Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2014, pp. 345~350 345
PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA 14-45 TAHUN TENTANG IMS DI DESA TANJUNGRASA KALER KECAMATAN PATOKBEUSI KABUPATEN SUBANG Erna Irawan Universitas BSI Bandung e-mail:
[email protected] Abstract th january The research was done in Tanjungrasa Kaler village in Patokbeusi Subang from 1 until st 21 February 2014. There are many women in Patokbeusi suffer from Sexual Transmitted Disease (STD). Tanjungrasa Kaler village is located in the north coast way in Patokbeusi that the citizen has high mobility. The most citizen in Tanjungrasa Kalcr village are reproductive women (women who are 14-45 years old) with relative low education if compared with others village. The profile of Tanjungrasa Kaler village maybe cause the distribution of STD is high. STD is dangerous and threatens the human population, because of that the people need good knowledge and positive attitude about STD so the people can save themselves from the disease transmission. The research has purpose for knowing the knowledge about STD and attitude about STD of women in Tanjungrasa Kaler village. Survey Description Metode is used in this research (the research is done to the object usually more enough and in short time). The population of this research is all of the women who are 14-45 years old in Tanjungrasa Kaler village. The sample of this research is 330 respondents. The respondents are choosen by purposive sampling. The questionnaires are used to collect the data. The questionnaires are divided to the respondents by door to door and also divided to the respondents who become students in SMPN I Patokbeusi and SMAN I Patokbeusi. The percentage metode is used to analyse the knowledge component and median value is used to analyse the attitude component. The result show that 184 women (55.75%) respondents have knowledge with enough classification and 182 women (55.15%) respondents have attitude with positive classification. Based on the result, the writer suggests that the people need some information about STD so the people can save themselves from STD transmission. Keywords: Sexually Transmitted Infections, Woman Knowledge, Purposive Sampling. 1. Pendahuluan Infeksi menular seksual (IMS) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju dan di negara berkembang. Insidensi sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui secara pasti. IMS merupakan fenomena gunung es, yang berarti hanya satu orang yang terdetcksi dari seribu orang yang diduga karena para penderitanya cnggan melaporkan sakitnya pada petugas kesehatan. Keengganan ini dikarenakan adanya stigma masyarakat yang menilai bahwa IMS merupakan penyakit yang menjijikkan dan membuat malu, sehingga para pcnderita melakukan pengobatan sendiri atau mencari pengobatan kc dukun karena takut dikucilkan oleh masyarakat
(Daili, 2003). Menurut Sunardi Radiono yang dikutip dari Indomedia.com (1999) mengatakan bahwa banyak ibu rumah tangga yang belum tahu tentang infeksi menular seksual, hal ini terbukti dengan banyaknya ibu rumah tangga yang telah terjangkit penyakit kelamin. Penyakit kelamin yang diderita ibu rumah tangga, diduga kuat sebagai akibat tertular dari suami mereka yang suka berganti-ganti pasangan dengan wanita lain. Para ibu rumah tangga masih banyak yang beranggapan bahwa selama setia pada pasangan atau tidak menyelcweng dengan laki-laki lain, mereka tidak akan tertular penyakit kelamin. Di Indonesia bcberapa tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan insidensi IMS yaitu
Diterima 7 Februari, 2014; Revisi 2 Maret, 2014; Disetujui 15 Maret, 2014
ISBN: 978-602-61242-0-3
Siphillis, Gonorrhoe dan HIV/AIDS. Sejak tahun 1993 terjadi peningkatan yang tajam pada kasus HIV/AIDS (Daili, 2003). Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2001 Tahun 2004 dari 24 kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat, ternyata Kabupaten Subang menyumbangkan angka IMS yang tinggi sebagai berikut: Tabel 1. Insidensi IMS di kabupaten Subang Tahun 2001-Tahun 2004 Tahun
Usia
IMS selain HIV/AIDS
IIIV/ Tot AIDS al penderita IMS
2001
15-44tahun
260
0
260
2002
15-44 tahun
144
0
144
2003
15-44 tahun
104
15
119
2004
15-44 tahun
255
37
292
Sumber : PPM (Pemberantasan Pcnyakit Menular) dan PLP (Penyehatan Lingkungan Pemukiman) Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan analisa data dari PPM dan PLP Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, tahun 2001 sampai tahun 2004 ternyata insidensi IMS yang tinggi di Kabupaten Subang terjadi pada rentang usia antara 15-44 tahun. Berdasarkan PPM dan PLP Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, pada tahun 2004 insidensi IMS yang tinggi terjadi di 7 kecamatan yang terletak di wilayah jalur pantai utara dari 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Subang. Berdasarkan data tersebut dari 292 penderita IMS, 185 penderita (63,35%) terjadi di 7 kecamatan wilayah jalur pantai utara. Di wilayah jalur pantai utara, Kecamatan Patokbeusi menempati urutan pertama dalam menyumbangkan insidensi IMS dan HIV/AIDS di Kabupaten Subang, dengan rincian penderita IMS pada masing-masing Kecamatan di wilayah jalur pantai utara sebagai berikut : Kecamatan Binong 5 penderita, Kecamatan Blanakan 15 penderita, Kecamatan Ciasem 26 penderita, Kecamatan Compreng 0, Kecamatan Pamanukan 3 penderita, Kecamatan Patokbeusi 133 penderita dan Kecamatan Pusakanagara 3 penderita. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa rentang usia 14-45 tahun merupakan rentang usia seksual aktif, kelompok usia tersebut tergolong dalam kelompok risiko
tertular IMS dan akan menjadi kelompok risiko tinggi tertular IMS jika mempunyai perilaku seksual yang suka berganti-ganti pasangan dan pengguna jarum suntik, alat tindik serta alat tato yang tidak steril. Selain faktor perilaku, keadaan mobilitas penduduk yang tinggi menjadi faktor predisposisi peningkatan penularan IMS (Daili, 2003). Daili (2003) menjclaskan bahwa mobilitas penduduk yang tinggi akan meningkatkan risiko tinggi penularan IMS. Kondisi ini sesuai dengan Kecamatan Patokbeusi yang terletak di jalur pantai utara Kabupaten Subang sebagai jalur di sektor perdagangan, pertanian dan perindustrian. Berdasarkan Profit Kesehatan Kecamatan Patokbeusi (2003), jalur pantai utara di Kecamatan Patokbeusi ini melalui 3 desa, yaitu desa Gempolsari, Ciberes dan Tanjungrasa Kaler dari 6 desa yang ada di Kecamatan Patokbeusi. Desa Tanjungrasa Kaler adalah desa yang terletak di jalur pantai utara dengan jumlah penduduk wanita usia 14-45 tahun terbanyak yaitu sekitar 2.146 jiwa. Pendidikan wanita di Desa Tanjungrasa Kaler relatif rendah jika dibandingkan dari desa lain di Kecamatan Patokbeusi karena dijumpai penduduk wanita usia 10 tahun ke atas yang tidak tamat SD sekitar 531 jiwa dan jumlah ini merupakan jumlah terbanyak dari 6 desa yang ada di Kecamatan Patokbeusi. Gambaran kondisi Desa Tanjungrasa Kaler Kecamatan Patokbeusi memungkinkan tingginya distribusi IMS pada wanita usia 14-45 tahun di wilayah tersebut. Faktor sosial seperti mobilitas penduduk yang tinggi, waktu yang santai akibat pendidikan wanita yang rendah serta ketidaktahuan wanita tentang cara penularan IMS merupakan faktor-faktor yang mendukung tingginya distribusi IMS pada wanita di Desa Tanjungrasa Kaler Kecamatan Patokbeusi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Daili (2003) bahwa faktor sosial antara lain : mobilitas penduduk, waktu yang santai, kebebasan individu, prostitusi dan ketidaktahuan tentang IMS adalah faktor yang mempengaruhi pola distribusi IMS. IMS merupakan penyakit yang berbahaya dan mengancam populasi manusia. Individu yang menderita IMS bisa mempunyai keturunan yang cacat jika tidak segera diobati. IMS bahkan bisa menyebabkan kematian bagi penderitanya. Berdasarkan data-data antara lain sebagai berikut:
KNiST, 30 Maret 2014 346
ISBN: 978-602-61242-0-3
1. Data dari lembaga ASA Kecamatan Patokbeusi tahun 2005 yang melaporkan banyaknya kasus IMS yang diderita oleh wanita usia 15-44 tahun di Kecamatan Patokbeusi. 2. data dari Profil Kesehatan Kecamatan Patokbeusi tahun 2003 bahwa Desa Tanjungrasa Kaler adalah desa yang terletak di jalur pantai utara dengan mobilitas penduduk tinggi dan mempunyai jumlah penduduk wanita usia 14-45 tahun terbanyak dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah jika dibanding dengan desa lain di Kecamatan Patokbeusi. Berdasarkan latar belakang penelitian, masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran Pcngetahuan Dan Sikap Wanita Usia 14-45 lahun Tentang IMS Di Desa Tanjungrasa Kaler Kccamatan Patokbcusi Kabupaten Subang ? 2. Metode Penelitian Subjek penelitian i n i adalah seluruh wanita berusia 14-45 tahun di Desa Tanjungrasa Kaler Kecamatan Patokbeusi Kabupaten Subang. Teknik pcngambilan sample (sampling) dilakukan secara purposive sampling. Teknik purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri. (Notoatmodjo, 2003). Sample penelitian ini diambil sebanyak 330 responden yang memenuhi kriteria inklusi di Desa Tanjungrasa Kaler Kecamatan Patokbeusi Kabupaten Subang. 3. Hasil dan Pembahasan Tabel 2. Hasil Klasifikasi Pengetahuan Wanita Usia 14-45 tahun Di Desa Tanjungrasa tentang Infcksi Menular Seksual No Klasifika Persenta . si se Skor
% 28.18 % 55.76 % 16,06 % 100%
Baik
76-100%
93
2
Cukup
56 - 75 %
184
3
Buruk
< 55 %
53
Gambar 1. menunjukkan bahwa usia dewasa madya (40-45 tahun) mempunyai klasifikasi pengetahuan baik paling banyak yaitu (47,40%) responden. Gambar 2. Diagram Klasifikasi Pengetahuan Rcspondcn Berdasarkan pendidikan
Gambar 2. menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan perguruan tinggi mempunyai klasifikasi pengetahuan baik paling banyak yaitu (80%) responden dan pada tingkat pendidikan SD mempunyai klasifikasi pengetahuan buruk paling banyak yaitu $5,6%) responden. Tabel 3. Hasil Klasifikasi Sikap Wanita Usia 14-45 tahun Di Desa Tanjungrasa Kaler Mengenai lnfeksi Menular Scksual No .
Frekuen si
1
Gambar 1. Diagram Klasifikasi Pengetahuan Responden Rerdasarkan Usia
Klasifika si
1
Sikap Positif
2
Sikap Negalif .lumlah
Skor
Besar dari median (Median=28 .5) Kurang dari median (Median=28.5 )
Frekuen si
%
182
55.15 %
148
44.85 %
330
100.0
Tabel 3. menunjukkan bahwa 182 orang (55,15%) perempuan di Desa Tanjungrasa Jumlah 330 Kaler bersikap positif tentang IMS dan 148 Tabel 2. menunjukkan bahwa sebagian besar orang (44,85%) perempuan di Desa perempuan di Desa Tanjungrasa Kaler Tanjungrasa Kaler bersikap negatif tentang mempunyai pengetahuan tentang IMS IMS. dengan klasifikasi cukup yaitu sekitar 184 orang (55.76%) dari 330 responden.
KNiST, 30 Maret 2014 347
ISBN: 978-602-61242-0-3
Gambar 3. Diagram Klasifikasi Sikap Responden Berdasarkan Usia
Gambar 3. menunjukkan bahwa pada kelompok usia remaja (14-18 th) mempunyai klasifikasi sikap positif paling banyak yaitu (65,30%) dan responden kelompok usia dewasa madya (40-45 th) mempunyai klasifikasi sikap negatif paling banyak yaitu (57,90%) responden. Gambar 4. Diagram Klasifikasi Sikap Responden Berdasarkan Pendidikan
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan perguruan tinggi mempunyai klasifikasi sikap positif paling banyak yaitu (100%) responden dan pada tingkat pendidikan tidak tamat SD Bcrdasarkan data karakteristik responden tabel 2. didapatkan hasil penclitian bahwa berdasarkan usia, kelompok responden usia 19-39 tahun (dewasa dini) mcmpunyai proporsi paling banyak yaitu 161 orang (48,9%) responden yang diikuti oleh kelompok responden usia 14-18 tahun (remaja) yaitu 150 orang (45,4%) responden. Kelompok responden usia 40-45 tahun (dewasa madya) memptinyai proporsi paling sedikit yaitu 19 orang (5,7%) responden. Berdasarkan tingkat pendidikan responden dengan pendidikan SMP mcmpunyai proporsi paling banyak yaitu 103 orang (31,2%) responden yang diikuti kelompok responden dengan tingkat pendidikan SMA 99 orang (30%) responden, SD 89 orang (27%) responden, tidak tamat SD 34 orang (10,3%) responden. Kelompok responden dengan pendidikan perguruan tinggi mempunyai
proporsi paling sedikit yaitu 5 orang (1,5%) responden. Berdasarkan usia dan tingkat pendidikan didapatkan data bahwa kelompok responden dengan usia 14-18 tahun (remaja) sebagian besar respondennya mempunyai tingkat pendidikan SMA. Pada kelompok responden dengan usia 19-39 tahun (dewasa dini) dan 40-45 tahun (dewasa madya) sebagian besar respondennya mempunyai tingkat pendidikan SD. Berdasarkan tabel 3. dari hasil penelitian mengenai pengetahuan responden tentang IMS di desa Tanjungrasa Kaler dari 330 responden menunjukan bahwa 184 orang (55,76%) responden mempunyai klasifikasi pengetahuan cukup dan 93 orang (28,18%) responden mempunyai klasifikasi pengetahuan baik, namun masih dijumpai responden yang mempunyai klasifikasi pengetahuan buruk yaitu 53 orang (16,06%) responden. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa klasifikasi pengetahuan responden tentang IMS masih bervariasi. Hanya sebagian kecil responden yang mempunyai pengetahuan baik yaitu 93 orang (28,18%) responden sedangkan sebagian besar responden mempunyai klasifikasi pengetahuan cukup dan buruk yaitu sebanyak 237 orang (71,28%) responden yang belum mempunyai klasifikasi pengetahuan baik. Adanya variasi klasifikasi pengetahuan ini diduga karena adanya variasi latar belakang anlara lain latar belakang usia dan tingkat pendidikan. Berdasarkan usia gambar 1. menunjukan bahwa kelompok usia 40-45 tahun (dewasa madya) mempunyai klasifikasi pengetahuan baik paling banyak yaitu 47,40% responden, yang diikuti oleh kelompok usia 19-39 tahun (dewasa dini) yaitu 28,60% responden. Kelompok usia 14-18 tahun (remaja) mempunyai klasifikasi pengetahuan baik paling sedikit yaitu hanya 25,30% responden. hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh purwanto (1999) yang berpendapat bahwa faktor usia merupakan faktor internal yang mcmpengaruhi pengetahuan, semakin dewasa seseorang semakin bijaksana dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu. Berdasarkan tingkat pendidikan gambar 2. menunjukan bahwa kelompok responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi mempunyai klasifikasi pengetahuan baik
KNiST, 30 Maret 2014 348
ISBN: 978-602-61242-0-3
paling banyak yaitu 80% responden, yang diikuli oleh kelompok responden dengan tingkai pendidikan SMP 33% responden, SD 32,60%responden dan SMA 25,30% responden. Kelompok responden dengan tingkat pendidikan tidak lamat SD yang mempunyai klasifikasi pengelahuan baik hanya 2,9% responden. Kelompok responden dengan tingkai pendidikan tidak tamat SD sebagian besar respondentia mempunyai klasifikasi pengelahuan cukup yaitu 85,30% responden. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh purwanto (1999) yang berpendapat bahwa dengan scmakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuan yang dimiliki. Berdasarkan label 3. dari hasil penelitian mengenai sikap responden lentang IMS menunjukan bahwa frekuensi dan persentase antara sikap positif dan sikap negatif responden tentang IMS tidak jauh berbeda. Terdapat sebanyak 182 orang (55,15%) responden yang mempunyai klasifikasi sikap positif dan 148 orang (44,85%) responden yang mempunyai klasifikasi sikap negatif. Pada komponen sikap latar belakang usia responden yang sebagian besar adalah kelompok usia 19-39 tahun (dewasa dini) dan kelompok usia 14-18 tahun (remaja) serta latar belakang pendidikan yang sebagian besar adalah berpendidikan menengah (SMP, SMA dan SD) diduga sebagai penyebab masih banyaknya responden yang bersikap negatif yaitu 148 orang (44,85%) responden. Berdasarkan usia gambar 3. menunjukan bahwa usia 40-45 tahun (dewasa madya) mempunyai klasifikasi sikap positif paling sedikit yaitu 42,10% responden, yang diikuti oleh kelompok usia 19-39 tahun (dewasa dini) yaitu 47,20% responden. Pada kelompok usia 14-18 tahun (remaja) mempunyai klasifikasi sikap positif paling banyak yaitu 65,30% responden. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Risnauli Siregar (1997) yang berpendapal bahwa orang yang lebih tua usianya (dewasa) mempunyai pandangan yang lebih obyektif. Ada faktor lain yang menyebabkan ketidaksesuaian ini yaitu tingkat pendidikan. Pada kelompok uisa 40-45 tahun (dewasa madya) dan kelompok usia 1939 tahun (dewasa dini) sebagian besar respondennya mempunyai tingkat pendidikan SD yang diduga sebagai penyebab pada kelompok usia tersebut mempunyai pandangan yang negatif tentang IMS. Berdasarkan tingkat pendidikan gambar 4. menunjukkan bahwa kelompok responden
dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi mempunyai klasifikasi sikap paling banyak yaitu 100% responden, yang diikuti oleh responden dengan tingkat pendidikan SMA 73,70%) responden, SMP 62,1% responden, SD 43% responden. Responden dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD mempunyai klasifikasi sikap positif paling sedikit yaitu 5,9% responden. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ely (2003) yang berpendapat bahwa pendidikan akan berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk mempengaruhi sikap seseorang. Berdasarkan tabulasi silang antara komponen pengetahuan dan komponen sikap pada gambar 4. menunjukan bahwa responden yang mempunyai klasiflkasi pengetahuan baik mempunyai sikap positif paling banyak yaitu 61,30% responden. Responden dengan klasiflkasi pengetahuan cukup mempunyai klasifikasi sikap positif sebanyak 57,10% responden. Responden yang mempunyai klasifikasi pengetahuan buruk mempunyai klasifikasi sikap positif paling sedikit yaitu 37,70% responden. berdasarkan gambar 4.5 dapat diambil kesimpulan bahwa responden yang mempunyai klasifikasi pengetahuan baik dan cukup cenderung mempunyai sikap positif sedangkan responden dengan klasifikasi pengetahuan buruk cenderung mempunyai sikap negatif. 4. Penutup Terdapat scbanyak 184 orang (55,76%) responden mcmpunyai klasifikasi pengetahuan cukup, 93 orang (28,18%) responden mempunyai klasifikasi pengetahuan baik dan 53 orang (16,06%) responden mempunyai klasifikasi pengetahuan buruk tentang IMS. Sikap Tcntang IMS Sikap responden di Desa Tanjungrasa Kaler tentang IMS menggambarkan bahwa frekuensi dan persentase antara sikap positif dan sikap negatif tidak jauh berbcda. Frekuensi dan persentase sikap positif responden tentang IMS sebanyak 182 orang (55,15%) responden sedangkan frekuensi dan persentase sikap negatif tentang IMS sebanyak 148 orang (44,85%) responden. a. Dinas Kesehatan Kecamatan Patokbeusi Disarankan pada Dinas Kesehatan Kecamatan Patokbeusi agar lebih mensosiaiisasikan dengan memberi penyuluhan tentang IMS kepada masyarakat
KNiST, 30 Maret 2014 349
ISBN: 978-602-61242-0-3
usia 14-45 lahun terutama pada wanita mengingat banyaknya kasus penderita IMS di Kecamatan Patokbeusi terutama di derita oleh kaum wanita bahkan telah terjadi. penularan kepada ibu rumah tangga. Penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat diharapkan tidak hanya pada kelompok risiko tinggi lertular IMS saja namun juga pada kelompok risiko rendah agar mcningkatkan pemahaman dan mempunyai sikap yang positif tentang IMS. b. Peneliti Di Bidang Keperawatan Disarankan pada peneliti di bidang Ilmu Keperawatan agar melakukan penelitian lebih lanjut tentang "Mctode Efektif Penyuluhan Tentang IMS Pada Wanita Usia 14-45 Tahun Di Kecamatan Patokbeusi Kabupaten Subang" yang sesuai dengan karakteristik penduduk di Kecamatan Patokbeusi Kabupaten Subang
Dwidjoseputro (2003). Dasar-Dasar Mikrohilogi, Djambatan, Jakarta. Ely, P. A (2003), Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Sikap Ihu Dalam Pemberian ASI Di Kelurahan Juwel Kenongo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo, Unmuh, Maiang. Hurlock, B E (1994). Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta. J. Corwin, Elizabeth (2000). Patofisiologi, EGC, Jakarta. Moeliono, L (2003). Jender Dan Seksualitas Serta Dampaknya Pada Remaja Peremption Di Tongkrongan, Pusat Penelitian Keshatan Universitas Katolik Atma Jay a, Jakarta.
Referensi Noor Syam, M (2003). Pedoman Pendidikan Arikunto, S (1996). Prosedur Penelitian, Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Rineka Cipta, Jakarta. 2003). Sikap Usaha Nasional, Surabaya. Manusia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Notoatmodjo, S (2003). Metodelogi Penelitian A/war, S (2(1^^^^^ Manusia dun Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Pengukurannya Edisi ke-2, Pustaka Notoatmodjo, S (2003). Pendidikan Dan Pelajar. Yogyakarta. Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta. Bernas(1999). Ibu Rumah Taii&N^R/m^uikit Jakarta. Kelamin (20/12 1999) diambil dari: http : // AMA w\\w jridomedia (•(>nil^^^^BBfcfc(^L - Purwanto, II (1999). Pengantar Perilaku n Manusia Unluk Keperawatan, EGC, ? pel l.htm Jakarta. Daili, S. F. (Fditor) (2003). Penyakit Menular Seksual FKUI, Jakarta* Djuanda, A Sarwono, S (1997). Sosiologi Kesehatan, (Fditor) (2005). Ilmu Penyakit Kulit Dan Gadjah Mada University Press, Kelamin, FKUI, Jakarta. Yogyakarta. Dinkes Jabar (2001). Projil Kesehatan Siregar, R (1997). Hubungan Antara Tingkat Propinsi' Jawa Barat Tahun 200I. Dinkes Intelegensi dengan Tingkat Pemahaman Jabar (2002). Projil Kesehatan Propinsi Dan Frekuensi Menonton Serta Sikap Jawa Barat Tahun 2002. Siswa SMP Negeri 75 Jakarta Terhadap Film Cerita Serial Televisi, Unpad, Dinkes Jabar (2003). Projil Kesehatan Bandung. Propinsi Jawa Barat Tahun 2003. Sugiyono (2004). Statistik Untuk Penelitian, Dinkes Subang (2001). Projil Kesehatan Alfabeta, Bandung. Kabupaten Subang Tahun 2001. Dinkes Subang (2002). Projil Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2002. Dinkes Subang (2003). Profit Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2003. KNiST, 30 Maret 2014 350