Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Analisis Perubahan Tutupan dan Lahan Kritis Pada Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah 1Inayat 1
Syah Putra, *2Sugianto Sugianto, 3Hairul Basri
Staf pada UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah II Aceh Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2,3
* Corresponding Author:
[email protected]
Abstrak Daerah tangkapan air atau Catchment Area Danau Laut Tawar merupakan Daerah Aliran Sungai Prioritas I untuk direhabilitasi. Daerah tangkapan air danau Laut Tawar memiliki luas 15.800 hektar dari total keseluruhan luas kawasan Danau Laut 25.247 hektar. Daerah tangkapan air danau Laut Tawar merupakan hulu sungai Peusangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan tingkat kekritisan mulitemporal periode 20062015 pada daerah tangkapan air Danau Laut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Pendekatan deskriptif terhadap hasil klasifikasi citra satelit dan penskoringan parameter penentuan kekritisan lahan dan distribusi spatial tutupan lahan digunakan dalam penelitian ini. Skoring dilakukan terhadap parameterparameter lahan kritis meliputi tutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, dan manajemen (pengelolaan). Rehabilitasi dan pengelolaan terhadap daerah tangkatan air danau Laut Tawar berdampak pada pengurangan tingkat lahan kritis pada daerah tangkapan air. Terjadi perubahan tutupan lahan meliputi penambahan kelas tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak, sawah, dan pemukiman seluas. Kelas tutupan lahan yang berkurang meliputi hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, semak belukar, dan badan air. Pengelolaan lahan kritis selama periode 2006-2015 berdampak pada perbaikan tingkat kekritisan lahan daerah tangkapan Danau Laut Tawar. Perubahan tingkat kekritisan lahan meliputi penambahan kelas lahan agak kritis seluas 3.738 hektar (23,66%). Sedangkan kelas kekritisan lahan yang berkurang meliputi lahan tidak kritis seluas 383 hektar (2,43%), lahan potensial kritis seluas 112 hektar (0,71%), lahan kritis seluas 3.226 hektar (20,42%), dan lahan sangat kritis berkurang seluas 18 hektar (0,11%). Kata Kunci: Lahan kritis, perubahan tutupan lahan, Danau Laut Tawar Pendahuluan Danau Laut Tawar merupakan bagian penting dari daerah aliran sungai (DAS) Krueng Peusangan dan merupakan salah satu objek wisata kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tengah. Dengan luas permukaan air sekitar 5.784 hektar, keberadaan danau ini menjadi simbol dan terkait erat dengan identitas suku Gayo sebagai suku asli di Kabupaten Aceh Tengah. Keberadaan Danau Laut Tawar dengan kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi taman buru Lingga Isaq yang mengelilingi daerah tangkapan air Danau Laut Tawar adalah sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan terkait dengan upaya menjaga kelestarian kawasan daerah tangkapan air (DTA)/Catchment Area) (Asdak, 2004). Secara A105
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
administratif danau Laut Tawar berada di Kabupaten Aceh Tengah, meliputi Kecamatan Kebayakan, Bintang, Lut Tawar, Bebesen, Pegasing, dan Linge dan sebagian kecil wilayah Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah. Secara geografis DTA Danau Laut Tawar berada pada posisi antara 960 48’ 15” – 970 02’ 00” Bujur Timur dan 040 32’ 30” - 040 40’ 30” Lintang Utara. Air yang terkumpul pada Danau Laut Tawar mengalir ke Krueng Peusangan dan merupakan hulu DAS Krueng Peusangan. DAS Krueng Peusangan sendiri merupakan salah satu DAS terluas di Provinsi Aceh. Keberadaan DTA Danau Laut Tawar, sesuai dengan keputsan Pemerintah Republik Indonesia c.q Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 284/Kpts-II/1999 tentang Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai telah menetapkan DAS Krueng Peusangan sebagai DAS Prioritas I untuk pelaksanaan rehabilitasi lahan. Oleh karena itu DTA danau Laut Tawar merupakan bagian dari DAS Prioritas I untuk dilakukan rehabilitasi guna mempertahankan dan menjaga kelestarian Cathment areanya. Danau Laut Tawar memiliki DTA seluas 15.800 hektar. Merujuk kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 103 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.865/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh, DTA danau Laut Tawar terdiri atas hutan lindung 9.057 hektar (57,32%), areal penggunaan lain 5.660 hektar (35,82%), hutan konservasi 1.061 hektar (6,72%), dan hutan produksi 22 hektar (0,14%). Selama ini daerah tangkapan air tersebut terindikasi sebagai lahan kritis dengan berbagai tingkat kekritisan lahan dan terjadi perubahan tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan dikuatirkan akan mengakibatkan perubahan lahan kritis (Arsyad, 2006), Dalam merawat dan menjaga DTA Danau Laut Tawar, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupten Aceh Tengah telah melakukan berbagai upaya pengelolaan untuk memperbaiki dalam upaya memperbaiki lahan kritis pada DTA danau Laut Tawar, antara lain dengan program-program rehabilitasi seperti Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Program Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, dan Program Pengamanan Hutan. Program reahbilitasi telah dilaksanakan oleh kementrian Kehutan dan Lingkungan Hidup lebih dari 10 tahun. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dilaksanakan telah merealisasikan penanaman kembali hutan atau reboisasi kawasan seluas 2.225 hektar, baik didalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan. Dampak dari kegiatan rehabilitasi dan reboisasi kawasan DTA danau Laut Tawar ini belum pernah dilakukan dan dievaluasi terhadap perubahan status lahan kritis maupun perubahan tutupan lahannya berdasarkan kriteria jenis tutupan hutan dan penggunaan lainnya secara spasial dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Berdasarkan uraian diatas terkait dengan status kekritisan lahan dan tutupan lahan di DTA danau Laut Tawar, penelitian ini bertujuan untuk analisis perubahan kekritisan dan tutupan lahan pada daerah tangkapan air danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah. Bahan dan Metode Bahan dan Alat Penelitian ini dilaksanakan di wilayah DTA Danau Laut Tawar, meliputi enam kecamatan Kabupaten Aceh Tengah dan yaitu Kecamatan Kebayakan, Bintang, Lut Tawar, Bebesen, Pegasing, dan Linge dan satu kecamatan diwilayah Kabupaten Bener Meriah yaitu Kecamatan Bukit. Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, yaitu Januari – Juni 2016. Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi : 1) Citra satelit Landsat 7 ETM+ liputan 5 April 2006, 2) Citra satelit Landsat 8 ETM+ liputan 23 Agustus 2015, 3) Data DEM SRTM, 4) Peta Rupa Bumi Indonesia, 5) Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh, 6) Peta RTRW Aceh Tahun 2013 – 2033, 7) Peta lahan kritis Tahun 2006, dan 8) Peta administratif Kabupaten Aceh Tengah. Alat yang digunakan adalah Global Positioning System untuk menentukan Ground control Point, 2) Perangkat Komputer untuk pemgolahan A106
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
data dan Perangkat lunak Sistim Informasi Geografis, ArcGIS versi 10.2 (Raharjo dan Ikhsan, 2015), 5) Kamera, dan 6) Alat tulis Pengumpulan Data dan Pengolahan Data Data primer diperoleh dari hasil verifikasi lapangan berupa penentuan titik kontrol yang ditentuakn berdasarkan kelas pembagian tutupan lahan maupun kondisi fisik lahan untuk mengecek tingkat kekritisan lahan. Data sekunder sebagai data penunjang meliputi data program/kegiatan pengelolaan lahan kritis pada DTA Danau Laut Tawar yang diperoleh dari dinas terkait, anatar lain Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Krueng Aceh . Tabulasi data terkait dengan program/kegiatan pengelolaan lahan kritis ditabulasi untuk memudahkan proses analisis data serta pendiskripsian kondisi faktual dan aktual lokasi penelitian berdasarkan sebaran spatial diseluruh wilayah yang diamati yang disesuikan dengan pemilihan titik sampel lokasi yang diamati dilakukan setelah proporsional berdasarkan kreteria minmum titik sampel pengamatan, disesuaikan tingkat skala peta yang digunakan. Koreksi geometrik dilakukan terhadap citra satelite dengan melukan registri image to ground control point (GCP) yang diperoleh dilapangan dengan menghitung RMS error terkecil agar dapat diperoleh akurasi ketepan dalam mengklasifikasikan tutupan lahannya (Lillesand dan Kiefer. 1990; Bagja et al, 2011). Subset image dilakukan untuk mendeliansi batas penelitian yang disesuaikan dengan data vektor lakosi penelitian yang sudah dikoreksi sesuai dengan peta rupa bumi indonsesi. Resampling dan klasifikasi citra dilakukan dengan dua pendekatan dasar klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification (Lillesand dan Kiefer. 1990; Jaya, 2005 dalam Mahyuddin, 2011). Penentuan kelas tutupan lahan akan menggunakan sistim klasifikasi tutupan lahan dari Badan Planologi Departemen Kehutanan RI. Penentuan kelas tutupan lahan ini didasarkan pada penafsiran Citra Landsat terhadap penampilan lapangan atas batas-batas yang jelas dan disesuaikan dengan kondisi lapangan di wilayah penelitian. Penentuan kelas penutupan lahan yang dilakukan meliputi : 1) Hutan lahan kering primer, 2).Hutan lahan kering sekunder, 3) Hutan tanaman, 4) Semak belukar, 5) Pertanian lahan kering campur semak, 6) Sawah, 7).Pemukiman, dan 8) Tubuh air Reklasifikasi dilakukan untuk mengoreksi atau menghilangkan kesalahan pada hasil klasifikasi. Reklasifikasi dapat dilakukan dengan proses filling. Filling merupakan serangkaian proses menghilangkan kesalahan yang terjadi setelah dilakukan klasifikasi, dari hasil filling ini diperoleh data yang lebih mendekati kondisi sebenarnya di lapangan. Ketelitian Klasifikasi dilakukan untuk membandingkan citra hasil klasifikasi dengan data referensi. Data referensi berupa data pengecekan lapangan yang diambil secara acak pada areal yang dicakup oleh citra satelit untuk masing-masing kelas yang sudah dibuat sebelumnya dari hasil klasifikasi. Analisis data lapangan dan pengolahan citra satelit dilakukakan analisis deskriptif terhadap kelas tutupan lahan maupun perhitungan dari faktor-faktor penentu kekritisan lahan. Analisis data yang dilakukan untuk mendapatkan perubahan tutupan lahan akibat dampak pengelolaan lahan kritis yang telah dilakukan pada DTA Danau Laut Tawar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir periode 2006 sampai dengan 2015). Kelas tutupan lahan yang digunakan dalam analisis merujuk kepada klasifikasi penutupan lahan yang digunakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peta-peta thematik faktor kekritisan lahan digunakan untuk menentukan nilai bobot pada sebaran DTA Danau Laut Tawar. Pembobotan secra skoring masing-masing faktor penentu kekritisan lahan dilakukan; meliputi faktor lereng, peta erosi, tutupan lahan dan peta manajemen pengolahan. Analisis untuk kepentingan rehabilitasi hutan dan lahan, skoring lahan kritis diperluas mencakup seluruh fungsi hutan dan di luar kawasan hutan sebagai berikut : 1) Total skor untuk kawasan hutan lindung dapat disetarakan dengan kawasan hutan konservasi, dan 2) Total A107
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
skor untuk kawasan budidaya dapat disetarakan dengan areal penggunaan lain (Kementerian Kehutanan, 2013). Tahapan penentuan lahan kritis diperlihatkan pada Gambar 1.
Peta Kelas Lereng (Bobot 20%)
Peta Erosi (Bobot 20%)
Kelas
Kelas Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Sk or Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
5 4 3 2 1
Overlay
Peta Liputan Lahan (Bobot 50%) Kelas Skor Sangat Baik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Skor 5 4 3 2
Peta Manajemen (Bobot 10%) Kelas Baik Sedang Buruk
5 4 3 2 1
Skor 5 3 1
Peta Tingkat Kekritisan Lahan
Gambar 1. Diagram alir penentuan tingkat kritisan lahan Klasifikasi tingkat lahan kritis berdasarkan jumlah skor parameter lahan kritis ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi tingkat lahan kritis berdasarkan total skor Kawasan Hutan Tingkat Kekritisan Lahan Lindung Total Skor Sangat Kritis 120-180 Kritis 181-270 Agak Kritis 271-360 Potensial Kritis 361-450 Tidak Kritis 451-500 Sumber: Kementerian Kehutanan, 2013
Kawasan Budidaya Pertanian Total Skor 115-200 201-275 276-350 351-425 426-500
Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan Total Skor 110-200 201-275 276-350 351-425 426-500
Hasil dan Pembahasan Tutupan Lahan Tahun 2006 Berdasarkan interpretasi terhadap citra Landsat Tahun 2006, diperoleh 8 (delapan) kelas tutupan lahan pada DTA Danau Laut Tawar meliputi hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, semak belukar, pertanian lahan kering campur semak, sawah, pemukiman, dan tubuh air (Gambar 2).
A108
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Gambar 2. Peta tutupan lahan pada DTA Danau Laut Tawar Tahun 2006 Tutupan lahan yang mendominasi Catchment Area Danau Laut Tawar adalah semak belukar dengan luas 8.939 hektar (56,58%), dan hutan lahan kering sekunder dengan luas 4.228 hektar (26,76%). Tabel 2. Tutupan lahan Catchment Area Danau Laut Tawar berdasarkan citra Landsat Tahun 2006 Luas Persentase No. Kelas Tutupan Lahan (hektar) (%) 1. Hutan lahan kering primer 570 3,61 2. Hutan lahan kering sekunder 4.218 26,70 3. Semak belukar 8.545 54,08 4. Pertanian lahan kering campur semak 844 5,34 5. Sawah 928 5,87 6. Pemukiman 695 4,40 Jumlah 15.800 100,00 Sumber: Hasil Pengolahan dan analisis citra Landsat Aquisisi, 2006 Tutupan Lahan Tahun 2015 Berdasarkan interpretasi terhadap citra Landsat Tahun 2015, diperoleh 6 (enam) kelas tutupan lahan pada Catchment Area Danau Laut Tawar meliputi hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, semak belukar, pertanian lahan kering campur semak, sawah, dan pemukiman (Gambar 3).
A109
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Gambar 3. Peta tutupan lahan pada DTA Danau Laut Tawar Tahun 2015 Tutupan lahan yang mendominasi Catchment Area Danau Laut Tawar adalah semak belukar dengan luas 8.545 hektar (54,08%), dan hutan lahan kering sekunder dengan luas 4.218 hektar (26,70%). Tabel 3. Tutupan lahan Catchment Area Danau Laut Tawar berdasarkan citra Landsat Tahun 2015 Luas Persentase No. Kelas Tutupan Lahan (hektar) (%) 1. Hutan lahan kering primer 570 3,61 2. Hutan lahan kering sekunder 4.218 26,70 3. Semak belukar 8.545 54,08 4. Pertanian lahan kering campur 844 5,34 semak 5. Sawah 928 5,87 6. Pemukiman 695 4,40 Jumlah 15.800 100,00 Sumber: Citra Landsat aquisis, 2015 Pengelolaan Lahan Kritis terhadap Perubahan Tutupan Lahan Perbandingan tutupan lahan Tahun 2006 dan tutupan lahan Tahun 2015 diperoleh bahwa perubahan tutupan lahan pada Catchment Area Danau Laut Tawar seperti disajikan pada Tabel 4. Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir telah terjadi perubahan luas pada semua kelas tutupan lahan Catchment Area Danau Laut Tawar, kecuali hutan lahan kering primer (tetap). Namun demikian, perubahan tutupan lahan tidak menunjukkan peningkatan luas tutupan lahan. Kelas tutupan semak belukar dan kelas tutupan hutan lahan kering sekunder tetap mendominasi tutupan lahan pada Catchment Area Danau Laut Tawar.
A110
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Tabel 4. Perubahan tutupan lahan pada catchment Area Danau Laut Tawar tahun 2006 dan 2015
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kelas Tutupan Lahan Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan tanaman Semak belukar Pertanian lahan kering campur semak Sawah Pemukiman Tubuh air Jumlah
Luas (hektar)
Perubahan (hektar)
Persentase Perubahan terhadap Kelas Tutupan Lahan (%) 0,00
Persentase Perubahan terhadap Luas Catchment Area (%) 0,00
2006 570
2015 570
0
4.228
4.218
(10)
(0,24)
(0,06)
2 8.939 754
0 8.545 844
(2) (394) 90
(100,00) (4,41) 11,94
(0,01) (2,49) 0,57
706 586 15 15.800
928 695 0 15.800
222 109 (15)
31,44 18,60 (100,00)
1,41 0,69 (0,09)
Perubahan Tutupan Hutan Lahan Kering Sekunder Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir telah terjadi perubahan luasan kelas tutupan hutan lahan kering sekunder. Kelas tutupan hutan lahan kering sekunder berkurang seluas 10 hektar atau sekitar 0,24%. Kelas tutupan hutan lahan kering sekunder berkurang di Kecamatan Lut Tawar seluas 10 hektar, dan di Kecamatan Bintang seluas 1 hektar. Sementara penambahan hutan lahan kering sekunder terjadi di Kecamatan Linge seluas 1 hektar. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, kelas tutupan hutan lahan kering sekunder telah berkurang sebesar 0,06%. Perubahan Tutupan Hutan Tanaman Pada Tahun 2006 di Kecamatan Bukit terdapat kelas tutupan hutan tanaman seluas 2 hektar, namun pada Tahun 2015 hutan tanaman tersebut telah hilang seluruhnya (100%) dan berubah menjadi kelas tutupan semak belukar. Hutan tanaman ini diduga merupakan hasil kegiatan pembuatan tanaman reboisasi sebelum periode 2006–2015. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, kelas tutupan hutan tanaman telah berkurang sebesar 0,01%. Perubahan Tutupan Semak Belukar Kelas tutupan semak belukar mengalami perubahan paling tinggi dari semua kelas tutupan lahan. Semak belukar telah berkurang seluas 394 hektar atau berkurang sekitar 4,41%. Pengurangan kelas tutupan semak belukar paling besar terjadi di Kecamatan Lut Tawar (277 hektar) dan Kecamatan Bintang (124 hektar). Tutupan semak belukar di Kecamatan Lut Tawar berubah menjadi kelas tutupan sawah, sedangkan di Kecamatan Bintang tutupan tersebut berubah menjadi kelas tutupan pertanian lahan kering campur semak dan kelas tutupan pemukiman. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, kelas tutupan semak belukar telah berkurang sebesar 2,49%. Perubahan kelas tutupan semak belukar diduga sebagai salah satu dampak dari tekanan penduduk dalam wilayah Catchment Area Danau Laut Tawar yang relatif tinggi. Menurut Kholiq (2014), 69% dari kampung dalam wilayah Catchment Area Danau Laut Tawar memiliki indeks tekanan penduduk (ITP) tinggi (ITP > 1), artinya kebutuhan penduduk akan sumberdaya alam (lahan) relatif tinggi. Bila tidak dikendalikan dengan serius, aktifitas masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan lahan secara terus menerus akan berdampak bagi pengurangan tutupan lahan pada Catchment Area Danau Laut Tawar A111
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Perubahan Tutupan Pertanian Lahan Kering Campur Semak Kelas tutupan pertanian lahan kering campur semak di Kecamatan Bintang bertambah seluas 90 hektar atau sekitar 11,94%. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, kelas tutupan pertanian lahan kering campur semak telah bertambah sebesar 0,57%. Penambahan luasan tutupan pertanian lahan kering campur semak sebagian besar berasal dari alih fungsi penggunaan lahan dari sawah menjadi kegiatan pertanian lahan kering campur semak di Kecamatan Bintang. Perubahan Tutupan Sawah Tutupan sawah di Kecamatan Bintang berubah menjadi tutupan pertanian lahan kering campur semak seluas 75 hektar. Sementara di Kecamatan Lut Tawar terjadi penambahan tutupan sawah seluas 295 hektar yang sebagian besar berasal dari tutupan semak belukar. Secara keseluruhan kelas tutupan sawah telah bertambah seluas 222 hektar (31,44%). Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, kelas tutupan sawah telah bertambah sebesar 1,41%. Perubahan Tutupan Pemukiman Kelas tutupan pemukiman bertambah seluas 109 hektar atau sekitar 18,6%. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, kelas tutupan pemukiman telah bertambah sebesar 0,69%. Bertambahnya kelas tutupan pemukiman sebagian besar berasal dari perubahan/alih fungsi tutupan semak belukar di Kecamatan Bintang. Perubahan Tutupan Tubuh Air Hasil interpretasi dan pengolahan citra Landsat Tahun 2015, diperoleh data luas DTA Danau Laut Tawar yaitu 15.800 hektar, sedangkan berdasarkan interpretasi dan pengolahan citra Landsat Tahun 2006, DTA Danau Laut Tawar seluas 15.785 hektar. Artinya telah terjadi penambahan DTA/catchment area seluas 15 hektar, artinya tubuh air (Danau Laut Tawar) telah berkurang seluas 15 hektar. Perubahan kelas tutupan tubuh air ditemukan di Kecamatan Kebayakan, Bebesen, dan Kecamatan Lut Tawar. Bertambahnya luasan catchment area diduga disebabkan adanya aktifitas penimbunan tanah untuk pembuatan jalan, tanggul, dan prasarana lainnya di beberapa sempadan danau. Dugaan lainnya, telah terjadi penurunan tinggi permukaan air Danau Laut Tawar selama 10 (sepuluh) tahun terakhir. Tingkat Kekritisan Lahan Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2006 Untuk menentukan tingkat kekritisan lahan ditentukan oleh parameter, antara lain tutupan lahan, kemiringan lahan, tingkat erosi, dan pengelolaan lahan. Hasil analisis spatial tingkat kekritisan lahan tahun 2006 disajika pada Gambar 3, sedang proposi luas untuk masingmasing tinglat kekritisan lahan disajikan pada Tabel 4.
A112
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Gambar 4. Peta tingkat kekritisan lahan pada DTA Danau Laut Tawar Tahun 2006 Tabel 5.Tingkat kekritisan lahan Pada DTA Danau Laut Tawar Tahun 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kelas Kekritisan Lahan Tidak kritis Potensial kritis Agak kritis Kritis Sangat kritis Jumlah
Luas (hektar) 389 4.878 6.529 3.944 60 15.800
Persentase (%) 2,46 30,87 41,33 24,96 0,38 100,00
Tingkat kekritisan lahan DTA Danau Laut Tawar Tahun 2006 didominasi oleh lahan agak kritis seluas 6.529 hektar (41,33%), lahan potensial kritis seluas 4.878 hektar (30,87%), dan lahan kritis seluas 3.944 hektar (24,96%). Tingkat kekritisan lahan Catchment Area Danau Laut Tawar Tahun 2006 lainnya yaitu lahan tidak kritis seluas 389 hektar (2,46%) dan lahan sangat kritis seluas 60 hektar (0,38%). Tingkat Kekritisan Lahan Tahun 2015 Hasil analisis spatial tingkat kekritisan lahan tahun 2015 disajika pada gambar 4, sedang proposi luas untuk masing-masing tinglat kekritisan lahan disajika pada tabel 5. Hasil skoring terhadap parameter-parameter tingkat kekritisan lahan pada DTA Danau Laut Tawar Tahun 2015, diperoleh tingkat kekritisan lahan pada DTA danau Laut Tawar seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Data tabulasi tersebut memperlihatkan bahwa tingkat kekritisan lahan Catchment Area Danau Laut Tawar Tahun 2015 didominasi oleh lahan agak kritis seluas 10.268 hektar (64,99%), lahan potensial kritis seluas 4.766 hektar (30,16%), dan lahan kritis seluas 718 hektar (4,54%). Tingkat kekritisan lahan pada DTA Danau Laut Tawar Tahun 2015 lainnya yaitu lahan sangat kritis seluas 42 hektar (0,27%) dan lahan tidak kritis seluas 6 hektar (0,04%).
A113
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Gambar 5. Peta tingkat kekritisan lahan pada DTA Danau Laut Tawar Tahun 2015 Tabel 6. Tingkat kekritisan lahan pada DTA Danau Laut Tawar Tahun 2015 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat Kekritisan Lahan Tidak kritis Potensial kritis Agak kritis Kritis Sangat kritis Jumlah
Luas (hektar) 6 4.766 10.268 718 42 15.800
Persentase (%) 0,04 30,16 64,99 4,54 0,27 100,00
Dampak Pengelolaan Lahan Kritis terhadap Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan Perbandingan tingkat kekritisan lahan Tahun 2006 dan tingkat kekritisan lahan Tahun 2015 diperoleh hasil perubahan tingkat kekritisan lahan daerah penelitian yang disajikan pada Tabel 6. Walaupun dominasi tingkat kekritisan lahan tidak mengalami perubahan (agak kritis; potensial kritis; dan kritis), namun selama 10 (sepuluh) tahun terakhir telah terjadi perubahan luas pada semua tingkat kekritisan lahan pada pada DTA Danau Laut Tawar. Secara keseluruhan, perubahan komposisi tingkat kekritisan lahan pada DTA Danau Laut Tawar selama 10 (sepuluh) tahun terakhir memperlihatkan peningkatan/ perbaikan kualitas lahan. Hal ini merujuk kepada data tabulasi yang memperlihatkan perubahan paling signifikan berupa berkurangnya luasan kelas lahan kritis dan bertambahnya luasan kelas lahan agak kritis. Kelas lahan kritis telah berkurang seluas 3.226 hektar (20,42%), sedangkan kelas lahan sangat kritis berkurang seluas 18 hektar (0,11%), sehingga lahan kritis dan sangat kritis telah berkurang seluas 3.244 hektar (20,53%). Berkurang luasan lahan kritis dan sangat kritis diikuti oleh bertambahnya luasan lahan agak kritis. Kelas lahan agak kritis telah bertambah seluas 3.738 hektar (23,66%). Penambahan luasan lahan agak kritis didominasi oleh perubahan kelas lahan kritis menjadi lahan agak kritis.
A114
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Tabel 7. Perubahan tingkat kekritisan lahan pada DTA danau Laut Tawar Periode 2006– 2015
No.
1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat Kekritisan Lahan
Tidak kritis Potensial kritis Agak kritis Kritis Sangat kritis Jumlah
Luas (hektar) 2006 389 4.878 6.529 3.944 60 15.800
Perubahan (hektar)
2015 6 4.766 10.268 718 42 15.800
(383) (112) 3.738 (3.226) (18)
Persentase Perubahan terhadap Tingkat Kekritisan Lahan (%) (98,50) (2,29) 57,25 (81,80) (29,40)
Persentase Perubahan terhadap Luas Catchment Area (%) (2,43) (0,71) 23,66 (20,42) (0,11)
Peningkatan kelas lahan kritis dan sangat kritis menjadi lahan agak kritis merupakan dampak positif dari pengelolaan lahan kritis pada Catchment Area Danau Laut Tawar selama 10 (sepuluh) tahun terakhir. Namun dampak positif tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan saja, merujuk pada data lahan yang meningkat kualitasnya (3.244 hektar) lebih luas dibandingkan lahan yang direhabilitasi (2.225 hektar) selama 10 (sepuluh) tahun terakhir. Program pemerintah lainnya berupa intensifikasi perkebunan (kopi) yang didukung oleh kegiatan penyuluhan telah berperan dalam meningkatkan kualitas lahan. Peran aktifitas perkebunan kopi dalam meningkatkan kualitas lahan didukung fakta dan data bahwa mata pencaharian sebagian besar penduduk pada Catchment Area Danau Laut Tawar adalah sebagai petani/pekebun dengan komoditi kopi. Budidaya kopi yang baik mensyaratkan adanya tanaman naungan, sehingga kegiatan budidaya kopi secara tidak langsung telah meningkatkan kerapatan tajuk pada Catchment Area Danau Laut Tawar. Berdasarkan klasifikasi penutupan lahan kreteria Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kerapatan tajuk tanaman kopi dan tanaman naungan diklasifikasikan sebagai kelas tutupan lahan semak belukar atau kelas pertanian lahan kering campur semak sesuai kerapatannya. Budidaya kopi yang dilakukan pada DTA Danau Laut Tawar umumnya memanfaatkan lahan areal penggunaan lain serta perambahan kawasan hutan lindung. Kondisi ini juga menyebabkan tutupan lahan pada DTA danau Laut Tawar selama 10 (sepuluh) tahun terakhir tetap didominasi oleh kelas tutupan semak belukar (54,08%). Berkurangnya luasan tutupan semak belukar hanya mengarah pada penggunaan lahan untuk sawah dan pemukiman, bukan ke arah tutupan yang lebih baik (hutan lahan kering sekunder). Kerapatan tajuk merupakan parameter penting dalam penentuan tingkat kekritisan lahan. Fakta-fakta penggunaan lahan pada DTA danau Laut Tawar untuk budidaya perkebunan (kopi) memperbesar peluang meningkatnya kualitas lahan kritis menjadi lahan agak kritis dan potensial kritis, namun peningkatan kualitas lahan menjadi tidak kritis akan sulit dicapai mengingat tajuk tanaman perkebunan tidak serapat tajuk tanaman kehutanan. Kondisi ini akan sangat mengkhawatirkan bila terjadi pada kawasan hutan lindung mengingat fungsi pokok hutan lindung sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmayani (2004) bahwa ada perbedaan tingkat bahaya erosi pada DTA danau Laut Tawar. Oleh karena itu, perlu perhatian yang lebih serius untuk meningkatkan kualitas lahan kritis melalui programprogram rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengamanan hutan, serta penyuluhan kehutanan. Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan Tidak Kritis Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir telah terjadi pengurangan kelas lahan tidak kritis. Berkurangnya luasan lahan tidak kritis terjadi di Kecamatan Kebayakan (315 hektar), A115
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Bintang (72 hektar), dan Kecamatan Lut Tawar (1 hektar). Sedangkan penambahan lahan tidak kritis terjadi di Kecamatan Bebesen seluas 5 hektar. Lahan tidak kritis di Kecamatan Kebayakan dan Kecamatan Lut Tawar menurun kelasnya menjadi lahan agak kritis, sedangkan lahan tidak kritis di Kecamatan Bintang menurun kelasnya menjadi kelas potensial kritis dan kelas agak kritis. Penambahan lahan tidak kritis di Kecamatan Bebesen berasal dari peningkatan kelas lahan potensial kritis dan lahan kritis. Secara keseluruhan lahan tidak kritis telah berkurang seluas 383 hektar atau sekitar 98,50%. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, lahan tidak kritis telah berkurang sebesar 2,43%. Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan Potensial Kritis Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir terjadi pengurangan kelas lahan potensial kritis seluas 112 hektar. Pengurangan luasan lahan potensial kritis paling dominan terjadi di Kecamatan Kebayakan (310 hektar), selanjutnya Linge (91 hektar), Bukit (65 hektar), Bebesen (17 hektar), dan Kecamatan Lut Tawar (9 hektar). Lahan potensial kritis tersebut telah menurun kelasnya menjadi kelas lahan agak kritis. Sementara itu penambahan luasan kelas potensial kritis terjadi di Kecamatan Bintang (357 hektar) dan Kecamatan Pegasing (22 hektar). Penambahan luas kelas potensial kritis tersebut berasal dari peningkatan kelas lahan kritis. Secara keseluruhan lahan potensial kritis telah berkurang seluas 112 hektar atau sekitar 2,29%. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, lahan potensial kritis telah berkurang sebesar 0,71%. Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan Agak Kritis Kelas lahan agak kritis mengalami perubahan paling besar. Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir telah terjadi penambahan kelas lahan agak kritis pada semua kecamatan dalam Catchment Area Danau Laut Tawar. Penambahan terbesar terjadi di Kecamatan Bintang (1.361 hektar), selanjutnya Kecamatan Lut Tawar (1.268 hektar), dan Kecamatan Kebayakan (679 hektar). Penambahan kelas agak kritis di Kecamatan Kebayakan berasal dari penurunan kelas tidak kritis dan peningkatan kelas kritis dan sangat kritis. Sedangkan penambahan kelas agak kritis yang terjadi di Kecamatan Bintang dan Lut Tawar sebagian besar berasal dari peningkatan kelas lahan kritis. Secara keseluruhan lahan agak kritis telah bertambah seluas 3.738 hektar atau sekitar 57,25%. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, lahan agak kritis telah bertambah sebesar 23,66%. Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan Kritis Kelas lahan kritis merupakan kelas lahan yang mengalami perubahan terbesar selain kelas agak kritis. Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir kelas lahan kritis telah berkurang seluas 3.226 hektar atau sekitar 81,80%. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, lahan kritis telah berkurang sebesar 20,42%. Berkurangnya luasan kelas lahan kritis terjadi pada semua kecamatan, kecuali Kecamatan Linge (tetap). Perubahan tersebut memperlihatkan peningkatan/perbaikan kelas kekritisan lahan dari lahan kritis menjadi lahan agak kritis pada semua kecamatan terutama di Kecamatan Bintang, Lut Tawar, dan Bebesen. Bahkan perubahan kelas lahan kritis di Kecamatan Bintang menunjukkan peningkatan/ perbaikan menjadi kelas potensial kritis. Perubahan Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Kritis Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir telah terjadi perubahan tingkat kekritisan lahan sangat kritis. Kelas lahan sangat kritis ditemukan di Kecamatan Bintang. Luasan lahan sangat kritis pada Tahun 2006 adalah 60 hektar dan pada Tahun 2015 berkurang seluas 18 hektar atau sekitar 29,40%. Berdasarkan luas keseluruhan Catchment Area Danau Laut Tawar, lahan sangat kritis telah berkurang sebesar 0,11%.
A116
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Pengelolaan Lahan Kritis Pengelolaan lahan kritis oleh Disbunhut bersinergi dengan penyuluh kehutanan yang bernaung di Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Aceh Tengah dalam upaya penurunan tingkat kekrtisan lahan di DTA danau Laut Tawar telah menghasilkan perubahan kekritisan lahan. Gambar 6 menunjukan sebaran kegiatan rehabilitasi lahan di DTA Laut Tawar.
Gambar 6. Peta sebaran kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan pada DTA Danau Laut Tawar Periode 2006-2015 Rehabilitasi hutan dan lahan sebagai upaya yang dilakukan Disbunhut Kabupaten Aceh Tengah dalam pengelolaan lahan kritis meliputi pembuatan tanaman di luar kawasan hutan (penghijauan) dan pembuatan/pengkayaan tanaman dalam kawasan hutan (reboisasi). Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh dari Disbunhut Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2016, dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah telah melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan pada Catchment Area Danau Laut Tawar seluas 2.225 hektar atau 14,08% dari luas Catchment Area Danau Laut Tawar (15.800 hektar). Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut tersebar pada 30 (tiga puluh) lokasi pada Catchment Area Danau Laut Tawar (Gambar 10). Data rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah selama 10 tahun terakhir (Tahun 2006 – 2015) disajikan pada Tabel 8. Pengelolaan Lahan Kritis di Luar Kawasan Hutan Berdasarkan fungsi kawasan hutan, pengelolaan lahan kritis di luar kawasan hutan (areal penggunaan lain) pada Catchment Area Danau Laut Tawar yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Periode 2006–2015 adalah seluas 500 hektar atau sekitar 8,83% dari luas areal penggunaan lain pada Catchment Area Danau Laut Tawar (5.660 hektar). Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut tersebar pada 6 (enam) lokasi pada Catchment Area Danau Laut Tawar. Pengelolaan lahan kritis pada areal penggunaan lain mencapai 22,47% dari luas keseluruhan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan pada Catchment Area Danau Laut Tawar (2.225 hektar) seperti diperlihatkan pada Tabel 8
Tabel 8. Data rehabilitasi hutan dan lahan pada DTA Area Danau Laut Tawar Periode A117
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
2006 – 2015 No. 1. 2.
Kegiatan Penghijauan Reboisasi Jumlah
Luas (Ha) 500 1.725 2.225
Persentase (%) 22,47 77,53 100,00
Pengelolaan Lahan Kritis di Dalam Kawasan Hutan Berdasarkan fungsi kawasan hutan, kawasan hutan yang terdapat pada Catchment Area Danau Laut Tawar meliputi hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi (taman buru). Pembuatan/pengayaan tanaman reboisasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Periode 2006 – 2015 pada Catchment Area Danau Laut Tawar seluruhnya berada pada kawasan hutan lindung. Pembuatan/pengayaan tanaman yang dilakukan adalah seluas 1.725 hektar atau 17,01% dari luas kawasan hutan pada Catchment Area Danau Laut Tawar. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebur tersebar pada 24 (dua puluh empat) lokasi pada Catchment Area Danau Laut Tawar. Pengelolaan lahan kritis dalam kawasan hutan mencapai 77,53% dari luas keseluruhan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan pada DTA danau Laut Tawar (2.225 hektar). Kesimpulan Perbandingan hasil analsis citra Landsat Tahun 2006 dan citra Landsat Tahun 2015 pada daerah tangkapan air Danau Laut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah telah menghasilkan informasi perubahan tutupan lahan dan perubahan tingkat kekritisan lahan di DTA Danau Laut Tawar Aceh Tengah. Meskipun perubahannya secara kuantitatif kecil, namun hal ini menunjukkan dinamika perubahan tutupan lahan tetap berlangsung selama periode pengamatan. Pada periode pengamatan dua time seri yang berbeda, selang 10 tahun, kegiatan pengelolaan lahan kritis pada DTA Danau Laut Tawar tidak berdampak perubahan secara kuantitif yang besar terhadapat perubahan luas tutupan lahan DTA Danau Laut Tawar. Pada periode yang sama pengamatan dua time seri pengamatan, adannya kegiatan pengelolaan lahan kritis pada DTA danau Laut Tawar telah berdampak pada berkurangnya lahan kritis dan sangat kritis seluas 3.244 hektar (20,53%). Daftar Pustaka Arsyad, S. (2006). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Asdak, C. (2004). Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bagja, B. (2011). Modul Pelatihan Dasar-dasar Geographic Information System dengan ArcGIS 9.x. Spatial Data Management System, Bogor. Bappeda Kabupaten Aceh Tengah. (2013). Aceh Tengah dalam Angka 2013. Bappeda Kabupaten Aceh Tengah, Takengon Raharjo, B. dan M. Ikhsan. (2015). Belajar ArGis Desktop 10.2/10.3 Geosiana Press, Banjar Baru Kalimantan Selatan. Budianto. (2002). Sistem informasi geografis menggunakan ArcView GIS. Andi, Yogyakarta. Departemen Kehutanan RI. 2001. Klasifikasi Penutupan Lahan. Badan Planologi Departemen Kehutanan RI, Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI. (1999). Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor SK.284/Kpts-II/1999 tentang Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI, Jakarta.
A118
Prosiding Semimar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah. (2013). Rencana Strategis 2012 – 2017. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah, Takengon. Kementerian Kehutanan RI. (2009). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/MenhutII/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS. Kementerian Kehutanan RI, Jakarta. Kementerian Kehutanan RI. (2010). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/MenhutII/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/MenhutII/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS. Kementerian Kehutanan RI, Jakarta Kementerian Kehutanan RI. (2013). Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial Nomor P.4/V-Set/2013 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Kementerian Kehutanan RI, Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. (2015). Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.103/MenLHK-II/2015 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.865/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Jakarta. Lillesand dan Kiefer. (1990). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rahmayani. (2004). Prediksi Erosi pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Catchment Area Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Syahrizal. (2011). Penggunaan Citra SPOT dan SIG untuk menentukan lahan kritis di DAS Krueng Tripa Bagian Hulu Kabupaten Gayo Lues. Tesis Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
A119