PERAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MEMBANGUN LESS CASH SOCIETY
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah
Oleh:
AHMAD KHOBIDU NIM: 106046101543
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M i
PERAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MEMBANGUN LESS CASH SOCIETY
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.SY)
Oleh: Ahmad Khobidu NIM: 106046101543
Di bawah bimbingan:
Drs. Agustianto, M.Ag. NIP. 150 268 009
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash Society”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 10 Maret 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH.,MA., MM. NIP. 195505051982031012 Panitia Ujian Munaqasyah Ketua
: Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP. 197107011998032002
(................................)
Sekretaris
: Mu’min Roup, M. Ag. NIP. 150281979
(................................)
Pembimbing : Drs. Agustianto, M.Ag. NIP. 150268009
(................................)
Penguji I
: Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP. 197107011998032002
(................................)
Penguji II
: A. Chairul Hadi, M.A. NIP. 150411184
(................................)
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 25 Rabiul Awal 1432 H 28 Februari 2011
AHMAD KHOBIDU
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah ‘Azza wa Jalla atas karunia-Nya berupa nikmat iman dan Islam kepada penulis. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada sang pembawa risalah ketauhidan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash Society”, sehingga perlu kiranya bagi penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ibu Dr. Euis Amalia, M. Ag, ketua Program Studi Muamalat dan Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag., MH, Sekretaris Program Studi Muamalat.
3.
Bapak Drs. Agustianto, M.Ag, dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, arahan, motivasi dan pemikirannya di tengah-tengah kesibukan beliau, untuk membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Seluruh dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanannya dalam melengkapi penelitian.
v
6.
Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah atas pelayanan dan bantuannya dalam mengumpulkan berbagai literatur yang dibutuhkan dalam penelitian.
7.
Pihak Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Seluruh Bank Umum Syariah di Indonesia, Mr. Google, Mr. Bloger, dan semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
8.
Kedua orang tua penulis, Ayahanda Muhamad Takwa dan Ibunda Khajar Suprapti, yang dengan penuh cinta, kasih, dan sayangnya selalu mendoakan, menyemangati, menasehati, membimbing, dan mendidik penulis sejak masih dalam kandungan hingga hari ini dan selamanya. Tak lupa juga buat Adikku Istikomah dan Kakakku Komalasari, Supriyatno, Iin Fasicha, dan Endang Ratnawati, yang selalu menjadi penyemangat penulis dalam pembuatan skripsi ini dari awal hingga akhir penyelesaian.
9.
Pak Edit Estetika dan Abdul Hafid Nur, atas sharing pendapat, dan berbagi ilmunya sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan beberapa nasabah Bank Umum Syariah yang telah bersedia untuk disidak alias diwawancarai secara mendadak oleh penulis.
10. Kawan-kawan seperjuangan mahasiswa Perbankan Syariah 2006, Toyyib, Rico, Zakky, Ucon, B’doel, Iksan, Mail, Ali, dan khususnya keluarga besar PS A yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Sahabat-sahabatku yang pernah
vi
satu kostan Aa Azis, Aa Ridwan, Aa Roni dan Aa Zaky, Uda Oby, Uda Ahda dan Uda Farhan, makasih kalian selalu berada disampingku dan menemani tidurku. 11. Teruntuk Ibu Tiiek Poerwoto, Uswatun Khasanah, Mirawaty, dan Parahita Ciptarini, yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 12. Seluruh kerabat dakwah di subuh.net, Opah Adi Tagor, Bang Sorip, Bang Rofiq, Bang Mamad, Mas Gunawan, Bang Mulkan, Bang Rizal, Bang Jimmy, Bang Sandy, Ilyas, Nova, dan seluruh anggota subuh.net yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu namun bukan berarti mengurangi rasa hormat saya pada kalian. Makasih atas dukungan dan doanya. 13. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini dan tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua masukan dan bantuannya kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dan semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Jazakumullah Khairan Katsiran. Amien…
Ciputat, 28 Februari 2011
Ahmad Khobidu
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................... i Lembar Persetujuan Pembimbing.............................................................................. ii Lembar Pengesahan Panitia Ujian…………………………………………………. iii Lembar Pernyataan.................................................................................................... iv Kata Pengantar………………………………………………………............…...... v Daftar Isi…………………………………………………………………................ viii BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ...................................................................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 7 D. Review studi terdahulu ................................................................................. 8 E. Metode Penelitian ......................................................................................... 11 F. Sistematika Penulisan ................................................................................... 15 BAB II LESS CASH SOCIETY……………………..................................................... 16 A. Jenis-jenis Instrumen Pembayaran Non Tunai/Berbasis Less Cash Society..16 B. Latar Belakang Less Cash Society…………………………………………. 20 C. Perkembangan Less Cash Society………………………………………….. 24 D. Inovasi Teknologi E Banking……………………………………… ……... 33 E. Fatwa DSN MUI dan Kebijakan BI berkaitan dengan Less Cash Society… 39 BAB III GAMBARAN SINGKAT BANK UMUM SYARIAH ..........................
45
A. Bank Muamalat Syariah................................................................................. 47 B. Bank Syariah Mandiri………........................................................................ 48 C. Bank Syariah Mega Indonesia....................................................................... 53 D. Bank Syariah BRI……….............................................................................. 54 E. Bank Syariah Bukopin………....................................................................... 55
viii
F. Bank Panin Syariah…………………………. .............................................. 56 G. Bank Victoria Syariah………………............................................................ 57 H. Bank BCA Syariah……………………........................................................ 58 I. Bank Jabar dan Banten…………………………………………………….. 59 J. Bank Syariah BNI…………………………………………………………. 60 K. Maybank Indonesia Syariah……………………………………………….. 61 BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS.......................................................... 63 A. Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash Society.............. 63 B. Kendala Pengembangan Bank Umum Syariah dan Keluhan Nasabah Pengguna Layanan Berbasis Less Cash Society............................................ 74 C. Prospek Pengembangan Layanan Berbasis Less Cash Society Bank Umum Syariah di Masa Depan.................................................................................. 79 BAB V PENUTUP ................................................................................................... 84 A. Kesimpulan ................................................................................................... 84 B. Saran ............................................................................................................. 86 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 88 LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi telah memberi dampak ke berbagai bidang, tak terkecuali di bidang sistem pembayaran. Alternatif alat pembayaran nontunai pun di beberapa negara menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penggunaan uang tunai, khususnya untuk pembayaran-pembayaran yang bersifat mikro sampai dengan ritel.1 Di Indonesia penggunaan instrumen pembayaran non tunai pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal ini diindikasikan dengan semakin banyaknya pusat-pusat perdagangan dan berbagai jenis perusahaan yang menerima pembayaran non tunai. Beberapa instrumen pembayaran non tunai yang berkembang dewasa ini, selain warkat atau cek yang umumnya sudah diketahui, diantaranya adalah kartu kredit, kartu debet, ATM, kartu prabayar, kartu klub serta e-banking.2 Perkembangan teknologi informasi yang pesat memungkinkan munculnya berbagai instrumen pembayaran yang inovatif, aman, efisien dan mudah digunakan oleh masyarakat. Selain itu, konvergensi antar berbagai industri seperti perbankan, telekomunikasi dan transportasi memungkinkan adanya keterkaitan antara ketiga 1
Siti Hidayati, dkk, “Kajian Operasional e-money”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.1. Tim Peneliti Bank Indonesia, Penelitian: “Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.iv. 2
1
2
industri tersebut.3 Sejalan dengan itu, inovasi tetap dilakukan tidak saja pada berkembangnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis kertas (paper-based), penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card-based), dan pembayaran secara elektronik (electronic-based), tetapi juga harus disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya. Para pihak yang terlibatpun semakin bervariasi sehingga memerlukan koordinasi yang baik dalam menyediakan kerangka aturannya.4 BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta keatas dan bersifat segera (urgent). Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan (Systemically Important Payment System). BI-RTGS didisain untuk memastikan penyelesaian akhir dapat dilakukan secara gross settlement, real time, final dan irrevocable. Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika dan tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real
3
Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.v. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, “Seminar Internasional: Towards a Less Cash Society in Indonesia”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.10. 4
3
time terbatas pada proses pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada Bank Indonesia untuk diteruskan kepada peserta penerima. Sementara itu waktu penyelesaian akhir transaksi transfer nasabah pada rekeningnya tergantung dengan kondisi dan standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di internal peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian akhir pada BI-RTGS dengan penerimaan transfer dana pada rekening nasabah. BIRTGS juga merupakan Settlement Processor. Sebagai settlement processor, BI-RTGS menjadi sarana penyelesaian akhir bagi transaksi pembayaran ritel, meliputi pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI (SKNBI) dan hasil kliring ATM/kartu debit/kartu kredit. Selain transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi sarana pelimpahan penyelesaian akhir transaksi serah dana dari perdagangan sekuritas, transaksi perdagangan valas antar-bank, setelmen dana dari operasi moneter/operasi pasar terbuka (OPT), transaksi pembayaran pemerintah dan transaksi surat berharga.5 Perbankan syariah sebagai salah satu penopang perekonomian Indonesia yang sedang tumbuh pesat mulai bergerak memasuki era pembayaran tanpa uang tunai atau less cash society. Hal ini mulai digencarkan pada konferensi perbankan se Asia Pasifik (apconex). Namun disayangkan karena perbankan syariah kurang begitu mempersiapkan pengembangan tansaksi non tunai. Misalnya kita jarang sekali menemukan ATM yang berbasiskan syariah atau minimnya penggunaan internet 5
Bank Indonesia, “Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)”, Artikel diakses pada 15 Maret 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Setelmen/RTGS/BIRTGS/
4
mobile banking pada bank syariah. Menurut data Bank Indonesia di akhir Desember 2010, market shared perbankan syariah yang terdiri dari 11 Bank Umum Syariah, dan 23 Unit Usaha Syariah, mencapai 3,2 persen, dari November angka ini naik sekitar Rp 7 triliun, dari angka Rp 66 triliun menjadi 100,8 triliun. Hal ini tentunya masih sangat jauh bila dibandingkan dengan Bank Konvensional yang hingga akhir Desember 2010 memiliki aset sebesar 3008,8 triliun. Namun jika dilihat dari sisi pertumbuhan asetnya, Bank Syariah memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar dibanding Bank Konvensional dengan rata-rata pertumbuhan lebih dari 50 persen per tahunnya. Bank Indonesia sangat mengharapkan performa yang optimal pada lima Bank Umum Syariah yang telah di spin-off 2010 lalu, namun belum menunjukan dampak signifikan. Bank tersebut meliputi Bank BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank Victoria Syariah dan Maybank Syariah.6 Pada perbankan syariah pemakaian teknologi informasi sebagai era masuk menuju transaksi non tunai berkisar 5-10 persen, yang artinya kalah jauh dengan perbankan konvensional. Jika ingin mengejar ketertinggalan atau paling tidak meningkatkan market share pada pasar Indonesia ini. Keinginan para nasabah yang tertuju pada produk yang lebih bermutu agar lebih dipahami. Keinginan ini harus segera mendapatkan respon dari perbankan syariah paling tidak menggunakan sistem berbasis teknologi informasi yang semakin ekspansif. Pemakaian teknologi informasi pada perbankan syariah akan meningkatkan nilai kualitas sebuah perbankan menuju 6
Siwi Tri Puju, “Market Share Perbankan Syariah Diharapkan Naik 3,2%”, Artikel diakses pada 15 Maret 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/berita/11/02/09/163120market-share-perbankan-syariah-diharapkan-naik-32-persen
5
sebuah perbankan yang berdaya saing dan mampu mengungguli perbankan konvensional. Segalanya akan membutuhkan pembelajaran. Diharapkan di era dunia berbasis teknologi informasi ini, perbankan syariah bisa meningkatkan jasa serta kualitas yang akan diberikan kepada nasabah. Menuju less cash society adalah impian bagi dunia perbankan7. Bedasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang peran bank syariah dalam menyambut perkembangan era baru menuju less cash society. Untuk mengetahui peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society, maka menjadi penting bagi penulis untuk dilakukannya suatu penelitian sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul “PERAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MEMBANGUN LESS CASH SOCIETY” B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Bank Umum Syariah adalah jenis bank yang sedang populer saat ini. Bank Umum Syariah dianggap sebagai bank yang tahan krisis karena tidak menggunakan instrumen bunga, namun menggantinya dengan instrumen bagi hasil. Dalam penggunaan teknologi informasi, Bank Umum Syariah dianggap masih kurang jika dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini umumnya
7
Vibinews-Syariah, “Less Cash Society pada Perbankan Syariah”, Artikel diakses pada 11 Mei 2010 dari http://vibiznews.com/
6
dikarenakan masih mahalnya biaya teknologi perbankan, kurangnya SDM Bank Umum Syariah yang berbasis IT, dan kurang inovatifnya Bank Umum Syariah dalam mengembangkan produk layanan berbasis non tunai. Jumlah Bank Umum Syariah dari tahun ke tahun terus meningkat, dan hingga per Desember 2010 jumlah Bank Umum Syariah menurut data Bank Indonesia berjumlah 11 Bank dengan total asset sebesar 79.186 triliun, dan jumlah ini jika kita share terhadap aset perbankan nasional hanya sebesar 2,55% saja. Menuju Less cash society bukanlah membuat sistem baru, ini hanyalah pergeseran budaya saja dari masyarakat yang terbiasa bertransaksi dengan uang tunai kemudian dirubah alat transaksinya menjadi non tunai supaya lebih praktis, cepat, aman, nyaman dan efisien. Sehingga kegiatan transaksi yang dilakukan masyarakat tidak lagi menyita banyak waktu. 2. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah Bank Umum Syariah, tentang seberapa besar peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society. Adapun penulis akan membatasi ruang lingkup masalah yang akan diteliti yaitu pada seberapa besar peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society di Indonesia, diukur dari besarnya jumlah nilai transaksi elektronik Bank Umum Syariah sepanjang tahun 2010 pada sistem BI-RTGS kemudian dibandingkan
7
dengan Bank Konvensional, Banyaknya kantor jaringan, dan tingkat ketersediaan layanan berbasis non tunai pada Bank Umum Syariah. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang, ”Peran Bank Umum Syariah Dalam Membangun Less Cash Society” yang akan dapat menjawab beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society? 2. Apa kendala yang dihadapi Bank Umum Syariah dalam meningkatkan produk jasa berbasis less cash society pada masa yang akan datang? 3. Bagaimana prospek Bank Umum Syariah kedepan dalam rangka membangun less cash society? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Mengetahui peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society. b. Mengetahui kendala yang dihadapi Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society. c. Mengatahui prospek untuk meningkatkan peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society.
8
2. Manfaat Peneilitian a. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi para stakeholders dalam rangka peningkatan peran Bank Umum Syariah untuk menunjang pengembangan basis less cash society. b. Memberikan sumbangan literatur bagi masyarakat baik dari kalangan akademis maupun praktisi yang peduli terhadap laju pertumbuhan bank syariah di Indonesia. D. Review Studi Terdahulu Review studi terdahulu dalam penelitian ini adalah dengan melihat beberapa hasil penelitian sebelumnya baik skripsi maupun jurnal ilmiah yang memiliki kaitan atau sedikit kemiripan dengan pokok bahasan penelitian. Beberapa diantaranya yaitu: 1. Siti Neneng Habibah, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. “Transaksi bank melalui internet dalam tinjauan hukum Islam.” Metode yang digunakan penulis adalah penelitian kepustakaan dengan mengkaji leteratur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat penulis. Pembahasan yang dilakukan berkisar mengenai operasionalisasi transaksi internet banking, kekurangan dan kelebihan transaksi internet banking, serta tinjauan hukum Islam mengenai transaksi internet banking. Adapun kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa internet banking halal penggunaannya untuk bertransaksi. Sedangkan dalam skripsi ini,
9
dengan menggunakan metode penelitian kualitatif library research dan field research pembahasan lebih difokuskan kepada sejauh mana peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society (masyarakat dengan sedikit penggunaan uang tunai). 2. Rendra Al- Mubarak, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. “Peran internet banking dalam upaya menunjang transaksi perbankan syariah (Stuty kasus pada PT BNI Syariah Cabang Jakarta Selatan ).” Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif dengan sumber data yang diperoleh melalui library research dan field research. Cakupan pembahasannya berkisar mengenai peran internet banking dalam menunjang transaksi di perbankan syariah, menjelaskan bagaimana operasional transaksi yang dilakukan melalui internet, serta sedikit dibahas tentang kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan internet sebagai media transaksi. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa internet banking sangat penting sekali perannya dalam menunjang transaksi perbankan. Banyak sekali manfaat yang didapatkan dengan adanya internet banking namun begitu ada satu hambatan yang mesti dihadapi pengguna internet banking yakni cyber crime (tindakan kriminal dalam dunia maya). Sedangkan dalam penulisan skripsi ini dengan menggunakan metode penelitian kualitatif library research dan field research, penulis membahas sebaliknya, yakni peran perbankan syariah dalam membangun less cash society, atau kita biasa menyebutnya dengan “masyarakat dengan sedikit uang tunai”, sehingga transaksi-transaksi yang dilakukan
10
masyarakat tidak lagi bergantung pada uang tunai melainkan melaui internet banking, mobile banking, debt card, credit card dan lain sebagainya mengikuti dari perkembangan dunia teknologi dari masa ke masa. 3. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, 2006, “Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai.” Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metodologi purposive sampling/quota sampling melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden survei yaitu masyarakat umum dan pengusaha untuk mendapatkan data primer. Sedangkan untuk data sekunder (mencakup data-data potensi ekonomi dan keuangan nasional dan daerah) yang diperoleh dari Bank Indonesia serta berbagai dinas/instansi teknis, perbankan nasional, Badan Pusat Statistik, Pemda, dan lembaga lain dalam rangka identifikasi potensi dari sisi kegiatan ekonomi. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah: satu, potensi pengembangan sistem pembayaran non tunai ternyata cukup besar, khususnya di perkotaan dengan ciri-ciri ekonomi dan perbankan yang cukup maju; dua, besarnya potensi pengembangan tidak hanya berkaitan erat dengan faktor ekonomi dan keuangan semata, tetapi juga faktorfaktor lain seperti demografi dan sosial budaya. Berbeda dengan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan data library research dan field research, penulis mencoba membahas tentang bagaimana
11
peran Bank Umum Syariah dalam mewujudkan less cash society dilihat dari jumlah nilai dan volume transaksi elektronik pada sistem BI-RTGS. E. Metode Penelitian Berdasarkan kepada tinjauan kepustakaan serta penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti lain maka dapat digambarkan kerangka pemikiran penelitian ini seperti gambar di bawah ini:
Kondisi Bank Umum Syariah Produk jasa yang dihasilkan Nominal dan volume transaksi jasa
BUS
Lain-lain Peran
Nasabah Non Nasabah
LCS
Kendala yang menghambat peran BUS
Prospek
Rekomendasi Kebijakan
DSN Bank Umum Syariah
Internal: Biaya Investasi, SDM, Jaringan dan Sistem Teknologi Informasi. Eksternal: Keluhan Nasabah terhadap Fasilitas/Layanan Instrumen Non Tunai.
12
1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai varabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkannya dengan variabel lain.8 Pendapat lainnya mengatakan bahwa “metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu.”9 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana pendekatan ini digunakan untuk menjelaskan karaterisik variabel yang diamati dengan menggunakan nialai frekuensi, nilai rata-rata, dan persentase nilai antar variabel, serta memberikan interpretasi terhadap hasil tersebut. 3. Metode Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang terdiri dari:
Data kualitatif, adalah data primer yang diambil dari wawancara dengan praktisi/banker dan nasabah Bank Umum Syariah, sedangkan untuk data sekunder dikumpulkan dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku,
8
Ety Rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2007), h.17. 9 Husain Umar, Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h.22.
13
jurnal, artikel, hasil seminar, serta sumber-sumber data lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.
Data kuantitatif, adalah data sekunder yang diperoleh dari website resmi Bank Umum Syariah dan Bank Indonesia yang isinya berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.
4. Variabel Penelitian Variabel penelitian dikembangkan berdasarkan studi literatur dan dari penelitian sebelumnya. Berikut merupakan penjelasan dan pengukuran variabel penelitian.
Peran Bank Umum Syariah. Peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemain, bagian yang dimainkan seorang pemain, atau bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.10 Dan dalam variabel ini peran didefinisikan sebagai kinerja Bank Umum Syariah dalam kaitannya sebagai lembaga keuangan perbankan yang menyediakan fasilitas pelayanan jasa transaksi non tunai kepada para nasabahnya. Indikator yang digunakan dalam pengukuran variabel ini meliputi: jumlah nilai transaksi BUS (Bank Umum Syariah) pada BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement), kelengkapan produk jasa berbasis less cash society pada Bank Umum Syariah,
10
h.667.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),
14
dan perbandingan jumlah jaringan Bank Umum Syariah terhadap jaringan Bank Umum Konvensional.
Kendala Bank Umum Syariah dan Keluhan Nasabah, variabel ini didefinisikan sebagai hambatan-hambatan internal yang dihadapi Bank Umum Syariah dalam mengembangkan jasa layanan instrumen pembayaran non tunai dan keluhan nasabah akan ketersediaan dan pelayanan instrumen pembayaran non tunai Bank Umum Syariah yang sudah tersedia.
Prospek Pengembangan, variabel ini didefinisikan sebagai potensi yang mungkin bisa diraih Bank Umum Syariah dalam mencapai target pasar pengguna jasa layanan instrumen pembayaran non tunai.
5. Metode Analisis Dalam penelitian ini setelah data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan analisa dengan hanya menggunakan metode Analisis Statistik Deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diamati mengunakan frekuensi, rata-rata, serta nilai maksimum dan minimum. 6. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”, yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
15
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dan memperjelas penyusunan skripsi ini, maka secara sistematis penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab dengan sub-sub sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
Less cash society, yang berisi tentang latar belakang less cash society, perkembangan less cash society, inovasi teknologi e-banking, dan fatwa DSN MUI dan kebijakan BI berkaitan dengan less cash society.
BAB III
Gambaran singkat Bank Umum Syariah, yang berisi tentang sejarah singkat, produk dan layanan berbasis less cash society dari masing-masing Bank Umum Syariah.
BAB IV
Pembahasan, yang berisi tentang peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society, kendala yang dihadapi Bank Umum Syariah dalam meningkatkan produk jasa berbasis less cash society pada masa yang akan datang, dan prospek Bank Umum Syariah kedepan dalam rangka membangun less cash society.
BAB V
Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II LESS CASH SOCIETY A. Jenis-jenis Instrumen Pembayaran Non Tunai/Berbasis Less Cash Society Secara umum, instrumen pembayaran non tunai dapat dibagi kedalam tiga kategori berdasarkan fisik alat yang digunakan, yaitu: (1) instrumen-instrumen berbasis warkat/kertas atau paper based instruments, (2) instrumen-instrumen berbasis kartu atau card based instruments, (3) instrumen-instrumen berbasis elektronik atau electronic based instruments. Ketiga kategori tersebut berikut jenisjenis instrumennya dijelaskan pada sub bab berikut ini.1 1. Instrumen pembayaran non tunai berbasis warkat Instrumen-intrumen berbasis warkat ini, umumnya sudah lama dipergunakan dalam praktek perbankan. Beberapa instrumen yang masuk dalam kategori ini adalah cek, bilyet giro, nota debet dan nota kredit.2
Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya. 1 2
Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.7. Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.8.
16
17
Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut.
Nota Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk bank atau nasabah yang menerima warkat tersebut.
Wesel Bank untuk Transfer, wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.
Surat Bukti Penerimaan Transfer adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagih kepada bank penerima dana transfer melalui kliring lokal.
2. Intrumen pembayaran non tunai berbasis kartu dan berbasis elektronik Beberapa jenis kartu pembayaran, baik yang bersifat kredit seperti kartu kredit dan private label cards (misalnya: kartu pasar swalayan) maupun yang bersifat debit, seperti debit cards dan ATM (automated teller machine) telah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Di samping itu, ada juga kartu yang biasa disebut smart card atau chip card, sejenis kartu yang dananya telah tersimpan dalam chip elektronik. Jenis kartu ini contohnya adalah kartu telepon prabayar.3
Kartu Kredit, merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran. Namun demikian, penggunaan alat ini terbatas pada 3
Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.8-9.
18
tempat-tempat yang telah mengikat perjanjian dengan bank atau lembaga pembiayaan penerbit kartu tersebut, seperti: supermarket, hotel, restoran, dan toko-toko tertentu. Dengan demikian, paling tidak ada tiga pihak yang terkait dengan setiap transaksi melalui instrumen kartu kredit ini, yaitu: bank atau lembaga pembiayaan yang menerbitkan kartu tersebut, merchant atau pedagang dimana pembelian produk atau jasa dilakukan, dan pemegang kartu atau pihak yang membeli.
Kartu ATM, merupakan instrumen pembayaran berbasis kartu yang transaksinya dilakukan melalui mesin ATM. Beberapa transaksi non tunai yang biasa digunakan melalui kartu ini adalah pembayaran rekening listrik, telepon, air bersih, pembelian pulsa, dan melakukan transfer dana.
Kartu Debet, merupakan instrumen pembayaran berbasis kartu yang pembayarannya dilakukan dengan pendebetan langsung ke rekening nasabah di bank penerbit kartu tersebut. Pada beberapa bank penerbit, terdapat kombinasi antara fungsi kartu debet sekaligus fungsi kartu sebagai kartu ATM untuk lebih memudahkan nasabah bank tersebut.
Electronic banking, merupakan instrumen transaksi non tunai melalui perangkat elektronik seperti komputer ataupun telepon. Instrumen semacam ini biasa juga disebut sebagai internet banking dan/atau phone banking. Untuk menggunakan fasilitas ini bank menyediakan password, ataupun ID bagi pelanggannya. Penggunaan instrumen biasanya untuk melakukan transaksi pembayaran ataupun transfer.
19
3. Sistem pembayaran antar bank di Indonesia (BI-RTGS) Selama ini fokus perhatian Bank Indonesia terdapat pada sistem pembayaran antar bank yaitu: sistem antar bank untuk transaksi ritel dan sistem antar bank untuk pembayaran bernilai besar. Sebagian besar pembayaran ritel dilaksanakan oleh bank umum dengan menggunakan berbagai instrumen seperti: cek, bilyet giro, nota kredit, dan bank draft. Sementara itu, pembayaran yang bernilai besar dan atau mendesak dapat diselesaikan dengan sistem BI-RTGS yang telah beroperasi sejak tahun 2000. Penyelesaian transaksi dengan menggunakan cek dan warkat non tunai lainnya dapat dilakukan melalui lembaga kliring yang penyelenggaranya Bank Indonesia atau oleh bank umum yang memperoleh izin penyelenggaraan kliring dari Bank Indonesia. Karena transaksi kliring bersifat multilateral, maka metode penyelesaiannya dilakukan secara net. Dilihat dari waktu penyelesaian akhir transaksi, maka sistem kliring dilakukan pada akhir hari terjadinya transaksi. Sistem kliring ini dapat dibagi menjadi: (a) sistem kliring manual, (b) sistem kliring otomasi, (c) sistem kliring semiotomasi, dan (d) sistem kliring elektronik. Sementara itu, sistem BI-RTGS adalah proses setelmen pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time, ketika rekening bank peserta dapat
20
didebet atau dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Tujuan dikembangkannya sistem ini adalah:4
menyediakan sarana transfer dana antar bank yang lebih cepat, efisien, andal, dan aman kepada bank dan nasabahnya;
kepastian setelmen dapat diperoleh dengan segera;
menyediakan infromasi rekening bank secara real time dan menyeluruh;
meningkatkan
disiplin
dan
profesionalisme
bank
dalam
mengelola
likuiditasnya;
mengurangi risiko-risiko setlement.
B. Latar Belakang Less Cash Society Pada era globalisasi saat ini sistem pembayaran yang mengandalkan uang fisik mulai bergeser sejak tersedianya pelayanan transfer melalui bank, kehadiran kartu kredit, kartu debit, dan ATM. Bahkan kini, dengan kemajuan teknologi yang kian pesat, transaksi keuangan (bisnis) bisa dilakukan secara mobile. Fenomena ini mengisyaratkan semakin dekatnya kita menuju less cash society atau masyarakat yang melakukan transasksi keuangan secara nontunai.5 “Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, kita tetap harus menghadapi globalisasi”. Itulah sepenggal pernyataan yang sering kita dengar terkait dengan isu globalisasi. Pernyataan tersebut menggugah kita bersama bahwa globalisasi sudah menjadi keniscayaan saat ini. Keniscayaan yang didorong dan 4 5
Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.10. Astri Kharina, “Menjelajahi Mobile Commerce”, Premium Connection, Edisi 13 2008: h.29.
21
difasilitasi oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat cepat. Salah satu bentuk keniscayaan adalah terbentuknya masyarakat digital, yang di industri perbankan dikenal dengan istilah less cash society. Terbentuknya masyarakat digital tersebut di didorong oleh perkembangan dan penerapan TIK yang sangat intensif di bidang perbankan yang selanjutnya disebut Electronic Banking atau disingkat E-Banking.6 Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono mengatakan: “Membaiknya kondisi perekonomian nasional dan berkembangnya usaha, pada masyarakat bawah membutuhkan alat pembayaran yang fleksibel. Sedangkan uang kartal saat ini dianggap sudah tidak memadai akibat mahalnya biaya produksi. Selain itu ada hambatan untuk pengembalian uang ke BI bila rusak. Untuk itu, penggunaan uang giral mutlak diperlukan sebagaimana telah digunakan oleh jasa pengelola keuangan global di seluruh dunia. Oleh karena itu, perbankan nasional harus mulai berfikir dan mengembangkan penggunaan uang giral. Pada saat bersamaan, Bank Indonesia (BI) sudah membentuk tim khusus yaitu tim kerja e-money atau uang elektronik”. 7
Banyak manfaat yang bisa dipetik dari transaksi nontunai, kendati masih banyak pula pekerjaan rumah yang perlu dibenahi. Perbankan merupakan sektor yang paling banyak mengeruk keuntungan, terutama bank-bank besar. Tapi, mereka juga mengeluarkan banyak investasi untuk menyediakan fasilitas pembayaran. Sedangkan di bank-bank kelas menengah, biasanya mereka hanya menjadi pengikut dari bank-bank besar, apalagi dalam teknologi perbankan. Itulah sebabnya, berbagi pakai (sharing) penggunaan tenologi informasi (TI) diperlukan bank-bank ini. Begitu pula untuk pembayaran nontunai, berbagi pakai sangat dimungkinkan.
6
Budi Hermana, “E-Bankink dan Less Cash Society”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http://ekonomyslam.blogspot.com/2010/01/e-banking-and-less-cash-society.html 7 Biskom, “Apconex 2008: Dunia Beralih ke Uang Elektronik, Artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http://www.apconex.net/2008/coverage.php
22
Menurut Ricardus Eko Indrajit, Ketua Organizing Committee Apconex 2008, ada beberapa alasan mengapa less cash society perlu untuk diterapkan:8 1. Berkaitan dengan daya saing. Soalnya, dengan less cash society, proses yang terkait dengan sistem keuangan bisa jauh lebih cepat. Artinya, dengan tidak membawa uang tunai, keamanan menjadi lebih bagus dan prosesnya dari satu negara ke negara lain lebih cepat. 2. Mencetak uang kartal memerlukan biaya sangat mahal. Padahal, jumlah transaksi micro-payment sangat banyak. 3. Bank tidak hanya sebagai agen untuk menyimpan uang, tapi juga sarana bertransaksi. Volume transaksi perbankan ini tinggi dan jumlahnya juga besar. 4. Tren global sekarang cenderung mengarah ke less cash society. Misalnya, World Trade Organization (WTO) mengharuskan para anggotanya menuju ke e-commerce. 5. Konvergensi bank dan lembaga keuangan dengan industri lain. Jadi, kalau kita lihat, yang mengalir saat ini bukan uang dalam bentuk fisik lagi, tapi informasi mengenai uang itu sendiri. Bagi bank, selain memberikan pelayanan yang baik dan efisien kepada nasabah, shifting transaksi dari tunai ke nontunai dapat memberikan dampak positif,
8
Biskom, “Apconex 2008: Dari Cash ke Non Cash”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http://www.apconex.net/2008/coverage.php ?news=2
23
misalnya penurunan cash handling cost dan penurunan biaya operasional lain, seperti biaya sumber daya manusia (SDM) serta biaya pendidikan dan operasoinal cabang. Pada era kompetisi ini, bank menjadi tidak punya pilihan kecuali ikut menyediakan layanan yang disediakan kompetitornya. Lihat saja misalnya, bank-bank berlombalomba menyediakan fasilitas automatic teller machine (ATM) yang multi-payment, internet banking, mobile banking, dan phone banking. Dengan beragam fasilitas, biaya penyediaan transaksi nontunai juga akan makin menurun. Tren menuju less cash society yang dilakukan perbankan saat ini sudah menjadi kecenderungan umum. Kondisi ini didukung jaringan infrastruktur, sistem, dan alat pembayaran elektronis yang merambah bank-bank besar. Bank-bank besar ini pun sudah menggarap transaksi micro-payment. Bank-bank tersebut juga menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan switching untuk mengembangkan jaringan merchant dan nasabah pengguna agar dapat mencapai skala ekonomi yang memadai. Namun, banyak perusahaan telekomunikasi dan switching memerlukan standardisasi alat pembayaran. Ketiadaan standar bisa menyebabkan alat pembayaran yang digunakan menjadi tidak efisien. Misalnya, standar dalam penggunaan kartu chip. Micro-payment yang mengandalkan chip menawarkan berbagai kemudahan dan kelebihan dibandingkan dengan sistem pembayaran lain. Transaksi dapat dilakukan secara cepat, efisien, dan aman, yaitu dengan memasukan kartu pada
24
reader (contact) atau hanya didekatkan pada reader (contactless). Pengisian kembali nilai kartu relatif mudah dilakukan di outlet, ATM, bank penerbit, dan merchant. Menurut Dyah Nastiti, Direktur Akuntansi dan Sistem Pembayaran BI, ada beberapa faktor yang meyakinkan bahwa less cash society sudah siap diberlakukan:9 1. Masyarakat sebenarnya sudah menggunakan alat pembayaran nontunai asalkan infrastrukturnya tersedia. Hasil survei di berbagai daerah pada 2006 menunjukkan bahwa 71% nasabah bank telah mengunakan instrumen pembayaran nontunai. Khusus e-money, survei menunjukkan bahwa 64,5% masyarakat sudah menginginkannya untuk micro-payment dan 73% pengusaha juga bersedia menerima pembayaran dengan e-money. 2. Kalangan perbankan telah menyediakan berbagai channel pembayaran nontunai demi kemudahan nasabah. 3. Makin banyak institusi nonbank tertarik mengembangkan e-money dalam rangka
menyediakan
instrumen
micro-payment.
Misalnya,
industri
telekomunikasi, transportasi, dan ritel. C. Perkembangan Less Cash Society Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang dan beberapa negara Eropa, konsep digital society sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dan dunia usaha. Masa depan suatu negara maju bergantung kepada
9
Biskom, “Apconex 2008: Dari Cash ke Non Cash”.
25
bagaimana Teknologi Informasi didesain dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan budaya. Sejauh ini belum terdapat indikator pengukur perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia. Pengukuran indikator perkembangan pembayaran non tunai pada berbagai studi umumnya menggunakan data perkembangan volume transaksi melalui sistem kliring BI-RTGS, atau alat pembayaran menggunakan kartu seperti ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Selain itu, beberapa indikator rasio seperti rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1 juga dapat digunakan sebagai indikator perkembangan pembayaran non tunai.10 Industri perbankan akan menjadi motor perkembangan konsep digital society di Tanah Air. Melalui The Asia Pasific Conference & Exhibition (APCONEX) 2008, kalangan dan praktisi perbankan telah mendiskusikan sebuah konsep menuju pengembangan less cash society. Saat ini pemerintah bersama-sama Bank Indonesia , pihak perbankan dan swasta menjadi ujung tombak untuk mengkampanyekan kegiatan less cash society. Adapun yang menjadi tantangan implementasi less cash society ke depan adalah masih tingginya budaya cash society di Indonesia.11 Akan tetapi, Bank Indonesia sendiri melihat Indonesia sudah siap untuk menerapkan less cash society. Beberapa indikator di masyarakat dan perbankan
10
Bambang Pramono, dkk, “Working Paper: Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter”, (Jakarta: Bank Indonesia), 2006, h.18. 11 “Lintasarta Siap Hadapi Era Less Cash Society”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011 dari http://swa.co.id/2008/05/lintasarta-siap-hadapi-era-less-cash-society/
26
menunjukkan hal itu. Indikator pertama, masyarakat sudah siap untuk menggunakan transaksi non tunai. Dari hasil survei Bank Indonesia 71% nasabah perbankan sudah menggunakan instrumen non tunai, bahkan 64,5% nya sudah punya preferensi akan menggunakan sistem e-money . Kedua, bahwa kalangan perbankan di Indonesia sudah banyak menggunakan fasilitas e-banking, ATM dan mobile banking. Sebanyak 51% perbankan itu berniat mengembangkan e-money. Indikator yang ketiga, banyaknya institusi non perbankan yang akan mengembangkan e-money seperti PT Telkom, PT Telkomsel, dan PT Indosat. Less cash meminimalisasi proses pembayaran, mempercepat, meningkatkan efisiensi dan yang terakhir adalah perlindungan kepada konsumen, ini yang penting. Bapak Presiden Republik Indonesia dalam pidatonya menyambut Seminar Internasional Towards a Less Cash Society in Indonesia di Jakarta Convention Centre pada tanggal 7 – 9 Mei 2008 oleh The Asia Pasific Conference & Exhibition (APCONEX), mengatakan “Untuk less cash society bukan peralihan sistem tapi adalah perubahan budaya masyarakat." 12 Perkembangan transaksi pembayaran menuju less cash society merupakan tren yang tidak bisa dihindari. Sistem pembayaran konvensional yang mengandalkan fisik uang sebagai instrumen pembayaran telah bergeser. Teknologi penggunaan instrumen pembayaran non tunai telah berkembang pesat, disertai dengan berbagai inovasi yang mengarah pada penggunaan alat pembayaran yang makin efisien, aman, nyaman dan cepat. Inovasi itu tidak saja pada berkembangnya penggunaan intrumen
12
Detik finance. “ Indonesia siap menerapkan less cash society”. Artikel diakses pada 22 September 2010 dari http://www.detikfinance.com/kanal/4/ekonomi
27
pembayaran berbasis kertas (paper based), seperti: cek, bilyet giro dan nota debet; penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card based), seperti: kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM; dan pembayaran secara elektronik (electronic based), seperti: e-money, internet banking dan mobile banking;13 tetapi juga sudah disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya. Terkait dengan perkembangan itu, potensi pengembangan instrumen sistem pembayaran non tunai di Indonesia masih sangat besar. Adanya peningkatan penggunaan card based payment instruments yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, adanya kemudahan dalam penggunaan dan pengembangan teknologi, kecenderungan dan tuntutan masyarakat untuk bertransaksi dengan menggunakan instrumen yang lebih efisien dan aman, serta beberapa keunggulan instrumen non tunai dibandingkan dengan penggunaan uang tunai, telah mendorong Bank Indonesia untuk lebih mengupayakan terciptanya masyarakat yang berkecenderungan nontunai.14 Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah e-money di Indonesia telah tumbuh 122,85% dari 3,02 juta diakhir 2009 menjadi 6,73 juta di Oktober 2010. Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk menggunakan alat pembayaran non tunai untuk berbagai keperluan pembayaran, antara lain kartu kredit, kartu debet, kartu ATM dan kartu prabayar. Penggunaan kartu prabayar diyakini akan menjadi tren mekanisme pembayaran di masa
13
Setijoso, “Seminar Internasional Towards a Less Cash Society in Indonesia”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.34. 14 Rizal A. Djaafara, “Mendorong Terbentuknya Less Cash Society”, Artikel diakses pada tanggal 02 Februari 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/Ruang+Media/Siaran+Pers/sp_82606.htm
28
mendatang, misalnya untuk membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol, pembelian barang dan berbagai jasa-jasa lainnya. Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran ini diproses oleh berbagai penyelenggara sistem pembayaran seperti bank dan nonbank. Institusi inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses pengiriman dana, kliring hingga settlement. Pemakaian kartu prabayar dalam mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai sampai ke bentuk-bentuk non-tunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas (paper based) seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke elektronik seperti kartu prabayar hingga ke wujud digital (digital cash). Jumlah kartu plastik (Kartu Kredit, ATM, Debit, dan pra bayar) di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang dilaporkan oleh Bank Indonesia sampai bulan Juli 2007 tercatat 54 bank yang menerbitkan kartu ATM dan 21 penerbit kartu kredit yang terdiri atas perbankan, lembaga selain bank dan unit usaha syariah bank. Jumlah bank yang menerbitkan kartu ATM sekaligus kartu debit tercatat sebanyak 37 bank. Sedangkan kartu prabayar baru diterbitkan hanya oleh dua nama penerbit yaitu Telekomunikasi Indonesia dan Telekomunikasi Selullar. Peredaran dan penggunaan kartu tersebut juga melibatkan empat prinsipal kartu kredit dan tiga perusahaan pengelola switching. Infrastuktur Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) pun semakin meningkat, yang meliputi terminal ATM, Merchant, EDC, dan Imprinter. Sejalan dengan perkembangan teknologi, instrumen pembayaran khususnya yang menggunakan kartu (APMK) juga tumbuh dengan
29
pesat. Tidak saja dari volume dan nilai yang ditransaksikan namun juga dari fitur, jenis, fungsi serta berbagai fasilitas yang diberikan kepada pemegang kartu. Menurut Bank Indonesia (2007), jenis APMK yang ada saat ini meliputi Kartu Kredit, Kartu ATM dan Kartu ATM yang berfungsi sekaligus sebagai Kartu Debit (ATM+Debit). Volume transaksi jenis APMK tersebut pada triwulan II-2007 tercatat 298,65 juta atau meningkat 8,04% dibanding triwulan sebelumnya. Sedangkan dari sisi nilai mencapai Rp419,86 triliun, meningkat 19,68% dari triwulan sebelumnya. Peningkatan transaksi tersebut didominasi oleh jenis transaksi transfer dana pada kartu ATM dan ATM+Debit. 15 Pada triwulan ini mucul pula jenis instrumen pembayaran baru yakni kartu prabayar. Kartu ini digunakan untuk jenis pembayaran yang bersifat kecil (micropayment), karena batasan nominal yang ada pada kartu tersebut adalah satu juta rupiah dan dapat diisi kembali setelah digunakan. Mengingat jenis kartu ini masih relatif baru, aktivitas transaksi yang tercatat masih sangat kecil, dimana volume transaksi tercatat 16,73 ribu dengan nilai transaksi Rp210,41 juta menurut data Bank Indonesia tahun 2007. Angka-angka di atas menunjukkan bahwa peranan e-banking dalam meningkatkan layanan transaksi semakin meningkat. Peningkatan jumlah kartu plastik berserta jumlah dan nilai transaksinya merupakan salah satu indikator mulai tumbuhnya less-cash society atau masyarakat digital di Indonesia. Indikator tersebut 15
Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia di Bidang Moneter, Perbankan, dan Sistem Pembayaran, Triwulan II”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2007), h.28.
30
merupakan hasil dari transaksi individual nasabah bank yang berada di sisi front end. Belum lagi dengan transaksi antar lembaga sendiri yang dari kaca mata masyarakat khususnya nasabah bank, merupakan layanan E-Banking yang berada di sisi back end. Sejak tahun 2000, Bank Indonesia memperkenalkan kepada stakeholder yakni perbankan nasional, apa yang disebut real time gross settlement (RTGS). BIRTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time. Melalui mekanisme BI-RTGS ini rekening peserta dapat didebit dan dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.16 Ada beberapa sasaran yang ingin dicapai melalui aplikasi sistem BI-RTGS, antara lain dengan BI-RTGS transfer dana antar peserta lebih cepat, efisien, andal dan aman. Selain itu setidaknya ada kepastian settlement dengan lebih segera. Sistem BI RTGS ini akan memperlihatkan informasi rekening peserta secara real time dan menyeluruh. Bagi peserta RTGS juga dituntut untuk disiplin dan profesional dalam mengelola likuiditas mereka. Dan diharapkan melalui sistem RTGS ini akan mengurangi berbagai risiko settlement. Saat ini aplikasi sistem BI-RTGS sudah berjalan di semua Kantor Bank Indonesia (KBI) di seluruh Indonesia. Sudah ada 148 peserta BI-RTGS yang terdiri atas 125 bank konvensional, 21 bank syariah/UUS dan dua peserta non-bank. Indonesia adalah negara kedelapan di Asia yang mengaplikasikan RTGS. Sedangkan 16
Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”.
31
di dunia baru ada 30 negara yang mengaplikasikannya. Jumlah dan nilai transaksi RTGS menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Nilai transaksi pemindahan dana yang bersifat “back end” dari sisi pespektif nasabah tersebut menunjukkan bahwa lalu lintas uang di Indonesia sudah bersifat paperless dengan nilai transaksi yang secara drastis meningkat tajam. Sebagai contoh, nilai BI-RTGS meningkat lebih dari 1000 triliun rupiah dalam 12 bulan terakhir atau meningkat lebih dari 60 persen. Sedangkan transaksi kliring meningkat lebih dari dua kali lipat pada periode yang sama. Transaksi digital dengan nilai yang sangat besar tersebut tentunya memerlukan teknologi tinggi yang handal dan teruji.17 Sementara itu di bank Syariah, semua transaksi harus dijelaskan asal sumber dananya, yang bertarti nasabah harus bisa menyakinkan dan ada pernyataan bahwa uang itu bersumber dari transaksi yang halal. Dalam hal ini, bank syariah berperan dalam menegakkan ekonomi umat yang amanah. Tentu dengan didukung perangkat teknonogi yang update. Sejauh ini disinyalir, nasabah enggan hijrah ke bank syariah lantaran sistem teknologi informasi yang tertinggal, mesin ATM yang minim serta jumlah dan transaksi yang terbatas. Berkaitan dengan persepsi masyarakat mengenai hal itu, sejumlah praktisi perbankan syariah menanggapinya dengan beraneka ragam. Berikut dibawah ini adalah kutipan wawancaranya dengan Majalah Sharing: Abi S Panambang, Product Director Sigma Cipta Caraka, anak perusahaan Telkom yang menyediakan solusi IT untuk perbankan termasuk perbankan syariah, mengatakan: 17
Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”.
32
“Siapa bilang sistem informasi perbankan syariah tertinggal? banyak bank syariah yang dari sisi teknologi sudah unggul. Bank Permata itu, harus diakui bahwa fasilits yang ditawarkan itu sudah mencukupi kebutuhan konsumen. Membayar telepon, listrik, kartu kredit, menggunakan kartu ATM, SMS, telepon dan internet banking pun bisa. Bank Syariah Mandiri pun mengarah kesana. Sementara Bank Muamalat Indonesia, lewat kartu Shar-e juga menyediakan layanan meski harus menautkan diri dengan bank dan penyedia jasa lainnya.”18
Ramzi A Zuhdi, Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPBS BI), mengatakan: “Teknologi informasi mengurangi potensi terjadinya suap dan korupsi, karena transaksi di perbankan terlacak di BI. Kita bisa mengarah menjadi negara yang bersih. Hanya saja, karena luas wilayah Indonesia dan perbedaan latar belakang sosial nasabah, tetap saja peluang untuk bertransaksi tunai masih besar. Orang belanja di pasar tradisional, beli kue, dan minum teh di pinggir jalan biasanya belinya tunai. Bahwa saat ini bank syariah terkesan tertinggal dalam hal teknologi informasi hanya karena kurang sosialisasi. Harusnya sudah bisa meng-grab nasabah.”19
Adiwarman Azwar Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting (KBC), mengatakan: “Wajar jika terkesan bank syariah kurang atau tertinggal dalam pengembangan teknologi informasi, biaya investasinya mahal. Namun, dengan bekerjasama dengan vendor lain dan sesama bank, masalah itu bisa diatasi. Bagi bank syariah biayanya akan cukup tinggi, padahal saat ini fokus pengembangan bisnis perbankan syariah adalah memperluas jaringan hingga ke pelosok daerah. Untuk melakukan strategi ini, berbagai bank syariah merogoh dan menghabiskan dana tidak sedikit. Sehingga hal itu membuat alokasi dana untuk pengembangan TI terkait realisasi less cash society menjadi cukup terbatas. Mesaki demikian, perbankan sayriah secara umum memang tengah menuju less cash society. Hal itu ditunjukkan dengan pengembangan kartu debit oleh berbagai bank syariah. Kartu debit ini memungkinkan masyarakat melakukan transaksi pembayaran di berbagai toko atau tempat tanpa harus repot membawa uang tunai.”20
Bagi masyarakat Indonesia sendiri, intensitas penggunaan layanan transaksi berbasis kartu memang cenderung semakin meningkat. Fenomena tersebut
18
“Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Majalah Sharing Edisi 22 tahun III – Oktober
2008, h.18. 19 20
“Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Sharing, h.18. “Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Sharing, h.19.
33
mengindikasikan bahwa masyarakat digital, khususnya less cash society di Indonesia mulai terbentuk. Memang masyarakat digital tersebut masih tergolong minoritas. Sebagai ilustrasi, jika jumlah kartu plastik sebanyak 41.172.551 dibagi jumlah penduduk Indonesia yang tercatat sebanyak 225 juta pada tahun 2006, maka kartu plastik per kapitanya adalah 0.18. Angka tersebut bisa diartikan bahwa hanya 18 dari 100 orang Indonesia yang mempunyai kartu plastik. Jumlah masyarakat digital tersebut relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Sebagai contoh, di Amerika Serikat persentase keluarga yang menggunakan berbagai jenis kartu plastik tersebut untuk tahun 2003 saja sudah mencapai 65% untuk kartu ATM, 54% untuk Debit Card, 73% untuk Prepaid Card, dan 6% untuk Smart Card21 D. Inovasi Teknologi E Banking Sistem pembayaran yang merupakan salah satu pilar penopang stabilitas sistem keuangan telah berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan teknologi.
Di
sisi
lain,
perkembangan
teknologi
juga
telah
mendorong
berkembangnya alat pembayaran dari yang semula cash based menjadi non cash based. Selanjutnya, non cash based instrument ini telah menjadi sedemikian canggih sehingga tidak lagi berbasis kertas (paper based) melainkan telah berevolusi ke
21
Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”.
34
bentuk paperless. Sudah barang tentu alat pembayaran yang paperless membutuhkan infrastruktur teknologi tinggi. 22 Peran teknologi dalam dunia perbankan sangatlah mutlak, dimana kemajuan suatu sistem perbankan sudah barang tentu ditopang oleh peran teknologi informasi. Semakin berkembang dan kompleksnya fasilitas yang diterapkan perbankan untuk memudahkan pelayanan, itu berarti semakin beragam dan kompleks adopsi teknologi yang dimiliki oleh suatu bank. Tidak dapat dipungkiri, dalam setiap bidang termasuk perbankan penerapan teknologi bertujuan selain untuk memudahkan operasional intern perusahaan, juga bertujuan untuk semakin memudahkan pelayanan terhadap customers. Apalagi untuk saat ini, khususnya dalam dunia perbankan hampir semua produk yang ditawarkan kepada customers serupa, sehingga persaingan yang terjadi dalam dunia perbankan adalah bagaimana memberikan produk yang serba mudah dan serba cepat. Pengembangan lokasi layanan perbankan saat ini nyaris sudah tidak mungkin, penambahan produk baru juga tidak akan beranjak jauh dari inovasi sekitar mobile banking dan ekstensifikasi layanan private banking, yang semula diarahkan ke nasabah-nasabah kelas kakap saja. Layanan financial planning yang semula sangat terbatas, kini semakin marak dan dimungkinkan dengan terbukanya peluang untuk memadukan produk-produk asuransi, pasar modal dan dana pensiun ke dalam layanan perbankan. Teknologi yang diperlukan sifatnya menjadi sangat individual 22
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dan Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia, “Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2008), h.2.
35
dan tergantung pada profil dan kebutuhan masing-masing nasabah. Yang penting adalah bahwa perkembangan saat ini menunjukkan bahwa layanan jasa keuangan sedang bergerak ke arah konvergensi di antara ketiga jenis produk tersebut. Untuk itu maka perlu adanya penambahan di bidang perbankan untuk memajukan di sekitar mobile banking dan ekstenfikasi layanan private banking khususnya di Indonesia. Saat ini, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologi diantaranya meliputi Automated Teller Machine, Banking Application System, Real Time Gross Settlement System, Sistem Kliring Elektronik, dan Internet Banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking. Electronic banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat back end, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check conversion. Sebagian besar layanan e-banking terkait langsung dengan rekening bank. Jenis e-banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip dalam smartcard). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas transaksi, berbagai jenis e-
36
banking semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya cenderung terintegrasi atau mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki magnetic strip yang memungkinkan transaksi terkait dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang kedua jenis kartu tersebut disebut debit card oleh merchant atau vendor. Adapun jenis-jenis teknologi e-banking yang sudah dikembangkan sebagai penunjang less cash society adalah sebagai berikut:23 1. Automated Teller Machine (ATM), adalah terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana. 2. Computer Banking, adalah layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain. 3. Debit (or check) Card, adalah kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya. 4. Direct Deposit, adalah salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah. 23
Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”.
37
5. Direct Payment (electronic bill payment), adalah salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment. 6. Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP), adalah bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut. 7. Electronic Check Conversion, adalah proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dan lain-lain) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut. 8. Electronic Fund Transfer (EFT), adalah perpindahan uang atau pinjaman dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik. 9. Payroll Card, adalah salah satu tipe stored-value card yang diterbitkan oleh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi
38
kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik. 10. Preauthorized Debit (automatic bill payment), adalah bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dan lain-lain). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom). 11. Prepaid Card, adalah salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu. 12. Smart Card, adalah salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks). 13. Stored-Value Card, adalah kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima
39
(acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multipurpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank. E. Fatwa DSN MUI dan Kebijakan BI berkaitan dengan Less Cash Society 1. Fatwa DSN MUI berkaitan dengan less cash society Dalam mengantisipasi kekosongan hukum materiil di bidang ekonomi dan keuangan Islam/syariah, khususnya lembaga keuangan syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1999 telah membentuk Dewan Syariah Nasional (DSN) yang diantara tugas pokok dan wewenangnya adalah: “mengeluarkan fatwa atas jenisjenis kegiatan keuangan dan produk keuangan syariah, serta sekaligus mengawasi penerapan fatwa yang dikeluarkannya”.24 Sejak mulai aktif bertugas hingga sekarang, Dewan Syariah Nasional menghasilkan 60-an fatwa tentang ekonomi dan keuangan syariah. Produk-produk yang ada di bank syariah diklasifikasikan berdasarkan empat macam kategori perjanjian yang dikenal dalam Islam. Dalam perbankan syariah,
24
Untuk mengetahui lebih jauh tentang tugas dan wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN), lihat antara lain lampiran II Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia, No. Kep. 754/MUI/II/1999).
40
setiap produk yang dikeluarkan didasarkan pada prinsip titipan, jual beli, sewamenyewa, bagi hasil dan ada yang sifatnya sosial (tabarru). Keempat konsep tersebut adalah akad yang apabila dijalankan sesuai dengan syarat dan rukunnya akan menghasilkan transaksi-transaksi yang bebas dari riba, maysir dan gharar. Secara garis besar kegiatan operasional bank syariah dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:25 1. Kegiatan Penghimpunan Dana (Funding) Kegiatan penghimpunan dana oleh perbankan syariah yaitu melalui giro (wadiah dan mudlarabah), tabungan (wadiah dan mudlarabah), dan deposito mudlarabah. 2. Kegiatan Penyaluran Dana (Lending) Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat dapat ditempuh oleh bank syariah dalam bentuk murabahah, mudlarabah, musyarakah, ataupun qardh. 3. Kegiatan Layanan Jasa Bank (Fee Based Income) Kegiatan usaha bank di bidang jasa, dapat berupa penyediaan bank garansi (kafalah), Letter of Credit (L/C), hiwalah, wakalah dan jual beli valta asing (sharf). Dari ketiga jenis kegiatan operasional bank syariah tersebut, yang terkait dengan less cash society adalah kegiatan layanan jasa bank. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan fee based income pada bank. Akad yang biasanya digunakan pada layanan perbankan adalah wakalah, hiwalah, dan kafalah. Dan bank selalu
25
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h.64.
41
mengacu pada fatwa DSN sebelum mengeluarkan produk layanannya. Beberapa fatwa yang terkait dengan akad dan produk layanan pada bank syariah tersebut diantaranya adalah:26
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah. DSN membolehkan L/C Impor Syariah menggunakan perpaduan dari dua akad atau lebih dari jenis akad Wakalah bil Ujrah, Qardh, Murabahah, Salam/Istishna‟, Mudharabah, Musyarakah, dan Hawalah, dan dengan mematuhi pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetakan pada fatwa tersebut.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah. DSN membolehkan L/C Ekspor Syariah menggunakan akad Wakalah bil Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al-Bai‟, dengan mematuhi pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetakan pada fatwa tersebut.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 42/DSN-MUI/IV/2004 tentang Syariah Charge Card. Untuk transaksi pemegang kartu (hamil al-bithaqah) melalui merchant (qabil al-bithaqah/penerima kartu), akad yang digunakan adalah akad Kafalah wal Ijarah.
26
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h.372-376.
42
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Ketentuan Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah Kafalah, Qardh dan Ijarah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 57/DSN-MUI/V/2007 tentang Letter of Credit (L/C) dengan akad Kafalah bil „Ujroh.
2. Kebijakan Bank Indonesia berkaitan dengan less cash society Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk menggunakan alat pembayaran non tunai untuk berbagai keperluan pembayaran, antara lain kartu kredit, kartu debet, kartu ATM dan uang elektronik (e-money). Penggunaan uang elektronik diyakini akan menjadi trend mekanisme pembayaran di masa mendatang, misalnya untuk membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol, pembelian barang dan berbagai jasa-jasa lainnya. Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran ini diproses oleh berbagai penyelenggara sistem pembayaran seperti bank dan non bank. Institusi inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses pengiriman dana, kliring hingga settlement. Pemakaian uang elektronik dalam mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai sampai ke bentuk-bentuk nontunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas (paper based) seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke elektronik seperti alat pembayaran
43
dengan menggunakan kartu (APMK) seperti kartu ATM, Debit, dan Kredit serta uang elektronik (e-money) hingga ke wujud digital (digital cash).27 BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BIRTGS).28 Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran.
27
Bank Indonesia, “Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia”, Artikel diakses pada tanggal 17 Februari 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Pembayaran+di+Indonesia/Perkembangan/ 28 Bank Indonesia, “Tugas Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran”, Artikel diakses pada tanggal 17 Februari 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Pembayaran+di+Indonesia/Peran+Bank+Indo nesia/
44
Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.29
29
Bank Indonesia, “Tugas Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran”.
BAB III GAMBARAN SINGKAT BANK UMUM SYARIAH Direktorat Perbankan Syariah-Bank Indonesia, sebagai lembaga yang bertugas menaungi
seluruh
Bank
Syariah
di
Indonesia
membuat
Grand
Strategy
Pengembangan Pasar Perbankan Syariah yang dibaginya kedalam empat fase. Tabel 3.1.1. Phase Pengembangan Perbankan Syariah Phase 1 (2002 –2004)
Meletakkan fondasi pertumbuhan
Phase 2
Memperkuat struktur industri
(2005 –2009) Phase 3
Mememenuhi standar keuangan dan mutu pelayanan
(2010 –2012)
Internasional
Phase 4 (2013 –2015)
Menuju integrasi dengan lembaga keuangan syariah lainnya
Berdasarkan tabel phase di atas, Direktorat Perbankan Syariah kemudian membuat Sasaran Pengembangan yang harus dicapai oleh Perbankan Syariah selama melewati fase-fase tersebut, yaitu:1
Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan syariah (sharia compliance) 1
Direktorat Perbankan Syariah dan MarkPlus&Co, “Inovasi Produk Bank Syariah”,( Jakarta: Bank Indonesia, 2008), h.10.
45
46
Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah
Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien
Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan bagi masyarakat luas
Meningkatnya kualitas SDM dan tersedianya SDM secara memadai untuk mendukung pertumbuhan
Optimalnya fungsi sosial Bank Syariah melalui perannya dalam memfasilitasi keterkaitan antara voluntary sector dengan pemberdayaan ekonomi rakyat (dhua’fa, usaha mikro dan kecil) Terkait dengan Sasaran Pengembangan tersebut, Bank Syariah harus
mempunyai diferensiasi dengan Bank Konvensional, diantara diferensiasi itu adalah:2
Content
: Beragam produk dengan skema variatif
Context
: Transparan agar adil bagi kedua belah pihak
People
: Kompeten dalam keuangan dan beretika
Technology
: IT system yang update dan user friendly
Facility
: Ahli investasi, keuangan, dan syariah.
Grand Strategy dan diferensiasi tersebut dijadikan sebagai acuan bagi Bank Umum Syariah untuk mengembangkan usahanya bersaing dalam dunia perbankan nasional. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai gambaran singkat 11 Bank Umum Syariah.
2
Direktorat Perbankan Syariah, “Inovasi Produk Bank Syariah”, h.10.
47
A. Bank Muamalat Indonesia 1. Sejarah singkat Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI. Akta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akta pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp84 miliar. Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahim Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp106.126.382.000,00. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi.3 2. Produk berbasis less cash society Produk yang telah dikembangkan Bank Muamalat Indonesia saat ini yang berbasis dengan less cash society yaitu:
Shar-e Full Protek, merupakan kartu multiguna bertabungan dan memiliki manfaat asuransi syariah yang dapat digunakan untuk penarikan tunai (bebas biaya) di semua ATM di Indonesia ( ATM Muamalat, ATM Bersama, ATM BCA/PRIMA ) dan ATM yang tergabung dalam jaringan Malaysian Electronic Payment System (MEPS), antara lain Maybank, Hong Leong Bank, Southern Bank dan Affin Bank. Selain itu dapat digunakan sebagai kartu debit di semua
3
Muhammad Syafi’i Antonio, “Bank Syariah dari Teori ke Praktek”, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.25.
48
merchant Debit BCA/PRIMA dan sekaligus sangat memungkinkan sebagai kartu anggota dalam sebuah organisasi.4
Shar-e Syariah Mega Cover. Hampir sama fungsinya dengan Shar-e Full Protek.
Shar-e Fitrah Card, adalah kartu dengan berbagai macam fungsi, yaitu Kartu ATM, Kartu Debit dan transaksi perbankan lainnya, selain itu memiliki fungsi sebagai kartu diskon, juga berfungsi sebagai kartu Asuransi yang memberikan manfaat Asuransi Jiwa Berjangka, Asuransi Kecelakaan Diri, Asuransi Penyakit Kritis, Santunan Harian Rawat Inap serta produk investasi & proteksi (Unit Link).5
Shar-e Ta’awun Card, adalah kartu multi fungsi, berfungsi sebagai kartu ATM, kartu Debit, kartu tabungan serta dapat digunakan untuk semua transaksi perbankan, kartu asuransi serta beberapa fungsi lain.6 3. Layanan berbasis less cash society Adapun fasilitas layanan yang dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia hingga
saat ini adalah transfer, kas kilat, letter of credit, sms banking, salaMuamalat, muamalat mobile dan internet banking. B. Bank Syariah Mandiri 1. Sejarah singkat 4
Bank Muamalat, “Shar-e Full Protek”, Artikel diakses pada tanggal 13 Februari 2011 dari http://www.muamalatbank.com/index.php/home/produk/insurance_fullprotek 5 Bank Muamalat, “Shar-e Fitrah Card”, Artikel diakses pada tanggal 13 Februari 2011 dari http://www.muamalatbank.com/index.php/home/produk/insurance_fitrah_card 6 Bank Muamalat, “Shar-e Ta’awun Card”, Artikel diakses pada tanggal 13 Februari 2011 dari http://www.muamalatbank.com/index.php/home/produk/insurance_taawun_card
49
Pada mulanya adalah bank konvensional yang bernama PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) yang sedang terkena dampak krisis, kemudian mayoritas sahamnya dibeli oleh PT Bank Mandiri (Persero).
Bank
Mandiri
melakukan
konsolidasi
serta
membentuk
Tim
Pengembangan Perbankan Syariah, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.7 2. Jasa produk berbasis less cash society Berikut dibawah ini adalah jasa produk yang dikeluarkan oleh Bank Syariah Mandiri, yaitu:8
BSM Card 7
Bank Mandiri Syariah, “Sejarah: Hadir dengan Cita-cita Membangun Negeri”, Artikel diakses pada 12 Februari 2011 dari http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/ 8 Bank Syariah Mandiri, “Laporan Manajemen”, (Jakarta: Bank Syariah Mandiri, 2009), h.22.
50
Merupakan sarana untuk melakukan transaksi penarikan, pembayaran, dan pemindahbukuan dana pada ATM BSM, ATM Mandiri, ATM Bersama, maupun ATM Bank Card. Selain itu juga berfungsi sebagai kartu debit yang dapat digunakan untuk transaksi belanja di merchant-merchant yang berlogokan ”Gunakan BSM Card Anda disini”.
BSM Sentra Bayar Merupakan layanan bank dalam menerima pembayaran tagihan pelanggan pada pihak ketiga (PLN, Telkom, Indosat, Telkomsel). Layanan sentra bayar dapat dilakukan dengan setoran uang kas atau debet rekening melalui teller, ATM, SMS Banking, atau proses autodebet secara bulanan.
BSM SMS Banking / BSM Mobile Banking BSM Mobile Banking GPRS (MBG) memudahkan Anda dalam melakukan transaksi perbankan dengan teknologi GPRS di ponsel Anda. Kini, dilengkapi fitur untuk melakukan transfer real time antar bank dengan biaya pulsa paling murah.
BSM Net Banking
Pembayaran melalui menu Pemindahbukuan di ATM (PPBA) Layanan pembayaran institusi (lembaga pendidikan, asuransi, lembaga khusus, lembaga keuangan non bank) melalui menu pemindahbukuan di ATM.
BSM Electronic Payroll
51
Pembayaran gaji karyawan institusi melalui teknologi terkini Bank Syariah Mandiri secara mudah, aman dan fleksibel. 3. Jasa operasional berbasis less cash society Berikut dibawah ini adalah berbagai macam jasa operasional yang ditawarkan oleh Bank Syariah Mandiri, yaitu:9
BSM SKBDN (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri) Janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis nasabah (applicant) yang mengikat BSM sebagai bank pembuka untuk membayar kepada penerima atau menerima dan membayar wesel pada saat jatuh tempo yang ditarik penerima, atau member kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima, atau untuk menegosiasikan wesel-wesel yang ditarik oleh penerima atas penyerahan dokumen (untuk saat ini khusus BSM dengan BSM).
BSM Letter of Credit
Transfer D.U.I.T. (Dana Untuk Indonesia Tercinta) Jasa pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia. Saat ini BSM bekerjasama dengan Merchantrade Asia (MTA) Malaysia.
BSM Transfer Lintas Negara Western Union
BSM Kliring Penagihan warkat bank lain di mana lokasi bank tertariknya berada dalam satu wilayah kliring. 9
Bank Syariah Mandiri, “Laporan Manajemen”, h.22-23.
52
BSM Inkaso Penagihan warkat bank lain di mana bank tertariknya berbeda wilayah kliring atau berada di luar negeri, hasilnya penagihan akan dikredit ke rekening nasabah.
BSM Intercity Clearing Jasa penagihan warkat (cek/bilyet giro valuta rupiah) bank di luar wilayah kliring dengan cepat sehingga nasabah dapat menerima danan hasil tagihan cek atau bilyet giro tersebut pada keesokan harinya.
BSM RTGS (Real Time Gross Settlement) Jasa transfer uang valuta rupiah antar bank baik dalam satu kota maupun dalam kota yang berbeda secara real time. Hasil transfer ekfektif dalam hitungan menit.
Transfer Dalam Kota (LLG) Jasa pemindahan dana antar bank dalam satu wilayah kliring lokal.
BSM Transfer Valas Transfer valas terdiri dari: Transfer ke luar yaitu pengiriman valas dari nasabah BSM ke nasabah bank lain baik dalam maupun luar negeri Transfer masuk yaitu pengiriman valas dari nasabah baik lain baik dalam maupun luar negeri ke nasabah BSM.
BSM Pajak Online
53
Memberikan kemudahan kepada wajib pajak untuk membayar kewajiban pajak (bukan dalam rangka pembayaran pajak import) secara otomatis dengan mendebet rekening atau secara tunai.
BSM Pajak Import Memberikan kemudahan kepada importir untuk membayar pajak barang dalam rangka import secara on-line sebagai syarat untuk mengeluarkan barangnya dari gudang kantor bea dan cukai.
BSM Autosave Produk layanan pemindahbukuan otomatis antar rekening giro dan rekening tabungan dengan memelihara saldo tertentu.
BSM Standing Order Fasilitas kemudahan yang diberikan Bank Syariah Mandiri kepada nasabah yang dalam transaksi finansialnya harus memindahkan dari suatu rekening ke rekening lainnya secara berulang-ulang.
C. Bank Syariah Mega Indonesia 1. Sejarah singkat Perjalanan PT Bank Syariah Mega Indonesia diawali dari sebuah bank umum bernama PT Bank Umum Tugu yang berkedudukan di Jakarta. Pada tahun 2001, Para Group (PT. Para Global Investindo dan PT. Para Rekan Investama), kelompok usaha yang juga menaungi PT Bank Mega, Tbk., Trans TV, dan beberapa Perusahaan lainnya, mengakuisisi PT Bank Umum Tugu untuk dikembangkan menjadi bank
54
syariah. Hasil konversi tersebut, pada 25 Agustus 2004 PT. Bank Umum Tugu resmi beroperasi syariah dengan nama PT. Bank Syariah Mega Indonesia. 10 2. Produk berbasis less cash society Produk Bank Syariah Mega Indonesia yang berbasis less cash society adalah Mega Syariah Card, yaitu fasilitas kartu ATM serbaguna bagi nasabah rekening tabungan Bank Mega Syariah yang dapat digunakan untuk penarikan tunai pada seluruh ATM berlogo ATM Bersama dan seluruh jaringan ATM Prima (BCA).11 Dan baru-baru ini, tepatnya pada Jumat, 28 Januari 2011 BMS Luncurkan Layanan Pengiriman Uang Cepat via MoneyGram. D. Bank Syariah BRI 1. Sejarah singkat Berawal dari akusisi Bank Jasa Arta oleh Bank Rakyat Indonesia, pada tanggal 19 Desember 2007 dan kemudian diikuti dengan perolehan ijin dari Bank Indonesia untuk mengubah kegiatan usaha Bank Jasa Arta dari bank umum konvensional menjadi bank umum yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pada tanggal 16 Oktober 2008, maka lahirlah Bank umum syariah
10
Bank Mega Syariah, “Sejarah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.megasyariah.co.id/Profil-SekilasBSMI.php 11 Bank Mega Syariah, “Mega Syariah Card”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.megasyariah.co.id/Produk-MegaSyariah-CARD.php
55
yang diberi nama PT. Bank Syariah BRI
( yang kemudian disebut dengan nama
BRISyariah) pada tanggal 17 November 2008.12 2. Layanan berbasis less cash society Berbagai macam layanan yang disediakan Bank Syariah BRI adalah:
Remittance BRISyariah
Merupakan solusi layanan pengiriman uang yang bersifat global baik dari dalam negeri maupun internasional, mudah, aman dan cepat (real time). Layanan ini dipersembahkan oleh Indosat bekerjasama dengan BRISyariah, sehingga selain dapat dinikmati oleh pelanggan seluler Indosat layanan tersebut dapat dinikmati oleh nasabah BRISyariah.13
Mobile Banking / SMS Banking
Internet Banking
ATM / EDC /Telephone Banking
E. Bank Syariah Bukopin 1. Sejarah singkat Perjalanan PT Bank Syariah Bukopin dimulai dari sebuah bank umum, PT Bank Persyarikatan Indonesia yang diakuisisi oleh PT Bank Bukopin Tbk untuk dikembangkan menjadi bank Syariah. Bank Syariah Bukopin mulai beroperasi dengan melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah setelah 12
BRI Syariah, “Sejarah BRI Syariah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.brisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1&Itemid=4 13 Indosat Corporate Solution, “Remittance”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://solution.indosat.com/product/view/MjYx
56
memperoleh izin operasi Syariah dari Bank Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2008 dan pada tanggal 11 Desember 2008 telah diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia. Dan pada tanggal 10 Juli 2009 melalui Surat Persetujuan Bank Indonesia, PT Bank Bukopin Tbk telah mengalihkan Hak dan Kewajiban Usaha Syariahnya kedalam PT Bank Syariah Bukopin. 14 2. Layanan baerbasis less cash society Fasilitas layanan berbasis less cash society yang ditawarkan Bank Syariah Bukopin adalah sebagai berikut:
Kartu ATM SiAga Syariah
Kartu SiAga Visa Electron Syariah Merupakan jasa yang diberikan kepada nasabah untuk dapat melakukan transaksi belanja dan transaksi lainnya di merchant atau ATM yang berlogo VISA atau VISA Electron.15
SMS Banking Bukopin Syariah
Internet Banking Bukopin Syariah
F. Bank Panin Syariah 1. Sejarah singkat Panin Bank Syariah sebelumnya bernama PT Bank Harfa yang berkedudukan di Surabya. Kini Kantor pusat Bank Panin Syariah telah dipindahkan ke Jakarta 14
Bank Syariah Bukopin, “Sejarah Bank Syariah Bukopin”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.syariahbukopin.co.id/index.php?app=sub_contents&a=2&b=1 15 Bank Bukopin, “Kartu SiAga Visa Electron Syariah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.bukopin.co.id/ID/unit_layanan_syariah_visa.htm
57
dengan 4 kantor cabang di Jakarta, Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Perubahan status menjadi Bank Panin Syariah ini sudah mendapat persetujuan dari BI melalui surat Keputusan BI No.11/52/KEP.GBI/DpG/2009 tanggal 6 Oktober 2009. Panin Bank Syariah beroperasi sebagai bank umum dengan prinsip syariah pada tanggal 2 Desember 2009.16 2. Layanan berbasis less cash society Hingga saat ini, Bank Panin Syariah masih memanfaatkan office channeling dengan Panin Bank, yang mengoperasikan 400 cabang di Indonesia. Adapun fasilitas layanan yang disediakan adalah ATM panin, call panin, mobile panin, internet panin, biznet panin, Travelers Cheque, Remittance Panin, Payroll, dan Kiriman Uang Dalam Negeri (KUDN) Panin. G. Bank Victoria Syariah 1. Sejarah singkat PT. Bank Victoria Syariah (d/h. PT. Bank Swaguna) didirikan di kota Cirebon pada tahun 1966 dan mulai beroperasi tanggal 7 Januari 1967, hasil akuisisi saham PT. Bank Swaguna sebesar 99,80 % oleh PT. Bank Victoria International Tbk dan telah disetujui oleh Bank Indonesia pada tanggal 3 Agustus 2007. Pada September
16
Istimewa, “PT Bank Panin Syariah mulai 2 Desember 2009 resmi beroperasi”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.inilah.com/read/detail/176942/bank-paninsyariah-beroperasi-2-desember-2009/
58
2007 Bank telah meningkatkan modal disetor menjadi Rp 90 milyar dan pada Maret 2008 modal disetor Bank meningkat menjadi Rp 110 milyar. PT. Bank Victoria Syariah telah mendapatkan Izin Operasional sebagai Bank Syariah bedasarkan SK Gubernur Bank Indonesia No. 12/8/KEP.GBI/DpG/2010 tanggal 10 Februari 2010 dan pada 1 April 2010 beroperasi secara penuh dengan sistem syariah. Bank Victoria Syariah memiliki satu (1) Kantor Pusat, lima (5) kantor cabang,dua (2) kantor cabang pembantu.17 2. Layanan berbasis less cash society Hingga saat ini fasilitas layanan berbasis less cash society yang ditawarkan Bank Victoria Syariah, hanyalah Real Time Gross Settlement (RTGS),yaitu sistem transfer dana on-line dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan per transaksi secara individual. H. Bank BCA Syariah 1. Sejarah singkat Bank syariah BCA ini merupakan konversi dari Bank UIB (Utama Internasional Bank) yang diakuisisi pada Oktober 2008. Sesuai izin yang dikeluarkan oleh
Bank
17
Indonesia
melalui
Surat
Gubernur
Bank
Indonesia
No.
Bank Victoria Syariah, “Sejarah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.bankvictoriasyariah.co.id/sejarah.html
59
12/13/KEP.GBI/DpG/2010, dinyatakan bahwa PT. Bank BCA Syariah mulai beroperasi tanggal 5 April 2010.18 2. Layanan berbasis less cash society Hingga saat ini layanan Bank BCA Syariah yang berbasis less cash society masih menggunakan fasilitas yang sudah tersedia pada Bank BCA konvensional. Adapun jenis-jenis layanan tersebut adalah: ATM BCA, Debit BCA, Tunai BCA, Flazz BCA,19 BCA by phone, Klik BCA, m-BCA, dan SMS BCA. I. Bank Jabar dan Banten 1. Sejarah singkat Untuk memenuhi permintaan masyarakat akan jasa layanan perbankan yang berlandaskan Syariah, maka sesuai dengan izin Bank Indonesia No. 2/ 18/DpG/DPIP tanggal 12 April 2000, sejak tanggal 15 April 2000 Bank Jabar menjadi Bank Pembangunan Daerah pertama di Indonesia yang menjalankan dual banking system, yaitu memberikan layanan perbankan dengan sistem konvensional dan dengan sistem syariah.20 Bank Jabar Syariah mulai beroperasi tanggal 20 Mei 2000. 2. Layanan berbasis less cash society
18
Klik BCA, “BCA Syariah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.klikbca.com/individual/silver/product.html?s=77 19 Merupakan alat pembayaran multifungsi tercepat pertama di Indonesia dengan menggunakan teknologi chip dan RFID (Radio Frequency Identification), tidak perlu menginput PIN. 20 Bank BJB, “Sejarah Bank BJB”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.bankjabar.co.id/modules/article.php?lang=ID&&action=preview&id=3
60
Beberapa fasilitas layanan yang ditawarkan Bank Jabar dan Banten Syariah adalah: Layanan transaksi luar negeri (kiriman uang / remittance), Layanan transaksi luar negeri trade finance and services (impor, ekspor dan SKBDN), ATM, kiriman uang dan inkaso, dan layanan Western Union Bank Jabar. J. Bank Syariah BNI 1. Sejarah singkat Mengacu pada UU no 10 Tahun 1998, mulailah PT Bank Negara Indonesia (Persero ) merintis Divisi Usaha Syariah. Berawal dari 5 kantor Cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin yang mulai beroperasi tanggal 29 April 2000, kini BNI Syariah memiliki lebih dari 20 Cabang di seluruh Indonesia. Untuk memperluas layanan pada masyarakat, masing-masing kantor cabang utama tersebut membuka kantor-kantor cabang pembantu syariah (KCPS), sehingga keseluruhan kantor cabang syariah sampai tahun 2007 berjumlah 54 buah. Selanjutnya berlandaskan peraturan Bank Indonesia No 8/3/ PBI/2006 tentang pemberian ijin bagi kantor cabang Bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah untuk melayani pembukaan rekening produk dana syariah, BNI Syariah merespon ketentuan ini dengan cara bersinergi dengan cabang konvensional guna melakukan “office channelling”. Hingga saat ini outlet layanan syariah pada kantor cabang konvensional berjumlah 636 outlet.
61
Dengan pola Dual System Bank, maka BNI Syariah saat ini didukung oleh sistem Informasi Teknologi yang modern dan jaringan transaksi yang sangat luas di seluruh Indonesia dengan memanfaatkan jaringan Kantor Cabang BNI. Dengan dukungan
teknologi,
BNI
Syariah
bersinergi
dengan
cabang-cabang
BNI
konvensional untuk memberikan layanan pembukaan rekening syariah. Cabangcabang BNI tersebut dinamakan Syariah Chanelling Outlet (SCO). 21 2. Layanan berbasis less cash society Beberapa fasilitas layanan yang ditawarkan adalah Kartu Anggota Syariah (Produk kerja sama antara Bank BNI Syariah dengan berbagai asosiasi/instansi dengan fungsi sebagai tabungan sebagaimana Tabungan Syariahplus.) ATM, SMS Banking, Internet Banking, Phone Plus, BNI Mobile dan inkaso. K. Maybank Indonesia Syariah 1. Sejarah singkat PT Bank Maybank Indocorp (BMI) resmi diganti menjadi Maybank Syariah Indonesia (MSI), setelah dikonversi menjadi bank syariah yang lengkap di Indonesia pada bulan Oktober 2010. BMI yang telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1994, mendapat persetujuan dari bank sentral Indonesia pada tanggal 23 September 2010 untuk mengkonversi usahanya ke dalam sebuah bank Islam. MSI beroperasi terutama di perbankan grosir menawarkan perbankan korporasi, trade finance dan jasa 21
BNI Syariah, “Sejarah BNI Syariah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.bni.co.id/Syariah/tabid/174/Default.aspx
62
keuangan untuk berbagai klien perusahaan. Selain itu bank menawarkan jasa pelayanan khusus perbankan ritel melalui kantor di Jakarta. MSI beroperasi dengan modal disetor sebesar Rp 819.307 juta.22 2. Layanan berbasis less cash society Maybank Syariah Indonesia memiliki berbagai macam layanan produk yang berbasis less cash society, diantaranya adalah:
Account and banking, yang terdiri dari: kawanku phone banking, mobile banking, bill payment, funds transfers, ATM services, self service terminals, regional services, private banking dan shared banking services.
Cards, yang terdiri dari: credit cards, charge cards, debit cards, commercial cards, credit card features, pay wave cards, bank card features, dan maybankard merchant programe.
Layanan lainnya yaitu buy online dan DiGi @ M2U.
22
Maybank, “Press Release”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.maybank.com/corporate-profile/corporate-news/maybank-launches-syariah-bankindonesia
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash Society 1. Analisis indikator pertama, (Nilai Transaksi Elektronik Bank Umum Syariah pada BI-RTGS). Peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society berdasarkan kepada jumlah nilai transaksi BI-RTGS selama satu tahun terakhir sejak Januari hingga Desember 2010, dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini: Tabel 4.1. Aset dan Nilai Transaksi BI-RTGS1 Berdasarkan Pelaku Bank Umum Syariah
Bank Umum Konvensional
Periode Aset
Nilai
Aset
Nilai
(Miliar Rp)
(Miliar Rp)
(Miliar Rp)
(Miliar Rp)
Januari
48.451
6.760
2.502.016
1.791.500
Februari
48.714
6.207
2.517.014
1.734.015
Maret
49.171
8.306
2.563.662
2.270.909
April
51.095
6.752
2.576.235
2.348.149
2010
1
BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) adalah sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
63
64
Mei
52.687
7.427
2.603.352
2.113.841
Juni
61.123
8.719
2.678.265
2.392.138
Juli
64.122
9.014
2.683.461
2.208.532
Agustus
64.804
11.078
2.700.183
2.230.966
September
67.783
8.582
2.758.066
2.052.613
Oktober
70.108
10.730
2.796.418
2.214.629
November
73.532
9.865
2.856.274
2.200.255
Desember
79.186
11.365
3.008.853
2.592.749
Rata-Rata
60.898
8.734
2.686.983
2.179.191
% Aset
2,55%
__
96,86%
__
% Nilai
__
0,40%
__
99,06%
Pertumbuhan __ 68,12% __ Nilai 2010 Pertumbuhan 63,44% __ 20,26% Aset 2010 % Rata-rata __ 14,34% __ (Nilai / Aset) Sumber: Statistik Bank Indonesia, Desember 2010 dan diolah
45,00% __ 81,10%
Berdasarkan data pada tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa jumlah aset pada Bank Umum Syariah per Desember 2010 adalah Rp. 79.186 Miliar, sedangkan aset pada Bank Umum Konvensional per Desember 2010 adalah Rp. 3.008.853 Miliar. Hal ini berarti bahwa market share Bank Umum Syariah (11 BUS) terhadap aset perbankan nasional hanya sebesar 2,55%, dan market share
65
Bank Umum Konvensional (122 BUK) adalah sebesar 96,86%, sedangkan sisanya 0,59% adalah market share dari Unit Usaha Syariah (23 UUS). Jika kita tarik hasil rata-rata aset dari setiap perbankan tersebut maka akan didapat pada Bank Umum Syariah memiliki rata-rata aset setiap banknya adalah Rp. 7.198,72 Miliar, sedangkan pada Bank Umum Konvensional ratarata aset setiap banknya adalah Rp. 24.662,73 Miliar. Dengan ini kita dapat melihat bahwa rata-rata aset Bank Umum Konvensional adalah tiga kali lipat dari rata-rata aset Bank Umum Syariah. Hal ini masih cukup dimakluli oleh karena usia Bank Umum Syariah rata-rata masih terbilang muda, seperti misalnya Bank BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank Victoria Syariah dan Maybank Syariah, yang baru di spin-off 2010 lalu, sehingga belum menunjukan dampak yang signifikan dan dalam hal performanya juga masih belum optimal. Pada kegiatan transaksi elektronik selama tahun 2010, Bank Umum Syariah berkontribusi hanya sebesar 0,40% dari total transaksi elektronik nasional yang tercatat pada BI-RTGS dengan rata-rata volume transaksi setiap bulannnya sebesar 13.915 unit, sedangkan 99,06% transaksi elektronik terjadi melalui Bank Umum Konvensional dengan rata-rata volume transaksi setiap bulannya adalah 1.081.753 unit, dan sisanya adalah transaksi elektronik yang terjadi melalui Unit Usaha Syariah.
66
Untuk tingkat pertumbuhan nilai transaksi elektronik selama tahun 2010 pada Bank Umum Syariah ternyata lebih besar 68,12% dibandingkan pada Bank Umum Konvensional yang hanya sebesar 45%, meskipun jika dilihat dari nominalnya masih tergolong rendah. Namun pertumbuhan nilai transaksi elektronik ini terbilang cukup baik untuk ukuran sebuah Bank Umum Syariah yang usianya relatif masih muda dengan penggunaan teknologi yang terbilang masih pas-pasan. Namun kedepannya tidak menutup kemungkinan bagi Bank Umum Syariah untuk lebih meningkatkan lagi pelayanan transaksi non tunainya, dan ini tentunya membutuhkan dukungan penuh baik dari segi infrastruktur teknologi perbankan maupun sumber daya manusianya yang berbasis IT dan berwawasan syariah. Adapun untuk tingkat pertumbuhan aset Bank Umum Syariah sendiri selama tahun 2010 mengalami kenaikan yang sangat signifikan, yakni sebesar 63,44%, nilai ini tentunya lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan aset Bank Umum Konvensional yang hanya sebesar 20,26%. Semua ini berangkat dari kepercayaan penuh masyarakat, dimana Bank Umum Syariah sebagai solusi lembaga keuangan non ribawi berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil sehingga mendorong masyarakat untuk terus berinvestasi ke Bank Umum Syariah melalui akad-akad yang sesuai dengan syariah. Terlebih mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, ini akan menjadi suatu market yang sangat besat dan potensial di masa yang akan dating. Sehingga wajar jika
67
pertumbuhan aset Bank Umum Syariah terus-menerus meningkat setiap tahunnya. Dan yang paling penting adalah, Bank Umum Syariah kedepannya harus lebih inovatif lagi dalam mengmbangkan produk dan layanannya, harus benar-benar murni syariah dalam setiap akadnya, dan harus meningkatkan lagi penggunaan teknologinya, serta kualitas Sumber Daya Manusianya. Karena jika hal ini diabaikan, maka bukan tidak mungkin para nasabah kedepannya akan berpaling dan kembali kepada Bank Umum Konvensional lagi, dan yang tersisa tinggal nasabah-nasabah konservatif saja diamana mereka bermitra dengan Bank Umum Syariah hanya karena alasan haramnya bunga atau riba, bukan karena alasan tingginya mutu pelayanan, lebih menguntungkan, lebih adil, dan lain sebagainya. Persentase nilai transaksi elektronik pada Bank Umum Syariah selama tahun 2010 adalah sebesar 14,34% dari total aset, sedangkan persentase nilai transaksi elektronik pada Bank Umum Konvensional terhadap asetnya adalah sebesar 81,10%. Dari hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa tingkat penggunaan layanan transaksi elektronik pada Bank Umum Syariah terbilang cukup rendah, yakni hanya 14,34% saja, dan sisanya transaksi dilakukan secara manual. Sedangkan untuk Bank Umum Konvensional tingkat penggunaan teknologinya terbilang cukup maju sehingga 81,10% transaksinya sudah bisa dilakukan secara elektronik.
68
Dari penjelasan-penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Bank Umum Syariah mempunyai peranan yang signifikan dalam membangun les cash society. Dengan tingkat pertumbuhan transaksi berbasis non tunai sebesar 68,12% per Desember 2010, mengindikasikan bahwa Bank Umum Syariah berpotensi untuk dapat berkembang selayaknya Bank Umum Konvensional dalam hal pemanfaatan teknologi informasi sebagai penopang layanan transaksi berbasis non tunai dimasa yang akan datang. Meskipun data Bank Indonesia menyebutkan bahwa market share Bank Umum Syariah hingga per Desember 2010 hanya sebesar 2,55% dari total aset perbankan nasional. Namun, melihat pertumbuhan aset Bank Umum Syariah hingga 63,44% per Desember 2010, ini menjadi sebuah sinyal positif bagi pihak Perbankan Syariah untuk bisa lebih meningkatkan lagi kinerjanya sehingga kedepannya Bank Umum Syariah bisa disejajarkan kedudukannya dengan Bank Umum Konvensional dalam kancah dunia perbankan nasional, tentunya dengan tidak menghapus identitas Bank Umum Syariah itu sendiri, dimana masyarakat mengenalnya sebagai bank-nya ‘rakyat kecil’ dalam artian Bank Umum Syariah harus tetap fokus dalam melakukan pembiayaan terhadap sektor industri UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Karena pada dasarnya mayoritas kondisi ekonomi masyarakat kita masih berada pada level menengah ke bawah, sehingga keberadaan Bank Umum Syariah diharapkan mampu memberdayakan sektor riil tersebut.
69
2. Analisis indikator kedua, (Ketersediaan produk jasa/layanan berbasis less cash society pada Bank Umum Syariah). Setidaknya terdapat tiga basis instrumen pembayaran non tunai yang berkembang hingga saat ini, dan oleh penulis dijadikan sebagai indikator untuk mengukur sebuah peran dari Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society. Tiga basis instrumen pembayaran non tunai tersebut diantaranya adalah: Paper-based, misalnya: cek, bilyet giro dan nota debet Card-based, misalnya: kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM Electronic-based, misalnya: e-money, internet banking dan mobile banking Untuk melihat seberapa besar peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society, melalui indikator yang kedua yakni Produk Jasa berbasis less cash society Bank Umum Syariah, dapat dilihat pada tabel dibawah berikut ini: Tabel 4.2. Instrumen Berbasis less cash society Pada Bank Umum Syariah
No
Nama Bank Umum Syariah
Paper Based
Card Based
Electronic Based
1
BMI
V
V
V
2
BSM
V
V
V
3
BSMI
V
V
V
70
4
BRI Syariah
V
V
V
5
Syariah Bukopin
V
V
V
6
Panin Syariah
V
V
V
7
Victoria Syariah
V
V
__
8
BCA Syariah
V
V
V
9
BJB Syariah
V
V
__
10
BNI Syariah
V
V
V
11
MI Syariah
V
V
V
100 %
100 %
81,82 %
% Nilai
Pada tabel tersebut di atas, nilai 100% yang diberikan untuk paper based dan card based memberikan pengertian bahwa semua Bank Umum Syariah saat ini sudah menerapkan paper based dan card based sebagai salah satu instrumen pembayaran non tunai, meskipun tentunya dengan nama dan fasilitas yang berbeda penawarannya dari masing-masing produk jasa Bank tersebut. Sedangkan nilai untuk electronic based hanya sebesar 81,82%, karena dari total 11 BUS tersebut hanya 8 BUS yang sudah menerapkan instrumen electronic based, dan 2 lainnya yaitu Bank Victoria syariah dan Bank Syariah Jabar dan Banten belum menerapkan instrumen electronic based. Sehingga jika dirataratakan tingkat ketersediaan fasilitas layanan transaksi berbasis non tunai pada Bank Umum Syariah adalah sebesar 93,94 %. Nilai ini hanya mengukur tingkat
71
ketersediaan dari masing-masing basis tanpa melihat dan memberi penilaian khusus terhadap turunan roduk layanan yang tersedia dari masing-masing basis tersebut. Karena setiap bank tentunya mempunyai turunan produk layanan yang berbeda tergantung dari kebijakan bank itu sendiri. 3. Analisis indikator ketiga, (Jumlah jaringan Bank Umum Syariah). Dalam melayani nasabah pengguna ATM, bank memerlukan suatu sistem jaringan yang dapat dimanfaatkan untuk operasionalisasi ATM baik menggunakan jaringan milik sendiri, bergabung dengan jaringan ATM bank lain maupun bergabung dengan jaringan ATM switching company seperti ALTO, Link, ATM Bersama, Prima, Cakra, Cirrus dan Plus. Jaringan yang paling banyak digunakan untuk operasional ATM adalah dengan bergabung bersama jaringan ATM switching company. Dan kini ATM iB Bank Syariah didukung lebih dari 6000 jaringan ATM Bersama dan 7000 jaringan ATM BCA. Bagi nasabah Bank Umum Syariah, khususnya nasabah Tabungan iB dapat menikmati fasilitas Mobile Banking iB selama 24 jam 7 hari seminggu untuk melakukan beragam transaksi, baik finansial maupun non finansial. Transaksi finansial antara lain transfer dana antar rekening atau antar bank, membayar
pengeluaran
rutin
bulanan
seperti
zakat,
listrik
dan
telephon/handphone, membeli pulsa isi ulang handphone, memesan tiket
72
pesawat, sampai membayar kartu kredit iB, dan masih banyak lagi. Transaksi non finansial seperti informasi saldo, mutasi rekening, dan ganti pin. Mobile Banking iB dapat diakses dari ATM, handphone/telephone dengan Phone Banking iB, dan PC, notebook, netbook atau blackberry dengan Internet Banking iB. Sejalan dengan itu perkembangan jumlah jaringan kantor Bank Umum Syariah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Dan terakhir per Desember 2010 jumlah jaringan kantor Bank Umum Syariah sebanyak 1.215 kantor yang tersebar di seluruh Indonesia. Berikut ini adalah tabel perkembangan jaringan kantor Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional selama tahun 2010. Tabel 4.3. Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional
Januari
Jumlah Bank Umum Syariah 6
Jumlah Kantor Bank Umum Syariah 820
Jumlah Bank Umum Konvensional 121
Februari
7
852
121
Maret
8
934
121
April
9
918
122
Mei
10
970
123
Juni
10
1.081
123
2010
Jumlah Kantor Bank Umum Konvensional 12.870 12.914 12.933 12.944 12.958 12.972
73
Juli
10
1.113
122
Agustus
10
1.111
122
September
10
1.151
122
Oktober
11
1.154
122
November
11
1.171
122
Desember
11
1.215
122
7%
7,93%
78,21%
90,36%
83,33%
48,17%
0,83%
7,51%
Share Pertumbuhan
13.246 13.318 13.379 13.456 13.633 13.837
Sumber: Statistik Bank Indonesia, Desember 2010 dan diolah Berdasarkan pada tabel tersebut diatas, jumlah Bank Umum Syariah sepanjang tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang begitu pesat hingga mencapai 83,33% dari semula pada Januari 2010 jumlahnya hanya 6 bank kemudian meningkat menjadi 11 Bank pada akhir Desember 2010, dengan masuknya 5 Unit Usaha Syariah yang baru di spin off menjadi Bank Umum Syariah yaitu Bank BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank Victoria Syariah dan Maybank Syariah. Pertumbuhan ini dinilai sangat signifikan dibanding pertumbuhan jumlah Bank Umum Konvensional yang relative stagnan pada tahun 2010, yakni hanya mengalami penambahan 1 bank baru dari 121 pada Januari 2010 menjadi 122 pada Desember 2010, atau jika kita membuat persentasenya hanya berkisar 0,83% saja pertumbuhan jumlah bank-nya. Pertumbuhan jumlah bank umum ini tentunya akan menjadi sia-sia
74
jika tidak ditunjang dengan pertumbuhan jaringan kantornya. Dan lagi-lagi untuk Bank Umum Syariah memiliki catatan yang cukup baik dalam hal pertumbuhan jumah jaringan kantor, yakni dari Januari 2010 yang hanya memiliki jaringan kantor sebanyak 820 unit, kemudian meningkat tajam menjadi 1.215 unit pada Desember 2010 atau sekitar 48,17% selama tahun 2010. Sedangkan pada Bank Umum Konvensional, pertumbuhan jaringan kantornya tidak lebih tinggi daripada Bank Umum Syariah, yakni hanya sebesar 7,51%, dari 12.870 unit pada Januari 2010 menjadi 13.837 unit pada Desember 2010. Hal ini membuktikan bahwa Bank Umum Syariah mempunyai potensi yang besar dalam mengembangkan jaringannya dimasa yang akan datang sehingga pantas untuk disejajaran posisinya dengan Bank Umum Konvensional. B. Kendala Pengembangan Bank Umum Syariah dan Keluhan Nasabah Pengguna Layanan Berbasis Less Cash Society. 1. Kendala Bank Umum Syariah Berdasarkan sudut pandang praktisi perbankan syariah, penggunaan instrumen pembayaran non tunai baik paper based, card based maupun electronic based akan berkembang di masa yang akan datang. Namun demikian, dalam proses pengembangan tersebut perbankan syariah dihadapkan pada berbagai macam kendala. Pembahasan secara rinci mengenai kendala pengembangan instrumen non tunai secara umum akan dibahas sebagai berikut dibawah ini. Setidaknya ada tiga hal yang masih dianggap sebagai kendala
75
intern bagi Bank Umum Syariah dalam mengembangkan produk layanan berbasis non tunai sekarang ini. Ketiga kendala tersebut adalah:2 a) Biaya investasi yang mahal. Kendala utama yang dihadapi oleh Bank Umum Syariah dalam pengembangan instrumen pembayaran non tunai adalah kompleks dan mahalnya biaya investasi bagi teknologi informasi perbankan, karena sebagian besar teknologi ini masih disuplai oleh vendor-vendor yang berasal dari luar negeri atau vendor asing. Tetapi sekarang, banyak vendor-vendor pribumi yang berani bersaing dalam teknologi informasi ini. Jadi kenapa tidak, Bank Umum Syariah memakai vendor-vendor pribumi untuk menanamkan teknologi informasi tersebut dalam dunia perbankan dan tentunya dengan harga yang relatif lebih rendah. b) Sumber Daya Manusia Bank Umum Syariah (SDM BUS) masih terbatas. Masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keterampilan teknis jasa keuangan syariah disinyalir merupakan salah satu faktor kenapa Bank Umum Syariah sampai sejauh ini belum terlalu berkembang dalam hal berinovasi menciptakan produk jasa layanan yang lebih variatif. Kemudian untuk penerapan suatu teknologi informasi menuntut diantaranya Sumber Daya Manusia yang memadai. Jika Sumber Daya Manusia yang ada tidak menguasai teknologi tersebut hal ini menjadi suatu pemborosan semata, karena mahalnya 2
Hasil wawancara pribadi by phone dengan Branch Manager Permata Bank Syariah, Edit Estetika pada tanggal 06 Februari 2010 di Jakarta.
76
teknologi yang telah dibeli jika tidak terpakai merupakan suatu hal yang sia-sia. Oleh karena itu sebelum teknologi tersebut diterapkan, sudah seharusnyalah pihak Bank Umum Syariah instropeksi terhadap kemampuan korporasi, apakah cocok teknologi tersebut diterapkan, apakah Sumber Daya Manusianya memadai, dan apakah teknologi tersebut mempunyai features yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Karena penerapan suatu sistem teknologi informasi merupakan salah satu aktivitas investasi jangka panjang bagi korporasi. c) Teknologi, jaringan, perangkat atau sistem yang belum mendukung. Hal ini manjadi tuntutan bagi Bank Umum Syariah karena mau tidak mau suatu korporasi yang mempunyai ruang lingkup kerja yang luas ditambah dengan operasional-operasional yang sangat banyak harus ditunjang dengan suatu teknologi untuk memudahkan, mengefisienkan dan mengefektifkan kinerja tersebut. Apalagi dalam dunia perbankan dibutuhkan suatu informasi yang up to date bagi pihak manajemen menengah ke atas untuk memprediksikan langkah bisnis yang akan diambil sehingga berbagai kendala yang mungkin muncul dapat teratasi. 2. Keluhan nasabah pengguna layanan berbasis less cash society Berikut dibawah ini adalah berbagai macam keluhan dari para nasabah terhadap pelayanan instrumen pembayaran non tunai Bank Umum Syariah yang sudah tersedia. Keluhan-keluhan tersebut adalah:
77
Fasilitas masih terbatas. Nasabah merasakan selama ini fasilitas yang ada hanya terbatas di pusat kota dan belum banyak yang menjangkau daerah pedesaan. Selain itu, fasilitas tersebut juga hanya terbatas di tempat-tempat tertentu seperti supermarket. Fasilitas tersebut belum ada di pasar tradisional, toko kecil atau pelayanan publik lainnya. Nasabah juga beranggapan bahwa tempat ATM masih kurang strategis dan kurang nyaman. Fasilitas instrumen yang kurang banyak seringkali menyebabkan terjadi antrian panjang sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Fasilitas terbatas lainnya yang dirasakan adalah jumlah transfer/penggunaan yang masih terbatas, maksimum lima juta rupiah per hari. Nasabah juga beranggapan bahwa instrumen non tunai saat ini belum banyak membantu kebutuhan hidup secara optimal.
Jaringan sering rusak/offline. Kelemahan jaringan yang sering rusak atau offline menyebabkan transaksi terhambat. Nasabah pernah mengalami kegagalan transaksi karena mesin tibatiba macet (offline) padahal tidak membawa uang tunai. Nasabah juga mengatakan bahwa transfer antar bank terkadang offline dan prosesnya lama.
Biaya administrasi mahal. Biaya instrumen non tunai dirasakan mahal oleh nasabah, terutama biaya adminsitrasi bulanan. Pihak perbankan juga mengenakan potongan biaya yang tidak tentu dan tidak diberitahukan kepada nasabah terlebih dahulu. Biaya
78
yang dikenakan kepada pemegang instrumen non tunai berbeda-beda tergantung pada bank dan jenis instrumen non tunai yang dipakai.
Menjadi lebih boros/konsumtif. Nasabah merasakan bahwa dengan adanya instrumen non tunai, terutama kartu kredit, menyebabkan lebih konsumtif. Nasabah seringkali tertarik dengan produk yang dapat dibeli oleh instrumen non tunai sehingga lebih boros dan tidak mampu mengontrol pengeluaran.
Keamanan masih kurang terjamin. Sebagian besar nasabah beranggapan bahwa jaminan keamanan bagi pengguna transaksi non tunai dianggap masih rendah atau bahkan sangat rendah. Dalam sistem pembayaran non tunai, keamanan merupakan unsur utama yang diinginkan nasabah seperti kasus cek kosong, billing misterius, kesalahan PIN, kartu sering digunakan orang lain, terhindar dari kejahatan, aman dari gangguan hacker dan sebagainya.
Penerimaan pasar masih rendah. Rendahnya penerimaan pasar (terutama pasar traisional, tempat pelayanan publik, warung-warung dan toko kecil) terhadap instrumen pembayaran non tunai menjadi salah satu alasan bagi nasabah untuk belum bersedia menggunakan instrumen ini. Bagi nasabah yang tinggal di daerah luar perkotaan pun masih lebih memilih untuk menggunakan pembayaran tunai / cash dibandingkan non tunai dalam melakukan setiap transaksinya.
79
C. Prospek Pengembangan Layanan Berbasis Less Cash Society Bank Umum Syariah di Masa Depan 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah untuk menggunakan fasilitas layanan berbasis less cash society3 Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah dalam menggunakan transaksi
non tunai adalah: status
menjadi
nasabah,
pemanfaatan produk perbankan, tingkat pendidikan nasabah, pekerjaan nasabah, dan tingkat kemampuan menabung nasabah per bulannya. Status menjadi nasabah bank memiliki pengaruh positif terhadap pemanfaatan instrumen non tunai. Hal ini dapat dipahami karena pemilik instrumen non tunai (paper based dan card based) dipersyaratkan memiliki rekening di bank yang dimaksud, sehingga bagi yang tidak menjadi nasabah bank peluang menggunakan instrumen non tunai menjadi sangat kecil. Untuk
jenis
produk
pembiayaan
(kredit)
memiliki
peluang
menggunakan pembayaran non tunai lebih besar dibandingkan dengan nasabah bank yang memanfaatkan produk tabungan. Artinya nasabah yang berkeinginan meminjam lebih berpotensi menggunakan fasilitas pembayaran non tunai. Namun pada sisi lain, kemampuan menabung yang diindikasikan dengan jumlah tabungan per bulan juga berpengaruh positif terhadap peluang pemanfaatan pembayaran non tunai, yang berarti bahwa potensi pemanfaatan 3
Bank Indonesia, “Penelitian”, hal. 89-91.
80
pembayaran non tunai lebih tinggi pada kelompok
nasabah yang
berpenghasilan tinggi (mampu menabung lebih tinggi). Hal ini sejalan dengan keragaman pemanfaatan pembayaran non tunai dimana salah satu yang dominan adalah kartu kredit dan kartu debet. Faktor pendidikan juga memiliki pengaruh nyata, dimana kelompok yang berpendidikan tinggi relatif memiliki peluang penggunaan instrumen non tunai lebih tinggi dibandingkan dengan nasabah yang berpendidikan rendah. Faktor ekonomi yang diindikasikan dengan jumlah tabungan dan pengeluaran memiliki pengaruh yang positif. Dengan kata lain kelompok nasabah yang memiliki pendapatan relatif tinggi (menengah ke atas) merupakan pasar yang lebih potensial dalam pengembangan instrumen non tunai. Kelompok nasabah ini umumnya memang telah memerlukan instrumen pembayaran non tunai karena alasan ekonomi dan transaksi finansial yang diperlukan sudah relatif lebih tinggi, sehingga mereka lebih menyukai jenis pembayaran non tunai. 2. Potensi pengembangan layanan berbasis less cash society pada Bank Umum Syariah4 Produk pembayaran non tunai yang saat ini paling dikenal nasabah adalah kartu kredit, katu ATM dan kartu debet. Sehingga untuk pengembangan ke depan ketiga jenis kartu ini dapat dikembangkan dengan
4
Bank Indonesia, “Penelitian”, hal. 92-94.
81
relatif mudah karena memang sudah dikenal dan digunakan nasabah secara luas. Inovasi-inovasi baru hendaknya dilakukan dengan mengembangkan fungsi-fungsi
ketiga
jenis
kartu
pembayaran
non
tunai
tersebut.
Pengembangan ke depan juga perlu memperhatikan aspek-aspek yang dipandang penting bagi pengguna fasilitas pembayaran non tunai, yang antara lain adalah faktor keamanan, kemudahan dalam mengakses, dan ketepatan transaksi. Faktor keamanan menempati posisi sangat penting karena disamping menjadi faktor utama yang diperhatikan pengguna, juga menjadi tujuan nasabah dalam menggunakan pembayaran non tunai. Pengembangan sistem pembayaran non tunai secara lebih luas ke depan cukup potensial diminati oleh nasabah. Kelompok peminatnya relatif sama dengan pengguna saat ini, namun sebagian besar mengharapkan jenis kartu yang multifungsi, dengan tetap memperhatikan aspek-aspek penting yang disampaikan di atas, termasuk biaya penyelenggaraan. Jenis kartu yang relatif lebih mudah disosialisasikan adalah dengan menggabungkan fungsifungsi kartu pembayaran non tunai yang saat ini banyak dikenal dan digunakan nasabah, yaitu kartu kredit, debet dan ATM. Ada
potensi
yang besar
bagi
Bank Umum
Syariah untuk
mengembangkan kartu prabayar multi payment / pulsa mobile payment. Hal ini didasari oleh pertimbangan bahwa banyak supermarket sekarang yang menyediakan kebutuhan sehari-hari (consumer goods), dan industri ritel yang
82
semakin berkembang saat ini menyediakan fasilitas pembayaran non tunai. Kelebihan yang bisa ditawarkan oleh Bank Umum Syariah dalam hal ini adalah menawarkan tidak menggunakan unsure bunga didalamnya, sehingga ini akan tidak memberatkan bagi nasabah. Bank Syariah hanya mengambil keuntungannya dari biaya administrasi atau pelayanan yang diberikan kepada nasabah atas biaya jasa yang telah diberikan tersebut. Kemudian untuk jenis perusahaan yang menempati skala prioritas selanjutnya adalah pom bensin, penyelenggara jalan tol dan perusahaan transportasi, seperti yang sekarang sudah dikembangkan oleh Bank Mandiri dan Bank DKI. 3. Analisis SWOT Bank Umum Syariah Tabel 4.4. Analisis SWOT Bank Umum Syariah Kekuatan (Strenghts)
Kelemahan (Weaknesses)
Memiliki produk yang beragam
Pinjaman tanpa bunga tapi serupa
dengan skema variatif. Produk
yang
dikeluarkan
dengan perbankan konvensional. Banyak
menggunakan
istilah
merujuk pada Al-Qur’an dan
Arab
Hadits dengan diawasi langsung
banyak dimengerti oleh nasabah
oleh Dewan Pengawas Syariah.
atau calon nasabah.
yang
sebetulnya
tidak
Bank yang transparan dengan
Masih dikenal masyarakat sebagai
nasabah, prinsip adil bagi kedua
bank untuk kalangan muslim atau
belah pihak, dan menentramkan.
orang yang mau naik haji.
83
Kompeten dalam keuangan dan
Jaringan masih terbatas.
beretika. IT system yang update dan user friendly.
Fasilitas layanan seringkali tidak bisa digunakan.
Ahli investasi keuangan berbasis syariah.
Lebih menekankan ke simbol keislaman.
Kesempatan (Opportunities) Menunjukkan
Ancaman (Threats)
universalitas,
terbuka,
inklusif
menggunakan
dan
komunikasi
produk yang gampang dimengerti semua
kalangan
tanpa
menghilangkan ciri khas.
bisa
segmen
masuk
dan
ke
diikuti
setiap dengan
komunikasi yang sesuai. Membuat
standar
sebagai
bank
yang
menumbuhkan sikap fanatisme terhadap agama tertentu. Susah
untuk
menghilangkan
mekanisme bunga yang sudah mengakar dan menguntungkan
Membuat produk-produk baru yang
Dianggap
penamaan
bagi sebagian umat Islam. Bank
konvensional
semakin
inovatif dalam mengembangkan produk dan layanan. Kerjasama
bank
konvensional
produk perbankan syariah supaya
yang semakin meningkat dengan
mudah dikenali nasabah.
berbagai industri dan institusi.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, penulis memberikan kesimpulan yang terangkum dalam beberapa poin berikut di bawah ini: 1. Peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society cukup besar, terbukti pada nilai transaksi elektronik yang tercatat dalam BI-RTGS sepanjang tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang signifikan, yakni sebesar 68,12%, dan pertumbuhan nilai transaksi ini ternyata lebih tinggi daripada Bank Umum Konvensional yang hanya sebesar 45%. Meskipun nilai aset Bank Umum Syariah saat ini hanya 2,55% dari total aset perbankan nasional, namun nyatanya aset Bank Umum Syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan, yakni sebesar 63,44%, jauh dibanding Bank Umum Konvensional yang hanya mengalami pertumbuhan aset sebesar 20,26% sepanjang tahun 2010. Sedangkan jika dilihat dari persentase jumlah nilai transaksi elektronik terhadap aset bank itu sendiri, pada Bank Umum Syariah transaksi elektronik hanya 14,34% dari nilai aset yang tersedia, jauh dibandingkan Bank Umum Konvensional yang hampir seluruh transaksinya saat ini menggunakan transaksi elektronik dengan persentase terhadap asetnya sebesar 81,10%. Tingkat ketersediaan fasilitas produk jasa berbasis less cash society pada Bank
84
85
Umum Syarah baik itu paper based, card based, dan electronic based sangat besar, yakni 93,94%. Artinya adalah bahwa Bank Umum Syariah kini sudah menyediakan produk-produk berbasis less cash society mekipun jika dilihat dari jenis-jenis atau variasi dari masing-masing basis masih terbilang cukup rendah. Tingkat ketersediaan jaringan kantor Bank Umum Syariah hingga saat ini mengalami pertumbuhan yang cukup besar. Dalam sepanjang tahun 2010 saja Bank Umum Syariah mengalami pertumbuhan jaringan sebesar 48,17%, yakni dengan jumlah 820 unit pada Januari 2010 kemudian meningkat tajam menjadi 1.215 unit pada Desember 2010. Dan ini tentunya dimasa yang akan datang jumlahnya dipastikan akan terus meningkat. 2. Masih terdapatnya kendala dan hambatan serta keterbatasan baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal Bank Umum Syariah dalam meningkatkan perannya melakukan inovasi dan pengembangan instrumen pembayaran non tunai berbasis less cash society. Kendala-kendala itu dibagi menjadi dua, yakni internal dan eksternal. Beberapa kendala internal tersebut diantaranya adalah:
Biaya investasi yang mahal.
Sumber Daya Manusia Bank Umum Syariah berbasis IT masih terbatas.
Teknologi, jaringan, perangkat atau sistem yang belum mendukung. Sedangkan kendala eksternal dari sudut pandang keluhan masyarakat terhadap intrumen pembayaran non tunai adalah sebagai berikut:
86
Fasilitas masih terbatas.
Jaringan sering rusak/offline.
Biaya administrasi mahal.
Keamanan masih kurang terjamin.
Penerimaan pasar masih rendah.
3. Prospek Bank Umum Syariah untuk mengembangkan instrumen pembayaran non tunai dimasa mendatang sangat besar, terutama dalam pengembangkan kartu prabayar multi payment yang sedang in saat ini. Kartu prabayar multi payment dipilih karena disamping untuk menghindari unsur gharar seperti yang terdapat pada akad dalam kartu kredit, juga ini dianggap mampu meningkatkan fee based income Bank Umum Syariah itu sendiri.
B. Saran Setelah memperhatikan, menganalisis, dan memberikan kesimpulan terhadap penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini, penulis akan memberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi kemajuan Bank Umum Syariah dalam mengembangkan instrumen non tunainya
terkait dengan
perannya membangun less cash society. Beberapa saran tersebut adalah sebagai berikut:
87
1. Kerjasama perlu ditingkatkan Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dalam pembangunan sistem pembayaran non tunai harus lebih ditingkatkan, hal ini sebagai solusi untuk mengatasi kendala biaya investasi teknologi perbankan yang relatif mahal. 2. Pembinaan SDM berbasis IT Sumber Daya Manusia berbasis syariah yang sudah tersedia pada Bank Umum Syariah perlu diberikan pembekalan berupa pelatihan-pelatihan skill dalam bidang teknologi informasi. 3. Penggunaan diperluas Penggunaan sistem pembayaran non tunai diharapkan lebih luas dan menyebar ke seluruh wilayah. Dalam hal ini selain jangkauan diperluas juga fasilitas instrumen non tunai lebih diperbanyak fasilitasnya. Fasilitas tersebut tidak hanya disediakan di pertokoan besar saja tetapi sebaiknya di tempat umum yang bersifat layanan publik dan dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat dan juga di daerah-daerah kabupaten. 4. Penurunan biaya Pengenaan biaya diharapkan bisa lebih murah. Apalagi jika diberlakukan sistem pembayaran non tunai secara luas, maka pihak penerbit harus mengenakan biaya minimum yang tidak memberatkan para pengguna. 5. Peningkatan keamanan Apabila diberlakukan sistem pembayaran non tunai secara luas, maka pihak penerbit harus meningkatkan sistem keamanannya lebih baik. Dalam hal ini,
88
sistem non tunai diharapkan tidak terjadi kejahatan yang merugikan pengguna. 6. Sosialisasi dan dukungan infrastruktur Apabila diberlakukan sistem pembayaran non tunai secara luas, maka harus dilakukan sosialisasi yang intensif terhadap masyarakat. Sosialisasi ini memberikan informasi yang komprehensif tentang sistem pembayaran non tunai di Bank Umum Syariah Sosialisasi sangat penting dilakukan karena saat ini sebagian masyrakat masih belum memahami pembayaran non tunai dengan baik sehingga sering terjadi kesalahpahaman. Selain itu, infrastruktur di daerah juga harus dipersiapkan dengan baik karena dukungan infrastruktur yang memadai akan memperlancar sistem pembayaran non tunai. 7. Alat pembayaran non tunai diharapkan tidak menjadikan masyarakat lebih boros/konsumtif sehingga perlu ada pendidikan dan sosialisasi bahwa sistem pembayaran non tunai bukan untuk menjadikan budaya lebih konsumtif. 8. Bank Umum Syariah diharapkan mampu berinovasi lebih banyak lagi dalam mengembangkan produk non tunai berbasis syariah, karena ini akan menjadi keunggulan tersendiri bagi Bank Umum Syariah untuk bersaing dengan produk layanan yang sudah ditawarkan Bank Umum Konvensional. Kelebihan produk Bank Umum Syariah adalah tidak ada unsur bunga didalamnya, sehingga pihak bank mendapatkan keuntungan dari fee atas jasa yang sudah diberikan kepada para nasabahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, Cet. Ke-1. Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia di Bidang Moneter, Perbankan, dan Sistem Pembayaran, Triwulan II”, Jakarta: Bank Indonesia, 2007. --------------------. “Statistik Perbankan Indonesia, Vol. 9, No. 1”, Jakarta: Bank Indonesia, 2010. Bank Syariah Mandiri, “Laporan Manajemen”, Jakarta: Bank Syariah Mandiri, 2009. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dan Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia, “Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang”, Jakarta: Bank Indonesia, 2008. --------------------. Seminar Internasional: “Towards a Less Cash Society in Indonesia”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Hidayati, Siti, dkk., Kajian Operasional e-money, Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Husain, Umar, Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta: Rajawali Press, 2004. Kharina, Astri, “Menjelajahi Mobile Commerce”, Premium Connection, Edisi 13 2008. 89
90
Majalah Sharing Edisi 22 tahun III – Oktober 2008. MarkPlus&Co, Direktorat Perbankan Syariah, “Inovasi Produk Bank Syariah”, Jakarta: Bank Indonesia, 2008. Pramono, Bambang, dkk., “Working Paper: Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Rochaety, Ety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2007. Setijoso, “Seminar Internasional Towards a Less Cash Society in Indonesia”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Suma, Muhammad Amin, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, Jakarta: Kholam Publishing, 2008. Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian: Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai”, Bogor: Bank Indonesia, 2006. Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet. Ke-1. http://ekonomyslam.blogspot.com http://solution.indosat.com http://swa.co.id http://vibiznews.com http://www.apconex.net
91
http://www.bankjabar.co.id http://www.bankvictoriasyariah.co.id http://www.bi.go.id http://www.bni.co.id http://www.brisyariah.co.id http://www.bukopin.co.id http://www.detikfinance.com http://www.inilah.com http://www.klikbca.com http://www.maybank.com http://www.megasyariah.co.id http://www.muamalatbank.com http://www.syariahbukopin.co.id
HASIL WAWANCARA Wawancara dilakukan by phone pada 06 Februari 2011 dengan Bapak Edit Estetika, Syariah Branch Manager Permata Bank Syariah mengenai less cash society. 1. Sebenarnya apa pengertian dari less cash society? Less cash society adalah merupakan bahasa populer yang selama ini ada di masyarakat khususnya para praktisi perbankan, namun sebetulnya yang dimaksud dengan less cash society adalah suatu kondisi dimana masyarakat lebih memilih untuk melakukan transasksi keuangan secara nontunai. Jadi secara singkatnya pengertian less cash society adalah masyarakat non tunai dan ada juga orang yang menyebutnya sebagai masyarakat digital. Dalam beberapa tahun terakhir ini, perkembangan sistem pembayaran yang berbasis teknologi telah mengubah secara signifikan arsitektur sistem pembayaran konvensional yang mengandalkan fisik uang sebagai instrumen pembayaran. Meski fisik uang sampai saat ini masih banyak digunakan masyarakat kita sebagai alat pembayaran, namun sejalan dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran yang pesat, pola pembayaran tunai secara berangsur beralih menuju pembayaran non tunai. Dan kondisi masyarakat yang seperti itulah nantinya disebut sebagai less cash society.
2. Adakah persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk mewujudkan less cash society ini? Kita sadari, bahwa perkembangan menuju less cash society merupakan trend yang tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut antara lain didukung oleh perkembangan infrastruktur dan teknologi sistem pembayaran. Setidaknya terdapat tiga basis instrumen pembayaran non tunai, yakni: paper-based, seperti misalnya cek, bilyet giro dan nota debet; card-based, seperti kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM; dan electronic-based, seperti misalnya e-money, internet banking dan mobile banking. Jika ketiga basis itu keberadaannya sudah dapat
diterima masyarakat dengan baik, dan masyarakatpun mau untuk mengubah transaksinya dari penggunaan uang tunai menjadi dalam bentuk non tunai itu, bisa dikatakan bahwa masyarakat tersebut sudah memenuhi syarat menjadi less cash society.
3. Apakah Bank Umum Syariah juga dapat ikut berperan dalam upaya mewujudkan less cash society? Semua lembaga keuangan bisa ikut berperan atau bahkan harus berperan dalam mewujudkan less cash society ini, tidak terkecuali Bank Umum Syariah. Justru dalam mewujudkan less cash society ini peran lembaga keuangan terutama bank sangat penting karena ini menyangkut dengan sistem pembayaran, dan denyut nadi dari kegiatan bank itu sendiri adalah melayani transaksi. Bahkan jika Bank Umum Syariah mampu memanfaatkan momentum ini dengan baik, dengan meningkatkan layanan transaksi elektronik akan menjadi fee based income bagi perusahaan disamping keuntungan yang didapat dari kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana kepada nasabahnya. Dan hal ini sudah lebih awal dilakukan oleh Bank-bank konvensional kita sekarang. Bahkan produk layanan mereka sudah semakin maju, dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni, mereka bank konvensional telah menciptakan banyak inovasi layanan bebasis kartu dan internet mobile banking.
4. Untuk ikut berperan dalam mewujudkan less cash society, persiapan apa saja yang harus dilakukan oleh Bank Umum Syariah itu sendiri? Persiapan untuk mengembangkan layanan transaksi berbasis non tunai, terutama yang harus diperhatikan adalah dari sisi sumber daya manusia (SDM) dan teknologi informasinya (IT). Dua hal itu merupakan yang paling dominan dan mendasar. Tidak lupa bahwa kita juga harus memasukkannya dalan rencana bisnis bank itu sendiri.
5. Apakah kedua hal tersebut (SDM dan IT) bisa dikatakan merupakan suatu kendala bagi Bank Umum Syariah dalam mengembangkan jasa layanan transaksi non tunai kepada nasabahnya? Ya, sejauh ini memang kedua hal tersebut bisa dikatakan sebagai kendala intern yang dihadapi Bank Umum Syariah saat ini dalam meningkatkan pelayanan transaksi non tunainya kepada nasabah.
6. Bisakah Bapak jelaskan lebih detail mengenai kendala-kendala tersebut? Yang pertama, biaya investasi untuk pengembangan teknologi dianggap masih mahal oleh Bank Umum Syariah, karena sebagian besar teknologi ini masih disuplai oleh vendor-vendor yang berasal dari luar negeri atau vendor asing. Tetapi sekarang, banyak vendor-vendor pribumi yang berani bersaing dalam teknologi informasi ini. Jadi kenapa tidak, Bank Umum Syariah memakai vendor-vendor pribumi untuk menanamkan teknologi informasi tersebut dalam dunia perbankan dan tentunya dengan harga yang relatif lebih rendah. Hal ini manjadi tuntutan bagi Bank Umum Syariah karena mau tidak mau suatu korporasi yang mempunyai ruang lingkup kerja yang luas ditambah dengan operasional-operasional yang sangat banyak harus ditunjang dengan suatu teknologi untuk memudahkan, mengefisienkan dan mengefektifkan kinerja tersebut. Apalagi dalam dunia perbankan dibutuhkan suatu informasi yang up to date bagi pihak manajemen menengah ke atas untuk memprediksikan langkah bisnis yang akan diambil sehingga berbagai kendala yang mungkin muncul dapat teratasi. Yang kedua, Masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keterampilan teknis jasa keuangan syariah disinyalir merupakan salah satu faktor
kenapa Bank Umum Syariah sampai sejauh ini belum terlalu berkembang dalam hal berinovasi menciptakan produk jasa layanan yang lebih variatif. Kemudian untuk penerapan suatu teknologi informasi menuntut diantaranya Sumber Daya Manusia yang memadai. Jika Sumber Daya Manusia yang ada tidak menguasai teknologi tersebut hal ini menjadi suatu pemborosan semata, karena mahalnya teknologi yang telah dibeli jika tidak terpakai merupakan suatu hal yang sia-sia. Oleh karena itu sebelum teknologi tersebut diterapkan, sudah seharusnyalah pihak Bank Umum Syariah instropeksi terhadap kemampuan korporasi, apakah cocok teknologi tersebut diterapkan, apakah Sumber Daya Manusianya memadai, dan apakah teknologi tersebut mempunyai features yang dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Karena penerapan suatu sistem teknologi informasi merupakan salah satu aktivitas investasi jangka panjang bagi korporasi.
7. Kalau Permata Bank Syariah sendiri bagaimana mempersiapkan SDMnya? Apakah dengan meng up grade SDM yang ada atau merekrut SDM baru? Dua-duanya kita lakukan. Jadi untuk proses akselerasi, kita juga melakukan up grade dari SDM yang sudah ada, teman-teman SDM yang sudah memahami operasional yang sekarang, tinggal kita up grade prinsip-prinsip syariahnya. Adapun untuk SDM yang baru, selain tentang pemahaman produk dan prinsipprinsip syariah, kita tambahkan dengan pemahaman tentang praktek-praktek operasional perbankan.