ISBN 978–602–60782 60782–0–9
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA LOKAL UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTANIAN PETERNAKAN TERPADU Purworejo, 12 Maret 2016
PROGRAM STUDI PETERNAKAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO i
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADDIYAH PURWOREJO
PENGEMBANGAN SUMBER KEMANDIRIAN PANGAN
DAYA
LOKAL
TIM PENYUNTING : Ir. Zulfanita, MP. Dyah Panuntun Utami, S.P., M.Sc. Roisu Eny Mudawarach ch, S.Pt., M.Sc. Istiko Agus Wicaksono, S.P., M.Sc. Isna Windani, S.P., M.Sc. Faruq Iskandar, S.Pt., M.Si. DESAIN LAYOUT : Ir. Didik Widiyantono, M.Agr. Hanung Dhidik A. S.Pt., M M.Si. Riwawidiastuti, S.Pt., M.Si. DESAIN SAMPUL : Uswatun Hasanah, S.P., M.Sc. Jeki Mediantari W.W. S.Pt., M.Eng., M.Si
Hak Cipta @2016, Fakultas Pertanian Cetakan Pertama Juli 2016 Universitas Muhammadiyah Purworejo Jl. K. H. Ahmad Dahlan, No. 3 Purworejo 54111 Telp/Fax. : (0275) 320494 e-mail :
[email protected]
ISBN : 978–602–60782–0–9 Isi dapat disitasi dengan menyeb menyebutkan sumbernya ii
UNTUK
MEWUJUDKAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala berkahNya sehingga Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu dapat terlaksana sesuai dengan rencana. Tujuan kegiatan seminar ini adalah menginventaris sumber daya lokal; menghasilkan pemikiran dan karya ilmiah; pengembangan IPTEKS, penelitian dan pengaplikasian hasil penelitian terkait dengan konsep, strategi dan solusi permasalahan kemandirian pangan; menjalin komunikasi dengan pihak yang terkait dengan kemandirian pangan yaitu akademisi, peneliti dan pemangku kebijakan. Kemandirian Pangan merupakan persoalan strategis di Indonesia, sehingga harus dilakukan pengembangan sistem produksi pangan yang berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal. Sasaran yang ingin dicapai adalah tergalinya potensi pangan lokal dalam meningkatkan ketersedian untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan yang bermutu, beragam dan terjangkau di tingkat rumah tangga. Indonesia kaya keanekaragaman plasma nutfah tanaman dan ternak, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. Permasalahan off-farm, baik hulu (sub-sistem pengadaan input faktor) maupun hilir (subsistem pengolahan dan pemasaran), sub-sistem budidaya (on-farm) serta sub- sistem penunjang sangat komplek. Teknologi dan industri pengolahan pangan skala rumah tangga dan kecil, diarahkan untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah bahan pangan lokal melalui pemanfaatan, penguasaan dan penerapan teknologi budidaya, pengolahan pangan serta mendorong kelembagaan pelayanan dan lembaga swadaya masyarakat untuk mewujudkan industri pengolahan bahan pangan berskala rumah tangga yang kokoh dan mandiri (dari hulu hingga hilir). Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, maka seluruh sektor harus berperan secara aktif dan berkoordinasi secara rapi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, Pemerintah Desa dan masyarakat untuk meningkatkan strategi demi mewujudkan Kemandirian Pangan Nasional. Purworejo, Maret 2016
Panitia
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
Halaman i
TIM PENYUNTING ...................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
iv
Sub Tema A Teknologi Budidaya Pertanian Peternakan Berbasis Sumber Daya Lokal 1.
Estimasi Output Sapi Pesisir di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.................................................................................... Aulia Evi Susanti
2.
Analisis Keuntungan dan Risiko Usahatani Sayuran Hidroponik ............ Ekaria, Sutawi dan Istis Baroh
3.
Pengaruh Tingkat Penerapan Panca Usahatani Terhadap Tingkat Produktivitas dan Pendapatan Petani Jagung di Kecamatan Metro Kibang ................................................................................................... Fachira Chairunnisa, Irwan Effendi dan Rio Tedi Prayitno
4.
5.
6.
7.
8.
1 – 12
13 – 26
27 – 38
Financial Feasibility of Kerupuk Jari Processing Business in Pasir Utama Village Rambah Hilir District Rokan Hulu Regency ................... Ikhsan Gunawan
39 – 50
Abortus dan Perubahan Anatomi Uterus Pada Kelinci Bunting Yang DiberiInfusa Daun Bambu (Bambusa vulgaris) ...................................... Joko Daryatmo dan Budi Purwo Widiarso
51 – 62
Analisis Tingkat Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Kegiatan Budidaya Laut di Selat Fair Kota Tualpropinsi Maluku......................................... Muhammad Izhar Difinubun, Johannes Hutabarat dan Agus Hartoko
63 – 72
Peat Media Response to the Growth of Stem Stekpennisetum Purpureum ............................................................................................. Sarjana Parman
73 – 78
Tingkat Serangan Penyakit Blas Terhadap Padi Varietas Inpari 7 pada Unit Perbenihan dengan Pendekatan Teknologi PTT di Kutai Kartanegara............................................................................................ Wawan Banu P. dan Muryani P
iv
79 – 86
9.
Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Alliumcepa Ascalonicum L) Varietas Pancasona di Kabupaten Paser .................................................................................... Wawan Banu P. dan Nurbani
10. Jenis dan Dominansi Gulma yang Berpotensi sebagai Hijauan Pakan Ternak pada Lahan Pertanaman Pala ..................................................... Ariance Yeane Kastanja 11. Pemanfaatan Hijauan Pakan Ternak di Lahan Rawa Lebak sebagai Bahan Baku Pembuatan Silase (Studi Kasus : Kebun Percobaan Kayuagung Oki Sumatera Selatan) ......................................................... Masito dan Sidiq Hanapi
87 – 93
94 – 103
104 – 110
12. Potensi Pakan di Rawa Lebak untuk Mendukung Budidaya Itik Pegagan : Studi Kasus di Desa Kota Daro II ......................................................... Aulia Evi Susanti, Agung Prabowo dan Sidiq Hanapi
111 – 116
13. Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Wanita Tani Pembuat Atap Rumbia di Kabupaten Konawe .............................................................. Leni Saleh dan Ulyasniati
117 – 124
14. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Antosianin Beras Merah Varietas Lokal Banyumas pada Budidaya Organik dan Anorganik ......... Oetami Dwi Hajoeningtijas dan Hamami Alfasani Dewanto
125 – 135
15. Pengaruh Penggunaan Jenis Bahan Organik dan Jumlah Barisan Penanaman pada Guludan terhadap Produktivitas Umbi Ubijalar .......... Suharno
136 – 145
16. Pengaruh Berat Badan dan Pemberian Pakan Berbeda terhadap Kualitas Telur Ayam Ras Periode Awal Bertelur ................................................. Syamsul Mardi, Wempie Pakiding dan Nahariah
146 – 154
17. Permasalahan Usaha Ternak Kerbau di Kabupaten Magelang............... Nuryanto dan Sumaryanto
155 – 161
18. Efisiensi Produksi Padi di Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul Pinjung Nawang Sari. Hani Perwitasari dan Amanda Deby
162 – 168
19. Percepatan Berahi pada Sapi Bali Dara melalui Pemberian Konsentrat dengan Level Protein yang Berbeda ....................................................... Trianta tahir, Herry Sonjaya dan Asmuddin Natsir
169 – 176
Sub Tema B Teknologi Pengolahan Produk Pertanian Peternakan 20. Uji Sensitivitas Tester Kit of Borax pada Bakso Daging Sapi ................ Bambang Kuntoro
v
177 – 189
21. Potensi Beras Merah Inpari 24 Gabusan sebagai Pangan Fungsional untuk Kesehatan: Kajian Pustaka ........................................................... Muhammad Fajri
190 – 196
22. Sifat Fisik dan Daya Terima Cookies Ubi Jalar Kuning yang Disubstitusi Tepung Tempe .................................................................... Rusdin Rauf, Arina Sabila Rohmani dan Pramudya Kurnia
197 – 204
23. Aktivitas Antibakteri Minyak Daging Buah Pala terhadap Pertumbuhan Vibrio parahaemolyticu sdan Salmonella typhimurium .......................... Sophia Grace Sipahelut
205 – 215
24. Uji Kesukaan Konsumen terhadap Donat Labu Kuning Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Mocaf Hingga 75% ............................... Sri Lestari dan Syahrizal Muttakin
216 - 223
25. Sabi-Back : Kemasan Cerdas dengan Berbahan Dasarnanopartikel Perak Termodifikasi sebagai Pendeteksi Kebusukan pada Daging ......... Tri Mayasari, Emas Agus Prastyo Wibowo dan Nuni Widiarti
224 – 232
Sub Tema C Pemasaran dan Konsumsi Produk Pertanian Peternakan 26. Efisiensi Saluran Pemasaran Gabah di Kelurahan Kasupute Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe ............................................................... Milawati Saranani
233 – 243
27. Preferensi Konsumen terhadap Konsumsi Keripik Keladi sebagai Makanan Ringan Khas Pontianak ........................................................... Shenny Oktoriana, Eva Dolorosa, Imelda dan Anita Suharyani
244 – 253
Sub Tema D Aspek Penunjang (Kelembagaan, Perkreditan, Pendidikan, Sosial, Budaya, Ekonomi dan Peran Media Massa) 28. Strategi Merealisasikan Badan Usaha Milik Petani ................................. Sri Wahyuni, Cut R. Adawiyah dan Syahyuti 29. Respon Petani terhadap Pelayanan Kupra sebagai Pengganti Kur di BRI Putra Rumbia Kabupaten Lampung Tengah ........................................... Aprilia Rahmawati, Sumaryo Gitosaputro dan Begem Viantimala 30. Partisipasi Anggota Kelompok Wanita Tani dalam Pengembangan Tanaman Obat Keluarga di Lingkar Kampus Universitas Nusa Bangsa Bogor ..................................................................................................... Dyah Budibruri Wibaningwati dan Heri Susanto
vi
254 – 269
270 – 280
281 – 297
31. Dampak Program Pengembangan Kawasan Sapi Potong Terhadap Kinerja dan Pendapatan Anggota Kelompok Tani di Kabupaten Lampung Utara ...................................................................................... Endah Kurniasari, Dewangga Nikmatullah dan Rio Tedi Prayitno
298 – 314
32. Kajian Sosial Ekonomi dan Ketahanan Pangan Rumahtangga Tani di Propinsi Riau ......................................................................................... Fahmi Wiryamarta Kifli, Jangkung H Mulyo dan Sugiyarto
315 – 326
33. Karakteristik Agropreneurship Peternak Kemitraan Pola Inti Plasma di Kawasan Sentra Peternakan Ayam Ras Pedaging Kabupaten Klaten ...... K. M. Z. Basriwijaya, V. D. Yunianto B.I dan D. Mardiningsih
327 – 335
34. Analisis Peluang Pengembangan Cengkeh Zangsibar di Sulawesi Utara . Nelson H. Kario dan Rahmi Hayati Putri 35. Potensi Sumberdaya Pedesaan Mendukung Pembangunan Pertanian di Gugusan Wilayah Pantai Selatan Lintas Batas Indonesia – Timor Leste (Studi Kasus Desa Alas Selatan, Kecamatan Kobalima Kabupaten Belu, NTT) ............................................................................................ Nelson H. Kario dan Rahmi Hayati Putri
336 – 349
350 – 358
36. Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Jagung di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan .................................................................. Puji Permata Utami, Sumaryo Gito Saputro, Dewangga Nikmatullah
359 – 370
37. Potensi Kabupaten Bone Sebagai Sentra Produksi Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan ................................................................................ Risman Sudarmaji, Muh. Saudi Mashoer dan, Jasmal A.Syamsu
371 – 377
38. Analisis Kelayakan Ekologi Budidaya Tambak Udang dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kabupaten Purworejo .................... Sri Suryani
378 – 389
39. Analisis Pendapatan Usahatani Cabe Melalui Penerapan Pengendalian Hama Terpadu di Kabupaten Konawe ................................................... Suharjo
390 – 402
40. Pola Penguatan Kelembagaan Koperasi “Nira Satria” dalam Pemberdayaan Pengrajin Gula Kristal di Perdesaan ................................ Sulistyani Budiningsih dan Tri Septin M
403 – 412
41. Budaya Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap Konservasi Cendana .... Rubangi Al Hasan, S. Agung Sri Raharjo dan Abdul Rohman
313 – 421
42. Preferensi Konsumen Lempok Durian di Kota Pontianak ....................... Anita Suharyani, Eva Dolorosa, Imelda dan Shenny Oktoriana
422 – 429
vii
43. Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pengembangan Kecamatan terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Konawe ................................................................................ Tauwi 44. Analisis Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Pengembangan Kelompok Tani Perempuan dalam Pemanfaatan Lahan Pekarangan Sekitar Rumah di Kabupaten Kediri (Studi Kasus pada Kelompok Tani Perempuan Desa Nambakan, Kecamatan Ringinrejo Kabupaten Kediri .. Tatang Suryadi dan Ratna Dewi Mulyaningtiyas
viii
430 – 437
438 – 461
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu
ISBN 978-602-60782-0-9
PERCEPATAN BERAHI PADA SAPI BALI DARA MELALUI PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA Trianta tahir1, Herry Sonjaya 2 dan Asmuddin Natsir 3 1) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Email :1)
[email protected] 2) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Email: 2)
[email protected] 3) Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Email: 3)
[email protected] ABSTRAK Sebuah studi yang dilakukan untuk menilai efek dari protein konsentrat dengan tingkat yang berbeda pada penampilan pertama berahi dan intensitas berahi di sapi Bali.Materi penelitian ini adalah 30 sapi Bali berusia rata-rata 2 tahun. Desain penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dan analisis deskriptif dengan tiga perlakuan dan 10 ulangan terdiri dari: P1 = Protein mentah (10%), P2 = Crude Protein (12%) dan P3 = Crude Protein (14%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan P2 dan P3 perbedaan yang sangat signifikan (P <0,01) dibandingkan P1 pada percepatan berahi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa intensitas berahi pada P3 lebih tinggi dari P1 dan P2.Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan protein kasar 14% lebih baik dalam percepatan berahi dan meningkatkan intensitas berahi di sapi Bali. Keywords: Kecepatan berahi, intensitas berahi, protein kasar, konsentrat, Sapi Bali dara ABSTRAK A study was conducted to assess the effect of protein concentrates with a different level on the first time apereance oestrus and the intensity of oestrus in Bali heifers. The material of this experiment are 30 Bali heifers aged on average 2 years. The design research are complety randomized design (CRD) and descriptive analysis with three treatments and 10 replications consisting of: P1 = Crude Protein (10%), P2 = Crude Protein (12%) and P3 = Crude Protein (14%). The results showed that treatment of P2 and P3 were highly significant differences (P <0.01) than P1 on acceleration oestrus. The results also showed that oestrus intensity on P3 was highly than the P1 and P2. This research concluded that the use of crude protein 14% better in acceleration oestrus and increase oestrus intensity in Bali heifers. Keywords: Acceleration of oestrus, oestrus intensity, crude protein, concentrates, Bali heifers PENDAHULUAN Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asli Indonesia dengan persentase populasi paling tinggi sekitar 30 persen dari populasi sapi yang ada (Handiwirawan dan Subandrio 2004). Jumlah sapi Bali di Indonesia sekitar 30 persen dari populasi sapi yang ada (Talib, 2002).Jumlah tersebut belum mencukupi seiring kebutuhan yang terus meningkat.Program pemerintah selama ini juga belum berhasil memecahkan masalah.Sulawesi Selatan sangat berpotensi dalam pengembangan sapi Bali dan menjadi salah satu prioritas utama dalam pengembangan ternak lokal menuju ketahanan pangan nasional.Masalah utama dalam peningkatan populasi adalah mengenai reproduksi.
[169]
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu
ISBN 978-602-60782-0-9
Kemampuan reproduksi menyangkut efisiensi tenaga waktu dan modal.Salah satu kendala dalam reproduksi sapi Bali dara yaitu munculnya berahi yang lambat sehingga umur pertama ternak dikawinkan lambat dan menambah garis panjang sapi tidak bunting.Masalah utama pada peternakan rakyat adalah ketersediaan pakan yang tidak memadai dan tidak sesuai dengan kebutuhan ternak sehingga sering dijumpai sapi-sapi yang mengalami penundaan berahi.Berahi yang tidak normal mengindikasikan terjadi gangguan proses reproduksi. Kekurangan nutrisi pada ternak betina yang sedang tumbuh adalah salah satu faktor gangguan reproduksi, kekurangan protein menyebabkan gangguan stimulus gonadotropin di pituitary dan menghambat sekresi hormon FSH dan LH yang menyebabkan ovarium tidak berkembang sehingga ovarium tidak mampu mensekresikan hormon estrogen sebagai pemicu berahi. Upaya untuk mempercepat timbulnya berahi akibat kekurangan nutrisi dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan perbaikan pakan. Penelitian ini bertujuan
untuk
melihat sejauh mana pengaruh protein kasar
terhadap percepatan munculnya berahi dengan penambahan konsentrat dalam ransum sapi Bali dara. METODE PENELITIAN Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga Desember 2015, bertempat di Desa Lasiwala, Kecamatan Pitu Riawa, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Alat dan bahan Peralatan dan bahan yang digunakan adalah alat pencampur pakan, parang, sabit, gerobak sorong, mesin leaf chopper, tempat pakan, tempat minum, timbangan, sepatu boot, dan sarung tangan.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan sapi Bali dengan formulasi berbagai bahan pakan yaitu Dedak Padi, Dedak Jagung, Bungkil Kelapa, Urea, Mineral, Garam, dan Cattle mix. Materi Materi penelitian yang digunakan adalah sapi Bali dara yang berumur rata-rata 2 tahun berjumlah 30 ekor milik peternakan rakyat yang dipelihara secara intensif. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan secara experiment dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 10 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah tiga model pemberian pakan yaitu : P1 = Jerami + Konsentrat 1 kg ( PK 10%) P2 = Jerami + Konsentrat 1 kg (PK 12%) [170]
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu
ISBN 978-602-60782-0-9
P3 = Jerami + Konsentrat 1 kg (PK 14%). Pelaksanaan penelitian Teknis pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Sapi Bali dara sebanyak 30 ekor setiap perlakuan menggunakan 10 ekor dengan rata-rata umur 2 tahun dan dipelihara secara intensif. 2. Masa adaptasi pakan dilakukan selama 3 minggu dengan komposisi pakan yang sama. Perlakuan dibedakan menjadi 3 kelompok, kelompok P1 diberikan pakan konsentrat protein kasar 10%, kelompok P2 diberikan pakan konsentrat protein kasar 12% dan kelompok P3 diberikan konsentrat protein kasar 14%. Masing-masing perlakuan diberikan pakan tambahan berupa jerami dan rumput Gajah.Pemberian air dilakukan secara adlibitum. 3. Pengamatan terhadap sapi Bali dara meliputi kecepatan berahi dan intensitas berahi dilakukan sepanjang hari dengan melihat dan mengamati penampakan ciri-ciri berahi kemudian dilakukan pencatatan. Analisa data terhadap setiap perlakuan dilakukan untuk mengetahui kondisi reproduksi Sapi Bali dara dan melakukan perbandingan dari setiap perlakuan. Parameter yang diukur Pada akhir penelitian pengamatan dilakukan dengan mengamati beberapa perubahan antara lain: 1. Kecepatan munculnya berahi dihitung mulai dari pemberian pakan hingga timbulnya berahi yang dinyatakan dalam hari. 2. Intensitas berahi diamati dengan metode Yusuf (1990) dengan melihat dan mengamati penampakan yang timbul pada saat sapi berahi meliputi keadaan vulva, konsistensi lendir dan perubahan tingkah laku kemudian memberikan skor. Kenampakan sapi yang diamati dengan cara sebagai berikut: Intensitas berahi skor 1 diberikan bagi ternak yang memperlihatkan gejala keluar lendir kurang (++), keadaan vulva (bengkak, basah dan merah) kurang jelas (+), nafsu makan tidak tampak menurun (+) dan kurang gelisah serta tidak terlihat gejala menaiki dan diam bila dinaiki oleh sesama ternak betina (-); sedangkan intensitas berahi skor 2 diberikan pada ternak yang memperlihatakan semua gejala berahi dengan simbol (++), termasuk gejala menaiki ternak betina lain bahkan terlihat adanya gejala diam bila dinaiki sesama betina lain dengan intensitas yang dapat mencapai tingkat sedang. Sementara intensitas dengan skor 3 (jelas) diberikan bagi ternak sapi betina yang memperlihatkan semua gejala berahi secara jelas (+++).
[171]
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu
ISBN 978-602-60782-0-9
Analisa data 1. Data kecepatan berahi yang diperoleh pada penelitian ini akan diolah dengan menggunakan analisis ragam sesuai dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan 10 kali ulangan. 2. Data intensitas berahi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil pengamatan di lapangan dianalisis dan dibandingkan dengan hasil penelitian dan referensi pendukung. HASIL DAN PEMBAHASAN Kecepatan Berahi Kecepatan timbulnya berahi (hari) yaitu selang waktu dari mulai pemberian pakan sampai timbulnya gejala berahi.. Kecepatan timbulnya berahi pada berbagai perlakuan
Kecepatan Estrus (Hari)
dengan pemberian konsentrat level protein yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 1. 150 100
82a 43b
50
34b
0 P1
P2
P3
Perlakuan
Gambar1. Kecepatan berahi dengan level protein yang berbeda. Garis vertical mengindikasikan ± standar deviasi.a-bSuperskrip berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada kecepatan birahi dan pemberian konsentrat level protein berbeda (P<0,01). Ket : P1 (Protein kasar 10%) ; P2 (Protein kasar 12%); P3 (Protein kasar 14%) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian protein kasar 12% dan protein kasar 14% memperlihatan kecepatan berahi lebih cepat dibandingkan pemberian protein kasar 10%. Kecepatan berahi Sapi Bali dara sangat dipengaruhi oleh ketersedian protein sebagai sumber nutrisi untuk kebutuhan fungsional reproduksi.Hal ini sejalan dengan pendapat Yendraliza (2013) yang menyatakan bahwa perkembangan organ reproduksi sangat tergantung oleh kemampuan fungsi endokrin dalam memproduksi hormon-hormon reproduksi sehingga ketersediaan nutrisi mempengaruhi fungsional tubuh secara menyeluruh.Protein sebagai sumber nutrisi mempengaruhi fungsi otak sebagai pusat rangsangan yang menjadi faktor pelepas hormon reproduksi. Hal ini sejalan dengan Diskin, et al. (2003), yang menyatakan bahwa efek nutrisi secara langsung memberikan pengaruh pada GnRH di hipotalamus atau sekresi gonadotrophin di pituitary .
[172]
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu
ISBN 978-602-60782-0-9
Sapi Bali dara membutuhkan nutrisi utamanya pada tahap prepubertas, karena pada tahap tersebut ovarium sapi dara mulai aktif dan berkembang sehingga diduga kekurangan nutrisi menghambat perkembangan folikel dan sapi memperlihatkan gejala berahi yang lambat.Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sapi dara yang sudah cukup umur tetapi belum mencapai dewasa kelamin.Robert, (1971) menambahkan bahwa dengan nutrisi yang baik ovarium masih dapat diharapkan tumbuh normal kembali. Kekurangan protein dapat mengakibatkan ternak mengalami penundaan pubertas dan tanda-tanda berahi yang tidak normal.Defisiensi kombinasi protein pada anak sapi perah dara menunjukkan bahwa kombinasi tersebut dapat memperlambat dewasa kelamin dan menekan munculnya tanda-tanda berahi (Salisbury dan Vandemark, 1985).Menurut Son et al. (2001) dan Romano et al. (2005), ternak yang diberi asupan pakan dengan kecukupan energi dan protein menyebabkan ternak cepat tumbuh dan memperlihatkan gejala berahi yang normal. Menurut Yendraliza (2013), penambahan konsentrat kaya akan protein dan karbohidrat serta campuran mineral memperlihatkan masak kelamin lebih cepat dibandingkan sapi yang tidak mendapatkan tambahan energi. Menurut Feradis (2010), tingkatan makanan mempengaruhi sintesa maupun pelepasan hormon dari kelenjar-kelenjar endokrin, sehingga status nutrisi pada sapi mempengaruhi perkembangan folikel dan kapasitas ovulasi. Hasil penelitian di atas juga menunjukkan bahwa pemberian protein kasar 12% tidak berbeda nyata dengan pemberian protein kasar 14%.Meskipun secara statistik tampak tidak terdapat perbedaan yang nyata namun pemberian protein kasar 14% memperlihatkan gejala berahi yang lebih cepat.Perbaikan nutrisi tidak selalu konsisten hasilnya, baik pada pituitary maupun pada fungsi ovarium. Penambahan protein menyebabkan penambahan pertumbuhan pada sapi dara namun ada beberapa penelitian yang memperlihatkan bahwa sapi yang hidup dengan kadar protein rendah dan energi rendah masih memperlihatkan ciri-ciri berahi, bunting dan melahirkan (Borghese et al, 2005). Ketiadaan respons ini mungkin disebabkan oleh kecukupan cadangan energi tubuh ternak itu sendiri yang diberikan pakan hijauan secara adlibitum, sehingga perbaikan nutrisi tidak terlalu mempengaruhi. Pakan dengan level protein kasar 14% juga sudah melebihi batas minimal standar yang telah ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan minimal ternak. Beberapa rekomendasi pakan protein untuk memenuhi kebutuhan sapi potong selama ini disarankan sedikitnya 12% protein kasar (NRC, 1996). Intensitas Berahi Tampilan gejala berahi dan intensitas berahi dari sapi-sapi betina yang diamati dalam penelitian ini, nampaknya sangat berbeda antar kelompok perlakuan (Tabel.1). Tidak semua ternak yang berahi dapat memperlihatkan semua gejala berahi dengan intensitas atau [173]
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu
ISBN 978-602-60782-0-9
tingkatan yang sama. Untuk membandingkan tingkat intensitas berahi ini ditentukanlah skor intensitas berahi 1 s/d 3, yakni skor 1 (berahi kurang jelas), skor 2 (berahi yang intensitasnya sedang) dan skor 3 (berahi dengan intensitas jelas) (Yusuf, 1990). Tabel 1. Tampilan Intensitas Berahi Tampilan Berahi Jumlah ternak Perlakuan Intensitas (skor) ekor % 3 0 0 P1 (PK 10%) 2 6 67 1 3 33 3 2 34 P2 (PK 12%) 2 2 33 1 2 33 3 5 63 P2 (PK 14%) 2 3 37 1 0 0 Keterangan : Skor 3 (Berahi dengan intensitas jelas); Skor 2 (Berahi dengan intensitas sedang); Skor 1 (Berahi dengan intensitas kurang jelas) Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat intensitas berahi pada ketiga
perlakuan dengan intensitas berahi jelas (skor 3), yakni 0 %, 33,33 % dan 62, 5 % masingmasing untuk perlakuan P1,P2 dan P3. Intensitas berahi yang sangat jelas pada P3 diduga karena terjadinya sekresi FSH konsentrasi tinggi sehingga folikulogenesis berlangsung baik.Secara fisiologis terdapat hubungan antara tingginya konsentrasi dan sekresi FSH dari pituitary anterior terhadap jumlah folikel yang berkembang hingga fase folikel de Graaf (Rusdin dan Ridwan, 2006). Pada pengamatan berahi, tampak sapi Bali dara pada perlakuan P3 dengan protein kasar 14 % memperlihatkan tanda-tanda berahi sangat jelas yaitu bagian vulva terdapat lendir yang menggantung, transparan, ketika diraba terasa hangat dan bewarna kemerahan serta bengkak, ternak terlihat gelisah, menurunnya nafsu makan dan sering melenguh, tingkah laku terlihat jelas serta ternak saling menaiki sesama betina dan diam ketika dinaiki. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1992), yang menyatakan Ciri dari berahi adalah ternak menjadi gelisah, nafsu makan berkurang, vulva bengkak, keluar lendir dan vulva menjadi kemerahan. Intensitas berahi yang sangat jelas tersebut berkaitan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan folikel yang dipengaruhi oleh tingkatan nutrisi.Menurut Suharto (2003) pemberian ransum dengan kualitas yang baik dapat meningkatkan kejelasan penampilan estrus (kebengkakan labia vulva, suhu vagina, pH lendir serviks, warna mucosa vagina dan kelimpahan lendir). Perkembangan folikel lebih dari satu selama siklus dan menjadi folikel de graaf merupakan kinerja sinergis antara FSH, estradiol (estrogen) dan juga LH. Pertumbuhan dan perkembangan folikel lebih dari satu hingga fase folikel de graaf sangat ditentukan oleh kadarFSH dalam darah (Ridwan, 2006). [174]
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu
ISBN 978-602-60782-0-9
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat intensitas berahi sedang (skor 2) berada pada kisaran 67%, 34%, dan 37% berturut-turut untuk perlakuan P1,P2 dan P3. Sedangkan tingkat intensitas berahi kurang jelas, yaitu 33%, 33% dan 0% berturut-turut untuk perlakuan P1,P2 dan P3.
Rendahnya intensitas berahi bervariasi yang ditandai
dengan vulva yang memerah tapi tidak membengkak, lendir dengan konsistensi yang kurang kental dan jumlahnya sedikit serta tingkah laku
ternak terlihat gelisah tetapi
menolak dinaiki oleh ternak lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Kune dan Solihati (2007) menyatakan bahwa berahi dengan intensitas kurang jelas atau sedang, lebih disebabkan oleh faktor individu yang mungkin lebih berhubungan dengan pola hormonal terutama level hormon estrogen yang berperan dalam merangsang berahi. Keadaan anestrus sering terjadi pada sapi yang kekurangan pakan.Tingkat energi yang rendah menyebabkan ovarium tidak aktif (Laing, 1970). Terjadinya silentheat dan sub estrus pada sapi Bali daradapat disebabkan oleh faktor pemeliharaan yang kurang baik salah satunya yaitu defisiensi nutrisi (Nurhayati dkk., 2008). Pada kasus silent heat, proses ovulasi berjalan secara normal dan bersifat subur, tetapi tidak disertai dengan gejala birahi atau tidak ada birahi sama sekali. Silent heat sering dijumpai pada hewan betina yang masih dara, hewan betina yang mendapat ransum dibawah kebutuhan normal. Nurhayati, dkk (2008) menambahkan pada kejadian silent heat dan sub estrus sebenarnya hormon LH mampu menumbuhkan folikel pada ovarium sehingga terjadi ovulasi, tetapi tidak cukup mampu dalam mendorong sintesa hormon estrogen oleh sel granulosa dari folikel de Graaf. Hal inilah yang menyebabkan tidak munculnya birahi. Penanganan kasus silent heat dan sub estrus dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas pakan agar ternak mendapat nutrisi yang cukup sehingga mekanisme hormonal dalam tubuh dapat berjalan dengan baik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemberian pakan konsentrat dengan level Protein kasar 14% lebih baik dalam mempercepat timbulnya gejala berahi dan intensitas berahi dibandingkan protein kasar 10% dan 12%. DAFTAR PUSTAKA Borghese, A. 2005.Buffalo Cheese and Milk Industry. Buffalo production and research REU Technical. FAO Regional office for Europe. Diskin, M.G., Mackey, Roche J.F. and sreenan andJ.M. 2003. Effects of nutrition and metabolic status on circulating hormones and ovarian follicle development in cattle.Anim. Reprod. Sci. 78: 345 – 370. Feradis, M.P. 2010.Reproduksi Ternak. Penerbit Alfabeta. Bandung. Handiwirawan, E dan Subandriyo. 2004. Potensi dan keragaman sumberdaya genetik Sapi Bali. Wartazoa 14(3):107-115. [175]
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu
ISBN 978-602-60782-0-9
Kune, P. dan Solihati N. 2007.Tampilan berahi dan tingkat kesuburan Sapi Bali Timor yang diinseminasi.Jurnal ilmu ternak.7 (1): 1-5 Laing, J. A. 1970. Fertility and fertility In the domestic animal. 2nd Ed. Balilire Tindal and Cassel, London; 397-401. National Research Council (NRC).1996.National Science education standars. Washington, DC: National Academy Press. Nurhayati, I.S., Saptati Ra. dan Martindah E. 2008. Penanganan gangguan reproduksi guna mendukung pengembangan usaha sapi perah.Pusat penelitian dan pengembangan peternakan. Bogor. Partodihardjo, S.1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Ridwan, 2006.Fenomena estrus domba betina lokal Palu yang diberi perlakuan hormon FSH. J. Agroland. Vol.13 (3) :294-298. Robert, S. J. 1971. Veterinary Obstetries and
Genital Disease. Ithaca, New York.
Romano MA., Barnabe WH, Silva AEDF, Freitas, Romano. 2005. The effect of nutritional level on advancing age at puberty in Nelore heifers. Ambiencia Guarapuava PR. 1:157-167. Rusdin dan Ridwan, 2006.Pengaruh induksi cairan folikel sapi terhadap non return rate dan angka konsepsi Domba Ekor Gemuk (Ovis aries). J. Agroland. Vol. 13 (2) : 181185. Salisbury, G. W. Dan N. L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Terjemahan R. Djanuar. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Son Ch, Kang Hg, Kim Sh. 2001.Application of progesterone measurement for age and body weight at puberty, and post partum anestrus in Korean native cattle. J Vet Med Sci. 63(12):1287-1291. Suharto, K. 2003. Penampilan potensi reproduksi Sapi Perah Frisien Holstein akibat pemberian kualitas ransum berbeda dan infusi larutan Iodium Povidon 1% Intra Uterin.Tesis.Program Studi Magister Ilmu Ternak Universitas Diponegoro. Semarang Talib, C. 2002. Sapi Bali di daerah sumber bibit dan peluang pengembangannya.Wartazoa 12(3): 100-107. Yendraliza. 2013. Pengaruh nutrisi dalam pengelolaan reproduksi ternak studi literatur. Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan SyarifKasim Riau. Yusuf. T. L. 1990. Pengaruh Prostaglandin F2 alfa Gonadotrophin terhadap aktivitas estrus dan super ovulasi dalam rangkaian kegiatan transfer embrio pada Sapi FH, Bali dan PO. Disertasi.Program Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor. Bogor
[176]