ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN PADA HUTAN LINDUNG KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN (Spatial Analysis of Land Cover Change on Protected Forest in Konawe Islands) Diman Basruhun1) ABSTRAK DIMAN BASRUHUN (G2F1011015), Analisis Spasial Perubahan Tutupan Lahan Pada Hutan Lindung Kabupaten Konawe Kepulauan. Pembimbing La Baco dan Nur Arafa. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi bentuk tutupan dan mengetahui luas perubahan tutupan lahan pada hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan. Pendekatan deskriptif kualitatif dan analisis spasial melalui overlay peta digunakan untuk mencapai tujuan dimaksud. Sebagai hasil, diperoleh bahwa terdapat empat jenis tutupan lahan di Kabupaten Konawe Kepulauan. Semuanya merupakan hutan lahan kering primer seluas 10.200 Ha, hutan lahan kering sekunder sebesar 4.256 Ha, semak belukar sekitar 94 Ha, dan lahan pertanian/perkebunan yang memenuhi luasan 78 Ha. Diperoleh pula bahwa sejak tahun 2006 s/d 2015, semua jenis tutupan lahan tersebut telah mengalami perubahan luas secara positif maupun negatif. Perubahan positif terjadi pada lahan pertanian/perkebunan (52 Ha)dan hutan lahan kering sekunder (2.866 Ha). Berbeda dengan itu, hutan lahan kering primer dan semak belukar mengalami perubahan negatif masing-masing seluas 2.433 Ha dan 485 Ha. Karenanya dapat dinyatakan bahwa fungsi utama hutan lindung di Kabupaten Konawe Kepulauan telah menurun sebagai dampak antropogenik maupun kegiatan ekonomi. Dengan demikian, diperlukan tata kelola hutan yang adaptif baik secara sosial, ekonomi maupun budaya melalui menajemen pemerintahan yang baik. Kata Kunci : Bentuk dan Luas Tutupan,Spasial Hutan Lindung, Konawe Kepulauan ABSTRAC Diman BASRUHUN (G2F1011015), Spatial Analysis of Land Cover Change on Protected Forest in Konawe Islands. Supervisors : La Baco And Nur Arafah. The aimed to identify the forms of closure and the width of land closure on protected forest in Konawe Islands Regency. The study used a descriptive Qualitative approach and conducted a spatial analysis through map Overlay to achieve the intended purpose. These included primary dry land forest measuring of 10,200 hectares, secondary dry land forest measuring 4,256 hectares, Bushes measuringapproximately 94 hectares, and farming or plantation area measuring 78 Ha. It was also revealed that from 2006 to 2015, all of these form of land closure were extended both of positively and negatively. Positively changes occurred to agricultural/plantation (52 ha) and secondary dry-land forest (2,866 ha). In contrast, the primary dry-land forest and bushes changes negatively as much as2,433 ha and 485 ha respectively. It can therefore be stated that the main 1
Mahasiswa Pascasarjana, Jurusan PPW, Universitas Halu Oleo
function of protected forest in Konawe Islands Regency has declined due to anthropogenic impact or economic activity. Therefore, a forest management that is socially economically, and culturally more adaptive, is needed from a good governance. Keywords: Form and Width of closure, spatial of protected forest, Konawe Islands Regency
PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Konawe Kepulauan secara devinitif mekar dari Kabupaten Konawe pada tanggal 11 Mei 2013 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Kabupaten Konawe Kepulauan Di Provinsi Sulawesi Tenggara.Pemekaran wilayah ini memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan dan pemanfaatan lahan berdasarkan kebutuhan daerah tak terkecuali pemanfaatan lahan kawasan hutan lindung yang beralih fungsi sebagai kawasan pemukiman, jalan dan infrastruktur pemerintah. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi ketidakseimbangan lingkungan dan ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang baik antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan itu sendiri. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam hutanperlu dilakukan secara berhati-hati dan seksama terlebih pada pengelolaan peruntukan lahannya. Kesalahan dalam pengelolaan hutan akan menimbulkan masalah dan dampak bencana bagi kehidupan didalam maupun disekitar hutan, baik pada masa sekarang maupun yang akan datang. Secara umum kesalahan pengelolaan tersebut diakibatkan oleh dua aspek baik dari sisi masyarakat yang melakukan perambahan dengan berbagai macam bentuk dan pemerintah yang belum bisa melakukan manajemen pengelolaan secara baik. Djakapermana (2010) menjelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya lahan yang tidak hati-hati,
untuk kepentingan sesaat, dan tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan seringkali membawa kerusakan prasarana, bangunan dan fisik lingkungan serta bencana bagi masyarakat dan bangsa, baik untuk saat ini maupun untuk masa depan. Demikian juga seringkali bentuk penggunaan lahan yang diperkirakan akan memberikan manfaat ekonomi untuk perkembangan wilayahnya akhirnya tidak tercapai karena banyak biaya, baik biaya rehabilitasi prasarana, bangunan dan fisik lingkungan serta biaya social (social cost) untuk mengatasi/mengganti berbagai akibat dari kerusakan lingkungan. Mengingat fungsi keberadaan Hutan Lindung tersebut sangat vital, maka memerlukan sentuhan pengelolaan yang tepat, terarah dan berorientasi pada kelestarian. Oleh karena itu, perlu dilakukan“Analisis Spasial Perubahan Tutupan Lahan Pada Hutan Lindung Kabupaten Konawe Kepulauan” guna mengidentifikasi bentuk tutupan lahan dan menilai perubahan luas tutupan lahan pada hutan lindung kabupaten konawe Kepulauan. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada seluruh wilayah Kecamatan Kabupaten Konawe Kepulauan yang masuk kedalam Kawasan Hutan Lindung Dataran Rendah dengan luas wilayah hutan 14.628Ha.
kabupaten konawe Kepualauan. Selanjutnya, indikator dan jenis data serta metode analisis yang digunakan untuk masing-masing variable disajikakan pada tabel 1 berikut
Variabel dan Indikator Penelitian
Penelitian ini mencakup dua variabel utama yakni besaran luas pengunaan lahandan faktor dominan perubahan tutupan lahan hutan lindung . Tabel 1. Variabel dan Indikator Penelitian. Variabel Identifikasi Tutupan Lindung
Indikator
Hutan
Faktor DominanPerubahan Tutupan Lahan Hutan Lindung
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Data
Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Pertanian/Perkebunan Savana Semak/Belukar Pemukiman Jaringan jalan Kebijakan Sarana Prasarana Personil (Pol Hut) Pendidikan Pekerjaan Jumlah Penghasilan Letak Aksesibilitas
Tehnik Analisis Rekalkulasi sumber daya hutan dilakukan melalui analisa data tutupan lahan pada kawasan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan dan mengunakan system informasi geografis melalui proses Change Detectionsebagai berikut: Kawasan Hutan Lindung
Data Sekunder Data Primer
Data Sekunder Data Primer
Metode Analisis Analisis Overlay Deskriptif
Analisis Deskriptif Kualitatif
1. Penyiapan data digital berupa Peta Administrasi Kabupaten Konawe Kepulauan, Peta Kawasan Hutan Lindung, Peta Penutupan Lahan Indonesia dan Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012. 2. Overlay data digital tutupan lahan, peta administratis dan kawasan hutan sebagai mana gambar berikut Administratif Wilayah
Tutupan Lahan
Overlay
Perhitungan Luas
Tutupan Lahan
Hasil Perhitungan Luas Penutupan Lahan Per Desa Kecamatan di dalam Kawasan Hutan Lindung
Gambar 1. Bagan prosedur tumpang tindih Peta
3. Interpretasi Citra Quickbird/Landsat 8berdasarkan unsur-unsur rona, bentuk, ukuran, pola, bayangan,
tekstur, situs dan asosiasi untuk membatasi antara penggunaan lahan yang berbeda.
Citra Quickbird
Peta Administratif
Interpretasi
Peta Hutan Lindung
Klasifikasi
Peta Tata Kelola Kawasan
Ground Cek Overlay
Delinasi
Peta Pengunaan Lahan Kawasan
Peta Penggunaan Lahan Exsisting 2015
Gambar 2. Bagan prosedur Interpretasi Citra dan tumpang tindih Peta 4. Melakukanground lapangan dengan
check di menggunakan
ℎ ℎ ℎ 5. Penghitungan luas penutupan lahan pada setiap kawasan hutanberdasarkan spesifikasi proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Spheroid WGS 84 Zona 51 S (Southern Hemisphere), angka luas dibulatkan kedalam ribu ha. 6. Penyajian luas penutupan lahan dalam bentuk peta, diagram dan tabel. 7. Teknik analisis yang digunakan untuk menjawab faktor
tingkat ketelitian berdasarkan
≥
80 % persamaan:
100 % dominanperubahan tutupan hutan lindung mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif melalui wawancara mendalam dan terstruktur kepada seluruh Kepala Desa sampel terpilih, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Kepulauan, Dinas Pekerjaan Umum Sub Bidang Tata Ruang dan BAPPEDA sebagai orang yang mengetahui secara detail wilayah kerja penelitian tersebut.
Tabel 2. Jumlah Responden Ahli. Responden Ahli Kepala desa Dinas Kehutanan Dinas Pekerjaan Umum (Sub Bidang Tata Ruang) BAPPEDA (Sub Bidang Tata Ruang dan Perumahan Jumlah Sumber : Data Olahan 2016. 8. Pengolahan data dilakukan melalui Skoring berdasarkan skala Likert. (skor 1, 2, 3, dan 4) untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial. Setiap jawaban diberi skor : 1. Setuju/selalu/sangat positif diberi skor 2. Setuju/sering/positif diberi skor 3. Ragu-Ragu/kadangkadang/netral diberi skor
Jumlah 24 1 1 1 27
4. Tidak setuju/tidak pernah/negatif diberi skor Selanjutnya data dirating berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 4 X 100 = 400. Selanjutnya dipersentasekan (100%) sehingga memenuhi 4 gambar 3 berikut (Sugiyono, 2009). 3 2
Gambar 3. Jumlah skor ideal (kriterium) secara kontinum HASIL DAN PEMBAHASAN Tutupan Lahan Hutan Lindung Dataran Rendah Keberadaan Hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan dikuatkan melaluiKepmenhut No. 465/Menhut-II/2011 Tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan prov sultra.Dalam
ketetapan tersebut, terdapat sekitar 70.615 Ha luas areal hutan yang dibagi kedalam lima fungsi pengunaan areal hutan. Pertama, Area Pengunaan Lainnya (APL) seluas 13.945 Ha. Kedua, Hutan Lindung (HL) seluas 15.480 Ha. Ketiga, Hutan Produksi (HP) seluas 2.467 Ha. Keempat, Hutan Produksi Konversi seluas 20.398 Ha. Kelima, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 18.323 Ha.
Khusus dalam luasan hutan lindung, terdapat dua bagian lahan yang ada yaitu lahan hutan lindung pesisir dan hutan lindung dataran rendah. Dalam penelitian ini, hanya hanya dipfokuskan padakeberadaan hutan lindung dataran rendah di Kabupaten Konawe Kepulauan. bentuk-bentuk tutupan lahan pada hutan tersebut dibedakan menjadi dua kelompok yaitu berdasarkan vegetasi alamiah hutan dan berdasarkan vegetasi peruntukan budidaya. Hal ini sejalan dengan Purwadhi dan Sanjoto (2008). 1. Tutupan Lahan Menurut Vegetasi Alamiah Hutan Ada tiga bentuk tutupan lahan berdasarkan vegetasi alamiah hutan lindung di Kabupaten Konawe Kepulauan. Semuanya adalah Semak belukar, hutan lahan kering primer, dan hutan lahan Tabel3.
kering sekunder. Berdasarkan hasil overlay Peta Pola Ruang RTRWP Sulawesi Tenggara, Peta Administrasi Kabupaten Konawe Kepulauan, UU RI No 13 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Konawe Kepulauan, Peta Fungsi Kawasan Hutan RTRW 2015 – 2023 dan SK. 465/Menhut-II/2011, Peta Penutupan Lahan Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara lembar 2211 Raha, Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012, lembar 2212 Kendari Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012, lembar 2311 Ereke Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012 dan lembar 2312 Ulunambo Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012 diperoleh bahwa masing-masing bentuk tutupan lahan dimaksud memiliki sebaran luas yang berbeda-beda disetiap wilayah adminsitratif kecamatan. Hal ini disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 4.
Bentuk-Bentuk Tutupan Lahan Hutan LindungKabupaten Konawe Kepulauan penelitian sesuai dengan hasil overlay peta.
Kecamatan
Kec. Wawonii Utara Kec. Wawonii Tengah Kec. Wawonii Barat Kec. Wawonii Timur Kec. Wawonii Timur Laut Kec. Tenggara
Wawonii
Kec. Wawonii Selatan
Bentuk Tutupan Lahan
Semak/Belukar Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Lahan Kering Sekunder Semak/Belukar Hutan Lahan Kering Primer Semak/Belukar Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Primer Pertanian/Perkebunan Semak/Belukar Hutan Lahan Kering Primer Pertanian/Perkebunan Semak/Belukar Hutan Lahan Kering Sekunder Total
Sumber : Hasil olahan tahun 2016
Luasan (Ha) 36 967 2.425 1.543 48 2 1.222 6 170 745 2.693 49 7 1.978 29 42 2.666 14.629
Rencana Pemanfaatan Sesuai RTRWP Sulawesi Tenggara Dan RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan Dan Sk. 465/MenhutII/2011
Luasan (Ha)
Hutan Lindung
1.003
Hutan Lindung
176
Hutan Lindung
745
Hutan Lindung
2.749
Hutan Lindung
4.715
Hutan Lindung
3.968
Hutan Lindung
1.272 14.629
Penguatan status keberadaan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan ini dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan,pasal 46 tantang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan Pasal 26 ayat (1) UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Selain itu, dapat pula dikaitkan dengan Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.Demikian pula dengan status pengelolaannya, Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan dapat berpedoman pada SK. 465/MenhutII/2011 sebagai amanat konstitusi pasal 66 ayat (1 dan 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dimana penyelenggaraan kehutanan.Oleh karena itu, Keberadaan hutan lindung sebagaimana termuat dalam Tabel 3 dan Gambar 4 dapat dijadikan sebagai landasan panunjang kewenangan pemerintah daerah untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah melalui Dinas Kehutanan. Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang di Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan suatu pelanggaran terhadap produk hukum yang telah dibuat oleh pemerintah. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa setiap orang wajib mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyarataan izin pemanfaatan ruang dan memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik hukum. Sebagai mana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara No 2 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014-2034 dalam ketentuan Umum Peraturan Zonasi dimana kegiatan yang dibolehkan didalam Kawasan Hutan Lindung yakni mempertahankan kawasan hutan lindung yang sudah ditetapkan bersifat mutlak untuk menegakkan fungsi hidrologis. sehingga tidak boleh dikonversi atau diubah untuk`kepentingan lain. kegiatan yang dibolehkan dengan syarat didalam Kawasan Hutan Lindung yakni bangunan yang terkait langsung dengan pengelolan hutan lindung. dan kegiatan yang tidak diperbolehkan didalam Kawasan Hutan Lindung yakni adanya usaha dan kegiatan bangunan selain usaha untuk meningkatkan fungsi lindung. 2. Tutupan Lahan Menurut Vegetasi Peruntukan Budidaya Berdasarkan Hasil Observasi, diperoleh bahwa pemanfaatan Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Konawe Kepulauan oleh masyarakat setempat seluruhnya tidak memiliki izin resmi yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang. Sehingga pemanfaatan tersebut dikategorikan sebagai perambahan. Sejalan dengan Lillesand dan Kiefer (1999), maka diperolehHasil overlay antara Peta Pola Ruang berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara No 2 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014-2034, Peta Administrasi Kabupaten Konawe Kepulauan, UU RI No 13 Th 2013 Tentang Pembentukan Konawe Kepulauan, Peta Fungsi Kawasan Hutan RTRW 2015 – 2023 dan SK. 465/Menhut-II/2011, Peta Penutupan Lahan Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara lembar 2211 Raha, Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012, lembar 2212 Kendari Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012, lembar 2311 .
Ereke Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012 dan lembar 2312 Ulunambo Tahun 2006, 2009, 2011 dan 2012 di dalam kawasan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan menunjukkan bahwa terdapat konversi tutupan lahan alamiah di wilayah penelitian yakni seluas ± 78 Ha menjadi tutupan lahan dalam bentuk vegetasi budidaya (pertanian/perkebunan). Sebaran luas bentuk tutupan lahan jenis ini terdapat pada dua kecamatan sebagaimana disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 4
Gambar 4. Peta Sebaran Tutupan Lahan vegetasi alamiah dan budidaya Hutan LindungKabupaten Konawe Kepulauan.
Prasarana, (3) Personil, (4) Pendidikan (5) Pekerjaan (6) Jumlah Penghasilan, (7) Letak dan (8) Aksesibilitas. Sebagai hasil analisis Rating Scaleterhadap delapan komponen dimaksud diperoleh bahwa perubahan tutupan lahan hutan lindung di Kabupaten Konawe Kepulauan belum memenuhi perubahan ideal. Hal ini disajikan pada Gambar 5 berikut
Faktor-Faktor Dominan Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan pandangan Soerjani (1987); Kartawinata (1991); suparmoko (1994); Soetrisno (1995);dan Zain (1998), maka dapat dinyatakan bahwa faktor dominan perubahan tutupan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan ditentukan oleh delapan komponen. (1) Kebijakan/Aturan, (2) Sarana dan
FAKTOR DOMINAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN
702 800 600
386
400 200
54
54
54
54
54
108
54
39
108 27
108 108 108 69 56 33 Jumalah Skor
Jumalah Skor
Total
Aksesibilitas
Jarak
Penghasilan
Pekerjaan Masyarakat
Tingkat Pendidikan
Pegawai/Personil Pengelolaan Hutan Lindung
Sarana/Prasarana Pengelolaan Hutan Lindung
Kenijakan/Aturan
0
Skor Ideal
Sumber data : Hasil Olahan Pedoman Wawancara, 2015. Gambar 5. SkoringFaktor Dominan Perubahan Tutupan Lahan. Kenyataan yang ditunjukkan pada Gambar 5 adalah terdapat lima faktor dominan perubahan tutupan lahan yang belum memenuhi skor ideal. Kelima faktor dimaksud adalah Tingkat
pendidikan, pekerjaan masyarakat, penghasilan, jarak, dan aksesibilitas. Lebih baik dari itu, Tiga faktor lain yaitu kebijakan/aturan, sarana/prasarana hutan lindung, dan pegawai/ personil
pengelolaan hutan lindung telah memenuhi skor ideal. Ini berarti bahwa secara umum kerberadaan tutupan lahan hutan lindung di Kabupaten Konawe Kepulauan. Perubahan tersebut lebih kuat diungkapkan melalui komponen kebijakan/aturan, sarana/prasarana dan dan pengawasan/personil pengelolaan hutan lindung. Lebih khusus, dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Kebijakan/Aturan Kawasan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan telah diatur dan di kelola berdasarkan SK. 465/Menhut-II/2011 Tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan ProvinsiSulawesi Tenggara. Dalam SK tersebut ditetapkan sebesar ± 15.481 Ha sebagai zona kawasan hutan lindung Kabupten Konawe Kepulauan. Kenyataannya, keberadaan kawasan hutan tersebut dalam kondisi eksisting saat ini adalah seluas ± 14.629 Ha (Tabel 3). Adanya selisih antara luas keberadaan hutan lindung dalam sebuah ketetapan dengan kenyataan dalam kondisi eksisting, lebih menunjukkan bahwa komponen kebijakan/aturan sangat ideal mengungkapkan adanya perubahan luas hutan lindung di kabupaten ini. 2. Sarana dan Prasarana Kawasan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauantelah memiliki satuan pengelolaan khusus yakni Dinas Kehutanan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Th 2013 Tentang Pembentukan Konawe Kepulauan.
Sebagai daerah yang masih relatif baru, maka perhatian utama dalam pembangunan daerah adalah konektivitas antar wilayah administratif kecamatan. Urgensi pembangunan tersebut mengharuskan pemerintah setempatmelakukan konversi kawasan hutan lindung untuk membangun sarana dan prasarana transportasi. Aspek lain, dalam hal ini adalah pembangunan sarana dan prasarana perlindungan hutan lindang sebagian besar masih dalam tahap perencanaan. Konsekuensinya adalah fungsi control dari dinas kehutanan sebagaimana amanat konstitusi (SK. 465/Menhut-II/2011 dan UU-RI Nomor 41 Tahun 1999) belum dapat menjalankan fungsi pengurusan hutan lindang secara efektif.Fenomena demikian, mampu menempatkan faktor sarana dan prasarana sebagai komponen yang sangat ideal untak menyatakan perubahan luas tutupan halan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan. 3.
4. Personil Berdasarkan UU-RI. No. 13 Th. 2013 Tentang Pembentukan Konawe Kepulauan dan SK. 465/Menhut-II/2011 pula, Kawasan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan telah memiliki satuan personil dalam melakukan upaya perlindungan dan pengelolaan. Semuanya berada dibawah koordinasi Dinas Kehutanan setempat. Dengan adanya personil berkemampuan khusus dalam pengelolaan hutan lindung, maka mereka mampu mejelaskan secara ilmiah tentang aspek-aspek
pengelolaan dan status luas tutupan lahan hutan yang berada dibawah kewenangannya. Hal ini menguatkan kembali dua faktor dominan sebelumnya, sehingga komponen personil dipandang ideal untuk mengungkap perubahan tutupan hutan lindung di Kabupaten Konawe Kepulauan.
aktifitas pekerjaan masyarakat setempat belum cukup ideal untuk membangkitkan perubahan luas tutupan lahan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan. 9.
5.
6. Pendidikan Masyarakat yang melakukan aktifitas bukaan lahan dikawasan hutan lindung sebagian besar (88,89 %) memiliki tingkat pendidikan rendah (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama).Hal ini mengisyaratkan bahwa perambahan hutan yang dilakukan masyarakat setempat masih tergolong konvensional, belum ditunjang oleh pengetahuan memadai untuk dapat mengadopsi teknologi perambahan yang lebih besar. Mereka hanya bertindak sebagai salah satu komponen ekosistem yang berupaya untuk mempertahankan hidup di dalam lingkungan hutan. Karenanya, Faktor dominan ini belum cukup ideal untuk diangkat sebagai komponen perubahan luas tutupan hutan lindung.
10. Jumlah Penghasilan Masyarakat yang melakukan aktifitas bukaan lahan dikawasan hutan lindung sebagian besar (88,89%) memiliki penghasilan yang tergolong sedang (Rp 1001.000 – 2000.000 per bulan). Adanya tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat, mampu mendorong masyarakat setempat untuk melakukan efesiensi alokasi pendapatan, utamanya adalah alokasi pendapatan bagi penggunaan bakan bakar minyak.Hal ini dilakukan oleh mereka dengan memanfaatkan hutan lindung sebagai sumber penyedia energy bahan bakar (kayu bakar). Adanya penghasilan yang relatif rendah tersebut, mampumendorong komponen jumlah pendapatan kadalam kategori hamper mencapai ideal untuk menyatakan adanya perubahan luas tutupan lahan hutan lindung di Kabupaten Konawe Kepulauan.
7.
8. Pekerjaan Masyarakat yang melakukan aktifitas bukaan lahan dikawasan hutan lindung seluruhnya (100 %) bekerja sebagai petani. Sebagai masyarakat agraris, mereka melakukan akifitas pekerjaan dengan system pertanian berpindah dan kembali pada lahan awal setelah beberapa periode tertentu. Bila dikaitkan dengan kemampuan lahan hutan untuk pulih kembali, maka
11.
12. Jarak Masyarakat yang melakukan aktifitas bukaan lahan dikawasan hutan lindung sebagian besar (96,30%) bermukin di daerah yang relatif jauh (9 – 10 km) dari kawasan hutan lindung.Hal ini menginformasikan bahwa peluang terjadi domestikasi jenis vegetasi baru yang dapat muncul sebagai limbah konsumsi rumah tangga relatif sedikit. Demikian pula
dengan peluang tutupan limbah sampah unorganikyang dapat menurunkan nilai luas tutupan hutan lindung semakin sedikit. Fakta tersebut menempatkan faktor jarak menjadi tidak ideal untuk menjunkaan perubahan luas tutupan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan.
perubahan lindung.
lahan
hutan
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 – 2015 Berdasarkan hasil identifikasi tutupan lahan di Kawasan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan dalam rentang waktu 2006 – 2015 dan hasil tumpang susun peta, maka diperoleh dua jenis perubahan luas tutupan lahan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepualauan. Kedua jenis perubahan itu adalah perubahan positif sebesar 2.918 Ha atau 19,95 %dan perubahan negative sebesar 2.918 Ha atau – 19,95%. Perubahan positif terjadi pada hutan lahan kering sekunder dan pertanian/perkebunan, sedangkan perubahan negative terjadi pada hutan lahan kering primer dan semak/belukar.Lebih jelas fenomena ini disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 6
13. Aksesibilitas Masyarakat yang melakukan aktifitas bukaan lahan dikawasan hutan lindung sebagian besar (88,89%) tidak memiliki status hukum untuk mengakses kawasan hutan lindung bagi kegiatan ekonomi produktif. Akibatnya, perambahan hutan hanya terjadi dalam kondisi temporal yang memanfaatkan kelengahan control dari pengelola hutan lindung. Akhirnya, Faktor ini pula menjadi belum ideal uantuk mengungkap Tabel. 4.
tutupan
Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 – 2015 Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Konawe Kepulauan. Tahun 2006
Tutupan Lahan
Persentase (%)
12.634
86
1.390
10
578 27
4 0.18
Perubahan Tahun 2006 – 2015 Luas Persentase (Ha) (%)
Rata - Rata Perubahan 2006 – 2015 Luas Persentase (Ha) (%)
Luas (Ha) 10.20 0
Persentase (%) 70
- 2.433
4.256
29
2.866
20
955
7
94 78 14.62 Jumlah 14.629 100 9 Tanda (+) mengindikasikan adanya penambahan jumlah dan Tanda (-) mengindikasikan adanya pengurangan jumlah
1 1
- 485 52
-3 0.35
- 162 17
-1 0.12
100
0
0
0
0
Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Semak/Belukar Pertanian/Perkebunan
Luas (Ha)
Tahun 2015
- 17
- 811
-6
Sumber : Hasil Olahan Tahun 2016. Rata-rata perubahan tahunan luas tutupan pertanian/perkebunanselama kuruan waktu 2006 – 2015 adalah bertambah sebesar 17 Ha atau 0,12 %, sedangkan
hutan lahan kering primer berkurang sebesar 811 Ha atau 6 %.Selanjutnyahutan lahan kering sekunder bertambah sebesar 955 Ha
atau 7 %, sadangkan semak belukar
Gambar 6.
Peta Perubahan luas Tutupan Lahan hutan lindung Kabupaten Konawe Kepulauan dalam kuruan waktu 2006 s/d 2015..
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
berkurang sebesar 162 Ha atau – 1 %
Berdasarkanhasil perubahan tutupan lahan diKawasan Hutan Lindung Dataran Rendah Kabupaten
Konawe Kepulauan dapatdisimpulkansebagaiberikut : 1. Bentuk tutupan lahan dikawasan hutan lindung dataran rendah kabupaten konawe Kepulauan pada tahun 2006 s/d 2015 terdiri atas empat jenis tutupan yakni (a) Hutan lahan kering primer terdapat sekitar 10.200 Ha; (b) Hutan lahan kering sekunder (4.256 Ha); (c) Semak/belukar (94 Ha); dan (d) Pertanian/Perkebunan (78 Ha). 2. Besar perubahan luas tutupan lahan pada hutan lindung dataran rendah Kabupaten Konawe Kepulauan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2015 adalah: (a) Hutan lahan kering primer menurun sekitar 2,433 Ha (17%); (b) Hutan lahan kering sekunder meningkat sebesar 2.866 Ha (20%); (c) Semak belukar mengalami menurun sebesar 485 Ha (3 %); (d) Pertanian/Perkebunan meningkat sebesar 52 Ha (0,35 %). Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka diperoleh beberapa saran sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan upaya pembatasan kegiatan alih fungsi lahan hutan lindung menjadi lahan perkebunan/pertanian khususnya pada Kecamatan Wawonii Selatan dan Tenggara. 2. Perlu dilakukan penguatan status hutan lindung berdasarkan perudangan-undangan yang berlaku. 3. Perlu dilakukan peningkatan luas lahan hutan lahan kering primer melalui rehabilitasi prasarana, bangunan dan fisik lingkungan serta biaya social (social cost) untuk mengatasi/mengganti berbagai akibat dari kerusakan lingkunganpada hutan lahan kering sekunder dan semak belukar. 4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengembangan zonasi hutan lindung hingga mampu memenuhi wilayah pesisir Kabupaten Konawe Kepulauan yang belum terkaver dalam kajian ini
DAFTAR PUSTAKA Djakapermana, D. R. 2010. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman. Bogor : IPB Press. Kartawinata. 1991. Krisis Biologi, Hilangnya Keanekaragaman Biologi, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Lillesand, M.T. and Kiefer, R.W. 1999. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Purwadhi dan Sanjoto, 2008 : Bentuk Penggunaanlahan (Land Use) di Indonesia. http://fafageo.blogspot.com/201 1/10/bentuk-penggunaan-lahanland-use.html. (Diaksestanggal 26 Januari 2013).
Soerjani. M., Rofiq Ahmad, Rozy Munir 1987. Lingkungan, Sumberdaya Alam dan kependudukan Dalam Pembangunan. Jakarta :Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta : Penerbit Karnisius. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi, Dilengkapi Dengan Metode R & D. Bandung : CV. Alfabeta. Suparmoko.1994. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit BPFE-Yogyakarta. Zain. A. S. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Sertifikasi Hutan Rakyat. Jakarta : Rineka Cipta.