KAJIAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN ARAHAN PENGELOLAAN RUANG DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) WADUK BATUTEGI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG
ASNURI HADI BROTO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Perubahan Penutupan Lahan dan Arahan Pengelolaan Ruang Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Maret 2009
ASNURI HADI BROTO NIM. A156070214
ABSTRACT
ASNURI HADI BROTO. Study on Landcover Change and Land Management Guidelines of Batutegi Watershed, Tanggamus Regency Lampung Province. Under direction of DWI PUTRO TEJO BASKORO and BOEDI TJAHJONO The land cover upon Batutegi Dam Watershed has changed drastically during 1992-2007, at which mostly forest area were converted onto agriculture land or others. This condition and lack of effort on reboisation or better management program has brought about decreasing water recharge to the dam that will in turn, provokes the function of dam as resources of drinking water, irrigation, and electricity plant. In relation to this condition, a research was conducted with the objectives: to study land cover change during 1992-2007 and its impact upon Batutegi Dam Watershed, to analyze the population pressure in relation to land cover change, to design block management planning for land use on Batutegi Dam Watershed, and to recommend the development and management of Batutegi Dam Watershed. To meet the objectives, Landsat (1992, 200) and Aster (2007) satellites imagery was analyzed for land cover classification, population pressure was analyzed using the method propose by Soemarwoto (1985) and Indonesian Ministry of Forestry methods in relation to land cover/land use change, management blocks were determined by application of management planning after Indonesian Ministry of Agriculture and Land Capability Assessment methods in combination with Keppres Nomor : 32 Tahun 1990, Permenhut Nomor : P.3/MenHutII/2008, and remaining forest area on research area, and (4) recommendation of watershed management was determined by application of SWOT and QSPM. The result of the research indicated that during the period of 1992-2007 the forest area decrease 60.9% which is in accordance with the high population pressure of the surrounding area. Based on the criterion of Indonesian Ministry of Agriculture, the study area can be divided in to three block of management, namely (1) Forest Conservation Block (13.720,94.ha or 32.36 %), (2) Limited Forest Utilization Block (8.542.83 ha or 20.15%), and Social Forestry Block (18.041.32 ha or 42,55%), whereas according to Land Capability Assessment, the result were (1) Forest Conservation Block (15.073,13 ha or 35,55%), (2) Limited Forest Utilization Block (4.937,86 ha or 11,65 %), and Social Forestry Block (20.293,55 ha or 4,49%). The proposed block composition based on the criterion of Indonesian Ministry of Agriculture would result in predicted minimum discharge of 5,284 M3/ S and total erosion of 477.116,92 ton/year, whereas from the second proposed block composition the predicted minimum discharge was 4,305 M3/S and total erosion was 538.406,68 ton/year. The results of SWOT analysis shows that to establish policy of watershed management, improvement of knowledge, skill and society participation were necessary, with using stakeholder support to optimize the function of the dam and to overcame reduction and sedimentation of dam. Key words
: Batutegi Dam, Land cover/land use, management of Batutegi Dam Watershed, SWOT, Land Capability, Landsat, Aster, Regional Planning
RINGKASAN
ASNURI HADI BROTO. Kajian Perubahan Penutupan Lahan dan Arahan Pengelolaan Ruang Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batutegi Kabupaten, Tanggamus, Provinsi Lampung. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan BOEDI TJAHJONO
Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batutegi telah mengalami perubahan penutupan lahan dari hutan menjadi tanaman budidaya dan penutupan lain. Kondisi DTA yang rusak dan belum adanya perbaikan dan pengelolaan yang baik menyebabkan fungsi DTA waduk belum optimal untuk mendukung fungsi waduk sebagai pembangkit tenaga listrik, pemasok air irigasi, dan air minum. Hal ini disebabkan oleh debit air yang masuk ke waduk tidak seimbang dengan kebutuhan yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengkaji perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi Periode 1992-2007, (2) menganalisis tekanan penduduk terhadap perubahan penutupan lahan, (3) melakukan penataan ruang dalam bentuk blok pengelolaan di kawasan DTA Waduk Batutegi, (4) dan merumuskan arah pengelolaan ruang dan pengembangan DTA Waduk Batutegi. Untuk mencapai tujuan tersebut metode yang dipakai dalam penelitian ini meliputi (1) analisis citra Landsat dan Aster untuk evaluasi penggunaan lahan periode 1992-2007, (2) analisis tekanan penduduk dari Soemarwoto (1985) dan Kepmenhut Nomor.52/Kpts-II/2001, (3) menerapkan konsep penataan DTA Waduk Batutegi dengan menggunakan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980) dan Kelas Kemampuan Lahan yang keduanya dikombinasi dengan Kepres Nomor : 32 Tahun 1990, Permenhut Nomor : P.3/MenHut-II/2008, dan kondisi penutupan hutan di DTA tahun 2007, (4) Analisis SWOT yang dilanjutkan dengan analisis QSPM untuk menentukan prioritas arahan pengelolaan ruang pengembangan dan pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perubahan penggunaan lahan DTA Waduk Batutegi, umumnya bersifat searah (irreversible) yaitu dari hutan menjadi tanaman budidaya, semak belukar, permukiman dan tubuh air. Perubahan yang sifatnya bolak-balik (reversible) terjadi pada tanaman budidaya dan semak belukar. Luas tutupan hutan di DTA Waduk Batutegi terhitung menurun sebesar 16.954,03 ha atau 60,9% selama periode 1992-2007 dan hal ini sejalan dengan tekanan penduduk yang tinggi dengan ITP > 2 (43,63%) terutama areal sekitar DTA Waduk Batutegi disamping itu aksesbilitas jalan relatif mudah dan daerah ini memiliki topografi landai sampai dengan bergelombang (kelas lereng 3-8% sampai dengan 8-15%). Berdasarkan perhitungan kondisi fisik lingkungan dengan menggunakan kriteria Kepmentan nomor : 837/Kpts/Um/11/1980, diperoleh hasil bahwa luas Blok Perlindungan mempunyai luas 13.720,94 ha (32.36 %), Blok Pemanfaatan Terbatas seluas 8.542.83 ha (20.15 %), dan Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan) seluas 18.041.32 ha (42.55 %). Adapun menurut perhitungan
Kelas Kemampuan Lahan, diperoleh hasil bahwa Blok Perlindungan seluas 15.073,13 ha (35,55 %), Blok Pemanfaatan Terbatas seluas 4.937,86 ha (11,65 %), dan Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan) seluas 20.293,55 ha (4,94 %). Berdasarkan komposisi blok metode Kepmentan yang pertama debit minimum yang masuk ke dalam waduk diprediksi sebesar 5,284 m3/det dan total erosi sebesar 477.116,92 ton/th, sedangkan dari komposisi blok yang kedua diperoleh hasil debit minimum sebesar 4,305 M3/det dan total erosi sebesar 538.406,68 ton/ha/th. Pengelolaan DTA Waduk Batutegi dengan membagi ke dalam blok pengelolaan berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980 memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan Kelas Kemampuan Lahan baik dari peningkatan debit minimum maupun penekanan terhadap besarnya tingkat erosi. Hasil analisis SWOT untuk menentukan arahan pengelolaan DTA menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan, ketrampilan, dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan dengan memanfaatkan dukungan parapihak (stakeholder) untuk mengoptimalkan fungsi waduk dan mengatasi ancaman penyusutan dan pendangkalan waduk. Key words : Waduk Batutegi, Perubahan Penutupan Lahan, Pengelolaan DTA, SWOT, SK Menteri Pertanian, Kemampuan Lahan, Landsat, Aster, Penataan Ruang
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
Judul Tesis
Nama NIM
: Kajian Perubahan Penutupan Lahan dan Arahan Pengelolaan Ruang Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung : ASNURI HADI BROTO : A156070214
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Boedi Tjahjono, DEA Anggota
Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 26 Februari 2009
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Khursatul Munibah, M.Sc
Kupersembahkan karya ini kepada Ayahanda (Alm) Amat Muslim dan Ibunda Hj. Tumiyem Ayahanda Hi. Suwitorejo dan Ibunda Hj. Sumirah Istrikoe tercinta Eny Puspasari, S.Hut dan kedua anakkoe yang tersayang Hanifa Rahma Hadi dan Aliya Ayesha Rahma Hadi serta Saudara-saudarakoe yang telah mendukung selama ini
PRAKATA
Alhamdulillah atas pertolongan, petunjuk dan ijin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kajian Perubahan Penutupan Lahan dan Arahan Pengelolaan Ruang Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batutegi, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung” dengan lancar. Tesis ini ditulis berdasarkan hasil penelitian penulis dan terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc dan Dr. Boedi Tjahjono sebagai Komisi Pembimbing yang telah mencurahkan segenap waktu, pemikiran serta dengan sabar memberi pengarahan mulai dari persiapan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. 2. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah memberi koreksi dan masukan bagi perbaikan penulisan tesis ini. 3. Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan kerjasamanya. 4. Pemerintah Provinsi Lampung yang telah memberikan izin untuk mengikuti program tugas belajar ini. 5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas yang telah mengalokasikan anggaran beasiswa tugas belajar 13 bulan. 6. Seluruh pimpinan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Seputih-Sekampung, Badan Pengelolaan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Lampung, Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung dalam hal ini bagian operasional Waduk Batutegi atas bantuan informasi dan data yang diberikan kepada penulis untuk kelancaran dalam penyelesaian tesis ini. 7. Segenap Dosen pengajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bimbingan dan dukungan semangatnya. 8. Istrikoe (Eny Puspasari, S.Hut) atas doa, dukungan semangat dan pengorbanan waktu serta tempat segala curhat penulis. Putrikoe tersayang (Hanifa Rahma Hadi dan Aliya Ayesha Rahma Hadi) dengan doa-doa kecilnya telah memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan studi ini. 9. Ibunda Hj. Tumiyem serta Ayah mertua (Hi. Suwito Rejo) dan Ibu mertua (Hj. Sumirah) yang selalu mendukung dan mendoakan penulis di setiap saat demi kelancaran studi penulis. 10. Anak-anak Laboratorium Kartografi dan Penginderaan Jauh, Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor terutama Renny dan Ana yang telah menjadi mitra diskusi membantu kelancaran teknis penulis. 11. Rekan-rekan sesama kelas khusus Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Angkatan 2007 atas bantuan dan saran-sarannya serta kebersamaan selama proses belajar hingga selesai. Khususnya “Kelompok senasib yang kejar tayang” telah saling memberikan dorongan semangat, kekompakkan dan kebersamaan yang tidak terlupakan.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya. Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis sehingga dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis hargai, dan semoga tulisan ini nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Bogor, Maret 2009
ASNURI HADI BROTO
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 06 Juni 1973 di Curup Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara dari (Alm) Bapak Amat Muslim dan Ibu Hj. Tumiyem. Pada tahun 1993 penulis mulai menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sriwijaya dan lulus pada tahun 1998. Tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas bantuan pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, Pelatihan Perencanaan (Pusbindiklatren) Bappenas dan atas tugas belajar dari Pemerintah Provinsi Lampung. Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Lampung Barat dan sejak akhir tahun 2006 hingga sekarang, penulis bertugas di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Lampung. Penulis menikah dengan Eny Puspasari, S.Hut dan telah dikaruniai dua putri cantik Hanifa Rahma Hadi dan Aliya Ayesha Rahma Hadi.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ………………………………..….………………..
iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………............
vi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..
vii
PENDAHULUAN …………………………………………………….
1
Latar Belakang ……………………………..........................................
1
Perumusan Masalah …………….………………..................................
2
Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………............
5
Daerah Aliran Sungai……………………….…………………............
5
Lahan dan Penggunaan Lahan........... ……………................................
7
Perubahan Penggunaan Lahan...............................................................
8
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit dan Erosi.....
9
Faktor-faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan...........................
10
Tekanan Penduduk........................................................................
11
Peranan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Mengidentifikasi Perubahan Penggunaan Lahan...................................
12
Penataan Kawasan..................................................................................
13
METODE PENELITIAN ........................................... ..........................
15
Kerangka Pemikiran ............ ……………………….............................
15
Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………….............................
17
Bahan dan Alat……………....…………...............................................
17
Tahapan Penelitian.................................................................................
17
Pengumpulan Data.................................................................................
17
Pengolahan Data.....................................................................................
20
Pengolahan Citra Penginderaan Jauh.....................................................
20
Analisis Data..........................................................................................
21
Analisis Perubahan Penutupan Lahan....................................................
21
i
Halaman
Analisis Tekanan Penduduk Terhadap Perubahan Penutupan Lahan......................................................................................................
22
Penyusunan Blok Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi...............
23
Berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980.......................
23
Blok Perlindungan.............................................................................
24
Blok Pemanfaatan.............................................................................
25
Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan.................................................
26
Blok Perlindungan.............................................................................
27
Blok Pemanfaatan.............................................................................
27
Evaluasi Penataan Ruang DTA Waduk Batutegi...................................
27
Analisis Korelasi Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Debit Minimum................................................................................................
27
Analisis Regresi.....................................................................................
28
Prediksi Erosi.........................................................................................
29
Arahan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi..................................................................................................
30
Analisis Swot..........................................................................................
30
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN.....................................
35
Letak Geografis......................................................................................
35
Topografi................................................................................................
35
Iklim.......................................................................................................
35
Geologi...................................................................................................
35
Geomorfologi ........................................................................................
36
Tanah......................................................................................................
36
Hidrologi................................................................................................
37
Penutupan Lahan....................................................................................
39
Sosial Ekonomi......................................................................................
39
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….
41
Penutupan Lahan....................................................................................
41
Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi..............................
45
ii
Halaman Analisis Tekanan Penduduk dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Penutupan Lahan.................................................................................... Penataan DTA Waduk Batutegi.............................................................
52
Berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980....................... Blok Perlindungan............................................................................ Blok Pemanfaatan Terbatas............................................................... Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan).................... Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan................................................. Blok Perlindungan............................................................................. Blok Pemanfaatan Terbatas............................................................... Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan).................... Evaluasi Penataan DTA Waduk Batutegi.............................................. Hubungan Antara Curah Hujan Dengan Perubahan Debit Sungai..................................................................................................... Hubungan Antara Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Debit Minimum Sungai.................................................................................... Prediksi Erosi......................................................................................... Strategi Arahan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi.................. Analisis Data Input dan Analisis Lingkungan Strategis.. ...................... Kekuatan................................................................................................. Kelemahan.............................................................................................. Peluang................................................................................................... Ancaman................................................................................................. Analisis Faktor Internal.......................................................................... Analisis Faktor Eksternal....................................................................... Pencocokan............................................................................................. Pengambilan Keputusan.........................................................................
59 61 64 64 67 68 68 69 72 72
75 82 82 82 83 83 83 84 85 87 90
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. Kesimpulan …………………………………………………………… Saran …………………………………………………………………..
95 95 96
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... LAMPIRAN …………………………………………………………..
97 101
iii
59
73
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian.....................................
18
Tabel 2 Nilai Skor Berdasarkan Klasifikasi Kelas Lereng............
23
Tabel 3 Nilai Skor Berdasarkan Klasifikasi Jenis Tanah Berdasarkan Kepekaan Terhadap Erosi............................ Tabel 4 Nilai Skor Bberdasarkan Klasifikasi Intensitas Hujan Harian................................................................................
23
Tabel 5 Skema Hubungan Antara Kelas Kemampuan Lahan Dengan Intensitas Penggunaan Lahan..............................
26
Tabel 6 Kerangka Analisis SWOT.................................................
31
Tabel 7 Matrik TOWS (SWOT)
............................................ ...
33
Luas Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992, 2000 dan Tahun 2007..............................................
41
Tabel 9 Perubahan Luas Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Periode Tahun 1992-2000, 2000-2007 dan 1992-2007………………………………………….........
45
Tabel 10 Pola Perubahan Tipe Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Periode Tahun 1992-2000, 2000-2007 dan 1992-2007.........................................................................
50
Tabel 11 Luas Penggunaan Lahan dan Rata-rata Perubahan Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Tahun 19922007...................................................................................
51
Tabel 12 Tekanan Penduduk Tahun 2006 di Sekitar DTA Waduk Batutegi.............................................................................
53
Tabel 13 Luas DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Jumlah skor identifikasi Blok Pengelolaan...........................................
60
Tabel 14 Luas Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi menurut Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980.......................
65
Tabel 15 Luas DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan.................................................
67
Tabel 16 Luas Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi menurut Kelas Kemampuan Lahan...................................
69
Tabel 17 Penutupan Lahan dan Debit pada DTA Waduk Batutegi Tahun 1992, 2000, dan 2007..............................
73
Tabel 8
iv
24
Halaman Tabel 18 Erosi DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Tutupan Lahan Tahun 2007....................................................................... Tabel 19 Nilai C Menurut Simulasi Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi.......................................................
76
Tabel 20 Tingkat Erosi DTA berdasarkan Penggunaan Lahan 2007 dan Simulasi Pengelolaan berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/kpts/Um/11/1980 dan Kelas Kemampuan Lahan.................................................................................
77
Tabel 21Faktor Internal dalam Arahan pengembangan dan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi.......................
84
Tabel 22 Faktor Eksternal dalam Arahan Pengembangan dan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi......................
85
Tabel 23 Matrik SWOT Arahan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi......................
89
Tabel 24 Quantitatif Strategic Planning Matrik (QSPM) Strategi Pengembangan dan Pengelolaan RuangDTA Waduk Batutegi..........................................................................
90
Tabel 25 Urutan Alternatif Strategi yang dapat dilaksanakan Sesuai Hasil Analisis QSPM..........................................
93
v
77
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
Diagram Alir Kerangka Pemikiran...................................
16
Gambar 2
Diagram Alir Tahap Penelitian ........................................
19
Gambar 3
Diagram Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan..............
22
Gambar 4
Peta Pola Drainase dan Kelas Lereng DTA Waduk Batutegi............................................................................
38
Gambar 5
Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992..
42
Gambar 6
Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2000..
43
Gambar 7
Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2007..
44
Gambar 8
Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992-2000..............................................................
47
Gambar 9
Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2000-2007..............................................................
48
Gambar 10
Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992-2007..............................................................
49
Gambar 11
Peta Sebaran Indek Tekanan Penduduk Sekitar DTA Waduk Batutegi.................................................................
56
Gambar 12
Peta Sebaran Skor Identifikasi Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi.................................................................
62
Gambar 13
Peta Buffer Sungai, Buffer Waduk, dan Tutupan Hutan DTA Waduk Batutegi Tahun 2007……………………...
63
Gambar 14
Peta Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980..
66
Gambar 15
Peta Kelas Kemampuan Lahan DTA Waduk Batutegi.....
70
Gambar 16
Peta Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan............................
71
Gambar 17
Kurva Curah Hujan dan Debit Rata-Rata Bulanan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992-2007………………….......
72
Gambar 18
Peta Sebaran Erosi DTA Waduk Batutegi Tahun 2007....
79
Gambar 19
Peta Sebaran Erosi DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kepmentan Nomor : 837/Kpts/Um/II/1980……………..
80
Gambar 20
Peta Sebaran Erosi DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan……………………………….
81
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Kuisioner Analisis SWOT.............................................
101
Lampiran 2
Pola dan Luas Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Periode 1992-2000, 2000-2007, dan 1992-2007......................................................................
110
Lampiran 3
Matrik Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Periode 1992-2000...........................................
112
Lampiran 4
Matrik Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Periode 2000-2007...........................................
113
Lampiran 5
Matrik Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Periode 1992-2007...........................................
114
Lampiran 6
Analisis Regresi Debit Minimum Versus Penggunaan Lahan..............................................................................
115
Lampiran 7 Analisis Korelasi Antar Komponen DTA Waduk Batutegi..........................................................................
117
Lampiran 8
Data Debit DTA Waduk Batutegi Pos Duga Sta. Way Kunyir dan Tahun 1992-2007…………………………
119
Lampiran 9
Data Curah Hujan DTA Waduk Batutegi Sta. Way Kunyir Tahun 1992-2007……………………………..
120
Lampiran 10 Hari Hujan Pada DTA Waduk Batutegi Sta. Way Kunyir Tahun 1992-2007...............................................
121
Lampiran 11 Curah Hujan Maximum Pada DTA Waduk Batutegi Sta. Way Kunyir Tahun 1992-2007…………………...
122
Lampiran 12 Data Debit Harian DTA Waduk Batutegi Sta Way Kunyir Tahun 1992, 2000 dan 2007 Lampiran 13 Tekanan Penduduk Sekitar DTA Waduk Batutegi........
123
Lampiran 14 Kepadatan Agraris Desa-Desa di Sekitar DTA Waduk Batutegi..........................................................................
128
Lampiran 15 Kepadatan Geografis Desa-Desa di Sekitar DTA Waduk Batutegi………………………………………..
130
Lampiran 16 Padanan Jenis Tanah pada DTA Waduk Batutegi…….
132
Lampiran 17 Sifat Fisik dan Kimia Tanah DTA Waduk Batutegi......
133
Lampiran 18 Peta Satuan Lahan DTA Waduk Batutegi.....................
134
Lampiran 19 Kriteria Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan..............
135
Lampiran 20 Kelas Kemampuan Lahan DTA Waduk Batutegi.........
138
Lampiran 21 Faktor-Faktor Erosi……………………………………
141
vii
126
PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kondisi hidrologi DAS. Oleh karena itu setiap perubahan penggunanan lahan akan selalu diikuti oleh perubahan kondisi hidrologi DAS. Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dan penggunaan lainnya dalam suatu DAS akan berpengaruh negatif terhadap fungsi hidrologi DAS yang ditunjukkan oleh meningkatnya debit maksimum, menurunnya debit minimum, dan meningkatnya erosi dan sedimentasi. Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) pada dasarnya merupakan pengaturan komposisi penggunaan lahan pada suatu DAS agar sumberdaya DAS dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan DAS serta identifikasi keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pengelolaan DAS yang baik dapat dilakukan dengan melakukan perencanaan yang rasional dan optimal yang didasarkan pada kemampuan/kondisi biofisik DAS dengan mempertimbangkan keseimbangan lingkungan. DAS Sekampung Hulu yang merupakan daerah tangkapan air (DTA) Waduk Batutegi (42.400 hektar) akhir-akhir ini telah mengalami alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian yang saat luas. Tingkat kerusakan saat ini sudah parah dimana luas hutan yang tersisa menjadi kurang dari 30 % (BPDAS SeputihSekampung 2007). Akibat konversi hutan menjadi lahan pertanian dimana usahatani yang dilakukan tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan serta agroteknologi, konservasi tanah dan air, maka hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan di DTA Waduk Batutegi (Banuwa 2008). Sesuai dengan tujuannya, Waduk Batutegi berfungsi sebagai penampung air untuk keperluan irigasi, PLTA, PDAM dan sarana pariwisata, namun pada saat ini debit waduk terus mengalami penurunan akibat berkurangnya daerah resapan air yang mengakibatkan fungsi waduk tidak optimal. Oleh karena itu penjagaan kondisi tata air merupakan hal yang penting di wilayah tersebut (Lampung Post 2008).
2
Erosi yang terjadi di daerah DTA Waduk Batutegi rata-rata sebesar 67,5 ton/ha/th (Nippon Koei Co.Ltd 2003), dan erosi ini telah melebihi dari ambang batas erosi yang ditoleransi yaitu sebesar 38.7 ton/ha/th (Banuwa, 2008) sedangkan tingkat sedimentasi waduk mencapai 5.696,73 ton/km2/tahun dari batas toleransi sebesar 4.000 ton/km2/tahun (Dishut Prov Lampung 2006). Mengingat besarnya proses degradasi lingkungan yang tejadi di DTA Waduk Batutegi seperti tersebut di atas dan pentingnya keberadaan sumber air (water resource) bagi kelangsungan fungsi Waduk Batutegi, maka diperlukan adanya upaya yang mengarah kepada perbaikan ekosistem DAS Sekampung Hulu yang mengalir ke arah Waduk Batutegi. Upaya perbaikan ekosistem harus dapat mengakomodasikan semua kepentingan baik di bagian hulu maupun di bagian hilir yang mencakup aspek fisik, sosial dan ekonomi sehingga Waduk Batutegi dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan pembangunannya. Perumusan Masalah Pasal 18 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengamanatkan untuk tetap mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi yaitu seluas minimal 30% dengan sebaran yang proporsional. DAS Sekampung Hulu sebagai DTA Waduk Batutegi merupakan kawasan yang sangat penting bagi keberlanjutan fungsi waduk atau bagi daerah hilir, karena waduk tersebut selain berfungsi sebagai sumber air irigasi juga berfungsi sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan juga sebagai pembangkit listrik. Berdasarkan kondisi DTA Waduk Batutegi saat ini seperti tersebut di atas, fungsi daerah tangkapan air masih jauh dari optimal untuk keberlangsungan Waduk Batutegi. Hal ini disebabkan oleh : 1. Kondisi fisik kawasan hutan sebagian besar telah mengalami kerusakan. Hasilnya menyebabkan sekitar 30% masih dalam kondisi berhutan, sedangkan selebihnya 70 % berubah menjadi lahan pertanian, semak belukar, pemukiman dan genangan waduk. 2. Belum adanya pembagian blok pengelolaan yang jelas di lapangan antara blok perlindungan dengan blok pemanfaatan.
3
3. Adanya permukiman dan klaim masyarakat terhadap kawasan serta budidaya dalam kawasan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Untuk itu penataan dan pengelolaan melalui suatu perencanaan yang baik sangat dibutuhkan dan harus segera dilakukan agar DTA Waduk Batutegi dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan tersebut, DTA harus ditata ke dalam blok-blok pengelolaan, yaitu blok perlindungan dan blok pemanfaatan. Selanjutnya langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan agar pengelolaan DTA Waduk Batutegi dapat berjalan dengan baik. Tujuan akhir dan yang paling utama dari pengelolaan DTA adalah terjaminnya kelestarian dan fungsi hidrologis bagi pemenuhan kebutuhan air Waduk Batutegi. Dari beberapa uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu sebagai berikut: 1. Perubahan penutupan lahan yang begitu cepat pada DTA Waduk Batutegi dari kawasan hutan menjadi lahan pertanian dan penggunaan lain dapat mempengaruhi ekologi lingkungan di DTA. 2. Salah satu penyebab kerusakan hutan adalah masyarakat di sekitar DTA. Untuk itu perlu diketahui seberapa besar indikasi tekanan penduduk di dalam dan di sekitar DTA Waduk Batutegi. 3. Debit air yang semakin turun dan erosi yang semakin meningkat. Hal ini dimungkinkan akibat adanya perubahan penutupan lahan yang berdampak pada tidak optimalnya fungsi Waduk Batutegi. 4. Perlu menata DTA Waduk Batutegi ke dalam blok-blok pengelolaan yang efektif sesuai dengan fungsinya, agar dapat memperbaiki ekologi lingkungan di DTA. 5. Perlu arahan pengelolaan kawasan DTA Waduk Batutegi agar fungsi hidrologi DTA tetap terjamin?
4
Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode 19922007. 2. Menganalisis besarnya tekanan penduduk di dalam dan di sekitar DTA Waduk Batutegi dikaitkan dengan perubahan penutupan lahan. 3. Menyusun penataan ruang kawasan DTA Waduk Batutegi ke dalam blok-blok pengelolaan 4. Merumuskan arahan strategi pengembangan dan pengelolaan ruang DTA Waduk Batutegi. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan kepada masyarakat, pemerintah, serta parapihak (stakeholder) lainnya dalam melakukan pengelolaan DTA Waduk Batutegi.
TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau waduk atau lautan, (Seyhan 1999). Pemisah topografi ialah punggung bukit dan juga batuan-batuan yang terdapat di bawah tanah. Sebuah DAS merupakan kumpulan dari beberapa sub DAS. Dengan demikian, sebuah unit DAS merupakan suatu sistem, dimana siklus air dan siklus zat hara berinteraksi. Dalam sistem ini, curah hujan sebagai input dan debit air sebagai output dengan semua sedimen yang dikandungnya (Manan 1998). Karakteristik DAS secara fisik dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu : (1) lahan (ground factors), meliputi topografi, tanah, geologi dan geomorfologi, serta (2) Vegetasi dan penggunaan lahan. Karakteristik yang pertama meliputi ukuran DAS, bentuk DAS, orientasi, topografi, geologi, dan penggunaan lahan, ssedangkan yang kedua erat kaitannya dengan fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Menurut (Ilyas 1985) pengelolaan DAS merupakan suatu pengelolaan tanah dan air yang dilakukan secara rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimum dan lestari dengan bahaya kerusakan sekecil-kecilnya. Pengaruh pengelolaan ini akan tercermin pada ancaman banjir, keadaan aliran sungai pada musim kemarau dan kandungan sedimen sungai. Pada dasarnya prinsip-prinsip pengelolaan DAS yang rasional mencakup (Asdak 1995): 1.
Mengenali tuntutan mendasar untuk tercapainya usaha penyelamatan lingkungan dan sumberdaya alam
2.
Mempertimbangkan kebijaksanaan yang akan dibuat
3.
Rekonsiliasi konflik kepentingan yang bersumber dari batas-batas alami, politik, atau batas administratif.
6
4.
Menciptakan investasi (sektor swasta), peraturan-peraturan insentif dan perpajakan yang mengkaitkan adanya interaksi antara aktivitas tataguna lahan di daerah hulu dan kemungkinan dampak yang ditimbulkannya di daerah hilir. Sementara menurut (Dephut 2001), pengelolaan DAS yang didefinisikan
sebagai upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dan manusia dalam DAS dengan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan Kriteria umum yang digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan penggelolaan DAS adalah dapat dicapainya pembangunan ekonomi dengan mempertahankan kepentingan sosial kemasyarakatan serta fungsi lingkungan hidup tetap dapat dipertahankan. Pengelolaan DAS merupakan suatu usaha untuk menggunakan semua sumberdaya (tanah, vegetasi, air dan sebagainya) pada DAS tersebut secara rasional untuk mendapatkan penggunaan lahan yang berkelanjutan untuk mencapai produksi maksimum atau optimum dalam waktu yang tidak terbatas (sustainable) dan untuk menekan bahaya kerusakan seminimum mungkin sehingga didapatkan hasil air (water yield) dalam jumlah, kualitas dan distribusi yang baik. Penggelolaan DAS yang dimaksud adalah bagaimana mendapatkan pendapatan yang tinggi, produksi tinggi, distibusi hasil produksi, kualitas dan kualitas air yang baik serta berkelanjutan, sehingga perlu perencanaan yang spesifik dan komprehensif berdasarkan kemampuan sumberdaya lahan (Sinukaban 1995). Penggelolaan DAS mengatur keseimbangan hubungan antara subsistem sosial ekonomi dan subsistem biofisik. Subsistem biofisik merupakan dasar yang akan menentukan bentuk dan struktur dari subsistem sosial ekonomi (Arsyad 2006). Secara garis besar ada tiga sasaran umum yang ingin dicapai dalam pengelolaan DAS. Pertama, rehabilitasi lahan terlantar atau lahan masih produktif tetapi digarap dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air. Sasaran kedua adalah perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadi erosi dan atau tanah longsor atau lahan-lahan yang diperkirakan memerlukan tindakan rehabilitasi dikemudian hari. Sasaran
7
ketiga adalah peningkatan atau pengembangan sumberdaya air dengan cara manipulasi satu atau lebih komponen penyusun sistem DAS yang diharapkan mempunyai pengaruh terhadap proses-proses hidrologi atau kualitas air. Sasaran dan tujuan pengelolaan DAS adalah memaksimalkan keuntungan sosial ekonomi dari segala aktivitas tataguna lahan di daerah aliran sungai (Asdak 2004). Lahan dan Penutupan/Penggunaan Lahan Menurut Sitorus (2001) dan Yogaswara et al. (2001) tanah merupakan salah satu komponen dari lahan (land). Lahan menurut Meyer dan Turner (1994), merupakan tempat terjadinya aktifitas yang dilakukan makhluk hidup terutama manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penggunaan lahan (land use) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan dan terkait dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan (Lillesand dan Kiefer 1994). Pendapat lain dikemukakan oleh (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007) serta Arsyad (2006) bahwa penggunaan lahan adalah hasil usaha manusia dalam mengelola sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Penggunaan lahan dapat digolongkan atas dua golongan : (a) Penggunaan lahan pedesaan dalam arti luas mencakup pertanian, kehutanan, cagar alam/suaka marga satwa dan daerah rekreasi. (b) Penggunaan lahan perkotaan dan industri yang mencakup kota, perkampungan, kompleks industri, jalan raya, dan daerah pertambangan. Penggolongan lain dari penggunaan lahan adalah penggunaan lahan untuk kawasan lindung, kawasan budidaya dan daerah pertambangan. Sedangkan penutup lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa ada kaitannya dengan kegiatan manusia (Lillesand dan Kiefer 1994). Saefulhakim dan Nasoetion (1995) menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, perubahan yang terus menerus, sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Hal ini mengakibatkan masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang kompleks. Pengunaan lahan merupakan refleksi perekonomian dan refleksi masyarakat. Berhubung perekonomian dan preferensi masyarakat ini bersifat dinamis sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan dinamika pembangunan, maka penggunaan lahan bersifat dinamis bisa berkembang kearah peningkatan
8
kesejahteraan masyarakat dan juga sebaliknya. Oleh karena itu, sampai batasbatas tertentu proses perubahan penggunaan lahan merupakan hal yang tidak dapat dihindari (Saefulhakim 1996). Fungsi lahan sangat penting demi kelangsungan hidup manusia, oleh karena itu manusia harus membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan lahan sehingga lahan dapat diperlakukan dengan sebaik-baiknya. Agar tercapai hubungan tersebut harus dilakukan berbagai upaya agar penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, karena lahan mempunyai batas-batas kemampuan untuk mendukung berbagai kegiatan diatasnya (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila perubahan sawah menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat permanen dan tidak dapat kembali (irreversible), tetapi jika berubah menjadi perkebunan biasanya bersifat ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata-mata menomena fisik berkurangnya luasan pertanian, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat (Winoto et al. 1996). Menurut Meyer dan Turner (1994), perubahan penggunaan lahan (land use change) meliputi pergeseran penggunaan lahan menuju penggunaan lahan yang berbeda (conversation) atau intensifikasi pada penggunaan yang telah ada (modifikation). Penelitian pada wilayah pedesaan yang dilakukan Carr dan Bilsborrow (2000), menemukan bahwa wilayah yang memiliki penggunaan lahan paling intensif bukan wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi maupun tingkat pertumbuhan populasi tercepat, melainkan wilayah yang memiliki persediaan keuangan yang lebih besar guna melakukan kegiatan-kegiatan di
9
wilayahnya. Tingkat kepadatan penduduk memiliki hubungan terbalik dengan tingkat penambahan/penggundulan hutan karena kepadatan penduduk yang tinggi umumnya terdapat pada wilayah yang memiliki penggunaan lahan intensif. Sedangkan tingginya tingkat perambahan/penggundulan hutan menunjukkan gejala awal suatu wilayah kian berkembang (eksploratif). Menurut Sudadi et al. (1991), secara umum perubahan penggunaan lahan akan mengubah : (1) karakteristik aliran sungai (2) jumlah aliran permukaan, (3) kualitas air, dan (4) sifat hidrologi daerah yang bersangkutan. Evaluasi sumberdaya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus 2004). Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Terhadap Debit dan Erosi Tumbuhan dengan berbagai jenis vegetasi dalam kondisi iklim tertentu sangat penting artinya dalam siklus hidrologi. Apabila terjadi proses alih fungsi lahan maka kondisi hidrologi yang ada umumnya berubah secara drastis. Pembangunan berupa pembukaan lahan hutan (land clearing) membuat lapisan tanah yang subur hilang oleh erosi sehingga mempengaruhi sifat fisik tanah. Selain itu, juga dapat merusak struktur tanah, dan memperbesar jumlah dan kecepatan aliran permukaan serta erosi. Menurut Suprayogo et al. (2004) perubahan penutupan lahan akan menyebabkan perubahan hidrologis DAS hal ini disebabkan karena menurunnya makroporositas dan laju infiltrasi sebagai akibat penurunan kualitas sifat fisik tanah. Sedangkan menurut Widianto et al. (2004) perubahan penutupan lahan terutama hutan menjadi penggunaan lain akan berakibat meningkatkan aliran permukaan, erosi dan meningkatkan (water yield ) (Clifton C 2006). Hardiana (1999), mengemukakan bahwa penggunaan lahan untuk permukiman berpengaruh terhadap aliran permukaan walaupun tidak dirasakan langsung. Pembangunan pemukiman dan prasarana lainnya menyebabkan penutupan permukaan tanah menjadi kedap air serta berkurangnya daerah terbuka
10
yang berakibat pada berkurangnya daya serap (infiltrasi) dan kapasitas tanah. Selain hal tersebut di atas faktor pertambahan penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan air dan terjadinya eksploitasi sumber air tanah. Faktor-faktor Penentu Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Meningkatnya kebutuhan akan lahan akibat bertambahnya jumlah penduduk, menyebabkan terjadinya tumpang tindih kepentingan terhadap sebidang lahan. Kegiatan pembangunan yang mendatangkan keuntungan yang lebih besar atau dari sudut pandang politik lebih penting, akan mengeser kegiatan pembangunan yang kurang menguntungkan atau kurang penting dari segi politik. Hal ini jika dibiarkan dapat mengarahkan pada pola sebaran kegiatan yang secara ekonomi paling menguntungkan, namun belum tentu menguntungkan atau bahkan merugikan dari segi lingkungan (Wiradisastra 1989). Penggunaan lahan secara umum dipengaruhi oleh dua faktor utama : (1) alami dan (2) manusia. Faktor alami meliputi iklim, topografi, tanah dan bencana alam sedangkan faktor manusia merupakan aktivitas manusia pada sebidang lahan. Faktor manusia lebih dominan berpengaruh dibandingkan dengan faktor alam karena sebagian besar perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya dari sebidang lahan tertentu (Sudadi et al. 1991). Menurut Nasoetion (1991) beberapa hal yang diduga sebagai penyebab perubahan penggunaan lahan antara lain: 1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan. 2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah keatas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap permukiman (komplek-komplek perumahan). 3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan mendepak kegiatan pertanian/lahan hijau khususnya di perkotaan. 4. Terjadinya fragmentasi kepemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.
11
Sedangkan menurut (Mc Neil et al.1998 dalam Kurniawati 2005) faktorfaktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi, dan budaya. Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transfortasi dan tempat rekreasi mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola sumberdaya
lahan,
akan
berpengaruh
terhadap
manusia
dan
kondisi
lingkungannya. Tekanan Penduduk Mahluk hidup secara keseluruhan merupakan penyebab utama terjadinya berbagai perubahan dalam sistem kehidupan. Makhluk hidup selain manusia menimbulkan perubahan alami, yang dicirikan oleh keseimbangan dan keselarasan, sedangkan manusia mempunyai potensi dan kemampuan untuk mengubah secara berbeda karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya, bahkan seringkali perubahan tersebut merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam tersebut, berkaitan dengan pertambahan penduduk dan pola penyebarannya yang kurang seimbang serta pengaturan penggunaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang kurang memadai. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan merupakan suatu hal yang penting, yaitu bagaimana manusia melakukan upaya agar kualitas manusia meningkat sementara kualitas lingkungan juga semakin baik (Soerjani et al.1987). Meningkatnya populasi manusia akan menimbulkan kerugian jika tidak disertai pemanfaatan lahan secara benar, karena setiap orang harus membayar mahal untuk perbaikannya atau bahkan sama sekali akan kehilangan sumberdaya (Odum 1971). Lebih lanjut Soemarwoto (1989), mengemukakan bahwa pertambahan jumlah penduduk terutama di pedesaan akan menurunkan nisbah lahan terhadap penduduk, yang berarti menurunnya luas lahan per petani. Kondisi ini akan mendorong petani untuk memperluas lahan garapannya hingga ke lahan-
12
lahan yang memiliki kelerengan tinggi, di tepi sungai, atau menyerobot kawasan hutan lindung. Peranan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Mengidentifikasi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Citra penginderaan jauh memberikan gambaran keruangan dan ukuran yang merupakan data yang bermanfaat dalam mempelajari fenomena atau kenampakan muka bumi, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan pemanfaatan praktis. Namun demikian, perlu terlebih dahulu diketahui parameter dan karakteristik apa saja yang dapat diungkap melalui citra satelit. Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk meneliti karakteristik dan kondisi fisik DAS yang diperlukan, jenis liputan lahan dapat diperoleh dengan teknik interprestasi terhadap berbagai jenis citra dan skala serta disertai dengan uji lapangan (ground check). Penginderaan jauh mempunyai peran penting sejak awal dalam mengetahui karakteristik DAS, informasi keruangan hingga pantauan dan evaluasi (Dulbahri 2004 dalam Danoedoro 2004). Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu teknologi informasi yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra 2000). Definisi lain mengenai SIG dinyatakan oleh Aronof (1993) sebagai suatu sistem berberbasiskan computer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup (1) pemasukan (input/encoding), (2) managemen data (penyimpanan data dan pemanggilan lagi), (3) manipulasi dan analisis dan (4) pengembangan produk dan pencetakan (output). Selain itu menurut Prahasta (2005), SIG adalah satu kesatuan formal yang terdiri dari sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan obyek-obyek yang terdapat di permukaan bumi. Dengan kata lain SIG merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanipulasi, menampilkan dan menghasilkan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya. Menurut Prahasta (2005), Barus dan Wiradisastra (2000) SIG mempunyai empat komponen utama dalam menjalankan prosesnya antara lain : 1. Data input : komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial
dan
atribut
dari
berbagai
sumber
serta
bertanggungjawab
13
mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital. 2. Data managemen : komponen ini mengorganisasi baik data spasial maupun non spasial (atribut) ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah untuk dilakukan pemanggilan, updating dan editing. 3. Data manipulasi dan analisis
: komponen ini melakukan manipulasi dan
permodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan. Komponen perangkat lunak yang memiliki kedua fungsi tersebut merupakan kunci utama dalam menentukan keandalan sistem SIG yang digunakan. Kemampuan analisis data spasial melalui algoritma atau pemodelan secara matematis merupakan pembeda suatu SIG dengan sistem informasi yang lain. 4. Data output : komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basisdata dalam bentuk (a) cetak lunak (softcopy), (b) cetak keras (hardcopy) yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas atau bahan-bahan sejenis, seperti peta, tabel dan grafik, (c) elektronik berbentuk berkas (file) yang dapat dibaca oleh komputer. Perkembangan teknik SIG telah mampu menghasilkan berbagai fungsi analisis yang canggih. Kekuatan SIG juga terletak pada kemampuan memadukan data spasial dan non spasial (atribut) sekaligus. Penataan Kawasan Untuk memperbaiki kondisi DTA Waduk Batutegi yang tingkat kerusakannya sudah mencapai lebih dari 70 % maka diperlukan campur tangan para pihak (stakeholder) dalam penanganannya. Tidak mungkin mengandalkan perkembangan secara alami dari biota yang ada di dalamnya untuk memulihkan kondisinya, ditambah lagi faktor-faktor penyebab kerusakan kawasan semakin mempercepat tingkat kerusakan hutan. Pengelolaan kawasan hutan tidak cukup hanya dilakukan oleh pemerintah saja, peran serta masyarakat serta dukungan pihak swasta sangat dibutuhkan untuk keberhasilannya. Salah satu peran pemerintah dalam pengelolaan kawasan hutan adalah melalui kebijakan penataan kawasan atau penataan ruang.
14
Salah satu pertimbangan dalam penetapan konsep pengembangan tata ruang di Provinsi Lampung adalah ekologi wilayah Lampung yang mensyaratkan upaya konservasi yang ketat untuk mendukung usaha-usaha produksi yang berkelanjutan. Daur ekologis yang perlu dilestarikan dalam setiap satuan ekosistem tidak memungkinkan untuk mengembangkan dan memperluas satuan budidaya secara terus-menerus. Oleh karena itu pengembangan budidaya untuk membangun
keterkaitan
antar
sektor
maupun
antar
wilayah
perlu
mempertimbangkan faktor ekologis dari lingkungan setempat. Demikian pula dengan penataan DTA Waduk Batutegi ini diharapkan secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan sebagian besar melibatkan masyarakat sekitar sehingga dapat diterima secara sosial dan fungsi konservasi kawasan dapat tetap terpelihara. Salah satu bentuk penataan kawasan DTA Waduk Batutegi adalah menata kawasan tersebut ke dalam Blok atau Zona pengelolaan.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran DTA Waduk Batutegi merupakan kawasan yang sangat penting bagi daerah hilir karena waduk ini memiliki fungsi sebagai pembangkit listrik, irigasi, air minum, serta sebagai pengendali banjir. Untuk itu pengelolaan DTA Waduk Batutegi harus sesuai dengan peraturan yang ada serta mempertimbangkan kondisi fisik serta sosial ekonomi kawasan tersebut. Pengelolaan yang dimaksud harus dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, serta manfaat lingkungan sehingga dapat menjamin keberlanjutannya. Perubahan penutupan lahan yang terjadi pada DTA Waduk Batutegi terutama perubahan penutupan hutan menjadi penggunaan lain berakibat menggangu keseimbangan tata air karena karena hutan berfungsi sebagai pengatur air tanah. Salah satu permasalahan utama kehutanan adalah perambahan hutan dan permukiman
dalam
kawasan.
Jumlah
penduduk
yang
semakin
tinggi
menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal dan tempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin tinggi dan menyebabkan kawasan hutan semakin terancam. Demikian pula dengan keadaan DTA Waduk Batutegi yang lokasinya berbatasan langsung dengan 4 kabupaten yaitu Kabupaten Tanggamus, Lampung Barat, Lampung Tengah, dan Lampung Utara. Lebih lagi lahan di dalam kawasan tergolong subur, sehingga merupakan hal yang menarik bagi penduduk sekitar untuk masuk ke dalam kawasan. Upaya pengelolaan DTA Waduk Batutegi yang berkelanjutan sering menimbulkan konflik antar tujuan yang diharapkan. Secara ekonomi peningkatan pendapatan masyarakat sering menyebabkan kerusakan lingkungan begitu juga sebaliknya. Upaya konservasi yang dilakukan akan menghilangkan kesempatan bagi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan untuk mendapatkan manfaat ekonomi, sehingga secara sosial akan menyebabkan jumlah pengangguran meningkat. Untuk itu perlu upaya pengelolaan yang terintegrasi agar tercipta optimasi manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi (Rifki 2007).
16
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, disebutkan bahwa dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan hutan ditata ke dalam blok-blok pengelolaan. Blok-blok pengelolaan dalam kawasan DTA Waduk Batutegi berupa Blok Perlindungan dan Blok Pemanfaatan. Untuk mendukung keberhasilan pengelolaan DTA Waduk Batutegi, setelah kawasan ditata ke dalam blok-blok pengelolaan maka perlu dirumuskan arahan strategi pengelolaan ruang kawasan yang memperhatikan potensi fisik dan sosio demografi penduduk yang ada di dalam dan di sekitar kawasan. Kerangka penelitian secara skematis diilustrasikan dalam bagan alir pada Gambar 1 berikut ini: Perubahan Penutupan DTA Waduk Batutegi
Fungsi Hidrologi DTA Terganggu
Mengancam Keberlangsungan Waduk Studi Kondisi Fisik Lingkungan dan Sosio-Demografi DTA Pengelolaan DTA Waduk Batutegi
Pembuatan Blok-blok DTA Waduk Batutegi
Arahan Strategi Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi
Menjaga Keberlangsungan Waduk Batutegi
Gambar 1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran
17
Lokasi dan Waktu Penelitian Wilayah kajian adalah DAS Sekampung Hulu yang merupakan DTA Waduk Batutegi yang secara geografis terletak pada posisi pada 05006’ – 05016’ LS dan 104030’ – 104047’ BT dengan ketinggian tempat antara 175 m hingga 1.775 m dari permukaan air laut, sedangkan secara administrasi DTA Waduk Batutegi terletak di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus - Desember 2008. Bahan dan Alat Bahan dan alat tulis yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan perangkat lunak Software Microsoft Word, Microsoft Excel, Arc View versi 3.3, Minitab versi 14, Erdas Emagine versi 8.6. dan peralatan penunjang lain seperti alat tulis, kamera digital, GPS, serta alat tulis lainnya. Tahapan Penelitian Tahapan dalam penelitian ini terdiri dari: Pengumpulan Data, Pengolahan Data, Analisis Data, Penyusunan Tata Ruang DTA Waduk Batutegi, Evaluasi Tata Ruang DTA Waduk Batutegi dan Strategi Arahan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi (SWOT). Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan penduduk dan aparat pemerintah untuk menggali kebijakan apa yang paling tepat dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Data sekunder yang digunakan meliputi ”Kabupaten Tanggamus Dalam Angka” yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2007, data curah hujan dan debit (Tahun 1992 s/d Tahun 2007) dari Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji-Sekampung, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: 50.000 Tahun 2001 dari Bakosurtanal, Peta Tanah Skala 1: 100.000 Tahun 1983 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor, Citra Landsat kawasan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992 dan 2000 dari BTIC Biotrop serta Citra Aster Tahun 2007 dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.
18
Adapun data sekunder selengkapnya yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1, sedangkan diagram alir penelitian dalam Gambar 2. Tabel 1 Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis Data
Skala
Bentuk
Sumber Data
Peta Tanah Tahun 1983
1:100.000 Analog
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor
Peta RBI Tahun 2001
1: 50.000 Digital
Bakosurtanal
Peta Kawasan DTA Waduk Batutegi Tahun 2007
1:100.000 Digital
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
Peta Landuse Tahun 2007
1:100.000 Digital
BPDAS Sekampung-Seputih
Peta Satuan Lahan DTA Waduk Btutegi
1:100.000 Digital
Banuwa (2008)
Peta RTRW Kabupaten Tanggamus
1:100.000 Digital
Bappeda Kabupaten Tanggamus
Citra Landsat TM5 dan ETM7 Path/Row 124/064 Aqc. 26 Juni 1992 dan Acq. 5 April 2000
-
Digital
BTIC Biotrop
Citra Aster Tahun 2007
-
Digital
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
Data Curah Hujan dan Debit Tahun 1992-2007
-
Tabular
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
Data Podes Tahun 2000,2003,2006
-
Tabular
Lab. Bangwil, IPB
Tanggamus dalam Angka (Tahun 2000 – 2007)
-
Tabular
Bappeda Tanggamus & BPS Lampung
19
Pengumpulan Data
Citra Landsat 1992, 2000 & Aster 2007
Data - Curah Hujan - Debit
Data Demografi Podes Tahun 2000, 2003, dan 2006 Interpretasi dan Klasifikasi Penutupan Lahan
Peta Penutupan Lahan Tahun 1992,2000 dan 2007
Perubahan Penutupan Lahan
Keterkaitan Perubahan Penutupan Lahan dan Curah Hujan Terhadap Debit Serta Erosi
Analisis Tekanan Penduduk
Model Pengelolaan DTA Waduk Batutegi
Peta Topografi
Skenario 2 Kelas Kemampuan Lahan
Skenario 1 Kepmentan No 837/Kpts/Um/II 1980
Kriteria Kelas Kemampuan Lahan
Skoring (Lereng, Curah Hujan, dan Tanah)
Peta Kesesuaian Blok
Analisis Korelasi
Pembuatan Blok dikombinasikan dengan Kepres 32 1990, Permenhut P3 /MenhutII/2008, dan Tutupan Hutan 2007
Blok 2
Blok 1
Arahan Pengelolaan DTA Waduk Batutegi
Gambar 2 Diagram Alir Tahap Penelitian
Peta Tanah
Data Primer (Wawancara)
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal yang Berpengaruh terhadap Pengelolaan DTA Waduk Batutegi
Analisis SWOT
Kebijakan Pengelolaan DTA Waduk Batutegi
20
Pengolahan Data Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Perubahan penggunaan lahan secara efektif dapat dilakukan melalui pengolahan citra penginderaan jauh, karena data yang berasal dari ekstraksi citra tersebut memberikan informasi yang cukup baik dengan cakupan yang luas. Ekstraksi citra untuk mendapatkan informasi digital penggunaan lahan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Koreksi geometri Akuisisi citra yang dipengaruhi oleh rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dan efek pankromatik menyebabkan posisi setiap obyek di citra tidak sama dengan posisi geografis yang sebenarnya. Untuk itu perlu dilakukan koreksi terhadap distorsi geometrik tersebut dengan melakukan transformasi koordinat citra ke koordinat bumi dan resampling citra. Transformasi koordinat dilakukan dengan bantuan titik kontrol darat (ground control point atau GPC) yang didapat dari peta topografi (referensi). Transformasi koordinat dibangun dengan persamaan polynomial berordo dua yang membutuhkan minimal enam GCP. Semua titik kontrol diasumsikan merata pada citra. Akurasi dari koreksi geometri ditentukan dengan memilih titik GCP yang mempunyai nilai RMS < 0,5 piksel, sehingga nilai GCP yang mempunyai RMS > 0,5 piksel harus diganti dengan GCP yang baru. 2. Penajaman Citra Penajaman citra dilakukan untuk memperoleh tampilan citra yang tajam dan jelas agar interpretasi dilakukan dengan lebih mudah. Teknik penajaman citra terdiri atas teknik paduan warna (color composite) dan perentangan (stretching). 3. Klasifikasi Penutupan Lahan Tahun 1992, 2000, dan 2007. Klasifikasi merupakan proses pengelompokan piksel-piksel yang mempunyai ciri sama menjadi kategori tertentu. Pada klasifikasi data citra Landsat yang mempunyai tujuh saluran spektral dengan kisaran digital number 0 – 255 akan menghasilkan satu saluran hasil klasifikasi yang terdiri dari beberapa kelas penutupan/penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan.
21
Metode klasifikaasi yang digunakan adalah supervised (terbimbing) dengan pendekatan Maximum Likehood Classification (MLC). Klasifikasi terbimbing dilakukan berdasarkan area contoh (training area) yang telah ditetapkan sebelumnya terhadap obyek-obyek yang mudah dikenali dan representatif pada citra/permukaan bumi yang diketahui kategorinya dengan membuat poligon-poligon. Hasil klasifikasi tersebut diverifikasi di lapangan, dengan tujuan untuk mengidentifikasi obyek-obyek atau penggunaan lahan yang masih diragukan dan untuk menguji akurasi hasil klasifikasi. Untuk memperbaiki hasil klasifikasi dilakukan klasifikasi lanjutan dengan cara menumpangtindihkan (overlay) peta hasil klasifikasi dengan citra asli kemudian dilakukan editing secara manual dengan cara digitasi layar (onscreen digitizing). Klasifikasi lanjutan akan berguna dalam menentukan perbaikan klasifikasi sehingga mendapatkan kombinasi klasifikasi digital dan visual peta penutupan lahan yang terbaik (Andriani 2007). Analisis Data Analisis Perubahan Penutupan Lahan Analisis untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan dilakukan dengan cara menumpangtindihkan peta penutupan lahan tahun 1992, 2000 dan 2007 dengan software Erdas Imagine 8.6 melalui fungsi modeler dengan rumus perubahan penutupan lahan (A-1) * jumlah kelas + B, dimana A adalah peta penutupan lahan pada t0 sedangkan B adalah peta penutupan lahan pada t1. Diagram alir untuk analisis perubahan penutupan lahan disajikan pada Gambar 3. Image 1 (Citra)
Image 2 (Citra)
Registrasi
Registrasi
Intepretasi Land cover/Land use
Intepretasi Land cover/Land use
Klasifikasi
Klasifikasi
Transisi Matrix
Pola Perubahan Penutupan Lahan
Gambar 3 Diagram Deteksi Perubahan Penutupan Lahan
22
Analisis Tekanan Penduduk Terhadap Perubahan Penutupan Lahan Analisis
tekanan
penduduk
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi kondisi lingkungan sekitarnya. Semakin besar tekanan penduduk pada suatu wilayah atau semakin besar kebutuhan hidup manusia terhadap lingkungan, maka akan semakin besar pula tekanannya terhadap perubahan penggunaan lahan. Menurut Soemarwoto (1985), tekanan penduduk dihitung dengan menggunakan rumus: ITP = Z t
f t P0 (1 + r ) t Lt
Dimana: ITP Zt P0 ft r t Lt
= = = = = = =
Indeks tekanan penduduk Luas lahan minimal per petani untuk hidup layak Jumlah penduduk pada t0 Proporsi petani dalam populasi Laju pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun Rentang waktu dalam tahun Total luas lahan pertanian
Indeks tekanan penduduk menurut Kepmenhut Nomor 52/kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai diklasifikasikan sebagai berikut : ITP < 1 kategori ringan, ITP = 1-2 kategori sedang dan ITP > 2 kategori berat. Data yang digunakan dalam analisis tekanan penduduk berasal dari data sekunder yaitu data Podes 2000, 2003, 2006 sedangkan unit wilayah yang digunakan adalah desa-desa di dalam dan di sekitar DTA Waduk Batutegi. Penyusunan Blok Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi Penataan ruang DTA Waduk Batutegi ke dalam blok-blok pengelolaan dilakukan dengan 2 (dua) metode yaitu : metode Kepmentan Nomor : 837/Kpts/Um/II/1980 dan metode Kelas Kemampuan Lahan. Penataan DTA Waduk Batutegi di atas dikombinasikan dengan Keputusan Presiden Nomor : 32 Tahun 1990, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.3/MenHut-II/2008, dan Kondisi Eksisting Tutupan Hutan Tahun 2007.
23
Berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/11/1980 Dasar ini digunakan untuk mendapatkan lokasi yang tepat dalam pembagian blok-blok kawasan DTA Waduk Batutegi yang didasarkan pada potensi serta persyaratan yang dibutuhkan untuk masing-masing blok. Secara teknis pelaksanaannya esensi Kepmentan ini dapat dijabarkan dalam bentuk analisis operasi tumpangtindih (overlay) serta operasi-operasi Sistem Informasi Geografis (SIG) lainnya terhadap peta-peta tematik yang ada. Analisis SIG ini dilakukan terhadap data fisik kondisi DTA Waduk Batutegi, yaitu lereng, erodibilitas tanah dan curah hujan. Untuk mengidentifikasi blok-blok pengelolaan kawasan DTA Waduk Batutegi pada tahap awal dilakukan dengan pembobotan terhadap parameter kelas lereng, jenis tanah, dan curah hujan harian rata-rata kemudian dilakukan skoring dengan cara menjumlahkan masing-masing bobot setelah dilakukan operasi tumpangtindih (overlay). Adapun pembobotan yang digunakan terhadap parameter kelas lereng, jenis tanah, dan curah hujan harian rata-rata disajikan pada Tabel 2, 3, dan 4 (Kepmen Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980) dalam (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Tabel 2 Nilai bobot berdasarkan klasifikasi kelas lereng Kelas Lereng
Kategori
Bobot
0%-8% 8%-15% 15%-25% 25%-40% >40%
Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
20 40 60 80 100
Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007
Tabel 3 Nilai bobot jenis tanah berdasarkan kepekaan terhadap erosi Jenis Tanah
Kategori
Bobot
Alluvial, Tanah glei, Planosol, Hidromorf, Laterik, Latosol Brown Forest Soil, Non Calcic, Brown, Mediteran Andosol, Laterit, Grumosol, Podsol, Podsolik Regosol, Litosol, Organosol, Renzina
Tidak peka
15
Agak peka Kurang peka
30 45
Peka Sangat peka
60 75
Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007
24
Jenis tanah yang diperoleh dari data sekunder menggunakan klasifikasi sistem USDA, sedangkan kriteria menurut Kepmentan No. 837/kpts/Um/II/1980 menggunakan
sistem
klasifikasi
Dudal-Supraptohardjo,
sehingga
untuk
menggunakan analisis ini perlu dicarikan padanannya. Padanan jenis tanah pada kawasan DTA Waduk Batutegi dapat dilihat pada Lampiran 16. Tabel 4. Nilai bobot berdasarkan klasifikasi intensitas curah hujan harian Intensitas Hujan Harian Rata-rata
Kategori
Bobot
Sangat rendah
10
13,6-20,7 mm/hari
Rendah
20
20,7-27,7 mm/hari
Sedang
30
27,7-34,8 mm/hari
Tinggi
40
Sangat tinggi
50
<13,6 mm/hari
>34,8 mm/hari Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007
Data-data disajikan dalam format digital sebagai layer-layer informasi yang berbeda yang selanjutnya dilakukan operasi tumpangtindih (overlay) dengan kriteria bobot ≥175 merupakan blok perlindungan, bobot antara 125 – 174 ditetapkan sebagai blok pemanfaatan terbatas, dan bobot ≤ 124 ditetapkan sebagai blok pemanfaatan budidaya (hutan kemasyarakatan). Berdasarkan penilaian tersebut, maka blok-blok pengelolaan DTA Waduk Batutegi dibagi menjadi 2 (dua) blok pengelolaan utama yaitu : Blok Perlindungan dan Blok Pemanfaatan. Selanjutnya Blok Pemanfaatan dapat dibagi menjadi 2, yaitu Blok Pemanfaatan Terbatas dan Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemayarakatan). Blok perlindungan ditetapkan dengan kriteria memiliki skor bobot ≥ 175. Hal ini
berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh aktivitas manusia dalam kawasan, sehingga kawasan tersebut perlu dilindungi. Kriteria lain yang digunakan untuk mempertahankan fungsi hidrologi DTA Waduk Batutegi namun tidak terakomodir dalam kriteria Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/2008, yaitu : Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, Peraturan
Menteri
Kehutanan
Nomor:
Cover/Tutupan Hutan Tahun 2007, yaitu:
P.3/MenHut-II/2008,
dan
Land
25
Kawasan hutan dengan lereng > 40%.
Mempunyai ketinggian >2.000 dari permukaan laut.
Sempadan pantai sejauh 100 m .
Jalur sempadan sungai, 100 m di kiri-kanan sungai besar dan 50 m kiri kanan anak sungai.
Kawasan sekitar waduk/danau, 500 m dari titik pasang tertinggi.
Kawasan sekitar mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 m.
Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.
Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai ratarata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidetifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor.
Blok Pemanfaatan ditetapkan berdasarkan kriteria skor bobot 45 – 174. Blok ini
terbagi menjadi dua yaitu:
Blok pemanfaatan terbatas dengan skor bobot 125 – 174 serta
Blok pemanfaatan budidaya (Hutan Kemasyarakatan) dengan skor bobot ≤ 124.
Blok pemanfaatan budidaya (hutan kemasyarakatan) diperuntukan untuk
kepentingan aktivitas dan sarana penunjang kelompok masyarakat tertentu yang sudah ada di dalam kawasan serta untuk memulihkan atau memperbaiki kondisi ekosistem kawasan yang mengalami kerusakan, dengan kriteria:
Telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupan lainnya.
Berbatasan langsung dengan kawasan penyangga atau kawasan budidaya.
Adanya perubahan fisik dan hayati yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia.
26
Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan mengacu pada Departemen Pertanian Amerika Serikat (United Stated Departement of Agriculture). Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori
utama yaitu Kelas, Subkelas dan Satuan Kemampuan (capability units) atau Satuan Pengelolaan (management unit). Pengelompokan ke dalam kelas
didasarkan atas intensitas faktor pembatas/penghambat. Jadi kelas kemampuan lahan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas atau penghambat (degree of limitation) yang sama jika digunakan untuk pertanian yang umum (Sys et al. 1991 dalam Arsyad 2006). Dalam sistem ini sifat kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia sangat mudah berubah, sehingga kurang relevan untuk digunakan. Sifat-sifat tanah lahan yang digunakan sebagai pembeda hanyalah sifat-sifat fisik/morfologi tanah yang dapat diamati di lapangan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Tanah dikelompokkan ke dalam kelas I sampai dengan kelas VIII, dimana semakin tinggi kelas maka kualitas lahanya semakin jelek serta pilihan penggunaan lahannya semakin terbatas. Lahan kelas I sampai dengan kelas IV merupakan lahan yang sesuai untuk pertanian sedangkan lahan kelas V sampai dengan kelas VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian. Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas penggunaan lahan lebih lengkap disajikan pada Tabel 5. Tabel 5
Skema hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan intensitas penggunaan lahan Intensitas dan macam penggunaan lahan meningkat
Kelas Kemampuan Lahan Hambatan meningkat dan pilihan penggunaan lahan berkutang
I II III IV V VI VII VIII
Hutan
Pengembalaan
Cagar alam
Hutan
Terbatas
Sedang
Intensif
XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX
XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX
XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX
XXX XXX XXX XXX XXX XXX
XXX XXX XXX XXX XXX
Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007
Pertanian Terbatas
XXX XXX XXX XXX
Sedang
Intensif
Sangat intensif
XXX XXX XXX
XXX XXX
XXX
27
Berdasarkan kelas kemampuan lahan DTA Waduk Batutegi dibagi ke dalam 2 (dua) blok pengelolaan utama yaitu : Blok Perlindungan dan Blok Pemanfaatan. Selanjutnya Blok Pemanfaatan dapat dibagi menjadi 2, yaitu Blok Pemanfaatan Terbatas dan Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemayarakatan). Blok perlindungan ditetapkan dengan kriteria kelas kemampuan lahan kelas V
sampai dengan kelas VIII, kelas kemampuan lahan kelas I – IV yang berada pada puncak bukit serta kriteria lain yang didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.3/MenHut-II/2008 serta Land Cover/Tutupan Hutan Tahun 2007. Blok pemanfaatan terbatas merupakan
lahan dengan kelas kemampuan lahan kelas IV sedangkan Blok pemanfaatan budidaya (hutan kemasyarakatan) adalah lahan dengan kelas kemampuan lahan
kelas I-III. Evaluasi Penataan Ruang DTA Waduk Batutegi Evaluasi penataan DTA Waduk Batutegi ke dalam blok-blok pengelolaan dilakukan terhadap prediksi debit minimum dan prediksi erosi. Prediksi debit minimum dilakukan dengan analisis korelasi dan regresi debit minimum dengan perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun 1992 sampai dengan 2007. Sedangkan prediksi erosi menggunakan metode USLE dengan menggunakan data sekunder R (erosivitas hujan), K (erodibilitas tanah), dan LS (faktor kelerengan) yang diperoleh dari hasil penelitian (Banuwa 2008) Lampiran 20, sedangkan nilai C (tutupan lahan) diperoleh berdasarkan hasil analisis Citra Aster Tahun 2007. Analisis Korelasi Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Debit Minimum Untuk mengetahui hubungan antara perubahan penutupan lahan dengan fluktuasi debit yang terjadi dilakukan dengan analisis korelasi. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan dua peubah sebagai salah satu pertimbangan dalam melihat ada atau tidak adanya hubungan sebab akibat antar peubah tersebut. Dalam korelasi sederhana, keeratan sifat antara peubah akan ditunjukkan dalam bentuk berkorelasi positif, negatif atau tidak berkorelasi. Dua peubah dikatakan berkorelasi positif bila memiliki kecenderungan yang searah,
28
artinya kenaikan sejumlah nilai pada peubah x akan diikuti oleh kenaikan nilai pada peubah y yang bergantung pada besaran nilai koefisien korelasinya. Di lain pihak, bila memiliki kecenderungan yang berlawanan arah dinyatakan berkorelasi negatif, artinya peningkatan sejumlah nilai pada peubah x diikuti penurunan peubah y atau sebaliknya. Dua peubah disebut tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien mendekati nol. Analisis korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis korelasi Pearson’s product Moment. Koefisien korelasi dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut : r = r =
Σ ( X − X )( Y − Y ) ( n − 1) s x s y n ( Σ XY ) − ( Σ X )( Σ Y )
[n ( Σ X
2
][ (
)
) − ( Σ X ) 2 n Σ Y 2 − (Σ Y )
2
]
Dimana : r
= koefisien korelasi
n
= ukuran populasi (Jumlah titik tahun : 3)
x
= nilai peubah x (Penutupan lahan tahun 1992, 2000, dan 2007)
y
= nilai peubah y (Debit minimum tahun 1992, 2000, dan 2007)
Analisis Regresi Untuk melihat hubungan antara dua atau lebih variabel yang saling berkorelasi dilakukan analisis regresi. Analisis regresi dibedakan menjadi dua yaitu analisis regresi sederhana (simple linier regresion) dan analisis regresi berganda (multiple regresion). Analisis regresi linier menunjukkan hubungan antara variabel tidak bebas y dan satu variabel bebas x. Model umum regresi linier sederhana yang mengambarkan respons variabel y oleh adanya perubahan variabel bebas x adalah :
29
Y = β0 + β1X + ε Dimana : Y
= Variabel tak bebas (Penutupan lahan tahun 1992,2000, dan 2007)
X
= Variabel bebas (Debit minimum tahun 1992,2000, dan 2007)
β0, β1 = Koefisien regresi ε
= error
Prediksi Erosi Prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metoda untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang memiliki penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan (permissible atau tolerable erotion) sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan lahan dan tidakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan lahan dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang dapat menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari pada laju erosi yang dapat dibiarkan (Arsyad 2006). Suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith yang disebut the Universal Soil Loss Equation (USLE). Persamaan USLE adalah sebagai berikut:
A = R.K.L.S.C.P (Arsyad 2006). Dimana: A = Banyaknya tanah tererosi dalam ton perhektar pertahun R = Faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan
perkalian antara energi hujan total (E) dengan
intensitas hujan maksimum 30 menit (I30), tahunan. K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22 meter terletak pada lereng 9% tanpa tanaman.
30
L = Faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22 meter di bawah keadaan yang identik. S = Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik. C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu arel dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman. P = Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan identik. Simulasi prediksi erosi dilakukan pada kondisi eksisting tahun 2007 serta bila kondisi DTA Waduk Batutegi telah sesuai dengan perencanaan yaitu DTA Waduk Batutegi dibagi kedalam blok-blok pengelolaan berdasarkan Kepmentan Nomor.837/Kpts/Um/II/1980 dan Kelas Kemampuan Lahan. Prediksi erosi pada kondisi DTA Waduk Batutegi yang telah sesuai dengan perencanaan diperkirakan akan lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi eksisting tahun 2007 dimana faktor C (tutupan lahan) dan faktor P (tindakan konservasi) telah diubah.
Arahan Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika
yang
dapat
memaksimalkan
Kekuatan
(Strength),
dan
Peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan Kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan dan strategi, serta kebijakan yang
31
dilakukan. Dalam upaya pengelolaan DTA Waduk Batutegi perlu dilakukan analisis lingkungan eksternal dan internal, sehingga upaya yang akan dilakukan tersebut dapat menjadi efektif dalam pencapaian sasaran karena dapat diketahui dampak penting yang ditimbulkannya. Dengan demikian dapat ditetapkan rencana-rencana strategis yang mungkin perlu dilakukan sebagai antisipasinya. Tujuan dari analisis SWOT adalah mengkombinasikan isi masing-masing kuadran untuk meningkatkan kekuatan dan peluang serta mengurangi kelemahan dan ancaman. Menurut (Iskandarini 2002), proses penyusunan strategi dengan metode SWOT dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Tahap akhir analisis kasus adalah memformulasikan keputusan yang akan diambil. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif. Proses penyusunan perencanaan strategis dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kerangka Analisis SWOT 1. Tahap Masukan Matrik Evaluasi Matrik Evaluasi Faktor Eksternal Faktor Internal 2. Tahap Analisis/Pencocokan Matrik Matrik internal TOWS Faktor eksternal 3. Tahap Pengambilan Keputusan Matrik perencanaan strategis kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrik (QSPM) Sumber : Rangkuti 2001
Menurut (Umar 1999 dalam Utami 2008), tahap masukan atau tahap pengumpulan data, merupakan tahap klasifikasi dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi 2, yaitu data sebagai faktor eksternal dan data sebagai faktor internal yang mempengaruhi kebijakan DTA Waduk Batutegi. Hasil analisis faktor ekternal dan internal ini selanjutnya dibuat sebagai suatu matrik, yaitu matrik faktor strategi eksternal (EFAS = External Factor Analysis Strategic) dan matrik faktor strategi internal (IFAS = Internal Factor Analysis Strategic).
32
Langkah menentukan faktor strategi eksternal adalah sebagai berikut : 1. Menyusun 5 sampai dengan 10 hasil inventarisasi faktor peluang dan ancaman dalam kolom 1, (apabila hasil inventarisasi lebih dari 10, dilakukan skoring dan dipilih yang memiliki nilai 10 terbesar). 2. Memberikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Pembobotan dilakukan berdasarkan
hasil
kesepakatan/wawancara
dari
responden.
Jumlah
pembobotan adalah 1,0. 3. Menghitung rating untuk masing-msing faktor pada kolom 3, dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Pemberian rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating 4, tetapi jika peluangnya kecil diberikan rating 1). Pemberian rating ancaman adalah kebalikannya. Ancaman yang sangat besar diberikan rating 1 dan bila nilai ancamannya kecil, maka rating yang diberikan adalah 4. 4. Menghitung skor, yaitu dengan mengalikan bobot pada kolom 2
dengan
rating pada kolom 3, untuk memperoleh skor untuk semua critical succes factors. 5. Menjumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan bagi pengembangan kebijakan pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Selanjutnya melakukan analisis faktor internal (IFAS) dengan cara yang sama, yaitu dari faktor kekuatan dan kelemahan DTA Waduk Batutegi Setelah matrik strategi faktor internal dan eksternal dibuat, langkah berikutnya adalah tahap pencocokan dengan matrik TOWS atau SWOT. Tabel 7 adalah matrik TOWS (SWOT) yang disusun berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal.
33
Tabel 7 Matrik TOWS (SWOT) IFAS STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W) * Tentukan 5-10 faktor * Tentukan 5-10 faktor kekuatan internal kelemahan internal EFAS OPPORTUNITIES (O) *Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal
THREATS(T) * Tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Sumber: Rangkuti 2001
STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan elemahan dan menghindari ancaman
Dari hasil analisis faktor internal dan faktor eksternal, diperoleh 4 tipe strategi, yaitu Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT. 1. SO
strategies,
menggunakan
kekuatan
internal
untuk
meraih
dan
memanfaatkan peluang-peluang ang ada 2. WO strategies, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. 3. ST strategies, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. 4. WT strategies, merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan internal serta menghindar dari ancamanancaman lingkungan. Tahap berikutnya adalah tahap pengambilan keputusan (decisions stage). Langkah ini adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih yang mungkin dapat diimplementasikan. Teknik analisis yang dipakai adalah Quantitatif Strategic Planning Matrix (QSPM), yaitu teknik untuk menunjukkan strategi alternatif mana yang paling baik untuk dipilih. QSPM menggunakan input dari hasil analisis faktor internal dan eksternal serta hasil analisis tahap pencocokan
dengan
SWOT.
Teknik
analisis
QSPM
digunakan
untuk
34
mengevaluasi pilihan strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Adapun tahap pelaksanaan teknik analisis QSPM adalah sebagai berikut: 1. Membuat daftar external opportunities/threats dan internal strenghts/ weakness di kolom sebelah kiri QSPM. Informasi ini diambil langsung dari EFAS dan IFAS matrik (analisis strategi faktor internal dan eksternal) dengan masing-masing minimal 10 faktor, diletakkan pada kolom 1. 2. Memberikan nilai rating masing-masing faktor (nilai sama dengan EFAS dan IFAS matrik) yang diletakkan pada kolom 2. 3. Meneliti strategi yang telah dipilih dalam tahap pencocokan dengan SWOT dan identifikasi strategi yang dipertimbangkan pelaksanaannya. Letakkan strategi di bagian atas tabel QSPM. 4. Menetapkan
Attractiveness
Score
(AS),
yaitu
sebuah
angka
yang
menunjukkan relative attractiveness untuk masing-masing strategi yang terpilih. Dari masing-masing faktor ditentukan nilainya berdasarkan bagaiman perannya dalam proses pemilihan strategi. Setiap faktor memiliki AS yang menunjukkan relative attractiveness dari satu strategi dengan strategi lainnya. Batasan nilai AS adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = secara logis menarik, 4 = sangat menarik. Jika peran dari suatu faktor kecil,maka hal ini menunjukkan bahwa respective factor tersebut tidak memiliki peran pada pilihan spesifik yang sedang dibuat. AS diletakkan pada kolom 1 masingmasing strategi. 5. Menghitung
Total Attractiveness Score (TAS). yang diperoleh dari hasil
perkalian rating dengan AS masing-masing strategi dari dan diletakkan pada kolom 2 masing-masing strategi. Angka TAS menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing strategi. 6. Menjumlahkan semua nilai Total Attractiveness Score (TAS) pada masingmasing kolom strategi tabel QSPM. Dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS dari alternatif strategi terbesar bahwa alternatif strategi ini menjadi pilihan utama dan nilai TAS terkecil menjadi alternatif pilihan strategi yang akan dilaksanakan .
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis Secara Geografis DTA Waduk Batutegi terletak pada 05o06’ – 05o16’ LS dan 104o30’ – 104o47’ BT dengan ketinggian tempat antara 175 m hingga 1.775 m dari permukaan air laut. Secara admimistrasi daerah penelitian terletak di Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, dengan luas 42.400 ha, adapun kecamatan ini sendiri mempunyai luas wilayah 623,56 Km2. Topografi DTA Waduk Batutegi berada pada ketinggian antara 200 – 1.750 m di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan Peta Topografi Lembar Air Naningan skala 1:50.000 DTA Waduk Batutegi, relief wilayah studi terbagi menjadi relief landai dengan kelas lereng (3-8%), bergelombang (8-15%), berbukit (15-30%), agak curam (30-45%), dan curam (>45%) dan pada umumnya wilayah studi didominasi oleh relief bergelombang hingga berbukit. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) daerah studi termasuk ke dalam tipe B, karena nilai Q (rata-rata bulan kering dibagi rata-rata bulan basah sebesar 18,89%), tipe iklim menurut metode koppen (1951) DTA Waduk Batutegi termasuk ke dalam tipe Af, karena hujan terendah > 60 mm, dan suhu terendah >18 0C, sedangkan iklim menurut Zona Agroklimat Oldeman (1978) termasuk ke dalam tipe C2 karena mempunyai bulan basah (>200 mm) sebanyak 6 kali berturut-turut dan bulan kering (<100 mm sebanyak 2 kali). Selain itu daerah penelitian dicirikan juga oleh kondisi iklim dengan rata-rata kelembaban relatif sebesar 83,21%, temperatur 25,23oC, kecepatan angin 34,44 km/hari, dan lama penyinaran matahari selama 4,94 jam (Banuwa 2008). Geologi Berdasarkan Peta Geologi Lembar Kota Agung skala 1:250.000 (PPPG), DTA Waduk Batutegi dan sekitarnya disusun oleh batuan dari Formasi Gunung Kasih, Formasi Hulu Simpang dan Formasi Gunungapi Kuarter Muda. Secara geologis daerah ini termasuk ke dalam cekungan Bengkulu, lajur Bukit Barisan
36
dan tepi cekungan Sumatera Selatan. Batuan umumnya tersusun dari batuan endapan vulkanik yang sebagian bersifat in-situ terendapkan di dalam lingkungan air (sediment klastik). Jenis batuan yang dijumpai adalah batuan endapan kuarter alluvium sungai, batuan endapan kuarter sedimen tufa masam, batuan beku kuarter berbahan vulkan andesitik dan lapisan tufa, batuan beku tersier propilit andesit, bahan batu karbon granit, diorite dan gabro, dan bahan metamorfosis karbon sekis dan hablur. Struktur geologi yang berkembang di daerah ini adalah struktur patahan. Secara regional aktivitas lempeng tektonik daerah ini terletak di sekirar cekungan belakang busur Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang mengikuti bentuk Pulau Sumatera arah Barat Laut-Tenggara, sehingga wilayah ini sangat dipengaruhi oleh struktur regional Sesar Semangko yang sangat aktif. Geomorfologi Geomorfologi daerah ini dapat dibagi ke dalam satuan morfologi, yaitu satuan morfologi pegunungan, satuan morfologi kerucut gunungapi dan satuan morfologi perbukitan. Satuan morfologi pegunungan terdapat pada bagian barat dan barat laut dengan elevasi 400-1.250 m dpl. Pada satuan morfologi ini terjadi pelapukan batuan intensif dan proses denudasi cukup kuat. Satuan kerucut gunungapi terdapat di barat daya dengan elevasi 500-1750 m dpl (G. Rindingan) yang terbentuk dari material batuan vulkanik. Satuan morfologi perbukitan sangat bergelombang terdapat pada bagian utara, selatan, tenggara, dan timur laut dengan elevasi 200-800 m dpl. Satuan morfologi ini terbentuk dari batuan yang beragam dengan proses denudasi yang kuat. Tanah Jenis tanah di DTA Waduk Batutegi termasuk ke dalam Ordo Inceptisol dan Ultisol (Centre for soil research 1983), Karakteristik tanah pada Ordo Inceptisol umumnya mempunyai ciri horison kambik dengan batas atas pada 25 cm dan batas bawahnya pada kedalaman 100 cm atau lebih dari permukaan tanah mineral. Pada tanah ini tidak terdapat bahan sulfidik di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral. Tanah ini tergolong masih muda, sifat tanahnya sangat bervariasi tergantung pada bahan induknya, diantaranya mempunyai tekstur lebih halus dari pasir berlempung, sangat masam sampai netral yang tergantung dari
37
sifat bahan asal serta keadaan lingkungannya. Jenis tanah yang termasuk ke dalam ordo Inceptisol di daerah penelitian adalah Humitropepts seluas 16.055,62 Ha (37,87%), Dystropepts 11.967,16 Ha (28,22%), Dystrandepts 6.541,15 Ha (15,43%) Durandepts 2.644,39 Ha (6,24%) dan Eutropepts 355,64 Ha (0,84%). Untuk tanah ordo ultisols dengan jenis tanah Tropudults di daerah penelitian menempati areal seluas 4.836,05 Ha (11,41%) yang mempunyai ciri horison argilik atau kandik serta memiliki kejenuhan basa < 35% pada kedalaman 125 cm atau lebih di bawah batas atas horison argilik atau kandik. Tanah ini telah mengalami pelapukan lanjut dan terjadi translokasi liat pada bahan induk yang umumnya terdiri dari bahan yang kaya aluminium-silika dengan iklim basah. Sifat-sifat tanah seperti ini mencerminkan kondisi yang telah mengalami pencucian secara intensif, diantaranya miskin akan unsur hara NPK, sangat masam sampai masam, miskin bahan organik, lapisan bawah kaya Al dan peka terhadap erosi. Hidrologi DTA Waduk Batutegi memiliki 3 sungai utama yaitu Way Sekampung yang mengalir dari pegunungan di sebelah Barat, Way Sangharus yang mengalir dari Gunung Rindingan dan Way Rilau yang mengalir dari pegunungan sebelah Utara. Pola sungai yang berada pada DTA Waduk Batutegi dapat dibagi ke dalam tipe parallel, dendritik dan radial dengan kondisi saluran sungai berbentuk U pada daerah landai dan V pada daerah yang curam. Aliran sungai mengalir dari arah Barat dan Utara yaitu daerah pegunungan dan perbukitan yang tinggi menuju daerah yang lebih rendah di daerah Timur dan Selatan yang akhirnya masuk ke Waduk Batutegi. Pola drainase dan kelas lereng DTA Waduk Batutegi disajikan pada Gambar 4.
38
38
Gambar 4 Pola Drainase dan Kelas Lereng DTA Waduk Batutegi
39
Penutupan Lahan Penutupan lahan di DTA Waduk Batutegi saat ini didominasi oleh tanaman budidaya (terutama kopi), kemudian diikuti oleh hutan, semak belukar, genangan, dan permukiman. Secara rinci dari luas total DTA Waduk Batutegi (42.400 Ha), tanaman budidaya yang berbasis kopi ini terbentang seluas 23.288 Ha (55,93%), kemudian diikuti oleh hutan 10.838 Ha (25,56%), semak belukar seluas 6.852 Ha (16,16%), permukiman 190 Ha (0,45%), dan genangan seluas 1.230 Ha (2,90%) (hasil analisis citra Aster tahun 2007). Selanjutnya berdasarkan status lahan, DTA Waduk Batutegi terbagi menjadi Kawasan Hutan Lindung (KHL) seluas 34.385 Ha dan Areal Pemanfaatan Lain (APL) seluas 5.919 Ha (Dishut Lampung 2006). Sosial Ekonomi Luas wilayah Kecamatan Pulau Panggung sebesar 623,56 Km2, memiliki jumlah penduduk sebanyak 53.273 jiwa yang terdiri dari 28.579 laki-laki dan 24.694 perempuan atau terbagi ke dalam 13.235 KK (4 jiwa/KK). Dengan demikian, kepadatan penduduk rata-rata di kecamatan ini sebesar 85,43 jiwa/ Km2 yang tersebar dalam 27 wilayah desa/pekon (BPS 2007). Dari komposisi penduduk tersebut usia produktif yang berumur 15-56 tahun berjumlah 11.113 jiwa atau sebesar 50,30% dari seluruh jumlah penduduk yang terdapat di kecamatan ini. Tingkat laju pertumbuhan penduduk rata-rata selama 5 (lima) tahun terakhir ini adalah 3,66%/tahun, namun tingginya angka ini lebih mencerminkan tingginya tingkat migrasi dari pada angka kelahiran sehingga angka laju pertumbuhan penduduk di daerah ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Tingkat pendidikan di Kecamatan Pulau Panggung termasuk rendah dimana 10.755 jiwa atau 48,59% dari seluruh penduduk berlatar belakang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Berdasarkan agama yang dianut penduduk yang beragama Islam sebanyak 21.702 jiwa (98,23%), Katolik sebanyak 339 jiwa (1,53%) dan Protestan sebanyak 53 jiwa (0,24%) Ditinjau dari aspek kesejahteraan keluarga, Kecamatan Pulau Panggung memiliki Keluarga Prasejahtera yang terbesar yaitu sebanyak 6.765 KK (51,11%) kemudian Keluarga Sejahtera I sebanyak 2.857 KK (21,59%), sisanya adalah
40
Keluarga Sejahtera II, III dan III plus masing-masing sebanyak 2.086 KK (15,76%), 1.519 KK (11,48%) dan 8 KK (0,06%). Aspek pertanian yang dominan di Kecamatan Pulau Panggung adalah usahatani tanaman perkebunan, khususnya tanaman kopi. Kecamatan ini memiliki areal tanaman kopi paling luas di Kabupaten Tanggamus. Luas tanaman kopi di daerah ini adalah 9.099 Ha dengan produksi sebesar 3.589,65 ton, atau rata-rata sebesar 450 Kg/ha. Produktivitas lahan ini tergolong rendah apabila dibandingkan dengan potensi produksi tanaman kopi rakyat yaitu sebesar 1,0 ton/ha. Produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Tanggamus dengan indeks harga konstan, dengan struktur perekonomian daerah ini di dominasi sektor pertanian sebesar 55,70%, sektor perdagangan dan jasa sebesar 14,48%, dan sisanya sektor lain. Mata pencaharian penduduk pada umumnya di sektor pertanian, dimana jumlah petani sebesar 3.384 jiwa (50,54%), buruh tani 1.049 jiwa (17,08%), dan sisanya sebagai pegawai negeri sipil, ABRI, karyawan swasta, pedagang, pensiunan serta sektor informal lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Persebaran penutupan lahan di DTA Waduk Batutegi dari hasil klasifikasi Citra Landsat Tahun 1992, 2000 dan Citra Aster Tahun 2007 disajikan pada Gambar 5, 6, dan 7. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut DTA Waduk Batutegi memiliki luas total 42.400 Ha dengan 5 (lima) tipe penutupan lahan, yaitu hutan, tanaman budidaya, semak belukar, permukiman, dan genangan waduk. Perhitungan luas penutupan lahan di DTA Waduk Batutegi tahun 1992, 2000 dan 2007 di sajikan pada Tabel 8. Tabel 8
Luas Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992, 2000 dan 2007.
Penggunaan Lahan
Tahun 1992
Tahun 2000
Tahun 2007
Ha
%*
Ha
Ha
27.728,93
65,40
18.614,31
43,90 10.838,25
25,56
Tanaman Budidaya 12.664,31
29,88
20.633,85
48,66
23.288,4
55,93
1.976,93
4,66
2.912,97
6,87
6.852,34
16,16
Permukiman
19,63
0,05
56,67
0,13
190,55
0,45
Tubuh Air
10,21
0,02
182,20
0,43
1.230,45
2,90
42.400
100
42.400
100
42.400
100
Hutan Semak Belukar
Jumlah
%*
%*
Sumber: Hasil analisis Citra Landsat Tahun 1992, 2000, dan Aster 2007. *) Persentase terhadap luas total DTA Waduk Batutegi
Tabel 8 menunjukkan bahwa tutupan lahan di DTA Waduk Batutegi pada tahun 1992 didominasi oleh hutan, namun pada tahun 2000 dan 2007 luas hutan terlihat menurun, sebaliknya tanaman budidaya (yang didominasi tanaman kopi), semak belukar, permukiman meningkat dan juga terjadi genangan air waduk dimulai tahun 2001. Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa dalam kurun waktu 1992-2007) telah terjadi penurunan penutupan lahan hutan secara cepat yang diikuti dengan peningkatan tanaman budidaya dan semak belukar.
42
Gambar 5 Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992
43
43
Gambar 6 Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2000
44
44
Gambar 7 Peta Tutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2007
45
Pada tahun 1992 tanaman bududaya dan semak belukar memiliki luas yang cukup besar, berturut-turut seluas 12.664,31 Ha (29,88%) dan 1.976,93 Ha (4,66%), sedangkan pada tahun 2000 seluas 20.633,85 Ha (48,66%) dan 2.912,97 Ha (6,87%), selanjutnya menjadi 23.288,40 Ha (55,93%) dan 6.852,34 Ha (16,16%) pada tahun 2007. Dari angka tersebut terlihat bahwa deforestasi DTA Waduk Batutegi menjadi tanaman budidaya, semak belukar dan pemukiman berlangsung relatif cepat, hal ini akan berpengaruh terhadap fungsi waduk karena debit minimum yang masuk ke dalam waduk mengalami penurunan pada tahun 1992 dari 8,3 M3/det berturut-turut berkurang menjadi 2,33 M3/det tahun 2000 dan 1,06 M3/det tahun 2007. Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Perubahan luas penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun 1992 sampai dengan tahun 2007 disajikan pada Tabel 9 sedangkan sebarannya disajikan pada Gambar 8, 9, dan 10. Tabel 9
Perubahan Luas Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Periode Tahun 1992-2000, 2000-2007 dan 1992-2007. Penutupan Tahun 1992-2000 Tahun 2000-2007 Tahun 1992-2007 Lahan Ha
Hutan
%*
-9.114,62 -21,50
Tanaman Budidaya
Ha
%*
Ha
%*
-7.776,06
-18.34
-16.890,68
-39,84
7.969,54
18,80
2.654,55
6,26
10.624,09
25,06
936,04
2,21
3.939,37
9,29
4.875,41
11,50
Pemukiman
37,04
0,09
133,88
0,32
170,92
0,40
Tubuh Air
171,99
0,41
1.048,25
2,47
1.220,24
2,88
Semak Belukar
Sumber: Hasil perhitungan perubahan penggunaan lahan tahun 1992, 2000 dan 2007 *Persentase terhadap luas DTA Waduk Batutegi
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa perubahan yang mencolok pada periode 1992-2000 adalah terjadinya pengurangan luas hutan yang diikuti dengan penambahan luas lahan tanaman budidaya dan semak belukar. Pada periode ini luas hutan berkurang 9.114,62 Ha (21.50%) dan luas tanaman budidaya bertambah 7.969,54 Ha (18,80%), semak belukar bertambah 936,04 Ha (2,21%), permukiman bertambah 37,04 Ha (0,09%) dan tubuh air bertambah
46
171,99 Ha (0,41%) yaitu mulai terjadi genangan waduk. Berdasarkan hasil analisis
tumpangtindih (overlay) terlihat bahwa penambahan luas tanaman
budidaya (7.969,54 Ha) merupakan hasil konversi lahan hutan (7.808,47 Ha) serta semak belukar sebesar (1.231,65 Ha). Sementara penambahan semak belukar seluas (936,04 Ha) merupakan hasil konversi lahan hutan (1.271,24 Ha) serta tanaman budidaya (912.76 Ha) (Lampiran 2). Untuk periode 2000 – 2007,
perubahan luas didominasi oleh
bertambahnya luas tanaman budidaya 2.654,55 Ha (6,26%), semak belukar 3.939,37 Ha (9,29%), permukiman 133,88 Ha (0,32%) dan tubuh air 1.048,25 ha (2,47%), sebaliknya terjadi pengurangan luas hutan sebesar 7.776,06 Ha (18,34%). Pola perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi periode tahun 1992-2000, 2000-2007, dan 1992-2007 selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Pola perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi dapat bersifat searah dan bolak balik, yang sifatnya searah (irreversible) adalah hutan menjadi tanaman budidaya, semak belukar, pemukiman, dan tubuh air, sedangkan perubahan yang sifatnya bolak-balik (reversible) terjadi pada tanaman budidaya dan semak belukar. Tanaman budidaya berasal dari konversi hutan dan semak belukar selanjutnya tanaman budidaya dapat berubah menjadi semak belukar, permukiman dan tubuh air. Begitu juga dengan semak belukar, berasal dari konversi hutan dan tanaman budidaya sedangkan perubahan semak belukar dapat berubah menjadi tanaman budidaya, permukiman dan tubuh air. Secara ringkas pola perubahan yang terjadi di DTA Waduk Batutegi pada periode 1992-2000, 2000-2007, dan 1992-2007 disajikan dalam Tabel 10. Hasil analisis korelasi berganda untuk perubahan penutupan lahan, menunjukkan bahwa antara hutan dan tanaman budidaya, semak belukar, pemukiman, dan tubuh air berkorelasi tinggi (rata-rata > -0,92) dengan tingkat kepercayaan 75%. Artinya penurunan luas hutan akan diikuti dengan bertambahnya luas lahan tanaman budidaya, semak belukar, tubuh air dan permukiman
47
47
Gambar 8 Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992-2000
48
48
Gambar 9 Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 2000-2007
49
49
Gambar 10 Peta Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992-2007
50
Tabel 10 Pola Perubahan Tipe Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Periode Tahun 1992-2000, 2000-2007 dan 1992-2007. Penutupan Lahan Hutan Tanaman Budidaya Semak Belukar
Permukiman Tubuh Air
Tahun 1992-2000 (-) Pmk, TnmBd, Smk, TbhAir (-) Pmk, Smk, TbhAir, (+) Htn, Smk (-) Pmk, TnmBd, TbhAir (+) Htn,TnmBd (+) Htn, TnmBd Smk, (+) Htn, TnmBd, Smk,
Tahun 2000-2007 (-) Pmk, TnmBd, Smk, TbhAir (-) Pmk, Smk, TbhAir, (+) Htn, Smk, (-) Pmk, TnmBd, TbhAir (+) Htn,TnmBd (+) Htn, TnmBd Smk, (+) Htn, TnmBd, Smk,
Tahun 1992-2007 (-) Pmk, TnmBd, Smk, TbhAir (-) Pmk, Smk, TbhAir, (+) Htn, Smk (-) Pmk, TnmBd, TbhAir (+) Htn,TnmBd (+) Htn, TnmBd Smk, (+) Htn, TnmBd, Smk,
Keterangan : - Htn : Hutan - TnmBd : Tanaman Budidaya - Smk : Semak Belukar - Pmk : Permukiman - TbhAir : Tubuh Air - Tanda negatif (-) menyatakan luas areal berkurang , terkonversi menjadi.. - Tanda positih (+) menyatakan luas areal bertambah, bertambah dari.. Dari uraian di atas tampak bahwa peningkatan luas tanaman budidaya akan berimplikasi terhadap meningkatnya produksi pertanian yang berarti akan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Namun di lain pihak, jika dipandang dari segi ekologis, meningkatnya luas tanaman budidaya yang diperoleh dengan mengkonversi tutupan hutan akan menurunkan fungsi hidrologis DTA Waduk Batutegi seperti yang terjadi pada saat ini. Penurunan fungsi hidrologis ini berdampak pada tidak optimalnya fungsi Waduk Batutegi terbukti dari elevasi air waduk yang cenderung menurun sehingga fungsi waduk terancam tidak terpenuhi (Lampung Post 2008). Tabel 11 berikut merupakan hasil analisis perubahan penutupan lahan 1992-2007 dan rata-rata laju perubahan dalam kurun waktu tersebut yang digambarkan dalam persentase. Persen laju perubahan tersebut adalah persentase terhadap penutupan lahan tersebut, bukan terhadap luas total dari DTA Waduk Batutegi.
51
Tabel 11 Luas Penutupan Lahan dan Rata-rata Laju Perubahan Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Tahun 1992-2007 Tipe Penutupan Lahan
Luas Penutupan Lahan Tahun 1992 Tahun 2007 (ha) (Ha)
Perubahan Luas (ha) 1992-2007
Rata-rata Laju Perubahan Penutupan Lahan (%/th)* -16.890,7 -4,06
Hutan
27.728,9
10.838,3
Tanaman Budidaya
12.664,3
23.288,4
10.624,1
5,59
1.976,9
6.852,3
4.875,4
16,44
Permukiman
19,6
190,6
170,9
58,05
Tubuh Air
10,2
1.230,5
1.220,2
-
Semak Belukar
Sumber: Hasil perhitungan perubahan penutupan lahan tahun 1992, dan 2007 *Persentase terhadap luas tipe penutupan lahan tersebut
Dari Tabel 11 terlihat bahwa laju penambahan tubuh air adalah tertinggi yaitu dari 10,2 Ha di tahun 1992 menjadi 1.230,5 Ha tahun 2007, dan penambahan ini akan terhenti setelah elevasi air waduk mencapai titik optimum 274 meter (± 2.100 ha). Hal ini terjadi karena telah terjadi pengisian waduk yang dimulai sejak tahun 2001 dan baru diresmikan pada tahun 2004 oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri. Laju penambahan berikutnya adalah lahan permukiman (58,05%/th), semak belukar (16,44%/th) dan tanaman budidaya (5,59%/th). Sedangkan laju pengurangan penutupan lahan hanya terjadi pada hutan sebesar (4,06%/th). Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu 1992-2007, penutupan hutan paling banyak terkonversi menjadi tanaman budidaya seluas 12.519,60 Ha (45,15 %) dan Semak belukar seluas 3.940,39 Ha (14,21%) (Lampiran 2). Perambahan hutan untuk dijadikan tanaman budidaya yang didominasi oleh tanaman kopi telah dimulai di era tahun 80-an dan terhenti pada tahun 1997 pada saat dilakukan operasi pembersihan oleh aparat. Namun pada saat era reformasi perambahan mulai terjadi lagi dan berlangsung hingga sekarang (Lampung Post 2008).
52
Untuk perubahan lahan hutan menjadi semak belukar bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah illegal logging dan sistem perladangan berpindah oleh masyarakat setempat. Setelah dilakukan penebangan hutan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sebagian hutan dibiarkan begitu saja hingga akhirnya berubah menjadi semak belukar. Begitu juga dengan pola ladang berpindah, setelah lahan yang dibuka tidak produktif lagi, maka mereka para perambah akan meninggalkan untuk mencari lahan baru, sedangkan lahan yang ditinggal akan berubah menjadi semak belukar. Analisis Tekanan Penduduk dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Penutupan Lahan Menurut Soemarwoto (1989), tekanan penduduk muncul disebabkan oleh lahan pertanian yang ada di suatu daerah tidak cukup untuk mendukung kehidupan penduduk pada tingkat yang dianggap layak. Oleh karena itu penduduk berusaha untuk mendapatkan tambahan pendapatan dengan membuka lahan baru atau memilih pergi ke kota. Dorongan untuk membuka lahan baru atau untuk pergi ke kota disebut sebagai tekanan penduduk. Indikasi adanya tekanan penduduk terhadap suatu wilayah dapat dilihat dari nilai indeks tekanan penduduk. Menurut Soemarwoto indeks tekanan penduduk dipengaruhi oleh proporsi jumlah masyarakat yang bekerja dalam bidang pertanian dalam wilayah tersebut (f), luas lahan minimal yang dapat memberikan hidup layak atau setara dengan 640 kg beras/tahun (z), tingkat pertumbuhan penduduk (r), serta luas lahan pertanian (L) dan jumlah penduduk (Po). Luas lahan pertanian yang dianggap dapat memberikan hasil untuk memenuhi kehidupan yang layak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah produktivitas lahan serta jenis tanaman yang dibudidayakan. Untuk menyederhanakan perhitungan agar didapatkan angka yang dapat memberikan kehidupan yang layak maka ditetapkan angka 200 % dari ambang kecukupan pangan sebagai kebutuhan hidup minimum di pedesaan, Angka tersebut ditetapkan oleh Sajogyo dan Sajogyo (1990) sebesar 320 kg/orang/tahun. Menurut (Sinukaban 2007 dalam Banuwa 2008), kebutuhan hidup layak (KHL) ditetapkan sebesar 250% dari kebutuhan hidup minimum (KHM), dimana kebutuhan hidup minimum sebanding dengan kebutuhan equivalen beras satu
53
rumah tangga x 100% x jumlah anggota keluarga x harga beras, sedangkan kebutuhan hidup tambahan (KHT) terhadap aspek pendidikan dan sosial, kesehatan dan rekreasi serta asuransi dan tabungan masing-masing sebesar 50 % dari kebutuhan hidup minimum (KHM). Kebutuhan hidup minimum di lokasi penelitian sebesar Rp 7.200.000,00/KK/tahun sedangkan kebutuhan hidup layak sebesar Rp. 18.000.000,00/KK/tahun dengan luas lahan minimal 1,11 ha (Banuwa 2008). Proporsi jumlah penduduk yang berusaha di bidang pertanian juga sangat menentukan dalam perhitungan indeks tekanan penduduk. Hal ini disebabkan penduduk yang berusaha di bidang pertanian berpotensi untuk memanfaatkan ruang atau kawasan hutan untuk budidaya pertanian. Meskipun demikian, pernyataan ini tidak sepenuhnya benar karena tidak semua perambah hutan adalah berprofesi sebagai petani. Selain itu angka pertumbuhan penduduk, juga mempengaruhi indeks tekanan penduduk, karena semakin besar angka pertumbuhan penduduk maka nilai indeks tekanan penduduk akan bertambah. Dalam penelitian ini indeks tekanan penduduk dihitung dari data Potensi Desa (PODES) tahun 2000, 2003, dan 2006, sedangkan hasil perhitungan indeks tekanan penduduk terhadap desa-desa di sekitar DTA Waduk Batutegi disajikan pada Tabel 12 dan sebarannya spasialnya ditampilkan pada Gambar 11. Tabel 12 Tekanan Penduduk Tahun 2006 di Sekitar DTA Waduk Batutegi Kecamatan
Desa
Kepadatan Geografis (Jiwa/Km2)
Kpddt Agraris (Jiwa/ha)
11 121 159 192 116 380 219 227 375 318 225 196 179 364
0.20 2.17 2.08 2.28 1.77 2.05 2.61 2.27 5.46 4.94 3.73 2.41 2.16 3.69
Rata-rata Kepemilikan Lahan (ha/KK)
Kebutuh an lahan minimal (ha/KK)
Indeks Tekanan Penduduk
Kabupaten Lampung Barat Sumber Jaya
Sindang Pagar Suka Jaya Gedung Surian Tri Mulyo Cipta Waras Pura Mekar Muara Jaya I Muara Jaya II Pura Wiwitan Pura Jaya Tribudi sukur Simpang Sari Way Petay Sukapura
19.45 2.03 2.18 2.28 1.49 2.14 1.55 1.80 0.80 0.88 0.93 1.71 2.20 1.13
0,81 0,89 0,97 1,07 0,55 0,96 0,84 0,76 0,87 0,80 0,69 0,60 0,94 0,83
0,10 1,72 2,13 2,40 0,83 7,65 2,53 1,72 4,29 4,38 2,24 1,39 1,75 3,49
54
Tabel 12 (Lanjutan) Kecamatan
Desa
Kepadatan Geografis 2 (Jiwa/Km )
Kpddt Agraris (Jiwa/ha)
Rata-rata Kepemilikan Lahan (ha/KK)
Kebutuh an lahan minimal (ha/KK)
Indeks Tekanan Penduduk
85 876 129 425 82 157 540 347 418 253 136 147
1.78 9.99 1.51 4.15 1.33 3.29 6.58 4.48 4.17 3.31 1.71 1.82
3.01 0.55 2.75 1.02 2.35 1.36 0.56 0.96 1.12 1.48 2.11 2.13
1.12 1.10 0.78 0.84 0.62 0.84 0.72 0.85 2.27 0.61 0.60 0.43
0.92 9.12 0.87 3.40 0.47 1.25 4.29 3.18 7.21 1.53 0.78 0.57
57 116 116 41 65 71 72 105 89 57 195 95 144 74 35 126 209 127 152 66 51 70 47 142 203 321 95 66
4.46 1.40 0.61 0.57 0.81 1.50 1.33 13.06 1.40 1.16 1.24 0.92 1.70 0.76 0.43 1.27 2.72 1.51 1.73 0.63 0.66 1.14 0.42 1.20 3.04 3.66 1.02 1.30
0.97 3.32 7.60 7.66 6.00 3.44 4.29 0.21 2.88 3.49 3.24 5.00 2.36 6.09 9.98 2.89 1.54 3.05 2.38 7.54 5.54 3.58 8.75 4.16 1.25 0.91 5.63 4.41
0.91 0.96 0.96 0.93 1.01 1.09 1.18 0.55 0.83 0.84 0.86 0.94 0.82 0.95 0.91 0.78 0.88 0.98 0.77 0.83 0.73 0.86 0.76 0.93 0.80 0.59 1.24 1.21
0.54 1.29 1.13 0.51 0.69 0.86 0.79 0.58 0.79 0.57 2.15 0.93 1.28 0.69 0.32 0.98 2.21 1.49 1.01 0.46 0.34 0.58 0.36 1.19 1.82 1.66 1.31 0.70
Kabupaten Lampung Barat Way Tenong
Sukaraja Sukananti Sri Menanti Sidodadi Tanjung Raya Gunung Terang Sumber Alam Semarang Jaya Fajar Bulan Mutar Alam Karang Agung Pura Laksana Kabupaten Tanggamus Pulau Panggung
Ulu Belu
Gunung Megang Sinar Mulyo Kemuning Tanjung Begelung Gedung Agung Penantian Muara Dua Tekad Way Harong Air Kubang Karang Sari Pulau Panggung Way Ilahan Gunung Meraksa Batu Bedil Air Bakoman Air Naningan Datar Lebuay Datarajan Gunungtiga Karangrejo Pagar Alam Ulubelu Muaradua Ulubelu Ngarip Penantian Ulubelu Gunung Sari Sirna Galih Ulu Semong
55
Lampiran 12 (Lanjutan) Kecamatan
Desa
Kepadatan Geografis 2 (Jiwa/Km )
Kepadatan Agraris (Jiwa/ha)
Rata-rata Kepemilikan Lahan (ha/KK)
Kebutuh an lahan minimal (ha/KK)
Indeks Tekanan Penduduk
Kabupaten Lampung Tengah Selanggai Lingga
Pubian
Sendang Agung
Marga Jaya Lingga Pura Nyukang Harjo Sidoharjo Taman Sari Negeri Katon Karang Anyar Galih Karangjati Gedung Harta Negeri Agung Tanjung Ratu Gedung Haji Kota Batu Payung Dadi Payung Makmur Payung Rejo Payung Batu Tanjung Rejo Tanjung Kemala Negeri Kepayungan Segala Mider Tias Bangun Sendang Agung Sendang Asri Sendang Baru Sendang Mukti Sendang Mulyo Sendang Rejo Sendang Retno
Rata-rata Rata-rata DTA Waduk Batutegi
370 588 685 181 161 49 846 213 108 247 75 305 335 227 543 315 497 114 217 581 484 292 656 634 745 457 645 558 526
5.54 6.46 7.71 2.21 1.32 0.70 4.02 2.20 0.97 2.72 0.77 3.64 2.11 2.59 4.30 3.22 11.75 2.25 1.13 1.19 2.96 5.80 5.90 6.99 8.14 4.78 6.68 8.57 5.55
0.78 0.65 0.57 2.07 3.17 5.59 1.07 1.86 4.07 1.74 5.90 1.32 1.95 1.71 0.99 1.23 0.33 1.74 3.83 3.62 1.58 0.77 0.72 0.58 0.53 0.83 0.63 0.49 0.72
0.94 0.83 0.80 0.84 0.63 0.63 0.78 0.79 0.77 1.00 0.98 1.04 0.82 0.90 0.91 0.74 0.81 0.78 0.86 0.67 0.77 0.88 0.74 0.85 0.90 0.83 0.86 0.88 0.84
3.54 5.35 8.39 1.49 0.84 0.26 6.55 1.92 0.99 2.89 0.73 4.63 2.82 2.06 5.74 2.07 5.46 0.84 3.45 2.96 3.15 3.62 4.25 5.84 7.36 3.95 5.89 5.09 4.57
257 122
3 2
2,74 2,77
0,72 0,86
2,02 1,21
Sumber : Podes tahun 2000, 2003 dan 2006 (diolah)
Berdasarkan Data Potensi Desa (PODES) tahun 2006, rata-rata kepadatan geografis desa-desa di sekitar DTA Waduk Batutegi sebesar 257 jiwa/Km2 (Tabel.12) dan desa terpadat penduduknya adalah Desa Sukananti, Kecamatan Waytenong, Kabupaten Lampung Barat (876 jiwa/Km2). Sebaliknya desa terjarang penduduknya adalah Desa Sindang Pagar, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat (11 jiwa/Km2).
56
56
Gambar 11 Peta Sebaran Indeks Tekanan Penduduk di Sekitar DTA Waduk Batutegi
57
Rata-rata kepadatan Agraris di sekitar DTA Waduk Batutegi adalah 3 jiwa/ha dengan kepadatan tertinggi terjadi di Desa Tekad, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, sedangkan kepadatan agraris terendah terdapat di Desa Sindang Pagar, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat. Kepadatan agraris sangat ditentukan oleh proporsi keluarga petani dan luas lahan pertanian yang tersedia seperti sawah, ladang/tegalan, atau kebun. Dengan mayoritas (90%) penduduk sekitar DTA Waduk Batutegi merupakan keluarga petani yang berbasis lahan, maka secara teoritis tekanan terhadap DTA Waduk Batutegi semakin berat terutama pada sumberdaya lahan atau sumberdaya alam, khususnya terhadap kawasan lindung. Berdasarkan perhitungan indeks tekanan penduduk, terhadap 83 desa di DTA Waduk Batutegi dan sekitarnya, dan dengan asumsi bahwa luas pertanian rata-rata minimal 0,75 ha/kk maka diprediksi hasil bahwa 29 desa (33,33%) memiliki ITP <1, 20 desa (22,99%) mempunyai ITP = 1-2, dan 38 desa (43,63%) memiliki ITP >2. Persebaran spasial indeks tekanan penduduk di daerah penelitian dan sekitarnya disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan perhitungan Indek Tekanan Penduduk (ITP) tersebut, maka desa-desa di DTA Waduk Batutegi di Kabupaten Tanggamus memiliki kategori sedang dan ringan kecuali Desa Air Naningan dan Desa Karang Sari. Desa-desa yang berbatasan langsung atau berada di dalam DTA lebih berpotensi memberikan tekanan terhadap DTA dikarenakan aksesbilitas/jaringan jalan yang mudah serta daerah tersebut memiliki relief relatif ringan dengan kelas lereng 815% (bergelombang). Untuk indeks tekanan penduduk di luar DTA dengan kategori berat sebagian besar berada di Kabupaten Lampung Barat dan Lampung Tengah. Desadesa yang berada di Kabupeten Lampung Barat sebagian besar memiliki ITP > 2 (berat). Jika tekanan penduduk dari desa-desa ini berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan di DTA Waduk Batutegi, maka hal ini dikarenakan adanya aksesbilitas jalan yang mudah dan relief yang ringan dengan kelas lereng 3-8% (landai) sampai dengan 8-15% (bergelombang). Sedangkan tekanan penduduk yang berasal dari Kabupaten Lampung Tengah sebagian besar memiliki kategori berat (ITP >2), namun aksesbilitas jalan relatif sulit/jauh dan daerah ini memiliki
58
relief berbukit dengan kelas lereng 15-30% hingga 45-65% (curam). Berdasarkan kondisi ini maka perubahan penutupan lahan pada daerah ini relatif kecil. Jika analisis ini dilakukan dengan asumsi bahwa luas lahan minimal untuk hidup layak sebesar minimal 2 ha (menurut masyarakat), maka hampir semua desa di sekitar DTA memiliki indeks tekanan penduduk >2 (berat). Oleh karena itu, berdasarkan ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya lahan maka hampir semua desa berpotensi menekan penutupan lahan di DTA Waduk Batutegi. Tekanan penduduk pada lahan-lahan pertanian selain dipengaruhi oleh jumlah petani dan luas lahan pertanian yang ada, juga dipengaruhi oleh kemampuan petani mengolah lahan sehingga lahan yang ada bisa dimanfaatkan secara efektif. Kondisi saat ini lebih dari 65 % desa-desa di DTA Waduk Batutegi memiliki indeks tekanan penduduk >1. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam daerah penelitian sendiri masih diperlukan upaya-upaya teknis maupun sosial untuk menurunkan besarnya inlai indeks tekanan penduduk tersebut. Apabila hal ini tidak dihiraukan maka luas lahan pertanian yang ada akan menjadi tidak mampu lagi menampung jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Perlu dijelaskan disini bahwa perhitungan indeks tekanan penduduk belum dapat menunjukkan secara langsung terhadap perubahan penutupan lahan yang terjadi di DTA, namun lebih menunjukkan pada besarnya potensi untuk terjadinya perubahan tersebut. Namun demikian dari hasil penelitian lapangan dapat diperoleh tipologi masyarakat di daerah penelitian dan sekitarnya yang dapat digunakan sebagai gambaran tentang besarnya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan di wilayahnya. Tipologi masyarakat di sekitar DTA Waduk Batutegi masih bersifat tradisional dan mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya alam. Dengan demikian kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar belum sepenuhnya mendukung pengelolaan sumberdaya lahan yang lestari karena masih rendahnya pengetahuan mereka tentang konservasi alam. Hal ini diakibatkan oleh tingkat pendidikan, keterbatasan keterampilan, dan keterbatasan akses untuk memperoleh informasi, sehingga taraf hidup masyarakatnyapun masih rendah. Keadaan semacam ini dapat menjadi penyebab terjadinya kerusakan lahan dan mengancam kelestariannya.
59
Untuk mengatasi hal ini maka beberapa upaya perlu dilakukan terutama untuk mengurangi ketergantungan penduduk terhadap lahan, diantaranya adalah dengan meningkatkan keragaman mata pencarian mereka dengan jalan memberikan keterampilan teknis kepada masyarakat. Alternatif lain yang dapat dilaksanakan adalah dengan penekanan terhadap laju pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana dan melakukan program intensifikasi pertanian agar produktifitas tanah akan lebih tinggi sehingga luas lahan minimal untuk dapat hidup layak mencukupi meskipun kecil. Apabila memungkinkan perlu pula dilakukan perbaikan atau rehabilitasi terhadap tanah-tanah yang sudah tidak produktif, diharapkan akan dapat memperkecil tekanan penduduk terhadap lahan pertanian (Feri 2007). Selain itu perlu pula peningkatan aksesibilitas wilayah untuk membantu pemasaran hasil pertanian dan menumbuhkan industri pengolahan, jasa maupun perdagangan yang dapat memberikan lapangan kerja baru. Peningkatan aksebilitas ini perlu diwaspadai agar tidak disalahgunakan untuk kemudahan pembalakan dan perambahan hutan. Penataan Ruang DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kepmentan No 837/Kpts/Um/11/1980 Berdasarkan status kawasan, DTA Waduk Batutegi merupakan Kawasan Hutan Lindung (KHL) (81,10%) sedangkan selebihnya merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) (13,96%) (Dishutprov Lampung 2006). Namun berdasarkan identifikasi skor parameter biofisik dengan melakukan operasi tumpangtindih (overlay) terhadap kelas lereng, jenis tanah dan intensitas curah hujan harian rata-rata, sebagian besar merupakan areal yang dapat dimanfaatkan hanya 6,91% saja yang betul-betul harus dilindungi dengan skor ≥ 175 (Tabel 13). Akan tetapi mengingat fungsi DTA Waduk Batutegi sebagai daerah tangkapan air bagi waduk serta kondisi hutan yang tersisa kurang dari 30% dan ditambah jumlah penduduk yang ada di dalam dan di sekitar DTA Waduk Batutegi sudah sangat banyak, maka DTA Waduk Batutegi perlu ditata ke dalam blok-blok pengelolaan agar fungsi hidrologis DTA Waduk Batutegi dapat meningkat sehingga fungsi waduk dapat berjalan optimum.
60
Analisis spasial terhadap ketiga parameter fisik dari Kepmentan Nomor. 937/Kpts/Um/II/1980, yaitu kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan harian, di daerah penelitian menghasilkan skor identifikasi blok pengelolaan DTA Waduk Batutegi antara 100 – 180. Dari luasan DTA Waduk Batutegi (seluas 42.400 ha), tercatat 2.931,18 Ha (6,91%) memiliki skor ≥ 175; 15.958,25 Ha (37,64%) memiliki skor 125-174 dan 21.415,12 Ha (50,51%) memiliki skor <124 (Tabel 13). Berdasarkan Kepmentan tersebut areal yang memiliki skor ≥ 175 ditetapkan sebagai Blok Perlindungan areal yang memiliki skor 125-174 ditetapkan sebagai Blok Pemanfaatan Terbatas dan areal yang memiliki skor < 124 ditetapkan sebagai Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan). Tabel 13 Luas DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Jumlah Skor Identifikasi Blok Pengelolaan. Skor
Luas Ha
%
≥ 175
2.931,18
6,91
125-174
15.958,25
37,64
< 124
21.415,12
50,51
Genangan Waduk Jumlah
2.095,45 42.400
4,94 100
Sumber : Hasil operasi overlay peta kelas lereng, kepekaan erosi dan intensitas hujan harian (Hasil analisis 2008)
Berdasarkan Kepmentan ini, tingginya skor mengambarkan suatu kawasan yang semakin rentan untuk mengalami degradasi atau penurunan kualitas, sehingga kawasan ini perlu dilindungi dari kegiatan-kegiatan yang dapat merusak kawasan. Pada DTA Waduk Batutegi tingginya skor disebabkan oleh faktor lereng yang curam. Sebaliknya areal yang memiliki nilai skor rendah berada pada areal dengan lereng landai sampai bergelombang. Sebaran skor identifikasi blok pengelolaan DTA Waduk Batutegi disajikan pada Gambar 12. Pada saat ini sudah banyak penduduk yang tinggal dan melakukan aktivitas dalam kawasan DTA Waduk Batutegi untuk memenuhi kehidupannya, sehingga cukup sulit untuk memindahkan mereka dari dalam kawasan karena
61
selain memerlukan dana yang besar juga dapat menimbulkan konflik sosial. Untuk mengakomodir penduduk yang ada dalam kawasan perlu disiapkan blok yang dapat menampung segala aktivitas budidaya yang diperlukan. Dalam penetapan blok ini ditetapkan lokasi-lokasi yang mempunyai relief yang ringan, mudah diakses, mempunyai tanah yang baik, dan tidak rentan terhadap proses degradasi lahan. Blok ini ditetapkan sebagai blok hutan kemasyarakatan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas dan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 18 ayat 1 yaitu berupa pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. DTA Waduk Batutegi akan dibagi ke dalam blok-blok pengelolaan yaitu: (1) Blok Perlindungan, (2) Blok Pemanfaatan terbatas dan (3) Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan). Blok Perlindungan . Blok perlindungan ditetapkan dengan kriteria memiliki skor ≥ 175. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa pada kawasan dengan skor tersebut sangat rentan terhadap proses/degradasi lahan sehingga kegiatan budidaya, dan aktivitas yang merubah bentang alam dilarang dalam kawasan ini. Di samping itu kawasan hutan alam yang utuh dan daerah sepadan sungai utama dengan jarak 100 meter serta 500 meter dari tepi waduk atau danau juga dimasukkan ke dalam blok perlindungan (Gambar 13). Blok perlindungan ini sebagian besar mengelompok di bukit-bukit dan sebagian lagi telah terfragmentasi menjadi bagian hutan-hutan kecil yang menyebar di lereng yang terjal. Blok ini juga berfungsi sebagai perlindungan tanah dan menyimpan serta pendistribusian air tanah secara lestari.
62
62
Gambar 12 Peta Identifikasi Skor Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi
63
63
Gambar 13 Peta Buffer Waduk, Sungai, dan Tutupan Hutan DTA Waduk Batutegi Tahun 2007
64
Blok Pemanfaatan Terbatas. Blok pemanfaatan terbatas ditetapkan dengan kriteria skor 125-174. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa pada kawasan tersebut masih relatif rentan terhadap proses degradasi lahan. Kawasan ini juga merupakan pembatas antara blok perlindungan dan blok pemanfaatan budidaya (hutan kemasyarakatan), sehingga aktivitas manusia yang lebih intensif tidak berbatasan langsung dengan blok perlindungan. Pemanfaatan blok ini hanya terbatas pada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi utama kawasan seperti pengambilan rotan, madu, buah dan aneka hasil hutan lainnya serta perburuan satwa liar yang tidak dilindungi dan dilaksanakan secara tradisional. Disamping itu dalam pemanfaatan blok ini harus dilakukan antara lain dengan : (1) mempertahankan dan membuat penutupan lantai hutan oleh tumbuhan bawah; (2) penanaman atau pengayaan tanaman jenis pohon penghasil hasil hutan bukan kayu pada lokasi yang perlu direhabilitasi dan (3) tidak diperbolehkan membangun prasarana jalan kendaraan dan bangunan fisik (Dephut 2001). Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan blok pemanfaatan terbatas akan memiliki fungsi yang sama dengan blok perlindungan yang dapat melindungi tanah dari erosi dan dapat menyimpan serta pendistribusian air tanah secara lestari. Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan). Blok ini ditetapkan berdasarkan skor identifikasi blok pengelolaan < 125. Daerah dengan skor < 125 dianggap tidak rentan terhadap proses degradasi lahan. Daerah ini mempunyai relief yang relatif datar dan memiliki jenis tanah yang kurang peka terhadap erosi. Pada saat ini di daerah penelitian sudah banyak penduduk yang menggarap lahan yang lokasinya tersebar hampir di seluruh kawasan dan dilakukan hingga pada lahan yang relatif curam, sehingga dapat mengancam kelestarian lingkungan DTA Waduk Batutegi. Blok Hutan Kemasyarakatan ini sangat penting untuk mengakomodir keinginan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang masih menggantungkan hidupnya terhadap kawasan hutan. Blok Hutan Kemasyarakatan juga dapat dijadikan percontohan pengelolaan hutan bersama masyarakat agar hutan tetap terpelihara secara lestari dan masyarakat tetap dapat mendapatkan manfaat ekonomi dari kawasan tersebut. Untuk Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan) yang terletak pada areal penggunaan lain (APL), maka
65
masyarakat diberikan kebebasan untuk menanami lahan dengan tanaman semusim, namun demikian tetap diarahkan untuk menanami lahannya dengan tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) agar fungsi hidrologis DTA tetap terpelihara. Pembagian blok ini memberikan batasan yang jelas dalam pengelolaan kawasan tetapi pada prinsipnya pada semua blok perlu dilakukan rehabilitasi dan reboisasi untuk menjaga kelestarian kawasan hutan, hanya jenis tanaman pada masing-masing blok dapat dibedakan sesuai dengan tujuan dari masing-masing blok tersebut. Luasan blok pengelolaan DTA Waduk Batutegi berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980 di tampilkan pada Tabel 14 sedangkan sebaran spasialnya disajikan pada Gambar 14. Tabel 14 Luas Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi Menurut Kepmentan Nomor. 837/Kpts/Um/II/1980 Blok Pengelolaan
Luas Ha
Blok Perlindungan
%
13.720,94
32.36
Blok Pemanfaatan Terbatas
8.542.83
20.15
Blok Pemanfaatan Budidaya
18.041.32
42.55
2.095,45
4,94
42.400
100
(Blok Hutan Kemasyarakatan) Genangan Waduk Jumlah Sumber : Hasil Analisis 2008
66
66
Gambar 14 Peta Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kepmentan No.837/Kpts/Um/II/1980
67
Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan Analisis Kelas Kemampuan Lahan di DTA Waduk Batutegi, diperoleh dengan cara mencocokkan karakteristik sifat fisik dan kimia tanah pada masingmasing satuan lahan dengan kriteria kelas kemampuan lahan (Lampiran 17 ). Hasil analisis terhadap Kelas Kemampuan Lahan di daerah penelitian menunjukkan bahwa DTA Waduk Batutegi didominasi lahan dengan Kelas Kemampuan Lahan kelas III, IV, dan II dengan faktor pembatas kelas lereng. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya pertanian yang dapat dilakukan hanya terbatas pada usaha tanaman tahunan dengan tindakan konservasi tanah dan air yang baik agar kelestarian lahan dapat terjaga. Sisanya merupakan lahan dengan Kelas Kemampuan Lahan kelas VI dan VII dengan faktor pembatas yang lebih berat dan sulit untuk diperbaiki yaitu areal dengan topografi agak curam hingga curam dengan kelas lereng 30-45% dan 45-65% sehingga hanya cocok untuk pengembalaan atau dihutankan (Banuwa 2008). Luas masing-masing Kelas Kemampuan Lahan disajikan pada Tabel 15, sedangkan sebarannya dapat dilihat pada Gambar 15. Tabel 15 Luas DTA Waduk Batutegi Menurut Kelas Kemampuan Lahan Kelas Kemampuan Lahan
Luas Ha
%
III-12
19.146,24
45,16
IV-13
7.914,29
18,67
II- 11-e1
5.733,46
13,50
VI-14
4.273,16
10,08
VII-15
3.237,40
7,64
Genangan Waduk
2.095,45
4,94
42.400
100
Jumlah Sumber : Hasil Analisis 2008
Sama
seperti
model
Kepmentan
Nomor.
837/Kpts/Um/II/1980,
berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan DTA Waduk Batutegi dibagi juga ke dalam 3 (tiga) blok pengelolaan yaitu: Blok Perlindungan, Blok Pemanfaatan Terbatas, dan Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan). Penataan DTA Waduk Batutegi berdasarkan kelas kemampuan lahan juga dikombinasikan
68
dengan Keputusan Presiden Nomor : 32 Tahun 1990, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.3/MenHut-II/2008, dan kondisi eksisting tutupan hutan tahun 2007. Blok Perlindungan. Blok perlindungan ditetapkan berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan yaitu kelas kemampuan lahan VI-14, VII-15 serta kelas IV-13 yang berada pada puncak bukit. Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga keseimbangan dan melindungi fungsi hidrologi dari daerah yang terletak dibawahnya. Disamping itu daerah ini sangat rentan terhadap degradasi lahan sehingga perlu dilindungi karena memiliki faktor pembatas/penghambat yang berat yaitu: memiliki kelas lereng yang agak curam (30-45%) sampai dengan curam (45-65%). Pertimbangan selanjutnya dalam menetapkan blok perlindungan adalah bahwa kawasan yang masih memiliki hutan alam yang relatif utuh, dan daerah dengan jarak 100 meter dari kiri kanan sungai utama serta 500 meter dari tepi waduk atau danau (Gambar 13). Blok Pemanfaatan Terbatas. Blok pemanfaatan terbatas ditetapkan berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan kelas IV . Hal ini berdasarkan pertimbangan pada lahan kelas IV memiliki faktor pembatas yang lebih besar bila dibandingkan dengan lahan kelas III. Jika digunakan untuk lahan pertanian maka diperlukan pengelolaan yang lebih berhati-hati serta tindakan konservasi yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegetasi dan dam penghambat, yang bermanfaat untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah juga (Arsyad 2006). Kawasan ini masih relatif rentan terhadap proses degradasi merupakan pembatas antara blok perlindungan dan blok pemanfaatan budidaya (hutan kemasyarakatan). Pemanfaatan blok ini hanya terbatas pada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi utama kawasan misalnya pengambilan rotan, madu, buah, dan aneka hasil hutan lainnya serta perburuan satwa liar yang tidak dilindungi dan dilaksanakan secara tradisional. Disamping itu dalam pemanfaatan blok ini harus dilakukan antara lain dengan : (1) mempertahankan dan membuat penutupan lantai hutan oleh tumbuhan bawah (2) Penanaman atau pengayaan tanaman jenis pohon penghasil hasil hutan bukan kayu pada lokasi yang perlu direhabilitasi dan (3) tidak diperbolehkan membangun prasarana jalan kendaraan dan bangunan fisik (Dephut 2001).
69
Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan), Blok pemanfaatan budidaya ditetapkan berdasarkan kelas kemampuan lahan kelas II dan III. Blok pemanfaatan budidaya memiliki faktor pembatas yang lebih ringan bila dibandingkan dengan blok perlindungan dan blok pemanfaatan terbatas, yaitu berupa lahan yang relatif datar dan memiliki jenis tanah yang kurang peka terhadap erosi. Dalam pemanfaatan blok budidaya harus tetap menjaga menjaga aspek konservasi dan tetap mempertahankan fungsi hidrologis kawasan sebagai daerah tangkapan air untuk waduk yang ada di wilayah hilirnya dengan menanami lahan dengan jenis tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Spesies). Berdasarkan metode Kelas Kemampuan Lahan dengan tambahan ketentuan yang dibuat, areal yang dialokasikan untuk Blok Perlindungan adalah seluas 15.073,31 Ha (35,55%), Blok Pemanfaatan Terbatas seluas 4.937,86 Ha (11,65%) serta Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan) seluas 20.293,55 Ha (47,86%). Pada dasarnya penentuan blok ini adalah memberikan batasan yang jelas dalam pengelolaan kawasan dan pada prinsipnya pada semua blok perlu dilakukan reboisasi dan rehabilitasi untuk menjaga kelestarian kawasan hutan. Luas masing-masing blok pengelolaan menurut Kelas Kemampuan Lahan selengkapnya disajikan pada Tabel 16. Sedangkan sebarannya dapat dilihat pada Gambar 16. Tabel 16 Luas Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi Menurut Kelas Kemampuan Lahan Blok Pengelolaan
Luas Ha
Blok Perlindungan
%
15.073,1
35,55
Blok Pemanfaatan Terbatas
4.937,9
11,65
Blok Pemanfaatan Budidaya
20.293,6
47,86
2.095,4
4,94
42.400
100
(Blok Hutan Kemasyarakatan) Genangan Waduk Jumlah Sumber : Hasil Analisis 2008
70
70
Gambar 15 Peta Kelas Kemampuan Lahan DTA Waduk Batutegi
71
71
Gambar 16 Peta Blok Pengelolaan DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan
72
Evaluasi Penataan DTA Waduk Batutegi Pengelolaan DTA Waduk Batutegi melalui penataan ke dalam blok-blok pengelolaan diharapkan dapat memberikan manfaat lingkungan bagi kawasan DTA itu sendiri serta kawasan sekitarnya. Dalam penelitian ini parameter yang diukur dalam mengevaluasi penataan DTA Waduk Batutegi adalah peningkatan debit minimum serta penurunan erosi. Hubungan Antara Curah Hujan Dengan Perubahan Debit Sungai Hasil analisis data curah hujan dan debit waduk menunjukkan bahwa perubahan debit rata-rata cenderung berkorelasi positif dengan perubahan curah hujan meskipun tidak nyata dengan pola yang hampir sama, perubahan debit cenderung mengikuti perubahan curah hujan (Gambar 17). Berdasarkan data debit rata-rata tahun 1992-2007 (Lampiran 8), terlihat ada kecenderungan penurunan dimana pada tahun 1992 debit yang ada sebesar 22.85 M3/det dan pada tahun 2007 menjadi 12,15 M3/det. Adapun curah hujan total tahunan cenderung mengalami fluktuasi. Hasil korelasi data bulanan antara data debit rata-rata bulanan, curah hujan rata-rata bulanan, curah hujan maksimum, dan hari hujan terlihat adanya korelasi positif. Hal ini menunjukkan sesuatu yang wajar bahwa curah hujan menjadi input terhadap debit aliran sungai. Kurva Debit Rata-rata dan Curah hujan rata-rata tahun (1992-2007) 3,750 3,250 2,750 2,250 1,750 1,250 750 250 1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Debit rata-rata (mm/th) 724.41 900.87 702.10 681.98 778.95 385.90 685.17 509.71 501.78 249.03 423.14 384.51 472.48 600.40 386.75 385.22 CH rata-rata (mm/th)
2,227.08 2,869.94 2,472.81 2,654.72 2,041.36 1,452.30 2,687.04 2,803.08 2,979.32 2,835.27 3,236.23 1,666.62 2,345.92 2,371.75 1,556.60 1,952.67
Gambar 17 Kurva Curah Hujan dan Debit Rata2 Bulanan DTA Waduk Batutegi Tahun 1992-2007
73
Hubungan Perubahan Penutupan Lahan terhadap Debit Minimum Sungai Hubungan perubahan penutupan lahan DTA Waduk Batutegi pada tiga titik tahun yaitu tahun 1992, 2000, dan tahun 2007 dan fluktuasi debit sungai Way Sekampung yang terukur pada stasiun pengamatan Way Kunyir disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Perubahan Penutupan Lahan dan Fluktuasi Debit pada DTA Waduk Batutegi Tahun 1992, 2000 dan 2007 Tahun
Debit Min 3
(M /det)
Debit Max 3
(M /det)
Htn
TnmBd
Smk
Pmk
TbhAir
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
1992
8,3
166
27.728,93
12.664,31
1.976,93
19,63
10,21
2000
2,33
152
18.614,31
20.633,85
2.912,97
56,67
182,20
2007
1,06
60,14
10.838,25
23.288,40
6.852,34
190,55
1.230,45
Sumber : Balai Besar Wilayah sungai Mesuji-Sekampung dan hasil analisis 2008 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis korelasi, peubah penjelas curah hujan maximum, curah hujan rata-rata tahunan tidak berpengaruh nyata terhadap selisih debit maksimum dan minimum sedangkan total hari hujan tahunan dan bulanan berpengaruh nyata terhadap selisih debit maksimum dan minimum. Selain itu pengurangan luas hutan juga berpengaruh terhadap pengurangan debit minimum (Lampiran 6). Hasil analisis korelasi antara debit minimum dengan luas penutupan hutan menunjukkan suatu korelasi yang cukup tinggi (0,952) dengan tingkat signifikansi sebesar 80%, dimana keduanya berkorelasi positif, artinya bahwa penurunan luas hutan akan diikuti oleh penurunan debit minimum dan begitu juga sebaliknya. Hubungan antara nilai debit minimum dengan penutupan hutan dapat ditunjukkan dengan persamaan matematis seperti berikut: Y = - 4.40 + 0.000435 X1 Dimana: Y = Debit minimum (M3/det) X1 = luas penutupan hutan (Ha)
74
Dari persamaan tersebut di atas dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan luas hutan sebesar satu satuan maka nilai tersebut akan meningkatkan nilai debit minimum sebesar 0.000435. Sebaliknya hasil korelasi antara debit minimum dengan luas penutupan tanaman budidaya, semak belukar, permukiman dan tubuh air adalah negatif. Hal ini berarti peningkatan luas tanaman budidaya, semak belukar, permukiman, dan tubuh air akan diikuti dengan penurunan debit minimum. Hubungan antara perubahan penutupan tanaman budidaya dengan debit minimum memiliki koefisien korelasi -0.997 pada tingkat kepercayaan 95 % (Lampiran 6). Persamaan matematis yang mengambarkan hubungan antara debit minimum dengan penutupan tanaman budidaya ditunjukan dengan persamaan: Y = 17 - 0.000697 X2 Dimana: Y = Debit minimum (M3/det) X2 = luas penutupan Tanaman Budidaya (Ha) Berdasarkan persamaan tersebut di atas dan hasil perhitungan luasan blok pengelolaan
DTA
837/Kpts/Um/II/1980
Waduk
Batutegi
didapatkan
luasan
versi Blok
Kepmentan Perlindungan
Nomor. dan
Blok
Pemanfaatan Terbatas seluas 22.263,73 Ha, dimana kedua blok ini diasumsikan mempunyai bentuk tutupan hutan, sehingga jika musim kemarau tiba, maka debit minimum yang dapat dipertahankan sebagai pasokan Waduk Batutegi diprediksi sebesar 5,284 M3/det, hal ini dengan asumsi bahwa perbedaan jenis tanaman/vegetasi pada kedua blok dianggap sama terhadap efek hidrologi. Adapun untuk blok yang sama dari versi Kelas Kemampuan Lahan, terhitung mempunyai luas sebesar 20.010,99 Ha, sehingga pada musim kemarau debit minimum yang dapat dipertahankan diprediksi sebesar 4,305 M3 /det. Dari kudua angka debit minimum tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dengan pengelolaan DTA Waduk Batutegi kedalam blok-blok pengelolaan seperti tersebut di atas akan dapat memperbaiki fungsi hidrogis yaitu dapat mempertahankan debit minimum lebih besar dari kondisi saat ini yaitu sebesar 1,06 M3 /det.
75
Prediksi Erosi Erosi pada tanah mengakibatkan terjadi kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik serta memburuknya sifat-sifat fisik yang tercermin antara lain menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah dan berkurangnya kemantapan struktur tanah, yang pada akhirnya menyebabkan
memburuknya
pertumbuhan
tanaman.
dan
menurunnya
produktivitas. Hal ini disebabkan oleh karena lapisan tanah setebal 15-30 cm mempunyai sifat-sifat kimia dan fisika yang lebih baik dari pada lapisan bawah. Perhitungan prediksi erosi dalam penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan apakah akan terjadi perubahan atau penurunan erosi pada kondisi DTA Waduk Batutegi pada saat ini jika dibandingkan dengan pengelolaan dengan cara seperti tersebut di atas. Dengan memperhitungkan prediksi erosi yang terjadi pada saat ini dimana kondisi tutupan hutan hanya tinggal sekitar 30% maka perlu dilihat apakah erosi yang terjadi masih berada di bawah atau sudah di atas batas yang dapat ditoleransi. Apabila erosi sudah melewati ambang batas, maka tindakan seperti apa yang harus dilakukan agar dapat mengurangi besarnya tingkat erosi tersebut. Prediksi besarnya erosi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan persamaan USLE dengan mempertimbangkan faktor-faktor: Curah hujan (R), Jenis tanah (K), Lereng (LS), Penggunaan lahan (C), dan tindakan konservasi (P) yang diformulasikan sesbagai berikut: A = R K LS CP (Arsyad 2006). Dalam penelitian ini nilai R (erosivitas hujan), K (erodibilitas tanah), dan LS (faktor kelerengan) diperoleh dari hasil penelitian (Banuwa 2008) Lampiran 20, sedangkan nilai C (tutupan lahan) diperoleh berdasarkan hasil analisis Citra Aster Tahun 2007. Dari kelima faktor tersebut curah hujan, jenis tanah, dan lereng merupakan faktor tetap atau faktor alam yang relatif tidak berubah, sedangkan faktor penggunaan lahan dan tindakan konservasi merupakan faktor yang dapat berubah secara cepat karena aktivitas manusia. Dalam penelitian ini tindakan konservasi tidak perhitungkan karena dalam Kawasan Hutan Lindung (KHL) tidak dibenarkan kegiatan yang sifatnya merubah bentang alam. Menurut (Arsyad 2006) persamaan USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi
76
suatu tanah tertentu untuk setiap tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang memungkinkan dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Berdasarkan perhitungan dengan formula USLE, diperoleh hasil prediksi erosi pada kondisi saat ini yang dapat dilihat pada Tabel 18, sedangkan sebaran tingkat erosinya disajikan pada Gambar 18. Tabel 18
Erosi DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Penutupan Lahan Tahun 2007.
Tingkat erosi (Ton/ha/th)
Tahun 2007 Kategori Luas (ha) 15.828,80 842,93 16.516,65 1.719,58 5.396,59 2.095,45 42.400,00
> 15 Sangat rendah 15 – 60 Rendah 60 – 180 Sedang 180 – 480 Tinggi > 480 Sangat Tinggi Genangan Waduk Jumlah
% 37,33 1,99 38,95 4,06 12,73 4,94 100,00
Sumber : Diolah menggunakan persamaan USLE pada kondisi tahun 2007
Dengan cara yang sama, maka prediksi erosi dapat pula dilakukan terhadap
model
blok
pengelolaan
baik
versi
Kepmentan
Nomor.
837/Kpts/Um/II/1980 maupun versi Kelas Kemampuan Lahan. Perhitungan yang dilakukan adalah dengan mengubah nilai dari faktor C (koefisien penutupan lahan). Dalam penelitian ini Blok Perlindungan diasumsikan sebagai hutan alam dengan serasah banyak dengan nilai faktor C : 0,001; Blok Pemanfaatan Terbatas diasumsikan sebagai hutan alam dengan serasah kurang dengan nilai faktor C: 0,005 sedangkan Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan) diasumsikan sebagai kebun campuran yang memiliki kerapatan sedang dengan nilai faktor C : 0,200 (Arsyad 2006). Nilai C yang diharapkan dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi disajikan pada Tabel 19.
77
Tabel 19 Nilai C Menurut Simulasi Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Blok Pengelolaan
Blok Perlindungan
Kondisi Penutupan Lahan yang diharapkan Hutan Primer
Nilai C
Blok Pemanfaatan Terbatas
Hutan Serasah Kurang
0,005
Blok Pemanfaatan Budidaya (Hutan Kemasyarakatan)
Kebun Campuran Sedang
0,200
Genangan Waduk
Air
0,00
0,001
Sumber : Diolah Berdasarkan Tabel Nilai C untuk Erosi (Arsyad 2006).
Berdasarkan nilai koefisien faktor penutupan lahan di atas maka prediksi erosi yang diharapkan jika perencanaan DTA Waduk Batutegi dilakukan melalui blok pengelolaan berdasarkan Kepmentan Nomor. 837/Kpts/Um/II/1980 maupun Kelas Kemampuan Lahan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan sebaran erosinya disajikan pada Gambar 19 dan 20. Tabel 20 Tingkat Erosi DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Simulasi Pengelolaan Versi Kepmentan Nomor: 837/kpts/Um/11/1980 dan Kelas Kemampuan Lahan Kelas erosi (Ton/Ha/Th)
Kategori
Kepmentan Nomor. 837/kpts/Um/11/1980 Luas (Ha) % 27.550,14 64,98
Kemampuan Lahan Luas (Ha) 25.297,34
% 59,66
14.969,45
35,31
< 15
Sangat rendah
15 – 60
Rendah
12.754,41
60 – 180
Sedang
-
-
37,77
0,09
180 – 480
Tinggi
-
-
-
-
> 480
Sangat Tinggi
-
-
-
-
Genangan Waduk Jumlah
30,08
2.095,45
4,94
2.095,45
4,94
42.400,00
100,00
42.400,00
100,00
Sumber : Hasil Analisis 2008
Dengan membandingkan perhitungan erosi pada Tabel 18 dengan Tabel 20, maka terlihat bahwa dengan pengelolaan DTA Waduk Batutegi versi Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980 terjadi penurunan kelas erosi yang cukup signifikan, dimana kelas erosi diatas 60 ton/ha/th turun menjadi kelas erosi
78
15 – 60 dan dibawah 15 ton/ha/th begitu juga dengan total erosi yang terjadi mengalami penurunan dari 2.118.210,91 ton/tahun dan menjadi 477.116,92 ton/th, selanjutnya rata-rata laju erosi berkurang dari 49,96 ton/ha/th pada tahun 2007 menjadi 11,25 ton/ha/th. Sedangkan menurut pengelolaan DTA versi Kelas Kemampuan Lahan, terjadi penurunan kelas erosi diatas 180 ton/ha/th turun menjadi kelas erosi 60-180 ton/ha/th, 15–60 ton/ha/th, dan kelas erosi < 15 ton/ha/th. Adapun total erosi turun dari 2.118.210,91 ton/tahun pada tahun 2007 menjadi 538.406,68 ton/th dan rata-rata laju erosi turun dari 49,96 ton/ha/th pada tahun 2007 menjadi 12,70 ton/ha/th. Dari hasil analisis di atas, maka pengelolaan DTA Waduk Batutegi berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980 menghasilkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan Kelas Kemampuan Lahan, yaitu dapat meningkatkan debit minimum maupun penurunan tingkat erosi dengan angka yang signifikan.
79
79
Gambar 18 Peta Sebaran Erosi DTA Waduk Batutegi Tahun 2007
80
80
Gambar 19 Peta Sebaran Erosi DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kepmentan No. 837/Kpts/Um/II/1980
81
81
Gambar 20 Peta Sebaran Erosi DTA Waduk Batutegi Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan
82
Strategi Arahan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi Dalam menyusun suatu strategi kebijakan, dalam hal ini adalah kebijakan pengelolaan DTA Waduk Batutegi, perlu dilakukan suatu analisis yang mendalam. Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah dengan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats Analysis), Analisis
ini
diawali
dengan
inventarisasi
dan
klasifikasi
terhadap
permasalahan/kelemahan dan kelebihan/kekuatan baik secara internal, maupun secara eksternal yang berasal dari lingkungan DTA Waduk Batutegi . Langkah-langkah yang harus di lakukan adalah (1) Input stage (analisis data input dan Analisis Lingkungan Strategis), (2) Matching stage (analisis pencocokan), dan (3) Desicion stage (analisis pengambilan keputusan) (Rangkuti 2001). Analisis Data Input dan Analisis Lingkungan Strategis Proses analisis dimulai dengan pendalaman atau identifikasi lingkungan strategis, kemudian dilanjutkan dengan analisis faktor internal dan faktor eksternal. Proses analisis akan menghasilkan beberapa asumsi atau peluang strategis untuk mendapatkan faktor-faktor kunci keberhasilan (Utami 2008). Lingkungan
strategis
yang
mempengaruhi
kinerja
dalam
proses
perencanaan dan pengembangan DTA Waduk Batutegi dibagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal, mencakup kekuatan (S = Strengths) dan kelemahan (W = Weakness). Sementara yang tergolong dalam faktor eksternal adalah peluang (O = Opportunities) dan ancaman (T = Threaths). Dari hasil pengamatan dan wawancara di lapangan, diperoleh daftar faktor internal dan eksternal dalam usaha pengembangan arahan pengelolaan ruang DTA Waduk Batutegi sebagaimana berikut: Kekuatan. Faktor internal yang merupakan suatu kekuatan untuk mengembangkan arahan pengelolaan ruang DTA Waduk Batutegi adalah: 1. Genangan Waduk yang dapat dikembangkan sebagai Objek Pariwisata dan Pengembangan Perikanan Air Tawar. 2. Komitmen yang kuat pemerintah dan masyarakat untuk menyelamatkan DTA Waduk Batutegi.
83
3. Fungsi Waduk Batutegi yang strategis sebagai sumber air irigasi, air minum dan PLTA. Kelemahan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menjadi kelemahan untuk mengembangkan kebijakan pengelolaan DTA Waduk Batutegi adalah: 1. Belum ada pembagian blok/zona pengelolaan DTA Waduk Batutegi. 2. Rendahnya taraf hidup masyarakat yang ada pada DTA Waduk Batutegi. 3. Kurang kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian DTA Waduk Batutegi. 4. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam mengelola DTA Waduk Batutegi. 5. Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Peluang. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menjadi peluang untuk mengembangkan arahan pengelolaan ruang DTA Waduk Batutegi adalah: 1. Terbukanya peluang untuk pengembangan kawasan wisata Waduk Batutegi. 2. Tersedianya lapangan kerja baru, bagi masyarakat sekitar DTA Waduk Batutegi. 3. Potensi peningkatan PAD bagi pemerintah. 4. Adanya dukungan (parapihak) stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi. 5. Terbukanya alternatif diversifikasi usaha pertanian dan perikanan. Ancaman. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menjadi ancaman dalam mengembangkan arahan pengelolaan ruang DTA Waduk Batutegi adalah: 1. Klaim masyarakat terhadap kawasan hutan lindung pada DTA Waduk Batutegi. 2. Penebangan liar (illegal logging) dan perburuan liar terhadap satwa dalam kawasan. 3. Letaknya yang dikelilingi 4 Kabupaten (Tanggamus, Lampung Barat, Lampung Tengah, dan Lampung Utara) yang mempunyai tekanan penduduk yang tinggi.
84
4. Perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian, karena aksebilitas terhadap kawasan relatif mudah. 5. Tingginya penyusutan air waduk dan pendangkalan pada Waduk Batutegi. Analisis Faktor Internal Hasil analisis menunjukan bahwa pengaruh faktor internal yang lebih dominan terjadi pada unsur fungsi waduk yang strategis, komitmen yang kuat dari pemerintah serta kurang pengetahuan dan ketrampilan masyarakat sekitar DTA Waduk Batutegi. Faktor ini merupakan bagian dari kekuatan dan kelemahan yang perlu diperhitungkan dalam strategi pengembangan arahan pengelolaan ruang DTA Waduk Batutegi. Secara rinci faktor internal ini disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Faktor Internal Dalam Arahan Pengembangan dan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi Faktor Internal
Bobot
Rating
Skor*
Kekuatan : 1. Genangan Waduk yang dapat dikembangkan sebagai Objek Pariwisata dan Pengembangan Perikanan Air Tawar.
0.01
3
0.024
2. Komitmen yang kuat pemerintah dan masyarakat untuk menyelamatkan daerah tangkapan air Waduk Batutegi.
0.15
4
0.618
3. Fungsi Waduk Batutegi yang strategis sebagai sumber air irigasi, air minum dan PLTA.
0.22
4
0.880
85
Tabel 21 (Lanjutan). Faktor Internal
Bobot
Rating
Skor*
Kelemahan: 1. Belum ada pembagian blok/zona pengelolaan DTA Waduk Batutegi. 2. Rendahnya taraf hidup masyarakat yang ada pada DTA Waduk Batutegi. 3. Kurang kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian DTA Waduk Batutegi. 4. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam mengelola DTA Waduk Batutegi. 5. Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengelolaan DTA Waduk Batutegi.
0.11
1
0.113
0.12
3
0.353
0.14
2
0.288
0.09
4
0.366
0.15
1
0.152
Jumlah
1.00
Sumber : Hasil Analisis 2008
* = skor adalah hasil perkalian bobot dengan rating (bobot x rating). Analisis Faktor Eksternal Dari identifikasi faktor eksternal selanjutnya dilakukan tahap analisis faktor eksternal yang hasilnya disajikan pada Tabel 22. berikut: Tabel 22 Faktor Eksternal Dalam Arahan Pengembangan dan Pengelolaan DTA Waduk Batutegi Faktor Eksternal
Bobot
Rating
Skor*
Peluang : 1. 2. 3. 4.
5.
Terbukanya peluang untuk pengembangan kawasan wisata Waduk Batutegi. Tersedianya lapangan kerja baru, bagi masyarakat sekitar DTA Waduk Batutegi. Potensi peningkatan PAD bagi pemerintah. Adanya dukungan parapihak (stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi. Terbukanya alternatif diversifikasi usaha pertanian dan perikanan.
0.09
3
0.272
0.11
2
0.214
0.08 0.12
1 4
0.084 0.461
0.10
2
0.194
86
Tabel 22 (Lanjutan) Faktor Eksternal
Bobot
Rating
Skor*
Ancaman: 0.08
2
0.165
0.11
1
0.113
Letaknya yang dikelilingi 4 Kabupaten (Tanggamus, Lampung Barat, Lampung Tengah, dan Lampung Utara) yang mempunyai tekanan penduduk yang tinggi.
0.06
3
0.167
Perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian, karena aksebilitas terhadap kawasan relatif mudah.
0.14
1
0.138
0.12
2
0.231
1.
Klaim masyarakat terhadap kawasan hutan lindung pada DTA Waduk Batutegi.
2.
Penebangan liar (illegal perburuan liar terhadap kawasan.
3.
4.
5.
logging) dan satwa dalam
Tingginya penyusutan air waduk pendangkalan pada Waduk Batutegi.
dan
Jumlah
1.00
Sumber : Hasil Analisis 2008
* = skor adalah hasil perkalian bobot dengan rating (bobot x rating). Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor eksternal yang dominan adalah adanya dukungan parapihak (stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi serta terbuka peluang untuk pengembangan sebagai objek wisata merupakan peluang yang dapat diraih, sedangkan tingginya penyusutan dan pendangkalan waduk serta tekanan penduduk
menjadi ancaman bagi
pengembangan arahan pengelolaan ruang DTA Waduk Batutegi, untuk itu dibutuhkan suatu koordinasi dan kerjasama seluruh instansi terkait guna memaksimalkan kemampuan guna meminimalkan ancaman yang dimulai sejak penyusunan perencanaan pengembangan.
87
Pencocokan Langkah berikutnya adalah tahap pencocokan. Dengan menggunakan strategi silang, tahap pencocokan dengan matrik TOWS atau SWOT dalam Analisis SWOT dihasilkan beberapa asumsi strategis sebagai bahan untuk pencapaian kemungkinan alternatif pengembangan dan DTA Waduk Batutegi. Dari strategi dan hasil dari pencocokan tersebut selanjutnya dilakukan proses penetapan ”Asumsi Alternatif Strategis”. Matrik tahap pencocokan dari analisis ini disajikan pada Tabel 23 sedangkan penjabaran dari formulasi strategi analisis SWOT terhadap prospek pengembangan dan pengelolaan DTA Waduk Batutegi adalah sebagai berikut: Strategi SO (Strenghts – Opportunities) adalah pemanfaatan kekuatan untuk meraih peluang dengan strategi yang mungkin dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan
Ekowisata
berbasis
masyarakat,
dengan
melibatkan
masyarakat sekitar kawasan dalam setiap kegiatan pengembangan ekowisata agar mereka dapat merasakan manfaatnya dan terus menjaga kelestarian kawasan. Masyarakat diharapkan aktif dalam menyediakan jasa penginapan, jasa tourist guide, penyediaan cindera mata, rumah makan dan lain sebagainya. 2. Pengembangan usaha perikanan dengan tidak mengganggu dan merubah fungsi waduk, Usaha perikanan dapat dilakukan dengan cara restoking pada waduk tanpa keramba atau jala apung hal ini untuk menjaga keindahan waduk serta kebersihan sumber air. Perikanan dengan pola jala apung dan keramba dapat dilakukan pada cabang sungai dengan jumlah yang terbatas dan tidak merusak lingkungan. 3. Koordinasi dengan parapihak dalam rangka penyelamatan DTA Waduk Batutegi terutama dengan daerah hilir DAS Sekampung yang menikmati secara langsung keberadaan Waduk Batutegi sebagai pemasok kebutuhan air irigasi dan air minum dengan mengupayakan kontribusi terhadap upaya menjaga kelestarian daerah hulu.
88
Strategi ST (Strenght – Threats) adalah strategi pemanfaatan kekuatan untuk mengurangi ancaman dengan strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan pengawasan dan kerjasama dengan masyarakat dalam hal pengamanan hutan melalui peningkatan kinerja polisi kehutanan serta melibatkan masyarakat secara aktif untuk dapat menjaga kawasan dari segala kegiatan yang dapat meningkatkan laju kerusakan hutan. 2. Melakukan sosialisasi program penyelamatan DTA Waduk Batutegi terhadap semua pihak yang berkepentingan terhadap keberadaan Waduk Batutegi. Strategi WT (Weaknesses – Threats) yaitu merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan internal serta menghindari ancaman-ancaman lingkungan, dengan strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian dan penyelamatan DTA Waduk Batutegi; 2. Penegakan hukum terhadap segala tindakan yang melawan hukum yang sifatnya dapat merusak kawasan hutan. Strategi WO (Weaknesses – Opportunities) yaitu meminimalkan kelemahan untuk mencapai dan memanfaatkan peluang yang ada, dengan strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Melakukan usaha rehabilitasi pada DTA baik pada kawasan hutan lindung (HL) maupun tanah masyarakat (APL) untuk memperbaiki kembali kawasan hutan yang tingkat kerusakannya telah mencapai 70%. 2. Pembentukan Lembaga khusus yang menanggani DTA Waduk Batutegi. Lembaga ini berperan agar pengelolaan dapat berjalan dengan baik dengan mensinergikan kegiatan pelestarian fungsi waduk dan menampung partisipasi stakeholders yang berkepentingan terhadap keberadaan Waduk Batutegi.
89
Tabel 23 Matrik SWOT Arahan Strategi Pengembangan dan pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi Internal
Eksternal
Peluang (Opportunies =O) 1. Terbukanya peluang pengembangan wisata 2. Tersedianya lapangan kerja baru, 3. Potensi peningkatan PAD bagi pemerintah 4. Adanya dukungan parapihak (stakeholder) 5. Terbukanya alternatif diversifikasi usaha pertanian dan perikanan
Kekuatan (Strengths =S)
Kelemahan (Weaknesses =W)
1. Genangan Waduk sebagai 1. Belum ada pembagian potensi pariwisata dan blok/zona pengelolaan pengembangan perikanan 2. Rendahnya taraf hidup 2. Komitmen yang kuat masyarakat antara pemerintah dan 3. Kurang kesadaran dan masyarakat untuk partisipasi masyarakat menyelamatkan DTA Waduk Batutegi. 4. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat 3. Fungsi Waduk Batutegi yang strategis sebagai 5. Belum adanya lembaga sumber air irigasi, air khusus minum dan PLTA
Rencana Strategis (SO) 1. Pengembangan potensi wisata berbasis masyarakat 2. Pengembangan usaha perikanan dengan tidak menggangu dan merubah fungsi waduk 3. Koordinasi dengan parapihak dalam rangka penyelamatan DTA Waduk Batutegi
Rencana Strategis (WO) 1. Melakukan usaha rehabilitasi dan konservasi pada DTA baik pada kawasan hutan lindung (HL) maupun tanah masyaakat (APL) 2. Pembentukan Lembaga yang menanggani DTA Waduk Batutegi
Ancaman (Treaths =T)
Rencana Strategis (ST)
Rencana Strategis (WT)
1. Klaim masyarakat terhadap kawasan hutan
1. Peningkatan pengawasan dan kerjasama dengan masyarakat dalam hal pengamanan hutan
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian dan penyelamatan DTA Waduk Batutegi
2. Melakukan sosialisasi program penyelamatan DTA Waduk Batutegi
2. Penegakan hukum
2. Penebangan liar (illegal logging) dan perburuan liar 3. Tekanan penduduk 4. Perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian, 5. Tingginya penyusutan dan pendangkalan Waduk Batutegi
Sumber: Hasil Analisis 2008
90
Pengambilan Keputusan Langkah terakhir adalah Langkah Pengambilan Keputusan, dimana di dalam analisis ini dipakai metode QSPM (Quantitatif Strategic Planning Matrix), yaitu rancangan untuk menentukan kemenarikan relatif (relative attractiveness) dari tindakan strategi alternatif yang mungkin dapat dilakukan. Tabel 24. berikut adalah matrik QSPM dari berbagai strategi alternatif yang mungkin dapat dilakukan:
91
Tabel 24 Quantitatif Strategic Planning Matrik (QSPM) Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ruang DTA Waduk Batutegi Alternatif Strategi
Faktor Utama
Potensi Wisata
Usaha Perikanan
Koordinasi Parapihak
Rehabilitasi konservasi
Lembaga Pengelola
Pengawasan
Sosialisasi Program
Rating AS
TAS
3
4
12
2. Komitmen yang kuat antara pemerintah dan masyarakat
4
1
3. Fungsi Waduk Batutegi yang strategis
4
1. Belum ada pembagian blok/zona pengelolaan.
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
4
12
4
3
1
4
1
1
2. Rendahnya taraf hidup masyarakat
3
3. Kurang kesadaran dan partisipasi masyarakat 4. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat
AS
TAS
AS
3
9
3
9
4
12
1
12
4
16
4
16
3
12
2
8
4
16
4
16
4
1
1
1
4
4
4
4
2
6
4
12
2
6
3
2
2
4
2
4
3
6
4
2
8
2
8
3
1
3
3
1
1
4
TAS
Peningkatan Kesadaran dan Penegakan Hukum
AS
TAS
AS
TAS
3
3
9
2
6
4
16
4
16
4
16
16
3
12
3
12
4
16
3
3
2
2
2
2
2
2
9
3
9
3
9
2
6
2
6
3
6
3
6
3
6
4
8
4
8
12
3
12
4
16
2
8
3
12
3
12
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
2
Kekuatan (S) 1. Genangan Waduk sebagai potensi pariwisata dan pengembangan perikanan
Kelemahan (W)
5. Belum adanya lembaga khusus .
91
92
Tabel 24 (Lanjutan) Alternatif Strategi
Faktor Utama Rating
Potensi Wisata
Usaha Perikanan AS
Koordinasi Parapihak
Rehabilitasi konservasi
Lembaga Pengelola
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
3 2 1
4 3 4
12 6 4
1 4 3
3 8 3
2 3 2
6 6 2
4 2 2
12 4 2
3 2 1
9 4 1
4
3
12
3
12
4
16
4
16
4
2
2
4
4
8
2
4
2
4
1. Klaim masyarakat terhadap kawasan hutan
2
1
2
1
2
3
6
4
2. Penebangan liar (illegal logging) dan perburuan liar 3. Tekanan penduduk
1
1
1
1
1
3
3
3 1
1 1
3 1
1 1
3 1
4 4
2
4
8
1
2
3
Pengawasan AS
Sosialisasi Program
Kesadaran dan Penegakan HK
TAS
AS
TAS
AS
TAS
1 1 1
3 2 1
2 3 1
6 6 1
2 3 1
6 6 1
16
4
16
4
16
4
16
1
2
1
2
2
4
1
2
8
4
8
4
8
2
4
4
8
4
4
3
3
4
4
3
3
4
4
12 4
4 4
12 4
3 2
9 2
3 4
9 4
2 3
6 3
3 4
9 4
6
4
8
4
8
2
4
3
6
2
4
Peluang (O) 1. Pengembangan wisata. 2. Tersedianya lapangan kerja baru, 3. Potensi peningkatan PAD bagi pemerintah. 4. Adanya dukungan parapihak (stakeholder) 5. Terbukanya alternatif diversifikasi usaha pertanian dan perikanan
Ancaman (T)
4. Perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian, 5. Tingginya penyusutan dan pendangkalan Waduk Batutegi
Total
95
101
138
150
140
124
128
92
Sumber : Hasil analisis 2008 Keterangan nilai AS (Attractiveness Score): 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = secara logis menarik, 4 = sangat menarik. TAS (Total Attractivenes Score) = Rating x AS
113
93
Berdasarkan Tabel Quantitatif Strategic Planning Matrik (QSPM) tersebut di atas maka untuk pengembangan arahan pengelolaan ruang DTA Waduk Batutegi dapat dilakukan melalui beberapa alternatif strategi dengan urutan sebagai berikut: Tabel 25 Urutan alternatif strategi yang dapat dilaksanakan sesuai hasil analisis QSPM Alternatif Strategi
Total Skor
Melakukan usaha rehabilitasi pada DTA baik pada kawasan
150
hutan lindung (HL) maupun tanah masyaakat (APL) untuk memperbaiki
kembali
kawasan
hutan
yang
tingkat
kerusakannya telah mencapai 70%. Pembentukan Lembaga khusus yang menanggani
DTA
140
Waduk Batutegi. Lembaga ini berperan agar pengelolaan dapat berjalan dengan baik dengan mensinergiskan kegiatan pelestarian parapihak
fungsi
Waduk
(stakeholders)
dan
yang
menampung berkepentingan
partisipasi terhadap
keberadaan Waduk Batutegi Koordinasi dengan parapihak (Stakeholder) dalam rangka
138
penyelamatan DTA Waduk Batutegi terutama dengan daerah hilir DAS Sekampung yang menikmati secara langsung keberadaan Waduk Batutegi sebagai pemasok kebutuhan air irigasi dan air minum dengan mengupayakan kontribusi terhadap upaya menjaga kelestarian daerah hulu. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian dan penyelamatan DTA Waduk Batutegi serta penegakan hukum terhadap segala tindakan yang kawasan hutan.
sifatnya dapat merusak
128
94
Tabel 25 (Lanjutan) Alternatif Strategi
Total Skor
Melakukan sosialisasi program penyelamatan DTA Waduk
124
Batutegi terhadap semua pihak yang berkepentingan terhadap keberadaan Waduk Batutegi Peningkatan pengawasan dan kerjasama dengan masyarakat
113
dalam hal pengamanan hutan melalui peningkatan kinerja polisi kehutanan serta melibatkan masyarakat secara aktif untuk dapat menjaga kawasan dari segala kegiatan yang dapat meningkatkan laju kerusakan hutan Pengembangan usaha perikanan dengan tidak mengganggu dan merubah fungsi waduk, Usaha perikanan dapat dilakukan
101
dengan cara restoking pada waduk tanpa keramba atau jala apung, hal ini untuk menjaga keindahan waduk serta kebersihan sumber air. Perikanan dengan pola jala apung dan keramba dapat dilakukan pada cabang sungai dengan jumlah yang terbatas dan tidak merusak lingkungan. Pengembangan
Ekowisata
berbasis
masyarakat,
dengan
melibatkan masyarakat sekitar kawasan dalam setiap kegiatan pengembangan ekowisata agar mereka dapat merasakan manfaatnya
dan
terus
Masyarakat
diharapkan
menjaga aktif
kelestarian
dalam
kawasan.
menyediakan jasa
penginapan, jasa tourist guide, penyediaan cindera mata, rumah makan dan lain sebagainya. Sumber : Hasil analisis 2008
95
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Perubahan penutupan lahan periode 1992-2007 terjadi penurunan luas penutupan hutan menjadi lahan tanaman budidaya, semak belukar, permukiman, dan genangan waduk. Perubahan ini berdampak pada penurunan fungsi hidrologis daerah penelitian seperti yang ditunjukkan oleh menurunnya angka debit minimum dari 8,3 M3/det menjadi 1,06 M3/det. 2. Indek tekanan penduduk sekitar DTA Waduk Batutegi sebagian besar masuk dalam kategori berat (43,63%) dengan ITP > 2, hal ini berpotensi terjadi konversi tutupan hutan menjadi tanaman budidaya dan penutupan lain tinggi. Oleh karena itu, perlu upaya antisipasi dalam bentuk pendekatan secara sosialbudaya dan hukum. 3. Sistem penataan blok-blok pengelolaan DTA Waduk Batutegi dapat meningkatkan debit minimum di musim kemarau yang diprediksi meningkat dari 1,06 M3/det menjadi 5,284 M3/det dan 4,305 M3/det serta menurunkan erosi yang diprediksi dari 2.118.210,91 ton/th menjadi 477.116,92 ton/th dan 538.406,68 ton/th sehingga pengelolaan dengan system blok dianggap dapat menyelamatkan ekologi lingkungan terutama terhadap Waduk Batutegi. 4. Pengelolaan DTA Waduk Batutegi berdasarkan Kepmentan Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980 secara biofisik lebih baik dibandingkan dengan Kelas Kemampuan Lahan, oleh sebab itu pengelolaan versi Kepmentan Nomor. 837/Kpts/Um/II/1980 lebih baik untuk diaplikasikan dengan kombinasi. 5. Berdasarkan analisis Strengths Weaknesses Opportunitie Threats (SWOT) dapat dihasilkan suatu arahan strategi pengelolaan DTA Waduk Batutegi dengan prioritas pertama melakukan usaha rehabilitasi pada kawasan lindung dan APL sedangkan prioritas kedua membentuk lembaga khusus yang menanggani DTA Waduk Batutegi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi DTA Waduk Batutegi benar-benar kritis akibat konversi tutupan hutan menjadi tutupan lain adalah tinggi, sehingga perlu penanganan sesegera mungkin (urgent) untuk menyelamatkan ekologi lingkungan DTA dan fungsi Waduk Batutegi.
96
SARAN 1. Jika metode yang dipakai dalam penelitian ini dapat diterima sebagai model pengelolaan DTA Waduk Batutegi, maka penataan kawasan DTA Waduk Batutegi kedalam blok-blok pengelolaan segera dilanjutkan dengan membuat tapal batas di lapangan agar ada batasan yang jelas dalam melakukan kegiatan di lapangan. 2. Mengingat masih maraknya aktivitas masyarakat di dalam kawasan hutan yang mengancam keberlanjutan kawasan, perlu dilakukan penguatan aspek kelembagaan lokal berkaitan dengan pengelolaan/pemanfaatan sumber daya alam yang lebih berwawasan lingkungan serta pengembagan potensi perekonomian yang berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Andriani, 2007, Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Dan FactorFaktor Penyebabnya Di Kabupaten Serang Provinsi Banten; [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Aronoff S. 1993. Geographic Information System: A Management Perspectiva. Ottawa, Canada. Arsyad S. 2006 Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Banuwa, I.S. 2008. Pengembangan Alternatif Usahatani Berbasis Kopi Untuk Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan di DAS Sekampung Hulu; [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Barus B, Wiradisastra U.S. 2000 Sistem Informasi Geografis: Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor; Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2000. Potensi Desa 2000. Jakarta: BPS. _____ Badan Pusat Statistik. 2003. Potensi Desa 2003. Jakarta: BPS. _____ Badan Pusat Statistik. 2006. Potensi Desa 2006. Jakarta: BPS. _____ Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Tanggamus Dalam Angka 2007. Kota Agung: BPS Kabupaten Tanggamus. Carr DL, Bilsborrow RE, 2000. Population and Landuse/landcover change: A regional comparison between Central America and South America. Journal of Geography Education.43 (8): 7-17. Centre For Soil Research, 1983. Detailed Reconnaissance Land Resources Survey Of The Sekampung Watershed, Lampung, Indonesia. Bogor Clifton C. Daamen C. Horne A. Sherwood J. 2006. Water, land use change and ‘new forests’: what are the challenges for south-western Victoria?. Australian Forestry 2006 Vol. 69 No. 2 pp. 95–100. Danoedoro P. 2004. Sains Informasi Geografis. Dari Peroles dan Analisis Citra Hingga Pemetaan dan Pemodelan Spasial. Yogjakarta: Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM. [Dephut] Departemen Kehutanan 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, Tentang Kehutanan. Jakarta: Dephut. _____ Departemen Kehutanan 2002. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002, Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Jakarta: Dephut. _____ Departemen Kehutanan 2001. Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001, Tentang Hutan Kemasyarakatan. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta : Dephut.
98
_____Departemen Kehutanan 2001a. Permenhut Nomor: 52/kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS. Jakarta, Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta : Dephut _____2006. Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan, Nomor :P.26/MenhutII/2006 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Jakarta: Dephut. _____Departemen Kehutanan 2008. Permenhut Nomor: P.3/Menhut-II/2008 Tentang Deliniasi Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman, Jakarta: Dephut. [Deptan] Departemen Pertanian. 1980. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 837/Kpts/Um/II/1980 Tentang Kriteria dan Tatacara Penetapan Hutan Lindung. Jakarta: Deptan. [Dishutprov Lampung] Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 2006, Upaya Pengamanan dan Rehabilitasi Area Waduk Batutegi seluas 42.400 Ha , Bandar Lampung: Dishutprov Lampung. Dulbahri. 2004. Peran Penginderaan Jauh Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Dalam : Danoedoro P, (Editor). Sains Informasi Geografis. Yogyakarta: Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM. Hlm. 91-97. Feri T. 2007. AnalisisPerubahan Penggunaan Lahan Dan Keterkaitan Dengan Fluktuasi Debit Sungai Di Sub Das Antokan Provinsi Sumatera Barat. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hardiana D.1999. Simulasi Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap perubahan Limpasan Air Permukaan. Studi Kasus : Sub DAS Cipamingkis di Kawasan Jonggol. Skripsi. Bandung. Institut Teknologi Bandung. Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan; Yogyakarta, Gadjahmada Univeesity Press. Ilyas, M.A. 1985. Monitoring, Evaluasi Sedimentasi dan Erosi. Pusat penelitian dan Pengembangan Perairan, Dirjen Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Iskandarini. 2002. Analisis Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Kartodihardjo H, Murtilaksono K, Sudadi U. 2004. Institusi Pengelolaan DAS: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kurniawati Y. 2005. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Daya Dukung Lahan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Lampung Post, 2008. 1,5 Juta Ha Hutan Tanggamus Rusak Parah: 6 November 2008. ____________ 2008. Debit Menyusut, Pintu Air ditutup: 17 November 2008.
99
Lillesand, T.M., and R.W. Kiefer. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. 3rd Edition. Jhon Wiley and Sons, Inc. Canada. Manan S. 1998. Hutan, Rimbawan dan Masyarakat. Bogor: IPB Press. McNeill, J. 1998. Toward a typology and regionalization of land cover and land use change. Report of Working Group B. Press Syndicate of The University of Cambrige. Cambridge. Pp 55-65. Meyer WB, Turner BL, 1994. Changes in Land Use and Land Cover:A global persfektif.UK: Camridge Univ Press. 537.p. Nasoetion L.I. 1991. Beberapa Permasalahan Pertanahan Nasional dalam Alternatif Kebijaksanaan untuk Menanggulanginya. Jurnal Analisis, Edisi No. 2, Tahun 1991. Jakarta.: Penerbit CSIS. Nippon Koei Co.Ltd. 2003. Studi Kelayakan Proyek Pengembangan Wilayah Hilir Way Sekampung. Way Sekampung Irrigation Project. JBIC Loan No. IP-387. Bandar Lampung. Odum E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Philadelpia: Saunders College Publishing. Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Tutorial Arcview. Bandung; Penerbit Informatika. Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta, PT. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Rifki, T.M. 2007. Konsep Penataan Kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Provinsi Lampung, [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Saefulhakim, R.S dan L.I Nasoetion. 1995. Kebijakan Pengendalian Konversi Sawah Beririgasi Teknis. Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat No.13/1996. Pusat Penelitian Tanah dan Agrolimat Bogor. Hal 67-72. Saefulhakim, R.S. 1996. Konsepsi Penetapan Batas Luasan Ruang Kawasan Pedesaan Ditinjau dari aspek Fisik, Geografi, Sosial, Budaya dan Ekonomi. Makalah Saresehan Penyusunan RPP Penataan Ruang Kawasan Pedesaan Dep. PU, Puncak 26-27 November 1996. Sajogyo dan P. Sajogyo. 1990. Sosiologi Pedesaan. Jilid 2. Yogyakarta, Gadjahmada Univeesity Press. [Setneg] Sekretariat Negara. 1990. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990. Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Jakarta: Setneg. Seyhan E. 1999. Dasar-dasar Hidrologi, Yogyakarta, Gadjahmada Univeesity Press. Sinukaban N.1995. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bahan Kuliah Pada Program Pascasarjana . Bogor (Tidak dipublikasikan) IPB.
100
_____2007. Membangun Pertanian Menjadi Industri yang Lestari Dengan Pertanian Konservasi dalam Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Direktorat Jendral RLPS Departemen Kehutanan RI. Sitorus SRP. 2001. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi Kedua. Lab Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Lahan. Bogor:Juusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. _____2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Edisi ke tiga. Bandung: Penerbit Tarsito. Sys, C., E. van Rast, and J. Debaveye. 1991. Land evaluation part II. Methods in land evaluation. Agric. Pub. No. 7. General Administration for Development Cooperation. Brussels, Belgium. Pp. 70-76. Soemarwoto O. 1985. A Quantitative Model of Population Pressure and its Potential Use in Devolopment Planning. Majalah Demografi Indonesia 24. 12-17. Tahun ke XII Bandung; Penerbit Tarsito. _____1989. Analisis Dampak Lingkungan. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Soerjani M, Ahmad R, Munir R, (Editor). 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press Sudadi U et al. 1991. Kajian Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan penurunan kualitas lahan di sub-DAS Ciliwung Hulu dengan pendekatan model simulasi hidrologi. Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Tidak dipublukasikan. Suprayogo, D et al. 2004. Degradasi sifat fisik tanah sebagai akibat alih guna lahan hutan menjadi sistem kopi monokultur: kajian perubahan makroporositas tanah. Agrivita 26 (1):60-68. Umar, H. 1999. Riset Strategi Perusahaan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Utami, N.W. 2008. Strategi Pengembangan Manggis (Garcinia mangostana, L) di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Widianto; et al. 2004. Konversi Hutan Menjadi Lahan Pertanian: Apakah fungsi hidrologis hutan dapat digantikan sistem kopi monokultur? Agrivita 26 (1): 47-52. Winoto J, et al. 1996. Laporan Akhir Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian. Bogor: Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Proyek Pengembangan dan Pengelolaan Sumberdaya Pertanahan BPN. Wiradisastra U.S. 1989. Metodologi Evaluasi lahan dalam Hubungan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan. Dalam; Lokakarya Sistem Informasi Lahan Untuk Perencanaan Tata Ruang; Yogyakarta, 24-25 Desember 1989. Yogyakarta: Kerjasama Fakultas Geografi UGM dan Bakosurtanal. Yogaswara A, Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Bogor: Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB.
LAMPIRAN
101
Lampiran 1 Kuisioner Analisis SWOT
KUESIONER PENELITIAN KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN PENGELOLAAN RUANG DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) WADUK BATUTEGI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG
ASNURI HADI BROTO
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
102
PENGANTAR
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah/PWL, Sekolah PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor/IPB, maka saya : Nama
: ASNURI HADI BROTO
NRP
: A 156070214
mengajukan tugas akhir melalui penelitian yang berjudul Kajian Perubahan Penutupan Lahan dan Arahan Pengelolaan Ruang Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Penelitian ini merupakan salah satu sumbang saran dalam Penataan dan Pengelolaan DTA Waduk Batutegi dan kuesioner ini merupakan salah satu tahapan dalam proses pengumpulan data penelitian tersebut di atas. Berkenaan dengan hal tersebut, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat meluangkan waktu untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan
yang ada
dalam kuesioner ini dengan jawaban yang sesuai dengan pengetahuan, pemahaman, persepsi, dan pengalaman Bapak/Ibu terhadap permasalahan yang dikemukakan. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian kebijakan Bapak/Ibu karena kuisioner ini hanya ditujukan untuk keperluan penelitian dalam bingkai kepentingan akademis semata. Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu serta kesediaan dalam meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner ini serta saran-sarannya saya ucapkan terimakasih.
Bogor, Oktober 2008
Hormat saya,
ASNURI HADI BROTO
103
BAGIAN I IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama
: ...........................................................................................
2. Tempat/Tgl lahir/umur
: ...........................................................................................
3. Alamat
: ............................................................................................ : ...........................................................................................
4. No. Telp/HP
: ............................................................................................
5. Pekerjaan
: ............................................................................................
6. Jabatan
: ............................................................................................
7. Pendidikan Terakhir
: ...........................................................................................
Kuesioner ini ditujukan untuk menggali persepsi dari seluruh stakeholders dalam proses pengambilan keputusan dalam Kebijakan Pengelolaan DTA Waduk Batutegi
Propinsi Lampung. Bapak/Ibu diharapkan dapat memberikan urutan dan nilai bobot berdasarkan tingkat kepentingan dari masing-masing aspek yang ditanyakan.
Cara menjawab kuisioner : • Responden menentukan urutan kepentingan dari setiap aspek yang dikemukakan. • Selanjutnya responden menentukan nilai bobot kepentingan antara 0,0 – 1,0 berdasarkan urutan kepentingan dari suatu aspek dibandingkan aspek lainnya dan diisi pada kolom yang berwarna terang . • Penjelasan pembobotan masing-masing nilai seperti pada tabel di bawah ini
104
Tabel Penjelasan Pembobotan Nilai Bobot
Definisi
Penjelasan
1,0
Sangat tinggi/Sangat Penting/Sangat Besar
0,75
Penting/Tinggi/Besar Bobot tertinggi kedua dalam setiap pertanyaan
0,5
Cukup penting/Cukup tinggi/Cukup Besar
0,25
Tidak Bobot keempat dalam setiap pertanyaan Penting/rendah/ kecil
0,0
Sangat tidak penting/Sangat rendah/Sangat Kecil
Bobot Tertinggi dalam setiap pertanyaan
Bobot ketiga dalam setiap pertanyaan
Bobot kelima dalam setiap pertanyaan
BAGIAN II KUISSIONER SWOT 1.
Dalam kebijakan pengelolaan DTA Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu KEKUATAN, diantaranya: a.
Genangan Waduk yang dapat dikembangkan sebagai Objek Pariwisata dan Pengembangan Perikanan air tawar.
b.
Komitmen yang kuat pemerintah dan masyarakat untuk menyelamatkan daerah tangkapan air Waduk Batutegi.
c.
Fungsi Waduk Batutegi yang strategis sebagai sumber air irigasi, air minum dan PLTA.
Menurut pendapat Bapak/lbu, berdasarkan pemahaman dan pengalaman selama ini, bagaimanakah urutan pentingnya dari ketiga faktor tersebut dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi? Faktor yang dipertimbangkan Potensi Wisata Komitmen yang kuat antara pemerintah dan Masyarakat serta para stakeholder Fungsi Waduk yang strategis untuk sebagai sumber air irigasi, air minum dan PLTA.
Urutan
105
Bila Bapak/Ibu diminta untuk memberikan bobot, berapakah bobot dari masing-masing komponen yang berpengaruh dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi ? Faktor Internal (KEKUATAN)
BOBOT 1,0
0,75
0,5
0,25
0,0
Potensi Wisata Komitmen pemerintah Fungsi Waduk yang strategis
2.
Dalam kebijakan pengelolaan kawasan DTA Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dipengaruhi faktor internal, yaitu KELEMAHAN, diantaranya: a.
Belum ada pembagian blok/zona pengelolaan DTA Waduk Batutegi.
b.
Rendahnya taraf hidup masyarakat yang ada pada DTA Waduk Batutegi.
c.
Kurang kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian DTA Waduk Batutegi.
d.
Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam mengelola DTA Waduk Batutegi.
e.
Belum adanya lembaga khusus yang menangani pengelolaan DTA Waduk Batutegi.
Menurut pendapat Bapak/lbu berdasarkan pemahaman dan pengalaman selama ini, bagaimanakah urutan pentingnya kelima aspek tersebut dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi? Faktor yang dipertimbangkan Belum ada blok pengelolaan Rendahnya taraf hidup masyarakat Kurang kesadaran dan partisipasi masyarakat Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat Belum ada lembaga khusus yang menanggani DTA Waduk Batutegi
Urutan
106
Bila Bapak/Ibu diminta untuk memberikan bobot, berapakah bobot dari masing-masing komponen yang berpengaruh dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi?
BOBOT
Faktor Internal (KELEMAHAN) 1,0
0,75
0,5
0,25
0,0
Belum ada blok pengelolaan Rendahnya Taraf hidup Rendahnya Kesadaran dan partisipasi Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan masyarakat Belum ada lembaga yang menangani DTA Batutegi 3.
Dalam kebijakan pengelolaan kawasan DTA Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dipengaruhi faktor eksternal, yaitu PELUANG, diantaranya: a.
Terbukanya peluang untuk pengembangan kawasan wisata Waduk Batutegi.
b.
Tersedianya lapangan kerja baru, bagi masyarakat sekitar DTA Waduk Batutegi.
c.
Potensi peningkatan PAD bagi pemerintah.
d.
Adanya dukungan (parapihak) stakeholder pengelolaan DTA Waduk Batutegi.
e.
Terbukanya alternatif diversifikasi usaha pertanian dan perikanan.
yang terlibat
dalam
107
Menurut pendapat Bapak/lbu berdasarkan pemahaman dan pengalaman selama ini, bagaimanakah urutan pentingnya dari kelima aspek tersebut dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi?. Aspek
Urutan
Terbukanya peluang pengembanngan kawasan wisata Tersedianya lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar DTA Waduk Batutegi Potensi Peningkatan PAD Adanya dukungan stakeholder (para pihak) Terbukanya alternatif diversifikasi usaha pertanian
Bila Bapak/Ibu diminta untuk memberikan bobot, berapakah bobot dari masing-masing komponen yang berpengaruh dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi? faktor eksternal
BOBOT
(PELUANG) 1,0 Peluang pengembangan wisata
Lapangan kerja baru bagi masyarakat Potensi Peningkatan PAD Adanya dukungan stakeholder (para pihak) Terbukanya alternatif diversifikasi usaha pertanian
0,75
0,5
0,25
0,0
108
4.
Dalam kebijakan pengelolaan kawasan DTA Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dipengaruhi faktor eksternal, yaitu ANCAMAN, diantaranya: a.
Klaim masyarakat terhadap kawasan hutan lindung pada DTA Waduk Batutegi.
b.
Penebangan liar (illegal logging) dan perburuan liar terhadap satwa dalam kawasan.
c.
Letaknya yang dikelilingi 4 Kabupaten (Tanggamus,Lampung Barat, Lampung Tengah, dan Lampung Utara) menyebabkan tekanan penduduk terhadap kawasan tinggi.
d.
Perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian, karena aksebilitas terhadap kawasan relatif mudah.
e.
Tingginya penyusutan dan pendangkalan Waduk Batutegi.
Menurut pendapat Bapak/lbu berdasarkan pemahaman dan pengalaman selama ini, bagaimanakah urutan pentingnya kelima aspek tersebut? Aspek Klaim masyarakat terhadap kawasan hutan lindung pada DTA Waduk Batutegi Penebangan liar (illegal logging) dan perburuan liar terhadap satwa dalam kawasan Letaknya yang dikelilingi 4 Kabupaten (Tanggamus,Lampung Barat, Lampung Tengah, dan Lampung Utara) menyebabkan tekanan penduduk terhadap kawasan tinggi Perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian, karena aksebilitas terhadap kawasan relatif mudah Tingginya penyusutan dan pendangkalan Waduk Batutegi
Urutan
109
Bila Bapak/Ibu diminta untuk memberikan bobot, berapakah bobot dari masing-masing komponen yang berpengaruh dalam pengelolaan DTA Waduk Batutegi?
faktor eksternal (ANCAMAN)
BOBOT 1,0
0,75
0,5
0,25
0,0
Klaim masyarakat Penebangan liar (illegal logging) Tekanan penduduk Perambahan hutan Pendangkalan Waduk
TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN DAN KERJASAMA
110
Lampiran 2 Tipe dan Luas Perubahan Penutupan Lahan DTA Waduk Batutegi Periode Tahun 1992-2000, 2000-2007, Serta Tahun 1992-2007 Tahun 1992-2000 Kelas Penutupan Lahan Hutan ke Hutan Hutan ke Tanaman Budidaya Hutan ke Pemukiman Hutan ke Semak Hutan ke Tubuh Air
Tahun 2000-2007 Ha
Kelas Penutupan Lahan
18.614,31 Hutan ke Hutan 7.808,47 Hutan ke Tanaman Budidaya 4,67 Hutan ke Pemukiman 1.271,24 Hutan ke Semak 30,24 Hutan ke Tubuh Air
Tahun 1992-2007 Ha
Kelas Penutupan Lahan
10.838,25 Hutan ke Hutan 5.423,63 Hutan ke Tanaman Budidaya 2,34 Hutan ke Pemukiman 2.225,81 Hutan ke Semak 124,28 Hutan ke Tubuh Air
Ha 10.838,25 12.519,60 9,89 3.940,39 420,79
Tanaman Budidaya ke Tanaman Budidaya
11.593,73 Tanaman Budidaya ke Tanaman Budidaya
16.087,29 Tanaman Budidaya ke Tanaman Budidaya
9.325,32
Tanaman Budidaya ke Pemukiman
29,76 Tanaman Budidaya ke Pemukiman
120,70 Tanaman Budidaya ke Pemukiman
148,67
Tanaman Budidaya ke Semak
912,76 Tanaman Budidaya ke Semak
3.564,65 Tanaman Budidaya ke Semak
2.568,37
Tanaman Budidaya ke Tubuh Air
128,06 Tanaman Budidaya ke Tubuh Air
861,21 Tanaman Budidaya ke Tubuh Air
621,95 110
111
Lampiran 2 (Lanjutan) Tahun 1992-2000 Kelas Penutupan Lahan Semak ke Semak Semak ke Tanaman Budidaya Semak ke Pemukiman
Tahun 2000-2007 Ha
Kelas Penutupan Lahan
728,97 Semak ke Semak 1.231,65 Semak ke Tanaman Budidaya 2,61 Semak ke Pemukiman
Tahun 1992-2007 Ha
Kelas Penutupan Lahan
1.061,88 Semak ke Semak 1.777,48 Semak ke Tanaman Budidaya
Ha 343,58 1.443,48
10,84 Semak ke Pemukiman
12,36 177,50
Semak ke Tubuh Air
13,69 Semak ke Tubuh Air
62,76 Semak ke Tubuh Air
Pemukiman ke Pemukiman
19,63 Pemukiman ke Pemukiman
56,67 Pemukiman ke Pemukiman
Tubuh Air ke Tubuh Air
10,21 Tubuh Air ke Tubuh Air
182,20 Tubuh Air ke Tubuh Air
19,63 10,21
Sumber : Hasil analisis 2008
111
112
Lampiran 3 Matrik Luas dan Tipe Perubahan Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Tahun 1992 – 2000
Tipe Penutupan Lahan
Tanaman Budidaya (Ha)
Semak Belukar (Ha)
Pemukiman (Ha)
18.614,31
7808,47
1.271,24
4,67
30,24
27.728,93
Tanaman Budidaya (Ha)
-
11.593,73
912,76
29,76
128,06
12.664,31
Semak Belukar (Ha)
-
1.231,65
728,97
2,61
13,69
13,69
Pemukiman (Ha)
-
-
-
19,63
-
19,63
Tubuh Air (Ha)
-
-
-
-
10,21
10,21
18.614,31
20.633,85
2.912,97
56,67
182,20
42.400,00
Hutan (Ha)
Penutupan Lahan Tahun 2000 (Ha)
Hutan (Ha)
Tubuh Air (Ha)
Penutupan Tahun 1992 (Ha)
Sumber : Hasil Tumpangtindih (overlay) Peta Penutupan Lahan Tahun 1992 dengan 2000
112
113
Lampiran 4 Matrik Luas dan Tipe Perubahan Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Tahun 2000 - 2007 Tipe Penutupanan Lahan
Hutan (Ha)
Tanaman Budidaya (Ha)
Semak Belukar (Ha)
Pemukiman (Ha)
Tubuh Air (Ha)
Penutupan Tahun 2000 (Ha)
10.838,25
5.423,63
2.225,81
2,34
124,28
18.614,31
Tanaman Budidaya (Ha)
-
16.087,29
3.564,65
120,70
861,21
20.633,85
Semak Belukar (Ha)
-
1.777,48
1.061,88
10,84
62,76
2.912,97
Pemukiman (Ha)
-
-
-
56,67
-
56,67
Tubuh Air (Ha)
-
-
-
-
182,20
182,20
190,55
1.230,45
42.400,00
Hutan (Ha)
10.838,25 23.288,40 6.852,34 Penutupan Lahan Tahun 2007 (Ha) Sumber : Hasil Tumpangtindih (overlay) Peta Penutupan Lahan Tahun 2000 dengan 2007
113
114
Lampiran 5 Matrik Luas dan Tipe Perubahan Penutupan Lahan di DTA Waduk Batutegi Tahun 1992 - 2007 Tipe Penutupan Lahan
Hutan (Ha)
Tanaman Budidaya (Ha)
Semak Belukar (Ha)
Pemukiman (Ha)
Tubuh Air (Ha)
Penutupan Tahun 1992 (Ha)
10.838,25
12.519,60
3.940,39
9,89
420,79
27.728,93
Tanaman Budidaya (Ha)
-
9.325,32
2.568,37
148,67
621,95
12.664,31
Semak Belukar (Ha)
-
1.443,48
343,58
12,36
177,50
1.976,92
Pemukiman (Ha)
-
-
-
19,63
-
19,63
Tubuh Air (Ha)
-
-
-
-
10,21
10,21
10.838,25
23.288,40
6.852,34
190,55
1.230,45
42.400,00
Hutan (Ha)
Penutupan Lahan Tahun 2007 (Ha)
Sumber : Hasil Tumpangtindih (overlay) Peta Penutupan Lahan Tahun 1992 dengan 2007
114
115
Lampiran 6 Analisis Regresi Debit Minimum Versus Penutupan Lahan ———— 1/27/2009 1:38:06 PM —————————————
Welcome to Minitab, press F1 for help. Regression Analysis: Q min versus Hutan The regression equation is Q min = - 4.40 + 0.000435 Hutan
Predictor Constant Hutan
Coef -4.396 0.0004351
S = 1.68277
SE Coef 2.853 0.0001407
R-Sq = 90.5%
T -1.54 3.09
P 0.366 0.199
R-Sq(adj) = 81.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 1 2
SS 27.059 2.832 29.890
MS 27.059 2.832
F 9.56
P 0.199
Regression Analysis: Q min versus Tanaman Budidaya The regression equation is Q min = 17.0 - 0.000697 Tanaman Budidaya
Predictor Constant Tanaman Budidaya 0.049 S = 0.422806
Coef SE Coef T P 17.045 1.049 16.25 0.039 -0.00069709 0.00005407 -12.89
R-Sq = 99.4%
R-Sq(adj) = 98.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 1 2
SS 29.712 0.179 29.890
MS 29.712 0.179
F 166.21
P 0.049
116
Lampiran 6 (Lanjutan) Regression Analysis: Q min versus Semak Bekukar The regression equation is Q min = 8.37 - 0.00114 Semak Bekukar Predictor Constant Semak Bekukar
Coef 8.369 -0.0011425
S = 3.52333 R-Sq = 58.5% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 1 2
SS 17.48 12.41 29.89
SE Coef 4.283 0.0009629
T 1.95 -1.19
P 0.301 0.446
R-Sq(adj) = 16.9% MS 17.48 12.41
F 1.41
P 0.446
Regression Analysis: Q min versus Pemukiman The regression equation is Q min = 6.88 - 0.0336 Pemukiman Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.883 3.098 2.22 0.269 Pemukiman -0.03357 0.02686 -1.25 0.430 S = 3.41534 R-Sq = 61.0% R-Sq(adj) = 22.0% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 1 2
SS 18.23 11.66 29.89
MS 18.23 11.66
F 1.56
P 0.430
Regression Analysis: Q min versus Tubuh Air The regression equation is Q min = 5.92 - 0.00428 Tubuh Air Predictor Coef SE Coef T P Constant 5.925 2.870 2.06 0.287 Tubuh Air -0.004276 0.003997 -1.07 0.478 S = 3.73315 R-Sq = 53.4% R-Sq(adj) = 6.8% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 1 2
SS 15.95 13.94 29.89
MS 15.95 13.94
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
F 1.14
P 0.478
117
Lampiran 7 Korelasi Antar Komponen Pada DTA Waduk Batutegi Hutan Tanaman Bdy
Tanaman Budidaya
Semak Bekukar
Pemukiman
Tubuh Air
Q max
Q min
Qrata2/th
CH max
CH rata2/th
HH/th
HH/bulan
Qmaxmin
-0.974 0.145
Semak Bekukar Pemukiman Tubuh Air Q max Q min Qrata2/tahunan CH max CH rata2/th HH/th HH/bulan Qmax-min Qmax/min
-0.925
0.815
0.248
0.393
-0.932
0.826
1.000
0.236
0.382
0.012
-0.904
0.784
0.999
0.998
0.281
0.426
0.033
0.045
0.901
-0.779
-0.998
-0.997
-1.000
0.286
0.431
0.038
0.050
0.005
0.952
-0.997
-0.765
-0.776
-0.730
0.725
0.198
0.053
0.446
0.434
0.479
0.484
-0.995
-0.868
-0.877
-0.842
0.837
0.984
0.063
0.330
0.319
0.363
0.368
0.116
-0.981
0.999
0.834
0.844
0.804
-0.800
-0.993
-0.998
0.124
0.021
0.372
0.360
0.405
0.410
0.074
0.042
0.212
0.015
-0.567
-0.552
-0.609
0.615
-0.097
0.084
-0.019
0.864
0.991
0.616
0.628
0.583
0.578
0.938
0.946
0.988
0.866
-0.731
-0.991
-0.989
-0.997
0.997
0.672
0.795
-0.753
0.671
0.333
0.478
0.085
0.096
0.052
0.047
0.531
0.415
0.457
0.531
0.867
-0.732
-0.991
-0.989
-0.997
0.997
0.673
0.796
-0.754
0.670
1.000
0.332
0.477
0.084
0.096
0.051
0.046
0.530
0.414
0.456
0.532
0.001
0.879
-0.748
-0.994
-0.992
-0.998
0.999
0.690
0.810
-0.769
0.653
1.000
1.000
0.317
0.462
0.069
0.081
0.036
0.031
0.515
0.399
0.441
0.547
0.016
0.015
-0.795
0.912
0.505
0.521
0.460
-0.453
-0.943
-0.867
0.898
0.424
-0.386
-0.388
-0.409
0.415
0.269
0.663
0.651
0.696
0.701
0.217
0.332
0.291
0.721
0.747
0.747
0.732
117
0.992 0.082
118
Lampiran 7 Lanjutan. CH MAX
HH/bulanan
HH/bulanan
0.828 0.001
CH bulanan
0.831 0.001
0.989 0.000
Q rata2/bula
0.737 0.006
0.737 0.006
CH bulanan
0.712 0.009
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
118
119
Lampiran 8 Data Debit DTA Waduk Batutegi Pos Duga Sta. Way Kunyir dan Tahun 1992-2007 Bulan Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Sumber:
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Debit
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
1 18.44 38.70 53.52 21.22 30.55 8.18 15.70 21.81 23.61 15.96 16.28 8.06 15.70 9.73 38.12 14.48
2 28.64 33.50 50.53 26.15 49.81 9.37 21.44 19.03 23.89 9.32 11.20 5.50 0.00 7.41 33.33 22.53
3 47.04 36.21 42.51 38.54 46.26 19.79 35.56 24.79 22.00 7.43 8.28 7.02 19.29 5.48 31.74 16.81
4 39.20 34.14 33.26 36.30 39.67 13.17 38.85 14.04 20.93 9.31 9.06 9.60 16.99 20.53 23.15 16.34
5 24.35 27.01 26.73 26.17 23.46 52.53 35.23 14.42 13.07 7.79 8.66 6.34 20.48 29.57 17.29 16.74
6 13.69 20.27 12.84 18.56 18.93 10.61 23.71 11.56 11.43 7.28 8.10 14.83 26.97 46.81 21.66 12.36
7 17.32 25.64 9.14 36.16 16.49 6.65 16.75 12.53 16.11 6.23 7.19 27.69 26.19 40.95 13.99 11.68
8 12.56 30.40 7.22 12.12 14.40 5.68 16.14 8.78 10.78 5.00 3.74 27.39 13.26 32.41 9.21 9.71
9 11.62 19.09 6.12 9.63 14.56 4.58 13.01 7.70 9.37 5.19 4.33 29.15 5.82 10.26 9.22 5.40
10 12.66 12.22 5.41 9.48 13.86 4.21 13.45 16.71 11.09 7.26 7.75 28.44 3.96 1.79 7.85 4.81
11 20.23 14.25 6.07 12.14 14.58 4.40 15.42 20.10 19.88 6.22 6.35 67.06 15.12 1.79 12.00 5.12
12 Rata2/tahun 28.39 22.84 49.50 28.41 12.34 22.14 11.61 21.51 12.20 24.56 6.87 12.17 14.04 21.61 21.43 16.07 7.73 15.82 7.26 7.85 8.25 8.27 21.70 21.07 19.51 15.27 1.79 17.38 9.64 18.93 9.79 12.15
21.88
21.98
25.55
23.41
21.86
17.48
18.17
13.67
10.32
10.06
15.05
15.13
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung Prov. Lampung
119
Rata2/bulan
Jan (M3 /det)
120
Lampiran 9 Data Curah Hujan DTA Waduk Batutegi Sta. Way Kunyir Tahun 1992-2007 Bulan Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata2/bulan
Feb (mm) 2 218.1 352 598 392 123 160 225 430.5 155 726 129 316.5 252 322 328 119
Mar (mm) 3 255.5 245.5 572.5 385.9 219.5 103 321 432 141 481 257 161 227 390 339 210
Apr (mm) 4 228 242.5 296 222.1 237 313.5 262 331 224 311 327.2 106 365 179 119.5 148
Mei Jun Jul Ags Sep (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) 5 6 7 8 9 131.7 20 120 207 22 250 118.4 265.5 124.5 266 40.5 16.5 3 65 35.4 136.5 226 201.5 0 36.5 163.5 83 183 142.3 115 277.5 0 0 0 0 111 98 140 160 120 230.5 110.5 194.5 155.5 288 156 267 300 90 241 180 60 167.5 75.5 312 146 142 218.5 18 0 168 60 14 62 106.8 215 74.5 102 102.6 135.5 114 147 86 170 98 92.5 23 49 0 0 84 139 186 102 99
Okt (mm) 10 13 120 50 100.5 89 0 180.5 351.5 260 373.5 10 59 30 170 8 97
Nop (mm) 11 195.8 135 101 186 150 68 293 391.5 591 223 134 152.5 210 187 22 40
Des (mm) 12 262 390 241 195.5 249.5 166 146 172.5 483 244 102.8 172.5 361 88 99 244
Total (mm) 1949.5 2937.4 2596.2 2665 1867.3 1182 2351.5 3701.5 3438.5 3550.5 1868.2 1524.3 2385.6 2391 1395 1523
Rata2/tahun (mm) 162.46 244.78 216.35 222.08 155.61 98.50 195.96 308.46 286.54 295.88 155.68 127.03 198.80 199.25 116.25 126.92
21.88 21.98 25.55 23.41 21.86 17.48 18.17 13.67 10.32 10.06 15.05 15.13 Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung Prov. Lampung
120
Sumber:
Jan (mm) 1 276.4 428 577.3 582.5 112.5 94 295 613.5 530.5 397 383.7 146 311 440 315 55
121
Lampiran 10 Hari Hujan Pada DTA Waduk Batutegi Sta. Way Kunyir Tahun 1992-2007
Tahun
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Feb 2
Mar 3
7 7 9 18 16 8 24 22 20 26 17 14 12 14 21 4 11 8 9 6 7 19 17 18 21 9 7 20 26 21 11 8 8 11 17 13 19 16 16 21 21 17 17 13 17 5 9 11 15.25 14.31 13.44
Apr 4 10 13 11 10 22 14 8 12 11 12 11 6 21 8 9 9 11.69
Mei 5 4 11 3 8 17 11 3 14 8 8 5 9 15 7 9 6 8.63
1 10 2 10 4 0 3 7 13 4 5 5 6 8 4 9 5.69
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
6 9 1 11 6 0 6 8 13 10 9 3 7 4 5 9 6.69
Ags 8 12 8 2 0 6 0 7 8 4 4 3 5 6 8 0 7 5.00
Sep 9 3 12 1 2 6 0 6 13 11 19 0 6 7 7 0 7 6.25
Okt 10 2 7 3 5 6 0 7 13 12 20 1 8 5 10 2 6 6.69
Nop 11 6 10 2 5 7 2 14 18 23 11 8 8 14 10 4 4 9.13
Des 12 11 16 12 7 15 6 6 7 22 13 8 14 13 5 11 11 11.06
Rata-rata Hari hujan (Hari) 6.50 11.50 8.58 9.58 11.33 4.67 6.83 12.83 12.83 14.00 6.42 8.75 12.08 10.50 7.58 7.75
121
Sumber:
Jan 1
Bulan Jun Jul 6 7
122
Lampiran 11 Curah Hujan Maximum Pada DTA Waduk Batutegi Sta. Way Kunyir Tahun 1992-2007 Bulan
Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
Rata-rata CH Max (mm) 43.44 50.04 42.88 46.13 31.92 29.83 57.29 63.21 47.83 46.08 48.05 36.92 35.54 44.17 18.71 23.00 122
Sumber :
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 90 54 50 55 40 20 40 30 30 6.5 57.8 48 70 40 70 50 70 30 60.5 30 30 40 30 80 60.5 60.5 60.5 60.5 20.5 10 3 35 35 25 84 60 60 50 91.5 50.5 30 50 40 0 0 28.5 98 55 17 20.5 24 22.5 17.5 30 51 40 40 30.5 40 50 40 30 20 80 70 0 0 0 0 0 48 70 82 50 90 91 52 62 40 40 40 50 50.5 40 85.5 50 50 110 60 30 50 63 63 90 50 57 50 30 40 29 31 50 49 50 50 50 60 85 60 50 60 60 80 20 40 30 30 40 45 38 98.2 30 95 69.4 69 70 50 10 10 10 35 30 30 54 55.5 24 48 24.5 9 35 35 15 85 28 52 47 42 50 25 20.5 39 30 30 10 35 46 74 47 84 39 47 27 40 31 31 35 30 45 35 44 40 30 21 10.5 15 0 0 6 7 16 20 24 26 27 26 21 25 21 21 21 14 30 57.76 42.56 56.16 52.99 44.19 29.72 34.47 27.81 27.81 28.59 48.08 48.63
123
Lampiran 12 Data Debit Harian Sta Way Kunyir Tahun 1992, 2000 dan 2007 Nama Stasiun
:
Kunyir 104º 48'
Longitude
:
Latitude
:
05º 17'
Tahun
:
1992
Tanggal
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
1
15.40
24.10
26.00
51.00
60.30
27.30
11.60
19.02
12.40
10.80
13.20
28.60
2
14.50
45.30
33.70
28.60
54.00
15.40
11.20
16.07
12.40
10.80
11.60
29.30
3
26.00
16.30
64.70
34.40
27.30
10.80
10.80
15.88
10.00
12.40
14.00
23.00
4
34.40
14.90
30.60
38.30
28.00
15.90
16.30
15.69
10.80
15.90
13.20
22.50
5
15.90
28.60
52.00
24.70
18.20
11.20
17.30
15.31
9.66
14.00
12.40
32.10
6
15.40
30.60
166.00
23.60
18.70
10.40
12.40
14.92
10.80
11.60
10.80
30.60
7
29.30
106.00
61.40
28.60
17.30
13.60
16.71
14.92
13.20
10.80
10.80
26.00
8
26.00
51.00
65.80
56.00
42.60
13.60
17.61
14.92
12.80
10.40
10.80
21.90
9
31.40
36.80
63.60
59.20
30.60
13.60
18.25
14.92
12.40
13.20
21.40
20.90
10
30.60
33.70
53.00
36.80
37.50
13.60
18.25
17.80
20.90
18.70
57.00
20.30
11
24.10
38.30
66.90
29.30
28.60
13.60
18.25
9.32
12.80
13.20
32.10
21.40
12
21.90
25.40
40.00
32.10
25.40
13.60
18.25
9.32
11.20
14.00
29.30
23.00
13
18.20
22.50
36.00
40.90
24.10
13.60
18.25
9.32
12.80
11.60
18.70
24.10
14
16.80
20.90
33.70
32.90
23.00
13.20
18.25
8.98
11.60
11.20
21.90
36.80
15
16.30
16.20
39.20
52.00
21.90
12.00
18.25
8.98
9.66
14.50
16.80
43.50
16
17.80
23.00
41.80
36.00
21.40
16.80
18.25
8.98
9.32
14.90
20.90
41.80
17
11.60
19.80
38.06
76.40
16.80
11.20
18.25
8.64
10.00
14.00
22.50
33.70
18
14.00
16.30
46.16
91.70
16.80
11.20
18.25
8.64
8.64
11.60
16.80
37.50
19
18.20
15.90
46.80
53.00
21.40
11.20
18.25
8.64
8.64
13.20
14.90
32.10
20 21 22
13.20 12.80 12.40
30.60 24.10 35.20
44.24 41.52 28.00
36.80 37.50 31.40
19.20 19.80 19.80
11.20 11.20 10.80
18.25 18.25 18.25
10.60 11.20 15.90
8.64 8.30 8.30
13.60 11.60 10.80
23.00 28.00 40.90
28.00 28.00 28.00
23
12.00
19.80
23.00
28.60
20.30
11.20
18.25
14.00
9.30
10.80
22.50
28.00
24 25
14.00 18.20
17.30 17.80
22.50 23.00
26.70 26.70
16.80 17.30
13.60 14.90
18.25 19.02
11.60 12.00
10.80 10.40
10.80 10.40
17.80 18.70
28.00 28.00
26
19.80
17.30
20.90
29.90
16.30
19.80
18.51
19.20
9.66
10.40
16.80
28.00
27
14.00
17.80
28.60
26.00
20.30
18.20
18.25
12.00
22.50
10.80
22.50
19.20
28
14.00
26.70
20.30
24.10
15.90
13.20
18.25
11.60
18.20
11.20
17.30
23.60
29
12.00
38.30
19.80
29.90
23.60
12.80
19.02
10.40
11.60
10.80
14.90
21.40
30
17.30
56.00
53.00
16.30
12.00
19.02
9.66
10.80
16.80
15.40
31
14.00
125.00
19.02
10.80
Rata-rata
18.44
28.64
47.04
39.20
24.35
13.69
17.32
12.56
11.62
12.66
20.23
28.39
Maximum
34.40
106.00
166.00
91.70
60.30
27.30
19.02
19.20
22.50
18.70
57.00
43.50
Minimum
12.00
14.90
19.80
23.60
15.40
10.40
10.80
8.64
8.30
10.40
10.80
19.20
Sumber:
15.40
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
17.80
25.40 45.30
124
Lampiran 12 Lanjutan Nama Stasiun Longitude Latitude
: : :
Tahun
Tanggal
:
Jan (M3 /det)
Feb (M3 /det)
Kunyir 104º 48' 05º 17' 2000
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
1
20.00
27.10
15.20
13.90
15.20
12.20
67.40
9.57
9.57
10.60
8.59
16.70
2
17.80
25.70
15.20
13.90
14.80
11.80
43.50
11.80
9.57
9.24
14.80
15.20
3
18.80
27.10
21.10
21.10
15.20
13.40
25.00
10.30
9.57
9.24
12.20
14.30
4
23.70
24.30
16.70
13.90
14.30
13.90
35.00
10.30
8.91
8.59
13.00
13.90
5
21.80
23.70
14.30
27.80
17.80
13.00
34.10
10.30
8.91
7.98
8.91
19.40
6
17.80
26.40
13.00
14.30
15.20
11.40
27.10
10.60
8.91
7.98
11.80
25.70
7
14.30
18.30
12.60
13.40
14.80
13.90
15.70
10.60
8.91
7.69
9.57
17.20
8
14.30
18.80
16.20
12.60
15.20
11.40
13.90
11.40
8.59
7.13
11.80
30.10
9
14.30
26.40
11.40
13.90
14.80
11.00
11.80
11.40
8.91
7.40
9.57
35.90
10
14.30
17.80
12.20
14.80
15.20
10.60
11.80
11.80
10.30
7.40
12.20
2.33
11
26.40
20.00
11.00
14.80
14.80
10.60
13.40
12.20
8.91
7.40
12.20
2.33
12
25.00
33.30
11.40
30.90
14.30
10.60
18.80
14.80
8.29
7.40
12.60
2.33
13
20.00
25.00
11.00
49.90
14.30
10.60
11.00
11.80
8.29
7.40
17.20
2.33
14
26.40
37.70
29.30
26.40
11.80
10.30
10.60
11.40
8.29
8.59
27.10
2.33
15
21.10
66.00
15.20
18.30
11.40
9.92
9.24
11.00
8.29
11.00
20.00
2.33
16
29.30
35.00
11.40
21.10
11.40
10.30
8.91
10.60
7.98
20.00
14.30
2.33
17
32.50
24.30
20.00
18.80
12.20
10.60
9.57
11.00
7.98
14.80
15.20
2.33
18
23.70
18.30
27.10
15.70
11.80
10.60
9.57
10.60
8.29
9.24
14.30
2.33
19
20.00
18.30
152.00
22.40
21.10
11.00
10.60
10.30
9.57
8.59
25.70
2.33
20
18.80
18.30
24.30
27.10
13.40
12.20
9.24
10.30
8.59
8.29
23.00
2.33
21
22.40
18.80
15.20
29.30
13.90
11.00
8.91
9.92
8.59
7.69
22.40
2.33
22
25.00
18.80
54.50
29.30
10.30
11.00
8.91
9.92
9.57
10.30
60.70
2.33
23
37.70
18.80
25.70
30.90
8.59
11.80
8.59
9.57
8.59
9.57
30.10
2.33
24
23.70
18.80
14.80
29.30
11.00
11.80
9.24
9.57
11.80
21.10
25.70
2.33
25
23.70
18.80
13.00
18.80
10.30
11.40
8.59
9.57
9.24
26.40
23.00
2.33
26
18.30
17.80
13.00
18.80
8.91
9.92
8.59
9.24
9.92
25.70
18.30
2.33
27
17.20
17.20
13.40
15.70
8.29
12.20
8.91
9.24
9.92
16.20
54.50
2.33
28
52.10
16.20
17.80
15.20
8.29
13.00
9.24
14.30
13.90
12.60
27.10
2.33
29
45.50
15.70
18.80
16.20
12.20
11.00
10.30
9.92
10.60
8.91
21.80
2.33
30 31
24.30 21.80
15.20 20.00
19.40
12.20 12.20
10.60
13.00 8.91
11.40 9.57
12.20
10.30 8.91
18.80
2.33 2.33
Rata-rata
23.61
23.89
22.00
20.93
13.07
11.43
16.11
10.78
9.37
11.09
19.88
7.73
Maximum Minimum
32.50
66.00
152.00
49.90
17.80
13.90
67.40
14.30
13.90
26.40
60.70
35.90
14.30
15.70
11.00
12.60
8.29
9.92
8.59
9.24
8.29
7.13
8.59
2.33
Sumber :
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
125
Lampiran 12 Lanjutan Nama Stasiun Longitude Latitude Tahun Tanggal
Jan (M3 /det)
: : : : Feb
Mar
Kunyir 104º 48' 05º 17' 2007 Apr
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
Mei (M3 /det)
Jun
Jul
Ags
Sep
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
(M3 /det)
Okt (M3 /det)
Nov (M3 /det)
Des (M3 /det)
1
14.25
12.44
23.59
22.12
9.24
13.60
11.67
10.14
12.57
2.89
3.86
5.28
2
7.33
11.29
13.94
16.24
12.44
11.13
8.73
8.62
12.76
2.89
16.85
5.35
3
2.62
16.59
14.25
11.48
11.57
14.00
11.36
24.63
2.81
3.63
6.96
5.28
4
4.97
8.49
4.89
22.98
12.51
13.16
7.03
9.36
7.03
3.42
7.31
3.00
5
5.10
5.81
11.48
11.51
9.26
18.86
7.12
5.53
4.22
3.34
2.92
4.74
6
3.25
9.80
18.95
14.26
11.12
11.73
7.20
6.49
5.62
3.52
2.81
2.02
7
1.73
10.28
13.33
14.51
9.15
14.71
10.40
7.75
5.62
3.37
2.87
6.71
8
1.90
17.91
14.15
23.10
10.88
15.06
10.57
8.13
4.90
4.83
4.24
11.10
9
3.62
16.44
9.16
26.25
11.37
14.88
9.45
6.49
4.86
4.75
2.87
10.99
10
5.20
7.67
19.33
14.27
1.06
16.96
8.09
16.79
6.16
5.76
2.88
10.02
11
5.82
12.86
16.88
17.99
8.18
16.65
8.10
5.52
4.96
5.00
4.02
9.56
12
3.83
7.20
27.91
17.60
17.78
11.89
8.15
6.84
4.96
4.94
4.33
6.64
13
7.80
7.03
16.62
29.80
11.14
10.30
8.56
8.52
4.64
7.86
5.80
13.19
14
5.34
25.19
25.44
17.87
25.08
10.04
7.34
9.77
5.04
10.65
5.67
6.63
15
7.17
30.62
31.10
15.69
26.78
13.32
8.75
8.20
6.36
6.30
4.00
3.79
16
3.45
39.91
25.03
14.10
46.79
10.04
8.91
14.07
4.86
6.32
9.13
19.37
17
9.38
20.66
18.92
10.09
34.50
2.52
10.33
7.61
4.78
4.88
5.93
10.80
18
16.01
20.06
13.54
15.74
30.16
14.20
13.27
5.69
7.70
5.01
1.51
33.12
19
26.42
24.18
12.00
16.31
40.40
38.29
17.84
5.85
7.57
5.02
3.99
12.75
20
8.68
46.77
15.40
12.29
22.11
15.31
11.64
5.89
6.17
4.87
4.16
12.86
21
8.46
26.34
26.50
15.68
28.24
14.07
20.50
4.52
4.77
4.74
4.23
12.69
22
26.24
12.65
23.31
29.26
16.49
13.48
40.45
5.58
4.77
4.99
3.89
12.85
23
19.17
17.30
22.70
17.55
1.45
6.84
20.79
44.79
3.48
7.13
2.60
12.65
24
22.55
24.36
14.08
15.93
14.68
9.38
12.81
11.08
3.46
3.51
3.83
3.06
25
41.79
51.74
14.32
10.98
14.93
5.50
10.53
12.18
3.40
6.31
3.79
2.21
26
35.15
60.14
12.32
4.49
14.75
8.84
10.76
8.11
4.97
3.56
2.19
5.64
27
56.29
42.96
11.06
9.09
12.92
2.36
8.12
6.78
3.28
3.50
3.77
6.78
28
37.83
44.14
2.61
16.42
13.39
6.14
16.61
6.42
3.70
4.62
10.73
10.02
29
29.74
11.55
13.80
13.00
7.70
11.14
6.44
3.39
3.48
9.59
26.38
30
15.08
22.07
12.92
12.87
9.78
7.54
6.68
3.26
3.99
6.99
7.65
31
12.63
14.75
8.43
6.42
Rata-rata
14.48
22.53
16.81
16.34
16.74
12.36
11.68
9.71
5.40
4.81
5.12
9.79
Maximum
56.29
60.14
31.10
29.80
46.79
38.29
40.45
44.79
12.76
10.65
16.85
33.12
Minimum
1.73
5.81
2.61
4.49
1.06
2.52
7.03
4.52
2.81
2.89
1.51
2.02
Sumber :
14.67
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
4.05
10.43
126
Lampiran 13 Tekanan Penduduk Sekitar DTA Waduk Batutegi Kecamatan
Desa
Kabupaten Lampung Barat Sumber Jaya Sindang Pagar Suka Jaya Gedung Surian Tri Mulyo Cipta Waras Pura Mekar Muara Jaya I Muara Jaya II Pura Wiwitan Pura Jaya Tribudi sukur Simpang Sari Way Petay Sukapura Way Tenong
Sukaraja Sukananti Sri Menanti Sidodadi Tanjung Raya Gunung Terang Sumber Alam Semarang Jaya Pajar Bulan Mutar Alam Karang Agung Pura Laksana
Kabupaten Tanggamus Pulau Gunung Megang Panggung Sinar Mulyo Kemuning Tanjung Begelung Gedung Agung Penantian Muara Dua Tekad Way Harong Air Kubang Karang Sari Pulau Panggung Way Ilahan Gunung Meraksa Batu Bedil Air Bakoman Air Naningan Sinar Jawa Datar Lebuay
Po (Jiwa)
Ft (%)
L (Ha)
1.645 2.118 2.265 2.858 1.786 3.082 2.170 2.106 3.901 4.882 2.344 8.611 4.703 3.189
95 92 98 93 94 99 95 85 90 83 90 66 90 90
13.904 1.055 1.050 1.166 1.115 368 766 819 809 797 655 2.454 2.253 713
2430 4461 953 1640 2341 3117 2857 1835 6915 2298 2535 3224
95 90 85 90 90 85 90 90 70 85 90 90
1876 1165 1165 1192 2051 2016 1018 3860 5360 3288 2026 2166 1888 2222 1409 3700 4385 2262 4691
96 94 94 96 95 96 94 90 94 94 97 93 93 93 97 96 96 97 97
Z (Ha/KK)
r (%)
TP
0,81 0,89 0,97 1,07 0,55 0,96 0,84 0,76 0,87 0,80 0,69 0,60 0,94 0,83
6,37 4,47 3,51 -1,01 1,11 -3,73 11,21 3,34 13,97 8,05 1,01 0,12 -0,74 5,03
0,10 1,72 2,13 2,40 0,83 7,65 2,53 1,72 4,29 4,38 2,24 1,39 1,75 3,49
2,839 484 720 366 2,820 1,885 509 472 1,609 768 1,726 2,150
1.12 1.10 0.78 0.84 0.62 0.84 0.72 0.85 2.27 0.61 0.60 0.43
1.29 0.20 -0.90 0.46 0.43 6.28 17.33 7.11 5.77 -1.40 -2.26 -1.36
0.92 9.12 0.87 3.40 0.47 1.25 4.29 3.18 7.21 1.53 0.78 0.57
3,070 839 839 2,000 2,913 2,647 1,363 3,370 5,357 4,500 824 2,108 1,121 2,830 3,815 2,879 1,658 1,362 3,014
0.91 0.96 0.96 0.93 1.01 1.09 1.18 0.55 0.83 0.84 0.86 0.94 0.82 0.95 0.91 0.78 0.88 0.91 0.98
1.16 2.78 -9.48 -4.05 1.96 8.21 -3.81 2.68 1.39 -1.51 5.28 3.28 -0.50 -0.16 -1.35 2.24 -1.76 -2.29 0.50
0.54 1.29 1.13 0.51 0.69 0.86 0.79 0.58 0.79 0.57 2.15 0.93 1.28 0.69 0.32 0.98 2.21 1.44 1.49
127
Lampiran 13 Lanjutan. Kecamatan Desa Kabupaten Tanggamus Ulu Belu Datarajan Gunungtiga Karangrejo Pagar Alam Ulubelu Muaradua Ulubelu Ngarip Penantian Ulubelu Gunung Sari Sirna Galih Rejosari Ulu Semong Kabupaten Lampung Tengah Selanggai Marga Jaya Lingga Lingga Pura Nyukang Harjo Sidoharjo Taman Sari Negeri Katon Karang Anyar Galih Karangjati Gedung Harta Negeri Agung Tanjung Ratu Gedung Haji Pubian Kota Batu Payung Dadi Payung Makmur Payung Rejo Payung Batu Tanjung Rejo Tanjung Kemala Negeri Kepayungan Segala Mider Gunung Haji Tias Bangun Sendang Sendang Agung Sendang Asri Agung Sendang Baru Sendang Mukti Sendang Mulyo Sendang Rejo Sendang Retno Sendang Asih Ket :
Po ft L Z r TP
Po (Jiwa)
ft (%)
5.411 2.235 2.350 1.922 1.615 5.127 3.386 4.862 3.656 1.731 2.800
85 80 90 95 95 85 96 80 98 99 96
3,454 3,320 4,444 2,658 3,303 3,420 1,523 1,429 3,723 1,417 4,086
2.278 4.076 6.703 1.942 964 2.114 2.512 1.532 1.971 2.958 3.207 1.981 2.292 2.291 2.130 2.835 3.130 2.289 1.599 2.021 5.816 2.058 4.127 6.255 2.795 3.257 2.504 6.145 4.184 2.362 5.551
98 90 90 92 75 80 90 97 98 96 98 99 90 92 97 85 95 90 90 70 75 89 90 79 96 95 95 93 94 95 88
604 584 586 979 538 4,165 267 613 1,570 1,003 4,146 450 620 925 331 828 453 1,922 364 315 1,060 800 915 858 394 389 507 872 686 412 599
L (Ha)
: Jumlah Penduduk (Jiwa) : Prosentasi Petani (%) :Luas Lahan Pertanian (ha) : Luas Lahan Minimal Untuk Hidup Layak (ha/kk/th) : Reit Pertumbuhan Penduduk Rata-rata Pertahun : Tekanan Penduduk
Z (Ha/KK)
r (%)
TP
0.77 0.83 0.73 0.86 0.76 0.93 0.80 0.59 1.24 1.47 1.21
-1.59 3.46 -2.91 -1.02 2.51 -0.03 6.57 3.79 9.75 -4.42 -12.04
1.01 0.46 0.34 0.58 0.36 1.19 1.82 1.66 1.31 1.70 0.70
0.94 0.83 0.80 0.84 0.63 0.63 0.78 0.79 0.77 1.00 0.98 1.04 0.82 0.90 0.91 0.74 0.81 0.78 0.86 0.67 0.77 0.70 0.88 0.74 0.85 0.90 0.83 0.86 0.88 0.84 0.81
2.39 2.28 2.25 -2.86 -1.14 1.32 -0.59 0.07 4.12 1.83 -1.06 2.04 3.69 0.78 1.20 -4.26 2.09 0.52 2.05 -0.83 -0.74 1.11 1.11 0.50 0.64 2.37 1.30 5.06 1.32 0.47 1.11
3.54 5.35 8.39 1.49 0.84 0.26 6.55 1.92 0.99 2.89 0.73 4.63 2.82 2.06 5.74 2.07 5.46 0.84 3.45 2.96 3.15 1.63 3.62 4.25 5.84 7.36 3.95 5.89 5.09 4.57 6.69
128
Lampiran 14 Kepadatan Agraris Desa-Desa di Sekitar DTA Waduk Batutegi Kecamatan
Desa
Kabupaten Lampung Barat Sumber Jaya Sindang Pagar Suka Jaya Gedung Surian Tri Mulyo Cipta Waras Pura Mekar Muara Jaya I Muara Jaya II Pura Wiwitan Pura Jaya Tribudi sukur Simpang Sari Way Petay Sukapura Way Sukaraja Tenong Sukananti Sri Menanti Sidodadi Tanjung Raya Gunung Terang Sumber Alam Semarang Jaya Fajar Bulan Mutar Alam Karang Agung Pura Laksana Kabupaten Tanggamus Pulau Gunung Megang Panggung Sinar Mulyo Kemuning Tanjung Begelung Gedung Agung Penantian Muara Dua Tekad Way Harong Air Kubang Karang Sari Pulau Panggung Way Ilahan Gunung Meraksa Batu Bedil Air Bakoman Air Naningan Datar Lebuay
Luas Pertanian (Ha)
Jumlah Petani (Jiwa)
Jumlah KK Keluarga Petani (KK)
Kepadatan Rata-rata Agraris Kepemilikan (Jiwa/Ha) Lahan (Ha/KK)
7,872 898 1,069 1,166 947 1,485 791 790 643 821 565 2,354 1,964 777 1,300 402 535 356 1,580 806 391 369 1,161 590 1,334 1,594
1,563 1,949 2,220 2,658 1,679 3,051 2,062 1,790 3,511 4,052 2,110 5,683 4,233 2,870 2,309 4,015 810 1,476 2,107 2,649 2,571 1,652 4,841 1,953 2,282 2,902
405 442 491 511 636 693 510 439 801 928 608 1,379 892 688 432 725 195 348 672 592 703 385 1,040 400 634 749
0.20 2.17 2.08 2.28 1.77 2.05 2.61 2.27 5.46 4.94 3.73 2.41 2.16 3.69 1.78 9.99 1.51 4.15 1.33 3.29 6.58 4.48 4.17 3.31 1.71 1.82
19.45 2.03 2.18 2.28 1.49 2.14 1.55 1.80 0.80 0.88 0.93 1.71 2.20 1.13 3.01 0.55 2.75 1.02 2.35 1.36 0.56 0.96 1.12 1.48 2.11 2.13
404 783 1,794 2,000 2,416 1,290 722 266 3,605 2,657 1,584 2,191 1,034 2,723 3,203 2,786 1,545 3,014
1,801 1,095 1,095 1,144 1,948 1,935 957 3,474 5,038 3,091 1,965 2,014 1,756 2,066 1,367 3,552 4,210 4,550
418 236 236 261 403 375 168 1,258 1,251 762 489 438 439 447 321 964 1,005 988
4.46 1.40 0.61 0.57 0.81 1.50 1.33 13.06 1.40 1.16 1.24 0.92 1.70 0.76 0.43 1.27 2.72 1.51
0.97 3.32 7.60 7.66 6.00 3.44 4.29 0.21 2.88 3.49 3.24 5.00 2.36 6.09 9.98 2.89 1.54 3.05
129
Lampiran 14 (lanjutan) Kecamatan
Desa
Kabupaten Tanggamus Ulu Belu Datarajan Gunungtiga Karangrejo Pagar Alam Ulubelu Muaradua Ulubelu Ngarip Penantian Ulubelu Gunung Sari Sirna Galih Ulu Semong
Luas Jumlah Pertanian Petani (Jiwa) (Ha)
Jumlah KK Keluarga Petani (KK)
Kepadatan Rata-rata Agraris Kepemilikan Lahan (Jiwa/Ha) (Ha/KK)
2,659 2,846 3,185 1,595 3,673 3,646 1,068 1,062 3,514 2,062
4,599 1,788 2,115 1,826 1,534 4,358 3,251 3,890 3,583 2,688
1,116 378 575 446 420 876 857 1,166 624 468
1.73 0.63 0.66 1.14 0.42 1.20 3.04 3.66 1.02 1.30
2.38 7.54 5.54 3.58 8.75 4.16 1.25 0.91 5.63 4.41
Kabupaten Lampung Tengah Selanggai Marga Jaya 403 Lingga Lingga Pura 568 Nyukang Harjo 783 Sidoharjo 807 Taman Sari 546 Negeri Katon 2,400 Karang Anyar 562 Galih Karangjati 677 Gedung Harta 1,988 Negeri Agung 1,044 Tanjung Ratu 4,100 Gedung Haji 539 Pubian Kota Batu 977 Payung Dadi 815 Payung Makmur 480 Payung Rejo 748 Payung Batu 253 Tanjung Rejo 916 Tanjung Kemala 1,275 Negeri Kepayungan 1,187 Segala Mider 1,475 Tias Bangun 640 Sendang Sendang Agung 838 Sendang Asri Agung 384 Sendang Baru 380 Sendang Mukti 498 Sendang Mulyo 855 Sendang Rejo 459 Sendang Retno 404 Sumber : Podes Tahun 2000, 2003, 2006.
2,232 3,668 6,033 1,787 723 1,691 2,261 1,486 1,932 2,840 3,143 1,961 2,063 2,108 2,066 2,410 2,974 2,060 1,439 1,415 4,362 3,714 4,941 2,683 3,094 2,379 5,715 3,933 2,244
515 873 1,363 390 173 430 523 364 489 599 695 410 500 477 485 606 763 525 333 328 935 834 1,168 665 715 599 1,367 928 561
5.54 6.46 7.71 2.21 1.32 0.70 4.02 2.20 0.97 2.72 0.77 3.64 2.11 2.59 4.30 3.22 11.75 2.25 1.13 1.19 2.96 5.80 5.90 6.99 8.14 4.78 6.68 8.57 5.55
0.78 0.65 0.57 2.07 3.17 5.59 1.07 1.86 4.07 1.74 5.90 1.32 1.95 1.71 0.99 1.23 0.33 1.74 3.83 3.62 1.58 0.77 0.72 0.58 0.53 0.83 0.63 0.49 0.72
130
Lampiran 15 Kepadatan Geografis Desa-Desa di Sekitar DTA Waduk Batutegi Kecamatan
Desa
Kabupaten Lampung Barat Sumber Jaya Sindang Pagar Suka Jaya Gedung Surian Tri Mulyo Cipta Waras Pura Mekar Muara Jaya I Muara Jaya II Pura Wiwitan Pura Jaya Tribudi sukur Simpang Sari Way Petay Sukapura Way Sukaraja Tenong Sukananti Sri Menanti Sidodadi Tanjung Raya Gunung Terang Sumber Alam Semarang Jaya Fajar Bulan Mutar Alam Karang Agung Pura Laksana Kabupaten Tanggamus Pulau Gunung Megang Panggung Sinar Mulyo Kemuning Tanjung Begelung Gedung Agung Penantian Muara Dua Tekad Way Harong Air Kubang Karang Sari Pulau Panggung Way Ilahan Gunung Meraksa Batu Bedil Air Bakoman Air Naningan Datar Lebuay
Luas Desa (Km2)
Jumlah Jumlah Penduduk Keluarga (Jiwa) (KK)
Rata-rata Anggota Keluarga
Kepadatan Geografis (Jiwa/Km2)
143.3 17.54 14.27 14.86 15.36 8.1 9.91 9.28 10.4 15.36 10.4 43.85 26.31 8.77 28.54 5.09 7.38 3.86 28.64 19.82 5.29 5.29 16.54 9.08 18.63 21.94
1.645 2.118 2.265 2.858 1.786 3.082 2.170 2.106 3.901 4.882 2.344 8.611 4.703 3.189 2.430 4.461 953 1.640 2.341 3.117 2.857 1.835 6.915 2.298 2.535 3.224
426 480 501 549 677 700 537 516 890 1118 675 2089 991 764 455 805 229 387 747 697 781 428 1485 470 704 832
4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 3 4 5 4 5 6 4 4 3 4 4 4 5 5 4 4
11 121 159 192 116 380 219 227 375 318 225 196 179 364 85 876 129 425 82 157 540 347 418 253 136 147
33 10.02 10.02 29 31.7 28.3 14.18 36.89 60 57.99 10.4 22.87 13.13 29.98 40 29.35 21 37
1.876 1.165 1.165 1.192 2.051 2.016 1.018 3.860 5.360 3.288 2.026 2.166 1.888 2.222 1.409 3.700 4.385 4.691
435 251 251 272 424 391 179 1398 1331 811 504 471 472 481 331 1004 1047 1019
4 5 5 4 5 5 6 3 4 4 4 5 4 5 4 4 4 5
57 116 116 41 65 71 72 105 89 57 195 95 144 74 35 126 209 127
131
Lampiran 15 (lanjutan) Kecamatan
Desa
Luas Desa (Km2)
Jumlah Penddk (Jiwa)
Jumlah Keluarga (KK)
Rata-rata Anggota Keluarga (Jiwa)
Kepadatan Geografis (Jiwa/Km2)
Datarajan 35.54 Gunungtiga 34 Karangrejo 46 Pagar Alam Ulubelu 27.5 Muaradua Ulubelu 34.3 Ngarip 36 Penantian Ulubelu 16.67 Gunung Sari 15.15 Sirna Galih 38.48 Ulu Semong 42.52 Kabupaten Lampung Tengah Selanggai Marga Jaya 6.16 Lingga Lingga Pura 6.93 Nyukang Harjo 9.78 Sidoharjo 10.72 Taman Sari 6 Negeri Katon 42.8 Karang Anyar 2.97 Galih Karangjati 7.2 Gedung Harta 18.2 Negeri Agung 12 Tanjung Ratu 42.5 Gedung Haji 6.5 Pubian Kota Batu 6.85 Payung Dadi 10.08 Payung Makmur 3.92 Payung Rejo 9 Payung Batu 6.3 Tanjung Rejo 20 Tanjung Kemala 7.37 Negeri Kepayungan 3.48 Segala Mider 12.02 Tias Bangun 14.15 Sendang Sendang Agung 9.53 Agung Sendang Asri 4.41 Sendang Baru 4.37 Sendang Mukti 5.48 Sendang Mulyo 9.53 Sendang Rejo 7.5 Sendang Retno 4.49 Sumber : Podes Tahun 2000, 2003, 2006.
5.411 2.235 2.350 1.922 1.615 5.127 3.386 4.862 3.656 2.800
1313 472 639 469 442 1030 893 1458 637 487
4 5 4 4 4 5 4 3 6 6
152 66 51 70 47 142 203 321 95 66
2.278 4.076 6.703 1.942 964 2.114 2.512 1.532 1.971 2.958 3.207 1.981 2.292 2.291 2.130 2.835 3.130 2.289 1.599 2.021 5.816 4.127 6.255 2.795 3.257 2.504 6.145 4.184 2.362
525 970 1514 424 230 537 581 375 499 624 709 414 556 518 500 713 803 583 370 468 1246 927 1479 693 753 630 1470 987 591
4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
370 588 685 181 161 49 846 213 108 247 75 305 335 227 543 315 497 114 217 581 484 292 656 634 745 457 645 558 526
Kabupaten Tanggamus Ulu Belu
132
Lampiran 16 Padanan Jenis Tanah Pada DTA Waduk Batutegi USDA
Dudal Soeprotoharjo
Great Group
Sub order
Order
Hapludalfs
Udalfs
Alfisols
Mediteran
Troporthents
Orthents
Entisols
Litosol/Regosol
Dystropepts
Tropepts
Inceptisols
Podsolik/Latosol
Humitropepts
Tropepts
Inceptisols
Podsolik/Latosol
Dystrandepts
Andepts
Inseptisols
Andosol
Hapludults
Udults
Ultisols
Podsolik
Kahapludults
Udults
Ultisols
Podsolik
Sumber: Puslitanak Bogor
133
Lampiran 17 Sifat Fisik dan Kimia Tanah DTA Waduk Batutegi Satuan lahan
pH
N (%)
P (ppm)
Corganik (%)
K
Na
Ca
Mg
KTK (Cmolc/kg)
KTK Liat (Cmolc/kg)
KB (%)
Tekstur (%) P. S. Halus
Pasir
Debu
Liat
Permeabilitas (cm/jam)
Bobot Isi (g/cc)
H2O
KCl
1
4,32
3,78
0,10
2,50
0,87
0,14
0,13
0,89
0,95
12,30
20,72
17,15
8,84
17,67
22,98
59,35
Cl
1,09
1,24
2
4,18
3,66
1,50
1,68
0,23
0,16
0,14
0,43
0,35
6,71
9,70
16,10
7,97
15,94
14,92
69,14
Cl
10,13
0,85
3
4,57
3,70
1,48
2,69
0,88
0,11
0,12
0,69
0,71
7,70
11,24
23,01
8,53
17,06
14,47
68,47
Cl
4,85
1,09
4
4,34
3,72
1,19
3,42
1,14
0,14
0,22
0,73
0,71
7,75
11,59
24,88
9,99
19,98
13,14
66,87
Cl
7,86
1,01
5
4,56
3,92
0,76
1,56
1,46
0,20
0,27
0,66
0,51
7,01
17,41
28,74
18,20
36,41
23,35
40,24
Cl
4,85
1,15
6
4,52
3,85
0,60
1,86
1,79
0,22
0,27
0,81
0,61
10,66
23,63
32,19
17,63
35,26
19,65
45,09
Cl
7,41
1,03
7
4,63
3,92
1,50
3,82
1,55
0,12
0,15
1,21
0,80
9,90
15,18
23,03
8,96
17,92
16,87
65,21
Cl
4,51
1,02
8
4,73
3,88
0,51
2,35
1,32
0,14
0,09
1,23
0,93
6,53
11,00
40,03
9,43
18,86
21,78
59,37
Cl
11,07
1,05
9
4,65
3,79
0,18
2,09
1,98
0,11
0,09
0,66
0,54
5,14
12,95
27,24
17,85
35,70
24,60
39,70
Cl.L
10,40
1,33
10
4,60
3,84
1,40
1,56
1,88
0,13
0,11
0,68
0,57
5,32
14,38
28,01
18,25
36,50
26,50
37,00
Cl.L
11,20
0,95
11
4,57
3,81
0,16
1,44
1,54
0,20
0,12
0,89
0,69
5,03
13,21
37,51
17,38
34,75
27,20
38,05
Cl.L
8,33
1,39
12
4,51
3,82
0,16
2,32
1,65
0,21
0,14
0,72
0,57
4,88
12,60
33,44
19,85
39,70
21,60
38,70
Cl.L
9,66
1,26
13
4,36
3,90
0,45
2,52
1,17
0,18
0,13
0,60
0,43
5,29
12,72
25,68
18,87
37,75
20,66
41,60
Cl
7,14
1,08
14
4,42
3,73
0,13
1,22
1,13
0,16
0,13
1,27
0,57
5,83
13,28
35,31
16,87
33,74
22,40
43,87
Cl
5,00
1,24
15
4,48
3,77
0,14
1,76
1,31
0,23
0,13
1,52
0,80
5,67
13,76
47,11
16,39
32,79
25,85
41,18
Cl
5,10
1,27
16
5,11
3,74
0,13
2,09
0,92
0,26
0,14
2,01
1,08
7,15
24,32
48,81
19,90
39,80
30,80
29,40
Cl.L
9,81
1,17
17
4,28
3,74
0,14
1,87
0,95
0,17
0,16
0,75
0,39
5,32
10,61
27,63
13,65
27,29
22,55
50,16
Cl
2,63
1,12
18
4,80
3,98
0,11
2,31
1,61
0,11
0,11
1,18
0,60
4,51
13,00
44,35
19,85
39,70
25,60
34,70
Cl.L
2,62
1,35
19
4,69
3,57
0,11
3,23
1,55
0,18
0,16
1,81
0,97
6,51
16,07
47,93
16,90
33,80
25,70
40,50
Cl
6,95
1,08
20
4,57
3,83
3,45
5,78
0,64
0,20
0,24
0,55
0,85
5,35
8,12
34,12
11,43
22,86
11,29
65,86
Cl
7,66
1,21
133
Sumber : Banuwa (2008)
(Cmolc/kg)
134
Lampiran 18 Peta Satuan Lahan DTA Waduk Batutegi
134
135
Lampiran 19 Kriteria Kasifikasi Kemampuan Lahan Kecuraman lereng A (l0) = 0 sampai 3% (datar) B (l1) = 3 sampai 8% (landai atau berombak) C (l2) = 8 sampai 15% (agak miring atau bergelombang) D (l3) = 15 sampai 30% (miring atau berbukit) E (l4) = 30 sampai 45% ( agak curam) F (l5) = 45 sampai 65% (curam) G (l6) = lebih dari 65% (sangat curam) Kepekaan erosi tanah (nilai K) = 0,00 sampai 0,10 (sangat rendah) KE1 KE2 = 0,11 sampai 0,20 (rendah) KE3 = 0,21 sampai 0,32 (sedang) = 0,33 sampai 0,43 (agak tinggi) KE4 KE5 = 0,44 sampai 0,55 (tinggi) KE6 = 0,56 sampai 0,64 (sangat tinggi) Kerusakan erosi yang telah terjadi = tidak ada erosi e0 = ringan : kurang dari 25% lapisan atas hilang e1 e2 = sedang : 25 sampai 75% lapisan atas hilang = agak berat : lebih dari 75% lapisan atas sampai kurang dari e3 25% lapisan bawah hilang e4 = berat : lebih dari 25% lapisan bawah hilang e5 = sangat berat : erosi parit Kedalaman Tanah = lebih dari 90 cm (dalam) k0 = 90 sampai 50 cm (sedang) k1 k2 = 50 sampai 25 cm (dangkal) k3 = kurang dari 25 cm (sangat dangkal) Tekstur Tanah t1 t2 t3 t4 t5
: tanah bertekstur halus, meliputi tektur liat berpasir, liat berdebu dan liat. : tanah bertekstur agak halus, meliputi tekstur lempung liat berpasir, lempung berliat dan lempung berliat berdebu. : tanah bertekstur sedang, meliputi tekstur lempung, lempung berdebu dan debu. : tanah bertekstur agak kasar, meliputi lempung berpasir, lempung berpasir halus dan lempung berpasir sangat halus. : tanah bertekstur kasar, meliputi tekstur pasir berlempung dan pasir.
Permeabilitas P1 P2 P3 P4 P5
= lambat = agak lambat = sedang = agak cepat = cepat
: kurang 0,5 cm/jam : 0,5 – 2,0 cm/jam : 2,0 – 6,25 cm/jam : 6,25 – 12,5 cm/jam : lebih dari 12,5 cm/jam
136
Drainase d0 d1
d2
d3
d4 d5
= berlebihan (excessively drained), air lebih segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang tahan oleh tanah sehingga tanaman akan segera mengalami kekurangan air. = baik : tanah mempunyai peredaran udara yang baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai ke bawah (150 cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu. = agak baik : tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas bagian atas lapisan bawah ( sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah). = agak buruk : lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik; tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau coklat. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bagian bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah). = buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan kekuning. = sangat buruk : seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
Faktor-faktor Khusus Kerikil b0 b1 b2 b3
= Tidak ada atau sedikit : 0 sampai 15% volume tanah. = Sedang : 15 sampai 50% volume tanah; pengolahan tanah mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak terganggu = Banyak : 50% sampai 90% volume tanah. = Sangat banyak : lebih dari 90% volume tanah.
Batuan Kecil b0 b1 b2 b3
= tidak ada atau sedikit : 0 sampai 15% volume tanah. = sedang : 15 sampai 50% volume tanah; pengolahan tanah mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak terganggu. = banyak : 50 sampai 90% volume tanah; pengolahan tanah sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu. = sangat banyak : lebih dari 90% volume tanah; pengolahan tanah tidak mungkin dilakukan dan pertumbuhan tanaman terganggu.
137
Batuan lepas b0 b1 b2 b3 b4
= tidak ada : kurang dari 0,01% luas areal. = sedikit : 0,01% sampai 3% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dengan agak terganggu tetapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. = sedang : 3% sampai 15% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah mulai agak sulit dan luas areal produktif berkurang. = banyak : 15% sampai 90% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan penanaman menjadi sangat sulit. = sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutup; tanah sama sekali tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian.
Batuan tersingkap (rock) b0 b1 b2 b3 b4
= tidak ada : kurang dari 2 persen permukaan tanah tertutup. = sedikit : 15% sampai 90% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan penanaman agak terganggu. = sedang : 10% sampai 50% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan penanaman terganggu. = banyak : 50% sampai 90% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan penanaman sangat terganggu. = sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah tertutup; tanah sama sekali tidak dapat digarap.
Ancaman Banjir/Genangan O0 O1 O2 O3 O4
= tidak pernah : dalam periode satu tahun tanah tidak pernah tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam = kadang-kadang : banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu bulan. = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara teratur tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam = selama waktu 2 sampai 5 bulan dalam setahun, secara teratur selalu dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam. = selama waktu 6 bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam.
Salinitas g0 g1 g2 g3
= bebas = 0 sampai 0,15% garam larut; 0 sampai 4 (EC x 103) mmhos per cm pada suhu 250C) = terpengaruh sedikit = 0,15 sampai 0,3% garam larut; 4 sampai 8 (EC x 103) mmhos/cm pada suhu 250C). = terpengaruh sedang = 0,35 sedang 0,65% garam larut; 8 sampai 15 (EC x 103) mmhos/cm pada suhu 250C) = terpengaruh hebat = lebih dari 0,65% garam larut; lebih dari 15 (EC x 103) mmhos/cm pada suhu 250C.
138
Lampiran 20 Kelas Kemampuan Lahan DTA Waduk Batutegi Faktor penghambat/ Pembatas 1. Lereng Permukaan (%) 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman Tanah (cm) 5. Tekstur Lapisan Atas 6. Tekstur Lapisan Bawah 7. Permeabilitas (cm/jam) 8. Drainase 9. Kerikil/batuan 10. Ancaman banjir Kelas kemampuan Lahan
Nilai 3-8% 0,21 ringan >90 halus halus 1,09 baik < 15% tidak P
Satuan Lahan 1 Kelompok B (l1) KE3 e1 k0 t1 t1 P2 d1 b0 O0
Faktor penghambat/ Pembatas 1. Lereng Permukaan (%) 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman Tanah (cm) 5. Tekstur Lapisan Atas 6. Tekstur Lapisan Bawah 7. Permeabilitas (cm/jam) 8. Drainase 9. Kerikil/batuan 10. Ancaman banjir Kelas kemampuan Lahan
Nilai 15 - 30% 0,12 sedang >90 halus halus 7,86 baik < 15% tidak P.
Satuan Lahan 4 Kelompok D (l3) KE2 e2 k0 t1 t1 P4 d1 b0 O0
Kelas II II II I I I I I I I II-l1.e1
Satuan Lahan 2 Nilai Kelompok Kelas 15 - 30% D (l3) IV 0,12 KE2 I sedang e2 III >90 k0 I halus t1 I halus t1 I 10,13 P4 III baik d1 I < 15% b0 I tidak P O0 I IV-l3
Satuan Lahan 3 Nilai Kelompok 8 - 15% C (l2) 0,14 KE2 sedang e2 >90 k0 halus t1 halus t1 4,85 P3 baik d1 < 15% b0 tidak P O0
Kelas IV I III I I I III I I I IV-l3
Satuan Lahan 5 Nilai Kelompok Kelas 30 - 45% E (l4) VI 0,28 KE3 II sedang e2 III >90 k0 I halus t1 I halus t1 I 4,85 P3 II baik d1 I < 15% b0 I tidak P. O0 I VI-l4
Satuan Lahan 6 Nilai Kelompok 15 - 30% D (l3) 0,21 KE3 sedang e2 >90 k0 halus t1 halus t1 7,41 P4 baik d1 < 15% b0 tidak P. O0
Kelas III I III I I I II I I I III-l2
Kelas IV II III I I I III I I I IV-l3
138
139
Lampiran 20 Lanjutan Faktor penghambat/ Pembatas 1. Lereng Permukaan (%) 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman Tanah (cm) 5. Tekstur Lapisan Atas 6. Tekstur Lapisan Bawah 7. Permeabilitas (cm/jam) 8. Drainase 9. Kerikil/batuan 10. Ancaman banjir Kelas kemampuan Lahan
Nilai 30 - 45% 0,15 sedang >90 halus halus 4,51 baik < 15% tidak P.
Satuan Lahan 7 Kelompok E (l4) KE2 e2 k0 t1 t1 P3 d1 b0 O0
Faktor penghambat/ Pembatas 1. Lereng Permukaan (%) 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman Tanah (cm) 5. Tekstur Lapisan Atas 6. Tekstur Lapisan Bawah 7. Permeabilitas (cm/jam) 8. Drainase 9. Kerikil/batuan 10. Ancaman banjir Kelas kemampuan Lahan
Nilai 15 - 30% 0,27 sedang >90 A. halus A. halus 11,20 baik < 15% tidak P.
Satuan Lahan 10 Kelompok D (l3) KE3 e2 k0 t2 t2 P4 d1 b0 O0
Kelas VI I III I I I II I I I VI-l4
Satuan Lahan 8 Nilai Kelompok Kelas 45 - 65% F (l5) VII 0,16 KE2 I sedang e2 III >90 k0 I halus t1 I halus t1 I 11,07 P4 III baik d1 I < 15% b0 I Tidak P. O0 I VII-l5
Satuan Lahan 9 Nilai Kelompok 45 - 65% F (l5) 0,24 KE3 sedang e2 >90 k0 A. halus t2 A. halus t2 10,40 P4 baik d1 < 15% b0 tidak P. O0
Kelas IV II III I II II III I I I IV-l3
Satuan Lahan 11 Nilai Kelompok Kelas 8 - 15% C (l2) III 0,28 KE3 II sedang e2 III >90 k0 I A. halus t2 II A. halus t2 II 8,33 P4 III baik d1 I < 15% b0 I Tidak P. O0 I III-l2
Satuan Lahan 12 Nilai Kelompok 30 - 45% E (l4) 0,25 KE3 sedang e2 >90 k0 A. halus t2 A. halus t2 9,66 P4 baik d1 < 15% b0 tidak P. O0
Kelas VII II III I II II III I I I VII-l5
Kelas VI II III I II II III I I I VI-l4
139
140
Lampiran 20 Lanjutan Faktor penghambat/ Pembatas 1. Lereng Permukaan (%) 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman Tanah (cm) 5. Tekstur Lapisan Atas 6. Tekstur Lapisan Bawah 7. Permeabilitas (cm/jam) 8. Drainase 9. Kerikil/batuan 10. Ancaman banjir Kelas kemampuan Lahan
Nilai 30 - 45% 0,25 sedang >90 halus halus 7,14 baik < 15% tidak P.
Satuan Lahan 13 Kelompok E (l4) KE3 e2 k0 t1 t1 P4 d1 b0 O0
Faktor penghambat/ Pembatas 1. Lereng Permukaan (%) 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman Tanah (cm) 5. Tekstur Lapisan Atas 6. Tekstur Lapisan Bawah 7. Permeabilitas (cm/jam) 8. Drainase 9. Kerikil/batuan 10. Ancaman banjir Kelas kemampuan Lahan
Nilai 15 - 30% 0,38 sedang >90 A. halus A. halus 9,81 baik < 15% tidak P.
Satuan Lahan 16 Kelompok D (l3) KE4 e2 k0 t2 t2 P4 d1 b0 O0
Kelas VI II III I I I III I I I VI-l4
Satuan Lahan14 Nilai Kelompok Kelas 8 - 15% C (l2) III 0,27 KE3 II sedang e2 III >90 k0 I halus t1 I halus t1 I 5,00 P3 II baik d1 I < 15% b0 I Tidak P. O0 I III-l2
Satuan Lahan 15 Nilai Kelompok 8 - 15% C (l2) 0,26 KE3 sedang e2 >90 k0 halus t1 halus t1 5,10 P3 baik d1 < 15% b0 tidak P. O0
Kelas IV III III I II II III I I I IV-l3
Satuan Lahan 17 Nilai Kelompok Kelas 30 - 45% E (l4) VI 0,23 KE3 II sedang e2 III >90 k0 I halus t1 I halus t1 I 2,63 P3 II baik d1 I < 15% b0 I Tidak P. O0 I VI-l4
Satuan Lahan18 Nilai Kelompok 15 - 30% D (l3) 0,32 KE3 sedang e2 >90 k0 A. halus t2 A. halus t2 2,62 P3 baik d1 < 15% b0 tidak P. O0
Kelas III II III I I I II I I I III-l2
Kelas IV II III I II II II I I I IV-l3
140
141
Lampiran 20 Lanjutan Faktor penghambat/ Pembatas 1. Lereng Permukaan (%) 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman Tanah (cm) 5. Tekstur Lapisan Atas 6. Tekstur Lapisan Bawah 7. Permeabilitas (cm/jam) 8. Drainase 9. Kerikil/batuan 10. Ancaman banjir Kelas kemampuan Lahan
Satuan Lahan 19 Nilai Kelompok 30 - 45% E (l4) 0,26 KE3 sedang e2 >90 k0 halus t1 halus t1 6,95 P4 baik < 15% tidak P.
d1 b0 O0
Kelas VI II III I I I III I I I VI-l4
Satuan Lahan 20 Nilai Kelompok Kelas 8 - 15% C (l2) III 0,12 KE2 I sedang e2 III >90 k0 I halus t1 I halus t1 I 7,66 P4 III baik d1 I < 15% b0 I Tidak P. O0 I III-l2
141
142
Lampiran 21 Faktor-Faktor Erosi Satuan lahan
R
K
LS
1
2.000,120
0,21
0,071
5.451,86
12,86
2
2.000,120
0,12
2,188
436,39
1,03
3
2.000,120
0,14
0,527
16.718,62
39,43
4
2.000,120
0,12
2,188
5.622,74
13,26
5
2.000,120
0,28
4,332
1.691,08
3,99
6
2.000,120
0,21
2,188
1.294,70
3,05
7
2.000,120
0,15
4,332
718,20
1,69
8
2.000,120
0,16
7,260
390,03
0,92
9
2.000,120
0,24
7,260
2.777,09
6,55
10
2.000,120
0,27
2,188
1.440,42
3,40
11
2.000,120
0,28
0,527
256,00
0,60
12
2.000,120
0,25
4,332
632,19
1,49
13
2.000,120
0,25
4,332
783,25
1,85
14
2.000,120
0,28
0,527
253,97
0,60
15
2.000,120
0,26
0,527
171,98
0,41
16
2.000,120
0,38
2,188
72,56
0,17
17
2.000,120
0,23
4,332
86,45
0,20
18
2.000,120
0,32
2,188
343,57
0,81
19
2.000,120
0,26
4,332
564,54
1,33
20
2.000,120
0,12
0,527
598,92
1,41
Genangan Waduk Jumlah
-
-
-
2.095,45
4,94
42.400,00
100,00
Sumber : Banuwa 2008
Luas (ha)
%