1
PENGARUH PEMBIAYAAN KOPERASI BAYTUL IKHTIAR TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS ANGGOTANYA
AZZAHRA NURUDDARAJAT
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Azzahra Nuruddarajat H34090004
4
ABSTRAK AZZAHRA NURUDDARAJAT. Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya. Dibimbing oleh DWI RACHMINA. Usaha mikro mendominasi jumlah bisnis di Indonesia dengan presentase 98.85 persen pada tahun 2010. Namun, terbatasnya akses yang dimiliki usaha mikro untuk memperoleh permodalan masih menjadi masalah utama hingga saat ini. Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu lembaga keuangan mikro yang melayani pembiayaan bagi usaha mikro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik anggota, usaha, serta pembiayaan pada anggota KBI dan menganalisis bagaimana pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan usaha agribisnis anggota. Karakteristik anggota KBI yang menjadi responden pada penelitian ini sebagian besar berusia antara 31 hingga 40 tahun, berpendidikan hingga tamat SD, memiliki tanggungan dalam rumah tangga sebanyak 2 orang, berstatus sebagai istri, bekerja di sektor pertanian dengan lama usaha kurang dari 11 tahun, memiliki besar pinjaman sebesar Rp500 000 hingga Rp1 000 000 dengan lama keanggotaan di KBI kurang dari satu tahun dan frekuensi pembiayaan satu hingga tiga kali. Pengaruh pembiayaan yang disalurkan KBI mampu meningkatkan omset usaha sebanyak 55 persen responden, meningkatkan keuntungan usaha sebanyak 58 persen responden, meningkatkan aset usaha sebanyak 61 persen responden, dan meningkatkan luas lahan yang diusahakan sebanyak 58 persen responden. Untuk mengukur perbedaan nyata terhadap pengaruh perbedaan pembiayaan terhadap omset, keuntungan, dan aset usaha pada tahun 2012-2013, digunakan uji T untuk data berpasangan. Kesimpulan hasil uji T menggambarkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara nyata antara omset, keuntungan, dan aset usaha pada tahun 20122013. Kata kunci: pembiayaan mikro, usaha mikro, pengaruh pembiayaan, agribisnis, uji T untuk data berpasangan
ABSTRACT AZZAHRA NURUDDARAJAT. The Financing Effect of Baytul Ikhtiar Cooperation to Its Member’s Agribusiness Enterprise Development. Supervised by DWI RACHMINA. Micro enterprises are dominating Indonesia’s businesses by 98.85 percent in 2010. However, the limited access of financing still becomes the main problem in micro enterprises. Baytul Ikhtiar Cooperation is one of microfinance institutions that serves financing for micro enterprises. The purposes of this research are to identify the characteristic of the cooperation’s members, enterprises, and financing and to analyze the effect of the financing on to the developing of the member’s enterprises. Most of the respondent’s of KBI are wives with age around 31 until 40 years old, having education until elementary school, being responsible for two persons in their households. Most of them work in agriculture sector, have enterprise’s experience less than 11 years, have loan for Rp500 000 until Rp1 000 000 for once until three times, and have become a member of KBI for less than a year. The effect of the financing are increasing the revenue of 55% respondent, increasing the profit of 58% respondent, increasing the working asset of 61% respondent, and increasing the productive land area of 58% respondent. Paired T test is used to measure the significance difference of revenue, profit, and working asset in year 2012-2013. The result of paired T test shows that there are no significant differences of revenue, profit, and working asset in year 2012-2013. Keywords: micro finance, micro enterprise, effect of finance, agribusiness, paired T test
5
PENGARUH PEMBIAYAAN KOPERASI BAYTUL IKHTIAR TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS ANGGOTANYA
AZZAHRA NURUDDARAJAT
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
6
7 Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya : Azzahra Nuruddarajat : H34090004
Disetujui oleh
Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
8
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 hingga bulan Mei 2013 ini ialah pembiayaan mikro, dengan judul Pengaruh Pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap Perkembangan Usaha Agribisnis Anggotanya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selama ini selalu mendampingi proses penulisan karya ilmiah ini, Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM yang telah berkenan menjadi dosen penguji utama, Yanti Nuareni Muflikh SP, M.Agribuss yang telah berkenan menjadi dosen penguji komisi pendidikan, dan Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak-pihak dari Koperasi Baytul Ikhtiar, termasuk pengurus di Kantor Pusat Loji, Kantor Cabang Ciampea, Kantor Cabang Tamansari, Kantor Cabang Dramaga, para petugas lapang yang senantiasa direpotkan oleh penulis, serta para anggota koperasi yang menjadi responden bagi penelitian ini. Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis menjadi catatan amal baik di hadapan Allah SWT. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tak pernah henti diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Guntar Ika Budiana, atas kebersamaanya mendampingi dan mendukung penulis dalam setiap waktu yang telah dilalui bersama. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat penulis, teman-teman Agribisnis 46, teman-teman seperjuangan di LSI, teman-teman BEM FEM 2011 Kabinet Sinergi, teman-teman SES-C (Sharia Economics Student Club) periode 2012, teman-teman Gladikarya Desa Sukajadi, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, teman-teman sesama dosen bimbingan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Azzahra Nuruddarajat
9
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Prinsip Grameen Bank Implikasi Grameen Bank di Indonesia Potensi Lembaga Keuangan Mikro Koperasi sebagai Lembaga Keuangan Mikro Dampak Kredit terhadap Perkembangan Usaha KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Pembiayaan Teori Keseimbangan Kredit Pengaruh Kredit terhadap Penggunaan Input dan Keuntungan Usahatani Prinsip Penilaian Pembiayaan Akad Pembiayaan pada Koperasi Simpan Pinjam Berprinsip Syariah Indikator Perkembangan Usaha Mikro Agribisnis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Instrumentasi Metode Penentuan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif Analisis Pendapatan Usaha Anggota Uji T untuk Data Berpasangan GAMBARAN UMUM KOPERASI BAYTUL IKHTIAR
vii vii ix 1 1 4 6 6 6 7 7 8 8 9 10 11 11 11 12 13 14 16 17 19 22 22 22 22 23 24 24 24 24 25 26
10
Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar Visi dan Misi Koperasi Baytul Ikhtiar Ikrar Anggota dan Petugas Koperasi Baytul Ikhtiar Struktur dan Susunan Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar Produk-Produk Tabungan di Koperasi Baytul Ikhtiar Akad-Akad Pembiayaan di Koperasi Baytul Ikhtiar Peta Sebaran Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar Jumlah Aset dan Pembiayaan pada Koperasi Baytul Ikhtiar KARAKTERISTIK RESPONDEN, KARAKTERISTIK USAHA, DAN KARAKTERISTIK PEMBIAYAAN RESPONDEN Karekteristik Responden Tingkat Usia Responden Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Tanggungan dalam Rumah Tangga Responden Status Responden dalam Rumah Tangga Karakteristik Usaha Responden Jenis Usaha Respnden Lama Usaha Responden Karakteristik Pembiayaan Responden Besar Pembiayaan Lama Keanggotaan Frekuensi Pembiayaan PENGARUH PEMBIAYAAN TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA MIKRO AGRIBISNIS ANGGOTA Pengaruh Pembiayaan terhadap Omset Usaha Pengaruh Pembiayaan terhadap Keuntungan Usaha Pengaruh Pembiayaan terhadap Aset Usaha Pengaruh Pembiayaan terhadap Luas Lahan yang Diusahakan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
26 27 27 28 32 33 34 35 37 37 37 37 38 39 40 40 40 41 41 42 43 43 46 49 53 56 58 58 58 59 62
11
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha besar tahun 2009-2010 2 Perkembangan data koperasi simpan pinjam seluruh Indonesia tahun 2009-2011 3 Peta sebaran anggota Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012 4 Tingkat usia responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 5 Data statistik deskriptif untuk variabel-variabel yang digunakan dalam analisis pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan usaha anggota 6 Pemanfaatan pembiayaan oleh anggota pada Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2011-2012 7 Klasifikasi responden berdasarkan presentase pemanfaatan pembiayaan yang digunakan untuk modal usaha 8 Omset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 9 Tingkat keuntungan usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 10 Struktur omset usaha, biaya, dan keuntungan usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 11 Nilai aset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar berdasarkan kelompok aset tahun 2012-2013 12 Nilai aset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 13 Luas lahan yang diusahakan anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar berdasarkan status kepemilikan tahun 2012-2013
1 3 35 37
44 45 46 48 50 52 54 55 57
DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan jumlah pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2008-2011 2 Permintaan dan penawaran kredit 3 Pengaruh kredit terhadap penggunaan input dan keuntungan 4 Kerangka pemikiran operasional 5 Struktur organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar 6 Perkembangan jumlah aset Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2008-2011 7 Tingkat pendidikan responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 8 Jumlah tanggungan keluarga dalam rumah tangga responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013
5 13 14 21 31 36 38 38
12
9 Status responden dalam keluarga di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 10 Jenis usaha responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 11 Lama usaha responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 12 Besar pembiayaan yang diterima oleh responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012 13 Lama keanggotaan responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012 14 Frekuensi pembiayaan yang dilakukan oleh responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012 15 Pengaruh pembiayaan terhadap omset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 16 Pengaruh pembiayaan terhadap tingkat keuntungan usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 17 Pengaruh pembiayaan terhadap nilai aset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 18 Pengaruh pembiayaan terhadap luas lahan yang diusahakan anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013
39 40 41 42 42 43 47 49 54 56
DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji T untuk data berpasangan pada omset usaha anggota tahun 2012-2013 2 Uji T untuk data berpasangan pada keuntungan usaha anggota tahun 2012-2013 3 Uji T untuk data berpasangan pada aset usaha anggota tahun 2012-2013 4 Dokumentasi kegiatan penelitian
62 62 62 63
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha mikro memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran usaha mikro, terutama sejak krisis moneter 1998, dapat dipandang sebagai pihak penyelamat dalam pemulihan ekono mi nasional. Hingga tahun 2010, tercatat sekitar 98.88 persen usaha di Indonesia adalah usaha mikro, sedangkan 1.12 persen lainnya adalaa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan usaha besar. Tingginya angka tersebut membuat peranan usaha mikro semakin signifikan dalam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Sektor usaha mikro yang sebanyak 53.20 juta unit mampu menyerap tenaga kerja hingga 93.01 juta tenaga kerja Indonesia atau sebesar 90.98 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia. Besarnya jumlah unit usaha mikro yang ada di Indonesia dan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh usaha mikro ini berpangaruh terhadap kontribusi usaha mikro terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu sebesar 32.42 persen.
Tabel 1 Perkembangan data usaha mikro, kecil, menengah, dan usaha besar tahun 2009-2010a Tahun 2009 Indikator Jumlah Unit Usaha (unit)
Jumlah Tenaga Kerja (orang) PDB ADHK 2000 (Rp Milyar) a
UMKM Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar UMKM Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar UMKM Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar
Jumlah 52 764 603 52 176 795 546 675 41 133 4 677 96 211 332 90 012 694 3 521 073 2 677 565 2 674 671 1 212 599 682 259 224 311 306 028 876 459
Pangsa (%) 99.99 98.88 1.04 0.08 0.01 97.30 91.03 3.56 2.71 2.70 58.05 32.66 10.74 14.65 41.95
Tahun 2010 Jumlah 53 823 732 53 207 500 573 601 42 631 4 838 99 410 775 93 014 759 3 627 164 2 759 852 2 839 711 1 282 571 719 070 239 111 324 390 935 375
Pangsa (%) 99.99 98.85 1.07 0.08 0.01 97.22 90.98 3.55 2.70 2.78 57.83 32.42 20.78 14.63 42.17
Pertumbuhan Jumlah (%) 2.01 1.98 4.93 3.64 3.43 3.32 3.34 3.01 3.07 6.17 5.77 5.40 6.60 6.00 6.72
Sumber : Kementrian Koperasi dan UMKM tahun 2012; ADHK : Atas Dasar Harga Konstan
Usaha mikro tentu akan lebih fleksibel dibandingkan dengan usaha berskala besar yang selalu menyesuaikan dengan kondisi pasar, sehingga usaha mikro akan lebih kreatif dalam menciptakan produk baru dan lebih mudah untuk mengisi kebutuhan pasar. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat usaha mikro mampu bertahan dalam krisis ekonomi. Namun dalam menjalankan usaha mikro, pelaku usaha dihadapkan pada beberapa kendala, salah satunya adalah kendala
2
permodalan. Permodalan usaha mikro yang berasal dari modal pelaku usaha sendiri yang relatif terbatas, sementara akses pelaku usaha terhadap sumber dana lain seperti pinjaman masih sangat terbatas. Akses untuk memperoleh pendanaan dari lembaga keuangan masih terkendala oleh aturan-aturan yang sangat ketat, yang masih sulit dipenuhi oleh pelaku usaha mikro. Keterbatasan kredit perbankan dalam menunjang usaha mikro disebabkan dari berbagai hal, baik di pihak perbankan itu sendiri maupun dari pihak usaha mikro. Bagi pihak pelaku usaha mikro, kredit perbankan merupakan sumber dana yang memiliki prosedur yang panjang dan memakan waktu, memiliki persyaratan administrasi tertentu yang sulit dipenuhi, dan prosesnya memakan waktu yang lama. Berbagai hal tersebut menyebabkan seringnya para pelaku usaha mikro kehilangan kesempatan memperoleh peluang usaha karena tidak tersedia dana yang memadai untuk menunjang kegiatan tersebut. Di lain pihak, bagi perbankan hambatan yang dimiliki disebabkan oleh lemahnya informasi tentang usaha mikro, kurangnya kolateral atau aset yang layak sebagai jaminan, serta kurangnya tenaga ahli yang memiliki keterampilan dalam menganalisis usaha mikro. Dengan alasan keamanan, lembaga keuangan sebagai pemberi kredit lebih suka menyalurkan dananya untuk sektor konsumsi dan sektor-sektor lain yang dinilai lebih aman seperti properti kredit kepemilikan rumah, kredit kepemilikan kendaraan bermotor, serta menempatkan dananya dalam bentuk SBI (Triwibowo 2009). Keterbatasan akses usaha mikro terhadap sumber pembiayaan formal, khususnya perbankan, membuat pelaku usaha beralih kepada sumber pembiayaan lainnya, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM). LKM merupakan lembaga keuangan yang mampu memenuhi kebutuhan modal usaha mikro yang cenderung tidak bankable oleh sektor perbankan nasional. Bagi lembaga keuangan formal, penduduk miskin tidak dapat terlayani karena persyaratan formal yang harus dimiliki tidak dapat dipenuhi oleh penduduk miskin. Peluang yang ada pada LKM adalah lembaga keuangan yang lebih dekat dengan masyarakat yang menawarkan sistem administrasi yang lebih sederhana dan sesuai dengan skala serta sifat usaha mikro sehingga kemudahan dan kecepatan layanan dalam menyalurkan pembiayaan dapat diberikan dengan lebih merata. Selain adanya kendala keterbatasan akses terhadap lembaga keuangan formal, jumlah plafond pembiayaan yang disalurkan pun menjadi faktor pendukung yang menyebabkan usaha berskala mikro sulit untuk berkembang. Hal ini dikarenakan jumlah plafond pembiayaan yang disalurkan terlalu rendah sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan modal usaha secara keseluruhan. Selain jumlah plafond pembiayaan, pemanfaatan pembiayaan yang telah diperoleh pun harus diperhatikan. Dalam beberapa kasus, terdapat pemanfaatan pembiayaan yang seharusnya dialokasikan sebagai modal usaha justru digunakan untuk sektor konsumtif. Hal ini akam mempengaruhi jumlah modal usaha yang akan berkurang, sehingga penggunaan input produksi pun mengalami penurunan, sehingga hasil produksinya pun mengalami penurunan. Menurut Bank Indonesia, LKM dibagi menjadi dua kategori besar yaitu LKM yang berwujud bank dan non bank. Kategori LKM non bank terbagi menjadi dua, yaitu formal dan non formal. Masing-masing LKM tersebut memiliki kinerja yang berbeda-beda dalam kontribusinya untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang umumnya adalah pelaku UMKM. LKM berwujud bank yaitu BPR (Bank Perkreditan Rakyat), BRI Unit, dan BKD (Bank Kredit Desa).
3 LKM berwujud non bank yang bersifat formal KSP (Koperasi Simpan Pinjam), USP (Unit Simpan Pinjam), dan Pegadaian. LKM berwujud non bank dan bersifat non formal yaitu BMT (Bait al Mal wal Tamwil) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Salah satu LKM yang menyediakan permodalan bagi usaha mikro adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Perkembangan KSP di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan data koperasi simpan pinjam seluruh Indonesia tahun 2009-2011a Laju Indikator Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 (% per tahun) 3 624 3 624 3 163 -6.36 Jumlah (unit) 500 863 692 659 604 548 12.79 Anggota (orang) Jumlah Pinjaman 8 457.49 9 564.47 10 643.47 12.19 (Rp Milyar) a
Sumber : Kementrian Koperasi dan UMKM tahun 2013
Berdasarkan Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa terdapat laju penurunan jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) aktif sebesar 6.36 persen atau sebesar 230 unit per tahun pada periode tahun 2009-2011 di Indonesia. Meskipun terdapat penurunan dalam jumlah unit KSP, namun tidak demikian dengan jumlah anggota KSP maupun jumlah pinjaman yang diberikan KSP kepada anggotanya. Jumlah anggota KSP mengalami peningkatan laju per tahun sebesar 12.79 persen atau sebanyak 52 orang per tahun pada periode tahun 2009-2011. Begitu pula dengan jumlah pinjaman yang diberikan KSP kepada anggotanya yang mengalami laju kenaikan sebesar 12.19 persen atau sebesar 1.09 triliun rupiah per tahun pada periode 2009-2011. Para pengelola LKM, termasuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), banyak mengacu pada model bank orang miskin, Grameen Bank, yang diterapkan Muhammad Yunus dari Bangladesh. Di beberapa wilayah di tanah air, model Grameen Bank ini telah di uji coba sebagai pilot project. Model Grameen Bank ini juga diterapkan di tiga kabupaten di Jawa Barat dan beberapa wilayah di Kabupaten Malang yang dilakukan Prof. Dr. Dzumilah Zain, SE dari Universitas Brawijaya. Model Grameen Bank ini juga menarik perhatian Majelis Utama Indonesia (MUI). MUI bekerja sama dengan ICMI dan Bank Muamalat mendirikan PINBUK yang bertugas untuk melakukan sosialisasi dan pembentukan lembaga keuangan mikro Bait al Mal wal Tamwil (BMT) yang mengarahkan usahanya untuk membantu fakir miskin (Muhammad 2009). Salah satu Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang menggunakan model Grameen Bank di Indonesia adalah Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) di Kotamadya Bogor. Koperasi ini merupakan lembaga yang berdiri di bawah naungan Yayasan Perkembangan Masyarakat Mustadh’afiin (Peramu) yang bergerak dalam pelayanan simpan pinjam dengan basis pembiayaan syariah. Sasaran anggota koperasi ini adalah masyarakat perdesaan yang mengalami kesulitan dalam mengakses lembaga keuangan karena lokasinya yang jauh dari perkotaan. Hingga
4
tahun 2011, anggota koperasi telah mencapai 15 043 orang yang tersebar di wilayah Kotamadya Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur dengan total majelis mencapai 976 majelis. Total pembiayaan yang disalurkan pun terus meningkat. Pada tahun 2010, total pembiayaan adalah sebesar Rp5 866 334 269 meningkat menjadi Rp9 742 300 000 pada tahun 2011(KBI 2012). Begitu besarnya potensi yang dimiliki KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menjangkau pelaku usaha mikro di wilayah perdesaan. Oleh karena itu, harus pula diperhatikan bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan oleh KBI kepada anggotanya, terutama yang bergerak pada usaha mikro di sektor agribisnis. Hal tersebut menunjukkan adanya ekspektasi bahwa pembiayaan yang diberikan oleh KBI mampu memberikan perkembangan terhadap usaha yang dijalankan oleh anggotanya sehingga terwujud usaha mikro Indonesia yang tangguh dan mampu menggerakan perekonomian bangsa.
Perumusan Masalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) non formal yang melayani masyarakat yang bergerak di bidang usaha mikro. Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga dalam jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) terbanyak di Indonesia. Hingga tahun 2012, jumlah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) aktif di Jawa Barat tercatat sebanyak 798 unit. Jumlah KSP di Jawa Barat ini masih berada di bawah jumlah KSP di Jawa Timur, yaitu 3 470 unit serta di Jawa Tengah sebanyak 1 195 unit (Kemenkop dan UMKM 2013). Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang berprinsip syariah dan menggunakan model Grameen Bank yang terletak di Kota Bogor, Jawa Barat. Kehadiran lembaga keuangan syariah dalam berbagai ragamnya dalam beberapa tahun terakhir ini menggambarkan satu realitas yang hadir untuk melakukan perbaikan ekonomi, baik pada tatanan teori maupun praktis. Salah satu lembaga keuangan yang berkembang pesat adalah lembaga keuangan mikro syariah. Lembaga ini hadir untuk menjembatani kebutuhan masyarakat yang tidak tersentuh oleh lembaga keuangan bank. LKM syariah hadir memenuhi jasa keuangan pembiayaan bagi pelaku usaha mikro (Muhammad 2009). Sasaran anggota Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) ini adalah masyarakat perdesaan yang mengalami kesulitan dalam mengakses lembaga keuangan karena lokasinya yang jauh dari perkotaan. Pemberdayaan ini dilakukan oleh KBI melalui penyaluran pembiayaan kepada masyarakat yang tergabung menjadi anggota koperasi. Hal ini sesuai dengan visi Koperasi Baytul Ikhtiar yaitu menjadi organisasi keuangan mikro syariah yang memberdayakan masyarakat miskin melalui pelayanan simpan pinjam, pendidikan, dan pengorganisasian perempuan dari keluarga miskin. Visi Koperasi Baytul Ikhtiar ini pun dituangkan dalam ikrar anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang diantaranya berisi pernyataan bahwa menambah pendapatan keluarga adalah juga merupakan tanggung jawab anggota sebagai seorang perempuan, menggunakan pinjaman dari KBI untuk menambah pendapatan keluarga, serta mendorong anak-anak untuk terus bersekolah.
5
Jumlah pembiayaan (rupiah)
Hingga pertengahan tahun 2012, anggota Koperasi Baytul Ikhtiar telah mencapai 15 043 orang yang tersebar di wilayah Kotamadya Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur dengan total majelis mencapai 976 majelis. Total pembiayaan yang disalurkan pun terus meningkat. Pada tahun 2010, total pembiayaan adalah sebesar Rp5 866 334 269 meningkat menjadi Rp9 742 300 000 pada tahun 2011 (KBI 2012). Perkembangan jumlah pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar pada tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 1.
12 000 000 000 10 000 000 000 8 000 000 000 6 000 000 000 4 000 000 000 2 000 000 000 0000 Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
Tahun 2011
Gambar 1 Perkembangan jumlah pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2008-2011
Pembiayaan yang disalurkan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar meliputi sektor industri, sektor jasa, sektor konsumtif, sektor perdagangan, serta sektor pertanian. Dalam kurun waktu tiga tahun sejak 2009 hingga 2011, sektor konsumtif menempati proporsi terbesar dalam jenis sektor usaha yang dibiayai oleh KBI. Proporsi penyaluran terbesar kedua ditempati oleh sektor perdagangan, lalu selanjutnya ditempati oleh sektor pertanian, sektor industri, serta sektor jasa dengan proporsi terkecil. Pada tahun 2011, proporsi pada pembiayaan sektor konsumtif mencapai hingga 53 persen, proporsi sektor perdagangan mancapai 35 persen, proporsi sektor pertanian sebesar 6 persen, proporsi sektor industri sebesar 4 persen, serta proporsi sektor sebesar 2 persen (Rahmi 2012). Salah satu sektor usaha produktif yang dijalankan oleh anggota KBI adalah pertanian. Pada umumnya, pembiayaan sektor pertanian KBI diperuntukkan bagi kebutuhan modal usaha. Modal usaha tersebut sebagian besar digunakan oleh anggota untuk pembelian input produksi, seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan jasa tenaga kerja. Usaha yang dijalankan anggota pun beragam, mulai dari usahatani pertanian, seperti bayam, kangkung, ubi, jagung, padi, singkong, lengkuas, kunyit, bengkuang, kacang panjang, dan lain-lain, usahatani peternakan, meliputi usaha pembesaran kambing dan peternakan ikan, serta perdagangan, seperti sayuran, daging ayam, dan sembako. Salah satu peran lembaga keuangan mikro adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menyediakan modal bagi usaha mikro agar mampu
6
meningkatkan kemampuan ekonominya. Sejalan dengan peran tersebut, pada Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) yang juga merupakan salah satu lembaga keuangan mikro, perlu dibuktikan apakah pembiayaan yang disalurkan kepada anggota berpengaruh terhadap perkembangan usaha mikro agribisnis anggotanya. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana karakteristik anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang mendapatkan pembiayaan di sektor usaha mikro agribisnis? b. Bagaimana pengaruh pembiayaan dari Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap perkembangan usaha mikro agribisnis anggota?
Tujuan Penelitian Berkaitan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi karakteristik anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang mendapatkan pembiayaan di sektor usaha mikro agribisnis b. Menganalisis pengaruh pembiayaan dari Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap perkembangan usaha mikro agribisnis anggota
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Koperasi Baytul Ikhtiar untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembiayaan yang disalurkan terhadap usaha anggota yang bergerak di bidang agribisnis. Dari penelitian ini dapat terlihat bagaimana perkembangan usaha anggota dari tahun ke tahun sehingga pada pembiayaan selanjutnya diharapkan KBI dapat menyesuaikan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian atau referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan yang telah diperoleh di masa perkuliahan.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap pengaruh pembiayaan yang diterima anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang bergerak di bidang agribisnis dengan menggunakan data tahun 2012-2013 yang diperoleh dari anggota KBI yang memperoleh pembiayaan. Penelitian mengenai pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan usaha agrbisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar ini dibatasi hanya pada periode usaha April 2011-Maret 2012 dan April 2012Maret 2013. Secara keseluruhan, data diperoleh berdasarkan informasi secara langsung dari pengurus KBI maupun anggota KBI yang memiliki usaha di bidang agribisnis. Penelitian ini menggunakan tingkat harga yang sama antara tahun 2012 dan 2013, yaitu tingkat harga di tahun 2012. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidakakuratan hasil penelitian karena penelitian ini dilakukan untuk
7 menganalisis perkembangan usaha anggota akibat pengaruh pembiayaan yang diperoleh, bukan akibat adanya perbedaan tingkat harga di tahun 2012 dan 2013.
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Prinsip Grameen Bank Grameen Bank, yang berarti Bank Desa, didirikan pada tahun 1976 oleh Prof. Muhammad Yunus di Bangladesh. Pada awalnya, Grameen Bank merupakan suatu proyek kaji tindak, dengan kerangka kerja untuk membuka akses masyarakat miskin perdesaan ke sumber modal. Proyek kaji tindak yang disebut ‘Proyek Grameen Bank’ dibentuk dengan tujuan-tujuan antara lain: (a) memperluas fasilitas perbankan bagi orang-orang miskin baik pria maupun wanita, (b) mengurangi eksploitasi orang miskin oleh rentenir, (c) menciptakan peluang kerja mandiri guna memanfaatkan sumber daya manusia yang kurang atau belum dimanfaatkan sepenuhnya, (d) menghimpun anggota masyarakat yang kurang beruntung di dalam organisasi yang dapat mereka mengerti dan jalankan, sehingga mereka dapat menemukan kekuatan sosial ekonomi dengan cara bekerja sama (Gibbons 1994) dalam Windarti (2000). Grameen Bank mendesain skim kredit khusus bagi orang-orang miskin. Kriteria miskin menurut Grameen Bank adalah mereka yang tidak mempunyai tanah atau memiliki tanah yang luasnya kurang dari 0.5 acre atau sekitar 2 036 m2, serta kekayaan lain yang dimiliki nilainya kurang dari nilai jual tanah seluas 1 acre (Gibbons 1994) dalam Windarti (2000). Kredit disalurkan kepada anggota yang tergabung dalam suatu ‘rembug pusat’ secara mingguan. Prinsip-prinsip dari program perkreditan Grameen Bank yaitu : (a) hanya orang-orang miskin yang telah memenuhi tolok ukur dapat menjadi anggota dan memperoleh pinjaman dari bank, (b) pinjaman diberikan dengan tanpa agunan, (c) prosedur pinjaman dibuat sederhana, (d) pinjaman diberikan untuk kegiatan produktif, (e) pinjaman relatif kecil dengan angsuran mingguan selama satu tahun, (f) peminjam diorganisasikan dalam kelompok yang terdiri dari lima orang, (g) pinjaman diberikan secara berurutan, prioritas pertama diberikan kepada orang orang anggota yang paling membutuhkan, kemudian menyusul orang anggota lainnya, dan yang terakhir menerima pinjaman adalah anggota kelima, (h) pengawasan dilakukan dalam penggunaan pinjaman, (i) peminjam diberi kesempatan kembali setelah pinjaman sebelumnya lunas, (j) setiap peminjam dipotong 5 persen untuk dana tabungan kelompok, dan setiap minggu anggota menabung 1 Taka yang dimasukan ke dalam dana tabungan kelompok, (k) setiap anggota membayar uang sebesar 25 persen dari bunga yang dibayar untuk disetor ke dalam dana darurat, (l) bunga pinjaman ditarik menjelang akhir masa pinjaman sebagai dua angsuran terakhir, (m) suatu kelompok yang terdiri dari 6-8 kelompok mengadakan rapat mingguan yang dikenal dengan rapat pusat atau centre, (n) semua transaksi Grameen Bank dengan anggota kelompok dilaksanakan pada waktu rapat mingguan.
8
Implikasi Grameen Bank di Indonesia Replikasi skim kredit pola Grameen Bank di Indonesia adalah merupakan salah satu bentuk introduksi skim kredit perdesaan yang dapat menjangkau masyarakat miskin di perdesaan. Program ini pertama kali dilaksanakan tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Proyek rintisan ini diberi nama Proyek Karya Usaha Mandiri (KUM). Dengan demikian, melalui bantuan kredit ini diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan mampu memperluas kesempatan berusaha di perdesaan. Hingga akhir tahun 1998, wilayah kerja KUM meliputi 3 kecamatan di 31 desa, dengan jumlah anggota 1 565 orang (Windarti 2000). Namun, tidak seluruh tatacara yang terdapat dalam Grameen Bank dapat dilakukan pada Proyek KUM karena dianggap kurang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia. Salah satu tahapan yang perlu penyesuaian adalah tahapan melakukan ‘hormat militer’ pada setiap kegiatan ‘rembug pusat’ dan diganti dengan mengucapkan ‘ikrar’ yang diucapkan sebelum ‘rembug pusat’ dimulai. Berdasarkan hasil penelitian Windarti (2000) mengenai pengaruh jaringan komunikasi dalam penerapan inovasi kredit pola Grameen Bank terhadap peningkatan pendapatan anggota dengan kasus skim kredit Karya Usaha Mandiri di Kabupaten Bogor, dapat dikemukakan bahwa 42.85 persen responden menyatakan adanya manfaat ekonomi dan pengalaman setelah menjadi anggota KUM. Selain itu, lebih dari 19 persen responden menyatakan bahwa keanggotaan KUM dapat meningkatkan status sosial responden. Hal ini bermakna bahwa kehadiran KUM secara umum memberikan dampak yang positif terhadap kehidupan anggota.
Potensi Lembaga Keuangan Mikro Potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu pertumbuhan ekonomi sangat besar. Ashari (2006) menyebutkan bahwa setidaknya ada lima alasan untuk mendukung argument tersebut. Pertama, LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan kawasan perdesaan sehingga dapat dengan mudah diakses oleh pelaku usaha di desa. Kedua, masyarakat desa lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak prosedur. Ketiga, karakteristik usahatani umumnya membutuhkan plafon kredit yang tidak terlalu besar sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM. Keempat, dekatnya lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usahatani sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah. Kelima, adanya keterkaitan sosio-kultural serta hubungan yang bersifat personal-emosional diharapkan dapat mengurangi sifat moral hazard dalam pengembalian kredit. Krisnamurthi (2003) menyebutkan bahwa keberadaan keuangan mikro tidak dapat dipisahkan dari usaha-usaha penanggulangan kemiskinan. Bahkan perhatian dan usaha untuk mengembangkan keuangan mikro terutama didasarkan pada motivasi untuk mempercapat usaha penanggulangan kemiskinan. Hal ini pulalah yang mendasari berbagai lembaga internasional bergerak langsung dalam kegiatan keuangan mikro maupun dalam pengembangan lembaga keuangan tersebut. Tanpa akses yang cukup pada LKM, hampir seluruh rumah tangga miskin akan
9 bergantung pada kemampuan pembiayaannya sendiri yang sangat terbatas atau pada kelembagaan keuangan informal seperti rentenir, tengkulak, ataupun pelepas uang. Kondisi ini akan membatasi kemampuan kelompok miskin berpartisispasi dan mendapat manfaat dari peluang pembangunan. Kelompok miskin yang umumnya tinggal di perdesaan dan bekerja di sektor pertanian justru seharusnya lebih diberdayakan agar mereka bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. Secara khusus keuangan mikro juga dapat menjadi jalan yang efektif dalam membantu dan memberdayakan perempuan, yang menjadi bagian terbesar dari masyarakat miskin sekaligus juga memiliki potensi dan peran besar untuk meningkatkan ekonomi keluarga jika mendapat kesempatan.
Koperasi sebagai Lembaga Keuangan Mikro Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services), serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (Ashari 2006). Menurut Krisnamurthi (2005) dalam Ashari (2006) walaupun terdapat banyak definisi keuangan mikro, terdapat tiga elemen penting dari berbagai definisi tersebut, yaitu (1) menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan, (2) melayani masyarakat miskin, dan (3) menggunakan prosedur dan mekanisme yang konstektual fleksibel. LKM di Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM formal yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR (Bank Perkreditan Rakyat), dan BKD (Badan Kredit Desa). LKM formal yang berwujud non bank adalah koperasi, termasuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP), Lembaga Dana Kredit Perdesaan (LDKP), dan pegadaian. LKM informal terdiri dari Baitul Mal Wattanwil (BMT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), arisan, dan sejenisnya (Sulaeman 2004). Sebagai lembaga keuangan, LKM dapat melakukan kegiatan operasinya dengan model konvensional maupun syariah. Sulaeman (2004) mengemukakan bahwa koperasi khususnya yang bergerak dalam usaha simpan pinjam, baik Koperasi Simpan Pinjam (KSP) maupun Unit Simpan Pinjam (USP), adalah lembaga keuangan mikro formal yang dapat melayani masyarakat terutama anggotanya dalam keperluan menyimpan dan meminjam dana. Mengingat cukup strategisnya peran koperasi dalam menyalurkan dan menampung dana anggota, Bank Indonesia (2001) menyebutkan bahwa dilihat dari jumlah pinjamannya, posisi KSP dan USP termasuk dua besar setelah BRI Unit Desa. Jumlah kredit yang disalurkan masing-masing sebesar 41.87 persen untuk BRI Unit Desa serta 28.36 persen untuk KSP dan USP pada koperasi.
10
Dampak Kredit terhadap Perkembangan Usaha Berdasarkan penelitian Novitasari (2006) mengenai kinerja dan dampak Kredit Umum Perdesaan (Kupedes) terhadap peningkatan pendapatan usaha kecil di BRI Unit Kreo, Tangerang, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan rata-rata perubahan pendapatan meningkat setelah mendapatkan Kupedes sebesar 31.96 persen. Hal ini terjadi karena mereka telah menggunakan dan memanfaatkan kredit tersebut dengan baik dalam mengembangkan usahanya. Novitasari (2006) juga melakukan penelitian terhadap usaha yang tidak melakukan pinjaman kepada bank dengan hasil secara keseluruhan rata-rata tingkat perubahan pendapatan non Kupedes ini hanya sebesar 8.93 persen dalam satu tahun. Kelebihan dari penelitian Novitasari (2006) adalah terdapat perbandingan peningkatan pendapatan usaha antara nasabah Kupedes dengan nasabah non Kupedes. Penelitian lain tentang dampak kredit terhadap pendapatan usaha nasabah dilakukan oleh Fitrianingsih (2008). Penelitian tentang kinerja penyaluran Kupedes serta dampaknya terhadap peningkatan pendapatan usaha nasabah di BRI Unit Citeureup, Bogor ini menyatakan bahwa terjadi perubahan pendapatan nasabah setelah menerima kredit rata-rata sebesar 29.14 persen dari pendapatan sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan uji t-hitung yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada tingkat pendapatan responden. Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbandingan peningkatan pendapatan usaha antara nasabah BRI Unit Citeureup dengan yang bukan merupakan nasabah BRI Unit Citeureup. Berdasarkan penelitian Zuliastri (2012) mengenai dampak perguliran dana simpan pinjam khusus perempuan (SPP) PNPM Mandiri perdesaan terhadap perkembangan UMKM dengan studi kasus Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dapat diketahui bahwa program pinjaman dana bergulir SPP berdampak positif terhadap perkembangan UMKM. Keuntungan usaha mengalami peningkatan sebesar 36.08 persen dari keuntungan usaha rata-rata responden Rp7 910 000 menjadi Rp10 900 000 per tahun. Berdasarkan analisis dengan persamaan simultan, pinjaman dana bergulir SPP berpengaruh positif dan signifikan terhadap omset usaha, keuntungan, dan penyerapan tenaga kerja. Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbandingan peningkatan pendapatan usaha antara nasabah yang tergabung ke dalam program SPP PNPM dengan yang tidak tergabung dalam SPP PNPM. Penelitian lain tentang analisis dampak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dengan studi kasus BRI Unit Margonda Depok juga dilakukan oleh Respita (2010). Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan oleh BRI Unit Margonda memberikan dampak positif terhadap perkembangan UMKM, yakni khususnya memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan omset usaha. Namun, dalam hal penyerapan tenaga kerja, penyaluran KUR belum memberikan dampak yang signifikan. Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat responden kontrol yang merupakan UMKM yang tidak pernah menerima KUR dari BRI Unit Margonda. Responden kontrol ini berfungsi sebagai pembanding antara UMKM yang merupakan nasabah KUR BRI Unit Margonda dengan UMKM yang tidak pernah menerima KUR dari BRI Unit Margonda.
11 Penelitian mengenai dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dengan studi kasus BRI Unit Kramat Jati Induk di Provinsi DKI Jakarta juga dilakukan oleh Osa (2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kredit atau pinjaman yang diberikan oleh BRI Unit Kramat Jati Induk berpengaruh positif dan berbeda nyata terhadap nilai omset usaha dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga dari UMKM yang menerima pinjaman dari BRI Unit Kramat Jati. Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat responden kontrol yang merupakan UMKM yang tidak pernah menerima pinjaman dari BRI Unit Kramat Jati Induk. Responden kontrol ini berfungsi sebagai pembanding antara UMKM yang merupakan nasabah KUR BRI Unit Kramat Jati dengan UMKM yang tidak pernah menerima KUR dari BRI Unit Kramat Jati. Hasil perbadingan ini selanjutnya digunakan untuk menganalisis penyebab UMKM yang terkendala dalam mengakses lembaga keuangan formal, dalam hal ini BRI Unit Kramat Jati Induk. Berdasarkan penelitian Puspitasari (2012) tentang dampak pembiayaan mikro syariah terhadap perkembangan usaha dengan kasus BMT Tadbiirul Ummah, Kabupaten Bogor dapat diketahui bahwa pembiayaan syariah BMT berdampak positif terhadap perkembangan UMKM. Keuntungan usaha mengalami peningkatan sebesar 6.21 persen dari keuntungan usaha rata-rata nasabah Rp79 120 000 menjadi Rp84 030 000 per tahun. Kelebihan dari penelitian ini adalah terdapat responden kontrol yang merupakan UMKM yang tidak pernah menerima pembiayaan dari BMT Tadbiirul Ummah. Responden kontrol ini berfungsi sebagai pembanding antara UMKM yang merupakan nasabah BMT Tadbiirul Ummah dengan UMKM yang tidak pernah menerima pembiayaan dari BMT Tadbiirul Ummah. Perbedaan penelitian pada Koperasi Baytul Ikhtiar ini adalah anggota yang dijadikan responden bagi penelitian ini adalah terbatas hanya bagi pelaku usaha agribisnis. Perbedaan lain dari peneletian ini adalah menggunakan lembaga keuangan mikro dengan model pembiayaan Grameen Bank dengan prinsip pembiayaan syariah. Selain itu, penelitian ini tidak membandingkan antara peningkatan pendapatan usaha anggota KBI dengan non KBI, maupun pendapatan usaha anggota KBI sebelum menerima pembiayaan dengan setelah menerima pembiayaan. Pengaruh pembiayaan KBI yang dianalisis pada penelitian ini adalah dengan mengukur omset usaha, keuntungan usaha, aset usaha, serta luas lahan yang diusahakan oleh anggota pada dua priode waktu yang berbeda, yaitu April 2011-Maret 2012 dan April 2012-Maret 2013.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Pembiayaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, pembiayaan berdasar prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
12
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtima). Dalam UU yang sama, dijelaskan pula bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Terdapat dua istilah yang berbeda tapi mengandung prinsip yang sama, yaitu kredit dan pembiayaan. Perbedaan antara kredit dan pembiayaan terletak pada bentuk kontrapretasinya yang akan diberikan oleh nasabah sebagai peminjam dana (debitur) pada bank atas pemberian kredit atau pembiayaannya. Pada bank konvensional, kontrapretasinya berupa bunga, sedangkan pada bank syariah kontrapretasinya dapat berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan persetujuan bersama. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit (Antonio 2001). Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang diajukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan : (1) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi, dan (2) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. Teori Keseimbangan Kredit Menurut Nuryartono (2005) dalam Mulyarto (2009), permintaan pinjaman dana atau kredit tidaklah sama dengan permintaan atas barang dalam pasar pada umumnya. Di dalam pasar tiap-tiap harga barang akan melakukan penyesuaian secara otomatis untuk memenuhi permintaan (demand) dan penawaran (supply) barang. Jika terdapat kelebihan permintaan barang, maka harga akan naik dan jumlah persediaan barang akan meningkat. Lain halnya dengan permintaan dana (kredit), dalam pemenuhan permintaan kredit akan terdapat keterbatasan apabila terjadi kelebihan permintaan kredit atau pinjaman.
13 Mengikuti aturan umum yang berlaku dalam pasar kredit, jika permintaan kredit melebihi persediaannya, maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah pinjaman dan tingkat suku bunga yang dikenakan tetap. Selain itu yang membedakan permintaan barang dengan permintaan kredit adalah risiko (risk), karena dalam permintaan kredit risiko yang dihadapi adalah pengembalian kredit, dimana sering terdapat kendala dalam pengembaliannya sehingga menyebabkan kredit macet. Oleh karena itu, untuk menghindari resiko yang terjadi, maka diperlukan adanya jaminan dalam permintaan kredit yang berguna sebagai alat pengaman apabila usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak dapat melunasi kreditnya. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada saat keseimbangan awal, keseimbangan ada pada titik E0, dimana jumlah kredit yang ditawarkan adalah Q0 dan harga (tingkat bunga) i0. Jika jumlah permintaan terhadap kredit mengalami peningkatan (D0 ke D1) maka jumlah kredit juga akan meningkat menjadi Q1 dan tingkat suku bunga menjadi i1. Dengan demikian, tingkat suku bunga akan naik sehingga pemerintah akan mengeluarkan berbagai kebijakan, hal ini diharapkan dapat menggeser kurva penawaran dari S0 ke S1. Dengan kata lain, tingkat keseimbangan turun ke E2 sehingga terjadi keseimbangan baru dengan tingkat suku bunga lebih rendah, yaitu pada i2.
Tingkat Bunga i1
D1
S0 E1
D0
S1
i2
E2
i0
E0
Jumlah Kredit
Q0
Q1
Q2
Gambar 2 Permintaan dan penawaran kredita a
Sumber : Nuryartono tahun 2005 dalam Mulyarto tahun 2009
Pengaruh Kredit terhadap Penggunaan Input dan Keuntungan Usahatani Dalam Rachmina (2012) menjelaskan bahwa pembiayaan usahatani dari pihak ketiga atau disebut kredit dapat digunakan untuk membiayai pengadaan input produksi, baik input yang bersifat tetap (modal investasi) maupun input yang bersifat variabel (modal kerja). Dengan demikian, pengaruh kredit dapat diamati dari perubahan permintaan input produksi, baik yang bersifat input variabel maupun input tetap. Fungsi permintaan input adalah fungsi dengan kombinasi optimal dari penggunaan input produksi usahatani. Gambar 3 menunjukkan bahwa keuntungan maksimum dapat tercapai bila tingkat
14
penggunaan input optimal, yaitu pada saat harga per satuan input sama dengan nilai produk marjinal input tersebut. Nilai produk marjinal (NMP) suatu input menunjukkan tingkat penambahan penerimaan usahatani yang disebabkan oleh setiap penambahan satu satuan input tertentu, cateris paribus. Pengaruh kredit dapat ditunjukkan pada Gambar 3. Jika pada kondisi tidak ada kredit, maka petani memiliki keterbatasan dana sehingga input yang digunakan lebih sedikit dari jumlah yang dianjurkan, misalnya sebanyak Qo. Pada penggunaan iput Qo dan harga input sebesar v1, maka petani hanya akan mendapatkan keuntungan sebesar ABCv1. Namun dengan adanya kredit, dana yang dimiliki petani bertambah sehingga petani dapat menggunakan input lebih banyak, misalnya meningkat menjadi Q1. Pada tingkat harga input tetap v1 dan jumlah input Q1, maka petani akan mendapatkan keuntungan sebesar ADv1 dimana ADv1 > ABCv1. Hal ini berarti bahwa petani mendapatkan tambahan keuntungan sebesar BDC karena menambah input sebanyak Qo-Q1.
Harga
A
v1
B
D
C
NPM O
Jumlah Input Qo
Q1
Gambar 3 Pengaruh kredit terhadap penggunaan input dan keuntungana a
Sumber : Rachmina tahun 2012
Prinsip Penilaian Pembiayaan Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembiayaan syariah tidak berbeda jauh dengan prinsip penilaian yang diterapkan pada bank konvensional. Hal ini dikarenakan dalam pemberian kredit setiap lembaga keuangan mempunyai risiko yang kemudian berkorelasi dengan kepercayaan dari masyarakat, khususnya nasabah. Kata kredit sendiri berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan. Jadi oleh karena itu, dalam kredit harus terdapat unsur kepercayaan baik dari si pemberi kredit kepada penerima kredit. Bank mendapatkan dana sebagai sumber pembiayaan dari para nasabah (kreditur) yang mempercayakan sejumlah uangnya kepada lembaga tersebut, kemudian bank menggunakan dana tersebut untuk membiayai pembiayaan kepada nasabah (debitur) yang membutuhkan. Jika aktifitas pembiayaan ini kemudian mengalami masalah, yaitu terjadinya default to clearing (gagal bayar atas kewajiban lancar/ hutang lancar/
15 simpanan sukarela/ tabungan), maka bank akan mengalami kerugian dan kesulitan mengembalikan sejumlah dana milik kreditur. Apabila ini terjadi, maka hilanglah kepercayaan nasabah atau kepada bank tersebut, dimana kemungkinan akibat selanjutnya adalah terjadinya penarikan besar-besaran secara serempak (rush) atas semua hutang/ kewajiban lancar oleh nasabah. Oleh karena itu, dalam menyalurkan pembiayaannya, lembaga keuangan memiliki prinsip penilaian pembiayaan yang dilakukan terhadap permohonan pembiayaan. Adapun prinsip penilaian pembiayaan yang dikenal dengan 5C ini antara lain : a. Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian debitur dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa anggota tersebut dapat memenuhi kewajibannya. Hal ini dapat dilihat dari kejujuran, ketulusan, kepatuhan akan janji, kecakapan dalam mengelola usahanya, dan yang terpenting adalah kemauan untuk membayar kembali pembiayaan yang didapatkan. Beberapa petunjuk bagi lembaga keuangan untuk mengetahui karakter nasabah yaitu : (1) mengenal dari dekat, (2) mengumpulkan keterangan mengenai aktifitas calon debitur dalam perbankan, dan (3) mengumpulkan keterangan dari rekan-rekannya dan pegawainya mengenai reputasi, kebiasaan pribadi, pergaulan sosial, dan lain-lain. Character dalam penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan lama keanggotaan dan frekuensi pembiayaan. Kedua faktor tersebut dinilai dapat mewakili karakter atau kepribadian yang dimiliki debitur. b. Capacity, yaitu penilaian subjektif tentang kemampuan debitur untuk melakukan pembayaran pembiayaan. Hal ini didasarkan pada kemampuan nasabah dalam manajemen maupun keahlian di bidang usahanya. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi debitur di masa lalu yang didukung dengan pengamatan atas sarana usaha yang dijalankan. Dalam hal ini, capacity dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan omset usaha dan pendapatan bersih debitur. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lambaga keuangan adalah : (1) angka-angkas hasil produksi, (2) angkaangka penjualan dan pembelian, (3) perhitungan laba rugi perusahaan saat ini dan proyeksinya, dan (d) data-data finansial di waktu yang lalu dalam laporan keuangan, sehingga dapat diukur kemampuan usaha calon debitur untuk melaksanakan rencana kerjanya di waktu yang akan datang dalam hubungannya dengan penggunaan kredit tersebut. c. Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh debitur yang diukur dengan posisi usaha secara keseluruhan yang ditunjukkan pada penekanan komposisi modalnya. Capital dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan besarnya aset yang dimiliki debitur. Faktor ini dinilai dapat mewakili kondisi kemampuan modal debitur. d. Collateral, yaitu jaminan yang dimiliki debitur. Ini menunjukkan besarnya aktiva yang akan diikatkan sebagai jaminan atas pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan. Untuk itu, lembaga keuangan harus : (1) meneliti mengenai pemilikan aset tersebut, (2) mengukur stabilitas nilainya, (3) memperhatikan kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relatif singkat tanpa mengurangi nilainya, (4) memperhatikan aset yang benar-benar mampu menjadi jaminan bagi lembaga keuangan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini, collateral tidak dijadikan faktor yang
16
berkaitan dengan penilaian pembiayaan karena pada prinsipnya Grameen Bank tidak memerlukan jaminan dari anggotanya. e. Conditions of economy, yaitu kreditur harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh anggota. Hal ini berkaitan pula dengan kondisi sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi kemajuan usaha calon debitur. Hal tersebut dilakukan karena kondisi lingkungan eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha debitur. Akad Pembiayaan pada Koperasi Simpan Pinjam Berprinsip Syariah Sesuai dengan sifat dan fungsi koperasi simpan pinjam, dana yang diperoleh harus terus digulirkan dalam bentuk pembiayaan kepada anggota koperasi. Adapun akad-akad pembiayaan pada koperasi simpan pinjam yang lazim digunakan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) adalah sebagai berikut : a. Al-Wadi’ah yad Dhamanah Al-Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Pengertian yad adh-dhamanah adalah tangan penanggung, atau pihak yang bertanggung jawab atas segala kehilangan/kerusakan yang terjadi pada barang tersebut. Dengan konsep alwadi’ah yad dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan (Antonio 2001). Tentunya, pihak koperasi dalam hal ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Koperasi dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus. b. Qardhul Hasan (prinsip pinjaman lunak) Akad ini tergolong sebagai pinjaman lunak karena pembiayaan yang diberikan harus dikembalikan oleh anggota sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tambahan. Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasih, qardh dikategorikan dalam akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam penerapannya di lembaga keuangan syariah, akad qardh ini dijadikan sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini, telah dikenal suatu produk khusus, yaitu al-qardh al-hasan. Sumber dana yang diperlukan untuk produk khusus al-qardh al-hasan ini dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah (Antonio 2001). c. Murabahah (prinsip jual beli dengan marjin) Ba’i al-murabahah adalah akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang dipakati. Dalam ba’i al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Istilah murabahah umumnya dilakukan dengan cara membayar cicilan dan barang akan diserahkan segera setelah akad (Antonio 2001). Pembayaran yang dilakukan pihak pembeli, dalam hal ini anggota KBI, dilakukan secara mengangsur kepada pihak KBI sebagai penjual, misalnya pembiayaan untuk pembelian alat-alat pertanian. d. Ijarah (prinsip sewa) Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa. Pada KBI, akad ijarah yang dilakukan adalah al-ijarah
17 al-muntahia bit-tamlik. Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa (Antonio 2001). Selain itu, dengan penggunaan akad al-ijarah almuntahia bit-tamlik ini, pihak KBI pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat masih berstatus sewa ataupun sesudahnya. e. Hawalah (transfer services) Al-Hawalah adalah pengalihan hutang dari seseorang yang berhutang kepada orang lain yang sanggup menanggungnya (Antonio 2001). Aplikasinya pada KBI yaitu pengalihan hutang dari anggota kepada pihak koperasi, dimana anggota memiliki hutang dan belum sanggup membayarnya. Pihak koperasi akan membayarkan terlebih dahulu hutang anggota kepada pihak ketiga sebagai pemberi hutang, dan anggota akan membayar hutang tersebut dengan mengangsur kepada pihak KBI. Indikator Perkembangan Usaha Mikro Agribisnis Indikator perkembangan usaha mikro dapat dilihat melalui kinerja usahanya. Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu. Kinerja usaha adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Dalam melihat perkembangan usaha mikro di bidang agribisnis, maka kinerja usaha yang bisa dijadikan sebagai indikator perkembangan usaha adalah sebagai berikut : 1. Omset Usaha Definisi omset penjualan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jumlah hasil penjualan (dagangan), total jumlah penjualan barang/jasa dari laporan laba-rugi perusahaan (laporan operasi) selama periode penjualan tertentu. Omset usaha merupakan jumlah total hasil produksi usaha mikro yang dapat dijual dalam satu periode tertentu. Nilai omset usaha dihitung dari jumlah produk yang terjual dikali harga satuannya. Adapun pengukuran perkembangan usaha mikro pada kinerja omset usaha adalah sebagai berikut : a. Omset usaha dikatakan stabil apabila jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 sama dengan jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2012. b. Omset usaha dikatakan berkembang apabila jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih besar dari jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2012. c. Omset usaha dikatakan menurun apabila jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih kecil dari jumlah rata-rata omset usaha responden yang diperoleh tahun 2012. 2. Keuntungan Usaha Keuntungan usaha adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi. Keuntungan merupakan salah satu tujuan didirikannya sebuah usaha. Dengan adanya keuntungan, berarti sebuah usaha masih berjalan dan layak untuk dipertahankan walaupun sebenarnya masih ada beberapa hal lain selain keuntungan yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk meneruskan sebuah usaha. Dengan memperhatikan jumlah keuntungan, akan diketahui apakah suatu usaha mendapatkan untung atau malah
18
merugi. Nilai keuntungan usaha dihitung dari nilai omset usaha dikurangi biayabiaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut. Adapun pengukuran perkembangan usaha mikro pada kinerja keuntungan usaha adalah sebagai berikut : a. Keuntungan usaha dikatakan stabil apabila jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2013 sama dengan jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2012. b. Keuntungan usaha dikatakan berkembang apabila jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih besar dari jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2012. c. Keuntungan usaha dikatakan menurun apabila jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih kecil dari jumlah rata-rata keuntungan usaha responden yang diperoleh tahun 2012. 3. Aset Usaha Aset merepresentasikan potensi jasa fisik dan non fisik yang memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Aset atau aktiva adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari. Nilai aset usaha dalam penelitian ini dihitung dari jumlah total aset usaha utama maupun aset usaha sampingan yang bergerak di bidang agribisnis dan dinyatakan dalam satuan mata uang rupiah. Adapun pengukuran perkembangan usaha mikro pada kinerja aset usaha adalah sebagai berikut : a. Aset usaha dikatakan stabil apabila jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 sama dengan jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2012. b. Aset usaha dikatakan berkembang apabila jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih besar dari jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2012. c. Aset usaha dikatakan menurun apabila jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2013 lebih kecil dari jumlah rata-rata aset usaha responden yang diperoleh tahun 2012. 4. Luas Lahan yang Diusahakan Luas lahan yang diusahakan tidak hanya dilihat berdasarkan luas lahan milik responden, namun juga berupa lahan sewa maupun lahan gadai, selama responden mengusahakan lahan tersebut dan mendapat pengahasilan dari lahan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam kinerja usaha berdasarkan luas lahan yang diusahakan dibandingkan dengan kinerja usaha berdasarkan omset usaha, keuntungan usaha, dan aset usaha adalah perbedaan jumlah responden yang diteliti. Pada perhitungan omset, keuntungan, dan aset usaha, seluruh responden dari semua sektor usaha akan diteliti, sementara perhitungan luas lahan yang diusahakan hanya akan menggunakan responden yang bergerak di sektor pertanian onfarm. Adapun pengukuran perkembangan usaha mikro berdasarkan luas lahan yang diusahakan adalah sebagai berikut: a. Luas lahan yang diusahakan dikatakan stabil apabila jumlah rata-rata luas lahan yang diusahakan responden yang diperoleh tahun 2013 sama dengan jumlah rata-rata luas lahan yang diusahakan responden yang diperoleh tahun 2012. b. Luas lahan yang diusahakan dikatakan berkembang apabila jumlah rata-rata luas lahan yang diusahakan responden yang diperoleh tahun 2013 lebih
19 besar dari jumlah rata-rata luas lahan diperoleh tahun 2012. c. Luas lahan yang diusahakan dikatakan luas lahan yang diusahakan responden kecil dari jumlah rata-rata luas lahan diperoleh tahun 2012.
yang diusahakan responden yang menurun apabila jumlah rata-rata yang diperoleh tahun 2013 lebih yang diusahakan responden yang
Kerangka Pemikiran Operasional Usaha mikro memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hingga tahun 2010, tercatat sekitar 98.88 persen usaha di Indonesia adalah usaha mikro, Sektor usaha mikro yang sebanyak 53.20 juta unit mampu menyerap tenaga kerja hingga 93.01 juta tenaga kerja Indonesia atau sebesar 90.98 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia. Namun dalam menjalankan usaha mikro, pelaku usaha dihadapkan pada beberapa kendala, salah satunya adalah kendala permodalan. Keterbatasan kredit perbankan dalam menunjang usaha mikro disebabkan dari berbagai hal, baik di pihak perbankan itu sendiri maupun dari pihak usaha mikro. Keterbatasan akses usaha mikro terhadap sumber pembiayaan formal, khususnya perbankan, membuat pelaku usaha beralih kepada sumber pembiayaan lainnya, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) di Kotamadya Bogor merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berbentuk koperasi yang menyediakan modal bagi usaha mikro agribisnis di wilayah Kotamadya Bogor dan Kabupaten Bogor. Sasaran anggota koperasi ini adalah masyarakat perdesaan yang mengalami kesulitan dalam mengakses lembaga keuangan karena lokasinya yang jauh dari perkotaan. Pada tahun 2010, total pembiayaan adalah sebesar Rp6 164 350 000 dan pada tahun 2011meningkat menjadi Rp9 742 300 000 (KBI 2012). Begitu besarnya potensi yang dimiliki KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menjangkau pelaku usaha mikro di wilayah perdesaan. Oleh karena itu, harus pula diperhatikan bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan oleh KBI kepada anggotanya, terutama yang bergerak pada usaha mikro di sektor agribisnis. Pengaruh pembiayaan KBI terhadap usaha anggotanya dapat dilihat melalui empat indikator perkembangan usaha mikro yang dilihat berdasarkan kinerja usahanya, yaitu omset usaha, keuntungan usaha, aset usaha, serta luas lahan yang diusahakan. Indikator keuntungan usaha akan dikaji dengan menggunakan analisis pendapatan usaha anggota. Untuk menganalisis perbedaan omset usaha, keuntungan usaha, serta aset usaha anggota KBI yang menerima pembiayaan tahun 2012 dan tahun 2013, digunakan uji T untuk data berpasangan serta analisis kualitatif untuk menjabarkan bagaimana perkembangan usaha dilihat dari dua periode waktu yang berbeda. Untuk indikator luas lahan yang diusahakan, hanya akan digunakan analisis kualitatif untuk menjabarkan bagaimana perkembangan usaha dilihat berdasarkan lahan yang diusahakan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Hasil penelitian tersebut akan mengidentifikasi karakteristik anggota meliputi tingkat usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam rumah tangga, serta status dalam keluarga. Penelitian ini akan mengidentifikasi pula karakteristik
20
usaha anggota meliputi jenis usaha serta lama usaha anggota, dan mengidentifikasi karakteristik pembiayaan anggota yang meliputi besar pembiayaan, lama keanggotaan, serta frekuensi pembiayaan yang dilakukan oleh anggota KBI yang memperoleh pembiayaan usaha mikro agribisnis. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh pembiayaan KBI terhadap perkembangan usaha anggota berskala mikro di sektor agribisnis yang meliputi kinerja omset usaha, keuntungan usaha, aset usaha, serta luas lahan yang diusahakan oleh anggota . Pada intinya, hasil penelitian tersebut diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan untuk penyusunan strategi dan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) sehingga mampu melayani bagi penyediaan modal bagi usaha mikro sektor agribisnis di wilayah perdesaan. Kerangka pemikiran operasional yang telah diuraikan di atas dapat digambarkan dalam Gambar 4.
21 Usaha mikro memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia
Keterbatasan akses usaha mikro terhadap sumber pembiayaan formal, khususnya perbankan, membuat pelaku usaha beralih kepada LKM
Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu LKM
Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) memilki visi menjadi organisasi keuangan mikro syariah yang memberdayakan masyarakat miskin melalui pelayanan simpan pinjam, pendidikan, dan pengorganisasian perempuan dari keluarga miskin
Anggota sebagai penerima pembiayaan perlu untuk diidentifikasi dalam hal karakteristik anggota, karakteristik usaha, serta karakteristik pembiayaan 1. Tingkat usia 2. Tingkat pendidikan 3. Jumlah tanggungan dalam rumah tangga 4. Status dalam keluarga 5. Jenis usaha 6. Lama usaha 7. Besar pembiayaan 8. Lama keanggotaan 9. Frekuensi pembiayaan
Pembiayaan yang disalurkan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar
Perkembangan usaha anggota tahun 2012-2013 terhadap kinerja usaha : 1. Omset usaha 2. Keuntungan usaha 3. Aset usaha 4. Luas lahan yang diusahakan
Bahan evaluasi dan pertimbangan untuk penyusunan strategi dan kebijakan bagi KBI Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional
22
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) di tiga kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Rumpin, Kecamatan Dramaga, dan Kecamatan Taman Sari. Kantor pusat KBI sendiri terletak di Komplek Pertanian Jalan Siaga No. 25 RT 02 RW 10, Kelurahan Loji, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa anggota KBI di tiga kecamatan tersebut memiliki jumlah usaha mikro di bidang agribisnis yang cukup banyak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2013, sedangkan upaya persiapan dilakukan pada bulan November 2012.
Data dan Instrumentasi Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan staf KBI serta pengisian kuesioner bagi anggota KBI yang memperoleh pembiayaan usaha berskala mikro di bidang agribisnis. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa sejarah dan perkembangan KBI, susunan dan struktur organisasi KBI, produk-produk tabungan di KBI, serta akad-akad pembiayaan di KBI. Data primer mengenai anggota KBI meliputi data karakteristik anggota, kegiatan usaha, karakteristik pembiayaan, omset usaha, biaya produksi, keuntungan usaha, serta pemanfaatan pembiayaan. Data sekunder yang digunakan berupa data peta sebaran anggota KBI tahun 2012, serta jumlah aset dan pembiayaan di KBI tahun 2008-2011. Data sekunder lainnya berasal dari instansi terkait, seperti Kementrian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia, jurnal, penelitian terdahulu, dan penelusuran internet. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder hasil penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Rahmi (2012) yang berjudul ‘Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor’. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, daftar pertanyaan, dan alat perekam dokumentasi.
Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang digunakan untuk memperoleh data tahun 2012 pada penelitian tentang pengaruh pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap perkembangan usaha anggota di sektor agribisnis ini menggunakan metode simple random sampling. Data tahun 2012 diperoleh dari hasil penelitian Rahmi (2012) yang melakukan penelitian tentang analisis keberlanjutan finansial dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar, sedangkan data tahun 2013 diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yang sama dengan yang digunakan oleh Rahmi
23 (2012) dengan menggunakan metode revisited. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota KBI yang memperoleh pembiayaan di sektor agribisnis. Berdasarkan data tahun 2011, total anggota KBI yang memperoleh pembiayaan sektor agribisnis di tiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian berjumlah 74 orang. Pada penelitian Rahmi (2012), sampel yang digunakan berjumlah 40 orang, yaitu sebesar 52.6 persen dari total populasi. Namun, pada penelitian tahun 2013, sampel yang digunakan berjumlah 33 orang. Hal ini dikarenakan beberapa kendala yang menyebabkan pendapatan usaha tahun 2012 dengan pendapatan usaha tahun 2013 tidak memungkinkan untuk dilihat perkembangannya. Dari 40 orang sampel, terdapat satu orang sampel yang tidak tersedia data tahun 2012, satu orang sampel yang sedang sakit keras sehingga tidak memungkinkan untuk diwawancarai sehingga tidak tersedia data tahun 2013, dua orang sampel yang saat ini sudah tidak lagi berusaha di bidang agribisnis, serta tiga orang sampel yang saat ini sudah tidak menjadi anggota KBI sehingga kelima orang tersebut bukan lagi merupakan populasi dalam penelitian ini. Meskipun terdapat penurunan jumlah sampel, tetapi jumlah sampel pada penelitian ini telah memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh Bailey (1999) dalam Hasan (2002) bahwa ukuran minimum sampel yang diterima dalam suatu penelitian dengan analisis data statistik adalah 30 sampel.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari 2013 hingga Maret 2013 yang berlokasi di daerah Kabupaten Bogor. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara langsung dan kuesioner. Wawancara langsung dilakukan terhadap key informan, yaitu pengurus inti KBI mengenai sejarah koperasi, kondisi internal koperasi, perkembangan koperasi, susunan dan struktur organisasi KBI, produk-produk tabungan di KBI, serta akad-akad pembiayaan di KBI. Pengurus inti yang dimaksud meliputi kepala divisi usaha, manajer unit, dan supervisor unit. Wawancara langsung dengan menggunakan alat bantu kuesioner juga akan dilakukan terhadap anggota KBI yang menjadi responden bagi penelitian ini, yaitu penerima pembiayaan sektor agribisnis yang tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten Bogor, meliputi Kecamatan Dramaga, Rumpin, dan Taman Sari. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ini menggunakan metode revisited, dimana responden dalam penelitian ini merupakan responden yang sama dengan penelitian sebelumnya, namun dengan periode usaha yang berbeda. Peneliti sebelumnya, yaitu Rahmi (2012), telah mengumpulkan data periode usaha tahun 2011-2012 dan penelitian ini mengumpulkan data periode usaha tahun 2012-2013 dengan responden yang sama. Kuesioner tersebut berisi daftar pertanyaan kepada responden seputar usaha, pembiayaan, dan lain–lain dengan harapan bahwa responden tersebut dapat memberikan respon positif terhadap pertanyaan-pertanyaan itu. Wawancara langsung dan pengisian kuesioner ini dilakukan dengan mengunjungi rumah ataupun majelis dari anggota KBI yang menjadi responden. Adapun pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan penelusuran dokumen instansi terkait, literatur, maupun penelitian terdahulu.
24
Metode Pengolahan Data Terdapat beberapa proses analisis yang harus dilakukan dalam pengolahan data. Proses tersebut dapat dikategorikan menjadi analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Dengan adanya analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Asumsi yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini adalah penggunaan tingkat harga yang sama antara tahun 2012 dan 2013, yaitu tingkat harga di tahun 2012. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidakakuratan hasil penelitian karena penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perkembangan usaha anggota akibat pengaruh pembiayaan yang diperoleh, bukan akibat adanya perbedaan tingkat harga di tahun 2012 dan 2013. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif merupakan metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, pemikiran, ataupun peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang di selidiki (Nazir 2009). Metode analisis kualitatif pada penelitian ini akan digunakan untuk menjelaskan gambaran umum KBI, karakteristik responden, karakteristik usaha, dan karakteristik pembiayaan, serta pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan usaha anggota di sektor mikro agribisnis. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis pendapatan usaha anggota. Analisis pendapatan usaha anggota digunakan untuk mengetahui pendapatan usaha anggota pada tahun 2012 dan 2013. Penelitian ini juga menggunakan alat bantu software Microsoft Excel 2003 serta Minitab 14 untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data. Analisis Pendapatan Usaha Anggota Dalam menganalisis pengaruh pembiayaan KBI terhadap pendapatan anggota akan menggunakan analisis pendapatan rata-rata yang dilakukan dengan membandingkan pendapatan anggota KBI yang memperoleh pembiayaan pada tahun 2012 dengan tahun 2013. Analisis pendapatan diakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Nicholson 1995) : ( Keterangan : TR = Total Revenue TC = Total Cost TVC = Total Variable Cost TFC = Total Fixed Cost Pq = Harga Output Produksi Q = Jumlah Output
)
(
)
25 Uji T untuk Data Berpasangan Untuk menganalisis perbedaan omset usaha, keuntungan usaha, serta aset usaha anggota KBI yang menerima pembiayaan untuk periode tahun 2012 dan tahun 2013, digunakan uji statistik t-hitung untuk data berpasangan. Uji ini digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan nyata antara omset usaha, keuntungan usaha, serta aset usaha pada periode 2012-2013. 1. Omset Usaha Untuk menganalisis perbedaan omset usaha anggota pada periode 20122013, digunakan uji statistik t-hitung untuk data berpasangan. Rumus yang digunakan adalah (Walpole 1995) : ⁄√ Keterangan : = rata-rata omset usaha tahun 2013- rata-rata omset usaha tahun 2012 d Sd = standar deviasi n = jumlah observasi v = derajat bebas Hipotesis awal (Ho) menunjukkan tidak ada perbedaan omset usaha anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Untuk hipotesis akhir (H1), terdapat perbedaan omset usaha anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Kedua hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
Keterangan :
Kriteria uji : Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, db = n-1, atau p-value < Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel, db = n-1, atau p-value > 2. Keuntungan Usaha Untuk menganalisis perbedaan tingkat keuntungan usaha anggota pada periode 2012-2013, digunakan uji statistik t-hitung untuk data berpasangan. Rumus yang digunakan adalah (Walpole 1995) : ⁄√ Keterangan : d = rata-rata keuntungan tahun 2013- rata-rata keuntungan tahun 2012 Sd = standar deviasi n = jumlah observasi v = derajat bebas Hipotesis awal (Ho) menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat keuntungan anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Untuk hipotesis akhir (H1), terdapat perbedaan tingkat keuntungan usaha anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Kedua hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
26
Keterangan :
Kriteria uji : Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, db = n-1, atau p-value < Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel, db = n-1, atau p-value > 3. Aset Usaha Untuk menganalisis perbedaan aset usaha anggota pada periode 2012-2013, digunakan uji statistik t-hitung untuk data berpasangan. Rumus yang digunakan adalah (Walpole 1995) : ⁄√ Keterangan : = rata-rata aset usaha tahun 2012-2013 d Sd = standar deviasi n = jumlah observasi v = derajat bebas Hipotesis awal (Ho) menunjukkan tidak ada perbedaan aset usaha anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Untuk hipotesis akhir (H1), terdapat perbedaan aset usaha anggota penerima pembiayaan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Kedua hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
Keterangan :
Kriteria uji : Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, db = n-1, Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel, db = n-1,
atau p-value < atau p-value >
Analisis data dilakukan dengan bantuan software komputer yang sesuai dengan kebutuhan dalam melakukan analisis data, sehingga dapat diperoleh hasil analisis data yang akurat dan memudahkan dalam intrepretasi secara deskriptif. Penggunaan karena tingkat kepercayaan pada peneliti pada penelitian ini cukup besar dan jumlah responden yang diambil tidak banyak.
GAMBARAN UMUM KOPERASI BAYTUL IKHTIAR Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu lembaga keuangan mikro syariah yang berada di bawah naungan Yayasan Pengembangan Masyarakat Mustadh’afiin (Peramu). Pada tahun 1998, Yayasan Peramu bekerja sama dengan Yayasan Baytul Maal Bogor merintis program untuk melayani masyarakat lapis bawah yang selama ini tidak tersentuh oleh perbankan dan Koperasi BMT. Program ini diberi nama Program Ikhtiar dengan pola Grameen
27 Bank berprinsip syariah. Tahun 1999, program ini berubah nama menjadi Kelompok Ikhtiar Swadaya (KIS) yang merupakan cikal bakal dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Baytul Ikhtiar yang ada pada saat ini. Pada tahun 2003, Kelompok Ikhtiar Swadaya (KIS) berubah nama menjadi Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar. Program pelayanan UPK Ikhtiar ini dapat digunakan sebagai proses pembentukan kelompok pedagang sayuran di Pasar Jambu Dua Bogor. Program ini bertujuan untuk membangun kapasitas sosial dan ekonomi keluarga berpenghasilan rendah agar memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar melalui pengelolaan aset ekonomi rumah tangga. Hingga tahun 2007, UPK Ikhtiar ini merupakan unit kerja dari Yayasan Peramu. Koperasi Baytul Ikhtiar resmi menjadi koperasi yang berbadan hukum No. 518/169/BH/KPTS/2008 pada tahun 2008. Wilayah jangkauan pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar telah tersebar di berbagai kecamatan di Kotamadya Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Hingga saat ini, Koperasi Baytul Ikhtiar melakukan aktivitas pemberdayaan berbasis komunitas melalui pelayanan keuangan mikro. Pemberdayaan ini merupakan replika dari pola Grameen Bank yang melakukan pendekatan secara kelompok yang ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah.
Visi dan Misi Koperasi Baytul Ikhtiar Visi KBI adalah menjadi organisasi keuangan mikro syariah yang memberdayakan masyarakat miskin melalui pelayanan simpan pinjam, pendidikan, dan pengorganisasian perempuan dari keluarga miskin. Adapun misi yang dimiliki oleh KBI, antara lain : a. Memperluas jangkauan pelayanan keuangan mikro syariah kepada masyarakat miskin. b. Melakukan pendampingan dan pelayanan kelompok yang terorganisir. c. Membangun jaringan untuk memperkuat pelayanan dan pendampingan dengan Non Government Organization (NGO), Lembaga Amil Zakat (LAZ), LKM, pemerintah, swasta, dan perorangan.
Ikrar Anggota dan Petugas Koperasi Baytul Ikhtiar a. Ikrar Anggota Majelis 1. Adalah menjadi tanggung jawab kami untuk berusaha menambah pendapatan keluarga. 2. Membantu anggota majelis/kelompok, apabila mereka dalam kesulitan. 3. Menggunakan pinjaman/pembiayaan dari Majlis Ikhtiar Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) untuk meningkatkan pendapatan keluarga. 4. Mendorong anak-anak untuk terus bersekolah. 5. Membayar kembali pinjaman/pembiayaan dan menabung setiap minggu sesuai dengan ketentuan. Allah menjadi saksi atas apa yang kami ucapkan dan lakukan.
28
b. Ikrar Petugas 1. Adalah tanggung jawab petugas mengemban amanah dari Koperasi Baytul Ikhtiar dalam melayani dan mendampingi anggota untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. 2. Tidak membedakan suku, agama, dan politik. 3. Tidak menerima imbalan apapun dari anggota. Allah SWT menjadi saksi atas apa yang petugas ucapkan dan lakukan.
Struktur dan Susunan Organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar Susunan organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar secara garis besar terdiri dari pengawas, pengurus, dan anggota. Adapun rincian susunan organisasi adalah sebagai berikut : Pengawas Ketua : Juhariah Anggota : Hoerudin Ilyas Erna Idriastuti Pengurus Direktur : Latif Efendy Sekretaris : Asep Zaenal Umami Bendahara : Titin Prasetyawati Divisi Audit Internal : belum terisi Divisi Usaha : Yachya Supriyadi Divisi HRD : Titin Prasetyawati Divisi Humas & Kesekretariatan : belum terisi Divisi R & D : Hifni Permadi Divisi IT : Kamiludin Manajer Unit Kota : Syukur Sekarmaji Manajer Unit Ciampea : Dini Yusron Manajer Unit Tamansari : Sondia Safira Supervisor Unit Dramaga : Irvan Ferdiansyah Setiap posisi dalam susunan organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar memiliki peranan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing, yaitu : a. Rapat Anggota Tahunan (RAT) Rapat Anggota Tahunan (RAT) merupakan pemegang kekuasaan tertingi dalam koperasi perihal menetapkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Dasar Rumah Tangga (ART). RAT merupakan perangkat organisasi yang menentukan arah kegiatan usaha melalui kesepakatan bersama dari seluruh anggota. Hasil kesepakatan tersebut kemudian dimandatkan kepada pengurus selaku wakil anggota. b. Pengawas Pengawas memiliki hak dan kewajiban melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi.
29 c. Pengurus Pengurus sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi yang dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota. Pengurus bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan pengendalian usaha koperasi. 1. Divisi IT Divisi IT bertanggung jawab dalam tersedianya sistem IT yang handal serta alat kerja pendukung (hardware) sesuai dengan kebutuhan lembaga, terkait dengan laporan-laporan baik laporan keuangan, laporan kinerja cabang, serta tenaga pendamping lapangan (TPL). 2. Divisi R & D Divisi R & D berfungsi dalam melakukan riset dan pengembangan yang berkaitan dengan pelayanan produk, pendampingan, dan pengembangan unit rintisan. Wewenang dan tanggung jawab dari divisi R & D adalah melakukan riset dan pengembangan unit rintisan dengan memberikan data kondisi wilayah, dan memberikan rekomendasi. Divisi R & D bertanggung jawab kepada pengurus. 3. Divisi HRD Divisi HRD berfungsi dalam merencanakan dan mengembangkan kebijakan dan sistem pengelolaan SDM, serta mengoordinasikan dan mengontrol pelaksanaan fungsi manajemen SDM agar dapat menunjang dan meningkatkan kinerja SDM dalam mencapai target KBI. 4. Divisi Usaha Divisi usaha berfungsi dalam merencanakan dan mengendalikan seluruh proses bisnis. Divisi usaha bertugas untuk menyusun sasaran, rencana jangka pendek, dan rencana jangka panjang KBI berserta proyeksi anggaran bulanan dan tahunan, mencapai sasaran dan target program secara keseluruhan, dan menyelenggarakan penilaian prestasi kerja karyawan dibawahnya. 5. Manajer Unit Merencanakan, mengoordinasi, dan mengendalikan kegiatan-kegiatan utama di cabang KBI dan kegiatan-kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama cabang KBI dalam rangka mencapai target. 6. Supervisor Unit Supervisor unit berfungsi untuk mengorganisasikan masyarakat dalam rangka persiapan wilayah untuk penumbuhan kelompok baru, serta melakukan pendampingan dan pelayanan keuangan kepada anggota layanan, memastikan monitoring pembiayaan berjalan serta mengelola seluruh sumber daya keuangan dan manusia di cabang. 7. Tenaga Pendamping Lapang (TPL) TPL berfungsi dalam melaksanakan pertemuan, pendampingan mingguan dan pelayanan jasa keuangan kepada seluruh anggota majelis secara tertib, teratur, dan sesuai dengan jadwal telah dibuat oleh KBI. TPL bertanggung jawab terhadap terlaksananya kegiatan pertemuan majelis mingguan, terlaksananya transaksi anggota majelis dalam bentuk pelayanan keuangan, melakukan pemeriksaan saldo tabungan dan pembiayaan setiap minggunya, menyelesaikan seluruh aktivitas selama dan atau pasca pertemuan kelompok yang berhubungan dengan kas, membantu pelaksanaan rekrutmen anggota
30
baru, serta melakukan kegiatan diskusi atau pendampingan pada pertemuan mejelis. 8. ADMP (Administrasi Pembiayaan) ADMP berfungsi dalam melakukan pengadministrasian atas segala sesuatu yang berhubungan dengan keanggotaan, pinjaman dan pembiayaan serta membuat laporan pinjaman/ pembiayaan yang dibutuhkan baik untuk kepentingan manajemen maupun pihak luar (investor). ADMP bertanggung jawab dalam melakukan input keanggotaan, data transaksi, tabungan dan pembiayaan layanan pada sistem komputer yang ada, terdokumentasinya dengan rapi dan aman seluruh berkas pinjaman dan pembiayaan anggota, mengeluarkan laporan pinjaman/pembiayaan anggota dan keanggotaan tepat waktu dan akurat, serta memastikan tersedianya dokumen atau alat-alat administrasi pinjaman/ pembiayaan. 9. Kas Kas berfungsi dalam melakukan pencatatan dan pengadministrasian buktibukti transaksi atas semua transaksi yang berkaitan dengan kas serta menyiapkan kas untuk kebutuhan kegiatan cabang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Kas bertanggung jawab untuk memastikan seluruh transaksi penerimaan kas sesuai dengan transaksi di lapangan, menyiapkan kas untuk kebutuhan kegiatan cabang dan menerima seluruh setoran dari anggota baik tabungan maupun angsuran pinjaman, mempersiapkan laporan-laporan yang dibutuhkan cabang, serta melakukan pengarsipan seluruh dokumen transaksi kas dalam sistem penyimpanan yang disepakati. 10. Pembukuan Pembukuan berfungsi dalam membuat laporan keuangan masing-masing cabang KBI yang akurat, tepat waktu, dan bisa menggambarkan kinerja keuangan cabang secara periodik. Pembukuan bertanggung jawab dalam hal tersedianya laporan–laporan cabang secara akurat dan tepat waktu serta terdokumentasikannya seluruh bukti-bukti transaksi dan laporan keuangan cabang secara rapi dan aman. d. Anggota Anggota koperasi berperan sebagai pemilik karena berkewajiban memberikan modal dan mengawasi jalannya koperasi. Selain itu, anggota berperan sebagai pengguna jasa layanan koperasi yang berarti setiap anggota wajib berpartisipasi aktif dalam memanfaatkan layanan yang disediakan koperasi.
31
RAPAT ANGGOTA Pengawas Pengurus
Direktur
Divisi Audit Internal
Divisi Usaha
Divisi HRD
Divisi Humas dan Kesekretariatan
Divisi R&D
Manajer Unit
Supervisor Unit
TPL
ADMP
Kas
Pembukuan
ANGGOTA Gambar 5 Struktur organisasi Koperasi Baytul Ikhtiar
Divisi IT
32
Produk-Produk Tabungan di Koperasi Baytul Ikhtiar 1. Tabungan Sukarela Tabungan sukarela adalah tabungan dengan akad wadi’ah yad dhamanah atau titipan yang disetorkan oleh anggota sesuai dengan kemampuan menabungnya, dengan saldo minimal Rp2 000. Semua anggota majelis di KBI berhak mendapat pelayanan berupa tabungan sukarela. Setoran awal minimal pada tabungan sukarela sebesar Rp2 000 dan untuk setoran selanjutnya tidak terikat jumlah. Penyetoran dan penarikan pada tabungan ini tidak terikat pada pinjaman. Biaya administrasi tidak diberlakukan untuk memperoleh tabungan ini. Bonus dari tabungan sukarela akan diberikan sesuai dengan kondisi KBI pada saat itu. Kegiatan penyetoran dan penarikan tabungan sukarela dilakukan saat pertemuan majelis (satu kali dalam satu minggu) dan tidak dibenarkan melakukan penyetoran di luar pertemuan majelis. 2. Tabungan Cadangan Tabungan cadangan adalah tabungan yang dibayarkan oleh anggota dengan besaran tabungan tergantung dengan besarnya plafond pembiayaan yang diberikan sesuai dengan kebijakan koperasi dan akan diambil apabila kewajiban pembiayaan/ pinjamannya sudah lunas. Akad yang digunakan pada tabungan cadangan adalah wadi’ah yad dhamanah atau titipan. Dalam penggunaan produk tabungan ini, tidak dikenakan biaya administrasi maupun diberikan bonus. Tabungan cadangan hanya bisa ditarik apabila angsuran pinjaman/ pembiayaan telah selesai/ lunas dengan cara dipindahbukukan ke dalam tabungan sukarela. Penyetoran tabungan cadangan dilakukan pada saat pembayaran angsuran pembiayaan setiap minggunya. 3. Tabungan Wajib Tabungan wajib adalah tabungan yang wajib dibayarkan oleh anggota dengan jumlah yang sama besar untuk seluruh anggota sesuai dengan plafond pembiayaan, dan tidak dapat ditarik selama masih berstatus sebagai anggota majelis di KBI. Akad yang digunakan adalah wadi’ah yad dhamanah atau titipan. Tabungan wajib merupakan tabungan anggota sebagai bukti keterikatan keanggotaan mereka. Tabungan wajib tidak bisa ditarik selama orang tersebut tercatat sebagai anggota KBI dan mendapatkan fasilitas pelayanan dari KBI. Tabungan wajib hanya bisa ditarik apabila anggota akan keluar dari majelis di KBI dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Penyetoran tabungan wajib dilakukan pada saat pembayaran angsuran pembiayaan setiap minggunya. 4. Tabungan Kelompok Tabungan kelompok adalah tabungan yang bersumber dari anggota dalam satu kelompok, di mana besarnya tabungan tergantung dengan besarnya plafond pembiayaan yang diberikan sesuai dengan kebijakan koperasi. Akad yang digunakan adalah wadi’ah yad dhamanah. Penggunaan produk tabungan ini tidak dikenakan biaya, namun terdapat bonus. Tabungan kelompok adalah wujud keterikatan anggota dalam majelis/ kelompok. Tabungan kelompok akan dibagikan ketika anggota mengajukan pengunduran diri sebagai anggota majelis. Penyetoran tabungan kelompok dilakukan pada saat pembayaran angsuran pembiayaan setiap minggunya.
33
5. Tabungan Berencana Tabungan berencana adalah tabungan yang disetorkan oleh anggota dan sudah direncanakan alokasi dan waktu penarikannya dengan jumlah minimal setoran Rp5 000 setiap minggu. Tabungan berencana terdiri dari 5 macam, yakni: tabungan rencana pendidikan (TRENDIS), tabungan syawal (TASYA), tabungan ibu melahirkan (TABUMIL), tabungan qurba (TAQUR), serta tabungan haji dan umrah (TAJIROH). Akad yang digunakan pada tabungan berencana adalah wadiah yad dhamanah. Periode waktu menabung minimal 25 minggu dan bisa diperpanjang setelah jatuh tempo. Anggota akan mendapatkan bonus bulanan serta bonus yang diberikan pada saat jatuh tempo. Penyetoran tabungan berencana dilakukan per minggu sesuai dengan kesepakatan pada perjanjian awal dan setoran dilakukan pada proses pertemuan majelis setiap minggunya. Pada saat jatuh tempo, anggota mengisi form pengajuan penarikan atau perpanjangan tabungan berencana. Apabila tabungan berencana ini tidak diperpanjang, maka akan dicairkan pada pertemuan berikutnya. Namun, bila anggota ingin melakukan perpanjangan periode tabungan ini, anggota tersebut diwajibkan mengisi form aplikasi tabungan berencana kembali. Bagi anggota yang memperpanjang jangka waktu tabungan berencananya, maka mendapatkan kartu tabungan berencana yang baru dengan memuat saldo pokok sebelumnya dan bonus yang diperoleh.
Akad-Akad Pembiayaan di Koperasi Baytul Ikhtiar 1. Qardhul Hasan Qardhul hassan adalah akad pembiayaan yang diberikan kepada anggota majelis pada awal keikutsertaan mereka sebagai anggota KBI. Dana yang disediakan untuk akad pembiayaan ini bersumber dari dana ZIS (Zakat, Infak, dan Shodaqoh) yang terdapat di lembaga KBI. Pembiayan-pembiayaan yang menggunakan akad qardhul hassan meliputi sektor produktif, seperti modal kerja, serta sektor konsumtif, seperti pendidikan, perumahan, dan kesehatan. Beberapa ketentuan yang terdapat dalam akad pembiayaan qardhul hassan adalah: Plafond pembiayaan maksimal adalah sebesar Rp500 000 Jangka waktu pembiayaan selama 50 minggu Pembayaran dilakukan setiap minggu dengan jumlah angsuran yang besarnya tetap Pengajuan pembiayaan dilakukan pada saat pertemuan majelis dengan persetujuan anggota lainnya 2. Murabahah Murabahah adalah produk pembiayaan yang diberikan kepada anggota majelis untuk pembelian sesuatu barang halal dengan akad wakalah wal murabahah. Beberapa ketentuan yang terdapat dalam akad pembiayaan murabahah adalah: Anggota yang mengajukan pembiayaan ini telah menyebutkan rencana atas jenis barang yang akan dibeli dan harganya Pengadaan dan pembelian barang diwakilkan kepada anggota dan anggota menyerahkan bukti transaksi pembelian Plafond pembiayaan maksimal adalah sebesar Rp8 000 000 Akad murabahah ini tidak memerlukan jaminan fisik dari anggota
34
Jangka waktu pembiayaan adalah 50 minggu Pembayaran angsuran pembiayaan dilakukan setiap minggu dengan jumlah angsuran yang besaranya tetap Besar margin pembiayaan yang akan dibayarkan oleh anggota dapat dinegosiasikan dengan petugas sebagai wakil dari pihak KBI 3. Ijarah Ijarah adalah pembiayaan yang diberikan kepada anggota majelis untuk pembayaran atas manfaat atau jasa yang sudah diterima. Pembiayan-pembiayaan yang menggunakan akad ijarah meliputi: biaya pendidikan, perawatan kesehatan, pembayaran sewa alat kerja, dan kontrak rumah atau tempat usaha. Beberapa ketentuan yang terdapat dalam akad pembiayaan ijarah adalah: Anggota yang mengajukan pembiayaan dengan akad ini menyebutkan manfaat atau jasa yang sudah diterima Pembayaran kepada penyedia jasa diwakilkan kepada anggota dan anggota menyerahkan bukti atas pembayaran jasa tersebut Jangka waktu pembiayaan selama 50 minggu Pembayaran angsuran pembiayaan dilakukan setiap minggu dengan jumlah angsuran yang besaranya tetap Besaran fee atau biaya jasa dapat yang ingin diberikan oleh anggota kepada pihak KBI dapat dinegosiasikan dengan petugas sebagai wakil dari pihak KBI 4. Hiwalah Hiwalah adalah akad pembiayaan untuk mengalihkan hutang anggota kepada pihak ketiga yang kemudian dialihkan sehingga menjadi beban pihak Koperasi Baytul Ikhtiar. Beberapa ketentuan yang terdapat dalam akad pembiayaan hiwalah adalah: Anggota yang mengajukan pembiayaan dengan akad ini telah menyebutkan besarnya hutang dan tujuan pemanfaatan dari uang hasil berhutang tersebut Pembayaran kepada pemberi hutang diwakilkan kepada anggota dan anggota menyerahkan bukti atas pembayaran tersebut Jangka waktu pembiayaan selama 50 minggu Pembayaran angsuran pembiayaan dilakukan setiap minggu dengan jumlah angsuran yang besaranya tetap Besaran fee atau biaya jasa dapat yang ingin diberikan oleh anggota kepada pihak KBI dapat dinegosiasikan dengan petugas sebagai wakil dari pihak KBI
Peta Sebaran Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar Peta sebaran anggota berdasarkan wilayah kecamatan tempat tinggal anggota dapat dilihat dalam Tabel 3. Jumlah total wilayah kecamatan berdasarkan tempat tinggal anggota KBI sebanyak 25 kecamatan dan tersebar ke dalam satu wilayah kotamadya, yaitu Kotamadya Bogor, serta tiga wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Berdasarkan data KBI (2012), total kelompok pada KBI berjumlah 976 kelompok dengan total anggota sebanyak 15 043 orang. Jumlah kelompok maupun jumlah anggota terbanyak berada di wilayah Kabupaten Bogor dengan jumlah total 652 kelompok dan 10 102 anggota. Kecamatan Tamansari menempati wilayah dengan jumlah
35
kelompok maupun jumlah anggota terbanyak menurut peta sebaran tempat tinggal anggota, yaitu terdapat 167 kelompok dengan 2 292 orang anggota. Hal ini dikarenakan Kecamatan Tamansari merupakan wilayah perintis bagi kegiatan simpan pinjam berprinsip syariah dengan pola grameen bank yang dilakukan oleh KBI.
No. 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 a
Tabel 3 Peta sebaran anggota Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012a Wilayah Kelompok Anggota Kotamadya Bogor 148 1 990 Bogor Barat 29 395 Bogor Selatan 33 561 Bogor Tengah 4 35 Bogor Utara 38 548 Bogor Timur 11 175 Tanah Sareal 33 276 Kabupaten Bogor 652 10 102 Tamansari 167 2 294 Rancabungur 16 210 Pamijahan 45 780 Ciomas 61 925 Ciampea 62 1 052 Cibungbulang 53 830 Dramaga 121 1 995 Tenjolaya 68 1 049 Rumpin 59 957 Kabupaten Sukabumi 143 2 407 Cibadak 25 450 Bojong Genteng 4 61 Parung Kuda 2 30 Cicantaian 12 195 Nagrak 1 20 Ciambar 2 35 Cisaat 3 55 Cicurug 21 349 Cidahu 72 1 212 Kabupaten Cianjur 33 544 Cugenang 33 544 Total 976 15 043
Sumber : Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012
Jumlah Aset dan Pembiayaan pada Koperasi Baytul Ikhtiar Jumlah aset dan pembiayaan yang disalurkan oleh KBI kepada anggotanya selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal ini menggambarkan tingkat kepercayaan masyarakat pada umumnya, maupun anggota pada khususnya, mengalami peningkatan terhadap kinerja lembaga keuangan mikro ini. Di sisi lain,
36
tingkat kepercayaan KBI terhadap kemampuan anggota dalam mengelola pembiayaan yang diberikan pun mengalami peningkatan. Perkembangan jumlah aset periode tahun 2008 hingga 2011 dapat dilihat pada Gambar 5. Peningkatan jumlah aset terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp3 096 040 166 atau sebesar 52.78 persen dari tahun 2010. Pada tahun 2010, peningkatan aset adalah sebesar 48.95 persen dari tahun 2009 atau sebesar Rp1 927 919 712. Pada tahun 2009, peningkatan jumlah aset KBI mencapai jumlah terkecil pada kurun waktu 2008-2011. Peningkatan jumlah aset KBI pada tahun 2009 adalah sebesar Rp1 051 909 422 atau sebesar 36.44 persen dari tahun sebelumnya. Rataan jumlah peningkatan aset pada periode 2008-2011 adalah sebesar Rp2 025 289 767 per tahun atau sebesar 46.06 persen per tahunnya.
10 000 000 000 9 000 000 000
Jumlah aset (rupiah)
8 000 000 000 7 000 000 000 6 000 000 000 5 000 000 000 4 000 000 000 3 000 000 000 2 000 000 000 1 000 000 000 0000 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
Gambar 6 Perkembangan jumlah aset Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2008-2011 Jumlah pembiayaan yang disalurkan KBI kepada anggota juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan jumlah penyaluran pembiayaan terbesar terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar Rp3 875 965 731 atau sebesar 66.07 persen dari periode 2010. Pada tahun 2010, peningkatan jumlah pembiayaan yang disalurkan adalah sebesar Rp1 913 284 269 atau meningkat sebesar 48.40 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah pembiayaan terkecil terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar Rp1 223 550 000 atau sebesar 44.83 persen dari tahun 2008. Rata-rata jumlah penyaluran pembiayaan setiap tahunnya adalah sebesar Rp2 337 600 000 atau sebesar 53.10 persen per tahun. Perkembangan jumlah penyaluran pembiayaan periode 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 1.
37
KARAKTERISTIK RESPONDEN, KARAKTERISTIK USAHA, DAN KARAKTERISTIK PEMBIAYAAN RESPONDEN Karakteristik Responden Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah kaum perempuan (ibu-ibu) yang memperoleh pinjaman untuk penambahan modal usaha di bidang agribisnis pada tahun 2011. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 33 orang yang merupakan anggota Koperasi Baytul Ikhtiar dari Unit Ciampea, Dramaga, dan Tamansari. Hal-hal yang akan dibahas mengenai karakteristik responden mencakup tingkat usia responden, tingkat pendidikan responden, jumlah tanggungan dalam rumah tangga responden, serta status responden dalam keluarga. Tingkat Usia Responden Hasil survei lapang menunjukkan bahwa usia responden tersebar dari mulai usia 20 tahun hingga 67 tahun dengan rataan usia 39.73 tahun atau dibulatkan menjadi 40 tahun. Keragaan usia responden terlihat pada Tabel 4 yang menunjukkan usia responden tersebar pada setiap kelas usia dengan presentase terbesar berada pada interval 31-40 tahun sebanyak 14 orang atau sebesar 42.42 persen. Rataan usia responden berada pada kategori usia produktif, yaitu 40 tahun, menunjukkan bahwa dengan adanya pembiayaan yang mereka peroleh dari Koperasi Baytul Ikhtiar diharapkan dapat meningkatkan pendapatan usaha yang dijalani. Hal ini dikarenakan peluang untuk mengembangkan usaha relatif besar dengan usia yang tergolong produktif.
Tabel 4 Tingkat usia responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 Usia Responden <21 21-30 31-40 41-50 51-60 >60 Total
Frekuensi (orang) 1 5 14 7 3 3 33
Presentase (%) 3.03 15.15 42.42 21.21 9.09 9.09 100.00
Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden berdasarkan Gambar 7 menggambarkan bahwa tingkat pendidikan terbanyak adalah tamat SD yaitu sebanyak 22 orang atau sebesar 66.67 persen. Reponden yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah adalah sebanyak 2 orang atau sebesar 6.06 persen. Jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD adalah sebanyak 8 orang atau sebesar 24.24 persen. Terdapat pula 1 orang responden yang memiliki
38
tingkat pendidikan hingga tamat SMP atau sebesar 3.03 persen dari keseluruhan total responden. Tamat SMP Tidak sekolah 3% 6% Tidak tamat SD 24%
Tamat SD 67%
Gambar 7 Tingkat pendidikan responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013 Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden tidak terlalu bervariasi. Apabila dihubungkan dengan jenis usaha yang dijalankan, pada umumnya responden dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah cenderung menjalankan usaha yang relatif tidak berisiko dan tidak memerlukan perhitungan keuangan yang rumit. Jumlah Tanggungan dalam Rumah Tangga Responden Hasil survei lapang menunjukkan bahwa jumlah tanggungan dalam rumah tangga responden tersebar antara 0 hingga 4 orang. Banyaknya tanggungan keluarga memperkecil peluang anggota koperasi untuk menyisihkan sebagian keuntungan usaha untuk investasi dalam rangka pengembangan usahanya. Hal ini terjadi karena banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk tanggungan keluarganya.
3 orang 12%
2 orang 31%
4 orang 6%
0 orang 24%
1 orang 27%
Gambar 8 Jumlah tanggungan keluarga dalam rumah tangga responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013
39
Berdasarkan Gambar 8 dapat dijelaskan bahwa rumah tangga responden yang tidak memiliki tanggungan sebesar 24.24 persen atau sebanyak 8 orang. Rumah tangga responden yang memiliki 1 orang tanggungan adalah sebanyak 9 orang atau sebesar 27.27 persen. Rumah tangga responden yang memiliki 2 orang tanggungan adalah sebanyak 10 orang atau sebesar 30.30 persen dan merupakan presentase jumlah tanggungan terbesar. Rumah tangga responden dengan jumlah tanggungan sebanyak 3 orang tercatat sebanyak 4 orang atau sebesar 12.12 persen, sedangkan jumlah tanggungan keluarga sebanyak 4 orang tercatat sebanyak 2 orang responden atau sebesar 6.06 persen dari total keseluruhan responden. Status Responden dalam Keluarga Karakteristik responden lainnya yang diidentifikasikan dalam penelitian ini yaitu status responden di dalam keluarga. Status responden yang merupakan kaum perempuan di dalam keluarga pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu status sebagai seorang istri dan status sebagai kepala keluarga. Hasil survei lapang pada Gambar 9 menunjukkan terdapat 3 orang responden yang berstatus sebagai kepala keluarga atau sebesar 9.09 persen dari total 33 orang responden. Status sebagai kepala keluarga yang dimaksud yakni responden tersebut sudah tidak memiliki suami atau berstatus janda. Jumlah responden yang berstatus sebagai istri adalah sebesar 90.91 persen atau sebanyak 30 orang responden.
Kepala Keluarga 9%
Istri 91%
Gambar 9 Status responden dalam keluarga di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013
Adanya perbedaan status responden dalam keluarga, baik sebagai kepala keluarga mupun sebagai istri, akan mempengaruhi motivasi responden dalam menjalankan usahanya. Responden yang berstatus sebagai kepala keluarga akan cenderung berusaha lebih keras dalam menjalankan usahanya dibandingkan dengan responden yang berstatus sebagai istri. Hal ini dikarenakan responden tersebut sudah tidak memiliki suami yang bisa membantu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
40
Karakteristik Usaha Responden Koperasi Baytul Ikhtiar merupakan lembaga keuangan yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang termasuk ke dalam golongan ekonomi menengah ke bawah yang memiliki usaha berskala mikro. Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan usaha mikro agribisnis anggota Koperasi Baytul Ikhtiar, perlu diketahui karaktersitik usaha responden yang memperoleh pembiayaan tersebut. Pada penelitian ini, karakteristik usaha yang dijelaskan meliputi jenis usaha dan lama usaha. Jenis Usaha Responden Anggota koperasi yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan anggota yang mengajukan pembiayaan untuk modal usaha yang bergerak di bidang agribisnis. Hasil survei lapang menyebutkan bahwa jenis usaha agribisnis yang dilakukan oleh responden yaitu sektor pertanian, sektor peternakan, dan sektor perdagangan. Sektor pertanian yang diusahakan oleh responden meliputi bayam, kangkung, ubi, jagung, padi, singkong, lengkuas, kunyit, bengkuang, kacang panjang, dan lain-lain. Sektor peternakan yang diusahakan meliputi pembesaran kambing, ikan bawal, ikan mas, dan ikan gurame. Sektor perdagangan yang diusahakan oleh responden adalah sayuran, daging ayam, dan sembako.
Perdagangan 9% Peternakan 12%
Pertanian 79%
Gambar 10 Jenis usaha responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013
Menurut hasil survei di lapangan, terdapat 26 orang responden yang melakukan usaha agribisnis di sektor pertanian atau sebesar 78.79 persen dari total keseluruhan responden yang diteliti. Sektor ini merupakan jumlah yang terbesar apabila dibandingkan dengan sektor peternakan dan perdagangan. Responden yang melakukan usaha di sektor peternakan tercatat sebanyak 4 orang atau sebesar 12.12 persen, sedangkan pada sektor perdagangan tercatat ada 3 orang responden atau sebesar 9.09 persen dari total keseluruhan responden. Lama Usaha Responden Dalam ketentuan untuk memperoleh pembiayaan pada Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI), lama usaha responden bukanlah menjadi syarat yang harus
41
dipenuhi. Hal ini sesuai dengan peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang memfokuskan diri sebagai lembaga yang mengutamakan masyarakat golongan ekonomi lemah yang kesulitan dalam mengakses permodalan agar mampu meningkatkan kemampuan ekonominya. Oleh karena itu, KBI menawarkan persyaratan yang mudah bagi anggotanya dalam memperoleh pembiayaan. Berdasarkan hasil survei, rataan lama usaha responden adalah 17.4 tahun. Lama usaha responden yang paling baru berjalan adalah selama 1 tahun, sedangakan untuk usaha responden yang paling lama sudah berjalan hingga 50 tahun. Dari total 33 responden, terdapat 13 responden yang telah menjalankan usahanya selama 1 hingga 10 tahun, atau sebesar 39.39 persen dari total responden. Lama usaha responden yang sudah berjalan selama 11 hingga 20 tahun yaitu sebanyak 11 responden atau sebesar 33.33 persen, serta untuk usaha yang sudah berjalan selama 21 hingga 30 tahun adalah sebanyak 5 responden atau sebesar 15.15 persen. Lama usaha responden dengan presentase terkecil terdapat pada interval 31 hingga 40 tahun, yaitu sebesar 3.03 persen atau sebanyak 1 orang. Lama usaha responden selama lebih dari 40 tahun menempati presentase kedua terkecil yaitu 9.09 persen atau sebanyak 3 orang.
31-40 tahun 3%
>40 tahun 9%
<11 tahun 40%
21-30 tahun 15%
11-20 tahun 33%
Gambar 11 Lama usaha responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2013
Karakteristik Pembiayaan Responden Besar Pembiayaan Berdasarkan hasil survei, rataan besar pembiayaan yang disalurkan kepada responden adalah sebesar Rp927 273. Besar pembiayaan paling rendah adalah sebesar Rp500 000. Pembiayaan pada jumlah ini diberikan kepada anggota yang baru bergabung menjadi anggota KBI dan belum pernah meminjam pada pihak KBI sebelumnya. Besar pembiayaan terbesar yang disalurkan oleh KBI adalah Rp3 000 000. Dari total 33 responden, terdapat 1 responden yang sedang tidak melakukan pembiayaan atau sebesar 3.03 persen dari total responden. Besar pembiayaan antara Rp500 000 hingga Rp1 000 000 telah disalurkan kepada 22 responden atau sebesar 66.67 persen, serta untuk besar pembiayaan yang disalurkan antara Rp1 000 0001 hingga Rp2 000 000 sebanyak 9 responden atau
42
sebesar 27.27 persen. Besar pembiayaan diatas Rp2 000 000 disalurkan kepada 1 responden atau sebesar 3.03 persen dari keseluruhan total responden.
Rp1 000 001Rp2000 000 27%
>Rp2 000 000 3% < Rp500 000 3%
Rp500 000Rp1000 000 67%
Gambar 12 Besar pembiayaan yang diterima oleh responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012
Lama Keanggotaan Berdasarkan hasil survei, rataan lama keanggotaan responden menjadi anggota KBI adalah selama 2.7 tahun. Lama keanggotaan terbaru yaitu selama 0.25 tahun atau 3 bulan. Lama kenggotaan yang paling lama 8 tahun. Dari total 33 responden, terdapat 13 orang responden yang baru menjadi anggota selama kurang dari 1 tahun atau sebesar 39.39 persen dari total responden. Lama keanggotaan antara 1 hingga 2 tahun terdapat sebanyak 1 responden atau sebesar 3.03 persen, serta lama keanggotaan antara 2.1 hingga 4 tahun sebanyak 12 responden atau sebesar 36.36 persen. Lama keanggotatan 4.1 hingga 6 tahun terdapat 5 responden atau sebesar 15.15 persen dari keseluruhan total responden. Anggota yang sudah bergabung menjadi bagian dari KBI selama lebih dari 6 tahun adalah sebanyak 2 orang atau sebesar 6.06 persen dari total 33 responden.
4.1-6 tahun 15%
2.1-4 tahun 36%
>6 tahun 6%
<1 tahun 40%
1-2 tahun, 3%
Gambar 13 Lama keanggotaan responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012
43
Frekuensi Pembiayaan Berdasarkan hasil turun lapang, rataan frekuensi pembiayaan yang dilakukan responden adalah sebanyak 3 kali. Frekuensi pembiayaan paling sedikit adalah sebanyak 1 kali yang dilakukan oeh para anggota baru. Frekuensi pembiayaan terbanyak adalah 8 kali. Dari total 33 responden, terdapat 22 orang responden yang baru memiliki frekuensi pembiayaan sebanyak 1 hingga 3 kali atau sebesar 66.67 persen dari total responden. Frekuensi pembiayaan sebanyak 4 hingga 6 kali dilakukan oleh sebanyak 8 responden atau sebesar 24.24 persen. Anggota yang sudah melakukan pembiayaan hingga lebih dari 6 kali adalah sebanyak 3 orang atau sebesar 9.09 persen dari total 33 responden.
4-6 kali 24%
>6 kali 9% 1-3 kali 67%
Gambar 14 Frekuensi pembiayaan yang dilakukan oleh responden di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012
PENGARUH PEMBIAYAAN TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA MIKRO AGRIBISNIS ANGGOTA Pembiayaan pada Koperasi Baytul Ikhtiar bertujuan untuk memudahkan akses masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro, terhadap permodalan usaha sehingga usaha yang dijalankan dapat lebih berkembang. Perkembangan usaha dapat dilihat melalui kinerja usaha, meliputi omset usaha, keuntungan usaha, aset usaha anggota, serta luas lahan yang diusahakan anggota. Pada penelitian ini, akan dianalisis perbedaan antara omset usaha, keuntungan usaha, aset usaha, serta luas lahan yang diusahakan anggota yang bergerak di bidang agribisnis berskala mikro pada periode tahun 2012 dan 2013. Namun sebelum menganalisis perbedaan nilai omset, keuntungan, dan aset usaha antar periode 2012 dan 2013, perlu juga menganalisis variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini, meliputi presentase pemanfaatan pembiayaan yang digunakan untuk usaha, omset usaha tahun 2012 dan 2013, keuntungan usaha tahun 2012 dan 2013, nilai aset usaha tahun 2012 dan 2013, serta luas lahan yang diusahakan tahun 2012 dan 2013. Variabel-variabel tersebut akan dianalisis secara statistik deskriptif dalam hal nilai maksimumnya, nilai minimumnya, nilai rata-rata keseluruhannya, serta standar deviasinya.
44
Tabel 5 Data statistik deskriptif untuk variabel-variabel yang digunakan dalam analisis pengaruh pembiayaan terhadap perkembangan usaha anggota Variabel Pemanfaatan Pembiayaan untuk Usaha (%) Omset Usaha 2012 (Rp) Omset Usaha 2013 (Rp) Keuntungan Usaha 2012 (Rp) Keuntungan Usaha 2013 (Rp) Aset Usaha 2012 (Rp) Aset Usaha 2013 (Rp) Luas Lahan yang diusahakan 2012 (m2) Luas Lahan yang diusahakan 2013 (m2)
Rata-Rata
Nilai Maksimum
Nilai Minimum
Standar Deviasi
89
100
37
20
55 541 939 54 640 152
659 400 000 511 680 000
300 000 1 000 000
128 700 130 105 284 418
22 732 061
258 684 000
150 000
53 090 862
27 762 670
389 586 000
186 000
70 866 840
76 190 152 68 563 818
1 020 505 000 991 360 000
0 0
190 360 324 178 286 756
4 075
20 600
150
5 412
4 340
20 600
200
5 150
Pemanfaatan pembiayaan yang disalurkan oleh KBI oleh anggota yang menerimanya merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk menganalisis pengaruh pembiayaan KBI terhadap perkembangan usaha anggotanya. Hal ini dikarenakan pemanfaatan pembiayaan yang digunakan untuk kegiatan usaha akan mempengaruhi terhadap besarnya banyaknya input produksi yang bisa digunakan dari hasil pembiayaan yang diperoleh oleh anggota. Besarnya penggunaan input ini akan mempengaruhi hasil produksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi besarnya nilai omset serta keutungan usaha yang bisa didapat oleh anggota. Hasil penelitian dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembiayaan yang diperoleh anggota yang seharusnya dipergunakan seluruhnya untuk kegiatan usaha anggota sesuai dengan akad yang telah disetujui antara pihak KBI dan anggota sebagai debitur, tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa hanya responden yang bergerak di sektor perdagangan yang menggunakan seluruhnya pembiayaan yang diberikan oleh KBI untuk modal usaha. Berdasarkan hasil survei, dari 26 orang responden yang berusaha di sektor pertanian, pemanfaatan pembiayaan yang digunakan untuk modal usaha adalah sebesar rata-rata 89 persen dan 11 persen sisanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Untuk sektor peternakan, dari 4 orang responden, rata-rata pemanfaatan pembiayaan yang digunakan untuk modal usaha dalah ratarata sebesar 80.5 persen, sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan rumah tangga yang dimaksud dalam hal ini adalah biaya pemasangan listrik, biaya pendidikan anak, serta kebutuhan hidup sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa tidak semua responden yang mengajukan pembiayaan untuk modal usaha di bidang agribisnis memanfaatkan seluruh dana pinjaman yang diperoleh untuk menjalankan usahanya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 dimana pada sektor pertanian, terdapat 11 persen dari dana pinjaman yang disalurkan oleh KBI digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, sedangkan pada sektor peternakan, terdapat 19.5 persen
45
dari dana pinjaman yang disalurkan oleh KBI digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu, perlu dianalisis apakah pemanfaatan pembiayaan yang digunakan sepenuhnya untuk kebutuhan modal usaha akan menghasilkan perubahan omset usaha dan keuntungan usaha yang lebih baik pada tahun berikutnya, bila dibandingkan dengan pemanfaatan pembiayaan dimana terdapat dana pinjaman yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.
Tabel 6 Pemanfaatan pembiayaan oleh anggota pada Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2011-2012 Sektor Usaha Pertanian Peternakan Perdagangan
Frekuensi (orang) 26 4 3
Pemanfaatan Pembiayaan Usaha yang Kebutuhan Dibiayai Rumah Tangga Total (%) (%) (%) 89 11 100 80.5 19.5 100 100 0 100
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa dari total 33 reponden, terdapat sebanyak 15 orang responden yang memanfaatkan seluruh pembiayaan yang diperoleh untuk digunakan sabagai modal usaha, 17 orang yang tidak memanfaatkan seluruh pembiayaan yang diperoleh untuk digunakan sabagai modal usaha, dan sebanyak 1 orang responden yang merupakan anggota KBI namun sedang tidak melakukan pembiayaan. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa responden yang memanfaatkan pembiayaan yang diperoleh sepenuhnya untuk modal usaha mampu meningkatkan penggunaan input produksinya pada tahun 2013 sebesar Rp5 147 000 dibandingkan tahun 2012, sehingga omset usaha yang dihasilkan pada tahun 2013 pun mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012 sebesar Rp5 392 000. Adanya peningkatan omset usaha ini berpengaruh terhadap peningkatan keuntungan usaha pada tahun 2013 sebesar Rp244 000 dari tahun 2012. Hal ini sesuai dengan teori tentang pengaruh kredit terhadap penggunaan input dan keuntungan usahatani yang terdapat dalam teori pemikiran teoritis penelitian ini. Teori tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya kredit diharapkan permintaan petani terhadap input produksi akan mengalami peningkatan sehingga hasil produksi usahatani yang dihasilkan pun mengalami peningkatan. Peningkatan hasil produksi ini diharapkan dapat meningkatkan keuntungan usaha yang diperoleh oleh petani. Dari hasil turun lapang juga diperoleh informasi bahwa terdapat sebanyak 17 responden yang tidak menggunakan sepenuhnya pembiayaan yang disalurkan oleh KBI untuk kebutuhan modal usaha, namun terdapat beberapa persen yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Dari total 17 responden ini, 12 orang responden diantaranya memanfaatkan 70 hingga 99 persen pembiayaan yang diperolehnya untuk menjalankan kegiatan usaha dan sebanyak 5 orang responden menggunakan kurang dari 70 persen pembiayaan yang diperolehnya untuk menjalankan kegiatan usaha. Pada kelompok responden memanfaatkan 70 hingga 99 persen pembiayaan yang diperolehnya untuk menjalankan kegiatan usaha,
46
terdapat penurunan biaya penggunaan input produksi pada tahun 2013 rata-rata sebesar Rp28 381 000 dibandingkan tahun 2012. Hal ini berpengaruh pula terhadap jumlah omset usaha rata-rata responden yang mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar Rp16 397 000 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan biaya penggunaan input produksi yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan penurunan omset usaha ini menyebakan keuntungan usaha responden pada kelompok ini mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebesar Rp11 984 000 dibandingkan tahun 2013. Meskipun keuntungan usaha anggota yang pemanfaatan pembiayaan terhadap usahanya tidak 100 persen nilainya lebih besar dibandingkan dengan keuntungan usaha dimana 100 persen pembiayaan yang disalurkan dimanfaatkan untuk modal usaha, namun hal ini dikarenakan faktorfaktor di luar pembiayaan, salah satunya adalah penggunaan komoditi yang berbeda sehingga biaya penggunaannya input produksinya pun berbeda.
Tabel 7 Klasifikasi responden berdasarkan presentase pemanfaatan pembiayaan yang digunakan untuk modal usaha Pemanfaatan untuk Usaha (%) 100 70-99 <70
Frekuensi (orang) 15 12 5
Omset (Rp 000)
Biaya (Rp 000)
Tahun 2012 43 311 90 781 16 368
Tahun 2012 27 810 50 113 12 126
Tahun 2013 48 703 74 384 33 354
Tahun 2013 32 957 21 732 24 928
Keuntungan (Rp 000) Tahun Tahun 2012 2013 15 502 15 746 40 668 52 652 4 242 8 426
Pengaruh Pembiayaan terhadap Omset Usaha Definisi omset penjualan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jumlah hasil penjualan (dagangan), total jumlah penjualan barang/jasa dari laporan laba-rugi perusahaan (laporan operasi) selama periode penjualan tertentu. Omset usaha merupakan jumlah total hasil produksi usaha mikro yang dapat dijual dalam satu periode tertentu. Nilai omset usaha dihitung dari jumlah produk yang terjual dikali harga satuannya. Pembiayaan yang diberikan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar kepada anggotanya memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap omset usaha anggotanya. Berdasarkan survei terhadap 33 orang total responden tanpa membedakan jenis sektor usahanya, sebesar 54.55 persen atau sebanyak 18 orang responden mengalami kenaikan omset usaha. Di sisi lain, terdapat pula responden yang mengalami penurunan omset usaha antara tahun 2012-2013. Sebesar 42.42 persen dari total responden atau sebanyak 14 orang responden mengalami penurunan nilai omset usaha rata-rata sebesar 36.13 persen. Dalam kinerja omset usaha ini, terdapat 1 orang responden atau sebesar 3.03 persen dari keseluruhan responden yang tidak megalami perubahan omset usaha pada periode 2012-2013. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 15.
47
Tetap 3% Turun 42%
Naik 55%
Gambar 15 Pengaruh pembiayaan terhadap omset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013
Jika dilihat berdasarkan jenis sektor usaha utama yang dijalankan oleh anggota, masing-masing sektor usaha akan menghasilkan pengaruh yang berbedabeda terhadap omset usaha akibat adanya pembiayaan dari KBI ini. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Tabel 8.Responden yang berusaha pada jenis sektor usaha pertanian (onfarm) terdapat sebanyak 26 orang. Nilai omset usaha rata-rata 26 orang responden tersebut mengalami penurunan sebesar Rp3 589 192 dalam kurun waktu satu tahun, atau sebesar 7.18 persen dari nilai omset usaha pada tahun sebelumnya. Hal yang menyebabkan adanya penurunan nilai omset usaha ini yaitu adanya pergantian jenis komoditi yang ditanam oleh anggota dibandingkan dengan tahun lalu sehingga terdapat perbedaan hasil yang diperoleh. Selain itu, penurunan luas lahan yang diusahakan oleh responden akan mempengaruhi terhadap omset usaha yang diterima responden. Kedua hal tersebut, yaitu pergantian jenis komoditi yang ditanam serta adanya penurunan luas lahan yang diusahakan akibat kebutuhan lain yang mendesak merupakan faktor eksternal di luar pembiayaan yang menyebakan omset usaha anggota pada sektor usaha pertanian mengalami penurunan. Responden penerima pembiayaan KBI yang berusaha di sektor peternakan terdapat sebanyak 4 orang. Pada sektor ini, omset usaha rata-rata anggota mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2012-2013. Jenis usaha sektor peternakan mengalami peningkatan omset usaha rata-rata sebesar Rp21 155 000 dengan presentase peningkatan sebesar 84.40 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan omset usaha rata-rata ini disebabkan karena adanya kegiatan penjualan ternak kambing yang sudah sesuai dengan permintaan pasar, baik berat maupun umurnya. Pada tahun lalu, kambing-kambing ini belum dapat dijual karena umur dan bobotnya yang masih kecil, sehingga baru dapat dijual di tahun 2013 ini. Pada jenis sektor usaha perdagangan, omset usaha rata-rata responden mengalami penurunan dari periode tahun 2012. Dari sebanyak 3 orang responden yang berusaha di sektor perdagangan, omset usaha rata-rata mereka mengalami penurunan sebesar Rp7 020 000 atau sebesar 4.85 persen per tahun dari periode sebelumnya. Penurunan omset usaha ini terjadi karena dua dari total tiga orang responden pada sektor usaha ini mengurangi besarnya modal untuk usaha dan menggunakannya untuk keperluan lain, seperti biaya pengobatan karena
48
responden mengalami musibah. Adanya musibah ini merupakan faktor eksternal di luar pembiayaan yang menyebabkan adanya penurunan omset usaha anggota pada sektor perdagangan.
Tabel 8 Omset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 Omset Usaha Rata-Rata Perkembangan Omset per Tahun (Rupiah) Usaha Jenis Sektor Frekuensi Usaha (orang) Tahun Tahun Jumlah Presentase 2012 2013 (Rupiah) (%) Pertanian 26 49 954 769 46 365 577 -3 589 192 -7.18 Peternakan 4 25 065 000 46 220 000 21 155 000 84.40 Perdagangan 3 144 600 000 137 580 000 -7 020 000 -4.85
Jika dilihat secara keseluruhan dengan total 33 responden tanpa mengklasifikasikan berdasar sektor usaha maupun pengaruh pembiayaan terhadap peningkatan dan penurunan omset usaha, omset usaha rata-rata pada periode tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 1.62 persen atau sebesar Rp901 788 dibandingkan tahun 2012. Penurunan nilai omzet usaha ini disebabkan karena faktor di luar pembiayaan, seperti pergantian komoditi yang di tanam, penurunan luas lahan yang diusahakan karena adanya kebutuhan mendesak, serta musibah yang dialami oleh responden. Untuk melihat pengaruh pembiayaan terhadap omset usaha anggota pada tahun 2012 dan 2013, dapat pula menggunakan uji statistik T untuk data berpasangan. Uji statistik ini digunakan untuk melihat apakah terdapat perubahan yang signifikan akibat pengaruh pembiayaan terhadap omset usaha dengan nilai taraf nyata tertentu. Berdasarkan uji statistik T untuk data berpasangan, diperoleh nilai t-hitung adalah sebesar 0.06 dan p-value adalah sebesar 0.952 pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Nilai t-hitung yang diperoleh ini, nilainya lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1,960. Berdasarkan kriteria uji yang telah ditentukan sebelumnya, bila nilai t-hitung < t-tabel pada taraf nyata lima persen, maka terima Ho. Selain dari nilai t-hitung, kriteria uji juga dapat dibuktikan berdasarkan nilai p-value. Nilai p-value yang diperoleh adalah 0.952, dimana nilai ini lebih besar dari nilai α (0.05). Berdasarkan kriteria uji yang telah ditentukan bahwa jika nilai p-value > α maka terima Ho. Kesimpulan dari penilaian t-hitung maupun p-value bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen dalam hal omset usaha pada periode 2012 dan 2013. Adanya perbedaan kesimpulan yang didapat dari perhitungan sederhana dengan membandingkan omset usaha rata-rata pada periode 2012 dan 2013 dengan perhitungan menggunakan uji statistik T untuk data berpasangan disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kenaikan maupun penurunan yang cukup besar pada omset usaha periode 2012-2013 yang terjadi secara tidak merata pada beberapa responden sehingga menghasilkan rataan omset usaha yang terlalu besar bagi beberapa responden yang memiliki omset usaha rendah.
49
Pengaruh Pembiayaan terhadap Keuntungan Usaha Perubahan pada tingkat keuntungan usaha anggota merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pihak koperasi dalam perannya sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Hal ini dikarenakan dengan adanya peningkatan keuntungan usaha anggota, kesejahteraan anggota pun akan meningkat. Data keuntungan yang digunakan dalam analisis keuntungan usaha adalah keuntungan usaha selama satu tahun dari mulai bulan April 2011- Maret 2012 dan bulan April 2012- Maret 2013. Keuntungan usaha adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi. Keuntungan merupakan salah satu tujuan didirikannya sebuah usaha. Dengan adanya keuntungan, berarti sebuah usaha masih berjalan dan layak untuk dipertahankan walaupun sebenarnya masih ada beberapa hal lain selain keuntungan yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk meneruskan sebuah usaha. Dengan memperhatikan jumlah keuntungan, akan diketahui apakah suatu usaha mendapatkan untung atau malah merugi. Nilai keuntungan usaha dihitung dari nilai omset usaha dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut. Pengaruh pembiayaan yang diberikan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar terhadap keuntungan usaha anggotanya memiliki pengaruh yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 16.
Tetap 0% Turun, 42% Naik, 58%
Gambar 16 Pengaruh pembiayaan terhadap tingkat keuntungan usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013
Berdasarkan survei terhadap 33 orang total responden tanpa membedakan jenis sektor usahanya, sebesar 57.58 persen atau sebanyak 19 orang responden mengalami kenaikan keuntungan usaha. Di sisi lain, terdapat pula responden yang mengalami penurunan keuntungan usaha antara tahun 2012-2013. Sebesar 42.42 persen dari total responden atau sebanyak 14 orang responden mengalami penurunan tingkat keuntungan usaha rata-rata sebesar 44.40 persen. Dalam keuntungan usaha ini, tidak terdapat responden yang tidak mengalami perubahan keuntungan usaha pada periode 2012-2013.
50
Jika dilihat berdasarkan jenis sektor usaha utama yang dijalankan oleh anggota, masing-masing sektor usaha akan mendapat pengaruh yang berbeda-beda pada tingkat keuntungan usaha akibat adanya pembiayaan dari KBI ini. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Tabel 9. Responden yang berusaha pada jenis sektor usaha pertanian (onfarm) terdapat sebanyak 26 orang. Tingkat keuntungan usaha rata-rata 26 orang responden tersebut meningkat sebesar Rp6 576 542 dalam kurun waktu satu tahun, atau sebesar 28.16 persen dari keuntungan usaha rata-rata pada tahun sebelumnya.
Tabel 9 Tingkat keuntungan usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 Keuntungan Usaha RataPerkembangan Keuntungan Usaha Jenis Sektor Frekuensi Rata per Tahun (Rupiah) Usaha (orang) Tahun Tahun Jumlah Presentase 2012 2013 (Rupiah) (%) Pertanian 26 23 353 769 29 930 312 6 576 542 28.16 Peternakan 4 7 630 000 11 557 000 3 927 000 51.47 Perdagangan 3 37 480 000 30 584 000 -6 896 000 -18.40
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa sektor pertanian mengalami kenaikan keuntungan usaha rata-rata anggota dikarenakan adanya penurunan ratarata biaya penggunaan input yang menghasilkan pula omset usaha yang lebih rendah pula dari tahun 2012, namun penurunan omset usaha ini tidak sebesar penurunan biaya penggunaan input sehingga keuntungan pun mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil turun lapang, dari total 26 responden sektor pertanian terdapat sebanyak 10 reponden yang mengalami peningkatan keuntungan dari usaha pertaniannya karena mampu meningkatkan penggunaan input produksinya sehingga omset usaha yang dihasilkan pun mengalami peningkatan. Selain itu, terdapat pula sebanyak 5 orang responden yang mengalami peningkatan keuntungan usaha akibat dari penggunaan input produksinya yang dikurangi. Hal ini dilakukan karena adanya pergantian komoditi yang diusahakan oleh responden tersebut. Dari total 26 orang responden sektor pertanian ini, terdapat pula sebanyak 7 orang yang mengalami penurunan keuntungan usaha dari periode sebelumnya karena adanya pengurangan jumlah penggunaan input produksi yang digunakan sehingga omset usaha pertaniannya pun menurun yang berakibat pada keuntungan usaha yang juga mengalami penurunan. Hal ini dilakukan karena adanya pergantian komoditi yang diusahakan oleh responden tersebut maupun alokasi pembiayaan yang seharusnya disalurkan seluruhnya untuk modal usaha namun digunakan untuk kebutuhan lain. Selain itu, terdapat pula sebanyak 3 orang reponden yang mengalami penurunan tingkat keuntungan usaha karena adanya peningkatan biaya penggunaan input produksi yang jumlahnya lebih besar dibanding dengan peningkatan omset usaha yang dihasilkan. Hal ini akan berakibat kepada keuntungan usaha yang jumlahnya mengalami penurunan. Penurunan jumlah keuntungan usaha pun dirasakan oleh seorang responden yang pada tahun lalu menjalankan usaha utama di sektor
51
pertanian onfarm bayam dan kangkung serta memiliki usaha sampingan sebagai pemborong untuk tanaman bayam dan kangkung namun pada tahun ini tidak lagi menjalankan usaha sampingannya dan berfokus pada sektor usaha pertanian onfarm saja. Responden penerima pembiayaan KBI yang berusaha di sektor peternakan terdapat sebanyak 4 orang. Sama seperti yang terjadi pada sektor pertanian, pada sektor ini pun tingkat keuntungan usaha rata-rata mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2012-2013. Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa jenis usaha sektor peternakan mengalami peningkatan keuntungan usaha rata-rata sebesar Rp3 927 000 dengan presentase kenaikan sebesar 51.47 persen dari tahun sebelumnya. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 10 dimana keuntungan usaha rata-rata yang diperoleh oleh sektor perternakan mengalami peningkatan karena adanya tambahan penggunaan input produksi sehingga omset usaha dan keuntungan usaha pun mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil turun lapang, dari total 4 responden yang bergerak di sektor peternakan, sebanyak 2 orang responden mengalami peningkatan keuntungan usaha karena penggunaan input produksi yang lebih banyak sehingga usaha mereka pun berkembang dan menghasilkan omset usaha serta kentungan usaha yang mengalami peningkatan. Terdapat pula seorang responden yang mengalami peningkatan keuntungan akibat dari penggunaan input produksinya yang dikurangi. Hal ini dikarenakan pada tahun sebelumnya, reponden ini mengeluarkan biaya pembelian kambing muda sebagai input produksi. Kambing tersebut sudah berkembang biak pada tahun ini, sehingga pada tahun ini tidak terdapat lagi biaya pembelian kambing muda. Selain itu, dari total 4 responden yang bergerak di sektor peternakan, terdapat seorang responden yang mengalami penurunan keuntungan usaha dari tahun sebelumnya karena penggunaan input produksi yang digunakan mengalami penurunan serta masa panen ternak ikan yang diusahakan menjadi lebih pendek sehingga menghasilkan ikan yang beratnya lebih ringan dan harga jualnya pun menjadi lebih rendah. Harga jual yang rendah inilah yang berakibat kepada besarnya omset serta keuntungan usaha yang semakin rendah pula. Pada jenis sektor usaha perdagangan yang dapat dilihat pada Tabel 9, omset usaha rata-rata mengalami penurunan dari periode tahun 2012. Dari sebanyak 3 orang responden yang berusaha di sektor perdagangan, tingkat keuntungan usaha rata-rata mereka mengalami penurunan sebesar Rp7 896 000 atau sebesar 20.52 persen per tahun dari periode sebelumnya. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 10 dimana terlihat bahwa penggunaan modal usaha yang diturunkan berpengaruh terhadap penurunan omset usaha rata-rata yang besarnya lebih dari penurunan biaya penggunaan modal usaha sehingga keuntungan usaha rata-rata yang dihasilkan mengalami penurunan. Berdasarkan hasil turun lapang, terdapat seorang responden pada sektor peternakan yang mengalami kenaikan besar keuntungan usahanya karena mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha tersebut. Pada kasus responden yang mengurangi biaya produksi ini, omset usahanya pun mengalami penurunan. Namun, besarnya penurunan biaya lebih besar dibandingkan omset usaha yang dihasilkan sehingga akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingakan dengan tahun sebelumnya. Terdapat pula seorang responden yang mengalami penurunan besar keuntungan usaha karena penurunan besar penggunaan modal usaha yang dibutuhkan sehingga menghasilkan omset usaha yang lebih rendah pula. Hal ini
52
dikarenakan musibah yang dialami oleh responden sehingga membutuhkan biaya pengobatan yang cukup banyak. Oleh karena keadaan ekonomi yang pas-pasan, maka perputaran hasil yang seharusnya menjadi modal usaha digunakan untuk biaya pengobatan sehingga usaha yang dijalankan oleh responden mengalami penurunan omset dan keuntungan usaha. Selain itu, terdapat seorang responden sektor perdagangan yang juga mengalami penurunan besar keuntungan usaha dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan biaya tenaga kerja tanpa diimbangi dengan peningkatan omset usaha sehingga keuntungan usaha yang diperoleh pun mengalami penurunan.
Tabel 10 Struktur omset usaha, biaya, dan keuntungan usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 Omset Biaya Keuntungan (Rp 000) (Rp 000) (Rp 000) Sektor Usaha Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun 2012 2013 2012 2013 2012 2013 Pertanian 49 955 46 366 26 601 16 435 23 354 29 931 Peternakan 25 065 46 220 17 435 34 663 7 630 11 557 Perdagangan 144 600 137 580 107 120 106 996 37 480 30 584
Jika dilihat secara keseluruhan dengan total 33 responden tanpa mengklasifikasikan berdasar sektor usaha maupun pengaruh pembiayaan terhadap peningkatan dan penurunan keuntungan usaha anggota, tingkat keuntungan usaha rata-rata pada periode tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 22.13 persen atau sebesar Rp5 030 609 dibandingkan tahun 2012. Untuk melihat pengaruh pembiayaan terhadap keuntungan usaha pada tahun 2012 dan 2013, dapat pula menggunakan uji statistik T untuk data berpasangan. Uji statistik ini digunakan untuk melihat apakah terdapat perubahan yang signifikan akibat pengaruh pembiayaan terhadap tingkat keuntungan usaha dengan nilai taraf nyata tertentu. Berdasarkan uji statistik T untuk data berpasangan, diperoleh nilai t-hitung adalah sebesar |1.15| dan p-value adalah sebesar 0.260 pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Nilai t-hitung yang diperoleh ini, nilainya lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1.960. Berdasarkan kriteria uji yang telah ditentukan sebelumnya, bila nilai t-hitung < t-tabel pada taraf nyata lima persen, maka terima Ho. Selain dari nilai t-hitung, kriteria uji juga dapat dibuktikan berdasarkan nilai p-value. Nilai p-value yang diperoleh adalah 0.260, dimana nilai ini lebih besar dari nilai α (0.05). Berdasarkan kriteria uji yang telah ditentukan bahwa jika nilai p-value > α maka terima Ho. Kesimpulan dari penilaian t-hitung maupun p-value bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen dalam tingkat keuntungan usaha pada periode 2012 dan 2013. Adanya perbedaan kesimpulan yang didapat dari perhitungan sederhana dengan membandingkan tingkat keuntungan usaha rata-rata pada periode 2012 dan 2013 dengan perhitungan menggunakan uji statistik T untuk data berpasangan disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kenaikan maupun penurunan yang cukup besar pada tingkat keuntungan usaha periode 2012-2013 yang terjadi secara tidak merata pada
53
beberapa responden sehingga menghasilkan rataan keuntungan usaha yang terlalu besar bagi beberapa responden yang memiliki keuntungan usaha rendah.
Pengaruh Pembiayaan terhadap Aset Usaha Aset merepresentasikan potensi jasa fisik dan non fisik yang memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Aset atau aktiva adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari. Nilai aset usaha dalam penelitian ini dihitung dari jumlah total aset usaha utama maupun aset usaha sampingan yang bergerak di bidang agribisnis dan dinyatakan dalam satuan mata uang rupiah. Aset usaha yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa kelompok besar, yaitu lahan, bangunan, peralatan, serta ternak. Komponen aset dalam kelompok lahan yaitu baik lahan kering berupa kebun, lahan basah berupa sawah, maupun kolam bagi peternak ikan. Komponen aset dalam kelompok bangunan yaitu kandang hewan bagi sektor peternakan, maupun gudang penyimpanan hasil pertanian bagi sektor usaha pertanian onfarm. Komponen peralatan bagi sektor pertanian diantaranya adalah traktor, semprotan obat, cangkul, sekop, sabit, garpu, arit, tahang, parang, pompa air, terpal, serta mobil bak terbuka untuk menjual hasil kebun ke pasar. Komponen peralatan bagi sektor peternakan kambing yaitu sapu lidi untuk membersihkan kandang dan arit untuk memotong rumput sebagai pakan kambing. Komponen peralatan bagi sektor peternakan ikan diantaranya adalah jala ikan, wadah ikan, alat untuk membersihkan kolam, serta timbangan untuk mengukur berat ikan ketika terjadi proses jual beli. Komponen peralatan yang dimiliki oleh responden di sektor perdagangan sayuran yaitu meja besar untuk menjual sayur-sayuran yang diletakan di bagian depan rumah. Untuk sektor perdagangan kripik singkong, komponen peralatan yang dimiliki adalah penggorengan berukuran besar, mesin potong singkong, pisau, serta baskom berukuran besar. Komponen ternak yang dimaksud disini adalah hewan ternak yang dapat dijual sewaktu-waktu jika responden membutuhkan uang, namun ternak-ternak ini bukan sebagai mata pencaharian utama, tidak membutuhkan biaya khusus dalam perawatan, serta hanya berjumlah beberapa ekor saja. Hewan ternak yang dimiliki oleh responden adalah ayam, bebek, angsa, kambing, dan kelinci. Bagi responden sektor pertanian, maka kerbau yang dimilikinya termasuk ke dalam kelompok ternak ini. Niai aset usaha berdasarkan masing-masing kelompok besar aset tahun 2012-2013 dapat dilihat pada Tabel 11. Pembiayaan yang diberikan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar kepada anggotanya memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap nilai aset usaha anggotanya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan survei terhadap 33 orang total responden tanpa membedakan jenis sektor usahanya, sebesar 60.61 persen atau sebanyak 20 orang responden mengalami kenaikan aset usaha rata-rata sebesar Rp3 434 000.
54
Tabel 11 Nilai aset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar berdasarkan kelompok aset tahun 2012-2013 Pertanian Peternakan Perdagangan Jenis Aset 2012 2013 2012 2013 2012 2013 Lahan (Rp 000) 86 308 75 567 9 375 9 375 16 667 16 667 Bangunan (Rp 000) 96 127 905 954 1 267 1 267 Peralatan (Rp 000) 4 309 4 421 91 169 632 632 Ternak (Rp 000) 1 756 2 475 3 225 2 906 0 1 983
Besarnya presentase kenaikan nilai aset usaha ini disebabkan oleh beberapa responden yang meningkatkan aset usahanya melalui pembelian kerbau, pembelian tanah, serta bertambahnya jumlah hewan ternak sebagai aset usaha sampingannya. Terdapat pula sekitar 9.09 persen dari total responden atau sebanyak 3 orang yang nilai aset usaha tidak mengalami perubahan. Di sisi lain, terdapat pula responden yang mengalami penurunan nilai aset usaha antara tahun 2012-2013. Sebesar 30.30 persen dari total responden atau sebanyak 10 orang responden mengalami penurunan nilai aset usaha rata-rata Rp32 034 900. Besarnya rata-rata penurunan aset usaha yang begitu besar ini dikarenakan beberapa responden yang menjual lahan miliknya untuk berbagai keperluan, seperti biaya pergi ke tanah suci Mekkah, biaya pemakaman almarhum suami, maupun penurunan jumlah lahan milik karena adanya pembagian hak waris bagi anak-anaknya.
Tetap 9% Turun 30%
Naik 61%
Gambar 17 Pengaruh pembiayaan terhadap nilai aset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013
Jika dilihat berdasarkan jenis sektor usaha utama yang dijalankan oleh anggota, masing-masing sektor usaha akan menghasilkan pengaruh yang berbedabeda terhadap nilai aset usaha akibat adanya pembiayaan dari KBI ini. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Tabel 12. Responden yang berusaha pada jenis sektor usaha pertanian (onfarm) terdapat sebanyak 26 orang. Nilai aset usaha rata-rata 26 orang responden tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp6 400 041 dalam kurun waktu satu tahun, atau sebesar 8.40 persen dari nilai aset usaha pada tahun sebelumnya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa peningkatan jumlah aset usaha ini dikarenakan terdapat responden yang melakukan pembelian kerbau sebagai
55
hewan yang digunakan untuk membajak sawah, pembelian lahan untuk usaha pertanian, serta bertambahnya hewan ternak yang dimiliki sebagai aset usaha sampingan yang sewaktu-waktu bisa dijual. Responden penerima pembiayaan KBI yang berusaha di sektor peternakan terdapat sebanyak 4 orang. Tidak seperti yang terjadi pada jenis usaha sektor pertanian, sektor usaha peternakan justru mengalami penurunan nilai aset usaha rata-rata periode tahun 2012-2013. Pada jenis usaha sektor peternakan, nilai aset usaha rata-rata mengalami penurunan sebesar Rp192 250 dengan presentase penurunan sebesar 1.41 persen dari tahun sebelumnya. Adanya penurunan nilai aset usaha ini disebabkan karena adanya kegiatan penjualan ternak kambing yang sudah sesuai dengan permintaan pasar, baik berat maupun umurnya. Pada jenis sektor usaha perdagangan, nilai aset usaha rata-rata mengalami kenaikan dari periode tahun 2012. Dari sebanyak 3 orang responden yang berusaha di sektor perdagangan, perkembangan aset usaha rata-rata mereka mengalami kenaikan sebesar Rp1 983 333 atau sebesar 10.68 persen dari periode sebelumnya. Kenaikan nilai aset usaha ini dikarenakan adanya sektor usaha sampingan, yaitu sektor peternakan, yang diusahakan oleh salah seorang responden sehingga adanya penambahan jumlah ayam dan kambing yang dipelihara oleh responden tersebut akan meningkatkan nilai aset usahanya.
Tabel 12 Nilai aset usaha anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013 Aset Usaha Rata-Rata Perkembangan Aset per Tahun (Rupiah) Usaha Jenis Sektor Frekuensi Usaha (orang) Tahun Tahun Jumlah Presentase 2012 2013 (Rupiah) (%) Pertanian 26 76 190 152 82 590 192 6 400 041 8.40 Peternakan 4 13 596 000 13 403 750 -192 250 -1.41 Perdagangan 3 18 565 333 20 548 667 1 983 333 10.68
Jika dilihat secara keseluruhan dengan total 33 responden tanpa mengklasifikasikan berdasar sektor usaha maupun pengaruh pembiayaan terhadap peningkatan dan penurunan aset usaha, nilai aset usaha rata-rata pada periode tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 10.01 persen atau sebesar Rp7 626 333 dibandingkan tahun 2012. Untuk melihat pengaruh pembiayaan terhadap nilai aset usaha anggota pada tahun 2012 dan 2013, dapat pula menggunakan uji statistik T untuk data berpasangan. Uji statistik ini digunakan untuk melihat apakah terdapat perubahan yang signifikan akibat pengaruh pembiayaan terhadap nilai aset usaha dengan nilai taraf nyata tertentu. Berdasarkan uji statistik T untuk data berpasangan, diperoleh nilai t-hitung adalah sebesar 1.50 dan p-value adalah sebesar 0.143 pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Nilai t-hitung yang diperoleh ini, nilainya lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 1.960. Berdasarkan kriteria uji yang telah ditentukan sebelumnya, bila nilai t-hitung < t-tabel pada taraf nyata lima persen, maka terima Ho. Selain dari nilai t-hitung, kriteria uji juga dapat dibuktikan berdasarkan nilai p-value. Nilai p-value yang diperoleh adalah 0.143, dimana nilai ini lebih besar dari nilai α (0.05). Berdasarkan kriteria uji yang telah ditentukan bahwa jika nilai p-value > α
56
maka terima Ho. Kesimpulan dari penilaian t-hitung maupun p-value bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen dalam hal aset usaha responden pada periode 2012 dan 2013. Adanya perbedaan kesimpulan yang didapat dari perhitungan sederhana dengan membandingkan aset usaha ratarata pada periode 2012 dan 2013 dengan perhitungan menggunakan uji statistik T untuk data berpasangan disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah kenaikan maupun penurunan yang cukup besar pada aset usaha periode 2012-2013 yang terjadi secara tidak merata pada beberapa responden sehingga menghasilkan rataan aset usaha yang terlalu besar bagi beberapa responden yang memiliki omset usaha rendah.
Pengaruh Pembiayaan terhadap Luas Lahan yang Diusahakan Luas lahan yang diusahakan ini tidak hanya dilihat berdasarkan luas lahan milik responden, namun juga berupa lahan sewa maupun lahan gadai, selama responden mengusahakan lahan tersebut dan mendapat pengahasilan dari lahan tersebut. Pada perhitungan omset, kentungan, dan aset usaha, seluruh responden dari semua sektor usaha akan diteliti, sementara perhitungan luas lahan yang diusahakan hanya akan menggunakan responden yang bergerak di sektor pertanian onfarm. Pembiayaan yang diberikan oleh KBI memberikan pengaruh yang berbedabeda terhadap luas lahan yang diusahakan anggota. Dari total 26 responden yang bergerak di sektor pertanian onfarm, rata-rata luas lahan yang diusahakan pada tahun 2012 adalah sebesar 4 073 m2. Pada tahun 2013, rata-rata luas lahan yang diusahakan meningkat sebesar 6.52 persen menjadi 4 338 m2. Secara keseluruhan, sebesar 23.08 persen dari total 26 orang responden sektor pertanian onfarm atau sebanyak 6 orang mengalami peningkatan luas lahan garapan pada periode 2012-2013. Sementara itu, terdapat sekitar 19.23 persen dari total responden atau sebanyak 5 orang mengalami penurunan. Terdapat pula sebanyak 15 orang responden atau sebesar 57.69 persen dari total responden sektor pertanian onfarm yang tidak mengalami perubahan luas lahan garapan.
Tetap, 58%
Naik, 23%
Turun 19%
Gambar 18 Pengaruh pembiayaan terhadap luas lahan yang diusahakan anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar tahun 2012-2013
57
Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa total luas lahan rata-rata yang diusahakan pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 265 m2 dari tahun sebelumnya. Peningkatan luas lahan terjadi pada lahan yang berstatus lahan gadai dan lahan garap. Lahan yang berstatus sewa tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya, sedangkan lahan yang berstatus milik mengalami penurunan dari tahun 2012. Berdasarkan hasil turun lapang, peningkatan terbesar atas luas lahan yang diusahakan adalah seluas 6 000 m2 yang dihasilkan oleh Ibu Wiwin. Responden ini menjual lahan milik seluas 2 000 m2 untuk membayar gadai tanah milik orang lain seluas 8 000 m2. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa keuntungan usaha pertanian yang dijalankannya pun akan semakin meningkat. Selain itu, terdapat pula Ibu Warti yang mampu meningkatkan luas lahan yang diusahakannya hingga 3 000 m2. Responden ini mampu menyisihkan keuntungan usaha pertaniannya sedikit demi sedikit hingga mampu memperluas lahan miliknya hingga 3 000 m2. Terdapat pula Ibu Neungsih yang mampu memperluas lahan yang diusahakannya hingga 2 850 m2 karena menggadaikan tanah seluas 150 m2 dan membeli tanah seluas 3 000 m2. Tiga orang responden lainnya yang mengalami peningkatan luas lahan yang diusahakan adalah dengan adanya penambahan luas lahan garapan. Berdasarkan hasil survei dapat dijelaskan juga bahwa penurunan terbesar atas luas lahan yang diusahakan adalah lahan milik Ibu Een Adang seluas 4 000 m2. Ibu Een menjual lahan miliknya seluas 4 000 m2 ini karena adanya keinginan beliau beserta suami untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah. Selain itu terdapat pula Ibu Umi yang menjual tanahnya seluas 800 m2 untuk biaya kebutuhan pemakaman almarhum suaminya. Terdapat pula responden yang mengalami penurunan luas lahan yang diusahakan karena adanya pembagian tanah waris kepada anak-anaknya oleh sang pemilik lahan, seperti yang terjadi pada Ibu Miska dan Ibu Manah.
Tabel 13 Luas lahan yang diusahakan anggota di Koperasi Baytul Ikhtiar berdasarkan status kepemilikan tahun 2012-2013 Status Kepemilikan Milik Sewa Gadai Garap Total
Luas Lahan Rata-Rata yang Diusahakan (m2) Tahun 2012 Tahun 2013 2 304 2 190 392 392 6 308 1 373 1 450 4 075
4 340
Berdasarkan uji T untuk data berpasangan pada kinerja usaha berdasarkan omset usaha, tingkat pendapatan usaha, dan aset usaha anggota, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal omset usaha, keuntungan usaha, dan aset usaha pada periode 2012 dan 2013. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh KBI terbilang rendah. Hal ini dapat dipahami karena sasaran KBI merupakan usaha mikro yang pendapatan usahanya berfluktuasi sehingga pihak
58
KBI pun harus meperhitungkan risiko pembiayaan macet yang mungkin terjadi apabila pembiayaan disalurkan dalam jumlah besar. Hal lain yang menyebabkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal omset usaha, keuntungan usaha, dan aset usaha pada periode 2012 dan 2013 adalah usaha responden yang berskala mikro sehingga seringkali pendapatan yang diperoleh hanya mampu untuk menutupi biaya produksi dan memenuhi kebutuhan rumah tangga seharihari. Tidak terdapat proporsi dari keuntungan usaha yang dipergunakan untuk mengembangkan usaha. Pola pikir anggota koperasi sebagai pemilik usaha pun akan mempengaruhi perkembangan usaha yang mereka jalani. Sebagian anggota koperasi berpikir bahwa selama usaha yang mereka jalani tetap bisa menghasilkan pendapatan dan tidak mengalami kebangkrutan, walaupun usaha tersebut tidak mengalami perkembangan, sudah cukup bagi mereka.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 33 orang responden yang merupakan anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang mendapatkan pembiayaan di sektor agribisnis pada periode 2011-2012, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini berusia 31 hingga 40 tahun, berpendidikan hingga tamat SD, memiliki jumlah tanggungan dalam rumah tangga responden sebanyak dua orang dan status responden dalam keluarga sebagian besar adalah sebagai istri. Jenis usaha yang sebagian besar dijalankan anggota KBI sebagai responden dalam penelitian ini adalah pada sektor pertanian onfarm dan menjalankan usahanya selama kurang dari 11 tahun. Sebagian besar responden pada penelitian ini memperoleh pembiayaan dari KBI sebesar Rp500 000 hingga Rp1 000 000, dengan lama keanggotaan adalah kurang dari 1 tahun menjadi anggota, dan frekuensi pembiyaan yang dilakukan oleh responden adalah sebanyak satu hingga tiga kali melakukan pinjaman. Berdasarkan uji T data berpasangan diperoleh hasil bahwa omset, keuntungan, dan nilai aset usaha anggota tahun 2012 dan 2013 tidak berubah signifikan secara data statistik, walaupun terdapat perubahan angka secara nominal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya jumlah pembiayaan yang disalurakan rendah, usaha anggota yang berskala mikro, serta pola pikir anggota selaku pelaku usaha yang sederhana.
Saran 1.
Koperasi Baytul Ikhtiar perlu untuk meningkatkan jumlah pembiayaan yang disalurkan terhadap anggota yang memiliki usaha yang berpotensi untuk berkembang dengan tetap memperhatikan risiko pembiayaan akan adanya angsuran yang macet.
59
2.
3.
Koperasi Baytul Ikhtiar perlu untuk memotivasi anggotanya untuk meningkatkan usahanya agar usaha yang mereka jalani bisa berkembang dan kemampuan ekonomi anggota pun meningkat. Anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang mandapatkan pembiayaan untuk usaha di bidang agribisnis sebaiknya memanfaatkan seluruh pembiayaan yang diperoleh untuk kebutuhan modal usaha.
DAFTAR PUSTAKA Antonio, MS. 2001. Bank Syariah : dari Teori ke Praktik. Jakarta (ID): Gema Insani Press. Ashari. 2006. Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pembangunan Ekonomi Perdesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Analisis Kebijakan Pertanian. 4(2): 147-148. [BI] Bank Indonesia. 2012. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Jakarta (ID) Fitrianingsih, S. 2008. Kinerja Penyaluran Kredit Umum Perdesaan (Kupedes) serta Dampaknya terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Nasabah di PT. BRI Unit Citeureup Cabang Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Handoyo, M. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan Syariah untuk UMKM Agribisnis pada KBMT Wihdatul Ummah Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hasan, MI. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. [KBI] Koperasi Baytul Ikhtiar. 2012. Koperasi Baytul Ikhtiar [Internet]. [diunduh 11 April 2013]. Tersedia pada: http//koperasi-baik.org [Kemenkop dan UMKM] Kementrian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 2012. Statistik UMKM Tahun 2009-2010. Jakarta (ID). _______. 2013. Statistik Koperasi Simpan Pinjam Tahun 2009-2011. Jakarta (ID). Krisnamurthi, B. 2003. Pengembangan Keuangan Mikro dan Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Ekonomi Rakyat. 2(2): 1-2. Kurnialestari, A. 2007. Analisis Tingkat Kesehatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Mitra Koperasi Baitul Maal Wal Tamwil (KBMT) Ibbadurrahman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muhammad. 2009. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah : Penguatan Melawan Kemiskinan dan Penetrasi Ekonomi Global. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Mulyarto, EP. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
60
Nicholson, W. 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya Jilid 1. Edisi 5. Agus Maulana, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Intermediate Microeconomics. Novitasari. 2006. Analisis Kinerja dan Dampak Kredit Umum Perdesaa n (Kupedes) terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil (Kasus Bank Rakyat Indonesia Unit Kreo, Tangerang) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Osa, IK. 2010. Analisis Dampak Keberadaan LKM terhadap Perkembangan UMKM dan Penyebab Kendala Akses UMKM terhadap Lembaga Keuangan Formal (Studi Kasus BRI Unit Kramat Jati Induk di Provinsi DKI Jakarta) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspitasari, H. 2012. Akses UMKM terhadap Pembiayaan Mikro Syariah dan Dampaknya terhadap Perkembangan Usaha (Kasus: BMT Tadbiirul Ummah, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rachmina, D. 2012. Peranan Pembentukan Modal dan Infrastruktur dalam Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi Usahatani di Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmi, S. 2012. Analisis Keberlanjutan Finansial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Agribisnis pada Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rasyid, M. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Pembiayaan Murabahah untuk Usaha Mikroagribisnis pada KBMT Bil Barkah Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Respita, ES. 2010. Analisis Dampak Penyealuran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Perkembangan UMKM dan Penyebab Kendala UMKM dalam Mengakses KUR (Studi Kasus BRI Unit Margonda Depok) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saadah, H. 2009. Penyaluran dan Pengembalian Kredit pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Kasus KBMT dan BPRS di Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Srivastava P, Shenoy R, Sharma K. 1995. Teknik Kuantitatif untuk Keputusan Manajemen: Konsep, Ilustrasi, dan Soal-Soal. Sardy S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Quantitative Techniques for Managerial Decisions. Suhardiman, H. 2009. Kinerja Keuangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan BPR Syariah (Kasus Pembiayaan Usaha Produktif pada PT. BPRS Al-Salaam Amal Salman, Kel. Cinere, Depok) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sulaeman, S. 2004. Analisis Manfaat Lembaga Keuangan Bebentuk Koperasi (KSP/USP). Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 2(9): 75-76 Triwibowo, D. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Bermasalah oleh Nasabah di Sektor Perdagangan Agribisnis (Kasus pada BPR Rama Ganda Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
61
Walpole, RE. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statictics 3rd Edition. Windarti, H. 2000. Kajian Pengaruh Jaringan Komunikasi dalam Penerapan Inovasi Kredit Pola Grameen Bank terhadap Peningkatan Pendapatan Anggota (Kasus Skim Kredit Karya Usaha Mandiri di Kab. Bogor) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zuliastri, F. 2012. Dampak Perguliran Dana Simpanan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Perkembangan UMKM: Studi Kasus Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
62
Lampiran 1 Uji T untuk data berpasangan pada omset usaha anggota tahun 20122013 Paired T-Test and CI: Tahun 2012, Tahun 2013 Paired T for Tahun 2012 - Tahun 2013
Tahun 2012 Tahun 2013 Difference
N 33 33 33
Mean 55541939 54640152 901788
StDev 128700130 105284418 86137373
SE Mean 22403817 18327665 14994592
95% CI for mean difference: (-29641196, 31444772) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0.06 P-Value = 0.952 Lampiran 2 Uji T untuk data berpasangan pada keuntungan usaha anggota tahun 2012-2013 Paired T-Test and CI: Tahun 2012, Tahun 2013 Paired T for Tahun 2012 - Tahun 2013 N Tahun 2012 33 Tahun 2013 33 Difference 33
Mean 22732061 27762670 -5030609
StDev 53090862 70866840 25186018
SE Mean 9241933 12336333 4384323
95% CI for mean difference: (-13961183, 3899964) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -1.15 P-Value = 0.260
Lampiran 3 Uji T untuk data berpasangan pada aset usaha anggota tahun 20122013 Paired T-Test and CI: Tahun 2012, Tahun 2013 Paired T for Tahun 2012 - Tahun 2013
Tahun 2012 Tahun 2013 Difference
N Mean 33 76190152 33 68563818 33 7626333
StDev 190360324 178286756 29150998
SE Mean 33137479 31035741 5074537
95% CI for mean difference: (-2710161, 17962828) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1.50 P-Value = 0.143
63
Lampiran 4 Dokumentasi kegiatan penelitian
Kantor pusat KBI di Loji (tampak depan)
Pertemuan majelis
Aplikasi akad pembiayaan AlMurabahah
Kantor pusat KBI di Loji (tampak samping)
Formulir pendaftaran calon anggota KBI
Aplikasi akad pembiayaan Al-Hiwalah
64
Aplikasi permohonan pembiayaan (tampak depan)
Kartu angsuran anggota (tampak depan)
Buku Buku tabungan Tabungananggota Anggota (tampak (tampak luar) luar)
Aplikasi permohonan pembiayaan (tampak belakang)
Kartu angsuran anggota (tampak belakang)
Buku tabungan anggota (tampak dalam)
65
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 Desember 1990 dari ayah Djadjat Sudrajat dan ibu Tintin Nura’eni. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai staf Divisi Event Organizer UKM Gentra Kaheman pada tahun 2010. Pada tahun berikutnya, penulis aktif sebagai bendahara di Departemen Olah Raga BEM FEM Kabinet Sinergi tahun 2011. Pada tahun ketiga masa perkuliahan, penulis aktif sebagai sekretaris di Divisi Sumber Daya Insani Sharia Economics Student Club (SES-C) periode 2012. Pada bulan Juli-Agustus 2012, penulis melaksanakan Gladikarya di Desa Sukajadi sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dengan judul program yaitu Sistem Agribisnis Cabai di Kampung Cimonce, Desa Sukajadi, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Selain itu, pengalaman sebagai mahasiswa IPB lainnya adalah penulis berkesempatan untuk memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2011-2012 dan periode 2012-2013. Penulis juga berkesempatan untuk memperoleh beasiswa Bungaran Saragih periode 2012.