Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
ANALISIS PERKEMBANGAN KOPERASI SUSU YANG BERWAWASAN AGRIBISNIS (Analysis of Agribusiness Development on Dairy Cooperatives1) TRI BASTUTI PURWANTINI Pusat Penelitian Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor ABSTRACT Dairy industry based on small holders has been growing since 1979 due to the supporting condusive policies. The impact of economic crisis 1997, caused increasing dairy cost production beside the impacted of dairy products markly increased. Therefore dairy farmers were encouraged do get more insentives from the (processing) dairy industries. The collaboration of farmers, cooperatives and the processing industries in producing, processing and marketing of qualifed products will encourage the development of small holders in an efficient agribusiness systems. The primary cooperatives have taken significant role on dairy product agribusiness. This study aimed describe the performance and role of primary coopertives an dairy product agribusiness system and carried out in West and East Java Provinces in 1999. Data were analysed based on descriptive tables and interpreted for discussion. The results showed that cooperatives shared on production subsystem e.g. services on concentrate animal health, calf stocker. In marketing system, cooperatives shared on collecting, and transporting milk product to the processing industries. Extension services were carrie out by cooperatives to meet quality and production. Considering the important role of cooperatives share in small holders, suggested that efforts to empower cooperatives in order to give more access oan small holders of dairy farming have to be emphasized. Key word: Dairy cooperatives, agribusiness ABSTRAK Industri susu segar di Indonesia berkembang pesat sejak 1979, karena didukung berbagai kebijakan yang kondusif. Dengan adanya krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997, biaya produksi susu segar dalam negeri (SSDN) meningkat di lain pihak harga susu impor juga mahal, sehingga ada insentif bagi IPS untuk menyerap lebih banyak SSDN. Kerjasama peternak, koperasi dan IPS sesuai dengan peranan masing-masing dalam memproduksi dan memasarkan susu berkualitas yang berwawasan agribisnis akan sangat membantu dalam mengembangkan usaha ternak sapi perah rakyat. Koperasi primer yang mengelola pengusahaan sapi rakyat mempunyai andil dalam sistem agribisnis. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kinerja dan peranan koperasi primer dalam sistem agribisnis usaha ternak sapi perah. Penelitian ini dilakukan di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur pada tahun 1999, Data dianalisis secara deskriptif. Hasil survei menunjukan bahwa koperasi mempunyai andil cukup besar dalam keberhasilan agribisnis usaha ternak sapi perah rakyat. Peran koperasi dalam sub sistem produksi antara lain menyediakan konsentrat, pengadaan bibit dan pelayanan kesehatan hewan. Dalam pemasaran susu, koperasi berperan dalam mengumpulkan hasil susu dari peternak yang selanjutnya dipasarkan ke IPS. Dalam pembinaan peternak, koperasi melalui aparatnya melakukan penyuluhan kaitannya dengan memproduksi susu yang berkualitas. Mengingat pentingnya peranan koperasi, maka diperlukan koperasi yang berwawasan agribisnis, jadi tidak semata-mata hanya keberhasilan membina koperasinya, tetapi juga berhasil membina peternak dalam sistem agribisnis yang tangguh dan efisien. Kata kunci: Koperasi susu, agribisnis
491
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
PENDAHULUAN Industri susu segar di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 1979, karena didukung berbagai kebijakan yang kondusif, terutama yang berkaitan dengan pengembangan usaha ternak rakyat dan jaminan pemasaran ke industri pengolah susu (IPS). Dengan adanya krisis ekonomi sejak pertengahan 1997, biaya produksi susu segar dalam negeri (SSDN) meningkat, di lain pihak harga susu impor juga mahal, sehingga ada insentif bagi IPS untuk menyerap lebih banyak SSDN. Kerjasama peternak, koperasi dan IPS sesuai dengan peranan masing-masing dalam suatu sistem yang berwawasan agribisnis akan sangat membantu dalam pengembangan usaha ternak sapi perah rakyat. Peternak bersama GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) sebagai koperasi susu sekunder dan Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) sebagai koperasi primer mengelola pengusahaan sapi perah rakyat dalam suatu agribisnis terpadu. Untuk mencapai efisiensi tertinggi (SARAGIH, 2001) maka pengembangan agribisnis yang dikelola sebaiknya mulai kegiatan agribisnis hulu sampai hilir. Sehubungan dengan hal tersebut tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kinerja dan peranan koperasi primer dalam sistem agribisnis usaha ternak sapi perah. MATERI DAN METODE Data dasar yang digunakan adalah data primer dan sekunder hasil penelitian yang dilakukan di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Timur pada tahun 1999. Koperasi yang diamati adalah koperasi primer yang mengelola pengusahaan usaha ternak sapi perah yang terdiri dari empat (4) koperasi primer yang menangani satu komoditi (susu ) yaitu Koperasi Usaha Tani Ternak-Suka Makmur, Grati (KUTT-Grati), KOPSAE-Pujon, KPBS-Pengalengan dan KPSBU Lembang. Sedangkan koperasi yang menangani lebih dari satu komoditi yang diamati adalah KUD Batu (Malang) dan KUD Tanjungsari (Sumedang). Pendekatan penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data dianalisis secara deskriptif. Untuk pembahasan lebih lanjut banyak menggunakan kajian dari beberapa tulisan yang berkaitan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja koperasi susu Menurut sejarahnya di Indonesia, Koperasi susu muncul pertama kali di Pengalengan Bandung, Jawa Barat pada tahun 1948, kemudian tahun 1962 di Pujon Malang, Jawa Timur dan selanjutnya diikuti oleh pembentukan koperasi daerah lainnya Selama tahun 1960–1968 kondisi perkembangan persusuan tidak stabil dan sangat tidak menguntungkan sehingga banyak koperasi yang pailit. Pada periode 1969–1978 terjadi situasi yang ironis, banyak petani sapi yang kesulitan modal, dilain pihak jumlah pabrik susu meningkat sehingga import susu sebagai bahan baku meningkat. Dengan kondisi seperti itu hanya dua koperasi susu yang masih bertahan yaitu KPBS–Lembang dan Koperasi Susu SAE Pujon. Pada tahun 1978, IPS bersedia untuk menyerap susu segar lokal melalui koperasi dengan harga wajar. Untuk efisien dan efektivitas kinerja koperasi persusuan di Indonesia, pada Maret 1979 dibentuk lembaga persusuan dengan nama Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Dengan 492
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
demikian agribisnis sapi perah merupakan satu-satunya kegiatan peternakan dengan pola industri peternakan yang dikuasai oleh peternak bersama koperasinya yang tergabung dalam GKSI (SARAGIH, 2001). Gambaran perkembangan koperasi persusuan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tampak bahwa jumlah koperasi meningkat selama empat tahun terakhir dari 204 unit pada tahun 1994 menjadi 210 unit pada 1997. Peningkatan jumlah tersebut diikuti dengan peningkatan jumlah anggota, demikian halnya dalam penyerapan tenaga kerja. Tabel 1. Perkembangan kinerja koperasi/KUD dan penyerapan tenaga kerja pada peternakan sapi perah di Indonesia, 1994–1997 1994
1995
1996
1997
Jumlah koperasi persusuan
204
205
205
210
Anggota
200
201
202
208
Non-anggota
4
4
3
2
Penyerapan tenaga kerja (orang)
235.226
244.191
219.769
250.932
Peternak
80.066
82.871
84.862
84.589
Buruh
133.443
138.119
141.437
140.981
Jumlah pegawai di koperasi/KUD
13.070
16.062
16.248
17.559
Jumlah tenaga kerja di luar koperasi/KUD
6.698
7.139
7.221
7.804
Jumlah Tenaga di Peternakan
Sumber: GKSI (1999) dan Dirjen Peternakan (1999)
Usaha peternakan sapi perah relatif bertahan dengan adanya krisis ekonomi belakangan ini (SWASTIKA et al., 2000, SARAGIH, 2001), tetapi bila dibandingkan dengan sebelum krisis terjadi penurunan nilai tukar. Jumlah koperasi persusuan di Jawa Timur justru meningkat dengan adanya krisis tersebut, demikian halnya jumlah anggotanya. Perkembangan usaha sapi perah Kopersai/KUD di wilayah Jawa Timur disajikan pada Tabel 2. Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya petani yang berusaha di bidang persusuan sapi perah antara lain adalah (SWASTIKA et al., 2000): (1) adanya jaminan dan kontinuitas perolehan pendapatan dan hasil penjualan susu harian; (2) terjadinya peningkatan harga susu di saat krisis ekonomi, sementara harga komoditas pangan/pertanian lainnya relatif fluktuatif; (3) peternak mendapatkan insentif dari koperasi berupa pinjaman/menghutang pakan konsentrat dan fasilitas lainnya; (4) peternak mendapat bantuan insentif dari IPS berupa potongan harga pakan dan bonus harga susu bila kualitas produksi susu lebih baik dari pada kualitas standart (kandungan TS-total solid). Tabel 2 menggambarkan pula bahwa populasi sapi perah total meningkat dengan rataan tingkat pertumbuhan pada periode lima tahun terakhir 3,46%, demikian halnya untuk sapi induk laktasi meningkat 5,50% per tahun. Sementara itu populasi pejantan menurun, ini karena dijual sebagai ternak potong dan berkembangnya inseminasi buatan. Hasil penelitian di Jawa Barat terjadi sebaliknya, populasi cenderung menurun setelah krisis ekonomi, demikian halnya produksi susu. Kondisi ini disebabkan beralihnya beberapa peternak ke usaha lainnya. Faktor pendorong keluarnya peternak dari usaha sapi perah antara lain: (1) tingginya bunga deposito pada saat itu menyebabkan sebagian peternak menjual ternaknya untuk didepositokan ke bank; (2) harga daging sapi yang tinggi menyebabkan sebagian sapi perah dijual dalam bentuk sapi potong; (3) berkembangnya usaha perojekan, terutama menarik bagi beberapa peternak muda menjual sapinya untuk membeli sepeda motor. 493
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Tabel 2. Perkembangan usaha sapi perah Koperasi/KUD di wilayah GKSI Jawa Timur, 1994–1998 Uraian
1994
1995
1996
1997
1998
Tingkat Pertumbuha n (%/tahun)
Anggota GKSI - Jumlah Kop. KUD
64
65
65
72
75
3,30
- Jumlah Peternak
26.528
26.628
27.631
27.645
27.854
0,99
- Karyawan Unit Susu
1.880
1.801
1.809
1.858
1.863
2,12
91.113
92.554
102.606
104.962
107.658
3,46
- Sapi Dewasa
46.919
48.946
54.408
57.202
58.527
4,59
- Induk Laktasi
34.972
39.361
42.230
44.438
45.511
5,50
- Sapi Dara
16.545
16.493
18.460
20.606
21.277
5,30
Populasi Sapi Perah - Total populasi
- Induk kering
11.947
9.630
12.178
12.764
13.016
2,77
- Pedet
26.177
26047
28693
26.153
26834
0,.68
- Pejantan
1.472
1.068
1.045
1.002
1.020
-6,38
Rataan pemilikan/orang
3,44
3,57
3,53
3,74
3,82
2,15
Prod/pemasaran susu - Produksi susu
313.497
330.745
361.719
392.313
410.999
5,62
- Pemasaran IPS
311.704
327.157
360.138
413.306
462.291
8,33
- Pemasaran lokal
4.343
1.472
3.129
4.446
4.674
18,74
- Produksi/ekor
0.06
8.40
8.56
8.83
9.03
156,46
Harga Susu - Harga Standar
641
647
716
830
1150
13,22
- Kualitas (total Solit)
11.2
11.3
11.3
11.5
11.5
0.53
- BIB Lembang
40.000
80.000
75.000
75.000
25.000
5,42
- BIB Singosari
0
11.600
15.000
15.000
105.823
126,96
- Import
0
0
5.000
5000
0
37.935
69.483
63.598
78.995
39.407
Penerimaan semen baku
Distribusi semen baku - BIB Lembang
9.76
- BIB Singosari
16.379
12.428
21.715
14.488
93.758
112.88
- Import
0
0
1.501
598
4.288
111.38
275
320
325
400
600
18.20
Harga Pakan Ternak - Konsentrat
Sumber: GKSI Korda Jawa Timur (1999)
Kajian YUSDJA dan M. IQBAL (1998) mengemukakan bahwa sebagian besar koperasi sebenarnya dinilai tidak efisien, sebagian mengalami pailit, sebagian tidak mampu berproduksi karena peternak banyak yang menunggak dan sebagian lagi tidak mampu berproduksi minimal. Gambaran kondisi tersebut seperti yang ditemukan di Jawa Timur (tahun 1996) yang memiliki 65 494
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
koperasi, jika koperasi ini dikelompokkan ke dalam lima kategori berdasarkan total produksi per tahun, yakni A (kuat), B (potensial), C (lemah), D (sangat lemah) dan E (tidak aktif). Tabel 3. Persentase sebaran koperasi sapi perah (susu) menurut klasifikasi koperasi sapi perah di Jawa Timur, 1996 A
B
C
D
E
Total
Koperasi (buah)
8
2
11
63
17
65 buah
Peternak anggota (orang)
63
2
18
17
1
254.000 orang
Jumlah sapi perah (ekor)
67
2
9
21
0.5
880.000 ekor
Produksi susu segar (liter)
66
3
14
16
0
325.000 liter
Keterangan Kelompok: A = Produksi >20.000 1/hari B = Produksi 10.000–20.000 1/hari C = Produksi 5.000–10.000 1/hari D = Produksi kurang dari 5000 l/hari E = Produksi 0 1/hari Sumber: YUSDJA dan M IQBAL (1998)
Sebagai ilustrasi Tabel 3 menampilkan sebaran koperasi menurut klasifikasi koperasi sapi perah di Jawa Timur, tahun 1996. Dengan kriteria tersebut disimpulkan bahwa ternyata koperasi kelompok A,B,C yang dianggap baik adalah 21%, sedangkan sisanya 79% merupakan koperasi yang tidak sehat. Tidak ada hubungan rendahnya biaya koperasi per liter susu antara koperasi berskala besar dengan skala kecil, hal ini mengindikasikan bahwa ada kecenderungan koperasi tidak berjalan secara efisien. Pada tingkat nasional dilaporkan SMITH et al. (1996) seperti yang dikutip YUSDJA dan M. IQBAL (1998) mengemukakan bahwa koperasi yang tidak sehat atau tidak aktif adalah 86% dari total 205 koperasi. Walaupun data di atas merupakan gambaran kondisi sebelum krisis, diperkirakan kondisi saat ini relatif tidak berbeda. Dengan demikian diperlukan strategi dan upaya pengembangan koperasi yang lebih efisien dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada. Peranan koperasi dalam sistem agribisnis usaha ternak sapi perah Agribisnis peternakan mencakup lima subsistem yaitu (1) subsistem input produksi peternakan; (2) subsistem produksi peternkan dalam arti kata budidaya; (3) subsistem agroindustri pengolahan pasca panen; (4) subsistem pemasaran dan (5) kelembagaan atau penunjang. Dalam subsistem input produksi, maka pakan merupakan hasil perpaduan input produksi. Menurut SARAGIH (2001) dalam bisnis ternak apapun, penguasaan pakan sangat menentukan keberhasilan bisnis ternak. Dalam kegiatan usahatani sapi perah selain pakan, sarana produksi yang digunakan terdiri dari bibit sapi perah, obat-obatan dan peralatan kandang. Pengadaan sarana produksi tersebut sebagian dilakukan koperasi melalui beberapa unit usaha yang dikelola. Unit pembibitan melakukan kegiatan pemeliharaan sapi perah untuk tujuan menghasilkan bibit. Selain itu, unit ini juga membeli pedet dari peternak untuk dibesarkan di unit pembibitan. Dari enam koperasi contoh, empat diantaranya memiliki unit pembibitan, yaitu KPSBU Lembang, KPBS Pangalengan, KUD Tanjungsari dan KOPSAE Pujon. Sementara itu pada KUTT Suka Makmur Grati, unit pembibitan masih dibawah pengelolaan unit peternakan, sedangkan KUD Batu belum ada unit pembibitan. Selain membesarkan pedet sapi (calf rearing ) pada unit pembibitannya, KUD Tanjungsari juga memakai pola bagi hasil, dimana kegiatan pembesaran langsung dilakukan oleh
495
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
peternak. Menghadapi krisis ekonomi, berakibat meningkatkan harga bibit sapi perah, beberapa koperasi susu lebih meningkatkan dan memantapkan usaha unit pembibitan. Pakan ternak terbagi dalam dua kelompok, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pengadaan pakan konsentrat untuk peternakan sapi perah anggota koperasi, sebagian besar dilakukan oleh koperasi susu melalui unit mixer pakan konsentrat yang ada. Dari koperasi yang diamati, hanya KPBS Pangalengan dan KUTT Suka Makmur Grati yang memiliki pabrik pakan ternak berskala besar. Bagi kedua koperasi ini, selain untuk memasok kebutuhan anggota koperasi, juga mempunyai kewajiban memasok kebutuhan anggota koperasi susu yang belum memiliki unit mixer pakan. Kendala dalam pengadaan pakan konsentrat adalah bahan baku yang digunakan masih sangat tergantung impor, seperti pollar, bungkil kedelai dan jagung. Untuk mempertahankan kualitas hasil produksi susu, KOPSAE Pujon dan KUTT Suka Makmur memberikan rekomendasi pada anggotanya tentang jumlah pakan konsentrat yang diberikan pada sapi perah sesuai tingkat produksi susunya. KOPSAE merekomendasikan bahwa setiap sapi yang berproduksi 10 liter/ekor/hari diberikan pakan konsentrat sebanyak 4 kg, sementara itu KUTT Suka Makmur menganjurkan bahwa untuk sapi yang berproduksi 12 liter baru diberikan 4 kg pakan konsentrat. Dalam subsistem produksi atau budidaya, koperasi tidak banyak berperan, kecuali dalam pembesaran bibit untuk beberapa koperasi primer. Budidaya sapi perah hampir sepenuhnya dilakukan oleh peternak, koperasi melayani dalam penanganan kesehatan ternak dan pelaksanaan IB, jasa ini tidak dipungut biaya karena sebenarnya sudah tercakup dalam pembiayaan koperasi seluruhnya, walaupun secara tidak langsung dibebankan pada peternak. Kaitan dengan budidaya ini, koperasi melalui aparatnya melakukan penyuluhan dan pembinaan langsung ke peternak. Penanganan dalam subsistem agroindustri pengolahan pasca panen tidak banyak dilakukan, peternak menjual/memasarkan hasil susu langsung di tempat penampungan yang diadakan oleh koperasi susu. Beberapa koperasi menyediakan milk traitment untuk penampungan susu sementara sebelum dikiri ke IPS. Penangan pemerahan dan higiene di tingkat peternak sangat menentukan kualitas susu yang dihasilkan, biasanya koperasi memberikan penyuluhan berkaitan dengan hal tersebut. Peran koperasi dalam subsistem pemasaran sangat besar, koperasi disini mengumpulkan hasil susu dari anggotanya dan selanjutnya menyalurkan ke IPS. Dampak krisis menyebabkan harga susu impor menjadi mahal, sehingga IPS secara rasional lebih murah membeli susu segar lokal, dengan demikian mestinya koperasi mempunyai posisi tawar menawar dalam menentukan harga susu, tidak ditentukan sepihak oleh IPS yang selama ini terjadi. Bagi susu yang tidak memenuhi standart kualitas (afkir), biasanya ditampung oleh lopper dengan harga relatif rendah sampai 50% dari harga normal. Koperasi yang sebenarnya adalah lembaga penunjang dalam sistem agribisnis peternakan sapi perah. Tugas koperasi disini sebagai lembaga yang melayani kebutuhan usaha ternak terutama adalah untuk sarana produksi, bukan semata-mata sebagai pemasok kebutuhan peternak dengan orientasi keuntungan sepihak. Untuk menghilangkan kesan bahwa koperasi menjadi sekat agribisnis perlu diupayakan bahwa kerjasama kedua belah pihak adalah saling menguntungkan. Prospek pengembangan koperasi agribisnis peternakan sapi perah Kebijaksanaan pengembangan agribisnis sapi perah pada masa lalu dikaitkan dengan pengembangan koperasi untuk mencapai tujuan menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat, untuk itu koperasi banyak mendapat berbagai fasilitas kemudahan. Menurut SARAGIH (2001) 496
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
pengembangan koperasi agribisnis yang mampu memberdayakan ekonomi peternakan rakyat adalah koperasi agribisnis yang menangani suatu jenis komoditas sebagai bisnis inti (core business). Ini artinya, seluruh kegiatan agribisnis mulai dari hulu sampai ke hilir dikuasai oleh koperasi. Dalam beberapa hal agribisnis tersebut sudah dikuasai oleh GKSI sebagai koperasi sekunder dan koperasi sapi perah sebagai koperasi primer, namun dalam pelaksanaannya masih belum terpadu. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa keberhasilan bisnis dalam agribisnis peternakan akan sangat tergantung pada pakan, karena 60–70% biaya produksi adalah pakan. Selama ini koperasi hanya menangani pakan konsentrat formula, masalahnya pakan hijauan bagi peternak sampai saat ini masih merupakan kendala, karena sebagian peternak tidak memiliki lahan hijaun, disamping pada musim kemarau sering sulit mendapatkan hijauan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut koperasi mempunyai peluang untuk menyediakan/mengendalikan produksi hijauan dan pengawetannya, misalnya dalam pembuatan silase. KESIMPULAN DAN SARAN Peran koperasi dalam sub sistem produksi antara lain menyediakan pakan konsentrat, pengadaan bibit dan pelayanan kesehatan hewan. Dalam pemasaran susu, koperasi berperan dalam mengumpulkan hasil susu dari peternak yang selanjutnya dipasarkan ke IPS. Dalam pembinaan peternak, koperasi melalui aparatnya melakukan dan penyuluhan dalam kaitannya untuk meningkatkan produksi dan kualitas. Koperasi susu yang dikembangkan sebaiknya dapat menguasai semua kegiatan agribisnis dari kegiatan hulu sampai hilir dalam suatu sistem agribisnis terpadu dan efisien. Kinerja sebagian koperasi susu yang ada belum efisien, sehingga diperlukan upaya untuk menekan inefisiensi tersebut, seperti dalam pungutan-pungutan yang dilakukan pada peternak, meningkatkan produksi dengan mengusahakan sapi perah produktif dan menggunakan bibit berkualitas. DAFTAR PUSTAKA DIRJEN PETERNAKAN. 1999. Buku Statistik Peternakan 1999. Dirjen Peternakan. Jakarta, Departemen Pertanian. GKSI. 1999. Peranan Koperasi dalam Pengembangan Sapi Perah Nasional. Makalah disampaikan pada kegiatan workshop “Penelitian Kebijakan Pengembangan Produktivitas dan Sistem Produksi Sapi Perah Nasional”, di Puslitbangnak, Agustus 1999, Bogor. SWASTIKA, N. ILHAM, TB PURWANTINI dan I. SODIKIN. 2000. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Prospek Pengembangan Peternakan Sapi Perah. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. SARAGIH. 2001. Agribisnis, Pradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada Indonesia dan PT Suveyor Indonesia bekerjasama dengan Pusat Studi Pembangunan IPB dan Unit for Sosial and Economic Studies and Evaluation (USESE) Foundation. Bogor. YUSDJA dan M. IQBAL. 1998. Analisis Kebijakan Peningkatan Daya Saing Susu Sapi Setelah Krisis Moneter. Laporan intern, bahan PSE (Tidak Dipublikasikan). Bogor.
497