PEMANFAATAN LAPANGAN RUMPUT SEBAGAI SUMBER BELAJAR MATERI HUBUNGAN MAKHLUK DAN LINGKUNGAN MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR (JAS) DI SDN PULOGEBANG 08 PAGI JAKARTA TIMUR Oleh Yetty Auliaty ABSTRAK Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan lapangan rumput sekolah, melalui penerapan model pembelajaran Investigasi Kelompok dan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) pada materi komponen-komponen makhluk hidup dan lingkungan di kelas IV SDN Pulogebang 08 Pagi Jakarta tahun ajaran 2008/2009. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas IV A dan IV B dengan karakteristik kemampuan keduanya yang relatif sama. Setelah melakukan pengamatan, maka beberapa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dalam diskusi kelas. Kemudian siswa mengerjakan soal post test untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Untuk menjustifikasi efektivitas pembelajaran, dilakukan pengambilan data aktivitas siswa selama kegiatan pengamatan dan diskusi melalui lembar observasi. Data tanggapan siswa dan guru diperoleh melalui angket. Data performance guru dan suasana siswa dalam belajar diperoleh melalui lembar pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa ranah kognitif mencapai ketuntasan baik secara individual maupun klasikal. Ketuntasan klasikal yang dicapai kelas IV A yaitu 95,35% dan di kelas IV B sebanyak 93,02%. Pencapaian ketuntasan ini disebabkan oleh aktivitas siswa dalam kegiatan pengamatan dan diskusi, serta rasa senang terhadap model pembelajaran. Sebanyak 65,12% siswa kelas IV A merasa sangat senang dengan pembelajaran yang telah dilaksanakan dan 34,88% siswa merasa senang. Siswa kelas IV B yang merasa sangat senang sebanyak 44,19% dan merasa senang sebanyak 55,81%. Banyaknya siswa kelas IV A yang aktif dalam kegiatan pengamatan yaitu 93,02% dan pada kelas IV B yaitu 95,35%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan lapangan rumput sebagai sumber belajar pada materi komponen-komponen makhluk hidup dan lingkungan dengan menerapkan model pembelajaran Investigasi Kelompok dan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) di SDN Pulogebang 08 Pagi Jakarta dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Kata Kunci: Ketuntasan Belajar, Jelajah Alam Sekitar A. LATAR BELAKANG Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari segi pelaksanaan secara operasional adalah terwujud dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran dan sumber belajar merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Penentuan model pembelajaran yang tepat oleh guru sangat diperlukan agar sesuai dengan materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Begitu pula dengan sumber belajar yang akan digunakan karena dari sumber belajar dapat diperoleh berbagai pengetahuan untuk 1
kepentingan belajar, baik sumber belajar yang langsung maupun sumber belajar yang tidak langsung. Model pembelajaran Investigasi Kelompok dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengekplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis. Dalam kerangka ini, guru dituntut untuk mengorganisasikan proses pembelajaran melalui kerja kelompok dan mengarahkannya, membantu para siswa menemukan informasi, dan mengelola terjadinya berbagai interaksi dan aktivitas belajar (Ngabekti dkk, 2005). Siswa yang terkondisikan secara berkelompok akan memperoleh kesempatan yang lebih untuk bertanya baik kepada sesama anggota kelompoknya maupun kepada guru. Hal itu disebabkan pembelajaran yang berlangsung akan membuat guru lebih banyak berinteraksi dengan semua kelompok sehingga siswa cenderung tidak merasa malu untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya kepada guru. Pembelajaran menggunakan model Investigasi Kelompok akan melatih siswa mendengar pendapat orang lain dan merangkum pendapat atau temuan-temuan dalam bentuk tulisan. Pembelajaran berkelompok akan dapat memacu siswa untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan anggota kelompok masingmasing dalam mempelajari materi komponen-komponen makhluk hidup dan lingkungan dengan lapangan rumput sebagai sumber belajar. Pada mata pelajaran IPA SD kelas II semester 2 untuk materi komponenkomponen makhluk hidup dan lingkungan, siswa diharapkan mampu mencapai Kompetensi Dasar yaitu menentukan komponen makhluk hidup dan lingkungan dan saling hubungan antar komponen, dan peran manusia
terhadap keseimbangan lingkungan Indikatornya adalah sebagai berikut. a. Mengidentifikasi satuan-satuan dalam makhluk hidup dan lingkungan dan menyatakan bahwa matahari merupakan sumber energi utama pada sistem IPA. b. Menggambarkan dalam bentuk diagram rantai makanan dan jaringjaring kehidupan dan menjelaskan peran masing-masing tingkat tropik. Berkaitan dengan hal tersebut untuk mempelajari materi komponenkomponen makhluk hidup dan lingkungan dengan memanfaatkan lapangan rumput sebagai sumber belajar merupakan suatu pembelajaran yang sesuai bagi siswa dalam mempelajari gejalagejala alam, sehingga pemilihan sumber belajar yang tepat pada materi pembelajaran tersebut akan dapat mendukung tercapainya Kompetensi Dasar dan Indikator yang telah ditetapkan. Selama ini pembelajaran materi komponenkomponen makhluk hidup dan lingkungan di SDN Pulogebang 08 Pagi Jakarta hanya dilakukan dengan metode ceramah saja. Guru masih jarang memanfaatkan lingkungan alam sekitar sebagai sumber belajar, padahal alam sekitar merupakan sumber belajar yang menarik karena dapat menyediakan kemungkinankemungkinan untuk belajar makhluk hidup dan lingkungan secara mendalam. Lingkungan sekolah seperti lapangan rumput di kebun sekolah, ataupun lingkungan di luar sekolah dapat digunakan sebagai sumber belajar dan dapat juga digunakan untuk menciptakan rasa cinta terhadap lingkungan bagi siswa itu sendiri. SDN Pulogebang 08 Pagi Jakarta mempunyai alam sekitar sekolah yang dapat digunakan sebagai obyek persoalan belajar yaitu lapangan rumput. Lapangan rumput yang ada di sekolah letaknya sangat dekat dengan sekolah 2
yang biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar. Lokasi yang mudah dijangkau tersebut, memudahkan untuk menjadikan lapangan rumput yang ada di area lingkungan sekolah sebagai sumber belajar materi makhluk hidup dan lingkungan. Lingkungan alam sekitar sangat berperan dalam mempelajari makhluk hidup dan lingkungan. Berkaitan dengan hal tersebut guru diharapkan dapat mengakrabkan siswa dengan makhluk hidup dan lingkungan sekitar sekolah. Lapangan rumput di sekolah merupakan suatu makhluk hidup dan lingkungan yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa saat berada di lingkungan sekolah, sehingga perlu bagi siswa untuk lebih mengenalnya. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas pokok permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah hasil belajar siswa SDN Pulogebang 08 Pagi Jakarta dalam materi makhluk hidup dan lingkungan dengan memanfaatkan lapangan rumput sebagai sumber belajar melalui penerapan model pembelajaran Investigasi Kelompok dan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS)? C. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar Sehubungan dengan beberapa pendapat di atas, maka berbicara tentang hasil belajar siswa berarti berbicara tentang berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa yang bersangkutan. Bloom dkk (1971:141) mengemukakan bahwa pada prinsipnya ada tiga kemampuan dasar yang melekat pada diri seseorang, yaitu (1) kemampuan kognitif, (2) kemampuan afektif dan (3) kemampuan psikomotor. Kemampuan kognitif merupakan penguasaan seseorang terhadap pengetahuan yang telah ia peroleh melalui suatu proses pembelajaran. Kemampuan afektif berhubungan dengan sikap terhadap nilai-nilai, moral dan norma tertentu.
Kemampuan psikomotor berhubungan dengan keterampilan yang dimiliki untuk menciptakan dan mengembangkan sesuatu. Oleh karena itu, Bloom menjelaskan bahwa apabila guru ingin menilai tentang kemampuan siswa, maka ia tidak akan lari dari menilai tiga aspek di atas. Artinya bila guru akan menilai hasil belajar siswa dinamakan tes hasil belajar (educational achievement test) dan ada juga yang menamakan dengan tes kognitif (cognitive test). Berdasarkan kepentingannya, maka tes kognitif ini juga disebut sebagai tes sumatif (summative test). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah penguasaan siswa terhadap materi ajar yang telah diberikan gurunya di sekolah. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, maka guru perlu membuat tes yang mengukur aspek kognitif yang disebut dengan achievement test. Hasil belajar ini dapat dilihat pada nilai ulangan harian, nilai post test atau nilai rapor. Berdasarkan nilai tes yang diperoleh siswa, maka guru dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa itu tinggi, sedang atau rendah. Berdasarkan hasil belajar ini pula diterapkan suatu kesimpulan, apakah siswa sukses atau gagal mengikuti proses pembelajaran, lulus atau tidak lulus. Bagi siswa hasil belajar merupakan potret kemampuan dirinya sendiri dalam menguasai pengetahuan atau materi yang diberikan oleh gurunya. Bagi guru, hasil belajar siswa merupakan gambaran keberhasilan dalam melaksanakan pengajaran, apakah materi yang diajarkannya sudah dikuasai siswa atau belum, sebagaimana tujuan pengajaran yang dibuat. Bagi sekolah hasil belajar siswa merupakan gambaran keberhasilan sekolah dan alat evaluasi tentang pengusaan siswa terhadap materi ajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Oleh karena itu, studi tentang hasil belajar adalah suatu hal yang penting dalam pendidikan. Seseorang 3
tidak bisa mengatakan bahwa proses belajar mengajar berhasil atau gagal, tanpa mengetahui terlebih dahulu hasil belajar siswanya. 2. Lapangan rumput sebagai sumber belajar Belajar pada hakikatnya adalah suatu reaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respon terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yang positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukkan, bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor yang penting dalam proses belajar mengajar. Mulyaningsih dalam Alimah (1998) menyatakan sumber belajar dapat diperoleh dari mana-mana. Dari alam sekitar, dari dalam kelas atau dimana saja asal semua itu sesuai dengan materi yang diajarkan kepada siswa sehingga guru dapat mengajak anak didiknya untuk melakukan kegiatan mendapatkan ilmu dari tangan pertama yaitu alam itu sendiri. Apabila alam dalam kegiatan pembelajaran dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar maka akan terjadi proses interaksi antara siswa dengan lingkungan. Adanya interaksi dengan lingkungan tersebut maka siswa akan memperoleh pengalaman yang penting dalam proses belajarnya, karena dengan berinteraksi dengan lingkungan siswa juga melihat dan merasakan suasana belajar yang nyata menggunakan panca inderanya. Dengan demikian belajar akan lebih bermakna apabila siswa melihat langsung obyek dari materi pelajaran yang mereka pelajari sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa lebih bertahan lama dalam ingatan siswa. Lingkungan yang dapat digunakan sebagai sumber belajar diantaranya adalah lapangan rumput yang di
dalamnya terdapat kemungkinankemungkinan yang cukup banyak untuk dipelajari yang berkaitan dengan materi dalam IPA. Hal tersebut dikarenakan dalam IPA mempelajari segala sesuatu tentang makhluk hidup tak terkecuali hubungannya dengan lingkungan sekitar tempat makhluk hidup tersebut tinggal. Di lapangan rumput dapat ditemukan berbagai makhluk hidup (komponen biotik) dengan masing-masing tingkat tropiknya dan juga komponen abiotik yang saling berhubungan. Dengan demikian, pemanfaatan lapangan rumput sebagai sumber belajar diharapkan akan dapat mencapai hasil belajar yang maksimal karena penyampaian pembelajarannya menjadi lebih mendalam dengan melakukan kegiatan ilmiah yaitu dengan melatih siswa untuk melakukan observasi. Selain itu pembelajaran akan menjadi lebih menarik dan tidak membosankan, sehingga belajar akan menjadi lebih bermakna. 3. Model pembelajaran Investigasi Kelompok (Group Investigation) Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Fungsi dari model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Joyce dan Weil (1986) adalah kelompok model sosial (The Social Models). Model pembelajaran ini dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerjasama dalam pembelajaran, yang pada saat sekarang dikenal dengan pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning). Kelompok model ini meliputi sejumlah sub model, antara lain model Investigasi Kelompok. Pada model Investigasi Kelompok ini terdapat tiga konsep utama, yaitu penelitian atau ”inquiry”, pengetahuan atau ”knowledge”, dan dinamika belajar 4
kelompok atau ”the dynamics of the learning group”. Penelitian ialah proses dimana pebelajar dirangsang dengan cara menghadapkannya pada masalah, yang dimaksud dengan pengetahuan ialah pengalaman yang tidak dibawa lahir tapi diperoleh oleh individu melalui dan dari pengalamannya baik langsung maupun tidak langsung, sedangkan dinamika kelompok menunjuk pada suasana yang menggambarkan sekelompok individu saling berinteraksi mengenai sesuatu yang sengaja dilihat atau dikaji bersama (Soekamto dan Winaputra, 1995). Kecenderungan pembelajaran IPA di Negara maju menggunakan paradigma IPA sebagai suatu proses (science as an inquiry, science is an process). Inkuiri ilmiah mengarah pada berbagai cara seperti yang dilakukan para ilmuwan ketika mempelajari dunia nyata dan memberikan penjelasan yang didasarkan pada bukti-bukti yang mereka peroleh. Sehingga inkuiri dalam pembelajaran IPA mestinya juga mengarah pada aktivitas tersebut. Dalam belajar IPA, siswa diajak mengenal obyek, gejala dan permasalahan alam, menelaah dan menemukan simpulan atau konsep tentang alam. Bentuk kegiatannya termasuk mengamati, mencatat, memikirkan, membaca, membandingkan, membuat pertanyaan, membuat hipotesa, membuat percobaan, mengumpulkan data, dll. Konsep-konsep IPA bukan diperoleh siswa secara instant dari guru ataupun buku-buku tetapi melalui kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam kaitannya dengan kegiatan evaluasi, Bryce dalam Kartijono dkk. (2004) menjelaskan, dalam pembelajaran IPA lebih tepat jika penilaian diterapkan sesuai dengan aspek proses IPA yang meliputi kemampuan dasar (basic skill), kemampuan proses (process skill) dan kemampuan investigasi (investigation skill) sebagai kemampuan tertinggi. Kemampuan dasar mencakup: kemampuan melakukan pengamatan,
mencatat data, melakukan pengukuran, mengimplementasikan prosedur dan kemampuan mengikuti instruksi. Kemampuan proses meliputi: kemampuan menginferensi dan menyeleksi berbagai cara/prosedur. Kemampuan investigasi berupa kemampuan merencanakan dan melaksanakan serta melaporkan hasil investigasi. Untuk menilai kemampuan siswa pada keterampilanketerampilan IPA tersebut alternative assessment sangat relevan. Hal utama dalam Investigasi Kelompok adalah perencanaan kooperatif siswa dari penyelidikannya. Anggota kelompok berpartisipasi dalam perencanaan berbagai ukuran dan keperluan dari rancangannya. Mereka bersama menentukan apa yang dibutuhkan untuk menyelidiki agar dapat memecahkan permasalahan; yang memerlukan akal mereka; siapa akan mengerjakan apa; dan bagaimana mereka akan memberi rancangan menyeluruh mereka bagi kelas. Biasanya pembagian tugas dalam kelompok mempertinggi saling ketergantungan diantara anggotanya. Kecakapan merencanakan kooperatif seharusnya diperkenalkan secara berangsur-angsur ke dalam kelas dan dipraktekkan dalam beragam situasi sebelum kelas menjalankan rancangan investigasi dengan skala yang lengkap. Guru dapat memimpin diskusi dengan seluruh kelas atau dengan kelompok kecil, mendapatkan ide dari melaksanakan beberapa aspek dari aktivitas kelas. Siswa membantu rencana aktivitas jangka pendek yang hanya satu periode, atau aktivitas jangka panjang (Slavin, 1995). Menurut Dimyati dan Mudjiono (1994), pembelajaran kelompok kecil merupakan perbaikan dari kelemahan pengajaran klasikal. Adapun tujuan pengajaran pada pembelajaran kelompok kecil adalah: a. Memberi kesempatan kepada tiap siswa untuk mengembangkan 5
kemampuan memecahkan masalah secara rasional. b. Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan. c. Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa dirinya sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab. d. Mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok. 4. Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Kartijono dan Marianti (2005) menjelaskan bahwa JAS merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan alam sekitar kehidupan peserta didik baik lingkungan fisik, sosial, teknologi maupun budaya sebagai obyek belajar IPA dengan mempelajari fenomenanya melalui kerja ilmiah. Pendekatan ini menekankan kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi nyata, sehingga selain dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik, pendekatan JAS memungkinkan peserta didik dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengkaitkannya dengan dunia nyata, sehingga hasil belajarnya lebih berdaya guna bagi kehidupannya. Senada dengan hal tersebut, Ridlo (2005) mengemukakan bahwa dalam implementasinya penjelajahan merupakan suatu strategi alternatif dalam pembelajaran IPA. Kegiatan ini mengajak subyek didik aktif mengeksplorasi lingkungan sekitarnya untuk mencapai kecakapan kognitif, afektif, dan psikomotornya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan keterampilan, penguasaan berkarya, penguasaan mensikapi, dan penguasaan bermasyarakat. Lingkungan sekitar dalam hal ini bukan saja sebagai sumber belajar tetapi menjadi obyek yang harus
diuntungkan sebagai akibat adanya kegiatan pembelajaran. Pembelajaran JAS berbasis pada akar budaya, dikembangkan sesuai metode ilmiah dan dievaluasi dengan berbagai cara. JAS mengekplorasi kurikulum berbasis kompetensi perguruan tinggi sesuai PP No. 66/1999 dan Kep. Mendiknas 234/U/2000 sehingga produknya dapat dipertanggungjawabkan secara luas. Santosa dalam Kartijono dkk. (2004) memberikan keterangan yang menjadi peciri dalam kegiatan pembelajaran JAS adalah sebagai berikut: Selalu dikaitkan dengan alam sekitar secara langsung, tidak langsung, maupun menggunakan media. Selalu ada kegiatan berupa peramalan (prediksi), pengamatan, dan penjelasan Ada laporan untuk dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto atau audiovisual. Hamalik (2001) mengungkapkan bahwa lingkungan (environtment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar/pembelajaran/pendidikan terdiri dari berikut ini. Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat baik kelompok besar atau kelompok kecil. Lingkungan personal meliputi individuindividu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu lainnya. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar. Lingkungan kultural mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pengajaran. Dalam konteks ini termasuk sistem nilai, norma, dan adat kebiasaan. 6
Suatu lingkungan pendidikan/pengajaran memiliki fungsifungsi sebagai berikut. Fungsi psikologis; Stimulus bersumber/berasal dari lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons, yang menunjukkan tingkah laku tertentu. Respons tadi pada gilirannya dapat menjadi suatu stimulus baru yang menimbulkan respons baru, demikian seterusnya. Ini berarti, lingkungan mengandung makna dan melaksanakan fungsi psikologis tertentu. Fungsi pedagogis; Lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yang sengaja disiapkan sebagai suatu lembaga pendidikan, misalnya keluarga, sekolah, lembaga kepelatihan, lembaga-lembaga sosial. Masingmasing lembaga tersebut memiliki program pendidikan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Fungsi instruksional; Program instruksional merupakan suatu lingkungan pengajaran/pembelajaran yang dirancang secara khusus. Guru yang mengajar, materi pelajaran, sarana dan prasarana pengajaran, media pengajaran, dan kondisi lingkungan kelas (fisik) merupakan lingkungan yang sengaja dikembangkan untuk mengembangkan tingkah laku siswa. Tirtaharja dan Sulo (1994) menyatakan bahwa gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar. Perintis gerakan ini salah satunya adalah Finger (1808-1888) di Jerman dengan Heimatkunde. Beberapa prinsip dari gerakan Heimatkunde adalah sebagai berikut. a. Melalui pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung. Betapa pentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan sifat-
sifat didaktik atau dasar-dasar orang pengajaran. b. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyakbanyaknya agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar, catat saja. c. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas, suatu bentuk pengajaran dengan ciri-ciri dalam garis besarnya sebagai berikut: 1) suatu pengajaran yang tidak mengenal pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan mengarahkan usahanya mencapai tujuan. 2) suatu pengajaran menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitarnya. 3) suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubunghubungan satu sama lain seerateratnya secara teratur. d. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kokoh dan tidak verbalitis. Apersepsi intelektual yang baru dan masuk di dalam intelek anak harus dapat luluh menjadi satu dengan kekayaan pengetahuan yang sudah dimiliki anak, sehingga terjadi proses asimilasi antar pengetahuan lama dengan yang baru. e. Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak Keuntungan menggunakan lingkungan sebagai media penunjang proses pembelajaran IPA menurut Sudjana dan Rivai dalam Saadulloh (2004) adalah: a. Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan dibanding dengan siswa duduk di kelas selama 7
b.
c.
d.
e.
f.
pelajaran, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi. Hakekat belajar akan lebih bermakna, sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaaan yang sebenarnya bersifat alami. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat, Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya/wawancara, membuktikan/mendemonstrasikan, menguji fakta, dan lain-lain. Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan dapat dipelajari bisa beraneka ragam seperti lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lainlain. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungan, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitar serta dapat memupuk cinta terhadap lingkungan.
5. Karakteristik materi makhluk hidup dan lingkungan Dalam Kurikulum 2006 mata pelajaran IPA SD kelas IV semester 1, pada Standar Kompetensi mengidentifikasi makhluk hidup dan lingkungan mempelajari tentang hubungan antar makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dan lingkungan. Kompetensi Dasar dan Indikator yang harus dicapai pada materi pokok komponen makhluk hidup dan lingkungan adalah sebagai berikut Mengidentifikasi beberapa jenis hubungan khas (simbiosis) dan hubungan “makan dan dimakan” antar makhluk hidup (rantai makanan) dan mendeskripsikan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Indikator: a. Mengidentifikasi hubungan khas antarmakhluk hidup (simbiosis).
b. Mengkomunikasikan manfaat dan kerugian yang terjadi akibat hubungan antar makhluk hidup. c. Mengamati bentuk-bentuk saling ketergantungan antara hewan dan tumbuhan di lingkungan sekitar. d. Memprediksi kemungkinan yang akan terjadi bila lingkungan berubah, misalnya akibat dari pencemaran di sungai, kebakaran di hutan, dan penebangan pohon Pada makhluk hidup dan lingkungan terdapat hubungan saling ketergantungan di antara komponen penyusunnya. Saling ketergantungan terjadi baik di antara komponen biotik dan abiotik maupun di antara sesama komponen biotik. Diantara sesama komponen biotik terjadi hubungan memakan dan dimakan yang disebut rantai makanan. Kumpulan beberapa rantai makanan membentuk jaring-jaring makanan (Sumarwan dkk., 2004). Berdasarkan indikator yang harus dicapai pada materi komponenkomponen makhluk hidup dan lingkungan tersebut, diperlukan model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran Investigasi Kelompok dapat membantu siswa mengatasi masalah yang dihadapinya secara bekerjasama dengan teman sekelompoknya melalui kegiatan observasi, pengumpulan data, menjawab pertanyaan di Lembar Kegiatan Siswa (LKS), serta menarik kesimpulan. Materi komponen-komponen makhluk hidup dan lingkungan sangat berkaitan erat dengan alam, dengan demikian haruslah dipilih sumber-sumber belajar yang sesuai dengan tujuan dan isi pengajaran yang telah dituangkan dalam silabus sehingga mempertinggi kualitas proses belajar mengajar dan indikator dapat tercapai. Pemanfaatan lapangan rumput merupakan pemilihan sumber belajar yang sesuai pada konsep makhluk hidup dan lingkungan. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran berlangsung alami dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru. Karena 8
dengan menggunakan alam yang ada sekitar lingkungan siswa, baik itu diluar lingkungan sekolah maupun di dalam lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar tampaknya akan memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar dengan melakukan pengamatan secara nyata apa saja yang terdapat pada komunitas itu. Melalui pengamatan secara langsung tersebut diharapkan akan membuat siswa mudah mengingatnya kembali saat mengerjakan tes. Selain itu, pembelajaran juga akan menjadi menyenangkan dan membuat siswa tidak merasa bosan. B. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dirumuskan seperti berikut: Apakah melalui pendekatan jelajah alam sekitar proses pembelajaran IPA pada materi hubungan antar makhluk hidup akan meningkat. C. Hasil Penelitian 1. Hasil belajar siswa Hasil belajar siswa merupakan nilai ranah kognitif yang diperoleh siswa berupa nilai hasil tes dengan soal yang sama pada kedua kelas IV A dan IV B. Nilai evaluasi tersebut diperoleh setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan memanfaatkan lapangan rumput sebagai sumber belajar materi komponenkomponen makhluk hidup dan lingkungan melalui pembelajaran Investigasi Kelompok dengan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS). Nilai terendah di kelas IV A dan IV B secara berturut-turut yaitu 51 dan 55. Nilai tertinggi di kelas IV A adalah 88, sedangkan di kelas IV B terdapat siswa yang memperoleh nilai 91. Walaupun ada siswa yang memperoleh nilai < 6,0 namun banyak siswa yang telah berhasil mencapai hasil belajar secara individual, sehingga pada akhirnya menghasilkan nilai rata-rata kelas 76,93 di kelas IV A dan 75,40 di kelas IV B. Indikator kinerja yang digunakan untuk menentukan tingkat
keberhasilan pencapaian kompetensi dasar dalam penelitian ini adalah apabila siswa mencapai hasil belajar ranah kognitif secara individual ≥ 60 %, dan secara klasikal ≥ 75 % siswa telah mencapai ketuntasan belajar individual. Sehingga siswa dianggap ketuntasan belajarnya meningkat dan kompetensi dasar yang diinginkan tercapai serta kinerja guru dalam proses pembelajaran meningkat. Berdasarkan hasil analisis, tampak bahwa pembelajaran tersebut telah menunjukkan hasil belajar yang memuaskan, karena hampir seluruh siswa telah memperoleh nilai > 60, dan hanya 2 orang (4,65 % siswa) di kelas IV A dan 3 orang (6,98 % siswa) di kelas IV B yang tidak mencapai nilai ≥ 6,0. Dengan demikian ketuntasan hasil belajar klasikalnya telah mencapai > 75 %, yaitu 95,35 % dan 93,02 % pada kelas IV A dan kelas IV B. Terdapatnya siswa yang memperoleh nilai < 6,0 dapat dimungkinkan karena masih ada materi yang belum dipahaminya, dan berdasarkan pengamatan saat berlangsungnya diskusi kelas siswa masih terlihat kesulitan untuk bertanya. Hal ini dikarenakan belum terbiasanya kegiatan diskusi di kelas, padahal diskusi merupakan kesempatan yang baik bagi siswa untuk menanyakan tentang sesuatu yang belum dipahaminya. Akibatnya, saat mengerjakan soal post test siswa tersebut menjadi tidak bisa menjawab dengan baik. Hasil belajar siswa pada kedua kelas tersebut telah mencapai indikator kinerja. Rata-rata kelas dan hasil belajar klasikal pada kelas IV A yang melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan lapangan rumput sebagai sumber belajar di kawasan air terjun Semirang Ungaran lebih tinggi daripada hasil belajar kognitif kelas IV B yang melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan lapangan rumput sekolah. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang dilaksanakan di kawasan wisata merupakan kegiatan yang tidak biasa 9
dijumpai siswa dalam kesehariannya, sehingga siswa mempunyai keingintahuan yang lebih besar untuk mempelajari lingkungan baru tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar menurut Darsono (2001) bahwa keberhasilan belajar sangat dipengaruhi pula oleh rasa ingin tahu anak (curiosity) terhadap suatu persoalan. Adanya rasa keingintahuan siswa terhadap suatu obyek belajar, akan meningkatkan motivasi anak untuk mempelajarinya. Lapangan rumput sekolah merupakan obyek yang telah akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga kemungkinan ketertarikan siswa untuk mempelajari lingkungan tersebut tidak sebesar minat yang dimiliki oleh siswa yang akan mempelajari obyek di kawasan wisata. Sumber belajar yang menyenangkan (rekreatif) akan meningkatkan motivasi bagi siswa untuk belajar sehingga dapat membuat siswa menjadi lebih mudah memahami materi pelajaran. Hal itu sesuai dengan pernyataan Saptono (2003) bahwa kemampuan siswa untuk bereksplorasi di alam dan mengkomunikasikan hasil pengamatan di depan kelas dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (Joyful Learning). 2. Aktivitas siswa dalam kegiatan pengamatan Saat siswa melakukan pengamatan di lapangan rumput, tiap dua kelompok siswa diamati oleh seorang observer dengan panduan lembar observasi. Hasil data aktivitas siswa dalam penelitian ini diperoleh melalui lembar observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pengamatan. Data hasil observasi yang telah dirangkum pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah siswa kelas IV A yang termasuk dalam kategori sangat aktif ada 34 orang, 6 siswa dalam kategori aktif, dan 3 orang kurang aktif. Sedangkan di kelas IV B
terdapat 26 orang yang masuk kategori sangat aktif, 15 orang dalam kategori aktif, dan 2 orang termasuk kategori kurang aktif. Dari kedua kelas yang diteliti ini tidak ada siswa yang termasuk dalam kategori tidak aktif dan sangat tidak aktif. Hasil ini menunjukkan tercapainya indikator kinerja yang digunakan dalam penelitian karena secara klasikal > 75 % siswa aktif dalam pembelajaran. Data tersebut juga dapat menunjukkan bahwa siswa telah menggunakan alat seperti termometer untuk mengukur suhu udara, higrometer untuk mengukur kelembaban udara, dan altimeter untuk mengukur ketinggian dalam kegiatan pengamatan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan lapangan rumput sebagai sumber belajar pada materi komponenkomponen makhluk hidup dan lingkungan dengan menerapkan model pembelajaran Investigasi Kelompok dan pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) di SDN Pulogebang 08 Pagi dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa. B. Saran Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini adalah: 1. Adanya kesulitan guru yang berhubungan dengan tingginya aktivitas siswa alam pembelajaran, terutama yang dilaksanakan di lapangan hendaknya guru kelas dapat mengajak guru lain sebagai pendamping guna membantu mengawasi aktivitas siswa. 2. Mengingat hasil belajar siswa pada penelitian ini hanya dilihat dari aspek kognitif, maka perlu kiranya dilakukan pengukuran pembelajaran selanjutnya untuk aspek afektif dan psikomotorik.
10
DAFTAR PUSTAKA Alimah, S. 1998. Pemanfaatan Flora di Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar dalam Pengajaran IPA SD. Skripsi. Semarang : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang. Anonim. 2003. Pedoman Penulisan Tugas Akhir (Skripsi) Jurusan PGSD. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. Arikunto, S. 1986. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Departemen Pendidikan Nasional. 2004a. Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif. Jakarta : Depdiknas. 2004b. Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Psikomotor. Jakarta : Depdiknas. Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ginah. 2001. Pemanfaatan Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Belajar pada Pokok Kajian Makhluk hidup dan lingkungan Kelas I Cawu 3 Tahun Pelajaran 1998/1999 SLTP N 2 Ungaran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Skripsi.Semarang : Universitas Negeri Semarang. Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Ibrahim, M., F. Rachmadiarti, M. Nur, Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya Press. Kartijono N. E., A. Marianti, dan S. Ridlo. 2005. Jelajah Alam Sekitar (JAS) Suatu Pendekatan dalam Pembelajaran IPA dan Implementasinya. Makalah. Semarang : Jurusan IPA FMIPA Universitas Negeri Semarang. Ngabekti, S., K. Santosa, B. Priyono, dan E. Susilowati. 2005. Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok (Group Investigation) dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) pada Materi Makhluk Hidup dan Lingkungannya di SMP N 32 Semarang. Laporan Penelitian. Semarang : Jurusan IPA FMIPA Universitas Negeri Semarang. Nurhandayani, I. 2005. Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Pendekatan CTL pada Konsep Makhluk hidup dan lingkungan Kelas IV SD. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Saptono, S. 2003. Strategi Belajar Mengajar IPA. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning : Theory, Research, and Practic United States of America : A Simon and Schuster Company. Soekamto, T. dan U. S. Winaputra. 1995. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Pepartemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sudjana, N. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sudjana, N. 1996. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito. Sumarwan, Sumartini, dan Kusmayani. 2004. Sains IPA Kelas IV untuk SD. Jakarta: Erlangga. Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Tirtaraharja, U. dan L. Sulo. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Daftar Riwayat Hidup Penulis : Dra. Yetty Aulitay, M.Pd, adalah Dosen PGSD FIP UNJ. 2