PERANCANGAN MODEL RANTAI PASOKAN UNTUK AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU DALAM SKALA USAHA KECIL
BANUN DIYAH PROBOWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Perancangan Model Rantai Pasokan untuk Agroindustri Kelapa Terpadu dalam Skala Usaha Kecil adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing akademik dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun, kecuali yang jelas disebutkan rujukannya.
Bogor, Februari 2011
Banun Diyah Probowati NIM. F351060011
ABSTRACT BANUN DIYAH P. Model Design of Supply Chain for Small Scale Enterprise Integrated Coconut Industry. Under direction of YANDRA ARKEMAN and DJUMALI MANGUNWIDJAJA The supply chain is a network that performs the procurement of raw material, the transportation of raw material to intermediate and end products, and the distribution of finished products to retailers or directly to customers. There was many complexity problem of supply chain. Simulation is often seen as a proper means for supporting by enabling modeling and analysis of alternative supply chain designs. Simulation is one of the most popular tools employed in the operational analysis of supply chains.. How to design a supply chain model was an interesting matter. The aims of this research were to design a model of supply chain for a small scale entreprise of integrated coconut industry and to get a total supply chain cost from simulation’s result. Minimization of total supply chain cost was an indicator from the model. A supply chain model was designed with a simulation dinamic that used Stella’s 9.14 software. There were many stages to design the model. The beginning of this stage was identifying dan determining the prospective products. Then they were used as input to design a model. The prospective product were coconut oil, coconut gel, coconut fibre and coconut shell charcoal. The model showed that there were 6,232,828 kilograms coconuts every years that could be made many product for integrated coconut industry. The simulation’s result showed that if there were 4,932,531.44 kilograms whole nuts supply. There were 4,346,052.35 kilograms coconuts that could be converted as raw materials to produce many products for integrated coconut industry. There were 633,128.46 kilograms coconut oils at rendemen 12%; 429,333.08 kilograms coconut gels at rendemen 10%; 2,040,588.93 kg coconut fibre at rendemen 30%; 1,319,583.51 kilograms coconut shell charcoals at rendemen 40%. The model resulted total supply chain cost 13,602,224,880.00 rupiahs from 8 units coconut oils industries, 36 units cococnut gel industries, 14 units coconut fibre industries and 4 unit coconut shell charcoal industries. Model from this research could be used to design Integrated Coconut Industry in the potensial rural.
Keywords: integrated coconut industry, design of supply chain model, simulation with Stella 9.14 software.
RINGKASAN BANUN DIYAH P. Perancangan Model Rantai Pasokan Untuk Agroindustri Kelapa Terpadu dalam Skala Usaha Kecil. Dibimbing oleh YANDRA ARKEMAN dan DJUMALI MANGUNWIDJAJA. Penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu model rantai pasokan dengan biaya rantai pasokan yang minimal. Ada beberapa tahapan dalam merancang model ini. Simulasi model dilakukan dengan Software Stella. Hasil penentuan produk prospektif dengan didasarkan pada beberapa kriteria diperoleh empat buah produk yaitu minyak kelapa, nata de coco, serat sabut kelapa dan arang. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa secara-rata-rata setiap tahun terdapat persediaan kelapa butir 6.232.828 kg butir kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk diproses menjadi aneka produk agroindustri kelapa terpadu. Hasil simulasi untuk bahan baku agroindustri menunjukkan apabila terdapat pasokan kelapa butiran sebanyak 4.932.531,44 kg maka jumlah kelapa butiran yang akan dikonversi sebanyak
4.346.052,35 kg dan akan diperoleh
bahan baku berupa daging kelapa butiran sebanyak 1.051.161,60 kg, air kelapa sebanyak 938.537,14 kg, sabut kelapa sebanyak 1.313.952 kg, dan tempurung 450.497,83 kg. Agroindustri kelapa terpadu akan menghasilkan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg pada rendemen minyak kelapa sebanyak 12%, nata de coco sebanyak 429.333,08 kg dengan rendemen nata de coco 10%, serat sabut kelapa sebanyak 2.040.588,93 kg dengan rendemen 30%, arang tempurung sebanyak 1.319.583,51 kg dengan rendemen 40%. Hasil simulasi dinamik dari distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik minyak kelapa sebanyak 195.508,99 kg dan jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor minyak kelapa sebanyak 330.513,49 kg, nata de coco sebanyak 259.347,71 kg dan untuk memenuhi permintaan ekspor nata de coco sebanyak 64.663,13 kg, serat sabut sebanyak 236.732,72 kg dan untuk memenuhi permintaan ekspor serat sabut sebanyak 110.149,21 kg, arang tempurung sebanyak 989.842,90 kg dan jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor arang tempurung sebanyak 1.517.973,92 kg.
Total biaya rantai pasokan hasil simulasi menunjukkan diperlukan biaya total bahan baku sebanyak Rp 5.220.623.130,00, biaya inventori total Rp 1.445.771.180,00 dan biaya distribusi produk sebanyak Rp 6.935.830.575,00 serta biaya total rantai pasokan sebanyak Rp 13.602.224.880,00. Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh 8 unit pengolahan minyak kelapa, 36 unit pengolahan nata de coco, 14 unit pengolahan serat sabut dan 4 unit pengolahan arang tempurung. Model yang didesain ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam mendirikan suatu agroindustri kelapa terpadu terutama di wilayah-wilayah penghasil kelapa.
Kata kunci : agroindustri kelapa terpadu, perancangan model rantai pasokan, simulasi dengan Stella 9.14
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERANCANGAN MODEL RANTAI PASOKAN UNTUK AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU DALAM SKALA USAHA KECIL
BANUN DIYAH PROBOWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tesis
: Perancangan Model Rantai Pasokan Untuk Agroindustri Kelapa Terpadu Dalam Skala Usaha Kecil
Nama
: Banun Diyah Probowati
NIM
: F351060011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng Ketua
Prof Dr.Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Anggota
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Machfud, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 28 Juli 2010
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi : Ir. Muhammad Zein Nasution, M.App.Sc
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul: PERANCANGAN
MODEL
RANTAI
PASOKAN
UNTUK
AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU DALAM SKALA USAHA KECIL. Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis terselesaikan melalui proses arahan, bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof.Dr.Ir.
Djumali
Mangunwidjaja,
DEA
sebagai
anggota
Komisi
Pembimbing atas bimbingan, arahan, dan nasehat kepada penulis sejak perkuliahan di TIP, penyusunan hingga terselesaikannya tesis ini. 2.
Ir. Muhammad Zein Nasution, M.App.Sc sebagai penguji luar komisi dan Dr.Eng. Taufik Djatna, STP, M.Si selaku perwakilan penguji dari Program Studi TIP IPB, atas kesediaan, kesabaran, saran dan masukannya dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Dr. Ir. Machfud, MS sebagai Ketua Program Studi TIP beserta seluruh dosen dan staf yang dengan penuh perhatian dan dedikasi tinggi senantiasa mendorong para mahasiswa TIP untuk dapat menyelesaikan studi dengan baik 4. Ir. Dadang Supriyatna, M.Si dan Ir. M. Nurdin, M.Si dari Balai Besar Industri Agro juga kepada Ir. Edi Mulyono, MS atas segala bantuannya dalam penyelesaian tesis. 5. Drs. H. Kaswan Badami, M.Si (Dekan Fakultas Pertanian) dan Dr. Ir. Umi Purwandari, M.App.Sc dan Supriyanto, STP, MP selaku Ketua Jurusan TIP Universitas Trunojoyo, beserta segenap rekan dan staf serta teman-teman dosen beserta keluarga di Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas bantuan dan dorongan moral yang diberikan sehingga penulis dalam menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB,
6. Dik Nisa, Tuti, Sari, Dik Hedi, Upik, Yusuf, Dwi, Puji, Adetya, Pak Rika, Pak Dadang, Mbak Tuti, Pak Wagiman, Pak Rofiq, Pak Makmur, Bu Ivelyn, Bu Hendrastuti, Bu Retno, Jeng Tini, Neng Iffan, Dik Patma, Dik Yuana, Pak Fuad, Diajeng Mila, Jeng Uki, Pak Imam dan teman-teman TIP (S2 dan S3), terimakasih atas inspirasi, kisah, dan semangatnya kepada penulis. 7. Ibu Hajjah Nafisah dan Keluarga Perwira 6 atas bantuannya. 8. Linda, Fitri, Lisa, Nupi, Nunung, Burhan, Adhiek atas persahabatan dan dukungannya. Kepada Ayahanda Sujoto (almarhum) dan Ibunda Siti Mubarokah, penulis persembahkan rasa hormat, bakti, dan terimakasih yang mendalam. Suamiku Akhmad Sumbada, anakku Rania Fadya Salsabila dan Raihan Aulia Wijaya, adikku Sofia Rahmawati dan Kakakku Teguh Adi Nugroho sungguh merupakan motivator penulis dan pendorong bagi selesainya tesis ini. Mbak Wiwid dan Icha, keluarga besar Slamet Sumardi Nataatmaja, keluarga Sri Widodo atas segala perhatian dan motivasinya. Penulis menyadari masih banyak yang harus disempurnakan dalam tesis ini. Penulis menerima semua kritik dan saran yang membangun. Semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi perkembangan pengetahuan khasanah keilmuan rantai pasokan dan terutama untuk rantai pasokan agroindustri pengolahan kelapa terpadu.
Bogor, Februari 2011 Penulis
Banun Diyah P
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari orang tua tercinta Bapak Sujoto (Almarhum) dan Ibu Siti Mubarokah. Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Juli 1974 di Laweyan Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Penulis menikah dengan Akhmad Sumbada dan telah dikaruniai seorang putri bernama Rania Fadya Salsabila yang lahir pada tanggal 21 Januari 2009 dan seorang putra Raihan Aulia Wijaya yang lahir pada tanggal 8 Januari 2011. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Pabelan 1, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, selanjutnya menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah dan menamatkan pendidikan menengah atas dari SMA Negeri Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah. Penulis menempuh Pendidikan Strata 1 di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta dan lulus pada tahun 2001. Penulis bekerja sebagai dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo di Bangkalan terhitung mulai tahun 2002 hingga sekarang. Penulis memperoleh kesempatan melanjutkan Program Magister Sains (S2) di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 dengan Bantuan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …….…………................................................................
XV
DAFTAR GAMBAR …….………….........................................................
XVI
DAFTAR LAMPIRAN ….…………........................................................
XVIII
PENDAHULUAN ..……….…………......................................................... Latar Belakang ....................................................................................... Perumusan Masalah ................................................................................ Tujuan .................................................................................................... Ruang Lingkup ........................................................................................ Manfaat Penelitian...................................................................................
1 1 3 4 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... Pemodelan Sistem Dinamik ..................................................................... Pendekatan dalam Sistem Dinamik ..................….................................... Simulasi dalam Sistem Dinamik ..................…....................................... Rantai Pasokan .........……....................................................................... Verfikasi dan Validasi .............................................................................. Komoditas Kelapa dan Potensi Pengembangan ...................................... Agroindustri Kelapa Terpadu .................................................................. Ulasan Penelitian Terdahulu ..………....................................................
5 5 16 18 20 27 29 38 41
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. Kerangka Pemikiran ................................................................................. Pendekatan Pemodelan ............................................................................ Tatalaksana Penelitian …..........……........……….......................…........
45 45 48 49
POTENSI BAHAN BAKU AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU.................................................................................................... Potensi Ketersediaan Bahan Baku ......................................................
52 52
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU Identifikasi Produk Prospektif ................................................................ Penentuan Kriteria Produk Prospektif ......................................................
58 59
DESKRIPSI PROSES PRODUKSI ........................................................ Deskripsi Proses produksi Minyak Kelapa ............................................. Deskripsi Proses produksi Nata de Coco ............................................... Deskripsi Proses produksi Serat Sabut ................................................... Deskripsi Proses produksi Arang ........................................................
63 63 66 69 72
ANALISIS RANTAI PASOKAN .............................................................. Struktur Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu ....................... Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Daging Buah Kelapa .... Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Air Kelapa ....................... Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Sabut Kelapa ................... Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Tempurung Kelapa .........
74 74 78 80 82 85
PERANCANGAN MODEL RANTAI PASOKAN ................................... Karakteristik Model ...................................... ......................................... Analisis Kebutuhan Dinamis Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu ... .............................................................................................. Diagram Lingkar Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)........................ Mekanisme Model Rantai Pasokan (Ideal) ........................................... Formulasi Model ...................................... ...................................... ..... Input-input dalam Pemodelan Sistem ...................................... .............. Simulasi Model dengan Software Stella ...................................... .......... Verfikasi dan Validasi Model Simulasi .................................................. Konsep Penerapan Model ................................... ............. ...................
88 88 91 93 96 97 109 113 130 132
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................... ............. ............. Kesimpulan ...................................... ............. ...................................... Saran ...................................... ............. ... .................................... ........
135 135 137
DAFTAR PUSTAKA ……........................................................................... LAMPIRAN …............................................................................................
138 143
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Implikasi Pemilihan Alternatif dalam Sistem Pasokan Bahan Baku ....... ...................................................................... ..............
19
2. Sebaran Lokasi Jenis Industri Pengolahan Kelapa di Indonesia .............
22
3. Karakteristik Varietas Kelapa ...... ...........................................................
22
4. Deskripsi Beberapa Jenis Kelapa Unggul di Indonesia ...........................
23
5. Perbandingan Kondisi Perkelapaan di Indonesia dan Philipina ..............
24
6. Skala Industri Beberapa Produk Olahan Kelapa ..................................
29
7. Posisi Penelitian yang Dilakukan ...........................................................
33
8. Luas Areal Produksi Kelapa di Dunia ....................................................
44
9. Produksi Kelapa di Dunia .....................................................................
44
10. Produksi Kelapa Ekuivalen Kopra Dunia ..............................................
45
11. Luas Areal dan Jumlah Produksi Kelapa di Indonesia ...........................
46
12. Luas Areal dan Produksi Kelapa Indonesia Berdasarkan Jenis Perkebunan ............................................................................................
48
13. Hasil Pemilihan Produk Prospektif Olahan Kelapa ..............................
52
14. Analisis Kebutuhan Model Rantai Pasokan untuk Agroindustri Kelapa Terpadu .................................................................................................
92
15. Input dalam Pemodelan .........................................................................
109
16. Asumsi-Asumsi Biaya dalam Pemodelan .............................................
110
17. Ketersediaan Kelapa Butiran .................................................................
114
18. Produksi Kelapa Dalam Kabupaten Ciamis ...........................................
116
19. Potensi Areal Perkebunan Kelapa Dalam Jawa Barat ...........................
116
20. Potensi Agroindustri Pengolahan Kelapa Kabupaten Ciamis .................
117
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Aliran Rantai Pasokan..............................................................................
18
2.
Contoh Rantai Pasokan Logistik .............................................................
18
3.
Jalur Rantai Pasokan Bahan Baku ..........................................................
19
4.
Sebaran Potensi Kelapa Indonesia ..........................................................
21
5.
Peta Penyebaran Industri Besar Pengolahan Kelapa ..............................
21
6.
Pohon Industri Kelapa ............................................................................
27
7.
Kerangka Konseptual Penelitian ...........................................................
46
8.
Diagram Alir Kerangka Pemikiran .........................................................
47
9.
Skenario Konsep Konfigurasi Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu ................................................................
49
10. Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Olahan ..........................
50
11. Diagram Alir Proses Produksi Minyak Kelapa .......................................
56
12. Diagram Alir Proses Produksi Nata de Coco ...........................................
59
13. Diagram Alir Proses Produksi Serat Sabut .............................................
61
14. Diagram Alir Proses Produksi Arang .....................................................
64
15. Tinjauan Struktur Rantai Pasokan ............................................................
66
16. Skema Struktur Jaringan Rantai Pasokan Buah Kelapa Butiran .............
68
17. Skema Rantai Pasokan Minyak Kelapa ...................................................
71
18. Skema Rantai Pasokan Nata de Coco ......................................................
73
19. Skema Rantai Pasokan Serat Sabut ........................................................
77
20. Skema Rantai Pasokan Arang .................................................................
78
21. Diagram Lingkar Sebab Akibat Model Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu ............ ................... .....................................................
94
22. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Kelapa Butiran ...............
113
23. Grafik Hasil Simulasi Ketersediaan Kelapa Butiran................................
114
24. Konsumsi Kelapa Kabupaten Ciamis ......................................................
115
25. Stock Flow Diagram Sub Model Bahan Baku Agroindustri … ...............
118
26. Stock Flow Diagram Sub Model Agroindustri Minyak Kelapa … ................................. … .............................................
119
27. Stock Flow Diagram Sub Model Agroindustri Nata de Coco …..............
120
28. Stock Flow Diagram Sub Model Agroindustri Serat Sabut..... .............
121
29. Stock Flow Diagram Sub Model Agroindustri Arang Tempurung ...... .
121
30. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Domestik ……… ........................................ .................
122
31. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Ekspor ……… ........................................ ......................
123
32. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Produk Nata de Coco Domestik ………......................................... .....................
124
33. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Produk Nata de Coco Ekspor ……… ............................................... .................
124
34. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Produk Serat Sabut Domestik ……… ........................................ ......................... 125 35. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Produk Serat Sabut Ekspor ……… ................................................... .................
125
36. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Produk Arang Tempurung Domestik … ........................................ .................
126
37. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Produk Arang Tempurung Ekspor …… ........................................ .....................
126
38. Stock Flow Diagram Sub Model Distribusi Produk …… ......................
128
39. Stock Flow Diagram Sub Model Total Biaya Rantai Pasokan .................
129
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Nilai Komoditas Olahan Kelapa Ekspor (US$) ................................. ...
2.
Rekapitulasi Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kelapa Dalam Kabupaten Ciamis Tahun 2001-2008 .............................
3.
143
144
Rekapitulasi Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kelapa Hibrida Kabupaten Ciamis Tahun 2001-2008 ...........................
145
4.
Peta Kabupaten Ciamis ..........................................................................
146
5.
Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Kelapa Butiran ...........................
147
6.
Hasil Simulasi Dinamis Bahan Baku Agroindustri ................................
148
7.
Hasil Simulasi Dinamis Agroindustri Kelapa ........................................
149
8.
Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Produk Minyak Kelapa ……….
150
9.
Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Produk Nata de Coco ………….
151
10. Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Produk Serat Sabut ……………
152
11. Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Produk Arang Tempurung …….
153
12. Hasil Simulasi Dinamis Distribusi Produk ........................................….. 154 13. Hasil Simulasi Dinamis Biaya Rantai Pasokan ....................................... 155 14. Output Interface Model Rancangan dengan Stella 9.14 .........................
156
15. Output Model Rancangan dengan Stella 9.14 ........................................
161
16. Formulasi Model Rancangan dengan Stella 9.14 ................................... 169
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agroindustri memiliki sejumlah permasalahan kompleks yang harus diselesaikan mulai dari pemasokan bahan baku, proses penciptaan nilai tambah hingga dalam mendistribusikan produknya ke konsumen. Rantai pasokan untuk produk pertanian yang diproses akan melibatkan beberapa pelaku, yaitu petani atau perkebunan, pengolah atau pabrik, dan konsumen. Beberapa perusahaan telah berhasil meningkatkan efisiensi produksi serta kualitas produk dengan cara melakukan desain atau merancang ulang seluruh rantai pasokannya (Wouda, 2001). Manajemen rantai pasokan produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasokan untuk produk manufaktur lainnya karena beberapa karakteristik yang khas yaitu (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk pertanian sulit untuk ditangani (Austin 1992; Brown 1994), serta mengurangi ketidakpastian dalam bisnis. Keseluruhan faktor tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam desain dan analisis rantai pasokan produk pertanian sehingga manajemen rantai pasok
produk pertanian menjadi lebih kompleks
daripada manajemen rantai pada umumnya. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendala seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindell 2007). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi rantai pasokan bermanfaat untuk memaksimumkan kinerja rantai pasokan, mengurangi biaya pemesanan, mengurangi waktu siklus dan tingkat persediaan serta ketidakpastian bisnis. Industri pengolahan kelapa pada saat ini masih didominasi oleh produk setengah jadi berupa kopra dan minyak kelapa mentah (crude coconut
oil).
Namun, daya saing produk kelapa pada saat ini tidak lagi terletak pada produk
primernya seperti kopra dan minyak kelapa mentah, yang banyak diusahakan secara tradisional. Produk-produk olahan lain bahkan memiliki daya saing yang lebih tinggi, sebagai contoh produk kelapa parut kering (desiccated coconut) memiliki daya saing yang jauh lebih tinggi (300%-400%) dibandingkan dengan kopra, yang terlihat dari indeks paritas ekspornya (nilai ekspor dibandingkan dengan biaya produksi). Hal ini juga terlihat bahwa daya saing ekspor produk primer cenderung semakin menurun bahkan sampai biaya produksi lebih tinggi daripada nilai ekspor atau nilai tambah yang semakin kecil. Peluang pengembangan agroindustri kelapa untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan cukup variatif dan prospektif antara lain minyak kelapa, kelapa parut kering, arang tempurung, karbon aktif, gula merah, serat kelapa, produk-produk olahan kayu kelapa, gabus kelapa, dan produk-produk oleokimia, yang dapat diusahakan secara parsial maupun terpadu (Allorerung dan Lay, 1998). Profil usaha produkproduk akhir kelapa yang sudah berkembang hingga saat ini antara lain nata de coco, serat sabut, arang tempurung, gula merah, dan kelapa parut kering menunjukkan kelayakan usaha yang tinggi berdasarkan penggunaan domestik beberapa produk kelapa. Akhir-akhir ini telah berkembang pula produk-produk oleokimia dan biodiesel dari kelapa (cocodiesel) yang merupakan bioenergi. Masing-masing industri pengolahan kelapa tersebut diusahakan secara parsial. Hal ini berakibat pada kesulitan dalam kontinyuitas penyediaan bahan baku dalam jumlah memadai agar industri tetap beroperasi. Kontinyuitas penyediaan bahan baku dipengaruhi oleh karakteristik pemanenan kelapa yang bersifat tahunan dan sifat hasil panen yang berpencar. Hasil kelapa yang melimpah bukan berarti buah kelapa tersebut mudah diambil dan diperoleh. Kendala yang utama pada beberapa industri parsial pengolahan kelapa berupa kendala transportasi. Biaya transportasi bahan baku untuk industri pengolahan kelapa dari lokasi pasokan bahan baku menuju lokasi pabrik pengolahan sangat mahal karena kesulitan pengangkutan antar pulau. Oleh sebab itu lokasi pabrik pengolahan sebaiknya dibangun di sentra penghasil kelapa atau dekat dengan lokasi pemasok bahan baku. Hal ini agar dapat mengurangi risiko kerusakan bahan baku. Sifat bahan baku kelapa yang kamba (bulky) akan mempengaruhi
2
tonase saat diangkut jarak jauh (Mangunwidjaja dan Sailah, 2008). Pasokan bahan baku untuk masing-masing agroindustri kelapa diharapkan akan lebih terjamin apabila pengembangan dapat dilaksanakan secara terpadu. Dukungan pasokan bahan baku dapat dilakukan melalui jaringan yang cukup kompleks dengan melibatkan beberapa industri pengolahan kelapa lain. Manajemen rantai pasokan untuk agroindustri kelapa secara umum saat ini masih lemah karena (1) agroindustri kelapa masih diusahakan secara parsial (2) belum adanya keterkaitan pemasokan bahan baku antara masing-masing industri secara parsial tersebut (3) Dukungan kelembagaan yang ada sebagian besar masih belum berfungsi dalam membentuk koordinasi antar para pelaku usaha yang terkait dengan manajemen rantai pasok. Hal ini dilakukan agar kinerja jaringan rantai pasokan lebih efisien. Manajemen rantai pasokan yang masih lemah menyebabkan rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu belum efektif dan efisien. Hal ini dapat ditunjukkan dengan belum adanya agroindustri kelapa yang benar-benar terpadu yang didirikan di sentra-sentra penghasil kelapa. Keterlibatan beberapa industri pengolahan kelapa yang diusahakan dalam bentuk agroindustri kelapa terpadu dapat digambarkan dalam suatu desain rancangan model rantai pasokan. Model rantai pasokan yang didesain selain dapat menggambarkan jaringan keterlibatan yang cukup kompleks juga dapat mendeskripsikan kebutuhan beberapa aktor yang terlibat dalam rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu. Perumusan Permasalahan Hal yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana desain model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu dengan melihat keterkaitan antar pemasokan bahan baku dari kelapa butiran dengan mensimulasikan pasokan kelapa butiran dari pemasok yang diutamakan terdiri dari petani pemasok dan atau pedagang pengumpul. Desain model untuk konfigurasi jaringan rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini dilakukan dengan simulasi secara dinamis.
3
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. untuk menghasilkan rancangan model dinamis rantai pasokan agroindustri kelapa berdasarkan konsep terpadu sebagai suatu alat strategis agar jaringan rantai pasokan menjadi lebih efisien. 2. untuk memperoleh hasil simulasi terhadap model dinamis untuk
rantai
pasokan yang dibangun dengan melihat pengaruhnya terhadap biaya total rantai pasokan dalam agroindustri kelapa terpadu.
Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu di wilayah penghasil kelapa terbanyak di Propinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Ciamis. 2. Rantai pasokan yang diteliti merupakan rantai pasokan yang melibatkan agroindustri dalam skala kecil. 3. Fokus jaringan rantai pasokan dimulai dari pasokan bahan baku dari petani (kebun kelapa), sistem distribusi pengangkutan buah kelapa butiran, unit pengolahan, pengendalian persediaan dan distribusi ke konsumen industri, konsumen pengguna langsung dan eksportir. Aliran
melalui distributor,
retailer, hingga konsumen akhir di pasar luar negeri tidak dibahas. 4. Risiko yang terkait dengan manajemen pasokan tidak dipertimbangkan dalam lingkup penelitian ini. 5. Peningkatan kinerja sebagai ukuran rantai pasokan yaitu efisiensi biaya total rantai pasokan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu terwujudnya suatu agroindustri pengolahan kelapa terpadu dengan konfigurasi jaringan rantai pasokan yang terintegrasi dalam pemasokan bahan baku antar industri parsial yang ada dengan ukuran kinerja berupa efisiensi biaya total rantai pasokan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan kawasan andalan berbasis potensi daerah terutama tanaman kelapa yang diusahakan secara terpadu/terintegrasi dengan industri pengolahan hasilnya.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Pemodelan Sistem Dinamik Pemodelan (modelling) dapat diartikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual (Eriyatno 1998). Istilah lainnya disebut tiruan model dunia nyata yang dibuat virtual (Sterman 2000). Bentuk yang berupa tiruan ini maka model tidak mesti harus sama persis dengan aslinya, minimal memiliki keserupaan. Model yang dibuat harus dilakukan analisis lebih lanjut. Pemodelan merupakan kumpulan aktivitas pembuatan model. Sebagai landasan pengertian pemodelan diperlukan suatu penelaahan tentang model itu sendiri secara spesifik ditinjau dari pendekatan sistem. Sebelum sampai pada tahap pemodelan, perlu diketahui lebih dahulu jenis dan klasifikasi model-model secara terperinci. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Penemuan peubahpeubah tersebut sangat erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-hubungan yang terdapat di antara peubah-peubah. Teknik kuantitatif seperti persamaan regresi dan simulasi digunakan untuk mempelajari keterkaitan antar peubah dalam sebuah model (Dimyati 1987). Model juga dikategorikan dalam tiga macam model yaitu model statis, model statis komparatif dan model dinamis. Model statis menggambarkan fenomena kejadian pada saat ini. Model statis komparatif merupakan model yang membandingkan beberapa fenomena dengan kejadian yang berbeda dalam suatu waktu. Model dinamis merupakan model yang dapat dikembangkan untuk menunjukkan perubahan over time permintaan dan pasokan. Model ini juga merefleksikan perubahan melalui simulasi ataupun berdasarkan waktu real dan menghitung komponen secara konstan dengan memasukkan beberapa alternatif tindakan yang akan datang (McGarney dan Hannon 2004). Proses pemodelan terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Sterman 2000) : 1. Perumusan masalah dan pemilihan batasan dunia nyata. Tahap ini meliputi kegiatan pemilihan tema yang akan dikaji, penentuan variabel kunci, rencana waktu untuk mempertimbangkan masa depan yang jadi
pertimbangan
serta
seberapa
jauh
kejadian
masa
lalu
untuk
mempertimbangkan masa depan yang jadi pertimbangan serta seberapa jauh kejadian masa lalu dari akar masalah tersebut dan selanjutnya mendefinisikan masalah dinamisnya 2. Formulasi hipotesis dinamis dengan menetapkan hipotesis berdasarkan pada teori perilaku terhadap masalah dan membangun peta struktur kausal melalui gambaran model mental pemodel dengan bantuan alat-alat seperti Causal Loop Diagram (CLD) dan stock flow diagram. Klasifikasi perbedaan model memberikan tambahan pendalaman sesuai dengan tingkat kepentingannya, karena dapat dijelaskan dalam banyak cara. Model dapat dikategorikan menurut fungsi, struktur, acuan waktu, dan kepastiannya. Kategori umum adalah jenis model yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam yaitu : (1) ikonik, (2) analog dan (3)
simbolik. 1. Model Ikonik Model ikonik adalah perwakilan fisik dari beberapa hal baik dalam bentuk ideal ataupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik mempunyai karakteristik yang sama dengan hal yang diwakili, dan terutama amat sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak biru) atau tiga dimensi (prototip mesin, alat). Apabila model berdimensi lebih dari tiga maka tidak mungkin lagi dikonstruksi secara fisik sehingga diperlukan kategori model simbolik. 2. Model Analog (Model Diagramatik) Model analog dapat mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan berubah menurut waktu. Model ini lebih sering dipakai daripada model ikonik karena kemampuannya untuk mengetengahkan karakteristik dari kejadian yang dikaji. Model analog banyak berkesusaian dengan penjabaran hubungan kuantitatif antara sifat dan klas-klas yang berbeda. Dengan melalui transformasi sifat menjadi
analognya,
maka
kemampuan
membuat
perubahan
dapat
ditingkatkan. Contoh model analog ini adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, dan diagram alir.
6
3. Model Simbolik (Model Matematik) Pada hakekatnya, ilmu sistem memusatkan perhatian kepada model simbolik sebagai perwakilan dari realitas yang sedang dikaji. Format model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol, dan rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan. Bentuk persamaan adalah tepat, singkat, dan mudah dimengerti. Simbol persamaan tidak saja mudah dimanipulasi daripada kata-kata, namun juga lebih cepat ditangkap maksudnya. Model yang dirancang dalam penelitian ini berupa model analog berdasarkan kategori umum jenis model. Model ini dikategorikan analog karena rancangan model ini mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan yang berubah terhadap waktu yaitu di mana terdapat sistem boundary yang membatasi pemasokan bahan baku dengan waktu panen. Sistem yang telah diekspresikan pada notasi matematik dan format bersamaan, timbullah keuntungan dari fasilitas manipulatif dari matematik. Seorang analis dapat memasukkan nilai-nilai yang berbeda dalam model matematik dan kemudian mempelajari perilaku dari sistem tersebut. Pada pengkajian tertentu, sensitivitas dari sistem dilakukan dengan perubahan dari input sistem itu sendiri. Bahasa simbolik ini juga membantu dalam komunikasi karena pernyataan yang singkat dan jelas daripada deskripsi lisan. Pemodelan diawali dengan menguraikan seluruh komponen yang akan mempengaruhi efektivitas dari operasi suatu sistem. Setelah daftar komponen tersebut lengkap, langkah selanjutnya adalah penyaringan komponen mana yang akan dipakai dalam pengkajian tersebut. Hal ini umumnya sulit karena adanya interaksi antar peubah yang seringkali mengaburkan proses isolasi satu peubah. Peubah yang dipandang tidak penting ternyata mempengaruhi hasil studi setelah proses pengkajian selesai. Hal ini dapat dihindari melalui percobaan pengujian data guna memilih konponen kritis. Setelah itu, dibentuk gugus persamaan yang dapat dievaluasi dengan mengubah-ubah komponen tertentu pada batas yang ada. Tahap pemodelan pada pendekatan siatem lebih kompleks namun relatif tidak banyak ragamnya ditinjau baik dari jenis sistem ataupun kecanggihan model. Permodelan abstrak menerima input berupa alternatif sistem yang layak. Proses
7
ini membentuk dan mengimplementasikan model-model matematik yang dimanfaatkan guna merancang program terpilih untuk dipraktekkan di dunia nyata pada tahap berikutnya. Output utama dari tahap ini adalah deskripsi terperinci dari keputusan yang diambil berupa perencanaan, pengendalian, dan kebijakan lainnya. Penyelesaian pemodelan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu optimasi standar, meta-heuristik dan simulasi. Philport dan Everett (2001) melakukan optimasi standar untuk menyelesaikan permasalahan rantai pasokan dengan tujuan maksimisasi pendapatan dengan kendala-kendala kapasitas produksi, bahan baku dan permintaan. Demikian halnya dengan Wouda et al. (2002) menggunakan programa linier bulat campuran untuk masalah alokasi lokasi. Model ini melibatkan banyak variabel, dan diselesaikan dengan program linier umum dengan tujuan minimisasi biaya. Optimasi yang menggunakan metaheuristik dilakukan oleh Yandra et al. (2007) dengan mengembangkan model obyektif majemuk dengan total biaya rantai pasok dan jumlah produk yang rusak. Model programa matematis ini diselesaikan dengan menggunakan integrasi algoritma genetika dan logika fuzzy. Penyelesaian model dengan teknik simulasi dilakukan oleh
Djohar et al. (2003) dalam manajemen rantai pasok untuk
agroindustri kelapa sawit kasar. Teknik-teknik yang digunakan untuk membangun model yaitu regresi tunggal untuk pola pasokan tandan buah segar, metode rerata bergerak untuk perkiraan permintaan minyak sawit kasar, dan selanjutnya dirangkai dalam suatu model simulasi. Model dinamis mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata. Pemilihan model tergantung pada tujuan dari pengkajian sistem dan terlihat jelas pada formulasi permasalahan pada tahap evaluasi kelayakan. Sifat model juga tergantung pada teknik pemodelan yang dipakai. Model yang mendasarkan pada teknik peluang dan memperhitungkan ketidakpastian disebut model
probabilistik atau model
stokastik. Dalam mengkaji suatu sistem, model ini sering digunakan karena perihal yang dikaji umumnya mengandung keputusan yang tidak tentu. Kebalikan dari model ini adalah model kuantitatif yang tidak mempertimbangkan peluang
8
kejadian atau dikenal dengan model deterministik. Contohnya adalah model pada program linear. Model ini memusatkan penelaahannya pada faktor-faktor kritis yang diasumsikan mempunyai nilai eksak dan tertentu pada waktu yang spesifik.. Metodologi dinamika sistem pada dasarnya menggunakan hubunganhubungan sebab-akibat (causal) dalam menyusun model suatu sistem yang kompleks, sebagai dasar dalam mengenali dan memahami tingkah laku dinamis sistem tersebut. Penggunaan metodologi dinamika sistem lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pengertian tentang bagaimana tingkah laku sistem muncul dari strukturnya. Persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkan menggunakan metodologi dinamika sistem adalah masalah yang: 1. mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu) 2. struktur fenomenanya mengandung paling sedikit satu struktur umpan-balik (feedback structure). Menurut Sterman (2000) prinsip-prinsip untuk membuat model dinamik dengan ciri-ciri seperti yang diuraikan di atas adalah sebagai berikut: 1. keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi harus dibedakan di dalam model; 2. adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat direpresentasikan di dalam model; 3. aliran-aliran yang berbeda secara konseptual, di dalam model harus dibedakan; 4. hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi aktor-aktor di dalam sistem yang harus digunakan dalam pemodelan keputusannya; 5. struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model haruslah sesuai (cocok) dengan praktek-praktek manajerial; dan 6. model harus dapat menyesuaikan dengan kondisi-kondisi ekstrim. Menurut Sterman (2000) sejumlah pengujian tertentu perlu dilakukan terhadap model agar dapat meningkatkan keyakinan pengguna terhadap kemampuan model di dalam mengungkapkan sistem yang diwakilinya. Keyakinan ini menjadi dasar bagi kesahihan model. Simulasi dapat dirancang apabila kesahihan model telah dapat dicapai, simulasi selanjutnya dapat digunakan untuk merancang kebijakan-kebijakan yang efektif.
9
Model dinamika sistem dibentuk karena adanya hubungan sebab-akibat (causal) yang mempengaruhi struktur di dalamnya baik secara langsung antar dua struktur, maupun akibat dari berbagai hubungan yang terjadi pada sejumlah struktur, hingga membentuk umpan-balik (causal loop). Struktur umpan-balik ini merupakan blok pembentuk model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran hubungan sebab-akibat dari variabel-variabel yang melingkar secara tertutup. Ada 2 macam hubungan kausal, yaitu 1. hubungan sebab-akibat positif; dan 2. hubungan sebab-akibat negatif. Ada 2 macam umpan-balik, yaitu: 1. umpan-balik positif (growth) 2. umpan–balik negatif (goal seeking). Representasi aktivitas dalam suatu lingkar umpan-balik, digunakan dua jenis variabel utama yang disebut sebagai stok dan aliran (level and rate atau dikenal juga dengan sebutan stock and flow). Stok menyatakan kondisi sistem pada setiap saat. Dalam kerekayasaan (engineering) stok sistem lebih dikenal sebagai state variable system. Stok merupakan akumulasi di dalam sistem. Persamaan suatu variabel rate merupakan suatu struktur kebijaksanaan yang menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu keputusan dibuat berdasarkan kepada informasi yang tersedia di dalam sistem. Aliran adalah satu-satunya variabel dalam model yang dapat mempengaruhi stok. Beberapa hal yang dapat melengkapi variable stock dan aliran, dalam memodelkan dinamika sistem dikenal juga variable lain berupa auxilary, konstanta (constant) dan tundaan (delay). Auxilary merupakan variabel yang bisa berubah seiring dengan waktu, perubahannya dapat disebabkan atas hubunganhubungan sebab-akibat yang terjadi antara variabel dalam model atau pun akibat variabel dari luar secara independen. Konstanta merupakan variabel dengan nilai tetap yang tidak berubah sepanjang waktu, sedangkan tundaan adalah variabel waktu pada perilaku perubahan yang tidak serta-merta (tertunda) atas proses yang terjadi dalam hubungan-hubungan antar struktur hingga mempengaruhi perilaku model.
10
Pembuatan
model
dinamika
sistem umumnya
dilakukan
dengan
menggunakan software yang memang dirancang khusus. Software tersebut seperti Powersim, Vensim, Stella, dan Dynamo. Dengan software tersebut model dibuat secara grafis dengan simbol-simbol atas variabel dan hubungannya. Namun demikian tidak menutup kemungkinan sebuah software yang dapat mengolah operasi matematis jenis spreadsheet seperti Microsoft Excel atau Lotus juga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan pembuatan model dinamika sistem. Sistem dinamik awalnya digunakan untuk mengkaji dinamika industri oleh JW Forrester. Sistem dinamik ini merupakan pendekatan yang membantu manajemen puncak dalam memecahkan permasalahan kecil dan dianggap sukar untuk dipecahkan. Kebanyakan orang dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapai pada awalnya terlalu rendah. Hal yang diinginkan adalah sebuah peningkatan dengan sikap umum yang dilakukan dalam lingkungan akademis, yaitu dengan menjelaskan perilakunya dan setelah itu menemukan struktur dan kebijakan untuk hasil yang lebih baik (Sterman 2000). Sistem dinamik merupakan suatu metodologi untuk mempelajari permasalahan di sekitar yang melihat permasalahan secara keseluruhan (holistik). Metodologi ini tidak seperti metodologi lain yang mengkaji permasalahan dengan memilahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan saling membatasi. Konsep utama sistem dinamik adalah pemahaman tentang bagaimana semua obyek dalam suatu sistem saling berinteraksi satu dengan yang lain. Sistem dinamik menurut masyarakat sistem dinamik (system dynamics society) adalah metodologi untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks, seperti yang biasa ditemui dalam dunia bisnis dan sistem sosial lainnya. Sterman (2000) mendefinisikan bahwa sistem dinamik adalah metode untuk meningkatkan pembelajaran dalam sistem yang kompleks. Lebih lanjut, metode ini diilustrasikan seperti sebuah simulasi dalam kokpit pesawat bagi manajemen untuk memahami dalam belajar dinamika yang kompleks, memamhami sumber resistensi (hambatan) dalam kebijakan dan merancang kebijakan yang lebih efektif. Pemahaman kekompleksan tersebut maka sistem dinamik didasarkan atas teori dinamika non linier dan kontrol umpan balik yang dikembangkan dalam disiplin ilmu matematika, fisika dan kerekayasaan.
11
Sushil (1993) membuat keterpaduan antara teori-teori tersebut ke dalam sebuah ilustrasi berupa bangunan metodologi.
Bangunan metodologi sistem
dinamik ini terdiri atas tiga latar belakang disiplin ilmu manajerial tradisional, sibernetika dan simulasi komputer. Prinsip dan konsep dari ketiga disiplin ini saling bersinergi dengan mengesampingkan kelemahannya masing-masing dalam memecahkan permasalahan secara holistik. Sistem dinamik merupakan suatu metode pemodelan dengan simulasi komputer sebagai suatu alat yang digunakan oleh para manager untuk menganalisis permasalahan yang kompleks. Sistem
dinamik
adalah
metodologi
berfikir,
metodologi
untuk
mengabstraksikan suatu fenomena di dunia sebenarnya ke model yang lebih eksplisit. Fenomena yang dimaksud meliputi dua hal yaitu struktur dan perilaku. Struktur merupakan suatu unsur pembentuk fenomena. Pola yang mempengaruhi keterkaitan antar unsur tersebut adalah (1) feedback (causal loop); (2) stock (level) dan flow (rate); (3) delay; dan (4) nonlinearity. Perilaku (behaviour) adalah perubahan suatu besaran/variabel dalam suatu kurun waktu tertentu, baik kuantitatif maupun kualitatif atau catatan tentang magnitude (besar, nilai, angka) sesuatu dalam suatu kurun waktu tertentu (pertumbuhan, penurunan, osilasi, stagnan, atau kombinasinya). Pemahaman hubungan struktur dan perilaku sangat diperlukan dalam mengenali suatu fenomena. (1) Feedback (Causal Loop) atau Hubungan Causal. Suatu struktur umpan–balik harus dibentuk karena adanya hubungan kausal (sebab-akibat). Dengan perkataan lain, suatu struktur umpan-balik adalah suatu causal loop (lingkar sebab-akibat). Struktur umpan-balik ini merupakan blok pembentuk model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup. Lingkar umpan-balik (feedback loop) tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat variabel-variabel yang melingkar, bukan manyatakan hubungan karena adanya korelasi-korelasi statistik. Hubungan sebab-akibat antar sepasang variabel harus dipandang bila hubungan variabel lainnya terhadap variabel tersebut di dalam sistem dianggap tidak ada. Sedangkan suatu korelasi statistik antara sepasang variabel diturunkan dari data yang ada dalam keadaan variabel tersebut mempunyai hubungan dengan variabel lainnya di dalam sistem dan kesemuanya berubah secara simultan.
12
Rancangan causal-loop diagram (CLD) biasanya digunakan dalam system thinking (berpikir sistemik) untuk mengilustrasikan hubungan cause-effect (sebabakibat). Hubungan feedback (umpan-balik) bisa menghasilkan perilaku yang bervariasi dalam sistem nyata dan dalam simulasi sistem nyata. (2) Stock (Level) dan Flow (Rate) Dalam merepresentasikan aktivitas dalam suatu lingkar umpan-balik, digunakan dua jenis variabel yang disebut sebagai stock (level) dan flow (rate). Level menyatakan kondisi sistem pada setiap saat. Dalam kerekayasaan (engineering) level sistem lebih dikenal sebagai state variable system. Level merupakan akumulasi di dalam sistem. Persamaan suatu variabel rate merupakan suatu struktur kebijakan yang menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu keputusan dibuat berdasarkan kepada informasi yang tersedia di dalam sistem. Rate inilah satu-satunya variabel dalam model yang dapat mempengaruhi level. (3) Delay (tunda) Delay terjadi dimanapun di dunia nyata. Adanya delay menghasilkan sesuatu hal yang menarik pada perilaku kompleks sistem, ketika sistem tersebut tidak memiliki feedback dan kompleksitas cause-effect yang terbatas. (4) nonlinearity (non linearitas) Pendekatan sistem dinamik merepresentasikan dinamika perubahan state dari sistem dan menghasilkan isyarat-isyarat sebagai keluarannya. Isyarat-isyarat ini diformulasikan ke dalam model keputusan dan kemudian bersama dengan isyarat dari lingkungannya menjadi feedback bagi dinamika sistem itu sendiri. Model secara prinsip masih dikatakan berbasis linear thinking di mana kausalitas diasumsikan terjadi secara serial sehingga penyebab pertama dari rangkaian sebab-akibat ini sering bukanlah sumber masalahnya. Penggunaan pendekatan sistem dinamik maka keputusan-keputusan dan kebijakan yang dibuat serta reaksi dari lingkungannya akan direpresentasikan ke dalam causal-loop diagram, menggunakan stock-flow model sehingga akhirnya dapat disimulasikan dengan komputer. Suatu fenomena dinamis dimunculkan oleh adanya struktur fisik dan struktur pembuatan keputusan yang saling berinteraksi. Struktur fisik dibentuk
13
oleh akumulasi (stock) dan jaringan aliran orang, barang, energi, dan bahan. Sedangkan struktur pembuatan keputusan dibentuk oleh akumulasi (stock) dan jaringan aliran informasi yang digunakan oleh aktor-aktor (manusia) dalam sistem yang menggambarkan kaidah-kaidah proses pembuatan keputusannya. Proses pembuatan keputusan menyangkut fenomena-fenomena yang dinamis. Metode sistem dinamik erat kaitannya tentang tendensi-tendensi dinamik sistem-sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Penggunaan metodologi sistem dinamik lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman tentang bagaimana tingkah laku muncul dari struktur dalam sistem tersebut. Pemahaman ini sangat penting dalam perancangan kebijakan yang efektif. Persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkan menggunakan metodologi sistem dinamik adalah masalah yang mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu); dan struktur fenomenanya mengandung paling sedikit satu struktur umpan-balik (feedback structure). Penggunaan metodologi sistem dinamik yang dimodelkan adalah struktur informasi sistem yang didalamnya terdapat aktoraktor,
sumber-sumber
informasi,
dan
jaringan
aliran
informasi
yang
menghubungkan keduanya. Analogi fisik dan matematik untuk struktur informasi itu dapat dibuat dengan mudah. Sebagai suatu analogi fisik, sumber informasi merupakan suatu tempat penyimpanan (storage), sedangkan keputusan merupakan aliran yang masuk ke atau keluar dari tempat penyimpanan itu. Dalam analogi matematik, sumber informasi dinyatakan sebagai variabel keadaan (state variable), sedangkan keputusan merupakan turunan (derivative) variabel keadaan tersebut. Dengan demikian, model yang dibentuk untuk tujuan seperti di atas haruslah memenuhi syarat-syarat berikut: 1. adanya efek suatu intervensi (kebijakan), dalam bentuk perilaku, merupakan suatu kejadian berikutnya, maka untuk melacaknya unsur (elemen) waktu perlu ada (dinamik); 2. Mampu mensimulasikan bermacam intervensi dan dapat memunculkan perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut;
14
3. Memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang efeknya dapat berbeda secara dramatik dalam jangka pendek dan jangka panjang (kompleksitas dinamik); 4. Perilaku sistem di atas dapat merupakan perilaku yang pernah dialami dan teramati (historis) ataupun perilaku yang belum pernah teramati (pernah dialami tetapi tidak teramati atau belum pernah dialami tetapi kemungkinan besar terjadi); dan 5. Mampu menjelaskan mengapa suatu perilaku tertentu (transisi yang sukar misalnya) dapat terjadi. Dalam hubungannya dengan kesahihan (validity) model, suatu model haruslah sesuai (cocok) dengan kenyataan (realitas) empirik yang ada. Metode ini menyaratkan bahwa suatu model haruslah mempunyai banyak titik kontak (points of contact) dengan kenyataan (reality) dan pembandingan yang berulang kali dengan dunia nyata (real world) melalui titik-titik kontak tersebut haruslah membuat model menjadi robust. Adapun prinsip-prinsip untuk membuat model dinamik dengan ciri-ciri seperti yang diuraikan di atas menurut Sterman (2000) adalah sebagai berikut: 1.
Keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi harus dibedakan di dalam model;
2.
Adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat direpresentasikan di dalam model;
3.
Aliran-aliran yang berbeda secara konseptual, di dalam model harus dibedakan;
4.
Hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi aktor-aktor di dalam sistem yang harus digunakan dalam pemodelan keputusannya;
5.
Struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model haruslah sesuai (cocok) dengan praktek-praktek manajerial; dan
6.
Model haruslah tetap tegap (robust) dalam kondisi-kondisi ekstrim.
Sistem dinamis merupakan suatu cara berpikir tentang sistem sebagai jaringan yang saling berhubungan yang mempengaruhi sejumlah komponen yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Simulasi merupakan prosedur kuantitatif
15
yang menggambarkan suatu proses dengan mengembangkan suatu model dan menerapkan serangkaian uji coba terencana untuk memprediksikan tingkah laku proses sepanjang waktu, sehingga analisis dapat dilakukan untuk sistem yang baru tanpa harus membangunnya atau merubah sistem yang telah ada serta tidak perlu menggangu operasi dari sistem tersebut. Pada umumnya simulasi digunakan untuk model-model dinamis yang melibatkan periode waktu ganda (Randers 2000).
Pendekatan dalam Sistem Dinamik
Sistem dinamik adalah metodologi untuk memahami suatu masalah yang kompleks. Metodologi ini
dititikberatkan pada pengambilan kebijakan dan
bagaimana kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalah-masalah yang dapat dimodelkan oleh sistem secara dinamik (Richardson dan Pugh 1986). Permasalahan dalam sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari luar namun dianggap disebabkan oleh struktur internal sistem. Tujuan metodologi sistem dinamik berdasarkan filosofi kausal (sebab akibat) adalah mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang tata cara kerja suatu sistem (Asyiawati 2002; Muhammad; et a!. 2001). Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik adalah : a. ldentifikasi dan definisi masalah b. Konseptualisasi sistem c. Formulasi model d. Sirnulasi model e. Verifikasi dan validasi model f. Analisis kebijakan g. Impiementasi kebijakan Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik
diawali dan diakhiri dengan
pemahaman sistem dan permasalahannya sehingga membentuk suatu lingkaran tertutup. Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Model digambarkan sebagai suatu sistem yang dibatasi. merupakan
Sistem yang dibatasi ini
sistem yang meliputi semua konsep dan variabel
yang saling
berhubungan dengan permaslahan dinamik yang ditentukan. Permasalahan dalam
16
sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari luar, namun dianggap disebabkan oleh struktur internal dari sistem. Tujuan metodologi sistem dinamik berdasarkan filosofi kausal (sebab akibat) adalah mendapatkan pemahaman mendalam tentang tata cara kerja suatu sistem (Asyiawati 2002). Proses pemodelan terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut (Sterman 2000): 1. Perumusan masalah dan pemilihan batassan dunia nyata. Tahap ini meliputi kegiatan pemilihan tema yang akan dikaji, penentuan variabel kunci, rencana waktu untuk mempertimbangkan masa depan yang jadi pertimbangan serta seberapa jauh kejadian masa lalu dari akar masalah tersebut dan selanjutnya mendefinisikan masalah dinamisnya. 2. Formulasi hipotesis dinamis dengan menetapkan hipotesis berdasarkan pada teori perilaku tergadap masalahnya dan membangun peta struktur kausal melalui gambaran model mental pemodel dengan bantuan alat-alat seperti causal loop diagram. Stock flow diagram, dan alat bantu lainnya. Model mental adalah asumsi yang sangat dalam melekat, umum atau bahkan suatu gambaran dari bayangan atau citra yang berpengaruh pada bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan (Senge 1995). 3. Tahap formulasi model simulasi dengan membuat spesifikasi struktur, aturan keputusan, estimasi parameter dan uji konsistensi dengan tujuan dan batasan yang telah ditetapkan sebelumnya. 4. Pengujian meliputi pengujian melalui pembandingan dari model yang dijadikan
referensi,
pengujian
kehandalan
(robustness)
dan
uji
sensistivitas. 5. Evaluasi dan perancangan kebijakan berdasarkan skenario yang telah diujicobakan
dari
hasil
simulasi.
Perancangan
kebijakan
mempertimbangkan analisis dampak yang ditimbulkan, kehandalan model pada skenario yang berbeda dengan tingkat ketidakpastian yang berbeda pula serta keterkaitan antar kebijakan agar dapat bersinergi. Tahapan-tahapan pemodelan : 1. mendefinisikan masalah dan tujuan model
17
2. Menentukan variabel tujuan 3. memilih variabel control 4. memilih parameter variabel kontrol 5. menguji model yang dihasilkan 6. melihat bagaimana model akan bekerja, memilih horizon waktu atau perilaku dinamis dalam waktu 7. jalankan model 8. mengganti parameter dengan alasan ekstrim 9. membandingkan hasil dengan data eksperimen 10. Perbaiki model berdasarkan parameter yang ada
Simulasi dalam Sistem Dinamik Analisis model sistem dinamis menggunakan analisis model simulasi. Simulasi sebagai teknik penunjang keputusan dalam pemodelan, misalnya pemecahan masalah bisnis secara ekonomis dan tepat menghadapi perhitungan rumit dan data yang banyak. Simulasi adalah aktivitas di mana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem melalui penelaahan perilaku model yang selaras, di mana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem sebenarnya (Eriyatno 1998). Simulasi diartikan sebagai aktivitas di mana pengkaji dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, di mana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem sebenarnya (Eriyatno 1998).
Alat yang
digunakan adalah stock flow diagram (SFD) sebagai konsep sentral dalam teori sistem dinamik. Stock merupakan akumulasi atau pengumpulan dan karakteristik keadaan sistem dan pembangkit informasi di mana aksi dan keputusan didasarkan. Stock ini digabungkan dengan rate atau flow sebagai aliran informasi, sehingga stock menjadi sumber ketidakseimbangan dinamik dalam sistem. Basis penentuan nilai dari stock dan flow berdasarkan persamaan matematik integral dan differensial. Perilaku model sistem dinamis ditentukan oleh keunikan dari struktur model, yang dapat dipahami dari hasil simulasi model. Dengan simulasi akan
18
didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi dalam sistem, sehingga dapat dilakukan analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Simulasi dilakukan dengan memasukkan faktor kebijakan/intervensi kebijakan (sesuai skenario yang diinginkan) ke dalam model yang telah dibangun. Perubahan kebijakan akan berpengaruh terhadap variabel yang lain sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi kinerja sistem. Kondisi ini merupakan gambaran tentang kondisi riil yang mungkin terjadi. Hasil dari perubahan ini akan diamati pada tabel atau grafik variabel yang diinginkan. Simulasi digunakan untuk membuat peramalan secara terintegrasi mengenai fenomena perilaku sistem yang akan terjadi berdasarkan nilai-nilai peubah dari model (Pramudya 1989). Simulasi merupakan salah satu kegiatan dalam analisis sistem yang secara garis besar meliputi tiga kegiatan: 1. Merumuskan model yang menggambarkan sistem dan proses yang terjadi di dalamnya; 2. Melakukan eksperimen; 3. Menggunakan model dan data untuk memecahkan masalah. Titik tolak pemodelan dengan simulasi adalah menyederhanakan sistem nyata yang hanya memperhatikan beberapa bagian atau sifat utama yang memiliki hubungan sebab akibat dari sistem sebenarnya.
Definisi ini sejalan dengan
pemikiran Pegden (1991) dalam Suryadi dan Ramdhani (2002) yang mendefinisikan simulasi sebagai proses desain model suatu sistem nyata dan melakukan eksperimen terhadap model tersebut dengan tujuan untuk memahami keadaan sistem dan atau mengevaluasi berbagai strategi operasi dalam sistem. Emshorf dan Simon (1970) dalam Suryadi dan Ramdhani (2002) mendefinisikan simulasi sebagai suatu model sistem di mana komponennya dipresentasikan oleh proses-proses aritmatika dan logika yang dijalankan pada komputer untuk memperkirakan sifat-sifat dinamis sistem tersebut. Simulasi menyangkut pembangkitan proses serta pengamatan dari proses untuk menarik kesimpulan dari sistem yang diwakili. Simulasi juga merupakan prosedur kuantitatif yang menggambarkan suatu proses dengan mengembangkan modelnya dan menerapkan serangkaian ujicoba
19
terencana untuk memprediksikan tingkah laku proses sepanjang waktu (Lari 2003). Menurut Gottfried (1984) simulasi adalah suatu aktivitas untuk menarik perilaku suatu sistem dengan mempelajari perilaku model yang memiliki kesamaan dengan sistem. Model simulasi menurut Eppen dan Gould (1984) adalah serangkaian operasi yang bersifat logis dan matematis yang dilengkapi dengan ukuran ketepatan nilai-nilai parameter ataupun keputusan. Menurut Borowski dan Borwein (1989) simulasi adalah teknik untuk membuat konstruksi model matematika untuk suatu proses atau situasi dalam rangka menduga secara karakteristik atau menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menggunakan model yang diajukan. Simulasi juga dilakukan dengan menggunakan bahasa program dalam beberapa software program komputer yang dirancang untuk kebutuhan simulasi seperti Dynamo, AutoMod II, ProModel, Simfactory II.5, Witness, XCELL+, Powersim, Stella dan lain-lain. Perangkat lunak dalam pemodelan sistem dinamik tersebut merupakan alat bantu yang dapat memudahkan pemodel dalam menerjemahkan bahasa causal loop diagram ke dalam stock flow diagram. Stock flow diagram harus dilengkapi dengan persamaan matematika dan nilai awal untuk aktivitas simulasi. Stock flow diagram sebagai konsep sentral dalam teori sistem dinamik. Stock adalah akumulasi atas pengumpulan dan karakteristik keadaan sistem dan pembangkit informasi di mana aksi keputusan didasarkan padanya. Stock digabungkan dengan rate atau flow sebagai aliran informasi, sehingga stock menjadi sumber ketidakseimbangan dinamis dalam sistem. Perangkat pemodelan sistem dinamis juga dilengkapi berbagai kemudahan seperti tampilan yang mudah dimengerti sehingga memudahkan pemodel bagi pemodel taupun pemakai yang tidak mengerti secara teknis sekalipun. Stella yang dipakai dalam penelitian ini merupakan suatu pernagkat lunak yang dibuat atas dasar model sistem dinamis dengan kemampuan yang tinggi dalam melakukan simulasi. Rantai Pasokan Rantai pasokan menurut Clark and Scarf (1960) dalam Lee and Wang (1999) merupakan suatu rangkaian dari beberapa lokasi yang harus dilewati suatu material sebelum pada akhirnya sampai kepada konsumen. Rantai pasokan ini
20
mencerminkan suatu sistem penyimpanan multi eselon dalam suatu rangkaian kebijakan kontrol optimalnya dengan karakteristik tertentu. Menurut Simchi-Levi et al. (2003), masalah kunci yang terkait dalam pengelolaan rantai pasokan terdiri dari konfigurasi jaringan distribusi, pengendalian inventori, kontrak pemasokan, strategi distribusi, integrasi rantai pasokan dan kemitraan strategis, strategi perantaraan (procurement) dan outsourcing, desain produk, teknologi informasi dan sistem penunjang keputusan serta penilaian pelanggan. Pengelolaan rantai pasokan tidak hanya dilakukan agar seluruh bagian sistem memberikan kinerja keseluruhan yang efektif, tetapi juga efisien. Menurut Vorst (2004) rantai pasokan adalah jejaring fisik dan aktivitas pengambilan keputusan yang terkait dengan aliran bahan dan informasi yang melintasi batas-batas perusahaan. Menurut Vidal & Goetschalckx (1997), rancangan rantai pasokan mengharuskan keputusan yang terkait dengan beberapa hal, yaitu: −
Jumlah, lokasi, kapasitas dan tipe pabrik dan gudang yang akan digunakan.
−
Kumpulan pemasok yang akan dipilih.
−
Saluran transportasi yang akan digunakan.
−
Jumlah bahan baku dan produk yang akan diproduksi dan pengiriman ke sejumlah pemasok, pabrik, gudang dan pelanggan.
−
Jumlah bahan baku, produk lanjutan dan produk akhir yang perlu disimpan sebagai persediaan di beberapa lokasi. Istilah manajemen rantai pasokan dipopulerkan pertama kalinya pada
tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan baku. Pada tahun 1990-an isu manajemen rantai pasok telah menjadi agenda para manajer sebagai kebijakan strategis perusahaan. Hal ini juga didasari adanya kesadaran bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari pemasok hingga pengguna akhir. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok bahan baku, pabrik, distributor, retail dan konsumen akhir. Menurut Watanabe (2001), manajemen rantai pasokan merupakan suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai pasokan melalui optimalisasi waktu, lokasi dan aliran kuantitas bahan.
21
Menurut Kalakota (2000), manajemen rantai pasokan adalah sebuah ‘proses payung’ di mana produk dibuat dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Suatu rantai pasokan merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan di mana organisasi mempertahankan dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam mendistribusikan kepada konsumen. Menurut Chopra (2001), tujuan yang ingin dicapai dari setiap rantai pasokan adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan. Rantai pasokan yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan dari rantai pasokan tersebut. Manajemen rantai pasokan tersebut pada hakekatnya merupakan koordinasi rantai-rantai pasokan mulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga konsumen akhir. Manajemen rantai pasokan merujuk pada manajemen keseluruhan proses produksi, distribusi dan pemasaran di mana konsumen dihadapkan pada produk-produk yang sesuai dengan keinginan dan produsen dapat memproduksi produk-produk tersebut dengan jumlah, kualitas, waktu dan lokasi yang tepat. Menurut Vidal & Goetschalckx (1997), rancangan rantai pasokan mengharuskan keputusan yang terkait dengan lokasi, pemasok, transportasi dan manajemen pasokan bahan baku. Berdasarkan hal ini maka manajemen rantai pasok harus dapat mengintegrasikan aspek-aspek tersebut dalam proses pengambilan keputusannya. Tujuan pengelolaan rantai pasokan adalah memasok produk siap pakai secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat biaya dan yang terpenting, tepat mutu, dengan cara yang paling efisien. Manajemen rantai pasokan merupakan sebuah pendekatan yang dipakai untuk mengintegrasikan aktivitas pemasok, penjual, pengolah, pergudangan dan pengguna/konsumen agar produk dan jasa yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat dan pada tempat yang tepat dengan sasaran akhir meminimalkan keseluruhan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen. Manajemen rantai pasokan berkaitan dengan siklus yang menyeluruh meliputi bahan mentah dari para pemasok ke kegiatan operasional di perusahaan, berlanjut ke distribusi sampai kepada konsumen. Hal penting yang menjadi dasar pemikiran pada konsep ini adalah fokus pada pengurangan kesia-siaan dan
22
mengoptimalkan nilai pada rantai pasokan yang berkaitan. Merupakan pengelolaan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi sehingga menjadi produk dalam proses, kemudian
menjadi produk jadi dan diteruskan dengan pengiriman kepada
konsumen melalui sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup pembelian secara tradisional dan berbagai kegiatan penting lainnya yang berhubungan dengan pemasok dan distributor. Oleh karena itu manajemen rantai pasokan antara lain meliputi penetapan: a. Pengangkutan. b. Pembayaran secara tunai atau kredit (proses transfer) c. Pemasok d. Distributor dan pihak yang membantu transaksi seperti bank e. Hutang maupun piutang f. Pergudangan g. Pemenuhan pesanan h. Informasi mengenai ramalan permintaan, produksi maupun pengendalian persediaan. Menurut Pujawan (2008) terdapat beberapa hal yang menjadi area cakupan utama rantai pasokan yaitu : 1. pengembangan produk 2. pengadaan 3. perencanaan dan pengendalian 4. operasi/produksi 5. pengiriman/distribusi Menurut Marshal Fisher dalam Pujawan (2008), kegiatan rantai pasokan dibedakan menjadi dua yaitu: aktivitas fisik dan aktivitas mediasi pasar. Kegiatan aktivitas fisik meliputi sourcing (mencari bahan baku), produksi, penyimpanan material/produk, distribusi/transportasi, pengembalian produk (return). Aktivitas mediasi pasar meliputi riset pasar, pengembangan produk, penetapan harga diskon dan pelayanan purna jual. Keunggulan kompetitif dengan adanya suatu manajemen rantai pasokan adalah suatu aliran barang atau produk dalam rantai pasokan dapat dikelola.
23
Model dari rantai pasokan mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk memenuhi tuntutan konsumen. Tujuan utama dari manajemen rantai pasokan adalah penyerahan/pengiriman produk secara tepat waktu untuk memuaskan konsumen, mengurangi biaya, meningkatkan segala hasil dari seluruh rantai pasokan (bukan hanya satu perusahaan), mengurangi waktu, memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi. Upaya untuk memperbaiki masalah-masalah tentang ketersediaan material tersebut, dengan berdasarkan definisi di atas, dapat dievaluasi kembali dari semua aktivitas pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dalam kegiatan operasional sehari-hari dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1.
Apakah aktivitas pemasok, penjual, pengolah, pergudangan dan pengguna sudah terintegrasi dengan baik?
2.
Apakah produk dan jasa dapat sampai kepada pengguna dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan pada lokasi yang tepat?
3.
Apakah biaya yang dikeluarkan sudah cukup efisien?
4.
Apakah kualitas pelayanan terhadap pengguna sudah menjadi lebih baik Perencanaan Rantai pasokan Pengolahan Penyimpanan
Pengolahan
Penggudangan/ distribusi Distributor
Pusat distribusi
Pengiriman dan pelayanan pasar Konsumen/ user
Layanan konsumen
Gambar 1. Aliran Rantai Pasokan (Pujawan 2008)
24
Secara konseptual, representasi dari suatu jaringan logistik dalam rantai pasokan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Aliran material dari pemasok hingga ke konsumen melibatkan beberapa bagian dalam suatu jaringan rantai pasok dan harus dikelola secara optimal.
Konsumen Pesanan Pusat pelayanan konsumen Permintaan pengapalan Pusat distribusi
Permintaan pengisian kembali Pemasok Gambar 2 Contoh Rantai Pasokan Logistik (Jain 2004) Fungsi dari sistem pasokan bahan baku yaitu untuk mengirimkan material dalam jumlah dan kualitas secara tepat untuk input fasilitas proses dalam waktu dan pada biaya yang beralasan. Kebutuhan untuk fasilitas prosesing sesuai dengan masing-masing dimensi yaitu kuantitas, kualitas, waktu dan biaya yang akan ditentukan untuk bagian terpenting dalam suatu analisis yang berhubungan selama pemasaran dan fase prosessing pada desain proyek (Brown, 1994).
25
(Up-to-level)
Jumlah produk (Yt)
Lead
Supple
Lead
Lead Time
Pemasok
Permintaan (Dt)
Lead Time
Pengolah
Custome Pengecer
konsumen
Gambar 3 Jalur Rantai Pasokan Bahan Baku (Jain 2004) Bahan baku suatu agroindustri dapat diperoleh melalui beberapa cara. Alternatif dasar berupa membeli bahan baku langsung ataupun memproduksi sendiri. Jika bahan baku tersebut dapat dibeli, apakah di pasar terbuka ataukah melalui sistem kontrak dengan perjanjian pembelian sebelum transaksi penjualan dilakukan. Masing-masing sistem ini dapat diterapkan masing-masing atau kombinasi. Faktor prinsip untuk memutuskan pemilihan sistem pada pengadaan ini adalah biaya, kontrol dan fleksibilitas. Alternatif tersebut memberikan implikasi dengan memperhatikan biaya, kontrol dan fleksibilitas seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 1 Implikasi Pemilihan Alternatif dalam Sistem Pasokan Bahan Baku No
Faktor
Perusahaan memproduksi sendiri
Perusahaan membeli Bahan baku di bawah kontrak
1
Biaya
Biaya produksi penuh termasuk tanah, perbaikan, dan modal peralatan Penambahan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengatur tenaga kerja dan fungsi produksi
Biaya administrasi kontrak
2.
3.
Kontrol
Fleksibilitas
Pengendalian maksimum di atas fungsi produksi, dengan kendala sumberdaya yang dapat digunakan Maksimum eksposure dari resiko bencana alam Dibatasi oleh investasi dalam produksi
Risiko dari biaya yang tidak diperoleh kembali pada : - pengadaan dan distribusi input - tenaga ahli - pelayanan konsumen - tambahan biaya Keadaan pertumbuhan bahan yang berlebihan atau input lain, husbandry, dan delivery
Perusahaan membeli bahan Baku di Pasar terbuka Harga pembelian bahan baku
Tidak ada, atau melalui insentif lain
Pengurangan resiko jumlah, kualitas dan waktu pada pemasokan Perubahan dilakukan dalam jangka dan term kontrak
Sangat fleksibel
Sumber : (Pujawan, 2008)
26
Manajemen rantai pasokan membutuhkan pendekatan dan model pengelolaan yang tangguh untuk bisa tetap bertahan dalam dunia bisnis. Oleh sebab itu ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam pengelolaan rantai pasokan. Tantangan tersebut yaitu berupa kompleksitas struktur rantai pasokan dan adanya ketidakpastian dalam rantai pasokan. Konflik antar bagian merupakan suatu bentuk tantangan yang kompleks dalam mengelola rantai pasokan. Ketidakpastian merupakan suatu sumber utama kesulitan pengelolaan dalam suatu rantai pasokan. Berdasarkan sumber, terdapat tiga klasifikasi utama ketidakpastian pada rantai pasokan yaitu berupa ketidakpastian permintaan, ketidakpastian berasal dari pemasok, dan ketidakpastian internal. Manajemen rantai pasokan dapat memberikan sebuah gambaran yang lengkap, dan berdasarkan data yang nyata dan perbandingan berbagai situasi virtual agar pasokan berjalan wajar. Optimasi secara keseluruhan kapasitas produksi dengan prinsip-prinsip bisnis
yang
sehat
dan
rencana
operasional
untuk
membuat
perintah
memaksimalkan keuntungan dan memenuhi berbagai tingkat pelanggan, dengan menjamin kepentingan strategis pelanggan dan mitra untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dari perusahaan. Manajemen rantai pasokan dalam bisnis proses manufaktur dapat memilah agar dapat meningkatkan rantai pasokan sesuai dengan efisiensi operasional secara keseluruhan dari prinsip kesatuan operasi. Verifikasi dan Validasi
Verifikasi model adalah pembuktian bahwa model komputer yang telah disusun pada tahap sebelumnya mamapu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji (Eriyatno 1998). Dalam pengertian lain, verifikasi adalah sebuah proses untuk meyakinkan bahwa program komputer yang dibuat beserta penerapannya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model (Schlesinger et al. 1979 dalam Sargent 1998). Validasi adalah upaya penyimpulan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, sehingga dapat
27
menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno 1998). Validasi juga merupakan proses iteratif
sebagai proses penyempurnaan model komputer
(Muhamadi et al. 2001, Eriyatno 1998). Validasi dalam pengertian yang lain adalah substansi bahwa model yang dikomputerisasikan dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan komputer (Schlesinger et al. 1979 dalam Sargent 1998). Proses verifikasi dan validasi dilakukan dalam setiap tahapan proses pemodelan yaitu berupa validasi terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional serta validitas data. Validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang. Suatu model dikatakan valid jika struktur dasarnya dan polanya dapat menggambarkan perilaku sistem nyata, atau dapat mewakili dengan cukup akurat, data yang dikumpulkan sehubungan dengan sistem nyata atau asumsi yang dibuat berdasarkan referensi sesuai cara sistem nyata bekerja. Walaupun validasi suatu sistem sangat dibatasi oleh model mental dari pemodel, namun demikian untuk memenuhi kaidah keilmuan, pada suatu sistem dinamik tetap tetap harus dilakukan uji validasi. Dalam pengujian validasi suatu model, saat ini terdapat beberapa teknik. Selain itu, validasi model ini dilakukan pula terhadap kinerja atau keluaran model, yaitu membandingkan hasil keluaran model yang dirancang dan data lapangan pada periode waktu selama 10 tahun. Validasi kinerja ini dapat dilakukan dengan memverifikasi grafik keluaran model dan membandingkannya dengan grafik kecenderungan (trend) perubahan dari data lapangan berdasarkan suatu seri data, atau dengan memverifikasi data lapangan berdasarkan perhitungan standar penyimpangan data (root mean square error) pada masing-masing level
28
keluaran model dengan tingkat perbedaan maksimal dari nilai rata-rata data empirik sebesar 10% berdasarkan persamaan standar deviasi. Model dinyatakan valid jika hasil pengujian (verifikasi) sesuai dengan data lapangan. Hasilnya dianggap dapat digunakan untuk mensimulasikan atau memproyeksikan keadaan perubahan yang diperkirakan terjadi untuk periode selama 10 tahun ke depan. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah uji keyakinan yang dipaparkan oleh R.G Coyle dalam System Dinamics Modeling: A Practical Approach (1996): 1. Causal Loop diagram harus berhubungan dengan permasalahan, 2. Persamaan harus disesuaikan dengan causal loop diagram khususnya tanda + atau – harus konsisten di antara persamaan dengan causal loop. 3. Dimensi dalam model harus valid, 4. Model tidak menghasilkan nilai yang tidak masuk akal, seperti stok negatif, 5. Perilaku model harus masuk akal, artinya apabila ada sesuatu yang seharusnya terjadi, maka harus sesuai dengan apa yang diharapkan dari model tersebut, 6. Massa model harus balance, artinya total kuantitas yang telah masuk dan keluar dari proses sistem tetap dapat dijelaskan.
Komoditas Kelapa dan Potensi Pengembangan
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) masih merupakan tanaman perkebunan di Indonesia yang lebih luas dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit. Tanaman ini diusahakan melalui perkebunan rakyat, perkebunan swasta maupun perkebunan pemerintah. Luas areal kelapa ini terdiri atas kelapa varietas Dalam dan Hibrida, dengan pemeliharaan intensif dapat mencapai produksi masing-masing 2,5 ton kopra/ha/thn dan 4 ton kopra/ha/thn (Allolerung dan Mahmud 2002). Menurut
Brotosunaryo
(2003),
potensi
bahan
baku
ini
harus
didayagunakan secara optimal, sehingga kelapa dapat terangkat menjadi komoditas primadona dalam peningkatan nilai tambah bagi sekitar 16.32% penduduk Indonesia yang masih tergantung pada komoditas kelapa.
29
Gambaran ringkas sebaran potensi kelapa Indonesia ini dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini. Wilayah dengan luas areal penghasil kelapa dari yang terluas berturut-turut Propinsi Riau, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, Maluku Utara dan Jawa Barat. Wilayah dengan hasil produksi butir buah kelapa berturut-turut dari yang terbanyak yaitu Propinsi Riau, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Maluku Utara dan Jawa Tengah.
Sulawesi Utara 268.696 Ha 250.934 Ton
Riau 547.479 Ha 498.219 Ton
Maluku Utara 209.870 Ha 226.567 Ton
Jawa Tengah 244,357 Ha 186,432 Ton Jawa Barat 190.631 Ha 165.117 Ton
DIY 44.285 Ha 51.569 Ton
Jawa Timur 290.167 Ha 241.074 Ton
Gambar 4 Sebaran Potensi Kelapa Indonesia (APCC 2007) Wilayah-wilayah tersebut memiliki sejumlah industri dengan skala besar yang mengolah buah kelapa menjadi produk olahan lain seperti minyak kelapa, nata de coco, santan krim dan tepung kelapa. Lokasi beberapa industri dengan skala besar tersebut dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini. Sebaran industri pengolahan kelapa yang lain di Indonesia cukup merata di beberapa propinsi seperti tampak pada tabel 2.
30
PT. Permata Hijau PT. Sorintalo PT. Bimoli CV. Kairagi
Riau PT. Pulau Sambu Lampung PT. Nimpindo Prima Coconut PT Sari Segar Husada
Jatim PT. Ikan Dorang PT. Vegetable Oil
Jabar & DKI PT. Barco PT. PMK Mangga Dua PT. Airland Hilman Abadi
Gambar 5 Peta Penyebaran Industri Besar Pengolahan Kelapa
Tabel 2 Sebaran Lokasi Jenis Industri Pengolahan Kelapa Di Indonesia No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Industri Pengolahan Kelapa Kopra Gula kelapa (cetak dan butiran) Nata de coco Minyak kelapa mentah Minyak kelapa murni
Sebaran Lokasi Berbagai propinsi di Indonesia Berbagai propinsi di Indonesia
Berbagai propinsi di Indonesia Pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi Pulau Sulawesi Jawa, Sumatera Kalimantan 6. Minyak goreng Sumatera, Jawa dan Sulawesi Utara 7. Santan kelapa yang Jawa dan Sumatera dipasteurisasi dan kemasan UHT 8. Produk kelapa kaleng Pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi 9. Kelapa parut kering Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi Utara 10. Serat sabut kelapa Berbagai Propinsi 11. Serbuk sabut kelapa Berbagai Propinsi 12. Serbuk tempurung kelapa Berbagai propinsi 13. Arang tempurung kelapa Berbagai propinsi 14. Karbon aktif Sulawesi, Sumatera 15. Produk olahan kayu kelapa Berbagai propinsi (furnitures, handycrafts) Sumber : Notowijoyo (2001)
31
dan
Buah kelapa tersebut secara umum memiliki komposisi 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging biji dan 25% air kelapa. Komposisi ini sangat bervariasi menurut jenis kelapa (Samosir 1992). Jenis tanaman kelapa pada awal mulanya hanya dikenal dua varietas yaitu varietas dalam (tall variety) dan varietas genjah (dwarf variety). Seiring dengan perkembangan pemuliaan tanaman, dikenal juga varietas kelapa hibrida yang merupakan hasil persilangan kelapa dalam dan kelapa genjah (Palungkun 1993). Ketiga varietas tersebut memiliki ciri karakteristik tersendiri. Ciri-ciri secara garis besar tersebut nampak pada tabel 3 ini. Tabel 3 Karakteristik Varietas Kelapa Karakteristik
1. Batang
Varietas Kelapa Kelapa Dalam
Kelapa Genjah
Kelapa Hibrida
Tinggi dan besar
ramping
Ramping dan pendek
2. Tinggi
Rata-rata 15-18m
Mencapai 5 m atau
bahkan mencapai
lebih
Mencapai 5 m
30m atau lebih 3. Umur mulai berbuah 4. Umur ekonomis
6-7 tahun setelah
3-4 tahun setelah
4 tahun
tanam
tanam
Mencapai 90 - 100
Mencapai 50 tahun
35 tahun
11 tandan
18 tandan
20 tandan
/pohon/tahun
/pohon/tahun
/pohon/tahun
90 butir
100 butir
140 butir
/pohon/tahun
/pohon/tahun
/pohon/tahun
1 ton kopra
0.5 ton
6-7 ton/ha/tahun
/Ha/tahun pada
kopra/ha/tahun
pada umur 10 tahun
umur 10 tahun
pada umur 10 tahun
tahun 5. Jumlah produksi tandan 6.. Produktivitas
7. Produksi kopra
Sumber : Data olahan dari Palungkun (1993) dan Litbang Deptan
32
Deskripsi beberapa jenis kelapa unggul yang ada di Indonesia menurut Pulitbangbun (2005) yaitu sebagai berikut : Tabel 4 Deskripsi Beberapa Jenis Kelapa Unggul di Indonesia Jenis Kelapa Morfologi Tanaman Unggul Kelapa dalam mulai berbuah umur 5 tahun; Mapanget warna buah coklat kemerahan, merah kekuningan; bentuk buah bulat; bentuk buah tanpa sabut bulat dasar rata
Kelapa Tenga
dalam Mulai berbuah pada umur 5 tahun; warna buah hijau, merah kekuningan, hijau kekuningan; bentuk buah bulat; bentuk buah tanpa sabut bulat dasar rata.
Kelapa Palu
dalam Mulai berbuah pada umur 5 tahun; warna buah hijau, merah kecoklatan, hijau kekuningan; bentuk buah elips; bentuk buah tanpa sabut bulat dasar rata.
Kelapa Bali
dalam Mulai berbuah pada umur 5 tahun; warna buah hijau, merah kekuningan, hijau kekuningan; bentuk buah hampir bulat; bentuk buah tanpa sabut bulat dasar rata.
Kelapa Genjah Mulai berbuah pada umur 2 Salak tahun; warna buah hijau; bentuk buah lonjong.
Kelapa Genjah Mulai berbuah pada umur 40 Raja bulan; warna buah merah kecoklatan; bentuk buah bulat.
Produksi
Kesesuaian Daerah
Jumlah buah per pohon per tahun 90 butir; jumlah buah per hektar per tahun 12.870 butir; berat kopra per hektar per tahun 3,3 ton; kadar minyak 62,95% Jumlah buah per pohon per tahun 75 butir; jumlah buah per hektar per tahun 16.725 butir; berat kopra per hektar per tahun 3,0 ton; kadar minyak 69,31% Jumlah buah per pohon per tahun 75 butir; jumlah buah per hektar per tahun 10.725 butir; berat kopra per hektar per tahun 2,8 ton; kadar minyak 69,28% Jumlah buah per pohon per tahun 75 butir; jumlah buah per hektar per tahun 10.725 butir; berat kopra per hektar per tahun 3,0 ton; kadar minyak 65,52% Jumlah buah per pohon per tahun 80120 butir; jumlah buah per hektar per tahun 20.500 butir; kadar gula air buah 1,7% Jumlah buah per pohon per tahun 70120 butir; jumlah buah per hektar per tahun 13.500 butir; kadar gula air buah 1,7%
sesuai ditanam pada lahan kering iklim basah (curah hujan 2.500-3.500 mm/tahun)
sesuai ditanam pada lahan kering iklim basah (curah hujan <2.500 mm/tahun)
sesuai ditanam pada lahan kering iklim basah (curah hujan <1.500 mm/tahun)
sesuai ditanam pada lahan kering iklim basah (curah hujan <2.500 mm/tahun)
sesuai ditanam pada lahan kering iklim basah (curah hujan <2.500 mm/tahun)
sesuai ditanam pada lahan kering iklim basah (curah hujan <2.500 mm/tahun)
Sumber : Puslitbangbun (2005)
33
Indonesia memang menempati urutan pertama dalam luas areal tanaman kelapa
dan total produksi dibandingkan dengan Philipina. Namun, dalam
pemanfaatan hasil tanaman kelapa, Indonesia masih kurang sebanding dengan Philipina. Industri hilir di Philipina yang sudah mencapai pasar ekspor lebih dari 100 jenis, sedangkan Indonesia baru mencapai kurang lebih 10 jenis. Selama ini kelapa hanya dimanfaatkan dalam bentuk produk primernya, baik kelapa segar maupun kopra untuk bahan baku minyak goreng. Pengembangan menjadi produk hilir belum banyak dilakukan, demikian juga pemanfaatan hasil sampingnya masih kurang. Oleh sebab itu wajar apabila peran tanaman kelapa sebagai pendukung perekonomian belum optimal di beberapa daerah di Indonesia. Tabel 5 Perbandingan Kondisi Perkelapaan di Indonesia dan Philipina Tahun 2006 No. Parameter
Indonesia Philipina (ton) (ton) 3.818.000 3.243.000 1.231.200 2.474.000
1 2
Luas area kelapa (Ha) Produksi kelapa (kesetaran kopra)
3 4
Perkiraan konsumsi domestik minyak kelapa Volume ekspor : a. Buah kelapa segar b. Kopra
222.500
281.100
30.562 38.363
c. Minyak kelapa d. Bungkil kopra e. Kelapa parut kering (Desiccated Coconut) f. Santan kelapa (bubuk) Santan kelapa (krim) g. Arang aktif h. Tempurung kelapa i. Serat sabut Sumber : APCC (2007)
519.973 238.400 62.410 27.402 20.205 656 3.450
14.077 Tidak diekspor 1.069.500 431.500 122.032 2.717 1.782 34.263 26.620 4.967
Tabel di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan hasil dari tanaman kelapa di Indonesia tidak terlalu buruk jika dibandingkan dengan negara lain. Semua bagian dari tanaman kelapa dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Hal ini tercermin dari pohon industri kelapa seperti pada gambar 6 di bawah.
34
Aneka produk olahan dapat dibuat dari bagian tanaman kelapa. Daging buah kelapa merupakan sumber bahan pangan yang mudah dicerna. Buah yang sudah mengandung kalori, lemak, vitamin A dan mencapai maksimal. Kandungan zat daging kelapa ini dapat diolah menjadi produk kebutuhan rumah tangga berupa bumbu dapur, santan, kopra, minyak kelapa dan kelapa parut kering. Minyak kelapa dapat diolah sehingga dapat menghasilkan bioenergi dan produk-produk oleokimia seperti fatty alcohol, fatty acid dan methyl ester. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan untuk margarin, es krim, bahan pelumas, kembang gula, shampoo, cuci, dan minyak rambut. Minyak kelapa kasar memiliki keunggulan dibandingkan dengan CPO yang terletak dari hasil pemrosesan yaitu oleokimia menjadi asam lemak (fatty acid), alkohol berlemak (fatty alkohol), dan glicerin. Pada pembuatan alkohol berlemak misalnya kandungan rantai menengah hydro carbon pada Crude Coconut Oil C-12 dan C-14 mencapai 54% sedangkan Crude Palm Oil hanya mencapai 1%. Produk-produk inilah yang lebih lanjut akan diolah oleh industri sabun, deterjen, farmasi, kosmetik dan tekstil. Bunga kelapa (mayang), bunga kelapa yang belum mekar dapat disadap untuk menghasilkan nira kelapa. Nira ini digunakan sebagai bahan baku produk antara lain gula kelapa, asam cuka, ragi, minuman beralkohol dan juga untuk industri kerajinan hiasan dinding dan dekorasi. Pelepah kelapa dapat dibuat sebagai industri kerajinan, seperti topi, kipas, gabus dan bahan bakar. Air kelapa, selain dapat diminum langsung dapat diolah menjadi sirop, nata de coco, kecap, minuman isotonik dan lain-lain. Tempurung kelapa dapat dimanfaatkan berbagai industri seperti arang dan karbon yang berfungsi untuk mengabsorbsi gas selain sebagai barang kerajinan, alat rumah tangga dan barang-barang seni lainnya, seperti ikat pinggang, gelang, sendok, asbak, kancing dan hiasan dinding. Sabut kelapa dapat dijadikan sebagai bahan baku aneka industri, seperti karpet, sikat, bahan pengisi jok mobil, tali dan lain-lain. Sabut gabus kelapa dapat dibuat pot bunga dan mulsa. Sabut berkaret bisa dibuat batako, kasur, dan mebeler. Sabut kelapa juga dapat dibuat pupuk dengan cara dibakar terlebih dahulu. Akar kelapa telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku karya seni, mebeler dan barang kerajinan. Akar kelapa ini juga dapat menghasilkan obat-
35
obatan dan zat warna. Batang kelapa yang sudah tua dapat digunakan untuk bahan bangunan, jembatan, kerangka papan perahu, atau kayu bakar. Daya tahan bahan bangunan dari batang kelapa ini mencapai puluhan tahun. Batang kelapa juga dapat digunakan sebagai bahan industri kerajinan seperti gagang cangkul, patung, tempat buah, asbak, hiasan dinding dan mebeler rumah tangga. Daun kelapa yang muda biasanya untuk kemasan masakan tradisional (ketupat) atau hiasan janur. Daun kelapa yang sudah tua dimanfaatkan sebagai atap, sapu lidi, tusuk sate dan berbagai manfaat lainnya, seperti tikar, topi, janur, dan keranjang (Wagu 2007). Industri pengolahan kelapa tersebut umumnya berupa industri pengolahan tradisional dengan kapasitas industri yang masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi yang tersedia. Produksi buah kelapa rata-rata dari 15,5 juta butir per tahun, total bahan ikutan yang dapat diperoleh 3,75 juta ton air kelapa, 0,75 juta ton arang tempurung, 1,8 juta ton serat sabut dan 3,3 juta ton debu sabut. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa potensi ketersediaan bahan baku untuk membangun industri masih sangat besar (Sudjarmoko 2007) Sekitar 90% dari bahan baku daging kelapa digunakan untuk menghasilkan minyak kelapa kasar/ crude coconut oil dan sisanya dibagi untuk produk lainnya, namun kecenderungan tersebut semakin menurun, dan produk lainnya
semakin
meningkat.
Sesuai
dengan
dinamika
pasar
produk,
kecenderungan untuk menghasilkan produk oleokimia turunan dari crude coconut oil ini juga tampak semakin tinggi (Sudjarmoko 2007). Produk-produk daging buah kelapa selain oleokimia, yang sangat prospektif untuk berkembang adalah minyak kelapa murni, tepung kelapa, santan kelapa, dan
krim kelapa. Produk-produk turunan tempurung yang prospektif
untuk dikembangkan adalah karbon aktif dan tepung tempurung. Produk-produk turunan dari sabut kelapa berupa serat sabut kelapa, debu sabut (Sudjarmoko 2007).
36
Gambar 6 Pohon Industri Kelapa (Allorerung 2005)
37
Agroindustri Kelapa Terpadu
Berdasarkan sistem pengolahan, pengolahan kelapa dapat dibagi dalam dua sistem, yakni parsial dan terpadu. Pengolahan parsial merupakan cara pengolahan dengan memanfaatkan sebagian atau salah satu dari komponen hasil kelapa yang terdiri dari sabut, tempurung, daging dan air kelapa dalam satu unit proses, seperti pengolahan kopra, dan penyeratan sabut. Pengolahan terpadu adalah cara pengolahan yang mendayagunakan seluruh komponen hasil kelapa pada beberapa unit proses dalam satu unit pengolahan (Grimwood 1975). Unit pengolahan kelapa terpadu dapat menerapkan pengolahan dengan cara kering atau cara basah tergantung pada produk yang akan dihasilkan dan nilai manfaatnya (Gonzales 1986). Pengolahan kelapa terpadu akan meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa dan peningkatan harga kelapa butiran yang akan diterima petani (Nambiar 1984). Menurut Mulyadi et al. (1989), pengembangan pengolahan terpadu akan lebih menguntungkan dibanding dengan pengolahan parsial antara lain: (a) peningkatan efisiensi bahan baku, (b) perluasan lapangan kerja, (c) peningkatan pendapatan petani, dan (d) pemantapan keterkaitan antar sektor industri, pertanian, jasa dan sektor lainnya. Konsep industri pengolahan kelapa terpadu merupakan konsep yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani, kesempatan kerja, perdagangan dan pendapatan hasil samping juga untuk meningkatkan kemajuan kawasan. Ada tiga faktor penting yang berpengaruh yaitu diversifikasi produk, pemodalan dan pasar produk. Kendala yang umum adalah kurangnya pemodalan dan kurangnya motivasi petani atau anggota kelompok tani untuk berkoperasi (Notowijoyo 2001). Menurut Basrah dalam Notowijoyo (2001), pemanfaatan maksimum kelapa secara industri dapat dilakukan dengan pengembangan industri kecil dan menengah di sentra industri kelapa. Industri pengolahan kelapa terpadu dapat didirikan secara komplementer dengan usaha pengolahan kopra, minyak, atau sabut kelapa yang telah ada atau membangun unit pengolahan kelapa terpadu yang
38
baru. Pelaksanaan dapat dilakukan dengan petani setempat secara berkoperasi atau bermitra dengan pengusaha sebagai investor. Berdasarkan skala produksi, produk yang dapat dipilih untuk dihasilkan pada agroindustri kelapa terpadu tampak pada tabel di bawah ini: Tabel 6 Skala Industri Beberapa Produk Olahan Kelapa Jenis Industri
A. Daging Kelapa 1. Kopra 2. Minyak Kelentik 3. Minyak mentah 4. Minyak dimurnikan 5. Produk lemak dan derivatnya 6. Santan Awet 7. Santan Serbuk 8. Protein Kelapa 9. Desiccated Coconut 10. Yoghurt Berbasis Kelapa 11. Minuman Skim Kelapa B. Air Kelapa 1. Nata de Coco 2. Cuka Air Kelapa 3. Kecap Air Kelapa 4. Minuman Penyegar C. Nira kelapa 1. Gula merah cetak 2. Gula semut 3. Cuka Nira 4. Minuman Penyegar D. Tempurung Kelapa 1. Arang 2. Arang Aktif 3. Tepung Tempurung E. Sabut Kelapa 1. Coir fibre 2. Coir dust F. Batang Kelapa 1. Mebel 2. Kerajinan Sumber : Notowijoyo ( 2001)
Skala Industri Kecil 1 2 V V V
V V V
Menengah/Besar 3 4 5 V V V V V V V V
V V V V V V
V
V
V V
V
V
V V
V V
V V
V V
V V
V V
V
V
V V V
V
V V V V
V V V V
V V V V
V
V
V V
V V V V V V
Program agroindustri kelapa terpadu diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
39
1. menambah keragaman produk industri yang dapat diperoleh di dalam negeri 2. menghasilkan sumber energi dan bahan mentah bernilai tinggi bagi sektor lain 3. meningkatkan devisa negara dengan adanya ekspor produk jadi dan setengah jadi yang bernilai ekonomis tinggi 4. mengembangkan bahan baku lokal untuk substitusi impor 5. meningkatkan tenaga kerja produktif di sentra-sentra industri 6. meningkatkan peluang kerja tambahan dan pendapatan masyarakat pedesaan 7. meningkatkan pendapatan petani di pedesaan 8. memanfaatkan
hasil
samping
yang
sebelumnya
tidak
atau
kurang
dimanfaatkan. Agroindustri kelapa terpadu ini diharapkan dapat dilaksanakan melalui integrasi kegiatan on-farm dan off-farm pada sentra-sentra produksi kelapa, sehingga dapat diperoleh peningkatan nilai tambah dan mengurangi resiko usaha. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan perkebunan yaitu untuk meningkatkan produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya saing perkebunan, kemampuan sumber daya manusia perkebunan, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan, penerimaan dan devisa negara dari sub sektor perkebunan, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan pasokan bahan baku industri dalam negeri, dukungan penyediaan pangan, dukungan penyediaan substitusi energi (biofuel), dukungan pengembangan wilayah dan optimalisasi pengelolaan sumberdaya secara arif dan berkelanjutan (Ditjenbun 2006). Sasaran pengembangan kelapa terpadu di Indonesia pada 20 sentra produksi kelapa. Sasaran pada tahun 2007 diarahkan untuk mendukung peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan melalui peningkatan produksi dan produktivitas, nilai tambah dan daya saing, yang tercermin diantaranya dengan indikator berupa pengembangan agroindustri pedesaan pengembangan kelapa terpadu (on-farm dan off-farm) di Riau, Banten, Kalbar, Sulut, Sulsel dan Sulbar.
40
Ulasan Penelitian Terdahulu
Ada beberapa ranah penelitian yang mendasari penelitian ini yaitu ranah penelitian kelapa dan agroindustri kelapa, ranah penelitian rantai pasokan dan ranah penelitian optimasi dengan simulasi. Beberapa penelitian terdahulu ini cukup untuk mendasari penelitian yang berkaitan dengan rancang bangun model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini. Penelitian kelapa dan agroindustri kelapa sudah banyak dilakukan, namun belum ada yang spesifik merancang model rantai pasokan dalam agroindustri kelapa terpadu dengan optimasi melalui simulasi. Kustanto (1999) melakukan
penelitian untuk membantu pengambilan
keputusan dalam perencanaan pengembangan agroindustri komoditas unggulan pada kawasan andalan yang merupakan studi kasus di Kabupaten Ciamis dengan menghasilkan program Agrodev. Rukmayadi (2002) melakukan penelitian yang menghasilkan model SPK untuk pemilihan daerah potensial, pemilihan produk prospektif, analisa kelayakan finansial dan Fuzzy interpretative structural, serta strategi pengembangan agroindustri kelapa dengan studi kasus di Kabupaten Ciamis. Rinaldi (2008) melakukan penelitian untuk membuat model rantai kegiatan dari industri kelapa. Model ini mengkaji rantai kegiatan dari agroindustri kelapa, nilai tambah yang dihasilkan oleh rantai kegiatan agroindustri kelapa. Pendekatan yang dilakukan berdasarkan analisis rantai kegiatan agroindustri kelapa, maksimisasi nilai tambah dan penggunaan metoda linier programming untuk optimasi. Hani (2007), melakukan analisis terhadap pengelolaan dan efisiensi rantai pasokan buah kelapa tua di Kota Bogor. Penelitian dilakukan dengan melihat jaringan konfigurasi logistik, pengendalian inventori, integrasi rantai pasokan dan efisiensi rantai pasokan pada sebagian level anggota rantai pasokan. Analisis yang dilakukan bersifat deskriptif yang menggambarkan keadaan pasar dan aliran rantai pasokan kelapa. Analisis efisiensi diukur dengan membandingkan biaya total transportasi berdasarkan alokasi optimal. Penentuan alokasi kebutuhan yang optimal dilakukan dengan mengembangkan model transportasi dengan teknik
41
optimasi program linier. Analisis rantai pasokan hanya dilakukan terbatas pada pasokan buah kelapa di pasar di wilayah Kotamadya Bogor. Sudjarmoko (2007), melakukan analisis efisiensi relatif komoditas kelapa pada lahan pasang surut dan lahan kering. Penelitian dilakukan dengan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usaha tani kelapa, khususnya pada tanaman kelapa perkebunan rakyat, mengetahui kondisi ekonomi skala usaha tanaman perkebunan rakyat, serta menganalisis efisiensi ekonomi, harga, dan teknis relatif dari kategori
usaha tani kelapa yang berbeda, khususnya pada
tanaman kelapa perkebunan rakyat yang diusahakan pada lahan pasang surut dan lahan kering serta berdasarkan luas lahan usaha tani. Penelitian ini cukup mendukung dan mendasari dalam merancang bangun model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu. Sungkar (2006) melakukan penelitian berkaitan dengan penguatan kapasitas kelembagaan Assosiasi Petani Kelapa Indonesia. Pola-pola hubungan dalam lingkup petani kelapa dan strategi pengembangannya. Penelitian ini dapat mendukung dalam membangun model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu dengan melihat pada pola kelembagaan petani kelapa selaku pemasok. Andria (2007), melakukan penelitian yang menghasilkan suatu model rantai pasokan agroindustri, kemudian melakukan optimasi model melalui algoritma genetika, serta mengkaji penerapan program algoritma genetika tersebut untuk rantai pasokan agroindustri cocodiesel. Model rantai pasokan ini cukup bagus untuk mempertajam tinjauan dari sisi optimasi. Adiarni (2007), melakukan penelitian yang berkaitan dengan rantai pasokan dan menghasilkan sistem pasokan bahan baku namun ditujukan untuk agro industri farmasi yang berbasis jaringan sehingga mampu meningkatkan pendapatan bagi petani anggota dan hubungan yang berkelanjutan. Hartati
(2007) menghasilkan penelitian yang mengembangkan suatu
model supply contract yang menggabungkan model total minimum quantity commitment dengan fleksibilitas disertai dengan model optimasi untuk menentukan
kebijakan
kontrak
pasokan
bahan
baku,
sekaligus
juga
mengakomodasi pemilihan pemasok. Namun, penelitian ini dilakukan dalam industri manufaktur.
42
Penelitian yang terkait rantai pasokan biasanya mengukur kinerja berdasarkan biaya yang dikeluarkan dalam proses bisnis tersebut (Apaiah dan Hendrix 2004; Araki et al. 2006; Yandra et al. 2007). Minimisasi biaya dalam rantai pasokan produk pertanian dapat dilakukan dengan penentuan lokasi produksi, komposisi produk, dan metode transportasi yang digunakan (Apaiah dan Hendrix 2004), serta tingkat persediaan (Yandra et al.
2007). Metode yang
digunakan untuk menunjukkan hubungan kerjasama yang terjadi antara pembeli dan pemasok dilakukan dengan simulasi rantai pasokan (Mukhtar et al. 2002). Model rantai pasokan yang didesain juga dapat menggunakan simulasi untuk tujuan tertentu, seperti mempertemukan permintaan konsumen sebagai garansi pengiriman dengan kualitas yang bagus dan biaya sedikit dalam waktu penyampaian yang minimal (Chang dan Makatsoris 2002). Simulasi juga digunakan untuk mendesain kembali jaringan rantai pasokan pangan yang merupakan model kualitas untuk mengontrol logistik (Van der Vorst 2005), untuk menunjukkan konsekuensi dalam supply chain industri makanan (Minegishi dan Thiel 2000), untuk mereduksi bulwhip effect (Reiner dan Trcka 2004). Simulasi skenario dari sisi manajemen, penjadwalan supply dan manajemen tangki untuk meramalkan CPO (Djohar et al. 2003). Simulasi juga dilakukan oleh Yoshizumi dan Okano (2007) yang didasarkan pada algoritma untuk optimasi supply chain dengan mengeksploitasi kedua teknik simulasi dan teknik optimasi. Penggunaan komputer melalui software-software simulasi dan algoritma tertentu dilakukan untuk mempermudah pekerjaan, seperti halnya dengan penggunaan SimmProcess (Reiner dan Trcka 2004) dan Stella (Djohar et al. 2003). Kumar dan Yamaoka (2007) melakukan penelitian yang berkaitan dengan dinamika sistem untuk agroindustri otomotif di Jepang yang mengeksplorasi keterkaitan reused, recycle dan disposal pada industri mobil Jepang untuk melihat jumlah mobil yang diekspor, digunakan kembali, dan dibuang dengan parameter data aktual dan peramalan permintaan mobil. Secara ringkas, posisi beberapa penelitian pendahuluan dan penelitian yang dilakukan dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini ;
43
Tabel 7 Posisi Penelitian yang Dilakukan Penelitian
Ranah 1
2
Metode 3
1
2
3
Indikator 1
2
Adiarni (2007)
√
Andria (2007)
√
Apaiah dan Hendrix, (2004)
√
√
√
Araki et al. (2006)
√
√
√
Chang dan Makatsoris (2002)
√
√
√
√
√
Djohar et al (2003)
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√
√
Hartati (2007)
√
√
√
Kumar dan Yamaoka (2007)
√
√
√
√
Kustanto (1999)
4 √
√
Hani (2007)
3
√
√ √
Minegishi dan Thiel (2000)
√
√
√
√
Mukhtar et al. (2002)
√
√
√
√
Reiner dan Trcka (2004)
√
√
√
√
√
√
Rinaldi (2008)
√
Rukmayadi (2002)
√
√
√
Sudjarmoko (2007)
√
√
√
Sungkar (2006)
√
√
√
Van der Vorst (2005)
√
Yandra et al. (2007)
√
Yoshizumi dan Okano (2007)
√
√
Penelitian yang akan dilakukan √
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan : Ranah Penelitian : 1. Kelapa dan agroindustri kelapa; 2. Rantai Pasokan; 3. Simulasi Metode
: 1. Optimasi standar; 2. Meta heuristik; 3. Simulasi
Indikator
: 1. Kualitas Produk; 2. Biaya; 3. Waktu; 4. lainnya
44
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan integrasi kegiatan dari pengadaan pasokan bahan baku hingga menjadi produk yang didistribusikan ke konsumen. Sistem pasokan ini melibatkan beberapa pihak yang memiliki keterkaitan. Model rantai pasokan didesain agar terjadi integrasi yang sinergis antara petani pemasok bahan baku kelapa dan agroindustri kelapa yang diusahakan secara terpadu. Kontribusi peran masing-masing pelaku dalam rantai pasokan juga merupakan hal yang menarik untuk dikaji sehingga dapat mendorong upaya pengusahaan pasokan bahan baku yang berkelanjutan dan agroindustri kelapa terpadu yang
mampu memenuhi kebutuhan konsumen untuk pasar domestik
maupun pasar ekspor. Permintaan bahan baku untuk agroindustri kelapa terpadu kemungkinan memiliki persyaratan spesifik yang berkaitan dengan sumber asal pasokan yang diinginkan. Oleh sebab itu akan terjadi aliran permintaan dan aliran pasokan bahan baku.
Menurut Evans dan Danks (1998), faktor yang mempengaruhi
manajemen rantai pasokan adalah : strategi sumber pengelolaan permintaan dan penawaran serta integrasi pasokan yang akan membentuk struktur dan variabilitas yang berciri sesuai dengan aliran bahan baku. Analisis deskriptif / kualitatif pada sistem pasokan bahan baku dan permintaan bahan baku diperlukan untuk melengkapi model ini. Simulasi dilakukan dengan beberapa asumsi untuk meminimisasi biaya rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu yang dirancang yang terdiri dari biaya transportasi, biaya persediaan, biaya distribusi. Model yang didesain selanjutnya dapat diimplementasikan sehingga dapat memberikan manfaat untuk pengembangan agroindustri kelapa terpadu. Keterkaitan hubungan dalam jaringan konfigurasi rantai pasokan yang melibatkan pemasok, agroindustri hingga konsumen untuk pasar domestik. maupun pasar ekspor yang menunjukkan aliran bahan secara konseptual tergambar pada diagram di bawah ini. Diagram yang menggambarkan kerangka
konseptual penelitian yang mendasari perancangan model berdasarkan pola aliran bahan baku yang berimplikasi pada biaya dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Konsumen Pasar Domestik/Ekspor
Agroindustri
Pemasok
Kebun Kelapa
Pasokan Buah kelapa butir
Transportasi Produk
Transportasi Buah kelapa butir
Transportasi Pasokan Persediaan Buah kelapa butir
Persediaan Produk
Persediaan Buah kelapa butir
Pengolahan daging buah kelapa
Pengolahan Air kelapa
Pengolahan Tempurung
Konsumen
Pengolahan Sabut kelapa
Persediaan Produk
Pengendalian Biaya Persediaan dan Pasokan
Pengendalian biaya persediaan produk
Pengendalian biaya distribusi
Model yang mempertimbangkan Total biaya rantai pasokan
Gambar 7 Kerangka Konseptual Penelitian
46
Adapun diagram alir kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Mulai
Tujuan merancang suatu model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu Mempelajari sistem pasokan agroindustri kelapa secara menyeluruh
Identifikasi dan penentuan produk prospektif
Identifikasi kebutuhan model rantai pasokan
Identifikasi faktor yang mempengaruhi total biaya rantai Causal Loop Diagram
Analisis deskriptif kualitatif, studi pustaka Pendapat pakar, dengan metode rangking dan pendekatan kriteria Bayes, studi pustaka
Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara
Menyusun skenario dan formulasi model rantai pasokan
Stock Flow Diagram Formulasi Simulasi Model Dinamis
Menyusun kerangka model rantai pasokan Simulasi model rantai pasokan
Simulasi dengan software Stella 9.14
Verifikasi dan validasi model Rencana implementasi model Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 8 Diagram Alir Kerangka Pemikiran
47
Pendekatan Pemodelan Model rantai pasokan terdiri atas beberapa kajian yaitu: sistem pasokan bahan baku dari pemasok yaitu petani kelapa maupun pedagang pengumpul, sistem transportasi bahan baku unit pengolahan, sistem persediaan bahan baku sebelum diolah menjadi aneka produk prospektif, sistem produksi, sistem distribusi produk ke konsumen untuk industri hilir maupun untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Skenario konsep konfigurasi didasarkan atas penyederhanaan jaringan rantai pasokan bahan baku dari industri kelapa yang dilakukan secara parsial. Skema jaringan rantai pasokan untuk industri pengolahan kelapa secara parsial, masing-masing meliputi aliran bahan baku berupa buah kelapa segar, aliran bahan baku berupa air kelapa, aliran bahan baku sabut kelapa dan aliran bahan baku tempurung. Industri-industri pengolahan kelapa secara parsial yang dipilih merupakan industri pengolahan kelapa yang menghasilkan produk-produk prospektif dari hasil identifikasi. Jaringan konfigurasi rantai pasokan secara skematis untuk masing-masing bagian dari buah kelapa yang diolah secara parsial selanjutnya akan disederhanakan dalam bentuk konfigurasi konsep secara terpadu dengan harapan aliran pasokan bahan baku akan lebih efisien dengan semakin sedikit aktor yang berperan dan jarak lokasi untuk masing-masing unit pengolahan yang semakin dekat. Hal ini dengan harapan agar total biaya rantai pasokan menjadi seminimal mungkin.
Upaya ini dilakukan karena petani selaku pemasok utama tidak
memiliki posisi tawar dengan tidak mempunyai hubungan langsung dengan industri atau unit pengolahan kelapa, justru pedagang pengumpul yang memiliki posisi tawar yang cukup besar. Hal inilah yang direduksi sehingga petani dan industri pengolahan kelapa memiliki hubungan yang bersifat kemitraan ataupun kelembagaan yang saling menguntungkan, sehingga petani diuntungkan dan industri pengolahan kelapa dapat memperoleh pasokan bahan baku yang kontinyu sehingga proses produksi juga berlangsung kontinyu dan konsumen pengguna produk dapat memperoleh produk dengan tepat jumlah dan waktu pula. Gambaran skenario konsep konfigurasi rantai pasokan tersebut yaitu :
48
Pemasok Pedagang
Petani kelapa l
Agroindustri Kelapa Terpadu
Produk prospektif olahan primer
Konsumen
Industri Hilir
Pasar domestik
Gambar 9
Pasar Ekspor
Skenario Konsep Konfigurasi Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu Tatalaksana Penelitian
Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan tujuan dalam memahami manajemen
rantai
pasokan.
Identifikasi
permasalahan
digunakan
untuk
memetakan hubungan sebab akibat dengan melihat berbagai hal yang mempengaruhi struktur dalam jaringan rantai pasokan yang terkait dengan hal-hal yang mempengaruhi peningkatan biaya rantai pasokan. Selanjutnya dilakukan formulasi manajemen rantai pasokan dalam sebuah model dan melakukan suatu analisis sistem. Simulasi model dilakukan untuk memperoleh total biaya rantai pasokan yang minimal dilakukan dengan menggunakan software Stella. Tahapan pendekatan tujuan yang dilakukan meliputi : 1. Formulasi model konseptual 2. Spesifikasi model kuantitatif
49
3. Evaluasi model 4. Penggunaan model Tahapan penggunaan model ini dikembangkan simulasi rantai pasokan dari beberapa asumsi yang mendasari skenario rantai pasokan yang berimplikasi pada total biaya rantai pasokan. Simulasi ini bermanfaat untuk menentukan strategi yang dapat digunakan rantai pasokan untuk mencapai keunggulan dalam nilai. Pengamatan rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu dilakukan melalui penelusuran pustaka dan internet untuk memperoleh data pendukung, juga pemahaman terhadap kondisi real dari agroindustri kelapa terpadu yang akan dipelajari. Langkah berikutnya berupa tahapan pemodelan sistem dinamis untuk jaringan rantai pasokan dengan fokus untuk agroindustri kelapa terpadu. Perancangan model secara simultan dilakukan dengan pemahaman terhadap rantai pasokan tersebut. Pemodelan diharapkan dapat merepresentasikan model nyata rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu. Model yang dirancang merupakan model dinamis dengan simulasi model untuk mencapai tujuan yang diinginkan berupa total biaya rantai pasokan yang minimal. Model yang dirancang ini merupakan abstraksi pasokan yang dimulai dari kedatangan buah kelapa butir, pengangkutan, sampai dengan pengolahan produk hingga didistribusikan ke konsumen. Identifikasi dan penentuan produk prospektif dilakukan dengan pendapat pakar melalui pembuatan kuesioner yang selanjutnya diisi berdasarkan pendapat pakar. Isian untuk kuesioner berupa pemberian daftar perangkingan untuk beberapa produk dari hasil olahan kelapa.
Adapun pemilihan produk prospektif dengan memberikan
rangking/peringkat berdasarkan pada beberapa kriteria yang dirunut dari pustaka. Metode rangking dilakukan dengan memberikan peringkat untuk produk yang diidentifikasi secara urut sejumlah urutan produk tersebut.
Penyusunan
peringkat dilakukan secara numerik dari 1 sampai dengan jumlah produk. Pemberian peringkat didasarkan pada masing-masing kriteria. Penilaian pemilihan produk didasarkan pada kriteria Bayesian dengan asumsi masing-masing produk memiliki peluang yang sama. Penilaian pemilihan produk berdasarkan kriteria di atas dilakukan melalui urutan pemilihan prioritas berdasarkan pembobotan dari masing-masing faktor, selanjutnya digunakan sebagai dasar penilaian bobot faktor. Penilaian terhadap bobot masing-masing
50
faktor akan ditabulasi sebagai dasar perhitungan untuk menentukan alternatif pilihan produk prospektif (Marimin, 2004) Perhitungan alternatif pilihan masing-masing produk berdasarkan kriteria yang ada dilakukan dengan menggunakan teknik berdasarkan kriteria bayes Penilaian alternatif
ini dihitung berdasarkan bobot masing-masing
kriteria.
Kriteria-kriteria ini dianggap memiliki peluang bobot yang sama sehingga pemberian peringkat dalam perhitungan menjadi suatu hal yang penting. Identifikasi kebutuhan untuk model rantai pasokan dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara dengan pakar dari pelaku agroindustri dan dinas terkait. Wawancara dapat dilakukan dengan beberapa media, untuk keperluan penyusunan model.
Sumber Informasi Sumber informasi berupa informasi yang bersifat primer dan sekunder. Sumber informasi primer diperoleh dari penjelasan pelaku dalam agroindustri kelapa. Metode pengumpulan data dilakukan wawancara langsung dengan pelaku agroindustri kelapa. Sumber informasi
sekunder diperoleh dari dinas
perindustrian dan perdagangan, Direktorat jenderal perkebunan, APCC, BPS dan laporan penelitian serta sumber pendukung kepustakaan yang lain serta penelusuran data melalui internet.
Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan Februari 2009 hingga Nopember 2009, diawali dengan studi pendahuluan untuk pemantapan usulan. Desain model dilakukan di Laboratorium Bisnis dan Aplikasi Industri Departemen TIN Fateta IPB. Wilayah yang digunakan sebagai observasi dan simulasi model dinamis adalah Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat.
51
POTENSI BAHAN BAKU AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU Potensi Ketersediaan Bahan Baku Hasil penelusuran pustaka menunjukkan bahwa ada beberapa faktor penunjang untuk mendorong pengembangan agroindustri kelapa terpadu yaitu potensi ketersediaan bahan baku. Perkebunan kelapa yang tersebar di sebagian daerah biasanya terkonsentrasi di lahan perkebunan rakyat. Kondisi demikian sangat membantu mengurangi biaya transportasi pengumpulan bahan baku dari kebun-kebun petani ke lokasi pabrik pengolahan. Dalam jangka panjang, faktor pendukung lainnya adalah masih tersedia lahan untuk ekstensifikasi perkebunan dalam rangka menjaga kontinuitas ketersediaan bahan baku. Faktor-faktor penunjang seperti ini merupakan salah satu keunggulan komparatif agroindustri kelapa terpadu yang ditemukan di wilayah luar Pulau Jawa. Namun, hal ini sulit ditemukan di Pulau Jawa meskipun agroindustri kelapa yang ada sudah cukup jauh berkembang namun dihadapkan pada risiko ketidakpastian ketersediaan bahan baku untuk jangka panjang. Luas areal tanaman kelapa Indonesia terluas di dunia menurut Asia Pasific Coconut Community (APCC) pada tahun 2007 yaitu 3,86 juta ha dengan total produksi yang terbesar yaitu 15,20 milyar butir kelapa per tahun. Produksi masing-masing negara APCC ditunjukkan dalam tabel-tabel di bawah ini. Data menunjukkan bahwa mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, Indonesia merupakan wilayah terluas dan penghasil
butir buah kelapa paling banyak.
Namun, dari sisi produksi terdapat penurunan hasil yang cukup berarti dari 16,492 milyar butir pada tahun 2005 menjadi 14,984 milyar butir pada tahun 2006 seiring dengan berkurangnya luas areal produksi. Meskipun demikian dari sisi produktivitas buah kelapa menunjukkan bahwa Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan negara penghasil kelapa yang lain (APCC, 2007).
Tabel 8 Luas areal Produksi Kelapa di Dunia (dalam 1000 Ha) Negara Tahun 2002 2003 2004 A. Negara Anggota APCC 10.678 10.682 10.652 F.S. MiKronesia 17 17 17 Fiji 65 60 61 India 1.892 1.919 1.899 Indonesia 3.885 3.911 3.870 Kiribati 25 25 25 Malaysia 159 131 131 Kepulauan Marshall 8 8 8 Papua New Guinea 260 260 260 Philippina 3.182 3.217 3.259 Samoa 96 93 96 Kepulauan Solomon 59 59 59 Sri Lanka 442 422 395 Thailand 327 328 343 Vanuatu 96 96 96 Vietnam 165 136 133 B. Negara-negara lain 1.444 1.441 1.468 Afrika 650 636 649 Amerika 629 631 649 Asia 105 120 117 Pacific 60 54 53 Total 12.122 12.123 12.120 Sumber : APCC (2007) Tabel 9 Produksi Kelapa di Dunia (dalam 1000 Butir) Negara Tahun 2002 2003 2004 A. Negara Anggota 48.674.350 48.819.700 47.663.159 APCC F.S. Micronesia 40.000 40.000 40.000 Fiji 79.000 52.000 55.000 India 12.882.000 12.160.000 11.989.000 Indonesia 15.492.000 16.146.000 16.657.000 Kiribati 96.000 96.000 129.000 Malaysia 477.000 400.000 430.475 Kepulauan 17.800 41.200 25.500 Marshall Papua New 553.000 553.000 812.500 Guinea Philippina 14.068.000 14.294.000 12.459.000 Samoa 195.000 180.000 190.000 Kepulauan 112.000 110.000 105.000 Solomon Sri Lanka 2.393.000 2.562.000 2.591.000
2005 10.691 17 60 1.935 3.894 25 130 8 260 3.243 93 59 395 344 96 132 1.477 649 657 118 53 12.167
2006 10.482 17 60 1.935 3.818 25 115 8 260 3.243 93 59 395 226 96 133 1.312 627 512 120 53 11.794
2005 2006 49.620.300 47.050.311 40.000 40.000 150.000 150.000 12.832.900 12.832.900 16.492.000 14.984.000 129.000 129.000 391.000 402.000 25.500 20.907 812.500
812.500
14.056.000 12.600.000 180.000 180.000 115.000 100.000 2.215.000 2.784.000 Lanjutan…….
53
Lanjutan Tabel 9 Negara 2002 Thailand 1.134.000 Vanuatu 346.000 Vietnam 789.550 B. Negara-negara 9.430.288 lain Asia 910.644 Pasifik 371.606 Afrika 2.170.450 Amerika 5.977.589 Total 58.104.638 Sumber : APCC (2007)
2003 1.146.000 346.000 693.500 9.607.127
Tahun 2004 1.199.000 300.000 680.684 9.939.990
1.009.685 1.045.412 369.250 368.625 2.187.075 2.200.700 6.041.117 6.325.253 58.426.827 57.603.149
2005 1.204.000 300.000 677.400 9.949.303
2006 1.248.000 86.004 681.000 8.519.610
973.071 1.026.228 368.937 371.411 2.200.700 2.232.610 6.406.595 4.889.361 59.569.603 55.569.921
Tabel 10 Produksi Kelapa Ekuivalen Kopra Dunia (dalam 1000 ton) Negara Tahun 2002 2003 2004 2005 9.924.060 A. Anggota APCC 8.631.331 9.559.948 9.442.138 F.S. Micronesia 6.500 8.000 8.000 8.000 Fiji 27.228 14.672 14.672 30.000 India 1.830.000 2.432.000 2.397.800 2.566.580 Indonesia 3.196.499 3.229.200 3.331.400 3.298.400 Kiribati 19,200 19.200 25.800 25.800 Malaysia 119.250 80.000 86.095 78.200 Kepulauan Marshall 3.086 7.264 7.264 5.100 Papua New Guinea 136.000 110.600 162.500 162.500 Philippina 2.308.000 2.631.000 2.377.000 2.811.200 Samoa 55.000 54.000 55.000 36.000 Kepulauan Solomon 24.000 24.512 22.470 23.000 Sri Lanka 340.916 512.400 518.200 443.000 Thailand 340.000 229.200 239.800 240.800 Vanuatu 48.000 69.200 60.000 60.000 Vietnam 177.652 138.700 136.137 135.480 B. Negara-negara 1.714.853 1.886.058 1.998.684 1.988.854 lain Asia 182.129 201.937 212.670 194.614 Pasifik 74.321 73.850 73.725 73.787 Afrika 434.090 437.415 439.140 439.140 Amerika 1.195.518 1.208.223 1.273.148 1.281.313 Total 10.346.184 11.446.006 11.440.822 11.912.914 Sumber : APCC (2007)
54
2006 8.966.148 6.500 25.000 1.833.000 3.186.715 26.004 80.000 4.646 162.600 2.474.000 36.000 21.000 525.383 374.000 60.000 151.300 1.703.038 205.246 74.282 445.647 977.864 10.669.186
Luas areal produksi dan jumlah hasil produksi masing-masing wilayah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini. Pulau Sumatera merupakan pulau dengan areal terluas dan produksi terbesar, dan wilayah penghasil kelapa terbesar di Indonesia adalah Propinsi Riau sebanyak 498.219.000 ton dari areal seluas 547.479 Ha.
Namun, dari sisi produktivitas hasil per hektar, wilayah
Daerah Istimewa Jogyakarta justru menempati peringkat paling atas dengan total areal produksi seluas 44.285 Ha dengan hasil 51.569.000 ton (APCC, 2007).
Tabel 11. Luas Areal dan Jumlah Produksi Kelapa di Indonesia Tahun 2006 Propinsi Sumatera Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Bangka Belitung Lampung Bengkulu Jawa Jawa Barat Banten Jawa Tengah Jawa Timur D.I. Jogyakarta Bali Kalimantan Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
Luas Areal (hektar) Produksi (1000 ton) 1.270.571 1.079.657 112.171 68.385 130.382 100.697 91.003 80,589 547,479 498,219 40,042 39,892 121,624 129,229 61,021 30,119 9,870 3,750 148,383 122,904 8,596 5,873 866,698 701,866 190,631 165,117 97,258 57,674 244,357 186,432 290,167 241,074 44,285 51,569 70,763 69,799 288,053 215,308 111,756 75,126 52,444 33,680 78,038 75,278 45,815 31,224 750,997 694,601 268,696 250,934 61,844 57,306 173,789 180,791 123,552 101,431 Lanjutan
55
Propinsi Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat
Lanjutan Tabel 11 Luas Areal (hektar) Produksi (1000 ton) 53,803 29,011 69,313 75,128
Nusa Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku + Papua Maluku Maluku Utara Papua Irian Jaya Barat TOTAL Sumber : APCC (2007)
227,748 65,010 162,738 342,878 90,649 209,870 31,466 10,893 3,817,708
110,360 47,373 62,987 315,124 70,525 226,567 12,588 5,444 3,186,715
Data dari Direktorat Jenderal Tanaman Perkebunan Departemen Pertanian pada 2007 menyebutkan areal kelapa di Riau mencapai 627.978 hektar (16,27%) dengan total produksi 2,7 juta butir kelapa/tahun. Berikutnya urutan ke-2 dan ke-3 ditempati Jawa Timur (288.481 hektar) dan Sulawesi Utara (268.737 hektar). Propinsi Bangka Belitung menempati urutan terakhir (10.287 hektar). Data terbaru dari Statistik Perkebunan Indonesia menunjukkan berbagai luas areal dan produksi kelapa Indonesia yang dirinci berdasarkan jenis pengelolaan perkebunan, seperti tampak pada tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Luas Areal dan Produksi Kelapa Indonesia Berdasarkan Jenis Perkebunan tahun 2005 – 2008. Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
PR 3.723.879 3.737.838 3.720.490 3.720.533 3.728.598
Luas areal (ha) PBN PBS 4.883 68.242 6.127 61.649 5.668 62.734 5.507 61.948 5.507 64.232
Jumlah 3.797.004 3.803.614 3.788.892 3.787.989 3.798.338
PR 3.000.839 3.052.461 3.061.408 3.122.995 3.176.744
Produksi (ton) PBN PBS 4.489 49.183 3.659 40.724 2.897 66.853 2.935 67.337 2.950 67.486
Keterangan : PR : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (2009)
Kontinyuitas ketersediaan bahan baku merupakan salah satu hal yang pantas untuk dicermati. Kontinyuitas ketersediaan bahan baku ini terkait erat
56
Jumlah 3.054.511 3.096.844 3.131.158 3.193.266 3.247.180
dengan produktivitas tanaman kelapa dan kemudahan untuk memperoleh pasokan dari wilayah lain. Produktivitas tanaman kelapa merupakan hal yang pantas untuk dicermati dalam sistem rantai pasokan bahan baku untuk agroindustri kelapa terpadu. Buah kelapa di tanah air meskipun memiliki jumlah pohon melimpah namun sebagian besar sudah tua, berumur di atas 40 tahun. Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas. Kisaran produktivitas kelapa hanya sekitar 1 ton/hektar. Peremajaan tanaman kelapa berjalan lambat meskipun sudah ada varietas unggul seperti mapanget dengan kemampuan produksi 3,5 ton/ha.
57
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF UNTUK AGROINDUSTRI KELAPA TERPADU
Identifikasi Produk Prospektif Produk yang dianggap memiliki prospek ini dibatasi pada produk-produk pada tingkatan produk primer karena faktor kemudahan aplikasi teknologi di sentra penghasil kelapa, keterkaitan dengan industri hilir, daya saing di pasar domestik maupun pasar ekspor serta prospek pasar. Faktor-faktor tersebut menjadi dasar penentuan kriteria untuk memilih produk-produk primer olahan dari kelapa yang meliputi produk di bawah ini :
1. Kopra
8.
Arang tempurung kelapa
2. Minyak kelapa
9.
Karbon aktif
3. Santan kelapa
10. Asap cair
4. Kelapa parut kering
11. nata de coco
5. Serat sabut kelapa
12. syrup air kelapa
6. Serbuk sabut kelapa
13. kecap air kelapa
7. Gabus sabut kelapa
14. minuman isotonik
Produk-produk tersebut dipilih berdasarkan potensi pengembangan yang diusahakan dalam suatu agroindustri kelapa terpadu. Berdasarkan tinjauan beberapa pustaka, produk-produk primer tersebut relatif mudah diusahakan di tingkat petani di sentra industri yakni dilihat dari beberapa aspek yang terkait dengan aspek sumberdaya manusia,
bahan baku, metode proses produksi,
peralatan dan teknologi, dan aspek pemodalan. Hal ini agar sejalan dengan upaya untuk meningkatkan pendapatan petani/pekebun ataupun petani pengolah. Masing-masing aspek di atas tidak dinilai kembali karena sudah ada pustakapustaka yang mendasari penilaian ini. Aspek tersebut merupakan aspek-aspek utama yang hendaknya harus diperhatikan terutama dalam pendirian suatu industri. Fokus pemilihan produk prospektif dilakukan berdasarkan bobot kriteria faktor di atas.
58
Berdasarkan data hasil perunutan data nilai ekspor hasil olahan kelapa menunjukkan bahwa terdapat beberapa produk yang memiliki potensi ekspor. Hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini.
500,000,000 Nilai Ekspor (US$)
400,000,000 300,000,000 200,000,000 100,000,000 0
2002
2003
2004
2005
2006
2007)*
2008)*
2009)*
Tahun Kopra
Bungkil Kopra
Miny ak Kelapa
Kelapa Parut Kering
Santan Kelapa Cair
Serat Sabut kelapa
Arang tempurung
Karbon Aktif
Gambar 10. Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Olahan Primer Gambar tersebut menunjukkan bahwa minyak kelapa secara rata-rata menunjukkan potensi ekspor yang paling tinggi adalah minyak kelapa. Komoditi di atas dapat digambarkan sebagai komoditas yang dapat berpotensi di masa yang akan datang. Data perkembangan nilai ekspor ini dapat dilihat pada lampiran.
Penentuan Kriteria Produk Prospektif Perancangan model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu harus memperhatikan beberapa kriteria yang berpengaruh dalam pemilihan produk prospektif
untuk model rancangan. Produk-produk prospektif ini dipilih
berdasarkan produk-produk yang sudah ditetapkan di atas. Adapun pemilihan produk prospektif dari produk di atas didasarkan pada beberapa kriteria yaitu : 1. Daya saing produk 2. Prospek pasar produk 3. Keterkaitan dengan industri hilir, 4. Kemudahan aplikasi teknologi
59
Penilaian pemilihan produk berdasarkan kriteria di atas dilakukan melalui urutan pemilihan prioritas berdasarkan pembobotan dari masing-masing faktor. Penilaian terhadap bobot masing-masing faktor akan ditabulasi sebagai dasar perhitungan untuk menentukan alternatif pilihan produk prospektif. Perhitungan alternatif pilihan masing-masing produk berdasarkan kriteria yang ada dilakukan dengan menggunakan teknik berdasarkan kriteria bayes Penilaian alternatif
ini dihitung berdasarkan bobot masing-masing
kriteria.
Kriteria-kriteria ini dianggap memiliki peluang bobot yang sama sehingga pemberian peringkat dalam perhitungan menjadi suatu hal yang penting. Penilaian peringkat alternatif berdasarkan kriteria daya saing dilakukan dengan melihat nilai tambah produk, sumber pasokan bahan baku dan substitusi dengan produk lain. Penilaian kriteria berdasarkan prospek pasar produk dilakukan dengan melihat pada potensi pasar produk di pasar domestik maupun pasar ekspor, sedangkan penilaian kriteria berdasarkan keterkaitan dengan industri hilir dilakukan dengan melihat penggunaan produk untuk industri-industri yang lebih hilir seperti industri farmasi, kosmetika, dan industri pangan bahkan industri bio energi. Kriteria kemudahan aplikasi teknologi dilakukan dengan merunut tingkat penggunaan teknologi tersebut dalam menghasilkan produk dan penggunaan peralatan/mesin yang membutuhkan keahlian khusus dalam penerapan. Kriteria-kriteria di atas diberi bobot peluang yang sama dalam penggunaannya untuk memilih alternatif. Bobot peluang dari masing-masing kriteria di atas yaitu sebesar 0,25. Bobot ini didasarkan pada penentuan bobot dengan kriteria Bayes dengan asumsi bahwa masing-masing kriteria ini memiliki peluang yang sama. Bobot masing-masing kriteria ini selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pemilihan alternatif. Hasil penilaian kriteria dan pemilihan alternatif ini dapat dilihat pada tabel 13 di bawah.
60
Tabel 13 Hasil Pemilihan Produk Prospektif Olahan Kelapa No
Produk Olahan Primer
Daya saing 0.25)*
1 Kopra 2 Minyak kelapa 3 Kelapa parut kering 4 Santan kelapa 5 Nata de coco 6 Kecap 7 Syrup air kelapa 8 Minuman isotonik 9 Serat sabut 10 Serbuk/debu sabut 11 Gabus sabut 12 Arang 13 Karbon Aktif 14 Asap cair 15 Gula Kelapa 16 Industri kerajinan Sumber data : olahan primer
9 2 10 11 3 14 14 12 1 7 8 6 4 5 14 16
Kriteria Prospek keterkaitan pasar dengan industri hilir 0.25)* 0.25)* 7 3.5 5 5 5 12.5 13.5 10 4.5 8 8 12 7.5 7.5 11 16
9 1 10 11 2 12 13 14 6 8 7 3 4 5 15 16
Kemudahan aplikasi teknologi 0.25)* 3 4 10 9 8 5 6 16 13 12 11 7 14 15 1 2
Nilai alternatif Produk
Hasil Perhitungan
Peringkat Pilihan
7 3 9 9 5 11 12 13 6 9 9 7 7 8 10 13
7 2.625 8.75 9 4.5 10.875 11.625 13 6.125 8.75 8.5 7 7.375 8.125 10.25 12.5
5 1 10 11 2 13 14 16 3 9 8 4 6 7 12 15
61
Hasil penentuan produk prospektif dari kriteria yang ada menunjukkan ada sejumlah produk olahan primer yang layak dijadikan sebagai komoditas olahan untuk agroindustri kelapa terpadu. Batasan untuk model ini adalah komoditas untuk agroindustri kelapa terpadu berupa produk olahan primer. Hasil
pemilihan menunjukkan bahwa dari 16 produk olahan primer
berdasarkan produk prospektif terpilih 4 buah produk prospektif pilihan yaitu minyak kelapa, nata de coco, serat sabut dan arang tempurung. Hasil ini sejalan dengan perunutan data nilai ekspor produk olahan hasil kelapa seperti nampak pada grafik di atas. Nilai ekspor yang cukup besar ditunjukkan oleh minyak kelapa meskipun dari sisi persaingan harus bersaing dengan produk minyak dari sumber bahan lain seperti minyak sawit. Namun, minyak kelapa Indonesia masih tetap unggul dan memiliki pasar di luar negeri karena sekarang lebih mengarah kepada produk ekspor berupa minyak sehat yang diproses dengan cara basah .
62
DESKRIPSI PROSES PRODUKSI
Deskripsi Proses Produksi Minyak Kelapa Bahan baku yang digunakan dalam unit pengolahan minyak kelapa dapat berupa daging buah kelapa basah maupun yang sudah kering atau dikenal dengan nama kopra. Daging buah kelapa ini diperoleh dari buah kelapa butiran hasil dari beberapa varietas unggul yaitu kelapa dalam atau kelapa hibrida. Penggunaan daging kelapa segar sebagai bahan baku akan menghasilkan perbedaan pada proses produksi dari perusahaan dengan skala mikro (rumah tangga) dan perusahaan kecil yang menggunakan peralatan yang lebih modern. Pada usaha skala mikro proses ekstraksi dilakukan pada santan, sedangkan perusahaan dengan pabrik skala kecil proses ekstraksi minyak dilakukan pada hasil penggilingan kelapa. Kapasitas produksi minyak kelapa untuk skala menengah berkisar antara 600 kg minyak kelapa setiap produksi membutuhkan sekitar 2 ton daging kelapa segar. Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan bahan baku daging buah kelapa segar merupakan cara yang sering digunakan petani kelapa. Secara umum urutan proses produksi minyak kelapa sebetulnya hampir sama, meskipun dikerjakan secara tradisional ataupun dengan teknik yang lebih modern baik oleh industri kecil maupun industri skala menengah atau besar. Inti dari proses produksi tersebut adalah memisahkan minyak kelapa dari buah kelapa. Minyak kelapa dapat dipisahkan (diekstrak) langsung dari daging kelapa segar disebut sebagai cara basah, atau diekstrak dari daging kelapa yang terlebih dulu dikeringkan (kopra) yang disebut cara kering. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-35%. Ada peralatan utama yang digunakan dalam unit pengolahan minyak kelapa yaitu peralatan penggiling untuk menggiling atau memarut daging kelapa segar, peralatan pemeras untuk mengepress bungkil kelapa yang masih mengandung minyak dan peralatan penggerak untuk menggerakkan mesin pengepress. Tungku dan alat penggorengan (wajan) juga diperlukan dalam proses produksi ini. Tungku ini berguna untuk melakukan penggorengan dalam rangka memisahkan air dan minyak kelapa dari daging kelapa yang sudah digiling halus.
Proses ekstraksi minyak kelapa dapat dijelaskan dengan langkah-langkah berikut: pertama, daging kelapa segar dicuci bersih dan kemudian digiling atau diparut dengan penggilingan atau parutan. Potongan daging kelapa tersebut selanjutnya digiling, dan dimasukkan dalam wajan penggorengan yang telah berisi minyak goreng panas pada suhu 110oC -120oC selama 15-40 menit. Proses ini tergantung dari suhu dan rasio daging kelapa giling dan minyak kelapa yang digunakan untuk menggoreng.
Hal yang harus diperhatikan selama proses
penggorengan, wajan jangan diisi terlalu penuh karena daging kelapa giling yang digoreng cepat menguap dan menghasilkan minyak sehinga jika terlalu penuh akan bisa tumpah. Peningkatan suhu dalam wajan akan menghasilkan uap air dari penggorengan daging kelapa giling. Uap ini sudah tidak berarti lagi apabila penggorengan sudah selesai dan daging kelapa giling berubah warnan dari warna kekuning-kuningan menjadi kecoklatan. Upaya untuk mempercepat pemisahan butiran kelapa panas dengan unsur minyak dapat dilakukan dengan cara mengaduk dengan menggunakan sendok panjang. Butiran yang sudah berpisah dari minyak kemudian dikeluarkan dari wajan dengan menggunakan penyaring dan minyak hasil penggorengan ditampung. Diagram alir proses produksi minyak kelapa ini dapat ditunjukkan melalui diagram di bawah ini.
64
Buah kelapa
Pengupasan
Sabut kelapa
Kelapa butiran Pembelahan
Pemisahan daging dari tempurung
Air kelapa Tempurung
Daging kelapa Pemarutan
Pemanasan
Galendo
Pengendapan
Sisa-sisa galendo
Minyak kelapa
Gambar 11 Diagram Alir Proses Produksi Minyak Kelapa
.
65
Penggunaan daging kelapa segar sebagai bahan baku akan menghasilkan perbedaan pada proses produksi dari perusahaan dengan skala mikro (rumah tangga) dan perusahaan kecil yang menggunakan peralatan yang lebih modern. Pada usaha skala mikro proses ekstraksi dapat juga dilakukan pada santan, sedangkan perusahaan dengan pabrik skala kecil proses ekstraksi minyak dilakukan pada hasil penggilingan kelapa. Proses Produksi Nata de Coco Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi nata de coco ini berupa bahan baku air kelapa. . Bahan baku yang diperoleh masih dalam kondisi kotor terdapat bahan ikutan seperti serpihan sabut, daging buah kelapa dan tempurung kelapa bahkan sisa parutan daging kelapa. Hal yang dilakukan dalam proses produksi yaitu berupa penyaringan. Proses ini dengan tujuan untuk membersihkan air kelapa dari semua bahan pengotor dan kontaminan fisik. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan penyaring kawat. Air kelapa bersih hasil penyaringan dimasukkan ke dalam wadah yang besar untuk direbus. Proses perebusan menggunakan energi bahan bakar melalui kompor pompa. Perebusan ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme dan kontaminan bilogis yang terdapat di dalam air kelapa. Perebusan dilakukan selama lebih kurang 20 – 30 menit hingga air kelapa benar-benar mendidih. Jika bahan kurang mendidih akan sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada saat pemeraman. Saat proses perebusan, bahan tambahan yang terdiri dari gula pasir, ZA dan asam asetat / cuka dimasukkan, kira-kira ketika bahan mencapai suhu ± 80 oC. Selama proses perebusan, bahan harus diaduk. Pengadukan ini bertujuan agar bumbu yang dimasukkan merata. Saat perebusan, sisa-sisa kotoran yang masih terdapat dalam bahan akan mengapung dan dapat diambil dengan mudah. Larutan starter hasil perebusan selanjutnya dituangkan kedalam loyang / baki plastik yang telah steril. Penuangan ini dilakukan ketika larutan masih dalam keadaan panas atau hangat dengan menggunakan bantuan gayung. Setiap loyang diisi satu gayung larutan bahan atau sekitar ± 1,25 liter. Setelah diisi, loyang
66
segera ditutup menggunakan kertas koran dan diikat dengan karet. Hal ini bertujuan untuk menghindari masuknya kontaminan. Loyang-loyang yang telah berisi larutan bahan dan ditutup kertas koran kemudian disimpan di ruang fermentasi / pemeraman untuk mendinginkan larutan. Penyimpanan loyang dilakukan dengan menyusun loyang-loyang dengan rapi. Jumlah tumpukan loyang maksimum 15 loyang. Pendinginan ini dilakukan selama ± 7 – 10 jam hingga larutan benar-benar dingin. Pendinginan yang tidak sempurna akan mengganggu keberhasilan proses selanjutnya. Larutan bahan yang telah dingin kemudian ditambah starter sebagai bibit awal pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini yang nantinya akan menggumpalkan bahan / air kelapa sehingga membentuk nata. Jumlah starter yang ditambahkan pada setiap loyang ± 125 ml. Kertas penutup kembali direkatkan agar pertumbuhan bakteri berjalan optimal tanpa gangguan dari kontaminan. Loyang-loyang larutan bahan yang telah ditambahkan starter kembali disimpan & disusun rapi di ruang fermentasi / pemeraman. Proses fermentasi berlangsung selama lebih kurang 7 hari. Larutan bahan yang telah mengalami fermentasi selama 7 hari akan menjadi gumpalan putih yang siap dipanen yang dinamakan nata de coco. Pemanenan dilakukan pada hari yang sama dengan saat dimulainya fermentasi. Jika bahan baku dan proses bagus maka nata de coco yang berbentuk lembaran umumnya memiliki ketebalan 1,1 – 1,2 cm dengan berat sekitar 1 – 1,2 kg per lembar. Selain lembaran nata de coco juga terdapat sisa cairan bahan yang tidak membentuk nata. Cairan ini berbau asam. Lembaran nata de coco yang sudah dipanen memiliki lapisan tipis di bagian bawahnya. Lapisan ini merupakan endapan dari campuran bahan. Lapisan ini tidak dikonsumsi sehingga harus dipisahkan. Pembersihan yang sudah dilakukan pada lembaran nata tersebut selnjutnya dilakukan pencucian dan perendaman. Pencucian dilakukan sebanyak 2 - 3 kali dalam drum plastik besar. Pencucian dan perendaman ini bertujuan untuk mengurangi kandungan asam pada nata. Selain itu juga perendaman bertujuan untuk mempertahankan kandungan air pada nata selama proses distribusi ke
67
konsumen. Diagram alir proses produksi nata de coco ini dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Nata de Coco
68
Produk yang dihasilkan oleh petani nata de coco berupa lembaran nata de coco mentah. Lembaran nata de coco dijual dengan harga Rp 1.100,00 per kg. Penjualan dilakukan secara langsung tanpa perantara dengan pembayaran tunai. Penjualan nata de coco dilakukan setiap satu kali dalam satu minggu berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh pabrik pembeli nata tersebut yang selanjutnya diproses menjadi minuman nata de coco atau produk-produk lain. Proses Produksi Serat Sabut Kelapa Bagian kulit buah kelapa merupakan bagian dengan persentase terbesar dari buah kelapa. Bagian ini berkisar 35% dari total bobot kelapa. Serat sabut kelapa atau coco fiber merupakan produk yang berasal dari proses pemisahan serat dari bagian kulit buah kelapa (epicarp dan mesocarp). Bahan baku berupa sabut kelapa ini diperoleh dari bahan sisa pembuatan minyak kelapa dan kopra. Bahan baku ini juga diperoleh dari pasar-pasar yang merupakan hasil samping konsumsi rumah tangga. Bahan baku ini akan mudah diperoleh di daerah-daerah sentra penghasil kelapa di berbagai wilayah di Indonesia. Bahan baku ini sangat kamba sehingga membutuhkan tempat yang cukup luas untuk penampungan bahan baku dan juga dalam pengangkutan. Bahan baku kulit buah kelapa bersifat kamba, sehingga untuk efisiensi biaya transportasi serta kemudahan dalam pengadaan bahan baku, maka lokasi usaha ditetapkan dekat atau pada daerah sentra produksi kelapa. Lokasi usaha seyogyanya juga tidak pada lokasi pemukiman, karena hasil samping pengolahan berupa bagian gabus (coco peat) dapat mengganggu lingkungan. Usaha ini memerlukan area yang cukup luas untuk penampungan bahan baku, penjemuran, dan penampungan hasil samping karena karakteristik bahan baku dan hasil samping yang kamba. Proses produksi serat sabut kelapa dilakukan teknologi
dengan
menggunakan teknologi yang cukup aplikatif. Peralatan yang diperlukan berupa peralatan pengurai dan pemisah serta dari sabut kelapa. Peraltan tambahan yang diperlukan berupa peraltan pengepres serat sabut kelapa. Proses produksi ini dapat ditunjukkan melalui diagram alir proses produksi pada gambar 13 di bawah ini.
69
Sabut kelapa
Air
Pemotongan sabut
Potongan ujung sabut
Perendaman 3 hari Penirisan
Bagian Gabus yang membusuk
Pelunakan
Butiran Gabus
Penguraian
Pemisahan serat
Sortasi melalui pengayakan
Pembersihan
Butiran Gabus Sisa-sisa Butiran Gabus Sisa-sisa Butiran Gabus
Pengeringan dengan penjemuran Pengepresan dan Pengepakan
Serat Sabut
Gambar 13 Diagram Alir Proses Produksi Serat Sabut Kelapa
70
Tahapan pemotongan bagian ujung sabut kelapa merupakan bagian persiapan awal dalam proses produksi serat sabut kelapa. Pemotongan sabut kelapa dilakukan secara membujur dan bagian yang keras di bagian ujung dipotong.
Sabut yang sudah dipotong di bagian ujung tersebut selanjutnya
direndam selam 3 hari untuk mempermudah pemisahan bagian serat dengan gabus. Penirisan selanjutnya dilkaukan untuk mempermudah penguraian sabut. Pelunakan dilakukan dengan memukul-mukul bagian sabut yang sudah ditiriskan dengan pemukul sehingga serta menjadi lebih terurai. Hasil samping berupa butiran gabus sudah dapat diperoleh pada tahapan ini. Penguraian serat yang merupakan tahapan pemisahan serat dilakukan dengan menggunakan peralatan pengurai untuk memisahkan bagian serat dengan gabus. Pemisahan dilakukan agar dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan standar pasar. Tahapan penguraian ini juga menghasilkan hasil samping berupa butiran gabus. Sortasi dengan pengayakan dilakukan untuk memisahkan bagian serat yang halus dengan yang kasar.
Peralatan yang
digunakan berupa peralatan
pengayak dan butiran-butiran gabus masih dapat diperoleh pada tahapan ini. Pembersihan selanjutnya dilakukan untuk memisahkan bagian gabus yang kemungkinan masih menempel pada serat yang dihasilkan. Tahapan proses selanjutnya berupa pengeringan dengan penjemuran seperti yang dilakukan oleh beberapa usaha kecil dan menggunakan mesin pengering bagi usaha skala menengah. Tahapan terakhir berupa pengepresan dan pengepakan terhadap serta sabut yang diperoleh untuk mempermudah dalam pendistribusian produk kepada konsumen dan juga penyimpanan produk di gudang penyimpanan. Pengepakan dilakukan dengan cara manual dengan bobot setiap bal berkisar 40 kg ataupun dengan menggunakan mesin pengepak otomatis dengan bobot setiap bal berkisar 100 kg. Butiran gabus yang dihasilkan sebagai hasil samping ditampung secara tersendiri dan didistribusikan secara terpisah juga. Kapasitas produksi maksimum serat sabut rata-rata berkisar 400-600 kg serat per hari.
71
Proses Produksi Arang Proses produksi arang tempurung ini menggunakan bahan baku berupa tempurung kelapa yang dapat diperoleh dari pengolah kopra, pengolah minyak kelapa dan juga dari pasar-pasar tradisional sebagai bahan sisa. Bahan baku ini mudah diperoleh seperti halnya bahan baku sabut kelapa. Beberapa pasar tradisional membiarkan tumpukan tempurung ini, oleh sebab itu upaya untuk memperoleh bahan baku cukup mudah dilakukan. Proses produksi arang tempurung dilakukan dengan memasukkan bahan baku berupa arang tempurung ke dalam tempat pembuatan arang secara berlapislapis. Lapisan paling bawah dibakar agar menyala dan selanjutnya diberi tambahan tumpukan arang tempurung sehingga tempat pembuatan arang tersebut penuh. Pembakaran tempurung ini dilakukan selama tujuh jam. Selama kurun waktu tujuh jam tersebut diharapkan keseluruhan bagian tempurung dapat terbakar.
Tempat pembuatan arang tersebut selanjutnya ditutup sehingga
diharapkan tidak ada udara yang masuk selam 12 jam. Tempat pembuatan arang tersebut dibuka pada pagi hari dan arang dibongkar dari dalam tempat pembuatan tersebut. Hasil yang diperoleh berupa arang tempurung setelah didinginkan dan selanjutnya ditempatkan di dalam karung plastik untuk didistribusikan. Rendemen arang tempurung kelapa yaitu 40% dari tempurung kelapa. Kapasitas produksi berkisar pada produksi maksimal 1.200 kg arang per hari dan harus lebih dari 537 kg per hari atau lebih dari 153.000 kg arang per tahun agar memberikan keuntungan yang layak menurut analisis kelayakan dari Bank Indonesia. Diagram alir proses produksi arang tempurung ini dapat dilihat pada gambar 14 di bawah ini.
72
Tempurung kelapa Minyak tanah Penyusunan dalam tanur pembakar
Pembakaran
Sisa pembakaran
Penutupan tanur pembakar
Pembukaan tanur
Pendinginan
Pengemasan
Arang tempurung
Gambar 14 Diagram Alir Proses Produksi Arang
73
ANALISIS RANTAI PASOKAN
Struktur Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu
Analisis terhadap rantai pasokan agroindustri kelapa dilakukan secara kualitatif. Hasil yang diperoleh dari analisis ini adalah gambaran umum struktur rantai pasokan yang dirinci berdasarkan aspek-aspek rantai nilai dan performa rantai pasokan. Sejumlah permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasokan agroindustri kelapa yaitu pemasok, agroindustri pengolah kelapa dan distributor merupakan komponen dalam analisis kebutuhan pendukung yang digunakan dalam perancangan model rantai pasokan. Secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
- Siapa anggota rantai dan apa peran masing-masing - Bagaimana konfigurasi jaringannya
Tujuan rantai pasokan
Struktur Jaringan
Proses Bisnis Rantai pasokan
Manajemen rantai pasokan
- Manajemen struktur yang digunakan - Peran pemerintah
- Siapa pelaku dan proses apa yang terjadi dan bagaimana integrasi setiap proses
Sumberdaya rantai pasokan
Kinerja rantai pasokan
- Sumberdaya yang digunakan dalam rantai pasokan
Gambar 15. Tinjauan Struktur Rantai Pasokan (Van der Vorst 2005)
Tanda panah pada gambar di atas menunjukkan adanya keterkaitan aliran informasi sebagai dasar analisis dalam kerangka proses untuk pembahasan metode pengembangan secara deskriptif.
Tinjauan terhadap struktur rantai pasokan dimulai dari rantai pasokan kelapa butiran untuk bahan baku agroindustri pengolah daging buah kelapa, yang diintegrasikan dengan unit pengolah air kelapa, dan unit pengolah sabut kelapa serta unit pengolah tempurung kelapa. Unit pengolahan untuk produk yang dipilih merupakan hasil pemilihan produk prospektif dengan beberapa kriteria. Penerapan unit pengolahan tersebut di tingkat petani kelapa diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup petani kelapa di suatu kawasan terutama kawasan sentra penghasil kelapa. Masing-masing industri ini memiliki struktur rantai yang relatif serupa. Keserupaan ini terkait dengan struktur jaringan, pelaku dan pola aliran pasokan. Gambaran struktur rantai pasokan pada masing-masing agroindustri kelapa secara parsial ini akan digunakan sebagai dasar untuk menggambarkan skenario pasokan bahan baku untuk agroindustri kelapa yang diusahakan secara terpadu. Sejumlah permasalahan yang dihadapi pelaku rantai pasokan agroindustri kelapa yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang perantara dan agroindustri pengolah kelapa. Gambaran rantai pasokan secara skematis untuk buah kelapa butiran dari petani, unit pengolah hingga ke konsumen dapat dilihat pada gambar 16 di bawah ini. Petani menjual hasil kebunnya masih dalam bentuk produk primer, yaitu kelapa butir dan kopra serta yang dilakukan secara sendiri-sendiri sebelum diusahakan secara terpadu. Harga produk tersebut sangat berfluktuasi dan harganya sering ditentukan secara sepihak oleh pembeli, karena tidak ada pilihan lain petani tetap menjual hasil kelapanya walaupun berada pada posisi tawar yang lemah. Petani kelapa menjual kelapa hasil panen secara maksimal, buah kelapa yang muda dan buah kelapa yang tua seringkali tidak dibedakan, sehingga apabila ada pedagang yang menginginkan akan dijual. Penjualan dilakukan langsung pada saat kelapa masih di pohon belum dipetik dan pemetikan tidak memperhatikan umur kelapa. Permasalahan petani on farm yaitu tingkat harga kelapa yang berfluktuasi, produktivitas yang rendah dalam kisaran 1 ton/hektar Petani/pekebun ini menjual kelapa butiran langsung kepada petani pengolah kopra ataupun petani pengolah minyak kelapa, pedagang pengumpul desa maupun pedagang perantara yang merupakan pedagang di tingkat
75
kecamatan. Distribusi kelapa butiran ini selnjutnya dilakukan kepada pedagang pengumpul kabupaten
atau wilayah hingga pedagang antar pulau. Distibusi
selanjutnya dilakukan kepada konsumen domestik dan eksportir.
Petani/Pekebun
Pedagang pengumpul desa
Pedagang pengumpul kecamatan
Pedagang Pengumpul Kabupaten/wilayah
Pedagang antar pulau
Petani pengolah
Pengolah
Pialang/makelar
Eksportir
Konsumen Luar negeri
Konsumen Domestik
Gambar 16. Skema Struktur Jaringan Rantai Pasokan Buah Kelapa Butiran
Hubungan yang ada antara pembeli dan penjual semata-mata hanya hubungan jual beli komoditas belum ada unsur pembinaan bagi petani, pekebun baik pada budidaya maupun pada pengolahan dan pemasaran atau belum
76
terintegrasi antara kegiatan budi daya dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran. Pedagang pengumpul membayar langsung tunai, kelapa tidak disortasi dan seiring dengan kebutuhan yang mendesak sehingga menginginkan proses sesingkat mungkin. Pedagang perantara yang merupakan pedagang di tingkat wilayah yang melakukan sortasi dengan melihat volume kelapa dan kadar air. Pedagang juga menginginkan persediaan seminimal mungkin dan seringkali melakukan spekulasi
harga. Unit pengolah melakukan sortasi terkait dengan
volume, kadar air kelapa dan menimbun persediaan untuk pasar selanjutnya (forward market). Kondisi
yang
kurang
menguntungkan
dalam
agroindustri
yang
mempersulit perdagangan untuk pasar ekspor yaitu permasalahan logistik yang terkait dengan jarak. Jarak tempuh sangat menentukan waktu dan volume transaksi.
Waktu
akan
menunjukkan
biaya
apabila
dikaitkan
dengan
ketidakpastian dan resiko yang harus dipertimbangkan ke dalam harga. Volume transaksi menentukan kelayakan transportasi (feasibility of transport). Demikian pula kualitas dapat menurun apabila tidak adanya sarana pengangkutan dan kurangnya fasilitas pengangkutan. Kelembagaan ekonomi belum berperan dengan baik dalam bidang pengolahan dan
pemasaran. Pengembangan unit pengolahan dilakukan untuk
agroindustri kelapa terpadu, maka keseluruhan bagian dari kelapa yang selama ini terbuang diolah menjadi produk samping yang mempunyai nilai ekonomi sehingga dapat menimbulkan nilai tambah bagi keseluruhan jaringan rantai pasokan. Hal yang diharapkan adalah adanya suatu unit pengolahan kelapa terpadu yang mampu memberdayakan petani/pekebun dan petani pengolah yang terwadahi dalam kelompok tani dan kelembagaan unit pengolah hasil yang mampu mengoperasikan unit tersebut secara kontinyu dan berkesinambungan. Petani/pekebun maupun petani pengolah tidak harus terlibat dalam manajemen pengelolaan usaha,
namun setidaknya memiliki peran dan arti penting demi
peningkatan taraf hidupnya.
77
Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Daging Buah Kelapa
Industri pengolahan daging buah kelapa yang menjadi pilihan yaitu industri minyak kelapa. Perkembangan penawaran dan permintaan minyak kelapa cukup baik. Pasar yang berkembang untuk produk tersebut telah menciptakan peluang ekspor bagi negara-negara penghasil kelapa. Anggota rantai pasokan untuk unit pengolahan daging buah kelapa ini yaitu terdiri dari: petani pemasok kelapa butiran, pedagang pengumpul dan atau pedagang perantara, agroindustri pengolah dan distribusi ke konsumen. Pemasok bahan baku bukan hanya dari petani pemasok kelapa butiran namun juga dari pedagang pengumpul dan atau pedagang perantara untuk unit pengolah daging buah kelapa. Petani penghasil kelapa butiran selaku pemasok bahan baku utama berupa kelapa butiran dapat melakukan pemasokan langsung ke unit pengolahan daging buah kelapa berupa unit pengolahan minyak kelapa. Kelapa butiran yang dihasilkan dari petani dapat langsung didistribusikan ke unit pengolahan untuk memenuhi kapasitas unit pengolah. Petani atau kelompok tani berfungsi sebagai pemasok utama, kekurangan bahan untuk kapasitas olah dipenuhi dari pedagang pengumpul dan atau pedagang perantara dari luar wilayah sentra tersebut. Agroindustri pengolah merupakan unit yang mentransformasikan bahan baku menjadi produk-produk yang diinginkan. Agroindusri kelapa terpadu yang dikembangkan ini dengan unit pengolah buah kelapa yang menghasilkan minyak kelapa. Buah kelapa butiran yang dipasok dari petani akan langsung diolah ataupun disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan bahan baku sebelum dilakukan proses transformasi. Produk minyak kelapa yang dihasilkan selanjutnya disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan produk sebelum didistribusikan ke konsumen.
Hasil samping pemrosesan berupa air
kelapa, sabut kelapa dan tempurung kelapa, masing-masing akan ditampung dalam gudang penyimpanan untuk selanjutnya didistribusikan ke unit pengolahan yang lain. Agroindustri
pengolahan
kelapa
terpadu
ini
dengan
konsep
mendistribusikan langsung produk agroindustrinya. Jalur distribusi minyak kelapa
78
dari sentra produksi kelapa yaitu meliputi minyak kelapa dari unit pengolahan daging buah kelapa/ pengusaha didistribusikan ke pedagang di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen. Konsumen ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan konsumen industri. Oleh sebab itu model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini diharapkan dapat memberikan gambaran nilai tambah kepada petani selaku pemasok bahan baku dan petani atau kelompok tani yang memungkinkan untuk memiliki keterlibatan langsung dalam usaha ini meskipun bukan dari sisi manajerial pengelolaan unit pengolahan.
Pengolah minyak kelapa
Pengumpul
Pedagang pasar tradisional
Pedagang eceran
Konsumen domestik
Eksportir
Gambar 17 Skema Rantai Pasokan Minyak Kelapa (Hasil Olahan Data Primer) Jalur distribusi pemasaran minyak kelapa ini ternyata cukup singkat. Jalur pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar di atas. Jalur distribusi minyak kelapa dari sentra produksi kelapa yaitu meliputi minyak kelapa dari unit pengolahan daging buah kelapa/ pengusaha didistribusikan ke pedagang di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen. Minyak kelapa ini juga dapat dijual kepada pedagang pengumpul yang
79
selanjutnya didistribusikan ke konsumen domestik maupun eksportir. Konsumen ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan konsumen industri. Jalur pemasaran minyak kelapa dari petani hingga ekportir tidak berbeda dengan komoditi pertanian yang lain. Sarana transportasi yang tidak baik menimbulkan beberapa pelaku pemasaran yang lain seperti pedagang desa, kecamatan dan kabupaten serta pialang/makelar. Hal ini semakin memperpanjang jalur minyak kelapa yang dapat memperkecil keuntungan petani atau produsen menjadi semakin kecil. Keuntungan juga semakin kecil apabila petani kelapa tidak melakukan sendiri kegiatan pengolahan minyak kelapa, hanya menjual hasil panen buah kelapa butir. Secara umum jalur distribusi pemasaran minyak kelapa dapat terjadi melalui jalur pendek hingga jalur panjang. Jalur terpendek terjadi bila petani langsung mengolah sekaligus memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga minyak kelapa sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya. Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Air Kelapa
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa apabila akan diusahakan suatu unit pengolahan sari kelapa atau nata de coco di sentra-sentra penghasil kelapa, justru lebih sulit untuk mendapatkan pasokan air kelapa kecuali dilakukan terintegrasi dengan kegiatan unit pengolahan lain di sentra tersebut. Hal ini juga agar biaya transportasi air kelapa menjadi semakin kecil, karena jarak yang ditempuh relatif pendek. Kontinyuitas produksi
nata de coco ini sangat tergantung pada
kontinyuitas penyediaan bahan baku. Penyediaan bahan baku ini diharapkan akan terjamin apabila agroindustri ini dekat dengan sumber pasokan bahan baku. Namun, sumber pemasok utama bahan baku untuk agroindustri nata de coco ini adalah pasar tradisional yang biasanya berada di wilayah pusat-pusat kecamatan dalam suatu kabupaten. Kedekatan dengan sumber pasokan bahan baku ini diharapkan memberikan implikasi biaya transportasi yang lebih murah. Pasar
80
tradisional yang merupakan pusat pemasok air kelapa dapat digantikan perannya oleh unit pengolahan kelapa yang lain yang memiliki hasil sisa berupa air kelapa. Unit pengolahan ini sesuai dengan produk prospektif pilihan unit pengolahan minyak kelapa dan dapat diusahakan di lokasi sentra penghasil kelapa. Pengusahaan unit pengolahan di sentra penghasil kelapa diharapkan dapat memperkecil biaya transportasi dan memperpendek rantai tata niaga, sehingga diharapkan petani kelapa lebih diuntungkan. Petani kelapa ini juga sekaligus sebagai pelaku agroindustri, sebagai pengolah air kelapa. Kesulitan yang dihadapi berupa kontinyuitas penyediaan bahan baku dalam jumlah memadai. Pasokan air kelapa dapat dipenuhi sebesar 700-800 liter air kelapa per hari dari 2000 butir kelapa.
Pasokan ini dapat dipenuhi dari kebun kelapa seluas 300 ha. Unit
pengolahan ini akan menghasilkan 140 – 160 kg sari kelapa per hari atau 4,2 ton sampai dengan 4,8 ton/bulan.
Unit Pengolah Minyak kelapa
Pengumpul Air Kelapa
Pengolah Nata de Coco
Pengumpul
Pedagang pasar tradisional
Pedagang eceran Konsumen domestik Eksportir
Gambar 18 Skema Rantai Pasokan Nata de Coco (Hasil Olahan Data Primer)
81
Jalur distribusi pemasaran nata de coco ini ternyata cukup singkat. Jalur pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar di atas. Jalur distribusi nata de coco dari sentra produksi kelapa akan didistribusikan ke pedagang di pasar tradisional dan pedagang eceran dan selanjutnya dijual ke konsumen. Nata de coco ini juga dapat dijual kepada pedagang pengumpul yang selanjutnya didistribusikan ke konsumen domestik maupun eksportir. Konsumen ini merupakan konsumen pengguna langsung atau konsumen rumah tangga dan konsumen industri. Sistem pengangkutan akan berdampak pada biaya rantai pasokan dalam struktur rantai pasokan air kelapa. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung dalam kegiatan pemasokan air kelapa. Secara umum jalur distribusi pemasaran nata de coco dapat terjadi melalui jalur pendek hingga jalur panjang. Jalur terpendek terjadi bila petani langsung mengolah sekaligus memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga nata de coco sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya. Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Sabut Kelapa
Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco fibre, Coir fibre, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisional serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir fibre sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, spring bed dan lain-lain.
82
Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton per tahun. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa yang dimiliki masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa. Karakteristik produk yang bersifat heat retardant dan biodegradable, serta kecenderungan konsumen produk industri dalam penggunaan bahan alami mendorong peningkatan permintaan terhadap serat sabut kelapa. Kendala
dan masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha
kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang dihasilkan masih belum memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu dalam menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, diperlukan berbagai kemudahan agar dapat diimplementasikan dalam pengembangan usaha serat sabut kelapa. Usaha ini awalnya dapat berkembang sebagai wujud kemitraan. Negara tujuan ekspor serat sabut kelapa Indonesia adalah Inggris, Jerman, Belgia, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan Australia. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden pengusaha sabut kelapa, setiap bulan diperkirakan China membutuhkan sekitar 50.000 ton serat sabut kelapa per bulan untuk memenuhi kebutuhan industrinya. Kapasitas produksi setiap unit usaha dapat bervariasi berkisar antara 55 ton - 300 ton per tahun atau rata-rata sekitar 100 ton per tahun. Harga serat sabut kelapa di tingkat produsen berkisar antara Rp. 500 - Rp.600 per kg sedangkan harga di tingkat pembeli (Jakarta) berkisar antara Rp. 900 - Rp. 1200 per kg yang tergantung kepada kualitas sabut yang dihasilkan. Harga serat sabut kelapa di pasaran ekspor berdasarkan sebesar US $ 210 per ton (FOB), sedangkan harga CIF di negara tujuan (Rotterdam) adalah sebesar US $ 360 per ton. Harga serat sabut kelapa Indonesia di pasaran ekspor relatif lebih rendah dibandingkan dengan serat sabut kelapa dari India, yang bernilai sekitar US $ 290 - 320 per ton (FOB),
83
akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi Srilanka yaitu sebesar US$ 220 - 270 per ton (FOB). Merujuk kepada perkembangan harga mattress fiber produksi Srilanka, terdapat kecenderungan kenaikan harga yaitu rata-rata sebesar 3 persen per tahun. Kecenderungan permintaan dunia terhadap serat sabut kelapa yang meningkat, serta kontribusi Indonesia yang masih sangat kecil dalam perdagangan dunia, serat sabut kelapa Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (berdasarkan potensi produksi sabut kelapa) dan mempunyai peluang yang besar. Peluang tersebut dapat diraih dengan syarat adanya perbaikan dan pengembangan teknologi proses sehingga menghasilkan serat yang memenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan pasar. Serat sabut kelapa Indonesia dihadapkan kepada negara-negara pesaing yang lebih maju dalam hal teknologi produksi serat sabut kelapa dari segi persaingan, sehingga mempunyai kualitas yang lebih unggul. Persaingan tersebut juga dihadapi oleh karena perkembangan aplikasi teknologi yang lebih maju dalam membuat produk industri dengan bahan baku serat sabut kelapa. Negaranegara pesaing Indonesia tersebut antara lain adalah Srilanka, India, Thailand dan Philipina. Jalur distribusi pemasaran serat sabut kelapa dengan melihat uraian di atas dapat digambarkan seperti pada skema rantai pasokandi bawah ini. Jalur distribusi ini juga cukup singkat. Jalur distribusi serat sabut kelapa dari unit pengolahan serat sabut di sentra produksi kelapa hampir lebih dari 95% didistribusikan ke pedagang pengumpul dan selanjutnya ke eksportir. Serat sabut kelapa yang didistribusikan untuk pasaran domestik hanya sedikit sekali. Konsumen untuk pasar domestik ini merupakan konsumen perusahaan besar. Biaya pada struktur rantai pasokan ini dipengaruhi oleh biaya transportasi dan sistem pengangkutan. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung dalam kegiatan pemasokan sabut kelapa. Namun, sabut kelapa ini jelas tidak dapat dipasok hanya dari petani saja namun juga dari pengumpul. Secara umum jalur
84
distribusi pemasaran serat sabut merupakan jalur yang cukup singkat. Jalur ini terjadi karena petani dapat langsung turut andil dalam kegiatan pengolahan dan sekaligus memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga serat sabut sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya.
Unit Pengolah Minyak kelapa
Pengumpul Sabut Kelapa
Pengolah Serat sabut
Pengumpul
Pedagang pasar tradisional
Pedagang eceran Konsumen domestik Eksportir
Gambar 19 Skema Rantai Pasokan Sabut Kelapa (Hasil Olahan Data Primer) Struktur Jaringan Rantai Pasokan Pengolahan Tempurung Kelapa Struktur jaringan rantai pasokan tempurung kelapa menunjukkan bahwa bahan baku tempurung kelapa dapat diperoleh dari berbagai wilayah. Pedagang pengumpul dapat ditemui dari pelosok Banyuwangi sampai ke ujung selatan Pandeglang. Hal ini disebabkan terdapat limbah tempurung yang siap untuk diolah langsung menjadi bahan baku arang tempurung. Petani kelapa menjual kelapa dalam bentuk butiran dengan atau tanpa sabut kelapa. Limbah tempurung
85
akan terbawa di pasar-pasar kota dan ada yang menampung limbah tempurung di lokasi-lokasi tersebut. Struktur jaringan rantai pasokan menunjukkan bahwa bahan baku tempurung diperoleh dari berbagai wilayah terutama dari pengumpul tempurung di pasar-pasar tradisional dan juga dari petani pengolah minyak kelapa ataupun petani pengolah kopra. Bahan baku tempurung ini juga diperoleh dari pedagang antar pulau yang melakukan distribusi pasokan bahan baku tempurung. Kontribusi harga tempurung semakin meningkat karena transportasi tempurung ke lokasi tanur pengarangan yang semakin jauh. Unit Pengolah Minyak kelapa
Pengumpul Tempurung Kelapa
Pengolah Arang Tempurung
Pengumpul
Pedagang pasar tradisional
Pedagang eceran Konsumen domestik Eksportir Gambar 20 Skema Rantai Pasokan Tempurung Kelapa (Hasil Olahan Data Primer) Jalur distribusi pemasaran arang tempurung kelapa dengan melihat uraian di atas dapat digambarkan seperti pada skema rantai pasokan di atas. Jalur distribusi ini juga cukup singkat. Jalur distribusi arang tempurung dari unit pengolahan arang tempurung di sentra produksi kelapa hampir lebih dari 85% didistribusikan ke pedagang pengumpul dan selanjutnya ke eksportir. Arang
86
tempurung kelapa yang didistribusikan untuk pasaran domestik hanya sedikit sekali. Konsumen untuk pasar domestik ini merupakan konsumen di pasar-pasar tradisional.
Arang tempurung yang dipasarkan di pasar tradisional ini juga
merupakan arang tempurung dengan kualitas yang kurang bagus dibandingkan dengan arang tempurung yang dipasarkan ke pedagang pengumpul dan selanjutnya ke perusahaan-perusahaan kosmetika, farmasi maupun eksportir luar negeri. Biaya pada struktur rantai pasokan ini dipengaruhi oleh biaya transportasi dan sistem pengangkutan. Sistem pengangkutan yang tepat dan hemat akan dapat memperkecil biaya dalam rantai pasokan ini. Semakin panjang jalur pemasaran akan semakin memperkecil margin keuntungan di tingkat produsen. Keuntungan yang diperoleh oleh petani juga semakin kecil apabila tidak terlibat langsung dalam kegiatan pemasokan arang tempurung. Namun, arang tempurung kelapa ini jelas tidak dapat dipasok hanya dari petani saja mengingat jumlah yang diperlukan cukup banyak, namun juga dari pengumpul. Secara umum jalur distribusi pemasaran arang tempurung merupakan jalur yang cukup singkat. Jalur ini terjadi karena petani dapat ikut serta dalam kegiatan pengolahan dan sekaligus memasarkan ke konsumen lokal, domestik atau eksportir. Besarnya penerimaan harga arang tempurung juga sangat tergantung pada panjangnya jalur distribusi rantai pasokan. Semakin pendek jalur distribusi maka semakin tinggi penerimaan harga yang diperoleh petani, demikian sebaliknya.
87
PERANCANGAN MODEL RANTAI PASOKAN Karakteristik Model Karakteristik model menggambarkan segenap komponen yang dapat mempengaruhi rantai pasokan dalam agroindustri kelapa terpadu. Segenap komponen tersebut berperan penting dalam sehingga akan berdampak pada jaringan rantai pasokan. Komponen-komponen yang berpengaruh pada rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu ini terdiri atas pemasok, agroindustri kelapa dan konsumen. Model dinamis rantai pasokan yang dirancang ini merupakan abstraksi aliran material dari pemasok yang terdiri dari petani dan pedagang pengumpul yang dialirkan ke agroindustri kelapa selanjutnya material tersebut diolah menjadi produk yang akan didistribusikan ke konsumen. Jaringan pendistribusian dan pengelolaan aliran material akan ditunjukkan dalam suatu model dinamis rantai pasokan. Karakteristik ini menunjukkan bahwa secara skematik terjadi hubungan yang saling mempengaruhi dari pemasok, agroindustri hingga ke konsumen.
Pemasok kelapa Pemasok sebagai salah satu komponen dalam jaringan rantai pasokan selaku penyedia pasokan kelapa butiran dari sub sistem produksi yang diidentifikasi terdiri atas petani dan pedagang pengumpul. Pemasok kelapa butiran dalam model dinamis rantai pasokan ini menunjukkan
perilaku yang dapat
mempengaruhi sistem dinamis dalam model rantai pasokan ini. Hal ini karena jaringan rantai pasokan dimulai dari petani yang merupakan sumber penyedia bahan baku kelapa butiran yang merupakan awal aliran mata rantai pendistribusian bahan baku dimulai. Pemasok utama buah kelapa butir untuk agroindustri pengolahan kelapa yaitu terdiri atas petani kelapa dan pedagang pengumpul. Petani atau kelompok tani ini berada pada suatu wilayah penghasil kelapa. Petani selaku pemasok bahan baku kelapa yang memiliki hubungan langsung dengan pihak industri. Jaringan rantai pasokan dimulai dari petani yang merupakan sumber penyedia bahan baku kelapa yang merupakan awal aliran mata rantai pendistribusian bahan baku dimulai. Bahan baku dari petani ini dalam bentuk kelapa yang merupakan bahan
baku hasil produk pertanian. Petani pemasok ini dapat berupa petani secara perseorangan ataupun kelompok petani. Petani kelapa di beberapa wilayah sentra penghasil kelapa menunjukkan perilaku yaitu selalu menjual kelapa hasil panen secara maksimal, buah kelapa yang muda dan buah kelapa yang tua seringkali tidak dibedakan, sehingga apabila ada pedagang yang menginginkan akan dijual. Penjualan dilakukan langsung pada saat kelapa masih di pohon belum dipetik dan pemetikan tidak memperhatikan umur kelapa. Permasalahan yang dijumpai pada petani on farm yaitu tingkat harga kelapa yang berfluktuasi, produktivitas yang rendah dalam kisaran kurang dari 1 ton/hektar. Petani selain sebagai pemasok buah kelapa butir juga ada yang bertindak sebagai petani pengolah yaitu melakukan proses pengolahan kelapa meskipun masih sangat sederhana yaitu dalam bentuk kopra. Proses tersebut dilakukan dengan mengupas kelapa, mencukil daging kelapa dari tempurung dan mengeringkan pada sinar matahari atau pada unit pengeringan sederhana. Namun, air kelapa, tempurung dan sabut dalam proses pengeringan kopra sebagian besar terbuang sebagai limbah. Proses pekopraan tersebut dilakukan oleh petani kelapa karena dua alasan yaitu: 1. kopra dianggap memiliki nilai jual yang lebih tinggi sehingga memperoleh penghasilan yang lebih 2. tidak ada kepastian pembelian buah kelapa dalam bentuk kelapa butir kepada petani. Proses pekopraan ini menjadikan beberapa bagian buah kelapa yang seharusnya dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai jual menjadi tidak memiliki manfaat sama sekali karena terbuang secara percuma. Hal ini tidak akan terjadi apabila petani penghasil kelapa memiliki kepastian untuk menjual buah kelapa yang dihasilkan. Pedagang pengumpul yang berfungsi sebagai pemasok berkedudukan sama dengan petani pemasok. Pasokan bahan baku dari pedagang pengumpul diperlukan apabila terjadi kekurangan pasokan dari petani atau kelompok tani
89
dalam proses produksi di unit pengolahan. Hal ini agar petani secara kelembagaan juga memiliki posisi tawar dalam penentuan harga bahan baku. Agroindustri Agroindustri dalam model ini adalah agroindustri kelapa terpadu yang terdiri dari unit pengolahan daging buah kelapa yang menghasilkan minyak kelapa, unit pengolahan air kelapa yang menghasilkan sari kelapa / nata de coco dan unit pengolahan sabut kelapa yang menghasilkan serat sabut kelapa serta unit pengolahan tempurung kelapa yang menghasilkan arang tempurung . Bahan baku dari pemasok akan disalurkan ke unit-unit pengolahan buah kelapa yang merupakan agroindustri. Agroindustri ini akan melakukan konversi bahan baku dari hasil pertanian berupa kelapa butiran hingga menjadi produkproduk yang dapat dikonsumsi. Unit pengolahan ini meliputi unit pengolah daging buah kelapa, unit pengolah air kelapa dan unit pengolah sabut kelapa serta unit pengolah tempurung kelapa. Persediaan akan ditemui pada masing-masing unit pengolahan ini. Persediaan dapat berupa persediaan bahan baku ataupun persediaan berupa produk hasil olahan. Pengendalian persediaan dalam suatu unit pengolahan akan mengakibatkan biaya persediaan (inventory cost) atau dalam model yang dirancang ini disebut biaya penyimpanan Konsumen Konsumen akhir dari produk ini terdiri atas konsumen domestik dan konsumen ekspor. Hal ini mengingat pasar produk yang dihasilkan dari agroindustri kelapa terpadu ini adalah pasar untuk produk domestik dalam negeri dan pasar untuk produk luar negeri/ekspor. Adapun rincian dari masing-masing konsumen ini adalah sebagai berikut : 1. Konsumen domestik Konsumen untuk pasar domestik ini meliputi industri hilir untuk produkproduk yang dihasilkan oleh agroindustri ini dan konsumen rumah tangga pengguna produk ini. Konsumen domestik ini direpresentasikan melalui permintaan domestik untuk produk-produk tersebut. Permintaan domestik ini baik untuk permintaan domestik industri maupun permintaan domestik untuk rumah tangga konsumen digambarkan melalui konsumsi untuk industri dan konsumsi untuk individu.
90
2. Konsumen ekspor Konsumen untuk pasar ekspor atau luar negeri meliputi konsumen dari industri hilir untuk produk-produk ini dan juga konsumen rumah tangga ekspor pengguna produk ini. Konsumen ini dapat diwakili oleh eksportir. Konsumen ekspor ini hanya direpresentasikan melalui permintaan ekspor untuk produk-produk tersebut.
Analisis Kebutuhan Model Dinamis Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Tahapan ini dilakukan dengan identifikasdi terhadap kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem yang akan dimodelkan. Setiap pelaku dalam sistem memiliki perilaku yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem.. Pelaku dalam sistem mengharapkan kebutuhan tersebut dapat terpenuhi jika mekanisme sistem tersebut dapat dijalankan. Tahapan ini, kebutuhan dari masing-masing pelaku dalam sistem diidentifikasi sebagai dasar pertimbangan dalam pemahaman sistem yang dikaji. Model dinamis rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini melibatkan beberapa pihak yang saling berkepentingan. Masing-masing pihak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Kebutuhan setiap pihak yang terlibat saling menguntungkan atau saling konflik. Analisis kebutuhan sangat diperlukan sehingga dapat diperoleh model yang mampu mengakomodasikan setiap kebutuhan. Hal ini dilakukan agar kebutuhan setiap pihak yang berkepentingan dapat dipenuhi. Model untuk rantai pasokan ini melibatkan beberapa pelaku (stake holders) utama seperti pada tabel 14 di bawah ini. Hasil
analisis kebutuhan menunjukkan ada sejumlah permasalahan yang
dihadapi dalam sistem rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu, yaitu : 1. Fluktuasi harga sebagai akibat ketidakseimbangan antara tingkat penyediaan kelapa butiran dan tingkat permintaan oleh konsumen 2. Adanya tingkat produksi yang belum optimal yang dapat menjamin adanya peningkatan konsumsi 3. Pendapatan petani kelapa yang masih rendah
91
4. Tingkat produksi dan penyediaan yang bersifat musiman 5. Sentra produksi kelapa yang yang tersebar sehingga menambah mahal biaya distribusi hasil produksi kelapa. 6. Tingkat konsumsi kelapa yang bersifat kontinyu Tabel 14 Kebutuhan Pelaku Rantai Pasokan untuk Agroindustri Kelapa Terpadu No. 1.
2.
3.
4.
5.
Pelaku Kebutuhan Petani/Pemasok a. Terjaminnya pemasaran kelapa butiran b. Memperoleh kepastian penjualan hasil panen buah kelapa butiran c. Peningkatan pendapatan sebagai indikator kesejahteraan petani Pedagang a. Memperoleh penghasilan dari pemasokan kelapa butiran pengumpul b. Memperoleh keuntungan dari pemasokan kelapa butiran c. Memenuhi kebutuhan bahan baku untuk agroindustri Agroindustri a. Memperoleh bahan baku dengan harga yang layak b. Melakukan proses produksi sesuai dengan kapasitas produksi terpasang c. Kontinyuitas bahan baku yang terjamin d. Peningkatan efektifitas produksi e. Ketepatan pemenuhan hasil produk f. Keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya yang dikeluarkan seoptimal mungkin Konsumen a. Ketersediaan produk dengan harga yang sesuai dengan kualitas produk b. Kontinuitas kebutuhan pemenuhan produk terjamin c. Terpenuhinya kepuasan konsumen Pemerintah a. Penciptaan iklim kondusif untuk tumbuh kembangnya agroindustri kelapa terpadu melalui kebijakan yang menguntungkan bagi agroindustri dan petani b. Mendorong peningkatan produksi dan kulaitas hasil c. Menjamin kestabilan harga yang terjangkau oleh konsumen dan masih menguntungkan bagi petani.
Diagram Lingkar Sebab Akibat (Causal Loop Diagram)
Diagram lingkar sebab akibat menggambarkan hubungan antar elemen yang terlibat dalam kajian sistem. Diagram lingkar sebab akibat dapat digunakan untuk menggambarkan sifat dinamik antar elemen. Menurut Hartrisari (2007), diagram ini berguna untuk :
92
1. secara cepat memberikan gambaran sifat dinamik dari sistem yang dikaji 2. memberikan dasar untuk pembentukan persamaan pada model 3. mengidentifikasi faktor yang penting dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan Diagram ini hanya terdiri dari variabel-variabel yang masing-masing dihubungkan dengan tanda panah yang menggambarkan hubungan antar variabel tersebut. Hubungan digambarkan dengan tanda positif atau negatif. Tanda ini menunjukkan adanya perubahan pada variabel yang terikat bila variabel bebas berubah. Tanda hubungan yang positif menunjukkan adanya peningkatan jumlah pada variabel terikat, sedangkan tanda negatif menyatakan penurunan jumlah pada variabel terikat. Hubungan antar variabel pada diagram lingkar sebab akibat tidak menunjukkan mekanisme sebenarnya yang terjadi dalam sistem. Hubungan antar variabel hanya menunjukkan apa yang akan terjadi bila terjadi perubahan pada variabel bebas. Hal ini disebabkan oleh : 1. Suatu variabel yang terikat memiliki lebih dari satu input variabel bebas. 2. Diagram lingkar sebab akibat tidak akan membedakan mana laju (rate) dan akumulasi dari laju (stock). Model rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu terdiri dari keterkaitan sub model pasokan kelapa butiran, sub model proses produksi, sub model persediaan dan sub model distribusi produk. Pendeskripsian keterkaitan hubungan dalam model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu serta komponenkomponen digambarkan dalam diagram lingkar sebab akibat di bawah ini yaitu :
93
Produksi Buah Kelapa Butiran + +
-
-
Ketersediaan pasokan bahan baku agroindustri
Konsumsi Kelapa Butiran +
+ -
+
Total Biaya Rantai Pasokan
Proses Produksi dalam agroindustri + -
+
+
Ketersediaan pasokan produk
-
+
Distribusi Produk -
Gambar 20. Diagram Lingkar Sebab Akibat Model Rantai Pasokan Agroindustri Kelapa Terpadu
94
Diagram lingkar sebab akibat untuk agroindustri kelapa terpadu ini dimulai dari produksi kelapa butiran yang dihasilkan dari perkebunan kelapa rakyat yang dipasok oleh pemasok yang terdiri dari petani atau pedagang pemasok ke sejumlah konsumen baik konsumen industri, rumah tangga ataupun dijual langsung ke pasar. Hasil produksi kelapa butiran merupakan bentuk penyediaan kelapa butiran untuk memenuhi ketersediaan pasokan kelapa butiran yang dapat dimanfaatkan oleh agroindustri pengolahan kelapa terpadu. Ketersediaan pasokan ini dipengaruhi oleh konsumsi kelapa butiran untuk berbagai keperluan yaitu untuk keperluan rumah tangga, industri dan yang dijual langsung. Jumlah ketersediaan pasokan ke agroindustri dapat semakin meningkat apabila jumlah konsumsi kelapa untuk rumah tangga dan yang dijual langsung menurun. Kebutuhan kelapa butiran untuk unit agroindustri menyesuaikan dengan kapasitas produksi. Unit pengolahan dalam agroindustri kelapa terpadu yang membutuhkan pasokan bahan baku berupa kelapa butiran yaitu unit pengolahan minyak kelapa. Kebutuhan kelapa butiran untuk produksi minyak kelapa yang secara skematik terjadi hubungan yang saling mempengaruhi dari jumlah pasokan kelapa butiran dari pemasok yang selanjutnya disimpan terlebih dahulu sebagai persediaan. Banyaknya pasokan kelapa butiran akan mempengaruhi jumlah persediaan kelapa butiran. Jumlah persediaan kelapa butiran ini dalam penggunaan untuk proses produksi menyesuaikan dengan kapasitas produksi. Semakin banyak persediaan minyak kelapa maka semakin berkurang persediaan kelapa butiran, namun semakin meningkatkan biaya persediaan minyak kelapa dan semakin menurunkan biaya persediaan kelapa butiran. Diagram sebab akibat tersebut juga menunjukkan suatu aliran ketersediaan bahan baku yang diperoleh dari hasil samping unit produksi dari agroindustri kelapa terpadu. Aliran dimulai dari unit pengolahan minyak kelapa. Unit –unit pengolahan ini tidak tercantum langsung pada gambar diagram sebab akibat namun tergambar langsung pada unit produksi agroindustri. Hasil samping dari unit pengolahan minyak kelapa berupa air kelapa, sabut kelapa dan tempurung kelapa. Hasil samping ini selanjutnya disimpan dalam bentuk persediaan air kelapa, persediaan sabut kelapa dan tempurung kelapa. Persediaan berbagai hasil samping ini, masing-masing akan diolah menjadi produk-produk lain yang juga
95
akan didistribusikan ke konsumen. Proses produksi masing-masing produk dari olahan hasil samping ini juga tergantung pada kapasitas produksi masing-masing unit pengolahan. Hal inilah yang selanjutnya menambah ketersediaan produk yang dihasilkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka ketersediaan pasokan untuk produk–produk agroindustri yang akan didistribusikan juga semakin meningkat demikian sebaliknya. Peningkatan
ketersediaan
produk
yang
dihasilkan
oleh
unit-unit
pengolahan agroindustri ini akan menimbulkan peningkatan pada biaya rantai pasokan. Demikian sebaliknya, apabila terjadi penurunan salah satu komponen penyusun biaya rantai pasokan maka akan berdampak juga pada ketersediaan produk. Distribusi produk sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan produk dan permintaan produk dari konsumen baik konsumen di pasar domestik maupun konsumen di pasar ekspor. Permintaan konsumen untuk konsumen domestik maupun untuk konsumen ekspor akan berpengaruh pada total biaya rantai pasokan.
Peningkatan atau penurunan permintaan di pasar produk akan
menimbulkan penurunan atau peningkatan persediaan produk. Total peningkatan biaya rantai pasokan juga dipengaruhi naik turunnya harga produk di pasar domestik maupun ekspor.
Mekanisme Model Rantai Pasokan (Ideal)
Mekanisme model dikaji untuk memahami mekanisme yang terjadi dalam sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali hubungan antara pernyataan kebutuhan dan pernyataan masalah yang harus diselesaikan dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam analisis kebutuhan. Unit pengolahan minyak kelapa berperan penting dalam sistem rantai pasokan ini karena merupakan produk pilihan yang utama. Kemampuan produksi unit pengolahan ini memiliki keterkaitan terhadap kemampuan produksi unit yang lain
apabila
diusahakan
secara
terpadu.
Kemampuan
unit
pengolahan
menghasilkan minyak kelapa, terkait dengan kemampuan unit pengolahan lain dalam berproduksi. Oleh sebab itu sistem pemasokan bahan baku merupakan
96
kunci dari rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini. Kebutuhan kelapa butiran di suatu agroindustri kelapa terpadu dapat diperkirakan dengan suatu simulasi dengan merancang modelnya terlebih dahulu. Identifikasi terhadap skala produksi secara ekonomis dengan melibatkan komponen biaya terkait dalam sistem rantai pasok. Biaya-biaya ini berupa biaya persediaan dan biaya transportasi. Biaya persediaan merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk
menyimpan
produk
dan
biaya
transportasi
untuk
mendistribusikan produk hingga ke pasar domestik maupun pasar ekspor. Asumsi yang dilakukan adalah : 1. Pemenuhan kebutuhan bahan baku dari kelapa rakyat dengan memanfaatkan potensi pemenuhan bahan baku dari kemampuan produksi kelapa rakyat 2. Persediaan dipertimbangkan hanya pada persediaan bahan baku dan persediaan produk sebelum didistribusikan Model dinamik rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu diterjemahkan ke dalam diagram alir model simulasi yang terdiri dari stock – flow. Akumulasi atau stock merupakan keadaan sistem dan sebagai pembangkit informasi, di mana aksi dan keputusan didasarkan pada stock tersebut.
Formulasi Model Formulasi model dinamik rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu ini dimulai dari jaringan pemasok dalam sub model pasokan bahan baku berupa kelapa butiran. Model ditunjukkan dengan performance berupa total biaya rantai pasokan yang minimal. Abtraksi aliran bahan dari pemasok ke agroindustri hingga ke konsumen untuk pasar domestik maupun pasar ekspor dapat dilihat pada kerangka konseptual penelitian. Aliran pasokan bahan baku dimulai dari kebun kelapa yang diidentifikasi sebagai kebun kelapa rakyat dengan pasokan bahan baku berupa kelapa dalam. Pasokan buah kelapa butiran ini selanjutnya didistribusikan ke agroindustri melalui transportasi sehingga menjadi persediaan buah kelapa butiran. Abstraksi ini dilakukan pengendalian biaya persediaan dan pasokan bahan baku, sebagai salah satu komponen penyusun biaya rantai pasokan.
97
Abstraksi aliran pasokan bahan baku buah kelapa butiran dalam agroindustri ditunjukkan dalam bentuk aliran persediaan buah kelapa butiran yang didistribusikan ke unit pengolah dalam agroindustri kelapa terpadu untuk unit pengolah daging buah kelapa butiran terlebih dahulu. Selanjutnya dari hasil samping proses produksi tersebut untuk air kelapa dialirkan menuju unit pengolahan air kelapa, untuk sabut kelapa dialirkan ke unit pengolahan sabut kelapa dan untuk tempurung kelapa dialirkan menuju unit pengolahan tempurung kelapa. Masing-masing unit pengolahan tersebut melakukan proses produksi dengan karakteristik masing-masing sehingga menghasilkan produk-produk yang terdiri dari minyak kelapa, nata de coco, serat sabut dan arang tempurung. Produk-produk tersebut disimpan dalam bentuk persediaan produk akhir sebelum didistribusikan ke konsumen. Abstraksi ini dilakukan pengendalian biaya persediaan produk. Abstraksi aliran pasokan untuk konsumen pasar domestik/ekspor ditunjukkan dengan aliran persediaan produk yang ditransportasikan kepada konsumen pasar domestik/ekspor. Aliran produk tersebut merupakan abstraksi model dengan melakukan pengendalian biaya distribusi. Abstraksi aliran bahan baku, menjadi produk yang didistribusikan ke konsumen tersebut selanjutnya menunjukkan suatu model yang mempertimbangkan total biaya rantai pasokan. Indikator dari model ini adalah total biaya rantai pasokan yang minimal.
Ketersediaan Pasokan Kelapa Penyediaan kelapa butiran didasarkan pada perhitungan laju penyediaan kelapa butiran sebanyak 25% dengan persediaan kelapa butiran 12.600.000 kg. Jumlah penyediaan kelapa butiran ini didasarkan pada perhitungan hasil panen di daerah sentra penghasil kelapa. Penyediaan kelapa dalam suatu periode (PKi) dihitung berdasarkan jumlah total dari nilai produksi kelapa rakyat dengan laju penyediaan 25%. Kebutuhan agroindustri kelapa terpadu didasarkan pada konsumsi kelapa butiran untuk agroindustri. Laju konsumsi kelapa butiran ini sebanyak 9%. Nilai ini didasari pertimbangan bahwa agroindustri kelapa terpadu bertujuan untuk mengolah hasil panen petani kelapa terutama dalam suatu wilayah
98
sentra penghasil kelapa. Oleh sebab itu produksi kelapa ini dirumuskan dengan persamaan : PK i = 25% x PKT i
.......................................................................... (1)
Ketersediaan Kelapa Butiran Ketersediaan kelapa butiran (KKB i ) merupakan persentase penyediaan kelapa butiran untuk keperluan produksi agroindustri kelapa terpadu. Prosentase kebutuhan kelapa untuk industri dari jumlah produksi kelapa (a%)
yang
dihasilkan oleh petani di suatu wilayah observasi. Ketersediaan kelapa butiran ini dirumuskan dengan persamaan: KKB i = a% x PK i
.............................................................................. (2)
KK i = a% x 25% x PKT i
.................................................................. (3)
Kebutuhan daging buah kelapa Daging buah kelapa merupakan bahan baku dalam unit pengolahan minyak kelapa. Daging buah kelapa dalam memenuhi kebutuhan bahan baku untuk unit pengolah ini dapat dipenuhi dari petani kelapa yang langsung memasok bahan baku buah kelapa butiran ke unit pengolah. Kebutuhan kelapa untuk unit pengolah minyak kelapa (KD i ) merupakan konsumsi kelapa butiran berdasarkan kapasitas produksi unit pengolah yang dirancang. Penentuan kapasitas unit pengolah dilakukan berdasarkan dua hal yaitu : 1. pendugaan permintaan pasar 2. pertimbangan potensi kebun kelapa Unit pengolahan minyak kelapa dengan kapasitas kecil, yang merupakan usaha skala rumah tangga yaitu sekitar 200 kg setiap hari yang diperoleh dari 2000 butir kelapa setiap hari atau setara
dengan 700.000 butir per tahun.
Kebutuhan daging buah kelapa untuk unit pengolah minyak kelapa (KD i ) ini direpresentasikan dengan persamaan : KD i = 28% x KK i .................................................................................. (4) Dengan i periode dalam tahun yaitu 1, 2, 3....n.
99
Ketersediaan air kelapa untuk unit pengolah nata de coco (KA i ) Pemanfaatan keseluruhan bagian kelapa dengan mengacu pada konsep zero waste, maka pemenuhan pasokan air kelapa pada unit pengolah air kelapa dengan hasil berupa nata de coco terutama dipenuhi dari air kelapa yang merupakan hasil sisa dari unit pengolah minyak kelapa. Kekurangan pasokan apabila produksi meningkat baru dipenuhi dari air kelapa yang diperoleh dari pemasok lain. Jumlah pasokan air kelapa yang tersedia dari unit pengolah daging buah kelapa adalah (KA i ). Ketersediaan air kelapa ini dihitung dari rata-rata persentase komponen buah kelapa butiran yaitu dari satu butir kelapa yang terdiri dari: 1. daging buah kelapa sebanyak
28%
2. air kelapa sebanyak
25%
3. sabut kelapa sebanyak
35%
4. tempurung sebanyak
12%
Oleh sebab itu formulasi untuk ketersediaan air kelapa ini yaitu sebagai berikut : KA i = 25% x KK i x (2000 butir/700 liter)........................................ (5) Ketersediaan sabut kelapa untuk unit pengolah serat sabut (KS i ) Ketersediaan sabut kelapa juga didasarkan pada persentase komponen tiap butiran kelapa. Ketersediaan sabut kelapa ditunjukkan dengan persamaan: KS i = 35% x KK i ............................................................................. (6) Ketersediaan tempurung kelapa untuk unit pengolah Arang tempurung (KTi) Ketersediaan tempurung kelapa juga didasarkan pada persentase komposisi tiap butiran kelapa. Ketersediaan tempurung kelapa yaitu: KT i = 12% x KK i ............................................................................. (7) Identifikasi Variabel Keputusan Keputusan dalam rantai pasokan ini meliputi keputusan-keputusan berupa: 1. Jumlah pasokan buah kelapa butiran yang akan disalurkan kepada unit agroindustri kelapa terpadu (SKi) 2. Jumlah pasokan daging kelapa yang akan diolah (SD i ) 3. Jumlah pasokan air kelapa yang akan diolah (SAi) 4. Jumlah pasokan sabut kelapa yang akan diolah ( SSi ) 5. Jumlah pasokan tempurung kelapa yang akan diolah (STi)
100
6. Jumlah persediaan bahan baku buah kelapa butiran sebelum diproses yang terdapat di unit pengolah (IKi) 7. Jumlah persediaan bahan baku air kelapa sebelum diproses yang terdapat di unit pengolah (IAi) 8. Jumlah persediaan bahan baku sabut kelapa sebelum diproses yang terdapat di unit pengolah (ISi) 9. Jumlah persediaan bahan baku tempurung kelapa sebelum diproses yang terdapat di unit pengolah (ITi) 10. Jumlah persediaan produk minyak kelapa yang terdapat di unit pengolah (IMKi) 11. Jumlah persediaan produk nata de coco yang terdapat di unit pengolah (INDi) 12. Jumlah persediaan produk serat sabut kelapa yang terdapat di unit pengolah (ISSi) 13. Jumlah persediaan produk arang tempurung yang terdapat di unit pengolah (IATi) 14. Jumlah produk minyak kelapa yang akan disalurkan dari unit pengolah ke permintaan (XMKi) 15. Jumlah produk nata de coco yang akan disalurkan dari unit pengolah ke permintaan (XNDi) 16. Jumlah produk serat sabut yang akan disalurkan dari unit pengolah ke permintaan (XSSi) 17. Jumlah produk arang tempurung yang akan disalurkan dari unit pengolah ke permintaan (XATi) 18. nilai i > 0
Penentuan Kapasitas Produksi Kapasitas Produksi dari masing-masing unit produksi ini cukup kecil, yaitu dengan kondisi sebagai berikut: 1. Unit pengolah minyak kelapa unit kecil dengan kapasitas produksi 200 kg minyak kelapa per hari diperoleh dari 2.000 butir kelapa per hari atau setara dengan 700.000 butir per tahun. Kapasitas produksi dalam satu tahun dengan 20 hari kerja akan menghasilkan minyak kelapa 48.000 kg. Penentuan
101
kapasitas ini didasarkan pada penilaian kelayakan investasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Oleh sebab itu dapat dirumuskan bahwa kapasitas produksi minyak kelapa (Cap_MKi) yaitu : Cap_MKi ≤ 48000 kg .................................................................................... (8) Dengan i = periode 1,2,3, … n 2. Unit pengolah nata de coco dengan kapasitas produksi maksimum 700-800 liter air kelapa setiap hari dari 2.000 butir kelapa per hari akan mampu menghasilkan 50 kg nata de coco setiap hari dalam satu tahun dengan 20 hari kerja akan menghasilkan 12.000 kg. Kapasitas produksi nata de coco (Cap_NDi) ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Cap_NDi ≤ 12000 kg ..................................................................................... (9) Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n 3. Unit pengolah serat sabut dengan kapasitas produksi 400-600 kg serat per hari Hasil studi pada industri serat sabut kelapa di wilayah Kabupaten Ciamis, tingkat produksi maksimum serat sabut kelapa terutama ditentukan oleh kapasitas mesin pemisah serat dan mesin sortasi / pengayak serta jam kerja mesin atau jumlah shift kerja. Industri manufaktur yang lain juga menunjukkan bahwa kapasitas mesin pada setiap tahapan atau rangkaian proses produksi harus seimbang. Unit usaha industri kecil serat sabut kelapa di Kabupaten Ciamis menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas mesin maksimum adalah berkisar 400 - 600 kg serat per hari (@ 8 jam/hari). Kondisi kapasitas tersebut tidak menguntungkan dan tidak layak jika tingkat produksi dilaksanakan di bawah 350 kg serat per hari. Semakin besar tingkat produksi sampai batas maksimum kapasitas mesin, maka tingkat keuntungan dan kelayakan usaha semakin baik. Oleh sebab itu, kapasitas produksi yang digunakan untuk unit pengolah serat sabut ini dengan kapasitas produksi pada kisaran 400-600 kg serat per hari. Kapasitas produksi serat sabut kelapa (Cap_SSi) ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 96000≤ Cap_SSi ≤ 144000 kg ................................................................... (10) Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n
102
4. Unit pengolah arang tempurung dengan kapasitas produksi 1,2 ton arang tempurung sampai dengan 3 ton arang tempurung per hari. Kapasitas produksi masing-masing unit tanur pengarangan adalah 1,2 ton arang sampai dengan 3 ton arang tempurung per hari. Total produksi arang tempurung kelapa yang dihasilkan oleh unit usaha ini adalah 1,2 ton setiap hari. Tingkat produksi maksimum arang tempurung terutama ditentukan oleh kapasitas tanur pembakaran. Rata-rata kapasitas tanur menghasilkan maksimum 1.200 kg arang per hari dalam satu tahun diproduksi 374.400 kg arang per tahun. Kapasitas produksi arang tempurung kelapa (Cap_ATi) ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Cap_ATi ≤ 374400 kg ................................................................................. (11) Dengan i = periode 1, 2, 3, …, n Jika jumlah persediaan bahan baku kurang dari kapasitas produksi maka langsung diproses menjadi produk akhir. Jumlah produk akhir yang diinginkan sebanyak 4 macam dan semuanya diproses dari bahan baku yang ada. Permintaan terhadap produk akhir berfluktuasi.
Nilai ekspektasi total permintaan untuk
semua produk setiap tahun. Simbol-simbol variabel pada notasi numerik formulasi matematika di atas akan diubah disesuaikan dengan notasi pada pembuatan simulasi dinamis dengan software stella 9.14. Perubahan simbol dan penjelasan simbol dapat dilihat pada lampiran. Identifikasi kendala-kendala Kendala dalam perancangan model rantai pasokan ini adalah ketersediaan pasokan
bahan
baku,
kapasitas
pemasok
bahan
baku,
kapasitas
unit
pengolah/agroindustri, jumlah persediaan dan kebutuhan tiap permintaan. Kendala-kendala ini diformulasikan sebagai berikut : 1. Kendala kapasitas pasokan bahan baku kelapa butiran n
∑ Kij ≤ Cap _ SKi ................................................................................ (12) j =1
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
103
Di mana : = Jumlah pasokan bahan baku berupa kelapa butiran ke unit pengolahan minyak kelapa j Cap_SKi = Kapasitas pasokan kelapa butiran ke-i Kij
2. Kendala kapasitas pasokan daging kelapa butiran n
∑ KDij ≤ Cap _ SDi ................................................................................... (13) j =1
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m Di mana : = Jumlah pasokan bahan baku berupa daging buah kelapa ke unit pengolahan minyak kelapa j Cap_SDi = Kapasitas pasokan daging buah kelapa ke-i KDij
3. Kendala kapasitas bahan baku air kelapa n
∑ KAij ≤ Cap _ SAi j =1
................................................................................... (14)
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m Di mana : = Jumlah pasokan bahan baku berupa air kelapa ke unit pengolahan nata de coco = Kapasitas pasokan air kelapa ke-i Cap_SAi KAij
4. Kendala kapasitas bahan baku sabut kelapa n
∑ KSij ≤ Cap _ SSi ..................................................................................... (15) j =1
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m Di mana : = Jumlah pasokan bahan baku berupa sabut kelapa ke unit pengolahan serat sabut kelapa Cap_SSi = Kapasitas pasokan sabut kelapa ke-i KSij
104
5. Kendala kapasitas bahan baku tempurung kelapa n
∑ KTij ≤ Cap _ STi ..................................................................................... (16) j =1
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m Di mana : = Jumlah pasokan bahan baku berupa tempurung kelapa ke unit pengolahan arang tempurung Cap_STi = Kapasitas pasokan tempurung kelapa ke-i KTij
6. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan minyak kelapa n
∑ XMKij ≤ Cap _ MKi ≤ 48000 ..................................................... j =1
(17)
Cap _ MKi ≤ 48000 ...................... ............................................................. (18) Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m
Di mana : = Jumlah produk minyak kelapa yang akan disalurkan dari unit pengolah i ke permintaan j. Cap_MKi = Kapasitas unit pengolahan minyak kelapa ke-i XMKij
7. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan nata de coco Cap _ NDi ≤ 600
..................................................... .............................. (19)
n
∑ XNDij ≤ Cap _ NDi j =1
................................................................ (20)
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m Di mana : = Jumlah produk nata de coco yang akan disalurkan dari unit pengolah i ke permintaan j. Cap_NDi = Kapasitas unit pengolahan nata de coco ke-i XNDij
105
8. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan serat sabut kelapa 96 ≤ Cap _ SSi ≤ 144
........................................................................... (21)
n
∑ XSSij ≤ Cap _ SSi ............................................................................ (22) j =1
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m Di mana : = Jumlah produk serat sabut kelapa yang akan disalurkan dari unit pengolah i ke permintaan j. Cap_SSi = Kapasitas unit pengolahan serat sabut kelapa ke-i XSSij
9. Kendala kapasitas produksi unit pengolahan arang tempurung Cap _ ATi ≤ 374.4
................................................................................. (23)
n
∑ XATij ≤ Cap _ ATi ................................................................................. (24) j =1
Untuk setiap i = 1, 2, 3, …m Di mana : = Jumlah produk arang tempurung kelapa yang akan disalurkan dari unit pengolah i ke permintaan j. Cap_ATi = Kapasitas unit pengolahan arang tempurung kelapa ke-i XATij
10. Kendala inventori unit pengolahan minyak kelapa Persediaan minyak kelapa merupakan hasil produksi minyak kelapa yang disimpan
di
dalam
gudang
sebelum
didistribusikan
dan
sesudah
didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut : p
IMK j
= Cap_MKj -
∑ XMKjk
……………………………….....(25)
k =1
Dengan IMK j = Jumlah persediaan minyak kelapa Cap_MKj = Kapasitas unit pengolahan minyak kelapa j (kg) XMK jk = Jumlah produk minyak kelapa j yang akan disalurkan permintaan k (kg) J = 1, 2, 3, …n K = 1, 2, 3, …p
106
ke
11. Kendala Inventori unit pengolahan nata de coco Persediaan nata de coco merupakan hasil produksi nata de coco yang disimpan
di
dalam
gudang
sebelum
didistribusikan
dan
sesudah
didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut : p
∑ XNDjk
IND j
=
Cap_ND j -
Dengan INDj Cap_ND j XND jk
= = =
J K
= =
Jumlah persediaan nata de coco Kapasitas unit pengolahan nata de coco j (kg) Jumlah produk nata de coco j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg) 1, 2, 3, …n 1, 2, 3, …p
……………………… (26)
k =1
12. Kendala Inventori unit pengolahan serat sabut Persediaan serat sabut merupakan hasil produksi serat sabut kelapa yang disimpan
di
dalam
gudang
sebelum
didistribusikan
dan
sesudah
didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut : p
∑ XSSjk ……………………… (27)
ISS j
=
Cap_SS j -
Dengan ISSj Cap_SS j XSS jk
= = =
J K
= =
Jumlah persediaan serat sabut kelapa Kapasitas unit pengolahan serat sabut kelapa j (kg) Jumlah produk serat sabut kelapa j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg) 1, 2, 3, …n 1, 2, 3, …p
k =1
13. Kendala inventori unit pengolahan arang tempurung Persediaan arang tempurung merupakan hasil produksi arang tempurung yang disimpan di dalam gudang sebelum didistribusikan dan sesudah didistribusikan. Kendala ini dirumuskan sebagai berikut : p
IAT j
=
Cap_AT j -
∑ XATjk ……………………….. (28) k =1
107
Dengan IATj Cap_AT j XAT jk
= = =
J K
= =
Jumlah persediaan arang tempurung Kapasitas unit pengolahan arang tempurung j (kg) Jumlah produk arang tempurung j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg) 1, 2, 3, …n 1, 2, 3, …p
14. Kendala kebutuhan permintaan produk berupa minyak kelapa Permintaan produk akhir minyak kelapa merupakan total produk minyak kelapa j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg) p
DMK j = ∑ XMKjk …………………………………………………..(29) k =1
15. Kendala kebutuhan permintaan produk berupa nata de coco Permintaan produk akhir nata de coco merupakan total produk nata de coco j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg) p
DND j = ∑ XNDjk …………………………………………………….(30) k =1
16. Kendala kebutuhan permintaan produk berupa serat sabut kelapa Permintaan produk akhir serat sabut kelapa merupakan total produk serat sabut kelapa j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg) DSS j p
= ∑ XSSjk ……………………………………………………………(31) k =1
17. Kendala kebutuhan permintaan produk berupa arang tempurung kelapa Permintaan produk akhir arang tempurung kelapa merupakan total produk arang tempurung kelapa j yang akan disalurkan ke permintaan k (kg) p
DAT j = ∑ XATjk ………………………………………………………….. (32) k =1
Perumusan Fungsi Tujuan Tujuan perancangan model ini adalah untuk meminimalkan keseluruhan biaya rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu dari mulai pasokan bahan baku berupa kelapa butiran hingga diolah dalam suatu unit pengolahan hingga menghasilkan empat macam produk yang didistribusikan ke konsumen. Setiap aliran material dari satu tempat ke tempat yang lain membutuhkan biaya demikian
108
halnya dalam unit pengolah. Total biaya rantai pasokan ini dirumuskan sebagai berikut: m
Minimisasi Z =
n
n
p
∑ ∑ CS ij S ij + ∑ ∑ CX i =1 j =1
j =1 k =1
n
jk
X
n
+ ∑ ∑ CI j I j jk j =1 j =1
Di mana : Z CS ij Sij CXjk
= = = =
Xjk
=
CIj Ij
= =
Total biaya rantai pasokan Biaya transportasi setiap unit bahan baku ke unit agroindustri j Jumlah pasokan bahan baku ke agroindustri kelapa terpadu Biaya transportasi tiap unit produk dari agroindustri j ke permintaan k Jumlah produk dari agroindustri j yang akan disalurkan ke permintaan k Biaya penyimpanan untuk tiap produk pada unit agroindustri j Jumlah persediaan pada unit agroindustri j Input-input dalam Pemodelan Sistem
Pemodelan sistem ini dilakukan dengan menggunakan software stella 9.14 dengan didasarkan pada kondisi mekanisme sistem ideal yang diinginkan dan formulasi model yang dirumuskan. Model yang dirancang, diharapkan dapat memberikan gambaran proses yang terjadi dalam sistem sehingga dapat menyerupai sistem nyata. Tabel 15 di bawah ini adalah beberapa asumsi yang digunakan sebagai input untuk stock flow diagram dalam pemodelan rantai pasokan ini. Tabel 15 Input dalam Pemodelan No Input
Nilai Input
1 2 3 4 5
12.600.000 kg 28% Kg 25% 35% 12%
6 7 8 9 10 11
Persediaan kelapa butiran Konversi daging kelapa dari kelapa butiran Konversi air kelapa dari kelapa butiran Konversi sabut kelapa dari kelapa butiran Konversi tempurung kelapa dari kelapa butiran Rerata berat butiran kelapa Persentase distribusi domestik Minyak kelapa Persentase distribusi domestik nata de coco Persentase distribusi domestik serat sabut Persentase distribusi domestik arang Persentase distribusi ekspor Minyak kelapa
1,8 40% 80% 5% 90% 60%
kg/butir
Lanjutan……
109
No Input
Lanjutan Tabel 15 Nilai Input
12 13 14 15 16 17 18
20% 95% 10% 12% 10% 30% 40%
Persentase distribusi ekspor nata de coco Persentase distribusi ekspor serat sabut Persentase distribusi ekspor arang Rendemen minyak kelapa Rendemen nata de coco Rendemen serat sabut kelapa Rendemen arang tempurung
Tabel 16 Asumsi-asumsi Biaya dalam Pemodelan No
Asumsi
1 Biaya Pembelian
2 Biaya Angkut
Dasar asumsi
Didasarkan pada besarnya besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu butir kelapa di tingkat petani Didasarkan pada besarnya besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut bahan baku baik untuk pengangkutan air kelapa, sabut kelapa, maupun tempurung Biaya angkut air kelapa
Besar biaya Dasar Asumsi per hari per kg (rupiah) 750 Harga per butir kelapa
Biaya angkut sabut kelapa
2000
Biaya angkut tempurung kelapa
250
250 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mengangkut 1 ton air kelapa sebesar Rp 6.000.000 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mengangkut 1 ton sabut kelapa sebesar Rp 48.000.000 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mengangkut 1 ton tempurung kelapa sebesar Rp 6.000.000
Lanjutan ……….
110
No Asumsi
Dasar asumsi
3 Biaya Didasarkan pada Penyimpanan besarnya besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan produk akhir berupa minyak kelapa, nata de coco, serat sabut, dan arang tempurung sebelum didistribusikan ke konsumen Biaya penyimpanan minyak kelapa
Biaya penyimpanan nata de coco
Biaya penyimpanan serat sabut
Biaya penyimpanan arang tempurung
4 Biaya Distribusi
Lanjutan Tabel 16 Besar biaya Dasar Asumsi per hari per kg (rupiah)
500 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk menyimpan minyak kelapa sebesar Rp 1.200.000 100 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk menyimpan nata de coco sebesar Rp 2.400.000 500 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk menyimpan 1 ton serat sabut sebesar Rp 12.000.000 50 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk menyimpan arang tempurung sebesar Rp 1.200.000
Didasarkan pada besarnya besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mendistribusikan produk berupa minyak kelapa, nata de coco, serat sabut dan arang ke konsumen domestik maupun ekspor Lanjutan………..
111
No Asumsi
Dasar asumsi
Biaya distribusi domestik minyak kelapa
Biaya distribusi domestik nata de coco
Biaya distribusi domestik serat sabut
Biaya distribusi domestik arang
Biaya distribusi ekspor minyak kelapa
Biaya distribusi ekspor nata de coco
Lanjutan Tabel 16 Besar Dasar Asumsi biaya per hari per kg (rupiah) 2000 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mendistribusikan 1 ton minyak kelapa sebesar Rp 48.000.000 500 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mendistribusikan 1 ton Nata de coco sebesar Rp 12.000.000 2500 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mendistribusikan 1 ton serat sabut sebesar Rp 60.000.000 2000 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mendistribusikan 1 ton arang sebesar Rp 48.000.000 3000 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mengekspor 1 ton minyak kelapa sebesar Rp 72.000.000 1000 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mengekspor 1 ton nata de coco sebesar Rp 24.000.000 Lanjutan……..
112
No Asumsi
Dasar asumsi
Biaya distribusi ekspor serat sabut
Biaya distribusi ekspor arang
Lanjutan Tabel 16 Besar Dasar Asumsi biaya per hari per kg (rupiah) 3000 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mengekspor 1 ton serat sabut sebesar Rp 72.000.000 1000 Biaya yang dikeluarkan selama 1 bulan (24 hari kerja ) untuk mengekspor 1 ton nata de coco sebesar Rp 24.000.000
Simulasi Model dengan Software Stella Model yang dirancang mengikuti menu-menu yang terdapat dalam software stella. Stella yang digunakan adalah Stella 9.14. Pembuatan stock flow diagram untuk model rantai pasokan dengan mensimulasikan beberapa kondisi dan biaya agar diperoleh biaya total rantai pasokan yang optimal dapat digambarkan seperti pada gambar stock flow diagram di bawah ini. Rancangan ini cukup sederhana tanpa menggunakan aplikasi yang variatif namun setidaknya cukup menjelaskan gambaran kondisi yang diinginkan. Output hasil simulasi rancangan model dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Ketersediaan Kelapa Butiran
Lj Peny ediaan
Peny Klp Btr
Pers Klp Btr
Lj Konsumsi
Konsumsi Klp Btr
Gambar 21. Stock Flow Diagram Sub Model Ketersediaan Kelapa Butiran
113
Desain model ini hanya diasumsikan untuk kelapa dalam saja. Hal ini mengingat jenis kelapa dalam inilah yang banyak diusahakan oleh petani di wilayah Kabupaten Ciamis. Jenis kelapa hibrida sangat jarang yang diusahakan untuk pasokan industri, namun diusahakan untuk kebutuhan rumah tangga saja. Output dari simulasi dengan menggunakan Stella dapat menggambarkan suatu ketersediaan pasokan kelapa di tingkat petani di Kabupaten Ciamis. Secara rata-rata kebutuhan bahan baku kelapa butiran cukup dengan mengandalkan pasokan dari satu kabupaten saja. 1: Peny Klp Btr 1: 2: 3:
2: Pers Klp Btr
3: Konsumsi Klp Btr
18000000 80000000 7000000
3 1 1: 2: 3:
10575000 45000000 4000000
2
3 1
2
2
3
1 1: 2: 3: Page 1
3150000 10000000 1000000
2 1 0.00
3 3.00
6.00 Time
9.00 12.00 9:05 AM Fri, Feb 04, 2011
Ketersediaan Bahan Baku
Gambar 22. Grafik Hasil Simulasi Ketersediaan Kelapa Butiran Gambar 22 menunjukkan hasil simulasi ketersediaan bahan baku kelapa butiran dengan input yang langsung dilakukan pada model yang dirancang melalui stock flow diagram yang dibuat. Secara numerik akan menunjukkan hasil yang cukup variatif dengan berbagai bilangan. Hasil ini seiring dengan nilai input numerik yang dimasukkan sesuai dengan input untuk perancangan model. Grafik hasil simulasi di atas menunjukkan nilai yang meningkat sejalan dengan laju penyediaan dan laju konsumsi. Peningkatan tersebut terjadi karena ada cadangan persediaan kelapa butiran sebanyak 12.600.000 kg untuk kebutuhan pasokan sebagai inisiasi awal untuk input simulasi model.
114
Tabel 17. Ketersediaan Kelapa Butiran Time Penyediaan Kelapa Butir 0 3,150,000.00 1 3,654,000.00 2 4,238,640.00 3 4,916,822.40 4 5,703,513.98 5 6,616,076.22 6 7,674,648.42 7 8,902,592.16 8 10,327,006.91 9 11,979,328.02 10 13,896,020.50 11 16,119,383.78 Final Sumber : olahan data hasil simulasi
Persediaan Kelapa Butir Konsumsi 12,600,000.00 1,134,000.00 14,616,000.00 1,315,440.00 16,954,560.00 1,525,910.40 19,667,289.60 1,770,056.06 22,814,055.94 2,053,265.03 26,464,304.89 2,381,787.44 30,698,593.67 2,762,873.43 35,610,368.65 3,204,933.18 41,308,027.64 3,717,722.49 47,917,312.06 4,312,558.09 55,584,081.99 5,002,567.38 64,477,535.11 5,802,978.16 74,793,940.73
Hasil simulasi menunjukkan dengan laju penyediaan kelapa butiran sebesar 0.25% hingga tahun ke 12 akan terdapat total persediaan kelapa butiran sebanyak 74.793.940,73 kg di wilayah Kabupaten Ciamis dengan laju konsumsi kelapa butiran untuk kebutuhan industri sebanyak 0.9%. Prosentase konsumsi kelapa butiran untuk kebutuhan industi ini ditunjukkan dengan gambar 28 di bawah ini. Gambaran konsumsi kelapa butiran ini menunjukkan konsumsi kelapa butiran terdistribusi untuk tiga pemanfaatan yaitu untuk dijual langsung ke pasarpasar tradisional sebanyak 89%, untuk konsumsi industri 9%, dan untuk konsumen rumah tangga sebanyak 2%. Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis menunjukkan sebagian besar kelapa (89% ) dijual dalam bentuk kelapa butiran ke wilayah Bandung, Jakarta, Cirebon dan beberapa wilayah di Jawa Tengah. Konsumsi lokal untuk rumah tangga di Kabupaten Ciamis sebanyak 2%, dan yang diolah oleh petani dan perusahaan sebanyak 9%. Hal ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini ;
115
Industri 9% Rumah Tangga, 2%
Dijual Langsung 89%
Gambar 23. Konsumsi Kelapa (Rinaldi 2008) Asumsi persediaan kelapa butiran sebanyak 12.600.000 kg kelapa butir tiap tahun. Oleh sebab itu secara-rata-rata setiap tahun terdapat persediaan kelapa butir 6.232.828 kg butir kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk diproses menjadi aneka produk agroindustri kelapa terpadu. Hasil simulasi untuk konsumsi kelapa butiran ini digunakan sebagai dasar nilai untuk menghitung kebutuhan pasokan kelapa butiran yang akan dikonversi menjadi daging kelapa, air kelapa, sabut kelapa, dan tempurung kelapa sebagai bahan baku agroindustri kelapa terpadu dengan output produk berupa minyak kelapa, nata de coco, serat sabut kelapa dan arang tempurung kelapa. Hal ini apabila dibandingkan dengan data produksi kelapa butiran di Kabupaten Ciamis tidak jauh berbeda. Data produksi kelapa butiran di Kabupaten Ciamis ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 18. Produksi Kelapa Dalam Kabupaten Ciamis Tahun Produksi Kelapa Dalam (kg) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber : Disbun Jabar (2010)
19.480.000 32.207.000 36.771.000 74.265.000 74.678.000 70.057.000 64.325.000 78.193.000 77.606.553
Propinsi Jawa Barat memiliki luas areal pengusahaan tanaman kelapa sebanyak 172.500,20 ha yang merupakan perkebunan rakyat. Perkebunan kelapa ini merupakan areal perkebunan kelapa dalam. Adapun potensi areal perkebunan kelapa dalam di wilayah Propinsi Jawa barat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
116
Tabel 19 Potensi Areal Perkebunan Kelapa Dalam No Kabupaten/Kotamadya Luas Areal Perkebunan (Hektar) 1 Bogor 9,041 2 Sukabumi 19,970 3 Cianjur 17,404 4 Bekasi 3,500 5 Karawang 3,565 6 Purwakarta 1,383 7 Subang 4,776 8 Bandung 2,595 9 Sumedang 6,114 10 Garut 5,937 11 Tasikmalaya 34179 12 Ciamis 79,011 13 Majalengka 3,918 14 Cirebon 5,723 15 Kuningan 8,509 16 Indramayu 7,002 17 Kota Banjar 2,500 18 Kota Tasikmalaya 1,700 Sumber: www.disbun.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/458 Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan wilayah penghasil kelapa terbanyak untuk propinsi Jawa Barat yaitu sebesar 79,011 ha dengan total produksi buah kelapa butir sebanyak 35.028 ton. Potensi agroindustri pengolahan kelapa di Kabupaten Ciamis ditunjukkan pada tabel di bawah ini : Tabel 20 Potensi Agroindustri Pengolahan Kelapa No Jenis
1 2 3 4 5 6
Gula kelapa Kopra Minyak kelapa Nata de Coco Serat sabut Galendo
Unit
7933 92 53 23 8 7
Jumlah Bahan Baku Produksi (ton/tahun) 27,560 137,800,000 1,435 7,175,000 3,899 38,990,000 969 581,400 1,490 13,244,000 11 220,000
liter nira butir kelapa butir kelapa liter air kelapa sabut butir kelapa
Data di atas menunjukkan bahwa rata-rata kebutuhan kelapa butiran untuk agroindustri kelapa terpadu di wilayah kabupaten Ciamis sejumlah 53723,33 ton. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup banyak dalam upaya memacu peningkatan produktivitas pertanian di wilayah tersebut.
Kebutuhan kelapa
117
butiran tersebut terutama untuk memenuhi permintaan unit pengolahan minyak kelapa. Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa di kabupaten Ciamis, selalu terbentur pada masalah kontinyuitas bahan baku yang tidak terjamin untuk agroindustri arang dan nata de coco serta serat sabut. Perilaku petani adalah selalu menjual hasil buah kelapa butiran dalam bentuk buah kelapa segar dan dijual keluar daerah. Hal ini dilakukan terutama pada saat harga kelapa meningkat dengan tajam. Bahan Baku Agroindustri
Dgg Klp
N Kon Dgg Klp
Pasokan Klp Butir
Konv Dgg Klp
Persediaan BB Konsumsi Klp Btr Proses Konversi Klp Btr
N Konv Sabut
Sabut
N Konv Air Klp Air Klp
Konv Sabut N Konv Temprng
Tmprng
Konv Air Konv Tmprng
Gambar 24. Stock Flow Diagram Bahan Baku Agroindustri Stock flow diagram untuk bahan baku agroindustri menunjukkan aliran pasokan bahan baku kelapa butir yang akan dikonversi menjadi daging kelapa terlebih dahulu, selanjutnya by product yang dihasilkan akan dimanfaatkan sebagai input bahan baku untuk agroindustri. Hasil samping dari proses konversi kelapa butiran menjadi daging kelapa butiran ini berupa air kelapa, sabut dan tempurung. Hasil simulasi untuk bahan baku agroindustri yang dirancang dalam periode 12 tahun ke depan menunjukkan apabila terdapat pasokan kelapa butiran sebanyak 4.932.531,44 kg maka jumlah kelapa butiran yang akan dikonversi sebanyak 4.346.052,35 kg dan akan diperoleh bahan baku berupa daging kelapa butiran sebanyak 1.051.161,60 kg, air kelapa sebanyak 938.537,14 kg, sabut
118
kelapa sebanyak 1.313.952 kg, dan tempurung 450.497,83 kg. Hasil simulasi ini dilakukan berdasarkan pasokan kelapa butiran sebanyak 85% dari nilai konsumsi kelapa butiran untuk industri dan persediaan bahan baku kelapa butiran untuk unit agroindustri sebanyak 730.000 kg dan proses konversi yang dilakukan dengan persediaan kelapa butiran yang tidak ikut dalam proses sebanyak 25%. Persediaan bahan baku ini agar proses produksi untuk unit agroindustri tetap berlangsung. Sub model agroindustri kelapa terpadu dirancang untuk menghasilkan empat output produk yaitu berupa minyak kelapa, nata de coco, serat sabut kelapa dan arang tempurung.
Masing-masing kerangka sektor yang dibuat sebagai
bagian dari sub model ini terdiri atas kerangka sektor agroindustri minyak kelapa, agroindustri nata de coco, agroindustri serat sabut dan agroindustri arang tempurung. Masing-masing kerangka sektor ini dirancang untuk memperoleh nilai output masing-masing produk. Agroindustri kelapa terpadu akan menghasilkan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg pada rendemen minyak kelapa sebanyak 12%. Hal ini dapat dicapai dalam simulasi dinamik dengan periode waktu selama 12 tahun. Output produk minyak kelapa tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan minyak kelapa dalam skala usaha kecil sebanyak 8 unit. Dengan rata-rata masing-masing unit memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 72.000 kg per tahun. Gambar 30 di bawah ini menunjukkan stock flow diagram untuk agroindustri minyak kelapa ini. Daging kelapa sebagai hasil proses konversi merupakan input yang dapat menghasilkan minyak kelapa ini.
119
Agroindustri M inyak Kelapa Dgg Klp
Proses M yk Klp
M iny ak Klp ~
Input proses
Output proses
Rendemen M yk Klp
Gambar 25. Stock Flow Diagram Agroindustri Minyak Kelapa Unit pengolahan nata de coco dengan input proses berupa air kelapa dari hasil samping proses konversi kelapa butiran menjadi daging kelapa menghasilkan nata de coco sebanyak 429.333,08 kg dengan rendemen nata de coco 10%. Hal ini dapat dicapai dalam simulasi dinamik dengan periode waktu selama 12 tahun. Output produk nata de coco tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan nata de coco dalam skala usaha kecil sebanyak 36 unit. Dengan rata-rata masingmasing unit memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 12.000 kg per tahun. Gambar 26 di bawah ini menunjukkan kerangka sektor untuk agroindustri nata de coco. Secara mekanisme model yang dirancang menyerupai rancangan model untuk agroindustri minyak kelapa. Agroindustri Nata de Coco Air Klp
Nata de Coco
Proses NdC ~
Inp ut NdC
Outp ut NdC
Rendemen NdC
Gambar 26. Stock Flow Diagram Agroindustri Nata de Coco
120
Unit pengolahan serat sabut kelapa dengan input proses berupa sabut kelapa dari hasil samping proses konversi kelapa butiran menjadi daging kelapa menghasilkan serat sabut kelapa sebanyak 2.040.588,93 kg dengan rendemen 30%. Output produk serat sabut tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan serat sabut dalam skala usaha kecil sebanyak 14 unit. Dengan rata-rata masingmasing unit memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 144.000 kg per tahun. Gambar 27 di bawah ini menunjukkan kerangka sektor untuk agroindustri serat sabut kelapa. Secara mekanisme model yang dirancang menyerupai rancangan model untuk agroindustri minyak kelapa dan agroindustri nata de coco. Agroindustri Serat Sabut Kelap a Sabut Serat Sabut
Proses Srt Sabut ~
Inp ut Srt Sabut
Outp ut Srt Sabut
Rendemen Srt Sabut
Gambar 28. Stock Flow Diagram Agroindustri Serat Sabut Kelapa Unit pengolahan arang tempurung dengan input proses berupa tempurung kelapa dari hasil samping proses konversi kelapa butiran menjadi daging kelapa menghasilkan arang tempurung sebanyak 1.319.583,51 kg dengan rendemen 40%. Output produk arang tempurung tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan arang tempurung dalam skala usaha kecil sebanyak 4 unit. Dengan rata-rata masing-masing unit memiliki kemampuan menghasilkan sebanyak 374.400 kg per tahun. Gambar 29 di bawah ini menunjukkan kerangka sektor untuk agroindustri arang tempurung. Secara mekanisme model yang dirancang menyerupai rancangan model untuk agroindustri minyak kelapa, agroindustri nata de coco dan agroindustri serat sabut kelapa.
121
Agroindustri Arang Temp urung Tmprng Proses Arang Tmp rng
Arang Tmp rng ~
Inp ut Arang Tmp urung
Outp ut Arang Tmp rng
Rendemen Arang Tmp rng
Gambar 29. Stock Flow Diagram Agroindustri Arang Tempurung Sub model ketersediaan produk dirancang agar dapat diketahui berapa jumlah persediaan produk yang akan didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik dan ekspor sehingga akan diketahui berapa banyak produk yang akan didistribusikan. Hasil simulasi dinamik menunjukkan dengan permintaan domestik sebanyak 40% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh persediaan domestik sebanyak 215.565,55 kg secara rata-rata yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output minyak kelapa dari unit pengolahan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg. Persediaan minyak kelapa untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi dari 3 unit pengolahan minyak kelapa dalam skala usaha kecil. Gambar 30 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk minyak kelapa domestik. Ketersediaan Produk M iny ak Kelap a Domestik Minyak Klp
Inv Prod M y k Klp Dom
Pasokan Prod M y k Klp Dom
Pers Dom M y k Klp
Dist Prod M y k Klp Dom
Persen Dist Dom M y k Klp
Gambar 30. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Domestik
122
Hasil simulasi dinamik menunjukkan dengan permintaan ekspor minyak kelapa sebanyak 60% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh persediaan ekspor sebanyak 323.348,32 kg secara rata-rata yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output minyak kelapa dari unit pengolahan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg. Persediaan minyak kelapa untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi dari 5 unit pengolahan minyak kelapa dalam skala usaha kecil. Gambar 31 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk minyak kelapa ekspor. Ketersediaan Produk M inyak Kelapa Ekspor
Inv Prod M yk Klp Eksp
Pasokan Prod M yk Klp EKsp
Pers Eksp M yk Klp
Dist Prod M yk Klp Eksp
Persen Dist Eksp M yk Klp Minyak Klp
Gambar 31. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Ekspor Hasil simulasi dinamik untuk nata de coco menunjukkan dengan permintaan domestik sebanyak 80% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh persediaan domestik sebanyak 299.570,96 kg secara rata-rata yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output nata de coco dari unit pengolahan nata de coco sebanyak 429.333,08 kg. Persediaan nata de coco untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi dari 25 unit pengolahan nata de coco dalam skala usaha kecil. Gambar 31 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk nata de coco domestik. Hasil simulasi dinamik untuk nata de coco menunjukkan dengan permintaan ekspor sebanyak 20% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh persediaan ekspor sebanyak 74.892,74 kg secara rata-rata yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output nata de coco dari unit pengolahan nata de coco sebanyak 429.333,08 kg.
123
Persediaan nata de coco untuk permintaan ekspor ini dapat dipenuhi dari 6 hingga 7 unit pengolahan nata de coco dalam skala usaha kecil. Gambar 32 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk nata de coco ekspor. Ketersediaan Produk Nata de Coco Domestik
Inv Prod NdC
Pers Dom NdC
Nata de Coco Pasokan Prod NdC Dom
Dist Prod NdC Dom
Persen Dist Dom NdC
Gambar 32. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Nata de Coco Domestik Ketersediaan Produk Nata de Coco Ekspor
Nata de Coco
Inv Prod NdC Eksp Pers Eksp NdC
Pasokan Prod NdC
Dist Prod NdC Eksp
Persen Dist Eksp NdC
Gambar 33. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Nata de Coco Ekspor Hasil simulasi dinamik untuk serat sabut menunjukkan dengan permintaan domestik sebanyak 5% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh persediaan domestik sebanyak 87.308,42 kg secara rata-rata yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output serat sabut dari unit pengolahan serat sabut sebanyak 2.040.588,93 kg. Persediaan serat sabut untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi cukup dari 1 unit pengolahan serat sabut dalam skala usaha kecil. Gambar 34 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk serat sabut domestik.
124
Ketersediaan Produk Serat Sabut Domestik
Inv Prod Srt Sbt Dom
Serat Sabut Pasokan Prod Srt Sabut Dom
Pers Dom Srt Sabut
Dist Prod Srt Sabut Dom
Persen Dist Dom Srt Sabut
Gambar 34. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Serat Sabut Domestik Hasil simulasi dinamik untuk serat sabut menunjukkan dengan permintaan ekspor sebanyak 95% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh persediaan ekspor sebanyak 1.659.859,51 kg secara rata-rata yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output serat sabut dari unit pengolahan serat sabut sebanyak 2.040.588,93 kg. Persediaan serat sabut untuk permintaan ekspor ini dapat dipenuhi dari 11 hingga 12 unit pengolahan serat sabut dalam skala usaha kecil. Gambar 35 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk serat sabut ekspor. Ketersediaan Produk Serat Sabut Ekspor Serat Sabut
Inv Prod Srt Sbt Eksp
Pasokan Prod Srt Sabut
Pers Eksp Srt Sabut
Dist Prod Srt Sabut Eksp
Persen Dist Eksp Srt Sabut
Gambar 35. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Serat Sabut Ekspor Hasil simulasi dinamik untuk arang tempurung menunjukkan dengan permintaan domestik sebanyak 90% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh persediaan domestik sebanyak 1.092.810,88 kg secara rata-rata yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output arang tempurung dari unit pengolahan arang tempurung sebanyak
125
1.319.582,51 kg. Persediaan arang tempurung untuk permintaan domestik ini dapat dipenuhi dari 3 unit pengolahan arang tempurung dalam skala usaha kecil. Gambar 36 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk arang tempurung domestik. Ketersediaan Produk Arang Tempurung Domestik
Inv Prod Arang Tmprng Dom
Pasokan Prod Arang Tmprng Dom
Arang Tmprng
Pers Dom Arang Tmprng
Dist Prod Arang Tmprng Dom
Persen Dist Dom Arang Tmprng
Gambar 36. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Arang Tempurung Domestik Hasil simulasi dinamik untuk arang tempurung menunjukkan dengan permintaan ekspor sebanyak 10% dalam periode waktu 12 tahun yang akan datang diperoleh persediaan ekspor sebanyak 121.423,43 kg secara rata-rata yang dapat didistribusikan. Hasil pasokan ini diperoleh dari input sub model berupa output arang tempurung dari unit pengolahan arang tempurung sebanyak kg. Persediaan arang tempurung untuk permintaan ekspor ini dapat dipenuhi cukup dari 1 unit pengolahan arang tempurung dalam skala usaha kecil. Gambar 37 menunjukkan stock flow diagram dari model rancangan untuk ketersediaan produk arang tempurung ekspor. Ketersediaan Produk Arang Tempurung Ekspor Arang Tmprng
Inv Prod Arang Tmprng
Pasokan Prod Arang Tmprng
Pers Eksp Arang Tmprng
Dist Prod Arang Tmprng Eksp
Persen Dist Eksp Arang Tmprng
Gambar 37. Stock Flow Diagram Ketersediaan Produk Arang Tempurung Ekspor
126
Gambar 37 menunjukkan stock flow diagram untuk distribusi produk. Hasil simulasi dinamik dari distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik minyak kelapa sebanyak 195.508,99 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 3 unit pengolahan minyak kelapa. Jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor minyak kelapa sebanyak 330.513,49 kg. Hal ini dipenuhi dari 5 unit pengolahan minyak kelapa. Jumlah produk yang didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik minyak kelapa sebanyak 90,6% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 100%. Jumlah produk yang didistribusikan dapat memenuhi target capaian persentase permintaan ekspor minyak kelapa dipenuhi melalui penambahan 2% dari nilai persediaan produk minyak kelapa. Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik nata de coco sebanyak 259.347,71 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 22 unit pengolahan nata de coco. Jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor nata de coco sebanyak 64.663,13 kg. Hal ini dipenuhi dari 6 unit pengolahan nata de coco. Jumlah produk yang didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik nata de coco sebanyak 86,57% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 87,67%. Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik serat sabut sebanyak 236.732,72 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 1 unit pengolahan serat sabut. Jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor serat sabut sebanyak 110.149,21 kg. Hal ini dipenuhi dari 11 unit pengolahan serat sabut. Jumlah produk yang didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik serat sabut sebanyak 91,15% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 91,51%. Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik arang tempurung sebanyak 989.842,90 kg pada periode tahun ke 12. Hal ini dipenuhi dari 3 unit pengolahan arang tempurung. Jumlah produk yang didistribusikan
127
untuk memenuhi permintaan ekspor arang tempurung sebanyak 1.517.973,92 kg. Hal ini dipenuhi dari 1 unit pengolahan arang tempurung. Jumlah produk yang didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik arang tempurung sebanyak 90,58% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 90,71%. Distribusi Produk Pers Dom Myk Klp
Jml Spply Eksp Myk Klp Pers Eksp Myk Klp
Tot Spply Myk Klp Demand Eksp Myk Klp Jml Spply Dom Myk Klp
Demand Dom Myk Klp ~
Spply Kons Eksp Myk Klp
Pers Dom NdC
Spply Kons Dom Myk Klp
Tot Spply NdC Demand Dom NdC
Jml Spply Dom NdC
Pers Eksp NdC
Jml Spply Eksp NdC Demand Eksp NdC
~
Spply Kons Dom NdC
Pers Dom Srt Sabut
Pers Eksp Srt Sabut
Spply Kons Eksp NdC Demand Eksp Srt Sabut
Demand Dom Srt Sabut Jml Spply Dom Srt Sbt Spply Kons Dom Srt Sabut
Tot Spply Srt Sabut Jml Spply Eksp Srt Sabut Spply Kons Eksp Srt Sabut
~
Spply Kons Dom Arng Tmprng
Demand Dom Arng Tmprng
Spply Kons Eksp Arang Tmprng Tot Spply Arng Tmprng Jml Spply Eksp Arang Tmprg Jml Spply Dom Arng Tmprng Demand Eksp Arang Tmprng
Pers Dom Arang Tmprng Pers Eksp Arang Tmprng
Gambar 38. Stock Flow Diagram Distribusi Produk Gambar 39 menunjukkan stock flow Diagram Total Biaya Rantai Pasokan agroindustri kelapa terpadu dengan berbagai input. Total biaya rantai pasokan ini menunjukkan pada periode ke 12 akan diperlukan biaya total bahan baku sebanyak Rp 5.220.623.130,00, biaya inventori total Rp 1.445.771.180,00 dan biaya distribusi produk sebanyak Rp 6.935.830.575,00 serta biaya total rantai pasokan sebanyak Rp 13.602.224.880,00.
128
Biaya ini adalah biaya yang ditanggung oleh 8 unit pengolahan minyak kelapa, 36 unit pengolahan nata de coco, 14 unit pengolahan serat sabut dan 4 unit pengolahan arang tempurung. Perhitungan unit pengolahan didasarkan pada asumsi kapasitas untuk usaha skala kecil. Total Biaya Rantai Pasokan Air Klp
Sabut
Minyak Klp
Tmprng
Proses Konversi Klp Btr
Input BB Klp Btr
B Inv Myk Klp
BB Air Klp BB Sabut B Air Klp
B Klp Btr Jml Spply Dom Myk Klp
BB Tmprung
B Inv NdC B Inv Total
B Sabut
B Inv Srt Sbt
B Tmprung
Nata de Coco
Serat Sabut
Arang Tmprng
B Tot Bhn Baku B Inv Arng Tmprng Jml Spply Eksp Arang Tmprg
Domestik Myk Klp B Dist Dom Myk Klp B Total SC
Eksp Arng Tmprng Jml Spply Eksp Srt Sabut B Dist Eksp Arng Tmprng Jml Spply Dom NdC B Dist Dom NdC B Dist Dom Total Domestik NdC
B Dist Prod
B Dist Dom Srt Sbt Jml Spply Dom Srt Sbt Domestik Srt Sabut B Dist Dom Arang Tmprng Domestik Arng Tmprng
B Dist EkspTotal B Dist Eksp Srt Sbt
Eksp Srt Sbt
B Dist Ekspor NdCEkspor NdC Spply Kons Eksp NdC B Dist Ekspor Myk Klp
Jml Spply Dom Arng Tmprng
Ekspor Myk Klp Jml Spply Eksp Myk Klp
Gambar 39. Stock Flow Diagram Total Biaya Rantai Pasokan Hasil tersebut menunjukkan bahwa apabila agroindustri kelapa terpadu ini diusahakan di wilayah sentra penghasil yang lain dengan asumsi input masukan kelapa butiran yang sama akan memperoleh hasil produk sejumlah hasil output seperti yang nampak pada hasil simulasi. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar pengambil kebijakan ataupun para penyusun strategi dalam mengembangkan
129
agroindustri kelapa terpadu. Produk prospektif yang dipilih dapat bervariasi sejalan dengan keinginan para pakar dengan melihat berbagai potensi pasar dan keterkaitan dengan produk hilir yang lain. Namun, dari sisi kemudahan aplikasi teknologi di masyarakat, produk-produk olahan primer ini cukup untuk dikembangkan lebih lanjut dalam agroindustri kelapa terpadu. Agroindustri kelapa terpadu tidak hanya milik pengusaha besar namun dapat dimiliki oleh petani yang terhimpun dalam suatu wadah kelembagaan maupun kemitraan yang meungkin saja tidak terlibat dalam manajemen pengusahaan namun keterlibatan dalam pengusahaan bahan baku. Verfikasi dan Validasi Model Simulasi
Verifikasi dilakukan dengan menelusuri
keseluruhan stock flow yang
dirancang. Jika seluruh basis program dapat dijalankan sesuai dengan logika maka desain model ini dianggap berhasil. Pemeriksaan terhadap desain model dilakukan dengan melihat output keluaran. Jika keluaran mengindikasikan suatu kesalahan logika maka perlu segera dilakukan perbaikan. Proses verifikasi dianggap telah dilakukan, karena desain model rancangan sudah berjalan sesuai dengan asumsi yang dilakukan. Verifikasi model juga dapat dilakukan dengan cara-cara yang lain namun verifikasi dengan cara ini merupakan verifikasi dengan biaya yang lebih sedikit dan relatif lebih mudah dilakukan. Model dianggap sahih karena mengandung beberapa elemen dari model biaya rantai pasokan. Validasi bertujuan untuk memperoleh kecocokan kondisi nyata dengan model yang dirancang. Validasi model dicoba dilakukan dengan menggunakan analisis sensitivitas. Hasil validasi menunjukkan bahwa dengan kenaikan jumlah produk minyak kelapa yang dihasilkan sebesar 3,6% sebagai akibat dari kenaikan rendemen minyak kelapa menjadi 13%. Jumlah produk yang dihasilkan juga mengalami penurunan sebanyak 7,4% dengan penurunan rendemen menjadi 11%. Kenaikan 1% rendemen minyak kelapa dan penurunan 1% rendemen minyak kelapa cukup memberikan dampak pada hasil output produk minyak kelapa. Kenaikan biaya total rantai pasokan juga cukup besar yaitu sebanyak 24%. Analisis sensitivitas dilakukan pada unit pengolahan minyak kelapa karena ketersediaan bahan baku untuk unit pengolahan yang lain tergantung pada
130
penyediaan bahan baku dari unit pengolahan ini. Hasil analisis sensitivitas ini merupakan salah satu cara validasi untuk model yang dirancang. Kenaikan biaya total rantai pasokan sebanyak 1% juga terjadi seiring dengan kenaikan rendemen ini menunjukkan bahwa unit pengolahan minyak kelapa sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan agroindustri kelapa terpadu. Faktor ketersediaan dan pasokan bahan baku secara kontinyu merupakan faktor yang sangat dominan di dalam menentukan komoditas pertanian unggulan. Dukungan pasokan bahan baku secara kontinyu ini dilakukan agar agroindustri dapat bertahan hidup. Pengalaman menunjukkan banyak perusahaan agroindustri yang tidak dapat bertahan karena kontinyuitas bahan baku yang tidak terjamin. Faktor penyebaran lokasi komoditas kelapa menjadi suatu faktor penting. Komoditas yang lebih terpusat akan memudahkan dalam hal pengumpulan bahan baku sehingga akan menghemat ongkos transportasi, sedangkan komoditas yang tersebar akan menyulitkan dalam pengumpulannya sehingga akan menyebabkan biaya transportasisyang semakin besar. Tanaman kelapa di kabupaten Ciamis meskipun lokasinya menyebar namun, sentra produksi lebih terfokus ke daerah selatan (daerah-daerah pantai). Pola pengadaan bahan baku untuk pabrik menunjukkan keterkaitan antara usaha tani kecil dengan industri pengolahan kelapa. Pola umum pembelian atau akumulasi bahan baku kelapa oleh pabrik dilakukan melalui pembelian langsung ke petani dan melalui pedagang perantara. Jaminan pasokan bahan baku untuk industri diperoleh dari petani dalam pola ikatan yang berbentuk hubungan informal. Hubungan ini didasari rasa saling percaya antara kedua belah pihak. Nilai uang panjar yang diberikan pihak pabrik tergantung pada kemampuan petani, besarnya sekitar 50% dari nilai pasokan. Bentuk lain pola ikatan yang dipakai oleh pihak pabrik terhadap petani kelapa yaitu sistem kontrak. Perjanjian ini berlaku untuk masa beberapa tahun atau beberapa kali jadwal panen. Ikatan kontrak ini juga umumnya tidak dituangkan dalam bentuk surat perjanjian formal. Persaingan tidak sehat terjadi karena adanya ikatan ke petani jauh sebelum panen dilakukan dengan modal yang dimiliki oleh pedagang besar.
131
Konsep Penerapan Model Usulan skenario untuk penerapan model meliputi beberapa hal terkait dengan kondisi masyarakat di sentra penghasil kelapa. Usulan ini berupa konsep perbaikan yang merupakan penerapan model yang dirancang. Hal ini diharapkan sejalan dengan kondisi wilayah penghasil kelapa butiran. Pemberdayaan petani/pekebun selaku pemasok utama bahan baku untuk agroindustri kelapa terpadu di sentra-sentra penghasil kelapa merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Pemberdayaan merupakan suatu upaya dalam membangun dan mengembangkan agroindustri kelapa terpadu. Hal ini didasari suatu kondisi bahwa belum ada agroindustri kelapa yang benar-benar terpadu yang diusahakan oleh petani/pekebun atau kelompokpetani/pekebun. Pemberdayaan (empowerment) petani (kelompok tani) merupakan upaya memfasilitasi petani untuk memanfaatkan potensi dan kreativitas sendiri dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Pemberdayaan ini menjadi suatu instrumen inti yang dapat digunakan untuk pengembangan masyarakat. Oleh sebab itu pemberdayaan petani atau kelompok tani tidak hanya terbatas pada aspek teknik produksi atau pembudidayaan tanaman saja, namun juga dalam peningkatan sumber daya manusia dan aspek usaha, baik usaha tani maupun usaha agroindustri. Pemberdayaan petani kelapa bertujuan untuk: 1. mengembangkan kemampuan petani sehingga dapat mengakses permodalan, teknologi, berbagai input agroindustri dan pemasaran hasil, termasuk membuat rencana, memproduksi, mengelola, memasarkan serta melihat setiap peluang yang ada, 2. memanfaatkan sumber daya secara efisien melalui pengembangan sistem pertanian berkelanjutan dengan usaha pokok tanaman perkebunan, 3. meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan sepanjang tahun, 4. menumbuhkembangkan kelembagaan ekonomi petani yang mampu mewakili kepentingan petani sehingga dapat meningkatkan posisi tawar dan daya saing hasil usaha tani, dan 5. meningkatkan daya saing hasil usaha tani dan olahannya Keterlibatan petani dalam pengusahaan agroindustri kelapa terpadu dapat berupa keterlibatan selaku pemasok maupun keterlibatan sebagai pemilik sebagian
132
andil dalam pengusahaan agroindustri kelapa terpadu. Keterlibatan seperti ini lebih tepat agar manajemen agroindustri kelapa terpadu dapat dilakukan lebih profesional. Pemberdayaan petani agar model yang dirancang ini dapat diterapkan akan menyentuh beberapa hal yang terkait dengan posisi petani selaku pemasok utama bahan baku. Posisi dan peranan petani yang terutama adalah dalam penentuan harga bahan baku. Petani diharapkan juga mampu melakukan bargaining position dalam penentuan harga bahan baku, yang selama ini didominasi oleh pedagang pengumpul. Harga bahan baku diharapkan lebih memadai agar petani dapat mengembangkan usaha tani menjadi lebih produktif dan efisien sehingga mampu menjamin kontinyuitas pasokan bahan baku. Petani/pekebun dituntut agar dapat menghasilkan bahan baku yang memenuhi persyaratan mutu industri dan konsumen sehingga produksi berkelanjutan. Berbagai langkah strategis operasional dalam pemberdayaan petani selaku pelaku dalam rantai pasokan agroindustri kelapa terpadu adalah meliputi: 1. peningkatan produktivitas, 2. diversifikasi/integrasi secara horizontal dan vertikal, 3. penguatan kelembagaan, 4. kemitraan Langkah strategis operasional tersebut sejalan dengan model yang dirancang. Upaya untuk minimisasi biaya total rantai pasokan erat kaitannya dengan pemasokan bahan baku berupa kelapa butiran yang dilakukan oleh petani/pekebun selaku pemasok utama. Petani/pekebun jangan hanya memasok ke pedagang pengumpul namun harus berperan langsung dalam agroindustri kelapa terpadu. Peningkatan produktivitas yang seharusnya dilakukan oleh petani dimaksudkan agar dapat menjamin kontinyuitas sejalan dengan kebutuhan bahan baku yang juga meningkat sebagai dampak produksi berbagai produk olehan kelapa yang semakin diminati pasar. Diversifikasi/integrasi secara horizontal berupa keberlangsungan jaringan pasokan dari bahan baku hingga menjadi produk olahan
primer
dan
produk
olahan
turunan
lain
yang
lebih
hilir.
Diversifikasi/integrasi secara vertikal berupa jaringan keterkaitan pemasokan bahan baku untuk produk-produk primer olahan kelapa. Penguatan kelembagaan
133
berupa kelembagaan petani selaku pemasok ataupun petani selaku pemilik usaha agroindustri baik dalam bentuk koperasi ataupun bentuk-bentuk yang lain. Jalinan kemitraan sebagai salah satu langkah strategis operasional dalam implementasi model dimaksudkan berupa jalinan kemitraan dengan lembaga yang lain selaku pemodal ataupun kemitraan dengan industri sejenis milik swasta dan industri lain selaku pasar/pembeli hasil usaha atau hasil produksi. Petani sudah selayaknya memperoleh beberapa hal yang terkait informasi pasar untuk produk yang dihasilkan. Informasi pasar merupakan salah satu kebutuhan penting petani maupun agroindustri pengolah kelapa. Jenis informasi pasar yang dibutuhkan dapat mencakup : 1. Waktu pemasaran yang tepat agar memperoleh harga yang tepat 2. Jumlah yang tepat sesuai kebutuhan permintaan/pasar 3. Kualitas sesuai permintaan pasar/konsumen Pengembangan berbagai unit pengolahan dalam bentuk agroindustri kelapa terpadu untuk Kabupaten Ciamis dapat berupa unit-unit pengolahan dalam lingkup lokasi yang berdekatan namun masih terkoordinasi karena adanya keterkaitan pasokan bahan baku dan jaringan pemasaran produk. Hal ini mengingat bahan baku dari unit-unit pengolahan yang diusahakan berupa kelapa butiran dengan keseluruhan bagian dari komponen-komponennya yang dapat dimanfaatkan berdasarkan konsep zero waste.
134
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dihasilkan dari perancangan model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini, yaitu : 1. Hasil penentuan produk prospektif dengan didasarkan pada beberapa kriteria diperoleh empat buah produk yaitu minyak kelapa, nata de coco, serat sabut kelapa dan arang. 2. Asumsi persediaan kelapa butiran sebanyak 12.600.000 kg kelapa butir tiap tahun. Oleh sebab itu secara-rata-rata setiap tahun terdapat persediaan kelapa butir 6.232.828 kg butir kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk diproses menjadi aneka produk agroindustri kelapa terpadu. 3. Hasil simulasi untuk bahan baku agroindustri menunjukkan apabila terdapat pasokan kelapa butiran sebanyak 4.932.531,44 kg maka jumlah kelapa butiran yang akan dikonversi sebanyak 4.346.052,35 kg dan akan diperoleh bahan baku berupa daging kelapa butiran sebanyak 1.051.161,60 kg, air kelapa sebanyak 938.537,14 kg, sabut kelapa sebanyak 1.313.952 kg, dan tempurung 450.497,83 kg. 4. Agroindustri kelapa terpadu akan menghasilkan minyak kelapa sebanyak 633.128,46 kg pada rendemen minyak kelapa sebanyak 12%. Output produk minyak kelapa tersebut akan dapat dipenuhi oleh unit pengolahan minyak kelapa dalam skala usaha kecil sebanyak 8 unit. Unit pengolahan nata de coco sebanyak 429.333,08 kg dengan rendemen nata de coco 10%. dipenuhi oleh unit pengolahan nata de coco dalam skala usaha kecil sebanyak 36 unit. Unit
pengolahan serat sabut kelapa sebanyak
2.040.588,93 kg dengan rendemen 30% dipenuhi oleh unit pengolahan serat sabut dalam skala usaha kecil sebanyak 14 unit. Unit pengolahan arang tempurung sebanyak 1.319.583,51 kg dengan rendemen 40% dipenuhi oleh unit pengolahan arang tempurung dalam skala usaha kecil sebanyak 4 unit.
135
5. Hasil simulasi dinamik dari distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik minyak kelapa sebanyak 195.508,99 kg dan jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor minyak kelapa sebanyak 330.513,49 kg. Jumlah produk yang didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik minyak kelapa sebanyak 90,6% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 100%. Jumlah produk yang didistribusikan dapat memenuhi target capaian persentase permintaan ekspor minyak kelapa dipenuhi melalui penambahan 2% dari nilai persediaan produk minyak kelapa. 6. Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik nata de coco sebanyak 259.347,71 kg dan jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor nata de coco sebanyak 64.663,13 kg. Jumlah produk yang didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik nata de coco sebanyak 86,57% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 87,67%. 7. Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik serat sabut sebanyak 236.732,72 kg dan jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor serat sabut sebanyak 110.149,21 kg. Jumlah produk yang didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik serat sabut sebanyak 91,15% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 91,51%. 8. Hasil simulasi dinamik untuk distribusi produk menunjukkan bahwa
jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan domestik arang tempurung sebanyak 989.842,90 kg dan jumlah produk yang didistribusikan untuk memenuhi permintaan ekspor arang tempurung sebanyak 1.517.973,92 kg. Jumlah produk yang didistribusikan dari target capaian persentase permintaan domestik arang tempurung sebanyak 90,58% dan untuk permintaan ekspor bahkan lebih dari 90,71%.
136
9. Total biaya rantai pasokan hasil simulasi menunjukkan diperlukan biaya
total bahan baku sebanyak Rp 5.220.623.130,00, biaya inventori total Rp 1.445.771.180,00
dan
biaya
distribusi
produk
sebanyak
Rp
6.935.830.575,00 serta biaya total rantai pasokan sebanyak Rp 13.602.224.880,00. 10. Biaya ini merupakan biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh 8 unit pengolahan minyak kelapa, 36 unit pengolahan nata de coco, 14 unit pengolahan serat sabut dan 4 unit pengolahan arang tempurung. 11. Agroindustri yang benar-benar terpadu belum ada yang benar-benar milik rakyat atau petani selaku pelaku usaha. Perlu adanya pemberdayaan petani selaku penggerak usaha sektor industri. Petani seharusnya berkelompok dalam suatu bentuk kemitraan yang memiliki usaha agroindustri dan berperan sebagai pemasok utama. Efisiensi dalam tata niaga ini dapat dilakukan dengan mengupayakan lokasi industri yang terpadu dengan kegiatan usaha petani penghasil kelapa. Keterpaduan antara kegiatan usaha tani dengan industri pada pengusahaan skala besar dan peningkatan efisiensi tataniaga bahan baku dan produk perkebunan rakyat.
Model ini merupakan model dinamis yang didesain ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam mendirikan suatu agroindustri kelapa terpadu terutama di wilayah-wilayah penghasil kelapa dengan berbagai kondisi.
Saran
Hal yang dapat disarankan dalam perancangan model untuk agroindustri kelapa terpadu ini adalah desain model rantai pasokan untuk agroindustri kelapa terpadu ini perlu dikembangkan lebih lanjut dilengkapi dengan perkiraan pasokan bahan baku dan pembuatan jadwal induk produksi serta pengendalian persediaan agar model lebih sempurna. Konsep usulan skenario di atas hendaknya dapat dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan dan melengkapi simulasi model rantai pasokan sehingga dapat memperbaiki rancangan model rantai pasokan selanjutnya.
137
DAFTAR PUSTAKA
Adiarni N. 2007. Rekayasa Sistem Rantai Pasokan Bahan Baku Berbasis Jaringan pada Agroindustri Farmasi [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Allorerung D, Lay A. 1998. Kemungkinan Pengembangan Pengolahan Buah Kelapa Secara Terpadu Skala Pedesaan. Bandar Lampung : Prosiding Konferensi Nasional Kelapa IV tanggal 21-23 April 1998. Allorerung D, Mahmud Z. 2002. Dukungan Kebijakan Iptek dalam Pemberdayaan Komoditas Kelapa. Tembilahan: Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tanggal 22-24 Oktober 2002. halaman 70-82. Apaiah RK, Hendrix EMT. 2004. Design of a Supply Chain Network for Pea Based Novel Protein Foos. Journal of Food Engineering. Asmungi. 2007. Simulasi Komputer Sistem Diskrit. Yogyakarta : Penerbit Andi [APCC]. 2006. Coconut Statistical Yearbook 2005. Jakarta : APCC [APCC]. 2007. Coconut Statistical Yearbook 2006. Jakarta : APCC Araki T, Koyama T, Sagara Y, Tambunan A. 2006. Market Capacity Model for the Supply Chain of Fuit and Vegetables in Indonesia – A Case study on Kramat Jati Central Wholesale Market in Jakarta. 13th World Congres of Food Science and Technology IUFoST, Nantes, France. 17-21 September 2006. Austin JE. 1981. Agroindustrial Project Analysis. Maryland: The John Hopkins University Press BKPM. 2010. Potensi Kelapa Kabupaten Ciamis. http://regionalinvestment.com /sipid/id/commodityarea.php?ic=53&ia=3207. html [3 Mei 2010] Brown JG. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. Washington: The World Bank Chang Y , Makatsoris H. 2000. Supply Chain Modeling Using Simulation. Int. J. of Simulation Vol 2 No.1 : 24-30. Chiu HN, Lin TM. 1988. An Optimal Lot-Sizing Model for Multi-Stage Series/Assembly Systems. Comput. Oper. Res., 15(5): 403-415 Chiu HN.1995. A Heuristic (R,T) Periodic Review Perishable Inventory Model With Lead Times. International J. Production Economics 42 (1995) halaman 1-5.
[Deptan]. 2010. Statistik Pertanian. http://www.deptan.go.id/ pusdatin/ statistik/ stat_per1.html [ 3 Mei 2010] Diaz RS. 2007. Coconut for Clean Air. Manila: Asian Institute of Petroleum Studies, Inc. (AIPSI) Dilworth JB. 1993. Production and Operations Management, Manufacturing and Services. Edisi Kelima. New York : McGraw Hill Inc. Dimyati TT, Dimyati A. 1987. Operation Research : Model-model Pengambilan keputusan. Cetakan pertama. Bandung : Penerbit Sinar Baru. [Disbun Provinsi Jawa Barata]. 2010. Rekapitulasi Perkembangan Luas. http://www.disbun.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/456.html [3 Mei 2010] [Disbun Provinsi Jawa Baratb]. 2010. Rekapitulasi Perkembangan Produktivitas. http://www.disbun.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/458.html [3 Mei 2010] [Disbun
Provinsi Jawa Baratc]. 2010. Peluang/Prospek Pengembangan Perkebunan. http://www.disbun.jabarprov.go.id /index.php/subMenu /informasi/sorotan_kita /detailsorotan/58.html [3 Mei 2010]
[Ditjenbun]. 2007. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta : Ditjenbun. Djohar S, Tanjung H, Cahyadi ER. 2003. Building a Competitive Advantage on CPO through Supply Chain Management : A Case Study in PT Eka Dura Indonesia, Astra Agro Lestari, Riau. Journal Manajemen dan Agribisnis, Vol 1 No 1 april 2003 : 20-32. Eriyatno 1998. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press, Bogor. Forrester JW. 1994. System Dynamics, System Thingking, and Soft OR. http://sysdyn.clexchange.org/road-maps/rm-toc.html. [8 Desember 2006] Hani. 2007. Analisis Rantai pasokan Buah Kelapa (Studi Kasus di Kotamadya Bogor) [skripsi]. Bogor : IPB Hartati V. 2007. Pengembangan Model Supply Contract dengan Minimum Quantity Commitment dan Flexibility [tesis]. Bandung : Program Pasca Sarjana ITB. Hartrisasri. 2007. Sistem Dinamik: konsep sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. Bogor: SEAMEO BIOTROP. Jain S. 2004. Supply Chain Management Tradeoffs Analysis. Proceedings of the 2004 Winter Simulation Conference. Page : 1358-1364
139
Jain S, Collins LM., Workman RW, Ervin EC, Lathrop AP. 2001. Development of A High Level Supply Chain Simulation Model. Proceedings of the 2001 Winter Simulation Conference. Page : 1129-1137 Johan B. 2006. Analisis Pengembangan Agroindustri Kelapa Sawit di Kabupaten Lampung Tengah [tesis]. Lampung : Program Pasca Sarjana Universitas Lampung Joines JA, Gupta D, Gokce MA, King RE, Kay MG. 2002. Supply Chain MultiObjective Simulation Optimization. Proceedings of the 2002 Winter Simulation Conference. Page : 1360-1314. Katok E, Lathrop A, Tarantino W, Xu SH. 2001. Jeppesen Uses A Dynamic Programming Based DSS to Manage Inventory. Interface 31: 54-65 Kirkwood CW. 1998. System Dynamics Method : A Quick Introduction. Arizona: Arizona State University. Kumar S, T Yamaoka. 2007. System Dynamics Study of The japanese Automotive Industry Closed Loop Supply Chain. J. of Manufacturing Tech. Management, Vol. 18 No. 2, hlm. 115-138. Kustanto H. 1999. Sistem Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan pada Kawasan Andalan : Studi Kasus di Kabupaten Ciamis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lari MB, Gupta P, Young S. 2003. A Simulation Approach To Manpower Planning. Proceedings of the 2003 Winter Simulation Conference. Page : 1677-1685. Marimin, 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta : Grassindo. Mangunwidjaja D, Saillah I. 2008. Pengantar Teknologi Pertanian. Jakarta : Penebar Swadaya. McGarney B, Hannon B. 2004. Dynamic modeling for Business Management An Introduction. New York: Springer- Verlag New York Inc. Minegishi S, Thiel D. 2000. System Dynamics modelling and Simulation of a Particular Food Supply Chain. Simulation Practice and Theory 8 (200) : 321-339. Muhammadi, Aminullah E, Soesilo B. 2001. Analisis Sistem Dinamis Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta: UMJ Press.
140
Mukhtar M, Shaharoun AM, Baksh MSN. 2002. Supply Chain Relationship Structures As Scenarios For Suimulation. Proceedings 14th European Simulation Symposium, A. Verbraeck, W.Krug Eds. © SCS Europe BVBA. Muspitawaty T. 1992. Model Simulasi Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Industri Kelapa Parut kering [Skripsi]. Bogor: Fateta IPB Palungkun R. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta : Penebar Swadaya Pujawan IN. 2008. Supply Chain Management. Surabaya: PT Guna Widya. Randers, J., 2000. Guidelines for Model Conceptualization, Modeling for Management: Simulation in Suport of Sistem Thinking. Vermount : Darmouth Publishing Co. Ltd. Reiner G, Trcka M. 2004. Customized Supply Chain Design : Problems and alternatives for a pproduction Company in the Food Industry A Simulation Based Analysis. Int. J. Production Economics 89 (2004) : 217 – 229. Rinaldi H. 2008. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Kelapa Studi Kasus: Agroindustri Kelapa di Kabupaten Ciamis [tesis]. Bandung : Program Pasca Sarjana ITB. Rohmatullah. 2008. Pengembangan Penilaian Kinerja Pabrik Gula dengan Pendekatan Sistem Dinamik (Studi di PT PG Rajawali II Unit PG Subang Jawa Barat) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Rukmayadi D. 2002. Desain Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Strategi Pengembangan Agroindustri Kelapa : Studi Kasus di Kabupaten Ciamis. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Said AH. 2006. Produktivitas dan Efisiensi dengan SCM. Jakarta : Penerbit PPM Sargent RG. 1998. Verification and Validation of Simulation Models. Proceeding of 1998 Winter Simulation Conference, hlm: 121-130. Shimchi Levi D, Kaminsky P, Simchi Levi E. (2000). Designing and Managing The Supply Chain : concepts, Strategies, and Case Studies. Singapore : Mc. Graw Hill. Somantri AS, Machfud. 2006. Analisis Sistem Dinamik untuk Kebijakan Penyediaan Ubi Kayu: (Studi Kasus Di Kabupaten Bogor). Bogor: Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian: Vol1.2. Halaman 36-48. Sterman JD. 2000. Business Dynamics : System Thinking and Modeling for a Complex World. Boston : Irwin McGraw-Hill.
141
Sudjarmoko B. 2007. Analisis Efisiensi Relatif Komoditas Kelapa Pada Lahan Pasang Surut dan Lahan Kering [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana IPB Sungkar S..2006. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Assosiasi Petani Kelapa Indonesia di Kecamatan Kahayan Kuala kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana IPB Supadi AR, Nurmanaf. 2006. Pemberdayaan Petani Kelapa dalam Upaya Peningkatan Pendapatan. Bogor: Jurnal Litbang Pertanian 25(1). Halaman 31-36. Suryadi K, Ramdhani A. 2002. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sushil.1993. System Dynamics: A Practical Approach for Managerial Problems. New Delhi : Willey Eastern Ltd. Thieme JG. 1968. Coconut Oil Processing. FAO Agriculture Development. Paper. Roma. Vidal CJ, Goetschalckx M. 1997. Strategic Production-Distribution Models: A Critical Review with Emphasis on Global Supply Chain Models. European J. Operational Research 98:1–18. Van der Vorst JG, Tromp S, Van der Zee DJ. 2005. A Simulation Environment For The Redesign of Food Supply Chain Networks : Modelling Quality Controlled Logistics. Proceedings of the 2005 Winter Simulation Conference. Page : 1658-1666. Watanabe R. 2001. Supply Chain Management Konsep dan Teknologi. Usahawan No. 02 Tahun XXX Februari 200, halaman 8-11. Wouda FHE, Van Beek P, Van der Vorst JGAJ, Tacke H. 2001. An Application of Mixed Integer Linier Programming Models on Redesign of the Supply Network of Nutricia Dairy & Drink Group in Hungary, OR Spectrum. 24 : 449-465. Yandra A, Marimin, Jamaran I., Eriyatno, Tamura H. 2007. an Integration of Multi-Objective Genetic Algorthm and Fuzzy Logic For Optimization of Agroindustrial Supply Chain Design. Proceeding of the 51st Annual Meeting of the ISSS Yoshizumi T, Okano H. 2007. A Simulation-Based Algorithm For Supply Chain. Proceedings of the 2007 Winter Simulation Conference. Page : 19241931.
142
Lampiran 1. Nilai Komoditas Olahan Kelapa Ekspor (US$)
Tahun
Kopra
2002 2003 2004 2005 2006 2007)* 2008)* 2009)*
10,640,000 7,532,100 10,841,700 23,549,976 15,421,926 13,158,509 11,184,733 7,829,313
Bungkil Kopra 32,920,155 126,626,116 22,697,550 26,232,336 26,939,200 29,895,360 28,400,592 59,466,854
Minyak Kelapa 187,825,361 155,150,476 184,925,106 464,028,424 315,623,611 377,360,730 340,915,050 326,550,000
Kelapa Parut Kering 50,359,590 31,969,056 27,455,938 53,628,326 57,105,150 58,532,779 93,716,416 76,685,177
Santan Kelapa Cair 30,823,900 24,489,360 27,020,400 37,027,200 34,252,500 35,965,125 37,763,381 39,651,550
Serat Sabut kelapa 30,369 76,896 415,695 699,350 731,400 4,197,760 4,191,520 6,943,721
Arang tempurung 5,396,121 6,508,632 1,647,450 204,000 170,560 144,300 143,260 118,560
Karbon Aktif 10,585,848 11,403,266 15,186,528 29,624,334 23,033,700 28,975,380 32,198,160 18,175,020
Sumber : APCC dan Cocoinfo diolah
143
Lampiran 2 Rekapitulasi Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kelapa Dalam Kabupaten Ciamis Tahun 2001-2008 Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Luas (Ha) 70714 72548 73231 69212 71455 72158 70841 69515
Perkebunan Rakyat Produksi Produktivitas (Ton) (Kg/Ha) 19480 388 32207 594 36771 1496 74265 1321 74678 1281 70057 1198 64325 1105 78193 1347
Luas (Ha) 12 12 5 5 -
Perkebunan Swasta Produksi Produktivitas (Ton) (Kg/Ha) 10 798 8 673 50 10000 50 10000 -
Luas (Ha) -
Perkebunan Negara Produksi Produktivitas (Ton) (Kg/Ha) -
Luas (Ha) 70714 72560 73243 69217 71460 72158 70841 69515
Total Produksi Produktivitas (Ton) (Kg/Ha) 19480 388 32217 1392 36779 2169 74315 11321 74728 11281 70057 1198 64325 1105 78193 1347
Sumber : Disbun Jabar (2009)
144
Lampiran 3 Rekapitulasi Luas, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kelapa Hibrida Kabupaten Ciamis Tahun 2001-2008 Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Perkebunan Rakyat Luas Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Kg/Ha) 2646 767 290 2155 1036 481 2155 1385 643 2155 2185 1014 2155 2185 1014 2155 396 256 2155 340 221 800 800 -
Perkebunan Swasta Luas Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Kg/Ha) 12 11 895 -
Perkebunan Negara Luas Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Kg/Ha) 614 1102 1796 436 760 1745 -
Total Luas (Ha) 3272 2591 2155 2155 2155 2155 2155 800 800
Produksi (Ton) 1880 1796 1385 2185 2185 396 340 0 -
Produktivitas (Kg/Ha) 2981 2226 643 1014 1014 256 221 0 -
Sumber: Disbun Jabar (2009)
145
Lampiran 4 Peta Kabupaten Ciamis
146
Lampiran 5. Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Kelapa Butiran
Time
Penyediaan Kelapa Butir
Persediaan Kelapa Butir
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Final
3.150.000,00 3.654.000,00 4.238.640,00 4.916.822,40 5.703.513,98 6.616.076,22 7.674.648,42 8.902.592,16 10.327.006,91 11.979.328,02 13.896.020,50 16.119.383,78
12.600.000,00 14.616.000,00 16.954.560,00 19.667.289,60 22.814.055,94 26.464.304,89 30.698.593,67 35.610.368,65 41.308.027,64 47.917.312,06 55.584.081,99 64.477.535,11 74.793.940,73
Konsumsi 1.134.000,00 1.315.440,00 1.525.910,40 1.770.056,06 2.053.265,03 2.381.787,44 2.762.873,43 3.204.933,18 3.717.722,49 4.312.558,09 5.002.567,38 5.802.978,16
Sumber : Olahan data primer (2011)
147
Lampiran 6 Hasil Simulasi Dinamis Bahan Baku Agroindustri Time
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pasokan kelapa butiran 963.900,00 1.118.124,00 1.297.023,84 1.504.547,65 1.745.275,28 2.024.519,32 2.348.442,42 2.724.193,20 3.160.064,11 3.665.674,37 4.252.182,27 4.932.531,44
Proses Konversi Kelapa 777.675,00 893.343,00 1.027.517,88 1.183.160,74 1.363.706,46 1.573.139,49 1.816.081,81 2.097.894,90 2.424.798,09 2.804.005,78 3.243.886,70 3.754.148,58 4.346.052,35
Daging Kelapa
Air Kelapa
Sabut
Tempurung
204.400,00 217.749,00 250.136,04 287.705,01 331.285,01 381.837,81 440.479,06 508.502,91 587.410,57 678.943,46 785.121,62 908.288,28 1.051.161,60
182.500,00 194.418,75 223.335,75 256.879,47 295.790,19 340.926,61 393.284,87 454.020,45 524.473,73 606.199,52 701.001,44 810.971,68 938.537,14
255.500,00 272.186,25 312.670,05 359.631,26 414.106,26 477.297,26 550.598,82 635.628,63 734.263,22 848.679,33 981.402,02 1.135.360,35 1.313.952,00
87,600,00 93.321,00 107.201,16 123.302,15 141.979,29 163.644,78 188.776,74 217.929,82 251.747,39 290.975,77 336.480,69 389.266,40 450.497,83
Sumber : Olahan data primer (2011)
148
Lampiran 7. Hasil Simulasi Dinamis Agroindustri Kelapa Time
Rendemen
Minyak Kelapa
Rendemen
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Final
0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
72.000,00 72.300,00 96.828,00 122.957,88 152.974,20 187.498,81 227.253,01 273.073,54 325.931,03 386.951,38 457.440,65 538.913,86 633.128,46
0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
Nata de Coco 12.000,00 12.050,00 30.300,00 49.741,88 72.075,45 97.763,40 127.342,42 161.435,08 200.763,56 246.165,61 298.612,98 359.232,93 429.333,08
Rendemen 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30
Serat Sabut Kelapa 144.000,00 288.000,00 364.650,00 446.305,88 540.106,89 647.996,27 772.228,15 915.417,32 1.080.596,97 1.271.285,56 1.491.564,53 1.746.168,32 2.040.588,93
Rendemen 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40
Arang Tempurung 37.400,00 518.400,00 553.440,00 590.768,40 633.648,86 682.969,72 739.761,44 805.219,35 880.730,04 967.901,97 1.068.600,93 1.184.991,23 1.319.583,51
Sumber : Olahan data primer (2011)
149
Lampiran 8. Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Produk Minyak Kelapa Time
Persentase Distribusi Domestik
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Final
0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40
Persediaan Produk Domestik 19.200,00 28.800,00 28.920,00 38.731,20 49.183,15 61.189,68 74.999,52 90.901,20 109.229,42 130.372,41 154.780,55 182.976,26 215.565,55
Persentase Distribusi Ekspor 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60
Persediaan Produk Ekspor 28.800,00 43.200,00 43.380,00 58.096,80 73.774,73 91.784,52 112.499,28 136.351,80 163.844,13 195.558,62 232.170,83 274.464,39 323.348,32
Sumber : Olahan data primer (2011)
150
Lampiran 9. Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Produk Nata de Coco Time
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Final
Pasokan Produk Nata de Coco
Persentase Distribusi Domestik
Persediaan Produk Domestik
Persentase Distribusi Ekspor
Persediaan Produk Ekspor
12.000,00 12.050,00 30.300,00 48.550,00 66.800,00 86.697,76 112.699,16 145.780,79 187.075,47 237.897,31 299.770,64 374.463,70
0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80
9.600,00 9.600,00 9.640,00 24.240,00 38.840,00 53.440,00 69.358,21 90.159,33 116.624,63 149.660,38 190.317,85 239.816,51 299.570,96
0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20
9.600,00 9.600,00 9.600,00 9.600,00 9.710,00 13.360,00 17.339,55 22.539,83 29.156,16 37.415,09 47.579,46 59.954,13 74.892,74
Sumber : Olahan data primer (2011)
151
Lampiran 10. Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Produk Serat Sabut Time
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Final
Pasokan Produk Serat Sabut Kelapa 144.000,00 288.000,00 364.650,00 446.305,88 540.106,89 647.996,27 772.228,15 915.417,32 1.080.596,97 1.271.285,56 1.491.564,53 1.746.168,32
Persentase Distribusi Domestik 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Persediaan Produk Domestik 7.200,00 7.200,00 14.400,00 18.232,50 22.315,29 27.005,34 32.399,81 38.611,41 45.770,87 54.029,85 63.564,28 74.578,23 87.308,42
Persentase Distribusi Ekspor 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Persediaan Produk Ekspor 136.800,00 136.800,00 273.600,00 346.417,50 423.990,58 513.101,55 615.596,45 733.616,74 869.646,46 1.026.567,12 1.207.721,28 1.416.986,30 1.658.859,91
Sumber : Olahan data primer (2011)
152
Lampiran 11. Hasil Simulasi Dinamis Ketersediaan Produk Arang Tempurung Time
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Final
Pasokan Produk Arang Tempurung 374.400,00 518.400,00 553.440,00 588.480,00 623.520,00 661.723,70 711.646,39 775.163,11 854.448,91 952.026,83 1.070.823,63 1.214.234,31
Persentase Distribusi Domestik 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90
Persediaan Produk Domestik 336,960.00 336,960.00 466,560.00 498,096.00 529,632.00 561,168.00 595,551.33 640,481.75 697,646.80 769,004.02 856,824.15 963,741.26 1,092,810.88
Persentase Distribusi Ekspor 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
Persediaan Produk Ekspor 37.440,00 37.440,00 51.840,00 55.344,00 58.848,00 62.352,00 66.172,37 71.164,64 77.516,31 85.444,89 95.202,68 107.082,36 121.423,43
Sumber : Olahan data primer (2011)
153
Lampiran 12. Hasil Simulasi Dinamis Distribusi Produk Time
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jumlah Supply Domestik Minyak Kelapa 18.780,00 27.420,00 27.528,00 36.358,08 45.764,84 56.570,71 68.999,57 83.311,08 99.806,48 118.835,17 140.802,50 166.178,63 195.508,99
Jumlah Supply Ekspor Minyak Kelapa
65.420,00 78.380,00 78.542,00 91.787,12 105.897,26 122.106,07 140.749,36 162.216,62 186.959,71 215.502,76 248.453,74 286.517,95 330.513,49
Jumlah Supply Domestik Nata de Coco 9.340,00 9.340,00 9.376,00 22.516,00 36.514,15 52.594,32 71.089,65 92.386,54 116.933,26 145.249,77 177.939,24 215.701,35 259.347,71
Jumlah Supply Ekspor Nata de Coco
9.640,00 9.640,00 9.640,00 9.640,00 9.953,54 13.973,58 18.597,41 23.921,63 30.058,31 37.137,44 45.309,81 54.750,34 65.661,93
Jumlah Supply Domestik Serat Sabut 7.480,00 7.480,00 13.960,00 17.409,25 21.083,76 25.304,81 30.159,83 35.750,27 42.193,78 49.626,86 58.207,85 68.120,40 79.577,57
Jumlah Supply Ekspor Serat Sabut 148.120,00 148.120,00 271.240,00 336.775,75 406.591,52 486.791,39 579.036,81 685.255,06 807.681,81 948.910,41 1.111.949,15 1.300.287,67 1.517.973,92
Jumlah Supply Domestik Arang Tempurung 333.264,00 333.264,00 449.904,00 478.286,40 508.522,40 543.255,58 583.205,48 629.206,76 682.227,67 743.391,34 814.000,60 895.566,75 989.842,90
Jumlah Supply Ekspor Arang Tempurung 37.196,00 37.196,00 50.156,00 53.309,60 56.669,16 60.528,40 64.967,28 70.078,53 75.969,74 82.765,70 90.611,18 99.674,08 110.149,21
Sumber : Olahan data primer (2011)
154
Lampiran 13. Hasil Simulasi Dinamis Biaya Rantai Pasokan Time
Biaya Total Bahan Baku
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Final
980.323.750,00 1.077.867.987,50 1.238.858.565,50 1.425.607.635,98 1.642.236.557,74 1.893.526.106,97 2.185.021.984,09 2.523.157.201,55 2.915.394.053,79 3.370.388.802,40 3.898.182.710,78 4.510.423.644,51 5.220.623.127,63
Biaya Inventori Total
Biaya Distribusi Produk
127.920.000,00 207.275.000,00 261.441.000,00 319.144.485,00 385.430.535,60 461.672.362,30 549.462.889,26 650.649.908,55 767.376.858,91 902.130.129,34 1.057.793.931,03 1.237.713.949,00 1.445.771.177,84
915.018.000,00 971.178.000,00 1.428.738.000,00 1.715.278.695,00 2.020.846.390,01 2.375.522.767,89 2.783.469.457,88 3.253.209.709,93 3.794.630.493,98 4.419.200.695,13 5.140.224.220,12 5.973.133.600,77 6.935.830.573,99
Biaya Total Rantai Pasokan 2.023.261.750,00 2.256.320.987,50 2.929.037.565,50 3.460.030.815,98 4.048.513.483,35 4.730.721.237,16 5.517.954.331,24 6.427.016.820,03 7.477.401.406,68 8.691.719.626,86 10.096.200.861,93 11.721.271.194,28 13.602.224.879,45
Sumber : Olahan data primer (2011)
155