PEDOMAN TEKNIS PENGUATAN KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Januari, 2009
KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Penguatan Kelembagaan Perlindungan Perkebunan Tahun Anggaran 2009 disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan Perangkat Perlindungan Perkebunan antara lain, Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati, Sub. Laboratorium Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman. Dalam Pedoman Teknis ini hanya memuat pedoman secara garis besarnya saja. Selanjutnya diharapkan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) segera menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih rinci dan spesifik sesuai dengan kondisi setempat. Akhirnya kami mengharapkan semoga pedoman teknis ini bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan kegiatan Penguatan Kelembagaan Perlindungan Perkebunan Tahun Anggaran 2009 di daerah. Jakarta, Januari 2009 Direktur Perlindungan Perkebunan
Dr. Ir. Herdradjat, MSc. NIP. 080 069 525
DAFTAR ISI Halaman
I
II
KATA PENGANTAR ..............................................
i
DAFTAR ISI .............................................................
ii
PENDAHULUAN .....................................................
1
A. LATAR BELAKANG.......................................... B. TUJUAN...............................................................
1 2
PELAKSANAAN ....................................................
3
A. Optimalisasi Laboratorium Lapangan (LL) .......... B. Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian hayati (LUPH) ......................................................... C. Optimalisasi Sub Laboratorium Hayati............. D.Rehabilitasi Laboratorium Lapangan (LL), Laboratorium Umum Pengendalian Hayati (LUPH), Sub. Laboratorium Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT) ........... E. Insentif Petugas Pengamat hama dan Penyakit .....
3
III PENUTUP....................................................................
15 22
25 30 34
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Untuk mendukung kegiatan perlindungan perkebunan telah dibangun perangkat perlindungan yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Perangkat ini terdiri dari 24 unit Laboratorium Lapangan (LL), 1 unit Laboratorium Analisa Pestisida (LAP), 1 unit Laboratorium Pengendalian Hama Vertebrata (LPHV), 6 unit Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH), 18 Sub Laboratorium Hayati, 27 unit Brigade Proteksi Tanaman (BPT) dan 500 Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman (UPPT). Perangkat terserbut dilengkapi dengan peralatan dan tenaga-tenaga spesialis perlindungan tanaman perkebunan dengan kualifikasi S2, S1+, dan S01. Pemberlakuan UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan keterbatasan anggaran pembangunan serta perbedaan kebijaksanaan dalam melaksanakan pembangunan baik antara pusat dengan daerah maupun antar daerah menyebabkan kegiatan perangkat-perangkat tersebut tidak optimal.
Melihat
kenyataan
ini,
dan
mengingat
bahwa
sistem
perlindungan perkebunan harus berjalan optimal dalam mengawal pembangunan perkebunan, maka perlu dilakukan langkahlangkah penguatan. Sehubungan dengan fungsinya sebagai motor penggerak berjalannya sistem perlindungan perkebunan, maka langkah pertama penguatan akan diarahkan pada kelembagaan perlindungan perkebunan, khususnya perangkat perlindungan perkebunan. Kegiatan-kegiatan dalam penguatan kelembagaan perlindungan tersebut mencakup : 1. Optimalisasi Laboratorium Lapangan
(LL);
2.
Optimalisasi
Laboratorium
Utama
Pengendalian Hayati (LUPH); 3. Optimalisasi Sub Laboratorium Hayati; 4. Rehabilitasi LL, LUPH, dan UPPT dan 5. Insentif Petugas Pengamat Hama dan Penyakit B. TUJUAN Pedoman Teknis ini disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan penguatan kelembagaan tahun 2009 di daerah.
perlindungan
perkebunan
II. PELAKSANAAN A. OPTIMALISASI LABORATORIUM LAPANGAN (LL) 1. Metode Metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan LL menggunakan/mengacu
pada
metode
yang
telah
direkomendasikan oleh Puslit/Balit/Perti dan/atau ditetapkan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan/UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan). dilaksanakan
Sedangkan dengan
untuk
metode
pelatihan
pendidikan
penyegaran
orang
dewasa
(andragogy), meliputi pendalaman materi di kelas dan praktek lapangan. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 26 provinsi yaitu: NAD, Sumbar, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Babel, Banten, Jabar, Jateng, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Papua dan Irjabar.
3. Pelaksanaan a. Pengujian, pengembangan teknologi dan pengendalian hayati. -
Teknologi
pengendalian
hayati
yang
diuji
dan
dikembangkan adalah teknologi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti maupun UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon serta Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. -
Teknologi pengendalian hayati yang diuji diutamakan untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) penting pada komoditi unggulan perkebunan di wilayahnya.
-
Hasilnya diharapkan diperoleh teknologi pengendalian hayati sederhana, untuk selanjutnya dikembangkan dan diterapkan oleh petani untuk pengendalian OPT di lapangan.
b. Identifikasi dan inventarisasi OPT -
Inventarisasi OPT di lakukan di pada sentra-sentra komoditi unggulan di daerah yang bersangkutan.
-
Identifikasi OPT sebaiknya menggunakan atau mengacu pada buku determinasi dan identifikasi yang standar dan didukung dengan pengujian laboratorium.
-
Apabila
identifikasi
dikonsultasikan
belum
dengan
dapat
dilakukan
Puslit/Balit/Perti
maka untuk
identifikasi lebih lanjut. -
Jenis OPT yang telah diidentifikasi, selanjutnya ditelusuri kerusakan
yang
ditimbulkan
serta
penyebarannya,
berdasarkan literatur dan data yang mendukung serta pengalaman yang sama akibat OPT lain yang sejenis. -
OPT
yang
telah
diidentifikasi,
selanjutnya
dibuat
koleksinya dalam bentuk koleksi basah maupun koleksi kering. Koleksi basah dibuat khususnya untuk stadia pra dewasa, sedangkan koleksi kering untuk stadia dewasa. -
Bagian tanaman yang diserang dan gejala serangannya dibuat koleksinya secara basah dan dibuat dokumen gambar antara lain dengan foto secara digital.
c. Koleksi OPT, agens hayati dan pestisida nabati -
Koleksi diutamakan pada OPT penting pada komoditas utama unggulan perkebunan dan OPT penting pada komoditi utama daerah.
-
Pembuatan koleksi dari spesimen OPT dibuat secara kering maupun basah menggunakan metode pembuatan koleksi serangga yang dikembangkan oleh Puslit/Balit/ Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). Koleksi basah dibuat khususnya untuk stadia pra dewasa, sedangkan koleksi kering untuk stadia dewasa.
-
Koleksi agens hayati yang berupa jasad renik dilakukan pada media agar miring maupun petridish, untuk selanjutnya disimpan pada suhu 5°C (refrigerator).
-
Koleksi pestisida nabati berupa koleksi kering maupun basah dari tanaman yang
mempunyai fungsi sebagai
pestisida nabati baik bagian daun, buah, batang maupun akarnya. Selain itu juga dibuat koleksi dalam bentuk gambar seperti foto digital maupun non digital. Apabila memungkinkan juga dibuat koleksi tanaman yang
menghasilkan pestisida nabati dalam kebun koleksi pestisida nabati. d. Rintisan metode pengamatan/ surveilllance OPT penting tanaman perkebunan -
OPT sasaran adalah OPT penting pada komoditi unggulan perkebunan. Apabila di daerah yang bersangkutan tidak dikembangkan komoditi unggulan perkebunan, maka diarahkan pada komoditi utama daerah yang bersangkutan.
-
Model pengamatan OPT yang dilakukan adalah mengikuti surveillance.
Surveillance
adalah
kegiatan
untuk
mengetahui keberadaan OPT di suatu wilayah dengan melakukan pemantauan secara teratur. Hasil Surveillance sangat diperlukan dalam mendukung diterapkannya sistem perdagangan
bebas.
Tahapan
dalam
pelaksanaan
surveillance sebagai berikut : •
Menentukan masalah atau obyek yang akan dilakukan surveillance
•
Menentukan tujuan surveillance
misalnya untuk
mengetahui keberadaan OPT perkebunan di suatu lokasi atau wilayah.
•
Menyiapkan bahan pengenalan OPT, meliputi gejala serangan, kelemahan dari OPT sasaran, saat-saat puncak terjadinya serangan OPT sasaran.
•
Menyiapkan bahan pengenalan tanaman meliputi periode kritis tanaman terhadap serangan OPT sasaran, hal ini berkaitan dengan waktu yang tepat untuk pemantauan OPT tersebut.
•
Menyiapkan bahan informasi tentang inang alternatif bagi OPT.
•
Melakukan Inventarisasi luas areal tanaman terkait di tiap-tiap kabupaten dan dirinci per kecamatan.
•
Menjadwalkan surveillance
di semua kabupaten
sentra-sentra komoditi terkait. •
Menentukan Kecamatan dan Desa pengambilan contoh.
•
Dari setiap kabupaten dipilih 3 (tiga) kecamatan dan dari masing-masing kecamatan dipilih 5 (lima) desa. Kriteria pemilihan kecamatan dan desa adalah : Luas areal pertanaman. Merupakan kantong serangan atau menurut sejarah pernah terinfestasi serangan OPT sasaran.
•
Menentukan metode pemilihan lokasi pengambilan contoh.
•
Dari masing-masing desa selanjutnya ditentukan 5 (lima) tempat seluas ± 2,5 ha secara diagonal. Lokasi tersebut dapat juga berupa hamparan areal yang saling terpisah. Dalam hal ini luasannya dapat kurang dari 2,5 ha tetapi harus lebih dari 1,0 ha.
•
Menentukan parameter pengamatan.
•
Besaran pengamatan dapat berupa % areal, % pohon atau % organ tanaman seperti bunga, buah yang terserang OPT sasaran.
•
Menentukan waktu surveillance
•
Waktu surveillance
disesuaikan dengan puncak
serangan OPT serta periode kritis tanaman •
Merencanakan data yang akan dikumpulkan di lapangan. Data yang akan dikumpulkan di lapangan antara lain luas areal, % serangan OPT, keberadaan musuh alami, tindakan pengendalian.
•
Pengambilan Contoh Untuk OPT yang menyerang buah, misalnya PBK, dari satu lokasi pengambilan contoh yang merupakan
kebun milik petani, diambil contoh buah sebanyak 100 buah.
Untuk
OPT
yang
menyerang
batang,
cabang/ranting atau tajuk diambil contoh sebanyak 10 (sepuluh) tanaman secara diagonal. Hasil pengamatan lapangan dicatat pada form pelaporan. •
Analisa data dan pelaporan hasil.
e. Pengembangan metode/teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) -
Teknologi PHT yang dikembangkan adalah teknologi yang dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti maupun UPT Perlindungan Perkebunan (BBP2TP Medan, Surabaya dan Ambon serta BPTP Pontianak). Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah sehingga
hasil
yang
dalam penelitian
diperoleh
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. -
Pengujian diarahkan pada teknologi PHT yang spesifik lokasi dan dapat dengan mudah diterapkan dilapangan oleh petani.
f. Penyebaran bahan informasi teknologi tepat guna -
Bahan informasi teknologi tepat guna merupakan hasil pengembangan teknologi PHT yang dilaksanakan oleh LL ataupun Puslit/Balit/Perti yang disusun dalam bentuk leaflet, poster atau brosur yang dilengkapi dengan gambargambar dan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh petani.
-
Untuk menyusun lealet, poster dan brosur tersebut dilakukan melalui kegiatan pertemuan penyusunan dan pembahasan materi informasi teknologi tepat guna.
g. Pelatihan penyegaran petugas pengamatan OPT perkebunan. -
Lokasi pelatihan Pelatihan dilakukan di 26 Provinsi dengan peserta 293 orang (Tabel 1.)
Tabel 1. Jumlah Peserta Pelatihan Penyegaran Petugas Pengamat OPT No
Jumlah
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
NAD Riau Sumbar Jambi Bengkulu Sumsel Lampung Babel Kep Riau Banten Jabar
Provinsi
13 13 19 15 14 14 14 3 3 3 15
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
NTB NTT Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra
Provinsi
Jumlah 14 10 10 15 15 15 3 15 6 15 15
12 13
Jateng Bali Jumlah
15 13
25 26
Papua Irjabar 293
12 3
- Waktu pelatihan Pelatihan dilaksanakan selama 5 (lima) hari -
Peserta Pelatihan Peserta pelatihan adalah petugas pengamat OPT/petugas UPPT
dan petugas yang menangani perlindungan
perkebunan di provinsi/kabupaten yang bersangkutan. Untuk provinsi yang jauh, pesertanya sedikit dan fasilitasnya belum ada dapat dititipkan ke provinsi lainnya terdekat yang mampu melaksanakannya.
-
Metode Pelatihan Pelatihan penyegaran ini dilaksanakan dengan metode pendidikan
orang
dewasa
(andragogy),
meliputi
pendalaman materi di kelas dan praktek lapangan. - Materi Pelatihan Materi pelatihan terdiri dari kebijakan perlindungan perkebunan secara nasional; kebijakan perlindungan daerah/provinsi; pengenalan dan pengendalian OPT penting, pengamatan OPT dengan metode surveillance, pendugaan kehilangan hasil, koleksi OPT, analisa data, pelaporan dan evaluasi. 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi b. Output Tersedianya teknologi pengamatan dan pengendalian yang berbasis PHT. Terlatihnya sejumlah petugas pengamat/petugas teknis perlindungan perkebunan.
c. Outcomes Terimplementasikannya teknologi pengamatan dan pengendalian yang berbasis PHT di lapangan. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas pengamat/petugas teknis perlindungan perkebunan. d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan
hasil
akibat
serangan
OPT
dapat
diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya untuk Optimalisasi LL terdiri dari : a. Insentif/honor bagi petugas LL
sebanyak 10 orang per
provinsi. b. Pengujian, pengembangan, teknologi pengendalian hayati masing-masing 1 paket per provinsi. c. Identifikasi dan inventarisasi OPT. d. Koleksi OPT, agens hayati dan pestisida nabati untuk masingmasing 1 paket per provinsi.
e. Rintisan metode pengamatan/surveillance OPT penting tanaman perkebunan masing-masing 1 paket per provinsi. f. Pengembangan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) masing-masing 1 paket per provinsi. g. Penyebaran bahan informasi teknologi tepat guna masingmasing 1 paket per provinsi. h. Pelatihan penyegaran petugas pengamatan OPT perkebunan dengan peserta sejumlah 293 orang seperti tersebar di 26 provinsi yaitu: NAD (13), Riau (13), Kep. Riau (3), Babel (3), Sumbar (10), Jambi (15), Sumsel (14), Bengkulu (14), Lampung (14), Jabar (15), Banten (3) Jateng (15), Bali (13), NTB (14), NTT (10), Kalteng (10), Kalsel (15), Kaltim (15), Sulut (15), Gorontalo (3), Sulteng (15), Sulsel (15), Sulbar (6), Sultra (15), dan Papua Barat (3), Papua (12). B. OPTIMALISASI
LABORATORIUM
UTAMA
PENGENDALIAN HAYATI (LUPH) 1. Metode Metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan LUPH
menggunakan/mengacu
pada
metode
yang
telah
direkomendasikan oleh Puslit/Balit/Perti dan/atau ditetapkan oleh
Direktorat Perlindungan Perkebunan/UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan). 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan
pada tahun 2009, di 3 provinsi yaitu:
Lampung, Sulawesi Utara dan Bali. 3. Pelaksanaan Kegiatan optimalisasi LUPH dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu eksplorasi dan inventarisasi musuh alami, perbanyakan, pengembangan teknik penyebaran, dan pengujian lapangan penggunaan musuh alami, serta magang petugas LUPH ke Puslit/Balit/Perti. a. Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami -
Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami dilakukan pada sentra pertanaman
dan merupakan kantong-kantong
serangan OPT pada komoditi utama perkebunan atau komoditi unggulan di masing-masing daerah. -
Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami dilakukan dengan menggunakan atau mengacu pada pedoman yang dikembangkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat
(Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). -
Hasil eksplorasi dan inventarisasi musuh alami kemudian dibuat koleksinya. Untuk
jenis jamur atau mikrobia
lainnya setelah dimurnikan kemudian disimpan dalam agar
miring
atau
petridish
dan
selanjutnya
diuji
prospeknya untuk dapat dijadikan agens pengendali hayati. b. Perbanyakan musuh alami -
Musuh alami yang diperbanyak dapat berupa parasitoid, predator maupun agens hayati dari golongan jamur atau jasad renik lainnya yang potensial dan banyak digunakan oleh petani untuk pengendalian OPT penting pada komoditi utama di daerah yang bersangkutan.
-
Khususnya untuk jamur misalnya Beauveri bassiana, Trichoderma sp., Metarrhizium anisopliae, perbanyakan dapat dilakukan dalam bentuk starter-starter yang akan diperbanyak sendiri oleh petani dengan metode sederhana, ataupun perbanyakan yang menghasilkan agens hayati siap pakai yang telah dikemas.
c. Pengembangan teknik penyebaran agens hayati Teknik penyebaran agens hayati yang dikembangkan adalah teknik penyebaran yang telah dihasilkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak). d. Pengujian lapangan penggunaan musuh alami -
Musuh alami yang diuji adalah musuh alami yang sudah diketahui ada di daerah yang bersangkutan.
-
Pengujian dilakukan untuk mengetahui potensinya untuk pengendalian
OPT
penting
pada
komoditi
utama
perkebunan. -
Pengujian lapangan dilakukan dengan mengacu pada metode yang telah dikembangkan oleh Puslit/Balit/Perti dan UPT Pusat (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Perkebunan Medan, Surabaya dan Ambon/Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak).
-
Pengujian dilakukan dengan mengacu pada kaidah-kaidah dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
e. Magang petugas LUPH ke Puslit/Balit/Perti -
Lokasi pemagangan Magang
dilakukan di Puslit/Balit/Perti/Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan terdekat dengan propvinsi yang bersangkutan atau tergantung pada jenis komoditi dan permasalahan yang ada di lapangan. -
Waktu magang Magang dikakukan minimal 5 hari kerja
-
Peserta magang Peserta magang adalah petugas LUPH di provinsi Lampung, Bali dan Sulut, jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggaran yang tersedia dan instansi tempat pemagangan.
-
Metode pemagangan Magang dilaksanakan dengan belajar dan praktek secara langsung di Puslit/balit di laboratorium dan lapangan.
- Materi •
Teknik pengembangan agens hayati
•
Quality control dalam perbanyakan agens hayati
•
Pengawetan agens hayati
•
Teknik evaluasi efektifitas agens hayati di lapangan
•
Selain itu materi tersebut di atas materi yang dipelajari disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh petugas LUPH.
4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output •
Tersedianya teknologi pengembangan dan penyebaran agens pengendali hayati.
•
Terlatihnya sejumlah petugas LUPH dalam bidang pengendalian hayati.
c. Outcomes •
Terimplementasikannya teknologi pengendalian OPT secara hayati.
•
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas LUPH dalam bidang pengendalian hayati.
d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan melalui pengendalian hayati . e. Impact Kehilangan
hasil
akibat
serangan
OPT
dapat
diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya Optimalisasi Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) terdiri dari : -
Insentif/honor bagi petugas LUPH sebanyak 10 orang per provinsi.
-
Eksplorasi dan inventarisasi musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi.
-
Perbanyakan musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi.
-
Pengembangan dan teknik penyebaran agens hayati masingmasing 1 paket per provinsi.
-
Pengujian lapangan penggunaan musuh alami masing-masing 1 paket per provinsi.
-
Magang petugas LUPH ke Puslit/Balit. paket per provinsi.
masing-masing 1
C. OPTIMALISASI SUB LAB HAYATI 1. Metode Metode
yang
digunakan
menggunakan/mengacu
untuk
pada
kegiatan-kegiatan
metode
yang
telah
LUPH ada
di
Puslit/Balit/Perti atau UPT Pusat. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 14 provinsi yaitu: Sumsel, Riau, Jambi, Babel, Lampung, Jateng, DIY, Bali, NTT, Kalteng, Sultra, Sulut, Irjabar, dan Papua. 3. Pelaksanaan a. Uji adaptasi agens hayati dengan kondisi lingkungan perkebunan Agens hayati hasil pengembangan/ditemukan oleh LL/LUPH, Puslit/Balit
atau
UPT
Pusat
dan
berpotensi
untuk
pengendalian OPT di provinsi yang bersangkutan, diadakan uji adaptasi dengan kondisi lingkungan untuk mengetahui kecocokan dengan agroklimatnya atau spesifik lokasi.
b. Pengumpulan/pemeliharaan,
perbanyakan
dan
pemanfaatan agens hayati. Agens hayati yang telah mapan di lapangan dilakukan pengumpulan selanjutnya dipelihara dan diperbanyak untuk dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati. Misalnya Oryctes sp.yang telah terinfeksi oleh Metharizium sp. dan parasitoid Tetrastichus sp. pada Brontispa sp. c. Perbanyakan starter dan musuh alami Agens hayati atau musuh alami yang sudah digunakan sebagai APH di daerah dibuat starter untuk selanjutnya dapat diperbanyak oleh petani dengan metode sederhana, kemudian diaplikasikan di lapangan. d. Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pengembangan agens hayati. Dilaksanakan dengan pertemuan dengan petugas teknis petugas dinas yang membidangi perlindungan perkebunan/ petugas lapang/petugas pengamat untuk membahas rencana pengembangan
dan
pemanfatan
agens
hayati
untuk
pengendalian OPT penting tanaman perkebunan di wilayah binaannya.
4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output Tersedianya agens pengendali hayati untuk pengendalian OPT di lapangan. c. Outcomes Termanfaatkannya
agens
pengendali
hayati
untuk
pengendalian OPT di lapangan. d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan
hasil
akibat
serangan
OPT
dapat
diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya Optimalisasi Sub Lab Hayati terdiri dari : -
Insentif/honor bagi petugas Sub Lab. Hayati masing-masing 4 orang per provinsi terdiri dari 1 orang kepala dan 3 orang staf.
-
Uji adaptasi agens hayati dengan kondisi lingkungan perkebunan masing-masing provinsi 1 paket.
-
Pengumpulan/pemeliharaan
dan
perbanyakan
dan
pemanfaatan agens hayati masing-masing provinsi 1 paket. -
Perbanyakan starter dan musuh alami masing-masing provinsi 1 paket.
-
Koordinasi dalam rangka penyelenggaraan agens hayati sebanyak 15 OH untuk masing-masing provinsi.
D. REHABILITASI LL, LUPH, SUB LAB HAYATI DAN UPPT 1. Metode Rehabilitasi gedung LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT menggunakan/mengacu ditetapkan
oleh
Provinsi/Kabupaten/Kota.
pada
ketentuan-ketentuan
Dinas Sedangkan
Pekerjaan pengadaan
yang Umum
peralatan
disesuaikan dengan kebutuhan peralatan. Proses rehabilitasi bangunan dan pengadaan peralatan mengacu pada ketentuanketentuan yang berlaku tentang pengadaan barang dan jasa (Keppres No. 80 Tahun 2003).
2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, sedangkan lokasinya adalah sebagai berikut : a. Rehabilitasi LL di laksanakan di 3 provinsi yaitu NAD, Sulut dan Sulteng. b. Rehabilitasi LUPH di laksanakan di provinsi Bali. c. Rehabilitasi Sub Lab Hayati dilaksanakan di 2 provinsi yaitu : Jambi dan NTT. d. Rehabilitasi UPPT dilaksanakan di 9 provinsi yaitu : Sumbar, Kep. Riau, NTB, Kalteng, Sultra, Sulbar, Sulsel, Papua dan Papua Barat. 3. Pelaksanaan a. Rehabilitasi gedung -
Melakukan
rehabilitasi gedung LL yang terdiri dari
kantor dan laboratorium yang rusak. -
Melakukan rehabilitasi gedung LUPH yang terdiri dari kantor dan laboratorium yang rusak.
-
Melakukan rehabilitasi gedung Sub Lab Hayati yang yang rusak.
-
Melakukan rehabilitasi gedung UPPT yang rusak.
b. Pengadaan meubelair Melakukan pengadaan meubelair untuk mengganti meubelair yang telah rusak pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT. c. Pengadaan Alat Laboratorium. -
Melakukan pengadaan alat laboratorium untuk mengganti alat laboratorium yang telah rusak pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati.
-
Pengadaan alat laboratorium diprioritaskan pada alat-alat yang sering digunakan dan telah rusak. Pengadaan disesuaikan dengan dana yang tersedia dengan spesifikasi yang memadai
dengan
kondisi
laboratorium
yang
bersangkutan. 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi. b. Output •
Terehabiltasinya LL (3 unit), LUPH (1 unit), Sub Lab Hayati (2 unit) dan UPPT (9 unit).
•
Tersedianya peralatan laboratorium dan meubelair.
c. Outcomes Teroptimalkannya kegiatan-kegiatan pada LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan dan UPPT d. Benefit Tertanganinya permasalahan perlindungan perkebunan di lapangan. e. Impact Kehilangan
hasil
akibat
serangan
OPT
dapat
diminimalkan. 5. Komponen Biaya Biaya yang dialokasikan dalam kegiatan rehabilitasi gedung LL, LUPH, Sub Lab Hayati dan UPPT terdiri dari : a. Biaya rehabilitasi gedung yaitu : •
Rehab gedung LL masing-masing seluas 126 m2
•
Rehab gedung LUPH seluas 100 m2
•
Rehab gedung Sub Lab Hayati masing-masing seluas 70 m2
•
Rehab gedung UPPT masing-masing seluas 70 m2
b. Biaya eksploitasi •
Eksploitasi listrik pada LL masing-masing selama 12 bulan
•
Eksploitasi listrik pada LUPH selama 12 bulan
•
Eksploitasi listrik pada Sub Lab Hayati masing-masing selama 12 bulan
•
Eksploitasi listrik pada UPPT masing-masing selama 12 bulan
c. Pengadaan meubelair •
Pengadaan meubelair pada LL masing-masing sebanyak 1 paket
•
Pengadaan meubelair pada LUPH sebanyak 1 paket
•
Pengadaan meubelair
pada Sub Lab Hayati masing-
masing sebanyak 1 paket. •
Pengadaan
meubelair
pada
UPPT
masing-masing
sebanyak 1 paket. d. Pengadaan alat laboratorium. •
Alat laboratorium pada LL masing-masing sebanyak 1 paket.
•
Alat laboratorium pada LUPH sebanyak 1 paket.
•
Alat laboratorium pada Sub Lab Hayati masing-masing sebanyak 1 paket.
E. INSENTIF
PETUGAS
PENGAMAT
HAMA
DAN
PENYAKIT 1. Metode Pemberian insentif dilakukan kepada petugas pengamat/UPPT setiap bulan pada saat penyerahan laporan hasil pengamatan, sekaligus dilakukan pembinaan oleh petugas provinsi tentang pelaksanaan pengamatan OPT perkebunan. 2. Waktu dan Lokasi Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2009, di 27 provinsi yaitu: NAD, Sumbar, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kep. Riau, Babel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Papua dan Irjabar.
3. Pelaksanaan a. Pemberian insentif pada petugas pengamat -
Pemberian insentif kepada petugas pengamat sebanyak 898 orang yang tersebar di 27 provinsi
seperti pada
Tabel 2. berikut : Tabel 2. Jumlah Petugas Pengamat yang Mendapat Insentif No
-
Jumlah
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
NAD Riau Sumbar Jambi Bengkulu Sumsel Lampung Babel Kep Riau Banten Jabar
Provinsi
34 54 54 38 16 74 64 16 6 8 66
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
NTB NTT Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Gorontalo Sulteng Sulbar Sulsel Sultra
Provinsi
Jumlah 28 42 42 22 28 20 32 12 32 12 74
12 13 14
Jateng DIY Bali Jumlah
52 16 42
26 27
Papua Irjabar
24 24
898
Petugas pengamat yang diberi insentif adalah petugas UPPT dan atau petugas perlindungan perkebunan pada Dinas
Kabupaten/Kota
yang
pengamatan OPT perkebunan.
melakukan
kegiatan
-
Petugas yang menerima insentif di tetapkan melalui SK Kepala Dinas yang membidangi perkebunan di Provinsi.
b. Biaya operasional pengamatan OPT di lapangan Biaya operasional pengamatan OPT adalah biaya perjalanan petugas pengamat untuk melakukan pengamatan di wilayah binaannya. c. Biaya administrasi pelaporan OPT Biaya administrasi pelaporan OPT adalah biaya ATK untuk penyusunan dan pengiriman laporan situasi OPT perkebunan 4. Indikator Kinerja a. Input Dana, SDM, Data/informasi dan teknologi. b. Output •
Terserapnya dana insentif
untuk petugas pengamat
OPT perkebunan •
Terfasilitasinya
kegiatan
pengamatan
OPT
lapangan. c. Outcomes •
Meningkatnya kinerja petugas pengamat/UPPT
•
Tersedianya laporan situasi OPT .
di
d. Benefit Teramatinya OPT secara kontinyu dan berkesinambungan sehingga adanya perkembangan OPT dapat diketahui secara dini (early warning system) dan kemungkinan terjadinya eksplosi dapat diantisipasi. e. Impact Serangan OPT pada tanaman perkebunan berada dalam kondisi yang tidak
menimbulkan kerugian secara
ekonomi. 5. Komponen Biaya Biaya untuk
Insentif Petugas Pengamat Hama dan Penyakit,
terdiri dari: (a) biaya insentif bagi petugas pengamat/UPPT; (b) biaya perjalanan petugas pengamat ke lapangan dan (c) biaya pembelian ATK dan pengiriman laporan.
III. PENUTUP Sebagai tindak lanjut dari Pedoman Teknis ini diharapkan provinsi segera menyiapkan penjabaran dan pengoperasionalan sebagai Petunjuk Teknis kegiatan Laboratorium Lapangan, Laboratorium Utama Pengendalian Hayati dan Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman. Bagi provinsi yang telah membentuk Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD), kegiatan-kegiatan perangkat tersebut dilaksanakan oleh UPTD berkoordinasi dengan Dinas yang menangani perlindungan perkebunan. Sedangkan provinsi yang belum membentuk UPTD, pelaksanaan kegiatan oleh
Dinas
yang
menangani
perlindungan
perkebunan.
Diharapkan setelah seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan agar segera disusun laporan kegiatannya dan disampaikan ke Direktorat Perlindungan Perkebunan pada bulan Januari 2010.