PENERAPAN PERATURAN DIRJEN BIMAS ISLAM NO. DJ. II/491 TAHUN 2009 TENTANG SUSCATIN DI KUA KECAMATAN SIDOREJO SALATIGA DALAM MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH MAWADDAH WA RAHMAH
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: Erni Istiani NIM: 211-12-037 JURUSAN AHWAL AL SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN) SALATIGA 2016
i
ii
iii
iv
v
MOTTO جً ا لِّ َويسْن ُك ُن ْن ِملَو ْنا َوها لِم َو َو ا ٍت ي لِّ َو ْن ٍتم
َو ْنز َو ِمى
َوخلَو َوق لَو ُك ْنم ِّ ْن َو ْننفُ ِمس ُك ْنم َّم َو ّد ً َّم َورحْن َو ًة قلى ِم َّم
َو ِم ْن ا ِمي ِم َو ْن َو َوج َو َو َو ْنا َون ُك ْنم َّما َوي َوف َّمك ُر ْن َو
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kebesaranNya ialah Dia menciptakan pasanganpasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”
vi
PERSEMBAHAN Atas rahmat dan ridho Allah SWT, kupersembahkan sebuah karya sederhana ini untuk orang yang penulis sayangi. 1. Bapakku Suwarno dan Ibuku Nyaminah yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta do‟a yang tiada henti serta selalu memberikan do‟a, kasih sayang, semangat kepada penulis, ucapan terima kasih saja takkan pernah cukup untuk membalas semua kebaikanmu karena itu, hormat dan baktiku kan selalu tertuju untukmu. 2. Adikku Nurul Musthofa Rokhilul Firdaus dan terimakasih atas do‟amu, rajinlah dalam belajar dan raihlah cita-citamu dengan semangat. 3. Nenekku tercinta yang senantiasa mendo‟akanku dalam bertholabul ilmi. 4. Seluruh keluargaku yang selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk penulis. 5. Bapak dan mbah yai Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan yang selalu membimbing serta memberikan ilmu dan nasihatnya sehingga mampu memberikan keteduhan dan kedamaian ketika penulis belajar ngaji dan hidup mandiri. Semoga Allah memanjangkan usia yang senantiasa dalam kesehatan dan ketakwaan.
vii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrohim Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENERAPAN PERATURAN DIRJEND BIMAS ISLAM N0. DJ.II/491 TAHUN 2009 TENTANG SUSCATI DI KUA KECAMATAN SIDOREJO SALATIGA DALAM MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH MAWADDAH WARAHMAH” Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi agung, Nabi Akhiruzzaman, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang, yakni Dinul Islam. Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus iklas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr.H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku rektor IAIN Salatiga.
2.
Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, Selaku dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.
viii
3.
Bapak Sukron Ma‟mun, M.Si, selaku ketua Jurusan Syari‟ah.
4.
Bapak Sirojudin, S.Hi selaku kepala KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga beserta jajarannya.
5.
Ibu Luthfiana Zahriani M.H, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan teliti membimbing dan mengarahkan penulis, terimakasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga ilmu yang Ibu berikan selalu bermanfaat.
6.
Bapak serta Ibu dosen serta karyawan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang telah membagi ilmu-ilmunya sehingga penulis mampu menyelesaikan jenjang pendidikan S1.
7.
Segenap dosen Fakultas Syari‟ah yang telah mengikhlaskan waktu dan tenaganya untuk membagikan ilmu kepadaku.
8.
Sahabatku Mbak Nuril Mimin Jannah dan Mbak Khuzaimah yang senantiasa menyemangati dan mengingatkanku dalam penulisan skripsi ini, tanpa dukungan kalian aku bukanlah apa-apa dan semoga tali silaturrahim kita tidak berhenti sampai disini saja dan terima kasih selalu memberikan arti sebuah senyuman, dan kebersamaan.
9.
Himmatul Aliyyah Mbak Ratna Tri Susanti dan Mbk Risa Suryani yang membantu mensukseskan penulisan skripsi ini, terima kasih untuk kalian semoga dipermudah segala urusannya.
10. Teman satu kamarku Umi Maghfiroh, Ulun Nayyiroh dan Laila Risalul Umami yang selalu memberikan semangat penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
ix
11. Keluarga besar Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan terkhusus santri putri, lailiyah Maghfuroh dan Miftah Nuril Maulida, terimakasih untuk sepenggal cerita, tawa, dan canda di pondok. 12. Sahabat-sahabatku keluarga besar PMII, DEMA Fakultas Syari‟ah yang telah memberikan wawasan dan belajar berorganisasi dengan loyalitas. 13. Teman-teman angkatan 2012 terkhusus AS yang telah berjuang dan belajar bersama di IAIN Salatiga.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
kritik
dan
saran
yang
bersifa
tmembangun
sangat
penulis
harapkan.Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya, serta pembaca padaumumnya. Amin. Salatiga, 22 September 2016 Penulis
x
ABSTRAK
Istiani, Erni. 2016“Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No.DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN di KUA Sidorejo Salatiga dalam membentuk keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah”. Skripsi.Fakultas Syari‟ah Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Luthfiana Zahriani, M.H. Kata Kunci :SUSCATIN, Keluarga Sakinah dan Peraturan Dirjen Bimas Islam. Memiliki keluarga Sakinah adalah merupakan dambaan semua pasangan suami istri baik yang baru menikah atau yang sudah menjalani keluarga. Keluarga yang sejahtera akan berdampak baik bagi negara. Oleh karena itu, pemerintah bekerjasama dengan BP4 yaitu dengan memberikan surat edaran tentang peraturan dan pelaksanaan SUSCATIN kepada seluruh KUA di Indonesia termasuk KUA Sidorejo-Salatiga. Walaupun telah ada surat edaran di KUA ternyata KUA masih kurangnya sosialisasi di masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan ke dalam tiga permasalahan sebagai berikut: 1). Apa yang melatarbelakangi dikeluarkannya Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN? 2). Bagaimana Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 Tahun 2009 Tentang SUSACATIN di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga? 3). Apa hambatan yang dihadapi KUA Sidorejo Salatiga dalam penerapan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN? Penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan jenis Yuridis Sosiologis. dengan menggunakan metode pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.Lokasi penelitian ini dilaksanakan di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Latarbelakang dikeluarkannya Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 tahun 2009 tentang SUSCATIN adalah tingginya angka perselisihan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga yang salah satunya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman calon pengantin tentang kehidupan rumah tangga/keluarga. 2. Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No.DJ. II/491 tahun 2009 tentang SUSCATIN di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga belum berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan bahkan metodenya pun belum memenuhi standar peraturan 3. Hambatan-hambatan yang dialami KUA Sidorejo Salatiga dalam menerapkan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 tahun 2009 tentang SUSCATIN disebabkan karena kebijakan anggaran yang belum ada dalam pelaksanaannya serta sarana dan fasilitas yang tidak memadai sehingga sulit untuk menerapkan SUSCATIN Di KUA Sidorejo Salatiga. xi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i HALAMAN BERLOGO ................................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... v HALAMAN MOTTO ...................................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................................... viii ABSTRAK ....................................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 7 C. Tujuan Penelitian.................................................................................................. 8 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................................. 8
xii
E. Kerangka Teori ..................................................................................................... 9 F. Telaah Pustaka...................................................................................................... 11 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian .............................................................................................. 13 2. Pendekatan Penelitian ................................................................................... 13 3. Kehadiran Peneliti ......................................................................................... 14 4. Lokasi Penelitian ........................................................................................... 14 5. Sumber Data .................................................................................................. 15 6. Analisis Data ................................................................................................. 18 7. Pengecekan Keabsahan Data ......................................................................... 19 8. Tahap-Tahap Penelitian................................................................................. 20 9. Sistematika Pembahasan ............................................................................... 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Kursus Calon Pengantin ..................................................................... 23 B. Dasar Hukum Pelaksanaan Kursus Calon Pengantin ........................................... 29 C. Materi Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) .................................................... 31 D. Tujuan, VISI dan MISI SUSCATIN .................................................................... 32 E. Konsep Keluarga Sakinah Mawadah Warahmah ................................................. 33 F. Tujuan Pernikahan ............................................................................................... 36 G. Konsep Keluarga Sakinah .................................................................................... 38 H. Kriteria Keluarga Sakinah .................................................................................... 42
xiii
BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga ................... 44 1. Dasar Hukum ................................................................................................. 47 2. VISI, MISI dan MOTTO Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga ........................................................................................................... 50 3. Tugas dan Wewenang Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga ...... 52 4. Struktur Kepengurusan Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga dan Keadaan Karyawan Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga ............................................................................................ 55 B. Latar Belakang Dikeluarkannya Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin .......................................... 56 BAB IV PEMBAHASAN A. Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) Di Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Slatiga ........................................................................................ 60 B. Hambatan-Hambatan yang dialami KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga dalam Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) Di Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Slatiga ........................................................................... 69 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................................... 76 B. Saran-Saran .......................................................................................................... 77 xiv
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rumah tangga atau keluarga adalah komunitas kecil yang akan mendasari komunitas besar yang bernama negara. Bangunan negara banyak ditentukan oleh produk yang dihasilkan oleh lembaga negara ini. Jika keluarga baik maka diharapkan masyarakat dan negara akan baik. Dengan kata lain keluarga adalah fondasi masyarakat bangsa dan negara. Baik-buruknya, maju-mundurnya, sejahtera maupun sengsaranya masa depan masyarakat bangsa dan negara sangat tergantung pada fondasi yang dibangunnya (Muhammad, Husein, 2016: 209). Islam telah menjelaskan tujuan perkawinan menurut Islam yaitu akad/perjanjian /ikatan yang dapat menghalalkan hubungan antara lakilaki dan perempuan, dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa akad ini sebagai perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalizha). Ini menunjukkan bahwa perkawinan merupakan perjanjian relationship antara manusia yaitu lakilaki dan perempuan yang harus mendapatkan perhatian yang jauh lebih besar dari yang lain-lain. Dijelaskan lagi dalam kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Syafi‟i bahwa ada 3 tujuan dalam perkawinan yang pertama yaitu bahwa perkawinan merupakan ikhtiar manusia untuk melestarikan dan mengembangbiakkan keturunannya, kedua yaitu perkawinan merupakan
1
cara manusia menyalurkan hasratnya, ketiga melalui perkawinan, hati laki-laki dan perempuan diharapkan menemukan tempat ketenangan jiwa, melalui perkawinan pula kegelisahan dan kesusahan hati menemukan salurannya dengan menumpahkan kepada pasangannya. Dengan kata lain pernikahan dimaksudkan untuk menciptakan ketenangan dan kebahagiaan kedua belah pihak, seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an Surat Ar-rum ayat 21:
ًَُو ُك ْنى َّي َوٕ َّدةً َّٔ َوسحْن َوًتَٛٓوا َؤ َوج َوؼ َوم بَو ْنٛق نَو ُك ْنى ِّي ْنٍ َو ْنَفُ ِمس ُك ْنى َو ْنص َؤ جًا نِّخَو ْنس ُكُُْٕن ~ ِمنَو ْن خِم ِمّ~ َو ْنٌ خَو هَو َوٛٚ ٍَؤ ِمي ْن ٗقه َّخَوفَو َّكشُْٔن ٌَوٚ ج نِّ َوْٕن ٍتو ٍتٚ رنِم َو َوِٙم ٌَّ ِم ْن
“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran) Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir”. Ayat diatas mengandung tiga hal yang penting untuk diperhatikan dalam perkawinan: yaitu sakinah, mawaddah, dan rahma. Dengan begitu rumah tangga yang baik adalah rumah tangga yang dibangun diatas pilar relasi yang saling mengasihi, saling memberikan kebaikan, dan saling melayani dengan kelembutan dan ketulusan baik dalam tindakan maupun tutur kata serta saling rela atas kekurangan masing-masing (Muhammad, Husein, 2016: 211). Perkawinan dilakukan oleh seseorang yang telah cukup umur tidak peduli profesi, suku bangsa, agama, kekayaan, tempat tinggal dan lain sebagainya, dan setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan tidak
2
semuanya dapat memahami hakikat dan tujuan perkawinan yaitu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati dalam rumah tangga. Perkawinan itu bukan sekedar berkumpulnya dua orang manusia dalam satu atap kemudian mendapatkan keturunan, dan bukan pula untuk sementara waktu melainkan untuk seumur hidup. Pernikahan adalah salah satu sarana untuk mengekpresikan sifatsifat dasar kemanusiaan. Dan setiap manusia mempunyai kecenderungan terhadap lawan jenisnya dan Allah Swt telah menciptakan rasa keindahan tersebut dalam hati setiap laki-laki dan perempuan (Takariawan, cahyadi, 2009: 75). Seperti dalam Surat Ali-Imran ayat: 14
ض ِمت َّ ب َؤ ْننفِم ِمْنش ْنن ًُ َو ْنُطَو َوش ِمة ِميٍَو ن َّزَْو ِمَٛواط ٍَو َؤ ْنن َوُ ِمٛث ِميٍَو نُِّ َوسا~ ِمء ِمٔ ْننبَوُِم ْن اط حُبُّ ن ِّشَٓوٕ ِم ٍَِّو نِمهَُّ ِمُٚص ُ د قهٗ رنِم َو َويخَوا ٍا قهٗ َؤهللاُ ِمػ ْنُذَوِ ُحس ُْنَٕٛ ِمة ن ُّذ ْنٛع ْننح ِمْنم ْنن ًُ َوس َّٕ َوي ِمت َؤ ْن َو ْنَ َوؼ ِماو َؤ ْنن َوحشْن ِمٛ َؤ ْننخَو ن َوًا َو ِم “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, rupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia, dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik”. Seperti yang telah dijelaskannya dalam Pasal 1 Undang-Undang tentang perkawinan No.1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga maksud dari Undang- undang tersebut tidaklah 3
cukup hanya ikatan lahir ataupun batin saja, akan tetapi harus mencakup keduanya. Selain definisi yang telah dijelaskan Undang-Undang tentang perkawinan No.1 tahun 1974 pasal 1, KHI pasal 2 (kompilasi Hukum Islam) di Indonesia juga memberikan definisi yang lain yang tidak mengurangi arti-arti definisi UU tersebut, namun bersifat menambah penjelasan, dengan rumusan sebagai berikut: „’perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat dan miitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Maksud dari ungkapan akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalizhan merupakan penjelasan dari ungkapan ikatan lahir batin yang terdapat dalam rumusan UU yang mengandung arti bahwa akad perkawinan itu bukanlah semata bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan semata. Kemudian maksud dari ungkapan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Merupakan penjelasan dari ungkapan „‟berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam UU. Hal ini lebih menjelaskan bahwa perkawinan bagi umat Islam merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang melaksanakannya telah melakukan perbuatan ibadah (Syarifudin, Amir, 2004: 41). Pengertian perkawinan diatas jelas bahwa baik menurut Islam maupun menurut Undang-undang perkawinan bahwa tujuan dari sebuah perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia kekal, abadi, dan
4
juga tidak terpisahkan dalam kondisi dan situasi apapun bahwa memiliki keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan idaman setiap insan manusia yang mau menuju sebuah perkawinan, maka dari itu uraian diatas sudah dijelaskan bahwa perkawinan merupakan perjanjian yang kokoh untuk itulah perkawinan harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Mengingat permasalahan keluarga yang terjadi di masyarakat dan tingginya angka perceraian seperti: ketidakcocokan, kekerasan dalam rumah tangga, poligami, masalah ekonomi, nikah dibawah tangan (nikah sirri), salah satu menjadi TKI, jarak usia yang terlalu jauh, bahkan karena perbedaan pandangan politik. menyebabkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama berinisiatif melaksanakan program Kursus Calom Pengantin (SUSCATIN), yang mana dalam program ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas keluarga yang baik dalam membangun keluarga yang Sakinah, Mawaddah dan Rahmah. Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, mengungkapkan bahwa Indonesia berada di peringkat tertinggi dalam hal perceraian dibandingkan negara Islam didunia lainnya. Nasaruddin Umar juga menyatakan bahwa ada sejumlah alasan mengapa percerian itu harus terjadi, beliau memaparkan bahwa ada 13 kriteria yang menjadi alasan perceraian di antaranya adalah ketidak cocokan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), poligami, masalah ekonomi, nikah dibawah tangan, (nikah sirri), salah satu menjadi TKI, jarak usia yang terlalu jauh, bahkan perbedaan pandangan politik (Muhammad, Husein, 2016: 205). 5
Kursus Calon Pengantin adalah berdasarkan aturan Depag melalui peraturan direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam tentang Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) No. DJ. II/491 Tahun 2009 tanggal 10 Desember Bab I pasal I ayat 2 yang menyebutkan bahwa: “kursus calon pengantin yang selanjutnya disebut dengan SUSCATIN adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan, dalam waktu singkat kepada catin tentang kehidupan rumah tangga atau keluarga”. Program ini dimasukkan kedalam salah satu proses dan prosedur perkawinan dan wajib diikuti oleh calon pengantin yang mau menikah, kemudian materi yang akan diberikan yaitu meliputi 7 aspek yaitu tata cara dan prosedur perkawinan, pengetahuan agama, peraturan perundangundangan di bidang perkawinan dan keluarga, kesehatan dan reproduksi, manajemen keluarga, psikologi perkawinan dan keluarga, serta hak-hak dan keawjiban suami istri. Melihat hal tersebut dirasa menarik untuk dibahas dan penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut terhadap permasalahan yang ada dalam karya ilmiah dengan mengangkat tema skripsi yang berjudul „‟Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. II/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin di KUA Sidorejo, Salatiga dalam Membangun Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah’’. B. Fokus penelitian Proses penelitian ini peneliti akan berusaha untuk mencari meneliti dan mengkaji tentang pelaksanaan peraturan Dirjen Bimas Islam
6
No.DJ. 11/491 Tahun 2009 tentang Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) di KUA Sidorejo, Salatiga maupun di lingkungan masyarakat. Kemudian berdasarkan latar belakang masalah dapat di rumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apa yang melatarbelakangi dikeluarkannya peraturan Dirjen Islam No.DJ.II/491 tentang SUSCATIN (kursus calon pengantin)? 2. Bagaimana Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 Tahun 2009 SUSCATIN (kursus calon pengantin) di lakukan di KUA Sidorejo salatiga? 3. Apa Hambatan-Hambatan Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 tahun 2009 yang dialami KUA kec. Sidorejo Salatiga dalam melaksanakan SUSCATIN (kursus calon pengantin) dalam membangun keluarga sakinah mawaddah, warrahmah. C. Tujuan penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah penelitian ini selesai adalah: 1. Mengetahui yang melatarbelakangi dikeluarkannya peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 tentang SUSCATIN (kursus calon pengantin? 2.
Mengetahui Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN (kursus calon pengantin) itu di lakukan di KUA Sidorejo salatiga?
3.
Mengetahui hambatan-hambatan yang dialami KUA kec. Sidorejo Salatiga dalam penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491
7
Tahun 2009 Tentang SUSCATIN (kursus calon pengantin) dalam membangun keluarga sakinah mawaddah, warrahmah? D. Kegunaan penelitian Adapun kegunaan yang penulis harapkan dari penelitian ini, diantaranyaa adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana keilmuan, khususnya dalam bidang Hukum Islam dan juga menambah bahan pustaka bagi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Salatiga. 2. Secara praktis a. Sebagai sumbangan Ilmu pengetahuan pada umumnya dan sebagai sumbangan Ilmu Hukum Islam pada khususnya, terutama pada masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.11/491 tentang kursus calon pengantin. b. Sebagai sumbangan pemikiran kepada para pihak yang terkait meliputi
KUA
Sidorejo
Salatiga,
Kementerian
Agama
(KEMENAG) dengan pelaksanaan peraturan Dirjen Bimas Islam No. 11/491 tentang kursus calon pengantin. c. Digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi AL- Ahwal AL- Syakhshiyyah IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Salatiga.
8
E. Penegasan Istilah 1. Kursus calon pengantin (SUSCATIN) Kursus calon pengantin adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan dalam waktu singkat kepada calon pengantin (CATIN) tentang kehidupan rumah tangga/ keluarga (Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009). 2. KUA (Kememtetian Urusan Agama) Sidorejo Alamat: Jl. Ki Penjawi No. 15 Sidrejo Lor No. tlp. 0298313879 Email: @ yahoo.co.id Kepala KUA : Sirojudin, SH.I. 3. Keluarga Keluarga adalah komunitas kecil yang akan mendasari komunitas besar yang bernama negara (Syarifudin, Amir, 2006: 54). 4. Sakinah Sakinah adalah berasal dari kata sakana berarti tempat tinggal, menetap dan tenteram (tanpa ras ketakutan) dengan begitu perkawinan merupakan wahana atau tempat dimana orang-orang yang ada didalamnya terlindungi dan dapat menjalani kehidupan dengan tenang, tentram, tanpa ada rasa takut (Muhammad, Husein, 2016: 211). 5. Mawaddah Mawaddah adalah cinta. Muqatil bin Sulaiman ahli tafsir abad ke2 H, mengatakan bahwa mawaddah berarti al- mahabbah (cinta), al- Nashihah (nasehat) dan al-shilah (komunikasi) yaitu komunikasi
9
yang saling menyenangkan dan tidak melukai perasaan. Berarti perkawinan merupakan ikatan antara dua orang yang dihrapkan dapat mewujudkan hubungan saling mencintai, saling memahami, saling menasehati, dan saling menghormati (Syarifudin, Amir, 2006: 78). 6. Rahmah Rahmah memiliki arti lebih mendalam, yaitu kasih, kelembutan, kebaikan, dan ketulusan (keikhlasan) (Takariawan, Cahyadi, 2009: 88). F. KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya untuk mengetahui
dan
mendapatkan
gambaran
tentang
hubungan
permasalahan yang penulis coba untuk meneliti yang mungkin belum pernah diteliti oleh orang lain, sehingga tidak ada pengulangan penelitian secara mutlak atau plagiasi. Sejauh penulis melakukan penelitian terhadap karya-karya ilmiah yang lain ataupun skripsi-skripsi yang telah dahulu khususnya pada fakultas atau jurusan (ahwal al-syakhshiyyah), penulis menemui beberapa karya ilmiah atau skripsi diantaranya: Pertama
skripsi
Diah
Maziatu
Chalida
yang
berjudul
“Penyelenggaraan Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) oleh KUA di kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara (Study Kasus di KUA Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara)‟‟. Fakultas
10
Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2010. Dengan permasalahan yaitu bagaiamana pelaksanaan kursus calon pengantin (SUSCATIN) oleh KUA kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara dan mengapa KUA mewajibkan kursus calon pengantin bagi calon pasangan suami istri. Hasilnya bahwa penyelenggaraan SUSCATIN sesuai dengan peraturan yang ada dan dengan tujuan KUA membekali para calon pengantin dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dengan materi-materi yang telah diharapkan mampu menjadi pedoman untuk berumah tangga. Kedua skripsi yang disusun oleh Syamsul Bahri yang berjudul „‟konsep keluarga Sakinah menurut M. Quraisy Shihab‟‟ skripsi ini membahas tentang keluarga Sakinah namun pemahamannya lebih difokuskan kepada pengertian Keluarga Sakinah Menurut M. Quraisy shihab. Ketiga skripsi yang disusun oleh Ahmad Faisal yang berjudul „‟Efektifitas BP4 dan peranannya dalam memberikan penataran Atau Bimbingan Pada Calon Pengantin‟‟. Fakultas syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 2007. Dengan rumusan masalah yaitu bagaimana fungsi dan peran BP4 KUA Kecamatan
Kembangan
dalam
memberikan
bimbingan
Calon
Pengantin wilayah KUA Kecamatan Kembangan Kotamadya Jakarta Barat dalam peranannya memberikan penataran dan pembimbingan pada Calon Penganti (CATIN) sebelum mereka kelaksanakan akad
11
nikah atau menjadi pasangan suami istri dalam ikatan perkawinan sangatlah besar terbukti dengan beberapa upaya yang dilakukan oleh BP4 Kecamatan Kembangan. Keempat skripsi yang disusun oleh Agoes Baihaqi yang berjudul “Analisa Maslahah Terhadap Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) di Kabupaten Ponorogo”. Fakultas Syari‟ah STAIN Ponorogo 2007. Dengan permasalahan yaitu bagaimana materi Kursus Calon Pengantin yang ada di Kabupaten Ponoroga, dan apa tujuan Kursus Calon Pengantin yang telah diselenggarakan di Kabupaten Ponorogo dan bagaimana hukum mengikuti Kursus Calon Pengantin bagi remaja usia nikah/calon pengantin yang ada di Kabupaten Ponorogo sudah sesuai dengan kemaslahatan. Sedangkan tujuannya sendiri adalah agar para calon pengantin mampu dan memahami tentang bagimana membina perkawinan yang baik dan benar dan hukumya wajib bagi remaja usia nikah lulusan SD, SMP dan SMA sedangkan S1, S2 dan S3 tidak wajib. Adapun skripsi yang saya buat hampir sama dengan penilitianpenilitian yang telah lalu. Adapun perbedaannya yaitu tentang penerapan peraturan Dijen Bimas Islam No. DJ.II/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin itu dilakukan di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga.
12
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian dan pendekatan Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapanagan (field research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap obyek yang dituju untuk mendapatkan data yang benar dan terpercaya tentang kursus calon pengantin. Penelitian ini bersifat kualitatif, maksudnya adalah prosedur data penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang yang bersangkutan. Penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif
maksudnya
adalah
penulis
menganalisis
dan
menggambarkan penelitian secara obyektif dan detail untuk mendapatkan hasil yang akurat (Margono, 1997:36). 2. Kehadiran Peneliti Penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data. Peneliti datang dan secara langsung berinteraksi denagan obyek penelitian dan melakukan pengamatan, kemudian melekukan wawancara yang mendalam dan aktifitas-aktifitas lainnya untuk memperoleh data yang di perlukan dalam penelitian ini. Selain itu peneliti juga turun langsung ke obyek penelitian, tanpa mewakilkan kepada orang lain, agar kegiatan yang berkaitan dalam menggali, 13
mengidentifikasi data informasi dan fenomena yang muncul di lapangan dapat diperoleh secara akurat. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di KUA Sidorejo Salatiga. Adapaun alasan pemilihan tempat adalah berkaitan dengan upaya peningkatan dan pemahaman maupun pengetahuan mengenai hukum Islam
khususnya
mengenai
tentang
kursus
calon
pengantin
(SUSCATIN), sumbangan ilmu pengetahuan mengenai Kursus Calon Pengantin dari
dan pemerintah daerah setempat perlu terus di
kembangkan, sehingga pengetahuan keagamaan kususnya mengenai pelaksanaan peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 tentang Kursus Calon Pengantin. 4. Sumber Data Data merupakan tampilan yang berupa kata-kata lisan maupun tertulis yang di cermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai detailnya agar dapat di tangkap makna yang tersirat dalam dokumen ataupun benda-bendanya (Moleong, 1998: 22). Kemudian sumber data di bagi menjadi dua yaitu: a. Data Primer Data primer adalah data atau informan yang diperoleh langsung dari orang-orang yang terlibat atau yang mengetahui seluk-beluk persoalan. Kemudian perolehan data ini penulis berusaha memperoleh data melalui: Kepala Kantor Urusan Agama
14
(KUA) Sidorejo Salatiga dan penghulu serta pegawai KUA Sidorejo Salatiga. Sedangkan dalam pengambilan data di lakukan dengan cara bantuan catatan lapangan, bantuan foto, atau apabila memungkinkan dengan bantuan rekaman suara handphone atau digital atau alat apapun yang memungkinkan. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumbersumber lain selain data primer. Diantaranya adalah Al-qur‟an, hadits dan buku-buku literatur, internet, majalah, peraturan Dirjen Bimas Islam No.II/491 Tahun 2009 maupun jurnal ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data tersebut diantaranya buku-buku referensi diantaranya kamus, baik umum maupun biografi, buku indeks, buku bibiografi yang berisi informasi buku-buku bidang ataupun aspek tertentu, dan sebagainya. 5. Prosedur Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metodemetode sebagai berikut: a.
Metode wawancara mendalam (dept interview) Dalam metode ini, penulis menggunakan ternik wawancara yaitu dengan mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada Kepala KUA, penghulu, serta pegawai KUA oleh peneliti atau pewawancara dan jawaban informan
15
dicatat atau direkam dengan alat perekam (Arikunto, Suharsimi, 2010: 67). Wawancara dikenal pula dengan istilah interview yaitu suatu proses Tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara langsung, antara keduanya atau lebih bisa langsung melihat wajah satu dengan yang lainnya secara langsung dan bisa mendengar suara responden dengan telingannya sendiri (Sukansarrumidi, 2004: 88). Wawancara ini dilakaukan kepada beberapa subyek yaitu kepada Kepala KUA Sidorejo, Penghulu, serta pegawai KUA Sidorejo Salatiga. Melalui wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang responden (Sugiyono, 2013: 231). Melalui wawancara peneliti akan bertanya langsung mengenai Penerapan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN (Kursus Calon Pengantin) di KUA Kecamatam Sidorejo Salatiga. b. Metode Observasi Metode
observasi
adalah
kegiatan
mengamati
dan
mencermati serta melakukan pencatatan data atau informasi yang sesuai dengan konteks penelitian. Kemudian teknik observasi diharapkan dapat menjelaskan atau menggambarkan secara luas dan rinci tentang masalah yang dihadapi.
16
c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah dimana metode ini adalah melukuan penelusuran dan perolehan data yang diperlukan melalui data yang tersedia. Biasanya berupa data statistik, agenda kegiatan, produk keputusan dan kebijakan, sejarah, dan hal lainnya yang berkait dengan penelitian. Kelebihan teknik dokumentasi ini adalah karena tersedia, siap sikap, serta hemat biaya, dan tenaga (Moleong, 2011: 83). 6. Analisis Data Setelah data terkumpul, maka peneliti menganalisis data yang sudah ada dengan teori-teori yang sudah ada, sehingga dapat disimpulkan beberapa hasil penelitian, analisis data terdapat beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: 1. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah kegiatan yang mengantisipasi kegiatan sebelum melakukan penelitian ke lapangan. Penelitian dirancang sehingga nanti akan mudah dalam menganalisis dan sebagai bukti pada penelitian (Sugiono, 2011: 240). 2. Reduksi data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan (Arikunto, Suharsimi, 2010: 275).
17
3. Penyajian data Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan
adanya
penarikan
kesimpulan
dan
pengambilan tindakan. Melalui data kita akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan dalam mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapatkan dari penyajian tersebut (Moleong, 2011: 75). 4. Kesimpulan Setelah melalui proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, kemudian menarik kesimpulan dari apa yang telah dianalisis (Sugiyono, 2011: 45). 7. Pengecekan Keabsahan Data Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility,
transferability,
debendability,
dan
confirmability
(Sugiyono, 2011: 366). a.
Uji Kredibilitas Dalam uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif anatara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check (Sugiyono, 2011: 368).
18
b.
Uji Depenability Dalam penelitin kualitatif, uji depenability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian, yang mana caranya adalah dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian (Moleong, 2001: 87).
c.
Uji Konfirmability Uji
konfirmability berarti
menguji
hasil
penelitian,
dikaitkan dengan proses penelitian yang dilakukan. Bila hasil yang dilakukan merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability (Sugiyono, 2013: 98). 8. Tahap-tahap penelitian Penelitian kulitatif dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2009: 127). Adapun tahapan-tahapannya dalah sebagai berikut: a.
Tahap pra-Lapangan Tahap pra-Lapangan adalah sebelum berada dilapangan. Ada enam yang harus dilakukan peneliti pada tahap pra-lapangan. Dalam tahap ini ditambah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan yaitu etika penelitian. Kegiatan tersebut antara lain: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan
19
memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitan. Tahap ini digunakan sebelu peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya. Kemudian peneliti membuat rancangan kegiatan memilih salah satu untuk dijadikan obyek penelitian. b. Tahap Pekerjaan Lapangan Pada tahap ini merupakan tahapan yang sebenarnya. Tahap ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data. Pada tahap ini peneliti terlibat langsung ke lokasi dan mengikuti kegiatan yang termasuk dalam fokus penelitian. Peneliti mencari tahu informasi tentang kegiatan-kegiatan tersebut denagan menggunakan metode wawancara terhadap informasiinformasi yang ada. Melalui itu peneliti akan mengumpulkan datadata yang sesuai fokus penelitian. c. Tahap Analisis Data Setelah data dikumpulkan oleh peneliti, maka peneliti menganalisis data yang sudah ada dengan dukungan teori-teori yang sudah ada, sehingga dapat disimpulkan beberapa hasil penelitian, yaitu pengumpulan data, redaksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
20
9. Sistematika Pembahasan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh serta mempermudah pemahaman terhadap penulisan skripsi ini, penulisan skripsi dikelompokkan menjadi lima bab. Di mana antara bab satu dengan bab yang lainnya saling berhubungan. BAB I: Bagian ini merupakan pendahuluan, yang dikemukakan dalam bab ini merupakan pengantar dari keseluruhan isi pembahasan. Pada bagian pertama ini akan dibahas beberapa sub bahasan, yaitu: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II:
Kajian pustaka, menjelaskan tentang dasar teori yaitu:
pengertian SUSCATIN, dasar hukum SUSCATIN, konsep keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah BAB III: Hasil Penelitian tentang data dan temuan yang diperoleh di Kantor Urusan Agama, yang berisi: gambaran umum sejarah KUA Sidorejo Salatiga, struktur KUA Sidorejo Salatiga, dan Latar Belakang dikeluarkannya Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN. BAB IV: Dalam bab ini merupakan bagian inti dari sebuah skripsi yang mana dari bab ini menjelaskan tentang penerapan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN dan Hambatanhambatan dalam penerapan SUSCATIN Di KUA Sidorejo Salatiga.
21
BAB V: Bab ini merupakan bab penutup atau bab akhir dari penyusunan skripsi yang penulis susun. Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran.
22
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Kursus Calon Pengantin Keluarga yang baik menurut pandangan Islam biasa disebut dengan istilah keluarga Sakinah, ciri utama keluarga ini adalah adanya cinta kasih yang permanen antara suami dan istri yang mana dalam hal ini bertolak dengan prinsip perkawianan sebagai mitsaqan ghalidhan sebagaimana dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 21, yaitu perjanjian yang teguh untuk memenuhi kebutuhan sama lain. Ciri ini juga dibangun atas dasar prinsip bahwa membangun keluarga adalah amanah yang masing-masing pihak terikat untuk menjalankan sesuai dengan ajaran Allah SWT. Selain itu keluarga Sakinah pada dasarnya memperhatikan prinsip kesetaraan, saling membantu dan melengkapi dalam pembagian tugas antara suami istri dalam urusan keluarga maupun urusan publik sesuai kesepakatan bersama (Sila, Muh. Adlin, dkk., 2007 : 5). Sakinah berasal dari kata sakana yang berarti tempat tinggal, menetap, dan tentram (tanpa ras ketakutan). Dengan begitu maka perkawinan merupakan wahana atau tempat dimana orang-orang yang ada di dalamya terlindungi dan dapat menjalani kehidupannya dengan tenang dan tentram, tanpa rasa takut (Syarifudin, Amir, 2006: 24). Mawaddah berarti cinta, Muqatil bin Sulaiman ahli tafsir abad ke-2 H, mengatakan bahwa mawaddah berarti al-mahabbah (cinta), al-
23
nashihah (nasehat) dan al-shilah (komunikasi). Yaitu komunikasi yang saling menyenangkan dan tidak melukai perasaan. Perkawinan merupakan ikatan antara dua orang yang diharapkan dapat mewujudkan hubungan saling mencintai, saling memahami, saling menasehati, dan saling menghormati (Muhammad, Husein, 2016: 211). Rahmah memiliki arti yang lebih mendalam yaitu kasih, kelembutan, kebaikan, dan ketulusan (keikhlasan). Dengan begitu rumah tangga yang baik adalah rumah tangga yang dibangun diatas pilar relasi yang saling mengasih, saling memberikan kebaiakan dan saling melayani dengan kelembutan dan ketulusan baik dalam tindakan maupun tutur kata serta saling
rela
atas
kekurangan
masing-masing
(Asy-Syarif,
Isham
Muhammad, 2005: 84). Dengan demikian sudah sepantasnya pasangan suami istri bertekad menjaga komitmen yang sesungguhnya sudah dibangun, dengan cara menjaga nilai sakral perkawinan dan dipelihara secara utuh jangan sampai kesakralannya berkurang karena prilaku
yang merusak kesucian
perkawinan. Perceraian merupakan pintu gerbang masalah mental dan sosial bagi anak-anak, keluarga, dan lingkungan sosial, terdekat. Salah satu penyebab perceraian yaitu dangkalnya pengetahuan dan pemahaman para suami istri tentang kehidupan rumah tangga/keluarga. Perkawianan hanya dianggap sebagai hubungan pendata saja antara orang perorangan yang berlain jenis (Sila, Muh. Adlin, dkk., 2007 : 5).
24
SUSCATIN merupakan salah satu program dari badan penasehat, pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4) yang difokuskan kepada pemberian pengetahuan dan pemahaman terhadap masalah keluarga. Program ini dilaksanakan untuk memberikan bekal kepada calon pengantin (CATIN) tentang pengetahuan berkeluarga dan reproduksi sehat agar calon pengantin memiliki kesiapan pengetahuan, fisik dan mental dalam memasuki jenjang perkawinan dalam membentuk keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah. Sehingga angka perceraian dan perselisihan dapat ditekan. Sedangkan pengertian kursus calon pengantin itu sendiri adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam waktu singkat kepada CATIN (Calon Pengantin) tentang kehidupan rumah tangga/keluarga. Selain itu ada istilah yang perlu kita ketahui: 1.
Kursus adalah pelajaran tentang suatu pengetahuan atau kepandaian yang diberikan dalam waktu singkat.
2.
Calon laki-laki atau perempuan yang akan dan sedang mengajukan permohonan kehendak nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).
3.
BP4 adalah singkatan dari penasehat, pembinaan dan pelestarian, adalah sebuah lembaga resmi yang bertugas membantu Kementerian Agama
(Kemenag)
dalam
membangun
keluarga
Sakinah,
Mawaddah, Warrahmah. 4.
Kantor Urusan Agama (KUA) adalah institusi kementerian Agama (Kemenag) yang bertugas melaksanakan sebagian tugas kantor
25
Kementerian Agama kabupaten atau kota di bidang urusan agama Islam diwilayah kecamatan. 5.
STMK adalah singkatan dari Surat Tanda Mengikuti Kursus calon pengantin adalah surat tanda bukti yang diberikan kepada mereka yang telah mengikuti kursus calon pengantin (SUSCATIN). Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 yang
menyebutkan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah agama Islam telah memberikan petunjuk tentang hak dan keawjiaban sebagai suami istri. Apabila hak dan kewajiban masing-masing telah terpenuhi maka dambaan keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah akan terwujud (Rofiq, Ahmad, 1998: 181). Akan tetapi dalam mewujudkan keinginan tersebut bukanlah perkara yang mudah, karena banyak permasalahan yang timbul dan mengganggu bahtera rumah tangga yang pada akhirnya menghambat cita-cita mulia perkawinan itu sendiri (Rofiq, Ahmad, 1998: 56).
Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah yang prefentif, selektif dan antisipatif dari setiap individu yang berkeinginan mewujudkan keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah.
26
Perceraian memang halal namun Allah SWT sangat membencinya. Bahkan Rasulullah SAW pernah menyatakan istri-istri yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan dia tidak akan mencium bau surga (Basyir Azhar, Ahmad,1995: 55). Karena itu pula pemerintah Indonesia merumuskan perundangundanagan yang mempersulit terjadinya perceraian dan membentuk badan penesahatan perkawinan atau lebih dikenal dengan BP4. Pelestarian sebuah pernikahan tidak bisa diupayakan setelah terjadinya masalah dalam rumah tangga. Namun pelestarian sebuah pernikahan haruslah diupayakan sedini mungkin, yaitu sejak sebelum terjadinya pernikahan. Melalui keputusan KMA keputusan Menteri Agama No. 477 Tahun 2004, pemerintah mengamanatkan agar sebelum pernikahan dilangsungkan, setiap calon pengantin harus diberikan wawasan terlebih dahulu tentang arti sebuah rumah tangga melalui kursus calon pengantin (SUSCATIN). Kualitas sebuah perkawinan sangat ditentukan oleh kesiapan dan kematangan kedua calon pengantin dalam menyongsong kehidupan rumah tangga, perkawinan sebagai peristiwa sakral dalam perjalanan hidup dua individu dan banyak sekali harapan untuk kelanggengan suatu pernikahan, namun ditengah perjalanan kandas dan berujung pada perceraian karena kurangnya kesiapan dari kedua belah pihak dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Agar harapan dalam membentuk
27
rumah tangga bahagia dapat terwujud maka diperlukan pengenalan terlebih dahulu tentang kehidupan baru yang akan dialaminya nantinya. Dengan dikeluarkannya Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 Tahun 2009 membuat gerak langkah SUSCATIN semakin jelas. Lahirnya peraturan-peraturan tentang kursus calon pengantin tersebut, merupakan bentuk kepedulian pemerintah terhadap tingginya angka perceraian dan kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) di Indonesia. Mayoritas perceraian di Indonesia terjadi dalam usia perkawinan kurang dari 5 tahun. Hal ini mengindikasikan dilapangan bahwa masih sangat banyak pasangan pengantin muda yang tidak sepenuhnya tahu dan mengetahui tentang apa yang harus dilakukan dalam sebuah pernikahan. Pengetahuan mereka tentang dasar-dasar pernikahan mereka masih sangat kurang. Sehingga pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (KEMENAG) mengeluarkan peraturan tentang Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN). Calon pengantin yang akan melakukan pernikahan akan dibekali materi dasar pengetahuan dan ketrampilan seputar kehidupan berumah tangga dalam kursus calon pengantin. KUA (Kantor Urusan Agama) sebagai penyelenggara memasukkan Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) sebagai salah satu syarat prosedur pendaftaran pernikahan (Rofiq, Ahmad,1995: 182). Dengan persyaratan peserta merupakan orang yang telah memasuki usia untuk menikah, meski orang tersebut belum berencana untuk menikah. Apabila orang itu
28
telah mengikuti kursus itu maka, akan diberikan sertifikat yang dapat digunakan sebagai salah satu persyaratan menikah nantinya. Diharapkan dengan dimasukkannya SUSCATIN sebagai salah satu syarat prosedur pernikahan maka, pasangan calon pengantin (CATIN) telah memilki bekal dan wawasan seputar kehidupan berumah tangga yang pada akhirnya akan mampu secara bertahap untuk mengurangi atau meminimalisir angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga yang marak terjadi di Indonesia. Adanya hal tersebut diharapkan Calon Pengantin bisa mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang keluarga. Sehingga harapan yang diinginkan yakni mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Peraturan tersebut adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam tentang Kursus Calon Pengantin Nomor DJ.II/491 Tahun 2009 yang diperbarui dengan Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. DJ. II/542 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah. B. Dasar Hukum Pelaksanaan Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) SUSCATIN atau kursus calon pengantin adalah salah satu bentuk upaya dalam membentuk keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah. Diharapkan dengan memasukkan SUSCATIN kursus calon pengantin akan mampu mengurangi atau meminimalisir angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia. Adapun dasar diadakannya Kursus Calon Penagntin (SUSCATIN): 1. Undang-Undang No. 1 pasal 1 Tahun 1974
29
Di dalam undang-undang No1 pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laiki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 2 disebutkan bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, kemudian dalam pasal 3 lebih dipertegas lagi tentang tujuan pernikahan itu sendiri yang mana tujuan tersebut adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah (Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan). 3. Keputusan Menteri Agama No. 39 Tahun 2012 tentang organisasi dan tata kerja Kantor Urusan Agama pasal 2 menyebutkan bahwa dalam melakukan tugas yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) KUA menyelenggarakan fungsi: a. Pelaksanaan, pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah dan rujuk. b. Penyusunan
statistik,
dokumentasi
dan
pengelolaan
informasi manajemen KUA (Kementerian Urusan Agama). c. Pelaksanaan usaha dan rumah tangga KUA.
30
sistem
d. Pelayanan bimbingan keluarga Sakinah. e. Pelayanan bimbingan kemasjidan. f. Pelayanan bimbingan syari‟ah. Penyelenggaraan fungsi
lain dibidang agama
Islam
yang
ditugaskan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota (Keputusan Menteri Agama No: 39 Tahun 2012 tentang organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama. C. Materi kursus calon pengantin (SUSCATIN) Waktu yang singkat itu tentu tujuan dari diterbitkannya peratutan tentang Kursus Calon Pengantin sebagaimana dalam pasal 2 yang berisikan: “peratutan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga atau keluarga dalam mewujudkan keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah serta mengurangi angka perselisihan, perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga. Dan peraturan Direktur Jenderal Bimas Islam No. DJ.II/542 Tahun 2013 tentang pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah ini belum dapat tercapai sesuai yang diharapkan. Materi yang disampaikan dalam kursus calom pengantin merujuk kepada Peraturan Dirjen Bimas Islam tentang kursus calon pengantin No. DJ.II/ 491 Tahun 2009 yang menyebutkan SUSCATIN diselenggarakan dengan durasi 24 jam pelajaran yang meliputi: 1. Tata cara dan prosedur perkawinan selama 2 jam. 2. Pengetahuan agama selama 5 jam. 31
3. Peraturan perundangan di bidang perkawinan dan keluarga selama 4 jam. 4. Hak dan kewajiban suami istri selama 5 jam. 5. Kesehatan reproduksi. 6. Manajemen keluarga selama 3 jam. 7. Psikologi perkawinan dan keluarga selama 2 jam. D. Tujuan, Visi dan Misi SUSCATIN Sebuah program kerja sudah semestinya memiliki tujuan kedepannya dengan baik dan dipertimbangkan bagaimana untuk mewujudkan tujuan tersebut, begitu pula dengan SUSCATIN yang memiliki tujuan, visi dan misi yang baik diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tujuan: a. Peserta mengetahui bagaimana mempersiapkan, melaksanakan dan membina perkawinan yang baik dan benar. b. Peserta memiliki motivasi yang kuat dan tangguh, bagaimana membentuk keluarga yang berhasil, bahagia, sejahtera dan juga kekal. c. Mampu mengatasi dan memahami tantangan, ancaman, gangguan, dan problematika yang tengah dihadapi dalam mengarungi bahtera rumah tangga. d. Mengetahui dan memahami akan aspek-aspek kesehatan reproduksi, perencanaan keluarga, dan manajemen ekonomi.
32
e. Dapat menanamkan, mengamalkan dan menghayati nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia dalam berkeluarga. 2. Visi “Terwujudnya keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warrahmah”. 3. Misi a. Memberikan pengetahuan dan bimbingan keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah kepada CATIN (Calon Pengantin) dan remaja usia nikah. b. Mempersiapkan generasi muda-muda membina keluarga yang bahagia, sejahtera, kekal berlandaskan norma-norma agama dan nilai luhur budaya dan bangsa. E. Konsep Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan, mulai dari ajuran untuk menikah, memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaiamana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut rumah tangga, semua diatur oleh Islam secara rinci dan gamblang. Pernikahan merupakan bibit pertama dan cikal bakal kehidupan masyarakat, dan aturan yang bersifat alami bagi alam semesta serta sunnatullah untuk menjadikan kehidupan semakin bernilai dan mulia. Ketika Islam menganjurkan laiki-laki dan wanita agar memilih jodoh yang baik dan semata-mata untuk mendapatkan keturunan yang baik dan mulia
33
yang mampu menjadikan pemimpin agama dan umat dimasa yang akan datang dan anak-anak shaleh yang telah diharapkan (Rasjid, Sulaiman, 2006: 78). Ijab qabul dalam sebuah pernikahan adalah menghalalkan dua insan berlawanan jenis untuk hidup bersama sebagai suami istri. Keduanya dihalalkan untuk hidup serumah dalam mengarungi hidup selanjutnya (Yosodhipuro, 2010: 97). Pernikahan menyebabkan timbulnya konsekuensi terhadap suami dan istri, yaitu berupa hak dan kewajiban. Dalam kaitan ini, ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan bersama dan ada juga hak dan kewajiban yang harus dilakukan masing-masing. 1. Hak dan kewajiban suami istri a. Saling mengasihi dan menyayangi b. Saling mempercayai c. Mendidik anak d. Menciptakan komunikasi yang interaktif dan kondusif e. Saling memenuhi hak dan kewajiban f. Saling menasehati g. Menjaga rahasia keluarga
34
2. Kewajiban suami a. Membayar mahar b. Memberi nafkah istri dan anak c. Mendidik dan membimbing istri d. Menutup aib istri Pernikahan
adalah
fitrah
kemanusiaan,
maka
dari
itu
Islam
menganjurkan untuk menikah, karena menikah merupakan naluri kemanusiaan, hal ini diterangkan dalam firman Allah Surat Ar-Rum ayat 30:
َوْنمَٚو حَو ْنب ِمذ
ٗقه
ِم ْن َٓواٛاط َوػهَو ْن َوطَو َوش نَُّ َوٙط َوشثَو هللاِم نَّخِم ْن
ٗقه
فًاٛ ِمْنٍ َو َِم ْنَٚوا َو قِم ْنى َؤجْن َٓو َو نِمه ِّذ
ٗقه َو ْنؼهَو ًُْٕن ٌَوٚاط َو ِّ ُى َؤن ِمك ٍَّ َو ْن َو َوش نَُّ ِمٛ ُْنٍ ْنن َوٚق هللاِم رنِم َو ن ِّذ نِمخَو ْنه ِم
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fitrah Allah disebabakan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Islam juga menganjurkan untuk menikah karena penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan sangat besar sekali, dan Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat. Sebagaimana dijelaskan dalam Surat An-Nisa ayat 21:
ْن ْنض َّٔ َو ْن ظًاٛ َواقًا َوغهِم ْنٛخَوزٌَو ِمي ْنُ ُك ْنى ِّي ْن فَو حَوأ ُخ ُزْٔن ََوّ ٔقذ َو ْنضٗ بَو ْنؼ ُز ُ ْنى ِمنٗ بَوؼ ٍتَٛؤ َو ْن Artinya: “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (Ikatan pernikahan) dari kamu.
35
Keluarga adalah jiwa dan tulang punggung suatu negara, kesejahteraan lahir batin yang dialaminya adalah cerminan dari situasi yang hidup ditengah-tengah masyarakat negara itu sendiri (Shihab, Quraish, 1994: 253). Menjalin hubungan keluarga, rasa kasih dan sayang merupakan inti dari banyak faktor yang harus ada, dengan adanya rasa kasih sayang, keluarga tersebut bisa menjadi lebih harmonis dan memperoleh sebuah kebahagiaan yang mana kebahagiaan itu akan menjadi benteng yang dapat memperkuat hubungan agar ketika setiap kali ada rintangan atau hambatan menerjang, rintangan maupun hambatan itu dapat dengan baik dan mudah terselesaikan, tepatnya tanpa menimbulkan sebuah perselisihan yang akan berakibat fatal. F. Tujuan Pernikahan 1. Menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya Tujuan utama dan yang paling utama dalam sebuah pernikahan adalah untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Seseorang yang telah mampu melaksanakan perintah Allah berarti, ia telah melaksanakan apa yang telah dianjurkan oleh Allah dan Rasulullah. Bahkan seandainya ada orang yang belum menikah, kita diperintahkan untuk menikahkannya atau mencarikan pasangannya. Sebagaimana firman Allah Surat An-Nur ayat 32:
36
َّ ُكْٕن َُْٕن ُ َو َوش ~ َوءٚ ٌِم ْن
ٗقه
َوا َويٗ ِمي ْنُ ُك ْنى َؤ ن ّصَٚؤ َو ْنَ ِمكحُٕ ْن َو ٍَو ِمي ْنٍ ِمػبَوا ِمد ُ ْنى َؤ ِميا َو~ئِم ُك ْنىٛلهِم ِمح ْن ٌعىُٛ ْنغُِم ِمٓ ًُاهللُ ِمي ْنٍ َوضْن هِمّ قهٗ َؤهللاُ َؤ ِما ٌعغ َوػهِم ْنٚ
Artinya: “ Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan Memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. 2. Melestarikan keturunan yang baik dan Berkualitas Untuk membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera yang dapat memberikan keturunan yang baik, banyak dan berkualitas dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT. Sebagaimana telah diterangkan dalam Firman Allah Surat An-Nahl ayat 72:
َّ َٔو ٍَو َؤ َوحفَو َوذةً َؤ َوسصَو قَو ُك ْنىٛهللاُ َوج َوؼ َوم نَو ُك ْنى ِمي ْنٍ أَو ْنَفُ ِمس ُك ْنى أَو ْنص َؤ جًا َؤ َوج َوؼ َوم نَو ُك ْنى ِمي ْنٍ أَو ْنص َؤ ِمج ُك ْنى بَوُِم َّ ُ ْن ِميٌَُُٕو َؤبِمُِم ْنؼ َوً ِمتٚ اط ِمم َو ْنكفُشٌَُٔوٚ هللاِم ُْ ْنى ث أَو َوبِم ْنانبَو ِم ِّبَوا ِمَِّٛميٍَو نط Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami/istri) dari jenismu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil? Dan mengingkari nikmat Allah? 3. Menjaga kehormatan/kemaluan dari perbuatan Berzina Pernikahan dimaksudkan untuk menjaga kesucian seseorang dari perbuatan zina yang sangat tercela dan dilaknat Allah. Oleh karena itu orang yang telah mampu untuk menikah maka, orang tersebut dianjurkan untuk menyrgerakan menikah. Supaya tidak terjerumus kedalam lembah kemaksiatan. Hal ini dijelaskan dalam Surat AlMukminun ayat 1-6:
)2( ااؼُْٕن ٌَو َو هٕحِم ِمٓ ْنى خَو ِمٍَٙو ُْ ْنى ِم ْنٚ) نَّ ِمز ْن1( قَو ْنذ َو ْنهَو َو ْنن ًُ ْن ِميُُْٕن ٌَو
37
ٍَو ُْ ْنىٚ) َؤ نَّ ِمز ْن4( ٍَو ُْ ْنى نِمه َّض َو ٕ ِمة َوا ِمػهُْٕن ٌَوٚ) َؤ نَّ ِمز ْن3( ْنش ُْٕن ٌَو ٍَو ُْ ْنى ػ ِمَوٍ نَّ ْنغ ِمٕ ُيؼ ِمَٚؤ نَّ ِمز ْن ) َو َّ َوػهَوٗ~ َو ْنص َؤ ِمج ِمٓ ْنى َؤْن َويا َويهَو َوك ْن5( نَوفُشُْٔن ِمج ِمٓ ْنى حفِمضُْٕن ٌَو َوًا َُُٓ ْنى َواِمََُّٓ ْنىٚج َو ْن )6( ٍَوٛ ُش َويهُْٕن ِمي ْنَٛوغ ْن Artinya: “1.) Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, 2.) (yaitu) orang yang khusu’ dalam shalatnya, 3.) dan orang yang menjauhkan diri (perbutan dan perkataan) yang tidak berguna, 4.) dan orang yang menunaikan zakat, 5.) dan orang yang memelihara kemaluannya, 6.) kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. G. Konsep keluarga Sakinah Allah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan, demikian pula manusia, jadi berkeluarga adalah fitrah hidup manusia. Telah menjadi sunnatullah bahwa setiap orang memasuki pintu gerbang pernikahan, entah itu pria, wanita, apakah ia tua atau muda pada dasarnya semuanya ingin menciptakan pernikahan itu menjadi sebuah rumah tangga dan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Pasangan secara konsepsional harus melahirkan harmoni dan dinamika, salah satu konsep hidup berkeluarga adalah keluarga sakinah yaitu keluarga yang berlangsung dengan mengikuti panduan ajaran agama Islam. Sedangkan istilah „‟Keluarga Sakinah‟‟ berasal dari dua kata, yaitu keluarga dan Sakinah. Istilah ini memadukan dua kata dari Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab. Kata keluarga dalam Bahasa Indonesia biasa diartikan sebagai sanak keluarga, anggota keluarga, atau orang-orang yang ada dalam satu kelompok. Sementara kata Sakinah dapat diambil dari
38
Qur‟an Surat Al-Baqarah, ayat 26 dan Surat Al-Fath ayat 4, 18, dan 26 yaitu sebagai berikut:
~ ْنِٙم ْنسخَوحْن ِمٚ ٌَّ هللاَو َََُّّو ْنؼهَو ًُْٕن ٌَو َوٍَٛو آ َويُُْٕن َوَّٚضْن ِمش َو َوي َوالً َّيابَوؼُْٕن َو تً َو َوًا َوْٕن قَوَٓو ۗا َوأ َو َّيا نَّ ِمز ْنٚ ٌآ و ُّ ْنن َوح ًشُٛضمُّ بِمّ َو ِم ْن ِمٚ ًَو ُْٕن نُْٕن ٌَو َويا َورآ َو َوس َود هللاُ بِمٓ َوز َوي َوالٍَٛو َو فَوشُْٔن َوٚق ِمي ْنٍ َّسبِّ ِمٓ ْنى ۚ َؤ َو َّيا نّص ِمز ْن ٍَوٛفس ِم ْن ُضمُّ بِم ِمّ~ إ َّ ْنن ِم ِمٚ ًش ۗ َؤ َوياَٛو ْنٓ ِمذْ٘ن بِمّ َو ِم ْنَّٚٔ Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perempuan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, “apa maksud Allah dengan perempuan ini?. Dengan (perempumaan) itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat dan dengan itu banyak (pula) orang yang Diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu selain orang-orang fasik.
َوًاَِم ِمٓ ْنى َؤ ِم َّهللِم ُجُُٕ ُدٚ َوًاًَا َوي َوغ إِمَٚو ْنض َود ُدْٔن ~ إِمٍَٛو نِمٛ قُهُٕ ِم ْنن ًُ ْن ِميُِمَُٙوتَو ِمُْٛ َوٕ نَّ ِمز٘~ أَو ْنَضَو َول ن َّس ِمك َّ ض َؤ َو اٌَو )٤( ًًاٛ ًًا َوح ِمكٛهللاُ َوػهِم أ ِم ن َّس َوً َو ث َؤ ألسْن ِم Artinya: “Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orangorang mukmin atau menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada) dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
َّ ٙنَو َو ْنذ َوس ِم َو قُهُٕبِم ِمٓ ْنى َوأَوَضَو َولِٙمؼََُٕو َو حَوحْن جَو ن َّش َوج َوش ِمة َو َوؼهِم َوى َويا ِمُٚبَواٚ ٍَو إِم ْنرٛهللاُ ػ ِمَوٍ ْنن ًُ ْن ِميُِم ﴾١٨﴿ بًاٚ ِمٓ ْنى َؤأَوثَوابَوُٓ ْنى َو ْنخحًا قَو ِمشَُٛوتَو َوػهَو ْنٛن َّس ِمك Artinya: “Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) dibawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.
َّ َّ ِمت َوأ َو ْنَضَو َولَّٛتَو ْنن َوجا ِمْهِمًَّٛتَو َوح ِمًٛ قُهُٕبِم ِمٓ ُى ْنن َوح ِمٍَٙو َو فَوشُٔ ِمٚإِم ْنر َوج َوؼ َوم نَّ ِمز َُّوخَوُّ َوػهَوٗ َوسإُنِم ِمٛهللاُ َوا ِمك َّ ق بِمَٓوا َؤأَو ْنْهَوَٓوا َؤ َو اٌَو َّ ٍَو َؤأَو ْننضَو َويُٓ ْنى َو هِم َوًتَو نخَّ ْن َوٕٖ َؤ َو إَُ أَو َوحَٛؤ َوػهَوٗ ْنن ًُ ْن ِميُِم ٍتءٙهللاُ بِم ُكمِّ َوا ْن )٢٦( ًًاَٛوػهِم Artinya: “ ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati mereka (yaitu) kesombongan jahiliyyah, maka Allah menurunkan ketenagan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin, dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat Taqwa, dan mereka lebih berhak dengan itu dan patut memilinya dan Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.
39
Masing-masing ayat di atas adalah ketenagan, dan ketentraman. Oleh karenanya Keluarga Sakinah dapat dimaknai sebagai Keluarga yang penuh ketentraman dan ketenangan (Kurniawati, Titi, dkk., 2013: 161). Keluarga yang baik pastilah merupakan suatu masyarakat yang ideal untuk mewujudkan cita-cita yang baik dan mampu melahirkan amal shaleh. Di dalam keluarga seperti ini akan dapat ditemukan kehangatan dan kasih sayang yang wajar, tiada rasa tertekan, tiada ancaman dan jauh dari saling sengketa dan perselisihan. Dalam keluarga yang seperti ini akan tumbuh ketenangan batin bagi seluruh anggotanya, sehingga akan tumbuh ketenangan yang diliputi dengan Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah atau cinta kasih dan sayang. Membina rumah tangga menuju sebuah keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah. Jelas tak segampang yang dibayangkan. Membangun sebuah keluarga Sakinah adalah suatu proses. Keluarga Sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah, namun lebih kepada adanya keterampilan untuk mengelola konflik yang terjadi didalamnya. Dalam pembahasan tentang Keluarga Sakinah, ditekankan juga mengenai fungsi-fungsi keluarga, Eridani, AD, dkk, 162: 2013 membagi ada 7 fungsi keluarga yang diharapkan dapat tercapai melalui konsep keluarga Sakinah, yaitu:
40
1. Fungsi ekonomis, artinya keluarga merupakan satuan sosial yang mandiri, yang didalamnya anggota-anggota keluarga mengkonsumsi barang-barang yang dihasilkan. 2. Fungsi sosial, artinya keluarga memberikan harga diri dan status kepada anggota-anggotanya. 3. Fungsi edukatif, artinya menjadikan rumah sebagai pusat ilmu pengetahuan. Ini berarti keluarga memberikan wahana yang seluasluasnya bagi pusat bagi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan kepada anak-anak yang menjadi anggota keluarga. 4. Fungsi protektif, artinya keluarga melindungi anggota-anggotanya dari ancaman fisik, ancaman ekonomis, dan ancaman sosial. 5. Fungsi
religius,
artinya
keluarga
memberikan
pengalaman
keagamaan kepada anggota-anggotanya. 6. Fungsi rekreatif, artinya keluarga merupakan pusat terciptanya hiburan bagi anggota-anggotanya. 7. Fungsi efektif, artinya keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan. H. Kriteria Keluarga yang Sakinah Islam telah menjadikan rumah tangga sebagai biduk untuk berlayar dengan nama-nama Allah yang akan melewati jalur dan kebiasaan, yakni melalui panasnya gelombang kehidupan yang bergelora. Melalui ketinggian
jalan
Iman,
mereka
41
tidak
akan
tenggelam
bahkan
mengantarkannya
kepuncak
kemuliaan
membawa
amanahdan
membimbingnya menuju alam akhirat yang penuh dengan keadilan. Membina dan membangun rumah tangga secara Islami adalah kewajiban setiap muslim. Kewajiban suami istri untuk memperbaiki kehidupannya, kewajiban ibu bapak, untuk mendidik anak-anaknya agar taat kepada Allah dan Rasul-Nya agar menjadi belahan jiwa dan menjadi tumpuan harapan (Kisyik, 2015: 8). Syahrin Harahap (1996: 164) merumuskan kriteria keluarga yang bahagia (Sakinah) menjadi 10 ciri, yaitu: 1. Saling menghormati dan saling menghargai antara suami istri, sehingga terbina kehidupan yang rukun dan damai. 2. Setia dan saling mencintai sehingg dapat dicapai ketenangan dan keamanan yang menjadi pokok kekalnya hubungan. 3. Mampu menghadapi persoalan dan segala kesukaran dengan arif dan bijaksana, tidak buru-buru, tidak saling menyalahkan, dan mencari jalan keluar dengan kepala dingin. 4. Saling mempercayai tidak melakukan hal yang dapat menimbulkan kecurigaan dan kegelisahan. 5. Saling memahami kekurangan dan kelebihan. 6. Saling bermusyawarah, tidak malu meminta maaf bila bersalah. 7. Tidak saling menyulitkan dan menyiksa pikiran tetapi tetapi secara lapang dada dan terbuka.
42
8. Dapat menghasilkan sumber penghasilan yang layak bagi seluruh keluarga. 9. Semua anggota keluarga terpenuhi segala kebutuhannya. 10.
Menikmati hiburan yang layak.
43
BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga Jauh sebelum Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada Tanggal 17 Agustus 1974, bangsa Indonesia sudah mempunyai lembaga kepenghuluan,
yaitu semenjak berdirinya kesultanan
Mataram. Pada saat itu kesultanan Mataram telah mengangkat seseorang yang diberi tugas dan wewenang khusus di Bidang Kepenghuluan. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, lembaga kepenghuluan sebagai lembaga swasta yang diatur dalam suatu ordonasi, yang mana lembaga tersebut dibawah pengawasan bupati dan penghasilan karyawannya diperoleh dari hasil biaya nikah, talak, dan rujuk yang dihimpun dalam kas masjid. Kemudian masa pemerintahan pendudukan Jepang tepatnya pada Tahun 1943 pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia mendirikan Kantor Shumubu (KUA) di Jakarta. Pada waktu itu yang ditunjuk sebagai kepala shumubu (semacam kantor kementerian agama) untuk wilayah Jawa dan Madura adalah KH. Hasyim Asy‟ari yang merupakan pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang dan pendiri Jamii‟yah Nahdhatul Ulama. Sedangkan untuk pelaksanaan 44
tugasnya, KH. Hasyim Asy‟ari menyerahkan kepada putranya K. Wahid Hasyim sampai akhir pendudukan Jepang pada bulan Agustus Tahun 1945. Sesudah merdeka, menteri Agama H.M. Rasjidi mengeluarkan maklumat No. 2 Tanggal 23 April 1946 yang isi maklumat tersebut mendukung semua lembaga keagamaan dan ditempatkan kedalam Kementerian Agama. Departemen
Agama
adalah
departemen
perjuangan.
Kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan dinamika perjuangan bangsa. Pada saat bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan
yang
baru
saja
diproklamirkan,
maka
lahirlah
Kementerian Agama. Pembentukan Kementerian Agama tersebut selain untuk menjalankan tugasnya sebagai penanggung jawab realisasi pembukaan UUD 1945 dan pelaksanaan Pasal 29 UUD 1945, juga sebagai pengukuhan dan peningkatan status shumbu (Kantor Urusan Agama Tingkat Pusat) pada masa penjajahan Jepang. Berdirinya Departemen Agama Republik Indonesia tepatnya pada tanggal 3 Januari 1946 yang tertuang dalam Penetapan Pemerintah No. 1 Tahun 1946 tentang pembentukan kementerian agama dengan tujuan pembangunan nasional yang merupakan pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, Agama dapat menjadi landasan moral dan etika bermasyarakat,
45
berbangsa, dan bernegara. Dengan pemahaman dan pengamalan agama secara benar diharapkan dapat mendukung terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, mandiri, dan berkualitas sehat jasmani serta rohani, serta tercukupi kebutuhan material dan spiritualnya. Departemen agama Kabupaten/Kota yang dikoordinasi oleh kepala seksi urusan agama Islam/ Bimas Islam dan kelembagaan agama Islam yang dipimpin oleh seorang kepala, yang tugas pokoknya melaksanakan
sebagian
tugas
kantor
Departemen
Agama
Kabupaten/Kota di Bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan. Dengan demikian, eksistensi KUA kecamatan sebagai Institusi pemerintah dapat diakui keberadaannya, karena memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan bagian dari struktur pemerintahan di tingkat kecamatan. Agar segala urusan agama di setiap daerah dapat terkontrol dengan baik , maka di daerah dibentuk suatu Kantor Agama yang bertugas
menangani
segala
sesuatu
yang
berkaitan
dengan
permasalahan keagamaan. Di Jawa Timur sejak Tahun 1948 hingga 1951 di bentuk Kantor Agama tingkat provinsi, Kantor Agama tingkat daerah (tingkat Karesidenan) dan Kantor Kepenghuluan (tingkat Kabupaten) yang merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Agama pusat, yaitu bidang kepenghuluan, kemasjidan, wakaf, dan Pengadilan Agama. 46
Perkembangan selanjutnya setelah terbitnya keputusan Menteri Agama (KMA) No. 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama kecamatan, maka Kantor Urusan Agama (KUA) berkedudukan di wilayah Kecamatan dan bertanggung jawab kepada kepala Kantor Departemen. Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga adalah unit pelaksana teknis (UPT) diraktorat urusan agama Islam Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Islam RI yang berada ditingkat kecamatan. Satu tingkat di bawah Kantor Kementerian Agama tingkat Kota/ Kabupaten Kantor Urusan Agama yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor. Secara Institusional KUA tingkat kecamatan berada di posisi paling depan dan menjadi tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas dan pelayanan kepada masyarakat di bidang urusan Agama Islam khususnya. Tugas pokok KUA tingkat kecamatan telah tertuang pada Keputusan Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001 tentang penataan organisasi KUA Kecamatan dan terakhir disempurnakan dengan peraturan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama. 1. Dasar Hukum Penyusunan profil KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga memuat gambaran umum tentang pelaksanaan tugas dan fungsi KUA
47
tingkat kecamatan dan harapan dari dinas instansi vertikal yang berwenang dalam pembinaan rutin dalam bentuk kegiatan penilaian KUA yang berpijak pada peraturan yang berlaku, yaitu: a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. b. Keputusan Menteri Agama No. 168 Tahun 2000 Tentang Pedoman Perbaikan Pelayanan Masyarakat di Lingkungan Departemen Agama. c. Keputusan Menteri Agama No. 480 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas keputusan Menteri Agama No. 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi
dan
Kantor
Departemen
Agama
Kabupaten/Kota. d. Keputusan Menteri Agama No. 517 Tahun 2001 tentang penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan. e. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/25/M. PAN/05/2006 tentang pedoman penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik. f. Keputusan Menteri Agama No. 117 Tahun 2007 tentang pedoman penilaian Kinerja Unit Pelayanan lingkungan Departemen Agama.
48
Masyarakat di
g. Intruksi Menteri Agama No. 1 Tahun 2000 Tentang Pedoman Perbaikan Pelayanan Masyarakat di Lingkungan Departemen agama. KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga berdiri pada Tahun 1994 tepatnya berada di Jalan Ki Penjawi No.15 Sidorejo Lor Salatiga. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Bapak Sirojudin S.HI selaku kepala KUA Sidorejo terkait dengan Sejarah berdirinya Kementerian Urusan Agama (KUA) Sidirejo Salatiga. Kementerian Urusan Agama di Salatiga hanya ada satu. KUA yang pertama berada di jalan Patimura kemudian pindah ke Kridanggo. Seiring dengan pemekaran wilayah Salatiga pada tahun 1994, yang pada waktu itu terdiri dari 4 Kecamatan. Salah satunya di kecamatan Sidorejo Salatiga. Kementerian
Agama
dengan
pemerintah
kota
Salatiga
melakukan komunikasi terkait dengan kebutuhan Kementerian Urusan Agama (KUA) yang berada diempat titik kecamatan yang kemudian difasilitasi oleh pemerintah kota yang diberikan tanah hak pakai untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat. Tanah yang diperuntukkan Kementerian Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga tersebut kemudian dicarikan tempat yang sekomplek dengan kantor pelayanan publik lainnya. Salah satunya adalah kantor kecamatan, kantor kepolisian yang berada di jalan Ki
49
Penjawi No.15 Sidorejo Lor sehingga tempatnya berada dalam satu komplek. Kantor Urusan Agama (KUA) membawahi 6 kelurahan yaitu: 1. Salatiga 2. Sidorejo Lor 3. Kauman Kidul 4. Bugel 5. Blotongan 6. Pulutan 2.
Visi, Misi dan Motto Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga a. Visi Terwujudnya masyarakat Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga yang taat beragama, Rukun, Berakhlak Mulia, Nyaman dan Profesional. b. Misi 1) Meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan Agama. 2) Memperkokoh kerukunan beragama. 3) Meningkatkan kualitas pendidikan agama dan keagamaan. 4) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Haji. 5) Meningkatkan tata kelola kepemerintahan yang akuntabel. 6) Meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat.
50
c. Motto “Ayo bareng-bareng ora podo korupsi lan gratifikasi". Jabatan kepala KUA itu bersifat tidak pasti, dapat dirotasikan kapan saja. Salah satunya contohnya yaitu ada yang menjabat hanya 2 tahun dan ada pula yang menjabat sampai 6 tahun. Sehingga masa pelayanannya ada yang sampai 6 tahun dan ada pula yang baru 2 tahun kemudian dipindahkan. Semua itu tergantung kebutuhan serta penyegaran organisasi. Adapun yang pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga yaitu Bapak H. Nudin, Bapak Habib, Bapak Solikul Hadi, Bapak Surahmat, Bapak Nur Kholis, Bapak Mubin, Bapak Munif, dan sekarang dijabat oleh Bapak Sirojudin SH.I. 3. Tugas Dan Wewenang Kantor Urusan Agama (KUA) Ruang lingkup Kantor Urusan Agama tingkat kecamatan adalah melaksanakan tugas umum pemerintah dalam bidang pembangunan keagamaan (Islam) dalam wilayah kecamatan yang meliputi pelaksanakan tugas-tugas pokok Kantor Urusan Agama dalam pelayanan
munakahat,
perwakafan,
zakat,
ibadah
sosial,
kepenyuluhan dan lain-lain. Adapun penjabarannya yaitu: a. KUA pada awalnya hanya melayanani pencatatan nikah dan rujuk. Sejak terbitnya UU Peradilan Agama Tahun 1989
51
pelayanan talak juga dilayani di Pengadilan Agama. Kepala KUA dalam melayani nikah dan rujuk juga berwenang menjadi pegawai pencatat nikah (PMA No. 11 Tahun 2007). b. Kepala KUA juga bertugas sebagai pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf yang berwenang menerbitkan akta ikrar wakaf bagi masyarakat yang mewakafkan harta bendanya dan pembinaan Nadzhir Tanah Wakaf. c. KUA sebagai penggerak dan motivator membuat data statistik zakat setiap tahunnya. d. KUA juga memiliki tugas limpah dari Dirjen Haji dan Umroh untuk ikut mensosialisasikan kebijakan haji, melaksanakan bimbingan manasik haji dan melaksanakan bimbingan pasca haji bekerja sama dengan IPHI tingkat kecamatan. e. KUA
juga
memiliki
tugas
melakukan
penyuluhan
pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama, memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang ibadah mahdhah dan ibadah sosial, dan KUA juga sebagai koordinator penyuluh agama Islam tingkat kecamatan dan Lembaga Pendidikan dan Pengamalan Agama (LP2A) di tingkat Kecamatan. f. KUA juga memiliki tugas pendataan masjid, pembinaan kemasjidan untuk takmir masjid, dan juga sebagai koordinator badan kesejahteraan masjid.
52
g. KUA turut memberikan pembinaan keluarga sakinah bagi masyarakat pra nikah, memberikan pembinaan keluarga sakinah bagi masyarakat melalui pembentukan daerah binaan keluarga
sakinah,
dan
bersama-sama
dengan
kantor
Kementerian Agama melakukan seleksi keluarga sakinah teladan. h. KUA juga memiliki tugas memberikan penyuluhan tentang makanan halal kepada masyarakat, dan bekerja sama dengan Kantor Kementerian Agama memberikan pembinaan terhadap produsen makanan tentang pentingnya kehalalan makanan. Para pejabat di KUA tingkat kecamatan berpedoman pada buku administrasi KUA yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah. Adapun isinya meliputi: a. Mempimpin dan mengkoordinasikan kegiatan untuk semua unsur dilingkungan KUA Kecamatan dan memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas masing-masing staf (pegawai) KUA Kecamatan sesuai dengan job masingmasing. b. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala KUA Kecamatan wajib mengikuti dan memenuhi petunjuk serta peraturan yang berlaku. c. Setiap unsur dilingkungan KUA Kecamatan, wajib mengikuti dan memenuhi bimbingan serta petujuk kepala KUA
53
Kecamatan dan bertanggung jawab kepada kepala KUA Kecamatan. d. Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Kepala
Kecamatan
bertanggung jawab kepada Kepala Kementerian Agama Kabupaten Kota/Madya. Figur 3.1 Strukrur Kepengurusan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sidorejo Salatiga
Kepala Sirojudin SH.I
Pengelola Administrasi
Penghulu
Pengelola Ketatausahaan dan Rumah Tangga
Asa Abdurridho Safriyanta
Anda Masruroh
Agung Sudaryanto
Penyuluh Agama
Penyuluh Agama
Penyuluh Agama
Dra. sukarmi
Munawaroh S.Ag
Murtadho S.Ag
54
4. Daftar Karyawan KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga Jumlah Pegawai KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga Tahun 2016 sebanyak 7 orang pegawai, terdiri dari 4 orang Pegawai laki-laki dan 3 orang pegawai perempuan. Adapun rincian pegawai KUA adalah sebagai berikut: a. Sirojudin, SH.I jabatan Kepala, dengan tugas sebagai penanggung jawab pelaksanaan tugas dan fungsi KUA b. Agung Sudarianto Jabatan Pengelola Administrasi c. Asa Abdurridho Safriyanta Jabatan Sebagai Penghulu Muda d. Anda Masruroh jabatan Sebagai Pegawai Ketatausahaan dan Rumah Tangga e. Dra. Sukarmi Jabatan Sebagai Pegawai Penyuluh Agama f. Munawaroh S.Ag Jabatan Sebagai Pegawai Penyuluh Agama. g. Murtadho S.Ag Jabatan Sebagai Pegawai Penyuluh Agama. B. Latar Belakang Dikeluarkannya Peraturan Dirjen Bimas Islam N0. DJ. 11/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin. Salah satu tugas dari KUA tingkat kecamatan yaitu mengadakan kursus calon pengantin yang biasanya disebut dengan SUSCATIN. Tugas tersebut tentu harus mempunyai dasar hukum agar mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Maka penulis mengupas sedikit tentang latar belakang dikeluarkannya peraturan tentang kursus calon pengantin. Berikut ini latar belakang dikeluarkannya Peraturan Dirjen
55
Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin: Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi, salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya angka perceraian adalah pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Perkembangan budaya dan peradaban yang sangat cepat sejak era industralisasi turut mengubah pola relasi suami dan istri juga orang tua dan anak-anak. Manusia berkembang menjadi semakin individualis, tidak lagi mempedulikan keadaan dan kepentingan orang lain. Dalam ungkapan Gabriel Marcel, manusia menjadikan manusia lain sebagai obyek kepentingan. Hubungan antara seseorang dan orang lain didasarkan atas nilai dan kepentingan (Hadiwijono, Harun, 1983: 174). Tuntutan ekonomi dan kebutuhan hidup telah memaksa para orang tua modern untuk bekerja keras siang dan malam, akibatnya mereka tak lagi punya waktu bagi pasangan dan anak-anak. Arlie Hochschild menggambarkan keadaan itu dengan: When work becomes home and home becomes work (ketika tempat kerja menjadi rumah dan rumah menjadi tempat kerja) (Hochschild, Arlie, 35: 2004). Semua fenomena itu memberikan andil besar terhadap keguncangan dan keretakan keluarga. Perubahan dan perkembangan budaya yang sangat cepat itu berkontribusi besar terhadap meningkatnya perceraian, karena dizaman sekarang mewujudkan keluarga yang Sakinah,
56
Mawaddah, Wa Rahmah dan keluarga yang bahagia lahir dan batin sebagaimana ditegaskan dalam UU NO. 1 Tahun 1974, menjadi tantangan yang sangat besar dibutuhkan kerja keras dan persiapan yang benar-benar matang sebelum seseorang memasuki dan membangun bahtera rumah tangga dan salah satu aspek yang penting untuk dipersiapkan adalah kematangan psikologis dan pengetahuan yang memadai tentang rumah tangga. Ibarat seseorang yang berlayar, pengetahuan ekonomi, dan kesiapan mental merupakan bekal, kompas dan peta yang dibutuhkan untuk melayari samudera. Tanpa itu semua, bahtera yang berlayar besar kemungkinan akan tenggelam dan terombang-ambing oleh samudera (Madjid, nurcholish, 2000: 72). Untuk itulah pemerintah mencanangkan program penataran Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN). Tidak hanya di Indonesia, program serupa juga dijalankan di negeri jiran Malaysia dan menurut pejabat setempat, program itu sangat efektif dalam menekan angka perceraian dari 32% menjadi hanya 7%. Bahkan, harian Ashraq al- Awsat, mengemukakan bahwa pemerintah Arab Saudi juga mulai Tahun 2014 menggelar SUSCATIN untuk menekan angka perceraian yang sangat tinggi disana (http. //internasinonal, kompas.com. 2014). Dasar hukum pelaksanaan program SUSCATIN adalah Keputusan Menteri Agama No. 85 Tahun 1961 tentang BP4, KMA No. 30 Tahun 1999 tentang pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Tahun 1999 No. D/71 tentang 57
petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah. Satu dekade kemudian, Dirjen Bimas Islam menerbitkan Peraturan baru mengenai SUSCATIN yaitu Perdirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009. Kemudian pada Tahun yang sama, BP4 mengadakan musyawarah Nasional yang ke-14 yang mana diantaranya adalah mengamanatkan bahwa
setiap
CATIN
wajib
mengikuti
kursus
tersebut
(http.//internasinonal, kompas.com. 2014). Sudah lebih dari setengah abad sejak terbitnya KMA tentang BP4 dan lebih dari satu dekade sejak pencanangan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah, angka perceraian di Indonesia masih tinggi, bahkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan ada banyak faktor yang menjadi penyebab perceraian dan salah satunya adalah ketidaksiapan pasangan suami dan istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga (Eridani, AD, dkk. 2013: 12). Menteri Agama RI Lukman Syaifuddin, menyatakan, “ Seiring dengan perkembangan
teknologi
informasi
dan
pertumbuhan
akselerasi
masyarakat maka riset dan penelitian harus didasarkan atas kebutuhan masyarakat”. Dalam kesempatan lain Menteri Agama mengungkapkan bahwa kajian dan penelitian mesti terus dilakukan untuk memperbaiki kinerja dan pelayanan Kementerian Agama kepada masyarakat, seperti halnya SUSCATIN sebagai salah satu program penting yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas keluarga-keluarga di Indonesia dan menekan tingginya angka perceraian, semestinya juga dirancang dan 58
disusun berdasarkan kebutuhan dan perkembangan masyarakat sehingga program pendidikan Pra-Nikah bisa berjalan efektif dan mencapai hasil yang maksimal. Sebab setiap masa memiliki tantangan dan masalahnya sendiri yang berbeda dari masa-masa sebelumnya maka, untuk menghadapi permasalahan keluarga di era modern, dibutuhkan bekal dan solusi yang sesuai dengan masanya (http.//internasinonal, kompas.com. 2014). Hal itu dapat ditilik dari hasil penelitian Mark Cammak, guru besar dari Soutwestern School Of Law-Los Angeles, USA. Berdasarkan temuan Mark Cammack, pada Tahun 1950-an angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tergolong yang paling tinggi di dunia. Pada decade itu, dari 100 perkawinan, 50 diantaranya berakhir dengan perceraian. Pada Tahun 2009 perceraian mencapai 250 ribu. Tampak terjadi kenaikan dibanding Tahun 2008 yang berada dalam kirasan 200 ribu kasus. Ironinya 70% perceraian atau cerai gugat diajukan oleh pihak istri. (http://www.Badilag.Net/index.Php/pengaduan/315-berita-kegiatanmelonjaknya angka perceraian). Dirjen Bimas Islam, Prof.Dr.Nasaruddin Umar, mengungkapkan bahwa Indonesia berada di peringkat tertinggi dalam hal perceraian dibandingkan negara Islam di negara lainnya. Dalam lima Tahun terakhir kasus perceraian meningkat lebih dari 40%. Jika pada lima tahun lalu angka perceraian masih dibawah 100 ribu pertahun, maka kini mencapai sekitar 200 ribu. Sekitar dua juta pasangan menikah setiap Tahun, di sisi 59
lain sekitar 200 ribu pasanagan juga bercerai setiap tahun. Angka perceraian 10% dari angka pernikahan ini besar sekali (Muhammad, Husein, 2016: 205). Nasaruddin selanjutnya menyatakan bahwa ada sejumlah alasan mengapa perceraian harus terjadi. Ada 13 kriteria yang menjadi alasan perceraian antara lain: ketidakcocokan, kekerasan dalam rumah tangga, poligami, masalah ekonomi, nikah dibawah tangan (nikah sirri), salah satu menjadi TKI, jarak usia yang terlalu jauh, bahkan karena perbedaan pandangan politik (Eridani, AD, dkk, 2013: 2). Hal yang menarik dari pemaparan Nasaruddin adalah bahwa 70% dari perceraian tersebut justru diajukan oleh pihak perempuan (istri) melalui apa yang disebut gugat cerai atau khulu’, sementara 30% diajukan oleh pihak laki-laki (Farida, Anik, 2007: vii). Pernyataan Nasaruddin di atas tampaknya sejalan dengan data perkara cerai talak, cerai gugat, dan perkara lainnya yang diterima oleh Yurisdiksi Mahkamah Syar‟iyyah Propinsi/Pengadilan Tinggi Agama diseluruh Indonesia pada Tahun 2010 diperoleh jumlah angka perceraian sebesar 284.379 kasus. Dari kasus ini sebanyak 94. 099 (23,33%) adalah kasus cerai talak (perceraian yang dilakukan oleh inisiatif suami/lakilaki) dan 190. 280 (59,32%) merupakan kasus cerai gugat (perceraian yangdilakukanatasinisiatifistri/perempuan)
60
(http://edukasi.kompasiana.com2011.Penyebabterjadinyaperceraian tertinggi di Indonesia 397865. Html). Alasan terjadinya perceraian itu juga sangat beragam. Diantaranya adalah poligami (1.389 kasus), kawin paksa (2.185 kasus), penelantaran karena alasan ekonomi (67. 891 kasus), tidak ada tanggung jawab (78.407 kasus), kawin dibawah umur (550 kasus), menyakiti jasmani (2.191 kasus), menyakiti mental (560 kasus). Berbagai alasan ini memiliki dimensi yang sangat kuat dalam konteks Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dan kasus perceraian berdimensi KDRT ini akan menjadi lebih tinggi manakala kita memasukkan beberapa alasan lain yang tidak eksplisit seperti adanya gangguan pihak ketiga (20.199 kasus) dan tidak ada keharmonisan (91. 841 kasus) (Muhammad, Husein, 206: 2016). Meskipun alasan tidak ada keharmonisan menjadi angka terbesar dalam kasus perceraian, namun kasus angka perceraian yang datang dari pihak istri (perempuan) tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya beragam bentuk KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) (Eridani, AD, dkk., 2013: 1). Ada sejumlah analisis mengapa gugat cerai semakin banyak terjadi. Beberapa diantaranya adalah menigkatnya pemahaman perempuan tentang hak-hak dasarnya, terutama tentang kesetaraan. Kedua semakin berkembangnya tingkat kemandirian ekonomi perempuan, terutama
61
akibat pendidikan perempuan yang semakin tinggi. Ketiga ingin melepaskan diri dari kekerasan baik fisik maupun psikis. Hampir semua kasus gugat cerai sesungguhnya merupakan langkah terakhir dan pilihan paling pahit yang harus ditempuh perempuan sebagai cara melepaskan diri dari berbagai kekerasan yang terus mengurungnya setiap detik. Alasan ini merupakan hal yang paling banyak ditemukan (Sufyan, Ummu, 20: 2007). Meningkatnya angka perceraian mendorong diterbitkannya peraturan tentang SUSCATIN ini. Pemerintah dalam hal ini yang diwakili oleh Dirjen Bimas Islam mengeluarkan peraturan tentang SUSCATIN dalam rangka meminimalisir tingginya angka perselisihan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga. Salah satu penyebabnya yaitu rendahnya pengetahuan dan pemahaman Calon Pengantin tentang kehidupan rumah tangga serta untuk mewujudkan kehidupan keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah. C. Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 tentang SUSCATIN di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga. KUA merupakan pelaksana teknis Direktorat urusan agama Islam Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Islam yang berada di tingkat Kecamatan. KUA berada dalam garis komando Dirjen Bimas Islam dalam teori hukum dan institusi dibawah harus mengikuti institusi yang lebih tinggi atau teori herarki yang disebut teori herarki adalah Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang lebih rendah.
62
Beberapa pertanyaan yang penulis ajukan kepada Kepala KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga Bapak Sirojudin beserta pegawai KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga mengenai penerapan peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN. 1. Bagaimana Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga? Bapak Sirojudi selaku kepala KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga menjawab: “Bahwa SUSCATIN di KUA Sidorejo Salatiga dilaksanakan secara kondisional artinya Calon Pengantin yang datang ke KUA untuk daftar nikah dan telah memenuhi berkas-berkas prosedur untuk menikah maka Catin di berikan bimbingan oleh penghulu maupun kepala KUA yang mana materi tersebut mengenai seputar kehidupan rumah tangga yang akan dibinanya kedepannya”. 2. Apakah dalam pelaksanaan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN dijelaskan bahwa yang berhak menyelenggarakan SUSCATIN adalah badan pemerintah yang telah mendapatkan akreditasi Bapak Sirojudin selaku kepala KUA Sidorejo salatiga menjawab: Pelaksanaan SUSCATIN dari pihak KUA itu tahapannya adalah setelah pemeriksaan, dan kita (KUA) memanfaatkan waktu 10 hari setelah pemeriksaan kemudian untuk kursus dan prakteknya adalah sesaat setelah pemeriksaan data selesai dan tidak ada halangan untuk menikah berarti dia (CATIN) secara administrasi lolos untuk menikah, baru kemudian dari pihak KUA kasih kursus/pembinaan materi-materi tentang bimbimgan nikah, itulah proses-proses tentang SUSCATIN.
63
3. Dalam peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN disebutkan bahwa kriteria Calon Pengantin adalah laki-laki muslim dan perempuan muslimah yang akan menjalani kehidupan rumah tangga dalam suatu ikatan pernikahan. Menurut bapak apakah kriteria Calon Pengantin telah sesuai dengan peraturan yang ada? Bapak Sirojudin selaku kepala KUA Sidorejo menjawab: “Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 tentang Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) adalah kursus yang dilakukan oleh KUA dan BP4 sebetulnya atau bisa dua-duanya akan tetapi kalau BP4 belum ada di KUA maka, KUA bisa menganbil peran dan sasarannya adalah Calon Pengantin (CATIN) artinya Calon Pengantin (CATIN) itu kriteriannya adalah orang yang sudah mendaftar dan telah mengajukan permohonan kehendak nikah yaitu Calon Pengantin”. 4. Metode apa yang digunakan dalam pemberian bekal kepada Calon Pengantin apakah sudah sesuai dengan peraturan yang ada? Bapak Sirojudin menjawab: Mengenai metode yang kita laksanakan pada saat pemeriksaan nikah yaitu kita memakai waktu jeda selama 10 hari untuk CATIN setelah pemeriksaan, kemudian metode yang kita pakai adalah menggunakan metode khusus untuk menyampaikannya yaitu dengan cara nasehatnasehat kepada CATIN sendiri”. 5. Materi-materi apa yang disampaikan dalam pembinaan Calon Pengantin? Berikut hasil wawancara dengan penghulu KUA Sidorejo Salatiga Bapak Asa Abdurridha: “Materi-materi yang saya sampaikan dalam penyampaian Penasihatan kepada CATIN adalah materi yang saya buat sendiri artinya materi
64
yang kita buat bukanlah seperti halnya seperti materi-materi yang tecantum dalam peraturan yang ada”. 6. Siapa yang mengisi materi-materi Kursus Calon Pengantin di KUA Sidorejo Salatiga? Berikut hasil wawancara dengan kepala KUA Kecamatan Siorejo Salatiga Bapak Sirojudin: “Bahwa yang mengisi materi penasihatan kepada CATIN adalah bisa langsung oleh kepala KUA, Penghulu, maupun penyuluh agama KUA Sidorejo Salatiga sendiri”. 7. Mengenai sertifikat/tanda lulus dalam pasal 6 dijelaskan bahwa CATIN yang telah mengikuti kursus akan diberikan sertifikat apakah KUA Sidorejo Salatiga telah memberikan sertifikat tersebut? Berikut wawancara dengan Ibu Anda Masruroh selaku Pegawai Ketatausahaan dan rumah tangga: “Jadi mengenai sertifikat/tanda lulus kursus calon pengantin sebenarnya ada 2 aturan yaitu Kursus Calon Pengantin dan Kursus Pra Nikah yang mana SUSCATIN adalah sasarannya CATIN yang telah mendaftar untuk menikah kemudian sasaran yang untuk Pra Nikah sasarannya adalah semua remaja usia-usia nikah yaitu usia 16 Tahun lebih untuk wanita dan 19 Tahun untuk laki-laki dan semua remaja itu tadi diharapakan untuk mengikuti kursus tersebut dan ketika sudah ikut nantinya akan mendapatkan sertifikat dan sertifikat itu nanti digunakan sebagai syarat untuk mendaftar nikah, proyeksi kedepan memang begitu tapi pada pelaksanaannya kita belum memberikan sertifikat/tanda lulus kepada CATIN terkait dengan kebijakan anggaran, jadi ya, kalau sertifikatnya kita (KUA) buat asal-asalan juga terkesan tidak menghargai yang diberi dan lembaga, dan kalau kita (KUA) memberikan cetak yang lebih baik ya itu tadi dukungan anggrannya yang belum ada. Ya pernah kita kasih tapi juga tidak kondusif”.
65
D. Hambatan-hambatan yang dialami KUA Sidorejo Salatiga dalam Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam NO. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN? Dalam melaksanakan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN di KUA Sidorejo Salatiga terdapat beberapa hambatan sebagaimana hasil wawancara dengan kepala KUA Sidorejo Salatiga Bapak Sirojudin SH.i: “Hambatan secara umum ada kendala yang sifatnya struktur dari kelembagaan kita sendiri artinya bahwa kebijakan anggaran di lembaga kita terkait dengan diadakannya kursus itu memang belum maksimal, yang kedua, yaitu mengenai sosio kultur masyarakat ada yang dari dalam maupun dari luar. Kalau dari dalam SDM saya pikir sudah cukup, yang hanya kebijakan dari anggaran, karena anggaran untuk kegiatan itu sangat minim sehingga kita tidak bisa melaksanakannya secara masal dengan mengundang beberapa pasang kemudian kasih materi yang mana kita datangkan pemateri-pemateri dari bidangnya misalnya dari bidang kesehatan kita panggilkan yang dari bidang kesehatan itu kan kalau mengadakan sendiri butuh anggaran. Sementara kebijakan anggarannya tidak ada sehingga mau tidak mau ya kita lakukan dengan yang tidak harus dengan menggunakan anggaran yaitu dengan memanfaatkan jeda waktu 10 hari itu. Yang secara umum kendala sosio kulturnya ya kondisi masyarakat kita pertama yaitu mengenai pendidikan, bahwa pendidikan CATIN (Calon Pengantin) kita itukan variatif tidak semuanya sarjana, tidak semuanya lulus SMA, jadi mulai yang tidak lulus sekolah sampai dengan pasca sarjana, maka varian-varian pendidukan ini juga kan yang mempengaruhi ketertarikan mereka terhadap kegiatan SUSCATIN ini sendiri, barang kali yang mungkin pendidikannya sedang-sedang, SMA itu mungkin masih minat tapi yang dibawah SMA atau tidak lulus-lulus sama sekali mereka semangtnya kurang, karena mungkin ketidakpahaman mereka, tapi yang S1 atau S2 semangtnya juga kurang, tapi mungkin saking pahamnya sehingga merasa tidak butuh lagi itukan satu kendala. Yang kedua mengenai varian umur, umur calon pengantin itu kan juga berbeda-beda yang memang tetap usia diatas 16 untuk perempuan dan diatas 19 bagi laki-laki, tetapi pada kenyatannya ada yang masih sangat muda 20an, ada yang 30an keatas, ada yang 40 keatas, dan ada yang bahkan agak tua, hal ini kan juga yang mempengaruhi semangat mereka dalam mengikuti kursus tersebut, selain umur kemudain
66
kesibukan masyarakat terutama pekerjaan mereka kadang kedatangan mereka ke KUA itu kan menyempatkan waktu artinya menggunakan sisa-siasa waktu mereka kalaupun mereka menyempatkan waktunya pun sangat terbatas sehingga bahasa lainnya ya kesibukan masyarakat dalam mengikuti kursus tersebut yang juga menjadi kendala.
67
BAB IV ANALISIS DATA A. Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) Di Kantor Urusan Agama (KUA) Sidorejo Salatiga serta hambatan-hambatan yang dialami KUA Sidorejo Salatiga. Suatu rencana yang disusun secara matang tentunya membutuhkan realisasi agar apa yang menjadi tujuan dan cita-cita dapat terwujudkan bagaiamana semestinya. Seperti halnya dengan SUSCATIN sebagaimana terkandung dalam Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/491 Tahun 2009. Program tersebut juga memerlukan adanya realisasi dan dapat tersalurkan bagaiamana semestinya. Di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga, program SUSCATIN yang seharusnya dilaksanakan oleh lembaga swasta yang bergerak di bidang Sosial, Pendidikan, dan Keagamaan salah satunya adalah BP4, yang belum terbentuk dan dalam penerapan dan pelaksanaannyapun dapat dikatakan tidak sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini terbukti dari penjelasan dari salah satu penghulu atau pengawai KUA itu sendiri yang menyatakan bahwa SUSCATIN di KUA Sidorejo Salatiga tidak berjalan secara optimal di karenakan belum sesuai dengan peraturan tentang SUSCATIN itu sendiri. KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga merupakan salah satu Instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pernikahan dan merupakan pelaksana SUSCATIN khususnya. Berdasarkan peraturan Dirjen Bimas
68
Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 tentang SUSCATIN bahwa dalam peraturan tersebut menyatakan instansi atau lembaga yang berhak menyelenggarkan Kursus Calon Pengantin adalah instansi yang telah mendapatkan Akreditasi dari pemerintah dan KUA juga termasuk di dalamnya memiliki kewenangan dalam hal itu. Keputusan Menteri Agama No 39 Tahun 2012 tentang organisasi dan tata kerja Kantor Urusan Agama Pasal 2 menyebutkan bahwa dalam melakukan tugas yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 maka, KUA memilki beberapa fungsi salah satunya adalah bimbingan keluarga Sakinah dan sebagai Unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dalam wilayah Kecamatan. Beradasarkan posisi keluarga lembaga KUA adalah lembaga yang bergerak di bidang perkawinan, pendidikan dan sosial maka, KUA berwenang untuk melaksanakan surat edaran tentang Kursus Calon Pengantin. Berkenaan dengan peraturan yang telah disebutkan di atas sebagai instansi yang menyelenggarakan Kursus Calon Pengantin SUSCATIN bagi Calon Pengantin adalah KUA di Kecamatan Sidorejo Salatiga yang mana dalam penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 tahun 2009 tentang SUSCATIN dalam pelaksanaannya dilakukan kurang lebih hanya 10 menit saja, dan itupun bukan dalam waktu khusus sesuai dengan modul, serta simulasi sesuai dengan aturan yang telah ada. Pelaksanaannya hanyalah disisipkan sepintas pada waktu pemeriksaan dan pihak KUA
69
Kecamatan Sidorejo Salatiga memanfaatkan waktu 10 hari setelah Calon Pengantin mendaftar. Pasal 1 ayat 2 menjelaskan tentang pengertian Kursus Calon Pengantin
yaitu
pemberian
bekal
pengetahuan,
pemahaman
dan
keterampilan dalam waktu singkat kepada catin tentang kehidupan rumah tangga/keluarga. Berbeda dengan KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga bahwa kursus yang dilakukan tidak sebagaimana peraturan yang ada pelaksanaannya hanya berjalan 10 menit saja dan memanfaatkan waktu 10 hari setelah calon pengantin mendaftar dan itu bukanlah kursus sebagaimana yang tercantum dalam peraturan melainkan hanyalah nasihatnasihat kecil kepada calon pengantin dan nasihat-nasihat itu tidak dapat dikatakan sebagai kursus melainkan hanya nasihat-nasihat kecil sebagai pengganti kursus calon pengantin. Sesuai dengan peraturan Kementerian Agama melalui peraturan Dirjen Bimas Islam tentang Kursus Calon Pengantin No. DJ. II/ 542 Tahun 2013, instansi atau lembaga yang berwenang terhadap pelaksanaan Kursus Calon Pengantin adalah Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), atau badan atau lembaga lain yang telah mendapat akreditasi dari Departemen Agama. Pasal 1 ayat 5 dalam Peraturan Dirjend Bimas Islam tentang kursus calon pengantin, menjelaskan bahwa badan yang melaksanakan Kursus Calon Pengantin adalah badan atupun lembaga yang telah terakreditasi BP4 dalam menjalankan tugas dan fungsinya tentu memiliki program kerja
70
yang harus dilakukan. Program kerja yang dimiliki BP4 antara lain adalah Pemberian Pembekalan Bagi Calon Pengantin (SUSCATIN). Sebagai lembaga yang berbadan hukum BP4 seharusnya bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tugas dan wewenangnya sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku, namun realitasnya di KUA Sidorejo tidaklah demikian. Dalam Pasal 2 menjelaskan tentang maksud dan tujuan SUSCATIN yaitu dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
tentang
kehidupan
rumah
tangga/keluarga
dalam
mewujudkan keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah serta mengurangi angka perselisihan, perceraian, dan Kekerasan Rumah Tangga maka, CATIN yang akan melangsungkan pernikahan akan diberikan materi khusus dan materi khusus yang diberikan sekurang-kurangnya 24 jam, materi diberikan oleh Narasumber yang terdiri dari: 1. Tata cara dan prosedur perkawinan 2 jam 2. Pengetahuan agama 5 jam 3. Peraturan perundangan di bidang perkawinan dan keluarga 4 jam 4. Hak dan kewajiban suami istri 5 jam 5. Kesehatan reproduksi sehat 3 jam 6. Manajemen keluarga 3 jam 7. Psikologi perkawinan dan keluarga 2 jam. Materi Kursus Calon Pengantin dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, dialog, simulasi, dan studi kasus dan narasumber terdiri
71
dari konsultan perkawinan dan keluarga sesuai keahlian yang dimiliki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga menggunakan metode yang berbeda. Metode yang digunakan dalam penyampaian Materi khusus SUSCATIN yaitu dengan cara nasehat-nasehat kecil yang dapat menyentuh hati CATIN sendiri. Materi-materi yang disampaikan kepada CATIN sebagaimana dalam ketentuan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN adalah materi-materi yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga seperti tata cara prosedur perkawinan dan pengetahuan agama sebagaimana dijelaskan dalam pasal (3), maka lain halnya dengan materi-materi yang diberikan di KUA Sidorejo Salatiga bahwa materi yang disampaikan bukanlah seperti materi yang telah ditentukan dalam peraturan yang telah disebutkan diatas melainkan materimateri tersebut dibuat sendiri oleh pihak KUA. Dengan
adanya materi-materi yang telah diberikan kepada CATIN
maka, dalam hal ini harus adanya narasumber yang dalam peraturan itu disebutkan narasumber terdiri dari konsultan perkawinan dan keluarga sesuai dengan keahlian yang dimiliki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Namun pada kenyataannya di KUA Sidorejo Salatiga tidaklah demikian, bahwa narasumber untuk nasihat Kursus Calon Pengantin adalah bisa langsung kepala KUA, penghulu dan penyuluh agama di KUA Sidorejo itu sendiri.
72
Pasal 5 menyebutkan tentang Sarana Penyelenggara Kursus Calon Pengantin didalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa silabus, modul, sertifikat tanda lulus peserta, dan sarana dan prasarana lainnya disediakan oleh Kementerian Agama. Kemudian Pasal 6 menjelaskan tentang CATIN yang telah mengikuti Kursus Calon Pengantin akan diberikan Sertifikat tanda lulus Kursus Calon Pengantin merupakan syarat kelengkapan pencatatan perkawinan yaitu pada saat pendaftaran perkawinan. Lain halnya dengan KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga tentang pemberian sertifikat/tanda lulus bahwa di KUA di Sidorejo belum diberikannya sertifikat/tanda lulus seperti yang telah dijelaskan didalam peraturan Dijen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN. Dilihat dari penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN maka penulis menyimpulakan dalam penerapan SUSCATIN tidaklah sesuai dengan Peraturan yang tercantum dalam peraturan yang ada, kenyataannya tidaklah demikian mengingat banyaknya kendala-kendala yang menjadi penghambat dalam penerapan SUSCATIN di KUA Sidorejo Salatiga. Diantaranya menurut penulis adalah pertama, peraturan itu sendiri tidak ada ketegasan untuk dijalankannya, artinya ketika peraturan itu dibuat yang mana didalamnya menjelaskan tentang kursus calon pengantin didalamya tidak diberikannya ketegasan terkait dengan tidak menjalankan kursus tersebut entah itu teguran atau sanksi untuk petugas. Sehingga ketika program tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya program tersebut tidak memberikan efek
73
terhadap petugas sebagai pelaksana. Kedua, bahwa petugas maupun pelaksananya tidak tergerak dalam bentuk tindakan yang berkelanjutan dalam melaksanakan SUSCATIN itu sendiri dan pada kenyataannya di lapangan pembinaan dilakukan hanya satu kali dengan waktu yang sangat singkat dan hanya berupa nasehat-nasehat yang diberikan oleh kepala KUA ataupun penghulu dan bukan seperti sebagaimana aturan yang terkandung di dalam Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tentang Kursus Calon Pengantin. Ketiga, dari segi sarana dan fasilitas maupun BP4 (panitia pelaksana SUSCATIN) yang belum terbentuk dan belum memadai dalam pelaksanaan SUSCATIN itu sendiri dan dari pemerintah juga tidak mengatasinya secara serius dengan tidak adanya anggaran maupun pendanaan. Kemudian tidak adanya tempat, buku pedoman, dalam melaksanakan SUSCATIN sehingga untuk mewujudkan hal tersebut sangatlah sulit. Keempat, dari masyarakat sendiri belum mempunyai kesadaran terkait dengan pembinaan tersebut artinya masyarakat masih memandang sebelah mata tentang adanya SUSCATIN tersebut. Bagi mereka yang terpenting adalah mereka dapat memenuhi hajat mereka untuk melangsungkan pernikahan mereka tanpa memikirkan manfaatnya setelah mengikuti kursus tersebut. Selain itu tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang adanya kursus itu sehingga tidak adanya masukan maupun protes dari masyarakat. Sesuai dengan teori efektifitas hukum, bahwa penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum mengenai tentang SUSCATIN tidaklah efektif. Hal
74
ini dilihat dari faktor-faktor yang tidak adanya ketegasan tentang pelaksanaan kursus itu selain itu hukum dan aturannya sendiri tidak adanya ketegasan. Kelima adalah kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus sehingga menjadikan budaya artinya apabila seseorang yang akan melaksanakan perkawinan dia hanya melakukan apa yang menjadi pra syarat menikah tanpa memikirkan manfaat yang akan didapat setelah mengikuti pembinaan itu. Kelima faktor tersebut saling berkaitan, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum. Seperti yang telah dikemukakan oleh Soerjono soekanto bahwa kelima faktor tersebut tidak ada faktor mana yang saling berpengaruh, dan faktor-faktor itu seharusnya menjadi pendukung untuk membentuk efektifitas hukum. Dan akan lebih baik lagi apabila ada sistematika dalam kelima faktor ini sehingga hukum dinilai dapat efektif.
B. Hambatan-hambatan yang dihadapi KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga dalam Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491
Tahun
2009
Tentang
Kursus
Calon
Pengantin
(SUSCATIN). Bahwa apa yang selalu dalam sebuah kebaikan tidak selalu mudah dalam menjalaninya seperti halnya dalam penerapan dan pelaksanaan SUSCATIN yang ada dalam KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga tentunya ada beberapa hambatan yang dialaminya dalam hal ini.
75
SUSCATIN yang dilaksanakan oleh KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga dilakukan oleh pihak KUA bukan dari pihak BP4 karena pada dasarnya belum terbentuk. Dilihat dari hambatan-hambatan yang dihadapi oleh KUA Sidorejo Salatiga dalam penerapan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN dalam membentuk Kelurga Sakinah Mawaddah, Wa Rahmah yang dipaparkan oleh kepala KUA beserta staf-stafnya, hambatan-hambatan yang dihadapi oleh KUA Sidorejo Salatiga secara umum adalah: 1. Kebijakan mengenai anggaran/pendanaan itu sendiri. Karena pada dasarnya lembaga pelaksanaSUSCATIN adalah murni lembaga swasta. Pemerintah sendiri tidak mengatasinya secara serius sehingga sangat sulit untuk melaksanakan SUSACTIN tersebut. 2. Kondisi pendidikan masyarakat yang variatif. Varian-varian pendidikan ini juga mempengaruhi ketertarikan mereka terhadap kegiatan SUSCATIN ini sendiri. 3. Varian umur CATIN (Calon Pengantin). Umur Calon Pengantin (CATIN) berbeda-beda juga mempengaruhi semangat mereka dalam mengikuti SUSCATIN. 4. Kesibukan masyarakat terutama dalam hal pekerjaan. Pada dasarnya kehadiran mereka datang KUA juga harus menyempatkan waktu. 5. Dari segi sarana dan fasilitas yang belum memadai dalam pelaksanaan SUSACTIN itu sendiri. Dari pemerintah juga tidak mengatasinya secara
76
serius. Tidak adanya tempat, buku pedoman, silabus, modul, maupun sertifikat tanda lulus sehingga dalam melaksanakan SUSCATIN sangat sulit untuk mewujudkan hal tersebut.
77
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari beragai pemaparan yang sudah disampaikan maka, dengan ini dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Latar belakang dikeluarkannya Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 tahun 2009 tentang SUSCATIN dikarenakan adanya peningkatan angka perselisihan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Salah satu penyebabnya adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman calon pengantin tentang kehidupan rumah tangga/keluarga serta pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dan perkembangan budaya dan peradaban yang sangat cepat sejak era industralisasi yang mengubah pola relasi suami dan istri juga orang tua dan anak dalam mewujudkan kehidupan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Peraturan Dirjen Bimas
Islam diharapkan mampu
meminimalisir tingginya angka perselisihan, perceraian, dam KDRT tersebut. 2. Penerapan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga belum berjalan sesuai dengan peraturan yang ada. Metode yang digunakan adalah metode khusus untuk menyampaikannya
yaitu dengan
memberikan nasihat-nasihat kepada CATIN adapun dalam peraturan 78
Dirjend Bimas Islam metode yang digunakan adalah ceramah, dialog, simulasi dan studi kasus. Materi yang disampaikan kepada CATIN adalah materi yang dibuat oleh pihak KUA Sidorejo Salatiga sendiri. Artinya materi tersebut bukan seperti materi-materi yang tercantum dalam peraturan yang ada dan pelaksanaannya hanya berjalan 10 menit bukan 24 jam sebagaimana yang tercantum dalam peraturan yang ada. 3. Hambatan-hambatan yang dialami KUA Sidorejo Salatiga dalam menerapkan peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 tentang SUSCATIN adalah kebijakan anggaran yang belum ada dalam pelaksanaannya
dan
belum
terbentuknya
lembaga
BP4
yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan SUSCATIN. Masalah varianvarian pendidikan masyarakat yang bermacam-macam dan masalah kesibukan masyarakat/pekerjaan masyarakat serta varian-varian umur calon pengantin serta sarana dan fasilitas yang tidak memadai juga menjadi hambatan pelaksanan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga. B. Saran Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga sebagai berikut:
79
1. Bagi Pemerintah dan Lembaga Hukum Pemerintah dan lembaga hukum lainnya hendaknya mereview/merevisi Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ. II/491 tahun 2009 tentang SUSACTIN agar bisa dilaksanakan dan diterapkan di KUA. 2. Bagi KUA KUA hendaknya mensosialisasikan kepada masyarakat tentang SUSCATIN agar masyarakat lebih memahami pentingnya SUSCATIN. 3. Bagi Masyarakat Masyarakat diharapkan dapat menerima dan mengamalkan ilmu yang disampaikan dalam SUSCATIN. CATIN (Calon Pengantin) juga diharapkan untuk tetap belajar mengenai kehidupan rumahtangga pasca SUSCATIN yang disampaikan oleh KUA.
80
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. RinekaCipta. Asy- Sya rif, Isham Muhammad. 2005 Beginilah Nabi Mencintai Istri.Jakarta: GemaInsani. BasyirAzhar, Ahmad, 1995. Hukum Perkawinan Islam.Yogyakarta: Perpustakaan FakultasHukum UII. Cahyadi, Takariawan. 2009. Di jalan Da’wah Kugapai Sakinah.Pajana, Lawean: Era Intermedia. Eridani, AD, dkk., 2013 Peran BP4 Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah. Jakarta: Rahima. Hamid, Abdul. 2005. Bimbingan Islam Untuk Mencapai Keluarga Sakinah.Bandung: PT. MizanPustaka. Muhammad,Husein. 2016. Perempuan Islam Dan Negara.Yogyakarta: Qalam Nusantara. Moleong, Leksi. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rofiq, Ahmad. 1998
Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada. Rasjid, Sulaiman. 2006 Fiqih Sunnah.Bandung: Sinar Baru Algensindo. Syafi‟i, Imam . 1990. Ihya Ulumuddin. Bairut-Libanon: Tuhafiah. Syarifudin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. Sugiyono, 2013.Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R&D. Bandung: ALFABETA.
81
Shahrin, Harahap. 1996. Islam Dinamis Menegakkan Nilai-nilai Ajaran Al-Qur’an Dalam Kehidupan Modern Di Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana. Sila, Muh. Adlin, dkk.2007. Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian Di Berbagai Komunitas Dan Adat.Jakarta: Balai Penelitian danPengembangan Agama. Shihab, Quraisy, 1994 Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. Sufyan, Ummu, 2007 Senarai Konflik Rumah Tangga. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Soekanto, Soerjono, 2001Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafinda Persada. Hadiwijono, Harun, 1983 Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yokyakarta: Kanisius. Nurcholish, Madjid, 2000 Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Paramadina. KHI (Kompilasi Hukum Islam). Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Peraturan Direktur Jenderal Kementerian Agama, Pedoman Penyelenggaraan Kursus Calon Pra Nikah, Nomor DJ.II/542, 2013. Peraturan Dirjen Bimas Islam No. II. DJ/491 Tahun 2009 Tentang SUSCATIN. http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/01/inilah-penyebab-perceraiantertinggi-di-indonesia-392465.html (diaksespadatanggal17 Februari 2011, jam 10.45).
http://internasional.kompas.com/read/2014/05/19/2001334. http://www.Badilag.Net/index.php/pengaduan/315-berita-kegiatanmelonjaknyaangka perceraian. (diaksespadatanggal 17 Mei 2015, jam 12. 30).
82
Alamat KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga
Kantor/gedung KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga
Spanduk Prosedur pelayanan nikah
Peneliti saat wawancara dengan kepala KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga
Peneliti saat wawancara dengan penghulu KUA Kecamatan Sidorejo Salatiga
Penasehatan kepada CATIN dan pemeriksaan berkas-berkas yang disampaikan oleh penghulu Kec. Sidorejo Salatiga.