PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENDAYAGUNAAN AIR TANAH DANGKAL SECARA PRODUKTIF PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN R.H. Anasiru, Muhammad Aqil, Abi Prabowo, I.U. Firmansyah dan IGP Sarasutha
ABSTRAK Lahan kering dan lahan tadah hujan di Lembah Palu umumnya diusahakan petani sekali setahun yaitu pada musim hujan dengan tanaman semusim. Selain itu di musim kemarau sebagian besar lahan tidak diusahakan karena akan mengalami kekurangan air. Pemecahan permasalahan tersebut telah dilakukan melalui pengembangan sistem irigasi lahan kering skala kecil dengan memanfaatkan potensi airtanah dangkal yang dapat dimanfaatkan oleh petani. Pemanfaatan airtanah dangkal hanya bersifat suplesi dari sisa hujan atau lengas tanah yang masih tersisa. Penelitian bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan sumber airtanah dangkal mendukung perbaikan polatanam dengan komoditas yang bernilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Lokasi pengkajian dilaksanakan di Ds Loru Kab.Donggala dan Lh. Duyu Kota Palu. Kedalaman pengeboran, debit pemompaan dan luasan yang dapat diairi di Ds Loru adalah 25 m, 2,8 l/dt dan 1,97 ha, sedangkan untuk kelurahan Duyu adalah 14 m, 1,2 l/dt dan 0,94 ha. Optimalisasi pemanfaatan airtanah dalam mendukung pola tanam dilakukan melalui pengaturan pergiliran pemberian air pada tanaman dengan polatanam jagung,kacang tanah, bawang dan cabe. Berdasarkan hasil analisis, penjatahan kebutuhan air (m3/ha/musim) untuk komoditi jagung, kacang tanah, bawang merah dan lombok masing-masing adalah 900,140.3, 148.2 dan 2.907. Disamping itu perkiraan jam operasi pompa per musimnya untuk komoditi jagung, kacang tanah, bawang merah dan lombok masing-masing adalah 89,11; 39,18; 287,05 dan 147,02 jam. Sedangkan biaya pemompaan untuk komoditi jagung, kacang tanah, bawang merah dan lombok masingmasing adalah Rp. 129.193, Rp. 201.766, Rp. 390.772, dan Rp. 213.163.- Nilai R/C rasio pada usahatani kacang tanah, jagung dan bawang merah di wilayah kajian masing-masing 2,65 , 2,53 dan 2,89. Kata kunci: Irigasi airtanah, polatanam, tanaman pangan dan hortikultura, lahan kering,. LATAR BELAKANG Kondisi wilayah Propinsi Sulawesi Tengah dicirikan oleh lahan kering yang keberadaannya cukup luas yakni mencapai 6.651.064 ha. Di wilayah lembah Palu luas lahan kering diperkirakan seluas 350.734 ha dan 87% merupakan lahan sawah tadah hujan (Syafruddin et al., 1997). Lahan kering dan tadah hujan tersebut merupakan tumpuan petani untuk meningkatkan pendapatannya melalui usahatani baik tanaman pangan maupun hortikultura Meskipun wilayahnya beriklim kering namun sektor pertanian tetap merupakan tumpuan utama perekonomian Sulawesi Tengah, karena kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB masih merupakan yang tertinggi (39,86%) dengan laju pertumbuhan 2,6% pada Pelita VI. Sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi 18,39% pada PDRB Sulawesi Tengah 46,13% terhadap sumbangan sektor pertanian dengan tingkat
1 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
pertumbuhan cenderung menurun –1,67% pada akhir Pelita VI. (Diperta Sulteng, 1996). Kebijakan pemerintah daerah Sulawesi Tengah antara lain tetap memposisikan sektor pertanian sebagai sektor penggerak dan andalan daerah dengan fokus peningkatan ketahanan pangan, pengembangan ekonomi petani serta peningkatan ekspor dalam kerangka agribisnis. Gambaran tingkat produksi tanaman pangan dan hortikultura di Propinsi Sulawesi Tengah disajikan Tabel 1. Tabel 1. Produksi beberapa komoditas di Sulawesi Tengah , 1995-1999 (ton) Komoditas
1996
1997
1998
1999
2000
Jagung Kacang tanah Bawang merah Cabe
37.453 6.444 5.917 5.233
26.986 6.351 7.337 5.812
43.815 5.569 2.413 2.683
56.581 4013 5839 2033
50.031 7.710 8.229 4.928
Sumber: www.deptan.go.id Berdasarkan Tabel di atas terlihat sangat sedikitnya kontribusi sektor pertanian Sulawesi Tengah terhadap PRDB dibandingkan propinsi lainnya .Prosentase sumbangan PRDB Sulawesi Tengah sebetulnya dapat lebih ditingkatkan apabila kendala keterbatasan air pada lahan kering dan tadah hujan dapat dikuasai dengan cara pemanfaatan airtanah sebagai sarana irigasi. Potensi dan peluang pemanfaatan airtanah untuk irigasi lahan kering di Lembah Palu secara teknis memungkinkan untuk diterapkan. Diantara wilayah agroekosistem lahan kering dan tadah hujan di Lembah Palu yang layak dikembangkan dengan dukungan pemanfaatan airtanah adalah wilayah Kab. Donggala (Fagi et al., 1993 ; Prastowo et al., 1994). Beberapa komoditas tanaman pangan dan hortikultura yang menjadi unggulan Kab. Donggala adalah kacang tanah, kedelai, kacang hijau, bawang merah, lombok, dan sayuran (BPS Sulteng, 1995). Tanaman pangan dan sayuran telah lama dibudidayakan oleh petani di Lembah Palu sebagai tanaman yang bersifat komersial. Hal ini dicirikan oleh sebagian besar hasil produksinya ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar di wilayah Sulteng, Sulut, Sulsel dan Kalimantan (BPS Sulteng, 1995). Khusus untuk komoditi bawang merah varietas local Palu telah lama dan banyak dibudidayakan di dareah Tinombo (daerah Pantai Timur Donggala). Varietas lokal tersebut mempunyai rasa gurih dengan aroma enak dan kering sehingga tahan lama disimpan. Hasil yang dicapai ditingkat petani berkisar antara 1,83 – 4,1 t/ha. Upaya pemanfaatan airtanah untuk pengembangan pertanian telah dilakukan oleh P.U Pengairan melalui Proyek Pengembangan Air Tanah melalui pengeboran pompa sumur dalam . Namun demikian dalam penerapannya pompa tersebut tidak dimanfaatkan oleh petani karena : (1) tidak tersedia uang tunai untuk penyewaan dan pembelian bahan bakar, (2) minimnya keahlian petani dalam pengoperasian pompa serta (3) manajemen O&P pemompaan yang kurang optimal. Sebagai alternatifnya petani memilih menggunakan pompa airtanah dangkal (3,5-6 PK). Penggunaan pompa
2 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
airtanah tersebut sangat nyata dalam meningkatkan intensitas pertanaman dari 100% (1 kali/tahun) menjadi 300% (tiga kali/tahun) di beberapa propinsi seperti Lampung, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Penerapan pompa sumur dangkal tersebut juga mampu meningkatkan variasi jenis tanaman dan pola tanam yang memberikan keuntungan secara ekonomi. Tujuan penelitian adalah (i) verifikasi uji pengeboran pada musim tanam yang berbeda ; (2) menyususn sistem operasi sumur airtaah dangkal dan (3) mengkaji pola tanam yang sesuai dan optimum pada daerah tadah hujan dan daerah sistem irigasi airtanah dangkal (aspek teknik, ekonomis, sosial) dari hasil hubungan antara kesediaan potensi airtanah, jenis pompa terpilih, dan metode irigasi yang ada. METODOLOGI Peningkatan produktivitas usahatani pada lahan kering dihadapkan pada beberapa kendala antara lain musim hujan hanya terjadi dalam waktu singkat dan selanjutnya pada musim kemarau lahan mengalami kekeringan. Pada musim kemarau, tanaman yang tidak diairi produktivitasnya tidak lebih dari 2 ton/ha. Dengan memberikan air irigasi sebagai suplesi pada fase-fase tertentu pertumbuhan tanaman yang sensitif maka produktivitas tanaman dapat mencapai 4 ton/ha. Namun demikian petani harus mengoperasikan pompa selama sekitar 16,5 jam untuk setiap ton produksi tanaman. Apabila harga komoditas dipatok sebesar Rp. 850,-/ha dengan biaya operasi pompa Rp. 3.500,-/jam maka akan didapatkan keuntungan sebesar Rp. 1.468.000,-/ha. Dengan mengoptimalkan pola tanam dan meningkatkan intensitas pertanaman maka keuntungan yang diperoleh oleh petani akan lebih besar lagi untuk setiap luasan lahan yang diusahakan. Pelaksanaaan kajian pemanfaatan airtanah sebagai sumber air irigasi di Lembah Palu harus mempertimbangkan pula potensi sumber airtanah, jenis dan ukuran pompa, kondisi lahan, kebutuhan air tanaman, pencapaian hasil, keuntungan produksi, efisiensi air, dan nilai adaptif (teknis, ekonomis, sosial) petani. Atas dasar pemikiran tersebut pengkajian diarahkan pada introduksi model pola tanam semi intensif (intensitas pertanaman >100%) yang didukung oleh irigasi airtanah sebagai suplesi (tambahan). Kegiatan ini juga diarahkan pada pembuatan rekomendasi model pola tanam spesifik lokasi serta cara pemberian air tanaman yang efisien (interval, lama waktu pemberian air), serta ketebalan pemberian air. Model pola tanam intensif akan dikaji dalam skala pilot plan dengan luas lahan pertanaman kurang lebih satu hektar. Aspek komparatif dari polatanam introduksi dengan non-introduksi juga lebih dipertajam dengan mengkaji aspek ekonomi irigasi, kebutuhan saprodi, serta sistem operasi sumur bor dalam satu musim. Pengumpulan data dilakukan melalui pencatatan langsung setiap kegiatan (farm record keeping) dengan cara wawancara kepada petani kooperator dan non kooperator. Daftar Pertanyaan Berstruktur disiapkan sebelum melakukan pengkajian. Sebagai tambahan informasi dilakukan wawancara semi struktural kepada petani andalan sebagai informan kunci mengenai informasi umum lokasi pengkajian. Aspek ekonomi mencakup analisis R/C ratio dihitung untuk setiap polatanam. Tinjauan aspek sosial mencakup tingkat preferensi petani terhadap polatanam yang diintroduksikan.
3 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
Hasil dan Pembahasan Kondisi Fisik Tanah dan Agroklimat Wilayah Wilayah Desa Loru dan Duyu yang dijadikan daerah pengkajian pemanfaatan airtanah merupakan wilayah ekuator atau stepa tropik yang dicirikan oleh rata-rata suhu harian yang tinggi , beda suhu maksimum dan minimum relatif kecil, serta curah hujan bulanan yang rendah. Kondisi geologi tanah dataran rendah Palu terdiri dari bahanbahan alluvial dengan topografi berombak sampai berbukit. Lokasi pengkajian bertekstur liat geluhan dan liat debuan. Kemantapan agregat tanah agak stabil, sedangkan kapasitas tanah memegang air agak besar. Gambaran kondisi fisik tanah pada kedua lokasi pengkajian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data kondisi fisik tanah wilayah Loru dan Duyu Sifat fisik
Loru
Fraksi ¾ Pasir 30,93 ¾ Debu 30.76 ¾ Liat 38.32 Tekstur Liat geluhan Kapasitas lapang (%) 27,62 Titik layu permanen (%) 12 Kapasitas memegang air 19 Bulk density (gr/cm3) 1,515 Particle density (gr/cm3) 2,721 Porositas (%) 44,311 Sumber : Laboratorium Balitjas, 2001
Duyu 10,11 34,69 55,20 Liat debuan 36,73 11 17.22 1,364 2,511 45,659
Selain sifat fisik tanah faktor lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan dan manajemen irigasi adalah laju infiltrasi. Data infiltrasi diperlukan untuk menentukan lama waktu yang diperlukan untuk proses irigasi. Dari hasil percobaan lapangan hubungan antara jumlah air yang meresap dengan waktu di Ds Loru adalah : Persamaan infiltrasi
= 0.5007 T 0.3278 R2=0.9934
Sehingga hubungan antara laju infiltrasi dengan waktu dapat dibuat sebagai berikut: ∂I f = = 0.5067 x0.3278 T 0.3278−1 ∂t Laju infiltrasi → f = 0.1639 T −0.6722
4 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
0,1
Laju infiltrasi (cm/menit)
0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Waktu (menit)
Gambar 1 Laju infiltrasi tanah di Lokasi Desa Loru Sementara itu untuk Ds Duyu hubungan yang diperoleh adalah: f
∂I ∂t
=
= 0.417 x0.6112 T 0.6112 −1
Laju infiltrasi f = 0.089845 T −0.38882 0,1 0,09 Laju infiltrasi (cm/menit)
0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu (menit)
Gambar 2. Laju infiltrasi tanah di Lokasi Desa Duyu
5 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
100
110
110
Dari kedua lokasi pengujian p terrlihat laju iriigasi di Lahaan Desa Duyyu lebih bessar yaittu 0,015 cm m/menit, lebbih besar dibandingkaan Desa Looru yang nilainya n 0,009 cm//menit, sehin ngga untuk pedoman p opperasi sebaikknya laju iriggasi/pemberiian air nilainnya tidaak melebihii nilai ambaang tersebuut (Loru = 1,5 m3/mennit dan Ds. Duyu = 0,9 0 m3/menit) / karrena dikhawaatirkan akan menimbulkkan runoff daan erosi tanaah. Berdasaarkan hasil analisis ikllim wilayaah Lembah Palu P yang meliputi m currah hujan, persentaase penyinarran mataharii, temperatuur rata-rata bulanan, keccepatan angin, dann kelembabaan udara selaama kurang lebih 20 tahhun (1979-1999), stasiuun Meteoroloogi Banndara Mutiaara Palu (S Sulawesi Tengah), mennampakkan kesenjangan k n antara laaju currahan air hujan dengan kebutuhan k aiir tanaman, sebagaimana s a terlihat padda Gambar 2. 2 Hujan dan Evapotranspirasi (mm)
250 200 150 100 50 0 Curah hujan h
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 13 8 69 82 62 56 6 53 56 53 39 49 52 47 68
Evapotrranspirasi 18 18 19 20 17 7 16 17 19 21 20 18 18
Bulan
Gambarr 3. Grafik cuurah hujan dan d evapotraanspirasi bulanan Wilayaah Palu Berdasaarkan pola curah hujaan dan evappotranspirasii pada Gam mbar 3, terlihhat bahhwa rata-raata curah huujan tahunann untuk willayah Palu 685,5 mm atau 57,125 mm m/bulan . Seccara umum trend t penyebbaran hujann untuk wilayyah Palu tiddak mengalam mi bannyak perubaahan, dimanaa kecenderrungan peniingkatan terj rjadi pada bulan b Mei dan d menncapai puncaknya pada bulan Juli. Sementara S ittu nilai evapootranspirasi tahunan unttuk willayah kajian sebesar 22552 mm/tahuun atau 1877,70 mm/bullan, jauh leebih besar dari currah hujan sehingga mem merlukan adaanya irigasi sebagai supllesi pada fasse-fase tertenntu dalam proses pertumbuhan tanaman. Analisiss keseimbbangan anntara masuukan (hujjan) dengan keluarran (evvapotranspiraasi) cenderunng menetapkkan bahwa saat terbaik untuk mem mulai usahataani jatuuh pada bulan Mei, dikkarenakan buulan tersebuut hanya meembutuhkan tambahan air iriggasi pompa airtanah yanng sedikit dibandingkan d n dengan buulan lainnyaa. Lebih lanjjut anaalisis neracaa air menginndikasikan bahwa b jenis tanaman yaang cocok dibudidayak d kan sebbaiknya yang g tidak mem mbutuhkan air a dalam juumlah besarr yakni palaawija , sepeerti jaguung (460 mm/musim) m k kacang tanahh (420 mm m/musim), loombok (430 mm/musim m) , baw wang merah h (350 mm/musim) daan lain-lain. Pertanamaan padi tiddak dianjurkkan
6 E:\Peekerjaan\Sulteng\L Lap P4MI\Litkaji\A Air Tanah dangkall.docx
karena kebutuhan airnya sangat besar mencapai 1.200 mm/musim sehingga dikhawatirkan akan terjadi kegagalan panen akibat kekurangan air pada fase-fase tertentu dalam pertumbuhannya. Tabel 3.
Rincian ketersediaan air dan defisit air beberapa jenis komoditas untuk musim tanam Mei Hujan efektif (mm)
Bulan Mei 1 -10 11 –20 21- 30 Juni 1 -10 11 –20 21- 30 Juli 1 -10 11 –20 21- 30
Penggunaan air (mm/dekade) Jagung Kc-tanah Bawang Lombok
Jagung
Surplus/defisit air (mm) Kc-tanah Bawang Lombok
8.1 20.2 20.3
11.5 28.9 29.1
15.3 38.3 38.6
15.5 41.6 48.9
44.4 41.6 44.4
-3.5 -8.6 -8.8
-7.2 -18.1 -18.3
-7.4 -21.4 -28.6
-26.1 -21.4 -24.2
20.3 21.5 22.6
34 43.4 55.1
38.4 38.2 38
52.9 52.6 49.6
50.3 55.7 59.5
-13.62 -22.8 -32.5
-18.1 -16.7 -15.4
-32.6 -31.2 -27
-30 -35.3 -38.1
23.7 22.0 20.3
-
37.8 39.5 35.3
-
60.6 60.3 63
-
-14.1 -17.5 -14.9
-
-38 -36.6 -41
Catatan: Jagung dipanen pada umur 60 hari Dari Tabel 3 dapat dikatakan bahwa tanaman jagung, kacang tanah, bawang merah dan lombok mengalami defisit air yang bervariasi selama pertumbuhannya. Untuk tanaman jagung tambahan air yang harus diberikan dari irigasi pompa airtanah adalah sebesar 89.8 mm/musim Sementara itu tanaman kacang tanah, bawang merah dan lombok membutuhkan tambahan air masing-masing 140.3 mm/musim, 148.2 mm/musim dan 290.7 mm/musim. Besarnya debit air yang harus dialirkan pada suatu lahan dapat diketahui jumlahnya melalui konversi kedalam bentuk yang lebih praktis, dengan cara sebagai berikut: Untuk tanaman jagung, kebutuhan air per hari adalah 89.8 mm/musim: 60 hari = 1.50 mm/hari Karena satu hektar setara dengan 10. 000 m2 dan satu meter kubik sama dengan 1.000 liter maka, volume air yang diperlukan per hari adalah: 1m 10.000 m 2 mm V = 1.50 x x x 1 ha hari 1000 mm 1 ha V
= 15
m3 hari
Sehingga volume pemberian air pada satu musim adalah 15 m3/hari dimana dalam periode sepuluh hari 150 m3/10 hari sehingga permusimnya adalah 900 m3/musim
7 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
Hasil perhitungan volume irigasi suplesi pada setiap fase pertumbuhan tanaman jagung, kacang tanah, bawang merah dan lombok dapat dilihat pada Gambar 4. 450 Jagung
Volume air yang diirigasikan (m3/10 hari)
400
Kacang tanah
Bawang
Lombok
350 300 250 200 150 100 50 0 0-10
11-20
21-30
31-40
41-50
51-60
61-70
71-80
81-90
91-100
Hari setelah tanam
Gambar 4. Volume pemberian air sesuai fase pertumbuhan tanaman Pada Gambar 4 terlihat adanya perbedaan volume irigasi suplesi sesuai dengan jenis dan masa pertumbuhan tanaman. Volume air irigasi yang harus dijatahkan untuk tanaman adalah sebagai berikut : jagung = 900 m3/ha/musim, kacang tanah = 140,3 m3/ha/musim, bawang merah = 148.2 m3/ha/musim, dan lombok = 290,7 m3/ha/musim. Dapat pula dikatakan bahwa pada umur tanaman berkisar antara 40-60 hst mengkonsumsi ± 65 % total kebutuhan air tanaman per musim. Operasi Sumur Airtanah Dangkal Agar kepastian pemenuhan kebutuhan air tanaman lebih terjamin maka alternatif yang dapat dilakukan adalah perbaikan sistem operasionalisasi irigasi melalui penerapan teknologi pemompaan yang rasional yaitu tepat jumlah, waktu dan tepat sasaran di daerah perakaran tanaman sehingga keberlanjutan sistem irigasi pompa tetap terjaga. Pada lokasi pengkajian di Desa Loru dan Desa Duyu telah dilakukan pengeboran airtanah dangkal dan uji pemompaan terlebih dulu. Dari hasil pengamatan
8 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
lapang diperoleh bahwa pemasangan pompa pada kedalaman akuifer melebihi sembilan meter harus diletakkan di dasar sumur yang terbuat dari pasangan batu merah dengan penempatan enjin (dibantu dengan v-belt panjang) di atas permukaan sumur atau kadang berdampingan dengan pompanya yang terletak di dasar sumur. Guna menekan priming time maka pada pipa isap sebelum pengeluaran dibantu dengan tambahan pompa isap model engkol (Dragon). Dengan cara memasang pipa isap dikombinasikan dengan pipa pada kedalaman 10 m. untuk kedalaman pengeboran 25 m maka daya enjin penggerak pompa dapat diturunkan dari 10 HP menjadi 7 HP dengan debit 2,8 l/det dan tinggi pengangkatan 12 m. Sementara itu di Desa Duyu kedalaman sumur pantek adalah 14 m dengan debit pompa 1,2 l/det. Kualitas air sumur pada kedua lokasi pengkajian termasuk layak untuk irigasi bahkan air minum karena berwarna jernih, tidak ada rasa dan bau. Hal ini terbukti dengan banyaknya penduduk disekitar lokasi yang memanfaatkannya untuk keperluan rumah tangga karena tidak adanya sumur gali di rumah-rumah penduduk. Kegiatan pemanfaatan lahan untuk usahatani dengan dukungan irigasi airtanah dangkal pada telah dilakukan petani di wilayah kajian Desa Loru dengan komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti jagung, cabe, bawang lokal dan lombok. Pengaturan pergiliran pemberian air pada tanaman bertujuan untuk mengoptimalisasi pemanfaatan airtanah dalam mendukung pola tanamnya, sedangkan eksploitasi kerja alsin dilakukan melalui pembuatan pedoman sistem operasi pompa guna mendukung efisiensi pemberian air. Tinjauan aspek ekonomi pengelolaan irigasi pompa sebagaimana terlihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Pedoman operasional pompa dalam satu musim Hari setelah tanam (hst) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Total
Lama waktu pengoperasian pompa (jam) Jagung 3,47 8,53 8,73 13,51 22,62 32,24 89,11
Kc-tanah 7,14 17,96 18,15 17,95 16,56 15,27 13,98 17,36 14,78 139,18
Lombok 25,89 21,23 24,00 29,76 35,01 37,79 37,69 29.76 28.37 287.05
Bawang 7,34 21,23 28,37 32,34 30,95 26,78 147,02
Dengan asumsi biaya pengoperasian pompa adalah Rp. 1200/jam (pompa diesel) maka biaya pemompaan yang dibutuhkan untuk penyiraman tanaman adalah:
9 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
Tabel 5. Aspek ekonomi pemompaan sumur airtanah dangkal Hari setelah tanam (hst) 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Biaya operasional pompa (Rp) Jagung 5.031 12.368 12.658 19.589 32.799 46.748 -
Kc-tanah 10.353 26.042 26.317 26.027 24.012 22.141 20.271 25.172 21.431
Lombok 37.540 30.783 34.800 43.152 50.764 54.795 54.650 43.152 41.136
Bawang 10.643 30.783 41.136 46.893 44.877 38.831 -
Total 129.193 201.766 390.772 213.163 Dari Tabel 4 dan Tabel 5 terlihat tanaman cabe membutuhkan waktu penyiraman dan biaya irigasi yang paling besar dibandingkan tanaman palawija lain. Hal ini disebabkan karena tingginya koefisien tanaman lombok akibat rendahnya indeks luas daun tanaman ( penutupan tajuk rendah) sehingga penggunaan air konsumtif dalam bentuk evapotranspirasi tanah dan tanaman menjadi lebih besar. Sementara itu tanaman jagung dan cabe pergiliran pemompaannya dan biaya irigasinya lebih rendah karena umur panennya yang lebih singkat (60 hari) lebih besar dibandingkan cabe yang umur panennya 110 hari. Pengelolaan Polatanam dan Irigasi pada Lokasi Pengkajian Sistem irigasi airtanah dangkal yang dibuat di Desa Loru dan Desa Duyu secara signifikan telah meningkatkan gairah petani untuk meningkatkan intensitas pertanaman . Pengelolaan pola tanam diserahkan kepada petani kooperator untuk menentukan komoditas yang akan ditanam. Pada pengkajian di Ds. Loru petak pertanaman ditanami berbagai komoditas antara lain cabe besar ( 450 m2), jagung ( 900 m2) dan lombok ( 715 m2). Metode irigasi yang diterapkan adalah alur terbuka dan sprinkler. Pembuatan alur dilakukan setiap baris dengan cara menggulud tanaman dengan ketinggian gulud 20 cm dan lebar 30 cm. Penempatan petakan masing-masing jenis tanaman dari letak sumur berdasarkan jumlah kebutuhan dan frekuensi pemberian air serta letak lahan. Karena sumur terletak agak jauh dari lahan maka untuk meningkatkan tekanan air maka pada outlet bak dipasang pompa listrik 125 watt yang akan meningkatkan debit aliran di lahan sampai 0.2 l/det x 4 = 0.8 l/det dengan sistem operasi simultan pada empat lokasi penempatan kran. Pengelolaan polatanam yang baik harus diikuti dengan pengelolaan penjatahan air sesuai dengan tingkat ketersediaan hujan dan air bawah permukaan. Simulasi pengoperasian pompa di Ds. Loru, dengan debit 2.8 l/det dapat dihitung seperti terlihat pada Tabel 5.
10 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
Tabel 6. Luas layanan irigasi pada berbagai pola tanam, 2001 Desa Loru Pertanaman
Jagung + Jagung Jagung + Kc. tanah Kc tanah+Kc tanah Bawang + Cabe
Kebutuhan air dari sumur (mm/musim) 320 ½ (320+460) 460 ½(251+525.8)
Kerja pompa (jam/musim)
Luas layanan (ha)
168.42 92.67+123.87 139.18 119.1+324
1.89 0.82+ 1.12 1.97 0.81 + 1.13
Pengoperasian pompa ternyata hanya mampu melayani daerah seluas ± 1,97 ha dengan pergiliran pemberian air pada interval 5-10 hari per aplikasi (Tabel 6). Pada pertanaman cabe sistem distribusi air diujicoba dengan menggunakan sprinkler yang dibeli di pasar, dengan hasil pengujian terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil pengujian sprinkler pada tanaman cabe Debit sprinkler Diameter Luas layanan (l/det) pembasahan (cm) (m2) Sprinkler 1 0.0610 210 3.46 Sprinkler 2 0.0613 215 3.63 Sprinkler 3 0.0623 220 3.80 Sprinkler 4 0.0653 218 3.73 Rata-rata 0.0625 215.75 3.655 2 Dengan asumsi luas layanan rata-rata sprinkler sebesar 3,655 m maka dalam setiap hektarnya dibutuhkan sprinkler sebanyak 2.735 buah. Preferensi petani terhadap penggunaan sprinkler cukup baik namun karena investasi awalnya yang cukup tinggi ( 20 juta rupiah) maka sistem sprinkler ini tidak dapat diadopsi petani. Selain itu masih terdapat beberapa kendala teknis dalam operasi alat. Balitjas sedang merancang sprinkler yang luas layanannya besar, sekitar 100 m2 dengan biaya produksi murah (Rp 15.000) dan diupayakan untuk mengembangkan sistem ini di Lembah Palu karena petani sangat antusias terdahap teknologi penyiraman ini. Fenomena lain yang terlihat di pengkajian Ds. Loru adalah timbulnya rasa solidaritas komunitas terhadap penentuan kebutuhan air yang sama yaitu melalui pemanfaatan air untuk keperluan rumah tangga. Sebelum pompa dibangun setiap RT membeli air disekitar pasar Biromaru dengan menggunakan jerigen berukuran 20 liter. Rata-rata setiap RT memerlukan air minum sebanyak 2 jerigen untuk 3 hari dengan harga Rp. 500/jerigen. Solidaritas komunitas ini ditunjukkan dari kemauan petani
11 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
untuk bermusyawarah mengeluarkan satu zak semen dan uang Rp. 10.000,-/Rt untuk pembuatan bak air (Anasiru et al., 2001) Sementara itu pada lokasi pengkajian Ds. Duyu, sistem irigasi airtanah dangkal yang dibuat secara signifikan juga meningkatkan gairah petani untuk meningkatkan intensitas pertanaman . Pengelolaan pola tanam diserahkan kepada petani kooperator untuk menentukan komoditas yang akan ditanam. Varietas tanaman introduksi disediakan oleh peneliti, demikian dengan paket pupuk anjuran. Pada pengkajian di Ds. Duyu, petani kooperator memilih untuk menanam komoditas sayur-sayuran sesuai dengan permintaan pasar di dekat lokasi pengkajian. Pada pengkajian di Ds. Duyu petak pertanaman ditanamai berbagai komoditas antara lain timun ( 600 m2), jagung untuk hijauan ( 1000 m2), tomat ( 2500 m2).dan padi seluas 2500 m2. Operasional pompa diserahkan kepada petani dengan mengikuti arahan dari peneliti/penyuluh. Penempatan petakan masing-masing jenis tanaman dari letak sumur berdasarkan jumlah kebutuhan dan frekuensi pemberian air serta letak lahan. Pedoman kerja pompa dan sistem pergiliran irigasi dengan debit pemompaan 1.2 l/det di Ds. Loru seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8 Luas layanan irigasi pada berbagai pola tanam, 2001 Desa Duyu Pertanaman
Kebutuhan air dari sumur (mm/musim)
Kerja pompa (jam/musim)
Luas layanan (ha)
Jagung + Jagung 320 89.11 0.81 Jagung + Kc. tanah ½ (320+460) 48.02+64.18 0.35 + 0.52 Kc tanah+Kc tanah 460 139.18 0.94 Tomat + Timun ½(300+250) 61.38+51.15 0.7 + 0.5 Luas layanan irigasi di Ds. Duyu lebih rendah dibandingkan Ds. Loru yaitu hanya sekitar 0,81 – 0,94 ha tergantung jenis tanaman dan pola tanam yang dilakukan (Tabel 7). Rendahnya luas layanan irigasi ini disebabkan kedalaman pengeboran yang lebih dangkal yakni hanya 12 m sehingga debit pompa juga kecil yaitu 1,2 – 1,4 l/detik. Dengan menambah kedalaman pengeboran sekitar 3 m dan pompa sedikit diturunkan dari permukaan lahan maka debit 2,5 l/det dapat dicapai. Irigasi tanaman dilakukan dalam bentuk pergiliran pemberian air pada interval 5-10 hari per aplikasi. Aspek Sosial Ekonomi Berdasarkan hasil survey di lapangan baik petani kooperator dan non kooperator, umumnya mempunyai kendala dalam hal pengembangan pola tanam karena kurangnya kebutuhan air oleh tanaman baik diakibatkan minimnya curah hujan dan tidak mendapatkan distribusi air dari saluran irigasi. Untuk mengatasi hal tersebut langkah yang ditempuh adalah mengolah lahan lain selain milik sendiri secara bergantian. Ini juga dilakukan dengan pertimbangan kurangnya tenaga kerja . petani mengerjakan lahan dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Berdasarkan hasil survey komparatif yang dilakukan dengan melibatkan petani yang memanfaatkan sistem irigasi pompa airtanah sebagai petani kooperator serta petani
12 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
yang usahataninya hanya tergantung kepada ketersediaan air hujan terlihat adanya perbedaan hasil yang cukup signifikan. Analisis usahatani di lahan irigasi airtanah dangkal pada komoditas sasaran kacang tanah, jagung dan bawang merah menunjukkan pendapatan bersih yang diperoleh petani masing-masing RP. 3.507.630 , Rp. 1.825.059 dan Rp. 8.204.321 dengan nilai R/C rasio masing-masing adalah 2,65 , 2,53 dan 2,89. Sementara itu hasil analisis usahatani yang hanya memanfaatkan hujan sebagai sumber air memperoleh pendapatan masing-masing Rp. 1.428.571 untuk jagung dan Rp. 1.975.309 untuk kacang tanah.Analisis biaya usahatani tanaman jagung, kacang tanah dan bawang merah pada daerah irigasi sumur pantek dengan daerah tadah hujan selengkapnya disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. . Tabel 9. Analisis biaya usahatani kacang tanah, jagung dan bawang merah pada lokasi penempatan sumur airtanah Uraian A.Sarana Produksi ¾ Benih ¾ Urea ¾ KCl ¾ TSP ¾ Zeprin ¾ Pestisida ¾ Gandasil B&D ¾ Irigasi ¾ Lain-lain Sub Total B.Tenaga Kerja ¾ Pengolahan tanah ¾ Pembuatan bedengan ¾ Penanaman ¾ Penyiangan ¾ Panen ¾ Pasca panen ¾ Lain-lain Sub total Total biaya A + B Produksi (ton/ha) Harga (Rp/blek(kg)) Nilai produksi (Rp) Pendapatan usahatani R/C rasio
Kacang tanah
Jagung
Bawang merah
373.333 45.000 67.500 67.500 201.811 755.144
23.809 118.000 59.400 67.500 67.500 129.209 465.418
2.000.000 40.000 180.000 140.000 140.000 213.179 162.500 2.875.679
238.000 163.170 233.100 233.100 200.000 1.067.370 1.722.514 1,63 28.000 4.575.000 3.507.630 2.65
190.476 119.000 100.000 320.000 729.523 1.194.941 3,76 800 3.020.000 1.825.059 2.53
120.000 125.000 200.000 500.000 340.000 175.000 1.460.000 4.335.679 8,36 1.500 12.540.000 8.204.321 2.89
13 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
Tabel 10. Analisis biaya usahatani kacang tanah, jagung dan bawang merah pada lokasi yang mengandalkan suplai air hujan (non kooperator) Uraian A.Sarana Produksi ¾ Benih ¾ Urea ¾ KCl ¾ TSP ¾ Zeprin ¾ Pestisida ¾ Gandasil B&D ¾ Irigasi Sub Total B.Tenaga Kerja ¾ Pengolahan tanah ¾ Penanaman ¾ Penyiangan ¾ Panen ¾ Pasca panen Sub total Total biaya A + B Produksi (kg/ha) Harga (Rp/blek) Nilai produksi (Rp) Pendapatan usahatani R/C rasio
Jagung
Kacang tanah
23.809.5 - (hujan) 23.809,5
185.185 - (hujan) 185.185
190.476 59.523 100.000 320.000 669.999 693.808 1.226 800 980.800 286,992 1.41
190.476 59.523 140.000 300.000 709.999 895.184 60 28.000 1.680.000 784.816 1.88
Bawang merah -
Sumber : Hasil wawancara dengan petani non kooperator, 2001.
14 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
Kesimpulan • • • •
Kegiatan operasi sumur pantek digunakan untuk mendukung polatanam introduksi jagung,kacang tanah, bawang dan cabe pada musim kemarau dengan memanfaatkan irigasi airtanah dangkal sebagai suplesi Luas layanan irigasi pada Ds Loru (debit sumber 2,8 l/det) adalah 1,97 ha sedangkan di Ds. Duyu (debit sumber 1,2 l/det) adalah 0.94 ha dengan system pembagian air secara giliran pada interval 5-10 hari Petani telah merasakan dampak penggunaan airtanah dangkal yang dibuktikan dengan meningkatnya intensitas pertanaman di wilayah pengkajian dan meningkatkan pendapatan petani Hasil analisis usahatani menunjukkan pendapatan usahatani pada wilayah yang didukung irigasi airtanah lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani yang hanya tergantung pada hujan. Nilai R/C rasio pada usahatani kacang tanah, jagung dan bawang merah di wilayah kajian masing-masing 2,65 , 2,53 dan 2,89.
Daftar Pustaka Anasiru, R., A. Prabowo, IGP Sarasutha, I.U. Firmansyah, 2000. Pengkajian Pompa Air untuk Tanaman Palawija dan Hortikultura di Sulawesi Tengah. BPTP Biromaru Palu. Anonim. 2000. Studi Diagnostik Lokasi Pengkajian CF di Desa Manongkoki Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Sulsel. BPS Sulteng, 1995. Sulawesi Tengah Dalam Angka . Kerjasama antara Kantor Statistik dengan BAPPEDA Prop Sulawesi Tengah Cimmyt, 1988. From Agronomic Data to Farmer Recommendations. An Economics Training Manual. Mexico. D.R Diperta TPH Prop TK.I. Sulawesi Tengah . 1996. Laporan Tahunan 1995/1996. Doorenbus, J., and Pruitt, W.O., 1984. Guidelines for Predicting Crop Water Requirements, FAO Irrigation and Drainage Paper No. 24 Rome Fajardo, F.F., 1988. Morphophysiological Responses of Ten Peanut (Arachis hypogene L) Varieties Stress. The Philippines Agricultural Kramer, P.J., 1984. Water Relations of Plants. Academic Press Norman, M.J.T, Pearson, C.J and Searle, P.G.E., 1984. The Ecology of Tropical Food Crops. Cambricge Univ. Press. Prabowo,A, B. Prastowo, dan I.U. Firmansyah., 1987. Kajian Model Pertumbuhan dan Produksi Jagung, Kedelai dan Kebutuhan Air Minimal untuk Kacang Hijau. Laporan Tahunan Hasil Penelitian . Kelti Mekanisasi Balittan Maros Tahun 1986/1987. Prastowo,B, I.U. Firmansyah, A. Najamuddin, R.H.Anasiru, dan M. Slamet., 1994. Studi Penggunaan Pompa Air Tanah di Lembah Palu. Laporan Tahunan Hasil Penelitian Kelti Mekanisasi Balittan Maros Tahun 1993/1994
15 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx
Smith, Martin., 1993. Climwat for Cropwat ( A climatic database for irrigation planning and management). FAO Irrigation and Drainage Paper No. 46. Rome Smith, Martin, 1992. Cropwat. Computer Program for Irrigation Planning Management. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 46 Rome. Syafruddin, T. Rumajar, J.G. Kindangen, R. Aksono, A.Negara, D.Bulo dan J.Limbongan, 1999. Analisis Zone Agroekologi (ZAe) Propinsi Sulawesi Tengah (Bio-Fisik). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru. Zandztra, H.G., Price, E.C., Litsinger, J.A. and Morris, R.A., 1981. A Methodology for on Farm Cropping Systems Research. IRRI Los Banos Philippines.
16 E:\Pekerjaan\Sulteng\Lap P4MI\Litkaji\Air Tanah dangkal.docx