Ringkasan Penelitian
PENGELOLAAN PERIKANAN KOLABORATIF PENGELOLAAN PERIKANAN BERSKALA KECIL DI DAERAH TROPIS
Ringkasan Kebijakan •
model manajemen sumber daya kolaborasi (co-management) memberikan ruang yang lebih besar bagi para pengguna sumberdaya untuk menyuarakan kepentingannya dan peran lebih besar dalam penyusunan dan penegakan aturan untuk perikanan skala kecil.
•
Bila dilaksanakan dengan benar, model pengelolaan kolaboratif dapat membantu untuk mempertahankan stok ikan dan keberlangsungan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada sumberdaya pesisir.
•
Model pengelolaan kolaboratif (Comanagement) biasanya berhasil dijalankan pada saat kondisi sosial ekonomi, kondisi kontekstual, dan kelembagaan kunci mendukung. Kondisi ini digarisbwawahi dalam Ringkasan berikut ini.
Oleh Joshua Cinner dan Tim Mclanahan
Kontributor: MA MacNeil, NAJ. Graham, TM. Daw, A Mukminin, DA Feary, AL Rabearisoa, A. Wamukota, N Jiddawi, SJ Campbell, AH Baird, FA Januchowski-Hartley, S Hamed, R Lahari, T Morove, J Kuange
Foto Sampul: nelayan di Papua Nugini. Kredit Joshua Cinner
Ketergantungan manusia pada laut Sekitar 200 juta orang bergantung pada sektor perikanan sebagai mata pencaharian mereka. proporsi nya menjadi lebih besar di negara-negara berkembang, di mana kapasitas pemerintah untuk dapat mengelola perikanan secara efektif tidak didukung oleh kekuatan SDM dan keuangan yang memadai dan pada akhirnya menghasilkan pemerintahan yang lemah. Kelemahan ini umumnya menjadi penyebab terjadinya kondisi penangkapan ikan yang berlebihan (over fishing), hal ini telah terbukti berpengaruh sangat besar dalam mengubah ekosistem laut dan mengancam kesejahteraan orang- orang yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut.
Apa itu manejemen kolaboratif ? Banyak pemerintah, organisasi konservasi, dan kelompok masyarakat sipil melibatkan pengguna sumberdaya dalam pengelolaan kolaboratif dalam upaya untuk memberikan hasil yang lebih baik bagi ekosistem laut maupun bagi orang-orang yang bergantung pada ekosistem tersebut. Model ini sering disebut sebagai model “pengelolaan bersama” atau “manajemen kolaboratif” berupa proses yang menyediakan ruang yang lebih luas kepada pengguna sumber daya lokal dengan porsi partisipasi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi pengelolaan sumberdaya alam. Contohnya adalah Unit Manajemen Pantai yang diperkenalkan di Afrika Timur selama satu dekade terakhir, dimana model ini telah memungkinkan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan dan menegakan aturan lokal yang sesuai dengan kondisi setempat. Peraturan-peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan perikanan yang secara historis telah lama menderita akibat dari lemah manajemen dan penegakan hukum. Pengaturan tersebut bertujuan untuk membuat praktik pengelolaan lebih mencerminkan kondisi lokal dan dapt lebih diterima di mata para pemangku kepentingan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi bagi masyarakat untuk mematuhi aturan dengan sendirinya.
nelayan Tombak di Sulawesi Utara. Kredit Joshua Cinner
Bilamana model pengelolaan bersama dapat berjalan ? Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk keberhasilan manajemen kolaboratif Bukti-bukti menunjukan bahwa sistem pengaturan pengelolaan kolaboratif (co-manajemen) dapat membantu untuk mempertahankan sumber daya laut dan meningkatkan mata pencaharian nelayan yang terukur. Namun demikian, ada juga kasus dimana model co-manajemen justru memfasilitasi eksploitasi sumberdaya yang berlebihan, diperparah kesenjangan sosial yang ada, mengakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat serta menyebabkan kondisi sosial dan ekologis yang tidak diinginkan. Keberhasilan co-manajemen tergantung pada faktor kelembagaan, sosial ekonomi, dan kontekstual yang perlu dipertimbangkan oleh para manajer dan pembuat kebijakan.
Menemukan lembaga yang ‘tepat’ Institusi lokal yang terorganisasi dan berfungsi dengan baik adalah syarat utama untuk membuat co-manajemen dapat bekerja dengan baik. Karakteristik kelembagaan tertentu, yang dikenal sebagai prinsip-prinsip utama pengelolaan sumberdaya, membantu untuk meningkatkan kerjasama antara para pihak. Prinsip-prinsip utama pengelolaan sumberdaya meliputi: • Adanya sanksi berjenjang, dimana skala hukuman meningkat sesuai dengan frekuensi dan tingkat pelanggaran. Misalnya, pertama kali sebuah peraturan dilanggar, orang hanya mendapat peringatan, denda diberikan untuk pelanggaran kedua kalinya, dan terakhir orang tersebut dapat dipenjara. Ini dapat membantu untuk menciptakan rasa keadilan dan menciptakan ruang belajar untuk memahami sebuah aturan bagi masyarakat luas. • Adanya batasan-batasan dan keanggotaan yang jelas, membantu orang memahami di mana dan kepada siapa aturan berlaku dan siapa yang membuatnya. • Adanya Partisipasi aktif, dapat difasilitasi melalui forum-forum yang mendorong para pengguna sumberdaya untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pengelolaan, khususnya dalam proses-proses pengambilan keputusan. • Adanya mekanisme resolusi konflik yang jelas , merupakan bagian penting dari pengelolaan sumber daya alam. Adanya prosedur yang jelas sebelum konflik terjadi meningkatkan peluang penanganan konflik dengan cepat, adil, dan efektif. • Adanya kepemimpinan dan proses pengawasan yang transparan memberikan jaminan yang diperlukan bagi para pihak untuk ikut berinvestasi dalam model pengelolaan bersama.
Nelayan mendayung sampan ke tengah laut. Kredit Joshua Cinner
Karakteristik sosial-ekonomi pengguna sumberdaya Orang biasanya cenderung menghindari untuk terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam jika mereka tidak memiliki waktu dan sumber daya (biasanya sering dikaitkan dengan kemiskinan) dan tidak memahami bahwa aktivitas manusia dapat mempengaruhi kondisi ekosistem laut. Namun demikian, kendala-kendala ini dapat membuat para manajer untuk fokus dalam merumuskan rencana aksi. Kendala utama meliputi:
Nelayan membersihkan tangkapan. Kredit Joshua Cinner
•
Tingkat Kemiskinan - masyarakat mungkin mengalami kesulitan untuk membuat pengorbanan jangka pendek yang diperlukan untuk terlibat dalam pengelolaan bersama jika mereka sendiri masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
•
Tingkat Pemahaman tentang bahwa tindakan manusia dapat berakibat terhadap ekosistem laut - masyarakat mungkin tidak mau mengurangi laju penggunaan sumber daya karena mereka tidak melihat hubungan antara aktivitas manusia (seperti kegiatan memancing) dengan kondisi sumber daya atau ekosistem.
•
Tingkat Ketergantungan pada sumberdaya - masyarakat yang sangat bergantung pada sektor perikanan biasanya merasa sulit untuk menemukan saat yang tepat untuk melakukan kegiatan mata pencaharian lainnya. Di sisi lain, ketika orang sangat bergantung pada aktifitas memancing mereka lebih memiliki motivasi dan waktu untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah perikanan.
•
Modal sosial dan tingkat kepercayaan - masyarakat perlu saling percaya satu sama lain dan percaya kepada pemimpin mereka jika mereka akan bekerja sama untuk memecahkan masalah-masalah perikanan.
Pengangkutan hasil tangkapan ke dalam perahu. Kredit Joshua Cinner
Konteks lokal Kondisi yang dapat mendorong atau menghambat orang untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya bersama meliputi: •
Populasi penduduk - populasi penduduk yang lebih kecil lebih mudah untuk mengkoordinasikan dan membangun kepercayaan yang diperlukan untuk bekerja sama dalam memecahkan permasalahan.
•
Pasar - salah satu motivasi utama yang membuat orang cenderung untuk melanggar kaidah-kaidah atau aturan pengelolaan bersama disebabkan oleh mudahnya akses ke pasar untuk menjual hasil laut mereka. organisasi co-manajemen harus dapat memanfaatkan pasar dan menambah nilai tambah dari produk-produk masyarakat. Hal ini dapat menciptakan insentif kuat bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan sesuai dengan co-manajemen, bila dilakukan secara efektif.
Pertanyaan kritis yang masih tertinggal adalah tentang “apa yang para pembuat kebijakan bisa lakukan untuk mempromosikan konsep pengelolaan bersama agar tercapai hasil yang diinginkan ?”. Hasil dari studi empiris yang komprehensif tentang perikanan pengelolaan bersama dari Afrika, Asia, dan Pasifik (lihat kotak), menginformasikan lima arah kebijakan penting: 1) Membuat model pengelolaan bersama bermanfaat bagi kehidupan masyarakat 2) Mengkondisikan keadaan agar tercapai tingkat kepatuhan yang tinggi, dan 3) Menerapkan konsep perikanan berkelanjutan Pengujian tentang kondisi-kondisi sosial dan kelembagaan yang dapat menyebabkan kondisi penghidupan yang lebih baik, tingkat kepatuhan yang lebih tinggi, dan atmosfir perikanan yang sehat dilakukan di 42 wilayah comanajemen di Kenya, Tanzania, Madagaskar, Indonesia, dan Papua Nugini.
Peta lokasi penelitian dari Cinner dkk. (2012) sistem pengeloaan bersama terumbu karang dengan memanfaatkan karakteristik sosial-ekologi .PNAS.
Jaring Penarik Ikan, Lombok. Kredit Joshua Cinner
Membangun model pengelolaan bersama (yang dapat bekerja) untuk kesejahteraan masyarakat Studi ini menemukan bahwa pengguna sumberdaya memiliki persepsi yang sangat positif tentang konsep pengelolaan bersama, dengan 54% dari 960 pengguna sumberdaya melaporkan bahwa pengelolaan bersama telah memberikan manfaat bagi mata pencaharian mereka, hanya 9% melaporkan kerugian bagi mata pencaharian mereka, dan sisanya adalah netral. Model pengaturan co-manajemen yang paling sukses terjadi ketika: •
faktor-faktor kunci kelembagaan terpenuhi (sanksi berjenjang, batasan yang jelas, dan tingginya tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan);
•
masyarakat memahami bahwasanya kegiatan manusia mempengaruhi ekosistemnya;
•
masyarakat terlibat secara langsung dalam pengelolaan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama; dan;
•
masyarakat cukup sejahtera.
Gambar 1. Kunci-kunci penting yang dapat digunakan para manajer untuk dapat meningkatkan perekonomian perikanan dalam konsep pengelolaan bersam. Apakah pengelolaan bersama justru menguntungkan kelompok terkaya dalam masyarakat ? Temuan terakhir menunjukkan bahwa model co-manajemen berpotensi untuk mengurangi tingkat kesetaraan sosial dengan menciptakan peluang bagi para “elit” lokal yang mengendalikan sumber daya. Dengan memberikan ruang yang lebih besar bagi para pengguna sumberdaya untuk bersuara dan menyatakan pendapat tentang bagaimana sumberdaya dapat digunakan dan dialokasikan, model co-manajemen membuka akses dan peluang untuk seluruh pemangku kepentingan perikanan, namun kelompok masyarakat yang kaya mungkin lebih siap untuk mengambil keuntungan dari perubahan-perubahan ini. Bagaimanapun juga tidak ada bukti bahwa model pengaturan co-manajemen merugikan mata pencaharian masyarakat miskin. Konsekuensinya, para manajer harus berpikir bagaimana caranya agar model pengelolaan bersama (kolaboratif) yang dijalankan dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang paling miskin, dan memastikan pengaturan yang dibuat seadil mungkin dan menganut prinsip kesetaraan. Hal ini membutuhkan jaminan (kepastian) tentang bagaimana kekuasaan didistribusikan secara adil dan merata kepada seluruh pengguna sumberdaya. Pada beberapa kasus, hal ini dapat dijadikan sebagai strategi pengurangan kemiskinan, seperti misalnya penyediaan kredit mikro . Hal-hal ini dapat dijadikan bekal untuk meningkatkan peluang dan keberhasilan jangka panjang dari model pengelolaan bersama.
Tindakan-tindakan “politis” tersebut diperlukan untuk menerapkan pengelolaan kolaboratif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan merupakan sebuah lompatan besar bagi para manajer perikanan. Implementasi yang efektif membutuhkan kemitraan dengan para ilmuwan sosial, donor, lembaga keuangan, dan organisasi masyarakat sipil.
Menciptakan kondisi untuk meningkatkan tingkat kepatuhan (penerimaan) masyarakat Meyakinkan orang untuk tetap patuh dalam kesepakatan untuk pembatasan penggunaan sumberdaya adalah tantangan terus-menerus untuk para manajer pengelolaan perikanan dan para pegiat konservasi, dimana sumberdaya dan kapasitas terbatas dan beberapa aturan mungkin sangat sulit ditegakkan. Misalnya, melaporkan bahwa tingkat kepatuhan terendah justru berada di wilayah masyarakat lokal yang telah diberikan hak khusus untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah perairan mereka, padahal kondisinya akses ke perahu bermotor untuk patroli kurang, model pengelolaan yang menerapkan sistem kepemilikan perikanan spesifik biasanya hanya akan dapat berjalan secara efektif apabila terbangun sebuah mekanisme monitoring dan penegakan hukum yang kuat.
Gambar 2. Kunci-kunci penting yang dapat digunakan para manajer untuk meingkatkan penerimaan (kepatuhan) terhadap model pengelolaan perikanan kolaboratif
kepatuhan terhadap sistem co-manajemen juga tentang bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif untuk orang –orang agar dapat bekerjasama, yang mana akan mengurangi kebutuhan untuk biaya dan waktu dalam penegakan hukum. Dengan membuat target investasi yang menuju kepada transparansi dan membangun sistem pengelolaan bersama yang mengutamakan musyawarah, pengelola dan donor dapat membangun legitimasi, modal sosial, dan membangun sikap saling percaya dalam bekerjasama.
di Banyak lokasi pengaturan co-manajemen beroperasi di mana kapasitas penegakan hukum formal terbatas, seperti dalam foto ini kapal patroli rusak yang digunakan di Papua Nugini. Kredit Joshua Cinner
Gambar 3. Kunci-kunci penting bagi para manajer untuk dapat fasilitasi model perikanan yang berkelanjutan.
Membangun perikanan berkelanjutan Hasil temuan utama dari studi di lima negara yang mempraktikan model pengelolaan kolaboratif menunjukan bahwa status eksploitasi perikanan sangat dipengaruhi oleh akses terhadap pasar dan tingkat ketergantungan pada sumberdaya laut yang mana hal ini memberikan peluangpeluang untuk mengontrol penggunaan sumberdaya melalui kebijakan-kebijakan. Hal ini juga menunjukan tentang betapa pentingnya hubungan (benang merah) antara ekosistem,tingkat kesejahteraan masyarakat lokal dan akses terhadap pasar yang merupakan faktor-faktor kunci keberhasilan pengelolaan kolaboratif dalam membangun perikanan berkelanjutan. Termasuk di dalamnya (sebagai contoh) program-program pengurangan tingkat kemiskinan dengan mengedepankan kegiatan penghasilan tambahan, mata pencaharian alternatif atau mencari sumber-sumber penghasilan baru yang lebih menguntungkan atau dengan cara memperbaiki tata kelola (sistem) pasar melalui kegiatan semisal sertifikasi tata cara pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (lihat gambar 2).
Sampan penuh ikan, Sulawesi Utara. Kredit Joshua Cinner
Ucapan Terimakasih:
Tidak ada obat mujarab untuk masalah yang dihadapi perikanan dunia saat ini, namun model pengelolaan sumberdaya kolabotarif (co-manajemen) yang mencerminkan kondisi lokal dapat membantu untuk mempertahankan kondisi perikanan yang ada dan membantu orang-orang yang bergantung pada sumberdaya tersebut, bahkan dapat diterapkan di lokasilokasi di mana tingkat kemiskinan sedemikian masif dan kapasitas pemerintahan yang lemah.
Ringkasan penelitian ini berdasarkan Cinner, J., TR. McClanahan MA MacNeil, NAJ. Graham, TM. Daw, A Mukminin, DA Feary, AL Rabearisoa, A. Wamukota, N Jiddawi, SJ Campbell, AH Baird, FA Januchowski-Hartley, S Hamed, R Lahari, T Morove, J Kuange. 2012. Model pengelolaan bersama, aspek sosial ekonomi pengelolaan ekosistem terumbu karang. Prosiding Jurnal dari the National Academy of Sciences (PNAS). doi/10.1073/ pnas.1121215109
Peluang pengelolaan kolaboratif (co-manajemen) untuk berhasil lebih tinggi ketika kondisi kelembagaan, sosial ekonomi, dan kondisi kontekstual tertentu mendukung implementasi model tersebut. Masyarakat, donor, dan pihak pengelola dapat mencapai hasil pengelolaan bersama yang diinginkan dengan menerapkan strategi lokal yang tepat dan sesuai untuk mengatasi kondisi-kondisi kritis (Gambar 1, 2, dan 3).
Penelitian ini di dukung oleh the Australian Research Council, Western Indian Ocean Marine Science Association’s Marine Science for Management program, National Geographic Society, Christensen Fund, and Packard Foundation Grant 2009-33893.
Kesimpulan