BAB II DASAR TEORI
Prediksi perubahan lahan merupakan salah satu informasi penting untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan. Untuk itu perlu dibuat suatu model yang mampu mewakili prediksi perubahan lahan di masa mendatang. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memodelkan prediksi perubahan lahan ini adalah dengan memanfaatkan metode Monte Carlo. Pemodelan prediksi perubahan lahan dengan memanfaatkan metode Monte Carlo memberikan hasil akhir berupa citra prediksi pada tahun prediksi tertentu. 2.1
Pengertian Tata Guna/Tutupan Lahan
Pemodelan prediksi perubahan lahan sangat tergantung dari data masukkan yang digunakan. Dalam hal ini, ada dua jenis data yang dikenal yakni data tata guna lahan (land use) dan data tutupan lahan (land cover). Terminologi mengenai tutupan lahan dan tata guna lahan ini terkadang membingungkan dan kebanyakan orang menganggapnya sama. Namun tata guna lahan dan tutupan lahan adalah dua hal yang berbeda. Tutupan Lahan (land cover) didefinisikan sebagai "the observed physical and biological cover of the earth's land, as vegetation or man-made features." Sementara tata guna lahan (land use) didefinisikan sebagai "the total of arrangements, activities, and inputs that people undertake in a certain land cover type" (FAO/UNEP, 1999). Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa tutupan lahan (land cover) mengacu pada wilayah vegetasi atau non-vegetasi dari sebagian permukaan bumi yang diamati, sementara tata guna lahan (land use) merupakan wilayah di sebagian permukaan bumi yang diamati, pada tutupan lahan tertentu, yang digunakan untuk aktivitas manusia. Baik tata guna lahan maupun tutupan lahan dibagi ke dalam kelas-kelas. Penentuan kelas-kelas tata guna lahan dan tutupan lahan dapat dilakukan dengan cara interpretasi citra satelit atau interpretasi foto udara, namun
8
demikian proses ini memerlukan diperlukan juga pengecekan data hasil interpretasi ke lapangan. Pemahaman mengenai pengertian tutupan lahan dan tata guna lahan sangat bermanfaat untuk mempelajari bagaimana pola perubahan lahan. Tentu saja pola perubahan lahan ini tidak dapat diperoleh secara langsung diperlukan data baik data tutupan lahan maupun data tata guna lahan dengan kriteria tertentu sehingga nantinya dapat dibentuk model analisis prediksi perubahan lahan di masa yang akan datang. Kriteria mengenai data yang digunakan dalam proses pemodelan prediksi perubahan lahan akan dibahas lebih lanjut pada BAB III. 2.2 2.2.1
Metode Monte Carlo Pengertian Metode Monte Carlo
Metode Monte Carlo dipopulerkan oleh beberapa peneliti yakni : Stanislaw Ulam, Enrico Fermi, John von Neumann, and Nicholas Metropolis. Namun orang yang dianggap sebagai penemu metode Monte Carlo adalah Stanislaw Ulam, seorang matematikawan berkebangsaan Polandia yang bekerja pada John von Neumann dalam US Manhattan Project. Pada tahun 1946, Ulam menemukan metode Monte Carlo ketika mengamati peluang memenangkan permainan kartu solitaire. Nama Monte Carlo sendiri berasal dari sebuah kasino di Monaco. Metode Monte Carlo dapat didefinisikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk mensimulasikan berbagai pola atau prilaku dari sistem secara fisis dan matematis. Metode Monte Carlo digunakan untuk menemukan solusi ke dari problem matematis dengan banyak variabel yang tidak bisa dengan mudah dipecahkan, sebagai contoh, dengan hitungan integral, atau metode numeris lainnya. Untuk berbagai jenis permasalahan, tingkat efisiensinya berkaitan antara peningkatan metode numeris dengan peningkatan dari dimensi permasalahan. Monte Carlo merupakan metode simulasi stokastik yang dapat diterapkan untuk beberapa keperluan yang pada umumnya berkaitan dengan penggunaan angkaangka acak dan sampling dengan distribusi peluang yang dapat diketahui dan ditentukan. Pada beberapa kasus metode ini menggunakan proses iterasi yang melibatkan sejumlah kalkulasi besar guna meningkatkan reabilitas hasil simulasi
9
secara statistik. Metode Monte Carlo dapat diterapkan pada kasus-kasus yang berkaitan dengan data pengamatan kontinyu maupun diskrit. Fenomena perubahan lahan adalah problema stokastik yang dalam hal ini model prediksi yang dibuat bersifat diskrit. Dari dua hal ini, mengisyaratkan bahwa metode ini sangat cocok untuk diterapkan. Pada fenomena perubahan lahan penerapan metode ini mampu merepresentasikan faktor ketidakpastian pada model prediksi. Data tata guna lahan sebagai input utama yang digunakan dalam proses simulasi ini berformat raster dengan satuan unit terkecilnya adalah piksel, maka penggunaan metode menuntut adanya kemampuan memprediksi faktor ketidakpastian hingga tingkatan piksel. Faktor ketidakpastian yang dimaksud adalah ketidakpastian dalam menentukan perubahan satu kelas pada satu piksel menjadi kelas lainnya. Perubahan kelas dalam satu kelas pada satu piksel sangat dipengaruhi oleh keadaan disektiarnya. Misalnya, pada saat t0 satu piksel memiliki kelas lahan hutan dan disekitar piksel tersebut terdapat beberapa piksel dengan kelas lahan hutan, piksel dengan kelas lahan kebun, dan piksel dengan kelas lahan sawah. Pada saat t1, diketahui bahwa kelas lahan dari piksel tersebut telah berubah menjadi salah satu kelas lain yang merupakan kelas lahan dari piksel-piksel yang berada disekitarnya, yakni kelas lahan sawah. Perubahan kelas lahan pada piksel tersebut saat t1, sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Dengan demikian Piksel tersebut hanya memiliki peluang perubahan lahan menjadi salah satu kelas lahan yang ada disekelilingnya saja yakni kelas lahan hutan, kelas lahan kebun, dan kelas lahan hutan. Proses perubahan pada piksel tersebut juga akan terjadi saat t2, dimana nilai kelas lahan pada piksel tersebut secara pasti belum dapat diketahui. Dengan analogi perubahan lahan yang sama seperti yang terjadi saat t1, maka terdapat dua kemungkinan yang dapat diprediksi yakni piksel tersebut tidak mengalami perubahan lahan atau piksel tersebut mengalami perubahan lahan. Apabila terjadi perubahan lahan pada piksel tersebut, maka perubahan tersebut dapat diprediksikan akan menjadi kelas lahan kebun atau menjadi kelas lahan hutan. Sebaliknya, apabila tidak terjadi perubahan maka piksel nilai kelas lahannya akan 10
tetap menjadi kelas lahan sawah. Selanjutnya muncul pertanyaan, kemungkinan manakah yang akan terjadi dan bagai mana keadaan lahan pada piksel dan piksel piksel lain di sekitarnya pada saat t2 seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut.
S S
S
K
S
K
K
?
?
?
S
H
K
S
S
K
?
?
?
H
H
H
H
H
H
?
?
?
t0
t1
keterangan :
S
:
Kelas Lahan Sawah
K
:
Kelas Lahan Kebun
H
:
Kelas Lahan Hutan
t2
K
H
Gambar 2.1 Ketidakpasian dalam Prediksi Perubahan Lahan
Dengan adanya metode Monte Carlo ini, kelak permasalahan mengenai prediksi perubahan lahan secara lokasi pada tingkatan piksel akan dapat diselesaikan. 2.2.2
Konsep Dasar Metode Monte Carlo
Metode Monte Carlo adalah pendekatan numerik untuk menemukan solusi dari suatu persamaan. Sebagai contoh, perhatikan masalah integrasi sederhana berikut: (2.1) Persoalan ini dapat dipandang sebagai permasalahan menghitung satu nilai yang diharapkan atau diperkirakan. Misalnya, kita anggap X menjadi variabel acak yang seragam yang didefinisikan berada pada rentang [0,1]. Maka fungsi kepadatannya diberikan oleh:
11
(2.2) Maka, (2.3) Jika X1, X2, … adalah variabel acak independen dengan yang distribusi sama, untuk jumlah yang besar dapat dinyatakan: (2.4) Untuk mengevaluasi
, nilai numeris dari {Xi} harus diketahui. Hal ini
dapat mungkin dilakukan dengan cara mengamati outcomes dari jumlah eksperimen yang menjadi subjek pada distribusi yang sama, yang diberikan oleh persamaan (2.2). Pada simulasi dengan komputer, satu program perangkat lunak yang disebut random-number generator, mungkin saja dilibatkan untuk megenerate nilai numerik. Sehingga solusi pendekatan dari persamaan (2.1) dapat diperoleh dengan hanya menghitung nilai rata-rata dari {h(Xi) | i = 1, . . . , n}. Solusi yang diperoleh memiliki nilai yang setara dengan nilai sebenarnya. Untuk melihat hal ini, perhatikan suatu estimasi untuk a : (2.5) Variansi dari hasil estimasi ini berikan oleh : (2.6) Karena
adalah konstan atau tetap, maka
→ 0 as n → ∞.
Dari uraian di atas, sejumlah observasi dapat membuat : 1. Metode Monte Carlo memecahkan satu masalah dengan menggunakan teknik sampling. 2. Secara statistik, distribusi peluang dari samplingnya dapat diketahui dan ditentukan.
12
3. Generator random number atau angka acak untuk distribusi yang diberikan harus tersedia. 4. Usaha yang dibutuhkan dalam komputasi secara kasar memiliki porsi sebanding dengan ukuran sampel. 5. Akurasi dari solusi adalah satu fungsi dari ukuran sampel. Terkadang, suatu distribusi secara teori tidak boleh cocok dengan data yang diamati. Dalam hal ini, dapat digunakan satu metode langsung untuk mengenerate angka acak. Pertama, data yang diamati harus dikelompokan ke dalam sejumlah kelas. Untuk nilai diskrit, setiap kelas berisi sejumlah observasi dengan nilai sama. Untuk nilai kontinyu, sepasang batas bawah dan batas atas untuk setiap kelas harus didefinisikan. Anggap li dan ui berturut-turut adalah batas bawah dan batas atas dari kelas i, dan fi adalah frekuensinya serta dapat diamati nilai hasil pengamatan berada pada (li , ui). Untuk kasus diskrit, li = ui. Sebuah angka acak dapat di-generates dengan tahapan : 1. Tentukan banyak kelas, m, serta batas bawah dan batas atas : {li} dan {ui}. 2. Hitung banyaknya pengamatan yang terletak pada (li , ui) untuk i =1, 2 , … , m. dinotasikan nilai ini sebagai fi. 3. Hitung jumlah total dari pengamatan: (2.7) 4. Hitung frekuensi relatif kumulatifnya. Anggap b0 = 0 dan bm = 1 , dan untuk lainnya dinyatakan: (2.8) 5. Bangkitkan sejumlah angka acak, r, antara 0 dan 1. 6. Tentukan nilai dari k dan bentuk suatu aturan sampling (tag numbering) . 7. Pada tahapan ini, langkah 1 s/d 4 dibutuhkan hanya untuk menentukan x pertama. Sekali batas kelas dan frekuensi relatif yang diakumulasikan ditentukan, angka acak akan di-generate dengan cara melakukan langkah 5 s/d 7. Untuk angka diskrit
, dan langkah ke 7 diganti dengan
.
13
Untuk sekumpulan distribusi dari parameter yang diberikan, generator angka acak dapat dilibatkan untuk menciptakan data yang diperlukan untuk menjalankan program simulasi sehingga diperoleh evaluasi dari grafik performa. Prosedur Simulasi yang diterapkan secara umum antara lain : 1. Bangun suatu model simulasi. Model ini harus dapat ditentukan tingkat kedetailannya. 2. Pilih
parameter-parameter
simulasi.
Parameter-parameter
input,
distribusinya, serta performa dari ukuran harus data ditentukan. 3. Pilih unit satuan jumlah simulasi. Hal ini untuk mengetahui berapa banyak simulasi dijalankan, dapat berupa unit jumlah iterasi atau unit satuan waktu. 4. Tentukan
juga
run
length
simulasi
dijalankan
dan
kondisional
penghentiannya. Akurasi yang baik dipengaruhi oleh ukuran sample atau run length dari program. Suatu program harus berjalan dengan run length yang sangat lama hingga diperoleh hasil yang meyakinkan. Namun, dilain pihak hal ini sangat tidak efisien.
2.2.3
Komponen Pembentuk Monte Carlo
Prinsip dasar yang umum digunakan dalam penerapan metode Monte Carlo disebut sebagai komponen pembentuk metode Monte Carlo. Komponen ini merupakan komponen yang merupakan pondasi bagi kebanyakan aplikasi metode Monte Carlo. Pemahaman mengenai komponen ini akan mempermudah dalam pengaplikasian dari metode Monte Carlo. Menurut Drakos (1994), komponen pembentuk metode Monte Carlo secara umum adalah : 1. Fungsi Distribusi Peluang (Probability Distribution Functions) Merupakan suatu fungsi matematis yang merepresentasikan pola fenomena yang diamati dan dideskripsikan dengan suatu fungsi distribusi peluang. 2. Penghasil Angka Acak (Random Number Generator) Merupakan suatu sumber yang men-generates angka secara acak (random) yang terdistribusi uniform pada suatu rentang dengan pola yang tertentu yang acak. 3. Aturan Sampling
14
Ketentuan dalam sampling data dari hasil penerapan fungsi distribusi peluang dengan suatu asumsi awal yang dibuat sebelumnya sehingga hasil angka acak yang akan disampling sesuai dengan fenomena yang dimodelkan. 4. Penilaian (Tallying) Outcome harus diakumulasikan secara keseluruhan sebagai gambaran kuantifikasi dari fenomena. 5. Estimasi Kesalahan (Error Estimation) Dalam hal ini yang diestimasi tingkat ketepatan prediksi yang diperoleh. 6. Teknik Reduksi Variansi Metode pereduksian variansi pada hasil estimasi yang bertujuan untuk mengurangi waktu perhitungan dalam penerapan metode Monte Carlo. 7. Parallelization dan Vectorization Dalam hal ini merupakan suatu algoritma yang didesain agar monte carlo dapat diterapkan secara efektif dan efisien di komputer.
2.2.4
Batasan Metode Monte Carlo
Kelemahan terbesar dari metode ini adalah banyaknya iterasi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang konvergen (dimana nilai parameter yang diperoleh tidak mengalami perubahan menuju lebih baik lagi). Banyaknya iterasi akan sangat dipengaruhi oleh jumlah parameter yang telah ditetapkan. Selain itu dalam penggunaan metode Monte Carlo ada beberapa batasan dasar yang perlu diperhatikan, yaitu: 1.
Apabila suatu persoalan sudah dapat diselesaikan atau dihitung jawabannya secara matematis dengan tuntas maka metode ini hendaknya jangan digunakan. Hal ini berarti apabila persoalan dapat diselesaikan dengan pemrograman atau teori dalam operation research (Queeing theory, integer programming, dan lain-lain) metode ini tidak perlu digunakan lagi, kecuali perancangan-perancangan itu memerlukan perkiraan tertentu.
2.
Apabila persoalan tersebut dapat diuraikan secara analitis dengan baik, maka penyelesaiannya lebih baik dilakukan secara terpisah, yaitu sebagian 15
dengan cara analitis dan yang lainnya menggunakan metode Monte Carlo untuk kemudian disusun kembali keseluruhannya sebagai penyelesaian akhir. Ini berarti teknik sampling simulasi Monte Carlo ini hanya digunakan apabila betul-betul dibutuhkan. 3.
Apabila mungkin maka dapat digunakan simulasi perbandingan. Kadangkala metode ini dibutuhkan apabila dua sistem dengan perbedaanperbedaan pada parameter, distribusi dan cara-cara pelaksanaannya (Kakiay, 2003).
2.3
Konsep Rantai Markov
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa penerapan metode Monte Carlo memerlukan suatu peluang untuk memenuhi fungsi matematis perubahan lahan yang merupakan fungsi distribusi peluang yang menjadi komponen pembentuk metode Monte Carlo. Peluang ini diperoleh dengan memanfaatkan konsep Rantai Markov. Mengingat fungsi matematis perubahan lahan adalah komponen yang cukup dominan, maka dalam penulisan tugas akhir ini akan dibahas mengenai konsep Rantai Markov serta hal-hal lain mengenai konsep Rantai Markov yang berkaitan dengan tugas akhir ini. 2.3.1
Pengertian Rantai Markov
Rantai Markov (Markov Chain) merupakan sebuah proses stokastik yang menggambarkan peluang pencapaian sebuah keadaan dari keadaan lainnya. Istilah keadaan merepresentasikan variabel yang perubahannya dimodelkan dalam model simulasi. Rantai markov adalah model yang umum digunakan untuk memodelkan perubahan tata guna lahan dan tutupan lahan pada skala spasial yang beragam. Rantai markov didefinsikan proses stokastik yang memiliki keadaan yang memiliki nilai dari proses pada saat t, Xt, tergantung hanya pada nilai keadaan pada saat t – 1, Xt - 1, dan tidak dipengaruhi sekuen dari nilai keadaan sebelumnya Xt - 2, Xt - 3, ... , X0. Hal ini dapat dinyatakan dengan : (2.9) Proses Rantai Markov merupakan proses yang bergantungan terhadap keadaan sebelumnya. Pada persamaan 2.3 menunjukan proses yang diskrit terhadap waktu 16
(t = 0, 1, 2, …) dimana keadaan pada saat t hanya bergantung kepada keadaan pada s pada saat t – 1, dan bebas dari semua keadaan sebelum t0. proses ini kemudian dikenal dengan first order Markov Chain yang diterapkan dalam penelitian tugas akhir ini. Keadaan yang digunakan dalam hal ini, merupakan istilah untuk menunjuk variabel yang perubahannya dimodelkan pada model simulasi. Dalam konteks simulasi penggunaan lahan, keadaan yang diikutsertakan dalam model adalah tipe klasifikasi dari penggunaan lahan itu sendiri. Misalnya kita bisa menyebutkan keadaan yang dimodelkan adalah keadaan pemukiman, keadaan lahan kosong, dsb. Berdasarkan pemahaman akan konsep first first order Markov Chain dimana dimana keadaan pada saat t hanya bergantung kepada keadaan pada s pada saat t – 1, dan bebas dari semua keadaan sebelum t0. Artinya semua keadaan yang berada
pada saat sekarang memberikan pengaruh pada kondisi di masa depan, sehingga dengan mengacu pada kondisi saat ini, dapat dilakukan peramalan keadaan di masa yang akan datang. Dengan demikian, menunjukkan bahwa Rantai Markov adalah suatu model yang memiliki sifat kebergantungan. Hal ini yang membuat Rantai Markov memungkinkan untuk dijadikan suatu model simulasi termasuk untuk memodelkan perubahan lahan. Rantai Markov memiliki suatu probabilitas yang bersifat stasioner, sehingga memungkinkan Rantai Markov digunakan untuk model simulasi. Probabilitas untuk perpindahan antar keadaan pada satu rentang waktu ditampilkan dalam matriks probabilitas transisi. Untuk setiap transisi yang dihasilkan Rantai Markov pada rentang waktu yang sama memiliki nilai yang sama. Perhatikan persamaan berikut :
(2.10)
dari persamaan tersebut menunukkan bahwa probabilitas transisi bergantung pada selisih waktu (n - m). Artinya nilai
pada persamaan (2.9) besarnya sama
untuk selisih (n - m) yang sama.
17
Bila sistem bersifat stasioner, maka matriks probabilitas transisi tidak akan mengalami perubahan. Dengan kata lain, matriks-matriks probabilitas transisi untuk tahapan waktu yang berbeda-beda, satu sama lain adalah memiliki elemen matriks yang sama pada baris dan kolom yang sama. Meskipun elemen–elemen yang terdapat pada dua buah matriks tidak persis sama, dua buah matriks masih dikatakan homogen bila keduanya menunjukkan perkembangan dalam trend dan laju yang sama. 2.3.2
Teknis Operasi Rantai Markov
Penerapan Rantai Markov bertujuan untuk memperoleh proabilitas transisi., pij , merupakan besar peluang untuk berubah dari keadaan i ke keadaan j. Peluang tersebut dapat digeneralisasi menjadi sebuah matriks persegi (square matrix), yang dinamakan dengan matriks probabilitas transisi, P. Matriks probabilitas transisi merupakan sebuah matriks stokastik dengan hasil penjumlahan elemen matriks pada setiap barisnya sama dengan satu. Setiap elemen matriks harus bernilai positif yang berada pada rentang [0,1]. Setiap baris pada matriks probabilitas transisi dinamakan vektor probabilitas. Matriks probabilitas transisi diilustrasikan seperti dibawah ini.
⎡ p11 ⎢p ⎢ 21 ⎢p P = ⎢ 31 ⎢ ⋅ ⎢ ⋅ ⎢ ⎣⎢ pn1
p12
p13 K
p22
p23 K
p32
p33 K
⋅
⋅ K
⋅ pn 2
⋅ K pn 3 K
p1n ⎤ p2 n ⎥⎥ p3n ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ pnn ⎦⎥
dimana : n
∑p j =1
ij
= 1 , dan
pij ≥ 0 untuk semua i dan j .
Matriks P diatas merupakan matriks probabilitas transisi dari keadaan awal, pada saat t, menuju suatu keadaan
,
, pada saat t +1 dengan rentang waktu
18
probabilitas transisi dari
ke
, dinyatakan dengan p11 . Untuk
ke
tertentu. Probabilitas transisi dari
, dinyatakan dengan p12 , dan seterusnya.
Anggap p adalah matriks baris dengan elemen berupa keadaan sejumlah n , dimana dimensi dari matriks p adalah 1× n .
p = [ E1
E2
E3 K En ]
(2.11)
selanjutnya, untuk menentukan kondisi sejumlah n keadaan pada rentang waktu tertentu setelah keadaan awal, p(n), maka dapat diperoleh dengan mengalikan keadaan awal p(n-1) dengan P.
p(n) = p(n-1) . P
(2.12)
Penerapan Konsep Rantai Markov tentu saja tidak terlepas dari properti Rantai Markov itu seperti konsep kesetimbangan (equilibrium concept) yang dimiliki Rantai Markov. Dalam penelitian ini hal tersebut juga diimplementasikan dalam penelitian tugas akhir ini. Demikian halnya dengan uji-uji hipotesa dari Rantai Markov yang terlibat seperti uji hipotesa kebergantungan, uji hipotesa first order, dan uji hipotesa stasioneritas juga diimplementasikan dalam penelitian tugas akhir ini. Teorema yang terkait dengan konsep kesetimbangan dan uji-uji hipotesa pada Rantai Markov dalam hal ini mengikuti seperti apa yang telah dijelaskan Juliandri (2006, hal 17-23).
2.4
Konsep Moore-Neighborhood
Metode Monte Carlo dan Rantai Markov pada dasarnya masih belum dapat membuat suatu pemodelan lokasional pada tingkat piksel untuk itu digunakan konsep moore neighborhood. Moore neighborhood ini dikembangkan oleh Edward F. Moore yang merupakan pelopor dari teori cellular automata. Moore
neighborhood adalah konsep neighborhood yang umum dan popular digunakan. Pada proses simulasi dalam tingkat piksel, keadaan suatu piksel akan dipengaruhi keadaan piksel-piksel lain disekitarnya.
19
Moore neighborhood adalah suatu bujur sangkar sederhana (biasanya berukuran 3×3 piksel) yang gunakan untuk mendefinisikan satu set sel disekitar satu sel (x0,y0) yang diketahui dan dapat keadaan dari sel yang diketahui. Biasanya sel yang berada dalam area neighborhoood digambarkan dengan arah N = {BL,U,TL,B,P,T,BD,S,TG} seperti arah mata angin.
BL
U
TL
B
P
T
BD
S
TG
Keterangan : BL : Barat Laut U : Utara TL : Timur Laut B : Barat P : Pusat/Tengah T : Timur BD : Barat Daya S : Selatan TG : Tenggara
Gambar 2.2 Moore Neighborhood
Cakupan area (range) pada moore neighborhood dinotasikan dengan r, yang didefinisikan sebagai berikut : (2.12) Jumlah sel yang terdapat dalam cakupan area r, moore neighborhood adalah bujursangkar yang jumlah selnya ganjil yakni 1, 9, 25, 49, 81, … ,
.
Moore neighborhood untuk cakupan area r = 0, 1, dan 2, diilustrasikan pada gambar 2.3.
r == 0 r == 1 r == 2 Gambar 2.3 Moore Neighborhood dengan r yang Berbeda
20
21