PERAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM PERKEMBANGAN UMKM AGRIBISNIS DI BOGOR (Studi Kasus Kospin Jasa Bogor)
SKRIPSI Oleh : SUSI FITRIA SARI H 34086089
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF SUSI FITRIA SARI. Peran Koperasi Simpan Pinjam Dalam Perkembangan UMKM Agribisnis di Bogor (Studi Kasus Kospin Jasa Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan LUKMAN M BAGA). Kemiskinan dan pengangguran merupakan masalah besar bagi Indonesia. Sebagai Negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah harusnya Indonesia mampu mengatasi permasalahan kemiskinan dan pengangguran yang ada. Hal ini dikarenakan kemiskinan dan pengangguran akan berdampak pada perkembangan perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik (2007) menjelaskan jumlah pengangguran di Indonesia meningkat dari 5.813.000 jiwa pada tahun 2000 meningkat menjadi 11.104.693 jiwa pada tahun 2006. Peningkatan pengangguran ini mengakibatkan meningkatnya kemiskinan yang ada di Indonesia. Bogor sebagai salah satu kota yang ada di Jawa Barat merupakan daerah dengan penduduk miskin terbanyak, yaitu sekitar 1.105.156 jiwa atau sekitar 24,68 persen dari jumlah masyarakat Bogor. Salah satu cara pemerintah Bogor untuk mengurangi kemiskinan adalah mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sektor UMKM diharapkan lebih produktif dalam penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan sekaligus memperkokoh perekonomian nasional. Data Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) tahun 2007 menjelaskan bahwa jumlah UMKM Bogor terus meningkat. Hal ini terlihat dari tahun 2000 jumlah UMKM yang ada hanya 15.498 unit menjadi 31. 831 unit pada tahun 2006. Kospin Jasa sebagai salah satu pihak non perbankan juga berperan dalam pemberian kredit untuk perkembangan UMKM. Sejak Kospin Jasa Bogor berdiri pada tahun 2006, sudah delapan puluh UMKM yang menjadi anggota Kospin Jasa Bogor. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pemberian kredit, Kospin Jasa tidak selalu memperhatikan prosedur dan faktor-faktor dalam pemberian kredit tersebut. Kospin Jasa selalu mencairkan tiap pengajuan kredit yang dilakukan oleh anggotanya. Hal ini membuat Kospin Jasa tidak mengetahui secara pasti manfaat yang diperoleh oleh Kospin Jasa dan UMKM penerima kredit. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui sistem penyaluran kredit yang diterapkan Kospin Jasa kepada UMKM (2) Menganalisis pendapatan yang dapat diperoleh UMKM dari penyaluran kredit yang diberikan Kospin Jasa pada sektor UMKM. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja dengan responden yang didapatkan dari informasi Kepala Bagian Personalia Kospin Jasa Bogor. Responden terdiri dari dua puluh UMKM yang bergerak pada sektor agribisnis anggota Kospin Jasa penerima kredit. Berdasarkan analisis deskriptif, sistem penyaluran kredit yang diterapkan oleh pihak Kospin Jasa tidak terlalu sulit. Calon peminjam hanya membuat Surat Permohonan Kredit (SPK) yang dilengkapi berkas yang harus dipersiapkan seperti fotocopy identitas diri, fotocopy kartu keluarga, fotocopy keterangan jumlah pendapatan, dan fotocopy surat keterangan usaha. Setelah itu, pihak Kospin Jasa menganalisis secara ekonomi dan yuridis jenis usaha yang
mengajukan permohonan kredit dan yang dijadikan jaminan. Jika setelah dilakukan analisis dan hasilnya baik maka pihak Komite akan memberikan keputusan pinjaman. Jika keputusan pinjaman telah diberikan maka pihak komite akan melakukan pencairan kredit dan mempersiapkan kredit dengan administrasi pinjamannya. Manfaat dari pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa terlihat pada peningkatan pendapatan yang diterima UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit. Secara keseluruhan, pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa memang memberikan manfaat yang besar bagi pelaku usaha. Pendapatan total meningkat yaitu dari sebesar Rp 712.102.500 sebelum kredit menjadi Rp 1.803.260.000 setelah kredit. Selain itu, peningkatan pendapatan juga berpengaruh pada nilai R/C ratio, dimana saat sebelum menerima kredit R/C ratio hanya sebesar 1,50 meningkat menjadi 1,83, Akan tetapi, Kospin Jasa akan lebih efektif dan efisien jika memberikan kredit pada UMKM dengan jenis usaha pengolahan, karena nilai R/C rationya meningkat sebesar 11,69 persen setelah menerima kredit. Berbeda dengan pemberian kredit pada usaha budidaya, nilai R/C ratio menurun sebesar 4,13 persen walaupun pendapatannya meningkat. UMKM dalam bidang usaha pengolahan yang diberikan bantuan kredit akan lebih berkembang di daerah Bogor, sehingga diharapkan mampu membantu dalam usaha pemerintah untuk menurunkan tingkat pengangguran dan angka kemiskinan yang terjadi di Bogor dan Kospin Jasa terus mampu memberikan bantuan kredit sebagai peran dalam perkembangan UMKM di Bogor. Kospin Jasa diharapkan bisa memberikan pelatihan bagi UMKM anggotanya dengan jenis usaha budidaya agar mampu meningkatkan efisiensi biaya sehingga R/C Rationya juga meningkat. Sedangkan penelitian berikutnya diharapkan membahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengajuan kredit, agar Kospin Jasa bisa melihat faktor mana yang memberikan dampak terbesar dalam penyaluran kredit kepada UMKM sehingga penyaluran kredit tersebut benar-benar bermanfaat dalam perkembangan UMKM dan Kospin Jasa.
PERAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM PERKEMBANGAN UMKM AGRIBISNIS DI BOGOR (Studi Kasus Kospin Jasa Bogor)
SUSI FITRIA SARI H34086089
SKRIPSI Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul
: Peran Koperasi Simpan Pinjam Dalam Perkembanga UMKM Agribisnis Di Bogor (Studi Kasus Kospin Jasa Bogor)
Nama
: Susi Fitria Sari
NRP
: H34086089
Disetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec NIP. 191640220198903 1001
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, Ms NIP. 19580908198403 1002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Peran Koperasi Simpan Pinjam Dalam Perkembangan UMKM Agribisnis Di Bogor (Studi Kasus Kospin Jasa Bogor) adalah benar karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Susi Fitria Sari H34086089
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Curup, Bengkulu pada tanggal 18 Juni 1985. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Marto Effendi, SH dan Ibunda Farida Iriani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 2 Centre Curup pada tahun 1997, dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2000 di SLTPN 1 Curup. Penulis lulus pendidikan menengah atas di SMUN 1 Curup pada tahun 2003 serta pendidikan Diploma III pada tahun 2006 di Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Setelah lulus dari IPB, penulis bekerja pada PT. Teleperformance Indonesia. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi pada Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Koperasi Simpan Pinjam Dalam Perkembangan UMKM di Bogor (Studi Kasus Kospin Jasa Bogor)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manfaat yang diperoleh UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa setelah menerima bantuan kredit, guna mengembangkan usahanya dan mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran. Selain itu, skripsi ini juga menganalisis mengenai hubungan antara karakteristik responden dengan perubahan pendapatan yang diperoleh UMKM setelah menerima kredit dari Kospin Jasa Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis.
Bogor, Februari 2011
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Sebagai bentuk rasa syukur atas karunia yang diberikan Allah SWT, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan pada pihak yang telah membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan yaitu kepada: 1. Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran mulai dari persiapan proposal sampai penulisan dan penyelesaian skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen penguji pada sidang penulis yang telah memberikan kritik serta saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Subekti, selaku Kepala Personalia Kospin Jasa Bogor yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan informasi yang berguna dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Seluruh karyawan Kospin Jasa Bogor yang telah membantu penulis dalam kelancaran pengambilan data dan penyelesaian skripsi. 5. Mama, Papa, Dank, Adek Etta, dan seluruh keluarga di Bengkulu yang selalu mengiringi dengan doa dan memberikan semangat dalam tiap usaha penulis untuk menyelesaikan skripsi. 6. Seluruh staf dosen dan Sekretariat Program Penyelenggaraan Khusus Ekstensi Agribisnis atas bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti proses belajar di Program Penyelengaraan Khusus Agribisnis. 7. Irwan, Nanda, Yona, Lybia, Dimas, Alfera, Resty dan teman-teman di AGB yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. 8. Mbak Ipe, Bowo, Ulil, Raka, Suparman, Aji, Abah dan seluruh staf validasi PT SEHATI yang selalu memberikan pengertiannya selama penulis menyelesaikan skripsi.
Bogor, Februari 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
x xii xiii
I.
PENDAHULUAN ..................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................
1 1 5 8 8 8
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ...................... 2.2 Kredit.................................................................................... 2.3 Definisi Koperasi ................................................................. 2.4 Koperasi Simpan Pinjam ...................................................... 2.5 Rapat Anggota...................................................................... 2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................
9 9 10 12 17 18 20
III.
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .......................................
22 22 24
IV.
METODE PENELITIAN ........................................................ 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................ 4.3 Metode Pengumpulan Data ................................................. 4.4 Atribut Pertimbangan .......................................................... 4.5 Analisis Data ........................................................................ 4.5.1 Analisis Kualitatif ...................................................... 4.5.2 Analisis Pendapatan UMKM ...................................... 4.5.3 Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)……………
26 26 26 26 27 27 27 28 29
V.
GAMBARAN UMUM KOPERASI ......................................... 5.1 Sejarah Pendirian Kospin Jasa ............................................. 5.2 Permodalan ........................................................................... 5.3 Struktur Organisasi ............................................................... 5.4 Sistem Penyaluran Kredit Pada Kospin Jasa……………….
31 31 33 34 36
VI.
ANALISIS PENDAPATAN ANGGOTA ................................ 6.1 Pendapatan UMKM Berdasarkan Jenis Usaha ..................... 6.2 Pendapatan UMKM Berdasarkan Usia Pengusaha ............... 6.3 Pendapatan UMKM Berdasarkan Pendidikan Terakhir ................................................................................. 6.4 Pendapatan UMKM Berdasarkan Lama Usaha ....................
43 47 51 53 55
6.5 Pendapatan UMKM Berdasarkan Jenis Agunan ................... 6.6 Pendapatan UMKM Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha ......... 6.7 Pendapatan UMKM Berdasarkan Skala Usaha..................... 6.8 Pengembangan UMKM Agribisnis Anggota Kospin Jasa ...
57 59 61 66
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 7.1 Kesimpulan............................................................................ 7.2 Saran ......................................................................................
68 68 69
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
71
LAMPIRAN ...........................................................................................
73
VII.
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2000-Maret 2009……………………………….
2
2. Jumlah Pengangguran di Indonesia Tahun 2000-Februari 2007..
2
3. Jumlah UMKM dan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM Di Indonesia Tahun 2000-2006………………………………..
3
4. Jumlah UMKM di Bogor Tahun 2000-2006…………………...
4
5. Sepuluh Koperasi Terbaik dan Terefisien di Indonesia..............
6
6. Hasil Penelitian Terdahulu..........................................................
21
7. Susunan Pengurus Kospin Jasa Tahun 1974……………………
33
8. Susunan Pengurus Kospin Jasa Tahun 2008……………………
35
Klasifikasi Jumlah Pinjaman per 31 Desember 2008…………..
39
9.
10. Karakteristik Responden………………………………………......
45
11. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Usaha………………………………
47
12. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Usaha.................
48
13. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit…………………………………………………………..
48
14. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Usia ………………………………………
52
15. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Usia.............................
52
16. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Usia Pengusaha..........................................
53
17. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir ……………………..
54
18. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir.....
54
19. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir....................................
55
20. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Lama Usaha……………………………….
56
21. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Lama Usaha ………...
56
22. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Lama Usaha................................................
57
23. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Agunan……………………………..
58
24. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Agunan..............
58
25. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Agunan..............................................
59
26. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha......................................
60
27. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha....
60
28. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha………………………
61
29. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Skala Usaha………………………………
62
30. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Skala Usaha................
62
31. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Skala Usaha……………………………....
63
32. Perubahan R/C Ratio Masing-Masing Karakter………………
64
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman
Kerangka Pemikiran Operasional Peran Kospin Jasa dalam Perkembangan UMKM di Bogor……………………………....
25
2.
Struktur Organisai Kantor Pusat Kospin Jasa.............................
34
3.
Struktur Organisasi Kantor Cabang Kospin Jasa........................
36
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. Rincian Responden Berdasarkan Karakteristik............................
Halaman 73
2. Rincian Perhitungan Output dan Biaya Masing-Masing Jenis Usaha Sebelum dan Sesudah Kredit Per Tahun .....................................
74
3. Daftar Wawancara Penelitian ................................................................
75
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan kekayaan alam
yang melimpah, tetap tidak terlepas dari permasalahan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan merupakan suatu kondisi kekurangan dari kehidupan, khususnya dari aspek konsumsi, pendapatan, dan kebutuhan sosial. Sedangkan pengangguran adalah banyaknya usia produktif yang tidak mendapatkan pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan. Kemiskinan dan pengangguran merupakan permasalahan semua pihak baik dari pemerintahan sampai kepada tiap individu masyarakat. Kemiskinan dan pengangguran akan berdampak pada perekonomian suatu negara secara keseluruhan. Tingkat pengangguran dan kemiskinan yang tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan mempercepat naiknya angka kriminal di suatu Negara atau daerah. Dampak lain dari kemiskinan dan pengangguran adalah angka kematian yang akan terus meningkat karena kurang terpenuhinya kebutuhan gizi dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, kemiskinan dan pengangguran harus diatasi oleh tiap Negara termasuk Indonesia agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan kurang tersedianya lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja produktif di Indonesia yang berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran. Data penduduk miskin di Indonesia dari Tahun 2000 sampai dengan Maret Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2000-Maret 2009 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Kota Desa Kota&Desa 12,30 26,40 38,70 8,60 29,30 37,90 13,30 25,10 38,40 12,20 25,10 37,30 11,40 24,80 36,10 12,40 22,70 35,10 14,49 24,81 39,30 13,56 23,61 37,17 12,76 22,19 34,96 11,90 20,61 32,53
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Maret 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009
Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota&Desa 14,60 22,38 19,14 9,76 24,84 18,41 14,46 21,10 18,20 13,57 20,23 17,42 12,13 20,11 16,66 11,68 19,98 15,97 13,47 21,81 17,75 12,52 20,37 16,58 11,65 18,93 15,42 10,72 17,35 14,11
Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk miskin di desa dan di kota terus berfluktuasi. Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin relatif mengalami penurunan dari 38,70 juta menjadi 35,10 juta. Akan tetapi, pada tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin yaitu menjadi 39,30 juta. Hal ini menyebabkan persentase penduduk miskin pun meningkat menjadi 17,75 persen dan kembali turun hingga Maret 2009 hanya berkisar 14,11 persen. Masalah pengangguran juga menjadi masalah yang harus diselesaikan di Indonesia selain masalah kemiskinan. Jika angka pengangguran dapat dikurangi maka kemiskinan di Indonesia pun bisa terus menurun. Jumlah pengangguran di Indonesia Tahun 2000-Februari 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Pengangguran di Indonesia tahun 2000-Februari 2007 Tahun Jumlah Pengangguran Persentase (%) (orang) 2000 5.813.000 2001 8.005.000 15,86 2002 9.132.000 6,57 2003 9.531.000 2,13 2004 10.251.000 3,63 2005 10.854.254 2,85 2006 11.104.693 1,14 Februari 2007 10.547.917 - 2,57 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008
Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 2 menunjukkan jumlah pengangguran terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 jumlah pengangguran mencapai 5.813.000 orang dan pada tahun 2006 telah
mencapai
11.104.693
orang.
Dilihat
dari
persentasenya,
jumlah
pengangguran di Indonesia menurun pada Februari 2007 sebesar 2,57 persen. Jumlah penduduk miskin yang berfluktuasi juga terjadi di daerah Jawa Barat khususnya daerah Bogor. Berdasarkan hasil pendataan Program Layak Perlindungan Sosial (PLPS) dari BPS Kabupaten Bogor tahun 2009, jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten adalah 257.013 Rumah Tangga, yaitu sekitar 1.105.156 jiwa atau 24,68 persen dari jumlah masyarakat Kabupaten Bogor. Jumlah tersebut merupakan yang paling besar di Jawa Barat. Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran adalah dengan meningkatkan pembangunan ekonomi pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sektor UMKM diharapkan dapat lebih produktif dalam penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan sekaligus memperkokoh perekonomian nasional. UMKM pun terus mengalami peningkatan dalam segi jumlah dan penyerapan tenaga kerja, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah UMKM dan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM di Indonesia Tahun 2000-2006 Tahun Jumlah UMKM (Unit) Penyerapan Tenaga Kerja (orang) 2000
39.784.036
72.704.416
2001
39.964.080
74.687.428
2002
41.944.494
77.807.897
2003
43.460.242
81.942.353
2004
44.777.387
80.446.600
2005
47.102.744
83.233.793
2006
48.929.636
85.416.493
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UKM (2007)
Jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat, seperti yang terlihat pada Tabel 3 yang menjelaskan kenaikan jumlah UMKM dari Tahun 2000 sebanyak
39.784.036 unit menjadi 48.929.636 unit pada Tahun 2006. Peningkatan jumlah UMKM juga berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3, dimana dari tahun 2000 tenaga kerja yang mampu diserap UMKM sebesar 74.687.428 orang, menjadi 85.416.493 orang di Tahun 2006. Peningkatan jumlah UMKM juga terjadi di Bogor. Hal ini dikarenakan sektor UMKM diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Bogor, sehingga tingkat kemiskinan di Bogor dapat dikurangi. Jumlah UMKM di Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah UMKM di Bogor Tahun 2000-2006 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Sumber : Disperindagkop Kota Bogor, 2007
Jumlah (unit) 15.498 16.127 20.931 21.511 22.304 24.534 31.831
Data Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) tahun 2007 pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah UMKM Bogor pun terus meningkat. Hal ini terlihat dari tahun 2000 jumlah UMKM yang ada hanya 15.498 unit menjadi 31. 831 unit pada tahun 2006. Dalam perkembangannya, salah satu cara untuk meningkatkan dan mengembangkan UMKM dalam perekonomian adalah pemberian kredit kepada sektor UMKM. Selama ini pemberian kredit banyak dilakukan oleh pihak perbankan dan koperasi, termasuk koperasi simpan pinjam. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Pada dasarnya pergerakan koperasi juga tidak berorientasi pada keuntungan, karena koperasi berkonsentrasi untuk meningkatkan keuntungan
yang diterima anggota, bukan dirinya sendiri, jika koperasi berorientasi keuntungan, koperasi akan mengeksploitasi anggotanya (Baga, 2003). Salah satu jenis usaha koperasi yang selama ini sering membantu dalam perkembangan UMKM adalah koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam adalah salah satu bentuk koperasi yang mengumpulkan dana dari anggota dan kemudian diberikan lagi kepada anggotanya sebagai bantuan modal untuk dimanfaatkan dalam mengembangkan usahanya. Salah satu koperasi simpan pinjam yang berhasil adalah Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa) yang didirikan pada tanggal 17 Desember 1973, berpusat di Pekalongan dan telah memiliki banyak kantor cabang yang tersebar di daerah Jawa, Bali, Lampung, termasuk Bogor.
1.2.
Perumusan Masalah Mengingat sektor UMKM mempunyai peranan yang sangat penting bagi
perekonomian Indonesia, maka ketersediaan modal adalah salah satu unsur yang sangat vital untuk mendorong pertumbuhan UMKM. Akan tetapi, akses UMKM yang terbatas terhadap kredit perbankan menghambat potensi kredit, sehingga tidak semua UMKM mendapatkan fasilitas kredit. Keterbatasan akses tersebut dikarenakan anggapan pihak perbankan bahwa UMKM tidak bankable atau tidak layak diberikan kredit. Anggapan ini terjadi karena kurangnya informasi mengenai UMKM yang potensial, tingginya suku bunga, biaya transaksi yang tinggi per nasabah, dan lemahnya UMKM dalam hal sumberdaya manusia, permodalan, teknologi, manajemen, dan pemasaran. Menurut Bank Indonesia (2010) sebanyak 60 juta UMKM di Indonesia belum tersentuh perbankan. Melihat kondisi yang ada, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Rill dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan. Nota Kesepahaman Bersama tersebut, ditandatangani oleh para pihak yang berwenang pada tanggal 9 Oktober 2007 dengan ditandai peluncuran Penjaminan Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM.
Kospin Jasa adalah salah satu koperasi simpan pinjam non perbankan yang aktif dalam memberikan bantuan kredit kepada pengusaha UMKM. Selain itu, Kospin Jasa juga merupakan koperasi terbaik se-Indonesia dalam waktu dua tahun berturut-turut. Daftar koperasi terbesar dan terefisien di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sepuluh Koperasi Terbesar dan Terefisien di Indonesia No Nama Koperasi Provinsi TOK (Rp TAK (Rp Milyar) Milyar) 1 Kospin Jasa Jateng 5.253.034 1.161.056 2 Kop. Pegawai PT. DKI 485.993 193.619 Indosat 3 KSP Kodanua DKI 222.966 65.848 4 Primkopau Mabesau DKI 193.198 101.577 5 Koperasi TKBM Kaltim 160.864 28.877 Samudera Sejahtera 6 Koperasi Warga Jatim 96.566 310.368 Semen Gresik 7 KPSBU Jabar 68.903 30.752 8 Koperasi Karyawan DKI 41.720 336.600 PT. Astra Internasional 9 KSP Balota Tana Sulsel 34.612 95.616 Toraja 10 Koperasi Perikanan Jabar 30.210 16.748 Laut Mina Sumitra Sumber : Majalah Pusat Informasi Perkoperasian (2009)
Rasio 4,52 2,37 3,39 1,90 5,57 0,31 2,24 0,12
0,36 1,80
Tabel 5 menjelaskan bahwa Kospin Jasa merupakan koperasi terbesar dan terefisien di Indonesia. Pada tahun 2009 Kospin Jasa menduduki peringkat pertama dalam 10 besar koperasi terbesar dan terefisien se-Indonesia versi Majalah Pusat Informasi Perkoperasian. Hal ini dapat dilihat pada nilai Total Omset Kumulatif (TOK) dan nilai Total Aset Kumulatif (TAK) Kospin Jasa yang lebih tinggi dari koperasi lainnya. Selain itu, keberhasilan ini juga tercapai karena Kospin Jasa giat dalam menggerakkan para anggotanya untuk berperan aktif memajukan koperasi. Kospin Jasa senantiasa membantu para anggotanya, yang sebagian besar adalah pengusaha kecil dan menengah (UMKM), khususnya bantuan dalam permasalahan permodalan. Keberhasilan Kospin Jasa ini tidak terlepas dari dukungan aktif para anggotanya. Selain itu, melemahnya
kepercayaan masyarakat pada pihak perbankan terutama Bank, menyebabkan masyarakat lebih memilih memindahkan asetnya pada Kospin Jasa. Kospin Jasa hingga saat ini memiliki total aset sebesar Rp 1,5 triliun. Rp 1,2 triliun asetnya merupakan penyaluran kredit. Sekitar 90 persen dari nilai tersebut, disalurkan kepada pelaku usaha mikro dan kecil dengan besaran mulai Rp 1 juta hingga Rp 100 juta. Hal ini dikarenakan Kospin Jasa benar-benar ingin menjadi koperasi yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota khususnya, dan masyarakat pada umumnya melalui penyaluran kredit yang diberikan kepada UMKM. Penyaluran kredit yang dilakukan Kospin Jasa kepada UMKM anggotanya selama ini berlangsung sesuai dengan pengajuan dari para anggota. Kospin Jasa berusaha mencairkan setiap kredit yang diajukan anggotanya tanpa memilih usaha mana yang lebih menguntungkan untuk diberikan bantuan kredit, baik menguntungkan bagi UMKM pemohon kredit maupun Kospin Jasa sebagai penyalur kredit. Hal ini disebabkan anggapan Kospin Jasa bahwa setiap usaha anggotanya wajib diberikan bantuan kredit agar mampu mengembangkan usaha bersama. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kredit yang biasanya dijadikan acuan bagi tiap pihak yang akan memberikan kredit, seperti pendidikan pemohon, usia pemohon, tingkat pendapatan, jenis usaha, prinsip 5C, jarak lokasi usaha, lama usaha dijalankan, dan sebagainya, tidak semuanya diperhatikan dan diteliti secara rinci oleh Kospin Jasa. Kospin Jasa Bogor telah banyak menyalurkan kredit kepada UMKM agribisnis anggotanya sejak berdiri pada tahun 2006. Tentu saja hal ini berdampak kepada perkembangan Kospin Jasa. UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa yang mendapatkan bantuan kredit pun mampu mengembangkan usahanya, sehingga hal ini bisa dijadikan pertimbangan bagi UMKM atau masyarakat yang belum menjadi anggota Kospin Jasa untuk bergabung menjadi anggota guna meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa perumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sistem penyaluran kredit yang diterapkan Kospin Jasa kepada UMKM agribisnis?
2. Bagaimanakah pendapatan yang diperoleh UMKM agribisnis dengan penyaluran kredit yang dilakukan Kospin Jasa pada sektor UMKM agribisnis?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah : 1. Mengetahui sistem penyaluran kredit yang diterapkan Kospin Jasa kepada UMKM agribisnis. 2. Menganalisis pendapatan yang diperoleh UMKM agribisnis dari penyaluran kredit yang dilakukan Kospin Jasa pada sektor UMKM agribisnis.
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak Kospin Jasa mengenai peranan koperasi dalam pengembangan UMKM agribisnis dengan bantuan penyaluran kredit yang dilakukan. 2. Memberikan masukan, baik kepada pihak perbankan, koperasi, dan UMKM untuk mengembangkan UMKM sebagai upaya pengurangan kemiskinan dan pengangguran. 3. Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Kospin Jasa cabang Bogor. UMKM
agribisnis anggota Kospin Jasa adalah unit yang akan dianalisis pendapatannya sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan kredit, dengan pertimbangan Kospin Jasa banyak menyalurkan kredit pada anggotanya. Evaluasi mengenai peranan Kospin Jasa dalam perkembangan UMKM agribisnis khususnya di Bogor adalah dengan menganalisis seberapa besar perubahan pendapatan anggota Kospin Jasa setelah mendapatkan bantuan kredit.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Pemberdayaan dan pengembangan UMKM merupakan upaya yang
ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut Rudjito (2003) usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin. Usaha mikro sering disebut dengan usaha rumah tangga. Besarnya kredit yang dapat diterima oleh usaha ini adalah Rp 50 juta. Usaha mikro ini adalah usaha produktif secara individu atau tergabung dalam koperasi dengan hasil penjualan Rp 100 juta. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. Definisi Usaha Kecil menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 miliar. Usaha Menengah adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau 2. Memiliki hasil penjualan tahunan dari Rp 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 miliar.
2.2.
Kredit Kredit merupakan penyaluran dana yang dilakukan oleh pihak perbankan
kepada masyarakat agar dana dapat tersalurkan bagi mereka yang membutuhkan. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan, atau hasil pembagian keuntungan. Pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan kredit program bagi agribisnis sejak pendirian Padi Sentra pada tahun 1959 yang menangani penyuluhan, penyaluran, dan pemberian kredit. Kredit tersebut diperuntukkan bagi pembelian sarana produksi dan uang untuk biaya hidup. Kata kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan. Oleh karena itu, dalam kredit harus terdapat unsur kepercayaan baik dari pihak pemberi kredit, maupun pihak penerima kredit. Menurut Kasmir (2004), prinsipprinsip kredit yang dikenal dengan 5C adalah : 1. Character, yaitu sifat atau watak calon debitur. Hal ini bertujuan memberikan keyakinan kepada pihak perbankan bahwa sifat dari orang-orang yang akan diberikan kredit dapat dipercaya. 2. Capacity, yaitu kemampuan calon debitur dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuan calon debitur tersebut dalam mengelola bisnis serta kemampuannya mengelola keuntungan. 3. Capital, yaitu sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki calon debitur dalam usaha yang dilakukannya. 4. Collateral, yaitu jaminan yang diberikan calon debitur yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan yang diberikan dianjurkan melebihi jumlah kredit yang diberikan.
5. Condition, yaitu penilaian kredit yang mempertimbangkan kondisi sekarang dan masa yang akan datang. Jenis-jenis kredit pada dasarnya dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Berdasarkan jangka waktu Djinarto (2000) membedakan kredit berdasarkan jangka waktu menjadi tiga macam. Pertama adalah kredit jangka pendek, yaitu kredit dengan rentang waktu maksimal satu tahun. Kedua adalah kredit menengah, yaitu kredit dengan rentang waktu 1-3 tahun, sedangkan yang ketiga adalah kredit jangka panjang, yaitu kredit dengan rentang waktu minimal tiga tahun. 2. Berdasarkan tujuan penggunaan Menurut Dendawijaya (2005), berdasarkan tujuan penggunaannya kredit dibedakan menjadi tiga macam. Pertama adalah kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah kredit (debitur) untuk membiayai kepentingan barang modal (investasi). Kedua adalah kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah kredit (debitur) untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan debitur, dan yang terakhir adalah kredit konsumsi, yaitu fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur untuk keperluan pembelian barang-barang konsumsi yang diperlukan debitur. 3. Berdasarkan segmentasi Berdasarkan keterangan Bank Indonesia (2008), segmentasi kredit UMKM dibedakan menjadi tiga macam. Pertama adalah kredit mikro, yaitu kredit dengan pemberian maksimal Rp 50 juta. Kedua adalah kredit kecil, yaitu kredit dengan pemberian antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Terakhir adalah kredit menengah yaitu kredit dengan pemberian antara Rp 500 juta hingga Rp 5 milyar. Menurut Rachmina (1994), berdasarkan sumbernya, kredit dapat dibedakan antara kredit formal dan non formal. Kredit formal adalah kredit yang berasal dari lembaga keuangan formal, baik lembaga yang berciri bank atau bukan bank. Sedangkan kredit non formal adalah kredit yang berasal dari lembaga keuangan non formal, seperti pelepas uang atau rentenir, pedagang dan tengkulak, keluarga dan sebagainya. Menurut Suyatno, et al (1999), dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu :
1. Kepercayaan Adanya unsur kepercayaan sangat dibutuhkan dalam transaksi kredit, karena dengan memberikan kepercayaan kepada si peminjam dalam bentuk uang, barang, maupun jasa maka diharapkan peminjam dapat memberikan kepada pemberi pinjaman dengan membayar kredit tepat pada waktunya. Kepercayaan biasanya timbul setelah pemberi kredit melakukan analisis lapangan terhadap kemampuan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang diberikan tepat waktu. 2. Waktu Unsur waktu yang dimaksud adalah bahwa nilai uang yang ada sekarang lebih tinggi daripada uang yang akan diterima kembali pada masa yang akan datang. 3. Degree of Risk (Tingkat Risiko) Tingkat risiko yang dihadapi sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu antara orang yang memberi pinjaman dengan orang yang diberi pinjaman. Dengan kata lain, bahwa semakin lama jangka waktu kredit yang diberikan, maka akan semakin tinggi risiko yang akan dihadapinya. Hal ini dikarenakan waktu mempunyai unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan. 4. Prestasi dan Objek Kredit Setiap pemberian kredit tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa yang semuanya dapat dinilai dengan uang. Dengan kata lain, kredit selalu berhubungan dengan uang. Peran kredit sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Tambahan modal untuk masyarakat akan dapat terpenuhi dengan adanya kredit.
2.3.
Definisi Koperasi Koperasi merupakan organisasi yang unik, berbeda dengan organisasi
bisnis lainnya, karena organisasi koperasi merupakan kumpulan orang yang bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan bersama melalui unit usaha yang dimiliki dan dikelola bersama (Baga, et al 2009). Menurut Saragih (2000), koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang berkumpul secara sukarela untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya melalui usaha yang dimiliki bersama secara demokratis. Menurut International Cooperative Alliance (ICA, 1995) koperasi adalah perkumpulan yang otonom dari orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis. ICA menegaskan karakteristik dari koperasi adalah sejauh mungkin bebas dari pemerintah dan perusahaan swasta, memiliki kebebasan untuk mendefinisikan orang-orang sesuai dengan ketentuan hukum yang dipilihnya, keanggotaan dalam koperasi bersifat sukarela, koperasi diorganisir oleh anggotanya untuk dimanfaatkan oleh anggotanya sendiri, serta dalam koperasi pengendalian dibagi diantara anggota atas dasar demokrasi (Baga, et al. 2009). Undang-Undang No 25 tahun 1992 mendifinisikan koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (Baga, et al. 2009). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka koperasi disejajarkan dengan badan usaha lainnya, yaitu terkena pajak, tidak boleh menjadi monopoli, dan kinerja keberhasilan yang dibandingkan dengan jenis badan usaha lainnya. Prinsip-prisip koperasi menurut ICA adalah sebagai berikut (Soedjono, 2001) : 1. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka Prinsip ini menegaskan bahwa koperasi terbuka bagi semua orang yang mampu menggunakan jasa koperasi dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan tanpa diskriminasi mengenai gender, sosial, rasial, politik, atau agama. Selain itu, koperasi bersifat sukarela yang artinya mendasar dari orangorang yang secara sukarela tanpa paksaan memilih untuk membuat komitmen terhadap koperasi yang dipilih. Setiap calon anggota berhak diberi pemahaman mengenai nilai-nilai untuk apa koperasi tersebut didirikan, dan mereka harus diizinkan untuk berpartisipasi dalam koperasi secara bebas.
2. Pengawasan demokrasi oleh anggota Dalam koperasi, demokrasi mencakup pertimbangan akan hak-hak dan tanggung jawab. Pengendali kebijakan dalam pengambilan keputusan yang demokratis dalam koperasi adalah anggotanya koperasi itu sendiri. Keterlibatan secara aktif dan demokratis oleh anggota biasanya terjadi dalam rapat anggota dimana masalah-masalah kebijakan dibahas, keputusan penting diambil, dan kegiatan penting disetujui. 3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi Para anggota koperasi membrikan modal secara adil dan mengendalikan modal tersebut secara demokratis. Jika dalam perkembangannya, modal tersebut mendatangkan keuntungan, maka para anggota akan mendapatkan kompensasi yang terbatas. Biasanya anggota-anggota membagi keuntungan tersebut untuk tujuan pengembangan koperasi, membentuk dana cadangan, dan mendukung kegiatan-kegiatan yang disetujui oleh anggota melalui rapat anggota. 4. Otonomi dan kemandirian Prinsip otonomi ditujukan kepada kebutuhan esensial koperasi untuk tetap
otonom,
dengan
cara
sebagaimana
perusahaan-perusahaan
yang
dikendalikan modal untuk tetap otonom dalam hubungannya dengan pemerintah. Koperasi bersifat otonom merupakan perkumpulan yang menolong diri sendiri dan dikendalikan oleh anggotanya. Jika koperasi mengadakan kesepakatan dengan perkumpulan lain termasuk pemerintah, atau memperoleh modal dari sumber lain, hal ini harus dilakukan dengan persyaratan yang menjamin pengendalian oleh anggota serta otonomi yang harus dipertahankan. 5. Pendidikan, pelatihan, dan penerangan Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggotaanggotanya, para wakil yang dipilih, manajer dan karyawan, sehingga mereka dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi perkembangan koperasi tersebut. Pendidikan dan pelatihan ini sangat penting karena memberikan kesempatan yang baik bagi pemimpin-pemimpin koperasi untuk dapat memahami kebutuhan para anggotanya. Salin itu, pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara berkesinambungan diharapkan mampu meningkatkan kegiatan-kegiatan koperasi dan mampu menyediakan jasa-jasa baru bagi para anggotanya.
6. Kerjasama antar koperasi Koperasi akan dapat memberikan pelayanan yang paling efektif kepada para anggotanya dan memperkuat gerakan koperasi dengan cara bekerjasama melalui
struktur-struktur
lokal,
nasional,
regional,
dan
internasional.
Sesungguhnya, koperasi hanya akan dapat memaksimalkan dampak koperasi melalui kerjasama praktis, erat, dan kokoh satu sama lain. 7. Kepedulian terhadap masyarakat Prinsip ini menekankan bahwa koperasi memiliki tanggung jawab khusus untuk menjamin pembangunan dari komunitasnya dalam arti ekonomi, sosial, dan budaya
secara
berkesinambunga.
Koperasi
melakukan
kegiatan
untuk
pengembangan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan, melalui kebijakankebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota. Fungsi dan peran koperasi dalam Bab III bagian pertama pasal 4 UU RI No. 25 Tahun 1992, yaitu : 1. Membangun
potensi
dan
ekonomi
anggota
dan
masyarakat
untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial. 2. Berperan serta secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional. 4. Mewujudkan perekonomian nasional berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Menurut Soedjono (2001) keberhasilan koperasi dari aspek mikro dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi usaha dan segi organisasi. Keberhasilan koperasi dari segi usaha mencakup sebagai berikut : 1. Peningkatan jumlah anggota Hal ini akan memberikan rasa yakin
pada anggota lama dan baru
terhadap efektivitas koperasi dalam memenuhi kewajibannya. Anggota juga akan merasakan adanya manfaat dan keadilan melalui pelaksanaan proses pelayanan koperasi kepada anggotanya. 2. Peningkatan modal, baik berasal dari anggota maupun modal dari luar sebagai pemicu koperasi untuk berkembang
Keberhasilan dalam menghimpun dana dari internal koperasi akan relatif mudah untuk mewujudkan dan menciptakan kemandirian anggota dan koperasi tersebut, dengan demikian ketergantungan dengan pihak luar koperasi akan jauh lebih kecil. 3. Peningkatan jumlah dan volume usaha Hal ini dapat berupa keragaman kegiatan, barang, dan jasa yang dapat dihasilkan atau dilakukan oleh koperasi sehingga terjadi peningkatan pelayanan kepada anggota baik fisik, kuantitas, maupun kualitas. 4. Peningkatan pelayanan sosial kepada anggota Koperasi harus mengupayakan langkah-langkah maupun keputusan yang hendaknya mampu menempatkan para anggota mersakan peningkatan pelayanan sosial, seperti mendapatkan pelayanan kesehatan, sumbangan dan pengurusan kematian, dan pemberian beasiswa kepada anggota/anak anggota yang berprestasi. Hal ini diharapkan dapat mempengaruhi kesejahteraan anggota, dan menjadi insentif bagi non anggota untuk bergabung dengan koperasi tersebut. 5. Peningkatan kesejahteraan anggota, dapat diukur dari peningkatan pendapatan, kemudahan mendapatkan kebutuhan hidup, dan kemudahan mendapatkan bantuan modal Menurut Soedjono (2001) keberhasilan koperasi dari segi organisasi mencakup berbagai aspek sebagai berikut : 1. Aspek produktivitas, diukur pada prestasi koperasi secara internal, yaitu koperasi dapat menuutupi biaya tetap atau memenuhi kewajiban pokok anggota dan pihak ketiga yang berkaitan dengan bisnisnya 2. Aspek efektivitas, merupakan sasaran yang tepat pada kegiatan yang dilakukan koperasi dan dilakukan secara cermat 3. Aspek keadilan, yaitu sesuai dengan semboyan “satu untuk semua dan semua untuk satu” 4. Aspek kemantapan, yaitu identitas koperasi telah mampu untuk diaplikasikan dengan baik sehingga dapat member rasa puas pada anggotanya Kriteria keberhasilan koperasi selain dilihat pada aspek mikro, dapat pula dilihat pada aspek makro. Artinya, keberhasilan koperasi dapat dilihat dari peranannya dalam pembangunan perekonomian nasional.
Perkembangan koperasi di negara-negara berkembang didorong inisiatif pemerintah-pemerintah jajahan sebagai bagian dari kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan materiil dari rakyat jajahannya, seperti Indonesia yang dijajah oleh Belanda (Baga, et al. 2009). Sejarah perkoperasian Indonesia berawal dari penindasan yang dilakukan penjajah Belanda kepada masyarakat Indonesia, yang menyebabkan Patih Raden Aria Wiria Atmadja, seorang pegawai negeri di Purwokerto untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat di sekitarnya dari lintah darat, sehingga didirikanlah bank penolong dan penyimpan untuk menolong para pegawai pemerintah. Selanjutnya bank penolong tersebut diperluas tidak hanya untuk pegawai pemerintah saja tetapi juga untuk para petani. Sehingga dalam perkembangannya, koperasi sangat diharapkan mampu memperbaiki nasib para anggotanya. Salah satu cara yang dilakukan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya adalah dengan pemberian kredit kepada anggotanya, termasuk anggota yang bergerak dalam UMKM. Bantuan kredit tersebut diharapkan mampu membantu UMKM dalam mengembangkan usahanya.
2.4.
Koperasi Simpan Pinjam Menurut Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh koperasi, mengartikan koperasi simpan pinjam (KSP) sebagai kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan. Pada dasarnya KSP melakukan kegiatan sama dengan yang dilakukan pihak bank. KSP menghimpun dana dari anggotanya kemudian disalurkan kembali kepada anggotanya dalam bentuk kredit untuk digunakan sebagai pinjaman modal atau sebagainya. Hal ini merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan usaha sekaligus meningkatkan kesejahteraan. Pada umumnya usaha simpan pinjam (USP) termasuk koperasi simpan pinjam (KSP) di Indonesia tumbuh karena sulit mendapatkan bantuan permodalan melalui sistem pemberian kredit dari perbankan. Koperasi yang tumbuh di Indonesia dimulai dari usaha simpan pinjam. Hal ini telah dikenal sejak jaman Belanda pada tahun 1895 ketika R. Aria Wiriaatmaja mendirikan Koperasi
Simpan Pinjam yang bertujuan untuk memberikan fasilitas kredit kepada kelompok masyarakat menengah, kemudian diperluas kepada petani agar mereka tidak terjepit utang pada lintah darat. Kelangsungan keberadaan USP dan KSP harus didasarkan prinsip efisensi dan efektivitas. Prinsip efisiensi dan efektivitas dapat terwujud jika para pengelola koperasi betul-betul mengarahkan USP dan KSP untuk kepentingan anggotanya. Keberhasilan KSP bukan hanya tergantung kepada besarnya modal yang diusahakan melainkan pelaksanaannya lebih mendekati adanya saling percaya antar anggota dengan para pengurus dan saling percaya antar anggota. Artinya, didalam USP dan KSP anggota saling memberi dan menerima untuk kepentingan bersama. Semakin besar jumlah simpanan anggota semakin besar pula dana pinjaman yang dapat dipinjam atau dipergunakan oleh anggota untuk memenuhi kebutuhan usaha dan keperluannya. Oleh sebab itu, karena usaha ini sangat penting bagi anggota dan kegiatan ini memberikan kontribusi atau sumbangan yang berarti bagi anggota, maka diperlukan pengelolaan simpan pinjam yang dinamis, bersih, dan dipercaya. Kepercayaan mendorong partisipasi anggota menabung, meminjam dan meningkatkan usaha kedua belah pihak baik koperasi sebagai usaha simpan pinjam dan anggota sebagai peminjam. USP yang berkembang akan meningkatkan Sisa Hasil Usaha (SHU). Jika SHU meningkat terjadi perkembangan modal yang dapat dimanfaatkan kembali oleh anggota.
2.5.
Rapat Anggota Menurut pasal 17 UU No 25/1992, anggota koperasi adalah pemilik dan
sekaligus pengguna jasa koperasi, keanggotaan koperasi dicatat dalam buku daftar anggota. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka anggota koperasi memiliki peran ganda, yaitu anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi. Anggota sebagai pemilik adalah sebagai pemodal koperasi dank arena itu harus memberikan kontribusi modalnya kepaada koperasi sesuai ketentuan dalam AD/ART dan keputusan rapat anggota. Anggota sebagai pengguna jasa berhak berpartisipasi aktif dalam kegiatan usaha koperasi (Baga, et al. 2009).
Organisasi koperasi sendiri mempunyai pemegang kekuasaan tertinggi, yaitu Rapat Anggota dan Rapat Anggota Tahunan (RAT). RAT adalah salah satu alat perlengkapan organisasi koperasi. Rapat tersebut dihadiri oleh para anggota, pengurus,
pemeriksa, dan pejabat-pejabat koperasi. RAT merupakan tempat
dimana suara-suara angggota berkumpul dan hanya diadakan pada waktu tertentu saja (Baga, et al. 2009). Menurut Undang-Undang No. 25/1992 Pasal 22-27, tugas dan peran dari rapat anggota adalah sebagai berikut : 1. Mengesahkan dan menetapkan penyusunan dan perubahan AD/ART, sesuai dengan keputusan rapat 2. Memilih, mengangkat, dan memberhentikan anggota pengurus dan pengawas 3. Memberikan persetujuan atas perubahan dalam masalah struktur permodalan organisasi dan arah kegiatan usahanya 4. Mensyaratkan agar pengurus, manajer dan karyawan memahami ketentuan dalam anggaran dasar 5. Menetapkan dan mengesahkan Rencana Kerja, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi 6. Menetapkan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) 7. Menetapkan penggabungan, pemecahan dan pembubaran organisasi 8. Memberikan penilaian terhadap pertanggungjawaban pengurus : menerima atau menolak Kehadiran dan partisipasi anggota dalam rapat anggota sangat diperlukan, dimana pemikiran dan keinginan anggota-anggota disalurkan. Akan tetapi, karena rapat anggota merupakan suatu forum dan tidak bisa sehari-hari aktif beroperasi maka rapat anggota memberikan kuasa kepada pengurus untuk mengelola koperasi. Selain RAT yang membahas pertanggungjawaban pengurus dan rapat anggota yang membahas Rencana Kerja serta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja, koperasi dapat mengadakan rapat anggota yang diadakan karena permintaan pengurus, atau karena permintaan yang diajukan oleh sejumlah anggota untuk ketentuan-ketentuan tersebut harus dimasukkan dalam anggaran dasar. Rapat anggota ini disebut Rapat Anggota Luar Biasa (Hendrojogi, 2004).
2.6.
Penelitian Terdahulu Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit
mikro, kecil, dan menengah di Indonesia, pernah dilakukan oleh Andriani (2008). Penelitian yang dilakukan di beberapa bank ini menyimpulkan dalam jangka panjang penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah dipengaruhi secara signifikan oleh Gross Domestic Product (GDP), kapasitas kredit, suku bunga kredit dan Non Performing Loans (NPL), dimana GDP berpengaruh positif sedangkan kapasitas kredit, suku bunga kredit, dan NPL berpengaruh negatif. Danistyo (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran kredit UMKM di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di beberapa bank di Indonesia. Berdasarkan penelitiannya, Danistyo menyimpulkan bahwa permintaan kredit UMKM dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh GDP dan dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh suku bunga kredit perbankan dan inflasi. Selain itu, penawaran kredit UMKM dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh dana pihak ketiga DPK dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Penawaran kredit UMKM juga dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh Capital Adequacy Ratio (CAR) dan NPL. Lenora (2008), dengan judul penelitian “Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Garda Emas” melakukan penelitian pada UMKM penghasil sandal di kecamatan Bogor Selatan. Dalam penelitian ini Lenoro menggunakan uji statistik linear berganda yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan UMKM penghasil sandal adalah penerimaan, jumlah tenaga kerja, jarak ke tempat penjualan, usia, lama usaha, pendidikan, dan skala usaha. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh nyata adalah jumlah mesin jahit, jumlah tanggungan, sumber modal, pelatihan dan jenis UMKM. Hutagaol (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) di sektor agribisnis, dengan BRI Unit Cigombong Bogor sebagai tempat penelitiaannya, yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pencairan KUR di BRI Unit Cigombong adalah ada tidaknya agunan, tingkat pendidikan, jarak lokasi usaha, lama usaha sudah berjalan, dan pendapatan bersih rumah tangga dalam setahun.
Penelitian ini menggunakan uji statistik linear berganda. Hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Penelitian Terdahulu No Nama Judul 1 Andriani Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia 2 Danistyo Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Kredit UMKM di Indonesia 3 Lenora Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Garda Emas 4 Hutagaol Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencairan Pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis Sumber : Data Primer (Diolah)
Alat Analisis Metode ECM
Analisis Metode Logaritma Analisis Linear Berganda Analisis Linear Berganda
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah belum ada penelitian yang menganalisis peran koperasi simpan pinjam dalam penyaluran kredit pada UMKM agribisnis untuk perkembangan UMKM. Selain itu, penelitian yang dilakukan Andriani menggunakan metode ECM dan penelitian Danistyo menggunakan analisis motode logaritma. Penelitian Lenora dan Hutagaol menggunakan analisis linear berganda, sedangkan penelitian ini menggunakan analisis pendapatan dan R/C ratio untuk mengetahui sejauh mana koperasi simpan pinjam berperan dalam memajukan pendapatan UMKM agribisnis anggotanya dengan membandingkan pendapatan UMKM sebelum dan sesudah diberikan bantuan kredit, dan Kospin Jasa Bogor dipilih sebagai tempat penelitiannya. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah meneliti mengenai UMKM dan penyaluran kredit pada UMKM.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Menurut Jafar (2004) dalam Lenora (2008) UMKM pada hakekatnya
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan UMKM adalah sebagai berikut : 1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif, antara lain dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan. 2. Bantuan permodalan Pemerintah perlu memperluas kredit khusus dengan syarat yang tidak memberatkan UMKM untuk membantu peningkatan modal, seperti melalui sektor jasa finansial informal. 3. Perlindungan usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Perlindungan tersebut dapat berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan. 4. Pengembangan kemitraan Pengembangan kemitraan yang saling membantu antara UMKM perlu dikembangkan. Disamping itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UMKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. 5. Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan, seta keterampilannya. Disamping itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk lembaga khusus Lembaga khusus ini bertanggung jawab dalam mengkoordinir semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangkan UMKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi UMKM. 7. Memantapkan asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya, antara lain dalam mengembangkan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. 8. Mengembangkan promosi Guna mempercepat proses kemitraan antara UMKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. 9. Mengembangkan kerjasama yang setara Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan UMKM untuk mengatasi berbagai isu yang terkait dengan perkembangan usaha. Selain itu, strategi bisnis yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan UMKM adalah sebagai berikut : 1. Perlu dipelajari terlebih dahulu tentang ciri-ciri, definisi atau pengertian, kelemahan-kelemahan, potensi-potensi yang tersedia serta perundangundangan yang mengatur tentang UMKM. 2. Diperlukan bantuan manajerial agar tumbuh inovasi-innovasi dalam mengelola UMKM secara berdampingan dengan usaha-usaha besar. 3. Secara vertikal dalam sistem gugus usaha, UMKM bisa menjadikan diri sebagai komplemen-komplemen usaha bagi industri perusahaan produsen utama. Diperlukan suatu strategi UMKM untuk menjalin kerja komplementer dengan usaha-usaha besar. 4. Kerjasama bisa berbentuk koperasi dan bersama-sama beroperasi masuk dalam usaha tertentu. Di Indonesia, kemitraan usaha yang berbentuk koperasi merupakan strategi bisnis yang sangat penting, sehingga pemerintah
menganggap perlu membentuk departemen khusus untuk menangani UMKM dan Koperasi.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Kemiskinan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya
pengangguran merupakan permasalahan yang harus segera diatasi oleh pemerintah. Salah satu strategi yang dapat dilakukan pemerintah adalah pembangunan sektor UMKM. Hal ini dikarenakan sektor UMKM mempunyai potensi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, sekaligus pemerataan pendapatan bagi masyarakat. Selain itu, UMKM merupakan kegiatan ekonomi yang dapat memberdayakan masyarakat miskin, sehingga memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan sekaligus menurunkan angka kemiskinan. Akan tetapi, sektor UMKM menghadapi permasalahan keterbatasan modal untuk menjalankan usaha. Hal ini berakibat pada UMKM yang tidak dapat berkembang dengan baik. Pemberian kredit kepada UMKM melalui koperasi simpan pinjam yaitu Kospin Jasa merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Analisis peran Kospin Jasa dalam perkembangan UMKM menggunakan perhitungan analisis pendapatan dan nilai R/C ratio tiap jenis usaha. Gambar kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.
Kemiskinan dan pengangguran Kota Bogor tertinggi di daerah Jawa Barat. UMKM merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Bogor. Kospin Jasa ingin berperan dalam mengembangkan UMKM di Bogor
Pengembangan UMKM Keterbatasan modal yang dimiliki UMKM. UMKM sulit mendapatkan kredit dari pihak bank karena dianggap tidak bankable. Pemberian kredit melalui Kospin Jasa.
Seberapa besar efektivitas pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa kepada UMKM agribisnis anggotanya
Analisis Deskriptif mengenai sistem penyaluran kredit melalui Kospin Jasa
Membandingkan pendapatan UMKM agribisnis antara sebelum dan sesudah mendapatkan kredit.
Peningkatan Efektivitas Pengembangan UMKM Agribisnis oleh Kospin Jasa Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Peran Kospin Jasa Dalam Perkembangan UMKM Agribisnis di Bogor
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa)
Bogor yang berlokasi di Jalan Padjajaran No 38 Bogor. Bogor dipilih secara sengaja untuk dijadikan daerah penelitian dengan pertimbangan bahwa tingkat kemiskinan Bogor paling tinggi di daerah Jawa Barat. Sedangkan Kospin Jasa cabang Bogor dipilih karena pada Maret 2010 Kospin Jasa Bogor mendapatkan prestasi sebagai kantor cabang terbaik. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli hingga Oktober 2010.
4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan, dan wawancara. Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait, seperti pihak dari Kospin Jasa sebagai penyalur kredit, dan Kepala Bagian Operasional sebagai narasumber. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan 20 UMKM anggota Kospin Jasa yang menerima bantuan kredit. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai literatur seperti buku, internet, arsip dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, Dinas Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, serta literatur lainnya yang diperlukan untuk membantu dalam ketersediaan data bagi penelitian ini.
4.3.
Metode Pengumpulan Data Penentuan responden analisis peranan Kospin Jasa dilakukan dengan
purposive sampling (penentuan secara sengaja), dengan pertimbangan bahwa responden yang terpilih dapat mewakili. Responden yang terpilih adalah Kepala Bagian Personalia Kospin Jasa Bogor dan 20 UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa. Informasi mengenai 20 UMKM agribisnis yang mendapatkan bantuan kredit didapatkan dari Kepala Bagian Personalia Kospin Jasa Bogor, dengan pertimbangan bahwa Kepala Personalia merupakan pihak yang bisa memberikan
informasi yang relevan bagi penelitian ini. Dua puluh UMKM agribisnis penerima kredit ini terbagi menjadi tiga bagian usaha, yaitu usaha budidaya, pengolahan, dan retail. Usaha budidaya yang dilakukan adalah ternak bebek sebanyak dua usaha, dan tiga usaha ternak ayam petelur. Usaha yang bergerak dalam bidang pengolahan adalah empat usaha pembuatan telur asin, satu usaha pembuatan kerajinan rotan, satu usaha pembuatan kasur kapuk, dua usaha meubel, dan dua usaha pembuatan kerajinan tangan (handycraft). Sedangkan usaha retail yang diberikan bantuan adalah dua warung makan lesehan dan tiga usaha warung sate kambing.
4.4.
Atribut Pertimbangan Atribut yang digunakan untuk menganalisis peranan koperasi dalam
perkembangan UMKM agribisnis adalah menjelaskan sistem penyaluran kredit yang dilakukan Kospin Jasa kepada 20 UMKM agribisnis dan pendapatan serta R/C Ratio dari UMKM agribisnis yang mendapatkan bantuan kredit dan penerimaan Kospin Jasa setelah dan sebelum memberikan bantuan kredit.
4.5.
Analisis Data Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis kualitatif,
sedangkan data kuantitatif menggunakan analisis pendapatan dari tiap jenis usaha yang dijalankan.
4.5.1.
Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang sistem
penyaluran kredit kepada UMKM dan dampak dari penyaluran kredit terhadap perkembangan UMKM. Menurut Nazir (2005), metode kualitatif atau deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah membuat gambaran yang akurat mengenai hubungan antar fenomena yang diselidiki.
4.5.2.
Analisis Pendapatan UMKM Salah satu indikator penilaian kesejahteraan adalah perubahan pendapatan
dan pola konsumsi penduduk. Semakin meningkat tingkat pendapatan suatu penduduk maka presentase pengeluaran untuk makanan akan menurun, sehingga tersedia porsi pendapatan yang lebih besar untuk non pangan termasuk untuk digunakan sebagai modal usaha rumah tangga atau mikro. Lipsey et al. (1995) menerangkan bahwa pendapatan atau laba didapatkan dari mengurangi penerimaan total (total revenue) dengan biaya total (total cost), atau jika ditulis dalam persamaan : = TR – TC = (P.q) – (TFC
TVC)
Dimana : TR TC P q TFC TVC
= pendapatan atau laba = penerimaan total (total revenue) = biaya total (total cost) = harga produk = produk total (total product) = biaya tetap total (total fixed cost) = biaya variable total (total variable cost)
Penerimaan total merupakan perkalian antara harga produk dengan produk total atau total penerimaan penjualan produk. Produk total adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh semua faktor produksi yang digunakan selama periode tersebut. Sedangkan biaya total merupakan penjumlahan biaya oportunitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi output, yang bisa dibagi menjadi biaya tetap total dan biaya variabel total pada tingkat produksi tertentu. Biaya tetap total adalah biaya produksi yang tidak bervariasi dengan tingkat output, seperti tanah, pabrik, dan mesin. Sedangkan biaya variabel total adalah total biaya produksi yang bervariasi secara langsung dengan tingkat output, seperti upah atau gaji karyawan.
Peran Kospin Jasa dalam penyaluran kredit terhadap pendapatan UMKM dapat dilihat dengan membandingkan pendapatan pengusaha UMKM sebelum mendapatkan bantuan kredit dengan pendapatan setelah mendapatkan bantuan kredit. Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dampak pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa terhadap peningkatan pendapatan pengusaha UMKM. Analisis pendapatan ini dilakukan pada satu tahun sebelum pengusaha menerima kredit dan satu tahun setelah mendapatkan kredit. Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran kotor usaha tersebut. Perhitungan pendapatan dilakukan dengan menggunakan formulasi : P = TP – (Bt + Btt) Dimana : P
= Pendapatan bersih (Rp)
TP = Total penerimaan (Rp) Bt = Biaya tunai (Rp) Btt = Biaya tidak tunai (Rp) Penerimaan sering disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm income), merupakan nilai produk total usaha dalam periode tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual produk tersebut. Sementara itu pengeluaran total usaha terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).
4.5.3.
Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) Data yang dikumpulkan melalui wawancara akan dianalisis untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan pendapatan dengan nilai R/C Ratio masing-masing UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit. Analisis R/C Ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Menurut Rahim (2007) pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : a R
= R/C Ratio = Py x Y
C a
= FC + VC = Py x Y / (FC + VC)
Dimana : a R C Py Y FC VC
= R/C Ratio = Penerimaan (revenue) = Biaya (cost) = Harga Output = Output = Biaya Tetap (fixed cost) = Biaya Variabel (variable cost)
Kriteria Keputusannya adalah sebagai berikut : R/C > 1, usaha tersebut menguntungkan, sehingga layak untuk diusahakan R/C < 1, usaha tersebut rugi, sehingga tidak layak untuk diusahakan R/C = 1, usaha tersebut impas tapi tetap layak untuk dijalankan
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha yang besar kecilnya tidak tergantung dari besar kecilnya output yang diperoleh, misalnya pajak, sewa lahan, alat-alat produksi, dan mesin produksi. Sedangkan biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk suatu usaha yang besar kecilnya dipengaruhi oleh perolehan output, misalnya tenaga kerja dan sarana produksi.
BAB V GAMBARAN UMUM KOPERASI
5.1.
Sejarah Pendirian Kospin Jasa Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa) didirikan pada tanggal 13
Desember 1973 di Kota Pekalongan Jawa Tengah. Berawal dari tradisi “kemisan”, yaitu tradisi membayar pekerja batik di Pekalongan pada setiap hari Kamis. Dimana setiap pengusaha batik dan tekstil Pekalongan yang kebanyakan merupakan pengusaha UMKM membayar setiap pekerjanya pada hari Kamis setiap minggunya. Sebagai UMKM, pengusaha batik sering mengalami kesulitan untuk membayar pegawainya pada hari Kamis, karena biasanya uang mereka masih berupa barang. Oleh sebab itu, para pengusaha sering membanting harga produksinya agar cepat laku. Hal ini menyebabkan banyak pengusaha UMKM batik Pekalongan yang gulung tikar. Pada saat itu, H.A. Djunaid mantan ketua Gabungan Koperasi Batik Indonesia merasa prihatin terhadap kondisi pengusaha UMKM Batik Pekalongan. Perubahan perekonomian nasional maupun internasional setelah orde baru memberikan inspirasi bagi H.A. Djunaid untuk membantu keuangan UMKM. H.A. Djunaid melihat bahwa kendala keuangan yang dialami pengusaha UMKM adalah karena umumnya belum tersentuh pihak perbankan. Selain itu, untuk meminjam uang di bank dibutuhkan persyaratan teknis, sedangkan para pengusaha UMKM tidak terbiasa dengan hal tersebut. Awalnya H.A. Djunaid bersama rekannya berpikir untuk mendirikan usaha pegadaian sebagai solusi keuangan para pengusaha batik, namun rencana itu tidak terlaksana. Usaha selanjutnya adalah mendirikan bank di Pekalongan guna membantu permodalan UMKM bersama rekannya Ang Tiang Soen. Akan tetapi, usaha ini juga tidak terlaksana dikarenakan prosedur dan perizinan mendirikan bank sangatlah sulit. Gagal untuk mempunyai bank tidak membuat H.A. Djunaid patah semangat. Setelah berpikir panjang, akhirnya H.A. Djunaid memutuskan untuk mendirikan koperasi simpan pinjam. Setelah bulat untuk mendirikan koperasi simpan pinjam, maka H.A. Djunaid menghubungi rekannya Ang Tiang Soen dan
Tang Tiong Sim untuk mendiskusikan rencana tersebut. Akhirnya disepakati uang Rp 10.000.000 yang rencananya untuk mendirikan bank digunakan sebagai modal mendirikan koperasi simpan pinjam. Pelaksanaan rapat pembentukan koperasi dilakukan di rumah H.A. Djunaid di Jl. Hayamwuruk Pekalongan pada tanggal 13 Desember 1973, yang dihadiri 81 orang. Rapat tersebut menyepakati pembentukan Koperasi Simpan Pinjam, dan forum menyepakati “JASA” sebagai nama koperasi, dengan harapan agar Koperasi Simpan Pinjam dapat memberikan jasa pelayanan dan manfaat yang baik kepada anggota, calon anggota dan masyarakat lingkungannya. 81 orang yang menghadiri rapat pun langsung diangkat menjadi anggota koperasi. Tanggal rapat pembentukan koperasi itu pun ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Kospin Jasa, sedangkan Kospin Jasa Bogor sendiri didirikan pada tanggal 16 Desember 2006 sebagai kantor cabang. Kementerian Negara Koperasi UKM memberikan rekomendasi dengan nomor 56/Kep/Dep.I/2006 (Kospin Jasa, 2009). Adapun tujuan dari pendirian koperasi ini antara lain: 1.
Mengajak seluruh potensi yang ada, tanpa membedakan suku, ras, golongan dan agama, agar bersama-sama, bersatu padu, dan beriktikat baik turut membangun ekonomi secara gotong royong dalam bentuk koperasi.
2.
Membantu para pedagang kecil-menengah didalam memobilisir permodalan demi kelancaran usaha, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.
3.
Turut membantu pembangunan ekonomi dan menunjang pelaksanaan kegiatan usaha secara aktif dengan mengajak mitra-mitra lainnya baik BUMN, swasta, perbankan maupun gerakan koperasi lainnya. Seperti sebuah koperasi pada umumnya, maka untuk menuntun menuju
masa depan Kospin Jasa memiliki visi dan misi sebagai pegangan untuk pengembangan usahanya. Visi Kospin Jasa adalah terwujudnya koperasi simpan pinjam yang mandiri dan tangguh dengan berlandaskan amanah dalam membangun ekonomi bersama dan berkeadilan di Indonesia. Sedangkan misi Kospin Jasa adalah mengajak seluruh potensi yang ada dalam masyarakat dengan tanpa membedakan suku, ras, golongan, dan agama, agar mereka dapat bersatu padu dan beritikad baik dalam turut membangun ekonomi kerakyatan secara gotong royong dalam bentuk koperasi.
“Bersama Membangun Usaha” adalah motto yang menjadi pijakan Kospin Jasa dengan harapan semangat kebersamaan selalu terbina dan selalu melekat dalam gerak dan langkah semua anggota, mereka tidak beda, tidak ada batas, tanpa sekat menyatu bersama dalam mengembangkan usaha mereka masing-masing sekaligus memajukan Kospin Jasa yang dicita-citakan. Susunan pengurus pada awal berdirinya Kospin Jasa dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Susunan Pengurus Kospin Jasa Tahun 1974 Jabatan Ketua Umum Ketua I Ketua II Penulis Bendahara Pembantu I Pembantu II
Nama H.A Djunaid H. Mirza Djahri H. Usman Chusen Mukmin Bakri, BSC Thio Tek Dhjiang S. Achmad Bilfaqih Drs. M. Trisno Akwan
Asal Daerah Pekalongan Pekalongan Pekalongan Pekalongan Pekalongan Pekalongan Pekalongan
Sumber : Kospin Jasa, 2010
Tabel 7 menjelaskan bahwa H. A Djunaid sebagai penggerak terbentuknya Kospin Jasa langsung diangkat sebagai Ketua Umum dibantu dengan beberapa pengurus lainnya.
5.2.
Permodalan Modal utama pendirian Kospin Jasa berasal dari patungan H.A. Djunaid
dan Ang Tiang Soen sebesar Rp 5.000.000 dan pinjaman dari Mohtar Riyadi sebesar Rp 5.000.000. Uang Rp 10.000.000 tersebut awalnya disetor di Bank Indonesia untuk syarat mendirikan bank seperti cita-cita H.A. Djunaid sebelumnya, karena gagal mendirikan bank, maka uang tersebut digunakan sebagai modal awal pendirian Kospin Jasa. Selanjutnya, dalam menjalankan usahanya Kospin Jasa menetapkan simpanan pokok masing-masing anggota sebesar Rp 25.000. sementara untuk keperluan fasilitas kegiatan organisasi pada awal pendirian Kospin Jasa menggunakan alat-alat sendiri sehingga tidak mengeluarkan dana.
5.3.
Struktur Organisasi Pelaksanaan tugas harian Kospin Jasa dipimpin oleh dewan pengurus,
sedangkan struktur organisasinya terbagi menjadi struktur organisasi kantor pusat dan struktur organisasi kantor cabang. Struktur organisasi kantor pusat dapat dilihat pada Gambar 2.
Ketua Umum Pengurus dan Supervisi
Divisi
Asisten Pengurus
Litbang
Asisten Bidang
Asisten Divisi Wilayah
Legal Officer
Asisten Bidang Syariah
Pimpinan Cabang Kabag
Kabag Pimpinan Cabang Syariah
Staf
Kasie
Kasie
Kasie
Staf
Staf
Staf
Gambar 2. Struktur Organisasi Kantor Pusat Kospin Jasa Sumber : Kospin Jasa, 2010
Gambar 2 menjelaskan bahwa struktur organisasi Kantor Pusat Kospin Jasa dipimpin langsung oleh ketua umum yang membawahi pengurus dan supervisi. Susunan pengurus Kospin Jasa dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Susunan Pengurus Kospin Jasa Tahun 2008 Jabatan Ketua Umum Ketua I Ketua II Ketua III Ketua IV Sekretaris Umum Sekretaris I Sekretaris II Sekretaris III Bendahara Umum Bendahara I Bendahara II Bendahara III Bendahara IV
Nama H.A Zaky Arslan Djunaid Lukito Sindoro H. Teguh Suhardi, BA H. Marsidi, SH H. M Andy Arslan, SE H. Sachroni H. A Alf Arslan, SE H. Moh. Ali Shahab, SE Msi H. Ali Mukti, SH M.Hum H. Taufik Kariem H. Nadhirin Maskha Budi Setiawan (Yap Yun Foe) H. Baidhowi Ir. Ong Umaryadi, MM
Asal Daerah Pekalongan Klaten Waleri Solo Pekalongan Pekalongan Pekalongan Pekalongan Solo Pekalongan Tegal Batang Pemalang Purwokerto
Sumber : Kospin Jasa, 2010
Kospin Jasa sebagai koperasi primer juga menonjolkan posisi anggota sebagai pemilik koperasi. Hal ini terlihat pada saat Kospin Jasa menyelenggarakan RAT. Saat RAT berlangsung semua anggota berhak menyampaikan aspirasinya. Anggota Kospin Jasa yang mencapai 6.759 anggota tentu tidak mungkin jika dikumpulkan dalam satu waktu dan satu tempat untuk melakukan RAT, maka dari itu biasanya, tiap-tiap cabang Kospin Jasa terlebih dahulu mengadakan rapat untuk merumuskan masalah terpenting yang harus disampaiankan saat RAT pusat. Sehingga pada saat RAT pusat tetap berjalan efektif dan efisien. Kospin Jasa sendiri menganggap RAT merupakan kekuasaan tertinggi pada struktur organisasinya. Setelah RAT barulah terdapat beberapa pengurus koperasi yang bertugas mengawasi jalannya kegiatan koperasi. Semua pengurus Kospin Jasa merupakan gabungan dari tiga etnis yang ada, yaitu Pribumi, Tionghoa, dan Arab. Pengurus yang diangkat di Kospin Jasa adalah berasal dari anggota koperasi yang aktif dan memiliki prestasi yang baik. Struktur organisasi kantor cabang Kospin Jasa dapat dilihat pada Gambar 3.
Pimpinan Cabang
Asisten Cabang
Kabag Layanan Operasional
CSO
Kepala ICU
Pembayaran
Penagihan
Akunting
Adm Rekening
Teller
Sopir
Umum
Pesuru h
Pinjaman
ICU
Simpanan
Satpa m
Gambar 3. Struktur Organisasi Kantor Cabang Kospin Jasa Sumber : Kospin Jasa, 2010
Struktur organisasi kantor cabang pusat pada Gambar 3 menjelaskan bahwa terdapat perbedaan dengan kantor pusat. Dimana pada kantor cabang Kospin Jasa dipimpin oleh pimpinan cabang yang membawahi asisten cabang, dan kabag layanan operasional. Asisten cabang membawahi Kepala ICU, sopir pesuruh, dan satpam. Sedangkan kabag layanan operasional membawahi CSO, penagihan, pembayaran, teller, akunting, administrasi rekening, bagian umum, bagian simpanan, dan bagian peminjaman. Saat ini Kospin Jasa Bogor memiliki sepuluh orang karyawan.
5.4.
Sistem Penyaluran Kredit Pada Kospin Jasa Motivasi utama pendirian Kospin Jasa adalah sebagai wadah untuk
pembauran tiga etnis, yaitu Pribumi, Tionghoa, dan Arab. Kospin Jasa meyakinkan tiga etnis tersebut bahwa koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan modal yang sangat dibutuhkan oleh tiap-tiap pengusaha untuk mengembangkan usahanya. Hingga akhir tahun 2008 anggota Kospin Jasa mencapai 6.759 orang.
Keberhasilan Kospin Jasa sebagai salah satu koperasi terbaik dapat dilihat dari jumlah kantor pelayanan yang sekarang mencapai 74 kantor yang tersebar di seluruh Indonesia. Kospin jasa memiliki asset lebih dari Rp 1 triliun. Tiap kantor Kospin Jasa melayani semua anggota dan calon anggotanya dengan sangat baik. Salah satu bentuk pelayanan Kospin Jasa kepada anggota dan calon anggotanya adalah dengan mengeluarkan beberapa produk simpanan atau tabungan. Produk simpanan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Simpanan Manasuka Harian (Rekening Koran) Simpanan in ditujukan pada pelaku usaha khususnya pedagang. Setoran dapat dilakukan setiap saat, demikian juga dengan penarikannya. 2. Simpanan Manasuka Berjangka Simpanan manasuka berjangka merupakan simpanan dengan programprogram terencana, karena waktu simpanannya mulai dari satu bulan, tiga bulan, enam bulan sampai dua belas bulan dengan jasa simpanan (bunga) yang kompetitif dan dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. 3. Simpanan Hari Koperasi (HARKOP) Simpanan Hari Koperasi adalah simpanan yang ditujukan untuk memaknai hari koperasi. Simpanan ini mendapatkan bunga setiap bulannya. Selain itu, penabung berkesempatan mendapatkan hadiah total ratusan juta rupiah, antara lain biaya perjalanan haji untuk dua orang, biaya umroh dan kendaraan bermotor. Simpanan HARKOP juga dapat dijadikan jaminan pinjaman di Kospin Jasa. 4. Tabungan Koperasi (TAKOP) Tabungan Koperasi adalah sebagai wahana pemupukan modal usaha dari yang kecil hingga yang besar. 5. Tabungan SAFARI (Sadar Manfaat Koperasi) Tabungan ini merupakan tabungan dengan sistem arisan, melalui penyaringan yang dilaksanakan setiap bulan dan berkesempatan mendapatkan sejumlah uang yang telah ditentukan dan hadiah sepeda motor. Selain itu, tabungan SAFARI memiliki keistimewaan yaitu peserta akan diajak berekreasi setiap tahunnya. Tabungan ini telah mencetak rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai tabungan dengan peserta wisata terbanyak di Indonesia.
6. Tabungan Haji Labbaika Tabungan ini merupakan fasilitator untuk nasabah yang merencanakan naik haji. Jika penabung merencanakan naik haji, pihak Kospin Jasa dapat menyediakan dana Talangan Haji untuk penabung dan membantu mengurus persiapan naik haji. 7. Tabungan Pundi Arta JASA Tabungan pundi arta jasa ini sama dengan tabungan Safari, yang membedakannya hanya pada tabungan pundi arta jasa dibatasi jumlahnya. 8. Simpanan Keluarga Sejahtera Simpanan keluarga sejahtera ini merupakan produk simpanan yang ditujukan bagi anggota, calon anggota dan keluarganya, serta pengusaha UMKM. Besarnya tabungan adalah Rp 25.000 perbulan, dengan jangka waktu 24 bulan dengan sistem arisan. Selain itu, Kospin Jasa yang memang bertujuan untuk membantu pengusaha, khususnya pengusaha UMKM yang mengalami permasalahan permodalan telah banyak meluncurkan produk pinjaman yang bisa dipilih oleh UMKM. Produk-produk pinjaman tersebut adalah: 1. Pinjaman Harian (Rekening Koran) Pinjaman harian atau rekening koran ini menggunakan sistem yang memudahkan pengusaha UMKM untuk memenuhi kebutuhan modal usaha secara terencana. Jasa pinjaman atau bunga pada pinjaman harian dihitung harian dan pengambilan dananya dengan menggunakan tanda terima. 2. Pinjaman Berjangka Pinjaman berjangka adalah pinjaman modal kerja yang memungkinkan pengusaha
menggunakan
dana
tersebut
dengan
seluas-luasnya.
Jangka
peminjaman pinjaman berjangka ini adalah 12 bulan, dengan bunga pinjaman kurang dari satu persen yang dibayarkan tiap bulannya. 3. Pinjaman Insidentil Pinjaman insidentil adalah pinjaman yang ditujukan untuk calon pengusaha yang baru mendapatkan peluang usaha. Proses pinjaman akan diusahakan secepat mungkin, dan jangka waktu peminjaman paling lama hanya tiga bulan saja.
4. Pinjaman Anuitet (Angsuran Tetap) Pinjaman anuitet ini adalah pinjaman yang sangat tepat untuk investasi atau untuk pembelian sarana usaha jangka panjang, dengan waktu pinjaman 12 bulan sampai 48 bulan. Angsuran pada pinjaman ini bersifat tetap dengan pembayaran bunga kurang dari satu persen dari jumlah pinjaman tiap bulannya. 5. Pinjaman UMK Pinjaman ini merupakan produk pinjaman yang memiliki banyak manfaat, khususnya untuk kebutuhan tambahan modal usaha kecil, sarana prasarana dalam menunjang aktivitas kerja yang dikhususkan bagi pedagang kecil, para professional, pegawai swasta, TNI, Polri, notaris, dsb. Jangka waktu peminjaman melalui produk pinjaman UMK ini mulai dari 12 bulan sampai dengan 36 bulan, dengan bunga pinjaman kurang dari 1 persen. 6. Pinjaman Paket Kendaraan Pinjaman paket kendaraan adalah pinjaman yang dikhususkan untuk pengusaha yang menginginkan kendaraan untuk transfortasi, baik roda dua atau roda empat. Peminjam bisa bebas memilih kendaraan yang diinginkan di semua dealer, dan pihak Kospin Jasa yang akan mengurus pembayarannya, dengan jasa pinjaman atau bunga yang relatif murah dan uang muka yang memadai. Gambaran besaran dari masing-masing klasifikasi pinjaman dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Klasifikasi Jumlah Pinjaman per 31 Desember 2008 Klasifikasi (Rp) S/D 5 juta 5 juta s/d 15 juta 15 juta s/d 50 juta 50 juta s/d 150 juta 150 juta s/d 999 juta 1 milyar Jumlah
Jumlah Pinjaman (Rp) 99.686.358.456 43.004.641.055 168.899.070.136 242.582.552.507 299.748.681.282 99.917.716.950 929.673.120.387
Jumlah Peminjam (orang) 3.628 4.372 5.495 2.700 948 74 17.217
Persen (%) 21,1 25,4 31,9 15,7 5,5 0.4 100
Sumber : Kospin Jasa, 2009
Tabel 9 menjelaskan bahwa Kospin Jasa banyak memberikan bantuan kredit dengan jumlah pinjaman sampai Rp 1 milyar. Dilihat dari jumlah
peminjam, maka pinjaman yang paling banyak adalah pinjaman yang berkisar dari Rp 15 juta sampai dengan Rp 50 juta, dengan jumlah peminjam sebanyak 5.495 orang (pengusaha). Sedangkan pinjaman yang paling jarang diajukan adalah pinjaman sebesar Rp 1 milyar, dengan jumlah peminjam sebanyak 74 orang (pengusaha). Kospin Jasa Bogor sebagai kantor cabang telah menyalurkan dana pinjaman sebesar Rp 35.470.025.439 kepada 80 orang yang merupakan pengusaha dari berbagai bidang termasuk agribisnis. UMKM yang diberikan bantuan kredit oleh Kospin Jasa memanfaatkan berbagai macam produk pinjaman yang ditawarkan. UMKM dengan jenis usaha budidaya seperti usaha budidaya ayam petelur dan budidaya bebek lebih banyak menggunakan produk pinjaman harian, karena jumlah pinjaman lebih sedikit dan sistem pembayaran harian yang dirasa lebih meringankan pihak peminjam. UMKM dengan jenis usaha pengolahan seperti usaha pembuatan kasur kapuk, meubel, kerajinan tangan, dan telur asin lebih banyak memanfaatkan pinjaman berjangka dan pinjaman UMK. Pinjaman berjangka dan pinjaman UMK lebih banyak digunakan karena merupakan pinjman yang memang khusus diperuntukkan untuk UMKM. Selain itu, pinjaman berjangka dan pinjaman UMK memiliki jangka waktu peminjaman yang lebih lama. Usaha retail, seperti warung makan lesehan dan warung sate lebih banyak memanfaatkan pinjaman UMK, pinjaman anuitet, dan pinjaman paket kendaraan. Pinjaman paket kendaraan banyak dimanfaatkan pelaku usaha sebagai sarana transportasi dalam pendistribusian produk dan sebagai sarana untuk pembelian input produksi. Sedangkan pinjaman anuitet dan pinjaman UMK dimanfaatkan untuk tambahan modal dengan angsuran tetap dan jangka waktu peminjaman yang lebih panjang. Pengusaha UMKM yang dapat diberikan bantuan pinjaman merupakan UMKM yang telah mampu memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak Kospin Jasa. Tata cara pelaksanaan peminjaman pada Kospin Jasa adalah sebagai berikut :
1. Calon Debitur Mengisi Surat Permohonan Kredit a. Lengkapi segala persyaratan peminjaman seperti surat permohonan kredit b. Sertakan lampiran fotocopy yang dibutuhkan, seperti fotocopy jumlah pendapatan, fotocopy identitas diri, fotocopy kartu keluarga, fotocopy rekening listrik, fotocopy surat keterangan usaha c. Wawancara dengan referensi atau rekanan mengenai data calon debitur d. Pihak Kospin Jasa menyusun jadwal kunjungan ke calon debitur 2. Menganalisis Ekonomis Usaha dan Jaminan Menganalisis ekonomis usaha dan jaminan dilakukan pihak Kospin Jasa dengan cara sebagai berikut : a. Wawancara dengan calon debitur b. Menganalisis data pemohon baik berupa laporan neraca, laba rugi, kebutuhan modal kerja, cash flow, dll c. Menganalisis nilai rupiah jaminan yang diajukan calon debitur 3. Menganalisis Yuridis Usaha dan Jaminan a. Menganalisis status usaha calon debitur secara hukum b. Melakukan pemeriksaan dokumen yang dijadikan jaminan, seperti SHM, BPKB, dll c. Memeriksa status kepemilikan dan perolehan jaminan d. Memeriksa semua dokumen yang melengkapi surat permohonan kredit 4. Keputusan Pinjaman a. Data yang telah dianalisis baru diajukan ke Komite Pinjaman b. Komite Pinjaman membuat Surat Pemberitahuan Persetujuan Pinjaman (SP3) kepada calon debitur 5. Pencairan Pinjaman a. Pihak Kospin Jasa menyiapkan order pembuatan PPU dan pengikatan jaminan b. Setelah semua lengkap, dokumen ditandatanganai komite dan calon debitur, baru setelah itu dana pinjaman bisa dicairkan
c. Pihak Kospin Jasa berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencairkan dana pinjaman d. Hal terpenting bagi Kospin Jasa saat prose pencairan pinjaman adalah mengucapkan terima kasih kepada debitur atas kerjasama dan kepercayaannya kepada Kospin Jasa 6. Pelaporan Administrasi Pinjaman Pelaporan administrasi pinjaman dapat dilakukan harian, mingguan, maupun bulanan. 7. Administrasi Pinjaman Administrasi pinjaman terdiri dari file pinjaman dan jaminan yang dicatat dalam buku realisasi pinjaman, order notaris, surat keluar, dan pengakuan pinjaman. Dua Puluh UMKM yang mendapatkan pinjaman kredit oleh Kospin Jasa menjalankan semua tatacara peminjaman yang diterapkan oleh Kospin Jasa. Kospin Jasa tidak memilih calon peminjam berdasarkan lama tidaknya bergabung dengan Kospin Jasa. Hal yang lebih diutamakan dalam penyaluran kredit adalah kemampuan tiap UMKM dalam mengikuti prosedur peminjaman. Dua puluh UMKM tersebut terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kredit yang menyertakan fotocopy berkas yang dibutuhkan, seperti fotocopy identitas diri, fotocopy kartu keluarga, fotocopy rekening listrik, air, dan telepon, fotocopy surat izin usaha, fotocopy rincian pendapatan, dan fotocopy berkas yang akan dijadikan jaminan dalam peminjaman. Jika semua berkas yang dibutuhkan telah lengkap, tiap UMKM tinggal menunggu pihak Kospin Jasa yang akan melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan berkas dan melakukan pemeriksaan terhadap jaminan peminjaman. Setelah melakukan pemeriksaan, pihak peminjam akan diwawancara oleh Kospin Jasa, hal ini dilakukan untuk mengetahui karakter calon peminjam kredit. Jika semua proses telah dilewati oleh calon peminjam, maka pihak peminjam kembali menunggu keputusan dari pihak komite pemberi pinjaman mengenai disetujui atau tidaknya pencairan kredit.
BAB VI ANALISIS PENDAPATAN ANGGOTA Faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam penyaluran kredit pada Kospin Jasa tidak terlepas dari unsur 5C. Adapun prosedur dengan menggunakan prinsip 5C ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadi tunggakan
pembayaran
setelah
pencairan
kredit.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi pencairan kredit untuk UMKM agribisnis oleh Kospin Jasa adalah: 1. Jenis Usaha Jenis usaha yang diberikan kredit oleh Kospin Jasa terbagi menjadi tiga, yaitu budidaya, pengolahan, dan retail. Usaha budidaya terdiri dari budidaya ternak bebek dan budidaya ayam petelur. Usaha pengolahan terdiri dari meubel, kerajinan rotan, pembuatan kasur kapuk, pembuatan telur asin, dan handycraft. Sedangkan usaha retail yang dijalankan terdiri dari usaha warung makan lesehan dan warung sate kambing. 2. Usia Minimal usia dalam pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa biasanya adalah 20 tahun, hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa usia 20 tahun merupakan usia produktif. 3. Pendidikan Terakhir Pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa biasanya membatasi minimal pendidikan adalah SMU sederajat. 4. Skala usaha Besar kecilnya suatu usaha dalam hal ini adalah UMKM merupakan faktor yang menjadi bahan pertimbangan pihak Kospin Jasa dalam menyalurkan kredit. Jika usaha yang diajukan cukup menjanjikan di masa datang, maka pihak Kospin Jasa dapat memberikan kredit sesuai dengan skala usaha tersebut. Dengan memberikan kredit sesuai dengan skala usaha, maka diharapkan pihak peminjam dapat lancar dalam pengembalian kredit. 5. Lama usaha Lama usaha juga merupakan hal yang dijadikan salah satu pertimbangan dalam pencairan kredit oleh Kospin Jasa. Dengan mengetahui lama usaha, maka
pihak Kospin Jasa dapat memperkirakan keberlangsungan usaha tersebut sehingga Kospin Jasa dapat memperkecil risiko terjadinya kredit macet. 6. Jenis dan jumlah agunan (jaminan) Jenis dan jumlah agunan atau barang dan SHM yang dijadikan jaminan juga merupakan hal yang sangat penting dalam proses pengajuan dan pencairan kredit. Agunan merupakan jaminan yang bisa digunakan pihak Kospin Jasa untuk memperkirakan bantuan kredit yang tepat bagi UMKM, sehingga jika terjadi hal yang tidak diharapkan oleh pihak pemberi pinjaman seperti kredit macet, maka Kospin Jasa dapat mengambil agunan untuk memperkecil kerugian. Agunan yang diterima Kospin Jasa berupa sertifikat dan BPKB, dimana nilai pinjaman yang dapat diberikan adalah 60 persen dari nilai sertifikat dan 50 persen dari nilai BPKB. 7. Jarak lokasi usaha Jarak lokasi usaha yang biasanya dapat diberikan kredit adalah lokasi usaha yang masih berada di cakupan wilayah Bogor. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pihak Kospin Jasa untuk melakukan pemeriksaan ke tempat usaha sebelum pencairan kredit. Selain itu, dengan lokasi yang masih berada di daerah Bogor, maka pihak Kospin Jasa dapat dengan mudah melakukan penagihan pembayaran pinjaman pada pihak peminjam. Faktor lain yang menjadi acuan untuk memberikan kredit adalah karakter calon peminjam. Tujuan dari mengetahui karakter calon peminjam kredit ini adalah agar pihak Kospin Jasa mengetahui peminjam memiliki karakter yang baik atau tidak. Karakter calon peminjam dapat dilihat dari riwayat pinjaman yang calon peminjam pernah lakukan dan keaktifan pihak peminjam selama menjadi anggota koperasi. Selain itu, capacity atau kapasitas juga menjadi bahan pertimbangan dalam pencairan kredit. Mengetahui kapasitas calon peminjam dapat dilakukan dengan mengetahui pendapatan bersih usaha dalam setahun dan mengetahui jumlah pengeluaran. Semakin besar pendapatan bersih usaha maka akan memudahkan calon peminjam untuk memperoleh bantuan kredit. Sedangkan prinsip collateral tidak dilakukan analisis penilaian yang mendalam. Prinsip ini hanya dilakukan dengan sebatas melihat apakah jaminan yang diajukan calon peminjam adalah benar milik pribadi calon peminjam. Capital yang merupakan
sumber pembiayaan bagi calon peminjam untuk mengembalikan pinajaman dapat dilihat dari jenis UMKM yang dijalankan dan memeriksa apakah calon penerima kredit memiliki sumber keuangan lain selain usaha yang akan diberikan kredit. Sedangkan Condition of Economyc dijadikan acuan bagi pihak Kospin Jasa dalam melakukan penilaian bagaimana kondisi UMKM agribisnis saat pengajuan kredit dan prediksi UMKM agribisnis di masa yang akan datang. UMKM anggota Kospin Jasa yang dijadikan responden adalah UMKM agribisnis penerima kredit dari Kospin Jasa yang berjumlah 20 UMKM agribisnis. Karakteristik responden ini dibagi menjadi jenis usaha, usia, pendidikan terakhir, lama usaha dijalankan, jenis agunan, jarak lokasi usaha dengan Kospin Jasa, dan skala usaha. Karakteristik tersebut dikelompokkan berdasarkan informasi dari Kospin Jasa dan disesuaikan oleh penelitian-penelitian terdahulu, seperti penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol (2009). Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Responden No 1
2
3
4
5
6
7
Karakteristik Jenis Usaha Budidaya Pengolahan Retail Jumlah Usia 20 tahun-40 tahun > 40 tahun Jumlah Pendidikan Terakhir SMU sederajat > D3 Jumlah Lama Usaha Dijalankan < 1 tahun – 2 tahun > 2 tahun Jumlah Jenis Agunan Sertifikat BPKB Jumlah Jarak Lokasi Usaha dengan Kospin Jasa 1 km-20 km > 20 km Jumlah Skala Usaha Mikro Kecil Menengah Jumlah
Sumber : Data Primer (diolah)
Jumlah
Persentase (%)
5 orang 10 orang 5 orang 20 orang
25 50 25 100
11 orang 9 orang 20 orang
55 45 100
11 orang 9 orang 20 orang
55 45 100
8 orang 12 orang 20 orang
40 60 100
15 orang 5 orang 20 orang
75 25 100
14 orang 6 orang 20 orang
70 30 100
1 orang 18 orang 1orang 20 orang
5 90 5 100
Karakteristik responden berdasarkan Tabel 10 terbagi menjadi beberapa kriteria, yaitu jenis usaha, usia peminjam, pendidikan terakhir, lama usaha dijalankan, jenis agunan, jarak lokasi usaha dengan Kospin Jasa, dan skala usaha. Jenis usaha UMKM yang diberikan kredit terbagi menjadi usaha budidaya, pengolahan, dan retail, dimana jenis usaha pengolahan lebih mendominasi jenis usaha yang diberikan bantuan kredit yaitu sebesar 50 persen. Syarat usia yang bisa diberikan kredit adalah diatas dua puluh tahun. Akan tetapi, pada Kospin Jasa usia peminjam yang berumur 20-40 tahun lebih banyak diberikan bantuan kredit yaitu sebesar 55 persen. Pendidikan terakhir yang lebih banyak diberikan kredit adalah SMU sederajat sebesar 55 persen. Sedangkan rincian responden berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat pada Lampiran 1. Faktor lain yang menjadi penentu adalah lama usaha dijalankan, hal ini terlihat pada usaha yang dijalankan berumur lebih dari dua tahun lebih banyak mendapatkan bantuan kredit, yaitu sebesar 60 persen atau sebanyak 12 pengusaha. Jenis agunan yang biasa dijadikan jaminan pada Kospin Jasa hanya dua, yaitu sertifikat dan BPKB, dimana sertifikat lebih banyak dijadikan agunan yaitu sebanyak 15 pengusaha atau sebesar 75 persen. Jarak lokasi usaha dengan kantor Kospin Jasa merupakan faktor yang menjadi pertimbangan. Lokasi usaha harus masih berada di sekitar Bogor. Pemberian kredit kepada pelaku usaha juga sedikit banyak berpengaruh pada skala usaha yang dijalankan, dimana skala usaha kecil dengan jumlah kekayaan tidak lebih dari Rp 500 juta lebih banyak mengajukan kredit, yaitu sebesar 90 persen atau sebanyak 18 pelaku usaha. Semua faktor tersebut sangat berpengaruh pada pendaptan yang akan diterima oleh masing-masing UMKM penerima kredit. Pendapatan yang digunakan dalam analisis adalah pendapatan usaha rata-rata, yaitu total penerimaan usaha dikurangi dengan total biaya pengeluaran UMKM. Pendapatan usahatani diperoleh dengan cara mengurangkan penerimaan rata-rata dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan. Penerimaan UMKM adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan UMKM merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya yang dikeluarkan yakni nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan
dalam melakukan proses produksi usaha tersebut. Dikarenakan UMKM agribisnis yang menjadi anggota Kospin Jasa bergerak diberbagai bidang usaha, maka nilai penerimaan diperoleh dengan cara menghitung rata-rata jumlah penerimaan dari tiap jenis usaha UMKM. Demikian pula dengan biaya yang harus dikeluarkan, dikarenakan berbeda karakter usaha, maka biaya yang diambil adalah total ratarata dari seluruh biaya yang harus dikeluarkan masing-masing UMKM. Rincian perhitungan output dan biaya masing-masing jenis usaha sebelum dan sesudah kredit per tahun dapat dilihat pada Lampiran 2.
6.1.
Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Jenis Usaha Pendapatan UMKM berdasarkan jenis usaha bisa didapatkan melalui
perhitungan pengurangan antara jumlah penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan. Penerimaan UMKM sebelum dan sesudah menerima bantuan kredit berdasarkan jenis usahanya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Usaha No
1 2 3
Jenis Usaha UMKM
Penerimaan RataRata Sebelum Kredit (Rp)
Budidaya 61.812.500 Pengolahan 1.840.000.000 Retail 225.000.000 Total 2.126.812.500 Penerimaan Sumber : Data Primer (Diolah)
Penerimaan RataRata Sesudah Kredit (Rp)
114.500.000 3.330.000.000 510.000.000 3.954.500.000
Perbedaan Penerimaan (Rp)
(+) 52.687.500 (+) 1.490.000.000 (+) 285.000.000 (+) 1.827.687.500
Tabel 11 menjelaskan bahwa jumlah total penerimaan UMKM sebelum menerima kredit adalah sebesar Rp 2.126.812.500, sedangkan total penerimaan UMKM setelah pemberian kredit adalah sebesar Rp 3.954.500.000, dengan selisih penerimaan sebelum dan sesudah menerima kredit adalah meningkat sebesar Rp 1.827.687.500. Pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa berdampak pada peningkatan penerimaan UMKM. Hal ini terjadi karena dengan adanya bantuan kredit, UMKM mampu meningkatkan skala usahanya, atau menambah input produksi untuk meningkatkan jumlah produksi usaha. Peningkatan penerimaan juga berpengaruh pada peningkatan biaya operasional usaha. Rincian biaya yang
dikeluarkan UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit berdasarkan jenis usaha dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit No
Uraian
Biaya Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp)
1 2 3
Budidaya Pengolahan Retail Total Biaya Sumber : Data Primer (Diolah)
28.800.000 1.210.910.000 175.000.000 1.414.710.000
Biaya Rata-Rata Sesudah Kredit (Rp)
57.840.000 1.734.600.000 358.800.000 2.151.240.000
Perbedaan Biaya (Rp)
(+) 29.040.000 (+) 523.690.000 (+) 183.800.000 (+) 736.530.000
Tabel 12 menjelaskan bahwa biaya total yang harus dikeluarkan UMKM sebelum menerima kredit dari Kospin jasa adalah Rp 1.414.710.000 dan total biaya yang harus dikeluarkan UMKM setelah menerima kredit adalah sebesar Rp 2.151.240.000, dengan selisih biaya sebelum dan sesudah bantuan kredit adalah sebesar Rp 736.530.000. Sedangkan rincian perhitungan pendapatan UMKM sebelum dan sesudah menerima bantuan kredit dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit No
Uraian
1
a. b. c. d.
Penerimaan Budidaya Biaya Budidaya Pendapatan (a-b) R/C Ratio (a:b)
2
a. b. c. d. a. b. c. d. a. b. c. d.
Penerimaan Pengolahan Biaya Pengolahan Pendapatan (a-b) R/C Ratio (a:b) Penerimaan Retail Biaya Retail Pendapatan (a-b) R/C Ratio (a:b) Total Penerimaan Total Biaya Total Pendapatan (a-b) R/C Ratio Total (a:b)
3
4
Sumber : Data Primer (Diolah)
Nilai Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp) 61.812.500 28.800.000 33.012.500 2,14 1.840.000.000 1.210.910.000 629.090.000 1,51 225.000.000 175.000.000 50.000.000 1,28 2.126.812.500 1.414.710.000 712.102.500 1,50
Nilai Rata-Rata Setelah Kredit (Rp) 114.500.000 57.840.000 56.660.000 1,97 3.330.000.000 1.734.600.000 1.595.400.000 1,91 510.000.000 358.800.000 151.200.000 1,42 3.954.500.000 2.151.240.000 1.803.260.000 1,83
Tabel 13 menjelaskan bahwa terdapat perbedaan nilai yang diperoleh pengusaha UMKM agribisnis sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan kredit dari Kospin Jasa. Penerimaan UMKM yang bergerak dalam usaha budidaya mengalami peningkatan dari sebelum menerima kredit sebesar Rp 61.812.500 menjadi Rp 114.500.000, hal ini berdampak pada peningkatan pendapatan, yaitu sebesar Rp 33.012.500 sebelum menerima kredit menjadi Rp 56.660.000 setelah menerima kredit. Akan tetapi, peningkatan pendapatan UMKM yang bergerak dalam usaha budidaya ini berbanding terbalik dengan nilai R/C ratio. R/C ratio sebelum menerima kredit lebih besar dari setelah menerima kredit, yaitu dari 2,14 menjadi 1,97, yang artinya bahwa setiap pengeluaran biaya Rp 1 sebelum menerima kredit akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 2,14, dan Rp 1 biaya yang dikeluarkan setelah menerima kredit akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,97. Hal ini terjadi karena saat setelah menerima kredit, biaya yang dikeluarkan untuk operasional usaha lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan sebelum menerima kredit, yaitu meningkat sebesar 33,51 persen, sedangkan penerimaan sebelum dan sesudah kredit hanya meningkat sebesar 29,88 persen. Peningkatan
penerimaan
jenis
usaha
pengolahan
sebesar
Rp
1.490.000.000 berpengaruh pada peningkatan pendapatan usaha tersebut. Pendapatan yang awal sebelum kredit hanya sebesar Rp 629.090.000 menjadi Rp 1.595.400.000. Hal ini menjelaskan bahwa terjadi peningkatan pendapatan sebesar 43,43 persen setelah UMKM mendapatkan bantuan kredit. Walaupun peningkatan pendapatan juga diikuti oleh peningkatan biaya yang harus dikeluarkan usaha yaitu sebesar 17,77 persen, akan tetapi tetap berdampak positif pada nilai R/C ratio jenis usaha pengolahan ini, dikarenakan nilai R/C ratio meningkat dari 1,51 menjadi 1,91 setelah UMKM menerima kredit. Nilai R/C ratio tersebut menjelaskan bahwa UMKM dengan jenis usaha pengolahan ini layak untuk dijalankan, karena sebelum menerima kredit tiap Rp 1 yang dikeluarkan usaha akan mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,51. Sedangkan setelah menerima bantuan kredit dari Kospin Jasa tiap Rp 1 yang dikeluarkan akan mendatangkan penerimaaan sebesar Rp 1,91. Hal ini tentu saja menjelaskan bahwa bantuan kredit yang diberikan Kospin Jasa pada UMKM jenis usaha pengolahan sangat memberikan keuntungan bagi usaha tersebut.
UMKM yang bergerak dalam bidang retail juga merasakan manfaat yang baik setelah menerima kredit dari Kospin Jasa. Penerimaan yang awalnya hanya sebesar Rp 225.000.000 meningkat sebesar 38,77 persen menjadi Rp 510.000.000 setelah menerima kredit. Disisi lain, biaya operasional juga meningkat sebesar 34,43 persen dari sebesar Rp 175.000.000 menjadi Rp 358.800.000. Peningkatan biaya ini tidak menjadikan pendapatan yang diterima usaha menurun, melainkan naik sebesar 50,29 persen dari sebelum kredit sebesar Rp 50.000.000 menjadi Rp 151.200.000 setelah kredit. Peningkatan pendapatan ini juga berdampak pada nilai R/C ratio yang meningkat dari sebelum kredit sebesar 1,28 menjadi 1,42 setelah kredit, yang artinya sebelum kredit tiap Rp 1 yang dikeluarkan UMKM akan mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,28, dan tiap Rp 1 yang dikeluarkan UMKM setelah kredit akan mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,42. Secara keseluruhan, penerimaan UMKM yang menerima bantuan kredit meningkat sebesar 30,05 persen, dari sebelum menerima kredit sebesar Rp 2.126.812.500 meningkat menjadi Rp 3.954.500.000 setelah kredit. Peningkatan juga terjadi pada biaya yang harus dikeluarkan, yaitu dari sebesar Rp 1.414.710.000 sebelum kredit meningkat sebesar 20,65 persen setelah kredit menjadi Rp 2.151.240.000. Peningkatan penerimaan dan biaya berdampak pada peningkatan pendapatan keseluruhan UMKM yang menerima bantuan kredit yaitu dari Rp 712.102.500 sebelum kredit menjadi Rp 1.803.260.000 setelah kredit. Hal ini menjelaskan bahwa pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa memberikan manfaat yang baik bagi perkembangan UMKM yang menerima kredit karena pendapatan UMKM mampu meningkat sebesar 43,37 persen. Nilai R/C ratio UMKM pun meningkat sebsar 9,9 persen dari sebelum kredit hanya sebesar 1,50 menjadi 1,83 setelah kredit, yang artinya usaha tersebut layak diusahakan. Nilai R/C ratio menjelaskan bahwa UMKM tersebut mampu mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,50 setiap mengeluarkan biaya sebesar Rp 1 sebelum kredit, dan mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,83 jika mengeluarkan biaya Rp 1 setelah kredit. Nilai masing-masing R/C ratio setelah UMKM menerima bantuan kredit dari Kospin Jasa menjelaskan bahwa tiap-tiap jenis usaha UMKM yang menerima bantuan kredit layak untuk diusahakan. Akan tetapi, karena nilai R/C ratio usaha
pengolahan paling besar dibandingkan usaha lain, yaitu meningkat sebesar 11,69 persen dari 1,51 menjadi 1,91 setelah kredit, maka usaha pengolahan akan lebih banyak mendatangkan keuntungan bila diberikan bantuan kredit baik bagi pelaku usaha maupun bagi Kospin Jasa sebagai penyalur kredit. Sedangkan usaha dibidang budidaya tidak akan banyak mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi Kospin Jasa umumnya dan pelaku usaha khususnya, karena setelah menerima kredit nilai R/C ratio menurun sebesar 4,13 persen dari 2,14 sebelum kredit menjadi 1,97 setelah menerima kredit. Akan tetapi, hal ini bukan berarti Kospin Jasa tidak berkenan lagi memberikan bantuan kredit, malainkan menjadi tugas Kospin Jasa untuk membantu anggotanya yang bergerak dalam usaha budidaya agar dapat mengefisienkan biaya produksi dan operasional sehingga jumlah penerimaan tidak lebih kecil dari jumlah biaya yang harus dikeluarkan UMKM. Pada dasarnya, peningkatan penerimaan yang diperoleh masing-masing jenis usaha disebabkan oleh bantuan kredit yang diberikan Kospin Jasa dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha, baik dalam penambahan input, maupun untuk memperbanyak cabang usaha. Pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa pada masing-masing jenis usaha tidak hanya menyebabkan peningkatan penerimaan saja, melainkan juga menyebabkan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan. Akan tetapi, peningkatan penerimaan dan biaya secara rata-rata menyebabkan peningkatan pendapatan dan R/C ratio tiap jenis usaha, yang artinya bahwa usaha yang diberikan bantuan kredit oleh Kospin Jasa memang layak untuk dijalankan dan layak untuk menerima bantuan kredit.
6.2.
Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Usia Pengusaha Pendapatan UMKM agribisnis tidak hanya dihitung berdasarkan jenis
usaha yang dijalankan saja, melainkan dihitung pula berdasarkan tiap-tiap karakteristik UMKM tersebut. Pendapatan UMKM agribisnis yang dihitung berdasarkan usia pengusaha juga dihitung berdasarkan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Rincian penerimaan UMKM agribisnis berdasarkan usianya dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Usia No
Usia Pengusaha UMKM
1 2
Penerimaan RataRata Sebelum Kredit (Rp)
20 tahun-40 tahun > 40 tahun Total Penerimaan Sumber : Data Primer (Diolah)
113.700.000 309.800.000 423.500.000
Penerimaan RataRata Sesudah Kredit (Rp)
239.214.285,7 549.600.000 788.814.285,7
Perbedaan Penerimaan (Rp)
(+) 125.514.285,7 (+) 239.800.000 (+) 365.314.285,7
Tabel 14 menjelaskan bahwa terjadi perubahan penerimaan yang diperoleh UMKM sebelum dan sesudah pemberian kredit. UMKM agribisnis dengan tingkat usia antara 20 tahun-40 tahun meningkat sebesar Rp 125.514.285,7 dan usia diatas 40 tahun meningkat sebesar Rp 239.800.000. Secara keseluruhan perubahan penerimaan tersebut meningkat sebesar Rp 365.314.285,7. Rincian biaya yang harus dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Usia No
Usia Pengusaha UMKM
1 2
Biaya Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp)
20 tahun-40 tahun 67.087.142,86 > 40 tahun 61.020.000 Total Biaya 128.107.142,9 Sumber : Data Primer (Diolah)
Biaya Rata-Rata Sesudah Kredit (Rp)
116.677.142,9 103.660.000 220.337.142,9
Perbedaan Biaya (Rp)
(+) 49.590.000,04 (+) 42.640.000 (+) 92.230.000,04
Tabel 15 menjelaskan bahwa saat penerimaan meningkat, biaya yang harus dikeluarkan pun meningkat. Hal ini terlihat pada tingkat usia antara 20 tahun-40 tahun biaya
yang harus dikeluarkan meningkat
sebesar Rp
49.590.000,04. Sedangkan untuk usia diatas 40 tahun biaya yang dikeluarkan meningkat sebesar Rp 42.640.000. rincian pendapatan UMKM agribisnis berdasarkan usia pengusaha dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Usia Pengusaha No Uraian Nilai Rata-Rata Nilai Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp) Setelah Kredit (Rp) 1 Usia 20 tahun-40 tahun a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) 2 Usia > 40 tahun a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) a. Total Penerimaan 3 b. Total Biaya c. Total Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio Total (a:b) Sumber : Data Primer (Diolah)
113.700.000 67.087.142,86 46.612.857,14 1,69
239.214.285,7 116.677.142.9 122.537.142,8 2,05
309.800.000 61.020.000 248.780.000 5,07 423.500.000 128.107.142,9 295.392.857,1 3,30
549.600.000 103.660.000 445.940.000 5,3 788.814.285,7 220.337.142,9 568.477.142,8 3,58
Tabel 16 menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapatan antara pengusaha UMKM yang berumur antara 20-40 tahun dengan pengusaha yang berumur diatas 40 tahun. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada nilai R/C Ratio, dimana pengusaha yang berumur antara 20-40 tahun R/C Rationya meningkat dari 1,69 sebelum kredit menjadi 2,05 setelah kredit. Sedangkan pengusaha dengan umur diatas 40 tahun nilai R/C Rationya jauh lebih tinggi yaitu 5,07 sebelum kredit menjadi 5,3 setelah kredit. Akan tetapi, kedua tingkatan usia pengusaha tetap layak diberikan bantuan kredit. Hal ini dapat dilihat pada hasil R/C Ratio total yang meningkat dari 3,30 sebelum kredit menjadi 3,58 setelah kredit.
6.3.
Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendapatan UMKM agribisnis juga bisa dihitung berdasarkan pendidikan
terakhir anggota Kospin Jasa yang menerima bantuan kredit. Pendapatan tersebut dihitung berdasarkan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan UMKM agribisnis yang menerima bantuan kredit. Rincian penerimaan UMKM berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir No
Pendidikan Terakhir
Penerimaan RataRata Sebelum Kredit (Rp)
1 2
SMU Sederajat > D3 Total Penerimaan Sumber : Data Primer (Diolah)
Penerimaan RataRata Sesudah Kredit (Rp)
Perbedaan Penerimaan (Rp)
160.900.000 441.000.000 601.900.000
(+) 91.720.000 (+) 200.500.000 (+) 292.220.000
69.180.000 240.500.000 309.680.000
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa penerimaan UMKM dengan pendidikan terakhir SMU sederajat adalah sebesar Rp 69.180.000 sebelum kredit dan meningkat menjadi Rp 160.900.000 setelah kredit. Sedangkan penerimaan UMKM dengan pendidikan terakhir D3 ke atas adalah sebesar Rp 240.000.000 sebelum kredit dan Rp 441.000.000 setelah kredit. Rincian biaya yang harus dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir No
1 2
Pendidikan Terakhir
SMU Sederajat > D3 Total Biaya Sumber : Data Primer (Diolah)
Biaya Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp)
43.520.000 58.713.750 102.233.750
Biaya Rata-Rata Sesudah Kredit (Rp)
88.628.000 97.950.000 186.578.000
Perbedaan Biaya (Rp)
(+) 45.108.000 (+) 39.236.250 (+) 84.344.250
Tabel 18 menjelaskan bahwa peningkatan biaya juga terjadi pada UMKM agribisnis berdasarkan pendidikan terakhir. Biaya yang harus dikeluarkan UMKM dengan pendidikan terakhir SMU sederajat meningkat sebesar Rp 45.108.000. sedangkan pendidikan terakhir D3 ke atas meningkat sebesar Rp 39.236.250. peningkatan penerimaan dan biaya ini berpengaruh pada peningkatan pendapatan UMKM agribisnis. Rincian pendapatan UMKM agribnisnis berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir No Uraian Nilai Rata-Rata Nilai Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp) Setelah Kredit (Rp) 1 SMU Sederajat a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) 2 > D3 a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) a. Total Penerimaan 3 b. Total Biaya c. Total Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio Total (a:b) Sumber : Data Primer (Diolah)
69.180.000 43.520.000 25.660.000 1,58
160.900.000 88.628.000 72.272.000 1,81
240.500.000 58.713.750 181.786.250 4,09 309.680.000 102.233.750 207.446.250 3,02
441.000.000 97.950.000 343.050.000 4,50 601.900.000 186.578.000 415.322.000 3,22
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa masing-masing tingkat pendidikan layak diberikan bantuan kredit karena nilai R/C Rationya meningkat. Jenis pendidikan terakhir SMU sederajat nilai R/C Ratio meningkat dari 1,58 sebelum kredit menjadi 1,81 setelah kredit. Sedangkan pendidikan terakhir D3 ke atas meningkat dari 4,09 sebelum kredit menjadi 4,50 setelah kredit. Secara total, pendidikan terakhir mengalami peningkatan pendapatan dan nilai R/C Ratio, dari 3,02 sebelum kredit menjadi 3,22 setelah kredit. Artinya, tiap Rp 1 yang dikeluarkan UMKM akan mendatangkan penerimaan sebesar 3,02 sebelum kredit dan 3,22 setelah kredit dari Kospin Jasa.
6.4.
Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Lama Usaha Lama usaha yang dijalankan oleh UMKM juga berpengaruh pada
penerimaan UMKM, biaya yang harus dikeluarkan, dan pendapatan yang bisa diperoleh UMKM sebelum dan sesudah kredit. Rincian penerimaan UMKM agribisnis berdasarkan lama usaha dijalankan dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Lama Usaha No
Lama Usaha
Penerimaan RataRata Sebelum Kredit (Rp)
Penerimaan RataRata Sesudah Kredit (Rp)
< 1 tahun-2 tahun 119.000.000 > 2 tahun 208.433.333,3 Total Penerimaan 327.433.333,3 Sumber : Data Primer (Diolah)
269.666.666,7 367.166.666,7 636.833.333,4
1 2
Perbedaan Penerimaan (Rp)
(+) 150.666.666,7 (+) 158.733.333,4 (+) 309.400.000,1
Berdasarkan Tabel 20 penerimaan UMKM berdasarkan lama usaha dijalankan di atas 2 tahun lebih tinggi daripada usia usaha kurang dari 1 tahun-2 tahun, yaitu meningkat sebesar Rp 158.733.333,4 dan Rp 150.666.666,7. Sedangkan rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Lama Usaha No
Lama Usaha
Biaya RataRata Sebelum Kredit (Rp)
1 2
< 1 tahun-2 tahun 73.293.333,33 > 2 tahun 52.767.777,78 Total Biaya 126.061.111,1 Sumber : Data Primer (Diolah)
Biaya Rata-Rata Sesudah Kredit (Rp)
130.483.333,3 91.804.444,44 222.287.777,7
Perbedaan Biaya (Rp)
(+) 57.189.999,97 (+) 39.036.666,66 (+) 96.226.666.63
Biaya yang harus dikeluarkan UMKM agribisnis berdasarkan Tabel 21 dengan lama usaha yang dijalankan < 1 tahun-2 tahun adalah Rp 73.293.333,33 sebelum kredit dan meningkat menjadi Rp 130.483.333,3 setelah kredit. Peningkatan biaya juga terjadi pada lama usaha yang dijalankan di atas 2 tahun, yaitu meningkat sebesar Rp 39.036.666,66 dari sebelum kredit hingga setelah menerima kredit. Perhitungan pendapatan UMKM berdasarkan lama usaha dijalankan dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Lama Usaha Dijalankan No Uraian Nilai Rata-Rata Nilai Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp) Setelah Kredit (Rp) 1 < 1 tahun-2 tahun a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) 2 > D3 a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) a. Total Penerimaan 3 b. Total Biaya c. Total Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio Total (a:b) Sumber : Data Primer (Diolah)
119.000.000 73.293.333,33 45.706.666,67 1,62
269.666.666,7 130.483.333,3 139.183.333,4 2,06
208.433.333,3 52.767.777,78 155.665.555,5 3,95 327.433.333,3 126.061.111,1 201.372.222,2 2,59
367.166.666,7 91.804.444,44 275.362.222,3 3,99 636.833.333,4 222.287.777,7 414.545.555,7 2,86
Tabel 22 menjelaskan bahwa lama usaha yang dijalankan juga berpengaruh pada peningkatan R/C Ratio. Dimana, R/C Ratio usaha yang dijalankan kurang dari 1 tahun sampai 2 tahun meningkat dari 1,62 sebelum kredit dan meningkat menjadi 2,06 setelah kredit. Demikian pula dengan R/C Ratio usaha yang dijalankan lebih dari 2 tahun meningkat dari 3,95 sebelum kredit menjadi 3,99 setelah kredit. UMKM yang didasarkan pada lama usaha yang dijalankan masing-masing layak diberikan bantuan kredit karena dari R/C Ratio keseluruhan pun nilainya meningkat dari sebelum kredit sebesar 2,59 menjadi 2,86 setelah kredit. Peningkatan R/C ratio ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang diterima UMKM. Dimana pendapatan UMKM meningkat dari Rp 201.372.222,2 sebelum kredit menjadi Rp 414.545.555,7 setelah menerima kredit dari Kospin Jasa.
6.5.
Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Jenis Agunan Jenis agunan yang biasa digunakan untuk jaminan dalam proses pencairan
kredit pada Kospin Jasa adalah BPKB dan sertifikat. Jenis agunan ini berpengaruh pula pada jumlah penerimaan, biaya yang dikeluarkan, dan pendapatan UMKM agribisnis setelah mendapatkan kredit dari kospin Jasa. Rincian penerimaan dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Agunan No
Jenis Agunan
Penerimaan RataRata Sebelum Kredit (Rp)
1 2
BPKB Sertifikat Total Penerimaan Sumber : Data Primer (Diolah)
Penerimaan RataRata Sesudah Kredit (Rp)
Perbedaan Penerimaan (Rp)
57.250.000 480.000.000 537.250.000
(+) 26.800.000 (+) 221.875.000 (+) 248.675.000
30.450.000 258.125.000 288.575.000
Tabel 23 menjelaskan bahwa jumlah penerimaan meningkat baik UMKM dengan BPKB sebagai jaminan atau UMKM dengan sertifikat sebagai jaminan. Diman untuk UMKM agribisnis yang menggunakan BPKB sebagai jaminan jumlah penerimaan meningkat sebesar Rp 26.800.000. sedangkan untuk UMKM agribisnis yang menggunakan sertifikat sebagai agunan penerimaannya meningkat dari Rp 258.575.000 sebelum kredit menjadi Rp 480.000.000 setelah kredit, atau meningkat sebesar Rp 221.875.000. Peningkatan penerimaan ini juga diikuti oleh peningkatan biaya. Rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Agunan No
Jenis Agunan
1 2
BPKB Sertifikat Total Biaya Sumber : Data Primer (Diolah)
Biaya Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp)
Biaya Rata-Rata Sesudah Kredit (Rp)
4.500.000 76.988.750 81.488.750
6.920.000 131.050.000 137.970.000
Perbedaan Biaya (Rp)
(+) 2.420.000 (+) 54.061.250 (+) 56.481.250
Rincian biaya pada Tabel 24 menjelaskan bahwa UMKM agribisnis yang menggunakan sertifikat sebagai jaminan meningkat lebih besar dari yang menggunakan BPKB. Hal ini disebabkan dari 20 UMKM agribisnis yang mendapatkan kredit dari Kospin Jasa, 25 persennya menggunakan BPKB sebagai jaminan dan jenis usaha budidaya yang paling banyak menggunakan BPKB sebagai
jaminan
dalam
mendapatkan
kredit.
UMKM
agribisnis
yang
menggunakan BPKB biayanya meningkat sebesar Rp 2.420.000 dan yang menggunakan sertifikat biayanya meningkat sebesar Rp 54.061. 250. Peningkatan penerimaan dan biaya ini tentu saja berdampak pada perubahan pendapatan
UMKM. Rincian pendapatan UMKM berdasarkan jenis agunan dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Agunan No Uraian Nilai Rata-Rata Nilai Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp) Setelah Kredit (Rp) 1 BPKB
2
3
a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) Sertifikat a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) a. Total Penerimaan b. Total Biaya c. Total Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio Total (a:b)
30.450.000 4.500.000 25.950.000 6,76
57.250.000 6.920.000 50.330.000 8,27
258.125.000 76.988.750 181.136.250 3,35 288.575.000 81.488.750 207.086.250 3,54
480.000.000 131.050.000 348.950.000 3,66 537.250.000 137.970.000 399.280.000 3,89
Sumber : Data Primer (Diolah) Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa jenis agunan, yaitu BPKB dan sertifikat mengalami peningkatan R/C Ratio dari 3,54 sebelum kredit menjadi 3,89 setelah kredit. UMKM yang menjadikan BPKB sebagai jaminan, usahanya mendapatkan R/C Ratio 6,76 sebelum kredit dan meningkat menjadi 8,27 setelah kredit. Sedangkan jika sertifikat yang dijadikan jaminan, nilai R/C Ratio meningkat dari 3,35 sebelum kredit menjadi 3,66 setelah kredit, yang artinya kedua jenis agunan yang dijadikan jaminan saat mengajukan permohonan kredit layak untuk diberikan bantuan kredit oleh Kospin Jasa karena mendatangkan keuntungan bagu UMKM tersebut.
6.6.
Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha Jarak lokasi usaha dengan Kospin Jasa juga merupakan hal yang menjadi
pertimbangan dalam pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa kepada anggotanya khususnya
UMKM agribisnis. Dimana, Kospin Jasa lebih
mendahulukan UMKM anggotanya yang berjarak tidak terlalu jauh dari Kospin Jasa. Hali ini dikarenakan pertimbangan kemudahan Kospin Jasa untuk
melakukan pengecekan terhadapa UMKM tersebut sekaligus mempermudah UMKM dalam pengembalian pinjaman. Pemebrian kredit ini tentu berdampaka pada penerimaan, biaya, dan pendapatan UMKM. Rincian penrimaan UMKM agribisnis berdasarkan jarak lokasi usaha dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha No
Jarak Lokasi Usaha
Penerimaan RataRata Sebelum Kredit (Rp)
1 2
< 1 km-2 km > 2km Total Penerimaan Sumber : Data Primer (Diolah)
254.250.000 49.225.000 303.475.000
Penerimaan RataRata Sesudah Kredit (Rp)
Perbedaan Penerimaan (Rp)
477.250.000 109.125.000 586.375.000
(+) 223.000.000 (+) 59.900.000 (+) 282.900.000
Berdasarkan Tabel 26 diketahui bahwa jarak lokasi usaha berpengaruh pada peningkatan penerimaan. Dimana, lokasi usaha yang berjarak < 1 km-2 km penerimaannya meningkat sebesar Rp 223.000.000. Sedangkan yang berjarak > 2km meningkat sebesar Rp 59.900.000. lokasi usaha terjauh yang selama ini menjadi anggota Kopsin Jasa berlokasi di daerah Leuwiliang Bogor, dan daerah Cibinong. Akan tetapi, tidak hanya penerimaan yang meningkat, jumlah biaya yang harus dikeluarkan UMKM agribisnis juga meningkat setelah menerima kredit. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha No
1 2
Jarak Lokasi Usaha
< 1 km-2 km > 2km Total Biaya Sumber : Data Primer (Diolah)
Biaya Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp)
70.751.250 29.875.000 100.626.250
Biaya Rata-Rata Sesudah Kredit (Rp)
121.550.000 62.585.000 184.135.000
Perbedaan Biaya (Rp)
(+) 50.798.750 (+) 32.710.000 (+) 83.508.750
Tabel 27 menjelaskan bahwa peningkatan biaya jugha terjadi pada UMKM agribisnis dengan jarak lokasi <1 km-2 km dari Kospin Jasa. Dimana biaya yang harus dikeluarkan meningkat sebesar Rp 50.798.750. Sedangkan UMKM agribisnis dengan jarak lokasi usaha > 2 km dari Kospin Jasa biayanya meningkat sebesar Rp 32.710.000. Peningkatan biaya ini akan bedampak pada
perubahan
pendapatan
UMKM.
Rincian
pendapatan
UMKM
agribisnis
berdasarkan jarak lokasi usaha dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha No Uraian Nilai Rata-Rata Nilai Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp) Setelah Kredit (Rp) 1 >1 km-20 km a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) 2 > 20 km a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) a. Total Penerimaan 3 b. Total Biaya c. Total Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio Total (a:b) Sumber : Data Primer (Diolah)
254.250.000 70.751.250 183.498.750 3,59
477.250.000 121.550.000 355.700.000 3,92
49.225.000 29.875.000 19.350.000 1,64 303.475.000 100.626.250 202.848.750 3,01
109.125.000 62.585.000 46.540.000 1,74 586.375.000 184.135.000 402.240.000 3,18
Nilai R/C Ratio UMKM berdasarkan jarak lokasi usaha pada Tabel 28 menjelaskan bahwa masing-masing jarak tersebut layak diberikan bantuan kredit. Hal ini dikarenakan nilai R/C Ratio meningkat antara sebelum kredit dan setelah kredit, yaitu dari 3,01 menjadi 3,18. R/C Ratio untuk usaha yang berjarak kurang dari 1 km hingga 20 km bernilai 3,59 sebelum kredit dan meningkat menjadi 3,92 setelah kredit. Sedangkan untuk UMKM yang berjarak lebih dari 20 km R/C ratio sebelum kredit 1,64 mengalami peningkatan menjadi 1,74 setelah menerima kredit dari Kospin Jasa.
6.7.
Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Skala Usaha UMKM agribisnis yang menjadi Kospin Jasa dikelompokkan menjadi
tiga skala usaha, yaitu mikro dengan jumlah kekayaan bersih tidak lebih dari Rp 50.000.000, usaha kecil dengan jumlah kekayaan dari Rp 50 juta-Rp 500 juta, dan usaha menengah dengan jumlah kekayaan antara Rp 500 juta-Rp 10 miliar. UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa dengan tiga kelompok skala usaha ini juga dihitung penerimaannya. Rincian penerimaan dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Skala Usaha Usaha No
Skala Usaha
Penerimaan RataRata Sebelum Kredit (Rp)
1 2 3
Mikro Kecil Menengah Total Penerimaan Sumber : Data Primer (Diolah)
21.900.000 110.862.500 1.200.000.000 1.332.762.500
Penerimaan RataRata Sesudah Kredit (Rp)
Perbedaan Penerimaan (Rp)
36.500.000 234.562.500 2.000.000.000 2.271.062.500
(+) 14.600.000 (+) 123.700.000 (+) 800.000.000 (+) 938.300.000
Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa UMKM agribisnis dengan skala usaha menegah penerimaannya meningkat paling banyak, yaitu sebesar Rp 800.000.000, disusul oleh usaha kecil sebesar Rp 123.700.000, dan terakhir usaha mikro sebesar Rp 14.600.000. Perubahan juga terjadi pada biaya yang harus dikeluarkan UMKM. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Skala Usaha No
1 2 3
Skala Usaha
Mikro Kecil Menengah Total Biaya Sumber : Data Primer (Diolah)
Biaya Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp)
Biaya Rata-Rata Sesudah Kredit (Rp)
7.200.000 69.138.750 70.000.000 146.338.750
9.840.000 120.405.000 95.000.000 225.245.000
Perbedaan Biaya (Rp)
(+) 2.640.000 (+) 51.266.250 (+) 25.000.000 (+) 78.906.250
Peningkatan penerimaan pada UMKM agribisnis berdasarkan skala usaha juga diikuti oleh peningkatan biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 30, dimana untuk usaha mikro biaya meningkat sebesar Rp 2.640.000, usaha kecil meningkat sebesar Rp 51.266.250, dan usaha menengah meningkat sebesar Rp 25.000.000. Pendapatan UMKM agribisis berdasarkan skala usaha juga meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Skala Usaha No
Uraian
Mikro a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) 2 Kecil a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) 3 Menengah a. Penerimaan b. Biaya c. Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio (a:b) 4 a. Total Penerimaan b. Total Biaya c. Total Pendapatan (a-b) d. R/C Ratio Total (a:b) Sumber : Data Primer (Diolah)
Nilai Rata-Rata Sebelum Kredit (Rp)
Nilai Rata-Rata Setelah Kredit (Rp)
1
21.900.000 7.200.000 14.700.000 3,04
36.500.000 9.840.000 26.660.000 3,70
110.862.500 69.138.750 41.723.750 1,60
234.562.500 120.405.000 114.157.500 1,94
1.200.000.000 70.000.000 1.130.000.000 17,14 1.332.762.500 146.338.750 1.186.423.750 9,1
2.000.000.000 95.000.000 1.905.000.000 21,05 2.271.062.500 225.245.000 2.045.817.500 10,08
Tabel 31 menjelaskan bahwa skala usaha UMKM kelas menengah mempunyai nilai R/C Ratio yang tinggi, dari 17,14 sebelum kredit menjadi 21,05 setelah kredit. Peningkatan R/C Ratio juga terjadi pada skala usaha mikro dan kecil. Nilai R/C Ratio skala usaha mikro meningkat dari 3,04 sebelum kredit menjadi 3,70 setelah kredit. Sedangkan skala usaha kecil meningkat dari sebelum kredit sebesar 1,60 mejadi 1,94 setelah kredit. Secara keseluruhan, nilai R/C Ratio UMKM berdasarkan skala usaha meningkat dari 9,1 sebelum kredit menjadi 10,08 setelah kredit. Artinya, skala usaha mikro, kecil, dan menengah sangat layak untuk diberikan bantuan kredit. Secara keseluruhan perubahan R/C Ratio masingmasing karakteristik dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Perubahan R/C Ratio Masing-Masing Karakteristik No
Karakteristik
Jenis Usaha Budidaya Pengolahan Retail 2 Usia 20 tahun - 40 tahun > 40 tahun 3 Pendidikan Terakhir SMU Sederajat > D3 4 Lama Usaha Dijalankan < 1 tahun – 2 tahun > 2 tahun 5 Jenis Agunan Sertifikat BPKB 6 Jarak Lokasi Usaha dengan Kospin Jasa 1 km – 20 km > 20 km 7 Skala Usaha Mikro Kecil Menengah Sumber : Data Primer (Diolah)
R/C Ratio Sebelum Kredit
R/C Ratio Setelah Kredit
Persentase Perubahan (%)
1
2,14 1,51 1,28
1,97 1,91 1,42
(-) 4,1 (+) 11,6 (+) 5,1
1,69 5,07
2,05 5,3
(+) 9,6 (+) 2,2
1,58 4,09
1,81 4,50
(+) 6,7 (+) 4,7
1,62 3,95
2,06 3,99
(+) 11,9 (+) 0,5
6,76 3,35
8,27 3,66
(+) 10 (+) 4,4
3,59 1,64
3,92 1,74
(+) 4,3 (+) 2,9
3,04 1,60 17,14
3,70 1,94 21,05
(+) 9,7 (+) 9,6 (+) 10,2
Tabel 32 menjelaskan bahwa masing-masing karakteristik responden memiliki nilai R/C ratio yang baik, karena nilainya lebih dari 1. R/C Ratio Budidaya menurun sebesar 4,1 persen, akan tetapi jika dibandingkan dengan skala usahanya, R/C rationya meningkat sebesar 9,7 persen untuk budidaya yang berskala usaha mikro dan 9,6 persen untuk jenis usaha budidaya yang berskala usaha kecil. Nilai R/C ratio yang berbeda nyata juga ditunjukkan pada lama usaha yang dijalankan. Lama usaha yang dijalankan lebih dari 2 tahun R/C rationya hanya meningkat sebesar 0,5 persen, akan tetapi jenis usaha pengolahan yang juga terdapat usaha yang dijalankannya lebih dari 2 tahun nilai R/C rationya meningkat sebesar 11,6 persen dan R/C ratio lama usaha dijalankan lebih dari 2 tahun dengan skala usaha menengah juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 10,2 persen. Nilai R/C ratio yang sedikit mengalami peningkatan juga terjadi pada anggota yang berusia di atas 40 tahun, yaitu sebesar 2,2 persen. Akan tetapi, usia anggota yang di atas 40 tahun lebih banyak menggunakan sertifikat
sebagai jenis agunannya, sedangkan jenis agunan sertifikat nilai R/C rationya meningkat cukup besar, yaitu 10 persen dari 6,76 menjadi 8,27. Secara keseluruhan, jenis usaha pengolahan dengan peningkatan R/C ratio paling tinggi diantara jenis usaha budidaya dan retail, yaitu meningkat sebesar 11,6 persen juga memiliki sebaran R/C ratio yang merata dilihat dari karakteristik lainnya. Jenis usaha pengolahan dengan tingkat usia 20 tahun-40 tahun mengalami peningkatan R/C ratio sebesar 9,6 persen. Jenis usaha pengolahan dengan lama usaha dijalankan 1 tahun–2 tahun mengalami peningkatan R/C ratio sebesar 11,9 persen. Usaha pengolahan yang menggunakan sertifikat sebagai agunannya mengalami peningkatan R/C ratio sebesar 10 persen dan dengan skala usaha kecil dan menengah mengalami peningkatan R/C ratio masing-masing sebesar 9,6 persen dan 10,2 persen.
Artinya, jenis usaha
pengolahan merupakan jenis usaha yang dimiliki anggota koperasi yang paling produktif dalam memanfaatkan kredit yang diberikan, sehingga jenis usaha pengolahan diharapkan mampu memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan kredit secara efektif kepada jenis usaha budidaya dan retail, agar peningkatan pendapatan dan peningkatan R/C ratio dapat merata antar tiap anggota. Sehingga tiap-tiap UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa ini dapat mengembangkan usahanya dan merasakan manfaat kredit secara efektif. Nilai R/C ratio tiap-tiap karakteristik menjelaskan bahwa semua UMKM agribisnis yang menjadi anggota Kospin Jasa layak untuk diberikan bantuan kredit, karena nilai R/C ratio yang lebih dari 1. Perbedaan nilai R/C ratio yang terjadi disebabkan sebaran responden yang tidak merata untuk masing-masing karakteristik. Akan tetapi, untuk pemerataan pendapatan dan nilai R/C ratio masing-masing UMKM, Kospin Jasa hendaknya melakukan peningkatan pelatihan bagi masing-masing anggota agar mampu memanfaatkan kredit secara tepat. Selama ini, Kospin Jasa telah melakukan berbagai pelatihan dan pembinaan kepada anggotanya, seperti kegiatan tabungan safari yang mengajak anggotanya berekreasi bersama untuk memperlancar komunikasi para pengurus dan anggotanya, sehingga informasi mengenai pemanfaatan kredit dapat diketahui oleh semua anggotanya. Selain itu, pembinaan anggota Kospin Jasa juga
dilakukan dengan penerbitan Majalah Masa yang ditangani langsung oleh manajemen koperasi. Majalah Masa ini diharapkan mampu menjadi sarana komunikasi dan informasi bagi anggota Kospin Jasa, sehingga wawasan anggota dalam pemanfaatan kredit dan peningkatan usahanya dapat meningkat.
6.8.
Pengembangan UMKM Agribisnis Anggota Kospin Jasa Tiga jenis usaha UMKM agribisnis yang diberikan bantuan kredit oleh
Kospin Jasa, yaitu budidaya, pengolahan, dan retail adalah jenis usaha yang sangat layak diberikan bantuan kredit. Ketiga jenis usaha ini mendatangkan keuntungan bagi UMKM agribisnis dan Kospin Jasa. Jenis usaha pengolahan adalah jenis usaha yang paling besar merasakan manfaat dari pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa. Hal ini dikarenakan jenis usaha pengolahan adalah usaha yang paling besar nilai R/C rationya, yaitu dari 1,51 sebelum kredit menjadi 1,91 setelah kredit, diikuti oleh jenis usaha retail dengan R/C ratio bernilai 1,28 sebelum kredit menjadi 1,42 setelah kredit. Jika kedua jenis usaha mengalami peningkatan setelah kredit, lain halnya dengan jenis usaha budidaya. Jenis usaha budidaya mengalami penurunan nilai R/C ratio dari 2,14 sebelum kredit menjadi 1,97 setelah kredit. Penurunan R/C ratio ini disebabkan usaha budidaya tidak efektif dalam penggunaan biaya saat menjalankan usahanya. Hal ini menjadi tugas bagi Kospin Jasa untuk memberikan pelatihan agar anggotanya yang bergerak pada sektor UMKM agribisnis khususnya jenis usaha budidaya dapat memanfaatkan kredit yang digunakan sebaik-baiknya, sehingga biaya dalam menjalankan usaha menjadi lebih efektif yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kenaikan nilai R/C ratio. Pelatihan yang dapat dilakukan oleh Kospin Jasa adalah mendatangkan instruktur yang merupakan pihak yang berwenang dan benar-benar menguasai hal yang menyangkut mengenai pemanfaatan kredit. Selain itu, narasumber juga bisa didatangkan dari anggota Kospin Jasa sendiri yang merupakan pengusaha UMKM yang telah berhasil, sehingga antar anggota bisa saling tukar pikiran mengenai cara pemanfaatan kredit. Usaha Kospin Jasa untuk meningkatkan keefektifan usaha budidaya dalam memanfaatkan biaya, sehingga hal ini akan berdampak pada pemerataan
peningkatan kesejahteraan tiap anggotanya. Tidak hanya jenis usaha pengolahan dan retail saja yang mengalami peningkatan kesejahteraan tetapi juga jenis usaha budidaya. Jika UMKM agribisnis yang diberikan bantuan kredit oleh Kospin Jasa dapat merasakan manfaat dari kredit tersebut, maka UMKM agribisnis yang ada di Bogor akan terus berkembang, sehingga diharapkan mampu mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan yang ada di Bogor. Peningkatan pendapatan dan nilai R/C ratio UMKM agribisnis yang diberikan bantuan kredit ini juga akan berdampak pada tingkat keberhasilan Kospin Jasa sebagai koperasi simpan pinjam yang mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat di sekitarnya melalui kredit yang diberikan.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan Sistem penyaluran kredit yang diterapkan oleh Pihak Kospin Jasa sejauh
ini bisa dijalankan oleh tiap-tiap anggota yang mengajukan kredit. Dimana calon peminjam hanya membuat Surat Permohonan Kredit (SPK) yang
dilengkapi
berkas yang harus dipersiapkan seperti fotocopy identitas diri, fotocopy kartu keluarga, fotocopy keterangan jumlah pendapatan, dan fotocopy surat keterangan usaha. Setelah itu, pihak Kospin Jasa menganalisis secara ekonomi dan yuridis jenis usaha yang mengajukan permohonan kredit dan yang dijadikan jaminan. Jika setelah dilakukan analisis dan hasilnya baik maka pihak Komite akan memberikan keputusan pinjaman. Jika keputusan pinjaman telah diberikan maka pihak komite akan melakukan pencairan kredit dan mempersiapkan kredit dengan administrasi pinjamannya. Pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa kepada UMKM anggotanya merupakan salah satu usaha Kospin Jasa untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Dua puluh UMKM agribinisnis yang menerima bantuan kredit dikelompokkan menjadi tiga jenis usaha yaitu lima usaha budidaya, sepuluh usaha pengolahan, dan lima usaha retail. Manfaat dari pemberian kredit ini terlihat pada peningkatan pendapatan yang diterima UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit. Secara keseluruhan, pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa memang memberikan manfaat yang besar bagi pelaku usaha. Pendapatan total meningkat yaitu dari sebesar Rp 712.102.500 sebelum kredit menjadi Rp 1.803.260.000 setelah kredit. Selain itu, peningkatan pendapatan juga berpengaruh pada nilai R/C ratio, dimana saat sebelum menerima kredit R/C ratio hanya sebesar 1,50, yang artinya setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1 akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,5. Sedangkan setelah menerima kredit, R/C ratio meningkat menjadi 1,83, yang artinya setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan mendatangkan pendapatan sebesar Rp 1,83. Akan tetapi, Kospin Jasa akan lebih efektif dan efisien jika memberikan kredit pada UMKM dengan jenis usaha pengolahan, karena nilai R/C rationya
meningkat sebesar 11,69 persen setelah menerima kredit. Berbeda dengan pemberian kredit pada usaha budidaya, nilai R/C ratio menurun sebesar 4,13 persen walaupun pendapatannya meningkat. Akan tetapi, hal tersebut menjadi tugas Kospin Jasa untuk memberikan pelatihan kepada UMKM yang bergerak dalam bidang usaha budidaya agar dapat mengefisienkan biaya sehingga nilai R/C Ratio juga meningkat. Peningkatan
R/C
ratio
yang tidak
merata
dikarenakan
sebaran
respondennya pun tidak merata. Akan tetapi, hal ini tidak menutup kesempatan tiap-tiap UMKM agribisnis untuk mendapatkan kredit dari Kospin Jasa, karena semua UMKM agribisnis memiliki nilai R/C ratio lebih dari 1. Selain itu, manfaat tersebut juga akan dirasakan oleh pelaku usaha, karena dengan kredit yang diberikan Kospin Jasa, pelaku usaha akan mampu mengembangkan dan meningkatkan usahanya, sehingga diharapkan mampu membantu dalam usaha pemerintah untuk menurunkan tingkat pengangguran dan angka kemiskinan yang terjadi di Bogor dan Kospin Jasa terus mampu memberikan bantuan kredit sebagai peran dalam perkembangan UMKM di Bogor. Selain itu, Kospin Jasa juga akan merasakan manfaat dalam penyaluran kredit yang tepat guna, karena ini akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat umum pada Kospin Jasa, sehingga memungkinkan Kospin Jasa akan lebih banyak lagi mendapatkan anggota baru dalam perkembangan koperasinya.
7.2.
Saran
1.
Kospin Jasa hendaknya lebih meningkatkan lagi jumlah bantuan kredit terutama pada sektor agribisnis. Selain itu, Kospin Jasa hendaknya lebih banyak memberikan pelatihan kepada anggotanya yang bergerak pada jenis usaha budidaya agar mampu mengefisienkan kredit yang diberikan sehingga dapat mendatangkan keuntungan bagi Kospin Jasa dalam meningkatkan jumlah anggotanya dan mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia umumnya dan Bogor khususnya
melalui
pengurangan kemiskinan dan tingkat
pengangguran yang ada di Bogor.
2.
Diharapkan ada penelitian berikutnya yang membahas mengenai faktorfaktor yang berpengaruh nyata terhadap pengajuan kredit, agar Kospin Jasa bisa melihat faktor mana yang memberikan dampak terbesar dalam penyaluran kredit kepada UMKM sehingga penyaluran kredit tersebut benar-benar bermanfaat dalam perkembangan UMKM dan Kospin Jasa.
Lampiran 1 Rincian Responden Berdasarkan Karakteristik Responden
Jenis Usaha
Usia (tahun)
1 Budidaya 35 2 Budidaya 30 3 Pengolahan 38 4 Pengolahan 29 5 Pengolahan 45 6 Pengolahan 50 7 Budidaya 36 8 Budidaya 46 9 Budidaya 26 10 Pengolahan 40 11 Pengolahan 30 12 Retail 40 13 Retail 38 14 Retail 30 15 Retail 42 16 Retail 53 17 Pengolahan 41 18 Pengolahan 55 19 Pengolahan 48 20 Pengolahan 45 Sumber : Data Primer (Diolah)
Pendidikan Terakhir
Lama Usaha Dijalankan (tahun)
Jenis Agunan
SMK SMA D3 D3 S1 D3 S1 SMA SMA S1 D3 D3 SMK SMU SMU SMU SMU SMU D3 SMU
6 4 9 2 4 10 3 4 1 1 5 5 2 2 2 5 2 5 2 3
BPKB BPKB Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat BPKB BPKB BPKB Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat Sertifikat
Jarak Lokasi Usaha dengan Kospin Jasa (Km) 30 30 11 7 22 2 15 1 2 3 5 8 22 2 3 11 30 7 25 20
Skala Usaha
Mikro Kecil Kecil Kecil Kecil Menengah Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil
Lampiran 2 Rincian Perhitungan Output dan Biaya Masing-Masing Jenis Usaha Sebelum dan Sesudah Kredit Per Tahun No
1
2
3
Jenis Usaha
Budidaya 1. Ternak Bebek 2. Ternak Ayam Petelur Pengolahan 1. Pembuatan Kasur Kapuk 2. Kerajinan Rotan 3. Meubel 1 4. Meubel 2 5. Handycraft Retail 1. Warung Lesehan* 2. Warung Sate**
Jumlah Output Sebelum Kredit
Jumlah Output Setelah Kredit
Harga Sebelum Kredit (Rp/satuan)
Harga Setelah Kredit (Rp/satuan)
Biaya Sebelum Kredit (Rp)
Biaya Setelah Kredit (Rp)
29.200 butir 12.000 butir
18.250 butir 6.000 butir
1.200 6.500
1.250 6.500
600.000 1.800.000
820.000 4.000.000
960 unit
1.600 unit
125.000
125.000
56.250.000
94.500.000
2.000.000 1.250.000 2.500.000 10.000
2.000.000 1.250.000 2.500.000 10.000
150.000.000 51.700.000 70.000.000 79.360.000
236.000.000 80.000.000 95.000.000 113.600.000
27.000.000 148.000.000
90.000.000 268.800.000
125 unit 56 unit 480 unit 14.000 unit
325 unit 80 unit 800 unit 20.000 unit
-
-
-
-
-
-
-
-
Sumber : Data Primer (Diolah) *Jumlah penerimaan sebelum kredit Rp 45.000.000 dan setelah kredit Rp 120.000.000 **Jumlah penerimaan sebelum kredit Rp 180.000.000 dan setelah kredit Rp 390.000.000
Lampiran 3. Daftar Wawancara Penelitian KUESIONER PERAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM PERKEMBANGAN UMKM AGRIBISNIS DI BOGOR (Studi Kasus Kospin Jasa Bogor) Oleh Susi Fitria Sari (H 34086089) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
IDENTITAS RESPONDEN Nama
:
Alamat
:
Usia
:
Jenis kelamin
:
Pendidikan Terakhir
:
Pekerjaan Utama
:
Jenis Usaha UMKM
:
KARAKTERISTIK RESPONDEN 1.
Apakah UMKM yang dijalankan merupakan mata pencaharian utama?
2.
Sejak kapan UMKM dijalankan?
3.
Bagaimana status UMKM yang dijalankan?
4.
Darimana sumber modal pertama saat mendirikan UMKM?
5.
Berapa rata-rata hasil produk dari sektor UMKM yang dijalankan dalam setahun?
6.
Berapa rata-rata harga jual produk yang dihasilkan?
7.
Biaya apa saja yang dikeluarkan dalam menjalankan kegiatan UMKM?
8.
Berapa besarnya biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan UMKM?
9.
Kemana biasanya pengusaha memasarkan produknya?
GAMBARAN UMUM KERJASAMA PENGUSAHA DAN KOPERASI
1.
Berapa lama bergabung dengan Kospin Jasa? ……… bulan/tahun
2.
Apa alasan bergabung dengan Kospin Jasa?
3.
Apa peran Kospin Jasa yang telah dilakukan selama ini?
4.
Sejauh mana Kospin Jasa memberikan bantuan kredit kepada pengusaha?
5.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan pengusaha untuk mendapatkan kredit dari Kospin Jasa setelah pengajuan kredit?
6.
Bagaimana prosedur pengajuan kredit yang diterapkan Kospin Jasa?
7.
Adakah kendala dengan prosedur tersebut?
8.
Bagaimana dengan bunga pinjaman yang diberikan Kospin Jasa?
9.
Kendala apa yang paling sering terjadi saat mengembalikan pinjaman?
10.
Apakah hak dan kewajiban pengusaha terhadap Kospin Jasa?
11.
Manfaat apa yang didapatkan pengusaha sejak bergabung dengan Kospin Jasa?
12.
Apa yang diharapkan pengusaha terhadap Kospin Jasa?