4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan tanaman keras (tahunan). Kecuali fungsi produksi (ekonomi) dan sosial, vegetasi tersebut juga memiliki fungsi perlindungan (ekologi) wilayah DAS. Penggunaan lahan dan perubahannya dapat dijadikan indikator tingkat dan dinamika kegiatan manusia (antropogenik) pada suatu wilayah. Sandy (1982) menyatakan bahwa peningkatan kegiatan antropogenik tersebut menimbulkan peningkatan kebutuhan akan lahan dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan tataguna lahan dan hutan (landuse change and forestry). Pada umumnya, lahan yang diperuntukan untuk menampung aktivitas manusia tidak mencukupi sehingga menggunakan areal peruntukan lain (melalui konversi) seperti halnya lahan hutan. Perubahan penggunaan lahan tersebut telah menyebabkan perubahan terhadap penutup lahan (land cover) baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitasnya. Peranan penutup lahan dalam suatu ekosistem DAS sangat penting khususnya untuk perlindungan sumberdaya air dan habitat bagi keanekaragaman hayati. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ditujukan untuk mengetahui perubahan penutup lahan DAS Citarum khususnya wilayah hulu pada periode 1992-2002.
4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian perubahan penutup lahan dilaksanakan terhadap Peta Tataguna Lahan dan Citra Satelit Multi Temporal DAS Citarum 1992 dan 2002 yang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Sub DAS Saguling, Sub DAS Cirata dan Sub DAS Jatiluhur. Ketiga Sub DAS tersebut berada dalam administrasi pemerintahan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung dan Kota
89 Cimahi. Secara geografis, wilayah penelitian terletak pada 6º 30′ LS - 7º 12′ LS serta 107º 00′ BT - 107º 55′ BT. Pengolahan data dan interpretasi citra tersebut dilaksanakan di Laboratorium Penginderaan Jauh, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan dan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Penelitian berlangsung mulai Februari 2006 sampai dengan Mei 2006.
4.3. Bahan dan Metode Analisis Perubahan Penutup Lahan Untuk mengetahui perubahan penutup lahan yang terjadi khususnya di DAS Citarum Wilayah Hulu periode 1992-2002, maka dilakukan analisis penutup lahan. Bahan yang diperlukan adalah : 1. Peta tataguna lahan dan citra satelit multi temporal 1992 dan 2002. 2. Peta rupa bumi Indonesia (RBI) atau Peta Topografi 1992. 3. Satu unit komputer dan software ER-Mapper. Analisis penutup lahan tersebut dilakukan dengan menginterpretasi peta tataguna lahan dan citra satelit 1992 dan 2002. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui jenis penutup lahan, komposisi dan distribusi spasialnya. Diagram alir, tahapan analisis penutup lahan dan interpretasinya disajikan pada Gambar 14. Menurut Balsem and Buurman (1989) dalam Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (1998), klasifikasi penutup lahan menggunakan sistem klasifikasi yang disusun oleh terdapat 12 kelas utama yaitu tegalan, persawahan, perladangan, padang rumput, perkebunan, semak, wanatani, reboisasi, hutan, air, tanah tandus, dan pemukiman. Dalam penelitian ini, dilakukan penggolongan penutup lahan sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu hutan, rawa, sawah tadah hujan, sawah irigasi, permukiman, perkebunan, tegalan dan waduk. Sebelum menganalisis data mentah (raw data) citra satelit dan pembatasan wilayah kerja (image cropping) dilakukan koreksi terhadap kesalahan (distorsion) radiometri dan geometri, sehingga diperoleh gambaran (image) yang lebih kontras sesuai dengan obyek, bentuk dan ukuran atau skalanya.
90 - Koreksi geometri
- Data landsat Tahun 1992 - Peta Topografi (RBI) Tahun 1990-an - Peta Landuse
- Data landsat Tahun 2002 - Peta Topografi (RBI) Tahun 2002
- Penajaman - Kroping
Citra DAS Citarum Terkoreksi Tahun 2002
Citra DAS Citarum Terkoreksi Tahun 1992
Digital Analysis (Supervised Classification)
Peta Interpretasi Tataguna Lahan Tahun 1992
Peta Interpretasi Tataguna Lahan Tahun 2002
Konfirmasi dan Validasi lapangan
Peta Tataguna Lahan Tahun 1992
Peta Tataguna Lahan Tahun 2002
Overlay
Perubahan Tataguna Lahan Tahun 1992-2002
Gambar 14. Diagram alir analis perubahan penutup lahan (tataguna lahan). Teknik analisis digital (analysis supervised classification) digunakan untuk menganalisis data citra satelit melalui aplikasi software ER Mapper, dengan hasil akhir disajikan dalam bentuk data spasial (peta), data tabular dan naskah (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2001). Dalam penelitian ini, analisis lebih lanjut tentang perubahan penutup lahan dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis (overlaying), difokuskan pada penutup lahan yang diduga signifikan pengaruhnya terhadap karakteristik hidrologis DAS yaitu dari penggunaan lahan untuk hutan dan pemukiman.
91 4.4. Hasil dan Pembahasan Analisis Perubahan Penutup Lahan Interpretasi terhadap Peta Landuse dan Citra Satelit TM7 1992 dan 2002 menghasilkan data jenis penutup lahan, kuantifikasi dan perubahannya baik pada masing-masing Sub DAS maupun secara keseluruhan DAS Citarum. Untuk memudahkan analisa, penutup lahan dikelompokkan ke dalam delapan jenis, yaitu hutan, rawa, sawah tadah hujan, sawah irigasi, permukiman (pemukiman, perkantoran, industri, infrastruktur, lapangan udara, lapangan golf dan lahan terbuka), perkebunan (karet, kakao, kina, teh, kebun bunga dan kebun campuran), tegalan (sayuran dan palawija) dan waduk. Peta penutup lahan DAS Citarum disajikan pada Gambar 15 dan Gambar 16, dengan komposisi sebagaimana disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12.
Gambar 15. Peta penutup lahan DAS Citarum 1992.
92
Gambar 16. Peta penutup lahan DAS Citarum 2002. Berdasarkan hasil analisis digital peta tahun 1992 dan 2002 didapatkan total luas DAS Citarum adalah 704.569 ha yang dapat dibagi dalam dua bagian wilayah, yaitu DAS Citarum Wilayah Hulu dan DAS Citarum Wilayah Hilir. DAS Citarum Wilayah Hulu seluas 486.237 ha yang terdiri dari Sub DAS Saguling seluas 256.758 ha (52,81%), Sub DAS Cirata seluas 157.118 ha (32,31%) dan Sub DAS Jatiluhur seluas 72.361 ha (14,88%) dan DAS Citarum Wilayah Hilir seluas 218.332 ha. Pembagian kedua wilayah tersebut didasarkan pada Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Bagian Utara dan Bagian Selatan. Batasan luas Sub DAS tersebut berpedoman pada batas-batas topografi (igir-igir, perbukitan dan pegunungan) dan bendungan (dam) di wilayah hilir masingmasing Sub DAS. Akan tetapi dalam kaitannya dengan daerah tangkapan air (DTA) atau catchment area, batas Sub DAS berpedoman pada tingkat pengaruh hidrologis Sub DAS yang berada di hulu terhadap Sub DAS wilayah hilir.
93 Tabel 11. Komposisi penutup lahan masing-masing Sub DAS dan DAS Citarum Wilayah Hulu 1992 dan 2002. Komposisi Luas / Sub DAS / DAS Jenis Penutup Lahan
Saguling
Cirata (ha)
Citarum Wilayah Hulu (total)
Jatiluhur
(ha)
(%)
(%)
(ha)
(%)
(ha)
(%)
Hutan
65.752
25,61
43.373
27,61
8.551
11,82
117.676
24,20
Rawa
344
0,13
0
0,00
0
0,00
344
0,00
5.354
2,09
1.802
1,15
2.346
3,24
9.502
1,95
Sawah Irigasi
58.096
22,63
36.217
23,05
25.68
34,92
119.581
24,59
Permukiman
18.580
7,24
2.544
1,62
3.394
4,69
24.518
5,04
Kebun / Perkebunan
16.295
6,35
24.821
15,80
13.627
18,83
54.743
11,26
Tegalan
88.321
34,40
40.011
25,47
11.987
16,57
140.319
28,86
Waduk
4.016
1,56
8.350
5,31
7.188
9,93
19.554
4,02
256.758
100,00
157.118
100,00
72.61
100,00
486.237
100,00
45.668
17,79
27.980
17,81
5.986
8,27
79.634
16,38
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
5.507
2,14
590
0,38
6.554
9,06
12.651
2,60
Sawah Irigasi
42.114
16,40
39.385
25,07
10.868
15,02
92.367
19,00
Permukiman
36.598
14,25
6.756
4,30
5.209
7,20
48.563
9,99
Kebun / Perkebunan
43.308
16,87
22.445
14,29
20.627
28,51
86.380
17,76
Tegalan
77.653
30,24
49.648
31,60
15.137
20,92
142.438
29,29
Waduk
5.910
2,30
10.314
6,56
7.980
11,03
24.204
4,98
256.758
100,00
157.118
100,00
72.361
100,00
486.237
100,00
Tahun 1992
Sawah Tadah Hujan
Jumlah Tahun 2002 Hutan Rawa Sawah Tadah Hujan
Jumlah
Sumber : Hasil interpretasi peta tata guna lahan dan citra satelit TM7 1992 dan 2002.
Penggunaan lahan (land use) merupakan wujud dan perpaduan dari aktivitas manusia di wilayah tertentu untuk memenuhi kebutuhan. Penggunaan lahan dapat diketahui dengan menghitung intensitas dan laju penggunaan sumber daya lahan. Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi tingkat produktivitas sumber daya lahan dan kondisi ekosistem secara keseluruhan baik di wilayah hulu DAS maupun wilayah hilir. Perubahan penutup lahan (land cover) berupa vegetasi hutan merupakan faktor yang sangat penting dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap sifat dan karakteristik DAS terutama fisik, kimia, biologi, sedimentasi dan debit.
94 Tabel 12. Laju perubahan penutup lahan per tahun masing-masing Sub DAS dan DAS Citarum Wilayah Hulu1992-2002. Laju perubahan penutup lahan per tahun
(%)
(ha)
(%)
Citarum Wilayah Hulu (total) (ha) (%)
Hutan
-2.008,4
-3,05
-1.539,3
-3,55
-256,5
-3,00
-3.804,2
-3,23
Rawa
-34,4
-10,00
0,0
0,00
0,0
0,00
-34,4
-10,00
15,3
0,29
-121,2
-6,73
420,8
17,94
314,9
3,31
-1.598,2
-2,75
316,8
0,87
-1440,0
-5,70
-2.721,4
-2,28
Jenis Penutup Lahan
Saguling (ha)
Sawah Tadah Hujan Sawah Irigasi
Cirata (%)
(ha)
Jatiluhur
Permukiman
1.801,8
9,70
421,2
16,56
181,5
5,35
2.404,5
9,81
Kebun / Perkebunan
2.701,3
16,58
-237,6
-0,96
700,0
5,14
3.163,7
5,78
-1.066,8
-1,21
963,7
2,41
315,0
2,63
211,9
0,15
189,4
4,72
196,4
2,35
79,2
1,10
465,0
2,38
Tegalan Waduk
Sumber : Hasil interpretasi peta tata guna lahan dan citra satelit TM7 1992 dan 2002.
Dari Tabel 12 didapatkan informasi secara umum bahwa kelompok permukiman dan perkebunan mengalami pertumbuhan luas positif (penambahan), sedangkan hutan dan sawah irigasi mengalami pertumbuhan luas negatif (penurunan) diseluruh wilayah DAS. Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan permukiman dan sarana sosial lainnya di wilayah Sub DAS Saguling sebesar 9,7% (1.801,8 ha), Sub DAS Cirata sebesar 16,56% (421,2 ha), Sub DAS Jatiluhur sebesar 5,35% (181,5 ha) dan DAS Citarum 9,81% (2.404,5 ha). Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk kebutuhan perkebunan di wilayah Sub DAS Saguling sebesar 16,58% (2.701,3 ha), Sub DAS Jatiluhur sebesar 5,14% (700,0 ha) dan DAS Citarum sebesar 5,78% (3.165,7 ha). Laju pertumbuhan negatif (penurunan) luas penutup lahan di seluruh wilayah DAS Citarum dialami oleh tipe penggunaan lahan untuk hutan dan sawah irigasi. Laju penurunan luas hutan per tahun di wilayah Sub DAS Saguling sebesar 3,05% (2.008,4 ha), Sub DAS Cirata 3,55% (1.539,3 ha), Sub DAS Jatiluhur 3,0% (256,5 ha) dan DAS Citarum 3,23% (3.804,2 ha). Luas sawah irigasi mengalami laju penurunan per tahun di wilayah Sub DAS Saguling sebesar 2,75% (1.598,2 ha), Sub DAS Jatiluhur 5,70% (1.440,0 ha) dan DAS Citarum 2,28 % (2.721.4 ha).
95
Sub DAS Cirata
100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0
60000
1992 2002
Luas (ha)
50000 40000 1992
30000
2002
20000
W
T
KP
SI
Tutupan Lahan
Sub DAS Jatiluhur
DAS Citarum Wilayah Hulu
30000
160,000
25000
140,000 120,000
20000 1992
15000
2002
10000
Luas (ha)
100,000
1992
80,000
2002
60,000 40,000
5000
20,000
Tutupan Lahan
W
T
KP
Perm
SI
STH
0 R
T
W
KP
Perm
SI
STH
R
H
0
H
Luas (ha)
Perm
R
Tutupan Lahan
STH
H
T
0
W
KP
SI
Perm
R
STH
10000
H
Luas (ha)
Sub DAS Saguling
Tutupan Lahan
Gambar 17. Grafik perubahan penutup lahan DAS Citarum Wilayah Hulu Tahun 1992 dan 2002. (Keterangan : H = Hutan, R = Rawa, STH = Sawah Tadah Hujan, SI = Sawah Irigasi, Perm = Permukiman, KP = Kebun/ Perkebunan, T = Tegalan, W = Waduk)
Pada Tabel 13 disajikan matrik perubahan penutup lahan DAS Citarum Wilayah Hulu tahun 1992 – 2002. Dari Tabel tersebut diketahui bahwa konversi hutan untuk penggunaan lain yang terbesar adalah untuk memenuhi kebutuhan kebun / perkebunan (16.205 ha), berturut-turut tegalan (10.167 ha), permukiman (5.575 ha) dan sawah tadah hujan (3.011 ha). Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyunto et.al (2003) yang menyatakan bahwa di DAS Citarum konversi lahan hutan terbesar adalah untuk memenuhi kebutuhan perkebunan teh, karet dan kakao. Dari sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan permukiman konversi lahan terbesar adalah lahan hutan (5.575 ha), tegalan (7.3814 ha), sawah irigasi (5.583 ha) dan rawa termasuk situ (344 ha). Sebagian besar konversi lahan hutan menjadi peruntukan lain secara umum berlangsung secara gradual, yaitu lahan hutan
96 dikonversi untuk kebutuhan perkebunan dan tegalan. Selanjutnya lahan perkebunan dan tegalan dikonversi menjadi lahan permukiman. Tabel 13. Matrik perubahan penutup lahan DAS Citarum Wilayah Hulu dari tahun 1992 – 2002. Penutup Lahan 1992-2002 H
Penutup Lahan (ha) H
R
79.634
STH 0
SI 0
Perm
KP
3.011
5.575
T
16.205
W
10.167
Total 0
114.592
R
0
0
0
0
344
0
0
0
344
STH
0
0
12.651
1.672
90
1.388
179
0
15.980
SI
-3.011
0
-1.672
92.367
5.583
5.014
3.269
0
101.550
Perm
-5.575
-344
-90
-5.583
48.563
0
7.814
0
44.785
KP
-16.205
0
-1.388
-5.014
0
86.380
11.946
0
75.719
T
-10.167
0
-179
-3.269
-7.814
-11.946
142.438
4.650
113.713
W
0
0
0
0
0
0
-4.650
24.204
19.554
Jumlah
44.676
-344
9.322
83.184
52.341
97.041
171.163
28.854
486.237
Keterangan : H = Hutan, R = Rawa, STH = Sawah Tadah Hujan, SI = Sawah Irigasi, Perm = Permukiman, KP = Kebun/ Perkebunan, T = Tegalan, W = Waduk
Boer et.al (2004), menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan dan penutup lahan sangat besar pengaruhnya terhadap keseimbangan air di dalam suatu DAS. Banyak studi menunjukkan bahwa deforestasi akan meningkatkan debit aliran puncak dan frekuensi terjadinya banjir. Deforestasi cenderung menurunkan aliran dasar karena deforestasi dan pembukaan lahan akan menurunkan kapasitas infiltrasi sehingga aliran permukaan akan berlangsung cepat yang menimbulkan banjir pada musim hujan, sebaliknya jumlah air yang masuk ke dalam tanah berkurang sehingga menurunkan air yang mengalir ke sungai utama atau waduk. Selanjutnya Pawitan (2004) menyatakan bahwa dampak perubahan penutup lahan dalam skala luas akan mengakibatkan perubahan fungsi hidrologis DAS yang berawal dari penurunan curah hujan wilayah dan diikuti hasil air DAS. Dari hasil pengamatan Pawitan (2004), perubahan jangka panjang untuk DAS Citarum untuk masa 1896 – 1994 yang mengalami trend penurunan curah hujan dengan laju 10 mm per tahun dan diikuti oleh penurunan debit limpasan sebesar 3 mm per tahun. Perubahan luas penutup lahan vegetasi (hutan) dan peningkatan luas area terbangun (pemukiman) merupakan dua komponen utama yang sangat mempengaruhi karakteristik hidrologis baik pada masing-masing Sub DAS
97 maupun keseluruhan DAS Citarum Wilayah Hulu. Kondisi perubahan penggunaan lahan berupa sawah tadah hujan di wilayah DAS Citarum mengalami pertumbuhan dengan laju per tahun sebesar 3,31% (314,9 ha) dan tegalan 0,15% (211,9 ha). Penambahan luas waduk terjadi diakibatkan oleh peningkatan luas genangan air (peningkatan volume air waduk) saat pengambilan foto citra satelit pada bulan November 2002.
4.5. Simpulan Dari hasil analisis perubahan penutup lahan dan penggunaannya di DAS Citarum Wilayah Hulu dapat disimpulkan bahwa selama periode 1992–2002 terjadi penurunan luas hutan dengan laju rata-rata per tahun sebesar 3,23% (3.804,2 ha), hilangnya rawa seluas 34,4 ha dan sawah irigasi 2,28% (2.721,4 ha). Sedangkan pertambahan luas terjadi pada permukiman 9,1% (2.404,5 ha), kebunperkebunan 5,78% (3.163,7 ha), sawah tadah hujan 3,31% (314,9 ha), dan tegalan 0,15% (211,9 ha)
per tahun. Penurunan penutup lahan tersebut terutama
disebabkan oleh peningkatan pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan kebun/perkebunan, permukiman dan sarana sosial lainnya.