengkajian hasil inventarisasi hutan dan survei udara yang lebih sederhana.
Semua foto: hak cipta USGS ©
Kajian SKT umumnya menggunakan kombinasi dari berbagai fase metodologi untuk memastikan perwakilan tutupan lahan yang akurat, yaitu analisis berbasis-piksel menggunakan metode tak terbimbing dan terbimbing, serta metode visual dalam fase lainnya. Apa pun teknik klasifikasi citra yang digunakan, pengetahuan kondisi lapangan setempat seperti pemanfaatan lahan, tutupan lahan, tipe hutan dan komposisi jenis, tipe tanaman pertanian, dan fenologi vegetasi berkaitan dengan ciri spektral dari data set citra terpilih juga tidak kalah pentingnya. Pemilihan metode yang digunakan untuk menginterpretasikan citra biasanya ditentukan oleh tingkat keahlian dan sejauh mana interpreter familiar dengan lanskap dan tutupan lahan tertentu yang dianalisis. Sebagai contoh, jika interpreter memiliki pemahaman yang memadai atas teknik penginderaan jarak jauh mutakhir serta pemahaman baik tentang kawasan sampel, maka penggunaan teknik klasifikasi terbimbing dan/atau pengkelasan secara hierarki/bertingkat perangkat yang mirip seperti Knowledge Engineer & Knowledge Classifier milik ERDAS . Untuk kawasan tanpa informasi tutupan lahan yang tersedia, interpreter atau analis dapat memulai analisis menggunakan teknik klasifikasi tak terbimbing untuk melihat obyek atau fenomena spasial yang serupa secara spektral atau berdekatan secara spasial. Pada umumnya, teknik klasifikasi tak terbimbing, terbimbing, dan klasifikasi Decision Tree hierarkis akan saling melengkapi untuk menentukan kelas tutupan lahan dalam wilayah kajian.
“Pemilihan metode yang digunakan untuk menginterpretasikan citra biasanya ditentukan oleh tingkat keahlian dan sejauh mana interpreter familiar dengan lanskap tertentu”
38
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Klasifikasi tak terbimbing
Klasifikasi tak terbimbing menggunakan perangkat lunak pemrosesan citra untuk mengelompokkan piksel berdasarkan ciri umum tanpa menggunakan kelas sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Klasifikasi tak terbimbing menerapkan algoritma segmentasi citra nilai rata-rata K atau suatu algoritma ISODATA (Iterative Self-Organising Data Analysis) untuk menentukan piksel mana yang memiliki spektral serupa dengan piksel lain dan kemudian mengelompokkannya ke dalam berbagai kelas-kelas homogen. Pengguna dapat menentukan algoritma mana yang akan digunakan oleh perangkat lunak dan jumlah kelas output yang diinginkan, tetapi selain itu tidak mengintervensi proses klasifikasi. Namun pengguna harus memiliki pemahaman tentang kawasan yang diklasifikasi, karena pengelompokkan piksel berdasarkan ciri serupa yang dihasilkan oleh klasifikasi tak terbimbing harus berkaitan dengan fitur nyata di lapangan (seperti lahan basah, kawasan yang telah dikembangkan, hutan konifer, dll.). Kelas-kelas yang dihasilkan oleh klasifikasi tak terbimbing merupakan kelas spektral. Karena ini tidak hanya didasarkan pengelompokkan alami dari nilai citra, identitas kelas spektral tidak akan diketahui dari awal. Analis harus membandingkan kelas spektral yang diklasifikasi dengan beberapa bentuk data referensi seperti peta yang sudah ada atau kunjungan lapangan untuk menentukan identitas dan nilai informasi atau kelas informasi kelas spektral. Saat analis telah menentukan kelas yang dapat dipisahkan secara spektral dan mendefinisikan kegunaan informasinya, kelas spektral dapat dikelompokkan menjadi sekumpulan kategori sebagaimana diinginkan oleh analis. Kadang analis akan menjumpai bahwa beberapa kelas spektral berkaitan dengan lebih dari satu kategori informasi. Contohnya, kelas spektral 3 mungkin dijumpai berkaitan dengan Hutan Regenerasi Muda di beberapa lokasi dan Hutan Kerapatan Rendah di lokasi lainnya. Demikian juga kelas spektral 6 mungkin mencakup Hutan Kerapatan Menengah dan Hutan Kerapatan Tinggi. Ini menunjukkan bahwa kategori informasi tersebut serupa secara spektral dan tidak dapat dibedakan dalam suatu data set tertentu. Untuk kasus seperti ini, analis mungkin bisa mempertimbangkan mencakup saluran-saluran tambahan ke dalam data set tersebut, sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Secara keseluruhan, kualitas klasifikasi tak terbimbing akan tergantung kepada pemahaman analis mengenai konsep pengklasifikian yang ada dan pengetahuannya mengenai tipe tutupan lahan yang dianalisis. Saat menggunakan klasifikasi tak terbimbing dalam proses SKT, umumnya 16 kelas sudah cukup untuk menentukan kelas hutan dan non-hutan, yang kemudian akan dikombinasikan dengan tutupan vegetasi, dan dapat dijadikan referensi untuk menentukan lokasi plot lapangan (lihat Bab 4). Semua foto: hak cipta TFT©
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
39
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Klasifikasi terbimbing
Klasifikasi terbimbing didasari konsep bahwa pengguna dapat memilih sampel piksel dalam suatu citra yang mewakili kelas-kelas tertentu dan kemudian menginstruksikan perangkat lunak pemrosesan untuk menggunakan areal contoh sebagai referensi klasifikasi piksel lain dalam citra tersebut. Areal contoh (juga disebut set atau kelas input percontohan) dipilih berdasarkan pengetahuan pengguna. Pengguna juga menetapkan batasan seberapa mirip piksel lain untuk dapat dikelompokkan bersama. Batasan ini sering kali ditetapkan berdasarkan ciri spektral dari areal contoh, plus minus rentang tertentu (sering kali berdasarkan “kecerahan” atau kekuatan pantulan dalam saluran spektral tertentu). Pengguna juga menentukan jumlah kelas untuk klasifikasi citra. Terdapat tiga tahap dasar dalam prosedur klasifikasi terbimbing umum: 1. D alam tahap contoh, analis mendefinisikan areal contoh yang mewakili dan mengembangkan deskripsi numerik untuk atribut spektral setiap tipe tutupan lahan yang dikaji dalam lembar tersebut.
Tahap Contoh Tujuan keseluruhan dari tahap contoh adalah menyusun serangkaian statistik yang menjelaskan pola respon spektral untuk semua tipe tutupan lahan yang akan diklasifikasikan dalam suatu citra. Perlu dicatat bahwa semua kelas spektral yang membentuk setiap kelas informasi harus diwakili secara memadai dalam statistik contoh yang digunakan untuk mengklasifikasi suatu citra. Tidak jarang dilakukan pengumpulan data dari 100 areal contoh atau lebih untuk mewakili variabilitas spektral dalam suatu citra secara memadai. Output histogram dari setiap areal contoh sangat penting khususnya saat klasifikasi kemungkinan maksimal (Maximum Likelihood) digunakan, karena berfungsi mengecek formalitas distribusi respon spektral. Remote Sensing and Image Interpretation oleh Liliesand dan Kiefer (Edisi kelima, 2004) memberikan informasi lengkap dan contoh bagaimana mengidentifikasi areal contoh yang valid secara statistik. Bagian areal contoh dan evaluasi statistik sampel contoh membutuhkan waktu yang banyak, tetapi merupakah tahap penting untuk klasifikasi berkualitas baik. Analis perlu menghabiskan waktu yang cukup untuk mengembangkan sampel contoh yang representatif dan terpisah secara statistik yang mewakili kelas-kelas informasi. Matriks galat klasifikasi (dijelaskan kemudian dalam bab ini) dapat disusun pada rangkaian contoh piksel dan hasil klasifikasi terbimbing.
2. D alam tahap klasifikasi, setiap piksel dalam data set citra dikategorikan ke dalam kelas tutupan lahan yang paling serupa. Apabila piksel tidak cukup menyerupai data set contoh apa pun, maka biasanya Piksel tersebut diklasifikasikan atau diberi label ‘tidak diketahui’. 3. Setelah semua data set telah dikategorikan, hasilnya kemudian disajikan pada tahap output. Output terklasifikasi kemudian menjadi input GIS. Setiap tahapan di atas dijelaskan lebih lanjut dalam halaman-halaman berikut. Semua foto: hak cipta TFT©
“Klasifikasi terbimbing didasari konsep bahwa pengguna dapat memilih sampel piksel dalam suatu citra yang mewakili kelas-kelas tertentu dan kemudian menjadi referensi klasifikasi piksel lain dalam citra tersebut”
40
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Tahap klasifikasi Walaupun banyak teknik dapat digunakan untuk tahap klasifikasi terbimbing, toolkit ini terfokus pada detil klasifikasi Kemungkinan Maksimal Gaussian dan juga secara singkat menjelaskan penggunaan decision tree untuk klasifikasi terbimbing hierarkis. Klasifikasi Kemungkinan Maksimal Gaussian mengevaluasi secara kuantitatif varian dan kovarian dari pola respon kategori (dari statistik sampel contoh) saat pengklasifikasian piksel yang tidak diketahui. Suatu asumsi dibuat bahwa distribusi titik awan yang menyusun kategori data contoh adalah Gaussian, atau dengan lain kata, memiliki distribusi normal. Dalam asumsi ini, distribusi pola respon kategori dapat dijelaskan secara lengkap oleh vektor rataan dan matriks kovarian. Dengan parameter ini, klasifikasi menghitung peluang statistik suatu nilai piksel tergolong dalam suatu kelas tutupan lahan atau kelas SKT tertentu. Setelah mengevaluasi peluang dalam setiap kategori, piksel tersebut akan ditetapkan sebagai kelas yang paling memungkinkan (dengan nilai peluang terbesar) atau diberi label sebagai ‘tidak diketahui’ jika semua nilai peluangnya berada di bawah ambang batas yang telah ditentukan oleh analis.
Foto: hak cipta USGS ©
Suatu ekstensi pendekatan kemungkinan maksimal adalah klasifikasi Bayes, yang memberlakukan dua rata-rata terbobot untuk estimasi peluang. Pertama, analis menentukan “peluang a priori” atau peluang yang diantisipasi atas munculnya setiap kelas dalam suatu lembar atau citra tertentu. Kedua, bobot terkait biaya kesalahan klasifikasi diterapkan pada setiap kelas. Dengan digabungkannya kedua faktor tersebut maka akan meminimalkan biaya kesalahan klasifikasi, dan secara teori akan menghasilkan klasifikasi optimal. Pada kenyataannya, klasifikasi kemungkinan maksimal dilakukan dengan asumsi peluang yang sama antara munculnya setiap kelas dalam suatu lembar atau citra dengan biaya kesalahan klasifikasi untuk semua kelas. Klasifikasi kemungkinan maksimal memiliki penghitungan intensif untuk mengklasifikasi setiap piksel, khususnya jika melibatkan jumlah saluran spektral yang besar atau jika sejumlah besar kelas spektral harus dibedakan, namun prosesor komputer multi-core modern mampu memproses tahap klasifikasi ini dengan relatif cepat. Cara lain untuk mengoptimalisasi klasifikasi kemungkinan maksimal adalah dengan menggunakan Komponen Utama (PC1, PC2 dan PC3) daripada saluran originalnya untuk melakukan klasifikasi. Suatu alternatif dari Klasifikasi Kemungkinan Maksimal adalah penggunaan decision tree, yang memberlakukan klasifikasi stratifikasi atau stratifikasi berlapis untuk menyederhanakan penghitungan dan menjaga akurasi klasifikasi. Klasifikasi ini diterapkan dalam serangkaian tahapan, dengan beberapa kelas tertentu dibedakan dalam setiap tahapnya dengan cara yang paling sederhana. Sebagai contoh, air bisa dibedakan dari saluran inframerah dekat berdasarkan nilai ambang batas sederhana. Kelas-kelas tertentu mungkin membutuhkan kombinasi dua atau tiga saluran untuk dikategorikan menggunakan algoritma klasifikasi sederhana seperti Klasifikasi Jarak Minimal hingga Rata-rata atau Klasifikasi Parallelepiped. Penggunaan jumlah saluran yang lebih banyak atau Klasifikasi Kemungkinan Maksimal hanya akan diterapkan untuk kategori tutupan lahan di mana masih terdapat sisa ambiguitas antar kelas yang tumpang tindih dalam bentuk penghitungan. Kemudian, regresi logis multinomial dapat diterapkan dengan statistik sampling contoh untuk menghasilkan peluang setiap piksel dalam kelas informasi dibandingkan menggunakan Klasifikasi Kemungkinan Maksimal. Banyak analis menggunakan kombinasi metode klasifikasi terbimbing dan tak terbimbing untuk mengembangkan analisis dan klasifikasi akhir untuk peta indikatif.
“Banyak analis menggunakan kombinasi metode klasifikasi terbimbing dan tak terbimbing untuk mengembangkan analisis dan klasifikasi akhir untuk peta indikatif”
1. Halaman 271-277 dalam Resource Management Information Systems: Remote Sensing, GIS and Modelling (edisi kedua) oleh Keith R. McCloy memberi penjelasan lebih lanjut mengenai Klasifikasi Kemungkinan Maksimal. TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
41
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Studi kasus: Kalimantan Barat
Dalam kasus berikut dari Kalimantan Barat, Indonesia, citra satelit Landsat 8 diproses dengan ArcGIS 10.1 dengan Analisis Citra tambahan untuk mengklasifikasikan tutupan lahan. Pertama dilakukan pra-pemrosesan terhadap citra satelit sebagaimana dibutuhkan untuk menghasilkan citra batas area kajian seperti yang ditampilkan di sebelah kanan. Dengan alat perangkat lunak pemrosesan citra yang ada, enam lokasi contoh dipilih, mewakili enam kelas tutupan lahan SKT sebagaimana terlihat pada gambar tengah. Setelah sampel contoh dianggap memadai dan mewakili, klasifikasi terbimbing menggunakan pendekatan klasifikasi kemungkinan maksimal dilakukan menggunakan perangkat lunak pemrosesan. Hasil dari ini adalah peta vegetasi sementara berdasarkan analisis citra yang terlihat pada gambar paling bawah.
42
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Klasifikasi visual
Proses klasifikasi visual atau digitasi manual lanjut mungkin untuk dilakukan oleh analis berpengalaman dengan pengetahuan yang baik tentang kondisi tutupan lahan di kawasan yang dikaji. Analis mampu menentukan setiap kelas tutupan lahan melalui analisis citra satelit di layar. Citra sering kali diperbaiki untuk membantu identifikasi kelas-kelas yang ada. Interpreter harus memiliki pemahaman tentang kunci-kunci interpretasi dari tutupan lahan di lokasi kajian, nilai integritas, serta pengalaman profesional dan lapangan dari lokasi kajian.
FASE STRATIFIKASI VEGETASI VISUAL
Klasifikasi visual digunakan setelah citra sudah dikalibrasi dan standarisasi apabila digunakan berbagai citra dalam suatu mosaik. Apabila digunakan sebagai teknik tersendiri, klasifikasi visual biasanya merupakan teknik paling akurat jika pengguna memiliki pemahaman baik tentang lokasi kajian. Namun, akurasi memiliki sisi lain, yaitu teknik ini membutuhkan waktu banyak untuk digitasi. Selain itu teknik ini bisa bersifat bias, dan maka dari itu hanya dapat digunakan sebagai proses tersendiri dengan penggunaan data citra beresolusi tinggi dan dengan pengguna yang memahami lokasi kajian dengan baik. Alternatifnya, klasifikasi visual dapat digunakan untuk mendukung proses terbimbing dan tak terbimbing, karena dapat menghasilkan eror atau bias, khususnya pada kawasan dengan kualitas citra yang tidak memadai karena kabut, asap, bayangan akibat topografi atau awan. Galat atau bias ini dapat diminimalisasikan melalui pengendalian kualitas visual oleh interpreter. Untuk kawasan dengan interpretasi yang tidak tepat, perlu dilakukan koreksi untuk mencocokkan kondisi yang diketahui. Dalam fase ini, hasil interpretasi tak terbimbing atau terbimbing (jika ada) digabungkan dengan elemen lain seperti informasi mengenai tipe tahan dan curah hujan. Pemahaman lokasi kajian adalah kunci untuk menghasilkan klasifikasi yang baik dan akurat. Dengan demikian, semakin baik pengetahuan interpreter mengenai suatu lokasi tertentu, maka semakin kecil bias galat yang dihasilkan. Fase stratifikasi vegetasi visual dapat dilihat pada diagram di sebelah kanan. Informasi numerik lainnya seperti suhu, curah hujan, kelembaban, radiasi matahari, grid kecepatan angin, digital elevation model dan digital terrain model dapat ditambahkan sebagai saluran tambahan untuk klasifikasi hanya jika data tersebut menyediakan informasi tambahan untuk membedakan kelas-kelas spektral. Informasi tambahan seperti tipe tanah, geologi, geomorfologi dan lokasi vegetasi dapat diterapkan untuk menyempurnakan interpretasi tanpa bias. Untuk kajian SKT, penulis merekomendasikan agar stratifikasi visual tidak digunakan praktisi penginderaan jarak jauh sampai pengalaman yang cukup banyak telah diperoleh melalui percobaan metodologi SKT dengan klasifikasi terbimbing atau tak terbimbing yang digabungkan dengan analisis lapangan sebagaimana dijelaskan pada bab berikutnya.
“Pemahaman lokasi kajian adalah kunci untuk menghasilkan klasifikasi yang baik dan akurat. Dengan demikian, semakin baik pengetahuan interpreter mengenai suatu lokasi tertentu, maka semakin kecil bias galat yang dihasilkan”
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
43
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Kajian akurasi terhadap citra terklasifikasi
Bagian ini menjelaskan tentang pengkajian akurasi yang dilakukan untuk meninjau klasifikasi. Untuk informasi lebih lanjut tentang pengkajian akurasi, Remote Sensing Thematic Accuracy Assessment: A Compendium (1994) oleh ASPRS dan Assessing the Accuracy of Remotely Sensed Data: Principle and Practices (Congalton dan Green, 1999) adalah referensi yang baik. Matriks galat klasifikasi berdasarkan data set sampel contoh Penyusunan matriks galat klasifikasi, confusion matrix atau tabel kontingensi adalam metode yang umum dilakukan untuk menyatakan akurasi klasifikasi. Matriks galah membandingkan, berdasarkan kategori, hubungan antara data referensi yang diketahui (hasil pengecekan lapangan) dan hasil terkait dari klasifikasi citra. Tabel berikut merupakan contoh matriks galat berdasarkan sampel contoh dan hasil klasifikasi berdasarkan Liliesand dan Kiefer (2004). Tabel ini menyajikan contoh bagaimana suatu proses klasifikasi telah mengategorikan perwakilan subset piksel menggunakan proses contoh dalam klasifikasi terbimbing dengan baik. Matriks ini berasal dari pengklasifian sampel yang diklasifikasi menjadi kategori tutupan lahan yang diinginkan dalam sebuah diagonal utama (warna kuning) dari matriks galat. Semua elemen non-diagonal matriks ini mewakili galat omisi (dikecualikan) dan komisi (disertakan).
Galat omisi berkaitan dengan elemen KOLOM non-diagonal, contohnya adalah 16 piksel yang telah diklasifikasikan sebagai “P” untuk Pasir dikeluarkan dari kategori. Akurasi produser dihitung dengan membagi jumlah piksel yang diklasifikasikan dengan benar di setiap kategori (di diagonal utama) dengan jumlah piksel rangkaian contoh yang digunakan untuk kategori tersebut (total kolom). Dalam hal ini akurasi produser berkisar dari 51% sampai 100% dan merupakan suatu ukuran galat omisi dan mengindikasikan sebaik apa piksel rangkaian contoh untuk tipe tutupan lahan tertentu telah diklasifikasikan. Galat komisi diwakili oleh elemen baris non-diagonal, contohnya yaitu 38 piksel urban (U) dan 79 piksel jerami (Jr) dengan salah dimasukkan dalam kategori jagung (Jg). Akurasi pengguna dihitung dengan cara membagi jumlah piksel yang diklasifikasi dengan benar dengan jumlah total piksel yang diklasifikasikan dalam kategori tersebut (total baris). Akurasi pengguna merupakan suatu perhitungan galat komisi dan mengindikasikan peluang bahwa suatu piksel yang diklasifikasikan ke dalam suatu kategori memang sebenarnya mewakili kategori terebut di lapangan. Dalam contoh ini, akurasi pengguna berkisar dari 72% sampai 99%. Akurasi keseluruhan dihitung dengan membagi jumlah piksel yang diklasifikasi dengan benar (jumlah elemen sepanjang diagonal utama) dengan jumlah total piksel referensi. Akurasi keseluruhan dalam tabel kontingensi adalah 84%. Penting untuk mencatat bahwa matriks galat contoh didasari data contoh, dan prosedur tersebut hanya mengindikasikan sebagaimana baik statistik yang diekstraksi dari area tersebut dapat digunakan untuk mengkategorisasikan area yang sama. Jika hasilnya baik, maka artinya tidak lebih dari bahwa area contoh adalah homogen, kelas contoh terpisah secara spektral, dan bahwa strategi klasifikasi yang digunakan berjalan baik di area contoh. Hal ini tidak mengindikasikan banyak tentang bagaimana performa klasifikasi tersebut pada lembar lainnya. Akurasi area contoh sebaiknya tidak digunakan sebagai indikasi dari akurasi keseluruhan.
MATRIKS GALAT KLASIFIKASI BERDASARKAN DATA SET SAMPEL CONTOH
Data Rangkaian Contoh (Tipe tutupan lahan yang diketahui) W S F U C H Total Baris
Data klasifikasi W S F U C H Total Kolom
480 0 0 0 0 0 480
Akurasi keseluruhan = (480 + 52 + 313 +126 + 342 +359) / 1992 = 84%
44
0 52 0 16 0 0 68
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
5 0 313 0 0 38 356
0 20 40 126 38 246 248
0 0 0 0 342 60 402
0 0 0 0 79 359 438
485 72 353 142 459 481 1992
Akurasi Produser: W = 480/480 = 100% S = 52/68 = 76% F = 313/356 = 88% U = 126/248 = 51% C = 342/402 = 85% H = 359/438 = 82% Akurasi Pengguna: W = 480/485 = 99% S = 52/72 = 72% F = 313/353 = 87% U = 126/142 = 89% C = 342/459 = 74% H = 359/481 = 75%
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Pertimbangan sampling di area uji coba
Mengevaluasi matriks galat klasifikasi berdasarkan area uji coba atau pixel test
Untuk menilai akurasi klasifikasi lembar, harus dipilih area uji coba yang mewakili dengan tutupan lahan yang seragam. Area uji coba bisa dipilih berdasarkan kerangka pengambilan contoh yang acak, acak terstratifikasi, atau sistematis. Area contoh dapat dipilih pada saat tahap seleksi sampel contoh, dengan menyisihkan sedikit sampel contoh sebagai area uji coba yang tidak akan digunakan sebagai bagian rangkaian sampel contoh. Unit sampling yang tepat bisa jadi merupakan satuan piksel, sekelompok piksel atau poligon. Sampling poligon merupakan pendekatan yang paling umum digunakan.
Saat data akurasi dikumpulkan berdasarkan area uji coba (dalam bentuk piksel, sekelompok piksel, atau poligon) dan dirangkum dalam matriks galat, maka data tersebut akan melalui interpretasi mendetil serta analisis statistik lanjutan. Matriks galat di bawah ini disusun berdasarkan pixel test yang diambil secara acak, juga dari Liliesand dan Kiefer (2004):
Sebagai panduan umum, setidaknya 50 sampel dari setiap kategori vegetasi atau tutupan lahan harus dimasukkan sebagai area uji coba ke dalam matriks galat untuk penilaian akurasi lembar klasifikasi secara keseluruhan. Jika area tersebut cukup luas (misalnya, lebih dari 400 ha) atau banyak jumlah vegetasi atau kategori tipe tutupan dan pemanfaatan lahan (lebih dari 12 kategori) yang digunakan dalam klasifikasi maka jumlah sampel minimal harus diperbanyak dari 75 menjadi 100 sampel untuk setiap kategori (Congalton dan Green, 1999, hal. 18). Sampel yang lebih banyak harus dipilih untuk kategori yang lebih penting atau lebih bervariasi.
“Sebagai panduan umum, setidaknya 50 sampel dari setiap kategori vegetasi atau tutupan lahan harus dimasukkan sebagai area uji coba ke dalam matriks galat untuk penilaian akurasi lembar klasifikasi secara keseluruhan”
Akurasi keseluruhan hanya 65%. Jika tujuan dari pemetaan ini adalah untuk menentukan lokasi hutan (H), maka akurasi produsernya cukup baik dengan 84%. Kita dapat menyimpulkan bahwa walaupun akurasi keseluruhan buruh (65%), tetapi cukup jika untuk tujuan pemetaan hutan. Masalah dengan kesimpulan ini adalah bahwa akurasi pengguna untuk hutan adalah hanya 60%. Dengan kata lain, walaupun 84% dari kawasan berhutan telah diidentifikasi dengan benar sebagai hutan, hanya 60% area yang telah diidentifikasi sebagai hutan dalam proses klasifikasi merupakan benar-benar kategori itu. Pengguna klasifikasi ini akan menjumpai bahwa area yang diidentifikasi sebagai hutan dari proses klasifikasi akan terbukti merupakan hutan berdasarkan hanya 60% dari kunjungan lapangan. Pengecekan matriks galat yang lebih teliti akan menunjukkan bahwa ada kekeliruan yang lebih besar antara hutan dan kawasan urban (U). Dalam matriks contoh ini, satu-satunya kategori yang tepercaya berkaitan dengan klasifikasi tersebut dari sudut pandang produser dan pengguna adalah kategori air (A).
MATRIKS GALAT BERDASARKAN PIXEL TEST
Data klasifikasi W S F U C H Total Baris
Data Referensi untuk Pixel Test yang Dipilih Secara Acak W S F U C H
Total Baris
226 0 3 2 1 1 233
239 309 599 521 453 359 2480
Akurasi keseluruhan = (226 + 216 + 360 + 397 + 190 + 219) / 2480 = 65%
0 216 0 108 4 0 238
0 0 360 2 48 19 429
12 92 228 397 132 84 945
0 1 3 8 190 36 238
1 0 5 4 78 219 307
Galat Omisi: W = 226/233 = 97% S = 216/328 = 66% F = 360/429 = 84% U = 397/945 = 42% C = 190/238 = 80% H = 219/307 = 71% Galat Komisi: W = 226/239 = 94% S = 216/309 = 70% F = 360/599 = 60% U = 397/521 = 76% C = 190/453 = 42% H = 219/359 = 75%
1. Halaman 271-277 dari Resource Management Information Systems: Remote Sensing, GIS and Modelling (edisi kedua) oleh Keith R. McCloy menyajikan lebih banyak detil mengenai Klasifikasi Kemungkinan Maksimal. TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
45
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Statistik Nilai Khat
Statistik Khat adalah ukuran perbedaan antara kejadian sebenarnya (actual agreement) antara data referensi dan klasifikasi otomatis dengan peluang terjadi antara data referensi dan klasifikasi acak. Secara konsep statistik Khat didefinisikan sebagai berikut: Khat = frekuensi teramati – peluang terjadi) / (1 – peluang terjadi) Statistik ini berperan sebagai indikator sejauh mana persentase nilai benar dari suatu matriks galat berasal dari kejadian “sebenarnya” dibandingkan dengan “peluang” kejadian. Saat kejadian sebenarnya (teramati) mendekati 1 dan peluang terjadi mendekati 0, nilai Khat mendekati 1. Pada kenyataanya, nilai Khat berkisar antara 0 sampai 1. Sebagai contoh, nilai Khat sebesar 0,67 dapat diinterpretasikan sebagai suatu indikasi bahwa klasifikasi teramati sebesar 67% adalah lebih baik dibandingkan sesuatu yang didasari peluang. Nilai Khat sebesar nol menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut tidak lebih baik dibandingkan penunjukkan piksel secara acak. Jika peluang terjadi memiliki nilai lebih besar, Khat bisa jadi bernilai negatif, yang merupakan indikasi kinerja klasifikasi yang sangat buruk. Nilai Khat dihitung sebagai beriku
Khat = Keterangan: r
= jumlah baris dalam matriks galat
xii
= jumlah pengamatan dalam baris i dan kolom i (pada diagonal utama)
xi+
= jumlah pengamatan total dalam baris i (ditunjukkan sebagai total marginal di sebelah kanan matriks
x+i
mlah pengamatan total dalam kolom i (ditunjukkan sebagai = u total marginal di bagian bawah matriks)
N
= jumlah total pengamatan dalam matriks
Untuk matriks galat yang ditampilkan di atas, nilai Khat dihitung sebagai berikut: ∑i=1xii
= 226 + 216 + 360 + 397 +190 + 219 = 1608
∑i=1(xi+*x+i) = (239 * 233) + (309 * 328) + (599 * 429) + (521 * 945) + (453 * 238) + (359 * 307) = 1,124, 382 Khat
=
Khat
= 0.57
(2480 (1608) - 1124382) 24802 - 1124382)
Atas: Foto hak cipta USGS © Kiri: Foto hak cipta TFT ©
46
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Nilai Khat (0,57) lebih rendah dibandingkan akurasi keseluruhan (0,67) yang dihitung sebelumnya. Untuk mengingatkan, akurasi keseluruhan hanya mencakup data sepanjang diagonal utama dan tidak termasuk galat omisi dan komisi. Khat melibatkan elemen diagonal dan non-diagonal matriks galat sebagai hasil perkalian marginal baris dan kolom. Salah satu keuntungan perhitungan Khat adalah kemampuan menggunakan nilai ini sebagai basis penentuan perbedaan nyata secara statistik dari suatu matriks tertentu atau perbedaan antar matriks. Biasanya hal yang lebih diinginkan adalah menghitung dan menganalisis akurasi keseluruhan dan statistik Khat. Analis harus menyajikan matriks galat berdasarkan sampel contoh, matriks galat area uji coba atau piksel contoh, akurasi keseluruhan, akurasi produser, akurasi pengguna dan statistik Khat dari matriks galat yang diberikan untuk mengontrol kualitas dari klasifikasi SKT.
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Kontrol kualitas, finalisasi klasifikasi tutupan lahan awal serta tahap berikutnya
Tahap-tahap finalisasi klasifikasi tutupan lahan awal dijelaskan sebagai berikut. Konversi raster ke vektor Konversi citra raster menjadi format vektor untuk memudahkan pengeditan batas kelas tutupan lahan. Menghapus patch kecil Penghapusan poligon kecil (4 piksel atau kurang) dilakukan dengan cara menggabungkannya dengan poligon terdekat yang lebih besar dengan properti serupa; menghapus kepingan poligon (poligon kecil memanjang) dilakukan dengan rasio area/perimeter. Area atau unit pemetaan minimal harus ditetapkan untuk menghapus kepingan poligon kecil. Menginkorporasikan informasi tutupan lahan lainnya Dalam tahap finalisasi peta awal, informasi mengenai tutupan lahan yang ada saat ini dimasukkan ke dalam analisis. Sebagai contoh, lahan yang sudah dibangun dikeluarkan dari kawasan hutan SKT potensial. Mengedit kelas vegetasi menggunakan citra 654 saluran-Landsat 8 (LDCM) komposit Dalam tahap ini, data vektor kelas tutupan lahan di-overlay pada Citra Landsat (654 saluran) komposit dan dilakukan perbandingan visual, dengan editing sebagaimana dibutuhkan. Hasil pengeditan vektor QC diklasifikasi ulang ke dalam kelas SKT
Tahap-tahap selanjutnya
Tahap berikutnya dari proses klasifikasi SKT adalah pengujian akurasi hasil interpretasi, karena akurasi akan sangat mempengaruhi kepercayaan pengguna terhadap data dan metode analisis. Laporan akurasi klasifikasi awal mengenai klasifikasi citra satelit untuk stratifikasi vegetasi SKT dari perspektif tabel kontigensi (matriks galat atau confusion table), akurasi produser, akurasi pengguna, akurasi keseluruhan, statistik Khat dan interpretasi laporan penilaian akurasi telah dibahas di sini. Tahap berikutnya adalah membandingkan hasil interpretasi citra dengan pengukuran di lapangan. Hal ini juga memungkinkan perhitungan perkiraan nilai karbon untuk setiap kelas. Bab berikut akan menjelaskan bagaimana mengumpulkan sampel data lapangan yang dibutuhkan untuk menduga biomassa di atas tanah serta simpanan karbon, menentukan tingkat karbon rata-rata untuk setiap kategori (dengan catatan bahwa tujuannya adalah bukan untuk menghitung jumlah karbon secara pasti melainkan untuk membedakan tipe tutupan lahan melalui estimasi nilai karbon), dan lebih jauh menyempurnakan klasifikasi untuk menghasilkan peta tutupan lahan di tempat kawasan hutan SKT potensial didelineasi.
Strata tutupan lahan diklasifikasi ulang ke dalam kelas vegetasi SKT standar: LT, B, HRM, HK1, HK1, dan HK3 Pencocokkan tepi data vektor Jika digunakan lebih dari satu citra Landsat, data vektor klasifikasi yang dihasilkan harus digabungkan menggunakan proses pencocokkan tepi. Lakukan survei udara jika memungkinkan Apabila memungkinkan, survei udara harus dilakukan pada kawasan hutan alami yang bersebelahan. Basis data geografis kemudian dapat diciptakan untuk memungkinkan melihat foto dengan GIS. Hal ini memungkinkan pengecekan silang klasifikasi tutupan lahan. Persiapkan draf peta tutupan lahan Draf peta tutupan lahan, dikategorisasikan oleh berbagai kelas yang diidentifikasi dalam proses yang digaribawahi di atas, disusun untuk digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan lapangan, termasuk survei udara dan inventarisasi hutan.
“Tahap berikutnya adalah membandingkan hasil interpretasi citra dengan pengukuran di lapangan, yang memungkinkan perhitungan perkiraan nilai karbon untuk setiap kelas”
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
47
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Lampiran
ALOS (AVNIR-2, PRISM)
http://www.alos-restec.jp/en/
10 m
46 hari
Jan 2006 – May 2011
1270 MHz (L-band), Polarization HH+VV
IKONOS
http://geofuse.geoeye.com/landing/ http://glcf.umd.edu/data/
4m
14 hari
2000 – $1656/ Km2
1 (Biru) 2 (Hijau) 3 (Merah) 4 (Infra dekat)
14 km x 14 km
Landsat 7
Misi satelit pengamat Bumi milik pemerintah Amerika Serikat, dikelola oleh NASA dan USGS. Saluran mencakup: • Multi-spectrum Scanner (MSS) • Thematic Mapper (TM) • Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) http://landsat.gsfc.nasa.gov/ http://glcf.umd.edu/data/ Sejak 2003, data citra Landsat 7 dipengaruhi masalah garis perekaman yang mengurangi kualitas citra tersebut.
30 m
16 hari
April Gratis 1999 – Saat ini
8 Saluran: 1. 0.45 - 0.515 30 m 2. 0.525 - 0.605 30 m 3. 0.63 - 0.69 30 m 4. 0.75 - 0.90 30 m 5. 1.55 - 1.75 30 m 6. 10.40 - 12.5 60 m 7. 2.09 - 2.35 30 m Pan Band. 0.52 0.90 15 m
170 km x 183 km
Landsat 8
http://landsat.usgs.gov/landsat8. php
30m
Gratis 16 hari Feb 2013 – Saat ini
11 Saluran: 1. 0.433–0.453 30 m 2. 0.450–0.515 30 m 3. 0.525–0.600 30 m 4. 0.630–0.680 30 m 5. 0.845–0.885 30 m 6. 1.560–1.660 30 m
185 km x 180 km
48
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Catatan
Ukuran citra
Saluran yang tersedia
Harga per lembar (USD)
Tanggal pengambilan citra
Resolusi temporal
Resolusi spasial (m)
Gambaran umum
Nama satelit
Lampiran A: Gambaran umum opsi citra satelit
Lanjut ...
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Landsat 8 Lanjut ...
Catatan
Ukuran citra
Saluran yang tersedia
Harga per lembar (USD)
Tanggal pengambilan citra
Resolusi temporal
Resolusi spasial (m)
Gambaran umum
Nama satelit
Lampiran A: Gambaran umum opsi citra satelit
7. 2.100–2.300 30 m 8. 0.500–0.680 15 m 9. 1.360–1.390 30 m 10. 10.6-11.2 100 m 11. 11.5-12.5 100 m
Quickbird
http://www.digitalglobe.com http://glcf.umd.edu/data/
2.4m
Radarsat 2
http://www.asc-csa.gc.ca/eng/ satellites/radarsat2/
3m – 24 100m* hari
$3,300 C Band SAR Dec 2007 - – AntennaSaat ini $7,700 Transmit & Receive Channel: 5405.0000 MHz (dengan lebar saluran 100.540 kHz)
Data radar tidak memiliki saluran inframerah dan karena itu membutuhkan kehati-hatian lebih untuk mengklasifikasi kelas vegetasi yang berbeda.
5m
2009
Data radar tidak memiliki saluran inframerah dan karena itu membutuhkan kehati-hatian lebih untuk mengklasifikasi kelas vegetasi yang berbeda.
4 hari
Walaupun data radar tidak memiliki saluran inframerah, data tersebut memiliki informasi backscattering penting lainnya. Satelit ini juga mampu menembus tutupan awan dan beroperasi siang dan malam. Namun, pemrosesan datanya lebih melelahkan dibangkan dengan data optik.
RapidEye
http://www.rapideye.de/
5.5 hari
2001 – $5,000 Multispektral Saat ini -11, 1 = Biru 500/ 2 = Hijau lembar 3 = Merah $16-45 4 = Inframerah /km2 dekat •Pankromatik
$1.5 / km2
16.5 km x 16.5 km
1. 440 – 510 nm 25 km (Biru) x 2. 520 – 590 nm 25 km (Hijau) 3. 630 – 685 nm (Merah) 4. 690 – 730 nm (Tepi merah) 5. 760 – 850 nm (Inframerah dekat)
Lanjut ... TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
49
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Lampiran
SPOT-5
Worldview-1
Worldview-2
Jaringan satelit yang dioperasikan oleh Lembaga Antariksa Perancis. http://www.satimagingcorp.com/ satellite-sensors/other-satellitesensors/spot-5/
2.5 m 24 sampai hari 10 m
http://www.alos-restec.jp/en/
0,50 meter GSD pada Nadir 0,55 meter GSD pada 20˚ di luar nadir
http://www.satimagingcorp.com/ satellite-sensors/worldview-2/
GSD Pankro matik: 0,46 m GSD pada Nadir, 0,52 m GSD pada 20° di luar Nadir
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Catatan
Ukuran citra
Saluran yang tersedia
Harga per lembar (USD)
1986 - $1,500 5 saluran: Pankromatik Saat ini $2,500 (450 – 745 nm)
60 km x 60 km
Pankromatik
17.6 km pada Nadir 17.6 km X 14 km atau 246,4 km2 pada Nadir
Sudut Penglihatan Maksimal atau Swath lapangan yang dapat diperoleh 60 km x 110 km atau 30 km x 110 km perolehan Citra Stereo
Pankromatik 8 Multispektral (4 warna standar: merah, biru, hijau, inframerah dekat), 4 warna baru: tepi merah, coastal, kuning, inframerah dekat 2
16,4 km pada nadir
Maksimal wilayah tersambung yang diperoleh dalam sekali pengambilan (sudut 30˚ di luar nadir) Mono: 66.5km x 112 km (5 strip) Stereo: 26.6km x 112 km (2 pasang)
1,7 hari Sept pada 1 2007 meter Saat ini GSD atau kurang
Biru (450-525 nm) Hijau (530 – 590 nm) Merah (625 - 695 nm) Inframerah dekat (760 – 890 nm)
5,9 hari pada 20˚ di luar nadir atau kurang dari 0,51 meter GSD
1,1 hari August pada 1 2014 to m GSD Saat ini atau kurang
3,7 hari pada 20° di Multis luar pektral: nadir 1,84 m atau GSD pada kurang Nadir, 2,4 (0,52 m GSD m pada 20° GSD)
50
Tanggal pengambilan citra
Resolusi temporal
Resolusi spasial (m)
Gambaran umum
Nama satelit
Lampiran A: Gambaran umum opsi citra satelit
Lanjut ...
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Worldview-2 Lanjut ...
Worldview-3
Catatan
Ukuran citra
Saluran yang tersedia
Harga per lembar (USD)
Tanggal pengambilan citra
Resolusi temporal
Resolusi spasial (m)
Gambaran umum
Nama satelit
Lampiran A: Gambaran umum opsi citra satelit
di luar Nadir
http://www.satimagingcorp.com/ satellite-sensors/worldview-3/
Pankromatik Nadir: 0,31 m GSD pada Nadir
1m GSD: <1.0 hari
4,5 hari 0,34 m pada pada 20° 20° di luar di luar nadir Nadir atau Mulkurang tispek-
Agustus 2014 – Saat ini
Pankromatik @ 450-800nm 8 saluran Multispektral @ 400 – 1040 nm 8 saluran SWIR @ 1195 – 2365 nm 12 saluran CAVIS @405 – 2245 nm
Pada nadir: 13,1 km
Maksimal wilayah tersambung yang diperoleh dalam sekali pengambilan (sudut 30˚ di luar nadir) Mono: 66.5 km x 112 km (5 strip) Stereo: 26.6 km x 112 km (2 pasang)
tral Nadir: 1,24 m pada Nadir, 1,38 m pada 20° di luar Nadir SWIR Nadir: 3,70 m pada Nadir, 4,10 m pada 20° di luar Nadir CAVIS Nadir: 30,00 m
Lanjut ... TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
51
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Lampiran
Ebee Kendaraan udara tanpa awak
Kapan saja tim memilih terbang
$35/km2 untuk Perolehan citra stereo 700 citra dalam satu penerbangan 10/km2 setiap 45 menit dalam satu penerbangan Waktu pemrosesan 12 jam per 100 citra dengan ±$800 per hari kerja
Tampak (biru, hijau, merah) dan kamera tampak Inframerah dekat dengan kamera inframerah
10 km x 10 km
Lihat website Pilihan analis
Lihat website
Lihat website
Lihat website
Sentinel-1: C-Band SAR
Sentinel -1: Swath 250 km
http://www.lidarbasemaps.org/ Untuk pemetaan topografi, DTM Membuat kontur. Tidak untuk pemetaan pemanfaatan lahan atau tutupan lahan dan deteksi perubahan lahan
Lihat website 30000 poin per detik dengan akurasi 15 m
Lihat website Kapan saja saat cuaca bagus
Gelombang Mikro atau SAR – Synthetic Aperture Radar ERS, ENVISAT (sudah tidak beroperasi) dan Sentinel-1, beroperasi April 2014
https://earth.esa.int/web/guest/ missions/esa-future-missions https://earth.esa.int/web/guest/ missions/esa-future-missions/ sentinel-1 https://sentinel.esa.int/web/sentinel/ sentinel-data-access Arsip data ERS dan ENVISATS lama tersedia sampai tahun 2012
Sentine l-1: Resolusi 20 m
Sentinel-1: Sentinel-1: Sentinel-1: Kunjungan Sejak April Dapat diunduh 2014 ulang 12 gratis setelah hari registrasi
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
Swath
Kapan saja Sub meter saat cuaca hingga bagus 5m
LiDAR data Airborne LiDAR
52
Saluran yang tersedia
Harga per lembar (USD)
Tanggal pengambilan citra
Resolusi temporal
Resolusi spasial
Website
Sensor
Lampiran A: Gambaran umum opsi citra satelit
Versi 1.0 : Agustus 2015 BAB 3 KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS CITRA SATELIT
Lampiran B: Transformasi Tasseled Cap Kauth dan Thomas (1976) menghasilkan transformasi ortogonal dari bentuk data Landsat MSS original menjadi bentuk fitur empat dimensi baru. Transformasi ini disebut Transformasi Tasseled Cap atau Kauth-Thomas. Nama ‘Tasseled Cap’ berasal dari bentuk topi pada plot Kehijauan (sebagai Y) dan Kecerahan (X). Empat aksis baru dihasilkan: indeks kecerahan tanah (B), indeks kehijauan vegetasi (G), indeks kekuningan vegetasi (Y) dan tidak ada (N). Nama yang dibuat untuk aksis yang baru mengindikasikan karakteristik yang ditujukan untuk dihitung oleh indeks tersebut. Koefisien Landsat MSS adalah (Kauth et al., 1979): B =
0.322*MSS1 + 0.603*MSS2 + 0.675*MSS3 + 0.262*MSS4
G= -
-0.283*MSS1 -0.660*MSS2 + 0.577*MSS3 + 0.388*MSS4
Y=
-0.899*MSS1 + 0.428*MSS2 + 0.076*MSS3 – 0.041*MSS4
N=
-0.061*MSS1 +0.131*MSS2 - 0.452 * MSS3 + 0.882 * MSS4
Crist dan Kauth (1986) menghasilkan koefisien tampak, inframerah dekat dan inframerah menengah dengan melakukan transformasi citra Landsat Thematic Mapper (TM) menjadi variabel brightness (B), greenness (G) and wetness (W) variables (kecerahan (B), kehijauan (G), dan kelembaban (W)). B=
0.2909*TM1 + 0.2493*TM2 + 0.4806*TM3 + 0.5568*TM4 + 0.4438*TM5 + 0.1706*TM7
G=
-0.2728*TM1 – 0.2174*TM2 – 0.5508*TM3 +0.7221*TM4 + 0.0733*TM5 – 0.1648*TM7
W=
0.1446 * TM1 + 0.1761*TM2 +0.3322*TM3 +0.3396*TM4 – 0.6210*TM5 – 0.4186*TM7
Koefisien Tasseled Cap untuk Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) adalah (Huang et al., 2002) B = 0.3561*TM1 + 0.3972*TM2 + 0.3904*TM3 + 0.6966*TM4 + 0.2286*TM5 + 0.1596*TM7 G = -0.334*TM1 – 0.354*TM2 -0.456*TM3 + 0.6966*TM4 – 0.24*TM5 – 0.263* TM7 W = 0.2626*TM1 + 0.2141*TM2 + 0.0926*TM3 + 0.0656*TM4 – 0.763*TM5 – 0.539*TM7 Keempat = 0 .0805*TM1 – 0.050*TM2 + 0.1950*TM3 – 0.133*TM4 + 0.5752*TM5 – 0.777*TM7 Kelima = -0.725*TM1 – 0.020*TM2 + 0.6683*TM3 + 0.0631*TM4 - 0.149*TM5 – 0.027*TM7 Keenam = -0.400*TM1 – 0.817*TM2 + 0.3832*TM3 + 0.0602*TM4 – 0.109*TM5 + 0.0985*TM7 Koefisien Tasseled Cap untuk transformasi Landsat 8 imagery (Baig et al., 2014) adalah: B = 0.3029*TM2 + 0.2786*TM3 + 0.4733*TM4 + 0.5599*TM5 + 0.508*TM6 + 0.1872*TM7 G = -0.2941*TM2 – 0.243*TM3 – 0.5424*TM4 + 0.7276*TM5 + 0.0713*TM6 – 0.1608*TM7 W = 0.1511*TM2 + 0.1973*TM3 + 0.3283*TM4 + 0.3407*TM5 - 0.7117*TM6 - 0.4559*TM7 Keempat = -0.8239*TM2 + 0.0849*TM3 + 0.4396*TM4 - 0.058*TM5 + 0.2013*TM6 - 0.2773*TM7 Kelima = -0.3294*TM2 + 0.0557*TM3 + 0.1056*TM4 + 0.1855*TM5 - 0.4349*TM6 + 0.8085*TM7 Keenam = 0.1079*TM2 - 0.9023*TM3 + 0.4119*TM4 + 0.0575*TM5 - 0.0259*TM6 + 0.0252*TM7
TOOLKIT PENDEKATAN SKT PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI: PRAKTIK NIHIL DEFORESTASI
53