Prosiding seminar nasional ScieTec 2012 : Pengembangan teori, rekayasa dan aplikasinya untuk mewujudkan ketersediaan energi yang berkelanjutan, Universitas Brawijaya, 23-24 Februari 2012, ISBN 978-602-97961-1-7
Estimasi Distribusi Spasial Nilai Imbuhan Airtanah Menggunakan Model Water-Budget dan Geographic Information System (GIS) di DAS Opak, DIY Gilang Arya Dipayana(1), Emilya Nurjani(2), dan Tjahyo Nugroho Adji(2) Mahasiswa S-2 Program Internasional Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) Fakultas Geografi UGM (1), Dosen Prodi Geografi dan Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi UGM e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1.
Pendahuluan Andreo et al (2004) menyebutkan imbuhan akuifer sebagai jumlah air hujan yang masuk ke dalam sistem akuifer selama periode waktu tertentu. Imbuhan airtanah adalah air yang mengisi muka airtanah setelah melewati proses infiltrasi dan perkolasi (Vries dan Simmers, 2001). Sistem hidrogeologi Merapi dan DAS Opak dan sebagian Yogyakarta dibangun oleh endapan Merapi yang berupa endapan piroklastik kasar hingga halus (Bahagiarti, 2007). Zona imbuhan airtanah di DAS Opak terdapat pada sistem akuifer merapi yang mempunyai lereng terjal hingga curam dengan material pasir hasil erupsi (Mac Donald dan Partners, 1983). Pemenuhan kebutuhan air sebagian besar berasal dari airtanah. Dan dipengaruhi oleh perubahan kapasitas imbuhan, sedangkan peningkatan kebutuhan airtanah terus terjadi (Vörösmarty et al., 2000). Perkembangan sifat kekotaan dan alih fungsi lahan di DAS Opak menyebabkan adanya perubahan sistem hidrologi dan imbuhan airtanah yang ada di DAS Opak. Suryantoro (2002) menyebutkan bahwa konversi penggunaan lahan di Yogyakarta dari tahun 1959 paling banyak terjadi pada lahan pertanian (10,24 Ha/thn) dan terjadi peningkatan kawasan permukiman (7,75 Ha/thn). Estimasi mengenai kapasitas imbuhan airtanah memerlukan banyak model yang mempengaruhi besarnya imbuhan airtanah (Nimmo et al 2005 and Scalon et al, 2002). Salah satu metode yang digunakan dalam melakukan estimasi besarnya imbuhan airtanah adalah Water Budget Method (Tindal and Kunkel, 1999 dalam Adji dkk, 2003). Jyrkama et al (2002) menyebutkan, penentuan nilai distribusi spasial imbuhan airtanah dapat menggunakan gabungan antara model komputasi Water-Budget Mehod dan GIS (Geography Information System). Berdasarkan paparan di atas dan melihat pentingnya suplai imbuhan airtanah terhadap ketersediaan airtanah serta sangat vitalnya nilai airtanah dalam pemenuhan kebutuhan air domestik di DIY, maka diperlukan penelitian yang mengkaji tentang distribusi dan nilai imbuhan airtanah di DAS Opak. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan
distribusi spasial nilai imbuhan airtanah di DAS Opak. 2.
Lokasi Penelitian DAS Opak berdasarkan sistem proyeksi Universe Transverse Mercator (UTM) terletak pada koordinat 0422065 mT-0452840 mT dan 9113862 mU-9165745 mU pada zona 49 M. Luas DAS Opak adalah 637,5 km2. Luasan ini meliputi beberapa wilayah, yaitu Kab. Sleman, Kota Yogyakarta, Kab. Bantul, dan Kab. Gunungkidul (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi penelitian di DAS Opak
Curah hujan rata-rata tahunan paling tinggi terdapat pada bagian hulu DAS Opak yang diwakili oleh Ngipiksari (725 mdpal) dengan curah hujan sebesar 2583 mm/thn dan curah hujan terendah diwakili pada daerah Terong (200 mdpal) dengan curah hujan sebesar 1789 mm/thn (Tabel 1). DAS Opak tersusun dari formasi geologi yang berasal dari hasil erupsi Gunungapi Merapi, berupa Batuan Gunungapi Tak Terpisahkan, Endapan Gunungapi Tua, dan Alluvial. Pada bagian lain berapi perbukitan struktural Baturagung dengan batuan breksi vulkanik (Formasi Nglanggran, Semilir, dan Sambipitu). Selain itu juga terdapat singkapan batuan gamping (Formasi Sentolo dan Formasi Wonosari). Penggunaan lahan di DAS Opak sebagaian besar di dominasi oleh sawah irigasi (42,85%) dan permukiman 28,10%. Presentase hutan di DAS Opak sebesar 1,28% dengan luas 7,68 km2 dan terletak
Page | 1
Prosiding seminar nasional ScieTec 2012 : Pengembangan teori, rekayasa dan aplikasinya untuk mewujudkan ketersediaan energi yang berkelanjutan, Universitas Brawijaya, 23-24 Februari 2012, ISBN 978-602-97961-1-7
pada bagian hulu DAS Opak pada lereng atas Gunungapi Merapi (Gambar 3). Tabel 1. Stasiun Hujan di DAS Opak Stasiun
x
y
Elevasi
CH Rata-Rata Tahunan (mm)
Adi Sucipto
436301
9139481
115
2565
Angin-Angin
430500
9150800
325
1909
Barongan
431100
9125300
38
1564
Beran
429250
9145450
190
2483
Berbah
438100
9137390
100
1895
Bronggang
9153300 9144750
408
2395
Dolo
440400 437400
57
1981
Gandok
431400
9131150
69
2019
Gondangan
433690
9145590
230
2338
Jangkang
439315
9148429
275
2084
Juwangan
440900
9140200
82
1906
Kemput
434300
9154700
575
2720
Kolombo
434600
9143500
169
2598
Mrican
433000
9134100
73
1693
Ngipiksari
436668
9158314
725
3776
Nyemengan
427852
9132904
72
1658
Pakem
435971
9152386
410
2417
Pandak
419048
9120182
25
2068
Prumpung
433000
9148170
250
2155
Pundong
427136
9119801
20
1851
Siluk
431282
9119928
286
1703
Sorogedug
443009
9138008
115
1895
Terong
441394
9124270
200
1094
Sumber : BMKG DIY dan BPDAS Opak Oya; perhitungan (2011)
Data, jenis data, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat disajikan pada Tabel 1. Tabel 2. Tabel Parameter, Data, dan Sumber Data Penelitian Parameter
Data
Sumber Data
Curah Hujan Tahunan dan Curah Hujan Wilayah (P)
Data Curah Hujan harian Stasiun di DAS Opak Tahun 1970-2008, Data Suhu Bulanan di DAS Opak Tahun 19702008 Tekstur Tanah DAS Opak
BMKG DIY dan BPDAS Opak-Oya
Evapotranspirasi Potensial (Ep)
Curve Number (CN) untuk Penentuan DRO (Direct Runof) Curve Number (CN) untuk Penentuan DRO (Direct Runof)
Penggunaan Lahan DAS Opak
BMKG DIY dan BPDAS Opak-Oya
Peta Tanah Semi Detil Skala 1:50000 PUSLITANAK Peta RBI Bakosurtanal Skala 1:25000
Imbuhan airtanah dapat dihitung menggunakan Water Budget Method (Tindal dan Kunkel, 1998 dan Scanlon et al, 2002). Persamaan dari metode ini adalah : (1) R adalah imbuhan airtanah (recharge) (mm), P adalah hujan tahunan (mm), Ep adalah evapotranspirasi potensial (mm), dan ΔS adalah lengas tanah. Karena imbuhan airtanah dihitung dalam jangka tahunan maka nilai ΔS diabaikan (Seyhan, 1977). Nilai hujan tahunan diketahui dengan menentukan nilau hujan curah hujan wilayah dengan metode garis isohyets. Nilai Evapotranspirasi Potensial (Ep) ditentukan dengan persamaan Thornthwaite (1957). EP = 1,62 (
10.t a ) I
(2)
Nilai DRO (Direct Runoff) ditentukan menggunakan metode SCS-CN (SCS, 1972). Nilai DRO ditentukan berdasarkan nilai curah hujan (P) dan parameter retensi (S).
Qsurf =
S= Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan di DAS Opak
3.
Metodologi Penelitian
(P - Ia) 2 ( P − Ia) + S
25400 − 254 CN
(3)
(4)
Nilai CN ditentukan oleh sifat hidrologi tanah, kondisi tanah sebelumnya (Attended Moisture Index (AMC)), penggunaan lahan, dan rata-rata zona kedap air.
Page | 2
Prosiding seminar nasional ScieTec 2012 : Pengembangan teori, rekayasa dan aplikasinya untuk mewujudkan ketersediaan energi yang berkelanjutan, Universitas Brawijaya, 23-24 Februari 2012, ISBN 978-602-97961-1-7
DVWK (1984), menyederhanakan persamaan di atas (persamaan (3) dan (4)) berdasarkan asumsi besarnya nilai parameter retensi dan nilai Ia = 0,2 S. Sehingga didapatkan formulasi sebagai berikut :
P 200 + 2) 2 25,4 CN Qsurf = x 25,4 P 800 ( + + 8) 25,4 CN (
(5)
Distribusi spasial imbuhan airtanah dilakukan dengan menggunakan pendekatan GIS dengan model Map Calculation. 4.
Hasil dan Pembahasan
Distribusi Spasial Curah Hujan DAS Opak Distribusi spasial imbuhan curah hujan di DAS Opak disajikan dalam Gambar 3. Distribusi hujan tahunan di DAS Opak ditampilkan dalam peta isohyets berdasarkan data hujan di 23 stasiun hujan tahun 1978-2008. Berdasarkan Peta Isohyet DAS Opak ditunjukkan nilai curah hujan tahunan paling besar terdapat pada bagian hulu DAS (lereng atas Gunungapi Merapi) dengan curah hujan rerata 2863 mm/thn. Curah hujan paling rendah terdapat pada bagian hilir DAS curah hujan terendah diwakili pada daerah Terong (200 mdpal) (1789 mm/thn). Pola agihan curah hujan mengikuti pola elevasi pada DAS, semakin tinggi elevasi semakin tinggi pola curah hujan yang ada. Pola curah hujan di DAS Opak merupakan pola curah hujan monsunal dengan puncak hujan di bulan Januari-Februari dan terendah pada bulan Juli-Agustus (Gambar 4).
Gambar 3. Peta Isohyet curah hujan tahunan di DAS Opak
Gambar 4. Pola curah hujan bulanan di DAS Opak
Evapotranspirasi Potensial (Ep) DAS Opak Persamaan Ep hanya menggunakan suhu udara bulanan dan letak geografis stasi. Data yang digunakan merupakan data suhu udara rerata bulanan. Suhu rerata bulanan pada kondisi observasi (19842005). Nilai suhu udara yang ada di DAS Opak merupakan hasil konversi data suhu udara rerata bulanan dari Stasiun Adi Sucipto dengan persmaan Mock (1973). Nilai suhu rerata bulanan dan tahunan di DAS Opak dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai Ep rerata bulanan dan tahunan dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai Ep tertinggi terdapat pada bagian hilir DAS diwakili stasiun Terong (200 mdpal) 172,17 mm/thn dan Ep
Page | 3
Prosiding seminar nasional ScieTec 2012 : Pengembangan teori, rekayasa dan aplikasinya untuk mewujudkan ketersediaan energi yang berkelanjutan, Universitas Brawijaya, 23-24 Februari 2012, ISBN 978-602-97961-1-7
paling rendah pada bagian hulu (Pakem, 410 mdpal) dengan Ep=121,26 mm. Tabel 3. Tabel Suhu Bulanan Rata-Rata di DAS Opak
Tabel 4. Tabel Ep di DAS Opak
Distribusi Spasial DRO DAS Opak Nilai DRO dihitung untuk mendapatkan nilai air yang hilang dan tidak masuk ke dalam tanah sebagai imbuhan airtanah. Masukan dalam model ini adalah nilai curah hujan tahunan dan nilai CN (Curve Number) untuk menetukan kapasitas retensi. Nilai CN diperoleh dari nilai tekstur tanah dan penggunaan lahan di DAS Opak. Sebagian besar tekstur tanah di DAS Opak adalah pasir bergeluh (183,69 km2). Nilai CN semakin tinggi (mendekati 100) menunjukkan hampir seluruh air hujan menjadi limpasan permukaan. Nilai CN mendekati 100 terdapat pada blok permukiman (Kota Yogyakarta) dan semakin kecil nilai CN (< 35) menunjukkan bahwa air hujan mampu tersimpan masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah tekstur pasir dan penggunaan lahan tanaman tahunan (hutan). Distribusi nilai CN di DAS Opak dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta Nilai CN di DAS Opak
Hasil nilai DRO di DAS Opak diklasifikasikan menjadi 5 klasifikasi sesuai dengan interval nilai DRO di DAS Opak, yaitu Sangat Rendah (660-1068 mm/thn); Rendah (1068-1476 mm/thn); Sedang (1476-1884 mm/thn); Tinggi (1884-2292 mm/thn); dan Sangat Tinggi (2292-2700 mm/thn). Nilai DRO di DAS Opak disajikan pada Gambar 6. Nilai DRO terbesar terdapat pada bagian hulu di DAS Opak dan bagian tengah DAS yang didominasi oleh daerah perkotaan dengan penggunaan lahan mayoritas berupa permukiman dengan kepadatan menengah hingga padat. Pada bagian hulu nilai DRO yang besar disebabkan oleh adanya curah hujan dan kemiringan lereng yang besar serta tipisnya lapisan akuifer sebelum kontak dengan batuan induk. Luasan distribusi DRO pada kondisi sekarang dapat disajikan pada Tabel 5.
Page | 4
Prosiding seminar nasional ScieTec 2012 : Pengembangan teori, rekayasa dan aplikasinya untuk mewujudkan ketersediaan energi yang berkelanjutan, Universitas Brawijaya, 23-24 Februari 2012, ISBN 978-602-97961-1-7
Berdasarkan Tabel 4.27, nilai luasan imbuhan airtanah paling besar terdapat pada nilai imbuhan airtanah 100-200 mm (260,9 km2) dan 200-200 mm (259,11 km2). Nilai luasan ini menunjukkan nilai imbuhan airtanah di imbuhan airtanah di DAS Opak cukup besar. Tabel 6. Tabel Luasan Nilai Imbuhan Airtanah Klasifikasi Klasifikasi Nilai Imbuhan Imbuhan Luas (km2) Airtanah (mm/thn) Airtanah I 0-100 0 II 100-200 260,904866 III 200-300 259,116514 IV 300-400 54,212154 V 400-500 0,507037 VI > 500 14,124
Gambar 5. Peta klasifikasi nilai DRO di DAS Opak Tabel 5. Tabel Luasan Nilai DRO Klasifikasi DRO Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Nilai DRO (mm) 660-1068 1068-1476 1476-1884 1884-2292 2292-2700
Luas (km2) 10,265197 114,626088 383,834621 80,108785 0
Distribusi Imbuhan Airtanah DAS Opak Nilai imbuhan airtanah di DAS Opak akan dianalisis secara tahunan dengan menentukan nilai lokal recharge pada masing luasan yang dibentuk berdasarkan overlay dari nilai hidrologi tanah dan nilai penggunaan lahan. Asumsi yang digunakan adalah tidak terdapat volume air yang masuk ke dalam sistem, yang berasal dari air pada reservoar (waduk, sungai, atau embung). Selain itu juga, nilai perubahan simpanan (Water Storage) dianggap 0 (nol), karena selama tahunan air akan tersimpan dan kemudian menguap pada waktu sesudahnya. Nilai imbuhan airtanah di DAS Opak dapat diklasifikasikan ke dalam 5 klasifikasi, yaitu Klas I (0-100 mm/thn), Klas II (100-200 mm/thn), Klas III (200-300 mm/thn), Klas IV (300-400 mm/thn), Klas V (400-500 mm/thn), dan Klas VI (> 500 mm/thn). Distribusi spasial nilai imbuhan airtanah di DAS Opak dapat dilihat pada Gambar 6 dan luas sebaran tiap klasifikasi dapar dilihat pada Tabel 6.
Distribusi spasial imbuhan airtanah tahunan di DAS Opak menunjukkan nilai imbuhan airtanah terbesar terdapat pada daerah bagian hulu. Pada bagian hulu nilai klasifikasi imbuhan airtanah menunjukkan nilai 300-400 mm/thn, sedangkan pada lokasi hutan di Taman Nasional Gunungapi Merapi menunjukkn nilai imbuhan airtanah > 500 mm. Nilai ini menunjukkan bahwa kawasan lereng atas, tengah, dan bawah Gunungapi Merapi atau daerah hulu DAS Opak merupakan daerah dengan fungsi sebagai kawasan imbuhan airtanah (recharge area) karena mempunyai batuan yang porus dengan material tekstur tanah berupa pasir hingga geluh. Penggunaan lahan pada daerah ini yang berpotensi untuk menghambat air hujan menjadi imbuhan airtanah hanya permukiman (dengan kepadatan menengah dan rendah) dan juga sawah. Nilai imbuhan airtanah yang lebih kecil terdapat pada daerah perkotaan di Kota Yogyakarta dengan nilai imbuhan 100-200 mm. Nilai imbuhan pada klasifikasi ini juga terdapat pada daerah selatan DAS Opak atau pada hilir DAS di sekitar Kabupaten Bantul. Dua kondisi ini mempunyai faktor pengaruh yang berbeda. Di Kota Yogyakarta nilai imbuhan yang kecil disebabkan oleh penggunaan lahan yang berupa permukiman dengan kepadatan menengahtinggi. Sehingga air hujan yang masuk sebagai imbuhan lebih sedikit dibanding air yang terevapotranspirasi dan menjadi DRO. Nilai imbuhan di daerah hilir mempunyai nilai yang rendah disebabkan oleh kondisi material tanah yang bersifat lempung, sehingga tanah mudah jenuh dan air hujan menjadi limpasan permukaan. Penentuan nilai imbuhan airtanah dengan menggunakan pemodelan kondisi iklim perlu dilakukan untuk melakukan perencanaan dalam pengelolaan sumberdaya air, terlebih perkembangan Provinsi DIY dan Kota Yogyakarta yang mengalami perkembangan yang pesat dalam beberapat tahun terakhir.
Page | 5
Prosiding seminar nasional ScieTec 2012 : Pengembangan teori, rekayasa dan aplikasinya untuk mewujudkan ketersediaan energi yang berkelanjutan, Universitas Brawijaya, 23-24 Februari 2012, ISBN 978-602-97961-1-7
DVWK 1984. Arbeitsanleitung zur Anwendung von Niederschlag-Abfluß-Modellen in kleinen Einzugsge-bieten (II) Synthese. Regeln zur Wasserwirtschaft 113, p. 34. Jyrkama, M.I., Sykes, J.F., and Normani, S.D., 2002, Recharge estimation for transient ground water modeling: Groundwater, v. 40, no. 6, p. 638-648. McDonalds and Partners.1984. Greater Yogyakarta. Vol 3A: Groundwater Yogyakarta. Nimmo, J.R., Stonestrom, David, and Healy, R.W., 2005, Aquifer recharge, in Stewart, B.A., and Howell, T.A., eds., Encyclopedia of water science: New York, Marcel Dekker, Inc., p. 1-4. Prych, E.A. 1998. Using chloride and chlorine-36 as soil water tracers to estimate deep percolation at selectedlocations on the US Department of Energy Hanford Site, Washington. US Geology Surveys Water Supply, Pap 2481, pp:67 Scanlon, B.R., Healy, R.W., and Cook, P.G., 2002, Choosing appropriate techniques for quantifying groundwater recharge: Hydrogeology Journal, v. 10, p. 18-39. SCS. 1972. Hydrology. National Engineering Handbook Section 4. Washington DC. SCS. 1986. Urban Hydrology for Small Watersheds, Technical Release 55 (TR-55)
Gambar 6. Peta klasifikasi nilai Imbuhan Airtanah di DAS Opak
Ucapan Terima Kasih Makalah ini merupakan sub-bagian dari skripsi penulis dengan judul “Estimasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kondisi Imbuhan Airtanah Menggunakan Model Skenario Iklim HadCM3 Skenario Emisi A2 dan B2 di DAS Opak”. Ucapan terimakasih diberikan kepada Program Beasiswa Unggulan BPKLN (Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri) atas dukungannya dalam studi S-2 penulis dan penulisan makalah ini. Semoga program ini dapat terus mendukung generasi penerus bangsa.
Simmers, I. 1988. Estimation of Natural Groundwater Recharge. Boston : Riedl Suryantoro, A., 2002. Perubahan Penggunaan Lahan Kota Yogyakarta Tahun 1959-1996 dengan Menggunakan Foto Udara. Kajian Utama Perubahan Luas, Jenis Frekuensi dan Kecepatan Perubahan Penggunaan Lahan, Unpublished Ph.D Dissertation. Yogyakarta : Gadjah Mada University. Thornthwaite, C.W. & Mather, J.R.. 1955. The water balance, Laboratory of Climatology, Publ. No. 8, Centerton NJ. Tindall, J.A and Kunkel, J.R. 1999. Unsaturated Zone Hydrology for Scientist and Engineers. Prentice Hall, Upper Saddle River : New Jersey. Toews, M.W. 2003. Modelling Climate Change Impacts on Groundwater Recharge in A Semi-Arid Region, Southern Okanagan, British Columbia. Thesis. Burnaby : Simon Fraser University, Canada.
Daftar Pustaka
Trewartha, GT & H.H. Lyle. 1995 Pengantar Iklim (Edisi Kelima). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Adji, T.N, Nurjani, E, dan Marwasta, Djaka. 2003. Studi Pemodelan Recharge Airtanah Tahunan Kotamadya Yogyakarta. Laporan Penelitian (unpublished). Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.
Vorosmarty, C. J., P. Green, J. Salisbury and R. B. Lammers 2000, Global Water Resources: Vulnerability from Climate Change and Population Growth, Science, 289, 284 – 28.
Andreo, B,. Vias J,. Lopez-Geta J.A,. Carrasco F,. Duran, JJ,. Dan Jimenez, P,. 2004. APLIS,A Methodological Proposal for The Determination And Spatial Zoning of Recharge in Carbonate Aquifers. Instituto Geologico y Minero de Esoana an Groupo den Hidrologi de la Universidad de Malag (Spain). Jurnal Hidrogeokimia-vol 3 no 9 pp 1-5.
Vries J.J and Simmers, I. 2002. Groundwater Recharge : An Overview Processes and Challenges. Hydrogeology Journal, 10, 5-17. Wisnusubroto, S. Siti L.A.S, dan Mulyono, N. 1986. Azas-Azas Meteorologi Pertanian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Page | 6
Prosiding seminar nasional ScieTec 2012 : Pengembangan teori, rekayasa dan aplikasinya untuk mewujudkan ketersediaan energi yang berkelanjutan, Universitas Brawijaya, 23-24 Februari 2012, ISBN 978-602-97961-1-7
Page | 7