Prosiding – Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia
SIMULASI PERUBAHAN DISTRIBUSI PULAU PANAS PERKOTAAN DARI PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DENGAN MM5 (MESOSCALE MODEL VERSI 5) * **
Laras Tursilowati, I Dewa Gedhe Agung Junnaedhi * Pusfatsatklim, Lapan, Bandung ** Jurusan Geofisika & Meteorologi, ITB
Intisari Penelitian ini bertujuan mengamati perubahan distribusi pulau panas perkotaan (Urban Heat Island) dan pola angin dengan memodifikasi perubahan penutup lahan dari area bervegetasi rendah menjadi lahan urban atau lahan terbuka menggunakan MM5 (Mesoscale Model version 5). MM5 adalah model nonhidrostatik area terbatas dengan koordinat sigma mengikuti topografi yang didesain untuk mensimulasikan atau memprediksi sirkulasi atmosfer skala meso. Model ini dikembangkan oleh Penn State University dan NCAR (National Center for Atmospheric Research) sebagai salah satu model operasional yang digunakan oleh US National Weather Service (NWS) untuk peramalan cuaca. Data yang digunakan sebagai syarat batas dan syarat awalnya adalah data AVN/GFS. Resolusi data ditingkatkan sampai 0,9 km x 0,9 km dengan dynamic downscalling. Grid dengan Land Use yang sebelumnya berupa Crop/Grs. Mosaic, Crop/Wood Mosaic, dan Grass Land diganti dengan Urban, kemudian dijalankan untuk perubahan pulau panas (dari temperatur 2m). Studi kasus diambil di daerah yang padat penduduknya yaitu di Jakarta (5.9S-6.7S, 106.4E-107.3E) dan daerah cekungan Bandung (6.4S-7.2S,107.1E-108E) dan sekitarnya. Hasil penelitian dengan wilayah studi Bandung dan sekitarnya setelah dimodifikasi land usenya terlihat dengan jelas bahwa pulau panas yang ditandai dengan suhu tinggi (302 – 308 deraja Kelvin, atau 29 – 35 derajat Celcius) berada di wilayah kota Bandung (6.8S-7S, 107.3E-107.7E). Sedangkan daerah pinggiran (Kabupaten) cenderung suhunya lebih dingin. Untuk wilayah Jakarta pulau panas (diindikasikan dengan suhu lebih dari 302K atau 29C) sebelum dimodifikasi terlihat di pusat kota Jakarta (6.1S-6.4S, 106.8E-107.1E), setelah landusenya dimodifikasi terlihat adanya perluasan pulau panas di pusat kota Jakarta yaitu pada (6.1S-6.5S, 106.6E107.1E). Kata kunci : Pulau Panas Perkotaan, MM5, Land Use, Urban
I.
PENDAHULUAN
Perubahan penggunaan lahan dalam hal ini adalah pembangunan terutama di kotakota besar umumnya sangat pesat. Perkembangan ini mengakibatkan perubahan unsurunsur cuaca dan iklim terutama di daerah urban akan berbeda dengan wilayah di sekitarnya. Hal ini merupakan respon alam berkaitan dengan terjadinya gangguan proses transfer massa, kesetimbangan neraca radiasi dan energi serta neraca air. Untuk mempelajari pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap kondisi atmosfer, seringkali digunakan model skala meso, terutama untuk lebih memahami iklim skala lokal, pulau panas perkotaan, dan perbedaan tutupan lahan di area urban-rural. Proses-proses tersebut sangat dipengaruhi oleh pertukaran energi dan momentum antara permukaan bumi dan atmosfer. Oleh sebab itu perubahan karakteristik permukaan bumi, dalam hal ini
38
Prosiding – Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia
tutupan lahan, akan sangat berpengaruh terhadap perubahan kondisi atmosfer di atasnya, bahkan bisa berpengaruh di wilayah yang lain. Dalam penelitian ini, model skala meso generasi kelima dari Pennsylvania State University dan National Center for Atmospheric Research (PSU/NCAR) yaitu Mesoscale Model 5(MM5) digunakan untuk menyelidiki pengaruh perubahan tutupan terhadap kondisi atmosfer di area Jakarta, Bandung dan sekitarnya. Simulasi perubahan tutupan lahan dalam MM5 dilakukan dengan menggunakan data land use dari USGS (disertakan dalam distribusi MM5)(Dudhia, 2005) dan data land use hasil klasifikasi. Wilayah Jakarta merupakah wilayah perkotaan yang sangat padat penduduknya dengan lahan vegetasi yang sangat jarang, sedangkan wilayah Bandung merupakan wilayah kota (urban dan suburban) yang dikelilingi oleh wilayah pertanian teririgasi dan perkebunan. Juga terdapat hutan dan lahan terbuka, serta dikelilingi oleh topografi tinggi di bagian selatan, timur dan bagian utara. Di bagian barat laut terdapat area yang lebih rendah dari sekitarnya, bahkan mencapai perbedaan 200 m dari wilayah sekitarnya. Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dengan perubahan yang pesat. Hal ini mengarah pada perubahan tutupan lahan dari lahan pertanian dan vegetasi menjadi pemukiman. II.
DATA DAN MODEL YANG DIGUNAKAN
2.1.
Data
Ada 2 data yang digunakan dalam penelitian ini. Data pertama adalah data FNL (Final Analysis) dari NCEP (National Center for Environment Prediction). Data kedua adalah data tata guna lahan (land use) dari USGS yang disertakan dalam distribusi MM5. Secara default, data inilah yang digunakan dalam MM5 sebagai data yang mewakili karakteristik permukaan. Data FNL yang digunakan untuk penelitian ini adalah data FNL yang valid untuk tanggal 28 Januari 2002 jam 00 UTC sampai tanggal 29 Januari 2002 jam 00 UTC. Data ini adalah syarat awal dan syarat batas untuk menjalankan MM5. 2.2.
Model yang Digunakan
MM5 atau Mesoscale Model version 5 adalah model regional skala meso yang dikembangkan oleh Penn State University dan NCAR (National Center for Atmospheric Research). Model ini adalah model non-hidrostatik area terbatas dengan koordinat sigma mengikuti topografi yang dirancang untuk mensimulasikan atau memprediksi sirkulasi atmosfer skala meso (MMM, 2005). Model ini juga merupakan model operasional yang dijalankan oleh NCAR dan merupakan salah satu model utama yang digunakan sebagai dasar peramalan cuaca (forecasting) oleh US National Weather Service (NWS) (Comet, 1999). MM5 didukung oleh beberapa pre-processing dan post-processing program sehingga membentuk suatu sistem yang disebut MM5 Modelling System. Software dalam MM5 Modelling System kebanyakan ditulis menggunakan bahasa Fortran, serta dikembangkan di Penn State dan NCAR sebagai community mesoscale model dengan kontribusi dari pengguna di seluruh dunia. Karena itu, MM5 merupakan software yang sifatnya free dan didukung penuh oleh Mesoscale Prediction Group di Mesoscale and Microscale Meteorology Division, NCAR. Dalam penelitian ini program-program dari MM5 Modelling System yang digunakan adalah sebagai berikut : 39
Prosiding – Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia
•
• • •
•
III.
TERRAIN digunakan untuk mempersiapkan domain model, baik domain induk (coarse) maupun sub-domain model, berikut segala karakteristik topografinya. Dengan program TERRAIN inilah dilakukan perubahan data tata guna lahan untuk disimulasikan dalam MM5 REGRID digunakan untuk mempersiapkan data initial condition agar bisa dibaca oleh MM5 dan menggabungkan data tersebut dengan output TERRAIN INTERPF digunakan untuk melakukan interpolasi vertikal, dari pressure level ke sigma level, terhadap hasil REGRID, sehingga diperoleh kondisi awal dan syarat batas yang sesuai bagi program utama MM5. MM5 merupakan program utama dalam sistem ini yang melakukan kalkulasi evolusi keadaan atmosfer dari keadaan awal dan syarat batas yang diberikan. MM5 juga melakukan nesting (downscaling data) dari domain induk ke domain anak sehingga diperoleh hasil prediksi dengan resolusi yang lebih besar. MM5toGrADS adalah program yang berfungsi mengkonversi output MM5 ke dalam format yang bisa dibaca oleh GrADS (COLA, 2005), sehingga bisa dilakukan analisis atas hasil running MM5 METODE PENELITIAN
Menjalankan MM5 System Model dengan konfigurasi TERRAIN DOMAIN4 yang dimodifikasi /diubah Land Use-nya. Grid dengan Land Use yang sebelumnya berupa Crop/Grs. Mosaic, Crop/Wood Mosaic, dan Grass Land diganti dengan Urban. Sedangkan konfigurasi model lainnya sebagai berikut : • 4 domain dengan resolusi terrain masing-masing 4 km, 0.9 km, 0,9 km dan 0.9 km • Dimensi masing-masing domain dari domain 1 sampai domain 4 adalah 100x60 grid, 121x73 grid, 133x100 grid, 100x100 grid dengan level vertikal yang sama untuk setiap domain, yaitu 32 level sigma • Menggunakan data FNL (NCEP Final Analysis) tanggal 01 Oktober 2005 jam 00 UTC sampai tanggal 04 Oktober 2005 jam 00 UTC (72 jam) • Data FNL di-downscaling menurut domain yang ditentukan dengan resolusi 27 km, 9 km, 3 km dan 1 km • Skema syarat batas planeter yang digunakan adalah skema MRF • Skema parameterisasi kelembaban yang digunakan adalah simple ice, mix phase, dan graupel(reisner2) MM5 dijalankan dengan 4 nested domain dengan resolusi 27 km, 9 km, 3 km dan 1km (wilayah Bandung dan sekitarnya) untuk simulasi 24 jam (gambar 2). Tiap domain menggunakan konfigurasi yang berbeda. Domain 1 menggunakan parameterisasi kumulus Grell, skema mikrofisika Simple Ice, dan No Shallow Convection. Domain 2 menggunakan skema kumulus Betts-Miller, skema mikrofisika Mixed-Phase, dan No Shallow Convection. Domain 3 menggunakan skema kumulus Kain-Fritsch-2, skema mikrofisika Reissner2, dan Shallow Convection. Domain 4 tidak menggunakan skema parameterisasi kumulus, skema mikrofisika Reissner2, dan Shallow Convection. Keempat domain menggunakan Cloud Radiation Cooling dan skema Planetery Boundary Layer MRF. MM5 dijalankan dengan menggunakan data land use default dari USGS (gambar 1.a). Model dijalankan untuk domain 1 sampai 4 dengan waktu simulasi 24 jam. Hasil running untuk domain 4 (wilayah Jakarta dan Bandung) di-plot menggunakan GrADS, dan diberi indeks (a).
40
Prosiding – Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia
Gambar 1. Domain simulasi MM5. Domain 1 meliputi bagian selatan wilayah Indonesia barat.
Domain 2 sebagian pulau Jawa. Domain 3 wilayah Jawa Barat, dan domain 4 adalah wilayah Bandung dan sekitarnya. Indeks 24 kategori land use yang digunakan dalam MM5 terlihat pada tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Indeks 24 kategori land use yang digunakan dalam MM5. 1 2 3 4 5 6 13 14 15
Urban Dryland Crop Irrigated Crop Mix Dry/Irrigated Crop/Plants Crop/Grass Mosaic Crop/Wood Mosaic Evergreen Broadleaf Evergreen Needleleaf Mixed Forest
IV.
Hasil dan Pembahasan
4.1.
Wilayah Kajian Bandung
16 17 18 19 20 21 22 23 24
Water Bodies Herbs Wetland Wooded Wetland Bar sparse Vegetation Herbs Tundra Wooden Tundra Mixed Tundra Bare Ground Tundra Snow or ice
Land use Bandung sebelum dan sesudah modifikasi diperlihatkan pada gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Land Use dari TERRAIN asli hasil modifikasi (resolusi ~1 km)
Gambar 3. Land Use dari TERRAIN (resolusi ~1 km)
41
Prosiding – Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia
Hasil simulasi MM5 untuk temperatur 2 m yang menggambarkan adanya Urban Heat Island (Pulau Panas Perkotaan) di wilayah Bandung menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada 2 m temperature hingga sekitar 2 K di siang hari (06 UTC) pada daerah yang mengalami perubahan tata guna lahan dari wilayah pertanian (indeks 2 atau 3) menjadi daerah urban (indeks 1). Hal ini bisa dilihat pada gambar 3. Plot jam 06 UTC dipilih karena variasi temperatur paling jelas terlihat pada diurnal maksima (Grossman, 2004). Hasil penelitian dengan wilayah studi Bandung dan sekitarnya setelah dimodifikasi land usenya diperlihatkan pada gambar 4 dan 5. Pada gambar 4 dan 5 di atas terlihat dengan jelas perbedaan pulau panas sebelum dan sesudah modifikasi terrain land use yang ditandai dengan suhu tinggi (302 – 308 derajat Kelvin, atau 29 – 35 derajat Celcius) berada di wilayah kota Bandung (6.8S-7S, 107.3E-107.7E). Sedangkan daerah pinggiran (Kabupaten) cenderung suhunya lebih dingin.
Gambar 4. Temperatur 2m dan vektor angin 10m dengan TERRAIN asli
4.2.
Gambar 5. Temperatur 2m dan vektor dengan TERRAIN hasil modifikasi
Wilayah Kajian Jakarta
Land use Jakarta sebelum dan sesudah modifikasi dapat dilihat pada gambar 6 dan 7. Sedangkan hasil simulasi MM5 untuk temperatur 2m yang menggambarkan adanya Urban Heat Island di wilayah Jakarta juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada 2 m temperature hingga sekitar 2 K di siang hari (06 UTC) pada daerah yang mengalami perubahan tata guna lahan dari wilayah pertanian (indeks 2 atau 3) menjadi daerah urban (indeks 1). Hal ini bisa dilihat pada gambar 8. Plot jam 06 UTC dipilih karena variasi temperatur paling jelas terlihat pada diurnal maksima (Grossman, 2004)
42
Prosiding – Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia
Dari gambar 8 dan 9 di atas terlihat bahwa untuk wilayah Jakarta pulau panas (diindikasikan dengan temperatur 2m lebih dari 302o K atau 29o C) sebelum dimodifikasi terlihat di pusat kota Jakarta (6.1S-6.4S, 106.8E-107.1E), setelah landusenya dimodifikasi terlihat adalah perluasan pulau panas di pusat kota Jakarta yaitu pada (6.1S-6.5S, 106.6E107.1E). V.
Kesimpulan
Perubahan tata guna dan perubahan lahan dari daerah pertanian/vegetasi menjadi daerah non vegetasi (urban), akan meningkatkan suhu udara di daerah tersebut sampai sekitar 2 K pada diurnal maksimum. Hal ini bisa disimulasikan dengan menggunakan MM5 (mesoscale model versi5) dengan mengubah terrain land usenya dari area vegetasi menjadi area non vegetasi.
43
Prosiding – Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Comet Program, Meteorology Education & Training (MetEd) : How Mesoscale Models Work, University Corporation for Atmospheric Research (UCAR), Colorado, 1999 Dudhia, Jimmy and Co-authors, PSU/NCAR Mesoscale Modelling System Tutorial Class Notes and User’s Guide : MM5 Modelling System Version 3. Mesoscale and Microscale Meteorology Division NCAR, 2005 Grossman-Clarke, Susanne , Zehnder, Joseph A., and Stefanov, William L.,Urban Modifications In A Mesoscale Meteorological Model And The Effects On Surface Energetics In An Arid Metropolitan Region, Papers Presented at the 5th WRF / 14th MM5 Users' Workshop, National Center for Atmospheric Research, June 2004 MMM, MM5 Community Model Homepage, http://www.mmm.ucar.edu/mm5/, 2005 Tursilowati, L., 2005, Pulau Panas Perkotaan Akibat Perubahan Tata Guna dan Penutup Lahan di Bandung dan Bogor, Jurnal Sains Dirgantara Vol 3, No.1, LAPAN, Jakarta, hal. 43-64. Tursilowati, L., et.al., 2005, Pemanfaatan Data Satlit Landsat untuk mengamati Fenomena Pulau Panas Perkotaan Cianjur Utara, Berita Inderaja, Vol. IV, No. 7, LAPAN, Jakarta, hal. 2629. Tursilowati, L., et.al., 2006, IndeksKenyamanan di Bandung dari Data Satelit Landsat dengan Teknik GIS dan Model Neraca Energi, Jurnal Teknik Lingkungan ITB, Edisi khusus, hal. 3141. Tursilowati, L., 2006, Teknologi Penginderaan Jauh untuk estimasi Neraca Energi pada Penutup Lahan di Semarang, Prosiding Seminar Nasional Basic Science III, Unibraw, Malang, hal. 335-354. Weng, Q, 2001, A Remote Sensing-GIS Evaluation of Urban Expansion and its Impact on Surface Temperature in The Zhujiang Delta, China, International Journal of Remote Sensing, Vol 22, no. 10, p 1999-2014. .
44