PENGARUH KEMASAN TERHADAP KUALITAS DADIH SUSU SAPI SELAMA PENYIMPANAN
Oleh PUTRI TUNJUNG SARI F34051235
2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGARUH KEMASAN TERHADAP KUALITAS DADIH SUSU SAPI SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh PUTRI TUNJUNG SARI F34051235
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH KEMASAN TERHADAP KUALITAS DADIH SUSU SAPI SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh PUTRI TUNJUNG SARI F34051235
Dilahirkan pada tanggal 15 April 1987 Di Semarang
Tanggal Lulus: 14 September 2009
Menyetujui : Bogor, 9 Oktober 2009
Ir. Ade Iskandar, MSi
Miskiyah, S.Pt. MP
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Putri Tunjung Sari. F34051235. Pengaruh Kemasan Terhadap Kualitas Dadih Susu Sapi Selama Penyimpanan. Di bawah Bimbingan Ade Iskandar dan Miskiyah, 2009
RINGKASAN Dadih merupakan produk olahan susu fermentasi tradisional Indonesia yang cukup dikenal di wilayah Sumatera Barat. Namun secara umum produk ini kurang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, sehingga perlu usaha untuk mengembangkannya. Keberadaan dadih di Indonesia perlu mendapat perhatian agar dapat diterima masyarakat dan menjadi salah satu produk industri komersial. Masalah yang dihadapi adalah keterbatasan bahan baku susu kerbau dan inkonsistensi sifat-sifat dadih yang dibuat secara tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kemasan terbaik dari empat jenis kemasan yang digunakan yaitu kemasan cup plastik Polypropilen (PP), gerabah, kemasan fleksibel, dan bambu untuk dadih susu sapi selama penyimpanan pada suhu ruang ( 25-300C) dan suhu dingin (40–100C). Penelitian terdiri atas tiga tahap yaitu: (1) penelitian tahap I, (2) penelitian tahap II, dan (3) penelitian utama. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan pola faktorial 7x2 terdiri atas : (1) tujuh perlakuan kemasan (bambu, cup plastik PP, kemasan fleksibel, gerabah, perlakuan bambu ke cup plastik PP, bambu ke kemasan fleksibel, dan bambu ke gerabah), dan (2) dua tingkat suhu penyimpanan (suhu ruang dan suhu dingin) terhadap 7 kelompok hari penyimpanan (0, 4, 8, 12, 16, 20, 24 hari) untuk suhu dingin dan 3 kelompok hari penyimpanan (0, 4, 8 hari). Parameter pengamatan adalah analisis visual, analisis mutu secara kimiawi dan uji hedonik terhadap dadih susu sapi dalam kemasan yang meliputi atribut kemasan, kemudahan mengkonsumsi, warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan umum pada skala hedonik 1(tidak suka) sampai 5 (suka). Pengamatan visual menunjukkan bahwa dadih susu sapi yang dikemas dalam kemasan fleksibel dan cup plastik PP dan disimpan pada suhu dingin (refrigerator) mempunyai daya tahan hingga 24 hari dan pada suhu ruang hingga 8 hari. Analisis mutu secara kimiawi dadih menunjukkan bahwa pada suhu dingin dan suhu ruang kemasan terbaik untuk dadih susu sapi ini adalah kemasan fleksibel dan cup plastic PP. Pada suhu dingin dadih dalam kemasan fleksibel memiliki nilai total asam (1,57%), pH (3,89), viskositas (525,7 %), total BAL (4 x 1011 cfu/ml), kadar protein (2,05%), kadar lemak (3,38%), kadar abu (0.83%), dan kadar air (85,33%). Dadih dalam cup plastic PP memiliki nilai total asam (1,59%), pH (3,88), viskositas (351,43 %), total BAL (8 x 10 11 cfu/ml), dan kadar air (85,25%). Pada suhu ruang dadih dalam kemasan fleksibel memiliki nilai total asam (1,85%), pH (3,76), viskositas (193,33 %), total BAL (3 x 10 11 cfu/ml), kadar protein (2,8%), kadar lemak (3,95%), kadar abu (0.88%), dan kadar air (85,8%). Dadih dalam cup plastic PP memiliki nilai total asam (1,74 %), pH (3,78), viskositas (273,33 %), total BAL (8 x 1010 cfu/ml), kadar protein (2,79%), kadar lemak (3,55%), kadar abu (0.82%), dan kadar air (74%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada tiap kemasan mampu mempertahankan jumlah BAL dalam produk (>108 cfu/ml). Dengan demikian dadih susu sapi dapat digolongkan sebagai minuman probiotik.
Uji hedonik menunjukkan bahwa kemasan cup plastic PP memiliki keunggulan dalam atribut kemasan (4,36) dan kemudahan mengkonsumsi (4,72). Dadih pada perlakuan bambu ke kemasan fleksibel memiliki keunggulan pada warna (4,36) dan aroma (3,48). Kemasan gerabah, memiliki keunggulan dalam rasa (3,12) dan tekstur (3,32). Secara umum, dadih yang diminati panelis adalah dadih susu sapi yang dikemas dalam kemasan gerabah (3,08), perlakuan bambu ke kemasan fleksibel (3,08), dan perlakuan bambu ke cup plastic PP (3,08).
Putri Tunjung Sari. F34051235. Influence of Packaging to Quality of Cow Milk Dadih During Storage. Supervised by Ade Iskandar and Miskiyah, 2009 SUMMARY Dadih is a kind of Indonesian traditional fermented milk has been well known in West Sumatera Region. However, this product less known by most Indonesian people, so it needs effort to be developed in order to be accepted by the people and become one of industrial food product which has a commercial value. The problems being faced by limited buffalo milk and inconsistency of traditionally dadih character. The aim of the research were to obtain the best packaging from four package are used (cup plastic Polypropilen (PP), clay pot, flexible packaging, and bamboo) for cow milk dadih during storage in room temperature ( 250-300 C) and refrigerator temperature (40 – 100 C). The research had been done through three stages i.e. (1) first stage research, (2) second stage research, and (3) main research. Design of research was using completely randomized block design (RCBD), factorial 7x2 including: (1) seven treatments of package (bamboo, cup plastic PP, flexible package, clay pot, treatment bamboo to cup plastic PP, bamboo to flexible package and bamboo to clay pot) and (2) two levels of storage temperature (room temperature and refrigerator temperature) on seven groups of day of storage (0, 4, 8, 12, 16, 20, 24 days) in refrigerator temperature and three groups of day of storage (0, 4, 8 days) in room temperature. Parameter being analysed including visual analysis, quality analysis, and hedonic test on packaging, consumption, color, aroma, taste, consistency, and general acceptance using scale from 1(doesn’t like) to 5 (like). Visual analysis showed that cow milk dadih was packaged with flexible packaging and cup plastic PP stored in refrigerator temperature had shelf life until 24 day and until 8 day in room temperature. Quality analysis showed that storage in refrigerator temperature, cow milk dadih in flexible packaging had total acid value (1,57%), pH (3,89), viscosity (525,7 %), total BAL (4 x 10 11 cfu/ml), protein content (2,05%), fat content (3,38%), ash content (0.83%), and water content (85,33%). Dadih in cup plastic PP had total acid value (1,59%), pH (3,88), viscosity (351,43 %), total BAL (8 x 10 11 cfu/ml), and water content (85,25%). In room temperature, dadih in flexible package had total acid value (1,85%), pH (3,76), viscosity (193,33 %), Total BAL (3 x 1011 cfu/ml), protein content (2,8%), fat content (3,95%), ash content (0.88%), and water content (85,8%). Dadih in cup plastic PP had total acid value (1,74 %), pH (3,78), viscosity (273,33 %), total BAL (8 x 1010 cfu/ml), protein content (2,79%), fat content (3,55%), ash content (0.82%), and water content (74%). Research study also showed that each of packaging could defend total Lactat Acid Bacteria (BAL) in cow milk dadih (>108 cfu/ml). Thereby cow milk dadih could be diversified as probiotic drink. Hedonic test showed that cup plastic PP had superiority in packaging and consumption atribut (4,36; 4,72). Cow milk dadih in package treatment from bamboo to flexible packaging had superiority in color and aroma atribut (4.36;3,48). Clay pot had superiority in taste and consistency atribut (3,12;3.32). Generally, cow milk dadih was liked by consumer is cow milk dadih was
packaged in clay pot (3,08), package treatment from bamboo to flexible packaging (3,08), and package treatment from bamboo to cup plastic PP (3,08).
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Putri Tunjung Sari
NRP
: F34051235
Departemen
: Teknologi Industri Pertanian
Fakultas
: Teknologi Pertanian
Universitas
: Institut Pertanian Bogor
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Kemasan Terhadap Kualitas Dadih Susu Sapi Selama Penyimpanan“ merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebut rujukannya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari siapapun.
Bogor, 9 Oktober 2009 Penulis,
(Putri Tunjung Sari) F 34051235
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Putri Tunjung Sari, merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Syamsudin Potale dan Retno Indrasmoro, dilahirkan di Semarang pada tanggal 15 April 1987. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDN VI Ungaran dan melanjutkan ke SLTPN 1 Ungaran sampai dengan tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan SMU di SMUN 4 Semarang. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi di HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) bagian Departemen HRD (Human Research Development) (2006-2007) dan BEM Fateta bagian Departemen Minat Bakat. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti seminar dan workshop. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT Sinar Sosro Ungaran, Semarang dengan topik Teknologi Pengemasan dan Sistem Penggudangan Produk Teh Botol Sosro di PT Sinar Sosro Ungaran, Semarang. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul skripsi Pengaruh
Kemasan
Penyimpanan.
Terhadap
Kualitas
Dadih
Susu
Sapi
Selama
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini. Penelitian penulis berjudul “Pengaruh Kemasan Terhadap Kualitas Dadih Susu Sapi Selama Penyimpanan”. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kemasan terbaik dari empat jenis kemasan yang digunakan (bambu, cup plastik PP, kemasan fleksibel, dan gerabah). Adapun penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tak luput dari dukungan, bantuan dan doa dari semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Mama, Papa, Mas Resya, serta keluarga besar tercinta, atas kasih sayang, dukungan, dan doa yang sangat berharga bagi penulis. 2. Ir. Ade Iskandar, MSi selaku dosen pembimbing I yang senantiasa meluangkan
waktu
dan
kesabaran
dalam
membimbing
dan
mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. 3. Miskiyah, S.PT, MP selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan masukannya dalam menyelesaikan tugas akhir. 4. Ibu Sri Usmiati, Bapak Hadi Setiyanto, Bapak Abu Bakar dan Ibu Ermi yang telah dengan sabar membimbing dalam pelaksanaan penelitian. 5. Pak Ato dan Pak Yudi beserta staf Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian lainnya yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 6. Pak Sugi, Pak Hendi, Pak Anwar, Bu Yuli, Pak Mul, Bu Teti serta seluruh staff UPT dan Departemen Teknologi Industri Pertanian. 7. Mahesa Yodhabrata, Agung Joko, dan Sunanto sebagai “Laskar Dadih” yang senantiasa menemani dan membantu pelaksanaan penelitian penulis.
i
8. My Best Friend “UCS” UnderCover Society : Mahesa, Doni, Ronny, Nuge, Kriston, Torik, Linda “Nyai”, Novia “Nono”, Rara, Pita, Kochan atas kebersamaan dan dukungannya. 9. Keluarga besar TIN 42 atas kebersamaan dan persaudaraannya selama di IPB. 10. Rekan-rekan Himalogin 2006-2007 khususnya Departemen HRD Biro Pemberdayaan 11. Rekan-rekan BEM Fateta 2007-2008 khususnya Departemen Minat Bakat 12. Teman-teman seperjuangan satu kos : Mora (Perwira 9), Mega, Tety, Citra, Lidya, dan semua penghuni Pondok Anisa. 13. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. AMIN.
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................ ii DAFTAR TABEL… ……………………………………………………… iii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… iv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… v I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG.............................................................................. 1 B. TUJUAN ................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………. 3 A. SUSU SEGAR …………………………………………………………. 3 B. FERMENTASI SUSU ………………………………………………….. 4 C. TINGKAT KEASAMAN SUSU ……………………………………….. 5 D. BAKTERI ASAM LAKTAT …………………………………………... 6 E. DADIH …………………………………………………………………. 7 F. PENGEMASAN ………………………………………………………... 9 G. PENYIMPANAN ……………………………………………………….. 13 III. BAHAN DAN METODE ……………………………………………... 15 A. BAHAN DAN ALAT …………………………………………………... 15 B. METODE PENELITIAN ………………………………………………. 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….. 24 A. PENELITIAN TAHAP I ………………………………………………. 24 B. PENELITIAN TAHAP II ……………………………………………… 25 C. PENELITIAN UTAMA ………………………………………………… 27 1. Analisis Visual Dadih Susu Sapi ……………………………………. 28 2. Analisis Mutu Secara Kimiawi ……................................................... 36 3. Uji Organoleptik …………………………………………………….. 57 V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 61 A. KESIMPULAN ………………………………………………………….. 61 B. SARAN …………………………………………………………………... 61 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 62
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Desain Percobaan Penelitian Utama pembuatan dadih susu sapi dalam kemasan ………………………………………………………. 23 Tabel 2. Perbedaan Bambu Gombong dan Bambu Ampel ................................. 24 Tabel 3. Karakteristik Dadih Berdasarkan Waktu Fermentasi ……………….. 26 Tabel 4. Mutu Bahan Baku Susu Segar dan Campuran Susu Setelah Pasteurisasi …………………………………………………………... 27 Tabel 5. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan cup plastik pp selama penyimpanan …………………………………………………. 29 Tabel 6. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan fleksibel selama penyimpanan ………………………………………………… 30 Tabel 7. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan bambu selama Penyimpanan ………………………………………………………… 31 Tabel 8. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan gerabah selama penyimpanan ………………………………………………… 34 Tabel 9. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan bambu ke kemasan fleksibel selama penyimpanan ……………………………………… 35 Tabel 10. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan bambu ke kemasan cup plastik PP selama penyimpanan ……………………… 35 Tabel 11. Uji Organoleptik Dadih Susu Sapi ………………………………... 58
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Dadih Tradisional ……………………… 8 Gambar 2. Diagram Alir Proses Penelitian Tahap I ………………………….. 16 Gambar 3. Diagram Alir Proses Penelitian Tahap II …………………………. 18 Gambar 4. Diagram Alir Proses Penelitian Utama ……………………………. 20 Gambar 5. Kemasan Bambu, gerabah, kemasan fleksibel, dan cup Plastik PP.. 21 Gambar 6. Dadih pada kemasan cup plastik PP (kiri) dan kemasan fleksibel (kanan) penyimpanan suhu dingin setelah hari ke-24 ….. 28 Gambar 7. Dadih pada kemasan cup plastic PP dan kemasan fleksibel pada Suhu ruang setelah hari ke-8 …………………………………….. 30 Gambar 8. Dadih pada kemasan cup plastic PP Penyimpanan Suhu Ruang Setelah hari ke-12 …………………………………......................... 30 Gambar 9. Dadih pada kemasan bambu pada suhu dingin setelah hari ke-4 dan ke-8 …………………………………………………………. 32 Gambar 10. Dadih pada kemasan bambu pada suhu dingin setelah hari ke-12.. 32 Gambar 11. Dadih pada kemasan bambu pada suhu ruang setelah hari ke-4.... 32 Gambar 12. Dadih pada kemasan gerabah pada suhu dingin setelah hari ke-4.. 33 Gambar 13. Dadih pada kemasan gerabah pada suhu dingin setelah hari ke-8.. 33 Gambar 14. Dadih pada kemasan gerabah setelah hari ke-4 pada suhu Ruang 34 Gambar 15. Total Asam Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin ………………… 36 Gambar 16. Total Asam Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang ………………… 38 Gambar 17. pH Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin …………………………. 40 Gambar 18. pH Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang ………………………….. 41 Gambar 19. Viskositas Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin …………………. 43 Gambar 20. Viskositas Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang ………………….. 44 Gambar 21. Total BAL Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin …………………. 46 Gambar 22. Total BAL Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang …………………. 47 Gambar 23. Kadar Air Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin …………………. 48 Gambar 24. Total Padatan Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin ……………… 49 Gambar 25. Total Padatan dan Kadar AirDadih Susu Sapi pada Suhu Ruang .. 50 Gambar 26. Kadar Protein Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin ……………….51 Gambar 27. Kadar Protein Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang ……………… 52 Gambar 28. Kadar Lemak Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin ……………… 53 iv
Gambar 29. Kadar Lemak Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang ……………… 54 Gambar 30. Kadar Lemak Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin ……………… 55 Gambar 31. Kadar Lemak Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang ………………. 55 Gambar 32. Kadar Abu Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin ………………… 56 Gambar 33. Kadar Abu Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang …………………. 57
iv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Metode Analisa ………………………………………………… 66 Lampiran 2. Total Asam Dadih Susu Sapi ……………………………………. 70 Lampiran 3. Nilai pH Dadih Susu Sapi ……………………………………….. 71 Lampiran 4. Nilai Viskositas Dadih Susu Sapi ……………………………….. 72 Lampiran 5. Total Bakteri Asam Laktat (BAL) Dadih Susu Sapi ……………. 73 Lampiran 6. Kadar Air Dadih Susu Sapi ……………………………………… 74 Lampiran 7. Total Padatan Dadih Susu Sapi ………………………………….. 75 Lampiran 8. Kadar Protein Dadih Susu Sapi …………………………………. 76 Lampiran 9. Kadar Lemak Dadih Susu Sapi ………………………………….. 77 Lampiran 10. Kadar Karbohidrat Dadih Susu Sapi ………………………….. 78 Lampiran 11. Kadar abu Dadih Susu Sapi ……………………………………. 79 Lampiran 12. Uji Ragam Total Asam Dadih Susu Sapi …………………….. 80 Lampiran 13. Uji Ragam pH Dadih Susu Sapi ……………………………… 81 Lampiran 14. Uji Ragam Viskositas Dadih Susu Sapi ……………………… 82 Lampiran 15. Uji Ragam Total Bakteri Asam Laktat ………………………. 83 Lampiran 16. Uji Ragam Kadar Air dan Total Padatan Dadih Susu Sapi …… 84 Lampiran 17. Uji Ragam Kadar Protein Dadih Susu Sapi …………………. . 86 Lampiran 18. Uji Ragam Kadar Lemak Dadih Susu Sapi …………………… 87 Lampiran 19. Uji Ragam Kadar Abu Dadih Susu sapi ……………………… 88 Lampiran 20. Analisis Visual Dadih Susu Sapi dalam Kemasan…………….. 89
v
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Susu merupakan salah satu hasil ternak yang penting dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Berbagai proses pengolahan susu telah dilakukan untuk diversifikasi produk. Secara tradisional, susu berpotensi untuk diolah dan dikembangkan menjadi berbagai produk olahan. Hal ini penting ditinjau dari segi ekonomi peternak yaitu dalam rangka meningkatkan pendapatannya serta dalam pemenuhan gizi keluarga. Salah satu produk olahan susu yang diproses secara tradisional adalah dadih. Dadih telah lama dikenal oleh masyarakat di Sumatera Barat. Bahan baku yang dipakai untuk membuat dadih adalah susu kerbau yang difermentasi dalam bambu. Namun dalam perkembangannya pembuatan dadih menghadapi permasalahan yaitu keterbatasan jumlah produksi susu kerbau, sehingga berakibat semakin sedikit dadih yang dihasilkan. Untuk itu dalam pembuatan dadih mulai dicari alternatif pengganti susu kerbau yaitu bahan baku lain seperti susu sapi. Dadih merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi, terutama protein dan lemak. Pengembangan dadih selain menguntungkan Sumatera Barat, juga ditujukan untuk daerah produsen susu yang masih mempunyai masalah dalam pemasaran susu segar. Adanya penetapan standar penerimaan susu oleh industri pengolahan susu saat ini menyebabkan masih terdapat susu segar yang belum dapat terjual habis sehingga merugikan peternak. Pengolahan susu menjadi dadih merupakan salah satu alternatif untuk permasalahan tersebut. Disisi lain, dadih yang belum dikenal secara meluas seperti halnya keju, yoghurt,
atau
kefir
memerlukan
introduksi
teknologi
untuk
memperkenalkannya ke daerah lain. Perbaikan proses dan pengemasan yang menarik diharapkan dapat mendorong pemasaran dadih ini. Dadih biasanya dikemas menggunakan bambu. Namun, agar lebih menarik konsumen dan memperpanjang masa simpannya, maka penggunaan jenis kemasan lain seperti cup plastik, gerabah dan kemasan flesibel perlu dikembangkan.
1
Adapun persyaratan kemasan telah diatur dalam SK Menkes No.23/Menkes/ SK/ I/1978, yaitu kemasan harus dapat melindungi dan mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari luar; tidak berpengaruh terhadap isi; dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu; menjamin keutuhan dan
keaslian
pengangkutan
isinya; dan
tahan
peredaran;
terhadap serta
perlakuan tidak
selama
boleh
pengolahan
merugikan
atau
membahayakan konsumen. Dengan demikian, penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh berbagai jenis kemasan terhadap kualitas dadih susu sapi selama penyimpanan baik pada suhu ruang maupun suhu dingin. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis kemasan yang baik dan suhu penyimpanan yang tepat untuk produk dadih susu sapi. B. TUJUAN Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kemasan terbaik dari empat jenis kemasan yang digunakan yaitu kemasan cup plastik Polypropilen (PP), gerabah, kemasan fleksibel, dan bambu untuk dadih susu sapi selama penyimpanan pada suhu ruang ( 25-300C) dan suhu dingin (40–100C).
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Susu Segar Susu sapi segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan
apapun
kecuali
proses
pendinginan
tanpa
mempengaruhi
kemurniannya (SNI 1998). Susu sapi segar juga merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Kandungan nilai gizi yang tinggi juga menyebabkan susu merupakan media yang sangat disukai oleh mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar (Saleh, 2004). Susu merupakan sumber protein hewani yang mempunyai peranan strategis dalam kehidupan manusia karena mengandung berbagai komponen gizi yang lengkap serta kompleks. Penanganan susu diperlukan tidak hanya pada produk olahannya saja, namun sejak dari proses pemerahan, distribusi, sampai produk olahannya (Mugen, 1987). Disisi lain suhu sangat berpengaruh terhadap kecepatan kerusakan susu segar, sehingga susu segar harus disimpan pada suhu kurang dari 70C agar tidak cepat rusak selama pengiriman (Husnawati, 2002). Proses pengolahan susu bertujuan untuk memperoleh susu yang beraneka ragam, mempunyai kualitas dan kadar gizi yang tinggi; tahan selama penyimpanan;
mempermudah
pemasaran
dan
transportasi;
sekaligus
meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya. Proses pengolahan susu terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu dibidang teknologi pangan. Dengan demikian semakin lama akan semakin banyak jenis produk susu yang dikenal oleh masyarakat. Hal ini sangat menggembirakan dan merupakan langkah yang sangat tepat untuk mengimbangi laju permintaan pasar (Saleh, 2004).
3
B. Fermentasi Susu Fermentasi susu didefinisikan sebagai semua modifikasi yang terjadi pada sifat
kimia atau fisik susu yang
disebabkan oleh
aktivitas
mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan. Proses fermentasi pada susu tidak hanya berperan dalam menghasilkan flavor yang disukai dan tekstur produk, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan dan degradasi produk. Untuk memastikan fermentasi yang diinginkan terjadi, kultur mikroba dengan sifat-sifat yang diketahui ditambahkan ke dalam substrat susu atau produk susu (Frank dan Marth, 1988). Fermentasi susu terjadi karena adanya aktivitas bakteri atau mikroorganisme lainnya. Proses ini memang dikehendaki seperti pada pembuatan yoghurt, dadih, dan keju (Rai, 1980). Proses fermentasi pada pembuatan dadih dilakukan secara alami karena dadih merupakan gumpalan susu kerbau yang tidak berubah atau pecah kembali setelah menggumpal. Dadih dihasilkan dengan memeram susu pada suhu kamar. Rahman (1992) mengemukakan bahwa mikroba yang memegang peranan penting dalam proses fermentasi susu adalah golongan bakteri asam laktat, yaitu beberapa spesies dari Streptococcus dan Lactobacillus. Peranan bakteri ini terutama adalah memproduksi asam laktat, menghasilkan metabolit yang erat hubungannya dengan flavor khas untuk produk tertentu. Susu fermentasi yang merupakan salah satu produk olahan susu, diperoleh melalui proses fermentasi susu oleh mikroorganisme tertentu sehingga dihasilkan susu asam. Secara tradisional susu yang digunakan bisa berasal dari jenis binatang mamalia yang banyak ditemukan daerah masingmasing, seperti susu onta, susu kambing, susu kuda, susu kerbau (Sari, 2007). Masing-masing mikroorganisme menghasilkan karakteristik fisik yang berbeda pada akhir proses fermentasi, terutama dalam hal tekstur, rasa, dan aroma. Mikroorganisme yang digunakan sebagai starter harus memiliki viabilitas yang tinggi, aktif, dan tersedia dalam jumlah yang banyak selama waktu penyimpanannya sampai saat dikonsumsi. Syarat minimal jumlah bakteri yang terkandung dalam minuman susu fermentasi adalah 10 6-109
4
koloni/ml saat produk tersebut dikonsumsi sehingga mampu memberikan pengaruh positif bagi kesehatan (Sari, 2007).
C. Tingkat Keasaman Susu Cairan susu yang masih terdapat pada ambing ternak dapat dikatakan steril, namun setelah keluar dari ambing dapat terjadi kontaminasi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari lingkungan, udara, peralatan, dan pemerahnya. Berdasarkan aktivitas biokimianya tipe mikroba yang mengkontaminasi susu digolongkan dalam mikroba yang memproduksi asam, memproduksi gas, fermentasi ”ropi” atau ”stringy”, proteolitik, dan lipolitik (Pelczar, 1982). Beberapa hasil kerja mikroba tersebut bermanfaat pada proses pengolahan susu, seperti pada pembuatan dadih. Produk fermentasi tradisional merupakan hasil aktivitas satu atau lebih mikroba. Kondisi sanitasi, suhu dan faktor lingkungan menentukan jenis mikroorganisme yang berkembang dan berperan. Perubahan biokimia susu akibat aktivitas mikroba dapat dipilih berdasarkan komponen utama susu, yaitu perubahan laktosa, protein, dan lemak. Susu segar pada umumnya mempunyai pH antara 6,5 - 6,7. Nilai pH yang lebih besar dari 6,7 biasanya menunjukkan adanya gangguan pada kelenjar ambing sapi (mastitis). Sebaliknya jika pH di bawah 6,5 menunjukkan adanya kerusakan karena mikroba. Hadiwiyoto (1994) menambahkan bahwa rata-rata keasaman susu hanya 0,17%. Persentase keasaman yang kecil ini disebabkan karena sifat susu yang mempunyai pH sekitar 6,5 – 6,7. Adanya asam pada susu terutama disebabkan oleh aktivitas bakteri-bakteri pembentuk asam. Bakteri-bakteri tersebut dapat mengubah gula susu (laktosa) menjadi asam laktat. Mikroorganisme yang dominan pada susu adalah bakteri asam laktat
(Streptococcus, Lactobacillus, dan
Leuconostoc) yang membentuk asam dan citarasa tertentu (Robinson dan Tamine, 1981). Jika keasaman meningkat maka protein susu akan menggumpal, sedangkan perubahan lain adalah pembentukan lendir dan gas penyebab aroma tidak sedap. Keasaman susu dapat disebabkan oleh adanya asam laktat,
5
asam fosfat, asam sitrat, kasein, albumin susu (laktalbumin) dan terlarutnya karbondioksida dalam susu. Hadiwiyoto (1994) menyebutkan timbulnya asam laktat dapat menyebabkan turunnya pH susu. Jika pH susu mencapai titik isoelektris protein susu, maka protein akan menggumpal sehingga terbentuk dadih. Hal ini terjadi pada pembuatan yoghurt, dadih, dan keju.
D. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam Laktat (BAL) dapat dibedakan menjadi dua kelompok, berdasarkan jenis asam yang dihasilkan yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Asam laktat merupakan satu-satunya produk hasil fermentasi pada kelompok BAL homofermentatif, sedangkan pada kelompok heterofermentatif selain memproduksi asam laktat sebagai produk utama, juga menghasilkan etanol dan asam asetat sebagai produk sampingan (Fardiaz et al, 1992). Bakteri asam laktat terutama Lactobacillus memproduksi H2O2 yang bersifat membunuh mikroorganisme pembusuk dan memproduksi senyawa antibiotik. Beberapa spesies menghasilkan senyawa anti bakteri seperti bakteriosin dan nisin. Asam organik yang dihasilkan secara fermentasi seperti asam propionat dan asam format mempunyai daya anti mikroba yang lebih kuat dibandingkan dengan asam laktat (Hadi dan Fardiaz, 1990). Suplemen
pangan
yang
berasal
dari
mikroba
hidup
dan
menguntungkan kesehatan inangnya dengan cara memperbaiki komposisi mikroba usus disebut probiotik. Bakteri asam laktat, khususnya yang bersifat sebagai probiotik, banyak digunakan sebagai suplemen pangan dengan berbagai manfaat bagi kesehatan. Bakteri tersebut, khususnya berasal dari golongan Lactobacillus dan Bifidibacteria, memiliki banyak efek positif antara lain aktivitas antimikroba dan aktivitas antikolesterol, efek stimuli sistem imun, meningkatkan penyerapan laktosa tubuh, mencegah diare, serta aktivitas antimutagenik sehingga dapat mencegah penyakit kanker khususnya kanker usus (Susanti, Retno, dan Fatim, 2007). Efek probiotik dapat dipertahankan jika makanan pembawa minimal mengandung jumlah mikroba probiotik sebanyak 106 – 108 cfu/ml atau 108 –
6
1010 cfu/gr (preparat kering). Konsumsi makanan probiotik sebaiknya teratur karena waktu kolonisasi mikroba probiotik bersifat terbatas dan karena adanya kompetisi dengan bakteri patogen dalam saluran pencernaan (Suryono, 2003). Lactobacillus casei tergolong bakteri asam laktat yang bersifat homofermentatif, gram positif. Lactobacillus casei tumbuh pada kisaran suhu 15-410C (suhu optimum 370C) dan pH di atas 3,5. Lactobacillus casei termasuk dalam golongan bakteri probiotik yang mampu bertahan dalam lambung dan cairan empedu, mampu mencapai dan berkoloni pada selaput lendir usus kecil. Bakteri ini berkembang dan menghasilkan asam laktat yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan dan memacu bakteri yang berguna seperti Bifidobacteria (Widodo, 2003). Menurut Wibowo (1989) Lactobacillus casei mampu memfermentasi sitrat membentuk diasetil, dan pada susu yang diperkaya dengan sitrat akan memperbesar pembentukan diasetil sebagai bahan “flavor”.
E. Dadih Produk-produk olahan susu tradisional yang ada di Indonesia antara lain dali dari Sumatera Utara, dangke dari Sulawesi Selatan, dan dadih dari Sumatera Barat dan Aceh. Menurut Sirait (1993), dali dan dangke merupakan produk yang tergolong keju lunak, sedangkan dadih merupakan produk susu fermentasi seperti yoghurt dan kefir. Dadih merupakan hasil pengolahan dari susu kerbau yang dimasukkan ke dalam tabung bambu yang kemudian disimpan pada suhu kamar satu sampai dua hari. Susu yang baru diperah langsung dimasukkan ke dalam tabung bambu dengan panjang tertentu ditutup dengan daun pisang. Tata cara pembuatan dadih seolah-olah sudah baku sehingga sampai sekarang tidak tersentuh oleh kemajuan teknologi, kecuali penutup tabung dari daun pisang yang diikat pelepah pisang dapat diganti dengan penutup plastik yang diikat dengan tali plastik (rafia) atau karet gelang (Setiyanto dan Zulbardi, 2006). Proses pembuatan dadih mempunyai prinsip fermentasi yang hampir sama dengan yoghurt, tetapi pembuatan dadih terjadi secara alami atau tanpa penambahan starter. Sedangkan pada pembuatan yoghurt, kefir, dan produk
7
susu fermentasi lainnya seperti susu harus ditambahkan starter Lactobacillus acidophilus dan koumiss (Rahman, 1992). Dadih yang baik adalah yang berwarna putih dengan konsistensi menyerupai susu asam (yoghurt) dan mempunyai aroma khas susu asam (Sirait, 1993). Hasil analisa kandungan nutrisi dadih sangat bervariasi dengan rataan kadar air 82,10%; kadar protein 6,99%; kadar lemak 8,08%; keasaman 130,50D; dan pH 4,99. Sedangkan menurut Yudoamijoyo (1983) secara umum komposisi dadih mempunyai kandungan protein dan lemak yang tinggi, kadar protein pada dadih rata-rata 6,75%. Umumnya dadih dikonsumsi langsung bersama nasi setelah diberi irisan bawang merah dan cabe merah, atau dicampurkan dalam minuman es bersama emping ketan, santan, dan gula merah. Selain untuk dikonsumsi biasa, dadih juga diyakini masyarakat dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti demam, kurang nafsu makan dan membantu meningkatkan fertilitas (Sisriyenni dan Yayu, 2004). Pembuatan dadih sampai saat ini masih dilakukan secara tradisional sehingga kualitas yang diperoleh berbeda-beda. Proses pembuatan dadih tradisional dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Susu Kerbau Penuangan ke dalam bambu dan diikat dengan daun pisang yang telah dilayukan di atas api
Fermentasi (Pada suhu ruang 48 jam)
Dadih Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Dadih Tradisional (Sirait, 1993)
8
Kelemahan dadih tradisional antara lain proses fermentasinya yang spontan tanpa inokulasi kultur menyebabkan mutu dan cita rasa yang tidak konsisten. Selain itu bahan baku susu kerbau yang produksinya relatif terbatas mengakibatkan produksi dadih tidak berkesinambungan. Aspek lain adalah bahan baku tidak melalui proses pasteurisasi serta tidak menggunakan kemasan aseptik dan aman menyebabkan daya simpan dadih menjadi rendah (Sunarlim dan Usmiati, 2006). Upaya-upaya peningkatan kualitas dadih baik secara fisik, kimia, maupun mikrobiologis sangat diperlukan. Upaya pengembangan dadih dari makanan tradisional menjadi salah satu produk bahan pangan olahan susu yang mempunyai peluang besar menjadi produk komersial telah banyak dilakukan. Upaya-upaya tersebut antara lain melalui: 1) penggantian susu kerbau dengan susu sapi yang diikuti oleh proses pasteurisasi, 2) penggantian kemasan konvensional berupa bambu dengan kemasan plastik yang lebih steril dan higienis, 3) proses fermentasi yang terkontrol melalui penggunaan starter kultur murni atau kombinasi berbagai starter bakteri asam laktat lainnya (Taufik, 2004). Menurut Taufik (2004), konsentrasi starter yang terbaik untuk pembuatan dadih adalah 3% (v/v). Hal ini disebabkan karena karakteristik kualitatif baik tekstur atau koagulasi antara ketiga konsentrasi starter tidak terlalu berbeda, kecuali pada sineresis. Konsentrasi starter 3% memberikan hasil yang sedikit berbeda dibandingkan dengan yang konsentrasi 4% dan 5%. Penggunaan bakteri probiotik dalam proses fermentasi pembuatan dadih ini bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan karakteristik kimiawi saja tetapi juga dapat menjadikan dadih sebagai bahan pangan fungsional (functional food) yang berguna bagi kesehatan tubuh manusia.
F. Pengemasan Pengemasan merupakan salah satu cara untuk memberikan kondisi yang tepat bagi pangan untuk menunda proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle, 1987). Kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikontrol dengan pengemasan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh
9
lingkungan dan gas, interaksi dengan oksigen, serta kehilangan atau penambahan cita rasa yang tidak diinginkan. Sedangkan yang bersifat alami dari produk yang tidak dapat dicegah dengan pengemasan antara lain kerusakan secara kimiawi. Kerusakan kimiawi antara lain disebabkan karena perubahan yang berkaitan dengan reaksi enzim, reaksi hidrolisis, dan reaksi pencoklatan non enzimatis yang menyebabkan perubahan penampakan. Pengemasan memiliki peranan penting untuk mempertahankan mutu suatu produk. Proses pengemasan dianggap sebagai bagian integral dari proses produksi. Fungsi kemasan antara lain sebagai wadah untuk menempatkan produk, memberikan perlindungan terhadap produk, dan menambah daya tarik produk (Syarief dan Irawati, 1988). Plastik biasa digunakan sebagai bahan pengemas karena dapat melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap air yang melalui plastik dipengaruhi oleh pori-pori plastik dan ukuran molekul yang berdifusi terhadap produk. Hanlon (1991) juga mengemukakan bahwa bahan plastik memiliki kelebihan antara lain harga yang relatif murah, mudah dibentuk, warna dan bentuknya relatif lebih disukai konsumen, dan mengurangi biaya transportasi. Kelemahan plastik yang utama adalah tidak tahan terhadap suhu tinggi. Polipropilen adalah polimer dari propilen dan termasuk jenis plastik olefin. Polipropilen mempunyai nama dagang Bexophane, Dynafilm, Luparen, Escon, Olefane dan Profax. Sifat-sifat dan penggunaan polipropilen (PP) sangat mirip dengan polietilen, yaitu ringan (densitas 0.9 g/cm3); mudah dibentuk; dapat tembus pandang dan jernih dalam bentuk film; tetapi tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku; lebih kuat dan lebih kaku dari polietilen (PE) sehingga tidak mudah sobek; mudah dalam penanganan dan distribusi; daya tembus (permeabilitasnya) terhadap uap air rendah, permeabilitas terhadap gas sedang, dan tidak baik untuk bahan pangan yang mudah rusak oleh oksigen; tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150 0C sehingga dapat dipakai untuk mensterilkan bahan pangan; mempunyai titik lebur yang tinggi sehingga sulit untuk dibentuk menjadi kantung dengan sifat kelim panas yang baik. Polipropilen juga tahan lemak, asam kuat dan basa,
10
sehingga baik untuk kemasan minyak dan sari buah. Kemasan polipropilen pada suhu kamar tidak terpengaruh oleh pelarut kecuali oleh HCl. Platik PP pada suhu tinggi akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat (Julianti, 2006). Komponen fisik dan kimia bambu meliputi sifat permeabilitas, aroma, kadar air, zat warna, dan zat anorganik yang terdapat pada jaringan bambu, berperan dalam menentukan mutu dadih. Jenis dan bentuk kemasan dalam pembuatan dadih berpengaruh terhadap tekstur dan cita rasa dadih yang dihasilkan. Dadih yang dihasilkan dan disimpan pada suhu rendah yaitu (40C) pada lemari es akan mempunyai daya tahan selama 6-8 hari, sedangkan bila disimpan pada suhu kamar daya tahannya hanya 2-4 hari (Julianto, 2000). Dadih memiliki aroma, citarasa dan penampilan yang khas karena adanya pencampuran aroma susu dan bambu. Warna dadih putih kekuningan dan berasa asam. Ada dua jenis bambu yang sering digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat, yaitu bambu gombong (Gigantochloa verticilata) dan bambu ampel (Bambusa vulgaris) (Suryono, 2003). Bambu gombong mempunyai buluh berwarna hijau kekuning-kuningan dengan garis-garis kuning yang sejajar dengan buluhnya. Bambu ini memiliki keunggulan yaitu daya serap airnya tinggi. Bambu ampel merupakan bambu yang umumnya dimiliki oleh warga sehingga bambu ini juga sering dipakai dalam pembuatan dadih karena tidak perlu membeli. Selain itu, keunggulan dari kedua jenis bambu
ini
adalah
keduanya
memiliki
rasa
pahit
sehingga
dapat
menghindarkan semut (Sayuti, 1992). Menurut Sayuti (1992) bambu yang dipakai untuk pembuatan dadih hendaknya telah tua sehingga kadar air bambu itu relatif rendah, dengan demikian daya serap airnya relatif tinggi. Hal ini menyebabkan kadar air dadih nantinya menjadi relatif rendah, sehingga mutu dadih lebih baik. Dalam pembutannya bambu dipotong kurang lebih 1,5 ruas dan ruas bagian atas dilubangi sedikit kira-kira sebesar jari. Kemudian dipukul-pukul sedikit pinggir luar tabung bambu dan dibalikkan guna membuang kotoran yang terdapat pada bagian permukaan dalam tabung. Tabung siap dipakai sebagai wadah. Dzarnisa (1999) menyebutkan bahwa bambu yang akan digunakan
11
dipotong ± 15 cm dan diameter ± 4-5 cm. Sebelum digunakan, tabung bambu diletakkan terbalik selama satu malam agar kandungan air yang ada di bambu dapat berkurang dan bambu siap digunakan, dan ketika akan digunakan dilewatkan permukaannya di atas api. Sampel susu dimasukkan ke dalam bambu sebanyak 250 ml per bambu. Kemasan fleksibel adalah suatu bentuk kemasan yang bersifat fleksibel yang dibentuk dari aluminium foil, film plastik, selopan, film plastik berlapis logam aluminium (metalized film) dan kertas. Kemasan ini popular digunakan untuk mengemas berbagai produk baik padat maupun cair. Kemasan fleksibel juga dapat menggantikan kemasan rigid maupun kemasan kaleng atas pertimbangan keefektifannya ditinjau dari segi ekonomis dan kemudahan dalam penanganannya. (Departemen Perindustrian, 2007). Menurut Anonim (2009) gerabah merupakan perkakas yang terbuat dari tanah liat atau lempung yang dibentuk kemudian dibakar untuk kemudian dijadikan alat-alat yang berguna membantu kehidupan (www.bi.go.id/sipuk/id, 10 Mei 2009). Kerajinan keramik Melikan dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis gerabah bila ditinjau dari manfaatnya, yaitu sebagai alat-alat rumah tangga tradisional (celengan, kendi, jambangan, wajan (sangon) dan anglo (keren) dan sebagai barang hias, baik untuk hiasan di dalam ruangan (indoor) ataupun di luar ruangan (out door), seperti souvenir, macam-macam vas bunga, macam-macam jambangan (tempat air), macam-macam guci, atau pun berbagai macam meja kursi taman (Supantono, 2006). Menurut Anonim (2009) bahan baku utama dalam proses produksi gerabah adalah tanah liat. Tanah liat merupakan produk alam yang terjadi akibat pengaruh cuaca (hujan, aliran air, panas, angin). Selama ribuan tahun batu-batuan terangkut, terkikis dan tercampur dengan berbagai mineral lainnya termasuk bahan-bahan organik kemudian membentuk endapan. Tanah liat pada umumnya mudah didapat, namun dalam proses pembentukan gerabah
komposisi
tanah
akan
sangat
menentukan
(www.wikipedia.org/wiki/Gerabah, 10 Mei 2009).
12
Pembuatan susu fermentasi juga dapat menggunakan kemasan gerabah (clay pot). Menurut orang Afrika Selatan, apabila dadih dibuat dalam gerabah akan memiliki rasa yang lebih baik (Beukes, 2000).
G. Penyimpanan Pengendalian suhu merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan
mikroorganisme
pembusuk
makanan.
Penyimpanan pada suhu mendekati 0-10 C dapat memperpanjang masa simpan makanan, dimana banyak mikroorganisme pembusuk akan terhambat pertumbuhannya. Sedangkan penyimpanan pada suhu lemari es (1,7 0 – 4,40 C) akan memperpanjang umur simpan susu yang telah dipasteurisasi selama beberapa hari, bahkan dapat beberapa minggu. Mikroorganisme dalam susu asam yang tahan terhadap suhu pasteurisasi tidak dapat tumbuh dengan cepat dalam lemari es (Hall dan Trout, 1968). Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas antara lain keadaan alamiah atau sifat makanan; mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen; perubahan kimia internal dan fisik; ukuran kemasan; suhu dan kelembaban; kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air; gas dan bau termasuk perekatan; penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Akibat dari berbagai reaksi kimiawi selama penyimpanan, pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu produk tidak dapat diterima konsumen (Sari, 2007). Keistimewaan susu fermentasi terletak pada umur simpan yang lebih panjang dibanding susu segar. Hal ini membuat susu lebih mudah dalam penanganan, penyimpanan, dan transportasi.
Keasamannya yang tinggi
(pH<4.5) membuat susu fermentasi tidak disukai oleh mikroba kontaminan. Manfaat lain yang membuat susu fermentasi digemari adalah kandungan metabolit hasil fermentasi mikroba yang baik bagi kesehatan tubuh terutama saluran pencernaan (Sari, 2007). Umur simpan (Shelf life) susu fermentasi tergantung pada jenis produknya. Jika merupakan jenis susu fermentasi yang bakterinya hidup maka
13
umur simpannya pendek dan harus disimpan pada suhu 4°C. Susu fermentasi yang dipasteurisasi atau sterilisasi maka umur simpannya bisa panjang. Hal ini tergantung pula dari jenis kemasannya, dalam hal kemampuannya melindungi produk dan bisa disimpan pada suhu ruang. Penyimpanannya harus dihindarkan dari paparan langsung sinar matahari atau dipilih kemasan yang mempunyai barrier yang baik terhadap sinar ultraviolet (UV) agar umur simpannya optimum (Sari, 2007).
14
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah susu sapi segar, susu skim, Carboxylmethyl Cellulose (CMC), starter bakteri Lactobacillus casei (L. casei) dari laboratorium mikrobiologi Balai Besar Pascapanen Cimanggu. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 40%, NaOH 0,1 N, aquades, phenolphtalein, H2SO4 pekat (98%), larutan buffer, media MRS (De Man, Rogosa and Sharpe) A dan MRS B, asam borat (2%), 0.1 ml campuran indikator hijau bromkersol 0.1 % dengan merah metil 0.1% (5:1), larutan KH(IO3)2 0.01 N. Jenis kemasan yang digunakan adalah cup plastik Polypropilen (PP), bambu gombong dan ampel,
kemasan fleksibel, dan
gerabah. Peralatan yang diperlukan adalah thermometer, pH meter, rheometer, labu erlenmeyer, cawan petri, pipet steril, gelas ukur, pembakar bunsen, buret, tabung reaksi, timbangan analitik, inkubator, butyrometer, sentrifuse, penangas air, lemari es, labu kjedahl 100 ml, sealer, cup sealer, alufo, plastik, panci, sendok, mixer, saringan dan peralatan untuk uji organoleptik.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu penelitian tahap I, penelitian tahap II dan penelitian utama. a. Penelitian Tahap I Pada tahap ini dilakukan untuk menentukan jenis bambu yang digunakan dari dua jenis bambu yang ada, yaitu bambu gombong dan bambu ampel. Penelitian diawali dengan karakterisasi susu sapi. Susu sapi segar diuji kadar protein, kadar lemak, kadar air, total asam, dan pH. Kemudian susu sapi ditambah dengan susu skim (3%) selanjutnya ditoning (diuapkan) hingga menjadi ± 50% volume semula dan dihomogenkan dengan menggunakan pengadukan manual. Setelah homogenisasi dan suhunya turun hingga ± 37 0C, susu ditambahkan starter L. casei (3%). Susu tersebut dimasukkan dalam dua jenis tabung bambu yaitu bambu ampel dan bambu gombong berukuran 10 cm
15
(tinggi) dan 5 cm (diameter) masing-masing 100 ml kemudian ditutup alufo. Selanjutnya, difermentasi 2x24 jam. Dadih yang telah terbentuk pada dua jenis bambu dilakukan pengujian fisik (tekstur, aroma, rasa, warna, dan penerimaan umum) dan total Bakteri Asam Laktat (BAL) dengan metode Total Plate Count (TPC) Jenis tabung bambu yang terbaik selanjutnya digunakan untuk penelitian tahap II.
Diagram alir penelitian tahap I seperti terlihat pada
Gambar 2.
Susu Sapi
Susu skim 3%(b/v)
Penguapan hingga ± 50% volume semula dengan pengadukan manual L. casei 3% (v/v)
Pendinginan hingga suhu ± 370C Penambahan starter Diaduk manual (± 30 menit)
Penuangan dalam bambu (bambu ampel & bambu gombong)
Aluminium foil
ditutup
Fermentasi 2x24 jam pada suhu kamar
Dadih susu sapi
Uji fisik dan TPC BAL
Gambar 2. Diagram Alir Proses Penelitian Tahap I
16
b. Penelitian Tahap II Pada tahap ini dilakukan untuk menentukan waktu fermentasi awal dadih pada bambu terbaik sebelum dipindahkan ke kemasan primer yang akan digunakan. Penelitian diawali dengan karakterisasi susu sapi. Susu sapi segar diuji kadar protein, kadar lemak, kadar air, total asam, dan pH. Kemudian susu sapi ditambah dengan susu skim (3%) selanjutnya ditoning (diuapkan) hingga ± 50% volume semula, dan dihomogenkan dengan menggunakan pengadukan manual. Setelah homogenisasi dan suhunya turun hingga ± 370C, susu ditambahkan starter L. casei (3%). Selanjutnya susu dimasukkan dalam tabung bambu terbaik masing-masing 50 ml, kemudian ditutup alufo, dan difermentasi pada suhu kamar (270 – 290 C). Dadih yang telah terbentuk dimasukkan dalam cup plastik masing-masing 50 ml setelah fermentasi jam ke-12, 13, 14, 15, 16, 18, 20, dan 24. Fermentasi dilanjutkan kembali hingga jam ke-48. Tiap kemasan pada masing-masing waktu fermentasi diuji fisik (tekstur, aroma, rasa, warna, dan penerimaan umum). Waktu pemindahan yang terbaik selanjutnya digunakan untuk penelitian utama. Diagram alir penelitian tahap II seperti terlihat pada Gambar 3.
c. Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh kemasan terhadap kualitas dadih pada suhu dingin dan suhu ruang. Perlakuan kemasan (hasil penelitian tahap I dan II) yaitu dengan mengemas dadih susu sapi dengan bambu terbaik (tahap I), kemasan fleksibel, cup plastik PP, gerabah, dan perlakuan pemindahan pada waktu terbaik (tahap II) dari kemasan bambu terbaik ke dalam kemasan fleksibel, cup plastik PP, serta gerabah setelah mengalami fermentasi awal dalam bambu. Pada tahap ini dilakukan analisis visual, analisis sifat mutu secara kimiawi dan analisis kesukaan konsumen dengan uji organoleptik. Analisis sifat mutu secara kimiawi meliputi analisis proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat by difference), total asam, dan total Bakteri Asam Laktat (BAL) dengan metode Total Plate Count (TPC), pH dan viskositas (rheometer).
17
Susu Sapi Susu skim 3% (b/v) Penguapan ± 50% volume semula dengan pengadukan manual L. casei 3% (v/v)
Pendinginan hingga 370C Penambahan starter
Diaduk manual (± 30 menit) alufo Penuangan dalam bambu terbaik Ditutup
Fermentasi 2x24 jam pada suhu kamar Penuangan pada cup plastik setelah fermentasi pada jam ke-12, 13, 14, 15, 16, 18, 20, 24
Fermentasi lanjutan hingga jam ke-48
Dadih
Uji fisik (bentuk, warna, konsistensi, dan mouthfeel)
Gambar 3. Diagram Alir Proses Penelitian Tahap II
18
Uji organoleptik dengan parameter rasa, tekstur, konsistensi, warna, aroma, kemasan, dan penerimaan umum. Metode analisa dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian diawali dengan karakterisasi susu sapi. Susu sapi segar diuji kadar protein, kadar lemak, dan kadar air, total asam, dan pH. Kemudian susu sapi ditambah dengan susu skim (3%) kemudian ditambah dengan CMC 1 % selanjutnya dipasteurisasi dan dihomogenkan dengan mixer. Setelah homogenisasi dan didinginkan (± 370C), susu ditambahkan starter L. casei (3%). Selanjutnya susu dimasukkan dalam tabung bambu terbaik (hasil dari penelitian tahap I) dan ditutup dengan alufo, gerabah, kemasan fleksibel, dan cup plastik PP masing-masing 100 ml, kemudian difermentasi 2x24 jam pada suhu kamar. Dadih yang telah terbentuk pada tabung bambu sebagian dimasukkan dalam tiga jenis kemasan yaitu gerabah, kemasan fleksibel, dan cup plastik masing-masing 100 ml pada waktu pemindahan terbaik (hasil penelitian tahap II) dan difermentasi kembali hingga jam ke-48. Sedangkan bambu lainnya digunakan sebagai pengemas utama. Dadih yang telah terbentuk disimpan dalam dua suhu yaitu suhu ruang (25-300 C) dan suhu refrigerator (4-100 C). Tiap kemasan dianalisa mutu dan komposisi kimia, sifat fisiko kimia, dan organoleptik. Pengujian dilakukan pada hari ke-0, 4, dan 8 untuk suhu ruang dan untuk suhu dingin pada hari ke-0, 4, 8, 12, 16, 20, dan 24. Diagram alir penelitian utama seperti terlihat pada Gambar 4.
19
Susu Sapi Susu skim 3% (b/v)
CMC 1% (b/v)
Pasteurisasi (800C, 30 menit)
L. casei 3% (v/v)
Homogenisasi dengan mixer Pendinginan hingga suhu ± 370 C Penambahan starter Penuangan dalam bambu terbaik ditutup dengan alufo, kemasan fleksibel, gerabah, dan cup plastik
Fermentasi 2x24 jam pada suhu kamar
Penuangan dalam kemasan (gerabah, cup plastik, kemasan fleksibel) pada waktu terbaik (jam ke-15)
Fermentasi lanjutan hingga jam ke-48
Dadih susu sapi
Penyimpanan suhu ruang (25-300 C) dan suhu refrigerator (4-100 C) Analisis visual, analisis mutu secara kimiawi dan organoleptik
Gambar 4. Diagram Alir Proses Penelitian Utama 20
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 5. Kemasan Bambu (a), Gerabah (b), Kemasan Fleksibel (c), dan Cup plastic Polipropilen (d)
21
d. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial (7x2) dengan perlakuan: 1. Jenis Kemasan (α) α1 = bambu α2 = cup plastik PP α3 = kemasan fleksibel α4 = gerabah α5 = kemasan fleksibel (dengan pemindahan dari bambu) α6 = gerabah (dengan pemindahan dari bambu) α7 = cup plastik PP (dengan pemindahan dari bambu) 2. Suhu Penyimpanan (β) β1= suhu ruang β2= suhu dingin
Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut : Yijkl = µ + Rl + αi + βj + αβ’ij εijkl ; Dimana Yijk µ Rl
= Peubah respon karena pengaruh taraf perlakuan (α, β) = Rataan umum = Pengaruh kelompok
αi
= Pengaruh pengemasan ke-i (i = 1, 2, 3,..,7)
βj
= Pengaruh suhu penyimpanan ke-j (j = 1,2)
αβij = Pengaruh interaksi antara pengemasan ke-i dan suhu penyimpanan ke-j εij
= Galat percobaan ulangan pada kombinasi αi, βj, dan αβij
Data yang dihasilkan dianalisis dengan program SPSS 14, apabila ada perbedaan yang nyata dilakukan uji lanjut menggunakan metode uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%.
22
Tabel 1. Desain Percobaan Penelitian Utama Pembuatan Dadih Susu Sapi dalam Kemasan Kode Perlakuan Perlakuan Dadih yang langsung dikemas dalam bambu dan B-D disimpan dalam suhu dingin Dadih yang langsung dikemas dalam bambu dan B-R disimpan dalam suhu ruang Dadih yang langsung dikemas dalam kemasan A1-D fleksibel dan disimpan dalam suhu dingin Dadih yang langsung dikemas dalam kemasan A1-R fleksibel dan disimpan dalam suhu ruang Dadih yang difermentasi dahulu dalam bambu setelah itu baru dipindahkan pada waktu terbaik A2-D (jam ke-15) dalam kemasan fleksibel dan disimpan dalam suhu dingin Dadih yang difermentasi dahulu dalam bambu setelah itu baru dipindahkan pada waktu terbaik A2-R (jam ke-15) dalam kemasan fleksibel dan disimpan dalam suhu ruang Dadih yang langsung dikemas dalam cup plastik C1-D PP dan disimpan dalam suhu dingin Dadih yang langsung dikemas dalam cup plastik C1-R PP dan disimpan dalam suhu ruang Dadih yang difermentasi dahulu dalam bambu setelah itu baru dipindahkan pada waktu terbaik C2-D (jam ke-15) dalam cup plastik PP dan disimpan dalam suhu dingin Dadih yang difermentasi dahulu dalam bambu setelah itu baru dipindahkan pada waktu terbaik C2-R (jam ke-15) dalam cup plastik PP dan disimpan dalam suhu ruang Dadih yang langsung dikemas dalam gerabah dan G1-D disimpan dalam suhu dingin Dadih yang langsung dikemas dalam gerabah dan G1-R disimpan dalam suhu ruang Dadih yang difermentasi dulu dalam bambu setelah itu baru dipindahkan pada waktu terbaik G2-D (jam ke-15) dalam gerabah dan disimpan dalam suhu dingin Dadih yang difermentasi dulu dalam bambu setelah itu baru dipindahkan pada waktu terbaik G2-R (jam ke-15) dalam gerabah dan disimpan dalam suhu ruang
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN TAHAP I Penelitian tahap I dilakukan untuk menentukan jenis bambu terbaik yang dapat digunakan untuk pembuatan dadih pada penelitian utama. Ada dua jenis bambu yang sering digunakan untuk pembuatan dadih di Sumatera Barat yaitu bambu gombong (Gigantochloa verticilata) dan bambu ampel (Bambusa vulgaris). Pemilihan bambu tersebut dikarenakan rasa pahit pada bambu, sehingga dapat menghindari dari semut. Bambu yang digunakan adalah yang berumur tua (3 tahun) (Sayuti, 1992). Pada penelitian ini hanya dipilih satu dari dua jenis bambu yang dicoba. Pemilihan bambu ini didasarkan dari kemampuan bambu untuk memfermentasi susu hingga menjadi dadih dengan parameter warna, bentuk, tekstur, rasa, jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) yang memenuhi standar probiotik dan juga estetika bambu dilihat dari permukaan dalam dan luarnya. Tabel 2. Perbedaan bambu gombong dan bambu ampel Parameter Warna dadih Bentuk dadih Tekstur dadih Rasa dadih Total BAL pada dadih Estetika
Bambu Gombong Putih kekuningan Kental Lembut dan homogen Lebih asam 1.2 x 1012 cfu/ml Permukaan dalam : Berwarna hijau kekuningkuningan dengan garis-garis kuning sejajar buluhnya. Permukaan luar: Halus berwarna hijau dengan corak garis berwarna kuning
Bambu Ampel Putih kekuningan Kental Lembut dan homogen Asam 6 x 1011 cfu/ml Permukaan dalam : Berwarna hijau keputihputihan. Permukaan luar : Halus berwarna hijau tanpa corak garis (polos).
Penampakan Bambu
24
Tabel 2 menunjukkan bahwa baik bambu gombong maupun bambu ampel mampu membentuk dadih dengan warna, bentuk dan tekstur yang sama. Uji total BAL dengan media MRS A menunjukkan bahwa dadih pada bambu gombong memiliki total BAL yang lebih tinggi daripada dadih pada bambu ampel. Dari hasil ini maka dapat dikatakan bahwa dadih tersebut dapat dijadikan sebagai sumber probiotik, karena sesuai dengan Suryono (2003) efek probiotik dapat dipertahankan jika makanan pembawa minimal mengandung jumlah mikroba probiotik sebanyak 106 – 108 cfu/ml atau 108 – 1010 cfu/gr (preparat kering). Dari segi rasa ternyata dadih yang dibuat pada bambu gombong memiliki rasa lebih asam (lebih disukai) sedangkan dari segi estetikanya bambu gombong lebih bagus dan menarik baik dilihat dari permukaan dalam maupun luarnya. Menurut Anonim (2009) salah satu tujuan pengemasan adalah menambah estetika dan nilai jual bahan pangan (www.smallcrab.com, 8 Juli 2009). Dengan demikian, bambu yang dipilih adalah bambu gombong (Gigantochloa verticilata).
B. PENELITIAN TAHAP II Penelitian tahap II dilakukan untuk menentukan waktu fermentasi awal terbaik pembuatan dadih pada kemasan bambu sebelum dipindahkan ke kemasan primer yang akan digunakan. Waktu fermentasi awal tersebut diperlukan untuk mengetahui pengaruh kemasan bambu terhadap kualitas dadih yang akan dihasilkan selama fermentasi. Fermentasi dadih membutuhkan waktu 24-48 jam, sehingga perlu dilakukan pemilihan satu waktu terbaik untuk memindahkan dadih dari bambu ke dalam kemasan. Waktu fermentasi awal yang tepat tersebut didasarkan pada konsistensi dadih baik sebelum dipindahkan maupun sesudah dipindahkan dan juga tekstur (mouthfeel) dari dadih tersebut setelah dipindahkan. Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi awal pada bambu maka hasil dadih yang diperoleh tidak sempurna. Ketidaksempurnaan bentuk dan ketidakhomogenan serta mouthfeel yang dihasilkan pada tiap-tiap waktu fermentasi diduga merupakan pengaruh dari fermentasi yang terjadi.
25
Tabel 3. Karakteristik dadih susu sapi berdasarkan waktu fermentasi Waktu Fermentasi
Bentuk
Warna
Konsistensi
Mouthfeel
12,13, dan 14 jam
Semi padat (cenderung masih encer)
Putih kekuningan
Kurang homogen (ada pemisahan lemak)
Halus dan asam
15 jam
Semi padat (cenderung masih encer)
Putih
Lebih homogen
Halus dan asam
Halus dan asam
16 jam
Semi padat
Putih
Tidak homogen (ada gumpalan lemak di permukaan)
18 jam
semi padat (lebih padat dari jam ke16)
Putih
Kurang homogen
Halus dan asam
20 jam
Padat encer
Putih
Kurang homogen
Agak kasar dan asam
22 jam
Padat encer
Putih
Kurang homogen
Agak kasar dan asam
24 jam
Encer, berair
Putih
Tidak homogen
Agak kasar dan asam
Penampakan Fisik
Menurut Kuswanto dan Sudarmadji (1989), proses fermentasi dilakukan sampai pH sekitar 4,4 - 4,5, diikuti terbentuknya aroma khas karena adanya senyawa-senyawa volatile lainnya. Protein susu mengalami koagulasi pada pH asam sehingga terbentuk gumpalan/koagulan yang makin lama makin banyak. Dengan demikian, semakin lama waktu fermentasi dalam bambu diduga dadih mempunyai kepadatan yang lebih tinggi dan jika dipindahkan semakin lebih sulit. Kesulitan ini dapat menyebabkan volume dadih yang dipindahkan menjadi berkurang dan akibatnya ketika fermentasi dilanjutkan hingga 48 jam pada kemasan baru, BAL kekurangan substrat untuk melanjutkan fermentasi. Oleh
26
sebab itu, munculah cairan di permukaan atau dadih cenderung berubah menjadi encer. Hasil pengamatan (Tabel 3) menunjukkan bahwa waktu fermentasi awal yang tepat adalah setelah 15 jam fermentasi dalam bambu. Pada 15 jam fermentasi inilah bentuk dadih semi padat sehingga lebih mudah dipindahkan dan tidak banyak mengurangi volume dadih, dan pada jam tersebut konsistensi dadih setelah fermentasi lanjutan hingga 48 jam lebih homogen dan memiliki mouthfeel yang halus dan juga rasa yang cukup asam.
C. PENELITIAN UTAMA Pada penelitian utama dilakukan analisis mutu terhadap bahan baku dan campuran bahan setelah pasteurisasi, meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, total asam, pH, dan total padatan. Analisis ini dilakukan untuk menentukan layak atau tidaknya susu yang digunakan. Tabel 4. Mutu bahan baku susu segar dan campuran susu setelah pasteurisasi Susu Segar
SNI 01-3141-1998
Kadar air (%)
89.02
-
Campuran susu setelah dipasteurisasi 85
Kadar protein (%)
2.23
Min 2.7
3.4
Kadar lemak (%)
4.5
Min 3
4.5
Total asam (%)
0.15
-
0.16
pH
6.62
6-7
6.68
Total padatan (%)
10.98
-
15
Parameter Mutu
Data Tabel 4 menunjukkan bahwa setelah dilakukannya pasteurisasi ternyata terjadi peningkatan kadar protein dan peningkatan total padatan. Hal ini diduga karena adanya penambahan susu skim pada susu sapi segar. Menurut Saleh (2004) susu skim adalah bagian susu yang banyak mengandung protein, sering disebut “serum susu”. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Selain itu, susu skim juga merupakan susu bubuk yang dapat mempengaruhi pembentukan koagulan. Peningkatan total padatan dimungkinkan karena pengaruh proses pasteurisasi
27
beberapa menit sehingga mampu menguapkan komponen air sehingga kadar air menjadi turun dan total padatannya meningkat. Sedangkan penambahan Carboxymethyl Cellulose (CMC) bertujuan untuk meningkatkan kekentalan susu tanpa harus menguapkan susu hingga 50% dari volume awal sehingga lebih ekonomis. Dengan demikian, komposisi ini sangat dimungkinkan untuk membentuk dadih yang diinginkan berbentuk semi padat. Kualitas dan daya tahan dadih sangat dipengaruhi oleh jenis kemasan, suhu penyimpanan, dan umur simpan. Perubahan kualitas yang terjadi pada produk dadih susu sapi yang disimpan dalam suhu dingin (refrigerator) diamati pada hari ke-0, 4, 8, 12, 16, 20, dan 24 serta suhu ruang diamati pada hari ke-0, 4, dan 8. 1.
Analisis Visual Dadih Susu Sapi Dadih susu sapi yang dikemas dalam kemasan fleksibel dan cup plastik PP
dan disimpan pada suhu dingin mempunyai sifat fisik yaitu kental dan homogen, beraroma susu, berwarna putih dan tidak ditumbuhi jamur baik pada permukaan dadih maupun kemasannya (Gambar 6). Keadaan tersebut ternyata dapat bertahan hingga hari ke-24 penyimpanan (Tabel 5 dan 6). Hal ini sesuai dengan pernyataan Robertson (1993), bahwa makanan perishable disimpan dalam waktu yang lama seperti susu, maka harus disimpan dalam suhu dingin (chill or freezer temperature) yaitu 0-70 C atau -12 – (-18)0C. Suhu dingin diduga akan memperlambat proses fermentasi dan juga mencegah terjadinya aktivitas metabolisme kultur starter dan mikroorganisme pencemar.
Gambar 6. Dadih pada kemasan cup plastik PP (kiri) dan kemasan fleksibel (kanan) penyimpanan suhu dingin setelah hari ke-24
28
Tabel 5. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan cup plastik pp selama penyimpanan Keadaan Fisik pada Suhu Dingin
Hari ke-
0
Warna
Aroma
Kemasan
Putih (kental dan homogen)
Susu
Baik tanpa jamur
Susu
Baik tanpa jamur
Susu
Baik tanpa jamur
Susu
Baik tanpa jamur
Susu
Baik tanpa jamur
Putih (kental dan homogen) Putih (kental dan homogen) Putih (kental dan homogen) Putih (kental dan homogen)
4 8 12 16 20
Putih (kental dan homogen)
Susu
Baik tanpa jamur
24
Putih (kental dan homogen)
Susu
Baik tanpa jamur
Hari ke0 4 8
Warna Putih (kental dan homogen) Putih (kental dan homogen) Putih (kental dan homogen)
Keadaan Fisik pada Suhu Ruang Aroma
Kemasan
Susu
Baik tanpa jamur
Susu
Baik tanpa jamur
Susu
Baik tanpa jamur
Dadih yang dikemas dalam kemasan fleksibel dan cup plastik PP dan disimpan pada suhu ruang bertahan sampai hari ke-8. Hingga hari ke-8 ini sifat fisik dadih masih konsisten yaitu kental dan homogen, beraroma susu, berwarna putih, dan tidak ditumbuhi jamur baik pada permukaan dadih maupun kemasannya (Gambar 7). Setelah melebihi hari ke-8 dadih mulai mengalami kerusakan. Kerusakan ditandai dengan perubahan tekstur dadih yaitu pemisahan air dan dadih serta perubahan aroma (Gambar 8). Sesuai pendapat Sisriyenni dan Yayu (2004) bahwa munculnya aroma tengik pada dadih itu disebabkan karena mulai munculnya jamur atau bakteri koliform pada permukaan dadih.
29
Gambar 7. Dadih pada kemasan cup plastik PP (kiri) dan kemasan fleksibel (kanan) penyimpanan suhu ruang setelah hari ke-8
Gambar 8. Dadih pada kemasan cup plastik PP penyimpanan suhu ruang setelah hari ke-12
Tabel 6. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan fleksibel selama penyimpanan Hari ke0 4 8 12 16 20 24
Keadaan Fisik pada Suhu Dingin Warna
Aroma
Kemasan
Putih Putih Putih Putih (kental dan homogen) Putih (kental dan homogen) Putih (kental dan homogen) Putih (kental dan homogen)
Susu Susu Susu
Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur
Susu fermentasi
Baik tanpa jamur
Susu fermentasi
Baik tanpa jamur
Susu fermentasi
Baik tanpa jamur
Susu fermentasi
Baik tanpa jamur
Hari ke-
Warna
0 4 8
Putih Putih Putih
Keadaan Fisik pada Suhu Ruang Aroma Susu Susu Susu
Kemasan Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur
30
Dadih yang dikemas dalam bambu dan disimpan pada suhu dingin mampu bertahan sampai hari ke-8 (Tabel 7). Dadih pada kemasan bambu ini memiliki warna putih kekuningan dan beraroma khas bambu (Gambar 9). Dadih pada bambu setelah melewati hari ke-8 penyimpanan mulai mengalami kerusakan. Kerusakan yang terjadi akibat perubahan visual kemasan bambu, yaitu munculnya jamur di dinding bambu (Gambar 10). Untuk dadih dalam kemasan bambu dan disimpan pada suhu ruang hanya bertahan kurang dari 4 hari, kerusakan disebabkan karena wadah dan di permukaan dadih ditumbuhi kapang serta muncul belatung (Gambar 11). Akibatnya dadih menjadi berair dan beraroma tengik. Kapang yang muncul pada dadih ini merupakan organisme yang tahan terhadap kondisi asam tinggi. Kapang dalam media asam memanfaatkan asam laktat dan setelah keasaman direduksi, bakteri lain termasuk tipe proteolitik akan tumbuh dan mendekomposisi protein yang menyebabkan terjadinya pembusukan, keadaan ini dapat terlihat dari adanya pertumbuhan kapang, kekentalan dadih berkurang, dengan aroma dadih tidak aromatis lagi (Sunarlim dan Usmiati, 2006). Tabel 7. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan bambu selama penyimpanan Hari ke-
Keadaan Fisik pada Suhu Dingin Warna
0
Putih kekuningan
4
Putih kekuningan
8
12 Hari ke-
Aroma Susu dengan aroma khas bambu Susu dengan aroma khas bambu
Kemasan Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur
Putih kekuningan (ada Susu dengan aroma pemisahan lemak di Baik tanpa jamur khas bambu permukaan) Putih kekuningan (ada Susu dengan aroma Berjamur di bagian pemisahan lemak di khas bambu dinding permukaan) Keadaan Fisik pada Suhu Ruang Warna Aroma Kemasan
0
Putih kekuningan
Susu dengan aroma khas bambu
Baik tanpa jamur
4
Putih kekuningan
Bambu
Berjamur dan muncul belatung
31
Gambar 9. Dadih pada kemasan bambu penyimpanan suhu dingin setelah hari ke-8
Gambar 10. Dadih pada kemasan bambu penyimpanan suhu dingin setelah hari ke-12
Gambar 11. Dadih pada kemasan bambu penyimpanan suhu ruang setelah hari ke-4 Dadih yang dikemas dalam gerabah dan disimpan pada suhu dingin mampu bertahan sampai hari ke-4 (Tabel 8). Dadih pada kemasan gerabah ini berwarna putih dan beraroma susu dengan khas gerabah (Gambar 12). Pendeknya umur simpan dadih tersebut bukan disebabkan karena kerusakan produk atau pun kemasan, namun volume dadih yang berkurang. Hal ini diduga karena gerabah
32
merupakan kemasan yang tidak tahan air (porositasnya tinggi) sehingga menyerap air pada dadih dan semakin lama dadih akan kering dan menempel di permukaan dinding gerabah. Dadih yang menempel pada dinding gerabah cenderung berwarna kuning dan beraroma susu (Gambar 13).
Gambar 12. Dadih pada Kemasan Gerabah Setelah Hari Ke-4 pada Suhu Dingin
Gambar 13. Dadih pada Kemasan Gerabah Setelah Hari Ke-8 pada Suhu Dingin Dadih dalam gerabah dan disimpan pada suhu ruang bertahan kurang dari 4 hari (Tabel 8). Lebih pendeknya umur simpan pada suhu ruang ini diduga karena kerusakan kemasan yang disebabkan tumbuhnya kapang (Gambar 14) sehingga merusak produk juga. Tumbuhnya organisme ini diduga karena sifat gerabah yang mudah menyerap air menyebabkan dindingnya menjadi basah. Kondisi inilah yang mendorong munculnya kapang, apalagi diketahui bahwa penyimpanan pada suhu ruang sangat rentan dengan mikroorganisme tidak menguntungkan.
33
Tabel 8. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan gerabah selama penyimpanan Hari ke-
Keadaan Fisik pada Suhu Dingin Warna
Aroma
Kemasan
0
Putih
Susu dengan aroma khas gerabah
Baik tanpa jamur namun dinding badan basah
4
Putih
Susu dengan aroma khas gerabah
Baik tanpa jamur
8 Hari ke-
Putih kekuningan, namun Susu dengan aroma dadih menempel pada khas gerabah dinding gerabah Keadaan Fisik pada Suhu Ruang Warna Aroma
0
Putih
Susu dengan aroma khas gerabah
4
Putih
gerabah
Baik tanpa jamur
Kemasan Baik tanpa jamur namun dinding badan basah Berjamur di bagian luar dan juga dalam
Gambar 14. Dadih pada Kemasan Gerabah Setelah Hari Ke-4 pada Suhu Ruang
Bambu sebagai kemasan awal pada proses fermentasi ternyata juga mempengaruhi penampakan fisik produk. Dadih yang difermentasikan awal terlebih dahulu dalam bambu memiliki warna putih agak kekuningan, beraroma susu dengan sedikit khas bambu, serta bertekstur kental dan homogen hanya saja dadih yang difermentasi awal di bambu kemudian baru dipindahkan pada waktu terbaik ke kemasan fleksibel, cup plastik PP, dan gerabah cenderung memiliki kekentalan yang lebih rendah dan semakin lama disimpan semakin rusak (Tabel 9 dan 10). Hal ini diduga karena pengaruh adanya senyawa-senyawa penghambat yang mungkin ada pada bambu atau pun saat proses pemindahan dari bambu.
34
Tabel 9. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan bambu ke kemasan fleksibel selama penyimpanan Hari ke0 4 8 12 16 20 24 Hari ke0 4 8
Keadaan Fisik pada Suhu Dingin Warna
Aroma
Putih Susu Putih Susu Putih Susu Putih (sedikit encer) Susu fermentasi Putih (sedikit encer) Susu fermentasi Putih (sedikit encer) Susu fermentasi Putih (sedikit encer dan Susu fermentasi berair) Keadaan Fisik pada Suhu Ruang Warna Aroma Putih Putih Putih (encer)
Susu Susu Susu
Kemasan Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Kemasan Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur
Tabel 10. Keadaan fisik dadih susu sapi pada kemasan bambu ke kemasan cup plastik PP selama penyimpanan Hari ke0 4 8 12 16 20 24 Hari ke0 4 8
Keadaan Fisik pada Suhu Dingin Warna
Aroma
Putih kekuningan Susu Putih kekuningan Susu Putih kekuningan Susu Putih kekuningan (sedikit Susu fermentasi encer) Putih kekuningan (sedikit Susu fermentasi encer) Putih kekuningan (sedikit Susu fermentasi encer) Putih kekuningan(sedikit Susu encer dan berair) Keadaan Fisik pada Suhu Ruang Warna Aroma Putih kekuningan Putih kekuningan Putih kenuningan
Susu Susu Susu
Kemasan Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Kemasan Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur Baik tanpa jamur
35
1. Analisis Mutu Secara Kimiawi a. Total Asam Penambahan starter Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus casei ternyata menyebabkan dadih susu sapi yang dihasilkan ini memiliki rasa asam. Hal ini sejalan dengan Sunarlim dan Usmiati (2006) yang menyatakan bahwa dengan penambahan starter BAL maka mutu dan citarasa dadih yang dihasilkan lebih konsisten dibandingkan dengan dadih asli tanpa inokulasi kultur.
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 15. Total asam dadih susu sapi pada suhu dingin
Tiap kemasan memberikan tingkat keasaman yang berbeda (Gambar 15). Dadih pada kemasan bambu nilai total asamnya meningkat hingga hari ke-12 namun pada hari ke-16 dan 24 mengalami penurunan. Kondisi ini juga terjadi pada perlakuan kemasan fleksibel, bambu ke kemasan fleksibel, cup plastik PP dan bambu ke kemasan cup plastik PP. Untuk dadih pada kemasan gerabah nilai total asam meningkat pada hari ke-4 dan turun pada hari ke-8, sedangkan untuk
36
dadih pada perlakuan dari bambu ke gerabah nilai total asamnya cenderung meningkat hingga hari ke-8 penyimpanan. Peningkatan dan penurunan nilai total asam pada waktu tertentu yang terjadi diduga karena adanya aktivitas BAL L. casei dalam produk. Aktivitas yang disebut sebagai fermentasi ini merupakan proses dimana terjadi pengubahan laktosa dalam susu menjadi asam laktat. Semakin lama produk disimpan maka semakin banyak asam laktat yang dihasilkan sehingga total asam menjadi meningkat. Namun pada waktu tertentu ketika L. casei tidak memiliki substrat yang cukup untuk fermentasi maka asam laktat yang terbentuk berkurang dan dadih cenderung berair. Hal inilah yang diduga menyebabkan nilai total keasaman dadih menurun. Kisaran nilai total asam yang terjadi pada tiap perlakuan dan perubahannya seiring dengan lama penyimpanan terlihat pada Gambar 15. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kisaran nilai total asam yang terjadi memenuhi dalam standar mutu SNI yoghurt No 01-2981-1992 yaitu 0.5% sampai 2%, namun jika dibandingkan dengan dadih asli nilai keasaman yang terjadi cukup berbeda yaitu 1.42% (Sugitha, 1995). Perbedaan tersebut diduga karena pada dadih susu sapi dilakukan penambahan BAL L. casei sehingga pembentukan asam laktat hasil fermentasi cenderung lebih banyak daripada dadih asli yang hanya memanfaatkan bakteri di sekitarnya. Sampai sekarang SNI untuk dadih belum ada dan tingkat keasaman produk susu fermentasi sangat ditentukan oleh preferensi konsumen (Taufik, 2004). Dengan demikian belum dapat dikatakan bahwa dadih susu sapi tersebut tidak sesuai standar. Hasil analisis ragam (Lampiran 12) dan uji lanjut (uji Duncan) menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan lama penyimpanan mempengaruhi nilai total asam secara nyata (P≤0.05). Tiap perlakuan kemasan berbeda tidak nyata sementara untuk lama penyimpanan ditunjukkan bahwa nilai total asam hari ke-0 dan hari ke-4 berbeda nyata sedangkan hari ke-4 dan ke-8 berbeda tidak nyata, dan untuk hari ke-12, 16, 20, dan 24 nilai total asamnya berbeda nyata. Dadih yang disimpan pada suhu ruang dengan perlakuan kemasan yang sama juga menimbulkan pengaruh terhadap nilai total asam (Gambar 16). Dadih pada kemasan bambu, gerabah, dan perlakuan bambu ke gerabah nilai total
37
asamnya hanya dapat dianalisa di hari ke-0 dikarenakan secara fisik dadih yang ada dalam kemasan tersebut sudah ditumbuhi kontaminan yang menyebabkan sampel sulit untuk diambil sehingga tidak memungkinkan untuk dianalisa. Sementara untuk kemasan fleksibel, perlakuan bambu ke kemasan fleksibel, dan bambu ke cup plastik meningkat dari hari ke-0 hingga ke-8. Sedangkan untuk dadih pada kemasan cup nilai total asam turun di hari ke-8.
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 16. Total asam dadih susu sapi pada suhu ruang
Peningkatan dan penurunan nilai total asam ini diduga juga dipengaruhi oleh aktivitas L. casei. Pada suhu ruang aktivitas L. casei cenderung lebih cepat dibandingkan pada suhu dingin. Lactobacillus casei tumbuh pada suhu 15-410C (Optimum 370C) (Widodo, 2003), sehingga pada suhu ruang keasaman lebih cepat terbentuk. Semakin lama penyimpanan maka substrat yang digunakan untuk fermentasi cenderung tidak cukup dan akhirnya menyebabkan asam laktat yang terbentuk berkurang sehingga nilai total asam cenderung turun. Hasil analisis ragam (Lampiran 12) dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa lama penyimpanan dan perlakuan kemasan mempengaruhi nilai total asam secara nyata (P≤0.05). Nilai total asam dadih pada kemasan bambu berbeda nyata
38
dengan total asam pada gerabah, perlakuan bambu ke gerabah, cup plastik PP dan kemasan fleksibel. Sementara untuk kemasan fleksibel, perlakuan bambu ke cup plastik PP, dan perlakuan bambu ke kemasan fleksibel berbeda tidak nyata. Perbedaan ini diduga karena sifat dan keadaan kemasan yang dapat mempengaruhi fermentasi dan jumlah bakteri. Semakin baik kemasan mendukung BAL melakukan fermentasi, misalnya mampu menyediakan oksigen cukup, permeabilitas terhadap air rendah dan mampu meminimalisir kontaminasi maka akan semakin tinggi tingkat keasamannya. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa lama penyimpanan dari hari ke 0, 4, dan 8 berbeda nyata. Perbedaan ini dimungkinkan karena selama penyimpanan pada suhu ruang fermentasi tetap berlangsung sehingga asam laktat pun semakin meningkat jumlahnya dari hari ke hari (Lampiran 12). b. pH Nilai pH yang ada pada produk berbanding terbalik dengan tingkat keasaman susu. Ketika keasaman susu meningkat maka nilai pH akan turun. Hal ini juga terjadi pada produk dadih susu sapi. Tiap kemasan memberikan nilai pH yang berbeda (Gambar 17). Kemasan bambu hingga hari ke-12 menurun, namun pada hari ke-16 dan 24 nilai pH naik. Kondisi ini juga terjadi pada perlakuan kemasan fleksibel, bambu ke kemasan fleksibel, cup plastik PP, dan bambu ke kemasan cup plastik PP. Sementara untuk kemasan gerabah dan dari bambu ke gerabah nilai pH menurun pada hari ke-4. Peningkatan dan penurunan nilai pH yang terjadi pada tiap perlakuan seiring dengan waktu penyimpanan dimungkinkan dipengaruhi oleh aktivitas dan jumlah bakteri asam laktat dalam produk. Hal ini sejalan dengan Taufik (2004) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka akan semakin menurun nilai pH. Komponen susu yang paling berperan dalam fermentasi adalah laktosa dan kasein. Laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon yang nantinya akan diubah oleh BAL menjadi asam laktat. Asam laktat tersebut diduga menyebabkan keasaman dadih susu sapi meningkat atau pH-nya menurun.
39
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 17. pH dadih susu sapi pada suhu dingin Kasein merupakan komponen terbanyak dalam protein susu dan mempunyai sifat peka terhadap keasaman (pH). Peningkatan nilai pH yang terjadi ini diduga karena pada waktu tertentu substrat yang dibutuhkan L. casei tidak mencukupi untuk fermentasi sehingga menyebabkan asam laktat yang terbentuk berkurang. Berkurangnya asam laktat menyebabkan nilai total asam turun dan nilai pH naik. Kisaran nilai pH yang terjadi (Gambar 17) memenuhi dalam standar SNI yoghurt No 01-2981-1992 yaitu minimal 3,4. Namun jika dibandingkan dengan dadih asli nilai pH yang terjadi cukup berbeda yaitu 4,1 (Yudoamijoyo, 1983). Perbedaan ini dimungkinkan karena pada dadih susu sapi ini ada penambahan BAL L. casei jadi pembentukan asam laktat hasil fermentasi cenderung lebih banyak daripada dadih asli yang hanya memanfaatkan bakteri di sekitarnya. Hasil analisis ragam (Lampiran 13) dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan lama penyimpanan mempengaruhi nilai pH secara nyata (P≤0.05). Untuk lama penyimpanan diketahui bahwa nilai pH hari ke-0, 4, 8, 12, 16, 20, dan 24 berbeda nyata sementara perlakuan kemasan menunjukkan bahwa besarnya nilai pH pada semua perlakuan berbeda nyata, namun untuk
40
kemasan cup plastik PP dan kemasan fleksibel berbeda tidak nyata, demikian juga dengan kemasan bambu dan bambu ke gerabah, berbeda tidak nyata. Dadih yang difermentasi selama 15 jam dalam bambu terlebih dahulu memiliki nilai pH yang lebih rendah dibandingkan dengan jika langsung ditempatkan pada kemasan primernya (Gambar 17). Hal ini diduga pada kemasan bambu pengubahan laktosa menjadi asam laktat lebih cepat karena jumlah bakteri asam laktat pada bambu lebih tinggi yaitu bisa mencapai 1,2 x 1012 cfu/ml dibandingkan pada kemasan lain yang hanya sekitar 1010 cfu/ml. Perubahan nilai pH juga terjadi pada dadih yang disimpan pada suhu ruang (Gambar 18). Kemasan bambu, gerabah, dan perlakuan bambu ke gerabah nilai pH hanya dapat dianalisis di hari ke-0 dikarenakan secara fisik dadih yang ada dalam kemasan tersebut sudah ditumbuhi banyak kontaminan menyebabkan sampel sulit untuk dianalisis pH-nya. Sementara untuk kemasan fleksibel, perlakuan bambu ke kemasan fleksibel, dan bambu ke cup plastik menurun dari hari ke-0 hingga ke-8. Sedangkan untuk kemasan cup nilai pH naik di hari ke-8 walaupun tidak setinggi nilai pH pada hari ke-0.
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 18. pH dadih susu sapi pada suhu ruang
41
Hasil analisis ragam (Lampiran 13)
menunjukkan bahwa pada
penyimpanan di suhu ruang, lama penyimpanan dan perlakuan kemasan mempengaruhi nilai pH secara nyata (P≤0.05). Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai pH pada kemasan bambu berbeda nyata dengan perlakuan kemasan yang lain, sedangkan untuk kemasan fleksibel dengan perlakuan bambu ke kemasan fleksibel, gerabah dengan perlakuan bambu ke gerabah berbeda tidak nyata. Hal ini diduga karena fermentasi awal di bambu tidak mempengaruhi nilai pH, namun hal ini tidak terjadi pada perlakuan bambu ke cup plastik PP karena dibandingkan dengan nilai pH pada kemasan cup plastik PP nilainya berbeda nyata. Selanjutnya untuk lama penyimpanan, hasil uji lanjut menunjukkan bahwa nilai pH berbeda nyata dari hari ke hari.
c. Viskositas Tiap kemasan memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas (Gambar 19). Pada kemasan bambu nilai viskositas dadih meningkat hingga hari ke-8 dan 16, namun turun di hari ke- 12 dan 20. Dadih pada kemasan fleksibel viskositasnya semakin meningkat hingga hari ke-8 namun mulai turun di hari ke12. Selanjutnya untuk perlakuan dari bambu ke kemasan fleksibel viskositasnya meningkat hingga hari ke-12, untuk kemasan cup plastik PP peningkatan terjadi hingga hari ke-12, namun untuk perlakuan dari bambu ke cup plastik PP peningkatan terjadi hingga hari ke-8. Sementara untuk kemasan gerabah, viskositas menurun di hari ke-4 dan viskositas pada perlakuan bambu ke kemasan gerabah meningkat di hari ke-4. Nilai viskositas dadih susu sapi pada tiap perlakuan kemasan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai viskositas susu segar yang hanya sekitar 16 cP. Hal ini disebabkan oleh tingginya total padatan susu yang menjadi bahan baku dadih setelah mengalami penambahan susu skim dan juga CMC sebagai pengental. Hal ini sesuai dengan penelitian Taufik (2004) yang menyatakan bahwa nilai viskositas dadih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai viskositas susu segar karena tingginya total padatan susu yang menjadi bahan baku dadih. Namun, bila dibandingkan dengan viskositas dadih asli yang berkisar 360 cP maka nilainya ada yang lebih tinggi dan lebih rendah. Hal ini diduga
42
adanya pengaruh resistensi kemasan terhadap air. Jumlah air akan mempengaruhi nilai total padatan produk, semakin tinggi total padatan maka viskositas juga semakin tinggi.
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 19. Viskositas dadih susu sapi pada suhu dingin Selain total padatan, total asam dan nilai pH juga mempengaruhi nilai viskositas. Selama proses fermentasi, asam yang dihasilkan oleh bakteri dan nilai pH yang rendah menyebabkan tergumpalnya protein susu (kasein) menjadi curd. Dengan demikian, bila pada bahasan sebelumnya diketahui bahwa nilai pH tiap perlakuan kemasan semakin turun maka hal ini menyebabkan nilai viskositas menjadi meningkat. Hasil analisis ragam (Lampiran 14)
menunjukkan bahwa lama
penyimpanan tidak mempengaruhi secara nyata nilai viskositas dadih susu sapi, namun perlakuan kemasan mempengaruhi nilai viskositas secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai viskositas pada perlakuan kemasan bambu, bambu ke kemasan fleksibel, dan bambu ke cup plastik PP berbeda tidak nyata. Hal ini juga terjadi antara bambu dan perlakuan bambu ke gerabah, cup plastik PP dan kemasan fleksibel serta kemasan fleksibel dan gerabah.
43
Perubahan nilai viskositas juga terjadi pada dadih susu sapi yang disimpan dalam suhu ruang. Nilai viskositas dadih pada kemasan bambu, gerabah, dan perlakuan bambu ke gerabah hanya bisa diukur pada hari ke-0 karena secara fisik dadih pada kemasan ini
volumenya tidak
mencukupi sehingga tidak
memungkinkan untuk dianalisa. Nilai viskositas pada kemasan gerabah terlihat lebih tinggi (Gambar 20) daripada pada bambu dan perlakuan bambu ke gerabah. Hal ini diduga karena gerabah memiliki sifat porositas yang tinggi sehingga menyerap air dalam dadih yang menyebabkan total padatan meningkat. Tingginya total padatan inilah yang menyebabkan nilai viskositas dalam gerabah lebih tinggi. Sementara untuk kemasan fleksibel dan perlakuan bambu ke kemasan fleksibel nilai viskositasnya meningkat dari hari ke hari, sedangkan nilai viskositas pada cup plastik PP dan perlakuan bambu ke cup plastik PP menurun dari hari ke hari.
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 20. Viskositas dadih susu sapi pada suhu ruang Hasil analisis ragam (Lampiran 14)
menunjukkan bahwa lama
penyimpanan tidak mempengaruhi nilai viskositas secara nyata (P>0.05) tetapi perlakuan kemasan mempengaruhi viskositas secara nyata (P<0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai viskositas pada kemasan gerabah
44
berbeda nyata dengan perlakuan kemasan yang lainnya, namun kemasan fleksibel dengan perlakuan bambu ke kemasan fleksibel, cup plastik PP dengan kemasan fleksibel, bambu dengan perlakuan bambu ke gerabah nilai viskositasnya berbeda tidak nyata.
d. Total BAL (Bakteri Asam Laktat) Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah L. casei. Bakteri tersebut merupakan bakteri asam laktat, yaitu bakteri yang menghasilkan asam laktat dari fermentasinya, sudah lama dikenal sebagai bakteri sahabat manusia. Bakteri ini tidak bersifat racun sehingga aman untuk dikonsumsi dan selama pemakaian telah banyak menunjukkan manfaat untuk kesehatan manusia (Widyastuti, 2000). Penambahan BAL pada dadih susu sapi bertujuan untuk menjadikan produk tidak hanya sekedar sebagai susu fermentasi, namun juga untuk menjadikan dadih susu sapi sebagai minuman probiotik. Probiotik merupakan suplemen pangan yang berasal dari mikroba hidup yang menguntungkan kesehatan inangnya dengan cara memperbaiki komposisi mikroba usus. Bakteri asam laktat, khususnya yang bersifat sebagai probiotik, banyak digunakan sebagai suplemen pangan dengan berbagai manfaat bagi kesehatan (Susanti et al, 2007). Total BAL pada tiap perlakuan kemasan jumlahnya berfluktuasi seiring dengan lama penyimpanan (Gambar 21 dan 22). Hal ini juga dijelaskan oleh Sunarlim dan Usmiati (2006) yang menyatakan bahwa pada waktu tertentu jumlah substrat dalam bahan baku susu untuk melakukan fermentasi masih tersedia cukup banyak sehingga bakteri sangat aktif memperbanyak diri, namun jumlah substrat semakin lama menurun sehingga bakteri relatif tidak aktif memperbanyak diri dan bakteri sudah melewati fase logaritmiknya. Selain itu, tampaknya sel bakteri banyak yang mengalami lisis sehingga saat ditumbuhkan pada MRS A jumlah L. casei yang dapat dihitung lebih sedikit seiring dengan lama penyimpanan. Walaupun demikian, total BAL yang ada pada produk tetap berjumlah 8
> 10 cfu/ml. Jumlah total BAL tersebut menandakan bahwa dadih susu sapi dapat memenuhi syarat sebagai minuman susu fermentasi probiotik karena efek probiotik dapat dipertahankan jika makanan pembawa minimal mengandung
45
jumlah mikroba probiotik sebanyak 106 – 108 cfu/ml atau 108 – 1010 cfu/gr (preparat kering) (Suryono, 2003). Hasil analisis ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan lama penyimpanan mempengaruhi total BAL secara nyata. Dari uji lanjut Duncan diketahui bahwa total BAL pada perlakuan bambu ke gerabah dan gerabah berbeda nyata dengan total BAL pada kemasan fleksibel, bambu, bambu ke kemasan fleksibel dan cup plastik PP, namun total BAL pada gerabah, perlakuan bambu ke gerabah dan bambu ke cup plastik PP berbeda tidak nyata. Sementara untuk lama penyimpanan total BAL pada hari ke-0, 4, dan 8 berbeda tidak nyata dan untuk hari ke-12, 20 dan 24 berbeda nyata.
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 21. Total BAL dadih susu sapi pada suhu dingin Jumlah BAL dalam dadih selain didukung oleh kandungan gizi makanan yang dijadikan sebagai substrat, juga dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen. Sesuai dengan pendapat Buckel (1987) bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme meliputi suplai zat gizi, suhu, air dan tersedianya oksigen. Bakteri probiotik tidak menghasilkan katalis (enzim) yang dapat merombak hidrogen peroksida sehingga kadar oksigen yang dapat menimbulkan
46
terbentuknya hidrogen peroksida harus dikurangi karena dapat menimbulkan kematian sel. Oleh karena itu, kemasan yang memiliki permeabilitas rendah terhadap oksigen cenderung memiliki jumlah BAL lebih banyak seperti pada kemasan fleksibel dan cup plastik PP. Selanjutnya, dari hasil analisis ragam untuk dadih pada suhu ruang (Lampiran 15) diketahui bahwa perlakuan kemasan dan lama penyimpanan tidak mempengaruhi secara nyata (P≥0.05). Hal ini diduga bahwa faktor yang cenderung mempengaruhi aktivitas BAL adalah suhu (Buckel, 1987).
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 22. Total BAL dadih susu sapi pada suhu ruang e. Kadar Air dan Total Padatan Perlakuan kemasan yang digunakan sebagai wadah dadih berpengaruh nyata (P≤0.05) terhadap kadar air dan total padatan dadih susu sapi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air dan total padatan pada kemasan gerabah dan perlakuan bambu ke kemasan gerabah berbeda nyata dengan kadar air dan total padatan pada perlakuan kemasan lainnya sedangkan kadar air dan total padatan pada kemasan fleksibel, bambu ke kemasan fleksibel, cup plastik PP, bambu ke cup plastik PP, dan bambu tidak berbeda nyata. Sementara pada suhu
47
ruang, perlakuan kemasan tidak mempengaruhi kadar air dan total padatan dadih secara nyata. Pada kedua suhu, dadih yang disimpan dalam gerabah baik yang langsung maupun yang difermentasi dalam bambu terlebih dahulu memiliki kadar air rendah dan total padatan tinggi. Hal ini disebabkan karena gerabah merupakan kemasan alami yang mudah menyerap air sehingga saat dianalisis, kandungan air pada dadih berkurang. Seperti halnya gerabah, bambu juga merupakan kemasan alami yang tidak kedap air, namun sifat porositasnya lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sayuti (1992) bahwa bambu gombong ini mempunyai daya serap air tinggi, namun hal inilah yang menjadi keunggulannya karena akan menyebabkan mutu dadih yang lebih baik. Sementara, kemasan fleksibel dan cup plastik PP relatif tahan terhadap air karena sifat permeabilitas uap airnya rendah sehingga saat dianalisis kandungan air pada dadih cenderung lebih konstan.
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 23. Kadar air dadih susu sapi pada suhu dingin
48
Pengaruh umur simpan terhadap kadar air dan total padatan dadih susu sapi pada suhu dingin berbeda nyata (P≤0.05) (Lampiran 16). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air dan total padatan hari ke-0 berbeda nyata dengan hari ke-12 namun berbeda tidak nyata dengan hari ke-20 dan ke-24. Kadar air dan total padatan dadih susu sapi pada suhu ruang hanya diuji pada hari ke-0 saja sehingga dari uji ragam (Lampiran 16) hanya diketahui pengaruh perlakuan kemasan saja dan ternyata perlakuan kemasan tidak mempengaruhi kadar air dan total padatan secara nyata (P>0.05).
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 24. Total padatan dadih susu sapi pada suhu dingin Nilai kadar air dan total padatan mengalami fluktuasi. Penurunan kadar air yang terjadi diduga dipengaruhi oleh penambahan starter dalam media susu dan penambahan susu skim. Penurunan kadar air diikuti dengan peningkatan total padatan. Peningkatan total padatan juga dapat disebabkan karena terjadinya penguapan dan penggunaan kemasan yang tidak tahan air (mempunyai permeabilitas air tinggi) sehingga cenderung untuk menyerap air produk. Sementara itu peningkatan kadar air atau penurunan total padatan diduga terjadi akibat kerusakan komponen dadih (protein) yang menyebabkan mantel air pecah sehingga air memisah dari ikatannya.
49
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 25. Total padatan dan kadar air dadih susu sapi pada suhu ruang f. Kadar Protein Kadar protein dadih susu sapi dipengaruhi secara nyata (P≤0.05) oleh perlakuan kemasan dan lama penyimpanan (Lampiran 17). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada suhu dingin kadar protein dadih yang dikemas pada kemasan bambu ke gerabah berbeda nyata dengan perlakuan kemasan yang lain. Sementara pada penyimpanan di suhu ruang, dadih pada kemasan bambu dan gerabah berbeda tidak nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan kadar protein pada perlakuan bambu ke gerabah. Hasil analisis (Gambar 26) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar protein dadih yang disimpan pada suhu dingin. Peningkatan protein kemungkinan disebabkan oleh protein bakteri starter. Hal ini dinyatakan oleh Fardiaz (1989) bahwa kadar protein asal susu fermentasi dapat diperoleh dari mikroba yang mengandung substrat protein. Namun, pada akhir penyimpanan yaitu di hari ke-24 rata-rata semua kadar proteinnya turun. Hal ini diduga karena protein susu juga digunakan sebagai sumber nutrisi oleh bakteri starter, sehingga semakin lama penyimpanan kadar protein akan turun.
50
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 26. Kadar protein dadih susu sapi pada suhu dingin Resistensi
kemasan
untuk
melindungi
produk
dari
berbagai
mikoorganisme juga sangat mempengaruhi kadar protein. Bambu dan gerabah merupakan kemasan yang rentan terhadap kontaminasi mikroba sehingga kadar proteinnya cenderung lebih tinggi. Mikroba tersebut diduga menghasilkan senyawa-senyawa yang menghambat aktivitas starter L. casei, sehingga proses penguraian protein menjadi lebih lambat dibandingkan dengan penguraian protein dalam kemasan lain. Permeabilitas kemasan terhadap air juga dapat mempengaruhi kadar protein dadih. Kemasan yang permeabilitas airnya tinggi cenderung akan menyerap air pada produk dan akan meningkatkan total padatannya. Sesuai pendapat Taufik (2005) bahwa tingginya total padatan yang menjadi bahan baku dadih setelah mengalami proses evaporasi maka akan semakin tinggi nilai nutrisi produk seperti protein dan lemak. Oleh karena itu, pada kemasan gerabah yang memiliki permeabilitas tinggi lama-kelamaan akan menurunkan kadar air dan meningkatkan total padatan sehingga kadar proteinnya nilainya cukup tinggi dibandingkan dengan kemasan lain (Gambar 27).
51
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 27. Kadar protein dadih susu sapi pada suhu ruang
g. Kadar Lemak Analisis ragam (Lampiran 18) menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan lama penyimpanan mempengaruhi secara nyata (P≤0.05) kadar lemak dadih susu sapi. Hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan kemasan menunjukkan bahwa kadar lemak pada semua perlakuan kemasan berbeda nyata antara kemasan yang satu dan lainnya, namun pada suhu dingin kadar lemak pada kemasan cup plastik PP dan pelakuan bambu ke kemasan fleksibel berbeda tidak nyata. Pada suhu ruang kadar lemak pada kemasan fleksibel, perlakuan bambu ke kemasan fleksibel dan perlakuan bambu ke cup plastik PP juga berbeda tidak nyata. Sementara, pengaruh lama penyimpanan pada suhu dingin menunjukkan bahwa besar kadar lemaknya berbeda nyata dari hari ke-0 hingga hari ke-24. Rataan kadar lemak (Gambar 28 dan Gambar 29)
setiap perlakuan
kemasan berubah seiring dengan perubahan waktu lama penyimpanan dan besarnya cenderung menurun. Walaupun demikian, besarnya kadar lemak tetap memenuhi standar SNI susu No 01-3141-1998 yaitu minimal 3%.
52
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 28. Kadar lemak dadih susu sapi pada suhu dingin
Perubahan kadar lemak pada dadih diduga akibat adanya pengaruh sifat kemasan terhadap produk dan juga aktivitas L. casei dalam kemasan tersebut. Tingginya kadar lemak pada beberapa kemasan seperti pada bambu dan gerabah diduga akibat permeabilitas terhadap air tinggi sehingga cenderung menyerap air. Kadar air yang berkurang ini mengakibatkan tingginya total padatan produk. Peningkatan total padatan dari produk akan mengakibatkan meningkatnya kadar lemak (Taufik, 2004). Selain itu, kemasan bambu dan gerabah cenderung lebih rentan terhadap mikroorganisme sehingga kerja L. casei terhambat. Dengan demikian, penguraian lemak tidak maksimal. Selama proses fermentasi bakteri akan melakukan proses lipolitik menjadi substansi yang bisa dimanfaatkan oleh bakteri misalnya energi, pada mekanisme perubahan tersebut biasanya akan menghasilkan air dan diduga secara otomatis selama penyimpanan kadar lemak akan menurun.
53
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 29. Kadar lemak dadih susu sapi pada suhu ruang h. Kadar Karbohidrat Metode yang digunakan untuk analisis kadar karbohidrat adalah Carbohydrate by difference. Kadar karbohidrat yang diperoleh dengan metode ini besarnya sangat dipengaruhi oleh kadar air, kadar protein, kadar abu, dan kadar lemak dadih. Sehingga perubahan yang terjadi pada keempat kadar tersebut akan mempengaruhi besarnya kadar karbohidrat. Gambar 30 menunjukkan bahwa besarnya kadar karbohidrat pada tiap kemasan berfluktuasi seiring dengan lama penyimpanan. Kadar karbohidrat dadih pada kemasan gerabah hanya bisa dihitung pada hari ke-0 karena seiring lama penyimpanannya nilai kadar mutu yang lain cukup tinggi sehingga ketika dihitung dengan metode Carbohydrate by difference nilai kadar karbohidrat yang didapat bernilai negatif. Sementara pada Gambar 31 kadar karbohidrat dadih pada kemasan cup plastik PP lebih tinggi dari kemasan yang lain. Hal ini disebabkan karena pengaruh nilai kadar mutu yang lain cukup rendah sehingga ketika dihitung dengan metode Carbohydrate by difference nilai kadar karbohidrat yang didapat cukup tinggi. Hasil ini belum bisa dianggap akurat sehingga diperlukan metode yang lebih tepat.
54
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 30. Kadar karbohidrat dadih susu sapi pada suhu dingin
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 31. Kadar karbohidrat dadih susu sapi pada suhu ruang
55
i. Kadar Abu Kadar mineral dapat dihitung dari kadar abu, jika sejumlah susu dikeringkan kemudian dibakar maka yang tersisa kadar abu yang terdiri atas zatzat anorganik yang dikenal dengan mineral susu. Menurut Soeharsono (1996) bahwa kadar abu terdiri dari beberapa unsur mineral diantaranya kalsium (25%), magnesium (20%) dan fosfor (44%). Hasil uji ragam (Lampiran 19) menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan lama penyimpanan mempengaruhi secara nyata kadar abu dadih susu sapi. Dari hasil uji lanjut Duncan diketahui bahwa kadar abu dadih dalam kemasan bambu, perlakuan bambu ke gerabah, dan gerabah berbeda nyata dengan perlakuan kemasan lainnya. Namun, kadar abu pada kemasan fleksibel dan cup plastik PP berbeda tidak nyata. Tingginya kadar abu pada kemasan gerabah (Gambar 32 dan 33) diduga akibat pengaruh dari besarnya kadar air. Gerabah cenderung menyerap air pada dadih sehingga saat dianalisis kadar airnya rendah dan yang terukur hanya mineral-mineralnya saja karena mineral tersebut tidak larut (Soeharsono, 1996). Oleh sebab itu, nilai kadar abunya pun menjadi tinggi.
Keterangan : B D : Kemasan Bambu A1 D : Kemasan Fleksibel C1 D : Kemasan Cup Plastik PP G1 D : Kemasan Gerabah
A2 D: Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 D : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 D : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 32. Kadar abu dadih susu sapi pada suhu dingin
56
Keterangan : B R : Kemasan Bambu A1 R : Kemasan Fleksibel C1 R : Kemasan Cup Plastik PP G1 R : Kemasan Gerabah
A2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Fleksibel C2 R : Perlakuan dari Bambu ke Kemasan Cup plastik PP G2 R : Perlakuan dari Bambu ke Gerabah
Gambar 33. Kadar abu dadih susu sapi pada suhu ruang
Pengaruh lama penyimpanan pada suhu dingin juga ditunjukkan dalam hasil uji lanjut. Kadar abu pada hari ke-0 berbeda nyata dengan hari ke-12 dan ke 20 dan kadar abu hari ke-12 juga berbeda nyata dengan hari ke-20. Kadar abu tiap perlakuan kemasan besarnya berubah seiring dengan waktu penyimpanan (Gambar 32 dan Gambar 33). Walaupun demikian, besarnya masih memenuhi standar SNI yoghurt No 01-2981-1992 yaitu maksimal 1%.
2. Uji Organoleptik Hasil uji hedonik terhadap kemasan, kemudahan mengkonsumsi, warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan umum yang dilakukan oleh 25 orang panelis semi terlatih, ditransformasi dalam 5 tingkat penilaian kesuakaan meliputi, suka (5), agak suka (4), netral (3), agak tidak suka (2), dan tidak suka (1), sedangkan untuk kemudahan mengkonsumsi ditransformasi dalam 5 tingkat penilaian meliputi, mudah (5), agak mudah (4), netral (3), agak sulit (2), dan sulit (1). Tingkat kesukaan para panelis terhadap dadih susu sapi yang dikemas dalam 7 perlakuan kemasan yaitu kemasan bambu, kemasan fleksibel, perlakuan bambu ke
57
kemasan fleksibel, cup plastik Polipropilen (PP), bambu ke cup plastik PP, gerabah, dan bambu ke gerabah. Tabel 11. Uji Organoleptik Dadih Susu Sapi Parameter Kemasan Kemudahan mengkonsumsi Warna Aroma Rasa Tekstur Penerimaan umum
729 3.36(a)
554 152 (bc) 4.08 4.28(bc)
Sampel 188 812 (ab) 3.68 4.04(bc)
269 4.36(c)
342 3.68(ab)
3.04(a) 2.64(a) 4.72(b) 4(c) 2.88(a) 4.72(b) 4(c) 4.04(ab) 4(ab) 3.28(cd) 3.52(ac) 4.36(b) 3.80(ad) 2.84(c) 2.92(abc) 3.04(bc) 2.28(a) 2.76(ac) 3.48(b) 2.92(abc) 3(bc) (bc) (c) (a) (b) (bc) (c) 2.64 2.44 1.68 3.12 2.76 2.48 2.72(bc) 3.28(bc) 2.8(ac) 3(ac) 3.32(bc) 3.24(bc) 3.8(b) 2.44(a) 2.96(b)
2.8(b)
2.28(a)
3.08(b)
3.08(b)
3.08(b)
2.68(ab)
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) 729 : kemasan bambu 554 : kemasan fleksibel 152 : kemasan cup plastik polypropilen 188 : kemasan gerabah 812 : perlakuan bambu ke kemasan fleksibel 342 : perlakuan bambu ke gerabah 269 : perlakuan bambu ke cup plastik polypropilen
Kemasan Hasil
analisis
ragam
menunjukkan
bahwa
perlakuan
kemasan
mempengaruhi secara nyata (P<0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap kemasan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kemasan bambu berbeda nyata dengan kemasan fleksibel dan cup plastik PP. Namun kemasan gerabah, kemasan fleksibel, dan cup plastik PP berbeda tidak nyata. Uji lanjut menunjukkan bahwa kemasan yang paling disukai adalah cup plastik PP sedangkan yang tidak disukai adalah kemasan bambu. Kemudahan Mengkonsumsi Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan kemasan mempengaruhi secara nyata (P<0.05) pada tingkat kemudahan panelis mengkonsumsi dadih. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kemasan fleksibel dan bambu berbeda tidak nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan kemasan gerabah dan cup plastik PP. Sementara kemasan gerabah berbeda nyata dengan kemasan cup plastik PP. Uji lanjut menunjukkan bahwa konsumsi paling sulit dilakukan bila dadih dikemas dengan kemasan fleksibel sedangkan yang paling mudah bila dikemas dengan cup plastik PP.
58
Warna Hasil
analisis
ragam
menunjukkan
bahwa
perlakuan
kemasan
mempengaruhi secara nyata (P<0.05) pada tingkat kesukaan para panelis terhadap warna dadih susu sapi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa warna dadih pada perlakuan bambu ke kemasan fleksibel berbeda nyata dengan warna pada perlakuan bambu ke gerabah, gerabah, cup plastik PP dan perlakuan bambu ke cup plastik PP. Namun, warna pada kemasan fleksibel berbeda tidak nyata dengan warna pada kemasan fleksibel dan bambu. Warna yang paling disukai adalah pada perlakuan bambu ke kemasan fleksibel karena menurut Sugitha (1999) dadih yang berkualitas adalah yang berwarna putih bersih. Aroma Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kemasan mempengaruhi secara nyata (P<0.05) pada tingkat kesukaan para panelis terhadap aroma dadih susu sapi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa aroma pada cup plastik PP berbeda nyata dengan aroma pada perlakuan bambu ke gerabah, kemasan fleksibel, dan perlakuan bambu ke kemasan fleksibel. Namun aroma dadih pada cup plastik PP berbeda tidak nyata dengan aroma pada gerabah, bambu, dan perlakuan bambu ke cup plastik PP. Aroma dadih yang paling disukai adalah pada perlakuan kemasan bambu ke kemasan fleksibel dan yang tidak disukai adalah aroma pada cup plastik PP. Aroma susu fermentasi disebabkan oleh adanya pembentukan senyawa asetaldehid, diasetil, asam asetat, serta kelompok asam lainnya dalam jumlah kecil. Selain itu kandungan lemak susu dapat berpengaruh terhadap pembentukan komponen flavor produk (Helferich dan Westhoff, 1980). Oleh karena itu, kemasan yang dapat mempertahankan senyawa-senyawa tersebut akan menyebabkan aroma dadih lebih disukai. Rasa Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kemasan mempengaruhi secara nyata (P<0.05) pada tingkat kesukaan para panelis terhadap rasa dadih susu sapi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rasa pada kemasan cup plastik PP berbeda nyata dengan rasa pada perlakuan kemasan lainnya. Sedangkan, rasa pada kemasan gerabah berbeda tidak nyata dengan rasa pada perlakuan bambu ke kemasan fleksibel, bambu ke gerabah, dan bambu, namun rasa pada perlakuan
59
bambu ke kemasan fleksibel ini berbeda nyata dengan rasa pada kemasan fleksibel dan perlakuan bambu ke cup plastik PP. Rasa dadih paling disukai pada kemasan gerabah dan yang tidak disukai pada kemasan cup plastik PP. Hal ini diduga disebabkan oleh dadih pada kemasan cup plastik memiliki rasa yang sangat asam. Sesuai pendapat Taufik (2005) bahwa dadih yang sangat asam rasanya berada di bawah ambang cita rasa yang dapat dideteksi oleh indera pengecap manusia. Keasaman susu fermentasi yang dapat dideteksi jika pHnya berada pada kisaran 4,4 - 4,6. Tekstur Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kemasan mempengaruhi secara nyata (P<0.05) pada tingkat kesukaan para panelis terhadap tekstur dadih susu sapi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tekstur pada perlakuan bambu ke gerabah berbeda nyata dengan tekstur pada perlakuan bambu ke kemasan fleksibel, bambu, gerabah, dan bambu ke cup plastik PP. Namun tekstur pada perlakuan bambu ke gerabah berbeda tidak nyata dengan tekstur pada kemasan fleksibel dan cup plastik PP. Demikian halnya dengan tekstur pada perlakuan bambu ke cup plastik PP berbeda tidak nyata dengan tekstur pada kemasan gerabah, bambu dan perlakuan bambu ke kemasan fleksibel. Tekstur yang paling disukai pada perlakuan kemasan bambu ke cup plastik PP dan yang tidak disukai pada perlakuan kemasan bambu ke gerabah. Penerimaan Umum Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kemasan mempengaruhi secara nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum dadih susu sapi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa secara umum dadih pada cup plastik PP berbeda tidak nyata dengan dadih pada perlakuan kemasan bambu ke gerabah namun dadih pada cup plastik PP berbeda nyata dengan dadih pada 5 perlakuan kemasan yang lain. Secara umum dadih yang paling disukai adalah dadih susu sapi yang dikemas pada perlakuan kemasan bambu ke cup plastik PP. Hasil uji statistik uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 20.
60
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Kemasan terbaik untuk dadih susu sapi adalah kemasan fleksibel dan cup plastik PP. Dadih susu sapi yang dikemas dalam kemasan fleksibel dan cup plastik PP mempunyai daya tahan hingga 24 hari jika disimpan pada suhu dingin (refrigerator) dan hingga 8 hari pada suhu ruang. Tiap kemasan mampu mempertahankan jumlah BAL dalam produk (>10 8 cfu/ml). Dengan demikian, dadih susu sapi dapat digolongkan sebagai minuman probiotik. Uji organoleptik menunjukkan kemasan cup plastik PP memiliki keunggulan dalam atribut kemasan dan kemudahan mengkonsumsi. Sementara, dadih pada perlakuan bambu ke kemasan fleksibel memiliki keunggulan pada warna dan aroma. Kemasan gerabah, memiliki keunggulan dalam rasa
dan
tekstur. Secara umum, dadih yang diminati panelis adalah dadih susu sapi yang dikemas dalam kemasan gerabah, perlakuan bambu ke kemasan fleksibel, dan perlakuan bambu ke cup plastik PP.
B. SARAN Agar diperoleh dadih susu sapi yang lebih khas dan dapat diterima sebagai minuman kesehatan perlu dilakukan penelitian terhadap modifikasi rasa dari dadih tersebut. Dengan demikian, akan dapat diperoleh cita rasa (taste) dan penampakan dadih yang lebih menarik serta disukai oleh khalayak. Selain itu, perlu dilakukan analisa ekonomi dan pemasaran terhadap dadih susu sapi guna pengembangan pada tingkat industri komersial.
61
DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A. D. Fardiaz, N. L, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Methode of Analysis. 14th ed. AOAC. Arlington. Washington D. C. Azaria, D. 1986. Mikrobiologi dalam Pembuatan Dadih Susu Sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Beukes, E. M, Bernie, H. B, dan Johannes, F. M. 2000. The Microbiology of South African Traditional Fermented Milks. International Journal of Microbiology 63 (2001) 189-197. Buckel, K. A, R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Departemen Perindustrian. 2007. Kemasan Fleksibel. Jakarta : Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI Yoghurt (SNI 01-2981- 1992.1992). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Dewan Standardisasi Nasional. 1998. SNI Susu Segar (SNI 01-3141-1998.1998). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Dzarnisa. 1999. Flavor dan Kualitas Dadih Susu Sapi yang Dipasteurisasi dan Disimpan pada Suhu Kamar dan Lemari Es. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. PAU. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas. Lembaga Sumber Daya Informasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Frank, J. F. and F. H. Marth. 1988. Fermentations. In : N. P Wong (Editor). Fundamental of Dairy Chemistry. 3rd (Ed). Von Nonstrand Reinhold. New York. Hadi, R dan S. Fardiaz. 1990. Bakteri Asam Laktat dan Penggunaannya dalam Pengolahan Makanan. Media Teknologi Pangan. Vol 4(1) : 73-79. Hadiwiyoto, S. 1994. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Edisi kedua. Liberty Yogyakarta.
62
Hall, C. W and G. M. Trout. 1968. Milk Pasteurization. The AVI Publishing Co. Inc. Westport. Conecticut. Hanlon, J. F. 1971. Handbook of Package Engineering. McGraw-Hill Book Company Inc. Westport. Connecticut. Helferich dan Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice Hall inc Inglewood Cliff New Jersey. Husnawati. 2002. Penerapan Pengendalian Mutu Pada Susu UHT di PT. Prima Japfa Jaya. IPB. Bogor. Julianti, E dan M. Nurminah. 2006. Buku Ajar : Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Julianto. 2000. Kualitas dan Daya Simpan Dadih Susu Sapi Hasil Fermentasi dengan Lactobacillus plantarum yang Dikemas serta Disimpan Pada Suhu Berbeda. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Kuswanto, K. R. dan S. Sudarmadji.1989. Mikrobiologi Pangan. PAU, UGM. Yogyakarta. Mugen. W. 1987. Dairy Cattle Feeding and Management. Canada : John willey and sons, Inc. Pelczar, M. J. 1982. Microbiology. Mac Graw-Hill Co. New York. Rahman, A. S. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Rai, R. M. 1980. Dairy Chemistry and Animal Nutrient. Kalyani Publisher. New Delhi. Robertson, G. L. 1993. Food Packaging Principles and Practice. Marcel Dekker, Inc. New York. Robinson, R. K and A. Y Tamine. 1981. Microbiology Of Fermented Milks. Di dalam R. K. Robinson (ed). Diary Microbiology Vol I. The Mycrobiology of Milk. Applied Science Publ. London and New Jersey. Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU digital library.
63
Sari, N. K. 2007. Tren dan Potensi Susu Fermentasi. Majalah Foodreview Indonesia Vol. II-No. 3 Maret 2007. Sayuti, K. 1992. Studi Nilai dan Konsumsi Makanan Tradisional Dadih di Sumatera Barat Studi Kasus di Kecamatan Lembah Gumanti. Program Pascasarjana Gizi Masyarakat dan Kesehatan Keluarga. Institut Pertanian Bogor. Setiyanto, H dan Zulbardi. 2006. Dadih, Kendala, dan Pemecahannya. Buletin Peternakan. Vol 30 (4). November 2006. Soeharsono. 1996. Fisiologi Laktasi. Universitas Padjajaran : Bandung. Soekarto, S. T. dan M. Hubies. 1991. Petunjuk Laboratorium Metode Penelitian Indrawi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Sirait, C. H. 1993. Pengolahan Susu Tradisional Untuk Perkembangan Agroindustri Persusuan di Pedesaan. Laporan penelitian. Balai penelitian ternak. Ciawi, bogor. Sisriyenni, D. dan Yayu. 2004. Kajian Kualitas Dadih Susu Kerbau di Dalam Tabung Bambu dan Tabung Plastik. Jurnal pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 7 No :2, Juli 2004. Sugitha, I made. 1995. Dadih Makanan Tradisional Minang. Manfaat Dan Khasiatnya. Dalam Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI. Jakarta. Hal 532-540. Sugitha, I. 1999. Kandungan Gizi, Vitamin, dan Kualitas Dadih Dibuat dalam Tabung Plastik dengan Starter Streptococcus lactis. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. Vol 4 No:3. Fakultas Peternakan, UNAND. Sunarlim, R dan S. Usmiati. 2006. Sifat Mikrobiologi dan Sensori Dadih Susu Sapi yang Difermentasi Menggunakan Lactobacillus plantarum dalam Kemasan yang Berbeda. Buletin Peternakan. Vol 30 (4). November 2006. Supantono , Widihardjo, A.Haldani. 2006. Identifikasi Unsur - Unsur Simbolik Pada Gerabah Tradisional Kasongan Dan Bayat 1995 – 2005. Jurnal Rekacipta “Telaah desain dan budaya visual nusantara” .Volume II No.2. Suryono. 2003. Dadih: Produk Olahan Susu Fermentasi Tradisional Yang Berpotensi Sebagai Pangan Probiotik. Pengantar Falsafah Sains. Program Pascasarjana/S3. Institut Pertanian Bogor.
64
Susanti I, Retno, WK, dan Fatim, I. 2007. Uji Sifat Probiotik Bakteri Asam Laktat Sebagai Kandidat Bahan Pangan Fungsional. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XVIII No. 2. Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Pangan. PT. Mediyatma Sarana Perkasa. Jakarta. Taufik, E. 2004. Dadih Susu Sapi Hasil Fermentasi Berbagai Starter Bakteri Probiotik yang Disimpan pada Suhu Rendah : Karakteristik Kimiawi. Media Peternakan. Vol 27(3) : (88-100). Taufik, E. 2005. Dadih Susu Sapi Hasil Fermentasi Berbagai Starter Bakteri Probiotik yang Disimpan pada Suhu Rendah: II. Karakteristik Fisik, Organoleptik, dan Mikrobiologi. Media Peternakan. Vol. 28(1) : (13-20). Wibowo, D. 1989. Proses Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Cetakan Pertama. Lacticia Press. Yogyakarta. Widyastuti, Y. 2000. Bakteri asam Laktat dan Kesehatan manusia. PuslitbangBioteknologi LIPI. Yudoamijoyo. 1983. Chemical and Microbiological Aspects of Indonesia. Jpn J of Dairy and Food Sci ; 32 (1); 1-10.
Dadih in
Anonim. 2009. Pengertian Gerabah. www.wikipedia.org/wiki/Gerabah. Diakses tanggal 10 Mei 2009. Anonim. 2009. Usaha Kerajinan Gerabah. www.bi.go.id/sipuk/id. Diakses tanggal 10 Mei 2009. Anonim. 2009. Pengemasan Bahan Pangan. www.smallcrab.com/kesehatan/25healthy/503-pengemasan-bahan-pangan. Diakses tanggal 8 Juli 2009.
65
LAMPIRAN
Lampiran 1. Metode Analisis 1. Kadar Air (AOAC, 1984) Sebanyak 2 gram bahan ditimbang dan ditempatkan dalam cawan yang beratnya sudah konstan, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 2 jam. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selanjutnya dikeringkan kembali selama 1 jam, didinginkan dan ditimbang. Penimbangan dilakukan beberapa kali sampai diperoleh berat konstan. Kadar air (%) =
x 100%
Dimana : A = berat sampel awal B = berat sampel setelah dikeringkan
2. Kadar Abu (AOAC, 1984) Sebanyak 2 g sampel ditimbang dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya, kemudian diarangkan dengan menggunakan pemanas bunsen hingga tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan porselin berisi contoh yang sudah diarangkan kemudian dimasukkan dalam tanur bersuhu 600 0C selama 2 jam untuk mengubah arang menjadi abu. Cawan porselin berisi abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga mencapai bobot tetap. Kadar air (%) =
x 100%
Dimana : A = berat sampel awal B = berat setelah dioven C = berat setelah ditanur
3. Analisa Kadar Protein (AOAC, 1984) Sampel sebanyak 0.2 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan batu didih dan 2.55 gram reagent selenium mixture serta 10 ml H2SO4 pekat (98%). Selanjutnya didestruksi selama 30-40 menit sampai terbentuk cairan berwarna hijau jernih. Setelah didinginkan, cairan ditambah aquades dan didestilasi. Hasil destilasi (penyulingan) ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat (2%) dan
0.1 ml campuran indikator hijau bromkersol 0.1 %
66
dengan merah metil 0.1% (5:1). Kemudian dititrasi dengan larutan KH(IO 3)2 0.01 N. kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar protein (%) = Dimana : B = jumlah ml KH(IO3)2 titrasi blanko C = jumlah ml KH(IO3)2 titrasi sampel N = normalitas KH(IO3)2 p = faktor pengencer
4. Pengukuran kadar lemak (AOAC, 1984) Asam sulfat (H2SO4) sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam butyrometer selanjutnya ditambahkan 10,75 ml dadih dan 1 ml amylalkohol. Butyrometer ditutup dengan sumbat yang terbuat dari karet dan dikocok perlahan-lahan dengan membentuk angka delapan sampai zat-zat tadi tercampur secara homogen. Butyrometer diletakkan ke dalam penangas air dengan suhu 65-700C selama 10 menit. Selanjutnya butyrometer dipusing (centrifuse) selama 5 menit dengan alat pemusing berkecepatan 1200 rpm. Butyrometer dimasukkan kembali ke dalam penangas air selama 5 menit. Kadar lemak dibaca pada skala yang terdapat pada butyrometer dengan memasukkan atau mengeluarkan sedikit demi sedikit penyumbat karet dari butyrometer tersebut untuk mendapatkan skala nol pada batas antara lemak dan zat lainnya.
5. Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat by difference = 100% - (P+KA+A+L) Keterangan : P
= Kadar Protein (%)
KA
= Kadar Air (%)
A
= Kadar Abu (%)
L
= Kadar Lemak (%)
67
6. Total Asam Tertitrasi (Newlander dan Antherton, 1982) Total asam diukur dengan cara titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0.1 N. Sampel sebanyak 10 gram ditimbang dengan teliti dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan 10 ml air destilata dan dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N dengan indikator phenolphtalein. Titrasi dilakukan sampai timbul warna kemerahmerahan. Total asam dihitung sebagai asam laktat dengan rumus sebagai berikut : Kadar laktat (%) =
=
7. Pengukuran pH (Apriyantono, 1989) Pengukuran pH dadih dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. pH meter dinyalakan dan distabilkan 15-30 menit. Selanjutnya dilakukan standarisasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan 7. Adapun untuk pengukuran pH sampel, suhu sampel diukur dan pengatur pH meter diset pada suhu terukur. Elektroda dibilas akuades dan dikeringkan, selanjutnya dicelupkan pada sampel. pH meter dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka yang stabil pada suhu tertentu.
8. Total Plate Count (TPC) Bakteri Asam Laktat (Fardiaz, 1989) Analisa mikroorganisme susu dilakukan dengan metode hitungan cawan, yaitu dengan memipet dadih sampel sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml garan fisiologis. Kemudian dibuat pengenceran hingga 10 7, 108,, dan 109. Dari masing-masing pengenceran dipupukkan pada cawan petri dengan menggunakan media MRS A berturut-turut untuk TPC. Homogenisasi dilakukan dengan cara cawan petri diputar membentuk angka delapan. Setelah agar dalam cawan petri membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 0C selama 24 jam. Perhitungan jumlah koloni bakteri dilakukan dengan alat coloni counter.
68
9. Uji Organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1991) Uji organoleptik meliputi uji kesukaan (hedonik) produk. Panelis menilai dadih percobaan yang disajikan. Setiap kali panelis selesai dan akan menilai dadih berikutnya, diberi tenggang waktu serta diberi air minum. Pemberian air minum dengan tujuan untuk menetralisir pengaruh dari atribut dadih sebelumnya. Pada uji hedonik, panelis diharapkan dapat menanggapi persepsi kesukaannya pada sampel yang meliputi nilai hedonik warna, aroma, konsistensi, dan rasa. Skala hedoniknya adalah : (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) biasa; (5) agak suka; (6) suka; dan (7) sangat suka. Penilaian dilakukan oleh 25 orang panelis semi terlatih.
69
Lampiran 2. Total Asam Dadih Susu Sapi Total Asam (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
Lama Penyimpanan Hari ke0 4 8 12 16 20 (a) (b) (b) (d ) (a) 1.43 1.63 1.64 1.75 1.44 1.71(e) 1.35(a) 1.55(b) 1.56(b) 1.54(d ) 1.53(a) 1.83(e) 1.62(a) 1.35(a) 1.54(a) (a)
1.43 1.56(a)
1.63(b) 1.55(b) 1.70(d ) 1.51(a) 1.91(e) 1.48(b) 1.69(b) 1.82(d ) 1.41(a) 1.75(e)
24 1.51(b) 1.63(b) 1.69(b) 1.67(b)
1.59(b) 1.75(b) 1.91(d ) 1.08(a) 1.95(e) 1.77(b) 1.81(b) 1.51(b) (b) (b) 1.65 2.60 -
Keterangan : Superskrip berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0.05) Superskrip sama dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji total asam
Total asam (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
Lama Penyimpanan Hari ke0 4 8 (a) 1.43 (bc) (d) 1.48 1.99 2.09(e) 1.72(d) (ab)
1.51 1.79(cd) 1.68(ab) 1.71(ab)
2.18(e) 1.94(d) 1.94(e) -
2.41(f) 1.79(e) 2.51(f) -
Keterangan : Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji total asam
70
Lampiran 3. Nilai pH Dadih Susu Sapi pH Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
0 4.19(a) 4.07(b) 3.95(c) 4.06(b) 3.97(d) (e)
4.11 4.05(a)
4 3.88(b) 3.92(a)
Lama Penyimpanan Hari ke8 12 16 20 (c) (d) (e) 3.93 3.74 4.06 3.86(f) 3.90(d) 3.88(e) 3.92(c) 3.74(g)
24 4.08(d) 3.78(e)
3.87(d) 3.94(a)
3.83(a) 3.83(d)
3.85(b) 3.85(e)
3.88(f) 3.98(c)
3.71(e) 3.74(g)
3.77(b) 3.75(e)
3.87(e) 3.96(f) 3.90(b)
3.79(b) -
3.71(a) -
3.87(g) -
3.63(h) -
3.72(a) -
Keterangan : Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji pH
pH Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
Lama Penyimpanan Hari ke0 4 8 (a) 4.03 (bc) (ed) 3.98 3.66 3.64(ed) 3.94(bc) (b)
3.96 3.86(c) 3.95(d) 3.89(d)
3.62(ed) 3.70(e) 3.68(d) -
3.58(ed) 3.68(e) 3.53(d) -
Keterangan : Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji pH
71
Lampiran 4. Nilai Viskositas Dadih Susu Sapi Viskositas (cP) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Lama Penyimpanan Hari keKemasan 0 4 8 12 16 20 (ab) (ab) (ab) (ab) (ab) 240 Bambu 260 360 320 440 200(ab) 280(cd) 600(cd) 840(cd) 720(cd) 440(cd) 320(cd) Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan 80(a) Fleksibel 120(a) 120(a) 200(a) 80(a) 40(a) 380(bc) 400(bc) 320(bc) 420(bc) 440(bc) 100(bc) Cup Plastik PP Bambu Ke Cup 120(a) Plastik PP 120(a) 160(a) 80(a) 160(a) 80(a) 1120(d) 160(d) Gerabah (bc) (bc) Bambu Ke Gerabah 300 400 -
24 480(cd) 60(a) 400(bc) 80(a) -
Keterangan : Superskrip berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0.05) Superskrip sama dalam baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji viskositas
Viskositas (cP) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Lama Penyimpanan Hari keKemasan 0 4 8 (cd) 260 Bambu (cd) (cd) 140 Kemasan Fleksibel 160 280(cd) Bambu Ke Kemasan 120(cd) Fleksibel 80(cd) 180(cd) (cd) 340 Cup Plastik PP 320(cd) 160(cd) (a) 120 Bambu Ke Cup Plastik PP 80(a) 60(a) (d) 680 Gerabah (d) 320 Bambu Ke Gerabah Keterangan : Superskrip berbeda dalam kolom (kemasan) menunjukkan berbeda nyata (P< 0.05) Superskrip sama dalam baris (lama penyimpanan) menunjukkan berbeda tidak nyata Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji viskositas
72
Lampiran 5. Total Bakteri Asam Laktat (BAL) Dadih Susu Sapi Total BAL (cfu/ml) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan
0 1.8x1011(bc)
4 3x1011(bc)
Lama Penyimpanan Hari ke8 12 16 7.4x1010(bc) 1.8x1011(ad) 9.5x1010(bc)
20 Bambu 3.1x1010(ad) Kemasan 2.8x1011(bc) 4.9x1010(bc) 3.5x1010(bc) 1.7x1012(ad) 2.3x1011(bc) 8.8x1010(ad) Fleksibel Bambu Ke Kemasan 2.5x1010(cd) 7.6x1010(cd) 4.8x1010(cd) 1.6x1012(ef) 7.2x1010(cd) 3x1012(ef) Fleksibel Cup Plastik 6.6x1010(d) 1.3x1012(d) 1.1x1011(d) 2.1x1012(f) 2.8x1010(d) 1.7x1012(f) PP Bambu Ke Cup Plastik 7.2x1010(ab) 3.9x1012(ab) 3.2x1010(ab) 3.1x1011(ag) 3.9x1011(ab) 7.5x1010(ag) PP Gerabah 1.3x1011(a) 1.9x1011(a) 4x1011(a) 7x1010(g) 2.8x1010(a) 3.3x1010(g) Bambu Ke 1.2x1011(a) 4.3x1010(a) 1.8x1010(a) 5x1011(g) 1x1011(a) 9.4x1010(g) Gerabah Keterangan: Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05
24 2.3x1012(ad) 8x1011(ad) 6.1x1010(ef) 3x1011(f) 1.1x1011(ag) 3x1010(g) 9.4x1010(g)
Total BAL (cfu/ml) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
Lama Penyimpanan Hari ke0 4 8 10(a) 3.3 x 10 11(a) 11(a) 1.7 x 10 7.2 x 10 3.9 x 1010(a) 2.8 x 1011(a)
1 x 1011(a)
7.3 x 109(a)
1.7 x 1010(a) 8.7 x 1010(a) 4.4 x 1010(a) 2.3 x 1011(a)
3.6 x 1010(a) 4.9 x 1011(a) -
2.4 x 1010(a) 1.9 x 1010(a) -
Keterenagan: Superskrip sama dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji TPC
73
Lampiran 6. Kadar Air Dadih Susu Sapi Kadar Air (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
0 85.54(a) 85.66(a) 85.88(a) 85.85(a) 85.76(a) 72.40(b) 78.22(b)
Lama Penyimpanan Hari Ke12 20 (b) 83.65 82.00(a) 85.44(b) 85.13(a) 85.99(b) 85.31(a) 85.44(b) 85.38(a) 85.46(b) 85.06(a) 21.12(a) (a) 20.08 -
24 82.13(a) 85.09(a) 85.67(a) 84.34(a) 85.19(a) -
Keterangan: Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji kadar air
Kadar Air (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan
Kadar Air (%)
Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
85.925(a) 85.79(a) 85.92(a) 74.005(a) 85.775(a) 79.94(a) 76.61(a)
Superskrip sama dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) Analisa kadar air hanya dilakukan pada hari ke-0
74
Lampiran 7. Total Padatan Dadih Susu Sapi Total Padatan (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
0 14.46(a) 14.34(a) 14.12(a) 14.15(a) 14.24(a) 27.60(b) 21.78(a)
Lama Penyimpanan Hari ke12 20 (b) 16.35 18.00(a) 14.56(b) 14.87(a) 14.01(b) 14.69(a) 14.56(b) 14.62(a) (b) 14.54 14.94(a) 78.00(a) (b) 79.92 -
24 17.87(a) 14.91(a) 14.33(a) 15.66(a) 14.81(a) -
Keterangan: Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji total padatan
Total Padatan (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan
Total Padatan (%)
Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
14.075(a) 14.21(a) 14.08(a) 25.995(a) 14.225(a) 20.06(a) 23.39(a)
Superskrip sama dalam kolom (kemasan) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) Analisa total padatan hanya dilakukan pada hari ke-0
75
Lampiran 8. Kadar Protein Dadih Susu Sapi Kadar Protein (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
0 2.06(ab) 2.97(a) 1.85(a) 2.72(a) 1.58(a) 2.27(b) 2.59(c)
Lama Penyimpanan Hari ke12 20 (cd) 2.47 3.51(cd) 2.66(c) 1.12(c) (c) 2.29 2.98(c) 1.31(c) 1.93(c) 2.91(c) 3.77(c) 19.35(d) 4.18(d) 15.30(c) 30.56(c)
24 1.46(ac) 1.95(ac) 1.77(ac) 1.15(ac) -
Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji kadar protein
Kadar Protein (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
Kadar Protein (%) 2.60(a) 2.80(a) 2.82(a) 2.79(a) 2.38(a) 2.65(a) 4.30(b)
Superskrip berbeda dalam baris kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisa kadar protein hanya dilakukan pada hari ke-0
76
Lampiran 9. Kadar Lemak Dadih Susu Sapi Kadar Lemak (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
Lama Penyimpanan Hari ke0 12 20 24 (a) (b) 5.00 5.00 (b) (a) (c) 3.55 3.60 3.30 3.05(d) 4.05(c) 4.05(d) 3.50(e) 3.55(a) 3.90(c) 3.80(d) 3.50(b) 3.50(e) 3.95(d) 3.95(e) 3.90(a) 3.90(b) 15.72(e) (f) 10.17 -
Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji kadar lemak
Kadar Lemak (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
Kadar Lemak (%) 5.30(a) 3.95(b) 3.90(b) 3.55(c) 4.00(b) 42.39(d) 40.00(d)
Superskrip berbeda dalam baris kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisa kadar lemak hanya dilakukan pada hari ke-0
77
Lampiran 10. Kadar Karbohidrat Dadih Susu Sapi Kadar Karbohidrat (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik Pp Bambu Ke Cup Plastik Pp Gerabah Bambu Ke Gerabah
0 6.50 6.90 7.29 6.73 7.79 8.48 8.04
Lama Penyimpanan Hari ke12 20 7.84 7.41 9.73 6.75 7.24 8.53 8.24 6.73 6.78 -
24 9.62 7.94 9.46 8.94 -
Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji kadar karbohidrat
Kadar Karbohidrat (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik Pp Bambu Ke Cup Plastik Pp Gerabah Bambu Ke Gerabah
Kadar Karbohidrat (%) 5.33 6.57 6.49 18.83 6.99 -
Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji kadar karbohidrat
78
Lampiran 11. Kadar abu Dadih Susu Sapi Kadar Abu (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Dingin Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
0 0.90(a) 0.92(ab) 0.93(ab) 0.79(ab) 0.92(b) 1.13(b) 0.99(c)
Lama Penyimpanan Hari ke12 20 (c) 1.03 0.89(e) 0.89(cd) 0.71(ef) (cd) 0.92 0.97(ef) 0.92(cd) 0.95(ef) 0.95(d) 0.50(f) 1.96(d) (e) 1.71 -
24 1.00(ae) 0.79(abef) 0.90(abef) 0.92(abef) 0.83(bf) -
Superskrip berbeda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Tanda (-) menunjukkan bahwa sampel tidak memungkinkan dilakukan uji kadar abu
Kadar Abu (%) Dadih Susu Sapi pada Suhu Ruang Kemasan Bambu Kemasan Fleksibel Bambu Ke Kemasan Fleksibel Cup Plastik PP Bambu Ke Cup Plastik PP Gerabah Bambu Ke Gerabah
Kadar Abu (%) 0.84(a) 0.89(ab) 0.865(ab) 0.82(a) 0.855(ab) 0.96(b) 0.93(ab)
Superskrip berbeda dalam baris kolom (kemasan) menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisa kadar abu hanya dilakukan pada hari ke-0
79
Lampiran 12. Uji Ragam Total Asam Dadih Susu Sapi Variable Terikat: total asam (suhu dingin) Type III Mean Sum of Df Square Squares Model 2.302(a) 38 .061 Intercept 166.691 1 166.691 kemasan .140 6 .023 hari 1.478 6 .246 kemasan * hari .735 26 .028 Error .384 39 .010 Total 205.676 78 Corrected Total 2.686 77 a R Squared = .857 (Adjusted R Squared = .718) Source
Variabel Terikat: total asam (suhu ruang) Type III Mean Source Sum of df Square Squares Model 2.878(a) 14 .206 Intercept 92.783 1 92.783 kemasan .633 6 .105 hari 1.382 2 .691 kemasan * hari .313 6 .052 Error .499 15 .033 Total 109.145 30 Corrected Total 3.376 29 a R Squared = .852 (Adjusted R Squared = .715)
F
Sig.
6.156 16936.175 2.374 25.020 2.872
.000 .000 .047 .000 .001
F
Sig.
6.185 2791.580 3.172 20.794 1.570
.001 .000 .033 .000 .223
80
Lampiran 13. Uji Ragam pH Dadih Susu Sapi Variabel Terikat: pH (suhu dingin) Type III Mean Source Sum of df Square Squares Model 1.229(a) 38 .032 Intercept 944.417 1 944.417 kemasan .236 6 .039 Hari .672 6 .112 kemasan * hari .204 26 .008 Error .045 39 .001 Total 1178.312 78 Corrected Total 1.274 77 a R Squared = .965 (Adjusted R Squared = .931) Variabel Terikat: pH (suhu ruang) Type III Mean Source Sum of df Square Squares Model .812(a) 14 .058 Intercept 354.210 1 354.210 Kemasan .051 6 .008 Hari .506 2 .253 kemasan * hari .020 6 .003 Error .026 15 .002 Total 429.716 30 Corrected Total .837 29 a R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .941)
F
Sig.
28.350 827691.537 34.485 98.202 6.876
.000 .000 .000 .000 .000
F
Sig.
33.902 207140.497 4.949 148.043 1.949
.000 .000 .006 .000 .138
81
Lampiran 14. Uji Ragam Viskositas Dadih Susu Sapi Variabel Terikat: viskositas (suhu dingin) Type III Sum of Source Df Mean Square Squares Model 4011978.947 (a) 37 108431.863 Intercept 6590306.674 1 6590306.674 Kemasan 2257278.095 6 376213.016 Hari 329424.762 6 54904.127 kemasan * hari 1400784.762 25 56031.390 Error 1566400.000 38 41221.053 Total 12442400.000 76 Corrected Total 5578378.947 75 a R Squared = .719 (Adjusted R Squared = .446)
F
Sig.
2.630 159.877 9.127 1.332 1.359
.002 .000 .000 .267 .193
Variabel Terikat: viskositas (suhu ruang)
Source Model Intercept Kemasan Hari kemasan * hari Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 702400.000(a) 1461739.130 524152.381 1600.000 74133.333 48800.000 2203200.000 751200.000
df
Mean Square
F
Sig.
14 1 6 2 6 15 30 29
50171.429 1461739.130 87358.730 800.000 12355.556 3253.333
15.422 449.305 26.852 .246 3.798
.000 .000 .000 .785 .017
a R Squared = .935 (Adjusted R Squared = .874)
82
Lampiran 15. Uji Ragam Total Bakteri Asam Laktat Variabel Terikat: TPC (suhu dingin) Source
Type III Sum of Squares
Model 6 x 1025(a) Intercept 2 x 1025 kemasan 6 x 1024 hari 1 x 1025 kemasan * hari 3 x 1025 Error 8 x 1025 Total 8 x 1025 Corrected Total 7 x 1026 a R Squared = .877 (Adjusted R Squared = .756)
df 48 1 6 6 36 49 98 97
Mean Square 2 x 1024 1.7 x 1025 1 x 1024 2 x 1024 9 x 1023 2 x 1023
F
Sig.
7.272 111.906 6.296 10.023 5.436
.000 .000 .000 .000 .000
Variabel Terikat: TPC (suhu ruang) Source
Type III Sum of Squares
Model 2 x 1024(a) Intercept 6 x 1024 Kemasan 4 x 1023 Hari 4.16 x 1023 kemasan * hari 3.89x 1023 Error 1.15 x 1024 Total 2.92 x 1024 Corrected Total 2.28 x 1024 a R Squared = .496 (Adjusted R Squared = .026)
df
Mean Square
F
Sig.
14 1 6 2 6 15 30 29
9 x 1022 6 x 1023 5.18 x 1022 2.08 x 1023 6.5 x 1025 7.66 x 1022
1.055 7.489 .677 2.718 .849
.458 .015 .670 .098 .553
83
Lampiran 16. Uji Ragam Kadar Air dan Total Padatan Dadih Susu Sapi Variabel Terikat: kadar air (suhu dingin) Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
Model 15223.470(a) 23 661.890 Intercept 255141.265 1 255141.265 Kemasan 8104.866 6 1350.811 Hari 1798.462 3 599.487 kemasan * hari 4209.880 14 300.706 Error 152.528 24 6.355 Total 313556.788 48 Corrected Total 15375.998 47 a R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .981)
Variabel Terikat: total padatan (suhu dingin) Type III Sum of Mean Source df Squares Square Corrected 15218.117(a) 23 661.657 Model Intercept 25410.073 1 25410.073 Kemasan 8081.878 6 1346.980 Hari 1805.024 3 601.675 kemasan * hari 4224.297 14 301.735 Error 154.293 24 6.429 Total 36893.833 48 Corrected Total 15372.410 47 a R Squared = .990 (Adjusted R Squared = .980)
F
Sig.
104.147 40146.022 212.548 94.328 47.316
.000 .000 .000 .000 .000
F
Sig.
102.920
.000
3952.491 209.520 93.589 46.934
.000 .000 .000 .000
84
Variabel Terikat: kadar air (suhu ruang) Type III Source Sum of Df Mean Square Squares Corrected Model 313.281(a) 6 52.213 Intercept 94126.160 1 94126.160 Kemasan 313.281 6 52.213 Hari .000 0 . kemasan * hari .000 0 . Error 328.978 7 46.997 Total 94768.419 14 Corrected Total 642.259 13 a R Squared = .488 (Adjusted R Squared = .049)
Dependent Variable: total padatan (suhu ruang) Type III Mean Source Sum of Df Square Squares Corrected 313.129(a) 6 52.188 Model Intercept 4538.880 1 4538.880 Kemasan 313.129 6 52.188 Hari .000 0 . kemasan * .000 0 . hari Error 328.978 7 46.997 Total 5180.987 14 Corrected 642.107 13 Total a R Squared = .488 (Adjusted R Squared = .049)
F
Sig.
1.111 2002.818 1.111 . .
.441 .000 .441 . .
F
Sig.
1.110
.441
96.578 1.110 .
.000 .441 .
.
.
85
Lampiran 17. Uji Ragam Kadar Protein Dadih Susu Sapi Variabel Terikat: kadar protein (suhu dingin) Type III Sum Mean Source df of Squares Square Model 2845.274(a) 25 113.811 Intercept 1703.961 1 1703.961 Kemasan 1224.731 6 204.122 Hari 258.605 3 86.202 kemasan * hari 1442.299 16 90.144 Error 637.381 26 24.515 Total 4929.271 52 Corrected Total 3482.655 51 a R Squared = .817 (Adjusted R Squared = .641)
F
Sig.
4.643 69.508 8.327 3.516 3.677
.000 .000 .000 .029 .002
Variabel Terikat: kadar protein (suhu ruang) Type III Sum of df Mean Square Squares Model 4.811(a) 6 .802 Intercept 118.263 1 118.263 Kemasan 4.811 6 .802 Hari .000 0 . kemasan * hari .000 0 . Error .509 7 .073 Total 123.583 14 Corrected Total 5.320 13 a R Squared = .904 (Adjusted R Squared = .822) Source
F
Sig.
11.028 1626.561 11.028 . .
.003 .000 .003 . .
86
Lampiran 18. Uji Ragam Kadar Lemak Dadih Susu Sapi Variabel Terikat: kadar lemak (suhu dingin) Type III Mean Source Sum of df Square Squares Model 334.551(a) 18 18.586 Intercept 936.270 1 936.270 kemasan 260.124 6 43.354 hari .631 3 .210 kemasan * hari .523 9 .058 Error .054 19 .003 Total 1215.606 38 Corrected Total 334.605 37 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Variabel Terikat: kadar lemak (suhu ruang) Type III Sum Mean Source df of Squares Square Model 3932.392(a) 6 655.399 Intercept 3036.442 1 3036.442 kemasan 3932.392 6 655.399 hari .000 0 . kemasan * hari .000 0 . Error .090 7 .013 Total 6968.924 14 Corrected Total 3932.482 13 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
F
Sig.
6485.525 326705.656 15128.111 73.377 20.274
.000 .000 .000 .000 .000
F
Sig.
50975.450 236167.736 50975.450 . .
.000 .000 .000 . .
87
Lampiran 19. Uji Ragam Kadar Abu Dadih Susu sapi Variabel Terikat: kadar abu (suhu dingin) Type III Source Sum of Df Mean Square Squares Model 3.928(a) 23 .171 Intercept 45.006 1 45.006 kemasan 1.828 6 .305 hari .539 3 .180 kemasan * hari 1.035 14 .074 Error .267 24 .011 Total 49.825 48 Corrected Total 4.195 47 a R Squared = .936 (Adjusted R Squared = .875)
Variabel Terikat: kadar abu (suhu ruang) Type III Source Sum of df Mean Square Squares Model .030(a) 6 .005 Intercept 10.824 1 10.824 kemasan .030 6 .005 hari .000 0 . kemasan * hari .000 0 . Error .014 7 .002 Total 10.868 14 Corrected Total .044 13 a R Squared = .679 (Adjusted R Squared = .404)
F
Sig.
15.345 4043.940 27.381 16.153 6.643
.000 .000 .000 .000 .000
F
Sig.
2.469 5354.633 2.469 . .
.131 .000 .131 . .
88
Lampiran 20. Analisis Ragam Uji Organoleptik Parameter Kemasan Variabel Terikat: kemasan Type III Sum Source of Squares
Df
Mean Square
Model 2789.937(a) 31 89.998 panelis 73.177 24 3.049 kemasan 19.794 6 3.299 Error 135.063 144 .938 Total 2925.000 175 a R Squared = .954 (Adjusted R Squared = .944)
F
Sig.
95.953 3.251 3.517
.000 .000 .003
Duncan Perlakuan Kemasan
N
bambu gerabah bambu ke gerabah bambu ke kemasan fleksibel kemasan fleksibel cup plastik PP bambu ke cup plastik PP Sig. b Alpha = .05.
25 25 25
1 3.36 3.68 3.68
Subset 2
3
3.68 3.68
25
4.04
4.04
25 25 25
4.08 4.28
4.08 4.28 4.36 .294
.275
.051
Parameter Kemudahan Mengkonsumsi Variabel Terikat: kemudahan mengkonsumsi Type III Sum Source Df Mean Square of Squares Model 2575.989(a) 31 83.096 panelis 49.429 24 2.060 kemasan 112.274 6 18.712 Error 136.011 144 .945 Total 2712.000 175 a R Squared = .950 (Adjusted R Squared = .939)
F
Sig.
87.977 2.180 19.811
.000 .003 .000
Duncan Perlakuan Kemasan kemasan fleksibel bambu ke kemasan fleksibel bambu gerabah bambu ke gerabah cup plastik PP bambu ke cup plastik PP Sig. b Alpha = .05.
N
Subset 1
25
2.64
25
2.88
25 25 25 25 25
3.04
2
3
4.00 4.00
.173
1.000
4.72 4.72 1.000
89
Parameter Warna Variabel Terikat: warna Type III Sum Source of Squares
df
Mean Square
Model 2464.549(a) 31 79.502 panelis 39.909 24 1.663 kemasan 39.977 6 6.663 Error 113.451 144 .788 Total 2578.000 175 a R Squared = .956 (Adjusted R Squared = .947)
F
Sig.
100.909 2.111 8.457
.000 .004 .000
Duncan Perlakuan Kemasan
N
bambu ke gerabah cup plastik PP gerabah bambu ke cup plastik PP kemasan fleksibel Bambu bambu ke kemasan fleksibel Sig. b Alpha = .05.
25 25 25
Subset 1 2.84 3.28
25
2
3
3.28 3.52
3.52
3.80
3.80
25 25
4.00 4.04
25
4
4.00 4.04 4.36
.082
.051
.059
.179
Parameter Aroma Variabel Terikat: aroma Type III Sum Source of Squares
df
Mean Square
Model 1568.949(a) 31 50.611 panelis 63.429 24 2.643 kemasan 19.234 6 3.206 Error 173.051 144 1.202 Total 1742.000 175 a R Squared = .901 (Adjusted R Squared = .879)
F
Sig.
42.115 2.199 2.668
.000 .002 .017
Duncan Subset
Perlakuan Kemasan
N
cup plastik PP
25
2.28
gerabah bambu
25 25
bambu ke cup plastik PP
25
bambu ke gerabah kemasan fleksibel
25 25
bambu ke kemasan fleksibel
25
Sig. b Alpha = .05.
1
2
3
2.76 2.92
2.76 2.92
2.92
2.92
2.92
2.92
3.00 3.04
3.00 3.04 3.48
.060
.431
.111
90
Parameter Rasa Variabel Terikat: rasa Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Model panelis kemasan
1215.497(a) 49.337 29.497
31 24 6
39.210 2.056 4.916
39.073 2.049 4.899
.000 .005 .000
Error
144.503
144
1.003
Total 1360.000 175 a R Squared = .894 (Adjusted R Squared = .871) Duncan Subset
Perlakuan Kemasan
N
cup plastik PP kemasan fleksibel
25 25
bambu ke cup plastik PP bambu bambu ke gerabah
25 25 25
2.48 2.64 2.72
2.64 2.72
bambu ke kemasan fleksibel
25
2.76
2.76
.324
3.12 .125
gerabah Sig. b Alpha = .05.
1
2
3
1.68 2.44
25 1.000
Parameter Tekstur Variabel Terikat: tekstur Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Model
1799.606(a)
31
58.052
62.667
.000
panelis 61.806 24 2.575 kemasan 28.034 6 4.672 Error 133.394 144 .926 Total 1933.000 175 a R Squared = .931 (Adjusted R Squared = .916)
2.780 5.044
.000 .000
Duncan Perlakuan Kemasan
N
bambu ke gerabah kemasan fleksibel
Subset 1
2
25 25
2.44 2.80
2.80
3.00
3.00
3
cup plastik PP
25
bambu ke kemasan fleksibel
25
3.24
3.24
bambu gerabah
25 25
3.28 3.32
3.28 3.32
.091
3.80 .061
bambu ke cup plastik PP Sig. b Alpha = .05.
25 .053
91
Parameter Penerimaan Umum Variabel Terikat: Penerimaan umum Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Model panelis kemasan
1510.463(a) 74.423 13.177
31 24 6
48.725 3.101 2.196
74.218 4.723 3.345
.000 .000 .004
Error
94.537
144
.657
Total 1605.000 175 a R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .928) Duncan Subset
Perlakuan Kemasan
N
cup plastik PP bambu ke gerabah
25 25
kemasan fleksibel bambu gerabah
25 25 25
2.80 2.96 3.08
bambu ke kemasan fleksibel
25
3.08
bambu ke cup plastik PP Sig. b Alpha = .05.
1
2
2.28 2.68
2.68
25 .083
3.08 .131
92