PENINGKATAN PRODUKSI PADI MELALUI SL-PTT DI PROVINSI BENGKULU Emlan Fauzi, Hamdan, dan Wawan Eka Putra Peneliti Balai Pengkajian Teknoloi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl Irian KM 6,5 Kelurahan Semarang Kota Bengkulu e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Upaya peningkatan produksi padi di Provinsi Bengkulu telah dilaksanakan melalui berbagai program diantaranya adalah Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran produksi padi di Provinsi Bengkulu sebelum dan setelah pelaksanaan SL-PTT, produksi dan pendapatan usahatani petani peserta SL-PTT dan Non SL-PTT serta pengetahuan dan adopsi petani terhadap komponen teknologi PTT padi sawah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk merumuskan kebijakan di masa yang akan datang. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang didukung dengan desk study pada empat Kabupaten di Provinsi Bengkulu yaitu Kabupaten Bengkulu Tengah, Seluma, Lebong dan Bengkulu Utara. Data dikumpulkan dengan metode survei meliputi data primer dan data sekunder yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi padi di Provinsi Bengkulu dalam kurun waktu lima tahun terakhir meningkat sebesar 5,74%. Produksi dan pendapatan petani peserta SL-PTT (4,64 ton/MT/Ha dan Rp 9.628.137,-/MT/Ha) lebih tinggi dibandingkan dengan produksi petani Non SL-PTT (3,03 ton/MT/Ha dan Rp 4.102.657,-/MT/Ha). Komponen Teknologi Dasar dan pilihan yang paling banyak diketahui dan diadopsi oleh petani peserta SL PTT adalah penggunaan bibit muda dan pengelolaan panen/pasca panen sedangkan yang paling banyak diketahui dan diadopsi oleh petani non SL-PTT adalah Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT dan pengelolaan pane/pasca panen. Kata Kunci:produksi, SL-PTT, komponen PTT
PENDAHULUAN Padi merupakan komoditas utama tanaman pangan di Provinsi Bengkulu. Senjang hasil (yield gap) padi di tingkat petani masih cukup besar. Produktivitas padi di Provinsi Bengkulu masih relatif
rendah yaitu 4,06 t/ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2010), dibandingkan dengan produktivitas nasional yang sudah mencapai 4,95 t/ha (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009). Produktivitas, efisiensi, produksi dan pendapatan petani sangat dipengaruhi oleh tingkat adopsi atau penggunaan inovasi teknologi. Semakin banyak inovasi teknologi yang diadopsi akan berdampak pada peningkatan efisiensi usaha tani, produktivitas, nilai tambah dan daya saing, serta pendapatan petani. Upaya peningkatan produksi padi di Provinsi Bengkulu telah dilaksanakan melalui berbagai program, yang diantaranya adalah Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). SL-PTT adalah program strategis Kemtan untuk mencapai swasembada beras lestari dan bahkan menjadi ekportir beras pada tahun 2020.Kegiatan SL-PTT padi sawah dilaksanakan dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi (Direktur Jenderal Tanaman Pangan, 2013). Komponen teknologi PTT dipilahkan menjadi dua komponen teknologi, yaitu komponen dasar dan komponen pilihan. Menurut Petunjuk Teknis SL-PTT tahun 2013 komponen teknologi dasar terdiri dari atas: 1) varietas modern (VUB, PH, PTB), 2) bibit bermutu dan sehat, 3) pengaturan cara tanam (jajar legowo), 4) pemupukan berimbang dan efisien menggunakan BWD dan PUTS/petak omisi/ Permentan No.40/2007, 5) PHT sesuai OPT sasaran. Komponen teknologi pilihan terdiri dari: 1) bahan organik/pupuk kandang/amelioran, 2) umur bibit, 3) pengolahan tanah yang baik, 4) pengelolaan air optimal (pengairan berselang), 5) pupuk cair (PPC, ppk organik, pupuk bio hayati)/ZPT, pupuk mikro), 6) penanganan panen dan pascapanen.
Sejak dilaksanakan tahun 2008, masih belum banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui senjang hasil produksi padi Bengkulu sebelum dan setelah penerapan SL-PTT. Selain itu juga belum banyak diteliti gambaran usahatani petani peserta peogram SL-PTT dan Non SL-PTT serta komponen PTT padi sawah yang telah diadopsi oleh petani. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran produksi padi di Provinsi Bengkulu sebelum dan setelah pelaksanaan SL-PTT, produksi dan pendapatan petani peserta SL-PTT dan Non SL-PTT serta pengetahuan dan adopsi petani terhadap komponen teknologi PTT padi sawah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk merumuskan kebijakan di masa yang akan datang.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang didukung dengan desk study pada empat Kabupaten di Provinsi Bengkulu yaitu Kabupaten Bengkulu Tengah, Seluma, Lebong dan Bengkulu Utara pada bulan September-Oktober tahun 2013. Responden berjumlah 55 orang yang terdiri dari 34 orang petani peserta SL-PTT dan 21 orang merupakan petani non peserta SL-PTT. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner terhadap petani peserta SL-PTT dan Non SL-PTT, sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Instansi terkait. Data primer yang dihimpun meliputi identitas responden, pengetahuan dan penerapan komponen teknologi PTT, input produksi dan pendapatan usahatani. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi sebelum dan sesudah SL-PTT SL-PTT adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan. Indikator keberhasilan SL-PTT dapat dilihat dari peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap, penerapan budidaya yang baik dan benar, peningkatan produktivitas dan keberlanjutan serta replikasinya. Salah satu indikator keberhasilan SL-PTT adalah peningkatan produksi dan produktivitas padi. Produksi padi dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 5,74 %/tahun, dari 484.594 ton GKG pada tahun 2009 menjadi 600.282 ton GKG pada tahun 2013 (ARAM II) sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai 2,34%/tahun dan luas panen meningkat rata-rata 3,25 %/tahun, sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 2009-2013.
No
Tahun
1. 2. 3. 4. 5.
2009 2010 2011 2012 2013
Luas Panen Ha 120.882 121.877 115.611 128.131 136.549*
Rata-rata Ket : * Angka Ramalan 2 Distan Prov. 2013.
% 0.82 -5.18 10.82 6.56 3.25
Produktivitas Ku/Ha 40.09 40.36 41.17 42.99 43.96*
% 0.67 2.00 4.42 2.25 2.34
Produksi Ton 484.594 491.901 475.944 550.795 600.282*
% 1.50 -3.24 15.73 8.98 5.74
Peningkatan produksi tidak terlepas dari peran program SL-PTT, hal ini dapat dilihat dari tabel1 sebelum ada program SL-PTT produksi sebesar 484.594 ton (2009) menjadi 550.792 ton (2012) atau mengalami peningkatan sebesar 13,66%. Peningkatan produksi padi di Provinsi Bengkulu terjadi karena meningkatnya produktivitas padi di tingkat petani. Peningkatan produktivitas disebabkan para petani sudah banyak yang mengadopsi teknologi PTT misalnya pemakaian benih varietas unggul bermutu produktivitas tinggi termasuk benih padi inbrida dan hibrida, tanam umur bibit muda (< 21 hari) dan penanganan panen.
Gambaran Usahatani Petani Peserta SL-PTT dan Non SL-PTT Penggunaan input produksi pada kegiatan usahatani merupakan hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Penggunaan input yang dianalisis meliputi penggunaan benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Gambaran penggunaan input pada usahatani padi sawah petani SL-PTT dan non SL-PTT dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Penggunaan sarana produksi dan pendapatan petani SL-PTT dan Non SL-PTT di Provinsi Bengkulu Tahun 2013.
No 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Uraian Benih Pupuk - Urea - SP 36 - NPK Pestisida Tenaga Kerja Produksi Penerimaan (R) Biaya input (C) Pendapatan (B)
Satuan Kg/Ha Kg/Ha
ml/Ha HOK/Ha Ton/Ha/MT Rp/Ha/MT Rp/Ha/MT Rp/Ha/MT
Petani SL-PTT 43,64
Petani Non SL-PTT 57,56
159,07 58,47 158,39 439,77 13,37 4,64 17.291.647,7.552.561,9.628.137,-
159,69 61,90 117,52 672,00 16,49 3,03 10.374.143,6.271.486,4.102.657,-
Sumber: Data primer diolah, 2013.
Secara umum jumlah input yang digunakan oleh petani SL-PTT lebih sedikit bila dibandingkan dengan petani non SL-PTT kecuali input pupuk NPK. Jumlah penggunaan benih memang masih belum sesuai dengan rekomendasi yaitu 25 kg/ha, namun penggunaan benih petani SL-PTT 24,19% lebih sedikit dibandingkan dengan petani non SL-PTT. Jumlah penggunaan input benih yang masih belum sesuai dengan rekomendasi ini dikarenakan petani masih terbiasa melakukan penyemaian benih dalam jumlah yang banyak dengan harapan tidak akan terjadi kekurangan bibit bila saat tanam tiba. Penggunaan pupuk urea, SP 36 dan NPK petani SL-PTT dan Non SL-PTT pada umumnya tidak memiliki yang signifikan. Hanya penggunaan pupuk NPK petani SL-PTT 34,78% lebih banyak dibandingkan dengan petani Non SL- PTT. Meningkatnya penggunaan pupuk majemuk oleh petani SL-PTT karena petani berusaha melakukan pemupukan secara berimbang. Dengan menggunakan pupuk majemuk petani berharap jumlah hara yang dibutuhkan oleh lahan usahatani mereka telah terpenuhi. Pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang penting dalam meningkatkan produksi tanaman. Penggunaan pupuk diusahakan secara efisien dan berimbang karena akan meningkatkan efisiensi pemupukan, produksi tanaman, mampu menghemat pupuk dan devisa negara, dalam jangka panjang dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Hartatik dan Setyorini, 2008). Secara umum penggunaan pupuk oleh petani belum sesuai anjuran, hal ini disebabkan rendahnya pengetahuan petani tentang pupuk dan waktu pengaplikasian yang tidak tepat. Selain itu faktor ketersediaan ditingkat petani dan harga pupuk juga ikut mempengaruhi jumlah pupuk yang digunakan (Hamdan, 2012). Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan pola Pengendalian Hama Terpadu (PHT) juga mampu menurunkan jumlah pengunaan pestisida pada petani SL-PTT. PHT yang merupakan pendekatan berbasis terapanmengintegrasikan berbagai praktek untuk mengendalikan hama. OPT tidak hanya dikendalikan dengan penggunaan bahan kimia namun pengendalian juga dilakukan dengan menggunakan bahan alami atau dikendalikan secara biologi dan teknis. Pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir bila serangan OPT berada diatas ambang
ekonomi. Hal inilah yang mengakibatkan penggunaan pestisida petani SL-PTT lebih kecil dibandingkan dengan petani Non SL-PTT. Penggunaan input tenaga kerja pada petani SL-PTT lebih rendah 12,44% dibandingkan dengan petani Non SL-PTT. Petani Non SL-PTT rata-rata mengusahakan usahataninya secara konvensional dimana tujuan usahataninya lebih kepada pemenuhan kebutuhan bahan pangan bukan peningkatan produksi ataupun komersial sehingga dalam tahapan budidayanya petani Non SL-PTT tidak memperhitungkan efisiensi waktu dalam tahapan budidayanya seperti persiapan lahan dan kegiatan lainnya. Dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, tenaga kerja merupakan faktor terpenting. Aplikasi teknologi varietas unggul, pupuk dan irigasi dapat mendorong aplikasi tenaga kerja sehingga usaha tani padi bersifat padat tenaga kerja (Rusastra dan Suryadi, 2004) Peningkatan produksi dan penurunan biaya input tentu saja mengakibatkan jumlah pendapatan petani SL-PTT lebih tinggi dibandingkan dengan petani non SL-PTT karena jumlah produksi dan jumlah biaya input merupakan faktor utama penentu besar kecilnya pendapatan usahatani.Hal ini selaras dengan penelitian Adnyana dan Kariyasa (2006) di Propinsi Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat yang menyatakan bahwa penerapan PTT meningkatkan kentungan petani pada MK I masing-masing sebesar 15,2-25,1%;11,61-1,9%;3,7-18,0% dan 7,110,9%.
Pengetahuan dan Adopsi Komponen Teknologi PTT Pengetahuan adalah adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Adopsi komponen PTT dapat diartikan sebagai komponen PTT yang telah dilaksanakan oleh petani. Menurut Soekartawi (2005) terdapat lima tahapan yang dilalui oleh petani dalam mengadopsi suatu inovasi, yakni: (i) tahap kesadaran dengan mengetahui informasi yang masih bersifat umum, (ii) tahap menaruh minat dengan mengumpulkan dan mencari informasi dari berbagai sumber, (iii) tahap evaluasi yaitu dengan mempetimbangkan lebih lanjut apakah minatnya diteruskan atau tidak, (iv) tahap mencoba menerapkan dalam skala kecil, dan (v) tahap adopsi dengan menerapkan di lahan skala yang lebih luas. Pengetahuan dan adopsi komponen PTT petani SL PTT dapat dilihat pada gambar 1. P e r s e n t a s e
100 80 60 40 20 0
91,18 79,41 79,41 73,53 73,53
76,47 76,47 70,59 70,59 61,76 52,94
76,47 76,47 67,65
94,12 58,82 61,76 55,88 58,82
Tahu Melaksan…
Komponen PTT Gambar 1. Pengetahuan dan adopsi komponen PTT padi sawah pada petani SL-PTT di Provinsi Bengkulu Tahun 2013.
Secara umum semua komponen PTT telah diketahui dan dilaksanakan oleh semua petani peserta SL-PTT (> 50%) walau memang tidak semua komponen PTT yang diketahui mereka terapkan dalam usahatani. Tidak diterapkannya komponen PTT yang diketahuinya tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketersediaan sarana dan prasarana, modal usaha serta kendala teknis. Komponen pilihan yang banyak diketahui oleh petani namun banyak tidak dilaksanakan adalah penggunaan bibit muda. Komponen PTT ini sulit diterapkan karena menurut petani bila bibit ditanam terlalu muda maka akan terjadi serangan hama keong yang dapat merusak tanaman mereka. komponen teknologi pilihan yang paling banyak diketahui dan diaplikasikan adauntuk pengelolaan panen dan pasca panen. Komponen ini menurut petani memberikan hasil yang optimal karena dengan penanganan yang baik akan mengurangi kehilangan hasil produksi.
Komponen PTT padi sawah selain diketahui dan diadopsi oleh petani peserta SL-PTT juga diketahui dan diadopsi oleh petani yang bukan menjadi peserta program SL-PTT. Mereka mengetahui komponen PTT tersebut dari berbagai sumber misalnya informasi dari Penyuluh Pertanian, sesama petani dan melihat aplikasi komponen PTT di lahan sawah petani lain. Pengetahuan dan adopsi komponen PTT padi sawah pada petani Non SL-PTT di Provinsi Bengkulu dapat dilihat pada gambar 2. P e r s e n t a s e
80 70 60 50 40 30 20 10 0
68,18 59,09 50 45,45 18,18
22,73 18,18
18,18
40,91 40,91 36,36 36,36
31,82
31,82 27,27
18,18
Tahu Melaksanakan
22,73
4,55
Komponen PTT Gambar 2. Pengetahuan dan adopsi komponen PTT padi sawah pada petani Non SL-PTTdi Provinsi Bengkulu.
Komponen dasar yang paling banyak diketahui dan dilaksanakan oleh petani Non SL-PTT adalah perlindungan tanaman dari OPT berdasarkan prinsip dan strategi PHT. Informasi mengenal PHT diperoleh petani dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang bertugas di desa mereka. Perlindungan tanaman dengan prinsip PHT diajarkan oleh PPL dikarenakan dibeberapa lokasi telah terjadi resurjensi atau resistensi OPT akibat petani menggunakan dosis pestisida yang berlebihan dalam melindungi tanaman mereka. Komponen pilihan penanganan panen dan pasca panen menjadi komponen dasar yang paling banyak diketahui dan dilaksanakan oleh petani. Hampir sama dengan petani SL PTT alasan utama mereka memilih komponen ini untuk dilaksanakan karena dengan penanganan panen dan pasca panen yang benar maka akan mengurangi kehilangan hasil produksi. Bila kehilangan hasil produksi bisa diminimalisir maka kerugian dapat diminimalisir pula.
KESIMPULAN
1. Produksi padi dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 5,74 %/tahun, dari 484.594 ton GKG
2. 3.
pada tahun 2009 menjadi 600.282 ton GKG pada tahun 2013 (ARAM II) sedangkan laju peningkatan produktivitas mencapai 2,34%/tahun dan luas panen meningkat rata-rata 3,25 %/tahun. Produksi dan pendapatan petani peserta SL PTT lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SL-PTT. Komponen Teknologi Dasar dan pilihan yang paling banyak diketahui dan diadopsi oleh petani peserta SL-PTT adalah penggunaan bibit muda dan pengelolaan panen/pasca panen sedangkan yang paling banyak diketahui dan diadopsi oleh petani non SL-PTT adalah Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT dan pengelolaan pane/pasca panen.
UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih disampaikan kepada Dr. Dedi Sugandi, MP (Kepala BPTP Bengkulu) atas masukan dan arahannya. Terima kasih kepada Tim Pengkajian Analisis Kebijakan Pembangunan Pertanian Tahun 2013 serta Tim survei yang telah membantu kelancaran pengumpulan data.
DAFTAR PUSTAKA Adnyana dan Kariyasa. 2006. Dampak dan Persepsi Petani Terhadap Penerapan Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25 (1):21-29. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2010. Bengkulu dalam angka tahun 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2009. Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT. Kerjasama Puslitbangtan, BBP2TP, BPTP Jawa Barat dan BPTP Bali. 20 p. Direktur Jenderal Tanaman Pangan. 2013. Pedoman Teknis Pelaksanaan SL PTT Padi dan Jagung. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Hartatik dan Setyorini. 2008.Validasi Rekomendasi Pemupukan NPK dan Pupuk Organik Padi Sawah. litbang.deptan.go.id [25 November 2013]. Hamdan.2012. Analisis Efisiensi Faktor Produksi Pada Usahatani Padi Sawah Di Bengkulu.Dalam Sugandi,D dkk (Ed). Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Empat Sukses Program Strategis Kementerian Pertanian Di Provinsi Bengkulu. Prodising: 273-281. Bengkulu: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Rusastra,I.W. dan Suryadi, 2004. Ekonomi Tenaga Kerja Pertanian dan Implikasinya dalam Peningkatan Produksi dan Kesejahteraan Buruh. Jurnal Litbang Pertanian No 23 (3) : 91-99 Soekartawi .2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.