Keairan
PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH (MAPPING GROUNDWATER VULNERABILITY) CEKUNGAN AIRTANAH PALU BERDASARKAN AGIHAN SPASIAL SISTEM AKUIFER (114A) Zeffitni1 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tadulako, Jl. Soekarno Hatta Km 9. Palu, Sulawesi Tengah Email:
[email protected]
ABSTRAK Kebijakan manajemen pemanfaatan air dari sumber airtanah, pada prinsipnya harus tetap memperhatikan aspek kualitas dan lingkungan fisik (physical environment) airtanah, serta proteksi terhadap kontaminan kimia airtanah. Pemetaan kerentanan airtanah (mapping groundwater vulnerability) Cekungan Airtanah (CAT) Palu merupakan salah satu upaya untuk manajemen pemanfaatan air yang tepat di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan titik kerentanan airtanah berdasarkan agihan spasial sistem akuifer berdasarkan integrasi pendekatan geomorfologi dan geologi. Metode analisis data terdiri dari: 1). Analisis spasial dan kelingkungan (spasial ecological) dan 2). Analisis teknis. Analisis ini ditujukan untuk mengetahui agihan airtanah dengan satuan bentuklahan sebagai satuan evaluasi. Proses analisis ini dilakukan dengan cara interpretasi citra satelit yang dilanjutkan dengan pengecekan lapangan untuk menyusun peta satuan bentuklahan. Proses pemetaan menggunakan Sistem Informasi Geografis PC Arc/Info, yang penyajiannya dengan menggunakan Arc View GIS versi 3.3, Map Info Discover versi 6.0, Globe Mapper versi 9.0, Rockworks versi 2002 dan Surfer versi 8.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konfigurasi sistem akuifer CAT Palu terdiri atas sistem akuifer dataran aluvial sebagai sistem akuifer utama dan perbukitan denudasional. CAT Palu dibagi atas cekungan airtanah bagian timur dan barat, yang pisahkan oleh Sungai Palu. Cekungan Palu merupakan batas pemisah aliran air permukaan atau merupakan batas DAS Palu. Secara geomorfologi merupakan batas lateral cekungan dan secara geologi merupakan batas vertikal aliran airtanah (flow-controlled boundaries). Hasil pemetaan kualitas airtanah menunjukan bahwa pada beberapa titik pengamatan zona penurapan airtanah di Kota Palu masih dalam kategori aman. Namun demikian manajemen airtanah Kota Palu harus tetap mempertimbangkan prinsip keseimbangan air (water balance). Kata kunci: pemetaan, kerentanan, airtanah.
1.
PENDAHULUAN
Ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan (supply and demand) merupakan permasalahan yang kompleks dalam pengelolaan air di CAT Palu khususnya di Kota Palu. Pemompaan optimal pada suatu akuifer merupakan dasar bagi penentuan tingkat penggunaan air dari sumber airtanah tapi dalam kenyataan ini sulit untuk ditentukan jika tidak mempertimbangkan potensi kuantitatif dan kualitatif airtanah yang terdistribusi secara spasial dan temporal. Peningkatan jumlah penduduk dan pengembangan berbagai sektor seperti domestik, industri, jasa, pertanian dan sektor lainnya di Kota Palu, yang secara langsung maupun tidak langsung juga menuntut penyediaan sumber air bersih yang semakin meningkat. Jika hal ini tidak diantisipasi maka degradasi kuantitas dan kualitas airtanah akan terus meningkat. Kondisi ini akan semakin meningkat jika diiringi dengan pemahaman yang keliru tentang fenomena airtanah, disamping karena dampak dari pembangunan serta aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan titik kerentanan airtanah berdasarkan agihan spasial sistem akuifer berdasarkan integrasi pendekatan geomorfologi dan geologi. Metode analisis data terdiri dari: 1). Analisis spasial dan kelingkungan (spasial ecological) dan 2). Analisis teknis.
2.
REVIEW PENELITIAN TERKAIT
Penelitian yang dilakukan oleh Vladimiskij (1960) menunjukan beberapa sumber kontaminan dalam kaitannya dengan kondisi airtanah. Dengan pemetaan dapat diketahui sebaran kontaminan airtanah dengan cara mengklasifikasikan kondisi dan sumber kontaminan dalam bentuk peta potensi kontaminan airtanah. Lebih lanjut Margat (1968) mengemukakan konsep dan metodologi kontaminan airtanah, dengan memfokuskan pada jenis kontaminan, proteksi dan kerentanannya di beberapa bagian negara Eropa, seperti: Perancis, Cekoslovakia dan Jerman. Di negara lain seperti Amerika (Walker, 1969) mencoba memetakan potensial kontaminan pada akuifer di daerah Illinois. Pemetaan kerentanan akuifer dari kontaminan, skala 1: 1.000.000, oleh Albinet (1970) memetakan Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 73
Keairan
kerentanan airtanah berdasarkan komposisi litologi batuan, permeabilitas kecepatan aliran airtanah, recharge area, lapisan permeabel dan semi permeabel akuifer. Vrana (1984) menambahkan bahwa pemetaan kerentanan airtanah sangat penting sebagai salah satu usaha proteksi airtanah. Allert (1987) mengembangkan metode DRASTIC sebagai suatu sistem untuk menunjukan kerentanan airtanah, yang terdiri dari unit hidrogeologi dan super imposisi dari sistem klasifikasi numerik relatif. Zeffitni (2010) telah melakukan penelitian agihan spasial potensi airtanah di CAT Palu Provinsi Sulawesi Tengah, menemukan bahwa tingkat potensi kualitatif airtanah berdasarkan konsentrasi parameter kimia untuk syarat air minum, yaitu: Fe, Mn, Cl, NO3, NO2, SO4, pH, dan TDS pada umumnya termasuk klas baik. Zona potensi airtanah berdasarkan kriteria kuantitas dan kualitas pada umumnya berkisar dari sedang – tinggi. Pada beberapa tempat menunjukan beberap parameter yang melebihi syarat air minum. Di samping itu di beberapa tempat potensi airtanah nihil dan potensi airtanah pada daerah ini ditentukan berdasarkan hasil analisis sistem aliran akuifer pada segmen cekungan airtanah. Seaber et al., (1988) pada penelitian Hydrostratigraphic Units, In: Hydrogeology, di Amerika Utara, menyatakan bahwa informasi geologi diantaranya: pemetaan dan penampang (cross section) geologi, log pemboran dan konstruksi sumur airtanah yang dikombinasi dengan informasi hidrogeologi akan menunjukkan unit hidrostratigrafi dari suatu cekungan airtanah. Shuttleworth et al., (1989) pada penelitian The Variation in Energy Partition at Surface Flux Sites in Remote Sensing and Large Scale Global Processes, di Afrika Utara, menyatakan bahwa imbuhan airtanah pada suatu artifisial recharge dapat terjadi melalui proses infiltrasi air permukaan ke dalam recharge suatu akuifer. Tingginya tingkat kehilangan air pada surface runoff dapat mempengaruhi jumlah imbuhan airtanah. Proses secara alami ini juga memungkinkan masuknya kontaminan airtanah.
3.
METODE PENELITIAN
CAT Palu merupakan salah satu dari cekungan airtanah di dalam Cekungan Palu. Pertimbangan fenomena dan problematik airtanah di CAT Palu, maka penelitian lebih difokuskan di CAT Palu dengan luas + 474,60 km2. Kondisi geomorfologi dan geologi daerah penelitian yang bervariasi serta luasan bentuklahan yang berbeda maka metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Teknik pengambilan sampel airtanah dilakukan secara random dan proportional sampling. Tingkat potensi airtanah dalam penelitian ini dibatasi dan dianalisis untuk kebutuhan penduduk Kota Palu. Penentuan pola arahan spasial pemanfaatan airtanah untuk kebutuhan domestik, didukung oleh hasil wawancara terhadap responden dengan cara random dan proportional sampling. Metode analisis yang digunakan sebagai berikut. 1. Analisis Agihan Spasial Sistem Akuifer Berdasarkan Integrasi Pendekatan Geomorfologi dan Geologi a. Geometri akuifer: penentuan batas lateral dan batas vertikal bagian atas dan bawah cekungan airtanah. b. Konfigurasi sistem akuifer: penentuan agihan lateral dan vertikal akuifer dan non akuifer. 2. Analisis Potensi Airtanah Bebas dan Tertekan Berdasarkan Kriteria Kuantitas dan Kualitas a. Penentuan Potensi Airtanah Berdasarkan Kriteria Kuantitas 1. Ketersediaan Airtanah: pendekatan imbuhan air hujan, statis dan dinamis. 2. Penentuan Tingkat Potensi Kuantitatif Airtanah. b. Penentuan Potensi Airtanah Berdasarkan Kriteria Kualitas Airtanah 1. Baik, jika kandungan unsur atau senyawa kimia penentu kualitas airtanah sesuai dengan ketentuan hasil analisis. 2. Jelek, jika kandungan unsur atau senyawa kimia penentu kualitas airtanah tidak sesuai dengan ketentuan hasil analisis. c. Zona Potensi Airtanah 1. Tinggi, jika kuantitas besar dan kualitas baik. 2. Sedang, jika kuantitas besar - sedang dan kualitas baik. 3. Rendah, jika kuantitas kecil dan kualitas baik. 4. Nihil, jika kualitas jelek.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Agihan Sistem Akuifer Berdasarkan Integrasi Pendekatan Geomorfologi dan Geologi Agihan sistem akuifer berdasarkan integrasi pendekatan geomorfologi dan geologi merupakan penentuan geometri dan konfigurasi sistem akuifer yang menunjukkan batas CAT Palu secara lateral dan vertikal. Secara lateral batas CAT Palu, sebagai berikut: 1). batas tanpa aliran eksternal (external zero-flow boundary) yang membentuk CAT Palu berupa bidang sesar, keselarasan (conformity) dan ketidakselarasan (unconformity) sebagai struktur geologi utama yang didominasi oleh struktur graben yang dikenal dengan Sesar Palu, 2). batas CAT Palu Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 74
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
berdasarkan batas pemisah airtanah (groundwater devide) berimpit dengan batas pemisah air permukaan pada akuifer utama yang memisahkan dua aliran airtanah dengan arah berlawanan. Batas muka air permukaan eksternal (external head-controlled boundary) di CAT Palu adalah muka air laut karena akuifer utama bersifat tidak tertekan, dan 3). batas aliran airtanah yang masuk (inflow boundary) berada di bagian timur dan barat Sungai Palu yaitu dari tekuk lereng perbukitan struktural Gunung Gawalise dan Gunung Tanggungguno. Batas aliran airtanah yang keluar (outflow boundary) berada di bagian utara yaitu Teluk Palu. Secara vertikal batas CAT Palu, sebagai berikut: 1). batas tanpa aliran internal (internal zero-flow boundary) CAT Palu meliputi seluruh dataran aluvial di bagian barat dan timur, 2). batas muka air permukaan internal (internal head-controlled boundary) di CAT Palu bersifat periodik (temporal) dengan sungai utama yaitu Sungai Palu dan batas muka airtanah bebas (free surface boundary) merupakan batas CAT Palu, dan 3). CAT Palu merupakan bagian dari Cekungan Palu. Daerah ini terbentuk sebagai akibat dari struktur geologi (Graben Palu), yaitu sesar Palu. Struktur Graben yang membentuk Cekungan Palu dan CAT Palu. Konfigurasi sistem akuifer CAT Palu terdiri atas sistem akuifer dataran aluvial sebagai sistem akuifer utama dan perbukitan denudasional. CAT Palu dibagi atas cekungan airtanah bagian timur dan barat, yang pisahkan oleh Sungai Palu. CAT Palu terdiri atas bentuklahan dataran aluvial dan perbukitan denudasional. Di bagian timur berbatasan dengan tekuk lereng perbukitan struktural Gunung Tanggungguno dan di bagian barat dengan Gunung Gawalise.Litologi dan stratigrafi yang menyusun CAT Palu terdiri atas Aluvium dan Formasi Pakuli dengan litologi yang bervariasi. 2. Potensi Airtanah Bebas dan Tertekan Berdasarkan Kriteria Kuantitas dan Kualitas Hasil penelitian bahwa ketersediaan airtanah dari imbuhan air hujan sejumlah 104.015.605,00 m3/tahun, ketersediaan airtanah statis berjumlah 19.552.823,80m3, hasil aman penurapan airtanah berjumlah 234.180,24 m3, dan ketersediaan airtanah dinamis berjumlah 15.847,52 m3/hari atau 5.784.344,80 m3/tahun. Litologi stratigrafi batuan penyusun akuifer sangat mempengaruhi volume imbuhan airtanah di CAT Palu. Tingkat potensi kuantitatif airtanah bebas berkisar dari kecil – sedang. Klas kecil <1,0 l/dtk hanya menempati bagian timur. Tingkat potensi kuantitatif airtanah bebas klas sedang mencakup keseluruhan (100%) CAT bagian barat dan hanya 40% di bagian timur. Di CAT bagian timur, 80% mataair dengan tingkat potensi kuantitatif kecil sebaliknya di bagian barat, sejumlah 60% tingkat potensi kuantitatif besar. Agihan kedalaman muka airtanah tertekan mulai dari bersifat dangkal sampai dengan dalam. Kuantitas airtanah tertekan tergolong besar rata – rata > 10,0 l/dtk. Tingkat potensi kualitatif airtanah di CAT Palu, pada umumnya termasuk klas kualitas baik. Berdasarkan kriteria kuantitas dan kualitas airtanah, serta dengan mempertimbangkan sistem aliran akuifer, maka zona potensi airtanah di CAT Palu dapat ditentukan dan berkisar dari sedang – tinggi (Gambar 1.). 2,50
Klas Potensi
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00 Palu Timur Palu Selatan
Dolo
Biromaru
Gumbasa
Palu Barat Palu Selatan Marawola
Dolo Barat Dolo Selatan
CAT Palu
Agihan
Bebas
Mataair
Tertekan
Rata - Rata
Gambar 1. Grafik Zona Potensi Airtanah Berdasarkan Hasil Analisis Sistem Aliran Akuifer di CAT Palu (Hasil Analisis Data Kuantitatif dan Kualitatif Airtanah di CAT Palu, 2010)
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 75
Keairan
Gambar 2. Peta Sebaran Tingkat Potensi Kualitatif Airtanah Bebas Untuk Air Minum di Cekungan Airtanah Palu (Hasil Analisis Data, 2010) Berdasarkan hasil analisis tingkat potensi airtanah pada setiap satuan hidromorfologi dan hidrogeologi dan dibandingkan dengan jumlah kebutuhan air bersih untuk domestik maka Kota Palu dapat dibagi atas beberapa zona penurapan airtanah, yaitu: 1. Zona Penurapan I, merupakan zona potensi airtanah tinggi - sedang, baik dari potensi airtanah bebas, airtanah tertekan dan mataair. Kelompok airtanah pada satuan hidromorfologi dan hidrogeologi ini dapat dimanfaatkan, tanpa faktor penghambat. Pada zona ini akuifer dengan produktivitas tinggi dan kualitas baik. Agihan di Kecamatan Palu Timur dan Palu Barat (pusat kota). 2. Zona Penurapan II, merupakan zona penurapan airtanah dengan kategori sedang. Potensi airtanah pada zona ini dapat dimanfaatkan dengan jumlah terbatas, karena adanya faktor penghambat yang bersifat lokal. Agihan di Kecamatan Palu Selatan (daerah transisi) bagian timur dan barat. Zona ini cocok dikembangkan untuk daerah permukiman dan pertanian.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
A - 76
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Keairan
3. Zona Penurapan III, merupakan zona potensi airtanah dengan potensi yang sangat terbatas, meliputi sebagian CAT bagian timur dan barat. Pemanfaatan airtanah pada zona ini sangat terbatas, dengan faktor penghambat produktivitas dan kualitas airtanah yang rendah. Dalam penelitian ini, semua daerah yang tidak termasuk Kota Palu, dikategorikan sebagai zona penurapan III, dengan pertimbangan satuan hidromorfologi dan unit hidrogeologi wilayahnya. Zona ini meliputi: Kecamatan Dolo, Biromaru, Gumbasa, Marawola, Dolo Barat, dan Dolo Selatan (daerah pinggiran). Zona ini cocok dikembangkan untuk permukiman perdesaan, pertanian, dan daerah imbuhan air hujan.
5.
KESIMPULAN 1. 2.
3.
Agihan sistem akuifer berdasarkan integrasi pendekatan geomorfologi dan geologi merupakan penentuan geometri dan konfigurasi sistem akuifer yang menunjukkan batas CAT Palu secara lateral dan vertikal. Tingkat potensi kuantitatif: airtanah bebas rata - rata sedang (1,0 – 5,0 liter/detik), mataair kecil (< 5,0 liter/detik) dan besar (>10,0 liter/detik), dan airtanah tertekan besar rata – rata > 10,0 liter/detik namun di beberapa tempat bernilai nihil (tidak ada data pengukuran). Tingkat potensi kualitatif airtanah berdasarkan konsentrasi parameter kimia untuk syarat air minum, yaitu: Fe, Mn, Cl, NO3, NO2, SO4, pH, dan TDS pada umumnya termasuk klas baik. Zona potensi airtanah berdasarkan kriteria kuantitas dan kualitas pada umumnya berkisar dari sedang – tinggi. Pada beberapa tempat potensi airtanah nihil dan potensi airtanah pada daerah ini ditentukan berdasarkan hasil analisis sistem aliran akuifer pada segmen cekungan airtanah. Berdasarkan hasil analisis tingkat potensi airtanah pada setiap satuan hidromorfologi dan hidrogeologi dan dibandingkan dengan jumlah kebutuhan air bersih untuk domestik maka Kota Palu dapat dibagi atas beberapa zona penurapan airtanah. Hasil pemetaan kualitas airtanah menunjukan bahwa pada beberapa titik pengamatan zona penurapan airtanah di Kota Palu masih dalam kategori aman. Namun demikian manajemen airtanah Kota Palu harus tetap mempertimbangkan prinsip keseimbangan air (water balance).
DAFTAR PUSTAKA Albinet, M. (1970). Carte de la vulnerabilite ia pollution des nappes d’eau souterrane de la France 1/1.000.000. (Map of France of the Groundwater Vulnerability to Contaminantion, scale 1:1.000.000). Publ. DATARBRGM.Ordelans, France. Aller L, Bennet T, Ler J.H, Petty R.J, and Hakket G. (1987). DRASTIC: A standardized system for evaluating groundwater pollution potential using hydrogeologic setting. U.S. Environment Protection Agency, Ada, OK, EPA/600/2-87-036, 455 p. Seaber, P.R, Sosenshein, J.S, and Back, W. 1988. Hydrostratigraphic Units, In: Hydrogeology. Journal The Geology of North America, V. 0-2, Geol.Soc.Amer. Shutleworth, W.J, Gurney, R.J, Hsu, A.Y. and Ormsby, J.P. 1989. FIFE: The Variation in Energy Partition at Surface Flux Sites in Remote Sensing and Large Scale Global Processes. Proceedings Baltimore Symposium. IAHS Publication No. 186. IAHS Press, Oxford, U.K. pp 67 - 74. Vladimirkij, V.J. (1960). O Zadachakh gidrogeologov svyazis kontrolem za ispolzavaniyem i okhranoi podzemnykh vod. (The Role of Hydrologist in Groundwater Management and Protection). Moskow, Razvedka i Okhrana Nedr 26/11, p 34-37. Vrana, M. (1984). Methodology for Construction of Groundwater Protection Maps. (Lecture for Unesco/UNEP Project PLCE-3/29, Moscow, Sept.1981) Published in Hydrogeological Principles of Groundwater Protection, E.A. Kozlovsky. Editor in Chief, Unesco/UNEP, Moskow, vol.1, p.147-149. Zeffitni. (2010). Agihan Spasial Potensi Airtanah Cekungan Airtanah Palu di Provinsi Sulawesi Tengah. Disertasi. Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
A - 77