PENDAHULUAN Keanekaragaman burung merupakan sumber daya alam yang eksotik dan merupakan indikator utama untuk mengetahui tingkat kualitas dan mutu habitat. Bahkan keberadaan burung berfungsi sebagai bioindikator perubahan lingkungan. Perubahan ekstrim habitat burung menentukan tingkat kerusakan lingkungan dan bahaya pencemaran lingkungan tertentu. Salah satu bentuk indikatornya adalah perpindahan burung-burung, perubahan keanekaragaman jenis burung di suatu tempat, dan bahkan tingkat mortalitas dan natalitas suatu spesies burung. Sebagai salah satu komponen ekosistem, burung mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya. Atas dasar peran dan manfaat ini maka kehadiran burung dalam suatu ekosistem perlu dipertahankan (Arumasari, 1989 dalam Rusmendro, 2009). Dari hasil wawancara terhadap Kepala Resort Ranu Pani dijelaskan bahwa di kawasan sekitar Ranu Regulo pada setiap bulan Juli Desember terdapat beberapa jenis burung migrasi. Pada bulan Juli Desember 2013 terdapat 2 jenis burung migrasi yaitu burung trinil pantai (Tringa hypoleucos) penyebaran berkembang biak di Afrika dan Erasia dan burung kareo padi (Amaurornis phoenicurus) penyebaran: India, Cina Selatan, Asia Tenggara, Filipina, Sulawesi, Sunda Besar, dan Nusa Tenggara. Ranu Regulo merupakan salah satu dari enam danau (Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo, Ranu Darungan, Ranu Pakis dan Ranu Tompe) yang terdapat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS), yang merupakan zona inklaf dan zona pemanfaatan tradisional yang umumnya dikawasan tersebut banyak aktifitas pengunjung dan aktifitas masyarakat sekitar hutan. Dari aktifitas tersebut ada beberapa dampak negatif yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan dikawasan tersebut. Untuk menilai keadaan lingkungan di Ranu Regulo salah satunya dengan cara mengetahui keanekaragaman jenis burung di kawasan Ranu Regulo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis burung dan habitatnya di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Diduga keanekaragaman jenis burung di kawasan Ranu Regulo dipengaruhi oleh kondisi vegetasi dan kualitas lingkungan. MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei - Oktober 2014. Lokasi penelitian di Resort Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Zona Inklaf dan Zona Pemanfaatan danau Ranu Regulo Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang – Jawa Timur. Alat dan Obyek Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah binocular, kamera DSLR, counter count, papan dada, jam tangan, alat tulis menulis, thermohygrometer, buku panduan identifikasi jenis burung (karangan John MicKinnon dkk, 2010) dan tabel pengamatan (tally shet) untuk di lapang.
Sedangkan obyek pengamatan ialah jenis burung di Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Rancangan Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperolah dari hasil wawancara dengan petugas dan pengamatan langsung di lapang, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan studi pustaka. Untuk mengetahui jenis burung dan keanekaragaman burung dengan luasan kawasan kurang lebih 100 ha, maka metode yang di gunakan di lapang ialah menggunakan metode Transek. Metode transek dapat digunakan untuk sensus primata, burung dan herbivor. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang petugas/pengamat berjalan sedangkan garis transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat (Alikodra, 1990). Pengamatan dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pada waktu pagi hari dan sore hari. Pagi hari dimulai pukul 06.00 – 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 – 17.00 WIB selama 7 hari atau 1 minggu. Pengamatan dilaksanakan pada waktu pagi dan sore hari, hal ini karena pada pagi dan sore hari aktifitas burung sangat tinggi. Puncak aktivitas burung terjadi pada pagi hari dan menjelang malam
hari (Bibby, Jones, dan Marsden, 2000). Teknik pengamatan/ pencacatan jenis burung menggunakan teknik sensus satwa secara langsung. artinya pengamat melihat langsung terhadap objek yang diamati. Pada dasarnya burung mendiami semua strata pada hutan, oleh karena itu diperlukan kejelian untuk menemukan burung pada berbagai strata. Untuk mengetahui jenis-jenis burung dilakukan pengambilan gambar menggunakan kamera DSLR dengan lensa panjang dan mencocokkan hasil gambar pada buku panduan karanga John MacKinnon dkk 2010 dan wawancara dengan petugas Resort Ranu Pani. untuk vegetasi menggunakan metode survei (sebagai penunjang untuk mengetahui jenis tumbuhan yang disukai oleh burung sebagai tempat bermain, mencari makan atau aktifitas lainnya). Pelaksanaan 1. Survei lokasi Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan survei terlebih dahulu untuk mengetahui keadaan kawasan yang akan diteliti. 2. Membuat jalur pengamatan 1. Menentukan jalur pengamatan Pembuatan jalur transek di lapang sebanyak 11 jalur di 9 titik pengamatan sebagaimana tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Penyebaran jalur transek No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lokasi Batas tepi wilayah Ranu Regulo (utara 2 transek dan barat 1 transek) Areal Persemaian Areal uji coba edelewis Areal sekitar pondok peneliti Areal Sekat bakar Areal Track Ranu Pani – Ranu Regulo Gunung pusung bingung Gunung gendeng Areal sekeliling danau Jumlah
2. Menentukan titik awal dan titik akhir 3. Melakukan pengamatan jenis burung, jumlah individu masingmasing jenis, jarak ke pusat transek
Jumlah jalur 3 1 1 1 1 1 1 1 1 11
Dalam pelaksanaan sensus dibagi menjadi 11 jalur transek, pada setiap jalur berjarak 1 kilometer dan garis transek dihindarkan memotong batas tepi wilayah pengamatan. Gambar untuk pengamatan burung di Ranu Regulo sebagai berikut : r
n Q L Gambar 1. Teknik metode transek (Colin dkk, 2000) Keterangan : L = Jalur pengamatan Q = Pengamat r = Obyek n = Jarak pengamat dengan obyek Pengamatan Pengamatan yang dilakukan antara lain : 1. Keadaan umum lokasi 2. Jumlah dan jenis-jenis burung yang ada di masing-masing jalur 3. Jenis vegetasi yang ada di kawasan Ranu Regulo Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks
Simpson, untuk mendapatkan tingkat keanekaragaman jenis yaitu : Rumus Indeks Keanekaragaman Jenis Simpson (Ds) dalam sugianto, 1994 a. Rumus Indeks keanekaragaman jenis (Ds) Simpson : ni ni 1 N N 1 Ds 1 Keterangan : = indeks dominasi ni = jumlah individu ke-i N = jumlah total individu
Kriteria Keanekaragaman jenis – Mendekati 0 berarti keanekaragaman rendah – Mendekati 1 berarti keanekaragaman tinggi b. Untuk mengetahui spesies yang mendominasi , digunakan rumus indeks Kelimpahan Jorgensen (Di) dalam sugianto, 1994 yaitu : ni Di X 100 % N Criteria indeks kelimpahan Jorgensen yaitu : – jika Di > 5 % berarti dominan – jika Di diantara 2 sampai 5 % berarti sub dominan – jika Di < 2% berarti tidak dominan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan salah satu diantara beberapa Taman Nasional yang ada di Propinsi Jawa Timur yang berperan sangat penting untuk menjaga fungsi keseimbangan ekosistem kawasan yang ada di daerah sekitar Jawa Timur. Fungsi penting TNBTS bagi masyarakat Jawa Timur pada umumnya adalah dimilikinya fungsi hidrologi sebagai daerah tangkapan air di DAS Brantas, keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, memproduksi oksigen dengan potensi vegetasi hutan hujan tropis yang rapat pada zona inti dan zona rimba, serta fungsi ekonomi bagi masyarakat sekitar. Secara geografis Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) berada antara 7° 54` - 8° 13` lintang selatan dan 112° 51` - 113° 04` bujur timur. Kawasan taman nasional ini merupakan dataran tinggi yang terdiri dari komplek Pegunungan
Tengger di utara dan komplek Gunung Jambangan disebelah selatan. Secara administratif lokasi TNBTS berada dalam wilayah 4 Kabupaten yang ada di Jawa Timur. Sebelah barat dan selatan berada dalam kawasan kabupaten Malang, sebelah timur dan selatan berada dalam Kabupaten Lumajang. Sebelah utara berada dalam kawasan dua kabupaten yaitu Probolinggo dan Pasuruan. Total luas kawasan konservasi dalam 4 kabupaten ini mencapai 50.276,2 hektar. Ranu Regulo berada sekitar 250 m dari Ranu Pani, kondisi Ranu Regulo relatif lebih baik karena tidak berbatasan langsung dengan areal pertanian dan pemukiman. Pada tahun 2004 danau ini masih sering dikunjungi belibis gunung (Anas superciliosa), namun pada saat penelitian tidak dijumpai, dimungkinkan akibat aktifitas manusia yang semakin tinggi. Suhu udara harian berkisar antara 5°C pada dini hari hingga 22°C pada siang hari. Suhu udara terendah terjadi pada puncak musim kemarau (Juli – Agustus) antara 3°C hingga 5°C, bahkan di beberapa tempat seperti Ranu Kumbolo (2.400 m dpl) dan Kalimati (3.000 m dpl) bisa mencapai -2°C. Suhu rata-rata pada saat penelitian antara 8 – 13 oC dengan kelembapan rata-rata antara 80 – 90 %. Jumlah dan Jenis Burung Ranu Regulo ialah kawasan danau yang di sekitarnya ditumbuhi oleh beberapa jenis vegetasi yang bisa dijadikan sebagai tempat tinggal, sumber pakan, tempat bersarang bagi berbagai jenis burung. Selain keberadaan aneka jenis vegetasi, Ranu Regulo merupakan danau yang
menyediakan sumber air untuk kebutuhan minum bagi para pendaki dan aneka jenis burung. Kondisi iklim yang ada di kawasan Ranu Regulo memiliki hawa yang sejuk dengan kisaran suhu 8 – 13OC yang disukai oleh beberapa spesies burung. Berdasarkan hasil pengamatan di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS) ditemukan 20 jenis burung yang termasuk dalam 15 suku. Jenisjenis yang ditemukan antara lain sepah gunung, tekukur biasa, bentet kelabu, ceret gunung, cica kopi melayu, srigunting kelabu, walet linchi, gelatik batu kelabu, dan lainnya. Untuk mengetahui suku dan jenis burung yang ada di Ranu Regulo dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Data jenis burung di kawasan Ranu Regulo TNBTS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Indonesia
Nama Ilmiah
Pericrocotus miniatus Sepah gunung Streptopelia chinensis Tekukur biasa Lanius schach Bentet kelabu Cettia vulcania Ceret gunung Pomatorhinus montanus Cica kopi melayu Dicrurus leucophaeus Srigunting kelabu Collocalia esculenta linchi Walet linchi Parus major Glatik batu kelabu Kepudang sungu gunung Coracina larvata Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang Phylloscopus trivirgatus Cikrak daun Zosterops montanus Kacamata gunung Lophozosterops javanicus Opior jawa Macropygia ruficeps Uncal kouran Saxicola coprata Decu belang Halcyon cyanoventris Cekakak jawa Ictinaetus malayensis Elang hitam Hieraaetus kienerii Elang perut karat Oriolus chinensis Kepudang kuduk hitam Gallus varius Ayam hutan hijau Jumlah Total
Suku Campephagidea Columbidae Laniidae Silviidae Timaliidae Dicruridae Apodidae Paridae Campephagidea Pycnonotidae Silviidae Zosteropidae Zosteropidae Columbidae Turdidae Alcedinidae Accipitridae Accipitridae Oriolidae Phasianidae 15 suku
Jumlah 107 58 43 33 14 14 13 12 10 8 7 5 3 3 3 1 1 1 1 1 338
Sumber: Data terolah 2014 Dari tabel 4 terlihat bahwa di kawasan Ranu Regulo TNBTS terdapat dua jenis burung yang memiliki suku sama yaitu suku Campephagidea (sepah gunung dan kepudang sungu gunung) yang merupakan kelompok burung bentetkendasi, Columbidae (tekukur biasa dan uncol kouran) yaitu kelompok burung merpati, Silviidae (ceret gunung dan cikrak daun), Accipitridae kelompok elang (elang hitam dan
elang perut karat), dan Zosteropidae (kacamata gunung dan opiur jawa) kelompok burung kacamata. Untuk suku Laniidae (bentet), Alcedinidae (raja udang), Timaliidae (burung pengoceh), Pycnonotidae (cucakcucakan), Turdidae (burung cacing), Paridae (gelatik batu), Oriolidae (kepudang), Dicruridae (srigunting), Apodidae (walet), dan Phasianidae (puyuh, sempidan, kuau dan merak)
masing-masing terdapat 1 jenis burung. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kawasan Ranu Regulo TNBTS merupakan salah satu Daerah Penting Bagi Burung (DPB) karena hutan tersebut mampu menyediakan pakan dan tempat tinggal sehingga kawasan tersebut dapat menjadi habitat bagi burung. Sepah gunung (Pericrocotus miniatus) merupakan burung dengan jumlah yang tertinggi diantara burung
yang lain, hal ini disebabkan burung tersebut endemik di Jawa dan Sumatera dan hidup dalam kelompok besar sampai berjumlah 30 ekor dalam 1 kelompok (MacKinnon, 2010). Burung tersebut sering mengunjungi puncak-puncak pohon dan ketika disuatu pohon biasanya burung ini mencari makan secara berkelompok besar, berjemur di waktu pagi hari untuk mengeringkan bulunya yang basah seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. (A, B) Sepah gunung (Pericrocotus miniatus) di Ranu Regulo, (C) Sepah gunung (Pericrocotus miniatus) Jantan dan Betina Sumber : (A, B) Dokumen Pribadi Penulis (2014), (C) MacKinnon (2010) Burung sepah gunung (Pericrorotus miniatus) ialah burung berukuran besar (19 cm), berwana merah dan hitam dengan ekor panjang. Ciri-ciri betina ialah kombinasi kepala hitam, ekor sangat panjang, dan tidak ada warna merah pada bulu sekunder. Betina cukup unik dengan warna bulu hitam dan merah seperti jantan, warna merah meliputi tenggorokan, dagu, dahi, serta mantel yang kemerahan. Jenis burung yang jumlahnya paling sedikit seperti elang perut karat (Hieraaetus kienerii) disebabkan karena jenis elang ini menurut MacKinnon 2010 merupakan penghuni yang tidak umum pada kawasan huntan (sampai ketinggian 1.500 m dpl) di Sunda Besar. Burung
elang perut karat yang ditemukan di vegetasi sekitar Ranu Regulo pada saat memakan mangsanya bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3. Elang perut karat (Hieraaetus kienerii) Anakan Sumber : Dokumen Pribadi Penulis (2014)
Beberapa faktor yang memengaruhi identifikasi burung ialah: a. Cuaca lokasi pengamatan Cuaca sangat memengaruhi pengamatan untuk identifikasi, contoh hal ini ialah kabut. Ketika kabut datang jarak pandang pengamat terbatas sehingga mempersulit dalam meneliti burung. Kabut juga mempengaruhi alat pengamatan seperti binukuler dan kamera yang dikacanya sering ngembun. b. Ukuran tubuh burung Ukuran tubuh burung yang kecil juga mempersulit identifikasi jenis, contoh burung glatik batu kelabu (Parus major) yang besarnya hanya 13 cm. Ketika burung ini hinggap atau bertennger di pohon yang berdaun lebar maka sulit untuk ditemukan, untuk itu diperlukan kesabaran dan kejelian dalam mengamati burung seperti ini. c. Kebiasan burung Kesulitan identifikasi jenis burung melihat dari kebiasaan burung contoh burung ceret gunung (Cettia vulcania) yang kebiasaannya mencari makan berjalan ditanah didalam semak-semak dan sangat aktif (jarang berdiam diri). d. Warna bulu Warna bulu burung yang mencolok lebih mudah diidentifikasi dibandingkan dengan jenis burung yang berbulu gelap/samar yang hampir mirip dengan seresah ataupun tanah. Keanekaragaman Jenis Burung Di Ranu Regulo
dan
Dari hasil penelitian di lapang hasil perhitungan, diperoleh
keanekaragaman burung di Ranu Regulo sebesar 0,84 (Lampiran 3) yang menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis burung tinggi, karena Ranu Regulo mampu menyediakan sumber pakan seperti pohon akasia, kemlandingan gunung, triwulan, cemara gunung, edelweis, rumput teki, teh-tehan, senduro, alang-alang, lavender, mentigi. Pohon-pohon tersebut juga sebagai tempat tinggal (sarang), tempat bermain, berjamur bagi burung-burung yang berada di Ranu Regulo. Untuk ketersediaan air di kawasan Ranu Regulo sangat mencukupi bagi habitat dan aneka jenis burung. Sedangkan cover dari berbagai jenis vegetasi yang ada di Ranu Regulo sangat cocok dijadikan tempat tinggal sepah gunung karena lokasi Ranu Regulo relatif lebih baik dari pada Ranu Pani karena Ranu Regulo tidak berbatasan langsung dengan pemukian penduduk atau masyarakat sekitar hutan. Komposisi Dominan Jenis Burung Di Ranu Regulo Hasil pengamatan di lapang dan hasil perhitungan diketahui bahwa dominansi burung tertinggi ialah burung sepah gunung (Pericrocotus miniatus) dengan nilai kelimpahan 31,65 % disusul oleh jenis tekukur biasa (Streptopelia chinensis) 17,15 %, bentet kelabu (Lanius schach) 12,72 %, dan ceret gunung (Cettia vulcania) 9,76 %. Sedangkan untuk jenis yang menepati sub-dominansi dengan nilai kerapatan/dominansi 2-5 % ditempati jenis burung cica kopi melayu (Pomatorhinus montanus) dengan nilai kelimpahan 4,14 %, srigunting kelabu (Dicrurus leucophaeus) 4,14 %, walet linchi (Collocalia esculenta linchi) 3.55 %, glatik batu kelabu (Parus major) 3.55
%, kepudang sungu gunung (Coracina larvata) 2,95 %, cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) 2,36 %, dan cikrak daun (Phylloscopus trivirgatus) 2,07 %. Jenis burung yang tidak dominan dengan nilai kerapatan/dominansi < 2 % ada 9 jenis burung, yaitu kacamata gunung (Zosterops montanus) dengan nilai kelimpahan 1,47 %, opior jawa (Lophozosterops javanicus), uncal kouran (Macropygia ruficeps), decu belang (Saxicola coprata) dengan niali kelimpahan 0,88 %, cekakak jawa (Halcyon cyanoventris), elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang perut karat (Hieraaetus kienerii), kepudang kuduk hitan (Oriolus chinensis), dan ayam hutan hijau (Gallus varius) masing-masing mempunyai nilai kelimpahan 0,29 %.
Semakin tinggi nilai dominansi suatu jenis burung menunjukkan burung tersebut semakin dominan (Helvoort 1921 dalam Fachrul 2007), yaitu: 1. Jenis dominan yang mempunyai dominansi lebih besar dari 5% 2. Jenis dominan sedang atau subdominansi dengan nilai kerapatan dominansi 2-5% 3. Jenis tidak dominan dengan nilai kerapatan/dominansi <2% Berdasarkan pada hasil pengamatan di lapang terlihat keanekaragaman tinggi hal itu dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan spesies yang mendominasi. Untuk mengetahui tingkat dominansi burung di Ranu Regulo tersaji pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Dominansi burung di kawasan Ranu Regulo TNBTS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jenis Burung Sepah gunung Tekukur biasa Bentet kelabu Ceret gunung Cica kopi melayu Srigunting kelabu Walet linchi Glatik batu kelabu Kepudang sungu gunung Cucak kutilang Cikrak daun Kacamata gunung Opior jawa Uncal kouran Decu belang Cekakak jawa Elang hitam Elang perut karat Kepudang kuduk hitam Ayam hutan hijau Jumlah total keseluruhan
Keterangan : Di = indeks kelimpahan Sumber: Data terolah 2014
(ni) 107 58 43 33 14 14 13 12 10 8 7 5 3 3 3 1 1 1 1 1 338
Individu 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338 338
ni/N x 100% (Di) 31,65 % 17,15 % 12,72 % 9,76 % 4,14 % 4,14 % 3,85 % 3.55 % 2,95 % 2,36 % 2,07 % 1,47 % 0,88 % 0,88 % 0,88 % 0,29 % 0,29 % 0,29 % 0,29 % 0,29 %
Dari hasil pengamatan di lapang jenis sepah gunung (Pericrocotus miniatus) yang mendominasi disebabkan jenis burung ini hidup berkelompok dan mencari makan dalam jumlah besar. Selain itu, Ranu Regulo mampu menyediakan pakan bagi burung-burung yang ada dikawasan tersebut serta Ranu Regulo juga mampu menyediakan ruang bagi burung untuk tempat tinggal dan berlindung dari ancaman predator sehingga burung mampu bertahan dan berkembangbiak di dalam kawasan tersebut. Menurut peneliti, sepah gunung (Pericrocotus miniatus) mendominasi dikarenakan dari segi komponen habitat di kawasan Ranu Regulo sangat mendukung. Untuk jenis pakan kawasan Ranu Regulo sangat melimpah contohnya seperti pohon akasia (Accacia decurrens), pohon ini
ialah jenis pohon yang disukai atau sumber pakan bagi burung sepah gunung (Pericrocotus miniatus) karena sepah gunung sangat menyukai biji-bijian. Dari segi persediaan air di kawasan Ranu Regulo sangat melimpah sedangkan dari segi tempat tinggal (cover) Ranu Regulo sangat cocok di jadikan tempat tinggal sepah gunung karena lokasi Ranu Regulo relatif lebih baik dari pada Ranu Pani yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk atau masyarakat sekitar Vegetasi Berdasrkan hasil pengamatan vegetasi di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru diperoleh jenis-jenis vegetasi seperti yang tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Vegetasi yang banyak disukai burung di kawasan Ranu Regulo No Nama Indonesia Nama Latin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Sumber:
Cemara gunung Triwulan Akasia Edelwis Kemlandingan gunung Rumput teki Pakis haji Tetehan Paku-pakuan Mentigi Senduro Alang-alang Lavender Data terolah 2014
Berdasarkan hasil penelitian di lapang pohon cemara gunung (Casuarina junghuhniana) merupakan jenis pohon yang tinggi (di lokasi penelitian) yang disukai oleh burung
Casuarina junghuhniana Euphatorium odoratum Accacia decurrens Anaphalis sp. Albizia lophanta Cyperus rotundus .L Alsophila glauca Euphatorium riparium Pteris sp. Vaccinium varingifolium Anaphalis javanica Imperata cylindrica Lavandula sp.
srigunting kelabu (Dicrurus leucophaeus) untuk bermain dan berjemur, elang perut karat (Hieraaetus kienerii) untuk bertengger dan memakan mangsanya. Pohon
yang banyak disukai oleh burung ialah jenis pohon akasi (Accacia decurrens). Jenis burung sepah gunung (Pericrocotus miniatus), gelatik batu kelabu (Parus major), kacamata gunung (Zosterops montanus), bentet kelabu (Lanius schach), cica kopi melayu (Pomatorhinus montanus), yang umumnya burung-burung tersebut menyukai jenis pohon akasia (Accacia decurrens) untuk bermain, bertengger, dan mencari pakan, yang sering dijumpai di lapang burung yang banyak beraktifitas di pohon akasia (Accacia decurrens) ialah gelatik batu kelabu (Parus major) untuk mencari makan. Burung ceret gunung (Cettia vulcania) dan cikrak daun (Phylloscopus trivirgatus) lebih menyukai vegetasi triwulan (Euphatorium odoratum), vegetasi jenis triwulan (Euphatorium odoratum) sangat disukai oleh burung ceret gunung (Cettia vulcania) yang biasanya mencari makan didalam rimbunnya vegetasi triwulan (Euphatorium odoratum) dan sebagai tempat berlindung/bersembunyi. Jenis burung tekukur biasa (Streptopelia chinensis) menyukai jenis vegetasi bawah/rumput-rumputan untuk bermain dan mencari makan. Pada umumnya jenis burung tekukur biasa (Streptopelia chinensis) banyak beraktifitas di permukaan tanah. Hasil pengamatan di lapang semua jenis vegetasi disukai oleh semua jenis burung untuk bermain dan bertengger, tetapi untuk jenis vegetasi yang sangat disukai oleh burung antara lain akasia, kemlandingan gunung, cemara gunung, yang mampu memberikan sumber pakan yang cukup untuk suatu jenis burung khususunya burung pemakan biji-bijian.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat 20 jenis burung yang termasuk dalam15 suku dengan jumlah keseluruhan 338 2. Keanekaragaman jenis burung di kawasan Ranu Regulo TNBTS yaitu 0,84 yang menunjukkan keanekaragaman jenis tinggi 3. Jenis burung yang mendominasi ialah sepah gunung (Pericrocotus miniatus) dengan nilai 31,65 % Saran Untuk menjaga kelestarian jenis burung di kawasan Ranu Regulo Taman Nasional Bromo Tengger Semeru penulis menyarankan: 1. Peningkatan perbaikan habitat burung melalui pengamanan dan perlindungan hutan 2. Pengawasan perlu ditingkatkan untuk mengendalikan aktifitas manusia yang merusak (penduduk setempat dan pengunjung) 3. Perlu adanya sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya keberadaan burung sebagai bioindikator kualitas lingkungan DAFTAR PUSTAKA Alikodra, 1990, Pengelolaan Satwaliar Jilid 1, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Halaman 137
Arief, A., 2001, Hutan dan Kehutanan, Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI), Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta. Halaman 11 dan 7172 Ayat, A., 2011, Burung-burung Agroforest di Sumatera, Diterbitkan atas kerjasama World Agroforestry Centre (ICRAF South East Asia) dan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate (BSRE), Bogor, Indonesia, www.worldagroforestry.org/sea, Halaman 2 Balai Konservasi Sumberdaya Alam, 1997, Informasi Kawasan Konservasi di Jawa Timur, Balai Konservasi Sumberdaya Alam IV Surabaya. Halaman 35 Bibby, C., Jones, M., Marsden, S., 2000, Tekni-teknik Ekspedisi Lapangan, Survei Burung, BirdLife International Indonesia Programme, Edisi Bahasa Indonesia, SMKG Mardi Yuana Bogor, Halaman 22 Departemen Kehutana. 2007, Laporan Inventarisasi Aves Resort Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jl. Raden Intan No. 6 Malang. Halaman 15, 20-21 Departemen Kehutana. 1997, Laporan Inventarisasi Fauna Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jl. Raden Intan No. 6 Malang, Halaman 20-21 Fachrul, M, F., 2007 Metode Sampling Bioekologi, Bumi Aksara. Jl.
Sawo Raya No. 18 Jakarta 13220. Halaman 59 dan 67 – 68 Indriyanto 2005, Ekologi Hutan, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jl. Sawo Raya No. 18, Jakarta. Halaman 4 Maryono, K. 2000, Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, Edisi Kedua, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta, Halaman 81 MicKinnon, J. 2010, Burung-burung Di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (termasuk Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam), LIPI-Seri Panduan Lapangan, Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia, Burung Indonesia. Halaman 10, 29 dan 275 - 276 Molan, Y., 2006, Populasi dan habitat kijang (Muntiacus muntjak) di RESORT Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Institut Pertanian Malang, Halaman 14 Rombang, W.M dan Rudyanto, 1999, Daerah Penting Bagi Burung Di Jawa dan Bali, PKA/BirdLife International-Indonesia Programe, Bogor. Halaman 11, 87 Rusmendro, H., 2009, Perbandingan Keanekaragaman Burung Pada Pagi Dan Sore Hari Di Empat Tipe Habitat Di Wilayah Pangandaran, Jawa Barat, Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta, VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009. Halaman 8 Soegianto, A., 1994, Ekologi Kuantitatif, Metode Anilisis
Populasi Komunitas, Usaha Nasional Surabaya, Halaman 111 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, Tentang KSDHE, Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan, Balai Tahura R. Soerejo, Himpunan Ketentuan Peraturan Perundangan Pengelolaan Taman Hutan Raya R. Soerejo, Jl. Simpang Panji Suroso, Kav. 144 Malang. Halaman 6 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, Tentang Kehutanan, Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan, Balai Tahura R. Soerejo, Himpunan Ketentuan Peraturan Perundangan Pengelolaan Taman Hutan Raya R. Soerejo, Jl. Simpang Panji Suroso, Kav. 144 Malang. Halaman 28 Yosefi, E., Subarudi, 2007. Kontribusi Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi Kasus Taman Nasional Bromo Tengger Semeru). Info Sosial Ekonomi Vol. 7 No. 3 September Th. 2007, 163 – 174, Halaman 164 dan 167