e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAVI TERHADAP MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD MUTIARA SINGARAJA Ni Wayan Yulia Haruminati1, Ni Ketut Suarni2, I Komang Sudarma3 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar1, Jurusan Bimbingan Konseling2, Jurusan Teknologi Pendidikan3, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan minat belajar Matematika antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran Somatis, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) dan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Mutiara Singaraja tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan populasi siswa kelas IV SD Mutiara Singaraja. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode sensus dengan jumlah sampel 62 orang siswa. Data dikumpulkan dengan metode kuesioner. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil analisis data, diperoleh thit = 9,156 dan ttab (pada taraf signifikansi 5%) = 2,00030. Hal ini berarti thit> ttab, terdapat hasil yang signifikan sehingga model pembelajaran Somatis, Auditori, Visual,Intelektual (SAVI) berpengaruh terhadap minat belajar Matematika siswa kelas IV di SD Mutiara Singaraja tahun pelajaran 2015/2016. Kata-kata kunci: minat belajar matematika, model pembelajaran SAVI
Abstract This research was aimed to determine the differences of interest in learning mathematics between groups of students who learned by Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) model and conventional model in the fourth grade students in SD Mutiara Singaraja in the academic year of 2015/2016. The research is a quasi experiment with fourth grade students’ population of SD Mutiara Singaraja. Sampling technique that was used was census method with a sample of 62 students. The data were collected by questionnaire. Data which collected were analyzed using descriptive statistical analysis and inferential statistics (t-test). The results of the data analysis, obtained thatthit = 9,156 and ttab (at significance level of 5%) = 2.00030. This means that thit> ttab, there is a significant result. So, Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) model give significant affect to the interest of studying Maths in the fourth grade of SD Mutiara Singaraja in the academic year 2015/2016. Key words: interest of studying Maths, SAVI model
1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
PENDAHULUAN Pembelajaran konstruktivisme merupakan satu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka masing-masing. Dalam pembelajaran konstruktivisme guru merasa beban mengajarnya menjadi ringan karena membiarkan peserta didik untuk belajar sendiri dan didorong agar berperan serta secara aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru hanya akan memainkan peranan sebagai pembimbing atau fasilitator dalam mengembangkan pengetahuan yang telah ada dalam diri peserta didik (student centered learning). Student centered learning artinya dalam kegiatan belajar-mengajar (KBM) harus berpusat pada siswa (Rosalin, 2008). Siswa dibiarkan untuk aktif menggali pengetahuan baru sedangkan guru hanyalah sebagai fasilitator yaitu bertugas mengarahkan para peserta didik. Namun, pada kenyataannya situasi belajarmengajar sekarang ini masih mengikuti pola lama yang berpusat pada guru (teacher centered learning) dengan menggunakan model pembelajaran tradisional (konvensional) yang dominan menggunakan ceramah. Piaget (dalam Japa & Suarjana, 2012) berkeyakinan bahwa individu yang belajar harus aktif membangun pengetahuannya sendiri, bukan sebagai penerima pasif. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini atau Sekolah Dasar. Meskipun matematika mempunyai jam yang relatif paling banyak, namun kenyataan menunjukkan bahwa matematika di sekolah masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan sehingga siswa kurang bahkan tidak berminat untuk belajar matematika. Hal ini yang menyebabkan prestasi belajar matematika selalu berada di tingkat bawah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Berdasarkan pengambilan data awal yang dilakukan di SD Mutiara Singaraja dengan memberikan kuesioner tentang minat pada mata pelajaran kepada siswa kelas IV A dan B, didapatkan hasil
sebagai berikut: dari 62 orang siswa 82,26% (51 orang siswa) memilih matematika sebagai mata pelajaran yang tidak diminati dengan alasan sulit dan banyak hitungan, 11,29% (7 orang siswa) memilih IPS sebagai mata pelajaran yang tidak diminati dengan alasan tidak bisa menghapalkan materi, 6,45% (4 orang siswa) memilih PKn sebagai mata pelajaran yang tidak diminati dengan alasan yang sama yaitu tidak bisa menghapalkan materi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran Matematika menduduki urutan pertama sebagai mata pelajaran yang tidak diminati di SD Mutiara Singaraja. Dari 51 orang siswa yang menyatakan tidak berminat belajar Matematika menunjukan hasil belajar Matematika yang lebih tinggi dibandingkan dengan 11 orang siswa yang menyatakan berminat belajar Matematika. Jika siswa yang menyatakan tidak berminat diberi perlakuan agar memiliki minat untuk belajar Matematika, maka hasil belajarnya semakin meningkat. Djamarah (2002: 132) menyatakan “Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat”. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Dengan kata lain, minat dapat ditumbuhkan pada diri seorang siswa. Minat sangat berpengaruh dalam proses belajar, karena seorang siswa lebih baik jika belajar didorong oleh minat yang kuat daripada belajar tanpa minat sama sekali. Siswa yang tidak memiliki minat dapat dibangkitkan minatnya. Nasution (1995: 82) menyatakan “Pelajaran berjalan lancar bila ada minat. Anak-anak malas, tidak belajar, gagal karena tidak adanya minat. Wrigstone (dalam Nurkancana & Sunartana, 1986) menyatakan minat adalah sangat penting dalam pendidikan, sebab merupakan sumber dari usaha. Anak-anak tidak perlu mendapat dorongan dari luar, apabila pekerjaan yang dilakukannya cukup menarik minatnya. Dalam hal ini minat siswa dapat tumbuh
2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
dari dalam dirinya, namun akan lebih baik apabila guru membantu siswa membangkitkan minat belajarnya. Matematika adalah ilmu atau mata pelajaran yang identik dengan angka dan rumus. Djamarah (2002: 132) menyatakan “Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”. Minat belajar matematika merupakan suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan untuk mempelajari hal yang berkaitan dengan bidang hitung menghitung angka dan rumus. Kuder (dalam Nurkancana & Sunartana, 1986) mengidentifikasi sepuluh kelompok minat, salah satunya yang berkaitan dengan matematika adalah minat computational. Suarni (2014: 22) mengidentifikasi “Dua aspek pengukuran yang berkaitan dengan matematika yaitu kemampuan numerikal dan kemampuan skolastik”. Dari pendapat para ahli tersebut diperoleh tiga aspek minat yang diukur untuk mengetahui minat siswa terhadap mata pelajaran matematika yaitu computational, numerik dan skolastik. Japa & Suarjana (2012: 28) menyatakan “Agar tujuan matematika di sekolah dapat tercapai, dalam melaksanakan pembelajaran guru harus memahami cara belajar dan cara berpikir siswa saat mereka belajar. Kerana itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami berbagai teori belajar yang berkaitan dengan pembelajaran matematika”. Pengukuran minat sangat penting untuk dilakukan, karena dengan mengukur minat dapat diketahui seberapa besar minat siswa terhadap mata pelajaran matematika, untuk meningkatkan minat yang sudah dimiliki siswa, memelihara minat yang baru timbul, mencegah timbulnya minat terhadap hal-hal yang tidak baik dan sebagai persiapan untuk memberikan bimbingan kepada anak. Faktor yang dapat memengaruhi minat yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri siswa, seperti panca indera yang tidak berfungsi karena siswa hanya duduk diam tanpa melakukan sesuatu yang dapat menggerakkan tubuh mereka. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti suasana kelas yang
tegang dan cara guru mengajar yang kurang kreatif. Kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi siswa ketika mengikuti proses pembelajaran matematika yang berlangsung di kelas, siswa akan merasa jenuh, bosan, sama sekali tidak tertarik, malas belajar karena matematika dianggap ilmu yang susah dipelajari, yang hanya terdapat kumpulan angka-angka dan rumus-rumus yang tidak dapat dimanfaatkan dalam kehidupan. Permasalahan di atas muncul dikarenakan beberapa hal sebagai berikut. (1) Guru masih menggunakan model konvensional (menyampaikan materi dengan ceramah, tanya jawab, dan penugasan). (2) Guru berperan sebagai sumber informasi. (3) Siswa hanya mendengarkan, mencatat dan mengerjakan latihan soal, sehingga pembelajaran kurang menarik dan kurang menggugah minat siswa untuk belajar. Setiap siswa memiliki kemampuan atau cara yang berbeda dalam memahami pembelajaran, ada yang mengerti hanya dengan penjelasan guru (ceramah), ada yang mengerti apabila bisa melihat dan merasakan langsung. Salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh seorang guru yang nantinya dapat membantu siswa untuk meningkatkan minat belajarnya adalah dengan menerapkan salah satu model yang inovatif, dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya yang sudah tersedia di sekolah agar siswa dapat belajar melalui melihat sesuatu (pertunjukkan, peragaan dan video), mendengar sesuatu (cerita) dan melakukan sesuatu (bergerak) dengan begitu siswa akan lebih berminat untuk belajar. Model yang dicobakan untuk mengatasi permasalahan di atas yaitu model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) atau belajar dengan memanfaatkan alat indera merupakan teori yang dikemukakan oleh Dave Meier. Rosalin (2008: 115) menyatakan pembelajaran SAVI adalah “Pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa”. Agar kegiatan belajar menjadi lebih bermakna maka harus melalui kegiatan mendengarkan,
3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, menanggapi dan berpikir karena belajar dibutuhkan konsentrasi yang tinggi sehingga mampu menalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, memecahkan masalah dan menerapkannya. Meier (2002: 91) menyatakan bahwa “Jika tubuh tidak bergerak, otak mereka tidak beranjak (belajar sambil tidur tidak akan berhasil”. Meier (2002: 106) menyatakan “Pembelajaran SAVI akan tercapai dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan jika empat tahap pembelajaran dilaksanakan dengan baik”. Empat tahapan tersebut adalah tahap persiapan, tahap penyampaian, tahap pelatihan, dan tahap penampilan hasil. (1) Tahap persiapan dapat menimbulkan minat para siswa, memberi siswa perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkannya dalam situasi optimal untuk belajar, (2) Tahap penyampaian guru dapat membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar, (3) Tahap pelatihan dapat membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara, (4) Tahap penampilan hasil dapat membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Model pembelajaran SAVI mengandung empat unsur yang sesuai dengan singkatan dari SAVI, yaitu Somatis Auditori Visual dan Intelektual. Somatis berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma. Meier (2002: 92) menyatakan belajar somatis berarti “Belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Memang tidak semua mata pelajaran bisa dilakukan dengan aktifitas fisik, jika terusterusan bergerak siswa juga akan merasakan lelah dan jenuh, maka dengan berganti-ganti menjalankan aktifitas belajar aktif dan pasif secara fisik akan dapat
meningkat minat siswa untuk belajar sehingga hasil belajarnya meningkat pula. Meier (2002: 95) menyatakan bahwa “Pikiran auditori lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa disadari. Dan ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita menjadi aktif”. Telinga sangat berperan penting dalam kegiatan pembelajaran untuk mendengarkan penjelasan guru dan siswa lain, namun tidak cukup hanya sebatas mendengar siswa juga harus diberi kesempatan untuk berbicara mengemukakan pendapat atau bertanya. Meier (2002: 97) menyatakan “Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasannya adalah bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain”. Piaget (dalam Sudana & Kusmariyatni, 2013) menyatakan siswa usia sekolah dasar (7 – 11 tahun) berada pada tahap operasional konkrit yaitu berpikir atas dasar pengalaman konkret/nyata. Siswa sekolah dasar belum bisa berpikir abstrak seperti membayangkan bentuk jaring-jaring dan rusuk bangun ruang, untuk itu perlu bantuan benda-benda nyata yang berhubungan dengan materi bangun ruang sehingga melalui melihat secara langsung siswa akan lebih mudah memahami materi. Meier (2002: 99) menyatakan “Intelektual adalah bagian dari yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran; sarana yang digunakan manusia untuk ‘berfikir’, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar”. Aspek intelektual dalam belajar akan terlatih jika guru mengajak siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran seperti memecahkan masalah, membuat kesimpulan dalam pembelajaran matematika. Dengan aktivitas tersebut dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan matematika dengan benar. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran SAVI sangat berbeda dengan model
4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
pembelajaran konvensional yang biasa diterapkan guru di sekolah. Model pembelajaran SAVI diyakini dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar Matematika sehingga mata pelajaran Matematika tidak dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan dan menegangkan. Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan minat belajar Matematika siswa dalam mata pelajaran Matematika antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran SAVI dan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual) terhadap Minat Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV di SD Mutiara Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016”.
pembelajaran dengan model Pembelajaran SAVI kelas kontrol diberikan perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. Prosedur penelitian yang dilaksanakan pada penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Tahap awal melakukan observasi di SD Mutiara Singaraja, mengumpulkan data minat belajar siswa dan nilai UAS mata pelajaran Matematika semester I kelas IV, melakukan uji kesetaraan sampel untuk mengetahui kedua kelas benar-benar homogen, penyusunan proposal, penyusunan RPP untuk masing-masing model pembelajaran, penyusunan instrumen tes minat belajar, melakukan uji pakar dan uji coba lapangan untuk instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. Tahap pelaksanaan melakukan persamaan persepsi dengan guru mata pelajaran matematika kelas IV di SD Mutiara Singaraja terkait penggunaan model pembelajaran SAVI pada mata pelajaran Matematika. Model pembelajaran SAVI lebih menekankan pada aktivitas belajar siswa dengan memanfaatkan alat indera, sedangkan model pembelajaran konvensional menekankan pada hafalan. Model pembelajaran SAVI mengandung unsur Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual. Somatis berarti belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori berarti belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual berarti belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Intelektual berarti belajar dengan berpikir dan memecahkan masalah. Memberikan perlakuan pembelajaran yang diteliti dengan model SAVI pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan model konvensional pada kelas kontrol selama 8 kali pertemuan (masing-masing pertemuan 2 x 35 menit). Mengadakan post-test (tes akhir) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dipertemuan 9 untuk mengetahui seberapa besar peningkatan minat siswa belajar Matematika, menganalisis data yang diperoleh dengan analisis statistik deskriptif dan uji-t. Tahap akhir menyusun draf kasar laporan penelitian, revisi dan finalisasi
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment), karena memerlukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, tetapi tidak memungkinkan diadakannya pengambilan subjek penelitian secara acak dari populasi yang ada. Hal tersebut dikarenakan subjek (siswa) secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok (satu kelas). Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah non equivalent posttest only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di SD Mutiara Singaraja yang terdiri atas 62 orang siswa. pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Sensus Study atau metode sensus. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Mutiara Singaraja. Pemilihan kelas eksperiman dan kontrol dilakukan dengan teknik undian. Dalam proses undian tersebut, dua kelas diundi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh sampel yaitu siswa kelas IV A SD Mutiara Singaraja sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas IV B SD Mutiara Singaraja sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan
5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
laporan penelitian, ujian dan penggandaan hasil laporan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah minat belajar Matematika Siswa Kelas IV di SD Mutiara Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Untuk memperoleh data minat belajar siswa dengan model pembelajaran SAVI dalam pembelajaran Matematika, digunakan metode kuesioner (nontes) dan diberikan kepada siswa pada akhir pembelajaran. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner pertanyaan tertutup yaitu siswa tinggal memilih jawaban yang tersedia pada kuesioner tersebut. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif, yang artinya bahwa data dianalisis dengan menghitung nilai ratarata, modus, median, standar deviasi, varian, skor maksimum, dan skor minimum. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (polled varians). Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu: (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) mengetahui data yang dianalisis bersifat homogen atau tidak. Kedua prasyarat tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu, maka untuk memenuhi hal tersebut dilakukanlah uji prasyarat analisis dengan melakukan uji normalitas dan uji homogenitas.
belajar Matematika siswa dengan model pembelajaran Konvensional pada kelompok kontrol. Deskripsi data minat belajar Matematika pada kedua kelompok dipaparkan sebagai berikut. Kelas eksperimen mean (M) = 123,7, median (Md) = 126, modus (Mo) = 129,5, varians (s2) = 47,45, dan standar deviasi (s) = 6,88. Diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, menggambarkan kurva juling negatif yang berarti sebagian besar nilai cenderung tinggi. Kelas kontrol mean (M) = 105,25, median (Md) = 101,15, modus (Mo) = 96,75, varians (s2) = 84,64, dan standar deviasi (s) = 9,2. Diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo). Dengan demikian, menggambarkan kurva juling positif yang berarti sebagian besar nilai cenderung rendah. Uji hipotesis dilakukan setelah uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas terhadap data minat belajar Matematika siswa. Uji normalitas dilakukan untuk menyelidiki suatu distribusi empirik mengikuti ciri-ciri distribusi normal atau untuk menyelidiki fo (frekuensi observasi) dari gejala yang diselidiki tidak menyimpang secara signifikan dari fh (frekuensi harapan) dalam distribusi normal. Uji normalitas data dilakukan terhadap data post-test minat belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, dapat disajikan hasil uji normalitas sebaran data post-test minat belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada tabel 1.
HASIL PENELITIAN Data dalam penelitian ini adalah nilai minat belajar Matematika siswa dengan model pembelajaran SAVI pada kelompok eksperimen dan nilai minat
Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Minat Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika
No 1 2
Kelompok Data Hasil Belajar Post-test Eksperimen Post-test Kontrol
χ2 6,889 7,609
6
Nilai Kritis dengan Taraf Signifikansi 5% 7,815 7,815
Status Normal Normal
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, diperoleh
2 hit
Hasil
2
2
Hal
adalah 7,815. Hal ini berarti, hit hasil post-test kelompok eksperimen lebih kecil
ini
berarti,
2 hit
hasil
post-test
kelompok kontrol lebih kecil dari
2
2
2
2 tab
(
sehingga data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antara kelompok eksperimen dan kelompok control pada tabel 2.
dari tab ( hit tab ), sehingga data hasil post-test kelompok eksperimen berdistribusi normal. 2
post-test kelompok kontrol
adalah 7,609 dan tab dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,815.
hasil post-test kelompok
eksperimen adalah 6,889 dan tab dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3
2
2 hit
2
hit
tab ),
Tabel 2 Hasil Uji Homogenitas Varians antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Sumber Data Post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Fhit
Ftab
Status
1,78
1,84
Homogen
Hasil Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians dengan kriteria H0 ditolak jika thit > ttab dan H0 diterima jika thit < ttab. Rangkuman hasil perhitungan uji-t antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada tabel 3.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui Fhit hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 1,78. Sedangkan Ftab dengan dbpembilang = 29, dbpenyebut = 31, dan taraf signifikansi 5% adalah 1,84. Hal ini berarti, varians data hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen.
Data Hasil Belajar
Tabel 3 Hasil Perhitungan Uji-t Kelompok N s2 X Eksperimen 30 123,7 47,45 Kontrol 32 105,25 84,64
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t diatas, diperoleh thit sebesar 9,156. Sedangkan ttab dengan dk = 30+32-2 = 60 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,00030. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan minat belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) dan kelompok siswa
thit
ttab (t.s. 5%)
9,156
2,00030
yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional pada siswa kelas IV di SD Mutiara Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. PEMBAHASAN Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran SAVI memiliki rata-rata skor minat belajar Matematika yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran
7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
Konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor minat belajar Matematika siswa. Rata-rata skor minat belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran SAVI adalah 123,7 dan rata-rata skor minat belajar Matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional adalah 105,25. Berdasarkan data yang diperoleh digunakan analisis uji-t, sehingga skor thit = 9,156 dan ttab = 2,00030. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab (thit > ttab). Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan minat belajar Matematika antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) dan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional pada Siswa Kelas IV di SD Mutiara Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Perbedaan minat belajar Matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran SAVI dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. Model pembelajaran SAVI mengandung unsur Somatis, Auditori, Visual, Intelektual dan lebih menekankan pada aktivitas belajar siswa dengan memanfaatkan alat indera, sedangkan model pembelajaran konvensional menekankan pada hafalan. Belajar dengan memanfaatkan alat indera memiliki banyak keunggulan yang dapat membantu meningkatkan minat belajar, karena dengan bergerak aktif minat atau ketertarikan siswa untuk belajar dapat timbul pada diri siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Astawan (2010: 59) yang menyatakan “Pembelajaran SAVI mengandung prinsip belajar berdasarkan aktivitas yang berarti bergerak aktif secara fisik saat belajar, dengan memanfaatkan indera sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar”. Tahapan pertama model pembelajaran SAVI adalah persiapan,
pada tahap ini siswa dipersiapkan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Sebelum belajar dengan model pembelajaran SAVI siswa berpandangan bahwa Matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan menegangkan, sehingga siswa kurang bahkan tidak berminat belajar Matematika. Untuk menumbuhkan minat awal siswa belajar Matematika dilakukan dengan mengubah pandangan siswa tersebut. Hal pertama yang dilakukan yaitu memberikan sugesti positif kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat mudah dan menyenangkan untuk dipelajari. Dilanjutkan dengan mengajak siswa bernyanyi lagu dengan judul “Belajar Matematika” sambil melakukan gerakan tubuh. Unsur yang terkandung dalam kegiatan ini yaitu somatis. Somatis berarti belajar dengan bergerak dan berbuat. Astawan (2010: 59) menyatakan “Untuk dapat membangun hubungan pikiran dan tubuh ciptakanlah suasana belajar yang dapat membuat bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu kewaktu”. Dengan kegiatan tersebut siswa menjadi ceria, tidak tegang, penuh semangat, dan sangat siap untuk belajar Matematika. Kedua yaitu tahap penyampaian. Pada model pembelajaran SAVI penyampaian materi tidak selalu dilakukan oleh guru dengan cara ceramah di depan kelas, melainkan guru membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, dan melibatkan panca indera, seperti kegiatan yang sudah dilakukan: (1) Mengajak siswa melakukan pengamatan di sekitar sekolah untuk menemukan benda-benda yang menggunakan bilangan romawi. Unsur yang terkandung dalam kegiatan ini yaitu somatis, dan visual. Somatis terlihat pada kegiatan siswa bergerak dan berjalan keliling halaman sekolah untuk menemukan benda-benda yang menggunakan bilangan romawi. Visual terlihat pada kegiatan siswa mengamati secara langsung benda-benda yang menggunakan bilangan romawi. Kegiatan tersebut meningkatkan minat siswa belajar Matematika, karena siswa tidak hanya
8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
duduk dan diam mendengarkan penjelasan guru di depan kelas melainkan siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri materi baru dengan cara yang menyenangkan. Dengan begitu, siswa tidak akan mudah melupakan materi yang sudah dipelajari. (2) Meminta siswa menjelaskan materi dengan bantuan media bangun ruang di depan kelas, kegiatan ini mengandung unsur auditori. Auditori berarti belajar dengan berbicara dan mendengar. Astawan (2010: 60) menyatakan “Dalam merancang pelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri siswa, guru hendaknya memberi kesempatan yang luas bagi anak untuk berkomunikasi verbal satu sama lain, sehingga meningkatkan perkembangan bahasa, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan memahami perspektif”. Siswa diberikan kesempatan untuk berbicara dan tampil di depan kelas menjelaskan materi bangun ruang dengan bantuan media bangun ruang, sedangkan siswa yang lain mengamati dan mendengarkan. Dengan kegiatan ini, siswa lebih berminat dan tidak takut belajar Matematika karena materi dijelaskan oleh temannya. (3) Menyaksikan video pembelajaran dan mengamati media pembelajaran bangun ruang. Unsur yang terkandung pada kegiatan ini yaitu visual. Visual berarti belajar dengan mengamati. Astawan (2010: 60) menyatakan “Siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih mudah memahami suatu informasi itu dengan membaca (melihat)”. Matematika memiliki sifat abstrak, sifat abstrak ini yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep-konsep Matematika dan tidak berminat untuk belajar Matematika. Pada pembelajaran Matematika yang sudah dilakukan menggunakan media pembelajaran yaitu media bangun ruang. Dengan menggunakan media bangun ruang pada proses pembelajaran, pemahaman konsep siswa terhadap materi bangun ruang meningkat dan siswa lebih berminat untuk belajar Matematika. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Nopiyanti (2013) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectualy) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
Matematika Siswa Kelas VII C SMP Negeri 2 Amlapura. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan pemahaman konsep Matematika. Ketiga yaitu tahap pelatihan, tahap ini guru membantu siswa menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Pada tahap pelatihan siswa tidak berlatih sendiri, melainkan dengan berkelompok karena melalui kegiatan berkelompok siswa dapat berinteraksi dan berdiskusi dengan temannya. Kegiatan berkelompok yang sudah dilakukan: (1) Mengerjakan soal latihan. Pada model pembelajaran SAVI soal latihan dikerjakan sendiri oleh siswa, tetapi duduk berkelompok. Kegiatan ini bertujuan agar siswa yang belum mengerti dapat bertanya langsung dengan teman kelompoknya yang sudah mengerti. Kegiatan ini mengandung unsur somatis dan intelektual. Somatis terlihat pada kegiatan diskusi, karena siswa diberikan kesempatan untuk duduk dengan berkelompok. Intelektual terlihat pada kemampuan siswa menjawab soal-soal latihan. Melalui kegiatan tersebut, siswa tidak tegang dan tidak takut salah menjawab soal latihan, karena siswa diberi kebebasan untuk diskusi dengan kelompoknya. (2) Menggambar bangun ruang balok dan kubus sesuai dengan sifatnya. Kegiatan ini mengandung unsur somatis, visual dan intelektual. Somatis terlihat pada kegiatan menggerakan tangan saat menggambar. Visual terlihat pada kegiatan mengamati atau menggambarkan. Intelektual terlihat pada kemampuan siswa mengingat sifat-sifat dari bangun ruang kubus dan balok. Dengan kegiatan pembelajaran ini siswa tidak lagi berpandangan bahwa mata pelajaran Matematika penuh angka dan rumus, sehingga minat siswa untuk belajar Matematika semakin meningkat. (3) Menggunting berbagai bentuk jaring-jaring balok dan kubus. Kegiatan ini mengandung unsur somatis, visual, dan intelektual. Somatis terlihat pada kegiatan menggunting. Visual terlihat pada kegiatan mengamati gambar yang digunting. Dan yang paling dominan adalah intelektual. Astawan (2010: 61) menyatakan
9
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
“Intelektual sendiri adalah bagian dari merenung, menciptakan, memecahkan masalah dan membangun makna”. Kegiatan ini termasuk kegiatan pemecahan masalah yang menuntut siswa berpikir secara kritis, sehingga dapat menentukan gambar yang sesuai dengan bentuk jaringjaring balok dan kubus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Fitriyani (2015) yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectualy) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Mata Pelajaran IPA Kelas V SD di Gugus II Sahadewa Kecamatan Negara Tahun Pelajaran 2014/2015. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Keempat yaitu tahap penampilan hasil, tahap ini guru membantu siswa menerapkan dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan baru siswa pada pekerjaan, sehingga pembelajaran tetap melekat dan prestasi terus meningkat. Tahap ini dilakukan dengan kegiatan presentasi di depan kelas yang dilakukan setelah diskusi kelompok. Siswa diberi kesempatan untuk berbicara dan tampil di depan kelas, mempresentasikan hasil pekerjaannya bersama anggota kelompok. Kegiatan ini meningkatkan minat siswa untuk belajar Matematika, karena tidak hanya guru yang tampil berbicara di depan, siswa juga diberikan kesempatan untuk tampil dan berbicara di depan. Kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan tersebut, meningkatkan minat siswa untuk belajar Matematika. Matematika tidak lagi dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit, menegangkan, dan menakutkan melainkan Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang mudah, menyenangkan, dan berguna bagi siswa, karena pada model pembelajaran SAVI siswa belajar dengan berbuat dan bergerak aktif. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar menurut pandangan konstruktivisme yang dikemukakan oleh Astawan (2010: 62) yaitu “(a) Siswa harus merasa bahwa materi yang akan dipelajari adalah berguna. (b) Siswa harus berbuat
sesuatu terhadap informasi yang telah didapatkan dalam berbagai bentuk. (c) Siswa mengaitkan materi baru dengan informasi yang telah mereka ketahui”. Siswa pada kelompok eksperimen yang sebelumnya tidak berminat belajar Matematika, setelah diberi perlakuan dengan model pembelajaran SAVI menyatakan berminat untuk belajar Matematika yang dibuktikan dari perolehan skor post-test kuesioner. Berdasarkan tes evaluasi akhir, kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran SAVI menunjukan hasil tes yang lebih tinggi dibandingkan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Yang berarti minat belajar mempengaruhi hasil belajar siswa, semakin siswa berminat untuk belajar, maka hasil belajarnya semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Astawan & Sudana (2013) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran SAVI Bermuatan Peta Pikiran untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD 8 Tianyar Barat. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan hasil belajar siswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, simpulan dari penelitian ini yaitu terdapat perbedaan yang signifikan minat belajar Matematika antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) dan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional pada siswa kelas IV di SD Mutiara Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thit = 9,156 dan ttab (pada taraf signifikan 5%) = 2,00030. Hal ini menunjukkan bahwa thit > ttab sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran SAVI berpengaruh terhadap minat belajar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas IV di SD Mutiara Singaraja Tahun Pelajaran 2015/2016.
10
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016
SARAN Saran yang dapat diajukan peneliti berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Bagi Siswa, model pembelajaran SAVI merupakan sebuah model yang menuntut keaktifan siswa dalam setiap pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu, siswa disarankan dapat aktif dalam setiap pembelajaran yang dilakukan, sehingga minat belajar siswa meningkat. (2) Bagi Guru disarankan menerapkan model pembelajaran SAVI ini pada pembelajaran di kelas dengan memperhatikan sintaks dan unsur-unsur penting dari model pembelajaran SAVI. (3) Bagi Sekolah. Kepala sekolah disarankan dapat menjadikan penelitian ini sebagai acuan untuk dapat mengambil kebijakan untuk menerapkan pembelajaran yang inovatif di sekolah. (4) Bagi Peneliti Lain. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian selanjutnya, sehingga peneliti lain disarankan dapat membuat inovasi baru dalam merancang
Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Ganesha. Japa, I Gusti Ngurah & I Made Suarjana Suarjana. 2012. Pembelajaran Matematika SD. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Meier, Dave. 2002. The Accelerated Learning. Bandung: Kaifa. Nasution. 1995. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Nurkancana, Wayan & P.P.N. Sunartana. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Nopiyanti, Ni Luh Putu Ayu. 2013. Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectualy) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VII C SMP Negeri 2 Amlapura. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Ganesha.
suatu penelitian. DAFTAR RUJUKAN Astawan, I Gede. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Singaraja: Undiksha.
Rosalin, Elin. 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT Karsa Mandiri Persada.
Astawan, I Gede & Dewa Nyoman Sudana. 2013. Penerapan Model Pembelajaran SAVI Bermuatan Peta Pikiran untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD 8 Tianyar Barat. Tesis (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.
Suarni, Ni Ketut. 2014. Metode Pengembangan Intelektual. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sudana, Dewa Nyoman & Nyoman Kusmariyatni. 2013. Pendidikan IPA SD. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Fitriyani. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, Intellectualy) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Mata Pelajaran IPA Kelas V SD di Gugus II Sahadewa Kecamatan Negara Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan 11