Peran Penyuluhan dalam Mendukung Pertanian Terpadu untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Kurnia Suci Indraningsih
445
PERAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG PERTANIAN TERPADU UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI Role of Extension in Supporting Integrated Agriculture to Achieve Food and Energy Security Kurnia Suci Indraningsih Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Sustainable agricultural development not only improves agricultural productivity, but also concerns about environment and sets up social structure of rural communities, including skills and knowledge of local community, as well as creates alternative agricultural technological creativity. The transition process to sustainable agriculture is not enough with only policy and rulemaking approaches, but it also needs reformation of internal organization and cooperation with other organizations. Reformation requires a change in a variety of systems, one of which is agricultural extension system. This paper aims to analyze the role of agricultural extension in supporting integrated agriculture to achieve food and energy self-reliance. This paper is a review of literatures and results of relevant researches. The results of this study showed that a variety of government programs related to integrated farming (livestock-crop integration) enables a zero waste management. Its implementation requires the role of agricultural extension, both as a liaison between the government and farmers, mentoring programs/activities of the government, media for participatory learning, facilitation for farmers on information and market accesibilities. The various roles of the extension have not been significantly able to leverage the self-reliance of farmers in terms of food and energy (biogas), and also still partial and sporadic. Therefore, reformation of extension system from “technology transfer” toward “learning together and participatory decision making”. The extension system considered relevant in realizing the self-reliance of farmers in terms of food and energy is agricultural extension with integrated quality management with consideration on information services, locality, agribusiness-oriented, farmer groups approach, focus on farmers’ interests, humanistic-egalitarian approach, professionalism, accountability, and farmers’ satisfaction. Keywords: extension, integrated farming, self-reliance, food, energy ABSTRAK Pembangunan pertanian berkelanjutan selain meningkatkan produktivitas pertanian, juga sangat memerhatikan aspek lingkungan dan menyiapkan struktur sosial masyarakat perdesaan, termasuk keterampilan dan pengetahuan lokal masyarakat setempat, serta menciptakan kreativitas teknologi pertanian alternatif untuk mengatasi kendala yang ada. Proses transisi menuju pertanian berkelanjutan tidak cukup hanya dengan pendekatan kebijakan dan pembuatan peraturan, melainkan juga memerlukan reformasi internal organisasi dan kerja sama dengan organisasi lain. Reformasi membutuhkan perubahan dalam berbagai sistem, salah satunya adalah sistem penyuluhan pertanian. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peran penyuluhan dalam mendukung pertanian terpadu untuk mewujudkan kemandirian pangan dan energi, serta memberikan alternatif penyuluhan pertanian yang memungkinkan untuk pencapaiannya. Tulisan ini merupakan review berbagai literatur dan hasil-hasil penelitian yang relevan. Hasil analisis menunjukkan bahwa berbagai program pemerintah yang terkait dengan pertanian terpadu (sistem integrasi tanaman dengan ternak) memungkinkan tidak ada sumber daya yang terbuang (zero waste management). Implementasinya di lapangan memerlukan peran penyuluhan pertanian, baik sebagai penghubung antara pemerintah dengan petani, pendampingan program/kegiatan pemerintah, media pembelajaran secara partisipatif, serta fasilitasi petani terhadap aksesibilitas informasi dan pasar. Berbagai peran penyuluhan tersebut belum secara signifikan mampu mengungkit kemandirian petani secara nasional dalam hal pangan dan energi (biogas) serta masih bersifat parsial dan sporadis. Untuk itu, diperlukan reformasi sistem penyuluhan dari model ”transfer teknologi” mengarah kepada belajar bersama dan pengambilan keputusan secara partisipasif. Sistem penyuluhan yang dipandang relevan dalam mewujudkan kemandirian petani dalam hal pangan dan energi adalah penyuluhan pertanian dengan manajemen mutu terpadu dengan memerhatikan aspek jasa informasi, lokalitas, berorientasi agribisnis, pendekatan kelompok tani, fokus pada kepentingan petani, pendekatan humanistik-egaliter, profesionalisme, akuntabilitas, dan memuaskan petani. Kata kunci: penyuluhan, pertanian terpadu, kemandirian, pangan, energi
446
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
PENDAHULUAN
Kebijakan pertanian dalam paradigma lama pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian, yang cenderung mengabaikan aspek lingkungan hidup dan pemeliharaan struktur sosial masyarakat perdesaan. Pada tahun 1970-1980-an di negara-negara berkembang kebijakan pertanian yang menganut pada paradigma tersebut, seperti kebijakan Revolusi Hijau menyebabkan masyarakat petani menjadi tidak mandiri. Di samping itu, terjadi degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang terkandung dalam pupuk dan pestisida. Hal ini menurut Pretty (1995) dalam Fatchiya (2008) dapat diatasi dengan mengubah visi pada pembangunan pertanian berkelanjutan. Selain mengarah pada peningkatan produktivitas pertanian, pertanian berkelanjutan juga mencakup pada sensitivitas lingkungan dan menyiapkan struktur sosial masyarakat perdesaan. Visi lain yang perlu dikembangkan adalah perhatian terhadap keterampilan dan pengetahuan lokal masyarakat setempat, perlunya menciptakan kreativitas teknologi pertanian alternatif, dan perjuangan untuk menghadapi kendala yang ada. Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045 dinyatakan bahwa pembangunan pertanian dilaksanakan dengan prinsip pertanian berkelanjutan yang bertumpu pada tiga landasan berimbang, yakni: berorientasi pada kesejahteraan sosial petani, pekerja dan masyarakat sekitar, ramah lingkungan dan menciptakan nilai tambah ekonomi bagi petani dan pengusaha. Dengan demikian, orientasi usaha pertanian haruslah diubah dari maksimisasi nilai tambah bagi pemilik perusahaan saja (shareholders) ke optimisasi nilai tambah pemangku kepentingan (stakeholders) secara luas (Biro Perencanaan, 2013). Kenyataan menunjukkan bahwa masih dijumpai para pembuat kebijakan yang memiliki cara pandang bahwa dengan pendekatan ”modernisasi” maka keberhasilan pembangunan, termasuk di dalamnya pembangunan pertanian, akan tercapai. Padahal pendekatan modernisasi ini seringkali mengabaikan aspek keberlanjutannya, kecenderungan anti-poor, dan bias urban. Dampak modernisasi pertanian cukup signifikan, yaitu lebih dari separuh tanaman pangan yang ditanam di negara-negara dunia ketiga menggunakan varietas unggul baru, dengan penggunaan pestisida dan pupuk buatan yang meningkat drastis. Penggunaan teknologi modern ini telah meningkatkan produktivitas pertanian. Namun demikian, di pihak lain modernisasi telah menimbulkan masalah utama pada distribusi kemiskinan. Proses transisi menuju pertanian berkelanjutan, menurut Pretty (1995) tidak cukup hanya dengan pendekatan kebijakan dan pembuatan peraturan, melainkan juga perlunya reformasi internal organisasi dan kerja sama dengan organisasi lain. Reformasi juga membutuhkan perubahan dalam berbagai sistem. Salah satunya adalah sistem penyuluhan, selain sistem penelitian, layanan pendidikan, dan perencanaan. Pendekatan yang digunakan dalam sistem penelitian dan penyuluhan yang sebelumnya bertujuan untuk peningkatan produksi perlu diubah sesuai dengan visi pembangunan pertanian berkelanjutan, yaitu penggunaan pendekatan partisipatif. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peran penyuluhan dalam mendukung pertanian terpadu untuk mewujudkan kemandirian pangan dan energi, dan memberikan alternatif penyuluhan pertanian yang memungkinkan untuk pencapaiannya. Analisis diawali dengan pemaparan konsep pertanian berkelanjutan, pertanian organik, dan pertanian terpadu yang saling terkait satu dengan yang lainnya.
METODE PENELITIAN
Tulisan ini merupakan review dari berbagai literatur dan hasil-hasil penelitian yang relevan. Hasil review dari penelitian Darko (2013) menunjukkan bahwa terdapat banyak masalah yang dihadapi penyuluhan pertanian, terutama penyampaian informasi kepada pengguna (petani). Masalah-masalah ini terkait dengan adanya persepsi bahwa teknologi pertanian membutuhkan biaya yang mahal dan adanya permasalahan dalam kompetensi dasar yang dimiliki penyuluh. Ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah ini, yang membantu petani agar memiliki informasi
Peran Penyuluhan dalam Mendukung Pertanian Terpadu untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Kurnia Suci Indraningsih
447
yang tepat untuk meningkatkan produksi pertanian dan dibutuhkan persyaratan kompetensi dasar bagi penyuluh. Sistem penyuluhan saat ini perlu diperbaiki agar penyuluhan teknologi pertanian dapat berjalan efektif sehingga mampu meningkatkan produktivitas petani. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ogunbameru dan Idrisa (2013) yang mengungkapkan bahwa kendala utama yang dihadapi oleh petani Nigeria dalam penerapan teknologi untuk meningkatkan produksi kedelai adalah aspek teknis agronomi yang kompleks dan terbatasnya akses terhadap pelayanan penyuluhan. Lebih lanjut Ogunbameru dan Idrisa (2013) merekomendasikan bahwa Pemerintah harus menempatkan kebijakan definitif yang mampu mendorong kaum muda untuk terjun ke pertanian/peternakan dan petani skala kecil harus diberikan kesempatan untuk mendapatkan penyuluhan pertanian. Temuan-temuan penelitian tersebut menjadi acuan bahwa penyuluhan mempunyai peran penting dalam mendukung keberhasilan petani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan merupakan suatu sistem pertanian alternatif berdasarkan pada konservasi sumber daya dan kualitas kehidupan di perdesaan, yang bertujuan untuk: (1) mengurangi kerusakan lingkungan; (2) mempertahankan produktivitas pertanian; (3) meningkatkan pendapatan petani; dan (4) meningkatkan stabilitas dan kualitas kehidupan masyarakat di perdesaan. Pertanian berkelanjutan perlu mempertimbangkan tiga aspek: (1) kesadaran terhadap lingkungan; (2) bernilai ekonomis; dan (3) secara sosial budaya diterima oleh masyarakat petani (Sasli, 2011) Beberapa hasil kajian dan fakta empiris di lapangan, terdapat ancaman-ancaman yang bersifat ekologi dan sosial akibat Revolusi Hijau, bahaya-bahaya akibat produksi yang bergantung pada sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbarui, dan keterbatasan petani terhadap input ekstrenal/buatan. Dengan demikian, penggunaan High External Input Agriculture (HEIA) dalam pengembangan pertanian perlu dipertanyakan. Selain itu, apakah mungkin memproduksi pangan yang cukup tanpa menggunakan input-input eksternal, juga perlu dipertanyakan. Pemecahan masalah dalam mengatasi prioritas petani dalam memilih produktivitas atau kelestarian lingkungan, maka petani perlu kembali ke cara-cara pertanian yang tidak memerlukan biaya tinggi. Penggunaan input internal-eksternal rendah dengan pemanfaatan secara optimal sumber daya lokal, termasuk kearifan dan pengetahuan tradisional, manfaatkan keanekaragaman hayati, meningkatkan kesuburan tanah melalui proses daur ulang alami, penggunaan input eksternal secara minimal, kecuali ada defisiensi yang serius. Abad 21 kesadaran masyarakat dunia tentang bahaya pemakaian bahan kimia sintesis dalam pertanian mulai muncul, sehingga bahan kimia nonalami, seperti pupuk, pestisida kimia sintesis dan hormon tumbuh mulai ditinggalkan. Gaya hidup sehat dengan slogan back to nature telah menjadi trend baru. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik (Hidayat, 2013). Dalam rangka menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka di era saat ini, di mana konsumen mengharapkan adanya produk pertanian dengan kandungan residu bahan kimia rendah atau bahkan nol, maka petani dituntut untuk mengubah pola pertaniannya. Pola pertanian yang dapat diterapkan adalah pertanian berkelanjutan dengan sistem pertanian organik. Lahan pertanian saat ini secara umum sudah berada pada tingkat kerusakan yang sangat serius, sehingga upaya pemulihan tingkat kesuburan tanah dengan pemakaian bahan organik adalah mutlak harus dilaksanakan secara serentak dalam bentuk gerakan massal. Kebijakan yang dipandang tepat di Indonesia adalah pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha agribisnis secara partisipatif. Kebijakan ini dapat menjamin efisiensi dan pertumbuhan, keadilan atau pemerataan, serta berwawasan lingkungan. Pada subsistem produksi diterapkan pendekatan sistem usaha tani rotasi tanaman dan daur ulang bahan organik, teknik konservasi, pengurangan input kimia (low input sustainable agriculture), pengendalian hama terpadu, dan sistem produksi tanaman ternak. Pada subsistem lainnya dilakukan dengan menekan seminimal
448
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
mungkin limbah yang dihasilkan, mengelola limbah secara baik, serta membangun mekanisme pasar dalam penetapan harga dan pembagian nilai tambah atau keuntungan (Saptana dan Ashari, 2007).
Pertanian Organik Masyarakat dunia saat ini mulai sadar akan bahaya dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Orang semakin arif memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat makin menggaung mengurangi dominasi pola hidup lama yang mengandalkan penggunaan bahan kimia nonalami, seperti pupuk anorganik, pestisida kimia sintesis, dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi dapat diproduksi dengan cara yang dikenal sebagai pertanian organik. Pertanian organik (organic farming) adalah suatu sistem pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan organik atau alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan (IASA, 1990). Produk organik adalah produk (hasil tanaman/ternak yang diproduksi melalui praktek-praktek yang secara ekologi, sosial ekonomi berkelanjutan, dan mutunya baik (nilai gizi dan keamanan terhadap racun terjamin). Oleh karena itu, pertanian organik tidak berarti hanya meninggalkan praktek pemberian bahan anorganik, tetapi juga harus memperhatikan cara-cara budi daya lain, misalnya pengendalian erosi, penyiangan pemupukan, pengendalian hama dengan bahan organik atau nonorganik yang diizinkan. Sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik (kecuali yang diizinkan) tetapi hanya menggunakan bahan alami berupa bahan atau pupuk organik. Sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk buatan (kimia anorganik), disertai dengan aplikasi herbisida dan pestisida secara selektif dan rasional dinamakan Sistem Pertanian Organik Rasional (Fagi dan Las, 2007). Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen dan tidak merusak lingkungan. Slogan “hidup sehat” telah melembaga secara internasional sehingga produk-produk pertanian disyaratkan memiliki atribut jaminan mutu aman konsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Selain itu, juga bertujuan untuk meningkatkan siklus biologi dengan melibatkan mikro organism, flora, fauna, tanah, mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan segala bentuk polusi dan mempertimbangkan dampak sosial ekologi yang lebih luas. Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumber daya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis. Produk organik dari suatu sistem pertanian organik dalam konteks pertanian organik standar tentunya mangacu pada sistem pertanian organik absolut. Selama ini kalangan masyarakat masih menganggap bahwa pertanian organik adalah produk yang dihasilkan dari suatu lahan yang telah menggunakan bahan organik dalam proses produksinya, sekalipun dalam sistem produksi masih digunakan pupuk/pestisida anorganik atau belum memenuhi standar organik yang ditetapkan oleh International Federation of Organic Agriculture Movement (IFOAM). Pandangan ini perlu diluruskan agar tidak mengecewakan di kemudian hari. Beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pertanian organik adalah: (1) pemanfaatan sumber daya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam; (2) proses produksi usaha tani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat; (3) penanganan dan pengolahan hasil, distribusi/pemasaran, serta pemanfaatan
Peran Penyuluhan dalam Mendukung Pertanian Terpadu untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Kurnia Suci Indraningsih
449
produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan; (4) produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen, dan aman konsumsi. Pertanian Terpadu Sistem usaha tani terpadu merupakan revolusi konvensional dari usaha tani peternakan, perikanan, hortikultura, agroindustri, dan kegiatan-kegiatan lain di beberapa negara, khususnya di wilayah tropikal dan subtropikal yang tidak gersang. Secara keseluruhan usaha tani di belahan dunia ini tidak menunjukkan kinerja yang baik kecuali jika ditambahkan input yang relatif besar agar diperoleh hasil yang berkelanjutan dan seringkali berkompromi dengan aspek keberlajutan ekologis maupun aspek ekonomi. Sistem usaha tani terpadu dapat mengatasi kendala tersebut melalui pemecahan masalah terbaik tidak hanya dari aspek ekonomi dan ekologis, bahkan menghasilkan bahan bakar, pupuk dan bahan pangan di samping peningkatan produktivitas. Hal ini dapat mengubah sistem usaha tani yang telah dilakukan selama ini, khususnya di negara-negara miskin dalam memerhatikan aspek ekonomi dan sistem keseimbangan ekologi, tidak hanya mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat mencegah bencana (Chan, 2003). Konsep terapan pertanian terpadu akan menghasilkan F4 yang sebenarnya adalah langkah pengamanan terhadap ketahanan dan ketersediaan pangan dan energi secara regional maupun nasional, terutama pada kawasan remote area dari jajaran kepulauan Indonesia (Hidayat, 2013). 1. Food. Pangan manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan, jamur, sayuran, dan lain-lain), produk peternakan (daging, susu, telor, dan lain-lain), produk budi daya ikan air tawar (lele, mujair, nila, gurame, dan lain-lain) dan hasil perkebunan (salak, kayumanis, sirsak, dan lain-lain) 2. Feed. Pakan ternak termasuk di dalamnya ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau, kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dan lain-lain), pakan ikan budi daya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi). Dari budi daya tanaman padi akan dihasilkan produk utama beras dan produk sampingan bekatul, sekam padi, jerami, dan kawul; semua produk sampingan apabila diproses lanjut masih mempunyai kegunaan dan nilai ekonomis yang layak kelola. Jerami dan malai kosong (kawul) dapat disimpan sebagai hay (bahan pakan kering) untuk ternak ruminansia atau dibuat silase (makanan hijau terfermentasi), sedangkan bekatul sudah tidak asing lagi sebagai bahan pencampur pakan ternak (ruminansia, unggas, dan ikan). Pakan ternak ini berupa pakan hijauan dari tanaman pagar, azolla, dan eceng gondok. 3. Fuel. Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (biogas) untuk kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk industri makanan di kawasan perdesaan juga untuk industri kecil. Hasil akhir dari biogas adalah biofertilizer berupa pupuk organik cair dan kompos. Pemakaian tenaga langsung lembu untuk penarik pedati, kerbau untuk mengolah lahan pertanian sebenarnya adalah produk berbentuk fuel/energi. Sekam padi dapat dikonversi menjadi energi (pembakaran langsung maupun gasifikasi) dan masih akan menghasilkan abu maupun arang sekam yang dapat diimplementasikan sebagai pupuk organik. 4. Fertilizer. Sisa produk pertanian melalui proses dekomposer maupun pirolisis akan menghasilkan organic fertilizer dengan berbagai kandungan unsur hara dan C-organik yang relatif tinggi. Bio/organic fertilizer bukan hanya sebagai penyubur, tetapi juga sebagai perawat tanah (soil conditioner) yang dari sisi keekonomisan maupun karakter hasil produknya tidak kalah dengan pupuk buatan (anorganic fertilizer), bahkan pada kondisi tertentu akan dihasilkan biopestisida (dari asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis gasifikasi) yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (bio-preservative).
Peran Penyuluhan agar Petani Mampu Mandiri Pangan dan Energi Penghubung pemerintah dengan petani Peranan penyuluhan dalam kegiatan pembangunan pertanian dapat dikatakan sebagai penghubung antara Pemerintah yang mencanangkan program/kegiatan pembangunan dengan petani. Badan Litbang Pertanian (2011) telah menggulirkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI) sebagai program pembangunan pertanian. Hal ini dimaksudkan sebagai
450
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
upaya mendukung pembangunan pertanian menuju terwujudnya pertanian unggul berkelanjutan yang berbasis sumber daya lokal, meningkatkan kemandirian pangan dan energi, nilai tambah, daya saing serta kesejahteraan petani. Salah satu lokasi M-P3MI adalah Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Cicurug, Kecamatan Majalengka. Kegiatan pengkajian yang dilakukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat adalah sistem integrasi jagung-sapi potong. Pelaksanaan kegiatan dalam satu hamparan sawah seluas 5,0 ha yang dimiliki kelompok tani. Peran penyuluh BPTP sebagai penghubung antara peneliti BPTP dengan kelompok tani. Inovasi teknologi yang diperkenalkan peneliti melalui penyuluh adalah pendekatan pengelolaan tanaman terpadu jagungternak sapi potong; pemilihan sapi betina yang baik untuk induk, pemeliharaan dan perawatan pedet, inseminasi buatan (IB); pemanfaatan limbah jagung sebagai pakan ternak sapi melalui fermentasi tongkol jagung, pemberian pakan penguat (konsentrat), pengolahan kotoran sapi menjadi kompos dengan menggunakan biodekomposer; serta pembuatan biogas. Integrasi jagung-ternak sapi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas jagung sebesar 0,67 ton/ha (8,59%) dan penambahan bobot sapi dengan perbaikan pakan sebesar 0,88 kg/ekor/hari (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 2013). Pendampingan program/kegiatan Pemerintah Peran pendampingan secara intensif yang dilakukan penyuluh kepada Gapoktan Juhut Mandiri telah menunjukkan keberhasilan program integrasi talas beneng-ternak domba di Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang Tanjung, Kabupaten Pandeglang. Sebelum dilaksanakan program, masyarakat setempat mempunyai kebiasaan bercocok tanam di wilayah hutan dengan cara membuka lahan baru, sehingga menyebabkan penggundulan hutan lindung. Program integrasi talas beneng-ternak domba memperkenalkan inovasi konservasi lahan melalui penanaman hijauan pakan ternak jenis leguminosa yang dapat merehabilitasi kembali hutan lindung. Pendampingan yang dilakukan penyuluh mencakup aspek teknis budi daya, rencana pengembangan, dan pemasaran usaha tani (Umiarsih et al., 2013) Penyuluh telah menjadikan petani di Kelurahan Juhut mengurangi tingkat ketergantungan, sehingga petani dapat mengusahakan sendiri modal usaha tani dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada. Penumbuhan inisiatif serta kreativitas petani dipandang penting oleh penyuluh, sehingga petani mampu mengembangkan usaha tani yang dilakukan sesuai dengan kearifan lokal yang dianut masyarakat setempat.
Media pembelajaran secara partisipatif Mengutip pendapat Getz dan Warner (2006), dengan meningkatnya teknologi untuk pengaturan lingkungan pertanian menstimulir peningkatan perhatian terhadap sistem usaha tani terpadu dan bentuk partisipasi penyuluhan. Kemitraan pertanian-lingkungan menjadi strategi utama sebagai strategi pencegahan polusi pertanian di California, menunjukkan strategi alternatif yang potensial mengendalikan hama. Struktur organisasi kemitraan ini dengan strategi belajar bersama dan partisipasi yang lebih besar merupakan kunci keberhasilan kegiatan tersebut. Perubahan bentuk dari suatu model ”transfer teknologi” pada belajar bersama dan pengambilan keputusan secara partisipasif, mendukung perbaikan layanan penyampaian penyuluhan dan sebagai suatu strategi penting untuk kegiatan penyuluhan dengan cakupan klien dalam wilayah yang luas. Kampung ternak domba terpadu di Kelurahan Juhut pada tahun 2011 telah ditetapkan sebagai Laboratorium Lapang Badan Litbang Pertanian. Hal tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan yang mencakup aspek koordinasi beberapa instansi yang mewujudkan sinergitas program, proses penguatan kelembagaan melalui pendampingan, pemberdayaan peternak dengan prinsip perubahan perilaku, dan penerapan diseminasi inovasi pertanian berupa teknologi dan kelembagaan (Kardiyanto et al., 2011). Laboratorium lapang dapat dipandang sebagai media pembelajaran antara penyuluh dengan petani secara partisipatif. Keterlibatan petani dimulai sejak proses perencanaan, pelaksanaan, sampai monitoring dan evaluasi. Inovasi dan teknologi di bidang pertanian tidak akan dapat diaplikasikan dengan baik tanpa adanya tenaga penyuluh yang kompeten dalam melakukan pembelajaran secara
Peran Penyuluhan dalam Mendukung Pertanian Terpadu untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Kurnia Suci Indraningsih
451
partisipatif dengan petani. Kegiatan penyuluhan dapat juga diartikan sebagai learning by doing di mana para petani diharapkan dapat mengaplikasikan dengan baik beragam teknologi untuk mewujudkan kemandirian pangan dan energi. Selain itu, kegiatan penyuluhan dapat dimaknai sebagai proses diseminasi dan berbagi pengalaman (edukasi) petani dalam mengelola usaha tani yang telah berhasil kepada petani lainnya (Krisnamurthi, 2014).
Fasilitasi Petani terhadap Aksesibilitas Informasi dan Pasar Penyuluhan pertanian berperan melayani kebutuhan informasi para petani yang berkaitan dengan usaha tani, seperti informasi baru tentang teknologi budi daya pertanian, sarana produksi, permintaan pasar, harga pasar, cuaca, serangan hama penyakit, dan berbagai alternatif usaha tani lain. Dengan mendapatkan informasi yang relevan dengan usaha taninya, para petani akan meningkat kemampuan dan memungkinkan untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih baik serta lebih menguntungkan (Slamet, 2003). Penyuluhan pertanian bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani melalui perbaikan teknis bertani (better farming), perbaikan usaha tani (better business), dan perbaikan kehidupan petani dan masyarakat (better living), yang mengarah pada kemandirian petani. Sebagai contoh, dalam sistem integrasi tanaman dengan ternak ada delapan keuntungan yang dapat diperoleh, yaitu: (1) diversifikasi penggunaan sumber daya produksi; (2) mengurangi risiko usaha karena faktor teknis maupun ekonomis; (3) efisiensi penggunaan tenaga kerja; (4) efisiensi penggunaan komponen produksi (input); (5) mengurangi ketergantungan energi kimia dan energi biologi serta masukan sumber daya lainnya dari luar; (6) sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi sehingga melindungi lingkungan hidup; (7) meningkatkan output; dan (8) mengembangkan rumah tangga petani yang lebih mandiri dalam hal pangan, energi (biogas), dan pendapatan secara berkelanjutan. Kedelapan keuntungan tersebut diperoleh karena adanya sinergi antarkegiatan, sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang (zero waste). Implikasinya adalah beberapa produk yang dihasilkan petani dapat diperoleh tanpa biaya yang secara riil harus dikeluarkan petani/peternak (zero cost) (Risdiono, 2010) Hasil penelitian Suryanti (2011) menyatakan bahwa penerapan sistem integrasi tanaman ternak akan berhasil meningkatkan pendapatan petani apabila teknologi diterapkan dengan baik dan dikelola dalam bentuk kelompok. Oleh karena itu, diperlukan dukungan kelompok tani dengan mengoptimalkan fungsi-fungsi yang dijalankan kelompok. Selain itu, penerapan sistem integrasi tanaman ternak memerlukan penyuluhan pertanian yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Sistem integrasi tanaman dengan ternak yang dapat memberikan beberapa keuntungan (zero waste management, zero cost), namun juga disertai dengan berbagai tantangan dalam penerapannya di tingkat petani, memerlukan paradigma baru penyuluhan pertanian yang dapat mengantarkan petani pada kemandirian pangan dan energi. Menurut pemikiran Slamet (2003) paradigma baru penyuluhan pertanian mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut: 1.
Jasa informasi: tentang informasi berbagai komoditas pertanian yang dapat diintegrasikan dengan ternak, pengolahan limbah/kotoran ternak menjadi kompos maupun biogas, dan pemasaran produk perlu dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk bahasa yang mudah dimengerti oleh petani.
2.
Lokalitas: BPTP dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan, bahkan diperluas penyebarannya sampai ke wilayah kabupaten dalam bentuk stasiun-stasiun percobaan dan penelitian untuk melakukan kaji terap integrasi tanaman ternak yang melibatkan petani secara partisipatif.
452
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
3.
Berorientasi agribisnis: para penyuluh perlu mereorientasi dirinya ke arah agribisnis. Kerjasama dan koordinasi dengan lembaga yang menangani pengolahan limbah/kotoran ternak menjadi kompos maupun biogas dan pemasaran hasil perlu dilakukan oleh lembaga penyuluhan.
4.
Pendekatan kelompok: para penyuluh perlu dipersiapkan dengan baik untuk membina kelompok tani dan mengembangkan kepemimpinan kelompok agar kelompok tumbuh menjadi kelompok tani yang dinamis.
5.
Fokus pada kepentingan petani: penyuluh pertanian harus mampu mengidentifikasi kepentingan petani dan menuangkannya dalam program penyuluhan yang dapat mewujudkan kemandirian pangan dan energi.
6.
Pendekatan humanistik-egaliter: penyuluh pertanian perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan komunikasi sosial, psikologi sosial, stratifikasi sosial agar mampu memerankan penyuluhan yang humanistik-egaliter, sehingga menumbuhkan sikap saling menghargai antara penyuluh dengan petani.
7.
Profesionalisme: penyuluh yang ada perlu dilatih agar profesional, dengan materi pelatihan mencakup aspek agribisnis, analisis dan perencanaan usaha tani, metode dan teknik penyuluhan, kepemimpinan, dan pembinaan kelompok tani.
8.
Akuntabilitas: setiap kegiatan penyuluhan harus jelas dan terukur tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan hasil dan dampaknya.
9.
Memuaskan petani: materi penyuluhan yang disajikan harus tepat dengan sikap pelayanan sepenuh hati. Petani akan merasa puas bila penyuluhan memenuhi sebagian atau semua kebutuhan dan harapan petani.
Lebih lanjut menurut Slamet (2008), petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian menjadi faktor penentu keberhasilan pertanian terpadu. Komponen utama dan terpenting dari faktor penentu tersebut adalah kemampuannya dalam berusaha tani atau keberdayaannya menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan usaha tani. Peran penyuluhan pertanian dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan dan keberdayaan petani agar dapat menjamin pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Sistem penyuluhan yang dipandang relevan dalam mewujudkan hal tersebut adalah penyuluhan pertanian dengan manajemen mutu terpadu dengan memperhatikan paradigma baru.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengembangan teknologi pertanian saat ini telah berorientasi pada keberlanjutan ekosistem pertanian dengan melakukan inovasi-inovasi teknologi yang ramah lingkungan dan user friendly. Konsep pertanian terpadu dalam aplikasinya berupa sistem integrasi tanaman dengan ternak yang memungkinkan tidak ada sumber daya yang terbuang (zero waste management). Bila teknologi yang diintroduksikan diterapkan dengan benar, maka berbagai keuntungan akan diperoleh petani, salah satu di antaranya berupa kemandirian rumah tangga petani dalam hal ketersediaan pangan dan energi (biogas). Berbagai program Pemerintah yang terkait dengan pertanian terpadu, dalam implementasinya di lapangan memerlukan peran penyuluhan pertanian, baik sebagai penghubung antara pemerintah dengan petani, pendampingan program/kegiatan pemerintah, media pembelajaran secara partisipatif, fasilitasi petani terhadap aksesibilitas informasi dan pasar. Berbagai peran penyuluhan tersebut belum secara signifikan mampu mengungkit kemandirian petani secara nasional dalam hal pangan dan energi (biogas), masih bersifat parsial dan sporadis. Untuk itu diperlukan reformasi sistem penyuluhan yang mengarah dari model ”transfer teknologi” pada belajar bersama dan pengambilan keputusan secara partisipasif. Sistem penyuluhan yang dipandang relevan dalam mewujudkan kemandirian petani dalam hal pangan dan energi adalah penyuluhan pertanian dengan manajemen mutu terpadu dengan memerhatikan aspek jasa informasi, lokalitas, berorientasi agribisnis, pedekatan kelompok tani, fokus
Peran Penyuluhan dalam Mendukung Pertanian Terpadu untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan dan Energi Kurnia Suci Indraningsih
453
pada kepentingan petani, pendekatan humanistik-egaliter, profesionalisme, akuntabilitas, dan memuaskan petani.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Pedoman Umum Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2013. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Berbasis Integrasi Tanaman Jagung-Sapi Potong di Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Lembang. Biro Perencanaan. 2013. Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045 Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Solusi Pembangunan Indonesia Masa Depan. Jakarta. Chan LG. 2003. What Does Integrated Farming System Do? http://www. scizerinm.org/joe/index.html. (2 Agustus 2008). Darko, E.A. 2013. Agricultural Extension Delivery in Ghana: A Case Study of Factors Affecting It in Ashanti, Eastern and Northern Regions of Ghana. Journal of Agricultural Extension and Rural Development 5 (2): 37 –41. http://www.academicjournals.org/article/article1379754572_Asiedu-Darko.pdf (12 Oktober 2014). Fagi, A.M. dan I. Las, 2007. Membekali Petani dengan Teknologi Maju Berbasis Kearifan Lokal pada Era Revolusi Hijau Lestari. Dalam: F. Kasryno, E. Pasandaran dan A.M. Fagi (ed). Membalik Arus Menuai Kemandirian Petani. Yayasan Padi Indonesia. Jakarta. Fatchiya, A. 2008. Resensi buku: regenerating agriculture, policies and practice for sustainability and selfreliance. Jurnal Penyuluhan 4(1):75-77. Getz, C. and K.D. Warner. 2006. Integrated farming systems and pollution: prevention initiatives stimulate colearning extension strategies. Journal of Extension 44 (5) http://www.joe.org/joe/2006october/a4.shtml. (2 Agustus 2008). Hidayat, T. 2013. Peranan Pertanian Terpadu Sistem Integrasi Padi dan Ternak (SIPT) dalam Mendukung Pertanian Organik. http://thophick.blogspot.com/ 2013/01/pendahuluan-indonesia-merupakan-negara.html (12 Oktober 2014). IASA 1990. Planting the Future: A Source Guide to Sustainable Agriculture in the Third Word. Minneapolis. Kardiyanto, E., M. Ariani, dan R.J. Malik. 2011. Kampung Ternak Domba Terpadu Provinsi Banten sebagai Laboratorium Lapang Badan Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten. Serang. Krisnamurthi, B. 2014. Kebijakan untuk petani: pemberdayaan untuk pertumbuhan dan pertumbuhan yang memberdayakan. Pidato Ketua Umum pada Pembukaan Konferensi Nasional XVII dan Kongres Nasional XVI Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia 28 Agustus 2014. Bogor. Ogunbameru, B.O. and Y.L. Idrisa. 2013. Empowering small-scale farmers through improved technology adoption: a case study of soybean farmers in Borno State, Nigeria. Journal of Agricultural Extension 17(1):142-151. http://dx.doi.org/10.4314/jae.v17i1.14 (20 September 2013). Pretty, J.N. 1995. Regenerating Agriculture: Policies and Practice for Sustainability and Self-Reliance. Earthscan Publication. London. Risdiono, B. 2010. Sistem integrasi tanaman dengan ternak. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32(4):16-18. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/ publikasi/wr324108.pdf (18 Oktober 2014). Saptana dan Ashari. 2007. Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26(4):123-130. Sasli, I. 2011. Pertanian Berkelanjutan. https://www.scribd.com/doc/68308966/ Pertanian-Berkelanjutan-LEISA (18 Oktober 2014). Slamet, M. 2003. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah. Dalam: Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Penyunting: Yustina, I dan A. Sudradjat. IPB Press. Bogor. Slamet, M. 2008. Menuju Pembangunan Berkelanjutan Melalui Implementasi UU No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Dalam: Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat. Penyunting: Yustina, I dan A. Sudradjat. Sydex Plus. Bogor.
454
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Suryanti, R. 2011. Penerapan Integrasi Usaha Tanaman dan Ternak serta Kebutuhan Penyuluhan Pertanian (Kasus Integrasi Usaha Kakao dan Sapi di Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota). Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang. http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/ uploads/2011/09/ artikel2.pdf (18 Oktober 2014). Umiarsih, R., S. Muttakin, Muharfiza, Y. Giamerti, S. Lestari, T. Mulyaqin, E. Kardiyanto, dan Suryadi. 2013. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi di Provinsi Banten. BTPP Banten. Serang.