PULAU PANAS PERKOTAAN AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA DAN PENUTUP LAHAN Dl BANDUNG DAN BOGOR Laras Tursllowati PeneUtJ Btdang Aplikasl Kllmatologt dan Ungkungan, Pusfatsatldlm, LAPAN
ABSTRACT Urban development can affect climatic element change, especially in downtown which is different from the surroundings, known as "Urban Heat Island (UHI(" phenomena. In this research we investigate air temperature changes on the land use a n d land cover by using case study in B a n d u n g a n d Bogor on 1994 a n d 2 0 0 1 . We u s e the LANDSAT data of TM5 and ETM7 with spatial resolution of 3 0 m x 30m, climate d a t a from 1970 - 2003, a n d land u s e data from 1994 - 2003. The results show that land cover causing the increase of temperature, i.e. residence, industry, a n d open land, were spreading. Consequently, UHI spreading over those area. Percentage of land u s e for residential area in Bogor w a s 11.3%, larger than in Bandung (5.39%). Contrarily, land cover causing the decrease of air temperature, i.e. high vegetation area (forest), seasonal plant, plantation, water bodies, were decreasing. From the both investigated area, forest is decreasing, in Bogor the decrease 32.37% and Bandung 26.64%. Along with the changes of land use and land cover, so do the air temperature changes. The increase of area related with air temperature in Bogor was 29.56% for temperature range (24-28)°C, while in Bandung w a s 2 1 . 7 9 % for temperature range (24-29)°C. Area in B a n d u n g having highest air temperature that increase was those with air temperature (28-29)°C, while in Bogor was those with air temperature (27-28) 0C. ABSTRAK Perkembangan pembangunan perkotaan akan mengakibatkan perubahan unsur-unaur iklim, t e r u t a m a di pusat kota a k a n berbeda dengan wilayah di sekitarnya yang dikenal sebagai fenomena "pulau p a n a s perkotaan" atau 'Urban Heat Island (C/HJ)". Pada penelitian ini dianalisis p e r u b a h a n s u h u udara yang diakibatkan oleh perubahan tata g u n a dan p e n u t u p lahan dengan d a e r a h pengamatan di Jawa Baxat dengan periode pengamatan t a h u n 1994 dan 2 0 0 1 . Data yang digunakan adalah d a t a satelit Landsat TM 5 dan ETM7 dengan resolusi spasial 30m x 30m, d a t a iklim dari t a h u n 1970 2003, juga data tata guna lahan dari t a h u n 1994 - 2 0 0 3 . Hasil analisis menunjukkan adanya p e r u b a h a n lahan yang cenderung menaikkan suhu, antara lain lahan pemukiman, industri, dan lahan terbuka, yang semakin 43
luas. Akibatnya UHI yang terbentuk sebagian besar berada di a t a s lahan ini. Persentasi p e r u b a h a n lahan pemukiman di Bogor (11,3%) lebih besar dari p a d a di Bandung (5,39%). Sebaliknya p e n u t u p lahan yang bisa meredam s u h u seperti lahan bervegetasi tinggi (hutan), tanaman semusim, perkebunan, dan t u b u h air j u s t r u berkurang. Dari kedua wilayah pengamatan, lahan h u t a n mengalami pengurangan luas, di Bogor b a h k a n mencapai 32,73%, sedangkan di B a n d u n g 26,64%. Seiring dengan p e r u b a h a n p e r u n t u k a n lahan ini m a k a terjadi p e r u b a h a n s u h u udara. Kenaikan luas area terbesar terkait dengan s u h u u d a r a terjadi di wilayah Bogor pada rentang (24-28)°C dengan kenaikan area sebesar 29,56%, kemudian di Bandung pada rentang (24-29) °C dengan kenaikan sebesar 21,79%. Area dengan s u h u tertinggi di Bandung yang mengalami kenaikan adalah area dengan rentang s u h u (28-29)°C, sedangkan di Bogor adalah p a d a rentang s u h u (27-28) °C. Kata kunci: Pulau panas perkotaan, penutup lahan, tata guna lahan 1 PENDAHULUAN P e m b a n g u n a n Perkotaan seharusnya memerlukan perencanaan yang matang, terpadu, dan memperhatikan berbagai faktor t e r m a s u k akibat dari p e m b a n g u n a n itu sendiri. Salah satunya adalah faktor iklim. Perkembangan kota akibat b e r t a m b a h n y a populasi p e n d u d u k dan industrialisasi telah menyebabkan penggunaan b a h a n bakar yang meningkat, baik u n t u k proses industri, transportasi, m a u p u n keperluan r u m a h tangga. Di samping itu penggunaan lahan di perkotaan cenderung m e n a m b a h j u m l a h gedung dan bangunan, serta panjang jalan akibat pembangunan yang pesat. Pembangunan yang pesat di kota-kota besar menyebabkan terjadinya p e r u b a h a n p e n u t u p lahan [land cover change) yang d a p a t mempengaruhi cuaca dan iklim di kota. Perkembangan ini mengakibatkan perubahan u n s u r - u n s u r iklim terutama di pusat kota akan berbeda dengan wilayah di sekitarnya sehingga terbentuklah fenomena yang dikenal sebagai p u l a u p a n a s perkotaan (Urban Heat Island) UHI. Perubahan u n s u r iklim yang terjadi adalah suhu, kecepatan angin, radiasi, d a n keawanan. Dari empat u n s u r tersebut yang dapat dirasakan langsung oleh m a k h l u k hidup adalah p e r u b a h a n s u h u . Dengan adanya peningkatan s u h u u d a r a a k a n mengurangi k e n y a m a n a n (Adiningsih et. al., 1994). Pada penelitian ini daerah sampel yang dianalisis adalah Bogor d a n Bandung. Periode pengamatan yaitu dari tahun 1994 - 2001 u n t u k mcngetahui perubahan s u h u m a u p u n p e r u b a h a n tata g u n a dan p e n u t u p l a h a n n y a secara signifikan. Penelitian ini bertujuan u n t u k mengetahui pengaruh perubahan tata guna dan p e n u t u p lahan terhadap p e r u b a h a n distribusi spasial s u h u u d a r a p e r m u k a a n di Bogor d a n Bandung. Setelah mendapatkan pola p e r u b a h a n s u h u akibat p e r u b a h a n tata guna dan p e n u t u p lahan, a k a n dibandingkan bagaimana tingkat perkembangan kota d a n akibatnya pada Urban Heat Island (UHI). 44
2 DATA DAN PENGOLAHAN DATA 2.1 Data yang Digunakan Data yang digunakan pada penelitian adalah sebagai berikut: a. Data landsat (sumber : LAPAN Pekayon) yang m e n c a k u p J a w a Barat bagian Selatan-Timur meliputi daerah Bandung, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Cipanas, dan Garut t a h u n 1994 dengan format ERS dan t a h u n 2001 dengan format L1G. b. Peta Rupa Bumi J a w a Barat bagian Selatan-Timur skala 1:25.000 (sumber : Bakosurtanal). c. Peta digital administrasi J a w a Barat. d. Peta digital tata guna lahan Kodya Bandung d a n Kabupaten Bandung tahun 2000. e. Peta T a t a G u n a Lahan Kodya Bandung skala 1 : 25.000 t a h u n 1989, 1997, 2003 dalam b e n t u k hardcopy. f. Peta Tata G u n a Lahan Kabupaten Bandung skala 1:100.000 t a h u n 1992. g. Data iklim (suhu udara, radiasi, angin) J a w a Barat dari BMG t a h u n 19902001. h. Data Iklim dan Lingkungan perjam (Suhu Udara, Suhu di Kontainer, Kelembaban Udara, Kelembaban di kontainer) di 5 stasiun di Bandung (Pakar Dago, Cisaranten Wetan, Tirtalega, Batununggal Indah, Aria Graha) tahun 2001 - 2 0 0 2 . 2.2 Pcngolahan Data Data iklim observasi stasiun BMG diolah dalam format excel u n t u k mengetahui kecenderungan pola perubahan s u h u daerah-daerah di J a w a Barat. Data iklim ini juga u n t u k kalibrasi d a n perbandingan perhitungan suhu u d a r a dari satelit Landsat. Kemudian melakukan cropping wilayah Bogor dan B a n d u n g u n t u k t a h u n 1994 d a n 2001 p a d a daerah yang bebas awan dan tepat, u n t u k nienghasilkan analisis yang benar. Selanjutnya s u h u u d a r a Wilayah Bandung dan Bogor diestimasi dengan Software ErMapper. Setelah itu diklasifikasikan menjadi intervalinterval s u h u d a n dihitung luasan s u h u u d a r a wilayah Bandung d a n Bogor tahun 1994 d a n 2001 dengan ErMapper m a u p u n program Visual Basic dengan terlebih d a h u l u mengekspor data ras menjadi data text (Yang dan Wang, 2005 d a n Budhiman, 2001). Mengklasifikasikan lahan wilayah Bandung d a n Bogor dengan metode unsupervised classification (klasifikasi tidak terbimbing) (Bekele, 2002) dan menghitung luas lahannya u n t u k t a h u n 1994 dan 2001 dengan software ErMapper m a u p u n dengan ArcView GIS (Weng, 2001). Skema alur pengolahan d a t a tersebut digambarkan pada Gambar 2 - 1 .
45
Gambar 2 - 1 : Alur pemrosesan data citra Landsat sampai analisis Data s u h u dihitung dengan menggunakan model regresi u m u m u n t u k k a s u s cekungan B a n d u n g yang mengkorelasikan d a t a Landsat b a n d 7 d a n data s u h u s t a s i u n t a h u n 1994, 1996, dan 1998 (Adiningsih, et.al., 2001) sebagai berikut. Y = 0,11637 X + 18,5774 (2-1) Keterangan: Y = s u h u u d a r a (dalam derajad Celcius) X = nilai digital data b a n d 7 Nilai koefisien korelasi (r) rata-rata sebesar 0.85. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Indikasi Fenomena Pulau Panas Variasi s u h u u d a r a rata-rata di B a n d u n g d a n Bogor yang diperoleh 46 dari BMG t3ad-ha1un.nterlihat 3-1 d abmelihat nu lkecen 3-2. Gambar pada gambar kecenderungannya derungan bulan Tabel tersebut 3-1 kenaikan Agustus digunakan 3-2 Dari s1994-2001 u(bulan h memperlihatkan u hasil uaddkering) aarnanalisis ayanalisis dari aditunjukkan variasi dan t a regresi h uregresi bulan pola nyang 1993 linier spDesember uacm h-duueak2nyang u0up0Gambar nd1jabesar. u.r kahasilnya (bulan k arata-rata n Untuk adanya basah). ditunjukkan aPada nan
Analisis data Landsat dengan cropping daerah B a n d u n g dan Bogor menghasilkan peta d a n statistik luasan p e n u t u p lahan B a n d u n g d a n Bogor Tahun 1994 d a n 2001 serta peta dan statistik luasan s u h u u d a r a Bandung dan Bogor T a h u n 1994 d a n 2 0 0 1 . Klasifikasi lahan di Kabupaten dan Kota Bandung t a h u n 1994 dan 2001, masing-masing ditunjukkan pada Gambar 3-3 dan 3-4. Sedangkan p e r u b a h a n lahannya ditunjukkan Tabel 3-2 serta Gambar 3-5 d a n 3-6.
47
PETATUTUPAN LAHAN DAERAH BANDUNG TAHUN 1994 Sumber : Data Landsat Tahun 1994
Gambar 3-3: Klasifikasi lahan Bandung tahun 1994
PETATUTUPAN LAHAN DAERAH BANDUNG TAHUN 2001 Sumber : Data Landsat Tahun 2001
Gambar 3-4: Klasifikasi lahan Bandung tahun 2001 48
Tabel 3-2: PERUBAHAN LAHAN BANDUNG
KLASIFIKASI LAHAN BANDUNG
JenisLahan Gambar 3-5: Perubahan klasifikasi lahan di Bandung
49
Pada lahan p e m u k i m a n mengalami p e r t a m b a h a n luas yang c u k u p besar (dari 10858,14 Ha menjadi 16364,79 Ha) atau 1,81% dari total lahan Bandung. Hal ini kemungkinan disebabkan k a r e n a p e r t a m b a h a n j u m l a h penduduk t e r m a s u k infra strukturnya (jalan, p e r u m a h a n , gedung-gedung). Pertambahan j u m l a h p e n d u d u k ini kemungkinan disebabkan oleh angka kelahiran b e r t a m b a h sedangkan angka kematian berkurang, ditambah pula dengan urbanisasi k a r e n a krisis ekonomi yang meningkat. Pertambahan pemukiman ini terkonsentrasi di p u s a t kota (Bandung). Di Kota B a n d u n g sendiri p e m u k i m a n s u d a h demikian padat kecuali di Kecamatan Rancasari dan Ujung Berung. Sedangkan di Kabupaten Bandung terpadat pemukimannya adalah di Cimahi, yang kemudian menjadi kota Cimahi. Pemukiman di Kabupaten B a n d u n g lainnya tersebar di Banjaran, Lembang, Majalaya, d a n Soreang. Penambahan l u a s a n lahan p a d a lahan industri menempati u r u t a n kedua setelah p e m u k i m a n (dari 4264,47 Ha menjadi 6396,57 Ha) a t a u 0,7%. Hal ini sesuai dengan h u k u m alam bahwa semakin berkembang dan majunya s u a t u wilayah akan semakin banyak pula industri d a n urbanisasi.
50
Industri di kota B a n d u n g p a d a t a h u n 1994 adaJah di Pindad, IPTN, di daerah Babakan Ciparay, Andir, Batununggal, Cibeunying Kidul, d a n Ujung Berung. Pada t a h u n 2001 industri p a d a masing-masing d a e r a h industri terus bertambah, k e m u d i a n berkembang lagi industri-industri di Cicadas dan Arcamanik. Hal inilah yang menjadikan p e r t a m b a h a n luas lahan industri. Sedangkan lahan perkebunan mengalami p e r t a m b a h a n luas yang paling tinggi yaitu dari 89.139,69 Ha menjadi 118.918,6 Ha (bertambah 19.778,93 Ha atau 9,81%). Pertambahan ini sebagian kemungkinan adanya perubahan dari lahan sawah yang berkurang cukup signifikan yaitu 29.480,67 Ha. Sebagian lagi bisa berasal dari adanya pengurangan lahan Hutan. Lahan perkebunan di Kabupaten Bandung tersebar di wilayah Pengalengan (Kebun Teh), Ciwidey (Kebun Teh), Gununghalu (Kebun Teh d a n Karet), Cipatat (Kebun Coklat), Cipeundeuy (Kebun Karet), Cikalong Wetan (Kebun Teh), Cilengkrang (Kebun Teh, Karet), d a n Arjasari (Kebun Sereh). Lahan sawah mengalami pengurangan yang besar sekali yaitu dari 63.937,26 Ha p a d a t a h u n 1994, menjadi 34.456,59 Ha p a d a t a h u n 2 0 0 1 , atau berkurang sebesar 29.480,67 Ha (9,71%). Pengurangan ini kemungkinan terkonversi menjadi area! perkebunan, pemukiman, a t a u industri. Lahan sawah di Kabupaten Bandung tersebar di wilayah Pameungpeuk, Majalaya, Ciparay, Banjaran, Rancaekek, Cicalengka, Pasirjambu, Sindangkerta, dan Gununghalu. Lahan terbuka di wilayah Bandung mengalami pengurangan sebesar 1.009,8 Ha (0,33%), dari 45.081,27 Ha pada tahun 1994 menjadi 44.071,47 Ha pada t a h u n 2 0 0 1 . Pengurangan ini kemungkinan k a r e n a adanya p e r u b a h a n menjadi lahan p e m u k i m a n , perkebunan, m a u p u n industri. Daerah lahan terbuka di B a n d u n g tersebar di Cicalengka, Cimenyan, Ciparay, Cipatik, Cisarua, Ciwidey, Pameungpeuk, d a n Pasirjambu Lahan yang mengalami pengurangan luas terbesar di Bandung adalah lahan h u t a n yaitu b e r k u r a n g seluas 3.621,78 Ha (1,19%). Pengurangan ini kemungkinan a d a n y a p e r u b a h a n menjadi perkebunan atau pemukiman. Hutan lebat di daerah Bandung sebagian besar tersebar di pinggir-pinggir batas wilayah Kabupaten Bandung, yaitu Pengalengan, Ciwidey, Gununghalu, Lembang, Kertasari, dan Pacet. T u b u h air sebagian besar terdapat di waduk Saguling, yang lainnya adalah di sungal, d a n lahan berair lainnya. Lahan berair ini p a d a t a h u n 2001 mengalami j u m l a h luasan yang berkurang sebesar 537 Ha (0,18%) yang menempati u r u t a n terkecil setelah lahan terbuka. S u h u u d a r a di Kabupaten d a n Kota Bandung ditunjukkan pada Gambar 3-7 d a n 3-8. Hasil analisis p e r u b a h a n s u h u ditunjukkan pada Tabel 3-3 serta Gambar 3-9 dan 3-10.
51
PETA SUHU UDARA DAERAH BANDUNG TAHUN 1994 Sumber : Data Landsat Tahun 1994
PETA SUHU UDARA DAERAH BANDUNG TAHUN 2001 Sumber : Data Landsat Tahun 2001
Sumber : Data Landsat tahun 2001
Gambar 3-8:Peta sebaran suhu udara di Bandung tahun 2001 52
Tabel 3-3: PERUBAHAN SUHU UDARA DI BANDUNG No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kelas Suhu C 16-17 17-18 18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-25 25-26 26-27 27-28 28-29 29-30
Luas Kelas Suhu 1 9 9 4
Luas Kelas Suhu 2 0 0 1
(Ha)
(Ha)
0 253.53 4942.8 9470.07 26851.1 45878.1 63885.5 64213.2 48399.8 23086.9 9424.89 3384.27 1388.43 525.24
(%) 0.00 0.08 1.63 3.12 8.84 15.10 21.02 21.13 15.93 7.60 3.10 1.11 0.46 0.17
Perub. Luas Suhu (2001-1994)
(Ha) (%) 0 0 0.00 0 0.00 -253.53 4283 1.41 -659.79 4004 1.32 -5466.06 8496.1 2.80 -18354.96 24698 8.13 -21179.7 45909 15.12 -17976.69 62637 20.63 -1576.26 73529 24.21 25129.08 50572 16.65 27485.19 6.74 11047.68 20473 5819.2 1.92 2434.95 0.46 11.07 1399.5 435.24 0.14 -90
(%) 0.00 -0.08 -0.22 -1.80 -6.04 -6.96 -5.90 -0.50 8.29 9.06 3.64 0.80 0.00 -0.03
Perub. Luas Suhu Per tahun (Ha) (%) 0.00 0.00 -36.22 -0.01 -94.26 -0.03 -780.87 -0.26 -2622.14 -0.86 -3025.67 -0.99 -2568.10 -0.84 -225.18 -0.07 3589.87 1.18 3926.46 1.29 1578.24 0.52 347.85 0.11 1.58 0.00 -12.86 0.00
Gambar 3-9: Grafik luas area di Bandung dengan beberapa rentang suhu udara 53
PERUBAHAN SUHU UDARA BANDUNG (2001 -1994) • 17-18 • 18-19 • 19-20 D 20-21 • 21-22 • 22-23 • 23-24 D 24-25 • 25-26 • 26-27 D 27-28 D 28-29 • 29-30 SUHU UDARA (Celcius) Gambar 3-10:Perubahan luas area di Bandung dengan beberapa rentang suhu udara Seiring dengan adanya perubahan lahan m a k a p e r u b a h a n s u h u yang terjadi di kota B a n d u n g juga c u k u p signifikan. Perubahan S u h u Udara ini secara visual dapat dilihat dari perbedaan a n t a r a Gambar 3-7 dan 3-8. Pada Gambar 3-7 belum begitu terlihat ada pulau p a n a s perkotaan (Urban Heat Island). S u h u tinggi h a n y a terlihat pada beberapa daerah saja, seperti di sekitar Danau Saguling, di p u s a t kota, dan sebagian daerah pemukiman di kabupaten-kabupaten. Tetapi pada Gambar 3-8 sudah terlihat jelas penyebaran m a u p u n pengelompokan s u h u tinggi yang menyerupai pulau p a n a s terutama di pusat kota, di sekitar Danau Saguling, Cimahi, d a n daerah-daerah pemukiman di k a b u p a t e n - k a b u p a t e n . Hasil penghitungan luasan s u h u ditampilkan dalam b e n t u k tabel dan grafik. Dari Tabel 3-3 dan Gambar 3-9 terlihat bahwa s u h u udara 17°C - 24°C mengalami p e n g u r a n g a n luas, dengan u r u t a n pengurangan luasnya terbesar adalah p a d a interval s u h u u d a r a (21-22) °C yaitu 21.180 Ha (7%), kemudian (20-21)°C, 18.355 Ha (6%); (22-23) °C, 17.976 Ha (5,9%); (19-20) °C, 5.466 Ha (1,8%); (18-19)°C, 670 Ha (0,22%); dan (17-18)°C, 254 Ha (0,08%). Dengan berkurangnya luas lahan s u h u - s u h u u d a r a yang rendah, m a k a pada s u h u suhu u d a r a tinggi j u s t r u bertambah. Kelas interval s u h u u d a r a (25-26)°C mengalami p e r t a m b a h a n luas yang terbesar, yaitu 27.485 Ha (9%), kemudian (24-25)°C sebesar 25.129 Ha (8,3%); (26-27)°C, 11.048 Ha (3,64%); (27-28)°C, 2.435 Ha (0,8%); d a n (28-29)°C , 22 Ha.
54
Suhu-suhu u d a r a rendah yang mengalami penurunan luas ini (17-24) °C terletak p a d a lokasi-lokasi t u b u h air (rawa atau genangan air, Waduk), kemudian di luar wilayah komadya Bandung terutama di p u n c a k - p u n c a k gunung, di pinggiran sungai atau waduk. Sedangkan s u h u - s u h u u d a r a tinggi yang mengalami kenaikan luas (24-29)°C terletak p a d a lokasi-lokasi sebagian besar di p u s a t kota, industri, di pinggiran kota Bandung. Hal inilah yang disebut sebagai fenomena heat island (pulau panas), yang jelas terlihat seperti s e k u m p u l a n s u h u p a n a s di p u s a t kota, kemudian m e n u r u n s u h u n y a ke daerah s u b u r b a n , pedesaan, lalu pegunungan d a n h u t a n . Berkurangnya s u h u u d a r a p a d a interval s u h u yang r e n d a h yaitu antara (17-24)°C. Hal ini kemungkinan karena berkurangnya luas lahan bervegetasi d a n berair. Karena lahan bervegetasi atau berair akan mempengaruhi s u h u u d a r a di sekitarnya yaitu dengan s u h u yang cenderung rendah, k a r e n a terlindung dari pancaran sinar matahari langsung m a u p u n karena b a n y a k oksigen yang dihasilkan selama proses fotosintesa t u m b u h a n . Sebaliknya b e r t a m b a h n y a s u h u - s u h u u d a r a tinggi (24-29) °C mencerminkan bahwa telah terjadi pergeseran penggunaan lahan yang d a h u l u n y a banyak vegetasi menjadi lahan pemukiman atau industri (terbukti dengan adanya kenaikan luas lahan p a d a lahan-lahan ini seperti p a d a b a h a s a n perubahan lahan B a n d u n g di atas). Kemungkinan juga dengan adanya peningkatan sarana transportasi yang a k a n meningkatkan k a n d u n g a n CO di u d a r a yang akan mengakibatkan kenaikan s u h u udara. Klasifikasi lahan di Bogor ditunjukkan p a d a Gambar 3-11 dan 3-12 dan p e r u b a h a n n y a ditunjukkan p a d a Tabel 3-4 serta Gambar 3-13 dan 3-14. Lahan pemukiman di Bogor mengalami kenaikan sebesar 4,74% dari luas lahan k e s e l u r u h a n a t a u 13.935 Ha. Pertambahan lahan u n t u k pemukiman termasuk lebih pesat j i k a dibandingkan dengan p e r t a m b a h a n pemukiman di Bandung yang h a n y a 1,81%. Pemukiman di wilayah Bogor terkonsentrasi di Kecamatan Kota Bogor Tengah yaitu di Baranangsiang. Pemukiman padat mengelilingi k e b u n raya Bogor, kemudian tersebar ke kecamatan-kecamatan di sekitarnya, yaitu ke Kecamatan Kota Bogor Utara, Sukaraja, T a n a h Sereal, dan Ciomas. Kenaikan l u a s lahan terjadi juga p a d a lahan industri di Bogor sebesar 3.136 Ha a t a u 1,07%. Daerah perindustrian Bogor a d a di Kecamatan Cibinong, Citeureup, Bojonggede, dan Kemang. Lahan perkebunan j u g a mengalami p e r t a m b a h a n luas sekitar 49.519 Ha (16,85%). Perkebunan ini mengalami p e r t a m b a h a n luas terbesar, dan kemungkinan menyebabkan pengurangan lahan h u t a n . Perkebunan terletak di Kecamatan Ciomas, Kecamatan Kota Bogor Selatan, Kecamatan Kemang, Kecamatan Citeureup, Kecamatan Bojonggede, dan Kecamatan Bogor Barat. Areal s a w a h mengalami p e n u r u n a n luas yaitu 11.428 Ha (3,9%). Pengurangan lahan s a w a h ini kemungkinan terkonversi menjadi pemukiman, industri, atau perkebunan. Lahan sawah meliputi daerah Kecamatan 55
Kemang, Ciomas, Sukaraja, d a n Citeurup. Lahan terbuka mengalami p e n u r u n a n sebesar 8.626 Ha (3%). Pengurangan luas lahan terbuka di Bogor m e r u p a k a n ketiga setelah h u t a n d a n sawah. Berkurangnya lahan terbuka ini terjadi di daerah Cibinong, Sukaraja, dan Citeureup. Lahan h u t a n di Bogor termasuk lahan yang mengalami pengurangan luas terbesar yaitu sebesar 41.522 Ha (14,13%). Berkurangnya luas ini kemungkinan k a r e n a menjadi areal perkebunan, lahan terbuka, bisa jadi p e m u k i m a n a t a u industri. Lahan t u b u h air terletak di sungai-sungai, lahan tergenang, d a n lahan berair lainnya. Tubuh air di Bogor m e n u r u t hasil klasifikasi tidaklah begitu luas yaitu sekitar 183 Ha, d a n tidak mengalami p e r u b a h a n yang berarti. P E T A T U T U P A N L A H A N D A E R A H B O G O R T A H U N 1994 Sumber : Data Landsat Tahun 1994
PETA TUTUPAN LAHAN DAERAH B O G O R TAHUN 2001 Sumber : Data Landsat Tahun 2001
56
Tabel 3-4: PERUBAHAN LAHAN DI BOGOR
G a m b a r 3-13: Klasifikasi lahan di Bogor
57
PERUBAHAN LUAS LAHAN BOGOR
• Pemukiman • Lahan Terbuka • Industri D Perkebunan • Sawah • Hutan • TubuhAir
1 JENIS LAHAN
G a m b a r 3-14: Perubahan luas lahan di Bogor Peta s u h u u d a r a di Bogor ditunjukkan pada Gambar 3-15 d a n 3-16 dan perubahannya ditunjukkan pada Tabel 3-5. serta Gambar 3-17 d a n 3-18. Pada Gambar 3-15 mencerminkan keadaan Bogor t a h u n 1994, terlihat bahwa s u h u p a n a s (24-29)°C yang ditandai dengan gradasi w a r n a merah masih sedikit, sedangkan pada Gambar 3-16 sudah semakin melebar dan membentuk pulau-pulau panas. Sebaliknya s u h u rendah (17-24)°C cenderung berkurang luasannya. Suhu tinggi kalau ditumpangkan dengan klasifikasi lahan p a d a Gambar 3-11 ada di atas lahan pemukiman, industri, lahan terbuka, d a n sebagian lagi di sawah. Sedangkan s u h u rendah terletak di a t a s perkebunan, h u t a n , sawah, sungai, d a n lahan berair lainnya. Secara statistik dan perhitungan luas s u h u lebih jelas p e r u b a h a n n y a d a n bisa dinyatakan dalam angka. Suhu tinggi (24-29)°C yang terbesar p e r t a m b a h a n luasnya dari t a h u n 1994 sampai 2001 adalah p a d a interval s u h u (25-26)°C yaitu 42.021 Ha (14,3%) dari luas keseluruhan, kemudian (24-25)°C sebesar 26.742 Ha (9,1%), selanjutnya s u h u (26-27)°C 15.606 Ha (5,31%), d a n (27-28)°C 2.530 Ha (0,86%). Sedangkan s u h u rendah (17-24)°C cenderung berkurang luasnya, dengan u r u t a n pengurangan luas terbesar terjadi p a d a interval s u h u (22-23)°C sebesar 33.611 Ha (11,44%), kemudian (23-24)°C seluas 18.991 Ha (6,46%), (21-22)°C seluas 16.264 Ha (5,53%), (20-21)°C seluas 8.273 Ha (2,82%), d a n (18-19)°C seluas 2.117 Ha (0,72%). 58
PETA SUHU UDARA DAERAH BOGOR TAHUN 1994 Sumber : Data Landsat Tahun 1994
Sumber : Data Landsat Tahun 1994
Gambar 3-15: Peta sebaran suhu udara di Bogor tahun 1994
PETA SUHU UDARA DAERAH BOGOR TAHUN 2001 Sumber : Data Landsat Tahun 2001
Sumber : Data Landsat Tahun 2001
Gambar 3-16: Peta sebaran suhu udara di Bogor tahun 2001 59
Tabel 3-5: PERUBAHAN SUHU DI BOGOR
60
PERUBAHAN SUHU UDARA BOGOR (2001-1994)
3.2 Hubungan Perubahan Tata Perubahan Suhu Udara.
Guna
dan
Penutup
Lahan
dengan
Dari b a h a s a n mengenai perubahan lahan dan p e r u b a h a n s u h u u d a r a di B a n d u n g d a n Bogor, terlihat adanya keterkaitan. Makin banyak perubahan lahan yang cenderung menaikkan s u h u u d a r a yaitu lahan pemukiman, industri, d a n lahan terbuka, m a k a a k a n semakin besar j u g a pertambahan l u a s area s u h u tinggi yang terjadi. Perubahan Lahan pemukiman yang paling tinggi persentasenya terjadi di Bogor (11,3%), kemudian B a n d u n g (5,39%). Sebaliknya p e n u t u p lahan yang bisa meredam suhu seperti lahan bervegetasi tinggi (hutan), tanaman semusim, perkebunan, dan t u b u h air j u s t r u berkurang. Dari wilayah pengamatan, lahan h u t a n selalu mengalami pengurangan luas, di Bogor b a h k a n mencapai 32,73%, dan di Bandung 26,64%. Seiring dengan p e r u b a h a n p e r u n t u k a n lahan ini m a k a a d a perubahan suhu u d a r a yang terjadi. Kenaikan s u h u u d a r a yang terbesar adalah di wilayah Bogor (24-28)°C sebesar 29,56%, kemudian di B a n d u n g (24-29)°C sebesar 21,79%. Di Bandung, wilayah dengan s u h u tertinggi yang mengalami kenaikan adalah sampai s u h u (28-29)°C, sedangkan di Bogor adalah s u h u (27-28) °C. Dari d a t a ini dapat dianalisis bahwa di Bogor relatif lebih p a n a s dan lebih cepat laju perkembangan kotanya dibandingkan dengan di Bandung.
61
H u b u n g a n p e r u b a h a n p e n u t u p lahan terhadap p e r u b a h a n s u h u dapat diformulasikan sebagai berikut (Saryono, 1989, di dalam Adiningsih et. al., 2001). AQ = m C AT d a n C = dc (3-1) Keterangan: AQ = J u m l a h energi yang diterima atau dilepaskan (Joule) AT = Selisih S u h u (°C) m = m a s s a (kg) C = Kapasitas p a n a s = J u m l a h energi yang diperlukan u n t u k m e m a n a s k a n atau mendinginkan s u a t u volume benda sekian derajat (J nr 3 ). c = Kapasitas p a n a s jenis (J/Kg) 9 = Massa jenis (Kg/m 3 ) SIFAT FISIK BEBERAPA BENDA Dari p e r sTabel a m a a n3-6:tersebut dapat dikatakan b a h w a jika setiap p e r m u k a a n menerima energi radiasi matahari yang s a m a tetapi dengan kapasitas p a n a s yang berbeda, m a k a s u h u yang dihasilkan j u g a berbeda (Tabel 3-6). J i k a s u a t u benda berkapasitas p a n a s besar m a k a s u h u yang dihasilkan r e n d a h , sebaliknya jika s u a t u benda berkapasitas p a n a s kecil m a k a s u h u yang dihasilkan tinggi. Kapasitas p a n a s s u a t u benda bergantung pada kapasitas p a n a s jenis d a n m a s s a jenis atau kerapatannya. Kecepatan benda menjadi p a n a s bergantung p a d a konduktivitas termalnya. Semakin besar konduktivitas termal s u a t u b e n d a m a k a semakin cepat p e r a m b a t a n p a n a s d a n s u h u semakin besar.
Sumber : Saryono, 1989 dalam Adiningsih E.S., 2001 62
Tabel 3-6 j u g a menunjukkan bahwa kapasitas p a n a s air paling besar, dan s u h u yang dihasilkan rendah karena konduktivitas termalnya rendah (0,0015). Sebaliknya b a h a n beton mempunyai kapasitas p a n a s kecil, sehingga cepat menjadi p a n a s . Bahan beton dapat mewakili jenis p e n u t u p iahan pemukiman d a n industri. 4 KESIMPULAN Pada wilayah pengamatan di Bandung dan Bogor, terlihat adanya perubahan lahan p a d a lahan yang cenderung akan menaikkan s u h u , diantaranya adalah lahan pemukiman, industri, lahan t e r b u k a yang semakin luas. Makin banyak p e r u b a h a n lahan yang cenderung menaikkan s u h u udara, yaitu lahan pemukiman, industri, dan lahan terbuka, m a k a akan semakin besar j u g a p e r t a m b a h a n luas s u h u tinggi yang terjadi. Perubahan lahan p e m u k i m a n yang paling tinggi persentasenya terjadi di Bogor (11,3%), sedangkan B a n d u n g (5,39%). Sebaliknya p e n u t u p lahan yang bisa meredam suhu seperti lahan bervegetasi tinggi (hutan), t a n a m a n semusim, perkebunan dan t u b u h air j u s t r u berkurang. Dari kedua wilayah p e n g a m a t a n diketahui lahan h u t a n selalu mengalami pengurangan luas, di Bogor b a h k a n mencapai 32,73%, sedangkan di Bandung 26,64%. Seiring dengan p e r u b a h a n p e r u n t u k a n lahan ini m a k a a d a p e r u b a h a n suhu u d a r a yang terjadi. Kenaikan luas area terbesar yang terkait s u h u udara di wilayah Bogor adalah area dengan s u h u (24-28)°C dengan kenaikan sebesar 29,56%, sedangkan di Bandung adalah area dengan s u h u (24-29)°C dengan kenaikan 2 1 , 7 9 % . Area dengan s u h u tertinggi di B a n d u n g yang mengalami k e n a i k a n adalah area dengan rentang s u h u (28-29)°C, sedangkan di Bogor adalah pada rentang s u h u (27-28)°C. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa di Bogor relatif lebih p a n a s d a n lebih cepat laju perkembangan kotanya dibandingkan dengan di Bandung. Ucapan Terima Kasih Kami m e n g u c a p k a n terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Pusat Data Inderaja & Kepala Bidang Penyajian Data, Dr. Ir. Erna Sri Adiningsih, M.Si. di LAPAN Pekayon yang telah memberikan data satelit dan banyak memberikan saran. Kepala Pusfatsatklim d a n Kepala Bidang Aplikasi Klimatologi d a n Lingkungan yang telah memberi pengarahan. J u g a kepada rekan-rekan yang m a s u k dalam tim penelitian baik yang a d a di LAPAN Bandung, LAPAN Pekayon, IPB, m a u p u n Biotrop. DAFTAR RUJ UKAN Adiningsih, E.S., D. Widyasari, dan I. Santosa, 1994. Studi Pulau Panas di Jakarta dan sekitamya dengan menggunakan data satelit, Majalah LAPAN No. 6 8 : 18-37.
63
Adiningsih, E.S., S.H. Soenarmo, S. Mujiasih, 2 0 0 1 . Kajian Perubahan Distribusi Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan Penutup Lahan, Warta LAPAN Vol. 3, No. 1, Januari-Maret 2 0 0 1 . 29-44 Bekele G. 2002, Assessing Urban Heat Island in Morgantown, WV Using Landsat Thermal A Infrared Imagery,, http://www.geo.wvu.edu/ geog655/spring 2002/01/project.htm. Budhiman, S., 2 0 0 1 . Pengenalan ER Mapper Ver, 5.5., Manual u n t u k praktikum u m u m Diklat Penginderaan J a u h Tingkat Dasar Trampil Angkatan I, Pare-pare Weng, Q-, 2 0 0 1 . A remote sensing-GIS evaluation of urban expansion and its impact on surface temperature in the Zhujiang Delta, China, Int. J. Remote Sensing, Vol. 22, No. 10 1999-2014 Yang J., a n d Y.Q. Wang, Estimation of Land Surface Temperature using Landsat-7 ETM + Thermal Infrared and Weather Station Data, dari website http: www.ltrs.uri.edu/research/LST_page/paper4.doc
64